View
227
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
7
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada Bab II akan dijelaskan pengertian-pengertian dasar yang
digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab selanjutnya yaitu peramalan
data runtun waktu (time series), konsep dasar time series, stasioneritas dan
nonstasioneritas, Autocorrelation Function (ACF) dan Parsial Autocorrelation
Function (PACF), white noise, model-model ARIMA, heteroskedastisitas,
volatilitas, efek ARCH, model ARCH, dan model GARCH.
A. Peramalan
Peramalan pada dasarnya merupakan proses menyusun informasi
tentang kejadian masa lampau yang berurutan untuk menduga kejadian di
masa depan (Frechtling, 2001: 8). Peramalan bertujuan mendapatkan ramalan
yang dapat meminimumkan kesalahan meramal yang dapat diukur dengan
Mean Absolute Percent Error (MAPE) (Pangestu Subagyo, 1986: 1).
Peramalan pada umumnya digunakan untuk memprediksi sesuatu yang
kemungkinan besar akan terjadi misalnya kondisi permintaan, banyaknya
curah hujan, kondisi ekonomi, dan lain-lain.
Atas dasar logika, langkah dalam metode peramalan secara umum
adalah mengumpulkan data, menyeleksi dan memilih data, memilih model
peramalan, menggunakan model terpilih untuk melakukan peramalan, evaluasi
hasil akhir.
8
Berdasarkan sifatnya, peramalan dibedakan menjadi:
1. Peramalan Kualitatif
Peramalan yang didasarkan atas data kualitatif pada masa lalu. Hasil
peramalan kualitatif didasarkan pada pengamatan kejadian–kejadian di
masa sebelumnya digabung dengan pemikiran dari penyusunnya.
2. Peramalan Kuantitatif
Peramalan yang didasarkan atas data kuantitatif masa lalu yang diperoleh
dari pengamatan nilai–nilai sebelumnya. Hasil peramalan yang dibuat
tergantung pada metode yang digunakan, menggunakan metode yang
berbeda akan diperoleh hasil peramalan yang berbeda.
B. Konsep Dasar Time Series
Time series adalah suatu rangkaian atau seri dari nilai-nilai suatu
variabel atau hasil observasi, dalam hal ini adalah nilai indeks harga saham,
yang dicatat dalam jangka waktu yang berurutan (Atmaja, 2009: 29).
Metode time series adalah metode peramalan dengan menggunakan analisa
pola hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu
atau analisis time series, antara lain:
1. Metode Smoothing
2. Metode Box–Jenkins (ARIMA)
3. Metode Proyeksi trend dengan Regresi.
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan peramalan adalah pada
galat (error), yang tidak dapat dipisahkan dalam metode peramalan. Untuk
9
mendapatkan hasil yang mendekati data asli, maka seorang peramal berusaha
membuat error-nya sekecil mungkin.
Dengan adanya data time series, maka pola gerakan data dapat
diketahui. Dengan demikian, data time series dapat dijadikan sebagai dasar
untuk:
a. Pembuatan keputusan pada saat ini.
b. Peramalan keadaan perdagangan dan ekonomi pada masa yang akan
datang.
c. Perencanaan kegiatan untuk masa depan.
Analisa data time series adalah analisa yang menerangkan dan
mengukur berbagai perubahan atau perkembangan data selama satu periode
(Hasan, 2002: 184). Analisis time series dilakukan untuk memperoleh pola
data time series dengan menggunakan data masa lalu yang akan digunakan
untuk meramalkan suatu nilai pada masa yang akan datang. Dalam time series
terdapat empat macam tipe pola data, yaitu:
1) Horizontal
Tipe data horizontal ialah ketika data observasi berubah-ubah di sekitar
tingkatan atau rata-rata yang konstan. Sebagai contoh penjualan tiap bulan
suatu produk tidak meningkat atau menurun secara konsisten pada suatu
waktu.
2) Musiman (Seasonal)
Tipe data seasonal ialah ketika observasi dipengaruhi oleh musiman, yang
ditandai dengan adanya pola perubahan yang berulang secara otomatis dari
10
tahun ke tahun. Sebagai contoh adalah pola data pembelian buku baru pada
tahun ajaran baru.
3) Trend
Tipe data trend ialah ketika observasi naik atau menurun pada perluasan
periode suatu waktu. Sebagai contoh adalah data populasi.
4) Cyclical
Tipe data cyclical ditandai dengan adanya fluktuasi bergelombang data
yang terjadi di sekitar garis trend. Sebagai contoh adalah data-data pada
kegiatan ekonomi dan bisnis.
C. Matriks
Matriks adalah susunan segiempat siku-siku dari bilangan-bilangan.
Bilangan – bilangan dalam jajaran tersebut disebut entri dari matriks (Anton,
2004 : 26). Jika A adalah suatu matriks dengan entri yang menyatakan baris
ke-i dalam kolom ke-j dari A maka matriks A dapat dinyatakan A= .
Ukuran matriks dijelaskan dengan menyatakan banyaknya baris dan banyaknya
kolom yang terdapat dalam matriks tersebut.
Jika A adalah suatu matriks berukuran maka secara umum
ditulis sebagai berikut:
Misalkan ada sistem persamaan linear sebagai berikut:
11
Maka sistem persamaan diatas dapat dituliskan dalam bentuk matriks sebagai
berikut
(2.1)
dengan
, ,
Pada persamaan (2.1) jika adalah sistem yang terdiri dari n
persamaan linear dalam n bilangan tak diketahui dan det (A) ≠ 0 , maka sistem
tersebut penyelesaian sebagai berikut :
,
12
Dengan adalah matriks yang diperoleh dengan menggantikan entri-
entri dalam kolom ke-j dari A dengan entri-entri dalam matriks B.
Penyelesaian ini dinamakan Aturan Cramer.
D. Variansi
Sifat penggandaan dan pembagian variansi sebagai berikut (Walpole,
1992):
Bila suatu peubah acak dan suatu konstanta, maka
(2.2)
(2.3)
Jadi, bila suatu peubah acak digandakan atau dibagi dengan suatu konstanta,
maka ragam semula harus digandakan atau dibagi dengan kuadrat konstanta
tersebut.
E. Maksimum Likelihood Estimator (MLE)
Menurut Bain dan Engelhardt (1992), misalkan adalah sampel
random dari populasi dengan densitas , fungsi likelihood didefinisikan
dengan:
Bila fungsi likelihood ini terdiferensialkan dalam maka calon estimator
likelihood yang mungkin adalah sedemikian sehingga:
13
(2.4)
Untuk membuktikan bahwa benar-benar memaksimumkan fungsi likelihood
harus ditunjukkan bahwa:
(2.5)
Dalam banyak kasus dimana diferensi digunakan, akan lebih mudah bekerja
pada logaritma dari yaitu . Hal ini dimungkinkan karena fungsi
logaritma naik tegas pada yang berarti bahwa mempunyai ekstrem
yang sama.
Sehingga untuk menentukan estimator maksimum likelihood dari sebagai
berikut:
1. Tentukan fungsi likelihood
2. Bentuk log-likelihood
3. Tentukan turunan dari terhadap
Penyelesaian dari persamaan poin 3 merupakan estimator maksimum
likelihood untuk .
14
4. Tentukan turunan kedua dari terhadap . Jika
, maka akan membuktikan bahwa benar-benar memaksimumkan fungsi
likelihood .
F. Stasioneritas dan Nonstasioneritas
Stasioneritas berarti bahwa tidak terdapat perubahan yang drastis pada
data. Fluktuasi data berada disekitar suatu nilai rata-rata yang konstan, tidak
tergantung pada waktu dan variansi dari fluktuasi tersebut (Makridakis, 1995:
351). Data time series dikatakan stasioner jika rata-rata dan variansinya
konstan, tidak ada unsur trend dalam data, dan tidak ada unsur musiman.
Apabila data tidak stasioner, maka perlu dilakukan modifikasi untuk
menghasilkan data yang stasioner. Salah satu cara yang umum dipakai adalah
metode pembedaan (differencing). Untuk menentukan apakah series stasioner,
nonstasioner dapat dibantu dengan melihat plot dari series atau bentuk
difference-nya. Proses differencing dapat dilakukan untuk beberapa periode
sampai data stasioner, yaitu dengan cara mengurangkan suatu data dengan data
sebelumnya.
Menurut Makridakis, dkk (1995: 382) notasi yang sangat bermanfaat
dalam metode pembedaan adalah operator shift mundur (backward shift), B,
sebagai berikut:
(2.6)
15
Notasi yang dipasang pada , mempunyai pengaruh menggeser
data 1 periode ke belakang. Dua penerapan untuk akan menggeser data
tersebut 2 periode ke belakang, sebagai berikut:
(2.7)
Apabila suatu time series tidak stasioner, maka data tersebut dapat dibuat lebih
mendekati stasioner dengan melakukan pembedaan pertama.
(2.8)
Menggunakan operator shift mundur, persamaan (2.8) dapat ditulis kembali
menjadi
(2.9)
Pembedaan pertama dinyatakan oleh
Sama halnya apabila pembedaan orde kedua (yaitu pembedaan
pertama dari pembedaan pertama sebelumnya) harus dihitung, maka;
(2.10)
Pembedaan orde kedua diberi notasi , sedangkan pembedaan
pertama .
16
Tujuan dari menghitung pembedaan adalah untuk mencapai
stasioneritas dan secara umum apabila terdapat pembedaan orde ke- untuk
mencapai stasioneritas, ditulis sebagai berikut:
Selanjutnya stasioneritas dibagi menjadi 2 (Wei, 2006: 80), yaitu:
1. Stasioner dalam mean (rata-rata)
Stasioner dalam mean adalah fluktuasi data berada di sekitar suatu nilai
rata-rata yang konstan, tidak tergantung pada waktu dan variansi dari
fluktuasi tersebut. Dari bentuk plot data seringkali dapat diketahui bahwa
data tersebut stasioner atau tidak stasioner. Apabila dilihat dari plot ACF,
maka nilai-nilai autokorelasi dari data stasioner akan turun menuju nol
sesudah time lag (selisih waktu) kedua atau ketiga.
2. Stasioneritas dalam Variansi
Suatu data time series dikatakan stasioner dalam variansi apabila struktur
data dari waktu ke waktu mempunyai fluktuasi data yang tetap atau konstan
dan tidak berubah-ubah. Secara visual untuk melihat hal tersebut dapat
dibantu dengan menggunakan plot time series, yaitu dengan melihat
fluktuasi data dari waktu ke waktu.
G. Fungsi Autokorelasi dan Fungsi Autokorelasi Parsial
Dalam metode time series, alat utama untuk mengidentifikasi model
dari data yang akan diramalkan adalah dengan menggunakan fungsi
Autokorelasi/Autocorrelation Function (ACF) dan fungsi Autokorelasi
parsial/Partial Autocorrelation Function (PACF).
17
Menurut Wei (2006: 10) dari proses stasioner suatu data time series
( diperoleh dan variansi , yang
konstan dan kovariansi ), yang fungsinya hanya pada perbedaan
waktu | . Maka dari itu, hasil tersebut dapat ditulis sebagai
kovariansi antara dan sebagai berikut:
(2.11)
dan korelasi antara sebagai
(2.12)
dimana notasi . Sebagai fungsi dari , disebut
fungsi autokovariansi dan disebut fungsi autokorelasi (ACF), dalam analisis
time series dan menggambarkan kovarian dan korelasi antara dan
dari proses yang sama, hanya dipisahkan oleh lag ke- .
Fungsi autokovariansi sampel dan fungsi autokorelasi sampel dapat
ditulis sebagai berikut:
(2.13)
dan
, (2.14)
dengan
(2.15)
Fungsi autokovariansi dan fungsi autokorelasi memiliki sifat-
sifat sebagai berikut:
18
1. .
2. .
3. dan untuk semua , dan adalah fungsi yang
sama dan simetrik lag . Sifat tersebut diperoleh dari perbedaan
waktu antara dan . Oleh sebab itu, fungsi autokorelasi sering
hanya diplotkan untuk lag nonnegatif. Plot tersebut terkadang disebut
korrelogram.
Menurut Alan Pankratz, pendugaan koefisien autokorelasi ( kr ) adalah
dugaan dari koefisien autokorelasi secara teoritis yang bersangkutan ( k ).
Nilai dari kr tidak sama persis dengan k
yang berkorespondensi dikarenakan
error sampling. Distribusi dari kemungkinan nilai-nilai disebut dengan
distribusi sampel. Standar error dari distribusi sampling adalah akar dari
penduga variansinya.
Pengujian koefisien autokorelasi:
H0 : (Koefisien autokorelasi tidak berbeda secara signifikan
dengan nol)
H1 : (Koefisien autokorelasi berbeda secara signifikan dengan nol)
Statistik uji: )( k
k
rSE
rt
(2.16)
dengan
T
r
rSE
k
j
j
k
1
1
221
(2.17)
19
dengan,
: standar error autokorelasi pada saat lag k
: autokorelasi pada saat lag j
k : time lag
T : banyak observasi dalam data time series
Kriteria keputusan: tolak H0 jika nilai df
hitung tt,
2
dengan derajat bebas
df = T-1, T merupakan banyaknya data dan k adalah lag koefisien autokorelasi
yang diuji.
Pada Gambar 2.1 memperlihatkan plot ACF untuk data stasioner,
dimana hanya lag pertama saja yang signifikan, sedangkan lag–lag berikutnya
berada di dalam daerah interval.
Gambar 2.1 Plot ACF Data Stasioner
Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF) pada lag-k adalah korelasi di
antara dan setelah dependensi linear antara dan variabel
antara dihapus (Dedi Rosadi, 2011: 31).
Lag
Au
toco
rre
lati
on
605550454035302520151051
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Autocorrelation Function for return(with 5% significance limits for the autocorrelations)
20
Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur tingkat keeratan
(association) antara dan , apabila pengaruh dari time lag 1, 2, 3, . . . ,
dan seterusnya sampai dianggap terpisah (Makridakis, 1995: 345). Ada
beberapa prosedur untuk menentukan bentuk PACF yang salah satunya akan
dijelaskan sebagai berikut. Menurut Wei (2006: 12) fungsi autokorelasi parsial
dapat dinotasikan dengan:
misalkan adalah proses yang stasioner dengan , selanjutnya
dapat dinyatakan sebagai model linear
(2.18)
dengan adalah parameter regresi ke-i dan adalah nilai kesalahan yang
tidak berkorelasi dengan untuk . Untuk mendapatkan nilai
PACF, langkah pertama yang dilakukan adalah mengalikan persamaan (2.18)
dengan pada kedua ruas sehingga diperoleh:
(2.19)
Selanjutnya, nilai ekspektasi dari (2.19) adalah
Dimisalkan nilai , j = 0,1,…k dan karena
, sehingga diperoleh
(2.20)
21
Persamaan (2.20) dibagi dengan
(2.21)
diperoleh
, (2.22)
dan diberikan
Untuk didapatkan sistem persamaan sebagai berikut:
(2.23)
Sistem persamaan (2.23) dapat diselesaikan dengan menggunakan aturan
Cramer. Persamaan (2.23) untuk digunakan untuk mencari
nilai-nilai fungsi autokorelasi parsial lag k yaitu .
a. Untuk lag pertama (k = 1) dan j = 1 diperoleh sistem persamaan sebagai
berikut :
, karena sehingga
, yang berarti bahwa fungsi autokorelasi parsial pada lag
pertama akan sama dengan fungsi autokorelasi pada lag pertama.
b. Untuk lag kedua (k = 2) dan j =1,2 diperoleh sistem persamaan :
(2.24)
22
Persamaan (2.24) jika ditulis dalam bentuk matriks akan menjadi
(2.25)
, dan dengan menggunakan aturan Cramer
diperoleh
c. Untuk lag ketiga (k = 3) dan j = 1,2,3 didapatkan sistem persamaan
(2.26)
Persamaan (2.26) jika dinyatakan dalam bentuk matriks menjadi
(2.27)
, dan dengan menggunakan aturan
Cramer diperoleh
23
Menurut teorema, matriks berukuran dapat dibalik jika dan hanya
jika det atau tidak ada baris yang mengandung nol maka det
.
d. Untuk k lag dan sistem persamaannya adalah:
(2.26)
Persamaan (2.26) jika dinyatakan dalam bentuk matriks menjadi
(2.27)
Dengan menggunakan aturan Cramer diperoleh
Nilai fungsi autokorelasi parsial lag k hasilnya adalah:
24
dengan disebut PACF antara dan
Fungsi autokorelasi parsial (PACF)
Jadi diperoleh autokorelasi parsial dari pada lag k didefinisikan sebagai
1
1
1
1
1
1321
2311
1221
1321
2311
1221
kkk
kk
kk
kkkk
k
k
kk (2.28)
Himpunan dari , disebut sebagai Partial
Autocorrelation Function (PACF). Fungsi menjadi notasi standar untuk
autokorelasi parsial antara observasi dan dalam analisis time series.
Fungsi akan bernilai nol untuk k > p. Sifat ini dapat digunakan untuk
identifikasi model AR dan MA, yaitu pada model Autoregressive berlaku ACF
akan menurun secara bertahap menuju nol dan Moving Average berlaku ACF
25
menuju ke-0 setelah lag ke-q sedangkan nilai PACF model AR yaitu
dan model MA yaitu (Wei, 2006: 11).
Hipotesis untuk menguji koefisen autokorelasi parsial adalah sebagai berikut
(Wei, 2006: 22):
H0 :
H1 :
Taraf signifikansi:
Statistik uji: (2.29)
dengan
(2.30)
Kriteria keputusan: tolak H0 jika , dengan derajat bebas df
= T-1, T adalah banyaknya data dan k adalah lag koefisien autokorelasi parsial
yang akan diuji.
H. Proses White Noise
Suatu proses { t} disebut proses white noise jika series-nya terdiri dari
variabel random yang tidak berkorelasi dan berdistribusi normal dengan rata–
rata konstan E( t) = 0, variansi konstan Var ( t) = dan
untuk k ≠ 0 (Wei, 2006: 15). Dengan demikian proses white noise
stasioner dengan fungsi autokovariansi
0,0
0,2
kjika
kjikat
k
(2.31)
26
fungsi autokorelasi
0,0
0,1
kjika
kjikak (2.32)
fungsi autokorelasi parsial
(2.33)
Proses white noise dapat dideteksi menggunakan uji autokorelasi
residual pada analisis error-nya. Uji korelasi residual digunakan untuk
mendeteksi ada tidaknya korelasi residual antar lag. Langkah-langkah
pengujian korelasi residual, yaitu:
H0: 0321 K
H1: Kkk ,,2,1,0
Taraf signifikansi atau = 5%
Statistik uji yaitu uji Ljung Box-Pierce. Rumus uji Ljung Box-Pierce (Wei,
2006: 153):
K
k
kK
kTTTQ
1
2ˆ)2(
(2.34)
dengan,
T : banyaknya data
K : banyaknya lag yang diuji
k̂ : dugaan autokorelasi residual periode k
Kriteria keputusan yaitu tolak H0 jika Q-hitung > tabel, dengan derajat
kebebasan K dikurangi banyaknya parameter pada model atau p-value < ,
artinya adalah barisan yang tidak memiliki korelasi.
27
I. Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)
Beberapa model ARIMA yang dapat digunakan pada data time series,
yaitu:
1. Model Autoregressive (AR)
Autoregressive adalah suatu bentuk regresi tetapi bukan yang
menghubungkan variabel tak bebas, melainkan menghubungkan nilai-nlai
sebelumnya pada time lag (selang waktu) yang bermacam-macam. Jadi suatu
model Autoregressive akan menyatakan suatu ramalan sebagai fungsi nilai-
nilai sebelumnya dari time series tertentu (Makridakis, 1995: 513).
Model Autoregressive (AR) dengan order p dinotasikan dengan AR (p).
bentuk umum model AR (p) adalah:
(2.35)
dengan,
: nilai variabel pada waktu ke-t
: nilai masa lalu dari time series
yang bersangkutan pada waktu t-1, t-2,…, t-p
: koefisien regresi, i: 1, 2, 3,……., p
: nilai error pada waktu ke-t
p : order AR
Persamaan (2.35) dapat ditulis menggunakan operator B (backshift):
(2.36)
dimana: , disebut operator AR (p)
Pada umumnya, order AR yang sering digunakan dalam analisis time
series adalah p = 1 atau p = 2, yaitu model AR (1) dan AR (2).
Bentuk umum model Autoregressive order 1 atau AR (1), yaitu:
28
(2.37)
Persamaan (2.37) dapat ditulis dengan operator backshift (B), menjadi:
Bentuk umum model Autoregressive order 1 atau AR (2), yaitu:
(2.38)
Persamaan (2.38) dapat ditulis dengan operator backshift (B), menjadi:
2. Model Moving Average (MA)
Menurut Wei (2006: 47), model Moving Average dengan order
dinotasikan MA (q) didefinisikan sebagai:
; ) (2.39)
dengan,
: nilai variabel pada waktu ke-t
: nilai-nilai dari error pada waktu t, t-1, t-2,…,t-q
dan diasumsikan White Noise dan normal.
: koefisien regresi, i: 1, 2, 3,……., q
: nilai error pada waktu ke-t
q : order MA
Persamaan di atas dapat ditulis menggunakan operator backshift (B),
menjadi:
dengan merupakan operator MA ( ).
Secara umum, order MA yang sering digunakan dalam analisis time series
adalah q =1 atau q = 2, yaitu MA (1) dan MA (2).
29
Model Moving Average order 1 atau MA (1) secara matematis didefinisikan
menjadi:
(2.40)
Persamaan (2.40) dapat ditulis dengan operator B (backshift), menjadi:
tt BX )1( 1
Sedangkan model Moving Average order 2 atau MA (2) secara matematis
didefinisikan
2211 ttttX (2.41)
Persamaan (2.41) dapat ditulis dengan operator B (backshift), menjadi:
tt BBX 2
211
3. Model Autoregressive Moving Average (ARMA)
Model Aoturegressive Moving Average (ARMA) merupakan suatu
kombinasi dari model AR dan MA (Palit & Dobrivoje Popovic, 2005: 28).
Bentuk umum model ARM , yaitu:
persamaan di atas menjadi
(2.42)
Persamaan (2.42) dapat ditulis menggunakan operator B (backshift), menjadi:
Sehingga diperoleh
30
dengan,
Xt : nilai variabel pada waktu ke-t
: koefisien regresi ke-i , i = 1, 2, 3, ..., p
p : order AR
: parameter model MA ke-i , i = 1, 2, 3, ..., q
t : nilai error pada waktu ke – t
: error pada saat t,t-1,t-2,…,t-q dan diasumsikan
White Noise dan normal.
4. Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)
Secara umum model ARIMA untuk suatu data time series
adalah sebagai berikut (Pankratz, 1983: 99):
; (2.43)
Persamaan (2.43) dapat ditulis menggunakan operator B (backshift), menjadi:
sehingga diperoleh
dengan,
: data observasi ke-t
: operator back shift
: time series yang stasioner pada
pembedaan ke-
: nilai error pada waktu ke-t
: order AR
: order pembedaan
: order MA
31
Apabila pembedaan pertama dilakukan terhadap model agar menjadi
stasioner, maka model menjadi ARIMA (1,1,1) didefinisikan sebagai berikut:
5. Prosedur Pembentukan ARIMA
Metode ARIMA berbeda dari metode peramalan lain karena metode ini
tidak mensyaratkan suatu pola data tertentu, sehingga model dapat dipakai
untuk semua tipe pola data. Metode ARIMA akan bekerja baik jika data dalam
time series yang digunakan bersifat dependen atau berhubungan satu sama lain
secara statistik. Secara umum, model ARIMA ditulis dengan ARIMA (p, d, q)
yang artinya model ARIMA dengan derajat AR (p), derajat pembeda d, dan
derajat MA (q). Langkah-langkah pembentukan model secara iteratif adalah
sebagai berikut:
a. Identifikasi Model
Hal pertama yang dilakukan pada tahap ini adalah apakah time series
bersifat stasioner atau nonstasioner dan bahwa aspek-aspek AR dan MA dari
model ARIMA hanya berkenaan dengan time series yang stasioner
(Makridakis, 1995: 381).
Kestasioneran suatu time series dapat dilihat dari plot ACF yaitu
koefisien autokorelasinya menurun menuju nol dengan cepat, biasanya setelah
lag ke-2 atau ke-3. Bila data tidak stasioner maka dapat dilakukan pembedaan
atau differencing, orde pembedaan sampai deret menjadi stasioner dapat
digunakan untuk menentukan nilai pada ARIMA .
32
Model AR dan MA dari suatu time series dapat dilakukan dengan
melihat grafik ACF dan PACF.
1) Jika terdapat lag autokorelasi sebanyak yang berbeda dari nol secara
signifikan maka prosesnya adalah MA .
2) Jika terdapat lag autokorelasi parsial sebanyak yang berbeda dari nol
secara signifikan maka prosesnya adalah AR . Secara umum jika terdapat
lag autokorelasi parsial sebanyak yang berbeda dari nol secara signifikan,
terdapat lag autokorelasi sebanyak yang berbeda dari nol secara
signifikan dan pembedaan maka prosesnya adalah ARIMA . Tabel
2.1 merupakan identifikasi order model AR dan MA dengan plot ACF dan
PACF, yaitu:
Tabel 2.1 Identifikasi Order Model ARIMA dengan Pola Grafik ACF
dan PACF
No Model ACF PACF
1. AR (p) Menurun secara bertahap
menuju ke-0
Menuju 0 setelah
lag ke-p
2. MA (q) Menuju ke-0 setelah lag ke-q Menurun secara
bertahap menuju
ke-0
3. ARMA (p,q) Menurun secara bertahap
menuju ke-0
Menurun secara
bertahap menuju
ke-0
Dari Tabel 2.1 dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Jika plot ACF menurun secara bertahap menuju ke-0 dan plot PACF
menuju ke-0 setelah lag-p, maka dugaan modelnya adalah AR (p).
33
2. Jika plot ACF menuju ke-0 setelah lag-q dan plot PACF menurun secara
bertahap menuju ke-0, maka dugaan modelnya adalah MA (q)
3. Jika plot ACF dan plot PACF menurun secara bertahap menuju ke-0, maka
dugaan modelnya adalah ARMA (p,q).
b. Estimasi Parameter
Langkah berikutnya setelah menetapkan model sementara adalah
estimasi parameter model. Salah satu metode yang digunakan yaitu maximum
likelihood, untuk menduga parameter model ARIMA yaitu dan . Untuk
fungsi likelihood nilai-nilai parameter yang memaksimalkan nilai fungsi
likelihood disebut dugaan maximum likelihood. Penurunan fungsi likelihood
pada suatu model time series, dapat digambarkan dengan mempertimbangkan
model ARMA (Hamilton, 1994: 143).
Diberikan bentuk umum model ARMA (p,q) sebagai berikut:
dimana dan vektor populasi parameter yang akan diestimasi
adalah
, misalkan
dan
adalah nilai awal yang digunakan untuk memperoleh
estimator parameter ARMA.
Barisan dapat dihitung dari oleh iterasi pada
34
(2.44)
untuk
Estimator parameter maximum likelihood dapat diperoleh dengan
memaksimalkan fungsi likelihood bersyaratnya dengan fungsi densitasnya
sehingga
(2.45)
Kemudian log-likelihood bersyarat dihitung sebagai berikut:
(2.46)
Selanjutnya ditentukan turunan dari terhadap menggunakan persamaan
(2.4) yaitu sebagai berikut:
35
Kemudian ditentukan turunan kedua dari terhadap menggunakan
persamaan (2.5), untuk membuktikan bahwa benar-benar memaksimumkan
fungsi likelihood yaitu sebagai berikut:
c. Uji Signifikansi Parameter
Dilakukan uji signifikansi parameter, setelah berhasil mengestimasi
nilai-nilai parameter dari model ARIMA yang ditetapkan sementara untuk
mengetahui apakah parameternya signifikan atau tidak.
Berikut merupakan uji signifikansi parameter model pada parameter
Autoregressive, yaitu:
H0 : 0 (parameter tidak signifikan dalam model)
H1 : 0 (parameter signifikan dalam model)
Taraf signifikansi 05,0
Statistik uji: uji t
(2.47)
Kriteria keputusan: tolak H0 jika 2
tthitung , dengan derajat bebas db = T-p,
dengan T banyaknya data dan p adalah banyaknya parameter dalam model.
Sedangkan pada parameter Moving Average digunakan hipotesis:
Ho : (parameter tidak signifikan dalam model)
36
H1 : (parameter signifikan dalam model)
Statistik uji yang digunakan adalah
(2.48)
Kriteria keputusan: tolak H0 jika 2
tthitung , dengan derajat bebas db = T-q,
dengan T banyaknya data dan q adalah banyaknya parameter dalam model.
d. Pemeriksaan Diagnostik
Setelah berhasil megestimasi nilai-nilai parameter dari model ARIMA
yang ditetapkan sementara, selanjutnya perlu dilakukan pemeriksaan
diagnostik untuk membuktikan bahwa model tersebut cukup memadai dan
menentukan model mana yang terbaik digunakan untuk peramalan
(Makridakis, 1999: 411). Pemeriksaan diagnostik ini dapat dilakukan dengan
mengamati apakah residual dari model terestimasi merupakan proses white
noise atau tidak (Nachrowi, 2006: 389). Model dikatakan memadai jika asumsi
dari error ( ) memenuhi proses white noise dan berdistribusi normal. Apabila
dijumpai penyimpangan yang cukup serius maka harus dirumuskan kembali
model yang baru, selanjutnya diestimasi dan dilakukan pemeriksaan kembali.
Satu cara pemeriksaan yang mudah adalah dengan menggunakan uji
yang mampu menetapkan apakah sekumpulan autokorelasi secara keseluruhan
menunjukkan berbeda dari nol yang disebut dengan uji Statistik Ljung Box-
Pierce seperti pada persamaan (2.34).
Uji kenormalan error digunakan untuk memeriksa apakah suatu proses
error berdistribusi normal atau tidak.
37
Uji kenormalan dapat dilakukan dengan uji Geary’s a dengan hipotesis
(Nachrowi, 2006):
H0 : error berdistribusi normal
H1 : error tidak berdistribusi normal
Taraf signifikansi atau α yang digunakan adalah 5 %
dengan statistik uji Geary’s:
(2.49)
Nilai 0,7979 dan 0,2123 adalah konstanta untuk mencapai kenormalan
dengan
(2.50)
(Sum Absolute Deviation)
(2.51)
(Sum Square Error)
(2.52)
ditolak jika nilai
e. Peramalan
Tujuan yang paling penting pada analisis times series adalah untuk
meramalkan nilai masa depan (Wei, 2006: 88). Menurut Gujarat (2004), cara
peramalan dengan menggunakan model MA dapat dijelaskan sebagai berikut:
38
Misalkan merupakan himpunan time series yang lalu
, maka
kemudian dapat diperoleh dari
Jika semua tahap telah dilakukan dan diperoleh model, maka model ini
selanjutnya dapat digunakan untuk melakukan peramalan untuk data periode
selanjutnya.
39
Berdasarkan langkah-langkah pemodelan ARIMA, Gambar 2.2
menunjukkan diagram alir langkah pemodelan ARIMA (Box, Jerkins &
Reinsel, 1994: 17).
Tahap I
Identifikasi
Tahap II
Penaksiran Parameter
Tahap III
Pemeriksaan Diagnostik
Ya Tidak
Gambar 2.2 Diagram Alir Pemodelan ARIMA
Perumusan kelompok
model-model yang umum
(penentuan orde p,d, dan q)
Penetapan model untuk
sementara
Penaksiran Parameter
pada model sementara
Pemeriksaan diagnostik
(Apakah model cocok?)
Peramalan
Uji Signifikansi
Parameter
40
J. Heteroskedastisitas (Heteroscedasticity)
Faktor error pada suatu model regresi biasanya memiliki masalah atas
pelanggaran asumsi-asumsi pada residual. Suatu keadaan dikatakan
heteroskedastisitas, apabila suatu data memiliki variansi error yang tidak
konstan untuk setiap observasi atau dengan kata lain melanggar asumsi
. Jika error pada suatu model mengandung masalah
heteroskedastisitas, maka akibatnya estimator yang dihasilkan tetap konsisten,
tetapi tidak lagi efisien karena ada estimator lain yang memilki variansi lebih
kecil daripada estimator yang memiliki residual yang bersifat
heteroskedastisitas.
K. Volatilitas (Volatility)
Menurut Dedi Rosadi (2011:114), untuk menggambarkan fluktuasi dari
suatu data dikenal konsep volatilitas. Volatilitas dapat didefinisikan sebagai
variansi bersyarat dari suatu data relatif terhadap waktu. Volatilitas dapat
digambarkan dengan adanya kecenderungan suatu data berfluktuasi secara
cepat dari waktu ke waktu sehingga variansi dari error-nya akan selalu
berubah setiap waktu, maka datanya bersifat heteroskedastisitas. Volatilitas
secara umum tidak dapat diobservasi langsung, namun beberapa karakteristik
khusus dari volatilitas dapat diberikan sebagai berikut:
1. Seringkali ditemukan adanya pengelompokan volatilitas (volatility clustering)
dalam data yakni volatilitas bernilai besar selama periode waktu tertentu dan
bernilai kecil untuk selama periode waktu yang lain atau dapat digambarkan
41
dengan berkumpulnya sejumlah error dengan besar yang relatif sama dalam
beberapa waktu yang berdekatan.
2. Volatilitas seringkali bersifat asimetris, yakni pergerakan volatilitas berbeda
terhadap kenaikan atau penurunan harga suatu asset.
Volatilitas sering dipergunakan untuk melihat naik turunnya harga
saham. Jika volatilitas hariannya sangat tinggi maka harga saham mengalami
kenaikan dan penurunan yang tinggi sehingga keuntungan dapat diperoleh,
maka investor sangat tepat melakukan strategi trading. Tetapi, harga saham
yang volatilitasnya rendah maka pergerakan harga sahamnya sangat rendah.
Pada volatilitas rendah biasanya investor tidak bisa memperoleh keuntungan
tetapi harus memegang saham dalam jangka panjang agar memperoleh capital
again. Oleh karenanya, investor yang suka melakukan strategi trading sangat
menyukai volatilitas yang tinggi tetapi investor jangka panjang sangat
menyukai volatilitas rendah tetapi harga sahamnya mengalami peningkatan.
L. Model Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH)
Model yang dapat digunakan untuk mengatasi variansi error yang
tidak konstan dalam data time series finansial adalah model Autoregressive
Conditional Heteroscedasticity (ARCH) yang diperkenalkan pertama kali oleh
Engle pada tahun 1982. Pada model ARCH variansi error sangat
dipengaruhi oleh error di periode sebelumnya (Wei, 2006: 368).
1. Bentuk Umum Model Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH).
42
Ide pokok model ARCH adalah error dari asset return tidak berkorelasi
secara parsial, tetapi dependen dan keterikatan dapat dijelaskan oleh fungsi
kuadratik sederhana (Tsay, 2005: 115). Model ARCH ini, merupakan model
variansi dan model yang digunakan untuk peramalan ialah model mean terbaik
yang diestimasi secara bersama-sama dengan model variansi untuk
memperoleh dugaan parameternya. Model mean yang digunakan dapat berupa
model-model ARIMA (Hamilton, 1994: 656).
Menurut Tsay (2005: 116), lebih spesifikasi lagi, suatu model ARCH orde
diasumsikan bahwa
(2.53)
dengan N , , dan untuk Pada
kenyataannya sering diasumsikan mengikuti distribusi normal baku, maka
model ARCH dapat dicirikan dengan dengan untuk
menotasikan variansi bersyarat dalam persamaan (2.53). Model variansi yang
memenuhi persamaan ARCH ( adalah model variansi yang menghubungkan
antara variansi error pada waktu ke-t dengan kuadrat error pada waktu
sebelumnya.
Model ARCH memiliki beberapa kelemahan, diantaranya (Tsay, 2005:
119)
a. Model mengasumsikan bahwa error positif dan error negatif memiliki
pengaruh sama terhadap volatilitas. Padahal dalam kenyataannya harga
43
sebuah asset finansial memberi respon berbeda terhadap error positif dan
error negatif.
b. Model ARCH hanya menyediakan cara mekanis untuk menjelaskan
perilaku variansi bersyarat.
c. Model ARCH merespon secara lambat perubahan yang besar terhadap
return.
d. Parameter model ARCH terbatas.
2. Pengujian efek ARCH dalam Model
Engle menunjukkan bahwa seringkali data time series selain memiliki
masalah autokorelasi juga memiliki masalah heteroskedastisitas. Uji yang
dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan heteroskedastisitas atau
keberadaan efek ARCH adalah sebagai berikut (Tsay, 2005: 114):
Uji ARCH-Lagrange Multiplier (ARCH-LM)
Pengujian untuk mengetahui masalah heteroskedastisitas dalam time
series yang dikembangkan oleh Engle dikenal dengan uji ARCH-LM. Ide
pokok uji ini adalah bahwa variansi residual bukan hanya fungsi dari variabel
independen tetapi tergantung pada residual kuadrat pada periode sebelumnya
(Enders, 1995: 143).
Misalkan adalah residual dari persamaan rata-rata.
Barisan digunakan untuk memeriksa heterokedastisitas bersyarat atau efek
ARCH. Uji ini sama dengan statistik F pada umumnya untuk menguji
dalam regresi linear
; (2.54)
44
dengan adalah error, bilangan bulat, dan adalah ukuran sampel atau
banyaknya observasi (Tsay, 2005: 114).
Langkah pengujian ARCH-LM adalah sebagai berikut:
Hipotesis:
(tidak terdapat efek ARCH)
(terdapat efek ARCH)
Taraf signifikansi atau
Statistik Uji:
(2.55)
dengan,
, rata-rata sampel dari
, residual kuadrat terkecil
Kriteria keputusan:
ditolak jika atau – value .
M. Model Generalized Aotoregressive Conditional Heteroskedasticity (GARCH)
Model Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity
GARCH dikembangkan oleh Bollerslev (1986) yang merupakan
pengembangan dari model ARCH. Model ini dibangun untuk menghindari
ordo yang terlalu tinggi pada model ARCH dengan berdasar pada prinsip
45
parsimoni atau memilih model yang lebih sederhana, sehingga akan menjamin
variansinya selalu positif (Enders, 1995: 147).
Menurut (Tsay, 2005: 132) , dikatakan mengikuti
model GARCH jika
(2.56)
dengan,
: variansi dari residual pada waktu t
: komponen konstanta
: parameter dari ARCH
: kuadrat dari residual pada waktu t-i
: parameter dari GARCH
: variansi dari residual pada saat t-j
dengan
. Persamaan variansi yang memenuhi persamaan GARCH
menghubungkan antara variansi residual pada waktu ke-t dengan
variansi residual pada waktu sebelumnya.
Jika persamaan (2.56) ditulis ke dalam operator B (backshift) maka didapat
(2.57)
dengan
dan
46
(2.58)
Untuk menjamin bahwa variansi bersyarat didefinisikan dengan baik
dalam model GARCH (p,q) maka semua koefisien yang berhubungan linear
dengan model ARCH (∞) seharusnya positif.
Model ARCH (∞) didefinisikan sebagai berikut
Model GARCH (p,q) sebagai ARCH (∞) dapat ditulis sebagai berikut
(2.59)
dengan , dan adalah
Model GARCH (1,1)
Model GARCH yang paling sederhana tetapi paling sering digunakan
adalah Model GARCH (1,1). Model GARCH (1,1) secara umum dinyatakan
sebagai berikut (Bollerslev, 1986: 311):
(2.60)
dengan,
, dan
47
: variansi dari error pada waktu t
: komponen konstanta
: parameter pertama dari ARCH
: kuadrat residual pada waktu t-1
: parameter pertama dari GARCH
Dengan substitusi berulang, maka dapat dibuktikan pula bahwa Model
GARCH (1,1) dapat menggantikan Model ARCH (∞) sehingga model yang
dihasilkan lebih sederhana. Substitusinya sebagai berikut:
(2.61)
Jika menjadi
(2.62)
sesuai dengan model ARCH ( ) yaitu
dengan dan
untuk .
Solusi stasioner rangkaian variabel random dari i.i.d (independent
identically distributed) sedemikian rupa sehingga diperoleh
dengan menggunakan proses bermula pada jarak tak terbatas di masa lalu
sehingga dapat dinyatakan sebagai berikut
48
(2.63)
Dengan mengambil ekspektasi dari , maka diperoleh
(2.64)
Oleh karena itu ekspektasi tidak bersyarat dari adalah terdefinisi
(ada nilainya) dan urutan tidak terbatas dari di atas konvergen ke
dengan syarat .
Untuk menjamin bahwa time series stasioner dalam variansi maka
perlu diberikan batasan pada parameter-parameter dari model GARCH,
sedemikian sehingga harus dipenuhi syarat , , dan
. Pada persamaan (2.53) terlihat bahwa nilai variansi bersyarat
49
yang diukur dengan tergantung pada nilai masa lalu dari error dan juga
nilai masa lalu dari dirinya sendiri.
Setelah mengetahui Model GARCH (1,1) maka akan diperiksa momen
yang lebih tinggi untuk dan . Dimulai dengan mengkuadratkan
(2.65)
Diketahui bahwa dan dengan adalah independen.
Kemudian dengan mengganti dengan dan dengan membuat ekspektasi,
serta telah diketahui bahwa pada distribusi normal standar nilai kurtosis selalu
sama dengan 3 sehingga , maka
(2.66)
Jika proses ini stasioner, maka , maka
(2.67)
50
Oleh karena itu momen kedua dari akan terdefinisi jika
. Jika kondisi tersebut tidak terjadi maka tidak akan ada nilai
positif untuk yang memenuhi persamaan di atas.
Kemudian akan dilihat momen untuk , momen pertama dan ketiga
dari adalah nol.
(2.68)
(2.69)
sedangkan momen kedua dan keempat bisa didapatkan dengan cara
(2.70)
dan
(2.71)
(2.72)
didefinisikan kurtosis sebagai
(2.73)
Sesuai dengan persamaan (2.73) diatas maka kurtosis dari adalah
(2.74)
yang nilainya akan selalu lebih besar dari 3 kecuali jika ,
51
Kurtosis dari distribusi normal standar adalah 3, maka jika kurtosis dari
( ) lebih besar dari 3 berarti distribusinya berupa leptokurtic (meruncing)
ketika .
Estimasi Parameter Model GARCH
Setelah model diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah estimasi
parameter. Model regresi umum dengan kesalahan autokorelasi dan model
GARCH untuk variansi bersyarat adalah sebagai berikut (Wei, 2006: 373)
(2.75)
dengan
(2.76)
(2.77)
(2.78)
dan adalah i.i.d. N(0,1) dan tidak tergantung dari keadaan masa lalu dari
. Estimasi parameter dari model GARCH dengan menggunakan
Maksimum Likelihood Estimation. Persamaan (2.75) dapat ditulis kembali
menjadi
(2.79)
atau
(2.80)
dan dan menjadi nilai awal yang
diperlukan untuk menghitung untuk dari persamaan (2.80).
52
Untuk mengestimasi parameter , terlebih dahulu akan dicari
fungsi likelihood bersyarat pada , dengan fungsi densitasnya adalah:
sehingga
(2.81)
Kemudian log-likelihood bersyarat dihitung sebagai berikut:
(2.82)
Selanjutnya ditentukan turunan dari terhadap dengan menggunakan
persamaan (2.4) yaitu sebagai berikut:
Kemudian ditentukan turunan kedua dari terhadap dengan
menggunakan persamaan (2.5), untuk membuktikan bahwa benar-benar
memaksimumkan fungsi likelihood yaitu sebagai berikut:
53
Dimana diberikan (2.78), diberikan pada (2.80),
dan .
N. Mekanisme Penentuan Model GARCH
Analisis data runtun waktu finansial dengan menggunakan model
GARCH langkah – langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Tahap pertama adalah melakukan proses identifikasi dengan memeriksa
data hasil pengamatan apakah sudah stasioner atau belum. Hal ini perlu
dilakukan karena untuk membentuk model GARCH diperlukan data yang
stasioner.
2. Langkah selanjutnya yaitu menentukan model mean yang cocok dengan
mengidentifikasi struktur korelasi yang ditangkap oleh model berdasarkan
plot ACF dan PACF.
3. Dilakukan pengujian efek ARCH dengan menggunakan uji Lagrange
Multiplier.
4. Kemudian dilakukan estimasi parameter model GARCH
5. Setelah diperoleh estimasi parameter model GARCH kemudian dilakukan
pemeriksaan diagnostik dengan uji Ljung Box-Pierce.
54
6. Setelah diperoleh model GARCH yang signifikan kemudian dilakukan
pemilihan model yang paling baik dengan membandingkan nilai SC. Model
yang paling baik adalah model yang memiliki nilai SC yang paling kecil.
Recommended