View
16
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
ISOLASI BAKTERI PENGHASIL ENZIM CYCLODEXTRIN
GLYCOSYLTRANSFERASE (CGTase) DARI SEDIMEN SITU KURU
TANGERANG SELATAN
PURI DWI NURMAULIDA
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/ 1439 H
ISOLASI BAKTERI PENGHASIL ENZIM CYCLODEXTRIN
GLYCOSYLTRANSFERASE (CGTase) DARI SEDIMEN SITU KURU
TANGERANG SELATAN
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
PURI DWI NURMAULIDA
1113095000008
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/ 1439 H
ISOLASI BAKTERI PENGHASIL ENZIM CYCLODEXTRIN
GLYCOSYLTRANSFERASE (CGTase) DARI SEDIMEN SITU KURU
TANGERANG SELATAN
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
PURI DWI NURMAULIDA
1113095000008
Menyetujui,
Mengetahui,
Ketua Program Studi Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Dr. Dasumiati, M.Si
NIP. 19730923 199903 2 002
Pembimbing II
Dr. Nani Radiastuti, M.Si
NIP. 19650902 200112 2 001
Pembimbing I
Iman Hidayat, Ph.D
NIP. 1978011920 0212 1 002
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Isolasi Bakteri Penghasil Enzim Cyclodextrin
Glycosyltransferase (CGTase) dari Sedimen Situ Kuru Tangerang Selatan” yang
ditulis oleh Puri Dwi Nurmaulida NIM 1113095000008 telah diuji dan dinyatakan
LULUS dalam sidang Skripsi/Munaqasyah Program Studi Biologi, Fakultas Sains
dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada Rabu,
11 April 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.
Menyetujui,
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Agus Salim, M.Si
NIP. 19720816 199903 1 003
Ketua Program Studi Biologi
Dr. Dasumiati, M.Si
NIP. 19730923 199903 2 002
Pembimbing I
Iman Hidayat, Ph.D
NIP. 1978011920 0212 1 002
Pembimbing II
Dr. Nani Radiastuti, M.Si
NIP. 19650902 200112 2 001
Penguji I
Prof Dr. Lily Surraya E.P., M.Env.Stud
NIP. 19690404 20050 12005
Penguji II
Narti Fitriana, M.Si
NIDN. 0331107403
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN SKRIPSI INI MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI
YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
Jakarta, April 2018
Puri Dwi Nurmaulida
1113095000008
i
ABSTRAK
PURI DWI NURMAULIDA. Isolasi Bakteri Penghasil Enzim Cyclodextrin
Glycosyltransferase (CGTase) dari Sedimen Situ Kuru Tangerang Selatan.
Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dibimbing oleh Iman Hidayat Ph.D dan
Dr. Nani Radiastuti, M.Si. 2018.
Bakteri dianggap sebagai agen utama penghasil enzim cyclodextrin
glycosyltransferase (CGTase). Produk enzim CGTase berupa siklodekstrin telah
banyak menarik perhatian dalam penggunaannya secara luas di berbagai industri.
Faktor utama yang mempengaruhi ketersediaan siklodekstrin adalah
mikroorganisme penghasil CGTase pembentuk siklodekstrin. Penelitian ini
dilakukan untuk mendapatkan isolat bakteri penghasil enzim CGTase unggul yang
berasal dari Indonesia. Sebanyak 65 isolat bakteri didapatkan dari proses isolasi
dan screening dengan menggunakan media selektif Horikoshi Nakamura pada
sedimen Situ Kuru. Kemudian dilakukan uji kualitatif pada media Horikoshi
Nakamura untuk mengetahui indeks enzimatis setiap isolat tersebut. Hasil
menunjukkan isolat kode 912 dan isolat kode 1531 memiliki rata-rata tertinggi
diameter zona kuning jingga 1,07 cm dan didapatkan 19 isolat bakteri lainnya
yang memiliki nilai rata-rata diameter zona bening 0,9 cm. Hasil uji kuantitatif
dengan menggunakan metode kaneko, dari 21 isolat bakteri terpilih didapatkan
hasil isolat kode 1433 memiliki nilai aktivitas enzim CGTase tertinggi yaitu
sebesar 65,155 U/mL, diikuti oleh isolat kode 1432 sebesar 63,18 U/mL. Analisis
filogenetik dilakukan untuk mengidentifikasi isolat–isolat berpotensi penghasil
enzim CGTase dari sedimen Situ Kuru dengan menggunakan gen penyandi 16s
rRNA. Isolat 1432, dan 1433 teridentifikasi sebagai Bacillus oshimensis yang
memiliki satu berkerabat dekat dengan Bacillus lehensis dan Bacillus hunanensis.
Kata kunci: Cyclodextrin glycosyltransferase, siklodextrin, Bacillus
ii
ABSTRACT
PURI DWI NURMAULIDA. Isolation of Enzyme-producing Cyclodextrin
Glycosyltransferase (CGTase) Bacteria from Sediment Situ Kuru Tangerang
Selatan. Biology Major. Faculty of Science and Technology. State Islamic
University of Syarif Hidayatullah Jakarta. Under guidance by Iman Hidayat,
Ph.D and Dr. Nani Radiastuti, M.Si. 2018.
Bacteria is considered the main agents of cyclodextrin glycosyltransferase
(CGTase) enzyme. The product of the cyclodextrin CGTase enzyme has attracted
much attention in its widespread use in various industries. A major factor
influencing the availability of cyclodextrins is the cyclodextrin-producing CGTase
producing microorganism. This research was conducted to obtain the isolate of
bacteria producing enzyme of superior CGTase originating from Indonesia. A
total of 65 bacterial isolates were obtained from the isolation and screening
process by using selective media Horikoshi Nakamura in Situ Kuru sediments.
Then conducted a qualitative test on the media Horikoshi Nakamura to determine
the enzymatic index of each isolate. The results showed that code isolates 912 and
isolate code 1531 had the highest average diameter of the orange-yellow zone of
1.07 cm and found 19 other bacterial isolates which have a mean diameter of 0.9
cm clear zone. The result of a quantitative test by using Kaneko method, from 21
selected bacteria isolates obtained the result of code isolate 1433 has the highest
value of CGTase enzyme activity that is equal to 65.155 U / mL, followed by
isolate code 1432 equal to 63.18 U / mL. Phylogenetic analysis was performed to
identify potential isolates producing CGTase enzymes in Situ Kuru sediments
using a gene encoding 16s rRNA. Isolates 1432 and 1433 are identified as
Bacillus oshimensis which has one close relative to Bacillus lehensis and Bacillus
hunanensis.
Keywords: cyclodextrin glycosyltransferase, cyclodextrin, Bacillus
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala
atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga pelaksanaan dan penulisan
dalam menyelesaikan skripsi dengan judul “Isolasi Bakteri Penghasil Enzim
Cyclodextrin Glycosyltransferase (CGTase) dari Sedimen Situ Kuru Tangerang
Selatan”.
Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan gelar sarjana Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah. Penulis menyampaikan
rasa terima kasih kepada semua pihak atas segala bimbingan dan bantuan yang
telah diberikan kepada penulis dalam penyusun proposal ini. Ucapan terima kasih
ditunjukan kepada:
1. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu mendukung dan mendo’akan
dalam melakukan penelitian ini.
2. Dr. Dasumiati, M.Si dan Etyn Yunita, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris
Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Iman Hidayat, Ph.D selaku dosen pembimbing I penelitian yang memberikan
arahan, ilmu, bimbingan dan saran dalam penelitian.
4. Dr. Nani Radiastuti, M.Si, selaku pembimbing II yang telah membimbing dan
memberikan ilmu yang bermanfaat selama penyusunan proposal penelitian.
5. Seluruh dosen yang telah mendidik penulis selama menuntut ilmu di Program
Studi Biologi, FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iv
6. Staff PT. GoEn Enzim Internasional, Mba Eca, Bu Vita, Mbak Enjani, Mas
Budi, Mas Gunawan dan Alifa atas bantuan yang diberikan selama
penyusunan proposal.
7. Sahabat yang membersamai penulis berbagi air mata canda tawa selama
proses penulisan skripsi yaitu Hushshila Alfi Bahalwan dan Dea Amalya
Permata Sari.
8. Sahabat yang dengan ikhlas membantu dan tiada henti memberikan dukungan
dan doa Sarah Nuraini, Sukma Chintya Cahyarani, Muhammad Azzam,
Endah Hari Utari, Andika Dwi Nugroho, Maulana Malik Assayiddin, Roscha
Amellia dan Amelia Rakhmaniar
9. Rekan-rekan mahasiswa Biologi angkatan 2013 yang telah bersama-sama
dengan penulis menghadapi suka duka selama menempuh pendidikan.
10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan proposal
penelitian yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
11. Seluruh laboran PLT UIN Syarif Hidayatullah (Mba Festy, Kak Amal, Mba
Puji dan Kak Rama) yang selama perkuliahan senantiasa memberikan
dukungan dan pembelajaran kepada penulis
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dan
keterbatasan dalam menyusun skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi pambaca.
Jakarta, April 2018
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT ........................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 3
1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 3
1.4 Manfaat ..................................................................................................................... 3
1.5 Kerangka Berfikir ..................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Siklodekstrin ............................................................................................................. 5
2.2 Enzim Cyclodextrin Glycosil Transferase (CGTase) ............................................. 11
2.3 Bakteri Penghasil Enzim Cyclodextrin Glycosil Transferase (CGTase) ................ 13
2.4 Pati .......................................................................................................................... 14
2.4 Sedimen................................................................................................................... 15
2.5 Situ Kuru ................................................................................................................. 16
2.6 Analisis Filogenetik ................................................................................................ 17
BAB III METODE
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................................. 20
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................................ 20
3.3 Cara kerja ................................................................................................................ 21
3.3.1 Pengambilan Sampel Sedimen ......................................................................... 21
3.3.2 Isolasi dan Screening Bakteri ........................................................................... 22
3.3.3 Purifikasi Isolat Bakteri .................................................................................... 22
3.3.4 Uji Kualitatif Enzim CGTase ........................................................................... 23
3.3.5 Pembuatan Kurva Standar β-siklodekstrin ....................................................... 23
3.3.6 Produksi Enzim CGTase .................................................................................. 24
vi
3.3.6.1 Pembuatan Inokulum ..................................................................................... 24
3.3.6.2 Isolasi Enzim ................................................................................................. 24
3.3.7 Pengukuran Aktivitas Enzim ............................................................................ 24
3.3.8 Ektraksi DNA Bakteri dan Amplifikasi gen 16S rRNA ................................... 25
3.3.9 Elektroforesis DNA .......................................................................................... 26
3.3.10 Sekuensing DNA ............................................................................................ 27
3.3.11 Analisis Filogenetik ........................................................................................ 27
3.4 Analisis Data ............................................................................................................. 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Isolasi dan Screening Isolat Bakteri .............................................................. 29
4.2 Hasil Uji Kualitatif Enzim CGTase ........................................................................ 31
4.3 Hasil Uji Kuantitatif Aktivitas Enzim ..................................................................... 34
4.4 Analisis Filogenetik ................................................................................................ 38
BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 41
5.2 Saran ....................................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Karakteristik siklodekstrin .................................................................................... 8
Tabel 2. Diameter zona kuning jingga pada isolat bakteri yang telah di screening .......... 32
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Alur kerangka berfikir ....................................................................................... 4
Gambar 2. Pengelompokan siklodekstrin ........................................................................... 6
Gambar 3. Struktur Kimia 1 α-Siklodekstrin; 2 β-Siklodekstrin; dan 3 λ-Siklodekstrin ... 7
Gambar 4. Pola ilustrasi inklusi molekul komplek ........................................................... 10
Gambar 5. Skema empat tipe reaksi glycosyltransferase .................................................. 12
Gambar 6. Lokasi pengambilan sedimen situ kuru ........................................................... 21
Gambar 7. Bakteri positif penghasil enzim CGTase yang membentuk zona kuning jingga
pada media horikoshi dan nakamura ............................................................... 29
Gambar 8. Aktivitas enzim oleh bakteri potensial ............................................................ 34
Gambar 9. Filogram isolat bakteri penghasil CGTase dari sedimen Situ Kuru berdasarkan
data sekuen 16S rRNA dengan metode neighbor joining ............................... 39
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Lokasi pengambilan sampel ......................................................................... 47
Lampiran 2. Kurva standar siklodekstrin .......................................................................... 47
Lampiran 3. Contoh uji kualitatif pada media Horikoshi Nakamura dengan pengulangan
tiga kali ......................................................................................................... 48
Lampiran 4. Data kurva tumbuh 21 bakteri terpilih .......................................................... 48
Lampiran 5. Tingkat kemiripan isolat 1332 berdasarkan analisis BLAST ........................ 51
Lampiran 6. Tingkat kemiripan isolat 912 berdasarkan analisis BLAST .......................... 51
Lampiran 7. Tingkat kemiripan isolat 1433 berdasarkan analisis BLAST ........................ 51
Lampiran 8. Perhitungan aktivitas enzim .......................................................................... 52
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cyclodextrin glycosiltransferase (CGTase) adalah salah satu enzim yang
mengonversi substrat yang berasal dari pati dan turunan karbohidrat, seperti
amilum, amilopektin dan maltooligosakarida menjadi siklodekstrin (Silva et al.,
2008; Es et al., 2016;). Siklodekstrin merupakan oligosakarida non-pereduksi,
produk modifikasi secara enzimatis dari pati dengan struktur kimia berbentuk
cincin yang terbentuk melalui proses siklisasi oleh aktivitas CGTase (Kim et al.,
1997).
Siklodekstrin digunakan pada industri makanan sebagai agen stabilitas dan
bahan pengemulsi seperti mayonnaise, dressing, dan whipping cream (Es et al.,
2016). Penggunaan siklodekstrin di seluruh dunia meningkat setiap tahunnya.
Namun pemanfaatan siklodekstrin di bidang industri secara luas dibatasi oleh
biaya yang tinggi akibat harga jual siklodekstrin yang mahal dan ketersediaan
yang terbatas (Biwer et al., 2002). Siklodekstrin dihasilkan pada proses enzimatik
pati atau zat tepung melalui proses siklisasi oleh enzim CGTase.
Proses enzimatik merupakan metode utama dalam memproduksi
siklodekstrin, meskipun metode kimia sejauh ini telah diketahui dapat
menghasilkan siklodekstrin (Jin, 2013). Beberapa penelitian telah melaporkan
bahwa faktor yang mempengaruhi produksi siklodekstrin adalah mikroorganisme
penghasil CGTase (Charoenlap et al., 2004; Szerman et al., 2007). Ketersediaan
siklodekstrin dan enzim CGTase di Indonesia pada saat ini masih mengandalkan
2
suplai impor dari luar negeri, karena masih sedikit yang diketahui isolat bakteri
penghasil enzim CGTase yang unggul berasal dari Indonesia.
Oleh karena itu, perlu dilakukan eksplorasi, pengembangan dan isolasi
bakteri-bakteri asal Indonesia yang memiliki aktivitas enzim CGTase unggul
dalam proses produksi siklodekstrin. Menurut Sian et al. (2005) bakteri masih
dianggap sebagai penghasil utama dalam menghasilkan CGTase. Enzim CGTase
umumnya dihasilkan oleh bakteri berasal dari genus Bacillus yang paling banyak
ditemukan, namun ditemukan juga pada genus Actinomyces, Anaerobranca,
Klebsiella, Paenibacillus, Thermococcus, Thermoanaerobacterium, dan
Thermoanaerobacter (Biwer et al., 2002; Endo et al., 2002).
Menurut Mora et al. (2012) bacilli alkalopilik penghasilkan enzim CGTase
terbaik karena memiliki kondisi kisaran pH yang luas dan memiliki sifat
termostabil. Hal ini diperkuat oleh Sian et al. (2005) enzim dari Bacillus
alkalopilik memiliki sifat termostabil yang baik dan memiliki afinitas yang tinggi
dalam substrat. Berdasarkan penelitian Yunisa, (2017) sedimen Situ Kuru
memiliki kisaran pH 7,43-8,81. Oleh karena itu, sedimen Situ Kuru memiliki
potensi untuk mendapatkan isolat bakteri asal Indonesia yang memiliki
kemampuan unggul dalam menghasilkan enzim CGTase.
Pembuangan limbah rumah tangga masuk melalui inlet situ menyebabkan
tingginya kandungan organik di Situ Kuru. Tingginya kandungan organik pada
sedimen menjadi habitat ideal yang mendukung pertumbuhan berbagai
mikroorganisme (Atlas & Bartha, 1993). Hal ini menyebabkan sedimen pada Situ
Kuru diduga memiliki tingkat populasi mikroorganisme yang melimpah. Situ
Kuru sebagai lokasi pengambilan sampel sedimen untuk isolasi dan screening
3
bakteri penghasil CGTase, dengan harapan diperoleh isolat-isolat bakteri yang
memiliki potensi untuk dikembangkan dalam produksi siklodekstrin. Bakteri yang
diperoleh dari penelitian ini diidentifikasi berdasarkan data sekuen nukleotida dari
gen 16S rRNA sehingga didapat isolat-isolat bakteri yang memiliki identitas yang
valid.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah bakteri Situ Kuru mampu menghasilkan enzim CGTase?
2. Berapakah aktivitas enzim CGTase tertinggi yang mmapu dihasilkan oleh
bakteri dari sedimen Situ Kuru?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Memperoleh dan mengidentifikasi bakteri asal sedimen Situ Kuru yang
mampu menghasilkan CGTase.
2) Mengetahui aktivitas enzim CGTase tertinggi yang mampu dihasilkan oleh
spesies-spesies bakteri asal sedimen Situ Kuru.
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai diversitas
bakteri dari sedimen Situ Kuru yang mampu menghasilkan enzim CGTase
sehingga dapat diketahui isolat-isolat bakteri unggul dalam memproduksi enzim
CGTase untuk digunakan dalam produksi siklodekstrin yang sangat penting bagi
industri farmasi, pangan dan kosmetik.
4
1.5 Kerangka Berfikir
Gambar 1. Alur kerangka berfikir
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Siklodekstrin
Siklodekstrin merupakan pati dimodifikasi dalam bentuk oligosakarida
non-pereduksi berbentuk cincin yang tersusun oleh unit D-glukosa yang diikat
oleh ikatan α-1,4 glikosidik (Sivakumar & Banu, 2011). Siklodekstrin memiliki
beberapa jenis diantaranya siklodekstrin unit kecil, siklodekstrin bercabang,
turunan siklodekstrin, dan siklodekstrin unit besar (Jin, 2013). Setiap siklodekstrin
memiliki unit glukopirosa yang memiliki gugus pada siklodekstrin OH yang
bebas, dua diantaranya adalah sekunder (C-2 dan C-3) dan satu primer (C-6),
karena itu masing-masing gugus hidroksil bebas dapat dimodifikasi, dengan
mensubtitusikan gugus atom hidrogen atau gugus hidroksil dengan berbagai
substituen. Sebagian besar hasil reaksi dari sintesis reaksi sederhana ini
membentuk sejumlah isomer yang banyak (Astray et al., 2009).
Siklodekstrin yang bercabang (generasi kedua siklodekstrin) diperoleh dari
sintesis kimia namun banyak terbentuk dari proses enzimatis. Siklodekstrin yang
bercabang dibagi menjadi dua macam: homogen dan heterogen, sedangkan
siklodekstrin bercabang terbagi menjadi 2 yaitu; bercabang tunggal atau banyak
(Gambar 2). Siklodekstrin yang bercabang homogen hanya memiliki glukosa atau
maltooligosakarida pada rantai samping yang terikat pada rantai utama
siklodekstrin. Siklodekstrin yang bercabang heterogen memiliki satu atau lebih
residu galaktosa atau mannosa yang terikat satu sama lain atau yang terikat
langsung pada cincin utama siklodekstrin. Kelarutan siklodekstrin yang bercabang
6
dalam air dipengaruhi oleh konsentrasi pelarut organik pada larutan (Astray et al.,
2009).
Turunan siklodekstrin biasanya terbentuk oleh proses aminasi, esterifikasi
atau etherifikasi dari stuktur primer atau sekunder gugus hidroksil pada
siklodekstrin. Berdasarkan subtituennya, turunan siklodekstrin memiliki kelarutan
yang berbeda dengan siklodektrin utama. Hampir semua volume rongga
hidrofobik siklodekstrin turunan berubah dan termodifikasi dapat meningkatkan
kelarutan, stabilitas terhadap cahaya atau oksigen dan membantu mengontrol
aktivitas kimia terhadap molekul asing yang berikatan (Valle, 2004).
Gambar 2. Pengelompokan siklodekstrin (Jin, 2013)
Tiga bentuk siklodekstrin umum dan paling banyak digunakan α-, β-, dan
γ-siklodekstrin berbentuk kristal, homogen dan nonhigroskopik, memiliki bentuk
cincin besar seperti torus. Cincin torus yang membentuk siklodekstrin, memiliki
bentuk kerucut atau lebih sering disebut kerucut yang bentuk donat (Cserhati &
Forgacs, 2003). Rongga tengah yang terbentuk dari atom hidrogen dan jembatan
glikosidik oksigen. Elektron yang tidak berikatan dengan jembatan glikosidik
7
oksigen yang mengarah langsung pada bagian dalam rongga membentuk
kerapatan elektron yang tinggi (Cserhati & Forgacs, 2003).
Struktur siklodekstrin yang dilihat melalui sinar x, tampak bahwa pada
gugus hidroksil sekunder (C-2 dan C-3) terletak di tepi bagian yang lebih lebar
pada bagian cincin dan gugus primer hidroksil (C-6) terletak pada bagian sisi lain
dan apolar C-3, hydrogen C-5 dan ether oksigen terdapat pada bagian dalam torus.
Struktur tersebut menghasilkan sebuah molekul yang memiliki sifat hidrofilik
pada bagian luar, dimana dapat larut dalam air dan rongga apolar yang
menyediakan matriks atau ruang hidrofobik, disebut juga “lingkungan heterogen
mikro” (Valle, 2004).
Gambar 3. Struktur Kimia 1 α-Siklodekstrin; 2 β-Siklodekstrin; dan 3 λ-
Siklodekstrin (Cserhati & Forgacs, 2003).
Gambar 3 menunjukkan perbedaan struktur α-Siklodekstrin; 2 β-
Siklodekstrin; dan 3 λ-Siklodekstrin yang mempengaruhi sifat ketiganya.β-
siklodekstrin memiliki sifat lebih larut dibandingkan α- dan γ-siklodekstrin. Sifat
termodinamika α-siklodekstrin dan γ-siklodekstrin serupa. Kelarutan siklodekstrin
sangat dipengaruhi oleh suhu. Seiring dengan kenaikan suhu, kelarutan air dari
8
siklodekstrin meningkat (Astray et al., 2009). Tabel 1 menunjukan perbedaan
sifat-sifat yang dimiliki ketiga siklodekstrin.
Tabel 1. Karakteristik siklodekstrin (Duchêne, 2011)
Parameter α β γ
Jumlah unit glukosa 6 7 8
Berat molekul (g/mol) 972 1135 1297
Kelarutan dalam air (suhu 25°C, g/100mL) 14,5 1,85 23,2
Diameter rongga (A) 5,3/4,7 6,5/6,0 8,3/7,5
β-siklodekstrin tidak larut dalam kebanyakan pelarut organik. Umumnya
pada larutan, kelarutan siklodekstrin akan menurun dengan seiring tingginya
konsentrasi pelarut organik. Namun pada beberapa pelarut terdapat pengecualian
seperti pada etanol, propanol, dan asetonitril dimana kelarutan maksimum terjadi
pada konsentrasi pelarut organik 20%-30% (Shieh & Hedges, 1996). Siklodektrin
tahan terhadap hidrolisis asam dari pada pati, asam kuat, seperti asam hidroklorida
dan asam sulfat. Laju hidrolisis meningkat seiring meningkatnya konsentrasi asam
dan suhu (Shieh & Hedges, 1996).
Siklodekstrin tidak terhidrolisis oleh basa, meskipun suhu dinaikkan.
Siklodekstrin akan mengalami proses oxidatif. Reaksi ini menyebabkan
terbukanya cincin glukosa tetapi tidak menghasilkan formaldehida atau asam
format karena tidak terjadi degradasi struktur siklodektrin sendiri (Jin, 2013).
Rongga siklodekstrin yang bersifat hidrofobik merupakan tempat masuknya
molekul asing di dalam rongga tersebut sebagai penggati molekul air dalam
larutan. Pembentukan senyawa inklusi yang dipengaruhi oleh sifat rongga
siklodekstrin yang bersifat hidrofobik dan sifat hidrofobik yang berinteraksi
dengan molekul asing (Bestari, 2014).
Mekanisme inklusi molekul asing pada rongga siklodekstrin yang terlihat
pada Gambar 4 mekanisme yang membentuk molekul komplek yang terdiri dari
9
satu molekul asing dan satu siklodekstrin menjadi molekul komplek yang terdiri
dari satu molekul asing dan dua siklodekstrin. Interaksi yang terjadi antara
siklodekstrin dengan molekul asing dapat meningkatkan kelarutan, laju disolusi,
bioavailabilitas, dan kestabilan senyawa, namun efek dan sifat tersebut
dipengaruhi sifat molekul asing dan siklodekstrin. Efek ini merupakan interaksi
hidrofobik, interaksi Van der Waals, ikatan hidrogen, interaksi dipole-dipole, dan
melepas molekul air dengan nilai entalpi yang tinggi (Szejtli, 1996).
Keistimewaan struktur cincin siklodekstrin yang menyebabkan aplikasinya
banyak digunakan dalam proses industri dan bioteknologi.
Proses inklusi merupakan proses satu molekul siklodekstrin dan molekul
asing saling bereaksi dan berasosiasi membentuk molekul komplek (Szejtli,
2004). Terlihat pada Gambar 4 Masuknya molekul asing pada rongga cincin
siklodekstrin disebabkan adanya substitusi molekul air disertai molekul asing
yang memiliki sifat kurang polar. Berdasarkan proses inklusi terjadi sebagai
berikut (Shieh & Hedges, 1996):
a) Pergantian energi interaksi polar nonpolar (antara inklusi air dan rongga
siklodesktrin dengan air dan molekul asing) yang tidak menguntungkan
dengan yang menyebabkan mendorong terjadinya interaksi nonpolar-
nonpolar (antara molekul asing dan rongga siklodekstrin) dan interaksi
polar-polar (antara larutan air dan molekul air yang terlepas dari rongga
siklodekstrin).
b) Terjadi penurunan tegangan pada rongga siklodekstrin setelah terbentuk
molekul komplek.
10
c) Interaksi van der Walls dan ikatan hidrogen antara siklodektrin dan
molekul asing.
Gambar 4. Pola ilustrasi inklusi molekul komplek (penggabungan molekul asing
dan siklodekstrin) (Giordano et al., 2001)
Ikatan yang terbentuk antara molekul asing dan siklodekstrin merupakan
nonkovalen. Berbagai faktor yang mempengaruhi ikatan nonkovalen seperti gaya
van der Walls, ikatan hidrogen, interaksi dipol-dipol, gaya disperse London dan
interaksi hidrofobik lainnya bertanggung jawab untuk membentuk suatu senyawa
kompleks yang stabil. Selain itu, jenis interaksi yang mempengaruhi satu molekul
komplek yang terjadi tidak dapat diprediksi sesuai atau tidak sesuai dengan satu
molekul inangnya. Satu jenis ikatan tidak dapat diketahui sebagai salah satu faktor
yang menentukan terbentuknya satu atau semua molekul komplek. Maka dari itu,
sulit untuk menentukan seberapa baik molekul asing akan berikatan dengan
siklodekstrin (Valle, 2004). Kemampuan pembentukan inklusi komplek
11
siklodekstrin sangat bervariasi sesuai dengan ukuran rongga yang terbentuk dan
bersarnya molekul asing (Jin, 2013).
2.2 Enzim Cyclodextrin Glycosil Transferase (CGTase)
Enzim Cyclodextrin glycosil transferase (CGTase) merupakan protein
yang memiliki sifat katalisis reaksi transglikosilasi, tetapi dapat menghidrolisis
pati (Qi, 2005). Siklodekstrin dihasilkan pada proses hidrolisis dari pati atau
turunan karbohidrat seperti amilosa, amilopektin dan maltooligosakarida sebelum
terbentuknya maltosa (Es et al., 2016). CGTase termasuk ke dalam keluarga
amilase karena dapat mendegradasi pati namun dalam proses pembentukan
siklodekstrin melalui tahap hidrolisis. CGTase merupakan salah satu hidrolase
glikosida dan memiliki perbedaan berdasarkan konformasi atom karbon anomerik
pada ikatan glikosidik pada proses hidrolisis (Jin, 2013).
CGTase mengkatalisis pembelahan ikatan glikosidik dua atau lebih pada
karbohidrat atau antara karbohidrat dan non-karbohidrat (Qi et al., 2005). Ada dua
tipe mekanisme enzim katalik yang pertama tipe konformasi insersi dan tipe
penjaga konformasi. Tipe konformasi insersi diawali dengan molekul air berikatan
dengan anomerik atom karbon sebagai nukleopil selama reaksi pemecahan ikatan
glikosidik dan reaksi bersifat irreversible. Sedangkan pada tipe konformasi, asam
amino lain pada protein enzim berikatan dengan anomerik atom karbon sebagai
nukleopil dan membentuk ikatan kovalen antara enzim dan substrat (Jin, 2013).
Proses reaksi balik hidrolisis pada tipe penjaga konformasi pada beberapa
kasus, berubah menjadi reaksi mekanisme glycosyltransferase jika molekul air
diganti oleh glikosilasi lain. Oleh karna itu, meskipun CGTase termasuk enzim
amilase. Reaksi katalis transfer glikosilasi oleh CGTase terbagi menjadi empat
12
tipe yaitu reaksi hidrolisis, siklisasi, kopling, dan disporposinasi, dimana kopling
reaksi disebut juga sebagai reaksi pembukaan cincin pada Gambar 5 Reaksi
katalis langsung CGTase tergantung pada empat reaksi tersebut yang dipengaruhi
oleh tipe substrat. Reaksi siklisasi konstan terjadi dibandingkan dengan reaksi
hidrolisis yang sering terjadi untuk membentuk siklodekstrin (Jin, 2013).
Gambar 5. Skema empat tipe reaksi glycosyltransferase (Uitdeehaag et al.,
1999). a: reaksi siklisasi; b: reaksi kopling; c: reaksi disproporsinasi;
d: reaksi hidrolisis.
Reaksi siklisasi merupakan reaksi katalis unik dari CGTase, dari siklodekstrin
dihubungkan dengan rantai oligosakarida, secara enzimatis terpisah dari substrat.
Reaksi balik dari siklisasi adalah reaksi kopling dan dapat dikatalis oleh beberapa
enzim. Substrat dengan rantai panjang dapat memicu reaksi siklisasi, sedangkan
konsentrasi tinggi maltoologisakarida atau glukosa sebagai substrat dapat memicu
reaksi kopling. Jika menggunakan pati alami sebagai substrat, reaksi pertama yang
13
banyak terjadi adalah disproporsinasi, yang memicu turunnya viskositas secara
cepat pada larutan substrat. Jika panjang rantai pada substrat telah sesuai, maka
reaksi siklisasi akan kembali menjadi reaksi yang dominan (Jin, 2013).
Cyclodextrin Glycosil Transferase merupakan enzim ektraseluler yang
umumnya dihasilkan oleh mikroba (Mora et al., 2012). Kekhususan produk
CGTase yang dihasilkan menentukan tipe siklodekstrin digunakan pada senyawa
yang berbeda. Struktur enzim CGTase memiliki karakteristik yang berbeda
berdasarkan jenis bakteri yang menghasilkannya (Jin, 2013).
2.3 Bakteri Penghasil Enzim Cyclodextrin Glycosil Transferase (CGTase)
Cyclodextrin Glycosil Transferase merupakan enzim ektraseluler yang
umumnya dihasilkan oleh mikroorganisme (Mora et al., 2012). Kekhususan
produk CGTase pada senyawa yang berbeda dapat menentukan tipe siklodekstrin.
Struktur enzim CGTase memiliki karakteristik yang berbeda berdasarkan jenis
bakteri yang menghasilkannya (Jin, 2013). Bakteri yang dapat menghasilkan
enzim CGTase akan membentuk zona kuning jingga pada media Horikoshi
Nakamura, akibat terjadinya proses inklusi pada siklodekstrin dengan
phenolphthalein sebagai penentu awal bakteri penghasil enzim CGTase (
Ravinder et al., 2012; Jin, 2013).
Banyak bakteri menggunakan pati sebagai sumber karbon dan sumber
energi, namun dalam penggunaannya harus dibantu dengan enzim ekstraseluler
berupa CGTase agar dapat menyederhanakan molekul kompleks pati menjadi
molekul yang lebih sederhana, sehingga dapat dimanfaatkan secara langsung
sebagai sumber energi oleh mikroorganisme (Qi et al., 2005). Biwer et al. (2002)
melaporkan bahwa telah diketahui sejumlah bakteri yang mampu menghasilkan
14
enzim CGTase, diantaranya yaitu: Bacillus, tetapi juga Klebsiella, Micrococcus,
dan Thermoanaerobacter.
2.4 Pati
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan panjang rantai karbon
beragam. Pati dibedakan dua kelompok molekul berdasarkan sifat kelarutanya
dalam air yaitu amilosa yang terlarut dalam air, sedangkan amilopektin molekul
tidak terlarut dalam air (Koswara, 2006). Pati atau amilum merupakan karbohidrat
kompleks yang tidak larut dalam air, berbentuk granula berwarna putih, dan tidak
berasa. Pati tersimpan dalam jumlah banyak pada organ tanaman sebagai salah
satu produk fotosintesis. Pati terdiri dari komponen amilosa, amilopektin, protein
dan lemak. Pati mengandung 15-30% amilosa, 70-85% amilopektin dan 5-10%
komposisi lainnya. Struktur dan jenis komposisi berbeda berdasarkan sifat
tanaman sumber pati (Greenwood, 1979). Produk penghasil pati alami seperti
tapioka, jagung, sagu, dan umbi-umbian terdapat banyak dan produksi melimpah
di Indonesia (Koswara, 2006).
Pati secara luas dipergunakan dalam industri kertas, lem, tekstil, dan
industri pengolahan makanan. Pati memiliki peranan penting dalam industri
permen glukosa, dekstrosa, sirup fruktosa. Pemanfaatan pati dapat digunakan
sebagai bahan baku dalam industri yang menghasilkan gula atau produk turunan
pati dengan proses hidrolisis asam atau secara enzimatik dapat menghasilkan
produk yang memiliki harga jual yang lebih tinggi (Silva et al., 2008). Pengolahan
pati membutuhkan suhu tinggi pada saat dimasak, pasta yang terbentuk berwarna
tidak bening, lengket dan tidak tahan terhadap perlakuan asam. Hal ini dapat
menyebabkan penggunaan pati alami terutama dalam bidang industri menjadi
15
terbatas dan belum dimanfaatkan dengan baik, sehingga hanya dimaanfaatkan
oleh tanaman saja sebagai sumber makanan (Koswara, 2006).
2.4 Sedimen
Kandungan mikroorganisme pada sedimen memiliki populasi yang
melimpah dengan keanekaragaman yang tinggi (Bissett et al., 2007). Menurut
Urakawa et al. (2001) sedimen dan tanah merupakan habitat mikroorganisme
dengan tingkat kompleksitas yang tinggi. Mikroorganime yang terdapat pada
sedimen memiliki keadaan fisiologi yang berbeda. Kelompok mikroorganisme
yang terdapat pada sedimen diantaranya mikroorganisme aerob, aerob fakultatf,
metanogen, homoasetonogen, pereduksi sulfat, pereduksi sulfur, denitrifikasi,
pereduksi besi dan fermentatif (Madigan et al., 2003).
Mikroorganisme sedimen memiliki peran penting dalam berbagai proses
biokimia di perairan, antara lain dalam degradasi materi organik, perputaran siklus
biogeokimia, mengendalikan kadar ammonium, nitrat, dan nitrit (Atlas & Bartha,
1993). Mikroorganisme yang terdapat melimpah di alam, memiliki kemampuan
metabolik yang luas, memiliki aktivitas enzimatik yang tinggi dan dapat bekerja
pada kondisi aerobik dan anaerobik. Selain itu mikroorganisme dapat
mendegradasi biopolimer (Atlas & Bartha, 1993). Sedimen danau yang berasal
dari berbagai macam sampah organik memungkinkan keanekaragaman
mikroorgamisme yang tinggi.
Menurut Madigan et al. (2003) pada sedimen terdapat bakteri aerob, aerob
fakultatif, metanogen, homoasetonogen, pereduksi sulfat, pereduksi sulfur,
denitrifikasi, dan fermentatif. Penelitian yang dilakukan oleh Hermawan (2014)
sedimen Situ Kuru digunakan sebagai inokulum untuk produksi biogas
16
memperoleh hasil kadar gas CH4 yang dihasilkan 0,926% dan memiliki potensi
sebagai pengurai substrat limbah sayuran.
2.5 Situ Kuru
Situ Kuru berada di kawasan Kota Tangerang Selatan, secara administratif
terdapat di Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur (Dinas Bina
Marga Sumber Daya Air Tangerang Selatan, 2012). Kawasan Situ Kuru terdapat
di samping Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Menurut Dinas Bina Marga
Sumber Daya Air Tangerang Selatan (2012) perubahan luas Situ Kuru yang
signifikan menyebabkan tidak terdata secara pasti, menurut Iqmar (2012) Situ
Kuru memiliki luas area 7.500 meter persegi, yang pada awal mulanya memiliki
luasan sekitar lima hektar.
Perubahan luas situ dipengaruhi oleh pembangunan UIN Jakarta yang
signifikan menyebabkan kawasan Situ Kuru mengalami alih fungsi lahan. Areal
Situ Kuru mengalami penimbunan dan terdapat bangunan hunian seta tempat dan
dipenuhi tumpukan sampah yang semakin meningkatkan proses pendangkalan
serta sedimentasi (Iqmar, 2012). Kondisi Situ Kuru yang sudah dalam keadaan
sangat kurang baik terlihat dari warna air yang kehitaman dan adanya sedimentasi
(Lampiran 1). Sedimentasi tersebut ada karena sampah-sampah yang dibuang ke
Situ Kuru. Sampah-sampah tersebut mengendap di dasar sedimen.
Kondisi yang terjadi pada Situ Kuru nyatanya masih belum mendapat
perhatian yang serius untuk mengembalikan fungsi kawasan tersebut. Data
empiris mengenai status dan kualitas lingkungan di Situ Kuru masih belum
tersedia. Hal ini mengingat belum adanya data laporan ilmiah mengenai hasil
17
penelitian di kawasan tersebut sehingga tidak diketahui dan belum dapat
dipastikan gambaran umum penurunan kualitas yang terjadi di Situ Kuru.
2.6 Analisis Filogenetik
Analisis filogenetik berhubungan erat dengan evolusi biologis. Evolusi
merupakan suatu proses gradual, suatu organisme yang memungkinkan spesies
sederhana menjadi lebih komplek melalui akumulasi perubahan dari beberapa
generasi seiring dengan lingkungan yang berubah (Yang & Rannala, 2012).
Keturunan akan mempunyai beberapa perbedaan dengan nenek moyangnya akibat
mengalami evolusi (Estabrook, 1984). Perbedaan variasi dan diferensiasi genetik
antara populasi, jarak genetik dapat terhitung dari jumlah perbedaan basa
polimorfik atau lokus gen masing-masing berdasarkan urutan DNA (Cavalli-
sforza, 1997).
Analisis sistematika dilakukan melalui konstruksi sejarah evolusi dan
hubungan evolusi antara keturunan dengan nenek moyangnya berdasarkan
kemiripan karakter dasar dari perbandingan (Lipscomb, 1998). Jenis analisis yang
sering digunakan adalah analisis filogenetik atau disebut juga cladistics atau clade
merupakan pengelompokan keturunan berdasarkan satu nenek moyang yang sama
(Yang & Rannala, 2012). Analisis filogenetik biasanya ditampilkan sebagai
sistem percabangan membentuk diagram pohon yang dikenal sebagai pohon
filogenetik (Brinkman & Leipe, 2001).
Karakter yang sama merupakan dasar untuk menganalis hubungan satu
spesies dengan spesies lainnya (Schmidt, 2003). Pohon filogenetik adalah
pendekatan logis dalam menjelaskan hubungan evolusi antara organisme
18
(Schmidt, 2003). Tujuan dari penyusunan filogenetik adalah mengkonstruksi
dengan tepat hubungan antar organisme dan mengestimasi perbedaan yang terjadi
pada satu nenek moyang ke keturunannya (Li et al., 1999). Ketika sekuen
nukleotida atau protein dari dua organisme memiliki kesamaan diduga diturunkan
dari sekuen common ancestor. Penyejajaran sekuen akan menunjukkan dimana
posisi sekuen berubah atau tidak / conserved atau divergent yang berkembang
menjadi berbeda (Yang & Rannala, 2012).
Pohon filogenetik dapat dikonstruksikan menggunakan dua cara dalam
menghasilkan pohon filogenetik. Cara pertama dengan memeriksakan semua atau
sejumlah pohon filogenetik dan memilih satu yang terbaik dengan kriteria tertentu
biasanya disebut dengan metode exhaustive search. Metode maximum parsimony,
fitch margoliash, dan maximum likehood termasuk ke dalam cara ini. Cara yang
kedua adalah dengan memeriksa hubungan topologi lokal dari pohon dan
mengkonstruksi pohon terbaik dengan beberapa langkah. Metode neighbor-
joining dan beberapa metode distance lainnya termasuk dalam kategori cara yang
kedua (Yang & Rannala, 2012). Metode maximum parsimony, distance, dan
maximum likehood merupakan metode yang sering digunakan dalam membentuk
pohon filogenetik dengan tipe analisis yang berbeda (Mount, 2001).
Filogenetik merupakan suatu hubungan kekerabatan antara berbagai
organisme berdasarkan keragaman genetik maupun morfologi berdasarkan gen
16S rRNA pada bakteri (Ravinder et al., 2012). Filogenetik mengkombinasikan
teknik biologi molekuler dengan statistik untuk menghubungkan filogenetik
berbagai organisme dengan menggunakan data sekuen DNA. Data sekuen DNA
didapatkan terlebih dahulu melalui metode Polymarase Chain Reaction (PCR)
19
(Matsunaga et al., 1999) berdasarkan ekstraksi DNA yang dilakukan dengan lisis
sel. Ekstraksi DNA ini merupakan tahapan penting dalam analisis DNA dengan
metode PCR, karena merupakan prosedur rutin dalam analisis molekur dan yang
sangat mempengaruhi hasil analisis ada atau tidaknya DNA yang diinginkan.
Jumlah dan kualitas DNA dapat dilihat melalui proses elektroforesis setelah
dilakukannya PCR. Elektroforesis merupakan teknik pemisahan molekul selular
berdasarkan ukuran dengan menggunakan medan listrik yang dialirkan pada
medium agar (Yuwono, 2005).
20
BAB III
METODE
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari–November 2017 di
laboratorium milik PT. GoEn Enzim International, Kelurahan Jaka Mulya Bekasi
Selatan dan Pusat Penelitian Biologi, LIPI, Cibinong.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah ose bulat, ose lurus,
magnetic strirrer, microtube, micro tip steril, cuvet, micropipet, gelas ukur,
wadah sampel, timbangan, autoklaf, hot plate, dry glasky, shaker, vortex, alat
PCR, sentrifugasi, spektrofotometer, seperangkat alat elektroforesis, UV
transiluminator, waterbath, dan laminar cabinet.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel sedimen Situ
Kuru untuk isolasi bakteri, akuades steril, medium Horikoshi dan Nakamura (pati
10 g/L, yeast extract 5 g/L, pepton 5 g/L, phenolphthalein 1 g/L, KH2PO4 1 g/L,
MgSO4.7H20 0.2 g/L, Na2CO3 10g/L, dan agar 1.5 g/L), buffer Tris-HCl pH 7,
larutan Na2CO3 pH 10, buffer TAE (Tris-Acetic acid-EDTA) 1x, RNase, marker
DNA 1 kb, DNA template, agarose, PCR kit KAPA3G plant DNA, primer 27F
(5’-AGAGTTTGATCCTGGCTCAG-3’) dan 1492R (5’-CGG TTA CCT TGT
TAC GAC TT -3’) (Ravinder et al., 2012).
21
3.3 Cara kerja
Penelitian isolasi bakteri penghasil enzim cyclodextrin glycosyltransferase
(CGTase) dari sedimen Situ Kuru diawali dengan tahap koleksi sampel, isolasi
dan screening bakteri, purifikasi dan penyimpanan bakteri penghasil CGTase
yang selanjutnya dilakukan uji kualitatif dan uji kuantitatif sebagai pengukuran
aktivitas enzim CGTase dari isolat-isolat bakteri terpilih pada uji kualitatif,
kemudian isolasi DNA, amplifikasi dan sequencing untuk dianalisis filogenetik.
3.3.1 Pengambilan Sampel Sedimen
Sampel sedimen berasal dari Situ Kuru, Ciputat-Tanggerang Selatan.
Sampel diambil dari tiga stasiun inlet, midlet, dan outlet (Lampiran 1).
Gambar 6. Lokasi pengambilan sedimen Situ Kuru (Sumber: ArcGIS)
Setiap stasiun diambil sampel dari 5 titik sampling sebagai pengulangan.
Pemilihan titik sampling diambil berdasarkan pH yang berkisar 7-8, masing-
masing titik sampling berjarak 100 cm dari pinggir situ dan titik sampling satu
22
sama lain. Sampel sedimen diambil pada 0-30 cm sebanyak 1 kg dan dimasukan
ke dalam botol plastik sampel, kemudian sampel dibawa ke laboratorium PT.
GoEn Enzim International untuk diproses ke tahap selanjutnya.
3.3.2 Isolasi dan Screening Bakteri
Sampel sedimen disuspensi dengan larutan akuades steril dengan tujuh
seri pengenceran dan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali, kemudian
diinokulasikan lima pengenceran terakhir pada media Horikoshi dan Nakamura
yang telah disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121 °C, tekanan
1,5 atm selama 15 menit (Es et al., 2016; Rakmai & Cheirsilp, 2016) dilakukan
pengulangan sebanyak tiga ulangan. Media Horikoshi dan Nakamura terdiri dari
pati 10 g/L, yeast extract 5 g/L, pepton 5 g/L,phenolphthalein 1 g/L, KH2PO4 1
g/L, MgSO4.7H20 0.2 g/L, Na2CO3 10g/L, dan agar 1.5 g/L dengan pH 10.
Kemudian diinkubasi pada suhu 35°C selama 24 - 48 jam. Koloni bakteri yang
positif memproduksi CGTase ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening di
sekitar koloni bakteri berwarna kuning jingga, kemudian dilakukan purifikasi.
3.3.3 Purifikasi Isolat Bakteri
Bakteri yang telah membentuk zona bening pada media screening,
dipurifikasi dengan metode streak four ways agar mendapatkan bakteri tunggal
dan sebagai uji ulangan bahwa bakteri membentuk zona bening. Media yang
digunakan media Horikoshi dan Nakamura dan diinkubasi selama 24 jam pada
suhu 35°C. Setelah didapatkan bakteri tunggal dilakukan penyimpanan dalam
media agar miring Horikoshi dan Nakamura tanpa menggunakan phenolphthalein
diinkubasi pada suhu ruang, untuk selanjutnya dilakukan tahapan identifikasi
(Cappucino & Sherman, 2011).
23
3.3.4 Uji Kualitatif Enzim CGTase
Uji kualitatif enzim CGTase dilakukan pada media agar Horikoshi dan
Nakamura dengan komposisi media yang sama dengan media screening. Isolat
bakteri ditusuk tegak lurus dengan media agar cawan dan diikubasi pada suhu
35°C selama 48 jam. Zona bening yang terbentuk kemudian diukur diameternya
dengan menggunakan penggaris dan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali.
Beberapa bakteri yang memiliki diameter zona bening terbesar dipilih untuk
dilakukan proses selanjutnya.
3.3.5 Pembuatan Kurva Standar β-siklodekstrin
Penghitungan kurva standar β-siklodekstrin berguna sebagai acuan dalam
konsentrasi produk siklodekstrin yang dihasilkan pada penghitungan aktivitas
enzim. Larutan stok dibuat dengan konsentrasi 5 mmol dan dilakukan variasi
konsentrasi dengan cara pengenceran dari larutan stok yang tersedia. Variasi
konsentrasi yang digunakan dari 0-0.2 mg/mL dengan interval konsentrasi 0,02
mg/mL dilarutkan ke dalam 5 mL Tris-Hcl 50 mM. Kemudian disiapkan larutan
reaksi yang terdiri dari 4% phenolphthalein dalam etanol, kemudian larutan
reaksi tersebut diencerkan dalam 125 mM buffer karbonat dengan perbandingan 5
tetes larutan reaksi berbanding 100 mL buffer karbonat. Setelah larutan reaksi
siap, tambahkan 1 mL larutan β-siklodekstrin dengan berbagai konsentrasi.
Kemudian homogenkan dan diukur penurunan absorbansi warna phenolphthalein
pada panjang gelombang λ 550 nm (Yu et al., 2015).
24
3.3.6 Produksi Enzim CGTase
3.3.6.1 Pembuatan Inokulum
Isolat bakteri ditumbuhkan pada 100 mL media cair Horikoshi dan
Nakamura pada suhu 37°C dan pH 10, dengan agitasi 180 rpm selama 24 jam.
Setelah tumbuh, dihitung nilai OD (Optical Density) pada inokulum. Nilai OD
yang digunakan adalah 0.500-1.00 atau setara dengan 107 CFU/mL (Cappucino &
Sherman, 2011). Setelah diukur nilai OD diambil 1 mL larutan inokulum pada
media cair Horikoshi dan Nakamura. Panjang gelombang λ 600 nm digunakan
untuk mengukur nilai OD bakteri. Setelah didapatkan nilai OD yang sesuai,
diambil 1% inokulum pada media produksi enzim (Yu et al., 2015).
3.3.6.2 Isolasi Enzim
Enzim dipanen menggunakan tube sentrifuge 30 mL. Media produksi
enzim yang telah diinkubasi selama 24 jam disentrifus dengan kecepatan 3.500
rpm selama 45 menit pada suhu ruang. Supernatan disimpan pada tube yang baru
sebagai stok enzim untuk dilakukan penghitungan aktivitas enzim dan disimpan
dalam suhu 4°C (Yu et al., 2015).
3.3.7 Pengukuran Aktivitas Enzim
Pengukuran aktivitas enzim CGTase dilakukan berdasarkan metode
Kaneko et al. (1987). Kadar siklodekstrin yang terbentuk pada sampel dapat
diukur berdasarkan penurunan nilai absorbansi intensitas warna yang dihasilkan
phenolphthalein setelah bereaksi dengan siklodekstrin pada sampel (Es et al.,
2016). Enzim kasar diambil sebanyak 1 mL ditambahkan dengan 1 mL larutan
pati 2% dalam 50 mM buffer Tris-HCl pH 7.0, diinkubasi pada suhu 50°C selama
10 menit setelah itu diinkubasi pada suhu 100°C selama 10 menit untuk
25
menghentikan reaksi yang terjadi. Kemudian ditambahkan 4 mL larutan reaksi
(0,06 mM phenolphthalein sebanyak 5 tetes dalam 100 mL Na2CO3 120 mM) dan
diukur absorbansi dari kompleks warna yang terbentuk pada larutan sampel.
Sampel yang telah ditambahkan larutan reaksi diukur dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang λ 550 nm dan dilakukan pengulangan
sebanyak tiga pada masing-masing isolat (Yu et al., 2015).
Kemudian nilai absorbansi yang didapatkan dikonversi berdasarkan
persamaan garis yang terbentuk pada kurva standar β-siklodekstrin untuk
mengetahui konsentrasi β-siklodekstrin yang terbentuk dan dihitung pengukuran
aktivitas enzim CGTase. Satu unit CGTase didefinisikan jumlah enzim yang
berkerja untuk memproduksi satu mikromol (µmol) β-siklodekstrin per menit
dalam kondisi reaksi tersebut (Yu et al., 2015). Pengukuran kontrol enzim dan
kontrol substrat dilakukan sebagai kontrol. Setelah itu dilakukan pengukuran
aktivitas enzim dengan rumus berikut (Lehninger, 1997):
Keterangan :
X = konsentrasi produk (µmol/mL)
V = Volume total reaksi (mL)
Fp = Faktor pengenceran
p = Volume enzim (mL)
q = Waktu inkubasi
3.3.8 Ektraksi DNA Bakteri dan Amplifikasi gen 16S rRNA
Eksraksi DNA bakteri dilakukan menggunakan metode pick up colony.
Sebanyak 1-2 koloni tunggal bakteri ditumbuhkan pada media Horikoshi
Nakamura diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35°C. Sebanyak 1 koloni tunggal
diambil menggunakan ose kemudian dimasukkan ke dalam micro sentrifuge tube
26
ukuran 1,5 mL yang telah berisi 100 µL nuclease free water sebagai ekstraksi
DNA kasar.
Ekstraksi DNA kasar diberi dilakukan sesuai dengan protokol KAPA3G
plant PCR kit untuk dilakukan amplifikasi secara langsung. Amplifikasi
dilakukan dalam campuran volume reaksi sebanyak 50 μL terdiri dari suspensi
DNA template 1,5 µL, KAPA Plant PCR buffer(2x) mengadung MgCl2 dan
dNTPs ditambahkan sebanyak 25 μL, forward primer 27F (5’-
AGAGTTTGATCCTGGCTC AG-3’) 1.5 μL, reverse primer1492R (5’-CGG
TTA CCT TGT TAC GAC TT -3’) 1.5μL, KAPA3G plant DNA polymerase 0.5
μL, KAPA plant PCR enhancer (100x) 10 μL, nuclease free water 10μL, dan Go
Taq green master mix 12.5. Campuran cocktail tersebut di amplifikasi dengan
mesin PCR.
Protokol amplifikasi PCR primer gen target proses denaturasi pada suhu
95°C selama 10 menit, denaturasi pada suhu 95°C selama 20 detik, annealing
pada suhu 50°C selama 15 detik, amplifikasi pada suhu 72°C selama 30 detik dan
ekstensi pada suhu 72°C selama 30 detik ladder. Proses PCR dilakukan 35 siklus
sampel PCR disimpan pada suhu -20°C hingga akan digunakan untuk proses
selanjutnya. Hasil PCR diamati dengan metode elektroforesis.
3.3.9 Elektroforesis DNA
Sebanyak 1 μL loading dye ditambahkan pada 2,5 μL ladder DNA 1 kb
dan 2,5 μL produk PCR, kemudian dihomogenkan setelah itu dimasukkan ke
sumur pada gel agarosa 1% yang telah ditambahkan 0,1% gel red direndam
dalam 100 mL TAE buffer 1x. Produk PCR diperiksa dengan elektroforesis pada
kondisi arus konstan 100 V selama 60 menit. Kemudian direndam dalam etidium
27
bromida 0,5 mg/mL selama 30 menit. Gel hasil elektroforesis divisualisasikan di
atas UV transluminator dan didokumentasikan.
3.3.10 Sekuensing DNA
Sekuensing DNA dilakukan menggunakan jasa sekuensing karena alat
tidak tersedia di laboratorium penelitian. Sampel hasil PCR yang telah dilakukan
elektroforesis dikirim ke 1stBASE (Malaysia) untuk dilakukan sekuensing DNA
bakteri.
3.3.11 Analisis Filogenetik
Hasil sekuen dari primer forward dan reverse diedit dan digabungkan
dengan menggunakan program Chromas Pro versi 2.1.4 (Technelysium,
Australia). Penyejajaran sekuen DNA dengan sekuen homolog dari GenBank
dilakukan dengan mencari homolog terlebih dahulu menggunakan program
BLAST (The Basic Local Alignment Search Tool) pada NCBI. Sekuen homolog
didapatkan dari List of Prokaryotic names with Standing Nomenclature (LPSN)
dengan kategori genus Bacillus yang diunduh dari GenBank
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/). Kemudian sekuen disejajarkan dengan
menggunakan program MUSCLE (Edgar, 2004) pada perangkat lunak MEGA 6
(Tamura et al., 2013).
Analisis filogenetik dilakukan menggunakan metode Neighbor Joining
(NJ) dalam MEGA 6. Semua parameter analisis mengacu pada parameter awal
program (default program) dengan model Maximum Composite Likelihood
dipilih sebagai model substitusi nukelotida. Kekuatan cabang internal pohon
filogenetik dalam analisis NJ diuji dengan analisa Bootstrap (BS) menggunakan
1000 ulangan. Nilai ≥ BS 50% ditampilkan pada pohon filogenetik.
28
3.4 Analisis Data
Data pada penelitian ini dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam
bentuk tabel dan kurva menggunakan program Excel 2013, sedangkan analisis
filogenetik ditampilkan dalam bentuk gambar dengan menggunakan perangkat
lunak Chromas Pro dan MEGA 6.
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Isolasi dan Screening Isolat Bakteri
Isolasi dan screening bakteri dari sedimen Situ Kuru dilakukan untuk
memperoleh isolat bakteri yang berpotensi menghasilkan CGTase. Berdasarkan
hasil isolasi dan screening dengan medium Horikoshi Nakamura (spesifik untuk
penghasil enzim CGTase), didapatkan sebanyak 65 isolat dengan rincian 20 isolat
pada stasiun outlet, 21 isolat pada stasiun midlet dan 24 isolat pada stasiun inlet.
Isolat-isolat bakteri yang positif menghasilkan enzim CGTase ditunjukkan dengan
adanya zona kuning jingga di sekitar koloni (Gambar 7).
Gambar 7. Bakteri positif penghasil enzim CGTase yang membentuk zona
kuning jingga pada media horikoshi dan nakamura (Sumber:
Dokumen Pribadi)
Park et al. (1989) menyatakan bahwa enzim CTGase pembentuk
siklodekstrin dari pati dapat diketahui dengan adanya pembentukan proses inklusi
kompleks dengan phenolphthalein pada medium agar padat, yang membentuk
zona kuning akibat pengurangan warna pada kondisi basa. Sebanyak 65 isolat
30
bakteri penghasil enzim CGTase didapatkan dari sedimen Situ Kuru menunjukkan
potensi sedimen tersebut sebagai sumber isolat bakteri penghasil enzim CGTase.
Beberapa penelitian sebelumnya melakukan isolasi isolat bakteri penghasil enzim
CGTase berasal dari berbagai tanah perkebunan. Penelitian yang dilakukan oleh
Klambe & Gupte (2014) didapatkan Bacillus oshimensis berasal dari tanah
perkebunan padi, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Yu et al. (2015)
diketahui bahwa Paenibacillus sp. setelah dilakukan isolasi dari tanah perkebunan
stevia. Penelitian Es et al. (2016) melaporkan Bacillus sp. memiliki aktivitas
enzim yang diisolasi dari tanah pertanian jagung Brazil, namun belum ada
penelitian yang mengisolasi isolat bakteri penghasil enzim CGTase dari sedimen.
Menurut Ravinder et al. (2012) berbagai prosedur isolasi telah
dikembangkan, namun tidak ada metode tunggal yang dapat mengungkapkan
keberadaan khusus mikroorganisme pada sampel. Teknik isolasi menggunakan
media selektif dapat menyeleksi secara efektif mikroorganisme pada sampel.
Habitat ekologis asal mikroorganisme yang diinginkan lebih mungkin diisolasi
akan tergantung pada karakteristik produk yang diinginkan dari mikroorganisme
tersebut.
Produksi enzim CGTase pada bakteri dipengaruhi keberadaan pati pada
media. Menurut penelitian Nishida et al. (1997) pati menginduksi mekanisme gen
CGTase setelah transkripsi, sedangkan regulasi negatif dipengaruhi oleh glukosa.
Berdasarkan hal ini, banyak penelitian yang melakukan isolasi isolat bakteri
penghasil enzim CGTase berdasarkan keberadaan pati dari sumber isolasi. Isolasi
bakteri pada sedimen Situ Kuru didapatkan sebanyak 65 isolat bakteri, hal ini
dapat mengindikasikan bahan organik berupa pati pada sedimen banyak
31
terkandung di dalamnya yang menyebabkan bakteri penghasil enzim CGTase
banyak didapatkan pada bakteri asal Situ Kuru. Namun belum ada penelitian yang
menyatakan kandungan bahan organik berupa pati terkandung dalam sedimen atau
bahan organik apa saja yang terkandung pada sedimen Situ Kuru
Berdasarkan penelitian Yunisa (2017), bahan organik sedimen Situ Kuru
cukup tinggi dengan nilai 81,9840%. Adanya aktivitas antropogenik pemukiman
penduduk, kolam ikan dan pembuangan sampah di sekitar Situ Kuru,
menyebabkan meningkatnya bahan-bahan organik sebagai nutrient yang masuk ke
dalam badan perairan. Akumulasi dan mengendapnya bahan organik yang tinggi
pada sedimen menyebabkan berlimpahnya keanekaragaman bakteri (Bissett et al.,
2007).
4.2 Hasil Uji Kualitatif Enzim CGTase
Uji kualitatif dilakukan untuk mengetahui indeks enzimatik dengan
mengukur diameter zona kuning jingga untuk mengevaluasi kapasitas produksi
CGTase oleh isolat bakteri pada media Horikoshi dan Nakamura (Lampiran 3).
Produksi enzim CGTase dengan cara menusuk isolat bakteri pada medium
Horikoshi dan Nakamura kemudian dihitung indeks enzimatik dengan mengukur
zona kuning jingga yang terbentuk (Lampiran 3) (Es et al., 2016).
Hasil uji menunjukkan bahwa diameter zona kuning jingga tertinggi
ditunjukkan oleh isolat 912 dan 1531 dengan nilai rata-rata 1.07 cm pada Tabel 2.
Nilai rata-rata diameter zona kuning jingga yang dihasilkan dapat
mengindikasikan enzim CGTase yang dihasilkan oleh bakteri pada media padat.
Rata-rata nilai zona kuning jingga yang terbentuk enzim CGTase bersamaan
32
dengan tumbuhnya koloni bakteri dapat menunjukkan kapasitas produksi enzim
secara kualitatif (Lampiran 3).
Tabel 2. Diameter zona kuning jingga pada isolat bakteri yang telah di screening
No
Nilai Rata-Rata
No
Nilai Rata-Rata
Kode Diameter Kode Diameter
Isolat Zona Kuning Jingga Isolat Zona Kuning Jingga
(cm)
(cm)
1 111 0,07±0,06
34 912* 1,07±0,06
2 113 0,03±0,02
35 922* 1,00±0,17
3 114 0,57±0,23
36 923 0,57±0,51
4 115 0,03±0,02
37 931 0,57±0,51
5 116 0,40±0,17
38 932 0,63±0,31
6 131 0,10±0,09
39 1011 0,67±0,32
7 132 0,03±0,02
40 1012 0,57±0,15
8 133 0,03±0,02
41 1021 0,50±0,44
9 211 0,07±0,06
42 1031 0,77±0,21
10 212 0,10±0.09
43 1211* 0,93±0,15
11 213 0,10±0,09
44 1311* 0,90±0,10
12 231 0,63±0,15
45 1312 0,87±0,12
13 232 0,67±0,15
46 1313 0,07±0,06
14 411 0,70±0,10
47 1314 0,87±0,15
15 412 0,30±0,20
48 1321 0,83±0,06
16 413 0,60±0,17
49 1322 0,83±0,06
17 414 0,67±0,15
50 1331* 0,90±0,10
18 415 0,57±0,12
51 1332* 0,97±0,12
19 511 0,50±0,30
52 1411 0,77±0,06
20 522 0,50±0,30
53 1412 0,83±0,06
21 612* 0,93±0,06
54 1413 0,83±0,06
22 613* 1,03±0,03
55 1414* 0,90±0,10
23 621* 0,90±0,10
56 1421 0,80±0,10
24 622* 0,90±0,10
57 1422 0,87±0,06
25 711 0,03±0,02
58 1423 0,83±0,12
26 722 0,23±0,21
59 1424 0,80±0,17
27 732 0,03±0,02
60 1431* 0,97±0,06
28 811 0,80±0,20
61 1432* 0,90±0,10
29 812* 1,01±0,26
62 1433* 0,97±0,06
30 831* 0,93±0,35
63 1521* 1,00
31 832* 1,03±0,15
64 1531* 1,07±0,06
32 833 0,87±0,15
65 1533* 0,97±0,06
33 911* 0,90±0,10
Keterangan: *isolat yang memiliki diameter zona kuning jingga 0,9-1,07
33
Park et al. (1989) menyatakan bahwa semakin besar diameter zona kuning
jingga yang terbentuk, berkorelasi tinggi dengan aktivitas enzim CGTase yang
dimiliki bakteri. Berdasarkan hal ini, sebanyak 21 isolat yang memiliki diameter
zona kuning jingga 0,9-1,07 cm (Tabel 2). Nilai diameter zona menandakan sel
dalam menghasilkan CGTase pada media padat. Zona kuning jingga tertinggi
terbentuk sebesar 1,07 cm sedangkan terendah sebesar 0,03 cm. Perbedaan ukuran
diameter zona kuning jingga pada uji kualitatif yang dilakukan pada media padat
dipengaruhi oleh kemampuan setiap jenis mikroorganisme dalam menghasilkan
enzim CGTase dan kemampuan enzim CGTase yang berdifusi ke dalam media
padat dalam mengonversi substrat pati secara langsung untuk dirubah menjadi
siklodekstin (Es et al., 2016).
Proses difusinya enzim pada media dapat mempengaruhi proses inklusi
reaksi antara phenolphthalein dan siklodekstrin yang terbentuk. Pati yang
digunakan pada media padat berubah menjadi siklodekstrin oleh aktivitas siklisasi
dari enzim CGTase yang dihasilkan oleh sel bakteri (Es et al., 2016). Proses
inklusi komplek merupakan proses siklodekstrin yang mengkapsulasi molekul
phenolphthalein, menyebabkan warna pink merah pada media hilang, mekanisme
ini menyebabkan dapat terlihatnya produksi CGTase pada media padat.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi terbentuknya zona kuning jingga
adalah kepadatan medium agar yang dipakai, yang mempengaruhi difusinya
enzim pada media dan faktor pertumbuhan bakteri (Park et al., 1989).
Produktivitas hasil produk dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan mikroorganisme
spesifik, konsentrasi biomass dan tingkat spesifik pembentukan produk (Costa et
al., 2015)
34
4.3 Hasil Uji Kuantitatif Aktivitas Enzim
Aktivitas enzim merupakan laju reaksi katalis dalam kondisi tertentu.
Pengukuran aktivitas enzim CGTase pada umumnya berdasarkan penurunan
substrat atau produk unit per waktu atau unit per volume yang dihasilkan pada
reaksi (Jin, 2013). Uji kuantitatif aktivitas enzim dilakukan untuk mengetahui
efektivitas enzim dalam menghasilkan siklodekstrin yang telah dikonversi dengan
kurva standar (Lampiran 2) dan dihitung untuk mengetahui aktivitas enzim yang
terjadi (Lampiran 5). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 21 isolat bakteri
yang diuji, aktivitas CGTase tertinggi dihasilkan oleh isolat 1432 dan 1433
(Gambar 8).
Keterangan: ND = Not Determine
Gambar 8. Aktivitas enzim oleh bakteri potensial
Nilai aktivitas enzim CGTase isolat 1432 dn 1433 berturut-turut 63,18
U/mL dan 65,15 U/mL, sedangkan pada isolat 621, 812, 922, 1531, dan 1533 nilai
aktivitas enzim tidak terhitung atau ND (Not Determine). Aktivitas enzim
berbanding lurus dengan konsentrasi enzim dalam proses reaksi membentuk
35
produk (Nishida et al., 1997). Nilai aktivitas enzim CGTase yang berbeda-beda
mengindikasikan bahwa isolat yang didapatkan dari sedimen Situ Kuru memiliki
kemampuan yang berbeda dalam menghasilkan enzim CGTase pada tahap
produksi enzim. Produksi enzim oleh mikroorganisme dipengaruhi oleh
keberadaan pati dalam media dalam media. Hal ini didukung oleh Es et al. (2016)
yang menyatakan pelepasan enzim ke media ekstraseluler dipengaruhi
kemampuan mikroorganisme menggunakan pati yang tersedia sebagai sumber
karbon untuk pertumbuhan. Enzim CGTase merupakan enzim metabolit primer
yang dihasilkan pada fase pertumbuhan bakteri yang aktif membelah.
Nishida et al. (1997) menyatakan produksi enzim ektraseluler CGTase
banyak terbentuk pada fase akhir exponensial bakteri dan cepat menurun pada
fase stasioner. Proses panen enzim dilakukan untuk mendapatkan enzim kasar
dilakukan pada jam ke 24, hal ini berdasarkan fase akhir eksponensial yang
dimiliki isolat terpilih pada umumnya pada jam ke 24 (Lampiran 4). Berdasarkan
data kurva tumbuh isolat-isolat bakteri terpilih, diketahui bahwa fase akhir
eksponensial pada isolat 1432 dan isolat 1433 pada jam ke 28, sedangkan pada
isolat 622 dan 812 jam ke 24. Isolat 922 pada jam ke 40, sedangkan pada isolat
1531 dan 1533 fase akhir eksponensial pada jam ke 30.
Berdasarkan hal tersebut, dapat diindikasikan pada isolat 1432 dan isolat
1433 telah memasuki fase eksponensial yang menyebabkan kensentrasi enzim
tinggi dan berbanding lurus dengan nilai aktivitas enzim CGTase. Nilai aktivitas
enzim CGTase yang tinggi mengindikasikan enzim tersebut efisien dalam
membentuk siklodekstrin pada kondisi tersebut, meskipun pada isolat 1414
memiliki waktu fase akhir eksponensial yang sama tetapi memiliki nilai aktivitas
36
enzim yang berbeda. Perbedaan kemampuan isolat bakteri dalam mengkonsumsi
pati secara efisien sangat mempengaruhi proses pembentukan siklodekstrin dan
perbedaan konsentrasi pati dapat mempengaruhi aktivitas enzim CGTase. Isolat
622 dan 812 telah memasuki fase stasioner dimana pada fase tersebut enzim
CGTase telah banyak menurun yang menyebabkan aktivitas enzim CGTase yang
didapatkan rendah bahkan tidak terdeteksi (Not Determine). Namun pada isolat
1531 dan 1533 pada jam ke 24 bukan merupakan fase eksponensial yang
menyebabkan enzim CGTase belum terlalu banyak dihasilkan pada saat panen
enzim kasar.
Aktivitas enzim CGTase isolat 1433 sebesar 65,15 U/mL dan isolat 1432
sebesar 63,18 U/mL, hasil penelitian ini memiliki nilai aktivitas enzim CGTase
yang lebih besar dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Syahrin (2015)
didapatkan dua isolat bakteri yang diberi nama isolat H-7 dan isolat I-7 memiliki
aktivitas enzim CGTase berturut-turut sebesar 0.744 U/mL dan 0.745 U/mL yang
berasal dari limbah kulit umbi jalar, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Yu
et al. (2015) diketahui bahwa Paenibacillus sp. diisolasi dari tanah perkebunan
stevia memiliki nilai aktivitas enzim CGTase sebesar 59.0±2.1 U/mL.
Beberapa penelitian seperti Klambe & Gupte (2014) melaporkan bahwa B.
oshimensis memiliki aktivitas enzim CGTase sebesar 4,5 U/mL yang diisolasi dari
tanah perkebunan padi sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Vassileva et al.
(2005) melaporkan bahwa B. circulas yang didapatkan dari National Bank of
Microorganisms and Cell Cultures Bulgaria memiliki aktivitas enzim CGTase
249,24 U/mL dan pada penelitian Es et al. (2016) melaporkan Bacillus sp.
37
memiliki aktivitas enzim CGTase 82,15 U/mL yang diisolasi dari tanah pertanian
jagung Brazil memiliki nilai aktivitas enzim lebih tinggi dari penelitian ini.
Nilai aktivitas enzim CGTase lebih tinggi pada penelitian dibandingkan
Syahrin (2015) yang memiliki nilai 0.744 U/mL dan 0.745 U/mL, Yu et al. (2015)
memiliki nilai 59.0±2.1 U/mL dan Klambe & Gupte (2014) memiliki nilai 4,5
U/mL mengindikasikan bahwa isolat yang didapatkan dari sedimen Situ Kuru
memiliki kemampuan lebih baik dalam menghasilkan enzim CGTase dan
penggunaan pati pada media untuk menghasilkan siklodekstrin.
Hasil uji kuantitatif isolat 912 dan isolat 1531 memiliki rata-rata nilai
tertinggi diameter zona bening 1,07 cm, namun memiliki aktivitas enzim berturut-
turut 16,67 U/mL dan 32,94 U/mL, sedangkan isolat 1433 dan 1432 memiliki
diameter zona bening 0,9 dan 0,97. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan hasil
uji kualitatif dengan hasil uji kuantitatif. Uji kualitatif dilakukan pada media padat
membentuk inklusi kompleks dengan siklodekstrin yang dihasilkan, oleh CGTase
dapat dideteksi secara langsung. Namun, hasil uji ini memiliki indikator reaksi
yang tidak spesifik, sedangkan uji kuantitatif dengan menggunakan
phenolphthalein dapat bersifat spesifik (Qi & Zimmermann, 2005).
Aktivitas CGTase tergantung pada kondisi reaksi, konsentrasi substrat,
jumlah enzim dan sumber CGTase (Rha et al., 2005). Beberapa penelitian telah
melaporkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi produksi siklodekstrin
adalah mikroorganisme penghasil CGTase (Charoenlap et al., 2004; Kim et al.,
1995; Szerman et al., 2007). Aktivitas enzim pada masing-masing isolat
dipengaruhi oleh kondisi medium (pH, suhu inkubasi, komposisi medium) dan
struktur protein enzim CGTase itu sendiri pada proses reaksi tersebut. Bakteri
38
yang digunakan harus mampu menghasilkan enzim yang tinggi dan enzim yang
dihasilkan dapat mengubah substrat menjadi produk yang diinginkan.
CGTase yang berasal dari isolat bakteri yang berbeda memiliki perbedaan
karakteristik, seperti berat molekul, pH optimum, suhu optimum, titik isoelektrik
dan produk utamanya. Perbedaan suhu dan kisaran pH optimum sangatlah penting
pada masing-masing CGTase setiap bakteri. Selain itu, perbedaan karakteristik
mempengaruhi struktur domain enzim CGTase itu sendiri yang berbeda satu sama
lainnya. Keseluruhan struktur domain memberikan pengaruh penting dalam
menghidrolisis pati dan bertanggung jawab dalam pengikatan substrat ke dalam
sisi aktif enzim dan terjadinya proses degradasi substrat untuk menghasilkan
produk lebih efisien atau tidak (Jin, 2013).
4.4 Analisis Filogenetik
Analisis filogenetik berdasarkan data sekuen 16S rRNA dari total 32
sekuen Bacillus termasuk sekuen-sekuen nukelotida yang diunduh dari GenBank
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/) dan dari 21 sekuen isolat bakteri Situ Kuru hanya
8 sekuen yang dapat diolah untuk diketahui filogenetiknya pada Gambar 11
menunjukkan bahwa sekuen isolat 1432 dan isolat 1433 membentuk monofiletik
dengan nilai booststrap 69% yang dapat diartikan bahwa isolat tersebut
merupakan isolat yang sama.
Kedua isolat membentuk sister clade dengan isolat 1332, 1211, 912, 621,
613, dan 911 yang membentuk monofiletik dengan B. oshimensis strain K11
dengan nilai bootstrap 65% dan nilai similaritas 99%-100% (Lampiran 5). Data
ini menunjukkan bahwa keenam sekuen ini berkerabat dekat B. oshimensis. Pohon
filogentik juga menunjukkan bahwa B. oshimensis berkerabat dekat B. hunanensis
39
strain JSM 081003 dengan nilai boostrap 67% dan B. lehensis strain MLB2
dengan nilai boostrap 100%
Gambar 9. Filogram isolat bakteri penghasil CGTase dari sedimen Situ Kuru
berdasarkan data sekuen 16S rRNA dengan metode Neighbor
Joining
Beberapa penelitian telah melaporkan B. oshimensis dapat menghasilkan
enzim CGTase. Penelitian yang dilakukan oleh Klambe & Gupte (2014)
AB043865 Bacillus horikoshii strain DSM 8719T
X76447 Bacillus halmapalus DSM 8723T
X76437 Bacillus cohnii DSM 6307T
AY724690 Bacillus circulans strain ATCC 4513T
D16273 Bacillus megaterium strain IAM 13418T
AB021189 Bacillus lentus strain ATCC 10840T
D16268 Bacillus firmus strain IAM 12464T
AJ276351 Bacillus subtilis strain DSM 10T
AB043864 Bacillus mannanilyticus strain 6199T
D87035 Bacillus horti strain DSM 12751T
AJ493660 Bacillus saliphilus strain 15402T
AF064704 Bacillus selenitireducens strain 15326T
X76445 Bacillus agaradhaerens DSM 8721T
X76444 Bacillus clarkii DSM 8720T
Z48306 Bacillus vedderi strain DSM 9768T
AB047684 Bacillus okuhidensis strain 13666T
AJ302709 Bacillus halodurans strain DSM 497T
AB043846 Bacillus hemicellulosilyticus DSM 16731T
X76439 Bacillus pseudofirmus strain 8715T
AB043858 Bacillus akibai JCM 9157T
AB043851 Bacillus wakoensis strain DSM 2521T
AB086897 Bacillus krulwichiae strain JCM 11691T
AY376312 Bacillus bogoriensis strain LBB3T
X76436 Bacillus alcalophilus DSM 485T
X76449 Bacillus pseudoalcaliphilus strain 8725T
X76446 Bacillus gibsonii DSM 8722T
X76440 Bacillus clausii DSM 8716T
AY258614 Bacillus patagoniensis strain PAT 05T
AY793550 Bacillus lehensis strain MLB2T
NR 108948 Bacillus hunanensis strain JSM 081003T
AB188090 Bacillus oshimensis strain K11T
912
911
621
1332
1211
613
1432
1433
AJ345020 Paenibacillus agarexedens strain DSM 1327T
40
melaporkan B. oshimensis memiliki nilai aktivitas enzim kasar CGTase sebesar
4,5 U/mL setelah di lakukan optimasi media. Bakteri tersebut memiliki pH
optimum 9 diinkubasi selama 24 jam dengan agitasi 120 rpm pada suhu 37°C
menggunakan media Horikoshi dan Nakamura. Selanjutnya penelitian yang
dilakukan Pol & Gupte, (2016) melaporkan B. oshimensis memiliki aktivitas
enzim CGTase yang telah dilakukan pemurnian sebesar 19,38 U/mL namun
memiliki pH optimum yang berbeda dengan yang dilakukan oleh Klambe &
Gupte (2014) memiliki pH optimum pada pH 8. Penelitian Pol & Gupte (2016)
melaporkan bahwa berat molekul protein enzim CGTase B. oshimensis 66kDa
berupa monomer.
Blanco et al. (2014) melaporkan B. lehensis memiliki aktivitas enzim
CGTase sebesar 320,74 U/mL setelah dilakukan purifikasi dengan DEAE-
Sepharose column 6B. Suhu dan pH optimum secara berurut-turut pada 55°C dan
8. Enzim CGTase yang dihasilkan oleh B. lehensis memiliki berat molekul 81,27
kDa. Beberapa penelitian telah melaporkan spesies bakteri yang berasal dari genus
Bacillus yang dapat menghasilkan enzim CGTase adalah B. circulans (Costa et
al., 2015), B. cereus, B. firmus, B. macerans (Rendleman, 1996; Rha et al., 2005)
41
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
1) Berdasarkan analisis filogenetik sekuen 16S rRNA, sekuen isolat 1332,
1211, 912, 621, 613, dan 911 berkerabat dengan Bacillus oshimensis
dengan nilai boostrap 65% dan nilai similaritas 99%-100%.
2) Isolat 1433 memiliki nilai aktivitas enzim CGTase tertinggi yaitu sebesar
65,155 U/mL, diikuti oleh isolat 1432 sebesar 63,18 U/mL.
5.2 Saran
1) Setiap isolat bakteri perlu dilakukan optimasi suhu, pH, konsentrasi enzim
dan substrat untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal berdasarkan
karakteristik enzim masing-masing isolat yang dihasilkan.
2) Dihitung efektivitas pembentukan produk oleh setiap isolat bakteri
42
DAFTAR PUSTAKA
Astray, A., Gonzalez-Barreiro, C., Mejuto, J. C., Rial-Otero, R., & Simal-
Gandara, J. (2009). A review on the use of cyclodextrins in foods. Food
Hydrocolloids, 23, 1631–1640. http://doi.org/10.1016/j.foodhyd.2009.01.001
Atlas, R. M., & Bartha, R. (1993). Microbial ecology: fundamental and
applications. Philippines: Addison-Wesley Publishing Company.
Bestari, A. N. (2014). Penggunaan siklodekstrin dalam bidang farmasi. Majalah
Farmaseutik, 10(1), 197–201.
Bissett, A., Burke, C., Cook, P. L. M., & Bowman, J. P. (2007). Bacterial
community shifts in organically perturbed sediments. Environmental
Microbiology, 9(1), 46–60. http://doi.org/10.1111/j.1462-2920.2006.01110.x
Biwer, A., Antranikian, G., & Heinzle, E. (2002). Enzymatic production of
cyclodextrins. Applied Microbiology Biotechnology, 59, 609–617.
http://doi.org/10.1007/s00253-002-1057-x
Blanco, K. C., Moraes, F. F. D. E., & Bernardi, N. S. (2014). Cyclodextrin
production by Bacillus lehensis isolated from cassava starch :
Characterisation of a Novel Enzyme. Czech Journal of Food Science, 32(1),
48–53.
Brinkman, F., & Leipe, D. (2001). Phylogenetic analysis. in: bioinformatics: a
practical guide to the analisys of gene and protein. New Jersey: John Wiley
& Sons.
Cappucino, J. G., & Sherman, N. (2011). Microbiology a laboratory Manual (9th
ed.). San Francisco: Benjamin Cumming.
Cavalli-sforza, L. L. (1997). Genes, people and languages. Proceedings of The
National Academy of Sciences, 94(15), 7719–7724.
Charoenlap, N., Dharmsthiti, S., & Sirisansaneeyakul, S. (2004). Optimization of
cyclodextrin production from sago starch. Bioresource Technology, 92, 49–
54. http://doi.org/10.1016/j.biortech.2003.07.007
Costa, H., Gaston, J. R., Lara, J., Martinez, C. O., Moriwaki, C., Matioli, G., &
Ferrarotti, S. A. (2015). Cyclodextrin glycosyltransferase production by free
cells of Bacillus circulans DF 9R in batch fermentation and by immobilized
cells in a semi-continuous process. Bioprocess and Biosystems Engineering,
38, 1055–1063. http://doi.org/10.1007/s00449-014-1347-6
Cserhati, T., & Forgacs, E. (2003). Cyclodextrins in chromatography. Cambridge:
The Royal Society of Chemistry.
Dinas Bina Marga Sumber Daya Air Tangerang Selatan. (2012). Situ Legoso.
Retrieved January 7, 2017, from http://www.dbmsda.tangerangselatankota
.go.id
43
Duchêne, D. (2011). Cyclodextrins and their inclusion complexes, in cyclodextrins
in pharmaceutics, cosmetics, and biomedicine: current and future industrial
applications (E. Bilenso). New Jersey: John Wiley & Sons.
Edgar, R. C. (2004). MUSCLE : multiple sequence alignment with high accuracy
and high throughput. Nucleic Acids Research, 32(5), 1792–1797.
http://doi.org/10.1093/nar/gkh340
Endo, T., Zheng, M., & Zimmermann, W. (2002). Enzymatic synthesis and
analysis of large-ring cyclodextrins. Australian Journal of Chemistry, 55,
39–48.
Es, I., Ribeiro, M. C., Junior, S. R. dos S., Khaneghah, A. M., Rodriguez, A. G.,
& Amaral, A. C. (2016). Production of cyclodextrin glycosyltransferase by
immobilized Bacillus sp . on chitosan matrix. Bioprocess and Biosystems
Engineering. http://doi.org/10.1007/s00449-016-1625-6
Estabrook, G. (1984). Phylogenetic trees and character-state trees. in
perspectives on the recontruction evolutionary history cladistics. Columbia
University Press.
Giordano, F., Novak, C., & Moyano, R. J. (2001). Thermal analysis of
cyclodextrins and their inclusion compounds. Thermochimica Acta, 380,
123–151.
Greenwood, J. A. (1979). Probability weighted moments: definition and relation
to parameters of several distributions expressable in inverse form. Water
Resources Research, 15(5).
Hermawan, A. S. (2014). Pemanfaatan sedimen Situ Kuru sebagai inokulum
untuk produksi biogas dengan substrar serasah, batubara dan limbah
sayuran. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Iqmar. (2012). Situ Kuru menyempit, kawasan UIN Ciputat krisis air. Retrieved
January 7, 2017, from http://www.kabar6.com
Jin, Z. (2013). Cyclodextrin chemistry preparation and application. Singapore:
World Scientific Publishing.
Kaneko, T., Kato, T., Nakamura, N., & Horikhosi, K. (1987). Spectrophotomrtric
determination of cyclization activity of β-Cyclodextrin forming
cyclomaltodextrin glucanotransferase. Journal of The Japanese Society of
Starch Science, 34(1), 45–48.
Kim, T. J., Kim, B. C., & Lee, H. S. (1995). Production of cyclodextrin using
moderately heat-treated corn starch. Enzyme and Microbial Technology,
17(12), 1057–1061.
Kim, T. J., Kim, B. C., & Lee, H. S. (1997). Production of cyclodextrin using raw
starch without a pretreatment. Enzyme and Microbial Technology, 20, 506–
509.
Klambe, R., & Gupte, A. (2014). Cyclodextrin glycosyltransferase production by
alkaliphilic Bacillus sp. isolated from rice cultivated soil and media
44
optimization using taguchi method. International Journal of Pharmaceutical
Sciences and Research, 5(7), 2754–2762. http://doi.org/10.13040/IJPSR.
0975-8232.5(7).2754-62
Koswara. (2006). Teknologi modifikasi pati. Ebook Pangan.
Larsen, K. L. (2002). Large cyclodextrins. Journal of Inclusion Phenomena and
Macrocyclic Chemistry, 43, 1–13.
Lee, Y., Zhou, Y., Park, D., & Choi, Y. (2013). b -cyclodextrin production by the
cyclodextrin glucanotransferase from Paenibacillus illinoisensis ZY-08 :
cloning , purification , and properties. World Journal of Microbiology and
Biotechnology29, 29, 865–873. http://doi.org/10.1007/s11274-012-1241-9
Lehninger, A. L. (1997). Cyclodextrins in chromatography (1st ed.).
Li, S., Pearl, D., & Doss, H. (1999). Phylogenetic tree contruction using markov
chain monte carlo. Retrieved October 25, 2017, from http://www.stat.ohio-
state.edu/~doss/research/mctrees.pdf
Lipscomb, D. (1998). Basic of cladistic analysis. student guide paper. https://www2.gwu.edu/~clade/faculty/lipscomb/Cladistics.pdf
Madigan, M. T., Maitinko, J. M., & Parker, J. (2003). Biology of microrganisms
(9th ed.). USA: Pearson Education.
Matsunaga, T., Chikuni, K., Tanabe, R., Muroya, S., Shibata, K., Yamada, J., &
Shinmura, Y. (1999). A quick and simple method for the identication of meat
species and meat products by PCR assay. Meat Science, 51, 143–148.
Mora, M. M. M., Sánchez, K. H., Santana, R. V., Rojas, A. P., Ramírez, H. L., &
Torres-labandeira, J. J. (2012). Partial purification and properties of
cyclodextrin glycosiltransferase ( CGTase ) from alkalophilic Bacillus
species. SpringerPlus, 1(61).
Mount, D. W. (2001). Phylogenetic prediction. in : bioinformatic, sequence and
genome analysis. New York: New York Press.
Nishida, T., Nakamura, A., Masaki, H., & Uozumi, T. (1997). Regulation of
cyclodextrin glucanotransferase synthesis in Bacillus ohbensis. Federation of
European Microbiological Societies, 149, 221–226.
Park, C. S., Park, K. H., & Kim, S. H. (1989). A rapid screening method for
alkaline β-cyclodextrin glucanotransferase using phenolphthalein — methyl
orange-containing-solid Medium. Agricultural and Biological Chemistry,
53(4), 1167–1169. http://doi.org/10.1080/00021369.1989.10869443
Pol, R. nilesh, & Gupte, A. M. (2016). Purification & Characterization of
Cyclodextrin glycosyltransferase from alkaliphilic Bacillus oshimensis.
World Journal of Pharmaceutical Research, 5(2).
Qi, Q., & Zimmermann, W. (2005). Cyclodextrin glucanotransferase : from gene
to applications. Cyclodextrin Glucanotransferase: From Gene to
Applications, 66, 475–485. http://doi.org/10.1007/s00253-004-1781-5
45
Rakmai, J., & Cheirsilp, B. (2016). Continuous production of β-cyclodextrin by
cyclodextrin glycosyltransferase immobilized in mixed gel beads :
comparative study in continuous stirred tank reactor and packed bed reactor.
Biochemical Engineering Journal, 105, 107–113. http://doi.org/10.1016/
j.bej.2015.09.011
Rauf, Z. A., Ilias, R. M., Mahadi, N. M., & Hasan, O. (2008). Experimental
design to optimization of beta cyclodextrin production from ungelatinized
sago starch. European Food Research and Technology, 226, 1421–1427.
http://doi.org/10.1007/s00217-007-0673-1
Ravinder, K., Prabhakar, T., Prasanthkumar, K., Venkata, G., Bhushan, P., &
Venuka, N. (2012). Screening, isolation and characterization of cyclodextrin
glycosyl transferase producing bacteria from soil samples. International
Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 3, 408–414.
Rendleman, J. A. (1996). Ethe production of cyclodextrins using CGTase from
Bacillus macerans *. Carbohydrate Biotechnoloy Protocol, 10, 89–101.
Rha, C. S., Lee, D. H., Kim, S. G., Min, W. K., Byun, S. G., Kweon, D. H., …
Seo, J. H. (2005). Production of cyclodextrin by poly-lysine fused Bacillus
macerans cyclodextrin glycosyltransferase immobilized on cation exchanger.
Journal of Molecular Catalysis B. Enzymatic, 34, 39–43. http://doi.org/
10.1016/j.molcatb.2005.04.004
Schmidt, H. (2003). Phylogenetics trees from large datasets. Retrieved from
http://www.bi.unidesseldorf.de/~hschmidt/publ/schmidt2003.phdthesis.pdf
Shieh, W. J., & Hedges, A. R. (1996). Properties and applications of
cyclodextrins. Journal of Macromolecular Science, A33(5), 673–683.
Sian, H. kek, Said, M., Hassan, O., Kamaruddin, K., Ismail, A. F., Rahman, R. A.,
… Illias, R. M. (2005). Purification and characterization of cyclodextrin
glucanotransferase from alkalophilic Bacillus sp . G1. Process Biochemistry,
40, 1101–1111. http://doi.org/10.1016/j.procbio.2004.03.018
Silva, R. do N., Quintino, F. P., Monteiro, V. N., & Asquieri, E. R. (2008).
Production of glucose and fructose syrups from cassava (Manihot esculenta
Crantz) starch using enzymes produced by microorganisms isolated from
Brazilian Cerrado soil. Ciencia E Tecnologia de Alimentos.
http://doi.org/10.1590/S0101-20612010005000011
Sivakumar, N., & Banu, S. (2011). Standardization of optimum conditions for
cyclodextrin glycosyltransferase production. International Conference on
Food Engeneering and Biotechnology, 9, 102–106.
Syahrin, A. (2015). Isolasi dan penapisan bakteri isolat lokal penghasil CGTase
(Siklodekstrin Glukanotransferase) pati jalar. Retrieved from
library@kpa.unila.ac.id/14363
Szejtli, J. (1996). Cyclodextrin Technology. Dordrecht: Kluwer Academic
Publishers.
46
Szejtli, J. (1998). Introduction and general overview of cyclodextrin chemistry.
Chemical Reviews, 98, 1743–1753.
Szejtli, J. (2004). Past, present, and future of cyclodextrin research. Pure and
Applied Chemistry, 76(10), 1825–1845.
Szerman, N., Schroh, I., Rossi, A. L., Rosso, A. M., Krymkiewicz, N., &
Ferrarotti, S. A. (2007). Cyclodextrin production by cyclodextrin
glycosyltransferase from Bacillus circulans DF 9R. Bioresource Technology,
98, 2886–2891. http://doi.org/10.1016/j.biortech.2006.09.056
Tamura, K., Stecher, G., Peterson, D., Filipski, A., & Kumar, S. (2013). MEGA6 :
molecular evolutionary genetics analysis version 6 . 0. Molecular Biology
and Evolution, 1–5. http://doi.org/10.1093/molbev/mst197
Uitdeehaag, J. C., Kalk, K. H., & Veen, B. A. (1999). The cyclyzation mechanism
of cyclodextrin glucanotransferases (CGTase) as revealed by a gamma-
cyclodextrin CGTase complex at 18-A resolution. The Journal of Biological
Chemistry, 274, 34868–34876.
Urakawa, H., Radjasa, O. K., Junaidi, & Ohwada. (2001). Characterization of
psychrotrophic bacteria in the surface and deep-sea waters rom North-
Western Pacific Ocean based on 16S ribosomal DNA approach. Journal of
Coastal Development, 3(2), 354 – 462.
Valle, E. M. (2004). Cyclodextrins and their uses : a review. Process
Biochemistry, 39, 1033–1046. http://doi.org/10.1016/S0032-9592(03)002589
Vassileva, A., Beschkov, V., Ivanova, V., & Tonkova, A. (2005). Continuous
cyclodextrin glucanotransferase production by free and immobilized cells of
Bacillus circulans ATCC 21783 in bioreactors. Process Biochemistry, 40,
3290–3295. http://doi.org/10.1016/j.procbio.2005.03.022
Yang, Z., & Rannala, B. (2012). Molecular phylogenetics: principles and practice.
Macmillan Publishers Limited, 13(May), 303–315. http://doi.org/
10.1038/nrg3186
Yu, X., Yang, J., Li, B., & Yuan, H. (2015). High efficiency transformation of
stevioside into a single mono-glycosylated product using a cyclodextrin
glucanotransferase from Paenibacillus sp. CGMCC 5316. World Journal of
Microbiology and Biotechnology.
Yunisa, Z. (2017). Emisi gas metana (CH4) di Situ Kuru berdasarkan kedalaman
sedimen. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Yuwono, T. (2005). Biologi molekuler. Jakarta: Erlangga.
47
LAMPIRAN
Lampiran 1. Lokasi pengambilan sampel
Outlet (A), inlet (C), midlet (C & D)
Lampiran 2. Kurva standar siklodekstrin
48
Lampiran 3. Contoh uji kualitatif pada media Horikoshi Nakamura dengan
pengulangan tiga kali
Lampiran 4. Data kurva tumbuh 21 bakteri terpilih
No Nama Isolat
Fase Permulaan Fase Logaritma Fase Stasioner
(Initial Growth) (fase Eksponensial)
(Jam Ke-) (Jam Ke-) (Jam Ke-)
1 612 2 - 12 14 - 32 ≥32
2 613 2 - 14 16 - 32 ≥32
3 621 2 - 8 10 - 24 ≥24
4 622 2 - 8 10 - 24 ≥24
5 812 2 - 8 10 - 24 ≥24
6 831 2 - 10 12 - 24 ≥24
7 832 2 - 6 8 - 24 ≥24
8 911 2 - 6 8 - 32 ≥32
9 912 2 - 6 8 - 40 ≥40
10 922 2 - 6 8 - 40 ≥40
11 1211 2 - 6 8 - 40 ≥40
12 1311 2 - 6 8 - 26 ≥26
13 1331 2 - 4 6 - 36 ≥36
14 1332 2 - 4 6 - 40 ≥40
15 1414 2 - 6 8 - 28 ≥28
16 1431 0 - 4 6 - 24 ≥24
17 1432 0 - 4 6 - 28 ≥28
18 1433 0 - 6 8 - 28 ≥28
19 1521 0 - 4 6 - 26 ≥26
20 1531 0 - 2 4 - 30 ≥30
21 1533 0 - 2 4 - 30 ≥30
49
50
51
Lampiran 5. Tingkat kemiripan isolat 1332 berdasarkan analisis BLAST
Lampiran 6. Tingkat kemiripan isolat 912 berdasarkan analisis BLAST
Lampiran 7. Tingkat kemiripan isolat 1433 berdasarkan analisis BLAST
52
Lampiran 8. Perhitungan aktivitas enzim
No Nama Isolat 1 2 3 Rata-rata Pengenceran Konsentrasi Aktivitas(mmol/menit/mL) Aktivitas(unit/mL)
1 612 0.081 0.112 0.132 0.108 5 0.2469 0.0494 49.375
2 613 0.052 0.052 0.034 0.046 5 0.0932 0.0186 18.639
3 621 0.156 -0.012 0.004 0.049 10 0.2028 0.0406 40.565
4 622 0.01 0.008 0.007 0.008 10 0.0007 0.0001 0.131
5 812 0.003 0.001 0.011 0.005 10 -0.0158 -0.0032 -3.156
6 831 0.103 0.081 0.091 0.092 5 0.2058 0.0412 41.157
7 832 0.053 0.055 0.06 0.056 5 0.1179 0.0236 23.57
8 911 0.069 0.069 0.062 0.067 5 0.1441 0.0288 28.83
9 912 0.059 0.032 0.035 0.042 5 0.0833 0.0167 16.667
10 922 0.001 0 0 0 5 -0.0194 -0.0039 -3.879
11 1211 0.008 0.009 0.074 0.03 5 0.0546 0.0109 10.914
12 1311 0.082 0.073 0.169 0.108 5 0.2461 0.0492 49.211
13 1331 0.054 0.027 0.034 0.038 5 0.0743 0.0149 14.859
14 1332 0.051 0.043 0.056 0.05 5 0.1031 0.0206 20.611
15 1414 0.042 0.066 0.049 0.052 5 0.1088 0.0218 21.762
16 1431 0.062 0.029 0.029 0.04 5 0.0784 0.0157 15.68
17 1432 0.106 0.137 0.166 0.136 5 0.3159 0.0632 63.182
18 1433 0.225 0.115 0.081 0.14 5 0.3258 0.0652 65.155
19 1521 0.081 0.061 0.083 0.075 5 0.1647 0.0329 32.939
20 1531 0.003 0.006 0.003 0.004 10 -0.0207 -0.0041 -4.142
21 1533 0.006 0.003 0.004 0.004 10 -0.0191 -0.0038 -3.813
Recommended