34
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia cukup tinggi.Salah satu tingginya angka kematian ibu di Indonesia adalah pada saat proses persalinan normal.Dan untuk mengurangi (AKI) pada saat persalinan normal.Ada salah satu cara melahirkan dengan cara sectio caesarea yang diyakini bisa menyelamatkan nyawa ibu dan janin. Sectio cesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomy untuk melahirkan janin dari dalam rahim.Dalam operasi caesar ada 7 lapisan yang diiris pisau bedah, yaitu lapisan kulit,lapisan lemak ,sarung otot,otot perut,lapisan dalam perut,lapisan luar rahim,dan rahim.Setelah bayi dikeluarkan lapisan itu kemudian dijahit lagi satu persatu,sehingga jahitanya berlapis lapis. Makalah yang kami bahas ini meliputi management pasca operasi caesar dan perawatan pasca operasi. Di dalamnya dapat di ketahui apa saja yang perlu di pelajari, di pahami dan di mengerti. 1.2 Rumusan masalah 1.2.1 apa saja management pasca operasi ?

Management pasca operasi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Management pasca operasi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia cukup tinggi.Salah satu tingginya

angka kematian ibu di Indonesia adalah pada saat proses persalinan normal.Dan

untuk mengurangi (AKI) pada saat persalinan normal.Ada salah satu cara

melahirkan dengan cara sectio caesarea yang diyakini bisa menyelamatkan nyawa

ibu dan janin.

Sectio cesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan

membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomy

untuk melahirkan janin dari dalam rahim.Dalam operasi caesar ada 7 lapisan yang

diiris pisau bedah, yaitu lapisan kulit,lapisan lemak ,sarung otot,otot perut,lapisan

dalam perut,lapisan luar rahim,dan rahim.Setelah bayi dikeluarkan lapisan itu

kemudian dijahit lagi satu persatu,sehingga jahitanya berlapis lapis.

Makalah yang kami bahas ini meliputi management pasca operasi caesar

dan perawatan pasca operasi. Di dalamnya dapat di ketahui apa saja yang perlu di

pelajari, di pahami dan di mengerti.

1.2 Rumusan masalah

1.2.1 apa saja management pasca operasi ?

1.2.2 apa saja perawatan pasca operasi ?

1.3 Tujuan

1.3.1 untuk mengetahui management pasca operasi

1.3.2 untuk mengetahui perawatan pasca operasi

Page 2: Management pasca operasi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 MANAGEMENT PASCA OPERASI

2.1.1 Perawatan umum pasca operasi

Pasien pasca operasi perlu mendapatkan perawatan sebagai berikut :

1. Pasien perlu diobservasi hingga pasien mampu mempertahankan potensi

jalan nafas dan stabilitas kardiofaskuler serta mampu berkomunikasi

setelah pulih dari anastesi, tanda-tanda vital pasien (kesadaran, tekanan

darah, frekuensi nafas, suhu, nyeri, produksi urine) perlu di observasi tiap

setengah jam pada dua jam pertama.

2. Bila tanda vital stabil, observasi dilanjutkan tiap satu jam.

3. Diet bertahap pasca operasi tidak diperlukan lagi bagi pasien yang tidak

menjalani reseksi usus dan berumur di bawah 70 tahun. Pasien

diperbolehkan minum cairan jernih setelah 6 jam pasca operasi dan makan

setelah mual hilang, dengan syarat pasien telah benar-benar pulih dari

anastesi dan tidak menderita komplikasi.

4. Indwelling chatheter dapat dilepas saat pasien dapat berjalan dan minimal

12 jam setelah dosis terakhir anastesi regional.

5. Perban luka diganti setelah 24 jam pertama, sekaligus dinilai keadaan luka

bekas operasi.

2.1.2 hemostasis pasca operasi

Umumnya wanita muda, sehat dan tidak menderita komplikasi memiliki

toleransi yang baik terhadap hematokrit sebesar 20 sampai 22%. Meski demikian,

observasi terhadap tanda-tanda vital tetap harus dilakukan untuk mendeteksi

hipovolemia. Produksi urin harus di atas 0,5 ml/kg/jam. Adanya tanda hipotensi

ortostatik berupa penurunan tekanan darah sebesar mmHg menandakan

kemungkinan terjadinya penurunan volume darah sebesar 20%.

Page 3: Management pasca operasi

Secara fisiologis terdapat fase dimana hematokrit akan menurun akibat

retensi air yang disebabkan oleh ADH sebagai respon stress terhadap operasi. Hal

ini tidak berbahaya. Pada hari ketiga pasca operasi akan disusul oleh fase diuresis.

Oleh karena itu, sebaiknya pengukuran hematokrit di lakukan dua kali yaitu pada

24 jam pertama dan setelah 72 jam pasca operasi. Pasien dengan penyakit

kardiovaskuler dan paru serta berusia di atas 60 tahun sebaiknya menerima

transfusi untuk mempertahankan hematokrit tetap berada di atas 30%.

2.1.3 demam

Demam nifas didefinisikan sebagai suhu tubuh 38C atau lebih yang

muncul setelah hari kedua hingga hari kesepuluh pasca persalinan. Suhu tersebut

adalah hasil rata-rata dari minimal 4 kali pengukuran dalam sehari yang di

lakukan per oral. Kenikan suhu tubuh memang sering terjadi pada wanita pasca

persalinan tetapi tidak mencapai 38C.

Etiologi terbanyak berupa infeksi traktus genitalia dengan kuman

terbanyak streptococcus grub A atau B. Kuman ini harus dicurigai terutama bila

suhu pasien naik mencapai 39C atau lebih. Etiologi yang lain adalah berasal dari

traktus respiratorius (atelektasis, pneumonia aspirasi, pneumonia), traktus

urinarius (ISK, glumerulonefritis akut), tromboflebitis, DVT, transfusi darah dan

obat. Sebuah jembatan keledai yang cukup membantu adalah 5W. Wind (traktus

respiratorius), Water (traktur urinarius), wound (infeksi), walk (DVT), dan wonder

(obat).

Terapi disesuikan dengan penyakit yang mendasari. Antipiretik umumnya

tidak diperlukan. Hindari pemberian antipiretik tanpa penegakan diagnosis karena

dapat memberi efek masking. Ganti IV lain line setelah 48 jam meski tidak ada

tanda-tanda radang. Perhatikan kompatibilitas antara pasien dengan darah

transfusi.

2.1.4 infeksi

Infeksi Saluran Kemih

Page 4: Management pasca operasi

Infeksi saluran kemih sering diderita oleh pasien pasca operasi. Manivestasi klinis

menyerupai infeksi saluran kemih pada umumnya yaitu berupa Louwer urinarye

tract symtompS (LUTS) antara lain urgensi, frekuensi, disuri, dll. Urinalisis

menunjukkan terjadinya leukosituri dan bakteriuri yang bermakna. Infeksi di atasi

dengan antibiotik serta perlu perhatian untuk mengganti atau melepas kateter

setelah 12 jam pasca operasi

Infeksi luka

Diagnosis infeksi luka ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Penetalaksanaan berupa wound toilet yang disertai dengan perawatan luka dan

antibiotik. Periksalah dengan seksama apakah vasia masih intak atau telah terjadi

dehisensi luka.

endometritis

Endometritis puerpral disebabkan oleh infeksi asenden dari traktus

genetalia bawah atau dari traktus gastointestinal. Bakteri penyebab infeksi bersifat

polimikrobial. Manivestasi klinis pertama berupa nyeri dan nyeri tekan perut.

Demam terjadi pada 24-72 jam pasca persalinan. Terkadang gejala yang muncul

hanya demam ringan. Menggigil, sakit kepala, malas, dan sulit makan sering

terjadi.

Tanda-tanda yang dapat muncul adalah pucat, hakhikardi, leukositosis,

serta lokia yang berbau. Pada pemeriksaan dalam, uterus teraba membesar, nyeri

dan lunak. Adanya indurasi yang menyebar ke dinding pelvis disertai nyeri yang

hebat dan demam yang tinggi menandakan telah terjadinya perluasan infeksi ke

parametrium

Terapi berupa pemberian antibiotik I.V. spektrum luas hingga pasien

afebris selama 48 jam. Antibiotik yang dapat dipakai adalah klindamisin 90mg

tiap 8 jam ditambah dengan gentamisin 1,5 mg/kg tiap 8 jam. Ampisilin 1 gr tiap

6 jam dapat ditambahkan bila dicurigai adanya infeksi enterokokus atau tidak ada

perbaikan klinis selama 48 jam. Bila terapi berhasil, tidak perlu dilanjutkan

dengan terapi oral.

Page 5: Management pasca operasi

peritonitis

Terkadang peritonitis dapat terjadi sebagai komplikasi dehisensi luka

pasca seksio atau ruktur abses adneksa. Manivestasi klinis yang muncul pertama

kali adalah ileusparalitikus. Jangan menunggu munculnya manivestasi peritonitis

(misalnya perut kaku seperti papan) manivestasi ini muncul terakhir karena

dinding perut wanita hamil lebih lentur. Terapi berupa antibiotik, namun hanya

bila dicurigai infeksi berasal dari nekrosis pada luka bekas operasi atau lesi pada

usus, diperlukan operasi selain pemberian antibiotik.

tromboflebitis

Merupakan perluasan infeksi pelvis ke vena sekitar. Penyakit ini ditandai

dengan nyeri yang umunya muncul pada hari ke 2-3 pasca persalinan. Pasien

mengalami demam menggigil meskipun menivestasi klinis lain memaik karena

pemberian antibiotik. Terkadang teraba massa dengan nyeri tekan di kedua sisi.

Diagnosis pasti ditegakkan dengan CT scan atau MRI. Terapi berupa antibiotik.

2.1.5 komplikasi gastrointestinal

Mual Dan Muntah Pasca Operasi

Sedikit gagguan pada fungsi gastrointestinal tidak berbahaya. Hal ini terjadi segai

akibat dari anestesi, obat-oatan perioperatif, dan operasi itu sendiri. Umumnya

pasien akan merasa mual yang kadang disertai dengan muntha selama 12 jam

pasca operasi. Namun demi kenyamanan pasien sebaiknya diberikan anti mual

dan muntah. Perhatikan efek samping dan interaksi masing masing obat.

Obstruksi Mekanis Usus halus

Sangat penting membedakan obstruksi mekanis antara usus halus dengan usus

esar dikarenakan manifestasi klinis dan terapinya yang berbeda. Umumnya

obstruksi mekanis usus halus disebabkan oleh perlekatan. Manifestasi klinis

sumbatan mekanis usus halus berupa kram pada perut bagian tengah yang bersifat

kolik dan memiliki onset tiba-tia. Pasien merasa relatif nyaman diantara episode

nyeri. Bersamaan dengan munculnya episode nyeri terdapat peningkatan bising

Page 6: Management pasca operasi

usus (borborygmi). Gangguan pasase usus mengakibatkan pasien muntah,

obstipasi, tidak dapat flatus (bila obstruksi komplit), diare (bila obstruksi pasial),

cegukan, distensi perut , dan gangguan pernafasan. Terkadang terdengar metallic

sound. Pada pasien yang sangat kurus, gerak peristaltik usus dapat terlihat.

Bila terjadi strangulasi, nyeri akan meningkat dalam intensitas, menetap (tidak

lagi bersifat kolik) dan menjadi terlokalisasi, yang disertai dengan peningkatan

suhu tubuh dan leukositosis. Dua tanda terakhir ini umumnya muncul pada fase

akhir dari strangulasi sehingga menandakan terlambatnya diagnosis. Bising usus

yang negative tidak menyingkirkan kemungkinan diagnosis obstruksi usus.

Diagnosis obstruksi mekanis usus halus komplit nonstarngulasi ditegakkan

dengan pemeriksaan radiologis yaitu step-ladder patern dengan gas usus negative

dibagian distal obstruksi. Gamaran ini tidak didapatkan pada tipe obstruksi

parsial. Bila gambaran radiologis normal sama sekali padahal terdapat gejala

obstruksi mekanis, strangulasi mungkin sudah terjadi.

Bila obstruksi kompilt atau dicurigai terjadi strangulasi, operasi tidak boleh

ditunda. Persiapan operasi meliputi dekompresi dengan NGT suction,

keseimbangan cairan dan elektrolit (terutama perhatikan kadar kalium plasma

pasien karena pasien umumnya akan mengalami hipokalemia karena muntah),

serta pemberian antibiotik spektrum luas (apabila terjadi strangulasi). Terapi non

operatif hanya diperuntukkan bagi pasien dengan:

Obstruksi parsial pasca opeasi seelumnya, kecuali pasca operasi pada

adneksa

Obstruksi parsial berulang

Obstruksi parsial akibat peritonitis difusa

Obstruksi parsial akibat metastasis intra-abdominal.

Terapi non operatif ini, berupa dekompresi dengan NGT panjang (Miller-Abbott

atau Cantor tube). Tetapi non operatif dilaksanakan selama 24 sampai 48 jam.

Bila tidak berhasil atau muncul tanda-tanda strangulasi maka operasi harus

dilakukan.

Obstruksi Mekanis Usus Besar

Page 7: Management pasca operasi

Obstruksi usus besar jarang disebabkan oleh adesi. Umumnya diseabkan oleh

tumor ovarium, striktur akibat radioterapi, impaksifekal, dan tumor intrinsik.

Obstruksi mekanis usus besar juga menimbulkan nyeri yang bersifat kolik, tetapi

dengan intensitas yang lebih rendah daripada obstruksi mekanis usus halus

sehingga jarang dikeluhkan oleh pasien terutama pada pasien yang berusia lanjut.

Muntah muncul pada fase akhir dan sangat jarang terjadi muntah fekal.

Obstruksi usus besar dengan katup illieosekalyang kompeten memberikan

gambaran radiologis yang khas yaitu dilatasi dengan gambaran gas hanya pada

usus besar. Bila katup tersebut inkompeten, gamaran radiologis akan menyerupai

obstruksi mekanis usus halus parsial.

Bila obstruksi komplit dan tau katup illeosekal kompeten, operasi mutlak

dilakukan. Sedangkan bila operasi parsial, terapi non operatif seperti puasa dan

NGT suction. Dapat dilakukan meskipun tidak akan mendekompresi usus besar

seluruhnya.

Illeus Paralitik

Umumnya keluhan hanya berupa rasa tidak nyaman, muntah (meski tidak profus

dan hampir tidak pernah fekal), dan cegukan. Gambaran radiologis penyakit ini

mungkin tidak dapat dibedakan dengan obstruksi mekanis usus halus parsial,

kecuali distensi usus besar lebih menonjol pada kasus illeus paralitik. Foto kontras

dapat membantu dalam membedakan kedua diagnosis ini

Umumnya kondisi ini bersifat self limiting dengan pemberian cairan parenteral

yang baik serta waktu istirahat usus yang cukup. NGT suction mungkin

diperlukan untuk mengurangi distensi abdomen yang menggangu pernafasan,

asalkan cairan parenteral terjamin. Amulasi dan perangsangan motilitas usus

dengan suposituria mungkin dapat membantu. Alternatif terapi lain adalah dengan

pembuatan foto radio kontras menggunakan gastrografin. Pemuatan foto ini

berfungsi sebgai alat diagnostik sekaligus terapi karena osmolaritas bahan radio

kontras yang tinggi menrangsang peristaltik usus. Illeus paralitik yang parah dapat

merupakan tanda syndroma Ogilvie atau awal peritonitis.

Pseudo-Obstruksi Kolon Akut (Syndroma Ogilvie)

Page 8: Management pasca operasi

Terkadang distensi adomen berat akibat illeus paritik muncul secara tiba-tiba dan

segra setealh operasi tanpa didapatkan tanda-tanda obstruksi mekanis. Hasil

pemeriksaan radiologis menunjukkan dilatasi masif caecum dan kolon dengan

gamaran udara di daerah rektosigmoide. Gambaran klinis diatas disebut syndroma

Ogilvie. Setiap dokter yang merawat harus waspada karena meskipun jarang

terjadi sindrom ini berpotensi mengakibatkan perforasi usus yang mematikan ila

tidak segar dideteksi.

Penatalaksanaan syndroma Ogilvie:

1. Konservatif: NGT suction, keseimbangan air-elektrolit insersi rektal tube

2. Neostigmin 2mg I.V yang diberikan dalam 3 sampai 5 menit.

Efek samping: salivasi, mual, muntah, nyeri perut, hipertensi, bradikardi,

bronkospasma. Selama pemberian denyut jantung harus diawasi serta

atropin harus tersedia.

3. Dekompresi endoskopik dilakukan apabil terapi konservatif dan

neostigmin gagal, ataupun terdapt kontra indikasi terhadap neostigmin

atau diameter caecum < 12cm.

4. Caecostomy bila terapi lain gagal atau tanda-tanda perforasi telah muncul.

2.1.6 Manajemen Nyeri Pasca Operasi

Setiap pasien berhak atas menejemen nyeri yang baik. Akan tetapi pada

kenyataannya pasien sering kurang mendapatkan manajemen nyeri yang baik.

Banyak faktor yang menyebabkan hal ini, antara lain ;

1. Keengganan pasien untuk memberitahu tenaga kesehatan.

Beerapa pasien enggan melapor bahwa dirinya merasakan nyeri pasca

operasi karena takut dianggap cerewet dan merepotkan. Dalam

menghadapi hal ini tenaga kesehatan harud pro aktif dalam bertanya pada

pasien apakah ia merasakan nyeri atau tidak.

2. Keengganan dokter untuk menilai nyeri pasca operasi dengan baik.

Alasan yang paling banyak dikemukakan adalah kurangnya waktu yang

tersedia untuk satu pasien sehingga dokter tidak sempat memperhatikan

keluhan ini. Akan tetapi, perlu diingat bahwa manajemen nyeri yang baik

Page 9: Management pasca operasi

akan membuat pasien lebih kooperatif dalam program yang mempercepat

proses pemulihan pasien dari operasi.

3. Bias

Terdapat bias bahwa wanita lenih sering mengeluh nyeri daripada pria

sehingga seorang wanita mengeluhkan rasa nyeri sering kali ditanggapi

dengan setengah hati. Terdapat anggapan keliru bahwa sudah

sewajarnyalah pasien merasakan nyeri setelah operasi. Kita tidak boleh

membiarkan pasien merasakan nyeri padahal disaat yang sama kita

erkompeten melaksanakan manajemen nyeri yang baik.

Berikut ini pedoman manajemen nyeri yang baik :

1. Lakukan anamnese dan pemeriksaan fisik yang lengkap

Nyeri merupakan keluhan suyektif yang bersifat pribadi sehingga sering

terdapat perbedaan difinisi antara seorang dengan yang lain apa yang

dikeluhkan opleh pasien sebagai nyeri sering tidak dianggap sebagai nyeri

yang sebenarnya oleh dokter. Oleh karena itu, langkah pertama

manajemen nyeri yang baik adalah mempercayai pasien bahwa nyeri yang

pasien keluhkan benar adanya. Galilah informasi yang lengkap melalui

anamnesis dan pemeriksaan fisik.

2. Tentukan penyea nyeri dan terapi yang sesuai

Bila dari anamnese, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapat

penyakit penyerta segera atasi penyakit tersebut, lakukan analgesik hanya

berikan bila penyebab nyeri telah diketahui untuk menghindari efek

masking.

3. Tentukan obat yang tepat dan rute pemberian paling kurang inpasif

Penanganan nyeri pasca operasi yang efektif harus diberikan berdasarkan

protokol yang telah direkomendasikan seperti halnya Tangga Analgesik

WHO. Tanpa mempertimbangkan intensitas nyerinya terapi analgesik

selalu dimulai dari tingkat dasar, yaitu penggunaan parasetamol dan

adjuvan. Pada setiap tingkat, tangga analgesik keadaan pasien di monitor

dan penilaian ulang dilaksanakan minimal setiap hari.

Page 10: Management pasca operasi

Setiap analgesik memiliki efek samping dan kontra indikasi yang harus

diperhatikan. Kombinasi beerapa obat dari erbagai jenis dapat memberikan

efek analgesik yang lebih bagus dengan efek samping leih rendah, tetapi

pada keadaan ini pertimbangkan interaksi antara obat satu dengan yang

lainnya. Berikut ini beberapa analgesik yang dibahas secara singkat :

Selain cukup efektif, parasetamol memiliki sedikit kontraindikasi

dan indikasi obat sehingga merupakan pilihan yang baik. Bahkan

parasetamol dapat digunakan dengan aman pada ibu yang sudah

mulai menyusui bayinya.

Bulan kedua pemakaian NSAID harus mempertimbangkan resiko

efek sampingnya terutama bagi pasien di atas 65 tahun dengan

penurunan fungsi ginjal. Hindari pemakaian NSAID pada pasien

dengan franklin,s triat(asma polip nasi dan urtikaria) sebab pasien

ini memiliki resiko yang signifikan untuk terjadinya reaksi

anafilaksis. Pemakaian NSAID menawarkan keuntungan berupa

penekanan berupa keuntungan reaksi inflamasi yang muncul

karena prose penyembuhan luka bekas operasi lebih cepat.

Opioid memiliki banyak efek samping dan beberapa diantaranya

beresiko mengancam nyawa seperti depresi pernapasan. Oleh

karena itu pemberian opioid harus sesuai dengan protokol yang

berlaku di rumah sakit tersebut. Dosis opioid yang dibutuhkan

berbeda-beda antara satu pasien yang lain,bahkan antara satu

keadaan dengan keadaan yang lain. Fixed dosage tidak efektiv oleh

karena itu sebaiknya penggunaan opioid melibatkan dokter anastesi

yang lebih mengenal farmakologi opioid dan dapat menawarkan

anastesi regional.

Adjuvan adalah obat non analgesik yang membantu mengatasi

nyeri

4. Observasi efek terapi dan efek samping secara berkala amat penting

terutama bagi pasien yang menerima opioid. Tanda pertama opioid

overdosis opioid adalah sedasi yang berlebihan. Frekuensi napas dan

Page 11: Management pasca operasi

saturasi oksigen periver tidak dapat dipwercaya. Oleh karena itu monitor

keadaan pasien harus dilakukan dan protokol yang mengatur hal ini harus

dilaksanakan dengan ketat. Contohnya:

Untuk pasien yang menerima opioid intratekal, observasi tanda

vital dilakukan setiap jam sedikitnya selama 12 jam untuk

pemberian diamorvin dan 24 jam dalam pemberian morvin.

Untuk pasien yang menerima opioid epidural dan patient contolled

analgesia (PCA) opioid, tanda vital harus dipantau setiap jam selama

pemberian terapi dan dua jam setelah terapi dihentikan.

Tenaga kesehatan dan keluarga pasien dilarang menekan tombol yang

memberikanj oabt pada pasien yang menerima opioid secara PCA

meski diminta oleh pasien

5. pengelolaan multi disiplin yang melibatkan dokter obstetri

ginokologi, anastesi, fisioterapi, psikiatri, idan daan perawat.

2.1.7 Dehisensi dan eviserasi

Dehisensi adalah terbentuknya lapisan kulit ,subkutan dan fasia pada luka

jahitan operasi. Pada kasus eviserasi peritonium ikut terbuka sehingga

momemtum dan organ intra abbdomen dalm terlihat dari luar. Dehisensi

mengakinatkan infeksi, memperpanjang masa rawat inap dan dapat menyebabkan

hernia insisisonal. Faktor resiko dehisensi dan eviserasi secara umum meliputi

faktor-faktor nyang menyebabkan keterlambatan penutupan luka bekas operasi,

antara lain hipo albuminemia, menutrisi ,usia tua, keganasan, diabetes melitus,

urenia, terapi steroid, radio terapi pada daerah luka, merokok, nutrisi yang jelek

dan teknik operasi yang salah.

Pencegahan dehisensi dan eviserasi meliputi:

1) Gunakan benang seperti nilon, poli propilen atau PDS

2) Gunakan jahitan Smead- Jones yang lebih baik dalam mencegah dehisensi

dan eviserasi daripada jahitan continous simple mass.

3) Bila resiko infeksi tinggi gunakan benang monofilamen

Page 12: Management pasca operasi

4) Untuk mencegah nekrosis, hindari mengikat terlalu kuat teratama bila

menggunakan figure-of-eight.

Cara melakukan jahitan Smead-Jones (far near near far):

1. gunakan benang nomor 1-0 dengan jarak masuknnya jarum dari tepi luka

3cm dan jarak antar jahitan kurang dari 3 cm.

2. lewatkan jarum melalui peritoneum, fasio dan otot rekus abdominis dari

satu sisi ke sisi lainnya.

3. ulangi lagi, lewatkan jarum dari satu sisi ke sisi yang lain (persis sama

langkah di atas) tetapi ambil hanya fasia dan otot

4. hasilnya dalah adanya double loop (small loop in large loop)

Dehisensi dan eviserasi umumny terjadi minggu pascaoperasio dengan

onset tercepat dalam 24 jam pertama. Diagnosis dibuat berdasarkan gambaran

klinik yang meliputi terlihatnya luka yang membuka, keluarnya cairan

serosanguinus dalam jumlah anyak dari luka jahitan operasi disertai dengan

tanda-tanda radang akut.

Penanganan dehisensi dan eviserasi meliputi :

a. Tutup luka dengan kasa steril. Ganti kasa sesering mungkin untuk

menjamin luka tetap ersih. Untuk kasus eviserasi jaga agar organ

intraperitoneal tetap lemab.

b. Jangan mencoba memasukkan organ intraperitoneal yang keluar

c. Posisikan pasien dalam posisi low fowler dengan susdut 10-45

derajat dengan kaki tertekuk untuk mengurangi tegangan perut

d. Persiapkan pasien untuk operasi darurat antara lain puasa,

pemasangan IV line, pemerian antibiotik spektrum luas, edukasi

pasien dan inform consent

e. Pasang NGT untuk mengurangi distensi organ intraperitoneal

f. Operasi darurat meliputi evaluasi secara digital, debridemen tepi

luka, penjahitan ulang dengan jahitan smead Jones.

g. Bila luka di perkirakan akan menghasilkan banyak cairan,

pasanglah drain

Page 13: Management pasca operasi

h. Pada kasus dihisensi yang di perkirakan akan terjadi nfeksi yang

erat lebaih baik bila luka tidak di jahit terlebih dahulu

i. Pada kasus eviserasi yang tidak dapat di tutup untuk mencegah

sindroma kompartement abdominal, di perlukan penggunaan mesh.

Mesh yang dapat dipakai adalah Gorotex mesh yang bersifat

lembut, fleksibel , tidak melar, menyebabkan radang dan

perlekatan minimal dan tidak menyeakan terbentuknya fistula.

j. Penangan dihisensi di tekankan pada pencegahannya

2.1.8 Depresi pasca persalinan

Masih terdapat banyak kontroversi terhadap hubungan antara seksio

sesaria dengan depresi pasca persalinan, hal ini sangat bergantung pada

kesehatan masing-masing individu dan pandangan keudayaan setempat

terhadap seksio sesaria yang akan mempengaruhi cara pandang pasien terhadap

seksio seasaria. Perawatan pasien yang mengalami depresi persalinan seksio

sesaria tidak berbeda dengan pasien yang tidak menjalani seksio sesaria.

2.1.9 Akhir masa perawatan

Beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian pada akhir masa

perawatan adalah :

1. pasien perlu mengetahui dampak operasi terhadap kesehatan dirinya

secara keseluruhan termasuk kesehatan reprodukisi dan kehamilan

berikutnya.

2. untuk pasien yang menjalani serksio sesaria, bila pasien pulih dengan

baik dan tidak terdapat demam serta komplikasi lain, pasien di

perbolehkan pulang setelah 24 jam.

3. menyarankan pasien memakai pakaian yang longgar dan pakaian dalam

yang terbuat dari katun

4. edukasi pasien tentang perawatan luka bekas operasi

Page 14: Management pasca operasi

5. edukasi pasien tentang komplikasi yang dapat terjadi di rumah,

misalnya infeksi saluran kencing atau infeksi pada luka bekas jahitan

dan kapan harus menemui dokter

6. berikan bekal analgesit berupa NSAID dan kodein sebagai obat darurat

7. edukasi pasien tentang senam nifas dan menyusui bayi bagi pasien yang

menjalani seksio sesaria

8. penjadwalan untuk rawat jalan di poli nifas bagi pasien yang menjalani

seksio sesaria

9. penjadwalan untuk rawat jalan di poli klinik bagi pasien yang menjalani

laparotomi untuk kelainan tumor adneksa

2.2 PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah sectio secarea:

1. Pendarahan dari vagina harus di pantau dengan cermat

2. Fundus uteri harus sering di palpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap

berkontraksi dengan kuat

3. Analgesia meperidin 75-100 mg atau morfin 10-15 mg di

berikan,pemberian norkotik biasanya disertai anti emetik, misalnya

prometazin 25 mg

4. Periksa aliran darah uterus paling sedikit 30 ml/jam

5. Pemberian cairan intravaskuler,3 ltr cairan biasanya memadai untuk 24

jam pertama setelah pembedahan

6. Ambulasi, 1 hari setelah pembedahan klien dapat turun sebentar dari

tempat tidur dengan batuan orang lain.

7. Perawatan luka,insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat

pada hari ke empat setelah pembedahan

8. Pemeriksaan laboratorium hematokrit di ukur pagi hari setelah

pembedahan untuk memastikan pendarahan pasca operasi

9. Mencegah infeksi pasca operasi ampisilin 29 dosis

tunggal,sefalosporin,atau penicilinspekrum luas setelah janin lahir

Page 15: Management pasca operasi

2.2.1 Diagnosa Umum

a) Ganggaun pertukaran gas berhubungan dengan efek sampingdari

anaesthesi

b) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi

c) Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan

d) Resiko injury berhubungan dengan kelemahan fisik efek anaesthesi, obat

obatan dan imobil terlalu lama

e) Gangguan pola nafas berhubungan dengan posisi klien

2.2.2 Diagnosa tambahan

a) Bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan

produksi sekret

b) Resiko retensi urine berhubungan dengan anesthesi bedah pelvis dan

kurang gerak

c) Nausea berhubungan dengan efek anaesthesi

d) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

e) Konstipasi berhubungan dengan efek anesthesi

2.2.3 Fokus Intervensi dan Rasional

a) Gangguan pola nafas berhubungan dengan posisi klien

Tujuan :Pola nafas klien normal

Intervensi:

Kaji pola nafas klien

Monitor TTV

Beri posisi kepala klien lebih tinggi dari kaki, semi fowler

Beri terapi oksigen

b) Kurangi volume cairan berhubungan dengan pendarahan

Tujuan :Memenuhi kebutuhan cairan sesuai kebutuhan tubuh

Page 16: Management pasca operasi

Intervensi :

Observasi pendarahan

Monitor intake dan out put cairan

Monitor tanda tanda vital

Kolaborasi pemberian cairan elektrolit sesuai program

c) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat

Tujuan :Tidak ada tanda tanda infeksi (rubur,kalor,dolor,fungiolesa),

jumlah leukosit dalam jumlah normal

Intervensi :

Kaji lebar luka, kedalaman, panjang, warna, panas atau

tidak, merah atau hitam (mengertahui seberapa besar resiko

infeksi)

Infeksi lebar luka atau insisi bedah

Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,

panas

d) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek anesthesi

Tujuan :Mengatasi masalah gangguan pertukaran gas

Intervensi :

Kaji status pernafasan secara periodik,catatadanya perubahan

pada usaha tingkatan hipoksia

Auskultasi bunyi paru secara periodik ,catat kualitas bunyi

nafas,wheezing, ekspirasi memanjang dan observasi

kesimetridsan gerakan dada

Kaji adanya sianosis

Auskultasi irama dan bunyi jantung

Bantu klien untuk beristirahat dengan menjaga ketenangan

lingkungan

Posisikan klien dalam posisi nyaman(fowler atau semi fowler)

Ajarkan dan motivasi klien untuk melakuakan pernafasan

mulut atau bibir

Page 17: Management pasca operasi

Monitor keseimbangan imtake output cairan

Monitor saturasi oksigen (bila pulse okximetri ada)

e) Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan

Tujuan :nyeri berkurang,pasien terelihat rilex

Intervensi :

Kaji tingkat ,skala nyeri

Beri posisi nyaman (mengurangi nyeri)

Ajarkan tehnik relaxaxi(mengurangi nyeri)

Beri kompres dingin untuk mengurangi nyeri menghentikan

pendarahan

Kolaborasi pemberian obat analgetik untuk mengurangi nyeri

2.3 PERAWATAN PASCA OPERASI

2.3.1 ruang pemulihan

saat pasien sadar dari anestesi umum atau saat efek anastesi

regional mulai hilanh, palpasi abdomen kemungkinan besar menyebabkan

rasa nyeri yang hebat. Peran yang teal dengan banyak plesterv diatas

abdomen dapat mengganggu palpasi dan masase fundus serta menimulkan

rasa nyeri waktu perban di lepas.

Pasien dapat dibuat lebih toleran terhadap nyeri dengan

memerikannya analgesik intravena yang efektif.

Prosedur :

Memantau dengan cermat jumlah pendarahan dari vagina

Palpasi fundus uteri untuk memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan

kuat

2.3.2 Pemberian cairan intravena

Page 18: Management pasca operasi

Kebutuhan akan cairan intravena termasuk darah selama dan setlah

seksio sesaria dapat sangat bervariasi. Wanita dengan B rata-rata dengan

hematokrit kurang dari sama dengan 30 dan volume darah setra cairan

ekstraseluler yang normal umumnya dapat mentoleransi kehilangn darah

sampai 2000 ml.

prosedur :

Siapkan larutan Ringer Lktat atau larutan kristaloid sejenis, di

tambah dekstrosa 5 %

Biasanya pasien mendapat 1-2 L infus cairan elektrolit selam dan

sesudah operasi

Selama operasi dan erada di ruang pemulihan, tekanan darah dan

jumlah urine di pantau dengan cermat.

2.3.3 ruang perawatan

Prosedur :

1. Monitor tanda-tanda vital :Setelah pulih dari anastesi, observasi harus

dilanjutkan setiap setengan jam selama 2 jam pertama dan tiap jam

selama minimal 4 jam setelah hasilnya stabil atau memuaskan. TTV yang

perlu di evaluasi yaitu tekanan darah, nadi, jumlah urine, jumlah

pendarahan, status fundus uteri, suhu tubuh

2.Pemberian analgesik

Untuk wanita BB rata-rata dapat diberikan paling anyak setiap 3

jam untuk menghilangkan nyeri :

Meperidin 75-100 mg intramuskular

Morfin sulfat 10-15 mg intramuskulaer

3. Terapi cairan dan makanan

Salah satunya dengan cara memberikan cairan intravena, yaitu :

3 L cairan untuk 24 jam pertama setelah tindakan

Apabila urine lebih dari 30 ml per jam, nilai kembali

apakah ada pengeluaran darah yang tidak di ketahui efek

antidiuretik dari infus oksitosin atau lainnya

Page 19: Management pasca operasi

4.Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus

Kateter vesika urinaria umumnya dapat dilepas dalam waktu 12 jm

setelah operasi atau keesokan pagi setelah pembedahan.

Kemampuan pasien mengosongkan vesika urinaria sebelum terjadi

distensi erlebihan harus di pantau seperti pada perssalinan

pervaginan.

Pengawasan :

Kateter dapat di lepas <12 jam

Makanan padat bisa di berikan ,8 jam bila tidak ada

komplikasi

5.Ambulasi

Pada sebagian besar kasus satu hari setelah pembedahan pasien

dapat turun sebentar dari tempat tidur dengan bantuan, paling

sedikit 2 kali. Waktu ambulasi di atur agar analgestik yang baru di

berikan dapat mengurangi rasa nyeri. Pada hari kedua pasien dapat

berjalan dengan bantuan. Dengan ambulasi dini, trombosis vena,

emoli paru jarang terjadi.

6.Perawatan luka

Luka insisi di periksa setiap hari dan jahitan kulit diangkat pada

hari keempat setelah pembedahan. Pada hari ke 3 pasca persalinan

mandi dengan pancuran tidak membahayakan luka insisi.

7.Pemeriksaan laboratorium

Hematokrit secara rutin diukur pada pagi hari setelah pemedahan.

Pemeriksaan ini dilakukan lebih dini apabila terdapat kehilangan

banyak darah selama operasi. Apabila hematokrit menurun selama

bermakna di bandingkan dengan kadar praoperasi, pemeriksaan di

ulang dan dilakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi penyebab

penurunan tersebut. Bila hematokrit rendah tapi stabil, pasien dapat

di amulasi tanpa kesulitan. Dan apabila terdapat kemungkinan

untuk terjadinya sedikit pengeluaran darah lanjutan, pasien lebih

baik di beri terapi suplemen besi (Fe).

Page 20: Management pasca operasi

8.Menyusui

Dapat dimulai pada hari pasca operasi seksio sesaria.

2.3.4 pencegahan infeksi pasca operasi

Infeksi panggul pasca operasi merupakan penyebab tersering dari

demam dan tetap terjadi pada sekitar 20 % wanita walaupun

mereka telah diberi antibiotik profilaksis. Kemudian sebagian besar

dokter menganjurkan pemberian 2gr dosis tunggal ampicilin,

sevaosforin, atau penicilin spektrum luas setelah janin lahir.

BAB III

PENUTUP

Page 21: Management pasca operasi

3.1 KESIMPULAN

Dari makalah yang kami buat ini, kita dapat mengetahui

managemen pasca operasi khususnya yaitu pada pasca operasi caesar.

Dimana mangement ini memiliki beberapa tahapan yang harus

dilaksanakan secara sistematis. Jika tidak dilakukan secara sistematis

ditakutkan akan membahayakan pasien itu sendiri. Selain itu terdapat juga

perawatan pasca operasi yang membantu pasien untuk memulihkan

kondisi seperti keadaan sebelumnya.

3.2 SARAN

Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat, pembaca

dapat mengetahui mangement pasca operasi caesar dan dapat memahami

perawatan pasca operasi secara baik. Kami menyadari bahwa makalah ini

masih banyak kekurangan, untuk itu kami memohon maaf dan meminta

saran bagi para pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.

Page 22: Management pasca operasi

DAFTAR PUSTAKA

Hanafiah MJ, Amir A.Etika Kedokteran dan hukum kesehatan.

Jakarta ;EGC :2001

Nurdadi S. Sectio Caesaria Karena permintaan pasien.Jakarta: POGI

JAYA ; 2008

Rasjidi,Imam. Manual Seksio sesaria dan Laparotomi kealainan. Jakarta.

Sagung seto. 2009