Upload
puguh-nugroho
View
551
Download
13
Tags:
Embed Size (px)
Citation preview
AmonRaINOVASI 1-747
PROGRAM STRATEGIS INOVASI INDONESIA
AmonRa
AmonRa
Komite Inovasi Nasional
Inovasi 1-747 •Program Strategis Inovasi Indonesia
Diproduksi
Tim Pengarah
Tim Penulis
Editor : Hidayat Yorianta Sasaerila, PhD, Vanny Narita, PhD
Desain Kreatif : AmonRa
Cetakan pertama: 2014
: Komite Inovasi Nasional
: Komite Inovasi Nasional
Tim Ahli Komite Inovasi Nasional (Hidayat Yorianta Sasaerila, PhD, Vanny Narita, PhD, Ahmad Husein Lubis, PhD, Ary Syahriar, PhD, DIC, Arief Iswariyadi, PhD)
:AmonRa
AmonRa
KOMITE INOVASI NASIONAL6
AmonRa
INOVASI 1-747 7
AmonRa
KOMITE INOVASI NASIONAL8
AmonRa
KATA PENGANTAR Indonesia harus berinovasi, jika ingin mencapai cita-cita luhur kemerdekaannya, menjadi negara berdaulat, makmur dan sejahtera. Di masa datang, upaya mencapai cita-cita ini akan dihalangi oleh berbagai persoalan serius, yang hanya dapat dipecahkan melalui inovasi: 1) Masalah jumlah penduduk yang terus meningkat, yang berimbas pada meningkatnya kebutuhan energi, pangan, papan, obat-obatan dan air bersih; 2) Masalah krisis lingkungan yang sudah secara langsung mempengaruhi laju pembangunan (banjir, kekeringan, wabah penyakit dan hama); 3) Masalah sumber daya alam Indonesia yang sudah semakin menipis; 4) Masalah globalisasi dan akan direalisasikannya Masyarakat Ekonomi Asean (Asean Economic Community) pada 2015, berpeluang menjadikan Indonesia sebagai pasar dan konsumen raksasa, jika tidak segera memperbaiki daya saing kita. Kesemua tantangan ini adalah ril dan memiliki dampak yang besar bagi masa depan Indonesia. Hal menarik yang perlu dicatat adalah: banyak badan-badan dunia terpercaya justru memprediksi masa depan Indonesia akan cemerlang, bahkan akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia. Sebagai contoh, Bank Dunia, juga Goldman Sach, keduanya meramalkan Indonesia akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia di abad ke-21. Dimasukkannya Indonesia, satu-satunya negara Asean, ke dalam kelompok negara-negara G-20, adalah salah satu peneguhan prediksi tersebut. Lalu, apakah ada yang salah pada kekuatiran tentang ancaman terhadap laju pembangunan sebagaimana disebutkan di atas? Atau, apakah kesalahan justru pada prediksi lembaga dunia tersebut tentang Indonesia? Jawabannya: Keduanya benar, tidak ada yang salah! Karena solusi terhadap faktor penghambat pembangunan ekonomi Indonesia, ternyata merupakan peluang dahsyat yang dapat membawa Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia; karena Indonesia memiliki apa yang disebut ‘potensi’ keunggulan komparatif (comparative advantage) yang dapat dikonversi menjadi solusi atas tantangan dan hambatan tersebut. Solusi terhadap masalah energi, misalnya, Indonesia memiliki ‘potensi’ keunggulan komparatif berbagai sumber energi terbarukan, seperti: angin, arus laut, panas bumi, tenaga surya, biomas, dan lain-lain. Untuk solusi atas masalah pangan, papan dan obat-obatan, Indonesia memiliki keragaman hayati dan hewani yang luar biasa, di mana dengan pemanfaatan bioteknologi dan bioengineering persoalan-persoalan di atas dapat ditanggulangi. Indonesia juga mempunyai pasar dalam negeri yang besar, yang mampu mendukung pembangunan industri dalam negeri. Namun, semua keunggulan komparatif ini akan hanya dan tetap menjadi ‘potensi’, jika Indonesia tidak mampu mengonversi melalui keunggulan kompetitif, untuk menjadi sumbangan nyata terhadap pembangunan. Untuk itu kita harus bekerja ekstra keras, ekstra giat dan ekstra cepat, karena perjalanan kita masih panjang. Tetapi, mari kita garis bawahi bersama, sekali kita menguasai sains, teknologi dan inovasi untuk pemberdayaan keunggulan komparatif kita, maka kita akan menjadi salah satu dari hanya sedikit negara di dunia yang memiliki keduanya, keunggulan komparatif sekaligus keunggulan kompetitif. Inilah dasar utama Indonesia diprediksi akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia di abad 21. Presiden Republik Indonesia, Dr. H. Bambang Susilo Yudhoyono, melihat dan memahami secara jelas, kedua hal di atas: tantangan sekaligus Peluang Masa Depan Indonesia. Sebagai respon, salah satu langkah yang diambil Presiden adalah membentuk Komite Inovasi Nasional (KIN) pada tanggal 15 Juni 2010. Komite Inovasi Nasional – sebuah badan independen yang terdiri dari 30 orang intelektual yang dipilih secara langsung oleh Presiden - diharapkan dapat memacu inovasi dengan: 1) memberikan rekomendasi tentang
INOVASI 1-747 9
AmonRa
kebijakan inovasi dengan prinsip “think out of the box, but within the system”; 2) memperkuat kerja sama intersektoral antara aktor-aktor inovasi; dan 3) memonitor implementasi kebijakan pemerintah tentang inovasi. Banyak yang telah dicapai Pemerintah sejak 2010. Berbagai kebijakan nasional untuk mendorong inovasi, termasuk yang diberikan oleh Komite ini, telah dilahirkan Pemerintah. Kondisi ekosistem inovasi Indonesia sejalan dengan kebijakan yang dikeluarkan, telah semakin membaik, walaupun masih membutuhkan perbaikan. Pencapaian yang membanggakan adalah meningkatnya peringkat Indonesia dalam Global Competitive Index dari posisi ke-50 di tahun 2012, menjadi ke 38 pada tahun 2013 menurut World Economic Forum (2014). Buku ini berisi rangkuman lengkap rekomendasi kebijakan sebagai buah pikiran dan gagasan para anggota KIN yang dihimpun dari tahun 2010 – 2014, dan sekaligus merupakan laporan kami kepada Presiden dan juga kepada seluruh rakyat Indonesia. Pesan utama buku ini adalah: strategi peningkatan daya saing bangsa melalui inovasi, dengan mengubah paradigma masyarakat Indonesia dari ekonomi berbasis sumber daya alam (natural resources-based economy) menjadi ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-based economy). Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada Presiden RI, Bapak Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, yang telah memberikan kepercayaannya kepada kami untuk memimpin lembaga yang sangat terhormat ini. Kami juga berterima kasih dan menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya, kepada semua anggota KIN, atas kerja sama dan sumbangan pemikiran, gagasan dan juga tenaga, yang sangat bermanfaat, tidak saja bagi Pemerintah, tetapi lebih dari itu, bagi seluruh rakyat Indonesia.Perjalanan pembangunan Inovasi Indonesia melalui perubahan paradigma menuju masyarakat berbasis pengetahuan masih sangat panjang, dan membutuhkan kerjasama antar semua aktor inovasi, lintas kementerian, bahkan lintas kabinet. Wakil Presiden RI, Prof. Budiono, dalam pidatonya pada Hari Kebangkitan Teknologi Nasional, tanggal 11 Agustus 2014 mengingatkan: ”Upaya mentransformasi masyarakat dari ekonomi berbasis sumber daya alam menjadi ekonomi berbasis pengetahuan adalah suatu perjalanan panjang. This is a long haul, yang tidak cukup untuk dilaksanakan oleh satu-dua kabinet. Oleh sebab itu visinya harus visi jangka panjang. Koordinasi bukan hanya antar kementerian dalam satu kabinet, tetapi koordinasi antara satu kabinet dengan kabinet yang lain. Inilah yang menyebabkan tidak mudah bagi kita untuk benar-benar melakukan transformasi dari ekonomi berbasis sumber daya alam ke ekonomi berbasis pengetahuan. Jalannya masih panjang, masih banyak yang perlu kita kerjakan, kerja keras dan kerja cerdas. Hard work, Smart work.” Ini juga yang menjadi harapan kami, bahwa buah pemikiran yang terhimpun di dalam buku ini dapat dimanfaatkan lintas kabinet. Hampir di setiap negara yang berhasil dalam bidang Iptek dan inovasi, seperti: Jepang, Korea Selatan, Denmark, Finlandia, bahkan Brazil, memiliki kesamaan yang fundamental, yakni: keteguhan tekad, komitmen dan dedikasi pemerintah dalam perjuangan membangun sektor sains, teknologi dan inovasi, terlepas dari perbedaan pandangan politik dan siapa yang menjadi pemimpin negaranya. Semoga buku ini dapat menjadi landasan fundamental bersama tempat para pemimpin negeri berpijak dalam menetapkan kebijakan inovasi untuk memajukan daya saing Indonesia. Akhirnya, dengan semangat Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia ke-69 mari kita wujudkan cita-cita mencapai Indonesia makmur, berdaulat dan sejahtera melalui Inovasi.
Jakarta, 17 Agustus 2014 Salam Inovasi, Prof. Dr. Ir. Zuhal, M.Sc. EE
KOMITE INOVASI NASIONAL10
AmonRa
INOVASI 1-747 11
AmonRa
RINGKASANEKSEKUTIF
KOMITE INOVASI NASIONAL12
AmonRa
RINGKASAN EKSEKUTIF
Buku Inovasi 1-747 : Program Strategis Inovasi Indonesia terdiri atas tiga bagian. Bagian Satu menyajikan informasi tentang visi, misi dan struktur organisasi Komite Inovasi Nasional (KIN), yang dibentuk Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2010. PERBAIKAN EKOSISTEM INOVASI PENTING UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING BANGSA DAN MENCAPAI VISI INDONESIA 2025
Bab Satu membahas tentang Inovasi, Daya Saing dan Visi Indonesia. Bab ini merupakan peninjauan kembali secara singkat, konsep inovasi dan ekonomi berbasis inovasi, dan kenapa inovasi sangat dibutuhkan bangsa ini. Upaya perbaikan ekosistem inovasi harus dilakukan untuk meningkatkan inovasi di Indonesia. Pentingnya eksistensi aktor-aktor pendukung ekosistem inovasi, perlunya membangun sinergi antar para aktor melalui triple helix dan quadruple helix model dalam ekosistem inovasi; dan pembangunan budaya inovasi yang berdampak signifikan terhadap inovasi juga dibahas, menuju pada mekanisme bekerjanya sebuah Sistem Inovasi Nasional (Sinas), untuk mencapai Visi Indonesia 2025 sebagai platform nasional.
INOVASI 1-747: STRATEGI KIN UNTUK PEMBANGUNAN INOVASI NASIONAL
Bab Dua mengulas Strategi Pembangunan Inovasi Indonesia, dengan inti bahasan rekomendasi KIN yang disebut inisiatif Inovasi 1-747. Satu: Satu persen dari PDB pertahun untuk R&D di tahun 2015; Tujuh: Tujuh langkah perbaikan ekosistem; Empat: Empat wahana percepatan pertumbuhan ekonomi (Industri Kebutuhan Dasar, Industri Kreatif, Industri Berbasis Daya Dukung Daerah, dan Industri Strategis); dan Tujuh yang kedua: Tujuh sasaran visi Indonesia 2025, menuju pengembangan Indonesia berkelanjutan. Bab ini juga membahas pentingnya inovasi masuk dan menjiwai program-program dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang dipandu Inovasi, mengikuti Road map KIN dan strategi pentahapan terintegrasi kebijakan tersebut untuk pembangunan bangsa. Bahasan mengenai Arah Utama Lima Area Inovasi, yang perlu mendapat fokus dan perhatian pemerintah, menjadi topik penutup Bab ini.
INOVASI 1-747 13
AmonRa
PENYIAPAN WAHANA UNTUK MEMPERCEPAT PERTUMBUHAN EKONOMI
Bab Tiga mendiskusikan tentang Wahana Percepatan Pertumbuhan Ekonomi, termasuk di dalamnya pembangunan klaster-klaster baik di pusat maupun di daerah, dengan penekanan keunggulan komparatif masing-masing daerah. Pembangunan wahana industri dan perbaikan SDM mutlak dibutuhkan negeri ini untuk dapat bersaing. Peningkatan investasi untuk meningkatkan aktifitas Inovasi juga didiskusikan. Kenyataan bahwa Inovasi dapat memanfaatkan existing knowledge and technology, dibahas di dalam Model Bisnis Inovasi, yang dapat diterapkan untuk secara langsung membantu memecahkan masalah-masalah sosial yang ada di masyarakat sekarang, seperti pelayanan kesehatan di daerah terpencil dengan memanfaatkan teknologi internet. Model bisnis inovasi melahirkan terobosan-terobosan penting seperti inovasi lompat katak, dan program inovasi untuk kaum miskin.
INOVASI UNTUK KEBUTUHAN DASAR PERLU KEBIJAKAN ‘TOP-DOWN’ PEMERINTAH
Bab Empat membahas tentang pengembangan program inovasi yang produknya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat, yakni: keamanan pangan, energi dan air ( Food, Energy and Water Security, FEWS). Inovasi untuk sektor ini, perlu mendapat perhatian khusus, tidak saja karena menyangkut kebutuhan dasar rakyat Indonesia, tetapi juga karena membutuhkan biaya tinggi, dengan pengembalian keuntungan yang kecil untuk jangka pendek. Hal ini menyebabkan tidak tertariknya pihak swasta untuk mengembangkannya. Pendekatan kebijakan yang lebih bersifat “top-down”, dengan sebagian besar riset didanai oleh Pemerintah, perlu diterapkan.
QUICK WINS: PROGRAM INOVASI NASIONAL JANGKA PENDEK
Dalam Bab Lima, KIN mengajukan beberapa program Quick Wins yang dipilih berdasarkan prioritas persoalan dalam masyarakat, dan juga dengan masa waktu tunggu antara riset, aplikasi dan hasil inovasi yang tidak terlalu lama, sehingga dapat segera dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Quick Wins juga didesain dalam bentuk model-model, yang apabila telah berhasil, model ini dapat diikuti ataupun dimodifikasi sesuai kebutuhan oleh daerah-daerah lainnya. Quick wins yang direkomendasikan adalah: Pembentukan Bandung Raya Innovation Valley, Kawasan Industri Berbasis Inovasi Gresik Utara, Konsorsium Nanoteknologi Nasional, Produksi Biofertilizer, Vaksin dan Obat Kuratif Penyakit Tropis, dan beberapa rekomendasi bidang Regulasi dan Insentif.
TEKNOLOGI HIJAU ADALAH TEKNOLOGI MASA DEPAN INDONESIA
Bab Enam adalah tentang ke mana pembangunan inovasi Indonesia hendaknya diarahkan di masa depan. Peluang-peluang besar yang dimiliki Indonesia harus didukung oleh Pemerintah: Mendorong inovasi yang difokuskan pada sektor teknologi hijau sebagai teknologi masa depan Indonesia. Pengembangan sektor ini bagi Indonesia adalah sangat menguntungkan, karena kita lebih kurang akan berdiri pada garis start yang sama dengan negara-negara maju, setidaknya dibandingkan dengan teknologi telekomunikasi, elektronik atau automotif, misalnya.
KOMITE INOVASI NASIONAL14
AmonRa
Epilog tentang Gelombang transformasi Kedua, merangkum tantangan, peluang, kekurangan, keunggulan dan kesiapan Indonesia menghadapi masa depan. Epilog ini sekali lagi menggaris bawahi perlunya upaya mengubah paradigma bangsa Indonesia, menuju ekonomi berbasis pengetahuan, yang pada titik ini sudah sangat mendesak, sehingga harus segera dilaksanakan, untuk mencapai ambisi pembangunan Indonesia – the need, the speed and the greed – menutup Bagian Kedua buku ini.
REKOMENDASI KEBIJAKAN DAN PROGRAM INOVASI NASIONAL, termasuk: GAGASAN AWAL PEMBENTUKAN DEWAN INOVASI NASIONAL
Bagian Tiga, bagian terakhir buku ini, berisi Rekomendasi Kebijakan dan Program Inovasi Nasional, hasil pemikiran KIN. Rekomendasi-rekomendasi dalam Bagian Tiga merupakan rangkuman rekomendasi kebijakan sebagai intisari buku ini, disajikan dalam tampilan yang berbeda, untuk lebih memperjelas maksud dan tujuan rekomendasi tersebut. Format rekomendasi pada bagian ini menampilkan tidak saja pernyataan rekomendasi yang diusulkan, tetapi juga: 1. MENGAPA kebijakan ini penting (WHY); 2. SIAPA yang hendaknya bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kebijakan ini (WHO); dan 3. BAGAIMANA kebijakan ini dilakukan (HOW).
INOVASI 1-747 15
AmonRa
KOMITE INOVASI NASIONAL16
AmonRa
INOVASI 1-747 17
AmonRa
KOMITE INOVASI NASIONAL18
AmonRa
INOVASI 1-747PROGRAM STRATEGIS INOVASI INDONESIA
DAFTAR ISI
BAGIAN SATU.....................................................................................................................................23
KOMITE INOVASI NASIONAL....................................................................................................................24
VISI, MISI, DAN FUNGSI.......................................................................................................................24
BAGIAN DUA......................................................................................................................................27
BAB I INOVASI, DAYA SAING, DAN VISI INDONESIA......................................................29
1. PENDAHULUAN...............................................................................................................30
2. INOVASI INDONESIA DAN PELUANG MASA DEPAN.....................................................31
3. EKONOMI INOVASI DAN EKOSISTEM INOVASI.............................................................34
A. Ekonomi Inovasi........................................................................................................34
• Ekonomi Indonesia, Sudahkah Berbasis Ilmu Pengetahuan?........................36
b. Pembangunan Berkesinambungan Melalui Inovasi..................................................36
c. Ekosistem Inovasi......................................................................................................37
4. TrIPlE HElIx DAN QUadrUPlE HElIx..........................................................................39
a. Triple Helix.................................................................................................................39
INOVASI 1-747 19
AmonRa
B. Mekanisme Kerja Triple Helix....................................................................................41
C. Budaya Inovasi: “Elemen Keempat” Triple Helix.......................................................41
• Nilai-nilai Budaya Amerika Serikat dan Inovasi.............................................43
d. Quadruple Helix.........................................................................................................44
E. Potret Budaya Inovasi Indonesia................................................................................44
F. Membangun Budaya Inovasi......................................................................................46
5. SISTEM INOVASI NASIONAL UNTUK TRANSFORMASI EKONOMI..............................47
A. Produktivitas Bangsa Menuju Keunggulan Kompetitif..............................................50
B. Visi Bangsa sebagai Platform Nasional......................................................................52
• Simulasi Visi indonesia-2025.........................................................................52
BAB II STRATEGI PEMBANGUNAN INOVASI INDONESIA...............................................59
1. MENINGKATKAN KEMAMPUAN INOVASI BANGSA......................................................60
A. Pendanaan sebagai Faktor Kritis..................................................................................61
B. Inisiatif Inovasi 1-747...................................................................................................65
i. Satu Persen PDB untuk r&d.................................................................................65
ii. Tujuh Langkah Perbaikan Ekosistem.....................................................................65
iii. Empat Wahana Percepatan Pertumbuhan Ekonomi............................................72
iv. Tujuh Sasaran Visi Indonesia 2025.......................................................................77
C. Inisiatif Inovasi 1-747 dan Konten Inovasi dalam MP3EI.............................................78
2. PERTUMBUHAN EKONOMI YANG DIPANDU INOVASI..................................................81
A. Strategi Pentahapan Terintegrasi................................................................................82
B. Arah Utama Lima Area Inovasi....................................................................................85
BAB III WAHANA PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMi..........................................89
1. KLASTER INOVASI: WAHANA PUSAT PERTUMBUHAN REGIONAL DAN NASIONAL...90
A. Penguatan Kapasitas Aktor Inovasi..............................................................................91
B. Wahana Industri dan Penguatan Talenta.....................................................................94
C. Memacu Inovasi Melalui Investasi...............................................................................96
2. MODEL BISNIS INOVASI INDONESIA...........................................................................100
A. Model Bisnis Inovasi..................................................................................................100
B. Model Bisnis Inovasi Indonesia.................................................................................108
3. INOVASI “LOMPATAN KATAK”.......................................................................................112
4. INOVASI UNTUK KAUM MISKIN ..................................................................................114
KOMITE INOVASI NASIONAL20
AmonRa
Bab IV INOVASI KEBUTUHAN DASAR......................................................................................119
1. PANGAN..........................................................................................................................121
A. Bioteknologi: Pilar Ketahanan Pangan......................................................................121
B. Pertanian Berbasis Biotek: Harapan Bagi si Miskin...................................................122
C. Kekuatan Rekayasa Molekuler...................................................................................123
2. ENERGI............................................................................................................................123
A. Lebih “HIJAU” di Masa Depan...................................................................................123
B. Isu Minyak versus Pertumbuhan...............................................................................124
• Akhir Era Minyak Indonesia.........................................................................125
C. Bergeser ke Energy Mix.............................................................................................125
3. AIR...................................................................................................................................127
A. Kerawanan yang Kerap Diabaikan.............................................................................127
• Teknologi Pengolahan Air dan Gerakan Sosial untuk Ketersediaan Air Bersih yang Berkesinambungan.............................................................................127
B. Nexus Air, Pangan, dan Energi...................................................................................128
4. KESEHATAN......................................................................................................................129
A. Pengobatan Cerdas dan Aneka Obat.........................................................................129
• Kedokteran Usia Panjang.............................................................................129
B. Sel Punca...................................................................................................................130
C. Membuka Peluang lewat hEPO & Anti Flu Burung....................................................132
D. Inovasi Vaksin Rotavirus............................................................................................133
5. RISET STRATEGIS BENUA MARITIM INDONESIA........................................................136
A. Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan........................................................................136
i. Sektor Pangan..................................................................................................136
ii. Sektor Energi....................................................................................................138
iii. Sektor Kesehatan.............................................................................................139
B. Ekonomi Berbasis Benua Maritim.........................................................................140
BAB V PROGRAM Quick-Win...............................................................................................143
1. PEMBENTUKAN BANDUNG RAYA INNOVATION VALLEY (BRIV)................................144
2. PEMBENTUKAN KAWASAN INDUSTRI BERBASIS INOVASI GRESIK UTARA..............148
3. INOVASI BIOFErTIlIzER UNTUK PERTANIAN.............................................................150
4. INOVASI VAKSIN DAN OBAT KURATIF UNTUK PENYAKIT TROPIS.............................152
INOVASI 1-747 21
AmonRa
5. PEMBENTUKAN KONSORSIUM NANOTEKNOLOGI NASIONAL.................................156
6. TIGA REKOMENDASI BIDANG REGULASI & INSENTIF................................................156
BAB VI MASA DEPAN INOVASI INDONESIA.......................................................................163
(memburupertumbuhanberkelanjutan)............................................................164
1. ERA EKONOMI HIJAU DAN TEKNOLOGI BERSIH.........................................................166
• Global Warming..........................................................................................167
A. Revolusi Teknologi Bersih dan Posisi Indonesia......................................................168
• Efisiensi Energi............................................................................................170
B. Dari Teknologi disruptive untuk Teknologi “Bersih”: Bagaimana Peluang Indonesia?...............................................................................................................170
C. Ekonomi Hijau Ala Indonesia..................................................................................172
i. Keunggulan Komparatif Benua Maritim...........................................................172
ii. Keunggulan Kompetitif.....................................................................................173
iii. Keunggulan Lingkungan...................................................................................173
iv. Keunggulan Budaya..........................................................................................173
2. FOKUS TEKNOLOGI BERSIH: KONVERGENSI BIOTEKNOLOGI DAN TEKNOLOGI INFORMASI....................................................................................................................174
3. TANTANGAN INDONESIA DAN dUal EcONOMIc ScHEME.......................................176
4. MEdIacY dIPlOMacY: KERJA SAMA SALING MENGUNTUNGKAN (WIN-WIN).......178
EPILOG: GELOMBANG TRANSfORMASI KEDUA............................................................................179
BAGIAN TIGA...................................................................................................................................183
REKOMENDASI KEBIJAKAN DAN PROGRAM INOVASI NASIONAL...........................................184
LAMPIRAN..........................................................................................................................................203
Anggota KIN.....................................................................................................................................204
BAHAN BACAAN...........................................................................................................................................209
INDEKS.........................................................................................................................................................212
KOMITE INOVASI NASIONAL22
AmonRa
INOVASI 1-747 23
AmonRa
BAGIAN SATU: KOMITE INOVASI
NASIONAL
KOMITE INOVASI NASIONAL24
AmonRa
BAGIAN SATU: KOMITE INOVASI NASIONAL
KIN didirikan pada tahun 2010 dengan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2010, yang ditanda-tangani pada tanggal 20 Mei, 2010 berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:
a. Bahwa kebijakan inovasi nasional di Indonesia perlu dilaksanakan secara ter-encana, terpadu, terintegrasi, dan terkoordinasi dalam satu kesatuan Sistem Inovasi Nasional guna meningkatkan produktivitas nasional dan mempercepat pertumbuhan ekonomi bangsa.
b. Bahwa dalam rangka implementasi pelaksanaan sistem inovasi nasional secara efektif dan effisien, perlu dilakukan melalui institusi yang efektif dan berhasil-guna baik dari sisi legalitas dan otoritas.
KIN periode 2010-2014 dipimpin oleh mantan Menteri Riset dan Teknologi Republik Indonesia, Prof. Dr. Zuhal. Anggota KIN adalah tokoh yang berasal dari berbagai institusi riset akademia, bisnis, pemerintah, dan masyarakat.
VISI
Meningkatkan produktivitas Indonesia melalui inovasi.
MISI
1. Meningkatkan jumlah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dari penelitian dan in-dustri yang langsung berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi.
2. Meningkatkan jumlah produk-produk unggulan dan nilai tambah industri dari berbagai daerah.
3. Meningkatkan infrastruktur Sains dan Teknologi berstandar internasional.
4. Mencapai swasembada pangan, obat-obatan, energi dan air bersih yang ber-kesinambungan.
5. Mencapai swasembada produk dan sistem industri pertahanan, transportasi, dan teknologi informasi dan komunikasi.
6. Meningkatkan ekspor produk industri kreatif menjadi dua kali lipat.
7. Mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, kemakmuran yang merata, dan memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
FUNGSI
A. Membantu Presiden dalam rangka memperkuat sistem inovasi nasional dan mengembangkan budaya inovasi nasional.
INOVASI 1-747 25
AmonRa
B. Memberi masukan dan pertimbangan mengenai prioritas program dan ren-cana aksi, termasuk alokasi pembiayaan dan fasilitas untuk penguatan sistem inovasi nasional yang menghasilkan produk-produk inovatif.
C. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan dan program penguatan sistem inovasi nasional.
ORGANISASI
Para anggota KIN dibagi dalam 5 kelompok yaitu:
Kelompok I - Program Inovasi Pemerintah
Kelompok 2 - Inovasi Bisnis dan Industri
Kelompok 3 - Klaster Inovasi
Kelompok 4 - Kebijakan Insentif dan Regulasi bagi Inovasi
Kelompok 5 - Inovasi Ekonomi, Sosial, dan Budaya
KetuaWakil Ketua
Sekretaris
Kelompok IProgramInovasi
Pemerintah
Kelompok 2InovasiBisnis
dan Industri
Kelompok 3KlasterInovasi
Kelompok 5Inovasi Ekonomi,
Sosial,dan Budaya
Kelompok 4KebijakanInsentif
dan Regulasibagi Inovasi
Gambar 1. Struktur Organisasi KIN
KOMITE INOVASI NASIONAL26
AmonRa
INOVASI 1-747 27
AmonRa
BAGIAN DUA:
KOMITE INOVASI NASIONAL28
AmonRa
INOVASI 1-747 29
AmonRaBAB I.
INOVASI, DAYA SAING, DAN VISI
INDONESIA
KOMITE INOVASI NASIONAL30
AmonRa
INOVASI, DAYA SAING, DAN VISI INDONESIA
1. PENDAHULUAN
Globalisasi telah mengubah konstalasi geopolitik dan ekonomi dunia, mendorong munculnya kekuatan-kekuatan ekonomi baru, memimpin pertumbuhan ekonomi global. Semakin bertambah jumlah negara-negara Asia, selain Jepang, seperti Korea Selatan, Singapura, Taiwan, Tiongkok dan bahkan India, yang muncul sebagai kekuatan baru di pentas ekonomi dunia menggeser Amerika Serikat dan Eropa. Negara-negara ini telah memasuki tahapan innovation-driven economy melalui berbagai produk dan jasa mereka yang menembus pasar internasional. Pergeseran epicentrum ekonomi ini semakin jelas terlihat dengan terjadinya krisis finansial global 2008, yang sangat kuat menghantam negara-negara barat, dengan dampak yang hingga saat masih dirasakan, dan bahkan beberapa negara Eropa masih terlilit dalam krisis ini. Indonesia – satu-satunya negara Asean yang terpilih sebagai anggota G-20, serta anggota MIST (Mexico, Indonesia, South Korea, and Turky) poros ekonomi dunia baru – berpotensi besar menjadi salah satu raksasa ekonomi, apabila, Indonesia mampu memanfaatkan potensi yang dimiliki, untuk meningkatkan daya saingnya melalui inovasi. Ini adalah tantangan, sekaligus peluang emas bagi Indonesia. Saat ini ekonomi Indonesia masih sangat bergantung pada pemanfaatan sumber daya alam dan bukan sumber daya manusia. Hal ini berdampak pada rendahnya daya saing Indonesia, bahkan dibanding negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, apalagi Singapura. Presiden Republik Indonesia, Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, merespons tantangan dan peluang emas ini, salah satunya, dengan membentuk Komite Inovasi Nasional (KIN) pada tanggal 15 Juni 2010. KIN – yang merupakan sebuah badan independen, terdiri atas 30 tokoh masyarakat yang secara langsung ditunjuk oleh Presiden – diberi tugas utama untuk mendorong aktivitas inovasi di Indonesia, antara lain dengan: 1) Memberikan rekomendasi yang bersifat “out of the box but within the system” tentang kebijakan inovasi; 2) Mengembangkan dan mendorong kolaborasi antara para aktor inovasi lintas sektoral; dan 3) Memonitor pelaksanaan kebijakan-kebijakan dalam bidang inovasi. Buku ini membahas pandangan optimisme rasional KIN, akan potensi dan kemampuan Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia, melalui perubahan paradigma pembangunan nasional, dari pola pikir ekonomi berbasis eksploitasi sumber daya alam (SDA), menjadi pola pikir ekonomi berbasis inovasi: yaitu dengan mengintegrasikan faktor sains, teknologi dan inovasi (STI) ke dalam perencanaan pembangunan nasional. Optimisme rasional ini dibarengi dengan pelbagai persyaratan mengenai hal-hal yang harus dibenahi, untuk bisa memanfaatkan seluruh potensi bangsa ini agar tujuan peningkatan daya inovasi dapat dicapai. Buku ini ditutup dengan ulasan tentang masa depan inovasi Indonesia, dan beberapa pemikiran KIN yang ditampilkan dalam bentuk rekomendasi untuk meningkatkan daya saing Indonesia melalui inovasi.
INOVASI 1-747 31
AmonRa
2. INOVASI INDONESIA DAN PELUANG MASA DEPAN
Berpopulasi 237 juta jiwa, atau keempat terbesar di dunia, Indonesia adalah pangsa pasar yang terbuka luas bagi produk-produk teknologi negara lain. Indonesia bahkan diberi julukan ‘’BlackBerry Nation’’ oleh sejumlah media asing, merujuk pada larisnya produk Kanada ini di Indonesia (US$ 3464 perkapita, atau rangking 109 dunia). Demikian pula halnya dengan produk-produk otomotif, pasar Indonesia termasuk yang menjadi target utama para importir. Melihat potensi SDA dan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang begitu kaya, sudah selayaknya bangsa ini mengubah posisi dari negara pengguna menjadi negara penghasil. Untuk itu perlu disiapkan suatu strategi untuk pembangunan inovasi nasional, agar Indonesia dapat menjadi sumber produk inovasi baru yang mampu menyaingi Korea Selatan, Singapura, atau Taiwan. Tentu ada faktor-faktor penyebab, kenapa Indonesia saat ini bukan sebuah negara produsen teknologi. Salah satu faktor tersebut adalah rendahnya minat kaum muda pada pendidikan sains dan rekayasa – cabang ilmu wajib untuk berinovasi. Daya saing Indonesia hanya didukung lulusan sarjana teknik 11,5 persen dan sarjana sains 3,6 persen, menunjukkan karakteristik generasi muda konsumtif yang kurang bergairah untuk berproduksi (Gambar 2). Ungkapan: “Kalau bisa beli kenapa harus bikin sendiri” menunjukkan bagaimana bangsa Indonesia lebih suka menjadi konsumen daripada produsen. Namun demikian, hal ini tentunya tidak berarti bahwa tidak ada peluang bagi Indonesia untuk bangkit. Bung Karno pernah mengatakan: “Beri aku sepuluh pemuda, maka aku akan guncang dunia”. Kita, setidaknya, bisa melihat peluang itu ada di pundak kaum muda. Berbagai prestasi kelas dunia yang pernah diraih para pelajar Indonesia, menjadi indikasi kuat bahwa negeri ini memiliki sumber daya manusia yang cerdas. Pada tahun 2005 di Singapura, Indonesia menjadi juara umum Olimpiade Fisika Internasional. Pada kompetisi Information Technology (IT) ‘Image Cup 2010’ di Polandia, yang diikuti 124 negara, Indonesia memenangkan dua predikat: juara kedua kategori Windows Phone 7 rockstar award, dan juara ketiga kategori Interoperability award (Kompas 11 Juli 2011). Indonesia juga patut bangga dengan kemunculan ‘Bimasakti’, mobil Formula Satu karya mahasiswa Universitas Gajah Mada. Keseluruhan prestasi dan predikat ini sedikit banyak menyumbang pada indikator inovasi Indonesia, yang berada pada tingkat ke-36 dari 139 negara menurut World Economic Forum (WEF). Terkait peringkat daya saing, pada tahun 2010 posisi Indonesia secara keseluruhan berada di peringkat 44, meningkat cukup signifikan dari peringkat ke-54 pada 2009. Respon positif juga dideteksi oleh kalangan internasional, dimana banyak pihak yang yakin akan cerahnya masa depan ekonomi Indonesia. Goldman Sach (2005), salah satunya, menyebut Indonesia sebagai calon The Next Eleven (N-11), kelompok emerging economies yang pada abad 21 akan menjadi penyeimbang peran negara-negara Group of Eight (G-8). Dalam laporan tahun 2011, Bank Dunia bahkan secara spesifik menyebut enam negara—Tiongkok, Brazil, India, Korea Selatan, Rusia dan Indonesia—sebagai kandidat kekuatan ekonomi terbesar tahun 2025. Di tahun 2013, pada saat perekonomian dunia mengalami perlambatan pertumbuhan, ada hal yang menggembirakan bagi kita: “Global competitiveness Indexs” Indonesia menurut kriteria WEF justru meningkat dari peringkat 50 (2012) ke peringkat 38 (2013) (Gambar 3). Peningkatan ini disertai dengan peningkatan 6 pilar inovasi, dengan perbaikan paling menonjol pada pilar “Capacity for Innovation”, yang berada pada peringkat ke-24 (2013) dari 144 negara (Gambar 4).
KOMITE INOVASI NASIONAL32
AmonRa
Sarjanadan
Daya Saing
Amerika SerikatJepangTaiwanKorea SelatanMalaysiaChinaIndonesia
12.530.0005.423.0001.174.0002.097.000
5.679.0001.250.000
595.0001.045.000266.000565.000
2.196.000137.500
5%19%23%27%20%39%11%
7101319252950
JumlahSarjana
SarjanaTeknik
LulusanSarjanaTeknik
PeringkatDaya Saing
(2012-2013)
Kementerian Pendidikan Nasional menargetkan 15 persen jumlah lulusan
sarjana teknik pada tahun 2015. Strategi pencapaiannya adalah ekspansi
kapasitas, pengalihan status perguruan tinggi swasta menjadi negeri, dan pendirian perguruan tinggi baru.
Gambar 2. Sarjana dan Daya Saing.
Daya saing Indonesia hanya didukung lulusan sarjana
teknik 11,5 persen (dan sarjana sains 3,6 persen), menunjukkan rendahnya
minat kaum muda pada pendidikan sains dan
rekayasa – cabang ilmu wajib untuk berinovasi. Sumber:
Modifikasi dari “Leisure Class”, VC. Confidential (www.
vcconfidential.com), quoting analyst Mark Mare Faber,
April 2006; dan pernyataan Mendiknas pada peresmian
Politeknik Negeri Balikpapan, 6 Januari 2012, www.newsbalikpapan.com
INOVASI 1-747 33
AmonRa
Gambar 3. Perbaikan Peringkat Global competitive index Indonesia.Pada saat perekonomian dunia mengalami perlambatan pertumbuhan, peringkat “Global competitiveness Indexs” Indonesia justru meningkat dari peringkat 50 (2012) ke peringkat 38 (2013) (Gambar 3). Sumber: The Global competitiveness report 2012-2013 dan 2013-2014, World Economic Forum
Gambar 4. Perbaikan Peringkat Pilar inovasi. Peningkatan daya saing Indonesia ini disertai dengan peningkatan 6 pilar inovasi, dengan perbaikan paling menonjol pada pilar “capacity for Innovation”, yang berada pada peringkat ke-24 (2013) dari 144 negara. Penurunan peringkat pilar “patents application” ke-103 (2013) menunjukkan rendahnya produktivitas industri manufaktur nasional dalam menghasilkan produk-produk berbasis sains dan teknologi. Sumber: The Global competitiveness report 2012-2013 dan 2013-2014, World Economic Forum
Perbaikan Peringkat Pilar Inovasi
No
1234
2012-2013
50585840
2013-2014
38455233
Global Competitiveness IndexBasic RequirementsEfficiency EnhancersInnovation and Sophistication Factors
No12
34
5
6
7
2012-2013
3056
2540
29
51
101
2013-2014
2446
2330
25
40
101
Capacity for InnovationQuality of ScientificResearch InstitutionsCompany spending on R&DUniversity-industrycollaboration in R&DGovernment procurement ofadvanced tech productsAvailability of scientistand engineersPCT patents, applications/million pop
Perbaikan Peringkat Global Competitive Indexs Indonesia
KOMITE INOVASI NASIONAL34
AmonRa
Satu-satunya pilar inovasi Indonesia yang menurun adalah “patents application”, berada pada peringkat ke-103 (2013), yang berarti masih rendahnya produktivitas industri manufaktur nasional dalam menghasilkan produk-produk berbasis sains dan teknologi. Namun setidaknya, hasil survei WEF ini menunjukkan kemampuan Indonesia dalam berinovasi, dan dengan didukung SDA dan SDM yang ada, Indonesia sangat berpeluang menjadi negara maju. Tidak berlebihan jika Pemerintah menetapkan ‘’Visi Indonesia 2025’’ dan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (MP3EI), yang menargetkan Indonesia menjadi negara maju (advanced economy) pada 2025, masuk ke dalam 12 besar kekuatan ekonomi dunia, dengan pencapaian PDB total 3,760 triliun hingga 4,470 triliun dolar AS, dan perolehan PDB per kapita sebesar 16 ribu dolar AS. Optimisme ini adalah momentum yang baik sebagai pangkal tolak memperbaiki ekosistem inovasi Indonesia, menyambut era gelombang ekonomi inovasi.
3. EKONOMI INOVASI DAN EKOSISTEM INOVASI
A. Ekonomi Inovasi
Dalam model Ekonomi Neoklasik, distribusi pendapatan (income) dilakukan melalui interaksi dinamis antara supply dan demand, yang difasilitasi lewat ‘’maksimalisasi kepuasan’’ (maximization of utility). Konsumsi—sebuah cara mencapai kepuasan maksimum individu karenanya dianggap sebagai ‘engine’ penggerak pertumbuhan dalam model ini. Sedikit berbeda dengan paham ini, model Ekonomi Inovasi (Gambar 5) berargumen bahwa bukan hanya konsumsi, tetapi investasi inovasi yang akan lebih menjamin pertumbuhan berkesinambungan. Selanjutnya, karena akumulasi ini mesti terus tumbuh, stok kapital harus dijaga agar tidak menurun, sehingga diperlukan knowledge atau temuan-temuan baru yang dilakukan lewat investasi pada kegiatan penelitian dan pengembangan (Litbang). Negara-negara maju menyadari ketidakandalan konsumsi sebagai basis pertumbuhan. Merespon krisis finansial yang dialami AS, Presiden Barrack Obama di hadapan National academy of Sciences pada April 2009, mengharapkan adanya gerakan nasional yang dapat menginspirasi generasi muda ‘to be makers, not just consumers of things’. Ketika AS semakin menekankan pentingnya inovasi, dan banyak negara Asia juga semakin bergiat mempersiapkan sektor sains, teknologi dan infrastruktur untuk menyongsong era Ekonomi inovasi, Indonesia sepertinya tidak bergeming, dan tetap memfokuskan pada pembangunan mall-mall megah yang konsumtif. Penelaahan lebih mendalam alasan pengadopsian ekonomi inovasi oleh semua negara maju, dan banyak negara-negara Asia, ternyata tidak semata-mata demi untuk mempertahankan keunggulan ekonomi suatu negara, tapi jauh lebih fundamental dari hal ini, terciptanya pembangunan yang berkesinambungan melalui inovasi, bukan saja bagi negara tertentu tetapi bagi planet bumi.
INOVASI 1-747 35
AmonRa
Gambar 5. Proses Pertumbuhan Melalui Inovasi. Model ekonomi inovasi menunjukkan bahwa investasi inovasi akan lebih menjamin pertumbuhan berkesinambungan. Sumber: Gelombang Ekonomi Inovasi (Zuhal, 2013)
Proses Pertumbuhan Melalui Inovasi
Pertumbuhan
Konsumsi
PenawaranSupply
PermintaanDemand
Pertumbuhan
KonsumsiInovasi
PenawaranSupply
PermintaanDemand
Pertumbuhan
KonsumsiInovasi
“Produksi!”
PenawaranSupply
PermintaanDemand
KOMITE INOVASI NASIONAL36
AmonRa
Ekonomi Indonesia, Sudahkah Berbasis Ilmu Pengetahuan?
Di awal tahun 2011, Senior Vice President Bank Dunia, Mr Justine Yifu Lin, yang berkewarganegaraan Tiongkok, berkunjung ke Indonesia dan menyempatkan diri bertemu dengan ketua KIN dan timnya. Diskusi membahas topik Indonesia dua dekade silam, saat mana Bank Dunia menganggap Indonesia sebagai salah satu Macan Asia: kelompok negara-negara dengan pertumbuhan industri yang sangat tinggi, the miracle. ‘’Ketika pada 1990-an saya berkunjung ke Indonesia sebagai akademisi dari Universitas Beijing, ingin sekali saya melihat perekonomian Tiongkok berkembang dengan dukungan Iptek seperti Indonesia pada waktu itu,’’ ujarnya. Namun Mr Yifu Lin, juga kita, menyaksikan bagaimana krisis moneter 1997 menghancurkan pembangunan ekonomi Indonesia sampai pada titik terendah. Perekonomian berbasis industri Indonesia yang siap take-off, hancur dan kembali ke titik awal dimana pembangunan perekonomian Indonesia kembali berbasis sumberdaya alam. Sebagian besar ekspor Indonesia kembali pada komoditas bahan mentah pertanian, mineral atau energi. Saat ini hampir semua negara Asia telah keluar dari krisis yang terjadi, namun Indonesia masih bergelut dengan industri primitif yang mengeksploitasi sumber daya alam dan merusak lingkungan. Indonesia belum mengembangkan industri dengan nilai tambah yang tinggi seperti pada dua atau tiga dasawarsa lalu, melalui keunggulan industri-industri strategisnya, suatu masa yang pernah mengundang kekaguman Mr Yifu Lin.
B. Pembangunan Berkesinambungan Melalui Inovasi
Pertumbuhan tanpa henti (relentless growth) atas nama angka Produk Domestik Bruto (PDB) dan perilaku konsumtif yang berlebihan telah menjadi bumerang bagi penduduk planet bumi. Ketidakseimbangan ekologi secara global terjadi sebagai dampak eksploitasi alam yang terlalu agresif oleh mesin industrialisasi, dan menjadi ancaman bagi masa depan peradaban baru yang sedang dibangun manusia kini. Data menunjukkan, secara global SDA dieksploitasi 1,6 kali lipat melebihi kemampuan alam untuk melakukan pembaharuan secara alami. Pertanyaannya adalah, haruskah laju pertumbuhan global diperlambat secara drastis ketika, misalnya, negara-negara berkembang tetap harus meningkatkan PDB-nya guna memenuhi kebutuhan dasar, sementara negara-negara maju mesti mempertahankan tingkat kesejahteraannya? Pada titik inilah ekonomi hijau (green economy) menjadi pilihan, jika bukan satu-satunya cara, agar pertumbuhan global bisa tetap berlangsung secara berkelanjutan (suistainable growth). Inovasi dalam hal ini adalah elemen kunci bagi green economy. Konsep green economy, secara sederhana, bertumpu pada tiga poin aksi, yakni: menghemat SDA, melindungi lingkungan, dan meningkatkan efisiensi penggunaan SDA. Inovasi bisa mengisi kebutuhan dengan menyediakan SDA yang ramah lingkungan. Dalam pertumbuhan-berbasis-inovasi, produktivitas akan didorong melalui penciptaan pengetahuan (knowledge), disusul oleh aplikasi dan difusi knowledge tersebut, melalui eksploitasi tunggal SDA. Sehingga, pemanfaatan knowledge, baik dalam menyediakan bahan baku komplementer maupun bahan baku utama dari pertumbuhan, akan secara otomatis mengurangi permintaan akan SDA konvensional. Dengan demikian, inovasi dalam kadar
INOVASI 1-747 37
AmonRa
tertentu dapat menekan hubungan ketergantungan antara pertumbuhan sebuah negara dengan kebutuhan SDA, sebagaimana terjadi di negara-negara ber-PDB tinggi tetapi miskin SDA, seperti Swedia dan Singapura impian ke depan, jika seluruh negara beralih ke pertumbuhan berbasis inovasi, pertumbuhan berbasis eksploitasi knowledge, maka akan tercipta masa depan baru, yakni: pertumbuhan ekonomi tanpa ketidakseimbangan ekologi— the green future. Namun, menanamkan mindset inovasi ke dalam pola pembangunan dan sistem produksi yang telah ada, bukan hal yang mudah, dan memerlukan political will yang kuat dari Pemerintah, terutama pada tahap awal. Demikian pula adanya SDM cerdas dalam jumlah besar sebagaimana diperlihatkan dengan prestasi anak-anak bangsa di dunia internasional belum cukup untuk menggerakkan ekonomi inovasi suatu bangsa. Ekonomi berlandaskan inovasi hanya dapat berjalan dengan baik bila unsur-unsur di atas dilengkapi dengan ’kendaraan’’ dan ‘’lingkungan’’ pendukungnya atau yang disebut Ekosistem Inovasi.
C. Ekosistem Inovasi
Malaysia, Korea Selatan, Tiongkok, India dan sejumlah negara Asia lainnya, mulai mengalami perkembangan ekonomi yang cepat melalui konsep Ekonomi Inovasi mengikuti langkah negara-negara Dunia Pertama. Ini adalah hasil dari keputusan tepat—dan keputusan yang berani—dalam menyikapi krisis ekonomi global dan ancaman latennya. Banyak negara Asia memanfaatkan situasi ini sebagai momentum untuk menata diri secara radikal melalui perbaikan ekosistem inovasi (Gambar 6), misalnya: meningkatkan dana Litbang secara signifikan, medidik SDM di pusat-pusat keunggulan inovasi, pembangunan klaster-klaster Litbang, sistem pendidikan yang mengarah pada penumbuhan budaya inovasi, dan sebagainya. Faktor ini dianggap merupakan salah satu penyebab bergesernya pusat gravitasi pertumbuhan ekonomi ke Asia dalam dua dekade terakhir ini. Zhongguancun di Tiongkok, Bangalore di India, Daedeok Innapolis di Korea Selatan, Hsinchu Science Park di Taiwan, Biopolis di Singapura, adalah pusat-pusat keunggulan sains dan teknologi yang tersebar di Timur yang layak disejajarkan dengan hub-hub serupa di AS dan Eropa. Mudah ditebak bahwa klaster-klaster teknologi tinggi ini akan menjadi pabrik utama bagi produk-produk high-tech IT, bioteknologi, kedokteran, yang aktif berpartisipasi dalam pasar dunia melalui produk-produk inovasinya. Sebenarnya Indonesia sudah memiliki banyak institusi pendukung inovasi, namun belum tertata secara optimal dalam sebuah ekosistem inovasi. Sebagaimana pada ekosistem alam yang berjalan dengan harmonis dan produktif, diperlukan adanya elemen-elemen pendukung secara berimbang, dan adanya interaksi antar elemen-elemen tersebut. Ketidakhadiran salah satu elemen akan mengganggu keseimbangan ekosistem dan menghilangkan harmonisasi yang ada. Dalam sebuah ekosistem inovasi, unsur-unsur yang diperlukan dan harus ada, antara lain: Kepemimpinan, Pendidikan, Sistem etika dan etos kerja, Sistem Sosial budaya, Kebijakan Inovasi, dan Pendanaan yang kesemuanya mendukung pengembangan riset dan inovasi. Pertumbuhan ekonomi yang berwawasan inovasi (innovation-driven economy) hanya akan tercipta apabila terjadi interaksi yang menggerakkan ekosistem inovasi ini menjadi sebuah sistem yang harmonis dan produktif. Interaksi ini sering digambarkan dalam sebuah model inovasi yang disebut Triple Helix.
KOMITE INOVASI NASIONAL38
AmonRa
Gambar 6. Ekosistem inovasi dan Dana R&D
Indonesia. Untuk mengalami perkembangan ekonomi
yang cepat melalui konsep Ekonomi Inovasi, Indonesia
perlu menata diri melalui perbaikan ekosistem inovasi.
Unsur-unsur ekosistem inovasi seperti Kepemimpinan,
Pendidikan, Sistem etika dan etos kerja, Sistem Sosial
budaya, Kebijakan Inovasi, dan Pendanaan perlu
mendukung pengembangan riset dan inovasi. Pada saat ini
pendanaan r&d di Indonesia adalah 0.2% dari PDB, salah
satu yang terendah di antara negara-negara tetangga di Asia
Sumber: 2014 Global r&d Funding Forecast
Peng
emba
ngan Aplikasi
Riset
CUKUPBAIK
Pendanaan(Kecil Sekali)
Kebijakan(Tidak Sinergis)
Pendidikan(Belum Kondusif)
Kepemimpinan(Lemah)
Budaya(Lemah)
Pendanaan R&D
Ekosistem Inovasidan Dana R&D Indonesia
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
Indo
nesia
Phili
ppin
es
Viet
nam
Thai
land
Mal
aysia
Indi
a
Chin
a
Latin
Am
eric
a
Asia G7
Mid
dle
East
&N
orth
Afr
ica
INOVASI 1-747 39
AmonRa
4. TrIPlE HElIx DAN QUadrUPlE HElIx
A. Triple Helix
Inovasi, sebagaimana dijelaskan di muka, merupakan outcomes dari interaksi aliran knowledge. Di antara pelbagai model inovasi berbasis pengetahuan yang ada, model hubungan triple helix menyediakan framework yang lebih memudahkan analisa hubungan jaringan pengetahuan dan interaksi dalam proses inovasi. Dalam model ini, inovasi dilihat sebagai hasil dari sebuah jaringan kerjasama—hubungan segitiga—antara dunia akademik (Academic institution), dunia bisnis dan industri (Business) dan Pemerintah (Government), yang lazim disingkat ABG (Gambar 7). Inilah aktor-aktor utama Sistem Inovasi Nasional (Sinas). Interaksi antara ABG dikenal sebagai jalinan triple helix, di mana dunia akademik (perguruan tinggi dan lembaga litbang) berperan sebagai penyedia dan pemakai knowledge; dunia bisnis dan industri selaku pemanfaat knowledge; dan Pemerintah sebagai regulator sekaligus stimulator untuk mendorong sinergi dalam sistem inovasi. Henry Etzkowitz menegaskan hal di atas dalam bukunya “The Triple Helix” bahwa interaksi triple helix universitas-industri-Pemerintah merupakan kunci tumbuhnya inovasi di dalam masyarakat berbasis pengetahuan yang semakin berkembang. Jalinan triple helix terbukti menjadi kunci bagi pertumbuhan ekonomi berkesinambungan berbasis inovasi di negara-negara advanced economy. Jika diibaratkan roda gigi, perputaran harmonis ‘’trio roda’’ ini akan menghasikan ‘’energi’’ untuk menyalakan mesin pertumbuhan ekonomi: knowledge dari tangan akademisi bertransformasi menjadi produk komersial berkat pemanfaatan oleh industri, distimulasi oleh kebijakan pemerintah yang suportif dan fasilitas insentif, dan kesemuanya pada gilirannya akan mendongkrak produktivitas negara—meningkatkan angka PDB—melalui penciptaan produk-produk bernilai tambah tinggi (Gambar 8). Interaksi antara ABG dalam model triple helix memiliki banyak manfaat antara lain: 1. Terbuka kesempatan bagi terjadinya sirkulasi dan sharing pengetahuan antara
sektor akademik, pelaku bisnis, dan pejabat Pemerintah.2. Riset akademik akan lebih terkait dengan praktik bisnis, sehingga para peneliti
secara langsung dapat memecahkan masalah yang ada di pasar.3. Terciptanya budaya wirausaha melalui jaringan inovasi, yakni munculnya
perusahaan-perusahaan baru berkat kemitraan pengetahuan sesama aktor inovasi.
4. Inisiatif kebijakan baru dapat muncul di dalam jaringan, yang memberi kesempatan kepada Pemerintah untuk mengerti lebih baik di mana dana riset harus dialokasikan. Ini adalah peluang bagi Pemerintah untuk mendesain strategi riset nasional baru, yang benar-benar menjawab persoalan masyarakat.
5. Akselerasi penguatan kelembagaan mencakup aspek konsepsi, strategi dan program aksi sehingga tercipta lingkungan kondusif untuk mendorong program STI, serta tumbuhnya partisipasi komunitas melek inovasi (bagian dari quadruple helix, akan dijelaskan pada bagian berikut).
6. Terciptanya upaya sinergis antar pelaku STI dari kalangan triple helix sehingga memperkaya peta jalan teknologi Indonesia dan menumbuhkembangkan partisipasi komunitas dalam menghasilkan berbagai upaya inovatif.
7. Terciptanya kelembagaan yang mapan untuk melakukan evaluasi dan perencanaan secara berkelanjutan dalam penguatan STI, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
KOMITE INOVASI NASIONAL40
AmonRa
Gambar 7. Model Inovasi Triple Helix.
Interaksi triple helix antara aktor-aktor utama Sistem
Inovasi Nasional yaitu academia (A), Business
(B), dan Government (G) merupakan kunci
tumbuhnya inovasi. Sumber: The Triple Helix: University-
Industry-Government Innovation in action.
Gambar 8. Kerjasama: Mewujudkan Sinergi
Triple Helix.Sinergi antar para aktor inovasi
membentuk triple helix dan menghasilkan para inovator yang menciptakan produk-
produk bernilai tambah tinggi sehingga mendongkrak
produktivitas negara.
Gov
Biz
Ac
Model Inovasi Triple Helix
KERJASAMA: MewujudkanSinergiTRIPLE HELIX
Usaha : MENUJU SATU PERSEPSI,PARADIGMA DAN VISI
Fakta : TIDAK TERHUBUNG SEBAGAIPENGGERAK UTAMA PERTUMBUHAN
Rencana Aksi :SINERGI ANTARAAKADEMIA, BISNIS,DAN PEMERINTAH
Tantangan :
1. Pengembangan HaKI dan Penegakan Hukumnya2. Sistem Manajemen Riset3. Sistem Insentif dan Regulasi4. Pembangunan Budaya Inovasi
BISNIS
PEMERINTAH
AKADEMIA
INNOVATOR
INOVASI 1-747 41
AmonRa
B. Mekanisme Kerja Triple Helix
Gambar 9 di bawah ini mendeskripsikan model sistem inovasi industri, di dalamnya terjadi contoh hubungan triple-helix—dimana pemerintah berperan sebagai jangkarnya. Dalam contoh ini Pemerintah mendorong terjadinya proses inovasi, salah satunya melalui penyediaan insentif pajak bagi industri dan Badan Usaha Milik Negara. Insentif juga diberikan kepada perusahaan asing yang berminat melakukan foreign direct investment (FdI), yakni mereka yang akan mentransfer teknologi dari luar negeri ke Indonesia, atau menggunakan teknologi dalam negeri. Di samping pajak, Pemerintah juga dapat menyediakan insentif berupa pemberian dana riset kepada para pelaku invensi atau kalangan akademis (lembaga Iptek dan perguruan tinggi) dengan sejumlah syarat pokok, yaitu: pihak industri telah mengutarakan minat untuk menggunakan teknologi yang dikembangkan pada institusi riset tersebut, peluang menghasilkan produk invensi bernilai pasar tinggi, memiliki feasibility studies dan return of investment yang jelas. Selanjutnya lembaga-lembaga Iptek dan perguruan tinggi adalah mitra strategis dalam mengembangkan STI mulai dari industri hulu (upstream industries) sampai ke industri hilir (downstream industries). Sementara, pihak industri berpartisipasi dengan menyediakan fasilitas riset dengan teknologi state of the art, kepada para periset terkait kebutuhan invensi teknologi yang bernilai pasar baik. Walau nampak sederhana, interaksi dan sinergi antar aktor-aktor inovasi ternyata tidak mudah, bahkan hal ini banyak menjadi hambatan di negara-negara non industri Asia. Banyak studi menunjukan bahwa budaya suatu bangsa memegang peranan penting pada keberhasilan inovasi.
C. Budaya Inovasi: ‘’Elemen Keempat’’ Triple Helix
Konsep Triple Helix bekerja dengan baik di negara-negara maju; tetapi tidak di negara-negara sedang berkembang yang belum memiliki budaya berinovasi. Sebagai contoh, di Amerika Serikat dengan innovation culture-nya yang telah mapan, sinergi antara pebisnis dan akademisi berjalan mulus tanpa perlu intervensi yang dalam dari Pemerintah. Berdirinya klaster Bioteknologi San Diego adalah sebuah contoh tentang ‘’keperkasaan pasar’’. Selama 30 tahun pebisnis dan inovator di kota tersebut bekerja sama mengkonversi San Diego dari pangkalan militer dan pusat pemancingan yang sunyi, menjadi salah satu sentra teknologi-tinggi, dengan hanya sedikit campur tangan Pemerintah. Berawal di tahun 1978, klaster biotek San Diego berasal dari sebuah perusahaan start-up kecil bernama Hybritech. Berkat sinergi antara dunia riset dan usaha, dengan peran para teknolog bervisi bisnis (technopreneur) yang amat besar, Hybritech mampu menghasilkan omset ratusan juta dolar AS dalam tempo kurang dari satu dekade, dan menjadi penopang sejumlah perusahaan start-up kecil sebagai cikal bakal klaster bioteknologi raksasa San Diego. Klaster bioteknologi San Diego sekaligus juga mengilustrasikan inovasi yang terjadi sebagai akibat kuatnya pengaruh masyarakat. Bagaimana suatu produk inovasi, dalam arti luas, berevolusi mengikuti perubahan kebutuhan dan keinginan masyarakat sebagai pengguna knowledge. Karena kehidupan bermasyarakat merupakan sebuah sistem yang dinamis, maka perubahan senantiasa terjadi, mengiringi dinamika sosial, ekonomi dan budaya masyarakat, baik secara lokal, nasional maupun global. Hal ini mengakibatkan terjadinya
KOMITE INOVASI NASIONAL42
AmonRa
Gambar 9. Model Operasional Sistem
Inovasi IndustriInteraksi dan sinergi para aktor inovasi adalah kunci terjadinya
inovasi. Lembaga-lembaga IPTEK dan perguruan tinggi (PT)
bersinergi dengan pihak bisnis (BUMN dan Industri Swasta) dalam mengembangkan STI
mulai dari industri hulu sampai ke industri hilir. Pemerintah
mendorong terjadinya proses inovasi,
salah satunya, melalui penyediaan insentif.
BUMN,Swasta,
FDI
PasarDN/LN
PERAKITAN,PENGEMASAN
PROSESPRODUKSI
LembagaIPTEK& PT
MATERIALdan
BAHAN BAKU
Pemerintah
InsentifInsentif
Investasi
Investasi
Investasi
Rp
Rp
Rp
Teknologi &
Manajemen
Teknologi &
Manajemen
Teknologi &
Manajemen
MODEL OPERASIONALSISTEM INOVASI INDUSTRI
INOVASI 1-747 43
AmonRa
ko-evolusi antara produk inovasi dan selera masyarakat yang berujung pada lahirnya inovasi baru. Ko-evolusi ini – antara pengetahuan dan teknologi dengan selera dan kebutuhan masyarakat – secara alamiah telah mentransformasi model inovasi triple helix menjadi model yang baru yang disebut quadruple helix, dimana masyarakat masuk sebagai salah satu elemen penggerak roda inovasi.
Nilai-nilai Budaya AS dan Inovasi
Kewirausahaan (entrepreneurship) merupakan salah satu pilar paling fundamental budaya AS, sebagaimana tampak keampuhannya pada kasus klaster biotek San Diego. Elemen yang tak kalah penting adalah ‘’can-do spirit’’ atau sikap positif tentang kemampuan diri, yang bukan saja terbukti dapat menyulap San Diego, bahkan mampu menerbangkan manusia ke Bulan, serta membukukan sederet pencapaian spektakuler lainnya di bidang humaniora. Baik entrepreneurship maupun can-do-spirit merupakan buah dari frontier culture, yakni aspek unik masyarakat AS yang merefleksikan sebuah obsesi untuk mencapai batas-batas terjauh dari kemampuan manusia. Frontier culture, yang berakar dari nilai-nilai individualisme ini, secara karakteristik berasosiasi kuat dengan dorongan untuk terus menerus melakukan perbaikan diri (self-improvement). Secara tak sadar masyarakat AS bergerak—melalui improvisasi diri—menuju figur ideal ‘’manusia-ciptaan-manusia’’ (self-made man), sosok imajiner dalam budaya AS, yang merepresentasikan, atau sebagai bentuk perayaan atas, kebebasan dan kekuasaan manusia dalam menentukan nasib serta melawan determinasi (destiny). Nilai-nilai ini menjadi pondasi, bahkan prasyarat, bagi tumbuh kembangnya inovasi dan innovation culture di AS. Semangat self-improvement dan self-made man secara esensial mendorong masyarakat AS terus ‘’memberontak’’—mencipta—untuk mencapai titik terjauh (frontier). Nilai-nilai ini juga sekaligus menjadi dasar bagi semangat kewirausahaan (entrepreneurship). Frontier culture mengapresiasi, sekaligus memberi masyarakat AS, kepercayaan atas kemampuan diri sendiri; yang pada tingkatan lebih tinggi, berasosiasi dengan kecenderungan politik (political tendency) masyarakat AS untuk percaya pada ‘’keperkasaan pasar.’’ Kasus klaster biotek San Diego, dimana masyarakat secara swadaya mentransformasi kotanya, menunjukkan bahwa mereka lebih suka inovasi yang didorong oleh kekuatan diri sendiri (bottom-up)—oleh para technopreneur—ketimbang inovasi yang dikawal oleh Pemerintah (top-down). Ada kepercayaan bahwa frontier atau ‘’titik terjauh’’ itu harus diciptakan oleh aksi individu ketimbang oleh aksi kolektif, oleh ideal self-made man ketimbang oleh nasionalisme industrial. Inilah mengapa entrepreneurs tumbuh mekar di AS, tanpa satu negara tunggal mampu menyaingi, baik dari sisi jumlah maupun pengaruhnya. Bill Gates dan Steve Jobs, misalnya, adalah segelintir ikon wirausahawan individual AS bertaraf global. Kita juga menyaksikan masyarakat AS sebagai penghasil paten paling produktif di dunia. Kunci dari akumulasi kesuksesan AS di atas adalah resultante sinergis dari para aktor inovasi yang meliputi universitas, industri, Pemerintah dan komunitas profesional.
KOMITE INOVASI NASIONAL44
AmonRa
D. Quadruple Helix
Konsep quadruple helix melibatkan masyarakat luas (civil society) meliputi: individu, asosiasi ataupun kelompok di luar akademisi, bisnis dan pemerintah (Gambar 10). Perkembangan model ini sangat didukung oleh fenomena bottom up melalui open innovation dari anggota masyarakat, yang dikenal dengan istilah masyarakat industri (industrial society). Model ini juga disebut sebagai pendekatan inovasi berorientasi pengguna (use-oriented innovation approach). Apabila pada triple helix model, inovasi difokuskan untuk menghasilkan produk inovasi berbasis teknologi tinggi yang diperoleh melalui riset, aktifitas inovasi pada quadruple helix lebih fokus pada menciptakan inovasi dengan mengaplikasikan pengetahuan dan teknologi yang sudah ada, dan memanfaatkan pengguna pengetahuan itu sendiri (masyarakat). Perbedaan mendasar di antara kedua model ini adalah dalam quadruple helix model, pengguna (users) sangat dilibatkan dalam proses inovasi (open innovation). Dan hal ini menguntungkan pengusaha Usaha Kecil Menengah (UKM) karena dapat mempersingkat waktu inkubasi, dan meminimumkan biaya dan resiko yang berasosiasi dengan pengembangan sebuah produk maupun servis baru. Peranan open innovation sangat berkembang di Eropa dan Amerika Serikat, di mana para stakeholders berkolaborasi dalam jaringan quadruple helix society. Kehadiran open innovation dan elemen masyarakat dalam quadruple helix model ini memberikan manfaat yang signifikan dalam menumbuhkembangkan ide-ide inovatif dan mendorong berbagai eksperimen dan prototipe produk-produk inovasi di pasar dunia. Ada lima elemen kunci peranan open innovation dalam mekanisme model quadruple helix, yakni: a) terbentuknya jaringan kemitraan; b) terjadinya kolaborasi yang melibatkan mitra, kompetitor, universitas dan pengguna; c) munculnya para pengusaha berbasis enterprise, yang meningkatkan corporate venturing, starts-up dan spin-off; d) Pengelolaan HKI secara proaktif; dan e) berkembangnya strategi Connect and develop (C&D) yang bertujuan untuk mencapai tingkat competitive advantages di pasar. Pendekatan model quadruple helix dinilai sangat berhasil dalam memberikan dampak ekonomi di Eropah dan Amerika Serikat, karena pendekatan ini melibatkan banyak institusi, pengkondisian atmosfir riset dan melibatkan banyak pebisnis dan masyarakat (Lihat juga bahasan Open Innovation pada Bab Tiga tentang Model Bisnis Inovasi Indonesia).
E. Potret Budaya Inovasi Indonesia
Pada era kontemporer saat ini budaya inovasi belum terbangun di Indonesia, walaupun banyak peninggalan sejarah yang menunjukkan kemampuan inovasi yang tinggi dari bangsa ini. Sekali lagi, pola pikir ‘’kalau bisa membeli, kenapa harus membuat’’ masih mendominasi sebagian besar masyarakat. Contoh, AC Nielsen Global consumer report menempatkan Indonesia sebagai negara paling konsumtif terbesar ke-2 di dunia setelah Singapura. Salah satu indikator adalah, nilai transaksi kartu kredit di Indonesia yang mencapai Rp 250 triliun pertahun, atau seperlima APBN. Selanjutnya, World Intellectual Property Organization (WIPO) memasukkan Indonesia ke dalam kategori negara paling malas mencipta (inventing), tercermin dari kecilnya angka registrasi paten. Pada 2009 temuan made in Indonesia yang dipatenkan hanya berjumlah enam buah, atau tertinggal beribu-ribu kali lipat dibanding Jepang (224.795 paten) dan Amerika Serikat (135.193 paten), menempatkan ranking paten Indonesia yang terendah di antara negara-negara G-20.
INOVASI 1-747 45
AmonRa
ModelQuadruple Helix
Akademisi
Masyarakat
Pemerintah
Bisnis
Gambar 10. Model Quadruple Helix.Konsep quadruple helix melibatkan interaksi aktor inovasi: Akademisi, Bisnis, Pemerintah dan Masyarakat serta sangat didukung oleh fenomena bottom up melalui open innovation dari anggota masyarakat
KOMITE INOVASI NASIONAL46
AmonRa
Ketersediaan SDA yang melimpah, pada kadar tertentu, merupakan salah satu faktor yang membuat manusia Indonesia lebih suka menjual apa yang dimiliki, dari pada mencipta apa yang tidak dimiliki (menjadi inventor). Keunggulan komparatif SDA yang tidak ditangani secara visioner ini, telah menumbuhkan mentalitas ‘’pencari rente’’ (rent-seeking), sebagai cara mudah mengantungi keuntungan, dan diperburuk oleh sikap ‘nrimo’—kebalikan dari semangat self-improvement-nya bangsa Amerika—yang benihnya telah ada di masyarakat. Kondisi-kondisi ini kemudian beresonansi dengan rezim otoritarian-paternalistik yang berkuasa selama tiga dekade, dimana kreatifitas dipasung, yang pada gilirannya berkontribusi terhadap lemahnya inisiatif untuk berimprovisasi dan berinovasi. Jika pun ada, inovasi di Indonesia, berseberangan dengan kasus klaster biotek San Diego, lebih berorientasi pada inovasi yang dikawal Pemerintah (government-led innovation), bukan tumbuh dari bawah (bottom-up). Sikap anti-perubahan, tertutup, dan kecenderungan untuk ‘’bermain aman’’ yang telah terlembagakan berpuluh-puluh tahun ini, berkontribusi terhadap turunnya semangat berwirausaha (entrepreneurship), sebuah pilihan yang menuntut kreatifitas dan keberanian mengambil risiko. Pada tahun 2012, jumlah penduduk Indonesia yang terjun menjadi pengusaha hanya sekitar 2,7 juta jiwa atau 1 persen total populasi; jauh lebih sedikit dibanding Amerika Serikat yang memiliki 37,7 juta entrepreneurs atau 12 persen jumlah penduduk negeri itu, angka terbesar di dunia. Sekali lagi, nilai-nilai budaya (worldview) menjadi determinan: masyarakat Amerika dikenal memiliki sikap yang sangat toleran terhadap kesalahan berbisnis (business failure). Di klaster IT Silicon Valley ada guyonan: kekeliruan dalam menerapkan resep bisnis (teknik pemasaran, misalnya) sangat diharapkan, bahkan ditunggu-tunggu kedatangannya! Penerimaan yang luas terhadap business failure ini turut mendorong budaya risk-taking di negara ini. Sementara di Indonesia, atmosfer yang dikembangkan selama beberapa decade, terutama di sektor pendidikan dan parenting justru kurang mendorong semangat bereksperimen dan sikap tidak takut salah. Tidak heran, misalnya, pengusaha Indonesia cenderung untuk membeli teknologi lisensi asing dalam proses produksi, dari pada berinvestasi dan mengambil risiko di Litbang teknologi untuk menciptakan terobosan.
F. Membangun Budaya Inovasi
Pendekatan Triple Helix bila diterapkan di negara yang belum mengandalkan inovasi, seperti Indonesia, akan susah berjalan. Setidaknya, akan lebih banyak bergantung kepada Pemerintah sebagai regulator dan fasilitator. Oleh karena itu, upaya pembangunan inovasi nasional tidak bisa hanya mengandalkan pembangunan infrastruktur teknologi, tetapi secara simultan, diperlukan upaya keras membangun dan menciptakan budaya inovasi dalam masyarakat. Kesadaran mengenai peran penting inovasi dan sistem inovasi yang produktif untuk percepatan pertumbuhan ekonomi semakin disadari, setidaknya di tingkat pemerintah pusat. Didirikannya Komite Inovasi Nasional (KIN) pada tahun 2010 oleh Presiden RI merupakan sinyal positif munculnya mindset inovasi di tingkat elite. Namun menjadi pertanyaan: apakah mindset ini merupakan sebuah konsensus nasional yang akan terus diperjuangkan, dan menjadi visi pembangunan jangka panjang Indonesia, atau sekadar gagasan periodikal yang akan berganti dengan bergantinya pemerintahan? Katakanlah bahwa inovasi telah menjadi mindset di tingkat elite, tetapi menjadi pertanyaan pula: Apakah masyarakat memiliki mindset yang sama? Sehingga ketika inisiatif top-down
INOVASI 1-747 47
AmonRa
dijalankan Pemerintah, masyarakat akan merespons dengan baik? Sebagaimana dijelaskan di muka, budaya berinovasi belum terbangun mapan di negeri ini. Karena itulah secara bersamaan, seiring dengan upaya top-down Pemerintah, perlu dilakukan upaya membangun mindset inovasi di tengah-tengah masyarakat, sehingga mindset ini akan selalu ada dan tidak terpengaruh oleh pergantian pemerintahan. Upaya ini dapat dilakukan dengan melakukan penguatan inovasi terhadap simpul-simpul strategis pada elemen-elemen civil society. Simpul-simpul ini adalah bagian dari masyarakat yang selalu ada (exist), memiliki peran besar, dan/atau kelak memegang tampuk kepemimpinan bangsa di masa mendatang, antara lain: Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pers, perguruan tinggi, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), berbagai asosiasi profesi, dan/atau asosiasi-asosiasi bisnis. Pembentukan jaringan atau komunitas inovasi di antara dan untuk, elemen-elemen ini perlu dilakukan guna menebar ‘’virus-virus inovasi’’. Budaya inovasi suatu bangsa tidak tumbuh dengan sendirinya, tetapi merupakan evolusi budaya masyarakat yang berkembang, baik melalui pendidikan formal maupun informal (Gambar 11). Karya kreatif, publikasi, dan paten yang dihasilkan oleh perguruan tinggi atau lembaga riset telah bermunculan. Namun secara kuantitas masih belum menunjukkan hasil yang menggembirakan dan masih kecil dampak inovasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, diperlukan sistem pendidikan yang dapat menumbuhkembangkan budaya inovasi. Sistem pendidikan tersebut hendaknya memperhatikan kearifan dan budaya lokal sebagai landasan kreativitas dan budaya inovasi bangsa. Untuk mencapai sasaran tersebut perlu diambil langkah-langkah:1. Revitalisasi Sistem Pendidikan yang mengedepankan budaya sustainability
development menuju keadaban, kemanfaatan, kesejahteraan dan kebahagiaan serta penghargaan terhadap riset dan inovasi.
2. Standardisasi evaluasi kependidikan dan kurikulum pendidikan dasar, menengah/kejuruan dan pendidikan tinggi yang bersifat discovery learning, dengan menguatkan unsur kreatifitas peserta didik yang sudah berasimilasi dengan nilai-nilai kearifan lokal, dan yang sudah memperhatikan kebutuhan industri.
3. Mensosialisasikan Budaya Invensi dan Budaya Inovasi melalui: (1) Pusat Inkubator Teknologi di tiap daerah, dan (2) Optimalisasi infrastruktur TIK jaringan pendidikan nasional agar pembudayaan karakter inovasi tumbuh secara alamiah serta menjangkau seluruh peserta didik dan masyarakat di wilayah Indonesia.
4. Memperkokoh aktor untuk meningkatkan Science & Technology readiness dan infrastruktur S&T berdaya saing, berharkat dan bermartabat untuk kemakmuran bangsa.
5. SISTEM INOVASI NASIONAL UNTUK TRANSFORMASI EKONOMI
Inovasi merupakan sebuah fenomena kompleks yang melibatkan produksi, difusi dan translasi dari pengetahuan teknologi menjadi sebuah produk atau proses yang baru yang telah mengalami perbaikan yang signifikan dan bernilai tambah. Konsep inovasi mengalami beberapa kali perubahan mulai dari Schumpeter (1934), yang menekankan pada sistem dan metode produksi untuk menghasilkan barang yang bermutu; kemudian OECD (1994), menekankan bahwa inovasi tidak saja pengembangan dan produksi tetapi juga aspek marketing dan komersialisasi produk yang dihasilkan; dan Oslo Manual (2005), menegaskan dan menyempurnakan makna inovasi dengan menekankan pada
KOMITE INOVASI NASIONAL48
AmonRa
Gambar 11. Model bottom-up untuk
penciptaan budaya inovasi.
MasyarakatBerbasisInovasi
Pertumbuhan ekonomiberkesinambungan yang
berbasis inovasi
Adopsi hasil inovasidalam negeri sehingga
menjadi budaya
Lahirnya inovasi(Innovated in Indonesia)
R&D Inovasi danSarana Pendukung
Market oriented R&Ddan kerja sama riset
multinasional, ICT
Sumber Daya Alam
Unggulan nasional &daerah
IKM
Kemudahan & fleksibilitaspenggunaan dana publik :
minimalisasi rintanganbirokrasi, produk
berorientasi publicdemand
PengembanganSumber
Daya Manusia
Pendidikan danpelatihan, formaldan non formal
DUKUNGAN PEMERINTAH(Peraturan perundang-undangan
yang mendukung aktifitas R&D inovasi,insentif, inisiatif, kebijakan, dll.)
PEMBENTUKAN/SOSIALISASI BUDAYA INOVASI(Kebutuhan publik, invensi, inovasi,
budaya menghargai dan memanfaatkan hasil inovasi dalam negeri,budaya pola hidup sustainable, pendidikan, dll.)
INOVASI 1-747 49
AmonRa
pengembangan suatu produk dalam bentuk barang, jasa dan metode pemasaran dan pengorganisaasi yang baru dan mengalami perbaikan yang sangat siginifikan yang diterapkan dalam praktek bisnis. Konsep inovasi berkembang sesuai dengan kebutuhan zaman dan perkembangan tentang proses inovasi itu sendiri. Proses inovasi melibatkan hubungan interaktif antara berbagai aktor inovasi yang mengikuti jalur non linear yang dikarakterisasi dengan mekanisme umpan balik yang sangat kompleks. Proses inovasi pada dasarnya merupakan interaksi berbagai aktor inovasi dari kalangan triple helix yaitu akademisi, pebisnis dan pemerintahan. Dengan tumbuhnya inisiatif masyarakat dalam menghasilkan karya-karya inovatif, unsur komunitas mau tidak mau menjadi bagian dari aktor inovasi. Hal inilah yang mendorong terjadinya modifikasi model triple helix menjadi quadruple helix. Proses inovasi baik dalam model triple helix maupun quadruple helix, terjadi secara sistemik bukan di dalam fase-fase yang terisolasi. Interaksi terjadi antar seluruh aktor inovasi dalam ekosistem inovasi sebagai sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain, dengan sistem umpan balik yang berfungsi. Inilah yang menjadi konsep dasar terbentuknya sebuah Sinas. Pendekatan Sinas menjadi salah satu fondasi untuk mendesain hubungan yang kompleks antara beberapa institusi inovasi yang terikat di dalam proses inovasi. Sistem Inovasi Nasional dapat digambarkan sebagai sekumpulan institusi yang saling bersinergi, membangun dan mendifusikan teknologi di dalam satu kerangka acuan, yang merupakan kebijakan pembangunan inovasi nasional. Terlihat jelas bahwa performansi kinerja inovasi dalam sebuah sistem ekonomi tidak saja bergantung kepada masing-masing institusi yang bekerja secara sendiri-sendiri, tetapi kepada bagaimana masing-masing institusi ini saling bersinergi di dalam sebuah sistem. Dalam Sinas ini, Pemerintah memegang peranan penting untuk memicu terjadinya proses inovasi. Dengan Sinas, Pemerintah Indonesia akan memiliki konsep, kebijakan dan rencana aksi yang terukur dan implementabel untuk mengoptimalkan pemanfaatan seluruh sumber daya mulai dari tingkat kabupaten, provinsi, hingga tingkat nasional. Pengalaman pada Korea Selatan dan negara-negara advanced economy lainnya menunjukkan bahwa, produktivitas negara hanya dapat meningkat melalui kontribusi inovasi (teknologi) yang signifikan. Richard R. Nelson menegaskan bahwa perkembangan yang cepat di berbagai negara tersebut adalah akibat adanya kesepahaman dan keselarasan langkah para aktor inovasi yang diatur dalam Sinas. Komponen-komponen Sinas terdiri atas akademisi (pendidikan dan penelitian), pelaku industri, Pemerintah dan komunitas, yang secara bersama-sama mendorong terjadinya aktifitas STI, menunjang pertumbuhan ekonomi melalui penguatan infrastruktur dan industri inovasi. Singkatnya, inovasi—dalam skala massif dan kontinyu—hanya dapat terwujud dengan adanya Sinas yang mapan di suatu negara. Apa yang menyebabkan Sinas sedemikian krusial sehingga dijadikan jembatan transformatif menuju negara maju? Ide tentang Sinas, dan inisiatif penguatan Sinas, berawal dari keingintahuan mendasar: ‘’bagaimana inovasi muncul, dan seperti apa prosesnya?’’ Kemudian, diikuti pertanyaan selanjutnya: ‘’bagaimana agar inovasi dapat muncul secara berkesinambungan dan, pada gilirannya, memiliki dampak ekonomi yang signifikan?’’ Inovasi tidak datang tiba-tiba, melainkan lahir sebagai hasil dari sinergi yang kompleks antara para aktor di dalam sistem inovasi. Melalui sinergi ini knowledge disebar, diperbarui, dan dimanfaatkan oleh para pelaku inovasi guna menghasilkan teknik dan/atau produk baru (inovasi). Dengan kata lain, keberadaan aliran knowledge merupakan komponen penting dalam proses
KOMITE INOVASI NASIONAL50
AmonRa
terjadinya inovasi, dan salah satu cara untuk meningkatkan aliran knowledge, sekaligus meningkatkan penggunaan knowledge dalam sektor ekonomi dan sosial masyarakat, melalui Sinas. Bahkan, lebih dari sekedar wahana ‘’interaksi’’, Sinas adalah sebuah entitas organisasi dan jaringan yang kompleks. Sinas melibatkan setidaknya empat pilar, yang kesemuanya harus berkoordinasi—tidak sekadar ‘’berinteraksi’’, tapi berkolaborasi secara harmonis—untuk menjamin keberlangsungan inovasi dan dampak ekonominya, yakni: 1. Institusi penghasil teknologi. Pada pilar ini, terdapat sejumlah isu spesifik yang
berkaitan dengan inovasi, seperti: penjaminan mutu dan sertifikasi produk teknologi; standar, ukuran dan pengujian produk teknologi; perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI); pendanaan Litbang; konsultasi teknologi dan manajemen;
2. Institusi pendidikan (isu-isu spesifik terkait, misalnya: pendidikan dasar yang komprehensif; pendidikan menengah terkait aplikasi teknologi; pelatihan vocational; pendidikan tinggi bidang perekayasaan dan manajemen);
3. Perusahaan/korporasi (isu-isu spesifik terkait, antara lain: pembelajaran teknologi; pengembangan skilled human capital dan aliansi teknologi/pengetahuan; Litbang dan kemitraan Litbang);
4. Institusi penghasil regulasi dan insentif (isu-isu spesifik terkait, misalnya: regulasi ekonomi makro, insentif promosi industri dan ekspor, regulasi pengelolaan SDA, fiskal, pajak dan perdagangan, HKI, infrastruktur ekonomi, alih teknologi, standar internasional, persaingan sehat, nilai dan sikap mental, serta keterbukaan).
Tampak bahwa implementasi inovasi merupakan proses kompleks yang membutuhkan harmonisasi pelbagai kebijakan dan strategi dari banyak sektor. Jika hal itu terpenuhi, inovasi akan terjadi secara berkesinambungan dan akan berkontribusi secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara. Singkatnya, titik berat fungsi Sinas adalah: melakukan harmonisasi, sekaligus memfokuskan arah inovasi ke arah yang lebih konvergen melalui konsolidasi seluruh elemen ekosistem inovasi untuk meningkatkan produktivitas bangsa.
A. Produktivitas Bangsa Menuju Keunggulan Kompetitif
Mengacu pengalaman negara-negara maju, terdapat tiga faktor produksi yang telah menggantikan peran kuno land, labour dan capital dan menjadi penentu pertumbuhan dalam era Ekonomi Inovasi saat ini, yakni: modal finansial (capital), sains dan teknologi (S&T), dan modal manusia (human capital) (Gambar 12). Ketiadaan faktor konvensional ‘’land’’ dalam Ekonomi Inovasi menunjukkan bahwa bahan baku utama pertumbuhan tidak lagi sumber daya alam (natural resources), tetapi knowledge—STI—yang dikombinasikan dengan suntikan kapital. Singapura dan Jepang, dua negara yang miskin sumber daya alam, telah membuktikan hal ini. Jelas bahwa faktor-faktor produksi baru tersebut (capital, S&T, dan human-capital) merupakan komponen kunci peningkatan produktivitas negara untuk percepatan dan transformasi ekonomi – target yang ingin diwujudkan Indonesia. Peningkatan produktivitas menuju keunggulan kompetitif dicapai dengan memperkuat kemampuan sumber daya manusia berbasis inovasi. Warisan ekonomi berbasis sumber daya alam yang bertumpu pada labor intensive, perlu ditingkatkan secara bertahap menuju skilled labor intensive dan kemudian menjadi human capital intensive. Peningkatan kemampuan modal manusia yang
INOVASI 1-747 51
AmonRa
Pengetahuan
PeningkatanPertumbuhan
Ekonomi
Produktivitasdan
Daya Saing
PeningkatanKesejahteraan
Bangsa
LandLabor
Capital
Produk(Barang& Jasa)
Faktor-faktorProduksi
ProsesPeningkatanKesejahteraanMelalui Inovasi
Gambar 12. Proses Peningkatan Kesejahteraan Melalui Inovasi. Dalam Ekonomi Inovasi bahan baku utama pertumbuhan tidak lagi sumber daya alam, tetapi ilmu pengetahuan—STI—yang dikombinasikan dengan suntikanfinancial dan human capital.
KOMITE INOVASI NASIONAL52
AmonRa
menguasai Iptek ditempuh terutama melalui sistem pendidikan tinggi, penelitian dan pengembangan (Litbang), rekayasa, dan pusat pendidikan dan latihan (Pusdiklat) berbasis inovasi. Modal manusia yang berkualitas ini sangat diperlukan ketika Indonesia memasuki tahap innovation-driven economy untuk mencapai visi bangsa (Gambar 13).
B. Visi Bangsa sebagai Platform Nasional
Visi Pemerintah Indonesia atau yang dikenal dengan sebutan Visi Indonesia 2025 adalah menjadi negara maju pada tahun 2025 (Gambar 14). Untuk mempercepat pencapaian visi ini, Pemerintah telah meluncurkan program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), sebagai pelengkap Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) (Gambar 15). MP3EI terdiri atas 8 program dan 22 kegiatan ekonomi. Delapan program tersebut adalah: 1. Industri Manufaktur, 2. Pertambangan, 3. Pertanian, 4. Kelautan dan Perikanan, 5. Pariwisata, 6. Telekomunikasi, 7. Energi, dan 8. Strategi Pembangunan Regional. Semua program ini membutuhkan investasi yang besar baik dari dalam maupun luar negeri.
Simulasi Visi Indonesia-2025
Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas hanya dapat dicapai bila didukung oleh tingkat inovasi yang berkesinambungan. Tingkat inovasi yang mencapai 18% dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang pada tahun 2025 diprediksi akan mencapai sekitar 16.000 dolar AS (Gambar 16). Dalam simulasi ini, beberapa asumsi dibuat dengan menggunakan tren pertumbuhan ekonomi Korea dengan faktor inovasi yang embedded di dalam pertumbuhan ekonominya pada rentang tahun 1970-1990. Korea pada tahun 1970 memiliki PDB sebesar 254 dolar AS dengan dukungan faktor teknologi sebesar 12.8%. Pada tahun 1990 PDB Korea meningkat menjadi 6147 dolar AS, dengan dukungan teknologi sebesar 55.4%. Di tahun 1970-an Korea membangun kekuatan ekonominya dengan bergantung kepada produk-produk yang dihasilkan dengan menggunakan teknologi rendah, seperti tekstil, industri kecil dan produk-produk pertanian. Kemudian pada awal tahun 1990-an Korea merubah strategi pembangunan ekonominya dari teknologi rendah ke teknologi tinggi dan perusahaan besar. Berdasarkan data PDB per kapita yang ada, dapat dilakukan pemetaan untuk memprediksi kondisi Indonesia mulai tahun 2010 sampai 2025. Jika pertumbuhan ekonomi dicanangkan sebesar 6.35% rerata pertahun tanpa memasukkan faktor inovasi, maka pada tahun 2025 PDB Indonesia akan mencapai 6070 dolar AS (kurva merah pada Gambar 16). Namun jika faktor inovasi dimasukkan ke dalam asumsi pertumbuhan ekonomi, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat dipacu hingga 9%-10%, dan pada tahun 2025 PDB Indonesia akan mencapai 17003 dolar AS.
Komite Inovasi Nasional melihat bahwa target visi 2025, dengan PDB di atas 16,000 dolar AS bukanlah hal mustahil untuk dicapai bangsa ini. Indonesia memiliki potensi yang luar biasa untuk menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia. International Monetary Fund (IMF), yang pernah meremehkan kebijakan pembangunan Indonesia, justru sekarang memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh menjadi 1.5 triliun dolar AS pada akhir 2015. Lebih lanjut Mc Kinsey Global Institute pada tahun 2012 menerbitkan laporan yang memprediksi potensi peningkatan peluang pasar (dalam sektor pelayanan konsumer, pertanian,
INOVASI 1-747 53
AmonRa
VISI 2025
2010
2014
2025*
PDB: ~720 juta US$PDB per kapita: ~3.000 US$Kekuatan 16 besar ekonomi dunia
PDB: ~1.206 juta US$PDB per kapita: ~4.803 US$Kekuatan 14 besar ekonomi dunia
*perkiraan tidak resmi pemerintah. Asumsi pertumbuhan riil antara 7 - 8 % per tahun
PDB: ~3.760-4.470 juta US$PDB per kapita: ~12.855-16.160 US$Kekuatan 12 besar ekonomi dunia
Sudah termasuk kategorinegara berpendapatan tinggi
PENINGKATAN PRODUKTIVITASMENUJU KEUNGGULAN KOMPETITIF
Keunggulan arageN Peningkatan
Produktivitas
Warisan Ciptaan
Kekayaan Negara
Ekonomi Berbasis SDA
Factor Driven Investment Driven Innovation Driven
isavonI sisabreB imonokE irtsudnI sisabreB imonokE
imonokE naupmameK natakgnineP
• Sumber Daya Alam • Labor intensive
• Capital and Technology • Skilled Labor intensive
• Innovation • Human Capital intensive
Kompetitif
Komparatif
Gambar 13. Peningkatan produktivitas Menuju keunggulankompetitif.Peningkatan produktivitas negara untuk menuju keunggulan kompetitif dicapai dengan memperkuat kemampuan sumber daya manusia berbasis inovasi. Warisan ekonomi berbasis sumber daya alam yang bertumpu pada labor intensive, perlu ditingkatkan secara bertahap menuju skilled labor intensive dan kemudian menjadi human capital intensive. (Sumber: modifikasi dari BKPM)
Gambar 14. Visi Indonesia 2025.Visi Indonesia 2025 adalah “Mendorong Indonesia menjadi negara maju di tahun 2025 dan menjadi kekuatan ekonomi 12 besar dunia melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif dan berkelanjutan”. (Sumber: MP3EI, 2011)
KOMITE INOVASI NASIONAL54
AmonRa
Gambar 15. Pentahapan Pembangungan RPJPN
2005-2025
Gambar 16. Simulasi Visi 2025, PDB per kapita Purchasing Power Parity (PPP) dalam USD
Pentahapan PembangunganRPJPN 2005-2025
Menata kembali NKRI, membangun
Indonesia yang aman dan damai,
yang adil dan demokratis,
dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik
RPJM 12005-2009
Memantapkan penataan kembali
NKRI, meningkatkan kualitas SDM, membangun
kemampuan Iptek, memperkuat daya
saing perekonomian
RPJM 22010-2014
Memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan
menekankan pembangunan
keunggulan kompetitif
perekonomian yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan iptek
RPJM 32015-2019
Mewujudkan masyarakat
Indonesia yang mandiri, maju, adil
dan makmur melalui percepatan
pembangunan di segala bidang
dengan struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan
keunggulan kompetitif
RPJM 52020-2024
PDB per kapita PPP dengan pertumbuhan rerata 6.35%
PDB per kapita PPP dengan Inovasi rerata 18.87%
PDB per kapita PPP real value
PDB
per k
apita
PPP
(USD
)
Tahun
INOVASI 1-747 55
AmonRa
perikanan, sumber daya, pendidikan, dan sebagainya) dari 0.5 triliun dolar AS menjadi 1.8 triliun dolar AS pada tahun 2030. Untuk dapat meningkatkan PDB 4 hingga 5 kali lipat dalam tempo kurang dari 15 tahun, sebagaimana ditargetkan dalam Visi Indonesia 2025, maka produktivitas menjadi faktor penentu utama. Sayangnya saat ini produktivitas Indonesia di pelbagai sektor utama tidaklah tinggi, salah satunya, disebabkan oleh kontribusi inovasi (teknologi) yang minim dalam proses produksi. Pertumbuhan (growth) masih cenderung bersandar kepada eksploitasi sumber daya alam mengandalkan faktor produksi konvensional tanah, tenaga kerja, dan modal yang berkontribusi 94,7 persen dalam keseluruhan proses produksi nasional (tahun 2010). Kontribusi inovasi (teknologi) yang rendah, hanya 5,3 persen, telah terbukti berdampak terhadap kurang maksimalnya pertumbuhan ekonomi. Sebagai contoh, sektor pertanian yang sebagian besar masih menerapkan teknik tradisional, hanya mampu menyumbang 15 persen PDB meski menyerap 38 persen tenaga kerja. Bandingkan dengan sektor industri yang relatif teknologi-intensif dan bernilai tambah tinggi, walaupun hanya menyerap 13 persen pangsa buruh, namun berkontribusi 27 persen terhadap PDB. Demikian pula pada sektor jasa yang seringkali mengandalkan inovasi agar bertahan hidup, menyerap 2 persen tenaga kerja tetapi mampu menyumbang 7 persen PDB (Gambar 17). Pengalaman beberapa negara seperti Finlandia, Tiongkok, India, Korea dan Malaysia menunjukkan adanya peran aktif lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam mencari kesepakatan dan komitmen bersama untuk melaksanakan visi negara. Visi ini tentunya didesain secara sistematik dan terencana dengan konsep kerangka kerja yang baik, strategis dan sesuai dengan potensi sumber daya yang tersedia, dan dengan selalu mempertimbangkan pendekatan-pendekatan sosio dan tekno-ekonomi yang dapat dipertanggungjawabkan. Visi negara ini juga harus disosialisasikan kepada kalangan akademisi/peneliti, pengusaha, komunitas profesi dan masyarakat luas. Dengan demikian seluruh komponen bangsa dalam model quadruple helix dapat memahami kemana arah pembangunan bangsa ini. Bagi Indonesia, tekad mencapai kemandirian teknologi inovasi dapat menjadi common goal dan sekaligus platform nasional yang akan dicapai oleh seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah berkewajiban secara proaktif memasyarakatkan visi ini ke berbagai jajaran mulai dari tingkat kementerian, provinsi, kabupaten, kecamatan sampai tingkat pemerintahan yang paling bawah. Pengemasan PPJPN, MP3EI dan Inisiatif Inovasi 1-747 sangat diperlukan untuk mengembangkan institusi yang mampu mengelola dan sekaligus memperkuat para aktor STI, untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia. Demikian pula upaya sinergi antar berbagai komponen perlu digalakkan, dan untuk itu diperlukan adanya kepemimpinan yang kuat dan berwawasan sosio dan tekno-ekonomi yang komprehensif. Dalam pidatonya pada perayaan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional, tanggal 11 Agustus 2014, Wakil Presiden Budiono mengungkapkan: keberhasilan inovasi Indonesia sangat bergantung pada pemecahan kendala utama penghambat kemajuan inovasi di Indonesia, yakni kurangnya sinergitas dan tingginya ego-sektoral diantara para aktor inovasi. Penciptaan sinergi dan penghancuran ego-sektoral tidak akan terjadi secara kebetulan, tetapi harus diupayakan, ditata dan direncanakan melalui sebuah strategi pembangunan inovasi Indonesia.
KOMITE INOVASI NASIONAL56
AmonRa
Gambar 17. Transformasi Ekonomi Berbasis Inovasi
Produktivitas menjadi faktor penentu utama dalam
pencapaian Visi Indonesia 2025. Saat ini Indonesia
memiliki produktivitas yang rendah di pelbagai sektor
utama, salah satunya, disebabkan oleh
kontribusi inovasi (teknologi) yang minim dalam proses
produksi. Pertumbuhan masih cenderung bersandar kepada eksploitasi sumber daya alam
mengandalkan faktor produksi konvensional tanah,
tenaga kerja (buruh), dan modal. Inovasi dan teknologi
dibutuhkan untuk mendorong transformasi Ekonomi Berbasis
Inovasi di setiap tahap.
Transformasi EkonomiBerbasis Inovasi
Transformasi perkembangan ekonomi sebuah Negara
Inovasi dan Teknologi
Pertanian Industri BerbasisInovasi
BerbasisPengetahuan
Kondisi Indonesiasaat ini
Sektor Pertanian 38% Tenaga Kerja
15% GDP
Sektor Industri 13% Tenaga Kerja
27% GDP
Jasa Keuangan, Real Estate, dan Bisnis
2% Tenaga Kerja 7% GDP
Inovasi dan teknologi dibutuhkan untuk mendorong transformasi di setiap tahap
INOVASI 1-747 57
AmonRa
KOMITE INOVASI NASIONAL58
AmonRa
INOVASI 1-747 59
AmonRa
BAB IISTRATEGI
PEMBANGUNAN INOVASI
INDONESIA
KOMITE INOVASI NASIONAL60
AmonRa
STRATEGI PEMBANGUNAN INOVASI INDONESIA
1. MENINGKATKAN KEMAMPUAN INOVASI BANGSA
Upaya-upaya mencapai visi Indonesia 2025 telah dilakukan Pemerintah secara bertahap melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 1 (2005–2009), RPJM 2 (2010-2014), dan dilanjutkan dengan RPJM 3 hingga RPJM 5 (2020-2024). Pada RPJM 1 Pemerintah fokus pada upaya-upaya penataan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), membangun Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokratis dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Sedangkan dalam RPJM 2 Pemerintah mengarahkan perhatiannya secara sungguh-sungguh pada target memantapkan upaya penataan kembali NKRI, meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan Iptek, dan memperkuat daya saing perekonomian bangsa; seirama dengan usaha peningkatan produktivitas nasional melalui perbaikan kemampuan Iptek dan kualitas SDM untuk meningkatkan daya inovasi. Tekad Pemerintah untuk mencapai masyarakat adil dan makmur melalui peningkatan kemampuan teknologi dan inovasi tercermin secara jelas, diantaranya melalui arahan Presiden Republik Indonesia pada pertemuan Tapak Siring, 21 April 2010, yang antara lain dikemukakan: a) Perlunya peningkatan infrastruktur ekonomi termasuk infrastruktur Iptek di seluruh wilayah tanah air; b) pembangunan “connectivity” baik fisik maupun TIK; c) perlunya upaya inovasi teknologi secara besar-besaran dan terencana yang dihasilkan oleh seluruh komponen aktor inovasi: Pemerintah, peneliti/akademisi, pengusaha dan masyarakat; d) pentingnya upaya perbaikan secara sungguh-sungguh terhadap iklim investasi; dan e) peningkatan produktivitas nasional. Selain hal di atas, diperlukan usaha untuk memperbaiki peraturan dan perundang-undangan untuk meningkatkan ruang gerak investasi sektor riil terutama manufaktur dalam rangka mendorong tumbuhnya investasi produktif. Telah diuraikan sebelumnya, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, faktor inovasi dan ekologi memegang peranan penting dan harus menjiwai sistem ekonomi nasional. Untuk itu Indonesia harus melakukan upaya transformasi menuju ke low carbon Society yang berbasis “Green Industry and Green Growth”, seperti yang dicanangkan Presiden RI dalam Konferensi climate change di Bali tahun 2007 dan di Kopenhagen tahun 2009. Sejauh ini, Indonesia masih belum optimal mengelola STI berdasarkan paradigma technoeconomic untuk pengembangan ekonomi. Sebagai contoh, masih rendahnya elemen Total Factor Productivity (TFP) yang merupakan komponen intangible dari sebuah total output sistem dan faktor produksi suatu negara. Dua komponen lainnya bersifat tangible, yaitu labor dan kapital.
INOVASI 1-747 61
AmonRa
Meningkatnya kontribusi TFP merupakan indikasi utama adanya peningkatan kuantitas dan kualitas modal manusia (human capital), serta meningkatnya kontribusi STI dalam faktor produksi negara. Gambar 18 menunjukkan bahwa antara tahun 1980-2000, kontribusi TFP terhadap pertumbuhan PDB (%) Indonesia adalah terendah di banding negara-negara yang tergabung di dalam association of South East asia Nations (ASEAN) lainnya, bahkan mencapai nilai negatif (-0.80). Nilai kontribusi TFP negatif tersebut menunjukkan rendahnya efisiensi dan produktivitas perekonomian Indonesia, artinya nilai input lebih besar dari nilai ouput produksi. Indikator strategis lainnya adalah terjadinya peningkatan upah buruh yang diikuti oleh peningkatan produktivitas dan kualitas pekerjaan – pada faktor ini Indonesia juga masih rendah. Untuk itu Indonesia harus memiliki grand design pengembangan ekonomi berkelanjutan dengan mengembangkan human capital berbasis STI dan ekologi secara komprehensif. Diperlukan juga kebijakan yang tepat untuk menarik direct domestic investment (DDI) maupun foreign direct investment (FdI) dan mengarahkannya pada kegiatan ekonomi yang tepat. Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa budaya berinovasi dilakukan mulai dari kegiatan pendidikan, penelitian sampai ke proses produksi melalui suatu proses sinergis yang berkesinambungan, bukan interupted. Ke depan, Indonesia harus berupaya mengembangkan apa yang dikenal dengan innovation-driven research and development management untuk menjaga kesinambungan proses penguatan inovasi di berbagai bidang. Hal ini penting dalam rangka memperkuat capacity building untuk pengembangan berbagai bidang STI. Penyiapan unsur-unsur pendukung pembangunan STI suatu bangsa membutuhkan kerja keras secara terus menerus dan investasi yang besar. Masalah pendanaan untuk pengembangan STI selalu merupakan kendala utama, khususnya di negara-negara sedang berkembang. Namun, urgensi pembangunan ekonomi inovasi Indonesia saat ini sudah berada pada tahap sangat mendesak, sehingga diperlukan keberanian Pemerintah untuk mengalokasikan dana dalam jumlah yang signifikan, karena pendanaan merupakan faktor kritis penentu keberhasilan pengembangan STI suatu bangsa.
A. Pendanaan sebagai Faktor Kritis
Dalam hal jumlah pendanaan r&d dan infrastruktur Iptek, Indonesia relatif masih sangat rendah dibanding negara-negara ASEAN, sebagaimana tercermin dalam angka indikator competitiveness yang diterbitkan oleh WEF (Gambar 19). Upaya peningkatan anggaran r&d merupakan faktor kritis, sekaligus tantangan tersendiri dan menjadi isu yang sangat penting untuk direkomendasikan, karena Indonesia, dari banyak negara di dunia, termasuk yang masih memiliki proporsi dana r&d yang sangat rendah dalam beberapa dekade belakangan ini (Gambar 20). Perlu dicatat bahwa kegagalan dalam berinvestasi pada r&d sekarang, akan menyebabkan hilangnya pertumbuhan di masa depan; yang merupakan suatu kemunduran yang tidak dapat dibalik dengan cepat, dan akan sangat merugikan. Hal inilah yang mendorong KIN menempatkan faktor peningkatan dana r&d sebagai butir pertama dalam rekomendasi Inisiatif Inovasi 1-747.
KOMITE INOVASI NASIONAL62
AmonRa
Gambar 18. Konstribusi Total Factor Productivity
(TFP) Terhadap Pertumbuhan PDB
Beberapa Negara ASEAN.Kontribusi TFP terhadap
pertumbuhan PDB (%) Indonesia adalah terendah di banding negara-negara
ASEAN lainnya, menunjukkan rendahnya efisiensi dan
produktivitas perekonomian Indonesia. (Sumber: Hill et. al.,
2012)
Konstribusi Total Factor Productivity terhadap Pertumbuhan PDB beberapa negara ASEAN.
Kontribusi TFP terhadap Pertumbuhan GDP %
Trend dalam GDP dan Pertumbuhan TFP (1980-2006, %)
Period
1980-19841985-19891990-19941995-19991980-2000
Indonesia
-0.32-0.470.823.67-0.80
Malaysia
-0.030.203.360.321.16
Philippines
-2.340.49-1.581.03-0.37
Thailand
0.373.662.14-2.161.00
Viet Nam
-2.094.313.363.41
TFP
1980 1985 1990 1995 2000 2005
GDP
16.012.08.04.00.0-4.0-8.0
-12.0-16.0
INOVASI 1-747 63
AmonRa
Indeks daya saing Indonesia
Negara
SingapuraMalaysiaBrunei
ThailandIndonesia
FilipinaVietnam
Peringkat2010-2011
3262838448559
Peringkat2011-2012
2212839467565
Peringkat2012-2013
2252838506575
Peringkat2013-20143
2242637385970
Rank
out
of 1
18 (i
nver
ted
scal
e)
1
21
41
61
81
101
2006-2007 2007-2008 2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013 2013-2014
Indonesia +19
Philippines +19
Vietnam -1
Cambodia +23
Thailand -5
Singapore +6
Malaysia -4
Rank changesince 2006
7654321
Institutions
Infrastructure
Macroeconomicenvironment
Health andprimary
education
Higher educationand training
Goods marketefficiency
Labor market efficiency
Innovation
Businesssophistication
Market size
Technologicalreadiness
Financial marketdevelopment
Indonesia Efficiency-driven economies
1 2 3Transition
1-2Transition
2-3
Factordriven
Efficiencydriven
Innovationdriven
Stage of development
INDONESIA
Gambar 19. Indeks daya saing Indonesia.Setelah tiga tahun mengalami penurunan, peringkat daya saing Indonesia bangkit kembali ke peringkat 38 pada tahun ini. Indonesia mengalami perbaikan 10 dari 12 pilar indeks daya saingnya, namun kinerja keseluruhan daya saing Indonesia tetap tidak merata. Tingkat daya saing Indonesia banyak terbantu oleh market size dan macroeconomic environment.
KOMITE INOVASI NASIONAL64
AmonRa
Gambar 20. Dana R&D 2013 dari berbagai
negara.Indonesia memiliki proporsi
dana r&d yang sangat rendah (0.2% dari PDB) dibandingkan
negara-negara lainnya. Walaupun pendanaan r&d
bukan satu-satunya indikator performa suatu negara, pendanaan r&d adalah
pertimbangan mendasar bagi pertumbuhan. Kegagalan
dalam berinvestasi pada r&d sekarang akan menyebabkan
hilangnya pertumbuhan di masa depan. (Sumber: 2014
Global r&d Funding Forecast)
Dana R&D 2013 Dari Berbagai Negara
Ukuran lingkaran mencerminkan jumlah relatif pembelanjaan R&D tahunan
Ilmuw
an &
Insin
yur/
Juta
Jiw
a
R&D sebagai % PDB
Sumber:Batelle,
R&D Magazine,International Monetary Fund,
World Bank,CIA World Factbook,
OECD
INOVASI 1-747 65
AmonRa
B. Inisiatif Inovasi 1-747
i. Satu Persen PDB untuk r&d
Sebuah kebijakan dalam bidang Sains dan Teknologi hanya akan bermakna jika faktor-faktor kritikal pendukung kelancaran implementasi kebijakan tersebut juga dipertimbangkan dengan baik. Faktor-faktor tersebut antara lain: ketersediaan dana r&d, tingkat pendidikan yang memadai, adanya koordinasi dan dukungan/apresiasi bagi para peneliti di kalangan Pemerintah, serta tersedianya insentif dan regulasi yang mempromosikan permintaan terhadap produk sains dan teknologi lokal. Rendahnya apresiasi terhadap upaya inovasi dapat menyebabkan rendahnya motivasi dan partisipasi dari para pemangku kepentingan (stake holders). Strategi yang diterapkan adalah mendorong r&d agar dapat memainkan peranan yang lebih signifikan dalam mengimplementasikan S&T, melalui dua mekanisme utama:
1. Mekanisme Input, yakni penyediaan dan alokasi dana riset yang mencukupi untuk mengembangkan aktivitas r&d di negeri ini. Perlu diperhatikan keseimbangan antara pengeluaran negara untuk kebutuhan r&d dan pengembangan ekonomi nasional, karena keduanya sangat penting bagi kemajuan inovasi. Untuk mendorong inovasi, KIN telah mengusulkan kepada Pemerintah untuk meningkatkan dana r&d hingga 1% dari PDB secara bertahap, dimulai pada tahun 2014. Presiden RI telah memberikan dukungannya secara penuh atas rekomendasi KIN tentang peningkatan dana r&d, sebagaimana tertuang dalam arahan Presiden pada Sidang Kabinet tanggal 12 April 2011, “Coba hitung semua berapa banyak dana yang dibutuhkan untuk budget r&d kita, baik yang dari APBN, BUMN, dan Swasta. Satu persen PDB (kurang lebih 70 triliun rupiah), kalau masih kurang ya harus kita tambah. Libatkan KIN, Bappenas, Menristek, Mendiknas, Menkeu, dan Swasta”.
2. Mekanisme Proses, di mana revitalisasi terhadap ekosistem inovasi, termasuk di dalamnya penguatan kerangka regulasi, mobilitas sumber daya manusia terampil, pembangunan pusat-pusat inovasi untuk mendukung perusahaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), pembentukan klaster-klaster sesuai keunggulan daerah, penyediaan renumerasi yang menarik bagi para peneliti, meningkatkan fasilitas-fasilitas riset dengan teknologi yang memadai untuk inovasi, penciptaan lingkungan yang mendukung dan menggairahkan yang dapat memotivasi para ilmuwan dan teknolog agar memberikan yang terbaik bagi pembangunan bangsa dan negara.
ii. Tujuh Langkah Perbaikan Ekosistem
Berkenaan dengan ‘’7 Langkah Perbaikan Ekosistem Inovasi’’ KIN mengajukan sejumlah usulan, sebagai inisiatif kongkret berdimensi jangka pendek-menengah, untuk mewujudkan perbaikan ekosistem inovasi, yakni:
Langkah 1: Sistem Insentif dan Regulasi yang Mendukung Inovasi dan Budaya Penggunaan Produk Dalam Negeri.
KOMITE INOVASI NASIONAL66
AmonRa
Gambar 21. Inisiatif Inovasi 1-747.
INISIATIF INOVASI : 1-747
1% dari GDP per tahunUntuk menunjang program inovasi melalui skema 747 diperlukan dana R&D hingga 1%
dari GDP per tahun s/d tahun 2014.
Peningkatan tersebut dapat dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan daya dukung pemerintah, BUMN dan partisipasi swasta
7 Langkah Perbaikan Ekosistem Inovasi
1. Sistem Insentif dan Regulasi yang Mendukung Inovasidan Budaya Penggunaan Produk Dalam Negeri
2. Peningkatan Kualitas dan FleksibilitasPerpindahan Sumber Daya Manusia
3. Pembangunan Pusat-pusat Inovasi untuk Mendukung IKM
4. Pembangunan Klaster Inovasi Daerah
5. Sistem Remunerasi Peneliti
6. Revitalisasi Infrastruktur R&D
7. Sistem dan Manajemen Pendanaan Risetyang Mendukung Inovasi
4 Wahana PercepatanPertumbuhan Ekonomi
1. Industri Kebutuhan Dasar (pangan, energi, air bersih, dan kesehatan)
2. Industri Kreatif (berbasis budaya dan digital content)
3. Industri Berbasis Daya Dukung Daerah (S&T Park & Industrial Park)
4. Industri Strategis (pertahanan, transportasi, dan ICT)
7 Sasaran Visi Indonesia 2025
INPUT OUTPUT
1. Meningkatkan jumlah HaKI dari penelitian dan industri yang langsung berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi
2. Meningkatkan jumlah produk-produk unggulan dan nilai tambah industri dari berbagai daerah
3. Meningkatkan infrastruktur S&T berstandar internasional
4. Mencapai swasembada pangan, obat-obatan, energi dan air bersih yang berkesinambungan
5. Mencapai swasembada produk dan sistem industri pertahanan, transportasi, dan ICT
6. Meningkatkan ekspor produk industri kreatif menjadi dua kali lipat
7. Mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, kemakmuran yang merata, dan memperkokoh NKRI
PROCESS
INOVASI 1-747 67
AmonRa
INISIATIF INOVASI : 1-747
1% dari GDP per tahunUntuk menunjang program inovasi melalui skema 747 diperlukan dana R&D hingga 1%
dari GDP per tahun s/d tahun 2014.
Peningkatan tersebut dapat dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan daya dukung pemerintah, BUMN dan partisipasi swasta
7 Langkah Perbaikan Ekosistem Inovasi
1. Sistem Insentif dan Regulasi yang Mendukung Inovasidan Budaya Penggunaan Produk Dalam Negeri
2. Peningkatan Kualitas dan FleksibilitasPerpindahan Sumber Daya Manusia
3. Pembangunan Pusat-pusat Inovasi untuk Mendukung IKM
4. Pembangunan Klaster Inovasi Daerah
5. Sistem Remunerasi Peneliti
6. Revitalisasi Infrastruktur R&D
7. Sistem dan Manajemen Pendanaan Risetyang Mendukung Inovasi
4 Wahana PercepatanPertumbuhan Ekonomi
1. Industri Kebutuhan Dasar (pangan, energi, air bersih, dan kesehatan)
2. Industri Kreatif (berbasis budaya dan digital content)
3. Industri Berbasis Daya Dukung Daerah (S&T Park & Industrial Park)
4. Industri Strategis (pertahanan, transportasi, dan ICT)
7 Sasaran Visi Indonesia 2025
INPUT OUTPUT
1. Meningkatkan jumlah HaKI dari penelitian dan industri yang langsung berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi
2. Meningkatkan jumlah produk-produk unggulan dan nilai tambah industri dari berbagai daerah
3. Meningkatkan infrastruktur S&T berstandar internasional
4. Mencapai swasembada pangan, obat-obatan, energi dan air bersih yang berkesinambungan
5. Mencapai swasembada produk dan sistem industri pertahanan, transportasi, dan ICT
6. Meningkatkan ekspor produk industri kreatif menjadi dua kali lipat
7. Mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, kemakmuran yang merata, dan memperkokoh NKRI
PROCESS
KOMITE INOVASI NASIONAL68
AmonRa
Dasar pemikiran: Kebijakan yang bersifat insentif terbukti dapat lebih merangsang munculnya semangat berkarya di kalangan penemu dan inovator. Karena itulah arah kebijakan dan regulasi yang dibuat Pemerintah haruslah terfokus pada: bagaimana mendorong keberanian untuk memanfaatkan HKI dan hasil inovasi dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip usaha. Isu terkait contohnya adalah soal pembagian pendapatan (fee) antara lembaga yang secara hukum merupakan pemegang lisensi dengan penemu atau inovator. Sasaran kebijakan ini lebih jauh adalah untuk mewujudkan kegiatan ekonomi baru dan yang lebih memacu pertumbuhan serta tumbuhnya iklim berwirausaha dan berinovasi yang lebih baik.
Upaya perbaikan antara lain:• Melakukan addendum Undang-undang (UU) Perpajakan (UU No. 36 tahun
2008). Dalam hal ini perlu diadakan peninjauan dan penyempurnaan terhadap ketentuan Pasal 4 ayat 3 dan pasal 6
• ayat 1 dengan memasukkan unsur biaya untuk kegiatan inovasi dan pemanfaatan hasil inovasi tertentu.
• Meningkatkan jumlah Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) atas hasil riset dari lembaga Litbang dan industri yang terkait langsung dengan pertumbuhan ekonomi.
• Pembentukan Badan Usaha Modal Ventura Khusus, dimana badan ini akan berperan dalam pembiayaan pembangunan fasilitas proses produksi hingga pemasarannya. Sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat menambah fungsinya menjadi Badan Usaha Modal Ventura.
Langkah 2: Peningkatan Kualitas dan Fleksibilitas Perpindahan Sumber Daya Manusia
Dasar pemikiran: Fleksibilitas aliran pengetahuan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan sebuah sistem inovasi yang dimungkinkan melalui mekanisme perpindahan SDM dari satu sektor ke sektor lainnya dalam sistem inovasi. Dalam hal ini, universitas dapat menjadi wahana pertukaran SDM yang strategis, guna mendorong pertukaran para pakar (expert) dari universitas ke ranah bisnis (terutama Usaha Kecil dan Menengah, UKM) dan sebaliknya. Salah satu kegiatan yang dapat diusulkan adalah: ‘’program riset bersama dengan menggandeng dunia bisnis’’. Knowledge Transfer Partnership adalah contoh sukses pelaksanaan program semacam ini di Inggris. Kerjasama antara universitas dan dunia industri ini sangat penting karena memungkinkan kerjasama yang menjangkau bukan saja peneliti profesional, tapi juga kelompok profesional lain yang memegang peranan kunci dalam inovasi, termasuk di dalamnya partisipasi Pemerintah sebagai fasilitator.Upaya perbaikan antara lain:• Pembentukan klaster inovasi nasional, yakni antara lain dengan
mengembangkan pusat-pusat keunggulan (center of excellence) di setiap Koridor Ekonomi Indonesia.
• Meningkatkan jumlah HKI melalui penguatan kapasitas aktor inovasi universitas, institusi riset, UKM dan inkubator bisnis.
• Meningkatkan interaksi antara perguruan tinggi dan industri yang dapat dilakukan dengan inisiatif penciptaan Taman Iptek (Science and Technology Park).
INOVASI 1-747 69
AmonRa
• Penciptaan budaya inovasi melalui pendidikan. Ini bisa diwujudkan melalui standardisasi evaluasi kependidikan dan kurikulum pendidikan dasar, pendidikan menengah/kejuruan, dan pendidikan tinggi yang bersifat discovery learning dengan menguatkan unsur kreatifitas peserta didik.
Langkah 3: Pembangunan Pusat-pusat Inovasi untuk mendukung Industri Kecil Menengah
Dasar pemikiran: Pusat inovasi dibentuk dan dioperasikan untuk merangsang dan membantu para inventor, enterpreuner serta perusahaan yang inovatif dalam mengembangkan dan mengkomersialisasikan invensi baru berbasis produk teknologi atau proses baru. Peran pusat inovasi dalam hal ini bukan saja mendorong penciptaan inovasi, tetapi juga pembuatan proposal bisnis dan promosi produk invensi yang memiliki prospek pasar yang baik melalui bantuan teknis, dukungan dan jasa. Sebagaimana diketahui, invensi yang sukses akan menghasilkan produk atau proses baru yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru dan pada gilirannya meningkatkan pendapatan nasional.
Upaya perbaikan antara lain:• Membangun dan meningkatkan jumlah pusat inkubasi dan inovasi teknologi
sebagai upaya penciptaan kemampuan technopreneurship. Dalam hal ini Perguruan Tinggi perlu lebih capable dalam menilai risiko, dan melakukan survei pasar, terkait hasil-hasil invensi masyarakat yang lahir dari inkubator teknologi. Juga, perlu ada pemfokusan terhadap masalah pendanaan aktivitas inkubasi teknologi yang berorientasi pada hibah sesuai arah riset strategis nasional.
• Pemberian fasilitas kredit untuk UKM. Dalam hal ini, perlu difasilitasi adanya skema modal ventura untuk menjembatani hasil invensi sebelum menjadi inovasi yang dapat difasilitasi lewat bank.
Langkah 4: Pembangunan Klaster Inovasi Daerah
Dasar pemikiran: Istilah “klaster inovasi daerah” diperkenalkan agar para akademisi, peneliti, pelaku usaha, Pemerintah, dan masyarakat memasukkan inovasi sebagai engine pertumbuhan ekonomi di pelbagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri yang sudah ada. Ini juga untuk mendorong agar seluruh KEK dan kawasan industri yang akan dikembangkan di enam koridor ekonomi nasional agar memiliki ekosistem inovasi yang baik. Kelak “klaster inovasi daerah” akan menjadi wahana strategis untuk menghasilkan SDM Indonesia yang bermutu dan kompetitif secara bertahap, terencana, dan terukur agar mampu membawa Indonesia dari kondisi factor-driven economy menuju innovation-driven economy; termasuk membawa STI ke dalam proses pengembangan ekonomi daerah dan nasional secara berkelanjutan.
Upaya perbaikan antara lain:• Mengidentifikasi, memetakan, dan membangun database potensi-potensi
daerah termasuk potensi industri kreatif dan industri strategis yang dapat dikembangkan menjadi keunggulan komparatif daerah.
• Mengidentifikasi dan merevitalisasi sumber daya Iptek meliputi SDM, lembaga
KOMITE INOVASI NASIONAL70
AmonRa
pendidikan tinggi atau lembaga riset, fasilitas riset, infrastruktur, dan sumber daya terkait lainnya yang dibutuhkan untuk mengembangkan potensi daerah secara optimal.
• Mendorong setiap Pemerintah daerah melakukan penataaan ekosistem inovasi untuk menciptakan suasana kondusif bagi para investor mulai dari sistem insentif, regulasi, kemudahan izin, sistem pelayanan, dan faktor terkait lainnya untuk membawa investasi dan FdI ke daerah-daerah.
Langkah 5: Sistem Remunerasi Peneliti
Dasar pemikiran: Salah satu isu utama bagi peneliti Indonesia adalah kecilnya dana penelitian dan tidak mapannya sistem remunerasi. Ironis bahwa seorang peneliti yang berkemampuan tinggi tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari lantaran penghasilan yang minim. Akibatnya banyak peneliti sibuk mencari pekerjaan sampingan menyebabkan mereka tidak fokus dalam melakukan penelitian. Produktivitas mereka pun akhirnya menurun, dan seiring dengan hal tersebut, ilmu yang mereka miliki kian tertinggal dibanding sejawat mereka di negara-negara maju. Maka, adalah sangat perlu untuk memperhatikan sistem penggajian peneliti. Penataan sistem remunerasi ini juga diperlukan guna menghindarkan brain drain atau hijrahnya manusia-manusia bertalenta tinggi itu ke negara lain. Brain drain jika terjadi dalam jumlah besar akan berdampakterhadap menurunnya kemampuan Indonesia menghasilkan inovasi-inovasi sebagai dasar pembangunan ekonominya.
Upaya perbaikan antara lain:• · Memperbaiki sistem moratorium, atau penghentian sementara, perekrutan
Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang diikuti dengan pemberlakuan sistem remunerasi yang suportif bagi para PNS—dalam hal ini peneliti di lingkungan lembaga pemerintah—guna mendongkrak produktivitas.
Langkah 6: Revitalisasi infrastruktur r&d
Dasar pemikiran: Kegiatan Litbang merupakan urat nadi inovasi. Kelengkapan infrastruktur litbang adalah salah satu penentu keberhasilan suatu kegiatan Litbang untuk melahirkan inovasi. Sayangnya, saat ini kondisi infrastruktur Litbang di Indonesia—yakni ruang untuk riset dan perangkatnya—sangat memprihatinkan: usang dan tertinggal dibanding negara-negara lain. Wajar jika para peneliti kesulitan untuk menghasilkan produk riset yang mutakhir. Tak mengherankan pula jika produkinovasi Indonesia belum mampu bersaing secara global dan memberi dampak bagi pertumbuhan ekonomi. Inovasi adalah kunci dari ekonomi yang kompetitif. Output yang sukses dari suatu kegiatan Litbang akan menelurkan industri baru dan, pada akhirnya, meningkatkan posisi suatu negara dalam persaingan ekonomi global. Agar dapat berkompetisi dalam ranah global, pusat-pusat Litbang harus mengembangkan Iptek termutakhir. Karena itulah pusat-pusat Litbang memerlukan peralatan yang modern.
Upaya perbaikan antara lain:• · Melakukan peremajaan infrastruktur Iptek yang dapat dilakukan secara
kolaboratif dengan menyisihkan sebagian dana pendidikan dari institusi
INOVASI 1-747 71
AmonRa
penerima dana, menimbang kian besarnya dana pendidikan yang kini mencapai 20 persen APBN.
Langkah 7: Sistem dan Manajemen Pendanaan Riset yang Mendukung inovasi
Dasar pemikiran: Indonesia seakan tidak kekurangan pelbagai skema pendanaan riset. Insentif Riset SINas (Insinas), Riset Unggulan Terpadu (RUT), Riset Unggulan Kemitraan (RUK), Riset Unggulan IPB, Penelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi (Pekerti) atau Penelitian Hibah Bersaing adalah sejumlah nama program pendanaan penelitian yang diadakan baik oleh institusi kementerian maupun lembaga penelitian non-kementerian (LPNK) dan perguruan tinggi. Meski memiliki beragam skema funding, sayangnya kontribusi penelitian terhadap pertumbuhan ekonomi belum terlihat signifikan. Salah satu penyebab macetnya kontribusi Litbang dalam pertumbuhan ekonomi adalah manajemen Litbang (r&d management) yang masih sektoral. Ketiadaan koordinasi antar institusi tersebut mengakibatkan tidak fokusnya program dan outcomes aktivitas Litbang.
Upaya perbaikan antara lain:• Mengimplementasikan Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia Nomor 4
tahun 2003 tentang pengkoordinasian, perumusan dan pelaksanaan kebijakan strategis pembangunan nasional ilmu pengetahuan dan teknologi melalui satu pintu. Ini merupakan upaya untuk mendorong penelitian yang bersifat strategis dan atau inovatif serta memacu produksi;
• Menarik seluruh dana riset yang tersebar di pelbagai institusi dan membuatnya berada di bawah koordinasi Kementrian Riset dan Teknologi (Kemenristek); atau menetapkan dana riset tersebut tetap berada di posnya namun memberikan kendali pengelolaannya kepada Kemenristek. Tentunya upaya ini diiringi dengan penguatan Kemenristek dalam hal r&d management, mekanisme pendanaan riset, dan pengembangan model sinergi penanganan riset.
• Memberi kewenangan kepada Menristek untuk mengelola manajemen litbang yang meliputi penetapan prioritas penelitian sesuai Agenda Riset Nasional (ARN) 2010-2014 dan pengalokasian dana penelitian.
• Penguatan peran Dewan Riset Nasional (DRN) sebagai institusi penentu prioritas nasional di bidang Iptek dan monitoring terutama yang bertujuan untuk menghasilkan inovasi (sebagaimana mengacu UU no. 18 tahun 2002 dan Inpres no. 4 tahun 2003);
• Menetapkan prioritas Rencana Unggulan Inovasi Nasional (RUIN) sesuai dengan tagline “Perekonomian Berbasis Benua Maritim” (Maritime continent-based Economy), yang meliputi: a) Ketahanan pangan; b) Ketahanan energi; c) Bioteknologi; d) Industri manufaktur; e) Teknologi infrastruktur, transportasi dan industri pertahanan; f) Teknologi pemrosesan pertanian dan pemrosesan ikan laut dalam; g) Manajemen bencana alam; h) Produk-produk inovasi berbasis ilmu pengetahuan;
• Mendukung upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan Program Penelitian Unggulan Strategis Nasional pada pelbagai bidang kajian unggulan yang dikaitkan dengan pengembangan enam koridor ekonomi nasional;
• Mengalokasikan minimal 40 persen pendanaan Litbang yang tersebar di pelbagai institusi guna mendukung program-progam RUIN.
KOMITE INOVASI NASIONAL72
AmonRa
iii. Empat Wahana Percepatan Pertumbuhan Ekonomi
Berkenaan dengan ‘’4 Wahana Percepatan Pertumbuhan Ekonomi’’, rekomendasi KIN adalah sebagai berikut:
Wahana 1: Industri Kebutuhan Dasar (Pangan, Obat-obatan, Energi dan Air Bersih)Dasar pemikiran:
Adalah tanggungjawab Pemerintah untuk menyediakan pelayanan kebutuhan dasar: pangan, energi, air bersih, dan kesehatan. Namun seiring perjalanan waktu, misi itu kian penuh tantangan. Pertambahan jumlah penduduk, peningkatan kesejahteraan masyarakat, perubahan gaya hidup, dan industrialisasi di Indonesia telah melejitkan pemintaan pangan, energi, dan air; bahkan demand-nya diprediksi bakal melonjak 30 hingga 50 persen pada 2030 sebagaimana prediksi Bank Dunia. Perihal ketersediaan pangan, persoalan yang muncul antara lain berpusar pada kombinasi tiga hal: kian minimnya luas lahan pertanian intensif yang diiringi kian besarnya permintaan pangan akibat pertambahan penduduk, masih besarnya penggunaan pupuk sintetis, serta kian tak menentunya cuaca lantaran perubahan iklim (climate change). Khusus untuk climate change, negeri ini perlu menggiatkan Litbang yang mampu mengadaptasi hal tersebut, seperti penciptaan benih yang tahan kekeringan, tahan hama, tahan banjir (rendaman) serta teknologi pascapanen yang lebih dapat diandalkan. Rekayasa benih tadi harus dilakukan lewat pendekatan bioteknologi, mengingat teknologi berbasis biologi molekuler merupakan jenis teknologi hijau yang tidak memberikan dampak cemaran pada lingkungan. Melalui bioteknologi dan kombinasi teknologi pertanian lainnya, diharapkan produksi padi, jagung, kedelai, dan sagu dapat meningkat guna memenuhi kebutuhan nasional (swasembada pangan) bahkan menjadi sumber pendapatan negara melalui ekspor. Persoalan lain adalah tingginya penggunaan pupuk sintetis di Indonesia yang menambah intensitas kerusakan lahan pertanian dan pencemaran lingkungan. Fakta bahwa sebagian besar pupuk ini diimpor juga berpotensi melemahkan ketahanan pangan negeri ini. Sementara, di lain pihak, Pemerintah belum mempunyai kapasitas memadai dalam penyediaan pupuk organik yang praktis bagi para petani. Padahal Indonesia bisa memanfaatkan keanekaragaman hayatinya untuk memproduksi pupuk organik inovatif dalam skala besar. Seperti halnya permintaan pangan, kebutuhan air bersih juga terus meningkat. Faktor pemicunya antara lain pertumbuhan populasi yang tinggi serta pemakaian air dalam jumlah besar untuk memasok kebutuhan industri pertanian (termasuk biofuel), proses-proses industri, termasuk produksi pupuk kimia. Sayangnya kebutuhan air yang terus meningkat ini tidak seiring sejalan dengan kondisi di lapangan: ancaman perubahan iklim telah memicu banyak kegagalan panen dan bencana alam. Ketersediaan energi juga terus tergerus manakala kebutuhan energi kian meningkat. Guna merespons hal tersebut, kebijakan energi harus mempertimbangkan sejumlah hal, antara lain: faktor pemanasan global dan kelestarian lingkungan; koordinasi dengan negara-negara lain untuk menghindari perang terbuka memperebutkan sumber-sumber energi; penerapan budaya masyarakat dan bangsa yang efisien; serta intervensi teknologi. Di bidang kesehatan, penyakit infeksi masih menjadi problem utama di Indonesia. Penyakit yang lazim menjadi beban bagi di negara-negara berkembang
INOVASI 1-747 73
AmonRa
ini dapat dicegah menggunakan vaksin. Kabar baiknya adalah teknologi vaksin kini telah berkembang pesat, ditunjukkan dengan kian banyaknya jenis-jenis vaksin baru yang tersedia. Namun, sangat disayangkan, bahwa sebagian besar vaksin yang digunakan di Indonesia masih harus didatangkan dari mancanegara. Indonesia memang memiliki PT Biofarma, sebuah perusahaan kelas dunia yang mampu mengekspor produk vaksinnya ke benua Afrika, Asia, Amerika Latin, dan Eropa. Namun perusahaan yang berbasis di Bandung, Jawa Barat ini menyatakan produk vaksinnya belum menggunakan teknologi vaksin terkini dan seed vaksin yang berasal dari Indonesia—dengan kata lain, kita masih harus tergantung pada negara lain.
Upaya perbaikan antara lain:
Bidang Pangan:• Segera dikembangkan teknologi food estate.• Segera diarahkan penelitian bidang pangan mesti mampu mengatasi
tantangan perubahan iklim melalui pendekatan adaptasi dan mitigasi.• Penelitian bidang pangan difokuskan pada pemanfaatan teknologi biologi
molekuler (utama rekayasa genetika) untuk dapat mencapai low external input, high productivity, dan sustainable agriculture.
• Segera dikembangkan teknologi penghematan dan penangkapan air untuk irigasi pertanian.
• Segera dibuat database mikroba-mikroba lokal (indigenous microbes) serta flora dan fauna pada tingkat molekuler yang bermanfaat untuk pertanian (biofertilizer, benih, dan lain-lain). Untuk itu disarankan segera dilakukan identifikasi, inventarisasi, dan penyimpanan contoh sumberdaya genetika di seluruh wilayah NKRI, khususnya yang penting untuk ketahanan pangan serta kesinambungan pembangunan bekerjasama dengan perguruan tinggi yang ada.
Bidang Obat-obatan:• Penelitian bidang kesehatan difokuskan pada penggunaan teknologi biologi
molekuler (berbasis genomik dan proteomik) berbasiskan biodiversitas dan culture diversity yang ada di Indonesia.
• Penelitian dan pengembangan vaksin sebagai agen preventif terhadap penyakit infeksi tropis yang umum terjadi di masyarakat (diare, disentri dan lain-lain) perlu diprioritaskan.
• Penelitian bidang kesehatan difokuskan untuk mengatasi penyakit infeksi tropis, degeneratif (diabetes, jantung, hipertensi), dan kanker
• Penelitian (farmakokinetika, farmakodinamika, dan toksikologi) terhadap obat tradisional terus dilakukan dan dikembangkan.
• Penelitian sel punca (stem cell) perlu digalakkan dan dikembangkan aplikasinya dengan mempertimbangkan etika-etika kemanusiaan.
• Dilaksanakannya identifikasi, inventarisasi, dan penyimpanan contoh sumberdaya genetika di seluruh wilayah NKRI, khususnya yang penting untuk ketahanan obat serta kesimbangunan pembangunan, dengan bekerjasama dengan perguruan tinggi yang ada.
• Pemberian insentif pajak untuk lebih mendorong kegiatan dan pemanfaatan hasil inovasi di bidang obat-obatan. Disamping itu juga direkomendasikan pembentukan perusahaan modal ventura di sektor Negara, melalui perubahan fungsi dan misi beberapa BUMN dalam rangka program restrukturisasi dan rasionalisasi BUMN.
• Pengembangan industri alat dan fasilitas kesehatan segera dilakukan.
KOMITE INOVASI NASIONAL74
AmonRa
Bidang Energi:• Diperlukan adanya upaya penataan ulang program untuk pemenuhan
kebutuhan energi jangka pendek, seperti aplikasi teknologi tepat guna untuk inovasi hilir sumber energi seperti teknologi pengefisienan energi, dan percepatan penguasaan teknologi converter gas dan produksinya.
• Untuk jangka menengah dan panjang, perlu didukung inovasi energy terbarukan, dan perlu segera dilakukan hal sebagai berikut:
• Pembangunan Industri Sel Surya, untuk mendukung pengembangan alternatif-energi: Tenaga Surya.
• Aktor Utama: Kementerian ESDM, BPPT, LIPI, PLN, Balitbang ESDM, Kementerian PU, UI, ITB, dan BATAN.
• Pembangunan Industri Baterei, untuk menunjang aplikasi/ pemanfaatan Tenaga Surya.
Bidang Air Bersih:• Perlu dilakukan sinergi diantara lembaga-lembaga yang mengatur kebijakan
terkait dengan urusan air-bersih. Lembaga-lembaga yang dimaksud antara lain: Dewan Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum (dalam hal ini. Direktorat Jenderal yang bertanggung jawab tentang kebijakan penyediaan air-bersih maupun air untuk keperluan industri), Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian ESDM, Pemerintah Daerah, Lembaga-lembaga Riset, Perguruan Tinggi). Diusulkan agar keberhasilan pengelolaan air bersih dijadikan salah satu parameter keberhasilan sebuah Pemda.
• Segala kebijakan dan manajemen air-bersih perlu memperhatikan implikasi lintas-sektoral di bidang pangan dan energi.
• Untuk menangani masalah-masalah yang terkait dengan kekurangan air, maka KIN merekomendasikan kepada Pemerintah untuk mengkaji peta cekungan air tanah yang efektif untuk resapan air tanah. Di samping itu, Pemerintah juga dianjurkan untuk mengadakan gerakan-gerakan sosial di masyarakat yang mendorong terciptanya budaya pelestarian air bersih.
• Pengolahan air limbah memerlukan peningkatan kesadaran dan pemahaman berupa perubahan nilai dan perilaku masyarakat. Karenanya perlu diintensifkan sosialisasi pembudayaan menggunakan air bersih dari sumber air limbah yang dimurnikan dengan menghargai nilai budaya lokal.
Wahana 2: Industri Kreatif (Berbasis Budaya dan digital content)Dasar pemikiran:
Industri kreatif merupakan salah satu komponen penting dalam pembangunan ekonomi setelah era ekonomi berbasis pengetahuan. Pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh industri kreatif memiliki pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan dengan industri lainnya, selain itu industri ini merupakan salah satu wahana dalam memperkuat identitas budaya dan membantu dalam memajukan diversitas kebudayaan sebuah bangsa. Banyak negara menyadari pentingnya industri kreatif ini dan mencoba menciptakan kebijakan yang kondusif dalam mendorong terbentuknya industri kreatif yang maju. Sektor industri ini dulunya dianggap tidak terlalu penting dalam memajukan industri di sebuah negara, namun sekarang merupakan industri yang meningkat sangat tajam, sehingga para pengambil keputusan mulai mengumpulkan data industri kreatif untuk dicarikan kebijakan yang tepat dalam memacu pertumbuhan sektor industri ini yang dapat berdampak kepada pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
INOVASI 1-747 75
AmonRa
Keunggulan industri kreatif memiliki dua sisi, pertama industri ini biasanya terdiri dari bisnis yang berbasis inovasi untuk menghasilkan produk, dan jasa yang sangat luas. Kedua, industri kreatif juga merupakan penyedia ide-ide baru dan produk-produk baru bagi perusahaan lainnya. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang memegang peranan sangat penting di dalam industri kreatif sehingga daya saing industri ini sangat berkaitan dengan dinamika inovasi dan sektor teknologi.
Upaya perbaikan antara lain:• Membangun pusat-pusat inovasi industri kreatif dan pusat-pusat
perdagangan. Termasuk juga membangun Indonesia Innovation center sebagai pusat inkubasi bagi para pengusaha kreatif pemula.
• Menyediakan dukungan modal ventura.• Menciptakan sistem pendidikan berbasis kreativitas melalui perubahan
paradigma kurikulum.
Wahana 3: Industri Berbasis Daya Dukung Daerah (S&T Park dan Industrial Park)Dasar pemikiran:
Dibutuhkan pelbagai bentuk wahana untuk membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan kawasan industri berbasis inovasi dan daya dukung daerah. Salah satu format yang diusulkan adalah Science and Technology Park (STP), Industrial Park (IP), atau kombinasi keduanya. Dari wahana-wahana inilah SDM-SDM unggulan negeri ini dapat diberdayakan dan difasilitasi untuk berinovasi. Dari karya-karya intelektual mereka, diharapkan terjadi peningkatan daya saing produk komoditas unggulan pertanian, perkebunan, perikanan, pertambangan, pariwisata, dan komoditas lainnya serta potensi usaha manufaktur dan jasa sesuai dengan potensi daerah setempat. Science and Technology Park merupakan suatu wadah di mana para aktor inovasi—akademisi, pelaku usaha dan Pemerintah—bersinergi untuk mengembangkan STI untuk pengembangan ekonomi. Selain memfasilitasi hubungan dunia riset dengan komunitas industri, misi utama STP adalah: merangsang tumbuhnya perusahaan-perusahaan start up berbasis teknologi baru. Karena itulah STP kerap didesain sebagai wahana inkubasi perusahaan swasta baru, tempat training bagi pengusaha yang memiliki kemampuan inovatif, serta tempat bereksperimen bagi teknologi yang baru ditemukan. Industrial Park adalah sebuah zona khusus yang didesain untuk tujuan pengembangan industri. Keberadaan IP—sebagai zona khusus—diperlukan untuk mengembangkan inovasi dengan pertimbangan bahwa: sains dan teknologi berkembang secara sistematik, terencana, dan dikawal dengan berbagai kebijakan untuk memperkuat sistem insentif dan regulasi yang kondusif. Kondisi serba terintegrasi dan terkoordinasi ini bisa didorong melalui kehadiran IP. Karena itulah, IP harus dilengkapi sarana dan prasarana terintegrasi yang mencakup fungsi-fungsi konektivitas fisik, konektivitas elektronik, konektivitas pengetahuan, dan konektivitas ekonomi.
Upaya perbaikan antara lain:• Merujuk pada rekomendasi mengenai pembangunan klaster daerah, perlu
kiranya didorong upaya untuk mengembangkan KEK dan kawasan industri berbasis inovasi.
KOMITE INOVASI NASIONAL76
AmonRa
• Menetapkan empat program prioritas yang meliputi:1. Revitalisasi Puspiptek.2. Bandung Raya Innovation Valley (BRIV).3. Kawasan Industri Inovasi Jawa Timur.4. Integrated National Maritime Science and Technology Park (INMSTP)
Aceh.• Perlu dikembangkan Pusat Unggulan Rekayasa dan Rancang Bangun guna
mendukung seluruh program di atas sebagai batu pijakan untuk mendorong lahirnya inovasi di pelbagai bidang terkait.
• Mengembangkan beberapa potensi unggulan daerah, antara lain:1. Inovasi benih unggul, pola bercocok tanam, dan proses pascapanen.2. Inovasi rangkaian proses produksi (antara lain, untuk tanaman coklat, teh,
kopi, kelapa sawit).3. Inovasi produk perikanan yang tersebar dipelbagai tempat di Indonesia
khususnya di wilayah Indonesia Timur.4. Inovasi produk pertambangan berbasis besi, nikel, tembaga, aluminium
yang tersebar di pelbagai wilayah Indonesia.5. Inovasi produk berbasis kehutanan yang tersebar di pelbagai koridor
ekonomi.6. Inovasi produk pariwisata yang disesuaikan dengan nilai kultural daerah
setempat yang tersebar di pelbagai koridor ekonomi.
Wahana 4: Industri Strategis (Pertahanan, Transportasi dan TIK)
Dasar pemikiran: Diperlukan revitalisasi industri-industri strategis guna membangun pondasi dan tulang punggung sistem keamanan dan pertahanan Indonesia. Namun, perlu digarisbawahi, revitalisasi ini dianjurkan untuk menggunakan doktrin tertentu sebagai “guideline” bagi penciptaan peta jalan (roadmap) dan cetak biru (blueprint) industri strategis tadi. Doktrin ini diperlukan dengan alasan bahwa:• Kelangsungan hidup (sustainability) industri strategis pendukung sistem
pertahanan negara memerlukan kerangka arah (platform) dan tujuan. Pengalaman di masa lalu menunjukkan pengembangan industri strategis belum memiliki landasan yang kokoh lantaran tidak terkait dengan doktrin tertentu.
• Doktrin yang dimaksud memiliki prinsip-prinsip utama, antara lain:1. Penciptaaan lingkungan strategis guna mencapai sasaran zero enemy
thousand friends in Asia Pacific. Prinsip ini akan menjadi landasan bagi kawasan damai di Asia Pasifik untuk percepatan pertumbuhan ekonomi kawasan.
2. Penciptaan industri strategis yang dapat menjadi wahana bagi tumbuhnya teknologi canggih bertujuan ganda (dual mission technology). Tujuan ini meliputi, yakni: pertama, teknologi sebagai penciptaan wahana untuk tujuan kemakmuran (prosperity); kedua, teknologi untuk tujuan keamanan (security) yaitu sebagai kekuatan penangkal dalam keadaan darurat.
3. Melengkapi kebijakan ini adalah kebutuhan untuk mendorong pembangunan Pilot Plant dan pembentukan perusahaan Modal Ventura di sektor Negara, atau mengubah dan menugasi satu atau dua BUMN yang telah ada untuk difungsikan dalam usaha Modal Ventura.
4. Walau terbatas dalam bentuk Insentif Fiskal, kebijakan tersebut juga diberlakukan terhadap Usaha Modal Pembentukan usaha Modal
INOVASI 1-747 77
AmonRa
Ventura di sektor Negara ini perlu, karena selalu terlibatnya faktor “risk taking” yang tinggi, mengingat:• Langkah serupa ini hampir selalu merupakan “terobosan”
terutama bila menyangkut produk-produk tertentu yang biasanya bersifat strategis atau pioneering;
• Ciri dan hakekat usaha Modal Ventura yang selalu bersifat “long term investment”
Upaya perbaikan antara lain:• Indonesia perlu terus proaktif dalam mengembangkan soft-power diplomacy
untuk menjaga perdamaian dunia dengan mengedepankan perdamaian dan penyelesaian masalah secara dialogis dan politis.
• Indonesia perlu memiliki desain jangka panjang (long-term grand design) untuk mendukung program industri strategis. Desain ini akan berisi kebijakan, strategi, dan langkah-langkah implementasi mengenai pengembangan industri strategis untuk keperluan sipil dan komersial yang siap ditingkatkan untuk memasok kebutuhan pertahanan negara.
• Mendorong industri otomotif yang ada agar mampu menguasai teknologi transportasi secara utuh (darat, laut, dan udara) dengan mempersiapkan SDM dan sumber daya dukung Iptek terkait serta standardisasi produk.
• Mempercepat pembentukan TIK Fund yang berasal dari dana USO untuk pembangunan serat optik yang menghubungkan 33 propinsi dan 440 kota di seluruh Indonesia (Palapa Ring);
• Mewajibkan operator telekomunikasi untuk mempercepat pembangunan backbone serat optik;
• Mendorong operator telekomunikasi menggunakan broadband untuk meningkatkan akses kepada ilmu pengetahuan.
• Mendorong pelaku industri kreatif menghasilkan produk-produk software berupa digital content yang diadopsi dari kekayaan alam dan sumber daya sosio-budaya Indonesia.
• Membentuk perusahaan Modal Ventura di sektor Negara (dengan antara lain bila perlu menggunakan sebagian deviden yang diterima Pemerintah dari BUMN), atau mengubah dan menugaskan satu atau dua BUMN yang ada untuk difungsikan dalam usaha Modal Ventura.
iv. Tujuh Sasaran Visi Indonesia 20257 Sasaran Visi Indonesia 025
1. Meningkatkan jumlah HaKI dari penelitian dan industri yang langsung berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi.
2. Meningkatkan jumlah produk-produk unggulan dan nilai tambah industri dari berbagai daerah.
3. Meningkatkan infrastruktur S&T berstandar internasional.4. Mencapai swasembada pangan, obat-obatan, energi dan air bersih yang
berkesinambungan.5. Mencapai swasembada produk dan sistem industri pertahanan, transportasi,
dan TIK.6. Meningkatkan ekspor produk industri kreatif menjadi dua kali lipat.7. Mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, kemakmuran yang
merata, dan memperkokoh NKRI.
KOMITE INOVASI NASIONAL78
AmonRa
Gambar 22 menunjukkan bagaimana sasaran Visi Indonesia 2025 dapat dicapai.
C. Inisiatif Inovasi 1-747 dan Konten Inovasi dalam MP3EI
Pada tataran praktis, guna mendukung Indonesia menuju advanced economy tahun 2025, Inisiatif Inovasi 1-747 teraktualisasikan melalui sebuah indikator penting, yakni diterapkannya inovasi secara terencana dan sistematik—dengan dukungan modal manusia (human capital) berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi—pada semua bidang yang dibutuhkan dalam tiga strategi utama pembangunan ekonomi MP3EI (meliputi 8 program dan 22 aktivitas ekonomi). Transformasi inovasi dalam kegiatan-kegiatan ekonomi tersebut akan memacu pertumbuhan lebih cepat guna mendongkrak angka PDB, sekaligus meningkatkan indikator-indikator lain seperti TFP, HDI, dan Knowledge-Based Economy secara berkesinambungan. Sebagai upaya pengejewantahan dari Inisiatif Inovasi 1-747, KIN memberikan rekomendasi-rekomendasi terkait konten inovasi dalam tiga strategi utama MP3EI, yakni:
Strategi 1: Penguatan Koridor Ekonomi Indonesia
Rekomendasi: Penguatan klaster inovasi di setiap koridor Menurut KIN pengembangan enam koridor ekonomi harus diiringi oleh penguatan klaster inovasi di setiap koridor guna meningkatkan ‘’keunggulan bersaing industri untuk berinovasi’’. Untuk itu, empat faktor yang disebut Porter (1998) sebagai ‘’diamond keunggulan negara’’ perlu memperoleh perhatian:• Kondisi faktor produksi: Ini berkenaan dengan kondisi faktor produksi suatu
negara, seperti tenaga kerja terlatih dan infrastruktur yang diperlukan suatu industri untuk bersaing.
• Kondisi permintaan: Ini bertalian dengan jenis permintaan pasar dalam negeri terhadap produk-produk industri.
• Industri pendukung: Ini terkait dengan ketersediaan industri-industri pendukung (vendors) yang kompetitif secara internasional.
• Strategi dan struktur perusahaan: Ini berhubungan dengan kondisi pengaturan negara tentang bagaimana perusahaan-perusahaan terbentuk, diatur dan dikendalikan, serta sifat persaingan dalam negeri yang sehat.
Pemerintah harus melakukan optimalisasi pada keempat titik ‘’diamond’’ tersebut guna meningkatkan keunggulan bersaing industri di setiap koridor ekonomi, yang pada gilirannya akan mendorong perusahaan untuk berinvestasi dan berinovasi, guna menjamin pertumbuhan berlangsung secara berkesinambungan. KIN turut mendorong kebijakan dan strategi implementasi berbasis inovasi ke dalam KEK di berbagai bidang sesuai dengan Perpres 28/2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, di antaranya melalui pengembangan Model Operasionalisasi Sistem Inovasi Industri dan Produk Unggulan Daerah dari hulu ke hilir.
Strategi 2: Penguatan Konektivitas Nasional
Rekomendasi: Pengembangan industri strategis pendukung konektivitas Terdapat tiga jenis konektivitas yang perlu dikembangkan di Indonesia, dan sangat diperlukan untuk mendukung MP3EI, yaitu konektivitas fisik, konektivitas elektronik, dan konektivitas pengetahuan. Konektivitas fisik berkenaan dengan
INOVASI 1-747 79
AmonRa
Gambar 22. Sasaran VIsi Indonesia 2025.Tujuh VIsi Indonesia 2025 dapat dicapai melalui empat wahana percepatan pertumbuhan ekonomi yang berada dalam ekosistem inovasi yang baik dengan dukungan dana R&D yang memadai.
Ekosistem Inovasi
DanaR&D
Wahana 1:Industri kebutuhan dasar
(pangan, obat-obatan,energi dan air bersih).
Wahana 2:Industri kreatif
(berbasis budaya dan digital content)Wahana 3:
Industri berbasis daya dukung daerah(S&T Park & Industrial Park)
Wahana 4:Industri strategis
(pertahanan, transportasidan ICT)
Sasaran Visi Indonesia 2025
Wah
ana Percepatan Pertumbuhan Ekonomi
Sasaran Visi Indonesia 2025
KOMITE INOVASI NASIONAL80
AmonRa
upaya perbaikan dan pengembangan prasarana transportasi fisik, seperti jalan raya, jembatan, pelabuhan, atau rel kereta api. Menurut KIN, salah satu proyek strategis konektivitas fisik yang perlu diberi perhatian serius adalah jembatan penghubung pulau Jawa dan Sumatera (lihat boks: Jembatan Selat Sunda) yang pembangunannya akan dimulai pada 2014. Selain itu, pelbagai industri strategis yang ada—khususnya industri pesawat terbang, perkapalan, dan kereta api— juga perlu dikembangkan agar dapat menjadi pusat penumbuhan inovasi di bidang teknologi transportasi dan alat angkutan darat, laut, dan udara sebagai penopang penguatan konektivitas nasional. Berkenaan dengan konektivitas elektronik, Pemerintah perlu mempercepat pembangunan backbone serat optik di wilayah Timur Indonesia sebagai sarana akselerasi ketersediaan infrastruktur TIK yang strategis. Pembangunan Palapa Ring juga harus terus didorong, antara lain dengan mewajibkan operator telekomunikasi segera menuntaskan rencana pembangunan backbone serat optik dan dengan mempercepat pembentukan TIK Fund yang berasal dari dana USO. Palapa Ring adalah serat optik penghubung 33 propinsi dan 440 kota di seluruh Indonesia. Sementara konektivitas pengetahuan adalah terkait dengan terbukanya akses yang luas terhadap sumber-sumber pengetahuan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan berbagai best practices yang ada di dunia yang dapat dimanfaatkan anak bangsa bagi keberhasilan pelaksanaan RPJPN 2005-2025, RPJM 2009-2014, dan MP3EI.
Strategi 3: Penguatan Kemampuan SDM dan Iptek Nasional
Rekomendasi: Mempersiapkan sistem pendidikan dan infrastruktur Iptek Terwujudnya transformasi inovasi di dalam aktivitas-aktivitas ekonomi MP3EI sangat bergantung pada kesiapan aktor-aktor inovasi (human capital) yang terlibat. Penguatan SDM inovasi untuk tujuan tersebut dapat dilakukan dengan strategi:• Peningkatan kesiapan Iptek (science and technology readiness) dan
infrastruktur Iptek berdaya saing, melalui:1. Ketersediaan pendidikan sains teknologi, pranata sosial dan humaniora
yang berkualitas guna menciptakan SDM yang kompeten, berkepribadian luhur, berharkat dan bermartabat.
2. Pengoptimalan SDM berpendidikan S2 dan S3 yang telah ada, diikuti penambahan 7.000 hingga 10.000 Ph.D di bidang sains dan teknologi secara bertahap dan terencana hingga tahun 2014.
3. Pengadaan laboratorium berstandar internasional baik di bidang ilmu-ilmu dasar maupun terapan di perguruan tinggi, lembaga Litbang kementerian dan non-kementerian serta pusat riset swasta. Upaya ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas SDM dan infrastruktur penunjang Iptek guna menghasilkan hasil-hasil penelitian dan inovasi berstandar internasional di universitas dan lembaga Litbang, Pemerintah dan swasta.
• Revitalisasi sistem pendidikan dengan mengedepankan budaya pertumbuhan berkelanjutan (sustainable development), dan penghargaan terhadap aktivitas riset dan inovasi. Ini dapat diwujudkan dengan merancang sistem pendidikan yang memperhatikan sinergitas hasil penemuan Iptek, kearifan dan budaya lokal berbasis kreativitas dan inovasi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
INOVASI 1-747 81
AmonRa
2. PERTUMBUHAN EKONOMI YANG DIPANDU INOVASI
Sejak beberapa dekade terakhir para ekonom menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan berkesinambungan tidak dapat dicapai hanya dengan meningkatkan kapital fisik, eksplorasi sumber daya alam ataupun jumlah populasi yang besar. Pembangunan kapital fisik seperti pengadaan peralatan, bangunan, jalan, dan sebagainya, memang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek, namun tidak menjamin pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Hal yang sama juga berlaku pada kegiatan eksplorasi sumber daya alam dan pertumbuhan populasi. Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan sangat bergantung kepada akumulasi pengetahuan yang diejawantahkan kepada penggunaan sumber daya alam yang lebih efisien dan meningkatnya sumber daya manusia yang terampil/terdidik. Terjadinya akumulasi pengetahuan dalam sebuah negara sangat ditentukan oleh besarnya investasi yang dialokasikan di bidang pendidikan, pengembangan teknologi dan institusi, serta pengembangan sosial budaya masyarakat. Akumulasi pengetahuan ini tercermin antara lain dalam jumlah paten dan hak cipta yang dimiliki suatu negara, yang pada gilirannya juga mempengaruhi pertumbuhan ekonominya melalui produk yang dihasilkan dan dipasarkan (inovasi). Secara umum konsensus para ekonom menyimpulkan bahwa pendorong utama pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan adalah STI dalam bentuk yang beragam. Kata inovasi sering diartikan semata-mata sebagai upaya penciptaan teknologi baru dan aplikasinya. Hal ini memang ada benarnya, namun bila dilihat lebih dekat, inovasi ternyata tidak semata hanya penciptaan teknologi baru, tetapi lebih banyak merupakan eksploitasi sukses dari ide-ide baru atas sesuatu yang telah ada sebelumnya. Oleh karenanya inovasi dapat diartikan sebagai upaya perbaikan atau penyempurnaan suatu produk dan servis melalui perbaikan-perbaikan pada proses produksi sehingga menjadi lebih efisien dan efektif, yang pada akhirnya dapat mendatangkan keuntungan. Secara simultan ketiadaan inovasi dapat menimbulkan stagnasi bisnis dan hilangnya pekerjaan dan kesempatan usaha. Bagi pebisnis, inovasi merupakan cara untuk meningkatkan, sekaligus mempertahankan pertumbuhan sebuah perusahaan melalui produk-produk dan/atau layanan yang lebih berkualitas dan mengisi niche (ceruk) yang kosong. Oleh karenanya perusahaan atau organisasi yang inovatif dapat meningkatkan laba bagi pemilik dan pemegang saham. Bagi para pegawai, inovasi berarti pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih menarik, peningkatan ketrampilan, dan yang terpenting, peningkatan kesejahteraan. Dan akhirnya, bagi para konsumen, inovasi berarti memperoleh produk dan/atau servis yang lebih baik dan berkualitas dengan harga yang terjangkau. Dalam membangun ekonomi bangsa di era modern ini, inovasi adalah kunci penting untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing nasional. Inovasi bahkan merupakan satu-satunya cara untuk dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan pada saat yang sama menjawab tantangan perubahan iklim global dan kerusakan lingkungan. Sebagai contoh, aplikasi inovatif engineering dalam menurunkan tingkat polusi udara, dan pemanfaatan bioteknologi untuk mengatasi masalah limbah. Selanjutnya, teknologi semikonduktor, internet dan teknologi mobile telah merevolusi perkembangan dan potensi ekonomi sebuah bangsa. Intinya, melalui inovasi kita dapat memutuskan keterikatan antara pertumbuhan ekonomi dan eksploitasi dangkal terhadap sumber daya, yakni pengerukan sumber daya alam secara terus-menerus tanpa memikirkan azas kelestariannya. Hal ini berlaku baik pada sektor manufacturing maupun sektor servis dengan menerapkan ‘green principle” dalam seluruh proses pelaksanaannya.
KOMITE INOVASI NASIONAL82
AmonRa
Ada tiga alasan utama mengapa inovasi menjadi penting bagi Indonesia, dan dalam skala kecil bagi sebuah perusahaan:1. Liberalisasi perdagangan dan turunnya biaya komunikasi dan transportasi
menyebabkan Indonesia harus siap bersaing dengan negara-negara dengan upah pekerja yang lebih rendah, serta negara-negara dengan tenaga terampil/terdidik. Contohnya, gaji buruh di Tiongkok 50% lebih rendah dari gaji buruh di negara-negara Eropa, dan gaji pekerja di Korea setengah dari harga pekerja di Inggris, sementara perbandingan umur sarjana di kedua negara tersebut pada dasarnya hampir sama.
2. Penerapan sains dan teknologi di segala bidang menimbulkan dampak perubahan yang jauh lebih cepat dari yang diprediksi sebelumnya. Sebagai contoh, perkembangan dalam bidang TIK, bioteknologi, energi terbarukan dan nanoteknologi telah memicu gelombang baru inovasi dan membuka banyak kesempatan bagi para pebisnis untuk mencapai keuntungan kompetitif bila menguasai teknologi ini.
3. Komunikasi global dengan sistem komunikasi yang bekerja 24 jam, tujuh hari seminggu, dapat mengubah selera pasar dengan sangat cepat. Produk baru dari sebuah inovasi dengan hitungan menit sudah dapat dilihat di seluruh penjuru dunia.
Ketiga hal di atas sebenarnya bukan merupakan tantangan, tetapi justru menjadi faktor-faktor pendukung Indonesia menjadi negara maju di tahun 2025 dan kekuatan ekonomi 12 besar dunia, karena Indonesia telah memiliki atau berpotensi menguasai ketiga hal di atas. Untuk itu Indonesia perlu terus meningkatkan kontribusi inovasi teknologi sebagai mesin pertumbuhan ekonomi baru dalam faktor produksi (Y=f(L.C.T)), dimana: L= land, C= Capital, T= Technology. Masuknya Technology dan Innovation (T&I) ke dalam faktor produksi ditargetkan akan semakin meningkat secara berangsur dari sekitar 5,3% pada tahun 2010, menjadi kurang lebih 17% pada tahun 2015 (didukung pendanaan r&d 1.0% PDB), dan berlanjut menjadi 25% pada tahun 2020 (didukung pendanaan r&d 1,5% PDB), dan akhirnya menjadi sekitar 31% pada tahun 2025 (didukung pendanaan r&d 2.0% PDB) (Gambar 23).
A. Strategi Pentahapan Terintegrasi
Meningkatnya peranan teknologi dan inovasi seiring dengan membesarnya kontribusi TFP terhadap PDB menunjukkan bergesernya perekonomian kita dari konsumtif (berbasis eksploitasi sumber daya alam) menuju produktif (berbasis eksploitasi knowledge). Untuk dapat mencapai sasaran sebagaimana tertuang dalam road map KIN (Gambar 23), diperlukan program lima tahunan dengan fokus yang berbeda-beda namun terpusat pada mengembangkan pembangunan STI (Gambar 24).• Lima Tahun I (2010-2014) fokus pada penguatan Kapasitas Aktor Inovasi;• Lima Tahun II (2015-2019) fokus pada peningkatan efisiensi potensi nasional
untuk pertumbuhan ekonomi berbasis pengetahuan;• Lima Tahun III (2020-2024) fokus pada pembangunan inovasi teknologi dan
efisiensi bisnis menuju pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Perencanaan ini harus merupakan bagian dari perencanaan nasional yang dikeluarkan oleh Bappenas. Pada tahapan lima tahun ke II, Indonesia sudah harus berpindah dari SDM yang padat karya menjadi SDM terampil dan sudah beralih dari ekonomi berbasis SDA menjadi ekonomi berbasis pengetahuan. Pada lima tahun III, Indonesia sudah harus mencapai tahap pengembangan inovasi berbasis
INOVASI 1-747 83
AmonRa
Gambar 23. Road Map Komite Inovasi Nasional: Pertumbuhan yang Dipandu Inovasi.Untuk mencapai target sebagai negara maju di tahun 2025 dan kekuatan ekonomi 12 besar dunia, Indonesia perlu terus meningkatkan kontribusi inovasi teknologi sebagai mesin pertumbuhan ekonomi baru dalam faktor produksi (Y=f(l.c.T)), dimana: l= land, c= capital, T= Technology.
Kondisi Saat Ini :PDBTFPHDI
KBE IndicatorR&D (&PDB)
Kondisi 2025dengan sistem
inovasi nasional
InovasiTeknologi
ROAD MAP
Y = f ( C,L,T )
Inovasi Teknologi:5.8% PDB
Kebutuhansaat ini
KebutuhanMasa Depan
2010FactorDriven
2015Efficiency
Driven
2020Transition
State
2025Innovation
Driven
R&D 1% PDB R&D 1.5% PDB R&D 2% PDB
L&C94,7 %
2010
Factor Driven
($ 3.000/kapita)
Efficiency Driven
($ 5.200/kapita)
Innovation Driven
($ 10.000/kapita)
SustainableDevelopment
($ 16.000/kapita)
2015 2020 2025
T&I5.3%
L&C83 %
T&I17%
L&C68 %
T&I25%
L&C56 %
T&I31%
KOMITE INOVASI NASIONAL84
AmonRa
Gambar 24. Strategi Pentahapan Terintegrasi. Untuk dapat mencapai sasaran
roadmap Pertumbuhan yang Dipandu Inovasi, diperlukan
program lima tahunan dengan fokus yang berbeda-
beda namun terpusat pada pembangunan STI
StrategiPentahapanTerintegrasi
•IM=.....& PDB•Indeks TFP .......•HaKi .....
•IM=.....& PDB•Indeks TFP .......•HaKi .....
•IM=.....& PDB•Indeks TFP .......•HaKi .....
(Knowledge Based Economy)
INOVASI 1-747 85
AmonRa
teknologi tinggi, yakni dengan SDM terampil dan berpengetahuan tinggi, dengan ekonomi Indonesia yang sudah berbasis inovasi. Agar peta rencana pertumbuhan inovasi terintegrasi sepenuhnya ke dalam pembangunan ekonomi, maka sangat dibutuhkan adanya perencanaan yang detail atas target peningkatan faktor-faktor: indeks TFP terhadap PDB; jumlah HKI; jumlah SDM terlatih dan terdidik; dan angka HDI.
B. Arah Utama Lima Area Inovasi
Berdasarkan pada berbagai studi yang dilakukan oleh KIN, Indonesia perlu menguatkan landasan makroekonominya melalui pengembangan program-program STI yang berkualitas, dan membangun kapasitas sumber daya manusia. Tugas yang paling berat dalam beberapa tahun terakhir ini adalah upaya mentransformasikan consumptive mind-set menjadi entrepreneurial mind-set, baik di kalangan pegawai pemerintah, bisnis, akademisi/peneliti maupun masyarakat. Proses transformasi ini sangat penting dalam menggiring semua aktor inovasi menciptakan masyarakat yang lebih berpengetahuan, lebih kreatif dan inovatif. Pendekatan bottom-up juga telah menunjukkan tren ke arah inovasi terbuka dan frugal inovasi. Dengan mempertimbangkan hal-hal di atas, Indonesia perlu fokus pada lima area utama inovasi, sebagai berikut (Gambar 25):1. Inovasi aktor, yaitu penguatan kemampuan inovasi para aktor inovasi di sektor
industri, universitas dan institusi riset;2. Inovasi kinerja dan difusi, yaitu memproduksi dan mengkomersialisasikan
produk-produk hasil kreatifitas dan hasil penelitian;3. Inovasi sistem dan kelembagaan, yaitu menggalang kerjasama dengan
berbagai pusat penelitian unggulan, berbagai perusahaan, serta mensinkronkan kebijakan pendanaan dan program inovasi untuk mencapai tingkat efisiensi dan efektivitas tinggi;
4. Inovasi faktor input, yaitu mengamankan dan mengawal alokasi dana r&d yang diperoleh melalui investasi agar benar-benar diperuntukkan bagi pengembangan STI;
5. Inovasi infrastruktur, yaitu menyiapkan/mengembangkan sumber daya manusia berkualitas tinggi dalam bidang Iptek; dan menciptakan ekosistem dan budaya STI.
Butir pertama dan kedua diarahkan untuk menciptakan sistem nilai tambah melalui berbagai model seperti penambahan jumlah para aktor inovasi, perbaikan performa inovasi dan perluasan difusi hasil inovasi. Diharapkan bahwa Indonesia, dengan sumber daya yang ada, secara bertahap bertransformasi melalui tahapan kegiatan-kegiatan yang berlandaskan pada proses imitasi dan modifikasi menuju sistem produksi bernilai tambah. Area yang ketiga, didesain untuk menciptakan sistem inovasi yang terkoordinasi dengan baik dan lebih terbuka dalam menghadapi tantangan, dan untuk lebih memberikan peluang bagi berkembangnya kreatifitas dan inovasi sebagai penggerak pertumbuhan. Tujuan butir 4-5 adalah untuk meningkatkan faktor-faktor input r&d dan menyediakan infrastruktur dan lingkungan inovasi yang kondusif, guna mendukung kegiatan inovasi. Secara menyeluruh, implementasi usaha-usaha ini akan memperkuat basis makroekonomi Indonesia yang berdasarkan pada pengembangan kualitatif mikroekonomi melalui sains, teknologi dan sumber daya manusia terampil/terdidik.
KOMITE INOVASI NASIONAL86
AmonRa
Gambar 25. Arah Utama Lima Area Inovasi
Indonesia. Indonesia perlu menguatkan landasan makroekonominya
melalui pengembangan program-program STI yang
berkualitas dan membangun kapasitas sumber daya
manusia. Indonesia perlu fokus pada lima area utama inovasi.
Arah UtamaLima Area InovasiIndonesia
Sistem Jejaringdan Terbuka
KesempatanKerjadan
Kesejahteraan
Inovasi Sistemdan Kelembagaan
Siste
m B
eror
ient
asika
n
Kine
rja d
an K
ebut
uhanSistem
Penciptaan
Nilai (Budaya)
Inovasi
Infrastr
uktur
Inovasi
Faktor InputInov
asi
Kine
rja d
an D
ifusi
Inovasi
Aktor
Memproduksi danmengomersialisasikan
hasil kreativitasdari kegiatan R&D
Memperkuatkemampuan
inovasi industri,universitas dan
institusi penelitian
Mengamankan investasiR&D yang efisien
dan penyediaan tenagakerja berbasis S&T
yang berkualitas tinggi
Menciptakan ekosistemdan budaya S&T
yang berbasis inovasi
Memperkuat kerjasama dengan lembaga riset terdepandan perusahaan Mengoordinasikan kebijakan, keuangan,
& program secara efektif & efisien
PLATFORM: INOVASI 1-747
INOVASI 1-747 87
AmonRa
KOMITE INOVASI NASIONAL88
AmonRa
INOVASI 1-747 89
AmonRa
BAB IIIWAHANA
PERCEPATAN PERTUMBUHAN
EKONOMI
KOMITE INOVASI NASIONAL90
AmonRa
WAHANA PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI
1. KLASTER INOVASI: WAHANA PUSAT PERTUMBUHAN REGIONAL DAN NASIONAL
Posisi Indonesia yang strategis secara geografis, dengan jumlah populasi yang sangat besar, adalah modal dasar yang luar biasa yang perlu ditopang dengan sebuah Sinas yang benar-benar membumi dan dapat memfasilitasi potensi geografis, sumber daya alam, sumber daya manusia dan kekuatan pasar domestik. Untuk itu nilai-nilai kearifan lokal dan keunggulan daerah perlu mendapatkan perhatian khusus dalam membangun sistem inovasi yang sesuai dengan kebutuhan Indonesia. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut serta konsep pembangunan MP3EI, KIN mencanangkan perlunya membangun sebuah Sinas berbasis keunggulan nasional dan daerah. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, tujuan utama Sinas adalah mencari konvergensi kekuatan utama Indonesia yang bisa dijadikan ciri khas bangsa untuk meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat global, dan pada saat yang bersamaan memeratakan pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia secara berkesinambungan. Untuk mendukung MP3EI, Pemerintah Indonesia telah menentukan enam koridor ekonomi dengan berbagai klaster inovasi regional (Gambar 26) sebagai pusat pembangunan: Sumatera, Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku-Papua. KIN mengharapkan agar aspek inovasi dapat tertanam pada semua program MP3EI untuk menjamin keberlanjutan pembangunan ekonomi dan sosial untuk komunitas lokal. Pembentukan klaster inovasi ini baik pada tingkat nasional maupun regional adalah sangat penting untuk mencapai Indonesia berbasis inovasi. Klaster Inovasi yang dibangun di daerah-daerah, yakni di dalam 6 koridor pertumbuhan ekonomi merupakan turunan dari Sinas Indonesia. Tujuan pendirian klaster inovasi di ke-enam koridor adalah menciptakan ekosistem penunjang inovasi agar pembangunan ekonomi berbasis inovasi dapat terakselerasi pada pusat-pusat pertumbuhan ekonomis tersebut, sekaligus merupakan sebuah sistem yang berbasis kepada pemerataan pembangunan di daerah. Ke depan, diharapkan masing-masing daerah akan memiliki pusat-pusat pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi yang berlandaskan kepada pemanfaatan keunggulan dan kearifan lokal. Tujuan jangka panjang dari pemikiran ini adalah terbentuknya rantai klaster inovasi yang saling terkait dan berhubungan antara pusat pertumbuhan klaster inovasi di satu daerah dengan daerah lainnya. Inilah konsep
INOVASI 1-747 91
AmonRa
baru Indonesia modern di mana kesatuan dan persatuan bangsa akan diikat tidak saja oleh ideologi yang kuat tetapi juga oleh kebutuhan untuk maju bersama dalam sebuah ikatan kokoh Sinas. Strategi utama pembangunan klaster inovasi daerah adalah membangun daerah-daerah yang memiliki kekhususan sumberdaya alam, budaya dan/atau tawaran kemudahan regulasi dan insentif pajak, yang dapat menarik investor baik DDI maupun FdI untuk berinvestasi di daerah tersebut. Diharapkan dan diupayakan agar para pelaku inovasi akan merasa nyaman dan aman dalam bekerja dan berdomisili di daerah pembangunan baru tersebut. Pemerintah dalam hal ini memegang peranan yang sangat penting dalam menciptakan lokasi pertumbuhan baru di daerah dengan menyediakan peraturan-peraturan serta infrastruktur yang kondusif untuk menarik para investor. Perlu diingat bahwa Multinasional corporations (MNC) melalui FdI tidak akan mentransfer teknologinya secara cuma-cuma ke negara di mana FdI tersebut masuk. Namun FdI tetap dibutuhkan untuk membuka lapangan kerja dan juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Untuk jangka panjang klaster daerah ini dapat meningkatkan peranan local Indigenious Innovation untuk mengembangkan STI-nya sendiri. Setiap klaster daerah diharapkan memiliki kekhasan produk lokal yang dibutuhkan oleh klaster daerah lainnya, sehingga terbentuk suatu ketergantungan produk inovasi di berbagai daerah. Sekali lagi melalui inovasi kita perkuat kesatuan dan persatuan NKRI – Indonesia berbasis inovasi. Dalam pengembangan Klaster inovasi dibutuhkan sinergi para aktor terkait dengan para aktor inovasi lainnya antara lain: pemerintah pusat/daerah, pendidikan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, industri dan lembaga keuangan (Gambar 27). Di sini analogi keseimbangan ekosistem alam yang harmonis dan produktif kembali berlaku. Inovasi hanya dapat terjadi jika di dalam ekosistemnya dalam hal ini klaster-klaster inovasi terdapat aktor-aktor yang mempunyai kemampuan untuk berinovasi. Untuk itu peningkatan kapasitas para aktor inovasi Indonesia harus dilakukan.
A. Penguatan Kapasitas Aktor Inovasi
Salah satu faktor penting yang dapat mempercepat proses transformasi Indonesia menuju negara berbasis inovasi adalah upaya penguatan kapasitas aktor inovasi di seluruh sistem. Penguatan aktor inovasi ini harus dirancang sedemikian rupa hingga selaras dengan upaya penguatan Sinas dan Inisiatif Inovasi 1-747. Di sini, peranan aktif pemerintah sangat diperlukan dalam upaya menguatkan kapasitas inovasi ini. Komite Inovasi Nasional mengusulkan strategi penguatan aktor inovasi sebagaimana tertera pada Gambar 28. Pertama, pemerintah harus mengambil inisiatif untuk melakukan tinjauan ulang terhadap semua peraturan perundangan yang berlaku, termasuk kebijakan insentifnya, dan berani mengambil tindakan untuk menciptakan/menyediakan lingkungan yang kondusif bagi para aktor inovasi untuk beraktifitas. Pemerintah harus mengatur secara serius masalah regulasi penataan makroekonomi, fiskal, pajak, perdagangan, persaingan sehat, promosi industri, infrastruktur ekonomi, standarisasi, manajemen sumber daya, nilai-nilai budaya dan lainnya yang mendukung semangat inovasi. Penguatan sektor swasta dan BUMN dapat dilakukan melalui kerjasama bisnis diantara keduanya, dimana pemerintah menyediakan peraturan dan sistem insentif yang mendorong pertumbuhan industri. Upaya-upaya ini vital sebagai salah satu strategi penguatan perusahan nasional Indonesia dalam menghadapi kompetisi global.
KOMITE INOVASI NASIONAL92
AmonRa
Gambar 26. Klaster Inovasi Regional
pada Enam Pusat Pertumbuhan.
Sumber: MP3EI
Gambar 27. Klaster Inovasi: Wahana Pusat
Keunggulan.
Klaster InovasiRegional pada EnamPusat Pertumbuhan
Klaster Inovasi:Wahana Pusat Keunggulan
“Sentra Produksi danPengolahan Hasil Bumi
dan Lumbung Energi Nasional”"Pusat Produksi dan
Pengolahan Hasil Tambang& Lumbung Energi Nasional"
''Pusat Produksi danPengolahan Hasil Pertanian,
Perkebunan, Perikanan,MIGAS, dan Pertambangan
Nasional''
Koridor Sumatera
Koridor Kalimantan Koridor Sulawesi
''Pintu Gerbang PariwisataNasional dan Pendukung
Pangan Nasional''
"Pendorong Industri danJasa Nasional"
“Pusat PengembanganPangan, Perikanan, Energi,
dan PertambanganNasional"
Koridor Jawa
Koridor Bali - Nusa Tenggara Koridor Papua - Maluku
Kapasitas Inovasi
Sistem Inovasi
Daya Saing/ Produktivitas
Kemakmuran
INOVASI 1-747 93
AmonRa
Gambar 28. Diagram Upaya Penguatan Kapasitas Aktor Inovasi
PERUSAHAAN SWASTA(NASIONAL dan DAERAH)
BUMN STRATEGIS
UKM danINKUBATOR BISNIS
UNIVERSITAS
MASYARAKAT MADANI
INSTITUSI RISET:LPNK, LPK, SWASTA
Peran Pemerintah Sebagai Penghasil Regulasi dan Insentif
MengembangkanTeknologi
Inti
Menetapkan sistem kerja samaperusahaan publik - swasta
Mengembangkan produk baru dan
menyediakan inovasi inovasi teknologi‘customized’
DiperhitungkanDalam Tingkat
Persaingan Dunia
Memenuhi KebutuhanSains, Teknologi, dan
Inovasi Nasional
UKM Inovatifdan
Start Up Companies
Membangun Klaster R&D
Menumbuhkembangkanriset di Universitas
Menetapkan sistem kerja samaperusahaan publik - swasta
Melonggarkan regulasi yang merefleksikan kebutuhan industri
Menyiapkan masyarakat berbasis pengetahuan melalui sistem pendidikan
yang melahirkan generasi kreatif, inovatif dan berjiwa entrepreneurship
Melonggarkan regulasi yang merefleksikan kebutuhan industri
Diagram Upaya PenguatanKapasitas Aktor Inovasi
KOMITE INOVASI NASIONAL94
AmonRa
Para pelaku UMKM harus didukung dengan meningkatkan kemampuan mereka dalam melahirkan produk-produk baru yang inovatif melalui penyediaan teknologi, penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan. Demikian juga penguatan terhadap perguruan tinggi sebagai salah satu penghasil inovasi dapat dicapai melalui pengembangan klaster Litbang, untuk mendorong aktivitas penelitian guna menghasilkan teknologi utama yang tepat, sehingga dapat meningkatkan daya komparatif dan kompetitif Indonesia. Dalam dua tahun terakhir, berbagai usaha telah dilakukan pemerintah untuk memperkuat lembaga penelitian baik pemerintah maupun swasta melalui pembangunan laboratorium untuk kajian spesifik, perluasan kesempatan bagi peneliti untuk mendapat pelatihan sesuai dengan bidang keahliannya, dan peningkatan sistem insentif bagi peneliti. Mengingat potensi sumber daya alam dan manusia yang begitu besar, sudah saatnya Indonesia menerapkan sistem manajemen riset yang otonom dan beorientasi outcome. Usaha ini mengarah pada upaya menjawab tantangan ke depan tentang kebutuhan sumber daya manusia yang mumpuni dalam bidang STI. Yang terakhir, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah, upaya membentuk masyarakat madani yang berdasar pada pengetahuan (knowledge-based society), disiapkan melalui sistem pendidikan yang berkualitas tinggi di semua jenjang pendidikan. Upaya ini akan menghasilkan generasi Indonesia yang kreatif dan inovatif dengan pola pikir kewirausahaan (entrepreneurial mindset) yang lebih baik.
B. Wahana Industri dan Penguatan Talenta
Seperti juga negara-negara new emerging economies di Asia, Indonesia akan mengadopsi jalan ‘Silicon Valley’-nya Amerika Serikat dengan mendirikan innovation park pertama, “Bandung Raya Innovation Valley (BRIV)”. Inilah konsep percepatan pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi melalui intensifikasi program-program inkubasi bisnis dalam taman-taman Iptek (science and technology park, S&T park). Di wahana taman Iptek inilah talenta-talenta baru diciptakan. Lebih dari itu, konsep ‘inkubasi bisnis dalam taman Iptek’ bukan ditujukan sekadar untuk memproduksi karya ilmiah sebanyak banyaknya, tetapi didorong untuk melakukan riset-riset yang berorientasi pada kebutuhan pasar (market demand) untuk kemudian dihubungkan dengan pihak industri yang dikawal oleh regulasi pemerintah yang mendukung. Sinergi antara pelaku utama inovasi, investor dan pemerintah ini diharapkan dapat menstimulasi munculnya start-up bisnis berbasis inovasi teknologi yang pada gilirannya akan mendorong tumbuhnya sebuah koridor industri berbasis teknologi tinggi pertama di Indonesia (Gambar 29 dan 30). Pada tahap awal, kegiatan BRIV akan difokuskan pada bidang TIK, transportasi, energi dan biologi. Jika Malaysia terkenal dengan Multimedia Superhighway corridor (MSC), BRIV telah memiliki koridor industri sesungguhnya, yang berkembang secara alami. Koridor industri ini meliputi area Jakarta-Cikampek-Cilegon-Bandung, yang jika dioptimalkan akan lebih besar dari MSC. Jakarta dalam koridor ini berperan sebagai pusat bisnis; sementara koridor Jakarta-Cilegon dan Jakarta-Cikampek adalah lokasi industri manufaktur yang telah established dan strategis, karena lokasinya yang dekat dengan pelabuhan internasional (untuk keperluan pengiriman komponen dan produk jadi). Di Cilegon terdapat Krakatau Steel, di Cikampek terdapat Sony, Epson, Pirelli dan lain-lain.
INOVASI 1-747 95
AmonRa
Gambar 29. Sinergi antara pelaku utama inovasi, investor dan pemerintah
Gambar 30. Bandung rayaInnovationValley(BRIV)
Akademisi
Klaster Industri
CilegonJakarta
Cikampek
PendidikanTinggi
PendidikanTinggi
Pemerintah
Bisnis
Klaster Industri
Industri Strategis
Klaster Industri
LitbangSwasta
/IndustriLitbang
Akademik
LitbangPemerintah
Institusi Iptek Pendukung
Institusi Iptek
Sinergi antara pelakuutama inovasi, investor
dan pemerintah
Bandung Raya Innovation Valley(BRIV)
Bandung
KOMITE INOVASI NASIONAL96
AmonRa
Dalam perencanaan ini, Bandung didesain untuk menjadi jangkar kegiatan Litbang karena telah ada lusinan institusi akademik papan atas dan SDM level internasional di kota ini. Sebagai contoh, ITB, akan berperan sebagai institusi penyumbang SDM utama dan aktor utama dalam BRIV di samping yang berasal dari STT Telkom, Unpad, Unpar, Politeknik ITB, dan sebagainya. Terdapat juga sejumlah BUMN strategis di bidang TIK dan transportasi, seperti PT Inti, PT LEN, PT Pindad dan PT DI. Di tingkat akar rumput, Bandung memiliki 120-an UKM berbasis high-tech yang akan menjadi penopang klaster industri ini sekaligus menunjukkan kesiapan BRIV berkembang menjadi industri global seperti Bangalore di India. Keberadaan berbagai UKM ini penting untuk menghindarkan foot-loose industry. BRIV tidak ditujukan untuk menciptakan koridor industri eksportir seperti sudah dilakukan di Cikampek-Cilegon dan Batam yang tidak berorientasi innovation enhancement. Komite Inovasi Nasional berharap agar BRIV dapat menjadi tempat terjadinya aliran knowledge dan SDM dari perguruan tinggi ke industri, seperti dari Stanford University ke Silicon Valley, AS. Lebih luas, BRIV merupakan realisasi dari strategi percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia berbasis penciptaan klaster inovasi, sebagaimana tertuang dalam MP3EI dengan enam koridor klaster inovasi, dengan kekhasan dan kekhususan peran masing-masing, yang terkonsentrasi di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Papua-Maluku. BRIV berada di koridor Jawa sebagai bagian dari koridor “pendorong industri dan jasa nasional”. Kawasan industri BRIV telah dideklarasikan oleh Presiden Republik Indonesia pada 30 Agustus 2012 (Lihat juga Bagian Tiga buku ini.) Ide pembentukan klaster inovasi seperti BRIV sebenarnya sudah ada sejak tiga dekade lalu, dicetuskan oleh sejumlah dosen ITB. Ide ini kemudian ditindak lanjuti oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan pada tahun 1996, dengan mengembangkan konsep Bandung High Tech Valley (BHTV). Sayangnya rencana ini terbengkalai sebagai dampak dari krisis moneter 1997. Gagasan tentang science and technology park ini dihidupkan kembali oleh KIN dengan mengusulkan pembentukan BRIV. Langkah-langkah yang telah dilakukan berkenaan pembentukan BRIV antara lain: koordinasi dengan stakeholders terkait, penggodokan konsep pengembangan BRIV, identifikasi persoalan dan merekomendasikan solusi, monitoring dan evaluasi program. Proses kegiatan di dalam BRIV akan dilakukan secara bottom up. Serangkaian pembicaraan informal tentang innovation park ini telah dilakukan dengan pihak Bappenas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Perindustrian, ITB, dan WorldBank. Secara umum institusi-institusi ini mendukung ide pembentukan BRIV. Diusulkan pula agar kawasan BRIV dimasukkan ke dalam kategori Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Dengan status ini BRIV mempunyai lebih banyak kesempatan untuk mendapatkan skema pembiayaan alternatif serta lebih mudah menarik keterlibatan perusahaan swasta nasional/multinasional.
C. Memacu Inovasi Melalui Investasi
Secara umum, upaya pengembangan temuan-temuan menjadi suatu produk inovasi akan melibatkan empat pilar utama penyokong Sinas, yaitu: Pemerintah sebagai regulator, Lembaga-lembaga penelitian/perguruan tinggi sebagai penghasil invensi; Pelaku usaha/industri sebagai pengubah dan produser massal hasil invensi menjadi produk inovasi. Contoh, untuk memicu inovasi, pemerintah dapat memberikan insentif pajak kepada pihak industri termasuk BUMN, swasta nasional maupun swasta asing (melalui FdI, dengan catatan akan menggunakan teknologi dalam negeri dan/atau mentransfer teknologi dari
INOVASI 1-747 97
AmonRa
luar ke Indonesia). Bagi pelaku invensi, pemerintah dapat memberikan insentif berupa peningkatan dana penelitian, dengan syarat utama bahwa telah ada pihak industri yang menyatakan berminat untuk menggunakan teknologi yang akan dikembangkan. Dengan kata lain, insentif hanya diberikan oleh pemerintah jika produk invensi yang akan dikembangkan sudah pasti memiliki nilai pasar yang tinggi melalui persyaratan yang ketat, misalnya: harus sudah memiliki feasibility study dan return of investment yang jelas. Persyaratan ini menjadi penting sebagai awal terjadinya inovasi di dalam sebuah Negara. Di samping pemerintah, pelaku industri juga diharapkan dapat menjadi penggerak inovasi dengan menyediakan fasilitas riset yang state of the art untuk memenuhi kebutuhan invensi teknologi dengan nilai pasar yang potensial. Indonesia sebagai anggota G20 saat ini mulai berkembang dengan pesat setelah berhasil keluar dari berbagai turbulensi krisis ekonomi sejak tahun 1997. Momentum perbaikan ekonomi ini, yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi terbaik di dunia, disaat banyak negara maju terperangkap dalam krisis ekonomi berkepanjangan dan tidak kunjung selesai, harus dimanfaatkan untuk mencapai visi Indonesia 2025. Salah satu akselerator pertumbuhan ekonomi adalah dengan meningkatkan investasi, baik dari dalam maupun luar negeri. Tugas utama pemerintah adalah menarik/mengajak para investor untuk menanamkan modalnya di berbagai daerah di Indonesia, dengan menyediakan insentif berupa kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendukung penanaman modal. Dalam bidang manufaktur, pemerintah hendaknya memberikan kemudahan bagi investor dan menyediakan lokasi industri yang siap pakai seperti: lahan yang telah siap bangun, adanya jaminan hak atas tanah yang dapat diperoleh dengan mudah, tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh investor, dan kemudahan dalam mendapatkan perizinan, sehingga investor dapat segera membangun dan mengoperasionalkan pabriknya. Selain itu untuk mendukung kelancaran operasional pabrik, perlu diciptakan suasana yang kondusif termasuk di dalamnya keamanan, kenyamanan dan ketentraman kerja dan domisili bagi para investor dan karyawannya. Upaya meningkatkan FdI ke Indonesia perlu mendapatkan perhatian yang serius agar kebutuhan pertumbuhan ekonomi jangka pendek dan menengah dapat dipertahankan. Realisasi FdI mencapai 21.10% dari keseluruhan realisasi investasi di Indonesia pada tahun 2010 yang meningkat 49.93% dengan besaran 16 milyar dolar AS , meningkat tajam dari penurunan tahun sebelumnya sebesar 27.28%. Investasi asing pada sektor primer masih sangat kecil, berada pada kisaran 1 milyar dolar AS per tahun pada dekade terakhir ini. Peningkatan penanaman modal asing pada sektor pertambangan di tahun 2010 telah meningkatkan realisasi investasi, mencapai 3 milyar dolar AS. Investasi asing pada sektor tertiari masih memegang peranan yang sangat besar dari total investasi yang masuk ke Indonesia dan meningkat dengan sangat tinggi sejak tahun 2007. Singapura masih merupakan negara dengan tujuan FdI yang terbesar dibandingkan dengan negara-negara Asean lainnya, walaupun dengan jumlah penduduk terkecil setelah Brunei Darussalam. Tentunya ini merupakan sebuah paradox jika dibandingkan dengan Indonesia dengan jumlah penduduk mendekati 250 juta jiwa, ditambah dengan kekayaan alam yang berlimpah. Pemerintah sudah selayaknya mulai menerapkan sistem insentif dengan paket yang menarik yang dipadu dengan kebijakan fiskal, kemudahan pengurusan perizinan usaha hingga kemudahan pengurusan keimigrasian bagi para pekerja luar dengan ketrampilan tinggi, sehingga memungkinkan terjadinya transfer teknologi di Indonesia. Untuk jangka waktu menengah dan panjang diharapkan FdI tidak hanya mencari tempat di mana tersedia pekerja dengan upah yang rendah, ekplotasi sumber
KOMITE INOVASI NASIONAL98
AmonRa
daya alam, dan rendahnya nilai tambah (shallow investment) tetapi juga sudah memasuki siklus berikutnya di mana FdI sudah mulai mengekploitasi pengetahuan, maksimum transfer teknologi dan menggunakan pekerja lokal yang ahli dan berpendidikan yang tinggi (Gambar 31). Konsep ini dapat dikembangkan dengan membuka beberapa pusat klaster inovasi di masing-masing koridor ekonomi yang saling terkait satu dengan lainnya dengan sangat erat. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam upaya mengembangkan secara maksimal pembangunan ekonomi suatu negara, diperlukan investasi asing. Sebagai contoh, negara semaju Amerika Serikat dan Tiongkok terus saling mengejar untuk mencapai posisi teratas dalam peringkat jumlah FdI-nya. Tiongkok merupakan penerima FdI tertinggi di dunia pada tahun 2013, setelah bertahun-tahun selalu dipegang oleh Amerika Serikat. Indonesia sangat membutuhkan investasi asing untuk mengembangkan sumberdaya secara optimal. Di sini pentingnya tekad merubah paradigma investasi dari sekedar eksploitasi sumber daya alam dan tenaga kerja murah, menjadi investasi berbasis inovasi yang mengeksploitasi sumber daya pengetahuan dan ketrampilan tenaga kerja Indonesia. Indonesia harus beranjak dari investasi yang sifatnya dangkal dan jangka pendek, yang hanya mengandalkan eksploitasi sumberdaya alam semata dengan nilai tambah yang rendah, dan tenaga kerja yang murah, menjadi bentuk investasi berdasarkan pada eksploitasi pengetahuan dengan memaksimalkan transfer teknologi dan tenaga kerja terampil dan terdidik (Gambar 32). Berbicara tentang transfer teknologi dan penyediaan tenaga terampil, hal ini tentunya tidak akan terjadi begitu saja secara otomatis dengan adanya FdI. Upaya-upaya perlu dilakukan antara lain melalui mekanisme rantai nilai global (global value chain). Strategi ini memanfaatkan kekuatan pasar Indonesia yang besar untuk menarik FdI masuk dengan membawa produk-produk Hi-Tech yang telah berada dalam rantai nilai global. Proses alih teknologi dapat mengikuti kemudian (strategi ini yang oleh Dr. B.J. Habibie, yang dikenal dengan sebutan: Berawal dari Akhir, Berakhir di Awal). Indonesia sebenarnya telah menerapkan strategi ini yakni melalui pembangunan secara serius industri-industri strategis seperti industri kereta api, industri perkapalan, dan industri kedirgantaraan dimana salah satu produknya adalah N250. Pelbagai studi menunjukkan bahwa globalisasi terhadap rantai nilai mendukung argumentasi keikutsertaan UKM dalam rantai nilai global memberi dampak positif bagi UKM. Contoh, penataan ulang organisasi untuk meningkatkan produktivitas di tingkat internasional melalui ”outsourcing” dan pengembangan rantai nilai global, ternyata berdampak positif terhadap UKM, khususnya para suplier. Niche baru untuk mensuplai berbagai produk dan layanan (servis) terus bermunculan sebagai akibat dari fragmentasi produk. Bagi UKM, karena ukurannya yang relatif kecil, dapat dengan mudah beradaptasi terhadap perubahan-perubahan dengan memanfaatkan fleksibilitas mereka dan kemampuannya untuk bergerak cepat. Faktor-faktor lain yang menguntungkan bagi UKM adalah: 1. Partisipasi dalam rantai nilai global dapat mendorong pertumbuhan UKM
dan meng-internasionalisasikan produk-produk mereka. Hal ini memberikan peluang akses kepada UKM ke dalam pasar global dengan biaya yang lebih murah dibandingkan yang harus dikeluarkan oleh individu produsen UKM, karena adanya fungsi intermediasi yang dimainkan oleh kontraktor. Perusahaan-perusahaan yang telah berhasil mengintegrasikan satu atau lebih nilai rantai global terbukti memiliki stabilitas yang lebih tinggi dalam pengembangan bisnis mereka.
INOVASI 1-747 99
AmonRa
Gambar 31. Perubahan Paradigma FDI Berbasis pada Eksploitasi Sumber Daya Alam menuju FDI Berbasis Eksploitasi keunggulankompetitif.
Gambar 32. Transfer Teknologi Melalui Mekanisme Rantai Nilai Global (Global Value Change).
Pertumbuhan
Konsumsi
PenawaranSupply
PermintaanDemand
Pertumbuhan
KonsumsiInovasi
“Produksi!”
PenawaranSupply
PermintaanDemand
1st CycleShallow Investment
with:• Exploitation of Natural Resources
• Minimum Value Added• Cheap Labour
2nd CycleDeep Investment
with:• Exploitation of Knowledge• Maximum Tech. Transfer
• Skillful & Educated Work Forces
Increase Productivity
Production Factors( L ) Land( L ) Labour( C ) Capital
Natural Resource Driven Economic(Comparative Adv)
Innovation Driven Economic(Competitive Adv)
Transfer Teknologi MelaluiMekanisme Rantai Global
Pemanfaatan High Tech Global (Global Value Chain)
Alih Teknologi
Pengembangan Teknologi
Penelitian Dasar Keindustrian
4 3 2 1 0
KOMITE INOVASI NASIONAL100
AmonRa
2. Perusahaan-perusahaan kecil yang memfokuskan diri pada teknologi multi fungsi, dapat mengamankan posisi mereka di pasar dengan menjadi penyedia (supplier) yang terspesialisasi melayani berbagai sektor manufakturing seperti sektor automotif dan peralatan dengan ketepatan tinggi.
3. Masuk ke dalam rantai nilai global dapat menggandeng reputasi perusahaan yang telah bertaraf internasional. Sebagai contoh Lenovo yang mengakuisisi divisi personal komputer IBM, berdampak pada percepatan akses Lenovo ke pasar luar negeri, sambil terus memperbaiki kualitas dan teknologi yang ditampilkan oleh Lenovo, sehingga saat ini telah menjadi sebuah branding yang diperhitungkan di pasar.
4. Bekerjasama dengan mitra usaha di hulu maupun hilir akan meningkatkan efisiensi kerja UKM. Hal ini terjadi karena adanya keuntungan-keuntungan yang sifatnya substansif seperti: terjadinya aliran informasi, transfer teknologi, dan kesempatan belajar bagi pengusaha UKM. Melalui strategi ini, para pelaku UKM akan terekspose pada proses belajar dari rekanan mereka di tingkat global, yang membuka peluang terjadinya tumpahan/aliran pengetahuan dan selanjutnya menstimulir peningkatan kemampuan sumberdaya manusia dan teknologi;
5. Kemampuan untuk terus berinovasi dan mengikuti perkembangan teknologi terbaru dilihat oleh UKM sebagai suatu persyaratan utama kesuksesan mereka untuk dapat berpartisipasi dalam rantai nilai global.
Namun demikian, untuk memperoleh manfaat maksimal dari strategi rantai nilai global, Indonesia harus benar-benar siap untuk menerima hadirnya perusahaan multinasional yang sudah berperan di panggung pasar dunia. Bahkan lebih dari itu, Indonesia harus mampu menciptakan daya tarik yang kuat, di samping keunggulan besarnya pasar, agar perusahaan-perusahaan global tersebut mau menanamkan modal dan mentransferkan teknologinya di Indonesia. Pengalaman pahit dengan perusahaan RIM (Research in Motion) patut direnungkan secara lebih dalam. Seperti kata pepatah, banyak jalan menuju Roma, inovasi tidak selamanya harus bergantung pada perusahaan asing atau harus menunggu lahirnya teknologi baru melalui FdI. Pemanfaatan teknologi yang sudah ada secara kreatif dan inovatif melalui model bisnis inovasi dapat menghasilkan hal-hal yang menakjubkan.
2. MODEL BISNIS INOVASI INDONESIA
A. Model Bisnis Inovasi
Hampir semua negara-negara non-industri di Asia, termasuk Indonesia, mencanangkan peningkatan inovasi teknologi sebagai salah satu kebijakan nasionalnya untuk mengejar ketertinggalan dan memecahkan berbagai masalah sosial yang dihadapi. Namun demikian KIN menyadari bahwa Indonesia pada saat ini belum bisa mengandalkan inovasi yang dipacu oleh sains dan teknologi untuk memecahkan persoalan-persoalan kemiskinan, penyediaan pangan, layanan kesehatan dan perlindungan lingkungan, yang kesemuanya perlu segera mendapatkan perhatian serius. Memang telah terjadi peningkatan terhadap jumlah paten sejak pemerintah mencetuskan tekad untuk menggalakkan inovasi, antara lain melalui pembentukan KIN dan menerima masukan rekomendasi dari Komite ini. Namun perkembangan inovasi di bidang sains dan teknologi di Indonesia belum mencapai skala besar, atau bahkan belum mencapai critical mass untuk komersialisasi hasil-hasil inovasi yang dapat mendatangkan
INOVASI 1-747 101
AmonRa
keuntungan yang signifikan. Berdasarkan pertimbangan ini, KIN mengajukan rekomendasi tidak saja dalam bentuk strategi inovasi sains dan teknologi, tetapi juga dalam bentuk Model Bisnis Inovasi yaitu: upaya penciptaan nilai-nilai baru yang substansial atau radikal bagi pelanggan atau konsumen, yang secara dramatis mengubah sedikitnya dua atau lebih dimensi dari sistem bisnis yang ada, atau dengan menciptakan sistem bisnis yang sama sekali baru (Sawhney, Wolcott and Arroniz, 2006). Model bisnis inovasi menjelaskan proses-proses inovatif dan rasional bagaimana suatu organisasi menciptakan, menyampaikan dan menangkap nilai-nilai (values) sebagai lawan kata dari bagaimana menciptakan produk atau servis baru. Contoh, Google menjadi berjaya karena menerapkan Model bisnis inovasi, karena Google bukanlah penemu internet maupun komputer. Google hanya menerapkan proses inovatif menangkap kebutuhan kosumen dan dengan sarana tersebut menciptakan dan mengembangkan bisnis model meng-enjinir mesin pencari baru (new search engine). Komite Inovasi Nasional berpendapat bahwa jika hanya bergantung pada hasil inovasi sains dan teknologi, di samping persoalan waktu tunggu yang lama, ada tiga hal lain yang dapat mengancam keberhasilan Indonesia mencapai cita-cita berdaya saing tinggi melalui inovasi, yaitu: 1. Meningkatnya penggunaan pola open innovation di seluruh dunia; 2. Ketidakstabilan ekonomi dunia; dan 3. Penjiplakkan produk inovasi teknologi secara masif.
Meningkatnya penggunaan pola open innovation di seluruh dunia
Sesuai dengan namanya, open innovation bertolak belakang dengan model closed innovation, pola yang banyak digunakan sebelumnya. Dalam sistem closed innovation, perusahaan harus menginvestasikan dana dalam jumlah besar untuk mendanai kegiatan R&D di laboratorium perusahaan untuk mengembangkan teknologinya sendiri. Sebaliknya konsep open innovation justru memperluas peluang datangnya ide-ide inovasi dengan membuka hubungan dengan pihak di luar korporat, baik sebagai pembeli, penjual maupun sebagai mitra untuk bersama-sama mengembangkan suatu produk (Gambar 33). Open innovation dipelopori oleh perusahaan terkenal Procter and Gamble (P&G) di tahun 1999, yang menggeser kebijakan korporasinya dari R&D menjadi C&D: research and development menjadi connect and develop. Salah satu contoh terkenal yang sering dikutip dalam literatur inovasi adalah apa yang disebut “the cave”, sarana marketing yang revolusioner yang dipelopori oleh perusahaan ini. Dengan sarana ini P&G, dapat menghemat biaya riset dan mempersingkat waktu penelitian secara dramatis. The cave adalah ruang virtual 3D yang disediakan bagi konsumen dan dimanfaatkan oleh para peneliti P&G untuk mengamati secara langsung: perilaku dan reaksi para pelanggan yang mengunjungi toko-toko terkenal di AS seperti Tesco, Asda dan Boots, yang adalah klien P&G. The cave dibuat secara detail mengikuti interior toko, di mana konsumen dapat masuk dan mengeksplorasi rak-rak yang menjajakan berbagai produk. Dalam the cave ini dilakukan pengamatan cara dan bagaimana para pembeli menentukan pilihan mereka atas produk yang terpajang di rak, termasuk bentuk dan warna produk yang menarik perhatian konsumen, perilaku konsumen seperti bagaimana mereka membolak-balik sebuah produk untuk membaca label atau melihat tanggal kadaluarsa, sebelum menuju kasir untuk pembayaran. Menggunakan data yang diamati secara langsung, peneliti P&G kemudian merancang ulang tatanan toko, cara pemajangan, desain produk dan kemasan produk-produk tersebut. Dengan metode ini dan dengan mewawancarai
KOMITE INOVASI NASIONAL102
AmonRa
pelanggan, P&G berhasil mengumpulkan data akurat yang diperoleh langsung dari tangan pertama (konsumen) dalam waktu hanya tiga bulan; pengumpulan data yang sama sebelumnya akan membutuhkan waktu dua tahun. Di sini P&G menerapkan strategi open innovation melalui apa yang disebut C&D: berkoneksi dengan konsumen dan mengembangkan produk sesuai input yang diterima dari mereka. Saat ini semakin banyak korporasi yang menyadari bahwa mereka tidak lagi dapat bekerja sendiri, bahkan meyakini bahwa ide-ide cemerlang peneliti korporat yang jumlahnya terbatas, tidak akan mampu mengalahkan ide-ide kreatif yang datang dari luar korporat, yang jumlahnya tidak terbatas. Para pelanggan ini adalah peneliti sekaligus mitra, sebagai sumber masukan langsung untuk memperbaiki produk mereka. Open innovation juga digunakan oleh perusahaan-perusahaan di luar negara-negara berkembang. Sebagai contoh, Natura, sebuah perusahaan kosmetik asal Brazil, yang di tahun 2011 berhasil meraih penghargaan sebagai salah satu perusahaan paling inovatif di dunia, menduduki ranking ke 8, sejajar dengan perusahaan ikon teknologi seperti Apple (urutan ke 5) dan Google (urutan ke 7). Natura menerapkan strategi open inovation dan networking sebagai penggerak utama kegiatan inovasi dalam perusahaan. Model kolaborasi jaringan kerja dan manajemen kemitraan dimanfaatkan Natura untuk mengakses kompetensi mitra eksternal termasuk yang berasal dari perguruan tinggi, perusahaan dan pemerintah, dan dituangkan ke dalam sebuah kerangka kerja tunggal yang disebut Model Bisnis Inovasi. Model yang sama juga direkomendasikan KIN untuk Pembangunan Klaster Inovasi berbasis daya dukung daerah. Perlu dicatat di sini bahwa apa yang dilakukan oleh P&G dan Natura tidak melibatkan produk teknologi inovasi terbaru, tetapi memanfaatkan teknologi yang sudah ada.
Ketidakstabilan ekonomi dunia
Terjadinya krisis finansial global pada tahun 2007 – 2008 menyadarkan banyak pihak, khususnya kalangan industri dan bisnis, bahwa apa yang disebut kestabilan hanyalah sebuah ilusi. Krisis ini menyadarkan para pimpinan korporat bahwa untuk dapat bertahan hidup, korporasi harus mampu beradaptasi terhadap faktor ketidakstabilan. Perubahan-perubahan terjadi dengan begitu cepat, dan korporasi yang mampu beradaptasi akan terus tumbuh dan berkembang, dan sebaliknya, yang tidak akan bangkrut dan lenyap. Sebagai contoh, Apple yang saat ini begitu kuat, bahkan dapat dikatakan tidak tertandingi, sulit untuk mempercayai bahwa 15 tahun lalu, perusahaan ini sudah diambang kebangkrutan dan bahkan sempat membutuhkan bail-out dari pesaing utamanya Microsoft. Dan yang lebih menarik lagi adalah, Apple memulai kejayaannya kembali bukan dengan menyajikan hasil inovasi teknologi terbaru, tetapi dengan memanfaatkan MP3 melalui produk yang disebut Apple Ipod. Bila dikaji lebih dalam, kesuksesan Ipod jauh dari sekadar teknologi MP3. Teknologi MP3 hanya merupakan landasan di mana jenis-jenis inovasi lainnya bertumpu, termasuk di dalamnya inovasi kemasan, inovasi di sektor pelayanan dan pemasaran, serta pengalaman Apple sendiri yang membantu perusahaan ini masuk kembali untuk mendominasi pasar, bergerak melampaui MP3 player, dan masuk ke dalam industri musik on line. Ini adalah kunci sukses Apple saat itu, dan ini adalah sebuah inovasi. Dengan demikian, inovasi produk dan teknologi memang merupakan unsur penting dalam menjawab ketidakstabilan ekonomi dunia, namun itu saja tidak cukup dan harus didukung oleh jenis-jenis inovasi
INOVASI 1-747 103
AmonRa
Gambar 33. Model Bisnis: Inovasi Terbuka.
Basis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi internal
Basis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi external
LisensiTeknologi
InvestasiCVC
AkuisisiProduk/Layanan
PelepasanTeknologi Lisensi
PasarLama
PasarBaru
PasarPerusahaan
Lain
Model Bisnis:Inovasi Terbuka
KOMITE INOVASI NASIONAL104
AmonRa
lainnya termasuk inovasi dalam proses bisnis hingga cara mentransformasi model bisnis tersebut melalui apa yang disebut Model Bisnis Inovasi. Perlu digaris bawahi bahwa banyak pengalaman menunjukkan fokus yang berlebihan pada teknologi, dalam bisnis, justru menghambat terulangnya cerita sukses seperti yang terjadi pada Apple.
Penjiplakkan produk inovasi teknologi secara masif
Ironis memang, tapi adalah fakta bahwa dengan adanya kemudahan dan akses terhadap inovasi (termasuk open innovation) hal ini justru menghambat kemajuan perusahaan start-up. Begitu perusahaan start-up berhasil menemukan sebuah produk inovasi teknologi baru, para pengintai teknologi akan segera bekerja keras membuat tiruannya, dan dalam waktu yang relatif singkat produksi tiruan akan menjamur memasuki pasar. Dari sekian banyak petarung pembuat imitasi, pada akhirnya, akan muncul beberapa pemenang, namun sayangnya, pemenang ini belum tentu perusahaan start-up yang merupakan perintis teknologi tersebut. Sebagai contoh, persaingan antara Myspace dan Facebook, yang tadinya dirintis oleh Myspace, tetapi akhirnya dimenangkan oleh Facebook. Sejarah mencatat bagaimana Eastman Kodak Co. salah satu perusahaan terbaik Amerika Serikat yang begitu berjaya dengan berbagai invensi yang mengguncang dunia, termasuk menemukan kamera genggam dan mengantongi 1100 digital paten, akhirnya mengalami kebangkrutan, salah satunya sebagai akibat ketidakmampuannya bersaing dengan para imitator, pelbagai pembuat kamera digital, yang ironisnya, adalah hasil invensi Eastman Kodak sendiri. Ketiga hal di atas sedikit banyak menggambarkan bahwa pemerintah perlu secara cermat melihat dan mendukung peluang-peluang yang ada di dalam masyarakat, dan mendukungnya dengan menyediakan fasilitas seluas-luasnya. Karena konsep inovasi saat ini telah bergeser dari yang mulanya berupa era penemu tunggal seperti Isaac Newton atau Albert Eintsein, kemudian menjadi laboratorium korporat dengan sejumlah staf penelitinya, dan bergeser lagi ke era start-up yang didukung venture capital, dan saat ini telah bergeser lagi ke era baru yang disebut inovasi holistik, yaitu tidak saja menghasilkan fungsi dan fitur-fitur baru, tetapi juga menyajikan model bisnis inovasi. Model bisnis inovasi (Gambar 34) dapat dilakukan melalui beberapa cara: 1. Dengan menambahkan aktifitas baru; 2. Dengan menggabungkan aktifitas-aktifitas yang sudah ada dengan cara/metode baru, atau 3. Dengan merubah satu atau lebih aktor/pelaku sebagai pelaksana aktifitas di atas. Contoh, apa yang disebut program Medtronik yang melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin di India. Sebuah program yang patut ditelaah untuk mengajak dunia industri membantu meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat di pedalaman dan daerah-daerah terpencil di Indonesia. Medtronik adalah perusahaan terkemuka dunia yang memimpin dalam pembuatan peralatan kesehatan. Medtronik membuat model bisnis inovasi ini setelah timnya mengamati tiga masalah utama yang menghambat para pasien di India untuk mendapatkan perawatan jantung – saat ini India tercatat sebagai negara dengan 60% kasus jantung dunia – yaitu: Kurangnya kesadaran pasien terhadap kesehatan dan perawatan medis, kurangnya sarana untuk melakukan diagnosa yang akurat, dan rendahnya daya beli pasien. Berdasarkan ketiga faktor ini, Medtronik kemudian mendesain model bisnis inovasi, sekali lagi tanpa harus menunggu dihasilkannya produk inovasi teknologi khusus untuk membantu kaum miskin. Apa yang dilakukan adalah: 1. Menerapkan pola marketing langsung kepada konsumen, dalam hal ini para pasien jantung di India; 2. Mengembangkan
INOVASI 1-747 105
AmonRa
Gambar 34. Model Bisnis Inovasi Model Bisnis Inovasi
Ide
SDM Uang
BISNISINOVASI
Kreativitas
Kompetensi Pendanaan
EkosistemInovasi
BudayaEntrepreneur
KOMITE INOVASI NASIONAL106
AmonRa
telemedicine teknologi dengan memanfaatkan nirkabel yang dihubungkan dengan Electrocardiogram (ECG) ataupun peralatan diagnosa lainnya ke pasien; 3. Mendesain alat pacu jantung biaya rendah (frugal innovation); 4. Membangun ekosistem inovasi dengan menggandeng para pemangku kepentingan, baik industri maupun pemerintah untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi dalam program ini; dan 5. Suatu hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya yaitu: Menciptakan sarana pembayaran secara angsuran untuk membayar alat pacu jantung yang dibeli pasien miskin. Hal yang sama dibutuhkan masyarakat pedalaman dan yang berada di daerah-daerah terpencil di pelosok Indonesia. Dengan bisnis model inovasi pemerintah akan mampu mengatasi persoalan penanganan kesehatan bagi masyarakat terpencil. Tentunya pemerintah perlu mendukung dengan menyediakan sarana internet sampai ke daerah terpencil di wilayah Indonesia, karena hal ini adalah langkah kebijakan yang inovatif, dan hal ini juga adalah salah satu rekomendasi KIN, yakni: percepatan pembangunan Backbone Serat Optik di wilayah Timur Indonesia. Korporasi yang menerapkan model bisnis inovasi umumnya mencari solusi untuk menyediakan produk maupun layanan-nya yang sebelumnya mahal dan tidak terjangkau oleh konsumen, antara lain dengan membangun ekosistem inovasi, termasuk start-up, NGO, pemerintah, industri, untuk membantu dalam pendanaan, dan menyiapkan SDM. Dengan adanya unsur-unsur ini, maka ide inovatif yang muncul yang disambut budaya entrepreneur bangsa ini, akan melahirkan cerita sukses seperti Apple atau Medtronik di Indonesia. Melalui berbagai model bisnis inovasi (Gambar 35), perusahaan menciptakan pasar bagi produk-produk mereka, bukan sebaliknya membuat produk untuk memenuhi permintaan pasar yang sudah ada. Tanpa harus menunggu datangnya inovasi teknologi baru, upaya mengatasi kerusakan lingkungan dan peningkatan ketahanan pangan Indonesia dapat dilakukan melalui model bisnis inovasi. Syngenta, sebuah perusahaan Agribisnis dari Swiss, merupakan contoh yang dapat diikuti oleh perusahaan BUMN, melakukan program pengentasan kemiskinan di Afrika, yang disebut Uwezo. Model bisnis inovasi yang diterapkan adalah pendekatan holistik, di mana tidak saja inovatif dari segi kemasan pestisida dan pupuk dalam kemasan kecil hingga terjangkau harganya oleh individu petani, atau pendistribusian produk-produk tersebut, tetapi lebih dari itu, Syngenta menginvestasikan dana besar untuk membiayai program pendidikan petani tentang bagaimana menggunakan produk-produk Syngenta untuk meningkatkan produksi pertanian mereka. Syngenta melakukan pendekatan pendidikan untuk mengubah budaya (baca: perilaku) konsumennya. Syngenta juga membangun ekosistem inovasi, termasuk pembangunan retail distributor. Perlu ditekankan di sini bahwa upaya-upaya ini dimotivasi tidak semata-mata untuk mengejar keuntungan, tapi lebih dari itu membantu memecahkan masalah dunia, pengentasan kemiskinan. Satu hal yang layak dilakukan di Indonesia: tanpa harus menunggu lahirnya inovasi teknologi mutakhir melalui laboratorium r&d. Hal ini tidak berarti bahwa model bisnis inovasi hanya sesuai bagi perusahaan non-profit. Justru sebaliknya, nama-nama besar yang saat ini terkenal semuanya menerapkan model bisnis inovasi, seperti: pengalaman rasa kopi dan suasana yang disajikan oleh Starbuck, penawaran berbagai barang melalui Amazon.com, penerbangan udara biaya rendah seperti yang ditawarkan Virgin Air, yang kemudian ditiru oleh Air Asia, rantai suplier barang yang
INOVASI 1-747 107
AmonRa
Gambar 35. Berbagai Bentuk Model Inovasi.
(Sumber: Lindgardt et al., 2009)
Berbagai BentukModel Inovasi
Valueproposition
The productas service
andoutcomeGeneralElectric
Li & FungLimited
Zara Tata Motors NestléNespresso
Facebook Paypal Ikea’s megamall division
Virgin
Apple Whole FoodsGoogleVélib’
JC Decaux
Deconstruction Integration/acceleration
of thesupply chain
The productas an
experience
Trustpremium
Free(or nearly free)
Low cost Directdistribution
Adjency SerialOpen Personto person
Operatingmodel
Businesssystemarchitecture
KOMITE INOVASI NASIONAL108
AmonRa
kontinyu oleh Walmart ataupun bantuan pemecahan masalah konsumen pasca pembelian seperti yang disediakan oleh Dell komputer. Contoh-contoh ini adalah perusahaan-perusahaan yang terlahir dari model bisnis inovasi.
B. Model Bisnis Inovasi Indonesia
Di samping pola triple helix yang bersifat top-down untuk program inovasi dengan resiko tinggi yang membutuhkan campur tangan pemerintah, KIN merekomendasikan agar pemerintah juga mengadopsi pola quadruple helix dengan sinergi bottom-up yakni dari masyarakat dan didukung oleh pemerintah (Gambar Quadruple helix, lihat Bab I, Gambar 10). Ciri-ciri bottom-up proses adalah adanya budaya inovasi yang kuat baik yang bersifat lokal / tradisional maupun moderen. Pola ini sangat sesuai untuk diterapkan di Indonesia yang memiliki potensi industri kreatif yang besar. Untuk model bisnis inovasi Industri kreatif, KIN merekomendasikan tiga hal, yakni:1. Penguatan Sentra Industri Kreatif. Diharapkan perusahaan Ritel besar seperti
Sarinah, Carrefour, Metro dan LotteMart, menjadi fasilitator bagi perusahaan IKM dan diwajibkan menyediakan ruang pajang bagi produk-produk kreatif Indonesia dengan harga sewa lebih rendah dari harga komersial. Dianjurkan juga kepada stasiun televisi nasional dan swasta untuk menayangkan filem animasi lokal karya anak bangsa minimal dengan jumlah jam tayang yang sama dengan animasi asing. Sekolah-sekolah diwajibkan untuk menggunakan produk e-learning lokal bila produk lokalnya tersedia.
2. Percepatan pembangunan Backbone Serat Optik di wilayah Timur Indonesia untuk akselerasi ketersediaan infrastruktur TIK. Hal ini dilakukan dengan mempercepat pembentukan dana TIK yang berasal dari dana Universal Service Obligation (USO) untuk pembangunan serat optik yang menghubungkan 33 propinsi dan 440 kota di seluruh Indonesia (Palapa Ring).
3. Membangun Pusat inkubasi para pengusaha kreatif pemula yang memfasilitasi pembiayaan, teknologi, kemudahan perizinan dan pendampingan.
Untuk pembangunan daerah dan ketahanan pangan, KIN mengusulkan model bisnis inovasi yang disebut Klaster Inovasi berbasis daya dukung daerah (Gambar 36). Pendekatan model ini adalah pendekatan holistik yang melibatkan semua elemen dalam quadruple helix, dan dilakukan pada semua lini mulai dari pembibitan, benih, budidaya hingga pemasaran baik di dalam maupun luar negeri. Demikian pula pelaku inovasi mencakup seluruh elemen mulai dari petani hingga pebisnis, mulai dari perguruan tinggi dan lembaga riset hingga korporasi BUMN dan Swasta serta Pemerintah. Pemerintah berperan sangat penting dalam mendorong partisipasi semua pihak, salah satunya dengan memberi kepastian baik hukum dan keamanan bagi para investor, baik dalam maupun luar negeri. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, KIN juga mengusulkan model bisnis inovasi Klaster Taman Iptek dan Taman Industri (Gambar 37), antara lain: 1. Puspiptek yang adalah sebuah r&d-driven S&T; 2. Kawasan industri BRIV, yang merupakan sebuah university driven S&T Taman Industri; 3. Kawasan industri berbasis inovasi Gresik Utara, Jawa Timur dan Bandung Technopolis, melibatkan tiga aktor: Technopreneur, Pemerintah Daerah dan Pusat, dan Akademisi (berbagai perguruan tinggi yang terdapat di Bandung). Dalam pengembangan model bisnis inovasi pemerintah menjadi subjek sentral yang harus melakukan sinkronisasi kebijakan guna menciptakan iklim inovasi bisnis (Gambar 38). Terdapat setidaknya empat aspek kebijakan yang harus diselaraskan: 1. Kebijakan menciptakan iklim yang mendukung aktifitas
INOVASI 1-747 109
AmonRa
Gambar 36. Klaster Inovasi Berdasarkan Daya Dukung Daerah.
Model Bisnis: Klaster Inovasi Berbasis
Daya Dukung Daerah(Komoditas Kelapa Sawit)
Pekebun(Plasma)
Pembibitan
Tax Insentif
Rp. Rp. Rp.
Inve
stas
i
Inve
stas
i
Inve
stas
i
Insentif Riset
Tekn
olog
i &M
anaj
emen
Tekn
olog
i &M
anaj
emen
Teknologi &Manajemen
Budidaya Unit Pengolahan &Pemasaran (Int)
Lembaga IPTEK& PT
(Swasta, BUMN)
PasarDN/LN
BUMN,Swasta, FDI,
Koperasi (Inti)
Pem
erin
tah
KOMITE INOVASI NASIONAL110
AmonRa
Gambar 37. Model Bisnis: Klaster S&T Park dan
industrial Park
KlasterTamanIptek
KlasterTamanIndustri
Teknologiyang Memiliki
PotensiPasar
Investasi
SeedCapital
Pra-Inkubasi2 Tahun
Inkubasi3 Tahun
Paska-Inkubasi5 Tahun
• Start-up Perusahaan• Riset Teknologi• Analisa Pasar• Pengembangan Produk
• Pengembangan Usaha• Litbang Teknologi• Pengembangan Jaringan Usaha• Penambahan Perusahaan
• Perluasan Usaha• Persiapan Initial Public Offering
Venture Capital &Lembaga Keuangan
BridgeCapital
PengembalianModal
IPO
PengembalianTeknologi
INOVASI 1-747 111
AmonRa
Gambar 38. Pengaruh Kebijakan Pemerintah pada Inovasi.
Enablers
Bahan Dasar Inovasi:Iklim yang Mendukung- Stabilitas Ekonomi Makro- Kebijakan Kompetisi- Kebijakan Diklat- Prasarana Fisik dan TIK- Kebijakan Perdagangan- Kebijakan IPTEK
-Sistem HKI yang efektif- Sistem penilaian- Standardisasi
Pengaruh KebijakanPemerintah pada Inovasi
InovasiBisnis
Kesempatan - Pengadaan publik- Peraturan
Dukungan bagi Bisnis- Program best pactices- Dukungan bagi pengembangan teknologi baru Bantuan akses finansial- Kredit pajak Litbang- Dukungan bagi investasi ke dalam- Akses ke database knowledge global
KOMITE INOVASI NASIONAL112
AmonRa
inovasi; 2. Kebijakan yang mendukung aktifitas berbisnis inovasi; 3. Kebijakan yang berfungsi sebagai enabler (penyedia perangkat HKI, sistem penilaian, standarisasi, dan sebagainya); 4. Kebijakan yang membuka peluang berinovasi dan berbisnis. Jalur top-down terutama diperlukan untuk program-program yang menyangkut kepentingan masyarakat luas yang membutuhkan investasi besar, namun kurang menarik atau menguntungkan dalam jangka pendek bagi pihak swasta, seperti pengadaan air bersih di tempat terpencil, pengembangan energi alternatif, biofertilizer untuk swasembada pangan dan perbaikan lahan kritis, vaksin untuk penyakit-penyakit daerah tropis, vaksin halal untuk negara-negara Islam (OKI), nanoteknologi untuk coating, baterai untuk mobil listrik, dan sebagainya. Jalur bottom-up, lewat inisiatif masyarakat sebagai pelaku utamanya, di mana masyarakat dirangsang dan diberi kesempatan luas untuk melakukan inovasi bisnis oleh pemerintah melalui fasilitas insentif serta ketersediaan regulasi yang tertata baik dan mendukung. Semangat berinovasi ini harus ditumbuhkan secara simultan, dengan penciptaan budaya inovasi dalam masyarakat, yang harus didorong melalui perbaikan sistem insentif dan regulasi. Jalur bottom-up menuntut orientasi Litbang yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan publik. Keunggulan inovasi berbasis permintaan publik, sebagaimana telah didiskusikan sebelumnya, adalah ketersediaan pasar. Oleh karenanya, dukungan pemerintah terhadap Industri Kecil dan Menengah (IKM) juga harus diperkuat antara lain dengan memberikan fleksibilitas penggunaan dana publik (modal ventura) serta meminimalisasi hambatan birokrasi. Dukungan ini akan secara signifikan mendorong para enterpreneur Indonesia berkarya dan berkreasi menciptakan model-model bisnis inovasi dan melaksanakan model tersebut, yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing bangsa.
3. INOVASI ‘’LOMPATAN KATAK’’
Pada tahun 2010, Perusahaan Green Otomotif Tiongkok Build Your Dream (BYD), dan Haier Electronics terpilih ke dalam ‘’The 50 Most Innovative Companies’’, menjadi wakil Tiongkok di daftar prestisius tersebut bersama pendahulunya, Lenovo. Perusahaan lainnya yang juga mendapatkan penghargaan ini adalah Tata Group dan Reliance Industries dari India, di samping perusahaan besar seperti Sony (Jepang) dan LG (Korsel). Hal menarik yang perlu dicatat untuk kali pertamanya, sejak peringkat versi majalah Business Week ini dipublikasikan pada 2005, lebih dari separuh perusahan paling inovatif di dunia berasal dari luar Amerika Serikat (AS). Akhir-akhir ini, Tiongkok (dan India) memang menjadi objek penelitian ilmuwan Barat terkait model-model bisnis inovatif. The Economist (April 2010) membahas munculnya model ‘’inovasi hemat’’ (frugal innovation) yang berkembang pesat, khususnya di Tiongkok dan India. Model inovasi ini merupakan strategi yang berada di balik pesatnya pertumbuhan ekonomi kedua negara tersebut saat ini, bahkan di masa depan, sekaligus ancaman laten bagi model bisnis mapan negara-negara maju. Sebagai contoh model ‘’inovasi hemat’’ yang dipraktikkan di Chongqing, telah menyulap kota di barat daya Tiongkok ini menjadi pabrik motor dunia: melalui proses inovasi yang ‘’tak lazim’’— tidak mengikuti prosedur baku produsen mapan seperti Honda dan Suzuki—pabrik-pabrik di Chongqing mampu menghasilkan motor-motor efisien yang murah. Karena biaya produksi yang ditekan secara signifikan, produk ini mampu menembus pasar sekitar 80 negara. Pada tahun 2009 Tata Motor di India meluncurkan ‘’Nano’’, mobil dalam kota (city car) termurah di dunia, seharga Rp 18 - Rp 20 juta, untuk konsumsi pasar domestiknya yang besar.
INOVASI 1-747 113
AmonRa
Frugal innovation merupakan suatu bentuk adaptasi terhadap keterbatasan sumber daya (resource-constraint) di satu sisi, dan besarnya tingkat kebutuhan (need) dan rendahnya daya beli masyarakat di sisi yang lain. Hal ini memaksa produk—baik disain, proses, maupun rantai produksinya—dibuat seefisien mungkin ke level kebutuhan dasar (basic needs), yang pada gilirannya menuntut perubahan kelembagaan inovasi ke arah yang lebih terfragmentasi dan open-minded. Model ‘’inovasi hemat’’ ini dapat berkembang karena adanya teknologi internet dalam tiga dekade terakhir. World wide web tidak saja memberikan para frugal innovator akses terhadap jejaring ide, knowledge dan sumber daya sosial, tetapi juga konektivitas 24 jam langsung terhadap pasar global. Di dalam negeri, misalnya, internet memungkinkan para disainer kaus distro (distribution outlet) di Kota Bandung mengikuti secara cepat disain-disain kaus teraktual di Milan, London, atau New York, membuat kaus-kaus made in Kota Kembang ini tetap kompetitif di pasar global. Demikian halnya, teknologi informasi memungkinkan penciptaan karya inovatif batik fraktal, yang software-nya dapat diunduh di dunia maya, memungkinkan para pembatik tradisional menciptakan produk batik fraktal yang mampu menembus pasar Australia, Inggris, dan Swiss. Pemanfaatan teknologi informasi ini juga dimanfaatkan oleh perusahaan raksasa seperti IBM, P&G atau Nokia, menjaring ide-ide brilian guna menghasilkan produk-produk inovatif berbasis permintaan konsumen (user-driven) atau, berbasis ide dari inovator freelance di luar perusahaan mereka. Globalisasi (globalization) dan Googlisasi (Googlization) merupakan dua penggerak utama peradaban dunia menuju ke era inovasi baru. Dalam era ini, siapa saja dengan ide yang cemerlang dapat menjadi inovator. Seseorang tidak harus bergelar akademik untuk dapat menghasilkan inovasi. Proses inovasi tidak lagi menjadi domain para periset di laboratorium raksasa milik perusahaan raksasa. Seorang pekerja lepas atau bahkan seorang ibu rumah tangga dengan segudang ide di kepalanya adalah potensial menjadi inovator. Era ini juga disebut era ekonomi paska-industri (post-industry economy) dimana model bisnis lama dengan ciri top-down, terintegrasi, tertutup, dan berbiaya tinggi sekarang hanya menjadi sebuah pilihan, bukan beban yang selalu harus ditanggung sebuah negara atau perusahaan. Telah banyak dihasilkan inovasi kelas dunia melalui model bisnis baru ini yang berciri bottom-up, terbuka, informal serta hemat. Indonesia harus dapat memanfaatkan peluang yang tersedia dalam era globalisasi dan Googlisasi ini. Seperti di Tiongkok dan India, model inovasi baru ini mampu mendorong pertumbuhan sebuah negara berkembang, sehingga model ini disebut jalan inovasi ‘’lompatan katak’’ (leapfrog). Indonesia sudah memiliki berbagai elemen pendukung untuk mengadopsi model inovasi baru ini, seperti tersedianya orang-orang kreatif dan cerdas, sumber daya terbatas terkait infrastruktur Iptek, dan yang terpenting memiliki pasar domestik yang besar, khususnya pasar menengah ke bawah yang belum terakomodasi (unserved market). Prediksi lembaga keuangan dunia, Indonesia adalah kandidat kekuatan ekonomi terbesar pada tiga hingga empat dekade mendatang. Pertanyaannya adalah bagaimana hal ini dapat dicapai? Model inovasi ‘’lompatan katak’’ dapat menjadi pilihan kebijakan guna mengakselerasi pertumbuhan. Tentunya ini tidak berarti bahwa dengan mengadopsi kebijakan ini segala persoalan selesai. Pertumbuhan berkesinambungan membutuhkan sebuah Sinas yang mapan. Sementara Sinas dibenahi, sebagaimana dipaparkan Bab satu buku ini, Indonesia tetap harus bergerak dengan sumber daya yang ada. Peluang dan kemungkinan baru harus diciptakan. Untuk itu model-model alternatif pun diperlukan.
KOMITE INOVASI NASIONAL114
AmonRa
4. INOVASI UNTUK KAUM MISKIN
Seiring dengan visi Indonesia menjadi negara maju di tahun 2025, pembangunan teknologi harus dibarengi meningkatnya pendapatan, kualitas kehidupan, dan tingkat harapan hidup. Faktanya, dalam banyak perkembangan teknologi hanya difokuskan pada kebutuhan konsumen semata, sehingga lahirnya teknologi baru seringkali justru memperlebar jurang antara yang kaya dan yang miskin. Hanya sedikit pengembangan teknologi yang ditujukan pada pemenuhan kebutuhan vital manusia, sehingga inovasi tidak jarang gagal diaplikasikan untuk memecahkan kebutuhan nyata masyarakat miskin. Setidaknya ada empat kriteria yang diperlukaan dalam memanfaatkan teknologi/inovasi untuk memecahkan persoalan masyarakat miskin: 1. Teknologi tersebut harus sudah matang dan teruji; 2. Biaya teknologi terjangkau; 3. Tersedianya infrastruktur pendukung; dan 4. Aplikasi bisnis model pintar (smart business model). Contoh inovasi teknologi yang dapat diadopsi oleh masyarakat dapat dilihat pada Gambar 39, di antaranya adalah mobile phone, solar energy, Global Positioning System (GPS) untuk menentukan lokasi pertanian dan perikanan, dan E-education/E-learning/E-health. Teknologi informasi dan komunikasi diyakini sebagai teknologi yang memenuhi keempat kriteria di atas, dan dapat dipakai dalam memecahkan masalah kaum miskin. Sayangnya, selama ini penggunaan TIK berevolusi secara tidak terstruktur mengikuti kombinasi permintaan pasar, masyarakat, dan kerangka kerja pemerintah. Karenanya terdapat kekhawatiran bahwa masyarakat miskin dan lemah tidak mendapatkan keuntungan secara merata dari perkembangan teknologi ini, sebaliknya TIK justru memperdalam jurang perbedaan antara si kaya dan si miskin, si kuat dan kaum yang tereksploitasi. Penggunaan TIK untuk pembangunan dapat menjangkau lebih dari sekedar penunjang aktivitas penghasil pendapatan. Pengembangan TIK untuk pembangunan kaum miskin dapat menjadi alat yang ampuh untuk mengurangi kelemahan, mendukung persamaan sosial dan mobilisasi masyarakat untuk lebih berpartisipasi membangun bangsa. Kemampuan menggunakan TIK (functional literacy) pun diperlukan untuk banyak teknologi digital, yang nantinya akan dapat menambah keahlian dan kapabilitas kaum miskin. Bersama-sama dengan media komunikasi tradisional seperti pertemuan dan teater, radio komunitas, video/televisi, telepon genggam, telecentres dan publikasi cetak, TIK dapat digunakan untuk berbagi informasi dan ilmu pengetahuan, meningkatkan kesadaran dan menstimulasi diskusi berbagai isu penting seperti gender, kesehatan, pendidikan, pembangunan lokal setempat, dan diversifikasi usaha pendapatan. TIK (terutama telepon genggam dan internet/ telecentres, Broadband Mobile Internet [BMI]) juga berperan penting menghubungkan para perantau dengan keluarga di kampung halamannya. Mengingat peringkat IcT development Index (IdI) Indonesia yang masih rendah (Gambar 40), Pemerintah perlu mengambil beberapa kebijakan strategis untuk mendorong terbukanya akses dan pemanfaatan TIK untuk penuntasan kemiskinan:• Menyelaraskan regulasi nasional dan internasional, dengan secara khusus
menganalisa efek yang ditimbulkan pada kerangka legal lokal dan regional, untuk mendukung langkah-langkah berbasis TIK yang terintegrasi bagi pengelolaan aktivitas penghasil pendapatan;
• Mengembangkan mekanisme dengan sektor swasta untuk menjamin mobile coverage serta akses internet yang terjangkau di semua daerah termasuk
INOVASI 1-747 115
AmonRa
Gambar 39. Program Inovasi untuk Kaum Miskin
Gambar 40. Peringkat icT Development index (IDI) di Berbagai Negara. Sumber: International Telecommunication Union (dari 155 negara)
Program Inovasiuntuk Kaum Miskin
Program:1. Mobile Phone2. Solar Energy3. GPS untuk memandu lokasi sumber-sumber adro, perikanan, dan air4. E-Education/E-Learning, E-Health5. Mapping Pertanian dan Perikanan
Empat Syarat yang Harus Dipenuhi:1. Mature and Proven Technology2. Cost Declining3. Established Infrastructure4. Smart Business Model
Penting!: Peran Broadband ICT dengan Jangkauan Luas (BMI)
Korea (Rep.)
United States
Bunei Darussalam
Malaysia
China
Viet Nam
Thailand
Philippines
Indonesia
Cambodia
Myanmar
1
15
57
58
78
81
92
94
95
121
131
8.56
7.48
4.95
4.82
3.88
3.68
3.41
3.19
3.19
1.96
1.67
1
16
52
57
79
86
89
94
97
119
129
8.45
7.11
4.85
4.63
3.58
3.41
3.29
3.04
3.01
1.88
1.65
Rank 2011 IDI 2011 IDI 2010Rank 2010
KOMITE INOVASI NASIONAL116
AmonRa
daerah terpencil;• Bekerja sama dengan sektor asuransi dan perbankan dalam membangun,
mengelola, dan memonitor pembiayaan telepon genggam dan sistem transfer keuangan;
• Memperkuat dan memperbaharui kerangka hukum dan perundang-undangan untuk menjamin kebebasan memberikan pendapat dan berbagai informasi secara cuma-cuma dengan menggunakan TIK; dan,
• Menjamin transparansi dan akuntabilitas dengan mengunggah informasi publik yang relevan pada domain publik.
INOVASI 1-747 117
AmonRa
KOMITE INOVASI NASIONAL118
AmonRa
INOVASI 1-747 119
AmonRa
Bab IVInovasi
Kebutuhan Dasar
KOMITE INOVASI NASIONAL120
AmonRa Ancaman terhadap ketahanan kebutuhan dasar di bidang pangan, energi,
air, dan kesehatan semakin nyata. Bank Dunia melalui Food Price Watch mencatat kenaikan harga pangan global yang mencapai puncaknya pada Agustus 2012, lalu penurunan harga, dan kembali kenaikan harga pangan di kuartal pertama 2014 (Food Price Watch, 2014). Tren kenaikan harga pangan ini diperkirakan akan kembali terus melejit, mengancam ketahanan pangan dunia. Di bidang energi, diperkirakan era minyak akan berakhir pada tahun 2050 (Energy Information administration, 2012). . Berawal dari keresahan masa depan manusia, ilmuwan yang tergabung dalam Kelompok Roma sempat menggegerkan dunia pada 1970-an. Mereka mencoba menjelajahi masa depan lewat laporan The limits to Growth, yang diperbarui 30 tahun kemudian pada 2004. report setebal 205 halaman ini berupaya memprediksi apa yang terjadi dengan dunia ini seandainya populasi manusia dan industri tumbuh dengan sangat cepat. Benarkah dunia akan aus ketika sumber daya alam sudah tergerus dan munculnya fenomena perubahan iklim sehingga pertumbuhan ekonomi mesti dibatasi? Hitungan matematis ilmuwan Massachusetts Institute of Technology (MIT) yang tergabung dalam Kelompok Roma itu bisa jadi pemantik ide menyelamatkan masa depan dunia. Banyak pandangan optimistis, sekaligus kritikan terhadap The limits to Growth, bahwa intervensi inovasi teknologi bisa menjadi solusi di tengah sumber daya yang kian tergerus. Teori Kelompok Roma juga dipercaya menjadi inspirasi Eric Drexler, ilmuwan yang populer di bidang nanoteknologi molekular. Nanoteknologi bisa menjadi solusi masa depan. Nano-pangan, nano-farmasi, nano-energi adalah solusi nanoteknologi terhadap krisis tiga kebutuhan dasar manusia tersebut. Ilmu rekayasa mikroatom ini, berkombinasi dengan teknologi lain, menginspirasi para ahli menciptakan pertanian dalam rumah kaca (green houses) untuk memangkas kebutuhan berhektar-hektar lahan; memungkinkan dokter di Jepang menciptakan robot supermini yang bisa disuntikkan ke pembuluh darah guna menyedot gumpalan lemak pemicu serangan jantung; atau menghasilkan energi termal dan mekanis dalam jumlah luar biasa untuk diubah menjadi energi listrik. Pendek kata, teknologi mutakhir adalah pembuka pintu masa depan.
INOVASI KEBUTUHAN DASAR
INOVASI 1-747 121
AmonRa
Penguasaan dan pengembangan teknologi termutakhir bukannya tak diupayakan di Indonesia. Peneliti LIPI, misalnya, secara teknis telah mampu menciptakan padi tahan kekeringan untuk menghadapi perubahan iklim. Lusinan riset strategis lainnya menumpuk di laboratorium pelbagai institusi riset atau perguruan tinggi. Hanya saja hasil penelitian, yang di antaranya sudah bertaraf world class ini, belum mampu menembus pasar sehingga belum menjadi solusi kongkret bagi kebutuhan pangan, obat-obatan, dan energi yang meningkat tajam. Pembenahan ekosistem inovasi merupakan prasyarat agar temuan (invention) yang dihasilkan para intelektual ini mampu naik kelas menjadi produk inovasi. Seperti apa masa depan pangan, energi, air, dan kesehatan dunia? Bagaimana (inovasi) teknologi dapat menjadi solusi bagi ancaman kebutuhan dasar ini? Langkah apa yang sudah dilakukan Indonesia untuk menghasilkan inovasi untuk kebutuhan dasar; seperti apa rintangan dan peluang yang ada?
1. PANGAN
A. Bioteknologi: Pilar Ketahanan Pangan
Pameo “tikus mati di lumbung padi” boleh jadi benar adanya setelah ditemukannya kasus busung lapar di wilayah timur Indonesia beberapa tahun silam, atau warga miskin yang harus menyantap nasi aking di Lampung. Kenyataan yang menyesakkan mengingat negeri ini adalah surga keanekaragaman hayati dunia. Kian menyesakkan mengingat bahwa pada era 1980-an dunia pertanian Indonesia sempat menorehkan prestasi gemilang mencapai swasembada beras. Produksi beras masa itu mencapai 25,8 juta ton, meroket dua kali lipat dari 12,2 juta ton (1969), membuat Presiden Soeharto sempat didaulat berbicara di forum FAO. Namun kejayaan negeri ini dalam swasembada beras hanya bertahan satu dekade. Perlahan produksi beras tak mampu lagi memenuhi kebutuhan pangan nasional. Sejak 1993 negara agraris ini mulai menjadi importir beras. Kasus busung lapar dan nasi aking, sebagaimana disinggung di atas, adalah situasi ekstrem yang ditemui di Indonesia pasca era swasembada pangan, dan sekaligus menjadi dering alarm bagi ketahanan pangan di masa depan. Seiring meningkatnya populasi penduduk, kebutuhan pangan akan kian besar. Pada tahun 2000 negeri ini memerlukan 30,8 juta ton beras dan 4,62 juta protein hewani, tetapi pada tahun 2020—ketika populasi diprediksi mencapai 288 juta jiwa—kebutuhan akan melonjak nyaris separuhnya menjadi 42,3 juta ton beras dan 6,34 juta ton protein hewani. Indonesia harus menyiapkan langkah-langkah guna mengantisipasi lonjakan tersebut. Namun ada persoalan besar yang dihadapi: lahan pertanian untuk menopang ketersediaan pangan pokok (yakni beras) kian susut luasnya. Menurut data BPS, lahan pertanian berkurang sekitar 80 ribu hektar per tahun, dan dengan kecepatan ini diperkirakan tahun 2025 nanti luas lahan sawah di Indonesia hanya akan tersisa dua juta hektare. Lemahnya perlindungan areal pertanian produktif oleh pemerintah daerah membuat sawah penghasil padi berubah menjadi pabrik dan kawasan industri. Indonesia juga dihadapkan dengan kondisi tanah yang semakin berkurang tingkat kesuburannya. Sejak 1969 para petani mulai dikenalkan dengan pupuk anorganik (kimiawi) melalui program intensifikasi massal. Pada 1990-an kesuburan tanah pertanian anjlok drastis sebagai dampak penggunaan pupuk sintetis yang berlebihan untuk menggenjot produktivitas pertanian.
KOMITE INOVASI NASIONAL122
AmonRa
Selain menyempitnya luasan lahan dan tingkat kesuburan, perubahan cuaca (climate change) juga berdampak besar bagi dunia pertanian Indonesia. Ketika musim hujan tiba, lahan pertanian banyak yang terendam banjir. Begitu musim kemarau datang, lahan pertanian mengalami kekeringan. Tanaman gagal dipanen. Aneka jenis hama baru juga terus bermunculan. Bioteknologi dalam sistem pendekatan pertanian berkelanjutan dapat menjawab kendala-kendala tersebut. Pendekatan ini diharapkan bisa memaksimalkan keunggulan atau memberi nilai tambah terhadap ketersediaan megabiodiversitas Indonesia guna meningkatkan produktivitas pertanian. Ini belum cukup memang, sebab harus pula diiringi penyediaan iklim usaha yang kondusif melalui berbagai insentif di lini produksi (petani produsen) serta lini perdagangan (agribisnis).
B. Pertanian Berbasis Biotek: Harapan bagi si Miskin
Bioteknologi moderen telah menjelma menjadi teknologi yang akan menentukan wajah peradaban umat manusia pada milenium ketiga. Di bidang pangan, teknologi ini telah melahirkan produk-produk unggul yang sebelumnya tidak mampu diciptakan teknologi konvensional, misalnya: tembakau yang tahan cuaca dingin, tomat yang tidak cepat busuk, kedelai dengan asam lemak tak jenuh yang tinggi, dan produk pangan unggulan lain dengan nilai ekonomi luar biasa. Kemampuan melakukan rekayasa di tingkat DNA, yang dipadukan dengan kemajuan di bidang biokimia, mikrobiologi dan teknologi informasi, memungkinkan bioteknologi moderen ‘menciptakan’ makhluk hidup baru sesuai keinginan—lazim disebut genetically modified organism (GMO). Lompatan di bidang ini terjadi pada tahun 1977 menyusul temuan bahwa rekombinasi DNA dapat dilakukan antarorganisme: dari hewan ke tanaman dan sebaliknya, atau bahkan dari organisme lain. Inilah cikal bakal revolusi di bidang pertanian pangan. Para ilmuwan pun mulai bereksperimen, misalnya: menyisipkan gen baru dari bakteriofag T3 ke dalam buah melon, menghasilkan melon yang tidak cepat busuk; menyisipkan gen tahan cuaca dingin dari tanaman arabidopsis thaliana ke dalam tembakau, menghasilkan tembakau tahan cuaca dingin; memasukkan gen toksin Bt dari bakteri Bacillus thuringiensis ke dalam jagung, kapas dan kentang, menghasilkan jagung, kapas dan kentang tahan hama; menyisipkan gen FatB dari Umbellularia californica ke dalam kanola, menghasilkan minyak kanola berasam laurat tinggi yang baik untuk kesehatan; bahkan menyisipkan gen kunang-kunang pada tanaman tembakau yang diinfeksi agrobacterium tumefaciens, menghasilkan tembakau yang dapat bercahaya! Inilah tanaman transgenik: jenis tanaman yang diperoleh melalui rekombinasi DNA—baik DNA dari spesies tanaman yang berbeda atau organisme lainnya—sehingga memiliki keunggulan-keunggulan tertentu yang diinginkan. Komersialisasi produk transgenik telah dimulai pada tahun 1992 ketika Tiongkok melegalkan penjualan tanaman tembakau antivirus. Tanaman transgenik mulai dibudidayakan secara luas sejak tahun 1996. Pada tahun 2011 tanaman ini telah dikembangkan di 29 negara. Berkat kelebihan-kelebihan yang dimiliki, tanaman transgenik disebut sebagai masa depan krisis pangan dunia dan kekurangan gizi, bahkan kekuatan ekonomi sebuah negara. Tentu ini tidak dimaksudkan untuk mengecilkan kontribusi bioteknologi tradisional.
INOVASI 1-747 123
AmonRa
C. Kekuatan Rekayasa Molekuler
Kelahiran bioteknologi moderen tak terlepas dari penemuan struktur helix ganda DNA pada tahun 1953; tetapi perkembangan pesatnya diawali sejak dekade 1970 ketika para ilmuwan di Stanford University sukses mengujicobakan teknologi rekombinasi DNA, yakni teknik penggabungan DNA dari organisme tertentu untuk menghasilkan DNA baru—alias makhluk baru—dengan sifat-sifat yang diinginkan. Inilah sains mutakhir yang menandai kemampuan manusia untuk melakukan rekayasa organisme pada tataran molekuler. Memanipulasi organisme hidup untuk kepentingan manusia bukanlah hal baru. Bioteknologi tradisional telah melakukannya sejak lama, meski masih dilakukan pada tataran organisme. Padi dengan kualitas unggul, misalnya, merupakan hasil persilangan selama ratusan tahun: melalui trial and error, pelbagai jenis padi dari galur yang berbeda diseleksi dan dikawinkan untuk menghasilkan padi dengan sifat-sifat yang diinginkan, seperti memiliki produktivitas tinggi, masa panen singkat, atau lebih tahan hama. ‘Transaksi gen’ ala bioteknologi tradisional ini—lantaran dilakukan pada tataran organisme—membutuhkan waktu lama dan hasil yang sulit diduga. Bioteknologi modern menawarkan alternatif dalam ‘transaksi gen’: lebih singkat prosesnya, lebih terprediksi hasilnya, dan lebih banyak variasinya lantaran dilakukan pada tataran molekuler. Revolusi “omic” di bidang bioteknologi seperti genomik dan proteomik serta teknologi biologi sintetis juga mempercepat proses ini (Prather, 2013).
2. ENERGI
A. Lebih ‘’HIJAU’’ di Masa Depan
Pada dekade mendatang, sektor energi akan menghadapi kompleksitas masalah yang saling terkait antara tantangan perekonomian, geopolitik, teknologi dan lingkungan. Pertambahan penduduk yang terus meningkat di negara-negara berkembang memerlukan pasokan energi yang cukup besar baik bagi kepentingan masyarakat pedesaan maupun masyarakat urban. Konsumsi energi di negara berkembang akan meningkat sebanyak empat kali lebih besar dari kebutuhan energi negara-negara maju. Di negara-negara maju sendiri, dorongan untuk pertambahan pemakaian energi terutama disebabkan oleh adanya perubahan gaya hidup dan perubahan teknologi masa depan. Sementara itu, pasokan sumber energi konvensional khususnya minyak dan gas bumi akan mulai menurun magnitude-nya. Saat ini 85 persen produksi komersial energi masih berbasis bahan bakar fosil. Meskipun peranan bahan bakar fosil masih akan sangat penting, namun pengaruhnya secara berangsur-angsur akan diambil alih oleh sumber-sumber energi baru dan terbarukan (new and renewable energy resources). Isu ancaman anomali iklim akibat pemanasan global serta kian langkanya suplai minyak dunia, mendorong terbukanya peluang kemunculan sumber-sumber energi baru dan terbarukan, khususnya bagi sumber-sumber substitusi bahan bakar cair minyak.Hal tersebut terutama disebabkan karena artifak atau peralatan yang tersedia saat ini masih sangat tergantung pada teknologi minyak. Karenanya bahan bakar cair substitusi minyak, sejauh mungkin harus compatible dengan infrastruktur dan sistem peralatan teknologi minyak, seperti untuk keperluan transportasi. Di antara substitusi bahan bakar cair minyak yang akan berperan di masa datang adalah bio etanol, bio diesel, dan bio butanol.
KOMITE INOVASI NASIONAL124
AmonRa
Kompetisi global memperebutkan sumber-sumber energi sudah mulai memanas. Di abad 21 ini ketergantungan dan keberlanjutan energi kian menjadi kunci pertumbuhan ekonomi, kualitas hidup dan keamanan negara. Negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Jerman, atau Jepang, telah berinvestasi demi masa depan yang berkemandirian energi lewat riset teknologi energi baru seperti energi hidrogen, nano energi dan fusi energi, selain terus meningkatkan utilisasi energi alternatif: angin, solar, dan nuklir. Melihat kecenderungan-kecenderungan itu, menjadi penting untuk memprediksi alternatif energi apa saja yang akan menjadi pilihan masa depan. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi bagi sumber-sumber energi masa depan yang akan mengakhiri kebiasaan kita memakai minyak bumi antara lain:
• Terbarukan• Berlimpah dan bersih• Andal dan aman• Terjangkau harganya
B. Isu Minyak versus Pertumbuhan
Indonesia yang menargetkan menjadi 12 besar kekuatan ekonomi dunia pada tahun 2025 akan menghadapi dilema. Guna mencapai PDB 3,76 triliun dolar AS, sebagaimana termaktub dalam “Visi Indonesia 2025”, pertumbuhan ekonomi harus ditingkatkan 5-6 kali lipat dalam 15 tahun—berarti: konsumsi energi sangat tinggi. Padahal, minyak bumi, sebagai sumber energi primer penopang pertumbuhan, kian surut jumlahnya. Juga, kian tinggi harganya. Kondisi ini dapat dilihat sebagai kendala sekaligus berkah: harga minyak yang tinggi akan mendorong kita untuk melakukan efisiensi penggunaan energi, sekaligus memacu pengembangan teknologi energi baru yang lebih ramah lingkungan. Terdapat empat hal yang perlu dipertimbangkan dalam mengambil kebijakan: 1. Pengalaman menunjukkan kenaikan harga akan mengurangi percepatan
pertumbuhan konsumsi energi, meskipun tidak segera, karena dibutuhkan waktu untuk menunggu perekonomian kita siap menerapkan teknologi baru yang lebih efisien.
2. Subsidi BBM secara bertahap dapat dikurangi dan dialihkan untuk mengembangkan dan menerapkan energi baru dan terbarukan seperti energi surya dan energi bio, dua ragam energi di mana kita memiliki keunggulan komparatif sebagai negara tropis dengan keanekaragaman hayati tinggi.
3. Keekonomian energi baru menjadi viable tanpa hadirnya subsidi BBM. Ini akan merangsang kian meluasnya keragaman penggunaan energi alternatif sehingga pada gilirannya akan memperkuat suplai ketahanan energi kita.
4. Bila semua ini bisa dilakukan secara konsisten dan terukur, kita berpeluang memasuki tahap negara maju berbasis inovasi (innovation driven economies) di tahun 2025. Indonesia diharapkan dapat mencapai tingkat negara sejahtera, dengan intensitas penggunaan energi yang rendah. Ini adalah tahap tercapainya keseimbangan antara pertumbuhan berkelanjutan dengan ketahanan energi yang kuat
INOVASI 1-747 125
AmonRa
Akhir Era Minyak Indonesia
Paska booming minyak 1970-an, cadangan minyak Indonesia terus susut hingga seperlimanya memasuki dasawarsa pertama 2000. Pada tahun 2004 produksi minyak negeri ini menepis batas psikologis 1.094,4 ribu barel per hari, jauh lebih kecil ketimbang rekor tahun 1977 (1.686,2 ribu barel per hari). Tak mengherankan jika pada tahun 2002 negeri pendiri OPEC ini hengkang dari kelompok pengekspor minyak menjadi negara pengimpor minyak (net oil importer). Surutnya produksi minyak Indonesia tak lepas dari kurang up date-nya teknologi eksploitasi kita. Ladang-ladang minyak yang sudah tua, dan minimnya investasi di bidang perminyakan. Total cadangan minyak yang dimiliki dan siap dimanfaatkan negeri ini hanyalah 9 miliar barel (data 2003). Jika Indonesia memproduksi 500 juta barel per tahun, cadangan itu sudah akan terkuras habis dalam tempo 18 tahun. Krisis energi membayangi. Ini kian menjadi ancaman serius mengingat konsumsi minyak dalam negeri meningkat tiga persen per tahun
C. Bergeser ke Energy Mix
Sementara eksplorasi ladang-ladang minyak baru dilakukan, sumber-sumber energi alternatif patut dilirik. Negeri ini mempunyai sumber keanekaragaman energi yang cukup besar: angin, solar, biomassa, gelombang laut, hidro dan geotermal adalah sederet energi alternatif di luar bahan bakar fosil yang cadangannya melimpah. Sumber-sumber energi tersebut sudah dikenal lama dan dapat dijadikan pilihan energi mix guna memenuhi kebutuhan energi masa depan. Hanya saja, pergeseran ke sumber-sumber energi baru tidaklah mudah. Investasi awal yang dikucurkan untuk riset dan penciptaan infrastrukturnya sangatlah besar. Akses terhadap sumber energi, penguasaan dan pemilihan teknologi, dan tingkat keekonomisan, menjadi faktor penentu kesuksesan lainnya. Di masa lalu, ketika industri bergeser ke arah penggunaan minyak, perubahan itu dapat terjadi lebih cepat dan mudah lantaran sumber energi ini mudah diperoleh, tingkat keekonomisannya tinggi, dan cadangannya besar. Pemanfaatan sumber-sumber energi terbarukan, selain energi nuklir, umumnya terkait erat dengan lokasi di mana ia berada. Ini membuat tingkat ketidakpastian menjadi tinggi. Aspek “pilihan teknologi” dan “nilai keekonomisan” selalu menjadi pertimbangan krusial—jika bukan penghambat—pengembangan energi alternatif tertentu di lokasi tertentu. Padahal keputusan berinvestasi harus dilakukan pada timing yang tepat guna menyerap demand energi di sebuah lokasi. Pada titik ini kita melihat bahwa solusi atas kebuntuan-kebuntuan ini adalah political will pemerintah dan komitmen para investor untuk membawa perubahan. Hingga kini, penggunaan energi fosil masih mendominasi di Indonesia: minyak bumi tercatat sebagai yang terbesar, disusul gas, dan batubara. Energi terbarukan seperti hidro, geothermal, dan lain-lain baru mencapai 7 persen (Gambar 41). Seiring kebijakan diversifikasi energi, pada 2025, penggunaan energi fosil direncanakan dipangkas dari 93 persen menjadi 83 persen. Sementara penggunaan energi baru dan terbarukan didongkrak menjadi 17 persen, dengan 5 persen di antaranya bahan bakar nabati (biofuel).
KOMITE INOVASI NASIONAL126
AmonRa2005
2025
55%23%
15%
17%
30%
33% 20%
7%
KomponenEnergi
Minyak
Terbarukan
Gas
Batubara
Gambar 41. Komponen Energi Indonesia.
Pada tahun 2005, energi fosil mendominasi, sedangkan energi terbarukan hanya
mencapai 7 persen. Seiring kebijakan diversifikasi energi,
pada 2025, penggunaan energifosil direncanakan dipangkas
dari 93 persen menjadi 83 persen. Sementara
penggunaan energi terbarukan meningkat menjadi 17 persen.
INOVASI 1-747 127
AmonRa
3. AIR
A. Kerawanan yang Kerap Diabaikan
Dalam acara Forum Air Dunia II (World Water Forum) di Den Haag (Maret, 2000) disebutkan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang akan mengalami krisis air pada 2025. Penyebabnya antara lain kelemahan dalam pengelolaan air, seperti pemakaian air yang tidak efisien. Indonesia memiliki 6% potensi air dunia atau 2% potensi air di Asia Pasifik, tapi ironisnya, setiap tahun Indonesia mengalami krisis air bersih secara kualitas maupun kuantitas. Sumber air alam semakin menyusut dan air bersih olahan semakin mahal. Sebanyak 13 sungai yang melewati ibukota Indonesia bahkan tercemar bakteri Escherichia coli, termasuk 70 persen air tanahnya. Di Indonesia, masalah air bersih merupakan masalah klasik yang tidak kunjung usai diberantas. Pada tahun 2013 ini, jumlah penduduk Indonesia mencapai sekitar 250 juta jiwa. Dari jumlah yang begitu banyak, hanya sekitar 20% saja yang memiliki akses terhadap air bersih, itu pun umumnya di daerah perkotaan, yang menikmati air bersih. Sedangkan sisanya, sekitar 80% dari rakyat Indonesia masih mengkomsumsi air yang bisa dikatakan hampir tidak layak dan bahkan tidak layak untuk dikonsumsi. Berdasarkan data desa kekeringan yang dikeluarkan BPS, selain terdapat 1.235 desa kering di kawasan rawan air, ada 15.775 desa rawan air yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Total, terdapat 17.010 desa yang masuk dalam prioritas penanganan pelayanan air minum yang aman dan terlindungi. Jakarta bahkan sudah mengalami krisis air bersih sejak 18 tahun yang lalu. Jakarta memerlukan sekitar 26.938 liter air per detik, namun yang tersedia hanya 17.700 liter air per detik. Diperkirakan pada tahun 2020, defisit air di Jakarta mencapai 19.000 liter per detik.
Teknologi Pengolahan Air dan Gerakan Sosial untuk Ketersediaan Air Bersih yang Berkesinambungan
Saat ini teknologi pengolahan limbah menjadi air bersih telah berhasil dikembangkan oleh BPPT (dengan Metode Filtrasi dan Flokulasi), dan LIPI (Metode Plasma). Oleh karenanya pemerintah perlu mendukung pemanfaatan teknologi lokal untuk penyediaan air bersih melalui Gerakan Pengolahan Limbah menjadi Air Bersih. Bahkan dalam jangka waktu menengah, Industri Filter untuk penanganan limbah harus sudah dibangun di Indonesia serta didorong pengembangan teknologi pengelolaan air gambut. Sedangkan untuk menangani masalah-masalah yang terkait dengan water-shortages, maka gerakan sosial di masyarakat perlu terus didukung dan diciptakan. Gerakan-gerakan ini di antaranya, seperti: Gerakan Pemanenan Air Hujan dan pengembangan teknologi pengolahannya. Gerakan konservasi air seiring dengan energi air (GNAPA), Restorasi (reorientasi) dan rekondisi (pengerukan) sungai, Gerakan zero run off (biopori dan sumur resapan), Gerakan Pengolahan Air Limbah menjadi Air Bersih, Revitalisasi program Prokasih dan Langit Biru serta 15 Danau Prioritas, Pengembangan teknologi pengambilan air dari daerah KARS/gamping, serta Program “Pembuatan Sejuta Embung” khususnya di daerah-daerah terpencil untuk mengatasi kelangkaan air bersih. Ketahanan air tentunya memerlukan sinergi di antara lembaga-lembaga yang mengatur kebijakan terkait dengan urusan air-bersih. Lembaga-lembaga yang dimaksud antara lain: Dewan Sumber Daya Air, Kementerian
KOMITE INOVASI NASIONAL128
AmonRa
Pekerjaan Umum (dalam hal ini Direktorat Jenderal yang bertanggung jawab tentang kebijakan sumber daya air), Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian ESDM, Pemerintah Daerah, Lembaga-lembaga Riset, Perguruan Tinggi). Jika perlu bahkan dapat diusulkan agar keberhasilan pengelolaan air bersih dijadikan salah satu parameter keberhasilan sebuah Pemda, di mana setiap daerah memiliki peta cekungan air tanah yang efektif untuk resapan air tanah dan menerapkan regulasi tentang pengolahan limbah domestik sebelum dibuang ke sungai. Pemerintah juga dapat memaksimalkan fungsi Asia-Pacific centre for Ecohydrology (APCE) yang ditetapkan oleh UNESCO untuk dibangun di Indonesia, dimana Pusat Penelitian Limnologi LIPI bertindak sebagai host dalam lembaga internasional itu. APCE dapat berfungsi sebagai koordinator bekerja secara profesional dalam penelitian mengenai eko-hidrologi, termasuk air-bersih yang berkesinambungan.
B. Nexus Air, Pangan, dan Energi
Air, energi, dan pangan telah menjadi sumber paling penting yang mempengaruhi langsung perkembangan sosioekonomi dari sebuah bangsa. Air dalam jumlah cukup berarti diperlukan untuk produksi dan proses pangan. Mayoritas air antropogenik global, sekitar 60-80%, digunakan untuk irigasi. Selain itu, produksi makanan dapat mempengaruhi kualitas air melalui limbah pertanian yang terpolusi oleh pupuk, pestisida, dan kotoran. Agrikultur dan energi selalu terkoneksi, tapi teknologi modern dan industrialisasi telah menaikkan kebutuhan energi bagi agrikultur dan produksi pangan. Proses dan transportasi pangan di negara industri menggunakan dua kali lipat energi di agrikultur. Di lain pihak, beberapa jenis tanaman tertentu juga digunakan sebagai sumber energi. Secara global, diperkirakan 783 juta orang tidak memiliki akses untuk mendapatkan air minum, 2,6 milyar orang tidak memiliki akses terhadap sanitasi yang cukup, 1,3 milyar orang tidak memiliki akses terhadap listrik, 2,7 milyar orang tidak memiliki akses fasilitas memasak yang modern dan sehat, dan sekitar 1 milyar orang kekurangan gizi. Figur ini menyadarkan kita untuk berpikir mengenai pengelolaan air, energi, dan pangan secara terintegrasi untuk meningkatkan ketahanan air-pangan-energi dan pembangunan yang berkelanjutan. Keterbatasan sumber air, pangan, dan energi dan distribusi yang tidak merata harus menjadi perhatian mengenai ketersediaan dan keberlanjutan di masa depan. Hal ini menekankan pentingnya pendekatan terintegrasi di bidang air, pangan, dan energi dibandingkan mendiskusikannya secara terpisah. Beberapa faktor antropogenik secara langsung atau tidak langsung seperti perubahan iklim, perubahan politik dan ekonomi, pembangunan regional dan ekonomi, transisi demografi, urbanisasi, perubahan penggunaan lahan dan pembangunan infrastruktur menyebabkan tekanan pada sektor kebutuhan dasar ini. Disadari atau tidak, Indonesia akan segera menghadapi krisis air, pangan, dan energi. Dengan jumlah penduduk yang terus meningkat dan pertumbuhan populasi perkotaan yang cepat, tantangan utama mengenai persediaan perkotaan semakin nyata, khususnya persediaan air dan sistem sanitasi, persediaan dan efisiensi energi, penggunaan tanah dan ketahanan pangan. Hampir semua perkotaan telah mencapai situasi kritis yang dapat mengancam pembangunan berkelanjutan. Perubahan iklim dan pertumbuhan ekonomi menambah tekanan pada sumber air, energi, dan pangan, menyebabkan potensi konflik di antara sumber kebutuhan dasar ini. Karenanya nexus (keterkaitan) air-pangan-energi adalah salah satu isu penting dan mendasar dalam menjaga ketahanan kebutuhan dasar air, energi, dan pangan. Sayangnya, perencanaan dan pengelolaan saat
INOVASI 1-747 129
AmonRa
ini cenderung sektoral, tidak terintegrasi, dan tidak mampu untuk mendayakan interaksi dan sinergi di antara 3 sektor nexus ini serta potensi yang berkaitan selama proses implementasi. Selama Konferensi Rio+20 pada tahun 2012, isu ketahanan air, energi dan pangan serta keterkaitannya satu sama lain telah mendapat perhatian internasional yang besar dan menjadi agenda utama terkini. Seyogyanya, Indonesia mulai melakukan pendekatan nexus ini yang mengkaitkan air, energi, dan pangan dalam inovasi pengelolaan, analisa, perencanaan, dan implementasinya. Penggunaan dan pengelolaan satu dari ketiga sistem ini akan mempengaruhi sektor lainnya, karenanya sangatlah penting untuk mengambil pendekatan nexus untuk meningkatkan pemahaman mengenai bagaimana ketiga sistem ini terkait satu sama lain sebelum mengambil langkah untuk menjaga ketahanan air, pangan, dan energi serta keberlanjutannya di masa depan. Ketika nexus ini tidak seimbang, akan terjadi konsekuensi yang nyata bagi kesehatan masyarakat, ekonomi, dan lingkungan. Melangkah maju dengan inovasi pengelolaan melalui pendekatan nexus tidaklah mudah bagi Indonesia, namun semua bisa dicapai dengan usaha terpadu dari setiap individu, para pihak terkait, dan pemerintah.
4. KESEHATAN
A. Pengobatan Cerdas dan Aneka Obat
Kemampuan membasmi penyakit infeksi yang menjadi dasar kedokteran moderen sepanjang 150 tahun terbukti dapat memperpanjang usia manusia, tetapi tak berdaya ketika menghadapi penyakit degeneratif. Penyakit-penyakit yang tidak dipicu oleh bakteri atau virus (infectious agents) seperti kanker, penyakit jantung, diabetes, atau alzheimer memerlukan pendekatan berbeda. Kedokteran Masa Depan tak lagi bergerak di level pengetahuan tentang agen pembawa penyakit infeksi berskala mikro (bakteri atau virus), tetapi bertumpu pada pengetahuan material organik pada tataran nano. Kedokteran Masa Depan (The New age of Medicine) ini tidak sekedar menyembuhkan penyakit, namun lebih berorientasi preventif dan prediktif. Tidak menerapkan ‘’semua-obat-untuk-semua’’ (one size fits-all), kedokteran baru ini berorientasi pada pengobatan personal. Bermula dari penemuan deoxyribonucleic acid (DNA). Polimer berpilin ganda berdiameter 2 nanometer itu telah menjadi alat diagnosis kedokteran baru, yang memungkinkan para dokter melihat dengan tajam peta genomik seorang pasien sebuah kemampuan yang sekaligus menandai lahirnya ‘’kedokteran atom’’. Gejala yang muncul, seperti pening, demam, atau lemas adalah hasil interaksi yang kompleks antara tubuh, pikiran dan lingkungan: tetapi kesemuanya diawali dari DNA, pada atom. Kedokteran moderen belum mampu menghasilkan alat-alat untuk melihat sekaligus memahami tubuh manusia pada tataran atomik ini. Apa jadinya ketika kita mampu melihat atom-atom dan DNA manusia untuk mengidentifikasi pemicu-pemicu potensial yang mengakibatkan penyakit? Apa jadinya ketika kita melalui pengetahuan dari peta genomik bisa menghentikan pemicu-pemicu penyebab penyakit tersebut? Inilah Kedokteran Masa Depan.
Kedokteran Usia Panjang
Kolaborasi biologi molekuler dan teknologi termutakhir kini dan akan terus membuat pergeseran dalam paradigma ilmu kedokteran. Di masa lalu, obat-
KOMITE INOVASI NASIONAL130
AmonRa
obatan dan pengobatan tegak di atas paradigma ‘mengatasi dan menyembuhkan penyakit’. Di masa mendatang, obat-obatan dan pengobatan adalah soal ‘pencegahan dan peningkatan kualitas hidup’. Melalui pendekatan penelusuran genomik, misalnya, para dokter bisa menemukan penanda biologis untuk kepentingan deteksi dini. DNA dapat memberi informasi tentang karakter seseorang yang berpotensi memicu disfungsi seperti kecenderungan terjerumus ke dalam alkoholisme di masa mendatang atau mengidap penyakit kanker paru-paru. Dengan mengetahui predisposisi ini, seseorang dapat mengubah gaya hidupnya supaya lebih sehat sejak awal. Pengetahuan biologi molekuler ini telah begitu bermanfaat, dan akan bermanfaat berkali-kali lipat ketika berkombinasi dengan kemajuan di bidang komputer dan teori kuantum. Revolusi komputer di masa depan akan memberikan kontribusi pada sistem otomasi robot berinteligensia dan berperasaan—robot yang mampu mengerti bahasa manusia, mampu mengenali dan memanipulasi benda-benda di sekitarnya. Sementara revolusi di bidang teori kuantum memungkinkan kita membuat mesin-mesin berskala molekul. Jika keduanya bersinergi maka kita akan mampu membentuk sistem inteligensia berskala molekul, yang dapat digunakan untuk pengobatan. Mesin-mesin berukuran nanometer ini ditanam dalam tubuh lewat proses implantasi dan dapat didesain untuk mengobati gejala-gejala epilepsi, parkinson, dan penyakit-penyakit kronis tertentu. Lebih jauh, mesin-mesin supercanggih ini bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas ingatan, kecerdasan dan ketangkasan. Kesemuanya, pada gilirannya, berujung pada usia yang lebih panjang dan hidup yang lebih produktif—inilah peningkatan kualitas hidup ala Kedokteran Masa Depan.
Singkat kata, kita kini sedang menyaksikan bagaimana proses munculnya obat-obatan dan pengobatan baru dari gabungan ranah-ranah Iptek berbasis genom, teknologi informasi, teknologi nano, dan sains kognitif (Gambar 42).
B. Sel Punca
Inilah dua nama yang dinobatkan sebagai masa depan pengobatan penyakit-penyakit berat dan kronis: sel punca (sel tunas, stem cell) dan kloning terapeutik. Lazim dijuluki ‘sel ajaib’, sel punca adalah blue print segala organ tubuh manusia. Karakter aktif di dalam sel muda ini memungkinkan sel punca—melalui kloning terapeutik—dimanfaatkan untuk penciptaan jaringan-jaringan baru organ tubuh yang rusak. Terapi sel punca, misalnya, memberi harapan penyembuhan stroke seismik akut tanpa melalui amputasi, atau kerusakan pembuluh darah tungkai menahun. Tak kalah penting: sel punca dapat mengobati gagal jantung berat akibat rusak otot jantung. Dua dekade ke belakang penderita gagal jantung hanya dapat diselamatkan lewat transplantasi organ. Tapi belakangan jumlah donor jantung kian sulit dicari. Lewat terapi sel punca, transplantasi bisa dilakukan secara selular: menyuntikkan stem cell line pada otot jantung, membuatnya memperbaiki diri, hingga jantung benar-benar pulih. Tak lagi perlu diganti. Selaku sel multipotensi, stem cell memang berperan dalam pengobatan penyakit yang memerlukan pertumbuhan sel-sel baru. Wajar jika terapi sel punca kelak dapat mengobati Alzheimer atau Parkinson, memperbaharui tulang dan gigi yang rusak, bahkan membuat kulit lebih muda lewat terapi peremajaan. Di kemudian hari, sel punca juga akan berperan penting dalam penyembuhan jenis-jenis kanker tertentu.
INOVASI 1-747 131
AmonRa
Obat &Pengobatan
Masa Depan
TIGenom
SainsKognitif
Nanotek
Gambar 42. Obat dan Pengobatan Masa Depan.Di masa depan, obat-obatan dan pengobatan baru akan merupakan multidisiplin berbagai ilmu dan teknologi berbasis genom, teknologi informasi, teknologi nano, dan sains kognitif.
KOMITE INOVASI NASIONAL132
AmonRa
Pada tubuh manusia, sel punca terdapat pada darah ari-ari bayi, embrio muda (seperti sisa bayi tabung atau janin yang keguguran), serta jaringan dewasa (adult stem cells). Masing-masing mempunyai keunggulan maupun kelemahan yang memerlukan riset mendalam. Meski dapat memperbanyak diri, kemampuan sel punca untuk membentuk dan menghasilkan jenis-jenis sel tertentu masih belum optimal. Para peneliti dan investor kini berupaya menggali lebih dalam ke bentuk ‘awal’ dari sel punca yang dikenal sebagai sel punca embrionik. Ini merupakan suatu bentuk paling awal perkembangan manusia, yakni kondisi beberapa saat setelah proses pembuahan. Sel punca embrionik ini mampu menghasilkan jenis-jenis sel spesifik, yang diyakini amat berguna dalam pengobatan personal. Hanya saja, dalam proses pembuatannya, embrio janin bayi harus dihancurkan terlebih dulu, yang berarti menghilangkan peluang hidup janin sejak awal pembuahan—membuat para pendukung pengobatan masa depan harus berhadapan dengan masalah etika.
C. Membuka Peluang lewat hEPO dan Anti Flu Burung
Hasil riset kelas dunia dimiliki pula oleh negeri ini. Dr Adi Santoso, peneliti LIPI, berhasil menciptakan human erythropoietin (hEPO) dalam ragi dan tanaman barley (sejenis gandum). Sebelumnya produksi hEPO dilakukan dalam kultur sel mamalia melalui media telur tupai Tiongkok dan ginjal bayi tupai. Bioteknolog Inggris dan Korea Selatan telah berupaya lebih dari satu dekade memproduksi hEPO tanpa sel mamalia, namun gagal. Temuan Adi Santoso adalah yang pertama di dunia. hEPO adalah katalisator pada sel darah merah yang berguna untuk penyembuhan berbagai penyakit terkait dengan darah, seperti anemia. hEPO memiliki nilai ekonomis tinggi. Penderita kelainan ginjal misalnya harus menjalani suntik hEPO yang biayanya mencapai Rp 20 hingga Rp 30-an juta per bulan jika disuntik tiga kali seminggu. Ini lantaran biaya memproduksi hEPO pada sel mamalia amat mahal. Menggunakan media ragi (jenis Pichia pastoris) dan tamanan barley, produksi hEPO dapat dibuat dalam skala lebih besar, lebih efisien dan lebih ekonomis. Inilah yang kelak membuat biaya suntik hEPO jauh lebih ramping. hEPO diyakini pula sebagai masa depan pengobatan HIV/AIDS. Dalam perkembangan selanjutnya, Komite Inovasi Nasional (KIN), yang dibantu oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi (KNRT), telah berhasil menjalinkan kerjasa sama antara Pusat Penelitian Bioteknologi (PP-Biotek) LIPI dengan PT Indofarma dalam peningkatan riset hEPO. PP-Biotek LIPI dan PT Biofarma sepakat mengadakan Program Kerja Sama (PKS) untuk Penelitian dan Produksi hEPO. Dalam PKS disepakati bahwa produksi hEPO akan dilakukan dengan menggunakan sel-sel CHODG44, dan PT Biofarma sepakat menyediakan sel CHOD44 tersebut; serta memberikan fasilitas laboratoriumnya untuk melakukan splitting/transforming. Test produksi hEPO dan karakterisasi akan dilakukan baik di Biofarma maupun di Puslit Biotek LIPI. Peneliti dari Puslit Biotek LIPI dengan Peneliti Biofarma akan bekerja sama. Tujuan akhir diproduksinya Master-seed untuk hEPO, yang diharapkan selesai tahun 2014/15. Dengan difasilitasi oleh KIN dan KNRT, Perjanjian Kerja Sama antara PP-Biotek LIPI dengan PT Biofarma telah ditandatangai pada tanggal 02 Juli 2013 di Jakarta. Kemajuan yang telah dicapai dalam Kerjasama PP-Biotek LIPI dengan PT Biofarma adalah sebagai berikut: Konstruksi Gen penghasil hEPO dalam plasmid telah berhasil dilakukan oleh Puslit Bioteknologi LIPI. Saat ini sedang dilakukan penumbuhan sel CHO DG44, yang dilakukan di Laboratorium Biofarma. Apabila
INOVASI 1-747 133
AmonRa
LIPI juga melakukan riset kompetitif untuk mencari senyawa baru penghambat (inhibitor) aktivitas virus avian influenza (AI) atau flu burung. Dimulai sejak dua tahun lalu, riset ini berupaya mengisolasi molekul acuan baru anti AI yang bersumber dari ekstrak bahan alami Indonesia melalui program skrining yang komprehensif. Tak kurang dari empat ribu ekstrak mikroba telah disiapkan untuk pengujian. Target utama riset adalah menemukan penghambat ion channel protein M2 virus flu burung. Menurut koordinator riset, Dr Inez Irene Atmosukarto, inhibitor protein M2 terbukti dapat menghambat asidifikasi virus bagian dalam dan menghambat fusi envelop virus. Pada virus influenza terdapat unsur H dan N, dan di antara membran luar dan dalam kedua unsur tersebut terdapat protein penghubung (M2) yang jika disumbat akan menghambat perkembangan virus. Penghambat (inhibitor) inilah yang tengah dicari senyawanya.
penumbuhan Sel CHO DG44 berhasil, maka akan segera dilakukan Transfeksi Gen rh-EPO ke dalam Sel DGO DG44, dilakukan di Laboratorium Biofarma. Konfirmasi Molekuler & Karakterisasi Sel CHO DG44 ter-transfeksi Gen Penhasil hEPO akan dilakukan di Laboratorium Puslit Bioteknologi LIPI. Ini merupakan keberhasil KIN dalam menggandengkan antara dunia penelitian dengan dunia industri.
Penelitian untuk mencari senyawa anti H5N1 ini dilanjutkan oleh Dr. Bambang Sunarko, dan telah ditemukan beberapa ekstrak mikroba yang aktif untuk melawan virus burung H5N1. Eksraks tersebut didapatkan dari mikroba yang hidup di tanaman: Justicia gandarussa, Ervatamia macrocarpa, Nauclea orientalis, Sandoricum emarginatum, Myristica fragrans. Penelitian masih terus dilanjutkan.
D. Inovasi Vaksin Rotavirus
Keberadaan vaksin telah sedemikian vital, bahkan tak tergantikan hingga kini, guna mencegah penyakit-penyakit infeksi khususnya di negara Dunia Ketiga seperti Indonesia. Soal produksi vaksin, negeri ini layak berbangga karena memiliki PT Biofarma—kini berusia 121 tahun—sebagai eksportir vaksin kelas dunia: produk vaksin perusahaan ini telah dipasarkan ke ratusan negara di Afrika, Asia, Amerika Latin, dan beberapa negara Eropa. Namun, menjadi ironis mengingat produk vaksin PT Biofarma belum memanfaatkan seed vaksin yang berasal dari Indonesia serta masih mengandalkan teknologi vaksin lisensi asing. Walhasil PT Biofarma harus selalu membayar dengan harga sangat tinggi biaya royalty dari seed dan teknologi vaksin impor ini. Kian ironis mengingat negeri ini, sebagai megabiodiversitas terbesar kedua di dunia, merupakan surga seed vaksin. Di sisi lain, tak sedikit universitas dan lembaga Litbang yang melakukan riset dasar seed vaksin. Karena itulah diperlukan sinergi antara universitas/badan Litbang dengan PT Biofarma agar kedua aktor inovasi ini melengkapi satu sama lain. Karena itu pula belakangan dibentuk Jaringan Keunggulan Inovasi Vaksin sebagai hub kegiatan inovasi produk vaksin yang terdiri dari pakar dari perguruan tinggi dan lembaga seperti UGM, IPB, ITB, UI, UNAIR, Lembaga Eijkman, Litbangkes, LIPI, BPPT, dan PT Biofarma. Produk vaksin pertama yang diharapkan dihasilkan dari Jaringan Keunggulan Inovasi Vaksin ini adalah vaksin rotavirus. Rotavirus adalah virus penyebab utama penyakit infeksi gastrointestinal. Seed vaksin ini telah dikembangkan bersama oleh FK-UGM, The University of Melbourne, dan PT Biofarma berbasiskan pada galur rotavirus Indonesia. Hak Paten merupakan milik bersama antara FK-UGM, The University of Melbourne dan PT Biofarma. Sedangkan hak pemasarannya akan diberikan kepada pihak Indonesia. FK-UGM akan terus mencari dan meneliti galur-galur Indonesia untuk pembuatan vaksin rotavirus ini. Kontrol kualitas dari vaksin ini sedang dilakukan di PT Biofarma,
KOMITE INOVASI NASIONAL134
AmonRa
sementara target uji klinis I, II, dan III diharapkan selesai pada tahun 2013. Ditargetkan pada tahun 2014 vaksin rotavirus mendapatkan izin pemasaran. Seandainya vaksin-vaksin dengan seed Indonesia telah diproduksi, vaksin-vaksin ini kemungkinan besar tidak dapat bersaing dengan vaksin-vaksin impor yang relatif lebih murah. Karena itu diperlukan peraturan pemerintah untuk mengawal agar vaksin produksi dalam negeri ini dapat bersaing secara sehat dengan vaksin impor di Indonesia.
Prospek Riset yang Mendorong Inovasi
Dari Ekonomi Informasi ke Ekonomi InovasiDari Fisika Moderen ke Bioteknologi
Ditopang oleh kemajuan ilmu fisika modern dan berkembang pada abad ke-20, teknologi informasi (information technology, IT) membawa kita memasuki Gelombang Peradaban Ekonomi Informasi. Gelombang ini adalah sebuah era baru yang sangat dipengaruhi oleh pengembangan informasi dan knowledge serta penyebarannya sebagai faktor utama dalam mengukur produktivitas. Revolusi IT telah mengubah secara mendasar bidang-bidang kehidupan. Kita bukan saja memanfaatkan IT untuk berkomunikasi, tetapi nyaris untuk segala hal: mendaratkan pesawat, membuat neraca bisnis, merancang bangun berbagai artifak manufaktur. Berkat kemajuan fisika modern dan IT, ditemukan cara memanipulasi radiasi, gelombang dan elektron—penemuan-penemuan yang telah membuka jalan bagi terobosan-terobosan menakjubkan dalam bidang komunikasi, energi dan teknologi persenjataan, mulai dari radio, televisi, X-Ray dan CAT Scan, hingga tenaga nuklir. Gelombang peradaban baru ini telah pula memicu kegiatan ilmiah untuk menguak informasi di tataran sangat kecil—dunia kuantum berskala nano; sekaligus menjelajah informasi di tataran skala sangat besar—dunia ruang angkasa. Pada tahap ini tak terasa kita secara berangsur-angsur telah menuju Gelombang Peradaban Ekonomi Inovasi (Gambar 43). Berbeda dengan gelombang Ekonomi Informasi yang ditopang oleh ilmu fisika, era Ekonomi Inovasi adalah abad bioteknologi. Dalam era Ekonomi Inovasi, kita akan mampu merekayasa organisme secara genetik untuk menghasilkan sifat-sifat yang kita kehendaki secara tepat. Berbagai proyek ”omic” seperti pemetaan genom manusia saat ini memungkinkan penyusunan database gen manusia yang berguna untuk pengembangan ilmu farmasi dan pengobatan. Segera akan ditemukan teknologi untuk menghilangkan atau memperbaiki cacat jantung bawaan dan obat-obatan yang didasarkan pada susunan genetika individu (personalised medicine). Di bidang pertanian rekayasa genetika, kita mampu merancang tanaman yang mampu memproduksi buah berukuran jauh lebih besar, tumbuh lebih baik pada iklim kering serta tahan serangan hama. Melalui modifikasi genetika secara tepat, pemanfaatan lahan pertanian pun dapat dibuat lebih efisien hingga dua kali lipat. Kita juga akan segera melihat kehadiran tanaman yang dapat menghasilkan plastik berkualitas, jagung yang tumbuh pada kondisi air berkadar garam tinggi atau bahkan kita mampu merekayasa laba-laba yang susunya dapat menghasilkan serat sutera.
INOVASI 1-747 135
AmonRa
GELOMBANG BARU:EKONOMI-BIO
TEKNOLOGIDIGITAL
DUNIA BIOLOGI
2000
2030
SAINS-BIO DAPAT MENGHASILKANGELOMBANG BARU INOVASI
PRODUK DAN JASA DI BERBAGAIKEGIATAN EKONOMI DI BIDANG:
• KESEHATAN• INDUSTRI
• PERTANIAN• ENERGI
Gambar 43. Gelombang Baru: Ekonomi-Bio. Gelombang peradaban baru akan beralih dari gelombang Ekonomi Informasi yang ditopang oleh ilmu fisika menuju era Ekonomi Inovasi yang didukung sains-bio (bioteknologi). Sains-bio dapat menghasilkan gelombang baru inovasi produk dan jasa di berbagai kegiatan ekonomi di bidang kesehatan, industri, pertanian, energi, dan sebagainya.
KOMITE INOVASI NASIONAL136
AmonRa
Hijau di Gelombang Ekonomi Baru
Teknologi Hijau (Green Technology) akan bermunculan sebagai ciri utama gelombang ekonomi baru ini (Gambar 44). Di ranah pertanian, biofertilizer atau obat-obatan baru berbasis gen dan genom akan mampu dibuat. Produk-produk bio-energy akan tumbuh pesat. Sedangkan di sektor transportasi, bahan bakar hidrogen (fuel cell) merupakan Teknologi Hijau yang akan mendominasi dunia. Akan bermekaran pula eco-industrial park, klaster industri ramah lingkungan yang menerapkan infrastruktur green design dan hemat energi, serta memiliki klaster bisnis produk-produk bersih dan daur ulang (clean and recycling business cluster). Ekonomi Hijau yang diterapkan dengan standar lingkungan tinggi ini, menurut Porter (1991), akan mendorong munculnya inovasi-inovasi baru yang sangat efisien dalam penggunaan sumber daya, dan pada gilirannya meningkatkan daya saing. Yang juga bakal tumbuh adalah TIK Hijau (Green IcT), sebuah konsep penggunaan Teknologi Informatika dan Komputer (TIK) secara inovatif dan efisien. TIK Hijau berperan ganda. Pertama, TIK Hijau dapat menghasilkan produk-produk TIK yang ramah lingkungan, disebut TIK yang Hijau, seperti komputer net-top (~ 10 watt) pengganti komputer boros energi desktop (100 watt). Kedua, TIK Hijau akan membantu sektor-sektor lain menjadi lebih ramah lingkungan, proses yang disebut Hijau dengan TIK (Green by ICT). Contoh, penggunaan media digital secara luas di bidang pelayanan perdagangan, perbankan dan perkantoran telah menekan penggunaan kertas (paperless) sekaligus mengurangi pencemaran lingkungan. Lima belas tahun mendatang (2025) kita akan melihat akselerasi inovasi; suatu perubahan yang sangat cepat pada skala yang belum pernah dialami peradaban sebelumnya. Lebih dari apa yang diramalkan hukum Moore, sarana-sarana pendorong tumbuh semakin cepat dan menghasilkan produk-produk inovasi yang lebih murah dan lebih kuat, namun lebih ringan.
5. RISET STRATEGIS BENUA MARITIM INDONESIA
A. Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan
Industri bioteknologi—di bidang kesehatan maupun pangan—yang tengah dirintis negeri ini juga mengabaikan sumber daya paling gigantik: laut. Riset hEPO, vaksin flu burung, atau padi tahan kekeringan adalah terobosan-terobosan jempolan; tetapi penelitian-penelitian tersebut, bahkan mayoritas riset bioteknologi di Indonesia, masih terfokus pada pemanfaatan sumber daya genetik di daratan. Kita tahu, dua per tiga luas Indonesia adalah lautan: gudang genetik yang lebih raksasa itu justru berada di dasar samudera dan di permukaan laut biru. Inilah bahan baku yang luar biasa besarnya untuk memperkuat ketahanan pangan, energi, air, dan kesehatan.
i. Sektor Pangan
Di bidang pangan, alga mikro Spirulina dapat menjadi suplemen pengganti susu hewani lantaran memiliki kandungan kalsium tiga kali lebih tinggi. Alga mikro ini juga mempunyai kandungan zat besi tiga kali lebih besar ketimbang bayam, sehingga bisa menjadi salah satu sayuran penting. Biota-biota laut lainnya sebetulnya bisa menjadi sumber pangan utama, menggantikan beras.
INOVASI 1-747 137
AmonRa
Peta Ilmu Pengetahuandan GelombangEkonomi Inovasi
Inovasi
Dampak lingkungan
Pekerja
Bio Molekular / Teknologi Nano
Material Baru / Bioteknologi
Robotik
Elektronik Mikro / Komputer
TI (Piranti Lunak)
Pesawat Udara
Telekomunikasi
Kapal Laut
Petrokimia / Permesinan
Mobil / Antibiotika
Tekstil / Pemrosesan
Pertambangan
Peralatan
Agro
EkonomiInovasi
InnovationDriven
EkonomiIndustri
InvestmentDriven
Ekonom Pertanian
FactorDriven
PadatPengetahuan
PadatModal
KebutuhanDasar
PadatKarya
Gambar 44. Peta Ilmu Pengetahuan Dan Gelombang Ekonomi Inovasi.Pada era Gelombang Ekonomi Inovasi akan bermunculan teknologi ramah lingkungan. Ekonomi Hijau yang diterapkan dengan standar lingkungan tinggi ini akan mendorong munculnya inovasi-inovasi baru yang sangat efisien dalam penggunaan sumber daya, dan pada gilirannya meningkatkan daya saing.
KOMITE INOVASI NASIONAL138
AmonRa
Bioteknologi—melalui kemampuan rekayasa DNA—dapat saja menciptakan biota laut transgenik yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi sebagai alternatif beras. Karenanya, pada tahap awal, diperlukan riset tentang biota-biota mana saja yang punya potensi sebagai sumber pangan. Tanpa campur tangan bioteknologi pun, laut Indonesia—dengan potensi produksi perikanan 65,1 juta ton per tahun—merupakan sumber pangan ikan terbesar di dunia yang dapat menjadi Gudang Protein Dunia. Namun, dari jumlah ini, baru 10,19 juta ton yang dapat termanfaatkan (2010) akibat rendahnya kinerja penangkapan. Dapatkah dibayangkan apabila bioteknologi diikutsertakan dalam perikanan tangkap dan budidaya? Bukan saja ketahanan pangan perikanan, tetapi perekonomian negara ini menjadi semakin berdaya saing. Sebagai negara maritim terluas, Indonesia memiliki potensi industri bioteknologi kelautan terbesar di dunia: nilai ekonominya mencapai 50 miliar dolar AS per tahun. Negeri ini merupakan wilayah dengan kekayaan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity), baik pada tingkatan gen, spesies, maupun ekosistem. Di lautan biru Indonesia terkandung: 35 ribu spesies biota laut, 910 jenis karang atau 75 persen total spesies karang di dunia, 850 spesies bunga karang, 13 spesies lamun (seagrass) dari 20 spesies lamun dunia, 682 spesies rumput laut (seaweed), 2.500 spesies moluska, 1.502 spesies krustasea, 745 spesies ekinodermata, enam spesies penyu, 29 spesies paus dan lumba-lumba, satu spesies dugong, dan lebih dari 2.000 spesies ikan hidup. Keanekaragaman hayati ini merupakan sumur-sumur emas industri bioteknologi. Pendek kata, riset dan eksplorasi di sektor kelautan perlu didorong, yang dapat diwujudkan antara lain melalui penciptaan dan penguatan Sinas yang tak hanya berorientasi daratan, tetapi juga lautan: Sinas berbasis Benua Maritim. Jika tidak, negeri ini akan terus menjadi pasar empuk negara-negara inovatif. Ironis bahwa Indonesia harus kehilangan devisa sekitar 4 miliar dolar AS setiap tahunnya untuk mengimpor berbagai produk industri bioteknologi kelautan, seperti teripang, omega-3, squalene, viagra, chitin, chitosan, spirulina, dan lain sebagainya. Cukup menyedihkan pula ketika Indonesia—salah satu pionir Organisasi Eksportir Minyak (OPEC)—harus mengimpor 500 ribu barel minyak setiap harinya (2012), padahal miliaran barel emas hitam ini masih mendekam begitu saja di dasar laut. Dari laut biru, ketahanan pangan, kesehatan, dan energi harus dibangun.
ii. Sektor Energi
Di sektor energi, kita juga mengabaikan fakta adanya 60 cekungan raksasa di lepas pantai Nusantara. Cekungan ini sarat minyak dan gas bumi (migas), berserakan di dasar laut, bagaikan ‘peti-peti harta karun’. Hingga kini baru 16 cekungan—dengan perkiraan cadangan minyak 1,93 miliar barel—yang sudah dieksploitasi, sementara empat lainnya baru pada tahap eksplorasi. Sisanya belum diusik, bagaikan kotak-kotak emas dari sebuah kapal karam yang tak kunjung diangkat ke darat. Fakta lebih mengagetkan muncul dari survei geologi dan geofisika kelautan kapal riset Jerman, Sonne, pascatsunami Aceh. Piranti seismik mengidentifikasi kandungan hidrokarbon luar biasa besar di bawah dasar perairan Pulau Simeulue, Nangroe Aceh Darussalam. Sekitar 320,79 miliar barrel minyak bumi diperkirakan berada di lokasi tersebut. Riset lain yang dilakukan gabungan peneliti Jerman, Jepang, Malaysia, dan Indonesia, menemukan hidrat gas alam dalam jumlah gigantik di dasar laut Nusantara. Survei dengan kapal selam canggih Shinkai 6500, yang mampu
INOVASI 1-747 139
AmonRa
menyelam hingga kedalaman 6.500 meter, itu mendeteksi keberadaan 850 TCF hidrat gas alam (natural gas hydrate, NGH) di perairan selatan Sumatera Selatan, 625,4 TCF di selatan Jawa Barat, dan 233,2 TCF di perairan Sulawesi. Hidrat gas alam merupakan hidrokarbon berbentuk padat (freezed gas), disebut juga gas alam padat. Total cadangan 1.780,6 TCF hidrat gas alam ini akan menjadi sumur gas raksasa untuk memenuhi kebutuhan energi negeri ini lebih dari 200 tahun. Sebagai perbandingan potensi ladang gas Natuna adalah sebesar 222 TCF yang diprediksi mampu menghasilkan hidrokarbon hingga 30 tahun. Cadangan minyak bumi Indonesia memang kian surut di darat, tetapi emas-emas hitam dan putih ini masih terhampar di laut dalam kita. Masa depan energi, oleh sebab itu, berada di dasar laut. Salah satu harta karun laut lainnya adalah alga mikro, yang lebih populer disebut fitoplankton. Riset menunjukkan alga mikro dapat menghasilkan hidrokarbon—senyawa dasar penyusun minyak—dalam jumlah cukup besar sebagai produk fotosintesisnya, sehingga berpotensi dijadikan sumber bahan bakar nabati (biodiesel) yang prospektus. Luas wilayah laut sekitar 5,8 juta kilometer persegi bukan saja menyediakan bahan baku air laut yang melimpah sebagai media tumbuh alga mikro, tetapi juga keanekaragaman jenis alga mikro. Kini baru ditemukan 100 jenis alga mikro di perairan Indonesia dengan Nannochloropsis oculata sebagai alga mikro penghasil minyak terbesar (kandungannya bahkan lebih besar ketimbang kelapa sawit dan jarak pagar—bahan baku primadona biodiesel saat ini). Selain Nannochloropsis, tidak tertutup kemungkinan terdapat jenis alga mikro lain yang lebih produktif. Negeri ini juga memiliki intensitas penyinaran matahari yang tinggi (sekitar 12 jam sehari, dua kali lipat negara-negara subtropis) bahkan dengan daya tembus surya hingga kedalaman 2 meter dari permukaan laut. Kondisi-kondisi ini membuat produktifitas alga mikro Indonesia untuk pembudidayaan jauh lebih tinggi. Yang terpenting, kapasitas panen alga mikro akan luar biasa besar mengingat luasnya laut negeri ini; bandingkan dengan produksi biodiesel dari kelapa sawit, jagung, dan lain-lain yang harus bersitegang dengan terbatasnya lahan di darat serta kebutuhan pemenuhan pangan penduduk. Potensi energi lainnya yang dapat didulang dari laut, namun belum termanfaatkan adalah energi pasang surut air laut (tidal power), energi gelombang laut (wave energy), dan energi suhu laut (ocean thermal energy). Berdasarkan perhitungan Asosiasi Energi Laut Indonesia (ASELI) pada tahun 2011, ketiga energi laut ini memiliki potensi praktis sebesar 49 Giga Watt (GW). ASELI juga mencatat, listrik berbasis energi laut lebih ekonomis ketimbang yang berbasis bahan bakar minyak (BBM). Dibutuhkan 20 hingga 25 sen dolar AS guna membangkitkan 1 kWh listrik dengan BBM; sementara hanya diperlukan 7-18 sen dolar AS dengan energy laut.
iii. Sektor Kesehatan
Sama halnya, kekayaan hayati yang luar biasa besarnya juga mendekam di laut, dan belum digarap serius. Padahal keanekaragaman hayati ini dapat diolah menjadi produk bernilai tambah tinggi bernilai triliunan rupiah melalui sentuhan bioteknologi kelautan. Di bidang kesehatan, misalnya, bioteknologi kelautan dapat melakukan riset lanjutan terhadap pelbagai jenis senyawa bioaktif dalam bunga karang (sponge) dan karang lunak (soft corals) yang diyakini bisa menjadi obat anti kanker, anti bakteri, anti asma, dan anti fouling. Senyawa aktif pycocyanin dalam alga mikro Spirulina juga merupakan ladang riset yang menunggu sentuhan
KOMITE INOVASI NASIONAL140
AmonRa
ilmuwan negeri ini setelah diketahui memiliki tiga pigmen kaya protein, yakni: phycocyanin (untuk menunjang kesehatan hati dan ginjal), klorofil (sebagai zat antikanker dan antiracun), dan zeaxanthin (untuk kesehatan mata). Atau, jenis invertebrata laut seperti tunicate (Tridemnum sp) yang diketahui mengandung bahan aktif untuk penyembuhan penyakit leukimia, B-16 melanoma, dan M5076 sarcoma. Ekstrak tempurung penyu juga diketahui dapat menjadi obat luka dan tetanus; sementara ekstrak kuda laut sebagai obat tidur, penenang, bahkan obat kuat semacam viagra. Timun laut atau teripang kini semakin dicari karena diketahui memiliki kandungan asam amino esensial lengkap. Walhasil teripang dapat menjadi obat khasiat untuk pelbagai penyakit, mulai dari diabetes melitus, jantung koroner, hepatitis, hingga radang sendi. Indonesia adalah surga teripang yang memiliki 200 dari 1.200 spesies teripang dunia, namun ironisnya belum mengembangkan riset lanjutan dan industri pengolahan teripang yang tangguh. Posisi itu justru diambil Malaysia, negeri dengan potensi lahan budidaya teripang yang jauh lebih kecil. Dirintis sejak tahun 1995, negeri jiran telah mempunyai industri bioteknologi teripang dari hulu hingga hilir: mulai dari Litbang, budidaya, industrialisasi produk akhir sampai pemasaran dan promosi. Indonesia sudah menjadi pasar empuk bioteknologi teripang Malaysia, selain Singapura, Tiongkok, Eropa, dan AS. Teripang olahan ini dijual dalam delapan jenis produk akhir, seperti ekstrak teripang, jeli teripang, sabun, krim, bedak, atau kapsul.
B. Ekonomi Berbasis Benua Maritim
Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang luar biasa. Negeri ini mendapat julukan sebagai negara zamrud katulistiwa, menjadi salah satu negara dari sejumlah kecil negara di dunia yang mempunyai keberagaman budaya dan lingkungan hayati yang tinggi. Negara kepulauan yang indah ini membentang 5.000 km, dari 95o sampai 141o Bujur Timur dan 2.000 km dari 6o Lintang Utara sampai 11o Lintang Selatan. Sekitar 70% wilayah Indonesia berupa air dengan luasan mencapai ± 3.2 juta km2. Hal yang sangat unik adalah bahwa, perairan antar ke 13.000 pulau penyusun zamrud khatulistiwa tersebut merupakan perairan laut dangkal, berbeda dengan laut dalam yang mengelilingi wilayah Indonesia. Oleh karena itu negara Indonesia disebut sebagai negara Benua Maritim. Mengingat Indonesia adalah satu-satunya negara benua maritim di dunia, KIN merekomendasikan Indonesia agar memprioritaskan Litbang pada 5+1 bidang berikut untuk mendorong inovasi, yaitu: 1. Ketahanan pangan (pengadaan benih dan bibit yang baik, penciptaan pupuk hayati, Genetically Modified Organism, dsb.), 2. Ketahanan energi (seperti penyediaan biofuel, energi baru dan terbarukan), 3. Bioteknologi untuk Industri farmasi (vaksin tropis, kosmetik, dan obat-obatan herbal), 4. Teknologi Transportasi (transportasi hijau: berbasis listrik yang menhasilkan low cost–low emission car, hybrid, dan fuel-cell car), 5. Nanoteknologi (materi nano, konservasi energi, air, kesehatan, dan lingkungan, serta nano coating dan nano battery). Kesemua bidang tersebut di atas tentunya harus ditunjang oleh Teknologi Informasi (Gambar 45). Dengan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif serta keunggulan budaya yang dimilikinya, Indonesia dapat menggunakan “Ekonomi berbasisbenuamaritim” sebagai “tagline” dari Sistem Inovasi Nasional. Strategi riset tersebut sekaligus merupakan dasar menuju keunggulan dan kekhasan kita mewujudkan Ekonomi Hijau di Bumi Indonesia.
INOVASI 1-747 141
AmonRa
Tagline Sistem Inovasi Nasional
Dasar Menuju Ekonomi Hijau
Fokus pada 5+1 Area Prioritas S&Tuntuk Mendorong Inovasi
Ekonomi Berbasis Benua Maritim
Comparativeadvantage
Competitiveadvantage
Culturaladvantage
KETAHANAN PANGAN
KETAHANAN ENERGI
BIOTEKNOLOGI UNTUK INDUSTRI
TEKNOLOGI TRANSPORTASI
NANOTEKNOLOGI
Komoditas berbasis biomolekuler, biofertilizerBenih, pembibitan, teknologi paska panenProduksi padi, jagung, kedelai, dan sagu
Energi ramah lingkungan:-Biofuel-Energi baru dan terbarukan
-Farmasi-Kosmetik-Herbalberbasis bioteknologi
Transportasi ramah lingkungan:-Listrik-Hibrida-Fuel-cell
Konservasi energi, air, kesehatan,dan lingkungan
Rise
tRi
set
Rise
tRi
set
Rise
t
TEKNOLOGI
INFORMASI
Gambar 45. Rekomendasi 5+1 Bidang Prioritas S&T untuk Mendorong Inovasi. Dengan mengingat Indonesia adalah satu-satunya negara benua maritim di dunia, KIN merekomendasikan Indonesia agar fokus pada 5+1 area prioritas S&T untuk mendorong inovasi, yaitu: 1. Ketahanan pangan, 2. Ketahanan energi, 3. Bioteknologi untuk Industri, 4. Teknologi Transportasi, 5.Nanoteknologi, serta 1 teknologi penunjang yaitu Teknologi Informasi.
KOMITE INOVASI NASIONAL142
AmonRa
INOVASI 1-747 143
AmonRa
BAB V.PROGRAM
QUICK-WIN
KOMITE INOVASI NASIONAL144
AmonRa
PROGRAM QUICK-WIN
Model Program Nasional yang Efektif dan Efisien
Mengingat sifat inovasi itu sendiri, baik inovasi produk maupun proses, keduanya membutuhkan waktu yang lama dan memerlukan investasi jangka panjang dengan resiko yang cukup tinggi maka KIN mengajukan beberapa program Quick-Wins kepada pemerintah. Program Quick-Wins ini dimaksudkan sebagai model dalam setiap koridor MP3EI yang dirancang berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif masing-masing koridor.
1. Pembentukan Bandung Raya Innovation Valey (BRIV)
Salah satu cara untuk meningkatkan sistem inovasi adalah dengan mendirikan innovation park, dimana semua elemen Triple Helix, seperti Inventor, Pewirausaha, pemasok/supplier, dan sebagainya dapat memanfaatkan insentif yang disediakan oleh pemerintah. Insentif ini antara lain mencakup perbaikan birokrasi pemerintahan, pendanaan penelitian, tax holiday, dan lain-lain, yang ditawarkan tidak saja kepada swasta nasional, tetapi juga kepada swasta asing yang tertarik untuk berinvestasi di Indonesia melalui FdI, selama mereka berkehendak untuk mengalihkan teknologinya atau menggunakan lokal teknologi. Kerjasama antar elemen Triple Helix dengan insentif yang disediakan oleh pemerintah sebaiknya terjadi pada lokasi yang sudah dirancang dari awal dimana para aktor inovasi dapat memanfaatkan fasilitas bisnis, pajak (ringan maupun bebas), dan riset (laboratorium), yang disediakan oleh pemerintah. Oleh karena itu KIN merekomendasikan pendirian Bandung Raya Innovation Valley (BRIV), suatu kawasan industri yang berbasis ilmu pengetahuan dan inovasi yang berlokasi di Jawa Barat, dan telah dideklarasikan oleh Presiden Republik Indonesia pada 30 Agustus 2012. Ekosistem inovasi di daerah Bandung dan sekitarnya sudah terbentuk dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya industri strategis dan Universitas bertaraf dunia yang berada di daerah Bandung. Ekosistem inovasi yang sudah terbentuk ini perlu diperkuat dengan kehadiran sebuah University-driven Science & Technology (S&T) Park yang dapat mendukung dan mempercepat jalur inovasi produk yang dapat langsung diserap oleh kebutuhan industri yang berada di sana. Berbeda dengan PUSPIPTEK yang merupakan r&d-driven S&T Park yang
INOVASI 1-747 145
AmonRa
dipicu oleh LPNK, maka S&T park yang berada di Bandung ini disponsori oleh ITB. Beberapa industri dari luar dan dalam negeri sudah berminat untuk berpartisipasi dalam mendirikan S&T Park di Bandung ini. Tujuan utamanya adalah mempercepat inovasi dalam bidang TIK, Bioteknologi, Energi dan Transportasi yang diinkubasi untuk menarik ddI (domestic direct Investment) dan FdI, dengan sasaran pasar global yang sangat menggiurkan. Keberhasilan BRIV sangat terkait dengan rencana pengembangan regional Jawa bagian barat sebagai pusat pertumbuhan ekonomi. Pemangku kepentingan pada BRIV adalah Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Padjajaran (UNPAD) sebagai pelaku penelitian, Pemerintah Daerah sebagai pelaku dari pemerintah, dan beberapa perusahaan seperti PT Indosat, Telkom, Inti, Pindad, Kimia Farma, Biofarma, Dirgantara Indonesia, dan LEN yang mewakili sektor industri (Gambar 46). BRIV akan didirikan dengan landasan yang kokoh yang didukung dengan konvergen dan integrasi Litbang yang mendapat pendanaan dari pemerintah, dan diharapkan mampu menghasilkan inovasi, karena:1. BRIV akan diisi oleh talenta-talenta yang mumpuni dalam ilmu pengetahuan
dan teknologi dari berbagai perguruan tinggi terbaik di bidangnya di Indonesia. Mereka akan disediakan fasilitas untuk bekerja dan tinggal di kawasan tersebut.
2. Pertumbuhan perusahaan ventura yang berteknologi tinggi akan dicapai dengan komersialisasi hasil-hasil Litbang, dengan bisnis model melalui tahap-tahap Pra-inkubasi perusahaan (Start-up companies), Inkubasi (Perusahaan ventura teknologi tinggi) dan Paska inkubasi (Venture park).
Wilayah Jawa bagian Barat dalam kenyataannya memiliki potensi yang relatif besar untuk dikembangkan menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi. Hal ini didukung oleh keberadaan beberapa klaster industri strategis di daerah Bandung dan sekitarnya seperti PT Biofarma, Kimia Farma, DI, LEN, INTI, Pindad, Telkom, dan lain-lain. Selain itu Jawa bagian Barat memiliki berbagai klaster industri seperti Cikampek, Cilegon, Jababeka, dan sebagainya. Jawa bagian Barat juga didukung oleh keberadaan berbagai lembaga penelitian seperti Puspiptek, LIPI, BPPT, dan BATAN. Jawa bagian Barat juga memiliki LAPAN, lembaga survey yang dulu dikenal sebagai Bakosurtanal, berbagai Pendidikan Tinggi besar seperti ITB, IPB, UI, dan UNPAD, tempat mencetak modal manusia Indonesia masa depan juga berada di Jawa bagian Barat. Dalam perkembangannya BRIV dapat menjadi pendorong munculnya Klaster Inovasi Industri, koridor Jawa bagian Barat (sebagai bagian dari Kawasan Ekonomi Khusus), seperti halnya Malaysia Super Corridor (Gambar 47). Langkah ini penting untuk menarik investor, baik ddI maupun FdI, dan berpartisipasi dalam kegiatan r&d (dalam arti luas, tidak terbatas hanya dalam laboratorium) sebagai dapur utama lahirnya inovasi secara berkesinambungan. Untuk meningkatkan daya tarik Klaster Inovasi ini, perlu rumusan regulasi dan sistem insentif baru yang lebih atraktif sehingga dapat menyaingi fasilitas inovasi sejenis seperti yang terdapat di Zhongguancun Science Park (Tiongkok), Daedeok Innopolis (Korea), Bangalore Silicon Valley (India), Hsinchu Science Park (Taiwan), Biopolis (Singapura), Malaysia Supercorridor dan Iskandar Malaysia Authority (Gambar 48). Kemudahan-kemudahan yang disediakan oleh fasilitas-fasilitas di atas antara lain: • Zhongguancun S&P, memberikan fasilitas kepabeanan dalam bentuk
pembebasan bea dan pajak perdagangan. Pemerintah Tiongkok memberikan fasilitas perpajakan PPh korporasi hanya sebesar 15%, dan menyediakan subsidi untuk penelitian. Badan otoritas juga membantu mencarikan
KOMITE INOVASI NASIONAL146
AmonRa
Gambar 46. Model Bisnis: Kawasan Industri,
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
KIN merekomendasikan pendirian Bandung Raya Innovation Valley (BRIV)
sebagai suatu kawasan industri yang berbasis ilmu
pengetahuan dan inovasi yang berlokasi di Jawa Barat.
BRIV telah dideklarasikan oleh Presiden Republik Indonesia
pada tanggal 30 Agustus 2012.
Gambar 47. Klaster Inovasi Industri: Koridor
Jawa Bagian Barat. Wilayah Jawa bagian Barat
memiliki potensi yang besar untuk menjadi salah satu pusat
pertumbuhan ekonomi. BRIV dapat menjadi pendorong munculnya Klaster Inovasi
Industri, koridor Jawa bagian Barat (sebagai bagian dari
Kawasan Ekonomi Khusus).
Model Bisnis: Kawasan Industri,Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Bandung RayaInnovationValley (BRIV)
1. 2. 3.
SpecialEconomicZone
Pre Incubation
Start Ups Hi-tech Venture firm
Venture Park
Post IncubationSTP Hi-tech Industrial Zone
INNOVATIONPARK
Pre-BI
Incubation
TBI Post-BI ICT Energy Transportation BioScience
Klaster Inovasi Industri:Koridor Jawa Bagian Barat
Klaster IndustriCilegon
Jakarta
Cikampek
Bandung
Klaster Industri
Industri Strategis
Pendidikan Tinggi
Institusi Iptek
INOVASI 1-747 147
AmonRa
Gambar 48. Beberapa Contoh Klaster Inovasi Industri di Asia
Beberapa Contoh Klaster Inovasi Industri di Asia
Zhongguancun,Beijing
Tsing Hua Science Park, BEIJINGTechnology Hub, Zhongguancun, BEIJING
DAEDEOK INNOPOLIS,Daejeon
Biopolis - Singapore
KOMITE INOVASI NASIONAL148
AmonRa
perusahaan lokal sebagai partner dan bahkan mencarikan/mendirikan persekolahan untuk anak-anak mereka. Para pekerja dan ekspatriat juga mendapat perlakuan istimewa, seperti mendapatkan permanent medical care, asuransi dan insentif berupa keringanan pajak pendapatan untuk jangka masa tertentu.
• Daedok Innopolis memberi insentif pajak untuk kegiatan R&D, menyediakan servis untuk perusahaan, membantu test untuk produk, dan membantu komersialisasi, menciptakan bisnis ventur, menciptakan jaringan bisnis, membantu pengurusan HKI, menganugerahkan business award kepada perusahaan terbaik. Daedok juga menawarkan kelas MBA kepada karyawan berprestasi sebagai salah satu upaya pengembangan sumber daya manusia secara continyu. Tax holiday untuk pajak korporat dan individual selama tiga tahun pertama, dan pengurangan hingga 50% untuk dua tahun berikutnya.
• Bungalore Silicon Valley, menyediakan fasilitas kepabeanan dalam bentuk single window clearance, tidak memerlukan izin usaha importir, dan menerapkan post audit sistem. Di bidang perpajakan diberikan tax holiday sebesar 100% pada lima tahun pertama, dan 50% untuk lima tahun berikutnya.
• Biopolis menyediakan infrastruktur canggih dengan teknologi mutakhir dengan segala kelengkapannya, sehingga para pengguna hanya tinggal “plug and play”, misalnya dalam bidang DNA sequencing, nuclear magnetic resonance dll. Infrastruktur penunjang lainnya juga disediakan dengan baik, seperti jalan, listrik, pembuangan limbah, dan kebutuhan telekomunikasi. Biopolis juga membantu melakukan uji klinis bagi perusahaan-perusahaan farmasi. Insentif pajak dan bantuan hibah juga disediakan melalui jalur venture capital.
2. Pembentukan Kawasan Industri Berbasis Inovasi Gresik Utara
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, KIN merekomendasikan pembentukan sistem inovasi yang melibatkan kerjasama semua pemangku kepentingan dari triple helix. Sebagai contoh, sebuah bisnis model Klaster Inovasi Regional untuk agro-industri akan ditampilkan disini. Dalam kerangka kerjasama, pemerintah menyediakan insentif pajak bagi agro-industri dan BUMN. Insentif ini (termasuk birokrasi yang semakin baik) juga ditawarkan kepada perusahaan swasta asing yang berminat menanamkan modalnya melalui FdI sebagaimana telah dikemukakan, selama mereka bersedia mengalihkan teknologi bagi Indonesia atau menggunakan teknologi lokal. Peranan pemerintah juga diperlukan dalam penyediaan dana untuk kegiatan penelitian bagi para aktor inovasi di perguruan tinggi atau lembaga-lembaga penelitian. Salah satu persyaratan yang sangat diinginkan adalah proposal penelitian yang mempunyai nilai tinggi, kelayakan kajian dan imbalan investasi (return of investment) yang nyata. Sebaliknya dunia industri harus berkontribusi pada teknologi yang mutakhir bagi para peneliti agar dapat menghasilkan produk inovasi dengan nilai jual pasar yang tinggi. Bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian, klaster inovasi yang direkomendasikan oleh KIN telah diluncurkan oleh Presiden Republik Indonesia pada 30 Agustus 2012, dan disebut Kawasan Industri Berbasis Inovasi Gresik Utara (Gambar 49 dan 50). Bisnis model semacam ini dapat dikembangkan pada setiap koridor MP3EI dengan menitikberatkan pada pengembangan dan pemanfaatan keunggulan masing-masing koridor berdasarkan ketersediaan sumberdaya baik pertanian, perikanan, energi, pertambangan dan mineral, dan lain-lain.
INOVASI 1-747 149
AmonRa
Gambar 49. Bisnis Model: Kawasan Industri berbasis Inovasi. Bisnis model ini dapat dikembangkan pada setiap koridor MP3EI dengan menitikberatkan pada pengembangan dan pemanfaatan keunggulan masing-masing koridor berdasarkan ketersediaan sumberdaya.
Bisnis Model:Kawasan Industri
IndustriKomponenPendukung
QC danPemasaranProduksi
Insentif
Rp.
Inve
stas
i
Inve
stas
i
Inve
stas
i
Insentif Riset
Tekn
olog
ida
nM
anaj
emen
Tekn
olog
ida
nM
anaj
emen
Tekn
olog
ida
n M
anaj
emen
Institusi S&T& Perguruan
Tinggi
Pasar
BUMN,Swasta,
FDI
Pem
erin
tah
Rp. Rp.
KOMITE INOVASI NASIONAL150
AmonRa
Pengembangan Model Kawasan Industri Gresik Utara, Jawa Timur, ini diawali dengan adanya inisiatif yang bersifat bottom-up dari Pemprov Jatim, Pemda Gresik dan Polowijo Gosari sebagai pemrakarsa untuk mengembangkan sektor agroindustri bidang hortikultura, pertambangan dolomit dan pengembangan Kawasan Industri Sedayu Gresik. Para pemangku kepentingan dalam Bisnis model ini antara lain: Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian PU, Pemprov Jawa Timur, Pemda Gresik, Universitas, Lembaga Penelitian dan pihak bisnis swasta/investor. Sedangkan rekomendasi yang diajukan oleh KIN kepada Pemerintah adalah: 1. Melalui pendekatan wilayah, memberikan payung hukum dengan status
“Kawasan Industri” dan nama Kawasan Industri Berbasis Inovasi di Gresik Utara.
2. Menyediakan Pusat Inovasi Hortikultura dan Pusat Inovasi Dolomit di lokasi/wilayah yang diperuntukkan bagi Kawasan Industri Berbasis Inovasi di Gresik Utara.
3. Menyediakan infrastruktur pendukung, khususnya saluran irigasi dari Sungai Bengawan Solo.
Jawa Timur secara perlahan telah berkembang menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi di bumi Nusantara (Gambar 51). Hal ini didukung oleh keberadaan beberapa industri strategis seperti PT PAL untuk perkapalan, Petrokimia Gresik, PT INKA Madiun untuk perkeretaapian, PT Dahana Malang untuk keperluan militer, berbagai institusi pendidikan tinggi besar, lembaga Litbang dan pusat-pusat inovasi. Dengan perkembangan ini dan terbentuknya klaster inovasi baru berbasis unggulan lokal dengan dukungan infrastruktur dan sistem insentif yang kondusif, Jawa Timur berpotensi besar untuk menarik ddI dan FdI, dan untuk dikembangkan menjadi sebuah Kawasan Industri Inovasi: Koridor Jawa bagian Timur, di mana wilayah ini akan diperlakukan sebagai KEK, dengan memasukkan aspek Klaster Industri Inovasi. Untuk maksud tersebut di atas, perlu dilakukan revitalisasi KEK yang meliputi perbaikan-perbaikan fasilitas penunjang berdirinya sebuah kawasan industri antara lain:1. Sumber daya manusia terampil/terdidik: 2. Penyediaan infrastruktur yang memadai, bahkan yang ‘excell” seperti Biopolis:3. Fasilitas jalan, lapangan terbang, pelabuhan, pusat hiburan keluarga, dll.4. Sarana pendidikan anak dan lingkungan tempat tinggal yang berkualitas,
tenang, nyaman dan aman.5. Regulasi dan sistem insentif yang menarik bagi investor6. Fasilitas Perpajakan7. Fasilitas Keimigrasian8. Insentif Penggunaan Teknologi Domestik
3. Inovasi PUPUK HAYATI (BIOFErTIlIzEr) untuk Pertanian
Indonesia menghadapi ancaman ketahanan pangan yang cukup serius. Bukan saja karena makin meluasnya lahan kritis (26 juta hektar pada tahun 2009 dan angkanya terus bertambah), tetapi juga adanya tren perubahan cuaca (climate change) yang telah memicu cuaca ekstrim, baik kekeringan maupun kebanjiran dan juga memunculkan hama-hama baru. KIN merespon situasi ini dengan mendorong upaya inovasi pangan melalui penciptaan pupuk hayati (biofertilizer) berbasis mikroba lokal untuk meningkatkan kualitas benih, meningkatkan penyerapan dan penyediaan unsur hara tanaman dan perbaikan lahan pertanian. Pada tahun 2011, KIN menjembatani pembentukan
INOVASI 1-747 151
AmonRa
Gambar 50. Peta Lokasi Rencana Pengembangan Kawasan Industri Berbasis Inovasi Gresik Utara, Jawa Timur.Bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian, klaster inovasi yang direkomendasikan oleh KIN ini telah diluncurkan oleh Presiden Republik Indonesia pada 30 Agustus 2012, dan disebut Kawasan Industri Berbasis Inovasi Gresik Utara.
Gambar 51. Klaster Inovasi Industri Koridor Jawa Bagian Timur. Dengan terbentuknya klaster inovasi baru berbasis unggulan lokal, serta dengan dukungan infrastruktur dan sistem insentif yang kondusif, Jawa Timur berpotensi besar untuk dikembangkan menjadi sebuah Kawasan Industri Inovasi.
Klaster Industri
Industri Strategis
Pendidikan TinggiInstitusi Iptek
Gresik
Surabaya
Malang
Klaster Inovasi IndustriKoridor Jawa Bagian Timur
KawasanIndustriDolomit500 Ha
Kawasan IndustriSidayu Gresik1500 Ha
HutanLindung1000 Ha
Kawasan PlasmaHortikultura2000 Ha
Kebun IntiHortikultura300 Ha
PusatInovasi20 Ha
RencanaJalan TolGresik-Tuban
JalanGresik-Tuban-Surabaya
PT PolowijoGosari
Peta Lokasi RencanaPengembangan Kawasan
Industri Berbasis InovasiGresik Utara, Jawa Timur.
KOMITE INOVASI NASIONAL152
AmonRa
konsorsium untuk menghasilkan Pupuk Hayati Unggulan Nasional (PHUN), yang beranggotakan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian, LIPI, BPPT dan IPB (Gambar 52). Pupuk hayati yang telah dikembangkan dan diuji meliputi: Iletrisoy, agrimeth, Gliocompost, Kedelai Plus, Biovam, Starmix, Probio, Biopeat dan BOC-SRF. Pupuk hayati tersebut telah diujikan pada komoditas padi sawah dan padi gogo, kedelai dan cabai. Lokasi ujicoba meliputi Provinsi Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Bengkulu dan Kalimantan Selatan. Hasil uji mutu menunjukkan bahwa Pupuk Hayati sudah memenuhi syarat Permentan No.70/Permentan/SR.141/10/2011 dengan viabilitas inokulan stabil setelah masa penyimpanan 3 bulan. Berdasarkan analisis kelayakan finansial/ekonomi skala usaha tani padi, kedelai, dan cabai dan hasil produktivitas tim PHUN KIN merekomendasikan jenis pupuk hayati yang sudah siap dikomersialisasikan dan produk pupuk hayati yang perlu diperbaiki. Kemudian kajian ini disebut kegiatan konsorsium Pupuk Hayati Unggulan Nasional Generasi Pertama. Sejauh ini bottleneck yang dihadapi dalam pengembangan biofertilizer mikroba adalah kecilnya skala produksi dan belum adanya keterlibatan industri besar. Pupuk hayati ini besifat sebagai suplemen pupuk kimia, dan belum dapat sepenuhnya menggantikan pupuk kimia yang sudah biasa digunakan oleh petani.diperumit lagi dengan harga pupuk hayati yang kurang bersaing. Padahal penggunaan pupuk hayati telah dibuktikan dapat mengurangi pemakaian pupuk kimia hingga 50% dari yang direkomendasikan. Karena itu, selain mendorong riset dan percobaan lapangan, KIN berinisiatif untuk mempertemukan peneliti dan pihak industri, agar biofertilizer ini dapat diproduksi dalam skala besar dan dapat ditawarkan ke pasar dengan harga yang terjangkau oleh petani. Pupuk hayati Generasi Pertama ini ditargetkan dapat diproduksi secara komersial pada tahun 2014. Untuk merintis ke produksi skala besar, Penandatanganan MoU kerjasama antara inventor anggota konsorium PHUN dengan para calon investor (PT Pupuk Indonesia, PT Pertani, dan PT Sang Hyang Sri) telah dilakukan pada acara panen raya kedelai di Mojokerto pada 2 November 2013 yang merupakan acara puncak kegiatan Konsorsium Pupuk Hayati Unggulan yang sudah dirintis sejak tahun 2011. Penandatangan MoU tersebut disaksikan oleh Menteri Pertanian dan Ketua KIN. Kerjasama tersebut di samping untuk memproduksi pupuk hayati yang sudah dikaji sejak 2011 oleh team inventor konsorsium, juga sebagai kerjasama sejak awal dalam upaya mengidentifikasi mikroba baru sebagai kandidat pupuk hayati generasi kedua. Apabila PHUN generasi pertama menghasilkan 9 pupuk hayati yang diujicobakan kepada 3 (tiga) komoditas (Kedelai, Padi, dan Cabe), PHUN generasi ke-2 akan menguji 19 mikroba sebagai calon PHUN dengan melibatkan 5 inventor anggota konsorsium. Disamping empat lembaga di atas (LIPI, BPPT, IPB dan Balitbang Pertanian), Universitas Padjadjaran (UNPAD) juga bergabung dalam konsorsium.
4. Inovasi Vaksin dan Obat Kuratif untuk Penyakit Tropis
Kemampuan swasembada di bidang bahan baku obat (BBO) termasuk kemampuan dalam produksi vaksin, merupakan tantangan yang sekarang ini dihadapi secara nyata oleh bangsa Indonesia. Memacu dan mengembangkan penelitian di bidang obat-obatan perlu dilakukan berbasiskan pada keanekaragaman hayati (biodiversity) dan keanekaragaman budaya (cultural diversity) yang ada di bumi Indonesia, dengan menggunakan pendekatan teknik biologi molekuler.
INOVASI 1-747 153
AmonRa
Gambar 52. Inovasi pupukhayati(Biofertilizer) untuk Swasembada Pangan dan perbaikanlahankritis.Sejak tahun 2011, KIN menjembatani pembentukan konsorsium untuk menghasilkan Pupuk Hayati Unggulan Nasional (PHUN), yang beranggotakan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian, LIPI, BPPT, IPB, dan UNPAD
Inovasi Pupuk Hayatiuntuk Swasembada Pangan
dan Perbaikan Lahan Kritis
Jaringan gabungankelompok tani
Bioteknologimikroba
Uji lapang nasionalpelepasan produk
Pupuk,benih
kedelai
Identifikasimolekulermikroba
Sosialisasi&
difusi
SINERGI
LIPI, BPPT Balitbangtan
IPB, UNPAD
KOMITE INOVASI NASIONAL154
AmonRa
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa Biofarma merupakan industri yang berumur 100 tahun. Berpengalaman di bidang vaksin, dengan produk yang sudah dikenal di dunia dan mendapatkan pengakuan WHO, namun masih menggunakan bahan baku dari luar. Untuk itu, atas kesadaran dari pihak Biofarma dan dorongan dari KIN, terbentuk jaringan pelaku utama di bidang vaksin dengan tekat memproduksi vaksin sendiri secara terpadu mulai dari hulu sampai hilir. Sebagai negara dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia, Indonesia mempunyai potensi besar untuk menghasilkan berbagai macam vaksin untuk menangkal penyakit-penyakit tropis. Biofarma, - yang merupakan perusahaan BUMN yang bergerak di bidang vaksin dan obat -, menjadi pelopor elemen triple helix, telah melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi nasional maupun internasional, lembaga riset nasional maupun internasional, serta pebisnis swasta. Kerja sama ini telah menghasilkan berbagai macam vaksin untuk penyakit tropis, antara lain vaksin Pentavalent, vaksin sIPV. Kerjasama riset antara Biofarma dengan Universitas Airlangga juga telah berhasil menghasilkan prototipe vaksin untuk menangkal penyakit AI H5N1 pada manusia, dengan nama Vaksin Pre-Pandemik H5N1. Kerjasama riset antara Biofarma dengan FK-UGM, yang juga melibatkan Melbourne Institute for child research (MICR), berhasil mengembangkan Vaksin Rotavirus RV3 untuk diare. Kerjasama dengan Pusat Bioteknologi LIPI telah pula dilakukan oleh Biofarma, yang akan memproduksi human Erythropoietin (hEPO, suatu protein-farmasetik) (Gambar 53). KIN secara aktif juga ikut menjembatani terjadinya kerjasama dibidang produksi obat, antara lembaga riset dan industri farmasi. Komite Inovasi Nasioanal (KIN) merekomendasikan pembentukan pusat kajian vaksin dan jaringan industri yang dipimpin oleh Biofarma. Tugas pokok dari jaringan ini adalah: 1. Menghasilkan/memproduksi vaksin yang dikembangkan dengan
menggunakan galur patogen lokal/asli Indonesia, untuk menangkal penyakit tropik.
2. Menguasai teknologi mutakhir untuk memproduksi vaksin, termasuk pengembangan vaksin-sintetik.
3. Merencanakan pemasaran vaksin baik secara nasional maupun internasional.
KIN mendukung diadakannya Forum Riset Vaksin yang diadakan secara konsisten sejak 2011 oleh Kemenristek, Kemenkes, dan PT Biofarma. Pada 2012, Konsorsium Riset Vaksin dan Obat-Obatan telah dibentuk dengan penandatanganan MoU Kemenkes, Kemenristek, LPNK, dan Perguruan Tinggi (16 lembaga) dan pada tahun 2013, delapan lembaga lainnya bergabung ke dalam Konsorsium ini (total 24 lembaga). Pola pendanaan yang ditanggung bersama oleh pemerintah, industri, dan akademia beserta kawalan dari industri terlihat mempercepat capaian riset. Dalam dua tahun telah dihasilkan satu seed vaccine (Hepatitis B) pada Pichia pastoris dan satu biosimilar (Erythropoietin) pada sel CHO-DG44. Kedua success story pada tahapan lab (proof of concept) akan melalui tahapan development/upscaling selama dua tahun untuk akhirnya bisa menjadi kandidat vaksin di industri. Indonesia sudah memiliki industri vaksin PT Biofarma yang produknya diakui badan kesehatan dunia sehingga hasil riset di perguruan tinggi dan lembaga riset dapat berkelanjutan ke industri untuk menghasilkan produk inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat.
INOVASI 1-747 155
AmonRa
Gambar 53. Produksi Vaksin, Protein-farmasetik(hepO),danObatkuratif
No Produk Nama Khasiat Lembaga KerjasamaLuarNegeri
Target
Produksi Vaksin,Protein-farmasetik (hEPO),
dan Obat Kuratif
1 Vaksin Pentavalent Anti-difteripertusis,tetanus,hepatitis-B,H. Influenza B
Biofarma QW-2013(masukpasar)
3 Vaksin H5N1 Anti-AvianInfluenza“pre-Pandemik”(human)
UNAIR-Biofarma
QW-2014
4 Vaksin RotaVaccine-3(RV-3)(prototype)
Anti-Diare FK-UGM,Biofarma
MCRI-UM,Australia
QW-2014
5 Vaksin Bird Close 5.1 Anti-AIH5N1(unggas)
IPB,PT-IPBSheigeta
UniversitasKanazawa,Jepang
QW-2012
6 Protein-Farmasetik
hEPO(prototype)
Agen TerapiAnemia danSyaraf
LIPI-Biofarma
NAIST,Jepang
QW-2014
7 Farmasetik Dehidro-Artemisinin(bahan Baku)
Anti Malaria KemKes, LIPI QW-2015
8 Farmasetik Inulin/DFA-3(bahan Baku)
Anti-Osteoporosis
LIPI-Dir.Bahan BakuObat & AlkesIndofarma/Biofarma
QW-2013
9 Farmasetik Amoksisilin/Sefalosporin
Antibiotika KemKes:LIPI, BPPT,ITB, UGMIndofarma
QW-2020
2 Vaksin sIPV(Prototype)
Anti-poliotype 1,2,3
Biofarma QW-2014)
KOMITE INOVASI NASIONAL156
AmonRa
5. Pembentukan Konsorsium Nanoteknologi Nasional
Pentingnya nanoteknologi sebagai teknologi masa depan sudah tidak perlu diragukan lagi. Indonesia harus segera mengambil langkah-langkah strategis dalam memperkuat sumberdaya manusia dalam bidang nanoteknologi. Investasi secara besar-besaran harus berani dilakukan untuk mempersiapkan Indonesia menyongsong era nanoteknologi 10-20 tahun ke depan, apabila Indonesia tidak mau tertinggal dari negara-negara lain dan menjadi pasar produk-produk nanoteknologi dari negara-negara tersebut. Sebagai contoh, Pemerintah Tiongkok mendedikasikan dana riset dalam bidang nanoteknologi sebesar US$600 juta per tahun; Brazil, India, Thailand dan Afrika Selatan mengalokasikan puluhan juta dolar untuk nanoteknologi riset. Bandingkan dengan Indonesia yang mengeluarkan dana hanya sebesar US$ 3 juta dari tahun 2008-2012. Sangat minim! Dalam dua dekade terakhir nanoteknologi berkembang dengan sangat pesat di berbagai bidang a.l.: pangan, energi, kesehatan, lingkungan, tekstil, dan sebagainya, baik dalam skala lab maupun industri (Gambar 54). Hal ini mendorong dibentuknya Masyarakat Nanoteknologi Indonesia (MNI) yang merupakan inisiatif yang bersifat bottom up dari para ahli nanoteknologi Indonesia yang menyadari pentingnya menyatukan energi membangun teknologi nano di Indonesia, karena suka atau tidak suka, produk-produk berbasis nanoteknologi sudah banyak beredar di pasaran Indonesia. Pengembangan kegiatan pendidikan dan penelitian serta kelembagaan untuk pengembangan nanoteknologi juga sudah berjalan dalam skala terbatas. Agar upaya di atas memiliki arah yang jelas, berkelanjutan dan terukur, KIN bersama MNI sepakat membentuk konsorsium dengan melibatkan berbagai lembaga akademisi, bisnis, pemerintah dan komunitas untuk mengembangkan produk-produk berbasis nanoteknologi. Sasaran pembentukan konsorsium Nanoteknologi nasional adalah untuk menyatukan kekuatan dan visi dari para peneliti nanoteknologi dan pewiraswasta yang bergerak di bidang ini. Saat ini Indonesia sudah memiliki banyak ahli di bidang nanoteknologi; demikian juga para pebisnis yang ingin memanfaatkan teknologi ini. Namun demikian, belum terjadi interaksi yang kontinyu dan mengarah pada produktivitas antara para pelaku inovasi ini. Untuk itu, KIN sangat mendukung dan mengkatalisator terbentuknya Konsorsium Nanoteknologi Nasional, dengan program pertama difokuskan pada R&D nano-fertilizer dan nano-seed (pra-panen) dan nano-coating (pasca panen) yang kesemuanya diperuntukkan bagi pengembangan tanaman mangga, dengan penggerak utama PT Polowijo di Gresik Utara.
6. Tiga Rekomendasi Bidang Regulasi dan Insentif
Selain program Quick-win, KIN juga telah mengusulkan Tiga Rekomendasi Bidang Regulasi dan Insentif untuk mendukung Akselerasi Inovasi.
1. Modal Ventura
Prioritas: 1. Sistem Insentif dan regulasi yang mendukung inovasi dan budaya penggunaan produk dalam negeri; 2. Sistem dan manajemen pendanaan riset yang mendukung inovasi.
Target: Meningkatkan jumlah produk-produk unggulan dan nilai tambah industri daerah dan nasional.
INOVASI 1-747 157
AmonRa
Gambar 54. Penggunaan Nanoteknologi di Berbagai Bidang. Dalam dua dekade terakhir nanoteknologi berkembang dengan sangat pesat di berbagai bidang seperti pangan, energi, kesehatan, lingkungan, tekstil, dan sebagainya, baik dalam skala lab maupun industri.
Aerospace8%
Automotive andTransportation
10%
Chemicals15%
Construction8%
Consumer Goods10%
Defense andSecurity
3%
Energy6%
Environment8%
Food1%
Healthcare andLife Sciences
10%
Household7%
ITC8%
Personal Care3%
Textiles3%
PenggunaanNanoteknologi
di Berbagai Bidang
KOMITE INOVASI NASIONAL158
AmonRa
Program yang akan dilaksanakan:Pembentukan Badan Usaha Modal Ventura Khusus.
Rekomendasi:• Pemerintah untuk membentuk badan usaha Modal Ventura yang secara
khusus ditugasi untuk ikut serta dalam pembiayaan baik bagi pembangunan fasilitas proses produksi, hingga ke pemasarannya.
• Merubah misi dan fungsi beberapa BUMN yang ada menjadi Badan Usaha Modal Ventura. Menteri BUMN dapat mengkaji sekaligus dalam rangka kegiatan rasionalisasi dan revitalisasi BUMN yang ada sekarang.
Rasional: Pengalaman negara-negara yang sekarang menjadi kekuatan ekonomi di dunia, berawal dari keberaniannya menempuh kebijakan untuk secara terukur, memikul resiko pembiayaan bagi kegiatan usaha (industri) untuk memproduksi hasil kegiatan inovasi /penemuan HKI yang bernilai strategis dan memiliki pengaruh besar sebagai lokomotif penggerak ekonomi. Kebijakan seperti itu diwujudkan melalui pembentukan badan usaha Modal Ventura yang secara khusus ditugasi untuk ikut serta dalam pembiayaan baik bagi pembangunan fasilitas, proses produksi, hingga ke pemasarannya. Sekiranya hal itu dapat dipertimbangkan, direkomendasikan untuk mengubah misi dan fungsi beberapa BUMN yang ada menjadi badan usaha Modal Ventura tadi. Menteri BUMN dapat mengkajinya, sekaligus dalam rangka kegiatan rasionalisasi dan revitalisasi BUMN yang ada sekarang ini.
2. Revisi Undang-undang Pajak Penghasilan
Prioritas: Sistem Insentif dan regulasi yang mendukung inovasi dan budaya penggunaan produk dalam negeri.
Target: Meningkatkan jumlah HKI dari penelitian dan industri yang langsung berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi.
Program yang akan dilaksanakan: addendum Undang-undang Pajak Penghasilan (UU PPh): [Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2008, tentang: perubahan keempat atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan].
Rekomendasi:Meninjau dan menyempurnakan ketentuan Pasal 4 ayat 3 dan pasal 6 ayat 1, dengan memasukkan unsur biaya untuk kegiatan inovasi dan pemanfaatan hasil inovasi tertentu ke dalammya.
Rasional: Gairah dan semangat inovasi dikalangan masyarakat usaha, penelitian dan pengembangan, ataupun dunia pendidikan tinggi sangat besar. Keinginan untuk maju dan bergerak lebih cepat juga sangat besar. Pernyataan dan kemauan politik Presiden telah mereka tangkap dan itu memberikan motivasi untuk berinovasi dan semangat mencipta atau menemukan sesuatu yang baru. Permasalahan yang dirasakan dan dihadapi terutama dari peneliti/inventor adalah aspek insentif fiskal.
INOVASI 1-747 159
AmonRa
Dalam aspek insentif Fiskal ini, harapan semula digantungkan pada efektifnya pelaksanaan PP no 35 Tahun 2007 tentang Pengalokasian Sebagian Pendapatan Badan Usaha Untuk Peningkatan Kemampuan Perekayasaan, Inovasi, dan Difusi Teknologi. Namun dalam perkembangannya, PP yang merupakan peraturan pelaksanaan UU No 18 Tahun 2002 tentang sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan IPTEK tersebut ternyata tidak berjalan sebagaimana diharapkan. Dari data yang diperoleh, ternyata belum pernah ada insentif yang diberikan bagi kegiatan-kegiatan R&D berdasar PP tadi. Selain prosedurnya cukup panjang, yang dirasakan adalah belum adanya ketegasan sesunggunya apa yang akan diberikan. Bilamana menyangkut PPh, otoritas pajak akan kembali pada pertanyaan, apakah UU PPh dengan jelas-jelas dan tegas memberi dasar hukum pemberian insentif seperti dijanjikan dalam PP tersebut. Bilamana tidak, atau sekedar interpretasi saja, memang dapat dipahami kekhawatiran aparat fiskal terhadap kemungkinan ancaman tuduhan korupsi dan lain yang sejenis itu. UU PPh yang sudah diubah empat kali, terakhir dengan UU no 36 Tahun 2008, mengatur kemungkinan keringanan melalui dua kanal: Pertama, melalui rumusan tentang “pengecualian dari obyek pajak” (Pasal 4 ayat 3), dan Kedua, perincian tentang “biaya apa saja yang dapat dikurangkan bagi penghitungan besarnya penghasilan kena pajak” (Pasal 6 ayat 1). Dari kedua kanal tersebut, memang tidak ada yang tegas menyebut pengeluaran bagi inovasi yang dapat dikecualikan sebagai obyek pajak ataupun sebagai biaya yang dapat dibolehkan untuk pengurangan dasar perhitungan penghasilan kena pajak tadi.
Rekomendasi:meninjau dan menyempurnakan ketentuan Pasal 4 ayat 3 dan Pasal 6 ayat 1, dengan memasukkan unsur biaya untuk kegiatan inovasi, dan pemanfaatan hasil inovasi tertentu kedalamnya.
3. Perlindungan Sumber Daya Genetika, Traditional Knowledge dan Folklore
Prioritas: Sistem Insentif dan regulasi yang mendukung inovasi dan budaya penggunaan produk dalam negeri.
Target: Memberikan landasan administratif bagi pengelolaannya sampai dengan adanya instrumen hukum yang memadai bagi perlindungan dan pengelolaannya.
Program yang akan dilaksanakan: Melakukan identifikasi, inventarisasi, pencatatan dan penyimpanan Sumber Daya Genetika, traditional knowledge dan folklore yang merupakan kekayaan nasional, di wilayah provinsi / kabupaten / Kota di seluruh Indonesia.Pembentukan Data Bank Biodiversitas Nasional.
Rasional: Konsep pembangunan berkelanjutan mengandung di dalamnya kesanggupan untuk memberi jaminan bagi kelangsungan gerak untuk membangun kehidupan masa depan yang jauh. Konsep pembangunan yang secara bersamaan juga mengandung pengertian tentang kemampuan untuk mengatur dan menjaga pemanfaatan kekayaan alam dan hayati secara lestari dan berkesinambungan. Sebagai negara yang memperoleh karunia kekayaan hayati yang besar, yang bahkan dikatakan memiliki kekayaan hayati kedua terbesar di dunia, adalah
KOMITE INOVASI NASIONAL160
AmonRa
kewajiban kita untuk memelihara dengan sebaik-baiknya. Hukum internasional memberi landasan yuridis yang kuat kepada kita untuk menguasai dan mengatur pemanfaatan seluruh kekayaan hayati tersebut. Pengaturan pemanfaatan tersebut tidak hanya penting bagi kehidupan nasional kita dimasa depan, melainkan juga merupakan tanggungjawab yang harus dipikul dalam kehidupan manusia dan antar bangsa-bangsa di dunia. Kita harus benar-benar mengidentifikasi, mencacah dan bahkan menyimpan contoh-contoh kekayaan hayati tersebut, khususnya yang berupa gen yang memiliki arti penting bagi sumber penelitian dan pengembangan bahan pangan, energi, kesehatan, dan obat-obatan. Untuk itulah diperlukan pembuatan Bank Data Nasional bagi contoh-contoh gen tadi, berikut sistem jaringan Nasional dalam pengelolaannya.
Rekomendasi:
1. Direkomendasikan kepada Presiden untuk secepatnya memerintahkan Menteri Dalam Negeri, Menteri Ristek, Ketua LIPI, Ketua BPPT, dan para Gubernur/Bupati/Walikota untuk bekerjasama dengan PT dan masyarakat, guna melakukan identifikasi, inventarisasi, pencatatan dan penyimpanan sumber daya genetika, traditional knowledge dan folklore yang merupakan kekayaan nasional tadi, di wilayah provinsi /kabupaten /kota masing-masing.
2. Agar perintah tersebut dapat terlaksana dengan baik, diperintahkan kepada Ketua LIPI bersama Ketua BPPT untuk menyusun panduan, tatacara dan format bagi pelaksanaan pencatatan dan penyimpanannya, agar terwujud keseragaman.
3. Direkomendasikan pula, untuk penyimpanan khususnya contoh Sumber Daya Genetika, Presiden dapat memanfaatkan potensi nasional yang ada dan mengajak untuk merintis pembangunan semacam Bank Data yang nantinya bertindak sebagai depositor dan menyimpan untuk kepentingan nasional.
INOVASI 1-747 161
AmonRa
KOMITE INOVASI NASIONAL162
AmonRa
INOVASI 1-747 163
AmonRa
BAB. VI. MASA DEPAN
INOVASI INDONESIA
KOMITE INOVASI NASIONAL164
AmonRa
MASA DEPAN INOVASI INDONESIA
(Memburu Pertumbuhan Berkelanjutan)
Dari ketinggian angkasa, kita menyaksikan Borneo yang kian pudar (Gambar 55). ‘’Rambut’’ hijau nan tebal itu raib dipangkas bilah gergaji. Laju pengawahutanan (deforestation) di negeri ini pantas membuat mata terbelalak memang: sepanjang tahun 2000 hingga 2005 saja, menurut FAO, sebanyak 1.871 juta hektare hutan rusak dan lenyap saban tahunnya—angka yang setara dengan 364 lapangan bola musnah per jam! Guinness Book of record seakan tak perlu berpikir dua kali ketika mengganjar Indonesia predikat ‘’Negara dengan Laju Deforestasi Tertinggi di Dunia’’ (2008). Potret Borneo adalah potret dominan strategi pembangunan nasional Indonesia: sebuah strategi pertumbuhan berbasis industri ekstraktif yang berporos terhadap pandangan semu atas PDB. Disebut semu karena PDB negeri ini terus meningkat, dari 140 miliar dolar AS paskakrisis moneter (tahun 1999) ke angka 852 miliar dolar AS pada tahun 2012, namun kemiskinan tetap dominan dan kualitas manusia Indonesia tetap di papan bawah yang dicirikan terpuruknya rangking Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sementara SDA negeri ini terus terkuras. Juga cukup mengherankan ketika negara-negara lain mengalami kontraksi pascakrisis global 2008, perekonomian Indonesia tetap tumbuh. Padahal negara ini tak menghasilkan banyak produk bernilai tambah tinggi. Pada 2010 misalnya produk manufaktur berteknologi tinggi hanya meliputi 10 persen dari total ekspor manufaktur Indonesia, sisanya didominasi produk berteknologi rendah (65 persen), menengah-rendah dan menengah-tinggi (25 persen). Darimana sumber angka PDB yang terus meningkat ini? Konsumsi kelas menengah dan ekspor sumber daya alam mentah adalah jawabannya. Terdapat hubungan resiprokal antara kondisi-kondisi tersebut dengan minimnya inovasi di negeri ini. Keberlimpahan sumber daya alam membuat kita merasa berada di comfort zone, dan ketiadaan visi jangka panjang mendorong kita mengekspor bahan mentah—guna memperoleh pemasukan cepat—tanpa ada upaya inovatif. Joseph Schumpeter tak keliru ketika mengatakan bahwa kondisi makro yang ‘’stabil’’ akan membuat inovasi terkesampingkan. Inovasi mengandung risiko memang. Dan, sebagian dari kita tak mau ambil pusing: jika
INOVASI 1-747 165
AmonRa
Gambar 55. Laju Pengawahutanan Hutan Borneo.Sumber: Radday M 2007 Borneo Maps
Laju Pengawahutanan Hutan Borneo
1950
20052000
20202010
1985
KOMITE INOVASI NASIONAL166
AmonRa
barang-barang ini (batu bara, gas alam, kayu gelondongan, dan masih banyak lagi) bisa langsung dijual, untuk apa repot-repot membuat inovasi? Dan saat ini kita menanggung akibatnya: ketika jumlah consuming class kian besar, negeri ini tidak dapat menghadirkan produk-produk unggul dan membuat kelompok yang mampu lebih suka mengalirkan uangnya ke kantung-kantung asing alias membeli produk-produk impor. Padahal ekonomi konsumtif (berbasis spending kelas menengah) dan ekonomi kotor (berbasis sumber daya alam) semakin kehilangan daya saingnya dari waktu ke waktu. Akhir-akhir ini daya beli global terus melemah: angka pengangguran terus meningkat di Amerika Serikat dan Eropa (sebagian negara Eropa bahkan di ambang kebangkrutan seperti Yunani, Spanyol dan Siprus). Jepang juga termasuk yang mengalami perlambatan ekonomi. Dampaknya, di masa mendatang, komoditas alam Indonesia tak lagi terlalu dicari. Harganya pun jatuh. Pemasukan negara via ekspor menurun. Kerugian yang ditanggung negeri ini akan berlipat-lipat: bukan saja karena harga SDA Indonesia yang semakin kian tidak kompetitif, cadangan SDA kita juga habis, dan kita mesti terus menanggung subsidi bahan bakar minyak—yang jumlahnya triliunan rupiah itu—lantaran gas alam kita diekspor habis-habisan. Akibatnya, ekonomi Indonesia menjadi ekonomi berbiaya tinggi (high-cost economy). Maka, tak banyak pilihan, kita harus segera pindah ke perekonomian yang lebih berkelanjutan, yakni ekonomi hijau (green economy) berbasis inovasi, bukan ekonomi yang mengeruk sumber daya alam. Korea Selatan membuktikan, kelangkaan sumber daya alam justru membuat sebuah negara menjadi gigih: Negeri Gingseng yang sukses mentransformasi diri, kini telah berada di tahap ekonomi inovasi. Singapura sudah tiba terlebih dahulu. Tiongkok sedang mempersiapkan diri. Bagaimana dengan Indonesia? Sebetulnya keunggulan komparatif benua maritim membuat peluang Indonesia untuk membangun sustainable economy sangatlah besar, bahkan melebihi negara manapun di dunia. Zamrud Khatulistiwa. Pusat iklim dunia. Produsen crude palm oil (CPO) terbesar di dunia. Gudang Protein Dunia. Sumber panas bumi terbesar di dunia, adalah sederet predikat yang melambangkan kekayaan hayati dan energi, serta kekhasan benua laut negeri ini. Dengan segenap modal yang dimilikinya Indonesia bisa memilih area ceruk (niche area) pengembangan teknologi bersih (clean technology) yang tepat agar dapat bersaing di era ekonomi hijau. Fokus pada riset-riset clean-tech berbasis bioteknologi—mengacu pada keunggulan biodiversity yang kita miliki dan transformasi global menuju era bioekonomi—merupakan sebuah opsi yang menjanjikan. Terlepas dari akan ketatnya persaingan di medan ekonomi hijau, transisi menuju green economy sebetulnya merupakan imperatif global agar kita dapat berkelanjutan dalam arti sesungguhnya: hidup lebih lama. Tidak hanya Indonesia, tetapi juga dunia sedang menghadapi bom waktu itu: global warming.
1. Era Ekonomi Hijau dan Teknologi Bersih
Di Rio Janeiro, Brasil, pada pertengahan 2012, dunia kembali berkumpul dalam sebuah konferensi akbar yang dihadiri 193 negara, dan memproduksi sebuah dokumen penting: The Future We Want. ‘’Masa Depan yang Kita Inginkan’’ itu tertuang dalam sekitar 700 keputusan bersama, namun jika diringkas dalam satu kalimat, masa depan itu tidak lain adalah: ekonomi hijau (green economy). Ekonomi baru ini, secara sederhana, merupakan antitesis dari model pembangunan konvensional berwatak kapitalistik—yang telah berlangsung dua
INOVASI 1-747 167
AmonRa
abad terakhir—yang rakus sumber daya alam dan hambur karbon. Menarik bahwa green economy menjadi isu global hanya sekitar tiga dekade setelah para ilmuwan yang tergabung dalam kelompok Roma merilis The limits to Growth (1972), sebuah prediksi tentang ‘’sejauh mana dunia bisa tumbuh’’. Pertanyaan ini sudah terjawab: dunia tak bisa tumbuh lebih agresif lagi.
Global Warming adalah harga yang harus dibayar atas kesejahteraan—jika bukan kemewahan—yang kita miliki. Ketika pertumbuhan ekonomi membutuhkan pembakaran sumber energi fosil (minyak, batubara dan gas), dalam kurun waktu lama atmosfer Bumi semakin sesak akibat emisi karbon yang masif. Hasilnya adalah ‘’efek rumah kaca’’ yang memerangkap panas matahari sulit terusir dari langit. Terjadilah pemanasan global, terjadilah kenaikan suhu bumi. Jika emisi karbon terus berlanjut seperti laju saat ini, menurut Turney dalam The Future (2010), maka pada tahun 2070 suhu Bumi akan naik sebesar rata-rata 4 derajat celcius. Kenaikan suhu diramalkan akan berbeda di setiap wilayah, dan di area tertentu akan meroket fantastis: 15 derajat di wilayah arktik dan 10 derajat di barat dan selatan afrika. curah hujan di lokasi-lokasi tersebut akan menurun 20 persen. Sementara kekeringan akan semakin sering terjadi di amerika Tengah, Mediterania, dan sebagian wilayah pantai australia. Pada gilirannya krisis air akan mengancam 15 persen populasi global (sekitar 1 miliar orang) pada 2080. Secara bersamaan 15 persen lahan gembur akan menjadi terlalu kering untuk ditanami: sebuah ancaman terhadap ketahanan pangan dunia.
Green economy adalah respons atas global warming, atas masa depan yang mengkhawatirkan ini. Berbeda dengan konsep economic development konvensional, ekonomi hijau merupakan model pembangunan ekonomi yang paralel, dan secara spesifik mengaitkan diri, dengan upaya untuk mengurangi emisi karbon. Untuk itu, konsep ini memberi penekanan khusus terhadap efisiensi penggunaan sumber daya, serta pola konsumsi dan produksi yang berkesinambungan dalam proses economic development. Ekonomi hijau pada dasarnya merupakan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yang mensyaratkan harmonisasi antara kepentingan ekonomi, biaya sosial dan lingkungan—dikenal sebagai triple bottom line—dalam setiap pengambilan keputusan terkait pembangunan. Green economy secara konkret mewujud, misalnya, dalam pemanfaatan energi terbarukan, penggunaan transportasi bersih, manajemen air dan ketahanan pangan yang berkesinambungan. Ketika ‘’efisiensi’’ dan ‘’kehati-hatian’’ (yakni, pertimbangan segitiga: ekonomi-sosial-lingkungan) menjadi kata kunci dalam proses pembangunan, maka pertanyaan substansial yang mengemuka adalah: “dapatkah melalui green economy kita tetap tumbuh secara ekonomis dan masih bertahan?” (Dalam konteks Indonesia yang dihuni puluhan juta penduduk miskin, ekonomi hijau bisa jadi malah dianggap mengerem pertumbuhan dan menambah kemiskinan). Namun jawaban atas pertanyaan itu adalah: bisa. Kita mampu meningkatkan PDB sambil menjaga kesinambungan aspek sosial dan lingkungan melalui inovasi (teknologi)—karena itulah inovasi dan green economy bagaikan dua sisi mata uang. Solusi yang ditawarkan inovasi, dalam hal ini, adalah terobosan ‘’teknologi bersih’’ (clean technology) untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan. Teknologi bersih adalah produk, servis atau proses yang menghasilkan nilai tambah melalui pemanfaatan sumber-sumber tidak terbarukan (non-renewable resources) secara terbatas, atau bahkan nol, dan/atau menciptakan lebih sedikit sampah dibanding teknik-teknik konvensional (Pernick dan Wilder, 2007).
KOMITE INOVASI NASIONAL168
AmonRa
Teknologi bersih mencakup beragam produk dan servis—dari tenaga surya, gedung hemat energi, hingga mobil listrik—yang mampu: 1. Meningkatkan penggunaan material dan sumber energi terbarukan, atau
mengurangi pemanfaatan sumber daya alam dengan menggunakannya secara efisien dan produktif.
2. Menekan atau mengeliminasi polusi dan sampah beracun.3. Menghasilkan kinerja yang setara atau lebih superior dibanding teknik
konvensional.4. Memberikan investor, perusahaan, dan pelanggan harapan mengenai
peningkatan pengembalian modal, pemangkasan biaya produksi, dan penurunan harga barang.
5. Mendorong terciptanya level pekerjaan yang berkualitas baik dalam manajemen, produksi maupun distribusi.
Teknologi bersih mencakup empat sektor utama, yakni :1. Energi. Contoh teknologi bersih di bidang ini antara lain solar photovoltaics,
tenaga angin, tenaga gelombang, dan biofuel.2. Transportasi. Misalnya, sel tunam (fuel cell) berbasis silikon, mobil listrik/
hibrida plug-in, dan nanomaterial untuk baterai mobil listrik.3. air. Teknologi terkait contohnya teknik penyulingan melalui lapisan ultra
violet atau nanomaterial, dan penyulingan berbasis osmosis terbalik (reverse-osmosis) skala besar.
4. Material-material. Misalnya, material baru berbasis bio-science dan nano-science, atau proses daur ulang sampah berbasis material baru.
A. Revolusi Teknologi Bersih dan Posisi Indonesia
clean-tech menawarkan sebuah harapan untuk menjadi mesin besar baru dalam pertumbuhan ekonomi (new big engine of growth) yang lebih kompetitif, sehingga kita dapat secara perlahan melepaskan diri dari ketergantungan terhadap sumber daya alam dan kompleksitasnya. Ini merupakan salah satu alasan bagi perkembangan pesat teknologi bersih pada abad 21. Investasi sektor privat di bidang teknologi bersih terus meningkat dari tahun ke tahun: dari hanya 460 juta dolar AS pada 2001 menjadi 6,6 miliar dolar AS pada tahun 2011. Di Denmark, Portugal, dan Spanyol, misalnya, tenaga angin telah menyumbang lebih dari 15 persen suplai listrik secara nasional. Pada tahun 2010 telah terdapat lebih dari 1,4 juta pengendara mobil hibrida di AS dan telah tersedia 30 merek yang berasal dari pabrikan Asia, Eropa dan AS—meningkat drastis dari 10 ribu pengguna mobil hibrida dan dua merek mobil pada tahun 2000. Jika pada tahun 2000 hanya terdapat tiga gedung komersial di dunia yang ‘’ramah lingkungan’’, yakni bangunan bersertifikat LEED (leadership in Energy and Enviromental design), pada akhir 2010 angkanya sudah meningkat tajam menjadi 8.100 gedung. Beberapa faktor penyebab yang terjadi secara global telah menjadi pemicu perkembangan pesat clean-tech saat ini. Salah satunya adalah harga teknologi bersih yang semakin ekonomis. Sebagai contoh, harga tenaga surya, baik yang berbasis crystalline silicon maupun teknologi thin-film, turun drastis dari semula 25 hingga 41 sen per kilowatt-hour pada tahun 2007 menjadi 17 hingga 28 sen per kilowatt-hour pada tahun 2010. Direktur riset GE, Mark Little, memprediksi bahwa tenaga surya akan sama kompetitifnya dengan energi fosil dalam tiga atau lima tahun ke depan. Penurunan drastis juga terjadi untuk harga mobil listrik. Tesla, misalnya, dijual dengan harga 100 ribu dolar AS (sekitar Rp 1 miliar) saat kemunculan perdana pada tahun 2007. Pada tahun 2012 Mitsubishi ditawarkan hanya 27.990 dolar AS (sekitar Rp 270 juta).
INOVASI 1-747 169
AmonRa
Penurunan harga adalah pintu bagi terbukanya adopsi besar-besaran semua jenis teknologi bersih. Tren tersebut diramalkan akan terus berlangsung, mengikuti formula yang terjadi pada industri teknologi sebelumnya, contohnya teknologi microprocessor pada 1970-an: ketika kali pertama diluncurkan ke pasar, harganya mahal karena teknologi dan skala ekonomi untuk produksi belum mencapai tahap ideal. Tetapi kemudian pasar berkembang, para pesaing mulai berdatangan, dan pada gilirannya harga menjadi terjangkau. Negara-negara maju, dalam hal ini, dapat berperan dalam meningkatkan pangsa pasar dengan menyerap teknologi bersih tersebut secara khusus dan besar-besaran hingga tercapai harga produksi yang layak secara komersial. Selain harga yang semakin murah, faktor penyebab global lain bagi berkembangnya energi bersih adalah: • Aliran investasi yang besar di sektor ini. Ketika investasi clean-tech oleh
perusahaan melonjak drastis sepanjang satu dekade (2001-2011), investasi oleh pemerintah justru menjadi jauh lebih besar. AS saja telah mengeluarkan dana publik sebesar 90 miliar dolar AS untuk teknologi bersih sepanjang 2007-2011; Jerman 41,2 miliar dolar AS pada tahun 2010 saja.
• Kompetisi yang kian ketat. Ketika semua negara berlomba untuk membuat perekonomiannya kian kompetitif dan terbebas dari ketergantungan terhadap sumber-sumber energi fosil, maka investasi di bidang clean-tech menjadi pilihan strategis. Persaingan malah bukan saja terjadi antarnegara, tetapi juga antarnegara bagian, provinsi dan kota.
• Pertumbuhan kelas menengah baru. Seiring dengan melejitnya perekonomian negara-negara berkembang, jumlah masyarakat berdaya beli tinggi kian besar dan mereka menjadi pasar baru bagi produk-produk baru. Terdapat sebuah ‘’konsensus’’—guna memangkas emisi gas rumah kaca—agar produk-produk tersebut diciptakan melalui proses yang efisien, ramah lingkungan dan minim emisi karbon. Ini pada gilirannya menuntut adopsi teknologi bersih.
• Perubahan iklim. Ratifikasi Protokol Kyoto, sebagai aksi global memerangi climate change, mendorong separuh negara di dunia mengarahkan wajahnya ke investasi teknologi bersih. Perusahaan-perusahaan raksasa juga turut berkomitmen dalam mengurangi emisi karbon, sebagaimana respons positif 409 dari 500 perusahaan yang tergabung dalam S&P Global 500.
• Kian tinginya konektivitas. Kemampuan untuk melakukan kolaborasi instan di semua titik di dunia, melalui internet, telah membantu teknologi bersih untuk berkembang lebih cepat dan murah. Kolaborasi ini bukan saja terjadi antarperusahaan, tetapi dari perusahaan ke pelanggan, kolega, bahkan para pesaing, yang bisa berujung pada ide-ide bisnis terkait-teknologi bersih seperti energy savings—dengan kata lain: efisiensi.
Dalam konteks Indonesia, wacana tentang teknologi bersih pada dasarnya amat terkait dengan keterbatasan-keterbatasan dan tantangan serius yang kita hadapi saat ini, dan di masa datang, yang membuat clean-tech sebuah—jika bukan satu-satunya—pilihan. Keterbatasan itu antara lain: cadangan sumber daya alam yang semakin menipis (ketersediaan minyak Indonesia diprediksi hanya berumur dua dekade ke depan tanpa pembukaan sumur baru), kian tingginya harga energi fosil dan besarnya beban anggaran negara akibat kebutuhan impor (harga minyak dunia naik 1 dolar AS saja per barel, beban subsidi di APBN membengkak Rp 900 miliar), serta degradasi lingkungan akibat eksploitasi brutal yang membuat negeri ini kian rawan bencana (bencana banjir kian intens dalam dua dekade terakhir sebagai dampak akumulatif penggundulan hutan yang sistematis). Hanya saja, untuk dapat ikut dalam gelombang teknologi bersih, kita memerlukan kemampuan berinovasi. Sebagaimana dipaparkan bab-bab
KOMITE INOVASI NASIONAL170
AmonRa
sebelumnya, inovasi teknologi tak muncul dari langit biru (out of the blue): ia merupakan outcomes dari sebuah (eko)Sinas yang mapan yang lahir dari penataan sistemik dan berkelanjutan oleh pemerintah, termasuk di dalamnya upaya sinergi dengan pihak akademisi dan bisnis, dalam keterkaitan mikro dan makro yang kompleks. Namun lanskap inovasi global belakangan mulai tampak semakin multipolar. Kemunculan teknologi disruptive, seperti disinggung dalam Bab Dua, menghadirkan jalan inovasi ‘’lompatan katak’’—sebuah berkah bagi negara-negara berkembang—yang menggeser peran (eko)Sinas sebagai model dominan menuju ekonomi inovasi. disruptive technology memungkinkan knowledge, teknologi dan keterampilan “know-how” dapat dikuasai lebih cepat. Ini lantaran pada era ekonomi berbasis ilmu pengetahuan, desiminasi “corpus of knowledge” atau akumulasi gugus Iptek yang sudah tersedia secara global itu, dapat mengalir dan diserap lebih cepat—melalui kemajuan dan keterbukaan teknologi informasi—ke lokasi atau negara-negara yang siap menerimanya. Kondisi serba mengalir ini berlaku pula untuk pengembangan teknologi bersih.
Efisiensi Energi. Selain penggunaan energi-energi bersih, pengurangan emisi karbon dalam rangka green economy dapat dicapai melalui efisiensi energi. Ini merupakan suatu upaya untuk memangkas secara drastis pemborosan energi di pelbagai lokasi konsumtif-energi, seperti pabrik, pusat bisnis, kendaraan bermotor atau rumah tangga. Efisiensi energi dapat dicapai ketika, misalnya, mobil menggunakan bahan-bahan ringan seperti carbon fiber; bangunan terbuat dari material-material kuat yang ringan; hotel-hotel menerapkan smart lighting system; konsep smart grid diterapkan dalam jaringan listrik, dan lain-lain. Terdapat sebuah skenario mengenai bagaimana Indonesia dapat memperoleh keuntungan dari energy efficiency, sebagaimana analisa McKinsey Global Institute, bahwa pada tahun 2030 diprediksi total penghematan dan keuntungan sosial yang dapat dikantungi negeri ini lewat efisiensi energi adalah sebesar 60 miliar dolar aS atau sekitar rp 600 triliun—nyaris separuh dari angka aPBN Indonesia (tahun 2012).
B. Dari Teknologi Disruptive untuk Teknologi Bersih: Bagaimana Peluang Indonesia?
Para arsitek yang tergabung dalam Open architecture Network ini menunjukkan pertalian erat antara internet dengan (perkembangan) teknologi bersih. Organisasi dunia maya ini mendorong ke-30 ribu anggotanya, yang tersebar di pelbagai negara dan hanya dipersatukan lewat ‘’persaudaraan’’ di internet, merancang sebuah desain rumah dan bangunan yang murah, awet dan efisien untuk diterapkan di negara berkembang dan di wilayah pascabencana. Hasilnya cukup fantastis. Melalui pertukaran ide di dunia maya, dalam rentang empat tahun sejak 2007, organisasi ini telah mengantungi 6.500 proyek desain rumah berteknologi bersih. Sebanyak 80 di antaranya telah diaplikasikan. ‘’Internet telah menciptakan demokratisasi yang luar biasa di industri arsitektur,’’ tutur Cameron Sinclair, pimpinan organisasi cyber yang dibidani kelahirannya oleh architecture for Humanity, sebuah lembaga nirlaba di San Fransisco, AS, ini. Adagium lama menyebutkan ‘’bersatu (baca: berkolaborasi) kita teguh’’, dan tatkala internet memungkinkan kolaborasi yang lebih ekstensif dan intensif—yakni: tanpa sekat (antarwilayah, antarnegara, dan antarbenua) dan tanpa jeda (24 jam sehari/7 hari seminggu)—maka produktivitas ide-ide akan berlipat. Kian mudah, berlimpah, dan murahnya ekspansi ide-ide teknologi bersih dari dunia
INOVASI 1-747 171
AmonRa
maya, membawa kita pada sebuah prediksi yang kuat, bahwa: konektivitas yang tinggi ini diyakini akan menyumbang saham besar untuk mempercepat transisi global menuju era energi bersih. Melalui konektivitas tinggi, kurun waktu transisi diprediksi jauh lebih cepat beberapa dekade dibanding era energi sebelumnya (misalnya transisi ke era minyak bumi). Indonesia (semestinya) berpeluang cukup besar untuk turut berselancar di atas gelombang transisi global menuju era clean-tech mengingat cukup tingginya akses sebagian penduduk negeri ini terhadap disruptive technologies (teknologi komunikasi digital dan/atau internet). Terdapat 220 juta pelanggan telepon genggam di Indonesia (2010). Sebagaimana dilansir McKinsey Global Institute (2012), negeri ini juga dihuni sekitar 40 juta pengguna internet, dan merupakan pasar Facebook ke-4 terbesar di dunia setelah AS, Brasil dan India, sebuah indikasi antusiasme sekaligus kesiapan Indonesia terkait pemakaian sarana digital. Dengan kecepatan pertumbuhan lebih dari 20 persen per tahun, pengguna internet diperkirakan akan mencapai 100 juta orang pada pada 2016—sebuah perbaikan konektivitas yang luar biasa. Meningkat secara tajamnya angka internet users merupakan peluang emas bagi perusahaan atau lembaga berbasis web yang kini tumbuh pesat untuk membentuk perilaku dunia maya (online behaviour) masyarakat. Saat ini sebagian pemanfaatan pelbagai aplikasi dan platform internet masih pada tingkatan yang dangkal, misalnya, sekadar mencari hiburan atau aktualisasi diri. Tetapi, seiring dengan kian matangnya online behaviour, pergeseran ke tahap pemakaian yang lebih bermakna bisa terjadi. Belajar melalui internet (e-learning), misalnya, merupakan potensi yang masih bisa berkembang pesat guna mengisi celah keterbatasan infrastruktur pendidikan fisik di Indonesia. Atau crowdfunding, sebuah konsep penggalangan dana di dunia maya untuk membiayai proyek-proyek (sosial) tertentu. Situs wujudkan.com merupakan kanal crowdfunding pertama di Indonesia yang berdiri 2012 lalu, bergabung dengan sekitar 460 situs serupa yang sebagian besar ada di negara-negara maju, dimana salah satu proyeknya adalah membuat film ‘’Atambua 39 derajat Celcius’’. Ketika penetrasi broadband kian meningkat di masa mendatang, dan perilaku online masyarakat menjadi lebih matang, maka internet dapat menjadi urat nadi yang vital bagi lalu lintas informasi dalam e-learning, e-health, e-business, e-government, e-disaster atau e-monitoring-GPS, sebagai mekanisme yang sangat efisien untuk menyiasati kondisi geografis Indonesia yang tercerai-berai ribuan pulau. Seorang siswa di Papua, misalnya, tak perlu jauh-jauh datang ke Jakarta untuk dapat mengakses materi kuliah berbobot di sebuah universitas negeri ternama, namun bisa melalui universitas virtual. Sementara e-health memungkinkan rekam jejak medis seseorang terintegrasi di dalam e-KTP guna memudahkan akses jaringan rumah sakit; selain e-health juga dapat menjembatani kesenjangan ketersediaan infrastruktur kesehatan melalui telekonsultasi. Dan, pada gilirannya, berkah internet ini juga akan memasuki sektor teknologi bersih dan/atau gaya hidup hijau. Pengembangan aplikasi online terkait hal tersebut mulai tumbuh di mancanegara, salah satunya yang dipelopori gerakan akar rumput CleanWeb yang tersebar di 20 kota di AS dan Eropa. Komunitas ini berkreasi menciptakan piranti lunak internet (internet software) untuk meningkatkan efisiensi di bidang transportasi, energi, sampah, atau air yang sebagian besar diperuntukkan guna keperluan domestik, khususnya untuk wilayah urban. Sekitar 100 aplikasi cyber telah dirilis CleanWeb yang terintegrasi dengan teknologi mobile, gaming, dan media sosial. Contoh aplikasi antara lain kalkulator panel surya, yang memungkinkan pelanggan melakukan penawaran
KOMITE INOVASI NASIONAL172
AmonRa
(bidding) secara online untuk instalasi panel surya; game online kreatif yang menawarkan kompetisi antarrumah secara real-time untuk konsumsi listrik terendah; atau aplikasi sosial (social app) bernama ActiveGreenScore yang dapat mengindentifikasi sejauh mana pengguna berjalan kaki dan bersepeda ke kampus, kantor, atau pasar dibandingkan dengan menyetir mobil. Di masa mendatang investasi teknologi bersih diprediksi akan bergeser pada bisnis intelligence-based, software-based dan web-based, daripada industri padat modal yang menuntut investasi besar tapi dengan jangka waktu pengembalian investasi yang lama. Mengingat peran strategis internet dalam pengembangan teknologi bersih di masa depan, dan menimbang status sebagai negara dengan internet users yang tinggi, Indonesia seharusnya dapat memanfaatkan peluang ini.
C. Ekonomi Hijau Ala Indonesia
Dunia menjuluki Brasil sebagai negara dengan ‘’ekonomi biofuel pertama’’ menyusul sukses negeri ini dalam pengembangan dan aplikasi bahan bakar etanol untuk kendaraan. Para pengamat menyebut sukses Brasil dalam pengembangan etanol, di samping karena keunggulan kompetitif telah mapannya teknologi agro-industri, tak terlepas dari keunggulan komparatif adanya dukungan kondisi alam dan ketersediaan lahan subur yang luas untuk penanaman tebu sebagai bahan baku etanol. Negara kota semacam Singapura tentu tidak bisa mengikuti apa yang dilakukan Brasil. Supaya dapat unggul ketika masuk ke dalam era ekonomi hijau, Indonesia juga harus mengambil niche area yang tepat (dalam pengembangan clean-tech). Area ceruk ini haruslah merupakan titik temu antara keunggulan-keunggulan yang dimiliki dengan tantangan atau kebutuhan nasional yang dihadapi.
i. Keunggulan Komparatif Benua Maritim Dengan 17.508 pulau dan diliputi 70 persen laut (sebagian besar merupakan perairan dangkal), menjadikan Indonesia sebuah benua maritim (maritime continent), satu-satunya di dunia. Apakah implikasi dari keberadaan sebuah benua maritim yang berada tepat di bawah garis khatulistiwa? Secara sederhana ini berarti: pancaran sinar matahari dan guyuran hujan yang berlimpah, yang dikelilingi perairan sangat luas. Kombinasi tiga hal ini saja telah menciptakan sebuah ‘’surga’’ yang sulit tertandingi: suatu hamparan area hijau yang kaya akan keanekaragaman hayati baik di darat dan, terutama, di laut, disamping keberlimpahan sumber-sumber energi seperti angin dan surya (yang terkait dengan iklim tropis negeri ini), anekaragam bioenergi, dan panas bumi (yang terkait dengan posisi Indonesia sebagai bagian sabuk ring of Fire). Tak satu negara pun mampu menandingi Indonesia dalam hal biodiversity, energy-diversity dan kekhasan benua lautnya. Tidak Brasil, tidak pula Amerika Serikat (sebagai benua non-kepulauan), apalagi Singapura dan Jepang (yang miskin sumber daya alam). Inilah keunggulan komparatif Indonesia yang sangat menonjol sebagai modal besar untuk bersaing di era ekonomi hijau. Namun, sebagian besar kekayaan mentah ini belum dieksplorasi, dieksploitasi dan diberi suntikan inovasi supaya menjadi produk-produk bernilai tambah tinggi. Andai dapat diolah secara cerdas, produk-produk tersebut nantinya dapat langsung dilempar ke pasar domestik guna memenuhi kebutuhan 234 juta penduduk—pasar yang sangat besar. McKinsey Global Institute (2012) memprediksi akan meningkatnya jumlah masyarakat berdaya beli tinggi (consuming class) di Indonesia pada tahun 2030, tiga kali lipat dari saat ini. Hal
INOVASI 1-747 173
AmonRa
ini mengindikasikan bahwa di masa mendatang pasar domestik negeri ini bukan saja kian besar, tetapi juga semakin agresif, yang siap menyerap produk-produk bernilai tambah tinggi hasil karya tangan anak-anak negeri: ‘’dari kita, untuk kita’’. Besarnya pasar domestik juga merupakan keunggulan komparatif lain negeri ini; satu hal yang tak dimiliki Singapura misalnya.
ii. Keunggulan Kompetitif Berkah kekayaan natural resources yang dimiliki negeri ini, jika diolah dengan memanfaatkan teknologi, berpotensi membawa Indonesia sebagai pemimpin global di sejumlah sektor ekonomi hijau. Negeri ini adalah produsen crude palm oil (CPO) terbesar di dunia, kondisi yang membuka peluang bagi Litbang, produksi, dan pemanfaatan secara massal bahan bakar nabati berbasis CPO—seperti halnya Brasil dengan etanol. Area ceruk ini kian menjanjikan mengingat harga biofuel yang terus turun di tengah trend kenaikan harga bahan bakar fosil, yang memberikan peluang keunggulan kompetitif harga (cost competitiveness). Ketika cost competitiveness ini berkombinasi dengan besarnya pasokan bahan baku CPO, bukannya tidak mungkin Indonesia menjadi ekonomi biofuel paling kompetitif dan berpengaruh di dunia, menyaingi Brasil. Indonesia juga memiliki keunggulan kompetitif terkait kapasitas inovasi. Indeks kapasitas inovasi Indonesia (3.8) yang berada di atas India mencerminkan kualitas sumber daya manusia negeri ini terkait kemampuan untuk menciptakan inovasi-inovasi (meski potensi ini belum teroptimalkan sepenuhnya menyusul belum mapannya ekosistem inovasi—lihat Bab Satu).
iii. Keunggulan Lingkungan Aksi global melawan climate change harus melibatkan Indonesia sebagai pusat iklim dunia. Sebagai satu-satunya benua maritim di muka Bumi, dinamika perubahan iklim di kawasan Indonesia akan berpengaruh terhadap dinamika iklim kawasan Asia bahkan dunia. Serangkaian peristiwa banjir yang melanda Asia Tenggara dan Selatan serta Australia pada 2007, misalnya, diyakini tak terlepas dari kejadian banjir besar Jakarta pada tahun yang sama, sebagai dampak posisi Indonesia sebagai pusat sirkulasi monsun Asia. Kondisi ini sekaligus menjadikan Indonesia sebagai kawasan kunci untuk mengerti masalah iklim di tingkat global: pengetahuan yang menyeluruh tentang kondisi iklim Indonesia dinilai akan sangat membantu menekan dampak negatif global warming. Sebagai pengendali iklim global, beban Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca seharusnya lebih besar ketimbang negara lain. Karenanya, bagi Indonesia, inovasi untuk menghasilkan produk-produk emisi rendah (low-emission) merupakan hal yang mendesak. Situasi ini sebetulnya juga merupakan peluang bagi Indonesia untuk merintis kerjasama saling menguntungkan (win-win cooperation) dengan komunitas internasional. Dalam kerjasama ini Indonesia dapat berperan sebagai penyedia laboratorium alam bagi riset-riset iklim dan teknologi bersih, sementara negara-negara maju selaku penyedia investasi riset dan sumber daya saintis. Melalui kerjasama ini, diharapkan terjadi transfer knowledge dan teknologi bersih.
iv. Keunggulan Budaya Budaya hidup hijau (green life style), sebagai nilai fundamental ekonomi hijau, telah memiliki akarnya dalam budaya tradisional Indonesia. Kita misalnya tak sulit menemukan kearifan lokal (local wisdom) di banyak masyarakat rural yang menjunjung tinggi keseimbangan ekologis atau harmonisasi alam dari pada hasrat mengejar ‘’kemajuan yang berlebih-lebihan’’ yang justru destruktif, dimana hal ini amat berkorelasi dengan prinsip triple bottom line dalam ekonomi hijau.
KOMITE INOVASI NASIONAL174
AmonRa
Jauh sebelum inovasi pupuk hayati (biofertilizer) digalakkan sebagai respons ambruknya kesuburan jutaan hektare tanah di Indonesia akibat penggunaan pupuk kimia, warga Desa Gunung Malang, Kabupaten Bogor, telah mengkritik panen tiga kali—dari semula dua kali— setahun yang dipaksakan pemerintah Orde Baru melalui program Revolusi Hijau. Warga desa menilai hal ini sebagai ‘’pemerkosaan’’ terhadap tanah. Di Desa Maria, Kabupaten Bima, Pulau Sumbawa, budaya hidup hemat, yang berkorelasi dengan prinsip efisiensi dalam green economy, juga telah terlembagakan dalam praktik hidup masyarakat komunal di sana melalui tradisi ampa fare. Ini merupakan ritual menyimpan padi di lumbung warga yang terletak di atas bukit, yang selain ditujukan sebagai persediaan dari musim kemarau, juga untuk mendidik penduduk agar makan secukupnya, terhindar dari sikap konsumtif. Hingga kini praktik hemat seperti menjemur pakaian (bukan memakai mesin pengering yang boros listrik) atau mandi dengan gayung (bukan berendam di bath-up yang menghabiskan air) masih merupakan kelaziman. Artinya, penduduk Indonesia memiliki keunggulan budaya sebagai prekondisi untuk bertransisi menuju era ekonomi hijau.
2. Fokus Teknologi Bersih: Konvergensi Bioteknologi dan Teknologi Informasi
Sebagai perusahaan teknologi informasi terbesar di dunia (2012), Samsung Electronic menjadi simbol kepemimpinan global Korea Selatan di sektor high-tech, khususnya untuk produk-produk elektronik, smart-phone dan semikonduktor. Kecuali Korsel, tak banyak yang mampu menjadi pemain baru di sektor kompetitif ini: Jepang (melalui Sony, Panasonic atau Fujitsu, misalnya) dan terutama Amerika Serikat (melalui Apple, HP, IBM, atau Intel, misalnya) telah menjadi penguasa ladang high-tech ini sepanjang empat dekade terakhir. Sulit membayangkan dalam dua atau tiga puluh tahun ke depan Indonesia mampu melahirkan produk televisi sekelas Sony atau perusahaan global consumer electronics semacam Samsung. Harus diakui memang, kita sudah terlalu terlambat untuk berkompetisi di sektor ini. Namun, kita masih ada peluang lain. Adagium ‘’daripada memperkuat kelemahan, lebih baik mempertajam kekuatan’’, dapat diterapkan. Maka, tidak perlu mengejar untuk memproduksi televisi atau komputer buatan Indonesia, sebab kita seharusnya lebih memfokuskan diri untuk menjadi pionir biofuel berbasis tanaman Alga (mengingat potensi budidaya Alga yang gigantik terkait ketersediaan garis pantai yang panjang dan ketersediaan sinar matahari sepanjang tahun). Tidak perlu berangan-angan menjadi produsen smartphone kelas dunia, karena kita bisa menjadi pionir global di produk-produk kesehatan herbal (Indonesia adalah rumah bagi 80 persen spesies tanaman obat dunia). Tidak penting kalau kita tidak bisa mendirikan pabrik semikonduktor sekelas Intel, karena Indonesia dapat menjadi produsen vaksin dan antibiotik terdepan di dunia (memiliki jutaan jenis mikroba sebagai bahan dasar obat-obatan tersebut, walaupun sebagian besar belum teridentifikasi). Keunggulan benua maritim Indonesia perlu benar-benar dipahami — tidak dimiliki negara lain—untuk menetapkan area ceruk pengembangan teknologi bersih yang tepat, yang disesuaikan dengan: kapasitas sumber daya yang ada, kepentingan pemenuhan kebutuhan dalam negeri, keharusan untuk tumbuh secara berkelanjutan, serta visi untuk kelak mampu bersaing secara global.
INOVASI 1-747 175
AmonRa
Berdasarkan kriteria tersebut, dengan mempertimbangkan analisa SWOT (strength, weakness, opportunity, threat), maka pengembangan teknologi bersih di Indonesia haruslah merupakan: konvergensi antara inovasi berbasis bioteknologi dengan TIK. Dalam hal ini, bioteknologi menjadi payung besar dan basis bagi fokus-fokus riset dan inovasi terkait teknologi bersih, sementara TIK berperan sebagai pendukung utama dalam hal konektivitas elektronik di semua lini terkait inovasi clean-tech.
Pilihan untuk fokus pada bioteknologi terutama didasarkan atas pertimbangan keunggulan komparatif Indonesia sebagai pusat keanekaragaman hayati dunia dan bioenergi. Inilah kenapa Korea Selatan yang miskin sumber daya alam tidak menargetkan penguasaan sektor bioteknologi, tetapi teknologi informasi, pada awal perkembangan industri nasionalnya. Fakta bahwa dunia saat ini tengah bergerak ke fase bioekonomi (bioeconomics) menyusul berakhirnya era ekonomi berbasis teknologi informasi, adalah poin plus tersendiri. Ini mengandung arti bahwa Indonesia tidak terlalu ketinggalan gerbong kereta pada saat bertransisi ke era bioekonomi: berbeda halnya era teknologi informasi, kita relatif memulai dari garis start yang sama dengan kebanyakan negara di dunia. Di samping itu, tentu, keunggulan komparatif megabiodiversity Indonesia seharusnya dapat menjadi modal besar untuk unggul di arena persaingan ini. Pilihan untuk berkonsentrasi di sektor bioteknologi semakin relevan karena secara prinsip clean-tech lebih mendekati atau beririsan dengan bio-tech ketimbang high-tech dari aspek keragaman sektor yang diliputi. Jika high-tech terfokus terutama pada komputer, piranti genggam dan perangkat jaringan komunikasi, bio-tech meliputi area lebih luas seperti aplikasi-aplikasi teknologi di sektor farmasi, pertanian, manufaktur, energi, atau lingkungan—dimana sektor-sektor ini juga merupakan area fokus clean-tech. Dapat diusulkan, area fokus riset dalam koridor ‘’konvergensi antara inovasi berbasis bioteknologi dengan teknologi informasi dan komunikasi’’ adalah: 1. Energi bersih. Ini ditujukan untuk menjamin ketahanan energi. Wilayah
pengembangan inovasi di area ini meliputi, antara lain, bahan bakar terbarukan berbasis tanaman (biodiesel atau etanol), termasuk di dalamnya teknologi pemanfaatan energi-energi terbarukan (angin, surya, biomassa, atau panas bumi), teknologi untuk efisiensi energi (green building, lampu LED, dan manajemen penghematan energi) serta teknologi penyimpanan energi (fuel cell, baterai listrik, dan lain-lain).
2. Moda transportasi bersih. Ini ditujukan untuk memperkuat konektivitas fisik melalui aplikasi teknologi bersih. Area inovasi antara lain meliputi mobil listrik, mobil hibrida, mobil rendah emisi, penyediaan infrastruktur untuk mobil listrik, dan lebih luas lagi penciptaan teknologi transportasi yang efisien bahan bakar baik di darat, laut maupun udara.
3. Material-material baru berbasis teknologi nano. Ini merupakan upaya guna mengembangkan dan melibatkan teknologi nano dalam penciptaan bio-based material untuk inovasi di pelbagai sektor. Di sektor kesehatan, misalnya, nanobiotek memungkinkan penciptaan protein artifisial tanpa bahan kimia berbahaya dan peralatan mahal untuk pengobatan yang lebih efektif.
4. Biosains. Ini ditujukan terutama untuk menjamin keamanan pangan dan kesehatan. Area pengembangan misalnya aplikasi biotek untuk penciptaan pupuk hayati (biofertilizer), vaksin-vaksin tropis, terapi-terapi berbasis herbal, atau makanan-makanan sehat (healthy food).
5. Teknologi informasi dan komunikasi. Pengembangan area ini lebih ditujukan untuk mendukung penciptaan dan aplikasi inovasi pada sektor-sektor di atas,
KOMITE INOVASI NASIONAL176
AmonRa
khususnya di dalam menyajikan konektivitas elektronik mengingat kondisi geografis benua maritim Indonesia. Contoh-contoh aplikasi TIK terkait antara lain e-learning, e-health, smart grid, smart meter, atau grid monitoring dan control.
3. Tantangan Indonesia dan dual Economic Scheme
Ramalan itu bagaikan semilir angin surga. Dalam paparan hasil riset mereka pada 2012 silam di Jakarta, lembaga konsultan McKinsey Global Institute menyatakan bahwa Indonesia akan masuk ke jajaran tujuh besar ekonomi dunia pada 2030—melampaui Inggris dan Jerman. Jumlah kelas menengah negeri ini diramalkan meningkat tajam 300 persen, dari 45 juta orang (2012) ke angka 135 juta orang saat itu. Hampir tigaperempat penduduk, 71 persen, akan menghuni kota-kota dan menjadi penyumbang bagi 86 persen PDB. Analisis McKinsey, meski patut disikapi secara kritis, sedikit banyak memang menggambarkan paradigma pembangunan yang dianut dan dijalankan Indonesia selama ini: pembangunan berorientasi urban (urban-centric). Pertumbuhan, dalam paradigma ini, diciptakan di dan dari kota-kota besar, pusat-pusat keunggulan, dan sentra-sentra ekonomi urban—yang pada gilirannya memicu dampak negatif urbanisasi sebagai respons ketidaktersediaan sumber-sumber ekonomi produktif di wilayah rural. Dari kota-kota besar, kelas menengah baru tercipta, dan masyarakat berdaya beli tinggi ini pun segera terintegrasi dengan masyarakat consumer global. Dari kelas menengah baru inilah pertumbuhan PDB dipacu—sebuah pertumbuhan berbasis konsumsi. Sebagaimana disinggung sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang kerap dipuji sebagai paling stabil di Asia, sebenarnya adalah sebuah menara keropos. Pertumbuhan PDB terjadi cukup pesat, namun tidak berkorelasi terhadap pengentasan kemiskinan. PDB semu ini terjadi akibat pertumbuhan konsumsi domestik (para kelas menengah) yang meliputi lebih dari 70 persen indikator pertumbuhan PDB. Indikator penyusun PDB lainnya, yaitu ekspor-impor, belanja pemerintah, dan investasi—yang justru lebih strategis—hanya berkontribusi kurang dari 30 persen. Karena itulah, walau terlihat besar (852 miliar dolar AS pada 2012), PDB semacam ini tidak merepresentasikan aspek distribusi kesejahteraan: kita menyaksikan paradoks adanya jutaan warga desa menganggur di satu sisi, dan segelintir masyarakat kota yang menikmati kemewahan belanja di sisi lain, ditengah klaim PDB yang terus membaik. Pertumbuhan PDB seharusnya berkualitas dan inklusif. Pertumbuhan semacam ini dicirikan dengan meningkatnya produktivitas masyarakat luas menyusul makin terbukanya lapangan pekerjaan, yang tidak hanya di kota-kota tetapi juga di desa-desa; bukan saja di Pulau Jawa, tetapi juga di pulau-pulau terluar negeri ini. Pertumbuhan semacam ini tentu tak bisa terwujud apabila strategi pembangunan masih berorientasi penciptaan kelas menengah di kota-kota besar atau pertumbuhan berbasis kapitalisasi pasar saham demi mengejar fatamorgana pertambahan angka PDB. Pembangunan inklusif yang berkesinambungan sesungguhnya hanya bisa terjadi bila hal ini merupakan aktivitas-aktivitas riil produktif yang berbasis inovasi atau eksploitasi knowledge, yang selalu dapat diperbarui (renewable), bukan bergantung pada sumber alam mentah. Tantangan serius yang dihadapi Indonesia saat ini adalah distribusi kesejahteraan yang tidak merata. Pedesaan masih merupakan rumah besar bagi kaum miskin, meliputi 62 persen (18,1 juta orang) dari total penduduk di bawah garis kemiskinan di tahun 2012. Persoalan menjadi tidak sederhana mengingat profil geografis Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau, menciptakan daerah-
INOVASI 1-747 177
AmonRa
daerah yang terpencil dan sangat tertinggal, yang kerap kali memerlukan strategi dan/atau perlakuan pembangunan yang berbeda. Ketika tantangan pemerataan begitu mendesak, di sisi lain, kita menghadapi tekanan untuk terus mendongkrak pertumbuhan dan berpartisipasi dalam persaingan global. Hal ini mendorong kita tetap mengoptimalkan titik-titik episentrum pertumbuhan di area urban, yang sebagian besar berlokasi di pulau Jawa. Tampak bahwa ada tarik menarik antara kebutuhan distribusi kesejahteraan dengan kepentingan pertumbuhan dan daya saing global. Penting untuk memahami adanya dualisme ini dan menerimanya sebagai ‘’unik’’ Indonesia. Situasi ini pada gilirannya mengharuskan kita menerapkan dua paradigma pembangunan ekonomi, atau dual economic scheme, yang menjadi dasar dalam penetapan kebijakan pembangunan terkait inovasi. 1. Urban-global. Paradigma pembangunan ini lebih berorientasi pada
upaya untuk terus menggenjot pertumbuhan ekonomi (angka PDB) serta meningkatkan daya saing nasional, yang bukan saja dimaksudkan guna memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi sekaligus untuk berkompetisi secara global. Strategi pembangunan ekonomi ini bersifat urban sentris dengan optimalisasi pusat-pusat keunggulan, yang lazimnya sudah terbangun di kota-kota besar, sebagai landasan menuju berdirinya klaster unggulan nasional. Sebagaimana dipaparkan pada Bab Tiga, strategi ini antara lain mengejewantah dalam pendirian klaster inovasi taman Iptek, klaster industrial park, atau klaster industri strategis, yang kental dengan sinergi triple helix dan bersifat top-down. Output dari strategi pembangunan ini adalah produk-produk ‘’innovated in Indonesia’’ yang dipasarkan di area urban dan/atau pasar internasional, yang dengan demikian produk ini harus head-to-head secara langsung dengan produk global lainnya.
2. rural-lokal. Paradigma pembangunan ini, selain ditujukan pula untuk menciptakan pertumbuhan, difokuskan guna mendorong pemerataan ekonomi atau distribusi kesejahteraan yang dilakukan terutama melalui peningkatan produktivitas pelaku industri dan usaha kecil dan menengah (IUKM) sebagai aktor-aktor ekonomi tingkat akar rumput. Upaya ini dapat diupayakan melalui sinergi antara kelompok berkepentingan (stakeholders) untuk secara bersama-sama memberdayakan potensi unggulan di daerah masing-masing dan lebih jauh mendorong terciptanya klaster inovasi regional. Stakeholders antara lain meliputi investor, pemda setempat, institusi akademik, rantai pemasok, kelompok IUKM utama (seperti koperasi atau pesantren, yang dapat berperan sebagai focal point) disamping aktor individual semisal petani atau nelayan sebagai pelaku ekonomi langsung dan/atau beneficiaries. Berbeda dengan paradigma urban-global yang bernuansa top-down, pembangunan rural-lokal dapat menjadi ruang bagi munculnya inisiatif-inisiatif bottom-up serta medan bagi penerapan inovasi hemat (frugal innovation) dan pemanfaatan teknologi disruptive, sebagaimana disinggung dalam Bab Tiga.
Posisi investor lokal, nasional atau bahkan asing (melalui FdI) juga terbilang strategis dalam model pembangunan rural-lokal: mereka dapat berperan sebagai pengembang industri hulu hingga hilir—yang bukan saja akan menciptakan pertumbuhan di daerah, tetapi memungkinkan terjadinya transfer dan aplikasi langsung teknologi bagi pelaku ekonomi grass-root untuk meningkatkan pendapatan mereka—hingga pada gilirannya mendorong terciptanya klaster inovasi industri berbasis unggulan daerah. Pengembangan kawasan inovasi industri hortikultura PT Polowijo Gosari di Gresik, Jawa Timur, merupakan sebuah contoh strategi rural-lokal berbasis inisiatif bottom-up yang berkombinasi dengan
KOMITE INOVASI NASIONAL178
AmonRa
sinergi triple helix. Demikian pula model-model bisnis inovasi banyak yang dapat dikembangkan hingga daerah terpencil Indonesia.
4. Mediacy diplomacy: Kerja Sama Saling Menguntungkan (Win-Win)
Akankah aksi global melawan perubahan iklim efektif? Saat ini sebagian besar episentrum pengembangan clean-tech berada di belahan bumi Barat, meliputi negara-negara Eropa (terutama Jerman, Italia, Inggris, Prancis) dan Amerika Serikat. Mereka antara lain unggul dalam besaran investasi, produksi dan aplikasi clean-tech, serta penciptaan paten. Namun, tanpa sebaran episentrum clean-tech yang merata, misi global menekan emisi karbon sulit dioptimalkan. Akhir-akhir ini, negara-negara dari belahan Timur, seperti Korea Selatan dan India, mulai serius menggeluti clean-tech, dan Tiongkok tercatat sebagai yang paling agresif hingga mampu merangsek ke urutan pertama dalam rangking 10 besar clean-tech leader, menyalip Amerika Serikat pada tahun 2012. Keseriusan untuk beralih ke sektor teknologi bersih tidak didorong semata-mata oleh kesukarelaan untuk menyelamatkan Bumi dari global warming, tetapi lebih didasari oleh semangat mendapatkan profit. clean-tech adalah sebuah megabisnis. Namun, meski persaingan clean-tech mulai ketat, diyakini bahwa tak satu pun negara mampu memonopoli pasar clean-tech karena luasnya cakupan dan varian clean-tech, serta perlunya konteks lokal dalam pengembangan teknologi tersebut. Situasi ini membuat kompetisi di sektor clean-tech tidak bersifat zero-sum-game. Kerjasama saling menguntungkan justru sangat diperlukan dan dimungkinkan, khususnya antara negara maju dan negara berkembang. Indonesia misalnya yang memiliki keunggulan sumber daya alam dan keunikan sebagai “steam engine” sirkulasi atmosfer global dapat menjadi laboratorium alam bagi ilmuwan negara-negara maju untuk menemukan pelbagai terobosan teknologi bersih. Inilah mediacy diplomacy, atau titik temu antara negara maju dan berkembang, yang bisa dimanfaatkan untuk mereduksi degradasi lingkungan global. Konsep mediacy diplomacy terinspirasi dari kebutuhan mendasar akan interaksi yang harmonis dan damai antara negara-negara untuk mengamankan dunia. Ketimbang saling menunjuk tangan mengenai siapa yang bertanggung jawab terhadap begitu banyak kerusakan lingkungan, negara maju dan berkembang seharusnya bekerjasama menyediakan solusi atas isu mendesak climate change. Daripada mengutuk Indonesia terkait program perluasan lahan penanaman kelapa sawit untuk memberantas kemiskinan, negara maju lebih baik menyediakan insentif dan teknisi-teknisi berpengalaman guna mengembangkan proyek penanaman spesies tanaman indigenous, misalnya sagu (Metroxylon sago), makanan pokok masyarakat Papua, yang dapat diolah untuk menghasilkan etanol sebagai bahan dasar biofuel. Namun sulit membayangkan, atas nama solidaritas mengatasi perubahan iklim, bahwa negara maju bakal dengan ringan kaki masuk ke negara-negara berkembang membawa dukungan teknis untuk transfer teknologi hijau. Sebagaimana disinggung di muka, sisi lain dari pengembangan clean-tech, selain merupakan imperatif global untuk melawan global warming, adalah bahwa sektor ini merupakan megabisnis kompetitif yang menuntut investasi jutaan dolar AS. Dalam urusan bisnis, tentu, ‘’tak ada makan siang yang gratis’’. Terlebih ini mengingat bahwa, pada kenyataannya, paten-paten produk teknologi bersih dipegang oleh segelintir individu atau perusahaan-perusahaan besar asing, bukan milik pemerintah salah satu negara maju (yang memungkinkan kerjasama government-to-government/G-to-G).
INOVASI 1-747 179
AmonRa
Karena itulah istilah ‘’transfer teknologi’’ lebih tepat jika diartikulasikan ke dalam istilah ‘’kolaborasi teknologi’’. Paradigma ini menuntut kerjasama saling menguntungkan (win-win) antara sektor publik suatu negara berkembang dengan calon investor dari negara maju, bukan semata-mata bantuan hibah. Sektor publik—melalui penciptaan regulasi tertentu—dapat merangsang permintaan (demand) atau penciptaan pasar atas teknologi bersih, sementara calon investor akan mengisi gap investasi, produksi dan distribusi teknologi-teknologi yang dibutuhkan tersebut. Melalui kerjasama win-win, untuk kasus Indonesia misalnya, investor dari negara maju akan memboyong FdI untuk teknologi bersih beserta dukungan teknis dan sumberdaya lainnya, sementara Indonesia menyediakan keunggulan komparatif sumber daya alam (sebagai laboratorium alam bagi para saintis yang terlibat), pasar yang besar (sebanyak 234 juta penduduk, di dalamnya terdapat kelas menengah yang angkanya terus melejit), serta instrumen kebijakan investasi (misalnya berupa insentif pajak dan dukungan regulasi lainnya). Dukungan regulasi ini amat penting; tanpanya maka keunggulan sumber daya alam dan ketersediaan pasar yang raksasa bisa menjadi nihil. Kasus gagalnya produsen BlackBerry, Research in Motion (RIM), mendirikan pabrik di Indonesia merupakan sebuah pelajaran berharga. Ketiadaan instrumen kebijakan yang suportif membuat perusahaan Kanada itu memilih melabuhkan investasinya di Malaysia, meski Indonesia merupakan pasar BlackBerry terbesar di dunia. Padahal FdI, sebagaimana yang dilakukan RIM, memiliki peran strategis sebagai wahana yang sangat efisien dalam transfer teknologi. Inilah mekanisme paling realistis dan reliable untuk memperkenalkan, mengembangkan dan menerapkan clean-tech. Hanya saja sejauh ini banyak didapati investasi-investasi dangkal (shallow investment) di Indonesia, dimana industri-industri yang terlibat di dalamnya lebih berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam (hanya untuk kepentingan ekspor) dari pada memberi nilai tambah pada natural resources yang ada dan lebih mengandalkan tenaga kerja lokal murah. Agar terjadi transfer teknologi (bersih), FdI haruslah berupa investasi mendalam (deep-investment). Investasi jenis ini berbasis pada eksploitasi pengetahuan, berorientasi pada maksimalisasi transfer teknologi, serta melibatkan dan mengandalkan tenaga-tenaga lokal berpendidikan. Mediacy diplomacy di sektor clean-tech dapat menjadi kerjasama yang ‘’win-win’’ dalam arti sesungguhnya jika ia berupa deep investment.
EPILOG : GELOMBANG TRANSFORMASI KEDUA
Sebagai ‘gangs of elite’ yang dapat menembus daftar G20, keanggotaan Indonesia di kelompok ini tidak semata-mata mengandalkan status kemajuan ekonomi, tetapi pengaruh suatu negara bagi pertumbuhan dan arah ekonomi dunia ke depan. Indonesia dinilai memenuhi kriteria ini. Sanjungan G20 ini adalah sebuah permulaan. Berbagai lembaga internasional selanjutnya memasukkan nama Indonesia dalam daftar kelompok elite mereka,antara lain Goldman Sach lewat “N-11” dan “MIKT”, Economist Intelligence Unit melalui “CIVETS”, Economic Research Institute of Japan dengan “VISTA”, dan BBVA Research dengan “EAGLEs”, di mana akronim-akronim ini menggambarkan para kandidat perekonomian terbesar abad 21, dan kesemuanya mencantumkan nama Indonesia. Lembaga think tank terkemuka Amerika Serikat, Foreign Policy, pada tahun 2012 merilis artikel: “5 reasons to Believe in Indonesian Miracle”.
KOMITE INOVASI NASIONAL180
AmonRa
Kabar-kabar ini terasa menyejukkan,dan kita seolah-olah merasa bahwa hal itu telah terjadi atau pasti akan terjadi dengan sendirinya, sehingga kita menjadi lupa bahwa itu hanya ramalan. Dari dalam negeri, kita sebenarnya memiliki ramalan sendiri tentang masa depan Indonesia. Sebagaimana disinggung dimuka, apabila pertumbuhan dilakukan dengan cara-cara biasa (business as usual), berbasis pada eksploitasi sumber daya alam dan konsumsi, maka PDB per kapita negeri ini diperkirakan hanya akan menepis angka 8.000 dolar AS pada 2025. Ini tentu bukan angka yang cukup untuk menaikkan status kita ke ‘advanced economies’ sebagaimana disampaikan Goldman Sach dan lembaga-lembaga internasional lainnya (Portugal, misalnya, yang berada pada posisi terakhir dalam daftar advanced economies 2011 versi IMF memiliki PDB per kapita 22.359 dolar AS). Prediksi pelbagai lembaga internasional tadi hanya akan menjadi kenyataan jika strategi pembangunan Indonesia memasukkan elemen STI yang diyakini mampu meningkatkan PDB per kapita mencapai titik potensi maksimum 16.000 dolar AS pada tahun 2025 dan memungkinkan pertumbuhan yang berkesinambungan hingga akhirnya mencapai predikat negara maju. Tentu menjadi pertanyaan: bagaimana agar elemen STI tersebut bisa menjadi darah segar dalam denyut pertumbuhan ekonomi negeri ini? Pembenahan sistematik adalah mutlak. Kita menyadari tentang adanya ‘keping yang hilang’ (missing puzzle) dalam mesin pembangunan negeri ini: Sinas. Sistem Inovasi Nasional berperan sebagai peta rencana yang menuntun dan mengawal program-program nasional menuju visi pembangunan nasional yang berkesinambungan melalui inovasi, guna memastikan bahwa input inovasi dapat terus tumbuh dan berpengaruh efektif terhadap growth. Jika diringkas dalam satu kalimat, pembenahan sistematik ini dapat dilakukan melalui penguatan ekosistem inovasi Indonesia yang terdiri atas perbaikan unsur-unsur: pendanaan R&D, kepemimpinan, kebijakan, pendidikan dan budaya inovasi, di mana kesemua butir-butir ini dirangkum dalam sebuah rekomendasi yang disebut “Inisiatif Inovasi 1-747”. Deskripsi dari masing-masing angka pada 1-747 ini, sebagaimana dipaparkan dimuka, sedikit banyak mendeklarasi “Kesiapan Indonesia Berselancar di Era Ekonomi Baru”. Tak diragukan lagi, pembenahan Sinas merupakan sebuah pekerjaan berat yang menuntut investasi besar serta memerlukan waktu tak sebentar. Namun, kabar baiknya adalah kenyataan bahwa globalisasi dan Googlisasi telah memunculkan model ‘inovasi lompatan katak’ dan ‘model inovasi frugal’ sebagai strategi alternatif bottom-up yang memungkinkan kita menempuh ‘jalan pintas’ menuju negara inovatif, sambil secara paralel memperbaiki Sinas. India dan Tiongkok merupakan contoh negara yang telah berhasil memanfaatkan sistem ini. Penting dipahami memang upaya menuju masyarakat dan perekonomian berbasis inovasi secara substansial merupakan sebuah proses transformatif, yang mengarah pada perubahan sosial (social change), di mana melalui proses ini diharapkan terjadi perubahan pola tingkah laku, nilai atau cara pandang masyarakat terhadap inovasi dalam jangka panjang (long-term). Upaya penciptaan Sinas yang produktif karenanya bukan sekadar ‘permainan’ angka-angka, dari 1 ke 7, ke 4 dan ke 7, namun suatu aksi yang tumbuh dari kesadaran semesta, keyakinan kuat tentang masa depan inovasi, keberanian menanggung risiko, yang berujung pada sebuah konsensus nasional. Korea Selatan, sekali lagi, merupakan sebuah role model: baik sektor publik maupun swasta. Negeri Ginseng, misalnya, secara konsisten mengalokasikan dana riset yang besar, baik di masa tenang maupun di masa sulit. Korea Selatan juga menjadi satu dari sedikit negara yang justru meningkatkan dana Litbangnya pada saat semua negara justru memangkasnya. Ini adalah contoh komitmen luar biasa, yang dimotivasi oleh
INOVASI 1-747 181
AmonRa
visi dan keyakinan yang kuat, seperti misalnya ketika Presiden Korea Selatan melontarkan: “go nano or die” manakala menegaskan keharusan negeri ini merangkul teknologi nano. Proses transformasi menuju perekonomian inovasi pernah dilakukan Indonesia secara sistematis sepanjang tiga dasawarsa (1967-1998), tetapi sayangnya proses ini terhenti di tengah jalan—setelah mencapai puncaknya lewat peluncuran pesawat N250—menyusul tsunami krisis moneter, yang sekaligus mengubur mimpi negeri ini untuk tinggal landas (take-off) bersama sejumlah negara yang kini telah menjadi Macan Asia. Saat ini, melalui inisiatif 1-747, Indonesia berada pada fase kebangkitan dari gelombang transfomasi yang sempat mati suri tadi. Transformasi kedua ini didasarkan atas kesadaran baru tentang kebutuhan (need) untuk bertahan di abad 21 yang jauh lebih menekan, keharusan untuk bertindak cepat (speed) di area ceruk yang menjadi keunggulan kita, sebelum dijamah negara lain; dan keinginan atau ambisi (greed) untuk dapat segera berselancar di era ekonomi baru serta tumbuh secara berkelanjutan. Ini juga sekaligus merupakan peluang emas bagi kita untuk membuktikan prediksi banyak pengamat internasional tentang nasib Indonesia di paruh pertama abad 21, setelah sebelumnya julukan The asian Tiger, yang sempat disematkan pada era 90-an, lepas dari tangan kita.
KOMITE INOVASI NASIONAL182
AmonRa
INOVASI 1-747 183
AmonRa
BAGIAN TIGA:Rekomendasi
Kebijakan & Program Inovasi
Nasional
KOMITE INOVASI NASIONAL184
AmonRaREKOMENDASI KEBIJAKAN DAN PROGRAM
INOVASI NASIONAL
Pengantar
Lebih dari tiga dasawarsa terakhir, strategi pembangunan ekonomi Indonesia ditumpukan pada pemanfaatan sumber daya alam. Desentralisasi politik dan konsolidasi demokrasi telah mendorong kebijakan yang lebih condong pada pendekatan keunggulan komparatif dan bukan keunggulan kompetitif. Mengedepankan pendekatan comparative advantage dan menomor duakan competitive advantage. Bersama Komite Ekonomi Nasional dan KIN yang dibentuk pada Mei 2010, Presiden juga mengubah paradigma pembangunan ekonomi Indonesia. Melalui upaya sistimatis, konsisten dan berkelanjutan, Presiden meletakkan strategi dengan memberikan prioritas pada pertumbuhan kemandirian industri nasional berbasis teknologi pengolahan bahan baku dan pendekatan pusat-pusat pertumbuhan wilayah di enam koridor ekonomi yang terbentang dari Sabang hingga Merauke, sebagai arah kebijakan 25 tahun mendatang. Melalui pendekatan koridor ekonomi, diharapkan Kawasan Ekonomi Terpadu dapat digunakan sebagai “prime mover” pembangunan ekonomi daerah. Hal ini dapat digunakan sebagai jalan bagi pengembangan kawasan unggulan bagi pertumbuhan inovasi dan perbaikan ekosistem dan iklim investasi serta daya saing produk lokal. Pendekatan pembangunan ekonomi yang ditempuh Pemerintah yang sering dianggap sebagai jalan tengah (middle way policy) tersebut pada dasarnya selain selaras dengan UUD 45 juga sangat sesuai dengan paradigma “the new economics of knowledge” yang akan membawa bangsa Indonesia menuju “Innovation driven Economy” pada masa mendatang.
INOVASI 1-747 185
AmonRa
Merujuk kepada paradigma jalan tengah tadi dan sesuai tugas dan fungsi KIN serta arahan Presiden di berbagai kesempatan ataupun berdasarkan kajian dan pendalaman terhadap konsep dan penerapan inovasi di dalam negeri dan luar negeri KIN menyampaikan lima aspek rekomendasi utama, antara lain: • Pengembangan Inovasi Kebutuhan Dasar Manusia (FEWS)• Pembangunan Kawasan Industri Inovasi berbasis Unggulan Nasional dan
Unggulan Daerah • Peningkatan Anggaran r&d Inovasi• Menumbuhkan Budaya Inovasi • Pembentukan Peta Jalan (road map) Menuju Sistem Inovasi Nasional (Sinas).Disamping 5 rekomendasi utama di atas, KIN mengusulkan pula 3 rekomendasi mengenai regulasi dan insentif inovasi. Untuk mendukung Rekomendasi tersebut, terutama di bidang Kebutuhan Dasar dan pengembangan kemampuan industri, KIN menyarankan untuk dipertimbangkan dua kebijakan strategis. Pertama, pengamanan dan pelestarian melalui inventarisasi dan pengumpulan/penyimpanan contoh genetik sumber daya hayati terutama yang penting bagi kelangsungan sumberdaya pangan dan obat. Kedua, mengingat kegiatan-kegiatan di bidang industri tersebut memiliki resiko ekonomi yang tinggi, perlu dipertimbangkan pemberian insentif fiskal secara lebih jelas dan pasti melalui penyempurnaan UU PPH, dan pembentukan perusahaan Modal Ventura di sektor negara melalui pengubahan misi dan fungsi beberapa BUMN yang telah ada. Pelaksanaan lima rekomendasi utama didesain untuk memperkuat InisiatifInovasi 1-747 yang pernah dilaporkan KIN dengan prinsip “thinking out of the box, but within the system” serta memperkuat kerja sama lintas sektoral antar aktor-aktor inovasi.
INISIATIf INOVASI 1-747 (Dipresentasikan pada Sidang Kabinet 12 April 2011)
1. Satu persen (1%) dari PDB pertahun untuk r&d di tahun 2015
7. Tujuh langkah Perbaikan Ekosistem Inovasi
4. Empat Wahana Percepatan Pertumbuhan Ekonomi; 1. Industri Kebutuhan Dasar 2. Industri Kreatif 3. Industri Berbasis Daya Dukung Daerah 4. Industri Strategis
7. Tujuh Sasaran Visi Indonesia 2025 menuju Pengembangan Indonesia Berkelanjutan
KOMITE INOVASI NASIONAL186
AmonRa
Rekomendasi Program Inovasi Nasional
1. Rekomendasi Pembentukan Peta Rencana (Road Map) Menuju Sistem Inovasi Nasional (Sinas)
Disadari bahwa belum terjadi interaksi yang optimal antara akademisi/peneliti, pelaku usaha, pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan ekonomi berbasis pengetahuan. Banyak penemuan di pendidikan tinggi dan lembaga penelitian berhenti dalam bentuk invensi. Untuk itu dibutuhkan sebuah road map menuju Sinas yang terpadu dan akhirnya terbentuk konsensus nasional tentang Sinas yang komprehensif dan menjadi visi negara. Agar efektif dalam pelaksanaannya, Sinas seyogianya berada di bawah komando Presiden sehingga mudah melakukan harmonisasi kebijakan di bidang sains dan teknologi, pendidikan tinggi, industri, keuangan, SDM, dan HKI.
Seluruh Perguruan Tinggi, LPNK, Kementerian, Industri Nasional dan Swasta
Rekomendasi Umum:• Membentuk Tim untuk menyusun Sinas lintas
Kementerian, dunia pendidikan, lembaga penelitian, serta industri dan masyarakat.
• Membangun konsensus antar para pemangku kepentingan tentang arah dan tujuan Sinas dengan mempertimbangkan comparative dan competitive advantages dari Indonesia.
• Menjalin kerja sama dengan berbagai pihak kompeten di dalam dan luar negeri untuk menghasilkan satu dokumen Sinas yang komprehensif dan berkualitas.
INOVASI 1-747 187
AmonRa
2. Rekomendasi Peningkatan Anggaran R&D Inovasi
Transformasi inovasi melalui inisiatif inovasi 1-747, dilaksanakan dengan cara: pertama-tama melalui alokasi dana Litbang sebagai input utama percepatan pertumbuhan. Dalam desain ini besaran belanja Litbang yang harus dialokasikan adalah sebesar minimal 1 persen dari PDB setiap tahunnya hingga tahun 2014, atau lebih dari sepuluh kali lipat alokasi Litbang APBN saat ini (0,07 persen). Secara berangsur-angsur alokasi Litbang terus ditingkatkan hingga mencapai 3 persen pada 2025, bila Indonesia berketetapan hati untuk mencapai tahap Innovation driven Economy. Untuk itu kontribusi pendanaan r&d dari pihak BUMN serta pihak swasta perlu ditingkatkan terutama untuk menangkap peluang masuknya investasi asing (FdI) melalui Perusahaan Multi Nasional dalam rangka peran sertanya di 6 koridor MP3EI.
BKPM, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian PPN/BAPPENAS, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian BUMN, Kementerian ESDM.
Rekomendasi Umum:• Menciptakan sistem insentif, regulasi, dan faktor lainnya
yang kondusif agar menarik bagi investor untuk membawa jaringan investasinya terutama ke 6 koridor MP3EI;
• Menyiapkan payung hukum yang memberikan kemudahan bagi para investor melaksanakan r&d dalam suatu Kawasan Industri Inovasi yang merupakan kawasan khusus (Bounded area).
• Melaksanakan PP 35 dan memberikan fasilitas pembebasan pajak lainnya yang mendukung kegiatan r&d di Kawasan Industri Inovasi.
• Revitalisasi Sistem Pendidikan yang mengedepankan budaya sustainability development menuju keadaban, kemanfaatan, kesejahteraan dan kebahagiaan serta penghargaan terhadap riset dan inovasi.
• Standardisasi evaluasi kependidikan dan kurikulum pendidikan dasar, menengah/kejuruan dan pendidikan tinggi yang bersifat discovery learning dengan menguatkan unsur kreatifitas peserta didik yang sudah berasimilasi dengan nilai-nilai kearifan lokal dan yang sudah memperhatikan kebutuhan industri.
• Perlu sosialisasi Budaya Invensi dan Budaya Inovasi melalui: (1) Pusat Inkubator Teknologi di tiap daerah, dan (2) Optimalisasi infrastruktur TIK jaringan pendidikan nasional agar pembudayaan karakter inovasi tumbuh secara alamiah serta menjangkau seluruh peserta didik dan masyarakat di wilayah Indonesia.
• Memperkokoh aktor untuk meningkatkan Science & Technology readiness dan infrastruktur S&T berdaya saing, berharkat dan bermartabat untuk kemakmuran bangsa.
KOMITE INOVASI NASIONAL188
AmonRa
3. Rekomendasi Menumbuhkan Budaya Inovasi.
Budaya inovasi suatu bangsa tidak tumbuh dengan sendirinya, tetapi merupakan evolusi budaya masyarakat yang berkembang, baik melalui pendidikan formal maupun informal. Karya kreatif, publikasi, dan paten yang dihasilkan oleh perguruan tinggi atau lembaga riset telah bermunculan. Namun secara kuantitas masih belum menunjukkan hasil yang menggembirakan dan masih kecil dampak inovasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, diperlukan sistem pendidikan yang dapat menumbuhkembangkan budaya inovasi. Sistem pendidikan tersebut hendaknya memperhatikan kearifan dan budaya lokal sebagai landasan kreativitas dan budaya inovasi bangsa.
Kementerian BAPPENAS, Kementerian Dikbud, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian BUMN, LPNK, Pemerintah Provinsi, Perguruan Tinggi, LSM, dan Sektor Industri.
Rekomendasi Umum:• Revitalisasi Sistem Pendidikan yang mengedepankan
budaya sustainability development menuju keadaban, kemanfaatan, kesejahteraan dan kebahagiaan serta penghargaan terhadap riset dan inovasi.
• Standardisasi evaluasi kependidikan dan kurikulum pendidikan dasar, menengah/kejuruan dan pendidikan tinggi yang bersifat discovery learning dengan menguatkan unsur kreatifitas peserta didik yang sudah berasimilasi dengan nilai-nilai kearifan lokal dan yang sudah memperhatikan kebutuhan industri.
• Perlu sosialisasi Budaya Invensi dan Budaya Inovasi melalui: (1) Pusat Inkubator Teknologi di tiap daerah, dan (2) Optimalisasi infrastruktur TIK jaringan pendidikan nasional agar pembudayaan karakter inovasi tumbuh secara alamiah serta menjangkau seluruh peserta didik dan masyarakat di wilayah Indonesia.
• Memperkokoh aktor untuk meningkatkan Science & Technology readiness dan infrastruktur S&T berdaya saing, berharkat dan bermartabat untuk kemakmuran bangsa.
INOVASI 1-747 189
AmonRa
4. Rekomendasi Pengembangan Inovasi Kebutuhan Dasar Manusia (Model Top-Down)
4.1 Inovasi bidang Pangan:
Guna mencapai swasembada pangan, khususnya dalam produksi padi, jagung, kedelai, makanan pokok lainnya, serta untuk mencapai swasembada dalam penyediaan benihnya, maka diperlukan peningkatan aktivitas penelitian di bidang pangan yang berbasis pada keanekaragaman hayati Indonesia. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan teknologi hijau, termasuk teknik biologi molekuler. Untuk meningkatkan kesuburan lahan tanaman perlu digunakan biofertilizer, hal ini sekaligus menjawab tantangan kerusakan ekologi dan perubahan iklim melalui mitigasi dan atau adaptasi.
Kementerian Pertanian (dalam hal ini Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian), Kementerian Keuangan, LIPI, IPB, BPPT, BUMN, Mitra Industri.
Rekomendasi Umum:• Segera dikembangkan teknologi food estate.• Segera diarahkan penelitian bidang pangan yang
mampu mengatasi tantangan perubahan iklim dengan pendekatan adaptasi dan mitigasi.
• Penelitian bidang pangan difokuskan pada penggunaan teknologi biologi molekuler (utamanya rekayasa genetika) untuk dapat mencapai low external input, high productivity, sustainable agriculture.
• Segera dikembangkan teknologi penghematan dan penangkapan air untuk irigasi pertanian.
• Segera dibuat database indigenous microbes, flora, dan fauna pada tingkat molekuler yang berfungsi di bidang pertanian (biofertilizer, benih, dan lain-lain). Untuk itu disarankan segera dilakukan identifikasi, inventarisasi, dan penyimpanan contoh sumberdaya genetika di seluruh wilayah NKRI, khususnya yang penting untuk ketahanan pangan serta kesimbangunan pembangunan bekerjasama dengan perguruan tinggi yang ada.
Rekomendasi Quick-win 2014:Pengembangan dan penggunaan pupuk hayati (biofertilizer), yaitu: Iletrisoy, Agrimeth, Gliocompost, Kedelai Plus, Biovam, Starmix, Probio, Biopeat dan BOC-SRF.
KOMITE INOVASI NASIONAL190
AmonRa
4.2 Inovasi bidang Aneka Obat:
Kemampuan swasembada di bidang bahan baku obat (BBO) termasuk kemampuan dalam produksi vaksin, merupakan tantangan yang sekarang ini dihadapi secara nyata oleh bangsa Indonesia. Memacu dan mengembangkan penelitian di bidang obat-obatan perlu dilakukan berbasiskan pada keanekaragaman hayati (biodiversity) dan keanekaragaman budaya (cultural diversity) yang ada di bumi Indonesia, dengan menggunakan pendekatan teknik biologi molekuler.Sebagaimana yang telah diketahui bahwa Biofarma merupakan industri yang berumur 100 tahun. Berpengalaman di bidang vaksin, dan produknya sudah dikenal di dunia dan mendapatkan pengakuan WHO namun masih menggunakan bahan baku dari luar. Untuk itu, atas kesadaran dari pihak Biofarma dan dorongan dari KIN, terbentuk jaringan pelaku utama di bidang vaksin dengan tekad memproduksi vaksin sendiri secara terpadu mulai dari hulu sampai hilir.
Kementerian Kesehatan (dalam hal ini Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan), Kementerian Keuangan, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, PT Biofarma, PT Indofarma, UGM, ITB, IPB, UNAIR, LIPI, BPPT.
Rekomendasi Umum:• Penelitian bidang kesehatan difokuskan pada penggunaan
teknologi biologi molekuler (berbasis genomik dan proteomik) berbasiskan biodiversitas dan culture diversity yang ada di Indonesia.
• Penelitian dan pengembangan vaksin sebagai agen preventif terhadap penyakit infeksi tropis yang umum terjadi di masyarakat (diare, disentri, dll) perlu diprioritaskan.
• Penelitian bidang kesehatan difokuskan untuk mengatasi penyakit infeksi tropis, degeneratif (diabetes, jantung, hipertensi), dan kanker.
• Penelitian (farmakokinetika, farmakodinamika, dan toksikologi) terhadap obat tradisional terus dilakukan dan dikembangkan.
• Penelitian sel punca (stem cell) perlu digalakkan dan dikembangkan aplikasinya dengan mempertimbangkan etika-etika kemanusiaan.
• Dilaksanakannya identifikasi, inventarisasi, dan penyimpanan contoh sumberdaya genetika di seluruh wilayah NKRI, khususnya yang penting untuk ketahanan obat serta kesimbangunan pembangunan, dengan bekerjasama dengan perguruan tinggi yang ada.
• Pengembangan industri alat dan fasilitas kesehatan segera dilakukan.
Rekomendasi Quick-win 2014:Produksi dan pengembangan vaksin untuk pencegahan penyakit masyarakat perlu diprioritaskan. Vaksin tersebut adalah: Rota-vaccine-3; Pentavalent; sIPV dan Bird Close 5.1
INOVASI 1-747 191
AmonRa
5. Pembangunan Kawasan Industri Inovasi berbasis Unggulan Nasional dan Unggulan Daerah
Dalam rangka mengisi RPJPN (2005-2025) dan memperkuat MP3EI serta menghadapi persaingan global, pemerintah perlu memperkuat peranan sains, teknologi, dan inovasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Strategi pengembangan ekonomi Indonesia dilaksanakan dengan mengembangkan enam koridor ekonomi yang berbasis pada potensi unggulan nasional dan unggulan daerah untuk memperkokoh NKRI. Tantangan yang perlu diatasi antara lain: konektivitas dan infrastruktur, dan SDM yang belum memadai atau yang sudah ada mengalami proses penuaan. Lemahnya r&d management, program r&d yang belum sepenuhnya berorientasi pasar, ditambah sinergi akademisi-bisnis- pemerintah yang belum kondusif sulit menumbuhkan inovasi yang dapat melahirkan IKM/UKM berbasis pengetahuan.
Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Pemprov, Pemda, LPNK, Universitas, BUMN, dan Mitra Swasta.
Rekomendasi Umum: • Perlu diciptakan Kawasan Industri Inovasi di setiap
koridor sesuai dengan kebutuhannya agar para aktor inovasi dapat berinteraksi untuk mengembangkan potensi unggulan daerah;
• Pemerintah perlu membuat payung hukum termasuk sistem insentif untuk mendukung pengembangan Kawasan Industri Inovasi; dan
• Pemerintah perlu melakukan penataan ekosistem inovasi untuk mengoptimalkan pengembangan SDM, sarana-prasarana, program, dan hubungan intersektoral di dalam kawasan industri inovasi tersebut.
Rekomendasi Quick-win 2014:• Revitalisasi Puspiptek sebagai S&T Park (STP).• Pembangunan Bandung raya Innovation Valley (BrIV).• Pengembangan Kawasan Industri Agrotek Jawa Timur.
Catatan: Penjelasan masing-masing rekomendasi Quick win dijabarkan dengan lebih rinci di bawah ini.
KOMITE INOVASI NASIONAL192
AmonRa
5.1 Revitalisasi PUSPIPTEK
Puspiptek selama ini didesain untuk mendukung kebutuhan industri strategis dan keperluan testing, kalibrasi, dan pelayanan terhadap industri. KIN sudah berkoordinasi dengan Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian PPN/Bappenas mengenai revitalisasi Puspiptek menjadi Science and Technology Park (STP) berskala internasional. Disamping itu diharapkan Puspiptek dapat membina dan melaksanakan Program Inkubasi dan Start-up company untuk menghasilkan Pengusaha Muda Indonesia berbasis S&T.
Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Perindustrian, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan, LIPI, BATAN, BPPT, KLH, LPNK, Universitas, BUMN, Mitra Industri.
Rekomendasi:• Revitalisasi Puspiptek menjadi Science and Technology
Park (STP) dengan meningkatkan sumber daya Iptek secara kualitatif dan kuantitatif dan mendirikan Puspiptek Innovation center serta melaksanakan Program Start-up Company
• Menjadikan Puspiptek sebagai badan usaha yang dikelola secara profesional dan mandiri berbentuk Organisasi Badan Layanan Umum (BLU).
INOVASI 1-747 193
AmonRa
5.2 Pembangunan Bandung Raya Innovation Valley (BRIV):
Usulan KIN mengenai Bandung raya Innovation Valley (BrIV) didasarkan pada kenyataan bahwa ekosistem inovasi daerah Bandung dan sekitarnya relatif kondusif. Hal ini diindikasikan dengan adanya beberapa perguruan tinggi besar, lembaga Litbang, dan berbagai industri besar. KIN sudah melakukan koordinasi dengan ITB, PT. LEN, PT. Pindad, PT. INTI, dan beberapa Kementerian terkait mengenai gagasan ini. Diharapkan BrIV dengan sistem insentif yang kondusif dapat menarik para pelaku industri besar berskala besar seperti Marvell Technology Group, research in Motion (rIM), dan lainnya untuk membawa Foreign direct Investment (FdI) ke Indonesia. Selain itu BrIV sekaligus menumbuh-kembangkan para inovator muda Indonesia yang berada di berbagai insitusi di Bandung Raya.
Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Keuangan, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Perindustrian, ITB, BUMN, Pemprov Jabar, Pemda setempat, Swasta.
Rekomendasi:• Mewujudkan terbentuknya Bandung raya Innovation
Valley (BrIV) yang diharapkan menjadi pemicu berkembangnya industri berbasis teknologi di Indonesia.
• Menyiapkan berbagai sistem regulasi dan insentif untuk menarik perusahaan multinasional agar menempatkan r&d center di BrIV.
KOMITE INOVASI NASIONAL194
AmonRa
5.3 Pengembangan Kawasan Industri Inovasi Agrotek Jawa Timur:
Pengembangan kawasan industri inovasi unggulan daerah Gresik Jawa Timur didesain untuk membuat model kawasan industri inovasi daerah. Upaya ini diawali dengan adanya pengusaha yang bersedia sebagai champion untuk mengembangkan usahanya mulai dari hulu ke hilir. Pihak champion harus memiliki grand design yang diintegrasikan dengan rencana pengembangan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan. Dengan adanya model kawasan industri inovasi unggulan daerah ini, diharapkan seluruh Pemprov dan Pemda dapat membangun kawasan industri inovasi di daerahnya masing-masing. KIN sudah berkoordinasi dengan beberapa Kementerian terkait untuk melihat aspek Rencana Tata Ruang dan Wilayah dan status payung hukumnya.
Kementerian Perindustrian, Kementerian PU, Pemprov Jawa Timur, Pemda Gresik, Universitas, Lembaga Penelitian dan pihak bisnis swasta/investor terkait.
Rekomendasi:• Melalui pendekatan wilayah, memberikan payung hukum
dengan status “Kawasan Industri “dan nama Kawasan Industri Inovasi Gresik.
• Menyediakan lokasi/wilayah yang diperuntukan bagi Kawasan Industri Inovasi Gresik.
• Menyediakan infrastruktur pendukung, khususnya saluran irigasi dari Sungai Bengawan Solo
INOVASI 1-747 195
AmonRa
6. Pengembangan Konsorsium Nanoteknologi
Dalam dua dekade terakhir perkembangan nanoteknologi sangat pesat di berbagai bidang baik untuk pangan, energi, kesehatan, lingkungan, tekstil, dan produk-produk industri lainnya. Kegiatan pengembangan di bidang nanoteknologi terus berkembang baik dalam skala lab maupun industri. Berkaitan dengan hal tersebut dibentuklah secara bottom-up initiative Masyarakat Nanoteknologi Indonesia (MNI). Produk-produk berbasis nanoteknologi sudah banyak yang beredar di pasaran Indonesia. Pengembangan kegiatan pendidikan dan penelitian serta kelembagaan untuk pengembangan nanoteknologi juga sudah berjalan dalam skala terbatas. Agar upaya di atas memiliki arah yang jelas, berkelanjutan dan terukur, KIN bersama MNI sepakat membentuk konsorsium dengan melibatkan berbagai lembaga akademisi, bisnis, pemerintah dan komunitas untuk mengembangkan produk-produk berbasis nanoteknologi.
Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Pertanian. Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Perindustrian, Universitas, Lembaga Penelitian dan pihak bisnis swasta/investor terkait serta Masyarakat Nanoteknologi Indonesia (MNI)
Rekomendasi:• Membangun jaringan kemitraan dan value chain produk
nanoteknologi di berbagai bidang seperti pangan, energi, kesehatan, lingkungan dan manufaktur;
• Memperkuat aktor-aktor inovasi baik secara kelembagaan baik secara program, SDM dan infrastruktur riset di bidang nanoteknologi;
• Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengembangan produk berbasis nanotekologi dalam berbagai bidang.
KOMITE INOVASI NASIONAL196
AmonRa
7. Rekomendasi Pembentukan Data Bank Sumber Daya Genetika Indonesia
Konsep pembangunan berkelanjutan mengandung di dalamnya kesanggupan untuk memberi jaminan bagi kelangsungan gerak untuk membangun kehidupan masa depan yang jauh. Konsep pembangunan yang secara bersamaan juga mengandung pengertian tentang kemampuan untuk mengatur dan menjaga pemanfaatan kekayaan alam dan hayati secara lestari dan berkesinambungan. Sebagai negara yang memperoleh karunia kekayaan hayati yang besar, yang bahkan dikatakan memiliki kekayaan hayati kedua terbesar di dunia, adalah kewajiban kita untuk memelihara dengan sebaik-baiknya. Hukum internasional memberi landasan yuridis yang kuat kepada kita untuk menguasai dan mengatur pemanfaatan seluruh kekayaan hayati tersebut.Pengaturan pemanfaatan tersebut tidak hanya penting bagi kehidupan nasional kita dimasa depan, melainkan juga merupakan tanggungjawab yang harus dipikul dalam kehidupan manusia dan antar bangsa-bangsa di dunia. Kita harus benar-benar mengidentifikasi, mencacah dan bahkan menyimpan contoh-contoh kekayaan hayati tersebut, khususnya yang berupa gen yang memiliki arti penting bagi sumber penelitian dan pengembangan bahan pangan, energi, kesehatan, dan obat-obatan.
1. Pemerintah: Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Riset dan Teknologi, LIPI, BPPT, Para Gubernur/Bupati/Walikota.
2. Akademisi: Berbagai Perguruan Tinggi dan Badan Litbang di Indonesia.
3. Bisnis: BUMN dan Swasta Nasional.
INOVASI 1-747 197
AmonRa
8. Tiga Rekomendasi Regulasi dan Insentif Inovasi
1. Mendorong kegiatan penemuan / penciptaan HKI atau kegiatan Inovasi.• Penyusunan RPP Pelisensian (yang sebenarnya sudah diperintahkan antara
lain oleh UU Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten), dan mengatur pemberian bagian penerimaan royalti yang diterima kepada penemu/pencipta HaKI dan inovator.
• Untuk Perhatian: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Perindustrian, Menteri Keuangan, Ketua LIPI, Ketua BPPT.
2. Mendorong kegiatan pemanfaatan HKI / hasil inovasi. • Kebijakan pemberian Insentif Fiskal dan Perbankan bagi pembangunan Pilot
Plant dalam rangka pemanfaatan HKI / hasil Inovasi.; • Mendirikan perusahaan Modal Ventura di sektor Negara (atau mengubah
dan menugaskan beberapa BUMN yang ada untuk difungsikan dalam usaha Modal Ventura);
• Menyempurnakan PP No 35 Tahun 2007; tentang Pengalokasian Sebagian Pendapatan Badan Usaha untuk Meningkatkan Kemampuan Perekayasaan, Inovasi, dan Difusi Teknologi;
• Untuk Perhatian: Menteri Perindustrian, Menteri Keuangan, Menteri BUMN, Menteri Riset dan Teknologi
3. Kebijakan untuk melindungi: 1) Folklore/Traditional cultural Expressions; 2) Traditional Knowledge (Pengetahuan Tradisional); dan 3) Genetic resources (Sumber Daya Genetika).
• Direkomendasikan agar Presiden segera memerintahkan penyelenggaraan identifikasi, inventarisasi dan pencatatan ketiga obyek tersebut di setiap Provinsi/Kabupaten/Kota, serta penyimpanan contoh-contoh gen.
• Untuk Perhatian: Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanian, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Riset dan Teknologi , Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Ketua LIPI dan Ketua BPPT.
KOMITE INOVASI NASIONAL198
AmonRa
9. Dua MoU Kerjasama Inovasi Teknologi
1. MoU Pengembangan Pupuk Hayati Unggulan Nasional.• Tujuan : Pengembangan dan produk masal pupuk hayati yang akan
meningkatkan kesuburan lahan, produktivitas, mengurangi ketergantungan terhadap pupuk anorganik, dan juga sekaligus dapat menjawab tantangan kerusakan ekologi.
• Para pihak : Kementerian Pertanian, LIPI, BPPT, IPB dan Unpad
2. MoU Pembentukan Konsorsium Agro Nanoteknologi. • Tujuan : untuk mewujudkan kemandirian bangsa di bidang nanoteknologi
melalui peningkatan kemampuan penelitian, pengembangan dan perekayasaan Iptek serta pengembangan sumber daya manusia (SDM) di bidang nanoteknologi melalui pembentukan Konsorsium Agro Nanoteknologi dengan melaksanakan sinergi penelitian pengembangan SDM bersama dan penerapan hasil-hasil penelitian dan pengembangan untuk kemajuan Iptek serta pengembangan SDM Iptek bidang nanoteknologi.
• Para pihak: Kementerian Pertanian (dalam hal ini Balitbang Pertanian), IPB, PT Alamanda Sejati Utama, PT Sinar Mas Agro Resources and Technology, PT Polowijo Gosari dan Masyarakat Nano Indonesia.
INOVASI 1-747 199
AmonRa
10. Rekomendasi Gagasan awal pembentukan Dewan Inovasi Nasional (DIN)
Komite Inovasi Nasional sebagai sebuah badan think thank yang bersifat adhoc telah menjalankan tugasnya dengan merumuskan rekomendasi road map Pembangunan Ekonomi yang dipandu Inovasi, dengan platform InisiatifInovasi1-747, dipresentasikan pada Sidang Kabinet 12 April 2011. Di atas platform ini telah disiapkan juga konsep bagaimana mengimplementasikan program-program yang dicanangkan, yang dijabarkan dalam Lima Arah Utama Program dan Kebijakan Inovasi (Gambar 35, Bab 2). Dengan telah tersedianya konsep infrastruktur sistem inovasi seperti tersebut di atas, dirasakan perlu membentuk struktur organisasi inovasi baru yang lebih terstruktur guna menjalankan fungsi sinkronisasi kerjasama antara para pelaku inovasi, bukan saja antara para menteri terkait namun juga antara akademisi dan bisnis /industri serta masyarakat luas. Sebagai gagasan awal, KIN mengusulkan pembentukan Dewan Inovasi Nasional (DIN) (Gambar 56). Dewan Inovasi Nasional yang diusulkan pada gagasan ini akan dipimpin langsung oleh Presiden, dan memiliki keanggotaan yang terdiri dari beberapa Menteri terkait yang dapat memberikan terobosan birokrasi dan peraturan untuk memperlancar aliran inovasi. Di samping itu, keanggotaan juga berasal dari perwakilan akademisi dan perwakilan bisnis /industri. Penjelasan lebih terinci tentang gagasan ini dapat dilihat pada Booklet KIN tentang DIN yang menyertai buku ini. Beberapa keuntungan yang akan berdampak signifikan pada inovasi Indonesia dari skenario ini antara lain:1. Sistem Inovasi menjadi embedded di dalam sistem pemerintahan dan kabinet,
dan karena Presiden adalah pemimpin DIN, maka kebijakan-kebijakan inovasi yang dihasilkan dapat langsung diimplementasikan;
2. Koordinasi lintas sektoral akan dapat berjalan lebih efektif dan efisien, sehingga hambatan utama ego-sektoral dapat diminimalisir;
3. Program yang diolah di Badan Pekerja DIN dapat dengan cepat dijalankan, dan sekaligus diawasi.
Tahapan pembentukan badan ini diusulkan dimulai pada tahun 2015 dengan membentuk DIN-Transisi melalui Surat Keputusan Presiden. DIN-Transisi akan memiliki misi dan wewenang yang lebih luas dari KIN (Gambar 57), termasuk di dalamnya misi menyiapkan pembentukan DIN yang ditetapkan melalui Undang-undang. Tahap selanjutnya adalah Pembentukan DIN sesuai kesiapan Pemerintah baru dalam menyiapkan konsep Undang-undang Sistem Inovasi Nasional ke DPR, agar DIN menjadi sebuah lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan Undang-undang melalui persetujuan DPR.
KOMITE INOVASI NASIONAL200
AmonRa
Tugas Pokok:Penyelarasan Kebijakan IPTEK, Finansial Perindustrian Perdagangan Pendidikan BAPPENAS untuk Mendukung SINAS
Para Menteri bersama Institusi Inovasi 2025 Menyusun Rencana Aksi 5 tahunan
Presiden
Badan Pekerja DINCEO + 50 Staf
Supporting
Menteri TerkaitPerwakilan
Akademisi dan Peneliti
Perwakilan Bisnis, Industri dan Masyarakat
Gambar 56. Gagasan Awal Struktur Dewan
Inovasi Nasional
INOVASI 1-747 201
AmonRa
Komite Inovasi
Nasional(KIN)
Dewan Inovasi
Nasional(DIN
transisi)
Dewan Inovasi
Nasional (DIN)
KIN dibentuk tahun 2010berdasarkan Keppres NOMOR 32 TAHUN 2010 dengan misi dan wewenang terbatas
• DIN dibentuk tahun 2015 sebagai transisi menuju kelembagaan berdasarkan UU• DIN dibentuk berdasarkan Keppres baru dengan misi dan wewenang yang lebih luas
• DIN merupakan lembaga negara yang dibentuk UU melalui persetujuan DPR.• DIN dibentuk sesuai kesiapan pemerintah baru menyiapkan konsep UU SINAS ke DPR
Pentahapan Pembentukan Dewan Inovasi Nasional
Indonesia
Gambar 57. Pentahapan Pembentukan Dewan Inovasi Nasional
KOMITE INOVASI NASIONAL202
AmonRa
INOVASI 1-747 203
AmonRa
Lampiran
KOMITE INOVASI NASIONAL204
AmonRa
LAMPIRAN
KEANGGOTAAN KIN berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2010 adalah sebagai berikut:
Ketua : Prof. Dr. Ir. Zuhal, M.Sc. E.E.
Wakil Ketua : rektorInstitutpertanianbogor(prof.Dr.herySuhardiyanto)
Sekretaris : Prof. Drs. freddy Permana Zen, M.S., M.Sc. D.Sc.
Prof. DR. Ir. Zuhal, M.Sc.E.E; Negara Riset dan Teknologi/Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada era Kabinet Reformasi Pembangunan 1998-1999. Beliau juga pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Riset Nasional (DRN), Direktur Jendral Listrik dan Pengembangan Energi, dan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN), dan mantan Rektor Universitas Al Azhar Indonesia.
Prof. DR. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc; Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) periode 2008-2012 dan 2012-sekarang. Selama kepemimpinan beliau, IPB dinobatkan sebagai kampus paling inovatif di Indonesia. Beliau adalah Komisaris PT Perkebunan Nusantara VIII sejak tahun 2008, ketua komite Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) se-Indonesia pada tahun 2011, dan ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) periode 2014-2016.
Prof. freddy P Zen, M.Sc, D.Sc.; Seorang Profesor bidang fisika teoritis dan Guru Besar pada Departemen Fisika, Institut Teknologi Bandung. Saat ini Prof. Zen menjabat sebagai Deputi Bidang Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
Anggota:
Prof. Sangkot Marzuki AM, Ph.D, D.Sc.; seorang Profesor di bidang Kedokteran pada Monash University (1995-Sekarang), Profesor di bidang Biokimia dan Biologi Molekuler pada University of Queensland (1997-2002; 2011-2014), dan Profesor pada University of Sydney (2011-2014). Beliau adalah Direktur Institut Biologi Molekuler Eijkman 1992-2014 dan Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia untuk periode tahun 2008-2013 dan 2013-2018.
Prof. Ir. Mohamad Sahari Besari MSc, Ph.D; seorang Profesor Emiritus sejak tahun 2008 pada Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung dan anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia sejak tahun 2002. Beliau menjabat sebagai Kepala Senat Akademik, ITB (2000-2002) dan anggota Komite Penasehat Bidang Sains dan Teknologi, Islamic Development Bank.
INOVASI 1-747 205
AmonRa
Dr. Ninok Leksono, MA; Rektor Universitas Multimedia Nusantara dan Editor Senior Surat Kabar Harian Kompas dan Majalah Penerbangan Angkasa. Dr. Ninok menyelesaikan Sarjana di Institut Teknologi Bandung (1981). Merintis karir jurnalistik sambil melanjutkan studi bergelar Master of Arts dari University of London Program Kajian Pertahanan (1989). Kemudian Dr Ninok mendapatkan gelar Doktor dari Universitas Indonesia (1992).
Prof. DR. Umar Anggara Jenie, MSc, Apt.; seorang guru besar sejak tahun 1999 dan pengajar sejak tahun 1976 pada Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Beliau juga adalah anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia sejak tahun 2006 dan menjabat sebagai Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia periode 2002-2010.
DR. Ir. Marzan Azis Iskandar; Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) periode tahun 2009-2014. Beliau juga adalah Ketua Umum Badan Kejuruan Elektroteknik Persatuan Insinyur Indonesia (BKE PII), 2011 – 2013 dan Ketua Dewan Pengembangan Iptek, Dewan Pakar Ikatan Cendikiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI). Sejak tahun 2011, Dr. Iskandar menjabat sebagai Komisaris pada PT. DAHANA.
Ir. Idwan Suhardi, Ph.D; Staf ahli Menteri Negara Ristek Bidang Energi dan Material Maju. Beliau menjabat sebagai Deputi Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Kementerian Riset dan Teknologi RI pada periode tahun 2005-2009 dan Deputi Pendayagunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Kementrian Riset dan Teknologi RI 2009-2013.
Prof. Lukman Hakim, Ph.D; Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak tahun 2010. Sebelumnya beliau adalah Wakil ketua LIPI, Deputi Ketua LIPI bidang Jasa llmiah, dan Direktur Kebijakan Pengembangan dan Penguasaan Teknologi BPPT. Sedangkan jabatan fungsionalnya adalah Profesor Riset bidang Studi Kebijakan llmu Pengetahuan dan Teknologi yang diraihnya pada 2003. Gelar Doktor bidang General Systems Studies diperolehnya dari University of Tokyo.
prof.bustanularifin,mSc.,ph.D; seorang Profesor bidang Ekonomi Pertanian pada Universitas Lampung. Beliau memiliki pengalaman sebagai konsultan di bidang ekonomi dan pertumbuhan bagi badan internasional seperti USAID dan World Bank. Beliau juga pernah menjabat penasihat ekonomi bagi DPR-RI, komisi pertanian, industri, dan perdagangan.
Ir. Amir Sambodo, MBA; Presiden Direktur PT. Tuban Petrokimia Industri. Saat ini beliau adalah Penasihat khusus Menteri Koordinator Bidang Ekonomi RI.
DR. Rachmat Gobel; pelaku bisnis berpengalaman dan telah menjabat sebagai Direktur Utama PT Gobel Internationals sejak tahun 1994. Beliau menjabat sebagai Komisaris Utama atau Komisaris di berbagai perusahaan seperti PT
KOMITE INOVASI NASIONAL206
AmonRa
Ketua Lembaga untuk Demokratisasi dan Sains dan Teknologi (2009-sekarang); dan Ketua Komite Riset dan Teknologi, KADIN (2010-sekarang).
Prof. DR. Ir. Tien R Muchtadi, MS; Seorang Profesor di Institut Pertanian Bogor. Prof Tien pernah menjabat sebagai Ketua Masyarakat Kelapa Sawit Indonesia (2009-2011). Saat ini beliau adalah anggota Komisi Dewan Minyak Sawit Indonesia dan juga anggota Komisi Bioetika Nasional.
DR. Ir. Anton Apriyantono; Menteri Pertanian Kabinet Indonesia Bersatu Pertama 2004-2009. Sampai dengan tahun 2011, beliau adalah pengajar pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Saat ini beliau terlibat dalam beberapa perusahaan di antaranya sebagai Komisaris Utama PT Pertani, Konsultan PT Tiga Pilar Sejahtera, Komisaris Independen PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk, dan anggota Badan Pengurus PT TUV International Indonesia Certification Body, Indonesia.
Prof. DR. H. Arief Rachman, M.Pd; Seorang Profesor di Universitas Negeri Jakarta. Beliau ditunjuk oleh Menteri Pendidikan Nasional Indonesia sebagai Ketua Eksekutif Komisi Nasional Indonesia-UNESCO. Prof. Arief adalah Ahli dan Praktisi Pendidikan yang berpengalaman sebagai Guru Bahasa Inggris, Kepala Sekolah, Ketua Dewan Penasehat Sekolah dan Ahli Kebijakan Pengembangan Pendidikan Indonesia selama lebih dari 30 Tahun.
Ir.jusmanSyafiiDjamal; Menteri Perhubungan Kabinet Indonesia Bersatu Pertama 2007-2009. Beliau juga pernah menjabat sebagai anggota Tim Nasional Evaluasi Keselamatan dan Keamanan Transportasi 2007, Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia, Direktur Sumber Daya Manusia IPTN, Direktur Sistem Senjata Helikopter dan Sistem Antariksa IPTN, dan Chief Project Engineer Rancang Bangun dan Rekayasa Pesawat Terbang N250. Saat ini beliau adalah Komisaris Utama PT Telekomunikasi Indonesia.
DR. Bambang Kesowo, SH, LL.M; adalah seorang dosen pada Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (2006 – sekarang). Beliau menjabat sebagai Kepala Staff pada Kantor Presiden Republik Indonesia/Menteri Sekretaris Negara/Sekretaris Kabinet periode tahun 2001-2004.
Ir.bettiS.alisjahbana; pendiri dan CEO PT Quantum Business International yang bergerak di bidang kepemimpinan korporasi. Beliau adalah General Manager perusahaan e-Business & Cross Industry Solutions IBM ASEAN & South Asia pada tahun 1998, dan Direktur Utama PT IBM Indonesia periode 2000-2008. Saat ini, beliau juga menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Riset Nasional (DRN).
Ir. Tri Mumpuni; Seorang ahli dalam penyediaan listrik di pedesaan dengan menggunakan mikrohidro berbasis masyarakat. Ibu Mumpuni dalam perkembangan karirnya pernah bertugas sebagai Direktur Eksekutif IBEKA,
INOVASI 1-747 207
AmonRa
Anggota Board of Trustees of KONSUIL, Anggota Dewan Air Nasional, Dewan Penasehat METI, dan Dewan pakar MKI. Tri Mumpuni adalah seorang Ashoka-Lemelson Fellow dan penerima penghargaan Ramon Magsaysay Award.
Rektor Universitas Indonesia.
rektorInstitutteknologibandung.
Rektor Universitas Gadjah Mada.
rektorInstitutteknologiSepuluhnovember.
Rektor Universitas Hasanuddin.
Rektor Universitas Syiah Kuala.
Rektor Universitas Cenderawasih.
rektoruniversitaspattimura.
Rektor Universitas Udayana.
KOMITE INOVASI NASIONAL208
AmonRa
INOVASI 1-747 209
AmonRa
Bahan Bacaan
KOMITE INOVASI NASIONAL210
AmonRa
BAHAN BACAAN
Bruinsma, J. (Editor). 2003. World agriculture: Towards 2015/2030. an FaO perspective. FAO publication.
Cantner, U., Gaffard J. and Nesta L. 2009. Schumpeterian Perspectives on Innovation, competition and Growth. Berlin: Springer-Verlag.
Contessi, S. and Weinberger A. 2009. Foreign direct Investment, Productivity, and country Growth: an Overview. Federal Reserve Bank of St. Louis Review, March/April 2009. p61-78.
Dutta, S. (Editor). 2012. The Global Innovation Index 2012. Stronger Innovation linkages for Global Growth. Geneva: World Intelectual Property Organization.
Edquist, C and Hommen, L. (Editors). 2008. Small country Innovation Systems: Globalization, change and Policy in asia and Europe. Chelteham: Edward Elgar.
Etzkowitz, H. 2008. The Triple Helix: University-Industry-Government Innovation In action. London: Routledge.
Evans, GA. 2000. designer science and the “omic” revolution. Nat Biotechnol. 18(2):127.
Gu Shulin. 1999. Implication of National Innovation Systems for developing countries: Manage change and complexity in Economic development. The Netherlands: United Nations University.
Hill, H., Khan, M. E. and Zhuang, J. (Editors). 2012. diagnosing the Indonesian Economy: Toward Inclusive and Green Growth. Asian Development Bank and Anthem Press.
International Telecommunication Union. 2012. Measuring the Information Society. ITU Publication.
Lindgardt, Z., Reeves, M., Stalk, G., and Daimler, M. Business Innovation. Boston Consulting Group [on line], http://www.bcg.com/documents/file36456.pdf [16 Apr 2011]
Faber, M.M. 2006. leisure class. VC. Confidential (www. vcconfidential.com)
Ministry of Energy and Mineral Resources, Republic of Indonesia. 2012. Handbook of energy and economic statistics of Indonesia.
Meadows, D.H., Randers, J., and Meadows, D.L. 2005. The limits to Growth: The 30-Year Update. Earthscan, James & James (Science Publishers) Ltd in association with the International Institute for Environment and Development.
Nelson, R. (Editor). 1993. National Innovation Systems: a comparative analysis. Oxford University Oress, Inc.
OECD. 2010. The OEcd Innovation Strategy: Getting a head start on tomorrow. Austria: OECD.
OECD. 2013. Nanotechnology for Green Innovation. OECD Science, Technology and Industry Policy Papers, No. 5. OECD Publishing.
Pernick, R. and Wilder, C. 2007. The clean Tech revolution: The Next Big Growth and Investment Opportunity. Colins Publisher.
Porter, M.E. 2011. competitive advantage of Nations: With a New Introduction. The Free Press, Simon & Schuster Inc, New York.
INOVASI 1-747 211
AmonRa
R&D Magazine/Battelle. 2014. Global r&d Funding Forecast. Battelle publication.
Sawhney, M., Wolcott, R.C., and Arroniz, I. 2006. The 12 different Ways for companies to Innovate. MIT Sloan Management Review, Spring, 47(3):75.
Sennes, R. 2009. Innovation in Brazil: Public Policies and Business Strategies. Woodrow Wilson International Center for Scholars. Brazil Institute.
Tech. Monitor. Jan - Feb 2007. The Triple Helix model of innovation: University-Industry-Government-Interaction.
UN Water. 2014. Water, Energy and Food Nexus and the Post-2015 development agenda. UN-Water Stakeholder Dialogue.
U.S. Energy Information Administration (Editor). 2012. annual Energy Outlook 2012: With Projections to 2035.
Varrichio P., Diogenes, D., Jorge, A., and Garnica, L. 2012. collaborative Networks and sustainable business: a case study in the Brazilian System of Innovation. Procedia – Social and Behavioral Sciences, 52:90.
World Bank. 2010. Innovation Policy: a Guide for developing countries. World Bank Publication.
World Bank and International Monetary Fund. 2012. Global Monitoring report 2012: Food Prices, Nutrition, and the Millennium development Goals. World Bank Publication.
World Economic Forum. 2013. Global competitiveness report 2013-2014.
World Economic Forum. 2014. Global risks 2014.
Zhao, H. (Editor). 2013. Synthetic Biology: Tools and applications. Elsevier Inc.
Zuhal. 2013. Gelombang Ekonomi Inovasi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Index: kebutuhan dasar, pangan, energi, air, kesehatan, bioteknologi, ekonomi hijau, benua maritim, Maritime continent based-Economy
KIN – Komite Inovasi NasionalBPPT Building I, 3rd floor, Jl. M.H. Thamrin 8, Jakarta 10340, Indonesia
Tel. +62 21-316-8112, 316-8114Fax. +62 21-3190-1017
E-mail: [email protected]: www.kin.go.id