View
42
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PLASENTA PREVIA
DISUSUN OLEH:
RISTE ROMA APRELLA SIAHAAN
09000020
Pembimbing:
dr.Martuani Hutabarat, SpOG
dr.Rahmanita Sinaga
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
2013
PENDAHULUAN
Plasenta previa merupakan salah satu risiko dalam kehamilan. Plasenta previa adalah
plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi
sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Umur tua, paritas tinggi dan endometrium yang
cacat merupakan faktor-faktor yang dapat mempertinggi risiko terjadinya plasenta previa.
Apabila plasenta previa ini tidak ditangani dengan baik, maka akan menyebabkan perdarahan
yang dapat membahayakan jiwa ibu maupun janin.
Menurut WHO pada tahun 2006, perdarahan (25%) merupakan penyebab utama
kematian ibu di seluruh dunia, disusul infeksi (15%), eklamsia (12%), unsafe abortion (13%),
obstruksi (8%) dan penyebab lainnya (27%). Perdarahan antepartum terjadi pada kira-kira 3%
dari semua persalinan, yang terbagi antara plasenta previa, solusio plasenta dan perdarahan
yang belum jelas sumbernya. Plasenta previa terjadi pada kira-kira 1 diantara 200 persalinan.
Menurut survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2009 Angka Kematian
Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup.
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia di
atas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal.
Uterus bercacat ikut mempertinggi angka kejadiannya. Pada beberapa Rumah Sakit Umum
Pemerintah dilaporkan insidensinya lebih rendah yaitu kurang dari 1% mungkin disebabkan
berkurangnya perempuan hamil paritas tinggi. Dengan meluasnya penggunaan ultrasonograi
dalam obstetrik yang memungkinkan deteksi lebih dini, insiden plasenta previa bisa lebih
tinggi.
Pada perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat.
Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta
menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti pada
kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar
ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
PLASENTA PREVIA
Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian rupa
sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum.(1)
Plasenta previa didefinisikan sebagai plasenta yang berimplantasi di bawah tulang servikal,
terjadi sekitar 0,3-0,5% dari kehamilan.(2)
Klasifikasi
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri
internum.
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum.
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri
internum.
4. Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium
uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal.(1)
Insiden
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia di atas 30
tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal. Uterus
bercacat ikut mempertinggi angka kejadiannya. Pada beberapa Rumah Sakit Umum
Pemerintah dilaporkan insidensinya lebih rendah yaitu kurang dari 1% mungkin disebabkan
berkurangnya perempuan hamil paritas tinggi. Dengan meluasnya penggunaan ultrasonograi
dalam obstetrik yang memungkinkan deteksi lebih dini, insiden plasenta previa bisa lebih
tinggi.(1)
Etiologi
Penyebab blatokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah diketahui dengan
pasti. Mungkin secara kebetulan saja blatokista menimpa desidua di daerah segmen bawah
rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain mengemukakan sebagai salah satu
penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari
proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar,
kerokan, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi
di endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor resiko bagi terjadinya
plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali.
Pada perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat.
Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta
menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti pada
kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar
ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.(1)
Gambaran Klinik
Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah pendarahan uterus keluar melalui vagina
tanpa rasa nyeri. Pendarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua keatas.
Pendarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Pendarahan kembali
terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian, jadi berulang. Pada
setiap pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak bahkan seperti mengalir. Pada
plasenta letak rendah perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan, perdarahan bisa
sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta. Perdarahan diperhebat berhubung segmen
bawah rahim tidak mampu berkntraksi sekuat segmen atas rahim. Dengan demikian,
perdarahan bisa berlangsung sampai pascapersalinan. Perdarahan bisa juga bertambah
disebabkan serviks dan segmen bawah rahim pada plasenta previa lebih rapuh dan mudah
mengalami robekan. Robekan lebih mudah terjadi padaupaya pengeluaran plasenta dengan
tangan misalnya pada retensio plasenta sebagai komplikasi plasenta akreta.(1)
Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen sering
ditemui bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis dengan letak janin tidak dalam
letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa nyeri dan perut tidak
tegang.(1)
Faktor Resiko Plasenta Previa
Usia ibu lanjut
Multiparitas
Riwayat sesar
Merokok(3)
Dalam penelitian Ipek Gurol Urganci dilaporkan bahwa resiko dari plasenta previa tinggi
pada wanita dengan bedah uterus berulang termasuk secti ceasarea.(4)
Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan mungkin juga lebih
awal. Oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan
mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari jaringan maternal
yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya
istmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit
banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta.
Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada
bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang
berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena
fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa
punpasti akan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan ditempat itu relatif dipermudah dan
diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan
kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal dengan akibat pembuluh darah
pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi
pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta pada mana
perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen
bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap maka laserasi baru akan mengulang
kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain
(causeslees). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (painless). Pada
plasenta yang menutupi selurtuh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal dalam
kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah
yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak rendah,
perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama
biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Untuk berjaga-
jaga mencegah syok hal tersebut perlu dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah bisa
terjadi pada kehamilan dibawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur
kehamilan 34 minggu keatas. Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium
uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir ke luar rahim dan tidak membentuk
hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan
tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat jarang terjadi
koagulopati pada plasenta previa.(1)
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah
diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblast, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada
dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta
perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke buli-buli dan ke rektum
bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang
sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek
oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi
meningkatkan kejadian perdarahan pascapersalinan pada plasenta previa, misalnya dalam
kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retentio placentae) atau setelah uri
lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik.(1)
Diagnosis Banding
Plasenta Previa Pelepasan Plasenta
Prematur
Persalinan
Prematur
Pendarahan vagina Merah segar Merah gelap Darah dapat
tercampur dengan
mukosa
Tekanan darah Normal nI Normal
Nyeri uterus Tidak ada Tetap Intermiten
Tonus uterus Normal Normal
Bunyi jantung janin Normal Tidak ada, gawat
janin
Normal
Te koagulasi Normal Abnormal Normal
nI = Meningkat, normal atau menurun
= Maningkat(5)
Diagnosis Plasenta Previa
Gejala klinik plasenta previa dijabarkan sebagai berikut.
1. Pendarahan
a. Perdarahan terjadi akibat terbentuknya segmen bawah rahim yang menimbulkan
pergeseran dan lepasnya plasenta dari implantasi.
b. Bagian plasenta di depan osteum uteri memungkinkan terjadinya pendarahan.
c. Perdarahan dapat berulang, tergantung dari luas plasenta yang lepas dan lingkar
lumen osteum uteri.
d. Perdarahan tidak dirasakan sakit.
e. Perdarahan yang terjadi akibat plasenta previa totalis lebih banyak daripada akibat
plasenta previa lainnya.
f. Tergantung jumlah dan cepatnya perdarahan yang hilang dari sirkulasi umum
maternal, akan dapat menimbulkan:
Gejala perdarahan tergantung jumlah dan cepatnya kehilangan darah dari sirkulasi
umum:
- Terjadi perubahan hemodinamik sirkulasi.
- Terjadi gawat janin.
Gejala klinik yang terjadi sesuai dengan jumlah dan cepatnya kehilangan darah
maternal dapat disesuaikan dengan kelas hilangnya darah.
- Perdarahan tidak menimbulkan tekanan intra uteri bertambah sehingga masih
dapat dilakukan pemeriksaan palpasi.(6)
2. Tertutupnya segmen bawah rahim oleh plasenta
a. Tertutupnya bagian bawah uterus oleh plasenta sehingga mengalami masuknya bagian
terendah janin sehingga masih “mengambang” diatas pintu atas panggul.
b. Dapat menimbulkan kelainan letak janin:
Letak sungsang
Letak lintang
Kepala belum masuk PAP atau miring(6)
Dengan mengetahui patofisiologi yang menimbulkan gejala klinik, maka
diagnosisnya dapat berdasarkan:
1. Anamnesis perdarahan
Perdarahan yang terjadi tanpa rasa sakit.
Dapat sedikit demi sedikit atau dalam jumlah banyak.
Dapat berulang-ulang, sebelum persalinan berlangsung.
Cepatnya dan jumlah darahnya yang hilang dapat menimbulkan gejala klinik pada ibu dan
janin. (5)
Pemeriksaan dalam
Menegakkan diagnosis pasti jenis plasenta previa.
- Melakukan pemeriksaan dengan spekulumsehingga keluarnya darah dari osteum uteri
dapat dilihat dengan jelas.
- Melakukan perabaan fornises, akan terdapat bantalan antara bagian terendah janin
dengan dinding segmen bawah rahim, yang menunjukkan adanya plasenta previa.
- Melakukan pemeriksaan pada kanalis servikalis untuk menegakkan diagnosis pasti
jenis plasenta previa, sesuai pembukaan yang ada saat itu(6)
Melakukan pemecahan ketuban pada pasien plasenta previa, marginaliss atau parsialis,
sehingga bagian terendah janin dapat bertindak sebagai tamponade. Indikasi pemecahan
ketuban, yaitu:
- Plasenta previa marginalis/parsialis:
Janin telah meninggal, pemecahan ketuban untuk menghentikan perdarahan yang
banyak untuk menghentikan perdarahan yang banyak untuk menyelamatkan jiwa
ibu.
Kehamilan aterm janin hidup, untuk induksi persalinan.
- Pada plasenta previa marginalis/parsialis untuk persiapan tindakan operatif
selanjutnya agar perdarahan segera berhenti.(6)
Ultrasonografi
Ultrasonografi merupakan modalitas pilihan untuk mendiagnosis plasenta previa. Laporan
negatif palsu diagnosis plasenta previa dengan ultrasonograi pada kehamilan awal jarang
ditemui. Pada kehamilan lanjut, mungkin sulit mendiagnosis plasenta previa karena bagian
terbawah janin dapat menghalangi visualisasi optimal plasenta dan hubungannya dengan
ostium serviks interna. Keadaan ini biasanya dapat diatasi, kecuali sudah terjadi penurunan
bagian terbawah janin ke dalam panggul, dengan menempatkan pasien pada posisi
Trendelenburg dan melakukan traksi ringan bagian terbawah janin ke arah atas.
Jika ultrasonografi atau modalitas diagnosis plasenta previa lainnya tidak tersedia, mungkin
diperlukan pemeriksaan vagina. Pada kasus ini, siapkan pemeriksaan dengan persiapan
ganda, yaitu menyiapkan ruang operasi untuk seksio sesarea karena penetrasi atau pelepasan
plasenta ringan sekalipun dapat menyebabkan pendarahan.(7)
Transvaginal sonography sekarang ini ditetapkan sebagai metode yang paling disukai untuk
mengetahui lokasi dari plasenta.(8)
Tatalaksana Penanganan Plasenta Previa (9)
PLASENTA PREVIA
PLASENTA PREVIA TOTALIS PARSIALIS MARGINALISHAMIL PREMATUR
KONSERVATIF
HAMIL ATERM
KONSERVATIF GAGAL: Pendarahan Fetal distres
SEKSIO SESAREAPrimer bila: Pendarahan banyak Fetal distress Plasenta previa
primigravida Kelainan letak
HAMIL ATERM HAMIL PREMATURE
AMNIOTOMI
KONSERVATIF: Observasi Bed rest Obat-obatan:
Vitamin Tokolitik
KONSERVATIF GAGAL: Perdarahan Fetal distress
HIS DAPAT MULAITERJADI PENYULIT: Perdarahan uterus. Fetal distres. Febris. Prolapsus tali pusat.
PERSALINAN PERVAGINAM:Spontan B.Outlet operatif.
Komplikasi
1. Perdarahan dan mengakibatkan syok
2. Prematuritas janin
3. Peningkatan mortalitas janin
4. Perdarahan pascapartum karena perdarahan pasa tempat perlekatan plasenta. Pada tempat
tersebut, kontraksi serat otot uterus kurang efektif
5. Sindrom Sheehan dan deek pembekuan dapat terjadi, namun lebih sering terjadi pada
abrupsio plasenta.(10)
Prognosis
A. Untuk ibu. Dengan penatalaksanaan yang tepat, prognosis ibu pada plasenta previa adalah
memuaskan. Dengan ultrasonografi dan terapi konservati, kematian ibu di Amerika
Serikat turun dari >1% menjadi <0,2%.(7)
B. Untuk bayi. Angka kematian perinatal dengan plasenta previa di banyak rumah sakit di
Amerika Serikat sebelum terapi konservatif kira-kira 15% atau lebih dari 10 kali dari
kematian pada kehamilan cukup bulan normal. Angka ini sudah menurun dan
kemungkinan dapat dikurangi hingga <10% dengan penatalaksanaan terbaru.(7)
LAPORAN KASUS OBSTETRI
SEKSIO SESAREAPrimer bila: Pendarahan banyak Fetal distress Plasenta previa
primigravida Kelainan letak
KOMPLIKASI PENANGANAN PLASENTA PREVIA: Trias komplikasi ibu. Trias komplikasi janin
- Prematuritas.- Infeksi.- Asfiksia berat sampai IUFD.
Nama : Ny. Junita Tampubolon
Umur : 25 tahun
Alamat : Uluan/Porsea
Pekerjaan : Petani
Agama : Kristen Protestan
Anamnesis
Keluhan Utama : Pendarahan Pervaginam
Telaah : Hal ini dialami OS sejak tadi malam. Perdarahan terjadi didahului
dengan perut terasa mulas. Perdarahan baru pertama kali terjadi.
Perdarahan terjadi secara tiba-tiba tanpa didahului trauma di bagian
perut atau bekerja keras, warna darah berwarna merah segar.
GPA : G1 P0 A0
HPHT : ? Februari 2013
TTP : ? November 2013
Usia Kehamilan : 38 minggu
ANC : 4 x selama kehamilan di Bidan
Riwayat Penyakit Terdahulu
- Hipertensi : Tidak ada
- Peny. Jantung : Tidak ada
- DM : Tidak ada
- Asma Bronkial : Tidak ada
Riwayat Pemakaian Obat : Tidak ada
Pemeriksaan Fisik
Sensorium : Compos Mentis
Vital Sign :
- TD : 130/90 mmHg
- HR: 64 x/menit
- RR : 24 x/menit
Status Generalisata
- Anemis : Tidak ada
- Sianosis : Tidak ada
- Dispnoe : Tidak ada
- Ikterik : Tidak ada
- Oedem : Tidak ada
- Kel. Tiroid: Tidak membesar
- Kel. Getah B : Tidak membesar
Status Obstetrik
Thoraks
- Payudara membesar : Normal, tidak membesar
- Bentuk : Simetrik
- ASI : Tidak ada
Abdomen
- Bentuk : Simetris membesar
- Striae Gravidarum : Positif
- Luka operasi : Tidak ada
- TFU : 36 cm
- Bagian teregang : Kiri
- Bagian terbawah janin : Bokong
- Bagian terbawah tidak memasuki panggul (floating)
- Tafsiran berat badan janin: 3565 gram
Diagnosa
Pendarahan Pervaginam ec. Plasenta Previa + PG + KDR (38 – 40 minggu) + Letak Lintang
+ Anak Hidup + Inpartu
Rencana Penanganan
Sectio Ceasarea cito
Penatalaksanaan
- Tirah baring (Awasi vital sign, His, DJJ)
- IVFD RL 20 gtt/menit
- O2 2ltr/I tindakan preventif
- Inj. Cefotaxime 1gr/12jam (Antibiotik/skin test)
Pemeriksaan :
- Golongan Darah
- Darah rutin
- Masa Perdarahan
- Masa pembekuan
- KGD
- Urine Rutin
Laporan SC
Anestesi Spinal
- Cuci tangan secara Fuhrbringer
- Anastesi/narkosa mulai
- Desinfeksi kulit perut
- Skin scratches (goresan kulit melintang)
Membuka dinding perut lapis demi lapis
- Insisi kulit perut dan subkutis
a. Insisi memanjang pada linea alba
b. 1-2jari diatas simfisis sampai 1-2jari dibawah pusat
c. Insisi Pfanenstiel’s transversa pada pelvic line
- Sayatan kecil pada facis m.rectus abdominis (lamina anterior) dan dengan bantuan pinset
anatomis lalu fascia digunting kebawah atas
- M. rectus abdominalis dikuakkan secara tumpul ke lateral sehingga peritoneum bebas
- Peritoneum parietalis dijepit dengan pinset anatomis, diangkat, lalu digunting keatas dan
bawah, pinggir – pinggir diklem (peritoneal klem)
- Buik spreader dan blass haak dipasang
Membuka Uterus
- Low cervical
o Blass peritoneum diangkat dengan pingset, diguntung kanan kiri, dipisahkan, diklem
o Insisi SBR melintang (transversal) ± 10cm berbentuk konkaf sampai
subendometrium. Endometrium ditembus secara tumpul dengan jari.
- Corporal
o Insisi pada korpus uteri memanjang (longitudinal) ±10 cm sampai subendometrium,
lalu endometrium ditembus dengan jari secara tumpul
Mengeluarkan janin, plasenta dan selaput ketuban
- Janin dikait keluar menurut presentasinya seperti menolong kelahiran biasa
- Plasenta dan selaput ketuban dilahirkan secara manual
- Eksplorasi pada kavum uteri dan ostium uteri internum
- Pinggir luka – luka uterus diklem untuk presentasi
- Uterotonika intramural dan dipaha
Menutup luka uterus
- Luka uterus dijahit
o Interrupted sutures (geknoopt) pada miosubendometrium dengan catgut
o Continuous sutures pada seromuskular (over-hecting) dengan catgut
o Pada low cervical peritonealisasi yaitu continuous suture yang merupakan tumpang
tindih peritoneal flap.
Menutup luka dinding perut
- Luka dinding perut dijahit lapis demi lapis, sebagai berikut :
o Peritoneum parietalis secara continuous suture (doorlopen) dengan catgut
o Otot dijahit secara interrupted sutures (geknoopt) agak longgar
o Fascia (m.rectus abdominis) dijahit secara 8 atay x-figure suture dengan catgut.
o Kalau perlu subcutis geknoopt
o Kutis (kulit) : Donathi dengan benang zijde menurut skin scratches lalu agrave
sebanyak kebutuhan. Bila agrave tidak ada, kulit dijahit dengan benang (zijde)
Operasi Selesai
Follow Up
06 November 2013 08 November 2013 09 November 2013
S Nyeri luka operasi (+)
Pusing, mual, muntah (-)
Nyeri luka operasi (+)
Pusing, mual, muntah (-)
Nyeri luka operasi (+)
Pusing, mual, muntah (-)
O Sens : CM
Tanda Vital
- TD: 120/80mmHg
- HR: 68x/menit
- RR: 24x/menit
Status lokalisata
- Payudara bengkak
(-)
- ASI (-)
- TFU 2 jari
dibawah pusat
- Kontraksi rahim
kuat
- Lokia rubra (+)
Sens : CM
Tanda Vital
- TD: 120/70mmHg
- HR: 78x/menit
- RR: 22x/menit
Status lokalisata
- Payudara bengkak
(-)
- ASI (+)
- TFU 3 jari
dibawah pusat
- Kontraksi rahim
kuat
- Lokia rubra (+)
Sens : CM
Tanda Vital
- TD: 110/70mmHg
- HR: 68x/meniit
- RR: 20x/menit
Status lokalisata
- Payudara bengkak
(-)
- ASI (+)
- TFU 3 jari
dibawah pusat
- Kontraksi rahim
kuat
- Lokia rubra (+)
A Pendarahan Pervaginam
ec. Plasenta Previa + PG
+ KDR (38 – 40 minggu)
+ Letak Lintang + Anak
Hidup + Inpartu + NH1
Pendarahan Pervaginam
ec. Plasenta Previa + PG +
KDR (38 – 40 minggu) +
Letak Lintang + Anak
Hidup + Inpartu + NH2
Pendarahan Pervaginam
ec. Plasenta Previa + PG
+ KDR (38 – 40 minggu)
+ Letak Lintang + Anak
Hidup + Inpartu +NH3
P R/ IVFD RL 20 gtt/I
Inj.Cefotaxime1gr/12jam
Inj. Ketorolac 1amp/8jam
Inj.Ranitidine1amp/12jam
R/ Cefadroxil 2x 500mg
As. Mefenamat 3x 500mg
B. Complex 2x1
R/ Cefadroxil 2x 500mg
As. Mefenamat 3x 500mg
B. Complex 2x1
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan, Jakarta; P.T Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2008. Hal 495-502.
2. Harper LM, M.D, Anthony O. Effect of Placenta Previa on Fetal Growth; America;
American Journal of Obstetrics and Gynecology; 2010.
3. Leveno KJ, Cunningham FG, Gant NF, dkk. Obstetri Williams, Jakarta; Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2009. Hal 427.
4. Urganci IG, Cromwell DA, Edozien LC. Risk od Placenta in Second Birth After First
Birth Cesarean Section: A Population-BasED Study and Meta-Analysis; London; BioMed
Central Pregnancy and Childbirth; 2011. Page 11:95.
5. Taber B. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi; Jakarta; Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1994. Hal 340.
6. Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. Pengantar Kuliah Obstetri, Jakarta;
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. Hal 484-45.
7. Benson RC, Pernoll ML. Buku Saku Obstetri & Ginekologi Edisi 9. Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2009. Hal 330.
8. Armson A, Farine D, Lindsay LK. Diagnosis and Management of Placenta Previa. Sogc
Clinical Practice Guideline; 2007 March. Page 261.
9. Manuaba IBG. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB,
Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. Hal 439.
10. Morgan G, Hamilton C. Obstetri & Ginekologi Panduan Praktik, Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2009. Hal 379.
Recommended