24
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah IUU Fishing ataupun yang lebih umumnya dikenal adalah Illegal Fishing sebenarnya sudah menjadi masalah klasik. Mengapa dikatakan klasik? karena telah ada dari zaman dulu masalah tersebut seakan tidak ada habisnya. Hingga sekarang pun IUU fishing masih sulit untuk di berantas. Berita penangkapan kapal asing oleh patroli kita, akhir-akhir ini sering terdengar. Akan tetapi tetap masih saja ada kapal-kapal asing yang masuk wilayah RI. Atau berita pengeboman ikan atau berita nelayan kita yang menggunakan API terlarang. Berarti apa yang telah dilakukan oleh aparat penegak hukum kita selama beberapa periode waktu ini belum bisa membuat jera bagi langganan pelaku IUU Fishing atau membuat takut mereka para calon pelaku IUU Fishing Kondisi perikanan dunia saat ini tidak dapat lagi dikatakan masih berlimpah. Tanpa adanya konsep pengelolaan yang berbasis lingkungan, dikhawatirkan sumber daya yang sangat potensial ini (sebagai sumber protein yang sehat dan murah) bisa terancam kelestariannya. Karena itu, sidang Organisasi Pangan Sedunia (FAO) memperkenalkan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) sejak 1995. Konsep yang diterjemahkan sebagai Tata Laksana Perikanan yang Bertanggung Jawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries) tersebut telah diadopsi oleh hampir seluruh anggota badan dunia sebagai patokan pelaksanaan pengelolaan perikanan. Sekalipun sifatnya sukarela, banyak negara telah sepakat bahwa CCRF merupakan dasar kebijakan pengelolaan perikanan dunia. Dalam pelaksanaannya, FAO telah mengeluarkan petunjuk aturan pelaksanaan dan metode untuk 1

Isi makalah hpp

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ini bentuk Wordnya

Citation preview

Page 1: Isi makalah hpp

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang Masalah

Masalah IUU Fishing ataupun yang lebih umumnya dikenal adalah Illegal Fishing

sebenarnya sudah menjadi masalah klasik. Mengapa dikatakan klasik? karena telah

ada dari zaman dulu masalah tersebut seakan tidak ada habisnya. Hingga sekarang

pun IUU fishing masih sulit untuk di berantas. Berita penangkapan kapal asing oleh

patroli kita, akhir-akhir ini sering terdengar. Akan tetapi tetap masih saja ada kapal-

kapal asing yang masuk wilayah RI. Atau berita pengeboman ikan atau berita nelayan

kita yang menggunakan API terlarang.

Berarti apa yang telah dilakukan oleh aparat penegak hukum kita selama

beberapa periode waktu ini belum bisa membuat jera bagi langganan pelaku IUU

Fishing atau membuat takut mereka para calon pelaku IUU Fishing

Kondisi perikanan dunia saat ini tidak dapat lagi dikatakan masih berlimpah.

Tanpa adanya konsep pengelolaan yang berbasis lingkungan, dikhawatirkan sumber

daya yang sangat potensial ini (sebagai sumber protein yang sehat dan murah) bisa

terancam kelestariannya. Karena itu, sidang Organisasi Pangan Sedunia (FAO)

memperkenalkan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) sejak 1995.

Konsep yang diterjemahkan sebagai Tata Laksana Perikanan yang Bertanggung

Jawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries) tersebut telah diadopsi oleh

hampir seluruh anggota badan dunia sebagai patokan pelaksanaan pengelolaan

perikanan. Sekalipun sifatnya sukarela, banyak negara telah sepakat bahwa CCRF

merupakan dasar kebijakan pengelolaan perikanan dunia. Dalam pelaksanaannya,

FAO telah mengeluarkan petunjuk aturan pelaksanaan dan metode untuk

mengembangkan kegiatan perikanan yang mencakup perikanan tangkap dan

budidaya.

Kecenderungan ini tidak bisa dibiarkan karena pada akhirnya manusia hanya

akan bisa menyantap sup ubur-ubur dan plankton. Sekarang tindakan nyata yang

dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan illegal fishing pada ikan-ikan karang

khususnya untuk memperbaiki daerah karang yang rusak adalah dengan melakukan

transpalasi karang ataupun pembuatan terumbu karang buatan. Terumbu karang

buatan adalah suatu struktur yang dibangun untuk menyediakan lingkungan, habitat,

sumber makanan, tempat pemijahan dan asuhan, serta perlindungan pantai

sebagaimana halnya terumbu karang alam.

Karena pemerintah yang belum menunjukkan perhatian yang optimal dalam

mengelola sistem alami dan kualitas lingkungan kawasan pesisir dan lautan

1

Page 2: Isi makalah hpp

khususnya terumbu karang dan lemahnya penegakan hukum (law enforcement). Tapi

kita tidak bisa terus menunggu hal ini berubah kita semua harus turun tangan terutama

yang peduli. Kita dapat turut mengawasi penegakan hukum, mengawasi jika terjadi

pengerusakan terumbu karang, dan terus menyuarakan dan bertukar pikiran dengan

nelayan akan betapa pentingnya terumbu karang terhadap hasil tangkapan ikan

mereka nanti. Dengan Terlaksananya semua hal di atas pasti akan memberikan

dampak nyata pada nelayan dan kelestarian terumbu karang walau mungkin tidak

dalam waktu singkat untuk menyelesaikan masalah ini sepenuhnya.

1.2.    Rumusan Masalah

Masalah illegal fishing adalah masalah kita bersama. Masalah tersebut tidak

akan dapat teratasi ataupun terminimalisir jika kita tidak berbenah diri. Salah satu cara

untuk mengatasinya yaitu mungkin dengan menambah armada kapal patroli kita,

supaya kapal-kapal asing yang masuk ke wilayah perairan kita yang melakukan illegal

fishing bisa ditangkap ataupun bisa dihancurkan kapal mereka.

Mengapa harus demikian? Karena masalah illegal fishing menimbulkan kerugian

yang amat sangat besar bagi Bangsa dan Negara Indonesia. Berapa Triliunkah uang

kita dicuri oleh Negara lain? Berapa banyak sumberdaya alam kita dihancurkan dan

dicuri oleh Negara lain?

1.3.    Maksud dan Tujuan

Maksud penulisan Makalah ini adalah supaya masyarakat lebih mengetahui

tentang masalah yang dihadapi Bangsa Indonesia dalam hal ini masalah Illegal

Fishing. Dan agar kita dapat pula memaknai kekayaan alam yang telah Alloh ciptakan

kepada kita, janganlah kita mensia-siakan ataupun merusak alam kita (dalam hal ini

merusak laut) baik dengan menangkap ikan dengan bom ikan ataupun dengan cara

lain yang dapat merusak lingkungan. Maksud kedua yaitu dapat memenuhi tugas

perkuliahan mata kuliah pendidikan kewarganegaraan.

Adapun tujuannya adalah supaya pembaca dapat mengerti apa yang dimaksud

illegal fishing dan kenapa masalah tersebut seakan tidak ada habisnya. Pembaca pula

akan mengetahui daerah-daerah yang sering menjadi sasaran empuk para kapal asing

untuk mencuri ikan di wilayah perairan nusantara.

2

Page 3: Isi makalah hpp

BAB II

KELAUTAN INDONESIA

2.1 Potensi Kelautan

Sebagai negara maritim, Indonesia menyimpan potensi kekayaan sumber daya

kelautan yang belum dieksplorasi dan dieksploitasi secara optimal, bahkan sebagian

belum diketahui potensi yang sebenarnya untuk itu perlu data yang lengkap, akurat

sehingga laut sebagai sumber daya alternatif yang dapat diperhitungkan pada masa

mendatang akan semakin berkembang. Dengan luas wilayah maritim Indonesia yang

diperkirakan mencapai 5,8 juta km2 dan dengan kekayaan terkandung di dalamnya yang

meliputi :

1. Kehidupan sekitar 28.000 spesies flora, 350 spesies fauna dan 110.000 spesies

mikroba,

2. 600 spesies terumbu karang dan 40 genera, jauh lebih kaya dibandingkan Laut

Merah yang hanya memiliki sekitar 40 spesies dari 7 genera,

3. Sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources), termasuk ikan, udang,

moluska, kerang mutiara, kepiting, rumput laut, mangrove/hutan bakau, hewan

karang dan biota laut lainnya,

4. Sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resources), seperti

minyak bumi, gas alam, bauksit, timah, bijih besi, mangan, fosfor dan mineral

lainnya,

5. Energi kelautan seperti : Energi gelombang, pasang surut, angin, dan Ocean

Thermal Energy Conversion,

6. Jasa lingkungan (environmental services) termasuk tempat-tempat yang cocok

untuk lokasi pariwisata dan rekreasi seperti pantai yang indah, perairan berterumbu

karang yang kaya ragam biota karang, media transportasi dan komunikasi, pengatur

iklim dan penampung limbah,

7. Sudah terbangunnya titik-titik dasar di sepanjang pantai pada posisi terluar dari

pulau-pulau terdepan sebagai titik-titik untuk menarik garis pangkal darimana

pengukuran batas laut berpangkal.

8. Sudah terwujudnya beberapa kesepakatan/pejanjian batas laut yaitu : dengan India,

Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Australia dan PNG.

3

Page 4: Isi makalah hpp

2.2 Kendala Kelautan

Disadari bahwa penanganan bidang kelautan di Indonesia hingga saat ini masih

memprihatinkan, antara lain.

1. Kehancuran sebagian terumbu karang yang memilili fungsi ekologi dan ekonomi yang

hanya menyisakan sekitar 28%, rawa pantai dan hutan mangrove (bakau) yang

merupakan habitat ikan dan penyekat abrasi laut, dari 4 (empat) jutaan hektar telah

menyusut menjadi 2 (dua) jutaan hektar,

2. Pencurian ikan oleh orang asing menunjukkan kerugian sekitar 1/2 (setengah) milyar

dollar sampai 4 (empat) milyar dollar per tahun,

3. Sumberdaya manusia (SDM) di bidang kelautan yang sangat minim baik di bidang

perencanaan, pengelolaan, maupun hukum dan pengamanan kelautan,

4. Sebagian besar (85%) kapal-kapal yang beroperasi di perairan Indonesia

menggunakan modal asing dan selebihnya adalah modal nasional. Hal ini juga

berdampak pada sekitar 50% pelayaran antar pulau dikuasai oleh pihak asing,

5. Minimnya jumlah dan kualitas sarana dan prasarana (kapal, peralatan) menyebabkan

seringkali aparat keamanan laut (Kamla) kita tidak berdaya menghadapi kapal-kapal

pencuri ikan, sehingga hanya sebagian kecil yang dapat ditangkap,

6. Pemanfaatan teknologi maju melalui pengamatan satelit dalam rangka pengawasan

dan pengamanan laut (Waspam) masih sangat terbatas dan belum terintegrasi

secara permanen,

7. Eksplorasi, eksploitasi dan pembangunan di sepanjang pantai dan perairan telah

menyebabkan pencemaran laut akibat pembuangan limbah dari proses kegiatan

tersebut di atas, sehingga telah mendegradasi habitat pesisir dan laut,

8. Maraknya kasus pembajakan laut khususnya di Selat Malaka dan alur lintas

kepulauan Indonesia (ALKI) telah menimbulkan konflik yang mengundang intervensi

negara maju (USA dan Jepang).

2.3 Permasalahan Batas Laut

Beberapa Jenis Batas Laut dan Pengaruhnya terhadap Pertahanan Keamanan

Negara menurut ketentuan Hukum Laut Internasional (Hukla 1982), ada enam jenis

batas laut, yaitu :

1. Batas Perairan Pedalaman (BPP). Perairan pedalaman di dalam garis batas yang

ditentukan oleh hukum yang berlaku di situ praktis sama dengan di wilayah darat,

dimana NKRI mempunyai kedaulatan penuh, kapal-kapal asing tidak berhak lewat.

Perairan pedalaman tersebut dibatasi oleh garis penutup (closing lines) sesuai

4

Page 5: Isi makalah hpp

ketentuan Hukla 1982. Namun sayang Indonesia hingga saat ini belum

memanfaatkan haknya untuk menarik closing lines tersebut.

2. Batas Perairan Nusantara/Kepulauan (BPN/BPK). Di perairan ini Indonesia

mempunyai hak kedaulatan wilayah penuh tetapi kapal/pelayaran asing masih

mempunyai “hak melintas” (innocent passage) melalui prinsip alur laut kepulauan.

Perairan nusantara ini dikelilingi oleh garis-garis dasar yang lurus (base lines) yang

menghubungkan titik-titik pangkal (base points) dan bagian terdepan pulau-pulau

terdepan di seluruh Indonesia. Base lines yang menghubungkan base points dibuat

berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 1960 dan telah didepositkan di PBB. Undang-

undang tersebut telah diperbaharui dengan UU Nomor 6 Tahun 1996 namun isinya

justru mencabut base points dan base lines yang telah ada.

3. Batas Laut Wilayah (BLW). Batas laut ini ditarik dari base lines sejauh 12 mil, tetapi

BLW yang pasti/tegas juga belum ada, karena BLW tidak dapat ditentukan sepihak.

Pada laut wilayah, Indonesia masih mempunyai hak mengelola dan yurisdiksi

kedaulatan wilayah penuh.

5

Page 6: Isi makalah hpp

BAB III

ILLEGAL FISHING

3.1. Pengertian Perikanan Ilegal

llegal fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan

tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggung

jawab Illegal fishing termasuk kegiatan mall praktek dalam pemanfaatan sumberdaya

perikanan yang merupakan kegiatan pelanggaran hukum. Kegiatan illegal fishing

umumnya bersifat merugikan bagi sumberdaya perairan yang ada. Kegiatan ini

semata-mata hanya akan memberikan dampak yang kurang baik baik ekosistem

perairan akan tetapi memberikan keuntungan yang besar bagi nelayan. Dalam

kegiatan panangkapan yang dilakukan nelayan dengan cara dan alat tangkap yang

bersifat merusak yang dilakukan oleh nelayan khususnya nelayan traditional. Untuk

menangkap sebanyak-banyaknya ikan-ikan karang yang banyak digolongkan kedalam

kegiatan illegal fishing karena kegiatan penangkapan yang dilakukan semata-mata

memberikan keuntungan hanya untuk nelayan tersebut dampak berdampak kerusakan

untuk ekosistem karang. Kegiatan yang umumnya dilakukan nelayan dalam

melakukan penangkapan dan termasuk kedalam kegiatan illegal fishing adalah

penggunaan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem seperti kegiatan

penangkapan dengan pemboman, penangkapan dengan menggunakan racun serta

penggunaan alat tangkap trawl pada daerah yang karang.

Pengertian illegal fishing adalah kegiatan perikanan yang tidak sah, kegiatan

perikanan yang tidak diatur oleh peraturan yang berlaku, aktifitasnya tidak dilaporkan

kepada suatu institusi atau lembaga perikanan yang tersedia/berwenang. Dapat terjadi

di semua kegiatan perikanan tangkap tanpa tergantung pada lokasi, target species,

alat tangkap yang digunakan dan exploitasi serta dapat muncul di semua tipe

perikanan baik skala kecil dan industri, perikanan di zona jurisdiksi nasional maupun

internasional.

Ilegal fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh orang

atau kapal asing pada suatu perairan yang menjadi jurisdiksi suatu negara tanpa izin

dari negara tersebut atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. yang bertentangan dengan peraturan nasinal yang berlaku atau kewajiban

internasional.Yang dilakukan oleh kapal mengibarkan bendera suatu negara yang

menjadi anggota organisasi pengelolaan perikanan regional tetapi beroperasi tidak

6

Page 7: Isi makalah hpp

sesuai dengan ketentuan pelestarian dan pengelolaan yang diterapkan oleh organisasi

tersebut atau ketentuan hukum internasional yang berlaku.

Perikanan ilegal saat ini telah menjadi perhatian dunia, termasuk FAO (Food

and Agriculture Organization). Lembaga ini menggunakan beberapa terminologi

seperti perikanan illegal (ilegal), unreported (tidak dilaporkan) dan unregulated  (tidak

diatur)  atau biasa disingkat dengan  IUU fishing. Penjelasan mengenai ketiga

terminologi ini adalah sebagai berikut:

1. Illegal fishing, adalah kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di perairan

wilayah atau Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) suatu Negara. Artinya kegiatan

penangkapan yang tidak memiliki izin melakukan penangkapan ikan dari

Negara bersangkutan. Praktek terbesar dalam  IUU fishing, pada dasarnya

adalah poaching atau pirate fishing. Yaitu penangkapan ikan oleh negara lain

tanpa izin dari negara yang bersangkutan, atau dengan kata lain pencurian

ikan oleh pihak asing. Keterlibatan pihak asing dalam pencurian ikan dapat

digolongkan menjadi dua, yaitu:

a. Pencurian semi-legal, yaitu pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal asing

dengan memanfaatkan surat izin penangkapan legal yang dimiliki oleh

pengusaha lokal, dengan menggunakan kapal berbendera lokal atau

bendera negara lain. Praktek ini tetap dikategorikan sebagai  illegal fishing

karena selain menangkap ikan di wilayah perairan yang bukan haknya,

pelaku illegal fishing ini tidak jarang juga langsung mengirim hasil

tangkapan tanpa melalui proses pendaratan ikan di wilayah yang sah.

b. Pencurian murni ilegal, yaitu proses penangkapan ikan di mana kapal asing

menggunakan benderanya sendiri untuk menangkap ikan di wilayah negara

lain.

2. Unregulated fishing,  adalah kegiatan penangkapan di perairan wilayah atau

ZEE suatu Negara yang tidak mematuhi aturan yang berlaku dinegara tersebut.

Tercakup dalam hal ini antara lain:

a. Penggunaan alat tangkap yang merusak seperti trawl, bom, dan bius.

b. Pelanggaran wilayah tangkap.

3. Unreported fishing, adalah kegiatan penangkapan ikan di perairan wilayah atau

ZEE suatu negara, yang tidak dilaporkan baik operasionalnya maupun data

kapal dan hasil tangkapannya. Perikanan yang tidak dilaporkan mencakup:

a. Kesalahan dalam pelaporannya (misreported).

b. Pelaporan yang tidak semestinya (under reported).

7

Page 8: Isi makalah hpp

3.2. Situasi Perikanan Nasional

Publikasi FAO tahun 2007 menggambarkan bahwa kondisi sumberdaya ikan di

sekitar perairan Indonesia, terutama di sekitar perairan Samudera Hindia dan

Samudera Pasifik sudah menujukan kondisi  full exploited. Bahkan di perairan

Samudera Hindia kondisinya cenderung mengarah kepada overexploited. Artinya

bahwa di kedua perairan tersebut, sudah tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan

ekspansi penangkapan ikan secara besar-besaran saat ini.

1. Produksi Perikanan Nasional

Pertumbuhan produksi rata-rata perikanan tangkap dalam periode tahun

1994-2004 mencapai 3,84 persen per tahun. Sedangkan produksi perikanan

tangkap pada tahun 2004 mencapai 4.311.564 ton. Apabila pemerintah

menargetkan pertumbuhan produksi perikanan tangkap tetap sebesar 3,84 persen

per tahun, maka produksi perikanan tangkap nasional tahun 2009 akan mengalami

full exploitation diseluruh perairan Indonesia.

2. Konsumsi Ikan Nasional

Tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia setiap tahunnya terlihat

mengalami peningkatan. Secara nasional tingkat konsumsi ikan nasional pada

tahun 2002 baru mencapai sekitar 21 kg/kapita/tahun. Namun demikian tingkat

konsumsi ikan nasional tersebut terlihat masih di atas rata-rata tingkat konsumsi

ikan dunia yang baru mencapai sekitar 16 kg/kapita/tahun. Sementara itu jika

dilihat dari perkembangan tingkat konsumsi ikan nasional berdasarkan jenis ikan

yang dikonsumsi masyarakat, terlihat bahwa sekitar 65,98 persen dari total

konsumsi ikan nasional tahun 2002 didominasi oleh 18 jenis ikan. Yaitu ekor

kuning, tuna, tenggiri, selar, kembung, teri, banding, gabus, kakap, mujair, mas,

lele, baronang, udang segar, cumi-cumi segar, kepiting, kalong dan udang olahan. 

3.3. Praktek Perikanan Ilegal

Sampai saat ini, belum ada perhitungan pasti jumlah ikan yang terangkut dari

perairan Indonesia secara illegal setiap tahunnya. FAO (2001) memperkirakan

kerugian Indonesia dari perikanan ilegal tersebut mencapai sekitar US$ 4 milyar.

Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Freddy Numbery, mengakui bahwa akibat aktivitas

perikanan ilegal, negara dirugikan Rp 30 triliyun setiap tahunnya. Perkembangan

harga ikan rata-rata setiap tahunnya berkisar antara US$ 1.000 sampai US$ 2.000 per

8

Page 9: Isi makalah hpp

ton ikan. Dengan asumsi harga ikan rata-rata sebesar US$1.000 per ton, diperkirakan

jumlah ikan yang dicuri mencapai sekitar 4 juta ton per tahun. Sementara itu apabila

harga ikan rata-rata diasumsikan sekitar US$2.000 per ton maka jumlah ikan yang

dicuri tersebut mencapai kisaran 2 juta ton per tahun.

Kegiatan Illegal Fishing yang paling sering terjadi di wilayah pengelolaan

perikanan Indonesia adalah pencurian ikan oleh kapal-kapal ikan asing (KIA) yang

berasal dari beberapa negara tetangga (neighboring countries). Walaupun sulit untuk

memetakan dan mengestimasi tingkat illegal fishing yang terjadi di WPP-RI, namun

dari hasil pengawasan yang dilakukan selama ini, (2005-2010) dapat disimpulkan

bahwa illegal fishing oleh KIA sebagian besar terjadi di ZEE (Exlusive Economic Zone)

dan juga cukup banyak terjadi di perairan kepulauan (archipelagic state). Pada

umumnya, Jenis alat tangkap yang digunakan oleh KIA atau kapal eks Asing illegal di

perairan Indonesia adalah alat-alat tangkap produktif seperti purse seine dan

trawl.Kegiatan illegal fishing juga dilakukan oleh kapal ikan Indonesia (KII). 

Beberapa modus/jenis kegiatan illegal yang sering dilakukan KII, antara lain:

penangkapan ikan tanpa izin (Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin

Penangkapan Ikan (SIPI) maupun Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI)),

memiliki izin tapi melanggar ketentuan sebagaimana ditetapkan (pelanggaran daerah

penangkapan ikan, pelanggaran alat tangkap, pelanggaran ketaatan berpangkalan),

pemalsuan/manipulasi dokumen (dokumen pengadaan, registrasi, dan perizinan

kapal), transshipment di laut, tidak mengaktifkan transmitter (khusus bagi kapal-kapal

yang diwajibkan memasang transmitter), dan penangkapan ikan yang merusak

(destructive fishing) dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan

peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang membahayakan melestarikan

sumberdaya ikan. 

9

Page 10: Isi makalah hpp

3.4. Modus Operandi

Perikanan ilegal dilakukan dengan modus operandi tertentu. Biasanya terkait

dengan upaya untuk mengelabui petugas, waktu operasi dan lokasi penangkapan

ilegal, serta keterlibatan dengan oknum aparat. Tentunya, modus ini akan terus

berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan respon negara terhadap

kegiatan perikanan ilegal.

1. Modus Untuk Mengelabui

Kapal ilegal, terutama kapal asing, menggunakan berbagai modus untuk

mengelabui aparat keamanan atau aparat pemerintah Indonesia. Modus yang sering

dilakukan adalah penggandaan izin, penggunaan bendera Indonesia,

mempekerjakan nelayan Indonesia, atau penggunaan nama kapal berbahasa

Indonesia.

2. Waktu Tertentu

Kegiatan penangkapan oleh kapal ilegal dilakukan pada waktu tertentu,

terutama pada saat musim barat. Kapal ilegal biasanya menggunakan kapal

berbobot 30 GT yang mampu memecah gelombang setinggi 2 meter. Sedangkan

kapal patroli biasa akan mengalami kesulitan mengejar kapal pencuri ikan di saat

musim barat.

3 Penyebaran Lokasi

Seperti telah disebutkan di atas, kapal asing yang illegal selalu beroperasi di

wilayah perbatasan dan perairan internasional, sehingga menyulitkan bagi aparat

untuk menangkap kapal tersebut. Namun ketika tertangkap oleh aparat, kapal ilegal

tersebut berdalih bahwa tidak sengaja melanggar batas teritori Indonesia untuk

mengejar ikan karena tidak memiliki radar dan hanya menggunakan kompas. Hal ini

biasanya menjadi dalih kapal negara-negara tetangga Indonesia, seperti Thailand

yang tertangkap oleh patrol.

4 Kerjasama dengan Aparat

Kejahatan dalam pencurian ikan sudah merupakan sindikat yang sangat kuat.

Keterlibatan sejumlah oknum aparat sangatlah kuat karena jutaan ton ikan setiap

tahunnya dicuri dari perairan Indonesia, yang dilakukan oleh sekitar 3.000-5.000

kapal nelayan asing dengan memakai bendera Indonesia.

3.5. Dampak Perikanan Ilegal

10

Page 11: Isi makalah hpp

Maraknya perikanan ilegal di perairan Indonesia berdampak terhadap stok ikan

nasional dan global. Hal ini juga menyebabkan keterpurukan ekonomi nasional dan

meningkatnya permasalahan sosial di masyarakat perikanan Indonesia.

Sedikitnya terdapat sepuluh masalah pokok dari aktivitas perikanan ilegal yang

telah memberi dampak serius bagi Indonesia.  Pertama, perikanan ilegal di perairan

Indonesia akan mengancam kelestarian stok ikan nasional bahkan dunia. Praktek

perikanan yang tidak dilaporkan atau laporannya salah  (misreported), atau laporannya

di bawah standar (under reported), dan praktek perikanan yang tidak diatur

(unregulated) akan menimbulkan masalah akurasi data tentang stok ikan yang

tersedia. Jika data stok ikan tidak akurat, hampir dipastikan pengelolaan perikanan

tidak akan tepat dan akan mengancam kelestarian stok ikan nasional dan global. Hal

ini dapat dikategorikan melakukan praktek IUU fishing. Dengan kata lain, jika

pemerintah Indonesia tidak serius untuk mengantisipasi dan mereduksi kegiatan IUU

diperairan Indonesia, maka dengan sendirinya Indonesia “terkesan” memfasilitasi

kegiatan IUU, dan terbuka kemungkinan untuk mendapat sanksi internasional.

Kegiatan Illegal Fishing di WPP-RI telah mengakibatkan kerugian yang besar

bagi Indonesia. Overfising, overcapacity, ancaman terhadap kelestarian sumberdaya

ikan, iklim usaha perikanan yang tidak kondusif, melemahnya daya saing perusahaan

dan termarjinalkannya nelayan merupakan dampak nyata dari kegiatan IUU fishing.

Kerugian lain yang tidak dapat di nilai secara materil namun sangat terkait dengan

harga diri bangsa, adalah rusaknya citra Indonesia pada kancah International karena

dianggap tidak mampu untuk mengelola perikanannya dengan baik.

Untuk dapat mengetahui, kerugian materil yang diakibatkan oleh Illegal fishing

perlu ditetapkan angka asumsi dasar antara lain: diperkirakan jumlah kapal asing dan

eks asing yang melakukan IUU fishing sekitar 1000 kapal, ikan yang dicuri dari

kegiatan IUU fishing dan dibuang (discarded) sebesar 25% dari stok (estimasi FAO,

2001). Dengan asumsi tersebut, jika MSY(maximum sustainable yield = tangkapan

lestari maksimum) ikan = 6,4 juta ton/th, maka yang hilang dicuri dan dibuang sekitar

1,6 juta ton/th. Jika harga jual ikan di luar negeri rata-rata 2 USD/Kg, maka kerugian

per tahun bisa mencapai Rp 30 trilyun. 

11

Page 12: Isi makalah hpp

3.6 Pencegahan

Berdasarkan permasalah yang ada maka dalam perumusan kebijakan 

mengenai Ilegal Fishing hendaklah memasukkan empat langkah yang bisa digunakan

untuk menanggulangi pencurian ikan oleh kapal asing (illegal fishing) yaitu dengan

mengatur masalah perizinan, pengawasan, penegakan hukum di laut dan peningkatan

ekonomi nelayan. Selain itu juga konsep kebijakan yang baru harus melihat secara

komprehensif dari berbagai aspek antara lain masalah kedaulatan, keamanan,

ekonomi dan citra sebagai bangsa yang besar.

Ada beberapa solusi yang dapat diajukan sebagai alternatif dalam pemuatan

perumusan kebijakan model Normatif yaitu perlunya penguatan sistem penegak

hukum dengan membentuk semacam Badan Keamanan Laut yang merupakan

gabungan dari berbagai instansi digabung menjadi satu, dibawah satu organisasi dan

satu komando pengendalian. Badan ini menangani keamanan laut non militer,

sedangkan fungsi pertahanan di laut tetap menjadi tugas pokok TNI AL. Perlu juga

mengadakan pemutihan kapal-kapal ilegal untuk diberikan ijin, terutama pada kapal-

kapal yang jelas identitasnya. Dengan pemberian ijin secara sah, maka semua

kegiatannya akan termonitor dan terkendalikan serta dapat diketahui stok ikan

sebenarnya.

Pemerintah juga memperbaiki manajemen perikanan dengan menerapkan

pengaturan musim penangkapan untuk jenis-jenis tertentu dan menetapkan daerah-

daerah “sanctuary” untuk menjamin kelestarian. Dan yang tidak kalah pentingnya

adalah perbaikan regulasi dan kebijakan yang semula pendekatannya “input

restriction” atau pembatasan input menjadi “output restriction” atau pendekatan output,

terutama untuk jenis Tuna dan Udang. Dengan pendekatan tersebut mekanisme

perijinan lebih sederhana dan mudah pengawasannya.

3.7 Langkah – langkah dalam mengatasi Illegal Fishing

Langkah-langkah untuk mengatasi illegal fishing di antaranya :

a. Perbaikan regulasi atau pengaturan terhadap kapal-kapal asing. Diupayakan ada

penegakan hukum yang lebih baik sehingga dapat  menimbulkan efek jera

terhadap kapal illegal fishing.

b. Patroli oleh penegak hukum di Indonesia dengan serius dan secara terus

menerus. Apabila hal ini dilakukan maka kesejateraan nelayan kecil akan

meningkat. Menurut pengalaman, kata sekjen DKP : dengan adanya operasi di

laut Natuna , pendapatan nelayan kita mejadi dua sampai tiga kali lipat

12

Page 13: Isi makalah hpp

dibandingkan sebelum adanya operasi. Ikan –ikan besar yang ditangkap nelayan

asing sebelum adanya operasi, sekarang bisa ditangkap oleh nelayan kita. 

c. Harus ada penguatan terhadap armada penangkapan ikan nasional. Terutama di

bidang pengadaan kapal yang lebih besar dan teknologi yang lebih maju.

Lemahnya nelayan di bidang permodalan menyebabkan nelayan tidak bisa

berkembang. Diharapkan ada bank yang mau membantu nelayan dalam bidang

permodalan. Tentunya dalam hal ini pemerintah bisa membantu dengan

mengeluarkan peraturan kepada bank untuk mau terjun ke sector nelayan.

d. Mencukupi kebutuhan dasar nelayan di antaranya BBM. Sarana dan prasarana :

adanya tempat pendaratan ikan, tempat pelelangan ikan, cold storage. Apabila

kebutuhan nelayan dapat dipenuhi dengan mudah secara otomatis kesejahteraan

nelayan akan meningkat, sehingga bisa mengadakan ekspansi usahanya.

e. Diadakan upaya penyadaran terhadap nelayan kita agar tidak menggunakan alat-

alat tangkap ikan yang bisa merusak ekologi dan bisa merusak siklus kehidupan

ikan, sehingga sumber penghidupan nelayan bisa tetap terjaga.

13

Page 14: Isi makalah hpp

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Permasalahan terkait dengan IUU baik itu illegal fishing, ataupun yang

sejenisnya merupakan masalah kita bersama. Masalah tersebut bisa saja teratasi

manakala kita bangsa Indonesia khususnya pemerintah melakukan perbaikan

diberbagai bidang kelautan. Misalnya dalam keamanan kelautan, pengadaan kapal-

kapal patroli yang modern ataupun tindakan hukum yang tegas dan jelas. Supaya

kapal-kapal asing yang melakukan illegal fishing tersebut jera. Akan tetapi hal-hal

tersebut tidak akan bisa tercapai jika tidak ada kerjasama antara kita selaku

masyarakat khususnya masyarakat pesisir pantai (nelayan).

4.2 Saran

Melihat dari letak geografis Negara Indonesia yang di hubungkan oleh laut

demi laut. Maka keamanan dalam memantau daerah perbatasan baik itu ZEE maupun

BPN merupakan faktor terpenting dalam menangkal aksi illegal fishing yang banyak

dilakukan oleh nelayan asing. Selain itu pengadaan armada patroli baik berupa kapal

patroli atupun satelit pengintai laut juga tidak kalah penting dan seharusnya Indonesia

sudah mempunyai keamanan ataupun pertahanan laut yang mumpuni, jika melihat

letak Negara yang sangat strategis.

Kerjasama antara pemerintah dengan para nelayan mutlak diperlukan guna

semakin meningkatkan mutu, sarana dan prasarana dalam pemanfaatan hasil

perikanan tangkap secara maksimal.Adanya sumber data lengkap dari hasil-hasil

perikanan tangkap yang dikelola oleh pemerintah yang nantinya digunakan untuk

menunjang pengelolaan dan pemanfaatan hasil perikanan tangkap.Pengelolaan hasil

perikanan tangkap juga tidak kalah penting, hal tersebut juga harus mendapat

dukungan dari pemerintah guna pengembangan jaringan pemasaran hasil produksi

para nelayan local untuk menembus pasar nasional maupun internasional.

14

Page 15: Isi makalah hpp

DAFTAR PUSTAKA

Ali yahya, muhamad. 2001. Perikanan Tangkap Indonesia. [cited 2009 Mei 27]. Available

at : http://tumoutou.net/3 sem1 012/ali yahya.htm

Barani, Husni Mangga. 2004. Pemikiran Percepatan Pembangunan Perikanan Tagkap

Melalui Gerakan Nasional. [cited 2009 Mei 27]. Available at :

http://tumoutou.net/702 07134/husni mb.pdf

Baharudin. 2012 Solusi alat tangkap. http://desasejahtera.org/artikel/131-legalisasi-trawl-di-perbatasan-kalimantan-timur-bagian-utara-merugikan-nelayan-dan-lingkungan.html

BBPN, 2008. Database Pembangunan Kelauatan dan Perikanan. [cited 2009 Mei 27].

Available at : http://ditkp.com/? prov=0& sub=1

Bhairawa Putra, Prakoso. 2009. Teknologi Informasi untuk kelautan Indonesia. [cited 2009

Mei 27]. Available at: http://blog.sivitas.lipi.go.id/blog

Dahuri, Rokhmin. 2005. Potensi Ekonomi Kelautan. [cited 2009 Mei 27]. Available at

:http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-Masalah-Klasik-Perikanan

Dahuri, Rokhmin. 2009. Kelautan, Potensi memakmurkan Rakyat. [cited 2009 Mei 27].

Available at : http://www.unisosdem.org/article detail.php?aid=5195&coid=2&caid=19&gid=2

Dendasurono, 2002, Pendidikan Lingkungan Kelautan. Rineka Cipta, Jakarta.

Mukhtar. 2012.  Pengertian Ilegan fishing.  http://mukhtarapi.blogspot.com/2011/05/illegal-fishing-di-indonesia.htmlFauzi, Akhmad, 2005, Kebijakan Perikanan dan Kelautan. Gramedia, Jakarta.

Subri, Mulyadi, 2004, Ekonomi Kelautan. Rajagrafindo Persada, Yogyakarta.

Adhitya, Achmad. 2009. Indonesia bangkit Lewat Laut. [cited 2009 Mei 27]. Available at :

http://elroem.com/2009/04/05/indonesia-bangkit-lewat-laut.html

Zaim, 2009. Kemiskinan Nelayan : Permasalahan dan Upaya Penanggulangan. [cited 2009

Mei 27]. Available at : http://zaim1979.blogspot.com/2007/10/kemiskinan-nelayan-

permasalahan- dan.html

15