1. PROFIL PERUSAHAAN
1.1 TONGGAK SEJARAH PERUSAHAAN
Jawa Pos
didirikan oleh
Soeseno Tedjo
(The Chung
Sen), seorang
warga
Indonesia
kelahiran
Bangka yang
bekerja di
kantor film di
Surabaya. Dialah yang bertugas untuk selalu menghubungi surat kabar agar pemuatan
iklan filmnya lancar. Pada saat itu di Surabaya hanya ada tiga penerbitan pers, yaitu
Perwata Surabaya, Terompet Masyarakat dan Perdamaian. Perwata Surabaya adalah
satu-satunya surat kabar yang mampu bersaing dengan perusahaan penerbitan di
Jakarta seperti Sin Po dan Ken Po. Keuntungan yang dicapai oleh surat kabar Sin Po
dan Ken Po membuat Soeseno Tedjo tertarik untuk memiliki surat kabar sendiri.
Kemudian pada tanggal 1 Juli 1949 Soeseno Tedjo mendirikan PT. Perusahaan
Penerbitan dan Percetakan Djava Post Concern Limited, penerbit surat kabar Java Post.
Dalam perjalanan waktu bentuk dan nama Java Post berubah menjadi Java Post
(1952), JAVA POST (1955), Djawa Post (1958), Djawa Pos (1982), Jawa Pos (1989). Jawa
Pos merupakan harian pagi tertua yang mampu bertahan hingga saat ini.
Kesuksesan Jawa Pos, membuat The Chung Shen berpikir untuk menambah
surat kabarnya menjadi tiga . Yakni surat kabar berbahasa Indonesia, Mandarin dan
Belanda. Kemudian Surat kabar Harian berbahasa Belanda diubah namanya karena
pada saat itu Presiden anti terhadap Belanda. Sedangkan yang berbahasa mandarin
tidak terbit sama sekali, maka hanya tinggal Jawa Pos yang semakin hari semakin
menurun oplahnya.
Karena ketiga putra Soeseno Tedjo tidak satupun yang tinggal di Indonesia.
Sehingga anak-anaknya tidak ada yang dapat membantu menjalankan perusahaannya,
maka Soeseno Tedjo tidak berani menanamkan modal pada mesin cetak generasi baru
yang lebih modern untuk meningkatkan kualitas penerbitan. Oleh karena itu hasil
cetaknya semakin menurun. Bahkan pada Tahun 1982, oplahnya hingga tinggal sekitar
6.700 eksemplar per hari. Pelanggannya di dalam kota Surabaya tinggal 2000 orang,
peredarannya di Malang tinggal 350 lembar.
Pada tanggal 1 April 1982 saham PT. Jawa Pos dibeli oleh PT. Grafiti Pers yang
menerbitkan majalah Tempo. Eric FH Samola yang saat itu sebagai Direktur Utama PT.
Grafiti Pers (penerbit majalah Tempo), mengangkat Dahlan Iskan, yang sebelumnya
adalah Kepala Biro Tempo di Surabaya untuk memimpin Jawa Pos. Kemudian dilakukan
perbaikan di semua aspek untuk mengejar ketertinggalan. Pada tanggal 29 Mei 1985
berdasarkan Akte Notaris Liem Sien Hwa SH No. 23 pasal 1 menyatakan merubah
nama PT. Jawa Pos Concern menjasi PT. Jawa Pos hingga sekarang.
Perubahan lain yang dilakukan PT. Jawa Pos adalah dalam hal permodalan.
Modal yang semula hanya dimiliki secara tunggal oleh Bapak Soeseno Tedjo, maka
sehubungan dengan peraturan Menteri Penerangan No. 01/Per/Menpen/84 tentang
Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers ( SIUPP ) khususnya tentang kepemilikan saham maka
20 % dari saham perusahaan dapat dimiliki oleh wartawan dan karyawan sedangkan
80 % yang lain dimiliki oleh PT. Grafiti Pers sebagai induk perusahaan PT. Jawa Pos.
Maka diharapkan dapat meningkatkan semangat karyawan dan wartawan karena akan
timbul perasaan memiliki.
Perbaikan lainnya adalah dalam hal kualitas kualitas produk, peningkatan
kualitas sumber daya manusia dan manajemen. Dari beberapa perbaikan tersebut,
maka banyak sekali perubahan-perubahan. Tercatat tahun 1986, dalam sebulan oplah
surat kabar ini naik dari 40.000 eksemplar menjadi 80.000 eksemplar. Pada tahun 1990
oplah Jawa Pos meningkat menjadi 300.000 eksemplar. Bahkan setahun kemudian
meningkat 100% menjadi 600.000 eksemplar. Perkembangan yang sangat pesat ini
tercatat sebagai perkembangan tercepat di Asia.
Selanjutnya terbentuklah Jawa Pos News Network (JPNN), salah satu jaringan
media cetak terbesar di Indonesia. Jaringan ini terdiri dari sekitar 80 surat kabar,
tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia. Pada tahun 1997, Jawa
Pos pindah ke gedung yang baru di Graha Pena salah satu gedung pencakar langit di
Surabaya. Tahun 2002 dibangun Graha Pena di Jakarta. Dan, saat ini bermunculan
gedung-gedung Graha Pena di hampir semua wilayah di Indonesia. Tahun 2002, Jawa
Pos Group membangun pabrik kertas surat kabar yang kedua dengan kapasitas dua
kali lebih besar dari pabrik yang pertama. Kini pabrik itu, PT. Adiprima Sura Perinta,
mampu memproduksi kertas surat kabar 450 ton/hari. Lokasi pabrik ini di Kabupaten
Gresik.
Setelah sukses mengembangkan media cetak di seluruh Indonesia. Maka
dibentuklah JPMC (Jawa Pos Multimedia Corporation). Pada tahun 2002 Jawa Pos Grup
mendirikan stasiun televisi lokal JTV di Surabaya. Selanjutnya bermunculan TV-TV lokal
dalam naungan JPMC. Tercatat sekitar 50 stasiun televisi yang sudah siaran maupun
dalam persiapan. Antara lain JTV di beberapa kota SBO TV , Bogor TV, Batam TV, Riau
TV, FMTV di Makassar, jak TV di Jakarta, PTV di Palembang dan Padjadjaran TV di
Bandung. Pada tahun 2008, Jawa Pos Group menambah stasiun televisi baru:
Mahkamah Konstitusi Televisi (MKtv) yang berkantor di Gedung Mahkamah Konstitusi
Jakarta. Pada tahun 2009, Jawa Pos Group membangun jaringan backbone internet
langsung Hongkong – Indonesia dengan nama perusahaan Fangbian Iskan Corporindo
(FIC) yang berkantor di Gedung Graha Pena Surabaya.
Grup Jawa Pos atau Jawa Pos Group saat ini telah memiliki 199 anak
perusahaan. Salah satunya yang terkenal adalah Surat kabar Jawa Pos. Surat kabar
daerah yang berada di bawah payung Grup Jawa Pos kebanyakan berawalan "Radar".
Dari sisi manajemen, Radar-Radar yang ada ini dikelola secara otonom. Rekrutmen
karyawan dan wartawan dilakukan sendiri oleh masing-masing manajemen Radar.
1.2 VISI DAN MISI PERUSAHAAN
V i s i d a n m i s i J a w a P o s m e r u p a k a n c e r m i n a n m o t o
“ Berdasarkan Pancasila Mencerdaskan Bangsa”. Pada visi Jawa Pos terdapat
pandangan masyarakat dan bangsa Indonesia yang cerdas dan bersikap
bijaksana. M i s i J a w a P o s a d a l a h b e r k e h e n d a k u n t u k menyajikan
informasi kepada segenap masyarakat tanpa terkecuali,
N a m u n d a l a m p e r k e m b a n g a n n y a , V i s i J a w a p o s ( d a l a m J a w a
P o s G r o u p ) a d a l a h m e n g a r a h k e p a d a m enguasai semua lini bisnis
terutama yang menyangkut kepentingan orang banyak, berteknologi tinggi, menjadi
media berita terbesar , memiliki komunitas pembaca setia terbesar, dan menguasai
bisnis lintas negara
Hal ini diperkuat dengan beberapa jargon antara lain :
“Selalu ada yang baru”
Power Of Youth “New People is new idea”
Part of the Show “Jawa pos have always been involved in the community, driving the
community toward the better things”
1.3 INDUSTRI PERUSAHAAN
Industri surat kabar saat ini merupakan industri yang cukup berat. Sebagai
bagian dari industri media cetak, industri ini merupakan satu-satunya industri yang
membutuhkan pengorbanan dari konsumen dalam pembelian media. Berbeda dengan
bisnis penyiaran yang memberikan akses isi media secara gratis kepada konsumen
(selain pembelian alat akses media, misal : membeli televisi , radio dan lain-lain.)
Pendapatan produk media penyiaran hanya ditargetkan kepada periklanan. Inilah
kesulitan mendasar bagaimana surat kabar dituntut tetap dapat meraih pembaca di
tengah situasi kesulitan yang dihadapi masyarakat.
Tren global yang berkembang khususnya di Amerika Serikat (AS) menunjukkan,
surat kabar nasional mulai menurun pendapatannya. Itu terjadi karena banyak
pengiklan memandang, surat kabar hanyalah sebagai cara untuk mencapai target
konsumen secara massal. Mereka justru cenderung memilih menggunakan media lain
seperti radio dan majalah untuk mencapai target konsumen yang lebih tersegmentasi.
Ketergantungan pengiklan pada surat kabar nasional telah menciptakan situasi
ekonomi yang menyebabkan sesama surat kabar nasional tidak dapat bersaing karena
pengiklan akan cenderung memilih memasang iklan di surat kabar dengan sirkulasi
nasional nomor satu.
Di pasar lokal AS, beberapa surat kabar di AS cenderung mulai mensegmentasi
porsi pasar dengan menyediakan edisi lokal yang berdasarkan zona geografis untuk
menarik pengiklan lokal. Surat kabar-surat kabar lokal semacam Washington Post, The
New York Times, Chicago Tribune, dan Los Angeles Times justru yang berposisi merajai
konsumsi media di daerah-masing-masing.
Terlihat di AS sekarang ini sudah sangat sulit menebitkan surat kabar nasional
karena tiap kota memiliki segmen, kebutuhan, identitas, dan kebanggaan sendiri-
sendiri. Dari dulu, sebagian besar surat kabar yang hidup adalah surat kabar lokal. AS
yang sering dijadikan kiblat bagi surat kabar dunia memiliki lebih banyak state
newspaper atau surat kabar negara bagian. Demikian juga di negara-negara Eropa,
posisi surat kabar lokal lebih berkembang.
Situasi ini juga yang berlaku di Indonesia, yakni perusahaan surat kabar
berlomba-lomba menyempitkan segmentasi menyesuaikan dengan kebutuhan
komunitas lokal dengan membuat edisi lokal . Selanjutnya lebih dikenal dengan
sebutan surat kabar multikultural (multicultural newspaper).
Di sisi lain, perkembangan surat kabar juga sangat terkait dengan
perkembangan teknologi. Sebagai konsekuensi dari globalisasi dan modernitas,
hubungan ini bersifat saling mempengaruhi. Fungsi teknologi yang mempengaruhi
perkembangan surat kabar antara lain meliputi aspek produksi, distribusi, dan pola
konsumsi masyarakat. Ini berlangsung terus-menerus sejak penemuan mesin cetak
hingga pesatnya penggunaan teknologi internet di berbagai bidang.
Pada akhir 1990 Bill Gates pernah meramalkan 10 tahun lagi surat kabar cetak
akan mati tergantikan teknologi surat kabar baru yang berbasis teks elektronik (online
media). Tetapi setelah 10 tahun berselang, ia kembali merevisi prediksinya, yakni
sekitar 50 tahun ke depan, ramalannya baru akan mewujud (2050). Masyarakat akan
terbiasa dengan electronic newspaper dan secara perlahan surat kabar cetak akan
ditinggalkan.
Prediksi yang dikemukakan Gates tidaklah mengada-ada. Terlepas dari
perdebatan apakah terbukti saat ini surat kabar elektronik akan mematikan surat
kabar cetak, sekadar menggantikan, atau bahkan menyempurnakannya. Teknologi
selalu menjadi bagian terpenting dari perkembangan suatu jenis media. Kenyataan ini
sejalan dengan teori konvergensi yang menyatakan, berbagai perkembangan bentuk
media terus terjadi sejak awal penemuannya. Setiap model media terbaru cenderung
menjadi perpanjangan atau evolusi dari model-model pendahulunya.
Teknologi dengan berbagai konvergensinya hanyalah salah satu tantangan.
Banyak faktor lain pula yang harus direspons surat kabar jika ingin tetap bertahan di
arena industri bisnis surat kabar. Sejumlah tantangan itu antara lain: makin pendeknya
siklus hidup sebuah produk surat kabar, karena pesatnya pertumbuhan media baru
berupa portal-portal media online seperti detik.com, vivanews.com, dan sebagainya.
Maka perlu dikembangkan inovasi dan kreasi baru bagi pembaca.
Era supremasi merk telah lewat masa jayanya. Loyalitas pada merk bukanlah
tidak penting untuk dijaga. Hanya saja , konsumen lebih memiliki kecenderungan
melihat pilihan-pilihan rasional media baru yang lebih segar, menarik, dan murah
harganya. Dengan demikian, tidaklah cukup mengandalkan nama besar dalam
memenangkan persaingan bisnis ini. Diperlukan peningkatan kualitas dan pembenahan
manajemen, penguatan, dan pemberdayaan SDM surat kabar, serta riset khalayak
yang intensif dan ekstensif.
Dalam bisnis surat kabar berlaku pula prinsip “healthy insight fresh outside”.
Kesehatan dalam perusahaan sangat menentukan kesegaran tampilan surat kabar.
Prinsip-prinsip profesionalitas dengan demikian menjadi sangat menentukan
kesehatan surat kabar. Sehingga dalam mengelola media yang hanya berpedoman
pada idealisme tidaklah cukup. Industri media adalah pertempuran pasar. Maka
prinsip-prinsip pengelolaan secara modern dengan standar pengelolaan yang jelas dan
prinsip-prinsip pemasaran mutlak diterapkan. Faktor segmentasi, targeting, dan
positioning yang responsif menjadi strategi dan taktik bisnis yang harus dipilih.
Sebuah media memang memerlukan stakeholder yang luas, tetapi juga basis
pembaca yang kuat. Untuk itu, surat kabar dituntut terus melakukan inovasi di
berbagai bidang, baik sumber daya manusia, insfrastruktur, maupun taktik dan strategi
pemasarannya.
2. PROFIL PRODUK
2.1 TARGET PASAR dan PENENTUAN POSISIS USAHA (POSITIONING)
Karakter atau latar belakang pembaca surat kabar Jawa Pos (menurut survei
MARS Indonesia tentang “Perilaku Belanja Konsumen Indonesia 2009”) rata – rata
adalah :
Usia : 18 – 25 tahun
SES : B (pengeluaran bulanan Rp 1.250.000,- s.d. Rp 2.500.000,-)
Slogan Jawa Pos saat ini adalah “selalu ada yang baru” yang sekaligus sebagai
positioning Jawa Pos. Dengan slogan tersebut, Pos ingin menunjukkan bahwa Jawa
Pos selalu memiliki halaman-halaman baru yang tidak dimiliki pesaing.
Karakteristik pembaca memiliki kebiasaan membaca lebih dari satu surat
kabar, karena tidak ingin tertinggal informasi penting dan informasi hiburan dalam
waktu yang bersamaan. Termasuk kelompok masyarakat yang haus informasi dan
inovatif sehingga mudah menerima hal baru.
2.2 BAURAN PEMASARAN (MARKETING MIX)
2.2.1 PRODUK (PRODUCT)
Hal utama yang paling penting untuk diperhatikan adalah Brand atau
merek. “Brand is the umbrella of the products”. Tanpa Brand, sebuah produk
tidak lebih dari sebuah komoditas. Dan komoditas adalah ”barang pasaran”
yang tidak berbeda dengan barang lain serupa. Mudah disubstitusi oleh produk
lain. Brand yang baik adalah Brand yang memiliki karakter, berbeda dan unik
(Kartajaya, Hermawan, 2010:138). Menurut David Aaker dalam bukunya
Building Brand Equity “Punya value yang bisa diukur jadi nilai uang, semakin
banyak customer yang loyal pada sebuah brand, artinya value brand itu semakin
tinggi.”
Jawa Pos menampilkan halaman-halaman baru yang tidak memiliki
pesaing, sesuai dengan slogannya yaitu Selalu Ada Yang Baru. Aktivitas merek
yang dilakukan oleh Jawa Pos, tidak hanya berupa kegiatan pemasaran yang
mendatangkan keuntungan pada penjualan, tapi juga mengkomunikasikan
brand image bahwa Jawa Pos juga dekat dengan anak-anak muda. Hal tersebut
juga berkaitan dengan peran Marketing Public Relations dalam membangun
citra baru dari Jawa Pos sehingga perusahaan secara langsung akan melihat
bagaimana reaksi konsumen.
Pergerakan inovasi dari vertical menjadi horizontal melahirkan new wave
marketing sehingga target sasaran tidak hanya terpaku pada konsumen-
konsumen yang menjadi pelanggan tetap. Dan dampak yang dihasilkan pun tidak
hanya berlaku untuk jangka pendek, melainkan bisa berdampak dalam jangka
panjang. Inovasi tersebut mengarah kepada youth atau muda atau junior.
Sebuah perusahaan yang ingin memenangkan mind share haruslah
“memegang” the youth (Kartajaya, Hermawan, 2010:404).
Anak-anak muda atau junior dijadikan sebuah inovasi, selain dapat
menghasilkan ide-ide kreatif yang lebih segar, target pasar bukan lagi bersifat
monoton dan umum, melainkan mulai mengarah kepada golongan muda. Dan
untuk mempertahankan para pembaca yang seiring berjalannya mulai hilang
karena pengaruh usia, maka Jawa Pos harus mendapatkan pembaca baru.
Surat kabar yang bersifat Young and Friendly Newspaper, tercermin dari
penggunaan bahasa yang renyah dan sarat dengan unsur partisipasi publik, dan
mampu menyajikan gaya hidup yang meliputi in depth news, lifestyle, sport, dan
entertainment.
Strategi lainnya, Jawa Pos lebih spesifik lagi paling jago membuat
segmentasi pembaca . Ada beberapa segmentasi topik untuk berbagai kalangan
pembaca. Ada kolom dibalik buku, resensi dan info buku baru untuk pembaca
pecinta buku, ada kolom deteksi untuk pembaca pelajar dan remaja, ada kolom
nouvelle dan evergreen untuk kalangan keluarga, ada olahraga bagi pecinta
olahraga, ada kolom politik bagi masyarakat yang ingin mengetahui dunia politik
baik dalam maupun dalam negeri, ada kolom selebriti untuk pembaca penyuka
dunia entertainment, ada kolom untuk anak-anak berupa pengiriman foto
ucapan selamat dan permainan. Tiap akhir pekan mengeluarkan ulasan tentang
orang-orang metropolis yang notabene golongan ekonomi menengah ke atas.
Ada kolom opini atau karya guru-guru. Ada Movies, De-Style, Aime, Aidoru,
Techno, Muzik, Game Anime, Otomotif dan masih banyak lagi, pokonya hampir
dari semua kalangan masuk kedalam segmentasi Harian Jawa Pos.
Jawa Pos popular karena terkadang memakai kalimat pada berita-berita
yang ditampilkannya dengan menggunakan bahasa colloquial atau bahasa asli
sehari-sehari masyrakat setempat, antara lain ngeluruk, digeruduk, diembat dan
wadul.
2.2.2 HARGA (PRICE)
Jawa Pos menetapkan harga lebih tinggi diantara para pesaingnnya dengan
harga eceran Rp 4.500,- Jika di bandingkan dengan kompetitor terbesarnya
seperti Kompas dengan harga Rp 3.500,-. Bahkan ada beberapa surat kabar jauh
di jual dengan harga murah sekitar Rp 1.000,-. Disaat beberapa surat kabar lain
berusaha menurunkan harga akan tetapi Jawa Pos tetap menaikkan harga.
Dengan demikian , dapat dikatakan bahwa Jawa Pos tidak menerapkan harga
murah sebagai bagian dari strategi pemasaran produknya.
2.3.3 TEMPAT (PLACE)
Dalam hal ini, Jawa Pos fokus pada Jawa Timur. Jawa Timur dengan jumlah
penduduk 34 juta jiwa merupakan pasar yang sangat besar. Kondisi ini
dimanfaatkan benar oleh Jawa Pos yang memang lahir dan besar di Surabaya. Di
propinsi ini, Jawa Pos berhasil membangun basis pasar yang sangat kuat. Jawa
Pos bagi masyarakat Jawa Timur tidak lagi hanya sekedar surat kabar harian,
namun telah menjadi salah satu ikon daerah.
Dengan dukungan jaringan “radar”-nya di hampir di setiap kota besar, Jawa
Pos memiliki cabang. Pada kota tertentu namanya tidak lagi radar tetapi nama
lain yang terkadang ada nuansa kedaerahan seperti solo pos di kota solo dan lain
lain. Itu merupakan strategi marketing untuk menarik pembaca yang begitu
cinta dengan daerahnya.
Selain memperhatikan wilayah edar, Jawa Pos juga memperhatikan jalur
distribusi dengan memanfaatkan jaringan percetakan jarak jauh dan agen
distribusi. Jawapos dikenal memiliki agen dan penjual jalanan yang memiliki
loyalitas dan militan.
2.3.4 PROMOSI (PROMOTION)
Menurut Bell (1990), promosi adalah semua jenis kegiatan pemasaran
yang ditujukan untuk mendorong permintaan, sedangkan Nikels (1990),
mendefinisikan promosi sebagai arus informasi atau persuasi satu arah yang
dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan yang
menciptakan pertukaran dalam pemasaran.
Keberadaan Marketing Public Relation (MPR) diperlukan untuk
membantu memastikan agar merek dapat diterima oleh konsumen. MPR
diharapkan dapat membangun, mengatur, serta menguatkan image positif bagi
perusahaan. Kegiatan promosi ini juga menggunakan tempat umum untuk
melakukan beragam kegiatan yang melibatkan perusahaan agar dapat
berinteraksi secara langsung dengan konsumen maupun calon konsumen.
Melalui sebuah kegiatan yang dilakukan perusahaan dapat melakukan interaksi
dengan konsumen, sehingga perusahaan secara langsung akan melihat
bagaimana reaksi konsumen. Peluang yang besar dalam menanamkan sebuah
merek akan sangat mungkin terjadi dalam suatu penyelenggaraan kegiatan atau
acara.
3. STRATEGI PENJUALAN
3.1 STRATEGI PENJUALAN PESAING
Persaingan media cetak setiap tahun bertambah pesat. Selain majalah dan
tabloid yang sudah menjamur di Surabaya, tidak kalah hebohnya dengan peredaran
surat kabar di Surabaya. Salah satu pesaing Jawa Pos yang utama di Jawa Timur adalah
Kompas. Jawa Pos dan Kompas kini bersaing untuk mendapatkan oplah dari
masyarakat. Namun, oplah bukanlah alasan utama kedua perusahaan koran tersebut
bersaing, tetapi yang diperebutkan adalah masalah reputasi dan nama besar.
Dalam suatu kasus strategi penjualan, Kompas pernah ‘bertarung’
mengantisipasi strategi Jawa Pos dalam melakukan penjualan. Untuk meningkatkan
oplah penjualan yang berujung nama besar itu, Jawa Pos memborong Kompas yang
sudah siap jual di beberapa agen penerbit dengan harga pantas. Sehingga para agen
hanya memasarkan sisa Kompas yang ada. Dengan demikian, peredaran Kompas di
konsumen kecil / menurun. Kompas membalas dengan memberikan Jawa Pos gratis
bagi setiap pembeli Kompas pagi.
Dalam hal periklanan, Kompas juga melakukan “perlawanan” atas dominasi
iklan lowongan Sabtu Jawa Pos. Mengingat adanya iklan lowongan sabtu, ternyata
meningkatkan oplah Jawa Pos. Maka Kompas melakukan trategi “perlawanan” dengan
promo iklan gratis. Selain itu, juga dilakukan strategi pemasangan bayar iklan satu kali.
Dapat dimuat di dua surat kabar (Kompas dan Surya).
Merasa gagal kompas melawan dominasi Jawa Pos, kompas mendirikan surat
kabar Surya untuk bertarung head-to-head dengan Jawa Pos. Surya dijual dengan
harga jauh lebih murah dari Jawa Pos untuk mencoba merebut pasar Jawa Pos. Namun
strategi ini diubah dengan memunculkan suplemen koran “seputar jatim” pada koran
kompas yang beredar di Jawa Timur.
Dalam hal strategi harga produk, Kompas juga menggunakan strategi harga
murah dengan paket penjualan koran kompas + surya dengan harga Rp 3.000,-. Jalur
distribusi penjualan juga diperluas dan semakin dekat dengan konsumen. Salah satu
caranya adalah dengan memasarkan melalui jaringan waralaba minimarket Alfamart.
3.2 KEUNIKAN STRATEGI PENJUALAN
A. Salah satu strategi penjualan yang sangat sering dilakukan adalah meningkatkan
jumlah pembeli dengan memanfaatkan kegiatan atau aktifitas tertentu. Jawa Pos
paling jago membuat kegiatan dan aktifitas untuk komunitas target market.
Beberapa kegiatan yang diadakan dari berbagai segmentasi seperti :
- DetEksi Basketball Leaque (DBL)
- DetEksi Convention (Det-Con)
- Bursa Mobil Jitu (Iklan Jitu)
- Campus Expo
- Surabaya Shopping Festival (SSF)
- Responsible Riding
- Surabaya Green & Clean
- Car Free Day
B. Selain itu, Jawa Pos setiap tahun melakukan kegiatan penarikan hadiah khusus bagi
agen-agen distributor atau pengecer penjual Jawa Pos.
C. Jawa Pos pernah menerbitkan surat kabar khusus edisi libur Lebaran, di saat tidak
ada surat kabar libur atau tidak terbit. Selanjutnya hampir Strategi untuk
menambah omset penjualan dengan tetap menjual surat kabar pada hari libur.
Bahkan di hari libur Lebaran.
D. Dengan kondisi masyarakat yang semakin mengenal internet maka dari itu dengan
target pangsa pasar anak muda jawa pos juga menggunakan strategi penjualan
dengan system online yang mana telah di lakukan sejak tahun 2011, dimana
awalnya jawapos digital edition tersebut diberikan kepada masyarakat secara free
of charge login sebagai masa promosi. Namun untuk menjaga pasar surat kabar
versi cetak, Jawa Pos melakukan penundaan waktu update / penerbitan berita dan
tidak lagi gratis.
4. ANALISA STRATEGI
4.1 ANALISA KELOMPOK
A. Strategi penjualan dengan mengadakan banyak kegiatan dan aktifitas sangat tepat.
Konsumen Jawa Pos semakin loyal dan bertambah. Hal ini terjadi karena
konsumen terlibat secara emosional untuk mengetahui liputan berita tentang
dirinya, keluarganya, saudaranya ataupun lingkungannya saat mengikuti kegiatan
atau aktifitas yang diadakan Jawa Pos.
Selain terlibat langsung mengikuti kegiatan atau aktifitas, surat kabar yang terjual
semakin bertambah dengan adanya Iming-iming hadiah dari pengumpulan kuis,
balot dan lain-lain. Kadangkala memunculkan tidakan irasional dengan
memborong beberapa koran sekaligus untuk mendukung pilihannya ataupun
memperbesar peluang mendapatkan hadiah.
Kegiatan dan aktifitas yang diadakan membangun image Jawa Pos semakin
melekat di benak pembaca atau konsumen. Dengan demikian , konsumen tidak
mudah berpindah ke surat kabar lain.
B. Agen dan loper atau penjual koran langsung (pedagang asongan) merupakan ujung
tombak penjualan.
Cara Total Jakarta
Bandung
Semarang
Surabaya
Medan
Makassar
Balikpapan
Palembang
Langganan 15,1 17,4 11,1 15,6 11,7 18,7 18,9 8,5 10,5Eceran 54,9 59,9 70,7 39,0 51,4 49,5 34,8 41,3 53,3Baca bersama di kantor
19,6 18,4 13,5 21,5 26,7 20,7 26,6 19,5 14,8
Orang lain yang berlangganan,
saya ikut baca
12,7 7,5 6,2 24,5 12,4 14,6 20,2 30,7 23,3
Source: MARS Indonesia
Menurut hasil survei di atas, pembaca surat kabar di kota-kota besar Indonesia,
umumnya mendapatkan surat kabar untuk dibaca dengan cara membeli eceran
(total 54,9%). Selanjutnya memperolehnya dari kantor (yang disediakan secara
berlangganan ) sebesar 19,6% dan berlangganan sendiri di rumah (15%).
Selain itu, hasil survei lainnya mengungkapkan bahwa tempat favorit yang sering
dipakai untuk membaca koran ternyata sebagian besar (sebanyak 69,1%)
memilihnya rumah. Setelah itu kantor (26,5%), toko (1,6%), dan warung (1,6%). Ada
pula yang suka membaca di rumah tetangga (1,1%), dan lokasi-lokasi lainnya (2,1%).
Soal waktu yang paling sering dipilih para banyak orang untuk membaca koran, tak
ada patokan secara umum. Masing-masing kategori usia memiliki waktu favorit
tersendiri. Untuk kategori pembaca berusia muda (18-25 tahun), mereka suka
memilih waktu antara pukul 12.00-14.00, sementara pembaca berusia menengah
(26-34 tahun) lebih memilih membaca koran antara pukul 08.00-10.00. Sedangkan
pembaca berusia tua (35-55 tahun) lebih suka melakukannya pada pukul 06.00-
08.00.
Dengan demikian sangatlah tepat jika Jawa Pos tetap menjaga hubungan baik
dengan agen dan penjual langsung sebagai jalur distribusi penjualannya untuk
tetap loyal dengan memberikan penghargaan /hadiah bagi mereka.
C. Strategi penjualan surat kabar di saat hari libur (khususnya lebaran) membutuhkan
perjuangan tersendiri. Tidak semua karyawan Jawa Pos bisa ‘ditahan’ untuk tidak
mudik, terutama para loper yang biasa mengantarkan koran ke rumah-rumah
pelanggan. Dengan inovasi penamaan edisi khusus merupakan strategi cerdik untuk
menyiasati kondisi seperti itu. Setidaknya, pelanggan harus maklum kalo tidak
menerima surat kabar Jawa Pos pada saat libur Lebaran. Bahkan pembaca juga
harus maklum soal jumlah halaman yang berkurang. Lebih lanjut adalah pembaca
harus maklum soal harga jual yang dipatok penjual langsung (pedagang asongan)
lebih mahal dari biasanya meskipun harga bandrolnya lebih murah ketimbang Jawa
Pos regular. Mengingat mudah dapat saja beranggapan bahwa ini bukan Jawa Pos
(regular) tetapi surat kabar lebaran (khusus).
D. Founder & CEO Markplus Hermawan Kartajaya (dalam acara penyerahan
penghargaan di pertengahan 2011) memaparkan bahwa segmen anak muda
menjadi basis marketing para perusahaan. Sebab, jika mereka tidak dipelihara, bisa
dipastikan perusahaan bakal mati secara perlahan. Selain itu, Hermawan
menyatakan betapa pentingnya memahami tren gaya hidup gratis. Hal tersebut
harus disikapi pemasar dengan bergerak untuk menjadi free-marketing company.
Dia mencontohkan betapa suksesnya media-media online gratisan seperti Google,
Facebook, Yahoo!, Twitter, YouTube, dan Kaskus. Bahkan, Google berhasil meraup
keuntungan USD 162 miliar, sedangkan Facebook USD 42 miliar. Kaum mudasangat
mendominasi di media-media gratisan itu Sekitar 79 persen pengakses media-
media gratisan tersebut adalah para pelajar, mahasiswa, karyawan muda, serta
tokoh-tokoh muda. "Anak muda adalah the next seniors. Bukan tak mungkin gaya
hidup mereka akan beranjak ke kelompok senior," ujarnya. Media online
merupakan kompetitor yang paling menakutkan bagi media cetak seperti jawa Pos.
Untuk itu sangat tepat jika Jawa Pos, berusaha menjaga agar tidak ditinggalkan
target pangsa pasar utamanya. Peluncuran Jawa Pos edisi digital merupakan
langkah antisipasi Jawa Pos dalam mencermati fenomena pasar.
4.2 REKOMENDASI STRATEGI PENJUALAN
Sejauh ini strategi penjualan yang diterapkan oleh Jawa Pos masih dapat
memposisikan dirinya sebagai pemimpin pasar surat kabar di Jawa timur, Surabaya
pada khususnya. Namun untuk lebih meningkatkan omset penjualan, perlu dilakukan
terobosan – terobosan strategi penjualan yang lebih unik. Beberapa rekomendasi
strategi penjualan :
A. Mengadakan kerja sama dengan sekolah – sekolah untuk buka kios Jawa Pos
sebagai media bisnis siswa.
B. Melakukan penjualan langsung bersamaan dengan penyelenggaran kegiatan
DetEksi road show ke sekolah-sekolah atau lingkungan komunitas sasaran pangsa
pasar.
C. Membuat kartu multi fungsi yang dapat digunakan sebagai member card, discoutn
card, credit card, prepaid card pembelian surat kabar Jawapos atau produk Jawa
Pos grup lainnya.