Upload
pujiati-puu
View
114
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
Eurasia J. Phys. Chem. Educ. 1 (1) :8-20, 2009
Hubungan Antara Struktur Pengetahuan Siswa dan Strategi Pemecahan masalah Dalam Soal Stoikiometri Berdasarkan Persamaan KimiaZoltán Tóth1 dan Annamaria SebestyénChemical Methodology Group, Departemen Kimia Anorganik dan Analitik,Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas DebrecenH-4010 Debrecen, P. O. Box 66, Hongaria
Abstrak
Hubungan antar struktur pengetahuan siswa dan strategi pemecahan soal telah dipelajari dengan menggunakan tes tertulis yang berisi satu masalah stoikiometri yang kompleks berdasarkan persamaan kimia dan empat soal sederhana yang serupa untuk langkah-langkah dari dua strategi yang diketahui (metode mol dan metode perbandingan) untuk memecahkan soal yang rumit. Berdasarkan strategi yang digunakan dalam pemecahan soal yang rumit siswa dibagi ke dalam tiga kelompok : (1) kelompok metode mol; (2) kelompok metode perbandingan; dan (3) lain-lain (tidak termasuk strategi atau bukan strategi). Karakter struktur pengetahuan dari masing-masing kelompok ditentukan dengan menggunakan teori pengetahuan tempat. Tidak ada perbedaan yang berarti antara keberhasilan (kira-kira 70%) dari kelompok-kelompok siswa yang menggunakan strategi (kelompok 1 dan 2), tetapi prestasi para siswa yang tidak menggunakan strategi (kelompok 3) lebih rendah (kira-kira 20 %). Kami menemukan perbedaan signifikan antara karakteristik struktur pengetahuan dari tiga kelompok. Struktur pengetahuan dari kelompok 3 sangat mirip kepada struktur pengetahuan ahli. Bagaimanapun, struktur pengetahuan dari kelompok-kelompok siswa yang menggunakan beberpa strategi menunjukkan bahwa siswa khusus menggunakan strategi pemecahan soal seperti algoritma dari pengertian konseptual. Sebagai contoh dalam karkteristik struktur pengetahuan dari kelompok 1 pengetahuan yang diperlukan untuk memecahkan soal yang kompleks terdiri atas perbandingan dan massa molar, sementara dalam kasus dari kelompok 2 terdiri atas hanya satu pengetahuan sederhana, perbandingan.
Perkenalan
Pemecahan masalah seperti sebuah pohon yang selalu hijau dalam penelitian ilmu sains. Banyak kesepakatan belajar dengan contoh pemecahan masalah (sebagai contoh : Bodner dan Domin, 200; Johnstone dan El-Banna,1986; Bodner, 2003; Bennet, 2008; dll), jenis-jenis masalah (contohnya: Johnstone, 2001; Bennet, 2008; dll), kemungkinan perkembangan kemampuan pemecahan masalah (ontohnya: Johnstone, 2001; Bodner, 2003; Cardellini, 2006; Johnstone dan Otis, 2006; Wood, 2006; Cooper et al., 2008; dll) variable
kognitif dari keberhasilan pemecahan masalah (Lee, 1985; Lee dan Fensham, 1996; Lee et al., 1996, 2001) dan sebgainya. Secara relative beberapa dokumen telah muncul dalam literature atas pertanyaan bagaiman siswa memilih strategi pemecahan masalah mereka dan apa perbedaan antara karakteristik struktur kognitif untuk kelompok-kelompok siswa menggunakan strategi pemecahan masalah yang berbeda.
Menjadi familiar dengan sebuah metode evaluasi khusus unutk mengeksplorasi struktur pengetahuan siswa (dengan menggunakan teori pengetahuan tempat) kita dapat menghilangkan karakteristik hirarki dari pengetahuan unutk kelompok-kelompok siswa yang menggunakan strategi pemecahan masalah yang berbeda.
Metode ini telah berhasil digunakan untuk memetakan struktur pengetahuan siswa dalam pengertian fisika dasar dan kuantitas kimia dan penerapan mereka dalam perhitungan (Toth, 2007).
Tujuan pembelajaran
Penelitian baru-baru ini terpusat pada pertanyaan :
1. Bagaimana siswa Sekolah Menengah Hungaria memecahkan masalah dalam stoikiometri berdasarkan persamaan kimia?
2. Apakah ada perbedaan dalam karakteristik struktur pengetahuan antara kelompok-kelompok siswa yang menggunakan metode pemecahan masalah yang berbeda?
Latar Belakang
Variabel Kognitif untuk pemecahan masalah dalam kimia
Lee dan teman-teman sekerja telah mempelajari pentingnya variable kognitif untuk pemecahan masalah daam kimia (Lee, 1985, Lee dan Fensham, 1996, Lee et al., 1996, 2001). Mereka mengasumsikan bahwa keberhasilan pemecahan masalah pada dasarnya dihilangkan oleh tiga variable yang terdiri atas enam variable dugaan:
1. Pengetahuan sebelumnya :
- Pengetahuan khusus: pengetahuan secara langsung yang terkait dengan masalah
- Pengetahuan tidak khusus tetapi penting: Pengetahuan terkait ke area subjek problem
2. Hubungan:
- Konsep keterkaitan: keterkaitan antara konsep yang terlibat dalam pemecahan masalah.
- Persatuan ide: hubungan antara informasi yang didapat kembali dari struktur pengetahuan yang ada dan isyar t eksternal.
3. Kemampuan penganalan masalah
- Kemampuan menerjemahkan masalah: kapasitas untuk memahami, menganalisa, menerjemahkan dan mendefinisikan masalah yang diberikan.
- Pengalaman memecahkan masalah sebelumnya : pengalaman sebelumnya dalam memecahkan masalah serupa.
Berdasarkan penelitian empiris mereka menemukan bahwa arti dari variable diatas mengandalkan topik dan tingkatan dari masalah-masalah kimia, bagaimanapun perbedaan mereka dalam topic dan tingkatanbmempunyai pengaruh kecil atas pentingnya variable-variable itu pada pelaksanaan pemecahan masalah. Siswa-siswa mereka menunjukan dalam topic kelas 12 elektrokimia lima variable kognitif ( pengetahuan khusus, pengetahuan penting tak khusus, konsep keterkaitan, persatuan ide dan kemampuan penerjemahan masalah) adalah predictor penting dalam pelaksanaan pemecahan masalah (lee at al., 1996). Dalam pemecahan masalah dalam konsep mol dari kelas 9 kimia mereka menemukan empat variable kognitif (pengetahuan khusus, konsep keterkaitan, persatuan ide, kemampuan penerjemahan masalah) menjadi berarti dalam memprediksi pelaksanaan pemecahan masalah dengan penyatuan ide menjadi yang terpenting (Le et al., 2001).
Pemecahan masalah siswa dalam stoikiometri
Beberapa dokumen mendiskusikan pemecahan masalah siswa dalam stoikiometri dalam tiga decade terakhir. Dua hasil utama dari penelitian-penelitian itu bisa dirangkum sebagai berikut:
1. Pemecahan masalah siswa mempunyai hubungan kecil dengan pengertian konseptual mereka dari kimia (contoh: Nurrenbern dan Pickering, 1987; Nakhleh, 1993; Nakhleh dan Mitchell, 1993; Cracoline et al., 2008; dll). Siswa bisa memecahkan dengan benar numerik
Soal yang melibatkan stoikiometri tanpa memahami perspektif yang mendasari soal
itu. Belakangan ini , hal ini telah di tunjukan oleh Tóth (2007) bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan pada karakteristik struktur pengetahuan dari siswa-siswa
yang telah belajar perhitungan dasar fisika dan kimia (massa molar, volum molar
,persen massa , dan lain-lain ) .Dengan pemahaman konsep dan bahwa siswa belajar
konsep ini dengan menghapal . ini juga menunjukan bahwa belajar dengan menghapal
membuat kita menemukan hubungan antara konsep keras dengan memberi
penyaringan dan tidak dapat memobilisakan pengetahuan.
(2) Strategi penyelesaian soal seorang siswa berlaku tergantung pada faktor yang berbeda
( contoh: schmidt, 1990,1994,1997; schmidt dan jignéus , 2003; Tóth, 2004; Tóth and
Kiss, 2005 dan lain-lain ). Schmidt memberitahukan bahwa siswa sekolah menengah
di jerman ( Schmidt, 1994, 1997) dan di swedia ( Schmidt dan jignéus, 2003 )
berhasil menggunakan strategi mereka sendiri dalam menyelesaikan soal stoikiometri
sederhana pada komposisi senyawan biner , tetapi ditunjukan untuk menggunakan
gagasan metode algoritma di sekolah dalam keadaan soal yang susah. kebalikan dari
hasil ini Tóth dan Kiss menemukan bahwa siswa SMA hungaria telah menerapan
strategi belajar di sekolah meskipun dalam kondisi soal stoikiometri sederhana.
Dalam menyetarakan persamaan kimia Tóth (2004) menemukan bahwa siswa
menengah huragian menciptakan strategi penyetaraan mereka sendiri ( terutama The-
trial-and-error) sebelum mempelajari metode angka oksidasi di sekolah , dan mereka
tetap pada strategi mereka sendiri pada effisiensi rendah meskipun dalam keadaan
persamaan redox yang sulit.
Metode penyelesaian untuk soal stoikiometri berdasarkan pada persamaan kimia
Ada beberapa strategi untuk menyelesaikan soal stoikiometri berdasarkan pada
persamaan kimia sama dengan soal pada soal pada komposisi senyawa biner (Schmidt, 1997).
Metode ini akan menjadi karakteristik pada sebuah contoh dari diskusi ujian tertulis nanti :
‘berapa gram asam hidroklorida (M=36.5 g/mol) yang diberikan 10.0 dm³ karbon dioksida
pada STP ( Vm= 24.5 dm³/mol) menurut persamaan kimia berikut ?
Na2CO3 + 2HCl → 2NaCl + CO2 + H2O ‘
Strategi 1 : metode mol
1. Hitunglah jumlah zat CO2 dengan menggunakan data volum dan volum molar:
n(CO2) = V(CO2) Vm = (10.0 dm³) (24.5 dm³/mol) = 0.408 mol
2. Berdasarkan persamaan kimia ubahlah jumlah zat CO2 menjadi jumlah zat HCl :
n(HCl) = 2 x n(C02) = 2 x (0.408 mol) = 0.816 mol
3. Ubahlah jumlah zat HCl menjadi massa HCl menggunakan massa molar :
m(HCl) = n(HCl) x M(HCl) = (0.816 mol ) x (36.5 g/mol) = 29.8 g
tipe strategi 1 adalah langkah (1 ) dan (3) yang membentuk hubungan antara yang
diberikan dan yang dibutuhkan zat melalui jumlah zat. Selama solusi dua jumlah zat
(untuk yang diberikan dan yang dibutuhkan) dihitung.
Strategy 2 : Metode perbandingan
1. Berdasarkan persamaan kimia diketahui bahwa jumlah CO2 secara langsung
sebanding dengan jumlah HCl , yaitu :
24.5 dm³ CO2 diberikan oleh 2 x 36.5 g HCl
2. Rasio jumlah HCl terhadap CO2 ini diperoleh dari persamaan kimia sama dengan
jumlah rasio sebenarnya :
m(HCl) / V(CO2) = (2 x 36.5 g) ³) = (x g) / (10.0 dm
atau seperti biasa di Hungaria
jika 24.5 dm³ CO2 di berikan oleh 2 x 36.5 HCl
kemudian 10.0 dm³ diberikan oleh x g HCl
3. Hitung massa dari HCl (x) :
Xg = (10.0 ) x ( 2 x 36.5 g ) (24.5 dm³) = 29.8 g
Tipe strategi ini adalah langkah (1) dan (2) , yang mana suatu hubungan antara jumlah
diberikan dan dibutuhkan ditemukan menjadi sebuah perbandingan langung . Jumlah zat
tidak muncul secara langsung.
Strategy 3 : metode campuran
Variasi (a) :
1. Hitung jumlah zat CO2 menggunakan volume dan volume molar data :
n(CO2) = V(CO2) Vm = ( 10.0 dm³) (24.5 dm³/mol) = 0.408 mol
2. Berdasarkan persamaan kima diketahuai bahwa jumlah zat CO2 secara langsung
sebanding dengan jumlah HCl , yaitu :
1 mol CO2 diberikan oleh 2 x 36.5 g HCl
3. Rasio jumlah HCl terhadap CO2 ini diperoleh dari persamaan kimia sama dengan
jumlah rasio sebenarnya :
m(HCl) / n(CO2) = (2 x 36.5 g) / (1 mol) = (x g) / (0.408 mol) ,
atau seperti biasa di Hungaria
jika 1 mol CO2 diberikan oleh oleh 2 x 36.5 g HCl
kemudian 0.408 mol CO2 diberikan oleh x g HCl
4. Hitung massa HCl (x)
x g = ( 0.408 mol ) x ( 2 x 36.5 g ) ( 1 mol ) = 29.8 g
Variasi (b) :
1. Berdasarkan persamaan kima diketahuai bahwa jumlah zat CO2 secara langsung
sebanding dengan jumlah HCl , yaitu :
24.5 dm³ CO2 diberikan oleh 2 mol HCl
2. Rasio jumlah HCl terhadap CO2 ini diperoleh dari persamaan kimia sama dengan
jumlah rasio sebenarnya :
n(HCl) / V(CO2) = (2mol) ³) = (x mol) / (10.0 dm
atau seperti biasa di Hungaria
jika 24.5 dm³ CO2 diberikan oleh 2 mol HCl
kemudian 10.0 dm³ CO2 diberikan oleh x mol HCl
3. Hitung jumlah zat HCl (x) :
x mol = (10.0 dm³) x (2mol) ³) = 0.816 mol
4. Ubahlah jumlah zat HCl menjadi massa HCl menggunkan massa molar
m(HCl) = n(HCl) × M(HCl) = (0.816 mol) × (36.5 g/mol) = 29.8 g
Ciri dari cara ini yang hanya satu jumlah zat ( baik yang diberikan atau diperlukan )
yang dihitung.
Cara 4 : Dimensi analisis (faktor-label metode)
x g HCl = (10.0 dm3 CO2) × [(1 mol CO2) / (24.5 dm3 CO2)] × [(2 mol HCl) / (1 mol CO2)]
× [(36.5 g HCl) / (1 mol HCl)] = 29.8 g HCl
Ini bukan metode yang dikenal secara luas di Eropa, namun ini adalah cara yang
paling populer di Amerika Serikat.
Cara 5 : Metode penyetaraan (sebuah solusi atau metode tanpa menyetarakan persamaan
kimia.
1. Menghitung jumlah zat CO2 dengan menggunakan volume dan data volume molar :
n(CO2) = V(CO2) ÷ Vm = (10.0 dm3) ÷ (24.5 dm3/mol)= 0.408 mol
2. Menuliskan rangka persamaan kimia:
Na2CO3 + HCl → NaCl + CO2 + H2O
3. Tandai jumlah zat untuk setiap zat yang melibatkan persamaan rangka
Na2CO3 + HCl → NaCl + CO2 + H2O
n(mol): x y z 0,408 w
4. Tuliskan teori konservasi atom untuk C,Cl, dan Na :
Na2CO3 + HCl → NaCl + CO2 + H2O
n/mol: x y z 0.408 w
n(C)/mol: x = 0.408
n(Cl)/mol: y = z
n(Na)/mol: 2x = z
5. Menyelesaikan persamaan aljabar yang diperoleh :
x = 0.408
2 × 0.408 = z
y = 2 × 0.408 = 0.816
6. Mengkonversi jumlah zat untuk HCl ke dalam massa HCl menggunakan massa
molar :
m(HCl) = n(HCl) × M(HCl = (0.816 mol) × (36.5 g/mol)= 29.8 g
Penjelasan lebih lanjut mengenai metode penyetaraan dijelaskan dalam Toth (1999)
Metode Penelitian
Instrumen dan Subjek
Untuk penelitian ini kami mengembangkan tes tertulis yang berisi suatu masalah
stoikiometri kompleks berdasarkan persamaan kimia (masalah 5), dan empat masalah
sederhana ( satu set pengetahuan khusus, Lee et al., 2001) mengenai volume molar ( masalah
1), massa molar (masalah2 ), persamaan kimia (masalah 3) dan proporsionalitas (masalah 4).
Bagian-bagian tes :
Bagian volume molar : menggunakan volume molar dalam perhitungan sederhana,
1. Berapa mol molekul yang ada dalam 6.00 dm3 gas klorin dalam STP? (Vm = 24,5
dm3/mol)
Bagian massa molar : menggunakan massa molar dalam perhitungan sederhana,
2. Hitung massa 5 mol metana . (M = 16 g/mol)
Bagian persamaan kimia : hubungan mol berdasarkan persamaan kimia.
3. Berapa mol hidrogen yang dihasilkan jika 0,3 mol aluminium bereaksi dengan asam
sulfat?
2 Al + 3 H2SO4 = Al2(SO4)3 + 3 H2
Bagian proporsionalitas : sebuah masalah proporsionalitas sederhana dalam konteks
kimia.
4. Reaksi 12 gram magnesium dengan asam sulfat menghasilkan 11,21 dm3 hidrogen.
Hitung volume hidrogen jika 8 gram Magnesium bereaksi dengan asam sulfat.
Bagian kompleks : sebuah perhitungan stoikiometri berdasarkan persamaan kimia.
5. Berapa gram asam klorida (M = 36,5 gram/mol) menghasilkan 10 dm3 CO2 pada
keadaan STP (Vm = 24,5 dm3/mol) menurut persamaan kmia berikut?
Na2CO3 + 2 HCl = 2 NaCl + CO2 + H2O
Data yang terkumpul antara kelas 7-10 (usia 12-16) di 42 sekolah orang
Hungaria. Jumlah seluruh siswa yang bersangkutan dalam survey ini adalah 1072
( kelas 7 : 160, kelas 8: 210, kelas 9 : 364, kelas 10: 338). Kelas 7 dan 8 mempunyai 1
atau 2 pelajaran kimia perminggu, dan kelas 9 dan 10 mempunyai 2 pelajaran kimia
perminggu. Ini berarti di Hungaria perhitungan stoikiometri berdasarkan persamaan
kimia telah dikenalkan di kelas 7 dan 8. Buku teks pada umumnya membahas kedua
metode pemecahan (mol dan metode proporsionalitas). Perhitungan yang sama adalah
bagian yang sangat penting dari perbedaan kompetisi kimia dan ujian akhir kimia.
Evaluasi Respon
Nilai respon dalam metode biner ini, jika mereka benar (1) atau salah (0) dan database
ini dugunakan untuk analisis statistik dan struktural. Berdasarkan strategi yang digunakan
dalam menyelesaikan masalah stoikiometri (masalah 5, bagian kompleks) , siswa bibagi
menjadi 3 kelompok :
- Kelompok 1 : Kelompok metode mol
- Kelompok 2 : Kelompok metode proporsionalitas
- Kelompok 3 : Kelompok lain-lain (tanpa metode)
Ini berarti bahwa hanya beberapa siswa yang menggunakan metode campuran dan tak
seorang pun berada dalam sampel untuk menghitung massa asam klorida melalui analisis
dimensi.
Karena dari populasi yang sangat berbeda dalam kelompok di atas 150-150 siswa
dipilih secara acak dari masing-masing kelompok untuk analisis lebih lanjut.
Untuk analisis statistik, kami menggunakan excel dan perangkat lunak SPSS dan
pengetahuan karakteristik struktur, masing-masing kelompok ditentukan dengan
menggunakan teori pengetahuan ruang angkasa.
Pengetahuan teori ruang (KST) dikembangkan oleh Doignon dan Falmagne (1999),
dan aplikasinya untuk konsep sains sebelumnya telah ditunjukkan oleh Taagepera dkk. (1997,
2000, 2002), Arasasingham dkk. (2004, 2005), Toth dkk. (2006, 2007, 2007a, 2007b, 2008,
2009), dan Vaarik dkk. (2008). Dalam teori ini, organisasi pengetahuan dalam struktur
kognitif siswa digambarkan oleh struktur pengetahuan yang dinilai baik. Meskipun pada
awalnya KST dikembangkan untuk pemodelan organisasi hirarkis pengetahuan yang
dibutuhkan untuk menjawab sejumlah masalah di bidang ilmu pengetahuan dan matematika,
formalisme teori ini dapat diperpanjang untuk setiap input data hirarki yang terorganisir (lihat
misalnya: Toth dan Ludanyi, 2007a, 2007b ).
Untuk analisis respon KST harus dicetak dalam mode biner (benar = 1, salah = 0).
Secara teoritis kita dapat memiliki 2n negara respon yang mungkin (dimana n: jumlah item),
dari status yang nol di mana tidak ada masalah yang dijawab dengan benar ke keadaan akhir
di mana semua masalah diselesaikan. Seperangkat respon negara memberikan respon
struktur. mulai dari struktur respon, seseorang dapat mengenali subset negara respon (disebut
struktur pengetahuan) dipasang pada respon awal struktur setidaknya pada tingkat yang
signifikan p = 0,05. Ada beberapa metode untuk menemukan struktur pengetahuan dari
struktur respon. Metode ini memiliki dua fitur umum: (1) parameter untung-menebak dan
ceroboh-kesalahan (paling sering 0,1) diperkirakan untuk setiap item, (2) struktur
pengetahuan juga harus dinilai dengan baik (misalnya setiap rumus sains harus memiliki
pendahulunya dan penerus rumus kecuali rumus nol dan keadaan akhir). Berdasarkan struktur
pengetahuan yang kita dapat menentukan hirarki yang paling mungkin dari item (diwakili
oleh yang disebut diagram Hasse) melalui proses trial-and-error yang sistematis untuk
meminimalkan nilai-nilai x2. Nilai x 2 yang dihitung atas dasar perbedaan antara prediksi dan
populasi nyata pada rumus sains dalam struktur pengetahuan yang diasumsikan. Untuk
perhitungan, sebuah program komputer Visual Basic (Poter, tidak ada tanggal) yang
digunakan. Rincian analisis KST sudah diterbitkan sebelumnya (Toth, 2007).
Hasil dan diskusi
Frekuensi dan tingkat keberhasilan yang berbeda pemecahan masalah metode
Seperti yang disebutkan sebelumnya, siswa dibagi menjadi tiga kelompok sesuai
dengan metode pemecahan masalah yang mereka gunakan. Kami menemukan bahwa hanya
sekitar 40% dari siswa Hungaria yang menggunakan strategi apapun dalam memecahkan
masalah stoikiometri yang kompleks. Siswa biasanya hanya menggunakan dua metode
berpikir di sekolah: mol Metode (strategi 1) atau metode proporsionalitas (strategi 2). Hanya
beberapa siswa menggunakan metode campuran (strategi 3), dan tidak ada yang mencoba
untuk menghitung massa asam klorida melalui analisis dimensi (strategi 4) atau metode
penyeimbangan (strategi 5). Gambar 1 menunjukkan distribusi siswa yang menggunakan
metode mol atau metode proporsionalitas atau tidak teridentifikasi atau tidak ada jawaban. Itu
terlihat dengan frekuensi dari dua startegi pemecahan masalah yang digunakan oleh siswa
hampir sama satu sama lain. Dapat juga dilihat bahwa jumlah siswa menggunakan strategi
meningkat hanya di kelas 8, tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan antara distributins di
kelas 8 sampai kelas 10.
Gambar 2 menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara total nilai pada
tes keseluruhan (sekitar 70%) dari kelompok siswa menerapkan strategi apapun (kelompok 1
dan 2), tetapi keberhasilan kelompok siswa yang tidak menggunakan strategi (kelompok 3)
secara signifikan lebih rendah (sekitar 20%). (diagram)
Gambar1. Frekunsi dari metode yang berbeda yang digunakan oleh kelas 7 sampai 10 dalam
menyelesaikan sebuah perhitungan stoikiometri yang kompleks berdasarkan persamaan
kimia.
Gambar 2. Rata-rata sukses dari kelas 7 sampai 10 yang menggunakan metode yang berbeda
dalam menyelesaikan sebuah perhitungan stoikiometri yang kompleks berdasarkan
persamaan kimia (maksimal skor: 5 poin)
Hasil-hasil ini menunjukkan data awal (struktur respon) menggunakan proses trial-
and-error sistematik dan analisis x2, kami menetapkan hirarki konsep (masalah) karakteristik
dari organisasi kognitif pengetahuan siswa (gambar 3-5). Kami menggunakan diagram Hasse
(lihat contoh: Albert dan Held, 1994) untuk representasi hirarki ini. Oleh karena itu, hirarki
pertama pada Gambar 3 cara, misalnya, bahwa pengetahuan yang dibutuhkan untuk
menjawab permasalahan 2 ('massa molar') dengan benar adalah pengetahuan yang penting
untuk butir 2 ('volume molar') dan 3 ('persamaan kimia'). Untuk mengatasi butir 3 ('kimia
persamaan') siswa harus memiliki pengetahuan yang diperlukan baik untuk butir 2 ('massa
molar') maupun untuk butir 4 ('perbandingan'). bagaimanapun, pengetahuan untuk masalah 5
('kompleks') dibangun hanya pada pengetahuan yang dibutuhkan untuk menjawab dengan
benar butir 4 ('perbandingan').
31 5**
2 4
31 5**
2 4
3
1 5**
2
4
31 5**
2 4
31 5**
2 4
3
1
5**
2 4
Gambar 3. Yang terbaik model untuk organisasi pengetahuan dalam pikiran siswa dalam
siswa pada kelompok 1 (kelompok metode mol) (p <0,02;> 98%)
1: volume molar
2: massa molar
3: persamaan kimia
4: perbandingan
5 *: kompleks
Gambar 3 menunjukkan bahwa model terbaik untuk struktur pengetahuan
karakteristik metode mol , pengetahuan kelompok diperlukan untuk memecahkan masalah
'kompleks' (butir 5) dengan benar dibangun baik hanya pada pengetahuan 'perbandingan'
(butir 4) atau pada kedua nya, 'perbandingan' dan 'Massa molar' (butir 4 dan 2). Dan apa yang
lebih, dalam model terbaik yang diperoleh dalam kasus kelompok perbandingan (Gambar 4)
ini masalah 'kompleks' yang dibangun semata-mata diatas pengetahuan 'Perbandingan' dan
secara mandiri dari butir lainnya ('volume molar', 'massa molar', dan 'persamaan kimia').
Bagaimana kita dapat menjelaskan temuan ini? Hal ini diketahui dari beberapa penelitian
(Misalnya: Nurrenbern dan Pickering, 1987; Nakhleh, 1993; Nakhleh dan Mitchell, 1993;
Cracoline et al, 2008;. Dll) bahwa di sekolah, siswa sering menggunakan strategi pemecahan
masalah berpikir sebagai algoritma, bukan pemahaman konseptual. Hasil penelitian kami
menggarisbawahi temuan tersebut: struktur karakteristik pengetahuan jelas menunjukkan
bahwa siswa tidak menggunakan semua pengetahuan spesifik mereka yang berhubungan
dengan masalah yang ingin mereka pecahkan.
Gambar 4. Model yang terbaik untuk organisasi pengetahuan dalam pikiran siswa pada siswa
kelompok 2 (perbandingan kelompok metode) (p <0,001;> 99,9%)
1: volume molar
31 5**
2 4
31 5**
2 4
2: massa molar
3: persamaan kimia
4: perbandingan
5 *: kompleks
Sebaliknya, model (Gambar 5) yang diperoleh untuk siswa kelompok 3 (tidak
teridentifikasi atau tidak memiliki strategi dalam memecahkan masalah 'kompleks' ) sangat
mirip dengan struktur pengetahuan para ahli : pengetahuan yang dibutuhkan untuk
memecahkan masalah 'kompleks' (butir 5) dibangun pada semua pengetahuan dasar ('volume
molar', 'massa molar', 'persamaan kimia, dan 'Perbandingan'). Namun, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2, keberhasilan para siswa jauh lebih rendah dibandingkan dengan
siswa yang menggunakan salah satu algoritma. Hasil ini adalah kesepakatan dengan temuan
Lee et al. (2001) bahwa pengetahuan khusus hanya salah satu variabel di antara variabel-
variabel kognitif yang diperlukan agar mampu menyelesaikan masalah.
Gambar 5. Model yang terbaik untuk organisasi pengetahuan dalam pikiran siswa
dalam siswa
kelompok 3 (tak dikenal atau tidak ada kelompok metode) (p <0,005;> 99,5%)
1: volume molar
2: massa molar
3: persamaan kimia
4: perbandingan
5 *: kompleks
Perlu dicatat bahwa dalam semua model untuk struktur karakteristik pengetahuan
secara mandiri menerapkan metode pemecahan masalah 'volume molar' (butir 1) dibangun
31
5**
2 4
315**
2 4
pada 'massa molar' (Butir 2). Hal ini juga merupakan kesepakatan besar dengan hasil awal
kami pada ‘pemetaan pengetahuan siswa ' struktur dalam pemahaman massa jenis, persen
massa, massa molar, volume molar dan aplikasinya dalam perhitungan. Analisis KST dari
beberapa tanggapan juga menunjukkan hubungan hirarki yang sangat erat antara massa molar
dan volume molar pada pada siswa 'kognitif struktur konsep volume molar selalu dibangun di
atas konsep massa molar (Tóth,2007).
Kesimpulan
Hasil dan kesimpulan dari penelitian kami dapat diringkas sebagai berikut:
1. Siswa sekolah menengah di Hungaria menerapkan dua strategi berpikir di sekolah untuk
memecahkan perhitungan stoikiometri berdasarkan persamaan kimia. Namun, hanya sekitar.
40% dari siswa menggunakan salah satu dari keduanya secara tepat (metode mol atau metode
perbandingan).
2. Kedua strategi setara dengan satu sama lain baik dalam frekuensi maupun dalam tingkat
keberhasilan.
3. Kami menemukan perbedaan yang signifikan antara struktur pengetahuan dari ketiga
kelompok siswa yang menggunakan strategi yang berbeda atau metode tidak teridentifikasi.
Struktur pengetahuan dari siswa kelompok 3 (metode tak dikenal atau metode tidak
teridentifikasi) sangat mirip dengan struktur pengetahuan para ahli. Namun keberhasilan
siswa tersebut sangat rendah dan menunjukkan bahwa pengetahuan spesifik hanya salah satu
variabel kognitif yang diperlukan untuk kesuksesan dalam pemecahan masalah.
4. Dalam struktur pengetahuan dari kelompok-kelompok siswa yang menggunakan beberapa
strategi (kelompok 1 dan 2), pengetahuan yang dibutuhkan untuk menjawab masalah
'kompleks’(butir 5) keduanya hanya dibangun pada 'perbandingan' (dalam kasus pada
kelompok metode perbandingan), atau pada kedua 'perbandingan' dan 'massa molar' (dalam
kasus kelompok metode mol). Temuan ini menunjukkan, bahwa siswa yang bertipe biasa
menggunakan strategi berpikir di sekolah sebagai algoritma bukan pemahaman secara
konseptual. Oleh karena itu guru dan penulis buku harus memberikan perhatian yang lebih
banyak untuk pemahaman konseptual untuk perhitungan kimia.
Pengakuan
Karya ini didukung oleh Dana Penelitian Ilmiah Hungaria (OTKA T-049.379).
Referensi
Albert, D. & Held, T. (1994). Establishing knowledge spaces by systematic problem
construction. In: Knowledge Structures (E.: Albert, D.) p. 79. http://www.unigraz.
at/publicdocs/publications/albert1994.pdf (Accessed Feb 2009).
Arasasingham, R., Taagepera, M., Potter, F. & Lonjers, S. (2004). Using knowledge space
theory to assess student understanding of stoichiometry. Journal of Chemical
Education, 81, 1517-1523.
Arasasingham, R., Taagepera, M., Potter, F., Martorell, I. & Lonjers, S. (2005). Assessing the
effect of web-based learning tools on student understanding of stoichiometry using
knowledge space theory. Journal of Chemical Education, 82, 1251-1262.
Bennett, S.W. (2008). Problem solving: can anybody do it? Chemistry Education Research
and Practice, 9, 60-64.
Bodner, G.M. & Domin, D.S. (2000). Mental models: The role of representations in problem
solving in chemistry. University Chemistry Education, 4, 24-30.
Bodner, G.M. (2003). Problem solving: the difference between what we do and what we tell
students to do. University Chemistry Education, 7, 37-45.
Cardellini, L. (2006). Fostering creative problem solving in chemistry through group work.
Chemistry Education Research and Practice, 7, 131-140.
Tóth & Sebestyén
19
Cooper, M.M., Cox, C.T. Jr., Nammouz, M. & Case, E. (2008). An assessment of the effect
of collaborative groups on students’ problem-solving strategies and abilities. Journal of
Chemical Education, 85, 866-872.
Cracolice, M.S., Deming, J.C. & Ehlert, B. (2008). Concept learning versus problem solving:
A cognitive difference. Journal of Chemical Education, 85, 873-878.
Doignon, J.-P. & Falmagne, J.-C. (1999). Knowledge Spaces. Springer-Verlag: London.
Johnstone, A.H. & Otis, K.H. (2006). Concept mapping in problem based learning: a
cautionary tale. Chemistry Education Research and Practice, 7, 84-95.
Johnstone, A.H. (2001). Can problem solving be taught? University Chemistry Education, 5,
69-73.
Lee, K.W. (1985). Cognitive variables in problem solving in chemistry. Research in Science
Education, 15, 43-50.
Lee, K.W.L., & Fensham, P.J. (1996). A general strategy for solving high school
electrochemistry problems. International Journal of Science Education, 18, 543-555.
Lee, K.W.L., Goh, N.K., Chia, L.S. & Chin, C. (1996). Cognitive variables in problem
solving in chemistry: A revisited study. Science Education, 80, 691-710.
Lee, K-W.L., Tang, W-U., Goh, N-K. & Chia, L-S. (2001). The predicting role of cognitive
variables in problem solving in mole concept. Chemistry Education: Research and
Practice in Europe, 2, 285-301.
Nakhleh, M.B. & Mitchell, R.C. (1993). Concept learning versus problem solving: There is a
difference. Journal of Chemical Education, 70, 190-192.
Nakhleh, M.B. (1993). Are our students conceptual thinkers or algorithmic problem solvers?
Journal of Chemical Education, 70, 52-55.
Nurrenbern, S.C. & Pickering, M. (1987). Concept learning versus problem solving: is there a
difference? Journal of Chemical Education, 64, 508-510.
Potter, F (no date). Simplified version of KST Analysis.
http://chem.ps.uci.edu/~mtaagepe/KSTBasic.html (accessed Feb 2009).
Schmidt, H-J. & Jignéus, C. (2003). Students’ strategies in solving algorithmic stoichiometry
problems. Chemistry Education: Research and Practice, 4, 305-317.
Schmidt, H-J. (1990). Secondary school students’ strategies in stoichiometry. International
Journal of Science Education, 12, 457-471.
Schmidt, H-J. (1994). Stoichiometric problem solving in high school chemistry. International
Journal of Science Education, 16, 191-200.
Schmidt, H-J. (1997). An alternate path to stoichiometric problem solving. Research in
Science Education, 27, 237-249.
Taagepera, M. & Noori, S. (2000). Mapping students’ thinking patterns in learning organic
chemistry by the use of knowledge space theory. Journal of Chemical Education, 77,
1224-1229.
Taagepera, M., Arasasingham, R., Potter, F., Soroudi, A. & Lam, G. (2002). Following the
development of the bonding concept using knowledge space theory. Journal of
Chemical Education, 79, 756-762.
Eurasian J. Phys. Chem. Educ. 1(1):8-20, 2009
20
Taagepera, M., Potter, F., Miller, G.E. & Lakshminarayan, K. (1997). Mapping students’
thinking patterns by the use of Knowledge Space Theory. International Journal of
Science Education, 19, 283-302.
Tóth, Z. & Kiss, E. (2005). Hungarian secondary school students’ strategies in solving
stoichiometric problems. Journal of Science Education, 6, 47-49.
Tóth, Z. & Kiss, E. (2006). Using particulate drawings to study 13-17 year olds’
understanding of physical and chemical composition of matter as well as the state of
matter. Practice and Theory in Systems of Education, 1, 109-125.
Tóth, Z. & Kiss, E. (2009). Modelling students’ thinking patterns in describing chemical
change at macroscopic and sub-microscopic levels. Journal of Science Education, 10,
24-26.
Tóth, Z. & Ludányi, L. (2007a). Combination of phenomenography with knowledge space
theory to study students’ thinking patterns in describing an atom. Chemistry Education:
Research and Practice, 8, 327-336.
Tóth, Z. & Ludányi, L. (2007b). Using phenomenography combined with knowledge space
theory to study students’ thinking patterns in describing an ion. Journal of Baltic
Science Education, 6, 27-33.
Tóth, Z. (1999). Chemical calculations – the industrialists’ way. Education in
Chemistry, 36, 38.
Tóth, Z. (2004). Students’ strategies and errors in balancing chemical equations. Journal of
Science Education, 5, 33-37.
Tóth, Z. (2007). Mapping students’ knowledge structure in understanding density, mass
percent, molar mass, molar volume and their application in calculations by the use of
the knowledge space theory. Chemistry Education: Research and Practice, 8, 376-389.
Tóth, Z., Dobó-Tarai, É., Revák-Markóczi, I., Schneider, I.K. & Oberländer, F. (2007). 1st
graders prior knowledge about water: knowledge space theory applied to interview data.
Journal of Science Education, 8, 116-119.
Tóth, Z., Revák-Markóczi, I., Schneider, I.K., Oberländer, F. & Dobó-Tarai, É. (2008). Effect
of instruction on 1st graders’ thinking patterns regarding the description of water with
every day and scientific concepts. Practice and Theory in Systems of Education, 3, 45-
54.
Vaarik, A., Taagepera, M., & Tamm, L (2008). Following the logic of student thinking
patterns about atomic structures. Journal of Baltic Science Education, 7, 27-36.
Wood, C. (2006). The development of creative problem solving in chemistry. Chemistry
Education Research and Practice, 7, 96-113.