Upload
hermansw
View
242
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Work Design Tags
Citation preview
TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM)/MANAGEMENT MUTU TERPADU (MMT)
oleh: Herman S. Wattimena --- 1007139
A. Pendahuluan
Menurut Sallis (2006), mutu merupakan agenda utama bagi setiap institusi, se-
hingga hal penting yang diharapkan dalam mewujudkan institusi yang baik adalah
bagaimana meningkatkan mutu dari institusi tersebut. Berkaitan dengan pendapat di atas
maka dapat disebutkan bahwa, dalam mewujudkan sebuah institusi yang baik, diperlukan
suatu usaha pengembangan sebagai tugas utama dari institusi tersebut; dimana usaha-
usaha itu berkaitan dengan program-program yang telah atau akan digariskan. Dalam
menyusun berbagai program pada suatu institusi, dibutuhkan pengkajian yang berkaitan
dengan kebutuhan; dimana kebutuhan itu berkembang sesuai dengan tuntutan mutu
penggunanya.
Total Quality Management (TQM) atau disebut Manajemen Mutu Terpadu (MMT)
hadir sebagai jawaban atas kebutuhan mutu tersebut. Suatu produk atau jasa dibuat
sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggannya. Titik
temu antara harapan dan kebutuhan pelanggan dengan produk atau jasa itulah yang
disebut bermutu. Dengan demikian dapat disebutkan bahwa, ukuran bermutu tidaknya
suatu produk atau jasa adalah pada konsep terpenuhi tidaknya harapan dan kebutuhan
pengguna atau pelanggan. Dalam kondisi ini, semakin tinggi tuntutan pengguna maka
semakin tinggi kualitas mutu tersebut. Kualitas mutu dapat diketahui ketika adanya
kontrol mutu sebagai suatu proses penjamin bahwa hanya produk yang memenuhi
spesifikasi yang dapat dipasarkan.
Beberapa tokoh penting seperti Deming (mengemukakan 14 prinsip dalam TQM),
Juran (mengemukakan 10 langkah dalam TQM) dan Crosby (mengemukakan 14 langkah
menuju TQM) telah melakukan banyak sumbangan terhadap jaminan mutu yang
dikembangkan sejak tahun 1930-an. Kontribusi mereka terhadap jaminan mutu memberi
makna bahwa, jaminan mutu adalah sebuah cara untuk menghasilkan produk yang bebas
dari cacat dan kesalahan. Pengembangan dan perluasan jaminan mutu memunculkan
TQM/MMT; yang berperan sebagai usaha untuk menciptakan suatu kultur mutu,
sehingga dapat mendorong semua anggota misalnya sebuah institusi dalam memuaskan
para pelanggannya. Konsep ini harus disesuaikan dengan perubahan harapan dan gaya
pelanggan dengan cara mendesain hasil produk.
Mengarah pada penerapan TQM/MMT dalam suatu institusi, diperlukan strategi-
strategi khusus, dengan tujuan untuk meraih hasil yang kompetitif. Hal ini tidak terlepas
dari usaha-usaha yang harus dilakukan oleh institusi tersebut melalui program-program
tertentu; sehingga dapat mewujudkan suatu institusi yang efektif. Dalam rangka
mewujudkan suatu institusi yang efektif, diperlukan proses untuk mengembangkan
strategi mutunya. Menurut Sallis (2006), disebutkan bahwa, strategi-strategi yang
digunakan dalam pengembangan tersebut meliputi: 1) misi yang jelas dan distingtif; 2)
fokus pelanggan yang jelas; 3) strategi untuk mencapai misi; 4) keterlibatan seluruh
pelanggan baik internal maupun eksternal dalam mengembangkan strategi; 5)
pemberdayaan staf; 6) penilaian dan evaluasi efektivitas institusi dengan pelanggan.
Selain strategi-strategi tersebut, diperlukan juga langkah-langkah untuk mengatasi
adanya suatu kelumpuhan terhadap mutu. Menurut Sallis (2006) disebutkan bahwa,
langkah-langkah tersebut meliputi: 1) kepemimpinan dan komitmen terhadap mutu harus
datang dari atas; 2) menggembirakan pelanggan adalah tujuan TQM/MMT; 3) menunjuk
fasilitator mutu; 4) membentuk kelompok pengendali mutu; 5) menunjuk koordinator
mutu; 6) mengadakan seminar manajemen senior untuk mengawasi program; 7)
menganalisa dan mendiagnosa situasi yang ada; 8) menggunakan contoh-contoh yang
sudah berkembang di tempat lain; 9) mempekerjakan konsultan eksternal; 10)
memprakarsai pelatihan mutu bagi para staf; 11) mengkomunikasikan pesan mutu; 12)
mengukur biaya mutu; 13) mengaplikasikan alat dan teknik mutu melalui pengembangan
kelompok kerja yang efektif; 14) mengevaluasi program dalam interval yang teratur.
Tinjauan dalam bidang pendidikan, TQM/MMT sangatlah diperlukan. Hal ini
berkaitan dengan konsep mutu pendidikan, yang memberi penekanan pada mutu siswa itu
sendiri. Setiap siswa melakukan proses belajar sesuai dengan model yang cocok dengan
kebutuhan dan kecenderungan mereka masing-masing. Untuk membuat pelajar sadar
terhadap variasi metode pembelajaran yang mereka terima, maka institusi pendidikan
mempunyai kewajiban dalam melakukan hal tersebut. Institusi pendidikan harus memberi
kesempatan kepada siswa untuk mencontohi pembelajaran dalam variasi model dan gaya
belajar yang berbeda secara fleksibel. Esensi sebuah pendidikan persekolahan adalah
proses pembelajaran. Tidak ada kualitas pendidikan persekolahan tanpa kualitas
pembelajaran. Berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan persekolahan dapat
dianggap kurang berguna bilamana belum menyentuh perbaikan proses pembelajaran.
Oleh karena itu dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan persekolahan, pemerintah
dalam hal ini Kementrian Pendidikan Nasional, mengembangkan berbagai program yang
diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Di antara keseluruhan komponen
dalam pembelajaran tersebut, guru merupakan komponen organik yang sangat
menentukan. Hal ini berarti bahwa, tidak ada kualitas pembelajaran tanpa kualitas guru.
Guru adalah unsur pendidikan yang sangat dekat hubungannya dengan anak didik
dalam upaya pendidikan sehari-hari di sekolah, dan banyak menentukan keberhasilan
anak didik dalam mencapai tujuan. Begitu sangat strategisnya kedudukan guru sebagai
tenaga profesional, di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
Bab III Pasal 7 tentang Guru dan Dosen, diamanatkan bahwa profesi guru merupakan
bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut: 1)
memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; 2) memiliki komitmen untuk
meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia; 3) memiliki
kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; 4)
memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; 5) memiliki tanggung
jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; 6) memperoleh penghasilan yang
ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; 7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; 8) memiliki
jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; 9) memiliki
organisasi profesi yang mempunyai kewenangan untuk mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan tugas keprofesionalan guru.
Dengan demikian dapat disebutkan bahwa, diperlukan pengkajian secara baik
dalam menerapkan TQM/MMT di dalam ruang kelas, sehingga dapat memberi jaminan
dalam pengembangan TQM/MMT guna mewujudkan kondisi pendidikan yang efektif
sebagai institusi yang berpengaruh pada kualitas siswa sesuai dengan konsep
TQM/MMT; sehingga memberi peluang untuk meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri
sebagai suatu budaya yang wajib dilakukan, bukan sebagai suatu beban. Sebuah langkah
awal dapat dimulai melalui kerja sama antara guru dan siswa di kelas; dengan sistem
pengawasan secara mendetail oleh semua pihak yang bertanggung jawab di bidang
pendidikan.
B. Konsep TQM/MMT
Pemahaman tentang TQM/MMT mengacu pada pengertian tentang kualitas
(quality), kualitas terpadu (Total Quality) dan manajemen kualitas terpadu (Total Quality
Management). Istilah kualitas menjadi menderita karena sering digunakan untuk
menggambarkan lambang-lambang seperti; kecantikan, kebaikan, kemahalan, kesegaran
dan di atas semua itu, kemewahan. Karena itu, kualitas menjadi konsep yang sulit
dimengerti dan hampir tidak mungkin ditangani. Bagaimana mungkin menangani sesuatu
yang tidak jelas dan mempunyai arti yang kompleks. Kualitas sering diartikan sama
dengan mutu.
Kualitas sebenarnya telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Menurut
Sallis (2006), kualitas itu memang sesuatu yang tarik menarik antara sebagai konsep yang
absolut dan relatif. Pada prinsipnya, tiga guru kualitas, yaitu Philip Crosby, Edward
Deming dan Joseph Juran menyatakan bahwa: komitmen yang harus dibangun dalam
setiap diri terhadap kualitas adalah pemahaman bahwa: 1) kualitas merupakan kunci ke
arah program yang berhasil, dimana apabila kurang adanya perhatian terhadap kualitas,
akan mengakibatkan kegagalan dalam jangka panjang; 2) perbaikan-perbaikan kualitas
menuntut komitmen manajemen sepenuhnya untuk dapat berhasil yang mana komitmen
kepada kualitas ini harus terus-menerus dilakukan; 3) perbaikan kualitas adalah kerja
keras yaitu tidak ada jalan pintas atau perbaikan cepat; 4) perbaikan kualitas menuntut
banyak pelatihan; 5) perbaikan kualitas menuntut keterlibatan semua karyawan secara
aktif, dan komitmen mutlak dari manajemen senior.
Tidak berbeda dengan definisi kualitas, bahwa definisi kualitas terpadu (total) juga
memiliki pengertian yang bermacam-macam. Menurut Departemen Pertahanan Amerika,
kualitas terpadu itu mencakup aktivitas perbaikan secara terus menerus yang melibatkan
semua orang di dalam organisasi, baik manajer maupun semua stafnya dalam berusaha
secara terintegrasi mencapai kinerja yang terus meningkat pada setiap tingkatan. Jadi,
kualitas terpadu pada dasarnya adalah sebuah pendekatan untuk melakukan sesuatu yang
berusaha untuk memaksimalkan keunggulan kompetitif organisasi melalui perbaikan
terus menerus dalam hal produk, service, orang, proses dan lingkungannya. Secara
sistematis, kualitas total memiliki karakteristik berikut sebagai berikut: 1) dasar-dasar
yang strategis; 2) fokus pada pelanggan (internal dan eksternal); 3) obsesi dengan
kualitas; 4) pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan memecahkan masalah;
5) komitmen jangka panjang; 6) kerja tim; 7) perbaikan proses secara kontinyu; 8)
pendidikan dan pelatihan; 9) kebebasan yang terkontrol; 10) kesatuan tujuan; dan 11)
penglibatan dan pemberdayaan tenaga.
Pengertian kualitas terpadu seperti di atas, memberikan kerangka yang jelas bahwa
hakekat TQM atau MMT sebenarnya adalah filosofi dan budaya (kerja) organisasi
(philosophy of management) yang berorientasi pada kualitas. Tujuan (goal) yang akan
dicapai dalam organisasi dengan budaya TQM adalah memenuhi atau bahkan melebihi
apa yang dibutuhkan (needs) dan yang diharapkan atau diinginkan (desire) oleh
pelanggan.
Konsep “total” dalam TQM adalah penglibatan semua komponen organisasi yang
berlangsung secara terus-menerus; sedangkan “manajemen” dalam TQM berarti
pengelolaan setiap orang yang berada di dalam organisasi, apapun status, posisi atau
perannya. Mereka semua adalah manajer dari tanggung jawab yang dimilikinya. Senada
dengan pengertian ini, maka semua fungsionaris organisasi tanpa kecuali, dituntut
memiliki tiga kemampuan, yaitu: 1) mengerjakan hal-hal yang benar. Hal ini berarti
bahwa hanya kegiatan yang menunjang bisnis demi memuaskan kebutuhan pelanggan
yang dapat diterima. Kegiatan yang tidak perlu jangan dilanjutkan lagi; 2) mengerjakan
hal-hal dengan benar. Hal ini dilandasi dengan dasar pemikiran untuk mencegah
kesalahan yang timbul. Ini berarti bahwa semua kegiatan harus dijalankan dengan benar,
sehingga hasil kegiatan tersebut sesuai dengan kebutuhan pelanggan; 3) mengerjakan hal-
hal dengan benar sejak pertama kali setiap waktu. Prinsipnya ini merupakan suatu
pendekatan sistematis terhadap perencanaan dan manajemen aktivitas, yang memiliki
motto: Do the right think, first time, every time; yaitu “kerjakan sesuatu yang benar
dengan benar, sejak pertama kali, setiap waktu”.
Dengan demikian, TQM atau MMT dapat diartikan sebagai pengelolaan kualitas
semua komponen (stakeholder) yang berkepentingan dengan visi dan misi organisasi.
Jadi, pada dasarnya TQM itu bukanlah pembebanan atau pemeriksaan; tetapi TQM
adalah lebih dari usaha untuk melakukan sesuatu yang benar setiap waktu, daripada
melakukan pemeriksaan (checking) pada waktu tertentu ketika terjadi kesalahan. TQM
bukan bekerja untuk agenda orang lain, walaupun agenda itu dikhususkan untuk
pelanggan (customer). Demikian juga, TQM bukan sesuatu yang diperuntukkan bagi
manajer senior dan kemudian melewatkan tujuan yang telah dirumuskan.
Setiap institusi perlu memahami konsep utama tentang mutu dan manfaatnya,
sebelum institusi tersebut mulai menjalankan keputusan dalam melaksanakan suatu
sistem mutu. Beberapa pendapat telah mendefinisikan mutu dengan cakupan sebagai
berikut:
1. Mutu adalah kecocokan penggunaan produk untuk memenuhi kebutuhan dan
kepuasan pelanggan (J. M. Juran).
2. Mutu adalah kesesuaian dengan persyaratan atau spesifikasi (Crosby).
3. Mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar (Deming).
4. Mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (Feignbaun).
5. Mutu adalah kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia atau tenaga
kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan
konsumen (Garvin).
6. Mutu adalah derajat yang dicapai oleh karakteristik yang inheren dalam persyaratan
(ISO 9000:2000).
Bertolak dari pendapat-pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa, mutu
mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan; mutu mencakup produk,
jasa manusia, proses dan lingkungan; serta mutu merupakan kondisi yang selalu berubah
(misalnya apa yang dianggap sudah memenuhi mutu sekarang mungkin menjadi kurang
bermutu di masa mendatang).
Mutu mempunyai sembilan dimensi yang berbeda, dimana dimensi-dimensi
tersebut agak independen; karena itu, sebuah produk bisa saja unggul pada satu dimensi
dan kurang pada dimensi yang lain. Sangat jarang terjadi bahwa, suatu produk dapat
menjadi unggul di sembilan dimensi tersebut.
Dimensi performance atau kinerja mengandung arti sebagai karakteristik utama
produk, contohnya gambar; dimensi features atau kelebihan mengandung arti sebagai
karakteristik sekunder, contohnya seperti remote control; dimensi conformance atau
kesesuaian mengandung arti sebagai pemenuhan spesifikasi atau standar industri,
contohnya seperti kecakapan kerja; dimensi reliability atau keandalan berarti konsistensi
kinerja terhadap waktu, contohnya waktu rata-rata kegagalan unit; dimensi durability
atau ketahanan mengandung arti sebagai ketahanan yang berguna termasuk repair;
dimensi serviceability atau mampu rawat yang berarti pemecahan masalah dan komplain,
contohnya kemudahan perbaikan; dimensi response atau respons yang berarti hubungan
manusia ke manusia, contohnya seperti keramahan penjual; dimensi aesthetics atau
keindahan mengandung arti sebagai karakteristik sensorik, contohnya seperti cat
eksterior; dan dimensi reputation atau reputasi adalah meliputi kinerja dan intangible lain
di masa lalu, contohnya seperti mendapat peringkat satu.
Menurut Salis (2006) TQM adalah sebagai suatu filosofi dan suatu metodologi
untuk membantu mengelola perubahan, yang mewujudkan perubahan budaya dari
pelakunya. TQM juga merupakan suatu prosedur dimana setiap orang berusaha keras
secara terus menerus memperbaiki jalan menuju sukses. TQM bukanlah seperangkat
peraturan dan ketentuan yang kaku, tetapi merupakan proses-proses dan prosedur-
prosedur untuk memperbaiki kinerja. TQM menyelaraskan usaha orang banyak
sedemikian rupa, sehingga mereka menghadapi tugasnya dengan penuh semangat dan
berpartisipasi dalam perbaikan pelaksanaan pekerjaan.
Tujuan utama TQM adalah meningkatkan mutu pekerjaan, memperbaiki produk-
tivitas dan efisiensi. TQM sebagai suatu prosedur untuk mencapai kesuksesan, dinilai
berhasil jika mutu dari suatu pekerjaan meningkat lebih baik kualitasnya dari
sebelumnya, produktivitasnya tinggi, serta menghasilkan produk yang lebih banyak dan
efisien dari sebelumnya. Terdapat lima unsur utama dalam penerapan TQM, yaitu: 1)
berfokus pada pelanggan; 2) perbaikan pada proses secara sistematik; 3) pemikiran
jangka panjang; 4) pengembangan sumberdaya manusia; dan 5) komitmen pada mutu.
Secara klasik, pengertian mutu atau quality menunjukkan kepada sifat yang
menggambarkan derajat “baik” nya suatu barang atau jasa yang diproduksi atau dipasok
oleh suatu lembaga kriteria tertentu (Sallis 2006). Konsep semacam ini bersifat absolut.
Sebagai lawan dari konsep yang absolut adalah konsep mutu yang bersifat relatif. Pada
konsep mutu absolut, derajat baiknya produk, barang atau jasa, mencerminkan tingginya
harga barang atau jasa itu dan tingginya standar atau penilaian dari lembaga yang
memproduksi barang itu. Sedangkan dalam konsep mutu yang bersifat relatif, derajat
mutu bergantung pada penilaian konsumen yang memanfaatkan barang.
Pandangan klasik tentang mutu yang bersifat absolut ini membawa implikasi,
bahwa dalam memproduksi barang atau jasa digunakan kriteria untuk menilai mutu dan
kriteria itu ditentukan oleh produsen atau pemasok barang. Dasar kriteria ini mengacu
pada produsen yang menentukan kualitas barang atau jasa yang diproduksinya. Oleh
karena itu, dalam rangka manajemen produksi agar menghasilkan produk yang bermutu
di lembaga yang bersangkutan biasanya yang menjalankan fungsi pengendalian mutu
(quality control).
C. Nilai Dasar, Konsep dan Tujuan TQM/MMT Sebagai Investasi Pendidikan
Pendidikan dapat dipandang sebagai proses investasi pengembangan mutu sum-
berdaya manusia dalam bentuk “manusia terdidik” (educated people). Jika suatu bangsa
tidak mampu mengembangkan sumber-sumber manusianya, maka bangsa tersebut tidak
akan dapat mengembangkan apapun; apakah sistem politik modern, aparat pemerintahan
yang cakap dan bersih, angkatan perang yang tangguh, atau perekonomian yang makmur
untuk membawa keadilan bagi seluruh penduduknya. Dalam literatur klasik telah lama
diakui bahwa, manusia terdidik digambarkan lebih bernilai dari sekedar sebuah mesin
canggih. Nilai tambah yang diperoleh dari investasi pendidikan yang berhasil diwujudkan
dalam bentuk private benefit dan social benefit. Private benefit merupakan kemampuan
yang memungkinkan seseorang dapat menghidupi dirinya sendiri secara bermartabat,
seperti memiliki pekerjaan yang layak dan hidup sehat; sedangkan social benefit
berwujud nilai tambah yang disumbangkan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial yang
ditunjukkan memiliki produktivitas berkarya. Dalam konteks investasi, analisis pilar
pembelajaran meliputi: 1) learning to know; 2) learning to do; 3) learning to be; dan 4)
learning to live together.
Konstruksi kognitif yang berkaitan dengan hand-on experiences sangat penting
untuk mengarahkan orientasi perbuatan yang diperlukan, sehingga makna penting dari
learning to know merupakan dasar yang memberikan pemahaman wawasan pemetaan
pemahaman kognitif. Learning to do diarahkan pada kemampuan pemecahan masalah
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Kepemilikan kedua kemampuan itu diperlukan
individu untuk mengayomi dirinya sebagai manusia dalam menghidupi dirinya sendiri
(learning to be self-help). Hal ini berarti bahwa, tugas seseorang bukan saja pada self-
help, namun kebermaknaannya dilihat dari sisi nilai tambah dalam mengsejahterakan
lingkungannya (learning to live together). Makna learning to live together bukan sekedar
menciptakan kehidupan yang damai tanpa permusuhan, namun lebih dari itu adalah,
bagaimana menjadikan sosok manusia yang memiliki kemampuan (sebagai hasil belajar)
untuk memakmurkan kehidupan umat manusia. Konsep ini berarti bahwa, sesama
manusia saling memberi nilai tambah, sehingga manusia yang terdidik dapat memelihara
dan memanfaatkan semua ekosistem kehidupan dengan baik.
Investasi pendidikan terjadi pada proses pembelajaran dalam kondisi atau situasi
sosial. Dalam konteks investasi, pembelajaran harus mampu mengkondisikan
kepemilikan nilai-nilai, sikap, pengetahuan, dan kecakapan (keterampilan) yang
dikehendaki sesuai dengan tujuan investasi. Pembelajaran sebagai esensi pendidikan
merupakan proses pengkondisian agar tujuan investasi dapat tercapai. Meskipun
pengakuan terhadap proses investasi pendidikan terjadi di rumah dan di masyarakat,
namun diyakini bahwa kelembagaan pendidikan formal merupakan tempat untuk
terjadinya proses pembelajaran yang lebih baik (better learning).
Akuntabilitas sekolah selalu harus didukung oleh komponen-komponen sistem yang
disiapkan secara khusus seperti kurikulum, pendidik, dan tenaga kependidikan; serta
dikendalikan dalam bentuk berbagai instrumen penjaminan seperti ujian dan akreditasi
sekolah. Kontekstual pemikiran berdasarkan uraian di atas, dapat diilustrasikan sesuai
gambar berikut.
Dengan demikian dapat dimaknai bahwa, penyelenggaraan pendidikan yang
berlangsung dengan sebaik-baiknya di lingkungan persekolahan; adalah untuk memenuhi
akuntabilitas publik sebagai investasi sumberdaya manusia yang strategis melalui proses
pembelajaran yang baik.
D. Penjaminan Mutu dalam Pendidikan
Istilah penjaminan mutu (quality assurance) pada awalnya digunakan di lingkungan
dunia bisnis barang dan jasa, dengan maksud untuk menumbuhkan budaya peduli mutu.
Jaminan mutu perlu dilakukan oleh perusahaan untuk memberikan kepuasan kepada
customer pemakai produk. Dalam perkembangan selanjutnya, penerapan konsep jaminan
mutu ini ternyata tidak hanya terbatas di lingkungan bisnis dan industri, tetapi juga dalam
bidang pelayanan jasa pendidikan sejalan dengan munculnya gerakan akuntabilitas
pendidikan.
Dalam lingkungan sistem pendidikan; khususnya persekolahan, tuntutan akan
penjaminan mutu merupakan gejala yang wajar, karena penyelenggaraan pendidikan
yang bermutu merupakan akuntabilitas publik. Setiap komponen pemangku kepentingan
dalam pendidikan (orang tua, masyarakat, dunia kerja, pemerintah) selalu mempunyai
peran dan kepentingan terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Mutu dalam
pengertian memenuhi spesifikasi sering disebut sebagai kesesuaian untuk tujuan atau
penggunaan, atau disebut pula sebagai definisi kualitas menurut produsen. Kualitas
menurut produsen ini dicapai bilamana produk atau jasa memenuhi spesifikasi yang telah
ditetapkan sebelumnya dalam suatu prosedur yang konsisten. Kualitas didemonstrasikan
oleh produsen dalam sebuah sistem yang dikenal sebagai sistem jaminan kualitas; yang
memungkinkan produksi secara konsisten dari produk dan jasa untuk memenuhi standar
atau spesifikasi tertentu. Bilamana produk atau jasa yang dihasilkan telah memenuhi
spesifikasi atau standar yang telah ditetapkan, maka produk atau jasa itu berkualitas. Hal
ini dapat diilustrasikan sebagai berikut.
Ilustrasi di atas memberi gambaran bahwa, kualitas dipertimbangkan dari sisi
memenuhi persyaratan yang dituntut kastemer. Pandangan ini didasarkan oleh alasan
sederhana bahwa penilai akhir dari mutu adalah kastemer, sehingga tanpa mereka
lembaga tidak ada. Dalam kajian TQM/MMT, produk yang hanya memenuhi standar
sesuai ketetapan produsen, tidak menjamin dalam penjualan. Oleh karena itu, lembaga
harus menggunakan berbagai cara untuk menyelidiki atau mempelajari persyaratan-
persyaratan kastemer, kemudian menterjemahkannya ke dalam produk atau layanan baru
yang inovatif.
Seiring dengan semakin tingginya tingkat persaingan, maka manajemen sebuah
perusahaan mulai mengidentifikasi kekuatan sumber daya dan tata kerja inovatif. Artinya
penanganan mutu secara menyeluruh dilakukan dengan melibatkan semua pihak yang
terkait mulai dari hulu sampai hilir, mencakup semua proses yang dilakukan sesuai
standar mutu (quality control), penjaminan mutu (quality assurance), yang mengarah
pada peningkatan mutu berkelanjutan (continuous quality improvement). Apabila
pemikiran tersebut dikaitkan dengan konteks manajemen mutu pendidikan di Indonesia,
maka keterkaitan antara standar dengan proses pentahapannya dapat diilustrasikan
sebagai berikut.
Ilustrasi di atas memberi makna bahwa, penjaminan mutu dan peningkatan mutu
pendidikan memerlukan standar mutu, dilakukan dalam satu prosedur tata kerja yang
jelas, strategi, kerjasama dan kolaborasi antar pemangku kepentingan; serta dilakukan
secara terus-menerus dan berkelanjutan. Kebijakan pembangunan pendidikan dewasa ini
menunjukkan adanya modal kuat untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) menjadi acuan untuk mengkaji pencapaian
pendidikan, mutu pendidikan serta bidang yang membutuhkan peningkatan mutu
pendidikan. Pengkajian tersebut telah digariskan meliputi: 1) standar isi; 2) standar
proses; 3) standar kompetensi lulusan; 3) standar pendidik dan tenaga kependidikan; 5)
standar sarana dan prasarana; (6) standar pengelolaan; 7) standar pembiayaan; dan 8)
standar penilaian pendidikan. Hal ini dapat diilustrasikan sebagai berikut:
E. Penjaminan & Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia
Penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan untuk pendidikan dasar dan me-
nengah di Indonesia terkait dengan: 1) pengkajian mutu pendidikan; 2) analisis dan
pelaporan mutu pendidikan; 3) peningkatan mutu pendidikan; dan 4) penumbuhan
budaya peningkatan mutu yang berkelanjutan.
Penelitian internasional mengindikasikan bahwa, para guru dan sekolah adalah
pihak-pihak yang memberikan kontribusi terbesar terhadap hasil mutu pendidikan peserta
didik. Untuk alasan ini, maka cakupan sistem penjaminan dan peningkatan mutu
pendidikan perlu diarahkan pada penjaminan dan meningkatkan mutu untuk guru, kepala
sekolah, sekolah, dan tenaga inti lainnya di sekolah serta sistem yang mendukung
pekerjaan mereka. Definisi penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan dasar dan
menengah dirumuskan sebagai: serangkaian proses dan sistem yang terkait untuk
mengumpulkan, menganalisa dan melaporkan data mengenai kinerja dan mutu tenaga
pendidik dan kependidikan, program dan lembaga.
Proses penjaminan mutu mengidentifikasi aspek pencapaian dan prioritas pening-
katan, menyediakan data sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan serta
membantu membangun budaya peningkatan yang berkelanjutan. Pencapaian mutu
pendidikan untuk pendidikan dasar dan menengah juga dikaji berdasarkan delapan SNP.
Hal ini berarti bahwa, penjaminan mutu akan berkontribusi terhadap peningkatan mutu.
Delapan SNP menyediakan acuan untuk mengkaji pencapaian pendidikan, mutu
pendidikan serta bidang yang membutuhkan peningkatan mutu pendidikan.
Untuk pendidikan dasar dan menengah di Indonesia, hal ini dilakukan dalam suatu
konteks manajemen dan pemerintahan yang mendelegasikan sebagian besar tanggung
jawab implementasinya kepada propinsi, kabupaten dan sekolah.
Agar hal ini dapat berjalan dengan efektif dalam konteks kebijakan dan manajemen,
maka sistem penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan perlu menyediakan
fleksibilitas secara memadai yang akan memungkinkan kabupaten dan sekolah untuk
mengkaji dan meningkatkan mutu di wilayah prioritas yang mencerminkan faktor
kontekstual lokal dan spesial. Hubungan antara berbagai elemen inti dalam sistem
penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia dapat diilustrasikan sebagai
berikut:
Menurut Satori (2010), satu model yang dikembangkan secara rinci, ditawarkan
dengan tahapan siklus sebagai berikut: 1) perencanaan program; 2) rancangan pelak-
sanaan penjaminan mutu dan monitoring program; 3) pengembangan instrumen pe-
ngumpulan data; 4) pengumpulan dan pencatatan data; 5) verifikasi dan analisis data; 6)
laporan temuan; 7) identifikasi pencapaian dan aspek pengembangan; 8) pengembangan
dan implementasi pengembangan mutu; 9) monitor dan kajian hasil pelaksanaan program
peningkatan. Setelah dilakukan hingga tahap ke 9, maka selanjutnya proses tersebut
kembali ke tahap awal lagi yaitu perencanaan program.
F. Strategi Penjaminan dan Peningkatan Mutu
Diperlukan berbagai strategi dalam rangka penjaminan dan peningkatan mutu.
Apabila hal ini diimplementasikan dengan tepat, akan memberikan data kualitatif dan
kuantitatif terhadap sistem pendidikan di Indonesia. Tujuan utama dari pengumpulan
data mutu, analisa data mutu, dan fase pelaporannya adalah untuk 1) memperoleh data
yang valid dan dapat diandalkan tentang kinerja lembaga pendidikan dan tenaga
kependidikan berdasarkan SNP untuk pengguna pada semua tingkatan; serta 2) men-
dukung inisiatif dan program peningkatan mutu pada tingkatan sekolah, kabupaten,
propinsi dan nasional. Strategi pengumpulan data yang akan dipergunakan dalam sistem
penjaminan dan peningkatan mutu diupayakan untuk mengurangi kompleksitas, biaya,
dan sumber daya. Saat ini banyak data tentang pendidikan yang telah dikumpulkan,
namun sayangnya validitas dan keandalan dari data tersebut masih diragukan dan
penggunaannya juga belum efektif. Dengan mempertimbangkan masalah tersebut, maka
dua prinsip utama yang mendorong perlunya pengembangan sistem penjaminan dan
peningkatan mutu adalah untuk: 1) meningkatkan strategi pengumpulan data sehingga
data yang terkumpulkan menjadi relevan, valid, dan handal; 2) menjamin bahwa data
dipergunakan lebih efektif untuk tujuan perencanaan, pengambilan keputusan dalam
perencanaan serta alokasi sumber daya untuk peningkatan mutu pendidikan.
Metode pengumpulan data dan sumber data yang dikumpulkan dalam sistem ini
memiliki potensi untuk memberikan informasi penjaminan mutu yang berharga, tentang
kinerja lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan jika dibandingkan dengan beberapa
atau semua standar dari delapan SNP. Metode pengumpulan data yang berbeda-beda
dapat menjadi lebih tepat dipergunakan untuk pengumpulan data tentang SNP yang
berbeda dibandingkan dengan metode penilaian lainnya. Sebagian metode pengumpulan
data dipandang tidak terlalu cocok untuk mengumpulkan data pendidikan untuk beberapa
SNP. Misalnya, untuk Evaluasi Diri Sekolah (EDS) dimana merupakan proses
penjaminan dan peningkatan mutu yang didorong dari dalam sekolah, sehingga sekolah
tertentu akan mengumpulkan data mengenai bagian SNP tersebut yang secara khusus
terkait dengan dampak yang diberikan oleh sekolah, dalam meningkatkan hasil
pendidikan bagi peserta didik dan hal-hal terkait dengan peningkatan mutu di sekolah.
Informasi tambahan mengenai pencapaian sekolah dibandingkan dengan delapan
SNP akan dikumpulkan dari sekolah melalui strategi pengumpulan data sekolah lainnya
seperti Program Monitoring Sekolah, Guru dan Kepala Sekolah (Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota) dan pengumpulan data oleh Pusat Data dan Informasi (Padati-Balitbang
Diknas). Target sekolah kajian dipilih dan ditetapkan atas dasar kinerja sekolah, hasil
evaluasi diri, dan monitoring oleh Dinas Pendidikan Kab./Kota. Hal itu dapat
digambarkan sebagai berikut:
Program sertifikasi guru untuk sementara ini diyakini mendukung peningkatan
profesionalisme dan mutu kinerja guru. Bahkan jika disertai dengan program peningkatan
profesionalisme yang berkelanjutan akan memperkuat dampaknya terhadap penjaminan
dan peningkatan mutu pendidikan. Program akreditasi sekolah dilaksanakan oleh Badan
Akreditasi Propinsi secara bertahap mendorong sekolah untuk melengkapi tuntutan dan
mutu kinerja sesuai dengan delapan SNP. Pengembangan Sekolah Rintisan Mandiri,
Sekolah Standar Nasional, dan Sekolah Bertaraf Internasional menunjukkan orientasi
pada penguatan program penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan. Sejumlah
sekolah swasta yang dikelola dengan baik oleh badan hukum penyelenggaranya, juga
memperkuat upaya penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan.
Pengumpulan data penjaminan mutu itu sendiri tidak akan membawa pada pe-
ningkatan dalam mutu pendidikan. Agar hal ini dapat berguna untuk tujuan peningkatan
mutu, maka data dan informasi tentang penjaminan mutu tersebut harus: 1) dikelola
dengan baik; 2) dianalisa dengan seksama; 3) dapat diakses; 4) dipergunakan untuk
mendorong perencanaan, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya dan program
peningkatan; serta 4) dipergunakan untuk membangun budaya peningkatan mutu yang
berkelanjutan di sekolah dan unit pendidikan lainnya.
Masing-masing dari kegiatan penjaminan mutu yang diilustrasikan dalam diagram
di atas akan memiliki relevansi untuk SNP tertentu. Strategi Pejaminan Mutu yang
ditunjukkan dalam diagram di atas merupakan upaya integratif, bilamana mungkin,
dilakukan dengan cara menyempurnakan dan mengembangkan strategi pengumpulan data
yang ada, tidak menciptakan strategi pengumpulan data yang baru. Proses ini dilakukan
dengan cara: 1) mendapatkan kesepakatan mengenai tujuan; 2) cakupan dan cara
implementasi dari masing-masing strategi penjaminan mutu; 3) mengaitkan proses
pengumpulan data dengan SNP; 4) membangun fleksibilitas proses untuk membantu
propinsi, kabupaten/kota dan sekolah; 5) mengumpulkan informasi yang terkait dengan
konteks lokal dengan tetap merujuk pada delapan SNP; 9) mengembangkan dan melatih
personil dalam penggunaan instrumen pengumpul data yang dapat diterapkan secara
nasional dengan sistem pelaporan yang standar; 10) mengembangkan kapasitas Lembaga
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan LPMP untuk mengelola dan menganalisa data;
serta 11) mengembangkan proses yang konsisten secara nasional dan menyediakan
pelatihan untuk memasukkan data, analisis, akses dan penggunaan data.
Masing-masing strategi penilaian mutu dikembangkan secara lebih terperinci
selama fase program pengembangan. Segera setelah program pengembangan disele-
saikan, akan dibuat manual teknis untuk masing-masing strategi, jika dibutuhkan.
Manual-manual ini akan memberikan keterangan terperinci mengenai proses imple-
mentasi dan tanggung jawab kelompok dan individu tertentu untuk penerapan strategi
penjaminan mutu. Kesemua strategi peningkatan mutu tersebut perlu dilakukan secara
sinergi yang melibatkan kelembagaan sekolah, pengawas, Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota dan propinsi, Badan Akreditasi Sekolah, Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan (LPMP), Lembaga Peningkatan, Pengembangan, dan Pembinaan Pendidik
dan Tenaga Kependidikan (LP4TK), dan Perguruan Tinggi LPTK.
Dalam rangka melakukan perubahan dari quality control ke quality assurance and
development maka diperlukan strategi manajemen perubahan. Pemahaman terhadap
kondisi saat ini melahirkan gagasan perlunya perubahan tata kerja dari kepatuhan
sekedar melaksanakan peraturan-peraturan ke kesadaran kepatuhan profesional; dimana
pendidik dan tenaga kependidikan melakukan perbaikan dan peningkatan atas dasar self-
professional management. Pada tingkat sekolah misalnya, perlu dikembangkan tata kerja
yang memungkinkan sekolah memperoleh dukungan dan memiliki alat untuk mencapai
kinerja yang diharapkan. Sekolah diberi peluang mengelaborasi standar nasional
pendidikan dalam konteks kebutuhannya untuk maju, sementara itu para pengawas,
aparat Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menyediakan dukungan yang memungkinkan
sekolah melakukan program perbaikan kinerjanya. Penelitian menunjukkan bahwa
prestasi siswa tidak semata-mata berkaitan dengan fasilitas dan kualifikasi guru, namun
lebih berkaitan dengan dilakukannya perencanaan pengajaran yang serius; melakukan
pendekatan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan, serta
dilakukannya assessment dengan berbagai teknik.
Dengan demikian dapat dimaknai bahwa, pengembangan sistem penjaminan dan
peningkatan mutu dalam kerangka sistem pendidikan nasional memerlukan investasi
institusi (capacity building) yang terfokus pada perubahan pola pemahaman (mind set)
dan perubahan budaya kerja di antara orang-orang, terutama yang menduduki posisi
managerial. Dalam konteks ini, strategi perubahan dimulai dari membangun apa, untuk
apa, mengapa, dan bagaimana dengan sensitivity training, simulation, dan case analyses.
G. Refleksi dan Arah Pengembangan
Indonesia sejak tahun 1998 merupakan era transisi dengan tumbuhnya proses
demokrasi. Sejalan dengan hal ini, maka demokrasi juga telah memasuki dunia pen-
didikan nasional antara lain dengan lahirnya Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Dalam hal ini, bidang pendidikan bukan lagi merupakan
tanggung jawab pemerintah pusat tetapi diserahkan kepada tanggung jawab pemerintah
daerah, hanya beberapa fungsi saja yang tetap berada di tangan pemerintah pusat
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah. Perubahan dari sistem yang sentralisasi ke desentralisasi membawa konsekuensi-
konsekuensi yang jauh di dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
Selain perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi yang membawa banyak pe-
rubahan juga bagaimana untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam
menghadapi persaingan bebas abad ke-21. Kebutuhan ini ditampung dalam Undang-
Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta pentingnya tenaga guru dan
dosen sebagai ujung tombak dari reformasi pendidikan nasional. Sistem Pendidikan
Nasional era reformasi yang diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 diuraikan
dalam indikator-indikator akan keberhasilan atau kegagalannya, maka lahirlah Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang kemudian
dijelaskan dalam Permendiknas RI.
Dalam situasi masyarakat Indonesia sekarang ini, muncul banyak kritikan baik dari
praktisi pendidikan maupun dari kalangan pengamat pendidikan mengenai pendidikan
nasional yang tidak mempunyai arah yang jelas. Dunia pendidikan sekarang ini bukan
merupakan pemersatu bangsa tetapi merupakan suatu ajang pertikaian dan persemaian
manusia-manusia yang berdiri sendiri dalam arti yang sempit serta mementingkan diri
dan kelompok. Hal tersebut disebabkan adanya dua kekuatan besar yaitu kekuatan politik
dan kekuatan ekonomi.
Dalam kenyataannya, bidang pendidikan masuk dalam subordinasi dari kekuatan-
kekuatan politik praktis, yang berarti pendidikan telah dimasukkan ke dalam perebutan
kekuasaan partai-partai politik; untuk kepentingan kekuatan golongannya. Pandangan
politik ditentukan oleh dua paradigma yaitu paradigma teknologi dan paradigma
ekonomi. Paradigma teknologi mengedepankan pembangunan fisik yang menjamin
kenyamanan hidup manusia. Paradigma ekonomi lebih mengedepankan pencapaian
kehidupan modern dalam arti pemenuhan-pemenuhan kehidupan material dan
mengesampingkan kebutuhan non material.
Manusia Indonesia tidak terlepas dari modernisasi seperti teknologi informasi dan
teknologi komunikasi. Neoliberalisme pendidikan membawa dampak positif dan negatif.
Positifnya yaitu pendidikan menunjang perbaikan hidup dan nilai negatifnya yaitu
mempersempit tujuan pendidikan atas pertimbangan efisiensi, produksi, dan
menghasilkan manusia-manusia yang dapat bersaing, yaitu mencari keuntungan sebesar-
besarnya terhadap investasi yang dilaksanakan dalam bidang pendidikan.
Demi mencapai efisiensi dan kualitas pendidikan maka disusunlah beberapa upaya
standarisasi, sehingga muncul konsep-konsep seperti ujian nasional.
Dalam kondisi ini maka, sistem penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan
harus dibangun dan dikembangkan secara nasional dalam upaya meningkatkan daya
saing, pencitraan, dan akuntabilitas publik. Penjaminan mutu merupakan serangkaian
proses dan sistem yang terkait untuk mengumpulkan, menganalisis, dan melaporkan data
mengenai kinerja dan mutu tenaga pendidik dan kependidikan, program dan lembaga.
Proses penjaminan mutu mengidentifikasi aspek pencapaian dan prioritas peningkatan,
menyediakan data sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan serta
membantu membangun budaya peningkatan berkelanjutan.
Pencapaian mutu pendidikan untuk pendidikan dasar dan menengah di Indonesia
dikaji berdasarkan delapan SNP. Dalam perspektif implementasi, sistem penjaminan dan
peningkatan mutu akan mengungkapkan keandalan SNP sebagai rujukan mutu
pendidikan dan kinerja pengelola pendidikan. Dengan demikian akan terjadi upaya atau
proses validasi empiris SNP yang mencakup: 1) pemetaan semua standar untuk
mengidentifikasi apakah terjadi tumpang tindih dan kesenjangan, yang selanjutnya
dilakukan perbaikan sehingga SNP dapat diakses, dipahami, dan digunakan dengan
mudah; 2) mengembangkan sejumlah indikator pencapaian yang terkait dan dapat diukur
untuk semua standar, sehingga dapat dipergunakan untuk membantu tenaga kependidikan
untuk melihat apakah suatu standar tertentu telah tercapai.
Indikator pencapaian adalah hal atau bukti untuk memandu keputusan apakah
standar tertentu, atau aspek dari satu standar telah tercapai. Indikator pencapaian harus
dipergunakan untuk memandu pengembangan instrumen penilaian dan penjaminan mutu.
Pengembangan patok duga untuk setiap standar yang menunjukkan tingkat kinerja sesuai
kebutuhan untuk satu standar atau aspek dari standar tertentu yang harus dicapai. Upaya-
upaya yang dilakukan itu dipublikasikan dalam bentuk Kerangka Kerja Indikator untuk
Laporan Kabupaten/Kota, Propinsi, dan Nasional atas pencapaian SNP. Kerangka kerja
ini akan menjadi dokumen inti untuk mengarahkan pengumpulan data pencapaian SNP
oleh tenaga kependidikan dan unit pendidikan.
Dalam kerangka manajemen pengembangan mutu terpadu, usaha pendidikan tidak
lain adalah merupakan usaha “jasa” yang memberikan pelayanan kepada pelanggannya,
yaitu mereka yang belajar dalam lembaga pendidikan tersebut. Mereka yang belajar bisa
merupakan mahasiswa/pelajar/siswa/peserta belajar yang biasa disebut pelanggan utama
(primary external customers). Mereka inilah yang langsung menerima manfaat layanan
pendidikan dari lembaga tersebut.
Para pelanggan terkait dengan orang yang mengirimnya ke lembaga pendidikan,
yaitu orang tua atau lembaga tempat klien tersebut bekerja, dan mereka ini disebut
sebagai pelanggan sekunder (secondary external customers).
Pelanggan lainnya yang bersifat tersier adalah lapangan kerja, baik pemerintah
maupun masyarakat pengguna output pendidikan (tertiary external customers). Selain itu,
dalam hubungan kelembagaan masih terdapat pelanggan lainnya yang berasal dari intern
lembaga; mereka itu adalah para guru/dosen/tutor dan tenaga administrasi lembaga
pendidikan, serta pimpinan lembaga pendidikan (internal customers).
Walaupun para guru/dosen/tutor dan tenaga administrasi, serta pimpinan lembaga
pendidikan tersebut terlibat dalam proses pelayanan jasa, tetapi mereka termasuk juga
pelanggan jika dilihat dari hubungan manajemen.
Mereka berkepentingan dengan lembaga tersebut untuk maju, karena semakin maju
dan berkualitas maka mereka diuntungkan. Seperti disebut di atas bahwa, program
peningkatan mutu harus berorientasi kepada kebutuhan/harapan pelanggan, maka layanan
pendidikan suatu lembaga haruslah memperhatikan kebutuhan masing-masing pelanggan.
Kepuasan dan kebanggaan dari mereka sebagai penerima manfaat layanan pendidikan
harus menjadi acuan bagi program peningkatan mutu layanan pendidikan.
Mendasarkan pada hal-hal di atas, tampak bahwa sebenarnya mutu pendidikan
adalah merupakan akumulasi dari semua mutu jasa pelayanan di lembaga pendidikan
yang diterima oleh para pelanggannya. Layanan pendidikan adalah suatu proses yang
panjang, dan kegiatannya saling dipengaruhi oleh kegiatan yang lain. Bila semua
kegiatan dilakukan dengan baik, maka hasil akhir layanan pendidikan tersebut akan
mencapai hasil yang baik, berupa “mutu terpadu”.
H. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat dipaparkan beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. TQM/MMT adalah suatu pendekatan yang sistematis, praktis, dan strategis dalam
menyelenggarakan roda aktivitas suatu organisasi, yang mengutamakan kepentingan
pelanggan; dimana pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengendalikan
mutu.
2. TQM/MMT dapat diartikan sebagai pengelolaan kualitas semua komponen (stake-
holder) yang berkepentingan dengan visi dan misi organisasi; sehingga TQM
bukanlah merupakan suatu pembebanan atau pemeriksaan; tetapi sebagai usaha untuk
melakukan sesuatu yang benar setiap waktu, daripada melakukan pemeriksaan
(checking) pada waktu tertentu ketika terjadi kesalahan.
3. Dalam bidang pendidikan, TQM/MMT merupakan suatu cara untuk mengelola
lembaga pendidikan berdasarkan filosofi bahwa, meningkatkan mutu harus diadakan
dan dilakukan oleh semua unsur lembaga sejak dini; dimana hal ini harus berlangsung
secara terpadu dan berkesinambungan, sehingga pendidikan sebagai jasa berupa
proses budaya dapat memenuhi kebutuhan para pelanggan.
4. Diperlukan pengkajian secara baik dalam menerapkan TQM/MMT dalam ruang
kelas, sehingga dapat memberi jaminan dalam pengembangan TQM/MMT guna
mewujudkan kondisi pendidikan yang efektif sebagai institusi yang berpengaruh pada
kualitas siswa.
5. Penyelenggaraan pendidikan perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya dalam ling-
kungan persekolahan untuk memenuhi akuntabilitas publik sebagai investasi
sumberdaya manusia yang strategis melalui proses pembelajaran yang baik; dimana
diperlukan standar mutu yang dilakukan dalam satu prosedur tata kerja yang jelas,
strategi, kerjasama dan kolaborasi antar pemangku kepentingan; serta berlangsung
secara berkesinambungan.
6. Kebijakan pembangunan pendidikan di Indonesia dewasa ini harus mengacu pada
delapan SNP; yang berfungsi untuk mengkaji pencapaian pendidikan, mutu pen-
didikan serta bidang yang membutuhkan peningkatan mutu pendidikan.
7. Dalam rangka melakukan perubahan dari quality control ke quality assurance and
development di bidang pendidikan, maka diperlukan strategi manajemen perubahan
yang dapat melahirkan gagasan perlunya perubahan tata kerja.
8. Sistem penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan harus dibangun dan dikem-
bangkan secara nasional dalam upaya meningkatkan daya saing, pencitraan, dan
akuntabilitas publik.
9. Mutu pendidikan adalah merupakan akumulasi dari semua mutu jasa pelayanan di
lembaga pendidikan yang diterima oleh para pelanggannya sebagai suatu proses yang
panjang, dan kegiatannya saling dipengaruhi oleh kegiatan yang lain; sehingga
layanan pendidikan tersebut akan mencapai hasil akhir yang baik, berupa “mutu
terpadu”.
DAFTAR PUSTAKA
Morgan, C. dan Murgatroyd, S. (1994). Total Quality Management and School.
Philadelphia: Open University Press. Buckingham.
Mukhopadhyay, M. (2005). Total Quality Management in Education, Second Ed.
London: Sage Publication.
Sallis, E. (2006). Total Quality Management in Education (Manajemen Mutu Pen-
didikan) terjemahan Ahmad Ali Riyadi dan Fahrurozi, cetakan II, Yogyakarta:
IRCiSod.
Satori Djam’an (2010). Sistem Penjaminan Dan Peningkatan Mutu Pendidikan, Forum komunikasi, interaksi dan kolaborasi pendidik. Diakses 1 Oktober 2010. http://[email protected]