[Renungan Motivasi Diri] Sebuah Kisah Nyata Tentang Perjalanan Menuntut Ilmu Seorang Pemuda di Zaman Ini
Di suatu daerah terpencil, terdapat sepasang suami istri yang sangat zuhud….
Mereka belum dikaruniai seorang putra, karena masih dikategorikan pengantin yang
masih baru. Perlu diketahui, sang suami adalah seorang yang sangat rajin menuntut
ilmu, ia adalah seseorang yang memiliki semangat yang sangat luar biasa untuk
memperoleh ilmu. Bahkan, dahulu ketika ia ingin menikah, ia tidak mempunyai sepeser
uang yang cukup untuk meminang seorang akhawat, dan akhirnya ia menghadap
kepada salah seorang ustadz di ma’had yang saat itu ia belajar di sana, hanya untuk
meminta nasihat bagaimana ia dapat menikah. Ia sangat sadar bahwa dirinya tak
tampan dan tidak mapan dalam pekerjaan, karena hampir masa mudanya dihabiskan
di ma’had. Sang ustadz pun menghargai tekadnya dan pada akhirnya membiayai
pernikahan lelaki tersebut.
Sang suami di masa mudanya adalah salah seorang murid yang diakui
kepandaiannya di ma’hadnya. Beberapa rekan dan ustadz memujinya dalam hal
keilmuannya. Suatu hari sang suami berniat ingin mendatangi suatu daurah di luar
kota. Karena ia belum memiliki pekerjaan yang tetap (masih serabutan -pen.), maka ia
dan istrinya memikirkan bagaimana caranya agar sang suami dapat pergi untuk
mendatangi daurah tersebut walau ekonomi mereka sangat pas-pasan. Jarak yang
harus ditempuh sangatlah jauh, sehingga membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Sedangkan penghasilan mereka untuk makan sehari-hari saja masih belum cukup. Sang
suami bukanlah seorang yang malas dalam mencari nafkah, namun qadarallah…. Allah
telah menetapkan rezekinya hanya sedemikian. Walau demikian, ia tetap bersemangat
dalam menjalani hidupnya.
Suatu hari, istrinya yang walhamdulillah sangat qana’ah dan juga zuhud,
berinisiatif membongkar tabungan yang beberapa bulan ia kumpulkan di kotak
penyimpanannya. Qaddarallah…..uang yang terkumpul hanya Rp 10.000,-. Bayangkan
wahai pembaca -bahkan, mata ini ingin menangis ketika saya mengetik kisah ini- dalam
sehari, kita bisa memegang uang puluhan ribu, ratusan ribu, bahkan mungkin hingga
ada yang mencapai nominal jutaan. Dengan keistiqamahan dan kezuhudan, sang istri
tidak pernah mengeluh untuk mengumpulkan 100 perak (Rp 100,-) setiap keuntungan
yang diperoleh suaminya yang tidak setiap hari ia dapatkan.
Sang istri segera mengumpulkan uang tersebut dan berinisiatif untuk
membuatkan bekal arem-arem (bahasa Jawa), yaitu sejenis nasi kepal yang dibungkus
daun pisang untuk bekal perjalanan suaminya. Hanya itu yang dapat sang istri berikan
kepada suaminya sebagai wujud cinta dan kasih sayangnya. Sang suami pun kemudian
berangkat dengan membawa bekal dan doa dari istrinya untuk menuntut ilmu. Ia pergi
dengan berjalan kaki!! Yah, hanya berjalan kaki untuk menepuh jarak puluhan
kilometer!!! (Wallahua’lam). Karena, ia tak membawa uang sepeserpun untuk
bepergian, hanya beberapa buah arem-arem dan pakaian yang melekat di badannya
yang ia bawa ke luar kota. Subhanallah…..
Perjalanan ia tempuh tiga hari tiga malam dengan kedua kakinya tanpa
kendaraan satupun. Akhirnya, ia pun sampai di tempat daurah dilaksanakan, hanya
dengan berjalan kaki dan berteduh di tempat seadanya selama perjalanan.
Dauroh akhirnya dimulai. Selama daurah, ia sangat antusias untuk mengambil
ilmu yang diterimanya, ia mengambil shaf paling depan dan dekat dengan ustadz
pemateri. Namun beberapa saat kemudian, ia mendapat teguran oleh seseorang di
sampingnya, karena setiap beberapa menit ia selalu meluruskan kakinya ketika materi
berlangsung. Hal itu tidak ia lakukan sekali-dua kali, namun hingga beberapa kali,
hingga akhirnya orang di sampingnya pun menegurnya karena menganggapnya tidak
sopan. Hal itu ia lakukan (meluruskan kaki ke depan -ed.), karena kakinya terasa pegal
(sebab -ed.) selama tiga hari tiga malam berjalan kaki. Masya Allah!
Saat istirahat pun tiba. Ia berkumpul dengan ikhwan-ikhwan lain di dapur untuk
membantu berbenah. Ia pun akhirnya menceritakan kisah tiga hari tiga malamnya itu
kepada salah seorang ikhwan di tempat tersebut dan seketika membuat tercengang
orang-orang yang mendengarnya. Akhirnya, cerita itu sampai ke telinga ustadz
pemateri daurah…Ustadz pun tercengang dengan kisah itu! Akhirnya, ustadz beserta
ikhwan-ikhwan mengumpulkan dana sukarela untuk memberikan sumbangan
kepadanya dan terkumpulah uang Rp 300.000,- sebagai dana bantuan untuk
kepulangannya.
Subhanallah, sebuah kisah yang mungkin sempat kita ragukan kebenarannya,
tapi Insya Allah ini kisah nyata. Semoga kita dapat mengambil ibrah (pelajaran -ed.)
dari kisah ini. Terakhir, mari kita simak hadits berikut ini, “Barang siapa menempuh
jalan untuk menuntut ilmu agama, pasti Allah membuat mudah baginya jalan menuju
surga.” (H.R. Muslim).
Yahya bin Abi Katsir rahimahullahu ta’ala berkata, “Ilmu tidak akan diperoleh
dengan tubuh yang dimanjakan (dengan santai/tidak bersungguh-sungguh).”
(Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi I/385, no.
554)
Semoga cerita ini dapat menjadi pelajaran yang berharga bagi kita semua
terkhususnya saya sebagai penulis. Wallahu a’lam bishawab….
NB: Jika ada kekurangan penulisan maupun kekurangtepatan alur cerita dalam kisah
ini, semua kesalahan dari penulis semata dan mohon untuk dimaklumi karena
keterbatasan ingatan dan lain sebagaianya, karena kebenaran semuanya dari Allah
‘Azza wa Jalla semata.
Barakallahu fikum
(Menuntut Ilmu Dien (Syar’ie)’s blog)
Yogyakarta, 9 Juni 2011
Sumber: Sebuah kisah nyata yang dikirimkan kepada redaksi.
Artikel www.salafiyunpad.wordpress.com dengan sedikit penyuntingan bahasa oleh
redaksi
Recommended