Upload
triadji-baskoro-alam-rivai
View
136
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Lapkas SC Plasenta Previa
Citation preview
1
PENDAHULUAN
Plasenta previa didefinisikan sebagai implantasi dari jaringan plasenta
pada tempat yang abnormal.(1-7) Implantasi plasenta yang normal ialah pada
dinding belakang uterus di daerah fundus.(1,3,5)
Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta
melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu.(1) Terdapat empat tingkat
kelainan, yaitu : (1) Plasenta previa totalis, seluruh ostium internum tertutup oleh
plasenta; (2) Plasenta previa partialis, ostium uteri internum sebagian tertutup oleh
plasenta; (3) Plasenta previa marginalis, tepi plasenta berada pada pinggir ostium
uteri internum; dan (4) Plasenta letak rendah, plasenta mengadakan implantasi
pada segmen bawah uterus sedemikian rupa, sehingga tepi plasenta tidak
mencapai ostium uteri internum, tetap sangat dekat dengan ostium uteri internum.(1-7)
Klasifikasi tersebut akan berubah setiap waktu, sesuai besarnya
pembukaan pada saat pemeriksaan.(1-7)
Plasenta previa terjadi kira-kira 1 diantara 200 persalinan. Insidens ini
meningkat sesuai dengan paritas.(1,4) Juga bervariasi 10 % pada pasien yang telah
empat kali atau lebih mengalami insisi uterus dan 0,09 % pada yang tanpa parut
pada uterus.(1,2,4) Literature Negara Barat melaporkan frekuensi plasenta previa
kira-kira 0,3-0,6%. Di negara-negara berkembang berkisar antara 1-2,4%. Di
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, antara tahun 1971-1975, terjadi 37 kasus
plasenta previa di antara 4781 persalinanan yang terdaftar, Atau kira-kira 1
diantara 125 persalinan terdaftar.(1)
Mengenai penyebab mengapa plasenta bertumbuh pada segmen bawah
uterus tidak selalu dapat diterangkan.
Terdapat hubungan keadaan-keadaan seperti bekas seksio sesarea,
multiparitas, umur lanjut, adanya abortus sebelumnya merupakan resiko
terjadinya plasenta previa. Salah satu faktor dalam terjadinya plasenta previa ialah
adanya vaskularisasi desidua yang terganggu, akibat adanya keradangan atau
perubahan atrofik. Sebab lain adalah plasenta yang luas seperti pada kehamilan
kembar.(2,3,4,8)
1
Gejala klinis yang paling sering pada plasenta previa adalah perdarahan
tanpa rasa nyeri. Untungnya, perdarahan pertama jarang profus sampai fatal. Akan
tetapi perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak dari pada sebelumnya.
Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada triwulan ketiga, akan
tetapi tidak jarang pula telah dimulai sejak kehamilan 20 minggu, karena sejak itu
segmen bawah uterus telah terbentuk. Segmen bawah uterus akan lebih melebar
lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah
uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti
oleh plasenta yang melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari
dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna
segar. Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya
plasenta dari dinding uterus.(1-8)
Dalam mendiagnosis plasenta previa dilakukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan luar, pemeriksaan inspekulo, penentuan letak plasenta tidak langsung
yang dapat dilakukan dengan radiografi, radioisotop, dan ultrasonografi,
penentuan letak plasenta secara langsung meliputi perabaan fornises dan
pemeriksaan melalui kanalis cervikalis. Pemeriksaan tersebut harus dilakukan di
atas meja operasi.(1-8)
Penanganan pada plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu
penanganan aktif dan penanganan pasif (ekspektatif).(1-7) Penanganan secara aktif
dapat dilakukan melalui dua cara yaitu melahirkan janin dengan cara pervaginam
ataupun saesaria.(1-7) Pada umumnya memilih cara persalinan yang terbaik dari
derajat plasenta previa, paritas dan banyaknya perdarahan.(1)
Penanganan pasif dilakukan pada kasus plasenta previa dengan janin
prematur atau taksiran berat janin belum mencapai 2500 gram, perdarahan tidak
berbahaya, dan kehamilannya belum cukup 36 minggu.Oleh karena persalinan
belum mulai, maka kandungan penderita harus dirawat di rumah sakit dengan
pengawasan ketat, dengan cara hidup yang santai, menghindarkan manipulasi
pervaginam, dan tersedianya terapi memadai setiap saat.(3)
Berikunya ini akan dibahas suatu kasus seksio sesaria pada plasenta previa
pada seorang wanita usia 26 tahun yang dilakukan seksio sesaria darurat di RSUP
Manado.
1
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Ny. S.O
Umur : 26 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Dondomon, Bolmong
Suku/ Bangsa : Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Nama Suami : Tn. E.M
Pendidikan Suami : STM
Pekerjaan Suami : Swasta
Masuk RS : 04 Juni 2012
ANAMNESIS
Anamnesis Utama :
Keluhan utama :
Pasien dirujuk dari RS Datoe Bimangkang dengan diagnosis Plesenta Previa +
perdarahan aktif. Perdarahan dari jalan lahir sedikit-sedikit dialami penderita sejak
1 hari yang lalu, dan baru 1 jam SMRS perdarahan yang banyak, warna merah
segar dan tidak disertai nyeri perut.
Riwayat penyakit sekarang :
Perdarahan dari jalan lahir sedikit-sedikit dialami penderita sejak 1 hari
yang lalu, dan baru 1 jam SMRS perdarahan yang banyak, warna merah
segar dan tidak disertai nyeri perut.
Belum ada pelepasan air dari jalan lahir
Pergerakan janin masih dirasakan saat MRS.
Riwayat penyakit dahulu: Jantung, Paru, Ginjal, Hati, DM, Hipertensi, disangkal.
Riwayat kehamilan kembar (–)
BAK/BAB biasa
1
Anamnesis Kebidanan
Riwayat kehamilan sekarang:
Pemeriksaan Ante Natal : 4 x ( 3x di RSU Papua, 1x di RS Kotamobagu)
Riwayat haid
Menarche 12 tahun, siklus teratur, lamanya haid 3 – 4 hari, HPHT 09
September 2012, TTP: 16 Juni 2012.
Riwayat keluarga
Perkawinan 2 x, dengan suami sekarang sudah berlangsung 2 tahun, dengan
jumlah anak 2 orang.
Keluarga Berencana
Tidak pernah ikut KB
Riwayat kehamilan terdahulu
P1. 2003 Lahir bayi ♀, aterm, Seksio Cesarea (SC) atas indikasi CPD + bayi
besar, di RS Kotamobagu, berat badan 4500 gr, hidup.
P2. 2007 Lahir bayi ♂, aterm, SC atas indikasi bekas SC, di RS
Kotamobagu, berat badan 3500 gr, hidup.
P3. 2011 Lahir bayi ♂, aterm (IUFD), spontan letak belakang kepala, di
RSU Papua, berat badan 4100 gr, lahir mati.
P4. 2012 Kehamilan ini.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesens
KU : Cukup
Kesadaran : Kompos mentis.
Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 37,1C.
TB / BB : 152 cm / 60 kg
Kepala : Normochepali
Mata : Conjungtiva anemis +/+ , Sclera Ikterik –/–
Leher : KGB tidak teraba membesar
1
Dada : Bentuk simetris normal
Jantung : S I - II normal, bising (-)
Paru : Ronkhi –/– , wheezing –/–
Perut : Hepar dan lien sukar dievaluasi
Genitalia : Tidak ada kelainan
Extremitas : Edema (-), varices (-)
Refleks : Refleks fisiologis (+) normal, Refleks patologis (-)
Kulit : Turgor kulit baik
Status Obstetri
Pemeriksaan luar : TFU : 29 cm
Letak janin : letak kepala U punggung kiri
BJA : 140-150 x/m
His : (-)
Inspekulo : Fluksus (+), vulva/vagina t.a.k, tampak darah dan bekuan
darah di jalan lahir.
Porsio : livide (+) OUE tertutup, perdarahan aktif (+) dari
OUE.
Perabaan fornices : Teraba bantalan lunak pada keempat kuadran.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb : 5,9 gr %
Leukosit : 13.300 /mm3
Trombosit : 370.000 /mm3
DIAGNOSA
G4P3A0 26 tahun, hamil 38-39 minggu, belum inpartu + bekas SC 2x + HAP ec
plasenta previa + perdarahan aktif
Janin intrauterin tunggal hidup letak kepala + gawat janin
1
SIKAP
Seksio Cesarea Cito
Laboratorium (Hb, leukosit, trombosit), Crossmatch
Konseling, Informed Consent
Sedia donor, setuju operasi
Konseling Sterilisasi
Observasi T, N, R, S, His, BJJ
Lapor konsulen : advis Seksio Cesarea Cito
OBSERVASI PERSALINAN
Tanggal 04 Juni 2012
Jam 18.00
Kesadaran : CM
T : 110/70 mmHg, N : 84 x/menit, R : 24 x/menit
His : (-)
BJA : 140-150 x/m
Inspekulo : Fluksus (+), vulva/vagina t.a.k, tampak darah dan bekuan darah
di jalan lahir.
Porsio : livide (+) OUE tertutup, perdarahan aktif (+) dari OUE.
Perabaan fornices : Teraba bantalan lunak pada keempat kuadran.
Dx : G4P3A0, 26 tahun, hamil 38-39 minggu, belum inpartu + bekas
SC 2x + HAP ec plasenta previa + Anemia.
Janin intra uterin tunggal hidup letak kepala.
Sx : - Seksio cesarea
- Konseling, Informed consent
- Sedia donor setuju operasi
- Laboratorium (Hb, leukosit, trombosit), Crossmatch
- Observasi T, N, R, S, His, BJJ
- Lapor konsuler advis
Jam 19.00 – 20.00, His : (-), BJA : 140-145 x/m
Jam 20.00 – 21.00, His : (-), BJA : 135-140 x/m
Jam 21.00 – 22.00, His : (-), BJA : 125-140 x/m
1
Jam 22.00 – 23.00, His : (-), BJA : 130-140 x/m
Jam 23.00 – 24.00, His : (-), BJA : 130-145 x/m
Tanggal 05 Juni 2012
Kesadaran : CM
T : 110/60 mmHg, N : 80 x/menit, R : 20 x/menit
His : (-)
BJA : 140-150 x/m
Dx : G4P3A0, 26 tahun, hamil 38-39 minggu, belum inpartu + bekas SC
2x + HAP ec plasenta previa + Anemia.
Janin intra uterin tunggal hidup letak kepala.
Sx : - Seksio cesarea
- Observasi T, N, R, S, His, BJJ
Jam 00.00 – 01.00, His : (-), BJA : 130-145 x/m
Jam 01.00 – 02.00, His : (-), BJA : 130-140 x/m
Jam 02.00 – 03.00, His : (-), BJA : 130-140 x/m
Jam 03.00 – 04.00, His : (-), BJA : 130-140 x/m
Jam 04.00 – 05.00, His : (-), BJA : 130-140 x/m
Jam 05.00 – 06.00, His : (-), BJA : 130-140 x/m
Jam 06.00 – 07.00, His : (-), BJA : 130-140 x/m
Jam 07.00 – 08.00, His : (-), BJA : 130-140 x/m
Jam 08.00 – 09.00 Operasi tertunda karena menunggu transfusi darah dan
Penata Anastesi
Jam 09.00 Penderita di dorong ke OK cito
Jam 09.20 Operasi dimulai, dilakukan SCTP
Jam 09.25 Lahir bayi ♀, BBL 2800 gr, PBL : 47 cm, AS : 1-3-5
Jam 10.00 Operasi selesai
KU post operasi :
Tensi : 100/60 mmHg, Nadi : 84 x/menit, Respirasi : 24 x/menit
Kontraksi uterus : baik
Tinggi Fundus Uteri : 2 jari di bawah pusat
1
Perdarahan : 750 cc
Diuresis : 350 cc
Laporan Operasi
Pasien dibaringkan terlentang di atas meja operasi. Dilakukan tindakan
disinfektan pada daerah abdomen dan sekitarnya, kemudian ditutup doek steril
kecuali pada daerah lapangan operasi. Kemudian dilakukan tindakan general
anastesi. Setelah penderita dalam keadaan narkose, dilakukan insisi melintang di
atas symphisis sepanjang kira-kira 10 cm, insisi perdalam lapis demi lapis sampai
peritoneum, hinggga tampak uterus gravidarum. Selanjutnya usus dilindungi plika
vesika uterni dijepit lalu digunting ke lateral atas kemudian dilakukan insisi pada
SBR sepanjang 7-9 cm. Kemudian diperdalam secara tumpul ke kiri dan kanan.
Hingga tampak lapisan ketuban. Ketuban dipecahkan keluar cairan putih keruh.
Tangan kiri operator dimasukkan untuk mengeksplorasi selanjutnya kepala
diluksir keluar setelah bayi lahir dilakukan pengisapan lendir pada hidung dan
mulut dengan suction dilakukan penyuntikan pitosin.
Jam 09.25 lahir bayi ♀, BBL : 2800 gr, PBL : 47 cm 1-3-5, tali pusat
dijepit di dua tempat dengan buah kocher dan digunting diantaranya, dilakukan
eksplorasi tampak plasenta implantansi di korpus depan sampai SBR menutupi
OUI. Kemudian plasenta dikeluarkan dengan tarikan ringan pada tali pusat.
Selanjutnya kavum uteri dijahit secara simpul dan jelujur. Perdarahan dikontrol
kemudian dilakukan reperitobnealisasi. Tuba dan ovarium diperiksa, ternyata
tidak ada kelainan. Rongga perut diperiksa dan dibersihkan dari sisa bekuan
darah. Dinding perut dijahit lapis demi lapis sampai ke kulit. Otot secara simpul.
Fascia secara jelujur, lemak sub kutan secara simpul, kulit secara subkutiler, luka
ditutup dengan kasa dan betadin, operasi selesai.
- KU post operasi :
Tensi : 100/60 mmHg, Nadi : 84 x/menit, Respirasi : 24 x/menit
Kontraksi uterus : baik
Perdarahan : 750 cc
Diuresis : 100 cc
1
- Instruksi post operasi :
Observasi tanda vital, perdarahan, diuresis.
Puasa sampai flatus (+) / peristaltik (+)
IVFD : RL : DS = 2 : 2 40 gtt/menit
Ceftriaxone 3 x 1 IV
Metronidazole 2 x 0,5 gr drips
Piton 3 x 1 amp
Methergin 3 x 1 amp
Vitamin C 3 x 1 amp
Cek Hb 2 dan 6 jam post operasi
Follow Up Ruangan
Tanggal 6-6-2012
S : Keluhan (–), Flatus (+)
O : KU : cukup, Kesadaran : kompos mentis
T : 110/70 mmHg, N: 88 x/menit, R: 20 x/menit, S : 36,5C
Mammae : Laktasi –/–, Infeksi –/–
Abdomen : - TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi uterus (+) baik.
- Luka operasi terawat baik
- BAK (+) via kateter ± 50 cc/jam
A : P4A0, 26 tahun, post SCTP + Sterilisasi Pomeroy hari I, a.i. bekas SC 2x +
HAP ec plasenta previa.
Lahir bayi ♀, BBL 2800 gr, PBL : 47 cm, AS : 1-3-5
P : - IVFD RL : D5 % = 2 : 2 20 gtt/menit
- Ceftriaxone 3 x 1 gr
- Metronidazole 2 x 0,5 gr drips
- Piton 3 x 1 amp
- Vitamin C 3 x 1 amp
- Transfusi darah 1 bag/hari sampai dengan Hb 10 gr/dL
1
Tanggal 7-6-2012
S : Keluhan (–), Flatus (+)
O : KU : cukup, Kesadaran : kompos mentis
T : 110/70 mmHg, N: 88 x/menit, R: 20 x/menit, S : 36,5C
Mammae : Laktasi +/+, Infeksi –/–
Abdomen : - TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi uterus (+) baik.
- Luka operasi terawat baik
- BAK (+) N
A : P4A0, 26 tahun, post SCTP + Sterilisasi Pomeroy hari II, a.i. bekas SC 2x +
HAP ec plasenta previa.
Lahir bayi ♀, BBL 2800 gr, PBL : 47 cm, AS : 1-3-5
P : - IVFD RL : D5 % = 2 : 2 20 gtt/menit
- Transfusi darah 1 bag/hari sampai dengan Hb 10 gr/dL
- Cefradoxile 3 x 500 gr
- Metronidazole 2 x 0,5 gr drips
- Vitamin C 3 x 1 tab
- SF 1 x 1 tab
- Diet TKTP
- Rawat luka
Tanggal 8-6-2012
S : Keluhan (–)
O : KU : cukup, Kesadaran : kompos mentis
T : 120/80 mmHg, N: 84 x/menit, R: 20 x/menit, S : 36,5C
Mammae : Laktasi +/+, Infeksi –/–
Abdomen : - TFU 3 jari di bawah pusat, kontraksi uterus (+) baik.
- Luka operasi terawat baik
- BAK (+) N
A : P4A0, 26 tahun, post SCTP + Sterilisasi Pomeroy hari III, a.i. bekas SC 2x
+ HAP ec plasenta previa.
Lahir bayi ♀, BBL 2800 gr, PBL : 47 cm, AS : 1-3-5
1
P : - IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/menit
- Pro transfusi 1 bag/hari
- Cefradoxile 3 x 500 gr
- Metronidazole 2 x 0,5 gr drips
- Vitamin C 3 x 1 tab
- SF 1 x 1 tab
- Diet TKTP
1
DISKUSI
Pada diskusi ini akan dibahas tentang :
1. Diagnosis
2. Penanganan
3. Komplikasi
4. Prognosis
1. Diagnosis
Dalam diagnosis ditegakkan berdasarkan :
Anamnesis dan pemeriksaan fisik :
Perdarahan dari jalan lahir pada kehamilan 38 – 39 minggu yang
membawa penderita ke RS Datoe Bimangkang dan yang kemudian di rujuk ke
RSUP Malalayang untuk mendapat penanganan lebih lanjut. Perdarahan tanpa
nyeri dialami penderita 1 jam SMRS, banyak dan berwarna merah segar.
Gejala yang paling sering dari suatu plasenta previa adalah perdarahan
yang biasanya tanpa peringatan.(1-7) Tidak jarang perdarahan dimulai sejak
kehamilan 20 minggu. Karena sejak itu segmen bawah uterus telah terbentuk
dan mulai melebar serta menipis. Darahnya berwarna merah segar, berlainan
dengan darah yang terjadi pada solusio plasenta yang berwarna agak merah.
Sumber perdarahan disebabkan oleh sinus uterus yang terobek karena
terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robeknya sinus
marginalis dari plasenta.(1-5)
Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena
itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini pada
plasenta letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai .(1)
Perdarahan pada plasenta previa bersifat berulang-ulang .(5)
Pada pemeriksaan fisik pasien ini status praesens dalam batas normal.
Keadaan umum penderita akan menentukan dalam pengambilan sikap.(1)
Status obstetrik pada pasien ini adalah TFU 29 cm, sesuai umur
kehamilan, letak janin letak kepala belum masuk pintu atas panggul punggung
1
kiri, BJA (+) menggunakan doppler : 104 – 112 dpm, His (-), pergerakan
janin (+).
Besar uterus yang sesuai usia kehamilan membantu menyingkirkan
sebab-sebab perdarahan yang lain seperti mioma uteri, abortus ataupun mola
hidatidosa.
Turunnya bagian terbawah janin ke dalam pintu atas panggul akan
terhalang karena adanya plasenta di bagian bawah uterus. Pada pemeriksaan
luar, bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul atau
menolak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas pangggul. Tidak
jarang terdapat kelainan letak janin.(1-5)
Pada pemeriksaan dengan inspekulo pada pasien ini tampak bekuan
daerah pada jalan lahir, OUE tertutup, perdarahan aktif (+) dari OUE,
pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari
OUE atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari
OUE, maka perlu dicurigai adanya plasenta previa.(1-5)
Pada pemeriksaan letak plasenta dapat dilakukan secara tidak langsung
dengan radiografi, radioisotop, dan ultrasonografi.(1-7)
Sedangkan penentuan letak plasenta secara langsung yaitu meraba
secara langsung plasenta melalui kanalis servikalis. Akan tetapi pemeriksaan
ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan banyak. Oleh
karena itu pemeriksaan hanya dapat dilakkukan di atas meja operasi.
Berikut ini ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan :
1. Perabaan fornices. Pemeriksaan ini hanya bermakna apabila janin berada
dalam presentasi kepala. Pemeriksaan ini harus selalu mendahului
pemeriksaan melalui kanalis servikalis, untuk mendapat kesan pertama
ada tidaknya plasenta previa. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan di
kamar bersalin. Sedangkan pemeriksaan melalui kanalis servikalis hanya
dapat dilakukan dia atas meja operasi (PDMO).
2. Pemeriksaan melalui kanalis servikalis, apabila kanalis servikalis telah
terbuka, perlahan-lahan jari telunjuk dimasukkan ke dalam kanalis
servikalis. Apabila kotiledon plasenta teraba, segera jari telunjuk
dikeluarkan dari kanalis servikalis.
1
Perabaan pada pasien ini teraba bantalan pada keempat kuadran yang
menunjukkan adanya suatu plasenta previa totalis.
Pemeriksaan penunjang :
Pada saat masuk Hb 5,9 gr/dL, leukosit13.300 /mm3, trombosit
370.000/mm3
2. Penanganan
Penanganan pada plasenta previa terdiri dari dua, yaitu : penanganan
ekspekatif (pasif) dan penanganan aktif. (1-7) Tindakan yang diberikan tergantung
dari jumlah perdarahan banyak atau sedikit, keadaan ibu dan anak, besarnya
pembukaan, tingkat plasenta previa dan paritas. (1-5)
Penanganan secara pasif (ekspektatif) dapat dibenarkan kalau keadaan ibu
baik dan perdarahan sudah baik atau sedikit sekali, yaitu dilakukan pada janin
yang masih kecil, hinggga kemungkinan hidup di dunia baginya kecil sekali. (1,5)
Sebaliknya kalau perdarahan yang telah dan akan berlangsung terus,
banyak, dan akan membahayakan ibu dan atau janinnya, atau kehamilan telah
cukup 37 minggu, atau taksiran berat janin telah mencapai 2.500 gram, atau
persalinan sudah mulai (inpartu), maka ditempuh penanganan aktif.
Penanganan secara aktif ini meliputi dua cara, yaitu :
1. Kelahiran pervaginam
Dasar pemikiran cara ini adalah mengharapkan dapat menekan plasenta
yang lepas ke arah perdarahan di tempat implementasi selama proses
persalinan berlangsung, dan dengan demikian melakukan “tamponade“
pembuluh darah yang terbuka yang cukup untuk mencegah perdarahan yang
hebat.(3) Cara pervaginam ini terdiri dari : pemecahan ketuban, versi Braxton
Hicks, dan dengan cunam Willet. Dari ketiga cara tersebut, pemecahan selaput
ketuban adalah cara yang paling terpilih pada plasenta previa partialis atau
marginalis.(1-3) Pemasangan cunam Willet dan versi Baxton Hicks sudah lama
ditinggalkan dalam dunia obstetrik modern.(1,3) Tetapi kedua cara ini masih
mempunyai tempat tertentu, seperti: dalam keadaan darurat sebagai
pertolongan pertama dalam mengatasi perdarahan banyak, atau apabila seksio
1
sesaria tidak mungkin dilakukan. Semua cara ini mungkin mengurangi atau
menghentikan perdarahan. Dengan demikian menolong ibu, akan tetapi tidak
selalu menolong janinnya. Oleh karena itu, cara ini cenderung dilakukan pada
janin yang telah mati, atau prognosisnya untuk hidup di luar uterus tidak baik.
2. Kelahiran dengan seksio sesaria
Dasar pemikiran ini ada dua cara : pertama, dengan melahirkan janin
dan plasenta, mungkin uterus berkontraksi dan perdarahan, dan kedua,
kelahiran seksio sesarea menjaga kemungkinan terjadinya laserasi serviks,
suatu komplikasi kelahiran pervaginam yang berat pada plasenta previa totalis
dan lateralis.(3) Suatu keadaan gawat janin atau kematian janin bukan halangan
untuk dilakukan seksio sesarea, demi keselamatan ibu, seksio sesarea harus
dilakukan segera, seperti pada plasenta previa totalis dengan perdarahan
banyak.(1)
Pada kasus ini, dipilih penanganan melalui seksio sesarea dengan
pertimbangan adanya riwayat seksio sesarea 2x, ditambah dengan adanya
perdarahan lewat jalan lahir. Dalam keadaan seperti ini, ibu dan keluarganya
harus sepenuhnya mendapat pengertian terhadap masalah kehamilannya dan
siap membawa ke rumah sakit dengan segera, bila terdapat keadaan yang
membahayakan.(3,9)
Karena penderita digolongkan pada kehamilan resiko tinggi, sehingga
penanganan sebaiknya berupa: kemudahan fasilitas untuk keadaan darurat
obstetrik dan pengenalan indikasi-indikasi untuk penanganan obstetrik.
Pada kasus ini langsung diadakan penanganan aktif, berupa: seksio
sesarea darurat, karena ditemukan adanya perdarahn aktif. Usia kehamilan
38 – 39 minggu, belum inpartu, ditambah pada perabaan fornices telah teraba
bantalan pada keempat kuadran, sehingga kemungkinan plasenta previa totalis
dapat terjadi di mana seksio sesarea perlu dilakukan. Selain itu, terdapat
riwayat seksio sesarea 2x.
1
3. Komplikasi
Komplikasi utama plasenta previa pada ibu adalah perdarahan hingga
syok, infeksi, sepsis, dan emboli udara. Sedangkan komplikasi pada bayi
adalah prematuritas, hipoksia, dan kematian bayi.(4,8,10) Perdarahan yang tidak
dapat dihindari diperberat karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah
rahim untuk berkontraksi menghentikan perdarahan.(1-8,10) Kemungkinan
infeksi nifas besar, karena luka plasenta lebih dekat pada ostium, dan
merupakan port d’entire yang mudah dicapai oleh kuman-kuman OUE. Pasien
biasanya dalam keadaan anemis karena perdarahan, hingga daya tahannya
menurun.(5,10) Pada kasus ini, komplikasi baik ibu dan anak tidak ditemukan.
4. Prognosis
Dengan penanganan yang baik, kematian ibu karena plasenta previa
dapat menurun. Kematian perinatal berangsur-angsur dapat diperbaiki.
Walaupun kematian perinatal yang disebabkan prematuritas tetap memegang
peranan utama.(1-5)
Penanganan pasif maupun aktif, memerlukan fasilitas tertentu yang
belum banyak dipenuhi di Indonesia. Sehingga tindakan yang sudah lamna
ditingggalkan, berupa: pemasangan cunam Willet dan versi Braxton Hicks
terpaksa dilakukan, di mana fasilitas seksio sesarea belum ada. Dengan
demikian, tindakan-tindakan lebih banyak ditujukan demi keselamatan ibu,
daripada janinnya.(1)
Pada kasus ini, prognosis kehidupan pada janin adalah dubia ad bonam.
Karena pada ibu dilakukan operasi seksio sesarea ditambah bekas SC 2x,
sehingga membuat kehamilan berikut tergolong very high risk dengan bekas
SC, dan kemungkinan plasenta previa dapat berulang.
1
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Diagnosis plasenta previa pada kasus ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
2. Penyebab plasenta previa pada kasus ini belum diketahui dengan pasti,
namun terdapat beberapa faktor yang memungkinkan terjadinya suatu
plasenta previa pada kasus ini yaitu multiparitas dan adanya riwayat seksio
sesarea sebelumnya.
3. Keputusan untuk melakukan seksio sesaria pada kasus ini sudah tepat
sesuai indikasi adanya perdarahan aktif dan riwayat bekas seksio sesarea
2x.
4. Prognosis pada kasus ini sebenarnya buruk, tapi dengan penanganan yang
tepat dan cepat, kematian ibu karena plasenta previa dapat dihindari.
SARAN
1. Perlu adanya PAN yang berkualitas dengan pemeriksaan USG sebanyak 2
kali yaitu pada kehamilan muda dan pada trimester terakhir agar kasus –
kasus plasenta previa dapat terdeteksi dini.
2. Perlu adanya pelatihan bagi pelaksana kesehatan di perifer agar dapat
meningkatkan kemampuan dalam menemukan kasus – kasus kehamilan
resiko tinggi sehingga mampu melakukan perencanaan penatalaksanaan
yang tepat.
3. Perlu adanya peningkatan kesadaran dari berbagai lapisan masyarakat
untuk dapat berperan aktif dalam mencegah terjadinya kasus – kasus
kehamilan resiko tinggi sehingga angka kematian maternal dan perinatal
dapat diturunkan.
1
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro GH. Perdarahan Antepartum. Dalam: Ilmu Kebidanan, Ed.3.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo. Jakarta: 1999; 362-385.
2. Sciara J. Plasenta Praevia in Gynecology and Obstetrics, Vol.2. Lipincott
Company. Philadelphia: 1992; 1-5.
3. Prithchard JA, McDonald PC, Gart NF. Plasenta Previa. Dalam: Obstetrik
Williams, Ed.17. Airlangga University Pres: 1991; 470-476.
4. Benson C. Plasenta Previa in Curent Obstetric Gynecology Diagnosis
Treatment, Third Edition. Lange Medical Publication: 1980; 686-690.
5. Obstetric Patologi. Bagian Obstetrik dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran Bandung: 1994; 110-120, 260-262.
6. Mackay E, Beisher N. Antepartum Haemonhage in Obstetries and The
Newborn an Ilustrated Texbook, Second Edition. W.B Saunders
Company: 1986; 158-168.
7. Queenam J. Placenta Previa and Related Disorders in Management of High
Risk Pregnancy. Blackwell Scientific Publication. Boston: 1994; 483-
490.
8. Mansjoer A, Supraharto, Wardhani WI. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2.
Media Aesculapius. Jakarta: 2000.
9. Omran M. Prevention of Obstetric Mortality in High Risk Pregnancy in High
Risk Mothers and Newborns. Detection, Management and Prevention.
Switzerland: 1987; 311-318.
10. Mochtar, R. Perdarahan Antepartum. Dalam: Sinopsis Obstetri Fisiologi dan
Patologi. Penerbit buku kedokteran EGC: 1998; 269-287.