Upload
achmad-agung-ferrianto
View
123
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
RANGKUMAN PTI
ACHMAD AGUNG FERRIANTO
130421100077
PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN METODE PENGUKURAN
LANGSUNG
Pengukuran waktu kerja ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk
menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan.
Secara singkat pengukuran kerja adalah metoda penetapan keseimbangan antara
kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Waktu
baku ini sangat diperlukan sekali untuk:
• Man power planning (perencanaaan kebutuhan tenaga kerja).
• Estimasi biaya-biaya untuk upah karyawan/kerja.
• Penjadwalan produksi dan penganggaran.
• Perencanaaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan/pekerja
yang berprestasi.
• Indikasi keluaran (output) yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja.
Waktu baku ini merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang
memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
Teknik pengukuran waktu kerja ini ada dua cara yaitu pengukuran waktu kerja
secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung yang tempat
dimana pekerjaan yang diukur dijalankan sedangkan tidak langsung melakukan
perhitungan waktu kerja tanpa si pengamat harus ditempat pekerjaan yang di ukur.
1. Pengukuran waktu kerja dengan jam henti (stop-watch time study)
Diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W. Taylor sekitar abad 19 yang
lalu. Metoda ini terutama sekali baik diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang
berlangsung singkat dan berulang-ulang (repetitive). Langkah-langkah untuk
pelaksanaan pengukuran waktu dengan jam henti yaitu:
• Definisi pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan beritahu
maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang dipilih untuk
diamati dan supervisor yang ada.
• Catat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan
seperti lay out, karakteristik/spesifikasi mesin atau peralatan kerja lain
yang digunakan, dan lain-lain.
1
• Bagi operasi kerja dalam elemen-elemen kerja sedetail-detailnya tapi
masih dalam batas-batas kemudahan untuk pengukuran waktunya.
• Amati, ukur, dan catat waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk
menyelesaikan elemen-elemen kerja tersebut.
• Tetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur dan dicatat. Test pula
keseragaman data yang diperoleh.
• Tetapkan rate of performans dari operator saat melaksanakan aktifitas kerja
yang diukur dan dicatat waktunya tersebut.
• Sesuaikan waktu pengamatan berdasarkan performance yang ditunjukkan
oleh operator tersebut sehingga akhirnya akan diperoleh waktu kerja
normal.
• Tetapkan waktu longgar (allowance time) guna memberikan fleksibilitas
dan berguna untuk menghadapi kondisi-kondisi seperti kebutuhan personil
yang bersifat pribadi, faktor kelelahan, keterlambatan material, dan lain-
lainnya.
• Tetapkan waktu kerja baku (stardard time) yaitu jumlah total antara waktu
normal dan waktu longgar.
Disini juga berlaku asumsi-asumsi dasar sebagai berikut:
• Metoda dan fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaan harus sama dan
dibukukan terlebih dahulu sebelum kita mengaplikasikan waktu baku ini
untuk pekerjaan yang serupa.
• Operator harus memahami benar prosedur dan metoda pelaksanaan kerja
sebelum dilakukan pengukuran kerja.
• Kondisi lingkungan fisik pada saat pengukuran kerja juga relatif tidak jauh
berbeda dengan kondisi fisik pada saat pengukuran kerja dilakukan.
• Performance kerja mampu dikendalikan pada tingkat yang sesuai untuk
seluruh periode kerja yang ada.
Bisa ditarik kesimpulan bahwa aktivitas stop-watch time study ini bisa
dilaksanakan untuk berbagai macam/jenis pekerjaan baik yang bisa diklasifikasikan
sebagai manufakturing job ataupun service job.
Prosedur pelaksanaan dan peralatan yang digunakan dalam pengukuran waktu
kerja jam henti sebagai berikut:
a. Penetapan tujuan pengukuran
2
Dalam pengukuran kerja, hal-hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan
adalah untuk apa hasil pengukuran (dalam hal ini tentu saja waktu baku) tersebut
akan digunakan/dimanfaatkan didalam kaitannya dengan proses produksi. Biasanya
penetapan waktu baku akan dikaitkan dengan maksud-maksud pemberian
insentif/bonus pekerja langsung (direct labor).
b. Persiapan awal pengukuran waktu kerja
Tujuan utama dari aktivitas pengukuran kerja adalah waktu baku yang harus
dicapai oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan secara langsung. Waktu baku
pada dasarnya adalah waktu penyelesaian pekerjaan untuk suatu sistem kerja yang
dijalankan pada saat pengukuran berlangsung sehingga waktu penyelesaian
tersebut juga hanya berlaku untuk sistem kerja tersebut.
c. Pengadaan kebutuhan alat-alat pengukuran kerja
Peralatan yang dibutuhkan untuk aktivitas pengukuran kerja dengan jam henti ini
adalah antara lain jam henti (stop-watch, papan pengamatan (time study board),
lembar pengamatan (time study form), dan alat-alat tulis serta penghitung
(calculator).
1.1 Pembagian operasi menjadi elemen-elemen kerja
Pemecahan operasi menjadi elemen-elemen kerja perlu dilakukan dengan
alasan-alasan sebagai berikut:
• Cara terbaik untuk menggambarkan suatu operasi adalah dengan membagi
kedalam elemen-elemen kerja yang lebih detail dan mampu untuk diukur
dengan mudah secara terpisah.
• Besarnya waktu baku bisa ditetapkan berdasarkan elemen-elemen
pekerjaan yang ada.
• Dengan membagi kedalam elemen-elemen kerja maka akan dapat
dianalisa waktu-waktu yang berlebihan untuk tiap-tiap elemen yang ada
atau waktu yang terlalu singkat untuk elemen kerja yang lain.
• Seorang operator bisa jadi akan berkerja pada tempo yang berbeda-beda
setiap siklus kerja berlangsung.
Disini ada tiga aturan yang harus diikuti untuk membagi suatu operasi kerja
kedalam elemen-elemen kerja yaitu sebagai berikut:
• Elemen-elemen kerja dibuat sedetail dan sependek mungkin akan tetapi
masih mudah untuk diukur waktunya dengan teliti.
• Handling time seperti loading dan unloading harus dipisahkan dari
marchining time.
3
• Elemen-elemen kerja yang konstan harus dipisahkan dengan elemen kerja
yang variabel.
4
1.2 Cara pengukuran dan pencatatan waktu kerja
Ada tiga metoda yang umum yang digunakan untuk mengukur elemen-elemen
kerja dengan menggunakan jam-henti) yaitu:
• Pengukuran waktu secara terus-menerus (continuous timing), pengamat
kerja akan menekan tombol stop-watch pada saat elemen kerja pertama
dimulai dan membiarkan jarum petunjuk stop-watch berjalan secara terus-
menerus sampai periode atau siklus kerja selesai berlangsung.
• Pengukuran waktu secara berulang-ulang (repetitive timing), kadang-
kadang disebut sebagai snap-back method. Disini jarum penunjuk stop-
watch akan selalu dikembalikan (snap-back) lagi ke posisi nol pada setiap
akhir dari elemen kerja yang diukur.
• Pengukuran waktu secara penjumlahan (accumulative timing),
memungkinkan pembaca data waktu secara langsung untuk masing-masing
elemen kerja yang ada.
1.3 Penetapan jumlah siklus kerja yang diamati
Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan elemen-elemen kerja pada
umumnya akan sedikit berbeda dari siklus-siklus kerja sekalipun operator berkerja
pada kecepatan normal dan uniform. Tiap-tiap elemen dalam siklus yang berbeda
tidak selalu akan bisa diselesaikan didalam waktu yang persis sama. Variasi dari
waktu ini bisa disebabkan oleh beberapa hal. Salah satu di antaranya bisa terjadi
karena perbedaan didalam menetapkan saat mulai atau berakhirnya suatu elemen
kerja yang seharusnya dibaca dari stop-watch.
1.4 Metode sederhana untuk menetapkan jumlah pengamatan
Untuk membuat estimasi mengenai jumlah pengamatan yang seharusnya
dilaksanakan, maka The Maytag Company telah mencoba memperkenalkan satu
prosedur sebagai berikut:
a. Laksanakan pengamatan/pengukuran awal dari elemen kegiatan yang ingin
diukur waktunya.
b. Tentukan nilai range, yaitu perbedaan nilai terbesar (H) dan nilai terkecil (L)
dari hasil pengamatan yang diperoleh.
c. Tentukan harga rata-rata (average) yang merupakan jumlah hasil waktu (data)
pengamatan yang diperoleh dibagi dengan banyaknya pengamatan (N) yang
telah dilaksanakan.
d. Tentukan nilai dari pada range dibagi dengan harga rata-rata.
e. Tentukan jumlah pengamatan yang diperlukan atau seharusnya dilaksanakan.
5
f. Apabila harga range tidak bisa dijumpai persis sama seperti yang tertera
didalam tabel yang ada, maka dalam hal ini bisa diambil harga yang paling
mendekati.
1.5 Penyesuaian waktu dengan rating performance kerja
Aktivitas untuk menilai atau mengevaluasi kecepatan kerja operator ini dikenal
sebagai “Rating Performance”. Dengan menggunakan rating ini diharapkan waktu
kerja yang diukur bisa dinormalkan kembali. Untuk menormalkan waktu kerja
yang diperoleh dari hasil pengamatan, maka hal ini dilakukan dengan mengadakan
penyesuaian yaitu dengan cara mengalihkan waktu pengamatan rata-rata (bisa
waktu siklus ataupun waktu untuk tiap-tiap elemen) dengan faktor
penyesuaian/rating “P”. Beberapa sistem untuk memberikan rating yang umumnya
diaplikasikan didalam aktivitas pengukuran kerja sebagai berikut:
a. Skill dan Effort rating
Sekitar tahun 1916, Charles E. Bedaux memperkenalkan suatu sistem untuk
pembayaran upah atau pengendalian tenaga kerja. Sistem ini berdasarkan
pengukuran kerja dan waktu baku yang ada dinyatakan dengan angka “Bs”.
Prodedur pengukuran kerja ini meliputi juga menentukan rating terhadap
kecakapan (skill) dan usaha-usaha yang ditunjukkan operator pada saat bekerja,
disamping juga mempertimbangkan kelonggaran (allowances) waktu lainnya.
b. Skill house system’s rating
Westing house company (1927) ikut memperkenalkan sistem yang lebih
lengkap daripada sistem dari Bedaux. Di sini selain kecakapan (skill) dan usaha
(effort) yang telah dinyatakan oleh Bedaux sebagai faktor yang mempengaruhi
performance manusia, maka Westing house menambahkan lagi dengan kondisi
kerja (working condition) dan konsistensi (consistency) dari operator didalam
melakukan kerja.
c. Synthetic rating
Synthetic rating adalah metoda untuk mengevaluasi tempo kerja operator
berdasarkan nilai waktu yang telah ditetapkan terlebih dahulu (predetermuned time
value). Prosedur yang dilakukan adalah dengan melaksanakan pengukuran kerja
seperti biasanya dan kemudian membandingkan waktu yang diukur ini dengan
waktu penyelesaian elemen kerja yang sebelumnya sudah diketahui data waktunya.
R = indexs performans atau rating factor
P = predetermined time untuk elemen kerja yang diminati
(menit)
6
A = rata-rata waktu dari elemen kerja yang diukur (menit)
d. Performance rating dan speed rating
Di dalam praktek pengukuran kerja maka metoda penetapan rating
performance kerja operator adalah didasarkan pada satu faktor tunggal yaitu
operator speed, space atau tempo. Sistem ini dikenal sebagai “Performance Rating”
atau “Speed Rating”.
1.6 Penetapan waktu longgar dan waktu baku
Waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja adalah semata-mata
menunjukkan bahwa seorang operator yang berkualifikasi baik akan bekerja
menyelesaikan pekerjaan pada kecepatan/tempo kerja yang normal. Waktu longgar
yang dibutuhkan dan akan menginterupsi proses produksi ini bisa diklasifikasikan
sebagai berikut:
a. Kelonggaran waktu untuk kebutuhan personal (Personal Allowance)
b. Kelonggaran waktu untuk melepaskan lelah (Fatigure Allowance)
c. Kelonggaran waktu karena keterlambatan-keterlambatan
(Delay Allowance)
2. Pengukuran kerja dengan metoda sampling kerja (Work Sampling)
Sampling atau dalam bahasa asingnya sering disebut dengan Work Sampling,
Ratio Delay Study, atau Random Observation Method adalah suatu teknik untuk
mengadakan sejumlah besar pengamatan terhadap aktivitas kerja dari mesin, proses
atau pekerja/operator. Teknik ini pertama kali digunakan oleh sarjana Inggris
bernama L.H.C. Tippett dalam aktivitas penelitiannya di industri textil. Metode
sampling sangat efektif karena bisa mengumpulkan informasi dengan cepat dan
mudah. Cara ini akan dapat dipakai untuk penentuan waktu longgar (allowance
time) yang tersedia untuk satu pekerjaan, pendayagunaan mesin yang sebaik-
baiknya, dan penetapan waktu baku untuk proses produksi.
2.1 Prosedur pelaksanaan sampling kerja
Pada dasarnya prosedur pelaksanaanya cukup sederhana, yaitu melakukan
pengamatan aktivitas kerja untuk selang waktu yang diambil secara acak terhadap
satu atau lebih mesin/operator dan kemudian mencatatnya apakah mereka ini dalam
keadaan bekerja atau menganggur (idle).
2.2 Penentuan jumlah sample pengamatan yang dibutuhkan
Banyaknya pengamatan yang harus dilakukan dalam sampling kerja akan
dipengaruhi oleh 2 faktor utama, yaitu:
7
• Tingkat ketelitian (degree of accuracy) dan hasil pengamatan.
• Tingkat kepercayaan (level of convidence) dari hasil pengamatan.
Untuk mendapatkan jumlah sample pengamatan, dapar dicari dengan rumus:
Dimana: Sp = Tingkat ketelitian yang dikehendaki dan dinyatakan dalam desimal
p = Prosentase terjadinya kejadian yang diamati dan juga dinyatakan
N = Jumlah pengamatan yang harus dilakukan untuk sampling kerja
k = Harga indeks yang besarnya tergantung dari tingkat kepercayaan
yang diambil
Untuk tingkat kepercayaan 68 % harga k adalah 1
Untuk tingkat kepercayaan 95 % harga k adalah 2
Untuk tingkat kepercayaan 99 % harga k adalah 3
2.3 Penentuan tingkat ketelitian untuk pengamatan yang diharuskan
Setelah studi secara lengkap selesai dilakukan, suatu perhitungan akan dibuat
untuk menentukan apakah hasil pengamatan yang didapatkan bisa dikategorikan
cukup teliti. Untuk ini cara yang dipakai adalah dengan menghitung harga S (bukan
lagi harga N) pada rumus yang sama.
2.4 Penggunaan tabel angka acak dalam sampling kerja
Untuk melakukan pengamatan dalam sampling kerja maka di sini masing-
masing kejadian yang diamati selama aktivitas kerja berlangsung harus memiliki
kesempatan untuk diamati. Penggunaan tabel angka acak (random number tabels)
merupakan metoda yang terbaik guna menjamin bahwa sample pengamatan yang
diambil benar-benar dipilih secara acak. Tabel angka ini bisa ditemui/dilihat dalam
setiap lampiran dari buku-buku teks statistik.
2.5 Penetapan frekwensi pengamatan
Frekwensi pengamatan pada hakikatnya tergantung pada jumlah pengamatan
yang diperlukan dan waktu yang tersedia untuk pengumpulan data yang
direncanakan.
2.6 Pemakaian peta kontrol dalam sampling kerja
Peta kontrol atau control chart secara umum telah banyak digunakan dalam
Statistical Quality Control ,dan dapat pula digunakan dalam pelaksanaan sampling
kerja. Dengan menggunakan peta kontrol ini kita secara tegas akan melihat dengan
segera kondisi-kondisi kerja yang terasa tidak wajar.
8
2.7 Aplikasi dari metode sampling kerja
Dengan menggunakan metode sampling maka waktu kosong atau
mengganggur (idle time) dari mesin atau fasilitas produksi lainnya akan segera
diatasi. Berikut ini beberapa aplikasi dari metode sampling kerja untuk berbagai
macam kegiatan dan kebutuhan, yaitu antara lain:
a. Aplikasi sampling kerja untuk penetapan waktu baku
Seperti telah diketahui bahwa studi sampling kerja akan dapat menjawab
beberapa hal antara lain:
• Prosentase/proporsi antara aktivitas dan idle
• Penetapan waktu baku kegiatan
b. Aplikasi sampling kerja untuk penetapan waktu tunggu (Delay
Allowance)
Apabila metoda sampling kerja digunakan untuk menetapkan waktu longgar
(allowance) maka satu hal penting yang harus ditetapkan terlebih dahulu adalah
membakukan metoda kerja yang digunakan (standarized method). Dengan
mengetahui waktu yang mengganggur, baik yang dialami mesin, peralatan
produksi maupun pekerjaan maka kita bisa berusaha menekan aktivitas-aktivitas
yang diklasifikasikan sebagai “non-productive” sampai prosentase yang terkecil.
c. Aplikasi sampling kerja untuk aktivitas maintenance
Di dalam kegiatan-kegiatan pemeliharaan dikelompokkan menjadi 3 kelompok
sebagai berikut:
• Kegiatan langsung (Direct Work), kegiatan kerja sesungguhnya yang
dilakukan terhadap mesin atau peralatan produksi lainnya yang akan
dipelihara/diperbaiki.
• Kegiatan tak langsung (Indirect Work), kegiatan perencanaan atau
persiapan kerja lainnya sebelum aktivitas kerja pemeliharaan dilaksankan.
• Kegiatan berjalan/bergerak mondar-mandir (Travel), kegiatan dimana
pekerja tampak bergerak, berjalan mondar-mandir dari satu tempat ke
tempat yang lain dalam kaitannya dengan proses kerja yang harus
dilaksanakan.
d. Aplikasi sampling kerja untuk kegiatan perkantoran (Office Work)
Digunakan untuk mengamati kegiatan dan perilaku pekerja-pekerja kantor
(clerical workers). Selain itu tentu saja sampling kerja berguna untuk:
• Mengindentifikasi kegiatan produksi dan kegiatan yang tidak produktif
• Memperbaiki aktivitas supervisi
9
• Mengindentifikasikan saat-saat kegiatan puncak (aktivitas sibuk) dan
kegiatan menganggur (idle atau delay) yang terjadi.
• Menopang usulan penambahan jumlah personil yang ada dan sebaliknya.
• Mengidentifikasikan macam kegiatan yang seharusnya dilaksanakan dalam
suatu jabatan dan menghilangkannya apabila dianggap perlu (job content
atau job description).
• Mengalokasikan biaya.
e. Aplikasi sampling kerja untuk kegiatan perkantoran (Office Work)
Analisa sampling kerja bagi para eksekutif/manager akan membantu
mengarahkan penggunaaan waktu secara effisien setiap harinya dengan harapan
target kerja yang direncanakan bisa tercapai. Bisa dipahami aktivitas sampling
kerja ini baik diaplikasikan dalam suatu area kerja dimana variasi elemen-elemen
kegiatan banyak diperoleh. Meskipun umumnya dipakai untuk mengatur
prosentase delay atau idle dari proses, mesin atau pekerja, aktivitas sampling kerja
bisa pula dipakai untuk menghitung prosentase elemen-elemen kegiatan dalam
suatu pekerjaan secara proporsional. Secara umum kegiatan dari sampling kerja
adalah sebagai berikut:
• Memperoleh fakta kejadian dengan baiaya 1/3 sampai 1/6 bila observasi
dilaksanakan secara terus menerus.
• Tidak memerlukan pengamat yang trampil yang perlu didik secara khusus,
meskipun tetap diharapkan bahwa pengamat cukup mengenal baik
pekerjaan yang akan diteliti.
• Memberikan tingkat ketelitian yang diperoleh meskipun tetap kurang teliti
bila dibandingkan dengan pengamatan yang dilaksanakan secara kontinyu,
dan lain-lain.
10