11

Click here to load reader

Menwa perang hybrida modern war

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Menwa perang hybrida modern war

Teknologi Informasi Dalam Perang Hibrida

Oleh: Budiman S.Pratomo [Kasubdis Binfung Disinfolahtad]

Pendahuluan

Perang hibrida merupakan istilah yang masih asing di telinga kita sebagai anggota TNI. Namun

sebenarnya hal ini sudah akrab bagi TNI karena konsep ini sebenarnya merupakan konsep “perang

rakyat” yang menggunakan segala daya upaya dan sumber daya agar tidak dapat dikalahkan oleh

lawan, perbedaannya hanyalah penggunaan senjatanya yang meliputi nuklir dan teknologi cyber.

Konsep perang inilah yang masih diyakini kehebatannya oleh banyak kalangan terutama oleh para

pendahulu kita. Istilah ini sebenarnya apabila dirunut berawal dari metafora untuk

menggambarkan tuntutan medan perang modern oleh Jenderal (Mar) Charles C. Krulak tentang

tantangan yang dihadapi oleh marinir Amerika Serikat (AS) ketika bertugas di "negara gagal"

seperti Somalia dan bekas Yugoslavia. Krulak menyadari bahwa medan perang masa depan

adalah: terjadi di perkotaan, sifatnya asimetris, situasinya sulit membedakan antara pejuang dan

non kombatan, dan persenjataan canggih sudah tersedia dengan mudah untuk semua pihak. Krulak

menyebutnya dalam istilah perang tiga blok (Three Block War), “Anda berjuang seperti iblis pada

satu blok, Anda berbuat baik menyerahkan bantuan kemanusiaan di blok berikutnya, dan Anda

harus berjuang untuk tetap menjaga supaya kedua faksi tidak bertikai di blok yang berikutnya”. (Marine Corps Gazette, edisi 1999).

Apapun bentuk perangnya, yang harus selalu diingat adalah bahwa yang menjadi musuh adalah

manusia, karena manusia maka selalu mempunyai kemampuan kreatif untuk tidak dapat

ditaklukkan. Akibatnya, walaupun secara militer konvensional mudah ditaklukkan namun selalu

saja musuh tersebut siap untuk berperang walaupun tidak mengikuti aturan yang telah ditetapkan

secara internasional. Keunggulan konvensional satu negara akan menciptakan ide baru bagi

negara-negara dan aktor non-negara untuk bergerak keluar dari modus perang konvensional dan

mencari kemampuan lain yang merupakan kombinasi dari teknologi dan taktik untuk

mendapatkan keuntungan. Oleh AS, kelompok ini dikenal sebagai penantang tidak teratur

(irregular challengers) yang meliputi aktor-aktor yang bermain dalam terorisme, pemberontakan,

perang terbatas, perang gerilya, dan perang narkoba. Kelompok-kelompok ini akan

mengeksploitasi keuntungan taktis pada waktu dan tempat yang mereka pilih sendiri, dan

memperbesar keuntungan mereka melalui media dan perang informasi, untuk melemahkan AS. Ini

lah yang disebut oleh mereka dengan perang hibrida. Perang jenis ini tidak bisa dimenangkan

dengan hanya berfokus pada kekuatan teknologi, namun juga dengan memerhatikan aspek sosial

budaya dan aspek lain dalam masyarakat. (Proceedings Magazine, Issue: November 2005 Vol.

132/11/1,233 Future Warfare: The Rise of Hybrid Wars oleh Letnan Jenderal James N. Mattis,

USMC, dan Letkol (Purn) Frank Hoffman, USMCR ). Aspek sosial budaya dan aspek lain dalam

masyarakat mulai mendapatkan perhatian di kalangan militer Amerika, oleh karenanya untuk

menghadapi perang hibrida ini mereka mengembangkan konsep yang disebut sebagai Human

Terrain Systems (HTS). Konsep HTS ini pertama kali dikembangkan oleh anthropolog

Montgomery McFate pada tahun 2005, sebagai respons terhadap kesenjangan antara komandan

dan staf tentang pemahaman terhadap penduduk dan budaya setempat, terutama ketika melakukan

Page 2: Menwa perang hybrida modern war

invasi ke Irak dan Afghanistan. HTS ternyata bukan hal yang asing bagi TNI AD karena apabila

dipadankan tidak lain dan tidak bukan adalah konsep pembinaan teritorial.

Walaupun perang jenis ini tidak bisa dimenangkan dengan hanya berfokus pada teknologi saja,

namun peran teknologi / alutsista dalam satu perang masih tetap dominan seperti misalnya

penggunaan Teknologi Informasi dalam memperbesar kemampuan perang informasi dan cyber

war. Oleh karena itu, menghadapi kemungkinan ancaman perang hibrida tersebut, TNI AD harus

mampu merespon dan segera beradaptasi dengan situasi yang berkembang khususnya di bidang

teknologi informasi agar dapat mengantisipasi serta mengatasinya secara lebih cepat dan tepat.

Tulisan ini akan membahas mengenai pengertian perang hibrida, apa implikasinya terhadap TNI

AD, pelajaran apa yang bisa dipetik, apa yang harus dilakukan oleh TNI AD, dan bagaimana

teknologi informasi akan sangat berperan dalam menentukan kemenangan perang hibrida ini

khususnya melalui konsep cyber warfare sebagai salah satu payung dalam perang informasi

dengan memanfaatkan semua channel/saluran/ media massa untuk secara sistematis dan terus

menerus mempengaruhi pikiran dan perasaan masyarakatnya melalui pembinaan teritorial.

Apa itu Perang Hibrida

Sejauh ini, apabila kita mendengar kata hibrida, maka bayangan kita langsung teringat dengan

masalah pertanian, karena istilah ini yang paling sering terkenal dulu-dulunya selalu terkait

dengan kelapa hibrida. Namun ternyata istilah hibrida juga berlaku dalam dunia perang, kita

mendengar hal ini dari rangkuman amanat Panglima TNI yang mengingatkan para prajuritnya agar

siap-siap menghadapi perang baru yang bernama perang hibrida, seperti yang beliau sampaikan

dalam upacara hari Senin, tanggal 18 Februari 2013 (http://www.tni.mil.id/view-45760-amanat-

panglima-tni-pada-upacara-bendera-17-an-tanggal-18-februari-2013.html).

Untuk lebih memahami tentang istilah hibrida ini, mari kita lihat beberapa definisi mengenai kata

hibrida tersebut. Dalam istilah biologi, hibrida identik dengan heterozigot: setiap anak yang

dihasilkan dari perkawinan dua individu secara genetik berbeda, artinya kombinasi antara gen

yang berbeda. Dalam bidang elektronika, hibrida menggambarkan kombinasi dari produsen listrik

dan sarana untuk menyimpan tenaga dalam media penyimpanan energi. Sistem hibrida, seperti

namanya, menggabungkan dua atau lebih mode pembangkit listrik bersama-sama. Di bidang

otomotif, mobil hibrida adalah mobil yang menggunakan energi dari listrik dan juga bisa dari

bahan bakar fosil. Sedangkan di bidang komputer adalah merupakan gabungan antara kemampuan

komputer analog dan komputer digital. Dengan demikian istilah hibrida intinya adalah merupakan

gabungan dari beberapa hal yang berbeda, sehingga dengan demikian perang hibrida secara logika

adalah penggabungan beberapa jenis perang yang meliputi perang konvensional dan

inkonvensional.

Apabila kita ingin lebih tahu tentang definisi Perang Hibrida dan bertanya kepada Google dengan

mengetikkan “define:hybrid war”, karena belum ada dalam kamus umum maka jawabannya adalah

definisi versi Wikipedia yaitu “strategi militer yang memadukan antara perang konvensional,

perang tidak teratur dan cyber warfare”. Selain itu, perang hibrida digunakan untuk

Page 3: Menwa perang hybrida modern war

menggambarkan serangan senjata nuklir, biologi dan kimia, alat peledak improvisasi dan perang

informasi.

Lebih lanjut apabila kita mengacu pada pendapat dari para ahli yang mendalami teori mengenai

perang hibrida maka kita akan mendapatkan hal-hal yang kurang lebih sama. Salah satunya adalah

Frank Hoffman yang mendefinisikan perang hibrida sebagai setiap musuh yang menggunakan

secara bersama dan mengkombinasikan senjata konvensional, perang tidak teratur, terorisme dan

cara kriminal dalam pertempuran untuk mencapai tujuan politis (Conflict in 21st Century: The

Rise of Hybrid Wars)

Sedangkan pengertian yang tertulis dalam amanat Panglima TNI yang kemungkinan besar

mengadopsi definisi dari Wikipedia dinyatakan bahwa “perang hibrida ~ hybrid war, yaitu sebuah

strategi militer yang memadukan antara perang konvensional, perang yang tidak teratur dan

ancaman cyber warfare, baik berupa serangan nuklir, senjata biologi dan kimia, alat peledak

improvisasi dan perang informasi”.

Lalu bagaimana kita mengartikan perang hibrida ini dalam konteks yang mudah dimengerti?

Untuk memudahkan pemahaman kita barangkali ada contoh yang sudah sangat dikenal oleh

masyarakat yaitu perang di medan Kurusetra dalam ceritera pewayangan yang melibatkan pihak

Pendawa dan Kurawa. Perang Kurusetra merupakan perang 18 hari yang berakhir dengan

kemenangan pihak Pendawa, merupakan gambaran perang hibrida yang rasanya lebih mudah

dimengerti. Perang tersebut meliputi perang konvensional karena mempunyai aturan perang dan

dilakukan dalam formasi-formasi tertentu, senjata yang digunakan pun deskripsinya sudah

mengarah kepada senjata nuklir saat ini (hanya saja saat itu hanya berupa panah, gada, pedang,

cakra dan sejenisnya namun deskripsi ketika senjata itu digunakan efeknya sama dengan efek

senjata nuklir saat ini), perang irreguler (menjadikan Srikandi tameng padahal bukan regular

forces), asimetrik (Gatutkaca sendirian melawan pasukan yang besar) serta perang informasi

(lebih tepatnya disinformasi dan rekayasa informasi dengan menyebarkan informasi terbunuhnya

gajah bernama Aswatama yang merupakan faktor penentu kemenangan perang). Secara umum

dapat disimpulkan bahwa perang hibrida intinya adalah gabungan berbagai jenis perang yang

biasanya dilakukan oleh pihak yang lebih lemah untuk melawan pihak yang lebih kuat secara

konvensional. Inilah barangkali gambaran sederhana yang lebih mudah dimengerti tentang apa itu

perang hibrida.

Apabila dicermati ternyata para penulis Amerika ketika membicarakan perang hibrida secara

khusus adalah membahas tentang kasus-kasus perang di Irak, Afganistan dan Libanon yang bisa

dipastikan ini adalah konsep perlawanan atau perjuangan yang mengusung konsep gerilya, perang

kota, asimetris, menggunakan persenjataan canggih, dan perang informasi dengan memanfaatkan

segala upaya untuk dapat bertahan melawan agresor dan mengusirnya keluar dari negaranya.

Apabila mengacu pada hal ini maka situasinya kira-kira kembali sama ketika Indonesia

mengalami perjuangan fisik yang tidak lain adalah people’s war yang merupakan perang

inkonvensional dan tidak teratur (irregular) namun sesuai kondisi saat ini dengan kesulitan yang

lebih tinggi karena sudah memanfaatkan teknologi informasi seperti yang digunakan dalam cyber

war. Hal ini selaras dengan apa yang digambarkan oleh Seth G. Jones melalui The Future of

Page 4: Menwa perang hybrida modern war

Irregular Warfare yang menyatakan bahwa kelompok insurjen dan teroris memanfaatkan internet

untuk berkomunikasi, mendistribusikan propaganda, merekrut anggotanya dan tugas-tugas lainnya

yang menambah kompleksitas perang tersebut (RAND Corporation, 2012)

Bagaimana Implikasinya terhadap TNI AD

Martin van Creveld, profesor emeritus, seorang ahli militer dari Israel penulis buku The

Transformation of War, meramalkan bahwa konflik militer konvensional antar angkatan bersenjata

reguler akan menurun frekuensinya, namun konflik intensitas rendah (low intensity conflict) yang

dilakukan oleh milisi, penguasa lokal, kelompok kriminal, dan pasukan paramiliter akan

meningkat secara eksponensial. Bahkan diramalkan secara jelas bahwa konflik itu lebih cenderung

antara kelompok etnis dan kelompok religius (conflicts will be between ethnic and religious

groups). Dalam ramalannya disebutkan juga bahwa negara berkembang kemungkinan sulit

memenangkan konflik ini. "In numerous incidents during the last two decades, the inability of

developed countries to protect their interests and even their citizens’ lives in the face of low-level

threats has been demonstrated time and time again". Prediksinya apabila dikaitkan dengan kondisi

Indonesia ternyata memang terbukti saat ini, dan konflik semacam ini lah yang oleh para penulis

Amerika dirumuskan sebagai perang hibrida.

Khusus mengenai kondisi di Indonesia dikaitkan dengan perdiksi Martin van Creveld ada

beberapa ancaman aktual terkait dengan perang hibrida ini yaitu masalah konflik horizontal antara

kelompok etnis dan kelompok religius, jaringan narkoba, kelompok insurjen dan terorisme.

Dengan demikian ancaman perang hibrida itu memang benar-benar ada sesuai yang dinyatakan

dalam amanat Panglima TNI, oleh karenanya TNI AD harus sedia payung sebelum hujan, jangan

sampai ketika perang itu terjadi, TNI AD tidak punya alat perang yang memadahi, artinya TNI AD

harus melakukan respon cepat dan beradaptasi dengan perang gaya baru ini. Oleh karenanya

alutsista yang sedang dibeli oleh TNI AD dan program yang sedang dikembangkan saat ini

hendaknya juga dalam konteks menghadapi perang hibrida tersebut. Apabila langkah TNI AD

tidak menyesuaikan dengan ancaman nyata tersebut maka kita akan terdadak dan apabila tidak

siap maka harus menerima konsekuensinya.

Pelajaran Apa yang Bisa Dipetik

Dengan menebarkan konsep perang hibrida ini maka sebenarnya negara Amerika secara tidak

langsung menyatakan bahwa itu adalah perang yang sulit dimenangkan karena semakin ditekan

maka kreativitas manusia yang menjadi musuhnya selalu dapat mengembangkan kemampuan daya

tahannya. Apabila sebelumnya satu negara yang mempunyai keunggulan kekuatan militer dan

ekonomi dengan mudah mengalahkan negara lain yang lebih kecil kemampuannya, namun saat ini

dapat dikatakan tidak berlaku lagi. Ada beberapa bukti sejarah bahwa negara yang relatif terbatas

kemampuannya dapat bertahan dan bahkan kemudian unggul ketika diserang oleh negara besar.

Sebagai contoh, Vietnam mampu bertahan terhadap serangan AS dan bahkan mengusir mereka

keluar dari negaranya. Demikian pula ketika bangsa Afghanistan bertahan dari gempuran Uni

Soviet.

Page 5: Menwa perang hybrida modern war

Dari contoh-contoh tersebut ternyata keunggulan dan kemenangan militer konvensional negara

besar tidak otomatis meniadakan kemampuan perlawanan negara kecil. Artinya, negara besar

sudah sangat menyadari bahwa ukuran sukses perang dewasa ini haruslah dapat mencapai

kemenangan damai. Artinya, suatu bangsa penyerang harus dapat menundukkan sepenuhnya

kehendak bangsa yang diserang sehingga terwujud kondisi damai agar pihak penyerang dapat

menguasai sepenuhnya negara yang diserang. Dengan demikian akan lebih efektif apabila negara

kecil tersebut dapat dibawa terlebih dahulu dalam cara berpikir dan persepsinya sesuai dengan

kepentingan negara besar tersebut. Oleh karenanya, maka yang pertama diberi perhatian serius

adalah pikiran dan persepsi masyarakat dalam bidang politik, ekonomi, sosial maupun

kebudayaan. Caranya adalah memanfaatkan semua channel/saluran/media massa di negara itu dan

memanfaatkannya untuk secara sistematis dan terus menerus mempengaruhi pikiran dan perasaan

masyarakat. Disamping itu, negara besar tersebut juga akan menginfiltrasi kelompok Lembaga

Swadaya (LSM) dan partai politik dengan memberikan bantuan dana atau dukungan. Bahkan yang

lebih canggih adalah menguasai tokoh-tokoh masyarakat, militer atau partai untuk berfikir yang

sama dengan kehendak negara besar itu, sehingga tujuan akhirnya adalah perubahan rezim atau

turunnya pihak yang sedang berkuasa. Jadi, penaklukan secara militer konvensional saja tidak

cukup, karena apabila setelah ditaklukkan dan muncullah gerilya yang militan maka akan gagal

lah negara itu menguasainya secara damai dan terpaksa akan masuk dan mengalami perang

hibrida yang lebih sulit.

Apabila Indonesia ingin dapat bertahan sebagai bangsa pejuang yang besar maka yang pertama

dibangun dalam menghadapi era perang hibrida ini adalah menguatkan jati diri bangsa Indonesia

agar tidak mudah terbawa oleh paham-paham yang tidak sesuai dengan filosofi yang ada dalam

Pancasila. Pancasila sudah terbukti sebagai benteng kekuatan untuk melindungi dari ancaman,

gangguan, tantangan serta hambatan dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Oleh karenanya maka TNI AD haruslah menjadi pengawal yang setia terhadap Pancasila untuk

menjamin tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Apa yang Harus Dilakukan TNI AD

Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah

darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Tugas pokok

tersebut dilakukan dengan melalui operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang.

(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia)

Untuk dapat melaksanakan tugas pokok tersebut TNI AD mengemban dua fungsi utama yaitu

fungsi Pertempuran dan fungsi Pembinaan Teritorial. Fungsi Pertempuran menyelenggarakan

pertempuran di darat, yang meliputi: manuver, intelijen, tembakan, dukungan, perlindungan, kodal

dan informasi dalam rangka pertahanan negara di darat. Sedangkan fungsi Pembinaan Teritorial

menyelenggarakan perencanaan, pengembangan, pengerahan, dan pengendalian potensi wilayah

pertahanan dengan segenap aspeknya untuk menjadi kekuatan sebagai ruang, alat dan kondisi

juang yang tangguh untuk kepentingan pertahanan negara di darat.

Page 6: Menwa perang hybrida modern war

Kombinasi dua fungsi utama ini sangat cocok untuk menghadapi perang hibrida. Kemampuan

tempur yang dikembangkan sesuai dengan ancaman yang timbul baik yang sifatnya konvensional

maupun inkonvensional, reguler maupun irreguler; sedangkan kemampuan pembinaan teritorial

akan sangat berguna untuk mengembangkan ketahanan wilayah agar memiliki daya tangkal yang

efektif, baik terhadap kemungkinan serangan militer terbuka maupun serangan Perang Informasi

yang tertutup. Untuk mewujudkan daya tangkal dan ketahanan dibidang militer konvensional saat

ini masih sulit karena TNI AD belum diberikan anggaran yang memadahi untuk membangun satu

kekuatan militer yang andal. Salah satu cara yang lebih realistis yang bisa dikembangkan adalah

daya tangkal di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

Walaupun untuk mewujudkan kemampuan militer secara konvensional masih sulit dan untuk

mengembangkan daya tangkal di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya masih

mengalami banyak hambatan, namun dalam rangka menghadapi perang hibrida tersebut maka ada

beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu:

a. Kemampuan Tempur. Kondisi di Indonesia yang terkait dengan ancaman hibrida yaitu masalah

konflik horizontal antara kelompok etnis dan kelompok religius, jaringan narkoba, kelompok

insurjen dan terorisme. Empat hal inilah yang merupakan ancaman serius bagi Indonesia.

Disamping itu ada masalah yang cukup serius dan akan menjadi ancaman yang harus dihadapi

yaitu kebiasaan warga negara Indonesia yang suka “sweeping” warga negara asing apabila terjadi

hubungan yang kurang harmonis antara Indonesia dan negara asing tersebut. Apabila dalam

sweeping tersebut terjadi korban, maka akan ada kemungkinan negara asing masuk untuk

melindungi warga negaranya dengan mengirimkan pasukan mereka, sehingga kemampuan tempur

pun harus disesuaikan dengan kemungkinan ini. Oleh karenanya latihan-latihan yang berkait

dengan penanggulangan konflik horizontal, jaringan narkoba, insurjen, dan terorisme selalu harus

dilakukan sebagai langkah antisipasi apabila kejadian ini benar terjadi. Pasukan inti TNI AD

seperti Kopassus dan Kostrad harus selalu memprogramkan dan melaksanakan latihan berkait

dengan hal-hal tersebut. TNI AD juga harus melaksanakan latihan dengan matra yang lain untuk

membiasakan diri melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi dengan pasukan sejenis yang

mempunyai kemampuan tempur yang setara.

b. Kemampuan Teritorial. Ketahanan wilayah merupakan satu prasyarat mutlak untuk menuju

pada ketahanan nasional, fungsi inilah yang seharusnya dilaksanakan oleh komando teritorial TNI

AD melalui program yang berkaitan dengan pembinaan ketahanan wilayah (bintahwil). Kegiatan

Pembinaan Ketahanan Wilayah pada dasarnya merupakan perwujudan dari Kesadaran Bela

Negara, dengan faktor yang paling dominan adalah seberapa besar tingkat kesadaran masyarakat

dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam perlawanan rakyat guna menangkal setiap

ancaman.

Sampai saat ini rasanya belum ada untuk pembinaan kemampuan teritorial dalam bentuk latihan

yang menajamkan kemampuan anggota TNI AD dalam bidang ini karena belum ada tolok ukur

seperti pada penajaman kemampuan tempur yang dapat dikuantifikasikan, seperti misalnya

dilakukan dengan pemberian brevet keahlian. Oleh karenanya perlu standarisasi kemampuan

Page 7: Menwa perang hybrida modern war

personel seperti yang dilakukan oleh tentara teritorial seperti yang dilakukan oleh Inggris,

Amerika dan beberapa negara lain yang memang terdiri dari ahli yang berkaitan dengan

antropologi, teknik sipil, pertanian, ahli bahasa dan bidang-bidang sejenis yang cocok untuk

penugasan dalam operasi teritorial.

Dalam konteks perang hibrida seperti disampaikan dalam amanat Panglima TNI yang

membedakan dengan perang konvensional adalah adanya pemanfaatan teknologi informasi untuk

cyber war, dengan demikian maka kemampuan menguasai teknologi ini juga menjadi faktor yang

penting. Apabila selama ini pembinaan teritorial diarahkan untuk pelatihan wanra yang sifatnya

fisik, maka perlu dipikirkan akan adanya pelatihan wanra dalam bidang cyber agar mampu

mengikuti perkembangan informasi di dunia maya khususnya yang berkaitan dengan media sosial

sekaligus dapat melaksanakan perlawanan rakyat di bidang perang informasi.

Dalam menghadapi ancaman perang hibrida ini, personel yang bekerja di bidang teritorial

konsekuensinya harus mempunyai kemampuan cukup baik dalam penguasaan bidang ideologi,

politik, ekonomi dan sosial budaya termasuk penguasaan teknologi informasi. Yang tidak kalah

pentingnya adalah personel tersebut harus mampu memberikan penjelasan mengenai teritorial ini

kepada masyarakat secara ilmiah agar semakin banyak orang yang meyakini bahwa dengan

teritorial ini bangsa Indonesia akan dapat mencapai kemajuan yang signifikan untuk mewujudkan

masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

c. Rumuskan Teritorial sebagai Ilmu. Pembinaan Teritorial yang selama ini diklaim sebagai roh

TNI AD haruslah diilmiahkan sehingga menjadi ilmu yang bisa dipelajari dan diterapkan untuk

membantu kesuksesan setiap operasi yang digelar oleh TNI AD baik di dalam maupun di luar

negeri. Sampai saat ini apabila ada pihak yang ingin mempelajari teritorial akan sulit mencari

dimana tempatnya. Hal ini disebabkan oleh kerancuan mengenai apa yang disebut sebagai

teritorial. Penulis mengusulkan untuk cenderung memandang teritorial ini sebagai salah satu staf

dalam militer dan dikembangkan mengikuti pola negara-negara lain namun dengan mengusung

nilai-nilai asli Indonesia. Apabila kita mengambil padanan dengan militer negara lain maka kita

dapat petakan sebagai berikut:

Staffing

Ketika berbicara Teritorial sebagai staf militer maka padanan yang ada adalah sebagai Civil Affair

atau Civil Military Cooperation (CIMIC) di negara-negara lain. Oleh karenanya, tidak ada

salahnya apabila kita meniru Korea yang mengusung konsep CIMIC namun dengan nilai-nilai

Korea yang mengemas konsep Saemaul Undong yang berisi tiga nilai utama yaitu: rajin

(dilligence), berdikari (self-help) dan gotong royong (cooperation)

(http://www.saemaul.or.kr/english/). Untuk mengilmiahkan Teritorial sebagai CIMIC yang

mengusung nilai-nilai asli Indonesia, maka yang pertama kali dirumuskan adalah nilai apa yang

akan dimasukkan (pilih dua atau tiga nilai saja, misalnya ramah, berdikari, gotong royong, ringan

tangan dan sebagainya). Setelah dipilih nilai luhurnya maka hal itu perlu dibakukan dan dibentuk

pusat-pusat pelatihan teritorial di seluruh Indonesia. Berikutnya adakan evaluasi ketika

dilaksanakan pada operasi di medan pertempuran yang berbeda-beda dan diadakan penyesuaian-

Page 8: Menwa perang hybrida modern war

penyesuaian, baru berikutnya dirumuskan konsep bakunya dengan berdasarkan pengalaman-

pengalaman operasi tersebut (lesson learned). Setelah konsep baku ini jadi maka dapat digunakan

sebagai pedoman bagi TNI AD untuk menjadikan teritorial sebagai roh dari TNI AD. Dengan

demikian apabila memang sudah terbukti bahwa teritorial ini memang menjadi roh TNI AD maka

siapapun dan dimanapun orang bertanya tentang teritorial rakyat pun akan mengetahui tentang hal

tersebut. Hal ini bisa dianalogikan dengan sistem Subak di Bali, dimanapun petani atau orang

ingin tahu tentang Subak maka ketika pergi ke Bali kemanapun perginya asal bertanya kepada

petani maka mereka akan bisa menjelaskannya karena Subak sudah menjadi bagian dari hidup

atau roh petani di Bali. Demikian pula, nantinya apabila orang bertanya tentang teritorial maka

setiap prajurit dan rakyat akan tahu karena hal itu sudah menjadi bagian dari kehidupan prajurit.

Dengan demikian maka dalam menghadapi ancaman perang hibrida ini, setiap prajurit akan siap

dan tahu karena teritorial ini sudah menjadi roh dari setiap prajurit.

d. Bangun Logistik Wilayah

Perang apapun bentuknya pasti memerlukan dukungan logistik. Dengan demikian apabila kita

menghadapi perang hibrida ini maka kita perlu secara terencana harus membangun logistik

wilayah. Sampai saat ini rasanya belum tersedia logistik wilayah yang tersusun dalam kesisteman

logistik untuk mendukung perang semesta, sesuai dengan potensi daerah. Rasanya yang dilakukan

oleh satuan teritorial adalah baru sekadar melaksanakan pendataan terhadap potensi wilayah.

Secara umum ada tiga elemen logistik yang penting yaitu materiil, fasilitas dan jasa. Saat ini

kegiatan penyiapan sarana depo logistik di daerah yang berjalan baru depo-depo logistik dari

Bulog (urusan beras) dan Pertamina (urusan bahan bakar minyak), inipun baru terbatas pada

daerah yang padat penduduknya. Depo atau pusat penimbunan logistik yang lain yang lebih

spesifik dalam rangka menghadapi perang hibrida pun sampai saat ini belum ada konsep yang

jelas. Oleh karenanya para ahli logistik TNI AD diharapkan segera menyusun konsep sistem

logistik wilayah untuk mendukung konsep hibrida ini.

Seperti disampaikan diatas bahwa walaupun dengan pembinaan teritorial aspek sosial budaya dan

aspek lain dalam masyarakat dapat dikuasai, namun kita juga tidak boleh melupakan faktor

teknologi untuk dapat membantu memenangkan perang hibrida ini. Salah satu teknologi yang saat

ini berperan penting adalah Teknologi Informasi khususnya untuk mendukung konsep perang

informasi dan perang cyber. Oleh karenanya penguasaan dan kepemilikan teknologi ini secara

aman dan secara mandiri merupakan satu hal yang penting untuk mendukung konsep perang

hibrida ini.

Peran TI sebagai sarana Pembinaan Teritorial dalam Perang Hibrida

Pandangan umum menyatakan bahwa militer profesional adalah militer yang berperang secara

konvensional, didukung oleh alutsista yang modern dengan daya tempur yang tinggi, bertempur

dalam jenis perang tertentu, dinilai sudah kurang relevan lagi. Hal ini disampaikan oleh mantan

Sekretaris Pertahanan Amerika Serikat Robert Gates “The old paradigm of looking at potential

conflicts as either regular or irregular war, conventional or unconventional, high-end or low is no

longer relevant." Saat ini mereka menghadapi perang hibrida yang untuk memenangkannya

Page 9: Menwa perang hybrida modern war

memerlukan militer dengan kemampuan yang sangat fleksibel untuk mengatasi berbagai spektrum

konflik. (Defense Information Technology Acquisition Summit, 12 November 2009)

Dalam perang hibrida, TI memainkan peran yang penting. Teknologi ini mampu memberikan

informasi kepada prajurit secara real time tentang ancaman yang mereka hadapi dan memberi

solusi bagi para prajurit tentang apa yang harus dilakukan. Bahkan saat ini mereka secara

individual juga dapat langsung mengakses informasi itu melalui perangkat genggam (handheld)

yang mereka bawa. Disamping keunggulannya, karena kemudahan pengoperasiannya dalam

mendukung proses pengambilan keputusan, Teknologi informasi juga dapat digunakan dalam

mendukung konsep penaklukan tanpa melaksanakan perang secara fisik yaitu menggunakan

konsep perang informasi melalui sarana media massa, mailing list, dan bahkan sekarang ini

menggunakan apa yang disebut sebagai media sosial (social media). Media sosial, seperti Twitter,

Facebook, BB Messenger dan sebagainya, merupakan satu sarana yang cukup ampuh dalam

rangka mendukung perang hibrida, bahkan dari pengalaman akhir-akhir ini di Timur Tengah

dengan Arab Spring nya yaitu media sosial mampu membuat revolusi di Tunisia, Mesir, Libya dan

sekitarnya. Gambar berikut ini menunjukkan bahwa media sosial mempunyai kecepatan yang

tinggi dalam menyampaikan informasi dengan sangat efektif.

Internet

Sesuai ilustrasi di atas maka masyarakat yang mengakses ke media sosial akan mengetahui

terlebih dahulu akan adanya satu kejadian sebelum media umum seperti radio, TV, internet umum,

koran menyebarkan berita tersebut. Dengan konsep ini maka untuk dapat mengetahui informasi

secara dini adalah mau tidak mau masuk kedalam media sosial. Hal ini pula yang menjadi alasan

mengapa Presiden SBY membuat akun di Twitter https://twitter.com/sbyudhoyono yang ternyata

baru beberapa hari dibuka langsung pengikutnya sudah mencapai jutaan dan ini merupakan media

sosial yang dimiliki pemimpin negara dengan pengikut tertinggi di Asia Tenggara. Inilah

pentingnya teknologi informasi dalam rangka mendukung konsep perang hibrida.

Khusus untuk pemanfaatan teknologi informasi di bidang teritorial dalam meningkatkan

ketahanan wilayah diperlukan satu langkah terobosan melalui pelaksanaan pembinaan ketahanan

wilayah (bintahwil). Bintahwil selama ini dilakukan dengan cara manual melalui tatap muka untuk

menyampaikan pesan kesadaran bela negara dengan tujuan akhir adalah perlawanan rakyat guna

menangkal setiap ancaman yang datang. Seiring dengan kemajuan teknologi maka penyampaian

pesan saat ini dapat dilakukan secara efektif melalui media sosial, internet dan media lokal

lainnya. Untuk dapat melakukan ini maka personel teritorial dituntut untuk paling tidak melek

komputer (computer literate), mempunyai kemampuan komunikasi yang baik dan mempunyai

kemampuan untuk menyampaikan pesan kepada komunitas disekitarnya melalui media digital

yang dianggap paling efektif di wilayah tersebut.

Untuk mencapai hal tersebut maka konsep rumah pintar yang selama ini dikembangkan oleh

pemerintah dapat diadopsi dalam rangka pembinaan ketahanan wilayah. Secara singkat sarana ini

terdiri dari satu rumah sederhana / gubug ditambah dengan fasilitas komputer dan akses internet.

Rumah sederhana ini idealnya dibangun di lokasi yang strategis dimana banyak orang dapat

Page 10: Menwa perang hybrida modern war

berkumpul. Ketika banyak orang berkumpul disatu tempat, maka hal itu dapat dimanfaatkan untuk

tempat menyebarkan informasi kepada masyarakat. Apabila komputer yang dilengkapi internet ini

sudah diprogram oleh pihak teritorial untuk memberikan informasi-informasi yang sangat berguna

bagi masyarakat maka masyarakat akan memperoleh manfaat yang sangat besar. Rumah sederhana

ini ketika sudah mampu menjadi tempat berkumpul dan bertukar berbagi informasi maka otomatis

sudah menjadi CIP (community intelligence point). Apabila sudah menjadi community

intelligence point maka sarana ini sudah menjadi sarana untuk melawan perang informasi.

Persoalan selanjutnya adalah bagaimana para babinsa atau aparat teritorial ini mampu

memanfaatkan teknologi ini dengan baik, karena hal ini menjadi prasyarat awal untuk

menjalankan konsep bintahwil melalui media digital.

Sarana berikutnya adalah satu perangkat lunak sederhana yang mengadopsi konsep “kentongan”. Kentongan sebagai sarana komunikasi pada masa lalu mempunyai efektifitas yang sangat tinggi.

Namun di jaman yang sudah digital ini, konsep tersebut perlu dikembangkan menjadi “kentongan

digital”. Konsep ini sebenarnya sudah dilakukan oleh POLRI dengan konsep Community Policing,

dengan membagikan perangkat handy talkie kepada pengurus RT/RW dan tokoh masyarakat,

namun kegiatan ini berbiaya mahal karena harga handy talkie cukup mahal dan pemeliharaannya

relatif lebih sulit. Namun apabila menggunakan konsep kentongan digital, biaya dan

pemeliharaannya relatif lebih mudah dan murah. Sarana ini terdiri dari perangkat sederhana

berupa komputer sederhana dan SMS gateway yang dipasang di komando teritorial seperti

Koramil, sedangkan fasilitas penerimanya menggunakan handphone yang saat ini harganya sudah

sangat terjangkau dan sudah hampir dimiliki oleh seluruh warga. (Berdasarkan data yang ada saat

ini sudah lebih dari 250 juta handphone beredar di Indonesia). Sarana ini, perangkat komputer dan

SMS gateway yang dilengkapi perangkat lunak yang dengan mudah dibuat dapat digunakan

sebagai sarana menyebarkan informasi kepada baik seluruh masyarakat, tokoh masyarakat

maupun daftar kontak yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Dengan sarana ini maka

Koramil dapat memberikan peringatan dini sebagai bagian dari konsep lapor cepat dan temu cepat

yang harus dilaksanakan oleh setiap aparat teritorial. Apabila sistem ini dihubungkan dengan

rumah pintar di atas maka akan menjadi sarana menyebarkan informasi yang baik tentang

teritorial dan hal-hal baik yang dilakukan oleh TNI AD dari sumber yang dapat dipercaya. Apalagi

saat ini Pemerintah melalui Kemkominfo sedang menggiatkan penyebaran PLIK (Pusat Layanan

Internet Kecamatan) atau Internet Service Center Kabupaten dan MPLIK (Mobil Pusat Layanan

Internet Kecamatan). Program ini merupakan kelanjutan dari program USO (Universal Service

Obligation) yang dilakukan oleh para penyedia jasa telekomunikasi Indonesia. Pihak teritorial

apabila jeli dan dapat memanfaatkan fasilitas ini maka akan menjadi sarana yang sangat hebat

dalam rangka membina ketahanan wilayah melalui program Bintahwil menggunakan sarana

digital.

Dari kombinasi rumah pintar dan kentongan digital ini yang apabila diintegrasikan dengan PLIK

serta media lokal yang ada maka akan menjadi sarana perang informasi yang sangat efektif dengan

biaya yang sangat murah, dengan catatan semua aparat teritorial sudah melek komputer sekalipun

dalam tingkatan yang paling rendah.

Sebagai langkah untuk mengantisipasi perang hibrida tersebut, Disinfolahtad juga sedang

Page 11: Menwa perang hybrida modern war

membangun infrastruktur mandiri sesuai dengan arahan pimpinan TNI AD dan menyiapkan

sumber daya manusia yang memahami cyber defence. Apabila konsep ini dapat terwujud maka

TNI AD akan memiliki infrastruktur mandiri walaupun baru terbatas di Jakarta dan Bandung.

Dengan konsep ini maka pengamanan informasi dan data akan lebih baik karena semua akan

berada dibawah kontrol Mabesad sehingga penyediaan layanan pun menjadi lebih baik.

Diharapkan beberapa kombinasi upaya yang dilakukan oleh pihak teritorial dan penmbangunan

infrastruktur ini akan dapat mendukung konsep perang hibrida.

Penutup

Perang hibrida merupakan perang campuran. Perang jenis ini tidak bisa dimenangkan dengan

hanya berfokus pada teknologi, namun juga dengan aspek sosial budaya dan aspek lain dalam

masyarakat. Oleh karenanya maka teritorial memegang peran penting terutama melalui program

ketahanan wilayah dapat dilakukan dengan melaksanakan bintahwil menggunakan konsep baru

dengan memanfaatkan teknologi informasi sebagai sarana penyebaran pengetahuan dan informasi

kepada seluruh lapisan masyarakat melalui konsep Community Intelligent Point. Konsep rumah

pintar yang dikombinasikan dengan kentongan digital dapat menjadi sarana peningkatan

ketahanan wilayah dalam rangka mendukung perang informasi sebagai antisipasi menangani

perang hibrida.

Untuk lebih meluaskan konsep pembinaan ketahanan wilayah maka disarankan Pusterad membuat

MoU dengan Kemkominfo untuk menempatkan PLIK / MPLIK pada tempat strategis sesuai hasil

pemetaan Babinsa agar tempat itu menjadi tempat berkumpul masyarakat dalam community

intelligent point. Saat ini Kemkominfo akan menggelar kurang lebih 5600 Pusat Layanan Internet

Kecamatan di seluruh Indonesia, yang sudah digelar baru sekitar 1800 buah sehingga masih tersisa

lebih dari 3000 yang belum terpasang. Apabila aparat teritorial mampu menempatkan sarana ini di

tempat yang tepat dan dapat menggabungkannya dengan konsep rumah pintar serta kentongan

digital maka dengan otomatis sudah melaksanakan kegiatan untuk memperkuat ketahanan wilayah

dalam rangka menghadapi perang informasi. Disarankan pula untuk Pusterad membuat konten

yang berisi pesan teritorial akan kesadaran bela negara atau bintahwil di website, teknisnya adalah

ketika pertama kali orang membuka website maka pesan teritorial itu yang akan selalu muncul

terlebih dahulu sehingga masyarakat yang mengakses web akan menerima pesan yang diinginkan

oleh pihak teritorial sehingga konsep bintahwil secara digital akan menjadi sangat efektif.

Semoga bermanfaat.