View
3
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanggap darurat bencana dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
kebencanaan baik mitigasi, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi di
indonesia merupakan tanggung jawab pemerintah, seperti yang terdapat dalam
UU No 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana dan Peraturan Daerah
Kota Palangkaraya Nomor 1 tahun 2015 tentang organisasi dan tata kerja badan
penanggulangan bencana dan pemadam kebakaran. Indonesia yang merupakan
wilayah rawan bencana alam, sebagian besar bencana alam yang terjadi bertipe
bencana cepat terjadi (quick-onset natural disaster), baik yang terprediksi maupun
tidak (atau setidaknya sulit) diperkirakan. Pada jenis bencana seperti ini, tindakan-
tindakan pada fase tanggap darurat terlebih lagi penting dilakukan. Tahapan
tanggap darurat didalam kebencanaan bersifat cepat terjadi, segala sesuatu
ditandai dengan waktu tanggap yang sangat penting.
Bencana merupakan suatu rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Bencana kebakaran hutan
dan lahan dapat terjadi oleh faktor alam dan non alam. Kebakaran hutan dan lahan
akibat faktor alam dapat disebabkan oleh Sambaran petir, gesekan antar batang
ranting kering yang dapat mebuat percikan api, Aktivitas vulkanis seperti terkena
aliran lahar atau awan panas dari letusan gunung berapi, Kebakaran di bawah
tanah/ground fire pada daerah tanah gambut yang dapat menyulut kebakaran di
atas tanah pada saat musim kemarau. Faktor non alam disebabkan oleh campur
tangan manusia seperti pembakaran hutan untuk membuka lahan, membuang
2
puntung rokok yang masih menyala, tidak mematikan api setalah melakukan
aktivitas di hutan (camping, berburu dll). Bencana tersebut yang merupakan faktor
alam dan faktor non alam dapat menyebabkan kerugian materi atau non materi
bahkan menimbulkan korban jiwa, kerusakan lingkungan, dan dampak psikologis
masyarakat
Penyebaran hutan di Indonesia hampir berada di seluruh wilayah, sebagian
besar wilayah hutan di Indonesia merupakan lahan gambut yang sangat berpotensi
untuk pertumbuhan kelapa sawit. Luasan lahan gambut di dunia sebanyak
38.317.000 Ha terdapat di wilayah tropika dari total sebesar 423.825.000 Ha.
Indonesia menempati urutan ke 4 (empat) dalam hal luas total lahan gambut
sedunia. Sekitar 50% dari luasan lahan gambut tropika tersebut terdapat di
Indonesia yang tersebar di pulau-pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua.
Indonesia menempati urutan ke 4(empat) setelah Kanada, Uni Soviet, dan
Amerika Serikat. Lahan gambut di Indonesia dengan luas sekitar 21.000.000 Ha
merupakan lahan gambut terluas di bandingkan dengan negara tropis lainnya..1
Pembakaran hutan dan lahan telah lama dimanfaatkan pada praktek lahan
berpindah yang dilakukan oleh masyarakat adat dalam hutan. Pembakaran hutan
dan lahan dalam beberapa dasawarsa terakhir mulai banyak dimasukkam sebagai
salah satu pilihan dalam tindakan silvikultur (penanaman). Sejarah pemanfaatan
hutan juga menunjukan bahwa api telah digunakan sebagai alat bantu, misalnya
untuk pembersihan lahan pratanam pada sistem bercocok tanam ladang
berpindah.2 Bencana kebakaran hutan dan lahan umumnya dapat terjadi karena
1 Agus,F, dan Subiksa, Lahan Gambut : Potensi untuk pertanian dan aspek lingkungan, Balai
Penelitian tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAFT) Bogor, 2008 2 Widyastutik Sumardi, Dasar-dasar perlindungan hutan, gadjah mada university press
Yogyakarta, 2004 Hal. 161
3
musim kemarau yang disalah manfaatkan oleh masyarakat dan perusahaan yang
ingin membuka lahan.
Masyarakat dan perusahaan menggunakan momentum musim kemarau
karena lebih mudah, murah dan cepat. Perusahaan dapat menggunakan metode
lain dengan menggunakan pedoman Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) yang
dikeluarkan Direktorat Perlindungan Perkebunan. Pembukaan lahan tanpa bakar
memerlukan waktu yang panjang yaitu 48 hari kerja untuk membersihkan semak
belukar dengan tenaga manusia, setiap hektarnya dihargai Rp 2,4 juta. Kemudian
dilanjutkan dengan traktor selama 6 hari seharga Rp 1,2 juta perhektar, total biaya
Rp 3,6 juta perhektar3. Jauh dibandingkan dengan membakar pada saat musim
kemarau yang hanya memerlukan korek api dengan waktu kurang dari 10 menit
untuk memulai api. Pertimbangan biaya inilah yang membuat perusahaan ataupun
masyarakat lebih memilih membakar lahan dibandingkan membuka lahan tanpa
bakar.
Musim kemarau yang terjadi setiap tahun dan dimanfaatkan masyarakat
dan perusahaan merupakar faktor yang menyebabkan kebakaran hutan menjadi
bencana yang rutin. Titik panas (hotspot) tiap tahunnya berfluktiatif, pada bulan
agustus sampai oktober biasanya hotspot mencapai angka tertinggi, bisa dilihat
pada grafik kebakaran hutan di Indonesia tahun 2010-2014 di bawah :
3 Rony Muharrman. 2014. Asap Di Riau Disebabkan Biaya Buka Lahan Mahal. Diakses melalui
https://m.tempo.co/read/news/2014/03/14/058562222/asap-di-riau-disebabkan-biaya-buka-lahan-
mahal pada tanggal 1 april 2016 pukul 12.29
4
Grafik. 1.1 Grafik Kebakaran Hutan Di Indonesia Tahun 2010-2014
Sumber: Sipongi Kementrian LHK
Grafik menunjukan titik hotspot di Indonesia dari tahun 2010 hingga 2014,
titik hotspot setiap tahunnya berfluktuasi. Titik hotspot tertinggi di setiap
tahunnya terjadi pada bulan Juli sampai Desember dimana pada bulan itu
merupakan musim kemarau di Indonesia. Provinsi Kalimantan Tengah salah satu
Provinsi yang setiap tahunnya mengalami kebakaran hutan seperti daerah lainnya,
tahun 2015 menjadi tahun terparah kebakaran hutan Di Provinsi Kalimantan
Tengah itu dikarenakan gangguan cuaca El-Nino yang kerap terjadi setiap 5 tahun
sekali. Uraian hospot di kalimantan tengah tahun 2015 :
Tabel 1.1 Uraian Hospot di Kalimantan Tengah Tahun 2015 NO KABUPATEN HOTSPOT
1. BARITO SELATAN 135
2. BARITO TIMUR 170
3. BARITO UTARA 127
4. GUNUNGMAS 83
5. KAPUAS 586
6. KATINGAN 381
7. KOTA PALANGKARAYA 190
8. KOTAWARINGIN BARAT 399
9. KOTAWARINGIN TIMUR 573
10. LAMANDAU 78
11. MURUNGRAYA 78
12. PULANG PISAU 745
13. SERUYAN 515
14. SUKAMARA 232
5
Jumlah 4.292
Sumber : BPBD Provinsi Kalimantan Tengah
data sampai 20 november 2015
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat Kota Palangkaraya bukan
merupakan daerah yang memiliki hotspot terbanyak, namun kota Palangkaraya
menjadi wilayah yang mendapatkan perhatian lebih karena umumnya hutan atau
lahan yang terbakar terdapat di kawasan pemukiman. Kota Palangkaraya juga
mendapatkan dampak kabut asap yang cukup parah karena dilihat dari arah angin
yaitu timur tenggara dan berdasarkan jumlah hotspot, maka Kota palangkaraya
hanyalah sebagai korban asap kiriman dari beberapa daerah. Berdasarkan
perhitungan ISPU (Indeks Standar Pencemaran Udara) yang dikeluarkan Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pusat, konsentrasi partikulat
PM10 di Palangkaraya mencapai 1889,06 PM10. Dimana ISPU menurut standar
kesehatan seharusnya berada di angka 0-50 PM10, sehingga apabila menembus
angka 300 PM bahkan lebih dari itu, sangat berbahaya bagi kesehatan.4
Penanggulangan bencana alam di Indonesia sudah mulai berkembang dan
semakin efektif seiring dengan berdirinya lembaga-lembaga yang menangani serta
menanggulangi langsung bencana yang terjadi, yaitu Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) yang basisnya di tingkat Nasional. Tidak hanya
itu lembaga penanggulangan bencana juga terdapat di seluruh daerah di indonesia,
turunan dari BNPB yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk
tingkat daerah. Penanggulangan bencana di daerah perlu dimulai dengan adanya
sebuah kebijakan daerah yang bertujuan menanggulangi sesuai dengan peraturan.
Strategi penanggulangan bencana di daerah juga harus menyesuaikan dengan
4 Indira Rezkisari, Hari ini palangka raya capai indeks pencemaran terburuk.
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/10/16/nwautp328-hari-ini-palangka-raya-
capai-indeks-pencemaran-udara-terburuk diakses pada 12 agustus 2016
6
kondisi di daerah masing-masing agar penanggulangan bencana tepat sasaran,
efektif, efisien, berkelanjutan dan menyeluruh.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dibentuk berdasarkan
Peraturan Pemerintah (PP) No.08 tahun 2008, Sebagai pengganti Satuan
Koordinasi Pelaksana Penanganan Bencana (Satkorlak) di tingkat Provinsi dan
Satuan Pelaksana Penanganan Pencana (Satlak PB) di tingkat Kabupaten/Kota
yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden No.83 tahun 2005. Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah lembaga pemerintah non
departemen yang melaksanan tugas penanggulangan bencana di daerah baik
Provinsi maupun Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada kebijakan yang
ditetapkan oleh Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana5.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) merupakan salah satu
lembaga pemerintah non departemen yang melaksanakan tugas penanggulangan
bencana daerah meliputi provinsi, kota, kabupaten dengan berpedoman pada
kebijakan yang ditetapkan oleh Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan
Bencana. Bedasarkan Perda Kota Palangkaraya No 1 tahun 2015 tentang
organisasi dan tata kerja perangkat daerah Kota Palangkaraya mempunyai nama
badan yang berbeda dengan daerah lainnya yaitu Badan Penanggulangan Bencana
dan Pemadam kebakaran (BPBPK) Kota Palangkaraya karena bencana kebakaran
menjadi konsen pemerintah daerah mengingat bencana kebakaranlah yang paling
sering terjadi dan membawa dampak besar di Kota Palangkaraya.
5 Nur Khotimah Suri, analisis kinerja badan penanggulangan bencana daerah (BPBD) kabupaten
karo dalam upaya penanggulangan bencana erupsi gunung sinabung di kabupaten karo.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/54634/7/Cover.pdf . diakses 1 april 2016 pukul
23.32
7
BPBPK kota palangkaraya telah melakukan beberapa upaya dalam
memadamkan kebakaran hutan diantaranya :
1. Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan
pemerintah daeran dan BNPB
2. Menetapkan standarisasi dan kebutuhan
3. Menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana
4. Menyusun dan menetapkan prosedur
5. Memebntuk Tim serbu api kelurahan (TSAK) dan berkerjasama dengan
pemadam kebakaran swadaya
6. Merekrut lebih banyak anggota BPBPK
7. Mendirikan posko bersama dengan satuan TNI,
8. patroli keliling dan lain-lain.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa kebakaran hutan dan
lahan merupakan salah satu bencana yang rutin terjadi di setiap tahunnya. Kota
palangkaraya salah satu daerah yang menjadi langganan kebakaran hutan dan
lahan, mengingat pula kebakaran hutan dan lahan di kota palangkaraya umumnya
terjadi di dekat pemukiman warga maka dirasa perlu bagi kita untuk mengetahui
bagaimana BPBPK tanggap darurat menanggulangi bencana tersebut. Sehingga
penelitian ini mengambil judul “TANGGAP DARURAT BENCANA
KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN TAHUN 2015 (Studi Pada Badan
Penanggulangan Bencana Dan Pemadam Kebakaran Kota Palangkaraya)”
8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut rumusan masalahnya adalah :
1. Bagaimana tanggap darurat bencana kebakaran hutan dan lahan di Kota
Palangkaraya pada tahun 2015 ?
2. Apa sajakah persoalan yang dihadapi dalam penanganan tanggap darurat
bencana kebakaran hutan dan lahan di kota palangkaraya tahun 2015 ?
C. Tujuan.Penelitian
Mengacu pada permasalahan yang telah dikemukakan, maka tujuan yang
ingin dicapai adalah :
1. Untuk mengetahui tanggap darurat bencana kebakaran hutan dan lahan di
Kota Palangkaraya tahun 2015
2. Untuk mengetahui persoalan yang dihadapi dalam penanganan tanggap
darurat bencana kebakaran hutan dan lahan di Kota Palangkaraya tahun 2015
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu sebagai
pengetahuan tambahan dan pengalaman bagi penulis mengenai
penanggulangan bencana pasca kebakaran hutan dan lahan di Kota
Palangkaraya, serta sebagai bahan studi untuk memperkaya konsep atau teori
untuk pengembangan wawasan tentang penanggulangan bencana. Sarana bagi
penulis dalam melihat proses pengaplikasikan teori-teori yang sudah
dipelajari dalam mata kuliah, dalam hal ini yaitu mata kuliah pelayanan
9
publik. Melihat berbagai kegiatan atau rangkaian kegiatan penanggulangan,
tanggap darurat bencana dalam rangka melindungi masyarakat agar dapat
terhidar dari dampak kebakaran hutan dan lahan dan pengembalian ekosistem
hutan untuk keseimbangan kehidupan. Diharapkan pula agar hasil penelitian
ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan studi untuk penelian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang dapat diambil dari penelitian ini diharapkan
dapat memberikan sumbangan pemikiran, saran dan masukan dalam
pengoptimalan kesiapsiagaan, tanggap darurat bencana dan penanggulangan
bencana kebakaran hutan dan lahan di Kota Palangkaraya dan diharapkan
dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi perbaikan instansi terkait yaitu
Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) dalam
ketanggap daruratan bencana kebakaran hutan dan lahan.
E. Definisi Konsep dan Definisi Operasional
1. Definisi Konsep
a. Tanggap Darurat Bencana
1) Disaster Management/ Manajemen Bencana
Manajemen bencana (disaster manajemen) menurut W. Nick
Carter “ an applied science which seeks, by the systematic observation
and analysis of disasters, to improve measures relating to prevention,
mitigation, preparedness, emergency response, and recovery”.6
Manajemen bencana adalah dalah ilmu pengertahuan yang
6 Carter W. Nick., Manajemen Penanggulangan Bencana, Perpustakaan Nasional Data CIP (
Manila,Philipina : 1991 )
10
mempelajari bencana beserta segala aspek yang berkaitan dengan
bencana, terutama resiko bencana dan bagaimana menghindari resiko
bencana. Manajemen bencana merupakan proses dinamis tentang
bekerjanya fungsi-fugsi manajemen yaitu fungsi planning, organizing,
actualing dan controlling. Cara bekerja manajemen bencana adalah
melalui kegiatan-kegiatan yang ada pada tiap kuadran/ siklus/ bidang
kerja yaitu pencegahan, mitigasi dan kesiap siagaan, tanggap darurat,
serta pemulihan.7
Format standar/dasar manajemen bencana sebagaimana
dikemukakan Nick Carter dalam buku disaster management cycle,
digambarkan seperti tampak dibawah ini.
Bagan 1.1 Siklus Manajemen Bencana Nick Carter
Sumber: Nick Carter
Kegiatan manajemen bencana merupakan kegiatan yang tidak
berdiri sendiri, akan tetapi terkait dengan berbagai aspek kehidupan
masyarakat dan memerlukan pendekatan yang bersifat multi disiplin.
7 Nurjannah, dkk, Manajemen Bencana, alfabeta, bandung tahun 2012. Hal : 42
11
Peraturan perundang-undangan yang dijadikan acuan pun melingkupi
peraturan-perundang lintas sektor, sedangkan kegiatan dari lembaga
kebencanaan sebagian besar adalah mengkoordinasi kegiatan yang
dlilakukan oleh sektor.
2) Tanggap Darurat Bencana
Tanggap darurat merupakan segala kejadian yang tidak
direncanakan yang dapat menyebabkan kematian atau injury yang
signifikan pada para pekerja, pelanggan atau masyarakat umum atau
kejadian yang dapat mematikan bisnis atau usaha, menghentikan
kegiatan operasional, menyebabkan kerusakan fisik atau lingkungan,
atau sesuatu yang dapat mengancam kerugian fasilitas keuangan atau
reputasi perusahaan di mata masyarakat. 8
Ketanggap daruratan didalam kebencanaan bersifat cepat
terjadi, segala bentuk bencana ditandai waktu tanggap yang selalu
dianggap penting. Kejadiannya selalu berdampingan dengan kenyataan
banyaknya “aktor” didalam fase ketanggap daruratan dari yang berasal
dari swasta, dari pemerintah, maupun organisasi non- profit koordinasi
menjadi hal yang dianggap penting.Koordinasi merupakan faktor
penting dan efektif dalam mengurangi jumlah korban, waktu juga
suatu hal kritis yang terjadi pada fase tanggap darurat.Maka sistem
komando lah pilihan jenis koordinasi yang dianggap paling tepat.
Sistem komando merupakan salah satu janis koordinasi namun
dipimpin oleh satu orang agar semua dapat terorganisir dengan baik.
8 Federal Emergency Management Agency (FEMA) dalam Emergency Management Guide for
Business and Industry
12
b. Kebakaran Hutan
Kebakaran merupakan faktor ekologi potensial yang
mempengaruhi hampir seluruh ekosistem daratan, walau hanya terjadi
pada frekuensi yang sangat jarang. Pengaruh api terhadap ekosistem
ditentukan oleh intensitas, frekuensi dan tipe kebakaran yang terjadi serta
kondisi lingkungan.9 Kebakaran hutan merupakan Suatu keadaan dimana
hutan dilanda api yang mengakibatkan kerusakan terhadap hutan, dan
berdampak buruk pada hasil hutan yang menimbulkan kerugian nilai
lingkungan dan ekonomis.10
Pembakaran hutan dengan pembakaran yang apinya menjalar
bebas serta mengkonsumsi bahan bakar alam dari hutan seperti log,
tunggak pohon, gulma, semak belukar, serasah, rumput, ranting/cabang
pohon mati yang tetap berdiri, dedaunan dan pohon-pohon.11
Penyebab
kebakaran hutan bisa terjadi secara alami atau bisa pula disebabkan
perbuatan manusia. Kebakaran yang ditimbulkan akibat aktivitas manusia
pun bisa terjadi tak sengaja atau disengaja.
1) Penyebab Non Alami (Disebabkan manusia)
Kebakaran hutan umumnya berasal kegiatan-kegiatan masyarakat,
terdapat dua faktor diantaranya tidak sengaja serta disengaja. Faktor
bakaran tak disengaja atau non alami disebabkan oleh kelalaian atau
9Sumardi. widyastuti.S.M. 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Hutan. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press. Hal. 161 10
Peraturan Menteri Kehutanan No P.12/Menhut-11/2009 Tentang Pengendalian Kebakaran
Hutan 11
Saharjo,B.H. 2003, Pengendalian Kebakaran Hutan Dan Lahan Yang Lestari Perlukah
Dilakukan. Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan.bogor: Intitut Pertanian Bogor
13
sesuatu yang dilakukan tanpa sadar misalnya karena membuang puntung
rokok, tidak mematikan api unggun dengan benar, pembakaran sampah,
dan tindakan kelalaian lainnya. Kebakaran secara sengaja atau pembakaran
yang dilakukan dengan senggaja umumnya ditandai oleh banyaknya
masyarakat yang membakar hutan untuk membuka lahan pertanian atau
perkebunan serta melakukan pembakaran hutan karena ingin
mengeksploitasi sumber daya alam yang ada dibawahnya. Kebakaran
hutan di Indonesia 99% dipicu oleh manusia yang dengan sengaja
membakar dan yang membakar dengan tidak sengaja, hanya 1% kebakaran
yang terjadi karena faktor alam.12
2) Penyebab kebakaran hutan secara alami
Kebakaran hutan secara alami banyak dipicu oleh petir,
gesekan antara ranting atau semak belukar serta lelehan lahar gunung
api. Kebakaran alami oleh sambaran petir dapat menyebabkan
kebakaran apabila memang kondisi hutannya sangat memungkinkan
seperti telah terjadi kekeringan yang panjang sehingga peristiwa
tersebut dapat terjadi. Di hutan bagian negara lain seperti di Amerika
dan Kanada sambaran petir serta gesekan antar ranting pohonlah yang
sering menjadi memicu kebakaran hutan.Namun di Indonesia tidak
lumrah terjadi karena hutannya yang sebagian besar merupakan hutan
hujan tropis hal inilah yang membuatnya sedikit sulit terjadi. Sambaran
petir selalu beriringan dengan turunnya hujan atau sambaran petir yang
12
Syaufina.L. 2008. Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Indonesia. Malang : Bayumedia
14
selalu terjadi beriringan dengan hujan jadi sangat tidak mungkin dapat
menimbulkan kebakaran hutan.
Pemicu kebakaran secara alami lain adalah karena adanya
gesekan ranting pepohonan, cabang pohon serta semak belukar. Suatu
seperi kejadian ini biasanya hanya dapat terjadi pada hutan yang
kering. Pada hutan hujan tropis dengan kelembaban tinggi
kemungkinan pemicu kebakaran karena gesekan ranting pohon serta
semak belukar sangat kecil.
2. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah petunjuk tentang bagaimana suatu variabel
diobservasi atau diukur indikator dari penelitian penanggulangan bencana
pasca kebakaran hutan dan lahan di Kota Palangkaraya:
Tanggap Darurat Bencana Kebakaran Hutan Tahun 2015 (Studi Pada BPBPK
Kota Palangkaraya)
Tanggap darurat bencana :
1) Pengkajian kondisi
2) Penetapan status keadaan darurat
3) Pemadaman kebakaran
4) Penyelamatan dan pemulihan
15
Kerangka Berpikir
-------
Tanggap Darurat Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kota Palangkaraya
Manajemen Bencana
Tanggap Darurat bencana
Pemerintah Kota BPBPK
Penetapan
Status
Menetapkan
status keadaan
darurat bencana
(Kepala Daerah
/ Walikota )
Pengkajian kondisi
- Menentukan jangkauan
lokasi bencana
- Mendata Titik api
(hotspot)
- Memantau
perkembangan ISPU
- Memantau jarak
pandang (visibility)
- Mendata korban
terdampak bencana
Penyelamatan dan
pemulihan
- Pembentukan
satgas
Watyangkes
- Menyediakan
layanan
kesehatan darurat
Memberikan perlindungan dan rasa aman kepada masyarakat
Berdasarkan :
UU No 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana
Pemadaman
kebakaran hutan
- Pembentukan
posko siaga
bencana
- Pemadaman
jalur darat
- Memadaman
jalur udara
15
Ilustrasi konsep tanggap darurat coppola
16
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif
penelitian deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi
yang tepat, melukiskan secara tepat sifat-sifat dari beberapa fenomena
kelompok atau individu, menentukan frekuensi terjadinya suatu keadaan untuk
meminimalkan bias dan memaksimalkan reabilitas salah satu jenis penelitian
yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial
atau dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena
atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang
berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti antara fenomena yang diuji.
Lain halnya dengan Mliller dan Krik yang menberikan definisi bahwasannya
penelitian kualitatif merupakan suatu tradisi tertentu didalam ilmu
pengetahuan sosial yang dengan fundamental tergantung dengan pengamatan
pada manusia didalam kawasan manusia sendiri serta berhubungan dengan
orang-orang tersebut bahasanya serta peristilahannya.
Penelitian deskriptif kualitatif memiliki tujuan untuk menganalisis,
mencatat, menginterpretasikan serta mendeskripsikan suatu kondisi terkini
yang terjadi atau untuk memperoleh informasi mengenai suatu keadaan.
Hakikatnya penelitian ini sendiri adalah suatu metode dalam meneliti status
suatu objek atau kelompok manusia dengan tujuan membuat deskriptif,
lukisan atau gambaran secara sistematis, akurat serta faktual dan
mengidentifikasi berdasarkan fakta-fakta atau fenomen yang diselidiki.
17
Penelitian deskriptif kualitatif adalah sebuah metode dalam meneliti
untuk mendeskripsikan serta mencari suatu fakta dengan menggambarkannya
dengan terstruktur dalam upaya pengumpulan data yang dibutuhkan saat
melakukan penelitian dengan obyek penelitian dan berbagai fakta di lapangan
atau sesuatu yang dihasilkan peneliti langsung dari tempat yang diteliti.
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan informasi dan fakta yang akurat dari
tempat yang diteliti. Sehingga hasil dari semua data yang telah dikumpulkan
peneliti akurat, terpercaya, benar adanya dan dapat dibuktikan.
2. Lokasi .Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat tujuan yang akan menjadi wadah bagi
peneliti untuk menemukan berbagai temuan data dan informasi yang
dibutuhkan. Dalam penelitian ini yang menjadi tujuan peneliti adalah Badan
Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) kota
Palangkaraya jalan Badak no. 03 Kelurahan Bukit Tunggal Kecamatan Jekan
Raya Kota Palangkaraya Kalimantan tengah.
3. Sumber Data
Sumber data merupakan sumber informasi yang digunakan peneliti
sebagai bahan dan acuan untuk melakukan penelitian. Data yang diperoleh
dari sumber-sumber informasi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti
digunakan untuk memperoleh hasil yang baik. Sumber data diperoleh
hasruslah akurat dan berdasarkan fakta yang terdapat di lapangan. Melihat
permasalahan yang masih menjadi kendala dalam hal ketanggap daruratan
bencana kebakaran hutan dan lahan di kota Palangkaraya. Dalam penelitian ini
sumber data yang digunakan adalah :
18
a. Data Primer
Merupakan data yang diperoleh langsung oleh peneliti dapat
berupa catatan dan hasil observasi dan data berdasarkan wawancara
kepada informan yang terkait dengan bahasan peneliti yang dilengkapi
dengan catatan tertulis atau menggunakan alat bantu rekam, seperti tape
recorder, handphone dan sebagainya. Data primer merupakan kumpulan
informasi yang dikumpulkan peneliti langsung dari sumbernya.13
Penggunaan sumber data primer sebagai upaya memudahkan
peneliti dalam mendapatkan bahan serta informasi yang diperlukan dalam
penelitian. Peneliti yang akan berhadapan dengan subyek penelitian secara
langsung.Sumber data ini juga dapat dijadikan sebagai bukti bahwa data
dari penelitian ini langsung diperoleh dari lembaga atau instansi yang
menjadi objek penelitian. Data primer adalah data yang diperoleh secara
langsung oleh peneliti baik melalui narasumber dalam penelitian ini adalah
pegawai BPBPK Kota Palangkaraya.
b. Data Sekunder
Data skunder (data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data
yang menunjang data primer. Dalam penelitian ini yang dapat dijadikan
sebagai data sekunder adalah lembaga pemerintah maupun lembaga atau
institusi non-pemerintah yang mempunyai hubungan dengan pihak
Perpustakaan Daerah. Data sekunder lain yang digunakan bersumber dari
13
Hermawan Warsito. 1995 Pengantar Metode Penelitian, jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
19
buku, jurnal, laporan tahunan, dan dokumen lain yang menunjang
penelitian serta data yang diperoleh dari literarure, atau kajian media).
Data sekunder merupakan data yang sebelumnya telah
dikumpulkan oleh peneliti lain, dalam penemuan data skunder peneliti
tidak memperoleh data sendiri hanya mengunakan data yang sudah
tersedia.Data yang diperoleh dapat berupa bentuk jadi atau yang
sebelumnya sudah diolah oleh kantor, lembaga atau instansi lain. Data lain
dapat berbentuk karya ilmiah, dokumen resmi yang didapat dari BPBPK
(Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran), surat kabar
lokal, atau dari media elektronik seperti dari internet atau televisi serta
peratura aytau UU yang berkaitan dengan penelitian.
4. Subyek Penelitian
a. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Dan Pemadam Kebakaran Kota
Palangkaraya
b. Bidang Pencegahan Dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana
Dan Pemadam Kebakaran Kota Palangkaraya
c. Bidang Pemadam Kebakaran Badan Penanggulangan Bencana Dan
Pemadam Kebakaran Kota Palangkaraya
d. Bidang Manajemen Bencana Dan Kebakaran Kota Badan Penanggulangan
Bencana Dan Pemadam Kebakaran Kota Palangkaraya
5. Teknik Pengumpulan Data
Metode mengumpulkan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini
adalah :
20
a. Wawancara
Pada penelitian ini peneliti melakukan wawancara terstruktur yang
merupakan teknik wawancara yang sebelumnya sudah di organisir dan
dikelompokkan berdasarkan kategori, kemudian memberikan pertanyaan
secara lisan dengan menggunakan draf pertanyaan dengan narasumber
yang dapat menjawab seta dapat menjelaskan yang tentunya menguasai
permasalahan yang ditanyakan. Wawancara dilakukan tetap dalam lingkup
penelitian, tidak meluas pada masalah lainnya.14
.Wawancara atau
percakapan yang didalamnya terdapat proses tanya jawab yang dilakukan
bertujuan untuk memperoleh informasi tanggap darurat bencana BPBPK
kota palangkaraya. Wawancara dilakukan dengan bertemu langsung
dengan narasumber untuk bertukar informasi melalui tanya jawab.
b. Observasi
Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja dan
merupakan suatu metode dalam upaya pengumpulan data denganmenggali
serta mencatat berbagai informasi berdasarkan berbagai hal yang
disaksikan secara langsung baik dengan melihat, mendengar dan dilakukan
dengan cara mengamati langsung ke tempat yang akan di teliti, kemudian
dicatat oleh peneliti secara subyektif. Penelitian ini menggunakan
observasi terstruktur yaitu observasi yang dilakukan secara sistematis,
tentang apa yang diamati, dimana dan kapan tepatnya. Data yang diperoleh
dari observasi adalah data untuk mengetahui tanggap darurat bencana
BPBPK Kota Palangkaraya. Menggunakan metode pengumpulan data
14
Gulo. W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : Grasindo Hlm -118
21
berdasarkan hasil observasi agar dapat diketahui kondisi terkini yang
terjadi pada lokasi penelitian yaitu Kota Palangkaraya. Agar peneliti dapat
terbantu dalam mengumpulkan data ataupun informasi yang dibutuhkan
benar adanya, akurat, dan dapat dibuktikan kebenarannya.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan metode yang dilaksanakan dengan
mencatat, menganalisis laporan kegiatan, mengambil gambar,
menganalisis dokumen-dokumen resmi, peraturan serta berbagai arsip
yang tersedia di BPBPK Kota Palangkaraya terkait dengan tujuan
mendapatkan bagian yang menunjang secara teoritis terhadap data
penelitian. dokumentasi dapat pula berupa foto, atau video selama
kegiatan berlangsung. Dokumentasi dilakukan untuk mendapatkan data
yang lengkap, seperti dokumen tentang latar belakang dan kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan yang berhubungan dengan fungsi rekreatif.
Data yang didapat dari dokumentasi merupakan data yang valid dan tidak
diragukan kebenaranya.
6. Teknik Analisa Data
Analisis data merupsksn suatu proses yang digunakan dengan cara
mengorganisasikan data kemdian mengurutkannya berdasarkan pola, kategori
serta berdasarkan variabel dan jenis responden. Teknik analisa yang
digunakan peneliti adalah menggunakan analisis deskriptif-kualitatif yang
merupakan teknik yang menggambarkan serta menginterpretasikan makna
dari data yang telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam
aspek situasi yang ditelii. Peneliti juga berperan aktif selama waktu
22
pengumpulan data, selanjutnya mereduksi data, menyajikan data, serta
malakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi sebagaimana digambarkan
Milles dan Huberman.15
Komponen Analisa Data dengan Model Interaktif.
16
a. Pengumpulan data
Dalam mengumpulkan data peneliti memanfaatkan data primer
sebagai sumber utama dan data skunder sebagai data pendukung. Teknik
dalam pengumpulan data yang diperoleh yang merupakan kumpulan fakta
serta fenomena berdasarkan hasil temuan dan data lapangan berupa
gambaran, dokumen, foto, laporan, artikel, dan sebagainya yang belum
terorganisir. Hasil data kemudian di olah pada saat tahap reduksi data.
b. Reduksi Data
Reduksi data merupakan upaya dalam merangkum hal pokok
kemudian memilih, meemusatkan perhatian, memfokuskan hanya pada hal
penting kemudian menganalisis berdasarkan tema dan polanya
berdasarkan pengabstrakan transformasi serta pada data kasar yang
muncul dari catatan lapangan. Langkah yang dilakukan dalam tahapan ini
akan memberikan gambaran yang spesifik serta mempermudah peneliti
15
Miles, Matthew B dan Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif.Jakarta: UI-
Press.Hlm:23 16
Ibid. Hlm 20
23
dalam meneliti dan melakukan pengumpulan data selanjutnya kemudian
diolah sedemikian rupa untuk menarik kesimpulan sementara.
c. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan untuk mensistemasikan data yang telah
melewati tahap sebelumnya yaitu tahap reduksi sehingga terlihat inti
permasalahan secara utuh. Mendisplay data atau penyajian data perlu
dilihat kembali gambaran keseluruhan lalu baru kemudian dapat dilakukan
mencari informasi serta mendalami permasalahan. Dalam penyajian data
diupayakan agar data hasil reduksi terorganisasikan serta terimpretasikan
dengan baik dalam penyusunan pola agar mudah di pahami, penyajian data
dapat melalui bagan, penjabaran maupun naratif dan menghubungkan
bedasarkan kategori. Jadi, pada tahapan penyajian data tidak hanya
mendeskripsikan denan naratif juga disertai dengan penarikan kesimpulan.
d. Penarikan Kesimpulan
Tahapan akhir dari suatu penelitian adalah penarikan kesimpulan
yang merupakan upaya mengemukakan hasil akhir dari sebuah penelitian.
Penarikan kesimpulan dapat dimaknai sebagai upaya memahami makna
ataupun suatu sebab-akibat yang dihasilkan. Tahapan yang silakukan
sebelum masuk ketahapan penarikan kesimpulan peneliti terlebih dahulu
melakukan reduksi data, menyajikan data serta selanjutnya yang
merupakan tahap akhir yaitu melakukan penarikan kesimpulan.
Recommended