Upload
faridaabraham
View
1.071
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Dipublikasikan pada Jurnal Ilmiah EkonomikaVol.XII,No.2, Oktober 2015-FE UNBARA
* Dosen PNS Kopertis Wilayah II dpk Pada STIE Rahmaniyah Sekayu
KONTRIBUSI DAN PERTUMBUHAN DANA BAGI HASIL PAJAKDALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN DAERAH
KABUPATEN MUSI BANYUASIN
By:Farida Aryani*
ABSTRACT
This research is a descriptive applied research. A descriptive research focuses onsystematic explanation about facts derived when the research is conducted and thisresearch is quantitative. Quantitative research is intended to do an accuratemeasurement to the contribution and the growth of sharing fund of the tax for theregional incomes. Data which is used in this research is a secondary data in the formof target report achievement realization of sharing fund of the tax and regionalincome of Musi Banyuasin regency for the year 2011 till 2014, which is collected byusing documentation and interview. The result of this research shows that sharingfund of the tax has not been able to increase the tax achievement optimally due to thefact that either the contribution or the growth is still very low. The contribution ofsharing fund of the tax for land and building of the regional income during 2011 till2014 is still low or in a lack of contribution due to the fact that the average of thecontribution is only 15.86%, meanwhile the contribution of sharing fund of incometax to the regional income is still in a lack of contribution due to the fact that theaverage of contribution is under 0.5%. It is only 0.47%. This condition shows that thesharing fund of the tax has not given an optimal contribution. This is caused by thelow rate obedience of the tax payer, particularly those who are the personal taxpayers. Next, the rate growth of sharing fund of the tax for land and building isconsidered unsuccessful. The rate of growth from 2011 to 2014 is only 31.07%,meanwhile the sharing fund of income tax is considered unsuccessful due to the factthat the rate of growth is 28.37%. This is an impact from the low obedience of theincome tax payers, particularly for those who are personal tax payers and also thepercentage of sharing given by the central government is still very low.
Keywords: Contribution, Growth, Sharing Fund of the Tax, Regional Income
I. PENDAHULUAN
Penyelenggaraan fungsi Pemerintah daerah akan terlaksana secara optimal
apabila penyelenggaraan urusan Pemerintah diikuti dengan pemberian sumber-
sumber penerimaan yang cukup kepada daerah. Hal ini mengacu pada undang-undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah daerah, dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian
kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Menurut Undang-undang 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dana perimbangan adalah dana yang
bersumber dari pendapatan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) yang
dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan bertujuan untuk mengurangi
kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Dana perimbangan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu: Dana
Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus. Dana Bagi
Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Bagi Hasil (DBH) terdiri dari Dana
Bagi Hasil (DBH) bersumber dari pajak dan Dana Bagi Hasil (DBH) bersumber dari
bukan pajak (sumber daya alam).
Bagi daerah, penerimaan dana bagi hasil pajak dan penerimaan dana bagi
hasil sumber daya alam merupakan sumber penerimaan yang pada dasarnya
memperhatikan potensi daerah penghasil. Jika Pemerintah daerah dapat
mengoptimalkan penerimaan dari pajak dan sumber daya alam yang dimiliki, maka
transfer dana bagi hasil yang diterima cenderung akan semakin besar, namun sumber
keuangan yang berasal dari dana perimbangan sektor Sumber Daya Alam (SDA)
hanya memberikan keuntungan kepada provinsi maupun kabupaten penghasil Sumber
Daya Alam(SDA). Daerah yang menghasilkan Sumber Daya Alam (SDA) terkadang
juga memiliki struktur perekonomian yang telah tertata dengan baik, sehingga potensi
pajak dapat dioptimalkan dan daerah tersebut akan mendapatkan dana bagi hasil yang
banyak baik itu dari sisi Sumber Daya Alam (SDA) maupun pajak.
Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak terdiri dari: Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB), Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 21, Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 dan Pajak Penghasilan
(PPh) 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN). Dana Bagi Hasil
yang bersumber dari bukan pajak (sumber daya alam) terdiri atas kehutanan,
pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas
bumi danpertambangan panas bumi.
Dengan disahkannya undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(PDRD) pada tanggal 15 Desember 2009 dan berlaku mulai 1 Januari 2010, maka
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) dan Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dialihkan menjadi Pajak Daerah.
BPHTB sepenuhnya dialihkan ke Pemerintah kabupaten/kota mulai 1 Januari 2011,
sedangkan untuk PBB P2 masih tetap dikelola Direktorat Jendral Pajak (DJP) paling
lama sampai dengan 31 Desember 2013 sepanjang belum ada peraturan daerah
tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terkait dengan pedesaan dan
perkotaan. Dengan terbitnya Undang-undang 29 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, pemerintah daerah kini mempunyai tambahan sumber
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari Pajak Daerah.
Berdasarkan hasil penelitian pada kantor Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) diperoleh data tentang target dan realisasi
penerimaan Dana Bagi Hasil Pajak Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2011 sampai
dengan Tahun 2014 seperti yang disajikan pada tabel 1 berikut ini.
Tabel 1Realisasi Penerimaan Dana Bagi Hasil Pajak
Tahun 2011 s.d Tahun 2014
TahunTarget Dana
Bagi Hasil PajakRealisasi Dana
Bagi Hasil Pajak
2011 Rp. 289.694.244.000,00 Rp. 276.252.341.418
2012 Rp. 310.657.539.257,00 Rp. 367.040.903.292
2013 Rp. 549.461.726.409,76 Rp. 616.726.866.088
2014 Rp. 433.755.575.444,00 Rp. 561.679.211.625
Sumber: DPPKAD Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2015 (data diolah).
Berdasarkan tabel 1, dapat dijelaskan bahwa realisasi penerimaan Dana Bagi
Hasil Pajak (DBH-Pajak) selama empat tahun dari tahun 2011 sampai dengan 2014
melebihi target yang ditetapkan, serta jumlahnya mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Dari fakta ini juga dapat dijelaskan bahwa pemerintah dalam menetapkan
target penerimaan DBH-Pajak tidak realistis, karena meskipun realisasi penerimaan
DBH Pajak melebihi target namun pemerintah daerah menetapkan target penerimaan
DBH-PPh tahun yang akan datang masih dibawah realisasi tahun berjalan. Fenomena
ini mendorong Penulis untuk mengkaji lebih spesifik tentang pertumbuhan serta
kontribusi Dana Bagi Hasil Pajak dalam meningkatkan pendapatan daerah.
Rumusan Masalah Penelitian
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian adalah: Bagaimana
kontribusi dan pertumbuhan Dana Bagi Hasil Pajak dalam meningkatkan pendapatan
daerah Kabupaten Musi Banyuasin selama tahun 2011 sampai tahun 2014?
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: kontribusi dan pertumbuhan Dana
Bagi Hasil Pajak dalam meningkatkan Pendapatan Daerah Kabupaten Musi
Banyuasin selama tahun 2011 sampai dengan tahun 2014. Selanjutnya dengan adanya
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Pemerintah Kabupaten
Musi Banyuasin khususnya Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah (DPPKAD) dalam pengambilan keputusan dan kebijakan penetapan target
penerimaan pendapatan daerah yang berasal dari DBH-Pajak serta meningkatkan
potensi pajak guna meningkatkan kontribusi serta pertumbuhan pendapatan daerah,
sehingga mampu menciptakan kemandirian keuangan daerah seperti tuntutan otonomi
daerah. Selain itu, penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi
pengembangan pengetahuan khususnya yang relevan dengan kajian tentang Dana
Bagi Hasil Pajak.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian terapan (applied research). Sekaran
(2006:9), menyatakan bahwa penelitian terapan yaitu penelitian yang dilakukan untuk
memecahkan masalah mutakhir yang dihadapi oleh manajer dalam konteks pekerjaan,
yang menuntut solusi tepat waktu.
Penelitian ini bersifat deskriptif, Sanusi (2013:13), menyatakan bahwa: desain
penelitian deskriptif adalah desain penelitian yang disusun dalam rangka memberikan
gambaran secara sistematis tentang informasi ilmiah yang berasal dari subjek atau
objek penelitian. Penelitian deskriptif berfokus pada penjelasan sistematis tentang
fakta yang diperoleh saat penelitian dilakukan. Sifat penelitian adalah kuantitatif.
Cooper (2006:229), menyatakan bahwa riset kuantitatif ditujukan untuk melakukan
pengukuran yang akurat terhadap sesuatu. Penggunaan jenis penelitian deskriptif
kuantitatif dalam penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran yang
konkrit, melalui penghitungan kontribusi dan pertumbuhan dengan menggunakan
rumus atau formula yang telah ditentukan.
Berdasarkan sumbernya data yang digunakan adalah data sekunder.
Arikunto (2007:85), menyatakan bahwa: data sekunder merupakan sumber data
penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara
(diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder dalam penelitian ini berupa
data target dan laporan realisasi pendapatan daerah Kabupaten Musi Banyuasin yang
bersumber dari Dana Bagi Hasil Pajak tahun 2011 sampai dengan tahun 2014.
Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan wawancara dan dokumentasi. Guna
memberikan gambaran yang lebih jelas dan sederhana dalam proses penelitian ini,
terutama dalam melakukan pembahasan, maka penulis menyusun kerangka
pemikiran seperti yang disajikan pada gambar 1.
III. TELAAH PUSTAKA
2.1 Pendapatan Daerah
Menurut undang-undang No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dijelaskan bahwa pendapatan daerah
adalah semua penerimaan uang melalui kas umum daerah, yang menambah ekuitas
dana yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar
kembali oleh daerah. Pendapatan daerah terdiri atas:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
PAD merupakan pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut
berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dimana
pendapatan daerah tersebut bersumber dari daerah itu sendiri. Pendapatan asli daerah
mencakup pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Gambar 1Kerangka Pemikiran
2. Dana Perimbangan
Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan
desentralisasi. Dana perimbangan merupakan salah satu komponen pendapatan
daerah yang cukup penting, banyak Pemda yang masih mengandalkan sumber
pendapatan ini karena jumlah PAD nya yang kurang mencukupi. Untuk menutup
anggaran belanjanya dana perimbangan terdiri dari: Dana Bagi Hasil (DBH), Dana
Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Alokasi Umum.
Pendapatan Daerah
1. Pendaptan Asli Daerah 2. Dana Perimbangan 3. Lain-lain Pendapatan Daerah Yg Sah
a. Dana Bagi Hasil Pajakb. Dana Bagi Hasil Bukan Pajak
(Sumber Daya Alam)
Dana Bagi Hasil PajakPenghasilan (PPh) Orang Pribadi
Kontribusi Pertumbuhan
Dana Bagi Hasil PajakBumi dan Bangunan
Dana Bagi Hasil Pajak
2.2 Konsep Dana Bagi Hasil
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada daerah dengan angka persentase tertentu didasarkan atas
daerah penghasil untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. Sumber dana bagi hasil pajak dan sumber daya alam. Pajak sendiri
terdiri atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB), serta Pajak Penghasilan (PPh), baik dari wajib pajak orang
pribadi dalam negeri maupun dari pajak penghasilan (PPh) pasal 21. Sedangkan dana
bagi hasil dari sumberdaya alam berasal dari kehutanan, pertambangan dan gas bumi,
serta pertambangan panas bumi. Pembagian dan mekanisme perhitungan dana bagi
hasil, baik pajak maupun sumber daya alam diatur dalam UU No 33 Tahun 2004
tentang dana perimbangan. Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas:
1) Dana bagi hasil dari penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB). Hasil
penerimaan pajak bumi dan bangunan dibagi untuk Pemerintah pusat dan
Pemerintah daerah dengan imbangan sebagai berikut :
a) 10 % (sepuluh persen) untuk Pemerintah pusat I0 % (sepuluh persen) bagian
pemerintah dari penerimaan PBB dibagikan kepada seluruh daerah kabupaten
dan kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran
belanja, dengan imbangan sebagai berikut :
1) 65 % (enam puluh lima persen) dibagikan secara merata kepada seluruh
daerah kabupaten dan kota : dan
2) 35 % (tiga puluh lima persen) dibagikan sebagai insentif kepada daerah
kabupaten dan kota yang realisasi tahun sebelumnya mencapai/melampaui
rencana penerimaan sektor tertentu.
b) 90 % (Sembilan puluh persen) untuk Pemerintah daerah dengan rincian
sebagai berikut:
1) 16,2 % (enam belas koma dua persen) untuk daerah provinsi yang
bersangkutan dan disalurkan ke rekening kas umum daerah provinsi;
2) 64,8 % (enam puluh empat koma delapan persen) untuk daerah
kabupaten/kota yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening kas umum
daerah kabupaten/kota dan
3) 9% (Sembilan persen) untuk biaya pemungutan
2) Dana bagi hasil Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi dalam negeri dan Pajak
Penghasilan (PPh) pasal 21 dibagi antara Pemerintah pusat dan Pemerintah
daerah dengan imbangan sebagai berikut:
a) 80% (delapan puluh persen) untuk Pemerintah pusat
b) 20%(dua puluh persen) untuk Pemerintah daerah. Bagian penerimaan
Pemerintah daerah dibagi antara daerah provinsi dan daerah Kabupaten/kota
dengan imbangan sebagai berikut:
(1) 40% (empat puluh persen) untuk daerah provinsi
(2) 60% (enam puluh persen) untuk daerah kabupaten/kota
Sumber Dana Bagi Hasil Pajak
Dana bagi hasil pajak terbagi terdiri dari:
1. Dana bagi hasil dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
2. Dana bagi hasil dari Pajak Penghasilan orang pribadi (Termasuk PPh pasal: 21, 25
dan 29)
Konsep Pajak Bumi dan Bangunan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan, Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam
arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau
bangunan. Keadaan subyek(yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
Objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan atau bangunan.Bumi
adalah permukaan bumi (tanah dan Perairan) dan tubuh bumi yang ada dipedalaman
serta laut wilayah Indonesia.Contohnya yaitu sawah, kebun, tanah, tambang dan lain-
lain.Bangunan adalah konstruksi tehnik yang ditanam atau diletakkan secara tetap
pada tanah dan atau perairan. Contohnya yaitu rumah tempat tinggal, bangunan
tempat usaha, pusat perbelanjaan, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, dan
lain-lain.
Konsep Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21
Menurut Resmi (2014:74), pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan
terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu
tahun pajak. Selanjutnya Waluyo (2009:87), menyatakan bahwa Pajak Penghasilan
(PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Ditinjau dari pemungutan dan
pengelolaannya PPh dikategorikan sebagai pajak pusat (negara) yaitu pajak yang
dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
negara. Ditinjau dari golongannya PPh dikatergorikan sebagai pajak langsung yaitu
pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain dimana pajak harus
menjadi beban wajib pajak bersangkutan.
Subjek-subjek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah: penerima
penghasilan yang dipotong PPh pasal 21, Pegawai Penerima pensiun, Penerima
hononarium, Penerima upah serta orang pribadi lainnya yang menerima atau
memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan dari
pemotong pajak.
Konsep Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25
Halim, dkk (2014:279), mengemukakan bahwa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal
25 adalah angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak
untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Menurut Undang-Undang Nomor 36
tahun 2008 mengenai pajak penghasilan, pajak penghasilan pasal 25 adalah besarnya
angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib
pajak untuk setiap bulan sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut Surat
Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi
dengan pajak penghasilan dipotong/dipungut/dibayar atau terutang diluar negeri yang
boleh dikreditkan diibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun
pajak. Jadi, Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 adalah angsuran pajak yang harus
dibayar sendiri oleh wajib pajak setiap bulan dalam tahun berjalan.
Angsuran pajak penghasilan pasal 25 tersebut dapat diajdikan sebagai kredit
pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak pada akhir
tahun pajak yang dlaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak
Penghasilan.
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 adalah sebesar Pajak
Penghasilan yang terutang menurut surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan
tahun pajak yang lalu, dikurangi dengan pajak penghasilan yang dipotong dan atau
dipungut serta pajak penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri yang boleh
dikreditkan, kemudian dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian
tahun pajak.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 29
Menurut Undang-Undang nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan
pasal 29, apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar
dari pada kredit pajak, kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi
sebelum surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan disampaikan. Jadi, pajak
penghasilan pasal 29 adalah pajak yang kurang dibayar pada tahun pajak sebelumnya
yang harus dilunasi oleh wajib pajak.
Ketentuan ini mewajibkan wajib pajak untuk melunasi kekurangan pembayaran
pajak yang terutang sebelum surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan
disampaikan dan paling lambat pada batas akhir penyampaian surat.
Konsep Kontribusi Dana Bagi Hasil Pajak
Kontribusi digunakan untuk mengetahui sejauh mana dana bagi hasil pajak
memberikan sumbangan dalam penerimaan pendapatan daerah. Untuk mengetahui
kontribusi dilakukan dengan membandingkan penerimaan dana bagi hasil pajak
periode tertentu dengan penerimaan pendapatan daerah periode tertentu pula.
Semakin besar hasilnya berarti semakin besar pula peranan dana bagi hasil pajak
terhadap pendapatan daerah, begitu juga sebaliknya jika hasil perbandingannya
terlalu kecil berarti peranan dana bagi hasil pajak terhadap pendapatan daerah juga
kecil.
Menurut Halim (2007:163), untuk mengetahui rasio kontribusi dana bagi
hasil pajak digunakan rumus sebagai berikut:= × %Untuk megetahui sejauh mana dana bagi hasil pajak dalam memberikan
kontribusi, maka dikategorikan baik apabila rasio yang dicapai minimal 50%. Untuk
mengukur nilai kontribusi secara lebih rinci digunakan kriteria kontribusi ke dalam
enam tingkat kontribusi seperti yang disajikan pada tabel 2 berikut ini.
Tabel 2Klasifikasi Kriteria Kontribusi
Presentase Kriteria
≥ 50% Sangat Baik
40%-50% Baik30%-40% Sedang20%-30% Cukup10%-20% Kurang
≤ 10% Sangat KurangSumber: Halim (2007:163).
Konsep Pertumbuhan Dana Bagi Hasil Pajak
Tingkat pertumbuhan menggambarkan seberapa besar kemampuan
pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang
telah dicapai dari periode ke periode berikutnya.
Menurut Halim (2004:163), pertumbuhan dana bagi hasil pajak ini dihitung
dengan menggunakan formula sebagai berikut sebagai berikut:= − ( ) × %Dimana:
Gx = Persentase pertumbuhan dana bagi hasil pajak
Xt = Realisasi penerimaan dana bagi hasil pajak (PBB dan PPh Orang
Pribadi) pada periode ke-t.
X(t-1) = Realisasi penerimaan dana bagi hasil pajak (PBB dan PPh Orang
Pribadi) pada periode sebelumnya.
Skala pengukuran laju pertumbuhan dana bagi hasil pajak didasarkan padakriteria seperti yang disajikan pada tabel 3.
Tabel 3Klasifikasi Kriteria Laju Pertumbuhan
Presentase Laju Pertumbuhan Kriteria
85%-100% Sangat Berhasil
70%-85% Berhasil
55%-70% Cukup Berhasil
30%-55% Kurang Berhasil
< 30% Tidak Berhasil
Sumber: Halim(2007:91)
IV. PEMBAHASAN
Sebelum membahas secara rinci tentang kontribusi dan pertumbuhan DBH-
PBB dan DBH-PPh, maka terlebih dahulu penulis akan mengemukakan penentuan
target DBH-Pajak, prosedur dan proses penerimaan DBH-Pajak.
a. Penetuan Target Dana Bagi Hasil Pajak
Sebelum APBN disahkan, pemerintah pusat sudah menentukan berapa target
pajak untuk tahun berikutnya, dengan memperkirakan berapa jumlah penerimaan
pajak yang akan didapat dari setiap daerah. Dengan adanya target nasional tersebut,
maka pemerintah pusat dapat menentukan alokasi sementara untuk penerimaan dana
bagi hasil pajak ke setiap daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
(PMK). Peraturan menteri keuangan ini mengatur mengenai batas tertinggi untuk
alokasi penerimaan dana bagi hasil pajak disetiap daerah sesuai dengan potensi yang
ada di masinh-masing daerah.
Setiap menjelang awal tahun anggaran, direktur jenderal pajak pejabat yang
diberi wewenang menyiapkan/menyediakan data tentang pembagian sementara hasil
penerimaan pajak yang dirinci per Kantor Pelayanan Pajak, per Provinsi dan per
Kabupaten/Kota berdasarkan proyeksi rencana penerimaan APBN tahun anggaran
bersangkutan.
Data-data tersebut akan dikeluarkan bersamaan dengan terbitnya PMK
sementara. Akhir triwulan IV pemerintah pusat akan mengeluarkan PMK definitif
untuk menentukan jumlah alokasi maksimal yang sebenarnya akan dibagikan ke
setiap daerah pada tahun tersebut. Setelah mengetahui isi dari PMK sementara
pemerintah daerah akan membandingkan dengan potensi yang ada dilapangan,
apakah sesuai dengan yang telah ditetapkan atau tidak. Jika kenyataannya potensi
yang ada di lapangan sesuai dengan yang tercantum di lampiran PMK maka akan
ditetapkan sesuai dengan kondisi tersebut, akan tetapi jika tidak sesuai dengan PMK
(perhitungan dari pusat salah), maka pemerintah daerah hanya akan menganggarkan
80%-90% dari batas maksimal yang ada di PMK tersebut atau dengan
membandingkan realisasi tahun sebelumnya.
b. Prosedur Penerimaan Dana Bagi Hasil Pajak
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dana bagi hasil pajak yang
diberikan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah, khususnya Kabupaten Musi
Banyuasin terdiri dari beberapa bagian yaitu PBB, BPHTB, Pasal 25 dan Pasal 29,
serta PPh pasal 21.
Dengan disahkannya undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(PDRD) pada tanggal 15 Desember 2009 dan berlaku mulai 1 Januari 2010, maka
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) dan Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dialihkan menjadi Pajak Daerah.
BPHTB sepenuhnya dialihkan ke Pemerintah kabupaten/kota mulai 1 Januari 2011,
sedangkan untuk PBB P2 masih tetap dikelola Direktorat Jendral Pajak (DJP) paling
lama sampai dengan 31 Desember 2013 sepanjang belum ada peraturan daerah
tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terkait dengan pedesaan dan
perkotaan. Dengan terbitnya undang-undang 29 tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, pemerintah daerah Kabupaten Musi Banyuasin kini
mempunyai tambahan sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang berasal dari Pajak
daerah. Jadi, dengan disahkan undang-undang tersebut diatas maka dana bagi hasil
pajak Kabupaten Musi Banyuasin terdiri dari PBB, PPh pasal 21 dan PPh pasal 25
serta PPh pasal 29.
PBB bersifat transitoris, artinya tanpa pemerintah daerah mengajukan dana
bagi hasil pajak, pemerintah pusat akan tetap membagikannya berdasarkan alokasi
potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Sedangkan PPh bersifat given,
artinya dana bagi hasil pajak tersebut merupakan pemberian dari pusat dimana pusat
akan membagikan dana bagi hasil pajak sesuai dengan target nasional penerimaan
PPh. Penerimaan dana bagi hasil PPh dibagi menjadi 4 tahap (triwuan). Saat triwulan
IV, jika target nasional tidak tercapai maka dana bagi hasil PPh untuk triwulan IV
tidak akan dibagikan dan jika target nasional tercapai maka dana bagi hasil PPh
tersebut akan dibagikan sesuai dengan sisa dana yang belum diterima oleh daerah
dalam tahun tersebut.
c. Proses Penerimaan Dana Bagi Hasil Pajak
Proses penerimaan dana bagi hasil pajak Kabupaten Musi Banyuasin dimulai
dari wajib pajak yang membayar pajak ke Kas Negara. Lalu, KPP Pratama Sekayu
akan menyetorkannya ke pusat melalui Kementerian Keuangan (Kas Negara), dari
pusat akan dianggarkan ke APBN dan disesuaikan apakah penerimaan pajak tahun
tersebut telah sesuai dengan ketetapan terutang. Setelah itu, pemerintah pusat akan
melakukan pembagian penerimaan pajak, berapa bagian untuk pusat dan berapa
bagian untuk Daerah. Pembagian penerimaan pajak untuk daerah disesuaikan dengan
potensi yang ada dimasing-masing daerah.
Pemerintah pusat akan memasukkannya ke kas daerah sesuai dengan
rekening kas masing-masing daerah, misalnya rekening kas Kabupaten Musi
Banyuasin melalui Bank Sumsel Babel. Dimana uang yang telah ditransfer tersebut
akan dimasukkan ke masing-masing jenis dana bagi hasil pajak yang telah
disediakan, misal jenis dana bagi hasil pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana
Alokasi Khusus (DAK), maupun Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak atau Sumber Daya
Alam (SDA). Setiap dana bagi hasil pajak seperti PBB dan PPh memiliki akun
tersendiri. Proses penerimaan dana bagi hasil pajak sekitar 1-2 hari.
3.1 Analisis Target dan Realisasi Penerimaan Dana Bagi Hasil Pajak PBB dan
PPh
Berdasarkan tabel 4 dapat dijelaskan bahwa realisasi penerimaan dana bagi
hasil pajak bumi dan bangunan setiap tahun mengalami peningkatan dan persentase
tingkat pencapaiannya selama tiga tahun terakhir selalu melebihi target yang telah
ditetapkan.
Hal ini menunjukkan bahwa dana bagi hasil PBB sangat potensial untuk
ditingkatkan, karena PBB bersifat transitoris, artinya tanpa pemerintah daerah
mengajukan dana bagi hasil pajak PBB, pemerintah pusat akan tetap membagikannya
berdasarkan alokasi potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah.
Tabel 4Target dan Realisasi Penerimaan
Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan BangunanTahun 2011 s.d. 2014
TahunBagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan Persentase
PencapaianTarget
(%)Target Realisasi
2011 Rp. 279.084.721.000,00 Rp. 267.472.373.308,00 95,84
2012 Rp. 297.217.118.767,00 Rp. 353.311.664.363,00 118,87
2013 Rp. 529.943.659.308,78 Rp. 604.351.823.867,00 114,04
2014 Rp. 414.569.602.619,00 Rp. 544.254.127.293,00 131.28
Sumber: DPPKAD Kabupaten Musi Banyuasin, 2015 (data diolah).
Berbeda dengan penerimaan dana bagi hasil pajak penghasilan (PPh), seperti
yang terlihat pada tabel 5, meskipun target penerimaan dana bagi hasil PPh setiap
tahunnya dinaikkan secara terus-menerus, namun realisasi tingkat pencapaian setiap
tahunnya selalu dibawah target. Hal ini mengindikasikan bahwa potensi dana bagi
hasil pajak dari PPh tidak potensial. Pemerintah daerah Kabupaten Musi Banyuasin
tidak bisa berbuat banyak untuk meningkatkan penerimaan dana bagi hasil PPh,
karena dana bagi hasil PPh bersifat given. Artinya, yang memungut KPP dan yang
melakukan sosialisasi juga KPP, serta pengambilan kebijakan yang berhubungan
dengan peningkatan PPh merupakan tanggung jawab KPP atau Dirjen Pajak.
Tabel 5Target dan Realisasi Penerimaan Bagi Hasil Pajak Penghasilan
Tahun 2011 s.d. 2014
TahunBagi Hasil Pajak Penghasilan Persentase
PencapaianTarget (%)Target Realisasi
2011 Rp. 10.609.523.000,00 Rp. 8.779.988.110,00 82,76
2012 Rp. 13.440.420.490,00 Rp. 13.247.769.698,00 98,57
2013 Rp. 19.518.067.101,00 Rp. 12.375.042.141,00 63,40
2014 Rp. 19.205.972.825,00 Rp. 17.425.084.359,00 90,73
Sumber: DPPKAD Kabupaten Musi Banyuasin, 2015 (data diolah).
3.2 Analisis Kontribusi Dana Bagi Hasil Pajak PBB dan PPh TerhadapPendapatan Daerah
Kontribusi digunakan untuk mengetahui sejauh mana dana bagi
hasil pajak memberikan sumbangan dalam penerimaan Pendapatan Daerah.
Pengukuran kontribusi dilakukan dengan membandingkan penerimaan
dana bagi hasil pajak periode tertentu dengan penerimaan pendapatan
daerah periode tertentu pula. Semakin besar hasilnya berarti semakin
besar pula peranan dana bagi hasil pajak terhadap pendapatan daerah,
begitu juga sebaliknya, jika hasil perbandingannya terlalu kecil berarti
peranan Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) terhadap Pendapatan Daerah juga
kecil. Menurut Halim (2004:163), untuk mengetahui rasio kontribusi dana
bagi hasil pajak digunakan rumus sebagai berikut:= × %Berdasarkan rumus perhitungan di atas maka kemampuan daerah dalam
menjalankan tugas dikategorikan sebagai berikut:
65
1. Diatas 50% dikategorikan sangat baik
2. 40% sampai dengan 50% dikategorikan baik
3. 30% sampai dengan 40% dikategorikan sedang
4. 20% sampai dengan 30% dikategorikan cukup
5. 10% sampai dengan 20% dikategorikan kurang
6. Kurang dari 10% dikategorikan sangat kurang
a. Kontribusi Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan (DBH-PBB)
Hasil perhitungan kontribusi dana bagi hasil PBB terhadap pendapatan daerah
dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini. Dari tabel ini dapat diuraikan bahwa dana bagi
hasil pajak bumi dan bangunan selama tahun 2011 s.d 2014 masih dibawah 20%
bahkan rata-ratanya hanya 15,85%. Angka ini menggambarkan bahwa kontribusi
DBH-PBB masih kurang. Keadaan ini menuntut adanya perhatian pemerintah daerah
secara sungguh-sungguh untuk menggali potensi yang ada dengan melaksanakan
baik intensifikasi maupun ekstensifikasi terhadap dana bagi hasil pajak bumi dan
bangunan sehingga dana bagi hasil pajak bumi dan bangunan dapat lebih besar lagi
dalam memberikan kontribusinya untuk mewujudkan kemandirian daerah.
Tabel 6Kontribusi Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan
Kabupaten Musi BanyuasinTahun 2011 s.d 2014
TahunRealisasi
Pendapatan DaerahRealisasi DanaBagi Hasil PBB
Persentase (%)KontribusiDBH-PBB
2011 Rp.2.163.608.168.042,00 Rp.267.472.373.308,00 12,36
2012 Rp.2.515.651.879.082,88 Rp.353.311.664.363,00 14,04
2013 Rp.3.067.053.241.618.98 Rp.604.351.823.867,00 19,70
2014 Rp.3,143.986.032.622,51 Rp.544.254.127.293,00 17,31
Rata-rata 15,85
Sumber :DPPKAD Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2015 (data diolah).
b. Kontribusi Dana Bagi Hasil Pajak Penghasilan (DBH-PPh)
Dana bagi hasil PPh Orang Pribadi hanya berasal dari hasil PPh pasal 25 dan
PPh pasal 29 WPOPDN serta PPh pasal 21. Kontribusi dana bagi hasil PPh orang
pribadi terhadap pendapatan daerah dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini. Realisasi
penerimaan Dana Bagi Hasil PPh selama empat tahun 2011 sampai dengan 2014
mengalami peningkatan, namun kontribusinya terhadap pendapatan daerah sangat
kecil, sehingga manfaat yang diberikan oleh PPh untuk daerah tersebut benar-benar
sangat rendah.
Tabel 7Kontribusi Dana Bagi Hasil PPh Orang Pribadi
Kabupaten Musi BanyuasinTahun 2011 s.d 2014
TahunRealisasi
Pendapatan Daerah
RealisasiDana Bagi Hasil PPh
Orang Pribadi
Persentase (%)Kontribusi DBH-
PPh
2011 Rp. 2.163.608.168.042,00 Rp. 8.779.988.110,00 0.41
2012 Rp. 2.515.651.879.082,88 Rp.13.247.769.698,00 0.53
2013 Rp. 3.067.053.241.618,98 Rp. 1.375.042.141,00 0.40
2014 Rp. 3.143.986.032.622,51 Rp.17.425.084.359,00 0.55
Rata-rata 0,47
Sumber: DPPKAD Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2015 (data diolah).
3.3 Analisis Pertumbuhan Dana Bagi Hasil PBB dan PPh
Tingkat pertumbuhan menggambarkan seberapa besar kemampuan
pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang
telah dicapai dari periode ke periode berikutnya.
Menurut Halim (2004:163), pertumbuhan dana bagi hasil pajak ini dihitung
dengan menggunakan formula sebagai berikut sebagai berikut:= − ( ) × %Skala pengukuran laju pertumbuhan dana bagi hasil pajak didasarkan pada
kriteria yang disusun sebagai berikut:
1. 85% sampai dengan 100% dengan kriteria sangat berhasil
2. 70% sampai dengan 85% dengan kriteria berhasil
3. 55% sampai dengan 70% dengan kriteria cukup berhasil
4. 30% sampai dengan 55% dengan kriteria kurang berhasil
5. Kurang dari 30% dengan kriteria tidak berhasil.
a. Tingkat Pertumbuhan Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan (DBH-
PBB)
Berdasarkan tabel 8 dapat dijelaskan bahwa tingkat pertumbuhan dana bagi
hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014
mengalami fluktuatif. Pada tahun 2012 tingkat pertumbuhan dana bagi hasil pajak
bumi dan bangunan 32,09% angka ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan
berada pada kategori kurang berhasil karena berada pada kategori 30% sampai
dengan 55%. Pada tahun 2013 tingkat pertumbuhan mengalami peningkatan sebesar
sebesar 38,96% menjadi 71,05% angka ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan
dana bagi hasil pajak tergolong berhasil.
Tabel 8Tingkat Pertumbuhan
Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan(PBB)Kabupaten Musi Banyuasin
Tahun 2011 s.d 2014
TahunBagi Hasil
Pajak Bumi dan BangunanTingkat
Pertumbuhan
Bagi HasilPajak Penghasilan
(PPh)
TingkatPertumbuhan
2011 Rp. 267.472.373.308,00 - Rp. 8.779.988.110,00 -
2012 Rp. 353.311.664.363,00 32.09% Rp. 13.247.769.698,00 50.89%
2013 Rp. 604.351.823.867,00 71.05% Rp. 12.375.042.141,00 -6.59%
2014 Rp. 544.254.127.293,00 -9.94% Rp. 17.425.084.359,00 40.81%
Rata-rata 31,07% 28,37%
Sumber: DPPKAD Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2015 (data diolah)
Pada tahun ini pemerintah daerah mulai mengoptimalkan sumber-sumber
penerimaan PBB. Tingkat pertumbuhan dana bagi hasil pajak bumi dan bangunan
kembali mengalami penurunan pada tahun 2014 sebesar 9,94% angka ini menunjukan
bahwa tingkat pertumbuhan dana bagi hasil berada pada kategori tidak berhasil.
Dengan rata-rata pertumbuhan dana bagi hasil PBB selama tahun 2011 sampai
dengan 2014 sebesar 31,07%, maka dapat disimpulkan bahwa bahwa pertumbuhan
dana bagi hasil pajak bumi dan bangunan berada pada kategori kurang berhasil
karena berada pada kategori 30% sampai dengan 55%.
b. Tingkat Pertumbuhan Dana Bagi Hasil Pajak Penghasilan (PPh)
Berdasarkan tabel 8 diatas dapat dijelaskan bahwa dana bagi hasil Pajak
Penghasilan (PPh) orang pribadi dari tahun 2012 sampai tahun 2014 mengalami
fluktuatif, pada tahun 2012 tingkat pertumbuhan dana bagi hasil pajak bumi dan
bangunan 50,84% angka ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan dana bagi hasil
pajak bumi dan bangunan tergolong cukup berhasil karena berada pada kategori 55%
sampai dengan 70%. Pada tahun 2013 tingkat pertumbuhan dana bagi hasil pajak
bumi dan bangunan turun 6,59% angka ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan
dana bagi hasil pajak bumi dan bangunan berada pada kategori tidak berhasil karena
berada pada kategori kurang dari 30%. Pada tahun 2014 tingkat pertumbuhan dana
bagi hasil pajak bumi dan bangunan sebesar 40,81% angka ini menunjukan bahwa
tingkat pertumbuhan dana bagi hasil pajak bumi dan bangunan tergolong kurang
berhasil karena berada pada kategori 30% sampai dengan 55%. Dengan demikian
rata-rata pertumbuhan dana bagi hasil PPh selama tahun 2011 sampai dengan 2014
sebesar 28,37%, maka dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan dana bagi hasil PPh
berada pada kategori tidak berhasil.
V. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa dana bagi hasil pajak
(DBHP) untuk tahun 2011 sampai dengan 2014, belum dapat meningkatkan
penerimaan pendapatan daerah secara optimal karena baik kontribusi maupun
pertumbuhannya masih sangat rendah. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
84
1. Kontribusi dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan terhadap pendapatan daerah
selama tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 masih rendah atau kurang
berkontribusi karena rata-rata kontribusinya hanya sebesar 15,86%, sedangkan
kontribusi dana bagi hasil Pajak Penghasilan (PPh) terhadap pendapatan daerah
masih sangat kurang berkontribusi karena rata-rata kontribusinya dibawah 0,5%
yaitu hanya 0,47%. Kondisi ini menunjukkan bahwa dana bagi hasil pajak belum
memberikan kontribusi yang optimal. Hal ini disebabkan masih rendahnya tingkat
kepatuhan wajib pajak, terutama untuk wajib pajak orang pribadi.
2. Tingkat pertumbuhan dana bagi hasil pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
dikategorikan kurang berhasil dengan rata-rata tingkat pertumbuhan tahun 2011
sampai dengan tahun 2014 hanya sebesar 31,07%, dan dana bagi hasil Pajak
Penghasilan (PPh) tingkat pertumbuhannya dikategorikan tidak berhasil karena
rata-rata tingkat pertumbuhan hanya sebesar 28,37%. Hal ini merupakan dampak
dari rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak penghasilan, khususnya untuk wajib
pajak orang pribadi serta rendahnya tingkat persentase bagi hasil yang diberikan
oleh pemerintah pusat.
SARAN
Mengacu pada simpulan hasil penelitian, maka Penulis menyampaikan saran
berupa masukan sebagai berikut:
1. Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin dalam hal ini dinas terkait yaitu Dinas
Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Musi
Banyuasin harus mampu menggali potensi pajak baik PBB maupun PPh, serta
memberikan motivasi kepada wajib pajak agar lebih patuh dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya. Pemerintah harus berani tegas untuk memberikan
sanksi kepada wajib pajak serta harus memberikan jaminan pengelolaan hasil
penerimaan pajak yang transparan dan akuntabel sehingga wajib pajak merasa
yakin dan percaya bahwa uang pajak yang disetorkan ke kas Negara benar-benar
digunakan untuk kepentingan masyarakat.
2. Bagi Pemerintah Pusat, diharapkan agar dapat meninjau kembali peraturan yang
terkait dengan dana bagi hasil, khususnya DBH-Pajak sehingga dapat dilakukan
revisi peraturan untuk meningkatkan persentase dana bagi hasil pajak untuk
pemerintah daerah kabupaten, khususnya kabupaten penghasil.
3. Bagi masyarakat wajib pajak, khususnya wajib pajak bumi dan bangunan serta
wajib pajak penghasilan, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan
kepatuhannya dalam membayar pajak, sehingga dapat meningkatkan jumlah
penerimaan pajak khususnya di Kabupaten Musi Banyuasin.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Cooper, Donald R. & Schindler, Pamela S. 2006. Business Research Methods. Vol.1st. 9Th Edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Halim, Abdul, dkk. 2007. Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah.Jakarta: Salemba Empat.
--------------------------. 2014. Perpajakan: Konsep, Aplikasi, Contoh dan Studi Kasus.Jakarta: Salemba Empat.
Kementerian Sekretariat Negara. 2009. Undang-undang No. 36 Tahun 2008 TentangPajak Penghasilan.
Resmi, Siti. 2014. Perpajakan Teori dan Kasus. Buku 1 Edisi kedelapan. Jakarta:Salemba Empat.
Sanusi, Anwar. 2013. Metodologi Penelitian Bisnis. Cetakan ketiga. Jakarta: SalembaEmpat
Sekaran, Uma. 2006. Research Methods for Business. 4Th Edition. New York: JohnWiley&Sons Inc.
Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 TentangPerimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pemerintah Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 TentangPajak Bumi dan Bangunan.
Waluyo. 2009. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.