View
23
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZIDI SEKOLAH DASAR NEGERI 2 SEUNAGAN
KABUPATEN NAGAN RAYA
SKRIPSI
OLEH
AGUSTIARNIM : 07C10104005
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat ini Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yaitu masalah gizi
kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh
kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan
(sanitasi), kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan
kesehatan dan adanya daerah miskin gizi (iodium). Sebaliknya masalah gizi lebih
disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan
kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan (Almatsier, S.
2001).
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi
baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang
digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan
otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin.
Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat
gizi esensial. Baik pada status gizi kurang, maupun status gizi lebih terjadi gangguan
gizi (Almatsier, S. 2001).
Menurut Hardywinoto & Setiabudi (2002) menyatakan bahwa pentingnya zat
gizi untuk mengatur berbagai fungsi tubuh kita, seperti fungsi kekebalan, reproduksi
dan pengetahuan. Apabila tubuh kita kekurangan zat gizi, dapat terjadi gangguan
belajar (learning disabilities), kemampuan bekerja kurang, kesakitan sampai
1
2
kematian. Kecukupan zat gizi merupakan prasyarat yang sangat penting dalam
perkembangan anak, termasuk didalamnya perkembangan otak.
Kesehatan dan pertumbuhan anak merupakan masalah yang perlu mendapat
perhatian terus-menerus oleh berbagai pihak, seperti pemerintah maupun keluarga.
Anak-anak merupakan penerus bangsa, ditangan merekalah kelak nasib bangsa ini
akan ditentukan. Jika suatu bangsa memiliki anak-anak yang sehat jasmani dan
rohani, akan tercipta sumber daya manusia yang berkualitas, cerdas dan produktif.
Turunnya kualitas suatu generasi dapat dicegah dengan cara menyelamatkan mereka
dari gangguan kesehatan fisik, mental maupun intelektual. Memang harus diakui
bahwa kekhawatiran pada orang tua terhadap kecerdasan putra-putrinya mereka
sangat besar. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan seseorang,
antara lain faktor gizi (Hardywinoto & Setiabudhi, T . 2000).
Stimulasi pendidikan untuk merangsang pertumbuhan anak tidak akan
memberikan arti masa depan anak, apabila kesehatan dan gizi anak tidak menunjang.
Derajat kondisi psikologi, kesehatan dan gizi anak sejak dalam kandungan sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Perkembangan anak yang
berhubungan dengan aspek psikologi anak, baik kecerdasan dalam segala bentuknya
maupun dalam menyelesaikan masalah diri dengan lingkungannya, serta
pertumbuhan yang menyangkut fisik anak., misalnya bertambahnya berat badan dan
tinggi badan anak sesuai dengan usianya, serta perkembangan motorik anak
merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Konsep ini menuntut adanya
pengintegrasian aspek psikososial, misal pendidikan gizi dan kesehatan sebagai
3
faktor-faktor yang berkaitan satu sama lain serta sinergik dalam proses tumbuh
kembang anak (Budiman, A 2005 ).
Di Propinsi Aceh pada tahun 2011 prevalensi balita kurang gizi masih
merupakan masalah, dari 556.406 balita terdapat 27.09% balita kurang gizi, 17.23%
diantaranya menderita gizi buruk (Profil Dinkes Provinsi Aceh, 2012). Data dari
Dinas Kesehatan Nagan Raya Tahun 2012 angka gizi buruk sebanyak 74 orang
(1,15%), gizi kurang 235 (3,67%), gizi baik 5.713 (89,11%). Dari data tersebut
diketahui bahwa masih ada anak yang belum terpenuhi kebutuhan gizi secara optimal,
sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan secara maksimal atau
normal.
Pengamatan penulis di SD Negeri 2 Seunagan menunjukkan bahwa status gizi
siswa ternyata sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor sosial
ekonomi dan pendidikan terakhir orang tua.
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai analisis faktor yang berhubungan dengan angka gizi kurang pada siswa SD
2 Seunagan Kabupaten Nagan Raya.
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis menetapkan rumusan
masalah penelitian yaitu faktor apa sajakah yang mempengaruhi status gizi pada
siswa sekolah Dasar Negeri 2 Seunagan Kabupaten Nagan Raya.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui factor-faktor yang
mempengaruhi status gizi pada siswa SD 2 Seunagan Kabupaten Nagan Raya.
1.3.2 Tujuan khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi
tentang:
1. Faktor status sosial ekonomi orang tua terhadap status gizi siswa
2. Faktor tingkat pendidikan orang tua terhadap status gizi siswa.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Bagi Guru Sekolah Dasar 2 Seunagan
Untuk lebih memperhatikan prestasi belajar siswa berdasarkan keadaan gizi
siswa.
2. Bagi Siswa
Memperoleh informasi tentang manfaat gizi bagi peningkatan kualitas belajar.
5
3. Bagi pemerintah, dalam hal ini Dinas pendidikan agar menerapkan program
peningkatan gizi masyarakat bagi peningkatan prestasi belajar siswa.
1.4.2 Manfaat Praktis
Untuk mendapatkan informasi tentang keadaan gizi yang seimbang pada anak
sehingga meningkatkan kecerdasan pada anak tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi
2.1.1 Pengertian Gizi
Dalam pembahasan tentang status gizi, ada tiga konsep yang harus dipahami.
Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Konsep tersebut
menurut Suhardjo tahun 2004 yaitu proses dari organisme dalam menggunakan bahan
makanan melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan
metabolisme dan pembuangan untuk pemeliharaan hidup, pertumbuhan, fungsi organ
tubuh dan produksi energy. Proses ini disebut gizi (Nutrition). Keadaan yang
dilakukan oleh keseimbangan antara pemasukan zat gizi disatu pihak dan pengeluaran
oleh organisme, dipihak lain. Keadaan ini disebut nutriture. Dan tanda-tanda atau
penampilan yang diakibatkan oleh “nutriture“ dapat terlihat melalui variabel tertentu.
Hal ini disebut sebagai status gizi (nutritional status).
2.1.2 Pengertian status gizi
Menurut Suhardjo (2004), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari
pemakaian, penyerapan, dan penggunaan makanan. Makanan yang memenuhi gizi
tubuh, umumnya membawa ke status gizi memuaskan. Sebaiknya jika kekurangan
atau kelebihan zat gizi esensial dalam makanan untuk jangka waktu yang lama
disebut gizi salah. Manifestasi gizi salah dapat berupa gizi kurang dan gizi lebih
(Supariasa, 2004).
6
7
Zat gizi diartikan sebagai zat kimia yang terdapat dalam makanan yang
diperlukan manusia untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Sampai saat ini
dikenal kurang lebih 45 jenis zat gizi dan sejak akhir tahun 1980an dikelompokan
keadaan zat gizi makro yaitu zat gizi sumber energy berupa karbohidrat, lemak dan
protein dan zat gizi mikro yaitu vitamin dan mineral (Supariasa, 2004).
Keadaan tubuh dikatakan pada tingkat gizi optimal, jika jaringan tubuh jenuh
oleh semua zat gizi, maka disebut status gizi optimal. Kondisi ini memungkinkan
tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya tahan yang tinggi. Apabila
konsumsi gizi makanan pada seseorang tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh
maka akan terjadi kesalahan gizi yang mencakup kelebihan dan kekurangan zat gizi
(Supariasa, 2004).
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi menurut Suhardjo (2003):
a. Faktor langsung
1). Konsumsi makanan
Konsumsi makanan oleh masyarakat atau oleh keluarga bergantung pada
jumlah dan jenis pangan yang dibeli, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan
secara perorangan. Hal ini tergantung pula pada pendapatan, agama, adat kebiasaan
dan pendidikan masyarakat bersangkutan.
2). Infeksi
Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolak-balik. Infeksi
dapat menimbulkan gizi kurang melalui berbagai mekanismenya. Yang penting
adalah efek langsung dari infeksi sisitemik pada katabolisme jaringan. Walaupun
hanya terhadap infeksi ringan sudah menimbulkan kehilangan nitrogen.
8
b. Faktor tidak langsung
1). Status Sosial Ekonomi (Ketersediaan pangan ditingkat rumah tangga)
Hal ini terkait dengan produksi dan distribusi bahan makanan dalam jumlah
yang cukup mulai dari produsen sampai ke tingkat rumah tangga.
Daya beli keluarga yang kurang untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan bagi
seluruh anggota keluarga.Hal ini terkait dengan masalah pekerjaan atau mata
pencaharian atau penghasilan suatu keluarga. Apabila pengasilan keluarga tidak
cukup untuk membeli bahan makanan yang cukup dalam jumlah dan kualitas, maka
konsumsi atau asupan gizi tiap anggota keluarga akan berkurang yang pada gilirannya
akan mempengaruhi kesehatan dan perkembangan otak mereka.
2). Tingkat pengetahuan, pendidikan ibu, sikap dan perilaku tentang gizi dan
kesehatan
Walaupun bahan makanan dapat disediakan oleh keluarga dan daya beli
memadai, tetapi karena kekurangan pengetahuan ini bisa menyebabkan keluarga tidak
menyediakan makanan beraneka ragam setiap hari bagi keluarganya. Pada gilirannya
asupan gizi tidak sesuai kebutuhan.
2.2. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi menurut Supariasa (2004) dibagi atas :
a). Penilaian Status Gizi Secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat yaitu :
antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Masing-masing penilaian akan dibahas
sacara umum sebagai berikut :
9
1. Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Diinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energy. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan
fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
2. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status
gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan
epitel (supervisicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral
atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Penggunaan metode ini umumnya untuk survey klinis secara cepat (rapid clinical
surveys). Survey ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda klinis-klinis
umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk
mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu
tanda (signi) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.
3. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji
secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan
tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan
tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa
10
kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala
klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia dapat lebih banyak menolong
untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
4. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan ) dan melihat perubahan
struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti
kejadian buta senja epidemic (epidemic of right blindness). Cara yang digunakan
adalah tes adaptasi gelap.
b) Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survey
konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Pengertian dan penggunaan
metode ini akan diuraikan sebagi berikut :
1. Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat yang dikonsumsi. Pengumpulan data
konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi
pada masyarakat, keluarga, dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan
kelebihan dan kekurangan zat gizi.
2. Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data
beberapa penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
11
Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak lengsung
pengukuran status gizi masyarakat.
3. Faktor Ekologi
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi
sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah
makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah,
irigasi, dan lain-lain.
Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab
malnutrisi disuatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi
gizi.
2.3 Indikator status gizi anak
Menurut Johari (2008) indikator status gizi berdasarkan indeks berat badan
menurut umur ada kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan tersebut diantaranya
dapat lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum, dapat
mendeteksi kelebihan maupun kekurangan gizi, sensitivitas untuk melihat perubahan
status gizi, sedangkan kekurangannya adalah dapat mengakibatkan interprestasi status
gizi, sedangkan kekurangannya adalah dapat mengakibatkan interprestasi status gizi
yang keliru bala terdapat oedem, memerlukan data umur yang akurat, sering terjadi
dikesalahan dalam pengukuran, missal karena pengaruh pakaian atau gerakan anak
pada saat penimbangan (Sukari, 2004).
Dalam ilmu gizi status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB/TB
sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi dalam bentuk indikator yang dapat
12
merupakan kombinasi diantara ketiganya. Masing-masing indikator mempunyai
makna sendiri, misalnya kombinasi antara BB (berat badan) dan U (umur)
membentuk indicator BB menurut U yang disimbolkan BB/U. Indikator BB/U dapat
normal lebih rendah atau lebih tinggi setelah dibandingkan dengan standar WHO.
Apabila BB/U normal maka digolongkan pada status gizi baik, dan BB/U rendah
dapat berarti berstatus gizi kurang ataupun status gizi lebih (Sukirman, 2007).
2.4 Klasifikasi Status Gizi
Untuk mengetahui keadaan status gizi seseorang maka perlu dilakukan
pengukuran. Menurut Supariasa (2005), penilaian pada status gizi dapat dilakukan
dengan secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status secara langsung dapat
dibagi menjadi empat penilaian yaitu; antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.
Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi atas tiga penilaian,
yaitu; survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
Di masyarakat, cara pengukuran status gizi paling sering digunakan adalah
antropometri gizi. Dewasa ini dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi
anak menggunakan metode antropometri, sebagai cara untuk menilai status gizi
(Supariasa, 2005).
Menurut Supariasa (2005), di Indonesia jenis antropometri banyak digunakan
baik dalam kegiatan program ataupun penelitian diantaranya adalah berat badan dan
tinggi badan. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropometri disajikan
dalam bentuk indeks yang terkait dengan variabel lain, seperti:
a. BB menurut umur (BB/U)
13
b. TB menurut umur (TB/U)
c. BB menurut TB (BB/TB)
d. LLA menurut umut (LLA/U)
e. LLA menurut TB (LLA/TB)
Menurut Soetjiningsih (2008), untuk mengetahui tumbuh kembang anak,
terutama pertumbuhan fisiknya yang sering dinilai dengan menggunakan ukuran -
ukuran antropometrik, yang dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, meliputi:
a. Tergantung umur (age dependence)
- Berat badan (BB) terhadap umur
- Tinggi /panjang badan (TB) terhadap umur
- Lingkaran kepala (LK) terhadap umur
- Lingkaran lengan atas (LLA) terhadap umur
b. Tidak tergantung umur
- Berat badan terhadap tinggi badan
- LLA terhadap tinggi badan (QUAC Stick: Quacker Arn Circunaferena
measuring Stick)
- Lain - lain: LLA dibandingkan dengan standar / Baku, lipatan kulit pada
trissep, subskapular, abdominal dibandingkan dengan Baku.
Di samping itu masih ada ukuran antropometri lainnya, yang dipakai untuk
keperluan khusus misalnya pada kasus - kasus dengan kelainan bawaan atau untuk
menentukan jenis perawakan (Soetjiningsih, 2008), antara lain:
a. Lingkaran dada, lingkaran perut dan lingkaran leher
14
b. Panjang jarak antara - antara titik tubuh, seperti biaknominal untuk lebar
bahu, bitrokanterik untuk lebar pinggul, bitemporal untuk lebar kepala, dll
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh
dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh. Pengertian ini
bersifat sangat umum sekali. Pengertian dari sudut pandang gizi, telah banyak
diungkapkan oleh para ahli. Supariasa (2005), mengungkapkan bahwa antropometri
gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran
tubuh antara lain: berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak
dibawah kulit.
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur
beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain:
umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada,
lingkar pinggul dan tebal lemak dibawah kulit. Dibawah ini akan diuraikan parameter
tersebut (Supariasa, 2005).
a. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi, Kesalahan dalam
penentuan umur bisa menyebabkan interprestasi pada status gizi yang menjadi salah,
sehingga pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat akan menjadi tidak
berarti bila disertai dengan penentuan umur yang tepat. Menurut Puslitbang Gizi
Bogor (2000) dalam Supariasa (2005), menjelaskan bahwa batasan umur yang
digunakan adalah tahun umur (Completed Year), dan untuk anak umur 0 – 2 tahun
digunakan bulan usia penuh (Completed Month).
15
Contohnya: Tahun usia penuh (Completed Year); Umur: 7 tahun 2 bulan, dihitung 7
tahun, dan 6 tahun 11 bulan, dihitung 6 tahun.
Contohnya: Bulan usia penuh (Completed Month); Umur : 4 bulan 5 hari, dihitung 4
bulan, dan 3 bulan 27 hari, dihitung 3 bulan.
b. Berat Badan
Menurut Santoso (2009), ukuran berat badan merupakan hal yang terpenting,
karena dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada setiap
kelompok umur. Berat badan merupakan hasil peningkatan seluruh jaringan tulang,
otot, lemak, cairan tubuh dan lainnya. Ukuran ini merupakan indikator tunggal yang
terbaik pada waktu ini untuk keadaan gizi dan keadaan tumbuh kembang.
Pengukuran berat badan menurut umur balita dengan menggunakan kartu
menuju sehat balita (KMS Balita), enimbangan dilakukan setiap bulan. Pengukuran
berat badan secara teratur dapat menggambarkan keadaan gizi anak sejak lahir sampai
berusia 5 tahun. Setelah dilakukan penimbangan maka dilakukan pencatatan pada
KMS untuk dapat melihat perkembangan setiap bulannya. Menurut Pedoman Deteksi
tumbuh Kembang Balita (Supariasa, 2002), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
pada catatan letak berat badan pada KMS, yaitu:
1) Apabila di bawah garis merah maka kurang gizi tingkat sedang atau disebut
berat, kurang energi dan protein nyata (KEP nyata).
2) Pada daerah dua peta warna kuning (di atas garis merah) maka harus hati-hati
dan waspada karena keadaan gizi anak sudah kurang, meskipun tingkat ringan
atau disebut KEP ringan.
16
3) Dua pita warna hijau muda dan pita warna hijau tua (di atas pita kuning) dan
dua pita warna hijau muda maka anak mempunyai berat badan cukup atau
disebut gizi baik.
4) Dua pita warna kuning (paling atas) dan di atasnya maka anak telah
mempunyai berat badan yang berlebih, semakin ke atas kelebihan berat
badannya semakin banyak.
Perubahan dan pertumbuhan serta kecepatan pertumbuhan dapat dilihat pada
tabel 2.1 mengenai umur dan berat badan:
Tabel 2.1Golongan Usia dan Berat Badan
Gol Umur(Tahun ) (kg)
Berat Badan(kg)
0.5 – 1 Tahun1 – 3 Tahun4 – 6 Tahun7 – 9 Tahun
8.011.516.523.0
Hasil Widjaya Karya nasional Pangan & Gizi Lipi, 1978 & 1983.
c. Tinggi Badan
Tinggi merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan
keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu juga tinggi
badan merupakan ukuran dari kedua yang penting, karena tinggi badan sangat erat
hubungannya dengan berat badan. Pengukuran tinggi badan pada anak balita yang
sudah dapat berdiri bisa diukur dengan menggunakan alat penggukur tinggi mikrotoa
yang mempunyai ketelitian 0,1 cm (Supariasa, 2005).
17
Pertumbuhan tinggi badan anak pada usia pra sekolah tidak secepat pada
masa-masa tahun pertamannya. Setiap tahunnya, rata-rata pertambahan tinggi badan
anak sekitar 7 cm (Gustian. E, 2001).
Menurut Santoso (2009), perlu diketahui bahwa nilai tinggi badan meningkat
terus, walaupun laju tumbuh berubah dari pesat pada masa bayi muda kemudian
menjadi pesat lagi pada masa remaja. Tinggi badan hanya akan menyusut pada usia
lanjut. Oleh karena itu, nilai tinggi badan dipakai untuk dasar perbandingan terhadap
perubahan-perubahan yang relative, seperti nilai berat badan dan lingkaran lengan
atas.
d. Lingkar Lengan Atas
Lingkar lengan atas pada dewasa ini merupakan salah satu pilihan dalam
penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat yang sulit
yang diperoleh dengan harga yang mahal. Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu
mendapatkan perhatian, terutama jika digunakan sebagai pilihan tunggal untuk indeks
status gizi (Supariasa, 2005).
e. Lingkaran Kepala
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara
praktik, yang biasanya untuk memeriksa pathologi dari besarnya kepala atau
peningkatan ukuran kepala. Lingkar kepala dihubungkan dengan ukuran otak dan
tulang tengkorak. Ukuran otak meningkat secara cepat yang terjadi pada tahun
pertama, tetapi besar lingkar kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan
gizi. Bagaimanapun juga ukuran otak, lapisan tulang kepala dan tengkorak dapat
bervariasi sesuai dengan keadaan gizi (Supariasa, 2005).
18
Sedangkan menurut Santoso (2009), ukuran ini dipakai untuk mengevaluasi
pertumbuhan otak dan karena laju tumbuh pesatnya pada saat berusia 3 tahun yang
hanya 1 cm dan hanya meningkat 5 cm sampai usia remaja atau dewasa, maka dpat
dikatakan bahwa mamfaat pengukuran lingkaran kepala ini hanya terbatas sampai
usia 3 tahun.
Parameter Antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi, kombinasi
antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri. Beberapa Indeks
Antropometri yang sering digunakan yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U),
Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dan Berat Badan menurut Tinggi Badan
(BB/TB). Indeks BB/U adalah pengukuran total berat badan yang termasuk air,
lemak, tulang dan otot. Sedangkan Indeks tinggi badan menurut umur adalah
pertumbuhan linear dan LLA adalah pengukuran terhadap otot, lemak, dan tulang
pada area yang diukur. Diantara bermacam-macam Indeks Antropometri, BB/U
merupakan indikator yang paling umum digunakan sejak tahun 1972, dan dianjurkan
juga menggunakan TB/U dan BB/TB untuk membedakan apakah kekurang gizi
terjadi kronis atau akut. Perbedaan dalam penggunaan indeks tersebut akan
memberikan gambaran prevalensi status gizi yang berbeda. Seperti yang terlihat pada
tabel 2.2 (Supariasa, 2005).
19
Tabel 2.2Status Gizi Berdasarkan Indeks Antropometri
(Persen dinyatakan terhadap median Baku NCHS)
Status GiziIndeks
BB /U TB /U BB/TBGizi BaikGizi SedangGizi KurangGizi Buruk
> 80 %71 % - 80 %61 % - 70 %
≤ 60%
> 90 %81 % - 90 %71 % - 80 %
≤ 70%
> 90 %81 % - 90 %71 % - 80 %
≤ 70%Sumber: yayak K. husaini. Antropometri sebagi indeks gizi dan kesehatan masyarakat.Medika. 2007.
1. Klasifikasi Status Gizi
Menurut Supariasa (2005), dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada
ukuran Baku, yang sering disebut dengan reference. Direktorat Bina Gizi Masyarakat,
Depkes dalam pemantauan status gizi (PSG) pada anak tahun 1999, klasifikasi status
gizi dapat diklasifikasikan menjadi 5, yaitu: Gizi lebih, gizi baik, gizi sedang, gizi
kurang, dan gizi buruk. Baku rujukan yang digunakan adalah WHO – NCHS
dengan indek berat badan menurut umur yang dapat dilihat pada tabel 2.3 dibawah
ini.
Tabel 2.3Kalsifikasi Status Gizi Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat
Depkes RI Tahun 2003Kategori Cut Of PointGizi lebihGizi baikGizi sedangGizi kurangGizi buruk
> 120 % median BB/U80 % - 120 % median BB/U70 % - 79,9 % median BB/U60 % - 69,9 % median BB/U< 60 % median BB/U
Dibawah ini akan diuraikan dari klasifikasi status gizi menurut WHO-NCHS, yaitu:
a. Gizi Lebih
20
Depkes RI (2003), mengemukakan bahwa anak berstatus gizi lebih, bila hasil
penimbangan berat badan anak menurut umur (BB/U) dan berasarkan hasil
penimbangan berat badan anak menurut tinggi (BB/TB) lebih dari 110% berdasarkan
nilai baku standar WHO-NCHS. Istilah gizi lebih di masyarakat dikenal dengan
sebutan obesitas atau kegemukan, pada umumnya diakibatkan karena kelebihan gizi.
Makin lama seorang anak mengalami obesitas, maka akan semakin besar
kemungkinan untuk tetap gemuk pada usia remaja dan dewasa, karenanya hal ini
merupakan masalah kesehatan yang harus diatasi sejak dini tanpa mengabaikan faktor
pertumbuhan anak. Peran keluarga, informasi gizi, aktifitas fisik, dan bimbingan
psikologis sangat diperlukan pada situasi seperti ini (Pudjiadi, 2006).
b. Gizi Baik
Gizi baik adalah suatu keadaan sehat yang disebabkan oleh konsumsi
makanan yang mengandung cukup gizi yang dibutuhkan dalam keadaan seimbang
baik jumlah maupun mutu (Apriadji, 2006). Menurut Winarno (2007) keadaan gizi
seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan keserasian antara
perkembangan fisik dan perkembangan mentalnya.
Anak berstatus gizi baik bila hasil penimbangan berat badan menurut umur
(BB/U) dan berdasarkan hasil penimbangan berat badan anak menurut tinggi badan
(BB/TB) berada pda kisaran 81%-110% berdasarkan nilai baku standar WHO-NCHS.
Pada keadaan status gizi baik, sehingga anak lebih terlindung dari berbagai jenis
penyakit dibandingkan dengan anak dalam keadaan kekurangan gizi (Supariasa,
2005).
21
c. Gizi Kurang
Anak berstatus gizi kurang adalah bila penimbangan berat badan menurut
umur (BB/U) dan penimbangan berat badan anak menurut tinggi badan (BB/TB)
menunjukkan hasil pada kisaran dari 60%-80% berdasarkan nilai baku standar WHO-
NCHS (Supariasa, 2005).
Secara umum gizi kurang disebabkan olek kekurangan energi atau protein,
namun kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa jarang dijumpai kasus anak
dengan gizi kurang yang menderita defisiensi protein yang biasanya disertai pula
dengan defisiensi protein murni. Anak dengan defisiensi protein biasanya disertai
pula dengan defisiensi energi atau nutrient lainnya, karena itu istilah yang juga sering
dipakai untuk gizi kurang atau gizi buruk adalah KEP (Supariasa, 2005).
d. Gizi Buruk
Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi
angka kecukupan gizi (Supariasa, 2005). Sedangkan menurut Apriadji (2006), gizi
buruk adalah keadaan tidak sehat yang disebabkan oleh konsumsi makanan yang
kurang, baik kualitas maupun kuntitasnya dalam waktu yang cukup lama.
Anak berstatus gizi buruk adalah bila penimbangan berat badan menurut umur
(BB/U) dan penimbangan berat badan anak menurut tinggi badan (BB/TB)
menunjukkan hasil kurang dari 60% berdasarkan nilai baku standar WHO-NCHS
(Supariasa, 2005).
22
2.6 Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori menurut Suhardjo, 2004
Faktor yang mempengaruhistatus gizi secara langsung:
a. Konsumsi Makananb. Infeksi
Faktor yang mempengaruhistatus gizi secara tidaklangsung:
a. Status sosial ekonomi/Kesediaan pangan ditingkat rumah tangga.
b. Daya beli yang kurangmemenuhi kebutuhan.
c. Tingkat pengetahuan,pendidikan, sikapperilaku tentang gizi dankecerdasan
Faktor yangmempengaruhikecerdasanIntelegensia. Keturunanb. Lingkunganc. Pencemaran
Lingkungan
Tingkat KecerdasanIntelegensi
Status Gizi
23
2.7 Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka konsep
2.8 Hipotesis Penelitian
Ha : Ada hubungan antara tingkat sosial ekonomi orang tua dan pendidikan ibu
terhadap status gizi anak SD Negeri 2 Seunagan Kabupaten Nagan Raya.
Pendidikan ibu
Status Sosial
Ekonomi Orang Tua
Variabel Independen Variabel Dependen
Status Gizi
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian.
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat analitik, yaitu untuk melihat
hubungan status sosial ekonomi serta pendidikan orang tua terhadap status gizi siswa
Sekolah Dasar Negeri 2 Seunagan Kabupaten Nagan Raya.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 2 Seunagan Kabupaten Nagan Raya
yang telah dilakukan pada Tanggal 06-13 September 2013.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SD Negeri 2 Seunagan
yang berjumlah 81 orang dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3.1 Jumlah siswa
Murid
Jumlah Murid Per Kelas
Total
JML murid
usia 7-121 2 3 4 5 6
Laki-laki 6 11 7 5 4 10 43
81Perempuan 3 5 7 8 11 4 38
Total 9 16 14 13 15 14 81
24
25
3.3.2 Sampel
Karena populasinya dapat di jangkau, maka sampel dalam penelitian ini
adalah total populasi.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dengan wawancara langsung dengan
siswa dan guru menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan.
3.4.2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sekolah, serta literatur-literatur
lainnya yang berhubungan dengan penelitian.
26
3. 5. Definisi Operasional.
Tabel 3.1. Varibel PenelitianNo Variabel Independen1 Variabel : Status sosial ekonomi orang tua
Definisi : Tingkat pendapatan orang tua yang di dapat darikegiatan/pekerjaan sehari-hari
Cara ukur : Wawancara.Alat ukur : KuesionerHasil ukur : a. Tinggi
b. RendahSkala ukur : Ordinal
____________________________________________________________________2. Variabel : Pendidikan Ibu
Definisi : Jenjang pendidikan terakhir yang di ikuti ibu respondendan dibuktikan dengan ijazah terakhir yang dimiliki.
Cara ukur : WawancaraAlat ukur : KuesionerHasil ukur : a. Tinggi
b. Menengahc. Rendah
Skala ukur : Ordinal____________________________________________________________________
_Variabel Dependen____________________________3. Variabel : Status Gizi
Definisi : Suatu keadaan dimana berat badan anak kurang dariberat ideal setelah di lakukan penimbangan danpengukuran tinggi badan
Cara ukur : Menimbang dan mengukur tinggi badan.Alat ukur : Timbangan dan papan ukurHasil ukur : a. Lebih
b. Baikc. Kurangd. Buruk
Skala ukur : Ordinal
27
3. 6. Aspek pengukuran
1. Status sosial ekonomi
1. Tinggi : jika melebihi upah minimum Provinsi
(≥Rp 1.500.000)
2. Rendah : jika di bawah upah minimum Provinsi
(<Rp 1.500.000)
(Upah Minimum Regional Provinsi Aceh tahun 2013)
2. Pendidikan Ibu :
1. Tinggi : jika pendidikan ibu lulusan Diploma dan di atasnya
2. Menengah : Jika ibu tamat sekolah Menengah (sederajat)
3. Rendah : jika ibu tamatan SD dan Madrasah
(Depdiknas, 2002)
3. Status gizi
1. Lebih : Apabila hasil penimbangan berat badan dan pengukuran
tinggi badan menunjukkan berat badan anak lebih dari ukuran ideal
2. Baik : Apabila hasil penimbangan dan pengukuran tinggi badan
menunjukkan berat badan anak memiliki ukuran ideal.
3. Kurang: Apabila hasil penimbangan dan pengukuran tinggi badan
menunjukkan berat badan anak kurang dari ukuran ideal.
4. Buruk : Apabila hasil penimbangan dan pengukuran tinggi badan
menunjukkan berat badan anak sangat kurang dari ukuran ideal, anak
menunjukkan kelainan sebagai akibat dari kurang gizi tersebut.
28
3.7. Analisis Data.
Data yang diperoleh diolah dengan secara manuual dan menggunakan
komputer dengan tahapan editing, coding, entry data dan cleaning. Data dianalisis
melalui prosedur bertahap,secara:
1. Analisis Univariat (Analisis Deskriptif)
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikankarakteristik setiap variabel penelitian.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara
variabel independen terhadap variabel dependen dengan menggunakan uji
statistik chi square pada taraf kepercayaan 95%.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Sekolah Dasar Negeri 2 Seunagan terletak di tengah-tengah Desa Kuta baro
Jeuram dengan jumlah murid sebanyak 81 orang dengan kriteria laki-laki 43 orang
dan perempuan 38. adapun jumlah guru adalah guru 11 orang dengan kriteria 8 orang
guru berstatus PNS dan 3 orang guru kontrak.
Adapun batas-batasnya adalah sebagai berikut:
1. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kuta Baro
2. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kuta Baro
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Padang
4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kuta Baro
4.2 Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dari tanggal 06 s/d 13 September 2013
di Sekolah Dasar Negeri 2 Jeuram terhadap 81 orang Responden didapatkan hasil
sebagai berikut:
4.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan data responden dan
variabel penelitian secara tunggal. Variabel penelitian terdiri dari status sosial
ekonomi orang tua, pendidikan ibu dan status gizi siswa.
29
30
4.2.1.1 Variabel Penelitian
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Status Sosial Ekonomi Orang Tuadi SDN 2 Seunagan Tahun 2013
No Status Sosial EkonomiOrang Tua
Frekuensi %
1 Tinggi 35 43,22 Rendah 46 56,8
Jumlah 81 100
Sumber : Data Primer Diolah 2013
Berdasarkan Tabel diatas terlihat bahwa kebanyakan dari responden berstatus
sosial ekonomi yang rendah sebanyak 46 orang (56,8%).
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu di SDN 2 SeunaganTahun 2013
No Pendidikan Ibu Frekuensi %1 Tinggi 23 28,42 Menengah 44 54,33 Rendah 14 17,3
Jumlah 81 100
Sumber : Data Primer Diolah 2013
Berdasarkan Tabel diatas terlihat bahwa kebanyakan dari responden
berpendidikan menengah sebanyak 44 orang (54,3%).
Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi Siswa di SDN 2Seunagan Tahun 2013
No Status Gizi Frekuensi %1 Lebih 19 23,52 Baik 45 55,63 Kurang 17 214 Buruk 0 0
Jumlah 81 100
Sumber : Data Primer Diolah 2013
31
Berdasarkan Tabel 4.3 diatas terlihat bahwa kebanyakan dari responden
berstatus gizi baik sebanyak 45 orang (55,6%).
4.2.2 Analisis Bivariat
Analisis Bivariat menggunakan uji Chi Square χ² terhadap significansi 0,05
yaitu melihat variabel sosial ekonomi orang tua, pendidikan ibu dan status gizi.
4.2.2.1 Status Sosial Ekonomi Orang Tua
Tabel 4.4 Hubungan antara Status Sosial Ekonomi Orang Tua Dengan StatusGizi Siswa di SDN 2 Seunagan Tahun 2013.
Status SosialEkonomi
Orang Tua
Status Gizi TotalLebih Baik Kurang Buruk
n % n % n % n % F % P
Tinggi 7 20 24 68,6 4 11,4 0 0 35 100
0,087Rendah 12 26,1 21 45,7 13 28,3 0 0 46 100
Jumlah 19 23,5 45 55,6 17 21 0 0 81 100
Tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa dari 81 responden yang di wawancarai,
24 orang (68,6%) dengan status sosial ekonomi orang tua yang tinggi dan status gizi
baik. Pada responden yang status sosial ekonominya rendah dan status gizinya baik
sebanyak 21 orang (45,7%).
Dari hasil perhitungan Chi Square pada derajat kemaknaan 95 % (ά=0,05)
diketahui bahwa nilai p value adalah 0,087 (> ά). Oleh karena itu Ho gagal di tolak
sehingga tidak ada hubungan .status sosial ekonomi orang tua dengan status gizi
siswa.
32
4.2.2.2 Pendidikan Ibu
Tabel 4.5 Hubungan antara Pendidikan Ibu Dengan Status Gizi Siswa di SDN 2Seunagan Tahun 2013
PendidikanIbu
Status Gizi TotalLebih Baik Kurang Buruk
n % n % n % n % F % P
0,777Tinggi 5 21,7 15 65,2 3 13,0 0 0 23 100
Menengah 10 22,7 23 52,3 11 25 0 0 44 100
Rendah 4 28,6 7 50 3 21,4 0 0 14 100
Jumlah 19 23,5 45 55,6 17 21 0 0 81 100
Tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa dari 81 responden yang di wawancarai,
15 orang (65,2%) dengan pendidikan ibu yang tinggi dan status gizi baik. Pada
responden dengan pendidikan ibu menengah dan status gizinya baik sebanyak 23
orang (52,3%). Sedangkan pada responden dengan pendidikan ibu yang rendah dan
status gizinya rendah sebanyak 7 orang (50%).
Dari hasil perhitungan Chi Square pada derajat kemaknaan 95 % (ά=0,05)
diketahui bahwa nilai p value adalah 0,777 (> ά). Oleh karena itu Ho gagal di tolak
sehingga tidak ada hubungan .antara pendidikan ibu dengan status gizi siswa.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Status Sosial Ekonomi Orang Tua
Faktor ekonomi keluarga banyak menentukan dalam keadaan gizi anak. Kalau
ekonomi keluarga kurang, konsumsi makanan hanya sekedar untuk menghilangkan
rasa lapar tanpa memperhitungkan nilai gizi dari makanan yang di makan.
33
Sebaliknya, bila ekonomi keluarga sudah baik, kebutuhan hidup dan konsumsi
makanan jadi lebih selektif dan berkualitas. Keluarga bisa memenuhi kebutuhan gizi
bagi anak tergantung dari kebutuhan. Selain konsumsi makanan di rumah, anak-anak
juga di bekali dengan uang jajan yang akan di gunakan untuk membeli makanan di
sekolah. Pada anak-anak yang berasal dari orang tua yang kurang mampu, uang jajan
sangat sedikit atau sering tidak ada, anak harus melawan keinginan untuk membeli
suatu makanan yang di inginkannya. Hal ini tentu berbeda dengan anak-anak yang
mempunyai uang jajan yang cukup, mereka dengan leluasa untuk membeli makanan
yang di inginkannya.
Berdasarkan pengamatan dan hasil penelitian, kebanyakan dari responden
berasal dari keluarga kurang mampu. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada
hubungan yang significan antara status sosial ekonomi orang tua dengan status gizi.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Rusniah (2010) di
SDN 2 Sultan Daulat Kabupaten Aceh Singkil, dimana tidak terdapat hubungan
antara faktor sosial ekonomi orang tua dengan status gizi siswa.
4.3.2 Pendidikan Ibu
Tingkat Pendidikan Ibu
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan melalui upaya pengajaran dan
pelatihan. Jadi tingkat pendidikan adalah tinggi rendahnya perubahan sikap dan
tingkah laku seseorang akibat usaha pendewasaan melalui pendidikan. Sedangkan
pengertian orang tua adalah seorang pria dan wanita yang menjadi ayah atau ibu
seseorang berdasarkan adat atau hukum yang berlaku.
34
Ibu lebih banyak berada bersama dengan anak di bandingkan ayah. Oleh
karena itu maka peran ibu dalam mendidik anak-anak sangat besar, hal ini sangat
menentukan terhadap perkembangan anak. Salah satu pengaruh yang sangat besar
yang di timbulkan oleh ibu tersebut mengenai status gizi anak, di karenakan peran ibu
yang menyiapkan makanan dan memberikan pada anak. Seorang ibu akan
memulainya dengan memilih makanan yang akan di masak sesuai selera anggota
keluarganya, membuat variasi makanan sehingga anggota keluarga terutama anak-
anak tidak jenuh dengan makanan-makanan tertentu.
Tingkat pendidikan ibu belum tentu mempengaruhi terhadap status gizi anak,
hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang significan antara tingkat
pendidikan ibu dengan status gizi anak. Hal ini bisa di maklumi karena pendidikan
yang sangat bervariasi. Seorang ibu dengan tingkat pendidikan tinggi belum tentu dia
memahami tentang masalah gizi seandainya ibu tersebut pendidikannya tidak
berhubungan dengan kesehatan. Bisa saja ibu yang mempunyai pengetahuan dalam
masalah gizi tidak bisa memenuhi kebutuhan gizi anggota keluarganya karena status
sosial ekonominya rendah. Selain itu juga di pengaruhi karena kesibukan ibu yang
tidak sempat untuk menyiapkan makanan yang bergizi bagi anak sebelum berangkat
atau pulang sekolah anaknya di karenakan ibu bekerja kantoran yang menuntut ibu
untuk pulang sore hari.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Rusniah
(2010) di SDN 2 Sultan Daulat Kabupaten Aceh Singkil, dimana tidak terdapat
hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi siswa.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan yang telah dijelaskan dapat dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Status ekonomi tidak menentukan terhadap keadaan gizi anak, dengan status
ekonomi yang tinggi orang tua mudah dalam memenuhi kebutuhan anak,
tetapi orang tua terkadang tidak selektif dalam memilih jenis makanan yang
memenuhi standar gizi. Selain itu anak yang berasal dari orang tua dengan
status ekonomi yang tinggi mendapatkan uang jajan yang lumayan besar, tapi
belum menjamin anak tersebut status gizinya lebih baik di bandingkan anak
yang berasal dari orang tua dengan status ekonomi rendah. Hal ini di
karenakan anak cenderung memilih makanan yang di sukai tanpa
memperhitungkan nilai gizinya.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara
status ekonomi orang tua dengan status gizi siswa (p value = 0,087).
2. Seorang ibu yang berpendidikan tinggi biasanya mempunyai pengetahuan
luas, tapi belum tentu anak-anaknya mempunyai status gizi yang lebih baik
dari ibu dengan pendidikan rendah. Hal ini di karenakan pendidikan yang
bersangkutan tidak berkenaan dengan kesehatan serta ibu dengan pendidikan
tinggi cenderung lebih sibuk sehingga tidak bisa memberikan perhatian penuh
pada anak-anaknya.
35
36
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara pendidikan ibu dengan status gizi siswa (p value = 0,777).
5.2. Saran
Dari kesimpulan yang telah diambil peneliti memberi saran sebagai berikut :
1. Kepada orang tua agar meningkatkan pengetahuan tentang gizi sehingga dapat
memilih dan menyiapkan makanan bagi anggota keluarganya terutama anak-
anak dengan makanan yang mempunyai nilai gizi sehingga anak dapat
tumbuh dan berkembang secara optimal.
2. Kepada pemerintah agar kembali menggalakkan pemberian makanan
tambahan (PMT) pada siswa sekolah dasar.
3. Kepada para guru supaya dapat mengajarkan pada murid mengenai makanan
yang baik untuk di konsumsi sehingga siswa tidak salah dalam membeli
jajanan di sekolah atau di luar sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Budiman, A 2005. Hubungan Antara Konsumsi Makanan, Prestasi Belajar, DenganStatus Gizi Dan Kadar Hb Anak Jalanan Di Bawah Asuhan BeberapaRumah Singgah Yang Ada Di Yogyakarta. Tesis Universitas Gadjah Mada.
Hardywinoto & Setiabudi (2000). Hubungan Frekuensi dan Asupan Gizi Makan Pagidengan Kadar Hemoglobin(HB) darah dan Konsentrasi di Sekolah PadaMurid Kelas V dan VI SDN Jetis I dan SDN Jetishardjo I Yogyakarta. TesisUniversitas Gadjah Mada.
Suhardjo, 2004. Perencanaan Pangan Dan Gizi, Bumi Aksara, Yakarta
Supariasa, 2004. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran (EGC), Jakarta.
Sukari, 2004. Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita. Puspa Swra, Jakarta
Sukirman, 2007. Tumbuh Kembang Anak Di lingkungan Keluarga, Jakarta
Setiawan. M, 2000. Dasar – dasar Ilmu Gizi. Malang. UMM.Press
Soemanto, W. 2008. Penelitian Bidang Pangan Dan Gizi Masyarakat, Depdiknas,Jakarta.
Recommended