1
SALINAN
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN
LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2010 – 2014
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mempertajam dan mengoptimalkan perencanaan kegiatan Kementerian Lingkungan Hidup sampai dengan tahun 2014 dipandang perlu untuk melakukan penyempurnaan terhadap muatan Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup Tahun 2010-2014;
b. Bahwa Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup 2010-2014 perlu dilakukan perubahan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup 2010-2014;
Mengingat : 1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014;
2. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup Tahun 2010-2014;
MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2010-2014.
2
Pasal I
1. Mengubah Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup Tahun 2010-2014 sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta Tanggal 18 November 2011
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BALTHASAR KAMBUAYA
Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 21 November 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
AMIR SYAMSUDDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 730
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,
Inar Ichsana Ishak
1
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI
NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2011
TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2010 – 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Kondisi Umum
Sumber daya alam dan lingkungan hidup (SDA dan LH) memiliki
peran ganda, yaitu sebagai modal pembangunan dan sebagai penopang
sistem kehidupan. Paradigma umum yang berkembang saat ini lebih
menempatkan SDA dan LH sebagai sumberdaya ekonomis daripada
sumberdaya ekologis. Kondisi tersebut berdampak pada pola pemanfaatan
SDA dan LH yang lebih diarahkan pada kepentingan ekonomi semata dan
kurang mempertimbangkan manfaat dan dampak pengelolaan sumberdaya
alam secara ekologis.
Secara teoritis, ketersediaan air alami di Indonesia hampir mencapai
2 milyar m3, jauh di atas kebutuhan air yang pada tahun 2003
diperkirakan hanya berjumlah sekitar 112.275 juta m3, sementara proyeksi
kebutuhan total tahun 2020 diperkirakan mencapai 127.707 juta m3.
Secara nasional terdapat surplus air, namun kenyataan memperlihatkan
bahwa pada saat musim kemarau, di beberapa daerah terjadi defisit air.
Persoalan kelangkaan dan kesulitan air yang layak pakai yang terjadi sejak
lama belakangan ini makin memburuk di beberapa daerah di Indonesia,
terutama di kota-kota besar. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi suplai
air dan distribusinya amat tidak merata dan cenderung mengancam
kualitas kehidupan.
Persoalan sumber daya air juga mencakup persoalan penurunan
kualitas. Pemantauan yang dilakukan terhadap kualitas air di 30 sungai di
Indonesia, menunjukkan bahwa hampir seluruh sungai tersebut telah
tercemar dengan derajat yang berbeda-beda. Sungai-sungai yang masih
memenuhi baku mutu air sesuai dengan peruntukannya sudah sangat
sedikit jumlahnya, dan berada di daerah yang tingkat pembangunan serta
kepadatan penduduknya relatif rendah. Tingginya pencemaran air akibat
2
limbah industri, pertanian dan rumah tangga menyebabkan turunnya
kualitas sumber air.
Kondisi kualitas udara dan atmosfer di beberapa daerah di Indonesia,
khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang,
Bandung dan Medan mengindikasikan kecenderungan memburuk dan
secara rata-rata kurang baik. Jenis-jenis polutan utama yang dihasilkan
dari emisi kegiatan industri dan transportasi diantaranya adalah debu
(partikulat), sulfur dioksida (SO2), oksida nitrogen (NOx), timbal (Pb) dan
karbon monoksida (CO). Pemantauan kualitas udara yang dilakukan
dengan metode Air Quality Monitoring System (AQMS) selama periode 2001-
2007, misalnya, memperlihatkan bahwa sebagian kota-kota besar memiliki
kondisi kualitas udara pada tingkat berbahaya selama proses pemantauan.
Di beberapa kota besar seperti Jakarta dan Bandung malah diketahui
memiliki tingkat keasaman air hujan dalam rentang variasi pH 4,4 dan 5,2;
indikasi bahwa gejala hujan asam telah terjadi di kota-kota tersebut.
Indonesia adalah salah satu negara yang dikategorikan sebagai mega-
biodiversity, atau negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati yang
sangat tinggi. Keragaman jenis ekosistemnya mencapai 47 tipe ekosistem
utama yang tersebar mulai dari laut sampai dengan pegunungan. Indonesia
memiliki 10% tumbuhan berbunga, 12% mamalia, 16% reptil dan ampibi,
dan 17% dari jumlah jenis burung yang ada di dunia. Indonesia juga
mempunyai jenis binatang menyusui paling banyak di dunia (515 jenis)
dimana 35% di antaranya merupakan jenis endemik Indonesia. Kekayaan
luar biasa ini tengah menghadapi berbagai ancaman yang serius. Berbagai
aktivitas manusia --yang secara langsung maupun tidak langsung
menyebabkan terjadinya fragmentasi habitat-- telah menyebabkan
penurunan kualitas dan bahkan kepunahan keanekaragaman hayati.
Kegiatan pembangunan, dengan tiga aspek utamanya; yaitu manusia
dengan berbagai kebutuhannya, pemanfaatan teknologi dengan berbagai
dampaknya, serta dinamika kondisi alam dengan berbagai resiko
kerentanan dan kebencanaan yang dimilikinya berkontribusi langsung pada
kerusakan dan kepunahan keanekaragaman hayati.
Isu limbah padat, khususnya persoalan sampah di kawasan
perkotaan, merupakan salah satu persoalan lingkungan yang menonjol dan
semakin bermasalah pada periode tahun 2004-2009. Persoalan ini ditandai
dengan meningkatnya timbulan sampah, makin langkanya lahan yang
dapat digunakan sebagai tempat pembuangan/pengolahan akhir (TPA), dan
sistem teknologi pengelolaan sampah yang digunakan yang tidak mampu
mengatasi persoalan sampah. Pengelolaan TPA dengan sistem open dumping
pada kebanyakan kota di Indonesia telah menimbulkan masalah seperti
terjadinya bencana longsoran sampah. Tingginya volume timbulan sampah
dan pengelolaan yang secara umum belum memadai telah menimbulkan
3
berbagai macam persoalan lingkungan seperti pencemaran tanah, air
tanah, air permukaan dan udara (bau dan gas methane).
Selain itu, bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbah B3 dari
berbagai sektor seperti pertambangan, industri, dan pertanian termasuk
sektor domestik (rumah tangga) juga menunjukkan peningkatan volume,
yang bila tidak terkelola berpotensi meningkatkan resiko kerusakan
lingkungan hidup, kesehatan dan kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lain. Persoalannya adalah pengelolaan B3 dan limbah B3
dipandang rumit dan mahal, sehingga bila disertai dengan rendahnya
pemahaman masyarakat menjadikan isu pengelolaan limbah B3 bertambah
serius dari tahun ke tahun.
Posisi geografis, kondisi geologis serta berbagai perubahan pada
tingkat global, regional maupun lokal telah menempatkan Indonesia sebagai
wilayah yang unik dan spesifik yang tidak dapat ditemukan pada wilayah-
wilayah lain di dunia. Disisi lain, keadaan tersebut telah membawa
berbagai konsekuensi yang cukup mendasar khususnya hal-hal yang
berkaitan bencana alam maupun perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup. Dalam konteks pengelolaan lingkungan hidup, upaya-upaya mitigasi
dan pengurangan dampak bencana terutama ditujukan pada jenis-jenis
bencana banjir, tanah longsor, kekeringan, dan kebakaran hutan dan
lahan.
Fenomena kekeringan (El Nino) dan banjir (La Nina) yang terjadi
secara luas diindikasikan juga sebagai bukti adanya perubahan iklim
global. Dibandingkan 150 tahun lalu, suhu rata-rata permukaan bumi kini
meningkat 0,6 C dan diperkirakan tahun 2100 suhu rata-rata permukaan
bumi diperkirakan akan naik lagi sebesar 1,4-5,8 C. Hal ini menyebabkan
keseimbangan lingkungan global terganggu dan akan secara langsung
mempengaruhi pola pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Adaptasi terhadap perubahan iklim mutlak diperlukan, khususnya yang
terkait dengan strategi pembangunan sektor kehutanan, pertanian,
kelautan, infrastruktur sumberdaya air dan permukiman, kesehatan dan
pembangunan yang mengikuti prinsip perencanaan tata ruang.
Kebijakan lingkungan hidup sarat dengan aspek politik karena
kuatnya keragaman mazhab para pemangku kepentingan yang tata nilainya
sering bertolak belakang. Tipologi keputusan yang dihasilkannya akan
selalu diperangkap perdebatan etika, karena umumnya berkaitan dengan
pilihan-pilihan: mana yang harus dikorbankan-mana yang harus
diselamatkan, bagaimana mendistribusikan manfaat secara “adil”, atau
bahkan memperjuangkan nasib kelompok yang tidak akan pernah terwakili
dengan baik (misalnya spesies non manusia, atau bahkan generasi yang
akan datang). Kancah “pertempuran”-nya selalu berada di wilayah
4
ekonomi, karena kebijakan lingkungan hidup berhubungan langsung
dengan tata kuasa, produksi, konsumsi, dan pelestarian sumber daya alam.
Pendek kata, Kementerian Lingkungan Hidup tidak bisa semata-mata
bergerak di area ekologis saja, tetapi juga harus menjembataninya dengan
isu-isu ekonomi maupun sosial.
1.2 Kinerja Pelaksanaan Program 2004-2009
Selama tahun 2004 sampai 2009, berbagai kegiatan Kementerian
Lingkungan Hidup (KLH) mengarah kepada 4 (empat) program prioritas
yaitu: (1) Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan: (2)
Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam; (3) Pengembangan
Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup; dan (4)
Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup.
Kegiatan dalam Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan
Lingkungan telah mendorong penurunan beban pencemaran dari industri,
peningkatan pengelolaan sampah berbasis 3R, peningkatan pengawasan
penaatan terhadap sumber-sumber pencemar, peningkatan jumlah limbah
B3 yang terkelola, penghentian penggunaan bahan perusak ozon (BPO) di
beberapa kegiatan industri pengguna BPO utama, peningkatan jumlah
kasus perdata dan pidana lingkungan hidup yang ditangani, pelaksanaan
investasi prasarana pengendalian pencemaran sampai tingkat
Kabupaten/Kota melalui pendistribusian Dana Alokasi Khusus (DAK)
Bidang Lingkungan Hidup, semakin lengkapnya regulasi serta standar
terkait pengendalian pencemaran dan pemulihan akibat kontaminasi bahan
pencemar, dan tersusunnya rencana aksi lintas sektor dan lintas daerah
dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim.
Kegiatan dalam Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya
Alam telah mendorong percepatan implementasi pencegahan dan
penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, perlindungan dan
pengendalian kerusakan ekosistem perairan dan gambut, perlindungan dan
pengendalian kerusakan ekosistem pesisir dan pulau kecil, perlindungan
dan pengendalian kerusakan ekosistem kars, perlindungan
keanekaragaman hayati, dan peningkatan pengawasan kinerja pemerintah
daerah di bidang pengendalian kerusakan lingkungan.
Kegiatan dalam Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup telah mendorong pelaksanaan
revitalisasi dan pengembangan standar pelayanan institusi lingkungan
hidup di daerah, peningkatan jumlah dan jenis Diklat terkait lingkungan
hidup, pembentukan kader masyarakat pelestari lingkungan hidup,
5
pengembangan kemitraan strategis dengan LSM, parlemen, dan berbagai
komunitas masyarakat, termasuk sekolah dan pesantren, serta
pengembangan dan penyaluran dana lingkungan kepada usaha skala kecil.
Kegiatan dalam Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup telah menghasilkan rangkaian
Laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia tahunan sepanjang tahun
2004 - 2008, basis data sumber daya alam dan lingkungan hidup, kajian-
kajian analisis data spasial dan kualitas lingkungan hidup, serta sarana
dan prasarana layanan informasi lingkungan hidup kepada masyarakat
secara multimedia.
Amanat RPJP 2005 – 2025 untuk mewujudkan Indonesia yang asri
dan lestari menetapkan fokus kegiatan pada pengelolaan sumber daya alam
secara berkelanjutan dan pengelolaan lingkungan hidup (dengan penekanan
pada pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup). RPJP
untuk mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari mencakup upaya-
upaya: mendayagunakan dan mengelola SDA terbarukan maupun tak
terbarukan; menjaga dan melestarikan SDA air dan energi;
mengembangkan potensi kelautan; menjaga, mengelola, dan meningkatkan
nilai tambah SDA khas dan kehati; mitigasi bencana; mengendalikan
pencemaran dan kerusakan lingkungan; serta meningkatkan kapasitas
pengelolaan SDA dan LH. Secara umum upaya-upaya tersebut dapat
dikelompokkan dalam dua subyek besar, yaitu pengelolaan sumberdaya
alam dan pengelolaan lingkungan hidup dengan penekanan pada
pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan. Hal ini
mengimplikasikan diharuskannya kelembagaan di bidang lingkungan hidup
untuk menangani pengelolaan sumberdaya alam dan pengendalian
pencemaran dan kerusakan lingkungan.
1.3 Potensi dan Permasalahan
Potensi dan permasalahan yang terbentuk akibat perubahan
lingkungan strategis internal maupun eksternal adalah kunci dalam
menyusun perencanaan strategis. Perencanaan itu sendiri disusun dalam
batas dan lingkup mandat yang diterima oleh Menteri Negara LH, dengan
mengacu peraturan perundangan yang terkait secara substansial terkait
dengan perlindungan dan pengelolaan LH, maupun dalam kaitan tatakelola
kelembagaan.
Secara umum, permasalahan lingkungan hidup pada tahun 2010 –
2014, masih akan dihadapkan pada pencemaran air, udara, sampah, dan
limbah B3, terutama yang bersumber dari kegiatan industri dan jasa,
rumah tangga (limbah domestik) dan sektor transportasi; kerusakan
6
lingkungan di Daerah Aliran Sungai (DAS) dan ekosistem-ekosistem sensitif
lainnya; potensi bencana lingkungan, terutama akibat kebakaran hutan
dan lahan; serta memburuknya dampak yang dirasakan akibat fenomena
perubahan iklim.
Ada empat faktor peubah (change driver) dari luar KLH sendiri yang
akan membentuk kondisi lingkungan strategis dalam melaksanakan
mandat yang diberikan, yaitu faktor ekonomi, politik, sosial, dan
perkembangan teknologi. Pengaruhnya masing-masing dijelaskan dalam
matriks-matriks analisis berikut ini:
Tabel 1.1
Potensi dan Permasalahan yang Dipengaruhi Lingkungan Strategis
Eksternal
Lingkungan Strategis Eksternal : Kondisi Politik
Potensi Permasalahan
Tersedianya regulasi terkait
perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup
Otonomi daerah dan orientasi
pembangunan yang sektoral
mempersulit sinkronisasi kebijakan
pengelolaan lingkungan
Aspek lingkungan hidup masih belum
mainstream
Masih besar "gap" pengetahuan dan
rincian operasional antara komitmen
di tingkat internasional dengan
implementasi di tingkat lokal
Pendekatan "Ekonomi Hijau"
disepakati sebagai metoda
pendekatan pembangunan dan
diwujudkan terutama dalam
program prioritas terkait
pengelolaan sumber daya alam
dan perwujudan penurunan
emisi karbon sebanyak 26%
Isu perubahan iklim dan penanganan
bencana masih berupa "jargon" dan
cenderung lebih banyak dipolitisir.
Tingginya tekanan untuk
mengkonversi lahan pangan dan
hutan menjadi lahan "bio-fuel"
Kompleksnya benturan kepentingan
lokal, nasional, bahkan internasional
dalam opsi revitalisasi kebijakan
pangan dan posisi Indonesia sebagai
pemasok pangan utama dunia
7
Lingkungan Strategis Eksternal : Kondisi Ekonomi
Potensi Permasalahan
Prioritas pemerintah terhadap
penyediaan infrastruktur juga
mencakup penyediaan
"Infrastruktur Hijau" (prasarana
pendukung pelestarian SDA dan
LH).
Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia
saat ini masih menguras sumber daya
alam dan lingkungan hidup dalam
tingkat mengkhawatirkan.
Pasar siap menerima energi
sumber terbarukan
Produksi sumber energi terbarukan
belum mencapai skala ekonomis
Pasar mulai siap menjalankan
skema "Payment for Ecosystem
Services", termasuk investasi
perlindungan hutan melalui
skema perdagangan karbon dan
REDD+
Tingkat kerusakan ekosistem sudah
pada tahap dimana skema-skema
berbasis mekanisme pasar mungkin
tidak optimal menanggulangi
masalah.
Upaya menangani krisis
finansial global justru membuka
kesempatan pengembangan
potensi pendanaan internasional
yang lebih ramah lingkungan
(“The Global Green New Deal”)
Kerugian ekonomi sekitar 6,7 persen
dari PDB per tahun sejak tahun 2020
akan ditanggung negara-negara Asia
Tenggara jika tidak ada upaya konkrit
untuk menanggulangi dampak emisi
karbon
Tingginya potensi investasi di
bidang sumber energi
terbarukan
Kecenderungan saat ini masih
mengkonversi lahan pertanian dan
hutan untuk pengembangan sumber
energi terbarukan Peningkatan pariwisata
berkonsep "Eco-tourism" di
daerah-daerah
Lingkungan Strategis Eksternal : Kondisi Sosial
Potensi Permasalahan
Atmosfir demokrasi dan otonomi
daerah membuka peluang
partisipasi masyarakat yang
lebih tinggi
Tingginya pencemaran pada media
tercemar (air, tanah dan udara) yang
berdampak pada menurunnya fungsi
dan kualitas lingkungan
Akses terhadap sumber air
bersih meningkat dan meluas
Tekanan kebutuhan akibat
pertumbuhan penduduk dan kegiatan
ekonomi terlalu tinggi
8
Tabel 1.1
Potensi dan Permasalahan yang Dipengaruhi Lingkungan Strategis
Eksternal
Lingkungan Strategis Eksternal : Kondisi Politik
Potensi Permasalahan
Makin banyak masyarakat
Indonesia ikut serta dalam
gerakan dukungan penanganan
perubahan iklim dan gaya hidup
ramah lingkungan
Penanganan isu sosial terkait
persoalan dan bencana lingkungan
masih superfisial akibat rendahnya
pengetahuan dan kapasitas
masyarakat
Makin banyak organisasi
kemasyarakatan yang
memfasilitasi praktek
pengelolaan sumber daya alam
skala komunitas yang
berkelanjutan
Isu konflik pengelolaan sumber daya
alam masih dalam tingkat kritis
Keterbatasan akses terhadap SDA
masih tinggi
Lingkungan Strategis Eksternal : Perkembangan Teknologi
Potensi Permasalahan
Pesatnya perkembangan
teknologi ramah lingkungan
yang telah memiliki skala
ekonomis (terutama teknologi
yang menekan emisi dan
pemakaian energi)
Keterbatasan infrastruktur dan sistem
informasi lingkungan hidup dapat
menghambat akses terhadap
pengetahuan penerapan teknologi
ramah lingkungan
Limbah dan sampah sudah bisa
dimanfaatkan sebagai sumber
energi alternative
"Pasar" limbah dan sampah belum
terbentuk baik, sehingga masih rawan
isu sosial dan dapat berbalik menjadi
disinsentif
Perkembangan nanoteknologi
dan bioteknologi membuka
kesempatan pemanfaatan
sumber daya alam baru
Indonesia rentan terhadap bencana
dan dampak perubahan iklim
Tingginya minat kerjasama
internasional di bidang
pengembangan teknologi ramah
lingkungan
Kapasitas dalam negeri belum
optimal, sehingga rentan pencurian
kekayaan intelektual maupun
kekayaan genetika
Investasi riset pengembangan
pangan secara berkelanjutan
Investasi riset teknologi masih sangat
dipengaruhi kepentingan korporasi,
9
Tabel 1.1
Potensi dan Permasalahan yang Dipengaruhi Lingkungan Strategis
Eksternal
Lingkungan Strategis Eksternal : Kondisi Politik
Potensi Permasalahan
tinggi sehingga tidak selalu alternatif yang
tersedia benar-benar ramah
lingkungan. Investasi global di bidang
pengembangan sumber energi
terbarukan tinggi dan akan
terus meningkat
1.4 Mandat Kelembagaan Kementerian Lingkungan Hidup
Dalam melaksanakan mandatnya, Kementerian Lingkungan Hidup
mengacu pada peraturan perundangan Undang-undang No 32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup , yang memuat
paradigma perlindungan dan pengelolaan LH, antara lain:
a. Tanggungjawab kelestarian dan pengelolaan lingkungan merupakan
tanggungjawab kolektif, yang dilaksanakan melalui kesadaran dan
penguatan kordinasi seluruh pihak, terutama dalam hal menyamakan
persepsi tentang definisi pencemaran lingkungan;
b. Pengaturan yang jelas antara kewenangan pusat dan daerah dalam hal
pengawasan LH;
c. Adanya pendayagunaan pendekatan ekosistem (eco region), yang dapat
menjadi jembatan antara perencanaan pembangunan, penataan ruang,
dan pertimbangan lingkungan hidup;
d. Adanya penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara
lebih jelas. Ditunjang pula dengan penguatan kelembagaan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih efektif dan
responsif;
Selain UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Kementerian LH juga mengacu pada beberapa
peraturan perundangan sebagai berikut :
a. Peraturan Perundangan terkait substantif Lingkungan Hidup
b. Ratifikasi Undang-Undang Internasional
c. Peraturan Pemerintah dan Peraturan lain terkait upaya perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup.
10
Dalam melaksanakan mandat tersebut Kementerian Lingkungan
Hidup, sesuai dengan Peraturan Presiden No. 24 tahun 2010, tentang
Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara, Kementerian LH
menyelenggarakan fungsi : (a) perumusan dan penetapan kebijakan di
bidang lingkungan hidup; (b) koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan
kebijakan di bidang lingkungan hidup; (c) pengelolaan barang
milik/kekayaan negara yang menjadi tanggungjawab Kementerian LH; (d)
pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian LH; dan (e)
penyelenggaraan fungsi teknis pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sesuai dengan undang-undang di bidang lingkungan
hidup.
1.5 Alur Pikir dan Sistematika Rencana Strategis
1.5.1 Alur Pikir Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis disusun dalam batas dan lingkup mandat yang
diterima oleh Menteri Negara LH, dengan mengacu peraturan perundangan
yang terkait secara substansial terkait dengan perlindungan dan
pengelolaan LH, maupun dalam kaitan tatakelola kelembagaan.
11
Gambar 1.1 Alur Pikir Perencanaan Strategis Kementerian LH
1.5.2 Sistematika Penulisan
Substansi Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup Tahun
2010-2014 dalam dokumen ini disajikan dengan sistematika penulisan
sebagai berikut:
KATA PENGANTAR
Merupakan pengantar dari Menteri Negara Lingkungan Hidup;
12
BAB I. PENDAHULUAN
Memberikan penjelasan secara garis besar dasar-dasar dari
perencanaan strategis Kementerian Lingkungan Hidup. Bagian ini memuat
gambaran kondisi umum yang melatarbelakangi arah kebijakan lingkungan
hidup dalam periode 5 tahun ke depan, gambaran posisi KLH sendiri dalam
konteks melanjutkan kinerja pada periode tahun 2004-2009, serta
gambaran analisis lingkungan strategis internal-eksternal untuk
mengidentifikasi potensi-potensi yang dapat digali dan permasalahan-
permasalahan yang harus dihadapi dan akan mewarnai penyusunan
program dan kegiatan periode 2010 - 2014 dalam bab-bab selanjutnya;
BAB II. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS,
Bab ini menyajikan rumusan pernyataan dan komitmen strategis
yang ingin dicapai dalam lima tahun kedepan, yang dimulai dari penetapan
pernyataan Visi dan Misi, perumusan Sasaran Strategis, serta target kinerja
dari masing-masing sasaran strategis;
BAB III. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Bagian ini menjelaskan arahan kebijakan pada tingkat nasional,
maupun kebijakan dan strategi pada Kementerian LH. Selanjutnya
kebijakan-kebijakan tersebut dijabarkan dalam matriks program dan
kegiatan yang diikuti dengan perencanaan anggaran indikatif dalam bentuk
distribusi resource envelope tahun 2010-2014;
BAB IV. POLA PENGORGANISASIAN DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA
Kementerian LH melaksanakan penataan dan penguatan kerangka
perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
melalui mekanisme dana dekonsentrasi dan DAK serta menjadi “induk”dari
beberapa fungsi dan unit organisasi yang melaksanakan program dan
kegiatan baik secara mandiri maupun dalam koordinasi Kementerian LH.
Pada bagian ini akan diulas mengenai pola hubungan, peran dan tahapan
transformasi masing-masing fungsi tersebut.
PENUTUP
Pada bagian ini akan di kemukakan gambaran kondisi yang
diharapkan dapat dicapai pada akhir masa perencanaan strategis, yaitu
tahun 2014, serta prasyarat yang diperlukan dalam pelaksanaan rencana
strategis agar dapat memperoleh hasil yang optimal;
`
13
BAB II
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS
2.1 Visi Kementerian Lingkungan Hidup 2010 – 2014
Visi Kementerian Lingkungan Hidup adalah visi bersama seluruh unit
di dalam organisasi ini, yaitu :
Untuk menjaga kesamaan persepsi dan keselarasan menuju arah
pengembangan strategis, dirasakan perlu untuk merumuskan pemahaman
atas pernyataan visi, sbb:
Makna kata kunci dalam pernyataan Visi Kementerian LH
i ii
Kata Kunci Makna dalam Perspektif Kementerian Lingkungan Hidup
Handal
a. Sumber pengetahuan dan pemberi solusi; khususnya dalam mengatasi permasalahan SDA-LH;
b. Pragmatis dan konkrit; khususnya dalam melaksanakan upaya perlindungan dan pengelolaan LH;
Proaktif Inisiator dan penentu; terutama dalam melaksanakan upaya penurunan pencemaran, pengendalian kerusakan lingkungan, dan peningkatan kapasitas pengelolaan LH.
Berperan
a. Memiliki daya tawar tinggi; menjadi persyaratan utama dalam rangka menjalankan fungsi koordinasi, penyusunan regulasi, pengawasan dalam kerangka penaatan hukum lingkungan, peningkatan kapasitas, dan pelaksanaan fungsi teknis;
b. Memberi kontribusi vital; terutama dukungan dalam pengambilan keputusan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan;
Pembangunan
Berkelanjutan
Meyakini bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat baik generasi saat ini maupun generasi mendatang, dengan berpegang pada keharmonisan ekonomi-sosial masyarakat-lingkungan yang saling bergantung dan memperkuat
Ekonomi
Hijau
Bahwa perhitungan pertumbuhan ekonomi harus dapat menginternalisasikan seluruh biaya dampak-dampak lingkungan hidup yang muncul sebagai akibat aktivitas pembangunan, produksi dan konsumsi
Tabel 2.1 Makna Kata Kunci dalam pernyataan Visi Kementerian LH
TTeerrwwuujjuuddnnyyaa KKeemmeenntteerriiaann LLiinnggkkuunnggaann HHiidduupp yyaanngg hhaannddaall ddaann pprrooaakkttiiff,, sseerrttaa bbeerrppeerraann ddaallaamm ppeellaakkssaannaaaann ppeemmbbaanngguunnaann bbeerrkkeellaannjjuuttaann,, ddeennggaann mmeenneekkaannkkaann pada ekonomi hijau.
14
2.2 Misi Kementerian Lingkungan Hidup 2010 – 2014
Dalam upaya mencapai visi tersebut diatas, Kementerian KLH
melaksanakan peran dan fungsi yang tergambar dalam pernyataan misi
sebagai berikut:
2.3 Tujuan Kementerian Lingkungan Hidup
Berdasarkan pernyataan visi dan misi tersebut, ditetapkan tujuan
yang ingin dicapai oleh Kementerian Lingkungan Hidup Tahun 2010-2014
adalah:
2.4 Sasaran Strategis Kementerian Lingkungan Hidup
Sasaran strategis merupakan gambaran ranah dalam pencapaian
tujuan. Penetapan sasaran strategis ini memperhatikan arahan sasaran
strategis nasional yang tercantum dalam RPJMN 2010-2014. Secara umum
sasaran strategis dan target kinerja dapat dibagi dalam dua kelompok,
yaitu: sasaran strategis terkait substansi pengelolaan LH, dan sasaran
strategis terkait dengan praktek tatakelola pemerintahan yang baik.
Sasaran strategis terkait substansi lingkungan pengelolaan SDA dan
LH, meliputi:
a. Penurunan beban pencemaran lingkungan;
b. Pengendalian kerusakan lingkungan hidup;
c. Peningkatan kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup.
Mewujudkan penurunan beban pencemaran, pengendalian kerusakan sumber
daya alam dan lingkungan hidup, dan peningkatan kapasitas dalam rangka
pelestarian fungsi lingkungan hidup, melalui :
1. Perumusan dan penetapan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup terintegrasi, guna mendukung tercapainya pembangunan
berkelanjutan, dengan menekankan pada ekonomi hijau;
2. Melaksanakan koordinasi dan kemitraan dalam rantai nilai proses
pembangunan untuk mewujudkan integrasi, sinkronisasi antara ekonomi dan
ekologi dalam pembangunan berkelanjutan;
3. Melaksanakan praktek tatakelola pemerintahan yang baik serta
mengembangkan kapasitas kelembagaan dalam pengelolaan sumber daya alam
dan lingkungan hidup secara terintegrasi.
Terwujudnya pembangunan Indonesia berdasarkan pembangunan berkelanjutan
dengan penekanan pada ekonomi hijau (green economy) untuk menahan laju
kemerosotan daya tampung, daya dukung, dan kelangkaan sumberdaya alam,
serta mengatasi bencana lingkungan.
15
Sasaran Strategis ini selanjutnya juga dianggap sebagai Indikator
Kinerja Utama Kementerian Lingkungan Hidup.
Sasaran strategis terkait praktek tatakelola pemerintahan yang baik
meliputi :
a. Pengelolaan keuangan kementerian, hingga memperoleh opini wajar
tanpa pengecualian (WTP);
b. Percepatan implementasi reformasi birokrasi (RB).
2.5 Outcome/Hasil Keluaran Kementerian Lingkungan Hidup
Perbaikan kualitas lingkungan hidup melalui penurunan beban
pencemaran lingkungan, pengendalian kerusakan lingkungan hidup, dan
peningkatan kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup.
16
BAB III
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Untuk mencapai visi, misi, tujuan dan sasaran strategis sebagaimana
telah diuraikan dalam Bab II, ditetapkan kebijakan dan strategi
Kementerian Lingkungan Hidup, yang mengacu kepada arah kebijakan
nasional yang tercantum dalam RPJMN 2010-2014. Logika substansi
RPJMN tersebut dan relevansinya masing-masing terhadap arah kebijakan
nasional yang selanjutnya menjadi acuan dalam penetapan kebijakan dan
strategi Kementerian Lingkungan Hidup di bidang pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan hidup dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut :
Gambar 3.1 Keterkaitan Buku I, II, III dalam RPJMN 2010-2014
3.1 Arah Kebijakan Nasional
Dasar dari arah kebijakan nasional adalah RPJMN 2010-2014 yang
ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010. Pada
prinsipnya untuk mewujudkan visi dan misi pembangunan digunakan
pendekatan kelembagaan yang berlandaskan pada tatakelola yang baik,
bersih, transparan, adil, dan akuntabel, dengan hasil yang baik dan efisien;
17
dilakukan secara menyeluruh di berbagai bidang kehidupan masyarakat;
dan bersifat merata ke seluruh wilayah. Berikut adalah arah kebijakan
nasional sesuai logika substansi RPJMN 2010-2014:
3.1.1 Arah Kebijakan Pembangunan Nasional
Kebijakan pembangunan nasional diarahkan untuk: 1) melanjutkan
pembangunan mencapai Indonesia yang sejahtera yang tercermin
diantaranya dari terjaganya dan terpeliharanya lingkungan hidup secara
berkelanjutan; 2) memperkuat pilar-pilar demokrasi dengan penguatan
yang bersifat kelembagaan; 3) memperkuat dimensi keadilan dalam semua
bidang termasuk pembangunan antar daerah. Arah kebijakan akan
diprioritaskan untuk menjamin implementasi dari prioritas nasional yang
terkait dengan lingkungan hidup dan pengelolaan bencana sebagai berikut:
Substansi Inti Program Prioritas Nasional 9 : Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana
Program Aksi Penanggung-
jawab Peran KLH
Perubahan Iklim : Peningkatan keberdayaan pengelolaan lahan gambut, peningkatan hasil rehabilitasi seluas 500.000 ha per tahun, dan penekanan laju deforestasi secara sungguh-sungguh melalui kerjasama lintas kementerian
KLH
Kementerian Kehutanan
Mempersiapkan standar, kebijakan, dan melakukan koordinasi
Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
• Penurunan beban pencemaran lingkungan melalui pengawasan ketaatan pengendalian pencemaran air limbah dan emisi di 680 kegiatan industri dan jasa pada 2010 dan terus berlanjut;
• Penurunan jumlah hotspot kebakaran hutan sebesar 20% per tahun dan penurunan tingkat polusi keseluruhan sebesar 50% pada 2014;
• Penghentian kerusakan lingkungan di 11 Daerah Aliran Sungai yang rawan bencana mulai 2010 dan seterusnya;
KLH
Kementerian Kehutanan
Pelaksana teknis dalam penurunan beban pencemaran dan melakukan koordinasi dalam pencegahan kerusakan
Sistem Peringatan Dini : Penjaminan berjalannya fungsi Sistem Peringatan Dini Tsunami (TEWS) dan Sistem
BMKG Mendorong edukasi dan pemberdayaan
18
Peringatan Dini Cuaca (MEWS) mulai 2010 dan seterusnya, serta Sistem Peringatan Dini Iklim (CEWS) pada 2013;
masyarakat
Penanggulangan Bencana : Peningkatan kemampuan penanggulangan bencana melalui : 1) penguatan kapasitas aparatur pemerintah dan masyarakat dalam usaha mitigasi risiko serta penanganan bencana dan bahaya kebakaran hutan di 33 provinsi, dan 2) pembentukan tim gerak cepat dengan dukungan peralatan dan alat transportasi yang memadai
KLH
BMKG
Kementerian Kehutanan
Melaksanakan peningkatan kapasitas terkait lingkungan hidup dan pengelolaan bencana
Tabel 3.1 Substansi Inti Program Prioritas Nasional
3.1.2 Arah Kebijakan Pembangunan Bidang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014 merupakan
sebuah rencana kerja jangka menengah yang bersifat menyeluruh sehingga
persoalan yang bersifat lintas bidang harus ditangani secara holistik, dan
dalam pelaksanaan pembangunannya terdapat prinsip pengarusutamaan
yang menjadi landasan operasional bagi seluruh pelaksanan pembangunan.
Arah Kebijakan pembangunan Bidang Sumberdaya Alam dan
Lingkungan Hidup khusus pada bidang Perbaikan Kualitas Lingkungan
Hidup adalah sebagai berikut:
1. Penguatan kelembagaan dan peningkatan kesadaran masyarakat
yang ditandai dengan berkembangnya proses rehabilitasi dan
konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang disertai
dengan menguatnya partisipasi aktif masyarakat;
2. Terpeliharanya keanekaragaman hayati dan kekhasan sumber daya
alam tropis lainnya yang dimanfaatkan untuk mewujudkan nilai
tambah, daya saing bangsa, serta modal pembangunan nasional pada
masa yang akan datang;
3. Mantapnya kelembagaan dan kapasitas antisipatif serta
penanggulangan bencana di setiap tingkatan pemerintahan;
19
3.1.3 Arah Kebijakan Pembangunan Kewilayahan
Berdasarkan arahan umum pembangunan wilayah RPJPN 2005-
2025, dan prioritas dalam RPJMN 2010-2014, maka arah pengembangan
wilayah ditujukan untuk :
1. Mendorong terwujudnya kemakmuran, kesejahteraan dan kemajuan
secara adil dan merata di seluruh wilayah;
2. Mendorong pengembangan dan pemerataan pembangunan wilayah
secara terpadu sebagai kesatuan kegiatan sosial, ekonomi dan
budaya dengan memperhatikan potensi, karakteristik dan daya
dukung lingkungannya;
3. Menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang antara kawasan
berfungsi lindung dan budidaya dalam satu ekosistem pulau dan
perairannya;
4. Menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah darat, laut,
pesisir, dan pulau-pulau kecil dalam satu kesatuan wilayah
kepulauan;
5. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pembangunan
lintas sektor dan lintas wilayah yang konsisten dengan kebijakan
nasional;
6. Memulihkan daya dukung lingkungan untuk mencegah bencana yang
lebih besar dan menjamin keberlanjutan pembangunan;
7. Menciptakan kesatuan dan keutuhan wilayah darat, laut dan udara;
8. Mengurangi gangguan keamanan;
9. Menghapuskan potensi konflik sosial untuk tercapainya Indonesia
yang maju, mandiri dan adil.
Kebijakan pengembangan kewilayahan pada Buku III RPJMN 2010-
2014 pada prinsipnya memuat tema untuk memperkuat sinergi antara
pusat dan daerah dan daerah antar daerah dalam rangka mewujudkan visi
pembangunan nasional. Sinergi pusat-daerah dan antardaerah dilakukan
melalui penyusunan program dan kegiatan yang konsisten, terpadu dan
bersifat lintas sektor, dengan mempertimbangkan kesesuaian tata ruang
wilayah, sistem hukum dan kelembagaan yang andal; serta koordinasi dan
kerjasama yang solid antara kementerian/lembaga dan satuan kerja
perangkat daerah dalam seluruh proses mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi yang mencakup kerangka
kebijakan, regulasi, anggaran, kelembagaan, dan pengembangan wilayah.
20
3.2 Kebijakan dan Strategi Kementerian Lingkungan Hidup
Kementerian LH menetapkan arah kebijakannya selaras dengan Arah
Kebijakan Nasional yang mengacu pada RPJMN 2010-2014 sebagai berikut:
3.2.1 Kebijakan Kementerian LH
Kementerian LH menetapkan kebijakannya yang menjadi landasan
operasional KLH dalam melaksanakan tugas pokok fungsinya, untuk
dijadikan landasan implementasi program dan kegiatan dalam rangka
mewujudkan visi, misi, dan tujuan KLH, sebagai berikut:
3.2.1.1 Kebijakan Umum
1. Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, seluruh jajaran
Kementerian LH harus memperhatikan azas ketaatan dengan
mengacu pada UU No 32 tahun 2009 mengenai Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
2. Melaksanakan sinergi antar Kementerian/Lembaga/Daerah untuk
menjamin implementasi program prioritas nasional;
3.2.1.2 Kebijakan Bidang SDA dan LH
1. Seluruh upaya pencapaian sasaran kinerja baik terkait dengan
prioritas nasional maupun prioritas bidang, harus dilaksanakan
secara sinkron dan terintegrasi;
2. Melaksanakan kemitraan strategis dengan Kementerian/Lembaga
maupun kerjasama bilateral dan multilateral yang berdasarkan
prinsip kesetaraan;
3. Kinerja diukur dengan pencapaian Sasaran Strategis atau Indikator
Kinerja Utama yaitu:
a. penurunan beban pencemaran,
b. pengendalian kerusakan lingkungan, dan
c. peningkatan kapasitas pengelolaan SDA & LH
3.2.1.3 Kebijakan Kewilayahan
1. Melaksanakan sinkronisasi pusat-daerah dan antar daerah dalam
pencapaian sasaran strategis dari masing-masing program prioritas
dengan memperhatikan potensi, fokus dan permasalahan tiap
daerah;
2. Sinergi pusat-daerah dan antardaerah dilakukan dalam seluruh
proses mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan
evaluasi yang mencakup kerangka kebijakan, regulasi, anggaran,
kelembagaan, dan pengembangan wilayah.
21
3.2.2 Strategi Kementerian LH
Untuk mencapai visi dan menjalankan misi kelembagaan, dengan
memperhatikan arah kebijakan yang ditetapkan, maka ditetapkan strategi
yang penerapannya dilakukan sesuai dengan lingkup tugas pokok dan
fungsi unit-unit kerja, dengan peran dan tanggungjawab yang diemban,
sebagai berikut:
3.2.2.1 Strategi Umum Kementerian LH
1. Memberikan arah berkaitan dengan bentuk aktivitas yang dapat
dilakukan agar dapat memperolah hasil yang optimal, dengan
berpegang pada ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan LH
meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan, dan penegakan hukum.
2. Melaksanakan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga/Daerah
terkait dalam upaya pencapaian program aksi prioritas nasional di
bidang perubahan iklim, pengendalian kerusakan lingkungan,
sistem peringatan dini, dan penanggulangan bencana.
3.2.2.2 Strategi Bidang SDA dan LH
1. Melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi dengan intra organisasi
baik dengan unit organisasi struktural maupun organisasi afiliasi di
bawah naungan Kementerian LH dalam upaya pencapaian sasaran
strategis/Indikator Kinerja Utama;
2. Melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi inter organisasi dalam
upaya pencapaian sasaran strategis/Indikator Kinerja Utama.
3.2.2.3 Strategi Kewilayahan
1. Upaya pencapaian sasaran strategis dalam perlindungan dan
pengelolaan LH berbasis pada asas ekoregion dengan
memperhatikan karakteristik sumber daya alam, ekositem kondisi
geografis, budaya masyarakat setempat dan kearifan local;
2. Pusat Pengelolaan Ekoregion (PPE) menjalankan peran dan
tanggungjawab sebagai extended value chain bagi Kementerian LH,
khususnya dalam peningkatan kapasitas stakeholders di daerah;
3. Mempertajam dan merampingkan implementasi kegiatan dengan
memfokuskan penyusunan kebijakan dan pelaksanaan bimbingan
teknis oleh KLH, dan mendorong pelaksanaan teknis di lapangan
kepada instansi lingkungan hidup Propinsi/Kabupaten/Kota;
4. Memberikan arahan pengembangan Infrastruktur Hijau dan
Kegiatan Fisik di Daerah
5. Sinergi pusat-daerah dan antar daerah dilakukan melalui upaya:
22
a. Mewujudkan sinergi kebijakan antara pemerintah pusat dan
daerah dengan memperhatikan aspirasi daerah;
b. Mendorong harmonisasi peraturan perundang-undangan;
c. Mendorong penataan dan penguatan kerangka perimbangan
keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
melalui instrumen pendanaan Dana Alokasi Khusus (DAK), dan
dana Dekonsentrasi untuk menjaga harmonisasi kepentingan
nasional dan kebutuhan daerah dengan usulan program dan
kegiatan yang mengacu pada sasaran strategis Kementerian LH;
d. Menyempurnakan pengaturan kewenangan antartingkat
pemerintahan dengan penerapan anggaran berbasis kinerja
secara bertanggung jawab dan meningkatkan kapasitas aparatur
daerah.
Berikut merupakan arahan pengembangan insfrastruktur hijau dan
kegiatan fisik di daerah yang disesuaikan dengan kondisi wilayah :
Gambar 3.2. Infrastruktur Hijau dan Kegiatan Fisik di ekoregion
23
3.2.3 Strategy Map Kementerian LH
Gambar 3.3 Strategy Map Kementerian LH
3.3 Program dan Kegiatan
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai Kementerian
Lingkungan Hidup menetapkan program-programnya sesuai RPJMN periode
2010-2014. Perencanaan program dan Kegiatan dilakukan dengan
mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Strategis K/L.
3.3.1 Program Teknis: Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Hidup
Dengan mengacu pada Pedoman penyusunan Rencana Strategis K/L,
maka program teknis pada Kementerian LH untuk periode perencanaan
2010-2014, dapat dijabarkan sebagai berikut:
24
Tujuan program :
Program ini bertujuan untuk meningkatkan perbaikan fungsi lingkungan
hidup dan pengelolaan sumber daya alam dalam upaya mengendalikan
perusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup pada air, lahan, udara,
dan keanekaragaman hayati.
Sasaran strategis/Outcomes :
a. Penurunan beban pencemaran
b. Pengendalian kerusakan lingkungan hidup
c. Peningkatan kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup
Pengelompokan Fungsi berdasarkan Sasaran Strategis :
Pengelompokan Fungsi Eselon I dalam Program Teknis berdasarkan Sasaran Strategis
Program Sasaran Strategis Kelompok Kegiatan
Menurut Fungsi Eselon I Pelaksana
i ii iii iv
Program Pengelolaan
Sumber Daya Alam
dan Lingkungan
Hidup
1. Penurunan beban pencemaran
2. Peningkatan kapasitas PSDA dan LH
Pengendalian pencemaran lingkungan hidup
Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup
Pengelolaan B3, limbah B3, dan sampah
Deputi Bidang Pengelolaan B3, Limbah B3, dan Sampah
1. Pengendalian kerusakan lingkungan
2. Peningkatan kapasitas PSDA dan LH
Penataan lingkungan
Deputi Bidang Tata Lingkungan
Pengendalian kerusakan lingkungan hidup dan perubahan iklim
Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim
Peningkatan kapasitas PSDA dan LH
Penaatan hukum lingkungan
Deputi Bidang Penaatan Hukum Lingkungan
Pengembangan komunikasi lingkungan dan pemberdayaan masyarakat
Deputi Bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat
25
Pengelompokan Fungsi Eselon I dalam Program Teknis berdasarkan Sasaran Strategis
Program Sasaran Strategis Kelompok Kegiatan
Menurut Fungsi Eselon I Pelaksana
i ii iii iv
Pembinaan sarana teknis lingkungan hidup
Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis Lingkungan Hidup
Tabel 3.2
Pengelompokan Fungsi Eselon I dalam Program Teknis berdasarkan
Sasaran Strategis
Kegiatan :
Kegiatan yang termasuk dalam program ini di cluster berdasarkan
kelompok sasaran strategis (Indikator Kinerja Utama) dan Fungsi Eselon I
sebagai berikut:
1. Kegiatan yang termasuk dalam upaya Penurunan Beban Pencemaran,
meliputi :
a. Pengendalian pencemaran manufaktur, prasarana dan jasa (Prioritas
Nasional)
b. Pengendalian pencemaran pertambangan, energi dan migas (Prioritas
Nasional)
c. Pengendalian pencemaran agroindustri dan usaha skala kecil
(Prioritas Nasional)
d. Pengendalian pencemaran udara sumber bergerak (Prioritas Nasional)
e. Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) (Prioritas Nasional)
f. Peningkatan verifikasi pengelolaan limbah B3 (Prioritas Nasional)
g. Pengelolaan limbah B3 dan pemulihan kontaminasi limbah B3
(Prioritas Nasional)
h. Pengelolaan sampah bidang lingkungan hidup
2. Kegiatan yang termasuk upaya Pengendalian Kerusakan Lingkungan,
meliputi :
a. Pengendalian kerusakan ekosistem perairan darat (Prioritas Nasional)
b. Keanekaragaman hayati dan pengendalian kerusakan lahan (Prioritas
Nasional)
c. Mitigasi dan pelestarian fungsi atmosfir (Prioritas Nasional)
d. Kajian kebijakan wilayah dan sektor (Prioritas Nasional)
e. Peningkatan instrumen ekonomi dalam pengelolaan lingkungan hidup
(Nasional)
f. Adaptasi perubahan iklim
26
g. Pengendalian kerusakan lingkungan pesisir dan laut
h. Perencanaan pemanfaatan SDA dan LH
i. Peningkatan pelaksanaan kajian dampak lingkungan
3. Kegiatan yang termasuk upaya Peningkatan Kapasitas, meliputi :
a. Pengaduan dan penaatan hukum administrasi lingkungan (Prioritas
Nasional)
b. Penyelesaian sengketa lingkungan (Prioritas Nasional)
c. Penegakan hukum pidana lingkungan (Prioritas Nasional)
d. Peningkatan pengelolaan lingkungan hidup di daerah (Prioritas
Nasional)
e. Peningkatan data, informasi, dan infrastruktur sistem informasi
lingkungan hidup
f. Pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup
g. Peningkatan peran masyarakat
h. Peningkatan kebijakan standarisasi, teknologi dan produksi bersih
i. Peningkatan sarana teknis pengendalian dampak lingkungan
j. Peningkatan komunikasi lingkungan
k. Peningkatan peran organisasi kemasyarakatan
l. Penguatan inisiatif masyarakat
m. Perjanjian internasional lingkungan
n. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam pengelolaan
lingkungan hidup
o. Pengelolaan Ekoregion Sumatera
p. Pengelolaan Ekoregion Jawa
q. Pengelolaan Ekoregion Bali-Nusatenggara
r. Pengelolaan Ekoregion Kalimantan
s. Pengelolaan Ekoregion Sulawesi, Maluku, dan Papua
Jenis Output yang Dihasilkan :
Kegiatan yang dilaksanakan oleh unit pelaksana eselon II kecuali Unit
Pengelola Teknis mandiri dan Pusat Pengelolaan Ekoregion menghasilkan
kategori-kategori output yang secara garis besar dapat dirangkum sebagai
berikut :
1. Penyusunan rekomendasi kebijakan, peraturan, regulasi, metodologi,
konsep, dan kajian
2. Pelayanan publik (perijinan, pengaduan, penyelesaian kasus,
pengembangan dan pelayanan informasi)
3. Pembinaan (pengawasan, pembinaan, insentif/disinsentif, asistensi
terhadap pemerintah daerah atau masyarakat) dan monitoring-evaluasi
(monev)
27
Proses Penajaman dan Perampingan Output 2010-2014 Unit Kerja Eselon II
Kelompok Kegiatan Menurut Fungsi
Jumlah Output
T.A 2011
Jumlah Output
T.A 2012
Jumlah Output
T.A 2013
Jumlah Output
T.A 2014 I ii iii iv v
Penataan lingkungan 23 10 10 10
Pengendalian pencemaran
23 14 14 14
Pengendalian kerusakan dan perubahan iklim
23 10 10 10
Pengelolaan limbah B3 dan sampah
17 10 10 10
Penaatan hukum lingkungan
30 12 12 12
Pengembangan komunikasi dan pemberdayaan masyarakat
9 8 8 8
Pembinaan sarana teknis LH
12 6 6 6
JUMLAH 137 70 70 70
Tabel 3.3
Proses Penajaman dan Perampingan Output 2011-2014 Unit Kerja Eselon II
Kegiatan yang dilaksanakan Unit Pengelola Teknis mandiri dan Pusat
Pengelolaan Ekoregion menghasilkan kategori output yang secara garis
besar dapat dirangkum sebagai berikut :
1) Penyusunan rekomendasi kebijakan, inventarisasi data(dilakukan
melalui monev), konsep, dan kajian
2) Pelayanan publik
3) Pembinaan dan peningkatan kapasitas
4) Layanan perkantoran
28
Proses Penajaman dan Perampingan Output 2010-2014 UPT Mandiri dan PPE
Kelompok Kegiatan
Menurut Fungsi
Jumlah Output
T.A 2011
Jumlah Output
T.A 2012
Jumlah Output
T.A 2013
Jumlah Output
T.A 2014 Pengembangan Sumberdaya Manusia/Diklat
3 3 3 3
Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan
7 4 4 4
Pusat Pengelolaan Ekoregion
7 4 4 4
Tabel 3.4
Proses Penajaman dan Perampingan Output 2011-2014 UPT Mandiri dan
PPE
Kegiatan Peningkatan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Daerah
dilaksanakan oleh SKPD institusi lingkungan hidup di tingkat Provinsi,
yang menghasilkan output sebagai berikut :
1. Pelaksanaan pengendalian pencemaran Provinsi
2. Pelaksanaan pengendalian kerusakan Provinsi
3. Pelaksanaan peningkatan kapasitas PSDA dan LH Provinsi
3.3.2 Program Generik: Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas
Teknis Lainnya KLH
Dengan mengacu pada Pedoman penyusunan Rencana Strategis K/L,
maka program generik pada Kementerian LH untuk periode perencanaan
2010-2014, dapat dijabarkan sebagai berikut:
Tujuan Program :
Program ini bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan tata kelola
pemerintahan yang baik melalui pelaksanaan dukungan manajemen dan
tugas teknis lainnya di lingkup Kementerian Lingkungan Hidup.
Sasaran Strategis/Outcomes :
1. Pengelolaan keuangan kementerian, hingga memperoleh opini wajar
tanpa pengecualian (WTP);
2. Percepatan implementasi reformasi birokrasi (RB)
29
Pengelompokan Fungsi Eselon I dalam Program Generik berdasarkan Sasaran Strategis
Program Sasaran Strategis Kelompok Kegiatan
Menurut Fungsi Eselon I
Pelaksana
i ii iii iv
Program Dukungan Manajemen
1. Pengelolaan keuangan kementerian
2. Percepatan implementasi reformasi birokrasi
Pemberian dukungan manajemen dan penyediaan sarana dan prasarana
Sekretariat Kementerian
LH
Tabel 3.5
Pengelompokan Fungsi Eselon I dalam Program Generik berdasarkan
Sasaran Strategis
Indikator :
1. Pelaksanaan RB merupakan komponen dari sistem penilaian kinerja unit
kerja, maupun kinerja para pejabat/pimpinan unit kerja, pegawai;
2. Peningkatan kualitas pelayanan publik sesuai dengan standar pelayanan
minimal;
3. Pengelolaan anggaran berbasis kinerja secara akuntabel dengan menaati
perundangan : Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), Sistem
Pengendalian Internal Pemerintahan (SPIP), Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah;
4. Peningkatan efektivitas perencanaan dan pelaksanaan program,
pendanaan dan akuntabilitas kinerja;
Kegiatan:
Kegiatan yang termasuk dalam program ini adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan perencanaan dan kerjasama luar negeri
2. Peningkatan kinerja Dewan Nasional Perubahan Iklim
3. Pengendalian internal
4. Pengelolaan dan pelayanan administrasi umum, rumah tangga,
keuangan dan kepegawaian
5. Pengembangan telaahan kebijakan
6. Pengembangan perundang-undangan dan hubungan masyarakat
3.4 Anggaran Indikatif Kementerian LH Tahun 2010-2014
Indikatif alokasi anggaran dalam Rencana Strategis Kementerian
Lingkungan Hidup Tahun 2010 – 2014 bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah sebesar Rp.
30
4.035.800.000.000 (empat trilyun tiga puluh lima milyar delapan ratus juta
rupiah), dengan perincian sebagaimana pada Tabel 3.5
No. Program
Alokasi Anggaran Baseline (Rp Milyar)
Total Alokasi 2010 –
2014 (Rp Milyar)
2010 2011 2012 2013 2014
i ii iii iv v vi vii viii
1 Program Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
213.78
618.95
703.3
733.35
743.35
3012.73
2 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Lingkungan Hidup
186.6
241.37
182.1
200 190 1000.07
3 Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara Kementerian Lingkungan Hidup
2 19 - - - 21
Jumlah 404.
38 879.
32 885.
4 933.
35 933.3
5 4035.8
Tabel 3.5
Anggaran Indikatif Baseline Program 2010 - 2014 Kementerian Lingkungan
Hidup
Pemanfaatan anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) diatas diselenggarakan dengan prinsip-prinsip
berikut :
1. Memperbesar porsi distribusi kepada kegiatan Peningkatan Pengelolaan
Lingkungan Hidup di Daerah dalam bentuk penyaluran Dana
Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan kepada SKPD Lingkungan
Hidup di Provinsi maupun Kabupaten/Kota
2. Mengutamakan porsi pagu kepada kegiatan-kegiatan yang menjadi
prioritas nasional
3. Menggeser pola belanja menjadi lebih banyak belanja modal sejalan
dengan semakin besarnya porsi distribusi dalam bentuk Dana
Dekonsentrasi, Dana Tugas Pembantuan, bahkan juga Dana Alokasi
Khusus.
31
BAB IV POLA PENGORGANISASIAN DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA
Pola pengorganisasian dan pengelolaan sumber daya berfokus pada
pengelolaan kegiatan melalui pengorganisasian satuan kerja lingkungan
hidup dan mekanisme-mekanisme Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP), Dana Dekonsentrasi (DK), Tugas Pembantuan, dan Dana Alokasi
Khusus (DAK).
4.1 Pola Pengorganisasian dan Pengelolaan Satuan Kerja Lingkungan
Hidup
Satuan kerja Lingkungan Hidup terdiri atas dua jenis satker, yaitu:
(1) Satuan kerja mandiri lingkungan hidup (satker mandiri LH) yang
(a) secara struktur masuk ke dalam struktur organisasi KLH
dibawah Eselon II dan bertanggung jawab secara langsung kepada
Menteri Lingkungan Hidup yang diatur melalui Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup tentang Organisasi dan Tata Kerja
KLH, (b) secara teknis kegiatan satker mandiri LH menyerap
sebagian dari kegiatan KLH dan diukur oleh IKU KLH, (c) secara
administrative, memiliki wewenang dalam melaksanakan kegiatan
administrative pusat, dan (d) alokasi anggaran satker mandiri
masuk kedalam system APBN dan dialokasikan kedalam
anggaran KLH;
(2) Organisasi afiliasi lingkungan hidup yang (a) secara struktur
berada di luar struktur organisasi KLH dan diatur oleh peraturan
perundangan yang berlaku, (b) secara teknis kegiatan satker
mandiri LH memiliki IKU tersendiri, (c) secara administrative,
memiliki wewenang dalam melaksanakan kegiatan administratif
termasuk fungsi perencanaan dan penganggaran, dan (d) alokasi
anggaran satker mandiri LH dititipkan melalui sistem anggaran
KLH.
4.1.1 Pola Hubungan dan Peran dalam pengelolaan Pusat Pengelolaan
Ekoregion (PPE)
Pusat Pengelolaan Ekoregion (PPE) adalah unsur pendukung yang
berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Menteri Negara
Lingkungan Hidup melalui Sekretaris Kementerian. Pusat Pengelolaan
Ekoregion mempunyai tugas melaksanakan koordinasi dan kegiatan
perlindungan dan pengelolaan wilayah ekoregion. Pola hubungan dan peran
PPE diilustrasikan pada gambar 4.1 dan dijelaskan pada table 4.1.
32
Gambar 4.1: Pola pengorganisasian dan pengelolaan PPE
No Unit Kerja Peran Sebagai Satuan Kerja Mandiri LH
i ii Iii 1 PPE 1. Penyiapan koordinasi dan pelaksanaan
inventarisasi dan pengembangan sistem informasi lingkungan hidup;
2. Penyiapan koordinasi dan pengendalian pemanfaatan ruang dan sumber daya alam;
3. Penyiapan koordinasi dan peningkatan kapasitas perlindungan dan pengelolaan wilayah ekoregion;
4. Pelaksanaan administrasi pusat.
2 Sekretariat Kementerian LH
1. Koordinasi dukungan administrasi
2. Koordinasi dukungan dalam penyusunan rencana, program, dan anggaran
3. Pemantauan, analisis, dan evaluasi pelaksanaan program dan anggaran.
3 Eselon I c.q. Unit Eselon II terkait
1. Koordinasi kegiatan teknis
2. Pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan kegiatan teknis
4 Referensi Dasar
Permen LH no 16 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup
Tabel 4.1: Peran dalam pengorganisasian dan pengelolaan PPE
4.1.2 Pola Hubungan dan Peran dalam Pengelolaan Satuan Kerja Badan
Layanan Umum
Satuan Kerja Badan Layanan Umum (BLU) bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan
memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip
33
ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat. Yang
dimaksud dengan praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi
organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka
pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka, pendirian BLU adalah sebagai
alat untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik melalui penerapan
manajemen keuangan berbasis pada hasil, dan bukanlah semata-mata
sarana untuk mengejar fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan. Bentuk
peningkatan pelayanan kepada masyarakat/publik berupa tarif/ harga
layanan yang terjangkau masyarakat dengan kualitas layanan yang baik,
cepat, efisien dan efektif. Pola hubungan dalam pengelolaan satker BLU di
KLH diilustrasikan pada gambar 4.2 dengan peran dalam pengelolaan BLU
dijelaskan pada table 4.2.
Gambar 4.2: Pola pengorganisasian dan pengelolaan Satker BLU LH
Penyusunan RKA-KL untuk kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan
oleh satker BLU, disamping mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan
yang berlaku tentang Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) serta
Pelaksanaan Anggaran BLU, juga mengacu pada PMK tentang Petunjuk
Teknis Penyusunan RKA-KL tahun berjalan.
Dalam rangka penyusunan anggaran BLU dimaksud supaya
memperhatikan hal–hal sebagai berikut :
a. Satker BLU menyusun RBA tahunan dengan mengacu kepada strategi bisnis;
34
b. RBA BLU memuat seluruh program, kegiatan, anggaran penerimaan/pendapatan, anggaran pengeluaran/belanja, estimasi saldo awal dan estimasi saldo akhir kas BLU;
c. RBA disusun berdasarkan :
i). Basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya; dan
ii). Kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima dari masyarakat.
d. Satker BLU yang telah menyusun RBA menurut jenis layanannya dan selanjutnya menyusun standar biaya, serta menggunakan standar biaya tersebut;
e. Pagu dana pada ikhtisar RBA pada komponen PNBP dan Rupiah Murni (RM) harus sama dengan alokasi anggaran pada pagu sementara.
No Unit Kerja Peran i ii iii
1 Menteri Keuangan
1. Menetapkan instansi pemerintah yang telah memenuhi persyaratan substantive, teknis, dan administrative untuk menerapkan Pola Pengelolaan (PPK) BLU.
2. Memberi keputusan penetapan atau surat penilakan terhadap usulan penetapan BLU
3. Membuat penetapan pencabutan penerapan PPK BLU
4. Menunjuk suatu tim penilai usulan penetapan dan pencabutan PPK BLU
5. Menetapkan usul tariff layanan dari Menteri LH 6. Mengkaji kembali standar biaya dan anggaran BLU
dalam rangka pemrosesan RKA-KL 7. Mengesahkan doumen pelaksanaan anggaran BLU 8. Pembinaan dan pengawasan keuangan
2 Menteri Lingkungan Hidup
1. Mengusulkan instansi KLH yang memenuhi persyaratan substantive, teknis, dan administrative untuk menerapkan Pola Pengelolaan (PPK) BLU kepada Menteri Keuangan
2. Menetapkan standar pelayanan minimum PPK BLU 3. Mengusulkan tarif layanan kepada Menteri
Keuangan 4. Mengusulkan RBA BLU yang telah disetujui kepada
Menteri Keuangan 5. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran BLU
untuk diajukan kepada Menteri Keuangan 6. Menetapkan perjanjian kinerja dengan pimpinan
BLU 7. Menentukan kebijakan pengelolaan barang yang
35
No Unit Kerja Peran
i ii iii meliputi pengadaan barang/jasa dan inventarisasi aset
8. Pembinaan dan pengawasan teknis 9. Mengkonsolidasikan laporan keuangan BLU dengan
laporan keuangan KLH 3 Satker BLU 1. Memenuhi persyaratan substantive, teknis, dan
administrative untuk pola pengelolaan keuangan BLU
2. Menyampaikan dokumen persyaratan administrative kepada Menteri Lingkungan Hidup untuk mendapatkan persetujuan sebelum disampaikan kepada Menteri Keuangan
3. Mengusulkan standar pelayanan minimum kepada Menteri LH
4. Mengusulkan tariff layanan kepada Menteri LH 5. Menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan
dengan mengacu kepada Renstra KLH 6. Menyusun RBA tahunan dengan mengacu pada
Renstra Bisnis 7. Mengusulkan RBA kepada Menteri KLH untuk
dibahas sebagai bagian dari RKA-KL 8. Mengelola Kas, Piutang dan Utang, Barang/Jasa 9. Menerapkan sisten informasi manajemen
keuangan 10. Mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat
teknis 11. Menyampaikan pertanggungjawaban kinerja
operasional dan keuangan BLU 4 Referensi
Dasar 1. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara 2. UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbedaharaan
Negara 3. PP Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan BLU 4. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang berlaku
tentang Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) dan PMK tentang Petunjuk Teknis Penyusunan RKA-KL tahun berjalan
Tabel 4.2: Peran dalam pengorganisasian dan pengelolaan BLU LH
4.1.3 Pola Hubungan dan Peran dalam Pengelolaan Organisasi Afiliasi LH
Organisasi afiliasi KLH adalah satuan kerja pemerintah pusat baik
berupa komisi nasional maupun dewan nasional yang dibentuk dari hasil
komitmen nasional maupun internasional yang telah diratifikasi ke dalam
hirarki perundangan, yang dimana kegiatannya berfokus pada bidang SDA
LH dan penganggarannya masuk kedalam system APBN dengan mekanisme
alokasi anggarannya dititipkan melalui KLH. Pola hubungan dalam
36
pengelolaan Organisasi Afiliasi di KLH diilustrasikan pada gambar 4.3
dengan peran dalam pengelolaan Organisasi Afiliasi dijelaskan pada tabel
4.3.
Gambar 4.3: Pola pengorganisasian dan pengelolaan Organisasi Afiliasi LH
No Unit Kerja Peran i ii iii
1 Presiden RI 1. Membentuk Dewan Nasional dan/atau Komisi Nasional melalui Peraturan Presiden.
2 KLH c.q. Sekretaris Menteri LH
1. Mengalokasikan anggaran untuk Organisasi Afiliasi
3 KLH c.q. Eselon II
1. Menyediakan sekretariat untuk organisasi afiliasi terkait
2 Organisasi Afiliasi LH
1. Merumuskan kebijakan nasional, strategi, program dan kegiatan di bidang LH terkait
2. Mengkoordinasikan kegiatan dalam pelaksanaan tugas terkait
3. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi implementasi kebijakan terkait
4. Menjalankan tugas lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundangan terkait
3 Referensi Dasar
Komitmen Nasional dan Internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Pusat, antara lain: 1. PP Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan
Hayati Produk Rekayasa Genetik 2. Perpres Nomor 46 Tahun 2008 tentang Dewan
Nasional Perubahan Iklim 3. Permen LH Nomor 76 Tahun 2006 Tentang
37
Komite Pengarah Pusat Produksi Bersih Nasional direvisi dengan Permen LH Nomor 90 Tahun 2006
Tabel 4.3: Peran dalam pengorganisasian dan pengelolaan Organisasi Afiliasi LH
4.2 Pola Hubungan dan Peran dalam Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan
Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.
Kelompok Penerimaan Negara Bukan Pajak meliputi:
a. penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah;
b. penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
c. penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang
dipisahkan;
d. penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan
Pemerintah;
e. penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal
dari pengenaan denda administrasi;
f. penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah;
g. penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri.
Pola hubungan dalam pengelolaan PNBP di KLH diilustrasikan pada
gambar 4.4 dengan peran dalam pengelolaan PNBP dijelaskan pada tabel
4.4.
Gambar 4.4: Pola pengorganisasian dan pengelolaan PNBP
38
No Unit Kerja Peran
i ii iii 1 Menteri
Keuangan 1. Menunjuk Instansi Pemerintah untuk menagih dan
atau memungut PNBP terutang 2. Persetujuan penggunaan PNBP untuk kegiatan
kementerian teknis 3. Meminta instansi yang berwenang untuk memeriksa
K/L
2 Menteri Negara Lingkungan Hidup c.q. Sekretaris Menteri
1. Menyetor langsung PNBP ke Kas Negara 2. Menyampaikan rencana dan laporan realisasi PNPB
kepada Menteri Keuangan 3. Mengajukan kepada Menteri Keuangan rencana
penggunaan sebagian dari PNBP untuk penggunaan kegiatan KLH sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
4. Menetapkan jumlah PNPB yang Terutang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
5. Memberukan persetujuan kepada Wajib Bayar untuk mengangsur atau menunda PNBP yang Terutang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
6. Bersama dengan Wajib Bayar PNBP mengadakan pencatatan yang dapat menyajikan keterangan yang cukup untuk dijadikan dasar penhgitungan PNBP
7. Meminta instansi yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Bayar
3 Wajib Bayar PNBP
1. Menhitung PNBP yang Terutang kepada KLH 2. Membayar jumlah PNBP yang Terutang
4 Referensi Dasar
1. UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP 2. PP Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan
Penyetoran PNBP 3. PP Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara
Penggunaan PNBP yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu
Tabel 4.4: Peran dalam pengorganisasian dan pengelolaan PNBP
4.3 Pola Hubungan dan Peran dalam Pengelolaan Dekonsentrasi (DK) dan
Tugas Pembantuan (TP)
Dekonsentrasi (DK) adalah dana yang berasal dari Angaran dan
Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang dilaksanakan oleh gubernur
sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan
pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi (DK), tidak
termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah.
Sedangkan Dana Tugas Pembantuan (TP) adalah dana yang berasal dari
APBN yang dilaksanakan oleh daerah dan desa yang mencakup semua
penerimaan dan pengeluaran dalam rangka tugas pembantuan.
39
Pengalokasian anggaran melalui kedua mekanisme tersebut diatas
bertujuan untuk meningkatkan pencapaian kinerja, efisiensi dan efektivitas
dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan
pembangunan di daerah, serta menciptakan keselarasan dan sinergitas
secara nasional antara program dan kegiatan DK dan TP yang didanai dari
APBN dengan program dan kegiatan desentralisasi yang didanai dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selain itu,
pengalokasian DK dan dana TP juga dimaksudkan untuk lebih menjamin
tersedianya sebagian anggaran K/L bagi pelaksanaan program dan kegiatan
yang sudah ditetapkan dalam Renja-KL yang mengacu pada Rencana Kerja
Pemerintah (RKP).
Pengalokasian anggaran dalam RKA-KL untuk kegiatan-kegiatan K/L
yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) melalui
mekanisme DK dan TP, disamping mengacu pada Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan
Dana Tugas Pembantuan, juga mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL .
Pengalokasian anggaran dalam rangka penyusunan RKA-KL dengan
menggunakan mekanisme DK dan/atau TP perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a. Program dan kegiatan yang didanai tertuang dalam RKA-KL, dan sepenuhnya dari APBN melalui RKA-KL/DIPA;
b. K/L tidak diperkenankan mensyaratkan dana pendamping;
c. Pembebanan APBD hanya digunakan untuk mendanai urusan daerah yang disinergikan dengan program dan kegiatan yang akan didekonsentrasikan dan/atau ditugaskan;
d. Dana Dekon dilaksanakan setelah adanya pelimpahan wewenang Pemerintah melalui K/L kepada Gubernur;
e. Dana TP dilaksanakan setelah adanya penugasan wewenang Pemerintah melalui K/L kepada Gubernur/Bupati/Walikota;
f. Untuk mendukung pelaksanaan program dan kegiatan, K/L juga harus memperhitungkan kebutuhan anggaran:
i). Biaya penyusunan dan pengiriman laporan oleh SKPD;
ii). Biaya operasional dan pemeliharaan atas hasil pelaksanaan kegiatan yang belum dihibahkan;
iii). Honorarium pejabat pengelola keuangan dana dekonsentrasi dan/atau dana tugas pembantuan;dan
iv). Biaya lainnya dalam rangka pencapaian target pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
g. Pengalokasian Dana Dekon dan Dana TP memperhatikan kemampuan keuangan negara, keseimbangan pendanaan di
40
daerah (besarnya transfer ke daerah dan kemampuan keuangan daerah),dan kebutuhan pembangunan di daerah
h. Pembebanan APBD hanya digunakan untuk mendanai urusan daerah yang disinergikan dengan program dan kegiatan yang akan didekonsentrasikan dan/atau ditugaskan
i. Karakteristik DK
i). Sifat kegiatan non-fisik yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran yang tidak menambah aset tetap
ii). Kegiatan non-fisik, antara lain berupa: sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, fasilitasi,bimbingan teknis, pelatihan, penyuluhan, supervisi, penelitian dan survei, pembinaan dan pengawasan, serta pengendalian.
j. Karakteristik TP
i). Sifat kegiatan fisik, yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran yang menambah aset tetap;
ii). Kegiatan fisik, antara lain pengadaan tanah, bangunan, peralatan dan mesin, jalan, irigasi dan jaringan, serta dapat berupa kegiatan yang bersifat fisik lainnya;
iii). Kegiatan bersifat fisik lainnya berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku
Gambar 4.5: Pola pengorganisasian dan pengelolaan Dekonsentrasi (DK)
41
Gambar 4.6: Pola pengorganisasian dan pengelolaan Tugas Pembantuan (TP)
No Unit Kerja Peran dalam
Penyelenggaraan DK Peran dalam
Peneyelenggaraan TP
i ii Iii iv
1 Menteri LH 1. Memberitahukan kepada Gubernur mengenai lingkup kegiatan yang akan dilimpahkan, yang ditetapkan kedalam Peraturan Menteri LH
2. Peraturan Menteri LH disampaikan kepada Gubernur dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Bappenas
3. Menyampaikan kepada Gubernur RKA-KLH yang telah ditetapkan menjadi Satuan Anggaran Per Satuan Kerja (SPASK)
4. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang kepada Presiden melalui Menteri
1. Memberitahukan kepada Gubernur/Bupati/Walikota/ Kapala Desa mengenai lingkup kegiatan yang akan dilimpahkan, yang ditetapkan kedalam Peraturan Menteri LH
2. Menyampaikan kepada Gubernur/Bupati/Walikota RKA-KLH yang telah ditetapkan menjadi Satuan Anggaran Per Satuan Kerja (SPASK)
42
No Unit Kerja Peran dalam Penyelenggaraan DK
Peran dalam Peneyelenggaraan TP
i ii Iii iv
Keungan 2 KLH c.q.
EselonI/II/ Satker Mandiri
1. Memprakarsai dan merumuskan kegiatan yang akan dilimpahkan kepada Gubernur, yang dituangkan kedalam rancangan Renja KLH
2. Bersama dengan Bappenas melakukan penelaahan Renja KL yang memuat rumusan tentang kegiatan yang akan dilimpahkan kepada Gubernur yang hasilnya dituangkan kedalam bahan penyusunan Renja KLH dan RKP
3. Menuangkan penganggaran DK kedalam RKA-KLH
1. Memprakarsai dan merumuskan kegiatan yang akan dilimpahkan kepada Gubernur/Bupati/ Walikota/Kepala Desa, yang dituangkan kedalam rancangan Renja KLH
2. Menyampaikan rumusan tentang sebagian urusan pemerintahan yang akan ditugaskan kapada Gubernur/ Bupati/ Walikota/Kepala Desa kedalam Renja KLH dan disampaikan kepada Bappenas dalam Musyawarah Pembangunan Nasional (Musrenbangnas)
3. Bersama dengan Bappenas melakukan penelaahan Renja KL yang memuat rumusan tentang kegiatan yang akan dilimpahkan yang hasilnya dituangkan kedalam bahan penyusunan Renja KLH dan RKP
3 Gubernur (untuk DK) Gubernur/ Bupati/ Walikota (untuk TP)
1. Sinkronisasi dengan penyelenggaraan urusan pemerintah daerah
2. Penyiapan perangkat daerah yang akan melaksanakan kegiatan DK
3. Menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penguji Tagihan/Penandatangan Surat Perintah
1. Sinkronisasi dengan penyelenggaraan urusan pemerintah daerah
2. Penyiapan perangkat daerah yang akan melaksanakan kegiatan TP
3. Membentuk tim koordinasi yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota yang berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri berkaitan dengan
43
No Unit Kerja Peran dalam Penyelenggaraan DK
Peran dalam Peneyelenggaraan TP
i ii Iii iv
Membayar, dan Bendahara Pengeluaran serta menyampaikan kepada Menteri LH dan Menteri Keuangan
4. Membentuk tim koordinasi yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur yang berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri berkaitan dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan
5. Memeberitahukan kepada DPRD berkaitan dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan
6. Koordinasi, pengendalian, pembinaan, pengawasan dan pelaporan
7. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang atas pelaksanaan DK kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Bappenas
penyelenggaraan urusan pemerintahan
4. Memeberitahukan kepada DPRD menngenai RKA-KL yang telah ditetapkan menjadi SAPSK pada saat pembahasan RAPBD
5. Mengusulkan pejabat pengelola keuangan TP untuk ditetapkan oleh KLH
6. Menugaskan SKPD dalam pelaporan TP
7. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang atas pelaksanaan TP kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Bappenas
4 SKPD 1. Melakukan penatausahaan barang milik Negara dari pelaksanaan DK
2. Pelaksanaan DK 3. Meneyelenggarakan
akuntansi dan penyusunan dan penyampaian laporan pertanggungjawaban
1. Melakukan penatausahaan barang milik Negara dari pelaksanaan TP
2. Pelaksanaan TP 3. Meneyelenggarakan
akuntansi dan penyusunan dan penyampaian laporan pertanggungjawaban
44
No Unit Kerja Peran dalam Penyelenggaraan DK
Peran dalam Peneyelenggaraan TP
i ii Iii iv
keuangan dan barang keuangan dan barang 5 Kapala
Desa 1. Kepala Desa melakukan
persiapan dan koordinasi dengan badan permusyawaratan desa, kecamatan dan pemerintah kabupaten/kota
2. Kepala Desa melaksanakan TP dan bertanggung jawab atas pelaporan kegiatan TP
3. Pelaporan kegiatan TP dikoordinasikan oleh SKPD kabupaten/kota yang membidangi pemerintah desa
6 Referensi Dasar
1. PP Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
2. Renstra KLH 2010 – 2014
Tabel 4.5: Peran dalam pengorganisasian dan pengelolaan Dekonsentrasi (DK)
4.4 Pola Hubungan dan Peran dalam Pengelolaan Dana Alokasi Khusus
(DAK)
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Perimbangan terdiri atas:
a. Dana Bagi Hasil; b. Dana Alokasi Umum; dan c. Dana Alokasi Khusus.
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan
untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
daerah dan sesuai dengan prioritas nasioanl. Besaran DAK ditetapkan
setiap tahun dalam APBN. Dasar hukum DAK adalah UU Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemeritah Pusat dan
Pemerintah Daerah; dan PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana
Perimbangan.
DAK Lingkungan Hidup diarahkan untuk meningkatkan kinerja
daerah dalam menyelenggarakan pembangunan di bidang lingkunagan
hidup melalui peningkatan penyediaan sarana dan prasarana kelembagaan
dan system informasi pemantauan kualitas air, pengendalian pencemeran
45
air, serta perindungan sumber daya air di luar kawasan hutan. Pola
hubungan dalam pengelolaan DAK di KLH diilustrasikan pada gambar 4.7
dengan peran dalam pengelolaan DAK dijelaskan pada tabel 4.6.
Gambar 4.7: Pola pengorganisasian dan pengelolaan DAK
No Unit Kerja
Peran Dalam Mekanisme Pengalokasian DAK
Peran Dalam Pelaporan, Pemantauan dan Evaluasi
i ii iii iv
1 Menteri Negara Lingkungan Hidup c.q. Eselon I/II
1. Menyampaikan ketetapan tentang kegiatan khusus kepada Menteri Keuangan
2. Memberikan masukan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan pertimbangan perumusan criteria khusus DAK
3. Menyusun criteria teknis berdasarkan indikator-indikator kegiatan khusus DAK yang dirumuskan melalui index teknis.
4. Menyampaikan criteria teknis kepada Menteri Keuangan.
5. Menyusun Petunjuk Teknis Penggunaan DAK
1. Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan DAK kepada Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional dan Menteri Dalam Negeri
2. Bersama-sama dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pemanfaatan dan teknis pelaksanaan kegiatan yang didanai dari DAK
46
No Unit Kerja
Peran Dalam Mekanisme Pengalokasian DAK
Peran Dalam Pelaporan, Pemantauan dan Evaluasi
i ii iii iv
berdasarkan penetapan alokasi DAK per daerah oleh Peraturan Menteri Keuangan
3 Pemerintah Daerah (Guberner/ Bupati/ Walikota) c.q. SKPD
1. Mencantumkan alokasi dan penggunaan DAK di dalam APBD
2. Menganggarkan Dana Pendamping dalam APBD sekurang-kurangnya 10% dari besaran alokasi DAK yang diterimanya
1. Menyampaikan pelaporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK kepada Menteri Keuangan, Menteri Teknis, dan Menteri Dalam Negeri
4 Referensi Dasar
1. UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Dana Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
2. PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan Tabel 4.6: Peran dalam pengorganisasian dan pengelolaan DAK
47
BAB V
PENUTUP
Penyempurnaan Perencanaan Strategis Kementerian Lingkungan
Hidup (RENSTRA KLH) 2010 – 2014 merupakan acuan bagi seluruh Unit
Kerja yang ada di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dalam
menjalankan tugas dan fungsi organisasi sehingga diharapkan dapat
tercapai sinergitas dalam pelaksanaannya, terutama dalam mendukung
sasaran pembangunan nasional yang tertuang dalam RPJPN Tahun 2025
dan RPJMN 2010 – 2014.
RENSTRA merupakan dokumen strategis yang disusun dan
dirumuskan setiap lima tahun yang secara sistematis mengedepankan isu-
isu lingkungan hidup dan selanjutnya diterjemahkan ke dalam bentuk
kebijakan strategis serta rencana dan program pengelolaan dan
perlindungan LH yang terarah dan berkesinambungan.
Dengan penyempurnaan RENSTRA 2010 – 2014 ini maka diharapkan
pencapaian sasaran strategis KLH, berupa :
1. Penurunan beban pencemaran lingkungan ;
2. Pengendalian kerusakan lingkungan hidup;
3. Peningkatan kapasitas pengelolaan SDA dan LH;
4. Pengeloaan keuangan kementerian, hingga memperoleh opini
wajar tanpa pengecualian (WTP);
5. Percepatan implementasi Reformasi Birokrasi (RB)
dapat dilakukan secara lebih optimal. Namun patut diingat bahwa untuk
menjalankan RENSTRA ini dibutuhkan kerjasama lintas fungsi baik intra-
organisasi KLH maupun inter-organisasi.
MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BALTHASAR KAMBUAYA
Salinan sesuai dengan aslinya
Biro Hukum dan Humas,
Inar Ichsana Ishak