PENGGUNAAN METODE ELEMEN HINGGA (M.E.H) PADA ANALISIS PRILAKU DINDING DALAM STRUKTUR BETON BERTULANG
MENGGUNAKAN SOFTWARE ATENA
NAMA : HARRY SYAFRIANDI EKA PUTRA
DOSEN : JAFRIL TANJUNG. DR. Eng
PASCA SARJANA (S2) -KK STRUKTURJURUSAN TEKNIK SIPIL – FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ANDALASPADANG
2014
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Penelitian
Elemen Hingga yang berjudul “Penggunaan Metode Elemen Hingga (M.E.H) Pada
Analisis Prilaku Dinding Dalam Struktur Beton Bertulang Menggunakan Software
Atena”. Adapun tujuan penulis menyusun tugas ini adalah sebagai salah satu tugas dari
matakuliah Metode Elemen Hingga Lanjut.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan tma kasih kepada :
1. Kedua Orang Tua dan Saudara atas doa dan motivasinya selama pengerjaan tugas
akhir ini.
2. Bapak Jafril Tanjung,DR.Eng sebagai dosen pembimbing tugas penelitian ini
yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis dalam proses
pengerjaan tugas ini.
3. Rekan-rekan mahasiswa Pasca Sarjana Teknik Sipil prodi struktur yang telah
memotivasi penulis sehingga tugas ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Dalam tugas ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan.Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak untuk perbaikan tugas ini.
Penulis berharap tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan berguna untuk
perkembangan ilmu Teknik Sipil nantinya.
Padang, Juli 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3 Batasan Masalah
BAB II DASAR TEORI
2.1 Beton Bertulang
2.2 Dinding Bata
2.3 Kegagalan dan Pola Retak Pada Dinding Bata
2.4 Metode Elemen Hingga
2.5 Tahapan Perhitungan Elemen Hingga
2.6 Matrik Kekakuan
2.7 Metode Elemen Hingga Berdasarkan Usaha Virtuil
2.8 Metode Elemen Hingga dengan Atena 2D
2.9 Consitutive Model
2.10 Bagan Alir Perhitungan Dengan Sofewere Atena
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Umum
3.2 Pemodelan Struktur
3.2.1 Pemodelan di Laboratorium
3.2.2 Pemodelan Dengan Sofewere Atena
3.3 Sistim Pembebanan
3.4 Proses dan Hasil Atena
3.4.1 Proses Runing dan Output Grafik
3.4.2 Prinsipal Stress Pada Tulangan Utama
3.4.3 Crack / Retak
BAB IV KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam suatu persoalan – persoalan yang menyangkut persamaan diferensial dan
geometri yang rumit yang pada umumnya sulit dipecahkan melalui matematika analisis.
Pada perhitugan dengan menggunakan matematika analisis memerlukan besaran atau
harga yang harus diketahui pada setiap titik pada struktur yang dikaji. Penyelesaian
analisis dari suatu persamaan differensial suatu geometri yang kompleks, pembebanan
yang rumit, tidak mudah diperoleh. Formulasi dari metode elemen hingga dapat
digunakan untuk mengatasi permasalahan ini.
Metode ini akan mengadakan pendekatan terhadap harga – harga yang tidak
diketahui pada setiap titik secara diskrit. Dimulai dengan pemodelan suatu benda
dengan membagi – bagi dalam bagian yang kecil yang secara keseluruhan masih
mempunyai sifat yang sama dengan benda yang utuh sebelum terbagi dalam bagian
yang kecil (diskritisasi).
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah, pengaplikasian perhitungan metode
elemen hingga terhadap suatu bagian konstruksi dengan bantuan Software ATENA.
Dalam hal ini dilakukan pemodelan terhadap dinding struktur beton bertulang dengan
type elemen quadrilaterals yang dibebani dengan beban monotonik. Hasil akhir dari
perhitungan ini adalah menentukan grafik hubungan pertambahan beban dengan
displacement yang terjadi dengan memakai software Atena 2D.
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah pengaplikasian metode elemen
hingga sebagai verifikasi numerik terhadap hasil eksperimen yang nantinya dilakukan
dengan bantuan software Atena 2D.
1.3 Batasan Masalah
Makalah ini hanya membahas :
1. Prilaku dinding dalam struktur beton bertulang yang akan dibebani oleh
beban monotonik .
2. Type elemen yang dipakai adalah quadrilaterals
3. Verifikasi numerik memakai software Atena 2D.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Beton Bertulang
Menurut peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBBI 1971), beton didefinisikan
sebagai bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus dan agregat kasar ,
semen portland dan air (tanpa zat adiktif).
Beton bertulang (reinforced concrete) adalah struktur komposit yang sangat baik
untuk digunakan pada konstruksi bangunan. Pada struktur beton bertulang terdapat
berbagai keunggulan akibat dari penggabungan dua buah bahan, yaitu beton dan baja
sebagai tulangan. Kita tahu bahwa keunggulan dari beton adalah kuat tekannya yang
tinggi, sementara baja tulangan sangat baik untuk menahan gaya tarik dan geser.
Penggabungan antara material beton dan baja tulangan memungkinkan pelaku
konstruksi untuk mendapatkan bahan baru dengan kemampuan untuk menahan gaya
tekan, tarik, dan geser sehingga struktur bangunan secara keseluruhan menjadi lebih
kuat dan aman.
Karena kelebihan yang dimilikinya, maka penggunaan beton bertulang sebagai
bahan struktur utama bangunan sangat populer. Beton bertulang lebih menjadi pilihan
dibandingkan material lain seperti bambu, kayu, beton konvensional atau baja.
Penerapan beton bertulang pada struktur bangunan biasanya dapat dijumpai pada:
pondasi (jenis pondasi dalam seperti tiang pancang, bored pile), balok ikat (sloof),
kolom, balok, plat beton, dan dinding geser (shear wall).
2.2 Dinding Bata
Dinding pengisi merupakan salah satu elemen dari bangunan yang biasa
digunakan sebagai partisi atau penutup luar (cladding) pada struktur portal beton
bertulang khususnya untuk bangunan rendah dan bertingkat sedang. Pemasangannya
menunggu sampai struktur utama (portal beton bertulang) selesai dikerjakan, sehingga
dalam perencanaannya dianggap sebagai komponen non-struktur yakni dianggap
sebagai beban bukan pemikul beban.
Meskipun dikategorikan sebagai komponen non-struktur tetapi mempunyai
kecenderungan berinteraksi dengan portal yang ditempatinya terutama bila ada beban
lateral yang besar yaitu beban gempa dinding pengisi memberi sumbangan yang besar
terhadap kekakuan dan kekuatan struktur , sehingga perilaku keruntuhannya berbeda
dibanding portal terbuka. Struktur yang direncanakan berperilaku sebagai portal terbuka
daktail saat gempa, akibat dinding pengisi yang tidak merata dapat berubah menjadi
struktur yang mempunyai mekanisme keruntuhan yang berbahaya (Dewobroto, 2005).
Bata Merah
Bata merah adalah material bangunan yang terbuat dari tanah liat dengan atau
tanpa campuran bahan-bahan lainnya yang berbentuk persegi panjang, dibakar pada
suhu yang tinggi sehingga tidak dapat hancur bila direndam dalam air dan tahan
terhadap cuaca. Bata merah yang berlubang kurang dari 15% luas potongan datarnya,
termasuk lingkup standar (SNI 15-2094-1991, tentang bata merah pejal).
Kekuatan dari batu bata sangat dipengaruhi oleh komposisi material mentah
penyusunnya, temperatur pembakaran, proses pembuatannya, serta porositasnya. Bata
ideal mempunyai ukuran :
Panjang = 23 - 24 cm
Lebar = 11 - 11.5 cm
Tebal = 5 - 6 cm
Dengan masing – masing penyimpangan yang diperbolehkan yaitu 3% untuk
panjang, 4% untuk lebar, dan 5% untuk tebal bata merah.
Mortar
Mortar adalah campuran dari bahan perekat, agregat, dan air. Bahan perekat
yang biasa digunakan antara lain semen portland, pozzolan (bisa berupa trass, atau
bata merah yang dihaluskan), atau bahan khusus yang langsung bisa digunakan
sebagai mortar setelah ditambah air.
Mortar berfungsi sebagai pengikat antara satu bata dengan bata yang lain,
sehingga aksi komposit antar keduanya dapat terbentuk. Kekuatan mortar sangat
dipengaruhi oleh faktor air semen (FAS) atau konsistensi pada saat pengikatan.
Sehingga jika mortar sudah terpasang pada dinding, maka FAS yang
mempengaruhi kekuatannya bukan lagi FAS pada saat pencampuran, melainkan
FAS setelah mortar terpasang (Wisnumurti dan rekan, 2007).
Tebal lapisan mortar tidak boleh melebihi tebal bata, karena terlalu tebalnya
mortar akan berpengaruh pada berkurangnya kekuatan ikatan akibat terjadinya
penyerapan dan penguapan yang berlebih. Di Indonesia biasanya digunakan siar
tegak dan siar kasuran masing – masing setebal 1 cm sampai 2 cm.
2.3 Kegagalan dan Pola Retak pada Dinding Bata
Keruntuhan yang terjadi pada model dinding pasangan bata merah ditandai
dengan munculnya retak vertikal pada bata. Retak tersebut semakin lama semakin
banyak, dan membentuk kolom langsing yeng bersebelahan. Retak pertama
umumnya muncul ketika beban telah mencapai sekitar 2 sampai 3 kali beban
ultimate.
Ada dua jenis kegagalan yang terjadi pada dinding bata yang berkaitan dengan
arah gaya yang bekerja.
Out-plane failure diakibatkan oleh gaya yang bekerja tegak lurus pada bidang
dinding. Dinding bata akan mengalami keruntuhan menyeluruh karena memiliki
kemampuan yang kecil untuk menahan gaya out-plane ini.
In-plane failure diakibatkan oleh gaya yang bekerja sejajar pada bidang dinding.
Keruntuhan ini terjadi karena pada tingkat kekuatan gaya lateral yang relatif
rendah, struktur portal dan dinding pengisi akan bekerja sama sebagai struktur
komposit.
Beberapa tipe kegagalan pada dinding bata akibat in-plane load (gaya lateral),
seperti:
- Tension Failure Mode (kegagalan tarik dari kolom yang tidak kuat menahan
tarik akibat momen).
- Sliding Shear Failure (kegagalan geser pada dinding sepanjang arah
horizontal dekat atau tepat pada setengah ketinggian panel dinding pengisi).
- Diagonal Tensile Cracking (retak sepanjang diagonal dinding bata karena
tarik).
Gambar 2.1. pola retak pada dinding bata
2.4 Metode Elemen Hingga
Metode Elemen Hingga adalah suatu metode numerik yang digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan teknik dan problem matematis dari suatu gejala phisis.
Tipe masalah teknis dan matematis phisis yang dapat diselesaikan dengan metode
elemen hingga terbagi dalam 2 kelompok yaitu analisa struktur dan non struktur.
a. Untuk analisa struktur yaitu :
1. Analisa tegangan / stress, meliputi analisa truss dan frame serta masalah –
masalah yang berhubungan dengan tegangan – tegangan yang terkonsentrasi.
2. Buckling.
3. Analisa getaran.
b. Untuk problem non struktur yaitu :
1. Perpindahan panas dan massa.
2. Mekanika fluida, termasuk aliran fluida lewat media porus.
3. Distribusi dari potensial listrik dan potensial magnet.
Bila suatu kontinum dibagi-bagi menjadi beberapa bagian yang lebih kecil,
maka bagian-bagian kecil disebut elemen hingga. Proses pembagian suatu kontinum
menjadi elemen-elemen hingga ini sering dikenal sebagai suatu proses ‘diskretisasi’
(pembagian).
Dinamakan elemen hingga karena ukuran elemen kecil ini berhingga dan
umumnya memiliki bentuk geometri yang lebih sederhana dibandingkan dengan bentuk
kontinumnya. Dengan metode elemen hingga, kita dapat mengubah suatu masalah yang
memiliki jumlah derajat kebebasan tidak berhingga menjadi suatu masalah dengan
jumlah derajat kebebasan tertentu, sehingga proses pemecahannya jadi lebih sederhana.
Tujuan utama dari analisis dengan metode elemen hingga ini, adalah untuk
memperoleh nilai pendekatan (bukan eksak) tegangan dan perpindahan yang terjadi
pada suatu struktur.
Gambar 2.2. Diskritisasi
2.5 Tahapan Perhitungan FEM
Secara umum langkah – langkah yang dilakukan dalam menggunakan Metode
Elemen Hingga dapat dirumuskan :
1. Pemilihan tipe elemen dan diskritisasi. Macam tipe elemen dasar yang umum
digunakan
a. Elemen garis ( 1 dimensi )
b. Elemen segitiga dan segi empat ( 2 dimensi ).
c. Elemen tetrahedral dan balok ( 3 dimensi ).
d. Elemen segitiga axisimetri.
Bagilah / potong benda dalam bagian – bagian kecil ( disebut elemen ). Langkah ini
disebut langkah diskritisasi. Banyaknya potongan yang dibentuk bergantung pada
geometri dari benda yang dianalisa, sedangkan bentuk elemen yang diambil
bergantung pada dimensinya.
2. Pilihlah titik – titik pada elemen yang diperlakukan sebagai titik nodal dimana
syarat kesetimbangan dan kompatibilitas harus dipenuhi.
3. Asumsikan fungsi peralihan pada setiap elemen sedemikian rupa sehingga
peralihan pada setiap titik sembarang dipengaruhi oleh titik nodalnya.
4. Pada setiap elemen khusus yang anda pilih tadi harus dipenuhi persyaratan
hubungan regangan – peralihan dan hubungan tegangan – regangannya.
5. Tentukan kekakuan dan beban titik nodal ekuivalen untuk setiap elemen dengan
menggunakan prinsip usaha atau prinsip energi.
6. Turunkan persamaan keseimbangan untuk setiap titik nodal dari diskretisasi
kontinum ini sesuai dengan kontribusi elemennya.
7. Selesaikan persamaan kesetimbangan ini untuk mencari peralihan titik nodal.
8. Hitunglah tegangan pada titik – titik tertentu dalam elemen tadi.
9. Tentukan reaksi perletakan pada titik nodal yang tertahan bila diperlukan.
Tegangan dan Regangan Dalam Kontinum Elastis.
Kita asumsikan bahwa kontinum yang dianalisis terdiri atas material elastis
dengan regangan kecil. Hubungan antara regangan dan tegangan dapat
digambakontinulrkan dalam suatu koordinat orthogonal yang mengikuti kaidah tangan
kanan. Misalnya dalam sebuah koordinat Cartesius ( segiempat ) akan terdapat tiga buah
sumbu , yaitu x, y, z. Sedangkan dalam system koordinat kutub ( silinder ), sebuah
koordinat akan dinyatakan dalam hubungan r, ɵ, dan z.
Regangan normal didefenisikan sebagai :
ε x=du /dx ε y=dv /dy ε z=dw /dz ,
dimana u, v, w merupakan translasi dalam arah x, y, z.
Regangan geser didefenisikan sebagai :
γ xy=γ yx γ yz = γ zy γ zx = γ xz
Dari persamaan diatas ada 3 regangan geser bebas, untuk mempermudah 6 tegangan
bebas dan 6 regangannya dituliskan dalam bentuk matrix kolom ( vector ) :
{σ }={σ x
σ y
σ z
τ xy
τ yz
τ zx
} dan {ε }={ε x
ε y
εz
ε xy
γ yz
γ zx
}Untuk material isotropic, hubungan antara stress dan strain:
{σ }={ E } {ε }
D = matrix bahan
Pada bahan elastis isotrop dan keadaan bidang :
2.6 Matriks Kekakuan
Matriks kekakuan local digabungkan ( assemblage ) sehingga menjadi satu
matriks kekakuan global yang berlaku untuk seluruh struktur yang di analisa.
Matriks kekakuan adalah matriks yang memenuhi hubungan antara gaya yang diberikan
(F) dengan perpindahan / displacement yang dihasilkan ( d ) melalui persamaan
F = k. d
2.7 Metode Elemen Hingga Berdasarkan Usaha Virtuil
Apabila sebuah elemen hingga tiga dimensi yang terletak pada salib sumbu
Cartesius dengan koordinat x, y, z. Peralihan umum ( generic displacement ) yang
terjadi pada sembarang titik dalam elemen dinyatakan dengan vector kolom u :
u = { u, v, w }.
Dimana u, v, w berturut – turut merupakan translasi dalam arah x, y, z.
Bila pada elemen dikerjakan gaya tubuh ( body forces ) , gaya – gaya ini akan
dimasukkan ke dalam vector b, seperti berikut :
b = { bx, by, bz }
Notasi bx, by, bz mewakili komponen – komponen gaya ( persatuan volume, luas, atau
panjang ) yang bekerja pada sembarang titik sesuai dengan arah x, y, z.
Pertama kali, peralihan titik nodal ( nodal displacement ) q, yang diperhitungkan
hanyalah berupa translasi dalam arah x, y, z. Bila nen = jumlah titik nodal elemen, maka :
Dimana q = {q} ( i=1,2,…,nen)
qi = { qxi, q yi, qzi } = {ut , vt, wt }
Hubungan antara peralihan umum dan peralihan titik nodal dinyatakan oleh
fungsi bentuk peralihan ( displacement shape function ) yang dalam buku ini digunakan
persamaan sebagai berikut ; u = f. q …a)
Dalam persamaan ini notasi f adalah matriks segiempat yang menunjukan bahwa u
sepenuhnya tergantung pada q.
Hubungan regangan – peralihan diperoleh dengan menurunkan matriks
peralihan umum. Proses ini ditunjukkan dalam pembentukan matriks d yang disebut
operator differensial linier dan dapat dinyatakan dalam bentuk perkalian matriks :
ε = d u…b)
Dalam persamaan ini operator d menyatakan hubungan antara vector regangan ε dengan
vector peralihan umum ( vektor u ) . Dengan mensubstitusikan persamaan a ke b
diperoleh
ε = B q dimana B = d f.
Matriks B menunjukkan regangan yang terjadi di sembarang titik dalam elemen akibat
satu satuan peralihan titik nodal.
Sebelumnya telah diperoleh hubungan tegangan – regangan dalam bentuk
matriks sebagai berikut :
{σ }={ E } {ε }
Dengan cara substitusi dengan persamaan ε = B q ke dalam persamaan di atas
didapatkan
{σ }=E B q
Dimana perkalian matriks E B menunjukkan tegangan pada sembarang titik bila
terjadi satu satuan peralihan titik nodal.
Prinsip usaha virtual : Bila pada suatu struktur dalam keadaan seimbang, dikerjakan
suatu peralihan virtual kecil dalam batas – batas deformasi yang masih dapat diterima ,
maka usaha virtual virtual dari beban luar tadi sama dengan energy regangan virtual dari
tegangan dalamnya.
Bila prinsip ini kita terapkan pada elemen hingga , akan diperoleh δ U4 = δ W4
2.8 Metode Elemen Hingga dengan Atena 2D
Gambar 2.3. Fungsi Interpolasi elemen quadrilateral
Gambar diatas merupakan contoh fungsi interpolasi yang elemen quadrilateral. Dengan
sedikit pengecualian semua elemen diimplementasikan dalam Atena dengan memakai
formulasi isoparametrik dengan linear dan atau fungsi interpolasi kuadratik.
A. Plane Quadrilateral Elements
Dalam Atena Plane Quadrilateral Elements dikelompok dalam CCIsoQuad
(XXXX) dan CCIsoQuad ( XXXXXXXXX ). Elemen isoparametrik ini
diintegrasikan dengan memakai integrasi Gauss dengan 4 atau 9 titik integrasi
dari bilinear atau interpolasi dua kuadratik.
Gambar 2.4. Geometri dari CCIsoQuad element yang merupakan integrasi fungsi dan integrasi titik dari elemen.
Tabel 2.1. integrasi fungsi dari elemen CCIsoQuad
Tabel 2.2. Integrasi titik dari Gauss dengan 4 node CCIsoQuad
Tabel 2.3. Integrasi titik Gauss untuk 5-9 Node CCIsoQuad.
2.9 Constitutive Models
Constitutive Model SBETA (CCSbetaMaterial) Prinsip dasar dari diagram tegangan regangan untuk beton digambarkan dalam diagram
dibawah ini :
Gambar 2.5. Uniaxial stress-strain law for concrete.
Tension before Cracking
Prilaku beton tanpa ada retak di asumsikan masih linier elastic , Ec adalah
Modulus elastisitas beton, ft'ef adalah tegangan tarik efektif dari biaxial failure
Function
Tension after Cracking
Ada 2 tipe formulasi untuk mendapatkan crack opening:
• Menggunakan fictitious crack model berdasarkan hukum crack-opening law dan
fracture energy. Formulasi ini cocok untuk pemodelan penjalaran retak pada
beton.
• Menggunakan hubungan stress-strain pada material point
Untuk softening models yang dipakai pada tugas ini dipilih salah satu softening models
yang disediakan oleh Atena yaitu Local Strain. Dimana digambarkan seperti grafik
dibawah ini :
Gambar 2.6. Linear softening based on strain.
2.10 Bagan alir perhitungan dengan Sofewere Atena
Material Parameters
STAR
Geometrical Joints
Geometrical Lines
Geometrical Macro Elements.
Mesh Generation
Bar Reinforcement
Penetuan Tumpuan dan Pembebanan
Loading history dan Solution Parameters
FINISH
Monitoring Points
FE Non Linear Analysis
Post Processing / Load Displacement diagram
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Umum
Pengaruh dinding bata terhadap komponen struktur beton bertulang selain dapat
dilakukan secara ekperimental juga dapat dilakukan dengan pemodelan. Pada kasus ini
dilakukan pemodelan dengan bantuan sofewere ATENA, yang menggunakan prinsip
metode elemen hingga dalam penyelesaian permasalahan.
Prilaku dinding bata dalam struktur beton bertulang secara ekperimental di
laboratoriaum diharapkan dapat dimodelkan dengan bantuan sofewere ATENA dengan
hasil yang tidak terlalu jauh. Dengan pemodelan yang dilakukan diharapkan dapat
memperoleh informasi yang lebih banyak mengenai prilaku dinding bata terhadap
komponen struktur beton bertulang akibat beban monotonik.
3.2 Pemodelan Struktur
Pengujian secara eksperimental yang akan dilakukan untuk menegtahui prilaku
dinding bata pada struktur bertulang yang akan dilakukan di laboratorium, dapat di
gambarkan sebagai berikut :
3.2.1 Pemodelan di Laboratorium
1. Struktur beton bertulang tanpa dinding bata.
Beban yang diberikan berupa beban geser yaitu representasi dari beban gempa.
Beben ini bersifat monotonik dimana beban diberikan dari satu arah secara terus-
menerus sampai terjadi displacement pada kolom.
Gambar 3.1. Struktur Beton Bertulang tanpa Dinding.
2. Struktur beton bertulang dengan dinding bata tanpa plesteran.
Gambar 3.2. Struktur Beton Bertulang dengan Dinding Bata tanpa Plesteran.
Pada benda uji ini struktur beton bertulang ditambah dengan dinding bata yang
diskalakan. Beban yang diberikan sama dengan beban pada struktur beton bertulang
tanpa dinding. Pengujian ini akan menunjukkan bagaimana konstribusi atau perilaku
dinding saat diberi beban geser.
3. Struktur beton bertulang dengan dinding bata dengan plesteran.
Gambar 3.3. Struktur Beton Bertulang dengan Bata dengan Plesteran.
Benda uji yang ketiga ini diberikan pembebanan yang sama dengan benda uji
yang sebelumnya, perbedaan terletak pada dinding dengan plesteran. Jadi pengujian
lebih memfokuskan konstribusi dari plesteran pada dinding bata saat diberi beban.
3.2.2. Pemodelan dengan Software ATENA.
Untuk mengetahui prilaku dan sifat dari struktur akibat pembebanan monotonik
yang dirikan, disamping dapat dilakukan pemodelan langsung di laboratorim secara
eksperimental juga dapat dilakukan secara analitik dengan menggunakan metode
elemen hingga. Adapun pemodelan struktur secara analitik dilakukan dengan bantuan
software ATENA 2D yang dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 3.4. Pemodelan Portal Beton Bertulang dengan elemen persegi Quadrilateral
Pemodelan dengan menggunakan elemen hingga dengan Software ATENA 2D
dilakukan dengan cara struktur dibagi menjadi elemen – elemen yang lebih kecil.
Masing – masing mesh dapat didefinisikan pada tool Macro – elemen yang di sediakan
oleh software ATENA. Adapun input data Macro – elemen yang digunakan dapat
dilihat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.5 : Mesh pada Struktur Beton Bertulang tanpa dinding
Number Mesh Type Elemen Size Jumlah Mesh
1 Quadrilateral 0,5 m 21
2 Quadrilateral 0,1 m 12
3 Quadrilateral 0,1 m 12
4 Quadrilateral 0,5 m 21
5 Quadrilateral 0,1 m 6
Dengan keterbatasan penggunaan elemen yang dapat digunakan pada Software
ATENA 2D versi demo yang digunakan penulis, maka hanya 100 elemen maksimum
yang dapat digunakan. Hal ini mengakibatkan ukuran elemen yang digunakan menjadi
lebih besar. Ukuran elemen yang digunakan pada pemodelan strktur dengan bantuan
software ATENA 2D, dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.6 : Mesh pada Struktur Beton Bertulang dengan dinding bata.
Number Mesh Type Elemen Size Jumlah Mesh
1 Quadrilateral 0,5 m 21
2 Quadrilateral 0,1 m 12
3 Quadrilateral 0,1 m 12
4 Quadrilateral 0,5 m 21
5 Quadrilateral 0,1 m 6
6 Quadrilateral 0,5 m 18
Gambar 3.5. Pemodelan dinding dalam Portal Beton Bertulang dengan elemen persegi Quadrilateral
Pada pemodelan dengan bantuan software ATENA 2D disamping
mendesripsikan bentuk struktur yang akan dianalisa, pengetahuan mengenai propertis
material yang akan digunakan sangat dipelukan. Untuk analisa prilaku dinding dalam
struktur beton bertulang dengan menggunakan software ATENA 2D, beberapa propertis
material yang diguanakan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.1 : Material Propertis Beton
PARAMETER NOTASI SATUAN BESARAN
Modulus Elastisitas Ec Mpa 2.574 E+04
Poisson’s Rasio v - 0.2
Kuat Tekan Beton fc Mpa 30
Kuat Tarik Beton ft Mpa 2.583
Spesific Fracture Energi Gf MN/m 6.455E-5
Tabel 3.2 : Material Propertis Tulangan Utama
PARAMETER NOTASI SATUAN BESARAN
Modulus Elastisitas Ec Mpa 2.574 E+04
Regangan εlim - 0.02
Teganga Leleh σy Mpa 295
Tegangan Purus σt Mpa 440
Berat jenis ρ MN/M3 7.85 E-2
Koefisien Termal α 1/K 1.2E-5
Tabel 3.3 : Material Propertis Tulangan Sengkang
PARAMETER NOTASI SATUAN BESARAN
Modulus Elastisitas Ec Mpa 2.574 E+04
Regangan εlim - 0.02
Teganga Leleh σy Mpa 235
Tegangan Purus σt Mpa 380
Berat jenis ρ MN/M3 7.85 E-2
Koefisien Termal α 1/K 1.2E-5
Tabel 3.4 : Material Propertis Dinding Bata
PARAMETER NOTASI SATUAN BESARAN
Modulus Elastisitas Ec Mpa 2.238 E+03
Regangan εlim - 0.15
Kuat Tekan Beton fc Mpa 3
Kuat Tarik Beton ft Mpa 2.19 E-01
Modulus Elastisitas Ec Mpa 2. E+05
Poisson’s Rasio v - 0.3
3.3 Sistem Pembebanan.
Sistem pembebanan pada struktur beton bertulang adalah Prescibed Deformation
diamana perpindahan pada monitoring point dijadikan control. Pada permodelan
prescribed deformasinya sebesar 0.0001 m. Penambahan pembebanannya konstan
(monotonik) diberikan pada struktur, adapun tipe pembebanan yang diberikan dapat
dilhat terlihat pada gambar berikut :
Gambar 3.6. Load Case Pemebebanan dengan Atena
Gambar 3.7. Prescribed Deformation
3.4 Proses dan Hasil ATENA
3.4.1 Proses Running dan output grafik
Gambar 3.8. Proses Running dengan sofewere ATENA
Pemakaian dinding bata pada struktur beton bertulang, dan pengguaan plesteran
pada dinding bata dalam struktur beton bertulang memberikan sumbangan kekuatan dan
kekakuan pada struktur beton bertulang. Hal ini dapat dibuktikan dengan pemodelan
yang dilakukan dengan ATENA 2D pada struktur beton bertulang tanpa dinding,
dengan dinding di plester dan dinding tanpa plester. Adapun prilaku dinding dalam
struktur beton bertulang dapat dilihat pada grafik dibawah ini :
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
0
5
10
15
20
25
Dinding Diples-ter
PERPINDAHAN (mm)
BEBA
N (
KN)
Grafik 3.1. Prilaku Dinding didalam Struktur Beton Bertulang
Pada pembebanan struktur beton bertulang dengan menggunakan dinding,
bebaban dipikul oleh dinding bata sampai mencapai beban maksimum menjelang
dinding bata mengalami kehancuran, setelah itu dinding bata tidak memberikan
kontribusi menahan pembebanan dan yang lebih berfunsi menahan pembebanan adalah
struktur beton bertulang.
Saat perpindahan 3.00 mm, stuktur beton bertulang tanpa dinding mampu
menahan beban 17 KN, struktur beton berrtulang dengan dinding tapa plesteran mampu
menahan beban sebesar 18,2 KN dan pada struktur beton bertulang dengan dinding
diplesteran mampu menahan beban 19,1 KN. Hasil ini menunjukan pemakaian dinding
dengan plesteran menyebabkan struktur lebih kaku dan dapat menahan beban yang lebih
besar.
Akibat pembebanan horizontal yang terjadi pada struktur beton bertulang
struktur kolom bagian atas mengalami tekan dan kolom bawah mengalami tarik.
3.4.2 Prinsipal Stress Pada Tulangan Utama
Saat struktur mengalami kehancuran, dimana beton telah hancur mencapai
tegangan maksimum akibat pembebanan yang diberikan pada struktur ternayata
tulangan belum mencapai tegangan leleh maka fenomena ini dinamakan keruntuhan
takan (over rainforece), sedangkan pada saat struktur hancur tulangan telah mencapai
tegangan leleh maka keruntuhan ini dinamakan keruntuhan tarik (under rainforce).
Prinsipal Stress yang terjadi pada tulangan utama struktur beton bertulang tanpa
dinding, dengan dinding tanpa plester dan dengan dinding diplester pada pembebanan
yang diberikan pada struktur secara monotonik pada struktur secara analitik
meggunakan software ATENA 2D, sampai struktur hancur memperlihatkan bahwa
tulangan utama belum memcapai leleh. Hasil analitik menggunakan software ATENA
2D dapat dilihat pada grafik berikut :
0 1 2 3 4 50
50
100
150
200
250
300
Tanpa Dinding
Deformasi (mm)
Prin
sipal
Ste
ss (M
pa)
Grafik 3.2. Prinsipal Strss Tulangan Utama terhadap Deformasi struktur
Pada pemodelan dengan software ATENA 2D tulangan utama yang digunakan
memiliki tegangan leleh fy = 295 Mpa, sedangkan pada beban maksimum saat struktur
hancur tegangan leleh pada tulangan utama hannya fy = 250 Mpa.
3.4.3 Crack / retak
Akibat pembebanan monotonik yang konstan pada struktur tanpa dinding
mengakibatkan terjadinya retak pada struktur. Pada kolom bagian atas terjadi tekan
sedangkan pada kolom bawah terjadi tarik, sehingga crack / retak pertama yang terjadi
pada bagian ini.
Struktur beton bertulang dengan menggunakan dinding sebagai pengisi struktur,
creck / retak yang terjadi terlebih dahulu pada dinding kemudian setalah dinding bata
tidak mampu menahan pembebanan maka retak menjalar ke struktur beton bertulang.
Keretakan terus terjadi pada struktur akibat beban menerus yang diberikan sampai
struktur mengalami kehancuran. Pola retak yang terjadi pada arah diagonal sepanjang
dinding bata karena tarik atau Diagonal Tensile Cracking.
Crack / retak struktur beton bertulang pada daerah tarik dan tekan di kolom
struktur beton bertulang memperlihatkan bahwa dengan adanya dinding bata
menyebabkan lebar retak yang terjadi lebih kecil dibandingkan tanpa adanya dinding
bata pada struktur beton bertulang, hal ini dapat dilihat pada grafik berikut :
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 50
0.2
0.4
0.6
0.8
Tanpa Dind-ing
Dind-ing Di Plester
Perindahan (mm)
Crec
k /
reta
k (m
m)
Grafik 3.3. Crack / retak terhadap perpindahan pada kolom struktur
Dengan adanya dinding pada struktur beton bertulang menyebabkan struktur
beton bertulang menjadi lebih kaku dibandingkan stuktur beton bertulang tanpa dinding
pengisi.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Metode Elemen Hingga sangat cocok untuk menyelesaikan persamaan
differensial geometri yang kompleks.
2. Pemakaian dinding dalam portal dinding beton bertulang memberikan
sumbangan kekuatan dan kekakuan pada struktur. Dari pemodelan yang
dilakukan dengan ATENA pemakaina dinding tanpa plesteran meningkatkan
kekuatan struktur sebesar 7,07% dan dengan diplester meningkatkan kekuatan
12,35%.
3. Keruntuhan yang terjadi pada stuktur beton bertulang akibat beban monotonik
yang diberikan pada struktur beton bertulang dengan dinding atau tanpa dinding
adalah keruntuhan tekan (over rainforced).
4. Retak pertama yang terjadi akibat beban lateral yang diberikan pada struktur
dinding dalam beton bertulang terjadi pada dinding bata, sehingga akibat beban
monotonik yang diberikan pada struktur dinding dalam berton bertulang bagian
dinding yang mengalami kehancuran lebih dahulu dari bagian beton bertulang.
5. Pola retak yang terjadi pada dinding didalam struktur beton bertulang akibat
beban lateral pada pemodelan dengan sofewere ATENA adalah Diagonal
Tensile Cracking atau retak sepanjang diagonal dinding bata karena tarik.
DAFTAR PUSTAKA
Susatio, Yerri, Ir, M.T., 2004, “Dasar-dasar metode elemen hingga”, Andi, Yogyakarta
Weafer, W.Jr, and Paul R. Johnston, 1989, “Elemen hingga untuk analisis struktur”, PT.
Eresko Bandung
Laintarawan, I Putu, Ir,MT, dkk, 2009, ‘”Buku Ajar Elemen Hingga”, Univ. Hindu
Indonesia.
Liu, Yijun, 2003, “ Finite Elemen Method”, Mechanical Engineering Departement
University of Cincinnati.
Recommended