43
PERLAWANAN MASYARAKAT DAERAH KALIMANTAN SELATAN DIBAWAH KEPEMIMPINAN PANGERAN ANTASARI TERHADAP KOLONIALISME BELANDA MAKALAH Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Sejarah Indonesia Kelompok 7 Kelas XI.IPA 4 Anggota: Delonix Regiandira A. Fransiska Dewi Retno M. Irham Naufal Sulistian Nur F. Syavira Putri Melia S.

Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

PERLAWANAN MASYARAKAT DAERAH KALIMANTAN SELATAN DIBAWAH KEPEMIMPINAN PANGERAN ANTASARI TERHADAP KOLONIALISME BELANDA

MAKALAH

Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Sejarah Indonesia

Kelompok 7

Kelas XI.IPA 4

Anggota:

Delonix Regiandira A.

Fransiska Dewi Retno

M. Irham Naufal

Sulistian Nur F.

Syavira Putri Melia S.

SMA NEGERI 1 MAJALENGKA

TAHUN PELAJARAN 2015/2016

Page 2: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah, Tuhan Yang Maha

Kuasa. Berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya tulis

ilmiah ini.

Makalah ini berjudul “Perlawanan Masyarakat Daerah Kalimantan Selatan

dibawah Kepemimpinan Pangeran Antasari terhadap Kolonialisme Belanda”.

Makalah ini mengemukakan mengenai perlawanan yang dilakukan oleh

masyarakat daerah Kalimantan terhadap kolonialisme Belanda, terutama

perlawanan masyarakat daerah Kalimantan yang dipimpin oleh Pangeran

Antasari.

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran

Sejarah Indonesia.

Dalam penulisan makalah ini, penulis mendapatkan dukungan, bimbingan

serta arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

ingin mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat :

1. Ibu Hj. Aah Suniah, S.Pd. selaku Kepala SMA Negeri 1 Majalengka yang telah

memberikan izin kepada penulis sehingga dapat berpartisipasi dalam penulisan

karya tulis ilmiah ini.

2. Bapak Didin Mafrudin, S.Pd, M.Pd. selaku Guru Mata Pelajaran Sejarah

Indonesia SMA Negeri 1 Majalengka yang telah memberikan bimbingan serta

arahan kepada penulis.

3. Orang tua yang telah memberikan do’a serta dukungan sehingga penulis dapat

menyelesaikan karya tulis ini.

4. Guru-guru dan rekan-rekan di SMA Negeri 1 Majalengka serta pihak-pihak

yang telah membantu penulis, baik berupa moril maupun berupa materil.

Page 3: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki

makalah selanjutnya. Akhirnya, penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini

dapat bermanfaat.

Majalengka, 20 Oktober 2015

Penulis

Kelompok 7

Page 4: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i

DAFTAR GAMBAR..................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................

I.1 Latar Belakang....................................................................................

I.2 Maksud dan Tujuan............................................................................

I.3 Perumusan Masalah............................................................................

I.4 Metode Penulisan..............................................................................

1

1

2

2

3

I.5 Sistematika Penulisan........................................................................ 6

BAB II PERLAWANAN MASYARAKAT DAERAH KALIMANTAN

SELATAN DIBAWAH KEPEMIMPINAN PANGERAN ANTASARI

TERHADAP KOLONIALISME BELANDA............................................ 7

II.1 Perlawanan Rakyat Kalimantan Selatan terhadap Belanda.............. 7

II.2 Jalannya perang terhadap Belanda.................................................... 14

II.3 Akhir dari Perlawanan Masyarakat Daerah Kalimantan terhadap

Belanda.................................................................................................... 18

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN......................................................

III.1 Kesimpulan......................................................................................

III.2 Saran...............................................................................................

19

19

19

Daftar Pustaka.............................................................................................. 20

Lampiran....................................................................................................... 21

Page 5: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sekitar tahun 1595 Masehi, Belanda datang ke Indonesia. Kedatangan

Belanda ke Indonesia ini terutama didorong oleh faktor ekonomi. Selain itu,

faktor kesuburan dan kekayaan bangsa Indonesia juga menjadi penambah minat

dan semangat mereka dalam memperluas kekuasaannya. Dalam menanamkan

pengaruhnya di Indonesia, pemerintah Belanda bertindak sangat hati-hati. Pertama

sekali mereka mengadakan pendekatan dengan para kerabat kerajaan dan

selanjutnya segera mengadakan perjanjian kerja sama. Kedatangan bangsa

Belanda ke Indonesia ini ternyata berhasil menyebar ke berbagai pelosok tanah

air, termasuk wilayah Kalimantan.

Pada masa kedatangan bangsa Belanda, wilayah Kalimantan masih

berbentuk satu kepulaun, yaitu Pulau Kalimantan. Di pulau ini masih terdapat

beberapa bentuk wilayah kerajaan dan kesultanan, diantaranya : Kerajaan Sambas,

Kerajaan Sintang, Kerajaan Kubu, Kerajaan Landak, Kerajaan Pontianak,

Kesultanan Banjar dan kerajaan lainnya yang sampai saat ini peninggalannya

masih terdapat di wilayah Kalimantan.

Pada waktu itu setiap kerajaan diperintah oleh seorang Sultan atau Raja dan

dialah sebagai penguasa tertinggi dalam wilayah daerah kekuasaannya. Dia

jugalah yang berhak menerima dan menolak kehadiran bangsa asing dalam

wilayah kerajaannya.

Dalam melancarkan maksud dan tujuannya, bangsa Belanda memiliki suatu

perkumpulan dagang yang dinamakan VOC. Ciri perdagangan VOC ini bersifat

monopoli. Mereka ingin berkuasa penuh atas wilayah kekuasaan dan kegiatan

perekonomian dari daerah yang mereka datangi. Ternyata sikap dan perbuatan

bangsa Belanda ini tidak dapat diterima oleh rakyat, termasuk rakyat Kalimantan.

Rakyat menantang keras sikap bangsa Belanda tersebut.

Page 6: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

I.2 Maksud dan Tujuan

Maksud kami membuat karya tulis ilmiah ini yaitu untuk memenuhi salah

satu tugas mata pelajaran Sejarah Indonesia, dengan tujuan:

1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya perlawanan rakyat daerah

Kalimantan dibawah pimpinan Pangeran Antasari terhadap

kolonialisme Belanda.

2. Untuk mengetahui kronologis kejadian serta kelanjutan atau akhir dari

perlawanan rakyat Kalimantan dibawah pimpinan Pangeran Antasari

terhadap kolonialisme Belanda.

I.3 Perumusan Masalah

Dengan mengindahkan uraian yang ada dalam latar belakang masalah

yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dipandang perlu untuk melakukan

pembatasan baik secara tematis maupun temporal. Secara tematis, sesuai dengan

pernyataan masalah maka fokus penelitian ini adalah perlawanan masyarakat

daerah Kalimantan pada masa pemerintahan Pangeran Antasari terhadap

kolonialisme Belanda. Pembahasan ini dimulai dari latar belakang terjadinya

perlawanan rakyat yang dipimpin oleh Pangeran Antasari terhadap Belanda,

kronologis peristiwa perlawanan rakyat terhadap Belanda, hingga kelanjutan atau

akhir dari perlawanan yang dilakukan rakyat terhadap Belanda. Sedangkan

batasan temporalnya pada abad ke XVIII, dimana terjadi peristiwa Perang Banjar

sebagai salah satu upaya perlawanan terhadap Belanda.

Rumusan masalah secara umum yaitu, “Bagaimana upaya perlawanan

masyarakat daerah Kalimantan terhadap Kolonialisme Belanda?” Secara rinci,

rumusan masalah dijabarkan sebagai berikut.

1. Apakah latar belakang munculnya perlawanan rakyat daerah pada masa

pemerintahan Pangeran Antasari di Kalimantan?

2. Bagaimana kronologis kejadian perlawanan rakyat daerah Kalimantan

terhadap kolonialisme Belanda?

Page 7: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

I.4 Metode Penulisan

a. Waktu dan Tempat

Pada tanggal 3 sampai dengan 8 Oktober 2015, bertempat di Kampus SMA

Negeri 1 Majalengka.

b. Metode Penulisan

Kejadian-kejadian  masa lampau itu demikian banyaknya sehingga tidak

mungkin kita ketahui semua dan pelajari, seluruh waktu hidup kita tidak cukup

untuk menjangkau, kejadian-kajadian yang dipelajari dalam sejarah itu pada

pokoknya hanya meliputi kejadian-kajadian yang penting saja, kejadian yang

mempunyai arti bagi kehidupan kemanusiaan

Metodologi penelitian sejarah tidak bisa lepas dari  definisi sejarah secara

umum, yaitu bahwa sejarah merupakan gambaran pengalaman manusia pada masa

lalu. Adapun tujuan seorang sejarawan adalah untuk memperoleh pengetahuan

tentang masa lampau kemudian menyajikannya. Metode penulisan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode histories yaitu penyelidikan yang

mengklafisikasikan metode pemecahan masalah ilmiah dari perspektif historis

suatu masalah.

Proses awal yang dilalui oleh sejarawan untuk menulis sejarah dengan

menentukan tema sesuai dengan minat dan keyakinan penulis. Hal ini diharapkan

dapat memacu semangat penulis untuk meneliti secara sungguh-sungguh, jika

dikerjakan dengan sungguh-sungguh maka akan mendapatkan hasil yang lebih

baik.

Metode penelitian sejarah dalam makalah ini dibagi menjadi 5, yaitu:

1. Pemilihan judul atau topik

Topik yang penulis bahas pada makalah ini ditentukan oleh guru mata

pelajaran Sejarah Indonesia, yaitu Pak Didin. Adapun untuk judul, penulis

memilih judul yang tidak terlalu panjang dan dapat menggambarkan isi makalah

ini dengan jelas.

Page 8: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

2. Heuristik

Tahap selanjutnya adalah heuristik atau pengumpulan sumber. Sumber

sejarah dapat berupa bukti yang ditinggalkan manusia yang menunjukan segala

aktifitasnya di masa lampau baik berupa peninggalan-peninggalan maupun

catatan-catatan. Sumber ini dapat ditemukan di perpustakaan-perpustakaan, dari

internet, dan untuk arsip dapat diperoleh di kantor-kantor atau instansi-instansi

tertentu dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan sumber yang berupa

buku-buku dan internet.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan data-data dan

informasi yang dibutuhkan untuk menyusun kajian ini yakni dengan penelitian

kepustakaan. Yang dimaksud penelitian kepustakaan adalah penelitian yang

dilakukan hanya berdasarkan atas karya tertulis, termasuk hasil penelitian baik

yang telah maupun yang belum dipublikasikan. Dalam kajian kepustakaan ini

peneliti akan mengadakan penelitian kepustakaan untuk mendapatkan informasi-

informasi serta data-data yang berkaitan dengan peristiwa sejarah  tersebut.

Melalui penelitian kepustakaan ini sumber-sumber buku yang dapat dijadikan

sebagai referensi dalam penulisan makalah ini. sumber perpustakaan yang akan di

kaji adalah Perpustakaan SMAN 1 Majalengka.

3. Verikatif

Penulisan sejarah dikenal dua macam sumber yaitu sumber primer dan

sumber sekunder. Sumber primer adalah kesaksian dari seseorang dengan mata

kepala sendiri atau saksi dengan panca indra yang lain atau dengan alat

mekanisme. Sumber kedua adalah sumber sekunder, sumber sekunder adalah

merupakan kesaksian dari siapapun yang bukan saksi mata, yakni dari orang yang

tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkan. Kritik sumber merupakan verifikasi

sumber yaitu pengujian kebenaran atau ketetapan dari sumber sejarah. Kritik

sumber ada dua yaitu  kritik eksteren dan kritik intern untuk menguji kredibilitas

sumber.

Page 9: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

- Kritik Eksternal

Hal ini berguna untuk menetapkan keaslian atau autentitas data, dilakukan

kritik eksternal. Apakah fakta peninggalan atau dokumen itu merupakan yang

sebenarnya, bukan palsu. Berbagai tes dapat dipergunakan untuk menguji keaslian

tersebut. Misalnya untuk menetapkan umum dokumen melibatkan tanda tangan,

tulisan tangan, kertas, cat, bentuk huruf, penggunaan bahasa, dan lain-lain.

- Kritik Internal

Setelah dilakukan suatu dokumen diuji melalui kritik eksternal, berikutnya

dilakukan kritik internal. Walaupun dokumen itu asli, tetapi apakah

mengungkapkan gambaran yang benar. Bagaimana mengenai penulis dan

penciptanya, apakah ia jujur, adil dan benar-benar memahami faktanya, dan

banyak lagi pertanyaan yang dapat muncul seperti diatas. Sejarahwan harus benar-

benar yakin bahwa datanya autentik dan akurat. Hanya jika datanya autentik dan

akuratlah sejarawan bisa memandang data tersebut sebagai bukti sejarah yang

sangat berharga untuk ditelaah secara serius.

4. Interpretasi

Tahap keempat adalah interpretasi atau penafsiran sejarah penulisan.

Dalam tahap ini dilakukan analisis berdasarkan data-data yang diperoleh yang

akhirnya dihasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penulisan yang utuh disebut

dengan historiografi. Setelah penulis mengkomunikasikan hasil penelitiannya

maka disebut tulisan atau karya sejarah.

Interpretasi adalah menafsirkan fakta sejarah dan merangkai fakta tersebut

hingga menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal. Dari berbagi fakta

yang ada kemudian perlu disusun agar mempunyai bentuk dan struktur. Fakta

yang ada ditafsirkan sehingga ditemukan struktur logisnya berdasarkan fakta yang

ada, untuk menghindari suatu penafsiran yang semena-mena akibat pemikiran

yang sempit. Bagi sejarawan akademis, interpretasi yang bersifat deskriptif saja

Page 10: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

belum cukup. Dalam perkembangan terakhir, sejarawan masih dituntut untuk

mencari landasan penafsiran yang digunakan.

5. Historiografi

Setelah melakukan proses analisis dan sintesis, proses kerja mencapai

tahap akhir yaitu historiografi atau penulisan sejarah. Proses penulisan dilakukan

agar fakta-fakta yang sebelumnya terlepas satu sama lain dapat disatukan

sehingga menjadi satu perpaduan yang logis dan sistematis dalam

bentuk narasi kronologis.

Historiografi adalah proses penyusunan fakta-fakta sejarah dan berbagai

sumber yang telah diseleksi dalam sebuah bentuk penulisan sejarah. Setelah

melakukan penafsiran terhadap data-data yang ada, sejarawan harus sadar bahwa

tulisan itu bukan hanya sekedar untuk kepentingan dirinya, tetapi juga untuk

dibaca orang lain. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan struktur dan gaya bahasa

penulisan nya. Sejarawan harus menyadari dan berusaha agar orang lain dapat

mengerti pokok-pokok pemikiran yang diajukan.

I.5 Sistematika Penulisan

Secara umum penelitian ini terdiri dari lima (3) bab, yaitu Bab I Pendahuluan

yang terdiri dari sub bab: (I.1) Latar Belakang  (I.2) Maksud dan Tujuan (I.3)

Perumusan Masalah (I.4) Metode Penulisan (I.5) Sistematika Penulisan. Bab II

Perlawanan Masyarakat Daerah Kalimantan Dibawah Kepemimpinan Pangeran

Antasari terhadap Koloanialisme Belanda, yang terdiri dari sub bab yaitu (II.1)

Perlawanan Rakyat Kalimantan Selatan terhadap Belanda (II.2) Jalannya perang

terhadap Belanda (II.3) Akhir dari Perlawanan Masyarakat Daerah Kalimantan

terhadap Belanda. Bab III yaitu Penutup yang terdiri dari sub bab yaitu (III.1)

Kesimpulan (III.2) Saran.

Page 11: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

BAB II

PERLAWANAN MASYARAKAT DAERAH KALIMANTAN SELATAN

DIBAWAH KEPEMIMPINAN PANGERAN ANTASARI TERHADAP

KOLONIALISME BELANDA

II.1 Perlawanan Rakyat Kalimantan Selatan terhadap Belanda

Di Kalimantan Selatan, Belanda telah lama melakukan campur tangan

dalam urusan Istana Banjar. Berikut beberapa alasan terjadinya perlawanan rakyat

Banjar antara lain sebagai berikut:

1. Belanda terlalu banyak campur tangan dalam urusan internal kesultanan.

2. Belanda memonopoli perdagangan lada, rotan, damar, serta emas dan

intan.

3. Rakyat hidup menderita karena beban pajak serta kewajiban kerja rodi

membuka jalan dalam rangka mempermudah akses Belanda ke daerah-

daerah pertambangan Belanda.

4. Belanda bermaksud menguasai daerah Kalimantan bagian selatan karena

di daerah ini ditemukan batu bara.

5. Belanda semakin memperluas wilayahnya di Kalimantan bagian selatan

untuk perkebunan dan pertambangan, sehingga wilayah kerajaan menjadi

semakin sempit.

Perlawanan yang terjadi di Kalimantan Selatan, di wilayah kerajaan Banjar

berlangsung hampir setengah abad lamanya. Jika dilihat coraknya, perlawanan

dapat dibedakan antara perlawanan ofensif yang berlangsung dalam waktu relative

pendek (1859-1863), dan perlawanan defensive yang mengisi seluruh perjuangan

selanjutnya (1863-1905).Perlawanan ini meletus pada tahun 1859 karena rakyat

dan beberapa bangsawan di Banjar merasa tidak senang dengan pengangkatan

Pangeran Tamjidillah. Pajak yang semakin berat ini berhubungan dengan semakin

kecilnya daerah kekuasaan kesultanan.Penyempitan daerah Banjar, dari waktu ke

Page 12: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

waktu berdasarkan perjanjian dengan Belanda, berpangkal pada adanya hasil

tertentu di daerah kesultanan yang dapat di perdagangkan. Hasil tersebut adalah

lada, rotan, damar, emas, dan intan. Hasil-hasil ini yang mengundang orang asing

(Belanda dan Inngris) datang ke tempat ini.

Guna mendapatkan hasil-hasil Banjar, pada awal abad ke-17 datang

pedagang Belanda yang dengan susah payah mendapatkan izin untuk berdagang

disana. Akan tetapi, kemudian mereka di usir, karena ternyata merugikan dari

pedagang dari Banjar sendiri. Setelah kepergian pedagang Belanda, datang pula

pedagang asing lain, yaitu Inggris. Bangsa ini pun akhirnya bernasib serupa

dengan pedagang Belanda, yaitu mereka diusir dari wilayah negara Banjar karena

ternyata juga merugikan pedagang pribumi. Orang-orang asing dengan mudah

dapat di usir dan di kalahkan oleh rakyat atau penguasa Banjar karena dalam taraf

ini kedudukan mereka belum kuat,. Orang asing di sana belum merupakan suatu

kekuatan yang berarti, suatu kekuatan yang dapat mengguncang kewibawaan dan

ketentraman di wilayah Banjar.

Setelah pedagang Inggris meninggalkan Banjar pada dasawarsa ketiga

abad ke-18, Banjar di datangi lagi pedagang Belanda. Sulatan Tahlilillah dapat di

dekati oleh Belanda. Pada tahun 1734 diadakan suatu perjanjian dimana

pedagang-pedagang Belanda diberikan fasilitas perdagangan. Pada masa awal,

hidup matinya Belanda sangat bergantung pada sikap dan tindakan sultan. Setelah

setengah abad Belanda melakukan perdagangan di sana, muncul kesempatan

untuk berkembang, yaitu adanya pertentangan di kalangan bangsawan  mengenai

kedudukan Sultan, yaitu antara Pangeran Nata dan Pangeran Amir. Untuk dapat

mempertahankan kedudukannya, Pangeran Nata meminta bantuan kepada

Belanda.

Kesempatan baik ini tidak disia-siakan belanda. Dengan bantuan Belanda,

akhirnya Pangeran Amir dapat di tangkap, kemudian di buang ke Ceylon. Akan

tetapi, Pangeran Nata, sebagaimana di sebutkan dalam perjanjian baru yang

diadakan tanggal 13 Agustus 1787, harus menyerahkan sebagian wilayah

Page 13: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

kesultanan kepada Belanda, seperti daerah-daerah Tanah Bambu, Pegatan, 

Kuatai, Bulongan, dan Kotawaringin. Sementara wilayah negara lainnya tetap di

kuasai sultan, tetapi sebagai pinjaman. Pada masa 1811-1816, daerah-daerah

Belanda di kesultanan Banjarmasin ini di kuasai oleh Inggris. Setalah Inggris

meninggalkan Banjarmasin tahun 1816, Sultan Sulaiman yang memerintah tahun

1808-1825 mengadakan perjanjian baru dengan Belanda pada tanggal 1 Januari

1817, yang isinya menyebutkan penyerahan daerah-daerah kesultanan kepada

Belanda. Daerah-daerah itu adalah Dayak, Sintang, Bakumpai, Tanah Laut,

Mendawai, Kotawaringin, Lawai, Jelai, Pegatan, Pulau Laut, Pasir, Kuati, dan

Berau.

Selain pertentangan antar bangsawan di pusat pemerintahan, kericuhan

yang terjadi di daerah-daerah juga di jadikan alasan oleh Belanda untuk

mengadakan intervensi. Seperti kericuhan yang terjadi di Marabahan dan Tanah

Dusun tahun 1825 yang sedikit mengkhawatirkan Belanda. Untuk mengatasi

kesulitan, diadakan perjanjian tambahan baru dengan sultan dan daerah tersebut

kemudian milik Belanda.

Perjanjian yang di lakukan antara Sultan Adam Alasikh Billah (1825-

1857) dengan Belanda pada tanggal 4 Mei 1826 memberi kesempatan kepada

Belanda untuk memperoleh daerah yang lebih luas lagi.  Seluruh daerah

kesultanan, kecuali daerah Hulu Sungai, Martapura, dan kota Banjarmasin, masuk

dalam kekuasaan Belanda. Selain itu, dalam perjanjian tersebut disebutkan adanya

pemberian kekuasaan kepada Belanda untuk menentukan personalian dalam

pengangkatan pejabat kesultanan. Guna menguatkan kedudukannya di

Banjarmasin agar tidak terdesak oleh Inggris, Belanda mengangkat seorang

gubernur. Tahun 1845 Gubernur Weddik mengadakan perjanjian dengan sultan

untuk memperbarui perjanjian tahun 1826. Dalam perjanjian ini ditetapkan batas-

batas kesultanan yang baru dan Belanda juga mendapat izin untuk mengerjakan

tambang batu arang di distrik Riam.

Page 14: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

Sebagaimana telah disinggung di awal, penyempitan daerah kesultanan

mempunyai pengaruh terhadap keadaan social-ekonomi penuasa, baik di tingkat

tinggi maupun rendah. Hal ini disebabkan pendapatan para penguasa ini adalah

dari hasil penarikan pajak dan kerja wajib di wilayahnya. Sejak sekitar tahun 1824

sudah disinyalir bahwa kehidupan para penguasa terasa lebih berat dan sukar.

Tambahan pula, adanya kontak dengan unsur-unsur kebudayaan barat

mengakibatkan meningkatnya kebutuhan mereka. Untuk mengatasi kesulitan ini

jalan yang di tempuh oleh penguasa ialah dengan menaikkan pajak. Perlu di

kemukakan bahwa seperti halnya di dalam masyarakat tradisional umumnya,

masyarakat Banjar dapat terbagi dua kelas. Sebagian besar adalah golongan

bawah yang di perintah, sedangkan sebagian lainnya yang hanya sedikit adalah

golongan atas, yaitu golongan yang memerintah. Di puncak struktur social ini

terdapat kelas yang memerintah secara turun-temurun, terdiri atas sultan dan

sanak keluarganya. Di bawahnya adalah golongan agama, kemudian pejabat

birokrasi.

Golongan rakyat biasa, sebagian besar terdiri atas orang-orang yang

produktif, yaitu suatu golongan yang menghasilkan barang-barang untuk

memenuhi kebutuhan sendiri, seperti hasil-hasil makanan ikan, dan kerajinan

tangan. Golongan di atasnya, hidupnya terutama dari penarikan berbagai macam

pajak yang pungut dari rakyat. Pajak-pajak itu umunya di pungut langsung oleh

petugas-petugas pajak dengan perantaraan dan bantuan kepala desa masing-

masing. Dengan persetujuan kepala desa, petugas pajak dapat menentukan

kebijakan sendiri, baik mengenai jumlah maupun cara penarikannya. Mereka

berkeliling dengan pengawalan yang kuat. Selama dalam tugas mereka menjadi

tanggungan penuh desa yang di datangani dan tidak akan pergi sebelum pajak

yang di pungut terbayar. Daerah kaya dikenakan pajak yang tinggi. Selain pajak,

rakyat juga di kenakan kerja wajib untuk kepentingan golongan yang

berkuasa.dengan demikian, tidak mengherankan kalau persoalan pajak atau kerja

wajib menjadi pangkal timbulnya kegelisahan social.

Page 15: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

Di lain pihak, campur tangan Belanda dalam urusan intern kesultanan

yaitu dalam pengangkatan pejabat-pejabat penting termasuk jabatan sultan,

membuat kegelisahan social ini semakin besar. Dalam hal ini bukan saja rakyat

yang merasa tidak senang , melainkan juga beberapa orang dari kalangan

penguasa dari yang tingkat rendah sampai ke tingkat tinggi yaitu sultan. Rasa

tidak senang dengan campur tangan Belanda dalam urusan intern dimulai tahun

1851, yaitu ketika Mangkubumi meninggal dunia. Timbul perbedaan pendapat

mengenai penggantinya. Sultan Adam menginginkan Prabu Anom (putranya yang

ke-4) sebagai pengganti, sedangkan Belanda tidak menyetujui dan kemudian yang

di angkat pangeran Tamjidillah (putra dari kakak Prabu Anom, Yaitu Raja Muda

Abdurrakhman Dengan Nyai Aminah). Tidak setujunya sultan Adam terhadap

pengangkatan Pangeran Tamjidillah selain Pangeran Tamjidillah dan bukan

keturunan perempuan bangsawan, yaitu Nyai Aminah, juga karena ia menghina

agama Islam.

Lepas dari perbedaan pendapat di atas, timbul masalah baru yaitu dengan

meninggalnya Sultan Muda Abdurrakhman tahun 1852. Sultan Adam

menghendaki Pangeran Hidayat sebagai Sultan Muda. Pengangkatan ini

didasarkan atas perjanjian antara Sultan Adam dengan Pangerana Abdurrakhman

ketika di langsungkan perkawinannya dengan Ratu Siti (ibu Pangeran Hidayat).

Kemudian yang di calonkan oleh Sultan Adam untuk menduduki Mangkubumi

adalah Prabu Anom. Keinginan Sultan Adam tidak disetujui oleh Belanda.

Belanda menilai bahwa Pangeran hidayat tidak cakap, tidak pernah bergaul

dengan Belanda, dan tidak pernah menolong Belanda dalam perdagangan.

Belanda memaksa Sultan Adam agar mencabut usulnya, yaitu mencalonkan

Pangeran Hidayat sebagai Sultan Muda, dan agar penggantinya dengan Pangeran

Tamjidillah. Demikian juga agar usul sultan Adam mengangkat Prabu Anom

sebagai Mangkubumi, dicabut.

Dalam bulan Mei 1853 sultan Adam mengirimkan utusan ke Batavia

(Jakarta) untuk meminta agar Pangeran Tamjidillah, yang sudah di angkat sebagai

Mangkubumi dipecat dan Pangeran Hidayat diangkat sebagai Raja Muda dan

Page 16: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

Prabu Anom sebagai Mangkubumi. Usahanya ini akhirnya tidak dikabulkan oleh

Belanda.  Guna mencapai cita-citanya, Sultan Adam menempuh jalan lain. Ia

mengusulkan kepada Belanda agar Prabu Anom diangkat menjadi Raja Muda.

Usul inipun ditolak. Karena penolakan itu, tahun 1855 secara diam-diam ia

melantik Prabu Anom sebagai Raja Muda (putra mahkota). Dalam tahun ini juga

sultan Adam membuat surat wasiat, yang boleh dibuka setelah ia meninggal. Surat

wasiat itu menetapkan Pangeran Hidayat sebagai penggantinya jika ia meninggal.

Anaknya sendiri yaitu Prabu Anom, dan cucunya, Pangeran Tamjidilah, akan

diancam hukuman mati jika menghalang-halangi maksudnya. Sehubungan dengan

pengangkatan Prabu Anom dan pembuat surat wasit, sultan Adam memecat

Pangeran Tamjidillah sebagai Mangkubumi.

Akan tetapi, pada buan Mei 1856 datang surat yang menyatakan Pangeran

Tamjidillah diangkat Belanda sebagai Raja Muda dan memerintah Belanda

memaksa Sultan Adam agar mengakui pengangkatan tersebut dan selanjutnya

akan diangkat Mangkubumi yang baru oleh Belanda. Sementara itu, Parbu Anom

dilarang meninggalkan Banjarmasin dan gerak-geriknya diawasi. Pada bulan Mei

1856 sultan Adam juga mengajukan usul agar Pangeran Hidayat di angkat

menjadi Mangkubumi seperti kemauan Belanda. Usulnya diterima, dan pada

bulan Agustus 1856 Pangeran Hidayat dilantik. Pengajuan Pangeran Hidayat

sebagai Mangkubumi adalah siasat Sultan Adam guna mendinginkan hati rakyat

yang menilai bahwa Prabu Anom dijadikan tawanan.

Sesudah pelantikan Pangeran Hidayat sebagai mangkubumi, tanggal 1

November 1857 sultan Adam meninggal dunia. Dua hari kemudian, Pangeran

Tamjidillah  di lantik sebagai Sultan. Pengangkatan Pangeran Tamjidillah menjadi

sultan menimbulkan kekecewaan dikalangan Bangsawan dan rakyat. Kekecewaan

itu karena Pangeran Tamjidillah adalah anak Sultan Muda (Pangeran

Abdurrahkaman) dengan Nyai Aminah (keturunan Cina). Ia amat dibenci, baik

oleh golongan keraton maupun rakyat. Kebiasaan mabuk menyebabkan ia

dimusuhi oleh golongan agama. Sementara Pangeran Hidayat adalah seseorang

yang berhak atas tahta, karena sebelum ia lahir telah ditetapkan oleh Sultan

Page 17: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

Sulaiman dan Sultan Adam untuk naik tahta sesuai dengan perjanjian antara

sultan kedua dengan Mangkubumi Nata, ayah Ratu Siti sebelum ibu Pangeran

Hidayat kawin dengan sultan Muda. Menurut  tradisi, hanya sultan yang ibunya

seorang keturunan yang boleh menaiki tahta. Selain itu, Pangeran Hidayat

mempunyai sifat yang baik, yaitu rendah hati, dan ramah tamah sehingga

disenangi rakyat. Terakhir, adanya surat wasiat dari Sultan Adam yang

menyatakan bahwa Pangeran Hidayatlah yang akan menggantikannya.

Kekecewaan di kalangan rakyat di Batang Balangan memperoleh saluran

setelah Penghulu Abdulgani dengan terang-terangan mengecam penganakatan

Pangeran Tamjidillah. Suatu pengangkatan seseorang yang tidak berhak menjadi

raja dipandang dari adat sebagai tanda kemerosotan kerajaan. Mereka lebih

menaruh simpati kepada Pangeran Hidayat. Sebaliknya, Belanda memandang

Pangeran Tamjidillah lebih menguntungkan. Kedudukan Pangeran Hidayat sejak

diangkat menjadi Mangkubumi tahun 1856, menjadi sulit. Sewaktu Pangeran

Tamjidillah menggantikan Sultan Adam menjadi sultan tahun 1857, Pangeran

Hidayat merasa tersisihkan. Pendiriannya yang selalu bertentangan dengan

Pangeran Tamjidillah juga menyulitkan kedudukannya sebagai mangkubumi.

Pangeran Prabu Anom yang sewaktu itu dicurigai oleh Belanda dapat ditangkap

Belanda dengan menggunakan pengaruh Pangeran Hidayat sebagai mangkubumi.

Namun, pembuangan Prabu Anom ke Jawa menimbulkan kekecewaan pada diri

Pangeran Hidayat karena menurut residen Belanda bahwa Pangeran Prabu Anom

hanya akan ditahan di Banjarmasin.

Kericuhan ini dijadikan Belanda untuk mencampuri urusan dalam kerajaan

Banjarmasin. Colonel Andresen, utusan pemerintah Belanda di Batavia datang di

Banjarmasin  untuk menyelidiki dari dekat sebab-sebab kericuhan. Andresen

kemudian berkesimpulan bahwa Pangeran Tamjidillah yang tidak disenangi oleh

rakyat adalah sumber kericuhan itu. Sultan Tamjidillah kemudian diturunkan dari

tahta dan kekuasaan kerajaan Banjarmasin diambil alih oleh Belanda.

Penentangan rakyat terhadap Sultan Tamjidillah kemudian beralih kepada

Page 18: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

pemerintahan Belanda. Dalam situasi demikian, Pangeran Hidayat akhirnya

condong kepada rakyat.

II.2 Jalannya Perang terhadap Belanda

Perlawanan rakyat terhadap Belanda berkobar di daerah-daerah di bawah

pimpinan Pangeran Antasari yang berhasil menghimpun pasukan sebanyak 3.000

orang dan menyerbu pos-pos Belanda. Pos-pos Belanda di Martapura dan

Pengaron diserang oleh pasukan Antasari pada tanggal 28 April 1859. Di samping

itu, kawan-kawan seperjuangan Pangeran Antasari juga telah mengadakan

penyerangan terhadap pasukan-pasukan Belanda yang dijumpai. Pada saat

pangeran Antasari mengepung benteng Belanda di Pengaron, Kiai Demang

Leman dengan pasukannya telah bergerak disekitar Riam Kiwa dan mengancam

benteng Belanda di Pengaron. Bersama-sama dengan Haji Nasrun pada tanggal 30

Juni 1859, kiai Demang Leman menyerbu pos Belanda yang berada di istana

Martapura. Dalam bulan Agustus 1859 bersama Haji Buyasin dan Kiai Langlang,

Kiai Demang Leman berhasil merebut benteng Belanda di Tabanio.

Pada tanggal 27 September 1859 pertempuran terjadi juga di benteng

Gunung Lawak yang dipertahankan oleh Kiai Demang Leman dan kawan-kawan.

Dalam pertempuran ini kekuatan pasukan Kiai Demang Leman ternyata lebih

kecil dibandingkan dengan kekuatan musuh sehingga ia terpaksa mengundurkan

diri. Karena rakyat berkali-kali melakukan penyerangan gerilya, Belanda setelah

beberapa waktu lamanya menduduki benteng tersebut, kemudian merusak dan

meninggalkannya. Sewaktu meninggalkan benteng, pasukan Belanda mendapat

serangan dari pasukan Kiai Demang Leman yang masih aktif melakukan perang

gerilya di daerah sekitarnya. Sementara itu, Tumenggung Surapati menyanggupi

permintaan Belanda untuk membantu menangkap Pangeran Antasari. Setelah

mengadakan perundingan diatas kapal Onsurt pada bulan Desember 1859,

Tumenggung Surapati dengan anak buahnya berbalik menyerang tentara Belanda

yang berada di atas kapal tersebut, kemudian merebut senjata dan

menenggelamkannya. Benteng pertahanan Tumenggung Surapati di Lambang

Page 19: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

mendapat serangan dari Belanda dalam bulan Februari 1860. Serbuan yang kuat

dari pasukan Belanda menyebabkan Tumenggung Surapati meninggalkan bentang

tersebut.

Tumenggung Jalil yang mengadakan perlawanan di daerah Amuntai dan

Negara mendapat serangan dari pasukan Belanda dengan bantuan Adipati

Danureja, yang sejak semula setia kepada Belanda. Atas jasanya turut

mengalahkan Tumenggung Jalil, Danureja dijadikan kepala daerah Benua Lima.

Tampaklah dalam peperangan ini  Belanda menggunakan pajabat kerajaan yang

memihak kepadanya untuk menindas perlawanan. Sebagaimana telah di singgung

dimuka, Pangeran Hidayat condong kepada rakyat. Karena sikap ini, ia kemudian

diturunakan dari kedudukannya sebagai mangkubumi oleh Belnda. Desakan

Belanda melalui suratnya bertanggal 7 Maret 1860 yang berisi permintaan supaya

ia menyerah dalam waktu 12 hari, mendapat jawaban tegas dari Pangeran hidayat

bahwa ia tidak akan menyerah. Dengan demikian, ia di anggap benar-benar

memberontak terhadap Belanda.

Kekosongan jabatan sultan dan mangkubumi dalam Kerajaan Banjarmasin

mengakibatkan kerajaan di hapus oleh pemerintah Belanda pada tanggal 11 Juni

1860. Wilayahnya dimasukkan ke dalam kekuasaan pemerintah Hindia Belanda.

Karena tindakan pemerintah Hindia Belanda itu, di samping perlawanan yang

sedang berlangsung, di daerah-daerah timbul  perlawanan baru, seperti daerah

Hulu Sungai, Tanah Laut, Barito, dan Kapuas Kahayan. Tempat-tempat separti

Tembarang, Muning, Amawang, Gadung dan Barabai di jadikan pusat-pusat 

perlawanan untuk daerah Hulu Sungai, sedangkan daerah Tanah Laut pusat

perlawanan terdapat, antara lain di Riam Kiwa, Riam Kanan, dan Tabattio.

Dengan meluasnya perlawanan rakyat ini pemerintah Hindia Belanda di Banjar

mengalami kesulitan. Perluasan pengaruh perlawanan di kalangan  rakyat di

batasi. Kepala-kepala daerah dan para ulama diberi peringatan agar mereka

menunjukkan sikap setia kepada pemerintah Belanda dan agar mereka mengecam

kaum pejuang. Peringatan tersebut dikemukakan dengan disertai ancaman yang

berat bagi yang tidak mengindahkannya.

Page 20: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

Kepala-kepala daerah dan para ulama menjadi cemas karena adanya

pengumuman tersebut. Namun, kebanyakan diantara mereka tidak mengindahkan

ancaman tersebut. Mereka melarikan diri dan bergabung dengan para pejuang.

Sementara itu, Pangeran Hidayat melakukan perlawanan dari daerah satu ke

daerah lainnya bersama orang-orang yang setia kepadanya. Pada tanggal 16 Juni

1860 Pangeran Hidayat bertempur selama satu minggu di Ambawang, kemudian

terpaksa mundur karena persenjataan Belanda ternyata lebih kuat. Pasukan

Hidayat ternyata sampai di Wang Bangkal. Tidak lama disini pasukan Hidayat

diserang pasukan Belanda pada tanggal 2 Juli 1860. Pasukan Belanda yang datang

ke Wang Bangkal ini berasal dari posnya di Martapura. Dalam pertempuran ini

pun pasukan Pangeran Hidayat terdesak dan terpaksa mundur lagi. Selama dalam

pengunduran ini, pasukannya selalu mengadakan gangguan-gangguan terhadap

pasukan Belanda berupa penyergapan secara gerilya. Mereka bertahan di tempat

itu dan baru pada tanggal 10 Juli 1860 pasukan Pangeran Hidayat pindah ke

tempat lain setelah mendapat pukulan berat dari pasukan Belanda. Sementara di

daerah lain, pasukan Pangeran Antasari masih tetap melakukan serangan terhadap

pos-pos Belanda. Pada permulaan bulan Agustus 1860 pasukan Antasari berada di

Rangkau Katan, dan pada 9 Agustus terjadi kontak senjata dengan pasukan

Belanda. Pasukan Belanda berkekuatan 225 orang pemberi hukuman yang

dipersenjatai, serta 10 orang penembak meriam.

Dalam pertempuran itu pasukan Antasari  dapat membunuh dan melukai

beberapa orang tentara Belanda, dan kemudian Pangeran Antasari bersama

pasukannya mengundurkan diri dari Ringkau Katan. Kekalahan Antasari ini

terutama karena datangnya bala bantuan Belanda yang bergerak dari Amuntai

melalui Awang menuju Ringkau Katan. Di Tameang Layang kemudian di dirikan

pos penjagaan Belanda yang dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan

merembesnya kembali pasukan Antasari ke Ringkau Katan. Gerakan cepat

pasukan Pangeran Hidayat dari satu daerah ke daerah lain cukup menyulitkan

Belanda. Pasukan Hidayat yang berada Gunung Mandela dapat di ketahui.

Belanda mendatangkan pasukan sebanyak 140 orang dari pantai Ambawang

Page 21: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

bersenjata senapan berbayonet. Akan tetapi, pasukan Belanda yang bermaksud

menangkap Pangeran Hidayat tidak menjumpainya, karena pasukan Hidayat

sudah meninggalkan Gunung Mandela menuju Haroman. Pasukan Hidayat di

kejar oleh dua kelompok pasukan lain pada tanggal 20 Juli. Pasukan Hidayat 

tidak juga di jumpainya. Kecepatan gerak pasukan Hidayat membuat Belanda

kesal. Pangeran Hidayat di ancam akan tetap di anggap sebagai pemberontak dan

akan ditindas jika tidak mau menyerah secepatnya.

Menyerahnya Kiai Demang Leman atas kemauannya sendiri kepada

Belanda pada tanggal 2 Oktober 1861 sedikit banyak memperlemah semangat

para pejuang. Namun, pengangkapan Pangeran Hidayat, yang kemudian

diasingkan ke Jawa pada tanggal 5 Februari 1862, menimbulkan kekesalan pada

diri Kiai Demang Leman. Tuntutan untuk pembatalan pengasingan ke Jawa oleh

Kiai Demang Leman dan rakyat, tidak mendapat perhatian dari pihak Belanda.

Kiai Demang Leman kesal dan melarikan diri dari lingkungan Belanda dan

kemudian mengadakan perlawanan lagi. Sementara itu, Pangeran Antasari makin

giat melakukan perlawanan lebih-lebih setelah mendengar kabar tentang

pengasingan Pangeran Hidayat, saudara sepupunya, ke Jawa. Kemahirannya

dalam bertempur cukup memberi kepercayaan kepada para pengikut atas

kepemimpinannya, misalnya ketika ia mempertahankan benteng Tundakan pada

tanggal 24 September 1861 bersama kawan-kawan seperjuangannya, yaitu

Pangeran Miradipa dan Tumenggung Mancanegara. Demikian pula waktu ia

bersama Gusti Umar dan Tumenggung Surapati bertempur mempertahankan

benteng di Gunung Tongka pada tanggal 8 November 1861. Karena kepercayaan

ini, pada tanggal 14 Maret 1862 rakyat mengangkat Antasari sebagai pemimpin

tertinggi agama dengan gelar Panembahan Amiruddin khalifatul Mukminin.

Sudah barang tentu gelar tersebut sangat besar pengaruhnya bagi kepemimpinan

Pangeran Antasari. Ia masih terus memimpin perlawanan terhadap Belanda

sampai akhir hayatnya pada tanggal 11 Oktober 1862 di Hulu Taweh, tempat

pertahanannya yang cukup kaut.

Page 22: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

Setelah Pangeran Antasari meninggal, perlawanan rakyat masih terus

berlangsung dipimpin oleh teman-teman seperjuangan dan putra-putra Pangeran

Antasari. Kiai Demang Leman terus mengadakan perlawanan secara gerilya di

sekitar Martapura. Aminullah memusatkan operasinya di perbatasan Pasir,

sedangkan Pangeran Prabu Anom bergerilya di daerah Amandit. Demikian pula

sekitar Khayahan Atas tetap tidak aman bagi Belanda karena gangguan para

gerilyawan. Belanda menyadari bahwa kekuatan perlawanan rakyat terletak pada

pemimpin-pemimpin mereka. Oleh karena itu, para pemimpin itu selalu di cari

untuk ditangkap ataupun dibunuh. Hal ini dapat dilihat, misalnya, usaha untuk

menangkap Kiai Demang Leman. Atas bantuan kepala pelarian orang-orang Jawa,

Kiai Demang Leman dan kawan-kawan seperjuangan seperti Tumenggung Aria

Pati, dapat ditemui  Pangeran Syarif Hamid yang dijadikan alat oleh Belanda.

Pangeran Syarif Hamid melakukan pekerjaan ini karena Belanda menjanjikan

akan mengangkat dirinya sebagai raja di Batu jika ia dapat menangkap Kiai

Demang Leman. Kiai Demang Leman akhirnya dapat di tangkap dan pada

Februari 1864 dibawa ke Martapura untuk menjalani hukuman gantung. Dengan

tertangkap dan meninggalnya Kiai Demang Leman, pihak pejuang kehilangan

seorang pemimpin yang berani.

II.3 Akhir dari Perlawanan Masyarakat Daerah Kalimantan terhadap

Belanda

Putra-putra Pangeran Antasari, antara lain Pangeran Muhammad Seman

(Gusti Matseman) tetap melanjutkan perjuangan ayahnya. Demikian pula

beberapa pejuang lain tetap melanjutkan perlawanan. Haji Buyasin yang banyak

berjasa dalam kerja sama dengan Pangeran Antasari dan Kiai Demang Leman

akhirnya mengalami nasib yang malang juga. Pada tanggal 26 Januari 1866,

ketika berusaha menyelamatkan diri dari Tanah Laut ke Tanah Dusun, ia

ditembak oleh Pembakal Buang yang menjadi alat pemerintah Belanda. Sebagai

penerus perlawanan dapat disebutkan, antara lain Gusti Matsaid, Pangeran Mas

Natawijaya, Tumenggung Surapati, Tumenggung Naro, dan Penghulu Rasyid.

Mereka mengobarkan perlawanan terhadap pemerintah Belanda di perbatasan

Page 23: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

antara Amuntai, Kulua, dan Rantau. Meskipun perlawanan rakyat yang timbul di

berbagai daerah itu tidak sekuat perlawanan-perlawanan pada masa Pangeran

Antasari, perlawanan mereka cukup menghambat kemajuan Belanda dalam

memperluas wilayahnya. Pemerintah Hindia Belanda mengira bahwa dalam

menyerahnya putra-putra Pangeran Antasari daerah Dusun Atas dapat di

tenangkan. Akan tetapi, kenyataannya daerah sekitar Dusun Atas tetap melakukan

perlawanan.

Pada tanggal 25 September 1864 Tumenggung Surapati beserta

pengikutnya menyerang benteng Belanda di Muara Teweh dan membunuh dua

orang penjaga benteng. Karena kejadian ini, pada bulan Maret 1865 di Muara

Teweh didirikan pertahanan yang berkekuatan 4 orang opsir, 75 serdadu yang

dilengkapi dengan meriam 2 pon dan 2 mortir. Tumenggung Surapati mencoba

menyerang benteng di Muara Teweh itu pada akhir tahun 1865, tetapi karena

kekuatan pertahanan Belanda di situ cukup besar, usahanya tidak berhasil. Ia

kemudian bergerak bersama pasukannya menuju Sungai Kawatan. Pada tanggal 1

November 1865 satu pasuakn Belanda bergerak sampai di Kuala Baru untuk

memutuskan jalan-jalan yang menuju ke tempat-tempat pihak pejuang di kawatan.

Sementara itu, pasukan Belanda yang lain pada hari berikutnya berhasil mendaki

Kawatan. Pasuakan Surapati yang berada di benteng Kawatan menembaki dengan

meriam perahu-perahu Belanda yang mencoba mendekati benteng tersebut. Dalam

pertempuran yang terjadi pasukan Surapati menderita kekalahan sehingga

mengundurkan diri.

Dalam membicarakan perlawanan di daerah lain perlu disebut tokoh

Demang Wangkang yang juga berpengaruh. Di Marahaban ia sepakat dengan

Tumenggung Surapati untuk menyerang ibu kota Banjarmasin. Pada tanggal 25

November 1870 ia bersama pengikutnya sebanyak 500 orang meninggalkan

Marahaban menuju Banjarmasin. Pertempuran terjadi di dalam kota, tetapi karena

kekuatana Belanda cukup besar, Demang Wangkang menarik

kembalipasukaannya keluar kota. Demang Wangkang dan anak buahnya tidak

kembali ke tempat pertahanan semula di Marahaban, tetapi ke Sungai

Page 24: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

Durrakhman. Tidak berapa lama di situ, pada akhir Desember 1870 datang

pasukan Belanda yang kuat, terdiri atas 150 orang serdadu dan 8 orang opsir.

Pasukan Belanda ini sudah mendapat tambahan pasukan bantuan yang di

datangkan dari Surabaya dan pasukan oarng Dayak di bawah pimpinan Suto Ono.

Sebelum tiba di Durrakhman, pasukan Belanda ini telah datang ke tempat

pertahanan Demang Wangkang semula yaitu di Marahaban, tetapi ternyata

kosong. Benteng Demang Wangkang di Durrakhman didekati pasukan pemerintah

Belanda. Terjadilah pertempuran, dan dalam pertempuran ini Demang Wangkang

menemui ajalnya.

Gusti Matseman pada bagian akhir bulan Agustus 1883 beroperasi di

daerah Dusun Hulu. Ia dengan pasukannya kemudian bergerak ke Telok Mayang

dan berkali-kali mengadakan serangan terhadap pos Belanda di Muara Teweh.

Sementara itu, Pangeran Perbatasari, menantu Gusti Matseman, mengadakan

perlawanan terhadap Belanda di Pahu, daerah Kutai. Kekalahan yang di deritanya

menyebabkan ia tertangkap pada tahun 1885. Demikian pula perlawanan

Tumenggung Gamar di Lok Tunggul tidak berhasil sehingga ia dengan

pasukannya terpaksa mengundurka diri ke Tanah Bambu. Di tempat ini

pertempuran terjadi lagi. Tumenggung Gamar gugur dalam salah satu

pertempuran tahun 1886. Gusti Matseman masih terus mengadakan perlawanan di

daerah Khayalan Hulu.

Gusti Matseman berusaha untuk mendirikan benteng di daerah hilir Sungai

Taweh. Usaha ini membuat Belanda kemudian memperkuat posnya di Khayalan

dengan menambah pasukan baru, dan mendirikan lagi pos darurat di Tuyun.

Dalam bulan Desmber 1886, pasukan Gusti Matseman berusaha memutuskan

hubungan antara kedua pos Belanda tersebut. Sementara itu, benteng pejuang di

Taweh makin diperkuat dengan datangnya pasukan bantuan dan tambahan

makanan yang di angkut melalui hutan. Namun, di lain pihak pos Matseman ini

terancam bahaya. Di sebelah utara dan selatan benteng muncul kubu-kubu baru

Belanda yang berusaha menghalang-halangi masuknya bahan makanan ke dalam

benteng. Keadaan di sekitar benteng Matseman semakin kritis. Pada suatu ketika

Page 25: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

benteng di serang pasukan Belanda. Dalam pertempuran itu pasukan Gusti

Matseman terdesak sehingga terpaksa meloloskan diri dan benteng jatuh ke

tangan Belanda yang kemudian di bakar. Gusti Matseman masih terus melakukan

perlawanan walaupun teman-teman seperjuangannya, yaitu Gusti Acil, Gusti

Arsat, dan Antung Durrakhman menyerah pada pemerintah Belanda.

Perlawanannya baru berhenti setelah ia gugur tahun 1905.

Page 26: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Dari uraian materi di atas, maka dapat kami simpulkan bahwa:

1. Kedatangan Belanda ke Kalimantan Selatan sebagai salah satu upaya

untuk mewujudkan semboyan 3G (Gold, Glory, Gospel) dengan cara

menguasai Kalimantan Selatan. Jalan yang mereka tempuh yaitu dengan

cara mengadu domba atau ikut campur dalam urusan pemerintahan.

2. Perlawanan yang dipimpin oleh Pangeran Antasari merupakan akibat yang

ditimbulkan dari politik adu domba yang dilakukan oleh Belanda terhadap

Pangeran Hidayat dan Pangeran Tamjidillah.

III.2 Saran

Kemerdekaan bangsa Indonesia saat ini tidak diperoleh dengan mudah.

Para pahlawan dengan gagah berani harus mengorbankan harta, keluarga,

bahkan nyawa mereka sendiri demi mendapatkan kemerdekaan. Tidak hanya

itu, para pahlawan juga harus berjuang keras membrantas para penjajah

dengan perlengkapan yang sederhana. Karena pengorbanan mereka yang

sangat besar itu, seharusnya kita sebagai para generasi muda dapat

menghargainya. Salah satunya dengan cara mempelajari kisah-kisah

perjuangan yang mereka lakukan sehingga jiwa nasionalisme dan patriotisme

tetap tertanam dalam diri kita. Dampaknya kita akan selalu berusaha

mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Page 27: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda

DAFTAR PUSTAKA

Hapsari, R. (2012). Sejarah Indonesia untuk SMA/SMK Kelas XI. Jakarta:

Penerbit Erlangga

Ilmi, M. (2014). Kelanjutan dan Akhir Perlawanan Pangeran Antasari. [Online].

Tersedia: http://www.smansax1-edu.com/2014/11/kelanjutan-dan-akhir-

perlawanan.html (9 Oktober 2015)

Anonim. (2014). Sejarah Perlawanan Rakyat Kalimantan Selatan terhadap

Belanda. [Online]. Tersedia: http://www.materisma.com/2014/01/sejarah-

perlawanan-di-kalimantan.html (9 Oktober 2015)

Hafiz, A. (2014). Perlawanan Rakyat Kalimantan terhadap Belanda. [Online].

Tersedia: http://hafizborneo.blogspot.co.id/2014/08/perlawanan-rakyat-

kalimantan-barat.html (9 Oktober 2015).

Page 28: Perlawanan masyarakat daerah kalimantan selatan dibawah kepemimpinan pangeran antasari terhadap kolonialisme belanda