27
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kenampakan alam yang ada dibumi ini sangatlah bervariasi bentuk dan manfaatnya. Berbagai karakteristik kenampakan alam ini merupakan hal yang penting bagi akar ilmu tanah, pakar geologi, insinyur teknik sipil, perencana kota dan daerah, arsitek bentanglahan, pembangunan perumahan, pakar kehutanan dan lain sebagainya yang sangat bergantung pada karakteristik bentang lahan yang ada. Dalam melakukan aktifitasnya, tidak semua para ahli atau pakar- pakar dapat melihat karakteristik lahan yang ada di lapangan untuk melihat bagaimana kenampakan yang ada. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan yang ada seperti medan yang sulit, keterjangkauan pandangan yang terbatas, biaya yang sangat mahal dan lain sebagainya. Namun dengan berkembangnya waktu, khususnya pada era modernisasi dimana IPTEK berkembang secara pesat di muka bumi ini, perkembangan teknologi penginderaan jauh maupun sistem informasi geografi juga mengalami perkembangan yang cukup pesat. Salah satu aplikasi dari penginderaan jauh adalah pada bidang ilmu fotogrametri. Fotogrametri sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, pengetahuan, dan teknologi untuk memperoleh data dan informasi tentang suatu objek serta keadaan disekitarnya melalui suatu proses Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 1

SOP Fotogram

Embed Size (px)

DESCRIPTION

berkembangnya waktu, khususnya pada era modernisasi dimana IPTEK berkembang secara pesat di muka bumi ini, perkembangan teknologi penginderaan jauh maupun sistem informasi geografi juga mengalami perkembangan yang cukup pesat. Salah satu aplikasi dari penginderaan jauh adalah pada bidang ilmu fotogrametri. Fotogrametri sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, pengetahuan, dan teknologi untuk memperoleh data dan informasi tentang suatu objek serta keadaan disekitarnya melalui suatu proses pencatatan, pengukuran, dan interpretasi bayangan fotografis (hasil pemotretan).

Citation preview

Page 1: SOP Fotogram

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kenampakan alam yang ada dibumi ini sangatlah bervariasi bentuk dan

manfaatnya. Berbagai karakteristik kenampakan alam ini merupakan hal yang penting

bagi akar ilmu tanah, pakar geologi, insinyur teknik sipil, perencana kota dan daerah,

arsitek bentanglahan, pembangunan perumahan, pakar kehutanan dan lain sebagainya

yang sangat bergantung pada karakteristik bentang lahan yang ada. Dalam melakukan

aktifitasnya, tidak semua para ahli atau pakar-pakar dapat melihat karakteristik lahan

yang ada di lapangan untuk melihat bagaimana kenampakan yang ada. Hal ini disebabkan

adanya keterbatasan yang ada seperti medan yang sulit, keterjangkauan pandangan yang

terbatas, biaya yang sangat mahal dan lain sebagainya.

Namun dengan berkembangnya waktu, khususnya pada era modernisasi dimana

IPTEK berkembang secara pesat di muka bumi ini, perkembangan teknologi

penginderaan jauh maupun sistem informasi geografi juga mengalami perkembangan

yang cukup pesat. Salah satu aplikasi dari penginderaan jauh adalah pada bidang ilmu

fotogrametri. Fotogrametri sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, pengetahuan,

dan teknologi untuk memperoleh data dan informasi tentang suatu objek serta keadaan

disekitarnya melalui suatu proses pencatatan, pengukuran, dan interpretasi bayangan

fotografis (hasil pemotretan).

Aplikasi fotogrametri yang paling utama ialah survey dan kompilasi peta topografik

berdasarkan pengukuran dan informasi yang diperoleh dari foto udara atau citra satelit.

Meskipun fotogrametri merupakan sebagian dari kegiatan pemetaan, namun fotogrametri

merupakan jantung dari kegiatan tersebut. Hal ini dikarenakan fotogrametri merupakan

cara deiniasi yang aktual pada detil peta. Oleh karena itu pemahaman mengenai

fotogrametri sangat diperlukan sebagai landasan untuk pemetaan dan analisis wilayah

yang terkait erat dengan penataan ruang.

Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 1

Page 2: SOP Fotogram

1.2 Tujuan dan Manfaat

Melihat dari segi latar belakang yang telah di paparkan sebelumnya, adapun

tujuan dan manfaat dalam mempelajari fotogrametri ini diantaranya ialah :

a. Mahasiswa mampu menginterpretasikan foto udara berdasarkan teori yang

sebelumnya telah dijelaskan dalam perkuliahan Penginderaan Jauh sesuai dengan

standar operasional prosedur.

b. Mahasiswa mampu menganalisis dan mengidentifikasi suatu objek atau wilayah

dengan menggunakan stereoskop cermin.

c. Mahasiswa dapat menghitung beda tinggi dan jumlah kontur di sekitar wilayah

bendungan pada foto udara.

d. Sebagai tugas akhir mata kuliah fotogrametri.

Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 2

Page 3: SOP Fotogram

II

LANDASAN TEORI

2.1 Fotogrametri

Fotogrametri berasal dari kata photos yang berarti sinar, gramma yang berarti

tergambar atau ditulis, dan metron yang berarti mengukur yang berasal dari bahasa

Yunani. Oleh karena itu menurut asal bahasanya fotogrametri berarti pengukuran secara

grafik dengan menggunakan sinar. (Thompson, 1980 dalam Sutanto, 1983)

Sedangkan menurut Kiefer (1993) Fotogrametri merupakan ilmu, seni dan

teknologi untuk memperoleh ukuran terpercaya dari foto udara. American Society of

Photogrammetry (1979) dalam Wolf (1993), mendefinisikan fotogrametri tersebut

sebagai seni, ilmu dan teknologi untuk memperoleh informasi terpercaya tentang obyek

fisik dan lingkungan melalui proses perekaman, pengukuran dan interpretasi gambaran

fotografik dan pola radiasi tenaga elektromagnetik yang terekam.

Sejarah fotogrametri sebagai sains diawali jauh sebelum diketemukannya

fotografi. Diantaranya ialah Aristhoteles pada tahun 350 SM menemukan sistem

pemroyeksian citra secara optis. Dr. Brook Taylor dan J.H. Lambert memperkenalkan

prinsip perspektif untuk pembuatan peta. Dalam perkembangan kamera dan fotografi ada

sejumlah nama lainnya yang tidak tidak disebutkan satu persatu. Fotogrametri dengan

penggunaan foto udaranya secara praktis oleh Louis Daguerre asal Paris tahun 1839

dengan proses fotografik secara langsung. Seorang Perancis lainnya yakni Colonel Aime

Laussedat pada tahun 1849 menggunakan foto udara untuk pemetaan topografi yang

kemudian dikenal sebagai bapak fotogrametri. Waktu itu, pemotretan dilakukan dengan

wahana balon udara dan layang-layang besar. Penemuan pesawat udara oleh Wright

bersaudara pada tahun 1902 membawa fotogrametri udara menjadi modern saat itu.

Untuk aplikasi pembuatan peta topografi pemotretan dengan pesawat udara dilakukan

untuk pertama kalinya adalah pada tahun 1913.

Prosedur analisis fotogrametri dapat berkisar dari mengukur jarak dan elevasi

kurang teliti dengan menggunakan alat yang relatif kurang canggih dan memanfaatkan

konsep geometrik yang sederhana hingga menghasilkan peta, hingga perolehan ukuran

dan peta yang sangat tepat dengan menggunakan alat yang canggih dan dengan teknik

Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 3

Page 4: SOP Fotogram

perhitungan yang rumit. Walaupun sebagian besar terapan fotogrametri berhubungan

dengan foto udara, tetapi foto terestrial (dipotret dengan kamera dari muka bumi) juga

dapat digunakan. Penggunaan teknik fotogrametri terestrial berkisar dari perekam secara

tepat pemandangan kecelakaan mobil hingga pemetaan tubuh manusia dalam bidang

kedokteran.

2.2 Interpretasi Citra

Interpretasi foto merupakan salah satu dari macam pekerjaan fotogrametri yang

ada sekarang ini. Interpretasi foto termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan pengenalan

dan identifikasi suatu objek. Dengan kata lain interpretasi foto merupakan kegiatan yang

mempelajari bayangan foto secara sistematis untuk tujuan identifikasi atau penafsiran

objek.

Menurut Este dan Simonett, (1975) Interpretasi citra merupakan perbuatan

mengkaji foto udara atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai

arti pentingnya objek tersebut. Jadi di dalam interpretasi citra, penafsir mengkaji citra dan

berupaya mengenali objek melalui tahapan kegiatan, yaitu:

1. Deteksi

2. Identifikasi

3. Analisis

Di dalam menginterpretasikan suatu foto udara diperlukan pertimbangan pada

karakteristik dasar citra foto udara. Interpretasikan citra ini dapat dilakukan dengan dua

cara yakni cara visual atau manual dan pendekatan digital. Keduanya mempunyai prinsip

yang hampir sama. Pada cara digital hal yang diupayakan antara lain agar interpretasi

lebih pasti dengan memperlakukan data secara kuantitatif. Pendekatan secara digital

mendasarkan pada nilai spektral perpixel dimana tingkat abstraksinya lebih rendah

dibandingkan dengan cara manual.

2.2.1 Unsur Interpretasi Citra

Dengan karakteristik dasar citra foto dapat membantu serta membedakan

penafsiran objek – objek yang tampak pada foto udara. Berikut tujuh karakteristik dasar

citra foto yaitu :

Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 4

Page 5: SOP Fotogram

1. Rona dan Warna

Rona atau tone adalah tingkat kecerahan atau kegelapan suatu objek yang terdapat

pada foto udara atau pada citra lainnya. Rona sendiri ini berkaitan dengan pantulan

sinar oleh objek.

2. Bentuk

Bentuk-bentuk atau gambar yang terdapat pada foto udara merupakan konfigurasi

atau kerangka suatu objek.Bentuk merupakan ciri yang jelas, sehingga banyak objek

yang dapat dikenali hanya berdasarkan bentuknya saja.

3. Ukuran

Ukuran merupakan ciri objek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi lereng dan

volume. Ukuran objek pada citra berupa skala, karena itu dalam memanfaatkan

ukuran sebagai interpretasi citra, harus selalu diingat skalanya.Contoh: Lapangan

olah raga sepakbola dicirikan oleh bentuk (segi empat) dan ukuran yang tetap, yakni

sekitar (80 m - 100 m).

4. Tekstur

Tekstur adalah frekwensi perubahan rona pada citra.Ada juga yang mengatakan

bahwa tekstur adalah pengulangan pada rona kelompok objek yang terlalu kecil

untuk dibedakan secara individual. Tekstur dinyatakan dengan: kasar, halus, dan

sedang Misalnya: Hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang dan semak

bertekstur halus.

5. Pola

Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai bagi banyak objek

bentukan manusia dan bagi beberapa objek alamiah. Contoh: Pola aliran sungai

menandai struktur geologis.

6. Bayangan

Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau objek yang berada di daerah

gelap. Meskipun demikian, bayangan juga dapat merupakan kunci pengenalan yang

penting bagi beberapa objek yang justru dengan adanya bayangan menjadi lebih

jelas. Contoh: Lereng terjal tampak lebih jelas dengan adanya bayangan, begitu juga

cerobong asap dan menara, tampak lebih jelas dengan adanya bayangan.

Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 5

Page 6: SOP Fotogram

7. Situs

Situs adalah letak suatu objek terhadap objek lain di sekitarnya. Misalnya

permukiman pada umumnya memanjang pada pinggir beting pantai, tanggul alam

atau sepanjang tepi jalan. Juga persawahan, banyak terdapat di daerah dataran

rendah, dan sebagainya.

8. Asosiasi

Asosiasi adalah keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang lainnya.

Contoh: Stasiun kereta api berasosiasi dengan jalan kereta api yang jumlahnya lebih

dari satu (bercabang).

2.3 Stereoskop

Stereoskop adalah alat yang biasanya digunakan untuk melihat bentuk tiga

dimensi pasangan foto udara. Adapula yang menyatakan bahwa stereoskop ialah suatu

alat yang digunakan untuk dapat melihat sepasang gambar atau foto secara stereoskopis.

Menurut paine (1993) stereoskopi adalah ilmu pengetahuan tentang stereoskop

yang menguraikan penggunaan penglihatan binocular untuk mendapatkan efek 3 dimensi

(3D). Pandangan mata normal manusia sebenarnya secara alamiah dapat merekam obyek

secara stereoskopik. Hanya saja sering kali kita tidak memperhatikan kemampuan

tersebut. Juga tidak semua manusia dapat melakukannya, terutama bagi mereka yang

kemampuan matanya tidak seimbang.

Alat ini merupakan alat yang sangat penting dalam interpretasi citra, terutama

bagi foto udara atau citra tertentu yang daripadanya dapat ditimbulkan perwujudan tiga

dimensional. Stereoskop akan menghasilkan perwujudan yang berbeda atau bahkan tidak

akan memberikan perwujudan jika mata sang pengamat memiliki kelainan. Stereoskop

pada dasarnya terbagi menjadi 2, yaitu stereoskop lensa dan stereoskop cermin.

Serangkaian foto udara akan nampak menjadi tampilan tiga dimensi dalam proses

pengamatan stereoskopis jika:

Foto udara tersebut memiliki tampalan

Gambar dari foto udara tersebut memiliki sudut pengambilan yang berbeda dalam

satu jalur terbang yang sama.

Foto yang diamati hendaklah memiliki skala yang sama.

Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 6

Page 7: SOP Fotogram

Selain dari syarat dari foto udara tersebut diatas, kemampuan dari setiap orang

dalam menghasilkan efek tiga dimensional juga sangat bervariasi. Tidak setiap pengamat

memiliki kemampuan yang sama dalam menghasilkan sebuah gambaran tiga dimensional

pada serangkaian foto udara yang sama. Berberapa faktor seperti jarak pupil mata, jauh

dekat kemampuan fokus pandang, dan lain-lain adalah sangat berpengaruh terhadap

kemampuan seseorang menghasilkan gambaran tiga dimensional. Pertambahan usia

seorang pengamat juga memungkinkan perubahan kemampuan pengamat tersebut dalam

menghasilkan pandangan tiga dimensional.

2.3.1 Jenis - Jenis Steroskop

Dari beraneka stereoskop yang digunakan hingga sekarang, stereoskop lensa atau

stereoskop saku adalah yang paling sering digunakan karena harganya murah, mudah

dibawa, cara kerja dan pemeliharaannya sederhana. Sebagian besar stereoskop lensa

mempunyai spesifikasi yang sama yaitu : (1) sistem lensa yang fokusnya tertentu yaitu

dengan pasangan stereo pada suatu fokus, (2) jarak lensa dapat disesuaikan terhadap jarak

pupil mata, dan, (3) dapat dilipat serta dimasukkan ke dalam saku sehingga ia sering

disebut stereoskop saku. Ukuran foto yang dapat dilihat bentuk tiga dimensinya terbatas

sekitar 6 cm x 10 cm. Stereoskop saku ini mempunyai lensa positif yang biasanya

mempunyai perbesaran 2,5 kali. Stereoskop ini memiliki kelemahan yang sama seperti

pemakaian mata telanjang, yaitu jarak antar titik yang berpasangan tak boleh melebihi

panjang basis mata (64 mm).

Selain stereoskop saku, terdapat pula stereoskop cermin yang mempunyai ukuran

yang lebih besar daripada streoskop saku. Stereoskop cermin dirancang untuk

pengamatan stereokopik bagi pasangan foto stereo berukuran baku yang daerah

pertampalannya luas yaitu 60 % atau lebih. Kekurangan dari streoskop cermin ini karena

ukurannya yang besar sehingga agak sukar untuk membawa nya ke lapangan. Jarak

stereonya, jarak antara satu objek yang teragambar pada pasangan foto stereo bila foto

stereo itu dipasang di bawah pengamatan stereoskopik, dibuat jauh lebih besar dari jarak

pupil mata, yaitu pada umumnya sejauh 25 cm sehingga dapat dihindarkan kendala

tumpang tindih yang sering dialami pada pengamatan citra dengan menggunakan

stereoskop lensa. Kekurangan stereoskop ini ialah ukurannya yang terlalu besar sehingga

Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 7

Page 8: SOP Fotogram

tidak mudah untuk dibawa ke lapangan dan harga nya yang sangat mahal dibanding

stereoskop lensa biasa.

2.4 Paralaks

Paralaks merupakan metode yang digunakan dengan melihat pada pergeseran dua

titi tetap relative satu terhadap yang lain dilihat dari sudut pandang pengamat. Sedangkan

menurut Paine (1993) paralaks mutlak dalah selisih aljabar, diukur sejajar garis terbang

(sumbu x) dan sumbu-sumbu y yang berkaitan untuk dua gambar dari suatu titik pada

sepasang foto udara yang stereoskopis.

Untuk mengetahui besarnya paralaks mutlak dapat dilakukan dengan meletakkan

jalur terbang pada foto. Sumbu x dari suatu titik adalah sejajar dengan arah jalur terbang.

Setiap jalur terbang menjadi titik tengah dari foto-foto yang dihasilkan. Karena tampalan

depan foto udara minimal 50%, maka setiap titik tengah foto udara akan terganbar pada

foto berikutnya sebagai titi pindahan. Dengan menarik suatu garis dari titik tengah foto ke

titik tengah pindahan berarti jalur terbang telah ditetapkan.

Sedangkan Alat untuk mengukur paralaks disebut paralaks bar. Alat ini terdiri

dari dari sebuah batang yang pada kedua ujungnya terpasang masing-masing lensa. Pada

kedua lensa tersebut terdapat tanda berupa titik, silang atau lingkaran kecil yang disebut

tanda apung (Floting mark) tanda di lensa sebelah kiri disebut fixed mark, karena pada

batang terdapat titik merah atau hita, dimana orange yang akan menggunakanya harus

menentukan konstanta batang paralaks dengan memilih salah satu titik tersebut. Bila telah

ditetapkan titik merah, maka selanjutnya lensa kiri ini tidak diubah-ubah lagi (fixed).

Lensa sebelah kanan memiliki tanda juga yang disebut half mark. Titik ini dapat

digerakkan sesuai dengan posisinya pada objek yang dikehendaki dengan cara memutar-

mutar skip micrometer.

Paralaks bar ini berfungsi untuk mengukur beda paralaks pada suatu obyek di foto

udara. Pengukuran beda paralaks tersebut kemudian bisa menentukan ukuran-ukuran dari

obyek itu sendiri, meliputi panjang, lebar, luas, dan ketinggian. Paralaks bar ini

mempunyai ketelitian yang lebih teliti daripada menggunakan mistar atau penggaris

biasa.

Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 8

Page 9: SOP Fotogram

2.5 Kontur

Garis kontur (contour-line) adalah garis khayal pada peta yang menghubungkan

titik-titik dengan ketinggian yang sama. Garis kontur disajikan di atas peta untuk

memperlihatkan naik turunnya keadaan permukaan tanah, juga untuk memberikan

informasi slope kemiringan tanah rata-rata), irisan profil memanjang permukaan tanah

terhadap jalur proyek (bangunan) dan perhitungan galian serta timbunan (cut and fill)

permukaan tanah asli terhadap ketinggian vertical garis proyek atau bangunan.

Garis kontur dapat dibentuk dengan membuat proyeksi tegak garis-garis

perpotongan bidang mendatar dengan permukaan bumi ke bidang mendatar peta. Karena

peta umumnya dibuat dengan skala tertentu, maka untuk garis kontur ini juga akan

mengalai pengecilan sesuai dengan skala peta.

Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 9

Page 10: SOP Fotogram

III

METODE DAN PRAKTEK KERJA

3.1 Metode

Adapun metode yang digunakan dalam praktikum ini ialah sebegai berikut :

a. Metode penelitian

Metode penelitian merupakan metode dengan melakukan penelitian pada obyek

atau dalam hal ini ialah foto udara dengan menggunakan alat berupa stereoskop

cermin dan paralaks bar.

b. Metode kepustakaan

Metode kepustakaan yaitu metode yang penulisannya bersumber dari berbagai

sumber pustaka, diantaranya berupa buku, peta maupun literature lainnya.

3.2 Waktu Pelaksanaan

Praktikum ini dilaksanakan pada :

Waktu : Setiap hari senin dari bulan Februari hingga bulan juni 2014

Tempat : Ruang 407 A dan ruang micro teaching Gedung K FIS

3.3 Alat dan Bahan

Dalam mengolah foto udara untuk mendapatkan informasi yang akurat diperlukan

beberapa alat dan bahan, yaitu:

Bahan:Bahan dalam pengerjaan tugas penginderaan jauh ini berupa hasil citra udara yang

telah difotokopi dengan fotokopi Xerox yang telah dilapisi plastic transparent dan dilapisi

karton sebagai alasnya.

Alat:Alat penunjang adalah alat bantu dalam menginterpretasikan hasil citra dan

digunakan untuk menganalisis bentukan lahan yang terekam. Alat-alat penunjangnya

seperti berikut :

1. Steroskop cermin

2. Paralaks bar

3. pulpen OHP permanent

Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 10

Page 11: SOP Fotogram

4. buku catatan

5. penggaris 60 cm

6. tisu dan alcohol atau minyak kayu putih

3.4 Standar Operasional Prosedur (SOP)

1. Siapkan dua lembar foto udara (Gambar A dan Gambar B)

2. Buatlah gambar silang dengan menggunakan penggaris pada tiap gambarnya untuk

mencari titik perpotongan atau titik tengah

3. Siapkan kertas karton yang dimana ukurannya sedikit lebih besar dari foto udara

sebagai alas.

4. Tempelkan pada karton gambar A sebelah kiri dengan menggunakan solatip disebelah

sisi kiri karton. Kemudian letakan Gambar B disebelah kanan dan mencari tiga

dimensi dan kesamaan gambar antara kedua nya dengan cara digerak-gerakan. Pada

kegiatan kali ini, dilakukan dengan memakai stereoskop cermin. Tempel gambar 2

apabila kedua nya telah menyatu obyek pengamatnya. Jarak antara gambar A dengan

gambar B antara 4 sampai 7 cm

5. Titik tengah atau perpotongan di gambar A diberi tanda titik disebut P1 dengan warna

pulpen OHP yang beda dengan garis perpotongannya. Begitu pula dengan gambar B

disebut P2.

6. Dengan menggunakan stereoskop cermin, cari titik P1 pada gambar B yang

selanjutnya disebut P1’. Begitu pula dengan titik P2 pada gambar A disebut P2’.

7. Garislah secara horizontal dengan menghubungkan keempat titik tersebut dengan

menggunakan penggaris. Garis tersebut yang disebut garis terbang.

8. Setelah itu buatlah garis secara tegak lurus atau vertical tepat pada titik perpotongan

pada kedua gambar.

9. Dengan tetap menggunakan stereoskop cermin, tentukan 6 titik pada gambar A yang

dapat berupa titik puncak ataupun lembah. Begitu pula dengan gambar B. symbol

keenam titik ini untuk gambar A ialah (A, B, C, D, E, dan F). Namun pada gambar B

symbol yang ada ialah (A’, B’, C’, D’, E’ dan F’).

10. Kemudian hitung jarak antara titik terhadap garis tegak lurus atau vertical dengan

menggunakan penggaris. Lakukan pada tiap titik baik dari gambar A ataupun gambar

Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 11

Page 12: SOP Fotogram

B. Pada sisi kiri foto terhadap garis tegak lurus menunjukan angka negatif sedangkan

sisi kanan terhadap garis tegak lurus menunjukan angka positif.

11. Melakukan perhitungan beda tinggi (P) dari masing-masing titik dengan cara :

Contoh PA = XA – XA’.

Begitu pula dengan keenam titik yang ada yakni PB, PC, PD, PE dan PF.

12. Setelah itu, kita lakukan perhitungan beda tinggi antara titik PA dengan titik PB yaitu

dengan rumus :

PAA’ = ……….. mm

PBB’ = ………... mm

PAB = PAA’ – PBB’ = ……….. mm

Begitu pula dengan PCD dan PEF.

13. Setelah perhitungan manual selesai, maka cara selanjutnya ialah perhitungan dengan

menggunakan paralaks bar. Perhitungannya yaitu dengan cara memposisikan titik

pada lensa paralaks bar dengan titik puncak atau titik yang ada di foto udara pada

gambar A dan gambar B. Bila lensa belum mencapai salah satu titik, maka kita data

memutar skip micrometer nya hingga titik lensa dapat tepat berada di salah satu titik.

14. Langkah selanjutnya ialah perhitungan untuk menentukan jumlah kontur yakni dengan

cara :

PA dan PB dilihat memakai paralaks di tengah bendungan dan bayangan jatuhnya.

Rumus : PA x skala (2500) =

PB x skala (2500) = -

……………. mm

15. Langkah selanjutnya ialah perhitungan jarak per kontur dengan perhitungan :

(PA x 25) – (PB x 25) = 25

( n x 25) – (1 x 25) = 25

N – 25 = 25

N = 25

PB = N

25

PB = N

Begitu pula untuk perhitungan PC, PD PE dan PF.

Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 12

Page 13: SOP Fotogram

16. Langkah selanjutnya yakni membuat titik-titik vertical dari pertengahan bendungan

sebanyak jumlah kontur seperti langkah nomor 14.

17. Selanjutnya yaitu membuat kontur PA dengan memakai paralaks menyusuri sungai

sesuai dengan panjang paralaks yang ada. Untuk kontur PB disesuaikan dengan

panjangnya dengan perhitungan nomor 14 juga. Normalnya hanya 4 – 5 kontur saja.

Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 13

Page 14: SOP Fotogram

IV

HASIL PERHITUNGAN

4.1 Pengukuran Beda Tinggi Terhadap Obyek Dengan Cara Manual

Titik Jarak Terhadap

Garis Vertikal

Titik Jarak Terhadap

Garis Vertikal

Beda Tinggi (P)

PX = PX – PX‘

A 23.00 mm A’ - 41.00 mm 23.00 – (- 41.00) = 64.00 mm

B 33.00 mm B’ - 33.00 mm 33.00 – (-33.00) = 66.00 mm

C 25.00 mm C’ - 38.00 mm 25.00 – (-38.00) = 63.00 mm

D 21.00 mm D’ - 42.00 mm 21.00 – (-42.00) = 63.00 mm

E 58.00 mm E’ - 13.00 mm 58.00 – (-13.00) = 71.00 mm

F 24.00 mm F’ - 42.00 mm 25.00 – (- 42.00) = 67.00 mm

*Keterangan : semua tanda negative (-) bersifat mutlak

Perbandingan beda tinggi antara kedua titik atau bisa juga antara puncak dan lembahnya.

PAB = PA – PB = 64.00 mm – 66.00 mm = -2.00 mm

PCD = PC – PD = 63.00 mm – 63.00 mm = 0 mm

PEF = PE – PF = 71.00 mm – 67.00 mm = 4.00 mm

4.2 Pengukuran Beda Tinggi Terhadap Obyek Dengan Menggunakan Paralaks

PA = 28.50

PB = 30.45

PC = 26.15

PD = 26.15

PE = 35.00

PF = 31.00

PAB = PA-PB = 28.50 – 30.45

PCD = PC-PD = 26.15 – 26.15

PEF = PE-PF = 35.45 – 31.55

Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 14

Page 15: SOP Fotogram

= -1.95 mm = 0 mm = 3.9 mm

4.3 Perbandingan Hasil Perhitungan Manual dengan Paralaks/ Bar

PAB

Manual : 2.00 mm

Paralaks : 1.95 mm

Selisih : 0.05 mm

PCD

Manual : 0 mm

Paralaks : 0 mm

Selisih : 0 mm

PEF

Manual : 4 mm

Paralaks : 3.9 mm

Selisih : 0.1 mm

4.4 Perhitungan jumlah kontur

Rumus : PA x Skala = 24.50 x 2500 = 612.5 = 61.25

PB x Skala = 22.85 x 2500 = 57125 = 57.12 -

= 4.13 atau digenapkan menjadi 4 kontur.

4.5 Perhitungan jarak antar kontur

a. (PA x 25) – (PB x 25) = 25

(61.25 x 25) – (1 x 25) = 25

1531.25 – 25 = 25

1506.25 = 25

PB = 1506.25

25

PB = 60.25

b. (PB x 25) – (PC x 25) = 25

(60.25 x 25) – (1 x 25) = 25

1506.25 – 25 = 25

1481.25 = 25

PC = 1481.25

25

PC = 59.25

Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 15

Page 16: SOP Fotogram

c. (PC x 25) – (PD x 25) = 25

(59.25 x 25) – (1 x 25) = 25

1481.25 – 25 = 25

1456.25 = 25

PD = 1456.25

25

PD = 58.25

d. (PD x 25) – (PE x 25) = 25

(58.25 x 25) – (1 x 25) = 25

1456.25 – 25 = 25

1431.25 = 25

PE = 1431.25

25

PE = 57.25

e. (PE x 25) – (PF x 25) = 25

(57.25 x 25) – (1 x 25) = 25

1431.25 – 25 = 25

1406.25 = 25

PF = 1406.25

25

PF = 56.25

V

PENUTUP

Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 16

Page 17: SOP Fotogram

5.1 Kesimpulan

Fotogrametri dapat terdefinisikan sebagai seni, ilmu dan teknologi untuk

memperoleh informasi terpercaya tentang obyek fisik dan lingkungan melalui proses

perekaman, pengukuran dan interpretasi gambaran fotografik dan pola radiasi tenaga

elektromagnetik yang terekam.

Dalam menginterpretasikan pasangan foto udara ini, hasil tangkapan bentang

lahan dilihat dengan menggunakan suatu alat yang dinamakan stereoskop. Stereoskop

sendiri adalah alat yang biasanya digunakan untuk melihat bentuk tiga dimensi pasangan

foto udara.

Berkaitan dengan fungsi stereoskop ini, pengamat dapat menentukan bentukan

lahan yang ada dan melakukan pengukuran seperti beda tinggi, kontur atau bahkan volume

dari bentang yang ada. Jika keseluruhan pengolahan foto udara sudah diketahui maka akan

lebih mudah dalam melakukan analisis pada sebuah foto. Misalnya menentukan potensi

bahaya longsor pada sebuah bukit. Melalui foto udara dan pengolahan secara fotogrametri

maka akan diketahui bagaimana potensi longsor di bukit tersebut. Terlihat dari

kenampakan bukit tersebut melalui stereoskop dimana saja bukit yang tertutup oleh

vegetasi dan dimana saja bukit yang gersang atau gundul yang mungkin berpotensi longsor

saat musim hujan tiba.

Dengan analisis foto udara inilah didapatkan informasi yang berguna yang dapat

dimanfaatkan masyarakat untuk menongkatkan kesejahteraannya. Tentunya dalam

peningkatan kesejahteraan ini masyarakat harus tetap memerhatikan dampak yang

ditimbulkan terhadap lingkungan sekitar agar kelestarian lingkungan tetap terjaga sebagai

tempat untuk anak cucu kita hidup nantinya.

DAFTAR PUSTAKA

Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 17

Page 18: SOP Fotogram

Ligteriak, G.H. 1987, ” Dasar-dasar Fotogrametri – Interpretasi Foto Udara ”, Jakarta : UI

– Press,

http://salmanisaleh.files.wordpress.com/2013/03/6_garis-kontur.pdf diakses pada tanggal

7 juni 2014 pada pukul 20.00 wib

http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND.TEKNIK_SIPIL/196410181991011-

ISKANDAR_MUDA_P/BAB_XIII_GARIS_KONTUR.pdf diakses pada tanggal 7 juni

pada pukul 21.00 wib

http://belajargeomatika.wordpress.com/2011/04/30/interpretasi-foto-udara-

dengan-stereoskop/ diakses pada tanggal 7 juni pada pukul 21.10 wib

Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 18