perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MODEL MODIFIKASI BAHAN
AJAR PENDIDIKAN INKLUSI SISWA TUNA NETRA
DI SMP NEGERI 4 WONOGIRI
TESIS
Untuk memenuhi persyaratan mencapai Derajat Magister
Program Studi Teknologi Pendidikan
Disusun Oleh:
RETNO DWI MARTUTI
NIM S 811002007
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MODEL MODIFIKASI BAHAN
AJAR SISWA TUNANETRA DI SMP NEGERI 4 WONOGIRI
Disusun Oleh: RETNO DWI MARTUTI
NIM: S 811002007
Telah disetujui Tim Pembimbing
Pada Tanggal: 28 Mei 2011
Pembimbing I Pembimbing II
Prof.Dr.H.Mulyoto,M.Pd Dr.Hj.Nunuk Suryani,M.Pd NIP. 19430712 197301 1 001 NIP. 19661108 19903 2 001
Mengetahui Ketua Program Studi Teknologi Pendidikan
Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret
Prof.Dr.H.Mulyoto,M.Pd NIP. 19430712 197301 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN TESIS
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MODEL MODIFIKASI BAHAN
AJAR SISWA TUNANETRA DI SMP NEGERI 4 WONOGIRI
Disusun Oleh:
RETNO DWI MARTUTI NIM: S 811002007
Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji
Tanggal, Juni 2011
Jabatan Nama Tanda Tangan
ketua : Prof. Dr. Samsi Haryanto, M.Pd ……………………
Sekertaris : Prof. Dr. Sri Anitah, M.Pd …………………...
Anggota penguji : 1. Prof. Dr. H.Mulyoto, M.Pd ……………………
2. Dr. Hj. Nunuk Suryani, M.Pd ……………………
Surakarta, Juni 2011
Mengetahui
Direktur Pascasarjana UNS Ketua Program Studi TP
Prof.Drs.Suranto Tiptowibisono,M.Sc,Ph,D Prof. Dr. Mulyoto, M.Pd NIP. 19570802 198503 1 004 NIP. 19430712 197301 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERSEMBAHAN
Tesis ini akan kepersembahkan kepada:
1. Bapak dan ibuku tercinta
2. Suamiku yang setia
3. Anak-anakku yang tercinta : Febrian Valentino Al’Firdaus, Junniko
Jerifiansyah dan Erwin Aji Pangestu
4. Teman-temanku semua
5. Para pembaca yang budiman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini saya :
Nama : Retno Dwi Martuti
NIM : S 811002007
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis yang berjudul
PELAKSANAANPEMBELAJARAN MODEL MODIFIKASI BAHAN AJAR
SISWA TUNANETRA DI SMP NEGERI 4 WONOGIRI, betul-betul karya saya
sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberikan citasi dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sangsi akademik yang berupa pencabutan tesis dan gelar yang
saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta,…. Juni 2011
Yang membuat pernyataan
Retno Dwi martuti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang
Maha Pemurah, Maha Penyayang, Maha Pengasih atas karunia dan petunjuk-Nya
yang diberikan kepada peneliti, sehingga peneliti bias menyelesaikan penulisan
tesis ini. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran
model modifikasi bahan ajar siswa tunanetra, serta pengaruhnya terhadap
meningkatnya prestasi belajar siswa berkebutuhan khusus di SMP Negeri 4
Wonogiri. Temuan penelitian ini berguna sebagai masukan khususnya para guru
di sekolah inklusi dan umumnya kepada para aktivis di dunia pendidikan. Peneliti
menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini mempunyai keterbatasan dan
kelemahan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat peneliti
harapkan.
Di samping itu, peneliti juga menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
yang tak terhingga kepada:
1. Direktur program pasca sarjana,yang telah membantu dan memberikan
arahan dalam perkuliahan sampai dengan penulisan tesis ini.
2. Ketua Program Studi Teknologi beserta staf yang telah membantu dalam
berbagai kepentingan yang berhubungan dengan perkuliahan sampai
penyelesaian tesis ini.
3. Prof.Dr.H.Mulyoto,M.Pd dan Dr.Hj.Nunuk Suryani,M.Pd selaku dosen
pembimbing yang telah banyak memberikan bantuan bimbingan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
teknik penyusunan serta dorongan semangat yang tiada hentinya mulai
dari penulisan proposal sampai selesainya tesis ini.
4. Kepala Sekolah SMP Negeri 4 Wonogiri beserta jajarannya yang telah
membantu dengan segenap hati demi terselesainya tesis ini.
5. Suamiku tercinta dan anak-anakku tersayang yang telah memberikan
dorongan semangat sehingga terselesaikannya tesis ini.
Semoga amal baik beliau-beliau senantiasa mendapat rahmat dan hidayah
dari Tuhan Yang Maha Esa. Amin.
Surakarta, Juni 2011
Penulis
Retno Dwi Martuti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………… i
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………..… iv
HALAMAN PERNYATAAN ………………………………………….... v
KATA PENGANTAR ………………………………………………….... vi
DAFTAR ISI …………………………………………………………….. viii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….. xii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….. xiv
ABSTRAK ……………………………………………………………….. xv
ABSTRACT …………………………………………………………...…. xvii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………… 1
A. Latar Belakang ………………………………………………… 1
B. Identifikasi Masalah …………………………………………... 7
C. Rumusan Masalah ……………………………………………. 7
D. Tujuan Penelitian ………………………………………….…. 8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
E. Manfaat Penelitian …………………………………………… 8
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR ……………… 10
A. Kajian Teori …………………………………………………... 10
1. Penegrtian Model Pembelajaran ………………………..… 10
2. Model Pembelajaran Inklusi ………………………………. 12
3. Pembelajaran Inklusi ……………………………………… 19
4. Tuna Netra ………………………………………………… 48
5. Prestasi Belajar ……………………………………………. 57
B. Kerangka Pikir ………………………………………………… 65
BAB III METODELOGI PENELITIAN …………………………………. 66
A. Jenis Penelitian ………………………………………………. 66
B. Tempat Dan Waktu Penelitian ……………………………….. 67
C. Bentuk Penelitian …………………………………………….. 69
D. Sumber Data ………………………………………………….. 70
E. Teknik Sampling ( Cuplikan ) ………………………………… 72
F. Teknik Pengumpulan Data …………………………………… 73
G. Validitas Data ………………………………………………… 75
H. Teknis Analisa Data ………………………………………….. 76
I. Prosedur Penelitian …………………………………………… 79
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ……………………… 83
1. Sejarah berdirinya SMP Negeri 4 Wonogiri. ………… 83
2. Lokasi SMP Negeri 4 Wonogiri ……………………… 85
3. Kondisi SMP Negeri 4 Wonogiri ……………………… 85
4. Struktur Organisasi …………………………………… 88
5. Pembelajaran Inklusi di SMP Negeri 4 Wonogiri ……… 90
B. Temuan Penelitian ………………………………………….. 91
1. Pelaksanaan Model Modifikasi Bahan Ajar Pendidikan
Inklusi SMP Negeri 4 Wonogiri……………………….. 91
a. Pelaksanaan Model Pembelajaran Inklusi Di SMP
Negeri 4 Wonogiri ………………………………… 91
b. Struktur Kurikulum Pendidikan Khusus …………. 100
c. Bentuk Proses Belajar Mengajar …………………. 112
d. Jenis Dan Peran Materi Pelajaran Dalam Proses
Belajar Mengajar …………………………………. 115
e. Peran Guru Dan Siswa Dalam Proses Belajar
Mengajar …………………………………………… 117
f. Prestasi Siswa SMP Negeri 4 Wonogiri Sebagai
g. Sekolah Rintisan Inklusi .……………….………… 123
2. Kendala Dan Cara Mengatasi Pelaksanaan Pembelajaran
Model Modifikasi Bahan Ajar Pendidikan Inklusi
Siswa Tunanetra Di SMP Negeri 4 Wonogiri …………. 125
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
a. Hambatan /kendala factor ekonomi orang tua …… 125
b. Hambatan yang berkaitan dengan proses belajar
Mengajar (PBM) ……………………………………. 126
c. Hambatan/kendala Kesiapan ketrampilan dan
kemampuan guru yang kurang variatif
cenderung membosankan dan membuat pembelajaran
pasif………………………………………………… . 128
d. Hambatan/kendala keterbatasan guru untuk
mengikuti pelatihan …………………………………. 128
e. Hambatan/kendala perbedaan kemampuan individu
dalam hal ini perbedaan peserta didik normal/regular
dan peserta didik yang membutuhkan layanan khusus.. 129
3. Hasil Belajar Dari Pelaksanaan Model Pembelajaran
Inklusi Siswa Tunanetra Di SMP Negari 4 Wonogiri. ....... 132
C. Pembahasan Temuan penelitian ……………………………… 134
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ………………………….. 147
A. Kesimpulan ………………………………………………………. 147
B. Implikasi ………………………………………………………… 150
C. Saran – saran ……………………………………………………. 152
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 154
LAMPIRAN-LAMPIRAN …………………………………………………. 158
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
1. Table 1 : Jadwal Penelitian …………………………………. 67
2. Table 2 : struktur Program kelas VII sampai kelas IX ……… 101
3. Table 3 : Struktur kurikulum SMPLB Tunanetra ……………. 109
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1 : Kerangka Berpikir …………………………………… 65
2. Gambar 2 : Tahapan analisis dan model interaktif ……………….. 77
3. Gambar 3 : Prosedur Penelitian …………………………………. 81
4. Gambar 4 : model Modifikasi Bahan Ajar ……………………….. 98
5. Gambar 5 : Struktur Kurikulum Inklusi ………………………… 104
6. Gambar 6 : Bentuk Pembelajaran ………………………………. 113
7. Gambar 7 : hubungan antara komponen dalam pembelajaran
Terpadu …………………………………………….. 121
8. Gambar 8 : Prestasi Belajar …………………………………….. 123
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 : Profil SMP …………………………………………. 157
2. Lampiran 2 : Identitas sekolah inklusi …………………………….. 190
3. Lampiran 3 : Silabus dan RPP …………………………………….. 197
4. Lampiran 4 : Wawancara …………………………………………. 217
5. Lampiran 5 : daya serap dan nilai …………………………………. 232
6. Lampiran 6 : dokumentasi ………………………………………… 243
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
ABSTRAK
Retno Dwi Martuti S.811002007 Pelaksanaan Pembelajaran Model Modifikasi Bahan Ajar Siswa Tunanetra Di SMP Negeri 4 Wonogiri. Tesis: Program Studi Teknologi Pendidikan Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pembimbing I : Prof. Dr. Mulyoto, M.Pd. Pembimbing II : Dr. Nunuk Suryani, M.Pd.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam mengenai Pelaksanaan Pembelajaran Model Modifikasi Bahan Ajar Siswa Tunanetra Di Smp Negeri 4 Wonogiri sekaligus mengkaji kendala-kendala dan cara mengatasinya, juga mengkaji sejauh mana pembelajaran model modifikasi bahan ajar dapat meningkatkan presetasi belajar siswa tunanetra di SMP Negeri 4 Wonogiri.
Metodelogi penelitian yang dilakukan adalah diskriptif kualitatif, yang mengambil lokasi penelitian di SMP Negeri 4 Wonogiri dengan teknik pengumpulan data mengunakan wawancara, pengamatan, dan pencatatan dokumen serta langsung, serta dalam pemeriksaan keabsahan datanya menggunakan trianggulasi sumber dan trianggulasi data. Hasil penelitian ini adalah : pertama pelaksanaan pembelajara model bahan ajar pendidikan inklusi siswa tunanetra di SMP Negeri 4 Wonogiri agar siswa mampu menerima materi kondisi perbedaan latar belakang social, emosional, intelektual dan sensoris, kedua kurikulum yang digunakan adalah kurikulum regular, ketiga proses pembelajarannya adalah lima puluh persen dikelas dan lima puluh persen diluar kelas, keempat jenis dan fungsi materi pelajaranya berbentuk kolaborasi antara mata pelajaran yang mempunyai kesamaan tema atau materi, kelima peran guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar adalah menyampaikan tugas, memotifasi,member fasilitas belajar siswa dan mengevaluasi proses belajar mengajar,keenam prestasi siswa SMP Negeri 4 Wonogiri sebagai sekolah rintisan Inklusi adanya minat, perhatian dan belajar keras agar prestasi belajarnya berhasil. Adapun kendala-kendala yang dialaminya factor ekonomi orang tua, proses belajar mengajar, kesiapan ketrampilan dan kemampuan guru yang kurang variatif cenderung membosankan dan membuat pasif, keterbtasan guru untuk mengikuti pelatihan dan perbedaan kemampuan individu dalam hal pelayanan antara siswa regular dengan siswa berkebutuhan khusus dan untuk mengatasinya sekolah harus konsekuen melakukan perubahan mulai cara pandang, sikap sampai pada proses pendidikan yang berorentasi pada kebutuhan individu tanpa diskriminasi. Kemudian hasil belajar dari pelaksanaan model modifikasi bahan ajar siswa tunanetra di SMP Negeri 4 Wonogiri terlihat adanya siswa berkebutuhan khusus yang meningkat rasa percaya diri yang tinggi, hal itu dilihat dari keberanian bertanya pada guru, mengemukakan pendapat dimuka teman-temannya dan bertanya pada teman yang lebih pandai.
Saran peneliti para guru diharapkan dalam Pelaksanaan pembelajaran model modifikasi bahan ajar di SMP Negeri 4 Wonogiri adalah program pendidikan dalam pengajaran. Menjadi kewajiban bagi seluruh warga sekolah khususnya para pendidik dalam rangka mempersiapkan kualitas proses belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
mengajar untuk menghasilkan ketuntasan yang maksimal, mengupayakan bantuan dalam bentuk sarana dan prasarana pendukung pembelajaran. Penerapan model modifikasi bahan ajar hendaknya dilaksanakan dengan lebih baik agar prestasi belajar peserta didik lebih meningkat, Lembaga sekolah disarankan dapat menciptakan kondisi belajar yang memadahi, khususnya penyediaan sarana ataupun fasilitas belajar dengan buku-buku perpustakaan, Perlu memperhatikan minat siswa agar dapat membantu mempengaruhi motivasi belajar, sehingga bias meningkatkan prestasi belajar, Kepada peneliti disarankan untuk meneliti lebih lanjut tentang keefektifan model modifikasi bahan ajar pada sekolah inklusi pada pengaruh-pengaruh yang lain, sehingga hasilnya mendekati yang diharapkan.
Kata Kunci : Pelaksanaan, Model Modifikasi Bahan Ajar, Siswa Tunanetra.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
ABSTRACT
Retno Dwi Martuti S.811002007. The Implementation Of Modification Model Learning On Teaching Material For Blind Students In SMP Negeri 4 Wonogiri. Thesis: Educational Technology Postgraduate Program of Sebelas Maret University of Surakarta. First Advisor: Prof. Dr. Mulyoto, M.Pd. Second Advisor: Dr. Hj. Nunuk Suryani, M.Pd.
This study was aimed to investigate The Implementation of Modification Model Learning on Teaching Material for Blind Students in SMP Negeri 4 Wonogiri thoroughly and to research obstacles and their solution all at once, and also to examine how far the implementation of modification model on teaching material could enhance learning achievement of blind students’ in SMP Negeri 4 Wonogiri.
The method of data analysis used in this research was the qualitative descriptive method, and took place in SMP Negeri 4 Wonogiri. The researcher used the technique of interviewing, observing, and documenting in collecting the data. Whereas, the validity examination of the data used were source triangulation and data triangulation. The result of the research were: First, implementation of teaching material model of inclusive education for blind students at SMP Negeri 4 Wonogiri was used in order to attain students’ capability in comprehending the materials within different background of social, emotional, intellectual and sensoric condition; Second, curriculum being used was the regular curriculum; Third, teaching and learning process was fifty percent inside the classroom and fifty percent outside; Fourth, type and function of the materials were in form of collaboration among subjects which had the same theme and material; Fifth, roles of teachers and students in teaching and learning process were delivering assignments, motivating, providing facilities for students and evaluating the process of teaching and learning; Sixth, students’ learning achievement was gained due to their self-awareness in having interests, paying attention and studying. However, there were also some obstacles within the process: factor of parental finance, teaching and learning process, the readiness of teaching skills that led to be passive and boring teaching methods, restrictiveness in joining trainings and different individual skill of teachers in term of service toward different types of students. To solve the mentioned problems, the institution should be consistent and must change their state of mind and demeanor right up to indiscriminate education process. Significant alteration had appeared after implementing the modification model on teaching material for blind students in SMP Negeri 4 Wonogiri. It could be seen from the raising confidence of students’ by asking questions to the teacher, giving opinion in front of their friends, and asking questions to cleverer students.
The researcher suggested that the implementation of modification model learning on Teaching Material used as education program in teaching in SMP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
Negeri 4 Wonogiri. It was an obligation for all of the school members especially for the teachers to achieve maximum completeness, provide helpful service in form of means and infrastructure that support learning. The application of modification model on teaching material should be carry out better in order to attain students’ best learning achievement. The school institution should provide satisfying learning condition especially for the service of means and infrastructure by supplying educative books in the library. It was also important to pay attention to the students’ interest to affect their motivation in order to enhance their learning achievement. The researcher was suggested to do further research about the effectiveness of modification model on teaching material on inclusive school toward other influences, so that the result would be realized as expected.
Key Words: Implementation, Modification Model on Teaching Material, Blind Students.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Model pembelajaran merupakan suatu bentuk pembelajaran yang
ditujukkan untuk menciptakan situasi belajar berdasarkan teori-teori dan cara
mengorganisasikan pembelajaran yang digunakan. Model pembelajaran diartikan
sebagai suatu rencana mengajar yang memperlihatkan pada pembelajaran tertentu,
dalam pola tersebut dapat terlihat kegiatan guru-siswa di dalam mewujudkan
kondidi belajar atau system lingkungan yang menyebabkan terjadinya proses
belajar pada siswa. Pola pembelajaran merupakan rentetan atau tahapan
perbuatan/kegiatan guru-siswa atau dikenal dengan istilah sinteks dalam peristiwa
pmbelajaran. Dalam model pembelajaran terkadang adanya sinteks (urutan
kegiatan pembelajaran), sistem sosial (peran guru dalam pembelajaran), prinsip
reaksi (upaya guru dalam membimbing dan merespon siswa), system pendukung
(faktor-faktor yang harus diperhatikan, dimiliki guru dalam menggunakan model),
dan dampak pembelajaran (langsung dan iringan) (Bruce Joyce, 1980).
Pendidikan terpadu adalah sekolah biasa yang juga menampung anak
berkebutuhan khusus, dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan kegiatan
belajar mengajar yang sama. Namun selama ini baru menampung anak tunanetra,
itupun perkembangannya kurang menggembirakan karena banyak sekolah umum
yang keberatan menerima anak berkebutuhan khusus. Di samping itu keberadaan
sekolah khusus lokasinya sebagian besar berada di Ibu Kota Kabupaten, padahal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xx
anak-anak berkebutuhan khusus tersebar hampir di seluruh daerah
(Kecamatan/Desa). Akibatnya, sebagian anak-anak berkebutuhan khusus,
terutama yang kemampuan ekonomi orang tuanya lemah, terpaksa tidak
disekolahkan karena lokasi SLB jauh dari rumah; sementara kalau akan
disekolahkan di SD terdekat, SD tersebut tidak bersedia menerima karena merasa
tidak mampu melayaninya. Sebagian yang lain, mungkin selama ini dapat
diterima di SD terdekat, namun karena ketiadaan pelayanan khusus bagi mereka,
akibatnya mereka beresiko tinggal kelas dan akhirnya putus sekolah.
Permasalahan di atas apabila dibiarkan akan berakibat pada kegagalan program
wajib belajar. Akibat lebih lanjut, mutu sumber daya manusia (SDM) akan
semakin tertinggal.
Dalam rangka mewujudkan wajib belajar pendidikan dasar dan mengatasi
permasalahan pendidikan anak berkebutuhan khusus, dipandang perlu
meningkatkan perhatian terhadap anak-anak berkebutuhan khusus, baik yang telah
memasuki sekolah umum (SD) tetapi belum mendapatkan pelayanan pendidikan
khusus maupun anak-anak berkebutuhan khusus yang belum sempat mengenyam
pendidikan sama sekali karena tidak diterima di SD terdekat atau karena lokasi
SLB jauh dari tempat domisilinya. Melalui pendidikan inklusif, anak
berkebutuhan khusus dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk
mengoptimalkan potensi yang dimiliki anak melalui pendidikan di sekolah
terdekat. Sudah barang tentu sekolah terdekat tersebut perlu dipersiapkan segala
sesuatu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxi
Penyelenggaraan sekolah inklusi bagi peserta didik berkebutuhan khusus
secara yuridis memiliki landasan yang kuat, diantaranya: (1). UUD 1945
(amandemen) pasal 31 ayat 1:“setiap warga Negara berhak mendapat
pendidikan”. (2). UU No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional,
pasal 3 menyatakan bahwa ” pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Pasal 5
ayat 2 menyatakan bahwa ” warga negara yang mempunyai kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan
khusus”. Pasal 32 menyebutkan ”pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi
peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan atau memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa” . (3). UU No. 23 tahun 2002 tentang
perlindungan anak, (4). UU No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat, (5). PP
No. 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan,
(6) Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380 /C.66/MN/2003, 20
Januari 2003 perihal Pendidikan Inklusi bahwa di setiap Kabupaten/ Kota di
seluruh Indonesia sekurang kurangnya harus ada 4 sekolah penyelenggara inklusi
yaitu di jenjang SD, SMP, SMA dan SMK masing-masing minimal satu sekolah,
(7) Deklarasi Bandung tanggal 8-14 Agustus 2004 tentang ”Indonesia menuju
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxii
Pendidikan Inklusi”, (8) Deklarasi Bukittinggi tahun 2005 tentang ” ”Pendidikan
untuk semua” yang antara lain menyebutkjan bahwa ”penyelenggaraan dan
pengembangan pengelolaan pendidikan inklusi ditunjang kerjasama yang sinergis
dan produktif antara pemerintah, institusi pendidikan, istitusi terkait, dunia usaha
dan industri, orangtua dan masyarakat”. Berdasarkan landasan yuridis yang
sebagian telah disebutkan di atas, menunjukkan bahwa pendidikan inklusi perlu
diselenggarakan yang implemetasinya memerlukan kesungguhan dan komitmen
dari berbagai pihak.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003, pasal 15 menyatakan bahwa
pendidikan khusus merupakan penyelenggara pendidikan untuk peserta didik
berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang
diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada
tingkat pendidikan dasar dan menengah. Jadi model pembelajaran inklusif, harus
mengarahkan dan membawa pendidikan ABK secara menyeluruh (holistik),
karena nuansa ramah pembelajaran yang diberikan oleh seorang guru akan
membawa pendidikan anak ke arah yang lebih luas dan mudah dipahami.
Pandangan teori holistik pembelajaran inklusif mampu memberikan kenyamanan
kepada semua peseta didik dan dilayani secara sama dan sesuai dengan
kemampuan, minat, dan karakteristik masing-masing anak berkebutuhan khusus.
Pendidikan bagi anak yang memiliki kelainan dan/atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa atau anak berkebutuhan khusus (ALB) disediakan
dalam tiga macam lembaga pendidikan, yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah
Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu. SLB sebagai lembaga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxiii
pendidikan khusus tertua, menampung anak berkebutuhan khusus dengan jenis
kelainan yang sama, sehingga ada SLB Tunanetra, SLB Tunarungu, SLB
Tunagrahita, SLB Tunadaksa, SLB Tunalaras, dan SLB Tunaganda. Sedangkan
SDLB menampung berbagai jenis anak berkebutuhan khusus, sehingga di
dalamnya mungkin terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,
tunalaras dan atau tunaganda.
Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidiksn
Nasional, pasal 50, menjelaskan bahwa pendidikan diarahkan pada pengembangan
sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental dan fisik
sampai mencapai potensi mereka yang optimal. Demikian pula pada Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standart nasional pendidikan, serta
Peraturan Menteri No. 22 dan 23 tentang Standar Isi dan Standar Kompetensi
Lulusan antara lain mrnrntukan bahwa : kurikulum disusun dan dikembangkan
oleh tingkatan satuan pendidikan yaitu kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yang mengacu kepada Standar Isi (SI) dan Standart Kompetensi Lulusan
(SKL).
Tujuan model pembelajaran Inklusi bertujauan (1). Mendorong guru dan
tenaga kependidikan lainnya lebih kreatif dalam mengelola dan
mengimplementasikan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
(2). Member pedoman bagi guru dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan
bidang stadi atau pembelajaran tematik. (3). Meningkatkan efisiensi, efektifitas,
dan fleksibilitas dalam proses pembelajaran di lembaga pendidikan anak
berkebutuhan khusus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxiv
Pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus tiap jenis dan derajat
ketunaan dan memerlukan pendekatan dan strategi yang berbeda-beda. Perbedaan
itu lebih disebabkan adanya karakteristik anak berkebutuhan khusus yang
beragam. Untuk membangkitkan minat anak dan mempertahankan mental anak di
sekolahan yang hiterogen guru harus memperhatikan identifikasi kebutuhan dalam
pembelajaran anak tunanetra dan tuna rungu dimaksudkan untuk memberikan
perhatian dan fokus secara khusus dalam pembelajaran anak tunanetra jika
dibanding dengan pembelajaran secara umum.
Prestasi belajar peserta didik inklusi diukur dengan mengamati
kecenderungan peserta didik untuk tetap atau terus belajar. Daya tarik
pembelajaran erat kaitanya dengan daya tarik bidang stadi. Namun demikian daya
tarik bidang stadi dalam penyampaiannya akan banyak tergantung pada kualitas
belajar. Untuk mempreskripsikan daya tarik atau minat pembelajaran sebagai hasil
belajar maka tekanan diletakkan pada kualitas pembelajaran bukan pada daya
tarik bidang stadi.
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam membedakan antara kurikulum
pendidikan umum dan pendidikan khusus adalah cirri pembelajaran dan penilaian
pada pendidikan khusus dengan memperhatikan karakteristik, kemampuan,
ketebatasan baik secara emosional, intelektual, fisikal dan etika peserta didik.
Berdasarkan kondisi tersebut maka perlu diadakan penelitian tindakan kelas
dengan judul “Pelaksanaan Pembelajaran Model Modifikasi Bahan Ajar
Pendidikan Inklusi untuk Siswa Tunanetra Di SMP Negeri 4 Wonogiri”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxv
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Yang menjadi identifikasi masalah pada penelitian ini adalah Pelaksanaan
Model Modifikasi Bahan Ajar pendidikan inklusi dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa tunanetra dalam proses pembelajaranya di lingkup SMP Negeri 4
Wonogiri.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian tindakan kelas ini adalah :
1. Bagaimana Pelaksanaan Pembelajaran Model Modifikasi Bahan Ajar
Pendidikan Inklusi di SMP Negeri 4 Wonogiri.
2. Apa kendalanya dan cara mengatasi pelaksanaan pembelajaran model
modifikasi bahan ajar pendidikan inklusi siswa tunanetra di SMP Negari 4
Wonogiri.
3. Bagaimanakah hasil belajar dari pelaksanaan model pembelajaran Inklusi
siswa tunanetra di SMP Negari 4 Wonogiri.
D. TUJUAN PENELITIAN.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
a. Penerapan proses Pelaksanaan Pembelajaran Model Modifikasi Bahan
Ajar Pendidikan inklusi untuk siswa tunanetra di SMP Negeri 4 Wonogiri
sebagai sekolah rintisan inkusi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxvi
b. Peningkatan proses pembelajaran Inklusi untuk siswa tunanetra dengan
mengunakan Model Modifikasi Bahan Ajar bagi siswa tunanetra di SMP
Negeri 4 Wonogiri.
c. Peningkatan prestasi belajar siswa tunanetra melalui Pelaksanaan Model
Modifikasi Bahan Ajar Di SMP Negeri 4 Wonogiri.
E. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi guru, siswa dan
masyarakat yang memiliki kekurangan pada fisik mereka.
1. Secara Teoritis.
Hasil penelitian yang bersifat deskritif kualitatif ini diharapkan akan
memberikan profil dan informasi berharga tentang penyelenggaraan model
pembelajaran Inklusi di SMP Negeri 4 Wonogiri. Hasil-hasil temuan
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian untuk mendalami
tentang model pembelajaran inklusi di sekolah-sekolah lain.
2. Secara Praktis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan positif dalam
meningkatkan mutu pendidikan Inklusi di SMP negeri 4 Wonogiri dan
dunia pendidikan pada umumnya.
a. Bagi siswa dapat menumbuhkan rasa percaya diri didalam lingkup
pembelajaran maupun dalam pergaulan sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxvii
b. Bagi sekolah yang sudah melaksanakan pembelajaran inklusi sebagai
bahan kajian untuk dapat melaksanakan model pembelajaran inklusi
bagi siswa-siswa yang kurang mampu dalam fisiknya sehingga akan
lebih baik.
c. Bagi dinas pendidikan dan dinas-dinas terkait sebagai bahan masukan
dalam pelaksanaan model pembelajaran inklusi terutama dalam
memperhatikan minat belajar dan perkembangan mental siswa yang
kurang mampu dalam fisiknya.
d. Bagi peneliti lain sebagi refrensi untuk memahami model pembelajaran
Inklusi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxviii
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
A. KAJIAN TEORI
1. Pengertian Model Pembelajaran
Menurut Ryder (2003), model pembelajaran seperti mitos dan metaphor,
dapat membantu memahami sesuatu. Apakah model itu diturunkan oleh seseorang
atau merupakan hasil dari penelitian, setiap model menawarkan pemahaman
tertentu secara lebih mudah. Nilai sebuah model pembelajaran ditentukan dalam
konteks yang digumakan. Model mengandung maksud tertentu bagi pengguna,
menawarkan penyelesaian dari beben pembelajran dan menyajikan focus dan
arahan untuk mencapai hasil yang lebih baik.
Pendidikan inklusif merupakan model pendidikan anak berkebutuhan
khusus yang terkini. Sejak digulirkannya konsep mainstreaming dalam pendidikan
khusus, ada upaya kuat melaksanakan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
secara terpadu, bahkan terpadu penuh (inklusif), dengan anak normal di sekolah
biasa. Model pendidikan inklusif semakin meluas pengkajiannya sejak ada
pernyataan Salamanca pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan khusus bulan
Juni 1994 bahwa “prinsip mendasar dari pendidikan inklusif adalah: selama
memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang
kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka.”
Perkembangan pendidikan inklusif mempunyai pengertian yang beragam.
Stainback dan Stainback (1990) mengemukakan bahwa sekolah iinklusif adalah
sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxix
menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan setiap siswa. Di samping itu ada pula bantuan dan
dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Bahkan
sekolah inklusif juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima menjadi
bagian dari kelas tersebut dan saling membantu baik dari guru, teman sebaya,
maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individual anak berkelainan
dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dapat terpenuhi.
Staub dan Peck (1995) (dalam Sunardi, 2002) mengemukakan bahwa
pendidikan inklusif adalah penempatan anak berkebutuhan khusus tingkat ringan,
sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas
reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkebutuhan khusus,
apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya.
Sapon-Shevin (O’Neil, 1995) (dalam Sunardi, 2002) menyatakan bahwa
pendidikan inklusif sebagai system layanan pendidikan yang mempersyaratkan
agar semua anak berkebutuhan khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di
kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Konsekuensinya antara lain
ditekankan adanya restrukturisasi sekolah, sehingga menjadi komunitas yang
mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, artinya kaya dalam sumber
belajar dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang
tua, dan masyarakat sekitarnya.
Variasi pendapat para ahli diantaranya adalah bahwa melalui pendidikan
inklusif, anak berkebutuhan khusus dididik bersama-sama anak lainnya (normal)
untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxx
Vaughn, Bos, dan Schumm (2000), mengatakan bahwa dalam praktik, istilah
inklusif sering dipakai bergantian dengan istilah mainstreaming, yang secara teori
diartikan sebagai penyediaan layanan pendidikan yang layak bagi anak
berkebutuhan khusus sesuai dengan kebutuhan individualnya.
2. Model Pembelajaran Inklusif
a. Pengertian
1) Model : merupakan kata pengecilan dan modo yang artinya: sifat, cara.
Model selection is based on student learning styles the demond of the
content, and teacher preference. (model bahan ajar yang dimaksud dalam
pembelajaran adalah untuk menggambarkan, menjelaskan atau menemukan
cara pengajaran dalam pendidikan inklusif.
2) Modifikasi berarti modus, ukuran, cara atau membuat dalam suatu
organisasi yang bukan dari keturunan.
3) Pengembangan dimaksudkan sebagai kegiatan melakuakn penyesuaian dari
bahan ajar dasar yang dirumuskan dalam standar isi pada sekolah umum ke
rumusan bahan ajar untuk siswa berkebutuhan khusus.
4) Bahan ajar merupakan bagian integral dalam kurikulum yang telah
ditentukan standar isinya oleh pemerintah melalui permendiknas nomer 22
dan nomer 23 tahun2006. Pada hakekatnya isi kurikulum itu sendiri
mengacu pada usaha pencapaian tujuan-tujuan intraksional bidang
stadi.pendekatan yang dipakai dalam pembelajaran pendidikan inklusi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxi
mengajarkan anak sesuai dengan kemampuan heterogen. Dalam arti bahan
ajar diberikan dengan pendekatan individual.
5) Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajarn agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
6) Inklusi (inclusive) inclusion is the practices if integrating students with
disabilities fully into regular classrooms, definisi tersebut memberikan
penjelasan bahwa inklusi merupakan pendidikan yang praktis bagi anak
yang memiliki kebutuhan khusus dapat bersekolah secara penuh di kelas
umum pada siswa yang normal. Dengan demikian inklusi berarti
mengikutsertakan anak berkelainan di kelas umum bersama dengan anak-
anak lainya.
7) Pendidikan inklusif proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah
umum dengan menggabungkan anakdidik yang memiliki kebutuhan
khusus.
b. Unsur Pelaksanaan.
Pelaksanaan pempelajaran inklusi sama dengan pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar di kelas umum dan disesuaikan dengan model penempatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxii
siswa yang berkebutuhan khusus. Unsur pelaksana yang terlibat dalam
pelaksanaan pembelajaran dalam pendidikan inklusi adalah guru umum dengan
guru pendidikan khusus (GPK) atau guru sekolah luar biasa.
Guru umum membutuhkan rekan kerja untuk membuat program dan
berperan untuk memberikan dukungan tim guru dalam arti mendiskusikan pada
komite sekolah yang terdiri dari orang tua, tokoh masyarakat, tenaga medis dan
tenaga ahli yang terkait.
c. Prinsip Pengembangan/Modifikasi Bahan Ajar.
Bahan ajar yang dikembangkan khusus untuk layanan pendidikan inklusif
diharuskan memenuhi beberapa prinsip antara prinsip keterbaharuan bahan
ajar, artinya bahan yang ditetapkan untuk pendidikan inklusif harus merupakan
bahan ajar yang tidak kedaluwarsa agar kemanfaatan bahan ajar bagi peserta
didik dapat dinikmati dimasa mendatang. Demikian juga bahan ajar harus
memenuhi prinsip kecukupan. Dalam kaitan ini guru harus meyakinkan bahan
ajar yang telah dipilih memang terjamin kecukupannya sehingga bobot dan
volumenya tidak di bawah standart isi yang ditentukan.
Prinsip kecukupan akan menjamin bahan ajar yang disajikan dalam
pendidikan inklusif sesuai dengan yang diinginkan. Selain modifikasi bahan
ajar yang dipilih juga harus memenuhi prinsip relevan, artinya sesuai dengan
kebutuhan siswa, kebutuhan stakeholders maupun tujaun pendidikan itu
sendiri. Dalam penerapan prinsip ini guru tidak boleh menetapkan bahan ajar
berdasarkan kemampuannya sendiri dan bahan yang dimiliki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxiii
d. Model Modifikasi Bahan Ajar.
Model modifikasi bahan ajar dimaksudkan adalah bagaimana cara
menemukan atau memberikan bahan ajar yang tepat dalam pendidikan inklusif
sesuai dengan kemampuan individu (pendekatan individu). Terdapat tiga
kegiatan utama dalam modifikasi bahan ajar pendidikan inkusif yaitu:
1) Kegiatan menyeleksi merupakan kegiatan memilih, menetapkan bahan ajar
yang tepat bagi peserta didik. Pemilihan dan penetapan bahan ajar
dilakukan oleh guru atas bahan ajar yang telah ada pada silabus sekolah
umum, apabila bahan ajar disekolah umum tidak tersedia, maka guru wajib
untuk mengusahakan dengan langsung merinci dari SK dan KD mata
pelajaran terkait.
2) Mengorganisasi bahan ajar dimaksudkan sebagai kegiatan guru dalam
menyusun dan membuat urutan susunan bahan ajar dengan tata urutan
tertentu. Tata urutan bahan ajar ada yang berdasarkan kronologis, urutan
procedural, urutan logis maupun urutan herarchis. Pertimbangan
pengurutan dapat menggunakan dasar tuntuntan SK dan KD atau dapat pula
menggunakan dasar karakter mata pelajaran.
3) Mensintesa Bahan Ajar dimaksudkan agar guru yang melaksanakan
kegiatan pembelajaran melakukan upaya agar bahan ajar yang telah
tersusun dapat dipadukan dalam keseluruhan proses pembelajaran
dalamkegiatan pembelajaran kelas umum bukan terpisah namun
terorganisasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxiv
e. Model Modifikasi Bahan Ajar Untuk Siswa Tunanetra.
Dalam proses pembelajaran siswa tunanetra disekolah regular, guru perlu
memperhatikan bahwa peserta didik tunanetra dalam menyerap bahan ajar
melelui pendengaran dan perabaab. Dengan menyadari kondisi seperti ini maka
dalam menyajikan bahan ajar guru dituntut untuk memodifikasi bahan ajar
tersebut.
Ada beberapa tahapan yang bias dilakukan untuk memodifikasi bahan ajar
untuk peserta didik tunanetra yaitu:
1) Bahan ajar dinarasikan atau diinformasikan.
Pengalaman visual cenderung menyatukan informasi dari apa yang dilihat
kemudian menghubungkannya dengan pikiran atau perasaan. Peserta didik
tunanetra tidak akan mampu memahami situasi atau kondisi apabila
dihadapkan pada suasana yang baru dikenalnya. Guru harus memberikan
informasi yang jelas kepada peserta didik tuna netra agar anak didik
mampu memahami situasi yang baru dikenalnya.
2) Bahan ajar divisualisasikan pada pengalaman nyata.
Pengalaman nyata bagi peserta didik tunanetra merupakan pengalaman
yang tidak mudah dilupakan.peserta didik tunanetra tidak hanya
membutuhkan penjelasan ataupun informasi dari sseorang guru, tetapi
sebaiknya guru mengajak untuk merasakan pengalaman nyata sesuai
dengan bahan ajar yang disampaikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxv
3) Bahan ajar disajikan dalam bentuk benda-benda kongkrit atau benda-benda
yang dibuat model tiruan, sehingga siswa dapat mengenal bentuk secara
alamiah, mampu mengenal ukuran berat, sifat-sifat permukaan, kelenturan
dan lain sebagainya.
4) Bahan ajar diganti dan disesuaikan dengan kebutuhan siswa.
5) Bahan ajar dihilangkan atau tidak diberikan sama sekali, dengan
pertimbangan apabila diberikan dapat membahayakan diri peserta didik.
Pada saat seorang anak tunanetra masuk kedalam sebuah lembaga
pendidikan formal seperti yang dilakukan oleh anak-anak normal lainnya,
pendekatan yang paling efektif adalah dengan jalan optimalisasi pendidikan
inklusif secara berkelanjutan kepada tunanetra. Kurikulum yng digunakan pada
pendidikan inklusif adalah kurikulum fleksibel, disesuaikan dengan kemampuan
dan kebutuhan setiap siswa. Pemilihan metode untuk anak tunanetra sebenarnya
banyak didorong oleh setiap kemudahan yang menjadi karakteristik dari
pendidikan inklusif.
Model pendidikan ini sebenarnya berupaya untuk memberikan
kesempatan yang sama kepada semua anak, termasuk anak tunanetra agar dapat
memperoleh kesempatan yang sama dengan anak-anak yang lainnya yaitu setiap
anak memiliki akses yang sama ke sumber-sumber belajar tersedia dan sarana
yang dibutuhkan tunanetra dapat terpenuhi dengan baik. Lima macam penting
dalam penerapan model pendidkan inklusif bagi kalangan tunanetra adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxvi
a. Menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima
adanya keanekaragaman, dan dapat saling menghargai pada setiap
perbedaan.
b. Dapat memberikan dan mengajar kelas yang heterogen dengan
memerlukan perubahan pelaksanaan kurikulum secara mendasar.
c. Menyiapkan dan mendorong guru untuk dapat megajar secara interaktif.
d. Penyediaan dorongan bagi guru dan kelasnya secara terus menerus dan
penghapusan hambatan yang berkaitan dengan isolasi profesi.
e. Melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses sebuah
perencanaan.
Metode pembelajaran bagi anak tunanetra dapat dibedakan menurut
fungsunya yaitu media untuk menjelaskan konsep yang berupa alat peraga dan
media untuk membantu kelancaran proses pembelajaran yang berupa alat bantu
untuk proses pembelajaran yang beupa alat bantu untuk peruses pembelajaran
yaitu :
a. Alat bantu yang bisa digunakan untuk membantu proses suatu
pembelajaran anak tunanetra meliputi objek atau situasi yang
sebenarnya dengan prinsip totalitas atau situasi yang sebenarnya, benda
asli yang telah diawetkan, tiruan/model (tiga atau dua demensi).
b. Alat bantu pembelajaran antara lain alat bantu untuk menulis huruf
Braille (reglet, pen, dan mesin ketik Braille). Alat bantu untuk
membantu dalam membaca huruf Braille (papan huruf dan optacon),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxvii
alat bantu untuk berhitung (cubaritma, abacus/sempos, speech
calculator) serta alat bantu yang bersifat audio seperti tape recorder.
Evaluasi terhadap pencapaian hasil belajar pada anak tunanetra pada
dasarnya sama dengan yang dilakukan terhadap anak yang memiliki mata normal,
namun ada sedikit perbedaan yang menyangkut materi tes/soal dan teknik
pelaksanaan tes. Materi tes atau pertanyaan yang diajukan kepada anak tunnetra
tidak mengandung unsure-unsur yang memerlukan persepsi visual apabila
menggunakan tes tertulis, soal hendaknya diberikan dalam huruf Braille atau
menggunakan reader (pembaca) apabila menggunakan huruf alphabet normal
yang biasa digunakan oleh anak-anak bermata normal.
3. Pembelajaran Inklusi
a. Pengertian Pendidikan Inklusif
Istilah inklusif memiliki ukuran universal. Istilah inklusif dapat
dikaitkan dengan persamaan, keadilan, dan hak individual dalam pembagian
sumber-sumber seperti politik, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Menurut Reid,
masing-masing dari aspek-aspek tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling
berkaitan satu sama lain (London: David Fulton Publisher, 2005:88). Reid
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxviii
ingin menyatakan bahwa istilah inklusif berkaitan dengan banyak aspek hidup
manusia yang didasarkan atas prinsip persamaan, keadilan, dan hak individu.
Dalam ranah pendidikan, istilah inklusif dikaitkan dengan model
pendidikan yang tidak membeda-bedakan individu berdasarkan kemampuan
dan atau kelainan yang dimiliki individu. Dengan mengacu pada istilah inklusif
yang disampaikan Reid di atas, pendidikan inklusif didasarkan atas prinsip
persamaan, keadilan, dan hak individu. Istilah pendidikan inklusif digunakan
untuk mendeskripsikan penyatuan anak-anak berkelainan (penyandang
hambatan/cacat) ke dalam program sekolah. Konsep inklusi memberikan
pemahaman mengenai pentingnya penerimaan anak-anak yang memiliki
hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, dan interaksi sosial yang ada di
sekolah (J. David Smith, 2006 : 45).
MIF. Baihaqi dan M. Sugiarmin menyatakan bahwa hakikat inklusif
adalah mengenai hak setiap siswa atas perkembangan individu, sosial, dan
intelektual. Para siswa harus diberi kesempatan untuk mencapai potensi
mereka. Untuk mencapai potensi tersebut, sistem pendidikan harus dirancang
dengan memperhitungkan perbedaan-perbedaan yang ada pada diri siswa. Bagi
mereka yang memiliki ketidakmampuan khusus dan/atau memiliki kebutuhan
belajar yang luar biasa harus mempunyai akses terhadap pendidikan yang
bermutu tinggi dan tepat. (MIF. Baihaqi dan M. Sugiarmin, 2006 ; 75-76).
Baihaqi dan Sugiarmin menekankan bahwa siswa memiliki hak yang
sama tanpa dibeda-bedakan berdasarkan perkembangan individu, sosial, dan
intelektual. Perbedaan yang terdapat dalam diri individu harus disikapi dunia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxix
pendidikan dengan mempersiapkan model pendidikan yang disesuaikan dengan
perbedaan-perbedaan individu tersebut. Perbedaan bukan lantas melahirkan
diskriminasi dalam pendidikan, namun pendidikan harus tanggap dalam
menghadapi perbedaan.
Daniel P. Hallahan mengemukakan pengertian pendidikan inklusif
sebagai pendidikan yang menempatkan semua peserta didik berkebutuhan
khusus dalam sekolah reguler sepanjang hari. Dalam pendidikan seperti ini,
guru memiliki tanggung jawab penuh terhadap peserta didik berkebutuhan
khusus tersebut (Daniel P. Hallahan, 2009 : 53).
Tarje Magnussonn Waretdal (2007: 5), Inclusion/Inclusive Education:
Inclusive school welcome all the children in the community regardless of their
social, economic, athnic, regigious, or languangebackgroun. Inclusive
communities and school embrace diversity-not merelytolerate it. (sekolah
inklusi menerima semua anak dimasyarakat tanpa memandang kemampuan,
kecacatan, jender, status HIV, dan status kesehatan serta latar belakang social,
ekonomi, etnis,agama, atau bahasa. Masyarakat dan sekolah yang inklusif
merangkul keragaman tidak hanya mentolelirnya). Selanjutnya menurut:
Berit H Johanes dan Miriam D. Skjorten, dalam susi Septaviana
Rakhmawati (2004: 181), beberapa ide utama dari prinsip sekolah inklusi dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Bahwa setiap anak merupakan bagian intergral dari komunitas lokalnya dan
kelas atau kelompok regular. Kegiatan sekolah diatur dengan sejumlah besar
tugas belajar yang kooperatif, individualisasi pendidikan dan fleksibilitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xl
dalam pemilihan materinya. Guru kerja sama dan memiliki pengetahuan
tentang strategi pembelajaran dan kebutuhan pelejaran umum, khusus,
individual dan memiliki pengetahuan tentang cara menghargai pluralitas
perbedan individu dalam mengatur aktivitas kelas.
Pengertian ini memberikan pemahaman bahwa pendidikan inklusif
menyamakan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal lainnya. Untuk
itulah, guru memiliki tanggung jawab penuh terhadap proses pelaksanaan
pembelajaran di kelas. Dengan demikian guru harus memiliki kemampuan
dalam menghadapi banyaknya perbedaan peserta didik.
Daniel P. Hallahan, dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan
dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti
pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-
sama dengan peserta didik pada umumnya.
Pengertian pendidikan dalam Permendiknas di atas memberikan
penjelasan secara lebih rinci mengenai siapa saja yang dapat dimasukkan dalam
pendidikan inklusif. Perincian yang diberikan pemerintah ini dapat dipahami
sebagai bentuk kebijakan yang sudah disesuaikan dengan kondisi Indonesia,
sehingga pemerintah memandang perlu memberikan kesempatan yang sama
kepada semua peserta didik dari yang normal, memilik kelainan, dan memiliki
kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xli
demikian pemerintah mulai mengubah model pendidikan yang selama ini
memisah-misahkan peserta didik normal ke dalam sekolah reguler, peserta
didik dengan kecerdasan luar biasa dan bakat istimewa ke dalam sekolah (baca:
kelas) akselerasi, dan peserta didik dengan kelainan ke dalam Sekolah Luar
Biasa (SLB).
Rumusan mengenai pendidikan inklusif yang disusun oleh Direktorat
Pendidikan Sekolah Luar Biasa (PSLB) Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Kementrian Pendidikan
Nasional (Kemendiknas) mengenai pendidikan inklusif menyebutkan bahwa
pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak
berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa
bersama-sama teman seusianya. Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif
adalah sekolah yang menampung semua murid di sekolah yang sama. Sekolah
ini menyediakan program pendidikan yang layak dan menantang, tetapi
disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan
dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil.
Dalam ensiklopedi online Wikipedia disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan pendidikan inklusi yaitu pendidikan yang memasukkan peserta didik
berkebutuhan khusus untuk bersama-sama dengan peserta didik normal
lainnya. Pendidikan inklusif adalah mengenai hak yang sama yang dimiliki
setiap anak. Pendidikan inklusif merupakan suatu proses untuk menghilangkan
penghalang yang memisahkan peserta didik berkebutuhan khusus dari peserta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xlii
didik normal agar mereka dapat belajar dan bekerja sama secara efektif dalam
satu sekolah. (Ensiklopedi Online Wikipedia “Inclusion”).
Pengertian-pengertian yang dikemukakan di atas secara umum
menyatakan hal yang sama mengenai pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif
berarti pendidikan yang dirancang dan disesuaikan dengan kebutuhan semua
peserta didik, baik peserta didik yang normal maupun peserta didik
berkebutuhan khusus. Masing-masing dari mereka memperoleh layanan
pendidikan yang sama tanpa dibeda-bedakan satu sama lain. Anak yang
berkebutuhan khusus dulunya adalah anak-anak yang diberikan label
(labelling) sebagai Anak Luar Biasa (ALB). Anak berkebutuhan khusus (ABK)
merupakan istilah lain untuk menggantikan istilah Anak Luar Biasa (ALB)
yang menandakan adanya kelainan khusus. Istilah lain yang juga biasa dipakai
untuk menandai anak yang “lain” dari yang lain ini yaitu hendaya (impairment)
(Bandi Delphie: 2006), disability dan handicap.
Impairment, handicap, dan disability seringkali disamakan dalam
penggunaannya. Sebenarnya terdapat perbedaan arti dari ketiga istilah tersebut.
Impairment digunakan untuk menunjukkan kemampuan yang tidak sepenuhnya
rusak/cacat. Handicap digunakan untuk menunjukkan adanya kesulitan-
kesulitan dalam penggunaan organ tubuh. Disability digunakan untuk
menunjukkan ketidakmampuan yang ada sejak dilahirkan atau cacat yang
sifatnya permanen. (Thomas M. Stephens, dkk.), Teaching Mainstreamed
Students, (Canada: John Wiley&Sons, 1982), Hornby, Oxford Advance .
Disability berarti batasan fungsi yang membatasi kemampuan seseorang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xliii
Handicap adalah kondisi yang dinisbahkan kepada seseorang yang menderita
ketidakmampuan. Kondisi ini boleh jadi disebabkan oleh masyarakat,
lingkungan fisik, atau sikap orang itu sendiri. Dalam hal ini sering muncul
ungkapan “jangan sampai disability menjadi handicap”.John W. Santrock,
Educational Psychology, (New York: The McGraw Hill Inc., 2004: 175).
Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda
antara yang satu dengan yang lain. Bandi Delphie menyatakan bahwa di
Indonesia, anak berkebutuhan khusus yang mempunyai gangguan
perkembangan dan telah diberikan layanan antara lain: Anak yang mengalami
hendaya (impairment) penglihatan (tunanetra), tunarungu, tunawicara,
tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, autism (autistic children), hiperaktif
(attention deficit disorder with hyperactive), anak dengan kesulitan belajar
(learning disability atau spesific learning disability), dan anak dengan hendaya
kelainan perkembangan ganda (multihandicapped and developmentally
disabled children) (Delpin).
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 70 Tahun 2009, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba,
obat terlarang dan zat adiktif lainnya juga dikategorikan sebagai anak
berkebutuhan khusus. Selain anak-anak berkebutuhan khusus yang telah
disebutkan di atas, anak-anak yang memiliki bakat dan/atau kecerdasan luar
biasa juga dikategorikan sebagai anak-anak berkebutuhan khusus. Dengan
demikian, pendidikan inklusif, sesuai dengan beberapa pengertian diatas, selain
menampung anak-anak yang memiliki kelainan juga menampung anak-anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xliv
yang memiliki bakat dan/atau kecerdasan luar biasa agar dapat belajar bersama-
sama dalam satu kelas.
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik
khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan
pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK
antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan
belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan.
istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak
cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan
bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan
potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks
bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan
bahasa isyarat. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar
Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A
untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk
tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan
SLB bagian G untuk cacat ganda.
1) Tunanetra
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam
penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan
yaitu: buta total (Blind) dan low vision. Definisi Tunanetra menurut
Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah
penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xlv
dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra
memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka proses
pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra
peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus
diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu
tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat taktual dan
bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar
timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang
bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak JAWS. Untuk
membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar
mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas
diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan
arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus
tunanetra yang terbuat dari alumunium)
2) Tunarungu
Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam
pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi
tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:
Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB), Gangguan
pendengaran ringan(41-55dB), Gangguan pendengaran sedang(56-
70dB), Gangguan pendengaran berat(71-90dB), Gangguan
pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB). Karena memiliki hambatan
dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xlvi
berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara
berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk
abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk
isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa
sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara
berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan
bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam
memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
3) Tunagrahita
Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang
signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan
ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa
perkembangan. klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ.
Tunagrahita ringan (IQ : 51-70), Tunagrahita sedang (IQ : 36-51),
Tunagrahita berat (IQ : 20-35), Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah
20). Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih di titik beratkan
pada kemampuan bina diri dan sosialisasi.
4) Tunadaksa
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang
disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang
bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy,
amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa
adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xlvii
fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu
memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi
sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik
dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
5) Tunalaras
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam
mengendalikan emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras biasanya
menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma
dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan
karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari
lingkungan sekitar.
6) Kesulitan belajar
Adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih
kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan
penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat mempengaruhi
kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan
karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak,
dislexia, dan afasia perkembangan. individu kesulitan belajar
memiliki IQ rata-rata atau diatas rata- rata, mengalami gangguan
motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan
orientasi arah dan ruang dan keterlambatan perkembangan konsep.
Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus tiap jenis dan derajat
ketuaan memerlukan pandekatan dan strategi yang berbeda-beda. Perbedaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xlviii
itu lebih disebabkan adanya karakteristik anak berkebutuhan khusus yang
beragam. Identifikasi kebutuhan dalam pembelajaran anak tuna netra
dimaksudkan untuk memberikan perhatian dan focus secara khusus dalam
pembelajaran anak tuna netra jika dibanding dengan pembelajaran secara
umum adalah
1) Kebutuhan pengalaman konkrit.
2) Kebutuhan akan pengalaman memadukan dari yang detil ke global.
3) Kebutuhan akan berbuat dan bekerja dengan belajar.
Selain itu anak tuna netra memerlukan media pembelajaran yang
dibedakan menjadi
1) Anak buta menggunakan media baca tulis huruf Braille.
2) Anak low menggunakan media baca tulis huruf cetak yang
diperbesar atau menggunakan alat pembesar.
Motode pembelajaran Inklusi bertujuan mendorong guru dan tenaga
kependidikan lainnya untuk lebih kreatif dalam mengelola dan
mengimplementasikan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta
didik, memberikan pedoman bagi guru dalam kegitan pembelajaran sesuai
dengan bidang stadi atau pembelajaran tematik, serta meningkatkan
efisiensi, efektifitas dan fleksibelitas dalam proses pembelajaran di lembaga
pendidikan anak berkebutuhan khusus. Dalam ruang lingkup model
pembelajaran diharapkan perencanaan proses pembelajaran yang meliputi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xlix
1) Pemetaan Standar Kompetensi, Kompetensi dasar dan Indikator ke
dalam jaringan tema , penyususnan Silabus dan Penyususnan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran bagi SLB Tuna Netra (A).
2) Pelaksanaan pembelajaran seperti tahap kegiatan, strategi
pengelola pembelajaran, penyusunan waktu yang disesuaikan
dengan materi pelajaran.
3) Penilaian pembelajaran seperti pengertian, tujuan, prinsip-prinsip
penilaian, alat penilaian, analisis hasil penilaian dan tindak lanjut
penilaian.
4) Pengawasan pembelajaran seperti perencanaan, pelaksanaan dan
tindak lanjut yang meliputi materi, proses, strategi dan metode.
Kebutuhan layanan pendidikan tunanetra pada dasarnya membutuhkan
suatu pendidikan untuk mengembangkan segala potensi yang ada dalam
dirinya secara optimal. Meskipun dengan segala keterbatasan indra pada
indranya, terutama pada indra penglihatannya, anak tuna netra
membutuhkan latihan khusus yang meliputi latihan membeca dan menulis
huruf broille, penggunaan tongkat, orentasi dan mobilitas, serta melakukan
latihan visual atau fungsional pada penglihatan.
Layanan pendidikan bagi anak tunanetra dapat dilaksanakan melalui
system segregasi yaitu system yang secara terpisah dari anak yang memiliki
penglihatan yang masih bagus (tidak memiliki kecacatan) dan intergrasi atau
terpadu dengan normal di sekolah-sekolah umum lainnya. Tempat
pendidikan dengan system segregasi meliputi sekolah khusus (SLB-A),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
l
SDL-B dan kelas jauh. Bentuk-bentuk keterpaduan tersebut yang dapat
diikuti oleh anak-anak tunanetra, yaitu melalui system integritas yang
meliputi kelas biasa dengan adanya seorang guru konsultan, kelas biasa
dengan seorang guru kunjung, serta kelas biasa dengan guru-guru sumber
dan kelas khusus.
Strategi proses pembelajaran untuk anak-anak penyandang tunanetra
pada dasarnya memliki kesamaan dengan strategi pembelajaran anak-anak
pada umumnya. Hanya saja, ketika dalam pelaksanaannya memerlukan
modifikasi agar sesuai dengan anak yang melakukan pembelajaran tersebut,
yang dalam hal ini adalah anak tunanetra sehingga pesan atau materi yang
disampaikan dapat diterima ataupun dapat ditangkap dengan baik dan
mudah oleh anak-anak tunanetra tersebut dengan menggunakan semua
system indranya yang masih berfungsi dengan baik sebagai sumber pemberi
informasi.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam pembelajaran untuk
anak-anak tunanetra adalah
1) Prinsip Individu
Prinsip Individu dalam prinsip pembelajaran untuk tunanetra
merupakan prinsip umum dalam pembelajaran manapun. Dalam
hal ini guru dituntut untuk dapat memperhatikan secara detil
segala perbedaan dalam setiap individu tersebut. Dalam
pendidikan untuk anak-anak tunanetra perbedaan-perbedaan
umum tersebut menjadi lebih luas dan rumit. Selain perbedaan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
li
perbedaan umum seperti usia, kemampuan mental, fisik,
kesehatan, social dan budaya pada anak-anak tunanetra tersebut
memiliki perbedaan khusus yang terkait dengan tunanetra tersebut
seperti tingkat ketunanetraan, sebeb-sebab ketunanetraannya dan
lain-lain. Oleh sebab itu harus ada perbedaan layanan pendidikan
antara anak low vision dengan anak-anak buta local lainnya.
2) Prinsip layanan individu jauh lebih mengisyaratkan pada perlunya
seorang guru untuk merancang strategi adan metode pembelajaran
yang sesuai dengan keadaan sianak tunanetra. Hal tersebut yang
menjadi dasar adanya pendidikan yang dilakukan secara
individual agar tidak terjadinya ketimpangan social antara anak
penderita tunanetra yang satu dan lainnya yang memiliki tingkatan
keparahan dan penyebab berbeda pula. Peran guru memang
menjadi salah satu hal utama dan pokok dalam metode
pembelajaran dan menjaga agar anak-anak tunanetra tidak
merasakan kerendahan dirinya yang justru akan menghambat
kelancaran anak-anak tersebut dalam belajar. Guru dalam metode
ini diharapkan dapat berperan aktif dalam pendekatan individual
dengan strategi-strategi barunya untuk mendekatkan diri secara
personal terhadap anak penyandang tunanetra dengan lebih intim
lagi agar bisa melihat segala perbedaan yang ada dan bisa
menyikapi secara tepat.
3) Prinsip Pengalaman pengindraan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lii
Strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk anak-anak
penyandang tunanetra harus memungkinkan anak tunanetra untuk
mendapatkan pengalaman secara nyata dari apa yang
dipelajarinya. Dalam bahasa Bower (1986) disebut sebagai
“Pengalaman pengindraan langsung”. Anak tunanetra tidak dapat
belajar melalui pengamatan visual yang memiliki dimensi jarak,
seperti pada contoh bunga yang sedang mekar, embun yang
menetes dari dedaunan dan sebagainya.
4) Strategi pembelajaran harus memungkinkan adanya akses
langsung terhadap objek atau situasi. Anak tunanetra harus
dibimbing untuk dapat meraba, mendengar, mencium, mengecap,
mengalami situasi secara langsung dan juga melihat bagi anak low
vision. Prinsip ini sangat erat kaitanya dengan komponen
alat/media dan lingkungan pembelajaran. Untuk memenuhi
prinsip pengalaman pengindraan, perlu tersedia alat atau media
pembelajaran yang mendukung dan relevan. Anak tunanetra harus
dapat merasakan secara langsung apa yang terjadi di
lingkungannya, seperti pada proses memasak, menanam bunga,
ataupun pada proses lainnya yang tidak membutuhkan adanya
dimensi jarak dan waktu, tetapi pada proses yang melakukan
penggunaan pengalaman pengindraan secara langsung.
5) Prinsip Totalitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
liii
Strategi pembelajaran ini dilakukan oleh seorang guru untuk dapat
memungkinkan seorang siswanya untuk memiliki pengalaman
onjek secara langsung maupun pada situasi yang terjadi secara
utuh. Starategi ini dapat terwujud apabila guru dapat mendorong
anak tersebut untuk dapat melibatkan semua pengalaman
pengindraannya secara terpadu dalam memahami sebuah konsep.
Dalam Multi sensory approach dalam bahasa Bower (1986),
artinya mengunakan seluruh alat pengindraan tersebut yang masih
memiliki fungsi yang masih baik untuk mengenali objek secara
menyeluruh untuk dapat mengenali dengan baik dan mendapatkan
gambaran secara utuh seperti utuh apa yang ada dalam dimensi
yang sesungguhnya. Misalkan saja, seorang anak tunanetra yang
ingin mengenali bentuk burung. Maka, seorang anak yang
memiliki keterbatasan dalam hal indra penglihatan tersebut harus
dapat melinatkan keseluruhan indra yang masih berfungsi untuk
dapat memberikan informasi yang utuh dan baik mengenai
bentuk, ukuran, sifat permukaan, dan kehangatan dari burung
tersebut. Anak penyandang tunanetra tersebut juga harus dapat
mengenali suara yang menjadi cirri khas burung tersebut.
Pengalaman pengenalan anak terhadap burung akan menjadi lebih
luas dan menyeluruh dibandingkan dengan anak-anak yang hanya
menggunakan satu indra dalam mengenali dan mengamati burung
tersebut. Itulah yang menjadi nilai tambah yang akan dimiliki oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
liv
anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus dalam hal gangguan
pengelihatan. Hilangnya suatu penglihatan pada salah satu dari
kelima indranya, dapat membuat anak-anak tunanetra menjadi
sulit mendapatkan gambaran secara nyata dan menyeluruh
mengenai objek-objek yang tidak dapat diamati secara serentak
oleh kelima indranya. Maka dari itu, perpaduan beberapa teknik
dalam penggunaannya menjadi penting untuk anak tunanetra
tersebut.
6) Prinsip Aktifitas Mandiri
Strategi pembelajaran haruslah dapat memungkinkan anak atau
dapat mendorong anak tunanetra dalam belajar secara aktifdan
mandiri. Anak dapat belajar dan menemukan sesuatu yang ingin
mereka pelajari. Sedangkan guru bertugas sebagai fasilitator yang
dapat membantu anak-anak untuk belajar dan menjadikan sebagai
motivator anak-anak penyandang tunanetranmyang dapat
membangkitkan keinginanuntuk tetap bertahan meski dalam
setiap keterbatasannya. Prinsip ini menunjukan bahwa dalam
proses belajar tidak sekedar mendengar dan mencatat, tetapi ikut
merasakan dan mengalaminya secara langsung. Keharusan
memiliki implikasi yang bagus terhadap perlunya si anak dapat
mengetahui, menguasai, dan menjalani proses dalam memperoleh
fakta atau konsep yang baik. Dalam hal isi pembelajaran, sangat
penting untuk anak-anak tunanetra. Tapi akan lebih penting lagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lv
apabila anak tunanetra tersebut dapat menguasai dan mengalami
secara personal dan langsung untuk mendapatkan isi pembelajaran
tersebut secara utuh. Oleh akrena itu proses pembelajaran dengan
cara mengalami dan mengenal suatu objek secara langsung dapat
membantu anak untuk dapat mengenali apa yang selama ini anak-
anak normal lainnya alami.
b. Faktor-faktor pembelajaran Inklusi
Faktor yang berpengaruh dalam pembelajaran inklusi terhadap
perkembangan siswa adalah penilaian. Agar hasil penilaian dapat
menggambarkan apa yang hendak diukur perlu diperhatikan prinsip-prinsip :
1) Peserta didik dikelompokan secara homogeny untuk memudahkan
dalam pembelajaran dan penilaian. Jika peserta didik heterogen
dalam jenis ketunaan dan derajat kecerdasan harus dilakukan
dengan pendekatan Program pendidikan Individu (PPI).
2) Kenaikan kelas pada pendidikan khusus berdasarkan :
a. Evaluasi kemampuan yang disesuaikan dengn tuntunan
kurikulum peserta didik dengan kecerdasan normal (Tuna rungu,
tuna daksa dan tuna laras yang disertai dengan kelainan
lainnya).
b. Usia peserta didik yang disebut dengan kemajuan berkelanjutan
(kenaikan kelas secara otomatis) untuk peserta didik dengan
keterbatasan kemampuan intelektual.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lvi
3) Pelaporan hasil penilaian kemampuan belajar peserta didik
dilaporkan dalam bentuk kuantitatif dan kualitatif yang
dideskripsikan (narsi).
4) Untuk peserta didk yang kemampuan akademiknya kurang tidak
diharuskan mengikuti Ujian nasional (UN), cukup mengikuti Ujian
Sekolah (US) dan akan memperoleh Surat Tanda Tamat Nelejar
(STTB).
5) Untuk peserta didik yang memiliki kemampuan akademik dapat
mengikuti Ujian nasional (UN) dan akan memperoleh Surat Tanda
tamat Belajar (STTB).
Faktor lain yang sangat mendukung pembelajaran siswa inklusi
adalah penilaian diri (self assessment) adalah suatu teknik penilaian, dimana
sabjek yang dinginkan diminta menilai dirinya sendiri berkaitan dengan
status, proses dan tingkata pencapaian kompetensi yang dipelajari dalam
mata pelajaran tertentu. Teknik penilaian diri dapat digunakan dalam
berbagai aspek penilaian yang berkaitan dengan kompetensi kognitif, afektif
dan psikomotorik.
c. Pengembangan kurikulum Pendidikan Inklusi.
Kurikulum pendidikan inklusi menggunakan kurikulum sekolah
reguler (kurikulum nasional) yang dimodofikasi (diimprovisasi) sesuai
dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lvii
mempertimbangkan karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat kecerdasannya.
Modifikasi kurikulum dilakukan terhadap:
1) Alokasi waktu
2) isi/materi kurikulum
3) proses belajar-mengajar
4) sarana prasarana
5) lingkungan belajar
6) pengelolaan kelas.
Modifikasi/pengembangan kurikulum pendidikan inklusi dapat
dilakukan oleh Tim Pengembang Kurikulum yang terdiri atas guru-guru yang
mengajar di kelas inklusi bekerja sama dengan berbagai pihak yang terkait,
terutama guru pembimbing khusus (guru Pendidikan Luar Biasa) yang sudah
berpengalaman mengajar di Sekolah Luar Biasa, dan ahli Pendidikan Luar
Biasa (Orthopaedagog), yang dipimpin oleh Kepala Sekolah Dasar Inklusi
(Kepala SD Inklusi) dan sudah dikoordinir oleh Dinas Pendidikan.
Pelaksanaan Pengembangan kurikulum dilaksanakan dengan:
1) Modifikasi alokasi waktu disesuaikan dengan mengacu pada
kecepatan belajar siswa. Misalnya materi pelajaran (pokok
bahasan) tertentu dalam kurikulum reguler (Kurikulum Sekolah
Dasar) diperkirakan alokasi waktuny selama 6 jam.
i. Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi
di atas normal (anak berbakat) dapat dimodifikasi menjadi 4
jam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lviii
ii. Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi
relatif normal dapat dimodifikasi menjadi sekitar 8 jam.
iii. Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi
di bawah normal (anak lamban belajar) dapat dimodifikasi
menjadi 10 jam, atau lebih; dan untuk anak tunagrahita
menjadi 18 jam, atau lebih; dan seterusnya.
2) Modifikasi isi/materi, Untuk anak berkebutuhan khusus yang
memiliki inteligensi di atas normal, materi dalam kurikulum
sekolah reguler dapat digemukkan (diperluas dan diperdalam)
dan/atau ditambah materi baru yang tidak ada di dalam kurikulum
sekolah reguler, tetapi materi tersebut dianggap penting untuk anak
berbakat.
i. Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi
relatif normal materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat
tetap dipertahankan, atau tingkat kesulitannya diturunkan
sedikit.
ii. Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi
di bawah normal (anak lamban belajar/tunagrahita) materi
dalam kurikulum sekolah reguler dapat dikurangi atau
diturunkan tingkat kesulitannya seperlunya, atau bahkan
dihilangkan bagian tertentu.
3) Modifikasi proses belajar-mengajar untuk Mengembangkan proses
berfikir tingkat tinggi, yang meliputi analisis, sintesis, evaluasi, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lix
problem solving, untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki
inteligensi di atas normal;
i. Menggunakan pendekatan student centerred, yang
menenkankan perbedaan individual setiap anak;
ii. Lebih terbuka (divergent);
iii. Memberikan kesempatan mobilitas tinggi, karena
kemampuan siswa di dalam kelas heterogen, sehingga
mungkin ada anak yang saling bergerak kesana-kemari, dari
satu kelompok ke kelompok lain.
iv. Menerapkan pendekatan pembelajaran kompetitif seimbang
dengan pendekatan pembelajaran kooperatif. Melalui
pendekatan pembelajaran kompetitif anak dirangsang untuk
berprestasi setinggi mungkin dengan cara berkompetisi secara
fair. Melalui kompetisi, anak akan berusaha seoptimal
mungkin untuk berprestasi yang terbaik,“aku-lah sang juara”.
Namun, dengan pendekatan pembelajaran kompetitif ini, ada
dampak negatifnya, yakni mungkin “ego”-nya akan
berkembang kurang baik. Anak dapat menjadi egois. Untuk
menghindari hal ini, maka pendekatan pembelajaran
kompetitif ini perlu diimbangi dengan pendekatan
pembelajaran kooperatif.
Melalui pendekatan pembelajaran kooperatif, setiap anak
dikembangkan jiwa kerjasama dan kebersamaannya. Mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lx
diberi tugas dalam kelompok, secara bersama mengerjakan
tugas dan mendiskusikannya. Penekanannya adalah
kerjasama dalam kelompok, dan kerjasama dalam kelompok
ini yang dinilai. Dengan cara ini sosialisasi anak dan jiwa
kerjasama serta saling tolong menolong akan berkembang
dengan baik.
Dengan demikian, jiwa kompetisi dan jiwa kerjasama anak
akan berkembang harmonis.
v. Disesuaikan dengan berbagai tipe belajar siswa (ada yang
bertipe visual; ada yang bertipe auditoris; ada pula yang
bertipe kinestetis). Tipe visual, yaitu lebih mudah menyerap
informasi melalui indera penglihatan.Tipe auditoris, yaitu
lebih mudah menyerap informasi melalui indera
pendengaran.Tipe kinestetis, yaitu lebih mudah menyerap
informasi melalui indera perabaan/gerakan.Guru hendaknya
tidak monoton dalam mengajar sehingga hanya akan
menguntungkan anak yang memiliki tipe belajar tertentu
saja.
d. Sistem Kurikulum dan Proses Belajar Mengajar Pendidikan Inklusi.
1) Kurikulum
Kurikulum pendidikan inklusif adalah kurikulum nasional dan
kurikulum lokal, dengan penekanan pada materi esensial dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxi
dikembangkan melalui sistem pembelajaran yang dapat memacu dan
mewadahi integritas antara pengembangan spiritual, logika, etika,
dan estetika serta dapat mengembangkan kemampuan berfikir
holistik, kreatif, sistematik, linear, dan konvergen untuk memenuhi
tuntutan masa kini dan yang akan datang sesuai dengan kadar potensi
masing-masing siswa.
Struktur program (jumlah jam setiap mata pelajaran) untuk
semua kelas dan semua sekolah sama, hanya perbedaannya terletak
pada waktu penyelesaian kurikulum tersebut lebih dipercepat atau
diperlambat sesuai kondisi sekolah masing-masing. Percepatan atau
perlambatan tersebut didasarkan pada kemampuan siswa dalam
menguasai kompetensi isi kurikulum dan mengefektifkan sistem
pembelajaran dengan mengurangi pembahasan materi yang tidak
esensial.
2) Sistem PBM
Pendekatan PBM diarahkan kepada terwujudnya proses belajar
tuntas (mastery learning). Selain itu strategi pembelajaran diarahkan
untuk dapat memacu siswa aktif dan kreatif sesuai dengan bakat,
minat, dan kemampuan masing-masing, dengan memperhatikan
keselarasan dan keseimbangan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai, pengembangan kreatifitas, disiplin, pengembangan
persaingan dan kerjasama, pengembangan kemampuan holistik,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxii
pengembangan berpikir elaborasi, pelatihan berpikir induktif dan
deduktif, serta pengembangan IPTEK dan IMTAQ secara terpadu.
Dalam pelaksanaan PBM, guru menekankan kepada hal-hal
sebagai berikut:
(1) Pelayanan individual (bukan klasikal).
(2) Menggunakan buku paket, buku pelengkap, buku referensi,
dan modul.
(3) Menggunakan LKS yang dibuat sendiri.
(4) Menggunakan media audio visual (multi media).
(5) Menggunakan sarana laboratorium (lab. Kimia, lab.
Fisika, Lab. Bahasa, Lab. Komputer, dan internet) sesuai
dengan kebutuhan atau laboratorium alam (misalnya :
kebun, sawah, dsb) sesuai kondisi sekolah.
(6) Melakukan kunjungan ke objek-objek tertentu yang sesuai
dengan mata pelajaran yang sedang dipelajari.
(7) Memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar di luar
kegiatan sekolah formal melalui media lain, misalnya
GPK, radio, televisi, internet/komputer, wawancara pakar,
kunjungan ke musium, dan sebagainya.
3) Sistem Evaluasi dan Laporan Hasil Pendidikan (Raport)
Evaluasi yang dilakukan pada dasarnya sama untuk semua sekolah,
yaitu untuk mengukur ketercapaian kompetensi (daya serap sesuai
indikator) sejalan dengan prinsip belajar tuntas, yang meliputi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxiii
a) Nilai Akademik
b) Nilai proses/ulangan harian.
c) Ujian blok/ulangan umum.
d) Ujian akhir.
e) Nilai Afektif (bisa dalam bentuk deskriptif)
f) Nilai Psikomotor
g) Laporan hasil pendidikan juga mempunyai format yang
sama untuk semua siswa, hanya pembagiannya diseuaikan
dengan kalender pendidikan atau kemajuan siswa yang
bersangkutan.
4) Peningkatan/Perluasan Peran BP/BK
Layanan BP/BK dilakukan agar potensi yang dimiliki siswa dapat
dikembangkan dan tersalur secara optimal. Menjaga terjadinya
keseimbangan dan keserasian dalam perkembangan intelektual,
emosional, dan sosial. Mencegah dan mengatasi potensi-potensi
negatif yang terjadi, misalnya frustasi karena adanya tekanan dan
tuntutan untuk berprestasi, siswa terasing, terlalu agresif terhadap
orang lain, kegelisahan karena adanya tuntutan harus menentukan
keputusan karir yang lebih dini. Mengadakan pertemuan rutin
dengan orang tua siswa untuk saling memberi informasi.
Menghimpun berbagai data dari guru yang mengajar di kelas,
khususnya yang berkaitan dengan aktivitas siswa pada saat
pembelajaran. Menjaring data dari siswa melalui daftar cek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxiv
masalah, sosiometri kelas ataupun melakukan wawancara untuk
mendapatkan informasi yang lebih jauh tentang data siswa. Ikut
menangani asesmen dan penempatan siswa. Melakukan koordinasi
dan kolaborasi yang harmonis dengan Resource Center/Pusat
Sumber melalui Guru Pembimbing Khususnya.
4. Tuna Netra
Tuna netra merupakan sebutan untuk individu yang mengalami gangguan
pada indra penglihatan. Pada dasarnya, tuna netra dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu buta total dan kurang penglihatan (low vision). Buta total tidak dapat melihat
dua jari dimukanya atau hanya melihat sinar atau cahaya yang lumayan dapat
dipergunakan untuk orientasi mobilitas. Mereka tidak bias menggunakan huruf
lain selain huruf Braille. Buta kurang (low vision) adalah orang yang bila melihat
sesuatu, mata harus didekatkan, atau mata harus dijauhkan dari objek yang
dilihatnya atau orang yang memiliki pemandangan kabur ketika melihat objek.
Ada beberapa klasifikasi lain pada anak tuna netra, salah atunya berdasarkan
kelainan-kelainan yang terjadi pada mata, yaitu:
1) Myopia : penglihatan jarak dekat, bayangan tidak focus, dan jatuh di
belakang retina.penglihatan akan menjadi jelas jika objek di dekatkan.
Untuk membantu proses penglihatan pada penderita myopia digunakan
kacamata koreksi dengan lensa negatif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxv
2) Hyperopia : penglihatan jarak jauh, bayangan tidak focus dan jatuh di
depan retina.penglihatan akan jelas jika objek dijauhkan. Untuk proses
penglihatan pada penderita hyperopia digunakan kaca mata koreksi
dengan lensa positif.
3) Astigmatisme : penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan
ketidak beresan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola
mata sehingga bayangan benda, baik pada jarak dekat maupun jauh
tidak terfokus jatuh pada retina. Untuk membantu proses penglihatan
pada penderita astigmatisme digunakan kacamata koreksi dengan lensa
silindris.
a. Ciri-ciri Anak Tuna Netra
1) Buta Total
a) Fisik
Jika dilihat secara fisik, keadaan anak tuna netra tidak berbeda
dengan anak normal pada umumnya.yang menjadi perbedaan nyata
adalah pada organ tubuh penglihatannya meskipun terkadang anak
tuna netra yang terlihat seperti anak normal. Beberapa gejala buta
total yang dapat terlihat secara fisik adalah
a. Mata juling
b. Sering berkedip
c. Menyipitkan mata
d. Kelopak mata merah
e. Mata infeksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxvi
f. Gerakan mata tak beraturan dan cepat
g. Mata selalu berair (mengeluarkan air mata)
h. Pembengkaan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.
b) Prilaku
Anak tuna netra biasanya menunjukkan prilaku tertentu yang
cenderung berlebihan. Gangguan perilaku tersebut bias dilihat pada
tingkah laku anak semenjak dini adalah
a. Mengosok mata secara berlebihan
b. Menutup atau melindungi mata sebelah, memiringkan
kepala, atau mencondongkan kepala ke depan.
c. Sukar membaca atau dalam mengerjakan pekerjaan lain
yang sangat memerlukan penggunaan mata.
d. Berkedip lebih banyak daripada biasanya atau lekas merah
apabila mengerjakan suatu pekerjaan.
e. Membawa bukunya ke dekat mata.
f. Tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh.
g. Menyipitkan mata atau mengerutkan dahi.
h. Tidak tertarik merhatiannya pada objek penglihatan atau
pada tugas-tugas yang memerlukan penglihatan, seperti
gambar atau membaca.
i. Janggal dalam bermain yang memerlukan kerja sama tangan
dan mata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxvii
j. Menghindari dan tugas-tugas yang memerlukan penglihatan
atau memerlukan penglihatan jarak jauh.
k. Penjelasan lainya berdasarkan adanya beberapa keluhan
seperti mata gatal,panas, atau meras ingin mengaruk karena
gatal, banyak mengeluh tentang ketidakmampuan dalam
melihat, merasa pusing atau sakit kepala dan kabur atau
penglihatan ganda.
c) Psikis
Bukan hanya perilaku yang berlebihan saja yang menjadi cirri-ciri
anak tunanetra. Dalam mengembangkan kepribadian juga memiliki
hambatan. Ciri-ciri psikis anak tuna netra :
a. Perasaan mudah tersinggung yang dirasakan oleh tuna netra
disebabkan kurangnya rangsangan visual yang diterimanya
sehingga dia merasa emosional ketika seseorang
membicarakan hal-hal yang tidak bias dia lakukan. Selain
pengalaman kegagalan yang kerap dirasakannya juga
membuat emosinya semakin tidak stabil.
b. Mudah curiga, pada tunanetra rasa kecurigaannya melebihi
pada umumnya. Kadang memiliki rasa curiga kepada orang
yang ingin membantunya. Untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa curiganya, seseorang harus melakukan
pendekatan terlebih dahulu kepadanya agar mereka juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxviii
mengenal dan mengerti bahwa tidak senua orang jahat
terhadap mereka.
c. Ketergantungan yang berlebihan, anak tuna netra memeng
harus dibantu dalam melakukan suatu hal.namun tak perlu
semua kegiatan dibantu.
2) Low Vision.
a. Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat.
b. Hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar.
c. Mata tampak lain, terlihat putih ditengah mata (katarak) atau
kornea (bagian bening di depan mata) terlihat berkabut.
d. Terlihat tidak menatap lurus ke depan.
e. Memicingkan mata atau mengerutkan kening terutama dicahaya
terang atau saat mencoba melihat sesuatu.
f. Lebih sulit melihat pada malam hari daripada siang ahari.
g. Pernah menjalani operasi mata dan atau memakai kaca mata
yang sangat tebal, tetapi masih tidak dapat melihat dengan jelas.
b. Factor Penyebab Tunanetra.
Factor penyebab tunanetra adalah :
1). Pre-natal (dalam kandungan)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxix
Factor penyebab tunanetra pada pre-natal sangat erat kaitanya dengan
adanya riwayat dari orang tuanya atau adanya kelainan pada masa
kehamilan. Penyebab pre-natal adalah
a. Keturunan, pernikahan dengan sesame tunanetra dapat menghasilkan
anak dengan kekurangan yang sama yaitu tunanetra. Selain dari
pernikahan tunanetra, jika salah satu orang tua memiliki riwayat
tunanetra, juga akan mendapatkan anak tunanetra.keturunan akibat
factor keturunan antara lain Retinitis Pigmentosa yaitu penyakit pada
retina yang umumnya merupakan keturunan. Selain itu katarak juga
disebabkanoleh factor keturunan.
b. Pertumbuhan anak di dalam kandungan, disebabkan oleh :
a) Gangguan pada saat ibu masih hamil.
b) Adanya penyakit menahun, seperti TBC sehingga merusak sel-
sel darah tertentu selama pertumbuhan janin dalam kandungan.
c) Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena
rubella atau cacar air dapat menyebabkan kerusakan pada mata,
telinga, jantung dan system susunan saraf puat pada janin yang
sedang berkembang.
d) Infeksi karena penyakit kotor, texoplasmosis, trachoma, dan
tumor. Tumor dapat terjadi pada otak yang berhubungan dengan
indra penglihatan atau pada bola mata.
e) Kekurangan vitamin tertentu dapat menyebabkan gangguan pada
mata sehingga kehilangan fungsi penglihatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxx
2) Post-natal
Post-natal merupakan masa setelah bayi yang dilahirkan. Tunanetra bisa
terjadi pada masa :
a. Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan,
akibat benturan alat-alat atau benda keras.
b. Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe
sehingga baksil gonorrhone menular pada bayi, yang pada
akhirnya setelah bayi lahir mengalami sakit dan berakibat
hilangnya daya penglihatan.
c. Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan,
yaitu
a) Xeropthalmia yaitu penyakit mata karena kekurangan
vitamin A.
b) Trachoma yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon
trachomanis.
c) Cataract yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata
sehingga lensa mata menjadi keruh akibatnya terlihat dari
luar mata menjadi putih.
d) Glaucoma yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan
bola mata sehingga tekanan pada bola mata meningkat.
e) Diabetic Retinopathy yaitu gangguan pada retina yang
disebabkan oleh penyakit diabetes mellitus. Retina penuh
dengan pembuluh-pembuluh darah dan dapat dipengaruhi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxi
oleh kerusakan system sirkulasi sehingga merusak
penglihatan.
f) Macular Degeneration yaitu kondisi umum yang agak baik,
ketika daerah tengah retina secara beransur memburuk.
Anak dengan retina degenarasi masih memiliki penglihatan
perifer, tetapi kehilangan kemampuan untukmelihat secara
jelas objek-objek di btengah bidang penglihatan.
g) Retinopathy of prematurity, biasanya anak yang mengalami
ini karena lahirnya terlalu premature. Pada saat lahir bayi
masih memiliki potensi penglihatan yang normal. Bayi
yang premature biasanya ditempatkan pada incubator yang
berisi oksigen dengan kadar tinggi sehingga pada saat bayi
dikeluarkan dari incubator terjadi perubahan kadar oksigen
yang dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah
menjadi tidak normal dan meninggalkan semacam bekas
luka pada jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan
kerusakan pada selaput jala (retina) dan tunanetra total.
d. Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti
masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia yang
berbahaya, kecelakaan dari kendaraan dan lain-lain.
c. Pengaruh Lingkungan Sekolah Terhadap perkembangan Anak Tunanetra
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxii
Pengaruh lingkungan ikut berperan dalam tumbuh kembang kepribadian
dari anak berkebutuhan khusus. Lingkungan menjadi sarana utama untuk
membentu anak berkebutuhan khusus dalam bersosialisasi dengan orang
lain.lingkungan akan membantu untuk mengenal jati dirinya, belajar mengenal,
dan memahami apa yang terjai dalam dirinya meskipun sadar bahwa anak
tunanetra memiliki perbedaan dengan anak-anak normal lainnya.
Peran serta dalam menumbuhkan perkembangan anak tunanetra sangat
mendukung dalam mendapatkan pendidikan serta pengajaran yang layak. Peran
serta itu terdiri dari :
1). Peran Lingkungan Sekolah.
Lingkungan sekolah menjadi hal utama yang membuat anak merasa
nyaman untuk tetap berada didalam sekolah dan mengikuti kegiatan
belajar bersama dengan teman-teman. Suasana konduktif dapat
mendapat anak-anak berkebutuhan khusus dalam belajarnya merasa
nyaman. Lingkungan sekolah yang nyaman, bersahabat, memiliki
teman-teman yang bertoleransi tinggi, serta tenang berpengaruh
terhadap perilaku. Anak tunanetra memerlukan banyak perhatian dan
dukungan yang lebih khusus dan mengena kepada setiap anak secara
langsung dari banyak pihak.
2). Guru yang Bersahabat.
Seorang guru yang bersahabat kepada murid-muridnya dapat menjadi
“idola” bagi mereka. Dukungan seorang guru terhadap muridnya
sangat dibutuhkan, apalagi bagi anak-anak yang memiliki kebutuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxiii
khusus seperti tunanetra. Tidak hanya dalam bidang akademis tetapi
juga dalam masalah pribadi. Anak tunanetra yang merasa memiliki
perbedaan dari anak-anak lain akan memiliki perasaan yang sedikit
sensitive. Peran guru akan sangat membantu dalam perkembangan
emosi agar lebih terarah. Sebagai seorang guru yang menjadi sahabat
bagi anak-anak didiknya, membuat perasaan anak-anak menjadi baik
yang akan membuat perkembangan emosinya baik pula. Guru harus
dapat membuat diri menjadi yang mengerti kondisi anak-anak, menjadi
orang terdekat setelah orang tua dirumah dan menjadi pelindung serta
oaring yang paling mengerti anak didik.
3). Teman adalah Motivasi.
Adanya perasaan senasib dan sepenanggungan tentu akan membuat
anak menjadi ringan dalam menghadapi setiap persoalan yang dialami.
Perasaan pula yang akan membuat anak merasa ingin saling memiliki
satu sama lain.
5. Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi Belajar.
Prestasi belajar merupakan gabungan dari pengertian anrata prestasi dan
belajar. Menurut Winkel, W.S (1996: 162) bahwa “Prestasi adalah suatu bukti
keberhasilan yang telah dicapai”. Nana Sujana (1995: 3) menyatakan bahwa
“Prestasi adalah hasil yang dicapai seseorang setelah ia melakukan aktifitas
kegiatan”. Prestasi belajar dapat diartikan sebagai kemampuan penguasaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxiv
seseorang terhadap sejumlah pengetahuan dan ketrampilan, termasuk nilai
sikap yang dikembangkan oleh bidang mata diklat tertentu, yang diwujudkan
melalui nilai atau angka yang diberikan oleh guru.
Prestasi belajar merupakan hasil atau kecakapan yang dicapai seseorang
dalam waktu tertentu setelah yang bersangkutan melakukan proses kegiatan
belajar. Menurut Andy hakim masution dalam Utami Munandar (1982: 4)
dijelaskan bahwa; “ keberhasilan seseorang anak untuk mencapai prestasi yang
menonjol ditentukan oleh kemampuan inteleknya, tingkatan pengetahuan yang
dimilikinya, dan tingkat ketrampilan yang dikuasainya untuk menerapkan
pengetahuannya itu dalam pekerjaan”.
Prestasi belajar merupakan bukti keerhasilan yang diperoleh dengan tes
menurut Linn dan Grondlund (2000:29) mengatakan bahwa :
Assesment of student learning requires the use of number of
techniques for measuring achievement. But assessment is more than a
collection of techniques. It is a systematic prosess that plays a significant
role in effective teaching.
(Penilaian atas pelajaran siswa memerlukan penggunaan sejumlah teknik-
teknik untuk mengukur prestasi. Tetapi penilaian lebih dari suatu koleksi
teknik-teknik. Penilaian merupakan suatu proses sistematis yang memainkan
suatu peran penting di dalam pengajaran yang efektif).
Menurut Groundlund (1985: 6) menyatakan bahwa :
Evaluation is important to many fact of scool program. It
contributes directly to the teaching learning process used in classroom
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxv
instruction and to a number of school uses, each of which will be briefly
discussed.
(Penilaian merupakan suatu yang penting sebagai bentuk keberhasilan program
sekolah. Program tersebut member konstribusi pada proses belajar mengajar di
dalam kelas dan dapat digunakan oleh sekolah lain, dimana setiap pembahasan
akan didiskusikan).
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan
baik secara individu maupun kelompok.prestasi tidak akan pernah dihasilkan
apabila seseorang tidak melakukan kegiatan dan mencoba untuk berusaha
(Saiful Bahri Djamarah, 1994: 20). Belajar adalah suatu proses perubahan
individu melalui latihan dan hasil pengalaman berinteraksi dengan lingkungan
sehingga mendapatkan pengetahuan yang baru. Sedangkan belajar menurut
Hilgraf (dalam Wina Sanjaya, 2006: 112) dapat diuraikan proses perubahan
melalui kegitan atau prosedur latihan baik latihan didalam laboratorium
maupun dalam lingkungan alamiah.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar dapat
diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh siswa setelah siswa yang
bersangkutan melakukan kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara
individu maupun kelompok dalam penelitian secara nyata. Prestasi belajar
merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, kerena
kegitan belajar merupakan proses sedangkan prestasi belajar merupakan hasil
dari proses belajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxvi
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Siswa
Siswa yang telah mengalami pembelajaran diharapkan memiliki
pengetahuan dan ketrampilan baru serta perbaikan sikap sebagai hasil dari
pembelajaran yang telah dialami siswa. Proses mendapatkan hasil belajar
dipengaruhi oleh faktor dalam diri siswa yang belajar yang meliputi Iq.
Motivasi, minat, bakat, kesehatan dan faktor luar siswa yang belajar yang
meliputi guru pengajar, materi ajar, latihan, sarana kelengkapan belajar siswa,
tempat di sekolah atau dirumah serta lingkungan social sekolah.
Ivor K Davis (1973:153) “Good interpersonal relationships betweem staff dan
staff. staff and students, students and students should be encouraged and
nurtured, and student mus be treated in such a way that they develop a sense
of personal dignity, status and individual worth” (untuk memberikan motivasi
berprestasi kepada siswa agar berprestasi harus diciptakan adanya hubungan
pribadi yang baik antar pengajar, pengajar dengan siswa dan siswa dengan
siswa. sehingga dengan demikian siswa secara individual mampu
mengembangkan diri yang pada gilirannya mampu mencapai prestasi yang
tinggi).
Muhibin Syah (1995: 132) mengemukakan tiga faktor yang mempengaruhi
belajar siswa, yaitu 1) Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa). Yakni
keadaan/kondisi jasmani dan rohani, 2) faktor eksternal (faktor dari luar
siswa), yakni kondisi lingkungan disekitar siswa, 3) Faktor pendekatan belajar
(approach to learning) yakni jenis upaya belajar siswa meliputi strategi dan
metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxvii
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah Hasil belajar
yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri
siswa dan faktor dari luar diri siswa (Sudjana, 1989 : 39). Dari pendapat ini
faktor yang dimaksud adalah faktor dalam diri siswa perubahan kemampuan
yang dimilikinya seperti yang dikemukakan oleh Clark (1981 : 21)
menyatakan bahwa hasil belajar siswa disekolah 70 % dipengaruhi
oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian
juga faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan yang paling dominan berupa
kualitas pembelajaran (Sudjana, 2002 : 39). "Belajar adalah suatu perubahan
perilaku, akibat interaksi dengan lingkungannya" (Ali Muhammad, 2004 : 14).
Perubahan perilaku dalam proses belajar terjadi akibat dari interaksi dengan
lingkungan. Interaksi biasanya berlangsung secara sengaja. Dengan demikian
belajar dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri individu.
Sebaliknya apabila terjadi perubahan dalam diri individu maka belajar tidak
dikatakan berhasil.
Cara belajar siswa sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa tersebut,
dengan demikian faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa
yaitu faktor internal, faktor eksternal dan faktor pendekatan belajar.
Untukmendapatkan prestasi belajar yang optimal tergantung dari pengelolaan
faktor-faktor yang memepengaruhi. Apabila hampir semua faktor dapat
dimilkiki dan dapat dikelola dengan baik maka kelangsungan proses belajar
akan berjalan dengan optimal pula, dengan demikian dapat diharapkan prestasi
belajar sebagai hasil terakhir dari suatu kegiatan belajar lebih baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxviii
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas
pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang
dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif
(intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik). Dari
beberapa pendapat di atas, maka hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua
faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan
faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar
adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau
fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan,
pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek
kehidupa sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap
sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek
kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara
kuantitatif. Franken (1982:346) “That the need to achieve in humans is always
tempered by another fundamental need to avoid failure” (Bahwa kebutuhan
untuk berprestasi pada manusia selalu bertolak dari keutuhan dasar, kebutuhan
untuk menghindari kegagalan)
c. Evaluasi Hasil Belajar.
Penilaian atau evaluasi pembelajaran merupakan tahap penting dalam
kegiatan pembelajaran seperti yang dinyatakan Groundlund (1985:6) sebagai
berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxix
Evaluation is important to many facets of school program. If contributes
directly to the teaching learning process used in classroom instruction and
to a number of other school uses, each of which will be discussed.
(Penilaian merupakan sesuatu yang sangat paling bagi bentuk keberhasilan
program sekolah. Jika masukan yang terprogram dalam proses belajar
mengajar dapat di gunakan dalam pembelajaran kelas dan dapat digunakan
oleh sekolah lain, di mana setiap pembahasannya akan didiskusikan)
Sebagai alat penilaian hasil pencapaian tujuan dalam pengajaran evaluasi
harus dilakukan secara terus menerus. Evaluasi tidak hanya sekedar
menentukan angka keberhasilan belajar, tetapi yang lebih penting adalah
sebagai dasar umpan balik (feedback). Akifitas selama proses belajar mengajar
merupakan salah satu indicator adanya keinginan siswa untuk belajar.
Aktifitas siswa merupakan kegiatan atau prilaku yang terjadi selama proses
belajar mengajar. Kegitan-kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang
mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat
mengerjakan tugas-tugas, dapat menjawab pertanyaan guru dan bisa bekerja
sama dengan siswa lain, serta tanggungjawab terhadap tugas yang diberikan.
Untuk menilai seberapa jauh tujuan pembelajaran telah dikuasai oleh siswa
dapat digunakan tes. Tes adalah sederetan pertanyaan/latihan/alat lain yang
digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, integensi,
kemampuan/bakat yang dimiliki oleh individu/ kelompok. Prestasi belajar
dapat dilihat secara nyata dari hasil evaluasi setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran dapat berupa skor atau nilai setelah mengerjakan suatu tes. Tes
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxx
yang digunakan untuk menentukan prestasi belajar merupakan suatu alat untuk
mengukur aspek-aspek tertentu dari siswa misalnya pengetahuan, pemahaman
atau aplikasi suatu konsep.
Menurut pendapat Robert L.Linn & Norman E. Groundlund (2000: 14)
yang mengatakan bahwa :
At the end of a segment of instruction, our main interest is in measuring
the extent to which the intended learning outcomes and performance
standarts have been achieved. End of unit tests can be used for giving
feedback to student, encouraging, students to undertake more challenging
advanced work, assigning remedial work, and assessing instruction as
well as for grading purposes.
(pada akhir segmen pembelajaran, perhatian kita adalah untuk mengukur
seberapa jauh pembelajaran dan standar prestasi yang telah ditetapkan dapat
dicapai. Tes ini dapat memberikan gambaran secara nyata prestasi yang
dicapai oleh siswa, hasil tes dapat diberikan kepada siswa dengan harapan
untuk memberikan motivasi kepada siswa agar siswa memiliki kemauan untuk
meningkatkan prestasi belajarnya).
B. KERANGKA BERPIKIR
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, peneliti
ingin mengetahui bagaimana pelaksanaan model pembelajaran Inklusi untuk
meningkatkan hasil belajar siswa tunanetra (anak berkebutuhan khusus)
dilingkungan SMP Negeri 4 wonogiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxxi
Adanya peran guru, faktor masyarakar, sekolah dalam program
pendidikan inklusi bagi anak tuna netra melalui model pembelajaran inklusi
diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar yang baik dalam lingkungan
SMP negeri 4 Wonogiri. Kerangka berpikir diatas dapat digambarkan dengan
diagram sebagai berikut:
INPUT PROSES OUTPUT
Model Pembelajaran Inklusi
- Silabus - RPP
Pelaksanaan Proses
- Guru - Materi - Siswa - Sarana
prasarana - Model
Modifikasi Bahan Ajar
- lingkungan
Prestasi Belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxxii
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif karena jenis
penelitian ini akan lebih mampu mengungkapakan berbagai hal yang berkaitan
dengan permasalahan yang akan diteliti. menurut Bogdan dan Taylor ( dalam
moleong, 2001: 3) “ penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan prilaku yang dapat diamati”. Dengan pendekatan kualitatif dapat ditemukan
data yang tidak teramati dan terukur seperti sikap mental, kebiasaan, keyakinan
dan budaya yang dianut oleh seseorang atau kelompok dalam lingkungan tertentu.
Dalam penelitian kualitatif lebih banyak mempertanyakan bagaimana atau
mengapa, sebab proses terjadinya sesuatu lebih penting dan bermakna daripada
adanya sesuatu. Ada dua pertimbangan pokok mengapa penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif.
Pertama, model pelaksanaan pembelajaran inklusi melibatkan perilaku
manusia, dimana manusia hakekatnya dipengaruhi oleh latar belakang perilaku itu
sendiri, oleh karenanya penelitian harus dilaksanakan dengan latar belakang
alami.
Kedua, dalam mengkaji permasalahan yang ada kaitannya dengan manusia,
penelitian relative kesulitan dalam memahami kerangka dan ruang lingkup
manakala subyek penelitian meninterprestasikan pikirannya, perasaan dan
prilakunya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxxiii
Dalam pelaksanaan pembelajaran inklusi melibatkan individu-individu
sebagai pelaksana baik dari institusi sekolah maupun dunia industry. Peneliti
harus dating sendiri dan terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran yang
mendalam mengenai hal-hal itu lebih tepat menggunakan pendekatan kualitatif.
B. Tempat Dan Waktu Penelitaian
Penelitian ini akan dilakukan di SMP Negeri 4 Wonogiri dalam kelas
Inklusi Jl. Yudistira 16 Wonokarto Wonogiri. Pertimbangan peneliti memilih
SMP Negeri 4 Wonogiri adalah Pertama, SMP Negeri 4 Wonogiri merupakan
satu-satunya SMP di kabupaten wonogiri yang diberi kesempatan membuka
sekolah Inklusi. Kedua, SMP Negeri 4 Wonogiri di kelas Inklusi sudah
terakriditasi B dan memiliki gedung dan sarana prasarananya tersendiri.
Subjek penelitian adalah Siswa Tuna Runggu di SMP Negeri 4 Wonogiri
yang menjadi subjek penelitian adalah 6 orang siswa , yang terdiri dari kelas VII 2
orang siswa, kelas VIII 2 orang siswa dan kelas IX 2 orang siswa. Jadwal
penelitian memerlukan waktu 6 bulan mulai Januari 2011 samapi dengan Juni
2011
No RENCANA BULAN
Januari Pebruari Maret April Mei Juni
1 Persiapan
a. Perijinan √
b. Penentuan lokasi √
c. Survey awal √
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxxiv
d. Menyusun
proposal
√
e. Memilih pembantu
penelitian
√
2 Pelaksanaan
a. Pengumpulan data √
b. Coding data √
c. Analisa data
merumuskan
kesimpulan
√
3 Pelaporan
a. Penyusunan
laporan awal
√
b. Reviu laporan √
c. Perbaikan laporan √
d. Perbanyakan
laporan
√
Gambar I : Jadwal Kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxxv
C. Bentuk Penelitian
Sesuai dengan permasalahannya, penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif. Winarno Surahmad (1994: 48) berpendapat bahwa, “ penyelidikan
deskriptif adalah penyelidikan yang tertuju pada pemecahan masalah yang ada
pada masa sekarang”. Pendapat lain dikemukakan oleh M. Aslam Sumbudi
(1991:32) bahwa, “penelitian deskriptif adalah suatupenelitian yang bertujuan
untuk membuat gambaran (deskriptif) tentang suatu keadaan tertentu”.
Berdasarkan kedua pengertian tersebut diatas penelitian ini akan mendeskripsikan
tentang pelaksanaan model pembelajaran inklusi bagi siswa tuna netra dalam
rangka meningkatkan prestasi belajar siswa tunanetra di SMP Negeri 4 Wonogiri.
Ditinjau dari aspek yang diteliti, penelitian ini merupakan penelitian kasus
atau studi kasus. Winarno Surahmad (1994: 49) berpendapat bahwa “ studi kasus
merupakan jenis metode deskriptif yang memusatkan perhatian pada suatu kasus
secara intensif dan mendetail”. Subyek yang diteliti terdiri dari satu unit yang
dipandang sebagai kasus.
Alasan penggunaan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus
adalah :
a. Maslah yang diteliti merupakan masasalah yang ada pada masa
sekarang.
b. Penelitian ini bersifat memecahkan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan keadaan obyek penelitian pada masa sekarang
berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxxvi
c. Maslah yang diteliti merupakan masalah yang berhubungan dengan
kegiatan pelaksanaan model pembelajaran inklusi dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa tunanetra di SMP negari 4 Wonogiri.
D. Sumber Data.
Sumber data yang dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah :
1. Informan
Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah informan yang
benar-benar mengetahui tentang pelaksanaan model pembelajaran
inklusi di SMP Negeri 4 Wonogiri dan meningkatkan prestasi siswa
setelah melaksanakan model pembelajaran inklusi., yaitu bapak Eko
Sutanyo,S.Pd, M.Pd selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 4 Wonogiri,
Ibu Sri Sulasmi, S.Pd, M.Pd selaku koordinasi pembelajaran inklusi,
bapak Subur selaku bidang kesiswaan, bapak wardo selaku bidang
kurikulum dan bapak bambang Sutopo selaku guru pembimbing
khusus anak tunanetra dan mega selaku perwakilan siswa tuna netra.
Informasi tersebut bermanfaat untuk mengetahui pelaksanaan
model pembelajaran inklusi, kendala-kendala yang dihadapi serta
peningkatan prestasi belajar siswa tunanetra.
2. Peristiwa dan Lokasi.
Kegiatan penelitian kualitatif tidak lepas dari observasi yang akan
melibatkan tempat, pelaku dan peristiwa yang terjadi. Adanya
peristiwa, mengakibatkan penelittian dapat mengetahui proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxxvii
bagaimana sesuatu terjadi secara lebih pasti karena menyaksikan
sendiri secara langsung. Peristiwa yang dimanfaatkan dalam penelitian
ini adalah peristiwa yang berupa kegiatan pelaksanaan model
pembelajaran inklusi dalam meningkatkan prestasi belajar siswa
tunanetra. Peristiwa atau kegiatan yang akan diobservasikan adalah :
a. Proses model pembelajaran inklusi yang akan dilaksanakan di
SMP Negeri 4 Wonogiri.
b. Pelaksanaan proses belajar mengajar yang dilaksanakan di
kelas untuk melihat bagaimana, apakah guru sudah menerapkan
model pembelajaran model inklusi.
c. Kondisi kelas untuk melihat sarana dan prasarana yang
digunakan dalam mendukung pelaksanaan model pembelajaran
inklusi bagi siswa.
d. Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar.
e. Kegiatan siswa dalam mengikuti uji kompetensi yang
menghasilkan prestasi.
Lokasi yang berkaitan dengan sarana dan permaslahan penelitian
juga merupakan salah satu jenis sumber data yang bisa dimanfaatkan
oleh penelitian. Lokasi yang dijadikan sebagai tempat penelitian
adalah SMP Negeri 4 Wonogiri.
3. Dokumen
Dokumen merupakan sumber data tambahan, bukan hanya tertulis
saja, tetapi juga berupa rekaman, gambar atau benda yang ber kaitan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxxviii
dengan suatu aktifitas atau peristiwa tetentu. Dokumen yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain: rekama hasil wawancara,
data-data tentang pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
data-data penilaian/evaluasi pelaksanaan model pembelajaran inklusi,
data nilai ujian siswa untuk mata pelajara bahasa Indonesia dan
matematika, sebelum menggunakan model pembelajaran inklusi dan
data lain yang dapat memberikan keterangan tambahan tentang
pelaksanaan model pembelajaran inklusi dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa tunanetra di SMP Negeri 4 Wonogiri.
E. Teknik Sampling (Cuplikan)
Teknik pengambilan sampel merupakan suatu bentuk atau proses bagi
pemusatan atau pemilihan dalam penelitian yang mengarahkan pada seleksi
(Sutopo: 1996:67) dalam pendekatan kualitatif seleksi cuplikan tidak untuk
menggeneralisasikan statistic yang hanya mewakili populasinya, tetapi mengarah
pada generalisasi teoritis, sehingga sumber data yang digunakan tidak untuk
mewakili populasinya tetapi informasinya..
Cuplikan dalam penelitaian ini bersifat purposive sampling adalah salah
satu cara yang diambil peneliti untukmemastikan bahwa unsure tertentu
dimasukkan kedalam sampel. Teknik sampel semacam ini bersifat internal
sampling, karena sama sekali tidak mewakili populasi dalam arti jumlahnya.
Melainkan lebih mewakili informasinya (Sutopo: 1996: 55) dalam cuplikan yang
bersifat internal, cuplikan diambil untuk mewakili informasinya, dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxxix
kelengkapan dan kedalaman yang tidak sangat perlu ditentukan oleh jumlah
sumber datanya, karena jumlah informan yang kecil bisa saja menjelaskan
informasi tertentu secara lengkap dan benar. Kecenderungan peneliti untuk
memilih informan yang dianggap mengetahui/mewakili informasi dan masalah
secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap
(Sutopo, 1996:53).
Dalam penelitian ini informan yang dijadikan sampel adalah kepala
sekolah, ketua penyelenggara program inklusi, urusan kurikulum, perwakilan guru
mata pelajaran, guru khusus inklusi dan siswa.
F. Teknik Pengumpulan Data
Ada tiga teknikd yang digunakan untukmengumpulkan data dalam
penelitian ini yaitu:
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai
(interviewe) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (moleong,
2001: 135). Jenis wawancara yang dilakuakan dalam penelitian ini
adalah wawancara terbuka, artinya dalam proses wawancara responden
mengetahui bahwa ia sedang diwawancarai dan mengetahui apa
maksud itu. Teknik wawancara digunakan untuk mendapatkan data
tentang:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xc
a. Proses perencanaan kegiatan belajar mengajar di SMP Negeri 4
Wonogiri sebelum menggunakan model pembelajaran dan
setelah menggunakan model pembelajaran Inklusi.
b. Pelaksanaan evaluasi proses belajar mengajar di SMP Negeri 4
Wonogiri.
c. Respon siswa dalam menerima pembelajaran setelah menerima
model pembelajaran inklusi.
d. Peran siswa dalam proses belajar mengajar setelah
menggunakan model pembelajaran inklusi.
e. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan
model pembelajaran inklusi bagi siswa tunanetra di SMP
Negeri 4 Wonogiri.
f. Prestasi yang diraih siswa setelah menggunakan model
pembelajaran Inklusi.
Wawancara untuk mendpatkan data-data diatas dilakukan
dengan dasar peoman wawancara yang dapat dilihat pada lampiran
No.1
2. Pengamatan (Observasi)
Obswrvasi (dalam moleong, 2001: 117) memberikan definisi
pengamatan berperan serta yang diartikan sebagai penelitian yang
bercirikan interaksi social yang memekan waktu cukup lama antara
peneliti dan subyek dalam lingkungan subyek, dan berlaku tanpa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xci
gangguan. Penelitian melakukan observasi untuk mendapatkan data
dan gambaran tentang:
a. Proses belajar mengajar dikelas.
b. Implementasi model pembelajaran Inklusi dalam pembelajaran.
c. Sarana dan prasarana pendukung.
3. Analisis Dokumen.
Teknik ini digunakan untukmemperoleh data yang bersumber dari
arsip dan dokumen yang ada. Menurut moleong (2001: 161). Dokumen
ialah setiap bahan tertulis atau film. Peneliti menggunakan dokumen
dalam teknik pengumpulan data, karena dokumen merupakan sumber
yang stabil, selai itu dokumen juga bisa digunakan sebagai bukti untuk
suatu pengujian. Dokumen yang dicari peneliti dalam hal ini adalah:
a. Rencana Program Pembelajaran (RPP).
b. Silabus.
c. Standar ketuntasan Minimum (SKM).
d. Daftar Nilai ujian peserta didik tahun ajaran 2009/2010.
e. Daftar nilai ujian peserta didik tahun ajatan 2010/2011.
f. Proposal penyusunan model pembelajaran inklusi.
g. Daftar prestasi peserta didik setelah menggunakan model
pembelajaran Inklusi.
Mengenai rencana kerja, observasi dan dokumentasi secara
lengkap dapat di lihat pada lampiran No.2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xcii
G. Validitas Data.
Agar data dan informasi yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya, maka validitas data sangat diperlukan, H.B Sutopo (1996: 52)
mengemukakan, “Validitas merupakan jaminan bagi kesimpulan dan tafsir makna
penelitiannya”. Penelitian ini menggunakan Trianggulasi dan Revieu informasi
untuk menjamin validasi data.
1. Triangulasi
Dari empat macam teknik triangulasi yang ada yaitu sumber, metode,
penyelidikan dan teori (Lexy J. Meleong, 2001: 178), hanya akan
digunakan dua teknik yaitu:
a. Trianggulasi sumber.
Cara ini mengarahkan peneliti agar di dalam pengumpulan data, peneliti
menggunakan beragam sumber data yang tersedia. Artinya data yang
sama atau sejenis, akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari
beberapa sumber data yang berbeda. Hal ini penelitia tempuh dengan
jalan membandingkan data hasil pengamatan terhadap pelaksanaan
model pembelajaran inklusi dalam proses belajar mengajar dengan data
hasil wawancara dengan guru dan kepala sekolah.
b. Trianggulasi metode,
Yang dalam penelitian ini digunakan untuk pengumpulan data sejenis
dengan mengggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda yaitu:
1) Peneliti menggunakan metode pengumpulan data yang berupa
wawancara mengenai pelaksanaan model pembelajaran inklusi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xciii
hasilnya diuji dengan metode observasi terhadap pelaksanaan model
pembelajaran inklusi dilapangan secara langsung.
2) Peneliti menggunakan metode pengumpulan data yang berupa
analisis dokumen tentang pelaksanaan model pembelajaran inklusi
kemudian dicek kebenarannya melalui wawancara dengan
penyusunan model pembelajaran inklusi.
2. Informan Review.
Informan review merupakan suatau pengembangan validitas yang perlu
dilakukan dalam penelitian kualitatif. Pada penyusunan laporan, walupun
belum utuh perlu dikomunikasikan dengan informannya, khususnya yang
dipandang sebagai key person, yang dalam penelitian ini adalah bapak Eko
Sutanyo,S.pd, M.Pd. hal ini dilakuakn untuk mengetahui apakah laporan
yang telah disusun merupakan pernyataan atau deskripsi sajian yang bisa
disetujui.
H. Teknik Analisis Data.
Penelitain ini menggunakan teknik analisis model interaktif yang
prosesnya dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai
sumber yaitu wawancara, pengamatan, yang tertulis dalam catatan lapangan,
dokumen pribadi, dokumen resmi dan sebagainya. Setelah dibaca, dipelajari dan
ditelaah maka langkah selanjutnya mengadakan reduksi data yang dilakukan
dengan membuat abstraksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xciv
Untuk lebih jelasnya proses analisis dengan metode interaktif dapat
digambarkan sebagai berikut:
1 3
2 4
2
Gambar 2. Gambar tahapan Analisis data Model Interaktif
(sumber: Mattew B Miles & A.Michael Huberman (1992)
1) Pengumpulan Data
Langkah pengumpulan data ini sesuai dengan teknik pengumpulan data
yang telah diuraikan diatas, yang terdiri dari observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan selama data yang diperlukan
belum memadahi dan akan dihentikan apabila data-data yang diperlukan
telah memadahi dalam mengambil keputusan.
2) Reduksi data.
Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang
merupakan proses seleksi, memfokusan, penyerderhanaan dan abstraksi
data. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian.
Bahkan prosesnya diawali sebelum pelaksanaan pengumpulan data. Pada
waktu pengumpulan data berlangsung, reduksi data dilakukan dengan
Pengumpulan data Penyajian data
Reduksi data Penarikan kesimpulan / verifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xcv
membuat ringkasan dari catatan data yang diperoleh di lapangan. Dalam
menyususn ringkasan tersebut, peneliti juga membuat coding,
memutuskan tema, menentukan batasan-batasn permasalahan dan juga
menulis memo. Proses reduksi ini berlangsung terus sampai laporan akhir
penelitian selesai disusun.
3) Penyajian Data.
Proses analisis data selanjutnya,inti dari penyajian data ini adalah
pengorganisir informasi secara sistematis untuk memepermudah penelitian
dalam menggabungkan dan merangkai keterkaitan antara data dalam
menyusun penggambaran proses dan fenomena yang ada dalam obyek
penelitian. Untuk mempermudah penyajian data ini digunakan
pengelompokan data, jaringan kerja keberkaitan kegiatan laporan.
Kesemuannya dirancang guna merakit informasi secra teratur dan akhirnya
peneliti dapat melihat fenomena itu dihubungkan dengan teori yang
relevan.
4) Menarik Kesimpulan.
Merupakan analisis rangkaian pengolahan data yang berupa gejala kasus
yang terdapat di lapangan.penyusunan catatan, pola dan arahan sebab
akibat dilakukan secara teratur. Artinya kesimpulan akhir yang ditulis
merupakan rangkian keadaan dari yang belum jelas kemudian meningkat
sampai pada pernyataan yang telah memiliki landasan yang kuat dari
proses analisis terhadap fenomena yang ada. Disamping itu dalam
penarikan kesimpulan penelitia juga mendiskusikan permasalahan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xcvi
pihak-pihak yang relevan yang akhirnya terjadi sebuah kesepakatan
kesimpulan.
I. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian merupakan tahapan-tahapan yang ditempuh dalam
penelitian awal sampai akhir. Kegiatan ini dimulai sejak pembuatan proposal
penelitian, mengurus perijinan, pelaksanaan penelitian di lapangan, analisis data
dan pembuatan laporan serta penggandaan laporan. Kegiatan analisis data dimulai
dengan analisis awal, dilanjutkan analisis data akhir dan penarikan kesimpulan.
Tahap tahap penelitian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan Penelitian
Kegiatan adalah merencanakan segala sesuatu yang berhubungan
dengan pelaksanaan penelitian. Dari mulai pengajuan judul, pembuatan
proposal penelitian dan mengurus ijin untuk mempelancar jalannya
penelitian.
b. Tahap Pengumpulan Data.
Setelah semua persipan penelitian sudah cukup, kemudian penelitian
terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data yang akan mendukung
tujuan penelitian. Dalam melaksanakan pengumpulan data ini peneliti
menggunakan tiga teknik pengumpulan data, yaitu: (1) wawancara. (2)
pengamata, (3) dokumentasi. Ketiga teknik tersebut digunakan untuk
saling melengkapi satu dengan yang lainnya sehingga data yang
dikumpulkan benar-benar valid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xcvii
c. Tahap Analisis Data Awal.
Analisis data awal dilakukan untuk mengetahui apakah data yang telah
dikumpulkan tersebut sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga akan
dapat diketahui mana yang diperlukan dan tidak diperlukan.hal ini
dilakukan agar data yang sangat diperlukan dapat terpisah dari data
yang tidak berguna.
d. Tahap Analisis data Akhir
Data yang dianalisis dalam tahap ini adalah seluruh data yang
diperoleh dalam pengumpulan data dan merupakan data yang sangat
mendukung tujuan penelitian. Karena data ini sudah dianalisis awal,
maka merupakan data yang valid, setelah tahap analisis data selesai
maka dapat ditarik kesimpulan tentang permasalahan yang sudah
diteliti.
e. Tahap Penarikan Kesimpulan.
Setelah semua data dianalisis dengan teknik analisis yang sesuai
dengan penelitian kualitatif, tahap selanjutnya adalah menarik
kesimpulan/ verifikasi dari apa yang dihasilkan dalam analisis data
tersebut.
f. Tahap Penulisan dan penggandaan laporan
Semua kegiatan yang berhubungan dengan penelitian dan hasil yang
dicapai ditulis dan dilaporkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan
dan bentuk laporan harus sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xcviii
Mengenai tahap pertama yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah
selama enam bulan. Tahap pertama memakan waktu dua bulan, tahap kedua,
ketiga dan ke empat memakan waktu tiga bulan dan yang tahap ke lima memakan
waktu satu bulan. Untuk lebih jelasnya, prosedur penelitian ini dapat digambarkan
dengan bagan sebagai berikut:
Gambar : Prosedur Penelitian
Persiapan Pengumpulan Data
Analisa Akhir
Diskusi
Refleksi dan Analisa Awal
Simpulan
Penulisan Laporan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xcix
BAB IV
LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi penelitian
1. Sejarah berdirinya SMP Negeri 4 wonogiri
SMP Negeri 4 Wonogiri merupakan salah satu sekolah peralihan atau
transisi dari Sekolah Menengah Kejuruan (Sekolah Teknik Negeri 2 Wonogiri).
STN 2 merupakan perubahan dari SKN (Sekolah Kejuruan Negeri) yang berdiri
mulai lahun 1959. Pada saat itu SKN yang dipimpin oleh Bp. Supardjo,
mempunyai dua jurusan yaitu jurusan bangunan dan jurusan besi. Satu tahun
berikutnya SKN berganti nama menjadi STP (Sekolah Teknik Pertama) dengan
kepala sekolah Mulyono Hendra Saputro. Setelah berjalan 2 tahun STP) beruhah
status meniadi STN 2 (Sekolah Teknik Negeri 2). Sedangkan yang menjabat
Kepala Sekolah adalah Suharto, B.A.
Sejalan dengan perkembangan pendidikan, yang disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat, lulusan sekolah kejuruan yang setingkat SMP dianggap
belum memadai untuk diterjunkan dalam dunia kerja. Karena itu sekolah-sekolah
kejuruan sedikit demi sedikit mulai dialihkan fungsinya menjadi sekolah umum
tingkat pertama. Mengingat sarana peendidikan di STN 2 ini juga belum memadai
maka pada tahun 1976 STN 2 diubah menjadi SMP Transisi 4 Wonogiri yang
masih dipimpin Suharto,B.A. Sehingga jenjang pendidikan saat itu kelas 1 adalah
siswa SMP T 4 sedangkan kelas 2 dan 3 siswa STN 2. Selang dua tahun
berikutnya siswa STN 2 sudah lulus maka SMP T 4 Wonogiri secara keseluruhan
mernpunyai siswa SMP yang terdiri dari kelas 1 = 3 kelas, kelas 2 = 4 kelas dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c
kelas 3 = 3 Kelas. Selama kurun waktu 3,5 tahun ini sudah ada pergantian
pimpinan, yaitu Suharto,B.A mutasi ke Solo diganti Suhardi,B.A.
Perubahan status dari SMP T ke SMP Negeri 4 disahkan dengan SK
Menteri P&K Nomor. 008/1.03/H.79 tanggal 31 Maret 1979. Dalam SK tersebut
ditetapkan pemilihan tugas dan wewenang dari Kepala Bidang Pendidikan
Menengah Kejuruan kepada Kepala Bidang Pendidikan Menengah Umum dan
diintegrasikan ke SMP yang disempurnakan di lingkungan Kantor Wilayah
Departemen P dan K Propinsi Jawa Tengah. Sesuaii dengan SK tersebut maka
secara resmi sejak tanggal 31 Maret 1979 dijadikan sejarah lahirnya SMP Negeri
4 Wonogiri. Pada waktu itu SMP N 4 berlokasi di Sanggrahan Wonogiri (
belakang gedung DPR ). Dengan lokasi yang sempit dan terlalu ramai jelas kurang
memenuhi syarat untuk pengembangan sarana sekolah. Karena itu dengan
berbagai pendekatan dan kerja keras semua tenaga kependidikan di SMP N 4
Wonogiri ber.sama dengan BP3, akhirnya diperoleh lokasi baru di kelurahan
Perluasan kota yang sekarang dikenal dengan narna Kelurahan Wonokarto. Lokasi
baru ini cukup luas tetapi tanahnya rnasih labil dan belum rata. Tidak
mengherankan kalau pembangunan gedung sekolah ini agak tersendat-sendat.
akhirnya tahun 1981 bantuan UGB pun turun, kemudian dibangunlah ruang kelas
sebanyak 9 ruang, 1 ruang laborat, l ruang ketrampilan, l ruang perpustakaan, 1
ruang guru, 1 ruang kepala sekolah, l ruang tata usaha, 1 ruang ganti, kamar
mandi dan WC siswa dan guru. Bangunan gedung baru ditanibah bangunan lama
lewat bantuan BP3 sebanyak 12 ruang kelas. Selanjutnya mulai tahun 1982 SMP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ci
N 4 Wonogiri pindah dari gedung lama ke gedung baru di Wonokarto hingga
sekarang.
2. Lokasi SMP Negeri 4 Wonogiri
Sekolah menengah pertama (SMP) negeri 4 Wonogiri oleh peneliti dipilih
sebagai lokasi penelitian karena memliliki banyak hal yang menarik untuk diteliti.
selain karena merupakan sekolah rintisan inklusi satu-satunya sekolah tingkat
menengah pertama yang ada di kabupaten wonogiri. Sekolah ini terletak sangat
strategis yaitu di kota Wonogiri di Jln Yudistira. xiv, Wonokarto, Wonogiri tlp.
0273- 321240. Walaupun terletak dipinggir hutan namun keadaannya
diperhitungkan oleh masyarakat,hal ini dapat diketahui dari: (1) Animo
masyarakat untuk menyekolahkan putra-putrinya di SMP Negeri 4 Wonogiri
setiap tahunnya mengalami peningkatan. (2) dukungan masyarakat yang cukup
antusias tercermin dalam musyawarah komite sekolah.
3. Kondisi SMP Negeri 4 Wonogiri
Upaya untuk meningkatkan mutu sekolah, khususnya yang menyangkut
bidang akademis, telah dilaksanakan baik melalui intensifikasi maupun melalui
ekstenfikasi kegiatan pembelajaran. Walaupun begitu guru senantiasa dituntut
untuk selalu melakukan inovasi pembelajaran dan sekolah tentunya
mengupayakan sarana pendukung seperti media, ruang , selaras ( untuk siswa
yang memakai korsi roda ) dan alat-alat pembelajaran .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cii
Visi SMP N 4 Wonogiri “Berbudi Pekerti Luhur, dan Berjiwa Seni“
dengan indicator sebagai berikut: beriman dan berraqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, Berbudi pekerti yang luhur serta memiliki disiplin yang tinggi,
melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang baik mengarah terciptanya prestasi
yang terus meningkat, terwujudnya sumberdaya manusia secara personal yang
berkualitas, terwujudnya komponen sekolah yang sehat jasmani dan rohani
melalui olah raga, berkembangnya kelompok kesenian yang berakar pada budaya
seni masyarakat setempat.
Misi sekolah yaitu melaksanakan pendidikan budi pekerti yang dilandasi
Iman dan Taqwa melalui peribadatan, serta pembinaan keagamaan, melaksanakan
pendidikan dan pembinaan kedisplinan warga sekolah dengan pembinaan tertib
waktu, tertib administrasi, serta menghargai tugas masing-masing, mewujudkan
lingkungan yang nyaman dan kondusif untuk mendukung peningkatan mutu
pendidikan, melibatkan seluruh komponen sekolah pada setiap kegiatan denhan
pendekatan kemanusiaan, menenamkan rasa ikut memilkiki, ikut berprestasi,
sehingga terwujud manusia berkualitas, terbentunya tim yang tangguh dan
berprestasi, berkreatif dibidang seni yang berakar pada budaya daerah setempat.
Tujuan sekolah mengingatkan visi merupakan tujuan jangka panjang maka
tujuan yang akan dicapai selama lima tahun mendatang adalah: mampu
mewujudkan seluruh komponen penyelenggaraan pendidikan yang beriman dan
bertaqwa serta berakhlaq mulia, menghasilkan perangkat kurikulum yang lengkap
dan berwawasan kedepan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan,
menghasilkan penyelenggaraan kegiatan pembelajaran yang kondusif, efektif dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ciii
konstruktif. Pencapaian standar manajemen pengelolaan sekolah yang baik dan
bermutu, pencapaian hasil-hasil dibidang akademis dan non akademis secara
optimal, memiliki kelompok kesenian daerah maupun nasional sebagai kreatifitas
dibidang seni.
SMP Negeri 4 Wonogiri memiliki cukup fasilitas yang memadahi, anatara
lain sebagai berikut: lahan dan gedung yang asri nyaman dan bersih, lapangan
upacara, lapangan olah raga dan lapangan basket yang standar, perpustakaan
dengan fasilitas dan jumlah buku yang beragam,pembuatan taman disetiap dengan
kelas cukup cantik,musola, tempat wudku dan WC yang lancer dan melimpah air.
Ruang karawitan yang representif dan laborat computer, IPA serta Bahasa yang
nyaman dengan laborat yang selalu stanbay di tempat.
Dengan banyaknya kegiatan dan prestasi yang dicapai oleh SMP Negeri 4
Wonogiri diantaranya: Juara I senam tingkat kabupaten, Juara I silat beregu
tingkat kabupaten,Juara 2 lempar lembing perorangan tingkat kabupaten, juara 2
Volly ball tingkat kabupaten, Juara 3 perorangan siswa teladan tingkat kabupaten,
Juara harapan I Sinopsisi perorangan tingkat Nasional, Juara I perorangan
Sinopsis tingkat jawa Tengah, Juara 2 lomba marcing band tingakt kabupaten.
Minat anak usia sekolah untuk melanjutkan di SMP Negeri 4 Wonogiri semakin
bertambah.
SMP Negeri 4 Wonogiri melalui beberapa kali pergantian kepemimpinan
kepala sekolah,untuk kurun waktu 10 tahun terakhir mengalami kemajuan pesat.
Priode sekarang melalui kepemimpinan sekarang telah member warna tersendiri.
Semangat, dedikasi inovasi, transpotasi dan profisionalisasi senantiasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
civ
didengungkan dan ditanamkan pada warga sekolah. Dukungan guru-guru dengan
berbasis sarjana 98%,yang loyal, siap melakukan pembeharuan dan menerapan
KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan) secara mantap. Kegitan worksop dan
mengandung nara sumber serta stadi banding telah ditempuh agar KTSP di SMP
Negeri 4 tidak setengah hati atau mengambang. Melalui kepemimpinan yang
demokratis, sejuk, asah, asih dan asuh dengan para guru yang memiliki semangat
pengabdian tinggi, kerja keras, terjalin hubungan harmonis antara warga
sekolah,maka SMP Negeri 4 Wonogiri dapat lenggang meraih prestasi.
4. Stuktur Organisasi
Struktur organisasi akan mampu melaksanakan tugas pokok fungsi secara
efektif dan efisien, dan untuk itu semua dibutuhkan sebuah stuktur organisasi.
Demikian halnya dengan SMP Negeri 4 Wonogiri terdapat struktur organisasi
yang di lengkapi dengan tanggung jawab, wewenang dan tugas dari masing-
masing personil yang ada dalam struktur tersebut. Berikut ini tugas dari masing-
masing personil dalam struktur organisasi tersebut sesuai pedoman mutu SMP
Negeri 4 Wonogiri:
a. Kepala sekolah
Rumusan tugas:
Menyusun dan melaksanakan program kerja, mengaragkan, membina,
mengawasi, memimpin serta mengorganisasikan pelaksanaan tugas di
bidang administrasi dan keunagan sekolah, ketenagan, kesiswaan,
hubungan kerjasama dengan sekolah lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cv
b. Wakil Kepala Sekolah Urusan Kurikulum.
Rumusan Tugas:
Membantu kepala sekolah dalam pelaksanaan kegiatan kurikulum
dengan segala aspeknya.
c. Wakil Kepala Sekolah Urusan kesiswaan.
Rumusan Tugas:
Membantu kepala sekolah dan urusan kesiswaan, yaitu dalam
menyusun program kerja pembinaan kesiswaan, 7K, kegiatan luar
sekolah dan mengkoordinir pelaksanaannya.
d. Wakil kepala sekolah Urusan Sarana dan Prasarana.
Rumusan Tugas:
Membantu kepala sekolah dalam pelaksanaan tugas hubungan industry
meliputi menyusun dan melaksanakn program kerja mengarahkan,
membina, memimpin serta mengkoordinasikan pelaksanaan pengadaan
invertarisasi, pemeliharaan, perbaikan, pengawasan, pengadaan serta
evaluasi sarana dan prasarana.
e. Kepala Tata Usaha.
Rumusan Tugas:
Memimpin pelaksanaan urusan tata usaha, perlengkapan pendidikan
dan rumah tangga sekolah.
f. Bimbingan Penyuluhan.
Rumusan Tugas:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cvi
Membantu kepala sekolah dalam penyusunan, pelaksanaan, rencana,
dan program kerja bimbingan penyuluhan bagi siswa di sekolah.
g. Perpustakaan.
Rumusan Tugas:
Merencanakan, mengelola, dan mengembangkan perpustakaan
sekolah.
h. Wali kelas.
Rumusan Tugas:
Membantu siswa, guru BP, bendaharawan sekolah dalam memecahkan
masalah yang dihadapi siswa, memahami perilaku siswa dan membina
hubungan baik dengan orang tua siswa, serta melaksanakan tugas yang
menjadi kewajibannya.
i. Guru.
Rumusan Tugas:
Memberikan pendidikan dan pelatihan teori dan praktek kepada siswa
dan melaksanakan tugas teknik kependidikan yang dibebankan oleh
kepala sekolah.
5. Pembelajarn Inklusi Di SMP Negeri 4 Wonogiri
Pelaksanaan pembelajaran inklusi sama dengan pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar dikelas umum. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
hendaknya disesuaikan dengan model penempatan siswa yang berkebutuhan
khusus. Unsure pelaksanan yang terlibat dalam pelaksanaan pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cvii
pendidikan inklusi adalah guru umum dengan guru pendidikan khussu (GPK) atau
guru sekolah luar biasan
Pembelajaran sekolah inklusi di SMP Negeri 4 Wonogiri telah berdiri
sejak tahun 2007, dan merupakan satu-satunya sekolah rintisan inklusi SMP di
kabupaten Wonogiri. Rintisan SMP Inklusi adalah SMP Negeri/Swasta Reguler
yang dipersiapkan untuk melayani pendidikan khusus bagi siswa berkebutuhan
khusus dengan gangguan penglihatan, pendengaran, dan fisik serta siswa dengan
kesulitan belajar. Sekolah Rintisan Inklusi dikelola mandiri oleh pengelola yang
diberi tugas kepala sekolah dengan manajemen terpisah di luar manajemen
sekolah reguler. Sekolah Rintisan Inklusi dipersiapkan untuk memberi layanan
khusus pada siswa yang memerlukan bimbingan pada anak yang mempunyai
kesulitan belajar atau anak yang mempunyai kebutuhan khusus (ABK).
B. Temuan Penelitian
1. Pelaksanaan Pembelajaran Model Bahan Ajar Pendidikan Inklusi Siswa
Tunanetra Di SMP Negeri 4 Wonogiri.
Setelah mengadakan pencatatan dokumen, pengamatan dan wawancara di
lokasi penelitian dari bulan April 2011 sampai dengan mei 2011 peneliti telah
memperoleh data dan temuan-temuan yang relevansinya dengan pelaksanaan
pembelajaran model modifikasi bahan ajar pada sekolah inklusi di SMP Negeri 4
Wonogiri meliputi (1) Pelaksanaan model pembelajaran inklusi di SMP Negeri 4
Wonogiri, (2) Struktur kurikulum pendidikan khusus, (3) Bentuk proses belajar
mengajar, (4) jenis dan peran materi pembelajaran dalam proses belajar mengajar,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cviii
(5) Peran guru dan siswa dalam proses belajar mengajar, (6) Prestasi siswa SMP
Negeri 4 Wonogiri sebagai sekolah rintisan inklusi.
a. Pelaksanaan Model Pembelajaran Inklusi Di SMP Negeri 4 Wonogiri
Tahap pelaksanaan model pembelajaran inklusi khusus tunanetra dimulai
dari proses sosialisai di SMP di Tingkat Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri
dan Provinsi Jawa Tengah. Kemudian di tingkat sekolah oleh semua guru inklusi
SMP Negeri 4 Wonogiri dilanjutkan dengan pembentukan proposal penyusunan
kurikulum satuan pendidikan khusus inklusi di SMP Negeri 4 Wonogiri. hal ini
juga berdasarkan kepada wawancara dengan wakil kepala sekolah inklusi Bidang
Kurikulum:
“….Ya, model modifikasi bahan ajar digunakan khusus untuk anak berkebutuhan khusus tunanetra, yang mana untuk memudahkan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Model modifikasi ini adalah bahan ajar yang menggunakan prinsip media dengan cara diraba dan di sentuh oleh peserta didik supaya dapat memudahkan penangkapan dalam proses pembelajaran”. (CL. 03)
Deskripsi tentang landasan hukum, tujuan, prinsip pengembangan, prinsip
pelaksanaan, acuan model pembelajaran inklusi dijelaskan berdasarkan kurikulum
pembelajaran inklusi di SMP Negeri 4 Wonogiri.
1) Landasan Hukum
a) UUD 1945 pasal 31:
(a) Setiap warga Negara berhak untuk memperoleh pendidikan.
(b) Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya.
b) UUD No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cix
c) UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional.
Pasal 3: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi anak didik
agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Than Yang Maha
Esa, berahklak mulya, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
d) PP No. 19 tahun 2005 tentang Standart Nasional Pendidikan.
e) Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 380/C.66/MN/2003.20
Januari 2003 perihal Pendidikan Inklusi: menyelenggarakan dan
mengembangkan di setiap kabupaten sekurang-kurangnya 4 sekolah: SD,
SMP, SMA dan SMK.
f) Deklarasi Nasional Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif 8-14 Agustus
2004 di Bandung.
2) Tujun :
a) Secara teoritis penyusunan buku model-model pengembangan/modifikasi
bahan ajar pendidikan inklusif ini bertujuan memberikan kerangka acuan
untuk dijasikan rujukan menentukan bahan ajar yang lebih sesuai dengan
layanan pendidikan inklusif.
b) Secara praktis penyusunan buku model-model pengembangan/modifikasi
bahan ajar pendidikan inklusif bertujuan untuk memberi model modifikasi
bahan ajar pendidikan inklusi kepada guru, pelaksana pendidikan di
lapangan mengingat selama ini bahan ajar yang bersumber dari kurikulum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cx
dipersiapkan untuk sekolah regular belum dirumuskan secara khusus
peruntukannya bagi anak yang berkebutuhan khusus.
Menurut para guru, tujuan model modifikasi bahan ajar yang diterapkan
di SMP Negeri 4 Wonogiri sebagai sekolah rintisan inklusi adalah agar siswa
mau dan mampu menerima materi dalam kondisi belajar yang berbeda latar
belakang fisik, social, intelektual,emosional maupun sensoris, yang terjadi
dalam kegiatan dilingkungan sekolah,maupun dalam kelompok belajar tutor
sebaya. Kemauan dan kemampuan tersebut tercermin dalam mengemukakan
pendapat dengan penuh percaya diri tanpa rasa takut maupun minder atau
rendah diri. Seperti yang dikatakan oleh salah seorang guru bidang stadi:
“Dengan model pembelajaran modifikasi bahan ajar siswa lebih berani menyampaikan pendapatnya dengan percaya diri baik sambil duduk maupun didalam kelas maupun diluar sekolah karena terbiasa bekerja sama dan belajar bersama antara siswa regular dan siswa berkebutuhan khusus” (CL.05)
Dalam kaitanya dengan pembelajaran model modifikasi bahan ajar, kepala
sekolah , memberikan keterangan sebagai berikut:
“Ya karena disini siswa inklusi sangat heterogen tingkat perbedaannya maka dengan memberi media yang berbeda dalam pembelajaran di kelas maka siswa menganggap dirinya tidak merasa dibedakan dengan teman-teman regular”( CL.01)
3) Prinsip Pengembangan Kurikulum.
Model Modefikasi Bahan Ajar pendidikan inklusi SMP negeri 4 Wonogiri
di kembangkan sekolah dan komite sekolah berpedoman pada SI (Standart Isi)
dan SKL (Standar kelulusan), panduan penyusunan kurikulum yang dibuat BSNP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxi
di bawah koordinasi Dinas pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah.
Berdasarkan model modifikasi Bahan Ajar pendidikan inklusi di SMP Negeri 4
Wonogiri, pengembangan model pembelajaran didasarkan pada prinsip-prinsip
sebagai berikut:
a) Berpusat pada potensi, perkembangan kebutuhan dan kepentingan
peserta didik dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip peserta didik memiliki
posisi sentral untuk mengembangkan potensinya agar menjadi manusia
beriman, bertaqwa, kepada Tuhan Yang maha Esa.
b) Beragam dan Terpadu.
Kurikulum dikembangkan dengan memperlihatkan karakteristik peserta
didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa
membedakan agama, suku, budaya, dan adai istiadat, serta status sosial
ekonomi dan gender.
c) Tanggapan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni.
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu
semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti
dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxii
d) Relevan dengan kebutuhan hidup.
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku
kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevebsi pendidikan dengan
kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan,
dunia usaha dan dunia kerja.
e) Menyeluruh dan berkesinambungan.
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang
kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajiakn
secara berkesinambungan antara jenjang pendidikan.
f) Belajar sepanjang hayat.
Kurikulum diarahkan pada proses pengembangan, pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
g) Seimbang antara kepentingan nasional dan daerah.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional
dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
4) Prinsip Pelaksanaan Kurikulum.
Berdasarkan model modifikasi bahan ajar pendidikan inklusi SMP Negeri
4 Wonogiri, pelaksanaan model pembelajaran mengunakan prinsip-prinsip;
a) Didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk
menguasai kompetensi yang berguna bagi didrinya.peserta didik akan
diberi pelayanan pendidikan yang bermutu kesempatan untuk
mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis, dan menyenangkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxiii
b) Dengan menegakkan kelima pilar belajar,yaitu:
(a) Belajar beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
(b) Belajar untuk mampu memahami dan menghayati.
(c) Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif.
(d) Belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain.
(e) Belajar membangun dan menemukan jati diri melalui
pembelajaran yang efektif, selektif, inovatif, kreatif dan
meyenengkan.
c) Memungkinkan peserta didik mendapatkan pelayanan yang bersifat
perbaikan, pengayakan, dan percepatan sesuai dengan potensi tahap
perkembangan dan kondisi peserta didik.
d) Dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang
saling menerima dan menghargai, akrab, dan terbuka.
e) Dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multi strategis dan multi
media sumber belajar dan teknologi.
f) Dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial, dan budaya
serta kekayaan daerah.
g) Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata
pelajaran, muatan lokal, pengembangan diri diselenggarakan dalam
keseimbangan, keterkaitan, kesinamnungan yang cocok dan memadahi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxiv
5) Unsur Pelaksanaan Model Modifikasi Bahan Ajar Pendidikan Inklusi.
Pelaksanaan pembelajaran inklusif sama dengan pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar di kelas umum. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
disesuaikan dengan model penempatan siswa yang berkebutuhan khusus. Unsur
pelaksanaan yang terlibat dalam pelaksanaan pembelajaran dalam pendidikan
inklusif adalah guru umum dengan guru pendidikan khusus (GPK) atau guru luar
biasa. Guru umum membutuhkan rekan kerja untuk membuat program dan
berperan untuk memberikan dukungan dalam tim guru dalam arti mendiskusikan
pada komite sekolah yang terdiri dari orang tua, tokoh masyarakat, tenaga medis
dan tenaga ahli yang terkait.
Untuk mencapai tujuan tersebut para guru yang tergabung dalam tim
sesuai jadwal pelaksanaan pembelajaran yang telah ditentukan oleh sekolah, maka
kemudian tim menyusun materi atau mendesain rangkaian kegiatan belajar
mengajar dalam bentuk kolaborasi antara mata pelajaran yang mempunyai
kesamaan dengan menyesuaikan model modifikasi bahan ajar yang akan
disajikan, sebagaimana dikatakan oleh wakil kepala sekolah bidng kurikulum,:
“ Ya dalam penentuan tema pembelajaran dibentuk tim yang terdiri dari wakil kepala sekolah, urusan kurikulum, dan perwakilan guru mata pelajaran serta guru khusus inklusi” ( CL. 03 )
Adapun mata pelajaran yang dipadukan atau dikolaborasikan model
pembelajarannya, utamanya yang banyak unsur, analisisnya, dan ingatan.
Sehingga akan membantu siswa dalam memahami dan mengingat terutama siswa
berkebutuhan khusus atau tidak semua mata pelajaran dikolaborasikan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxv
satu media/model pembelajaran, seperti yang dikatakan salah satu guru bidang
stadi:
“Ya mata pelajaran yang dipadukan diantaranya: matematika,IPA, bahasa, agama dan PPkn” ( CL. 05)
Lebih lanjut diagramnya sebagai berikut:
Selain Unsur-unsur diatas terdapat juga unsur yang lain untuk mendukung
dalam pembelajaran inklusif adalah:
1) Perangkat lunak:
a) Rencana Program Pengajaran (RPP).
b) Pengembangan kurikulum.
c) Penyususnan Program pembelajaran.
d) Pelaksanaan pembelajran.
Model Modifikasi Bahan Ajar
Wakil Kepala Sekolah
Urusan Kurikulum
Perwakilan Guru mapel
Perwakilan Guru Mapel
Perwakilan Guru Mapel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxvi
e) Pengendalian program pembelajaran.
f) Penilaian program pembelajaran.
g) Perangkat kelas: jam kedatangan, kartu soal, pohon nilai, kantong ilmu,
papan baca Braille, alat tulis Braille.
2) Perangkat keras.
a) Gedung: ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang kelas yang difasilitasi
dengan sarana aksessibilitas sesuai dengan kebutuhan siswa.
b) Mebeler: meja, kursi, lemari, papan tulis. Papan kartu, papan pajangan,
cermin. Dan perangkat lain yang sesuai dengan kebutuhan siswa.
c) Computer, computer dengan software Braille, scanner, CCTV, radio
sekolah, tape recorder.
d) Fasilitas ruang sumber dan laboratorium.
e) Fasilitas ruang perpustakaan.
b. Struktur Kurikulum Pendidikan Khusus.
Struktur kurikulum pendidikan inklusi di SMP Negeri 4 Wonogiri
dikembangkan untuk peserta didik berkelainan fisik, emosional, mental,
intelektual dan /atau sosial berdasarkan standar kompetensi lulusan, standar
kompetensi kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi mata pelajaran.
Peserta didik berkelainan dapat dikelompokkan menjadi dua katagori:
1) Peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual
dibawah rata-rata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxvii
2) Peserta didik berkelainan disertai dengan kemampuan intelektual
dibawah rata-rata.
Kurikulum yang dilaksanakan di SMP Negeri 4 Wonogiri sebagai sekolah
rintisan inklusi pada tahun 2007/2008 sudah menggunakan kurikulum sekolah
regular sampai sekarang dan pada saat ini menggunakan kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP). Seperti diungkapkan oleh wakil kepala sekolah bagian
kurikulum :
“ kurikulum sekolah inklusi memang menerapkan kurikulum sekolah regular dan saat ini di SMP negeri 4 Wonogiri sedang melakukan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)”( CL. 03 ). Sepenuhnya penelitian sajikan dalam struktur program mata pelajaran
sebagaimana table dibawah ini:
STRUKTUR PROGRAM MATA PELAJARAN
KELAS VII SAMPAI KELAS IX
TAHUN 2010/2011
Kode Mata Pelajaran Jumlah Jam
Pelajaran
Keterangan
1 Pendidikan Agama 2 Pengembangan Diri 1 jm
2 PKN 2 Upacara 1 jam
3 Bhs.Indonesia dan Sastra Indo 4 Pembinaan 1 jam
4 Matematika 4
5 IPA 4
6 IPS 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxviii
7 Bhs. Inggris 5
8 Penjaskes 2
9 TIK 2
10 Seni Budaya 2
11 Mulok Daerah 2
12 Mulok Sekolah 2
Jumlah 36
Table : Struktur Program kelas VII sampai kelas IX
Mengapa disekolah inklusi khususnya di SMP Negeri 4 Wonogiri
menggunakan kurikulum sekolah regular? Hal itu mengacu pada pedoman
penyelenggaraan sekolah inklusi yang dikeluarkan oleh Direktorat pembinaan
Sekolah Luar Biasa, Departemen Pendidikan Nasional, yaitu bahwa kurikulum
yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi pada dasarnya
menggunakan kurikulum sekolah regular yang berlaku disekolah umum.
Namun karena di SMP Negeri 4 Wonogiri terdapat berbagai ragam
hambatan yang dialami peserta didik berkebutuhan khusus sangat bervariasi,mulai
dari yang sifatnya ringan, sedang sampai berat, maka dalam implementasinya
kurikulum regular perlu dilakukan modifikasi atau penyelarasan, dan modifikasi
tersebut dilakukan oleh tim pengembangan kurikulum yang ada di SMP tersebut,
dan mengkolaborasikan antara mata pelajaran yang mempunyai kesamaan tema.
Hal ini meneurut hemat peneliti para pengembang kurikulum disekolah tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxix
memperhatikan bahwa: semua anak mempunyai hak yang sama untuk tidak
didiskriminasikan dan memperoleh layanan pendidikan yang bermutu, semua
anak mempunyai kemampuan untuk mengikuti pelajaran tanpa melihat kelainan
dan kecacatannya, dan perbedaan itu sendiri merupakan penguat dalam
meningkatkan motivasi belajar pada siswa, serta sekolah dan guru mempunyai
kemampuan untuk belajar merespon dari kebutuhan pembelajaran yang berbeda.
Kurikulum pendidikan khusus terdiri atas delapan (8) sampai dengan
sepuluh (10) mata pelajaran muatan lokal, program khusus, dan pengembangan
diri.
1) Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah,
termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat
dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada, substansinya
muatan local ditentukan oleh satuan pendidikan.
2) Program khusus berisi kegiatan yang bervareasi sesuai dengan jenis
ketunaannya yaitu program orientasi dan mobilitas untuk peserta didik
tuna netra, bina komunikasi persepsi bunyi dan irama untuk peserta
didik tuna rungu, bina diri untuk peserta didik tuna grahita, bina gerak
untuk peserta didik tunadaksa, dan bina pribadi dan social untuk
peserta didik tunalaras.
3) Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus
diasuh oleh guru .pengembangan diri bertujuan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxx
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, bakat,
minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan
pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru,
atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan
ekstrakurikuler.
Peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual di
bawah rata-rata, dalam batas-batas tertentu masih dimungkinkan dapat mengikuti
kurikulum standar meskipun harus dengan penyesuaian-penyesuaian. Peserta
didik berkelaianan yang disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-
rata, diperluakan kurikulum yang sangat spesifik, sederhana dan bersifat tematik
untuk mendorong kemandirian dalam hidup sehari-hari. Seperti yang diungkapkan
ketua penyelenggara inklusi, bahwa:
“ dalam pelaksanaan pembelajaran model modifikasi bahan ajar pembagian waktunya 50% didalam kelas dan 50% diluar kelas atau outbound sehingga waktunyapun secara otomatis sama yaitu masing-masing 40 menit sehingga siswa yang berkebutuhan khusus minimal bisa mengikuti proses pembelajaran dengan adananya model yang disajikan oleh guru”( CL. 02 ).
Peserta didik berkelainan tanpa disertai kemampuan intelektual di bawah
rata-rata yang berkeinginan untuk melanjutkan sampai ke jenjang pendidikan
tinggi, semaksimal mungkin didorong untuk dapat mengikuti pendidikan secara
inklusif. Pada satuan pendidikan umum sejak sekolah dasar. Peserta didik yang
mengikuti pendidikan pada satuan pendidikan SDLB, setelah lulus, didorong
untuk dapat melanjutkan ke sekolah menengah pertama umum.dan peserta tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxi
memungkinkan dan/atau tidak berkeinginan untuk melanjutkan ke SMPLB dan
SMALB. Seperti yang diungkapakn salah satu siswa berkebutuhan khusus:
“ saya senang belajar di sekolah ini bu, meskipun saya cacat tapi saya semangat untuk belajar disini. Karen dengan belajar disini otomatis saya dituntut bisa menyesuaikan dengn teman-teman yg kondisinya jauh lebih baik dari saya.dengan sekolah disini saya berkesempatan sekolah yang lebih tinggi daripada saya sekolah di SLB”( CL. 06 ).
Dalam memberi kesempatan kepada peserta didik yang memerlukan
pindah jalur pendidikan antara satuan pendidikan yang setara sesuai dengan
ketentuan pasal 12 ayat (1), undng-undang nomer 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, maka mekanisme pendidikan bagi peserta didik melalui
jalur formal dapat digambarkan sebagai berikut:
SDLB SMPLB SMALM Masyarakat
Jalur 1
ALB/ABK
Jalur 2
SD/MI SMP/MTs SMA/MA PT/Masyarakat
SMK/MAK
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, struktur kurikulum
satuan pendidkan khusus dikembangkan dengan memperlihatkan hal-hal sebagai
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxii
1) Kurikulum untuk peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan
kemampuan intelektual di bawah rata-rata, menggunakan sebutan
kurikulum SDLBA, B, D, E dan SMALB, B, D, E (A= tuna netra. B=
tunarungu, D= tunadaksa ringan, E= tunalaras).
2) Kurikulum peserta didik berkelainan yang disertai dengan kemampuan
intelektual dibawah rata-rata, menggunakan sebutan kurikulum SDLB C,
C1, D1, G dan SMALB C, C1, D1, G (C= tunagrahita ringan, C1= tuna
grahita sedang, D1= tunadaksa sedang, G= tunaganda).
3) Kurikulum satuan pendidikan SDLB, B, D. E relative sama dengan
kurikulum SD umum. Pada satuan pendidikan SMPLB A, B, D, E dan
SMALB A, B, D, E dirancang untuk peserta didik yang tidak
memungkinkan dan/atau tidak berkeinginan untuk emlanjutkan pendidikan
sampai ke jenjang pendidikan tinggi.
4) Proporsimuatan isi kurikulum satuan pendidikan SMPLB A, B, D, E
terdiri atas 60% - 70% aspek akademik dan 40% - 30% berisi aspek
ketrampilan vokalisional. Muatan isi kurikulum satauan pendidikan
SMALB A, B, D, E terdiri atas 40% - 50% aspek akademik dan 60% -
50% aspek keterampilan vokasional.
5) Kurikulum satuan pendidikan SDLB, SMPLB, SMALB C, C1, D1, G
dirancang sangat sederhana sesuai dengan batas-batas kemampuan peserta
didik dan sifatnya lebih individual.
6) Pembelajaran untuk Satuan Pendidikan Khusus SDLB, SMPLB dan
SMALB C, C1, D1, G menggunakan pendekatan tematik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxiii
7) Standar Kompentensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran
umum SDLB, SMPLB, SMALB A, B, D, E mengacu kepada SK dan KD
sekolah umum yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan
khusus peserta didik, dikembangkan oleh BNSP, sedangkan SK dan KD
untuk mata pelajaran program khusus, dan ketrampilan dikembangkan
oleh satuan pendidikan Khusus dengan memperhatikan tingkat dan jenis
satuan pendidikan.
8) Program khusus sesuai jenis kelainan peserta didik melalui sebagai
berikut:
(a) Orientasi dan Mobilitas untuk peserta didik Tunanetra.
(b) Bina komunikasi, persepsi bunyi dan irama untuk peserta didik
tunarungu.
(c) Bina diri untuk peserta didik tunagrahita ringan dan sedang.
(d) Bina gerak untuk peserta didik tunadaksa ringan.
(e) Bina pribadi dan social untuk peserta didik tunalaras.
(f) Bina diri dan bina gerak untuk peserta didik tunadaksa sedang, dan
tunaganda.
9) Jumlah dan alokasi waktu jam pembelajaran diatur sebagai berikut:
(a) Jumlah jam pembelajar SDLB A, B, D, E kelas I, II, III berkisar antara
28-30 jam pembelajaran/minggu dan 34 jam pelajaran/minggu untuk
kelas IV, V, VI. Kelebihan 2 jam pembelajaran dari SD umum karena
ada tambahan mata pelajaran program khusus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxiv
(b) Jumlah jam pembelajaran SMPLB A, B, D, E kelas VII, VIII, IX
adalah 34 jam/minggu. Kelebihan 2 jam pembelajaran dari SMP umum
karena ada penambahan mata pelajaran program khusus.
(c) Jumlah jam pembelajaran SMALBA, B, D, E, KELAS X. XI, XII
dalah 36 jam/minggu, sama dengan jumlah jam pembelajaran SMA
umum.program khusus pada jenjang SMALB bersifat fakulatif dan
tidak termasuk beban pembelajaran.
(d) Jumalh jam pelajaran SDLB, SMPLB, SMALBC, C1, D1, G sama
dengan jumlah jam pembelajaran pada SDLB, SMPLB, SMALB A, B,
D, E tetapi penyajiannya melalui pendekatan tematik.
(e) Alokasi per jam pembelajaran untuk SDLB, SMPLB dan SMALBA,
B, D, E maupun C, C1, D1, G masing-masing 30 menit, 35 menit dan
40 menit. Selisih 5 menit dari sekolah regular disesuaikan dengan
kondisi peserta didik berkelainan.
(f) Satuan pendidikan khusus SDLB dan SMPLB dapat menambah
maksimum 6 jam pembelajaran/minggu untuk seluruhnya jam
pembelajaran, dan 4 jam pembelajaran untuk tingkat SMALB sesuai
kebutuhan peserta didik dan satuan pendidikan yang bersangkutan.
10) Muatan isi pada seetiap mata pelajaran diatur sebagai berikut:
(a) Muatan isi setiap mata pelajaran pada SDLB, A, B, D, E pada dasarnya
sama dengan SD umum, tetapi karena kelainan dan kebutuhan
khususnya, maka diperlukan modifikasi dan/atau penyesuaian secara
terbatas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxv
(b) Muatan isi mata pelajaran Program Khusus disusun tersendidri oleh
satuan pendidikan.
(c) Muatan isi mata pelajaran SMPLB A, B, D, E bidang akademik
mengalami modifikasi dan penyesuaian dan penyesuaian dari SMP
umu sehingga menjadi sekitar 60%-70%. Sisanya sekitar 40%-30%
muatan isi kurikulum ditekankan pada bidang ketrampilan vokasional.
(d) Muatan isi mata pelajaran ketrampilan vokasional meliputi tingkat
dasar, tingkat terampil dan tingkat mahir.jenis ketrampilan yang akan
dikembangkan, diserahkan kepada satuan pendidikan sesuai dengan
minat, potensi, kemampuan dan kebutuhan peserta didik serta kondisi
satuan pendidikan.
(e) Muatan isi mata pelajara untuk SMALB A, B, D, E bidang akademik
mengalami modifikasi dan penyesuaian dari SMA umum sehingga
menjadi sekitar 40%-50% bidang akademik, dan sekitar 60%-50%
bidang ketrampilan vokasional.
(f) Muatan kurikulum SDLB, SMPLB, SMALBC, C1, D1, G lebih
ditekankan pada kemampuan menolong diri sendiri dan ketrampilan
sederhana yang memungkinkan untuk menunjang kemandirian peserta
didik. Oleh karena itu, proporsi muatan ketrampilan vokasional lebih
diutamakan.
(g) Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus
diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxvi
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap
peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.
11) Strktur Kurikulum SMPLB sebagai berikut:
Table Struktur Kurikulum SMPLB Tunanetra
KOMPONEN Kelas dan alokasi Waktu
VII VIII IX
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama
2. Pendidikan Kewarganegaraan
3. Bahasa Indonesia
4. Bahasa Inggris
5. Matematika
6. Ilmu Pengetahuan Sosial
7. Ilmu pengetahuan Alam
8. Seni Budaya
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan
Kesehatan
10. Ketrampilan Vokasional/Tekonolgi
Informasi dan komunikasi*)
B. Muatan Lokal
C. Program Khusus (Orientasi dan Mobilitas)
D. Pengembangan Diri
2
2
2
2
2
2
2
2
2
10
2
2
2**)
2
2
2
2
2
2
2
2
2
10
2
2
2**)
2
2
2
2
2
2
2
2
2
10
2
2
2**)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxvii
JUMLAH 34 34 34
*) Ketrampilan vokasional/teknologi informasi dan komunikasi merupakan
paket pilihan. Jenis ketrampilan vokasional/teknoloi informasi yang
dikembangkan, diserahkan kepada sekolah sesuai potensi daerah
2**) Ekuivalen 2 jam pembelajaran.
Dari hasil pengamatan peneliti dilapangan diterpkannya model modifikasi
bahan ajar tersebut yaitu satu jam pelajaran berupa teori baik dengan ceramah
maupun diskusi dan tanya jawab yang berlangsung didalam kelas dan yang satu
jam di luar kelas atau menggunakan media dengan maksud untuk lebih
memudahkan peserta didik dalam menangkap pelajaran yang telah diberikan.
Dengan harapan siswa berkebutuhan khusus mempunyai gambaran langsung dan
bisa mengingat dalam waktu yang lama dan bagi siswa reguler diharapkan bisa
semakin memperjelas materi yang telah diperoleh didalam kelas baik dengan
cermah, diskusi maupun tanya jawab maupun penberian tugas.
Selain tersebut diatas didalam pembelajaran dengan model modifikasi
bahan ajar yang diterapkan di SMP Negeri 4 Wonogiri sebagai rintisan inklusi
untuk menghilangkan rasa perbedaan diantara sesama siswa baik reguler maupun
siswa berkebutuhan khusus, dan yang lebih penting untuk menghilangkan
perasaan rendah diri pada siswa berkebutuhan khusus, dengan cara kerja
kelompok di dalam dan diluar kelas terjalin hubungan yang akrap. Sedangkan
untuk siswa reguler semakin meningkatkan rasa sosial atau tenggang rasa antara
dirinya yang normal dengan temannya yang kurang beruntung secara fisik atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxviii
berkebutuhan khusus. Terbukti siswa yang tidak bisa melihat temannya yang lain
dengan sabar dan penuh toleran membimbing dalam berjalan. Seperti yang
diungkapkan salah satu siswa:
” Saya tidak merasa malu bu, walau saya sekolah disini sebagai sekolah inklusi, karena ijasahnya sama dengan sekolah yang lain atau reguler yang lain dan dapat meneruskan kejenjang yang lebih tinggi”( CL. 06 ).
c. Bentuk Proses Belajar Mengajar.
Setelah tim membuat model pembelajaran yang akan disajikan dalam
pembelajaran dikelas SMP Negeri 4 Wonogiri sebagai sekolah rintisan inklusi
sesuai jadwal pelajaran maka guru yang akan mengajar melaksanakan tugasnya
sesuai jam pelajaran dengan durasi waktu 40 menit dan guru pertama kalinya
mengajar dengan metode ceramah, dilanjutkan eksperimen/demonstrasi dan yang
terakhir adalah tanya jawab. Dalam proses pembelajarannya yang kelasnya
terdapat siswa tunanetra guru mempersiapkan model modifikasi bahan ajar sesuai
dengan materi yang disajikan, sebagai contoh menyajikan bentuk rumah ibadah
yang bisa diraba dan disentuh oleh siswa. Karena anak tunanetra memahami
sekelilingnya dengan sentuhan dan rabaan, sesuai yang dikatakan seorang guru
kepada penulis:
”....dalam persiapan mengajar guru harus menyajikan media yang bisa dimengerti oleh anak tunanetra kecuali itu juga bisa lebih menjelaskan bagi anak-anak yang reguler, biasannya guru-guru bidang stadi dibantu oleh guru khusus dalam hal tulisan, karena kita sebagai guru bidang stadi tidak tahu mengenai huruf braile...”. ( CL. 05 ). Dari hasil pengamatan peneliti dilapangan diterapkan model modifikasi
bahan ajar tersebut yaitu satu jam pelajaran berupa teori dengan metode ceramah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxix
dilanjutkan penerapan model modifikasi bahan ajar kemudian dilanjutkan dengan
tanya jawab, dengan harapan siswa tunanetra mempunyai gambaran langsung dan
bisa mengingat dalam waktu lama, dan bagi siswa reguler diharapkan bisa
semakin jelas materi yang telah diperoleh dikelas baik dengan metode ceramah,
diskusi/demonstrasi maupun tanya jawab dan pemberian tugas.
Selain tersebut diatas didalam pembelajaran model modifikasi bahan ajar
yang diterapkan di SMP Negeri 4 Wonogiri sebagai sekolah rintisan inklusi untuk
menghilangkan rasa perbedaan diantara sesama siswa baik reguler maupun siswa
berkebutuhan khusus, dan yang lebih penting untuk menghilangkan perasaan
rendah diri pada siswa berkebutuhan khusus, dengan cara kerja kelompok di
dalam dan diluar kelas terjalin hubungan yang akrab.
Sedangkan untuk siswa reguler semakin meningkatkan rasa sosial atau
tenggang rasa antara dirinya yang normal dengan temannya yang kurang
beruntung secara fisik atau berkebutuhan khusus. Terbukti siswa yang tidak bisa
melihat temannya yang lain membimbing dengan penuh kesabaran mengantarkan
kemana teman itu akan berjalan.
Penerapan model modifikasi bahan ajar di SMP Negeri 4 Wonogiri
sebagai sekolah rintisan inklusi dengan kondisi yang heterogen mempunyai
harapan untuk meningkatkan prestasi atau Ujian Negara, mengingat di SMP
Negeri 4 Wonogiri ternyata diantara ketunaan yang ada sebagaian besar terdiri
dari gangguan lambat belajar seperti yang dikatakan ketua penyelenggaranan
sekolah inklusi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxx
”.....yang bersekolah inklusi di SMP negeri 4 Wonogiri disini bukan hanya siswa yang memiliki kekurangan fisik saja tetapi lebih banyak siswa yang lambat belajar....”. ( CL. 02). Dalam kaitannya dengan model modifikasi bahan ajar di SMP Negeri 4
Wonogiri sebagai sekolah rintisan inklusi selain menerapkan pembelajaran di
dalam kelas dan diluarkelas dengan pembegian waktu masing-masing lima puluh
persen di dalam kelas dan lima puluh persen di luar kelas juaga masih menerapkan
sistem belajar kelompok atau tutor sebaya dilingkungan tempat tinggal yang tiap
satu kelompol terdiri dari lima orang siswa., seperti yang dikatakan oleh kepala
sekolah:
”...ya betul disekolah ini ada kelompok belajar atau tutor sebaya yang dipandu oleh guru kunjung, dan jumlah guru kunjung ada sebelas orang yang kami bagi dalam sebelas sektor jadi masing-masing guru kunjung wilayah binaan dan jumlah siswanya tidak sama”. ( CL. 01 ).
Tim dalam PBM Model Modifikasi Bahan Ajar
KBM di luar kelas KBM di dalam kelas
Sekolah
Guru penggunjung Kelompok belajar / tutor sebaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxxi
Gambar: Bentuk Pembelajaran
d. Jenis Dan Peran Materi Pelajaran Dalam Proses Belajar Mengajar
1) Jenis.
Sesuai dengan bentuk proses belajar mengajar, materi pelajaran yang
mempunyai kesamaan materi/tema dikolaborasikan seperti matematika dengan
IPS, IPA dengan bahasa, agama dengan IPS dan bahasa Indonesia, dan yang
tidak mempunyai kesamaan tema disampaikan sendiri oleh guru mata pelajaran
sesuai dengan model pelajaran yang dipilih oleh guru itu sendiri
Disamping itu didalam kegiatan tutor sebaya materi yang dipelajari anak
temannya dibuat secara mandiri dalam kelompok berdasarkan kebutuhan siswa
dengan tidak menyimpang dari kompetensi dasar tetapi hanya satu mata
pelajaran, namun demikian dari kegiatan disekolah dengan model modifikasi
bahan ajar antara mata pelajaran dan kegiatan tutor sebaya yang hanya
mempelajari satu mata pelajaran diatas adalah sebagai dukungan materi
pelajaran yang diterima siswa reguler sebagai pengayaan dan bagi siswa
berkebutuhan khusus sebagai penguat dalam ingatan jangka panjang.
2) Fungsi.
Materi pelajaran sebagaimana dipaparkan diatas khususnya yang
berbentuk kolaborasi berfungsi sebagai sarana yang memperlancar jalannya
proses belajar mengajar disekolah inklusi yang berupa kegiatan didalam kelas
maupun kegiatan di luar kelas, dengan memberi perlakuan yang sama pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxxii
semua siswa baik reguler maupun siswa berkebutuhan khusus. Sehingga bagi
siswa reguler mengayaan materi ajar semakin mantap dan bagi siswa
berkebutuhan khusus akan mudah diingat bahkan bisa tahan lama dalam
ingatan terutama siswa yang lambat belajar, sedangkan siswa yang mengalami
cacat fisik akan tidak mengalami rasa rendah diri karena setiap saat belajar dan
bekerja bersama dengan temannya yang normal.
Disamping itu materi ajar mempunyai peran antara lain: untuk
menfasilitasi manusia belajar, agar lebih efektif dan efisien, antara lain:pertama
dapat memberikan pelajaran matematika dengan tema bangun ruang,
pengamatan langsung pada proses bentuk ruang sekaligus bisa mengukur
panjang, panjang, luas serta keliling bangung tersebut. Kedua menyajikan
sesuatu yang tidak mungkin diadakan, dikunjungi atau dilihat secara langsung
yaitu mengenai lokasi benua amerika, tetapi bisa mengenali lewat peta timbul
yang diberi tanda-tanda, contohnya gunung dengan simbol segitiga. Ketiga
menambah dan memperluas cakrawala sajian yang ada dan diluarkelas,
misalnya buku teks materi yang ada di perpustakaan baik untuk anak
berkebutuhan khusus maupun anak-anak yang normal. Keempat memberi
informasi ayang akurat dan terbaru, misalnya: buku bacaan encyclopedi. Dan
kelima membantu memecahkan masalah, misalnya pada tema lingkungan akan
bisa dirumuskan penyebab kerusakan lingkungan serta dampak kerusakan
lingkungan lalu upaya mengatasinya. Seperti diungkapkan oleh seorang guru
inklusi:
”...bahan ajar atau materi ajar yang dibuat oleh tim dengan mencari kesamaan tema antara meta pelajaran secara tidak langsung akan memberi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxxiii
pengayaan dan penguatan pada siswa reguler dan meningkatkan keaktifan serta keberanian siswa berkebutuhan khusus” ( CL. 04 ).
e. Peran Guru Dan Siswa Dalam Proses Belajar Mengajar.
1) Peran Guru.
Telah dikemukakan sebelumnya, bahwa proses belajar mengajar di SMP
Negeri 4 Wonogiri sebagai sekolah rintisan inklusi menerapkan model
modifikasi bahan ajar dengan mengkolaborasikan antara mata pelajaran yang
mempunyai kesamaan tema, sehingga guru mempunyai peran atau tugas: (1)
menyampaikan tugas, (2) memotivasi siswa, (3) memberi fasilitas belajar siswa
untuk mencapai tujuan,(4) mengevaluasi hasil belajar. Masing-masing tugas
tersebut diddiskripsikan sebagai berikut:
a) Menyampaikan Tugas.
Tugas yang pertama adalah menyampaikan tugas, baik secara lesan
maupun tertulis. Penyampaian tugas tersebut disertai dengan unsur
pendukungnya seperti teks bacaan, tulisan atau gambar di papan tulis, peta,
globe gambar pada kertas karton dan iktisar-iktisar rumus-rumus
matematika maupun IPA. Unsur pendukung tersebut menfasilitasi
penyampaian dan penyelesaian tuga. Sebagai ilustrasi, ketika guru meminta
siswa mengamati duplikat bangun ruang kepada siswa, dalam ilustrasi
tersebut permintaan guru kepada siswa untuk memahami duplikat bangun
ruang adalah tugas, dan bacaan yang diilustrasikan kepada siswa adalah
unsur pendukung agar tugas terlaksana dengan baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxxiv
Sebelum tugas disampaikan, biasanya guru memberi pengantar
yang berupa uraian pendek secara lisan.pengantar lisan tersebut menurut
hemat peneliti untuk menyampaikan kondisi awalkepada siswa agar mereka
siap mengerjakan tugas. Disamping itu, pengantar yang berupa uraian
pendek tersebut berfungsi sebagai pengait antara tugas satu dengan tugas
yang lainnya.sehingga tugas-tugas yang diberikan oleh guru kepada siswa
berjalan lancar tanpa terasa ada perpindahan. Sebagai ilustrasi, setelah
mengajak siswa mendiskusikan komponen-komponen bangun ruang
sebagai tugas kelompok. Guru mengatakan jumlah sisi dan rusuk bangun
ruang itu tidak sama, hal itu mengantar pada tugas nomer berikutnya.
b) Memotivasi Siswa.
Dalam kegiatan pembelajaran guru senantiasa memberikan
motivasi kepada siswa agar tetap memiliki gairah dan semangat yang tinggi
dalam mengikuti proses belajar mengajar, guru juga mengenal siswa secara
mendalam, untuk mengenal karakter siswa terutama siswa berkebutuhan
khusus. Hal ini untuk mendorong siswa melaksanakan tugas dengan baik
dan bersemangat, motivasi tersebut berupa ajakan seperti ”ayo, siapa nati
yang selesai duluan dengan benar diberi penghargaan”. Motivasi juga
berupa tindakan guru dengan mendatangi kegiatan kelompok tutor sebaya
pada sore hari untuk mengecek kegiatan kelompok, kedatangan guru
tersebut dapat mendorong siswa belajar lebih serius.
c) Memberi Fasilitas Belajar Siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxxv
Tugas guru dalam proses belajar mengajar juga mengembangkan
strategi pembelajaran yang mempu mengoptimalkan interaksi antara guru
dengan siswa, siswa dengan siswa serta interaksi banyak arah, memberi
banyak kesempatan kepada anak untuk melakukan praktek atau percobaan,
atau menemukan sesuatu melalui pengamatan dan penelitian.
Secara umum guru pada sekolah inklusi juga mengenal
kemampuan awal dan karakteristik setiap anak, baik dari segi kemampuan
keterlambatannya dalam belajar, dan prilakunya. guru juga
mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu memancing anak
untuk terlibat secara aktif baik fisik, mental, sosial atau emosional seperti
diungkapkan guru :
”...dalam mengembangkan strategi pembelajaran untuk sekolah inklusi secara umum mencari kesamaan tema dengan lima puluh persen teori dan lima puluh persen penerapan”. ( CL. 04 ).
Disamping itu guru dalam menyediakan fasilitas pembelajaran juda
dengan mengajukan berbagai persoalan atau problem yang ada di
lingkungan sekitar, dan anak diberi kesempatan untuk merumuskan,
mencari data, menganalisis dan memecahkannya sesuai dengan
kemampuannya.
d) Mengevaluasi Kegiatan Hasil Belajar Mengajar.
Sebagai tugas terakhir dari guru yang bisa diidentifikasikan oleh
peneliti selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran adalah
mengevaluasi kegiatan dan hasil belajar siswa. Penilaian tersebut dilakukan
dengan menggunakan dua pendekatan proses dan pendekatan produk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxxvi
Penilaian dengan pendekatan proses adalah penilaian yang dilakukan
terhadap kegiatan pembelajaran siswa selama berlangsungnya kegiatan
pembelajaran. Menurut penuturan guru khusus inklusi dan guru bidang
stadi, tugas-tugas yang dikerjakan oleh siswa secara individu maupun
kelompok selama kegiatan pembelajaran berfungsi sebagai alat penilaian
proses dan yang menjadi penekanan dalam penilaian ini adalah keaktifan
siswa dalam proses belajar dan kekompakan siswa dalan belajar kelompok,
terutama berkaitan dengan kegiatan mengamati. Contoh sebuah bangun
ruang yang ada di meja masing-masing dan menghitung jumlah rusuk serta
sisi-sisinya untuk ditulis di buku tugas. Sebagai gambaran model bahan ajar
darri guru inklusi dan guru bidang stadi secara sendiri-sendiri selalu
mengamati kegiatan siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsusng
dengan memberi tanda khusu pada daftar nilaimasing-masing. Dalam setiap
pertemuan mereka dapat mengamati dua sampai tiga siswa reguler dan
siswa berkebutuhan khusus atau tunanetra, seperti yang diungkapkan guru
inklusi:
” kami mengamati setiap mereka beraktifitas, kami memberi nilai pada daftar nilai kami, suatu pertemuan kurang lebih bisa mengamati emapat sampai lima siswa baik reguler maupun yang berkebutuhan khusus, dan setreusnya sampai semua siswa memperoleh nilai” ( CL. 04 ).
Penilai produk adalah penilaian yang dilakuakn untuk menilai hasil
belajar siswa. Selain digunakan sebagai alat penilaian proses, tugas-tugas
yang diberikan oleh guru kepada siswa dapat pula digunakan untuk
mengevaluasi hasil belajar mereka. Misalnya setelah meminta siswa untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxxvii
menunjukkan jumlah rusuk dan sisi bangun ruang kemudian guru inklusi
meminta mengerjakan dibuku tugas dengan menggambar bangun tersebut
secara individu dan menyerahkan hasil pekerjaan kepada guru. Dengan
demikian dapat diketahui aspek-aspek yang masih perlu dibahas secara
mendalam.disamping itu,penilaian hasil belajar dapat berbentuk tes
formatif atau ulangan harian dan tes sumatif atau ulangan umum semester
bersama serta Ujian Nasional.
2) Peran Siswa.
Menurut pada guru didalam kegiatan pembelajaran siswa berperan
sebagai subyek pembelajaran. Artinya siswa menjadi pihak yang melakukan
kegiatan belajar, sedangkan guru memfasilitasi terjadinya kegiatan belajar
tersebut. Hal itu tercermin dari kegiatan mereka mengerjakan tugas-tugas yang
disampaikan oleh guru baik secara perorangan maupun kelompok. Dengan
mengerjakan tugas-tugas itulah mereka belajar secara kolaborasi antara siswa
reguler dan siswa berkebutuhan khusus dan hal itu mereka kerjakan setelah
mendapatkan teori dari guru didalam kelas yang kemudian mereka
implikasikan dalam bentuk praktek diluar kelas.
Seperti pada waktu pembelajaran matematika dan IPS dengan tema
bangun ruang, dari materi yang dijelaskan oleh guru didalam kelas lalu siswa
secara kelompok menerapkan diluar kelas dengan ukuran ruang kelas mereka
lalu mebuat skalanya, telah dikemukakan sebelumnya kegiatan secara
kelompok adalah kegiatan kelas yang menuntut siswa terlibat aktif di dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxxviii
dan diluar kelas untuk memahami atau menyampaikan pesan. Memahami
pesan dilakukan melalui kegiatan mendengar penjelasan guru dan meraba
bahan ajar, sedangkan menyampaikan pesan adalah mereka lakukan melalui
kegiatan presentasi hasil kerja kelompok didalam kelas maupun diluar kelas.
Lebih lanjut digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
Gambar : Hubungan antara komponen dalam pembelajaran terpadu
f. Prestasi Siswa SMP Negeri 4 Wonogiri Sebagai Sekolah Rintisan Inklusi.
Prestasi yang dimaksud disini adalh prestasi belajar siswa sebagai
indikator peningkatan proses belajar mengajar akibat pengaruh penerapan model
modifikasi bahan ajar, baik prestasi akademik maupun non akademik. Prsetasi
akademik dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang tidak terlalu jauh jelek
dibanding dengan SMP siswa reguler, artinya bahwa siswa SMP Negeri 4
kurikulum Tujuan pembelajaran
guru KBM di dalam dan diluar kelas Siswa
Materi Pelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxxxix
Wonogiri yang note bene sebagai sekolah rintisan inklusi, tetapi nilai hasil belajar
di banding dengan siswa SMP reguler tidak terlalu jauh berbeda, bahkan tidak
sedikit lulusan SMP Negeri 4 Wonogiri yang melanjutkan ke SLTA Negeri di
Wonogiri. Dengan demikian ijasah SMP Negeri 4 Wonogiri sebagai rintisan
inklusi di akui sama dengan ijasah SMP reguler.
Kemudian disamping nilai akademis yang dapat dilihat pada leger nilai,
raport,laporan perkembangan siswa, juga prestasi non akademik yang diraih oleh
siswa-siswi SMP Negeri 4 Wonogiri begitu mengembirakan, dapat dilihat dari
banyaknya piagam, piala atau tropi yang diperolehnya, antara lain: lomba-lomba
yang diselenggarakan mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten, propinsi sampai
dengan tingkat Nasional, sebagaimana disampaikan oleh guru bidang stadi:
” ...benar bu, semenjak empat tahun terakhir SMP Negeri 4 Wonogiri menerapkan model modifikasi bahan ajar ternyata meningkatkan motivasi belajar seratus persen, sampai dengan tahun pelajaran 2009/2010”.( CL. 05).
Hal ini juga diperkuat oleh ungkapan salah satu siswa inklusi kepada
peneliti:
”...benar bu, dengan model modifikasi bahan ajar yang digunakan oleh guru di kelas, ditambah kelompok belajar dan tutor sebaya nilai kami tidak terlalu jelek bahkan kami tidak pernah remidi setiap KD selalu tuntas”. (CL. 06 ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxl
Berikut digambarkan dalam diagram:
Gambar: Diagram Prestasi Siswa
Bertitik tolak uraian diatas kegiatan belajar mengajar pada sekolah
inklusi di SMP Negeri 4 Wonogiri dengan model modifikasi bahan ajar
berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa berkebutuhan khusus, karena
mampu membelajarkan siswa secara efektif dan mampu meningkatkan prestasi
belajar siswa berkebutuhan khusus sehingga meningkatkan taraf sosial dan
taraf intelektual.
Prestasi siswa: akademik dan non
akademik
Pembelajaran di sekolah dengan model modifikasi bahan ajar
Kegiatan intra kurikuler
Kegiatan Ekstra kurikuler
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxli
2. Kendalan Dan Cara Mengatasi Pelaksanaan Pembelajaran Model
Modifikasi Bahan Ajar Pendidikan Inklusi Siswa Tunanetra Di SMP
Negari 4 Wonogiri.
Pelaksanaan model modifikasi bahan ajar pendidikan inklusi di SMP
Negeri 4 Wonogiri tidak luput dari hambatan/kendala dan cara mengatasinya,
yang ada secara umum meliputi:
1) Hambatan/kendala faktor ekonomi orang tua.
Siswa-siswi SMP Negeri 4 Wonogiri khususnya dan pendidikan
inklusi pada umumnya adalah dari kelas ekonomi menengah ke bawah. Hal
ini terjadi karena banyak orang tua siswa menyekolahkan anaknya di SMP
Negeri 4 yang letak dan pembiayaan pembelajaran tidak begitu besar,
karena sebagian besar SMP Negeri di Wonogiri sudah RSBI dan biaya yg
cukup tinggi. Seperti ungakapan salah satu siswa:
“…ya bu, di SMP Negeri 4 uang SPP dan uang pengembangannya sangat murah, bahkan yang tidak mampu bisa gratis dan yang berprestasi akan mendapatkan beasiswa”.( CL. 06).
Berdasarkan hasil pengamat peneliti ternyata siswa SMP Negeri 4
Wonogiri masih banyak yang tidak mempunyai buku penunjang pelajaran
atau referensi, sedangkan buku paket bagi anak tuna netra juga belum ada
kekhususan untuk menunjang proses pembelajaran. Seperti yang dikatakan
salah siswa:
“…ya bu saya sebenarnya ingin memiliki buku paket, tetapi untuk kebutuhan saya khususnya tunanetra belum tercukupi, sedangkan kalau mau beli juga belum tersedia di took-toko buku dan kalaupun ada mungkin terlalu mahal” ( CL.06 ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxlii
Disisi lain peran pemerintah dalam bentuk bantuan untuk sekolah inklusi
belum memadahi. Ini akibatnya program kerja untuk peningkatan mutu
ataupun kebutuhan operasional sekolah sering terhambat. Hal ini disampaikan
oleh wakil kepala sekolah bidang kurikulum kepada penulis:
“….Ya hambatan terutama peralatan, peralatan itu kalau karena perkembangan teknologi harus mengikuti perkembangan teknologi, disamping juga mungkin rasio itu masih belum cukup. Mestinya kan setiap memberi pembelajaran dengan anak tunanetra sebagai guru harus memiliki atau setiap anak memiliki alat-alat sendiri, agar proses pembelajaran itu dapat tercapai dengan maksimal. Karena anak tunanetra tanpa dibimbing satu-satu akan sulit untuk menerima tidak seperti anak-anak normal lainnya”. ( CL. 03 ).
Dari kendala diatas mengenai keterbatasan buku paket dan alat-alat
pembelajaran, menurut hemat peneliti sebaiknya guru dalam mengajar guru
banyak memberi bimbingan dan membuat media yang bisa memperjelas
bagi anak tunanetra.
2) Hambatan yang berkaitan dengan Proses Belajar Mengajar (PBM).
Hambatan/kendala yang berikutnya adalah Proses Belajar Mengajar,
dalam pembelajaran dikelas kebanyakan guru memandang anak
berkebutuhan khusus (ABK) sama halnya dengan anak yang regular. Dalam
pembelajarannya anak tidak mendapatkan konsep terlebih dahulu sebelum
guru memberikan materi. Guru lebih memperlakukan sama antara anak
regular dan ABK. Khususnya para guru di Inklusi SMP Negeri 4 Wonogiri
banyak yang belum memahami jiwa siswa, Seperti yang disampaikan oleh
guru khusus inklusi kepada penulis:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxliii
“…..Untuk proses belejar mengajar memang banyak kendala khususnya pada pembelajaran dikelas, guru kadang banyak memperlakukan sama antara anak ABK dan regular karena satu kelas. Memang sulit untuk memilah-milah dan mengatur strategi karena dalam pembelajaran dikelas anatara anak regular dan ABK lebih banyak regulernya. Dalam pembelajaran dikelas guru biasanya banyak menggunakan metode ceramah untuk memudahkan siswa berkebutuhan khusus mudah menerima, tetapi untuk yang regular banyak kejenuhannya. Jadi merupakan kendala besar bagi guru dalam PBM”. ( CL. 04 ).
Dalam proses pembelajaran terutama anak ABK sangat lambat dalam
menerima pelajaran matematika khususnya berhitung, disini guru kadang
tidak mentoleransi keadaan siswa yang ABK.karena guru juga dituntut
proses pembelajaran ketuntasan materi. Contohnya dalam pemakaian alat
peraga siswa regular dapat menggunakan tanpa dibimbing guru, tetapi
untuk ABK harus ada bimbingan khusus dalam menggunakan model
bahan ajar yang disajikan oleh guru, seperti yang diungkapkan ketua
penyelenggaraan inklusi di kepada penulis:
“……Sebenarnya untuk proses pembelajaran dikelas bisa berjalan dengan baik sepajanng media yang digunakan guru itu dapat diterima oleh anak-anak di kelas (anak regular dan ABK). Tetapi yang menjadi kendala adalah beban waktu yang kurang, karena ABK harus dibimbing sendiri atau khusus untuk memudahkan mereka lebih jelas dengan materi yang disampaikan oleh guru”. (CL. 02)
3) Hambatan/kendala Kesiapan ketrampilan dan kemampuan guru yang
kurang variatif cenderung membosankan dan membuat pembelajaran pasif.
Dalam proses mengajar kadang kala guru lupa mempersiapkan atau
terbatasnya media yang akan diajarkan khusus untuk ABK, hal ini akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxliv
membuat jenuh peserta didik khususnya ABK. Terkadang juga guru juga
harus mempersiapkan media yang disajikan untuk ABK dan anak regular
sudah begitu paham, hal ini juga kurang member daya tarik media pada
anak regular dan akan menimbulkan kejenuhan dalam pembelajaran yang
berlangsung seperti yang di ungkapkan oleh guru dikelas regular:
“….Memang dalam persiapan mengajar kadang membinggungkan dalam hal mempersiapkan media khususnya, media untuk anak tunanetra kadang dipandang anak yang regular sudah tidak menarik lagi seperti mainan anak-anak dan akan menimbulkan ferbalisme pada anak-anak serta akan menimbulkan kegaduhan karena menganggap media itu suatu mainan, tetapi apabila kita menyediakan media untuk anak regular anak tunanetra akan merasa kesulitan contohnya menerangkan macam-macam tempat ibadah. (CL. 05).
4) Hambatan/kendala keterbatasan guru untuk mengikuti pelatihan.
Hambatan ini dikarenakannya keterbatasan guru inklusi yang khusus di
SMP Negeri 4 Wonogiri, sehingga para guru regular sangat terbatas untuk
mengikuti pelatihan yang khusus dan cara mendidik anak berkebutuhan
khusus menjadi lebih baik. Karena tidak mudah dalam membina, mengerti
dan mengajar anak berkebutuhan khusus. Keterbatasan inilah maka guru
dalam pola pembelajaranya enggan melaksanakan perubahan dan mengerti
keadaan siswa yang berkebutuhan khusus. Dan keterbatasan ilmu tentang
psikologi untuk anak berkebutuhan khusus tersebut membuat para guru
selalu menyamakan antara peserta didik regular dan anak berkebutuhan
khusus untuk mencapai ketuntasan dalam pembelajaran. Seperti ungkapan
salah satu guru khusus inklusi: .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxlv
“ sebaiknya memang para guru itu diberi suatu bekal dalam akan mengajar di sekolah inklusi,karena tidaklah mudah menghadapi anak-anak berkebutuhan khusus, kita harus tanggap dengan sikap, kata-kata maupun perbuatan mereka terutama yang harus kita plajari adalah psikologi anak, karena anak berkebutuhan khusus sangatlah peka terhadap ucapan ataupun perbuatan kita yang kita anggap biasa tapi dianggap menyinggung bagi mereka”. ( CL. 04 ).
5) Hambatan/kendala perbedaan kemampuan individu dalam hal ini
perbedaan peserta didik normal/regular dan peserta didik yang
membutuhkan layanan khusus. Perbedaan ini kadang kala membuat anak
merasa minder karena keadaanya yang kurang lengkap. Karena kurangnya
sosialisasi dari lingkungan sekolahan maka dengan kekurangan ini kadang
menjadikan ejekan dan dijadikannya mainnan untuk teman-temannya
dikelasnya. Seperti yang teleh diungkapkan salah satu siswa:
“ Ya kadang saya minder dengan keadaan saya, apalagi kalau mendengar teman-teman bisa menjawab pertanyaan dan apabila saya ditertawain saat menjawab, saya merasa minder sekali. Tapi sudah menjadi pilihan saya dan saya harus sportif dengan cita-cita saya untuk bisa sekolah lebih tinggi melalui sekolah inklusi ini”. (CL. 06 ).
Faktor untuk mengatasi hambatan diatas adalah faktor pendukung
sebagai instrument atau unsur yang berpotensi, berdaya guna dan berhasil guna
dalam proses pelaksanaan pembelajaran. Untuk mengatasi tujuan yang hendak
dicapai anatara lain adalah:
1) Sumber daya manusiayaitu:
a) Guru yang berkualitas dan professional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxlvi
Peranan guru dalam kegiatan belajar sangatlah berperan, karena
keberhasilan proses belajar mengajar juga ditentukan oleh peranan
guru. Maka dari itu guru harus memiliki kompetensi profsional yang
mencangkup kemampuan dalam hal; mengerti dn dapat menerapkan
landasan pendidikan baik filosofis, psikologis, mengerti dan dapat
menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat perkembangan dan
prilaku anak, mampu menangani mata pelajaran yang ditugaskan,
mengerti dan dapat menerpakan metode mengajar yang sesuai, dapat
mengunakan berbagai alat pengajaran dan fasilitas belajar lainnya,
dapat mengorganisasi dan melaksanakan program pengajaran, dapat
mengevaluasi dan dapat menumbuhkan kepribadian anak.
b) Orang tua yang memahami kebutuhan pendidikan bagi anaknya.
Peran orang tua juga sangat mendukung kelangsungan anak untuk
meneruskan jenjang yang lebih tinggi. Karena peran orang tua yang
menentukan maka sebaiknya orang tua juga mendorong anak supaya
dapat meneruskan jenjang pendidikan dengan memperhatikan dan
mendampingi saat belajar meskipun anak itu berkebutuhan khusus.
Oaring tua harus memiliki prinsip cacat bukan suatu halangan untuk
maju tetapi mendorong supaya lebih atau sama dengan teman-teman
sebayanya.
c) Lembaga Swdaya Masyarakat yang peduli terhadap pendidikan.
Kepedulian lembaga sosial masyarakat akan memberikan semangat
anak untuk tetap berkarya dan tetap berusaha lebih maju dari orang lain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxlvii
yang sama dengan mereka. Lembaga masyarakat yang baik akan selalu
memberi sosialisasi terhadap lingkungan yang berkenaan dengan anak-
anak yang berkebutuhan khusus, contohnya member wawasan pada
masyarakat bahwa anak berkebutuhan khusus juga ingin sekolah seperti
yang lain dan ingin bersosialisasi terhadap lingkungan maka
masyarakat dan akan menerima apa adanya.
d) Tutor sebaya.
Penerapan system pembelajaran diluar sekolah yang dipandu oleh guru
dapat meningkatkan keakrapan dan dapat memahami keadaan siswa
baik dari lingkungan keluaraga maupun dari diri pribadi. Dalam tutor
sebaya anak dituntut memiliki disiplin diri, inisiatif dan motivasi belajar
yang kuat. Dengan adanya itu siswa diaharapkan dapam belajarnya
memiliki kemandirian dan memiliki motivasi belajar secara inisiatif
sendiri baik dilakukan secara kelompok maupun individu.
e) Para ahli yang berkaitan: psikologi, terapis, psikotrapi dan lain-lain.
Dengan adanya para ahli tersebut anak merasa tak terbebani, karena
anak bias mencurahkan apa yang menjadi beban pikiran. Biasanya anak
berkebutuhan khusus sangatlah peka dengan apa yang ada disekitarnya,
mudah tersinggung dan marah. Maka dengan adanya para ahli tersebut
bias menjadi teman ngobrol atau teman berbagi.
2) Sarana Prasarana
Tempat pembelajaran yang ramah terhadap pembelajaran yang kondusif
dengan aksesibillitas akan memudahkan anak berkebutuhan khusus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxlviii
bersemangat dan termotifasi untuk belajar dengan tekun. Sarana prasarana
yang menunjang dapat untuk perantara mereka memahami apa yang
menjadi tujuan pembelajran yang disajikan oleh guru.
3. Hasil Belajar Dari Pelaksanaan Model Pembelajaran Inklusi Siswa
Tunanetra Di SMP Negari 4 Wonogiri.
Berdasarkan situasi dan kondisi yang dirasakan oleh guru dan ketua
penyelenggara pendidikan inklusi, dengan digunakannya model modifikasi bahan
ajar pendidikan inklusi di SMP Negeri 4 Wonogiri mulai dipergunakan sejak
tahun 2009 sampai sekarang, dapat meningkatkan kreatifitas dan kinerja guru
dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Kewenangan guru dalam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar semakin luas karena guru diberikan
kesempatan untuk dapat mengembangkan sendiri rencana pelaksanaan model
pembelajaran sesuai dengan tuntutan dan perkembangan kebutuhan siswa
berkebutuhan khusus dengan tetap memperhatikan panduan yang ada dalam
pelaksanaan model modifikasi bahan ajar pendidikan inklusi.
Model modifikasi bahan ajar memberikan banyak manfaat dalam
pembelajaran dimasa mendatang bagi guru dan para siswa untuk mengembangkan
program pembelajaran sesuai dengan misi dan visi yang akan dicapai. Model
modifikasi bahan ajar sebagai acuan dalam proses pembelajaran anak didik
tunanetra di sekolah reguler, guru memperhatikan peserta didik tunanetra dalam
penyerapan bahan ajar melalui pendengaran dan perabaab. Dengan menyadari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cxlix
dalam menyajikan bahan ajar guru dituntut untuk memodifikasi bahan ajar
tersebut.
Melakukan modifikasi memerlukan mekanisme tersendiri agar alurnya
dapat dipertanggung jawabkan. Salah satunya cara untuk memenuhi tuntunan
bahan ajar dapat dipertanggung jawabkan melalui mekanisme sebagai berikut:
a. Identifikasi bahan ajar sekolah umum.
Dalam langkah awal guru pendidikan inklusi harus mengkaji bahan
dari sekolah umum untuk mengetahui pada bagian mana dari bahan
ajar tersebut yang dimungkinkan sulit dikuasai oleh peserta didik
berkebutuhan khusus. Inventarisasi atas bahan ajar yang sulit dikuasai
peserta didik berkenutuhan khusus tersebut nantinya diupayakan untuk
memodifikasi agar mudah dipelajari. Jalan yang ditempuh bias dengan
menyederhanakan, memberikan contoh konkrit dan sebagainya.
b. Melakukan asesmen terhadap kemampuan peserta didik kebutuhan
khusus sehingga diketahui dari jumlah bahan ajar yang telah dikaji dari
bahan ajar sekolah umum tersebut, bagian bahan ajar mana yang telah
dikuasai peserta didik. Berdasarkan hasil assesmen tersebut digunakan
untuk memisahkan bagian mana dari bahan ajar yang benar-benar
harus dimodifikasi.langkah penting agar tidak semua bahan ajar
langsung dimodifikasi.
c. Memodifikasi bahan ajar sesuai dengan karakter peserta didik
berkebutuhan khusus. Kegiatan memodifikasi bahan ajar untuk peserta
didik berkebutuhan khusus sangat dipengaruhui oleh karakter siswa,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cl
sehingga bentuk dan corak modifikasinya sangat tergantung pada
target peserta didik yang dituju.
d. Melakuakan ceking hasil modifikasi bahan ajar, langkah ini
bermanfaat untuk mengendalikan agar hasil modifikasi memang tetap
dalam kerangka standar yang ditetapkan dalam persyaratan isi. Bahan
ajar yang telah dimodifikasikan harus diek dengan tuntutan standar isi
maupun indicator.
e. Menentukan sumber belajar, mekanisme memodifikasi bahan ajar
adalah menentukan sumber bahan ajar yang nantinya dijadikan sumber
perluasan dan pendalaman bahan ajar bagi peserta didik sehingga
siswa dapat belajar lebih berhasil. Guru harus menentukan dari bahan
ajar yang mana harus disediakan sumber belajar tertentu yang lebih
tepat serta bahan ajar yang lainnya untuk disediakan sumber belajar
lainnya.
C. Pembahasan Temuan Penelitian.
Pada uraian sebelumnya telah peneliti sajikan hasil temuan-temuan
penelitian. Agar data tersebut dapat ditafsirkan sebagai temuan yang baik, akan
diadakan pembahasan dengan membandingkan kajian teori yang ada.
Pembelajaran Model Modifikasi Bahan Ajar pada intinya adalah pembelajaran
yang memudahkan siswa berkebutuhan khusus untuk dapat mengerti dan
memahami dalam proses pembelajaran yang berlangsung baik dikelas maupun
diluar kelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cli
Maksud dan tujuan mengajar dengan menggunakan model pembelajran
terpadu adalah agar para siswa pada sekolah inklusi khususnya di SMP Negeri 4
Wonogiri mau dan mampu menerima materi dalam kondidsi belajar yang berbeda
latar belakang fisik, sosial, intelektual, emosional maupun sensoris dan siswa
mudah dalam belajar serta yang lebih penting materi bisa tahan lama dalam
ingatannya. Oleh karena itu tekanan kegiatan pembelajaran tidak terletak pada
berapa jumlah materi pembelajaran yang harus diberikan pada siswa tetapi lebih
ditekankan pada berapa materi pelajaran yang harusnya dikuasai siswa.
Bertitik tolak dari hal-hal tersebut, Direktorat Pembinaan Sekolah Luar
Biasa Departemen pendidikan Nasional telah mengeluarkan beberapa petunjuk
yang dapat dipakai sebagai acuan dalam proses belajar mengajar disekolah inklusi
yang sebaiknya menggunakan model pembelajaran dengan menjadikan
lingkungan inklusif, ramah terhadap pembelajaran, salah satunya adalah
penerapan model modifikasi bahan ajar sehingga meniadakan batas-batas berbagai
mata pelajaran dalam bentuk unit-unit atau keseluruhan dan juga meniadakan
batas-batas antara siswa berkebutuhan khusus dan siswa reguler berikut
pembahasannya:
1. Pelaksanaan Pembelajaran Model Modifikasi Bahan Ajar Pendidikan
Inklusi SiswaTunanetra Di SMP Negeri 4 Wonogiri
Sebagaimana diskripsi temuan penelitian, pembahasan atas temuan
penelitian tentang model modifikasi bahan ajar pendidikan inklusi siswa tunanetra
di SMP Negeri 4 Wonogiri dilakukan dari enam demensi yaitu: (1) pelaksanaan
model pembelajaran inklusi di SMP Negeri 4 Wonogiri (2) Struktur kurikulum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
clii
pendidikan inklusi. (3) Bentuk kegiatan belajar mengajar. (4) jenis dan peranan
materi pelajaran dan kegiatan mengajar. (5) peranan guru dan siswa dalam PBM
dalam mencapai prestasi belajar. (6) Prestasi siswa SMP Negeri 4 Wonogiri
sebagai rintisan inklusi.
a. Pelaksanaan Model Pembelajaran Inklusi Di SMP Negeri 4 Wonogiri.
Pelaksanaan pembelajaran pada sekolah inklusi di SMP Negeri 4
Wonogiri adalah agar siswa mau dan mampu menerima materi pelajaran dalam
kondisi belajar yang berbeda latar belakang fisik, social, intelektual, emosional,
dan sensorik yang terjadi dalam kegiatan dilingkungan sekolah. Hal itu sesuai
dengan teori pembelajaran berdasarkan psikologi humanistic (Tuti Sukamto,
1996), pada teori ini dalam menyusun pembelajaran perlu memperhatikan
pengalaman emosional, karakteristik khusus seseorang,aktualisasi
diri,pemahaman diri serta realisasi diri orang yang belajar.
Tak terkecuali dengan model modifikasi pembelajaran terpadu yang
memberi kesempatan pada siswa untuk belajar sesuai dengan minat dan
kebutuhan (Cony Setiawan Stamboel< 1982), dengan pembelajaran yang
direncanakan bersama-sama antara guru dalam tim dan antara guru dengan
siswa, mereka akan termotivasi untuk belajar, dan siswa akan belajar tanpa
paksaan, sehingga akan menumbuhkan rasa tanggung jawab, keberanian dan
kemandirian. Dengan demikian paksaan pelaksanaan program pembelajaran
dengan model modifikasi bahan ajar akan memberikan kontribusi bagi siswa
secara langsung serta guru yang melaksanakan. Siswa lebih mampu mengatur
cara belanjanya sendiri, sebaliknya untuk guru keberhasilan siswa dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cliii
belajar akan memberikan rasa puas serta menumbuhkan rasa percaya diri untuk
lebih mengembangkan cara mengajarnya.
Dari uraian diatas berdasarkan pengamatan peneliti dilapangan pihak
sekolah dalam mendesain model modifikasi bahan ajar membuat tim yang
terdiri dari perwakilan guru mata pelajaran dengan diarahkan guru khusus
inklusi, namun belum melibatkan siswa untuk mendesain topik pembelajaran.
b. Struktur Kurikulum Pendidikan Khusus.
Kurikulum berarti susunan rencana pelajara (KBBI), didalam kurikulum
dapat dilihat bagaimana butir-butir pelajaran disusun dan diorganisasikan.
Penyusunan dan pengorganisasian meteri pelajaran tersebut mencerminkan
pendekatan yang digunakan yang pada dasranya berbeda-beda.
Sejauh ini sudah terjadi beberapa kali pergantian kurikulum dan yang
terakhir saat ini dipakai yaitu kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
sehubungan dengan hal tersebut diatas kurikulum yang diterapkan di SMP
Negeri 4 Wonogiri sebagai sekolah rintisan inklusi adalah kurikulum sekolah
regular dalam hal ini adalah kurikulum tingkatan satuan pendidikan.
Sedangkan untuk muatan local disesuaikan dengan kondisi sekolah, yaitu
materi yang ada disekitar sekolah yang disebut kurikulum berbasis lingkungan
dan yang lebih penting siswa regular maupun siswa berkebutuhan khusus
sama-sama bias mengakses.
Dari uraian diatas berdasar pengamatan penelitian dilapangan penerapan
kurikulum di SMP Negeri 4 Wonogiri sebagai sekolah rintisan inklusi sudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cliv
menerapkan kurikulum sekolah regular dalam hal ini kurikulum tingkat satuan
pendidikan dan kurikulum yang berbasis lingkungan.
c. Bentuk Proses Belajar Mengajar.
Tujaun utama pembelajaran model modifikasi bahan ajar pada sekolah
inklusi di SMP Negeri 4 Wonogiri adalah agar siswa mau dan mampu
menerima materi dengan kondisi latar belakang yang berbeda, maka kegiatan
belajar mengajar yang diterapkan adalah belajar didalam dan diluar kelas serta
belajar diluar sekolah yang berlangsung bersama-sama antara siswa regular
dengan siswa berkebutuhan khusus hal itu sesuai dengan pernyataan
Salamanca (2006), bahwa prinsip dasar dari sekolah inklusi adalah bahwa
selama memungkinkan semua anak seyohyanya belajar bersama-sama tanpa
memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada diri mereka
sehingga semua anak dengan berbagai latar belakang perbedaan dapat
tersentuh oleh layanan pendidikan yang efektif dan kreatif (Miriam D. Skjorten
dan Berit H Johnsen serta Cliiff Mayers 2005). Mengacu pada teori diatas
terkait dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di SMP Negeri 4
Wonogiri sebagai sekolah rintisan inklusi, penerapannya berlangsung didalam
dan diluar kelas serta diluar sekolah akan membantu siswa dalam menguasai
materi dan menghilangkan rasa perbedaan.
d. Jenis Dan Peran Materi Pelajaran Dalam Proses Belajar Mengajar.
Materi ajar pada pada sekolah inklusi berfungsi sebagai sarana yang
memperlancar jalannya pembelajaran yang berupa pembelajaran didalam dan
diluar kelas, bila hal itu dikaitkan denganteori pengembangan pembelajaran,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
clv
bahwa pengembangan pembelajaran merupakan pengembangan sumber-
sumber belajar secara sistematis agar dapat terjadi perubahan prilaku. Maka
fungsi materi ajar di SMP Negeri 4 Wonogiri sebagai sekolah inklusi dengan
menkolaborasikan beberapa mata pelajaran yang mempunyai kesamaan tema
akan merupakan metode yang sistematis dalam penyampaiannya, dan akan
membawa perubahan pada prilaku siswa yang semula kurang berminat
mengikuti pelajaran yang dianggap sulit, dan ketika mata pelajran tersebut
dikolaborasikan dengan mata pelajaran lain, ternyata menjadi daya tarik siswa
untuk mengikuti proses belajar mengajar.
Hal inipun sesuai dengan teori pembelajaran Geralc dan Ely dalam Karti
Suharto (1955) bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih
untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu
yang meliputi sifat dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman
belajar pada siswa, dan kenyataannya strategi pembelajaran dengan
mengkolaborasikan bebrapa mata pelajaran yang mempunyai kesamaan tema
merupakan pilihan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan
belajar sekolah inklusi SMP Negeri 4 Wonogiri.
e. Peran Guru Dan Siswa Dalam Proses Belajar Mengajar.
Menurut Atwi Suparman tugas atau peran guru dalam PBM ada beberapa
tahap yaitu (1) tahap pengemabangan, (2) tahap pelaksanaan intriksional, dan
(3) tahap evaluasi pelaksanaan intruksional. Dalam kaitan dengan teori tersebut
peran guru di sekolah inklusi SMP Negeri 4 Wonogiri yang tergabung dalam
tim kolaborasi, langkah awal adalah melaksanakan pengembangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
clvi
instruksional dengan merancang atau menetapkan tujuan serta mendesain
kegiatan, selanjutnya pelaksanaan PBM melibatkan seluruh guru, sedangkan
dalam evaluasi dilakukan sendiri-sendiri karena mata pelajaran aspek
penilainnya tidak sama. Sedangkan siswa memperhatikan, mempraktekan dan
bertanya serta menjawab materi yang telah disajikan oleh guru.
Dari uraian diatas tampak bahwa peran guru dalam PBM sangat luas,
hasil pengamata ndilapangan juga memperlihatkan bahwa peran guru
memainkan peran yang variatif yaitu menyampaikan tugas, memotivasi siswa,
memberi fasilitas belajar siswa, dan mengevaluasi hasil belajar siswa. Peran-
peran tersebut dimainkan dan diperlukan agar siswa benar-benar dapat belajar
dengan baik, yang akan mengantarkan siswa untuk lebig berprestasi. Begitu
juga dengan peran siswa juga harus bias memanfaatkan motivasi dan
melaksanakan tugas dari guru untuk dapat mencapai prestasi yang diharapakan.
f. Prestasi Siswa SMP Negeri 4 Wonogiri Sebagai Sekolah Rintisan Inklusi.
Motivasi yang dimiliki siswa berkebutuhan khusus cukup tinggi, terlihat
adanya dorongan untuk belajar agar prestesi belajarnya tercapai. Siswa
berkebutuhan khusus terlihat adanya minat, perhatian dan bekerja keras agar
prestasi belajarnya tercapai. Tingginya motivasi belajar terefleksi dengan
temuan berikut: ia selalu masuk sekolah dan selalu hadir dalam kegiatan
kelompok tutor sebaya. Kerajinan tersebut ia lakukan karena ia merasa kurang
dan ingin berprestasi sebaik mungkin dan tidak ingin nilainya jelek, ia juga
ingin meneladani kesuksesan teman-teman regular.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
clvii
Indikasi adanya motivasi belajar yang tinggi juga peneliti temukan dalam
ketaatannya mengikuti tata tertib sekolah. Dalam sepanjang perjalanan di SMP
Negeri 4 Wonogiri siswa-siswi berkebutuhan khusus belum pernah melanggar
tata tertib sekolah.
2. Kendalan Dan Cara Mengatasi Pelaksanaan Pembelajaran Model
Modifikasi Bahan Ajar Pendidikan Inklusi Siswa Tunanetra Di SMP
Negari 4 Wonogiri.
Kendala ataupun hambatan dalam sebuah program kegiatan disuatu
lembaga pasti selalu ada, tak terkecuali disekolah inklusi SMP Negeri 4 Wonogiri
dalam kegiatan belajar maupun dalam operasional lain, yang menyangkut
aktivitas siswa terdapat beberapa kendala diantaranya Hambatan/kendala faktor
ekonomi orang tua, Hambatan yang berkaitan dengan Proses Belajar Mengajar
(PBM), Hambatan/kendala Kesiapan ketrampilan dan kemampuan guru yang
kurang variatif cenderung membosankan dan membuat pembelajaran pasif,
Hambatan/kendala keterbatasan guru untuk mengikuti pelatihan, dan
Hambatan/kendala perbedaan kemampuan individu dalam hal ini perbedaan
peserta didik normal/regular dan peserta didik yang membutuhkan layanan
khusus.
Dari beberapa kendala atau hambatan tersebut bila dikaitkan dengan teori
sekolah inklusi, bahwa setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya dapat
dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan atau
penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana prasarana pendidikan dan
kependidikan, system pembelajaran sampai dengan system penilaian.(Direktorat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
clviii
PSLB, Dinas Pendidikan Nasional) maka konsekuen penyelenggara pendidikan
inklusi dalam hal ini pihak sekolah dituntut melakukan berbagai perubahan, mulai
cara pandang, sikap, sampai pada proses pendidikan yang berorentasi pada
kebutuhan individu tanpa diskriminasi.
Dari hasil pengamatan diatas bahwa kendala-kendala itu dapat diatasi
dengan factor-faktor yang telah ada. Hasil yang diharapakan dari model
modifikasi bahan ajar pendidikan inklusi adalah:
1) Baik peserta didik yang normal/umum maupun peserta didik yang
berkebutuhan khusus dapat menerima dan memahami bahan ajar dengan
mudah dalam proses belajar mengajar.
2) Guru dapat menyampaikan bahan ajar kepada peserta didik dengan tepat
sehingga tidak terjadi kesenjangan sosisal dalam kelas atau merasa rendah
diri karena keadaan fisik.
3) Untuk memudahkan proses pembelajaran guru hendaknya menyiapkan
dulu model modifikasi bahan ajar pendidikan inklusi apabila di kelas
regular tidak memungkinkan dipakai anak berkebutuhan khusus.
4) Lembaga Masyarakat/sekolahan yang menjadi penyelengara inklusi
sebaiknya pada awal tahun member sosialisasi dilingkunganya, agar anak
berkebutuhan khusus dapat diterima dilingkungan sekolah atau lingkungan
kelas.
Dari uraian diatas berdasar hasil pengamatan dilapangan pihak sekolah
telah berusaha untuk mengatasi berbagai kendala tersebut diatas tertentu saja
sesuai dengan tingkatan kemampuan sekolah, dan kenyataannya dari berbagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
clix
kendala yang ada proses belajar mengajar tetap berlangsung lancer, aktivitas siswa
tunanetra juga tidak terganggu, namun demikian khusus untuk guru pendamping
pihak sekolah belum menjalin kerja sama dengan Sekolah Luar Biasa setempat.
Hal itu tidak menutup kemungkinan untuk bias kerja sama dengan SLB setempat
mengingat siswa berkebutuhan khusus yang tergolong tunanetra sangat
membutuhkan guru pendamping dan kenyataannya di SMP Negeri 4 Wonogiri
terdapat siswa tunanetra walau jumlahnya hanya sedikit.
3. Hasil Belajar Dari Pelaksanaan Model Pembelajaran Inklusi Siswa
Tunanetra Di SMP Negari 4 Wonogiri.
Dari pelaksanaan Model Pembelajaran Modifikasi Bahan Ajar yang
diterapkan pada SMP Negeri 4 Wonogiri sebagai sekolah rintisan inklusi dengan
meniadakan batas-batas berbagai mata pelajaran dalam bentuk unit-unit atau
keseluruhan dan meniadakan batas layanan antara siswa berkebutuhan khusus
dengan siswa reguler biasa terlihar dari prestasi yang dimiliki oleh siswa-siswa
tanpa kecuali. Siswa berkebutuhan khusus yang merasa diperlakukan sama atau
diberi layanan yang sama dengan anak reguler dalam kegiatan pembelajaran,
mereka mempunyai rasa percaya diri dan tentu saja dari rasa percaya diri yang
tinggi tersebut menambah daya kreasi dan keberanian untuk mengemukakan
pendapat, ditambah lagi model pembelajaran yang diterapkan di SMP Negeri 4
Wonogiri yaitu lima puluh persen didalam kelas dan lima puluh persen didalam
kelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
clx
Dari penelitian dilapangan ditemukan bahwa motivasi yang dimiliki siswa
berkebutuhan khusus cukup tinggi, terlihat adanya dorongan untuk belajar agar
prestasi belajarnya tercapai. Siswa berkebutuhan khusus terlihat adanya minat,
perhatian dan bekerja keras agar prestasi belajarnya tercapai. Tingginya motivasi
belajar terefleksi dalam temuan berikut: ia selalu masuk sekolah, dan selalu hadir
dalam kegiatan kelompok tutor sebaya. Kerajianan tersebut ia lakukan karena
ingin berprestasi sebaik mungkin dan tidak ingin nilainya jelek, ia juga ingin
meneladani kesuksesan teman-teman reguler.
Indikasi adanya motivasi belajar yang tinggi juga peneliti temkan dalam
ketaatannya megikuti tata tertib sekolah.dalam sepanjang perjalanannya d SMP
Negeri 4 Wonogiri, siswa-siswi berkebutuhan khusu beum pernah melanggar tata
tertib sekolah. Itu ia lakukan, karena ia sadar bahwa sebagai siswa SMP Negeri 4
Wonogiri ia wajib mentaati tata tertib yang ada disekolahnya.ia tidk ingin dirinya
atau orang tuanya dipanggil guru gara-gara melanggar tata tertib sekolah.
Selain taat terhaap tata terti sekolah tinginya motivasi belajar siswa
berkebutuhan khusus terefleksi dalam catatannya yang lengkap walaupun
tulisannya kurang bagus.indikasi adanya hasil belajar yang tidak terlalu rendah
peneliti temukan dalam buku leger wali kelas yang menunjukkan adanya nilai
yang mencapai batas tuntas, bahkan tidak sedikit yang mencapai diatas kreteria
ketuntasan minimal (KKM).
Dari hasil penelitian bahwa Hasil Belajar Dari Pelaksanaan Model
Pembelajaran Inklusi Siswa Tunanetra Di SMP Negari 4 Wonogiri dapat
dilaksanakan dengan cara:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
clxi
1) Guru dapat mengembangkan dan menggunakan model bahan ajar dengan
karya sendiri, yang mana guru dalam proses belajar mengajar yang dapat
memahami keadaan siswa baik dalam perkembangan ataupun dalam
keadaan siswa.
2) Dengan mengevaluasi hasil model pembelajaran yang disajikan
kemudian lebih dikembangkan dalam proses pembelajaran yang lain
supaya anak didik tidak merasa jenuh dengan metode maupun model
pembelajaran yang disajikan oleh guru.
3) Dapat memodifikasi model bahan ajar supaya anak didik lebih tertaik
dengan penyajian yang guru berikan sesuai dengan karakter dan keadaan
siswa berkebutuhan khusus.
4) Selalu menindak lanjuti hasil pembelajaran yang sudah dilaksanakan
untuk mengembangkan yang lebih dalam penyajian berikutnya sesuai
dengan indikator dan standar isi yang ada.
5) Mencari sumber belajar yang lain dengan memodifikasikan dengan
bahan ajar yang telah ada agar dalam proses pembelajaran lebih kondusif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
clxii
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pelaksanaan Pembelajaran Model Modifikasi Bahan Ajara Pendidikan
Inklusi Siswa Tunanetra Di SMP Negeri 4 Wonogiri
Dari hasil temuan penelitian model modifikasi bahan ajar pada sekolah
inklusi di SMP Negeri 4 Wonogiri dapat dikemukakan sebagai berikut: pertama
adalah Pelaksanaan model pembelajaran inklusi di SMP Negeri 4 Wonogiri sudah
sesuai dan sejalan dengan tuntunan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
1945 pasal 31, Uandang-Undang no. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat,
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional pasal 3.
Prinsip-prinsip pengembangan dan model pembelajaran inklusi yang harus
dilaksanakan sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang pelaksanaanya
disesuaikan dengan situasi dan kondisi di SMP Negeri 4 Wonogiri.
Kedua adalah model kurikulum pengajaran di SMP Negeri 4 Wonogiri
sebagai sekolah rintisan menggunakan kurikulum sekolah regular yaitu tingkatan
satuan pendidikan atau KTSP dengan memadukan materi antara mata pelajaran
yang mempunyai kesamaan tema yang meliputi mata pelajaran matematika, IPA,
IPS, Bahasa dan Agama. Sedangkan mata pelajaran lainnya tidak dikolaborasikan,
oleh karena itu tema memiliki peran sangat penting, yaitu mengorganisasikan dan
sekaligus menjadi konteks pengembangan ketrampilan dan pengembangan bahan
ajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
clxiii
Ketiga adalah bentuk dan prosedur kegiatan belajar mengajar di SMP
Negeri 4 Wonogiri adalah dengan system lima puluh persen di kelas dan lima
puluh persen di dalam kelas, guru menyampaikan materi dan memberi tugas
kepada siswa dan siswa mengerjakan tugas itu. Melalui kegiatan belajar mengajar
itu, kemampuan menguasai dan mengimplementasi materi semakin mantap bagi
siswa regular dan bagi siswa berkebutuhan khusus ada pengalaman kongkrit
sehingga akan bertahan lama dalam ingatan.
Keempat adalah jenis dan fungsi materi pelajaran dalam kegiatan belajar
mengajar. Sesuai dengan kegiatannya meteri model modeifikasi bahan ajar yang
diterapkan di SMP Negeri 4 Wonogiri berbentuk kolaborasi antaramata pelajaran
yang mempunyai kesamaan tema yang kesemuannya berfungsi sebagai sarana
memperlancar jalannya kegiatan belajar mengajar.
Kelima adalah peran guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar,
peran guru adalah menyampaikan tugas, memotifasi, member fasilitas belajar
siswa dan mengevaluasi kegiatan belajar mengajar siswa. Sementara itu peran
siswa hanya mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.
Dari kelima dimensi tersebut, yaitu dimensi tujuan pembelajaran, model
kurikulum, bentuk kegiatan belajar mengajar, jenis dan fungsi materi pelajaran
serta peran siswa dan guru, dalam kegiatan belajar mengajar sesuai dengan
prinsip-prinsip model modifikasi bahan ajar. Namun secara keseluruhan
implementasi model modifikasi bahan ajar pada sekolah inklusi di SMP Negeri 4
Wonogiri termasuk kategori sedang dengan indicator (1) perolehan nilai ujian
nasional tidk terlalu tinggi, (2) jumlah lulusan yang diterima disekolah negeri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
clxiv
yang favorit diatas hanya sedikit, (3) masih ada kendala yang belum teratasi
seperti adanya guru pendamping untuk anak tunanetra.
2. Kendalan Dan Cara Mengatasi Pelaksanaan Pembelajaran Model
Modifikasi Bahan Ajar Pendidikan Inklusi Siswa Tunanetra Di SMP
Negari 4 Wonogiri.
Dalam kaitannya dengan temuan penelitian tentang Kendalan Dan Cara
Mengatasi Pelaksanaan Pembelajaran Model Modifikasi Bahan Ajar Pendidikan
Inklusi Siswa Tunanetra Di SMP Negari 4 Wonogiri bahwa terdapat Faktor-faktor
yang menghambat pelaksanaan model pembelajaran inklusi di SMP Negeri 4
Wonogiri adalah: (1) Perbedaan kemampuan individu dalam hal pembelajaran,
peserta didik yang “normal”/umum dan peserta didik yang membutuhkan layanan
khusus, (2) Kesiapan kertampilan dan kemampuan guru kurang variatif cenderung
membosankan dan membuat pembelajaran pasif, (3) Pola kemapanan guru
mengakibatkan guru engan untuk melakukan perubahan, (4) Keterbatasan
kesempatan guru untuk mengikuti pelatihan, (5) Pengetahuan guru yang terbatas,
(6) Kurangnya dukungan dari lingkungan sekolah.
3. Hasil Belajar Dari Pelaksanaan Model Pembelajaran Inklusi Siswa
Tunanetra Di SMP Negari 4 Wonogiri.
Dalam kaitannya dengan temua Hasil Belajar Dari Pelaksanaan Model
Pembelajaran Inklusi Siswa Tunanetra Di SMP Negari 4 Wonogiri dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model modifikasi bahan ajar memiliki
rancangan yang baik, penerapannya dalam pengajaran juga baik, karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
clxv
pendekatan tersebut mampu membelajarkan siswa secara efektif sehingga dapat
meningkatkan taraf sosual anak berkebutuhan kusus diantaranya; terjalin
hubungan yang harmonis antara siswa reguler dengan siswa berkebutuhan khusus,
bagi siswa berkebutuhan khusus tidak merasa termarjinalkan dan toleransi antar
siswa cukup tinggi. Serta meningkatkan taraf intelektual yaitu siswa berkebutuhan
khusus termotivasi belajar oleh siswa reguler,penerapan pembelajaran diluar dan
didalam kelas memantapkan siswa reguler dalam penguasan materi dan bagi siswa
berkebutuhan khusus memperoleh pengalaman yang kongkrit.
Hal ini tercermin dari lima indikator sebagai berikut, pertama tingakat
kehadiran, siswa baik reguler maupun yang berkebutuhan khusus terlihat sama-
samaaktif masuk sekolah maupun juga dalam kegiatan kelompok diluar
sekolah.kedua kegiatan tutor sebaya yang berlangsung pada sore hari. Ketiga
motivasi belajar siswa berkebutuhan khusus bertahan karena bersifat attention,
relefance, konfidence dan setisfacion. Keempat motivasi guru yang ditandai
dengan selalu hadir pada setiap jam tatap muka atau jam mengajar. Dan
kelima,prestasi siswa yang terlihat banyaknya hasil kejuaraan lomba baik
akademis maupun non akademis.
B. Implikasi
Temuan penelitian ini mendukung teori-teori model modifikasi bahan ajar
yang mengutamakan pembelajaran dalam proses belajar mengajar, terutama yang
berkenaan dengan pengaruh model modifikasi bahan ajar terhadap prestasi belajar
siswa berkebutuhan khusus pada sekolah inklusi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
clxvi
Temuan penelitian ini memperkuat juga teori-teori model modifikasi
bahan ajar yang dalam penyajiannya memadukan antara teori,konsep dan fakta.
Model modifikasi bahan ajar menuntut adanya keterlibatan siswa dalam
menemukan fakta dan konsep melalui proses pembelajaran, dengan menggunakan
model modifikasi bahan ajar berarti keterlibatan mental dan fisik siswa semakin
banyak untuk mempelajari penegtahuan yang dipelajarinya, sehingga siswa dapat
memahami konsep-konsep dan pengetahuan secara lebih baik, penguasaan bahan
yang dipelajari lebih mendalam. Oleh karenanya bagi siswa berkebutuhan khusus
motivasi belajarnya meningkat dan secara umum prestasi lebih baik.
Pendekatan modifikasi bahan ajar dirancang untuk menetapkan prinsip
atau azas keterpaduan dalam bentuk kegiatan atau proses yang berisi serentetan
pengalaman interaksi belajar mengajar secara sengaja diprogramkan untuk
menyatukan unsur-unsur: (1) subjek belajar, (2) subtansi materi yang dipelajari,
(3) tempat lingkungan belajar, (4) kontek situasi dan kondisi belajar peristiwa
belajar yang hendak dipelajari, (5) pemanfaatan berbagai sumber dan fasilitas
belajar (6) dampak-dampak pengiring yang diharapkan dapat dicapai melalui
program yang bersangkutan. Keenam hal tersebut merupakan konsep dan ciri
pokok model modifikasi bahan ajar.
Oleh karena tuntuntan dan perkembangan jaman pelaksanaan model
pembelajaran inklusi di SMP Negeri 4 Wonogiri merupakan suatu bentuk proses
pembelajaran bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang harus dilaksanakan
sehingga nantinaya diharapkan menghasilkan lulusan yang mempunyai prestasi
belajar sesuai dengan perkembangan siswa yang normal. Sebagai tindak lanjut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
clxvii
untuk menjadikan evaluasi dan revisi guna penyempurnaan pelaksanaan
pendidikan inklusif, perlu disampaikan implikasi sebagai berikut:
a. Adanya contoh konkrit tentang model modifikasi bahan ajar
pendidikan inklusi sesuai kebutuhan guru/kondisi anak didik.
b. Pelatihan guru dalam pemahaman bahan ajar yang tepat untuk anak
didik berkebutuhan khusus.
c. Penambahan/penempatan guru, khususnya guru yang menangani
siswa berkebutuhan khusus di sekolah penyelenggaraan pendidikan
inklusif.
d. Efektifitas keterlibatan dinas terkait dalam nenangani pendidikan
inklusif.
e. Peran orang tua dalam pendampingan belajar siswa perlu
diciptakan.
C. Saran-saran
Berdasarkan hasil kesimpulan dan implikasi di atas, maka dapat
dirumuskan saran-saran sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pembelajaran model modifikasi bahan ajar di SMP Negeri
4 Wonogiri adalah program pendidikan dalam pengajaran. Menjadi
kewajiban bagi seluruh warga sekolah khususnya para pendidik dalam
rangka mempersiapkan kualitas proses belajar mengajar untuk
menghasilkan ketuntasan yang maksimal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
clxviii
2. Karena merupakan sekolah pemerintah, SMP Negeri 4 Wonogiri harus
mengupayakan bantuan dalam bentuk sarana dan prasarana pendukung
pembelajaran. Koordinasi yang rutin dan berkelanjutan untuk
melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
pembelajaran bagi guru juga sangat dibutuhkan agar tugas dan
tanggung jawabnya dilaksanakan dengan benar.
3. Lembaga sekolah disarankan dapat menciptakan kondisi belajar yang
memadahi, khususnya penyediaan sarana ataupun fasilitas belajar
dengan buku-buku perpustakaan.
4. Kepada peneliti disarankan untuk meneliti lebih lanjut tentang
keefektifan model modifikasi bahan ajar pada sekolah inklusi pada
pengaruh-pengaruh yang lain, sehingga hasilnya mendekati yang
diharapkan.
Recommended