Upload
homeworkping2
View
561
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Get Homework/Assignment Done
Homeworkping.comHomework Help https://www.homeworkping.com/
Research Paper helphttps://www.homeworkping.com/
Online Tutoringhttps://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sitesI. IDENTITAS
Pasien
Nama Nn. A
Umur 18 th
Pendidikan SMA
Pekerjaan IRT
Agama Islam
Suku Sunda
Alamat TAROGONG
No.CM 01616562
Masuk RS 22 JULI 2013
Keluar RS 25 JULI 2013
Jam Masuk RSU 11.10 WIB
Ruangan VK/ Kalimaya
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 22 Juli 2013
1
A. Keluhan utama :
Perdarahan dari jalan lahir
B. Anamnesa khusus :
G1P0A0 merasa hamil 5 bulan, mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak 10 hari SMRS.
Perdarahan bergumpal-gumpal dan membasahi lebih kurang 1 duk/hari tanpa rasa nyeri.
Perdarahan disertai jaringan seperti daging dirasakan lebih kurang 10 jam SMRS, dan keluar
gelembung – gelembung seperti telur ikan juga diakui pasien. Riwayat panas badan
disangkal, Riwayat minum obat – obatan disangkal. Riwayat minum jamu-jamuan disangkal.
C. Riwayat Obstetri
Kehamila
n keTempat Penolong
Cara
Kehamilan
Cara
PersalinanBB Lahir
Jenis
KelaminUsia
Keadaan
H/MHAMIL
SAAT INI
D. Riwayat Perkawinan :
Status : Belum menikah
E. Haid
HPHT : Maret 2013
Siklus haid : Tidak teratur
Lama haid : 7 hari
Banyaknya : biasa
Dismenorea : (-)
Menarche usia : 14 tahun
2
F. Riwayat kontrasepsi
Kontrasepsi terakhir : Tidak Pernah
G. Prenatal Care :
Pasien tidak pernah melakukan prenatal care
H. Keluhan selama kehamilan
Tidak merasakan keluhan apapun selama hamil
I. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit jantung, penyakit paru, penyakit ginjal, penyakit liver, penyakit DM,
penyakit tiroid, Asma Bronchial, epilepsy disangkal dan riwayat hipertensi sebelum dan
selama kehamilan disangkal.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tensi : 110/60 mmHg
Nadi : 120 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 360C
Kepala : Konjungtiva Anemis : +/+ Sklera ikterik : -/-
Leher : Tiroid : t.a.k KGB : t.a.k
Cor : Bunyi jantung I-II murni dan regular, gallop (-), murmur (-)
Pulmo : VBS ka=ki, Rh -/-, Whz -/-
Abdomen : cembung, lembut
Hepar dan Lien: dbn
Ekstremitas : Edem -/-, varieses -/-
B. STATUS OBSTETRIK.
Pemeriksaan luar
3
Inspeksi : cembung, simetris
Tinggi fundus : teraba setinggi pusar
Inspekulo : fluksus +
Pemeriksaan dalam :
Vulva : Dalam batas normal
Vagina : Dalam batas normal
Portio : lunak , tebal
Ostium uteri eksternum : terbuka
Corpus uteri : sebanding dgn gravida 24 mg
Parametrium kanan-kiri : lunak , massa (-) ,
Cavumdouglas : tidak menonjo,tidak
teraba ,NT(-)
Diagnosis awal:
Mola Hidatidosa + suspek tirotoksikosis
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab: 22/07/2013
Urine
Tes Kehamilan Negatif
1. HEMATOLOGI
Darah rutin
• Hb : 6,5 gr/dl
• Hematokrit : 19 %
• Leukosit : 13.100 /mm3
• Trombosit : 486.000 /mm3
• Eritrosit : 2,46 juta/mm
2. PEMERIKSAAN USG
Tampak gambaran vesikuler pada corpus uteri “ MOLA HIDATIDOSA
4
3. DIAGNOSIS KERJA
Mola hidatidosa + suspek tirotoksikosis + anemia
Rencana Pengelolaan :
• Pasang infus
• Periksa Hb , Ht , leukosit , trombosit, βhcg
• Sedia darah , cross match
• USG
• LS evakuasi mola hidatidosa
• Informed consent
• Konsul anestesi untuk dilakukan kuretase
• Observasi KU , tanda vital , perdarahan
• Propanolol 3x10mg
• Ptu 3x100 mg
• Konsul ipd
FOLLOW UP
23 Juli 2013
Keluhan : -
KU : CM
T : 100/60 mmHg
N : 110 x/ menit
R : 20 x/ menit
S : 36,4 º C
Mata CA+/+ SI -/-
Abdomen : Datar, tegang, NT (+)
Perdarahan pervaginam : (+) seperti telur ikan
BAB/BAK : - / diuresis 600cc
D/ Mola hidatidosa
Rencana : kuretase hari ini
Sedia darah
5
Ambil darah
23 Juli 2013 (pukul 17.00 wib)
Keluhan : panas badan
KU : CM
T : 110/60
R : 24
N : 130
S : 38.8 º C
Rencana : Paracetamol 500mg 3x1
PTU 3x100mg
V. LAPORAN OPERASI
Kuretase
Tanggal operasi : 23 JULI 2013
Jam Operasi : 15.00 mulai kuretase
Kategori Operasi : SEDANG
Operator : dr. Sarah
Ahli Anestesi : Dr. Hj. Hayati Usman Sp.An
Assisten I : teh neneng
Assisten Anestesi : asti
Diagnosa Pra Bedah : Mola hidatidosa + susp.tirotiksikosis + anemia
Diagnosa Pasca Bedah : Mola hidatidosa
Indikasi Operasi : Mola Hidatidosa
Jenis Operasi : Kuretase
Jenis Anestesi : Nu
Desinfeksi kulit : Povidone iodine 10%
Jaringan dikirim ke PA
6
Laporan Operasi Lengkap
1) penderita diletakkan dalam posisi lithotomi.
2) Setelah dilakukan tindakan a dan antiseptik di daerah vulva dan sekitarnya,
dipasang spekulum bawah yang dipegang oleh asisten.
3) Dengan pertolongan spekulum atas, bibir depan prtio dijepit dengan fenster klem.
Sonde masuk sedalam 13 cm uterus.
4) Dilakukan kuretase secara sistematis dan hati-hati sampai cavum uteri bersih
dengan vakum kuret dan sendok kuret nomor 10.
5) Berhasil dikeluarkan jaringan mola hidatidosa sebanyak 100gr.
6) Perdarahan 40 cc
LAPORAN PATOLOGI ANATOMI
Menurut bagian PA , hasil PA nya belum diserahkan oleh dokter nya . Sehingga belum
bisa dilaporkan .
OBSERVASI
Tanggal 24 JULI 2013
Tanggal S O A P24 Juli 2013 - KU : CM
T:100/60 mmHg
N: 100 x/ menit
R: 20 x/ menit
S: 36,4 º C
Mata : CA+/+ SI -/-
Abdomen:Datar,
lembut, NT (-),
DM (-),
TFU : tidak teraba
Perdarahan
pervaginam : (-)
sedikit
BAB/BAK: - / +
d/ mola
hidatidosa post
kuretase
-cefadroxil
2x500mg
- as.mefenamat
3x500mg
- sf 2x1
- bila hb post
transfusi >8
blpl
7
25 Juli 2013 - KU : CM
T:100/70 mmHg
N: 100 x/ menit
R: 20 x/ menit
S: 36,4 º C
Hb post kuretase
7,2g/dL
d/ post kuretase
a/i mola
hidatidosa
cefadroxil
2x500mg
- as.mefenamat
3x500mg
- sf 2x1
- metergin 3x1
- ptu 3x100mg
-propanolol
3x10mg
- blpl26 Juli 2013 - KU : CM
T:100/60 mmHg
N: 80 x/ menit
R: 20 x/ menit
S: 36 º C
Mata : CA+/+ SI -/-
Abdomen:Datar,
lembut, NT (-),
DM (-),
TFU : tidak teraba
Perdarahan
pervaginam : (-)
sedikit
BAB/BAK: + / +
Hb : 8,3g/dL
d/ post kuretase
a/i mola
hidatidosa
cefadroxil
2x500mg
- as.mefenamat
3x500mg
- sf 2x1
- metergin 3x1
- ptu 3x100mg
-propanolol
3x10mg
- blpl
TERAPI SELANJUTNYA ( setelah pasien boleh pulang )
Follow Up:
Dalam tiga bulan pertama pasca evakuasi, penderita kontrol setiap 2 minggu.
dalam tiga bulan berikutnya, setiap satu bulan,
enam bulan terakhir, kontrol tiap dua bulan
PROGNOSIS
8
Quo Ad Vitam : Ad bonam
Quo Ad Functionam : Ad bonam
PERMASALAHAN
1. Bagaimanakah cara mendiagnosis mola hidatidosa ?
2. Bagimanakah cara penatalaksanaan mola hidatidosa pada pasien ini?
3. Bagaimanakah prognosis dari pasien dengan mola hidatidosa ?
PEMBAHASAN
1. Bagaimanakah cara mendiagnosis mola hidatidosa ?
Definisi
Molahidatidosa adalah suatu penyakit trofoblas gestational yang secara histologik ditandai
dengan proliferasi sel trofoblas, vili korialis yang avaskular dan mengalami degenerasi
hidrofi, , yang secara klinis tampak sebagai gelembung-gelembung. Proliferasi sel trofpblas
pada molahidatidosa dapat berupa proliferasi sitotrofovlas, sinsiotrofoblas ataupun
intramediate trofoblas dengan proporsi yang berbeda paqda tiap kasus.
Klasifikasi
Molahidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
a. Molahidatidosa komplit
Merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili korialisnya mengalami
degenerasi hidropik yang menyerupai anggur hingga sama sekali tidak ditemukan unsur
janin. Secara mikroskopik tampak edema stroma vili tanpa vaskularisasi disertai
hyperplasia dari kedua lapisan trofoblas.
Kadang – kadang pembuahan terjadi oleh dua buah sperma 23 X dan 23 Y (dispermi)
sehingga terjadi 46 XX atau 46 XY. Disini MHK bersifat heterozigot, tetapi tetap
androgenetik dan bisa terjadi, walaupun sangat jarang terjadi hamil kembar dizigotik yang
terdiri dari satu bayi normal dan satu lagi MHK.
Secara makroskopis MHK mempunyai gambaran yang khas, yaitu berbentuk kista atau
gelembung-gelembung dengan ukuran antara beberapa mm sampai 2-3cm, berdinding
tipis, kenyal, berwarna putih jernih, berisi cairan seperti cairan asites atau edema. Kalau
ukurannya kecil, tampak seperti kumpulan telur katak, tetapi kalau besar tampak seperti
9
serangkaian buah anggur yang bertangkai. Oleh karena itu MHK disebut juga kehamilan
anggur. Tangkai tersebut melekat pada endometerium.
Umumnya seluruh endometerium dikenai, bila tangkainya putus terjadilah perdarahan.
Kadang-kadang gelembung-gelembung tersebut diliputi oleh darah merah atau coklat tua
yang sudah mengering. Sebelum ditemukan USG, MHK dapat mencapai ukuran besar
sekali dengan jumlah gelembung melebihi 2.000 cc.
Gambar: Molahidatidosa komplit
2. Molahidatidosa parsialis
MHP harus dipisahkan dari MHK, karena keduanya terdapat perbedaan yang
mendasar, baik dilihat dari segi patogenesisnya (sitogenetik), klinis, prognosis, maupun
gambaran PA-nya.
Pada MHP hanya sebagian dari vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik
sehingga unsur janin selalu ada. Perkembangan janin akan tergantung kepada luasnya
plasenta yang mengalami degenerasi, tetapi janin biasanya tidak dapat bertahan lama dan
akan mati dalam rahim, walaupun dalam kepustakaan ada yang melaporkan tentang kasus
MHP yang janinnya hidup sampai aterm.
Secara epidemiologi klinis, MHP tidak sejelas MHK, kita tidak mengetahui dengan
tepat berapa insidensinya, apa yang menjadi faktor resikonya dan bagaimana penyebaran
10
penyakitnya.
Gambaran Mola hidatidosa parsialis Mola hidatidosa komplitKariotipe Paling sering
69, XXX, atau 69, XXY
46, XX. Atau 46, XY
Patologi
Fetus
Amnion, sel-sel darah fetal
Edema vili
Proliferasi trofoblast
Sering ada
Sering ada
Fokal, bervariasi
Fokal, bervariasi dari ringan
sampai sedang
Tidak ada
Tidak ada
Diffuse
Bervariasi dari ringan sampai
beratGambaran Klinis
Diagnosa
Ukuran uterus
Kista theca-lutein
Komplikasi medis
Abortus tertunda
Lebih kecil dari usia kehamilan
Jarang
Jarang
Kehamilan mola
50% lebih besar dari usia
kehamilan
25-30%
Sering
Etiologi dan Faktor resiko
11
Walaupun molahidatidosa sudah dikenal sejak abad keenam, sampai sekarang masih
belum diketahui apa yang menjadi penyebabnya. Molahidatidosa dapat terjadi pada semua
wanita dalam masa reproduksi, pasien termuda yang pernah dilaporkan berusia 12 tahun
(Bobrow) dan tertua 57 tahun (A Pearson). Di RSHS yang termuda 15 tahun dan yang tertua
53 tahun.
Di samping umur, faktor gizi juga dianggap berpengaruh terhadap kejadian MH. Acosta
Sison, menganggap bahwa MH adalah suatu kehamilan patologis, sedangkan faktor yang
menyebabkan ovum patologis ini adalah defisiensi protein kualitas tinggi (highclass protein).
Acosta Sison mengaitkan dengan kenyataan bahwa di Asia banyak sekali ditemukan MH,
yang penduduknya sebagian termasuk golongan sosioekonomi rendah yang kurang
mengkonsumsi protein.
Reynold mengatakan bahwa, bila wanita hamil, terutama antara hari ke-13 dan ke-21,
mengalami asam folat dan histidine akan mengalami gangguan pembentukan thymidine, yang
merupakan bagian penting dari DNA. Akibat kekurangan gizi ini akan menyebabkan
kematian embrio dan gangguan angiogenesis, yang pada gilirannya akan mengalami
perubahan hidropik.
WHO Scientific Group, 1983 berkesimpulan bahwa selain usia dan gizi, riwayat obstetri
juga mempunyai pengaruh terhadap kejadian MH dan kehamilan kembar tetapi multiparitas
tidak merupakan faktor resiko.
Laporan dari Amerika Serikat (1970 – 1977) mengatakan bahwa insidensi MH pada kulit
hitam hanya setengahnya dari wanita kulit lainnya. Menurut Teoh, di Singapura, insidensi
MH pada wanita Euroasian, dua kali lebih tinggi dari China, Melayu dan India. Di Indonesia
yang terdiri dari berpuluh-puluh etnis, sampai sekarang belum ada yang melaporkan adanya
perbedaan insidensi antar suku bangsa. Yang ada hanya laporan dari pusat pendidikan.
Faktor resiko lain yang mendapat perhatian adalah genetik. Hasil penelitian Kajii et al
dan Lawler et al, menunjuakn bahwa pada kasus MH lebih banyak ditemukan kelainan
Balance translocation dibandingkan dengan populasi normal (4,6% dan 0,6%). Ada
kemungkinan pada wanita dengan kelainan sitogenetik seperti ini, lebih banyak mengalami
gangguan proses meosis berupa nondysjunction, sehingga lebih banyak terjadi ovum yang
kosong atau yang intinya tidak aktif.
Dapat disimpulkan:
12
a. Umur : < 20 tahun dan > 35 tahun
b. Etnik : mongoloid > kaukasus
c. Genetik
d. Malnutrisi : intake karoten yang rendah, defisiensi vitamin A, kekurangan protein
e. Riwayat mola hidatidosa sebelumnya
f. Riwayat sosialekonomi
g. Paritas
Patogenesis
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :
a. Teori missed abortion
Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah
sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah
gelembung-gelembung.
b. Teori neoplasma dari Park
Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi
reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.
c. Studi dari Hertig
Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat
akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada
minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak
adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama
pembentukan cairan.
Teori yang sekarang dianut adalah teori sitogenetik. Secara sitogenetik umumnya
kehamilan MHK terjadi karena sebuah ovum yang tidak berinti (kosong) atau yang intinya
tidak berfungsi, dibuahi oleh sperma yang mengandung haploid 23 X, terjadilah hasil
konsepsi dengan kromosom 23 X, yang kemudian mengadakan duplikasi menjadi 46 XX.
Jadi umumnya MHK bersifat homozigot, wanita dan berasal dari ayah - tidak ada unsur ibu
(Diploid Androgenetik). Kadang-kadang pembuahan terjadi oleh 2 sperma 23 X atau 23 Y
(dispermi) sehingga menjadi 46 XX atay 46 XY. Disini MHK bersifat heterozigot, tetapi
tetap androgenetik.
13
Sementara MHP biasanya bersifat triploid sebagai hasil pembuahan satu ovum normal
dan dua sperma/dispermia (Diandrogenetik). Bisa berupa 69 XXX, 69 XXY, atau 69 XYY.
Embrio biasanya mati pada semester pertama
Manifestasi klinis
Molahidatidosa komplit adalah suatu kehamilan, walaupun bentuknya patologis. Oleh
karena itu, pada bulan-bulan pertama, tanda-tandanya tidak berbeda dengan kehamilan biasa,
yaitu dimulai dengan amenorea, mual dan muntah. Ada beberapa laporan yang mengatakan
bahwa MHK, lebih sering terjadi hiperemesis, dan keluhannya lebih hebat dari kehamilan
biasa. Kemudian perkembangannya mulai berbeda. Pada kehamilan biasa pembesaran uterus
terdai melalui dua fase, yaitu fase aktif, sebagia akibat pengaruh hormonal, dan fase pasif,
14
akibat hasil pembesaran kehamilan. Pada MHK tidak demikian, vili korialis yang mengalami
degenerasi hidropik, berkembang dengan cepat mengisi kavum uteri. Akibatnya uterus ikut
membesar pula, sehingga ukuran uterus lebih besar dari tuanya kehamilan atau lamanya
amenorea.
Pada kehamilan biasa , segmen bawah rahim (SBR baru terbentuk pada kehamilan yang
sudah besar (semester tiga). Pada MHK, karena pengisian kavum uteri oleh gelembung mola
berlangsung cepat, maka pembentukan SBR, sudah terjadi pada kehamilan yang lebih muda
(24 minggu). Kemudian karena kehamilan ini abnormal badan akan berusaha untuk
mengeluarkannya, terjadilah perdarahan pervaginam. Bedanya dengan abortus biasa adalah
pada abortus biasa besarnya uterus sama dengan lamanya amenorea. Perdarahan pada MHK
dapat berupa bercak – bercak sedikit intermiten atau sekaligus banyak, sehingga dapat
menyebabkan syok hipovolemik. Adakalanya perdarahan disertai dengan gelembung mola
sehingga mempermudah diagnosis
Di samping uterus yang lebih besar, pada MHK ditemukan peningkatan kadar hCG
(human choriogonadotrophin). Pada kehamilan biasa kadarnya naik terus sampai usia
kehamilan 60-80 hari, kemudian turun lagi setelah mencapai umur 85 hari. Pada MHK
seluruh kavum uteri diisi oleh jaringan trofoblas. Oleh karena itu, berbeda dengan kehamilan
biasa, pada MHK tidak ada penurunan kadar hCG. Selama ada pertumbuhan trofoblas atau
15
sebelum gelembung mola keluar atau dikeluarkan, hCG akan terus meningkat, sampai bisa
mencapai di atas 5.000.000 mIU/ml
Sudah lama diketahui bahwa MHK kadang-kadang ditemukan perubahan pada kelenjar
tiroid, baik anatomis maupun fungsional. Walaupun ada peningkatan kadar plasma tiroksin,
tetapi gejala klinik yang ditimbulkan tidak selalu disertai dengan tiroktosikosis.
Pada kehamilan normal, plasenta membentuk Thyroid Stimulating Peptide yang disebut
Human Chorionic Thyrotropin (hCT). Pada trimester pertama, T4 meningkat antara 7 – 12
ng/100 ml, sedangkan T3 peningkatannya tidak terlalu banyak. Karena pengaruh estrogen,
terjadi peningkatan kadar TBG sehingga tidak terjadi tirotoksikosis.
Pada mola hidatidosa terjadi perubahan kadar hormon tiroid. Kadar T4 dalam serum
biasanya melebihi 12 ng/100 ml, tetapi TBG sendiri rendah, akibatnya T4 dan T3 bebas lebih
tinggi. Karena itu pada mola terjadi tirotoksikosis.
Pada mola, kadar hCG (human chorionic gonadotropin) dalam darah sangat tinggi yang
dan ini mempunyai efek stimulasi terhadap tiroid. Pada kehamilan biasa puncak hCG
biasanya tidak melebihi 100.000 mUI/ml yang tercapai antara minggu 8-12 dan kemudian
menurun kembali dan bertahan sekitar 10.000-20.000 mIU/ml sampai waktu melahirkan. Pada
mola hidatidosa kadar hCG, sebagian besar diatas 300.000mIU/ml bahkan dapat mencapai
kadar diatas 12.000.000 mIU/ml. Berbagai penelitian menunjukkan adanya korelasi positif
antar kadar hCG dan tingginya fungsi tiroid.
Dalam suatu penelitian dikatakan bahwa terjadinya hiperfungsi tiroid terjadi akibat
adanya stimulator yang dibentuk dalam jaringan trofoblas. Hershman menyebutnya sebagai
molar thyrotropin. Yang masih kontroversial adalah substansi zat tersebut. Yang jelas ada
korelasi positif antara tingginya kadar hCG dengan meningkatnya kadar T3 dan T4. Setelah
jaringan mola dievakuasi, kadar hCG akan menurun secara drastis. Hali ini diikuti dengan
turunnya T4 dan T3 sampai kembali ke kadar normal.
Sehubungan dengan fenomena ini banyak pakar yang menganggap bahwa stimulator itu
adalah hCG sendiri. Molar thyrotropin secara imunologis berbeda dari TSH, hCT dan LATSS.
Adanya Aktivitas Stimulasi Tiroid (AST) dari hCG serta ciri-ciri stimulatornya telah
dibuktikan melalui penelitian invitro maupun in vivo. Dikatakan bahwa struktur dan reseptor
hCG dan TSH adalah homolog, sedangkan derajat AST-nya dipengaruhi metabolisme hCG
sendiri. Yang lebih poten adalah hCG varian yang kehilangan gugusan beta CTP-nya yang
16
merupakan hasil proses deglikosiasi atau desialisasi.
Hasil penelitian di atas dapat menerangkan mengapa pada kehamilan biasa tidak terjadi
tirotoksikosis. Pada kehamilan biasa kadar hCG yang rendah akan meningkatkan sedikit T4
dan menekan TSH, tetapi tidak cukup untuk menyebabkan tirotoksikosis.
Diagnosis tiroktosikosis pada MHK dipersulit karena sering disertai adanya penyuli-
penyulit, seperti preeklamsi, payah jantung, emboli paru dan anemia yang masing-masing
dapat memberikan gejala seperti tiroktosikosi. Untuk membantu masalah ini Sri Hartini
Kariadi (1992) mengajukan rumus fungsi diskriminan diagnosa tirotoksikosis pada mola
hidatidosa sebagai berikut:
a. D = - 8,376128 + 0,52505870 FU – 0,01926897 Nadi
FU = fundus uteri dalam minggu
Nadi = dalam kali/menit
Bila D< 0 atau kalau D hasilnya negatif, berapapun nilai angkanya menunjukkan
tirotoksikosis. Derajat ketepatannya 87,5%
b. D = +3552928 – 0,4749675 FU + 0,003115562 Nadi + 0,01638073 Khol
Khol = Kholesterol darah dalam mg%
Bila D< 0 atau kalau hasilnya negatif, berapapun nilai angkanya, menunjukkan
tirotoksikosis. Derajat ketepatan 90,63%
Diagnosis
a. Anamnesis
Wanita mengeluh :
- terlambat haid (amenorea)
- mual dan muntah yang berlebihan
- adanya perdarahan pervaginam
- perut merasa lebih besar dari lamanya amenorea
- walaupun perut besar, tidak merasa adanya pergerakan anak
b. Klinis Ginekologi
- uterus lebih besar dari tuanya kehamilan
- tidak ditemukan tanda pasti kehamilan, seperti detak jantung anak, balotemen atau
gerakan anak
c. Laboratorium
17
Kadar B-hCG lebih tinggi dari kehamilan normal. Pada penyakit trofoblas
gestasional kadar hCG serum berlipat ganda lebih tinggi dari pada kadar hCG pada
kehamilan normal. Pemeriksaan hCG merupakan cara yang paling bermanfaat baik untuk
diagnosis maupun untuk melakukan pemantauan pada penderita penyakit trofoblas.
Human chosionic gonadotropin adalah hormon glycoprotein yang dihasilkan oleh
placenta yang mempunyai aktifitas biologis yang mirip LH. Sebagian besar hCG di
produksi di plasenta namun sintesanya juga terjadi pada ginjal janin. Molekul Human
chorionic gonadotropin memiliki 2 rantai asam amino yakni rantai α hCG terdiri atas 92
asam amino dan rantai β hCG terdiri atas 145 asam amino yang satu sama lain berikatan
secara nonkovalen.
Rantai α hCG mirip dengan rantai α dari FSH , LH dan TSH yang merupakan
hormon hormon glycoprotein yang dihasilkan oleh lobus anterior hypophysis. Pada
kehamilan normal pemeriksaan terhadap β hCG dengan pereaksi yang menggunakan
antibodi monoklonal terhadap β hCG cukup dilakukan secara kualitatif dengan
menggunakan urine sebagai spesimen. Pemeriksaan hCG serum secara kuantitatif pada
kehamilan normal menunjukkan bahwa kadar hCG mencapai puncaknya pada trimester
pertama kehamilan, yakni pada hari ke 60-70 kehamilan sebesar 100.000 mIU/ml. Pada
mola hidatidosa dan pada tumor trofoblas`gestasional umumnya kadar hCG jauh lebih
tinggi dari pada`kadar puncak hCG pada kehamilan normal..
Pemantauan kadar β hCG pada penderita penyakit trofoblas gestasional dianjurkan
dengan cara RIA/IRMA sedangkan bila menggunakan EIA/ ELISA harus dipilih dengan
hati-hati karena pada penyakit trofoblas gestasional molekul hCG yang utuh ( intact
hCG ) dapat terurai menjadi fragmen-fragmen yang lebih kecil seperti free -β hCG
,nicked -β hCG , nicked - β hCG without CTP dan β core – hCG, sehingga bila pereaksi
yang dipakai hanya dapat mendeteksi rantai α hCG saja maka kadar hCG yang terukur
lebih rendah dari kadar total hCG yang sebenarnya akibat adanya hook effect
d. USG
- Molahidatidosa komplit: tidak tampak kantung janin maupun bagian dari janin. Seluruh
cavum uteri berisi gambaran vesikuler.
- Molahidatidosa parsial: tampak gambaran vesikuler di plasenta dengan IUFD
e. Patologi Anatomi
18
Diagnosis pasti ditentukan oleh hasil pemeriksaan patologi anatomi
- Molahidatidosa komplit: villi chorialis besar, bulat, hidropik, avaskuler, sisterna (+),
proliferasi sel sito- dan sinsitio trofoblas dengan inti atipik.
- Molahidatidosa parsial: villi chorialis hidropik avaskuler, ukuran bervariasi, masih ditemukan
villi normal, sel trofoblas terutama sinsitio.
Pembahasan
Pada pasien ini di diagnosis molahidatisosa karena ditemukan:
a. Dari anamnesa didapatkan :
Pasien merasa hamil 5 minggu tidak haid
Pasien mengeluh perdarahan dari jalan lahir sejak 10 hari SMRS , dan telah
menghabiskan 1 duk per hari
Perdarahan disertai keluar gelembung – gelembung seperti telur ikan
19
b. Dari pemeriksaan ginekologis
Inspekulo : fluksus + perdarahan pervaginam
Pemeriksaan dalam OUE : terbuka
Corpus uteri ukurannya sebanding dengan gravida 24 – 25 minggu yaitu sekitar sejajar
dengan umbilikus sedangkan penderita mengaku bahwa usia kehamilannya baru 5
bulan
c. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan :
USG : didapatkan gambaran vesikuler
2. Terapi yang diberikan pada pasien ini :
a. perbaikan keadaan umum
Sebelum dilakukan tindakan evakuasi Mola , keadaan umum penderita hars distabilkan terlebih
dahulu . Tergantung pada bentuk penyulitnya . Kepada penderita harus diberikan :
Transfusi darah - untuk mengatasi syok hipovolemik
Anti hipertensi / konvulsi seperti pada terapi pre eklamsi , eklamsi , tapi pada pasien
ini tidak ditemukan penyulit yang demikian
b. Evakuasi jaringan
Kuretase vakum
Tidak langsung : bila gelembung mola belum keluar
Jam 05.00: pasang Laminaria stift
Setelah KU, dinding uterus dibersihkan dengan kuret tajam.
Untuk PA, diambil jaringan yang melekat pada dinding uterus.
Laporan harus mencakup : jumlah jaringan, darah, diameter gelembung, ada tidaknya
bagian janin
c. Jenis kemoterapi :
Pemberian kemoterapi profilaksis merupakan kebijakan yang masih diperlukan dinegara-
negara yang sedang berkembang. Di RSHS dianut pemberian kemoterapi profilaksis pada “ Mola
Risiko Tinggi “dengan pemberian kemoterapi tunggal berupa:
20
o MTX 20 mg/hari I.M dan Folic Acid 5 mg/ hari I.M yang diberikan 12 jam setelah
pemberian Methotrexate kedua-duanya diberikan 5 hari berturut-turut.
o Actinomycin D 0,5 mg / hari IV diberikan selama 5 hari berturut-turut
Kemoterapi profilaksis hanya diberikan 1 rangkaian, selanjutnya penderita dipantau
dengan tata cara follow up yang berlaku bagi mola risiko rendah pasca evakuasi,
Keberatan dari pemberian sitostatika profilaktik adalah efek samping obat dan
kemungkinan terjadinya resistensi bila kelak diperlukan pemberian sitostatika untuk
terapi TTG.
Namun untuk negara kita yang sebagian besar masyarakatnya golongan sosio ekonomis
rendah dan ketaatan penderita untuk mengikuti follow up secara ketat sulit diharapkan,
sehingga kebijakan diatas sebagai upaya untuk mengurangi kejadian koriokarsinoma pasca
mola dapat dipertanggung jawabkan apalagi bila penderita masih membutuhkan fungsi
reproduksinya dan menderita mola risiko tinggi dengan kriteria :
o Kadar β hCG turun sangat lambat
o Kadar β hCG mula-mula menunjukkan penurunan namun kemudian naik lagi.
o Kadar β hCG mula-mula menurun namun kemudian mendatar dan tidak turun
lagi
- Histerektomi
Dilakukan terutama pada pasien yang telah cukup umur dan cukup mempunyai anak. Alasan
untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan paritas yang tinggi merupakan
faktor predisposisi untuk terjadi keganasan. Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun
dengan anak hidup 3. Tidak jarang bahwa pada sedian histerektomi bila dilakukan
pemeriksaan histopatologik sudah tampak adanya keganasan berupa mola invasif atau
koriokarsinoma.
Pembahasan
Pada pasien ini diberikan :
Cefadroksil 2x500mg
As. Mefenamat 3x500mg
Metergin 3x0,25mg
21
d. Pengawasan Lanjut:
Tujuan dari pengawasan lanjut ada dua :
- apakah proses involusi berjalan secara normal àanatomis, laboratoris & fungsional
(involusi uterus, turunnya kadar β-hCG dan kembalinya fungsi haid)
- adanya transformasi keganasan terutama pada tingkat yang sangat dini.
Lama pengawasan :1 tahun. Pasien dianjurkan jangan hamil dulu. Tidak dianjurkan memakai
IUD atau suntikan. Akhir pengawasan : bila setelah pengawasan 1 tahun, kadar ß-HCG dalam
batas normal atau bila telah hamil lagi.
- Mulai minggu ke 2 sampai dengan minggu ke-12 pasca evakuasi jaringan
molahidatidosa; penderita dianjurkan untuk melakukan follow up setiap 2 minggu :
Pemeriksaan pemeriksaan yang dilakukan adalah :
o Pemeriksaan β HCG
o Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksan – pemeriksaan
1. Besar dan involusi uterus
2. Ada tidaknya perdarahan
3. Ada tidaknya tanda-tanda metastasis ( vagina , paru-paru dll )
Bila pada setiap kali follow up kadar β HCG menurun dan kurvanya mengikuti pola
kurva regresi β HCG yang sama dengan pola kurva regresi β HCG “ normal “ dan
secara klinis tidak ada tanda-tanda atau gejala-gejala pertumbuhan baru jaringan
trofoblas; maka follow up dilakukan dengan pola yang sama sampai minggu ke 12
pasca evakuasi jaringan molanya dan bila pada minggu ke 12 kadar β HCG < 5 mIU/ml
dilanjutkan dengan follow tahap berikutnya.
22
Diagnosis adanya pertumbuhan baru jaringan trofoblas dengan pemeriksaa
β HCG ditetapkan dengan kriteria yang dianjurkan oleh Mozisuki dkk ( 27 ) yakni :
o Kadar β ΗCG > 1000 mIU/ml pada minggu ke 4
o Kadar β HCG > 100 mIU/ml pada minggu ke 6
o Kadar β HCG > 30 mIU/ml pada minggu ke 8
Bila β HCG melebihi batas-batas diatas dan atau secara klinis ada tanda-tanda
pertumbuhan baru jaringan trofoblas maka selanjutnya pederita dikelola sebagai Tumor
Trofoblas Gestasional. Pemeriksaan CT SCAN juga dilakukan bila ada kecurigaan
atau tanda tanda metastasis ke Otak.
Sebaliknya bila kadar β HCG mengikuti pola kurva regresi yang normal dan tidak
terdapat tanda-tanda pertumbuhan baru jaringan trofoblas secara klinik , maka follow up
selanjutnya
- Mulai bulan ke 4 sampai dengan bulan ke 6 , follow up dilakukan setiap bulan , dengan
tata cara follow up yang sama dengan yang sebelumnya.Pada bulan ke -6 dilakukan
thorax foto AP untuk menyingkirkan kemungkinan adanya metastasis di paru-paru.
Bila perkembangan menunjukkan kearah yang baik maka dilanjutkan
- Mulai bulan ke 8 sampai dengan bulan ke 12 dianjurkan follow up setiap 2 bulan
sekali. Bulan ke -12 dilakukan lagi thorax foto AP untuk maksud yang sama dengan
diatas.
Kriteria penghentian follow up:
- Penderita dianjurkan utuk tidak hamil sampai 12 bulan pasca evakuasi mola.
23
- Penderita dianggap ” sembuh “ bila sampai dengan follow up 12 bulan tidak ada tanda
tanda pertumbuhan baru jaringan trofoblas atau bila penderita ternyata sudah hamil
normal lagi kurang dari 12 bulan setelah evakuasi mola. Adanya kehamilan normal
dibuktikan dengan berbagai cara pemeriksaan termasuk USG.
- Pengertian “ sembuh “ tidak berarti bahwa tidak mungkin terjadi TTG dimasa yang
akan datang karena sifat sel trofoblas yang “ dormant “.
Cara kontrasepsi yang dianjurkan
DI RSHS selama follow up ampai dengan 12 bulan pasca mola hidatidosa penderita
dianjurkan menggunakan KB Kondom. Tidak dianjurkan memakai IUD karena efek
samping perdarahan pada akseptor IUD akan menyulitkan diagnosis adanya pertumbuhan
baru jaringan trofoblas sedangkan penggunaan KB hormonal tidak dianjurkan karena
dampaknya terhadap timbulnya TTG pasca mola masih controversil ,sehingga dianggap
lebih aman menggunakan KB kondom.
3.Prognosis pada pasien ini adalah
Remisi dilaporkan terjadi pada 45-65% kasus. Faktor yang bertanggung jawab terhadap
peningkatan mortalitas:
1. Choriocarcinoma ekstensif pada diagnosis awal.
2. Ketidaktepatan penanganan awal
3. Kegagalan kemoterapi
Kemoterapi yang diberikan tidak berpengaruh terhadap fertilitas dan apabila terjadi
kehamilan, tidak meningkatkan resiko anomali pada janin. Umumnya yang menjadi ganas
adalah mereka yang termasuk golongan resiko tinggi, seperti :
1. Ukuran uterus > 20 minggu
2. Umur penderita > 35 tahun
3. Hasil PA ( Kuretase ) menunjukkan gambaran proliferasi trofoblas berlebihan
4. β HCG pra evakuasi > 100.000 mIU/ml
Pembahasan :
Pada pasien ini :
Prognosis quo ad vitam pada pasien ini ad bonam karena pasien ini mendapatkan
penanganan yang adekuat . Kematian jarang terjadi (<1%).
Prognosa Quo ad functionam pasien ini ad bonam karena Mola hidatidosa berulang
24
jarang terjadi. Kehamilan pasca mola umumnya berlangsung normal.
Mola hidatidosa dapat menyebabkan kematian melalui :
Perdarahan akut serta anemis hebat.
Infeksi atau sepsis
Transformasi keganasan koriokarsinoma
Perforasi oleh destruens karena gelembung menembus dinding rahim
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiawan, et al. Kamus Kedokteran Dorland Ed 29. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta:
2002. Hal 1051.
2. Cuningham, Gary et al. Williams Obstetric 21st edition: Gestational Thropoblastic Disease.
Mc Graw Hill: New York. 76:454-460. 2003
3. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD. Obstetri Patologi Edisi 2:
Kelainan telur, plasenta, air ketuban, cacat dan gangguan janin. Penerbit buku kedokteran
EGC: Bandung, 3: 28-33. 2005
4. William W. Beck,jr. Obstrics and Gynecology 2nd edition. Gestational Trophoblastic Disease.
John Wiley & Sons: USA.19: 193-196
5. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD. Pedoman Diagnosis dan
Terapi Obstetri dan Ginekologi RS. DR. Hasan Sadikin. Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran UNPAD: Bandung. 2: 241-245.2005
6. Keith LG, Lopez-Zeno JA, Luke B. Twin Gestation In : Sciarra JJ ed, Gynecology and
Obstetri, vol 2, rev ed, Philadelphia, JB. Lippincott Company. 1995; 75:1-14
7. Martaadisoebrata D,Penyakit trofoblas`ganas dan hipertiroidisme,Kongres Nasional Perkeni
I,Jakarta,1986.
8. Bratakoesoema D.S ,Perkembangan diagnosis , Klasifikasi dan Pengelolaan Penyakit
Trofoblas Gestasional Masa Kini,PIT POGI XI,Semarang, 11 – 14 Juli l999.
9. WHO ,Gestational trophoblastic diseases,Report of a WHO Scientific Group,World Health
Organization Technical Series 692 ,WHO Geneve 1983
25
10. Kariadi SH. Identifikasi Penduga Potensial untuk Diagnosis Tiroktosikosis Pada Penderita
Mola Hidatidosa. Disertasi UNPAD 1992.
11. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD. Obstetri Patologi Edisi 2:
Kelainan telur, plasenta, air ketuban, cacat dan gangguan janin. Penerbit buku kedokteran
EGC: Bandung, 3: 28-33. 2005
26