View
38
Download
1
Category
Preview:
DESCRIPTION
kimia
Citation preview
PRAKTEK ANALISA AIR
KADAR TEMBAGA (Cu2+)
Oleh :TAOFIK RIYADI
05120153 N
PROGRAM STUDI D-IV ANALIS KESEHATANFAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SETIA BUDISURAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Tembaga adalah unsur kimia yang diberi lambang Cu (Latin: Cuprum).
Logam ini merupakan penghantar listrik dan panas yang baik. Penggunaan
tembaga dapat dilacak sampai 10,000 tahun yang lalu. Sebelum tembaga,
diperkirakan hanya besi dan emas, logam yang terlebih dahulu digunakan
manusia.
Menurut data tahun 2005, Chili merupakan penghasil tembaga terbesar di
dunia, disusul oleh AS dan Indonesia. Tembaga dapat ditambang dengan metode
tambang terbuka dan tambang bawah tanah. Kandungan tembaga dinyatakan
dalam % (persen). Jadi jika satu tambang berkadar 2,3%, berarti dari 100 kg bijih
akan dihasilkan 2,3 kg tembaga.
Selain sebagai penghasil no.1, tambang tembaga terbesar juga dipunyai
Chili. Tambang itu terdapat di Chuquicamata, terletak sekitar 1.240 km sebelah
utara ibukota Santiago. Sedang tambang tembaga terbesar di Indonesia adalah
yang diusahakan PT Freeport Indonesia di area Grasberg, Papua. Freeport juga
mengoperasikan beberapa tambang bawah tanah besar, meski dengan kemampuan
produksi yang masih berada di bawah Grasberg.
Saat ini Grasberg ditambang dengan metode tambang terbuka. Namun
karena bukaan yang semakin dalam, sekitar tahun 2015, cara penambangan akan
diubah menjadi tambang bawah tanah. Jika semua terwujud, tambang bawah
tanah Grasberg akan menjadi salah satu yang terbesar.
Tembaga dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dari komponen listrik,
koin, alat rumah tangga, hingga komponen biomedik. Tembaga juga dapat dipadu
dengan logam lain hingga terbentuk logam paduan seperti perunggu atau monel.
Namun mesti pula berhati-hati akan sifat racun logam ini. Ini dapat terjadi
ketika tembaga menumpuk dalam tubuh akibat penggunaan alat masak tembaga.
Unsur Cu yang berlebih dapat merusak hati dan memacu sirosis. Toksisitas logam
Cu pada manusia, khususnya anak-anak, biasanya terjadi karena CuSO4.
Beberapa gejala keracunan Cu adalah sakit kepala, keringat dingin, nadi lemah,
rasa manis dan bau logam pada mulut,sakit perut, mual, muntah, diare, kejang-
kejang dan koma dan beberapa kasus yang parah dapat menyebabkan gagal ginjal
dan kematian (Darmono, 1995).
Penyakit Wilson adalah penyakit genetik yang mana tubuh tak mampu
mencegah masuknya zat tembaga dalam jumlah lebih. Zat tembaga dibutuhkan
tubuh untuk tetap sehat, tetapi jika kadar terlalu banyak justru menjadi racun
dalam tubuh. Pada penyakit ini, zat tembaga mengumpul di hati, otak, mata, dan
organ lain. Tembaga terkumpul dalam jaringan dan menyebabakan kerusakan
jaringan yang luas. Penyakit ini terjadi pada 1 diantara 30.000 orang.
Akan tetapi, selain menyebabkan masalah jika kelebihan tembaga ,
kekurangan tembaga dalam tubuh juga cukup berbahaya. Kekurangan tembaga
jarang terjadi pada orang sehat, paling sering terjadi pada bayi-bayi prematur atau
bayi-bayi yang sedang dalam masa penyembuhan dari malnutrisi yang berat.
Orang-orang yang menerima makanan secara intravena (parenteral) dalam waktu
lama juga memiliki resiko menderita kekurangan tembaga. Sindroma Menkes
adalah suatu penyakit keturunan yang menyebabkan kekurangan tembaga.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Tembaga
Tembaga adalah logam kemerahan, dengan kekonduksian elektrik dan
kekonduksian haba yang tinggi (antara semua logam-logam tulen dalam suhu
bilik, hanya perak mempunyai kekonduksian elektrik yang lebih tinggi
daripadanya). Apabila dioksidakan, tembaga adalah bes lemah. Tembaga
memiliki ciri warnanya itu oleh sebab struktur jalurnya, yaitu memantulkan
cahaya merah dan jingga dan menyerap frekuensi-frekuensi lain dalam
spektrum tampak. Bandingkan ciri-ciri optik ini dengan ciri-ciri optik perak,
emas dan aluminium.
Tembaga tidak larut dalam air (H2O) dan isopropanol, atau isopropil
alcohol, berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat terbagi ke dalam
dua jenis yaitu:
a. Logam berat esensial
dimana keberadaanya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan
oleh setiap organisme hidup, seperti antara lain, seng (Zn), tembaga (Cu),
besi (Fe), kobalt (Co), mangaan (Mn) dan lain-lain.
b. Logam berat tidak esensial atau beracun,
dimana keberadaan dalam tubuh organisme hidup hingga saat ini
masih belum diketahui manfaatnya bahkan justru dapat bersifat racun,
seperti misalnya; merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), kromium (Cr)
dan lain-lain. Logam berat esensial biasanya tebentuk sebagai bagian
integral dari sekurang-kurangnya dengan satu jenis enzim.
Walupun logam berat esensial dibutuhkan oleh setiap organisme hidup,
namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun.
Pada prinsipnya ilmu toksikologi merupakan perwujudan dugaan
terjadinya suatu perubahan yang disebabkan oleh masuknya senyawa
racun ke dalam lingkungan.
Tembaga di alam tidak begitu melimpah dan ditemukan dalam bentuk
bebas maupun dalam bentuk senyawaan. Bijih tembaga yang terpenting yaitu
pirit atau chalcopyrite (CuFeS2), copper glance atau chalcolite (Cu2S), cuprite
(Cu2O), malaconite (CuO) dan malachite (Cu2(OH)2CO3) sedangkan dalam
unsur bebas ditemukan di Northern Michigan Amerika Serikat.
Dalam jumlah kecil tembaga ditemukan pada beberapa jenis tanaman,
bulu-bulu burung terutama yang berbulu terang dan dalam darah binatang-
binatang laut seperti udang dan kerang.
Tembaga kadang-kadang ditemukan secara alami, seperti yang
ditemukan dalam mineral-mineral seperti cuprite, malachite, azurite,
chalcopyrite, dan bornite. Deposit bijih tembaga yang banyak ditemukan di
AS, Chile, Zambia, Zaire, Peru, dan Kanada. Bijih-bijih tembaga yang penting
adalah sulfida, oxida-oxidanya, dan karbonat. Dari mereka, tembaga diambil
dengan cara smelting, leaching, dan elektrolisis
Biota perairan sangat peka terhadap kelebihan Cu dalam badan
perairan tempat hidupnya. Konsentrasi Cu terlarut yang mencapai 0.01 ppm,
akan mengakibatkan kematian bagi fitoplankton. Hal ini disebabkan daya
racun Cu telah menghambat aktivitas enzim dalam pembelahan sel
fitoplankton.
Menurut Akbar Tahir, tembaga merupakan logam fungsional yang
menyusun hampir seluruh jenis sel biota laut. Pada gurita octopus vulgaris
konsentrasi Cu dalam hatinya ditemukan hanya 4.800 berat kering per gram,
sedangkan pada hepatopankreas lobster Humorus gammarus konsetrasinya
dapat setinggi 2.000 berat kering per gram (UNHAS, 8 Maret 2011).
B. Sifat Tembaga
1. Sifat Fisika
a. Tembaga merupakan logam yang berwarna kuning kemerahan seperti
emas kuning seperti pada gambar dan keras bila tidak murni.
b. Mudah ditempa (liat) dan bersifat mulur sehingga mudah dibentuk
menjadi pipa, lembaran tipis dan kawat.
c. Konduktor panas dan listrik yang baik, kedua setelah perak.
d. Titik leleh : 1.0830C, titik didih : 2.3010C
e. Berat jenis tembaga sekitar 8,92 gr/cm3
2. Sifat Kimia
a. Tembaga merupakan unsur yang relatif tidak reaktif sehingga tahan
terhadap korosi. Pada udara yang lembab permukaan tembaga ditutupi
oleh suatu lapisan yang berwarna hijau yang menarik dari tembaga
karbonat basa, Cu(OH)2CO3.
b. Pada kondisi yang istimewa yakni pada suhu sekitar 300 °C tembaga
dapat bereaksi dengan oksigen membentuk CuO yang berwarna hitam.
Sedangkan pada suhu yang lebih tinggi, sekitar 1000 ºC, akan
terbentuk tembaga(I) oksida (Cu2O) yang berwarna merah.
c. Tembaga tidak diserang oleh air atau uap air dan asam-asam
nooksidator encer seperti HCl encer dan H2SO4 encer. Tetapi asam
klorida pekat dan mendidih menyerang logam tembaga dan
membebaskan gas hidrogen. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya ion
kompleks CuCl2¯(aq) yang mendorong reaksi kesetimbangan bergeser
ke arah produk.
2Cu (s) + 2H+ (aq) a Cu+ (aq) + H2
2Cu+ (aq) + 4Cl- (aq) 2 CuCl2- (aq)
d. Asam nitrat encer dan pekat dapat menyerang tembaga.
Cu (s) + HNO3 (encer) 3Cu(NO3)2 (aq) + 4H2O (l) + 2NO (g)
Cu (s) +4HNO3 (pekat) Cu(NO3)2 (aq) + 2H2O (l) + 2NO2 (g)
e. Tembaga tidak bereaksi dengan alkali, tetapi larut dalam amonia oleh
adanya udara membentuk larutan yang berwarna biru dari kompleks
Cu(NH3)4+.
f. Tembaga panas dapat bereaksi dengan uap belerang dan halogen.
Bereaksi dengan belerang membentuk tembaga(I) sulfida dan
tembaga(II) sulfida dan untuk reaksi dengan halogen membentuk
tembaga(I) klorida, khusus klor yang menghasilkan tembaga(II)
klorida.
g. Pada umumnya lapisan Tembaga adalah lapisan dasar yang harus
dilapisi lagi dengan Nikel atau Khrom. Pada prinsipnya ini merupakan
proses pengendapan logam secara elektrokimia,digunakan listrik arus
searah (DC). Jenis elektrolit yang digunakan adalah tipe alkali dan tipe
asam.
3. Daya Kerja
Sebagai logam berat, Cu (tembaga) berbeda dengan logam-logam
berat lainnya seperti Hg, Cd, dan Cr. Logam berat Cu digolongkan ke
dalam logam berat di pentingkan atau logam berat esensial, artinya
meskipun Cu merupakan logam berat beracun, unsur logam ini sangat
diperlukan tubuh meski dalam jumlah yang sedikit. Hampir setiap orang
mengonsumsi 2-3 gram tembaga, tetapi hanya setengahnya yang
diabsorpsi untuk proses metabolisme. Toksisitas yang dimiliki oleh Cu
baru akan bekerja dan memperlihatkan pengaruhnya bila logam ini telah
masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah besar atau melebihi nilai
teloransi organisme terkait. Rata-rata orang dewasa mempunyai total Cu
150 mg dalam tubuhnya, sebagian dari Cu tersebut sekitar 10-20 mg
terdapat dalam hati dan sisanya didistribusikan dalam jaringan.
Tembaga sangat berperan dalam proses produksi energi dalam sel,
dia juga terlibat dalam proses transmisi saraf, jaringan ikat, sistem
kardiovaskuler dan sistem kekebalan. Logam ini juga erat hubungannya
dengan metabolism estrogen, dan diperlukan proses kesuburan pada
wanita dan berperan penting untuk pemeliharaan kehamilan. Cu juga
berperan dalam stimulasi neurotransmitter epinephrine, neropinephrine
dan dopamine. Di samping itu berperan dalam aktivitas kerja enzim
monoamine oksidase, enzim yang berperan dalam produksi serotonin.
Bentuk tembaga yang paling beracun berupa debu-debu Cu yang
dapat mengakibatkan kematian pada dosis 3,5mg/kg. Pada manusia, efek
keracunan utama ditimbulkan akibat terpapar oleh debu atau uap logam
Cu. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada jalur
pernafasan sebelah atas, juga kerusakan atropik pada selaput lendir yang
berhubungan dengan hidung. Kerusakan itu merupakan akibat dari
gabungan sifat iritatif yang dimiliki oleh debu atau uap Cu tersebut.
Sesuai dengan sifatnya sebagai logam berat beracun, Cu dapat
mengakibatkan keracunan akut dan kronis. Terjadinya keracunan akut dan
kronis ini ditentukan oleh besarnya dosis yang masuk dan kemampuan
organisme untuk menetralisir dosis tersebut.
a. Keracunan Akut
Gejala-gejala yang dapat dideteksi sebagai akibat keracunan
akut tersebut diantaranya:
1) Adanya rasa logam pada pernafasan penderita
2) Adanya rasa terbakar pada epigastrum dan muntah yang terjadi
secara berulang-ulang.
b. Keracunan Kronis
Pada manusia, keracunan Cu secara kronis dapat dilihat dengan
timbulnya penyakit Wilson dan kinsky. Gejala dari penyakit Wilson ini
terjadinya hepatic cirrhosis, kerusakan pada otak dan demyelinasi,
serta terjadinya penurunan kerja ginjal dan pengendapan Cu dalam
kornea mata. Penyakit kinsky dapat diketahui dengan terbentuknya
rambut yang kaku dan berwarna kemerahan pada penderita. Sementara
pada hewan seperti kerang, bila dalam tubuhnya telah terakumulasi
dalam jumlah tinggi, maka bagian otot tubuhnya akan memperlihatkan
warna kehijauan. Hal itu dapat menjadi petunjuk apakah kerang
tersebut masih bisa dikonsumsi oleh manusia.
4. Efek
a. Bahaya Tembaga
Logam ini, apabila dalam keadaan serbuk menimbulkan bahaya
api. Pada kepekatan lebih daripada 1 mg/L, tembaga masih
diperbolehkan mencemari pakaian dan benda-benda yang dicuci dalam
air.
b. Kekurangan Tembaga
Kekurangan tembaga jarang terjadi pada orang sehat. Paling
sering terjadi pada bayi-bayi prematur atau bayi-bayi yang sedang
dalam masa penyembuhan dari malnutrisi yang berat. Orang-orang
yang menerima makanan secara intravena (parenteral) dalam waktu
lama juga memiliki resiko menderita kekurangan tembaga. Sindroma
Menkes adalah suatu penyakit keturunan yang menyebabkan
kekurangan tembaga.
Gejalanya berupa:
- rambut yang sangat kusut
- keterbelakangan mental
- kadar tembaga yang rendah dalam darah
- kegagalan sintesa enzim yang memerlukan tembaga.
Kekurangan tembaga mengakibatkan kelelahan dan kadar
tembaga yang rendah dalam darah. Sering terjadi:
- Penurunan jumlah sel darah merah (anemia)
- Penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia)
- Penurunan jumlah sel darah putih yang disebut neutrofil
(neutropenia)
- Penurunan jumlah kalsium dalam tulang (osteoporosis).
Juga terjadi perdarahan berupa titik kecil di kulit dan aneurisma
arterial.
c. Kelebihan Tembaga
Tembaga yang tidak berikatan dengan protein merupakan zat
racun. Mengkonsumsi sejumlah kecil tembaga yang tidak berikatan
dengan protein dapat menyebabkan mual dan muntah. Makanan atau
minuman yang diasamkan, yang bersentuhan dengan pembuluh, selang
atau katup tembaga dalam waktu yang lama, dapat tercemar oleh
sejumlah kecil tembaga. Jika sejumlah besar garam tembaga, yang
tidak terikat dengan protein, secara tidak sengaja tertelan atau jika
pembebatan larutan garam tembaga digunakan untuk mengobati daerah
kulit yang terbakar luas, sejumlah tembaga bisa terserap dan merusak
ginjal, menghambat pembentukan air kemih dan menyebabkan anemia
karena pecahnya sel-sel darah merah (hemolisis).
Penyakit Wilson adalah penyakit keturunan dimana sejumlah
tembaga terkumpul dalam jaringan dan menyebabakan kerusakan
jaringan yang luas. Penyakit ini terjadi pada 1 diantara 30.000 orang.
Hati tidak dapat mengeluarkan tembaga ke dalam darah atau ke dalam
empedu. Sebagai akibatnya, kadar tembaga dalam darah rendah, tetapi
tembaga terkumpul dalam otak, mata dan hati, menyebabkan sirosis.
Pengumpulan tembaga dalam kornea mata menyebabkan terjadinya
cincin emas atau emas-kehijauan.
d. Gejala
1. Muntah biasanya antara 5 sampai dengan 10 menit.
2. Sakit pada mulut, tenggorokan,dan perut.
3. Diare dengan kolik perut (perut sakit).
4. Rasa manis dan logam pada mulut.
5. Sakit kepala(berat),keringat dingin, nadi lemah, dan tanda-tanda
shock lainnya.
6. Kematian biasanya disebabkan kejang-kejang, paralysis
(kelumpuhan) atau koma.
7. Kerusakan otak dengan gejala awal :
- tremor (gemetaran)
- sakit kepala
- sulit berbicara
- hilangnya koordinasi
- psikosa.
e. Terapi
1. Kosongkan lambung dengan pembilasan menggunakan atau 1%
larutan potassium ferrocyanide.
2. Berikan putih telur dan pencahar lainnya.
3. Perhatikan keseimbangan elektrolit dan air dalam tubuh,bila perlu
berikan infus.
4. Untuk mengurani rasa sakit berikan meperidin (demerol) atau
morfin.
5. Bila ada gejala-gejala saraf sentral terutama kolap sirkulasi (kolap
yang terjadi berulang-ulang) atau gangguan otak,berikan suntikan
B.A.L intramuskular (suntikan ke dalam otot)sesuai dengan
petunjuk menurut schedul pemberian B.A.L.
6. Pengobatan difokuskan pada gangguan toksisitas Cu, yaitu dengan
pemberian obat khelator penisilamin. Penisilamin juga baik untuk
beberapa penyakit seperti Wilson’s diseases dan beberapa penyakit
lain termasuk radang sendi “rematoid artritis”.
BAB III
METODE
A. Analisa Kadar Tembaga
1. Metode
Colorimetri / Turbidimetri
2. Prinsip
Perbandingan intensitas warna dari senyawa komplek (Cu(NH3)4)2+ dalam
contoh air dengan intensitas warna larutan standard
3. Reaksi
Cu2+ + 4 NH4OH → (Cu(NH3)4)2+ + 2H2O
4. Pereaksi
a. Standard Cu
b. NH4OH 2 N
5. Prosedur
a. Pipet sampel air (5 ml, 10 ml, 25 ml) dimasukkan dalam tabung
Nessler
b. Tambahkan larutan NH4OH 2N tetes demi tetes sampai berlebih dan
sampai terbentuk warna bitu
c. Tambahkan aquades sampai tanda garis 50 ml
d. Tutup tabung Nessler dengan plastik dan homogenkan dengan jalan
membolak-balikkan tabung beberapa kali
e. Bandingkan intensitas warna yang terjadi dengan intensitas deret
standar
6. Prosedur pembuatan Deret Standard
a. Masukkan aquades (sesuai dengan sampel) ke dalam tabung Nessler
b. Tambahkan larutan standard Cu dari buret
c. Tambahkan larutan NH4OH 2N (sesuai dengan sampel) sampai
terbentuk warna biru
d. Tambahkan aquades sampai tanda garis 50 ml
e. Buatlah deret standard dari 0,50 ml; 1,00 ml; 1,50 ml dst.
f. Bandingkan intensitas warna yang terjadi dengan intensitas warna
sampel.
7. Rumus perhitungan
Jumlah tembaga dalam sampel = jumlah tembaga dalam larutan standard
Kadar tembaga (ppm) = x ml standar x kesetaraan (mg/ml)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pemeriksaan
Berdasarkan penelitian yang dilakaukan didapatkan hasil sebagai
berikut :
1. Data Hasil Pengamatan
No Bahan/Zat Volume
Sampel
Reaksi
pembanding
Deret
ke-
Volume
Standard
1 Sampel air 5 ml NH4OH 2N
2 Aquadet 5 ml NH4OH 2N 1,1 ml 4,5 ml
2,2 ml
3,3 ml
4,4 ml
Konsentrasi standar Cu2+ adalah
= = 0,36 mg/ml
2. Data Hasil Perhitungan
a. Perhitungan Kadar Sampel Cu
= x 4,5 x 0,36
= 200 x 4,5 x 0,36
= 324 ppm
B. Pembahasan
Ketika dilakukan penentuan kadar Cu2+, yang harus dilakukan adalah
meneliti dalam perbandingan warna yang terjadi. Lakukan titrasi berulangkali
agar diperoleh hasil yang maksimal. Gunakan selalu plastik ketika melakukan
homogenasi. Selanjutnya dilakukan perhitungan kadar sampel sehingga
diperoleh kadar Cu2+ sebesar 324 ppm.
BAB V
KESIMPULAN
Tembaga adalah unsur kimia yang diberi lambang Cu (Latin: Cuprum).
Logam berat Cu digolongkan ke dalam logam berat di pentingkan atau logam
berat esensial, artinya meskipun Cu merupakan logam berat beracun, unsur logam
ini sangat diperlukan tubuh meski dalam jumlah yang sedikit.
Bentuk tembaga yang paling beracun berupa debu-debu Cu yang dapat
mengakibatkan kematian pada dosis 3,5mg/kg. Cu dapat mengakibatkan
keracunan akut dan kronis. Terjadinya keracunan akut dan kronis ini ditentukan
oleh besarnya dosis yang masuk dan kemampuan organisme untuk menetralisir
dosis tersebut.
Analisa kadar Cu pada sampel air dilakukan dengan analisa kuantitatif dan
didapatkan hasil kadar Cu2+ dalam sampel air no 11 sesuadi dengan deret standard
ke 4 yaitu 4,5 ml. Dalam perhitungan kadar sampel, diperoleh kadar Cu2+ sebesar
324 ppm.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayati, N. 2012. Petunjuk dan Lembar Kerja Praktikkum Analisa Air Semester III. Laboratorium Kimia Amami. Universitas Setia Budi. Surakarta.
Darmono.Farmasi Forensik dan Toksikologi.Jakarta:Penerbit Universitas Indonesia.2009
Repository.usu.ac.id/bitstream/
Syahronie.blogspot.com
Recommended