iv
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur dan sembah sujud penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
serta salam terhatur kepada Rasulullah Muhammad S.A.W, yang selalu
melindungi dan melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat
menyusun skripsi ini dengan judul “Peran perawat dalam informed concent pasien
pre operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.”.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mengalami kesulitan dan
hambatan, namun berkat bantuan dari berbagai pihak, maka penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Untuk itu penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.
2. Ns. Atiek Murharyati, M.Kep selaku Ketua Program Studi S-1 Keperawatan
STIKes Kusuma Husada Surakarta dan selaku Penguji yang telah
memberikan ijin, membantu serta membimbing peneliti dalam penyusunan
skripsi ini.
3. Ns. Anita Istiningtyas, M.Kep selaku Pembimbing Utama yang telah
membimbing dan membantu peneliti dalam menyusun skripsi ini.
4. Ns. Fakhrudin Nasrul Sani, M.Kep selaku Pembimbing Pendamping yang
telah banyak membimbing dan membantu peneliti dalam menyusun skripsi
ini.
v
5. dr. Joko Sugeng P, M.Kes selaku Direktur RSUD dr Soehadi Prijonegoro
Sragen yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh staf pengajar Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta yang telah membantu dan membimbing penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih kurang
sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca guna kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
para pembaca, khususnya bagi penulis.
Surakarta, Februari 2016
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
SURAT PERNYATAAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
ABSTRAK xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 6
1.3 Tujuan Penelitian 7
1.4 Manfaat Penelitian 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori 9
2.2 Keaslian Penelitian 29
2.3 Kerangka Teori Penelitian 30
vii
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian 31
3.2 Populasi dan Sampel 31
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian 33
3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran 33
3.5 Alat Penelitian dan Cara pengumpulan data 33
3.6 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data 39
3.7 Etika Penulisan 41
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum RSUD Sragen 42
4.2 Hasil Penelitian 43
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden 46
5.2 Peran Perawat Dalam Informed Consent 50
5.3 Peran Advokat, Konsultan, Dan Konselor 53
BAB VI PENUTUP
6.1 Simpulan 59
6.2 Saran 60
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian 29
Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran 33
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Kuesioner Peran Perawat 35
Tabel 4.1 Karakteristik Responden 44
Tabel 4.2 Peran Perawat 45
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori 30
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan
Lampiran
1. Surat Ijin Studi Pendahuluan
2. Surat Ijin Penelitian
3. Surat Keterangan Penelitian
4. Surat Permohonan Menjadi Responden
5. Surat Pernyataan Menjadi Responden
6. Kuesioner Penelitian
7. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
8. Hasil Penelitian
9. Lembar Konsultasi
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
xi
David Firmansyah
Peran perawat dalam informed concent pasien pre operasi di bangsal
bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen
Abstrak
Peran perawat bangsal bedah sangat besar dalam pemberian informed
consent pasien pre operasi. Peran perawat sebagai advokat, konselor maupun
konsultan diperlukan agar operasi dapat berjalan dengan lancar. Permasalahan
yang sering terjadi adalah perawat bangsal yang memintakan tanda tangan
informed consent kepada pasien atau keluarganya, dan perawat juga dimintai
penjelasan yang bukan wewenangnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
peran perawat dalam informed concent pasien pre operasi
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif dengan jenis rancangan
penelitian survei (survey research method) pada 31 perawat yang bertugas di
bangsal bedah (Mawar dan Teratai) RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.
Analisa data hasil penelitian ini yaitu analisa univariat.
Hasil penelitian ini adalah peran perawat dalam informed consent pasien pre
operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen sebagian besar
kategori baik yaitu 20 responden (64,5%), Peran advokat dalam informed
consent pasien pre operasi kategori baik sebanyak 17 responden (54,8%). Peran
konsultan dalam informed consent pasien pre operasi kategori baik sebanyak 24
responden (77,4%). Peran konselor dalam informed consent pasien pre operasi
kategori baik sebanyak 18 responden (58,1%).
Peran perawat dalam informed consent pasien pre operasi di Bangsal Bedah
RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen termasuk dalam kategori baik yaitu
sebagai advokat, konsultan dan konselor.
Kata kunci: peran perawat, informed consent, pre operasi.
Daftar pustaka: 37 (2006-2014).
BACHELOR OF NURSING PROGRAM
SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
xii
David Firmansyah
Nurses’s Roles in Providing Informed Consent to Pre-operative Patients at
Surgical Wards of dr. Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital of
Sragen
Abstract
Surgical nurses play significant role in providing informed consent to pre-
operative patients. Their roles as advocates, counselors, as well as consultants are
needed for the purpose of a successfully-done surgery. A problem they often encounter
is that they are required to ask for signature of patients or their family on the informed
consent, and to explain something beyond their authority. The aim of this research is
to figure out the nurses’ roles in providing informed consent to pre-operative patients.
This is a quantitative descriptive research with survey research design. Samples
of 31 nurses serving at surgical wards (Mawar and Teratai) of dr. Soehadi Prijonegoro
Regional Public Hospital of Sragen were taken. The data obtained were then analyzed
using univariate analysis.
The research findings indicate that the nurses’ roles in providing informed
consent to pre-operative patients at surgical wards of dr. Soehadi Prijonegoro
Regional Public Hospital of Sragen are mostly categorized as good, with the number
of 20 respondents (64.5%). Their roles as advocates, consultants, and counselors in
proving the informed consent to the patients are also categorized as good, with the
number of 17 (54.8%), 24 (77.4%), and 18 (58.1%) respondents respectively.
In conclusion, nurses’ roles as advocates, consultants, and counselors in
providing the informed consent to pre-operative patients at surgical wards in of dr.
Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital of Sragen are proven to be good.
Keywords : nurses’ roles, informed consent, pre-op
Bibliography : 37 (2006-2014)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah tindakan pembedahan di dunia sangat besar, hasil penelitian
di 56 negara pada tahun 2004 diperkirakan jumlah tindakan pembedahan
sekitar 234 juta per tahun, hampir dua kali lipat melebihi angka kelahiran
per tahun (Weiser et al. 2008). Jumlah operasi bedah di Indonesia terjadi
peningkatan dimana tahun 2000 sebesar 47.22%, tahun 2001 sebesar
45.19%, tahun 2002 sebesar 47.13%, tahun 2003 sebesar 46.87%, tahun
2004 sebesar 53.22%, tahun 2005 sebesar 51.59 %, tahun 2006 sebesar
53.68% dan tahun 2007 belum terdapat data yang signifikan (Grace,
2007).
Operasi atau pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan
yang menggunakan cara invasif dengan membuka dan menampilkan
bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya
dilakukan dengan membuat sayatan setelah bagian yang akan ditangani
ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang diakhiri dengan
penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidayat & Win, 2005). Tindakan
operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hampir
semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan
membahayakan pasien, tidak heran jika sering kali pasien dan
2
keluarganya menunjukan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan
yang mereka alami (Majid, 2011).
Operasi merupakan tindakan pengobatan yang dapat menimbulkan
berbagai masalah bagi pasien. Salah satu masalah yang sering dihadapi
pasien pre operasi adalah ketakutan atau kecemasan. Ada berbagai alasan
yang dapat menyebabkan kecemasan pasien dalam menghadapi operasi
antara lain adalah takut nyeri setelah pembedahan, takut terjadi perubahan
fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body image), takut
akan keganasan bila diagnosa yang ditegakan belum pasti, takut
mempunyai kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai
penyakit yang sama, takut / ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan
pembedahan dan petugas, takut mati pada saat dibius, atau tidak akan
sadar lagi, takut operasi akan gagal (Pooter dan Perry, 2006).
Kecemasan pada pasien pre operasi yang tidak segera diatasi dapat
mengganggu kelancaran jalannya operasi. Pengkajian secara integral dan
komprehensif dari aspek fisiologis pasien yang meliputi fungsi fisik-
biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan
kesuksesan suatu pembedahan. Persiapan mental yang kurang memadai
dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan keluarganya.
Pasien tidak jarang menolak operasi yang sebelumnya telah disetujui dan
biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian datang
lagi ke rumah sakit setelah merasa sudah siap dan ini berarti telah
3
menunda operasi yang semestinya sudah dilakukan beberapa hari atau
beberapa minggu yang lalu (Majid, 2011).
Tugas seorang perawat dapat memberikan sugesti positif untuk
menurunkan kecemasan pasien pre operasi. Pasien pre operasi harus
diberi informasi tentang prosedur operasi untuk mengurangi kecemasan.
Pasal 38 Undang-Undang No 38 tahun 2014 menyatakan bahwa dalam
praktik keperawatan, klien berhak mendapatkan informasi secara, benar,
jelas, dan jujur tentang tindakan keperawatan yang akan dilakukan (UU
No 38 Tahun 2014). Persiapan yang perlu dilakukan pada pasien pre
operasi antara lain pemeriksaan fisik, psikis/mental dan pemeriksaan
penunjang serta hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum
dan tanggung jawab serta tanggung gugat yaitu informed concent (Majid,
2011).
Informed concent adalah suatu ijin tertulis yang dibuat secara sadar
dan sukarela oleh pasien sebelum suatu pembedahan dilakukan
(Muttaqin, 2009). Ijin tertulis tersebut dapat melindungi pasien dari
kelalaian dalam prosedur pembedahan dan melindungi ahli bedah
terhadap tuntutan dari suatu lembaga hukum. Demi kepentingan bersama,
semua pihak yang terkait perlu mengikuti prinsip medikolegal yang baik
(Pooter dan Perry, 2006).
Penjelasan tentang informed consent menjelang operasi umumnya
masih kurang dilakukan para dokter kita di Indonesia. Penyebabnya bisa
dikarenakan berbagai alasan yang salah satunya terlalu banyak pasien
4
yang dilayani sehingga waktu untuk berkonsultasi sedikit. Perawat adalah
anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan pasien, sehingga
diharapkan perawat harus mampu membela hak–hak pasien (Mubarak
dan Nur Chayatin, 2009). Tanggung jawab perawat adalah untuk
memastikan bahwa informed consent telah diminta oleh dokter dan
ditandatangani secara sukarela oleh pasien. Proses penandatanganan
informed consent ini dapat dilengkapi dengan penjelasan dan harus
dipastikan bahwa pasien dapat memahami dan mengerti isi atau maksud
dari informed consent tersebut (Muttaqin, 2009).
Peran perawat dalam informed concent adalah sebagai advocat atau
pembela pasien, konselor (Counsellor), dan sebagai konsultan
(consultant). Peran perawat sebagai advokat atau pembela pasien
diharapkan mampu untuk bertanggung jawab dalam membantu pasien
dan keluarga menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi
pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan untuk
mengambil persetujuan (informed consent) atas tindakan keperawatan
yang diberikan kepadanya serta mempertahankan dan melindungi hak –
hak pasien. Hal ini harus dilakukan, karena pasien yang sakit dan dirawat
di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan.
Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan
pasien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak – hak
pasien. (Mubarak dan Nur Chayatin, 2009).
5
Peran perawat sebagai konselor (Counsellor), hendaknya perawat
mampu membantu pasien untuk menyadari dan mengatasi tekanan
psikologis atau masalah sosial dan membangun hubungan interpersonal
yang baik untuk meningkatkan perkembangan seseorang dimana
didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual (Mubarak dan
Nur Chayatin, 2009). Peran perawat sebagai konsultan (consultant)
adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan
keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas
permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan
keperawatan yang diberikan (Hidayat, 2008).
Hasil Studi pendahuluan diperoleh data yang terdapat dibagian
Rekam Medis RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen jumlah operasi pada
tahun 2014 sebanyak 3296 pasien. (Data Rekam Medik RSUD Sragen,
2015). Pasien yang akan menjalani operasi harus di beri informasi tentang
berbagai macam prosedur operasi. Disinilah peran perawat sebagai
advokat, konselor maupun konsultan diperlukan agar operasi dapat
berjalan dengan lancar, sehingga dapat mempercepat proses
penyembuhan.
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, dalam menjalankan
peran sebagai konsultan, perawat yang menjelaskan tentang persiapan
yang harus dijalani oleh pasien sebelum operasi. Perawat kadangkala
dimintai penjelasan yang bukan wewenangnya. Perawat kadang dimintai
penjelasan tentang prosedur operasi, resiko operasi bahkan ada juga yang
6
menanyakan tentang kepastian keberhasilan dari operasi tersebut. Hasil
observasi juga didapatkan peran perawat sebagai advokat yaitu
memintakan tanda tangan dalam lembar informed consent kepada pasien
atau keluarganya, sedangkan peran perawat sebagai konselor yaitu
perawat yang harus aktif memberikan semangat dan dorongan kepada
pasien maupun keluarganya yang akan menjalani operasi. Berdasarkan
beberapa fenomena diatas maka peneliti merasa tertarik untuk
mengadakan penelitian tentang “Peran perawat dalam informed concent
pasien pre operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro
Sragen.”
1.2 Rumusan Masalah
Penjelasan tentang informed consent menjelang operasi umumnya
masih kurang dilakukan para perawat di Indonesia. Permasalahan yang
sering terjadi adalah perawat bangsal yang memintakan tanda tangan
informed consent kepada pasien atau keluarganya, dan perawat juga
dimintai penjelasan yang bukan wewenangnya. Berdasarkan hal diatas
maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimanakah peran
perawat dalam informed concent pasien pre operasi di Bangsal Bedah
RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen ?”
7
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui peran perawat dalam informed concent pasien pre operasi
di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan karakteristik responden di Bangsal Bedah RSUD
dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
b. Mengetahui peran perawat sebagai advokat dalam informed
concent pasien pre operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi
Prijonegoro Sragen.
c. Mengetahui peran perawat sebagai konselor dalam informed
concent pasien pre operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi
Prijonegoro Sragen.
d. Mengetahui peran perawat sebagai konsultan dalam informed
concent pasien pre operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi
Prijonegoro Sragen.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi perawat RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen
Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang peran perawat
dalam informed concent pasien pre operasi sehingga hak dan
kewajiban pasien pre operasi terpenuhi.
8
2. Manfaat bagi rumah sakit
Diharapkan menjadi masukan pada manajemen untuk merancang
kebijakan pelayanan keperawatan khususnya peningkatan kualitas
sumber daya manusianya dengan cara pengiriman tenaga keperawatan
untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang ada hubungannya dengan
pelayanan pasien khususnya peran perawat dalam informed concent
pasien pre operasi dan perawatan pada pasien pre operasi.
3. Manfaat bagi institusi pendidikan
Diharapkan dapat digunakan untuk memperkaya bahan ajar terkait
peran perawat dalam informed concent pasien pre operasi dan sebagai
dasar bagi penelitian keperawatan perioperatif selanjutnya.
4. Manfaat bagi peneliti lain
Diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar bagi peneliti
selanjutnya, terkait dengan topik yang masih berhubungan dengan
peran perawat dalam informed concent pasien pre operasi.
5. Manfaat bagi peneliti
Diharapkan dapat mengembangkan wawasan peneliti dalam
melakukan penelitian yang berkaitan dengan peran perawat dalam
informed concent pasien pre operasi.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Peran Perawat
2.1.1.1 Pengertian
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang
lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu system. Peran
dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan
bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari
seesorang pada situasi sosial tertentu. (Kozier Barbara, 2010).
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik
di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundangan-
undangan (Permenkes No 17 tahun 2013). Perawat adalah seseorang yang
telah lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik di dalam maupun di luar
negeri yang diakui oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (UU No 38 tahun 2014).
Peran perawat adalah cara untuk menyatakan aktivitas perawat
dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang
diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas
dan tanggung jawab keperawatan secara profesional sesuai dengan kode
etik professional (Mubarak, 2009).
10
Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang
lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dan system, dimana
dapat dipengaruhi oleh keadaan social baik dari profesi perawat maupun
dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan. (Hidayat, 2008).
2.1.1.2 Peran Perawat
Menurut pendapat Doheny dalam Mubarak (2009) ada beberapa
elemen peran perawat professional antara lain:
1. Pemberi perawatan (care giver)
Pada peran ini perawat harus mampu memberikan pelayanan
kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat sesuai diagnosis
masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai
masalah yang kompleks. Memperhatikan klien berdasarkan kebutuhan
signifikan dari klien. Perawat menggunakan proses keperawatan untuk
mengidentifikasi diagnosis keperawatan mulai dari masalah fisik
sampai pada masalah psikologis.
2. Pembela klien (client advocate)
Sebagai pembela klien tugas perawat disini adalah bertanggung
jawab membantu klien dan keluarga dalam menginterprestasikan
informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberi
informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform
consent) atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya.
11
Mempertahankan dan melindungi hak-hak klien yang sakit dan dirawat
akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan.
Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak
dengan klien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak-
hak klien. Seorang pembela klien adalah pembela dari hak-hak klien.
Pembelaan tersebut termasuk didalamnya peningkatan apa yang terbaik
untuk klien, memastikan kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi
hak-hak klien. Hak- hak klien antara lain, hak atas pelayanan yang
sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas
privasi, hak untuk menentukan nasibnya sediri dan hak untuk menerima
ganti rugi akibat kelalaian tindakan.
3. Konselor (conselor)
Peran konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari
dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah social untuk
membangun hubungan interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan
perkembangan seseorang. Di dalamnya diberikan dukungan emosional
dan intelektual.
4. Pendidik (educator)
Sebagai pendidik klien sejalan dengan proses keperawatan dalam
fase pengkajian seorang perawat mengkaji kebutuhan pembelajaran
bagi pasien dan kesiapan untuk belajar. Selama perencanaan perawat
membuat tujuan khusus dan strategi pengajaran. Selama pelaksanaan
perawat menerapkan strategi pengajaran dan selama evaluasi perawat
12
menilai hasil yang didapat. Perawat membantu pasien meningkatkan
kesehatannnya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan
keperawatan dan tindakan medik sehingga pasien dan kelua rga dapat
menerimanya.
5. Kolaborator (collabolator)
Peran perawat sebagai kolabolator dapat dilaksanakan dengan cara
bekerja sama dengan tim kesehatan yang lain, baik perawat dengan
dokter, perawat dengan ahli gizi, perawat dengan ahli radiologi dan
lain-lain dalam kaitannya membantu mempercepat proses
penyembuhan klien.
6. Koordinator (coordinator)
Pada peran ini, perawat diharapkan mampu untuk mengarahkan,
merencanakan, dan mengorganisasikan pelayanan dari semua anggota
tim kesehatan, karena klien menerima pelayanan dari banyak profesi.
7. Pembawa perubahan/pembaharu (change agent)
Pembawa perubahan adalah seseorang atau kelompok yang
berinisiatif merubah atau yang membantu orang lain membuat
perubahan pada dirinya atau pada sistem. Peningkatan dan perubahan
adalah komponen esensial dari perawatan. Dengan menggunakan
proses keperawatan, perawat membantu klien unutk merencanakan,
melaksanakan dan menjaga perubahan seperti, pengetahuan,
keterampilan, perasaan dan perilaku yang dapat meningkatkan
kesehatan klien tersebut.
13
8. Konsultan (consultant)
Sebagai konsultan perawat berperan sebagai tempat konsultasi bagi
pasien terhadap masalah yang dialami oleh pasien atau tindakan
keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas
permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelajaran pelayanan
keperawatan.
Peran perawat menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan 1989 dalam
Hidayat (2008) terdiri dari:
1. Pemberi asuhan keperawatan
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan
perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang
dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan
menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis
keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang
tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat
dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan
ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.
2. Advokat klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga
dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan
atau informasi lain khusunya dalam pengambilan persetujuan atas
tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat
14
berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang
meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang
penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menntukan nasibnya sendiri
dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
3. Edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan
tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bhkan tindakan yang
diberikankan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah
dilakukan pendidikan kesehatan.
4. Koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga
pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan
kebutuan klien.
5. Kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim
kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain
dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang
diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan
bentuk pelayanan selanjutnya.
6. Konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah
atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini
15
dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan
pelayanan keperawatan yang diberikan.
7. Peneliti / pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan
perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai
dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
Peran perawat berdasarkan hasil lokakarya Keperawatan tahun
1983 dalam Hidayat (2008) terdiri dari:
1. Pelaksana pelayanan keperawatan .
Memberikan asuhan keperawatan baik langsung maupun tidak
langsung dengan metode proses keperawatan
2. Pendidik dalam keperawatan
Mendidik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat serta tenaga
kesehatan yang berada di bawah tanggung jawabnya.
3. Pengelola pelayanan keperawatan
Mengelola pelayanan maupun pendidikan keperawatan sesuai
dengan manajemen keperawatan dalam kerangka paradigma
keperawatan.
4. Peneliti dan pengembang pelayanan keperawatan
Mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan
metode penelitian, serta memanfaatkan hasil penelitian untuk
meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan
keperawatan.
16
Peran perawat menurut Potter and Perry (2006) antara lain:
1. Peran perawat sebagai penyuluh
Sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada klien konsep dan
data-data tentang kesehatan, mendemonstrasikan prosedur seperti
aktivitas perawatan diri, menilai apakah klien memahami hal-hal
yang yanng dijelaskan dan mengevaluasi kemajuan dalam
pembelajaran. Misalnya, ketika perawat mengajarkan cara
menyuntikkan insulin secara mandiri pada klien yanng diabetes.
2. Peran karier
Berkarier merupakan dimana perawat di tempatkan di posisi
jabatan tertentu. Contohnya seperti peran mendidik dan perawat ahli,
seperti perawat spesialis klinis, perawat pelaksana, perawat
maternitas, anestesi, pengelola dan peneliti.
3. Rehabilitator
Rehabilitasi merupakan proses dimana individu kembali ke
tingkat fungsi maksimal setelah sakit, kecelakaan, atau kejadian yang
menimbulkan ketidakberdayaan lainnya. Rentang aktifitas
rehabilitatif dan resoratif mulai dari mengajar klien berjalan dengan
menggunakan kruk sampai membantu klien mengatasi perubahan
gaya hidup yang berkaitan dengan penyakit kronis.
4. Pemberi kenyamanan
Peran sebagai pemberi kenyamanan, merupakan merawat klien
sebagai seorang manusia, merupakan peran tradisionaldan historis
17
dalam keperawatandan telah berkembang sebagaisesuatu peran yang
penting dimana perawat melakukan peran baru. Sebagai pemberi
kenyamanan, perawat sebaiknya membantu klien untuk mencapai
tujuan yang terapeutik bukan memenuhi ketergantungan emosi dan
fisiknya.
5. Peran komunikator
Peran sebagai komunikator yaitu mencakup komunikasi dengan
klien dan keluarga, antar sesama perawat dan profesi kesehatan
lainnya, sumber informasi dan komunitas. Kualitas komunikasi
merupakan faktor yang menentukan dalam memenuhi kebutuhan
individu, keluarga dan komunitas.
Peran perawat di masa depan harus berkembang seiring dengan
perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) dan tuntutan
kebutuhan masyarakat, sehingga perawat, dituntut mampu manjawab
dan mengantisipasi terhadap dampak dari perubahan. Sebagai Perawat
professional maka peran yang diemban adalah “CARE” yang meliputi:
1. Communication
Perawat memberikan pelayanan keperawatan harus dapat
berkomunikasi secara lengkap, adekuat, cepat. Setiap melakukan
komunikasi (lisan dan tulis) harus memenuhi tiga syarat di atas dan
juga harus mampu berbicara dan menulis dalam bahasa asing
minimal bahasa inggris.
18
2. Activity
Prinsip melakukan aktifitas/pemberian asuhan keperawatan
harus dapat bekerjasama dengan teman sejawat dan tenaga
kesehatan lainnya, khususnya tim medis sebagai mitra kerja dalam
memberikan asuhan kepada pasien. Ativitas ini harus ditunjang
dengan menunjukan suatu kesungguhan dan sikap empati dan
bertanggung-jawab terhadap setiap tugas yang diemban.
3. Review
Prinsip utamanya adalah moral dan etika keperawatan. Dalam
memberikan setiap asuhan keperawatan perawat harus selalu
berpedoman pada nilai-nilai etik keperawatan dan standar
keperawatan yang ada serta ilmu keperawatan. Untuk menghindari
kesalahan dalam pelaksanaan peran ini maka perawat harus
berpegangan pada prinsip-prinsip etik keperawatan yang meliputi:
justice (asas keadilan), autonomy (asas menghormati otonomi),
benefienc (asas manfaat), veracity (asas kejujuran), dan
confidentiality (asas kerahasiaan).
4. Education
Perawat harus mempunyai komitmen yang tinggi terhadap
profesi dengan jalan terus menerus menambah ilmu melalui melalui
pendidikan formal/nonformal, sampai pada suatu keahlian tertentu.
Pengembangan pelayanan keperawatan yang paling efektif harus
19
didasarkan pada hasil temuan-temuan Ilmiah yang dapat diuji ke-
sahihannya (Nursalam, 2014).
2.1.2 Informed concent
2.1.2.1 Pengertian
Informed concent berasal dari kata consent (Latin: consensio, con
sentio) berarti persetujuan, ijin, menyetujui, memberi ijin kepada
seseorang untuk melakukan sesuatu (Nursalam, 2014). Menurut Potter
and Perry (2006), informed concent adalah suatu ijin tertulis yang dibuat
secara sadar dan sukarela oleh pasien sebelum suatu pembedahan
dilakukan.
Informed concent adalah pernyataan setuju atau ijin dari seseorang
(pasien) yang diberikan dengan bebas, rasional, tanpa paksaan
(voluntary) tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap
pasien sesudah mendapatkan informasi cukup tentang tindakan
kedokteran yang dimaksud (Majid, dkk 2011).
2.1.2.2 Unsur informed concent
Unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam informed concent antara lain:
1. Capacity (kemampuan memahami informasi)
Memiliki ciri antara lain memiliki nilai dan tujuan, kemampuan
berkomunikasi dan memahami informasi, serta kemampuan membuat
alas an atas pilihannya dan keputusan.
20
2. Vounterinism (sukarela).
Memiliki ciri tanpa paksaan dan tanpa ancaman.
3. Informatif (unsur informasi).
Meliputi diagnosis atau masalah pasien, tujuan dan lama tindakan,
hasil, manfaat, potensial risiko, alternative tindakan sesuai kemampuan,
dan prognosis jangka pendek dan panjang (Nursalam, 2014).
2.1.2.3 Tujuan informed concent
Tujuan dari informed concent antara lain:
1. Memberi perlindungan pasien terhadap tindakan tenaga kesehatan yang
sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar
pembenarannya
2. Memberi perlindungan hukum kepada tenaga kesehatan terhadap suatu
kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medik modern tidak
tanpa risiko dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu risiko
(Sugiyarti, 2009).
2.1.2.4 Fungsi informed concent
Fungsi informed concent antara lain:
1. Promosi dari hak otonomi perorangan.
2. Proteksi dari pasien dan subjek.
3. Mencegah penipuan atau paksaan.
4. Regulasi profesi kesehatan, introspeksi.
5. Promosi dari keputusan rasional.
21
6. Keterlibatan masyarakat (otonomi, nilai social dan pengawasan).
(Nursalam, 2014).
2.1.2.5 Informasi yang diberikan dalam informed Concent
Informasi dan penjelasan yang perlu diberikan dalam informed concent
meliputi hal-hal berikut:
1. Informasi harus diberikan baik diminta maupun tidak.
2. Informasi tidak diberikan dengan mempergunakan istilah kkedokteran
yang tidak dimengerti.
3. Informasi diberikan sesuai dengan tingkat pendidikan, kondisi dan
situasi pasien.
4. Informasi diberikan secara lengkap dan jujur, kecuali jika dokter
menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kesehatan pasien,
atau menolak untuk diberikan informasi.
5. Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan
tindakan medis yang akan dilakukan.
6. Informasi dan penjelasan tentang tata cara tindakan medis yang akan
dilakukan.
7. Informasi dan penjelasan tentang risiko dan komplikasi yang mungkin
terjadi.
8. Informasi dan penjelasan tentang alternative tindakan medis lain yang
tersedia serta risikonya masing-masing.
9. Informasi dan penjelasan tentang prognosis penyakit apabila tindakan
medis tersebut tidak dilakukan.
22
10. Untuk tindakan bedah atau tindakan invasive lain, informasi harus
diberikan oleh dokter yang melakukan operasi atau dokter lain dengan
sepengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggung jawab.
11. Untuk tindakan yang bukan bedah informasi dapat diberikan oleh
dokter lain atau perawat dengan sepengetahuan atau petunjuk dokter
yang bertanggung jawab (Majid, dkk 2011).
2.1.2.6 Pemberi informed concent
Pasien secara pribadi menandatangani concent tersebut jika dia telah
mencapai usia yang telah ditentukan dan mampu secara mental. Bila
pasien di bawah umur, tidak sadar, atau tidak kompeten, maka ijin harus di
dapat dari anggota keluarga atau wali yang sah. Pada kasus-kasus
kedaruratan, penting bagi ahli bedah untuk mengambil tindakan yang
bersifat penyelamatan tanpa informed concent dari pasien. Namun upaya
untuk menghubungi pihak keluarga pasien harus terus dilakukan. Pada
situasi seperti ini, komunikasi dapat dilakukan melalui telepon, telegram,
faksimile, atau media elektronik lainnya (Muttaqin, 2009).
2.1.2.7 Pengabaian informed concent
Informed concent dapat diabaikan pada keadaan sebagai berikut:
1. Tidak ada kesempatan memintakan.
2. Tidak ada waktu lagi untuk menunda-nunda tindakan.
3. Untuk menyelamatkan nyawa, tidak mempunyai penyakit sebelumnya.
4. Melindungi keselamatan anak/bayi.
5. Mencegah self-distruction.
23
6. Melindungi kesehatan masyarakat.
7. Menjaga etik/aturan rumah sakit.
(Nursalam, 2014).
2.1.3 Peran perawat dalam informed concent
2.1.3.1 Pengertian
Peran perawat adalah tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem (Hidayat,
2008). Tanggung jawab perawat dalam pemberian informed consent
adalah memastikan bahwa informed concent telah diminta oleh dokter
dan ditandatangani secara sukarela oleh pasien atau keluarganya
(Muttaqin, 2009).
2.1.3.2 Peran perawat dalam informed concent
Peran perawat dalam informed consent antara lain
1. Peran perawat sebagai advokat klien
Peran ini dilakukan oleh perawat dalam membantu klien dan
keluarga dalam menginterprestasikan berbagai informasi dari pemberi
pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan
persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien,
juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien
yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi
tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya
24
sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian (Hidayat,
2008).
Peran perawat sebagai pembela (advocat) pasien, melindungi hak
azasi dan hukum dari pasien dan menyediakan bantuan dalam
menegakkan hak-hak tersebut jika dibutuhkan. Sebagai contoh,
perawat memberikan informasi lebih lanjut untuk membantu pasien
membuat keputusan dalam menerima sebuah terapi, atau menyediakan
penerjemah untuk membantu anggota keluarga menyampaikan
kekhawatiran mereka. Terkadang dibutuhkan pernyataan langsung
yang menyatakan ketidaksetujuan terhadap kebijakan atau tindakan
yang membahayakan klien dan hak-haknya. Perawat harus
menyesuaikan proses advokasi ini dengan agama dan budaya pasien
(Potter & Perry, 2006).
2. Peran perawat sebagai konsultan
Peran ini sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau
tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan
atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan
keperawatan yang diberikan (Hidayat, 2008).
Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat wajib
memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Setiap orang berhak menerima
atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan
25
diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi
mengenai tindakan tersebut secara lengkap (UU No 36 Tahun 2009).
3. Peran perawat sebagai konselor (counsellor).
Peran perawat sebagai konselor (counsellor), hendaknya perawat
mampu membantu pasien untuk menyadari dan mengatasi tekanan
psikologis atau masalah sosial dan membangun hubungan
interpersonal yang baik untuk meningkatkan perkembangan seseorang
dimana didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual
(Mubarak, 2009).
Perawat dapat membantu pasien mengembalikan kesejahteraan
emosional, spiritual dan sosial pasien, sehingga pasien dapat
memperoleh kembali kesehatan dan kehidupan mandiri yang optimal
(Potter & Perry, 2006). Perawat dapat membantu pasien mengoreksi
pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain
karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada
pasien (Majid, dkk 2011).
2.1.4 Konsep pre operasi
2.1.4.1 Pengertian
Tahap pre operasi adalah waktu sejak keputusan untuk operasi
diambil hingga sampai ke meja pembedahan, tanpa memandang riwayat
atau klasifikasi pembedahan (Muttaqin, 2009). Fase pre operasi dimulai
ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan diakhiri
26
ketika pasien berada di meja operasi sebelum pembedahan dilakukan
(Majid, dkk 2011).
2.1.4.2 Tujuan perawatan pre operasi
Tujuan perawatan pre operasi antara lain:
1. Menciptakan hubungan yang baik dengan pasien, memberikan
penyuluhan tentang tindakan anesthesia.
2. Mengkaji, merencanakan dan memenuhi kebutuhan pasien.
3. Mengetahui akibat tindakan anesthesia yang akan dilakukan.
4. Mengantisipasi dan menanggulangi kesulitan yang mungkin timbul
(Majid, dkk 2011).
2.1.4.3 Persiapan pasien pre operasi
Persiapan pre operasi menurut Hidayat (2008), adalah radiografi
thoraks, kapasitas vital, fungsi paru, dan analisis gas darah pada
pemantauan sistem respirasi, kemudian pemeriksaan elektrokardiogram,
darah, leukosit, eritrosit, hematokrit, elektrolit, pemeriksaan air kencing,
albumin, blood urea nitrogen (BUN), kreatinin, dan lain-lain untuk
menentukan gangguan sistem renal dan pemeriksaan kadar gula darah
atau lainnya untuk mendeteksi gangguan metabolisme.
Sebelum menjalani tindakan pembedahan persiapan yang perlu
dilakukan pada pasien pre operasi menurut Majid, dkk (2011) antara
lain:
27
1. Persiapan fisik
Persiapan fisik yang dilakukan pada pasien sebelum dilakukan
pembedahan antara lain status kesehatan fisik secara umum, status
nutrisi, keseimbangan cairan dan eletrolit, kebersihan lambung dan
kolon, pencukuran daerah operasi, personal hygiene dan pengosongan
kan kandung kemih.
2. Persiapan mental atau psikis.
Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat
dilakukan dengan cara:
a. Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang
dialami pasien sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien
tentang waktu operasi, hal-hal yang akan dialami pasien selama
proses operasi, menunjukan tempat kamar operasi.
b. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan
persiapan operasi sesuai tingkat perkembangan.
c. Memberikan kesempatan kepada pasien dan keluarganya untuk
menanyakan tentang segala prosedur yang ada.
d. Mengoreksi pengertian yang salah tindakan pembedahan.
e. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre
medikasi.
2.1.4.4 Keperawatan pre operasi
Keperawatan pre operasi merupakan tahap awal dari keperawatan
perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan
28
sangat tergantung pada fase ini. Kesalahan yang dilakukan pada tahap
ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Yang termasuk dalam
keperawatan pre operasi antara lain:
1. Persiapan pasien sebelum menjalani tindakan pembedahan
2. Latihan sebelum operasi (preoperative exercise)
3. Pemeriksaan status anastesi
4. Informed consent
5. Efikasi pernafasan atau penilaian status pernafasan
6. Pemberian obat-obatan pre-medikasi
7. Asuhan keperawatan pada fase pre operasi.
(Majid, 2011).
2.1.4.5 Masalah masalah yang muncul pada pasien pre operasi
Masalah masalah yang dapat muncul pada pasien pre operasi antara lain:
1. Ansietas atau cemas yang berhubungan dengan ancaman terhadap
konsep diri, ancaman terhadap perubahan status kesehatan, ancaman
terhadap pola interaksi dengan orang yang berarti, krisis situasi atau
krisis maturasi.
2. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan pembedahan, efek
samping penanganan, factor budaya atau spiritual yang berpengaruh
pada perubahan penampilan.
3. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan perubahan
penampilan, keluhan terhadap reaksi orang lain, kehilangan fungsi.
29
4. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan hospitalisasi,
reaksi orang lain terhadap perubahan penampilan.
5. Ketakutan berhubungan dengan proses penyakit, prognosis paska
operasi, ketidakberdayaan.
(Majid, dkk 2011).
2.2 Keaslian penelitian
Table 2.1 Keaslian Penelitian
Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian
Artha
Nurwansyah
(2012)
Hubungan pemberian informed
concent dengan tingkat
kecemasan pada klien dalam
menghadapi tindakan operasi di
ruang bedah RSD Mayjen H.M.
Ryacudu Kotabumi Lampung
Utara
metode cross
sectional
dengan uji
chi-square
Analisis data didapatkan p value:
0,000, yang lebih kecil dari tingkat
signifikan (p <0,05), sehingga ada
hubungan pemberian informed
concent dengan tingkat kecemasan
pada klien dalam menghadapi
tindakan operasi.
Titiek
Soelistyowatie
(2011)
Penerapan hokum informed
concent terhadap pelayanan
keluarga berencana di Rumah
sakit tugurejo semarang
metode
pendekatan
yuridis
sosiologis
Pelaksanaan informed concent yang
dilakukan di RSUD Tugurejo telah
dilaksanakan sesuai prosedur yang
ditetapkan dalam protap penanganan
pasien yang terinci dan tegas serta
secara umum pelaksanaannya tidak
mengalami kendala dari sisi
manajemen maupun peralatan medis
serta sumber daya manusianya.
Ardiansa
(2014)
Hubungan antara informed
consent terhadap kecemasan
pada pasien pre operasi hernia di
RSUD Salewangang Maros
metode cross
sectional
dengan uji
chi-square
Pemberian informed consent
berhubungan terhadap kecemasan
sebesar 54,8% poin lebih baik
dibanding tanpa informed consent.
30
2.3 Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka, dapat dibuat kerangka teori yang dapat
dilihat dibawah.
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber: (Pooter dan Perry, 2006), (Mubarak, 2009), (Majid, dkk 2011).
Operasi
Persiapan pre operasi
Informed concent
Pasien pre operasi
Pengambilan keputusan
Masalah pre operasi:
· Cemas
· Gangguan citra tubuh
· Ketidakefektifan koping
· Perubahan proses
keluarga
· Ketakutan
·
Fisik:
· Status kesehatan
fisik
· Status nutrisi
· Keseimbangan
cairan dan
elektrolit
· Kebersihan
lambung
· Personal hygiene
Peran perawat:
· Consellor
· Consultan
· Advocad
Mental/Psikis:
· Informasi
tindakan pre
operasi
· Penjelasan
setiap tindakan
· Memberi
kesempatan
Post operasi
Dokter
31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuantitatif deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi peran perawat
dalam informed concent pasien pre operasi di Bangsal Bedah RSUD dr
Soehadi Prijonegoro Sragen. Penelitian deskriptif bertujuan untuk
menjelaskan, memberi suatu nama, situasi,atau fenomena dalam menemukan
ide baru. Fenomena disajikan secara apa adanya tanpa manipulasi dan
penelitian jenis ini tidak memerlukan adanya suatu hipotesis (Nursalam,
2013). Jenis rancangan deskriptif yang digunakan adalah penelitian survei
(survey research method). Penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan
tanpa melakukan intervensi terhadap subjek penelitian. Penelitian survei
deskriptif merupakan penelitian yang diarahkan untuk mendiskripsikan atau
menguraikan suatu keadaan (Notoatmodjo, 2012).
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien)
yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi
penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di Bangsal Bedah
(Mawar dan Teratai) RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen yang
32
berjumlah 31 orang. Berdasarkan hal tersebut maka jumlah populasi
dalam penelitian ini sebanyak 31 responden.
3.2.2 Sampel
Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat
dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam,
2013). Berdasarkan jumlah perawat yang bertugas di Bangsal Bedah
(Mawar dan Teratai) RSUD dr. Soehadi Prijonegoro yang berjumlah 31
orang, maka jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 31 responden.
Sampling adalah suatu proses menyeleksi porsi dari populasi yang
dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2013). Tehnik pengambilan
sampel dalam penelitian ini adalah total sampling. Total sampling adalah
tehnik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi
(Sugiyono, 2014). Alasan mengambil total sampling karena menurut
Sugiyono (2014) jumlah populasi yang kurang dari 100, seluruh populasi
dijadikan sampel penelitian semuanya.
Sampel dalam penelitian ini memiliki kriteria antara lain:
Kriteria inklusi:
1. Bersedia menjadi responden
2. Terdaftar sebagai perawat bangsal bedah (Mawar dan Teratai).
3. Bertugas pada saat penelitian dilaksanakan.
Kriteria Eksklusi:
1. Sedang dalam masa cuti
2. Perawat magang
33
3. Perawat yang mengikuti pendidikan atau pelatihan saat dilakukan
penelitian
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
3.3.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan bulan November sampai Desember 2015.
3.3.2 Tempat penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Bangsal Bedah (Ruang Mawar dan
Ruang Teratai) RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.
3.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
Variable Definisi Alat ukur Parameter Skala
Peran
perawat
dalam
informed
consent
Kewenangan yang dimiliki oleh
perawat untuk menjalankan
tugas dan fungsinya dalam
pemberian informed consent
pada pasien yang akan
menjalani suatu tindakan
pembedahan:
a. Peran advokat
b. Peran konselor
c. Peran konsultan
Kuesioner Baik skor 23-28
Cukup skor 17-22
Kurang skor 11-16
Ordinal
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
3.5.1 Alat Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya
34
lebih baik (Arikunto, 2013). Instrument yang digunakan untuk mengetahui
peran perawat dalam informed consent pasien pre operasi adalah
kuesioner. Kuesioner terdiri dari 30 pertanyaan yang menggambarkan
peran perawat dalam informed consent pasien pre operasi. Pertanyaan
terdiri dari 15 item pertanyaan favorable dan 15 item pertanyaan
unfavorable. Untuk pertanyaan favorable penilaiannya adalah untuk
jawaban “Ya” diberi skor 1 dan untuk jawaban “Tidak” diberi skor 0.
Untuk pertanyaan unfavorable penilaiannya adalah untuk jawaban “Ya”
diberi skor 0 dan untuk jawaban “Tidak” diberi skor 1. Pertanyaan
favorable terdapat pada nomor 1,3,4,9,10,11,12,14,17,19,21,23,25,27 dan
28 sedangkan yang termasuk pertanyaan unfavorable yaitu
2,5,6,7,8,13,15,16,18,20,22,24,26,29 dan 30.
Peran perawat dibagi menjadi tiga kategori yaitu peran perawat
kategori baik, peran perawat kategori cukup, dan peran perawat kategori
kurang. Menurut Sudjana (2005) untuk menentukan skor dengan cara:
1. Tentukan rentang, yaitu data terbesar dikurangi data terkecil.
2. Tentukan banyak kelas interval yang diperlukan. Banyak kelas dipilih
menurut keperluan.
3. Tentukan panjang kelas interval (p) yaitu rentang dibagi banyak kelas.
Dengan menggunakan ketentuan diatas, maka kriteria untuk menilai
peran perawat dapat dihitung sebagai berikut:
35
Nilai tertinggi – nilai terendah
Panjang interval =
banyak kelas interval
28 – 11
Panjang interval =
3
Panjang interval = 6
Dengan demikian maka dapat ditentukan kriteria untuk menilai peran
perawat yaitu dengan panjang interval 6, maka penulis menentukan
kategori peran perawat sebagai berikut:
1. Nilai 23-28 untuk kriteria “peran perawat kategori baik”
2. Nilai 17-22 untuk kriteria “peran perawat kategori cukup”
3. Nilai 11-16 untuk kriteria “ peran perawat kategori kurang”
Tabel 3.2
Kisi – kisi Kuesioner Peran Perawat
No Indikator No. Item Jumlah item
1 Peran Advocad 1,2,3,4,5,9,10,22,24,25,30 11
2 Peran Konsultan 8,13,14,15,16,17,19,21,23,28,29 11
3 Peran konselor 6,7,11,12,18,20,26,27 8
3.5.2 Uji Validitas dan Reabilitas
3.5.2.1 Uji Validitas
Menurut Nursalam (2013), validitas (kesahihan) adalah pengukuran
dan pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam
mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur. Untuk uji validitas butir kuesioner peran perawat
36
dalam informed consent, digunakan tekhnik korelasi pearson product
moment, dengan rumus :
( )( )( ){ } ( ){ }2222 .. YYNXXN
YXXYNrxy
å-åå-å
åå-å=
Dimana :
rxy = koefisien korelasi
∑X = jumlah skor item
∑Y = jumlah skor total (item)
N = jumlah responden
Untuk mengetahui validitasnya adalah dengan membandingkan hasil
rhitung dengn tabel product moment. Bila rhitung lebih besar dari rtabel, maka
pertanyaan tersebut valid dan dapat digunakan sebagai alat ukur. Bila
rhitung lebih kecil dari rtabel, maka pertanyaan tersebut tidak valid dan harus
diganti, diperbaiki atau dihilangkan.
Uji validitas pada penelitian ini dilakukan di Bangsal Aster RSUD dr
Soehadi Prijonegoro Sragen dengan jumlah responden 21 perawat.
Menurut Arikunto (2013), jumlah responden dalam uji coba instrumen
atau uji validitas dan reliabilitas antara 15 sampai 50 responden.
Hasil uji validitas kuesioner peran perawat dalam informed consent
yang sudah dilakukan pada 21 orang responden didapatkan hasil bahwa
terdapat 28 pertanyaan valid dan 2 pertanyaan yang nilainya dibawah
nilai r tabel 0,433 atau tidak valid yaitu pertanyaan nomor 17 dan 28,
sehingga pertanyaan tersebut dihilangkan.
37
3.5.2.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas (keandalan) adalah kesamaan hasil pengukuran atau
pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati
berkali-kali dalam waktu yang berlainan (Nursalam, 2013). Untuk
menguji reliabilitas butir angket kuesioner peran perawat dalam informed
consent digunakan rumus alpha cronbach yaitu :
r11 = ÷÷ø
öççè
æ S-÷øö
çèæ
- 2
22
1t
t b
k
k
sss
Dimana :
r11 = reliabilitas
k = banyaknya butir pertanyaan
∑ s2b = jumlah varian butir
s2t = varian total
Menurut Riwidikdo (2013), instrumen dianggap reliabel jika nilai alpha
minimal 0,70.
Uji reliabilitas pada penelitian ini dilakukan di Bangsal Aster RSUD
dr Soehadi Prijonegoro Sragen dengan jumlah responden 21 perawat.
Menurut Arikunto (2013), jumlah responden dalam uji coba instrumen
atau uji validitas dan reliabilitas antara 15 sampai 50 responden.
Hasil uji reliabilitas kuesioner peran perawat dalam informed consent
pada 21 orang diperoleh nilai alpha sebesar 0,969. Menurut Riwidikdo
(2013), instrumen dianggap reliabel jika nilai alpha minimal 0,70. Hasil
uji reliabilitas kuesioner peran perawat dalam informed consent diperoleh
38
hasil nilai alpha 0,969 menunjukkan bahwa nilai alpha lebih besar dari
0,70, maka dapat disimpulkan bahwa butir-butir instrumen penelitian
peran perawat dalam informed consent tersebut reliabel (hasil
selengkapnya terlampir).
3.5.3 Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan
proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Nursalam, 2013). Pengumpulan data dilakukan di Bangsal
Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.. Langkah–langkah
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
Pengumpulan data ini dimulai setelah mendapatkan ijin untuk
melakukan penelitian oleh pimpinan rumah sakit.
2. Tahap persetujuan responden
Peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian ini, responden
yang bersedia mengikuti penelitian membubuhkan tanda tangan pada
format informed consent yang telah disediakan sebagai bukti kesediaan.
Setelah responden membubuhkan tanda tangan pada lembar informed
consent yang telah disediakan sebagai bukti kesediaan. Setelah
responden membubuhkan tanda tangan pada lembar informed consent,
peneliti memberikan lembar angket kuesioner dan menjelaskan agar
diisi oleh responden.
39
3. Tahap pengisian kuesioner
Pengambilan data dilakukan sendiri oleh peneliti dengan cara
melakukan pendampingan secara langsung saat pengisian lembar
kuesioner pada perawat di bangsal bedah. Sehingga apabila ada
responden yang kurang jelas peneliti dapat memberikan penjelasan
secara langsung. Setelah kuesioner terisi lengkap, responden kemudian
menyerahkan kembali pada peneliti.
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data
3.6.1 Teknik Pengolahan Data
Menurut Narbuko, C. (2007), setelah data-data hasil dari kuesioner
dikumpulkan kemudian diolah melalui tahap-tahap :
1. Editing
Meneliti kuesioner yang telah diberikan, kelengkapan jawabannya untuk
mengetahui apakah ada kesesuaian antara semua pertanyaan yang
diberikan dengan jawaban. Peneliti memeriksa kembali data-data yang
sudah terkumpul sehingga hasil yang diperoleh tidak bias dengan cara
mengecek nama dan kelengkapan identitas responden serta mengecek
kelengkapan data.
2. Coding
Memberikan kode angka pada alat penelitian atau kuesioner untuk
memudahkan dalam analisis data. Pengkodean pada pernyataan, setiap
butir pernyataan yang di jawab “Ya” diberi kode 1 dan yang dijawab
40
“Tidak” diberi kode 0. Responden laki-laki diberi kode 1 dan perempuan
diberi kode 2.
3. Transfering
Memindahkan jawaban atau kode jawaban ke dalam media tertentu. Dalam
hal ini memindahkan data dari kuesioner kedalam komputer dengan
program excel.
4. Tabulating
Merupakan kegiatan menyusun data dalam bentuk tabel. Pada tahap ini,
data dimasukkan kedalam lembaran tabel kerja sesuai kriteria guna
mempermudah pembacaan.
5. Entry data
Memasukkan data dengan cara manual atau melalui pengolahan program
komputer, baik menggunakan program excel maupun program spss.
3.6.2 Analisa Data
Analisa data hasil penelitian ini yaitu analisa univariat. Analisa
univariat adalah analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil
penelitian yang disajikan dalam bentuk frekuensi yang dinarasikan
(Notoatmodjo, 2012). Distribusi frekuensi dalam penelitian ini terdiri dari
umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, dan peran perawat dalam
pemberian informed consent pasien pre operasi.
41
3.7 Etika Penelitian
Secara umum prinsip etika dalam penelitian atau pengumpulan data dapat
dibedakan menjadi tiga bagian yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-
hak subjek, dan prinsip keadilan (Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini
untuk mendapatkan data dilakukan dengan menekankan etika yang mengacu
pada:
1. Lembar persetujan menjadi responden (inform consent) lembar persetujuan
diberikan kepada subyek yang akan diteliti.
Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian jika calon responden
bersedia untuk diteliti, maka mereka harus mengisi lembar persetujuan
tersebut, namun apabila responden menolak untuk diteliti maka peneliti
tidak boleh memaksakan dan tetap menghormati hak-hak responden.
2. Tanpa nama (Anonimity)
Untuk menjaga kerahasiaan responden maka peneliti tidak mencantumkan
nama responden pada lembar pengumpulan data (lembar kuesioner) cukup
dengan memberikan kode pada masing-masing lembar kuesioner tersebut.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti karena hanya
kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai
hasil riset atau hasil dari penelitian.
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen
RSUD Sragen didirikan pada tahun 1958 berklasifikasi type D. pada
tahun 1995 RSUD Sragen menjadi tipe C yang tertuang dalam SK Bupati
Sragen Nomor: 445/461/011/1995 dan pada tahun 1999 menjadi RSUD
Swadana yang tertuang dalam Perda Nomor 7 Tahun 1999. Pada tahun 2011
telah menyelesaikan akreditasi 12 pokja pelayanan menjadi type B rujukan.
Saat ini sedang mempersiapkan untuk akreditasi versi tahun 2012.
Jenis pelayanan di RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen meliputi:
rawat jalan (IGD 24 jam, poliklinik), rawat inap, kegawat daruratan, rawat
intensif (ICU dan ICCU), pelayanan operasi (one day care), pelayanan
penunjang medis (Rehabilitasi Medik/ Fisioterapi, Laboratorium 24 jam,
Radiologi 24 jam, Apotik 24 jam), dan haemodialisa.
Pelayanan rawat jalan meliputi Poliklinik Gigi dan Mulut, Poliklinik
PKBRS, Spesialisasi: Penyakit Anak, Penyakit Dalam, Penyakit Kebidanan
dan Kandungan, Penyakit Kulit dan Kelamin, Penyakit Bedah, Penyakit
Mata, Penyakit Saraf, Penyakit THT, Paru, Orthopedi, Anestesi, Jantung dan
Onkologi serta Konsultasi Gizi. Pelayanaan rawat inap meliputi Bangsal
Wijaya Kusuma (Bangsal VIP dan SVIP), Teratai, Mawar, Tulip, Aster,
Sakura, Anggrek, Melati dan Cempaka. Selain itu juga terdapat bangsal ICU,
ICCU serta bangsal khusus untuk Perinatologi.
43
Pelayanan penunjang medis meliputi Instalasi Gizi, Instalasi Farmasi,
Instalasi Laboratorium Klinik, Instalasi Bedah Sentral (IBS), Instalasi
Pemeliharaan Sarana Rumah sakit (IPSRS), Instalasi Rehabilitasi Medik,
Instalasi Radiologi, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat jalan, Instalasi
Gawat Darurat, Instalasi Pemulasaraan Jenazah
RSUD Kabupaten Sragen tahun 1953 dengan jumlah tempat tidur
sekitar 75. Sejak tahun 1960, merupakan tipe D dengan tempat tidur sekitar
100. Tahun 1993 ditingkatkan tipenya menjadi tipe C dengan jumlah tempat
tidur 174 dan pada tahun 2007 rumah sakit ini sudah memiliki 199 tempat
tidur. Seiring dengan meningkatnya jumlah pasien, ada penambahan jumlah
tempat tidur sehingga sampai sekarang menjadi 319 tempat tidur.
Ruang Mawar merupakan ruang rawat inap yang merawat pasien bedah
kelas II dan kelas III. Kapasitas tempat tidur sebanyak 42 buah. Perawat
berjumlah 17 orang dan tenaga administrasi 1 orang. Ruang Teratai
merupakan ruang rawat inap dengan kapasitas 23 tempat tidur dan perawat
berjumlah 16 orang dan 1 orang tenaga administrasi.
4.2 Hasil Penelitian
Hasil penelitian antara lain deskripsi karakteristik responden berdasarkan
jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, masa kerja, status kepegawaian dan
peran perawat dalam informed consent pasien pre operasi di Bangsal Bedah
RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
44
4.2.1 Karakteristik Responden di Bangsal Bedah
Karakteristik responden di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro
Sragen dapat dilihat dalam table berikut ini:
Tabel 4.1
Karakteristik Responden di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro
Sragen Bulan Desember 2015, n = 31
No Kategori Jumlah %
1. Jenis Kelamin
Laki-laki
perempuan
6
25
19,4%
80,6%
2. Umur
26-35 tahun
36-45 tahun
46-55 tahun
18
8
5
58,1%
25,8%
16,1%
3. Pendidikan
DIII
DIV
S1
22
1
8
71,0%
3,2%
25,8%
4. Masa Kerja
1-10 tahun
11-20 tahun
21-30 tahun
23
3
5
74,2%
9,7%
16,1%
5. Status Kepegawaian
PNS
BLUD
19
12
61,3%
38,7%
6. Peran Perawat
Baik
Cukup
Kurang
24
5
2
77,4%
16,1%
6,5%
Berdasarkan karakteristik responden di Bangsal Bedah RSUD
dr Soehadi Prijonegoro Sragen dapat dilihat bahwa jumlah responden paling
banyak berjenis kelamin perempuan yaitu 25 responden (80,6%), umur
responden paling banyak berumur 26-35 tahun yaitu 18 responden (58,1%),
tingkat pendidikan paling banyak berpendidikan DIII yaitu 22 responden
(71,0%), masa kerja paling banyak 1-10 tahun yaitu 23 responden (74,2%),
status kepegawaian paling banyak berstatus sebagai PNS yaitu 19 responden
45
(61,3%), dan peran perawat paling banyak kategori baik yaitu 24 responden
(77,4%).
4.2.2 Peran perawat dalam informed consent pasien pre operasi
Peran perawat dalam informed consent pasien pre operasi yaitu:
Tabel 4.2
Peran Perawat di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen
Bulan Desember 2015, n = 31
No Kategori Jml %
1. Peran Advokat
Baik
Cukup
Kurang
17
8
6
54,8%
25,8%
19,4%
2. Peran Konsultan
Baik
Cukup
Kurang
24
5
2
77,4%
16,1%
6,5%
3. Peran Konselor
Baik
Cukup
Kurang
18
7
6
58,1%
22,6%
19,4%
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
mempunyai peran dalam informed consent sebagai advokat termasuk
kategori baik yaitu sebanyak 17 responden (54,8%), peran sebagai konsultan
sebagian besar termasuk kategori baik yaitu 24 responden (77,4%) dan
peran sebagai konselor sebagian besar termasuk kategori baik yaitu 18
responden (58,1%).
46
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi
Prijonegoro Sragen.
5.1.1 Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan jumlah responden perempuan lebih
banyak dibandingkan dengan laki-laki yaitu perempuan 25 responden
(80,6%). Dilihat dari sejarah perkembangan keperawatan dengan
adanya perjuangan seorang Florence Nightingale sehingga dunia
keperawatan identik dengan pekerjaan perempuan. Namun demikian
kondisi tersebut sekarang sudah berubah, banyak laki-laki yang
menjadi perawat, tetapi kenyataannya proporsi perempuan masih lebih
banyak daripada laki-laki (Utami dan Supratman, 2009).
Pengaruh jenis kelamin dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh
jenis pekerjaan yang akan dikerjakan. Ada pekerjaan yang secara
umum lebih baik dikerjakan laki-laki dan ada yang lebih baik
dikerjakan perempuan. Peneliti berpendapat tidak ada pengaruh antara
perawat laki-laki dan perempuan dalam memberikan pelayanan kepada
pasien, hal ini dibuktikan baik perawat laki-laki maupun perempuan
sama-sama menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab.
47
5.1.2 Umur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden yang
paling banyak berusia 26-35 tahun yaitu 18 responden (58,1%). Umur
mempengaruhi produktivitas seseorang dalam bekerja dan usia rata-
rata perawat yang tergolong dalam usia produktif sehingga berpeluang
untuk mencapai produktivitas kinerja yang lebih baik. Meningkatnya
usia seseorang, akan meningkat pula kebijaksaan dan kemampuan
seseorang dalam mengambil keputusan dan berpikir rasional. Umur
seseorang yang bertambah akan mengalami perubahan aspek fisik dan
psikologis (mental). Pada aspek psikologis atau mental, taraf berfikir
seseorang menjadi semakin matang dan dewasa (Mubarak, 2011).
Semakin tinggi umur seseorang semakin bertambah pula ilmu atau
pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2012). Peneliti berasumsi
bahwa semakin dewasa umur seorang perawat, makin banyak
pengalamannya dan dalam menjalankan perannya dibidang
keperawatan akan semakin meningkat.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori yang menyatakan usia
perawat secara garis besar menjadi indikator dalam kedewasaan dalam
setiap pengambilan keputusan yang mengacu pada setiap
pengalamannya. Karakteristik seorang perawat berdasarkan umur
sangat berpengaruh terhadap kinerja dalam praktik keperawatan,
dimana semakin tua umur perawat maka dalam menerima sebuah
pekerjaan akan semakin bertanggung jawab dan berpengalaman. Hal
48
ini akan berdampak pada kinerja perawat dalam praktik keperawatan
pada pasien semakin baik pula (Nurniningsih, 2012).
5.1.3 Tingkat Pendidikan
Hasil penelitian mengenai tingkat pendidikan terlihat bahwa
sebagian besar tingkat pendidikan adalah DIII keperawatan yaitu
sebanyak 22 responden (71,0%). Pendidikan berarti bimbingan yang
diberikan seseorang kepada orang lain agar dapat memahami sesuatu
hal. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah pula
menerima informasi, pengetahuan yang dimilikinya akan semakin
banyak. Pendidikan yang rendah akan menghambat perkembangan
terhadap informasi (Mubarak, 2011).
Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin besar pula
keinginan untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan.
Pendidikan berpengaruh terhadap pola pikir individu, sedangkan pola
pikir berpengaruh terhadap perilaku seseorang, dengan kata lain pola
pikir seseorang yang berpendidikan rendah akan berbeda dengan pola
pikir seseorang yang berpendidikan tinggi. Pendidikan keperawatan
mempunyai pengaruh besar terhadap kualitas peran perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan. Pendidikan yang tinggi dari
seorang perawat akan mampu memberi pelayanan yang optimal
(Asmadi, 2008).
49
Peneliti berasumsi bahwa diperlukan pendidikan berkelanjutan
bagi perawat dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan perannya
dalam memberikan pelayanan keperawatan. Pendidikan diharapkan
mampu mengubah pola pikir seseorang yang pada berikutnya
mempengaruhi pengetahuan dan kualitas pelayanan seseorang.
Walaupun sebagian besar pendidikan perawat adalah DIII
keperawatan, namun peran yang dijalankan mayoritas katogori baik.
Hal ini dikarenakan perawat rata-rata pernah mengikuti seminar
tentang keperawatan dan pelatihan excellent service.
5.1.4 Masa Kerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masa kerja paling banyak
adalah masa kerja 1-10 tahun yaitu 10 responden (43,5%). Masa kerja
perawat berpengaruh pada pengetahuan dan peran yang dijalankan
kepada pasien. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat yang
menyatakan semakin lama seseorang bekerja, maka keterampilan dan
pengalamannya juga semakin meningkat (Robbins & Judge, 2008).
Peneliti berpendapat bahwa perawat senior lebih berpengalaman dan
memiliki kemampuan yang lebih dalam menjalankan perannya. Masa
kerja dan pengalaman kerja akan mempengaruhi tingkat keterampilan
dan kematangan seseorang dalam menjalankan perannya dalam
informen consent pasien pre operasi.
50
5.2 Peran Perawat Dalam Informed Consent Pasien Pre Operasi di Bangsal
Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai
peran dalam informed consent kategori baik yaitu sebanyak 20 responden
(64,5%). Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang
lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dan system, dimana dapat
dipengaruhi oleh keadaan social baik dari profesi perawat maupun dari luar
profesi keperawatan yang bersifat konstan (Hidayat, 2008). Informed concent
adalah pernyataan setuju atau ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan
dengan bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary) tentang tindakan kedokteran
yang akan dilakukan terhadap pasien sesudah mendapatkan informasi cukup
tentang tindakan kedokteran yang dimaksud (Majid, dkk 2011). Tanggung
jawab perawat dalam pemberian informed consent adalah memastikan bahwa
informed concent telah diminta oleh dokter dan ditandatangani secara sukarela
oleh pasien atau keluarganya (Muttaqin, 2009).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rumila dan Arofiati (2009), bahwa peran dan sikap perawat sangat baik
(78,9%) pada pemberian informed consent di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. Sikap perawat sangat baik pada pemberian informed consent
ditunjukkan dengan mempunyai pemahaman kemampuan untuk memberikan
suatu pernyataan maupun pembelaan untuk kepentingan pasien.
51
Hasil penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Yuliyanto (2012), yang memberikan gambaran tentang peran perawat dalam
penanganan hospitalisasi pada anak di ruang perawatan 4 rumah sakit umum
islam Faisal Makassar tahun 2012. Sebanyak 16 responden berpartisipasi
dalam penelitian, 9 orang responden (56.2%) melaksanakan peran dengan
kategori baik, sedangkan 7 orang responden (43.8%) lainnya melaksanakan
peran dengan kategori masih kurang baik.
Pendidikan merupakan suatu faktor yang menentukan dalam mendapatkan
pengetahuan. Pengetahuan seorang perawat bervariasi tergantung tingkat
pendidikan yang dimiliki. Hal ini berkaitan dengan perkembangan dari ilmu
keperawatan, kedalaman dan luasnya ilmu pengetahuan akan mempengaruhi
kemampuan perawat untuk berpikir kritis dalam melakukan peran sebagai
perawat dalam informed consent pasien pre operasi. Hasil tersebut sesuai
dengan pendapat yang mengatakan bahwa latar belakang pendidikan
mempengaruhi motivasi seseorang dalam bertindak (Nursalam, 2013).
Pendidikan dan pengetahuan yang didapatkan oleh responden sangat
berpengaruh terhadap peran yang dilakukan oleh perawat dalam informed
consent pasien pre operasi. Semakin baik pendidikan dan pengetahuan
perawat maka semakin baik pula peran yang dilakukan oleh perawat dalam
dalam informed consent pasien pre operasi. Pengetahuan tidak selamanya
didapatkan dari pendidikan tetapi bisa diperoleh melalui pelatihan maupun
seminar (Majid, 2011).
52
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden yang mempunyai
peran dalam informed consent kategori baik lebih banyak dibandingkan
dengan yang mempunyai kategori cukup. Berdasarkan hasil observasi peneliti,
diketahui sebagian besar responden berpendidikan DIII keperawatan, namun
faktor yang yang ikut berpengaruh diantaranya masa kerja perawat yang
sebagian besar lebih dari 5 tahun. Pengalaman kerja perawat di bangsal bedah
dan seringnya perawat mengikuti seminar maupun pelatihan tentang
perawatan, pelatihan excellent service juga mempengaruhi responden dalam
menjalankan perannya dalam informed consent pasien pre operasi. Pengaruh
pelatihan excellent service menambah pengetahuan perawat tentang pelayanan
sehingga dalam memberikan pelayanan lebih mengutamakan kepuasan pasien.
Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Eriawan (2013)
bahwa selain tingkat pendidikan, faktor yang paling berpengaruh bagi perawat
dalam melaksanakan tindakan keperawatan adalah pengalaman kerja yang
lebih dari 5 tahun. Masa kerja seseorang akan menentukan pengalaman dan
keterampilan perawat yang merupakan dasar prestasi dalam bekerja.
Sebagaimana pendapat yang menyatakan semakin bertambah masa kerja
seseorang maka semakin bertambah pengalaman kliniknya, sehingga
pengalaman dan masa kerja saling terkait. Karena itu dari pengalaman dan
penelitian terbukti perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng
dari pada perilaku yang tidak didasari ilmu pengetahuan. Pengetahuan
merupakan pangkal dari sikap, sedangkan sikap akan mengarah pada tindakan
seseorang (Notoatmojo, 2012).
53
5.3. Peran Advokat, Konsultan dan Konselor Perawat Dalam Informed
Consent Pasien Pre Operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi
Prijonegoro Sragen.
5.3.1 Peran Sebagai Advokat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
mempunyai peran advokat dalam informed consent kategori baik yaitu
sebanyak 17 responden (54,8%). Peran perawat sebagai advokat atau
pembela pasien diharapkan mampu untuk bertanggung jawab dalam
membantu pasien dan keluarga menginterpretasikan informasi dari berbagai
pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan
untuk mengambil persetujuan (informed consent) atas tindakan
keperawatan yang diberikan kepadanya serta mempertahankan dan
melindungi hak–hak pasien. Hal ini harus dilakukan, karena pasien yang
sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas
kesehatan. Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak
dengan pasien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak–
hak pasien (Mubarak dan Nur Chayatin, 2009).
Hasil observasi dari peneliti pada saat perawat mempersiapkan pasien
yang akan menjalani operasi, ketika ada tetangga yang menanyakan tentang
penyakit yang diderita pasien, perawat tidak bersedia menjawab dan
menjelaskan pada tetangga tersebut bahwa itu merupakan rahasia pasien
dan tidak semua orang boleh mengetahuinya. Peneliti juga melihat ketika
54
pasien memanggil meminta bantuan perawat mendampingi pasien sebelum
masuk kamar operasi, perawat bersedia mendampingi sampai pasien masuk
kamar operasi. Berdasarkan hasil observasi juga didapatkan ketika perawat
mau melakukan skeren untuk persiapan operasi, perawat menanyakan
terlebih dahulu apakah mau di skeren sendiri, di skeren keluarga atau di
skeren oleh perawatnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat di
Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen sudah menjalankan
perannya sebagai advokat dalam informed consent pasien pre operasi
dengan baik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rumila dan arofiati
(2009) bahwa sebagian besar perawat dapat berperan sebagai advokat bagi
pasien yang berfungsi sebagai penghubung antara pasien dengan tim
kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan pasien, membela
kepentingan pasien, membantu pasien untuk memahami semua informasi
dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan lain. Meskipun
demikian, masih ada hambatan yang membuat perawat belum dapat
melaksanakan perannya sebagai advokat dengan baik. Hambatan tersebut
antara lain jumlah tenaga perawat yang kurang dan perawat yang masih
dibebani tugas-tugas non keperawatan seperti mengurusi administrasi
pasien pulang dan mengambil hasil labororatorium yang sebenarnya bukan
tugas dari perawat.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Afidah (2013)
bahwa faktor yang menjadi penghambat dalam melaksanakan peran
55
advokasi perawat antara lain: kepemimpinan dokter, lemahnya dukungan
organisasi, kurangnya perhatian terhadap advokasi, kurangnya jumlah
tenaga perawat, kondisi emosional keluarga, terbatasnya fasilitas kesehatan
dan lemahnya kode etik. Faktor yang mendukung perawat dalam
melaksanakan perannya sebagai advokat yaitu: kondisi pasien, pengetahuan
tentang kondisi pasien, pendidikan keperawatan yang semakin tinggi,
kewajiban perawat dan dukungan instansi rumah sakit.
5.3.2 Peran Sebagai Konsultan
Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai
peran konsultan dalam informed consent kategori baik yaitu sebanyak
24 responden (77,4%). Peran perawat sebagai konsultan (consultant) adalah
sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan
yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan pasien
terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan
(Hidayat, 2008). Perawat berperan sebagai tempat konsultasi bagi pasien
terhadap masalah yang dialami atau mendiskusikan tindakan keperawatan
yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien
terhadap informasi tentang tujuan pelajaran pelayanan keperawatan
(Mubarak dan Nur Chayatin, 2009).
Hasil observasi dari peneliti ketika perawat mempersiapkan pasien
yang akan menjalani operasi, perawat memberikan informasi kepada pasien
tentang apa yang harus dipersiapkan sebelum menjalani operasi, perawat
56
juga menjelaskan tentang prosedur perawatan yang akan dijalani selama
maupun setelah operasi. Peneliti saat melakukan observasi juga didapatkan
perawat sedang memberikan informasi tambahan dan gambaran mengenai
tindakan operasi kepada pasien yang sedang bingung untuk memutuskan
apakah tindakan operasi merupakan tindakan yang terbaik atau ada
alternatif lainnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat di
Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen sudah menjalankan
perannya sebagai konsultan dalam informed consent pasien pre operasi
dengan baik. Meskipun demikian, ada kendala yang sering dihadapi
perawat dalam melaksanakan perannya sebagai konsultan. Kenyataan
dilapangan perawat kadangkala dimintai penjelasan yang bukan
wewenangnya. Perawat kadang dimintai penjelasan tentang prosedur
operasi, resiko operasi bahkan ada juga yang menanyakan tentang kepastian
keberhasilan dari operasi tersebut. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang
menyatakan peran perawat sebagai konsultan (consultant) adalah sebagai
tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat
untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap
informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan (Hidayat,
2008).
57
5.3.3 Peran Sebagai Konselor
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
mempunyai peran konselor dalam informed consent kategori baik yaitu
sebanyak 18 responden (58,1%). Peran perawat sebagai konseling adalah
proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis
atau masalah sosial untuk membangun hubungan interpersonal yang baik
dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang, di dalamnya
memberikan dukungan emosional dan intelektual. Peran perawat sebagai
konselor (Counsellor), hendaknya perawat mampu membantu pasien untuk
menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial dan
membangun hubungan interpersonal yang baik untuk meningkatkan
perkembangan seseorang dimana didalamnya diberikan dukungan emosional
dan intelektual (Mubarak dan Nur Chayatin, 2009).
Hasil observasi dari peneliti, perawat melibatkan keluarga pasien dalam
setiap tindakan persiapan operasi sehingga pasien merasa tenang karena
merasa diperhatikan oleh keluarganya. Perawat juga tampak sedang
memberikan konseling berupa nasehat dan anjuran untuk selalu berdoa dan
pasrah kepada pasien dan keluarganya yang sedang menunggu panggilan
untuk masuk ruang operasi. Hasil observasi juga tampak perawat sedang
memberikan motivasi dan semangat kepada pasien yang akan menjalani
operasi yang tampak cemas. Perawat memberikan dukungan emosional
dengan cara menemani pasien selama di ruang transit dan membantu
58
mengganti pakaian pasien dengan pakaian ruang operasi ketika pasien
berada di ruang transit kamar operasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat di Bangsal
Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen sudah menjalankan perannya
sebagai konselor dalam informed consent pasien pre operasi dengan baik.
Hal tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan perawat dapat membantu
pasien mengembalikan kesejahteraan emosional, spiritual dan sosial pasien,
sehingga pasien dapat memperoleh kembali kesehatan dan kehidupan
mandiri yang optimal (Potter & Perry, 2006). Perawat dapat membantu
pasien mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan
hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan
pada pasien (Majid, dkk 2011).
Kenyataan di lapangan, perawat yang harus aktif memberikan semangat
dan dorongan pada pasien maupun keluarganya, sehingga pasien dapat
merasa nyaman dan tidak cemas dalam menjalani operasinya. Hal ini sesuai
dengan teori yang menyatakan tugas seorang perawat dapat memberikan
sugesti positif untuk menurunkan kecemasan pasien pre operasi. Pasien pre
operasi harus diberi informasi tentang prosedur operasi untuk mengurangi
kecemasan. Pasal 38 Undang-Undang No 38 tahun 2014 menyatakan bahwa
dalam praktik keperawatan, klien berhak mendapatkan informasi secara,
benar, jelas, dan jujur tentang tindakan keperawatan yang akan dilakukan
(UU No 38 Tahun 2014).
59
BAB VI
PENUTUP
6.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Bangsal Bedah RSUD dr
Soehadi Prijonegoro Sragen, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai
berikut :
1. Karakteristik responden di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro
Sragen, jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki yaitu 25
responden (80,6%), umur paling banyak umur 26-35 tahun sebanyak 18
responden (58,1%), tingkat pendidikan paling banyak DIII sebanyak 22
responden (71,0%), masa kerja paling banyak 1-10 tahun sebanyak 23
responden (74,2%), status kepegawaian sebagian besar PNS yaitu 19
responden (61,3%), peran perawat sebagian besar kategori baik sebanyak
20 responden (64,5%).
2. Peran perawat sebagai advokat dalam informed consent pasien pre operasi
di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen, sebagian besar
termasuk dalam kategori baik yaitu sebanyak 17 responden (54,8%).
3. Peran perawat sebagai konsultan dalam informed consent pasien pre
operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen, sebagian
besar termasuk dalam kategori baik yaitu sebanyak 24 responden (77,4%).
60
4. Peran perawat sebagai konselor dalam informed consent pasien pre operasi
di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen, sebagian besar
termasuk dalam kategori baik yaitu sebanyak 18 responden (58,1%).
6.2 Saran
1. Bagi perawat RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang
peran perawat dalam informed concent pasien pre operasi sehingga hak
dan kewajiban pasien pre operasi terpenuhi.
2. Bagi rumah sakit
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan pada manajemen untuk
merancang kebijakan pelayanan keperawatan khususnya peningkatan
kualitas sumber daya manusianya dengan cara pengiriman tenaga
keperawatan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang ada hubungannya
dengan pelayanan pasien khususnya peran perawat dalam informed
concent pasien pre operasi dan perawatan pada pasien pre operasi.
3. Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memperkaya bahan
ajar terkait peran perawat dalam informed concent pasien pre operasi dan
sebagai dasar bagi penelitian keperawatan perioperatif selanjutnya, dan
instansi pendidikan sebaiknya dapat menyediakan buku bacaan yang
berhubungan peran perawat dalam informed concent pasien pre operasi.
61
4. Bagi peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar bagi
peneliti selanjutnya dan dapat melakukan peneitian tentang peran perawat
dalam informed concent tindakan perawatan luka maupun peran perawat
dalam informed consent pasien pre operasi fraktur.
5. Bagi peneliti
Diharapkan dapat melakuan penelitian yang lebih luas lagi megenai peran
perawat dalam informed concent pasien pre operasi dengan variabel yang
lebih luas dan berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Afidah, Nurul E. 2013. Gambaran Pelaksanaan Peran Advokat di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Negeri di Kabupaten Semarang. Jurnal Managemen
Keperawatan . Volume 1, No. 2, November 2013; 124-130.
Ardiansa. 2014. Hubungan antara informed consent terhadap kecemasan pada
pasien pre operasi hernia di RSUD Salewangang Maros. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Diagnosis Volume 4 Nomor 6 Tahun 2014.
Arikunto, 2013, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka
Cipta.
Asmadi, 2008, Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar klien, Jakarta : Salemba Medika
Dwidiyanti, M. (2007). Caring. Semarang : Hapsari
Eriawan, Riezky D. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan
Tindakan Keperawatan Pada Pasien Pasca-operasi Dengan General
Aenesthesia di Ruang Pemulihan IBS RSD dr. Soebandi Jember. Jurnal
Pustaka Kesehatan, vol. 1 (no. 1), September 2013.
Grace A. N Pierce & Neil R Borley. 2007. Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta : EMS
Guyton, A. & Hall, J 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
EGC.
Hidayat, A. aziz. 2008. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Kozier Barbara ERD, Glenora, Berman Audrey & Snyder Shirlee, J. 2013.
Fundamental of nursing consept proses end praktice, (Seven Edition).
New Jersey: Pearson Prectice Hail Upper Saddel River.
Majid, A., judha, M., dkk 2011. Keperawatan Perioperatif. Yogyakarta: Gosyen
Publishing.
Meliono, Irmayanti, dkk, 2007, MPKT Modul I, Jakarta: Lembaga Penerbitan
FEUI.
Mubarak W., Chayatin N. 2009. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC.
Mubarak, W. dan Chayatin, N. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas I: Pengantar
dan Teori. Jakarta: Salemba Medika.
Mubarak,Wahid Iqbal, et al. 2011. Pomosi Kesehatan: Sebuah Pengantar Proses
Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Edisi pertama. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Muttaqin, A. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif: Konsep, Proses, dan
Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
Narbuko, C, 2007, Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.
Notoatmodjo, 2012, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, 2012, Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka
Cipta.
Nurniningsih, Dwi Retno. 2012. Hubungan antara Karakteristik Perawat dengan
Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Jalan RSUP DR. Kariadi Semarang.
Semarang : Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan
dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang.
Nursalam, 2013. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam, 2014. Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika.
Nurwansyah, A. 2012. Hubungan pemberian informed concent dengan tingkat
kecemasan pada klien dalam menghadapi tindakan operasi di ruang
bedah RSD Mayjen H.M. Ryacudu Kotabumi Lampung Utara. Jurnal
Kesehatan Mitra Lampung Vol. 10 No.1 Januari 2013.
Permenkes No 17 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Permenkes No 148 Tahun
2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat.
Perry Anne Griffin, Potter Patricia A. 2006. Fundamental keperawatan, konsep,
klinis dan praktek, Ed 4, Vol 2, alih bahasa: Renata Komalasari, Dian
Evriyani, Enie Novieastari, Alfrina Hany dan Sari Kurnianingsih. Jakarta:
EGC.
Riwidikdo. H, 2008, Statistik Kesehatan Belajar Mudah Teknik Analisa Data
Dalam Penelitian Kesehatan (Plus aplikasi sofeware SPSS), Yogyakarta :
Citra Cendikia Press.
Robbins, S.P.,& Judge. 2008. Perilaku Organisasi, Edisi ke-12. Jakarta: salemba
Empat.
Rumila dan Arofiati. 2009. Hubungan Peran Perawat Dengan Sikap Perawat
Pada Pemberian Informed Consent Sebagai Upaya Perlindungan Hukum
Bagi Pasien di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Mutiara
Medika Vol. 9 No. 2:58 – 63, Juli 2009.
Sjamsuhidajat, R & Jong de Wim. 2005. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC.
Soelistyowatie, T. 2011. Penerapan hukum informed concent terhadap pelayanan
keluarga berencana di Rumah Sakit Tugurejo Semarang. Jurnal Dinamika
Kebidanan Vol 1 No. 1 Januari 2011.
Sugiyarti, I. 2009. Tinjauan Filosofi Peran Dan Fungsi Perawat Dalam
Pemberian Informed Consent di Rumah Sakit. Bandung: Universitas Islam
Bandung.
Sugiyono, 2014, Statistika Untuk Penelitian, Bandung: Alfa Beta.
Undang Undang Republik Indonesia No 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan.
Jakarta: Laksana.
Undang Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Jakarta: Laksana.
Utami, W,Y. & Supratman. (2009). Pendokumentasian dilihat dari beban kerja
perawat. Berita ilmu keperawatan, 2, (I), 7-12.
Weiser S.D., Heisler M., Leiter K., et al. 2007. Routine HIV testing in Botswana:
A population-based study on attitudes, practices, and human right
concerns. PLoS Med 3(7): e261.
Yulianto. 2012. Gambaran Peran Perawat Dalam Penanganan Hospitalisasi
Pada Anak di Ruang Perawatan 4 RSU Islam Faisal Makassar. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 4 Nomor 5 Tahun 2014. ISSN :
2302-1721