Upload
ratna-arditya
View
670
Download
17
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan reproduksi wanita memberikan pengaruh yang besar dan
berperan penting terhadap kelanjutan generasi penerus bagi suatu negara.
Kesehatan reproduksi wanita juga merupakan parameter kemampuan negara
dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat.
Mioma uteri adalah tumor jinak yang berbatas tegas dan tidak memiliki
kapsul, terutama terdiri dari otot dan elemen jaringan penyambung fibrosa.
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang terbanyak pada wanita usia produksi
(20-25%), dimana prevalensinya meningkat lebih dari 70% dengan pemeriksaan
patologi anatomi uterus. Mioma uteri yang paling banyak diderita wanita adalah
mioma uteri asimtomatik. Prevalensi mioma uteri di Indonesia sebesar 20%-
30% dari seluruh wanita (Baziad, 2003). Pendarahan uterus yang abnormal
merupakan gejala yang paling sering terjadi dan paling penting. Gejala ini terjadi
pada 30% pasien dengan mioma uteri. Pendarahan yang abnormal ini dapat
menyebabkan anemia defisiensi besi (Hadibroto, 2005).
Secara fisiologis pada pasien post operasi terjadi peningkatan metabolik
ekspenditur untuk energi dan perbaikan, meningkatnya kebutuhan nutrien untuk
homeostasis, pemulihan, kembali pada kesadaran penuh, dan rehabilitasi ke
kondisi normal (Torosian, 2004). Prosedur operasi tidak hanya menyebabkan
terjadinya katabolisme tetapi juga mempengaruhi digestif, absorpsi, dan
1
prosedur asimilasi disaat kebutuhan nutrisi juga meningkat (Ward, 2003).
Intervensi nutrisi hanya bisa efektif jika kebutuhan energi secara akurat
diperhitungkan kemudian dicapai. Pendekatan standar adalah dengan
memperkirakan kebutuhan energi dari basal energi expenditure, menggunakan
regression equations dan faktor stres dan aktivitas. Oleh karena itu salah satu
tujuan studi kasus ini untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan asuhan
gizi pada penderita mioma uteri di Ruang Teratai RSUD. Prof. Dr. margono
Soekarjo Purwokerto?
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan Nutrition Care Process pada pasien pre dan
post mioma uteri
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan skrining gizi pada pasien pre operasi
mioma uteri.
b. Mahasiswa mampu melakukan nutrition assesment pada pasien pre dan
post operasi mioma uteri
c. Mahasiswa mampu melakukan nutrition diagnosis pada pasien pre dan
post operasi mioma uteri
d. Mahasiswa mampu melaksanakan nutrition intervention
e. Mahasiswa mampu melaksanakan monitoring dan evaluasi pada pasien
dengan diagnosa pre dan post mioma uteri
2
C. Waktu dan Tempat
1. Waktu pelaksanaan : 10 Desember – 13 Desember 2014
2. Tempat : Bangsal Teratai Kamar 7 RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto
D. Jenis dan Cara Pengumpulan
1. Jenis Data
a. Data primer
Data primer meliputi data antropometri, data riwayat gizi, kebutuhan
makan. Data ini diperoleh dengan melakukan observasi dan wawancara.
b. Data sekunder
Data sekunder meliputi data identitas pasien, data laboratorium dan
fisik/klinik. Data ini diperoleh dari rekam medis ruang Mawar RSUD Prof.
Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
2. Cara pengumpulan data
a. Wawancara
Melakukan wawancara kepada pasien dan keluarga pasien mengenai
penyakit yang diderita, kondisi pasie, pola makan dan kebiasaan makan.
b. Recall 24 jam.
Menanyakan asupan makanan yang dikonsumsi pasien selama 24 jam
yang lalu.
3
c. Data rekam medik
Mencatat setiap perkembangan pasien melalui data rekam medik untuk
mempertimbangkan makanan apa yang akan diberikan kepada pasien.
E. Manfaat
1. Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan informasi atau wacana bagi institusi rumah sakit terutama bagi
instalasi gizi berkaitan dengan penatalaksanaan diit pada pasien pre dan
post operasi mioma uteri.
2. Bagi Pasien dan Keluarga
Pasien mengetahui terapi diit yang diberikan pada pasien agar termotivasi
untuk menjalankan dan mematuhi diit yang diberikan rumah sakit.
3. Bagi Mahasiswa
Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan mahasiswa dalam
merencanakan dan menatalaksanakan manajemen asuhan gizi klinik pada
pasien dengan diagnosa pre dan post operasi mioma uteri.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Penyakit
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat sehingga dalam kepustakaan disebut juga leiomioma, fibrimioma,
atau fibroid (Mansjoer, Arif, 2001). Mioma uteri berbatas tegas, tidak berkapsul,
dan berasal dari otot polos jaringan fibrous sehingga mioma uteri dapat
berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya dominan, dan berkonsistensi lunak
jika otot rahimnya yang dominan (Sozen, 2000).
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun
mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih
banyak. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke,
sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih
bertumbuh. Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua
penderita ginekologik yang dirawat. Selain itu dilaporkan juga ditemukan pada
kurang lebih 20-25% wanita usia reproduksi dan meningkat 40% pada usia lebih
dari 35 tahun (Joedosapoetra, 2005).
B. Etiologi Penyakit
Penyebab mioma uteri belum diketahui secara pasti. Tumor ini mungkin
berasal dari sel otot yang normal, dari otot imatur yang ada di dalam
miometrium atau dari sel embrional pada dinding pembuluh darah uterus.
Mioma tumbuh mulai dari benih – benih multipel yang sangat kecil dan tersebar
pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi progresif (bertahun-
5
tahun, bukan dalam hitungan bulan). Faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mioma uteri:
1. Estrogen
Estrogen memegang peranan penting untuk terjadinya mioma uteri, hal
ini dikaitkan dengan: mioma tidak pernah ditemukan sebelum menarche,
banyak ditemukan pada masa reproduksi, pertumbuhan mioma lebih cepat
pada wanita hamil dan akan mengecil pada masa menopause. Adanya
stimulasi estrogen, menyebabkan terjadinya proliferasi di uterus , sehingga
menyebabkan perkembangan yang berlebihan dari garis endometrium,
sehingga terjadilah pertumbuhan mioma. Meyer dan De Snoo mengajukan
teori Cell nest atau teori genitoblast, teori ini menyatakan bahwa untuk
terjadinya mioma uteri harus terdapat dua komponen penting yaitu: sel nest
(sel muda yang terangsang) dan estrogen (perangsang sel nest secara
terus menerus). Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen kepada
kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada
permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Puuka, dkk
menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak didapati
dari pada miometrium normal. Hormon estrogen dapat diperoleh melalui
alat kontrasepsi hormonal (Pil KB, Suntikan KB dan susuk KB). Alat
kontrsepsi hormonal mengandung estrogen, progesteron dan kombinasi
estrogen dan progesteron.
6
2. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17β
hidroxydehidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada
tumor. Pemberian preparat progesteron atau testosteron dapat mencegah
efek fibromatosa. Dalam Enviromental Health Perspectives, terdapat
beberapa faktor yang berpengaruh sebagai faktor risiko terjadinya mioma
uteri, yaitu
a. Umur
Resiko mioma uteri meningkat seiring dengan peningkatan umur.
Penelitian Chao-Ru Chen (2000) di New York dengan desain penelitian
case-control, wanita kulit putih umur 40-44 tahun beresiko 9,3 kali
menderita mioma uteri jika dibandingkan umur < 30 tahun dengan
(Odds Ratio=9,3; 95% CI: 5.5-15.8). Sedangkan pada wanita kulit hitam
umur 40-44 tahun beresiko 23,5 kali untuk menderita mioma uteri jika
dibandingkan umur < 30 tahun (OR=23,5; 95% CI: 7.3-75.7)
b. Paritas
Peningkatan paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma uteri.
Mioma uteri menunjukkan karakteristik yang sama dengan miometrium
yang normal ketika kehamilan termasuk peningkatan produksi
extracellular matrix dan peningkatan ekspresi reseptor untuk peptida
dan hormon steroid.
7
c. Diet/makanan
Terdapat studi yang mengaitkan terjadinya mioma uteri dengan
konsumsi seperti daging sapi atau daging merah. Konsumsi daging sapi
atau daging merah daa meningkatkan resiko terkena mioma uteri,
sdangkan sayuran hijau dapat menurunkan resiko.
C. Patofisiologi Penyakit
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil di dalam miometrium dan
lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium terdesak menyusun
semacam pseudekapsula atau simpai semu yang mengelilingi tumor di dalam
uterus mungkin terdapat satu mioma, akan tetapi mioma biasanya banyak. Jika
ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri maka korpus ini
tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada dinding depan uterus,
uterus mioma dapat menonjol ke depan sehingga menekan dan mendorong
kandung kencing ke atas sehingga sering menimbulkan keluhan miksi. Tetapi
masalah akan timbul jika terjadi: berkurangnya pemberian darah pada mioma
uteri yang menyebabkan tumor membesar, sehingga menimbulkan rasa nyeri
dan mual. Selain itu masalah dapat timbul lagi jika terjadi perdarahan abnormal
pada uterus yang berlebihan sehingga terjadi anemia. Anemia ini bisa
mengakibatkan kelemahan fisik, kondisi tubuh lemah, sehingga kebutuhan
perawatan diri tidak dapat terpenuhi. Selain itu dengan perdarahan yang banyak
bisa mengakibatkan seseorang mengalami kekurangan volume cairan
(Sastrawinata, 2011).
8
D. Manajemen Terapi Gizi
1. Gambaran Umum
Keadaan gizi penderita menjelang atapun sesudah pembedahan
sangat penting karena berhubungan dengan respon penderita terhadap
tindakan pembedahan yang dilakukan dan proses penyembuhannya.
Penderita yang keadaan giziya tidak baik seperti penderita yang mengalami
defisiensi protein, vitamin C, atau vitamin K perlu mendapat perhatian
khusus.menjelang pembedahan kadang-kadang penderita telah menderita
sakit yang cukup berat sehingga jumlah makanan yang masuk reltif sedikit,
karena banyak protein tubuh yang dioecah, maka pengeluaran nitrogen
melalui urin naik. Kehilangan nitrogen dalam jumlah yang reltif banyak
kadang-kadang dsertai dengan hilangnya kalium. Penderita yang sering
muntah dan diare akan kehilangan natrium dan jika terjadi pendarhan akan
menyebabkan anemia (Moehyi, 1999)
Respon yang kompleks terhadap stres fisik akibat pembedahan dan
injury, dimediasi oleh perubahan hormonal dan sistem saraf simpatis, salah
satunya adalah hipermetabolisme dan katabolisme (McWhirter &
Pennington, 2004). Terdapat retensi garam dan air bermakna serta
peningkatan basal metabolik rate dan produksi glukosa hepatic.
Penyembuhan luka meningkatkan produksi glukosa sebanyak 80% dan juga
membutuhkan sintesis protein (Souba & Wilmore, 2004). Lemak (jaringan
adiposa) dan cadangan protein (lean muscle mass) dimobilisasi untuk
memenuhi kebutuhan sintesis glukosa dan protein yang menghasilkan
9
penurunan BB. Secara umum, respon katabolik meningkatkan kebutuhan
energi dan protein, besar dan durasinya tergantung dari lama pembedahan
(Souba & Wilmore, 2004). Intake energi dan protein adekuat penting untuk
membatasi kehilangan protein dan lemak. Namun, kebanyakan pasien tidak
dapat makan dengan cukup untuk memenuhi peningkatan dan/atau
mencegah penurunan BB setelah pembedahan.
Intake energi dan protein adekuat penting untuk membatasi kehilangan
protein dan lemak. Namun, kebanyakan pasien tidak dapat makan dengan
cukup untuk memenuhi peningkatan dan/atau mencegah penurunan BB
setelah pembedahan. Masalah yang sering terjadi seperti nyeri, mual,
pengobatan mulut kering, rasa tidak nyaman di lambung dan distensi,
puasa, prosedur tidak menyenangkan, ansietas, makanan yang tidak familiar
dan rutinitas rumah sakit semuanya berpotensi menurunkan nafsu makan
dan intake. Pasien yang tidak makan atau tidak cukup makan, cadangan
protein dan lemaknya akan berkurang dengan cepat. Hal ini mendatangkan
konsekuensi klinis yang signifikan, khususnya bagi mereka dengan gizi
kurang sebelum operasi (Bahar, dkk, 2013)
2. Diit Pra Bedah
Pra bedah atau Praoperasi merupakan masa sebelum dilakukannya
tindakan pembedahan yang dimulai sejak ditentukannya persiapan
pembedahan dan berakhir sampai pasien berada di meja bedah. Apabila
penderita memperlihatkan tanda defisiensi sebelum dilakukan operasi perlu
dilakukan perawatan diit untuk mencapai tingkat gizi yang layak untuk
10
operasi. Tujuan diit pra bedah adalah untu mengusahakan agar status gizi
pasien dalam keadaan optimal pada saat pembedahan, sehingga cadangan
untuk mengatasi stres dan penyembuhan luka (Almatsier, 2006).
3. Diit Pasca Bedah
Diet pasca bedah adalah makanan yang diberikan kepada pasein
setelah menjalani pembedahan. Pengaturan makanan sesudah
pembedahan tergantung pada macam pembedahan dan jenis penyakit
penyerta (Almatsier, 2006). Secara fisiologis pada pasien post operasi
terjadi peningkatan metabolik ekspenditur untuk energi dan perbaikan,
meningkatnya kebutuhan nutrien untuk homeostasis, pemulihan, kembali
pada kesadaran penuh, dan rehabilitasi ke kondisi normal (Torosian, 2004).
Prosedur operasi tidak hanya menyebabkan terjadinya katabolisme tetapi
juga mempengaruhi digestif, absorpsi, dan prosedur asimilasi disaat
kebutuhan nutrisi juga meningkat (Ward, 2003).
Intervensi nutrisi hanya bisa efektif jika kebutuhan energi secara akurat
diperhitungkan kemudian dicapai. Pendekatan standar adalah dengan
memperkirakan kebutuhan energi dari basal energi expenditure,
menggunakan regression equations dan faktor stres dan aktivitas.
Kebutuhan energi berkisar antara 85-150 kJ/kg. Kebutuhan protein biasanya
diset antara 7-8% kebutuhan energi, meskipun pasien yang sakit parah atau
injury mungkin membutuhkan 15- 20% energi mereka dalam bentuk protein.
Ini sekitar 1.5-2.0 g protein/kg BB (Souba & Wilmore, 2004). Penelitian lebih
lanjut dibutuhkan pasien. Ini juga menjamin bahwa pasien menerima
11
dukungan nutrisi pada tingkat yang seharusnya untuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam
menenutukan kebutuhan energi seseorang salah satunya menggunakan
metode mifflin. Berikut perhitungan energi menggunakan metode mifflin.
Laki-laki : (10 x b) + (6.25 x t) – (5 x u) + 5
Perempuan : (10 x b) + (6.25 x t) – (5 x u) – 161
Keterangan:
b = berat dalam kg
t = tinggi dalam cm
u = umur
E. Interaksi Obat dan Makanan
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain
(interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia
lain. Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat
digunakan bersama-sama.
Interaksi obat dan efek samping obat perlu mendapat perhatian. Sebuah
studi di Amerika menunjukkan bahwa setiap tahun hampir 100.000 orang harus
masuk rumah sakit atau harus tinggal di rumah sakit lebih lama dari pada
seharusnya, bahkan hingga terjadi kasus kematian karena interaksi dan/atau
efek samping obat. Pasien yang dirawat di rumah sakit sering mendapat terapi
dengan polifarmasi (6-10 macam obat) karena sebagai subjek untuk lebih dari
12
satu dokter, sehingga sangat mungkin terjadi interaksi obat terutama yang
dipengaruhi tingkat keparahan penyakit atau usia.
Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan toksisitas
dan/atau pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila
menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang
rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan dan obat-obat sitostatik.
Selain itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang biasa digunakan bersama-
sama. Ketika suatu makanan atau minuman mengubah efek suatu obat,
perubahan tersebut dianggap sebagai interaksi obat-makanan. Interaksi seperti
itu bisa terjadi. Tetapi tidak semua obat dipengaruhi oleh makanan, dan
beberapa obat hanya dipengaruhi oleh makanan-makanan tertentu. Interaksi
obat-makanan dapat terjadi dengan obat-obat yang diresepkan, obat yang dibeli
bebas, produk herbal, dan suplemen. Meskipun beberapa interaksi mungkin
berbahaya atau bahkan fatal pada kasus yang langka, interaksi yang lain bisa
bermanfaat dan umumnya tidak akan menyebabkan perubahan yang berarti
terhadap kesehatan tubuh.
Makanan dan obat dapat berinteraksi dalam banyak cara yang berbeda.
Sering, zat tertentu di dalam makanan memberikan efek. Perubahan-perubahan
lain dapat disebabkan oleh jumlah protein dalam diet anda, atau bahkan cara
makanan tersebut disiapkan. Salah satu cara yang paling umum makanan
mempengaruhi efek obat adalah dengan mengubah cara obat-obat tersebut
diuraikan ( dimetabolisme ) oleh tubuh. Jenis protein yang disebut enzim,
memetabolisme banyak obat. Beberapa makanan dapat membuat enzim-enzim
13
ini bekerja lebih cepat atau lebih lambat, baik dengan memperpendek atau
memperpanjang waktu yang dilalui obat di dalam tubuh. Jika makanan
mempercepat enzim, obat akan lebih singkat berada di dalam tubuh dan dapat
menjadi kurang efekteif. Jika makanan memperlambat enzim, obat akan berada
lebih lama dalam tubuh dan dapat menyebabkan efek samping yang tidak
dikehendaki. Kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan dapat terjadinya
interaksi obat dengan makanan adalah :
1. Perubahan motilitas lambung dan usus, terutama kecepatan pengosongan
lambung dari saat masuknya makanan
2. Perubahan pH, sekresi asam serta produksi empedu
3. Perubahan suplai darah di daerah splanchnicus dan di mukosa saluran
cerna
4. Dipengaruhinya absorpsi obat oleh proses adsorpsi dan pembentukan
kompleks
5. Dipengaruhinya proses transport aktif obat oleh makanan
6. Perubahan biotransformasi dan eliminasi. (Widianto, 1989)
14
BAB III
SKRINING GIZI DAN NUTRITION CARE PROCESS (NCP)
A. Skrining Gizi
Hasil Skrining Gizi MUST
Nama Nama Keluarga Usia Bangsal No.RM Jenis Kelamin
: Ny. Trs: -: 41 tahun: Teratai, 7: 00918708: Perempuan
Tanggal 10/12/2014Tanda Tangan Perawat/Ahli GiziBB/TB 58,5 kg / 153 cmBMI 24,9 LILA -Ket St. Gizi Overweight
1 BMI pasien (kg/m2)a. >20 (>30 obese)b. 18.5 – 20c. <18.5
a. Skor 0b. Skor 1c. Skor 2
2. Presentase penurunan BB secara tidak sengaja (3-6 bulan yang lalu)a. <5 %b. 5-10 %c. >10 %
a. Skor 0b. Skor 1c. Skor 2
3 Pasien menderita penyakit berat dan atau asupan makan tidak adekuat >5 hari
Skor 2
Total Skor 3
0 = Resiko rendah dan perlu pengukuran ulang secara periodik
1 = Resiko sedang dan perlu pengukuran ulang setelah 3 hari
2 ≥ Resiko tinggi membutuhkan segera asuhan gizi
Berdasarkan hasil skrining gizi menggunakan MUST diketahui skor pasien
adalah 3 sehingga pasien membutuhkan asuhan gizi. Jika skrining
mengidentifikasi seseorang beresiko, maka harus dirujuk untuk melakukan
15
pengkajian nutrisi lebih mendetail. Pengkajian nutrisi adalah proses
komprehensif yang digunakan untuk medefinisikan status nutrisi pasien, lebih
dari sekedar resiko. Ini membantu dalam mengukur resiko komplikasi dan dapat
digunakan untuk merencanakan dan memonitor dukungan nutrisi (Corish,
2004).
B. Identitas Pasien
No. RM : 00981708
Nama : Ny. Trs
Umur : 41 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Ruang : Teratai, 7
Tgl Masuk : 10/12/2014
Tgl Kasus : 10/12/2014
Tgl Operasi : 11/12/2014
Alamat : Wanarasa RT 3/1 Cilacap
Dx medis : Myoma Uteri
16
C. Assesment Gizi
1. Data Subjektif
a. Riwayat Penyakit
Tabel. 1 Riwayat Penyakit
Keluhan Utama Nyeri perut bagian bawahRiwayat Penyakit Sekarang Perut membesar sejak 1 bulan yang lalu,
nyeri perut di bagian bawah, mual (+), muntah (+)
Riwayat penyakit dahulu HipertensiRiwayat penyakit keluarga -
b. Riwayat Gizi
Tabel 2. Riwayat Gizi
Data sosial ekonomi Penghasilan : -Jumlah Kel : 3Suku : JawaBangsa : Indonesia
Aktifitas fisik Lama Kerja : -Jenis Olahraga : -Lama tidur : 3 jam
Alergi / makanan pantangan -Diet yang pernah dijalankan -Makanan kesukaan -Fungsi gastrointestinal Nyeri ulu hati : -
Mual : +Muntah : +Anoreksia : +Diare : -Konstipasi : -Perubahan pengecapan/penciuman: -Gangguan mengunyah : -Gangguan menelan : -Kondisi gigi : genap
Suplementasi gizi -Perubahan berat badan 6,5 kg dalam satu bulan
17
Cara mengolah makanan Digoreng, direbusKebiasaan makan Makanan pokok : nasi 2x/hari @1/2
centongLauk hewani : ayam, telor 1x/mingguLauk nabati : tempe, tahu setiap hari @1 potongSayur : kangkung, bayamBuah : tidak suka buahSusu : tidak suka susuSnack: jarang makan snack
Asupan makan dirumah Energi : 670,8 kkalProtein : 38,7 gramLemak : 18 gramKH : 90,3 gram
AKG Energi : 2150 kkalProtein : 57 gramLemak : 60 gramKH : 323 gram
% Asupan Energi : 31,2%Protein : 67,8%Lemak : 30%KH : 27,9%
Sumber: Data Primer Terolah, 2014
Kesimpulan:
Berdasarkan riwayat gizi pasien pada saat dirumah, pasien memiliki
kebiasaan makan yang kurang baik yaitu tidak suka dengan buah. selain
itu asupan makan pasien juga masuk dalam kategori defisit berat dengan
persentase energi 31,2%, protein 67,8%, lemak 30%, dan karbohidrat
27,9%. Terdapat masalah pada fungsi gastrointestinal yaitu mual, muntah
dan anoreksia. Selai itu pasien juga mengalami penurunan berat badan
sebanyak 6,5 kg dalam waktu satu bulan.
2. Data Objektif
a. Pemeriksaan Antropometri
Tinggi Badan : 153 cm
18
Berat Badan : 58,5 kg
IMT : BB/TB2
: 58,5/1,532
: 24,9 kg/m2 (overweight)
BBI : = (153 – 100) – 10% (153 – 100)
= 53 - 5,3
= 47,7 kg
Kesimpulan : berdasarkan hasil pemeriksaan antropometri
diketahui bahwa status gizi pasien adalah overweight dengan IMT 24,9
kg/m2 dengan BBI 47,7 kg.
b. Pemeriksaan Biokimia
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Biokimia
Pemeriksaan Satuan/nilai normal
Hasil Lab10-12-2014 11-12-2014
Hemoglobin 12-16 11,8 10Leukosit 4800-10800 8970 14880Hematokrit 37-47 36 30Eritrosit 4,2-5,4 x 10^6 4,7x10^6 3,9x10^6Trombosit 150000-
450000769000 684000
MCV 79-99 77 77,2MCH 27-31 35,4 25,6MCHC 33-37 25,4 33,2RDW 11,5-14,5 13,5 13,5MPV 7,2-11,1 8,6 8,6Basofil 0-1 0,4 0,2Eosinofil 2-4 1,3 0,1Batang 2-5 0,9 1Segmen 40-70 71,1 86,9Limfosit 25-40 17,6 6,5Monosit 2-8 8,7 5,3
19
APT 9,4-12,8 10,4 -APTT 28-37,8 35,1 -SGOT 15-37 27 -SGPT 30-65 36 -LanjutanPemeriksaan Satuan/nilai
normalHasil Lab
10-12-2014 11-12-2014Ureum 14,98-28,5 14,6 -Kreatin darah 0,6-1 0,73 -GDS ≤200 132 -Natrium 136-145 138 -Kalium 3,5-5,1 3,6 -Klorida 98-107 99 -Kalsium 8,4-10,2 9,5 -HbSAg Non reaktif Non reaktif -Sumber: Data Rekam Medik, 2014
c. Pemeriksaan Fisik dan Klinik
1. Kesan Umum : Compos mentis
2. Vital Sign
Tanggal 10-12-2014
Tensi : 130/90 mmHg
Respirasi : 20 kali/menit
Nadi : 80 kali/menit
Suhu : 36,5oC
Bising Usus : (+) normal
Kesimpulan : berdasarkan hasil pemeriksaan fisik klinik diketahui
bahwa pasien dalam keadaan sadar . Nadi, respirasi dan suhu dalam
keadaan normal. Sedangkan tekanan darah Ny.Trs tinggi dan masuk
dalam kategori hipertensi sedang (>120/80).
20
3. Kepala/Abdomen/Ekstremitas: berdasarkan palpasi pada abdomen
teraba masa di regio hipogastrik.
d. Dietary History
Riwayat makan pasien sebelum masuk rumah sakit dapat dilihat pada
tabel 4 berikut ini:
Tabel 4. Riwayat makan pasien sebelum masuk RS
Recall Energi(Kkal)
Protein(gram)
Lemak(gram)
KH(gram)
Asupan 650,8 35,7 16 88,3Kebutuhan (AKG)
2150 57 60 323
% Asupan 30,2% 62,6% 26,7% 27,3%Keterangan Defisit berat Defisit berat Defisit berat Defisit berat
Keterangan:
Menurut Depkes RI (1996) kategori asupan sebagai berikut:
Tabel 5. Standar % asupan menurut Depkes RI tahun 1996
Di atas kebutuhan normal >120 %Normal 90-119 %Defisit ringan 80-89 %Defisit sedang 70-79 %Defisit berat <70%
e. Terapi Medis
Tabel 6. Terapi Medis
Jenis obat Fungsi Interaksi Obat dengan Makanan
Infus RL 20 tpm Sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk kepertluan hidrasi selama dan sesudah operasi
-
21
Inj. Ketorolac Obat anti inflamasi non steroid yang menunjukkan aktivitas antipiretik yang lemah dan anti inflamasi, menghilangkan rasa nyeri
-
Inj. Cefazolin Untuk mengobati infeksi bakteri atau mencegah infeksi bakteri sebelum, selama atau setelah pembedahan tertentu
-
Inj. Kalnex Untuk fibrinolis lokal seperti epistaksis, prostatektomi, pendarahan abnormal sesudah operasi.
-
D. Kesimpulan Assesment Gizi
1. Diagnosa pasien adalah mioma uteri dengan keluhan utama nyeri perut
bagian bawah dan perut membesar sejak satu bulan yang lalu. Pasien
mengalami gangguan fungsi gastrointestinal berupa mual, muntah, dan
anoreksia.
2. Status gizi pasien berdasarkan IMT adalah 24,9 dan masuk dalam kategori
overweight.
3. Penurunan kadar hematokrit, MCV, MCH, MCHC, dan limfosit menunjukkan
adanya anemia. Penurunan eosinofil menunjukkan tubuh sedang merespon
stres.
4. Hasil pemeriksaan fisik, pasien dalam keadaan sadar atau compos mentis
dan tekanan darah masuk dalam kategori hipertensi ringan. Pada palpasi
abdomen teraba masa di regio hipogastrik.
5. Asupan makan pasien di rumah berdasarkan hasil recall adalah defisit berat.
E. Diagnosis Gizi
22
1. Pre operasi:
a. NI 1-4 : inadekuat intake berkaitan dengan anoreksia dibuktikan oleh
hasil recall E= 31,2%, P= 67,8%, L= 30%, KH 27,9%
b. NI 5-4 : Pembatasan Natrium berkaitan dengan retensi cairan
dibuktikan oleh tekanan darah preoperasi 130/90
c. NC 3-2 : penurunan berat badan yang tidak diharapkan berkaitan
dengan inadekuat intake dibuktikan oleh berat badan turun 6,5 kg dalan
satu bulan.
2. Post Operasi:
a. NI 1-5 : peningkatan kebutuhan energi dan protein berkaitan dengan
penyembuhan luka dibuktikan oleh luka operasi
b. NI 5-4 : Pembatasan Natrium berkaitan dengan retensi cairan
dibuktikan oleh tekanan darah post operasi 150/90
F. Intervensi Gizi
1. Tujuan diet :
a. Pre operasi
1) Mempertahankan keadaan kesehatan dan gizi yang optimal untuk
persiapan operasi
b. Post operasi
1) Memenuhi kebutuhan zat gizi yang meningkat pasca operasi
untuk mempercepat proses penyembuhan
2. Syarat/prinsip diet :
a. Pre operasi
23
1) Energi diberikan sesuai dengan kebutuhan untuk mempertahanan
keadaan tubuh optimal saat pembedahan
2) Protein tinggi yaitu 1,3 g/KgBB untuk mencegah terjadinya penurunan
kadar protein pasca operasi
3) Lemak cukup yaitu 25% dari kebutuhan energi total sebagai
cadangan energi dalam tubuh dan membantu metabolisme vitamin
A,D,E,K
4) Karbohidrat diberikan cukup sebagai sumber energi
5) Natrium dibatasi yaitu 1000-1200 mg/hari untuk mencegah kenaikan
tekanan darah
b. Post operasi
1) Energi diberikan sesuai dengan kebutuhan untuk memenuhi
kebutuhan yang meningkat pasca operasi
2) Protein tinggi yaitu 1,3 g/KgBB untuk memperbaiki kerusakan jaringan
post operasi dan untuk meningkatkan kadar Hb
3) Lemak cukup yaitu 25% dari kebutuhan energi total sebagai
cadangan energi dalam tubuh dan membantu metabolisme vitamin
A,D,E,K
4) Karbohidrat diberikan cukup sebagai sumber energi
5) Natrium dibatasi yaitu 1000-1200 mg/hari untuk mencegah kenaikan
tekanan darah
6) Memberikan makanan yang tinggi Fe untuk mengatasi anemia
mikrositik
24
7) Makanan diberikan dalam bentuk lunak dan diberikan secara
bertahap, dengan pola makan 3x makan utama dan 1x selingan
8) Makanan yang diberikan merupakan makanan yang mudah dicerna
3. Perhitungan kebutuhan energi dan zat gizi
BEE = (10 x BB) + (6,25 x BB) – (5 x U) – 161
= (10 x 47,7) + (6,25 x 153) – (5 X 41) – 161
= 477 + 956, 25 - 205 - 161
= 1067,25 Kkal
TEE = BEE x FA x FS
= 1067,25 x 1,1 x 1,4
= 1643 Kkal
Protein = 1,3 x 47,7
= 61,62 gram
= 246,5 Kkal
Lemak = 25% x 1643
= 410,9 Kkal
= 45,6 gram
KH = 1643 – 246,5 – 410,9
= 985,6 Kkal
= 246,4 gram
25
G. Rencana Konsultasi Gizi
Tabel 7. Rencana Konsultasi gizi
Masalah Gizi Tujuan Materi konseling KeteranganAsupan makan inadekuat
Memberikan informasi kepada pasien mengenai diit yang diberikan
Anamnesa riwayat makan pasien
1.Konseling diberikan kepada pasien dan keluarga pasien
2.Tempat di ruang rawat inap teratai kamar 7
3.Waktu 10-20 menit
Asupan pra bedah
1. Diit TPRGIII2. Bahan
makanan yang dianjurkan
3. Bahan makanan yang tidak dianjurkan
Hipertensi 1. Diit RGIII2. Bahan
makanan yang dianjurkan
3. Bahan makanan yang tidak dianjurkan
Asupan post operasi
1. Diit TPRGIII2. Bahan
makanan yang dianjurkan
3. Bahan makanan yang tidak dianjurkan
H. Rencana Monitoring dan Evaluasi
1. Antropometri : BB
2. Biokimia : Hb, hematokrit, eosinofil, basofil, limfosit, segmen, batang
3. Fisik/klinis : keadaan umum, vital sign, bising usus
26
4. Dietary : asupan energi, protein, lemak, karbohidrat dan Natrium
I. Implementasi
Memberikan pasien diit tinggi protein rendah garam III dengan bentuk
makanan biasa pada saat pre operasi dan makanan lunak pada saat post
operasi. Makanan diberikan secara bertahap dengan frekuensi 3x makan utama
dan 1x selingan. Berikut tabel rencana pemberian zat gizi/hari:
Tabel 8. Rencana pemberian zat gizi
Zat gizi Hari ke-1(10-12-2014)
Hari ke-2(11-12-2014)
Hari ke-3(12-12-2014)
Hari ke-4(13-12-2014)
Energi (Kkal) 657 535 1611 1626Protein (gram) 25,2 22,3 64,7 61,8Lemak (gram) 14,9 13,9 41,8 42,7KH (gram) 106,2 81,6 245,3 249,7Natrium (mg) 47,2 49,2 348,9 148,1
J. Rekomendasi Diet
Terapi diit : TPRG III (pre dan post operasi)
Bentuk makanan : Pre operasi : Biasa
Post operasi : saring dan lunak (diberikan secara bertahap)
Cara Pemberian : Oral
Pembahasan preskripsi diet : diit yang diberikan kepada pasien pada saat pre
operasi adalah TPRG III dengan bentuk makanan biasa dan diberikan secara
oral. Protein diberikan tinggi sebelum operasi untuk mencegah terjadinya
penurunan kadar protein pasca operasi. Sedangkan garam diberikan rendah
27
yaitu 1000-1200 mg/hari karena pasien mengalami hipertensi ringan dan pasien
memiliki riwayat penyakit hipertensi.
Post operasi pasien diberikan diit TPRG III. Pemberian protein tinggi bertujuan
untuk memperbaiki jaringan post operasi yang rusak. Makanan diberikan secara
bertahap yaitu 4 jam post operasi pasien diberikan minum air hangat apabila
tidak terdapat keluhan mual dan muntah maka 4 jam kemudian pasien
diperbolehkan makan dengan bentuk makanan saring dan kemudian secara
bertahap bentuk makanan ditingkatkan. Makanan diberikan secara oral karena
saluran pencernaan pasien tidak ada gangguan.
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pasien berusia 41 tahun masuk RSMS dengan diagnosis mioma uteri
dengan keluhan utama nyeri perut bagian bawah. Perut pasien membesar sejak
satu bulan yang lalu dan terdapat keluhan mual dan muntah. Pasien memiliki
riwayat penyakit hipertensi dan berat badan berkurang 6,5 kg dalam waktu satu
bulan Penurunan BB yang tidak terencana, BB kurang saat masuk Rumah
Sakit, dan penurunan status nutrisi selama di rumah sakit, dikaitkan dengan
outcome yang buruk (Green, 2003). Kebiasaan makan pasien adalah makan
nasi 3x/hari ½ centong, lauk hewani dikonsumsi seminggu sekali berupa daging
ayam atau telur. Lauk nabati berupa tempe dan tahu dikonsumsi setiap kali
makan. Sedangkan sayur yang sering dikonsumsi adalah sayur bayam dan
kangkung. Pasien jarang mengkonsumsi buah karena tidak suka buah. Pasien
juga tidak menyukai susu sehingga tidak pernah dikonsumsi.
A. Monitoring dan Evaluasi Data Makan Pasien
Asupan makan pasien diperoleh melalui recall 24 jam dan comstok yang
meliputi makan pagi, siang, malam, dan snack. Zat gizi yang dievaluasi adalah
29
energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Hasil monitoring dan evaluasi asupan
makan dan zat gizi pasien selama studi kasus dapat dilihat pada tabel 9 sebagai
berikut:
Tabel 9. Evaluasi asupan energi dan zat gizi pasien
Tanggal Energi(Kkal)
Protein(gram)
Lemak(gram)
KH(gram)
Natrium(mg)
10-12-2014 338 11,4 4,8 63,7 15,3411-12-2014 230,8 8,1 4,9 39 15,7412-12-2014 749,4 30 18,5 118,2 89,3113-12-2014 821,7 29,5 18,7 135,5 90,14Rata-rata 535 19,7 11,7 89,1 52,63Kebutuhan 1643,5 61,6 45,6 246,4 1000% asupan 32,5% 32% 25,6% 36,1% 5%Keterangan Defisit
beratDefisit berat
Defisit berat
Defisit berat
Berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa asupan makan
pasien selama pengamatan yang diperoleh dari makanan RS tergolong defisit
berat (<70%) yaitu energi sebesar 32,5%, protein 32%, lemak 25,6%, dan
karbohidrat 36,1%. Selama dirawat pasien tidak pernah menghabiskan makan
yang telah disediakan. Hal ini disebabkan karena pasien mengalami gangguan
fungsi gastrointestinal yaitu mual dan anoreksia.
Intake energi dan protein adekuat penting untuk membatasi kehilangan
protein dan lemak. Namun, kebanyakan pasien tidak dapat makan dengan
cukup untuk memenuhi peningkatan dan/atau mencegah penurunan BB setelah
pembedahan. Masalah yang sering terjadi seperti nyeri, mual, pengobatan mulut
kering, rasa tidak nyaman di lambung dan distensi, puasa, prosedur tidak
30
menyenangkan, ansietas, makanan yang tidak familiar dan rutinitas rumah sakit
semuanya berpotensi menurunkan nafsu makan dan intake. Pasien yang tidak
makan atau tidak cukup makan, cadangan protein dan lemaknya akan
berkurang dengan cepat. Hal ini mendatangkan konsekuensi klinis yang
signifikan, khususnya bagi mereka dengan gizi kurang sebelum operasi (Bahar,
2013).
B. Monitoring dan Evaluasi Data Obyektif
1. Monitoring dan Evaluasi Data Antropometri
Data antropometri diperoleh dengan melakukan pengukuran berat badan
secara langsung pada saat skrining awal. Data tinggi badan diperoleh dari
data rekam medik pasien dan ditanyakan langsung kepada pasien. Status
gizi pasien ditentukan dari hasil perhitungan IMT. Hasil pengamatan data
antropometri selama pengamatan studi kasus dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Monitoring Pemeriksaan Antrpometri Selama Pengamatan
Tanggal Hasil Antropometri
IMT Keterangan
10-12-2014 BB = 58,5 kgTB = 153 cm
IMT = 58,5/1,532
= 24,9 kg/m2
Overweight
13-12-2014 BB = 57 kgTB = 153 cm
IMT = 57/1,532
= 24,3 kg/m2
Overweight
Berdasarkan hasil monitoring data antropometri diketahui bahwa status
gizi pasien adalah overweight. Pasien mengalami penurunan berat badan
sebanyak 1,5 kg selama dirawat di rumah sakit. Penurunan berat badan
pasien kemungkinan disebabkan karena pasien mengalami masalah pada
fungsi gastrointestinal berupa mual dan anoreksia. Lemak (jaringan
31
adiposa) dan cadangan protein (lean muscle mass) dimobilisasi untuk
memenuhi kebutuhan sintesis glukosa dan protein yang menghasilkan
penurunan BB. Secara umum, respon katabolik meningkatkan kebutuhan
energi dan protein, besar dan durasinya tergantung dari lama pembedahan
(Souba & Wilmore, 2004).
2. Monitoring dan Evaluasi Data Biokimia
Tabel 11. Monitoring dan Evaluasi Data Biokimia
Pemeriksaan Satuan/nilai normal
Hasil Lab10-12-2014 11-12-2014
Hemoglobin 12-16 11,8 10Leukosit 4800-10800 8970 14880Hematokrit 37-47 36 30Eritrosit 4,2-5,4 x 10^6 4,7x10^6 3,9x10^6Trombosit 150000-
450000769000 684000
MCV 79-99 77 77,2MCH 27-31 35,4 25,6MCHC 33-37 25,4 33,2RDW 11,5-14,5 13,5 13,5MPV 7,2-11,1 8,6 8,6Basofil 0-1 0,4 0,2Eosinofil 2-4 1,3 0,1Batang 2-5 0,9 1Segmen 40-70 71,1 86,9Limfosit 25-40 17,6 6,5Monosit 2-8 8,7 5,3APT 9,4-12,8 10,4 -APTT 28-37,8 35,1 -SGOT 15-37 27 -SGPT 30-65 36 -Ureum 14,98-28,5 14,6 -Kreatin darah 0,6-1 0,73 -GDS ≤200 132 -Natrium 136-145 138 -Kalium 3,5-5,1 3,6 -Klorida 98-107 99 -Kalsium 8,4-10,2 9,5 -
32
HbSAg Non reaktif Non reaktif -(Data Rekam Medik, 2014)
a. Data sebelum operasi (10-12-2014): pasien mengalami anemia yang
ditandai dengan Hematokrit, MCV, MCH, MCHC, dan Limfosit rendah
sebelum operasi. Adanya inflamasi atau infeksi ditandai dengan
ketidaknormalan kadar eosinofil, batang, dan segmen.
b. Data setelah operasi (11-12-2014): sesudah operasi pasien
mengalami anemia yang ditandai dengan rendahnya kadar Hb,
hematokrit, MCV, dan MCH. Sedangkan adanya infeksi atau
inflamasi ditandai dengan ketidaknormalan kadar leukosit, limfosit,
eosinofil, batang dan segmen. Anemia disebabkan karena
pendarahan pada saat operasi sehingga pasien menerima transfusi
sebanyak 1 kolf.
3. Monitoring dan Evaluasi Data Fisik dan Klinik
Pengamatan terhadap perkembangan kondisi fisik dan klinis pasien
dilakukan setiap hari berdasarkan hasil pemeriksaan dokter yang tercantum
dalam rekam medik. Perkembangan pemeriksaan klinis pasien selama
pengamatan studi kasus dapat dilihat pada tabel 12 dibawah ini:
Tabel 12. Perkembangan Hasil Pemeriksaan Klinis
Tanggal Monitoring Keterangan10-12-2014 TD = 130/90
Respirasi = 20x/menitNadi = 80x/menitSuhu = 36,5oCBU = (+) Palp = teraba masa di regio
Pasien mengalami hipertensi
33
hipogastrik Mata = Ca -/- Si -/-Cor = S1>S2Eks =
- -- -
Lanjutan
11-12-2014 TD = 150/100Respirasi = 20x/menitNadi = 80x/menitSuhu = 36 oCBU = (+) NMata = Ca -/- Si -/-Cor = S1>S2Eks =
- -- -
Pasien mengalami hipertensi tahap 2
12-12-2014 TD = 150/90Respirasi = 20x/menitNadi = 98x/menitS = 36 oCBU = (+) NNT = (+)Mata = Ca -/- Si -/-Cor = S1>S2Luka = Kassa (+), rembes darah (-)Eks =
- -- -
Pasien mengalami hipertensi tahap 2Luka bekas operasi dalam kondisi baik, tertutup kassa, dan tidak ada rembesan darah
13-12-2014 TD = 150/100Respirasi = 20x/menitNadi = 84x/menitS = 37,1 oCBU = (+) NNT = (+)Mata = Ca -/- Si -/-Cor = S1>S2Luka = Kassa (+), rembes darah (-)Eks =
- -- -
Pasien mengalami hipertensi tahap 2Luka bekas operasi dalam kondisi baik, tertutup kassa, dan tidak ada rembesan darah
(Data rekam medik, 2014)
34
C. Perkembangan Terapi Diet
Tabel 13. Perkembangan Terapi Diit
Tanggal Macam diit Bentuk makanan Ket10-12-2014 TPRGIII Biasa Pre Operasi11-12-2014 Puasa - -
TPRGIII Makanan saring Post Operasi12-12-2014 TPRGIII Makanan saring
dan lunakPost Operasi
13-12-2014 TPRGIII Makanan Lunak Post Operasi
Terapi diit yang diberikan kepada pasien sebelum operasi adalah diit TPRG
III. Diit RG III diberikan karena tekanan darah pasien masuk dalam hipertensi.
Diit tinggi protein diberikan karena berdasarkan pemeriksaan laboratorium
pasien mengalami anemia, selain itu diit tinggi protein juga digunakan untuk
mencegah kehilangan protein yang besar saat operasi, dan untuk memperbaiki
jaringan yang rusak setelah operasi.
Bentuk makanan yang diberikan sebelum operasi adalah makanan biasa.
Kemudian setelah operasi pemberian bentuk makanan disesuaikan dengan
kemampuan pasien. Empat jam post operasi pasien diberi air hangat dan tidak
ada keluhan mual sehingga pasien dapat mengkonsumsi makanan dalam
bentuk saring. H+1 operasi pasien mengeluhkan nyeri pada daerah perut
sehingga pasien masih diberi makanan saring pada pagi dan siang hari. Nyeri
perut yang dialami pasien dapat menyebabkan penurunan nafsu makan
35
sehingga intake makanan pasien mengalami penurunan. Malam harinya bentuk
makanan ditingkatkan menjadi tim. Hari keempat pengamatan kondisi pasien
berangsur membaik, namun karena masih terdapat keluhan nyeri di daerah
perut maka pasien diberi makanan dalam bentuk tim.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Diagnosa pasien adalah mioma uteri
2. Hasil assesment gizi diketahi bahwa status gizi pasien adalah overweight
3. Hasil pemeriksaan fisik dan klinik pasien dalam keadaan compos mentis dan
tekanan darah pasien tinggi. Sedangkan pada palpasi abdomen teraba
masa di regio hipogastrik
4. Terapi diit yang diberikan adalah diit TPRG III dengan kebutuhan energi
1643 Kkal, protein 61,62 gram, lemak 45,6 gram, dan karbohidrat 246,4
gram.
5. Diagnosa gizi:
a. Pre operasi:
1) NI 1-4: inadekuat intake berkaitan dengan anoreksia dibuktikan oleh
hasil recall E= 31,2%, P= 67,8%, L= 30%, KH 27,9%
2) NC 3-2 : penurunan berat badan yang tidak diharapkan
berkaitan dengan inadekuat intake dibuktikan oleh berat badan turun
6,5 kg dalan satu bulan.
36
c. Post Operasi:
1) NI 1-5: peningkatan kebutuhan energi dan protein berkaitan dengan
hiperkatabolisme dibuktikan oleh operasi mioma uteri
6. Implementasi gizi
Terapi diit yang diberikan kepada pasien pre dan post operasi adalah diit
TPRGIII. Selama pengamatan ada perubahan bentuk makanan yang
diberikan kepada pasien, yaitu makanan biasa saat pre operasi, makanan
saring dan makanan lunak post operasi. Rata-rata asupan makan pasien
selama monitoring adalah energi 32,5%, Protein 32%, Lemak 25,6%, dan
Karbohidrat 36,1%. Secara keseluruhan asupan makan pasien masuk dalam
kategori defisit berat.
7. Monitoring dan evaluasi
a. Pemeriksaan fisik : sebelum dilakukan operasi teraba massa di
regio hipogastrik. Setelah operasi luka dalam kondisi tertutup kasa dan
tidak terdapat rembesan darah.
b. Pemeriksaan biokimia :
1) Data sebelum operasi (10-12-2014): pasien mengalami anemia yang
ditandai dengan Hematokrit, MCV, MCH, MCHC, dan Limfosit rendah
sebelum operasi. Adanya inflamasi atau infeksi ditandai dengan
ketidaknormalan kadar eosinofil, batang, dan segmen.
2) Data setelah operasi (11-12-2014): sesudah operasi pasien
mengalami anemia yang ditandai dengan rendahnya kadar Hb,
37
hematokrit, MCV, dan MCH. Sedangkan adanya infeksi atau
inflamasi ditandai dengan ketidaknormalan kadar leukosit, limfosit,
eosinofil, batang dan segmen. Anemia disebabkan karena
pendarahan pada saat operasi sehingga pasien menerima transfusi
darah sebanyak 1 kolf.
c. Pemeriksaan klinik : sebelum dan setelah operasi pasien
mengalami hipertensi. Respirasi, nadi, dan suhu pasien sebelum dan
setelah operasi dalam keadaan normal.
d. Dietary history : asupan makan pasien defisit
e. Antropometri : Berat badan pasien selama perawatan
mengalami penurunan sebanyak 1,5 kg.
B. Saran
1. Bagi pasien
Pasien diharapkan mematuhi diit yang diberikan dan tetap menjalankan
diitnya seletah pulang dari rumah sakit
2. Bagi Keluarga Pasien
Keluarga pasien hendaknya selalu memberi motivasi pasien dan membantu
menjalankan diit selama masa penyembuhan.
38