STRUKTUR KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA
DALAM NOVEL BISMA DEWABRATA KARYA B.B. TRIATMOKO, S.J.
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
R. Benny Pradipta
134114010
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
Skripsi
STRUKTUR KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA
DALAM NOVEL BISMA DEWABRATA KARYA B.B. TRIATMOKO, S.J.
Oleh
R. Benny Pradipta
134114010
Telah Disetujui Oleh
Pembimbing I
Susilawati Endah Peni Adji, S.S., M.Hum. tanggal 9 Mei 2019
Pembimbing II
Drs. B. Rahmanto, M.Hum. tanggal 9 Mei 2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
Tugas Akhir
STRUKTUR KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA
DALAM NOVEL BISMA DEWABRATA KARYA B.B. TRIATMOKO, S.J.
Dipersiapkan dan ditulis oleh
R. Benny Pradipta
NIM: 134114010
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji
Pada 9 Mei 2019
Dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap
Ketua : S.E. Peni Adji, M.Hum.
Sekretaris : Dr. Yoseph Yapi Taum, S.S., M.Hum.
Anggota : 1. Drs. B. Rahmanto, M.Hum.
2. S.E. Peni Adji, M.Hum.
3. Dr Yoseph Yapi Taum, M.Hum.
Tanda Tangan
………………
………………
………………
………………
………………
Yogyakarta, 9 Mei 2019
Dekan Fakultas Sastra
Universitas Sanata Dharma,
Drs. Tatang Iskarna, M.Hum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 9 Mei 2019
Penulis
R. Benny Pradipta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah
untuk Kepentingan Akademis
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : R. Benny Pradipta
Nim : 134114010
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul ―Struktur
Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Bisma Dewabrata Karya B.B.
Triatmoko, S.J.‖.
Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam
bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya
di internet atau media yang lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta
izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai pemilik.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada Tanggal 9 Mei 2019
Yang menyatakan,
R. Benny Pradipta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
Skripsi ini saya persembahkan
untuk Bapak saya Petrus Bambang Trihasworo yang tetap mempercayai penulis
dalam menyelesaikan skripsi, Ibu saya F.X. Martini yang berharap kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsinya dan Istri saya yang tercintai Yulita Maizia
bersama putri kami Petra Kinanti Supraba disusul anak kedua kami yang akan
segera lahir dengan terima kasih dan cinta kupersembahkan tanggung jawab
akademik ini dengan rasa syukur serta perjuangan dalam kehidupan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
“Lebih asyik berpikir menjadi manusia yang baik ketimbang menjadi Katolik
yang baik.” – R. Benny Pradipta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
KATA PENGANTAR
Dengan nama Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang. Puji syukur
penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala rencana-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul ―Struktur Kepribadian Tokoh Utama dalam
Novel Bisma Dewabrata Karya B.B. Triatmoko, S.J.‖. Skripsi ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S) pada Program Studi
Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Skripsi ini terselesaikan berkat dukungan dari berbagai pihak, baik
langsung atau pun tidak langsung. Oleh sebab itu, penulis bertanggung jawab
untuk mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak tersebut. Pertama,
Susilawati Endah Peni Adji, S.S., M.Hum. sebagai dosen pembimbing I dari awal
skripsi ini dimulai. Beliau telah menyediakan banyak waktu untuk mendengarkan
dan mengoreksi argumen penulis sehingga akhirnya diperoleh kematangan cara
mengolah rumusan masalah.
Kedua, Drs. B. Rahmanto, M.Hum. sebagai pembimbing II dalam
mengerjakan skripsi. Selain keahlian dalam bidangnya, ketegasan dan
kerendahhatian Drs. B. Rahmanto, M.Hum. membuat penulis sangat termotivasi
untuk menyelesaikan skripsi ini.
Ketiga, seluruh dosen Program Studi Sastra Indonesia: M.Hum., Dr.
Yoseph Yapi Taum, M.Hum., Sony Christian Sudarsono, S.S., M.A., M.M. Sinta
Wardani, S.S., M.A., dan Dra. F. Tjahdrasih Adji, M.Hum. yang telah menuntun
dan membekali berbagai ilmu pengetahuan selama perkuliahan.
Keempat, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada segenap staf
sekretariat Fakultas Sastra atas pelayanan administrasi, baik pelayanan mengenai
perkuliahan atau pun bantuan selama penulis berkegiatan dalam organisasi
Himpunan Mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
Pihak lain yang mendorong dan menyemangati penulis dalam
mengerjakan skripsi ini adalah keluarga dan sahabat. Penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada Jason Ranti, Joko Pinurbo, Dhenok Kristianti, Nano
L. Basuki, Ari Prayogi, Gabriel Gradi Mahendra, serta Manoel Pedro.
Kekurangan dari skripsi ini merupakan tanggung jawab penulis dan tidak
terkait dengan pihak yang disebutkan di atas.
Yogyakarta, 9 Mei 2019
Penulis
R. Benny Pradipta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
ABSTRAK
Pradipta, R. Benny. 2019. ―Struktur Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel
Bisma Dewabrata Karya B.B. Triatmoko, S.J.‖. Skripsi Strata Satu
(S1). Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia,
Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Skripsi ini membahas unsur intrinsik dan struktur kepribadian tokoh
Utama dalam novel Bisma Dewabrata karya B.B. Triatmoko, S.J. Unsur intrinsik
yang dimaksud adalah tokoh, penokohan, dan alur. Sementara struktur
kepribadian yang dimaksud terdiri dari id, ego, dan superego.
Data penelitian ini adalah novel Bisma Dewabrata Karya B.B. Triatmoko,
S.J. yang dikumpulkan menggunakan metode studi pustaka. Metode analisis data
yang digunakan adalah metode formal dan analisis isi. Dasar pelaksanaan metode
analisis isi adalah penafsiran. Hasil analisis data disajikan menggunakan metode
deskriptif kualitatif. Teori yang digunakan untuk menjabarkan struktur
kepribadian tokoh utama adalah teori psikoanalisi Sigmund Freud yang meliputi
Id, Ego, dan Superego.
Hasil penelitian ini meliputi dua hal. Pertama, unsur intrinsik berupa
tokoh, penokohan, dan alur. Tokoh utama yaitu Bisma. Musuhnya adalah Dewi
Durgandini, Prabu Sentanu, Prabu Danureja, dan Dewi Amba. Tokoh-tokoh
pembantu adalah Wulandari, Rama Bargawa, Angin Selaksa, dan Padang Buana.
Cerita ini bergerak atas dasar motif Bisma yang mencari kasih sayang dari ibu
kandungnya sehingga ia memutuskan untuk pergi mengembara, keluar dari istana.
Kedua, struktur kepribadian tokoh utama. Id tokoh utama ialah pencarian kasih
sayang seorang ibu yang dirindukan. Ego tokoh utama ialah moralitas
kemanusiaan yang sangat dijunjung tinggi. Nilai tersebut adalah pilihan Bisma
Dewabrata yang didasarkan pada nilai kehidupan. Superego tokoh utama adalah
Bisma seorang putra mahkota dari Kerajaan Astinapura yang mengharuskannya
untuk menjadi seorang raja. Bisma Dewabrata memiliki kasta Kesatria yang
diharuskan menjunjung tinggi kehormatan, akhlak, dan memegang teguh janji
yang telah diucapkan kepada seseorang.
Kata kunci: novel Bisma Dewabrata, tokoh, penokohan, alur, struktur kepribadian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
ABSTRACT
Pradipta, R. Benny. 2019. ―Prime Character’s Personality Structure in Novel
Bisma Dewabrata by B.B. Triatmoko, S.J.‖. Undergraduate Thesis (S1).
Indonesian Literature Study Program, Indonesian Literature Department,
Faculty of Letters, Sanata Dharma University.
This thesis discusses the intrinsic elements and personality structure of the
main character in the novel Bisma Dewabrata by B.B. Triatmoko, S.J. The
intrinsic element in question is a character, characterization, and plot. While the
personality structure in question consists of id, ego, and superego.
The data of this study is the novel Bisma Dewabrata by B.B. Triatmoko,
S.J. collected using the literature study method. Data analysis methods used are
formal methods and content analysis. The basis for implementing the content
analysis method is interpretation. The results of data analysis are presented using
qualitative descriptive methods. The theory used to describe the personality
structure of the main characters is Sigmund Freud psychoanalytic theory which
includes Id, Ego, and Superego.
The results of this study include two things. First, the intrinsic element is
in the form of characters, characterizations, and grooves. The main character is
Bisma. The enemies are Dewi Durgandini, Prabu Sentanu, Prabu Danureja, and
Dewi Amba. The supporting figures are Wulandari, Rama Bargawa, Angin
Selaksa, and Padang Buana. This story moves on the basis of Bisma's motives that
seek love from her biological mother so she decides to go wandering out of the
palace. Second, the personality structure of the main character. The main
character's id is the search for affection of a mother who is longed for. The main
character's ego is human morality that is highly respected. This value is the choice
of Bhishma Dewabrata based on the value of life. The main character's superego
is Bhisma, a crown prince of the kingdom of Astinapura, which requires him to
become a king. Bisma Dewabrata has a knighthood caste that is required to
uphold honor, morals, and uphold the promises that have been made to someone.
Keywords: Bisma Dewabrata novel, character, characterization, plot, personality
structure
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING .......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. vi
MOTTO .................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................ viii
ABSTRAK .................................................................................................. x
ABSTRACT .................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ............................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 6
1.4 Manfaat Hasil Penelitian ................................................................. 6
1.4.1 Manfaat Teoritis .................................................................. 6
1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................... 6
1.5 Tinjauan Pustaka ............................................................................. 7
1.6 Landasan Teori ................................................................................ 10
1.6.1 Kajian Strukturalisme.......................................................... 10
1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan ......................................................... 10
1.6.1.2 Alur ..................................................................................... 11
1.6.2 Kajian Psikoanalisis ............................................................ 16
1.6.2.1 Struktur Kepribadian ........................................................... 17
1.6.2.1.1 Id ......................................................................................... 18
1.6.2.1.2 Ego ...................................................................................... 19
1.6.2.1.3 Superego .............................................................................. 20
1.7 Metode Penelitian............................................................................ 22
1.7.1 Pendekatan .......................................................................... 22
1.7.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data .............................. 23
1.7.3 Metode dan Teknik Analisis Data ....................................... 24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ................................ 24
1.8 Sumber Data .................................................................................... 25
1.9 Sistematika Penyajian ..................................................................... 25
BAB II TOKOH, PENOKOHAN, DAN ALUR YANG TERDAPAT
DALAM NOVEL BISMA DEWABRATA KARYA B.B. TRIATMOKO, S.J.
2.1 Pengantar ......................................................................................... 27
2.2 Tokoh dan Penokohan ..................................................................... 27
2.3 Alur ................................................................................................. 39
BAB III STRUKTUR KEPRIBADIAN TOKOH UTAMAT DALAM
NOVEL BISMA DEWABRATA KARYA B.B. TRIATMOKO, S.J.
3.1 Pengantar ......................................................................................... 47
3.2 Struktur Kepribadian ....................................................................... 47
3.2.1 Id ......................................................................................... 47
3.2.2 Ego ...................................................................................... 49
3.2.3 Superego .............................................................................. 52
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ..................................................................................... 58
4.2 Saran ................................................................................................ 59
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penelitian ini mengangkat judul ―Struktur Kepribadian Tokoh utama dalam
Novel Bisma Dewabrata Karya B.B. Triatmoko, S.J.‖
B.B. Triatmoko, S.J.‖ lahir di Tanjung Balai Karimun tahun 1965. Masuk
Novisiat ordo Yesuit tahun 1984 dan ditahbiskan sebagai imam tahun 1994. Sejak
tahun 2000 bertugas sebagai direktur ATMI (Akademi Tehnik Mesin Industri)
Surakarta. Latar belakang pendidikannya mencakup bidang Filsafat, teologi (Loyola
School of Theology, Manila, MA 1994), teknik manufaktur (Tufts University,
Boston), computer science (Harvard University Ext.), dan manajemen bisnis (Caroll
School of Management, Boston College, MBA 1998). Beberapa karya yang pernah
diterbitkan (1983) ―Tanjung Priok, Dahulu, Kini, dan Esok‖ yang memenangkan
juara III nasional tingkat SLTA; (1984) ―Mata Ganti Mata, Dunia akan Buta‖ yang
merupakan naskah drama radio direkam oleh Delagatus Komunikasi Sosial,
Keuskupan Agung Semarang; (1988) ―Bunga Rampai Filsafat Diryarkara‖ diterbitkan
dalam perayaan 25 tahun STF Diryarkara, Jakarta; (2005) ―Antara Kabut dan Tanah
Basah‖ yang merupakan refleksi kehidupan dalam bentuk wayang.
Novel Bisma Dewabrata Karya B.B. Triatmoko, S.J. merupakan novel yang
menceritakan tokoh Bisma Dewabrata yang berkeinginan kuat untuk mengungkapkan
misteri kebahagian melalui perziarahan batin yang diperoleh dari pengembaraannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
demi menemukan bunga utpala. Keyakinnya itu membawa Dewabrata ingin
mendapatkan jawaban atas kerinduannya secara pasti untuk bertemu dengan
ibundanya yang telah meninggal sejak melahirkannya sekaligus keinginannya untuk
menemukan kedamaian sejati yang diimpikannya agar dapat mencegah perang
saudara yang akan terjadi di Astinapura dan mengobati luka-luka batin yang dialami
manusia di bumi ini.
Dewabrata merupakan seorang putra mahkota keturunan dari raja Astinapura,
bernama Prabu Sentanu. Namun dalam kehidupannya sebagai putra mahkota
Dewabrata sering mengalami pergulatan batin yang disebabkan oleh Dewabrata yang
merindukan kehadiran kasih sayang yang hanya bisa didapatkan dari ibu kandungnya.
Dengan demikian Dewabrata melampiaskan kegundahan di hatinya dengan mengenal
apa arti dari cinta dengan menghabiskan waktunya untuk bersemadi dan berlatih demi
menemukan kebenaran agar dapat menemui Dewi Tara yang membawa bunga utpala
diceritakan oleh alam bawah sadarnya. Bunga Utpala menginterpretasikan rasa kasih
sayang abadi yang menciptakan kebahagiaan bagi dunia sekaligus membawa
Dewabrata mendapatkan cinta yang dirindukannya selama ini.
Novel Bisma Dewabrata Karya B.B. Triatmoko, S.J. mempunyai cara yang
menarik dalam memperkenalkan kebutuhan dasar manusia untuk mendapatkan cinta-
kasih. Semuanya tertuang melalui kisah perjalanan Dewabrata serta tokoh-tokoh yang
ikut turut ditemui Dewabrata sepanjang pengembaraannya dalam mendapatkan bunga
Utpala. Tokoh Dewabrata memperkenalkan sifat cinta-kasih yang sejati, yaitu cinta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
yang tidak menghendaki kenikmatan untuk dirinya sendiri dengan keteguhan hati
yang termateraikan oleh janji. Cinta yang tidak ingin memiliki tetapi melepaskan oleh
sebab sifat dari cinta sejati itu tidak ingin menguasai tetapi membiarkan diri terbuka
pada sesuatu yang lebih besar dari perasaan cinta itu sendiri yaitu tanggung jawab
terhadap suatu pilihan pada suatu jalan hidup yang dipilih. Dari konflik yang di
angkat dalam Novel Bisma Dewabrata Karya B.B. Triatmoko, S.J. ini, Wulandari
merepresentasikan tokoh yang mampu mengubah perasaan cinta asmara yang pada
awal ingin memiliki cinta dari Dewabrata hanya untuknya seorang dengan rasa ingin
memiliki itu menjadi cinta sejatinya. Perasaan cinta sejati yang diikuti oleh perasaan
menghormati keputusan Dewabrata yang memilih untuk tidak menikah karena demi
melayani kedamaian Kerajaan Astinapura yang disebut dengan sumpah
brahmacarya. Dalam novel Bisma Dewabrata Karya B.B. Triatmoko, S.J. hadirnya
tokoh Wulandari sesungguhnya mengajarkan tentang keagungan cinta yang rela
mengorbankan nyawanya demi melindungi keselamatan Dewabrata. Pada akhir cerita
dalam novel Bisma Dewabrata Karya B.B. Triatmoko, S.J., kematian Wulandari
merupakan suatu jalan bagi Dewabrata dalam mendapatkan bunga Utpala yang
selama ini dicari ternyata ada begitu dekat bersama dengan Dewabrata sendiri.
Novel Bisma Dewabrata Karya B.B. Triatmoko, S.J. menuntun pembaca
kepada pemahaman bahwa bunga Utpala merupakan hasil dari tekad yang kuat dari
Bisma Dewabrata dalam menemukan kebahagiaan yang sejati yang dipilihnya.
Pengembaraan Bisma Dewabrata, merupakan cara dalam pembelajaran memurnikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
diri dengan seluruh akal budi, rasa, dan hati tulus yang disadarkan di setiap
pengalaman Dewabrata demi menemukan kebebasan batinnya dari kemalangan yang
menerkam.
Di sisi lain pengorbanan mencari bunga Utpala menghantarkan Bisma
Dewabrata menemukan pencerahan, yaitu keagungan cinta kasih. Cinta kasih inilah
yang menjadi fokus perjuangan Dewabrata dalam mengenali dirinya, seperti halnya
tanpa suatu pengorbanan, bunga Utpala tidak akan pernah didapatkan oleh
Dewabrata.
Novel Bisma Dewabrata karya B.B. Triatmoko, S.J. secara keseluruhan cerita
terdapat suatu dominasi pilihan di alam bawah sadar dari Bisma Dewabrata dengan
Ego-nya, ia menentukan pilihannya yang selama ini di rindukan (Id) atau membawa
Dewabrata kepada hal yang semestinya didapatkannya (Superego). Pilihan-pilihan
dari Dewabrata tersebut yang membawanya dalam menentukan keputusan yang akan
dipilih dalam hidupnya. Alam bawah sadar Bisma Dewabrata membentuk suatu
dialog yang mengarahkannya pada proses intropeksi diri dalam menyelesaikan setiap
pilihan yang ia temui. Kesadaran Bisma Dewabrata, membawanya ke suatu proses
penyembuhan pada luka batinnya dalam mendapatkan kebahagiaan sejati.
Diperolehnya bunga Utpala menjadi suatu pembuktian cinta sejati yang diwujudkan
dengan pengorbanan Wulandari hingga ajal menjemputnya demi melindungi
Dewabrata dari lesatan anak panah yang terarah kepadanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Berdasarkan pengalaman tokoh Bisma Dewabrata dalam memutuskan pilihan-
pilihannya dalam membuat suatu keputusan yang akan dipilihnya menarik penulis
untuk mengangkat tokoh utama ini menjadi bahan kajian psikoanalisis dalam
mengkajinya.
Kerch, dikutip Minderop (2010:7), mengatakan kajian psikoanalisis
menggunakan struktur kepribadian yang membentuk proses pengalaman yang harus
dipahami dengan cara mempelajari peristiwa-peristiwa yang memengaruhi perilaku
seorang tokoh melalui konstribusi peristiwa tersebut terhadap kepribadian tokoh.
Kajian struktural akan lebih berfokus kepada alur pada cerita serta pembentukan
konflik dari penokohan yang mendampingi tokoh utama.
Pendekatan struktur kepribadian digunakan dalam mengkaji tokoh utama
Bisma Dewabrata sebagai objeknya dengan menggunakan cara yang telah
dirumuskan oleh Sigmund Freud yaitu pengaruh id dan Superego dalam menetukan
posisi Ego yang seharusnya bekerja sama secara teratur hingga memungkinkan
seorang tokoh untuk bergerak secara efisien dalam membahagiakannya dan
memuaskan dalam lingkunganya namun sebaliknya jika ketiga system kepribadian ini
bertentangan satu sama lain, maka tokoh yang bersangkutan tidak mendapatkan
kepuasan dengan dirinya sendiri dan lingkungannya (Hall, 1995:29). Bertolak dari
fenomena kontribusi kajian psikologi sastra maka peneliti mengkaji novel Bisma
Dewabrata Karya B.B. Triatmoko, S.J. menggunakan kajian psikoanalisis dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
membedah struktur kepribadian tokoh utama, Bisma Dewabrata dengan mengetahui
pengaruh Id dan Superego dalam menentukan posisi pilihan dari Ego.
Alasan dipilihnya Novel Bisma Dewabrata Karya B.B. Triatmoko, S.J. karya
B.B. Triatmoko, S.J. ialah sebagai bahan kajian novel tersebut terkait dengan
pengalaman psikologis dan permasalahan kejiwaan sebagaimana dialami oleh
manusia di dalam kehidupan nyata. Berdasarkan pernyataan di atas maka peneliti
menggunakan pendekatan psikologi dalam sastra dalam mengkaji novel tersebut lebih
dalam pada tataran struktur kepribadian yang terdapat pada tokoh utama dalam novel
Bisma Dewabrata karya B.B. Triatmoko, S.J., yang sejauh diketahui oleh peneliti,
belum ada penelitian yang menggunakan teori psikoanalisis dalam mengkaji novel
Bisma Dewabrata Karya B.B. Triatmoko, S.J.
Dalam meneliti karya sastra, hal pertama yang dilakukan peneliti adalah
menganalisis unsur-unsur pembangun suatu karya sastra yang hanya dibatasi pada
alur, serta penokohan secara struktural oleh sebab penulis hanya berfokus pada tokoh-
tokoh yang mempengaruhi pengalaman tokoh utama dalam novel Bisma Dewabrata
Karya B.B. Triatmoko, S.J. Analisis struktural digunakan untuk memahami jalan
cerita dalam suatu karya, tokoh dan penokohan sebagai pelaku cerita berhubungan
dengan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Kemudian hasil analisis
struktural tersebut digunakan pada kajian psikoanalisis yang akan mengupas struktur
kepribadian Bisma Dewabrata demi mengetahui posisi Ego dalam menentukan
pilihan pada pengaruh yang terbentuk oleh Id maupun Superego.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penelitian di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.2.1.1 Bagaimana struktur intrinsik yang meliputi tokoh, penokohan, dan alur yang
terdapat dalam novel Bisma Dewabrata Karya B.B. Triatmoko, S.J.?
1.2.2 Bagaimana struktur kepribadian tokoh utama dalam novel Bisma Dewabrata
Karya B.B. Triatmoko, S.J.?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang serta rumusan masalah di atas, tujuan penelitian
ini adalah:
1.3.1 Mendeskripsikan struktur intrinsik yang meliputi penokohan dan alur yang
terdapat dalam novel Bisma Dewabrata Karya B.B. Triatmoko, S.J..
1.3.2 Menjelaskan struktur kepribadian tokoh utama dalam novel Bisma Dewabrata
Karya B.B. Triatmoko, S.J.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini berupa deskripsi kajian psikoanalisis tentang struktur
kepribadian tokoh utama dalam novel Bisma Dewabrata Karya B.B. Triatmoko, S.J.
yang secara teoritis penelitian ini merupakan penerapan teori psikologi dalam sastra
khusunya psikoanalaisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud tentang kajian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
psikoanalisis yang dikhususkan pada teori struktur kepribadian. Secara praktis,
manfaat dalam penelitian ini, antara lain:
(1) Bagi peneliti sastra, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
bahan bandingan.
(2) Bagi mahasiswa Sastra Indonesia, hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai acuan tambahan mengenai kajian sastra, khususnya
psikologi sastra.
(3) Bagi mahasiswa Sastra Indonesia, hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai literature penambah wawasan dalam bersastra.
1.5 Tinjauan Pustaka
Topik tentang kajian psikoanalisis terhadap karya-karya sastra pernah dibahas
oleh Darwati (2002), Andik Satriya (2003), Rahmani (2004), Irene Dwi Mayasari
(2005), Tutik Rahmawati (2005).
Darwati (2002) dalam penelitian mengenai psikoanalisis berjudul Mekanisme
Pertahanan Ego Tokoh dalam Kumpulan Cerpen Enam Mimpi karya Chiung Yao
(Kajian Psikoanalisis). Dalam penelitian tersebut, Darwati (2002:91-94)
menyimpulkan bahwa ego dalam tokoh yang ada pada kumpulan cerpen Enam Mimpi
karya Chiung Yao tidak dapat menanggulangi kecemasan dengan cara-cara rasional.
Sehingga dari hal tersebut akan kembali pada cara-cara yang realistik yang
diistilahkan sebagaimana mekanisme pertahanan ego. Berangkat darianggapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
tersebut, peneliti menganalisis mekanisme pertahanan ego dalam perkembangan
kehidupan yang tercermin oleh tokoh-tokoh dalam kumpulan cerpen Enam Mimpi
karya Chiung Yao. Adapun mekanisme pertahanan ego yang digunakan adalah
bentuk penekanan atau represi, proyeksi, pembentukan reaksi, fiksasi dan regresi.
Satriya (2003) dalam penelitiannya berjudul Dinamika Kepribadian Tokoh
Utama dalam Novel Melanie karya V. Lestari (Tinjauan Psikologis). Dalam
penelitian tersebut, Satriya (2003:73-74) menyimpulkan bahwa dalam novel Melanie
karya V. Lestari mengandung unsur-unsur psikologi kepribadian yang diiktisarkan
dalam rangka struktur, dinamika, dan perkembangan kepribadian. Dinamika
kepribadian tokoh utama dalam novel Melanie karya V. Lestari, merupakan gerak
atau kekuatan yang tercermin pada sikap atau tingkah laku tokoh utama yang
membedakan dengan tokoh lain. Melalui dinamika kepribadian, memberikan ciri
tersendiri bagi tokoh utama. Ciri ini melekat pada tokoh utama. Ciri ini melekat pada
tokoh utama yang berupa sikap-sikap, sifat-sifat, dan nilai-nilai yang khas.
Rahmani (2004) dalam penelitiannya berjudul Kecemasan tokoh Firdaus
dalam Novel Perempuan di Titik Nol karya Nawal el-Saadawi (Kajian Psikoanalisis).
Dalam penelitian tersebut, Rahmani (2004:74—75) menyimpulkan bahwa bentuk
kecemasan realitas Firdaus terlihat kebenciannya pada kemiskinan. Proses kecemasan
neurosis muncul karena ia tidak mampu mereduksi keinginan-keinginan naluri-naluri
yang ada pada dirinya, yakni ekonominya. Adapun kecemasan moral pada tokoh
Firdaus diperlihatkan secara langsung. Rasa bersalah yang telah mengendap sekian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
lama diikuti dengan rasa benci yang makin memuncak dan tak tertahankan, yang
akhirnya terjadi pembunuhan.
Mayasari (2005) dalam penelitiannya berjudul Tokoh Utama Mandar dalam
Novel Cinta Seorang Psikopat karya V. Lestari (Kajian Psikoanalisis) Dalam
penelitian tersebut, Mayasari (2005:49-51) menyimpulkan bahwa kepribadian
psikopat tokoh utama Mandar dalam novel Cinta Seorang Psikopat karya V. Lestari
dikarenakan adanya pengalaman masa lalu, dimana Mandar menganggap pengalaman
tersebut merupakan peristiwa yang patut ditiru. Kepribadian psikopat Mandar
dicerminkan dengan adanya tingkah laku dan relasi sosial yang selalu asosial, tanpa
perasaan, emosinya tidak matang, tidak bertanggung jawab, serta sering dicirikan
dengan penyimpangan seksualitas. Dampak kepribadian psikopat tokoh utama
Mandar berada pada kondisi dikucilkan masyarakat, karena Mandar dianggap
manusia jahat dan tidak waras.
Tutik Rahmawati (2005) dalam penelitiannya berjudul Novel Imipramine
karya Nova Riyanti Yusuf (Kajian Psikoanalisis Sigmund Freud). Dalam penelitian
tersebut, Rahmawati (2005:48-49) menyimpulkan novel Imipramine karya Nova
Riyanti Yusuf ini menyuguhkan masalah yang sangat kompleks. Berbagai kemelut
batin dalam tiap-tiap tokohnya, yang disuguhkan pengarang Nova Riyanti Yusuf pada
novelnya, yaitu gejolak batin sampai pada titik sebuah konflik.
Berdasarkan uraian-uraian singkat penelitian tentang kajian psikoanalisis di
atas, hal tersebut sangat berguna bagi penulis karena dengan adanya penelitian-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
penelitian tersebut, peneliti dapat mengetahui lebih dalam seluk-beluk tentang teori
psikoanalisis Sigmund Freud.
1.6 Landasan Teori
Dalam landasan teori ini dipaparkan mengenai pengertian kajian
strukturalisme yang dibatasi pada alur dan penokohan, kemudian dilanjutkan dengan
kajian psikologi sastra dalam memahami struktur kepribadian tokoh utama yang
berupa Id, Superego, dan kecenderungan pilihan yang mempengaruhi Ego tokoh
utama.
1.6.1 Kajian Strukturalisme
Kajian strukturalisme meneliti hubungan antarunsur (intrinsik) yang bersifat
timbal balik, saling menentukan, saling memengaruhi yang secara bersama
membentuk satu kesatuan yang utuh (Nurgiyantoro, 2013:57).
Setiap teks kesastraan memiliki struktur yang unik sehingga terdapat
perbedaan dengan teks-teks yang lain. Struktur tersebut saling berhubungan satu
dengan yang lain yang menyebabkan teks sastra menjadi bermakna, masuk akal,
menjadi logis dan mudah dipahami. Ketika kita membaca cerita fiksi, kita akan
bertemu dengan alur, tokoh, dan latar yang terjadi dalam cerita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan
Tokoh cerita merupakan tokoh yang diciptakan pengarang untuk menunjuk
pada orang sebagai pelaku cerita yang harus dihidupkan seperti dalam kehidupan
manusia yang memiliki pikiran dan perasaan (Nurgiyantoro, 2013: 249). Kehidupan
tokoh cerita adalah kehidupan yang berada dalam dunia khayalan atau fiksi yang
dituntut memiliki sikap dan tindakan sesuai dengan cerita dan perwatakan yang
ditentukan. Tokoh cerita sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral
kepada pembaca atau penikmat karya sastra.
Berdasarkan segi peranan dan pentingnya tokoh dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama cerita adalah tokoh yang sering
ditampilkan dalam cerita, sebagai pelaku atau dikenai kejadian. Tokoh tambahan
biasanya dikesampingkan atau kurang mendapat perhatian.
Dalam pengertiannya, penokohan lebih luas dibandingkan tokoh dan
perwatakan dikarenakan penokohan memiliki permasalahan siapa tokohnya,
bagaimana karakternya, penampilan fisik, penempatannya sehingga dapat
memberikan suatu kejelasan kepada pembaca atau penikmat karya sastra
(Nurgiyantoro, 2013: 248).
1.6.1.2 Alur
Alur atau plot merupakan unsur fiksi yang penting di antara unsur fiksi yang
lain. Hal ini dikarenakan adanya tinjauan struktural terhadap teks fiksi yang lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
menekankan pada pembahasan alur meskipun menggunakan istilah lain. Secara
umum, orang-orang sering mempergunakan istilah alur atau jalan cerita, sedangkan
dalam teori, alur dikenal sebagai struktur naratif, susunan, dan juga sujet adalah alat
atau alur. Alur mengandung unsur jalan cerita atau lebih tepatnya peristiwa demi
peristiwa yang susul-menyusul. (Nurgiyantoro, 2013: 165).
Namun, alur kadang kala tidak menyajikan peristiwa secara kronologis dan
berurutan, melainkan penyajian dapat dimulai dan diakhiri dengan kejadian yang
mana pun juga tanpa adanya keharusan untuk memulai dan mengakhiri dengan
kejadian awal dan kejadian terakhir. Oleh karena itu, tahap awal cerita tidak selalu
berada pada awal cerita atau bagian awal teks, melainkan dapat terletak di bagian
mana pun.
Tahap-tahap perkembangan struktur alur dapat dibagi menjadi tiga yaitu tahap
awal, tahap tengah, dan tahap akhir. Tahap awal disebut pula tahap perkenalan yang
berisi informasi penting yang berkaitan dengan hal-hal yang akan dikisahkan.
Misalnya, pengenalan latar, seperti nama-nama tempat, suasana alam, waktu
kejadiannya, deskripsi fisik, dan perwatakannya (Nurgiyantoro, 2013: 201-202).
Tahap tengah atau tahap pertikaian menampilkan konflik yang mulai dimunculkan
pada tahap sebelumnya, sehingga menjadi semakin menegangkan. Biasanya konflik
yang ditimbulkan bersifat internal yaitu yang terjadi dalam diri tokoh dan eksternal
yaitu terjadi pertentangan antartokoh cerita (Nurgiyantoro, 2013: 204). Tahap akhir
disebut tahap penyelesaian yang menampilkan adegan tertentu sebagai akibat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
klimaks. Bagian ini menampilkan tentang cerita tersebut diselesaikan, atau mengenai
kelanjutan cerita yang berkaitan dengan nasib tokoh-tokoh.
Menurut Foster (dalam Nurgiyantoro, 2013:166) alur adalah hubungan antar
peristiwa yang diceritakan harus mempunyai hubungan sebab akibat, tidak hanya
dikisahkan sekedar berurutan secara kronologis.
Menurut Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2013: 167) alur sebagai peristiwa-
peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana dikarenakan
pengarang menyusun peristiwa-peristiwa tersebut berdasarkan hubungan sebab
akibat.
Selain itu, menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2013:167) adanya
perbedaan antara cerita dan alur. Ia mengemukakan bahwa alur dalam teks fiksi
merupakan bagian dari peristiwa-peristiwa yaitu sebagaimana yang terlihat dalam
pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa yang bertujuan untuk mencapai nilai
seni dan emosional tertentu.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa alur
merupakan peristiwa yang saling susul-menyusul dan memiliki hubungan sebab
akibat dalam peristiwa-peristiwa yang dikisahkan.
Sementara itu, Sudjiman (1988: 30-36) mengungkapkan bahwa terdapat
struktur alur yang meliputi: (1) paparan (exposition), (2) rangsangan (inceting
moment), (3) gawatan (rising action), (4) tikaian (conflict), (5) rumitan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
(complication), (6) klimaks (climax), (7) leraian (falling action), dan (8) selesaian
(denovement).
a. Paparan adalah penyampaian informasi kepada pembaca (Sudjiman, 1988:
32). Paparan biasanya terletak pada bagian awal cerita. Dalam tahapan ini,
pengarang memperkenalkan para tokoh, menjelaskan tempat peristiwa yang
akan terjadi. Paparan ini berfungsi untuk mengantar pembaca ke dalam
persoalan utama yang menjadi isi cerita drama itu.
b. Rangsangan yaitu peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan.
Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya tokoh baru yang berlaku
sebagai katalisator. Rangsangan juga dapat ditimbulkan oleh datangnya cerita
yang merusak keadaan yang semula terasa laras. Rangsangan adalah tahapan
alur ketika muncul kekuatan, kehendak, kemauan, sikap pandangan yang
saling bertentangan dalam drama. Bentuknya berupa peristiwa yang segera
terjadi setelah bagian eksposisi terakhir serta memulai timbul konflik.
Peristiwa itu sering ditimbulkan oleh masuknya tokoh baru atau datangnya
cerita yang merusakkan keadaan yang semula laras (Hariyanto, 2000: 38).
c. Gawatan yaitu peristiwa yang ditimbulkan oleh munculnya keinginan, pikiran,
prakarsa dari seorang tokoh cerita untuk mencapai tujuan tertentu. Akan
tetapi, hasil dari prakarsa itu tidak pasti sehingga menimbulkan kegawatan
(Sumardjo dan Saini, 1985: 143).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
d. Tikaian atau konflik adalah munculnya perselisihan yang diakibatkan oleh
adanya dua kekuatan yang bertentangan (Sudjiman, 1988: 34-35); satu di
antaranya diwakili oleh manusia atau pribadi yang biasanya menjadi
protagonis dalam cerita.
e. Rumitan adalah perkembangan dari gejala mulai tikaian menuju klimaks
cerita, klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak kehebatannya.
Rumitan mempersiapkan pembaca untuk menerima seluruh dampak dari
klimaks (Sudjiman, 1988: 35).
f. Klimaks adalah bagian alur yang menunjukkan adanya pihak-pihak yang
berlawanan atau bertentangan, berhadapan untuk melakukan perhitungan
terakhir yang menentukan (Sumardjo dan Saini, 1985: 143). Klimaks
merupakan tahapan ketika pertentangan yang terjadi mencapai titik
optimalnya. Bagian ini terutama dipandang dari segi tanggapan emosional
pembaca atau penonton, menimbulkan puncak ketegangan.
g. Leraian adalah bagian struktur alur sesudah tercapai klimaks dan krisis,
merupakan peristiwa yang menunjukkan perkembangan lakuan ke arah
selesaian (Hariyanto, 2000: 39). Dalam tahap ini, pertentangan mereda.
Ketegangan emosional menyusut, suasana panas mulai mendingin, menuju
kembali kekeadaan semula seperti sebelum terjadi pertentangan.
h. Selesaian adalah bagian akhir atau penutup cerita. Selesaian boleh jadi
mengandung penyelesaian masalah yang melegakan (happy ending), boleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
jadi juga mengandung penyelesaian masalah yang menyedihkan; misalnya si
tokoh bunuh diri. Ada juga selesaian yang pokok masalahnya tetap
menggantung tanpa pemecahan, tanpa ada penyelesaian masalah dalam
keadaan yang penuh dengan ketidakpastian, ketidakjelasan, ataupun
ketidakpahaman (Sudjiman, 1988: 35-36).
1.6.2 Kajian Psikoanalisis
Teori psikologi yang paling banyak diacu dalam pendekatan psikologi atau
yang paling dominan dalam analisis karya sastra adalah teori Psikoanalisis Sigmund
Freud (Ratna, 2004:62 dan 344). Menurut Freud (2002:3), psikoanalisis ialah sebuah
metode perawatan medis bagi orang-orang yang menderita gangguan syaraf.
Psikoanalisis merupakan suatu jenis terapi yang bertujuan untuk mengobati seseorang
yang mengalami penyimpangan mental dan syaraf. Menurut Fudyartanta (2005:17)
psikoanalisis merupakan psikologi ketidak-sadaran, perhatian-perhatiannya tertuju ke
arah bidang-bidang motivasi, emosi, konflik, simpton-simpton neurotik, mimpi-
mimpi, dan sifat-sifat karakter. Psikoanalisis dikembangkan oleh Sigmund Freud
ketika ia menangani neurosis dan masalah mental lainnya. Menurut Corey (2003:13),
sumbangan-sumbangan utama yang bersejarah dari teori dan praktik psikoanalitik
mencakup: (1) Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan pemahaman
terhadap sifat manusia bisa diterapkan pada peredaan penderitaan manusia, (2)
Tingkah laku diketahui sering ditentukan oleh faktor-faktor tak sadar, (3)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Perkembangan pada masa dini kanak-kanak memiliki pengaruh yang kuat terhadap
kepribadian di masa dewasa, (4) Teori psikoanalitik menyediakan kerangka kerja
yang berharga untuk memahami cara-cara yang digunakan oleh individu dalam
mengatasi kecemasan dengan mengandaikan adanya mekanisme-mekanisme yang
bekerja untuk menghindari luapan kecemasan. (5) Pendekatan psikoanalitik telah
memberikan cara-cara mencari keterangan dari ketaksadaran melalui analisis atas
mimpi-mimpi, resistensi-resistensi, dan transferensi-transferensi. Dalam teori
psikologi sastra yang dipakai ialah kepribadian yang dipandang sebagai suatu struktur
yang terdiri dari tiga unsur dan sistem, yakni Id (Das Es), Ego (Das Ich), dan
Superego (Das Uber Ich).
1.6.2.1 Struktur Kepribadian
Salah satu penemuan besar psikoanalisis adalah adanya kehidupan tak sadar
pada manusia. Freud membayangkan manusia sebagai gunung es di tengah lautan
yang hanya nampak kecil saja yaitu puncak teratasnya. Sebagian besar badan gunung
es tersebut berada di bawah permukaan air laut. Bagian yang berada di bawah
permukaan air laut ini dibagi menjadi dua yaitu bagian pra-sadar yang dengan usaha
dapat kita angkat ke atas dan bagian tak sadar yang hanya muncul dalam perbuatan-
perbuatan tidak sengaja, fantasi, khayalan, mimpi, mitos, dongeng, dan sebagainya.
Pada tahun 1923, Freud mengemukakan dalam bukunya The Ego and The Id
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
pandangannya mengenai struktur kepribadian, yaitu terdiri dari tiga bagian yang
tumbuh secara kronologis: Id, Ego, dan Superego (Hartono, 2003:2.3).
Hasil konflik dan rekonsiliasi ketiga struktur kepribadian yang merunjuk
kepada faktor-faktor yang memengaruhi kepribadian seperti yang dimaksudkan ialah
faktor historis masa lampau dan faktor kontemporer, analoginya factor bawaan dan
factor lingkungan dalam pembentukan kepribadian individu (Minderop, 2016:20).
Ketiga sturktur kepribadian ini satu sama lainnya saling berkaitan serta
membentuk pilihan terhadap manusia yang tak lain merupakan produk interaksi
ketiganya.
1.6.2.1.1 Id
Id adalah sistem kepribadian yang asli atau sistem kepribadian yang paling
dasar, sistem yang di dalamnya terdapat naluri bawaan (Koeswara, 1991:32). Faal
(funksi) satu-satunya dari id untuk mengusahakan segera tersalurkannya kumpulan-
kumpulan energy atau ketegangan, yang dicurahkan dalam jasad oleh rangsangan-
rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar. Faal id ini menaikan prinsip
kehidupan yang asli atau pertama yang oleh Freud dinamakan prinsip kesenangan
(pleasure principle) dari prinsip kesenangan ini membebaskan seseorang dari jumlah
ketegangan sehingga menjadi lebih sedikit dan untuk menekannya menjadi tetap
(konstan) (Hall, 1995:30).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Adapun menurut Palmquist (2005:105), id ialah bagian bawah sadar psikis
yang berusaha memenuhi dorongan naluriah dasar. id merupakan tempat bersemayam
naluri-naluri. Id kurang terorganisasi, buta, menuntut, mendesak, dan bersifat tidak
sadar. Id hanya timbul oleh kesenangan tanpa disadari oleh nilai, etika, dan akhlak.
Dengan beroperasi pada prinsip kesenangan ini, id merupakan sumber semua energi
psikis, yakni libido, dan pada dasarnya bersifat seksual. Id adalah aspek biologis dan
merupakan sistem original dalam kepribadian dan dari aspek ini kedua aspek lain
tumbuh. Id hanya memburu hawa nafsunya saja tanpa menilai hal tersebut baik atau
buruk. Ia merupakan bagian ketidaksadaran yang primitif di dalam pikiran, yang
terlahir bersama individu (Berry, 2001:75).
Id bekerja sejalan dengan prinsip-prinsip kenikmatan, yang bisa dipahami
sebagai dorongan untuk selalu memenuhi kebutuhan dengan serta merta. Fungsi satu-
satunya id adalah untuk mengusahakan segera tersalurnya kumpulan-kumpulan
energi atau ketegangan yang dicurahkan dalam jasadnya oleh rangsangan-
rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar. Ia bertugas menerjemahkan kebutuhan
satu organisme menjadi daya-daya motivasional, yang dengan kata lain disebut
dengan insting atau nafsu. Freud juga menyebutnya dengan kebutuhan. Penerjemahan
dari kebutuhan menjadi keinginan ini disebutdengan proses primer (Boeree,
2005:38).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
1.6.4.2 Ego
Ego berbeda dengan Id. Ego ialah sistem kepribadian yang bertindak sebagai
pengarah individu kepada objek dari kenyataan, dan menjalankan fungsinya
berdasarkan prinsip kenyataan (Koeswara 1991:33-34). Ego merupakan pelaksana
dari kepribadian, yang mengontrol dan memerintah Id dan Superego yang
memelihara hubungan dengan dunia luar untuk kepentingan seluruh kepribadian yang
keperluaannya lebih luas (Hall, 1995:37). Ego tampak sebagai pikiran dan
pertimbangan. Ego bertindak sebagai lawan dari Id. Ego timbul karena adanya
kebutuhan-kebutuhan organisme memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan
dunia kenyataan (Ahmadi, 1992:152). Ego memiliki kontak dengan dunia eksternal
dari kenyataan. Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah,
mengendalikan, dan mengatur (Corey, 2003:14).
Ego merupakan tempat berasalnya kesadaran, biarpun tak semua fungsinya
bisa dibawa keluar dengan sadar (Berry, 2001:76). Ego merupakan aspek psikologis
yang timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan
dunia kenyataan. Ego dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam dunia
batin dan sesuatu yang ada di dunia luar. Peran utama ego adalah menjadi jembatan
antara kebutuhan insting dengan keadaan lingkungan, demi kepentingan adanya
organisme. Menurut Bertens (2002:71) tugas ego adalah untuk mempertahankan
kepribadiannya sendiri dan menjamin penyesuaian dengan alam sekitar. Ego juga
mengontrol apa yang mau masuk kesadaran dan apa yang akan dikerjakannya. Ego
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
menghubungkan organisme dengan realitas dunia melalui alam sadar yang dia
tempati, dan dia mencari objek-objek untuk memuaskan keinginan dan nafsu yang
dimunculkan id untuk merepresentasikan apa yang dibutuhkan organisme. Proses
penyelesaian ini disebut dengan proses sekunder (Boeree, 2005:39).
1.6.4.3 Superego
Superego ialah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan
yang sifatnya evaluatif (Koeswara, 1991:34-35). Ia bertindak sebagai pengarah atau
hakim bagi egonya. Menurut Kartono (1996:129) superego adalah zat yang paling
tinggi pada diri manusia, yang memberikan garis-garis pengarahan ethis dan norma-
norma yang harus dianut. Superego lebih merupakan kesempurnaan daripada
kesenangan, karena itu dapat dianggap sebagai aspek moral kepribadian. Adapun
superego menurut Palmquist (2004:103) adalah bagian dari jiwa manusia yang
dihasilkan dalam menanggapi pengaruh orang tua, guru, dan figur-figur otoritas
lainnya pada masa anak-anak. Inilah gudang psikis bagi pandangan tentang yang
benar dan yang salah. Superego adalah cabang moral atau hukum dari kepribadian.
Superego merepresentasikan hal yang ideal, dan mendorongnya bukan kepada
kesenangan, melainkan kepada kesempurnaan. Superego berkaitan dengan imbalan-
imbalan dan hukuman-hukuman. Imbalan-imbalannya adalah perasaan-perasaan
bangga dan mencintai diri, sedangkan hukuman-hukumannya adalah perasaan-
perasaanberdosa dan rendah diri (Corey, 2003:15). Menurut Hall dan Gardner
(1993:67-68) fungsi utama dari superego antara lain (1) sebagai pengendali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-impuls tersebut
disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat; (2)
mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral ketimbang dengan
kenyataan; dan (3) mendorong individu kepada kesempurnaan. Superego senantiasa
memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang berbeda ke alam bawah sadar.
Superego, bersama dengan id, berada di alam bawah sadar. Jadi superego cenderung
untuk menentang, baik ego maupun id, dan membuat dunia menurut konsepsi yang
ideal. Ketiga aspek tersebut meski memiliki karakteristik sendiri dalam praktiknya,
namun ketiganya selalu berinteraksi secara dinamis.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa stuktur kepribadian merupakan identifikasi
terhadap penjelasan mengenai manusia melalui penghampiran terhadap stuktur psikis
manusia yang menyebabkan suatu pola yang digambarkan dari berbagai macam
keinginan, hasrat, dorongan, atau kenangan sebagai ukuran ruangan dari besarnya
dorongan ketidaksadaran yang bersifat tidak teratur, kacau, dinamis, terus aktif, dan
selalu ingin menerobos prakesadaran dan kesadaran yang terdapat pada manusia.
Sementara kesadaran hanya sebagian kecil dibanding bagian ketidaksadaran yang
membentuk manusia menjadi struktur yang selalu berkonflik terhadap dirinya sendiri.
1.7 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui empat tahap, yaitu (i) pendekatan, (ii)
pengumpulan data, (iii) analisis data, dan (iv) penyajian hasil analisis data.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
1.7.1 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan objektif.
Sedangkan teori yang digunakan adalah teori kepribadian Sigmund Freud.
Pendekatan objektif dengan teori psikoanalisis Freud tersebut digunakan untuk
mengkaji aspek psikologis tokoh dalam karya sastra.
Pendekatan objektif merupakan pendekatan yang bertumpu pada karya sastra
itu sendiri (Ratna, 2004:74). Pendekatan objektif menitikberatkan pada teks sastra
yang kelak disebut strukturalisme atau intrinsik (Endraswara, 2013:9). Pendekatan ini
digunakan untuk mempermudah analisis aspek psikologis tokoh berdasarkan alur,
tokoh, dan penokohan novel Bisma Dewabrata.
Teori psikoanalisis digunakan untuk mengkaji struktur kepribadian pada
tokoh utama Bisma Dewabrata. Pembagian psikisme manusia yang terdiri dari Id
(terletak di bagian taksadar) yang merupakan reservoir pulsi dan menjadi energy
psikis. Ego (terletak di antara alam sadar dan taksadar) yang bertugas sebagai
penengah dan mendamaikan tuntutan pulsi dan larangan Superego. Superego (terletak
sebagian di bagian sadar dan sebagian lagi di bagian taksadar) bertugas mengawasi
dan mengahalangi pemuasan sempurna pulsi-pulsi tersebut.
Sastra dan psikologi dapat bersimbiosis dalam perannya terhadap kehidupan,
karena keduanya memiliki fungsi dalam kehidupan yang berurusan dengan persoalan
manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial sebab keduanya
memanfaatkan landasan yang sama yaitu menjadikan pengalaman manusia sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
bahan telaah. Oleh sebab itu pendekatan psikologi dianggap penting penggunaannya
dalam penelitian sastra (Endaswara, 2008:15).
Novel Bisma Dewabrata melalui strukturalisme, menjelaskan alur dalam
cerita yang berkelanjutan dengan mengetahui penokohan pada novel Bisma
Dewabrata dengan tujuan untuk membantu dalam menganalisis struktur kepribadian
tokoh utama Bisma Dewabrata, demi mengetahui letak Ego, dalam menentukan
pilihan pada pengaruh dari Id dan Superego.
1.7.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Objek penelitian ini adalah novel Bisma Dewabrata Karya B.B. Triatmoko,
S.J. yang merupakan buku terbitan tahun 2014 oleh penerbit PT Kanisius. Pada awal
penerbitannya tahun 2004, novel ini berjudul Antara Kabut dan Tanah Basah, yang
kemudian berubah wujud menjadi Bisma Dewabrata pada tahun 2014.
Metode ini dilakukan melalui studi pustaka, yaitu peneliti membaca berbagai
macam pustaka sebagai dasar dan penunjang dalam penelitian. Teknik dalam
penelitian ini adalah teknik teknik simak dan catat, yaitu peneliti melakukan
pengumpulan data dengan cara mencatat hal-hal yang berkaitan dengan psikologi
sastra.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
1.7.3 Metode Analisis Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode formal dan
analisis isi. Metode formal adalah analisis terhadap unsur-unsur (strukturalisme)
karya sastra kemudian bagaimana hubungan antara unsur-unsur tersebut. Tujuan
metode formal adalah suatu ilmu mengenai sastra dengan memperhatikan sifat teks
yang dianggap artistik (Ratna, 2004:49-50).
Metode analisis isi mengungkapkan isi karya sastra sebagai bentuk
komunikasi pengarang dan pembaca. Dasar pelaksanaan metode analisis isi adalah
penafsiran (Ratna, 2004:48-49). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode
formal dengan unsur-unsur dalam novel Bisma Dewabrata karya B.B. Triatmoko, SJ,
kemudian mengungkapkan isi novel tersebut.
1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Metode penyajian hasil analisis data disajikan menggunakan metode
deskriptif kualitatif dan komparasi karena hasil dari analisis data ini berupa
penafsiran Novel Bisma Dewabrata Karya B.B. Triatmoko, S.J. Dalam metode ini,
peneliti akan menyajikan alur cerita serta analisis penokohan para tokoh yang
mendampingi tokoh utama, lalu mengetahui struktur kepribadian pada diri Bisma
Dewabrata melalui Id, Ego, dan Superego.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
1.8 Sumber Data
Judul : Bisma Dewabrata
Pengarang : B.B. Triatmoko, S.J.
Tahun Terbit : 2014
Penerbit : PT. Kanisius
Tebal Buku : 192 Halaman
1.9 Sistematika Penyajian
Hasil penelitian ini disajikan dalam empat bab. Bab I merupakan
pendahuluan. Bab pendahuluan ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode
penelitian, sumber data, dan sistematika penyajian. Latar belakang berisi pernyataan
mengenai topik beserta alasan-alasannya. Rumusan masalah menjelaskan masalah-
masalah yang ditemukan dalam penelitian ini.
Tujuan penelitian berisi deskripsi tujuan dilakukan penelitian ini. Manfaat
penelitian menguraikan manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini. Tinjauan
pustaka memaparkan pustaka yang pernah dibahas terutama mengenai strukturalisme
dan psikologi sastra.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Landasan teori mendeskripsikan teori yang digunakan dalam penelitian.
Metode penelitian memaparkan metode dan teknik pada tahap pengumpulan data,
analisis data, dan penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini.
Sistematika penyajian menguraikan tentang bab beserta bagian-bagian dalam
penelitian ini. Bab II berisi tentang analisis struktural yang dibatasi pada alur dan
penokohan yang menjadi bahan dalam kajian psikoanalisis. Bab III membahas
tentang struktur kepribadian tokoh utama Bisma Dewabrata, dengan mengetahui
pilihan ego terhadap Id dan Superego. Bab IV merupakan penutup yang berisi
kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
BAB II
TOKOH, PENOKOHAN, DAN ALUR
DALAM NOVEL BISMA DEWABRATA KARYA B.B. TRIATMOKO, S.J.
2.1 Pengantar
Dalam bab ini akan dibahas mengenai unsur-unsur instrinsik yang terdapat
dalam novel Bisma Dewabrata karya B.B. Triatmoko, S.J. Pembahasan mengenai
unsur instrinsik tersebut akan terbatas pada tokoh, penokohan, dan alur saja. Hasil
dari analisis intrinsik selanjutnya akan digunakan sebagai penelitian untuk mengkaji
struktur kepribadian tokoh utama Dewabrata.
2.2 Tokoh dan Penokohan
Tokoh cerita merupakan tokoh yang diciptakan pengarang untuk menunjuk
pada orang sebagai pelaku cerita yang harus dihidupkan seperti dalam kehidupan
manusia yang memiliki pikiran dan perasaan (Nurgiyantoro, 2013: 249). Kehidupan
tokoh cerita adalah kehidupan yang berada dalam dunia khayalan atau fiksi yang
dituntut memiliki sikap dan tindakan sesuai dengan cerita dan perwatakan yang
ditentukan. Tokoh cerita sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral
kepada pembaca atau penikmat karya sastra.
Berikut ini adalah tokoh-tokoh yang dihadirkan pengarang dalam novel Bisma
Dewabrata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
2.2.1 Prabu Sentanu
Prabu Sentanu adalah seorang raja dari Kerajaan Astinapura yang juga merupakan
ayah Dewabrata. Tokoh Prabu Sentanu tidak banyak muncul dalam cerita. Sedikit
kemunculannya menggambarkan diri sebagai seorang pengabul permintaan
Dewabrata, seperti pada kutipan berikut ini:
Prabu Sentanu terdiam. Dia menyadari bahwa tidak ada yang bisa
menghalangi Dewabrata apabila dia sudah menghendaki sesuatu. Dalam
kelulusan tutur katanya tersembunyi kekerasan hatinya. Prabu Sentanu
menghela napas panjang, putranya mewarisi jiwanya. Di waktu mudanya,
Prabu Sentanu juga mengembara, menjelajahi gunung dan bukit, mengunjungi
negeri-negeri yang jauh, dan melihat lebih banyak dari pada ada yang pernah
dilihat orang di negerinya.
―Seperti yang kau kehendaki, terjadilah!‖ kata Prabu Sentanu kemudian
Dengan penuh hormat Dewabrata mencium tangan Prabu Sentanu.
―Terima Kasih, Ayahanda!‖
―Mintalah restu dari ibumu.‖
(Triatmoko, 2014:17-18)
2.2.2 Dewabrata
Dewabrata adalah sosok laki-laki cukup umur yang merupakan anak dari Raja
Prabu Sentanu. Tokoh Dewabrata muncul di semua bab dalam novel Bisma
Dewabrata. Tokoh ini digambarkan sebagai seorang pemuda yang kuat, cerdas, bijak,
rendah hati, dan mencintai kehidupan. Potongan cerita yang menunjukkan
penggambaran tokoh Dewabrata adalah sebagai berikut.
Dewabrata tumbuh sebagai anak yang cerdas dan berkemauan kuat. Dia tidak
banyak bicara, tetapi berkata lewat kilatan sinar matanya. Dia berjalan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
kepala tegak, mata memandang jauh kedepan, melihat apa yang tidak bisa
dimengerti banyak orang. Setiap makhluk ada di dunia bukan karena
kebetulan, pikirnya. Masing-masing memiliki cerita yang harus diselesaikan.
Ceritaku adalah kisah seorang anak raja. Kelak aku harus menggantikan
Ayahanda Prabu, meski hatiku lebih suka berada di alam bebas, mengukir
malam dengan semadi, menghias siang dengan ilmu dan kesaktian. Dan
diantaranya aku bisa bercanda dengan anak-anak desa dan menyelinap ke
tengah hutan.
(Triatmoko, 2014:12)
Hati Dewabrata tergetar menyaksikan kekuatan brahmana Sakti ini. Dia
menarik nafas menguatkan hatinya. Tidak mungkin dia mengalahkan
kesaktian brahmana ini. Akankah dia melawannya? Melawan berarti
mengantarkan nyawa, tidak melawan berarti melanggar kehormatannya.
Tetapi Apalah arti kehormatan? Itu hanya sekadar cara manusia menutupi
kekuatannya. Hidup manusia seperti bunga rumput di Padang, yang sekarang
tumbuh, besok layu dan hilang. Akan tetapi, dia mencintai kehidupan.
Kalaupun dia melawan, itu bukan karena mau mempertahankan kehormatan,
tetapi karena kehidupan, betapapun sederhananya, harus dipertahankan.
(Triatmoko, 2014:50-51)
―Mas tentunya dari keluarga terpandang. Bagaimana Mas bisa berada di
daerah ini?‖ Dewabrata tersenyum. Dia merasa tidak perlu mengatakan Siapa
sesungguhnya dirinya.
―Aku hanya seorang pengembara biasa. Aku memang suka berkelana
mempelajari banyak ilmu. Coba kamu lihat di sana, di atas sana,‖ kata
Dewabrata sambil menunjuk beberapa bintang yang mulai kelihatan dari balik
awan tipis.
(Triatmoko, 2014:76)
Bisma Dewabrata adalah tokoh utama dalam novel ini dan yang menjadi objek
penelitian ini. Hasil analisis struktur kepribadian yang meliputi Id, Ego, dan Superego
Bisma Dewabrata dipaparkan pada Bab III.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
2.2.3 Dewi Durgandini
Dewi Durgandini adalah istri Prabu Sentanu, atau ibu tiri Dewabrata. Dewi
Durgandini digambarkan sebagai perempuan yang serakah, dengki, dan ingin
merebut tahta waris dari Dewabrata untuk anak kandungnya. Penggambaran Dewi
Durgandini dapat diketahui dari beberapa potongan cerita berikut.
―Apakah salahku padamu ibu, sehingga Ibu tidak lagi menyayangi aku?‖
tanya Dewabrata suatu kali.
―Salahmu adalah bahwa engkau pernah dilahirkan dan menghalangi
kemauanku.‖
―Aku tidak mengerti ibu. Aku tidak meminta untuk dilahirkan. Bagaimana
aku bisa salah karena itu?‖
Dengar baik-baik Dewabrata! Jangan mengira bahwa karena engkau putra
mahkota, engkau sudah mendapatkan segalanya. Aku tidak pernah
menyukaimu dan tidak akan pernah menyukaimu. Karena Kehadiranmu,
ayahandamu Prabu Sentanu tidak pernah bisa melupakan cintanya pada
ibunda kandungmu. Dan itu menyakitkan aku.‖
(Triatmoko, 2014:19)
―Apakah engkau tidak mendengar kata-kataku Dewabrata? Engkau bukanlah
lagi pewaris tahta astinapura!‖ kata Dewi Durgandini dengan suara meninggi.
Dewabrata menengok ke arah ayahnya. Prabu Sentanu hanya menundukkan
kepala. Dewabrata kemudian membalikkan tubuhnya. Dengan suara lantang
dia berkata kepada halayak ramai di halaman istana.
(Triatmoko, 2014:149)
2.2.4 Rama Bargawa
Rama Bargawa adalah seorang Brahmana Sakti yang tinggal di Padang
Kurusetra. Rama Bargawa digambarkan sebagai seseorang yang sakti, sangat kejam
terhadap para ksatria, namun juga memiliki hati nurani yang bijak. Dia memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
dendam yang besar. Salah satu potongan cerita yang menggambarkan sosok Rama
Bargawa adalah sebagai berikut.
Di padang kurusetra orang banyak berdiri di kejauhan, menyaksikan sepak
terjang ramabargawa. Brahmana Sakti itu masih berdiri dengan kapak besar
berlumuran darah.
―Hayo! Ksatria mana lagi yang berani maju mengantar nyawa?‖ tampangnya
bergema membelah kesunyian yang mencekam. Orang banyak saling berbisik
menunggu. Tidak ada yang berani bergerak.
(Triatmoko, 2014:46)
―Hati-hati kalau menolong orang. Bisa jadi kamu akan terperangkap oleh
perbuatan baikmu sendiri.‖
―Apa maksud guru?‖ tanya Dewabrata tidak mengerti.
―Bagaimana kalau gadis cantik ini berbalik jatuh cinta pada penolongnya?‖
tanya ramabargawa tanpa tedeng aling-aling.
(Triatmoko, 2014:83-84)
2.2.5 Angin Selaksa
Angin Selaksa merupakan sosok anak kecil di alam bawah sadar Dewabrata
yang menggambarkan jiwa kerinduan. Angin Selaksa digambarkan sebagai seorang
anak kecil yang misterius dan kekanak-kanakan. Salah satu potongan cerita yang
menggambarkan Angin Selaksa adalah sebagai berikut.
―Siapakah Angin Selaksa itu?‖
Aku tidak tahu bagaimana dia bisa muncul di sini. Yang Kutahu adalah bahwa
dia muncul ketika jiwa merindukan sesuatu yang lama hilang dari dirinya,
sesuatu yang amat berarti baginya, tetapi dia tidak memilikinya lagi.‖
(Triatmoko, 2014:23)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Mereka berjalan menyusuri bukit dan lembah. Kadangkala Dewabrata dan
Padang Buana harus berhenti menunggu karena Angin Selaksa ingin bermain-
main dengan binatang-binatang, seperti layaknya seorang anak kecil, atau
ingin bersenang-senang di danau yang mereka lewati. (Triatmoko, 2014:26)
2.2.6 Padang Buana
Padang Buana adalah sosok laki-laki di dalam alam bawah sadar Dewabrata
sebagai perwujudan dari rasa menuntut kepastian. Padang Buana digambarkan
sebagai seorang laki-laki bijak. Beberapa potongan cerita yang menggambarkan
Padang Buana adalah sebagai berikut.
―Siapakah engkau, dan bagaimana kamu bisa tiba-tiba berada di sini?‖ tanya
Dewabrata penuh curiga. Di Padang yang asing ini, dia merasa perlu untuk
tidak mudah percaya. Lelaki itu tertawa, dan sambil memegang dagu seperti
orang hendak mengajarkan sesuatu dia berkata, ― namaku seperti tempat ini:
Padang Buana. Aku muncul tiba-tiba karena engkau memanggilku. Tidakkah
hatimu ingin tahu di mana kamu berada?‖ tanyanya seolah-olah bisa membaca
apa yang ada di benak Dewabrata. Tanpa menunggu jawaban Dewabrata, dia
menjelaskan.
―Saat ini kamu berada di dalam jiwamu sendiri. Semua yang kau lihat disini
adalah pantulan dari apa yang ada di dalam jiwamu.‖
(Triatmoko, 2014:22 - 23)
―Keragu-raguanmu membuat aku lebih dekat padamu daripada dia. Tetapi
Percayalah padaku. Dia sungguh tahu kemana harus pergi. Hanya kita harus
bersabar dan tetap bersikap lembut padanya. Di samping itu, kamu harus
belajar menikmati perjalanan ini seperti dia.‖
(Triatmoko, 2014:26)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
2.2.7 Dewi Amba
Dewi Amba adalah seorang perempuan cantik yang merupakan anak dari Raja
Prabu Dharmamuka, dari Kerajaan Giyantipura. Dewi Amba digambarkan sebagai
perempuan yang religius, cantik, dan mudah percaya. Beberapa potongan cerita yang
menggambarkan dewi Amba adalah sebagai berikut.
Dewabrata menikmati pemandangan indah di hadapannya, seorang gadis
cantik di atas pelana seekor kuda putih gagah perkasa. Sebuah perpaduan
serasi antara kejantanan dan keanggunan. Dewabrata kemudian menyusul,
meloncat ke atas pelana kudanya, duduk di belakang Dewi Amba.
(Triatmoko, 2014:36)
Mari adik-adikku, kita ke tempat pemujaan,‖ ajak Dewi Amba pada ambika
dan ambalika. Dengan penuh pengertian kedua darah itu menuntun Dewi
Amba menuju tempat sembahyang.
Satu demi satu dewi Amba mengatur sesaji bunga dengan wewangian tujuh
rupa. Bersama dengan naiknya asap dupa terdengar lirih doanya.
(Triatmoko, 2014:44)
Sampai di situ, dewi Amba tidak bisa lagi menahan isak tangis di dadanya.
Dia berlari masuk ke kamarnya dan menumpahkan kehancuran hatinya
mendengar bahwa Dewabrata yang selalu dirindukannya itu ternyata tidak
memegang janjinya. Tidak ada gunanya dia menanti bertahun-tahun. Dia tidak
tahu harus berbuat apa. Segalanya terasa gelap dan menyakitkan.
(Triatmoko, 2014:127)
2.2.8 Wahmuka
Wahmuka adalah seorang anak muda tegas yang merupakan adik Dewi Amba.
Sosoknya digambarkan sebagai pemuda tangkas, memiliki sikap melindungi, namun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
cukup gabah. Potongan cerita yang menggambarka sosok Wahmuka adalah sebagai
berikut.
―Tidak sepantasnya seorang kesatria bertindak gegabah seperti itu,‖ kata
Dewabrata.
―Apa yang kau lakukan kepada Dewi Amba!‖ bentak Wahmuka sambil
menghunus senjatanya.
(Triatmoko, 2014:38)
2.2.9 Arimuka
Arimuka adalah seorang pemuda tegas yang memiliki sifat menyerupai Wahmuka
yang merupakan saudara kandungnya. Arimuka juga merupakan adik dari Dewi
Amba. Potongan cerita yang menggambarkan sosok Arimuka adalah sebagai berikut.
―Ayo Amba, kita pulang,‖ ajak Arimuka kepada saudarinya. Dia menarik
lengan dewi Amba dan mendudukannya di depan pelana kudanya, lalu tanpa
menoleh lagi kepada Dewabrata dia memacu kudanya, disusun oleh
Wahmuka yang masih merasa gemetar membayangkan seandainya anak
panah tadi menembus kepalanya. Dewabrata hanya memandang mereka
berlalu. Dia merasa ada sebagian dari dirinya yang ikut pergi bersama dengan
hilangnya bayangan dara cantik itu dari pandangan matanya.
(Triatmoko, 2014:39)
2.2.10 Prabu Dharmamuka
Prabu Dharmamuka adalah seorang raja dari kerajaan Giyantipura, yang
merupakan ayah dari Dewi Amba. Sosok Raja Prabu Dharmamuka tidak
digambarkan melalui tindakan, tapi hanya digambarkan sebagai seorang raja dan
ayah yang memiliki keluarga bahagia. Salah satu potongan cerita yang
menggambarkan hal tersebut adalah sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Negeri Giyantipura adalah kerajaan kecil yang diperintah oleh Prabu
Dharmamuka. Raja memiliki tiga putri cantik jelita bernama Dewi Amba,
dewi ambika, dan Dewi ambalika. Selain itu, raja juga memiliki dua putra
bernama Wahmuka dan Arimuka. Keduanya berbadan tegap dan suka
berkelahi. Meskipun demikian, keduanya amat sayang terhadap saudara-
saudara perempuannya.
(Triatmoko, 2014:42)
2.2.11 Dewi Ambika dan Dewi Ambalika
Dewi Ambika dan Dwi Ambalika adalah dua orang putri anak Prabu
Dharmamuka, yang juga merupakan adik dari Dewi Amba. Keduanya digambarkan
sebagai putri yang lazim dan memiliki sikap akrab terhadap Dewi Amba. Potongan
cerita yang menggambarkan dua sosok tersebut adalah sebagai berikut.
―Ah, kakak sedang jatuh cinta,‖ goda Ambika dan Ambalika.
―Siapakah kiranya pemuda yang menambatkan sauh, menebarkan benih
asmara?‖
―Adik-adikku, jangan nakal!‖ balas Amba tersipu.
(Triatmoko, 2014:42)
2.2.12 Laki-laki Petani
Dalam novel Bisma Dewabrata dimunculkan tokoh seorang petani yang tinggal di
desa kecil di bawah kekuasaan Kerajaan Giyantipura. Tokoh petani ini merupakan
ayah dari tokoh yang cukup kuat berpengaruh pada cerita, yaitu Wulandari. Sosok
petani ini digambarkan sebagai laki-laki yang mudah tertipu, penjudi, dan penakut.
Beberapa potongan cerita yang menggambarkan sosok laki-laki ini adalah sebagai
berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Ketika melihat Dewabrata, petani itu bukannya senang, tapi malah semakin
ketakutan. Ampun ndoro, ampun! Saya sudah berusaha membujuk gendhuk,
tapi dia keras kepala.‖
Petani itu menjatuhkan diri berlutut dan menciumi kaki Dewabrata. Dengan
sigap Dewabrata menarik pundak petani itu dan membuatnya berdiri. Lihat
baik-baik! Saya bukan orang yang kamu kira,‖ kata Dewabrata.
(Triatmoko, 2014:69)
―Bapak dibujuk oleh kaki tangan Bupati untuk bermain judi. Mula-mula
bapak menang. Tapi lama kelamaan selalu kalah sampai harta benda kami
habis. Meskipun begitu Bapak tetap tidak bisa berhenti sampai akhirnya harus
hutang pada Bupati. Tentu saja kami tidak bisa membayarnya. Diri saya lah
yang akhirnya dijadikan sebagai pengganti. Saya bingung harus bagaimana,‖
kata Wulandari. Matanya yang bulat kembali basah oleh air mata.
(Triatmoko, 2014:71)
2.2.13 Wulandari
Wulandari adalah seorang gadis desa cantik yang teraniaya karena akan
dijadikan pembayaran hutang atas ayahnya, seorang petani. Wulandari digambarkan
sebagai sosok yang tangkas tetapi feminim. Kelak, Wulandari akan menjadi prajurit
di Kerajaan Astinapura dan berubah menjadi Dewi Bumi. Beberapa potongan cerita
yang menggambarkan sosok Wulandari adalah sebagai berikut.
Wulandari mengangguk paham. Gadis itu selain cantik ternyata juga berbakat
sebagai seorang pendekar. Gerakannya gesit dan luwes. Sejak semula ketika
mengayun tubuh gadis itu ke atas pelana kudanya Dewabrata sudah sadar
akan kelebihannya ini. Maka, dia tidak ragu untuk mengajarkan ilmunya.
(Triatmoko, 2014:80)
Ingin rasa hati Wulandari berlari dan menyapa Dewabrata. Namun, tidak
mungkin itu dilakukan dihadapan sedemikian banyak orang. Apa kata mereka
nanti? ―Oh, Dewabrata, seandainya saja aku dilahirkan sebagai seorang putri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
raja,‖ keluhnya dalam hati. Dia tidak menyesali keberadaannya. Yang
dikeluarkannya adalah bahwa hatinya tertambat pada seorang Putra Raja.
Mana mungkin dia menyeberangi jurang menganga di antara mereka berdua.
Hidup sungguh tidak adil. Wulandari tahu bahwa kecantikan dan
kegagahannya senantiasa menjadi buah bibir diantara prajurit istana. Dia tahu
pula bahwa Patih Mahesa Kara diam-diam kepadanya. Mengapa dia terus
menerus hanya memikirkan Dewabrata, meskipun dia tahu bahwa tidak
mungkin dia mendapatkan cintanya?
(Triatmoko, 2014:147-148)
2.2.14 Kanjeng Bupati Danureja
Danureja adalah seorang bupati di bawah kerajaan Giyantipura yang
kemudian mendapatkan posisi Patih di Kerajaan Sobalabura. Danureja digambarkan
sebagai seorang laki-laki yang mata keranjang, licik, dan ingkar janji. Berapa
potongan cerita yang menggambarkan sosok bupati danureja atau Patih danureja
adalah sebagai berikut.
―Aku tidak butuh keping emasmu. Yang kumau adalah gadis itu! Pengawal!
Tangkap mereka!‖ perintahnya. Belasan prajurit mengepung Dewabrata dan
Wulandari dengan puluhan panah beracun mengarah pada mereka.
―Sekarang kelihatan niat burukmu. Kamu memang tidak layak menjadi
junjungan dan panutan. Aku masih memberi kesempatan sekali lagi untuk
menarik semua prajurit ini,‖ kata Dewabrata dengan tenang. Diam-diam dia
kagum dengan keberanian wulandari yang sama sekali tidak menunjukkan
rasa getarnya.
(Triatmoko, 2014:90)
Bupati danureja sungguh tidak bisa menjawab pertanyaan itu, karena memang
tidak tahu jawabannya. Hiasan patung dewi bumi adalah hal yang biasa
ditemukan di mana-mana. Makanya yang cerdik menangkap ada sesuatu yang
barangkali bisa dimanfaatkan demi kepentingannya.
―Kalau tuan putri memberi kesempatan pada saya, barangkali saya bisa
membantu memberi penjelasan.‖
(Triatmoko, 2014:124-125)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Bupati danureja mencoba dengan cepat mencari siasat untuk memancing
keterangan terlebih dahulu dari Dewi Amba.
(Triatmoko, 2014:125)
2.2.15 Prabu Citramuka
Seorang raja muda yang berparas elok, bijak, dan berjiwa kesatria. Raja yang
memimpin Kerajaan Sobalapura ini diceritakan belum memiliki pendamping
sehingga berminat untuk meminang dewi Amba atas hasutan danureja. Beberapa
potongan cerita yang menggambarkan sosok Prabu Citramuka adalah sebagai berikut.
―Apakah memang ada putri sedemikian mempesona seperti yang kamu
gambarkan?‖ tanyanya hampir tidak percaya.
(Triatmoko, 2014:118)
―Terus terang saya merasa penasaran dan ingin mencoba. Sebenarnya saya
bisa langsung datang sendiri. Tetapi mungkin lebih baik kalau kamu mencari
keterangan terlebih dahulu, sambil membawa beberapa hadiah untuk putri
itu.‖
(Triatmoko, 2014:119)
Ketika Prabu Citramuka tiba di Kerajaan Giyantipura, dewi Amba sudah
mulai mau keluar dari kamarnya. Wajahnya kusut. Matanya masih
membengkak karena terlalu banyak mengeluarkan air mata. Prabu Citramuka
yang melihat dewi Amba dalam keadaan seperti itu menjadi amat iba hatinya.
Berlawanan dengan anjuran bupati danureja, dia sama sekali tidak ingin
memanfaatkan kehancuran hati dewi Amba untuk merebut perhatian Putri
jelita itu kepadanya. Jiwa ksatrianya lebih terdorong untuk berusaha
membantu supaya Dewi Amba bisa bangkit kembali dari kehancuran hatinya.
(Triatmoko, 2014:128)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
2.2.16 Patih Mahesa Kara
Seorang pemimpin pasukan dari Kerajaan Astinapura yang memiliki keahlian
strategi perang. Digambarkan sebagai sosok yang tangguh. Salah satu potongan cerita
yang menggambarkan sosok Patih Mahesa Kara adalah sebagai berikut.
Seperti sudah diduga, pasukan Patih Danureja memang sudah kehilangan daya
juangnya. Dengan mudah mereka dibuat kocar-kacir oleh pasukan
penggempur Patih Mahesa Kara. Banyak yang berusaha melarikan diri dan
meninggalkan barisannya. Namun, mereka dipaksa untuk berlari ke tengah
arena, sementara lapisan kedua dari pasukan Mahesa Kara bergerak cepat
menutup semua jalan keluar.
(Triatmoko, 2014:187)
2.2.17 Rangkuman Tokoh
Demikian hasil analisis tokoh dan penokohan novel Bisma Dewabrata karya
B.B. Triatmoko, SJ. Dari hasil analisis di atas, terlihat tokoh utama yaitu Bisma
seorang putra mahkota yang memilih untuk tidak menjadi raja Astinapura dan tidak
memiliki keturunan oleh sebab pengabdiannya terhadap Kerajaan Astinapura.
Musuh-musuh Bisma adalah Dewi Durgandini, Prabu Sentanu, Prabu Danureja, dan
Dewi Amba. Tokoh-tokoh pembantu Bisma adalah Wulandari, Rama Bargawa,
Angin Selaksa, dan Padang Buana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
2.3 Alur
Sudjiman (1988: 30-36) mengungkapkan bahwa terdapat struktur alur yang
meliputi: (1) paparan (exposition), (2) rangsangan (inceting moment), (3) gawatan
(rising action), (4) tikaian (conflict), (5) rumitan (complication), (6) klimaks (climax),
(7) leraian (falling action), dan (8) selesaian (denovement).
Berikut ini adalah struktur alur yang terdapat dalam novel Bisma Dewabrata.
2.3.1 Paparan
Paparan adalah penyampaian informasi kepada pembaca (Sudjiman, 1988:
32). Kutipan cerita yang merupakan paparan dalam novel Bisma Dewabrata adalah
sebagai berikut.
Di antara kabut dan tanah basah, ketika fajar baru saja merekah, dan embun
pagi masih terasa segar, di tepi sungai suci, seorang bayi laki-laki lahir.
Kelahirannya dinamakan sebagai pedang bermata dua, pembawa kutuk dan
berkat buat semesta. Ibundanya meninggal setelah melahirkan, diiringi tangis
diam ayahandanya, prabu sentanu. Dia diberi nama Dewabrata, yang artinya
kesayangan para dewa
Dewabrata tumbuh sebagai anak yang cerdas dan berkemauan kuat. Dia tidak
banyak bicara, tetapi berkata lewat kilatan sinar matanya. Dia berjalan dengan
kepala tegak, mata memandang jauh ke depan, melihat apa yang tidak bisa
dimengerti banyak orang. Setiap makhluk ada di dunia bukan karena
kebetulan, pikirnya. Masing-masing memiliki cerita yang harus diselesaikan.
Cerita aku adalah kisah seorang anak raja. Kelak aku harus menggantikan
Ayahanda Prabu, meski hatiku lebih suka berada di alam bebas, mengukir
malam dengan semedi, menghias yang dengan ilmu dan kesaktian. Dan
diantaranya aku bisa bercanda dengan anak-anak desa atau menyelinap ke
tengah hutan. (Triatmoko, 2014:12)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
2.3.2 Rangsangan
Rangsangan adalah tahapan alur ketika muncul kekuatan, kehendak, kemauan,
sikap pandangan yang saling bertentangan dalam drama (Hariyanto, 2000: 38).
Kutipan cerita yang merupakan rangsangan dalam novel Bisma Dewabrata adalah
sebagai berikut.
Hal apakah yang bisa menghancurkan persaudaraan sedemikian kejam
sehingga sesama saudara saling membunuh dan menikam? Bisakah hati
manusia sedemikian membatu sehingga menghancurkan akar keberadaannya
sendiri? Pertanyaan-pertanyaan itu terlalu sulit baginya untuk dipecahkan, dan
dia harus menemukan jawabannya sebelum segalanya terlambat untuk diubah.
Akan tetapi, siapakah dia sehingga bisa mengalihkan roda nasib yang sudah
digariskan?
(Triatmoko, 2014:15)
Ketika Dewabrata tersadar, pusaran air itu lenyap dari hadapannya, dan di
telapak tangannya tergambar sekuntum bunga utpala berwarna biru muda.
Aku harus menemukan kediaman dewi bumi, tekadnya.
(Triatmoko, 2014:17)
―Ayahanda, izinkan hamba untuk mengembara,‖ pinta Dewabrata keesokan
harinya kepada prabu sentanu. Dia tidak berani menceritakan pengalamannya
di tepian sungai suci.
(Triatmoko, 2014:17)
2.3.3 Gawatan
Gawatan yaitu peristiwa yang ditimbulkan oleh munculnya keinginan, pikiran,
prakarsa dari seorang tokoh cerita untuk mencapai tujuan tertentu. Akan tetapi, hasil
dari prakarsa itu tidak pasti sehingga menimbulkan kegawatan (Sumardjo dan Saini,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
1985: 143). Kutipan cerita yang merupakan gawatan dalam novel Bisma Dewabrata
adalah sebagai berikut.
Tiba-tiba dari balik kerimbunan pepohonan dia mendengar suara gadis
melantunkan lagu berirama gembira. Suaranya merdu di telinga. Dan sebentar
kemudian pemilik suara itu muncul dihadapan Dewabrata.
(Triatmoko, 2014:32)
―Namaku Dewi Amba, siapakah engkau dan mengapa berada di hutan
Kerajaan kami?‖ tanyanya.
―Aku Dewabrata, seorang pengembara. Aku tidak tahu kalau hutan ini milik
raja. Aku tersesat.‖ Dewabrata mengalihkan pandangannya ke tempat lain,
tidak berani dia terus menatap sepasang Mata yang menggetarkan hatinya itu.
(Triatmoko, 2014:33)
―Apakah Ini Cinta?‖ tanyanya dalam hatinya. Perlahan dia menuntun kuda
putihnya berjalan meninggalkan hutan.
(Triatmoko, 2014:39)
2.3.4 Tikaian
Tikaian atau konflik adalah munculnya perselisihan yang diakibatkan oleh
adanya dua kekuatan yang bertentangan (Sudjiman, 1988: 34-35); satu di antaranya
diwakili oleh manusia atau pribadi yang biasanya menjadi protagonis dalam cerita.
Kutipan cerita yang merupakan tikaian dalam novel Bisma Dewabrata adalah sebagai
berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
―Bunga utpala!‖ seru Dewabrata tertahan. Dia teringat akan pengalamannya di
tepi sungai suci. Rupanya pusaran air yang dulu dilihatnya dalam semedinya
menunjuk pada tempat di mana sekarang ini dia berada. Hanya bedanya, dulu
dia melihat seorang wanita cantik yang memegang bunga itu, bukan sebuah
arca.
―Ya, bunga sakti utpala yang dibawa oleh Dewi bumi. Aku mendapatkannya
ketika dulu aku mudah seperti kamu. Tetapi perhatikanlah! Hanya tinggal satu
kelopak bunga itu yang masih segar. Yang lain sudah mengering. Sewaktu
aku memperolehnya, setiap kelopak bunga itu bersinar biru menyegarkan.
Namun, karena kesalahanku sendiri, aku mengumbar rasa marah dan dendam
ke mana-mana. Setiap kali aku menumpahkan darah seorang Ksatria, satu
kelopak bunga itu akan mengering. Satu yang masih tersisa itu adalah dirimu.
Ambilah dan makanlah. Itu diberikan Dewata kepadamu. Kalau tidak, kamu
sudah mati di tanganku.‖
(Triatmoko, 2014:110-111)
2.3.5 Rumitan
Rumitan adalah perkembangan dari gejala mulai tikaian menuju klimaks
cerita, klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak kehebatannya. Rumitan
mempersiapkan pembaca untuk menerima seluruh dampak dari klimaks (Sudjiman,
1988: 35). Kutipan cerita yang merupakan rumitan dalam novel Bisma Dewabrata
adalah sebagai berikut.
Dewabrata diam-diam menyelinap di antara banyak orang menuju ke
panggung yang dibangun persis di depan gerbang istana. Di sana, di atas
panggung, Dewabrata menyaksikan kekasih hatinya tersenyum bahagia. Di
sebelahnya duduk seorang raja muda yang tidak hentinya memandang wajah
dewi Amba dengan sinar mata penuh kasih sayang. Dewabrata mencoba
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
mencari sinar Mata kekasih hatinya. Di sana dia menemukan bahwa sinar
mata yang memancarkan kebahagiaan itu sungguh Tulus dan murni.
Dewabrata tidak sampai hati untuk merusak kebahagiaan itu. Dia menelan
sendiri kepahitan yang dirasakannya. Dia mengurungkan niatnya untuk
bertanya kepada Dewi Amba. Lahan dia membalikan tubuhnya dan berjalan
pergi. Sementara itu, di sudut panggung ada seseorang yang memperhatikan
terus gerak-geriknya. Patih danureja tersenyum penuh kemenangan.
(Triatmoko, 2014:140-141)
Perlahan-lahan semangat hidupnya bangkit kembali. ―Aku tidak
membutuhkan seorang wanita untuk menemukan jadi diriku,‖ katanya pada
dirinya sendiri.
(Triatmoko, 2014:143)
2.3.6 Klimaks
Klimaks adalah bagian alur yang menunjukkan adanya pihak-pihak yang
berlawanan atau bertentangan, berhadapan untuk melakukan perhitungan terakhir
yang menentukan (Sumardjo dan Saini, 1985: 143). Kutipan cerita yang merupakan
klimaks dalam novel Bisma Dewabrata adalah sebagai berikut.
Sebelum matahari terbit, iringan pasukan berkuda itu berangkat dipimpin
sendiri oleh Dewabrata yang menaiki kuda putihnya. Sebenarnya Dewabrata
sendiri merasa segan untuk turut campur dalam persoalan negara seperti ini.
Kemurniaan hatinya membuat dia tidak lagi sampai hati menjatuhkan tangan
kekerasan pada makhluk ciptaan lain, apalagi sesama manusia. Hanya karena
permintaan Wulandari saja yang membangkitkan rasa penasarannya, di
samping bayangan wajah Dewi Amba yang muncul kembali dalam
semedinya. Dia merasa bahwa semuanya ini pasti ada kaitannya satu sama
lain.
(Triatmoko, 2014:183- 184)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Lihat nyawanya terancam, patih licik itu segera meloncat ke arah kereta
perangnya dan menarik keluar dewi Amba yang dijadikan sanderannya.
―Ha...ha...ha.. Bunuhlah aku bersama dengan putri cantik ini. Lihatlah baik-
baik Dewabrata, siapa yang ada di depanmu ini.‖
(Triatmoko, 2014:187-188)
―Hidupku adalah pilihanku. Kamu tidak ada urusan dengan pilihanku. Amba,
apa arti semuanya ini?‖ tanya pada diri hamba yang kini terisak antara haru
dan rasa berdosa. Wajah Dewabrata yang bersinar penuh keagungan
menyadarkan dirinya bahwa sebenarnya dia amat mencintai pemuda itu.
Wulandari terpaksa menahan senjatanya. Dia tidak sampai hati melukai hati
Dewabrata seandainya dia melepaskan anak panahnya yang pasti juga akan
mengenai dewi Amba. Terdengar suara dewi Amba lirih.
Kanda Dewabrata, maafkan.aku. Aku telah ditipu oleh Patih jahat ini yang
mengatakan bahwa engkau sudah memilih wanita lain. Engkau bisa
merasakan getaran jiwa. Engkau bisa tahu bahwa aku berkata sejujurnya. Aku
amat mencintaimu.‖
(Triatmoko, 2014:188-189)
.... Pada saat itulah dia melihat patih danureja menggerakkan senjata
rahasianya, sebuah keris bermuka ular, langsung dilemparkan ke arah
dadanya. Dewabrata membiarkan saja keris itu melaju ke arahnya. Kali ini
kematian adalah kehendaknya.
―Crattt!‖ terdengar bunyi keras menembus tubuh.
Wulandari tergeletak jatuh dalam pangkuan Dewabrata dengan keris
menancap dipunggungnya. Ketika melihat senjata rahasia itu melaju ke arah
Dewabrata, wulandari tanpa pikir panjang lagi meloncat menghadang keris itu
dengan tubuhnya. Pada saat yang bersamaan terdengar jerit menyayat dari
patih danureja yang terbelah tubuhnya oleh kapak sakti rama bargawa yang
dilemparkan dari arah belakangnya.
(Triatmoko, 2014:189-190)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Tiba-tiba halilintar menggelegar disertai suara gemuruh membahana. Tubuh
Wulandari terangkat perlahan mengikuti cahaya yang turun dari langit
terbuka.
Mendadak Wulandari lenyap dan berganti dengan dewi bumi yang tersenyum
kepada Dewabrata sambil memberikan serumpun bunga utpala.
Barulah terbuka mata hati Dewabrata. Wulandari sebenarnya adalah
penjelmaan dewi bumi yang dicarinya. Dia mengira bahwa dirinyalah yang
mencari cinta, tetapi ternyata cinta itu berada dekat dengan dirinya. Bukan dia
yang mencari, tetapi cinta itulah yang menuntunnya untuk menemukannya.
Cinta itulah yang mengorbankan diri supaya dia bisa menemukan jalan
hidupnya.
(Triatmoko, 2014:190-191)
2.3.7 Leraian
Leraian adalah bagian struktur alur sesudah tercapai klimaks dan krisis,
merupakan peristiwa yang menunjukkan perkembangan lakuan ke arah selesaian
(Hariyanto, 2000: 39). Kutipan cerita yang merupakan leraian dalam novel Bisma
Dewabrata adalah sebagai berikut.
Barulah terbuka mata hati Dewabrata. Wulandari sebenarnya adalah
penjelmaan Dewi Bumi yang dicarinya. Dia hanya mengira bahwa hanya
dirinyalah yang mencari cinta, tetapi ternyata cinta itu berada dekat dengan
dirinya. Bukan dia yang mencari, tetapi cinta itulah yang menuntunnya untuk
menemukannya. Cinta itulah yang mengorbankan diri supaya dia bisa
menemukan jalan hidupnya.
(Triatmoko, 2014:191)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
2.3.8 Selesaian
Selesaian adalah bagian akhir atau penutup cerita. Selesaian boleh jadi
mengandung penyelesaian masalah yang melegakan (happy ending), boleh jadi juga
mengandung penyelesaian masalah yang menyedihkan; misalnya si tokoh bunuh diri.
Ada juga selesaian yang pokok masalahnya tetap menggantung tanpa pemecahan,
tanpa ada penyelesaian masalah dalam keadaan yang penuh dengan ketidakpastian,
ketidakjelasan, atau pun ketidakpahaman (Sudjiman, 1988: 35-36). Kutipan cerita
yang merupakan selesaian dalam novel Bisma Dewabrata adalah sebagai berikut.
Dewi Amba melanjutkan perjalanan ke sobalapura. Hancur hatinya.
Dewabrata tidak mau melepaskan sumpahnya. Setiba di sobalapura.
Citramuka menolaknya, karena hati Dewi Amba sudah tidak lagi untuknya.
Dalam kesedihannya, dewi Amba mengakhiri hidupnya sendiri.
Dewabrata melanjutkan hidup sebagai ksatria Brahmana. Ketika adik adik
tirinya telah dewasa, dia melepaskan tahta kerajaan kepada mereka. Kelak
dalam perang Agung Bharata Yudha, dia bertemu kembali dengan roh Dewi
Amba dalam diri seorang pendekar wanita bernama dewi Srikandi yang
pandai memanah seperti Wulandari.
Kepada Srikandi dia menyerahkan dirinya dan gugur di ujung anak panahnya.
Sebelum menutup mata, dia menyaksikan bahwa kebenaran menang atas
keserakahan, kedamaian menyelimuti muka bumi. Dia mati bahagia.
(Triatmoko, 2014:192)
2.3.9 Rangkuman Alur
Demikian hasil analisis alur novel Bisma Dewabrata karya B.B. Triatmoko.
Dari hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa cerita ini bergerak atas dasar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
motif tokoh utama yaitu Bisma yang mencari kasih sayang dari ibu kandungnya
sehingga ia memutuskan untuk pergi mengembara, keluar dari istana, dalam
pencarian kasih sayang ibunya yang disimbolkan oleh bunga utpala. Dalam
pengembaraannya Dewabrata berjumpa dengan Dewi Amba yang dikiranya bisa
menggantikan kasih sayang ibunya. Akan tetapi, Dewi Amba tidak menjaga kesetiaan
yang telah diberikan oleh Bisma kepadanya. Oleh sebab itu, Dewi Amba tidak
menjadi tujuan akhir Dewabrata. Selain dengan Dewi Amba, ibu tirinya, Dewi
Durgandini mempermalukan Dewabrata di muka umum Kerajaan Astinapura, dengan
rasa ketidakberdayaan dan kesepian akhirnya Dewabrata memutuskan untuk tidak
menjadi raja Astinapura serta tidak memiliki keturunan. Pada akhirnya, Dewabrata
menemukan kasih sayang dari ibunya dari keputusannya memilih untuk menjadi
seorang pelayan Kerajaan Astinapura.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
BAB III
STRUKTUR KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA
DALAM NOVEL BISMA DEWABRATA KARYA B.B. TRIATMOKO, S.J.
3.1 Pengantar
Di dalam bab ini dianalisis tentang struktur kepribadian tokoh utama dalam
novel Bisma Dewabrata karya B.B. Triyatmoko, S.J. berdasarkan psikoanalisis.
Tokoh utama yang dimaksud adalah Bisma Dewabrata. Hal tersebut karena tokoh
Bisma Dewabrata muncul di semua bagian cerita dalam novel Bisma Dewabrata.
3.2 Struktur Kepribadian
Pada tahun 1923, Freud mengemukakan dalam bukunya The Ego and The Id
pandangannya mengenai struktur kepribadian, yaitu terdiri dari tiga bagian yang
tumbuh secara kronologis: Id, Ego, dan Superego (Hartono, 2003:2.3).
3.2.1 Id
Menurut Palmquist (2005:105), id ialah bagian bawah sadar psikis yang
berusaha memenuhi dorongan naluriah dasar. Faal id ini menaikan prinsip kehidupan
yang asli atau pertama yang oleh Freud dinamakan prinsip kesenangan (pleasure
principle) dari prinsip kesenangan ini membebaskan seseorang dari jumlah
ketegangan sehingga menjadi lebih sedikit dan untuk menekannya menjadi tetap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
(konstan) (Hall, 1995:30). Berikut ini adalah kepribadian tokoh utama yang
mencerminkan id.
Kelahirannya diramalkan sebagai pedang bermata dua, pembawa kutuk dan
berkat bagi semesta. Ibundanya meninggal setelah melahirkannya, diiringi
tangis diam ayahandanya, Prabu Sentanu. Dia diberi nama Dewabrata, yang
artinya kesayangan para Dewa.
Ceritaku adalah seorang anak raja. Kelak aku harus menggantikan Ayahanda
Prabu, meski hatiku lebih suka berada di alam bebas, mengukir malam dengan
semadi. Menghias siang dengan ilmu dan kesaktian. Dan di antaranya aku bisa
bercanda dengan anak-anak desa atau menyelinap ke tengah hutan. Seorang
raja bisa mendapatkan apa yang diinginkannya, tetapi dia dibelenggu oleh
keinginnya sendiri. Malam hanya akan menjadi sederetan kebosanan. Siang
akan dipenuhi ketakutan. Di antaranya dia hanya akan bertemu dengan
kepalsuan. Orang-orang akan berlomba-lomba menyenangkan hatinya, meski
dia tahu mereka sebenarnya hanya berpikir tentang diri mereka sendiri, akan
apa yang bisa diperoleh sebagai imbalan. Aku tidak ingin menjadi raja,
katanya pada dirinya sendiri. Suatu malam bulan purnama, Dewabrata
bersemadi di tepi sungai suci. Dia berharap bisa bertemu dengan ibundanya
yang tidak pernah dikenalnya. Dia ingin bertanya mengapa dia dilahirkan
sebagai seorang anak raja, dan bukan sebagai anak petani biasa.
(Triatmoko, 2017:12-13).
―Begini. Ketika aku tadi mengejar Angin Selaksa, timbul keraguan dan
pertanyaan dalam dirimu. Aku adalah pantulan dari sisi jiwamu yang
menuntut kepastian. Oleh karena itu, aku muncul di hadapanmu.‖
―Dan siapakah Angin Selaksa itu?‖
―Aku tidak tahu bagaimana dia bisa muncul di sini. Yang kutahu adalah
bahwa dia muncul ketika jiwa merindukan sesuatu yang lama hilang dari
dirinya, sesuatu yang amat berarti baginya, tetapi dia tidak memilikinya lagi.‖
(Triatmoko, 2014:23
Berdasarkan kutipan di atas tergambar bahwa tokoh Bisma mengalami
kerinduan akan masa kecilnya yang disebabkan karena ia tidak memiliki seorang ibu
kandung yang mengasuh dalam masa pertumbuhan Bisma. Bisma merindukan akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
cinta dan kasih dari seorang ibu yang dengan tulus merawat serta mendidiknya
dengan kasih sayang. Selama di istana Bisma tidak merasa bahagia karena ia selalu
menemukan kepura-puraan dari berbagai macam orang yang ditemuinya di istana.
Maka itu Bisma lebih menyukai kehidupan di luar istana sebagai seorang rakyat biasa
dan menghabiskan waktunya untuk belajar dan bertapa.
―Begini. Ketika aku tadi mengejar Angin Selaksa, timbul keraguan dan
pertanyaan dalam dirimu. Aku adalah pantulan dari sisi jiwamu yang
menuntut kepastian. Oleh karena itu, aku muncul di hadapanmu.‖
―Dan siapakah Angin Selaksa itu?‖
―Aku tidak tahu bagaimana dia bisa muncul di sini. Yang kutahu adalah
bahwa dia muncul ketika jiwa merindukan sesuatu yang lama hilang dari
dirinya, sesuatu yang amat berarti baginya, tetapi dia tidak memilikinya lagi.‖
(Triatmoko, 2014:23)
Sejenak Dewabrata bimbang. Kalau mengikuti kata hatinya dia ingin tetap
berada di dekat Dewi Amba. Namun, dia ingin jujur terhadap Amba dan
kepada dirinya sendiri, bahwa kerinduan jiwanya menginginkan sesuatu yang
saat ini belum dimilikinya yakni kepastian. Sesuatu yang ada dalam jiwanya
orang akan ditentukan oleh pilihan-pilihannya.
(Triatmoko, 2014:62)
Berdasarkan kutipan di atas tergambar bahwa tokoh Bisma bertemu dengan
keinginan dirinya sendiri yang digambarkan pada Angin Selaksa. Kehadiran Angin
Selaksa disebabkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang muncul di hati Bisma yang
selama ini tidak terjawab bersama dengan harapan-harapan Bisma yang ingin
mendapatkan kasih sayang dari ibunya yang mulai memudar.
Seperti kala memulai perjalanannya, Dewabrata sering berjumpa kembali
dengan padang Buana dan Angin Selaksa dalam semedinya. Padang Buana
agak jarang menampilkan diri karena keraguan sudah amat jarang singgah di
hatinya. Sebaliknya, Angin Selaksa semakin kerap datang dan bercakap-cakap
dengannya. Lain dengan sebelumnya, kali ini angin selaksa banyak bicara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Dia bercakap tentang kerinduan Hati manusia untuk menemukan kedamaian,
damai dengan Dewata, damai dengan sesama, dan damai dengan dirinya
sendiri. Dia menunjukkan Kerinduan manusia akan cinta, dari mulai bayi
yang masih memerah, wajah-wajah melatih para pekerja, pelacur kota, raja-
raja dan penguasa, pembunuh, para brahmana dan petapa, semuanya
digerakkan oleh kerinduan yang sama. Hanya mereka mencari di tempat yang
berbeda, dan beberapa mencarinya di tempat yang keliru.
―Lihatlah! Apa yang terbaik dalam hidup ini tersedia semua bagi semua
orang, seperti kegembiraan, imajinasi, cinta kasih, persahabatan, dsb. Apa
yang terbaik dalam hidup ini tidak terletak pada kebesaran nama, tidak juga
pada jumlah harta yang dikuasai,‖ jelas angin Selaksa.
(Triatmoko, 2014:170-171)
Berdasarkan kutipan di atas kebahagiaan yang sejati yang diperoleh oleh
Bisma ialah bukan berdasarkan dari kekuasaan, harta, dan perempuan; melainkan
kemerdekaan pribadi dalam mencintai kehidupan.
Dengan demikian id tokoh utama yang tergambar dalam novel Bisma
Dewabrata karya B.B. Triatmoko, S.J. ialah pencarian kasih sayang seorang ibu yang
dirindukan.
3.2.2 Ego
Ego ialah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu
kepada objek dari kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip
kenyataan (Koeswara 1991:33-34).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Ego merupakan pelaksana dari kepribadian, yang mengontrol dan memerintah
id dan Superego yang memelihara hubungan dengan dunia luar untuk kepentingan
seluruh kepribadian yang keperluaannya lebih luas (Hall, 1995:37). Berikut ini adalah
kepribadian tokoh utama yang mencerminkan ego.
Aku tidak ingin menjadi raja, katanya pada dirinya sendiri.
(Triatmoko, 2014:13)
... Aku harus menemukan kediaman Dewi Bumi, tekadnya.
(Triatmoko, 2014:17)
Berdasarkan dua kutipan di atas, Bisma meninggalkan istana dengan segala
kenyamanannya dan memutuskan untuk mengembara menuruti tekadnya dalam
menemukan bunga utpala yang terdapat pada kediaman Dewi Bumi.
Dia memejamkan mata lagi. Kali ini dia membayangkan burung-burung
terbang bebas di udara. Seperti keinginannya, burung-burung itu tercipta.
Bahkan, sebelum dia membuka matanya, dia sudah mendengar kicauannya.
Dia memejamkan mata lagi. Kali ini dia membayangkan gunung-gunung dan
bukit menghijau. Dan seperti apa yang diinginkannya, begitulah tercipta.
Pepohonan, batu, ikan di sungai, semuanya tercipta hanya dengan
memejamkan matanya.
(Triatmoko, 2014:25)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Kutipan di atas menunjukkan bahwa ego Bisma berusaha mendamaikan
hatinya yang terluka dengan menciptakan kesadaran yang menurut Bisma
membahagiakan dan membuat dirinya merasa nyaman.
Dewabrata melanjutkan, ―Dendam di hatimu membuat dirimu tidak
manusiawi lagi. Ketidakadilan tidak bisa diperangi dengan kemarahan. Kalau
itu yang terjadi, hanya akan tersisa sebuah lubang besar di hati manusia
seperti sebuah tempayan yang tak berdasar, betapapun banyaknya air
dituangkan, hanya akan lewat begitu saja, dan menyisakan kekeringan yang
menyakitkan.‖
(Triatmoko, 2014:48)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Bisma menasihati Rama Bargawa akan
moralitas yang semestinya dilakukan oleh manusia dengan tidak membuat dendam
dan kemarahan. Pengampunan adalah suatu perbaikan dari diri sendiri untuk
menjalani kehidupan yang lebih baik.
―Jangan engkau menyalahkan aku. Seharusnya aku memang tidak berada di
tempat berdarah ini.‖
―Engkau sudah memilih untuk terlibat. Engkau tidak bisa terus menerus
menjadi penonton dan mencuci tangan dari semua ini. Engkau terlahir sebagai
seorang Kesatria. Adalah tugasmu untuk menumpas kejahatan.‖
―Apakah menumpas kejahatan harus dengan kekerasan?‖ sanggah Dewabrata.
―Apakah engkau punya pilihan lain?‖ balas Wulandari.
―Sudahlah Dik, masing-masing bertanggung jawab atas pilihan kita sendiri.
Aku masih merasa penasaran mengapa engkau memintaku untuk ikut dalam
pertempuran ini? Apakah engkau mau menunjukkan bahwa semua pilihanku
itu keliru?‖
(Triatmoko, 2014:185-187)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Bisma memberikan nasihat kepada
orang-orang di sekitarnya untuk hidup berdasarkan moral manusia yang baik adanya.
Oleh sebab itu, Bisma mencontohkan bagaimana dia memperbaiki dirinya dalam
menyelesaikan permasalahan dengan mencintai kehidupan.
Tadinya Dewabrata tidak mau mencampuri urusan keluarga petani itu.
Namun, melihat kesedihan dan kebingungan gadis malang itu, dia merasa
tidak tega untuk meninggalkan mereka begitu saja.
Sudahlah! Lebih baik kalian berdua pulang ke rumah. Nanti kalau mereka
datang akan saya coba bicara,‖ kata Dewabrata.
(Triatmoko, 2014:71)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Bisma sebagai seorang yang berkasta
kesatria yang pada dasarnya akan merasa enggan untuk mencampuri urusan keluarga
seseorang dikarenakan masalah pribadi. Namun, karena belas kasihan ia menolong
keluarga petani tersebut.
―Tidak! Jangan! Kasihani saya! Saya tobat. Demi Dewata Agung, saya tobat!‖
katanya sambil menangis seperti anak kecil. Pada dasarnya Dewabrata adalah
seorang yang welas asih. Dia sendiri agak menyesal karena kemarahannya
yang tidak terkendali menyebabkan kematian banyak orang. Seandainya dia
memiliki bunga ajaib utpala biru muda, tentu tidak akan dia lepas kendali
seperti ini. Namun, semuanya sudah terlanjur terjadi. Menghancurkan lebih
mudah daripada menghidupkan. Merusak lebih mudah daripada
membangkitkan kembali.
―Baiklah, engkau tidak ditakdirkan untuk mati di tanganku karena kebaikan
hati gadis yang semula hendak Kau Sakiti. Kalau kelak aku kembali dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
masih menemukan kejahatanmu, tidak ada ampun lagi kuberikan. Biarkan
mereka meratapi buah perbuatan mereka sendiri.‖
(Triatmoko, 2014:91-92)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Bisma sebagai seorang yang berkasta
kesatria memiliki rasa belas kasihan kepada musuhnya yang mengakibatkan Bupati
Danureja tidak dibunuh oleh Dewabrata karena ketidakadilan, ketamakan, dan
perbuatan asusila yang melecehkan keluarga petani tersebut.
Perlahan-lahan semangat hidupnya bangkit kembali. ―Aku tidak
membutuhkan seorang wanita untuk menemukan jadi diriku,‖ katanya pada
dirinya sendiri.
(Triatmoko, 2014:143)
Perlahan dikeluarkannya keris pusaka yang amat jarang dipakainya. Senjata
pusaka itu memancarkan sinar ungu yang menyilaukan mata. Diacungkannya
keris itu di atas kepalanya, dan dengan suara dalam dia berkata, ―Demi langit
tempat kediaman jiwaku, demi bumi yang melahirkan ragaku, aku bersumpah
untuk tidak akan menyentuh wanita seumur hidupku, sehingga tidak ada
keturunanku yang bisa menuntut tahta kerajaan astinapura.‖
(Triatmoko, 2014:150-151)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Bisma sebagai seorang putra mahkota
yang seharusnya memiliki calon ratunya akhirnya dia memilih untuk tidak menikah
agar tidak memiliki keturunan yang dapat memperebutkan takhta Kerajaan
Astinapura.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
―Dengarkan! Mulai hari ini aku, Dewabrata, putra mahkota kerajaan
Astinapura, melepaskan semua hak atas tahta dan memberikannya kepada
Citrasena, adikku.‖
―Tidak ada yang berani bicara. Banyak orang merasa sayang bahwa mereka
tidak akan bisa memiliki raja seperti Dewabrata. Namun, mereka hanyalah
rakyat biasa.
Dewabrata lalu memandang kearah ibu tirinya, ―Apakah ibu sudah puas
sekarang?‖ tanyanya. Dewi Durgandini memalingkan wajahnya ke arah lain
dan berkata, ―Belum! Bagaimana kalau kelak keturunanmu menuntut hak atas
Tahta itu?‖
Triatmoko, 2014:149-150)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Bisma yang seharusnya sebagai putra
mahkota telah memberikan gelar putra mahkotanya kepada adik tirinya, Citrasena.
Dengan demikian ego tokoh utama yang tergambar dalam novel Bisma
Dewabrata karya B.B. Triatmoko, S.J. ialah moralitas kemanusiaan yang sangat
dijunjung tinggi. Nilai tersebut adalah pilihan Bisma Dewabrata yang didasarkan
pada nilai kehidupan.
3.2.3 Superego
Superego ialah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan
yang sifatnya evaluatif (Koeswara, 1991:34-35). Menurut Kartono (1996:129)
superego adalah zat yang paling tinggi pada diri manusia, yang memberikan garis-
garis pengarahan ethis dan norma-norma yang harus dianut. Berikut ini adalah
kepribadian tokoh utama yang mencerminkan superego.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Kelahirannya diramalkan sebagai pedang bermata dua pembawa kutuk dan
berkat buat semesta. … Ceritaku adalah kisah seorang anak raja. Kelak aku
harus menggantikan ayahanda prabu.
(Triatmoko, 2014:12)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Bisma diharuskan untuk menjadi
seseorang yang sangat berpengaruh dalam Kerajaan Astinapura. Sejak lahir ia telah
diwariskan sebagai putra mahkota di Kerajaan Astinapura.
Hati-dewa betapa tergetar menyaksikan kekuatan brahmana Sakti ini. Dia
menarik nafas menguatkan hatinya. Tidak mungkin dia mengalahkan
kesaktian brahmana ini. Akankah dia melawannya? Melawan berarti
mengantarkan nyawa, tidak melawan berarti melanggar kehormatannya.
Tetapi apalah arti kehormatan? Itu hanya sekadar cara manusia menutupi
ketakutannya. Hidup manusia seperti bunga rumput di padang yang sekarang
tumbuh besok layu dan hilang. Akan tetapi, dia mencintai kehidupan.
Kalaupun dia melawan, itu bukan karena mau mempertahankan kehormatan,
tetapi karena kehidupan, betapapun sederhananya harus dipertahankan.
(Triatmoko, 2014:50-51)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa kasta Bisma Dewabrata ialah seorang
kesatria yang sangat menjunjung tinggi kehormatan dan keadilan. Salah satu
kehormatan dari kesatria adalah selalu menerima tantangan dari lawannya untuk
bertarung sebab dalam pertarungan tersebut dipertandingkan harga diri seorang
kesatria.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
―Tawaranmu menggoda, adinda. Namun, kekuatan hati ada batasnya. Sehari
aku tinggal, akan menjadi sepuluh hari, dan sepuluh hari akan menjadi seribu.
Aku akan kembali setelah aku tahu sungguh apa itu cinta. Aku biasa tidak
mudah membuat janji, karena sekali berjanji aku akan membawanya sampai
mati. Inilah janjiku padamu, bahwa tidak akan ada wanita lain yang bisa
menggantikan dirimu dihatiku.‖
(Triatmoko, 2014:63)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa kasta Bisma Dewabrata ialah seorang
kesatria yang sangat menjunjung tinggi janji yang telah dibuat. Disebabkan seorang
kesatria sejati akan terus teguh memegang ucapannya.
Aku... Aku aku ingin selalu berada dekat dengan,‖ katanya lirih. Dewabrata
menggigit bibir menahan rasa sesak di dadanya. Dia tahu apa apa yang
dimaksudkan Wulandari. Namun, dia tidak bisa menarik mundur sumpahnya.
―Aku tahu. Dan kini kita sudah bersama sebagai saudara. Kebahagiaan kita
tidak tergantung pada sesuatu atau seseorang, adikku. Kebahagiaan kita
terletak pada Kerinduan hati kita yang terdalam untuk memenuhi tujuan kita
diciptakan di dunia ini.‖ (Triatmoko, 2014:158)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa kasta Bisma Dewabrata ialah seorang
kesatria yang sangat menjunjung tinggi janji yang telah dibuat. Disebabkan seorang
kesatria sejati akan terus teguh memegang ucapannya.
Dari kutipan-kutipan di atas menunjukkan bahwa superego tokoh utama
dalam novel Bisma Dewabrata adalah Bisma seorang putra mahkota dari Kerajaan
Astinapura yang mengharuskannya untuk menjadi seorang raja. Bisma Dewabrata
memiliki kasta Kesatria yang diharuskan menjunjung tinggi kehormatan, akhlak, dan
memegang teguh janji yang telah diucapkan kepada seseorang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
3.2.4 Rangkuman Struktur Kepribadian Bisma Dewabrata
Demikian hasil analisis struktur kepribadian novel Bisma Dewabrata
karya B.B. Triatmoko. Dari hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh
Bisma digambarkan melakukan tindakan dengan pertimbangan Id, Ego, dan
Superego. Id tokoh utama yang tergambar dalam novel Bisma Dewabrata karya B.B.
Triatmoko, S.J. ialah pencarian kasih sayang seorang ibu yang dirindukan. Ego tokoh
utama yang tergambar dalam novel Bisma Dewabrata karya B.B. Triatmoko, S.J.
ialah moralitas kemanusiaan yang sangat menjunjung tinggi nilai yang didasarkan
tentang hal mencintai kehidupan. Superego tokoh utama dalam novel Bisma
Dewabrata adalah Bisma seorang putra mahkota dari Kerajaan Astinapura yang
mengharuskannya untuk menjadi seorang raja. Bisma Dewabrata memiliki kasta
Kesatria yang diharuskan menjunjung tinggi kehormatan, akhlak, dan memegang
teguh janji yang telah diucapkan kepada seseorang.
Berdasarkan pembahasan, tokoh Bisma diketahui cenderungan lebih sering
menggunakan Ego-nya dalam mengambil keputusan yang dipilihnya. Meskipun
demikian, atas dasar tindakan yang dipengaruhi oleh Id, cerita di dalam novel Bisma
Dewabrata dapat berjalan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penelitian berjudul ―Struktur Kepribadian Tokoh utama dalam Novel Bisma
Dewabrata Karya B.B. Triatmoko, S.J.‖ ini membahas dua masalah, yaitu (1)
struktur intrinsik yang meliputi tokoh, penokohan, dan alur yang terdapat dalam
novel Bisma Dewabrata Karya B.B. Triatmoko, S.J., dan (2) struktur kepribadian
tokoh utama dalam novel Bisma Dewabrata Karya B.B. Triatmoko, S.J. Dari
pembahasan yang sudah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
Pertama, tokoh utama di dalam novel Bisma Dewabrata adalah Bisma. Hal itu
karena tokoh Dewabrata muncul di semua bagian cerita dan mempengaruhi setiap
jalannya cerita. Hasil analisis tokoh dan penokohan novel Bisma Dewabrata karya
B.B. Triatmoko, SJ. Dari hasil analisis di atas, terlihat tokoh utama yaitu Bisma
seorang putra mahkota yang memilih untuk tidak menjadi raja Astinapura dan tidak
memiliki keturunan oleh sebab pengabdiannya terhadap Kerajaan Astinapura.
Musuh-musuh Bisma adalah Dewi Durgandini, Prabu Sentanu, Prabu Danureja, dan
Dewi Amba. Tokoh-tokoh pembantu Bisma adalah Wulandari, Rama Bargawa,
Angin Selaksa, dan Padang Buana.
Berdasarkan struktur intrinsik alur, cerita dalam novel Bisma Dewabrata
menggunakan alur maju. Hal itu dibuktikan dengan tidak adanya peristiwa kilas balik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
atau flashback. Berdasarkan cerita yang terjadi, terdapat delapan bagian penting alur,
yaitu (1) paparan, (2) rangsangan, (3) gawatan, (4) tikaian, (5) rumitan, (6) klimaks,
(7) leraian, dan (8) selesaian. Dari hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa
cerita ini bergerak atas dasar motif tokoh utama yaitu Bisma yang mencari kasih
sayang dari ibu kandungnya sehingga ia memutuskan untuk pergi mengembara,
keluar dari istana, dalam pencarian kasih sayang ibunya yang disimbolkan oleh bunga
utpala. Dalam pengembaraannya Dewabrata berjumpa dengan Dewi Amba yang
dikiranya bisa menggantikan kasih sayang ibunya. Akan tetapi, Dewi Amba tidak
menjaga kesetiaan yang telah diberikan oleh Bisma kepadanya. Oleh sebab itu, Dewi
Amba tidak menjadi tujuan akhir Dewabrata. Selain dengan Dewi Amba, ibu tirinya,
Dewi Durgandini mempermalukan Dewabrata di muka umum Kerajaan Astinapura,
dengan rasa ketidakberdayaan dan kesepian akhirnya Dewabrata memutuskan untuk
tidak menjadi raja Astinapura serta tidak memiliki keturunan. Pada akhirnya,
Dewabrata menemukan kasih sayang dari ibunya dari keputusannya memilih untuk
menjadi seorang pelayan Kerajaan Astinapura.
Kedua, tokoh utama dalam novel Bisma Dewabrata, yaitu tokoh Dewabrata,
digambarkan melakukan tindakan dengan pertimbangan Id, Ego, dan Superego. Id
tokoh utama yang tergambar dalam novel Bisma Dewabrata karya B.B. Triatmoko,
S.J. ialah pencarian kasih sayang seorang ibu yang dirindukan. Ego tokoh utama yang
tergambar dalam novel Bisma Dewabrata karya B.B. Triatmoko, S.J. ialah moralitas
kemanusiaan yang sangat menjunjung tinggi nilai yang didasarkan tentang hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
mencintai kehidupan. Superego tokoh utama dalam novel Bisma Dewabrata adalah
Bisma seorang putra mahkota dari Kerajaan Astinapura yang mengharuskannya
untuk menjadi seorang raja. Bisma Dewabrata memiliki kasta Kesatria yang
diharuskan menjunjung tinggi kehormatan, akhlak, dan memegang teguh janji yang
telah diucapkan kepada seseorang.
Berdasarkan pembahasan, tokoh Bisma diketahui cenderungan lebih sering
menggunakan Ego-nya dalam mengambil keputusan yang dipilihnya. Meskipun
demikian, atas dasar tindakan yang dipengaruhi oleh Id, cerita di dalam novel Bisma
Dewabrata dapat berjalan.
5.1 Saran
Setelah semua permasalahan dalam penelitian ―Struktur Kepribadian Tokoh
utama dalam Novel Bisma Dewabrata Karya B.B. Triatmoko, S.J.‖ ini terjawab,
penulis menyadari ada beberapa hal yang perlu penulis anjurkan bagi peneliti-peneliti
selanjutnya. Penulis berharap penelitian mengenai psikoanalisis dapat terus berlanjut
dan digali lebih dalam terutama dalam bidang dinamika kepribadian tokoh. Hal
tersebut mengingat psikoanalisis adalah salah satu pengembangan analisis sastra yang
memungkinkan bagi karya-karya Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
DAFTAR PUSTAKA
Darma, Budi. 2004. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pusat bahasa.
Djojosuroto, Kinati dan M. L. A. Sunaryati 2001. Penelitian Bahasa dan Sastra.
Jakarta:Cendekia
Enam Mimpi karya Chiung Yao (Kajian Psikoanalisis)‖. Skripsi tidak diterbitkan.
Surabaya: JBSA, Universitas Negeri Surabaya.
Endraswara, Suwandi. 2003. ―Metodologi Penelititan Sastra: Epistemologi, Model,
Teori, dan aplikasi”. Yogyakarta: Widyatama.
Freud, Sigmund. 2002. Psikoanalisis Sigmund Freud: A General Introduction to
Psychoanalysisi. Yogyakarta: Ikon Telatitera.
Fudyartanta, RBS. 2005. Psikologi Kepribadian Neo Freudianisme. Yogyakarta:
ZenithPublisher.
Hall, Calvin S. 1995. Freud Seks,Obsesi, Trauman, dan Kataris. Jakarta: PT. Pelapsat
Asa.
Hall, Calvin S. dan Gardner Lindzey. 1993. Teori-teori Psikodinamik (Klinis),
(penerjemah: A. Supratiknya). Yogyakarta: Kanisius.
Hardjana, Andre.1994. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Gramedia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Hariyanto, P. 2000. Drama I (Diktat Mata Kuliah). Yogyakarta: Universitas
Universitas Sanata Dharma.
Indarti, Titik.2004. ―Sikap Perempuan Bali terhadap Tradisi, Adat, Agama, dan
Dominasi Laki-laki dalam novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini‖ Dalam
Prasasti Vol 54, Bulan Agustus 2004. Surabaya: UnesaPress
Jabrohim, Dkk. 2000.Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Kartono,
Kartini.
Mayasari, Irene Dwi. 2005. ―Tokoh Utama Mandar dalam Novel Cinta Seorang
Psikopat karya V. Lestari (Kajian Psikoanalisis)‖. Skripsi tidak diterbitkan.
Surabaya: JBSI, Universitas Negeri Surabaya.
Milner, Max. 1992. Freud dan Interpretasi Sastra, (penerjemah: Sri Widaningsih dan
Laksmi). Jakarta: Intermasa.
Minderop, Albertine. 2016. Psikologi Sastra: Karya Sastra Metode, Teori, dan
Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Nadjid, Moh. 2003. Apresiasi Prosa Fiksi. Surabaya: Unesa Press.
Niswah, Anis Choirun. 2003. ―Analisis Mimpi dan Realita Tokoh Aston dalam Novel
Pol karya Putu Wijaya: Kajian Psikoanalisis Sigmund Freud‖. Skripsi tidak
diterbitkan. Surabaya: JBSA, Universitas Negeri Surabaya.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: UGM Press.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Poduska, Benard. 2000. Empat Teori Kepribadian. Jakarta: Restu Agung.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2003. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan
Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rahmawati, Tutik. 2005. ―Novel Imipramine karya Nova Riyanti Yusuf (Kajian
Psikoanalisis Sigmund Freud)‖. Skripsi tidak diterbitkan.Surabaya: JBSA,
Universitas Negeri Surabaya.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: PustakaPelajar.
Rubiyanti, Ellysa. 2005. ―Mimpi dan Dampak Mimpi bagi Tokoh Maya Amanita
dalam Novel Cala Ibi karya Nukila Amal.Skripsi tidak
diterbitkan.Surabaya: JBSA, Universitas Negeri Surabaya.
Satoto, Soediro. 1986. Metode Penelitan Sastra. Surakarta: Sebelas Maret
UniversityPress.
Satriya, Andik. 2003. ―Dinamika Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Melanie
karya V. Lestari (Tinjauan Psikologis)‖. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya:
JBSA, Universitas Negeri Surabaya.
Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Triatmoko, B.B. 2014. Bisma Dewabrata. Yogyakarta: PT Kanisius.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Wellek, Rene & Austin Warren.1990. Teori Kesusastraan, (Penerjemah: Melani
Budianta). Jakarta: PT Gramedia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
BIOGRAFI PENULIS
R. Benny Pradipta, lahir di Pringsewu, Lampung Selatan pada tanggal 6
September 1993. Telah menempuh SDN 6 Pringsewu Utara (2006), SMP Xaverius
Pringsewu (2010), SMA Xaverius Pringsewu (2013), dan pada tahun 2013
melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi pada jurusan Sastra Indonesia di Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta. Menyelesaikan pendidikan dengan tugas akhir yang
berjudul ―Struktur Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Bisma Dewabrata Karya
B.B. Triatmoko, S.J.‖. Kini penulis tinggal di Golo Baru, Pandeyan, Umbulharjo,
Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI