RESUME STATUS PASIEN
Nama : By. S
Jenis kelamin : perempuan
Usia : 1 tahun 5 bulan
Anamnesa:
BAB cair sejak 1 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit, frekuensi lebih dari 10
kali sehari, sebanyak + 1/5 gelas aqua setiap BAB, berwarna hijau
kekuningan, air bercampur ampas, air > ampas, lendir (+), darah (-).
Demam sejak 6 jam Sebelum Masuk Rumah Sakit, belum ada diberikan
antipiretik
Muntah sejak 1 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit, frekuensi lebih dari 10 kali
sehari, muntahan berupa susu yang diminum pasien.
Sepupu pasien yang tinggal serumah juga mengalami BAB cair sejak 2 hari
yang lalu
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital : Nadi : 144 x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup
Frekuensi nafas : 48 x/menit, reguler, tipe torako-abdominal
Suhu tubuh : 38,6 C per aksiler
Status Gizi : BB : 9000 gram ; PB: 75 cm
UUB cekung (-), mata cowong (-), airmata (+), mukosa bibir basah
Abdomen :Turgor kulit baik, Bising Usus (+) kesan meningkat
Pemeriksaan Penunjang:
Darah rutin : Hb: 9,2 g/dL
Leukosit: 6.000/mm3
1
Trombosit: 202.000/mm3
Ht: 28,3%
Tinja : Makroskopis: warna hijau kekuningan, konsistensi cair, ada lendir
tidak ada darah
Mikroskopis: normal
Diagnosa Banding: 1. GEA dengan etiologi virus
2. GEA dengan etiologi bakteri
Diagnosa Kerja Sementara: GEA dengan etiologi virus
Diagnosa Komplikasi: Dehidrasi ringan
Diagnosa Lain : Anemia
Terapi IGD:
IVFD RL 50 cc/kgBB selama 3 jam à 37 tpm dilanjutkan IVFD RL 9 tpm bila
tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
PCT 3 x cth ½
Domperidon 3 x cth ½
Sanprima 3 x cth I
Zinkid 1x tab 1
Usulan Penatalaksanaan :
IVFD RL 30 tpm (makro) selama 4 jam, kemudian dievaluasi, jika tidak ada
tanda dehidrasi dilanjutkan rumatan IVFD RL 12 tpm (makro)
Oralit 100-200 cc setiap habis BAB
Tablet zinc 1x1 tablet
Paracetamol 1 x cth I
Domperidon drop 3 x 0,2 cc
Prognosa: Bonam
2
PEMBAHASAN
Diare dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme yaitu:
1. Gangguan osmotik
Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus
sehingga menyebabkan pengeluaran air ke lumen mengikuti gradien osmotik.
Diare ini dapat dihilangkan dengan mempuasakan/menghentikan suplai zat yang
menyebabkan peningkatan tekanan osmotik. Etiologi diare osmotik dapat dibagi
menjadi etiologi eksogen dan endogen. Etiologi eksogen yaitu cairan aktif yang
osmotik dan sulit diabsorpsi seperti: laksatif/pencahar (misal MgSO4) dan
antasida yang mengandung garam magnesium. Laksatif merupakan obat yang
digunakan untuk memperlancar buang air besar (terutama pada konstipasi)
dengan cara menarik air dari usus atau meningkatkan aktivitas kontraksi, namun
penggunaan laksatif yang terlalu banyak dapat menyebabkan diare. Nutrien yang
tidak dapat diabsorpsi oleh usus seperti sorbitol (gula alkohol). Obat-obatan
seperti kolkisin, paraamino salicylic acid, antibiotik (neomycin dll), anti kanker,
anti depresan, anti konvulsan, anti hipertensi, obat penurun kolesterol, obat
diabetes melitus, diuretik, theofilin, dll. Dan etiologi endogen yaitu
kongenital/bawaan lahir: kelainan malabsorpsi glukosa-galaktosa, malabsorpsi ion
Cl- akibat tidak adanya carrier (pembawa), hipobetalipoproteinemia, defisiensi
enterokinase, insufisiensi pankreas (karena fibrosis kistik). Akuisita/didapat:
defisiensi disakaridase pasca enteritis, defisiensi enzim-enzim setelah penyakit
mukosa, penyakit seliaka (enteropati gluten), insufisiensi pankreas (akibat
konsumsi alkohol), penyakit inflamasi (enteritis eosinofilik), sindrom usus
pendek, dll
2. Gangguan sekresi
Diare tipe ini disebabkan oleh peningkatan sekresi air dan elektrolit dari usus dan
penurunan absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare
3
dengan volume tinja yang banyak sekali, dan tidak mereda walaupun penderita
dipuasakan. Diare ini dapat bersifat infektif (misalnya infeksi V. cholera, E. coli)
tapi dapat juga non-infektif. Beberapa etiologi non-infektif antara lain:
a. Neoplasma/keganasan : Gastrinoma. Pada gastrinoma terjadi hiperplasia sel
parietal di daerah fundus lambung, sehingga terjadi pengeluaran asam yang
berlebihan. Pengeluaran asam ini merangsang pelepasan sekretin, yang pada
akhirnya akan menarik air dan bikarbonat dari sel pankreas dan usus halus
sehingga terjadi diare.
b. Hormon dan neurotransmitter : sekretin, prostaglandin E (menstimulasi
kerja adenilat siklase dan cAMP sehingga terjadi pengeluaran air dan
elektrolit), kolesistokinin, gastrin, kolinergik, dll.
c. Laksatif : hidroksi asam empedu (asam dioksilat dan kenodioksilat) dan
hidroksiz asam lemak (resinoleat kastroli).
3. Gangguan motilitas usus. Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan,
selanjutnya dapat timbul diare.
BAB cair yang dialami oleh pasien disebut sebagai diare akut. Diare akut adalah
buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan
konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah, dengan atau tanpa
muntah, dan berlangsung selama beberapa jam hingga beberapa hari.
Pasien saat ini berusia 1 tahun 5 bulan. Berdasarkan epidemiologi umur,
sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi
ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang
pada saat bayi mulai merangkak. Berdasarkan literature, penularan diare pada
4
umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan atau minuman yang
tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung dengan penderita atau barang-
barang yang telah tercemar oleh tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat.
Penyebab diare ada dua yakni penyebab tidak langsung dan penyebab langsung.
Penyebab tidak langsung merupakan faktor-faktor yang mempermudah terjadinya
diare, meliputi: kedaan gizi, hygiene sanitasi, sosial budaya, kuman penyebab
penyakit diare, kepadatan penduduk, sosial ekonomi, dan faktor yang lain. Penyebab
langsung diare dibagi menjadi dua yakni infeksi dan infestasi atau non infeksi. Pada
saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang
dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya
diare umumnya adalah golongan virus, bakteri, dan parasit. Pada negara berkembang
kuman pathogen penyebab penting diare akut pada anak-anak yaitu: rotavirus,
Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni, dam
Cryptosporodium.
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan oleh virus yaitu virus yang
menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sl-
sel ujung-ujung vilus pada usus halus. Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di
usus halus dan menyerang villus di usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbs
usus halus terganggu. Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang
baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga fungsinya belum baik. Vilus
mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik.
Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan meningkatkan
tekanan koloid osmotic usus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta
makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare
osmotik dari penyerapan air dan nutrient yang tidak sempurna.
Patogenesis diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang
berhubungan dengan pengaturan transport ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP, dan
Ca dependen. Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen
meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa,
invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat
5
menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan
mukosa usus.
Adhesi
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur
polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan
sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai
colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada
enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC) Mekanisme adhesi yang
kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang melibatkan
gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi
kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus.
Invasi intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan
diare terjadi akibat shiga like toksin. Mekanisme adhesi yang ketiga adalah
dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman enteropatogenik yang
berbeda dari ETEC atau EHEC.
Invasi
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel
usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel
epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi
inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat
dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif
lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan
kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti
demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat
invasif misalnya Salmonella.
Sitotoksin
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh
Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan
sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang
6
dapat menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman
EPEC serta V. Parahemolyticus.
Enterotoksin
Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin
(CT) yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus.
Toksin kolera, juga disebut koleragen merupakan suatu protein oligomerik
yang terdiri dari tiga tipe subunit (A1, A2, dan B); oligomer yang mengandung
A1 (BM 25.000) terikat secara kovalen dengan A2 (BM 5.500) oleh suatu
ikatan disulfide dan lima subunit B (BM 16.000). Subunit A1 memasuki sel
pada saat subunit B dari toksin berikatan dengan membrane ganglioside Gm1.
Dalam sel, A1 mengkatalisis ADP-ribosilasi dari protein G, suatu reaksi yang
menghubungkan secara kovalen campuran ADP ribose dari NAD+ dengan
suatu residu Arg dari protein G. ADP-ribosilasi menghambat aktivasi GTPase
dari protein Gs dan menimbulkan aktivasi yang persisten dari protein. Dalam
kasus sel usus, ekskresi air dan natrium diatur oleh hormone yang
mengaktivasi adenilat siklase; dengan demikian, stimulasi yang berlangsung
lama dari enzim oleh toksin kolera menimbulkan kehilangan air yang berat.
– Escherichia coli
Adalah salah satu jenis bakteri yang secara normal hidup dalam saluran
pencernaan baik manusia maupun hewan yang sehat. Nama bakteri ini diambil
dari nama seorang bacteriologist yang berasal dari Germani yaitu THEODOR
VON ESCHERICH, yang berhasil melakukan isolasi bakteri ini pertama kali
pada tahun 1885. DR. ESCHERICH juga berhasil membuktikan bahwa diare
dan gastroenteritis yang terjadi pada infant adalah disebabkan oleh bakteri
Escherichia coli.
Sifat-sifat virulensi dari E. coli dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
E.coli Enteropatogenik (EPEC) adalah penyebab penting diare pada bayi,
khususnya di negara berkembang. EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil.
Akibat dari infeksi EPEC adalah diare cair, yang biasanya sembuh sendiri tapi
dapat juga menjadi kronik.
7
E.coli Enterotoksigenik (ETEC) adalah penyebab yang sering dari “diare
wisatawan” dan sangat penting menyebabkan diare pada bai di negara
berkembang. Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk manusia
menimbulkan pelekatan ETEC pada sel epitel usus kecil. Beberapa strain
ETEC menghasilkan eksotoksin tidak tahan panas (LT) yang berada di bawah
kendali genetik dari plasmid. LT bersifat antigenik dan bereaks silang dengan
enterotoksin Vibrio cholerae. LT merangsang pembentukan antibodi
netralisasi dalam serum pada orang yang sebelumnya terinfeksi dengan
enterotoksigenik E.coli. Beberapa strain ETEC menghasilkan enterotoksin
tahan panas Sta di bawah kendali sekelompok plasmid yang heterogen. Sta
mengaktivasi guanil siklase pada sel epitel usus dan merangsang sekresi
cairan. Enterotoksin tahan panas yang kedua, STb, merangsang sekresi siklik
tidak bergantung nukleotida dengan mula kerja yang pendek pada in vivo.
Banyak strain positif Sta menghasilkan LT. Strain dengan kedua toksin ini
menimbulkan diare yang berat.
E.coli Enterohemoragic (EHEC) menghasilkan verotoksin. EHEC
berhubungan dengan kolitis hemoragik, bentuk diare yang berat, dan dengan
sindroma uremia hemolitik, suatu penyakit akibat gagal ginjal akut, anemia
hemolitik mikroangiopatik, dan trombositopenia.
E.coli Enteroinvasif (EIEC) menimbulkan penyakit yang sangat mirip dengan
shigelosis. Seperti Shigella, strain EIEC bersifat nonlaktosa atau melakukan
fermentasi laktosa dengan lambat serta bersifat tidak dapar bergerak. EIEC
menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus.
E. coli Enteroagregatif (EAEC) menyebabkan diare akut dan kronik pada
masyarakat di negara berkembang. Bakteri ini ditandai dengan pola khas
pelekatannya pada sel manusia.
Demam sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di area preoptik
hipotalamus anterior yang dipengaruhi oleh pirogen. Pirogen adalah suatu zat yang
menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen yaitu pirogen eksogen dan pirogen
8
endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh yaitu pirogen mikrobial dan pirogen
non-mikrobial. Pirogen mikrobial diantaranya seperti bakteri gram positif, bakteri
gram negatif, virus maupun jamur; sedangkan pirogen non-mikrobial antara lain
proses fagositosis, kompleks antigen-antibodi, steroid dan sistem monosit-makrofag;
yang keseluruhannya tersebut mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan
pirogen endogen yang disebut dengan sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1
(IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), limfosit yang teraktivasi, interferon (INF),
interleukin-2 (IL-2) dan Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-
CSF). Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang merupakan akibat
reaksi terhadap pirogen eksogen. Dimana sitokin-sitokin ini merangsang hipotalamus
untuk meningkatkan sekresi prostaglandin, yang kemudian dapat menyebabkan
peningkatan suhu tubuh. Demam pada diare dapat dimungkinkan karena proses
peradangan atau sebagai akibat dari dehidrasi.
Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang
sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari
mikroorganisme disini atau dapat merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang
tidak berdasarkan suatu infeksi. Dewasa ini diduga bahwa pirogen adalah suatu
protein yang identik dengan interleukin 1. Didalam hypothalamus zat ini merangsang
penglepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan sintesis prostaglandin
E2 yang langsung dapat menyebabkan pireksia.pengaruh pengaturan outonom akan
mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi perifer sehingga pengeluaran (dissipation)
panas menurun dan pasien merasa demam. Suhu badan dapat bertambah tinggi karena
peningkatan aktivitas metabolism yang juga mengakibatkan penambahan produksi
panas dan karena kurang adekuatnya penyalurannya ke permukaan maka rasa demam
bertambah pada seorang pasien.
Muntah adalah proses reflex yang sangat terkoordinasi, yang mungkin
didahului oleh peningkatan air liur dan dimulai dengan muntah-muntah secara tidak
sengaja. Penurunan diafragma yang hebat dan konstriksi otot-otot perut dengan
relaksasi bagian kardia lambung, secara aktif mendesak isi lambung kembali ke
9
esophagus. Proses ini dikoordinasi oleh pusat muntah di medulla, yang dipengaruhi
langsung oleh inervasi serabut aferen dan secara tak langsung oleh daerah picu
kemoreseptor dan pusat-pusat SSP yang lebih tinggi.Muntah terjadi dalam 3 tahap :
a) Nausea : berkeringat, pucat, panas, vasokonstriksi
b) Retching : lambung berkontraksi, sfingter esofagus bawah terbuka dan yang
atas tertutup, diafragma kontraksi, relaksasi dinding perut
c) Ekspulsi : inspirasi dalam, diafragma kontraksi, dinding abdomen kontraksi,
glotis menutup, sfingter atas terbuka.
Muntah diawali dengan rangsangan pada pusat muntah (Vomiting Centre), suatu
pusat kendali di medulla berdekatan dengan pusat pernapasan atau Chemoreceptor
Trigger Zone (CTZ) di area postrema pada lantai ventrikel keempat Susunan Saraf.
Koordinasi pusat muntah dapat diransang melalui berbagai jaras.
Muntah terjadi karena tekanan psikologis melalui jaras yang kortek serebri
dan sistem limbik menuju pusat muntah (VC).
Muntah terjadi jika pusat muntah terangsang melalui vestibular atau sistim
vestibuloserebella dari labirint di dalam telinga.
Nervus vagal dan visceral merupakan jaras keempat yang dapat menstimulasi
muntah melalui iritasi saluran cerna disertai saluran cerna dan pengosongan
lambung yang lambat.
Muntah pada diare merupakan indikasi terhadap peradangan gastrointestinal
akibat dari signal aferan vagal ke central patter generator yang dipicu oleh pelepasan
lokal mediator inflamasi dari mukosa yang rusak dengan pelepasan sekunder
neurotransmitters eksitasi yang paling penting adalah serotonin dari sel
entrochromaffin mukosa.
Rangsangan bahan kimia melalui darah atau cairan otak (LCS) akan terdeteksi
oleh CTZ. Mekanisme ini menjadi target dari banyak obat anti emetik. Nervus vagal
dan visceral merupakan jaras keempat yang dapat menstimulasi muntah melalui
iritasi saluran cerna disertai saluran cerna dan pengosongan lambung yang lambat.
Sekali pusat muntah terangsang maka cascade ini akan berjalan dan akan
10
menyebabkan timbulnya muntah. Muntah merupakan perilaku yang komplek, dimana
pada manusia muntah terdiri dari 3 aktivitas yang terkait, nausea (mual), retching dan
pengeluaran isi lambung. Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah,
1) chemoreceptor trigger zone (CTZ) dan 2) central vomiting centre(CVC). CTZ
yang terletak di area postrema pada dasar ujung caudal ventrikel IV di luar blood
brain barrier (sawar otak). Reseptor didaerah ini diaktivasi oleh bahan-bahan
proemetik di dalam sirkulasi darah atau di cairan cerebrospinal (CSF). Eferen dari
CTZ dikirim ke CVC selanjutnya terjadi serangkaian kejadian yang dimulai melalui
vagal eferan spanchnic. CVC terletak dinukleus tractus solitarius dan disekitar
formation retikularis medulla tepat dibawah CTZ. CTZ mengandung reseptor reseptor
untuk bermacam-macam sinyal neuroaktif yang dapat menyebabkan muntah.
Reseptor untuk dopamine titik tangkap kerja dari apomorphine acethylcholine,
vasopressine, enkephalin, angiotensin, insulin, endhorphine, substance P, dan
mediator-mediator yang lain. Mediator adenosine 3’,5’ cyclic monophosphate (cyclic
AMP) mungkin terlibat dalam respon eksitasi untuk semua peptide. Stimulator oleh
theophyline dapat menghambat aktivitas proemetik dari bahan neuropeptic tersebut.
Pemeriksaan Fisik
Tanda vital
Tanda vital pasien saat MRS: denyut nadi 144 x/m, respirasi 48 x/m, dan suhu
38,6 C. Hasil tersebut menunjukkan bahwa denyut nadi dan respirasi pasien ialah
normal, sedangkan suhu tubuh pasien yang tinggi menunjukkan pasien dalam
keadaan demam. Demam pada diare berdasarkan literature dapat disebabkan karena
proses peradangan atau akibat dehidrasi.
Antropometri
Rumus CDC-WHO
Ba = 9 kg, Ta = 75 cm (lihat tabel di lampiran)
àBB/U = Ba/Bu x 100%
= 9 kg/11 kg x 100%
11
= 81% (BB normal)
àTB/U = Ta/Tu x 100%
= 75 cm/80 cm x 100%
= 93,75% (TB normal)
àBB/PB = Ba/Ba1 x 100%
= 9000/8000 x 100%
= 112,5% (Gizi baik)
Hiperperistaltik Usus
Hal ini terjadi akibat gangguan motilitas usus pada gastroenteritis. Salah satu
penyebabnya adalah adanya organisme yang mengganggu proses pencernaan
makanan pada gastrointestinal. Hal tersebut menyebabkan proses transit di usus
menjadi sangat singkat sehingga air tidak sempat diserap oleh usus besar.
Pemeriksaan Penunjang
1. Darah:
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah terdapat tanda-tanda terjadinya infeksi
serta untuk mengetahui jumlah komponen darah guna menunjang diagnosis.
Hasil yang didapat :
o Hb: 9,2 g/dL (anemia)
o Leukosit: 6.000/mm3 (normal)
o Trombosit: 202.000/mm3 (normal)
o Ht: 28,3% (normal)
2. Tinja
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah terdapat tanda – tanda infeksi atau
kelainan yang terjadi pada GIT dan untuk membedakan jenis kuman yang
menginfeksi seperti virus, bakteri atau parasit dari bentuk feses.
Hasil yang didapat :
12
Makroskopis: warna hijau kekuningan, konsistensi cair, ada lendir tidak ada
darah
Mikroskopis: normal
DIAGNOSA BANDING
1. GEA dengan etiologi virus
2. GEA dengan etiologi bakteri
GEA etiologi virus GEA etiologi bakteri
Manifestasi
Klinis
Manifestasi Klinis:
Diare akut
Demam
Nyeri perut
Tanda dehidrasi
Diare dengan inflamasi:
Diare yang disertai lendir dan
darah
Keluhan abdominal seperti
mulas sampai nyeri seperti kolik,
mual, muntah, demam, tenesmus
Gejala dan tanda dehidrasi
Diare non inflamasi:
Diare cair dengan volume yang
besar tanpa lendir dan darah
(Watery diarrhea)
Keluhan abdominal biasanya
minimal atau tidak ada sama
sekali
gejala dan tanda dehidrasi cepat
timbul, terutama pada kasus
yang tidak segera mendapat
cairan pengganti.
13
Data
Laboratoriu
m
Pemeriksaan tinja rutin:
Volume tinja banyak
Warna kuning-hijau
Konsistensi cair
Tidak ada darah
Tidak berbau
Tidak berbuih
Diare karena inflamasi pada
pemeriksaan tinja rutin:
Makroskopis ditemukan lendir
dan/ atau darah
Mikroskopis didapati leukosit
polimorfonuklear
Diare non inflamasi Pada pemeriksaan
tinja secara rutin: tidak ditemukan
leukosit.
Diagnosa Kerja Sementara: GEA etiologi virus
Diagnosa Komplikasi: Dehidrasi ringan
Tanda dehidrasi
Tanda-tanda atau gejala dehidrasi akan tampak apabila penderita banyak kehilangan
cairan dan elektrolit akibat diare. Tingkat beratnya atau derajat dehidrasi dapat
ditentukan dengan cara:
Objektif: membandingkan BB sebelum dan sesudah diare (namun hal ini sulit
untuk dilakukan)
Subjektif: menggunakan kriteria WHO, skor Maurice King, P2 diare, MTBS
(Manajemen Terpadu Balita Sakit), dll.
14
Pada pemeriksaan fisik, pasien terlihat rewel. Pemeriksaan kepala-leher tidak
ditemukan ubun-ubun cekung, mata tidak terlihat cowong dan turgor kulit perut baik.
Berdasarkan skor Maurice king, hal tersebut termasuk dehidrasi ringan dengan skor 1.
Diagnosa Lain: Anemia
Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) di dalam
darah lebih rendah daripada nili normal untuk kelompok orang yang bersangkutan.
Kelompok ditentukan menurut umur dan jenis kelamin, seperti yang terlihat di dalam
tabel di bawah ini.
Tabel Batas normal Kadar Hemoglobin
15
Anemia merupakan suatu kondisi dimana hemoglobin atau kadar hematokrit
berada di bawah jumlah normal berdasarkan umur anak sehat. Menurut WHO
hemoglobin di bagi berdasarkan umur dan ketentuan lainnya, seperti hamil. Proses
patologis yang dapat menyebabkan anemia dapat dibagi menjadi (1) menurunnya atau
inefektifitas produksi sel darah merah, (2) meningkatnya penghancuran sel darah
merah, atau (3) perdarahan.
Gejala-gejala umum anemia antara lain cepat lelah, takikardi, palpitasi dan
takipneu pada latihan fisik.. Bagian tubuh yang terpengaruh oleh keadaan anemia,
antara lain:
o Kulit dan mukosa pucat, terutama pada bibir, mukosa mulut, konjungtiva,
telapak tangan dan kuku, elastisitas kulit menurun, kuku rapuh, tidak
mengkilap dan berubah jadi konkaf (spoon nail ).
o Sistem respiratorik dan sirkulasi, pada anemia berat dapat terjadi dyspneu,
palpitasi, nadi tinggi, pulsus seler, bising sistolik prekardial, bising diatas vena
jugularis.
o Neuromuskuler ; Nyeri kepala, vertigo, kunang-kunang, mudah lelah, kurang
konsentrasi irritable.
o Sistem pencernaan; anorexia, muntah, mual, kembung, obstipasi atau diare
o Sistem urogenital ; gangguan haid, menorrhagia
o Metabolisme ; BMR naik
Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoiesis, karena cadangan besi kosong
(depleted iron storage) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin
berkurang. Anemia ini disebut juga anemia hipokrom mikrositik, dan paling banyak
dijuimpai pada anak-anak golongan umur 6 bulan sampai 6 tahun (golongan peka).
Pada keadaan ini biasanya juga disertai dengan kekurangan piridoksin dan tembaga.
Anemia ini sering mangenai anak yang sedamg tumbuh, terutama pada anak dengan
MEP dan pada sindrom malabsorbsi lain serta wanita hamil yang keperluan besinya
lebih besar daripada orang dewasa normal. Kebutuhan besi anak-anak rata-rata 5
mg/hari dan mencapai 10 mg/hari apabila terdapat infeksi. ADB ditandai dengan
16
anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan
besi kosong. Gejala khas dijumpai pada defisiensi besi adalah koilonychia, atrofi
papil lidah, stomatitis Angularis (cheilosis), disfagia, atrofi mukosa gaster, dan pica.
Penatalaksanaan anemia pada anak (umur < 6 tahun) yang menderita anemia
tidak berat dengan kadar Hb < 9,3 g/dl (kira-kira sama dengan nilai Ht < 27%). Jika
timbul anemia (kecuali jika anak menderita gizi buruk), atasi dengan pemberian
pengobatan (di rumah) zat besi (tablet besi/folat atau sirup setiap hari) selama 14 hari.
Minta orang tua anak untuk datang lagi setelah 14 hari. Jika mungkin, pengobatan
harus diberikan selama 2 bulan. Dibutuhkan waktu 2 – 4 minggu Untuk
menyembuhkan anemia dan 1-3 bulan setelah kadar Hb kembali normal untuk
mengembalikan persediaan besi tubuh.
Pemberian preparat besi (ferro sulphate/ferro fumarat/ferro gluconate) dosis 4-
6 mg besi elemental/kgBB’hari dibagi dalam 3 dosis diberikan diantara waktu makan.
Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar Hb normal. Asam ascorbat
100 mg/15 mg besi elemental juga diberikan untuk meningkatkan absorbsi besi.
Penatalaksanaan anemia berat adalah dengan pemberian transfusi apabila Ht <
12 % atau Hb < 4 g/dL. Jika komponen sel darah merah (PRC) tersedia, pemberian
10 mL/kgBB selama 3 – 4 jam lebih baik daripada penberian darah utuh. Jika tidak
tersedia, beri darah utuh segar (20 mL/kgBB) dalam 3 – 4 jam.
Pemberian transfuse juga dilakukan pada anak dengan anemia tidak berat
(haematokrit 13–18%; Hb 4–6 g/dl) dengan beberapa tampilan klinis berikut:
• Dehidrasi yang terlihat secara klinis
• Syok
• Gangguan kesadaran
• Gagal jantung
• Pernapasan yang dalam dan berat
• Parasitemia malaria yang sangat tinggi (>10% sel merah berparasit).
Tidak ada percobaan terkontrol yang menjadi dasar keputusan tentang
transfusi sel darah merah pada anak-anak. Keputusan dilakukan transfuse tergantung
pada penilaian klinis, dengan mempertimbangkan kondisi umum anak, ada atau tidak
17
adanya perdarahan dan apakah ada tanda-tanda pemulihan hematologis. Bagi anak
dengan aplasia, transfusi sel darah merah biasanya diberikan untuk pasien bergejala
dengan nilai-nilai Hb <7 g / dl, sebagai sensitisasi terhadap sejumlah besar transfusi
mengurangi kesempatan akan outcome yang sukses. (Saarinen et al, 1993;
Williamson, 2000: tingkat III bukti, grade B rekomendasi; tingkat Ib bukti,
rekomendasi kelas A).
Usulan Penatalaksanaan
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare)
1. Berikan oralit
2. Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut
3. Teruskan ASI-makan
4. Berikan antibiotik secara selektif
5. Berikan nasihat pada ibu/keluarga
1. Rehidrasi menggunakan oralit
Penyerapan air dan elektrolit
Setiap hari usus halus terisi sekitar 2000 ml cairan dari makanan dan
minuman, 7000 ml sekresi dari mukosa saluran cerna dan kelenjar-kelenjar yang
berkaitan. 98% cairan diabsorbsi. Cairan yang diekskresi melalui feces adalah 200
ml. Hanya sejumlah kecil air bergerak melalui mukosa lambung, tetapi air bergerak
dalam 2 arah melalui mukosa usus halus dan usus besar sebagai respon terhadap
perbedaan osmotik.
Sebagian natrium berdifusi ke dalam atau ke luar usus halus tergantung pada
beda konsentrasi. Oleh karena membran luminal eritrosit dalam usus halus dan kolon
permeabel terhadap natrium dan membran basolateralnya mengandung Na, K ATP
ase, Na juga diserap secara aktif sepanjang usus halus dan usus besar.
Di dalam usus halus, transport aktif sekunder Na penting untuk penyerapan
glukosa, beberapa asam amino, dan zat-zat lain. Adanya glukosa di dalam usus akan
mempermudah penyerapan kembali Na. Hal ini merupakan dasar fisiologis untuk
18
pengobatan kehilangan Na dan air pada diare dengan pemberian larutan yang
mengandung NaCl dan glukosa.
Dalam keadaan diare keseimbangan terganggu dan lebih banyak air yang
disekresikan daripada yang diserap menyebabkan kehilangan cairan tubuh dapat
mencapai beberapa liter dalam sehari. Selain air, natrium juga hilang. Kandungan
natrium dalam tubuh (dalam bentuk ion natrium Na +) hampir seluruhnya terdapat di
dalam cairan tubuh dan plasma darah, (ekstra selular). Sebaliknya 98% dari total
kalium tubuh (K +) diadakan dalam sel (intraseluler).
Konsentrasi Natrium pada cairan ekstraselular harus dipertahankan dalam
rentang terbatas (135-150 mmol/l) untuk fungsi yang baik di dalam tubuh. Pada
keadaan normal, konsentrasi natrium dikontrol oleh fugnsi ginjal. Namun pada
keadaan dehidrasi, kandungan air ditahan dalam tubuh melalui mekanisme anuria dan
regulasi natrium tidak dapat bekerja secara efektif. Oleh karena itu, diare yang terus
menerus menyebabkan terjadainya penurunan yang cepat atas air dan natrium, dengan
kata lain berada dalam keadaan dehidrasi. Dan jika kehilangan mencapai lebih dari
10% cairan tubuh, kematian dapat terjadi
Hanya memberikan larutan garam (air ditambah Na +) melalui oral tidak
memiliki efek menguntungkan karena mekanisme normal dimana Na + diserap oleh
dinding usus sehat akan terganggu pada keadaan diare dan jika Na + tidak dapat
diserap tidak maka begitupula dengan air. Bahkan, kelebihan Na + dalam lumen usus
menyebabkan terjadinya peningkatan sekresi air dan memperburuk diare.
Jika glukosa (juga disebut dekstrosa) ditambahkan ke larutan garam
mekanisme baru akan terbentuk. Molekul-molekul glukosa diserap melalui dinding
usus - tidak terpengaruh oleh keadaan penyakit diare - dan secara bersamaan, natrium
turut diserap melalui mekanisme co-transport coupling. Hal ini terjadi dengan rasio
1:1, satu molekul glukosa ion mengangkut satu natrium (Na +).
Ini adalah penemuan mekanisme co-transport natrium dan glukosa yang oleh
Lancet digambarkan sebagai "hal yang berpotensi sebagai kemajuan medis yang
paling penting abad ini" (Oralit sebenarnya realisasi praktis dari potensi ini).
19
Perlu dicatat bahwa glukosa tidak mengangkut air, tapi meningkatkan
konsentrasi relatif Na + di dinding usus yang kemudian akan menarik air melalui
dinding usus tersebut.
Pati (starch) dimetabolisme di usus menjadi glukosa dan oleh karena itu
memiliki sifat yang sama dalam meningkatkan penyerapan natrium, namun memiliki
keuntungan tambahan yaitu memiliki efek kurang osmotik, yang akan bertindak
untuk menarik air ke dalam lumen usus.
Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida (NaCl),
kalium klorida (KCL), dan trisodium sitratr hidrat, serta glukosa anhidrat. Oralit
diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat
diare. Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak
mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan
elektolit dalam tubuh sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam
yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita diare.
20
Oralit perlu diberikan segera bila anak diare, sampai diare berhenti. Satu
bungkus oralit dimasukkan ke dalam satu gelas air matang (200 cc), anak kurang dari
1 tahun diberi 50-100 cc oralit tiap kali berak, anak lebih dari 1 tahun diberi 100-200
cc oralit setiap kali berak.
Oralit formula lama biasanya menyebabkan mual dan muntah, sehingga ibu
enggan memberikan kepada anaknya. Perbedaan antara oralit lama dan oralit baru
terdapat pada tingkat osmolaritasnya. Osmolaritas oralit baru lebih rendah yaitu 245
mmol/L, dibanding total osmolaritas oralit lama yaitu 331 mmol/L
No Oralit lama (WHO/UNICEF 1978) Oralit baru (WHO/UNICEF 2004)
1
2
3
4
NaCl : 3,5 g----60
NaHCO3 : 2,5 g----30
KCL : 1,5 g----20
Glukose : 20 g---111
NaCl : 2,6 g
NaHCO3 : 2,9 g
KCL : 1,5 g
Glukose : 13,5 g
Berdasarkan osmolaritas
5
6
7
8
9
Na : 90 mEq/l
K : 30 mEq/l
HCO3 : 30 mEq/l
Cl : 80 mEq/l
Glukose : 111 mmol/l
Na : 75 mEq/l
K : 20 mEq/l
Citrate : 10 mEq/l
Cl : 65 mEq/l
Glukose : 75 mmol/l
Osmolar : 331 mmol/l Osmolar : 245 mmol/l
Untuk glukosa, dengan berat molekul glukosa (C6H12O6) = 180 g / mol
1 molekul glukosa =
1 mmol glukosa = 180 mg
Maka : jika dalam 1 liter larutan terdapat 1 mmol glukosa, berarti dalam 1 liter
larutan tersebut terdapat 180 mg glukosa.
1 mmol = 180 mg à glukosa 1 mmol/L = glukosa 180 mg/L
1 L 1 L
Jadi, glukosa 13,5 g à 13,5 g = 180 mg
X mmol 1 mmol
21
13500 mg = 180 mg
X mmol 1 mmol
X mmol = 13500 mg = 75 mmol/L
180 mg
mEq =
Na+ (Na+, valensi = 1)
1 mEq = = 1 mmol
Na 75 mEq/L = Na 75 mmol/L
K+ (valensi = 1)
1 mEq = = 1 mmol
K 20 mEq/L = K 20 mmol/L
Citrate- (valensi = 1)
1 mEq = = 1 mmol
Citrate 10 mEq/L = Citrate 10 mmol/L
Cl- (valensi = 1)
1 mEq = = 1 mmol
Cl 65 mEq/L = Cl 65 mmol/L
Penelitian menunjukkan bahwa oralit formula baru mampu :
a. Mengurangi volume tinja hingga 25 %
22
b. Mengurangi mual dan muntah hingga 30 %
c. Mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui intravena
Anak yang tidak menjalani terapi intravena, tidak harus dirawat di rumah
sakit. Ini artinya risiko terkena infeksi di rumah sakit berkurang, pemberian ASI
tidak terganggu, dan orangtua akan menghemat biaya.
2. Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut
Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan
pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan menurun dalam jumlah besar
ketika anak mengalami diare. Untuk menggantikan zinc yang hilang selama diare,
anak dapat diberikan zinc yang akan membantu penyembuhan diare serta menjaga
agar anak tetap sehat.
Beberapa efek zink yaitu merupakan kofaktor enzim superoxide dismutase
(SOD). Enzim SOD berfungsi untuk melindungi sel dari anion superoksida. Anion
superoksida merupakan radikal bebas yang sangat kuat dan dapat merusak semua
struktur dalam sel. Untuk melindungi dirinya dari kerusakan, setiap sel
mengekskresikan SOD. SOD akan mengubah anion superoksida menjadi H2O2 yang
kemudian akan diubah menjadi senyawa yang lebih aman yaitu H2O dan O2 oleh
enzim katalase. Zink juga berperan sebagai antioksidan. Zink berperan sebagai
stabilisator intramolekuler, mencegah pembentukan ikatan disulfide, dan
berkompetisi dengan tembaga (Cu) dan besi (Fe). Tembaga dan besi yang bebas dapat
menimbbulkan radikal bebas. Zink juga mampu menghambat sintesis nitrat oxide
(NO) dalam keadaan inflamasi, termasuk inflamasi usus, maka akan terbentuk
liposakarida (LPS) dari bakteri dan interleukin-1 (IL-1) dari sel-sel imun. LPS dan
IL-1 mampu menginduksi ekspresi gen enzim nitric oxide synthase 2 (NOS-2) yang
selanjutnya mensintesis NO. dalam sel-sel fagosit, NO sangat berperan dalam
menghancurkan kuman-kuman yang ditelan oleh sel-sel fagosit itu. Namun dalam
kondisi inflamasi, NO juga dihasilkan oleh berbagai macam sel akibat diinduksi oleh
LPS dan IL-1. NO yang berlebihan akan merusak berbagai macam struktur pada
jaringan, karena NO sebenarnya adalah senyawa yang reaktif. Dalam usus, NO juga
23
berperan sebagai senyawa parakrin. NO yang dihasilkan akan berdifusi ke dalam
epitel usu dan akan mengaktifkan enzim guanilat siklase untuk mengaktifkan atau
menon-aktifkan berbagai macam enzim, protein transport, dan saluran ion, dengan
hasil akhir berupa sekresi air dan elektrolit dari epitel ke dalam lumen usus. Dengan
pemberian zink, diharapkan NO tidak disintesis secara berlebihan sehingga tidak
terjadi kerusakan jaringan dan tidak terjadi hiperekskresi.
Zink berperan dalam pengutan system imun. Telah ditunjukkan bahwa zink
berperan penting dalam modulasi sel B dan sel T. dalam perkembangan sel B dan sel
T, terjadi pembelahan sel-sel limfosit. Zink berperan dalam ekspresi enzim timidin
kinase. Enzim ini berperan dalam menginduksi limfosit untuk memasuki fase G1
dalam siklus pembelahan sel, sehingga pembelahan sel-sel imun dapat berlangsung.
Selain itu zink juga berperan sebagai kofaktor berbagai enzim lain dalam transkripsi
dan replikasi, antara lain DNA polymerase, DNA dependent RNA polymerase,
terminal deoxiribonukleotidil transferase, dan aminoasil RNA sintetase, serta
berperan dalam factor transkripsi yang dikenal sebagai “zink finger DNA binding
protein”. Zink berperan dalam aktivasi lifosit T, karena zinkberperan sebagai kofaktor
dari protein-protein system tranduksi signal dalam sel T. protein ini misalnya
fosfolipase C. aktivasi sel T terjadi saat sel mengenali antigen. Zink berperan dalam
menjaga keutuhan sel usus. Zink berperan sebagai kofaktor berbagai factor
transkripsi, sehingga transkripsi dalam sel usus dapat terjga.
Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF menandatangani kebijakan bersama
dalam hal pengobatan diare yaitu pemberian oralit dan Zinc selama 10-14 hari. Hal
ini didasarkan pada penelitian selama 20 tahun (1980-2003) yang menunjukkan
bahwa pengobatan diare dengan pemberian oralit disertai zinc lebih efektif dan
terbukti menurunkan angka kematian akibat diare pada anak-anak sampai 40%.
Pada saat diare, anak akan kehilangan zinc dalam tubuhnya. Pemberian Zinc
mampu menggantikan kandungan Zinc alami tubuh yang hilang tersebut dan
mempercepat penyembuhan diare. Zinc juga meningkatkan sistim kekebalan tubuh
sehingga dapat mencegah risiko terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah anak
24
sembuh dari diare. Berdasarkan studi WHO selama lebih dari 18 tahun, manfaat zinc
sebagai pengobatan diare adalah mengurangi :
1) Prevalensi diare sebesar 34%;
2) Insidens pneumonia sebesar 26%;
3) Durasi diare akut sebesar 20%;
4) Durasi diare persisten sebesar 24%, hingga;
5) Kegagalan terapi atau kematian akibat diare persisten sebesar 42%.
Kemampuan zinc untuk mencegah diare terkait dengan kemampuannya
meningkatkan sistim kekebalan tubuh. Zinc merupakan mineral penting bagi tubuh.
Lebih 300 enzim dalam tubuh yang bergantung pada zinc. Zinc juga dibutuhkan oleh
berbagai organ tubuh, seperti kulit dan mukosa saluran cerna. Semua yang berperan
dalam fungsi imun, membutuhkan zinc. Jika zinc diberikan pada anak yang sistim
kekebalannya belum berkembang baik, dapat meningkatkan sistim kekebalan dan
melindungi anak dari penyakit infeksi. Itulah sebabnya mengapa anak yang diberi
zinc (diberikan sesuai dosis) selama 10 hari berturut - turut berisiko lebih kecil untuk
terkena penyakit infeksi, diare dan pneumonia.
Obat Zinc merupakan tablet dispersible yang larut dalam waktu sekitar 30
detik. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut dengan dosis sebagai berikut:
a. Balita umur < 6 bulan: 1/2 tablet (10 mg)/ hari
b. Balita umur ≥ 6 bulan: 1 tablet (20 mg)/ hari
Obat Zinc yang tersedia di Puskesmas baru berupa tablet dispersible. Saat ini
perusahaan farmasi juga telah memproduksi dalam bentuk sirup dan serbuk dalam
sachet. Zinc diberikan dengan cara dilarutkan dalam satu sendok air matang atau ASI.
Untuk anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah. apabila sekitar setengah jam anak
muntah setelah pemberian tablet zinc, berikan lagi tablet zinc dengan cara
memberikan potongan lebih kecil dan diberikan beberapa kali sampai satu dosis
penuh. Kelebihan satu atau dua tablet karena tidak sengaja tidak akan membahayakan
anak. Jika anak mengkonsumsi terlalu banyak tablet, dia mungkin akan
memuntahkannya. Dan dengan memuntahkannya maka kelebihan zinc dalam tubuh
sudah dinetralisir. Zinc dianjurkan hanya dikonsumsi satu tablet saja dalam sehari.
25
Maka anjurkan ibu untuk menyimpan zinc jauh dari jangkauan anak-anak di rumah
untuk mencegah hal ini. Bila dikonsumsi secara berlebihan, Zinc dapat menggangu
metabolisme tubuh dan bahkan dapat mengurangi ketahanan tubuh.
Pemberian zinc selama 10 hari terbukti membantu memperbaiki mucosa usus
yang rusak dan meningkatkan fungsi kekebalan tubuh secara keseluruhan. Ketika
memberikan konseling pada ibu, petugas kesehatan harus menekankan pentingnya
pemberian dosis penuh selama 10 hari dengan menyampaikan pada ibu tentang
manfaat jangka pendek dan panjang zinc, termasuk mengurangi lamanya diare,
menurunkan keparahan diare, membantu anak melawan episode diare dalam 2-3
bulan selanjutnya setelah perawatan. Selama itu juga zinc dapat membantu
pertumbuhan anak lebih baik dan meningkatkan nafsu makan. Efek samping zinc
sangat jarang dilaporkan. Kalaupun ada, biasanya hanya muntah. Namun, pemberian
zinc dalam dosis sebanyak 10-20 mg sesuai usia seperti dosis yang dianjurkan
seharusnya tidak akan menyebabkan muntah. Zinc yang dilarutkan dengan baik akan
menyamarkan rasa metalik dari zinc.
Zinc memang akan mempercepat penyembuhan, namun oralit harus tetap
diberikan dalam jumlah cukup karena fungsi utamanya membantu menggantikan
cairan yang hilang sewaktu diare. Biasanya oralit diberikan selama 2-3 hari seperti
dosis yang dianjurkan, sedangkan zinc harus diberikan sesuai dosis yang dianjurkan
selama 10 hari berturut-turut sehingga selain memberikan pengobatan juga dapat
memberikan perlindungan terhadap kemungkinan berulangnya diare selama 2 – 3
bulan ke depan.
3. Teruskan ASI dan pemberian makan
ASI bukan penyebab diare. ASI justru dapat mencegah diare. Bayi dibawah 6
bulan sebaiknya hanya mendapat ASI untuk mencegah diare dan meningkatkan sistim
imunitas tubuh bayi. jika anak masih mendapatkan ASI, maka teruskan pemberian
ASI sebanyak dia mau.
Jika anak mau lebih banyak dari biasanya itu akan lebih baik. Biarkan dia
makan sebanyak dan selama dia mau. anak harus diberi makan seperti biasa dengan
26
frekuensi lebih sering. Lakukan ini sampai dua minggu setelah anak berhenti diare.
Jangan batasi makanan anak jika ia mau lebih banyak, karena lebih banyak makanan
akan membantu mempercepat penyembuhan, pemulihan dan mencegah malnutrisi.
Untuk anak yang berusia kurang dari 2 tahun, anjurkan untuk mulai mengurangi susu
formula dan menggantinya dengan ASI. Untuk anak yang berusia lebih dari 2 tahun,
teruskan pemberian susu formula. Ingatkan ibu untuk memastikan anaknya mendapat
oralit dan air matang.
4. Berikan antibiotik secara selektif
Tidak semua kasus diare memerlukan antibiotik. Antibiotik hanya diberikan
jika ada indikasi, seperti diare berdarah atau diare karena kolera, atau diare dengan
disertai penyakit lain. Ini sangat penting karena seringkali ketika diare, masyarakat
langsung membeli antibiotik seperti Tetrasiklin atau Ampicillin. Selain tidak efektif,
tindakan ini berbahaya, karena jika antibiotik tidak dihabiskan sesuai dosis akan
menimbulkan resistensi kuman terhadap antibiotik. Selain bahaya resistensi kuman,
pemberian antibiotik yang tidak tepat bisa membunuh flora normal yang justru
dibutuhkan tubuh. Efek samping dari penggunaan antibiotik yang tidak rasional
adalah timbulnya gangguan fungsi ginjal, hati dan diare yang disebabkan oleh
antibiotik. Hal ini juga akan mengeluarkan biaya pengobatan yang seharusnya tidak
diperlukan.
anti diare juga tidak boleh diberikan Ketika terkena diare, tubuh akan
memberikan reaksi berupa peningkatan motilitas atau pergerakan usus untuk
mengeluarkan kotoran atau racun. Perut akan terasa banyak gerakan dan berbunyi.
Anti diare akan menghambat gerakan itu sehingga kotoran yang seharusnya
dikeluarkan, justru dihambat keluar. Selain itu anti diare dapat menyebabkan
komplikasi yang disebut prolapsus pada usus (terlipat/terjepit). Kondisi ini berbahaya
karena memerlukan tindakan operasi. Oleh karena itu anti diare seharusnya tidak
boleh diberikan.
5. Berikan Nasihat pada ibu/pengasuh
27
Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara pemberian
Oralit, Zinc, ASI/makanan dan tanda-tanda untuk segera membawa anaknya ke
petugas kesehatan jika anak:
- Buang air besar cair lebih
sering
- Muntah berulang-ulang
- Mengalami rasa haus yang
nyata
- Makan atau minum sedikit
- Demam
- Tinjanya berdarah
- Tidak membaik dalam 3 hari
Pemberian cairan parenteral
Pada 4 jam pertama, penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara
oral maupun parenteral. Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang
optimal. Pada pasien dengan dehidrasi ringan, penatalaksanaannya adalah dengan
memberikan larutan oralit dengan perkiraan jumlah sesuai dengan berat badan
anak dan tetap menyusui kapan pun anak mau, namun bila anak sama sekali tidak
bisa minum oralit misalnya karena anak muntah dan meskipun belum terjadi
dehidrasi berat maka dapat diberikan infus untuk rehidrasi. Perkiraan kehilangan
cairan pada dehidrasi ringan adalah sekitar < 5%. Maka pemberian cairannya
ialah :
Replacement = % Dehydration x Bodyweight (kg) x 10
penggantian cairan = 1% s/d 4% x 9 kg x 10
= 90 ml s/d 360 ml (4 jam)
= 22,5 ml s/d 90 ml (1 jam)
(menggunakan infus se tetes mikro 60 tetes/1 ml)
22, 5 x 60 s/d 90 x 60 = 22,5 s/d 90 tpm (mikro)
1 x 60 1 x 60
(menggunakan infus se tetes makro 20 tetes/1 ml)
22, 5 x 20 s/d 90 x 20 = 7,5 s/d 30 tpm (makro)
1 x 60 1 x 60
28
Jadi dapat diberikan cairan rehidrasi ibtravena Ringer Laktat dengan
kecepatan 30 tpm makro. Setelah itu segera evaluasi derajat dehidrasinya, apabila
pasien sudah tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi maka IVFD RL cukup
maintenance saja dengan :
Maintenance cairan = 10 kgBB pertama x 100 ml
= 9 kg x 100 ml
= 900 ml (24 jam)
= 37,5 ml (1 jam)
= 38 tpm (mikro)
= 12,5 tpm (makro) à 12 tpm
Pemilihan larutan dehidrasi intravena pada pasien ini ialah menggunakan
larutan ringer laktat. Berdasarkan literatur, terapi cairan memiliki 2 tujuan yaitu untuk
resisutasi dan untuk rumatan. Terapi cairan resusitasi menggunakan kristaloid seperti
ringer laktat, ringer asetat, dan NaCl 0,9%. Komposisi ketiga cairan tersebut adalah
sebagai berikut :
Cairan Komposisi
ringer laktat Osmolaritas : 273 mOsm/L Na : 130 mEq/l, K : 4 mEq/l,
Cl : 109 mEq/l, Ca : 3 mEq/l, laktat : 28 mEq/l
NaCl 0,9% Osmolaritas : 308 mOsm/L Na : 154 mEq/l, Cl : 154 mEq/l
ringer asetat Osmolaritas : 273 mOsm/L Na : 130 mEq/l, K : 4 mEq/l,
Cl : 109 mEq/l, Ca : 3 mEq/l, asetat : 28 mEq/l
Terapi Simptomatik
Terapi simptomatik dapat diberikan dengan pertimbangan untuk perbaikan
keadaan umum penderita, yakni antipiretik (penurun panas) dan antiemetik (anti
muntah) untuk kenyamanan penderita terutama anak.
Paracetamol syrup 3 x cth I (jika demam)
Obat ini mempunyai nama generik acetaminophen. Parasetamol adalah drivat
p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik / analgesik. Paracetamol utamanya
29
digunakan untuk menurunkan panas badan yang disebabkan oleh karena infeksi atau
sebab yang lainnya. Disamping itu, paracetamol juga dapat digunakan untuk
meringankan gejala nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. Ia aman dalam
dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak
sengaja sering terjadi.
Mekanisme kerja yang sebenarnya dari parasetamol masih menjadi bahan
perdebatan. Parasetamol menghambat produksi prostaglandin (senyawa penyebab
inflamasi), namun parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat anti inflamasi. Telah
dibuktikan bahwa parasetamol mampu mengurangi bentuk teroksidasi enzim
siklooksigenase (COX), sehingga menghambatnya untuk membentuk senyawa
penyebab inflamasi (4,5). Sebagaimana diketahui bahwa enzim siklooksigenase ini
berperan pada metabolisme asam arakidonat menjadi prostaglandin H2, suatu
molekul yang tidak stabil, yang dapat berubah menjadi berbagai senyawa pro-
inflamasi.
Kemungkinan lain mekanisme kerja parasetamol ialah bahwa parasetamol
menghambat enzim siklooksigenase seperti halnya aspirin, namun hal tersebut terjadi
pada kondisi inflamasi, dimana terdapat konsentrasi peroksida yang tinggi. Pada
kondisi ini oksidasi parasetamol juga tinggi, sehingga menghambat aksi anti
inflamasi.Hal ini menyebabkan parasetamol tidak memiliki khasiat langsung pada
tempat inflamasi, namun malah bekerja di sistem syaraf pusat untuk menurunkan
temperatur tubuh, dimana kondisinya tidak oksidatif.
Dosis: 10-15 mg/KgBB/kali
10 mg x 9 kg = 90 mg
15 mg x 9 kg = 135 mg
90-135 mg/kali
Sediaan: 125 mg/5 ml x 60 ml jadi dapat diberikan cth I
30
Domperidon drop 3 x 0,2 cc (jika muntah)
Mekanisme kerjanya adalah sebagai antagonis selektif reseptor dopamine
(D2). Sedikit menembus sistem saraf, tetapi karena dasar ventrikel keempat, dimana
CTZ terdapat, dapat ditembus, serta memperkuat peristaltik (Propulsivum)
Dosis 0,2-0,4 mg/KgBB/hari diberikan 3-4 kali/hari
0,2 x 9 kg = 1,8 mg
0,4 x 9 kg = 3,6 mg
Dosis = 1,8 – 3,6 mg/hari
= 0,6 – 1,2 mg tiap kali pemberian (3 kali)
Sediaan drop (tetes) = 5 mg/1 ml jadi dapat diberikan sebanyak 0,2 cc
Prognosa:
Bonam jika penatalaksanaan dilakukan secara tepat dan adekuat.
31