View
224
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian
4.1.1. Keadaan Fisik Daerah Penelitian
Desa Haurngombong merupakan desa yang terletak di Kecamatan
Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat yang memiliki luas wilayah sebesar
410,5 Ha, yang meliputi menurut penggunaan sebesar 191,49 Ha, tanah sawah
sebesar 20,90 Ha, tanah kering sebesar 111,57 Ha, tanah perkebunan 54,71 Ha,
dan tanah fasilitas umum sebesar 31,83 Ha. Desa Haurngombong terdiri dari tiga
dusun, yaitu dusun Simpang, dusun Pangaseran, dan dusun Cipareuag. Terdapat 2
RW, masing-masing di Dusun Simpang dan Dusun Pangaseran, sementara di
Dusun Cipareuag terdiri atas 3 RW, dan terdapat 30 RT di desa ini yang tersebar
di tiga dusun tersebut. Bentang wilayah Desa Haurngombong berupa dataran
tinggi dengan ketinggian 750 meter diatas permukaan air laut (mdpl) dengan
curah hujan rata-rata sekitar 357 mm/tahun, kelembapan 18 dan suhu rata-rata
harian 220 Celcius. Kondisi wilayah ini sangat menunjang bagi pemeliharaan
ternak sapi perah untuk memproduksi susu secara optimal.
Secara administratif Desa Haurngombong memiliki batas-batas wilayah
sebagai berikut:
Sebelah Utara : Desa Cigendel dan Ciptasari, Kecamatan Pamulihan
Sebelah Selatan : Desa Mekarbakti, Kecamatan Pamulihan
Sebelah Barat : Desa Gunungmanik, Kecamatan Tanjungsari
Sebelah Timur : Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan
35
4.1.2. Keadaan Penduduk Wilayah Penelitian
Jumlah penduduk Desa Haurngombong sampai tahun 2015 adalah 5.341
jiwa yang terdiri dari 2.772 laki-laki dan 2.569 perempuan. Keadaan komposisi
penduduk dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah dan Persentase Jumlah Penduduk Desa Haurngombong
Berdasarkan Jumlah Penduduk Tahun 2015
Golongan Usia Jumlah (Orang) %
Penduduk usia <15 1.664 31,16
Penduduk usia 15 – 64
Penduduk usia >64
3.533
144
66,15
2,70
Jumlah 5.341 100
Sumber : Profil Desa Haurngombong, 2015
Berdasarkan Tabel 1, mengacu pada BPS (2001) terlihat bahwa 66%
penduduk Desa Haurngombong tergolong kedalam usia produktif (15-64 tahun).
Banyaknya penduduk yang berusia produktif merupakan sumberdaya manusia
yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai modal dasar dalam
pembangunan di desa tersebut.
Pekerjaan penduduk Desa Haurngombong beragam, namun kebanyakan
dari mereka bekerja di sektor pertanian dari mulai bertani, buruh tani, dan
beternak dan sedikit sekali yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hal
ini menunjukkan bahwa desa tersebut memiliki potensi dalam bidang pertanian
untuk dikembangkan lebih maju lagi. Berikut daftar mata pencaharian penduduk
Desa Haurngombong disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Haurngombong
Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian
No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) %
1 Buruh Tani 314 14,25
2 Tani 263 11,93
3 Buruh Perkebunan 319 14,47
36
No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) %
4 Peternak 246 11,16
5 Nelayan 6 0,27
6 Buruh Usaha Perikanan 29 1,32
7 Pengumpul Hasil Hutan 2 0,09
8
Buruh Usaha Pengolahan
Hasil Hutan 48
2,18
9
Pengrajin Industri Rumah
Tangga 58
2,63
10
Karyawan Perusahaan
Swasta 846
38,38
11
Buruh Perdagangan Hasil
Bumi 18
0,82
12 Pegawai Negri Sipil 55 2,50
Jumlah 2204 100
Sumber : Profil Desa Haurngombong, 2015
Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa sebagian besar mata pencaharian
penduduk Desa Haurngombong adalah dalam bidang pertanian yaitu 54,9%,
kemudian diikuti oleh karyawan swasta 38,38%, pengrajin 2,63%, dan Pegawai
Negeri Sipil (PNS) sebanyak 2,50%. Mata pencaharian yang paling sedikit
digeluti oleh penduduk Desa Haurngonbong adalah perikanan yang hanya
mencapai 1,59%. Hal ini disebabkan oleh jarak ke laut cukup jauh dan rata-rata
masyarakatnya melakukan migrasi. Dari Tabel juga terlihat bahwa hampir
41,27% atau 2204 jiwa penduduk Desa Haurngombong telah memiliki pekerjaan
pokok.
4.1.3. Keadaan Peternakan Desa Haurngombong
Desa Haurngombong merupakan sentra peternakan sapi perah di
Kecamatan Pamulihan dengan populasi ternak sapi perah mencapai 997 ekor yang
tersebar di tiga dusun yaitu dusun sekepaku, simpang dan cipareuag. Jumlah
peternak sapi perah di Desa Haurngombong adalah 246 orang yang tergabung
dalam tiga kelompok, yaitu kelompok Harapan Jaya, kelompok Harapan Sawargi,
37
dan kelompok Putra Saluyu. Ketiga kelompok ternak tersebut berada dalam
naungan Koperasi Serba Usaha (KSU) Tandangsari yang berperan penting dalam
memfasilitasi kebutuhan para anggotanya, mulai dari fasilitas kredit, menampung
produksi susu, menyediakan makanan jadi, melayani kesehatan ternak milik
anggota, melayani Inseminasi Buatan (kawin suntik), melakukan penyuluhan
usaha peternakan sapi perah dan melayani simpan pinjam kepada para anggota.
Rata-rata peternak skala kecil di Kelompok ternak Harapan Jaya
mendapatkan bibit dari bantuan pemerintah, yaitu sebanyak 2 – 4 ekor tergantung
kepemilikan ternak awal yang dimiliki. Hal ini dilihat dari kepemilikan induk
produktif yang dimiliki, peternak yang mempunyai induk produktif sebanyak 1-4
ekor ditambah 2 ekor sapi induk produktif jadi total sapi induk produktif adalah 6
ekor, karena kelayakan usaha dapat tercapai apabila skala kepemilikan ternak
produktif 6 ekor. Namun, setelah beberapa lama induk produktif yang mereka
miliki dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan hanya tersisa sapi
bantuan saja, sehingga peternak tetap tidak mampu mencapai kelayakan usaha
ternak sapi perah.
Hasil ternak berupa susu dijual ke KSU Tandangsari dan tidak dijual ke
tempat lain, karena sudah ada diperaturan kolompok maupun koperasi bahwa
anggota koperasi harus menyetorkan susu ke koperasi. Untuk pakan hijauan
peternak skala kecil masih mengandalkan hijauan berupa jerami dan rumput gajah
yang mereka tanam sendiri dan didapat secara gratis karena mereka mempunyai
lahan masing-masing yang ditanami hijauan untuk keperluan makanan ternak.
Selain itu, kebutuhan pakan berupa konsentrat disediakan oleh koperasi
Tandangsari, dimana peternak skala kecil membayar dengan susu dan dibayar
38
setiap 10 hari sekali. Kebutuhan konsentrat selama 10 hari yaitu sebanyak 70
kilo.
4.2. Profil Kelompok Ternak Harapan Jaya
Kelompok ternak Harapan Jaya merupakan salah satu kelompok ternak
sapi perah yang tergabung sebagai anggota KSU Tandang Sari dari total 40
kelompok ternak. Kelompok ternak Harapan Jaya berdiri pada tahun 1994 dan
terdiri dari 2 sub kelompok yaitu kelompok Harapan Jaya dengan jumlah anggota
sebanyak 7 orang dan kelompok Sekepaku dengan jumlah anggota sebanyak 15
orang (terlampir).
Kelompok ternak Harapan Jaya merupakan salah satu kelompok ternak
yang cukup berprestasi karena jumlah populasi dan produksi cukup stabil
dibandingkan dengan kelompok ternak lain. Hal ini ditambah dengan pola
manajemen yang cukup baik sehingga kelompok ternak Harapan Jaya mampu
menjual susu yang dihasilkan dengan harga jual yang cukup tinggi, yaitu kisaran
harga susu Rp. 4.000,00 – Rp. 4.500,00 per liter. Kegiatan harian yang biasa
dilakukan oleh anggota Kelompok ternak Harapan Jaya yaitu penyetoran susu
setiap pagi dan sore hari ke TPS (Tempat Pengumpulan Susu), untuk penyetoran
pagi dilakukan pada pukul 05.00 WIB sedangkan penyetoran sore dilakukan pada
pukul 15.00 WIB. Kegiatan lain yang dilakukan yaitu rapat anggota kelompok,
namun kegiatannya tidak rutin dan hanya dilaksanakan pada waktu tertentu saja
karena bersifat informal. Kelompok ternak Harapan Jaya merupakan kelompok
yang memiliki prestasi membanggakan, salah satunya yaitu menjadi juara pertama
kelompok agribisnis ternak sapi perah tingkat Jawa Barat. Hal ini didukung
dengan adanya struktur organisasi yang baik dan jelas dalam pembagian
39
tatalaksana kegiatan dalam Kelompok ternak Harapan Jaya. Berikut struktur
organisasi Kelompok Ternak Harapan Jaya ditunjukkan pada ilustrasi 2.
STUKTUR ORGANISASI
KELOMPOK TERNAK HARAPAN JAYA
2017
Ilustrasi 2. Stuktur Organisasi Kelompok ternak Harapan Jaya 2017
4.3. Identitas Informan
Informan pada penelitian ini sebanyak 11 orang yang terdiri dari 8 orang
peternak sapi perah skala kecil yang tergabung dalam kelompok ternak Harapan
Jaya, Desa Haurngombong Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang dan
merupakan anggota aktif KSU Tandangsari dan 3 orang informan dari luar
peternak sapi perah skala kecil yang meliputi ketua rukun warga (RW) setempat,
ketua kelompok ternak Harapan Jaya, dan Kepala Desa Haurngombong guna
Sub Harapan Jaya
Ketua : Acu
Sekertaris : Irah
Sub Sekepaku
Ketua : Mamat
Sekertaris : Uyo
Tester
Atang
Tester
Ido
Seleksi Pakan
Nana
Ketua Umum
Mamat
40
sinkronisasi data dari hasil lapangan dengan fakta yang ada di masyarakat.
Karakteristik informan dibagi kedalam tiga karakteristik, yaitu umur, tingkat
pendidikan, dan pengalaman beternak.
4.3.1. Umur Informan
Produktivitas kerja seseorang dipengaruhi oleh umur seseorang, semakin tua
umur seseorang maka semakin menurun kondisi fisiknya sehingga berimplikasi
terhadap menurunnya produktivitas. Umur informan pada penelitian ini berkisar
antara 29-69 tahun, umur informan ditunjukkan pada Tabel 3. Jumlah informan
dalam penelitian ini adalah 8 orang, tergolong kepada umur produktif dan non-
produktif. Umur produktif tentunya sangat menguntungkan bagi kelangsungan
usaha ternak yang dimiliki informan guna mencapai kesuksesan dalam usaha
ternak sapi perah. Walaupun umur sudah tidak produktif, namun semangat yang
terus tertanam pada diri informan terus hadir dan mampu menularkan profesinya
sebagai peternak kepada anaknya.
“Saleresna mah Bapak teh atos teu mamput ternak, nanging da kumaha
deui Bapak teh gaduh bujang keneh 1 deui biayaaneun, ayeuna nembe
yuswa 18 tahun. Nanging dina kituna oge, putra anu ieu mah osok rajeun
mantosan ngarit ai uih dambel teh. Nya dina intina mah putra bapak terus
ngadukung Bapak ternak sapi. Ieu oge da atos anu anjeunna sapi teh,
dibiayaan ti nuju dina kandungan keneh. Nya ayeuna mah tos hak milik
anjeunna weh, tapi masih atas nama Bapak ai di koperasina mah
(Sebetulnya Bapak sudah tidak sanggup lagi untuk beternak neng, tapi
gimana lagi Bapak masih punya tanggungjawab anak 1 orang lagi sekarang
baru umur 18 tahun. Tapi, anak Bapak terus memotivasi dan membantu
Bapak memelihara sapi perah ini) (AM, 69)”.
41
Umur produktif sangat mendorong informan untuk memaksimalkan potensi
dan mengembangkan usaha ternaknya, seperti penambahan jumlah ternak
produktif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurhasikin dalam bpskepri (2013)
bahwa terdapat tiga kelompok umur, yaitu umur belum produktif (<15 tahun),
umur produktif (15-64 tahun), dan umur tidak produktif (>64 tahun). Umur
produktif mampu mendukung kinerja yang dimiliki seseorang, karena mereka
cenderung memiliki tenaga yang memadai dan etos kerja yang tinggi, serta lebih
terbuka terhadap penerimaan informasi dan inovasi terbaru, serta penduduk yang
produktif akan membantu dalam kelancaran segi perekonomian keluarga.
Tabel 3. Umur Informan
No. Umur Informan
(Tahun)
Jumlah
Orang %
1.
2.
15-64
>64
7
1
87,5
12,5
Jumlah 8 100
Setiap anggota rumah tangga mempunyai peran dan fungsi masing-masing,
dalam suatu rumah tangga dipimpin oleh seorang kepala keluarga yaitu suami
yang bertanggungjawab terhadap kebutuhan hidup, istri yang berperan
mendampingi suami dan mengurus anak-anak, anak berperan untuk membantu
orangtua. Setiap pertambahan umur suami menyebabkan penurunan tingkat
kesejahteraan keluarga. Hal ini karena peternakan yang dilakukan secara
tradisional sangat mengandalkan tenaga yang masih kuat. Sesuai dengan
pernyataan Elmanora, Muflikhati, dan Alfiasari (2012) yang menyatakan bahwa
keluarga dengan umur ayah yang masih muda memiliki peluang sejahtera lebih
besar dibandingkan dengan keluarga dengan umur ayah yang sudah memasuki
umur pertengahan (dewasa madya). Kekuatan tubuh diperlukan untuk mencari
rumput dan memelihara ternak supaya menghasilkan susu yang lebih banyak yang
42
pada gilirannya menentukan tingkat kesejahteraan objektif keluarga peternak.
Kesejahteraan keluarga berhubungan signifikan dengan umur suami dan
pengeluaran keluarga. Umur yang lebih muda diharapkan menumbuhkan
produktivitas yang lebih baik. Penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti (2012)
membuktikan bahwa produktifitas pekerja berpengaruh terhadap tingkat
kesejahteraan keluarga.
4.3.2. Tingkat Pendidikan Informan
Pola pikir dan daya tangkap informasi dan inovasi yang dimiliki seseorang
pada dasarnya dibentuk melalui pendidikan. Tingkat pendidikan informan pada
penelitian ini bervariasi mulai dari tamat Sekolah Dasar (SD) hingga tamat
Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tingkat pendidikan informan ditunjukkan
pada Tabel 4.
Tabel 4. Tingkat Pendidikan Informan
No. Pendidikan Jumlah
Orang %
1. SD 6 75
2. SMP 2 25
Jumlah 8 100
Berdasarkan Tabel 4, sebagian besar informan dalam penelitian ini memiliki
tingkat pendidikan rendah dengan persentase sebanyak 75% dan hanya ada dua
orang informan yang memiliki tingkat pendidikan hingga ke jenjang Sekolah
Menengah Pertama (SMP). Rendahnya tingkat pendidikan informan disebabkan
oleh banyak faktor, diantaranya keterbatasan ekonomi yang menyebabkan
informan tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi. Selain itu, cara pandang yang berbeda dari setiap orang akan pentingnya
pendidikan menyebabkan informan memutuskan untuk bekerja mencari uang dan
membantu menghidupi keluarga da meninggalkan bangku pendidikan. Hal ini
43
sependapat dengan Mubyarto (1986) yang menyatakan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan, maka pengetahuan dan cara berpikir akan bertambah luas.
Tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap proses inovasi, adopsi dan
penerimaan informasi, semakin tinggi tingkat pendidikan maka penerimaan
inovasi, adposi dan informasi akan lebih mudah masuk dan dipahami sehingga
adanya kemajuan para informan atau masyarakat dalam menghidupi keluarga,
khususnya dari segi ekonomi. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang
termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi
untuk berperan serta dalam pembangunan pada umumnya, makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.
4.3.3. Pengalaman Beternak
Pengalaman beternak akan berpengaruh terhadap jalannya usaha peternakan
sapi perah yang dimiliki, terutama pada tingkat pengetahuan manajemen beternak
yang baik dan mampu mencapai standar yang seharusnya. Ketika seseorang atau
informan mampu memanajemen usahanya, maka akan berpeluang untuk
mengembangkan usahanya. Pengalaman beternak informan dalam penelitian ini
sudah cukup lama, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengalaman Beternak Informan
No. Pengalaman Beternak
Informan (Tahun)
Jumlah
Orang %
1. <5 1 12,5
2. 5-10 1 12,5
3. >10 6 75
Jumlah 8 100
Berdasarkan pada data Tabel 4, informan yang memiliki pengalaman
beternak <5 tahun sebanyak 12,5%, informan yang memiliki pengalaman beternak
5-10 tahun sebanyak 12,5%, sedangkan informan yang memiliki pengalaman
beternak >10 tahun sebanyak 75%. Tingkat pengalaman beternak yang cukup
44
lama menunjukkan bahwa informan sangat berpengalaman dalam menjalankan
usaha ternak sapi perah. Pengalaman beternak dapat dijadikan sebagai sarana
belajar dan bertukar informasi antara peternak satu dengan peternak lainnya,
sehingga keberlanjutan usaha ternak sapi perah yang sedang dijalankan mampu
berkembang dan mencapai kelayakan suatu usaha. Pengetahuan serta
keterampilan beternak didapat dari pengalaman beternak. Semakin lama beternak,
maka semakin terasah keterampilan serta keluwesan dalam beternak. Semakin
lama seseorang beternak semakin banyak ilmu yang didapat dari kegagalan dan
keberhasilan yang dialami yang akan menjadi cambuk pemicu usaha peternak
dalam beternak dimasa yang akan datang. Pengalaman beternak dapat dijadikan
sebagai pembelajaran di masa yang akan datang.
4.4. Skala Kepemilikan Ternak
Jumlah kepemilikan sapi perah merupakan indikator keberhasilan suatu
usaha peternakan sapi perah (Murwanto, 2008). Skala kepemilikan sapi perah
yang produktif akan menghasilkan output yang optimal. Semakin besar jumlah
pemeliharaan sapi perah produktif, maka indeks efisiensi ekonomi juga semakin
tinggi. Meningkatnya jumlah ternak produktif akan meningkatkan jumlah
produksi susu sehingga akan berdampak terhadap pendapatan peternak. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Firman (2010) menunjukkan bahwa semakin tinggi
jumlah pemeliharaan sapi perah produktif, maka indeks efisiensi jumlah usaha
semakin tinggi. Berikut persentase kategori skala kepemilikan ternak disajikan
pada Tabel 6.
45
Tabel 6. Persentase Kategori Skala Kepemilikan Ternak
No. Kategori Jumlah
Kepemilikan Ternak
Ternak
Produktif (ekor)
Jumlah
Orang %
1. Kecil 1-3 8 100
2. Menengah 4-6 0 0
3. Besar ≥7 0 0
Jumlah 8 100
Berdasarkan data pada Tabel 5, jumlah kepemilikan sapi perah produktif
informan 100% berada pada jumlah kecil. Kepemilikan ternak produktif tersebut
akan berpengaruh secara langsung pada total produksi susu yang dihasilkan oleh
para peternak dan akan berakibat pada tingkat pendapatan yang diperoleh
informan.
Jumlah kepemilikan ternak yang kecil dapat disebabkan terbatasnya lahan,
modal, dan terbatasnya kemampuan informan untuk meningkatkan jumlah
usahanya. Sehingga peternak jumlah kecil ini tidak akan mampu memenuhi
kebutuhan hidupnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Taslim (2011) yang
menyatakan bahwa jumlah kepemilikan sapi perah dibawah 7 ekor per peternak
hasilnya tidak optimal dengan produktivitas rendah berakibat kehidupan peternak
stagnan bahkan tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.
4.5. Strategi Nafkah Rumah Tangga Peternak Sapi Perah
Strategi nafkah dilakukan sebagai upaya suatu rumah tangga untuk tetap
bertahan hidup demi memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya. Berbicara
mengenai strategi nafkah rumah tangga, Scoones (1998) mengungkapkan bahwa
ada tiga bentuk strategi nafkah yang biasa dilakukan oleh masyarakat pedesaan
meliputi :
1) Intensifikasi dan ekstensifikasi
2) Diversifikasi pekerjaan (pola nafkah ganda)
46
75%
12,5%
12,5%
Persentase Strategi Nafkah Rumah Tangga
Peternak Sapi Perah Skala Kecil
Pola Nafkah
Ganda
Migrasi
Ketiga Bentuk
Strategi Nafkah
3) Migrasi
Sistem penghidupan peternak sapi perah skala kecil cenderung subsisten
dengan aturan adat yang berlaku dalam kegiatan peternakan diikuti dengan
bentuk-bentuk strategi nafkah yang menyertainya.
Gambaran mengenai bentuk-bentuk strategi nafkah yang dilakukan oleh 8
orang peternak skala kecil di kelompok ternak Harapan Jaya disajikan pada
Ilustrasi 3.
Ilustrasi 3 menunjukkan bahwa rumah tangga yang melakukan bentuk
intensifikasi dan ekstensifikasi sebanyak 0%. Bentuk pola nafkah ganda
merupakan bentuk strategi nafkah yang paling banyak dilakukan oleh rumah
tangga peternak jumlah kecil yaitu sebanyak 75%. Rekayasa spasial atau migrasi
Ilustrasi 3. Persentase Strategi Nafkah Rumah Tangga Peternak
Sapi Perah Skala Kecil di Kelompok Ternak Harapan
Jaya
47
yaitu sebanyak 12,5% dan ketiga bentuk strategi nafkah dilakukan oleh 12,5%
rumah tangga peternak sapi perah skala kecil di kelompok ternak Harapan Jaya.
Berikut strategi nafkah yang dilakukan peternak skala kecil di kelompok ternak
Harapan Jaya disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Strategi Nafkah Peternak Sapi Perah Skala Kecil di Kelompok Ternak Harapan Jaya
No.
Nama
Peternak
Pekerjaan Strategi Nafkah
Suami Istri Anak Intensifikasi dan
Ekstensifikasi
Diversifikasi
Pekerjaan
Migrasi
1 Usen Buruh ternak Pedagang
keliling
Sudah menikah semuanya (2
anak perampuan) √
2 Amar Petani Petani Buruh Bangunan √
3 Mamat B Petani Ibu Rumah
Tangga
Sekolah (1 orang
perempaun) dan sudah
menikah (1 orang
perempuan)
√
4 Udin Petani Buruh
Pabrik
Sudah menikah (3 orang
perempuan dan 1 orang laki-
laki)
√
5 Tamim Petani Buruh
ternak
Sudah menikah (1 orang
perempuan) dan 1 orang
pengangguran (tunawicara)
√
6 Emah Meninggal 23
tahun lalu
Petani Buruh Pabrik (1 orang laki-
laki) dan sudah menikah (1
orang perempuan)
√
7 Dedeh Buruh
Bangunan
Ibu Rumah
Tangga
Sekolah Dasar (1 orang laki-
laki) √ √
8 Setiawan Petani, peternak
dan buruh
bangunan
Ibu Rumah
Tangga
Sekolah Dasar (1 orang laki-
laki) √ √ √
48
49
Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan bahwa diversifikasi pekerjaan (pola nafkah
ganda) masih menjadi salah satu strategi yang banyak diminati peternak sapi perah
skala kecil di kelompok ternak Harapan Jaya. Dalam hal pemenuhan, sektor
pertanian masih menjadi tumpuan hidup peternak sapi perah skala kecil dan
menjadikan beternak sapi perah sebagai usaha sampingan meskipun tidak menutup
kemungkinan bagi peternak sapi perah skala kecil untuk memiliki mata pencaharian
selain sektor pertanian maupun peternakan. Berdasarkan ilustrasi 3 terlihat bahwa
sejauh ini peternak sapi perah skala kecil dapat bertahan hidup dengan segala
keterbatasan akses.
Gambaran mengenai bentuk-bentuk strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah
tangga peternak sapi perah skala kecil di kelompok ternak Harapan Jaya adalah
sebagai berikut :
4.5.1. Diversifikasi Pekerjaan atau Pola Nafkah Ganda
Pola nafkah ganda merupakan bentuk strategi nafkah yang banyak diterapkan
oleh rumah tangga peternak sapi perah skala kecil. Adanya pola nafkah ganda ini,
peternak skala kecil memiliki keragaman nafkah selain menjadi petani sebagai
pekerjaan utama, yang mana hasil pola nafkah ganda ini akan menambah penghasilan
bagi rumah tangga. Diversifikasi pekerjaan pada peternak sapi perah skala kecil di
kelompok ternak Harapan Jaya adalah dengan berbasis agraris yang meliputi bertani,
beternak, dan berkebun. Pertanian yang digarap peternak sapi perah skala kecil di
kelompok ternak Harapan Jaya ini adalah menanam padi, singkong, jagung dan
sebagian kecil yang menanam sayuran dalam jumlah sedikit yang diperuntukkan
untuk konsumsi sendiri agar tidak membeli sayuran ke tempat belanja dengan
50
mengeluarkan uang. Adapun peternakan yang digarap peternak sapi perah skala kecil
ini tidak hanya sapi perah saja, melainkan beternak bebek dan domba. Selain itu,
perkebunan yang digarap peternak sapi perah skala kecil ini adalah menanam kayu
dan bambu yang dapat dipanen setiap tahun dan mampu memberikan penghasilan
yang sangat besar sehingga hal inilah yang menyebabkan peternak sapi perah skala
kecil ini lebih memilih pekerjaan pokok sebagai petani daripada peternak.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir semua informan lebih
memilih bertani dan berkebun daripada beternak, berikut pernyataan salah satu
peternak :
“Minggon kamari aya anu nawisan tanah ka Bapak teras Bapak hoyong
gaduh tanah eta, nya atos weh ngical sapi anu aya. Sapi anu diical teh genep
ekor, induk sadayana. Upami meser tanah mah jongjon ka Bapana, benten
sareng gaduh ternak anu kedah diparaban unggal dinten. Upami henteu
diparab ke sapina maot, tah upami tani mah teu kedah hariwang bakal maot
” (Saya lebih memilih menjual 6 ekor sapi induk yang saya punya untuk
membeli tanah, karena kalau saya membeli tanah pekerjaan saya akan sedikit
ringan. Karena dengan menanam kayu, bambu dan palawija hanya sekali
pekerjaan sedangkan beternak harus mengeluarkan tenaga yang ekstra dan
harus memperkerjakan seluruh anggota keluarga untuk membantu mencari
pakan dan melakukan pekerjaan di kandang seperti memerah, memberikan
pakan, membersihkan sapi dan kandang. Semua waktu saya tercurhkan untuk
ternak saja dan tidak ada waktu untuk mengerjakan pekerjaan lain) (UD, 64)”.
51
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa peternak sapi perah skala
kecil lebih memilih menjadi buruh dengan gaji yang sudah ditentukan dan bisa terus
bertambah apabila sudah loyal dan bekerja cukup lama untuk perusahaan.
Selain sebagai petani dan buruh, sebanyak 25% peternak sapi perah skala
kecil di kelompok ternak Harapan Jaya ini berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga.
Mereka memilih beternak untuk mengisi waktu luang yang mereka miliki agar tidak
terbuang sia-sia dan mampu menjadi tabungan disaat mereka membutuhkan uang
karena hal-hal yang tidak terduga. Berikut pernyataan Ibu Rumah Tangga dalam
memilih bekerja sampingan sebagai peternak sapi perah :
“Upami kedah dambel di pabrik mah tos pameng, soalna gaduh murangkalih
anu nembe lebet sakola kelas hiji SD, murangkalih saageung kitu mah atu da
hawatos upami kedah di tinggalkeun mah, nuju memejehna kedah
diperhatoskeun ku sepuh sapenuhna. Tah sabari ngantosan murangkalih
sakola, abdi mah ngarit weh da caroge oge uihna saminggon sakali, janten
nyalse dibumi teh teu aya dambelan. Nya atos weh ngiring ngarit sareng raka,
sareng ema da kaleresan raka sareng sepuh oge kagungan sapi, janten abdi
mah etang-etang diajar weh da ai nurutkeun pangalaman mah teu hariwang
teuing da aya anu merhatoskeun. Nya lumayan we neng kanggo tabungan
atuh upami aya kaperyogian anu kadesek, pan teu hariwang teuing ai gaduh
inguan mah (Kalau harus kerja di pabrik, tanggung soalnya anak saya masih
kecil baru kelas 1 SD, masih butuh perhatian lebih dari orangtua. Selagi
nunggu anak pulang sekolah dan suami pulang kerja karena pulang seminggu
sekali, saya memilih untuk beternak sapi perah saja. Lagian orangtua dan
52
kakak saya juga seorang peternak sapi perah jadi saya tidak terlalu khawatir
karena masih ada dibawah bimbingan mereka. Lumayan neng, buat tabungan
kalau misalnya saya dan keluarga punya kebutuhan mendesak)” (DH, 29).
Untuk upah sebagai buruh tani, ternak, bangunan, aspal jalan digaji sebanyak
Rp. 70.000,00 - Rp. 80.000,00/hari dengan pulang seminggu sekali. Gaji sebanyak
itu masih gaji kotor karena biaya hidup selama seminggu diambil dari sana.
Diversifikasi pekerjaan yang dilakukan peternak sapi perah skala kecil ini tetap
dilakukan dengan upah yang rendah, karena dirasa sudah menjadi kebutuhan.
Selain karena alasan bahwa beternak sapi perah lebih sulit dan banyak menyita
waktu, ada sebagian informan yang merasa pasrah dengan keadan beternak karena
sering mengalami kerugian di bidang sapi perah karena kondisi sapi yang selalu
rubuh sehingga informan ini memilih bertani dan menjadi buruh dibandingkan harus
menelan terus kerugian karena banyak kebutuhan rumah tangga yang harus terpenuhi.
“Bapak mah kapok ternak, soalna pangalaman anu kapungkur mani pait
pisan. Kapungkur Bapak gaduh sapi produktif opat ekor sareng sapi dara dua
ekor, rubuh sadayana. Anu kedahna diical dua puluh juta, mung pajeng genep
dugi ka tujuh juta atuh. Dipertahankeun ge da kalah capena, atos we
diaricalan sadayana (Bukannya tidak mau beternak sapi perah, tapi kami
kapok bergelut dalam sapi perah. Dulu pas Bapak sudah punya sapi produktif
4 ekor dan dara 2 semuanya silih bergantian rubuh. Yang harusnya harga
normal 20juta, karena rubuh harus dijual 6-7 jutaan. Kalaupun tidak dijual,
tapi digantikan dengan sapi dara lagi. Kami hanya mendapatkan cape nya saja
53
neng ketimbang untungnya karena terus memelihara tanpa menghasilkan yang
semestinya)” (ST, 34).
Keluarga peternak sapi perah skala kecil melakukan upaya strategi nafkah
lebih banyak. Hal ini dilakukan karena keluarga peternak sapi perah skala kecil tidak
mampu memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga atau bisa dikatakan belum
sejahtera. Pernyataan ini diperkuat oleh hasil penelitian Sumarti (2007), bahwa
strategi nafkah ganda menjadi perilaku ekonomi yang menonjol yang dilakukan oleh
peternak miskin, meskipun dalam penerapannya strategi adaptasi nafkah tetap
disesuaikan dengan konteks sosio-budaya masyarakat lokal. Turasih dan Wibowo
(2012) juga menyatakan bahwa semakin luas lahan yang digarap oleh rumah tangga
peternak, menyebabkan peternak merasa aman dengan aktivitas nafkah pertanian
saja. Sebaliknya, untuk petani miskin dengan lahan garapan sempit memiliki strategi
nafkah yang semakin beragam. Demikian pula Ellis (1998;2000); Turasih dan
Wibowo (2012); Widiyanto, Suwarto dan Retno (2010), Cahyono, Nugroho, dan
Indrajaya (2007); Padhila dan Hoff (2011) menyatakan bahwa diversifikasi nafkah di
pedesaan hanya dimungkinkan jika terdapat keberagaman sumber daya alam sebagai
landasan livelihood platform. Strategi nafkah diarahkan pada komoditas yang
tersedia, terlebih jika berlimpah di desa (Tefera, 2009). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa banyaknya strategi nafkah yang ditempuh oleh keluarga peternak
supaya pendapatan menjadi lebih banyak untuk mencukupi kebutuhan hidup rumah
tangga.
54
4.5.2. Intensifikasi dan Ekstensifikasi
Berdasarkan hasil pengamatan, menunjukkan bahwa peternak sapi perah skala
kecil tidak melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pada ternak yang mereka
miliki. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan peternak yang rendah serta daya adopsi
dan inovasi yang sulit diserap oleh peternak.
4.5.3. Migrasi
Migrasi yang dilakukan oleh peternak sapi perah skala kecil pada umumnya
tidak menetap. Kegiatan migrasi yang dilakukan oleh kepala rumah tangga ketika
sedang menunggu musim panen. Kegiatan migrasi yang dilakukan diantaranya
adalah menjadi buruh bangunan, dan buruh proyekan jalan raya. Migrasi yang
dilakukan oleh peternak sapi perah skala kecil biasanya dilakukan bersam-sama
dengan rumah tangga lain. Contoh kasus rumah tangga yang melakukan migrasi
adalah sebagai berikut :
”Upami ngandelkun ternak wungkul mah timana atuh kanggo tuang. Upami
tani wungkul da tuang teh kedah sareng rencangna, jadi caroge teh buburuh
we di bangunan atanapi buburuh di jalan (ngaspal jalan). Upami tani
wungkul, da tani mah geuning musiman. Kaleresan ayeuna oge caroge teh
nuju teu aya ngiring proyekan ngaspal jalan di Sumedang. Buburuh oge da
musiman, upami aya dambelan weh. Pas nuju teu aya proyekan nembe tani
sareng ternak, kumaha weh carana supados aya penghasilan supados dapur
tetep ngebul. Ibu atos ngukut sapi langkung ti 10 taun, kapungkur mah tiap
taun anakan. Nanging ti taun 2012 dugi ayeuna henteu anakan wae padahal
atos di IB genep kali. Biaya IB na ge lumayan atu da upami tos teu meres
55
mah di tariff lima puluh sakali nga IB teh. Nya atos we ah diical, da ai
nagntosan anu teu pasti mah kumaha neng teu pararuguh sedengkeun
kabutuhan aya wae. Matak ayeuna mah naon we ah didambelan, buburuh
dibangunan, buburuh macul, ngiring proyekan jalan, naon we sagala
dikereyeuh nu penting mah tetep ngahasilkeun (Ah neng, kalau hanya
beternak saja dari mana kami mendapatkan makan. Kalau bertani saja nasi
juga perlu lauk pauknya neng, jadi kami memilih untuk bekerja sebagai buruh
bangunan atau buruh proyekan jalan. Kalau bertani saja, hasil tani hanya
musiman. Kebetulan sekarang Bapak lagi kerja di proyekan jalan di
Sumedang. Bekerja sebagai buruh tidak selamanya (musiman). Kalau tidak
ada pekerjaan diluar, kami bisa beternak dan bertani untuk tetap menghasilkan
uang guna mencukupi kebutuhan rumah tangga, walaupun dari hasil ternak
dan tani hanya musiman karena sapi perah induk yang kami punya baru saja
ditukar dengan pedet karena sudah 5 tahun tidak bunting padahal sudah 6 kali
di IB dengan biaya Rp. 50.00,00/IB. Daripada menunggu sesuatu yang tidak
pasti dan kebutuhan dapur pun mendesak, kami biasa mencari pekerjaan lain
baik itu bekerja di bangunan, proyek aspal jalan ataupun buruh tani dan
ternak, yang penting tetap menghasilkan uang neng (ST, 34)”.
4.6. Sumber-sumber Nafkah Rumah Tangga Peternak Sapi Perah Skala
Kecil
Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, tiap rumahtannga tidak terlepas dari
upaya untuk tetap bertahan hidup. Strategi nafkah sebagai upaya alternative untuk
56
menjaga kestabilan ekonomi rumah tangga agar bisa survive. Pada dasarnya strategi
nafkah dilakukan dengan memanfaatkan sumber-sumber nafkah. Ellis (2000)
menjelaskan bahwa sumber-sumber nafkah yang biasanya dimanfaatkan oleh rumah
tangga antara lain modal alam, modal manusia, modal sosial, modal fisik, dan modal
finansial.
Berdasarkan pengamatan dan data yang diperoleh dilapangan, rumah tangga
peternak sapi perah skala kecil tidak semuanya memanfaatkan kelima sumber nafkah
tersebut. Berikut adalah sumber-sumber nafkah yang dimanfaatkan oleh peternak
sapi perah skala kecil :
4.6.1.Modal Alam
Modal alam menjadi asset yang sebagian besar atau bahkan semua rumah
tangga memanfaatkannya. Modal alam yang dimanfaatkan adalah air, dan lahan
garapan. Sumberdaya air dimanfaatkan untuk pengairan dilahan sawah. Sumberdaya
alam yang paling banyak dimanfaatkan oleh peternak sapi perah skala kecil adalah
lahan garapan. Lahan garapan ini dimanfaatkan rumah tangga peternak sapi perah
skala kecil untuk bercocok tanam disawah, dan kebun sekaligus sumber pakan bagi
ternak yang mereka miliki sehingga mereka tidak perlu membeli pakan untuk ternak
yang mereka pelihara.
Hal ini sesuai dengan pernyataan ILO & FAO (2009) yang menyatakan bahwa
modal alam didefinisikan sebagai adanya akses keluarga terhadap hutan, sungai,
pantai, laut, danau, kehidupan liar, dan biodiversitas yang menunjang strategi nafkah
keluarga. Berikut pernyataan peternak sapi perah skala kecil yang memanfaatkan
modal alam berupa tanah garapan sebagai sumber pendapatan :
57
“Panghasilan ti keluarga Bapak mah iwal ti kebon we neng, saaya-aya
dikebon. Nya sakali-kali osok eta oge ngiringan janteun buruh bangunan,
mung seuseuerna mah dikebon wae (Sumber pendapatan dari keluarga kami
hanya terpusat pada lahan garapan yang kami miliki. Sesekali saya menjadi
buruh bangunan dan sisanya menghabiskan waktu dikebun untuk menyambung
hidup (MT, 46)”.
4.6.2. Modal Manusia
Modal manusia merupakan modal nafkah yang paling tinggi nilainya bagi
rumah tangga peternak sapi perah skala kecil. Modal manusia yang dimanfaatkan
peternak sapi perah skala kecil adalah pemanfaatan tenaga kerja. Tenaga kerja ini
bisa berasal dari dalam rumah tangga itu sendiri, kerabat atau tetangga. Pada rumah
tangga peternak sapi perah skala kecil, tenaga kerja yang dimanfaatkan sebagian
besar berasal dari rumah tangga yaitu istri dan anaknya, khususnya dalam kegiatan
pemeliharaan sapi perah. Namun, ada juga yang memanfaatkan tenaga kerja dari
luar, misalnya tetangga.
Berikut pernyataan peternak sapi perah skala kecil yang umurnya sudah tidak
produktif dan dibantu oleh anak laki-lakinya :
“Alhamdulillah neng, putra Bapak mah sok mantosan wae padamelan Bapak.
Uih dambel teh pasti weh nyandak jukut kanggo sapi. Upami putra Bapak nuju
dambel jauh oge aya istri anu sok mantosan mah (Alhamdulillah neng, anak
saya selalu membantu saya mencari rumput untuk ternak seusai anak saya
pulang kerja. Jika anak saya kerja jauh, istri saya yang membantu mencari
rumput) ” (AM, 69).
58
4.6.3. Modal Sosial
Modal ini merupakan gabungan komunitas yang dapat memberikan keuntungan
bagi individu atau rumah tangga yang tergabung didalamnya. Modal sosial ini bisa
dilihat dari jejaring, kepercayaan, dan norma. Berdasarkan hasil pengamatan dan
keikutsertaan peneliti di lapangan pada peternak sapi perah skala kecil, modal sosial
pada peternak sapi perah skala kecil terlihat jelas. Bisa dilihat dari kegiatan adat
yang dilakukan, peternak jumlah kecil baik laki-laki dan perempuan terlibat
didalamnya. Hal inilah yang menimbulkan ikatan yang kuat antar peternak sapi
perah. Sebagai contoh ketika ada warga yang memanen padi, peternak sapi perah
melakukannya bersama-sama dengan suka rela baik laki-laki maupun perempuan.
Dalam pemanenan padi, laki-laki bertugas menyabit padi dan perempuan melepaskan
padi dari tangkainya (ngagebot). Rumah tangga yang ikut membantu, biasanya
pemilik lahan dan pemanenan padi dilakukan secara bergiliran dari satu lahan ke
lahan yang lain. Dalam proses pengumpulan pakan ini, adanya kegiatan simbiosis
mutualisme dimana kedua pihak, yaitu pemilik padi dan lahan dengan peternak sapi
perah yang memerlukan pohon padi untuk pakan. Pemilik padi dan lahan terbantu
dalam proses pemanenan yang memerlukan waktu lama hingga bulir padi dapat
terkumpul, sedangkan peternak sapi perah bisa mendapatkan pakan untuk ternak yang
mereka miliki dan didapatkan secara gratis sehingga meminimalisir pengeluaran.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa modal sosial peternak sapi perah
skala kecil adalah kepercayaan antar peternak dan masyarakat sekitar. Kunci utama
dari modal sosial adalah adanya rasa percaya (trust) yang tinggi antar warga. Modal
sosial sebagai salah satu bentuk modal yang dikelola oleh peternak sapi perah skala
59
kecil. Modal sosial dapat dirupakan dalam bentuk pemanfaatan ikatan sosial,
lembaga kesejahteraan tradisional maupun pola-pola transaksi sosial yang telah
melembaga di masyarakat. Berikut pernyataan salah satu buruh ternak mengenai
modal sosial yang selalu mereka jaga demi kelangsungan hidup rumah tangga.
“Alhamdulillah, Bapak mah atos lami dambel di peternakanna Bapak Mamat
H, aya panginteun lima taun mah sareng teu aya niat kanggo ngalih ka
perusahaan sanes, da atos saling percaya Bapak sareng dunungan mah.
Upami abdi sareng keluarga peryogi anmbut artos gampil ka Bapak Mamat
mah, tara dipersulit (Alhamdulillah, Bapak sudah bekerja di perusahaan
peternakan Bapak Mamat H selama 5 tahun dan tidak berminat untuk berpindah
ke perusahaan lain karena saya dan juga pimpinan saya sudah saling percaya,
sehingga apabila saya dan keluarga membutuhkan bantuan berupa finansial
tidak pernah dipersulit)” (US, 52).
4.6.4. Modal Fisik
Modal fisik merupakan modal keluarga berupa barang bergerak dan tidak
bergerak yang dimiliki sendiri dan dapat menunjang pilihan strategi nafkah keluarga
dan dinilai dalam satuan rupiah. Modal fisik dihitung berdasarkan kepemilikan
ternak, peralatan elektronik, kendaraan, dan mesin produktif lainnya seperti rumah,
kandang, peralatan kandang, sawah, ladang, dan pekarangan. Berdasarkan hasil
penelitian, modal fisik peternak sapi perah skala kecil cukup baik karena 100%
tempat tinggal milik sendiri berikut dengan tanahnya. Selain itu kandang yang
dimiliki peternak sapi perah 87,5% sudah ditembok dan hanya 12,5% yang masih
60
menggunakan alas bambu karena baru 2 bulan bergerak dalam bidang peternakan
sapi perah. Berikut pernyataan informan yang baru masuk keanggotan :
“Abdi mah nembe dua sasih daftar janteun anggota di kelompok ternak
Harapan Jaya teh. Sapi na oge nembe gaduh hiji, kandangna oge saayana.
Tapi kanggo kapayunna mah, gaduh niat kanggo ngarombak kandang supados
ternakna nyaman, susuna seueur (Saya baru 2 bulan daftar anggota di
kelompok ternak Harapan Jaya dan baru 1 ekor sapi induk yang saya pelihara
jadi kandangnya masih sederhana. Tapi untuk kedepannya saya akan
mengumpulkan uang dari hasil menjual susu untuk memperbaiki kandang agar
produksi yang dihasil pun baik)” (DH, 29).
Dikarenakan beternak merupakan usaha sampingan, peternak sapi perah
jumlah kecil ini mempunyai sawah dan ladang yang cukup untuk membantu
menghidupi keluarga, bahkan sapi-sapi yang mereka punya ditukar dengan sawah
atau ladang. Peternak sapi perah skala kecil ini masih memakai budaya zaman
dahulu, dimana budaya zaman dahulu lebih baik tidak punya ternak daripada tidak
punya ladang dan sawah.
Umur Suami, pengeluaran per kapita, dan besarnya modal fisik merupakan
tiga hal yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan peternak jumlah kecil. Ketiganya
merupakan rangkaian yang tidak terputus, yaitu bilamana umur suami masih muda
dan tenaganya masih kuat maka suami memelihara ternak secara baik sehingga
menghasilkan produk yang lebih banyak. Produk pertanian yang biasa diperoleh dari
pekerjaan utama peternak sapi perah skala kecil digunakan untuk memperbesar modal
61
fisik, dengan cara ini maka kesejahteraan keluarga peternak jumlah kecil akan
terwujud.
4.6.5. Modal Finansial
Modal finansial dalam penelitian ini mengacu pada jenis yang disebutkan oleh
ILO dan FAO (2009) antara lain berupa simpanan uang tunai di rumah, tabungan di
bank, piutang dan simpanan dalam bentuk logam mulia (emas). Hasil penelitian
menunjukan bahwa modal finansial yang dimiliki peternak sapi perah skala kecil
cukup rendah, karena uang yang mereka miliki habis untuk biaya hidup bahkan
kurang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Masrivah dan Saharuddin (2014) yang
menyatakan bahwa hanya sebagian kecil saja yang menyisihkan, menabung atau
menginvestasikan uangnya. Peternak jumlah kecil dengan modal finansial rendah,
beralasan bahwa pendapatan yang didapat hanya habis untuk kebutuhan sehari-hari
saja, jadi tidak ada sisa untuk ditabungkan. Namun, ada sebagian peternak jumlah
kecil yang menginvestasikan uangnya menjadi emas dan piutang. Berikut pernyataan
informan yang suka menyimpang uangnya dalam bentuk piutang :
“Ibu mah tara ngahutang ka batur, batur anu osok ngahutang ka Ibu. Da Ibu
mah teu tega upami aya tatanggi anu nyuhunkeun bantosan teh. Tapi da
nambutkeun oge tara ageung. Nya kitu weh Ibu mah nyimpen artos teh anu
ditambutkeun ka batur (Ibu tidak pernah berhutang kepada oranglain, adapun
orang-orang yang suka meminjam uang Ibu. Ibu tidak tega neng, kalau harus
melihat orang yang sedang butuh dan tidak Ibu tolong. Walaupun dalam
jumlah sedikit Ibu selalu menginvestasikan uang dalam bentuk piutang)” (EM,
57).
62
25%
12%
12%
38%
13%
Persentase Sumber Nafkah Peternak Sapi
Perah Skala Kecil dalam Memenuhi
Kebutuhan Hidup
Modal Alam
Modal Manusia
Modal Sosial
Modal fisik
Modal Finansial
Berikut pernyataan informan yang suka menyimpang uangnya dalam bentuk
emas:
“Upami aya langkung mah sok dipeserkeun kanu emas wae, da ai emas mah
gampil dipilari, gampil ngical. Upami disimpen artosna mah bakal seep wae,
matak Ibu mah sok kanu emaskeun we. Upami aya kaperyogian dadakan teh
kantun ngical nu aya (Kalau ada uang lebih Ibu belikan emas, karena emas
mudah dijual dan dicari. Kalau dalam bentuk uang pasti habis, jadi Ibu selalu
menginvestasikan uang lebih dalam bentuk emas. Kalau ada kebutuhan
mendadak pun Ibu bisa jual langsung emas yang Ibu punya)” (Istri US, 49).
Gambaran mengenai sumber-sumber nafkah yang dimanfaatkan oleh 8 orang
peternak skala kecil di kelompok ternak Harapan Jaya disajikan pada Ilustrasi 4.
Ilustrasi 4. Persentase Sumber Nafkah Peternak Sapi Perah Skala Kecil
dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup
63
Ilustrasi 4 menunjukkan bahwa rumah tangga peternak sapi perah skala kecil
lebih banyak memanfaatkan modal fisik, yaitu berupa lahan garapan yang mereka
miliki dan mampu menghasilkan pendapatan baik dari penanaman padi huma, padi di
sawah, singkong, jagung, sayuran, maupun tanaman tahunan seperti bamboo dan
kayu. Budaya dari masyarakat sekepaku ini masih menganut paham nenek moyang,
apabila sebuah keluarga sudah memiliki tanah maka hidupnya tidak akan sengsara
dan tidak akan kelaparan. Hal inilah yang sangat ditakutkan oleh peternak sapi perah
skala kecil apabila tidak mempunyai lahan garapan, dan hal ini pula yang
menyebabkan mereka lebih memilih untuk menjual ternak produktif mereka daripada
kehilangan kesempatan untuk memiliki tanah atau lahan garapan baik huma atau
sawah. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa peternak skala kecil yang
memanfaatkan modal alam sebesar 25%, modal manusia 12,5%, modal fisik 37,5%,
modal fisik 12,5%, dan modal finansial 12,5%. Berikut daftar peternak skala kecil
yang memanfaatkan sumber nafkah akan disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Sumber Nafkah Peternak Sapi Perah Skala Kecil di Kelompok
Ternak Harapan Jaya
No.
Nama
Peternak
Sumber Nafkah
Modal
Alam
Modal
Manusia
Modal
Sosial
Modal
Fisik
Modal
Finansial
1 Usen √
2 Amar √
3 Mamat B √
4 Udin √
5
6
Tamim
Emah
√
√
7 Dedeh √
8 Setiawan √
64
Tabel 8 menunjukkan bahwa ada 3 orang peternak (37,5%) yang
memanfaatkan modal fisik, disusul dengan 2 orang yang memanfaatkan modal alam,
dan masing-masing 1 orang yang memanfaatkan modal manusia, modal finansial dan
sosial. Untuk peternak yang memanfaatkan modal manusia, beliau sudah memasuki
usia yang tidak produktif, yaitu sudah mencapai umur 69 tahun (AM), sehingga
beliau memanfaatkan anaknya untuk bekerja dan menggantikan posisi beliau sebagai
pencari nafkah keluarga. Sedangkan peternak yang memanfaatkan modal finansial
(EM), beliau sudah memasuki usia yang hampir tidak produktif sehingga banyak
menyimpan kekayaannya untuk bekal dimasa tua. Ibu EM ini hidup single parents
sejak tahun 1993 hingga sekarang, dan kini usianya sudah mencapai 57 tahun.
Peternak yang memanfaatkan modal sosial tidak lepas dari ikatan kekerabatan yang
kuat dan kepercayaan yang selalu dijaga satu sama lain sehingga keluarga Bapak US
yang kini berumur 52 tahun bekerja tetap di perusahaan ternak milik Bapak Mamat
yang merupakan sepupu beliau.
Recommended