PERSEPSI MANAJEMEN BADAN USAHA MILIK NEGARA/DAERAH DAN BADAN USAHA MILIK SWASTA DI JAWA TIMUR TERHADAP MANAGEMENT AUDIT SEBAGAI
STRATEGI UNTUK MENCEGAH DAN MENDETEKSI KECURANGAN PADA FUNGSI PEMBELIAN
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN
DALAM MEMPEROLEH GELAR SARJANA EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
DIAJUKAN OLEH
ANASTASIA
No. Pokok : 040338305
KEPADA
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2005
SKRIPSI
PERSEPSI MANAJEMEN BADAN USAHA MILIK NEGARA/DAERAH DAN BADAN USAHA MILIK SWASTA DI JAWA TIMUR TERHADAP MANAGEMENT AUDIT SEBAGAI
STRATEGI UNTUK MENCEGAH DAN MENDETEKSI KECURANGAN PADA FUNGSI PEMBELIAN
DIAJUKAN OLEH :
ANASTASIA
No. Pokok : 040338305
TELAH DISETUJUI DAN DITERIMA DENGAN BAIK OLEH
DOSEN PEMBIMBING,
Dra. YUSTRIDA BERNAWATI M.Si., Ak.TANGGAL ………………….
KETUA PROGRAM STUDI
Drs. M. SUYUNUS, MAFIS., Ak.
TANGGAL ………………….
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kepada Tuhan, karena pada akhirnya Skripsi dengan judul
“Persepsi Manajemen Badan Usaha Milik Negara/Daerah dan Badan Usaha Milik
Swasta di Jawa Timur terhadap Management Audit sebagai Strategi untuk Mencegah
dan Mendeteksi Kecurangan pada Fungsi Pembelian” dapat terselesaikan. Skripsi ini
disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Jurusan
Akuntansi Program Non Reguler.
Hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada
semua pihak yang membantu terselesaikannya skripsi ini. Secara khusus pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Drs. M.Suyunus, MAFIS, Ak. selaku Ketua Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga.
2. Bapak Ardianto SE., M.Si., Ak. selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Program
Non Reguler Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga.
3. Ibu Dra.Yustrida Bernawati M.Si., Ak. selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan
sehingga terselesaikannya Skripsi ini.
4. Semua responden. Terima kasih karena sudah menyediakan diri untuk mengisi
kuesioner dan memberikan informasi yang dibutuhkan oleh penulis.
5. My Parents, Bapa dan Mama. Thanks for all support, love, patient and guidance.
Thanks for always pray for me. Thanks for everything.
6. My Brothers. Ujang, Tata dan Brama. Thanks for always being there…in bad and
good times. Sorry for couldn’t set a good example. It’s been too long to finish my
study. Feels like a maze.
7. My friends. Vita di Jakarta (finally, vit) , Silvi di Kwang Tung, Yesika, Avi, Yuli,
Dita, Evi, Dian, Dori dll . Thanks for share our time together, for support each
other. Rusda (thanks for helping me distribute my questioners), Erwan n Gita
(thanks for the car), Mbak Weni (for helping me calculate the figures), teman-
teman kuliah, temen-temen kos, temen-temen di Jogja (Ita, Eka , Gery, Mbak
Heni dll), temen-temen di West Borneo (Vera, Ajus, Lea dll). Thanks for all.
Thanks for pray for my best..
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari yang diidealkan, untuk
itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Terimakasih.
Surabaya, Desember 2005
Anastasia
ABSTRAKSI
Fungsi pembelian merupakan fungsi yang diangap sangat penting dan rawan bagi hampir semua perusahaan sehingga bisa menjadi sumber pemborosan apabila tidak diselenggarakan dengan baik. Kecurangan yang terjadi pada fungsi pembelian bisa merugikan perusahaan dalam jumlah besar. Lewat management audit, efisiensi, efektivitas dan ekonomisasi organisasi dievaluasi untuk kemudian menentukan langkah yang diperlukan atau rekomendasi dalam mengatasi kelemahan sekaligus mencegah tindakan curang yang dilakukan baik oleh pihak intern maupun ekstern. Dengan demikian, management audit merupakan strategi yang bisa digunakan untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian.
Management audit selama ini lebih dikenal oleh BUMN/BUMD daripada BUMS, BUMS lebih familiar dengan audit keuangan. Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan persepsi antara manajemen BUMN/BUMD dan BUMS di Jawa Timur terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian. Penulis meninjau kemungkinan perbedaan persepsi tersebut dari kepemilikan perusahaan, bidang studi pendidikan manajemen dan level manajemen.
Ditinjau dari kepemilikan perusahaan , responden dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu BUMN/BUMD dan BUMS. Ditinjau dari bidang studi pendidikan, responden dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi empat kelompok, yaitu responden dengan bidang studi pendidikan Psikologi/Sosiologi, Hukum/Kriminologi, Ekonomi, dan bidang studi pendidikan lainnya diluar ketiga kelompok tersebut. Ditinjau dari level manajemen, responden penelitian diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu top management, middle management, dan lower management.
Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah U-Mann Whitney untuk hipotesis ditinjau dari kepemilikan perusahaan, dan Kruskall Wallis untuk hipotesis ditinjau dari bidang studi pendidikan manajemen dan level manajemen. Hasil uji statistik terhadap hipotesis-hipotesis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen yang signifikan terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian, baik ditinjau dari kepemilikan perusahaan, bidang studi pendidikan maupun level manajemen.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
ABSTRAKSI.........................................................................................................v
DAFTAR ISI.........................................................................................................vi
DAFTAR TABEL.................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xiii
BAB I. PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1. Latar Belakang Permasalahan.....................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................10
1.3. Tujuan Penelitian.........................................................................................10
1.4. Manfaat Penelitian.......................................................................................11
1.5. Sistematika Skripsi......................................................................................11
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................13
2.1. Landasan Teori............................................................................................13
2.1.1. Persepsi..................................................................................................13
2.1.1.1. Teori proses persepsi.......................................................................15
2.1.2. Manajemen.............................................................................................17
2.1.2.1. Definisi manajemen..........................................................................17
2.1.2.2. Fungsi-fungsi manajemen................................................................19
2.1.2.3. Tipe-tipe manajemen........................................................................20
2.1.3. Auditing..................................................................................................21
2.1.3.1. Definisi auditing...............................................................................21
2.1.3.2. Tipe-tipe audit..................................................................................23
2.1.3.3. Management audit............................................................................25
2.1.3.4. Sistem pengendalian manajemen.....................................................37
2.1.3.5. Efisiensi, efektifitas dan ekonomisasi..............................................38
2.1.3.6. Kecurangan.......................................................................................40
2.1.3.7. Fungsi pembelian..............................................................................49
2.1.3.8. Tujuan management audit fungsi pembelian...................................53
2.1.3.9. Sektor publik....................................................................................54
2.2. Penelitian Sebelumnya................................................................................66
2.3. Hipotesis dan Model Analisis......................................................................68
2.3.2. Model analisis........................................................................................69
BAB III. METODE PENELITIAN.......................................................................71
3.1. Pendekatan Penelitian..................................................................................71
3.2. Identifikasi Variabel....................................................................................71
3.3. Definisi Operasional....................................................................................72
3.4. Jenis dan Sumber Data................................................................................74
3.5. Prosedur Pengumpulan Data.......................................................................75
3.6. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis...............................................................76
3.6.1. Uji instrumen.........................................................................................76
3.6.1.1. Uji validitas.....................................................................................77
3.6.1.2. Uji reliabilitas..................................................................................78
3.6.2. Teknik analisis data...............................................................................79
3.6.3. Uji hipotesis...........................................................................................80
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................85
4.1. Gambaran Umum Subyek dan Obyek Penelitian........................................85
4.1.1. Gambaran umum responden..................................................................85
4.1.2. Karakteristik responden.........................................................................88
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian...........................................................................92
4.2.1. Data jawaban responden ditinjau dari kepemilikan perusahaan............93
4.2.2. Data jawaban responden ditinjau dari level manajemen.......................95
4.2.3. Data jawaban responden ditinjau dari bidang studi pendidikan............97
4.3. Analisa Data dan Pengujian Hipotesis........................................................10
4.3.1. Uji instrumen.......................................................................................101
4.3.1.1. Uji validitas....................................................................................102
4.3.1.2. Uji reliabilitas.................................................................................104
4.3.2. Analisis data.........................................................................................105
4.3.3. Uji hipotesis.........................................................................................105
Hipotesis 1...........................................................................................106
Hipotesis 2...........................................................................................113
Hipotesis 3...........................................................................................121
4.4. Pembahasan................................................................................................128
4.4.1. Persepsi manajemen BUMN/BUMD dan BUMS di Jawa Timur
terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah
dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari
kepemilikan perusahaan .....................................................................128
4.4.2. Persepsi manajemen BUMN/BUMD dan BUMS di Jawa Timur
terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah
dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari
level manajemen..................................................................................132
4.4.3. Persepsi manajemen BUMN/BUMD dan BUMS di Jawa Timur
terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah
dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari
bidang studi pendidikan.......................................................................136
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN...................................................................141
5.1. Simpulan....................................................................................................141
5.2. Saran..........................................................................................................142
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................144
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Perbedaan Management Audit dan Financial Audit...........................31
Tabel 2.2. Perbedaan Sektor Publik dan Sektor Swasta......................................57
Tabel 4.1. Deskripsi Responden Menurut Data Pribadi......................................88
Tabel 4.2. Deskripsi Responden Menurut Data Perusahaan...............................91
Tabel 4.3. Data Audit yang Dilaksukan BUMN/BUMD dan BUMS
Sampel................................................................................................92
Tabel 4.4. Distribusi Jawaban Responden BUMN/BUMD.................................93
Tabel 4.5. Distribusi Jawaban Responden BUMS..............................................94
Tabel 4.6. Distribusi Jawaban Responden Level Top Management...................95
Tabel 4.7. Distribusi Jawaban Responden Level Middle Management..............96
Tabel 4.8. Distribusi Jawaban Responden Level Lower Management...............97
Tabel 4.9. Distribusi Jawaban Responden dengan Bidang Studi
Pendidikan Psikologi/Sosiologi.......................................................98
Tabel 4.10. Distribusi Jawaban Responden dengan Bidang Studi
Pendidikan Hukum/Kriminologi.......................................................99
Tabel 4.11. Distribusi Jawaban Responden dengan Bidang Studi
Pendidikan Ekonomi.........................................................................100
Tabel 4.12. Distribusi Jawaban Responden dengan Bidang Studi
Pendidikan Lainnya...........................................................................101
Tabel 4.13. Hasil Uji Validitas (Korelasi produk momen Pearson).....................102
Tabel 4.14. Hasil Uji U-Mann Whitney Persepsi Manajemen Ditinjau dari
Kepemilikan Perusahaan pada Tiap Determinan...............................106
Tabel 4.15. Hasil Uji U-Mann Whitney Persepsi Manajemen Ditinjau dari
Kepemilikan Perusahaan secara Agregat...........................................107
Tabel 4.16. Hasil Uji Kruskal Wallis Persepsi Manajemen Ditinjau dari
Level Manajemen pada Tiap Determinan..........................................114
Tabel 4.17. Hasil Uji Kruskal Wallis Persepsi Manajemen Ditinjau dari
Level Manajemen secara Agregat......................................................114
Tabel 4.18. Hasil Uji Kruskal Wallis Persepsi Manajemen Ditinjau dari
Bidang Studi Pendidikan pada Tiap Determinan...............................121
Tabel 4.19. Hasil Uji Kruskal Wallis Persepsi Manajemen Ditinjau dari
Bidang Studi Pendidikan secara Agregat..........................................122
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Proses Persepsi.................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan
Setiap manajer yang mengelola suatu perusahaan, baik itu perusahaan milik
negara atau daerah maupun perusahaan swasta berkeinginan agar pengelolaan
perusahaan berlangsung dengan tingkat efisiensi, efektifitas dan produktifitas yang
setinggi mungkin. Hal tersebut dipicu oleh adanya tuntutan dari pihak-pihak yang
berkepentingan agar perusahaan dikelola sedemikian rupa sehingga terhindar dari
pemborosan dan bisa mencapai tujuan yang diharapkan.
Setiap perusahaan yang bersifat profit oriented bertujuan untuk memperoleh
laba yang maksimal dalam menjalankan usahanya, sedangkan perusahaan
menghadapi berbagai kendala seperti kelangkaan input berupa dana, daya, sarana dan
prasarana sehingga tidak pernah ada alasan apapun yang membenarkan adanya
inefisiensi dalam pengelolaan input tersebut.
Dalam kenyataannya, seringkali tujuan perusahaan untuk mencapai
produktifitas maksimal tersebut terhambat oleh praktik-praktik kecurangan (fraud)
yang terjadi didalam perusahaan. Dari sudut pandang akuntansi dan audit, kecurangan
adalah penggambaran yang salah dari fakta material dalam buku besar atau laporan
keuangan. Pernyataan yang salah dapat ditujukan pada pihak luar organisasi seperti
pemegang saham atau kreditor, atau pada organisasi itu sendiri dengan cara menutupi
atau menyamarkan penggelapan uang, ketidakcakapan, penerapan dana yang salah
atau pencurian atau penggunaan aktiva organisasi yang tidak tepat oleh petugas,
pegawai dan agen. Kecurangan dapat juga ditujukan pada organisasi oleh pihak luar,
misalnya lewat penagihan yang berlebihan, dua kali penagihan, pengiriman material
dengan kualitas yang tidak sesuai, pernyataan yang salah mengenai mutu dan nilai
barang yang dibeli, atau besarnya kredit pelanggan. The Institute of Internal Auditor
di Amerika mendefinisikan kecurangan mencakup suatu ketidakberesan dan tindakan
ilegal yang bercirikan penipuan yang disengaja. Ia dapat dilakukan untuk manfaat dan
atau kerugian organisasi oleh orang diluar atau dalam organisasi.
Penelitian ini menitikberatkan pada kecurangan yang dilakukan oleh pihak
didalam perusahaan, baik itu karyawan maupun manajemen. Perusahaan kecil
maupun perusahaan besar, milik negara atau daerah maupun swasta tidak kebal
terhadap pencurian dan kecurangan. Akan tetapi, seringkali pemilik perusahaan-
perusahaan yang tidak begitu besar tidak percaya bahwa hal itu bisa terjadi kepada
mereka, padahal perusahaan tersebut juga rentan terhadap adanya praktik pencurian
dan kecurangan. Perusahaan-perusahaan dengan skala yang tidak begitu besar
biasanya mempunyai karyawan yang tidak terlalu banyak, sehingga masih kurang
dalam hal pemisahan tugas, pengendalian akuntansi juga masih lemah dan biasanya
ada kepercayaan yang besar dari pemilik kepada karyawannya. Orang-orang yang
melakukan kecurangan dalam perusahaan biasanya tidak tampak seperti seorang
pencuri. Mereka biasanya adalah karyawan-karyawan lama yang telah memperoleh
posisi dan kepercayaan. Bahkan, pada perusahaan dengan sistem dan prosedur yang
baik sekalipun, praktik kecurangan ini bisa terjadi karena faktor-faktor manusiawi
dimana setiap manusia pada kondisi tertentu berpotensi untuk berbuat menyimpang,
disamping karena faktor-faktor yang berasal dari perusahaan itu sendiri.
Aktivitas semua fungsi di perusahaan berpengaruh besar terhadap
keberhasilan perusahaan dan salah satunya adalah fungsi pembelian. Fungsi
pembelian merupakan fungsi yang dianggap sangat penting karena mempengaruhi
berbagai jenis pelaksanaan pada bagian-bagian yang ada dalam perusahaan. Dalam
berbagai perusahaan, fungsi pembelian merupakan permulaan dari proses usaha.
Dalam suatu proses produksi perusahaan memerlukan bahan mentah dan atau bahan
baku. Pengalaman banyak perusahaan menunjukkan bahwa biaya untuk
menghasilkan suatu produk mungkin mencapai sekitar lima puluh persen dari harga
jual produk. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi pembelian dapat menjadi sumber
pemborosan apabila tidak diselenggarakan dengan baik dan sebaliknya merupakan
sumber penghematan yang akan memperbesar laba perusahaan apabila dilakukan
dengan teliti dan cermat. Fungsi pembelian juga meliputi semua pengadaan barang
yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Siagian (2001:209) mengatakan bahwa jika diterima pendapat bahwa fungsi
pembelian merupakan salah satu fungsi terpenting dalam kehidupan suatu perusahaan
dan bahwa seluruh aspek kegiatan pembelian harus terselenggara dengan tingkat
efisiensi yang setinggi mungkin, berarti harus pula diterima pandangan bahwa audit
fungsi pembelian wajar dan tepat dijadikan salah satu sasaran audit. Pada intinya
dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan proses audit dengan menjadikan fungsi
pembelian sebagai sasarannya berorientasi pada pencarian dan penemuan fakta dan
informasi tentang seluruh kegiatan pembelian. Informasi yang terungkap akan
digunakan oleh manajemen puncak sebagai masukan untuk pengambilan keputusan,
bukan hanya tentang penyelenggaraan fungsi pembelian di masa yang akan datang
melainkan juga pada berbagai kegiatan lain yang terjadi karena dilakukannya
pembelian tertentu.
Kecurangan yang terjadi pada fungsi pembelian akan mengakibatkan
perusahaan tidak bisa mencapai tujuan perusahaan dengan efektif dan efisien
sehingga bisa merugikan perusahaan dalam jumlah besar. Contoh-contoh kecurangan
yang mungkin dilakukan oleh bagian pembelian adalah membayar tagihan palsu yang
dibuat sendiri, memperbesar jumlah faktur pemasok, membebankan pembelian
pribadi pada perusahaan, dan yang paling sering terjadi adalah mengijinkan
pemberian harga khusus atau hak khusus pada konsumen, atau memprioritaskan
pemasok tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan uang suap (kickback). Kasus-
kasus yang terungkap beberapa waktu ini, memperlihatkan bahwa sebagian besar
kecurangan terjadi pada bagian logistik atau pengadaan barang. Kasus-kasus yang
terungkap tersebut sebagian besar berasal dari proyek-proyek pemerintah dan Badan
Usaha Milik Negara atau Daerah dimana terjadi over-invoice/over-price untuk
manipulasi harga yang dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan pribadi bagi
pihak-pihak pelaksana transaksi.
Sudah sejak lama audit digunakan sebagai instrumen untuk mengetahui
tingkat keberhasilan usaha. Pada era Revolusi Industri, seiring dengan perkembangan
industri manufaktur, para pemilik perusahaan mulai menggunakan jasa manajemen
dari pihak luar untuk menjalankan perusahaan. Dengan adanya pemisahan antara
pemilik dan manajemen tersebut, maka pemeriksaan oleh auditor lebih menekankan
pada bagaimana menjaga pemilik perusahaan dari bahaya kecurangan yang
kemungkinan dilakukan oleh manajer dan karyawan. Pada awal pertengahan abad ke-
20, tujuan dari pekerjaan audit mulai bergeser dari untuk mendeteksi kecurangan
menjadi untuk menentukan apakah laporan keuangan sudah memberikan gambaran
yang lengkap dan wajar mengenai posisi keuangan, hasil operasi dan perubahan
posisi keuangan. Pergeseran ini sebagai respon terhadap peningkatan jumlah
pemegang saham dan entitas perusahaan yang menjadi semakin besar. Profesi
akuntansi juga merasakan bahwa audit yang dibuat untuk menemukan kecurangan
terlalu banyak memakan biaya, sementara saat itu sudah terjadi peningkatan dalam
hal penggunaan sampling dan pengendalian internal untuk pelaksanaan pekerjaan
audit. Pengendalian internal yang baik dan surety bonds dianggap lebih baik sebagai
alat proteksi kecurangan dibandingkan audit. Namun, pada awal tahun 1960an
pendeteksian terhadap kecurangan yang material memperoleh porsi yang besar dalam
proses audit. Hal ini antara lain disebabkan karena tekanan kongres untuk tanggung
jawab yang lebih besar terhadap kecurangan maaterial, adanya cukup banyak perkara
hukum yang disebabkan kecurangan manajemen yang tidak terdeteksi oleh auditor
independen dan keyakinan akuntan publik bahwa audit diharapkan untuk bisa
mendeteksi adanya kecurangan yang material. Selanjutnya, pada awal 1990an terjadi
peningkatan permintaan atestasi oleh Akuntan Publik terhadap asersi manajemen
mengenai ketaatan manajemen terhadap hukum dan peraturan serta efektivitas dari
pengendalian internal.
Pemeriksaan (audit) manajemen merupakan suatu pengujian yang independen
atas bukti yang obyektif, yang dilakukan oleh personil yang kompeten, untuk
menentukan apakah manajemen mampu membantu perusahaan mencapai kebijakan
dan tujuannya, memenuhi kewajiban kontraktual dan legal, mempunyai sistem
manajemen yang diintegrasikan untuk melakukannya sedemikian dan secara efektif
mengimplementasikan sistem tersebut.
Pemeriksaan manajemen (management audit) berbeda dengan pemeriksaan
keuangan, sedangkan dalam hal-hal tertentu pemeriksaan ini sama dengan pendekatan
pemeriksaan operasional (Hamilton 1986:1). Tujuan utama pemeriksaan keuangan
adalah untuk membuktikan kewajaran keadaan keuangan perusahaan selama periode
tertentu, sedangkan pemeriksaan operasional dimaksudkan untuk mengevaluasi
sumber-sumber yang dapat melengkapi data keuangan dan untuk menentukan apakah
transaksi-transaksi utama sudah dikendalikan dengan tepat sehingga mereka
menyuplai data yang akurat dan dapat dipercaya. Tujuan dari pemeriksaan
manajemen secara keseluruhan adalah untuk mengevaluasi keberhasilan dan efisiensi
pada perusahaan, yang lingkupnya bisa juga dibatasi pada suatu bagian tertentu atau
fungsi dari organisasi. Pemeriksaan manajemen menurut Hamilton juga bisa
digunakan untuk mengenal tanda-tanda bahaya bagi perusahaan.
Kebanyakan organisasi mempunyai alat untuk melakukan pemeriksaan
keuangan oleh kelompok audit internal, akan tetapi masih sedikit perusahaan yang
melakukan pemeriksaan manajemen. Pemeriksaan manajemen berpandangan
kedepan untuk melihat seberapa baik manajemen mencapai tujuannya dan untuk
melihat kesulitan operasional sebelum fakta. Pemeriksaan manajemen yang dilakukan
secara periodik dapat menunjukkan masalah ketika masalah tersebut masih berskala
kecil. Pemeriksaan manajemen juga merupakan alat manajemen untuk membantu
organisasi dalam mencapai tujuannya. Dengan pemeriksaan manajemen maka
hambatan-hambatan terhadap pencapaian tujuan perusahaan dan pertanyaan-
pertanyaan mengenai apakah organisasi selama ini sudah diselenggarakan dan
dikelola secara efisien dan efektif dapat terjawab, sehingga apabila ditemukan hal-hal
yang sekiranya tidak sesuai dapat segera dilakukan tindakan korektif dan
rekomendasi untuk pemecahan masalah.
Tanggung jawab utama terhadap kecurangan yang terjadi didalam perusahaan
adalah pada manajemen perusahaan. Lewat pemeriksaan manajemen, dilakukan
evaluasi terhadap sistem pengendalian internal yang ada untuk kemudian menentukan
langkah yang diperlukan atau rekomendasi dalam mengatasi kelemahan sekaligus
mencegah tindakan curang yang dilakukan baik oleh pihak intern maupun ekstern.
Sebagian besar kecurangan biasanya ditemukan secara tidak sengaja atau
kebetulan, melalui informan, atau selama audit. Apabila pemeriksaan manajemen ini
dilakukan oleh seorang internal auditor, maka ia harus mempunyai pengetahuan yang
cukup tentang kecurangan dan dapat mengidentifikasi indikator kemungkinan
terjadinya kecurangan. Untuk selanjutnya bukanlah tanggungjawab internal auditor
untuk melakukan investigasi atau penyelidikan terhadap kecurangan tersebut, karena
ada audit khusus untuk penyelidikan yang lebih mendalam terhadap kecurangan.
Akan tetapi, lewat pemeriksaan manajemen yang dilakukan secara perodik sesuai
dengan kebutuhan manajemen, setidaknya praktik-praktik kecurangan bisa terdeteksi
lebih awal, tidak perlu menunggu kecurangan tersebut menjadi material, sehingga
perlu melakukan audit khusus untuk melakukan penyelidikan terhadap kecurangan
yang tentunya akan memakan banyak biaya dan waktu.
Selama ini kasus-kasus yang sering terungkap mengenai kecurangan terjadi
pada BUMN/BUMD dan pemeriksaan non keuangan memang lebih dikenal pada
BUMN/BUMD seperti dikatakan oleh Karni (2000:7) bahwa audit khusus sudah
dikenal luas dalam BUMN/BUMD maupun di lingkungan APBN/APBD. Tuntutan
untuk melakukan management audit sendiri lebih banyak ditujukan kepada sektor
publik, seperti yang dikatakan oleh Sjamsuddin (1995) bahwa sebagai bentuk
pengendalian dan pengawasan BUMN/BUMD pada era globalisasi pemeriksaan
manajemen (management audit) harus ditingkatkan, misalnya terhadap kegiatan atau
segmen yang tidak mencapai sasaran atau secara potensial telah menyebabkan
kerugian atau masih dapat ditingkatkan efisiensi dan efektifitasnya. Arifin (2000)
juga mengungkapkan bahwa tuntutan untuk melakukan value for money audit pada
sektor publik mendesak seiring dengan adanya perubahan, tatanan politik, ekonomi,
serta sosial di Indonesia. Pihak Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI),
seperti dikutip oleh Zuhroh (2001) menyarankan kepada pemerintah agar melakukan
management audit terhadap PT KAI. Menyoroti kinerja manajemen PT Pertamina,
seperti yang diungkapkan oleh Widyahartono (2005), pimpinan DPR meminta
laporan audit dari Departemen Keuangan tidak hanya audit finansial tapi justru
sepatutnya audit manajemen secara menyeluruh.
Berdasarkan hal-hal yang sudah dibahas diatas penulis ingin mengetahui
apakah terdapat perbedaan persepsi manajemen Badan Usaha Milik Negara/Daerah
dan Badan Usaha Milik Swasta di Jawa Timur terhadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian.
Mengapa pemeriksaan manajemen dan bukan pemeriksaan keuangan? Sebab
pemeriksaan keuangan lebih berfokus pada aspek-aspek keuangan khususnya pada
pemberian opini akuntan publik terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, dan
lebih ditujukan kepada kepentingan pihak eksernal perusahaan. Pemeriksaan
manajemen dimaksudkan untuk menilai kinerja organisasi berdasarkan efisiensi,
efektifitas dan ekonomisasi. Kinerja tersebut bisa dibatasi hanya pada suatu fungsi
tertentu dalam organisasi, dalam hal ini fungsi pembelian karena penulis melihat
fungsi pembelian sebagai area yang rawan terhadap kecurangan yang sulit terdeteksi
lewat pemeriksaan keuangan. Efektifitas yang diharapkan perusahaan bisa terhambat
karena adanya praktek kecurangan. Perlu adanya deteksi terhadap adanya kecurangan
yang terjadi di dalam perusahaan dan pencegahan kecurangan-kecurangan yang
material agar tidak menjadi semakin besar. Sampel badan-badan usaha yang dianalisa
dibatasi untuk wilayah propinsi Jawa Timur.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan yang akan dibahas
dapat dirumuskan sebagai berikut : “Apakah terdapat perbedaan persepsi antara
manajemen Badan Usaha Milik Negara/Daerah dan Badan Usaha Milik Swasta di
Jawa Timur terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan
mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian?”
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk memperoleh kesimpulan tentang
terdapat tidaknya perbedaan persepsi manajemen pada Badan Usaha Milik
Negara/Daerah dan Badan Usaha Milik Swasta di Jawa Timur terhadap management
audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi
pembelian.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Pembaca, sebagai informasi mengenai ada tidaknya perbedaan persepsi
manajemen BUMN/BUMD dan BUMS di Jawa Timur terhadap management
audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi
pembelian.
2. Peneliti berikutnya, sebagai referensi bahan penelitian dan bahan kajian
penentuan hipotesis lainnya yang berkaitan.
1.5. Sistematika Skripsi
Dalam membahas permasalahan yang ada, penulisan skripsi ini dibagi dalam
beberapa bagian atau bab sebagai berikut :
BAB I :Pendahuluan
Pada bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika skripsi.
BAB II : Tinjauan Kepustakaan
Dalam hal ini diuraikan tentang teori-teori dari berbagai studi
kepustakaan yang berhubungan dengan persepsi, kecurangan,
fungsi pembelian, management audit, hasil penelitian terdahulu
yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan, serta model
analisis penelitian.
BAB III : Metode Penelitian
Pada bab ini dijelaskan tentang pendekatan penelitian, bagaimana
penelitian dilakukan, jenis penelitian, jenis data dan dari mana data
diperoleh, ruang lingkup penelitian serta metode analisis data yang
akan dilakukan.
BAB IV : Hasil dan Pembahasan
Pada bab ini diuraikan analisis pembahasan dari data-data yang
diperoleh dan diolah, kemudian digunakan untuk menjawab
permasalahan yang telah diajukan.
BAB V : Simpulan dan Saran
Pada bab ini akan dikemukakan simpulan dari pembahasan yang
dilakukan, keterbatasan penelitian dan kemungkinan saran-saran
yang diperlukan bagi penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Persepsi
Setiap orang mempunyai pendapat atau pandangan yang berbeda dalam
melihat suatu hal (obyek) yang sama. Perbedaan pandangan ini akan dapat ditindak
lanjuti dengan perilaku atau tindakan yang berbeda pula. Pandangan itu disebut
sebagai persepsi. Persepsi seseorang akan menentukan bagaimana ia akan
memandang dunia.
Wagner dan Hollenbeck (1995:136) mengemukakan pendapatnya bahwa: “We
human beings have five senses through which we experience the world around us;
sight, hearing, touch, smell and taste. Perception is the process by which individuals
select, organize, store and interpret the information gathered from these senses”.
Pendapat tersebut kurang lebih mempunyai arti bahwa kita manusia memiliki lima
indera dimana lewat indera-indera tersebut kita bisa mengalami dunia yang ada
disekitar kita; yaitu lewat indera penglihatan, pendengaran, perasa, penciuman dan
pengecap. Persepsi merupakan proses dimana seseorang memilih, mengelola,
menyimpan dan menginterpretasikan informasi yang dikumpulkan dari indera-indera
tersebut.
Pendapat Wagner dan Hollenbeck tersebut mirip dengan Robbins (2003:160)
yang mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang ditempuh individu-individu
untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna
kepada lingkungan mereka. Sejumlah faktor yang mempengaruhi persepsi menurut
Robbins adalah pelaku persepsi, obyek atau target yang dipersepsikan dan situasi. Di
antara karakteristik pribadi dari pelaku persepsi yang lebih relevan mempengaruhi
persepsi adalah sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu dan
pengharapan (ekspektasi). Obyek atau target bisa berupa orang, benda atau peristiwa.
Sifat-sifat obyek atau target itu biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang
melihatnya. Situasi adalah konteks objek atau peristiwa, yang meliputi unsur-unsur
lingkungan sekitar dan waktu.
Kita semua sadar akan lingkungan kita, namun tidak semuanya sama
pentingnya menurut persepsi kita. Kita menyimak beberapa data dan membuang yang
lainnya. Setiap orang menerima begitu banyak data-data sensoris sehingga tidak
mungkin untuk memprosesnya semua. Otak membawa data-data itu melewati suatu
perceptual filter yang akan menahan beberapa bagian (selective attention) dan
membuang yang lainnya. Perceptual selectivity adalah proses dimana seseorang
menyaring dan memilih berbagai objek dan stimuli yang bersaing untuk memperoleh
perhatian. Orang biasanya akan fokus pada stimuli yang memenuhi kebutuhan
mereka dan konsisten dengan sikap, nilai dan personaliti mereka. Karakteristik dari
stimuli itu sendiri juga akan mempengaruhi proses perceptual selectivity. Orang
cenderung akan memperhatikan stimuli yang menonjol dari stimuli lainnya atau yang
lebih kuat dari stimuli lainnya. Orang juga cenderung akan lebih memperhatikan
segala sesuatu yang familiar dengan mereka (Daft, 2003).
2.1.1.1. Teori proses persepsi
Gambar 2.1 menunjukkan proses persepsi menurut Daft (2003:486):
Gambar 2.1
Proses Persepsi
Menurut Daft, proses persepsi yang dialami setiap orang akan melalui tahap-
tahap sebagai berikut (2003:486):
1. Observasi informasi yang berasal dari lingkungan lewat panca indera: perasa, pembau, pendengaran, penglihatan dan peraba.
2. Otak akan menyaring data dan memilih data-data yang akan diproses lebih lanjut.
3. Data-data yang terpilih tersebut akan diorganisir sedemikian rupa sehingga mempunyai suatu pola yang memiliki arti untuk kemudian diinterpretasikan dan direspon.
Observing the senses via the senses
Screening the information and selecting what to
process
Organizing the selected data into
patterns for interpretation and
response
Teori atribusi Kelley (Zachary dan Kuzuhara, 2005:25) menjelaskan
mengenai proses persepsi dimana seseorang memberikan suatu pendapat atau atribusi
mengenai penyebab perilaku orang lain, yang terdiri atas dua tipe, yaitu:
1. Atribusi InternalAtribusi internal terjadi ketika seseorang mempersepsikan bahwa penyebab perilaku orang lain adalah situasi yang berkaitan dengan berbagai aspek dari orang tersebut seperti personaliti, keahlian, kemampuan, motivasi, intelejensi dan sebagainya.
2. Atribusi EksternalAtribusi eksternal terjadi ketika seseorang mempersepsikan bahwa penyebab perilaku orang lain berkaitan dengan hal-hal seperti ketidak beruntungan, waktu, masalah yang tidak terduga dan sebagainya.
Apakah seseorang membuat atribusi internal atau eksternal terhadap suatu
situasi tertentu, dipengaruhi oleh hal-hal berikut (Zachary dan Kuzuhara, 2005:25):
1. Consistency, yaitu seberapa sering seseorang bertindak dengan cara ini dimasa lalu? High consistency berarti seseorang bertindak dengan cara yang sama dimasa lalu terhadap situasi yang sama. Low consistency terjadi ketika seseorang yang bertindak dengan cara tertentu disuatu situasi tertentu tidak bertindak dengan cara yang sama terhadap situasi yang sama lainnya.
2. Distinctiveness, yaitu seberapa sering seseorang bertindak dengan cara ini pada situasi yang berbeda? High distinctiveness berarti seseorang bertindak dengan cara yang sama terhadap situasi lainnya. Low distinctiveness terjadi ketika seseorang tidak berlaku dengan cara yang sama terhadap situasi yang berbeda.
3. Consensus, yaitu seberapa sering seseorang bertindak dengan cara yang sama terhadap situasi yang sama? High consensus terjadi ketika seseorang bertindak dengan cara yang sama ketika mereka mengahadapi situasi yang serupa. Low consensus terjadi ketika seseorang tidak bertindak dengan cara yang sama ketika ia menghadapi situasi yang serupa.
Berdasarkan teori atribusi, maka seseorang akan membuat atribusi internal
ketika situasi yang dipersepsikannya adalah high consistency, high distinctiveness dan
low consensus. Sebaliknya, seseorang akan membuat atribusi eksternal ketika situasi
yang dipersepsikannya low consistency, high distinctiveness dan high consensus.
Setiap orang mempunyai cara pandang yang berbeda terhadap dunia
disekitarnya. Persepsi dipengaruhi oleh harapan kita terhadap sesuatu dan apa yang
kita yakini. Dalam banyak kasus, hal ini bukan mengenai pendapat seseorang benar
dan yang lainnya salah, melainkan hanya karena anda memandang dunia secara
berbeda.
Persepsi berpengaruh dalam pengambilan keputusan dalam organisasi.
Pengambilan keputusan terjadi sebagai reaksi terhadap suatu masalah. Setiap
keputusan menuntut penafsiran dan evaluasi terhadap informasi. Proses perseptual
dari pengambil keputusan individual akan mempunyai hubungan yang besar pada
hasil akhirnya.
2.1.2. Manajemen
2.1.2.1. Definisi manajemen
Penelitian ini digunakan untuk menilai persepsi manajemen. Istilah
manajemen memiliki berbagai pengertian. Secara universal manajemen adalah
penggunaan sumberdaya organisasi untuk mencapai sasaran dan kinerja yang tinggi
dalam berbagai tipe organisasi, profit maupun non profit.
Definisi manajemen yang dikemukakan oleh Daft (2003:4) sebagai berikut:
“Management is the attainment of organizational goals in an effective and efficient
manner through planning, organizing, leading, and controlling organizational
resources”. Pendapat tersebut kurang lebih mempunyai arti bahwa manajemen
merupakan pencapaian tujuan organisasi dengan cara yang efektif dan efisien lewat
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan sumberdaya organisasi.
Plunket dkk.(2005:5) mendefinisikan manajemen sebagai “One or more
managers individually and collectively setting and achieving goals by exercising
related functions (planning, organizing, staffing, leading, and controlling) and
coordinating various resources (information, materials, money, and people)”.
Pendapat tersebut kurang lebih mempunyai arti bahwa manajemen merupakan satu
atau lebih manajer yang secara individu maupun bersama-sama menyusun dan
mencapai tujuan organisasi dengan melakukan fungsi-fungsi terkait (perencanaan,
pengorgnisasian, penyusunan staf, pengarahan dan pengawasan) dan mengkoordinasi
berbagai sumber daya (informasi, material, uang dan orang).
Manajer sendiri menurut Plunket dkk.(2005:5) merupakan people who are
allocate and oversee the use of resources, jadi merupakan orang yang mengatur dan
mengawasi penggunaan sumber daya.
Lewis dkk.(2004:5) mendefinisikan manajemen sebagai: “the process of
administering and coordinating resources effectively and efficiently in an effort to
achieve the goals of the organization.” Pendapat tersebut kurang lebih mempunyai
arti bahwa manajemen merupakan proses mengelola dan mengkoordinasi sumber
daya-sumber daya secara efektif dan efisien sebagai usaha untuk mencapai tujuan
organisasi.
Menurut Mary Parker Follet yang dikutip oleh Handoko (2000:8), manajemen
merupakan seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini
mengandung arti bahwa para manajer mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui
pengaturan orang-orang lain untuk melaksanakan berbagai tugas yang mungkin
diperlukan.
2.1.2.2. Fungsi-fungsi manajemen
Berikut adalah lima fungsi manajemen yang paling penting menurut Handoko
(2000:21) yang berasal dari klasifikasi paling awal dari fungsi-fungsi manajerial
menurut Henri Fayol, yaitu:
1. PlanningPlanning atau perencanaan merupakan pemilihan atau penetapan tujuan-tujuan organisasi dan penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
2. OrganizingOrganizing atau pengorganisasian ini meliputi:
a. Penentuan sumber daya-sumber daya dan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi.
b. Perancangan dan pengembangan suatu organisasi atau kelompok kerja yang akan dapat membawa hal-hal tersebut ke arah tujuan.
c. Penugasan tanggung jawab tertentud. Pendelegasian wewenang yang diperlukan kepada individu-individu
untuk melaksanakan tugasnya.3. Staffing
Staffing atau penyusunan personalia adalah penarikan (recruitment), latihan dan pengembangan, serta penempatan dan pemberian orientasi pada karyawan dalam lingkungan kerja yang menguntungkan dan produktif.
4. LeadingLeading atau fungsi pengarahan adalah bagaimana membuat atau mendapatkan para karyawan melakukan apa yang diinginkan dan harus mereka lakukan.
5. ControllingControlling atau pengawasan adalah penemuan dan penerapan cara dan alat untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan.
Daft (2003:6) membagi manajemen menjadi empat fungsi saja, berikut
penjelasannya:
1. Planning, merupakan fungsi manajemen yang berkenaan dengan pendefinisian sasaran untuk kinerja organisasi di masa depan dan untuk memutuskan tugas-tugas dan sumber daya-sumber daya yang digunakan yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran tersebut.
2. Organizing, merupakan fungsi manajemen yang berkenaan dengan penugasan, mengelompokkan tugas-tugas ke dalam departemen-departemen dan mengalokasikan sumber daya ke departemen.
3. Leading, fungsi manajemen yang berkenaan dengan bagaimana menggunakan pengaruh untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi.
4. Controlling, fungsi manajemen yang berkenaan dengan pengawasan terhadap aktivitas karyawan, menjaga organisasi agar tetap berada pada jalur yang sesuai dengan sasarannya, dan melakukan koreksi apabila diperlukan.
2.1.2.3. Tipe-tipe manajemen
Manajer menggunakan konsep, manusia, dan kemampuan teknis untuk
melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dalam semua organisasi. Namun tidak semua
pekerjaan manajer sama. Manajer bertanggung jawab terhadap departemen yang
berbeda, bekerja pada level hirarki yang berbeda, dan permintaan yang berbeda
dalam mencapai kinerja yang tinggi. Daft (2003:12) mengatakan bahwa perbedaan
tipe-tipe manajemen tersebut dapat dilihat secara vertikal maupun horisontal, berikut
penjelasannya:
1. Vertical differences. Secara vertikal manajer terdiri atas:a. Top manager, yaitu seorang manajer yang berada pada hirarki teratas
dalam organisasi dan bertanggung jawab terhadap keseluruhan organisasi.
b. Middle manager, yaitu seorang manajer yang bekerja pada level menengah organisasi dan bertanggung jawab terhadap departemen-departemen utama.
c. Front-line manager, yaitu seorang manajer yang berada pada level manajemen pertama atau kedua dan bertanggung jawab langsung terhadap produksi barang dan jasa.
2. Horizontal differences. Secara horisontal, manajer dibedakan menjadi:a. Functional manager, yaitu seorang manajer yang bertanggung jawab
terhadap sebuah departemen atau melaksanakan sebuah tugas fungsional tunggal dan memiliki karyawan dengan pendidikan dan keahlian yang sama.
b. General manager, yaitu seorang manajer yang bertanggung jawab terhadap beberapa departemen yang melaksanakan fungsi-fungsi yang berbeda.
2.1.3. Auditing
2.1.3.1. Definisi auditing
ASOBAC (A Statement of Basic Auditing Concepts) mendefinisikan auditing
yang dikutip oleh Halim (2001:1) sebagai berikut :
Suatu proses sistematik untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan.
Definisi tersebut diatas dapat diuraikan menjadi tujuh elemen yang harus
diperhatikan dalam melaksanakan audit ( Halim, 2001:2), yaitu :
1. Proses yang sistematikAuditing merupakan rangkaian proses dan prosedur yang bersifat logis, terstruktur dan teroganisir.
2. Menghimpun dan mengevaluasi bukti secara obyektifProses sistematik yang dilakukan merupakan proses untuk menghimpun bukti-bukti yang mendasari asersi-asersi yang dibuat oleh individu maupun entitas. Auditor kemudian mengevaluasi bukti-bukti yang diperoleh tersebut. Obyektif berarti mengungkapkan fakta apa adanya yang senyatanya, tidak bias atau tidak memihak dan tidak berprasangka buruk terhadap individu atau entitas yang membuat reprsentasi tersebut.
3. Asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomiAsersi merupakan suatu pernyataan, atau suatu rangkaian pernyataan secara keseluruhan, oleh pihak yang bertanggungjawab atas pernyataan tersebut. Asersi-asersi meliputi informasi yang terkandung dalam laporan keuangan, laporan operasi internal, dan laporan biaya maupun pendapatan berbagai pusat pertanggungjawaban pada suatu perusahaan.
4. Menentukan tingkat kesesuaianPenghimpunan dan pengevaluasian bukti-bukti dimaksudkan untuk menentukan dekat tidaknya atau sesuai tidaknya asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Tingkat kesesuaian tersebut dapat diekspresikan dalam bentuk kuantitatif maupun kualitatif.
5. Kriteria yang ditentukanKriteria yang ditentukan merupakan standar-standar pengukur untuk mempertimbangkan asersi-asersi atau representasi-representasi. Kriteria tersebut dapat berupa prinsip akuntansi yang berlaku umum atau Standar Akuntansi Keuangan, aturan-aturan spesifik yang ditentukan oleh badan legislatif atau pihak lainnya, anggaran atau ukuran lain kinerja manajemen.
6. Menyampaikan hasil-hasilnyaHasil-hasil audit dikomunikasikan melalui laporan tertulis yang mengindikasikan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi dan kriteria yang telah ditentukan. Komunikasi hasil audit tersebut dapat memperkuat atau memperlemah kredibilitas representasi atau pernyataan yang dibuat.
7. Para pemakai yang berkepentinganPara pemakai yang berkepentingan merupakan para pengambil keputusan yang menggunakan dan mengandalkan temuan-temuan yang diinformasikan melalui laporan audit dan laporan lainnya. Para pemakai tersebut meliputi investor maupun calon investor di pasar modal, pemegang saham, kreditor maupun calon kreditor, badan pemerintahan, manajemen dan publik pada umumnya.
Definisi auditing menurut Arens dan Loebbecke (2000:9) sebagai berikut,
“Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about quantifiable
information of an economic entity to determine and report on the degree of
correspondence between the information and established criteria. Auditing should be
done by competent and independent person.” Pendapat tersebut kurang lebih
mempunyai arti bahwa auditing merupakan akumulasi dan evaluasi bukti-bukti
mengenai informasi yang bisa diukur dari suatu entitas ekonomi untuk menentukan
dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang dibuat.
Auditing harus dilakukan oleh seseorang yang kompeten dan independen.
Dengan demikian, audit pada dasarnya mempunyai bentuk yang analitis,
yakni memecah-mecah atau menguraikan informasi yang ada dalam ikhtisar
keuangan untuk mencari pembuktian yang dapat mendukung pendapat akuntan
mengenai kelayakan penyajian informasi tersebut.
2.1.3.2. Tipe-tipe audit
Penulis menemukan beberapa pembagian kelompok audit berdasarkan
tujuannya (objective). Berikut adalah tipe-tipe audit menurut Whittington dan Pany
(2001:11), yaitu:
1. Audit Laporan KeuanganAudit atas laporan keuangan biasanya meliputi neraca dan laporan pendapatan terkait lainnya, laba ditahan dan arus kas. Tujuannya adalah untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut sudah dibuat sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum.
2. Audit KetaatanHasil dari audit ketaatan tergantung pada adanya data yang dapat diverifikasi, kriteria atau standar yang diakui, seperti hukum dan regulasi, atau kebijakan dan prosedur organisasi.
3. Audit operasionalAudit operasional merupakan penelitian atas suatu unit tertentu dalam organisasi dengan tujuan untuk menilai kinerjanya. Misalnya operasi departemen penerimaan barang dari suatu perusahaan manufaktur, dievaluasi efektivitasnya untuk mengetahui keberhasilannya dalam mencapai sasaran dan tanggung jawab yang ditetapkan. Kinerja tersebut juga diukur dalam hal efisiensi, yaitu keberhasilannya dalam memanfaatkan secara optimal sumber daya yang disediakan bagi departemennya .
Karni (2000:4) membagi audit menjadi beberapa kelompok sebagai berikut :
a. Compliance, antara lain :- Financial auditing- Legal auditing, Fraud auditing, Forensic Auditing
b. Recommendation, antara lain :- Operational Auditing- Management Auditing- Internal Control System Auditing
c. Quality Assurance, antara lain :- Evaluator- Quality Audit
Hamilton (1986:13) membedakan audit berdasarkan tujuannya menjadi tiga
kelompok, yaitu:
1. Financial audit, yang tujuannya adalah untuk membuktikan kewajaran keadaan keuangan pada perusahaan selama periode tertentu dengan memeriksa dan menganalisa laporan keuangan termasuk neraca dan laporan laba/rugi.
2. Operational audit, yang tujuannya adalah untuk mengevaluasi sumber yang menyediakan data keuangan dan juga untuk menentukan apakah dasar-dasar transaksi telah dikendalikan dengan baik sehingga memberikan data yang akurat dan andal untuk sumber-sumber internal dan eksternal.
3. Management audit, yang tujuannya adalah untuk mengevaluasi keberhasilan dan efisiensi organisasi.
2.1.3.3. Management audit
1. Definisi management audit
Management Audit merupakan suatu penilaian dari organisasi manajerial dan
efisiensi dari suatu perusahaan, departemen, atau setiap entitas dan subentitas yang
dapat diaudit. Penekanannya adalah untuk mencapai efisiensi yang lebih besar,
efektifitas, dan ekonomisasi dalam usaha dan organisasi yang lain. Dalam aplikasi
praktis yang berbeda, management audit (pemeriksaan manajemen) dikenal sebagai
“Operational Auditing”, “Value-for-Money Auditing”, “Comprehensive Auditing”,
“Performance Auditing”, dan “Systems Auditing”. Perbedaan antara istilah tersebut
tidak jelas dan sering digunakan secara bergantian (Tunggal, 2003:10).
Management audit memiliki tujuan yang sama dengan operational audit, akan
tetapi untuk sektor swasta lebih dimaksudkan sebagai usaha untuk mengidentifikasi
masalah yang ada dalam organisasi. Istilah “Performance Audit” biasanya digunakan
di Amerika untuk sektor publik, sedangkan istilah “Operational Auditing” digunakan
baik untuk sektor publik maupun swasta atas keseluruhan operasi keuangan dan non
keuangan organisasi. Atas berbagai perbedaan istilah tersebut Parker sebagaimana
dikutip oleh Burrowes dan Persson (2000) mengatakan bahwa istilah–istilah yang
berbeda bisa muncul untuk digunakan atas konsep yang sama, atau jika tidak istilah
yang sama mungkin saja digunakan untuk konsep yang berbeda. Parker
mendefinisikan konsepnya mengenai management auditing sebagai evaluasi atas
manajemen dan fungsi serta kinerja organisasi berkenaan dengan ekonomisasi,
efisiensi dan efektifitas dari area-area operasi, aktifitas dan hasil.
Ketika sebuah organisasi menyelenggarakan perencanaannya pada semua
level manajemen dan selanjutnya mengimplementasikan rencana-rencana tersebut
dalam operasi, perlu dilakukan sesuatu sebagai pengawasan terhadap operasi untuk
memastikan pencapaian atas tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Definisi management audit menurut Hamilton (1986:11) berikut mendukung
pernyataan tersebut, yaitu :
The management audit technique covers a broad spectrum of procedures, methods of evaluation, policies and approaches. It is designed to analyze, evaluate, review and appraise the performance of the firm in relation to either a set of predetermined standards or some generally accepted rules or guidelines of the company.
Pendapat Hamilton tersebut kurang lebih mempunyai arti bahwa teknik management
audit meliputi spektrum yang luas dari prosedur, metode evaluasi, kebijakan dan
pendekatan, yang dirancang untuk menganalisa, mengevaluasi, memeriksa dan
menilai kinerja perusahaan terhadap standar yang sudah ditentukan sebelumnya atau
beberapa kebijakan yang diterima umum atau garis pedoman perusahaan.
Ramanathan (1990:298) mengungkapkan pendapatnya mengenai beberapa
definisi management audit yaitu :
1. Management audit adalah suatu pemeriksaan terhadap kondisi dan diagnosa atas defisiensi dengan rekomendasi sebagai koreksi terhadap hal tersebut. Pada dasarnya merupakan konsep yang membangun dan objektif dalam pendekatannya. Tujuannya adalah untuk membantu manajemen dalam meperbaiki posisinya dalam perusahaan. Hasil akhirnya adalah diagnosa atas
kondisi kesehatan perusahaan dengan perhatian yang lebih difokuskan pada ‘apa’ yang membutuhkan peningkatan dan dengan rekomendasi yang jelas.
2. Management audit merupakan suatu pendekatan dalam penemuan fakta yang sistematis yang memeriksa, menilai dan melaporkan pemahaman dan efektifitas dari tujuan, kebijakan, standar, struktur, prosedur dan pengendalian, untuk menyoroti pergeseran, pemborosan, birokrasi, dll., dan untuk mengidentifikasi area yang akan diperbaiki. Tujuannya adalah untuk menyoroti area-area permasalahan sehingga tindakan koreksi bisa dilakukan oleh karyawan lainnya baik didalam maupun diluar organisasi.
Batra (1997) mendeskripsikan management audit sebagai berikut :
Management audit may be described as the audit for and of management, in the sense that, as top management does not have direct control over operations, so it is interested in ensuring that business operations are conducted in an efficient manner, decisions are based on information and made at appropriate levels of authority, assets are safeguards, operational efficiency is promoted and that the business is carried out in accordance with management instructions and policies….Management audit is being termed as ‘audit of management’. It signifies that management audit appraises the quality of top management.
Pendapat tersebut kurang lebih mempunyai arti bahwa management audit merupakan
audit untuk dan atas manajemen, dalam hal ini, karena top manajemen tidak
mempunyai kendali langsung atas keseluruhan operasi, maka ia berkepentingan untuk
memastikan bahwa operasi bisnis dilakukan dengan cara yang efisien, keputusan-
keputusan berdasarkan informasi-informasi dan dibuat oleh otoritas level yang tepat,
aset aman, efisiensi operasional meningkat dan bisnis dilakukan sesuai dengan
instruksi dan kebijakan yang dibuat oleh manajemen….Dalam hal management audit
sebagai audit atas manajemen, maka management audit digunakan untuk menilai
kualitas dari top manajemen.
2. Pentingnya management audit
Berikut adalah pendapat Theo Haiman dalam bukunya, Professional
Management yang dikutip oleh Ramanathan (1990:292) berkaitan dengan munculnya
kebutuhan akan management audit:
In connection with control of overall performance, management audits are becoming increasingly significant. Just as most companies make it a point to have their accounts audited at least once a year, some of the more progresive companies have recognized the importance of management audits. These audits are substantially different from those performed by public accountants and are not concerned with the verification of financial data. They are performed either for the top management, for the stockholders, or for other owners. Management audits provide a device for surveying the management of the enterprise critically and objectively from the broadest possible point of view. They start where the balance sheet audits leave off and are concerned with the examination of the organization and the operations of the enterprise from every aspect. At times, such an audit is undertaken by the management itself and even more frequently outside help is called up on.
Burrowes dan Persson (2000) juga mengungkapkan pendapat dari Banker
yang menyatakan bahwa perusahan-perusahaan saat ini menggunakan ukuran kinerja
non keuangan atas kualitas produk, kepuasan konsumen, dan pangsa pasar untuk
mengevaluasi dan menilai kinerja manajemen karena ukuran-ukuran keuangan atas
kinerja mungkin saja tidak sempurna dan terlalu banyak signal mengenai upaya
manajemen, maka ukuran non keuangan bisa memberikan nilai tambah dengan
mengurangi banyaknya signal tersebut dengan membuat kesimpulan-kesimpulan
mengenai upaya-upaya yang dilakukan manajemen sebagai agent. Salah satu asumsi
principal dalam agency theory adalah bahwa principal dan agent mempunyai tujuan
dan sasaran yang bertentangan (Solomon dan Solomon, 2004:17). Dilihat dari
perspektif agency theory, fungsi audit menyajikan suatu mekanisme tata kelola
perusahaan yang penting dalam membantu shareholders dalam mengawasi dan
mengendalikan manajemen perusahaan.
Modern Auditing saat ini penekanannya lebih pada pada pemeriksaan internal
yang digunakan untuk mengevaluasi efisiensi organisasi secara keseluruhan. Hal ini
dilakukan secermat mungkin agar area-area kelemahan bisa diidentifikasi, untuk
kemudian ditunjukkan kepada manajemen, dan selanjutnya ditawarkan rekomendasi
untuk mempercepat proses perkembangan manajemen. Management audit merupakan
konsep yang digunakan untuk maksud tersebut. Management audit digunakan untuk
memastikan seberapa baik manajemen, baik dalam hubungan eksternalnya dengan
pihak luar maupun efisiensi internalnya. Pemeriksaan dilakukan terhadap smoothness
organisasi, mulai dari level teratas sampai level terbawah. Dengan demikian, hampir
setiap aspek manajemen diperiksa, dan rekomendasi yang ditawarkan diharapkan bisa
meningkatkan efisiensi dan profitabilitas (Batra, 1997). Management audit muncul
karena kebutuhan akan penilaian yang independen atas kinerja manajemen pada
berbagai level, termasuk level top manajemen (Ramanathan, 1990:292).
Sedikit perhatian yang diberikan kepada auditing tipe ini. Management audit
pertama kali dikenal di United Kingdom pada tahun 1932, ketika T.G. Rose, yang
dikenal lewat bukunya yang berjudul The Management Audit, mengajukan konsep ini
lewat makalah yang dia presentasikan kepada Institute of Industrial Administration.
Selanjutnya, konsep ini memperoleh perhatian yang lebih besar di USA (Batra,
1997). Management audit dianggap sebagai sebuah fenomena saat ini yang berasal
dari audit keuangan eksternal, audit operasional internal dan konsultasi manajemen.
Kebutuhan akan audit terhadap manajemen, termasuk direktur, muncul sebagai akibat
dari pemisahan antara pemilik dengan pengendalian perusahaan, yang merupakan ciri
dari perusahaan modern saat ini (Burrowes dan Persson, 2000). Operasi-operasi
organisasi meningkat dari segi volume dan kompleksitas. Masalah-masalah
manajerial yang muncul menimbulkan tekanan-tekanan baru pada level manajemen
yang lebih tinggi.
3. Perbedaan management audit dan financial audit
Tunggal (2003:13) mengatakan bahwa pada umumnya, pemeriksaan
manajemen (management audit) memerlukan tenaga tim yang mempunyai berbagai
latar belakang akademis, keterampilan teknis dan pengalaman. Pemeriksaan seperti
ini mencakup suatu ruang lingkup penelaahan yang lebih luas daripada pemeriksaan
keuangan dan pemeriksaan ketaatan (Compliance Audits).
Ada beberapa perbedaan antara management audit dan financial audit
menurut Agoes (1996: 174) yang bisa dilihat pada Tabel 2.1.
TABEL 2.1
PERBEDAAN MANAGEMENT AUDIT DAN FINANCIAL AUDIT
Management Audit Financial Audit
Bisa dilakukan oleh internal auditor atau management consultant. Di Indonesia management audit juga bisa dilakukan oleh BPKP dan BPK.
Harus dipimpin oleh seorang registered accountant dari sebuah kantor akuntan publik.
Pada akhir pemeriksaannya auditor memberikan laporan kepada manajemen berupa temuan-temuan audit mengenai efektifitas sistem pengendalian manajemen, apakah kegiatan operasi perusahaan sudah dijalankan secara efisien, ekonomis dan efektif, besera saran-saran untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ditemui selama pelaksanaan management audit.
Pada akhir pemeriksaannya auditor harus memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang telah disusun manajemen. Auditor juga memberikan management letter yang memberitahukan manajemen mengenai kelemahan-kelemahan dalam struktur pengendalian intern dan saran-saran perbaikannya.
Biasanya dilakukan jika manajemen merasakan adanya kebutuhan, seperti laba yang terus menurun, biaya terus meningkat, banyak pemborosan dan kecurangan, atau tujuan perusahaan yang ditentukan tidak tercapai.
Dilakukan secara rutin (setiap tahun)
IAI belum menyusun standar pemeriksaan untuk management audit, namun BPK dan BPKP memiliki pedoman management audit. Di Amerika, pedoman pemeriksaan disusun oleh GAO (Government Audit Office).
Pemeriksaan dilakukan dengan berpedoman pada Standar Profesional Akuntan Publik yang disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Kriteria dalam management audit bisa berupa kebijakan yang ditentukan manajemen, peraturan pemerintah, peraturan asosiasi dan lain-lain
Kriteria dalam financial audit sudah jelas, yaitu prinsip akuntansi berlaku umum.
Sumber: Soekrisno Agoes. 1996. Auditing (Pemeriksaan Akuntan) oleh Kantor Akuntan Publik. Jakarta: LP-FEUI.
4. Jenis-jenis management audit
Arens dan Loebbecke (2000:756) mengelompokkan management audit
menjadi 3 jenis, yaitu functional, organizational, dan special assignment. Berikut
penjelasan dari masing-masing jenis tersebut :
1. FunctionalFunctional audit berkaitan dengan satu atau lebih fungsi didalam organisasi. Keuntungan dari functional audit adalah diperbolehkannya adanya spesialisasi oleh auditor. Auditor dalam staff internal audit bisa sangat ahli dalam sebuah bidang, misalnya fungsi production engineering. Mereka bisa secara efisisen menghabiskan waktu mereka untuk mengevaluasi fungsi-fungsi yang berkaitan. Fungsi production engineering berkaitan dengan fungsi manufacturing dan fungsi-fungsi lainnya dalam organisasi.
2. OrganizationalOrganizational audit dalam sebuah organisasi berkaitan dengan seluruh unit organisasi, seperti departemen, cabang atau anak perusahaan. Penekanan dalam organizational audit adalah seberapa efektif dan efisien fungsi-fungsi tersebut berinteraksi. Perencanaan organisasi dan metode-metode untuk mengkoordinasi aktivitas-aktivitas yang ada sangat penting dalam tipe audit ini.
3. Special AssignmentDalam operational auditing, special assignment biasanya muncul karena permintaan manajemen. Jenis audit tipe ini cukup luas. Sebagai contoh, menentukan penyebab tidak efektifnya sistem IT, investigasi terhadap kemungkinan adanya fraud dalam sebuah divisi, dan pemberian rekomendasi untuk menurunkan harga pokok produksi.
Menurut Sayle (1988:21) management audit dikelompokkan menjadi tiga
jenis sesuai dengan keragaman departemen mereka dan ruang lingkupnya sebagai
berikut :
1. Internal AuditManagement audit ini dapat dilakukan oleh perusahaan atau departemen, yang bersangkutan dengan sistem-sistem, prosedur-prosedur atau fasilitas-fasilitas. Auditor yang mengerjakan dapat dari perusahaan mereka sendiri (internal auditor) atau dengan menggaji auditor dari luar perusahaan (external auditor). Internal audit merupakan teknik dimana manajemen
dapat merasakan masalah mereka sendiri dan menilai kinerja organisasi, kebutuhannya, titik kekuatan, dan kelemahannya. Disebutkan bahwa self audit merupakan bagian dari internal audit yang dilakukan oleh individual dalam sistem mereka sendiri, prosedur-prosedur, dan fasilitas-fasilitas agar dapat menilai kinerja, kebutuhan, kekuatan, dan kelemahannya.
2. External auditManagement audit ini dilakukan oleh perusahaan terhadap pemasok mereka atau sub pemasok. Auditor dapat dari auditor internal maupun auditor eksternal. Management audit dikerjakan untuk menilai status kontrak atau perjanjian yang dibuat perusahaan pemasok atau sub pemasok untuk menentukan keadaan perusahaan atas barang yang akan diterima sesuai dengan yang dibayarkannya.
3. Extrinsic AuditManagement audit ini dilakukan oleh pelanggan atau badan-badan yang berkaitan dengan peraturan atau suatu agen inspeksi. Audit ini meliputi pelanggan dari perusahaan-perusahaan pemasok dan sub pemasok.
Berkaitan dengan keterangan diatas maka management audit yang dilakukan
pada fungsi pembelian termasuk dari jenis internal audit.
5. Tujuan dan manfaat management audit
Menurut Hamilton (1986:1) tujuan dari management audit secara keseluruhan
adalah untuk mengevaluasi efisiensi dan efektifitas dari organisasi. Evaluasi ini bisa
dilakukan pada perusahaan secara keseluruhan atau dibatasi pada lingkup departemen
atau fungsi tertentu dalam organisasi. Evaluasi terhadap kinerja perusahaan ini
dilakukan terhadap standar yang dibuat oleh manajemen atas dan pada saat yang
sama digunakan untuk menilai keefektifan dari standar-standar dan kebijakan-
kebijakan tersebut.
Ramanathan (1990:300) mengatakan bahwa management audit berkaitan
dengan audit efisiensi, dimana tujuan utama dari audit efisiensi ini adalah untuk
memastikan bahwa setiap unit mata uang diinvestasikan dalam modal atau tempat
lain yang memberikan pengembalian yang optimum dan bahwa perencanaan investasi
antara berbagai fungsi dan aspek yang berbeda dirancang untuk memberikan hasil
yang optimum.
Tujuan management audit menurut Agoes (1996:173) adalah sebagai berikut :
1. Untuk menilai kinerja (performance) dari manajemen dan berbagai fungsi dalam perusahaan.
2. Untuk menilai apakah berbagai sumberdaya (manusia, mesin, dana, harta lainnya) yang dimiliki perusahaan telah digunakan secara efisien dan ekonomis.
3. Untuk menilai efektifitas perusahaan dalam mencapai tujuan (objective) yang telah ditetapkan oleh top management.
4. Untuk dapat memberikan rekomendasi kepada top management dalam memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam penerapan struktur pengendalian intern, sistem pengendalian manajemen, dan prosedur operasional perusahaan, dalam rangka meningkatkan efisiensi, keekonomisan dan efektifitas dari kegiatan operasi perusahaan.
Siagian (2001:13) mengatakan bahwa kalangan manajemen menunjukkan
sambutannya terhadap perkembangan management audit, karena jika digunakan
dengan tepat maka management audit bisa memberi manfaat yang besar, yaitu:
1. Memungkinkan manajemen mengidentifikasikan kegiatan operasional dalam perusahaan yang tidak memberikan kontribusi dalam perolehan keuntungan.
2. Membantu manajemen dalam peningkatan produktifitas kerja dari berbagai komponen organisasi.
3. Memungkinkan manajemen mengidentifikasikan hambatan dan kendala yang dihadapi dalam mengkoordinasikan berbagai kegiatan dan mengambil langkah strategik untuk mengatasi dan menghilangkannya.
4. Memantapkan penerapan pendekatan kesisteman dalam menjalankan roda organisasi.
5. Memungkinkan manajemen pada berbagai tingkat menentukan strategi yang tepat.
6. Membantu manajemen merumuskan pedoman teknis operasional bagi para pelaksana berbagai kegiatan dalam perusahaan yang akan membantu para
tenaga kerja operasional melakukan kegiatan masing-masing dengan tingkat efisiensi dan efektifitas yang lebih tinggi.
7. Mengidentifikasikan dengan tepat berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi dalam manajemen sumber daya manusia.
8. Membantu manajemen menilai perilaku bawahan dalam menyediakan informasi bagi pimpinan, sesuai dengan kebutuhan pimpinan pada berbagai hierarki perusahaan.
Berikut adalah beberapa manfaat management audit menurut Tunggal
(2003:14), yaitu:
1. Memberi informasi operasi yang relevan dan tepat waktu untuk pengambilan keputusan.
2. Membantu manajemen dalam mengevaluasi catatan, laporan-laporan dan pengendalian.
3. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan manajerial yang ditetapkan, rencana-rencana, prosedur serta persyaratan peraturan pemerintah.
4. Mengidentifikasi area masalah potensial pada tahap dini untuk menentukan tindakan preventif yang akan diambil.
5. Menilai ekonomisasi dan efisiensi penggunaan sumber daya termasuk memperkecil pemborosan.
6. Menilai efektivitas dalam mencapai tujuan dan sasaran perusahaan yang telah ditetapkan.
7. Menyediakan tempat pelatihan untuk personil dalam seluruh fase operasi perusahaan.
Apabila management audit dilakukan secara berkala, maka management audit
bisa menunjukkan masalah ketika masalah tersebut masih berskala kecil. Dengan
demikian, management audit merupakan alat manajemen yang membantu manajemen
dalam mencapai tujuannya karena tindakan korektif dapat dilakukan untuk
pemecahan masalah apabila ditemukan inefisiensi dan inefektifitas.
6. Tahap-tahap management audit
Pendekatan management audit harus mengikuti langkah-langkah dasar tertentu untuk
setiap pekerjaan meskipun mungkin tujuan dari pemeriksaan tersebut akan
bermacam-macam. Berikut adalah langkah-langkah tersebut menurut Hamilton
(1986:5) :
1. Definisi ruang lingkup pekerjaanManagement audit bisa dilakukan dalam lingkup yang umum dan audit akan meliputi suatu penilaian terinci atas tiap-tiap aspek operasional organisasi. Management audit juga bisa dilakukan atas suatu masalah tertentu untuk mencari bukti-bukti yang menjadi penyebabnya serta merekomendasikan tindakan koreksi tertentu.
2. Perencanaan, persiapan dan organisasiKetika suatu lingkup pekerjaan sudah ditentukan, tim audit akan membuat suatu tindakan perencanaan atas pelaksaanaan pekerjaan. Perencanaan meliputi langkah-langkah yang harus dilakukan dan estimasi waktu yang diperlukan untuk mencapai setiap tahap pekerjaan. Tiap sumber bukti yang berkaitan dengan area yang diperiksa harus dianalisa secara mendalam dan terus diperbaharui.
3. Pengumpulan fakta dan dokumentasi informasi terbaruPada tahap ini dilakukan pengumpulan informasi data yang berkaitan dengan area lingkup pekerjaan yang ditentukan. Data bisa diperoleh dari surat menyurat, kebijakan dan prosedur, serta semua informasi informal lainnya yang bisa diperoleh secara langsung dari karyawan lewat wawancara.
4. Riset dan analisaTahap ini merupakan tahap yang paling penting dalam proses management audit. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan bukti dan fakta-fakta yang dianggap penting dalam mendukung laporan akhir yang akan diserahkan kepada top manajemen.
5. LaporanTahap ini meliputi ringkasan atas pekerjaan yang dilakukan, gambaran mengenai ruang lingkup pekerjaan, rincian mengenai temuan-temuan utama dan diskusi mengenai alternatif-alternatif yang dapat digunakan top manajemen untuk mengurangi permasalahan yang ada.
Berikut adalah tahapan dalam management audit menurut Leo herbert yang
dikutip oleh Agoes (1996:176), yaitu:
1. Prelimenary Survey (Survei Pendahuluan)Tujuan dari survey pendahuluan adalah untuk mendapatkan informasi umum dan latar belakang, dalam waktu yang relatif singkat, mengenai semua aspek organisasi, kegiatan, program, atau sistem yang dipertimbangkan untuk diperiksa, agar dapat diperoleh pengetahuan atau gambaran yang memadai mengenai objek pemeriksaan.
2. Review and Testing of Management Control System (Penelaahan dan Pengujian atas Sistem Pengendalian Manajemen)Tahap ini dimaksudkan untuk mendapatkan bukti-bukti mengenai ketiga elemen dari tentative audit objective (tujuan pemeriksaan sementara), yaitu criteria, causes dan effects, dengan melakukan pengetesan terhadap transaksi-transaksi perusahaan yang berkaitan dengan sistem pengendalian manajemen dan untuk memastikan bahwa bukti-bukti yang diperoleh dari perusahaan adalah kompeten jika audit diperluas dalam detailed examination (pengujian terinci). Criteria merupakan standar yang harus dipatuhi oleh setiap bagian dalam perusahaan, causes adalah tindakan-tindakan yang menyimpang dari standar yang berlaku, dan effects adalah akibat dari tindakan-tindakan menyimpang dari standar yang berlaku.
3. Detailed Examination (Pengujian Terinci)Pada tahap ini auditor harus mengumpulkan bukti-bukti yang cukup, kompeten, material dan relevan untuk dapat menentukan tindakan-tindakan apa saja yang dilakukan manajemen dan pegawai perusahaan yang merupakan penyimpangan-penyimpangan terhadap criteria dalam firm audit objective (tujuan pemeriksaan yang pasti), dan bagaimana effects dari penyimpangan-penyimpangan tersebut dan besar kecilnya effects tersebut yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
4. Report Development (Pengembangan Laporan)Temuan audit harus dilengkapi dengan kesimpulan dan saran dan harus direview oleh audit manager sebelum didiskusikan dengan auditee. Komentar dari auditee mengenai apa yang disajikan dalam konsep laporan harus diperoleh (sebaiknya secara tertulis).
2.1.3.4. Sistem pengendalian manajemen
Melaksanakan management audit berarti auditor akan menilai efektifitas dari
sistem pengendalian manajemen dalam suatu organisasi. Sistem pengendalian
manajemen mencakup seluruh kegiatan manajemen, baik yang menyangkut akuntansi
maupun tidak, baik kegiatan manajemen di dalam maupun di luar perusahaan. Dalam
management audit menurut Agoes (1996:177), sistem pengendalian manajemen yang
digunakan mencakup keseluruhan sistem dari organisasi, termasuk perencanaan,
kebijakan dan prosedur-prosedur yang ditetapkan dan praktek-praktek yang
dijalankan dalam pengelolaan kegiatan perusahaan.
David (2005:127) mengatakan bahwa fungsi pengendalian manajemen
meliputi semua aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk memastikan bahwa operasi
aktual sesuai dengan operasi yang direncanakan. Semua manajer dalam sebuah
organisasi memgang tanggung jawab pengedalian, seperti melaksanakan evaluasi
kinerja dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk meminimalisir inefisiensi.
Fungsi pengendalian manajemen khususnya penting sebagai evaluasi efektivitas
strategi. Pengendalian meliputi empat langkah dasar sebagai berikut:
1. Membuat standar kinerja
2. Mengukur kinerja individual dan organisasional
3. Membandingkan kinerja aktual dengan standar kinerja yang direncanakan
4. Melakukan tindakan koreksi
2.1.3.5. Efisiensi, efektifitas dan ekonomisasi
Meskipun terdapat perbedaan definisi mengenai management audit, pada
intinya terdapat kesamaan tujuan yaitu untuk mengevaluasi efisiensi, efektifitas dan
ekonomisasi organisasi. Efisiensi adalah ukuran dari hubungan antara masukan dan
keluaran, efektifitas adalah ukuran dari keluaran dan ekonomisasi merupakan ukuran
masukan. Berikut adalah beberapa definisi lain mengenai efisiensi, efektivitas dan
ekonomisasi menurut beberapa pakar.
Tunggal (2003:12) mengutip definisi efisiensi, efektifitas dan ekonomisasi
dari Gerald Vinten sebagai berikut :
Economy-doing things cheap
Efficiency-doing things right
Effectiveness-doing the right things
Daft (2003:9) mengatakan bahwa efektivitas adalah the degree to which the
organization achieves a stated goal, dan efisiensi merupakan the use of minimal
resources raw materials, money and people to produce a desired volume of output.
Pendapat tersebut kurang lebih mempunyai arti bahwa efektivitas adalah tingkat
pencapaian organisasi atas sasaran yang ditetapkan dan efisiensi adalah penggunaan
sumberdaya bahan baku, uang dan manusia secara minimal untuk menghasilkan
output sebanyak yang diharapkan.
Menurut Hans Kartiadi yang dikutip oleh Agoes (1996:180), pengertian
efektifitas, ekonomisasi dan efisiensi dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Efektifitas berarti produk akhir suatu kegiatan operasi telah mencapai tujuannya baik ditinjau dari segi kualitas hasil kerja, kuantitas hasil kerja maupun batas waktu yang ditargetkan.
2. Ekonomisasi atau kehematan berarti cara penggunaan sesuatu barang (hal) secara berhati-hati dan bijak agar diperoleh hasil yang terbaik.
3. Efisiensi berarti bertindak dengan cara yang dapat meminamilisir kerugian atau pemborosan sumber daya dalam melaksanakan atau menghasilkan sesuatu.
Berkaitan dengan kebutuhan akan pengukuran efektifitas manajemen, berikut
adalah pendapat Paton dan Littleton yang dikutip oleh Burrowes dan Persson
(2000:87), sebagai berikut:
Accounting exists primarily as a means of computing residuum, a balance, the difference between costs (as efforts) and revenues (as accomplishments) for individual enterprises. This difference reflects managerial effectiveness and is of particular significance to those who furnish the capital and take the ultimate responsibility.
Pendapat tersebut kurang lebih mempunyai arti bahwa keberadaan akuntansi yang
utama adalah sebagai alat untuk menghitung residu, saldo, selisih antara beban
(sebagai usaha) dan pendapatan (sebagai pencapaian) untuk perusahaan
perseorangan. Selisih tersebut merefleksikan efektifitas manajemen dan merupakan
hal yang penting khususnya bagi mereka yang menyediakan modal dan memegang
tanggung jawab utama.
2.1.3.6. Kecurangan
1. Definisi kecurangan
Tujuan utama management audit adalah untuk menilai performance
manajemen dan fungsi-fungsi dalam perusahaan, terutama efektifitas, efisiensi dan
kehematan (ekonomisasi). Fraud atau kecurangan merupakan hambatan untuk
penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif dan ekonomis, sehingga harus selalu
menjadi perhatian penting manajemen dan dewan direktur organisasi.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia karangan WJS Purwadarminta, kecurangan
berarti tidak jujur, tidak lurus hati, tidak adil dan keculasan (Karni, 2000:49).
Didalam buku Black’s Law Dictionary yang dikutip oleh Tunggal (2001:2)
dijelaskan satu definisi hukum dari kecurangan, yaitu berbagai macam alat yang
dengan lihai dipakai dan dipergunakan oleh seseorang untuk mendapatkan
keuntungan terhadap orang lain, dengan cara bujukan palsu atau dengan menutupi
kebenaran, dan meliputi semua cara-cara mendadak, tipu daya (trick), kelicikan
(cunning), mengelabui (dissembling), dan setiap cara tidak jujur, sehingga pihak
orang lain bisa ditipu, dicurangi atau ditipu (cheated).
The Institute of Internal Auditor di Amerika mendefinisikan kecurangan
mencakup suatu ketidakberesan dan tindakan ilegal yang bercirikan penipuan yang
disengaja. Ia dapat dilakukan untuk manfaat dan atau kerugian organisasi oleh orang
di luar atau dalam organisasi ( Karni, 2000:34).
Tunggal (2001:1) mengutip definisi fraud menurut Michael J.Cormer sebagai
berikut:
Fraud is any behavior by which one person gains or intends to gain a dishonest advantage over another. A crime is an intentional act that violates the criminal law under which no legal excuse applies and where there is a state to codify such laws and endorce penalties in response to their breach. The distinction is important. Not all frauds are crims and the majority of crimes are not frauds. Companies lose through frauds, but the police and other enforcement bodies can take action only against crimes.
Pendapat Cormer tersebut kurang lebih mempunyai arti : bahwa kecurangan
merupakan suatu perilaku dimana seseorang mengambil atau secara sengaja
mengambil manfaat secara tidak jujur atas orang lain. Kejahatan merupakan suatu
tindakan yang disengaja yang melanggar undang-undang kriminal yang secara
hukum tidak boleh dilakukan dimana sebuah negara mengikuti hukum tersebut dan
memberikan hukuman atas pelanggaran yang dilakukan. Perbedaan ini penting,
karena tidak semua kecurangan adalah kejahatan dan sebagian besar kejahatan bukan
kecurangan. Perusahaan menderita kerugian akibat kecurangan, tetapi polisi dan
badan penegak hukum lainnya bisa mengambil tindakan hanya terhadap kejahatan.
Fraud atau kecurangan ini juga perlu dibedakan dengan errors atau
kesalahan. Errors dapat dideskripsikan sebagai unintentional mistakes. Kesalahan
dapat terjadi pada setiap tahap dalam pengelolaan transaksi, yaitu terjadinya
transaksi, dokumentasi, pencatatan dari ayat-ayat jurnal, pencatatan debet kredit,
pengikhtisaran proses dan hasil laporan keuangan. Kesalahan dapat dalam banyak
bentuk, yaitu matematis, kritikal, atau dalam aplikasi prinsip-prinsip akuntansi.
Apabila kesalahan dilakukan dengan sengaja (intentional), maka kesalahan tersebut
merupakan kecurangan atau fraudulent (Tunggal, 2003:301).
Faktor yang membedakan antara kecurangan dan kekeliruan adalah apakah
tindakan yang mendasarinya, yang berakibat terjadinya salah saji dalam laporan
keuangan, berupa tindakan yang disengaja atau tidak disengaja (IAI, 2001:316.2).
Kecurangan yang terjadi di setiap negara mempunyai jenis yang berbeda-beda
karena praktik kecurangan antara lain sangat dipengaruhi oleh kondisi hukum di
negara yang bersangkutan. Negara dengan penegakan hukum yang sudah berjalan
baik dan kondisi ekonomi masyarakat secara umum cukup atau lebih dari cukup,
memiliki lebih sedikit modus operandi praktik kecurangan (Karni, 2000:33).
Berikut adalah berbagai perspektif kecurangan menurut Bologna yang dikutip
oleh Tunggal (2001:7), yaitu:
1. Kecurangan: perspektif manusiaKecurangan bagi orang awam, adalah kecurangan yang direncanakan yang dilakukan pada orang lain untuk mendapatkan keuntungan ekonomi pribadi, sosial atau politik. Kecurangan adalah penyimpangan persepsi moral yang kita sebut kebenaran, keadilan hukum, keadilan dan kesamaan.
2. Kecurangan: perspektif sosial dan ekonomiKecurangan dianggap perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial karena kecurangan dapat menghancurkan hubungan dan kepercayaan antar manusia. Tanpa kepercayaan, interaksi manusia tersendat dan hubungan antar manusia tidak berkembang. Perdagangan antar manusia tidak dapat berkembang jika tidak ada kepercayaan.
3. Kecurangan: perspektif hukumKecurangan dalam arti hukum adalah penggambaran kenyataan materi yang salah yang disengaja dengan tujuan membohongi orang lain sehingga orang tersebut mengalami kerugian ekonomi. Hukum dapat memberikan sanksi sipil dan kriminal untuk perilaku itu. Dengan demikian, kecurangan adalah bentuk apapun dari kelicikan, penemuan, kebohongan, pengkhianatan, penutupan atau samaran yang dimaksudkan untuk menyebabkan orang lain terpisah dengan uang, properti atau hak hukum lainnya dengan tidak adil.
4. Kecurangan: perspektif akuntansi dan auditDari sudut pandang akuntansi dan audit, kecurangan adalah penggambaran yang salah dari fakta material dalam buku besar atau laporan keuangan. Pernyataan yang salah dapat ditujukan pada pihak luar organisasi seperti pemegang saham atau kreditor, atau pada organisasi itu sendiri dengan cara menutupi atau menyamarkan penggelapan uang, ketidakcakapan, penerapan dana yang salah atau pencurian atau penggunaan aktiva organisasi yang tidak tepat oleh petugas, pegawai dan agen. Kecurangan dapat juga ditujukan pada organisasi oleh pihak luar, misalnya, penjual, pemasok, kontraktor, konsultan dan pelanggan, dengan cara penagihan yang berlebihan, dua kali penagihan, substitusi material yang lebih rendah mutunya, pernyataan yang salah mengenai mutu dan nilai barang yang dibeli,atau besarnya kredit pelanggan.
2. Klasifikasi kecurangan
Kecurangan usaha atau internal dapat digolongkan berdasarkan cara
kecurangan disembunyikan. Terdapat dua metode penyembunyian menurut Tunggal
(2001:6), yaitu:
1. On-book frauds (kecurangan dalam buku)Pada dasarnya metode penyembunyian kecurangan dalam buku terjadi dalam usaha. Pembayaran atau aktivitas gelap/haram dicatat, biasanya dengan keadaan yang mengaburkan/tidak kentara, dalam buku dan catatan regular perusahaan.
2. Off-book frauds (kecurangan di luar buku)Kecurangan di luar buku terjadi di luar aliran utama akuntansi. Biasanya, apabila kecurangan di luar buku terjadi, perusahaan umumnya mempunyai rabat pemasok yang tidak tercatat atau penjualan kas yang signifikan.
Karni (2000:35) mengklasifikasikan kecurangan menjadi tiga macam sebagai
berikut:
1. Management FraudKecurangan ini dilakukan oleh orang dari kelas ekonomi yang lebih atas dan terhormat yang biasa disebut white collar crime, karena orang yang melakukan kecurangan biasanya memakai kemeja berwarna putih dengan kerah putih. Penyebutan istilah white collar crime sendiri diangkat oleh Edwin H. Sutherland yang memberikan batasan tentang white collar crime sebagai : a violation of criminal law by the person of the upper socio economic class in the course of his occupational activities (Pranasari dan Meliala, 1991:107).
2. Non Management (Employee) FraudKecurangan karyawan biasanya melibatkan karyawan bawahan. Kecurangan ini kadang-kadang merupakan pencurian atau manipulasi. Kesempatan meleakukan kecurangan pada karyawan tingkat bawah relatif lebih kecil dibandingkan kecurangan pada manajemen. Hal ini dikarenakan mereka tidak mempunyai wewenang, sebab pada umumnya semakin tinggi wewenang semakin besar kesempatan untuk melakukan kecurangan.
3. Computer FraudKejahatan komputer dapat berupa pemanfaatan berbagai sumber daya komputer di luar peruntukan yang sah dan perusakan atau pencurian fisik atas sumber daya komputer itu sendiri. Termasuk juga defalcation atau
embezzlement yang dilakukan dengan memanipulasi program komputer, file data, proses operasi, peralatan atau media lainnya yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan/organisasi yang mempergunakan sistem komputer tersebut.
Ikatan Akuntansi Indonesia (2001:316.2) menyatakan bahwa ada dua tipe
salah saji yang relevan dengan pertimbangan auditor tentang kecurangan dalam audit
atas laporan keuangan, yaitu salah saji yang timbul sebagai akibat dari kecurangan
dalam pelaporan keuangan dan kecurangan yang timbul dari perlakuan tidak
semestinya terhadap aktiva, berikut penjelasannya :
1. Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan adalah salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan. Kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan seperti yang disajikan berikut ini:
a. Manipulasi, pemalsuan atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan.
b. Representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan peristiwa, transaksi atau informasi yang signifikan.
c. Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan.
2. Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan) berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva entitas dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk penggelapan tanda terima barang/uang, pencurian aktiva, atau tindakan yang menyebabkan entitas membayar harga barang atau jasa yang tidak diterima oleh entitas. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva dapat disertai dengan catatan atau dokumen palsu atau yang menyesatkan dan dapat menyangkut satu atau lebih individu di antara manajemen, karyawan atau pihak ketiga.
3. Penyebab kecurangan
Gandhi mengatakan bahwa berbagai kelemahan dalam prosedur dan tata
kerja, salah satunya adalah kelemahan petugas serta pengawasan, yang kerap
dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan ekonomi (Pranasari dan Meliala, 1991:3).
Sistem pengendalian intern yang lemah memang memudahkan terjadinya
kecurangan, akan tetapi sistem pengendalian yang kuat juga tidak menjamin bahwa
kecurangan tidak terjadi. Sistem pengendalian intern tidak dimaksudkan untuk
meniadakan semua kemungkinan terjadinya kesalahan atau penyelewengan, akan
tetapi sistem pengendalian intern yang baik akan dapat menekan terjadinya kesalahan
dan penyelewengan dalam batas-batas biaya yang layak dan kalaupun kesalahan dan
penyelewengan terjadi hal ini dapat diketahui dan diatasi dengan cepat.
Penyebab-penyebab terjadinya kecurangan menurut Tunggal (2003:304)
mengutip dari Venables dan Impey digolongkan menjadi penyebab utama dan
penyebab sekunder, sebagai berikut :
1. Penyebab utamaa. Penyembunyian (concealment)
Kesempatan tidak terdeteksi. Pelaku perlu menilai kemungkinan dari deteksi dan hukuman sebagai akibatnya.
b. Kesempatan/Peluang (opportunity)Pelaku perlu berada pada tempat yang tepat, waktu yang tepat agar dapat mendapatkan keuntungan atas kelemahan khusus dalam sistem dan juga menghindari deteksi.
c. Motivasi (motivation)Pelaku membutuhkan motivasi untuk melakukan aktivitas demikian, suatu kebutuhan pribadi seperti ketamakan/kelobaan/kerakusan dan motivator yang lain.
d. Daya tarik (attraction)Sasaran dari kecurangan perlu menarik bagi pelaku.
e. Keberhasilan (success)Pelaku perlu menilai peluang berhasil, yang dapat diukur dengan baik untuk menghindari penuntutan atau deteksi.
2. Penyebab sekundera. “A Perk”
Akibat kurangnya pengendalian, mengambil keuntungan aktiva organisasi dipertimbangan sebagai suatu tunjangan karyawan.
b. Hubungan antar pemberi kerja/pekerja yang jelekRasa saling percaya dan menghargai antar pemberi kerja dan pekerja telah gagal.
c. Pembalasan dendam (revenge)Ketidaksukaan terhadap organisasi mengakibatkan pelaku berusaha merugikan organisasi tersebut.
d. Tantangan (challenge)Karyawan yang bosan dengan lingkungan kerjanya berusaha mencari stimulus dengan ‘memukul sistem’, yang dirasakan sebagai suatu pencapaian atau pembebasan dari rasa frustasi.
Sidharta mengungkapkan bahwa salah satu hal yang menyuburkan praktek
kecurangan adalah ketergila-gilaan manusia terhadap uang. Uang mempunyai nilai
tersendiri dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak ada seorangpun yang tidak butuh
uang. Seyogianya oranglah yang menguasai uang, akan tetapi pada suatu saat dan
tingkat tertentu orang dapat diperbudak oleh uang, sehingga uang beralih menguasai
manusia. Dalam keadaan seperti itu, uang dapat mempengaruhi etika dan moral
(Pranasari dan Meliala, 1991:109).
Menurut Tunggal (2001:10) kecurangan paling sering terjadi apabila
didukung oleh kondisi-kondisi sebagai berikut :
1. Pengendalian intern tidak ada, lemah atau dilakukan dengan longgar.2. Pegawai diperkerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka.
3. Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan atau ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai sasaran dan tujuan keuangan.
4. Model manajemen sendiri korupsi, tidak efisien atau tidak cakap.5. Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang tidak dapat
dipecahkan.6. Industri dimana perusahaan menjadi bagiannya, memiliki sejarah atau tradisi
korupsi.7. Perusahaan mengalami masa yang buruk.
Ramos (2003) menyampaikan kondisi yang mendukung terjadinya
kecurangan yang diadaptasinya dari Fraud Detection in a GAAS Audit-SAS No.99
Implementation Guide, sebagai berikut :
Three conditions are present when fraud occurs, are:1. Incentive/Pressure. Management or other employees may have an incentive
or be under pressure, which provides a motivation to commit fraud.2. Opportunity. Circumstances exist-for example, the absence of controls,
ineffective controls, or the ability of management to override controls-that provide an opportunity for fraud to be perpetrated.
3. Rationalization/Attitude. Those involved in a fraud are able to rationalize a fraudulent act as being consistent with their personal code of ethics. Some individual possess an attitude, character or set of ethical values that allows them to knowingly and intentionally commit a dishonest act.
Isi dari Implementation Guide tersebut kurang lebih mempunyai arti bahwa:
1. Manajemen atau karyawan mungkin didorong atau berada dibawah tekanan yang
memotivasi mereka untuk melakukan kecurangan.
2. Kondisi lingkungan, seperti tidak adanya pengawasan, pengawasan yang tidak
efektif, manajemen yang mengesampingkan pengawasan, merupakan
kesempatan untuk melakukan kecurangan.
3. Mereka yang terlibat dalam kecurangan mungkin menganggap kecurangan sesuai
dengan kode etik mereka. Beberapa orang mungkin memiliki sikap, karakter,
atau nilai-nilai yang memperbolehkan mereka untuk melakukan perbuatan tidak
jujur dengan sengaja.
2.1.3.7. Fungsi pembelian
1. Definisi pembelian
Istilah purchasing atau pembelian sinonim dengan procurement atau
pengadaan barang. Berikut adalah definisi procurement menurut Bodnar dan
Hopwood (2001:323), yaitu:“Procurement is the business process of selecting a
source, ordering, and acquiring goods or services.”
Pendapat tersebut kurang lebih mempunyai arti: bahwa pengadaan barang adalah
proses bisnis dalam memilih sumber daya-sumber daya, pemesanan dan perolehan
barang atau jasa.
Brown dkk. (2001:132) mengatakan bahwa secara umum pembelian bisa
didefinisikan sebagai: “managing the inputs into the organization’s transformation
(production process).” Pendapat tersebut kurang lebih mempunyai arti bahwa
pembelian merupakan pengelolaan masukan ke dalam proses produksi organisasi.
Berikut adalah pendapat Galloway dkk. (2000:31) mengenai fungsi
pembelian, yaitu: “The role of purchasing function is to make materials and parts of
the right quality, and quantity available for use by operations at the right time and at
the right place.” Pendapat tersebut kurang lebih mempunyai arti bahwa peran fungsi
pembelian adalah untuk mengadakan material dan part pada kualitas yang tepat dan
kuantitas yang tersedia untuk digunakan dalam operasi pada waktu yang tepat dan
tempat yang tepat.
2. Pentingnya fungsi pembelian
Management audit bisa digunakan untuk mengevaluasi organisasi secara
keseluruhan ataupun fungsi tertentu dalam organisasi, untuk menentukan apakah
perusahaan sudah memperoleh efisiensi biaya yang maksimum dari yang telah
dilaksanakan oleh fungsi tersebut selama ini. Penelitian ini menjadikan fungsi
pembelian sebagai sasaran audit.
Fungsi pembelian sering dianggap sebagai bagian yang paling penting dan
berpengaruh, bahkan bisa dikatakan sebagian besar proses bisnis berasal dari kegiatan
pembelian. Alasan yang sangat fundamental untuk membahas fungsi pembelian ialah
karena dalam bidang ini pemborosan mudah terjadi, baik karena perilaku yang
disfungsional maupun karena kurangnya pengetahuan dalam berbagai aspek
pembelian bahan, sarana, prasarana dan suku cadang yang diperlukan perusahaan.
Pandangan ini menurut Siagian (2001:192) mudah dipahami karena dalam
proses produksi perusahaan memerlukan bahan baku. Tidak banyak perusahaan yang
menguasai sendiri bahan baku yang diperlukan untuk diolah lebih lanjut menjadi
produk jadi, sehingga bisa disimpulkan bahwa tidak ada satupun bentuk atau jenis
perusahaan yang tidak terlibat dengan fungsi pembelian. Pengalaman banyak
perusahaan bahwa biaya untuk menghasilkan suatu produk mungkin mencapai sekitar
lima puluh persen dari harga jual produk, menjadikan fungsi pembelian sebagai
sumber pemborosan apabila tidak diselenggarakan dengan baik dan sumber
penghematan yang akan memperbesar laba perusahaan apabila dilakukan dengan
teliti dan cermat.
Berikut adalah beberapa alasan mengapa pembelian merupakan area yang
penting yang dikemukakan Brown dkk. (2001:131), yaitu:
1. Fungsi pembelian memiliki tanggung jawab untuk mengelola masukan perusahaan pada pengiriman, kualitas dan harga yang tepat, yang meliputi bahan baku, jasa dan sub-assemblies untuk keperluan organisasi.
2. Berbagai penghematan yang berhasil dicapai lewat pembelian secara langsung direfleksikan pada lini dasar organisasi. Dengan kata lain, begitu penghematan harga dibuat, maka akan mempunyai pengaruh yang langsung terhadap struktur biaya perusahaan. Sehingga sering dikatakan bahwa penghematan pembelian 1% ekivalen dengan peningkatan penjualan sebesar 10%.
3. Pembelian dan suplai material mempunyai kaitan dengan semua aspek operasi manajemen.
Bagaimana cara sebuah perusahaan dalam mengendalikan strategi pengadaan
barangnya akan mempunyai pengaruh langsung terhadap bagaimana perusahaan
tersebut menjalankan bisnisnya. Pembelian yang baik juga perlu menjadi perhatian
untuk organisasi-organisasi non profit dan pemerintah. Berbagai tekanan yang
berkaitan dengan kurangnya dana yang tersedia dan besarnya biaya, mendorong
organisasi-organisasi tersebut untuk beroperasi seefisien mungkin dengan biaya
seminimum mungkin.
Dengan demikian, apapun jenis dan ukuran perusahaannya, pembelian yang
dilaksanakan dengan ekonomis dan efektif amat diperlukan dalam upaya mencapai
kondisi perusahaan yang sehat karena pembelian merupakan kegiatan yang
memerlukan pengerahan sumber daya dalam jumlah besar.
3. Tugas dan tanggung jawab fungsi pembelian
Pada dasarnya peran fungsi pembelian adalah untuk menyediakan barang dan
jasa yang dibutuhkan oleh perusahaan pada waktu, harga dan kualitas yang tepat.
Assauri (1998:162) menjabarkan tanggung jawab bagian pembelian sebagai berikut:
1. Bertanggung jawab atas pelaksanaan pembelian bahan-bahan agar rencana operasi dapat dipenuhi dan pembelian bahan-bahan tersebut pada tingkat harga dimana perusahaan akan mampu bersaing dalam memasarkan produknya.
2. Bertanggung jawab atas usaha-usaha untuk dapat mengikuti perkembangan bahan-bahan baru yang dapat meguntungkan dalam proses produksi, perkembangan dalam desain, harga dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi produk perusahaan, harga serta desainnya.
3. Bertanggung jawab untuk menurunkan investasi atau meningkatkan perputaran bahan, yaitu dengan penentuan skedul arus bahan ke dalam pabrik dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan produksi.
4. Bertanggung jawab atas kegiatan penelitian dengan menyelidiki data-data dan perkembangan pasar, perbedaaan sumber-sumber penawaran (supply) dan memeriksa pabrik suplier untuk mengetahui kapasitas dan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan perusahaan.
5. Bertanggung jawab atas pemeliharaan bahan-bahan yang dibeli setelah diterima dan bertanggung jawab atas pengawasan persediaan.
Tugas-tugas yang dilakukan bagian pembelian dalam memenuhi tanggung
jawab tersebut diatas antara lain:
1. Melakukan pembelian bahan-bahan secara bersaing atas dasar nilai yang ditentukan tidak hanya pada harga yang tepat tetapi juga pada waktu yang tepat, serta jumlah dan mutu yang tepat pula.
2. Membantu pemilihan bahan-bahan dengan melakukan penyelidikan.3. Melaksanakan usaha-usaha pencarian paling sedikit dua sumber suplai.4. Mempengaruhi tingkat persediaan terendah.
5. Menjaga hubungan baik dengan suplier.6. Melakukan kerjasama dan koordinasi yang efektif dengan fungsi-fungsi
lainnya dalam perusahaan.7. Meneliti keadaan perdagangan pasar.8. Membeli seluruh bahan-bahan dan perlengkapan yang dibutuhkan tepat
waktu sehingga tidak menganggu rencana produksi dari perusahaan tersebut.
Galloway dkk. (2000:305) mendefinisikan tujuan dan tanggung jawab
departemen pembelian adalah meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Memilih, mengevaluasi dan mengembangkan sumber-sumber untuk bahan dan jasa yang dibutuhkan oleh perusahaan.
2. Memelihara dan membangun relasi dengan suplier yang berkenaan dengan kualitas, pengiriman, pembayaran dan pengembalian.
3. Mencari bahan dan produk baru, serta sumber-sumber baru untuk memperoleh bahan dan produk yang lebih baik yang mungkin bisa digunakan oleh perusahaan di masa yang akan datang.
4. Melakukan negosiasi dan memperoleh bahan baku, peralatan, barang dan jasa pada harga yang mencerminkan the best value for money.
5. Ikut berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas untuk reduksi biaya.6. Memelihara sistem komunikasi yang efektif dan melakukan konsultasi
secara rutin dengan fungsi-fungsi internal.7. Selalu memberikan informasi mengenai biaya pembelian dan berbagai
perubahan yang mungkin bisa mempengaruhi laba perusahaan dan perkembangan dimasa mendatang kepada manajemen puncak.
2.1.3.8. Tujuan management audit fungsi pembelian
Management audit pada fungsi pembelian berorientasi pada pencarian dan
penemuan fakta dan informasi tentang seluruh kegiatan pembelian. Informasi yang
terungkap akan digunakan oleh manajemen puncak sebagai masukan untuk
pengambilan keputusan.
Berikut adalah tujuan management audit untuk fungsi pembelian yang
disampaikan oleh Widjayanto (1985:275), yaitu:
1. Memperoleh keyakinan bahwa pembelian dilaksanakan secara ekonomis dan efektif.
2. Menilai prosedur pembelian untuk memastikan bahwa hanya barang yang dibutuhkan saja yang dibeli.
3. Menilai ketaatan para pelaksana pembelian terhadap peraturan dan prosedur yang berlaku.
4. Memberikan saran dan rekomendasi yang diperlukan.
Berikut adalah pendapat Hamilton (1986:42) mengenai tujuan management
audit pada fungsi pembelian, yaitu:“The major objective of the management audit of
the purchasing function is to determine if the company is spending its financial
resources in the most efficient and effective manner possible.”
Pendapat Hamilton tersebut sama dengan yang diungkapkan oleh Ramanathan
(1990:310), yaitu: “The management auditor should examine the purchase function to
see that the most efficient and economical methods of purchasing have been
adopted.”
Kedua pendapat tersebut kurang lebih mempunyai arti bahwa tujuan
management audit untuk fungsi pembelian dimaksudkan untuk menentukan apakah
semua sumber keuangan untuk fungsi pembelian sudah digunakan dengan cara yang
paling efisien, efektif dan ekonomis.
2.1.3.9. Sektor publik
1. Definisi sektor publik
Penelitian ini dimaksudkan untuk menilai persepsi manajemen pada
BUMN/BUMD dan BUMS. Salah satu variabel utama yang mungkin akan membuat
perbedaan tersebut adalah karena BUMN/BUMD merupakan perusahaan sektor
publik, sedangkan BUMS merupakan perusahaan sektor swasta. Istilah sektor publik
memiliki pengertian yang bermacam-macam. Hal tersebut merupakan konsekuensi
dari luasnya wilayah publik, sehingga setiap disiplin ilmu memiliki cara pandang dan
definisi yang berbeda-beda. Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapat
dipahami sebagai suatu entitas yang aktivitasnya berhubungan dengan usaha untuk
menghasilkan barang dan pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan
hak publik (Mardiasmo, 2004:2).
Domain publik memiliki wilayah yang lebih luas dan kompleks dibandingkan
dengan sektor swasta. Keluasan wilayah publik ini tidak hanya disebabkan luasnya
jenis dan bentuk organisasi yang berada didalamnya, akan tetapi juga karena
kompleksnya lingkungan yang mempengaruhi lembaga-lembaga publik tersebut.
Secara kelembagaan, domain publik antara lain meliputi badan-badan pemerintahan
(pemerintah pusat dan daerah serta unit kerja pemerintah), perusahaan milik negara
(BUMN dan BUMD), yayasan, organisasi politik dan organisasi massa, Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), universitas dan organisasi nirlaba lainnya. Jika dilihat
dari variabel lingkungan, sektor publik dipengaruhi oleh banyak faktor tidak hanya
faktor ekonomi semata, akan tetapi faktor politik, sosial, budaya, dan historis juga
memiliki pengaruh yang signifikan. Sektor publik tidak seragam dan sangat
heterogen (Mardiasmo, 2004:1). Dalam penelitian ini, sektor publik yang menjadi
obyek penelitian peneliti adalah BUMN dan BUMD.
Sifat lembaga pemerintahan berbeda dengan sektor swasta. Berikut adalah
sifat khas lembaga pemerintahan menurut Edward S. Lyn yang dikemukakan oleh
Baswir (2000:9), yaitu:
1. Keinginan mengejar laba tidak inklusif didalam usaha dan kegiatannya.2. Ia tidak dimiliki secara pribadi akan tetapi secara kolektif oleh seluruh
warga negara, dan pemilikan ini tidak dibuktikan oleh adanya pemilikan saham yang dapat diperjualbelikan atau diperdagangkan.
3. Sumbangan masyarakat terhadap pemerintah, seperti pajak, tidak ada hubungannya secara langsung dengan jasa yang diterima masyarakat dari pemerintah. Demikian pula sebaliknya.
Bastian (2003:60) mengatakan bahwa dari sisi kebijakan publik, sektor publik
dipahami sebagai tuntutan pajak, birokrasi yang berlebihan, pemerintahan yang besar
dan nasionalisasi versus privatisasi. Dalam arti luas, sektor publik disebut bidang
yang membicarakan metoda manajemen negara, sedangkan dalam arti sempit,
diartikan sebagai pembahasan pajak dan kebijakan pajak.
2. Perbedaan dan persamaan sektor publik dan sektor swasta
Mardiasmo (2004:13) mengungkapkan bahwa meskipun sektor publik
memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda dengan sektor swasta, akan tetapi dalam
beberapa hal terdapat persamaan, yaitu:
1. Kedua sektor merupakan bagian integral dari sistem ekonomi di suatu negara dan keduanya menggunakan sumber daya yang sama untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Keduanya menghadapi masalah yang sama, yaitu masalah kelangkaan sumber daya (scarcity of resources), sehingga baik sektor publik maupun sektor swasta dituntut untuk menggunakan sumber daya organisasi secara ekonomis, efisien, dan efektif.
3. Proses pengendalian manajemen termasuk manajemen keuangan, pada dasarnya sama di kedua sektor. Keduanya sama-sama membutuhkan informasi yang handal dan relevan untuk melaksanakan fungsi manajemen, yaitu: perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian.
4. Pada beberapa hal, kedua sektor menghasilkan produk yang sama, misalnya: baik pemerintah maupun swasta sama-sama bergerak dibidang transportasi massa, pendidikan, kesehatan, penyediaan energi, dan sebagainya.
5. Kedua sektor terikat pada peraturan perundangan dan ketentuan hukum lain yang disyaratkan.
Perbedaan sifat dan karakteristik organisasi sektor publik dan sektor swasta
dapat dilihat pada tabel 2.2. yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2004:8).
TABEL 2.2
PERBEDAAN SEKTOR PUBLIK DAN SEKTOR SWASTA
Perbedaan Sektor Publik Sektor Swasta
Tujuan organisasi Nonprofit motive Profit MotiveSumber pendanaan Pajak, retribusi, utang,
obligasi pemerintah, laba BUMN/BUMD, penjualan aset negara, dsb.
Pembiayaan internal: Modal sendiri, laba ditahan, penjualan aktivaPembiayaan eksternal: utang bank, obligasi, penerbitan saham
Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban kepada masyarakat (publik) dan parlemen (DPR/DPRD)
Pertanggungjawaban kepada pemegang saham dan kreditor
Struktur organisasi Birokratis,kaku, dan hierarkris Fleksibel: datar, piramid, lintas fungsional, dsb.
Karakteristik anggaran Terbuka untuk publik Tertutup untuk publik
Sistem akuntansi Lebih banyak menggunakan sistem akuntansi berbasis kas
Akuntansi berbasis akrual
Sumber : Mardiasmo. 2004. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah
Dilihat dari segi pihak yang mengelolanya, keuangan negara dapat
dikelompokkan kedalam dua bagian, yaitu yang pengelolaannya dipisahkan dan yang
dikelola langsung oleh negara. Komponen keuangan negara yang pengelolaannya
dipisahkan adalah komponen keuangan negara yang pengelolaannya diserahkan
kepada Badan-badan Usaha Milik Negara dan Lembaga-lembaga Keuangan Milik
Negara.
Ada tiga bentuk BUMN, yaitu Perusahaan Jawatan, Perusahaan umum Negara
dan Perusahaan Perseroan Negara (Baswir, 2000:17). Berikut penjelasannya:
1. Perusahaan Jawatan atau Perjan adalah perusahaan negara yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Bersifat memberi pelayanan kepada masyarakat.b. Statusnya berlainan dengan hukum publik.c. Modalnya merupakan bagian dari anggaran pendapatan dan belanja
negara yang dikelola oleh departemen yang membawahinya.2. Perusahaan Umum Negara atau Perum adalah perusahaan negara yang
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:a. Bersifat melayani kepentingan umum, namun juga diharapkan dapat
memupuk keuntungan.b. Berstatus badan hukum dan diatur berdasarkan ketentuan Undang-
Undang No.19/1969.c. Sampai tingkat tertentu menerima subsidi dari pemerintah.d. Seluruh modalnya merupakan milik negara yang diambil dari
kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi ke dalam bentuk saham-saham.
3. Perusahaan Perseroan Negara atau Pesero adalah perusahaan negara yaang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Bersifat mengejar keuntungan.b. Berstatus badan hukum dan berbentuk Perseroan Terbatas.c. Tidak menerima subsidi dan fasilitas dari pemerintah.d. Seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh pemerintah serta terbagi
ke dalam bentuk saham-saham.
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah perusahaan milik pemerintah
daerah yang didirikan dengan Peraturan Daerah berdasarkan Undang-Undang No. 5
tahun 1962, dengan modal seluruhnya atau sebagian merupakan kekayaan daerah
yang dipisahkan (BPS, 2003:1).
Berikut adalah fungsi dan peran BUMD dalam menunjang penyelenggaraan
pemerintah daerah :
1. Melaksanakan kebijakan pemerintah daerah di bidang ekonomi dan pembangunan.
2. Pemupukan dana bagi pembiayaan pembangunan.3. Mendorong peran serta masyarakat dalam bidang usaha.4. Memenuhi barang dan jasa bagi kepentingan masyarakat.5. Menjadi perintis kegiatan yang tidak diminati masyarakat.
Tujuan utama sektor publik adalah pemberian pelayanan publik, namun tidak
berarti organisasi sektor publik sama sekali tidak memiliki tujuan yang bersifat
finansial. Organisasi sektor publik juga memiliki tujuan finansial, akan tetapi hal
tersebut berbeda baik secara filosofis, konseptual dan operasionalnya dengan tujuan
profitabilitas pada sektor swasta. Tujuan finansial pada sektor swasta diorientasikan
pada maksimasi laba untuk memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham,
sedangkan pada sektor publik tujuan finansial lebih pada maksimasi pelayanan
publik, karena untuk memberikan pelayanan publik diperlukan dana.
4. Audit sektor publik
Audit sektor publik berbeda dengan audit pada sektor bisnis atau audit sektor
swasta. Audit sektor publik dilakukan pada organisasi pemerintahan yang bersifat
nirlaba seperti sektor pemerintahan daerah (pemda), BUMN, BUMD dan instansi lain
yang berkaitan dengan pengelolaan aset kekayaan negara. Mekanisme audit dapat
menggerakkan makna akuntabilitas di dalam pengelolaan sektor pemerintahan,
BUMN atau instansi pengelola aset negara lainnya.
Berikut adalah beberapa hal yang mendasari kebutuhan akan proses auditing
pada sektor publik yang disampaikan oleh Bastian (2003:4), yaitu:
1. Kendali saat ini ada ditangan masyarakat. Masyarakat memiliki hak yang bebas
untuk mengakses informasi mengenai pengelolaan sumber daya publik.
2. Kompleksitas laporan keuangan. Semakin kompleks laporan keuangan yang
dihasilkan tingkat kesalahan semakin tinggi pula.
3. Pihak manajemen Pemda memiliki kecenderungan ingin sukses dan
meminimalisir kesalahan pemerintahannya, sehingga perlu diverifikasi
kebenarannya dari laporan keuangan yang disajikan oleh mereka.
4. Kontrol dan kredibilitas. Pemeriksaan akan informasi keuangan penting untuk
menghindari adanya kesalahan penyajian dan pengungkapan.
5. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan. Proses audit akan memberikan nilai
tambah bagi pemenuhan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan.
6. Identifikasi terhadap kelemahan sistem.
Nichols seperti yang dikutip oleh Mardiasmo (2004:23) mengatakan bahwa
perusahaan publik tidak luput dari tudingan sebagai sarang korupsi, kolusi,
nepotisme, inefisiensi, dan sumber pemborosan negara. Rendahnya kinerja
perusahaan publik diperkuat dengan bukti ambruknya sektor bisnis pemerintah di
banyak negara sehingga menimbulkan pertanyaan publik mengenai kemampuan
pemerintah dalam menjalankan perusahaan publik secara ekonomis dan efisien.
Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah di Indonesia juga
masih banyak yang tidak dijalankan secara efisien. Inefisien yang dialami oleh
BUMN dan BUMD tersebut antara lain disebabkan adanya intervensi politik,
sentralisasi, rent seeking behaviour, dan manajemen yang buruk.
1) Tipe-tipe audit sektor publik
Audit sektor publik adalah jasa penyelidikan bagi masyarakat atas organisasi
publik dan politikus yang sudah mereka bayar. Menurut Bastian (2003:52), audit
sektor publik terdiri atas tiga tipe, yaitu:
1. Audit Keuangan (Financial Audit)
2. Audit Kinerja (Performance Audit)
a. Audit Ekonomi dan Efisiensi
b. Audit Program
3. Audit Investigasi (Special Audit)
Comptroller General of the United States dalam Government Auditing
Standards mengidentifikasikan audit pemerintahan menjadi dua tipe, berikut adalah
penjelasannya yang dikutip oleh Boynton dan Kell (1996:852):
1. Financial audit (audit keuangan), yang terdiri dari:
a. Financial statements audit
b. Financial related audit
2. Performance audit (audit kinerja), yang terdiri dari:
a. Economy and efficiency audit
b. Program audit
2) Management audit sektor publik
Sektor publik sering dinilai sebagai sarang inefisiensi , pemborosan, sumber
kebocoran dana, dan institusi yang selalu merugi. Tuntutan baru muncul agar sektor
publik memperhatikan pengelolaan organisasi yang mendasarkan pada konsep
ekonomisasi, efisiensi dan efektivitas.
Tuntutan terhadap sektor publik untuk lebih memberi penekanan pada value
for money dibandingkan audit terhadap keuangan dan regulasi terjadi di banyak
negara. Di UK dan USA tuntutan terhadap audit efisiensi dan value for money untuk
peningkatan akuntabilitas pada sektor publik muncul dari para pembayar pajak dan
politikus. Penelitian yang dilakukan oleh Auditing Practices Board menemukan
bahwa 60% dari pengguna laporan keuangan mengharapkan agar auditor bisa
memberikan kepastian bahwa perusahaan yang diaudit tersebut telah terkelola secara
kompeten. Di Jepang, bahkan sudah sejak lama audit kinerja terhadap pemerintah
dilakukan. Dalam The 1891 Guidelines for Field Investigation by Auditor, peran
auditor lebih luas daripada audit keuangan tradisional dimana ia juga diminta untuk
mempertimbangkan apakah pembelian yang dilakukan memang diperlukan, terlalu
mahal atau tidak penting, karena pemerintah dianggap terbiasa melakukan
pengeluaran yang terlalu berlebihan sedangkan saat itu Jepang sedang mengalami
kesulitan fiskal. Auditor juga diharuskan untuk menilai operasi, pengendalian dan
tepat tidaknya metode pembelian yang digunakan (Burrowes dan Persson, 2000).
Di tengah berbagai kritik bahwa keberadaan sektor publik tidak efisien dan
jauh tertinggal dengan kemajuan dan perkembangan yang terjadi di sektor swasta,
lembaga sektor publik masih memiliki kesempatan yang luas untuk memperbaiki
kinerjanya dan memanfaatkan sumberdaya secara ekonomis, efisien, dan efektif.
Istilah “akuntabilitas publik, value for money, reformasi sektor publik, privatisasi,
good public governance,” telah begitu cepat masuk kedalam kamus sektor publik
(Mardiasmo, 2004:17). Bahkan istilah pemeriksaan khusus terhadap kasus-kasus
yang diperkirakan mengandung unsur penyimpangan yang merugikan Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik
Daerah sudah dikenal luas di lingkungan pemerintahan dan BUMN/BUMD (Karni,
2000:117).
Sektor publik mengenal yang namanya audit kinerja (perfomance audit), yang
merupakan pemeriksaan secara objektif dan sistematik terhadap berbagai macam
bukti, untuk dapat melakukan penilaian secara independen atas kinerja entitas atau
program/kegiatan Pemerintah yang diaudit. Audit kinerja dimaksudkan untuk dapat
meningkatkan tingkat akuntabilitas Pemerintah dan memudahkan pengambilan
keputusan oleh pihak yang bertanggung jawab untuk mengawasi dan memprakarsai
tindakan koreksi (Bastian, 2003:55).
Istilah audit kinerja pada sektor publik menurut peneliti sama dengan
management audit pada sektor swasta. Seperti dikemukakan oleh Parker yang dikutip
oleh Burrowes dan Persson (2000:89) mengenai konsep management audit yang
memiliki banyak istilah. Apabila evaluasi dilakukan atas manajemen dan fungsi serta
kinerja organisasi berkenaan dengan ekonomisasi, efisiensi dan efektivitas, maka
istilah tersebut merupakan konsep management audit. Management Audit saat ini
digunakan sebagai strategi untuk meningkatkan kinerja perusahaan publik (Batra,
1997:151).
3) Tujuan management audit sektor publik
Tujuan dari audit ekonomi dan efisiensi menurut Bastian (2003:56) adalah:
1. Menentukan apakah entitas telah memperoleh, melindungi dan menggunakan sumber dayanya secara hemat dan efisien.
2. Menentukan penyebab timbulnya ketidakefisienan.3. Menentukan apakah entitas tersebut telah mematuhi perundang-undangan
yang berkaitan dengan kehematan dan efisiensi.
Tujuan dari audit program mencakup penentuan:
1. Tingkat pencapaian hasil program yang diinginkan atau manfaat yang telah ditetapkan oleh undang-undang atau badan lain yang berwenang.
2. Efektivitas kegiatan entitas, pelaksanaan program, kegiatan, atau fungsi instansi lain yang bersangkutan.
3. Apakah entitas yang diaudit telah menaati peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan program/kegiatannya.
Mardiasmo menggunakan istilah value for money audit atau 3E’s audit
(economy, efficiency, and effectiveness audit) terhadap audit kinerja untuk sektor
publik, dan banyak penulis dan buku-buku yang berkenaan dengan sektor publik yang
menggunakan istilah value for money audit untuk audit kinerja. Sama seperti yang
dikemukakan Bastian, value for money audit ini juga terdiri atas audit ekonomi dan
efisiensi dan audit program atau audit efektivitas.
Berikut adalah hal yang perlu dipertimbangkan dalam audit ekonomi dan
efisiensi menurut The General Accouting Office Standards yang dikutip oleh
Mardiasmo (2004:181), yaitu apakah entitas yang diaudit telah:
1. Mengikuti ketentuan pelaksanaan pengadaan yang sehat.2. Melakukan pengadaan sumber daya (jenis, mutu, dan jumlah) sesuai dengan
kebutuhan pada biaya terendah.3. Melindungi dan memelihara semua sumber daya yang ada secara memadai.4. Menghindari duplikasi pekerjaan atau kegiatan yang tanpa tujuan atau
kurang jelas tujuannya.5. Menghindari adanya pengangguran sumber daya atau jumlah pegawai yang
berlebihan.6. Menggunakan prosedur kerja yang efisien.7. Menggunakan sumber daya (staf, peralatan dan fasilitas) yang minimum
dalam menghasilkan atau menyerahkan barang/jasa dengan kuantitas dan kualitas yang tepat.
8. Mematuhi peraturan persyaratan perundang-undangan yang berkaitan dengan perolehan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya negara.
9. Melaporkan ukuran yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai kehematan dan efisiensi.
Tujuan pelaksanaan audit program atau audit efektivitas adalah untuk:
1. Menilai tujuan program, baik yang baru maupun sudah berjalan, apakah sudah memadai dan tepat.
2. Menentukan tingkat pencapaian hasil suatu program yang diinginkan.3. Menilai efektivitas program dan atau unsur-unsur program secara
terpisah/sendiri-sendiri.
4. Mengidentifikasi faktor yang menghambat pelaksanaan kinerja yang baik dan memuaskan.
5. Menentukan apakah manajemen telah mempertimbangkan alternatif untuk melaksanakan program yang mungkin dapat memberikan hasil yang lebih baik dengan biaya yang lebih rendah.
6. Menentukan apakah program tersebut saling melengkapi, tumpang tindih, atau bertentangan dengan program lain yang terkait.
7. Mengidentifikasi cara untuk dapat melaksanakan program tersebut dengan lebih baik.
8. Menilai ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk program tersebut.
9. Menilai apakah sistem pengendalian manajemen sudah cukup memadai untuk mengukur, melaporkan, dan memantau tingkat efektivitas program.
10. Menentukan apakah manajemen telah melaporkan ukuran yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai efektivitas program.
2.2. Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya yang menjadi acuan oleh peneliti adalah milik Indriani
dengan judul “Manfaat dan Fungsi Komite Audit dalam Mewujudkan Tata
Pengelolaan Perusahaan yang Baik: Persepsi Manajemen Perusahaan Go Public”.
Persamaannya adalah pada latar belakang yang kurang lebih serupa dan metode
penelitian, dimana alasan penelitian tersebut adalah karena melihat bahwa banyak
perusahaan go public di Indonesia yang dikelola dengan buruk, banyak kecurangan
dan korupsi yang disebabkan oleh adanya perbedaan persepsi dan kurangnya
pemahaman terhadap manfaat fungsi komite audit. Penelitian ini juga tidak jauh
berbeda, peneliti ingin mengetahui persepsi manajemen perusahaan terhadap
management audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada
fungsi pembelian. Management audit merupakan audit terhadap efisiensi, efektivitas
dan ekonomisasi pengelolaan perusahaan, yang pada akhirnya nanti diharapkan bisa
mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik. Management audit diharapkan bisa
mendeteksi dan mencegah kecurangan pada fungsi pembelian yang merupakan
sarang pemborosan perusahaan apabila tidak dikelola dengan baik. Perbedaannya
adalah pada apa yang dibahas, dimana penelitian sebelumnya pada Komite Audit
sedangkan penelitian ini pada management audit, lebih spesifik lagi yaitu pada fungsi
pembelian.
Penelitian lain yang juga mirip dengan Indriani dan menjadi acuan peneliti
adalah milik Mei Indrayani, dengan judul :”Persepsi Manajemen Perusahaan terhadap
Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance di Indonesia”. Penelitian tersebut
dilakukan Mei Indrayani karena ia merasa bahwa banyak manfaat yang akan
diperoleh jika perusahaan menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance
(GCG). Akan tetapi di Indonesia pada umumnya perusahaan belum mengetahui dan
memahami konsep GCG, sehingga pelaku dunia usaha mempunyai persepsi yang
mungkin berbeda. Sama seperti milik Indriani kesamaan dengan penelitian ini adalah
pada obyek penelitian, yaitu manajemen perusahaan dan sama-sama ingin
mengetahui ada tidaknya perbedaan persepsi manajemen. Perbedaannya adalah pada
topik yang dibahas, Mei Indrayani membahas mengenai good corporate governance
sedangkan penelitian ini membahas topik management audit.
Penelitian lain yang menjadi acuan di peroleh dari majalah Media Akuntansi
dan ditulis oleh Johan Arifin dengan judul “Korupsi dan Upaya Pemberantasannya
Melalui Strategi di Bidang Auditing”. Artikel tersebut mengatakan bahwa hasil jajak
pendapat menunjukkan bahwa instansi/lembaga pemerintahan oleh masyarakat
dianggap paling banyak korupsinya. Untuk itu perlu dilakukan upaya pemberantasan
korupsi, khususnya pada instansi pemerintahan lewat strategi di bidang auditing.
Artikel tersebut membahas sebab-sebab terjadinya korupsi, sebab-sebab kegagalan
penanggulangan korupsi dan strategi di bidang auditing untuk memberantas korupsi,
salah satunya adalah value for money audit yang merupakan management audit.
Diharapkan dengan diterapkannya value for money audit tindakan yang mengarah
atau memicu tindakan korupsi dapat terdeteksi sedini mungkin dan dapat diantisipasi
dengan cepat. Persamaannya dengan penelitian ini adalah keduanya membahas
mengenai strategi dibidang auditing untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan,
meskipun penelitian Johan Arifin lebih spesifik pada sektor pemerintahan. Penelitian
Johan Arifin membahas hampir semua tipe auditing, sedangkan penelitian ini spesifik
pada management audit terutama pada fungsi pembelian dan masalah yang ingin
diketahui adalah pada persepsi manajemen.
2.3. Hipotesis dan Model Analisis
2.3.1. Hipotesis penelitian
Berdasarkan permasalahan, tujuan penelitian dan landasan teori yang telah
dijelaskan, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Terdapat perbedaan persepsi manajemen BUMN/BUMD dan BUMS di Jawa
Timur terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan
mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari kepemilikan
perusahaan.
2. Terdapat perbedaan persepsi manajemen BUMN/BUMD dan BUMS di Jawa
Timur terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan
mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari level manajemen.
3. Terdapat perbedaan persepsi manajemen BUMN/BUMD dan BUMS di Jawa
Timur terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan
mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari bidang studi
pendidikan manajemen.
2.3.2. Model analisis
Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan serta kepentingan
pengujian hipotesis maka dalam menganalisis data digunakan metode statistik non
parametik untuk menguji perbedaan, yaitu Uji U-Mann-Whitney dan Uji Kruskal-
Wallis. Uji U-Mann-Whitney digunakan untuk mengetahui perbedaan persepsi antara
dua kelompok independen, sedangkan uji Kruskal-Wallis digunakan untuk
mengetahui perbedaan persepsi lebih dari dua kelompok responden (Siagian dan
Sugiarto, 2002:318).
Agar instrumen yang dipersiapkan untuk mengumpulkan data benar-benar
mengukur yang ingin diukur, dilakukan uji validitas dan reliabilitas (Umar, 2003). Uji
validitas instrumen penelitian ini menggunakan pendekatan construct validity dan
teknik korelasi produk momen Pearson dengan tingkat signifikansi 5%. Uji
reliabilitas menggunakan uji koefisien korelasi alpha Cronbach.
Model analisis dengan menggunakan uji beda statistik non parametik ini
dipilih karena peneliti tidak mengasumsikan bahwa data yang diperoleh terdisribusi
normal yang merupakan syarat utama dari dari statistik parametik dan karena jenis
data yang digunakan adalah data ordinal, sehingga lebih sesuai apabila menggunakan
statistik non parametik.
Untuk mengukur variabel penelitian maka kepada responden diajukan
beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan persepsi manajemen terhadap
management audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada
fungsi pembelian, diukur dengan menggunakan teknik skala Likert dan data yang
digunakan adalah data ordinal.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah kuantitatif
untuk menguji hipotesis yang telah ditentukan.
3.2. Identifikasi Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel dependen (Y), yaitu persepsi manajemen terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi
pembelian.
2. Variabel independen (X), yang terdiri atas:
a. Kepemilikan perusahaan (X1), yaitu:
1) Perusahaan BUMN/BUMD
2) Perusahaan BUMS
b. Level manajemen (X2), yaitu:
1) Top management
2) Middle Management
3) Lower Management
c. Bidang studi pendidikan manajemen (X3), yaitu:
1) Psikologi/Sosiologi
2) Hukum/Kriminologi
3) Ekonomi
4) Lainnya
3.3. Definisi Operasional
Penelitian ini ingin melihat perbedaan persepsi manajemen perusahaan di
Jawa Timur terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan
mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian. Faktor yang dianggap berpengaruh
oleh peneliti adalah kepemilikan perusahaan, level manajemen dan latar belakang
bidang studi pendidikan. Berikut penjelasannya:
1. Persepsi manajemen
Persepsi manajemen merupakan variabel tergantung (Y) yang dipengaruhi oleh
banyak faktor. Robbins (2003:160) mengatakan bahwa persepsi akan
dipengaruhi oleh faktor dari pelaku persepsi, objek atau target dan situasi. Ada
atau tidaknya perbedaan persepsi akan dinyatakan dari hasil penilaian kuesioner.
2. Kepemilikan perusahaan
Kepemilikan perusahaan sebagai variabel bebas X1 merupakan faktor yang
apabila dikaitkan dengan teori persepsi termasuk dalam faktor situasi yang akan
mempengaruhi persepsi seseorang. Kepemilikan perusahaan dalam penelitian ini
ditinjau dari apakah perusahaan tersebut termasuk BUMN/BUMD (sektor
publik) atau BUMS (sektor swasta).
3. Level Manajemen
Level manajemen sebagai variabel bebas X2 merupakan faktor yang apabila
dikaitkan dengan teori persepsi termasuk dalam faktor yang berasal dari pelaku
persepsi. Perbedaan level manajemen sedikit banyak akan mempengaruhi motif,
minat, kepentingan dan ekspetasi seseorang terhadap suatu masalah tertentu,
karena lingkup otorisasi dan tuntutan yang dihadapi juga berbeda. Peneliti
meninjau responden dari level manajemen, yaitu apakah responden termasuk
dalam jajaran top management, middle management atau lower management.
4. Bidang studi pendidikan
Bidang studi pendidikan responden sebagai variabel bebas X3 merupakan faktor
yang apabila dikaitkan dengan teori persepsi termasuk faktor yang berasal dari
pelaku persepsi. Bidang studi pendidikan merupakan salah satu karakteristik
pribadi pelaku persepsi. Peneliti meninjau responden dari bidang pendidikan,
yaitu apakah responden berlatar belakang bidang pendidikan Psikologi/Sosiologi,
Hukum/Kriminologi, Ekonomi dan lainnya, diluar bidang pendidikan yang telah
disebutkan. Bidang-bidang tersebut dipilih karena dianggap mempunyai
perspektif yang berbeda dalam melihat kecurangan.
3.4. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dengan skala
Likert.
Dalam penelitian ini jenis data yang diperoleh adalah data subyek. Data
subyek menurut Indriantoro dan Supomo (2002:145) adalah jenis data penelitian yang
berupa opini, sikap, pengalaman atau karakteristik seseorang atau sekelompok orang
yang menjadi subyek penelitian (responden). Data subyek merupakan data penelitian
yang dilaporkan sendiri oleh responden secara individual atau secara kelompok. Data
subyek selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan bentuk tanggapan (respon) yan
diberikan, yaitu lisan (verbal), tertulis dan ekspresi. Data subyek dalam penelitian ini
termasuk dalam klasifikasi respon tertulis. Respon tertulis diberikan sebagai
tanggapan atas pertanyaan tertulis (kuesioner) yang diajukan oleh peneliti.
Sumber data ada dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder. Sumber
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang
diperoleh secara langsung dari sumber asli. Data primer menurut Silalahi (2003:57)
dapat berupa opini dari individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu
benda (fisik), kejadian atau kegiatan dan hasil pengujian. Indriantoro dan Supomo
(2002:147) mengatakan bahwa data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti
untuk menjawab pertanyaan penelitian.
3.5. Prosedur Pengumpulan Data
Populasi adalah sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang
mempunyai karakteristik tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah manajemen
perusahaan BUMN/BUMD dan BUMS di Jawa Timur. Teknik pengambilan sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pemilihan sampel bertujuan
(purposive sampling). Teknik ini termasuk dalam metode pemilihan sampel
nonprobabilitas atau secara tidak acak dimana elemen-elemen populasi tidak
mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel (Indriantoro dan
Supomo, 2002). Pada penelitian ini pemilihan sampel dilakukan berdasarkan
pertimbangan (judgement sampling). Elemen populasi yang dipilih sebagai sampel
dibatasi pada elemen-elemen yang dapat memberikan informasi berdasarkan
pertimbangan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui persepsi manajemen,
untuk itu subyek yang dianggap tepat dipilih sebagai sampel adalah para manajer,
yaitu top management, middle management dan lower management.
Penelitan yang dilakukan ini menggunakan metode survei dengan
menggunakan kuesioner untuk pengumpulan data. Singarimbun dan Effendi (1995:3)
mengatakan bahwa pengertian survei pada umumnya dibatasi pada penelitian yang
datanya dikumpulkan dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi.
Dengan demikian penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari
satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang
pokok.
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data dengan membuat daftar
pertanyaan yang akan dijawab oleh responden yang sudah ditentukan. Metode
pengumpulan data yang menggunakan kuesioner memberikan tangung jawab kepada
responden untuk membaca dan menjawab pertanyaan (Indriantoro dan Supomo,
2002:154).
Kuesioner pada penelitian ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berisi
sejumlah pertanyaan yang bersifat umum tentang identitas responden dan identitas
perusahaan responden, dan bagian kedua berisi sejumlah pertanyaan yang berisi
sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan fungsi pembelian, kecurangan dan
management audit. Kuesioner bisa dilakukan secara personal atau lewat pos. Pada
penelitian ini kuesioner dilakukan secara personal, yaitu dengan cara langsung
mendatangi responden atau menitipkan kuesioner pada orang tertentu.
3.6. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis
3.6.1. Uji instrumen
Keabsahan suatu hasil penelitian sosial sangat ditentukan oleh alat pengukur
yang digunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti, untuk itu alat pengukur
perlu diuji dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas.
3.6.1.1. Uji validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat pengukur yang disusun
telah memiliki validitas atau tidak. Validitas data pengukuran ditentukan oleh proses
pengukuran yang akurat. Suatu instrumen pengukur dikatakan valid jika instrumen
tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur. Pendekatan yang digunakan untuk
mengukur validitas dalam penelitian ini adalah construct validity.
Construct validity merupakan konsep pengukuran validitas dengan cara
menguji apakah suatu instrumen mengukur konstuk sesuai dengan yang diharapkan.
Konstruk merupakan kerangka dari suatu konsep. Apabila terdapat korelasi antara
komponen-komponen konstruk yang satu dengan yang lainnya, maka konstruk
tersebut memiliki validitas. Teknik korelasi yang digunakan adalah korelasi produk
momen Pearson dengan tingkat signifikansi 5%. Koefisien korelasi dilambangkan
dengan r. Koefisien korelasi merupakan suatu ukuran yang menggambarkan kekuatan
hubungan linear antara dua gugus variabel.
Berikut adalah formulasi koefisien korelasi produk momen Pearson:
…………
…………………(1)
dimana :
x = butir itemy = skor total keseluruhan butir itemn = jumlah sampelrxy = korelasi produk momen
3.6.1.2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui keandalan instrumen yang
digunakan. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukur
dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu
alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabilitas konsistensi
internal dengan teknik Cronbach’s Alpha atau “koefisien alpha (á)” dari Cronbach.
Teknik ini digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 0-1,
tetapi merupakan rentangan antara beberapa nilai, misalnya 0-10 atau 0-100 atau
bentuk skala 1-3, 1-5, atau 1-7 dan seterusnya. Konsep reliabilitas menurut
pendekatan ini adalah konsistensi diantara butir-butir pertanyaan atau pernyataan
dalam suatu instrumen.
Berikut adalah formulasi uji reabilitas dengan Cronbach’s Alpha:
…………………………………………………….(2)
dimana:
r11 = reliabilitas instrumenk = banyak butir pertanyaanσt
2 = varian totalΣσb
2 = jumlah varian butir
3.6.2. Teknik analisis data
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan secara induktif,
yaitu pembahasan penelitian yang dimulai dari pengumpulan data terlebih dahulu
kemudian melakukan pembahasan atas permasalahan yang telah dirumuskan.
Berikut adalah tahap-tahap persiapan data yang dilakukan untuk memudahkan
proses analisis data dan interpretasi hasilnya, yaitu:
1. Pengeditan (Editing)
Pengeditan merupakan proses pengecekan dan penyesuaian yang diperlukan
terhadap data penelitian untuk memudahkan proses pemberian kode dan
pemrosesan data dengan metode statistik. Data penelitian yang diperoleh lewat
metode survei perlu diedit dari kemungkinan kekeliruan dalam proses pencatatan
yang dilakukan oleh pengumpul data, pengisian kuisioner yang tidak lengkap
atau tidak konsisten. Tujuan pengeditan adalah untuk menjamin kelengkapan,
konsitensi dan kesiapan data penelitian dalam proses analisis.
2. Pemberian Kode (Coding)
Pemberian kode merupakan proses identifikasi dan klasifikasi data penelitan ke
dalam skor numerik atau karakter simbol. Proses pemberian kode akan
memudahkan dan meningkatkan efisiensi proses entri data ke dalam komputer.
3. Pemrosesan Data (Data Processing)
Pemrosesan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknologi komputer,
dengan menggunakan program aplikasi SPSS (Stastitical Package for the Social
Sciences).
Penelitian ini dilakukan untuk menguji ada tidaknya perbedaan persepsi
manajemen BUMN/BUMD dan BUMS di Jawa Timur terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian.
Responden diklasifikasikan berdasarkan jenis usaha, yaitu apakah termasuk kategori
BUMN/BUMD atau BUMS; berdasarkan level manajemen, yaitu apakah termasuk
top management, middle management atau lower management dan berdasarkan latar
belakang pendidikan, yaitu apakah berlatar belakang bidang pendidikan
Psikologi/Sosiologi, Hukum/Kriminologi, Ekonomi, atau lainnya.
Uji statistik U-Mann-Whitney digunakan untuk melihat apakah terdapat
perbedaan persepsi manajemen ditinjau dari kepemilikan perusahaan. Uji statistik
Kruskal-Wallis digunakan untuk melihat apakah terdapat perbedaan persepsi
manajemen ditinjau dari level manajemen dan latar belakang pendidikan.
3.6.3. Uji Hipotesis
Hipotesis 1:
Hipotesis pertama menggunakan uji hipotesis U-Mann-Whitney untuk
membandingkan persepsi manajemen BUMN/BUMD dan BUMS di Jawa Timur
terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi
kecurangan pada fungsi pembelian di tinjau dari kepemilikan perusahaan, yaitu
apakah BUMN/BUMD atau BUMS.
1. Menentukan Ho
Ho: Tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management
audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada
fungsi pembelian ditinjau dari kepemilikan perusahaan. (μ1 = μ2)
Ha: Terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada
fungsi pembelian ditinjau dari kepemilikan perusahaan. (μ1 ≠ μ2 )
2. Taraf nyata/signifikansi: α = 0,05
3. Uji statistik
a. Hitung peringkat gabungan kedua populasi.
b. Hitung R1 dan R2, yaitu peringkat tiap populasi.
c. Hitung Ua dan Ub dengan rumus
………………………………………………
(3)
…………………………………………….
(4)
U = selisih Ua dan Ub, dimana:
R1 = jumlah peringkat kelompok 1R2 = jumlah peringkat kelompok 2n1 = sampel kelompok 1n2 = sampel kelompok 2
4. Aturan pengambilan kesimpulan: tolak Ho bila U < tabel U
5. Menarik kesimpulan
Hipotesis 2:
Hipotesis kedua menggunakan uji hipotesis Kruskal Wallis untuk melihat perbedaan
persepsi manajemen terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah
dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari level manajemen,
yaitu top management, middle management dan lower management.
1. Menentukan Ho
Ho: Tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management
audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada
fungsi pembelian ditinjau dari level manajemen. (μ1 = μ2 = μ3)
Ha: Terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada
fungsi pembelian ditinjau dari level manajemen. (μ1 ≠ μ2 ≠ μ3)
2. Taraf nyata/signifikansi: α = 0,05
3. Uji Statistik
a. Beri peringkat gabungan
b. Hitung nilai H dengan rumus:
…………………………………………(5)
dimana,
Ri = jumlah peringkat setiap kelompokni = besarnya sampel setiap kelompokn = jumlah sampel semua kelompok
c. Hitung nilai kritis H berdasar tabel Chi-Square (X2), dimana:
α = 0,05df = K-1 (K adalah jumlah kelompok yang diteliti)
df = 3-1=2 Jadi, nilai kritis H berdasar tabel (X(0,05,2)) adalah 5,991
4. Aturan pengambilan keputusan: tolak Ho bila H > X(0,05,2)
5. Menarik kesimpulan
Hipotesis 3:
Hipotesis ketiga menggunakan uji hipotesis Kruskal Wallis untuk melihat perbedaan
persepsi manajemen terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah
dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari bidang studi
pendidikan, yaitu Psikologi/Sosiologi, Hukum/Kriminologi, Ekonomi, dan bidang
studi pendidikan lainnya.
1. Menentukan Ho
Ho: Tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management
audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan
pada fungsi pembelian ditinjau dari bidang studi pendidikan.
(μ1 = μ2 = μ3 =μ4)
Ha: Terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada
fungsi pembelian ditinjau dari bidang studi pendidikan manajemen.
(μ1 ≠ μ2 ≠ μ3 ≠ μ4)
2. Taraf nyata/signifikansi: α = 0,05
3. Uji Statistik
a. Beri peringkat gabungan
b. Hitung nilai H dengan rumus:
…………………………………………(6)
dimana,
Ri = jumlah peringkat setiap kelompokni = besarnya sampel setiap kelompokn = jumlah sampel semua kelompok
c. Hitung nilai kritis H berdasar tabel Chi-Square (X2), dimana:
α = 0,05
df = K-1 (K adalah jumlah kelompok yang diteliti)
df = 4-1=3
Jadi, nilai kritis H berdasar tabel (X(0,05,3)) adalah 7,815
4. Aturan pengambilan keputusan: tolak Ho bila H > X(0,05,3)
5. Menarik kesimpulan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Subyek dan Obyek Penelitian
4.1.1. Gambaran umum responden
Penelitian ini merupakan penelitian untuk mengetahui persepsi manajemen
Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah dan Badan Usaha Milik
Swasta di Jawa Timur terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah
dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian. Responden dalam penelitian ini
adalah manajemen perusahaan BUMN/BUMD dan BUMS yang menempati posisi
sebagai top management, middle management dan lower management.
Data yang diperoleh dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan Jawa
Timur menyebutkan bahwa berdasarkan data tahun 2005 di Provinsi Jawa Timur
terdapat 53 BUMN (tidak termasuk kantor-kantor cabang). Sedangkan jumlah
BUMD di Jawa Timur berdasarkan statistik keuangan BUMD yang dikeluarkan oleh
Badan Pusat Statistik Jakarta sebanyak 86 unit usaha. Secara keseluruhan jumlah
industri besar dan sedang menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi
Jawa Timur sebanyak 14.400 unit usaha.
Responden dalam penelitian ini berjumlah 84 responden yang berasal dari 35
Badan Usaha Milik Negara/Daerah dan Badan Usaha milik Swasta di Kota Surabaya,
Kabupaten Gresik dan Kabupaten Sidoarjo. Ketiga kota tersebut dipilih sebagai
sampel karena mempunyai karakteristik yang bisa mewakili karakteristik dari Badan
Usaha Milik Negara/Daerah dan Badan Usaha Milik Swasta di Jawa Timur pada
umumnya. Cukup banyaknya wilayah khusus industri pada Kota Surabaya,
Kabupaten Gresik dan Kabupaten Sidoarjo juga merupakan pertimbangan peneliti
dalam memilih kota untuk dijadikan sampel dilihat dari segi efisiensi biaya dan
waktu. Lokasi-lokasi yang terpusat memudahkan peneliti dalam mencapai responden,
karena dengan metode langsung minimal peneliti harus mendatangi responden
sebanyak dua kali.
BUMN/BUMD dan BUMS yang menjadi sampel penelitian bergerak di
bidang usaha yang bermacam-macam, baik manufaktur, dagang maupun jasa. Berikut
adalah uraian jenis-jenis usaha yang dilakukan BUMN/BUMD dan BUMS sampel
penelitian:
1. Industri gelas
2. Distributor farmasi
3. Industri Pestisida
4. Ekspor impor farmasi
5. Industri spring bed
6. Kontraktor furniture
7. Konstruksi bangunan, sipil dan
baja
8. Jasa surveyor
9. Asuransi kesehatan
10. Asuransi tenaga kerja
11. Percetakan
12. Industri cold storage
13. Industri karpet
14. Industri botol plastik
15. Industri dry cell
16. Industri resin sintetik
17. Industri kereta api
18. Industri semen
19. Industri logam
20. Industri elektronik
21. Industri kemasan
22. Distributor alat berat
23. Industri karpet mobil
24. Industri textil
25. Industri perhiasan emas
26. Industri telekomunikasi
Pengumpulan data responden dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara
yaitu metode langsung dan melalui perantara. Metode langsung dipilih dengan alasan
untuk efektifitas waktu dan agar peneliti dapat melakukan pendekatan secara
langsung dengan pihak responden dan memberikan penjelasan seperlunya. Pada
metode langsung peneliti mendatangi responden di perusahaan yang terpilih sebagai
sampel. Sebagian besar data responden dalam penelitian ini dikumpulkan lewat
metode langsung.
Metode perantara merupakan metode pengumpulan data melalui orang
tertentu yang pada umumnya memiliki hubungan dengan responden, misalnya
karyawan/staff, kerabat atau keluarga dari responden. Respon yang diperoleh lewat
metode perantara ini lebih baik dari pada metode langsung, baik dari segi waktu
maupun tingkat pengembalian kuesioner. Hal tersebut dikarenakan lewat metode
perantara peneliti memotong rantai birokrasi yang cukup panjang seperti halnya pada
metode langsung. Akan tetapi untuk mengumpulkan data lewat metode perantara
peneliti harus mempunyai relasi yang cukup banyak, yang dapat membantu dalam
pendistribusian kuesioner kepada responden.
4.1.2. Karakteristik responden
Komposisi dan klasifikasi atau karakteristik responden yang menjadi sampel
penelitian menurut data pribadi dapat diketahui pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1Deskripsi Responden Menurut Data Pribadi
Deskripsi RespondenKlasifikasi Responden Jumlah (responden) Persentase (%)Jenis Kelamin
Perempuan Laki-laki
2955
34,5265,48
Total 84 100Departemen/Divisi/Bagian
SPI/Internal Audit Akuntansi/Keuangan Pembelian/Pengadaan Penjualan Personalia dan Umum Produksi/Engineering Lain-lain
826752198
9,5230,958,335,9525,0010,719,52
Total 84 100Level Manajemen
Top Management Middle Management Lower Management
243129
28,5736,9034,52
Total 84 100Lama Jabatan
< 5 tahun 5 – 10 tahun > 10 tahun
53247
63,1028,578,33
Total 84 100Strata Pendidikan
SLTA Sarjana Muda/Diploma S1 S2
69618
7,1410,7172,629,52
Total 84 100Bidang Studi Pendidikan
Psikologi/Sosiologi Hukum/Kriminologi
58
5,959,52
Ekonomi Lain-lain
4526
53,5730,95
Total 84 100
Sumber : Data primer diolah
Kuesioner yang dikembalikan oleh responden sebanyak 87 eksemplar, akan
tetapi setelah melalui proses pengeditan maka hanya 84 eksemplar yang dinyatakan
layak untuk dianalisa lebih lanjut.
Dari Tabel 4.1 dapat diketahui komposisi dan klasifikasi atau karakteristik
responden menurut jenis kelamin, departemen, level manajemen, lama jabatan, strata
pendidikan dan bidang studi pendidikan responden. Terlihat dari tabel bahwa
sebagian besar responden adalah laki-laki (65,48%).
Dilihat dari departemen/divisi/bagian, sebagian besar responden berasal dari
departemen Akuntansi/Keuangan (30,95%). Hal ini dikarenakan pada saat
mendistribusikan kuesioner ke perusahaan peneliti biasanya akan langsung diarahkan
kepada departemen yang menangani bidang yang dianggap relevan dengan bidang
penelitian, meskipun peneliti tidak mengharuskan kuesioner untuk diisi oleh
departemen tertentu.
Dari level manajemen, terbaca dari tabel bahwa sebagian besar responden
berada pada level middle management (36,90%). Sebagian besar perusahaan
kesulitan untuk meminta kesediaan top management untuk menjadi responden,
terutama dikarenakan kesibukan yang tinggi dan beban tanggung jawab yang besar.
Top management biasanya akan mendelegasikan pengisian kuesioner ke manajemen
yang lebih rendah setelah sebelumnya memberikan disposisi persetujuan.
Sebagian besar responden dalam penelitian ini menempati posisi jabatannya
kurang dari 5 tahun (63,10%). Planned progression atau pemindahan karyawan
dalam saluran-saluran yang ditentukan melalui tingkatan-tingkatan organisasi yang
berbeda, penugasan sementara, rotasi jabatan dan promosi merupakan beberapa
metoda yang biasa digunakan untuk pengembangan karier didalam perusahaan.
Metoda pengembangan karier tersebut dikenal dengan istilah metoda on the job,
dengan demikian maka posisi manajemen tertentu seringkali diisi untuk jangka waktu
yang tidak terlalu panjang karena manajemen akan dipindahkan untuk melalui
jabatan-jabatan yang bermacam-macam dan berbeda-beda.
Strata pendidikan responden dalam penelitian ini sebagian besar adalah S1
(72,62%). Sangat tingginya responden dengan tingkat pendidikan S1 dikarenakan
rata-rata perusahaan saat ini mensyaratkan jenjang pendidikan minimal S1 dalam
merekrut karyawannya, terutama apabila mereka akan ditempatkan dalam posisi
manajemen. Promosi jabatan dalam perusahaan juga seringkali mensyaratkan jenjang
pendidikan tertentu.
Dilihat dari segi bidang studi pendidikan, sebagian besar responden berlatar
belakang bidang studi pendidikan ekonomi (53,57%). Penyebabnya adalah responden
yang mengisi kuesioner penelitian sebagian besar berasal dari departemen yang
menangani bidang yang relevan dengan penelitian yang diambil, yaitu departemen
Akuntansi/Keuangan, SPI/Internal Audit dan Pembelian/Pengadaan. Responden-
responden dari departemen-departemen tersebut sebagian besar berlatar belakang
bidang studi pendidikan ekonomi yaitu akuntansi, manajemen dan administrasi niaga.
Deskripsi responden penelitian menurut data perusahaan tempat responden
bekerja dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2Deskripsi Responden Menurut Data Perusahaan
Data RespondenKlasifikasi Perusahaan Jumlah (orang) Persentase (%)Kepemilikan Usaha
BUMN/BUMD BUMS
3648
42,8657,14
Total 84 100Bidang Usaha
Manufaktur Jasa Dagang
47325
55,9538,105,95
Total 84 100Sumber: Data primer diolah
Dari Tabel 4.2 terlihat bahwa sebagian besar responden berasal dari Badan
Usaha Milik Swasta (57,14%). Lebih banyaknya BUMS yang menjadi responden
dibandingkan BUMN/BUMD dikarenakan lokasi BUMS yang lebih terpusat
sehingga lebih mudah dicapai oleh peneliti. Lokasi BUMN/BUMD cenderung
terpencar di lokasi-lokasi yang berjauhan sehingga lebih sulit untuk dicapai.
Bidang usaha yang dilakukan perusahaan pada sebagian besar responden
adalah manufaktur (55,95%). Banyaknya responden dari perusahaan manufaktur
dikarenakan cukup besarnya jumlah perusahaan manufaktur di Jawa Timur. Dilihat
dari keadaan industri menurut kelompok industrinya, terdapat 2957 unit usaha untuk
kelompok industri logam, mesin, elektronika dan aneka dan 11443 unit usaha untuk
kelompok industri kimia, agro, dan hasil hutan di Jawa Timur menurut data
Departemen Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur pada tahun 2003.
Responden dalam penelitian ini sejumlah 84 orang yang berasal dari 35
BUMN/BUMD dan BUMS. Dari 35 perusahaan tersebut, 13 perusahaan merupakan
BUMN/BUMD dan 22 perusahaan merupakan BUMS. Dilihat dari audit yang pernah
dilakukan, sebanyak 76,9% BUMN/BUMD pernah melakukan management audit
dan hanya 40,91% BUMS yang pernah melakukan management audit. Perinciannya
bisa dilihat pada tabel 4.3 berikut ini.
Tabel 4.3Data Audit yang Dilakukan BUMN/BUMD dan BUMS Sampel
KepemilikanUsaha
Jumlah(persh.)
Audit yang pernah dilaksanakan
Keuangan Manajemen LainnyaTidak
PernahJumlah(persh.)
%Jumlah(persh.)
%Jumlah(persh.)
%Jumlah(persh.)
%
BUMN/BUMD 13 12 92,30 10 76,90 6 46,20 1 7,70BUMS 22 19 86,36 9 40,91 8 36,36 1 4,80Total 35 31 19 14 2
Sumber : Data primer diolah
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat 3 (tiga) variabel independen yang diteliti, yaitu
kepemilikan perusahaan, level manajemen dan bidang studi pendidikan manajemen.
Peneliti akan menguji apakah terdapat perbedaan persepsi manajemen
BUMN/BUMD dan BUMS di Jawa Timur tehadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian diinjau
dari variabel-variabel tersebut. Secara keseluruhan terdapat 51 item pertanyaan yang
dikelompokkan dalam empat determinan, yaitu pemahaman tentang konsep
managament audit, pemahaman tentang kecurangan, pemahaman mengenai fungsi
pembelian, dan pemahaman mengenai management audit dan kecurangan pada fungsi
pembelian. Data skor jawaban yang diperoleh dari masing-masing pertanyaan untuk
tiap variabel dapat dideskripsikan pada setiap uraian berikut ini.
4.2.1. Data jawaban responden ditinjau dari kepemilikan perusahaan
Ditinjau dari kepemilikan perusahaan, dalam penelitian ini responden
diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu Badan Usaha Milik Negara/Daerah
dan Badan Usaha Milik Swasta.
4.2.1.1. Responden Badan Usaha Milik Negara/Daerah
Distribusi jawaban responden Badan Usaha Milik Negara/Daerah terhadap
keempat determinan pertanyaan kuesioner dideskripsikan pada Tabel 4.4 berikut ini.
Tabel 4.4Distribusi Jawaban Responden BUMN/BUMD
No Determinan SS S TT TS STS Total1 Pemahaman tentang konsep management
audit191 287 39 45 14 576
2 Pemahaman tentang kecurangan 138 236 49 32 13 4683 Pemahaman mengenai fungsi pembelian 115 221 38 20 2 3964 Management audit dan kecurangan pada
fungsi pembelian131 213 31 20 1 396
Total 575 957 157 117 30 1836Sumber: Data primer diolah
Dari Tabel 4.4 terlihat bahwa secara keseluruhan responden BUMN/BUMD
mempunyai persepsi yang positif terhadap management audit sebagai strategi untuk
mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian. Dari 1836 total jumlah
jawaban terhadap 51 item pernyataan yang dijawab oleh 36 responden, sebagian
besar responden menyatakan setuju (52,12%) dan sangat setuju (31,32%). Dengan
demikian 83,44% pernyataan memperoleh respon positif dari responden.
4.2.1.2. Responden Badan Usaha Milik Swasta
Distribusi jawaban responden Badan Usaha Milik Swasta terhadap keempat
determinan pertanyaan kuesioner dideskripsikan pada Tabel 4.5 berikut ini.
Tabel 4.5Distribusi Jawaban Responden BUMS
No Determinan SS S TT TS STS Total1 Pemahaman tentang konsep
management audit169 447 70 78 4 768
2 Pemahaman tentang kecurangan 124 392 58 46 4 6243 Pemahaman mengenai fungsi pembelian 123 308 46 23 0 5284 Management audit dan kecurangan pada
fungsi pembelian69 407 50 30 0 528
Total 485 1544 214 177 8 2448Sumber: Data primer diolah
Dari Tabel 4.5 terlihat bahwa secara keseluruhan responden BUMS
mempunyai persepsi yang positif terhadap management audit sebagai strategi untuk
mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian. Dari 2448 total jumlah
jawaban terhadap 51 item pernyataan yang dijawab oleh 48 responden, sebagian
besar responden menyatakan setuju (63,07%) dan sangat setuju (19,81%). Dengan
demikian 82,88% pernyataan memperoleh respon positif dari responden.
4.2.2. Data jawaban responden ditinjau dari level manajemen
Ditinjau dari level manajemen, responden dalam penelitian ini
diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu responden dengan level manajemen
top management, middle management dan lower management.
4.2.2.1. Responden level top management
Distribusi jawaban responden level top management terhadap keempat
determinan pertanyaan kuesioner dideskripsikan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6Distribusi Jawaban Responden Level Top Management
No Determinan SS S TT TS STS Total1 Pemahaman tentang konsep
management audit89 228 26 36 5 384
2 Pemahaman tentang kecurangan 59 195 34 19 5 3123 Pemahaman mengenai fungsi pembelian 43 185 24 11 1 2644 Management audit dan kecurangan pada
fungsi pembelian28 203 20 13 0 264
Total 219 811 104 79 11 1224Sumber: Data primer diolah
Dari Tabel 4.6 terlihat bahwa secara keseluruhan responden level top
management mempunyai persepsi yang positif terhadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian. Dari
1224 total jumlah jawaban terhadap 51 item pernyataan yang dijawab oleh 24
responden, sebagian besar responden menyatakan setuju (66,26%) dan sangat setuju
(17,89%). Dengan demikian 84,15% pernyataan memperoleh respon positif dari
responden.
4.2.2.2. Responden level middle management
Distribusi jawaban responden level middle management terhadap keempat
determinan pertanyaan kuesioner dideskripsikan pada Tabel 4.7 berikut ini.
Tabel 4.7Distribusi Jawaban Responden Level Middle Management
No Determinan SS S TT TS STS Total1 Pemahaman tentang konsep
management audit137 276 36 44 3 496
2 Pemahaman tentang kecurangan 88 237 41 34 3 4033 Pemahaman mengenai fungsi pembelian 98 198 25 20 0 3414 Management audit dan kecurangan pada
fungsi pembelian71 226 27 16 1 341
Total 394 937 129 114 7 1581Sumber: Data primer diolah
Dari Tabel 4.7 terlihat bahwa secara keseluruhan responden level middle
management mempunyai persepsi yang positif terhadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian. Dari
1581 total jumlah jawaban terhadap 51 item pernyataan yang dijawab oleh 31
responden, sebagian besar responden menyatakan setuju (59,27%) dan sangat setuju
(24,92%). Dengan demikian 84,19% pernyataan memperoleh respon positif dari
responden.
4.2.2.3. Responden level lower management
Distribusi jawaban responden level lower management terhadap keempat
determinan pertanyaan kuesioner dideskripsikan pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8Distribusi Jawaban Responden Level Lower Management
No Determinan SS S TT TS STS Total1 Pemahaman tentang konsep
management audi.t134 230 47 43 10 464
2 Pemahaman tentang kecurangan 115 196 32 25 9 3773 Pemahaman mengenai fungsi pembelian 97 170 37 14 1 3194 Management audit dan kecurangan pada
fungsi pembelian101 167 32 19 0 319
Total 447 763 148 101 20 1479Sumber: Data primer diolah
Dari Tabel 4.8 terlihat bahwa secara keseluruhan responden level lower
management mempunyai persepsi yang positif terhadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian. Dari
1479 total jumlah jawaban terhadap 51 item pernyataan yang dijawab oleh 29
responden, sebagian besar responden menyatakan setuju (51,59%) dan sangat setuju
(30,22%). Dengan demikian 81,81% pernyataan memperoleh respon positif dari
responden.
4.2.3. Data jawaban responden ditinjau dari bidang studi pendidikan
Ditinjau dari bidang studi pendidikan, responden dalam penelitian ini
diklasifikasikan ke dalam empat kelompok, yaitu responden dengan bidang studi
pendidikan Psikologi/Sosiologi, Hukum/Kriminologi, Ekonomi dan bidang studi
lainnya, diluar ketiga kelompok tersebut.
4.2.3.1. Responden dengan bidang studi pendidikan Psikologi/Sosiologi
Distribusi jawaban responden dengan latar belakang bidang studi pendidikan
Psikologi/Sosiologi terhadap keempat determinan pertanyaan kuesioner
dideskripsikan pada Tabel 4.9 berikut ini.
Tabel 4.9Distribusi Jawaban Responden dengan Bidang Studi Pendidikan
Psikologi/Sosiologi
No Determinan SS S TT TS STS Total1 Pemahaman tentang konsep
management audit23 46 3 7 1 80
2 Pemahaman tentang kecurangan 18 35 5 6 1 653 Pemahaman mengenai fungsi pembelian 14 36 4 1 0 554 Management audit dan kecurangan pada
fungsi pembelian15 35 3 2 0 55
Total 70 152 15 16 2 255Sumber: Data primer diolah
Dari Tabel 4.9 terlihat bahwa responden dengan bidang studi pendidikan
Psikologi/Sosiologi mempunyai persepsi yang positif terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian.
Dari 255 total jumlah jawaban terhadap 51 item pernyataan yang dijawab oleh 5
responden, sebagian besar responden menyatakan setuju (59,61%) dan sangat setuju
(27,45%). Dengan demikian 87,06% pernyataan memperoleh respon positif dari
responden.
4.2.3.2. Responden dengan bidang studi pendidikan Hukum/Kriminologi
Distribusi jawaban responden dengan latar belakang bidang studi pendidikan
Hukum/Kriminologi terhadap keempat determinan pertanyaan kuesioner
dideskripsikan pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10Distribusi Jawaban Responden dengan Bidang Studi Pendidikan
Hukum/Kriminologi
No Determinan SS S TT TS STS Total1 Pemahaman tentang konsep
management audit40 61 10 14 3 128
2 Pemahaman tentang kecurangan 31 50 15 8 0 1043 Pemahaman mengenai fungsi pembelian 22 54 7 5 0 884 Management audit dan kecurangan pada
fungsi pembelian18 49 13 8 0 88
Total 111 214 45 35 3 408Sumber: Data primer diolah
Dari Tabel 4.10 terlihat bahwa responden dengan bidang studi pendidikan
Hukum/Kriminologi mempunyai persepsi yang positif terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian.
Dari 408 total jumlah jawaban terhadap 51 item pernyataan yang dijawab oleh 8
responden, sebagian besar responden menyatakan setuju (52,45%) dan sangat setuju
(27,21%). Dengan demikian 79,66% pernyataan memperoleh respon positif dari
responden dengan bidang studi pendidikan Hukum/Kriminologi.
4.2.3.3. Responden dengan bidang studi pendidikan Ekonomi
Distribusi jawaban responden dengan latar belakang bidang studi pendidikan
Hukum/Kriminologi terhadap keempat determinan pertanyaan kuesioner
dideskripsikan pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11Distribusi Jawaban Responden dengan Bidang Studi Pendidikan Ekonomi
No Determinan SS S TT TS STS Total1 Pemahaman tentang konsep
management audit206 394 56 53 11 720
2 Pemahaman tentang kecurangan 150 333 56 34 12 5853 Pemahaman mengenai fungsi pembelian 136 293 44 20 2 4954 Management audit dan kecurangan pada
fungsi pembelian120 320 39 16 0 495
Total 612 1340 195 123 25 2295Sumber: Data primer diolah
Dari Tabel 4.11 terlihat bahwa secara keseluruhan responden dengan bidang
studi pendidikan Ekonomi mempunyai persepsi yang positif terhadap management
audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi
pembelian. Dari 2295 total jumlah jawaban terhadap 51 item pernyataan yang
dijawab oleh 45 responden, sebagian besar responden menyatakan setuju (58,39%)
dan sangat setuju (26,67%). Dengan demikian 85,06% pernyataan memperoleh
respon positif dari responden.
4.2.3.4. Responden dengan bidang studi pendidikan lainnya
Distribusi jawaban responden dengan latar belakang bidang studi pendidikan
lainnya yaitu bidang studi pendidikan selain Psikologi/Sosiologi, Hukum/Kriminologi
dan Ekonomi terhadap keempat determinan pertanyaan kuesioner dideskripsikan pada
Tabel 4.12.
Tabel 4.12Distribusi Jawaban Responden dengan Bidang Studi Pendidikan Selain
Psikologi/Sosiologi, Hukum/Kriminologi dan Ekonomi
No Determinan SS S TT TS STS Total1 Pemahaman tentang konsep
management audit91 233 40 49 3 416
2 Pemahaman tentang kecurangan 63 210 31 30 4 3383 Pemahaman mengenai fungsi pembelian 66 170 31 19 0 2864 Management audit dan kecurangan pada
fungsi pembelian47 192 24 22 1 286
Total 267 805 126 120 8 1326Sumber: Data primer diolah
Dari Tabel 4.12 terlihat bahwa secara keseluruhan responden dengan bidang
studi pendidikan lainnya diluar ketiga kelompok yang sudah disebutkan seperti
Teknik, Manajemen Informatika, Sastra, Teknologi Pertanian dan Administrasi
Negara mempunyai persepsi yang positif terhadap management audit sebagai strategi
untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian. Dari 1326 total
jumlah jawaban terhadap 51 item pernyataan yang dijawab oleh 26 responden,
sebagian besar responden menyatakan setuju (60,71%) dan sangat setuju (20,14%).
Dengan demikian 80,85% pernyataan memperoleh respon positif dari responden.
4.3. Analisa Data dan Pengujian Hipotesis
4.3.1. Uji Instrumen
Sebelum dilakukan analisa terhadap data jawaban responden, dalam penelitian
ini dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas terhadap instrumen yang digunakan
untuk mengukur variabel yang akan diteliti agar hasil penelitian yang diperoleh
benar-benar sesuai dengan tujuan penelitian.
4.3.1.1. Uji validitas
Uji Validitas digunakan untuk mengukur tingkat kevalidan item-item
pernyataan dalam kuesioner. Suatu item pernyataan dianggap valid apabila
pernyataan tersebut mampu mengukur apa yang hendaknya diukur dan mampu
mengungkapkan apa yang ingin diungkapkan dalam penelitian. Apabila terdapat
korelasi antara komponen-komponen konstruk yang satu dengan yang lainnya, maka
konstruk tersebut memiliki validitas.
Secara sederhana, hasil uji validitas disajkan dalam Tabel 4.13 berikut ini:
Tabel 4.13Hasil Uji Validitas (Korelasi produk momen Pearson)
No DeterminanItem
PertanyaanKoefisien Korelasi
r-kritis(taraf
sig.5%)Ket.
1 Pemahaman tentang kosep management audit
1 – 16 0.305-0.557 0.2172 Valid
2 Pemahaman tentang kecurangan
17 – 26,28-29
0.231-0.581 0.2172 Valid
3 Pemahaman mengenai fungsi pembelian
30 - 40 0.289-0.598 0.2172 Valid
4 Management audit dan kecurangan pada fungsi pembelian
41 - 51 0.322-0.683 0.2172 Valid
Sumber : Data primer diolah
Teknik korelasi yang digunakan adalah korelasi produk momen Pearson
dengan tingkat signifikansi 5%. Secara statistik, angka korelasi yang diperoleh harus
dibandingkan dengan angka kritik Tabel korelasi nilai –r yang bisa dilihat pada
Lampiran 1. Angka korelasi diperoleh lewat pengolahan data dengan menggunakan
program SPSS versi 12, hasil lengkapnya bisa dilihat pada lampiran.
Dengan taraf signifikansi sebesar 5% dan jumlah responden sebanyak 84
orang, diperoleh angka kritis r-tabel adalah 0,2172 pada Df = 82. Dari tabel diatas
dapat dilihat bahwa secara keseluruhan dari 51 item pernyataan sebanyak 50 item
dinyatakan valid. Dengan demikian 50 item pernyataan tersebut memiliki construct
validity, karena terdapat konsistensi internal dalam pernyataan-pernyataan tersebut.
Konsistensi internal menunjukkan bahwa item-item pernyataan tersebut mengukur
aspek yang sama.
Item pernyataan no. 27 pada determinan pemahaman tentang kecurangan
selanjutnya tidak ikut diuji karena dinyatakan tidak valid setelah melalui uji validitas,
kaarena angka korelasi yang diperoleh dibawah angka kritis r-tabel, yaitu 0,153. Isi
item pernyataan no. 27 adalah manajemen atau karyawan mungkin didorong atau
berada dibawah tekanan yang memotivasi mereka untuk melakukan kecurangan.
Kemungkinan pernyataan tersebut masih kurang baik susunan kata-kata atau
kalimatnya atau bermakna ambigu sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda.
Selanjutnya, 50 item pernyataan yang dinyatakan valid harus diuji
reliabilitasnya untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dan dapat dipercaya.
4.3.1.2. Uji reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui keandalan instrumen yang
digunakan. Uji reliabilitas dilakukan hanya untuk pernyataan yang dinyatakan valid
saja. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah instrumen pengukur memiliki
konsistensi bila digunakan mengukur gejala yang sama.
Uji reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik
Cronbach’s Alpha. Pengolahan data untuk uji reliabilitas ini menggunakan program
SPSS versi 12. Teknik Cronbach’s Alpha merupakan pengukuran reliabilitas dengan
menggunakan pendekatan reliabilitas konsistensi internal. Peneliti memilih untuk
menggunakan pendekatan reliabilitas konsistensi internal karena dengan pendekatan
ini peneliti hanya perlu melakukan sekali pengujian terhadap skor jawaban responden
yang dihasilkan dari penggunaan instrumen pengukur. Konsep reliabilitas menurut
pendekatan ini adalah konsistensi diantara butir-butir pernyataan dalam suatu
instrumen. Suatu instrumen akan semakin reliabel apabila koefisien alphanya
semakin mendekati nilai 1. Setelah dilakukan uji reliabilitas, ke 50 item pernyataan
yang duji tersebut dinyatakan reliabel dengan koefisien alpha 0,928 karena nilainya
diatas nilai batas untuk reliabilitas yang dapat diterima. Meskipun bukan merupakan
standar mutlak, nilai batas yang umumnya digunakan untuk reliabilitas yang bisa
diterima adalah 0,70. Hasil pengujian secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.
4.3.2. Analisis Data
Setelah data dinyatakan valid dan reliabel maka data dapat dianalisa untuk
menjawab permasalahan penelitian. Proses selanjutnya adalah analisa data untuk
menjawab pertanyaan penelitian, yaitu apakah terdapat perbedaan persepsi
manajemen BUMN/BUMD di Jawa Timur terhadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian.
Dalam penelitian ini ada tiga variabel independen yang dianggap peneliti
berpengaruh terhadap persepsi manajemen yang dihasilkan, yaitu kepemilikan
perusahaan, bidang studi pendidikan dan level manajemen. Metode pengujian yamg
digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik non parametik U-Mann Whitney
dan Kruskal Wallis. Uji U-Mann Whitney digunakan untuk menganalisa perbedaan
antara dua kelompok, sedangkan uji Kruskal Wallis digunakan untuk menguji
perbedaan lebih dari dua kelompok responden. Pengolahan data untuk menguji
perbedaan menggunakan program SPSS versi 12.
Pada setiap hipotesis, dilakukan analisa terhadap masing-masing determinan
pernyataan dalam kuesioner dan secara agregat terhadap keseluruhan item pernyataan
dalam kuesioner. Dengan demikian, terdapat lima sub hipotesis pada tiap-tiap
hipotesis, yaitu terhadap determinan pemahaman tentang konsep management audit,
determinan pemahaman tentang kecurangan, determinan pemahaman mengenai
fungsi pembelian, determinan management audit dan kecurangan pada fungsi
pembelian dan terhadap item-item pernyataan secara keseluruhan.
4.3.3. Uji Hipotesis
Hipotesis 1: Terdapat perbedaan persepsi manajemen BUMN/BUMD dan
BUMS di Jawa Timur terhadap management audit sebagai strategi untuk
mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari
kepemilikan perusahaan
Ditinjau dari kepemilikan perusahaan, peneliti mengklasifikasikan responden
kedalam dua kelompok yaitu responden BUMN/BUMD dan responden BUMS.
Untuk melihat ada tidaknya perbedaan persepsi manajemen dilihat dari kepemilikan
perusahaan digunakan uji hipotesis U-Mann-Whitney. Uji ini digunakan untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan ukuran pemusatan antara dua kelompok.
Deskripsi secara ringkas hasil pengujian untuk tiap determinan disajikan dalam
Tabel 4.14, sedangkan hasil pengujian secara agregat disajikan dalam Tabel 4.15.
Tabel 4.14Hasil Uji U-Mann Whitney Persepsi Manajemen Ditinjau dari Kepemilikan
Perusahaan Pada Tiap Determinan
DeterminanMean Rank Uji Statistik
BUMN/D BUMSMann
WhitneyZ_Score
Sig. (2 tailed)
Pemahaman tentang konsep management audit
46.49 39.51 720.500 -1.301 0.193
Pemahaman tentang kecurangan
43.75 41.56 819.000 -0.408 0.683
Pemahaman mengenai fungsi pembelian
40.47 44.02 791.000 -0.663 0.508
Management audit dan kecurangan pada fungsi pembelian
47.75 38.56 675.000 -1.718 0.086
Sumber : Data primer diolah
Tabel 4.15Hasil Uji U-Mann Whitney Persepsi Manajemen Ditinjau dari Kepemilikan
Perusahaan Secara Agregat
Mean Rank Uji Statistik
BUMN/D BUMSMann
WhitneyZ_Score
Sig. (2 tailed)
45.28 40.42 764.000 -0.904 0.366
Sumber : Data primer diolah
A. Terhadap determinan pemahaman tentang konsep management audit
1. Ho:Tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi
pembelian ditinjau dari kepemilikan perusahaan. (μ1=μ2)
Ha: Terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian
ditinjau dari kepemilikan perusahaan. (μ1≠μ2)
2. Taraf nyata/signifikansi: α = 0,05
3. Uji Statistik
Dengan menggunakan program SPSS 12 diperoleh hasil uji U-Mann Whitney
sebesar 720,500 dan hasil uji Z sebesar -1,302. Hasil ini bisa dilihat pada Tabel
4.14. Karena n1 = 36 dan n2 = 48, dengan demikian kedua sampel masing-
masing lebih besar dari 10, maka kita bisa menggunakan hasil uji Z (Clave,
2001).
4. Aturan pengambilan keputusan:
tolak Ho bila U < tabel U atau
tolak Ho jika |Z hitung| > Zα/2
5. Dengan menggunakan tingkat signifikansi pengujian 0,05, maka nilai tabel Zα/2 =
Z0,05/2 = Z0,025 = 1,96. Tabel Z bisa dilihat pada Lampiran 3.
Kesimpulan: karena |Z hitung| = 1,302 < Z0,025 = 1,96, maka belum cukup bukti
untuk menolak Ho, jadi Ho diterima.
Dengan demikian dari hasil uji hipotesis tidak terdapat perbedaan persepsi
manajemen terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan
mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari kepemilikan perusahaan
terhadap determinan pemahaman tentang konsep management audit.
B. Terhadap determinan pemahaman tentang kecurangan
1. Ho:Tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi
pembelian ditinjau dari kepemilikan perusahaan. (μ1=μ2)
Ha: Terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian
ditinjau dari kepemilikan perusahaan. (μ1≠μ2)
2. Taraf nyata/signifikansi: α = 0,05
3. Uji Statistik
Dengan menggunakan program SPSS 12 diperoleh hasil uji U-Mann Whitney
sebesar 819,000 dan hasil uji Z sebesar -0,408. Hasil ini bisa dilihat pada Tabel
4.14.
4. Aturan pengambilan keputusan:
tolak Ho bila U < tabel U atau
tolak Ho jika |Z hitung| > Zα/2
5. Dengan menggunakan tingkat signifikansi pengujian 0,05, maka nilai tabel Zα/2 =
Z0,05/2 = Z0,025 = 1,96. Tabel Z bisa dilihat pada Lampiran 3.
Kesimpulan: karena |Z hitung| = 0,408 < Z0,025 = 1,96, maka belum cukup bukti
untuk menolak Ho, jadi Ho diterima.
Dengan demikian dari hasil uji hipotesis tidak terdapat perbedaan persepsi
manajemen terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan
mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari kepemilikan perusahaan
terhadap determinan pemahaman tentang kecurangan.
C. Terhadap determinan pemahaman mengenai fungsi pembelian
1. Ho:Tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi
pembelian ditinjau dari kepemilikan perusahaan. (μ1=μ2)
Ha: Terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian
ditinjau dari kepemilikan perusahaan. (μ1≠μ2)
2. Taraf nyata/signifikansi: α = 0,05
3. Uji Statistik
Dengan menggunakan program SPSS 12 diperoleh hasil uji U-Mann Whitney
sebesar 791,000 dan hasil uji Z sebesar -0,663. Hasil ini bisa dilihat pada Tabel
4.14.
4. Aturan pengambilan keputusan:
tolak Ho bila U < tabel U atau
tolak Ho jika |Z hitung| > Zα/2
5. Dengan menggunakan tingkat signifikansi pengujian 0,05, maka nilai tabel Zα/2 =
Z0,05/2 = Z0,025 = 1,96. Tabel Z bisa dilihat pada Lampiran 3.
Kesimpulan: karena |Z hitung| = 0,663 < Z0,025 = 1,96, maka belum cukup bukti
untuk menolak Ho, jadi Ho diterima.
Dengan demikian dari hasil uji hipotesis tidak terdapat perbedaan persepsi
manajemen terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan
mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari kepemilikan perusahaan
terhadap determinan pemahaman mengenai fungsi pembelian.
D. Terhadap determinan management audit dan kecurangan pada fungsi
pembelian
1. Ho:Tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi
pembelian ditinjau dari kepemilikan perusahaan. (μ1=μ2)
Ha: Terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian
ditinjau dari kepemilikan perusahaan. (μ1≠μ2)
2. Taraf nyata/signifikansi: α = 0,05
3. Uji Statistik
Dengan menggunakan program SPSS 12 diperoleh hasil uji U-Mann Whitney
sebesar 675,000 dan hasil uji Z sebesar -1,718. Hasil ini bisa dilihat pada Tabel
4.14.
4. Aturan pengambilan keputusan:
tolak Ho bila U < tabel U atau
tolak Ho jika |Z hitung| > Zα/2
5. Dengan menggunakan tingkat signifikansi pengujian 0,05, maka nilai tabel Zα/2 =
Z0,05/2 = Z0,025 = 1,96. Tabel Z bisa dilihat pada Lampiran 3.
Kesimpulan: karena |Z hitung| = 1,718 < Z0,025 = 1,96, maka belum cukup bukti
untuk menolak Ho, jadi Ho diterima.
Dengan demikian, dari hasil uji hipotesis tidak terdapat perbedaan persepsi
manajemen terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan
mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari kepemilikan perusahaan
terhadap determinan pemahaman tentang konsep management audit.
E. Secara agregat terhadap keseluruhan item pertanyaan kuesioner
1. Ho:Tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi
pembelian ditinjau dari kepemilikan perusahaan. (μ1=μ2)
Ha: Terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian
ditinjau dari kepemilikan perusahaan. (μ1≠μ2)
2. Taraf nyata/signifikansi: α = 0,05
3. Uji Statistik
Dengan menggunakan program SPSS 12 diperoleh hasil uji U-Mann Whitney
sebesar 764,00 dan hasil uji Z sebesar -0,904. Hasil ini bisa dilihat pada Tabel
4.15.
4. Aturan pengambilan keputusan:
tolak Ho bila U < tabel U atau
tolak Ho jika |Z hitung| > Zα/2
5. Dengan menggunakan tingkat signifikansi pengujian 0,05, maka nilai tabel Zα/2 =
Z0,05/2 = Z0,025 = 1,96. Tabel Z bisa dilihat pada Lampiran 3.
Kesimpulan: karena |Z hitung| = 0,904 < Z0,025 = 1,96, maka belum cukup bukti
untuk menolak Ho, jadi Ho diterima.
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi
manajemen terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan
mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari kepemilikan perusahaan
secara agregat terhadap keseluruhan item pernyataan kuesioner. Keseluruhan item
pernyataan dalam kuesioner digunakan untuk mengukur persepsi manajemen
BUMN/BUMD dan BUMS di Jawa Timur terhadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian, maka
ditinjau dari kepemilikan perusahaan tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen
BUMN/BUMD dan BUMS di Jawa Timur terhadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian.
Hipotesis 2: Terdapat perbedaan persepsi manajemen BUMN/BUMD dan
BUMS di Jawa Timur terhadap management audit sebagai strategi untuk
mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari level
manajemen
Ditinjau dari level manajemen dalam penelitian ini responden diklasifikasikan
kedalam tiga kelompok, yaitu responden dengan level manajemen top management,
middle management dan lower management. Alat uji yang digunakan untuk
mengetahui perbedaan persepsi dari masing-masing kelompok adalah uji Kruskal
Wallis. Deskripsi secara ringkas hasil pengujian terhadap tiap-tiap determinan
disajikan dalam Tabel 4.16 dan secara agregat pada Tabel 4.17.
Tabel 4.16Hasil Uji Kruskal Wallis Persepsi Manajemen Ditinjau dari Level Manajemen
Pada Tiap Determinan
DeterminanMean Rank Kruskal Wallis
Top Middle LowerChi-
SquareSig.
Pemahaman tentang konsep management audit
41.60 45.40 40.14 0.748 0.688
Pemahaman tentang kecurangan 37.98 42.29 46.47 1.601 0.449Pemahaman mengenai fungsi pembelian
38.21 44.34 44.09 1.051 0.591
Management audit dan kecurangan pada fungsi pembelian
37.10 43.85 45.52 1.733 0.420
Sumber : Data primer diolah
Tabel 4.17 Hasil Uji Kruskal Wallis Persepsi Manajemen Ditinjau dari Level Manajemen
Secara Agregat Mean Rank Kruskal Wallis
Top Middle Lower Chi-Square Sig.
37.94 44.34 44.31 1.177 0.555
Sumber : Data primer diolah
A. Terhadap determinan pemahaman tentang konsep management audit
1. Ho:Tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi
pembelian ditinjau dari level manajemen. (μ1=μ2=μ3)
Ha: Terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian
ditinjau dari level manajemen. (μ1≠μ2≠μ3)
2. Taraf nyata/signifikansi: α = 0,05
3. Uji Statistik
a. Dengan menggunakan program SPSS 12 diperoleh hasil uji Kruskal Wallis
nilai H sebesar 0,748. Hasil ini bisa dilihat pada Tabel 4.16.
b. Nilai kritis H berdasar tabel Chi-Square (χ2), dimana:
α = 0,05
df = K-1 (K adalah jumlah kelompok yang diteliti) = 3-1 = 2
Jadi, nilai kritis H berdasar tabel (χ2 (0,05,2)) adalah 5,991. Tabel bisa dilihat
pada Lampiran 4.
4. Aturan pengambilan keputusan: tolak Ho bila H > χ2(0,05,2)
5. Kesimpulan: karena H = 0,748 < χ2(0,05,2)= 5,991 maka belum cukup bukti untuk
menolak Ho, jadi Ho diterima.
Dengan demikian dari hasil uji hipotesis tidak terdapat perbedaan persepsi
manajemen terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan
mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari level manajemen
terhadap determinan pemahaman tentang konsep management audit.
B. Terhadap determinan pemahaman tentang kecurangan
1. Ho:Tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi
pembelian ditinjau dari level manajemen. (μ1=μ2=μ3)
Ha: Terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian
ditinjau dari level manajemen. (μ1≠μ2≠μ3)
2. Taraf nyata/signifikansi: α = 0,05
3. Uji Statistik
a. Dengan menggunakan program SPSS 12 diperoleh hasil uji Kruskal Wallis
nilai H sebesar 1,601. Hasil ini bisa dilihat pada Tabel 4.16.
b. Nilai kritis H berdasar tabel Chi-Square (χ2), dimana:
α = 0,05
df = K-1 (K adalah jumlah kelompok yang diteliti) = 3-1 = 2
Jadi, nilai kritis H berdasar tabel (χ2 (0,05,2)) adalah 5,991. Tabel bisa dilihat
pada Lampiran 4.
4. Aturan pengambilan keputusan: tolak Ho bila H > χ2(0,05,2)
5. Kesimpulan: karena H = 1,601 < χ2(0,05,2)= 5,991 maka belum cukup bukti untuk
menolak Ho, jadi Ho diterima.
Dengan demikian dari hasil uji hipotesis tidak terdapat perbedaan persepsi
manajemen terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan
mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari level manajemen
terhadap determinan pemahaman tentang kecurangan.
C. Terhadap determinan pemahaman akan fungsi pembelian
1. Ho:Tidak ada perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi
pembelian ditinjau dari level manajemen. (μ1=μ2=μ3)
Ha: Terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian
ditinjau dari level manajemen. (μ1≠μ2≠μ3)
2. Taraf nyata/signifikansi: α = 0,05
3. Uji Statistik
a. Dengan menggunakan program SPSS 12 diperoleh hasil uji Kruskal Wallis
nilai H sebesar 1,051. Hasil ini bisa dilihat pada Tabel 4.16.
b. Nilai kritis H berdasar tabel Chi-Square (χ2), dimana:
α = 0,05
df = K-1 (K adalah jumlah kelompok yang diteliti) = 3-1 = 2
Jadi, nilai kritis H berdasar tabel (χ2 (0,05,2)) adalah 5,991. Tabel bisa dilihat
pada Lampiran 4.
4. Aturan pengambilan keputusan: tolak Ho bila H > χ2(0,05,2)
5. Kesimpulan: karena H = 1,051 < χ2(0,05,2)= 5,991 maka belum cukup bukti untuk
menolak Ho, jadi Ho diterima.
Dengan demikian dari hasil uji hipotesis tidak terdapat perbedaan persepsi
manajemen terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan
mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari level manajemen
terhadap determinan pemahaman mengenai fungsi pembelian.
D. Terhadap determinan management audit dan kecurangan pada fungsi
pembelian
1. Ho:Tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi
pembelian ditinjau dari level manajemen. (μ1=μ2=μ3)
Ha: Terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian
ditinjau dari level manajemen. (μ1≠μ2≠μ3)
2. Taraf nyata/signifikansi: α = 0,05
3. Uji Statistik
a. Dengan menggunakan program SPSS 12 diperoleh hasil uji Kruskal Wallis
nilai H sebesar 1,733. Hasil ini bisa dilihat pada Tabel 4.16.
b. Nilai kritis H berdasar tabel Chi-Square (χ2), dimana:
α = 0,05
df = K-1 (K adalah jumlah kelompok yang diteliti) = 3-1 = 2
Jadi, nilai kritis H berdasar tabel (χ2 (0,05,2)) adalah 5,991. Tabel bisa dilihat
pada Lampiran 4.
4. Aturan pengambilan keputusan: tolak Ho bila H > χ2(0,05,2)
5. Kesimpulan: karena H = 1,733 < χ2(0,05,2)= 5,991 maka belum cukup bukti untuk
menolak Ho, jadi Ho diterima.
Dengan demikian dari hasil uji hipotesis tidak terdapat perbedaan persepsi
manajemen terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan
mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari level manajemen
terhadap determinan management audit dan kecurangan pada fungsi pembelian.
E. Secara agregat terhadap seluruh item-item pernyataan kuesioner
1. Ho:Tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi
pembelian ditinjau dari level manajemen. (μ1=μ2=μ3)
Ha: Terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian
ditinjau dari level manajemen. (μ1≠μ2≠μ3)
2. Taraf nyata/signifikansi: α = 0,05
3. Uji Statistik
a. Dengan menggunakan program SPSS 12 diperoleh hasil uji Kruskal Wallis
nilai H sebesar 1,177. Hasil ini bisa dilihat pada Tabel 4.17.
b. Nilai kritis H berdasar tabel Chi-Square (χ2), dimana:
α = 0,05
df = K-1 (K adalah jumlah kelompok yang diteliti) = 3-1 = 2
Jadi, nilai kritis H berdasar tabel (χ2 (0,05,2)) adalah 5,991. Tabel bisa dilihat
pada Lampiran 4.
4. Aturan pengambilan keputusan: tolak Ho bila H > χ2(0,05,2)
5. Kesimpulan: karena H = 1,177 < χ2(0,05,2)= 5,991 maka belum cukup bukti untuk
menolak Ho, jadi Ho diterima.
Dengan demikian dari hasil uji hipotesis tidak terdapat perbedaan persepsi
manajemen terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan
mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari level manajemen secara
agregat terhadap keseluruhan item pernyataan kuesioner. Karena keseluruhan item
pernyataan dalam kuesioner digunakan untuk mengukur persepsi manajemen
BUMN/BUMD dan BUMS di Jawa Timur terhadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian, maka
kesimpulannya ditinjau dari level manajemen tidak terdapat perbedaan persepsi
manajemen BUMN/BUMD dan BUMS di Jawa Timur terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian.
Hipotesis 3: Terdapat perbedaan persepsi manajemen BUMN/BUMD dan
BUMS di Jawa Timur terhadap management audit sebagai strategi untuk
mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari
bidang studi pendidikan
Ditinjau dari bidang studi pendidikan dalam penelitian ini responden
diklasifikasikan kedalam empat kelompok, yaitu responden dengan latar belakang
bidang studi pendidikan Psikologi/Sosiologi, Hukum/Kriminologi, Ekonomi dan
bidang studi pendidikan lainnya. Alat uji yang digunakan untuk mengetahui
perbedaan persepsi dari masing-masing kelompok adalah uji Kruskal Wallis.
Deskripsi secara ringkas hasil pengujian untuk tiap-tiap determinan disajikan dalam
Tabel 4.18 sedangkan hasil pengujian untuk item-item pertanyaan secara agregat
disajikan dalam Tabel 4.19.
Tabel 4.18Hasil Uji Kruskal Wallis Persepsi Manajemen Ditinjau dari Latar Belakang
Bidang Studi Pendidikan Pada Tiap Determinan
DeterminanMean Rank Kruskal Wallis
Psikologi/Sosiologi
Hukum/Kriminologi
EkonomiLain-lain
Chi-Square
Sig.
Pemahaman tentang konsep management audit
45.40 41.38 45.18 37.65 1.667 0.644
Pemahaman tentang kecurangan
39.10 45.44 44.72 38.40 1.326 0.723
Pemahaman mengenai fungsi pembelian
46.40 39.75 46.20 36.19 3.029 0.387
Management audit dan kecurangan pada fungsi pembelian
43.80 31.63 47.51 36.92 4.918 0.178
Sumber : Data primer diolah
Tabel 4.19Hasil Uji Kruskal Wallis Persepsi Manajemen Ditinjau dari Latar Belakang
Bidang Studi Pendidikan Secara Agregat Mean Rank Kruskal Wallis
Psikologi/Sosiologi
Hukum/Kriminologi
Ekonomi Lain-lain Chi-Square Sig.
40.30 39.44 46.71 36.58 3.045 0.385Sumber : Data primer diolah
A. Terhadap determinan pemahaman tentang konsep management audit
1. Ho:Tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi
pembelian ditinjau dari level manajemen. (μ1=μ2=μ3=μ4)
Ha: Terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian
ditinjau dari level manajemen. (μ1≠μ2≠μ3≠μ4)
2. Taraf nyata/signifikansi: α = 0,05
3. Uji Statistik
a. Dengan menggunakan program SPSS 12 diperoleh hasil uji Kruskal Wallis
nilai H sebesar 1,667. Hasil ini bisa dilihat pada Tabel 4.18.
b. Nilai kritis H berdasar tabel Chi-Square (χ2), dimana:
α = 0,05
df = K-1 (K adalah jumlah kelompok yang diteliti) = 4-1 = 3
Jadi, nilai kritis H berdasar tabel (χ2 (0,05,3)) adalah 7,815. Tabel bisa dilihat
pada Lampiran 4.
4. Aturan pengambilan keputusan: tolak Ho bila H > χ2(0,05,3)
5. Kesimpulan: karena H = 1,667 < χ2(0,05,)= 7,815 maka belum cukup bukti untuk
menolak Ho, jadi Ho diterima.
Dengan demikian dari hasil uji hipotesis tidak terdapat perbedaan persepsi
manajemen terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan
mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari bidang studi pendidikan
responden terhadap determinan pemahaman tentang konsep management audit.
B. Terhadap determinan pemahaman tentang kecurangan
1. Ho:Tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi
pembelian ditinjau dari level manajemen. (μ1=μ2=μ3= μ4)
Ha: Terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian
ditinjau dari level manajemen. (μ1≠μ2≠μ3≠μ4)
2. Taraf nyata/signifikansi: α = 0,05
3. Uji Statistik
a. Dengan menggunakan program SPSS 12 diperoleh hasil uji Kruskal Wallis
nilai H sebesar 1,326. Hasil ini bisa dilihat pada Tabel 4.18.
b. Nilai kritis H berdasar tabel Chi-Square (χ2), dimana:
α = 0,05
df = K-1 (K adalah jumlah kelompok yang diteliti) = 4-1 = 3
Jadi, nilai kritis H berdasar tabel (χ2 (0,05,2)) adalah 7,815. Tabel bisa dilihat
pada Lampiran 4.
4. Aturan pengambilan keputusan: tolak Ho bila H > χ2(0,05,3)
5. Kesimpulan: karena H = 1,326 < χ2(0,05,3)= 7,815 maka belum cukup bukti untuk
menolak Ho, jadi Ho diterima.
Dengan demikian dari hasil uji hipotesis tidak terdapat perbedaan persepsi
manajemen terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan
mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari bidang studi terhadap
determinan pemahaman tentang kecurangan.
C. Terhadap determinan pemahaman akan fungsi pembelian
1. Ho:Tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi
pembelian ditinjau dari level manajemen. (μ1=μ2=μ3=μ4)
Ha: Terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian
ditinjau dari level manajemen. (μ1≠μ2≠μ3≠μ4)
2. Taraf nyata/signifikansi: α = 0,05
3. Uji Statistik
a. Dengan menggunakan program SPSS 12 diperoleh hasil uji Kruskal Wallis
nilai H sebesar 3,029. Hasil ini bisa dilihat pada Tabel 4.18.
b. Nilai kritis H berdasar tabel Chi-Square (χ2), dimana:
α = 0,05
df = K-1 (K adalah jumlah kelompok yang diteliti) = 4-1 = 3
Jadi, nilai kritis H berdasar tabel (χ2 (0,05,3)) adalah 7,815. Tabel bisa dilihat
pada Lampiran 4.
4. Aturan pengambilan keputusan: tolak Ho bila H > χ2(0,05,3)
5. Kesimpulan: karena H = 3,029 < χ2(0,05,3)= 7,815 maka belum cukup bukti untuk
menolak Ho, jadi Ho diterima.
Dengan demikian dari hasil uji hipotesis tidak terdapat perbedaan persepsi
manajemen terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan
mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari bidang studi pendidikan
responden terhadap determinan pemahaman mengenai fungsi pembelian.
D. Terhadap determinan management audit dan kecurangan pada fungsi
pembelian
1. Ho:Tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi
pembelian ditinjau dari level manajemen. (μ1=μ2=μ3=μ4)
Ha: Terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian
ditinjau dari level manajemen. (μ1≠μ2≠μ3≠μ4)
2. Taraf nyata/signifikansi: α = 0,05
3. Uji Statistik
a. Dengan menggunakan program SPSS 12 diperoleh hasil uji Kruskal Wallis
nilai H sebesar 4,918. Hasil ini bisa dilihat pada Tabel 4.18.
b. Nilai kritis H berdasar tabel Chi-Square (χ2), dimana:
α = 0,05
df = K-1 (K adalah jumlah kelompok yang diteliti) = 4-1 = 3
Jadi, nilai kritis H berdasar tabel (χ2 (0,05,3)) adalah 7,815. Tabel bisa dilihat
pada Lampiran 4.
4. Aturan pengambilan keputusan: tolak Ho bila H > χ2(0,05,3)
5. Kesimpulan: karena H = 4,918 < χ2(0,05,3)= 7,815 maka belum cukup bukti untuk
menolak Ho, jadi Ho diterima.
Dengan demikian dari hasil uji hipotesis tidak terdapat perbedaan persepsi
manajemen terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan
mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari bidang studi pendidikan
terhadap determinan management audit dan kecurangan pada fungsi pembelian.
E. Secara agregat terhadap seluruh item-item pernyataan kuesioner
1. Ho:Tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi
pembelian ditinjau dari level manajemen. (μ1=μ2=μ3=μ4)
Ha: Terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian
ditinjau dari level manajemen. (μ1≠μ2≠μ3≠μ4)
2. Taraf nyata/signifikansi: α = 0,05
3. Uji Statistik
a. Dengan menggunakan program SPSS 12 diperoleh hasil uji Kruskal Wallis
nilai H sebesar 3,045. Hasil ini bisa dilihat pada Tabel 4.19.
b. Nilai kritis H berdasar tabel Chi-Square (χ2), dimana:
α = 0,05
df = K-1 (K adalah jumlah kelompok yang diteliti) = 4-1 = 3
Jadi, nilai kritis H berdasar tabel (χ2 (0,05,3)) adalah 7,815. Tabel bisa dilihat
pada lampiran.
4. Aturan pengambilan keputusan: tolak Ho bila H > χ2(0,05,3)
5. Kesimpulan: karena H = 3,045 < χ2(0,05,3)= 7,815 maka belum cukup bukti untuk
menolak Ho, jadi Ho diterima.
Dengan demikian dari hasil uji hipotesis tidak terdapat perbedaan persepsi
manajemen terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan
mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian ditinjau dari bidang studi pendidikan
secara agregat terhadap keseluruhan item pernyataan kuesioner. Karena keseluruhan
item pernyataan dalam kuesioner digunakan untuk mengukur persepsi manajemen
BUMN/BUMD di Jawa Timur terhadap management audit sebagai strategi untuk
mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian, maka kesimpulannya
ditinjau dari bidang studi pendidikan tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen
terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi
kecurangan pada fungsi pembelian.
4.4. Pembahasan
4.4.1. Persepsi manajemen BUMN/BUMD dan BUMS di Jawa Timur terhadap
management audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan
pada fungsi pembelian ditinjau dari kepemilikan perusahaan
Berdasarkan uji hipotesis dengan menggunakan uji U-Mann Whitney
diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen yang
signifikan ditinjau dari kepemilikan perusahaan, baik untuk tiap-tiap determinan
pernyataan maupun secara agregat untuk keseluruhan item-item pernyataan
kuesioner. Dengan demikian BUMN/BUMD dan BUMS memiliki persepsi yang
cenderung homogen.
Dilihat dari rata-rata peringkat (mean rank) pada Tabel 4.14, terlihat bahwa
responden BUMN/BUMD memiliki rata-rata peringkat yang lebih tinggi terhadap
determinan pemahaman tentang konsep management audit yaitu 46,49 dibandingkan
dengan BUMS yaitu 39,51. Begitu pula terhadap determinan management audit dan
kecurangan pada fungsi pembelian yaitu 47,75 untuk BUMN/BUMD dan 38,56 untuk
BUMS. Pada determinan pemahaman akan kecurangan BUMN/BUMD memiliki
rata-rata peringkat yang lebih tinggi dibandingkan BUMS meskipun perbedaannya
relatif kecil, yaitu 43,75 untuk BUMN/BUMD dan 41,56 untuk BUMS. Sedangkan
untuk determinan pemahaman mengenai fungsi pembelian, rata-rata peringkat
BUMS lebih tinggi, yaitu 44,02 dibandingkan BUMN/BUMD yaitu 40,47.
Dilihat secara agregat, yaitu terhadap keseluruhan item pernyataan kuesioner,
tampak bahwa BUMN/BUMD memiliki rata-rata peringkat yang lebih tinggi
dibandingkan BUMS yaitu 45,28 untuk BUMN/BUMD dan 40,42 untuk BUMS.
Dengan demikian, diterimanya Ho pada uji hipotesis bukan berarti sama
sekali tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian
dilihat dari kepemilikan perusahaan. Tabel 4.14 dan Tabel 4.15 memperlihatkan
bahwa BUMN/BUMD memiliki persepsi yang lebih positif dibandingkan BUMS.
Akan tetapi, perbedaan tersebut tidak signifikan setelah diuji secara statistik dengan
menggunakan uji U-Mann Whitney.
Persepsi manajemen BUMN/BUMD yang lebih positif terhadap management
audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi
pembelian kemungkinan disebabkan karena BUMN/BUMD lebih mengenal
management audit dibandingkan BUMS. Tampak pada Tabel 4.3 bahwa 76,90% dari
jumlah BUMN/BUMD yang menjadi sampel pernah melaksanakan management
audit diperusahaannya dan hanya 40,91% BUMS yang menjadi sampel pernah
melaksanakan management audit.
Terhadap BUMN/BUMD pemerintah memang menetapkan bentuk dan
sasaran lain dari general audit, yaitu berupa pemeriksaan operasional/management
audit, pelaporan evaluasi kinerja, pemeriksaan pinjaman luar negeri dan pemeriksaan
kasus-kasus khusus. Tuntutan tersebut merupakan salah satu penyebab
BUMN/BUMD lebih mengenal management audit dibandingkan BUMS. Seperti
yang dikemukakan oleh Sjamsuddin (1995) bahwa sebagai pengendalian dan
pengawasan pada era globalisasi BUMN/BUMD perlu meningkatkan pelaksanaan
management audit, misalnya terhadap kegiatan atau segmen yang tidak mencapai
sasaran atau secara potensial telah menyebabkan kerugian atau masih dapat
ditingkatkan efisiensi dan efektifitasnya. Kesemuanya itu dimaksudkan untuk
memenuhi kepentingan masyarakat luas.
Management audit bukan merupakan tuntutan bagi BUMS, sehingga sebagian
besar responden BUMS lebih mengenal audit keuangan dibandingkan management
audit. Sehingga meskipun responden memberikan respon pemahaman yang positif,
akan tetapi secara rata-rata masih kurang dibandingkan BUMN/BUMD meskipun
perbedaan tersebut tidak signifikan. Hal ini berbeda dengan audit keuangan yang rata-
rata dilakukan oleh sebagian besar BUMN/BUMD (92,30%) dan BUMS (86,36%).
Audit keuangan banyak dilakukan karena memang merupakan ketentuan bank dalam
hal pemberian kredit, ketentuan tender, penawaran, pendaftaran rekanan, persyaratan
bagi perusahaan yang akan melakukan merger, pengambilalihan, penjualan atau
pembubaran perusahaan, merupakan ketentuan perusahaan/organisasi yang diatur
dalam anggaran dasar, serta diperlukan dalam rencana kerja sama, pemberian lisensi,
paten dan sebagainya.
Persepsi manajemen BUMN/BUMD yang lebih positif dibandingkan dengan
BUMS sesuai dengan teori persepsi Robbins (2003:160) yang mengatakan bahwa
pengalaman masa lalu pelaku persepsi merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi persepsi. Karena rata-rata BUMN/BUMD mempunyai pengalaman
pernah melaksanakan management audit, maka manajemen BUMN/BUMD
mempunyai persepsi yang lebih positif dibandingkan manajemen BUMS.
Akan tetapi Daft (2003) mengatakan bahwa karakteristik dari stimuli itu
sendiri juga akan mempengaruhi proses perceptual selectivity. Orang biasanya akan
fokus pada stimuli yang memenuhi kebutuhan mereka dan konsisten dengan sikap,
nilai dan personaliti mereka. Dengan demikian, persepsi manajemen BUMN/BUMD
dan BUMS yang cenderung homogen dan positif terhadap management audit dimana
perbedaan yang ada tidak signifikan disebabkan karena karakteristik dari
management audit itu sendiri yang mungkin sesuai dengan kebutuhan dan konsisten
dengan nilai dan personaliti manajemen responden. Meskipun belum pernah
melaksanakan atau bahkan belum pernah mendengar tentang management audit, akan
tetapi dari proposal penelitian dan kuesioner yang diajukan serta dari tanya jawab
singkat yang dilakukan dengan peneliti responden bisa memperoleh gambaran umum
mengenai management audit. Dari gambaran umum tersebut responden memberikan
respon yang positif terhadap management audit untuk mencegah dan mendeteksi
kecurangan pada fungsi pembelian. Rata-rata responden berpendapat bahwa fungsi
pembelian memang merupakan fungsi yang krusial dan rawan terhadap
penyelewengan, bahkan beberapa calon responden menolak untuk mengisi kuesioner
karena penelitian berkaitan dengan bidang yang dianggap rawan untuk
diinformasikan kepada pihak luar.
Dengan demikian, secara ringkas disimpulkan bahwa persepsi manajemen
BUMN/BUMD dan BUMS tidak berbeda dilihat dari kepemilikan perusahaan
terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi
kecurangan pada fungsi pembelian. Baik manajemen BUMN/BUMD maupun BUMS
mempunyai persepsi yang positif dan cenderung homogen. Lebih banyaknya jumlah
BUMN/BUMD yang melaksanakan management audit dibandingkan BUMS lebih
karena tuntutan lingkungan, yaitu masyarakat dan pemerintah karena BUMN/BUMD
merupakan perusahaan sektor publik. Lingkungan menuntut perusahaan sektor publik
untuk memperhatikan pengelolaan yang mendasarkan pada konsep ekonomisasi,
efisiensi dan efektifitas.
4.4.2 Persepsi manajemen BUMN/BUMD dan BUMS di Jawa Timur terhadap
management audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan
pada fungsi pembelian ditinjau dari level manajemen
Berdasarkan uji hipotesis dengan menggunakan uji Kruskal Wallis diperoleh
kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen yang signifikan
ditinjau dari level manajemen, baik untuk tiap-tiap determinan pernyataan maupun
secara agregat untuk keseluruhan item-item pernyataan kuesioner. Dengan demikian
dilihat dari level manajemen, baik top management, middle management maupun
lower management memiliki persepsi yang cenderung homogen.
Dilihat dari rata-rata peringkat (mean rank) pada Tabel 4.16, terlihat bahwa
responden middle management memiliki rata-rata peringkat yang lebih tinggi
terhadap determinan pemahaman tentang konsep management audit yaitu 45,40
dibandingkan dengan top management (41,60) dan lower management (40,14).
Begitu pula terhadap determinan pemahaman mengenai fungsi pembelian, middle
management memiliki rata-rata peringkat yang lebih tinggi yaitu 44,34 dibandingkan
top management (38,21) dan lower management (44,09). Pada determinan
pemahaman akan kecurangan lower management memiliki rata-rata peringkat yang
lebih tinggi yaitu 46,47 dibandingkan top management (37,98) dan middle
management (42,29). Begitu pula untuk determinan management audit dan
kecurangan pada fungsi pembelian, rata-rata peringkat lower management juga lebih
tinggi, yaitu 45,52 dibandingkan top management (37,10) dan middle management
(43,85).
Dilihat secara agregat, yaitu terhadap keseluruhan item pernyataan kuesioner,
tampak bahwa middle management memiliki rata-rata peringkat yang lebih tinggi
yaitu 44,34 meskipun perbedaannya sangat tipis dengan lower management (44,31).
Secara agregat, top management memiliki rata-rata peringkat paling kecil yaitu 37,94.
Dengan demikian, diterimanya Ho pada uji hipotesis bukan berarti sama
sekali tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian
dilihat dari level manajemen. Tabel 4.16 dan Tabel 4.17 memperlihatkan bahwa
meskipun sangat kecil, terdapat perbedaan persepsi dilihat dari rata-rata peringkat
yang dihasilkan. Akan tetapi, perbedaan tersebut tidak signifikan setelah diuji secara
statistik dengan menggunakan uji Kruskal Wallis.
Robbins mengatakan bahwa sikap, motif, kepentingan dari pelaku persepsi
merupakan karakteristik pribadi yang mempengaruhi persepsi. Perbedaan level
manajemen tentunya mengakibatkan perbedaan sikap, motif dan kepentingan karena
manajer bertanggung jawab terhadap departemen yang berbeda, bekerja pada level
hierarki yang berbeda, dan permintaan yang berbeda dalam mencapai kinerja yang
tinggi. Hal tersebut mengakibatkan perbedaan persepsi manajemen ditinjau dari level
management meskipun perbedaannya kecil.
Karena perbedaan rata-rata peringkatnya sangat kecil, yaitu 44,34 untuk middle
management dan 44,31 untuk lower management maka bisa dikatakan bahwa middle
management dan lower management memiliki persepsi yang relatif sama dan lebih
positif dibandingkan dengan top management (37,94).
Dari teori kita mengetahui bahwa salah satu tujuan management audit
menurut Agoes (1996:173) adalah untuk dapat memberikan rekomendasi kepada top
management dalam memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam
penerapan struktur pengendalian intern, sistem pengendalian manajemen, dan
prosedur operasional perusahaan, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan
efektifitas dari kegiatan operasi perusahaan. Efektifitas manajemen merupakan hal
yang penting khususnya bagi mereka yang memegang tanggung jawab utama.
Dengan demikian, seharusnya level top management diharapkan mempunyai persepsi
yang lebih positif dibandingkan middle management dan lower management.
Pada kenyataannya dari hasil penelitian, meskipun perbedaannya tidak
signifikan, middle management dan lower management justru mempunyai persepsi
yang lebih positif. Lingkup management audit pada penelitian ini dibatasi pada fungsi
pembelian. Dilihat dari rentang manajemen middle management dan lower
management lebih dekat dengan permasalahan yang sifatnya lebih spesifik,
sedangkan top management lebih pada organisasi secara keseluruhan. Dengan
demikian middle management dan lower management akan lebih memahami
permasalahan dan mengetahui strategi yang tepat untuk mengatasinya dalam hal ini
kecurangan pada fungsi pembelian, sehingga mereka memiliki persepsi yang lebih
positif bahwa management audit memang bisa digunakan untuk mencegah dan
mendeteksi masalah kecurangan pada fungsi pembelian.
Meskipun dilihat dari rata-rata peringkat terdapat perbedaan, akan tetapi dari
uji statistik Kruskal Wallis tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen yang
signifikan ditinjau dari level manajemen. Dalam suatu perusahaan, memang
seringkali terdapat berbagai kebutuhan yang saling bertentangan dari kelompok-
kelompok yang berbeda. Akan tetapi, manajer perlu melakukan penyeimbangan
terhadap berbagai kebutuhan yang saling bertentangan agar sejalan dengan visi dan
misi serta sasaran yang ingin dicapai perusahaan. Dengan demikian, apapun level
manajemennya, manajer-manajer tersebut mempunyai sasaran utama yang sama. Hal
tersebut kemungkinan menyebabkan tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen
yang signifikan ditinjau dari level manajemen.
4.4.3. Persepsi manajemen BUMN/BUMD dan BUMS di Jawa Timur terhadap
management audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan
pada fungsi pembelian ditinjau dari bidang studi pendidikan.
Berdasarkan uji hipotesis dengan menggunakan uji Kruskal Wallis diperoleh
kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen yang signifikan
ditinjau dari latar belakang bidang studi pendidikan, baik untuk tiap-tiap determinan
pernyataan maupun secara agregat untuk keseluruhan item-item pernyataan
kuesioner. Dengan demikian dilihat dari bidang studi pendidikan, baik
Psikologi/Sosiologi, Hukum/Kriminologi, Ekonomi dan bidang studi pendidikan
lainnya memiliki persepsi yang cenderung homogen.
Dari Tabel 4.18 terlihat bahwa rata-rata peringkat untuk determinan
pemahaman akan konsep management audit responden bidang studi pendidikan
Psikologi/Sosiologi mempunyai rata-rata peringkat yang paling tinggi, yaitu 45,40
selanjutnya berturut-turut bidang studi pendidikan Ekonomi (45,18),
Hukum/Kriminologi (41,38) dan bidang studi pendidikan lainnya (37,65).
Bidang studi pendidikan Psikologi/Sosiologi juga mempunyai rata-rata
peringkat yang lebih tinggi untuk determinan pemahaman akan fungsi pembelian,
yaitu 46,40 selanjutnya berturut-turut bidang studi pendidikan Ekonomi (46,20),
Hukum/Kriminologi (39,75), dan bidang studi pendidikan lainnya (36,92).
Responden bidang studi Hukum/Kriminologi mempunyai persepsi yang lebih
positif terhadap pemahaman akan kecurangan dilihat dari rata-rata peringkatnya,
yaitu 45,44, selanjutnya berturut-turut adalah bidang studi pendidikan Ekonomi
(44,72), Psikologi/Sosiologi (39,10) dan bidang studi pendidikan lainnya (38,40).
Untuk determinan management audit dan kecurangan pada fungsi pembelian
responden bidang studi pendidikan Ekonomi mempunyai persepsi yang lebih positif
dilihat dari rata-rata peringkatnya, yaitu 47,51 selanjutnya berturut-turut adalah
bidang studi pendidikan Psikologi/Sosiologi (43,80), bidang studi pendidikan lainnya
(36,92) dan bidang studi pendidikan Hukum/Kriminologi (31,63).
Dilihat secara agregat dari Tabel 4.19, yaitu terhadap keseluruhan item
pernyataan kuesioner yang merefleksikan persepsi manajemen terhadap management
audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi
pembelian, tampak bahwa bidang studi pendidikan Ekonomi mempunyai persepsi
yang lebih positif karena memiliki rata-rata peringkat yang paling tinggi yaitu 46,71
dibandingkan Psikologi/Sosiologi (40,30), Hukum/Kriminologi (39,44) dan bidang
studi pendidikan lainnya (36,58).
Dengan demikian, diterimanya Ho pada uji hipotesis bukan berarti sama
sekali tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian
dilihat dari bidang studi pendidikan manajemen. Tabel 4.18 dan Tabel 4.19
memperlihatkan bahwa meskipun sangat kecil, terdapat perbedaan persepsi dilihat
dari rata-rata peringkat yang dihasilkan. Akan tetapi, perbedaan tersebut tidak
signifikan setelah diuji secara statistik dengan menggunakan uji Kruskal Wallis.
Bidang studi pendidikan Psikologi/Sosiologi mempunyai rata-rata peringkat yang
paling tinggi untuk determinan pemahaman akan konsep management audit dan
pemahaman akan fungsi pembelian kemungkinan karena sebagian responden berasal
dari departemen Sumber Daya Manusia dimana dalam pelaksanaan pekerjaannya
mereka harus menghadapi karyawan dan calon karyawan dari berbagai latar
belakang pendidikan, divisi, departemen dan level manajemen sehingga mereka
mempunyai pemahaman yang cukup terhadap bidang yang berada diluar
spesialisasinya. Sehingga meskipun management audit dan fungsi pembelian bukan
merupakan bidang yang mereka tangani, mereka mempunyai pemahaman yang
memadai. Sebagian lagi dari responden bidang studi pendidikan Psikologi/Sosiologi
ini memegang posisi yang berkaitan dengan pembelian, pemasaran dan pengadaan
barang sehingga mereka mempunyai pemahaman yang baik mengenai fungsi
pembelian. Bagian pemasaran bisa mempunyai pemahaman yang baik mengenai
fungsi pembelian, karena kedua bagian ini memang saling berhubungan. Seorang
staff purchasing dalam sebuah perusahaan akan banyak berhubungan dengan bagian
sales yang berasal dari perusahaan lain, begitu pula sebaliknya.
Responden bidang studi pendidikan Hukum/Kriminologi mempunyai rata-rata
peringkat yang paling tinggi untuk determinan pemahaman mengenai kecurangan.
Secara langsung atau tidak langsung kecurangan akan merugikan pihak lain. Dalam
perspektif hukum kepentingan-kepentingan manusia (hidup, milik, kebebasan dan
lain-lain) perlu dilindungi karena kepentingan tersebut kerap kali diancam atau
dilanggar oleh pihak lain sehingga hukum perlu mengamankannya dan bila perlu
dengan paksa.
Responden bidang studi pendidikan Ekonomi mempunyai rata-rata peringkat yang
paling tinggi untuk determinan management audit dan kecurangan pada fungsi
pembelian. Begitu pula apabila dilihat secara agregat, yaitu terhadap keseluruhan
item dalam kuesioner yang merefleksikan persepsi manajemen terhadap management
audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi
pembelian. Hal ini karena sebagian besar responden dengan bidang studi Ekonomi
berada pada departemen yang berkaitan dengan bagian pembelian, pemasaran,
akuntansi/keuangan, audit dan sistem pengawasan internal sehingga lebih dekat
dengan permasalahan dan lebih memahami bagaimana mengatasi permasalahan
tersebut dengan menggunakan strategi management audit. Disamping itu, responden
bidang studi pendidikan ekonomi lebih familiar dengan masalah auditing dalam hal
ini management audit terutama karena sebagian besar spesialisasi responden bidang
studi pendidikan ekonomi adalah akuntansi.
Daft (2003) mengatakan bahwa orang cenderung akan memperhatikan segala
sesuatu yang familiar dengan mereka. Karena responden bidang studi Ekonomi lebih
familiar dengan masalah management audit dan bagaimana management audit bisa
digunakan untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian, maka
mereka mempunyai persepsi yang lebih positif. Disamping itu, orang juga akan fokus
terhadap stimuli yang memenuhi kebutuhan mereka serta konsisten dengan sikap,
nilai dan personaliti mereka. Bidang studi yang diambil seseorang di bangku kuliah
akan membentuk sikap, nilai dan personaliti seseorang yang akan mempengaruhinya
dalam mempersepsikan sesuatu.
Akan tetapi, meskipun terdapat perbedaan persepsi manajemen ditinjau dari
bidang studi pendidikan, nilainya sangat kecil dan tidak signifikan. Sehingga setelah
dilakukan uji statistik, disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi
manajemen ditinjau dari bidang studi pendidikan. Persepsi manajemen bidang studi
pendidikan Psikologi/Sosiologi, Hukum/Kriminologi, Ekonomi dan lainnya
cenderung homogen. Hal ini mungkin dikarenakan sebagian responden tidak
menempati departemen yang sesuai dengan bidang studi pendidikan yang diambilnya,
sehingga persepsi lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan responden saat ini.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Persepsi manajemen ditinjau dari kepemilikan perusahaan dilakukan dengan
menggunakan uji U-Mann Whitney. Dari hasil uji statistik diperoleh kesimpulan
bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen yang signifikan ditinjau dari
kepemilikan perusahaan. Manajemen BUMN/BUMD dan manajemen BUMS
memiliki persepsi yang positif dan cenderung homogen terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian.
Persepsi manajemen ditinjau dari level manajemen dilakukan dengan
menggunakan uji Kruskal Wallis. Dari hasil uji statistik diperoleh kesimpulan bahwa
tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen yang signifikan ditinjau dari level
manajemen. Top management, middle management dan lower management memiliki
persepsi yang positif dan cenderung homogen terhadap management audit sebagai
strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian.
Persepsi manajemen ditinjau dari bidang studi pendidikan dilakukan dengan
menggunakan uji Kruskal Wallis. Dari hasil uji statistik diperoleh kesimpulan bahwa
tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen yang signifikan ditinjau dari bidang
studi pendidikan. Responden bidang studi Psikologi/Sosiologi, Hukum/Kriminologi,
Ekonomi dan lainnya memiliki persepsi yang positif dan cenderung homogen
terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi
kecurangan pada fungsi pembelian.
Dengan demikian, dari hasil uji statistik diperoleh kesimpulan bahwa ditinjau
dari kepemilikan perusahaan, level manajemen, maupun bidang studi pendidikan
tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen BUMN/BUMD dan BUMS di Jawa
Timur terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi
kecurangan pada fungsi pembelian. Meskipun terdapat perbedaan dilihat dari rata-rata
peringkat, namun perbedaan tersebut tipis dan tidak signifikan.
5.2. Saran
Dalam penelitian ini, hipotesa peneliti bahwa terdapat perbedaan persepsi
manajemen BUMN/BUMD dan BUMS di Jawa Timur terhadap management audit
sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian
di tolak. Meskipun terdapat perbedaan, jumlahnya tidak signifikan.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah waktu pengumpulan data yang
singkat sehingga peneliti hanya bisa mencapai responden yang lokasinya tidak terlalu
jauh. Tiga kota yang dijadikan sampel yaitu Surabaya, Gresik dan Sidoarjo memang
dipilih karena peneliti menganggap bahwa kota-kota tersebut memiliki karakteristik
yang bisa mewakili karakteristik perusahaan-perusahaan yang ada di Jawa Timur.
Akan tetapi, untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk memperbanyak jumlah
kota/kabupaten yang akan dijadikan sampel untuk meningkatkan generalisasi hasil
penelitian karena banyaknya kota dan kabupaten yang termasuk dalam wilayah
propinsi Jawa Timur yaitu 29 kabupaten dan 9 kota.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen berupa
pertanyaan tertutup, diukur dengan menggunakan teknik skala Likert dan data yang
digunakan adalah data ordinal. Peneliti menyarankan agar peneliti selanjutnya juga
menggunakan teknik wawancara tatap muka agar bisa memperoleh jawaban yang
lebih mendalam, masukan-masukan dari responden, dan agar peneliti bisa
memberikan penjelasan memadai apabila terdapat pernyataan-pernyataan dalam
kuesioner yang kurang dipahami oleh responden.
Meskipun tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen BUMN/BUMD dan
BUMS terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi
kecurangan pada fungsi pembelian, namun untuk pelaksanaannya ditiap perusahaan
harus tetap mempertimbangkan kebutuhan dan manfaat biaya dari pelaksanaan
management audit tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Soekrisno. 1996. Auditing (Pemeriksaan Akuntan) oleh KAP. Jakarta: LP-FEUI.
Arrens, Alvin A. and James K. Loebbecke.1997. Auditing: An Integrated Approach. Seventh Edition. London: Prentice Hall International.
Arifin, Johan. 2000. Korupsi dan Upaya Pemberantasannya Melalui Strategi di Bidang Auditing. Media Akuntansi, No. 13 (September).
Assauri, Sofyan. 1998. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Revisi. Jakarta: LP-FEUI.
Bastian, Indra. 2003. Audit Sektor Publik. Jakarta: Visi Global Media.
Baswir, Revrisond. 2000. Akuntansi Pemerintahan Indonesia. Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Batra, G.S. 1997. Management Audit as a Service to Public Enterprise Management: a Study of Management Audit and the Memorandum of Understanding (MOU) Systems in India. Managerial Auditing Journal. (12/3): 148-155
Bodnar, George H. and William S. Hopwood. 2001. Accounting Information Systems. Eight Edition. New Jersey: Prentice Hall International.
Boynton, William C. and Walter G. Kell. 1996. Modern Auditing. Sixth Edition. Canada: John Wiley & Sons.
Burrowes, Ashley and Marie Persson. 2000. The Swedish Management Audit: a Precedent for Performance and Value for Money Audits. Managerial Auditing Journal. (15/3): 85-96.
Clave,Mc.,James, P. George Benson and Terry Sincien. 2001. A First Course in Business Statistics. Eighth edition. London: Prentice Hall.
Daft, Richard L. 2003. Management. Sixth Edition. Ohio: Thomson South-Western West.
David, Fred. R. 2005. Strategic Management. Tenth Edition. 2005. New Jersey: Prentice Hall.
Galloway, Less., Frank Rowbotham and Masoud Azhashemi. 2000. Operation Management in Context. Great Britain: Butterworth-Heinemann.
Halim, Abdul. 2001. Auditing: Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan. Edisi Kedua (Revisi). Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Hamilton, Alexander. 1986. Management Audit. Alexander Hamilton Institute.
Handoko, T. Hani. 2000. Manajemen. Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
IAI Kompartemen Akuntan Publik. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Karni, Soejono. 2000. Auditing: Audit Khusus dan Audit Forensik Dalam Praktik. Jakarta: LP-FEUI.
Lewis, Pamela S., Stephen H. Goodman and Patricia M. Fandt. 2004. Management: Challenges for Tomorrow Leaders. Fourth Edition. Ohio: Thomson South-Western.
Mardiasmo. 2004. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Plunket, Warren R., Raymond F. Attner, and Gemmy S. Allen. 2005. Management: Meeting and Exceeding Customer Expectations. Eighth Edition. USA: Thomson South-Western.
Pranasari, Kiki dan Adrianus Meliala (Ed.). 1991. Praktek Pemberian Keterangan yang Tidak Benar (Fraudulent Misrepresentation): suatu modus penyimpangan ekonomi. Jakarta: UI-Press.
Ramanathan, A.R. 1990. Cost and Management Audit. New Delhi: Tata McGraw-Hill.
Ramos, Michael. 2003. Auditors’ Responsibility for Fraud Detection. Journal of Accountancy. Januari 2003: 28-35.
Robbins, Stephen P. 2003. Perilaku Organisasi. Edisi Kesembilan. Terjemahan. Jakarta: Penerbit Indeks.
Sayle, Allan J. 1988. Management Audits, the Assesment of Quality Management Systems. Second Edition. McGraw-Hill.
Siagian, Sondang P. 2001. Audit Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.
Siagian, Dergibson dan Sugiarto. 2002. Metode Statistika untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Silalahi, Gabriel Amin. 2003. Metodologi Penelitian dan Studi Kasus. Sidoarjo: Citramedia.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi (Ed.).1995. Metode Penelitian Survai. Edisi Revisi. Jakarta: LP3ES.
Sjamsuddin, Sjarfin. 1995. Pengendalian dan Pengawasan pada Era Globalisasi. Himpunan Makalah : Rapat Koordinasi BPKP dan Direksi BUMN/BUMD serta
Munas FK-SPI BUMN/BUMD ke V. Jakarta.
Solomon, Jill and Aris Solomon. 2004. Corporate Governance and Accountability. England: John Wiley & Sons.
Tunggal, Amin Widjaja. 2001. Audit Kecurangan: Suatu Pengantar. Jakarta: Harvarindo.
------------.2003. Audit Manajemen Kontemporer. Edisi Revisi. Jakarta: Harvarindo.
Umar, Husein. 2003. Metode Riset Perilaku Organisasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wagner, John A. and John R. Hollenbeck. 1995. Management of Organizational Behaviour. Second Edition. New Jersey: Prentice-Hall International.
Whittington, O. Ray and Kurt Pany. 2001. Principles of Auditing and Other Assurances Services. Thirteenth Edition. New York: McGraw-Hill.
Widjayanto, Nugroho. 1985. Pemeriksaan Operasional Perusahaan. Jakarta: LP-FEUI.
Widyahartono, Bob. 2005. Telaah-Krisis Kepercayaan Selalu Merisaukan. Antara News, (Oktober).
Zachary and Loren W. Kuzuhara. 2005. Organizational Behaviour. First Edition. USA: Thomson South-Western.
Zuhroh, Diana. 2001. Audit Manajemen Kereta Api. Media Akuntansi. Edisi 22 (November-Desember), p: 17-19