62
Artikel Oleh Yusdeka E - G

Yusdeka reformatted e-g - ok !

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tulisan berikut ini merupakan buah karya dari Ustadz Yusdeka, penulis pro-duktif dari milis “Dzikrullah” (https ://groups.yahoo.com/group/dzikrullah) dan blog “Sikap Murid Dalam Berketuhanan Sedang Belajar Mendekat Kepada Dzat Yang Maha Dekat” (yusdeka.wordpress.com). Untuk keperluan pribadi, kami mengkompilasi tulisan-tulisan tersebut. Dalam pengkompilasian ini, kami ber-usaha untuk tidak menambah dengan kata-kata kami sendiri. Yang kami laku-khan adalah pengurangan dan penyuntingan tampilan. Tujuan pengkompilasian ini tak lain adalah agar memudahkan kami untuk membaca dan memahami tulisan-tulisan tersebut. Hal ini disebabkan karena kebodohan kami untuk dapat memahami tulisan yang Ustadz Yusdeka tulis. Untuk itu kami merasa perlu untuk menstrukturkan dan mensistematisasikannya.

Citation preview

Page 1: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

Artikel Oleh Yusdeka

E - G

Page 2: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

1-2

Daftar Isi

Artikel 1 : Eh, Sesederhana Itu Ya ? ................................................................. 1-3

A. Pembahasan .................................................................................. 1-3

A. Kesimpulan .................................................................................. 1-14

Artikel 2 : Esensi Khalifatullah ....................................................................... 2-17

A. Pembahasan ................................................................................ 2-17

B. Kesimpulan .................................................................................. 2-19

Artikel 3 : Fasilitas VIP Tanpa Hisab ............................................................... 3-20

A. Pembahasan ................................................................................ 3-20

1. Fasilitas Konvensional "Kembalinya" Perjalanan Manusia ..... 3-20

2. Fasilitas Kembali VIP .............................................................. 3-21

B. Kesimpulan .................................................................................. 3-27

Artikel 4 : Fir’aun ........................................................................................... 4-29

A. Pertanyaan .................................................................................. 4-29

B. Pembahasan ................................................................................ 4-30

C. Kesimpulan .................................................................................. 4-33

Artikel 5 : Grounded, Nyangkut Euy. .............................................................. 5-35

A. Pembahasan ................................................................................ 5-35

1. Pengantar .............................................................................. 5-35

2. Masalah Utama Kita .............................................................. 5-38

3. Prosesnya Bagaimana ? ......................................................... 5-43

4. Selesai ................................................................................... 5-59

B. Kesimpulan .................................................................................. 5-60

Page 3: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

1-3

Artikel 1 : Eh, Sesederhana Itu Ya ?1

A. Pembahasan

Ajaran Islam yang begitu sederhananya di zaman Rasulullah dulu, kemudian telah berubah menjadi ajaran yang rumit karena ulah para penerus Beliau yang telah berlomba-lomba menafsirkan ajaran Beliau itu dari berbagai sisi dan sudut yang terkecil sekalipun. Al Qur'an ditafsirkan, Hadits ditafsirkan, bahkan sampai ke kehidupan di Syurga dan Nerakapun ditafsirkan pula.

Tentang IMAN, ISLAM, dan IHSAN pun, yang sebenarnya lebih kepada sebuah sikap dari pada kata-kata dan kalimat-kalimat, malah dibahas dan ditafsirkan sampai menghasilkan ribuan halaman buku. Entah untuk apa maksud dari pembahasan itu. Barangkali tujuan awal dari penafsiran itu adalah untuk lebih menjelaskan hal tersebut kepada masyarakat awam dalam bentuk bahasa manusia. Tapi alih-alih bisa lebih memahamkan umat, malah hasilnya adalah :

. . . kata-kata IMAN, ISLAM, dan IHSAN itu jadi seperti kehilangan RUH. Terkatakan tapi tak terlaksanakan.

Karena memang tafsir pada hakekatnya adalah bentuk yang lebih mengarah kepada buah dari KELIARAN fikiran kita daripada buah dari kenyataan atau keadaan yang sebenarnya.

Sementara :

. . . di zaman Rasulullah Al Qur'an bukanlah ditafsirkan, tapi dijalankan dari titik yang PALING DASAR (laa ilaha illallah) sampai ke tingkat yang lebih kompleks.

Artinya :

Al Qur'an itu dijadikan Beliau sebagai TEROPONG

1 https://groups.yahoo.com/neo/groups/dzikrullah/conversations/messages/2741

Page 4: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

1-4

untuk memandang berbagai bentuk perubahan yang sudah, sedang, dan akan terjadi selama masa kenabian Beliau,

bahkan juga sampai menjangkau ke alam Azali (akhirat).

Lalu sikap dan tindakan Beliau dalam menghadapi perubahan demi perubahan itu mewujud membentuk perilaku (akhlak, peradaban) Beliau yang utuh, yang berkembang, yang sesuai dengan peruntukan detik, menit, jam, dan tahunannya satu persatu. Hal seperti inilah yang kemudian hari kita kenal sebagai Sunnah atau Al Hadits.

Nah,

. . . kita saat ini seperti hidup dengan mewarisi ajaran-ajaran Islam di berbagai bagian yang rumit-rumitnya saja. Kita malah seperti ketambahan tugas baru untuk mengurai benang kusut yang

membelenggu ajaran Islam itu.

Kalaulah itu benar benang kusut yang akan kita urai, dengan sedikit kerja keras biasanya akan bisa juga kita urai. Akan tetapi kalau benang kusut itu adalah berupa gumpalan-gumpalan kusut pemikiran kita, ah, itu alangkah sulitnya. Energi kita habis terserap dibuatnya. Sebab kalau kerumitan pe-mikiran itu dilawan dengan pemikiran pula, maka kerumitan yang barupun tercipta. Rumit berbuah rumit, sehingga kitapun jadi lupa dengan tujuan kenapa kita ini diciptakan Allah ke muka bumi.

Padahal Allah menyatakan dengan sangat gamblang dan sederhana:

Adz Dzaarriaat (51 : 56)

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (liya’budun)."

Sederhana sekali sebenarnya. Tapi :

. . . akibat kerumitan tafsir-tafsir dan pemikiran-pemikiran yang kita serap dari satu pengajian ke pengajian lain sepanjang masa, kita jadi terluput untuk menimba pengalaman Rasulullah dalam menjalankan makna ME-NYEMBAH kepada Allah itu sepanjang kehidupan Beliau.

Page 5: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

1-5

Maka jadilah :

. . . bagi kebanyakan kita makna menyembah kepada Allah itu benar-benar dalam wujud MENYEMBAH secara harfiah, yaitu untuk kita selalu

melakukan ibadah, rukuk, sujud, tasbih, tahmid, tahlil, membaca dan menghafal Al Qur’an, mengaji, wirid, maksurat, berdo'a dan sebagainya.

Ibadahnya para malaikat yang dulu sempat dibanggakan mereka di ha-dapan Allah saat mereka diperjumpakan Allah dengan Adam, yang kemu-dian malah dimentahkan oleh Allah. "Tidak cukup hanya ibadah seperti itu wahai para malaikat. Aku punya tugas lain yang hanya bisa diemban oleh ciptaanku yang sangat cerdas ini", Allah menegur malaikat saat malaikat coba-coba menghalangi kehendak Allah dalam menciptakan Adam.

Kalaulah kita sedikit lebih jeli membaca Al Qur’an dan Al Hadits, kita dapat memaknai kata liya’budun itu menjadi sebuah sikap dan perilaku kita ke-pada Allah, yaitu :

Bersedia untuk mengabdi dan menghamba kepada Allah, dengan resiko kita pastilah rela pula untuk diberi tugas, diperintah-perintah dan

dilarang-larang oleh Allah.

Tugas liya’budun macam apa ? Itu juga tugas sederhana sekali sebenarnya, yaitu:

1. Agar kita bersedia menjadi wakil Allah untuk memelihara tubuh kita dengan segala instrumennya agar fungsinya bisa berjalan sesuai dengan fitrah penciptaannya. Kita ditugaskan Allah untuk mewakili Allah mem-beri makan dan minum tubuh kita. Maka rahmatilah tubuh kita itu dengan memberinya makanan dan minuman yang halal dan baik.

Kita mewakili Allah untuk menjaga penglihatan, pendengaran, lidah, perut, kelamin, tangan, kaki, otak

kita, dada kita, jantung, ginjal kita agar semua bisa berjalan sesuai dengan

apa yang diinginkan oleh Allah.

Page 6: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

1-6

Otak kita yang disiapkan oleh Allah untuk menampung dan mengolah data-data kehidupan di sekitar kita, lalu kita isi dengan berbagai ilmu pengetahuan yang akan memudahkan tubuh kita untuk menjalankan kehidupannya. Kita buat otak itu aktif menyerap setiap kejadian baik ataupun buruk yang bisa kita lihat, dengar, dan rasakan. Lalu kita wakili pula Allah untuk memilah pengetahuan baik dan buruk itu dengan cara kita merenungkannya sejenak dua jenak. Perenungan ini maknanya adalah untuk me-milah-milahnya sebelum itu kita simpan di dalam otak kita, sehingga kemudian dia bisa berubah menjadi sebuah ben-tuk kesadaran. Dan hebatnya, Allah berkenan pula menjawab perenungan kita itu dengan cara Dia mengalirkan rasa yang sesuai dan pas ke dalam dada kita untuk masing-masing kebaikan dan keburukan itu.

Dengan kita merenungkan kebaikan buat sejenak dan kemudian kita melakukan kebaikan itu, maka sejumput rasa bahagia, nyaman, dan tenang akan dialirkan oleh Allah ke dalam dada kita. Seakan akan Allah saat itu tengah berkata kepada kita : "Benar begitu wahai hamba-Ku, lakukanlah itu untuk-Ku, karena engkau adalah pesuruh-Ku". Sebaliknya saat kita merenungkan keburukan, berkata-kata tentang keburukan, dan bahkan sampai melakukan keburukan, maka seketika itu pula Allah akan melemparkan rasa sempit, tertekan, dan tersiksa ke dalam dada kita. Saat itu Allah sebenarnya tengah melarang kita untuk melakukan-nya: "Wahai hamba-Ku, janganlah engkau melakukan keburukan itu, sungguh itu akan menyiksa tubuhmu sendiri.".

Lalu, karena kita memang bersedia untuk menjadi wakil Allah, kita ikuti saja apa yang diperintahkan Allah itu. Kalau dilarang Allah, ya kita jauhi, kalau disuruh Allah, ya kita jalani saja dengan semangat empat lima.

Page 7: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

1-7

Sesekali kita do'akan seluruh tubuh kita agar diberi rahmat, dijaga, disehatkan oleh Allah.

Nah, kalaulah tidak kita sendiri yang menyayangi tubuh kita seperti itu, juga memintakan rahmat dan kesehatan kepada Allah untuk tubuh kita, siapa lagi ? Masak orang lain yang akan melakukannya, ya nggak mungkinlah.

2. Tugas berikutnya adalah agar :

. . . kita bersedia pula untuk membantu Allah, menjadi wakil Allah dalam mengalirkan kebaikan, kebajikan, dan kemudahan bagi

apapun ciptaan Allah yang ada di luar tubuh kita.

Tugas inipun sebenarnya hanya sesuai dengan kapasitas dan kemam-puan kita masing-masing saja. Tidak meloncat-loncat seperti sekarang ini. Di mana semua hal, yang dulu pernah dilakukan oleh Rasululah dan ribuan sahabat Beliau, ingin kita lakukan sendirian menjadi aktifitas kita sendiri. Akhirnya kita menjadi seperti orang yang sedang kelebihan beban di pundak kita. Kita tertatih-tatih dan limbung seperti orang mabok.

Sebenarnya tugas ini juga sederhana sekali.

Kita tinggal melakukan apa saja yang sesuai dengan posisi kita masing-masing berikut dengan prioritas-prioritasnya.

a. Kalau kita masih berposisi sebagai seorang anak sampai menjelang dewasa, maka kita berbuat baik saja sebanyak-banyaknya buat orang-orang yang paling dekat dengan kita. Kita tinggal berbuat baik kepada orang tua kita, saudara-saudara kita, dan teman-teman sepergaulan kita. Kita eksplorasi segala kebaik-an yang mungkin bisa kita lakukan untuk mengembangkan dunia keanakan kita yang seharusnya penuh dengan citra kejenakaan, keriangan, dan kepolosan.

Page 8: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

1-8

b. Kalau kita sedang berposisi sebagai seorang tua, maka kita kem-bangkan saja berbagai kebaikan, kebajikan, dan kemudahan untuk anak-anak kita, pasangan kita, tetangga kita, handai taulan kita, kolega kita, dan masyarakat di sekitar kita dengan sebaik-baiknya. Salah satunya, ya seperti tulisan saya yang sebelumnya itu. Kita bersedia memberikan kemudahan bagi seorang pejalan kaki yang ingin menyebarangi jalan dengan nya-man. Di negara maju seperti Amerika, Eropa, dan Jepang yang oleh sebagian kita masih dilabeli sebagai negara orang kafir, hal-hal seperti itu sudah menjadi sebuah kebaikan laten.

c. Begitu pula saat kita sedang di posisi anak buah di kantor atau di perusahaan, bos, atasan, manager, direktur, pejabat pemerintah, kita lakukan saja apa-apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab kita masing-masing dengan segala kemungkinan yang ada.

d. Misalnya, kita yang sedang mengemban tugas sebagai seorang pejabat pemerintahan, kita eksplorasi dan sempurnakan saja segala FASILITAS UMUM yang akan memudahkan masyarakat yang kita pimpin dalam menjalankan hidup kesehariannya. Kita ini sekarang khan nggak begitu. Saat jalan bolong dan berlobang bertebaran di sana-sini, lampu lalin padam dan ti-dak berfungsi, banjir datang bertubi-tubi, kita yang seharusnya membe-nahi semua itu, seperti sedang pergi entah ke mana. Kita lebih banyak sibuk dengan berbagai rapat dan kegiatan administratif saja, sehingga ada kesan bahwa negara ini jalan dengan sendirinya. Seperti negara tanpa pemerintahan. Ada atau tidak ada pemerintahan rasanya seperti sama saja. Padahal jumlah pejabat pemerintahan, lengkap dengan gedung-gedung megah, fasilitas yang wah, sudah meningkat dengan angka yang sangat menakjubkan.

Page 9: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

Sungguh sangat banyak alternatif kebaikan, keyang bisa kita berikan kepada orangtidak harus sama dan persis amat dengan apa yang dulu dikerjakan oleh Rasulullah dan para sahabat Beliau.

Kebanyakan kita khan

menjejali otak kita dengan hafalantentang segala kebaikan

Rasulullah dan para sahabat Beliau,dan ingin pula melakukannya sama dan sebangun

Kalau ke luar sedikit saja dari itu akan ada sebuah kmenghantam kita, yaitu kata BIDAH, yang ganjarannya adalah neraka. Kata yang menimbulkan ketakutan yang sangat kuat tertanam di alam bawah sadar kita. Artinya rasa takut itu sudah sangat laten bagi kita dan munculnya pun tanpa kita p

Tanpa kita sadari kita telah menjadi takut untuk melakukan apa

Sebuah imbalan yang alangkah menakutkan kita.

Ketakutan seperti ini persis dengan seseorang yang sejak dari masa kecilnya sering ditakuti-takuti oleh orang tuanya ketika orang tuanya ingin melarang anaknya melakukan sesuatu yang tidak disukai oleh orang tuanya. Misalnya : "Awas bangkong, tu ada anak ditakuti-takuti seperti, nya terbentuk sebuah kapalan memori yang mengakibatkan setiap si anak melihat mucul rasa takutnya yang tidak beralasan.

1-9

Sungguh sangat banyak alternatif kebaikan, kebajikan, dan kemudahan yang bisa kita berikan kepada orang-orang di sekitar kita. Tugastidak harus sama dan persis amat dengan apa yang dulu dikerjakan oleh Rasulullah dan para sahabat Beliau.

khan nggak begitu.

Kita malah tega

menjejali otak kita dengan hafalantentang segala kebaikan yang dulu dikerjakan oleh

Rasulullah dan para sahabat Beliau,dan ingin pula melakukannya sama dan sebangun

dengan apa yang Beliau lakukan itu.

Kalau ke luar sedikit saja dari itu akan ada sebuah kata BERTUAH yang akan menghantam kita, yaitu kata BIDAH, yang ganjarannya adalah neraka. Kata yang menimbulkan ketakutan yang sangat kuat tertanam di alam bawah sadar kita. Artinya rasa takut itu sudah sangat laten bagi kita dan muncul

a pun tanpa kita pikirkan lagi.

Tanpa kita sadari kita telah menjadi takut untuk melakukan apaNeraka soalnya sebagai imbalannya.

Sebuah imbalan yang alangkah menakutkan kita.

Ketakutan seperti ini persis dengan seseorang yang sejak dari masa kecilnya takuti oleh orang tuanya ketika orang tuanya ingin melarang

anaknya melakukan sesuatu yang tidak disukai oleh orang tuanya. Awas jangan lakukan itu, nanti ada

ada bangkong". Selama tahunan si takuti seperti, sehingga di dalam otak-

nya terbentuk sebuah kapalan memori yang meng-akibatkan setiap si anak melihat bangkong, akan mucul rasa takutnya yang tidak beralasan.

bajikan, dan kemudahan orang di sekitar kita. Tugas-tugas yang

tidak harus sama dan persis amat dengan apa yang dulu dikerjakan oleh

menjejali otak kita dengan hafalan yang dulu dikerjakan oleh

Rasulullah dan para sahabat Beliau, dan ingin pula melakukannya sama dan sebangun

ata BERTUAH yang akan menghantam kita, yaitu kata BIDAH, yang ganjarannya adalah neraka. Kata yang menimbulkan ketakutan yang sangat kuat tertanam di alam bawah sadar kita. Artinya rasa takut itu sudah sangat laten bagi kita dan muncul-

Tanpa kita sadari kita telah menjadi takut untuk melakukan apa-apa.

Ketakutan seperti ini persis dengan seseorang yang sejak dari masa kecilnya takuti oleh orang tuanya ketika orang tuanya ingin melarang

anaknya melakukan sesuatu yang tidak disukai oleh orang tuanya.

Page 10: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

1-10

"Jangan lakukan itu, nanti Tuhan marah, Tuhan marah, nanti masuk neraka, neraka, neraka. Kalau kamu lakukan juga nanti kamu akan berte-man dengan iblis, mudah dihasut iblis, sedang disesatkan oleh iblis." Begitu terus kita ditakut-takuti di setiap pengajian ke pengajian dan bertahun-tahun pula lamanya, sehingga akhirnya :

. . . setiap nama Tuhan disebut, kita sudah ketakutan setengah mati. Begitu juga, kita sudah menggigil ketika nama neraka disebut-sebut.

Makanya ketika kita terlanjur melakukan sebuah keburukan, maka yang jadi sasaran adalah si iblis : "Ah, iblis telah menggoda saya, saya telah disesat-kan oleh iblis." Padahal saat itu si iblis juga tengah terheran-heran : "Belum digoda dan belum disesatkan pun kalian umat manusia telah terlebih da-hulu melakukan sendiri keburukan itu dengan sukarela".

Walaupun di pengajian-pengajian kita seringkali pula diceritakan tentang kasih sayang Allah, tentang iman, tentang syurga, yang seharusnya bisa memunculkan rasa tenang, akan tetapi karena kualitas penyampaiannya tidak sampai menghasilkan rasa yakin di dalam dada kita, rasa tenang itu tidak muncul.

Rasa tenang itu seperti terbungkus oleh rasa takut yang kental.

Inilah makna dari ayat Allah: "Faal amaha fujuraha wataqwaha." Bahwa pada dasarnya :

. . . kefujuran itu lebih mudah kita dapatkan dari pada ketaqwaan.

Ketakutan itu lebih mudah kita dapatkan dari ketenangan, kecuali bagi orang yang tahu posisinya di hadapan Tuhan.

Karena adanya rasa takut yang tidak berasalan seperti itu, kita yang tanpa sadar itu,

. . . kita bukannya menebar kebaikan, kebajikan, dan kemudahan bagi sesama, kita malah berbalik menebarkan kesusahan, kesulitan,

ketakutan, kekhawatiran dan kesempitan kepada mereka,

Page 11: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

1-11

seperti kata pameo : "Kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah." Ah, kita ini memang sering terbalik-balik. Belum lagi melihat apa yang telah kita lakukan terhadap alam di sekitar kita, sungguh memiriskan hati. Bumi telah semakin renta akibat ulah kita sendiri.

Jadi makna liya’budun dalam tatanan kita sebagai seorang manusia hanya seperti itu saja yang saya pahami. Yaitu agar kita bisa menjadi wakil Allah atau hamba Allah : 1. untuk bisa disuruh-suruh Allah 2. untuk bisa berbuat baik, 3. untuk bisa merangkai kebajikan, dan 4. untuk bisa memberikan kemudahan bagi tubuh kita sampai tubuh kita

itu nanti kembali ke tanah (mati) di satu sisi. Juga 5. untuk bisa berbuat baik, 6. untuk bisa merangkai kebajikan, dan 7. untuk bisa memberikan kemudahan dan kepada orang-orang lain yang

ada di sekitar kita di sisi lainnya.

Kalau bisa itu malah untuk bisa dimanfaatkan oleh umat manusia di seluruh dunia. Lalu bagaimana makna liya’budun dalam tatanan kita dengan Allah ? Itu juga tidak kalah sederhananya.

Bahwa :

. . . sebenarnya semua ibadah berupa penyembahan, penghormatan, persujudan kita kepada Allah adalah

untuk memantapkan dan mematangkan positioning kita di hadapan Allah saja.

Kemudian bermodalkan posisi itu, akan muncul kesadaran kita bahwa apapun yang kita lakukan untuk tubuh kita dan untuk makhluk yang ada di sekitar kita, semata-mata adalah atas nama Allah, sehingga muncul sebuah suasana tanpa pengakuan di dalam diri kita : "Saya melakukannya karena Allah yang memerintahkannya kepada saya untuk dilaksananakan. Saya hanya sekedar seorang pelaksana perintah Allah saja.".

Page 12: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

1-12

Kalau tidak atas nama Allah, maka yang muncul kemudian adalah :

. . . kita dikuasai oleh fitrah ketubuhan kita tanpa ampun.

Apa saja yang dinginkan oleh tubuh dan instrumen-instrumennya akan kita lakukan secara membabi buta : 1. Otak kita akan membawa kita untuk berfikir liar ke sana kemari, 2. Suasana panas di dada kita akan berubah-ubah dengan sangat cepat, 3. Fitrah kelamin kita akan membawa kita menjadi orang yang sangat liar

dengan lawan jenis kita yang tidak sah untuk kita apa-apakan,

4. Perut kita akan memaksa kita untuk kita isi dengan gunung, hutan, laut.

Semua yang kita lakukan itu semata-mata adalah untuk kepentingan tubuh kita sendiri, dan secara sangat berlebih-lebihan pula. Akhirnya tugas kita untuk memberikan kebaikan, kebajikan, dan kemudahan bagi sesama akan terkubur dengan segera. Kita menjadi orang yang sangat egois. Ya, seperti yang sering kita perlihatkan di jalan raya itulah.

Agar kita bisa terlepas dari cengkraman fitrah ketubuhan kita seperti itu, maka

kita harus mencari tempat pegangan, tempat kita bergantung. Hasil akhirnya adalah agar kita bisa terlepas dan copot dari rongrongan

ketubuhan kita. Sebagai gantinya kita terikat kuat dengan Allah.

Lalu kita bertindak atas nama Allah untuk menjadi kusir atas tubuh kita dan segala apa yang melekat padanya.

Untuk bisa seperti inilah fungsi ibadah-ibadah yang kita jalani dari waktu ke waktu yang menghasilkan tanda penyembahan dan kepatuhan kita kepada Allah.

Ibadah-ibadah yang harus kita lakukan itupun tidak banyak jumlahnya.

Rasulullah telah mereduksi berbagai macam dan ragam ibadah penyem-bahan kepada "TUHAN" yang telah dilakukan oleh umat-umat terdahulu menjadi hanya beberapa macam saja, yaitu SHALAT, DZAKAT, PUASA, dan

Page 13: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

1-13

HAJI. Dan itupun hanya untuk orang-orang yang sudah tidak punya masalah lagi tentang Allah.

Ibadah shalat, dzakat, puasa, dan haji itu hanyalah untuk : 1. Orang yang sudah final dengan Allah, 2. Orang yang tidak punya lagi sedikitpun keraguan tantang Allah, 3. Orang yang kesadaran sudah tidak grambyanan lagi tentang Allah, 4. Orang yang tidak membahas lagi tentang Allah, 5. Orang yang tinggal hanya menghadap saja lagi kepada Allah.

Untuk orang-orang yang sudah BERSYAHADAT kepada Allah dan Kerasulan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam dengan TEPAT saja sebenar-nya. Sebab kalau posisi kita tidak tepat, maka yang akan kita dapatkan hanyalah rasa capek, lelah, haus, lapar, dan buang-buang harta dan tenaga saja sebenarnya. Tidak nyaman sama sekali.

Untuk mempertepat arah kita kepada Allah itu, dzikir-dzikir sederhana yang dicontohkan oleh Nabi pun

cukup tersedia untuk kita lakukan.

Untuk ibadah-ibadah seperti ini, rasanya pantas :

. . . Rasulullah melarang kita untuk melakukan hal-hal lain yang kita tambah-tambahi sendiri.

Konteks BID'AH di sini sungguh relevan sekali untuk kita cermati.

Sudah dimudahkan Nabi kok kita malah ingin menambah dan mempersulit diri kita sendiri.

Itu namanya kita kebablasan.

Sedangkan :

. . . terhadap rukun-rukun iman seperti percaya kepada malaikat, kepada Nabi-nabi Allah, kepada kitab-kitab Allah, kepada hari akhir, dan

kepada qadar baik & buruk, kita matangkan saja melalui berbagai pengalaman hidup yang kita lalui.

Page 14: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

1-14

Sebagai penutup, tugas kita di dunia ini, menurut pemahaman saya yang sederhana, adalah untuk mencapai posisi: Di mana kita tentang Allah dan dengan Allah sudah final dan tuntas. Kita

sudah tidak punya pertanyaan lagi, walau sedikitpun, tentang Allah. Di mana kita dengan tubuh kita dan seluruh alat-alatnya juga sudah

tuntas. Kita berhasil COPOT dari pengaruh ketubuhan kita itu secara membabi buta. Sebagai gantinya kita yang menjadi kusir atas tubuh kita berikut segala instrumennya.

Di mana hubungan kita dengan lingkungan sekitar kita juga sudah tuntas. Kita tinggal melakukan berbagai kebaikan, kebajikan, dan kemudahan bagi orang lain, untuk alam, tumbuhan, dan hewan yang hidup di sekitar kita sesuai dengan kapasitas kita masing-masing.

Semua itu kita lakukan dalam kerangka sebagai pengabdian kita yang utuh kepada Allah. Karena kita memang hanya hamba Allah, Abdi Allah, Abdullah.

A. Kesimpulan

1. Kesalahan dalam beragama :

a. Ajaran Islam yang begitu sederhananya di zaman Rasulullah dulu, telah berubah menjadi ajaran yang rumit karena ulah para penerus Beliau.

b. Kata-kata IMAN, ISLAM, dan IHSAN itu jadi seperti kehilangan RUH. Terkatakan tapi tak terlaksanakan.

c. Kita saat ini seperti hidup dengan mewarisi ajaran-ajaran Islam di berbagai bagian yang rumit-rumitnya saja. Kita malah seperti ketambahan tugas baru untuk mengurai benang kusut yang membelenggu ajaran Islam itu.

d. Kebanyakan kita makna menyembah kepada Allah itu benar-benar dalam wujud MENYEMBAH secara harfiah, yaitu untuk kita selalu melakukan ibadah, rukuk, sujud, tasbih, tahmid, tahlil, membaca

Page 15: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

1-15

dan menghafal Al Qur’an, mengaji, wirid, maksurat, berdo'a dan sebagainya.

e. Kita malah tega menjejali otak kita dengan hafalan tentang segala kebaikan yang dulu dikerjakan oleh Rasulullah dan para sahabat Beliau, dan ingin pula melakukannya sama dan sebangun dengan apa yang Beliau lakukan itu.

f. Kita bukannya menebar kebaikan, kebajikan, dan kemudahan bagi sesama, kita malah berbalik menebarkan kesusahan, kesulitan, ketakutan, kekhawatiran dan kesempitan.

2. Bagaimana beragama seharusnya :

a. Manusia diciptakan hanya untuk menyembah-Nya (Adz Dzaarriaat 51 : 56).

b. Namun, bagi kebanyakan kita makna menyembah kepada Allah itu benar-benar dalam wujud MENYEMBAH secara harfiah, yaitu untuk kita selalu melakukan ibadah, rukuk, sujud, tasbih, tahmid, tahlil, membaca dan menghafal Al Qur’an, mengaji, wirid, maksurat, berdo'a dan sebagainya.

c. Padahal seharusnya bertugas mewakili Allah untuk menjaga penglihatan, pendengaran, lidah, perut, kelamin, tangan, kaki, otak kita, dada kita, jantung, ginjal kita agar semua bisa berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Allah.

d. Selain itu, membantu Allah, menjadi wakil Allah dalam mengalirkan kebaikan, kebajikan, dan kemudahan bagi apapun ciptaan Allah yang ada di luar tubuh kita. Yakni, melakukan apa saja yang sesuai dengan posisi kita masing-masing berikut dengan prioritas-prioritasnya.

e. Sebenarnya semua ibadah berupa penyembahan, penghormatan, persujudan kita kepada Allah adalah untuk memantapkan dan mematangkan positioning kita di hadapan Allah saja. Kemudian bermodalkan posisi itu, akan muncul kesadaran kita bahwa apapun

Page 16: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

1-16

yang kita lakukan untuk tubuh kita dan untuk makhluk yang ada di sekitar kita, semata-mata adalah atas nama Allah.

f. Kita harus berusaha untuk lepas dari fitrah ketubuhan. Agar kita bisa terlepas dari cengkraman fitrah ketubuhan kita seperti itu, maka kita harus mencari tempat pegangan, tempat kita bergantung, yakni Allah. Maka, kita terikat kuat dengan Allah. Lalu kita bertindak atas nama Allah untuk menjadi kusir atas tubuh kita dan segala apa yang melekat padanya.

g. Ibadah-ibadah yang harus kita lakukan sebenarnya tidak banyak jumlahnya. Untuk mempertepat arah kita kepada Allah itu, dzikir-dzikir sederhana yang dicontohkan oleh Nabi pun cukup tersedia untuk kita lakukan.

Page 17: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

2-17

Artikel 2 : Esensi Khalifatullah2

A. Pembahasan

Orang yang belum SELESAI dalam beragama, Ia tidak akan mampu untuk memikul tugas Khalifatullah di muka bumi ini. Karena : Ia hanya akan disibukkan secara terus menerus untuk mencari Siapa

Tuhannya dan kadangkala sampai bertengkar pula tentang cara-cara untuk berhadap-hadapan dengan Tuhannya;

Ia akan selalu sibuk untuk menelisik tentang orang macam Apakah Nabi-Nya;

Ia akan sibuk untuk menelisik tentang ESENSI jati dirinya; dan Ia akan selalu sibuk pula untuk mencari-cari orang lain yang akan dijadi-

kannya sebagai objek untuk dihakiminya dan diajarinya demi pelam-piasan EGONYA.

Dia akan selalu bergaduh dan dan bertengkar dengan orang lain, dengan pikiran dan dirinya sendiri, bahkan dengan Tuhannya sekalipun. Dia akan selalu berkata dan menyalah-nyalahkan: “Kenapa…?” “Seharusnya…!” “Ka-lau…!” Dan tentu saja “Ini Aku dan ini Miliku…! Sehingga Ia lupa untuk IQRA’, MEMBACA HIKMAH dari setiap ciptaan, kejadian, dan peristiwa. Sebab :

. . . Allah ternyata telah menyembunyikan Hikmah yang sangat dahsyat di balik setiap apa yang Dia Ciptakan dan Zahirkan

yang berasal dari sedikit Dzat-Nya sendiri.

Karena ia luput dalam membaca hikmah itu, maka iapun akan luput pula untuk mendapatkan ILMU dan KEMANFAATAN yang TERBARUKAN yang KE-MASLAHATANNYA bisa ia dan orang lain rasakan di zaman di mana dia ber-ada saat ini maupun di masa yang akan yang akan dinikmati oleh anak ke-turunannya.

2 http://yusdeka.wordpress.com/2014/06/19/esensi-khalifatullah/

Page 18: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

2-18

Dan inilah tugas yang TIDAK bisa dipikul oleh SEMUA Makhluk Allah, kecuali oleh kita umat MANUSIA. Karena kita memang telah diperlengkapi oleh Allah dengan AKAL/HATI (MIND) yang sungguh teramat SEMPURNA, agar kita mampu untuk menjalalankan fungsi KEKHALIFAHAN kita di muka bumi ini, sebab ternyata fungsi Khalifatullah itu : bukanlah hanya sekedar untuk bisa mem-

bantu yang lemah dan yang miskin, bukan hanya sekedar untuk bisa berbuat

baik bagi sesama, bukan hanya sekedar untuk bisa menga-

jari orang lain agar bisa shalat-mengaji dan ibadah-ibadah lainnya, dan

bukan pula untuk sekedar bisa menga-jarkan kepada orang lain tentang ilmu-ilmu yang telah tua, basi, dan tidak terpakai lagi di zaman sekarang, terutama untuk ilmu-ilmu Alamiah.

Tidak seperti itu ternyata. Sebab, Subhanallah, ternyata tugas kekhalifahan itu sungguh sangat Agung dan sangat Mulia, yang hanya akan bisa diker-jakan dan dijalankan oleh umat manusia yang sekelas dan sekaliber ULUL ALBAB.

Yaitu :

1. Orang yang selalu bisa BERINTERAKSI dengan Allah, baik saat berdiri, duduk, maupun tiduran. Kemudian dengan AKAL/HATINYA Ia mampu untuk MEMBACA HIKMAH atau PENGAJARAN ALLAH, yang disembunyikan oleh Allah di sebalik semua ciptaan-Nya, semua kejadian dan peristiwa yang di-Zahirkan-Nya tak henti-hentinya.

2. Lalu ia bersedia mewakili Allah untuk merumuskannya menjadi sebuah ILMU dan merealisasikannya dalam bentuk sebuah KEMANFAATAN yang bisa dinikmati dan dirasakan oleh orang lain.

Page 19: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

2-19

3. Lalu Ia akan semakin Dalam untuk tunduk dan berserah dalam berinteraksi dengan Allah. Karena Mata Hatinya sudah sangat tajam untuk memandang bahwa Tidak ada satupun dari ciptaan, peristiwa, dan kejadian yang diZahirkan oleh Allah secara sia-sia.

4. Mata Hatinya sudah mampu memandang kemahasucian Allah yang TERBEBAS dan TERHINDAR dari kesemberonoan dan kelemahan perencanaan. Lalu akhirnya Ia duduk bersimpuh dalam sebuah do’a yang lembut agar Ilmu yang telah Ia baca dan ungkapkan itu tidak menjadi SIKSAAN bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain, tidak hanya di dunia ini tetapi juga di akhirat kelak.

B. Kesimpulan

1. Orang yang belum selesai dalam beragama, ia tidak akan mampu untuk memikul tugas Khalifatullah di muka bumi ini. Dia akan selalu bergaduh dan dan bertengkar dengan orang lain, dengan pikiran dan dirinya sendiri, bahkan dengan Tuhannya sekalipun.

2. Tugas Khalifatullah hanya mampu dilaksanakan oleh orang yang : a. Bisa berinteraksi dengan Allah, baik saat berdiri, duduk, maupun

tiduran. b. Bersedia mewakili Allah untuk merumuskannya menjadi sebuah

ilmu dan merealisasikannya dalam bentuk sebuah kemanfaatan. c. Semakin Dalam untuk tunduk dan berserah dalam berinteraksi

dengan Allah. d. Duduk bersimpuh dalam sebuah do’a yang lembut

Page 20: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

3-20

Artikel 3 : Fasilitas VIP Tanpa Hisab3

Judul di atas kedengarannya cukup bombastis juga untuk ukuran kita saat ini. Karena selama ini pengetahuan yang sampai kepada kita adalah tentang sebuah fasilitas konvensional dalam "perjalanan" keberadaan manusia yang penuh dengan alur penderitaan menuju akhir yang bahagia (syurga).

A. Pembahasan

1. Fasilitas Konvensional "Kembalinya" Perjalanan Manusia

Fasilitas konvensional "kembalinya" perjalanan manusia ini dapat diurai secara ringkas sebagai berikut:

a. Proses Konvensional Kembali Yang Salah

1) Sebelum "matinya", manusia sudah mengalami berbagai SIKSA mulai dari sakit ringan sampai dengan sakit berat yang mema-tikan. Akhirnya si manusia MATI. Artinya siksa fisik sudah tidak dirasakan lagi oleh "diri kita". Misalnya jika saat sudah mati itu kaki kita dicopot, atau tubuh saya dimakan ulat, maka saat itu saya tidak merasakannya lagi.

2) Alam "kubur", alam kubur juga merupakan tempat "siksaan", banyak hadits-hadits yang menceritakan betapa dahsyatnya siksa kubur ini. Silahkan dilihat.

3) Alam Mahsyar, di sini pun ternyata siksa juga, dst. 4) Neraka, tempat ini juga merupakan alam siksaan yang maha

dahsyat.

Nah,

. . . siksa-siksa ini adalah untuk orang-orang yang tidak mengetahui posisi tempat kembalinya

ke tempat yang seharusnya.

3 https://groups.yahoo.com/neo/groups/dzikrullah/conversations/messages/385

Page 21: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

3-21

Dan banyak sekali ayat Al Qur'an yang menyatakan bahwa SIKSA itu KEKAL. "Hum fiha khaaliduun". Tapi hadits dan cerita-cerita penga-jian mengatakan bahwa siksa itu akan berakhir jika kita berhasil me-lewati "jembatan yang lurus, tipis sekali", setelah itu kita akan ma-suk syorga yang ada di seberangnya. Padahal Al Qur'an menyatakan itu KEKAL. Ah bagaimana ini ? Apa penyebab dari proses kembali yang salah ini, silahkan lihat kembali di Al Qur'an dan hadits.

b. Proses Konvensional Kembali yang Benar

Al Baqarah (2 : 82), dan Banyak Lagi Yang Lain

”Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.”

Proses ini walaupun benar tapi masih dianggap konvensional, ka-rena proses ini masih melalui tahapan "alam-alam" yang sarat de-ngan siksa, akan tetapi untungnya mereka sudah tidak merasa-kannya sebagai siksa lagi. Misalnya huru-hara duniawi, alam kubur, alam mahsyar. Akan tetapi mereka dalam perlindungan Tuhan, TIDAK MERASAKAN siksa itu. Muaranya adalah SYURGA, sebuah tempat kembali yang KEKAL juga.

2. Fasilitas Kembali VIP

Akan tetapi dalam Al Qur'an ada disediakan Allah fasilitas VIP "jalan kembali". Tetapi kembali itu menuju TEMPAT kembali yang sebenarnya, yaitu DI SISI TUHAN.

a. Jenis Fasilitas Kembali VIP Itu

Jenis fasilitas VIP itu adalah (paling tidak) :

1) Gugur di Jalan Allah

Ali Imran ( 3: 169-170)

“Dan janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya

Page 22: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

3-22

dengan mendapat rezki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

Al Baqarah (2 : 154)

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenar-nya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.”

Ada yang mau membedah ayat-ayat ini ? Silahkan. Masalahnya adalah bagaimana gugur di jalan Allah itu bisa dibedakan dengan mati konyol, atau mati karena sudah bosan dengan proble-matika hidup lalu pura-pura ikut berperang supaya bisa mati.

2) Orang Yang “Kembali Kepada Allah” Saat Ditimpa MUSIBAH

Al Baqarah (2 : 156)

"Orang yang “kembali kepada Allah” saat ditimpa MUSIBAH (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun"

3) Orang Yang “Kembali Kepada Allah” Saat Shalat

Al Baqarah ( 2 : 45-46)

"Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu`, (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka (saat shalat itu) menemui Tuhannya, dan bahwa mereka (saat shalat itu) kembali kepada-Nya."

Nah, pantas saja wali-wali Allah dulu sering berkata yang mem-bingungkan kita bahwa mereka tidak ingin syurga dan sekaligus juga

Page 23: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

3-23

tidak kuat masuk neraka. Yang mereka inginkan adalah "Kembali Kepada Allah". Karena "Aku adalah dari Allah, milik Allah dan akan kembali kepada Allah". Kalau tidak kembali kepada Allah maka itu namanya golongan tuli, bisu, dan buta seperti kata :

Al Baqarah (2 : 18)

“Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (laa yarji'un)”.

Lalu bagaimana aktualisasi fasilitas "kembali kepada Allah" itu dalam keseharian kita ? Baik dalam menghadapi "musibah", maupun saat melaksanakan shalat ? Perangkat deteksi dini apa yang kita punyai untuk mendeteksi apakah kita itu berada pada jalur konvensional yang salah, atau jalur konvensional yang benar, atau malah sudah mulai tertatih-tatih di jalur VIP ini ?

b. Deskripsi Fasilitas Kembali VIP

Mari kita bahas secara kilat ke tiga fasilitas VIP ini.

1) Fasilitas Syuhada

Fasilitas Kembali VIP tanpa hisab melalui proses "gugur di jalan Allah" mungkin tidak dibahas dulu di sini, karena fasilitas ini ada-lah sebuah fasilitas yang sangat tergantung kepada niat (motiva-si) kita dalam berjuang di jalan Allah itu. Insya Allah kalau gugur-nya hanya dalam memperjuangkan "simbol keberadaan kelom-pok", bukan dalam memperjuangkan "TAUHID", maka saya sih menganggap mereka masih gugur sia-sia saja, atau gugur karena putus asa. Gugur dalam hal begini sih masih emosional sifatnya, belum spiritual-spiritual acan. Orang yang selalu memupuk emo-sionalnya dari waktu, detik, masa, maka suatu saat akan mele-dakkan emosi tersebut menjadi tindakan "nekat" demi sang pe-micu emosinya itu. Walaupun kadangkala dalam emosinya itu si pelaku menyebut "Allahu Akbar", tapi karena posisi atau "arah-

Page 24: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

3-24

nya" hanya menurutkan emosi dan "hasutan" tingkat tinggi saja, maka fasilitas VIP ini sih kayaknya masih jauh panggang dari api.

Akan tetapi jika posisi jalan Allah yang dibela itu betul arahnya, niatnya lurus (hanief), maka fasilitas VIP tanpa hisab itu insya Allah akan dilalui oleh sang syuhada (sang penyaksi). Sang syu-hada akan KEMBALI KE SISI ALLAH, tanpa hisab. Insya Allah Pa-lestina, Ambon, Poso, Afganistan, Uhud, Khandak, dan perang-perang lain untuk menegakkan ketauhidan telah melahirkan banyak sekali para syuhada ini.

Sedangkan Perang Onta dan seje-nisnya telah melahirkan pula sejarah gelap Islam. Dua belah pihak (syiah dan ahlussunnah) telah berjasa me-norehkan sejarah hitam ini. Sayang-nya sejarah gelap ini dipelihara terus oleh pengusungnya yang malah di-gemborkan akan sepanjang masa. Pintar sekali memang iblis itu. Si iblis itu masuk lewat kata-kata ulama, lewat orang yang bahkan rajin menyebut nama Allah (tapi arah ihsannya menerawang). Salahnya sih melawan iblis dengan ucapan "audzubillahi minasysyaitan nirrajim".

Kalau mau lepas dari gangguan iblis, maka masuklah ke dalam "benteng" perlindungan Allah,

. . . seperti masuknya kita ke dalam benteng "Fort de Cock" di Bukittinggi sana. Bukan hanya menyebut "aku berlindung.". Ma-suk benteng manusia saja kita sudah merasa aman dari gang-guan manusia lainnya. Apalagi masuk benteng Allah, huh. Sub-hanallah !

2) Fasilitas lewat "Musibah"

Fasilitas kedua ini sebenarnya masih lebih real dari fasilitas syu-hada di atas. Karena musibah merupakan peristiwa yang akrab

Page 25: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

3-25

dengan keberadaan manusia. Manusia seperti tidak dapat bersembunyi dari jangkauan jari-jari musibah ini. Allah menu-runkan musibah itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Bisa :

. . . musibah dalam bentuk kesenangan, atau bisa juga dalam bentuk penderitaan.

Kunci yang coba diungkapkan Al Qur'an adalah bahwa saat mendapatkan musibah itu apa yang kita perbuat.

Ayatnya mengatakan "(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun". Pertanyaannya adalah apakah prosesi ini hanya sekedar ucapan lisan atau lebih dari itu. Melihat ayatnya yang memuat pengakuan bahwa "saya adalah milik Allah dan kepada-Nya saya kembali", maka bentuk musibah ini juga adalah fasilitas VIP yang akan membawa kita "kembali" ke sisi Allah.

Pada artikel yang lain telah saya bahas juga bagaimana :

. . . orang yang mewakilkan dirinya kepada Allah akan dibuatkan jalan ke luar dari masalah-masalahnya.

Kenapa ? Ya, karena mereka saat mendapatkan persoalan itu mereka kembali kepada Allah, mi'raj. Nah, kalau tidak kembali ke sisi Allah (laa yarji'uun) saat men-dapatkan musibah apa yang bakal kita dapatkan ? Masalah ini akan dibahas dalam artikel berikutnya (Deteksi Dini Syurga & Neraka).

3) Fasilitas SHALAT

Fasilitas VIP melalui shalat ini adalah sesuatu yang sangat-sangat dekat dengan keseharian kita. Betapa kita setiap saat membaca : "Inna shalati wanusuki wamah yaya wamamati lillahirabbil 'alamin",

Page 26: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

3-26

. . . sebuah kondisi patuh TOTAL kepada ALLAH dan hanya TERTUJU untuk ALLAH dalam setiap saat dan kondisi. Posisi

seorang BAYI saja sebenarnya. Posisi tumbuh-tumbuhan dan posisi alam semesta terhadap ALLAH sang Khalik.

Tapi sayang kita hanya terlalu sering mengucapkannya saja. Tapi kenyataannya fikiran dan perasaan kita masih ngelibet berputar-putar. Padahal dalam shalat itu ada realitas bertemu dengan Allah dan saat itu juga kita kembali kepada-Nya (ilahi rajiun). Kembali ke sisi ALLAH. Artinya apa ?

Sebuah realitas praktek atau latihan "KEMATIAN" . . .

. . . saja sebenarnya. Bukan hanya sekedar ingat dan meng-ingat-ingat akan kematian, tidak sebatas ANGAN-ANGAN saja.

Dalam shalat inilah sebuah ungkapan "kalau bisa diperlama kenapa harus dipercepat"

ternyata bisa dipakai dengan hasil yang maksimal.

Shalat Magrib 45-50 menit kemudian disambung dengan Isya ternyata memang asyiiiik dan nggak ada kebosanan atau fikiran liar yang mengganggu.

Ternyata : Shalat adalah untuk melatih posisi kembali kepada ALLAH,

posisi melatih KEMATIAN, sehingga saat menerima musibah kita bisa dengan cepat kembali kepada-Nya.

Shalat juga akan melatih kita untuk tidak gamang dalam berjuang di jalan Allah, walaupun tantangannya mati.

Shalat menyiapkan pribadi-pribadi yang siap kembali kepada Allah dan siap untuk tidak kembali lagi ke dirinya sendiri (MATI).

Duhai. Allah kapan hamba mau dipanggil ke sisi-Mu ? Hamba siap Ya Allah. Pantas shalat digambarkan sebagai tiangnya

Page 27: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

3-27

agama ! Tapi untuk melatih proses kembali ini harus jelas posisi ke mana ARAH atau TUJUAN kita kembalinya itu ! Sudahkan anda tahu posisi atau tempat kembali itu ? Kembalilah kepada Sang Ahad, kembalilah kepada Sang "Nyata (dzhahiru)" dan Sang "Gaib (bathinu)." Siapkah Anda ?

B. Kesimpulan

1. Jenis-jenis proses kembalinya manusia : a. Fasilitas konvensional "kembalinya" perjalanan manusia :

1) Proses konvensional kembali yang salah. 2) Proses konvensional kembali yang benar.

b. Fasilitas kembali VIP : 1) Fasilitas syuhada : gugur di jalan Allah. 2) Fasilitas lewat "musibah" : orang yang “kembali kepada Allah”

saat ditimpa musibah. 3) Fasilitas shalat : orang yang “kembali kepada Allah” saat shalat.

2. Jika menggunakan Proses Konvensional Kembali Yang Salah, maka kita akan menjumpai adanya siksa. Siksa adalah untuk orang-orang yang tidak mengetahui posisi tempat kembalinya ke tempat yang seharus-nya. Siksa itu kekal. "Hum fiha khaaliduun".

3. Pada Proses Konvensional Kembali yang Benar. Walaupun benar tapi masih dianggap konvensional, karena proses ini masih melalui tahapan "alam-alam" yang sarat dengan siksa, akan tetapi untungnya mereka sudah tidak merasakannya sebagai siksa lagi. Misalnya huru-hara duniawi, alam kubur, alam mahsyar.

4. Fasilitas Kembali VIP tanpa hisab melalui proses "gugur di jalan Allah" harus didasarkan pada niat (motivasi) berupa berjuang di jalan Allah. Jika posisi jalan Allah yang dibela itu betul arahnya, niatnya lurus (ha-nief), maka fasilitas VIP tanpa hisab itu insya Allah akan dilalui oleh sang syuhada (sang penyaksi).

5. Fasilitas Kembali VIP dalam bentuk musibah bisa berupa kesenangan, atau bisa juga dalam bentuk penderitaan. Ini didasarkan pada penga-

Page 28: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

3-28

kuan bahwa "saya adalah milik Allah dan kepada-Nya saya kembali", maka bentuk musibah ini juga adalah fasilitas VIP yang akan membawa kita "kembali" ke sisi Allah. Untuk mendapatkan jalan keluar dari musi-bah, maka perlu mewakilkan diri kepada Allah akan dibuatkan jalan ke luar dari masalah-masalahnya.

6. Fasilitas Kembali VIP melalui shalat ini adalah sesuatu yang sangat-sa-ngat dekat dengan keseharian kita. Di sini seharusnya dipraktekkan kon-disi patuh total kepada Allah dan hanya tertuju untuk Allah. Jika dilaku-kan dengan khusyu’, maka akan menjadi sebuah realitas praktek atau latihan "KEMATIAN". Shalat menyiapkan pribadi-pribadi yang siap kem-bali kepada Allah dan siap untuk tidak kembali lagi ke dirinya sendiri (MATI).

Page 29: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

4-29

Artikel 4 : Fir’aun4

A. Pertanyaan

Pada sistem wayang, ki dalang yang memberi "roh" pada setiap karakter. Yang jahat masuk kotak dan yang baik masuk kotak juga. Yang saya bingung adalah karakter "Firaun", pada kisah nabi Musa, itu atas kehendaknya sendiri (free will) atau atas kehendak Ilahi?

Bagaimana menjelaskan bahwa munculnya ego yang membatasi aliran tahu dari yang Maha Tahu ? Apakah ego muncul sendiri, bergerak sendiri tanpa seijin atau apakah dari Sang Maha . . .

Pertanyaan seperti ini merupakan sebuah pertanyaan yang sangat menda-sar sekali. Seperti mendasarnya pertanyaan tentang karakter iblis dan ma-laikat : Karakter buruk dari iblis itu apakah free will dari iblis itu sendiri atau

memang iblis sudah ditakdirkan untuk menjadi buruk seperti itu...?? Dan Karakter baik dari Malaikat itu apakah free will dari malaikat itu atau

memang malaikat itu sudah ditakdirkan untuk menjadi baik..?

Sebuah pertanyaan yang alangkah sulitnya untuk dicerna oleh otak kita yang sangat terbatas ini. Karena di sini kita mulai mencoba hendak MENA-KAR kehendak Allah, adil Allah, rencana Allah, dsb. Duh siapa yang mampu ?

Tapi hanya semata-mata karena kenakalan seorang Deka sajalah artikel ini coba saya urai juga. Tentu hanya dengan berandai-andai saja. Karena dalam hal ini kita hanya mencoba-coba masuk ke dalam ALAM KEHENDAK TU-HAN, sebuah kehendak TANPA BATAS, sebuah kehendak TAK BERTEPI dan TAK BERUJUNG.

4 https://groups.yahoo.com/neo/groups/dzikrullah/conversations/messages/498

Page 30: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

4-30

B. Pembahasan

Seperti di era Adam, penciptaan Adam oleh Tuhan ternyata telah menye-babkan mencuatnya karakter IBLIS yang terlihat berlawanan dengan karak-ter MALAIKAT. Iblis diciptakan Allah adalah untuk menguatkan kualitas Adam sebagai khalifah (Duta Istimewa) Tuhan di dunia ini. Dan Adam pun diciptakan Tuhan untuk menguatkan kualitas iblis sebagai gambaran pem-berontak total kepada Tuhan. Begitu juga penciptaan Adam ini telah me-nguatkan kualitas malaikat untuk menempati posisi Wakil Duta Kepatuhan Total kepada Tuhan. Hal yang sama juga terjadi kepada Musa dan Fir'aun. Adanya Musa telah memperkuat karakter Fir'aun sebagai penentang kehen-dak Tuhan, dan Fir'aun pun telah bermanfaat bagi Musa sebagai pemacu kuatnya karakter Musa sebagai hamba yang berserah total kepada Tuhan.

Adanya malaikat dan iblis adalah sebagai cerminan akan adanya siang dan malam, gambaran benar dan salah, gambaran panas dan dingin. Adanya malamlah yang membuat orang sadar akan adanya siang. Adanya salahlah yang akan membuat orang sadar akan adanya kebenaran. Adanya panaslah yang membuat orang sadar akan adanya dingin. Dengan keseimbangan seperti inilah Tuhan akan menata alam semesta ini dengan cara-cara Nya yang sangat unik.

Penciptaan Malaikat, Adam dan Iblis ini juga tak ubahnya seperti proses seorang arsitek membangun sebuah bangunan Rumah. Tuhan itu berke-hendak dengan sendiri-Nya untuk menata dunia, membangun dunia. Dalam membangun itu, pada saat-saat tertentu Dia juga menghancurkan dunia itu sendiri untuk ditata-Nya kembali. Dia membangun segala sesuatunya, lalu menghancurkannya, lalu membangunnya kembali, lalu menghancurkannya kembali, lalu membangunnya kembali, lalu . . . dst, begitulah terjadi tak henti-hentinya. Kekuasaan ini benar-benar menggambarkan sebuah karakter Sang Pembangun dan Penguasa Sejati Jagad Raya ini.

Nah, manusia sebagai Duta Istimewa Tuhan, juga mempunyai tugas untuk menerima ALIRAN Kehendak Tuhan untuk membangun, merombak, dan memperbaiki peradabannya sendiri. Untuk semua itu :

Page 31: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

4-31

. . . manusia seakan-akan bebas untuk memakai karakter yang tersedia : 1. Apakah kita mau memakai karakter Malaikat yang berada dalam

WILAYAH KEPATUHAN TOTAL kepada Tuhan, atau 2. Mau memakai karakter Iblis yang berada dalam wilayah PEMBANG-

KANGAN TOTAL kepada Allah.

Dan kita sebagai manusia diberitahu oleh Allah tentang dua karakter yang saling bertolak belakang itu untuk MEMETIK PELAJARAN buat kita sendiri. Seperti juga pelajaran yang bisa kita petik dari bertolak belakangnya karak-ter Fir'aun dan karakter Musa. Bahwa Allah adalah DZAT yang SANGAT ANGKUH, karena memang keangkuhan itu adalah SELENDANGNYA. Dan Allah punya cara tersendiri untuk memperlihatkan keangkuhan-Nya itu.

Saat Malaikat dialiri, kehendak dan kesadaran untuk patuh kepada Tuhan, dan tatkala Malaikat itu buru-buru membuang persepsinya dan meluruhkan EGOnya, maka Tuhan ternyata akan menambah, menambah, dan menam-bah aliran kepatuhan itu, sehingga dengan ANGKUH Tuhan berkata: "Akulah yang mengalirkan kepatuhan itu...!!", sehingga malaikat seakan-akan telah menjadi makhluk Tuhan yang manis di hadapan Tuhan. Malaikat telah menjadi ikon yang mewakili kepatuhan total makhluk kepada Tuhan-Nya. Malaikat lalu menjadi makhluk yang menyadari ketidakberkutikannya di hadapan Allah.

Akan tetapi saat Iblis dialiri, kehendak dan kesadaran untuk patuh kepada Tuhan seperti yang muncul terhadap malaikat di atas, akan tetapi tatkala Iblis tidak buru-buru membuang persepsi, ego, dan keangkuhannya, maka Tuhan lalu memperlihatkan keangkuhan-Nya yang Hakiki. Saat Iblis masih dibawa oleh keangkuhannya untuk TIDAK MAU PATUH oleh aliran kehen-dak agar patuh kepada perintah Tuhan, maka Allah kemudian menambah, menambah, dan menambah aliran ketidakpatuhan itu dengan berlipat gan-da pula, sehingga akhirnya Iblis menjadi makhluk yang tidak berkutik pula untuk keluar dari aliran ketidakpatuhan kepada Tuhan itu.

Pelajaran yang dapat kita ambil adalah :

. . . setiap saat, kita dialiri oleh kehendak dari Tuhan.

Page 32: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

4-32

Coba perhatikan saat kita bangun tidur. Begitu bangun, ada kehendak yang DITARUH ke dalam dada kita, misalnya untuk bergerak, untuk ke kamar mandi, untuk bersih-bersih, untuk olah raga, dsb. Kehendak itu seperti muncul dengan sendirinya. Bangun itu sendiri pun sebenarnya seperti mun-cul dengan sendirinya. Tapi sangat sedikit di antara manusia yang bisa me-nyadari bahwa :

. . . semua itu hanyalah DITARUH pada NAFS (diri) kita.

Lalu kita mengaku, saya bisa bangun, saya mau ke kamar mandi, saya mau bersih-bersih, dsb. Inilah keangkuhan pertama kita. Lalu kita diajari dalam syariat agama, bahwa bersyukurlah, ucapkanlah syukur kepada yang membangunkan kita itu, "Alhamdulillahilladzi ahyana ba'da ma ama tana, terima kasih ya Allah, Engkau telah menghidupkan saya dari mati saya."

Lalu bagaimana kita akan bisa berterima kasih, kalau kita TIDAK TAHU arah berterima kasih itu dengan HANIEF (LURUS)? Karena :

1. Tatkala terima kasih itu TEPAT sasaran dan arahnya, maka dada kita akan bergemuruh dihantam rasa syukur, rasa bahagia ketika sasaran kita itu meresponnya.

2. Akan tetapi tatkala rasa terima kasih itu TIDAK tepat sasaran dan tepat arah, maka dada kita biasa-bisa saja. Tidak ada respon apa-apa. Datar saja, sehingga kita tidak tahu lagi apakah kita itu sudah benar-benar bersyukur atau tidak. Tidak ada bedanya lagi antara bersyukur dengan tidak. Karena kita telah kehilangan "early warning system" yang maha canggih dan maha lembut yang dikirimkan oleh Yang Maha Lembut pula (Al Lathief) ke dalam DADA kita. DADA kita sudah menjadi keras mem-batu, sehingga TSUNAMI, GEMPA, dan PRAHARA sedahsyat apapun ti-dak lagi mampu untuk melunakkannya.

Begitu juga untuk hal-hal lain. Saat kita dialiri kehendak agar kita TIDAK LALAI dari Yang Maha Rahman, akan tetapi kita tetap saja lalai. Maka Allah akan menambah kelalaian itu dengan berlipat ganda. Allah akan MENARUH LALAI dengan instensitas yang lebih besar ke dalam dada kita.

Page 33: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

4-33

Kita seringkali merasakan, bahwa :

. . . saat kita LALAI kepada Allah, maka untuk beribadah apa saja, walau yang ringan-ringan sekali pun, ada saja halangan yang muncul di

hadapan kita. Dan anehnya ALASAN untuk tidak beribadah itu sangat-sangat LOGIS dan MASUK AKAL sekali.

Saat satu kali kita terhalang untuk beribadah itu, mungkin kita masih bisa merasakan adanya rasa tidak enak di dada kita. Rasa menyesak di dada kita. Apalagi otak kita sudah sangat penuh dengan ilmu yang menyalahkan suasana tidak beribadahnya kita tadi itu. Rasa sesak dan tidak enak ini adalah sebuah early warning (peringatan dini) yang menandakan bahwa Tuhan masih mau berbicara dengan kita. Tapi kalau kita tidak cepat-cepat KEMBALI (TAUBAT) menghadap ke Wajah Tuhan dengan ketundukan total seperti Malaikat, orang yang tidak berilmu dan berperspsi apa-apa, maka halangan demi halangan lain akan muncul dengan sangat hebat. Dan se-muanya masuk akal. Masuk akal semua. Dan lama-lama early warning yang dikirimkan Allah ke dada kita itu seperti redup, redup dan redup. Lama-lama dada kita seperti keras membatu. Dada yang tidak bergetar lagi oleh omongan Tuhan. Dada YANG MATI. Kalau dada ini sudah mati, maka posisi manusia sebenarnya saat itu sudah jatuh lebih rendah dari posisi hewan. Posisi Iblis saja sebenarnya.

C. Kesimpulan

1. Tuhan berkehendak dengan sendiri-Nya untuk menata dunia, memba-ngun dunia. Dalam membangun itu, pada saat-saat tertentu Dia juga menghancurkan dunia itu sendiri untuk ditata-Nya kembali. Dia mem-bangun segala sesuatunya, lalu menghancurkannya, lalu membangun-nya kembali, lalu menghancurkannya kembali, lalu membangunnya kembali, lalu . . . dst, begitulah terjadi tak henti-hentinya. Manusia seba-gai Duta Istimewa Tuhan, juga mempunyai tugas untuk menerima aliran Kehendak Tuhan untuk membangun, merombak, dan memperbaiki peradabannya sendiri.

Page 34: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

4-34

2. Manusia diberitahu oleh Allah tentang dua karakter yang saling bertolak belakang itu untuk memetik pelajaran buat kita sendiri.

3. Tuhan mengaliri, kehendak dan kesadaran untuk patuh kepada-Nya. Lalu pilihan kita untuk membuang persepsinya dan meluruhkan EGO, atau tidak buru-buru membuang.

4. Saat kita tidak mau patuh, maka Allah kemudian menambah, menam-bah, dan menambah aliran ketidakpatuhan itu dengan berlipat ganda pula, sehingga akhirnya kita menjadi makhluk yang tidak bisa keluar dari aliran ketidakpatuhan kepada Tuhan itu.

5. Setelah menyadari bahwa kita selalu dialiri aliran kehendak-Nya, maka seharusnya kita segera bersyukur.

6. Dalam bersyukur, harus tepat sasaran dan arahnya. Kalau tidak tepat, maka dada akan menjadi keras membatu. Ketidakmauan untuk melak-sanakan kehendak-Nya, akan menyebabkan Allah akan menambah keengganan itu dengan berlipat ganda.

Page 35: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-35

Artikel 5 : Grounded, Nyangkut Euy.5

A. Pembahasan

1. Pengantar

a. Kata ini mungkin hanya akan familiar untuk para golfer. Di suatu pagi yang sangat indah, saya main golf dengan seorang teman. Ber-kali-kali teman saya itu memukul, sticknya hampir selalu mengenai tanah terlebih dahulu baru kemudian mengenai bola golf. Hasilnya sungguh sulit diduga. Kadangkala bolanya lari ke kiri, kadang ke ka-nan, kadang bolanya terbang lurus, kadang tinggi melambung saking tingginya hampir mengenai seekor burung yang sedang terbang melintas di atasnya, kadang datar menyusur rumput yang sering disebut sebagai bola angkatan darat. Bahkan tidak jarang bolanya hanya seperti beringsut ke depan dengan jarak 10-20 meter saja dari yang seharusnya sekitar 200 meter. Hasil akhirnya pastilah tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan. Jarak pukulannya jauh sangat berkurang, penempatan bolanya melenceng dari tempat yang se-harusnya, sangat melenceng jauh malah. Dan score yang dia da-patkan sudah dapat dipastikan sangat besar dari yang seharusnya.

Pukulan seperti itu bisanya disebut orang dengan istilah “gounded, nyangkut di tanah.” Yang aneh adalah, setiap pukulan yang nyang-kut seperti itu, pemainnya pastilah mengaduh “Aduh, alaa, ahh”, katanya sambil berteriak kesal. Seakan-akan saat itu dia merasa kesakitan. Dia merasa tersiksa. Atau paling tidak dia merasa bahwa saat grounded itu, dirinya sendirilah yang nyangkut ke tanah.

b. Peristiwa nyangkut lainnya adalah ketika saluran pernafasan kita dipenuhi oleh lendir karena virus influensa, kita berkali-kali beru-saha untuk menyingkirkan lendir di tenggorokan atau di hidung kita. Kita terbatuk-batuk, kita bersin-bersin, kita bahkan ingin member--

5 http://yusdeka.wordpress.com/2012/06/06/grounded-nyangkut-euy/

Page 36: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-36

sihkan hidung dan tenggorokan kita dengan sengaja dari apa-apa yang menghalangi ke luar masuknya nafas kita. Karena kita memang ingin ke luar masuknya nafas kita itu tidak ada yang menghalangi. Kita ingin nafas kita tidak nyangkut kepada benda-benda apapun juga, baik di hidung, maupun di tenggorokan kita.

c. Bahkan ketika kita sedang berjalan di tengah-tengah keramaian sekalipun, kita tidak ingin ada sesuatu apapun yang menghalangi ja-lan kita. Kita tidak ingin nyangkut di benda-benda yang ada di depan kita. Kalau saat kita sedang berjalan, kaki kita nyangkut di sebuah batu kecil, namanya tersandung, waduh, itu alangkah sakitnya. Ka-lau kita sedang berlari, kepala kita nyangkut di jendela atau benda keras lainnya, namanya kejeduk, waduh, sakitnya luar biasa.

d. Kalau kita sedang berjalan dan tubuh kita nyangkut di sebuah mobil yang sedang berlari kencang, namanya ketabrak, waduh, ini sakitnya luar biasa sekali. Tubuh kita bisa berdarah-darah, tulang kita bisa patah-patah. Makanya kalau luka kita sangat parah, kita inginnya segera ke luar dari tubuh kita itu. Mati. Tapi hidup dan mati itu ternyata ada yang punya ada yang mengatur. Karena ada yang mengatur, maka tidak jarang orang yang tubuhnya sudah ringkih, dan dirinya tersiksa, tapi dia belum mati-mati juga. Tersiksa sekali.

Hal-hal yang tidak menyakitkan sekalipun, tapi kalau itu membuat kita nyangkut, kita juga segera akan mencari jalan lain agar kita bisa terus bergerak tanpa halangan. Ketika kita sedang berjalan, tiba-tiba di depan kita ada halangan yang kira-kira akan membuat langkah kita nyangkut, kita akan segera menghindar ke samping atau mundur kebelakang se-langkah. Pokoknya kita tidak ingin ada yang menghalangi langkah per-jalanan kita. Kita ingin selalu berjalan menuju kebebasan. Menuju ke-merdekaan.

Nah, ternyata fenomena nyangkut inilah yang menjadi masalah utama kita, seluruh umat manusia, sepanjang masa. Karena di dalam diri manusia, pada setiap diri manusia : a. ada pribadi kita,

Page 37: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-37

b. ada kita, c. ada saya, yang tidak mau nyangkut kepada apapun juga. Pribadi itu seperti ingin selalu berkata: “Saya ingin selalu bebas merdeka. Saya tidak ingin dibatasi. Saya ingin terbang setinggi langit, saya ingin mengusap awan, saya ingin menjangkau matahari, saya ingin mengecup mesra rembulan dan kilauan bintang. Saya juga ingin menyelam ke dalam samudera tak berdasar.” Ya, kita ingin bebas merdeka.

Akan tetapi, setiap kebebasan kita itupun ternyata tidak sepenuhnya bebas dari resiko.

Setiap keinginan kita untuk merdeka, ternyata bersama itu sudah menunggu pula resikonya masing-masing.

Saat kita ingin bebas menjangkau matahari, maka seketika itu juga kita akan terbakar api panas membara. Saat kita ingin menyelami dasar samudra, tekanan ratusan BAR sudah menunggu kita untuk melumat-kan tubuh kita. Semua kebebasan itu ternyata ada resikonya masing-masing.

Namun,

. . . dari sekian banyak kebebasan yang mungkin ada, hanya ada SATU kebebasan hakiki

yang tidak akan pernah menyiksa kita sedikitpun juga.

Kebebasan yang satu ini benar-benar tanpa resiko. Kekebasan yang benar-benar sudah tidak ada lagi yang akan membuat kita nyangkut walau sekecil apapun. Kebebasan yang seperti ini, keadaan yang tidak nyangkut dengan apapun juga, diperlihatkan dengan sangat sempurna oleh seorang bayi yang baru lahir.

Sang bayi tidak nyangkut dengan namanya : a. Dia tidak nyangkut dengan tubuhnya. b. Dia tidak nyangkut dengan matanya. c. Dia tidak nyangkut dengan telinganya.

Page 38: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-38

d. Dia tidak nyangkut dengan benda-benda. e. Dia tidak nyangkut dengan aneka rupa dan warna. f. Dia tidak nyangkut dengan segala suara dan irama. g. Dia tidak nyangkut dengan perasaannya, karena memang perasa-

annya belum ada. h. Dia tidak nyangkut dengan otaknya, karena memang otaknya belum

berisi memori apapun juga. i. Bahkan dia tidak nyangkut dengan getaran dan gelombang sehalus

apapun. j. Dia tidak nyangkut dengan segala macam energi yang mungkin ada

di sekitarnya.

TIDAK !!!

a. Dia tidak nyangkut dengan apapun juga. b. Dia benar-benar menjadi diri yang LOS. c. Dia seperti tak berbadan, karena badannya saat itu adalah alam se-

mesta raya yang tanpa batas. Makanya siapapun yang melihatnya akan merasakan sebuah ke-damaian. Siapapun akan ditarik-tarik oleh dirinya, yang tengah tergolek lemah, a. untuk menciumnya, b. untuk mencintainya, c. untuk menggendongnya, d. untuk menyayanginya, e. untuk memberikan segala yang terbaik untuknya.

Kenapa kita nyangkut ??

2. Masalah Utama Kita

Masalah utama yang kita hadapi sekarang adalah, bagaimana cara kita memilih sesuatu sebagai diri kita, sebagai badan kita. Diri atau badan yang akan kita pakai sebagai alat kita dalam mengarungi kehidupan ini. Kita mau memilih apa, mau mengakui apa sebagai diri kita, sebagai badan kita.

Page 39: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-39

a. Tubuh Fisik Kita Sebagai Badan atau Diri Kita

Kalau kita mau memakai hanya sekedar tubuh fisik kita sebagai badan atau diri kita, maka :

. . . tidak ada beda yang signifikan antara kita dengan binatang.

Sama, bahkan level kita bisa lebih rendah dari binatang.

b. Pikiran Kita Atau Persepsi Kita Sebagai Badan atau Diri Kita

Kalau kita mau memakai pikiran kita atau persepsi kita, yang sangat berkorelasi positif dengan perasaan kita sebagai badan atau diri kita, maka :

. . . siap-siaplah kita memasuki wilayah keramaian dan gegap gempita pikiran-pikiran dan persepsi-persepsi orang lain di

sekitar kita.

Setiap pikiran yang kita jadikan sebagai diri atau badan kita, maka akan menimbulkan sebuah perasaan tertentu sebagai pasangannya. Pikiran berpasangan dengan perasaan. Dan kalau keduanya itu yang kita jadikan sebagai diri atau badan kita, maka kita akan dibawa dari satu pikiran dan perasaan kepada pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan lainnya selama kita memakai pikiran dan perasaan itu sebagi diri atau badan kita. Dan itu bisa berhari-hari, berbulan-bulan, dan bahkan bertahun-tahun.

c. Getaran, Gelombang, atau Energi Sebagai Badan atau Diri Kita

Kalau kita mau memakai getaran, gelombang, atau energi sebagai badan atau diri kita, maka :

. . . mau tidak mau, suka tidak suka, percaya atau tidak, kita akan bersentuhan dengan berbagai getaran, gelombang, atau

energi yang memenuhi alam semesta ini. Termasuk getaran, gelombang, energi yang ternyata juga dipakai

oleh iblis dan jin sebagai dirinya.

Page 40: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-40

Lha, kok bawa-bawa nama iblis dan jin segala sih ? Bukankah getar-an, energi, atau gelombang itu hanyalah sebuah fenomena alamiah biasa ?

Jawabannya singkat saja. Ya begitulah adanya, begitulah alamnya. Yang pasti getaran iblis atau jin itu sendiri sudah mengalir di dalam darah kita, “Jajrid dam”, kata Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadist Beliau. Khan masalah kita sebenarnya hanyalah apakah kita mau percaya atau tidak kepada apa-apa yang dikatakan oleh Beliau.

Sifat alamiah dari alam getaran, gelombang, dan energi ini adalah bahwa yang berfrekuensi sama akan saling beresonansi dan saling memperkuat atau saling memperlemah satu sama lainnya yang ujung-ujungnya adalah penciptaan atau penghancuran materi.

Memakai getaran, gelombang, dan energi ini sebagai tubuh atau diri kita, itu sangat identik dengan

memasuki wilayah sumber dari segala ilmu.

Ilmu tentang penciptaan materi, ilmu tentang penghancuran materi, ilmu tentang awal dan akhir dari keadaan-keadaan dan peristiwa-peristiwa. Alam ilmu, yang sangat sarat dengan segala kombinasi kemungkinan yang mungkin mengada. Hebat dan mengasyikkan. Sungguh !

Dan muaranya ternyata adalah sebuah ungkapan protes penuh sejarah yang pernah disampaikan oleh Iblis di hadapan Allah terhadap penciptaan Adam : “Ana khairu minhu, aku lebih baik dari dia (Adam), aku tercipta dari api, sedang Adam dari tanah.” Memang itu hanya sebuah kalimat pendek saja, namun kalimat itu sungguh mewakili sebuah citra keangkuhan dan kesombongan yang teramat sangat. Dan tentu saja akibatnya juga sangat luar biasa dahsyat bagi siapapun di antara kita yang mengucapkan kalimat yang sama kepada sesama kita.

Sampai di sini, dengan menjadikan alam getaran, alam gelombang, atau alam energi sebagai diri atau badan kita, itu :

Page 41: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-41

. . . tidak memerlukan agama-agama tertentu untuk mendapatkannya.

Yang harus kita lakukan hanyalah sebatas olah tubuh, olah pikir, olah rasa di satu sisi, dan dibarengi dengan olah energi, olah getaran, olah gelombang dengan cara-cara tertentu pada sisi yang lainnya. Harus olah dua-suanya. Olah materi dan olah

getaran. Dan itu saja sudah cukup. Di sini tidak usah membawa-bawa agama tertentu. Tidak usah ditarik-tarik dan disesuai-sesuaikan dengan ajaran agama-agama tertentu. Karena itu

hanya akan dilecehkan orang.

Yang pasti, semakin rajin kita mengolahnya, semakin rajin kita menguliknya, semakin rajin kita memikir-mikirkan dan merasa-rasakannya, maka semakin hebat pula yang akan kita dapatkan. Dan biasanya orang-orang banyak yang berhenti di sini. Karena di sini memang ada nikmatnya. Nikmat mengaku. Ada kita yang mengaku, dan ada diri atau badan kita yang akan kita pakai dan eksplorasi sebagai alat kita untuk mengaku-ngaku kepada orang lain. Cerita kita akan menjadi sangat hebat, runut, santun, meyakinkan, dan masuk akal sekali, karena memang yang sedang kita ceritakan ada-lah diri atau badan kita sendiri.

Di bagian lain akan kita lihat satu wujud lagi yang bisa kita jadikan sebagai diri atau badan kita, yaitu Ar Ruh. Bagaimana kalau kita berhasil menjadikan Ar Ruh, sebagai badan atau diri kita ? Namun sabar dulu ya ! Kita habiskan dulu serba serbi tentang An Nafs sam-pai ke sisi : gelombang, energi, atau getaran. Karena memang banyak kita yang berhenti di sini, dengan segala kehebatan, ketahuan, dan tentu saja keangkuhan kita di dalamnya.

Page 42: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-42

Nah,

. . . apapun yang kita akui sebagai diri kita, itulah yang disebut sebagai AN NAFS.

Diri atau badan kita. Dan selama kita memakai sesuatu itu sebagai diri atau badan

kita, maka kita akan nyangkut di sana.

Kita akan tertahan di sana. Kita akan lengket dan melekat di sana, se-hingga kita menjadi sangat sibuk dengan diri kita itu setiap saat.

Kecuali kalau badan kita adalah dalam bentuk Ar Ruh.

Sesuai dengan perjalanan waktu, saat ini, tahu-tahu, ujug-ujug, tanpa kita sadari : Kita sudah ada saja, Kita sudah tahu saja, Kita sudah menjalani berbagai proses saja, Kita sudah jadi orang saja, Kita sudah jadi insinyur saja, Kita sudah jadi dokter saja, Kita sudah jadi pekerja dengan profesi tertentu saja, Kita sudah jadi orang kaya saja, Kita sudah jadi orang miskin saja, Kita sudah jadi orang yang menderita saja, Kita sudah jadi orang yang berhasil saja, Kita sudah jadi seorang ahli ini dan ahli itu saja.

Ya ujug-ujug kita kita sudah jadi orang yang seperti sekarang ini saja, lengkap dengan segala ciri-ciri, karakter, nama, atribut, proses berfikir, dan problematika kita. Karena kita sudah jadi seperti sekarang ini, maka : kita anggap, kita pikir,

Page 43: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-43

kita kira-kira,

. . . segala ciri-ciri, karakter, nama, atribut, proses berfikir, dan problematika kita itu sendirilah

yang kita anggap sebagai diri kita. An Nafs.

Dan entah kenapa kita merasa begitu sulit untuk bisa lepas dari diri kita saat ini. Kita nyangkut di diri kita. Ya, nyangkut, grounded. Dan apa-apa yang sedang kita alami atau apa-apa yang akan kita hadapi selanjutnya adalah akibat langsung dari nyangkutnya kita di diri atau badan kita itu. Tidak lebih dan tidak kurang.

3. Prosesnya Bagaimana ?

Itu sederhana sekali sebenarnya. Kesulitan kita untuk melepaskan diri dari diri kita adalah :

. . . karena fitrah antara kita dan diri kita itu adalah “serasa” bersatu.

Karena serasa bersatu itulah yang menyebabkan kita sulit sekali mele-paskan atau melupakan diri kita. Bagaimana kita bisa lepaskan dan lupa-kan kalau itu adalah diri kita sendiri. Ya nggak bisalah. Kita selalu akan nyangkut dengan diri kita.

Akan tetapi, setiap kita nyangkut di diri kita, berupa apa saja, pada saat yang sama, secara fitrah,

kita ternyata juga selalu ingin bebas dan merdeka.

Kita ingin bebas dari segala apapun yang membuat kita nyangkut, yang membuat kita tertahan. Kita ingin merdeka dari apa-apa yang meng-halangi “perjalanan” kita. Keinginan kita untuk bebas dan merdeka itu sungguh tak tertahankan. Anehkan ? Di satu sisi kita tidak mungkin bisa melepaskan diri dari diri kita, tetapi pada saat yang sama kita inginnya bebas dan merdeka. Kita ingin lepas dari diri kita. Paradoks sekali bukan ? Inilah tantangan nyata yang sedang kita hadapi.

Page 44: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-44

Dan entah kenapa, keinginan kita untuk bebas dan merdeka itu seperti memiliki power atau kekuatan yang sangat besar dan tak tertahankan. Kekuatan itu sangat menghancurkan, sangat menyiksa, sangat merusak, dan sangat mematikan. Power itu seperti memaksa, memaksa, dan memaksa kita untuk segera lepas dari badan atau diri kita sendiri. Kita ingin bebas. Kita ingin merdeka. Kita ingin lepas dari ketersangkutan kita, grounded, dengan diri kita. Tapi masalahnya, kebanyakan kita tidak tahu caranya. Yang kita tahu adalah perkataan-perkataan orang, cerita-cerita orang bijak yang mengatakan bahwa :

Diri Kita Kalau berhasil lepas dari diri kita, artinya kita tidak nyangkut pada hawa nafs kita, wow rasanya sungguh enak dan nyaman.

Pengaruh Hawa Nafsu

Katanya kalau kita bisa lepas dari pengaruh hawa nafsu kita, rasanya sungguh penuh dengan kesukacitaan.

Menjalankan Syariat Agama Dengan Baik Dan Benar

Juga dikatakan, kalau kita bisa menjalankan syariat agama dengan baik dan benar, kita akan bisa menjadi pribadi yang menguasai hawa nafsu kita.

Melupakan Diri Kita

Atau ada juga yang berkata bahwa untuk lepas itu itu cukup dengan memakai teknik “menerima dan melupakan.” Tapi kembali lagi, bagaimana kita akan bisa untuk melupakan diri kita sendiri ?? Buktinya sulit khan ?

Oleh karena :

. . . kebanyakan kita tidak tahu bagaimana caranya agar kita bisa lepas dari ketersangkutan kita dengan diri kita sendiri,

maka kitapun seperti dipaksa untuk melakukan proses penyiksaan, penghancuran, dan

bahkan pembunuhan atas diri kita sendiri.

Page 45: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-45

Untuk itu : a. Adakalanya fisik kita mulai digerogoti oleh berbagai macam penya-

kit. b. Adakalanya pula proses penghancuran diri kita itu melibatkan pula

penghancuran orang-orang terdekat dengan kita, anak kita, istri-suami kita, orang tua kita, atau properti kita, profesi kita, atribut kita, dan sebagainya.

Nanti akan kita bahas pula tentang bagaimana munculnya berbagai penyakit atau hama yang tiba-tiba saja mewabah di suatu tempat. Ingatin ya teman !

Kalau kita tetap tidak bisa lepas dari ketersangkutan kita dengan diri kita dalam waktu yang lama, sel-sel tubuh fisik kita mulai tumbuh secara tidak normal. Kalau hanya sekedar : a. Sakit ginjal, d. Sakit lever, b. Sakit maag, e. Sakit kepala, c. Pusing, f. Sulit tidur (insomnia), g. Dan sebagainya, itu sih masih ringan dan terlalu biasa. Tidak jarang penyakit ganas seperti : a. Tumor, b. Kanker, c. Stroke, d. Dan serangan jantung, seperti begitu mudahnya menyapa kita. a. Tahu-tahu kita koma saja, b. Tahu-tahu kita mati saja, tanpa kita sempat untuk kembali menjadi bebas dan merdeka itu secara sukarela dan ridho.

Semua proses penghancuran diri kita sendiri itu terjadi karena :

. . . untuk bisa lepas dari diri kita, ternyata kita membutuhkan energi yang sangat besar yang menguras energi sel-sel di dalam tubuh kita.

Page 46: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-46

Sel-sel tubuh kita yang kekurangan energi itu akan menyebabkan DNA di dalam kromosom kita mengalami berbagai proses mutasi genetika yang akan mengakibatkan berbagai penyakit dan pertumbuhan sel yang tidak normal seperti di atas terjadi dengan cepat.

Kejadian : a. Penghancuran diri kita sendiri seperti di atas akan terus berlangsung

sampai suatu saat diri atau badan kita menyerah tidak kuat lagi, tubuh kita takluk dan tak berdaya. Atau

b. Proses penghancuran diri kita sendiri itu akan berhenti sampai kita bisa menemukan wujud lain yang lebih baik, dari diri kita sebelum-nya, sebagai diri kita yang baru.

Hal seperti ini seringkali bisa kita dapatkan melalui cara-cara : a. Olah nafas, c. Olah pikir, b. Olah rasa, d. Olah getaran atau gelombang, e. Dan lain sebagainya.

Atau keadaan itu bisa pula kita dapatkan setelah kita menghadapi suatu kondisi tertentu yang sangat ekstrim. Misalnya : a. Ekstrim sakitnya, d. Ekstrim senangnya, b. Ekstrim mentoknya, e. Ekstrim takutnya, c. Ekstrim sedihnya, f. Ekstrim inginnya, dan g. Berbagai suasana ekstrim lainnya.

Berikut ini akan kita lihat empat contoh yang sangat berbeda tentang bagaimana seseorang bisa lepas dari ketersangkutannya dengan diri atau badannya yang sudah berlangsung untuk sekian lamanya. Sebelum masuk ke dalam contoh yang saya janjikan. Saya sengaja sela dulu sebentar untuk menyampaikan sebuah kesaksian singkat saya bahwa melampaui semua cara-cara yang menyakitkan diri kita seperti di atas, pada bagian khusus nanti, akan kita bahas :

. . . sebuah cara pintas yang sangat efektif dan efisien untuk membersihkan diri kita dari segala hal

yang membuat kita nyangkut itu tadi.

Page 47: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-47

Sebuah metoda pembersihan diri yang sedemikian sederhananya, sedemikian mudahnya. Saking sederhana dan mudahnya, malah

banyak di antara kita yang sudah melupakannya dan menyepelekannya.

Dalam kesempatan ini saya hanya bisa bersaksi bahwa dalam segala kemudahan dan kesederhanaan metoda itu, ternyata tersembunyi se-buah hasilnya yang bukan saja membersihkan diri kita, tapi juga me-murnikannya. Ya, metoda itu akan memurnikan diri kita menjadi semur-ni-murninya Ar-Ruh. Metoda itu biasanya populer dengan sebutan :

“Tadzkiyatunnafs. Pembersihan diri. Pemurnian diri.”

b. Contoh Pertama Dari Empat

Kisah ini adalah kisah yang saya kutip dari pendahuluan buku “The Power of Now”, yang bercerita tentang proses yang di alami oleh Eckhart Tolle, pengarang buku tersebut. Dia mengalami perubahan diri atau badan, dari bentuk, yang sebelumnya berupa rasa cemas yang terus-menerus menjadi diri atau badan barunya yang berupa energi.

Dari umur 13 sampai 29 tahun dia hidup dalam kecemasan yang nyaris berlangsung secara terus menerus. Artinya selama itu pula rasa cemas itu menjadi diri atau badannya. Akibatnya beberapa kali dia mencoba untuk bunuh diri akibat depresi yang dia alami. Depresi itu muncul karena ada rasa terjepit yang dia rasakan akibat dia nyangkut dan melekat di dalam dirinya yang berupa rasa cemas itu.

“Pada suatu malam, tidak lama setelah ulang tahun ke-29, saya terba-ngun lewat tengah malam dengan perasaan takut luar biasa. Sebelum ini, saya sudah mengalaminya berkali-kali, tapi kali ini rasanya lebih kuat dari-pada sebelumnya. Keheningan malam, bentuk perabotan yang tampak samar-samar di kamar yang gelap, deru kereta api yang sedang melaju di kejauhan – segala sesuatu terasa begitu asing, begitu bermusuhan, dan

Page 48: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-48

sangat tidak bermakna, sehingga menciptakan kebencian yang mendalam di dalam diri saya terhadap dunia ini. Namun, hal yang paling saya benci dari semuanya adalah keberadaan saya. Apa gunanya melanjutkan kehidupan dengan beban yang menyengsarakan ini ? Saya merasakan keinginan mendalam untuk bunuh diri, untuk tidak eksis, dan sekarang perasaan itu menjadi lebih kuat daripada hasrat naluriah untuk melanjutkan kehidupan.

Aku tidak sanggup hidup lebih lama lagi dengan diriku. Inilah pikiran yang terus berulang dalam pikiran saya. Kemudian tiba-tiba saya menyadari betapa anehnya pikiran itu. Apakah aku satu orang, atau dua orang ? Jika aku tidak bisa hidup dengan diriku sendiri, tentunya aku memiliki dua pribadi: aku dan diriku yang tidak bisa hidup bersama aku. Mungkin, pikir saya, hanya salah satunya yang nyata.

Saya begitu terpada dengan kenyataan aneh ini sehingga pikiran saya terhenti. Saya sangat sadar, tetapi tidak ada lagi pikiran. Kemudian saya merasa ditarik ke dalam sesuatu yang tampaknya seperti PUSARAN ENERGI. Mula-mula gerakannya lamban, kemudian menjadi super cepat. Saya diliputi ketakutan luar biasa, tubuh saya mulai gemetar. Saya men-dengar kata-kata: “Jangan melawan sedikitpun”, seolah-olah berbicara dalam diri saya. Saya merasa diri saya tersedot ke dalam kehampaan itu. Rasanya seolah-olah kehampaan itu berada di dalam diri saya, dan bukan di luar. Tiba-tiba ketakutan itu lenyap, dan saya membiarkan diri saya jatuh ke dalam kehampaan itu. Saya tidak teringat lagi apa yang terjadi setelah itu.”

Dan sejak itu Eckhart Tolle mulai terkenal ke seluruh pelosok dunia. Dia lalu memposisikan dirinya sebagai seorang spiritualis, terutama setelah dia menerbitkan sebuah buku dengan judul “The Power Of Now.” Mungkin kisah ini tidak menarik lagi bagi yang sudah memba-canya. It’s oke. saja.

c. Contoh Kedua Dari Empat

Kisah ini juga adalah kisah nyata yang di alami oleh seorang olah-ragawan di sebuah kota “X.” Dia sebenarnya sudah sangat bagus di

Page 49: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-49

bidangnya. Itu terbukti dengan status “profesional” yang disandang-nya, sehingga dia mulai bisa ikut berbagai turnamen dengan hadiah yang sebenarnya cukup menggiurkan.

Suatu waktu, dia ternyata mulai belajar ilmu-ilmu tentang bagaima-na agar dia bisa cepat kaya tapi dengan “jalan pintas.” Ilmu-ilmu itu begitu membuatnya berubah. Latihan-latihan olahraga yang seha-rusnya dia lakukan secara rutin, mulai ditinggalkannya, sehingga prestasinya merosot tajam. Status profesionalnya jadi hilang. Seka-rang yang menjadi diri atau badannya adalah ilmu ingin cepat kaya dengan cara pintas itu. Ilmu itu, yang sudah menjadi dirinya, mem-bawanya untuk sering tidur di kuburan-kuburan, bahkan beberapa kali dia pernah terlihat tidur di atap rumahnya.

Puncaknya, untuk beberapa waktu berselang, dia mengurung diri di dalam kamarnya. Dia tidak mau makan dan minum. Anak dan istrinya sudah tidak dia pedulikan lagi. Dia begitu asyik dengan diri barunya berupa ilmu ingin kaya itu tadi. Sebenarnya saat itu dia se-dang nyangkut di ilmu itu. Tapi pada saat yang sama dia sebenarnya juga ingin bebas merdeka dari ketersangkutan itu. Akhirnya bebe-rapa hari kemudian tubuhnya menyerah. Fisiknya hancur dan ber-ulat. Dia pun berpisah dari tubuhnya. Mati.

d. Contoh Ketiga Dari Empat

Kisah ini juga adalah kisah nyata sederhana yang terjadi di dalam keluarga seorang teman saya. Suatu waktu teman saya itu ditugas-kan oleh perusahaan untuk menyelesaikan pembangunan sebuah pabrik yang berada di luar pulau Jawa. Dengan itu, dia terpaksa berpisah dengan istri dan dua anaknya untuk beberapa waktu. Salah satu anaknya kemudian melanjutkan sekolah pula ke kota Bandung, sehingga akhirnya yang tinggal di rumahnya hanya istrinya bersama anak keduanya. Dan itu berlangsung untuk jangka waktu yang lama.

Minggu yang lalu istri teman saya itu, bersama anak lelakinya kelas 3 SD, ikut halaqahan di rumah. Di awal-awal acara saya sedikit agak

Page 50: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-50

kaget, karena keadaan yang dia dapatkan sangat berbeda dengan teman-teman saya yang lain yang hadir saat itu. Kemudian di peng-hujung acara saya bertanya kepadanya tentang : kenapa dia bisa lebih peka dari teman-teman saya yang lainnya, dan tanpa ada emo-si dia lagi yang berperan.

Dia pun bercerita panjang lebar yang intinya adalah:

“Sejak suaminya bertugas agak lama di luar pulau Jawa, setiap sore terutama menjelang magrib, dia selalu mengalami rasa ketakutan yang katanya tanpa sebab. Ya, dia sendiri juga heran, entah apa yang ditakutkannya. Tapi rasa takut itu semakin hari semakin kuat dia rasakan. Tidak jarang, sebagai pelariannya, dia hanya bisa menangis dan menangis. Anaknya sendiri hanya bisa termangu-mangu melihat ibunya menangis seperti itu, tanpa dia bisa berbuat apa-apa.

Untuk sekian lama, dia telah memakai rasa takut sebagai diri atau badannya. Tentu saja rasa takut itu punya hawa, punya kecenderungan, atau punya getaran yang khas pula. Yang pasti adalah rasa tidak enaknya. Dia sering menelpon suaminya untuk mengadukan galau dirinya akibat rasa takut itu.

Di suatu sore sehabis Shalat Magrib, dia melakukan apa yang diberi tahu oleh suaminya. Suaminya adalah teman latihan saya di Shalat Center Cilegon sejak beberapa tahun yang lalu.

Dia “membawa” rasa takutnya kepada Allah. Dia “serahkan” semua rasa takutnya kepada

Allah.

Sampai suatu saat, tiba-tiba, dia merasa dadanya kosong, perasaannya kosong, rasa takutnya hilang. Dia seperti tidak punya dada, tidak punya badan. Dia benar-benar tidak lagi merasakan apa-apa. Semuanya seperti lepas, ditarik, dan diambil begitu saja dari dirinya. Dia merasakan tidak

Page 51: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-51

lagi punya tubuh.

Keadaan serasa tidak punya badan, tidak punya dada, seperti itu malah membuatnya takut. Dia takut tidak bisa kembali lagi ke tubuhnya. Dia buru-buru telpon suaminya untuk menceritakan keadaan yang dia hadapi itu. Mendengar cerita sang istri, suaminya malah tertawa bahagia. Dia hibur istrinya. Bahwa keadaan seperti itulah sebenarnya yang diidam-idamkan oleh setiap orang. Malam itu, si istri bisa lepas dari semua rasa takutnya yang sudah menyekapnya sejak sekian lamanya. Cuma saja, besok-besoknya dia tidak bisa lagi masuk ke keadaan seperti itu.

Ketidakbisaannya untuk mendapatkan kembali keadaan seperti yang pernah dia dapatkan itu dia sampaikan dalam acara halaqah rutin minggu lalu. Dia ingin kembali berada pada keadaan seperti kemarin itu. Saya hanya menjawab singkat: “Kalau mau seperti keadaan kemarin-kemarin itu sudah tidak bisa lagi. Karena otak kita akan segera bosan dengan keadaan yang sama yang terjadi berulang-ulang. Sekarang mari kita menghadap kepada Allah saja dan berharap Allah memberikan pengajaran baru kepada kita tentang keadaan lain yang belum kita ketahui.”.

Dan sore itupun dia bersama dengan semua perserta halaqah lainnya pulang dengan wajah berbalutkan rona kesukacitaan yang dalam. Dan itupun terpaksa pakai disuruh pulang dulu, karena entah kenapa mereka semua seperti betah berlama-lama di Jalan Santani 31. Karena saat itu hampir semua peserta tengah menyicipi, walau baru hanya seteguk,

. . . betapa nikmatnya kalau memakai Ar Ruh sebagai diri atau badan mereka.

e. Contoh Keempat Dari Empat

Contoh keempat adalah sebuah kisah perjalanan . . .

. . . “seorang bocah gunung”, yang dengan sangat mengherankan, telah dipaksa oleh sebuah

Page 52: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-52

kekuatan yang tak terlawan dan tak terbendung untuk bermetamorphosis menjadi “sebaris tipis cahaya”

yang hanya mampu bergetar di hadapan “cahaya di atas cahaya.”

Karena agak panjang, tulisan ini akan saya penggal bagi menjadi 6 bagian.

2) Bagian 1-6 : Mimpi Seorang Bocah Gunung

Semua orang pasti pernah bermimpi, semua orang pasti menginginkan mimpi indah. Mimpi menggembirakan, mimpi yang menggelorakan kehidupan, dalam sebuah kata: Bahagia. Bagaimana seandainya mimpi itu menjadi sebuah kenyataan, seperti mimpi seorang putri Cinderela dan sang Pangeran, seperti mimpi seorang petani kecil, mimpi seorang anak-anak dan menjadi nyata ? Kisah inipun sebuah kisah yang berawal dari mimpi, mimpi yang menjadi sebuah kenyataan, mimpi yang ternyata sebuah realitas. Dan kisah inipun adalah kisah pengalaman biasa, yang bisa saja terjadi pada siapa saja. Aku, dia, mereka atau siapa saja, siapa saja bisa bermimpi dan siapa saja mampu membuat mimpi menjadi kenyataan.

Ketika mimpi yang sedang dibuatnya adalah dibangun dari realitas kehidupan yang nampak dan ada di hadapannya, seperti ribuan atau jutaan anak-anak kecil di bumi nusantara ini, ke-luarga sederhana yang berada di lereng gunung, berada di kaki bukit, berada di kota-kota kecil, jauh dari hiruk pikuknya kota, dalam sunyinya pegunungan. Berada di birunya lembah, hijau-nya pegunungan, kesunyian nyanyian alam yang mempesona. Hidup hanya berawal dari sebuah mimpi: Mimpi yang seolah nun jauh tinggi di awang-awang.

Mewujudkan sebuah mimpi ? Mungkinkah ? Rasanya sulit. Kha-yal yang sulit dijangkau. Mimpi indah yang selalu muncul dalam

Page 53: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-53

benak kebanyakan bocah, namun mimpi itu juga mimpi yang sederhana : Melanjutkan ke perguruan tinggi di kota besar Mendapatkan pekerjaan yang layak Berumah tangga dan mampu memiliki dan membeli apa saja

yang disukai dan diinginkan

Apakah sebuah mimpi yang salah ? Namun ini memang sebuah mimpi bagi seorang bocah yang berasal dari desa, sebuah desa kecil di kaki bukit, desa yang belum ada listrik, belum ada informasi dan belum terjangkau teknologi. Kisah inipun dimulai, berawal dari sebuah mimpi. Sebuah tekad yang bulat, semangat membaja, keteguhan yang utuh yang akhirnya mampu menghantarkan dirinya mewujudkan semua mimpi menjadi kenyataan, bahkan apa yang diraih dan didapatkan melampaui semua mimpi-mimpinya melebihi semua harapan saat dia bocah. Mimpi yang mewujud. Mimpi yang menjadi kenyataan.

Kesulitan dan waktu yang panjang telah menempanya, maka sebuah “kesuksesan” (dalam persepsinya) telah direngkuhnya. Dia mampu menaklukkan kesulitan di kota besar di Jakarta, dia mampu menyelesaikan kuliah di sebuah Universitas negeri yang bergengsi di Jakarta. Dan setelah selesai kuliah, dia diterima di sebuah perusahaan yang cukup mapan, sehingga diapun mampu menikah dan mencapai semua harapan dan impiannya dikarunia anak-anak yang sehat dan cantik serta tampan, sempurnalah semua mimpi menjadi kenyataan. Mimpi indah yang terwujud.

Setelah itu diapun mampu melanjutkan studi di Perguruan Ting-gi Negri di Bandung, sebuah perguruan tinggi yang terpandang dan terkemuka. Tidak berhenti sampai di sini, diapun menda-patkan kesempatan kerja di luar negeri, berpindah dari satu negara ke negara lain dan akhirnya menetap di Luar Negeri, sebuah kota kecil yang indah. Hidup bahagia bersama keluarga yang dikasihinya.

Page 54: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-54

Sempurna. sebuah mimpi yang menjadi kenyataan, mimpi bocah kecil dari desa yang terlaksana. Bahkan melampaui semua mim-pi dan harapan. mimpi Putri Cinderela yang mewujud. Seharus-nya sudah selesai kisah ini. Happy ending. Berbahagia selamanya dan kisah ditutup, sebagaimana semua kisah H.C Andersen. Dan semua yang membaca akan tersenyum senang, tertawa bahagia, merasakan kebahagiaan dan kegembiraan serta kesuksesan akhir perjalanan seorang anak kecil dari keluarga yang sangat se-derhana yang mampu bergulat dan mengarungi kerasnya kehi-dupan.

Apakah kisahnya telah selesai ? Tidak ! Justru kisah ini baru akan dimulai.

3) Bagian 2-6 : Kenyataan yang Tak Seindah Impian

Kisah di atas hanyalah melihat sisi luar, sisi realitas dan kenya-taan, menurut akal dan logika seorang bocah. Siapapun akan percaya dan mengharapkan mimpi ini mewujud. Kita akan mam-pu membayangkan sebuah sosok yang mampu tegar, kuat, te-guh dan penuh semangat, tahan derita dan juga sangat rasional dalam dirinya. Dan memang kenyataan atau realitas yang terjadi seperti itu, dan memang permasalahan justru di situ. Akal telah menguasai, ego dan persepsi telah semakin kuat. Sedemikian kuat dan mencengkeram. Menimbulkan kepercayaan diri (baca : keangkuhan) atas kemampuan, bahwa :

. . . segala sesuatu adalah berkat usahanya, atas hasil jerih payahnya. Kemampuan dan otaknyalah yang membuat

segala mimpinya terwujud, sehingga semua kemungkinan mampu diprediksi, hidup telah mampu dirancang, dengan

asuransi dan jaminan.

Segala kemungkinan telah dibuat analisa dan kemungkinan semua jalan keluar. Sebuah rencana yang mapan dan teliti. Dan hasil akhir telah mampu diprediksi. Menurut akal dan logikanya.

Page 55: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-55

Seharusnya semua akan berjalan lancar dan sempurna, dia telah mencapai puncak tertinggi yang mampu diraihnya, dia telah memiliki apa saja yang diimpikannya.

Membandingkan dengan kondisi saat bocah adalah bagaikan bu-mi dan langit. Teramat jauh dari sisi “materialisme.” Seolah ke-suksesan sudah di tangan. Akal telah menguasai. Logika mate-rialisme, logika kemapanan, konsumerisme dan keduniawian telah mencapai puncak kemegahan di dalam jiwa. Apa lagi yang kurang ? Namun ada satu sisi jiwanya yang kekeringan : sisi kasih sayang, sisi perhatian dan cinta kasih.

Dia telah menjadi sebuah robot industri, berjalan hanya menjadi mesin-mesin peradaban.

Mengejar materi, berangkat pagi dan pulang petang. Bergelut dengan depresi dan kesulitan di tempat kerja. Meraih sebuah kesempurnaan akal yang berbingkai “kesuksesan” materi.

Dia tak memiliki hati sama sekali. Tiada perduli orang lain. Tidak memiliki empati kepada yang lain. Hanya sebuah ego bagi diri sendiri yang semakin kuat. Dia telah kehilangan jati diri. Kehi-langan dirinya saat bocah dengan keindahan alam di pegu-nungan, keakraban hidup, kejernihan jiwa, ketenangan batin. Ketenangan ruhani.

Keterasingan jiwa semakin berat, kerinduan, kehampaan, sema-kin membelit, terasa dada begitu sempit, sesak. Tiada kata puas, tiada kata berhenti. Pengejaran demi pengejaran. Satu diraih, harapan yang akan datang sudah membayang di depan mata. Pengejaran kepuasan, pengejaran materi. Maka seolah materi telah menjadi Tuhan, meninggalkan spiritual, meninggalkan aga-ma di belakang. Meninggalkan hati nurani.

Page 56: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-56

4) Bagian 3-6 : Awal Sebuah Perubahan

Puncak derita dan siksa adalah ketika masalah demi masalah muncul. Rencana demi rencana gagal. Prediksi demi prediksi tak tercapai. Ditambah lagi situasi keuangan dunia yang tak bisa diprediksi, maka lengkap semua kegagalan akal dalam mem-perkirakan dan merencanakan. Kegagalan demi kegagalan atas semua rencana yang sempurna mulai menggempur pertahanan jiwa, di tengah kekeringan jiwa, maka raga tak mampu mena-han. Akhirnya sakit, dan mengalami sakit yang aneh, sakit yang kemungkinan besar terpengaruh kejiwaan. Sakit yang tak diketahui penyebabnya. Sakit yang tak diketahui efeknya secara pasti dan sakit yang tak bisa ditentukan kadar obatnya. Namun sakit yang akan menghancurkan organ tubuh yang normal. Sakit yang menghancurkan jiwa, karena akal mengalami depresi bah-kan mendekati “gila” dalam kurun tertentu. Sakit yang sedikit demi sedikit akan menjadikan dari seorang manusia menjadi “bi-natang” dan akhirnya akan menjadi “tumbuhan” dengan kega-galan organ-organ tubuh.

Sebuah derita yang seolah seperti sebuah neraka jiwa. Betapa berat dan sulit. Terasa sesak dan sempitnya jiwa. Rasanya ingin mati. Rasanya hidup sudah tak berarti, rasanya diri sendiri yang paling susah. Rasanya diri sendiri yang paling menderita. Jiwa telah terperangkap. Terperangkap dalam takdir. Dalam takdir-nya. Sebuah kontradiksi yang aneh :

Dia berada di puncak kesuksesan materi, tetapi dia berada di lembah paling bawah penderitaan jiwa.

Waktu terasa lambat dan lama dalam derita, hampir 6 tahun bergulat dalam sempit dan sesaknya jiwa, dalam kesakitan. Sampai datang suatu kesempatan, sebuah pencerahan yang dimulai dari dalam untuk memulai perubahan spiritual yaitu dari keluarga. Dan akhirnya sebuah awal perubahan dimulai. Dengan

Page 57: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-57

sebuah latihan Sholat Khusyu’. Sebuah hal yang tidak direncana-kan. Aneh namun nyata.

Dengan melakukan sholat ini, dua hari pertama sudah mampu terasa akibatnya,

yaitu mengganti obat dengan sholat.

Sebuah perubahan yang nyata. Kesehatan sedikit demi sedikit telah membaik. Awal perubahan yang mempesona. Namun ternyata perubahan ini tidak berhenti sampai di sini. Satu demi satu kesadaran telah terbuka. Dada telah meluas. Kelegaan. Ketenangan dan kedamaian mampu hadir.

5) Bagian 4-6 : Angin Perubahan (the Wind of Change)

Perubahan dalam hidup sangat terasa dengan melakukan sholat secara khusyu’. Menyeluruh, menyusup ke bagian terdalam jiwa. Secara realitas memang tidak berubah, masih sama saja. Namun secara kejiwaan, perubahan telah terjadi, bagai dilahirkan kembali.

6) Bagian 5-6 : Menerima Allah

Proses selanjutnya adalah sebuah proses yang sangat lama, yaitu proses menerima Allah, yaitu dimulai dari : Mengenali-Nya. Membaca takdir-Nya, kehendak yang terjadi, lalu Menerima apa saja yang terjadi. Sampai memiliki daya kasih sayang.

7) Bagian 6-6 : Bersuka Cita Menyambut TakdirNya

Hidup kita pada hakekatnya hanyalah menunggu hari akhir, se-buah tujuan yang pasti. Itulah realitas bagi kita, sebuah realitas yang gaib, hal gaib yang pasti, gaib yang nyata. Maka kita harus menggunakan jiwa kita yang gaib ini untuk menjadi pendorong utama bagi realitas, sehingga kegaiban jiwa atau hati tidak men-

Page 58: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-58

jadi sebuah hal yang gaib, tetapi menjadi sebuah realitas sehari-hari : a) sehingga kita mampu menerima takdir kita saat ini. b) sehingga kita mampu menerima Allah. menjadi hambaNya, menjalani kehidupan ini dalam sebuah pe-nerimaan yang mutlak, penuh dan menyeluruh atas kehendak dan rencanaNya. a) Bersungguh-sungguh atas penerimaan kehendakNya. b) Berserius ketika menerima rencanaNya. c) Bersungguh-sungguh menyambut takdirNya. d) Mampu bersuka cita menjemput kehendak dan takdirNya. e) Rela dan ridho atas takdirnya di sini dan di saat ini f) Kerelaan yang menyeluruh :

1- Memasuki jiwa dan menembus raga, 2- Menyelusup jauh sampai ke setiap sel dan inti atom,

Yaitu dalam ruhani dan juga nafs (jiwa).

Utuh meliputi apapun bentuk dari diri kita Tunduk • Rela Patuh • Menyambut takdir Bekerja sesuai keadaan saat ini Menjalani pekerjaan dalam sebuah hakekat

bahwa itu bukanlah sekedar kerja

Namun sebagai kepatuhan dan pengabdian dalam penyembahan yang utuh dalam realitas hidup dalam keadaan atau kekinian

Sebuah kepatuhan dalam dzikir yang nyata, Sebagai sebuah bentuk penyembahan kepada Sang Esa Sebagai bagian sholat dalam kehidupan nyata kita

Menjadi sebuah ibadah dalam realitas, Karena telah diniatkan kepada Allah Sang Pencipta Alam Se-

mesta.

Page 59: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-59

Karena setiap gerak hidup telah diarahkan dan telah menjadi bagian dari gerakNya, dalam kerelaan dan penerimaan daya-Nya.

Menjadi hambaNya dalam menjalani hidup. Melangkah dalam sebuah kepastian.. Melangkah dalam sebuah keyakinan..

Sesungguhnya, sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya-lah untuk Allah Tuhan semesta alam

Apakah kisah sudah selesai ? Tidak! Justru perjalanan baru dimu-lai.

Mulai melangkah dalam hidup, dengan penuh ketenangan, penuh keyakinan, penuh keteguhan. Karena tahu ada sebuah tujuan, mengerti ada sebuah kekuatan tempat bergantung, dan ada satu keyakinan mutlak.

Semua akan kembali, bertemu kepada Sang Pencipta. Maka dalam senyum mengarungi badai kehidupan, menyambut takdir dengan bersuka cita.

CATATAN DEKA: Demikian kisah ini ditutup oleh sahabat saya yang begitu tulus mengungkap kisahnya untuk menjadi bagian dari artikel “Grounded ini”.

4. Selesai

Dengan begitu, selesailah contoh-contoh : Kisah tentang orang-orang yang nyangkut pada dirinya sendiri, dan Bagaimana pula proses yang di alami mereka untuk bisa bebas dari

ketersangkutan dengan diri mereka.

Silahkan patut-patut pula diri kita masing-masing. Kalau-kalau ada di antara kita yang seirama dengan keempat kisah di atas. Dan amatilah apa yang terjadi pada diri kita masing-masing saat ini.

Page 60: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-60

Berikutnya nanti akan kita bahas tentang makna dibalik TADZKIYATUN-NAFS6, proses penyucian dan pemurnian diri atau badan kita, sehingga :

. . . diri atau badan kita bisa bermetamorphosis menjadi semurni-murninya Ar-Ruh yang selalu ikut AMR Allah. Menjadi sebentuk wujud yang : Bukan lagi berupa materi atau partikel, dan Bukan pula berupa gelombang, getaran, atau

energi alam.

Ya Allah, hamba mohon izin untuk mengungkapnya sebatas apa yang hamba pahami. Kalau itu betul, maka itu hanyalah karena kemurahan-Mu kepada hamba. Kalau itu salah, maka itu semata-mata hanyalah kebebalan hamba semata.

B. Kesimpulan

1. Di dalam diri manusia, pada setiap diri manusia : a. Ada pribadi kita, b. Ada kita, c. Ada saya, yang tidak mau nyangkut kepada apapun juga. Pribadi itu ingin selalu bebas merdeka. Saya tidak ingin dibatasi.

2. Tetapi, setiap kebebasan kita itupun ternyata tidak sepenuhnya bebas dari resiko. Setiap keinginan kita untuk merdeka, ternyata bersama itu sudah menunggu pula resikonya masing-masing.

3. Namun, dari sekian banyak kebebasan yang mungkin ada, hanya ada

6 Antara lain pada artikel : Mengingati Allah (http://yusdeka.wordpress.com/2014/05/07/mengingati-allah-

bagian-1/), Sebuah Positioning Terakhir (http://yusdeka.wordpress.com/2013/10/06/sebuah-positioning-terakhir-5/), Jalan Meraih Ridhallah (http://yusdeka.wordpress.com/2013/06/12/jalan-meraih-ridhallah-22/), Menyalakan Tombol Kehidupan (http://yusdeka.wordpress.com/2013/03/18/menyalakan-tombol-kehidupan-1-2/), Membumikan Jalan Ke Langit (http://yusdeka.wordpress.com/2012/12/01/membumikan-jalan-ke-langit-37/), dan Dari Diam dan Hening (http://yusdeka.wordpress.com/2012/11/21/dari-diam-dan-hening-2/).

Page 61: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-61

satu kebebasan hakiki yang tidak akan pernah menyiksa kita sedikitpun juga.

4. Masalah utama yang kita hadapi sekarang adalah, bagaimana cara kita memilih sesuatu sebagai diri kita, sebagai badan kita. Diri atau badan yang akan kita pakai sebagai alat kita dalam mengarungi kehidupan ini. Kita mau memilih apa, mau mengakui apa sebagai diri kita, sebagai badan kita.

5. Apapun yang kita akui sebagai diri kita, itulah yang disebut sebagai AN NAFS. Diri atau badan kita. Dan selama kita memakai sesuatu itu sebagai diri atau badan kita, maka kita akan nyangkut di sana. Kecuali kalau badan kita adalah dalam bentuk Ar Ruh.

6. Segala ciri-ciri, karakter, nama, atribut, proses berfikir, dan problema-tika kita itu sendirilah yang kita anggap sebagai diri kita. An Nafs.

7. Adanya kesulitan dalam melepaskan diri dari badan/diri kita karena fitrah antara kita dan badan/diri kita itu adalah “serasa” bersatu.

8. Akan tetapi, setiap kita nyangkut di diri kita, berupa apa saja, pada saat yang sama, secara fitrah, kita ternyata juga selalu ingin bebas dan merdeka.

9. Kebanyakan kita tidak tahu bagaimana caranya agar kita bisa lepas dari ketersangkutan kita dengan diri kita sendiri, maka kitapun seperti dipaksa untuk melakukan proses penyiksaan, penghancuran, dan bahkan pembunuhan atas diri kita sendiri.

10. Agar seseorang bisa lepas dari ketersangkutannya dengan diri atau badannya yang sudah berlangsung untuk sekian lamanya, ada sebuah cara pintas yang sangat efektif dan efisien untuk membersihkan diri. Sebuah metoda pembersihan diri yang sedemikian sederhananya, sedemikian mudahnya. Saking sederhana dan mudahnya, malah banyak di antara kita yang sudah melupakannya dan menyepelekannya. Metoda itu akan memurnikan diri kita menjadi semurni-murninya Ar-

Page 62: Yusdeka   reformatted e-g - ok !

5-62

Ruh. Metoda itu biasanya populer dengan sebutan : “Tadzkiyatunnafs. Pembersihan diri. Pemurnian diri.”

11. Untuk bisa memakai Ar Ruh sebagai diri atau badan kita, maka diper-lukan adanya sebuah proses yang sangat lama, yaitu proses menerima Allah. Proses ini dimulai dari : a. Mengenali-Nya. b. Membaca takdir-Nya, kehendak yang terjadi, lalu c. Menerima apa saja yang terjadi. d. Sampai memiliki daya kasih sayang.

12. Betapa nikmatnya kalau memakai Ar Ruh sebagai diri atau badan kita.