3
[Renungan Motivasi Diri] Sebuah Kisah Nyata Tentang Perjalanan Menuntut Ilmu Seorang Pemuda di Zaman Ini Di suatu daerah terpencil, terdapat sepasang suami istri yang sangat zuhud…. Mereka belum dikaruniai seorang putra, karena masih dikategorikan pengantin yang masih baru. Perlu diketahui, sang suami adalah seorang yang sangat rajin menuntut ilmu, ia adalah seseorang yang memiliki semangat yang sangat luar biasa untuk memperoleh ilmu. Bahkan, dahulu ketika ia ingin menikah, ia tidak mempunyai sepeser uang yang cukup untuk meminang seorang akhawat, dan akhirnya ia menghadap kepada salah seorang ustadz di ma’had yang saat itu ia belajar di sana, hanya untuk meminta nasihat bagaimana ia dapat menikah. Ia sangat sadar bahwa dirinya tak tampan dan tidak mapan dalam pekerjaan, karena hampir masa mudanya dihabiskan di ma’had. Sang ustadz pun menghargai tekadnya dan pada akhirnya membiayai pernikahan lelaki tersebut. Sang suami di masa mudanya adalah salah seorang murid yang diakui kepandaiannya di ma’hadnya. Beberapa rekan dan ustadz memujinya dalam hal keilmuannya. Suatu hari sang suami berniat ingin mendatangi suatu daurah di luar kota. Karena ia belum memiliki pekerjaan yang tetap (masih serabutan -pen.), maka ia dan istrinya memikirkan bagaimana caranya agar sang suami dapat pergi untuk mendatangi daurah tersebut walau ekonomi mereka sangat pas-pasan. Jarak yang harus ditempuh sangatlah jauh, sehingga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sedangkan penghasilan mereka untuk makan sehari-hari saja masih belum cukup. Sang suami bukanlah seorang yang malas dalam mencari nafkah, namun qadarallah…. Allah telah menetapkan rezekinya hanya sedemikian. Walau demikian, ia tetap bersemangat dalam menjalani hidupnya. Suatu hari, istrinya yang walhamdulillah sangat qana’ah dan juga zuhud, berinisiatif membongkar tabungan yang beberapa bulan ia kumpulkan di kotak penyimpanannya. Qaddarallah…..uang yang terkumpul hanya Rp 10.000,-. Bayangkan wahai pembaca -bahkan, mata ini ingin menangis ketika saya mengetik kisah ini- dalam sehari, kita bisa memegang uang puluhan ribu, ratusan ribu, bahkan mungkin hingga ada yang mencapai nominal jutaan. Dengan keistiqamahan dan kezuhudan, sang istri tidak pernah mengeluh untuk mengumpulkan 100 perak (Rp 100,-) setiap keuntungan yang diperoleh suaminya yang tidak setiap hari ia dapatkan. Sang istri segera mengumpulkan uang tersebut dan berinisiatif untuk membuatkan bekal arem-arem (bahasa Jawa), yaitu sejenis nasi kepal yang dibungkus daun pisang untuk bekal perjalanan suaminya. Hanya itu yang dapat sang istri berikan kepada suaminya sebagai wujud cinta dan kasih sayangnya. Sang suami pun kemudian berangkat dengan membawa bekal dan doa dari istrinya untuk menuntut ilmu. Ia pergi dengan berjalan kaki!! Yah,

Renungan Motivasi Diri

  • Upload
    ask

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kjb

Citation preview

Page 1: Renungan Motivasi Diri

[Renungan Motivasi Diri] Sebuah Kisah Nyata Tentang Perjalanan Menuntut Ilmu Seorang Pemuda di Zaman Ini

Di suatu daerah terpencil, terdapat sepasang suami istri yang sangat zuhud….

Mereka belum dikaruniai seorang putra, karena masih dikategorikan pengantin yang

masih baru. Perlu diketahui, sang suami adalah seorang yang sangat rajin menuntut

ilmu, ia adalah seseorang yang memiliki semangat yang sangat luar biasa untuk

memperoleh ilmu. Bahkan, dahulu ketika ia ingin menikah, ia tidak mempunyai sepeser

uang yang cukup untuk meminang seorang akhawat, dan akhirnya ia menghadap

kepada salah seorang ustadz di ma’had yang saat itu ia belajar di sana, hanya untuk

meminta nasihat bagaimana ia dapat menikah. Ia sangat sadar bahwa dirinya tak

tampan dan tidak mapan dalam pekerjaan, karena hampir masa mudanya dihabiskan

di ma’had. Sang ustadz pun menghargai tekadnya dan pada akhirnya membiayai

pernikahan lelaki tersebut.

Sang suami di masa mudanya adalah salah seorang murid yang diakui

kepandaiannya di ma’hadnya. Beberapa rekan dan ustadz memujinya dalam hal

keilmuannya. Suatu hari sang suami berniat ingin mendatangi suatu daurah di luar

kota. Karena ia belum memiliki pekerjaan yang tetap (masih serabutan -pen.), maka ia

dan istrinya memikirkan bagaimana caranya agar sang suami dapat pergi untuk

mendatangi daurah tersebut walau ekonomi mereka sangat pas-pasan. Jarak yang

harus ditempuh sangatlah jauh, sehingga membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Sedangkan penghasilan mereka untuk makan sehari-hari saja masih belum cukup. Sang

suami bukanlah seorang yang malas dalam mencari nafkah, namun qadarallah…. Allah

telah menetapkan rezekinya hanya sedemikian. Walau demikian, ia tetap bersemangat

dalam menjalani hidupnya.

Suatu hari, istrinya yang walhamdulillah sangat qana’ah dan juga zuhud,

berinisiatif membongkar tabungan yang beberapa bulan ia kumpulkan di kotak

penyimpanannya. Qaddarallah…..uang yang terkumpul hanya Rp 10.000,-. Bayangkan

wahai pembaca -bahkan, mata ini ingin menangis ketika saya mengetik kisah ini- dalam

sehari, kita bisa memegang uang puluhan ribu, ratusan ribu, bahkan mungkin hingga

ada yang mencapai nominal jutaan. Dengan keistiqamahan dan kezuhudan, sang istri

tidak pernah mengeluh untuk mengumpulkan 100 perak (Rp 100,-) setiap keuntungan

yang diperoleh suaminya yang tidak setiap hari ia dapatkan.

Sang istri segera mengumpulkan uang tersebut dan berinisiatif untuk

membuatkan bekal arem-arem (bahasa Jawa), yaitu sejenis nasi kepal yang dibungkus

daun pisang untuk bekal perjalanan suaminya. Hanya itu yang dapat sang istri berikan

kepada suaminya sebagai wujud cinta dan kasih sayangnya. Sang suami pun kemudian

berangkat dengan membawa bekal dan doa dari istrinya untuk menuntut ilmu. Ia pergi

dengan berjalan kaki!! Yah, hanya berjalan kaki untuk menepuh jarak puluhan

kilometer!!! (Wallahua’lam). Karena, ia tak membawa uang sepeserpun untuk

bepergian, hanya beberapa buah arem-arem dan pakaian yang melekat di badannya

yang ia bawa ke luar kota. Subhanallah…..

Page 2: Renungan Motivasi Diri

Perjalanan ia tempuh tiga hari tiga malam dengan kedua kakinya tanpa

kendaraan satupun. Akhirnya, ia pun sampai di tempat daurah dilaksanakan, hanya

dengan berjalan kaki dan berteduh di tempat seadanya selama perjalanan.

Dauroh akhirnya dimulai. Selama daurah, ia sangat antusias untuk mengambil

ilmu yang diterimanya, ia mengambil shaf paling depan dan dekat dengan ustadz

pemateri. Namun beberapa saat kemudian, ia mendapat teguran oleh seseorang di

sampingnya, karena setiap beberapa menit ia selalu meluruskan kakinya ketika materi

berlangsung. Hal itu tidak ia lakukan sekali-dua kali, namun hingga beberapa kali,

hingga akhirnya orang di sampingnya pun menegurnya karena menganggapnya tidak

sopan. Hal itu ia lakukan (meluruskan kaki ke depan -ed.), karena kakinya terasa pegal

(sebab -ed.) selama tiga hari tiga malam berjalan kaki. Masya Allah!

Saat istirahat pun tiba. Ia berkumpul dengan ikhwan-ikhwan lain di dapur untuk

membantu berbenah. Ia pun akhirnya menceritakan kisah tiga hari tiga malamnya itu

kepada salah seorang ikhwan di tempat tersebut dan seketika membuat tercengang

orang-orang yang mendengarnya. Akhirnya, cerita itu sampai ke telinga ustadz

pemateri daurah…Ustadz pun tercengang dengan kisah itu! Akhirnya, ustadz beserta

ikhwan-ikhwan mengumpulkan dana sukarela untuk memberikan sumbangan

kepadanya dan terkumpulah uang Rp 300.000,- sebagai dana bantuan untuk

kepulangannya.

Subhanallah, sebuah kisah yang mungkin sempat kita ragukan kebenarannya,

tapi Insya Allah ini kisah nyata. Semoga kita dapat mengambil ibrah (pelajaran -ed.)

dari kisah ini. Terakhir, mari kita simak hadits berikut ini, “Barang siapa menempuh

jalan untuk menuntut ilmu agama, pasti Allah membuat mudah baginya jalan menuju

surga.” (H.R. Muslim).

Yahya bin Abi Katsir rahimahullahu ta’ala berkata, “Ilmu tidak akan diperoleh

dengan tubuh yang dimanjakan (dengan santai/tidak bersungguh-sungguh).”

(Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi I/385, no.

554)

Semoga cerita ini dapat menjadi pelajaran yang berharga bagi kita semua

terkhususnya saya sebagai penulis. Wallahu a’lam bishawab….

NB: Jika ada kekurangan penulisan maupun kekurangtepatan alur cerita dalam kisah

ini, semua kesalahan dari penulis semata dan mohon untuk dimaklumi karena

keterbatasan ingatan dan lain sebagaianya, karena kebenaran semuanya dari Allah

‘Azza wa Jalla semata.

Barakallahu fikum

(Menuntut Ilmu Dien (Syar’ie)’s blog)

Yogyakarta, 9 Juni 2011

Sumber: Sebuah kisah nyata yang dikirimkan kepada redaksi.

Artikel www.salafiyunpad.wordpress.com   dengan sedikit penyuntingan bahasa oleh

redaksi