40
MAKALAH BAHAN TAMBAHAN PANGAN “ PEMANIS ” Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief SN., disusun oleh: Kelompok 2 Kinanty Praha Saputri 2013340011 Lina Anisah 2013340005 Theresia Vintania 2013340036 Firda Shabina 2013340054 Anne Meilinda 2013340074 TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

Makalah btp pemanis

Embed Size (px)

Citation preview

MAKALAH BAHAN TAMBAHAN PANGAN

“ PEMANIS ”

Pembimbing:

Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief SN.,

disusun oleh:

Kelompok 2

Kinanty Praha Saputri 2013340011

Lina Anisah 2013340005

Theresia Vintania 2013340036

Firda Shabina 2013340054

Anne Meilinda 2013340074

TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

TEKNOLOGI PANGAN

UNIVERSITAS SAHID

JAKARTA

2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pemanis”.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Bapak

Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief SN selaku dosen matakuliah Bahan Tambahan Pangan. Makalah ini

ditulis berdasarkan hasil penyusunan data-data sekunder yang diperoleh dari buku panduan

yang berkaitan dengan Bahan Tambahan Pangan (BTP) pemanis, serta infomasi dari jurnal

dan media massa.

Serta tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada pengajar matakuliah

Bahan Tambahan Pangan atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini serta

kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga makalah ini dapat

diselesaikan.

Penulis berharap makalah ini dapat memberi manfaat bagi rekan mahasiswa, serta

dapat menambah wawasan lebih mengenai bahan tambahan pangan khususnyapemanis. Kami

merasa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan

saran dari pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.

Jakarta , Oktober 2014

Tim Penulis

i| B a h a n T a m n a h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................ i

DAFTAR ISI......................................................................................................................................... ii

BAB I....................................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.................................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1

1.2 Tujuan Penulisan...................................................................................................................1

1.3 Rumusan Masalah..................................................................................................................2

BAB II...................................................................................................................................................3

PEMBAHASAN...................................................................................................................................3

2.1 Teori......................................................................................................................................3

2.2 Regulasi Umum...................................................................................................................13

2.3 Perkembangan BTP Pemanis...............................................................................................14

2.4 Aplikasi...............................................................................................................................16

2.5 Masalah dalam pemakaian pemanis.....................................................................................17

BAB III................................................................................................................................................21

KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................................................................21

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................21

3.2 Saran....................................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................22

ii| B a h a n T a m b h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, produk pangan yang dihasikan oleh industri

pangan dituntut untuk menghasilkan inovasi-inovasi baru sehingga dapat memenuhi

permintaan konsumen. Beberapa inovasi tersebut meliputi ketahanan dalam

penyimpanan, pembentukan tekstur, pemberian warna, serta penambahan cita rasa yang

menuntut industri pangan untuk menambahkan bahan tambahan pangan (BTP) sehingga

sesuai dengan permintaan konsumen.

BTP yang digunakan dalam dunia pangan memiliki banyak jenis, salah satunya yang

menjadi kegamaran adalah pemanis. Zat pemanis merupakan senyawa kimia yang

ditambahkan secara sengaja dan digunakan untuk memberikan efek manis terhadap

produk olahan pangan pada industri makanan dan minuman. Pemanis berdasarkan

sumbernya terbagi menjadi dua yaitu pemanis alami dan buatan. Dalam industri pangan,

penggunaan pemanis buatan atau sintetik terus meningkat setiap tahunnya di dunia. Hal

ini dikarenakan zat pemanis buatan memiliki harga yang relatif murah bila dibandingkan

dengan pemanis alami, dan kalori yang dihasilkan lebih rendah dari pemanis alami.

Akan tetapi, banyak masyarakat yang belum mengetahui batas atau kadar

penggunaan zat pemanis buatan pada makanan. Sehingga mereka menggunakan zat

pemanis buatan ini secara berlebihan. Penggunaan yang berlebihan seperti ini, tentunya

dapat memberikan dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Hal ini dikarenakan

kandungan zat kimia pada pemanis buatan bersifat buruk pada tubuh jika

penggunaannya tidak awasi dan dibatasi, sehingga diperlukan informasi terkait mengenai

penggunaan zat pemanis. Untuk itupada bab selanjutnya akan dibahas lebih

dalammengenai pemanis.

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1. Mengetahui peraturan penggunaan BTP

1.2.2. Mengetahui pengertian dari BTP pemanis

1.2.3. Mendeskripsikan jenis BTP pemanis pada makanan

1.2.4. Mengetahui batasan penggunaan BTP pemanis dalam produk makanan

1| B a h a n T a m b h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”

1.2.5. Menjelaskan masalah yang dapat terjadi pada BTP pemanis di dalam bahan

pangan

1.3 Rumusan Masalah

1.3.1. Apa peraturan yang mengatur penggunaan BTP?

1.3.2. Apa yang dimaksud dengan BTP?

1.3.3. Apa yang dimaksud dengan BTP pemanis?

1.3.4. Apa saja jenis BTP pemanis pada makanan?

1.3.5. Berapa kadar yang aman dalam penggunaan BTP pemanis?

1.3.6. Bagaimana dampak penambahan pemanis pada bahan pangan?

1.3.7. Apa upaya yang dilakukan untuk meminimalisir efek samping dan penambahan

BTP pemanis pada bahan pangan?

1.3.8. Bagaimana efek samping penambahan BTP pemanis pada makanan terhadap

kesehatan?

1| B a h a n T a m b h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori

Menururt The Food Protection Committee of teh Food and Nutrition Board Bahan

Tambahan Pangan (BTP) adalah suatu substansi atau campuran substansi, selain dari

ingredien utama pangan, yang berada dalam suatu produk pangan sebgai akibat dari

suatu aspek produksi, pengolahan, penyimpanan, atau pengemasan (tidak termasuk

kontaminan). Sedangkan menurut definisi Depkes (1999) BTP adalah bahan yang

biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan

ingredienkhas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja

ditambahkan ke dalam makanan dengan maksud sebagai teknologi pada pembuatan,

pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan, atau

pengengkutan makanan untuk menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat

khas makanan tersebut.

Pada intinya BTP merupakan bahan yang ditambahkan pada makanan dengan

sengaja yang tujuannya sesuai dengan jenis penggunaan BTP tersebut. Secara umum

BTP dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu BTP alami dan BTP butan. BTP alami adalah

bahan tambahan yang umumnya berasal dari alam, seperti gula tebu, garam, bumbu

dapur,dll.BTP buatan adalah bahan pangan yang umumnya diproduksi sintesis dengan

bahan kimia, seperti sakarin, siklamat, dll.Di dunia, organisasi yang bertanggung jawab

terhadap peraturan pengunaan BTP adalah JECFA pada CAC, EFSA, FEMA dan FDA.

Sedangkan di Indonesia sendiri, penggunaan BTP diatur oleh Peraturan Menteri

Kesehatan RI No. 23, 033, 79, 208, 239, 329, 453, dan 722, Keputusan Direktur Jendral

Pengawasan Obat dan Makanan No. 02987, 01415, 02240, 025592, dan 02593, serta

untuk setip kelompok BTP diatur dalam bentuk Standar Nasional Indonesia. (Hanny W.

Christopher, 2010)

Menurut Depkes (1999) di Indonesia terdapat banyak jenis BTP yang diperbolehkan

untuk ditambahkan ke dalam bahan pangan. Berkut ini adalah jenis BTP tersebut:

Pewarna

BTP yang ditambahkan untuk memperbaiki atau menambahkan warna pada

makanan.

3| B a h a n T a m b h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”

Pemanis buatan

BTP yang ditambahkan untuk memberikan rasa manis. Tidak dan hampir tidak

memiliki nilai gizi.

Pengawet

BTP yang ditambahkan untuk mencegah atau menghambat fermentsi, pengasaman

atau penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh mikroba.

Antioksidan

BTP yang ditambahkan untuk mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak,

sehingga tidak terjadi proses ketengikan.

Antikempal

BTP yang ditambahkan untuk mencegah menggumpalnya makanan yang berbentuk

serbuk.

Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa

BTP yang ditambahkan untuk memeberikan, menambah atau mempertegas rasa dan

aroma makanan.

Pengatur keasaman (pengasam, penetral dan pendapar)

BTP yang ditambahkan untuk mengasamkan, menetralkan atau mempertahnkan

derajat keasaman makanan.

Pemutih dan pematang tepung

BTP yang ditambahkan untuk mempercepat proses pemutihan atau pematang tepung

sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.

Pengemulsi, pemantap dan pengental

BTP yang ditambahkan untuk membantu terbentuknya dan memantapkan sistem

dispersi yang homogen pada makanan.

Pengeras

BTP yang ditambahkan untuk memperkeras atau mencegah melunaknya makanan.

Sekuestran

BTP yang ditambahkan untuk mengikat ion logam yang terdapat pada makanan,

sehigga memantapkan aroma, warna dan rasa.

Lain-lain

Penggunaan BTP ini dibatasi oleh ADI (Accaptable Daily Intake) atau jumlah

maksimum BTP yang dapat dikonsumsi dalam mg/Kg berat badan (BB) setiap harinya

tanpa menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan. Dari beberapa jenis BTP yang

3| B a h a n T a m b h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”

diperbolehkan menurut Depkes, BTP pemanis, pengawet dan pewarna adalah bahan

tambahan yang paling sering digunakan pada makanan. Karena dewasa ini pemanis

banyak digunakan dalam produk minuman dan makanan, maka pemanis akan dibahas

lebih lanjut lagi.

Pemanis

Pemanis Buatan adalah BTP yang menyebabkan rasa manis paa produk pangan yang

tidak atau sedikit mempunyai nilai gizi atau kalori, hanya boleh ditambahkan ke dalam

produk pangan dalam jumlah tertentu (Depkes, 1999; SNI, 2004; BPOM, 2004). Pada

tahun 1878 ditemukan pertama kali pemanis buatan yang dikenal dengan sakarin. Sejak

ditemukannya sakarin, ketertarikan untuk menemukan beragam pemanis alternatif yang

murah dan juga efektif cenderung terus meningkat (Nelson, 2000).

Rasa manis dihasilkan oleh senyawa yang mempunyai struktur kimia tertentu.

Beberapa teori menjelaskan hubungan antara kemanisan dengan struktur kimia pemanis.

Berikut ini adalah lima teori rasa manis menurut Saki et al(1990), Hayes (2008) dan

anonim (2009):

a. Teori kemanisan hidroksil

Senyawa yang menghasilkan rasa manis adalah senyawa yang mengandung banyak

gugus hidroksil. Seperti sukrosa dan golongan poliol.

b. Teori AH/B

Senyawa yan mengandung gugus elektropositif (AH) dan elektronegatif (B) yang

terpisah sekitar 0,3 nm memiliki rasa manis. Seperti aspartam. (Saki et al, 1990)

c. Teori Kier

Teori penyempurnaan teori AH/B, pemanis harus memiliki sisi X yang berinteraksi

dengan sisi hidrofobik dari reseptor melalui gaya dispersi london. Seperti munculnya

manis pada δ-asetil-L-ornitil-β-alanin metil ester dengan HCl.

d. Teori Nukleofilik Elektrofilik

Pemanis merupakan sistem nukleofilik dan elektrofilik. Hidrofobitas dan parameter

sterik lainnya menentukan kualitas dan intensitas kemanisan pemanis (Rohse dan

Belitz, 1988)

3| B a h a n T a m b h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”

e. Teori Multipoint Attachment Theory (MPA)

Terdapat delapan sisi interaksi antara pemanis dengan trans membran reseptor (B-,

AH-, XH-, G1-, G2-, G3-, G4-, dan D), tetpi tidak semua pemanis berinteraksi dengan

reseptor ke-8 tersebut.

Menurut C. Hanny Wijaya (2010) dan The American Asssociation, pemanis

dibedakan menjadi tiga, yaitu pemnis berdasarkan sumbernya (alami dan buatan), tingkat

kemanisannya (berintensitas tinggi dan pemanis pengganti gula), serta berdasarkan nilai

gizinya (nutritif dan non nutritif). Berikut ini adalah penjabarannya:

1. Pemanis berdasarkan sumbernya

a. Pemanis Alami

Pemanis yang terdapat di bahan alam, meskipun prosesnya secara sintetik atau

fermentasi. Contoh: sorbitol, laktitol, manitol, silitol, dll.

b. Pemanis Buatan

Pemanis yang diproses secara kimiawi dan senyawa tersebut tidak terdapat di

alam. Contoh: asesulfam-K, sakarin, aspartam, sukralosa, dll..

2. Pemanis berdasarkan tingkat kemanisannya

a. Pemanis berintensitas tinggi

Sesuai dengan jenisnya, pemanis ini memiliki tingkat kemanisan yang lebih

tinggi dari pada pemanis alami lain (sukrosa). Dari tujuh pemanis yang digologkan

menurut CAC, enam pemanis berasal dari pemanis buatan dan satu yang berasal

dari pemanis alami. Beberapa pemanis jenis ini memiliki afertase pahit, sehingga

perlu dikombinasikan dengan pemanis lain agar afertasenya hilang. Untuk pemanis

yang berbasis protein (terdapat gugus amina), jika mengalami reaksi pencoklatan

dengan gula walaupun tidak terlalu terlihat tetapi dampaknya akan tingkat

kemanisan pada pemanis akan berkrang atau hilang.

Berikut ini adalah ke-7 pemanis berintensitas tinggi:

Alitam

Mempunyai nama dagang Aclame. Rumus kimianya C14H25N3O4S.2,5H2O,

yang terdiri dari dipeptida L-aspartat, D-alanin dan amina. Alitam memiliki sifat

fisik yaitu: kemanisannya 2000 kali lebih manis dari sukrosa, bersifat non

higroskopis, titik leleh 136-147˚C, larut dalam pelarut polar, memiliki titik

isoelektrik 5,7, tahan terhadap suhu dan asam, pada pH 4 akan terdekomposisi

menjadi Na-bisulfit, Asam skorbat dan karamel.

3| B a h a n T a m b h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”

Sifat kimianya : tidak mengandung fenilalanin, sehingga dapat dikonsumsi

oleh penderita fenilketonuria, dapat menutupi afertase dari sakarin. Alitam dapat

dicerna enzim, diserap oleh tubus sekitar 78-93% dan dihidrolisis menjadi asam

aspartat yang dimetabolisme oleh tubuh, alanin amida dikeluarkan melalui urin,

serta sisa yang lainnya akan dikeluarkan melalui feses. Pemanis ini tidak

bersifat karsinogenik terhadap tubuh dan organ reproduksi. NOAEL dan ADI

untuk Alitam adalah 100 dan 0,1-0 mg/Kg BB.

Asesulfam-K

Mempunyai nama lain Sunnet dan Sweet One. Rumus kimianya C4H4KNO4S.

Sifat fisik dari asesulfam-K yaitu, berbentuk tepung kristal berwarna putih,

mudah larut dalam air,non-higroskopis, pada suhu lebih besar dari 2000˚C

asesulfam akan terdekomposisi menjadi asetosetamida, non-glikemik dan non-

kariogenik. Tingkat kemanisannya 200 kali tingkat kemanisn sukrosa. Pemanis

ini digunakan sebagai penutup afertase pahit pemanis lain serta tidak memilik

kalori. Asesulfam-K memiliki satu komposisi yang apabila terurai bersifat

toksik, yaitu asetoasetamida. Pemanis ini dapat dicerna oleh tubuh. ADI

Asesulfam-K adalah 0-15 mg/Kg BB.

Aspartam

Mempunyai nama lain Equal, Nutrasweet dan canderel. Rumus kimianya

C14H18N2O5. Pemanis ini memiliki sifat Slower onset atau kemanisan tahan lama.

Sifatn fisiknya, berbentuk tepung kristal berwarna putih, sedikit larut dalam air,

kestabilan aspartam akan tinggi apabila dienkapsulasi dan untuk produk permen

karet kestabilan akan tinggi jika ditambahkan pati terhidrogenasi. Sifat

kimianya, pada pH 3,1 dan 7,9 aspartam tidak dalam keadaan terdisosiasi,

sehingga rasanya kurang manis. Aspartam memiliki senyawa fenilalanin

sehingga harus diberi tanda fenilketonuria untuk penderitanya. Campuran

aspartam dan asesulfam-K dikenal dengan penegas rasa. ADI untuk pemanis ini

adalah 40 mg/Kg BB.

Neotam

Merupakan turunan dari aspartam, memiliki rumus kimia C20H30N2O5. Sifat

fisiknya, berbentuk kristal putih, titik leleh 80-83,4˚C, suhu kelarutannya 25˚C,

kestbiln tergantung pada pH (5,5) dan suhu. Tingkat kemanisannya 7000-13.000

kali kemanisan sukrosa dan termasuk ke dalam pemanis non-nutritif (tidak

3| B a h a n T a m b h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”

memiliki klori). Sifat kimianya memiliki intensitas flavor yang tinggi dan dapat

menurunkan nilai off flavour kedelai. Adanya gugus 3,3-dimetilbutil

menyebabkan senyawa ini tidak dapat dimetabolismemenjadi asam aspartat dan

fenilalanin. Pemanis ini bersifat non-mutagenik, non-teratogenik, non-

karsinogenik dan tidak berpengaruh pada sistem reproduksi. ADI pemanis ini

adalah 0-2 mg/Kg BB.

Sakarin

Memiliki nama lain glusida, glusil, garantosa, sakarinol, sakarinose, sakarol,

sakarin sikosa dan hermestas. Tetapi di lokal lebih dikenal dengan nama biang

gula, gula biang, gula obat dan gula sintesis. Pemanis ini terdapat banyak di

pasaran. Sifat fisiknya berbentuk kristal, berwarna putih, tidak berbau atau

berbau aromatik lemah, mudah larut dalam air. Kemanisannya 300-500 kli lebih

manis dari sukrosa. Bersifat non-kalori dan stabil selama pengolahan. Kelebihan

sakarin adalah dapat menghilangkan afetase pahit dan metalic, tidak

menyebabkan karies gigi, dan cocok bagi penderita diabetes. Kekurangannya

dapat menurunkan nilai gizi (Vitamin B1, C, dan asam amino essensial), serta

tidak dapat dimetabolisme dan dieksresikan melalui urin. ADI pemanis ini

adalah 5mg/Kg BB.

Siklamat

Memiliki nama dagang Sodium atau biang gula. Rumus kimianya

C6H13NO3S. Terdapat dalam bentuk garam natrium dan kalsium. Kemanisannya

30 kali kemanisan sukrosa. Sifat fisik siklamat yaitu, garamnya berbentuk kristl

putih, tidak berwarna dan berbau, mudah larut dalam air, dan stabil dalam suhu

tinggi. Sifat kimianya, non kalori, tidak memberikan afertase, jika terurai akan

terbentuk sikloheksilamin yang menyebabkan rasa pahit. Pemanis ini tidak

bersifat karsinogenik, kekurangannya dapat menurunkan nilai gizi (Vitamin B1,

C, dan asam amino essensial), serta tidak dapat dimetabolisme dan dieksresikan

melalui urin. ADI pemanis ini adalah 0-11 mg/Kg BB. Di negara Kanada dan

USA tidak diperkenankan untuk menggunakan siklamat.

Sukralosa

Memiliki rumus kimia C12H19C13O8, sifat fisiknya berbentuk kristal berwarna

putih, tidak berbau, mudah larut dalam air, metanol dan alkohol, dalam panas

tinggi dan lingkungan asam akan terhidrolisis menjadi glukos dan fruktosa.

3| B a h a n T a m b h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”

Selain itu bersifat non-kalori, tidak memberikan afartase, tidak dicerna oleh

tubuh, termasuk golongan GRAS sehingga aman dikonsumsi untuk anak-anak

dan wanita hamil, serta sudah teruji tidak menyebabkan karies gigi, perubahan

genetik, cacat bawaan, dan kanker. Karena sifatnya tersebut sukralosa

digunakan sebagai pengganti gula pda penderita diabetes. Pemanis ini memiliki

ADI 0-15 mg/Kg BB.

Taumatin

Merupakan satu-satunya pemanis tingkat tinggi yang berasal dari bahan

alam, yaitu berasal dari kulit biji buah katemfe. Kemanisan pemanis ini 250-

300x kemanisan sukrosa. Kalori yang dihasilkan 4 kal/g. Sifat fisiknya larut

dalam air, stabil terhadap panas dan asam, stabil hingga suhu 120˚C.

Keunggulan pemanis ini yaitu memberikan efek dingin di mulut dan biasanya

digunakan untuk modifikasi flavor dan merupakan master key reseptor sensasi

flavor. Keunggulan lainnya adalah kemampuan untuk menyembunyikan rasa

yang kurang disukai seperti rasa logam pada sakarin dan rasa sepat serta pahit

pada buah. Pemanis ini juga memiliki kelemahan yaitu memiliki afertase

licorice pad konsentrsi tinggi. Penggunaan pemanis ini telah disetujui oleh

JECFA pada tahun 1985.

b. Pemanis pengganti gula

Pada jenis ini, pemanis yang digunakan adalah golongan poliol. Poliol adala gula

alkohol yang diproduksi dengan menghidrogenasi gula sakarida. Pemanis ini

memiliki sifat fungsional mirip seperti sukrosa tetapi memiliki beberapa

keunggulan seperti:

Lebih stabil secara ezimatis, kimia serta tahan terhadap mikroba.

Tidak mudah menggumpal

Rendah kalori

Nonkariogenik

Tidak menyebabkan kadar gula darah naik

Tidak memberikan kesan “bulky” pada tekstur produk (Nelson, 2000)

Ideal bereaksi dengan pemanis berintensitas tinggi

Tidak menimbulkan efek samping (apbila tidak digunakan berlebihan).

Terdapat tujuh golongan poliol pengganti sukrosa, berikut ini adalah

penjelasannya:

3| B a h a n T a m b h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”

Eritritol

Memiliki struktur kimia 1,2,3,4-butanatetrol meso-eritritol yng secara

natural terdapat pada buah-buaha, jamur, dan produk fermentasi. Sifat fisik

eritritol yaitu, kemanisannya 0,7 kali kemanisan sukrosa, tidak higroskopis,

stabil pada pH 2-10 dengan suhu ≤160˚C.Sejak tahun 1990 ertritol diproduksi

melalui proses fermentasi glukosa oleh Moniliella pollinis. Pemanis ini

rasanya enak dan memiliki fungsi tambahan sebagai antioksidan, tetapi tidak

temukan adanya efek mouth cool pada pemanis ini. Eritritol bersifat non

karsinogenik dan sangat cocok untuk penderita diabetes, karena tidak

mengandung kalori. Pemanis ini hanya terserap ≤10% di usus halus dan tudak

mengalami fermentasi di usus besar.

Isomalt

Pemanis ini adalah campuran dari 6-O-α-D-glukopiranosil dengan D-

sorbitol. Senyawa ini dibuat dengan hidrogenasi sukrosa secara enzimatik

(JECFA, 1985). Sifat fisik isomalt yaitu, berbentuk kristal berwarna putih,

tidak berbau, tingkat kemanisannya 0,45 kali kemanisan sukrosa, daya

higroskopisnya rendah, memiliki titik leleh 145-150˚C dan stabil terhadap

mikroba dan zat kimia serta tidak memberikan efek mouth cool pada bahan

makanan yang ditambhkan. Kelemahan pemanis ini adalah mudah mengkristal

sehingga kurang baik bila digunakan di dalam produk makanan cair (Nelson,

2000).

Selain digunakan sebagai pemanis, isomalt juga digunakan sebagai bahan

pengisi, pencita rasa buah, kopi dan coklat. Isomalt juga cocok dikonsumsi

penderita diabetes karena hanya menghasilkan kalori sebanyak 2 kal/g dan

tidak terdapat potensi karsinogenik jika dikonsumsi. Pemanis ini termasuk ke

dalam GRAS (Generally Recognized As Safe) sehingga aman untuk

dikonsumsi. CAC mengatur penggunaan maksimum isomalt adalah 3000-5000

mg/Kg produk.

Laktitol

Memiliki rumus kimia C12H24O11 merupakan poliol sintesis yang

dihasilkan dengan cara mereduksi glukosa dari laktosa. Sifat fisiknya adalah

memiliki titik leleh 115-125˚C (monohidrat), 70-80˚C (dihidrat), daya

higroskopisnya rendah, tingkat kemanisannya 0,35 kali kemanisan sukrosa,

3| B a h a n T a m b h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”

larutannya stabil pada pH 3,0-7,5 pada suhu < 60˚C selama 1 bulan. Laktitol

tidak memiliki afertase. Selain itu laktitol cocok dikonsumsi untuk penderita

diabetes karena hanya menghasilkan kalori sebesar 2 kal/g dan tidak memiliki

sifat karsinogenik.

Laktitol tidak dapat dihidrolisis laktase tetapi dapat dimetabolisme oleh

bakteri di dalam usus besar. Pemanis ini termasuk ke dalam GRAS sehingga

aman untuk dikonsomsi. CAC mengatur maksimum penggunaan pemanis ini

antara 10.000-30.000 mg/Kg produk.

Maltitol

Memiliki rumus kimia C12H24O11, senyawa ini dibuat dengan cara

hidrogensi maltosa. Sifat fisiknya berbentuk kristal anhidrat, daya

higroskopisnya rendah, dan stabilitasnya tinggi. Maltitol emiliki rasa manis

seperti gula, dengan tingkat kemanisan relatif 0,9 kali kemanisan sukrosa.

Nilai kalori laktitol 2,1 kkal/g. Keunggulan maltitol adalah tidak menyebabkan

peningkatan kadar glukosa sehingga aman bagi penderita diabetes serta tidak

menyebabkan karies gigi. Batas penggunaan maltitol menurut JECFA dalam

CAC adalah 50.000-30.000 mg/Kg produk.

Manitol

Memiliki rumus kimia C6H14O6, pertama kali ditemukan pada ekskudat

pohon ash tetapi sekarang pembuatannya menggunakan reaksi hidrogenasi

fruktosa atau manosa. Sifat fisik manitol yaitu, berbentuk kristal putih, tidak

berbau, larut dalam air, titik lelehnya 165-168˚C, stabil secara kimia, daya

higroskopisnya rendah, tingkat pemberian efek mouth cool rendah. Tingkat

kemanisan yang diberikan manitol 0,6 kali kemanisan sukrosa serta

menghasilkan kalori sebanyak 1,6 kal/g. Daya karsinogenik dan konsumsi

pada diabetes rendah.

Keunggulan manitol adalah tidak menyebabkan peningkatan kadar

glukosa sehingga aman bagi penderita diabetes serta tidak menyebabkan karies

gigi. Kelemahannya apabila dikonsumsi 20gr/hari akan menimbulkan laksatif.

Karena termasuk ke dalam kelompok GRAS maka manitol aman dikonsumsi

manusia. Batas penggunaan maltitol menurut JECFA dalam CAC adalah

60.000 mg/Kg produk.

Xylitol (silitol)

3| B a h a n T a m b h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”

Memiliki rumus kimia C5H12O5 yang pada pertama kali diisolasi pada

buah dan sayur oleh Emil Fischer (Nelson, 2000). Silitol seperti pertama kali

diisolasi, banyak ditemukan pada sayur dan buah. Slitol memiliki sifat fisik

berbentuk bubuk kristal berwarna putih, tidak berbau, berasa manis, daya

higroskopisnya tinggi, titik lelehnya 93-94,5˚C, stabil secara kimia serta

memiliki efek mouth cool yang tinggi. Silitol memiliki tingkat kemanisan

yang setra dengan glukosa dan memberikan kalori sebanyak 2,4 kal/g lebih

rendah dibanding dengan sukrosa 4 kal/g dengan tingkat kemanisan yang

sama.

Kelebihan silitol yaitu dapat menghambat pertumbuhan karies gigi yang

disebabkan oleh Streptococcus mutans pada takaran 4,3-10 gr/hari, pada

takaran 8,4 gr/hari dapat membunuh Streptococcus pneumoniae penyebab

infeksi pada telinga (EBSCO, 2007). Serta berfungsi sebagai anti karies gigi

dan menurunkan xerostomia atau penyakit mulut kering yang disebakan

kekurangan air liur. JECFA dalam CAC menyatakan bahwa silitol aman untuk

dikonsumsi dengan batasan konsumsi sebesar 10.000-30.000 mg/Kg produk.

Sorbitol

Pemanis ini memiliki rumus kimia C6H14O6 yang bersifat kristalin

polimorf. Sifat fisik sorbitol berbentuk granul atau kristal, berwarna putih, titik

leleh 96-97˚C, daya higroskopisya rendah, stabil terhadap panas dan kimia,

dan memberikan efek mouth coolmouth cool yang tinggi. Tingkat kemanisan

sorbitol 0,6 kali kemanisan sukrosa dan kalori yang dihasilkan sebesar 2,6

kal/g. Kelebihan sorbitol yaitu pada suhu tinggi tidak ikut perperan dalam

reaksi mailard dan dalam kesehatan tidak mempengaruhi penambahan kadar

gula darah sehingga aman untuk dikonsumsi penderita diabetes (Shuman, et

al., 1956).

Sorbitol termasuk ke dalam golongan GRAS sehingga aman untuk

dikonsumsi manusia. JECFA dalam CAC menyatakan batasan penggunaan

sorbitol 500-200.000 mg/kg produk. Tetapi US CFR memberi penegasan

bahwa konsumsi sorbitol lebih dari 50 gr/hari akan menyebabkan laksatif.

3. Pemanis berdasarkan sumbangan energinya

a. Pemanis nutritif

3| B a h a n T a m b h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”

Pemanis nutritif adalah pemanis yang dapat dicerna oleh tubuh sehingga

menghasilkan energi atau kalori bagi tubuh (Vera, 2008). Dapat disebut juga

“caloric sweeteners” atau ”sugars”. Pemanis nutritif memiliki peranan untuk

memperbaiki rasa manis, warna, daya awet, aroma, tekstur, dan kandungan energi.

Pemanis nutritif merupakan penyedia energi urutan ke-4 setelah padi-padian,

minyak/lemak, dan pangan hewani. (Made, 2014). Berdasarkan jenisnya, pemanis

nutritif dibagi menjadi dua yaitu:

Pemanis berdasarkan asalnya

Pemanis yang berasal dari alam, contohnya: gula tebu/gula pasir, gula

aren/merah, madu, gula bit, sirup mapel dan gula jagung.

Pemanis berdasarkan struktur kimianya

Monosakarida (glukosa, fruktosa dan galaktosa) dan

disakarida(sukrosa/sakarosa, laktos dan maltosa).

b. Pemanis non-nutritif

Pemanis non-nutritif adalah pemanis pengganti gula atau pemanis buatan yang

tidak menghasilkan kalori dan tidak mempengaruhi kadar gula dalam darah.

Nama lainnya “low calorie”, “intense” “ high intense”“high potency”“alternative

sweeteners”. Contoh pemanis jenis ini adalah sukralosa, aspartam, asesulfam-K,

dll. Penggunaan pemanis ini harus dikontrol dengan ADI (Accaptable Daily Intake)

atau batas aman konsumsi dan EDI (Estimated Daily Intake) atau jumlah pemanis

rendah/tanpa kalori yang digunakan pada makanan dan minuman.Menurut

American Dietic Association (2004) nilai EDI < ADI, agar konsumsi pemnis

tersebut tidak berlebihan dan sesuai dengan kalori yang dibutuhkan.

2.2 Regulasi Umum

Di indonesia penggunaan BTP telah diatur oleh pihak BPOM RI. Saat ini terdapat

sederet peraturan yang mengatur penggunaan BTP, berikut ini adalah beberapa

diantaranya:

Peraturan Menteri Kesehatan No.722/Menkes/Per/XI/88 tentang Bahan Tambahan

Makanan.

Peraturan Menteri Kesehatan RI No.453/Menkes/Per/XI/83 tentang Bahan

Berbahaya

Peraturan Menteri Kesehatan RI No.208/Menkes/Per/XI/83 tentang Pemanis

Buatan

3| B a h a n T a m b h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”

Keputusan Direktur Jendral Pengawasan Obat dan Makanan

No.02592/B/SK/VIII/91 tentang Penggunaan Bahan Tambahan Makanan

Pada BTP pemanis, terdapat 10 persyaratan ideal BTP pemanis yang digunakan sebagai

pemanis pengganti sukrosa adalah:

1. Mempunyai rasa sifat atau karakteristik funsional seperti sukrosa

2. Nilai kalori kurang dari sukrosa pada tingkat kemanisan sama

3. Tidak berwarna

4. Tidak berbau

5. Tidak beracun

6. Dapat dimetabolisme secara normal atau dikeluarkan dari dalam tubuh

7. Tidak menyebabkan alergi

8. Stabil terhadap perubahan kimia dan panas

9. Dapat dikombinasikan dengan bahan pangan lainnya

10. Ekonomis

Di Indonesia peraturan berkaitan dengan penggunaan pemanis buata ditangani oleh

BPOM (2004), dan saat ini telah distandarisasi dalam bentuk Standar Nasional Indonesia

atau atau dikenal dengan SNI (2004).Perlu diperhatikan, bahwa ada beberapa klaim yang

diperbolehkan dan dapat ditulis pada kemasan produk pangan yang mengandung

pemanis buatan (BPOM, 2004), antara lain :

1. Tidak menyebabkan karies gigi.

2. Pangan rendah kalori. Bila nilai kalori produk pangan kurang atau sama dengan 40

kalori per sajian.

3. Pangan tanpa penambahan gula. Bila produk pangan diolah tanpa penambahan

sukrosa, termasuk ramuan yang mengandung gula (misal sirop, jus buah, dan saus

apel) atau proses pengolahannya tidak meningkatkan kadar gula secara nyata.

2.3 Perkembangan BTP Pemanis

Berkembangnya ilmu di zaman modern ini, memudahkan para ilmuan untuk

berinovasi dan menemukan beberapa senyawa pemanis yang relatif baru yang telah diuji

tetapi belum diizinkan. Berikut ini adalah tabel beberapa senyawa pemanis yang telah

ditemukan dan beberapa keteangannya.

Tabel 1. Senyawa pemanis terbaru

3| B a h a n T a m b h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”

No. Golongan Nama senyawa Keterangan1. Poliol Tagatosa Resmi dizinkan th 2001 dan digunakan pada th

2003. ADI 0-12 mg/Kg BB. Tingkat kemanisan 0,98 kali sukrosa. Kalolri yang dihasilkan 0,38 kal/g.Sifatnya, non kariogenik, tidak menaikan gula darah dan memberikan efek prebiotik. Cocok digunakan pada produk coklat , permen, karamel, es krim. Minuman ringan dan sereal (Mendosa, 2006)

Hidrolisat pati terhidrogenasi

Ditemukan sejak 1960. Tingkat kemanisan 0,25-0,50 kali gula. Kalori yang dihasilkan 3 kal/g. Kurang diminati asupan kalori > sukrosa.

2. Glikosida Glycyrrhizin Berasal dari akartanaman glycyrhiza, tingkat kemanisan 30-50 kali gula. Kelebihannya dapat mengobati hepatitis, sirosis dan pertumbuhan virus.

Neohesperidin dihidrokalkon (NHDC)

Hasil sintesis neohesperidin (bgian pahit jeruk). Tingkat kemanisan 340 kali gula. Digunakan untuk memperbaiki cita rasa dan memberikan rasa creany pada susu.

Steviosida Berasal dari tanaman stevia rebaudiana. ADI 0-2 mg/Kg BB. Bersifat slow onset. Belum diizinkan penggunaannya oleh CAC.

3. Asam amino Hernalsudin Struktur seskuiterpen dari daun bunga Lippia dulcis. Kemanisannya 1000 kali gula. Masih diisolasi belum digunakan.

Monatin Tingkat kemanisannya 1000-1400 kali gula. Masih diisolasi belum digunakan.

RT-001 Sumber sintesis, tingkat kemanisan 150-200 kali sukrosa.

4. Protein Monelin Berasal dari buah tanaman Dioscoreophylum cumminsii. Tingkat kemanisan 800-2000 kali sukrosa (natural) dan 4000 kali sukrosa (sintesis)

Pentadin Berasal dari pulp tanaman Pentadiplandra brazzeana Baillon. Tingkat kemanisan 500 kali sukrosa.

Mabinlin Berasal dari biji tanaman Capparis masaikai level. Tingkat kemanisan 100-400 kali sukrosa.

Brazzilin Buah Pentadiplandra brazzeana Baillon. Tingkt kemanisan 500-2000 kali sukrosa.

Beberapa senyawa dilaporkan dapat mengubah intensitas kemanisan produk yang disebut

sweetness modifiers. Contoh sweetness modifiers yang unik adalah L-treonin. Jika

senyawa tersebut ditambahkan sukrosa, maka kemanisan surosa akan meningkat. Tetapi

jika ditambahkan D-fruktosa kemanisn D-fruktosa akan turun (Hayes, 2008).

3| B a h a n T a m b h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”

Keseimbangan antara kemanisan dan cita rasa merupakan tren terbaru dalam

pengembangan produk pangan yang dapat menciptakan flavour yang khas pada setiap

produk. Penggunaan taste modifier dan flavour enhancer pada produk pangan dapat

memberikan peluang baru untuk memperoleh formulsi cita rasa yang lebih baik (Horn,

2009)

2.4 Aplikasi

Hampir semua produk makanan dan minuman yang dijual mengandung pemanis.

Baik pemanis yang secara alami ada di dalam bahan pangan atau pemanis yang sengaja

ditambahkan ke dalam makanan. Pemanis yang ditambahkan ke dalam bahan pangan

tidak hanya satu jenis, tetapi dikombinasi dengan pemanis berintensitas tinggi atau

dengan bulking agent. Hal ini bertujuan agar pemanis tunggal yang dapat menyebabkan

karies gigi, obesitas dan peningkatan kadar gula darah tidak langsung memberikan

dampaknya.Contoh aplikasi penambahan pemanis terdapat pada produk kembang gula,

bakeri, mansan, minuman, serbuk, permen dll. Berikut ini adalah penjelasannya:

Pada produk kembang gula pemanis berintensitas tinggi di kombinasikan dengan

bulking agent. Seperti contoh pada pemanis tingkat tinggi digunakan aesulfam-K,

alitam dan sakarin kemudian dikombinasikan dengan bulking agent seperti

polidekstrosa.

Pada produk bakeri, selain memberikan rasa manis dan dalam reksi maillard, juga

mempengaruhi kecepatan gelatinisasi pati dan tekstur produk. Karena hal tersebut

pemanis yang digunakan harus tahan suhu tinggi, maka yang digunakan adalah

golongan poliol seperti, silitol, sorbitol dan maltitol.

Pada produk minuman hampir semua BTP pemanis diizinkan penggunaanya,

kecuali golongan poliol. Karena dalam jumlah tinggi dapat menyebabkan laksatif.

Sedangkan aspartam juga kurang baik digunakan, karena masa simpan lebih dari tiga

bulan akan menurun sebesar 30% (de Cock dan Bechert, 2002).

Pada produk manisan, selai dan jeli pemanis berintensitas tinggi yang digunakan

adalah aspartam, sukralosa, alitam dan asesulfam-K. Sedangkan golongan poliol

adalah sorbitol, laktitol, dan maltitol (Nelson, 2000). Pada produk ini sebaiknya

tidak menggunakan sakarin atau siklamat, karena dapat menurunkan kadar Vitamin

B, C dan sam amino essensial.

Pada beberapa produk, pemanis yang dikombinasikan lebih dari dua pemanis seperti

pada minuman serbuk dan permen. Menurut Jarwati (2009) minuman serbuk memiliki

3| B a h a n T a m b h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”

kombinasi sebanyak 116 produk yang terdiri dari dua sampai tiga jenis pemanis.

Contohnya: kombinasi aspartam dan siklamat (66 produk) serta kombinasi aspartam,

siklamat, dan asesulfam (28 produk).

Sedangkan pada permen terdapat 69 produk dengan variasi kombinasi jenis pemanis

dua sampai lima jenis. Contohnya: kombinasi Aspartam dan sorbitol (27 produk),

kombinasi aspartam, isomalt dan xilitol (10 produk), kombinasi asartam, maltitol,

sorbitol, dan xilitol (2 produk) serta kombinasi aspartam, maltitol, sorbitol, manitol, dan

xilitol (2 produk).

2.5 Masalah dalam pemakaian pemanis

Penambahan pemanis pada produk makanan atau minuman selain dapat menambah

keunikan cita rasa juga dapat memberikan beberapa masalah. Jika beberapa aspek tidak

terpenuhi, seperti kurang atau lebihnya takaran pemanis dapat mengubah tekstur, warna,

flavour, bentuk dan masa simpannya. Berikut adalah beberapa contoh yang sering

muncul pada pemakaian pemanis di dalam pembuatan produk pangan. Sebagai contoh

permasalahan dalam pembuatan permen dapat dilihat pada tabel. 1

Tabel. 1 Permasalah dalam Pembuatan Permen

Masalah Penyebab Solusi Aplikasi

Terlalu kenyalTerlalu banyak gom

- Kurangi kadar gom- Tambahkan kadar

poliolPermen karet

Terlalu lengket

Kadar air terlalu tinggi

- Tambahkan maltodekstrin

- Tingkatkan suhu dan lama pemanasan

Permen karet, permen karamel dan hard candy

Sukar mencair bila di mulut

Kadar poliol terlalu tinggi

Tambahkan cocoa butter Permen coklat

Terlalu kerasPlastisizer kurang

Tambahkan sorbitol, maltitol, atau hidrolisat pati terhidrogenasi

Permen karamel atau permen kenyal lainnya

Pada Tabel. 2 menunjukan permasalahan yang pada umumnya terjadi di industri

bakeri. Tekstur adonan yang tidak memenuhi standar akan mempersulit proses

3| B a h a n T a m b h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”

pengolahan selanjutnya, selain memberikan citarasa, warna, dan tekstur produk jadi yang

tidak baik, serta masa simpan produk yang terlalu singkat.

Tabel. 2 Permasalahan dalam Pembuatan Bakeri

Masalah Penyebab Solusi Aplikasi

Adonan terlalu lengket

- Kadar air terlalu tinggi

- Kadar poliol terlalu tinggi

- Kurangi kadar air- Tambahkan bulking agent- Kurangi kadar poliol- Gunakan pemanis

nonhigroskopis

Produk makanan yang dipanggang

Tidak mengembang

Fermentasi kurang baik/dihambat oleh poliol

- Tambahkan pemanis nutritif

- Tingkatkan waktu dan aktivitas enzim fermentasi

- Jangan gunakan poliol

Produk hasil fermentasi

Terlalu liatGluten terlalu banyak

- Tambahkan pemanis nutritif, sorbitol, pati/gom

- Kurangi lama pengadukan

Sweet good, kue

Retak

- Pemanis menyerap air

- Kadar gula terlalu tinggi

- Tambahkan fruktosa, sorbitol/xilitol

- Kurangi kadar gulacookies

Seperti pada industri permen dan bakeri, permasalahan dalam industri pengawetan

produk olahan buah dan sayur juga terlihat pada tekstur, citarasa, dan masa simpan

(Tabel. 3). Meskipun kehadiran pemanis hanya sebagai BTP, perannya cukup signifikan

dalam menentukan mutu dan masa simpan produk.

Tabel. 3 Permasalaha dalam Industri Pengawetan Produk Olahan Buah dan Sayur (selai, jeli, dan produk kaleng)

Masalah Penyebab Solusi

Tekstur kasar (seperti berpasir)

Terjadi kristalisai poliol/pemanis nutritif

- Kurangi kadar poliol yang mengkristal, misalnya xilitol dan isomalt

- Tambah sorbitol

Mudah basi Aktivitas air terlalu tinggi- Tambah sorbitol- Tambah pengawet

3| B a h a n T a m b h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”

Terlalu keras/rapuh

Pembetukan gel terlalu banyak / kurang

- Gunakan pektin rendah metoksi

- Tambahkan pektin/kalsium

Kurang manis Degradasi pemanisGunakan pemanis yang stabil selam proses dan penyimpanan

Pada industri minuman, terlihat bahwa pemilihan pemanis terutama berpengaruh

terhadap citarasa. Penggunaan pemanis nutritif mempercepat kerusakan produk secara

mikrobiologi bila tidak diimbangi teknik pengawetan yang tepat. Kestabilan pemanis

selama penyimpanan juga harus dipertimbangkan (Tabel. 4).

Tabel. 4 Permasalahan dalam Pembuatan Minuman

Masalah Penyebab Solusi Aplikasi

Kurang manis

Degradasi pemanis Gunakan pemanis yang stabil Minuman cair

MenggumpalGranulasi tidak sempurna

- Perbesar ukuran granula- Gunakan antikempal- Simpan di tempat kering

Minuman bubuk

Warna tidak baik

Reaksi Maillard berlebihan

- Kurangi gula pereduksi- Tambah poliol

Minuman beralkohol

Mengendap Pemanis mengendapGunakan pemanis yang tidak mengendap dalam alkohol

Minuman beralkohol

Pada Tabel. 5 terlihat bahwa karakteristik fisik dan kimiawi pemanis juga berperan

dalam mutu produk. Titik leleh dan kestabilan pemanis secara kimiawi perlu diketahui

untuk dapat memilih pemanis yang tepat untuk produk olahan susu, baik yoghurt,

puding, makanan pencuci mulut, maupun produk sejenis lainnya.

Tabel. 5 Permasalahan dalam Pembuatan Produk Olahan Susu

Masalah Penyebab Solusi Aplikasi

Kurang manis

Degradasi pemanisGunakan pemanis yangg stabil

Yoghurt dan puding

Kurang tekstur

Kadar padatan kurang Tambahkan pati/gum Yoghurt dan puding

Terlalu keras/lunak

Titik beku terlalu rendah/tinggi

Tambah pemanis yang sesuai, susu tanpa lemak

Makanan pencuci mulut

Terlalu kenyal

Kadar air terikat terlalu tinggi

- Kurangi poliol- Tambah penstabil

Makanan pencuci mulut

19| B a h a n T a m b a h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”

19| B a h a n T a m b a h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”

Produk kasar seperti berpasir

Kristalisai laktosa berlebihan

- Kurangi kadar laktosa

- Tambah penghambat pembentuk kristal, misalnya sorbitol

Makanan pencuci mulut

20| B a h a n T a m b a h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Bahan tambahan pangan (BTP) pemanis merupakan bahan tambahan yang banyak

digunakan pada produk makanan dan minuman. BTP Pemanis berdasarkan sumbernya

terbagi menjadi dua yaitu pemanis alami dan buatan. BTP pemanis berdasarkan

sumbernya dibedakan menjadi dua macam, yang pertaman adalah pemanis alami yaitu

pemanis yang terdapat di alam, meskipun proses pembuatannya secara sintetik dan

fermentasi. Hampir semua produk makanan dan minuman yang dijual mengandung

pemanis. Baik pemanis yang secara alami ada di dalam bahan pangan atau pemanis

yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan.

Di Indonesia peraturan berkaitan dengan penggunaan pemanis buata ditangani oleh

BPOM (2004), dan saat ini telah distandarisasi dalam bentuk Standar Nasional Indonesia

atau atau dikenal dengan SNI (2004).Jadi, dalam hal zat aditif makanan/minuman ini

sepanjang aturan dan standar dipenuhi, maka konsumen niscaya tetap aman ketika

mengonsumsinya. Kita percaya kepada Badan POM yang selama ini telah melakukan

fungsi pengawasan terhadap produk-produk makanan/minuman yang beredar di pasaran.

3.2 Saran

Untuk para konsumen, jadilah konsumen yang cerdas. Jangan hanya mengetahui sisi

negatif dari BTP pemanis saja, tetapi para konsumen juga harus menambah wawasannya

agar mengetahui sisi positif bahan tersebut. Pada saat membeli produk makanan atau

minuman, selalu lihat komposisi makanan yang akan dibeli agar kita tahu komposisi

yang akan masuk ke tubuh dan sesuaikan dengan kebutuhan kalori yang dibutuhkan.

21| B a h a n T a m b a h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”

DAFTAR PUSTAKA

[POM] Pengawas Obat dan Makanan. Kajian Kemanan Bahan Pangan Pemanis Buatan.

http://www2.pom.go.id/nonpublic/makanan/standard/News1.html [14 oktober 2014]

Astawan, Made. 2014. Sweet Fact about Sweet Food. Seminar Pangan Nasional Food Day

Festival 2014 IPB Bogor

Bararah, Vera Farah. 2008. Studi Paparan dan Metabolit Sakarin (Pemanis Buatan ) Pada

Jajanan Anak-anak. Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Departemen Kimia, Universitas Indonesia

C. Hanny Wijaya, dan Noryawati Mulyono. 2010. Bahan Tambahan Pangan Pemanis.

Bogor: IPB Press

Tanpa Nama A. 2014. Bahan Tambahan Pangan Bahaya Si pemanis.

http://adheanrelietha.blogspot.com/2014/06/bahan-tambahan-pangan-bahaya-

sipemanis.html [18 oktober 2014]

22| B a h a n T a m b a h a n P a n g a n “ P e m a n i s ”