View
232
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
LAPORAN AKHIR
ANALISIS PENERAPAN PENCANTUMAN HARGA PADA
BARANG
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
2015
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
rahmatNya laporan Analisis Penerapan Pencantuman Harga pada Barang
dapat diselesaikan. Perkembangan transaksi perdagangan terutama yang
dilakukan secara online dapat memiliki potensi yang merugikan bagi
konsumen, karena transaksi ini dapat dilakukan dimana saja dan kapan
saja, tanpa konsumen dapat melihat terlebih dahulu barang yang akan
dibeli atau dikonsumsi. Oleh karena itu, Peraturan Menteri Perdagangan
(Permendag) Nomor 35/M-DAG/PER/7/2013 Tentang Pencantuman
Harga Barang dan Tarif Jasa Yang Diperdagangkan memberikan jaminan
bagi konsumen untuk memperoleh haknya dalam memperoleh informasi
yang benar, jelas dan jujur tentang harga barang.
Analisis ini bertujuan untuk menganalisis evaluasi penerapan
pencantuman harga pada barang, terutama yang memperdagangkan
barangnya secara online.
Hasil dari analisis ini menunjukkan bahwa saat ini banyak pelaku
usaha yang telah menerapkan pencantuman harga pada barang yang
dijualnya, namun meskipun demikian masih banyak pelaku usaha yang
belum mengetahui pemberlakuan peraturan yang mewajibkan pelaku
usaha untuk mencantumkan harga. Perilaku pelaku usaha yang
mencantumkan harga pada barang semata – mata hanya dikarenakan
manfaat bisnis yang diperoleh.
Kami sadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan,
oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan
untuk menyempurnakan analisis ini. Akhir kata, semoga analisis ini dapat
menjadi bahan masukan bagi pimpinan dalam merumuskan kebijakan
terutama di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen.
Jakarta, Oktober 2015
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 3
ABSTRAK
Pencantuman harga pada barang merupakan salah satu bentuk
perlindungan bagi konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa,
serta jaminan bagi konsumen dalam memperoleh hak atas informasi yang
benar, jelas dan jujur atas informasi harga barang. Analisis ini bertujuan
untuk mengevaluasi penerapan pencantuman harga pada barang,
terutama pada barang yang diperdagangkan secara online. Dengan
menggunakan metode analisis deskriptif, hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa banyak pelaku usaha yang telah menerapkan
pencantuman harga pada barang yang diperdagangkan secara online.
Namun, penerapan pencantuman harga lebih didasarkan pada manfaat
bisnis yang diperoleh. Banyak pelaku usaha dan konsumen yang belum
mengetahui adanya peraturan yang mewajibkan pelaku usaha untuk
mencatumkan harga pada barang yang diperdagangkan secara online.
Kata Kunci: Harga, Barang, Online
ABSTRACT
Price Inclusion of the traded goods is a form of protection for
consumers as well as a guarantee for consumers in obtaining the right,
clear, and truthful information on the price of goods. This analysis aims to
evaluate the implementation of the price inclusion of the traded goods,
especially on goods traded by online shopping. By using descriptive
analysis method, the results show that many businesses that have
implemented the prices inclusion on goods traded online. However, the
implementation of the price inclusion mainly based on the business
benefits. Many businesses and consumers are not aware of any
regulations that require businesses to include prices on goods traded
online.
Keyword: Price, Good, Online
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 4
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iv
DAFTAR TABEL .................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1.Latar Belakang .................................................................... 1
1.2.Perumusan Masalah.............................................................. 2
1.3.Tujuan dan Output .............................................................. 3
1.4.Manfaat Kajian .................................................................... 3
1.5.Ruang lingkup ..................................................................... 4
1.6. Sistematika penulisan ....................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 6
2.1. Pencantuman Harga pada Barang .................................... 6
2.2. Perdagangan secara Online atau Electronic Commerce
(E-commerce) ................................................................... 7
2.3. Tinjauan Kebijakan terkait Pencantuman Harga pada
Barang yang Diperdagangkan .......................................... 10
2.3.1 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35
Tahun 2013 Tentang Pencantuman Harga Barang
dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan ....................... 10
2.3.2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang
Perdagangan ............................................................ 13
2.3.3 Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik .......................... 14
2.4. Hasil Penelitian Terdahulu ................................................. 15
2.5. Kerangka Pemikiran .......................................................... 16
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 18
3.1. Definisi Metode Penelitian ................................................. 18
3.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data .............................. 18
3.3. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ............................ 19
3.3.1 Populasi dan Sampel ............................................... 19
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 5
3.3.2 Teknik Sampling ...................................................... 19
3.4. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................ 20
3.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ..................... 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 23
4.1. Persepsi Pelaku Usaha Terkait Penerapan Pencantuman
Harga pada Barang .......................................................... 24
4.1.1 Gambaran Umum Penerapan Pencantuman harga
Pada Barang ............................................................ 24
4.1.2 Manfaat dan Biaya Pencantuman Harga Bagi
Pelaku Usaha ........................................................... 29
4.1.3 Persepsi Pelaku Usaha terhadap Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 35 Tahun 2013 Tentang
Pencantuman Harga Barang dan Tarif Jasa yang
Diperdagangkan ....................................................... 33
4.2. Persepsi Konsumen Terkait Penerapan Pencantuman
Harga pada Barang .......................................................... 36
4.2.1 Perilaku Konsumen dalam Melakukan Belanja
Secara Online ........................................................... 36
4.2.2 Persepsi Konsumen tentang Penerapan Pencantuman
Harga pada Barang .................................................. 43
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ....................................... 47
5.1. Kesimpulan ....................................................................... 47
5.2. Rekomendasi Kebijakan ................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 50
LAMPIRAN
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 6
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Penelitian ....................... 19
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Alur Kerangka Pikir ....................................................... 16
Gambar 4.1. Periode Waktu Usaha Berjalan ..................................... 25
Gambar 4.2. Tahun Melalui Usaha dengan Menggunakan Media
Online ........................................................................... 25
Gambar 4.3. Jenis Barang yang Dijual .............................................. 26
Gambar 4.4. Penerapan Pencantuman Harga pada Barang ............. 27
Gambar 4.5. Awal Pencantuman Harga pada Barang ....................... 28
Gambar 4.6. Informasi Pajak dan Biaya Tambahan lainnya .............. 28
Gambar 4.7. Tingkat Manfaat Pencantuman Harga Menurut Pelaku
Usaha ........................................................................... 30
Gambar 4.8. Jenis Manfaat Pencantuman Harga ............................. 31
Gambar 4.9. Kendala dalam Pencantuman Harga ............................ 32
Gambar 4.10. Pengetahuan Pelaku Usaha terhadap Permendag
Nomor 35 Tahun 2013 .................................................. 34
Gambar 4.11. Aktivitas untuk Mempercepat Penerapan Peraturan .... 35
Gambar 4.12. Sebaran Usia Responden Konsumen .......................... 36
Gambar 4.13. Jenis Kelamin Responden Konsumen .......................... 37
Gambar 4.14. Pekerjaan/Aktivitas Responden Konsumen .................. 37
Gambar 4.15. Frekuensi Belanja Secara Online ................................. 38
Gambar 4.16. Terakhir Melakukan Aktivitas Belanja Online ................ 38
Gambar 4.17. Jenis Barang yang Dibeli Secara Online ...................... 39
Gambar 4.18. Daftar Situs Belanja Online yang Dikungjungi
Konsumen .................................................................... 40
Gambar 4.19. Pencantuman Harga Pada Barang yang Ditawarkan ... 41
Gambar 4.20. Tata Letak Harga, Tulisan dan Satuan Harga pada
Barang .......................................................................... 42
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 7
Gambar 4.21. Informasi Pajak dan Biaya Lainnya pada Harga ........... 42
Gambar 4.22. Persepsi Konsumen terkait Kewajiban Pencantuman
Harga ............................................................................ 43
Gambar 4.23. Manfaat dari Pencantuman Harga pada Barang .......... 44
Gambar 4.24. Pengetahuan Konsumen tentang Permendag
Nomor 35 Tahun 2013 .................................................. 45
Gambar 4.25. Persepsi Konsumen tentang Kewajiban Pencantuman
Harga pada Barang ...................................................... 45
Gambar 4.26. Aktivitas yang Perlu dilakukan untuk Keberhasilan
Penerapan Pencantuman Harga pada Barang ............. 46
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Proses globalisasi ekonomi mendorong semakin terbukanya pasar
dalam negeri sehingga jenis barang yang beredar di pasar menjadi
beraneka ragam. Hal ini tentu saja akan memberikan kepastian atas
barang yang dibutuhkan oleh masyarakat namun harus tetap menjamin
kepatian atas mutu, jumlah dan keamanan barang sehingga tidak
mengakibatkan kerugian pada konsumen. Hubungan antara konsumen
dan pelaku usaha terjadi ketika melakukan transaksi baik secara
konvensional maupun menggunakan sistem online. Oleh karena itu
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai harga barang yang
diberikan pelaku usaha menjadi dasar bagi konsumen untuk memperoleh
barang sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
diberikan.
Perdagangan yang dilakukan dengan secara online dewasa ini
berkembang secara cepat didukung dengan kemajuan penggunaan
teknologi dan informasi serta gaya hidup masyarakat yang cenderung
menjadi lebih praktis dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Saat ini
penggunaan internet di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII)
manyatakan bahwa jumlah pengguna internet pada tahun 2013 mencapai
71,19 juta atau meningkat 13 % dibandingkan dengan penggunaan
internet pada tahun 2012 yang mencapai sekitar 63 juta pengguna
(Antaranews, 2014). Sementara itu, jumlah pengguna internet yang
berbelanja secara online sebesar 4,6 juta orang selama tahun 2013 dan
diperkirakan akan meningkat menjadi 8,7 juta orang pada tahun 2016
(Startupbisnis, 2014). Beberapa data menunjukkan perkembangan bisnis
online yang cukup besar di Indonesia. Hasil riset bersama yang dilakukan
oleh Asosiasi E-commerce Indonesia (idea), Google Indonesia, dan Taylor
Nelson Sofres (TNS) menunjukkan bahwa pada tahun 2013 nilai
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 9
perdagangan secara online mencapai 8 miliar dollar AS atau sekitar Rp 94
triliun dan diprediksi akan terus meningkat hingga 25 miliar dollar AS atau
sekitar Rp 295 triliun pada tahun 2016 (Kompas.com, 2014).
1.2. Perumusan Masalah
Perdagangan secara online memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan dengan perdagangan yang dilakukan secara konvensional
seperti menghemat waktu, lebih mudah membandingkan harga antar
produk, transaksi bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja, serta masih
banyak kelebihan lainnya. Namun disisi lain terdapat resiko yang mungkin
terjadi dalam transaksi perdagangan online seperti harga barang yang
diinformasikan pada katalog berbeda dengan yang dibayarkan oleh
konsumen. Oleh karena itu, untuk melindungi konsumen dari praktik
perdagangan yang merugikan, salah satu regulasi yang diterbitkan oleh
pemerintah adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor
35/M-DAG/PER/7/2013 Tentang Pencantuman Harga Barang dan Tarif
Jasa Yang Diperdagangkan. Dalam Permendag tersebut mengatur bahwa
barang yang diperdagangkan secara online melalui media elektronik maka
harga barang tersebut harus diinformasikan dengan cara yang mudah
diakses oleh konsumen. Dalam sistem perdagangan online, data dan
informasi yang wajib disampaikan pelaku usaha paling sedikit memuat:
identitas dan legalitas pelaku usaha, persyaratan teknis barang yang
ditawarkan, harga, cara pembayaran, dan cara penyerahan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tentang Perdagangan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka konsumen perlu
meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan
kemandiriannya untuk melindungi dirinya. Disamping itu, produsen juga
perlu untuk menumbuhkembangkan sikap perilaku usaha
yang bertanggung jawab. Dengan demikian, analisis penerapan
pencantuman harga pada barang perlu dilakukan untuk menjawab
beberapa permasalahan antara lain seperti: (1) bagaimana pengetahuan
pelaku usaha terkait penerapan pencantuman harga pada barang dalam
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 10
perdagangan secara online, (2) sejauh mana informasi mengenai
pencantuman harga pada barang mudah diakses oleh konsumen, dan (3)
apa saja manfaat dan biaya yang dihadapi konsumen terkait penerpan
kebijakan pencantuman harga.
1.3. Tujuan dan Output
Tujuan Analisis
1. Mengevaluasi penerapan pencantuman harga pada barang yang
diperdagangkan secara online sesuai dengan Permendag Nomor
35/M-DAG/PER/7/2013 Tentang Pencantuman Harga Barang dan
Tarif Jasa Yang Diperdagangkan.
2. Merumuskan kebijakan terkait pencantuman harga pada barang.
Output Analisis
1. Hasil evaluasi penerapan pencantuman harga pada barang yang
diperdagangkan secara online sesuai dengan Permendag Nomor
35/M-DAG/PER/7/2013 Tentang Pencantuman Harga Barang dan
Tarif Jasa Yang Diperdagangkan.
2. Rumusan kebijakan terkait pencantuman harga pada barang.
1.4. Manfaat Analisis
a) Manfaat bagi pemerintah
Melalui pelaksanaan kajian ini diharapkan akan diperoleh hasil
evaluasi kebijakan terkait penerapan pencantuman harga pada
barang sebagaimana diatur dalam Permendag Nomor 35/M-
DAG/PER/7/2013.
b) Manfaat bagi pelaku usaha online
Hasil penelitian ini dapat berguna, khususnya bagi pelaku usaha
yang memasarkan produknya melalui media online, sebagai
pedoman dalam mempromosikan serta menjual produknya sesuai
dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
c) Manfaat bagi konsumen
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 11
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi konsumen sebagai
bahan referensi dalam memilih situs belanja online dan melakukan
transaksi secara online, sehingga diharapkan konsumen dapat
terhindarkan dari kerugian dalam membeli barang secara online.
1.5. Ruang Lingkup
Analisis ini akan dibatasi pada aspek yang diteliti:
a) Barang yang diperdagangkan secara online melalui media
elektronik.
b) Pelaku usaha yang menjadi responden dalam analisis ini adalah
pelaku usaha yang bergerak di bidang bisnis online dengan skala
usaha minimal usaha kecil, sesuai dengan definisi skala usaha
berdasarkan Undang – Undang No. 20 Tahun 2008 Tentang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
c) Informasi harga yang mudah diakses oleh konsumen.
1.6. Sistematika Penulisan
Laporan dalam analisis ini terdiri dari beberapa bab sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Dalam bagian ini dijelaskan tentang latar belakang mengapa perlu
dilakukan analisis ini, tujuan dan output, manfaat, ruang lingkup,
serta sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Memaparkan tinjauan literatur terkait dengan pencantuman harga
pada barang dan sistem perdagangan secara online. serta hasil
penelitian sebelumnya terkait dengan perdagangan secara online.
Bab III Metodologi
Memaparkan kerangka pikir, metode analisis, pengambilan data dan
pengolahannya, serta urutan tahapan analisis.
Bab IV Penerapan Pencantuman Harga pada Barang yang
Diperdagangkan secara online
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 12
Mengevaluasi penerapan pencantuman harga pada barang yang
diperdagangkan secara online oleh pelaku usaha sesuai dengan
ketentuan Permendag Nomor 35/M-DAG/PER/7/2013 Tentang
Pencantuman Harga Barang dan Tarif Jasa Yang Diperdagangkan,
serta menganalisis persepsi konsumen terkait dengan pencantuman
harga pada barang yang diperdagangkan secara online.
Bab VII Kesimpulan dan Rekomendasi
Menyampaikan kesimpulan dan rekomendasi yang berkaitan dengan
pencantuman harga pada barang yang diperdagangkan secara
online.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pencantuman Harga Pada Barang
Pencantuman harga pada barang merupakan pencantuman label
harga pada barang yang menunjukkan nilai barang yang ditawarkan
dalam mata uang tertentu (Bank Indonesia, 2014). Tujuan utama dari
pencantuman harga pada barang adalah memberikan transparansi harga
dalam rangka perlindungan konsumen. Pencantuman label harga pada
barang dapat mempermudah konsumen untuk memperoleh informasi
akan harga barang dan dapat membandingkannya dengan penjual yang
lain sehingga konsumen dapat menentukan barang yang akan dibeli
dengan harga terbaik.
Kewajiban mengenai penerapan pencantuman harga pada barang
yang diperdagangkan telah diatur di dalam Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 35/M-DAG/PER/7/2013 Tentang Pencantuman
Harga Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan. Tujuan dari peraturan
ini adalah agar konsumen dapat memperoleh informasi yang benar, jelas
dan jujur mengenai harga barang dan/atau tarif jasa yang ditawarkan atau
diperdagangkan oleh pelaku usaha, sehingga konsumen bisa
mendapatkan barang dan/atau jasa yang sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang diperjanjikan. Disamping itu, pelaku usaha juga
dapat bertanggung jawab atas kebenaran harga barang dan/atau tarif jasa
yang dicantumkan.
Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa pelaku usaha yang
memperdagangkan barang dan/atau jasa secara eceran, wajib
mencantumkan harga barang atau tarif jasa secara jelas, mudah dibaca
dan mudah dilihat. Harga barang tersebut harus dilekatkan/ditempelkan
pada barang atau kemasan, disertakan, dan/atau ditempatkan dekat
dengan barang serta dilengkapi jumlah satuan atau jumlah tertentu. Selain
informasi harga, informasi mengenai tambahan biaya lainnya seperti biaya
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 14
pengiriman, atau pengenaan pajak pada barang yang diperdagangkan
juga harus dicantumkan pada label harga.
Kewajiban pencantuman harga yang tertera dalam peraturan ini,
tidak berlaku bagi pelaku usaha mikro. Namun apabila diperlukan, pelaku
usaha mikro juga dapat mencantumkan harga dan/atau tarif sesuai
dengan ketentuan yang tertera di dalam peraturan ini. Selain itu, peraturan
ini tidak hanya berlaku bagi pelaku usaha yang memperdagangkan
barangnya secara konvensional, tetapi juga yang memperdagangkan
barangnya secara online. Dalam hal perdagangan barang secara online
melalui media elektronik, harga barang dan/atau tarif jasa harus
diinformasikan dengan cara yang mudah diakses oleh konsumen.
Pada peraturan tersebut disebutkan juga bahwa pelaku usaha yang
tidak mencantumkan harga barang dan/atau tarif jasa sesuai dengan
ketentuan yang telah diatur dalam peraturan tersebut dapat dikenakan
sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha di bidang perdagangan
oleh pejabat yang berwenang. Pencabutan izin usaha dilakukan setelah
pemberian peringatan secara tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dalam
tenggang waktu masing – masing peringatan paling lama 1 (satu) bulan.
2.2. Perdagangan secara Online atau Electronic Commerce (E-
commerce)
Perdagangan secara online atau perdagangan dengan
menggunakan media elektronik atau lebih popular dengan istilah e-
commerce dapat didefinisikan sebagai aktivitas jual beli barang dan/atau
jasa dengan menggunakan media internet (Ferraro, 1998). Secara lebih
spesifik, Zwass (1996) mendefinisikan e-commerce sebagai cara untuk
berbagi informasi bisnis, menjaga hubungan bisnis, dan melakukan
transaksi bisnis dengan menggunakan jaringan telekomunikasi. Definisi
lain dari e-commerce adalah penggunaan metode elektronik disertai
beberapa sarana dan prosedur untuk melakukan berbagai bentuk aktivitas
bisnis di dalam dunia cyber (Brian, 1998). Secara umum menurut Ikbal
(2015), perdagangan secara elektronik atau E-commerce terbagi dalam
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 15
tiga segmen yakni: (i) Perdagangan antara pelaku usaha (business to
business e-commerce); (ii) Perdagangan antar pelaku usaha dengan
konsumen (business to consumer e-commerce); dan (iii) Perdagangan
antara konsumen dengan konsumen (consumer to consumer e-
commerce).
Pesatnya pertumbuhan perdagangan secara elektronik didukung
oleh peningkatan teknologi yang semakin memudahkan masyarakat untuk
melakukan transaksi jual beli. Saat ini transaksi jual beli dapat dilakukan di
berbagai media melalui komputer, laptop, dan bahkan melalui telepon
genggam. Transaksi jual beli tidak hanya dapat dilakukan di situs
berbayar, tetapi juga dapat dilakukan di media sosial yang dapat
digunakan secara gratis. Oleh karena itu, perlindungan konsumen menjadi
aspek penting dalam perdagangan secara elektronik.
Secara umum perdagangan secara online memiliki banyak
keuntungan bagi pelaku usaha yang menggunakan media online sebagai
sarana untuk memperdagangkan barang dan jasanya. Beberapa manfaat
tersebut antara lain adalah sistem perdagangan secara online dapat
mereduksi biaya transaksi perdagangan antara perusahaan dan di saat
bersamaan dapat meningkatkan hubungan kerja dan kolaborasi antar
perusahaan. Selain itu, sistem perdagangan dengan menggunakan situs
(world wide web) dapat memberikan kesempatan kepada perusahaan,
baik perusahaan besar maupun kecil untuk masuk ke dalam pasar
internasional dan memperdagangkan barang dan jasa mereka pada skala
perdagangan global tanpa memperhatikan kondisi geografis, kebangsaan,
keuangan atau batasan – batasan perdagangan lainnya (Cohen dan
Kallirroi, 2006).
Tidak hanya bagi pelaku usaha, sistem perdagangan secara online
juga memberikan beberapa manfaat bagi masyarakat yang menggunakan
media online untuk melakukan aktivitas belanja atau disebut juga
konsumen belanja online. Seperti yang dikemukakan oleh Wibowo (2010),
beberapa manfaat perdagangan secara online bagi konsumen antara lain
adalah:
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 16
1) Perdagangan secara online memungkinkan pelanggan untuk
berbelanja atau melakukan transaksi lain selama 24 jam dalam sehari,
sepanjang tahun, dari hampir setiap lokasi;
2) Perdagangan secara online memberikan lebih banyak pilihan barang
dan jasa dengan harga yang bervariasi sehingga konsumen dapat
melakukan perbandingan dengan cepat dan memilih barang sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan finansial;
3) Konsumen bisa mendapatkan informasi yang detil dan relevan dalam
waktu yang lebih cepat;
4) Perdagangan secara online memungkinkan konsumen berpartisipasi
dalam pelelangan maya;
5) Perdagangan secara online memungkinkan seorang konsumen
berinteraksi dengan konsumen lainnya untuk berbagi pikiran dan
berbagi pengalaman sehingga bisa menjadi informasi tambahan bagi
konsumen;
6) Perdagangan secara online memudahkan persaingan yang pada
akhirnya menciptakan diskon secara substansial;
Selain manfaat tersebut diatas, perdagangan secara online memiliki
beberapa keterbatasan secara teknis dan non – teknis seperti yang juga
dikemukakan oleh Wibowo (2010). Keterbatasan secara teknis antara lain
adalah:
1) Adanya keterbatasan dalam sistem keamanan, kehandalan , standar,
dan beberapa protokol komunikasi;
2) Ada bandwidth telekomunikasi yang tidak mencukupi;
3) Alat pengembangan perangkat lunak masih dalam tahap
perkembangan dan mudah berubah dengan cepat;
4) Sulit menyatukan perangkat lunak internet dengan aplikasi dan
database yang ada sekarang ini;
5) Beberapa perangkat lunak dari sistem perdagangan online mungkin
tidak akan cocok bagi hardware tertentu, atau tidak bisa dipasang
bersama dengan beberapa sistem pengoperasian atau komponen –
komponen lainnya.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 17
Sementara itu, keterbatasan secara non – teknis antara lain adalah:
1) Tingginya biaya pengembangan sistem perdagangan secara online di
dalam rumah, dan potensi terjadinya kekeliruan akibat kurangnya
pengalaman dapat mengakibatkan adanya delay (penangguhan);
2) Adanya keterbatasan dari segi keamanan dan privasi data konsumen;
3) Sulitnya memperoleh kepercayaan dari konsumen, karena umumnya
konsumen tidak mempercayai penjual tanpa wajah yang tidak mereka
kenal, transaksi tanpa kertas, dan uang elektronis.
2.3. Tinjauan Kebijakan terkait Pencantuman Harga Pada Barang yang diperdagangkan 2.3.1. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35 Tahun 2013
Tentang Pencantuman Harga Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan
Peraturan terkait dengan pencantuman harga pada barang
dan atau jasa yang diperdagangkan dilandasi oleh semangat untuk
meningkatkan keberdayaan konsumen dalam memilih dan
menentukan barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Hal ini
juga tertuang dalam Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen (UU – PK) yang menyebutkan
bahwa salah satu hak dari konsumen adalah untuk memilih serta
mendapatkan barang dan atau jasa sesuai dengan nilai tukar serta
jaminan yang dijanjikan. Terkait dengan hal tersebut, konsumen juga
memiliki hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
(Pasal 4 UU – PK).
Untuk mendukung konsumen dalam memperoleh hak nya
tersebut, pemerintah menerbitkan peraturan yang khusus mengatur
tentang pencantuman harga pada barang dan atau jasa yang
tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor
35 Tahun 2013 Tentang Pencantuman Harga pada Barang dan Tarif
Jasa yang Diperdagangkan. Peraturan ini diterbitkan pada Juli 2013,
dan mulai berlaku pada Januari 2014. Kewajiban pelaku usaha
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 18
terkait dengan pencantuman harga, dengan jelas dinyatakan pada
Pasal 2 ayat (1):
“Setiap Pelaku Usaha yang memperdagangkan barang
secara Eceran dan/atau Jasa kepada Konsumen wajib
mencantumkan harga Barang dan Tarif Jasa secara jelas, mudah
dibaca dan mudah dilihat”.
Kewajiban ini berlaku untuk semua pelaku usaha yang
memperdagangkan barang dan jasa secara eceran, baik yang
diperdagangkan secara konvensional maupun secara online.
Peraturan tentang pencantuman harga pada barang dan atau jasa
yang diperdagangkan secara khusus disebutkan pada Pasal 5,
sebagai berikut:
“Dalam hal Barang dan/atau Jasa diperdagangkan secara
online melalui media elektronik, Harga Barang dan/atau Tarif Jasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus diinformasikan dengan
cara yang mudah diakses oleh Konsumen”.
Dalam hal informasi yang mudah diakses, pelaku usaha harus
mencantumkan harga di lokasi yang berada dekat dengan gambar
barang yang ditawarkan pada situs belanja online, dengan satuan
dan nilai tukar yang jelas, sehingga dapat dilihat dengan jelas oleh
konsumen. Selain itu, informasi lain terkait biaya tambahan seperti
biaya kirim dan pajak, harus juga dicantumkan oleh pelaku usaha,
sehingga konsumen bisa memperoleh informasi yang jelas, benar
dan jujur mengenai barang dan atau jasa yang akan dibeli oleh
konsumen.
Agar tidak terlalu membebani pelaku usaha, Peraturan
tentang kewajiban pencantuman harga dibatasi pemberlakuannya
untuk pelaku usaha dengan skala usaha lebih dari usaha kecil,
menengah keatas. Dalam hal ini pelaku usaha berskala mikro
dikecualikan dari peraturan pencantuman harga ini. Namun jika
diperlukan, pelaku usaha mikro dapat mencantumkan harga
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 19
dan/atau tarif dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur
dalam peraturan tersebut (Pasal 2 ayat (3)).
Terkait dengan hal tersebut, berdasarkan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah,
usaha mikro memiliki kriteria usaha dengan jumlah kekayaan bersih
paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, serta memiliki hasil
penjualan tahunan paling banyak sebesar Rp. 300.000.000,- (tiga
ratus juta rupiah) (Pasal 6 ayat (1)). Usaha dengan jumlah kekayaan
bersih dan hasil penjualan yang lebih besar dari yang disebutkan
diatas, wajib untuk mencantumkan harga pada barang dan tarif jasa
sesuai dengan yang tertera pada Permendag tentang pencantuman
harga barang dan tarif jasa yang diperdagangkan.
Selain hal tersebut diatas, Permendag ini juga mengatur
secara lebih jelas mengenai teknis pencantuman harga pada barang
dan jasa. Beberapa hal yang diatur dalam peraturan ini antara lain
sebagai berikut:
1) Harga barang harus dilekatkan/ditempelkan pada barang atau
kemasan, disertakan, dan/atau ditempatkan dekat dengan
barang serta dilengkapi jumlah satuan atau jumlah tertentu
(Pasal 3 ayat (1)).
2) Apabila barang yang diperdagangkan dikenakan pajak atau
biaya tambahan lainnya, maka pencantuman harga juga harus
memuat informasi bahwa harga tersebut sudah termasuk atau
belum termasuk pajak atau biaya tambahan lainnya (Pasal 3
ayat (2)).
3) Pelaku usaha yang memperdagangkan barang secara eceran
wajib mencantumkan harga barang dalam satuan Rupiah,
kecuali bila ditentukan lain dalam peraturan perundang-
undangan (Pasal 6 ayat (1)).
4) Penetapan harga barang dan atau tarif jasa harus menggunakan
mata uang dan nominal Rupiah yang berlaku. Apabila memuat
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 20
pecahan nominal yang tidak berlaku maka pelaku usaha wajib
membulatkan harga dengan tetap memperhatikan pecahan
nominal yang beredar, dan menginformasikan hal tersebut
kepada konsumen (Pasal 6 ayat (2), (3) dan (4)).
Dalam hal kebenaran informasi harga barang dan tarif jasa,
pelaku usaha wajib bertanggung jawab akan kebenaran harga
barang dan tarif jasa yang dicantumkan. Apabila terdapat perbedaan
antara harga barang dan tarif jasa yang dicantumkan dengan yang
dikenakan saat pembayaran, maka yang berlaku adalah harga atau
tarif yang terendah (Pasal 7 ayat (1) dan (2)).
Untuk mendukung pelaksanaan pencantuman harga oleh para
pelaku usaha, Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan
memiliki kewenangan untuk melakukan pembinaan dan juga
pengawasan. Pembinaan dilakukan tidak hanya kepada pelaku
usaha tetapi juga kepada konsumen. Pembinaan dapat dilaksanakan
melalui konsultasi, edukasi dan penyebaran informasi, baik kepada
pelaku usaha maupun konsumen. Untuk meningkatkan efektivitas
pelaksanaan Permendag ini, Pemerintah menetapkan sanksi
administratif berupa pencabutan izin usaha di bidang perdagangan
bagi pelaku usaha yang tidak menerapkan pencantuman harga dan
tidak menetapkannya dalam mata uang yang berlaku (Rupiah).
Sanksi administratif tersebut diberikan setelah diberikan peringatan
tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu masing –
masing peringatan paling lama 1 (satu) bulan (Pasal 9 ayat (1) dan
(2)).
2.3.2. Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan
Peraturan mengenai pelaksanaan transaksi perdagangan
melalui sistem elektronik telah diatur dalam Undang – Undang
Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan. Secara khusus Pasal
65 mengatur tentang ketentuan transaksi perdagangan melalui
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 21
sistem elektronik atau online, antara lain mengatur bahwa pelaku
usaha yang memperdagangkan barang dan atau jasa dengan
menggunakan sistem elektronik wajib menyediakan data dan atau
informasi secara lengkap dan benar. Data dan informasi yang
dimaksud dalam Pasal tersebut antara lain adalah:
Identitas dan legalitas pelaku usaha sebagai produsen atau
pelaku usaha distribusi;
Persyaratan teknis barang yang ditawarkan;
Persayaratan teknis atau kualifikasi jasa yang ditawarkan;
Harga dan cara pembayaran barang dan atau jasa; dan
Penyerahan barang.
Saat ini pemerintah juga telah menyusun Peraturan
Pemerintah (PP) mengenai teknis transaksi perdagangan melalui
sistem elektronik sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang –
Udang tersebut. PP tersebut diharapkan dapat diterbitkan dalam
waktu dekat ini.
2.3.3. Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Sebelum bisnis elektronik berkembang seperti saat ini, dan
sebelum diatur secara khusus oleh Undang – Undang Perdagangan,
transaksi elektronik secara umum telah diatur di dalam Undang –
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE). Pasal 9 secara khusus menyebutkan bahwa
setiap pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem
elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar
berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang
ditawarkan, termasuk didalamnya adalah informasi mengenai harga
dari produk yang ditawarkan. Hal ini sejalan dengan peraturan yang
tertera dalam Undang – Undang Perdagangan, yang telah
disebutkan sebelumnya, yang tujuannya untuk melindungi konsumen
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 22
dalam melakukan transaksi perdagangan dengan menggunakan
sistem elektronik atau online.
Lebih luas lagi, UU ITE tidak hanya mengatur tentang
perdagangan elektronik di dalam negeri, tetapi juga transaksi
perdagangan elektronik internasional. Pasal 18 menyebutkan bahwa
transaksi elektronik yang dituangkan dalam kontrak ekeltronik
mengikat para pihak. Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih
hukum yang berlaku bagi transaksi elektronik internasional yang
dibuatnya. Dalam hal terjadi sengketa, maka para pihak memiliki
kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbtrase, atau
lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang.
2.4. Hasil Penelitian Terdahulu
Bank Indonesia telah melakukan penelitian mengenai pencantuman
harga pada barang dalam lingkup yang lebih luas, tidak hanya
pencantuman harga pada barang yang diperdagangkan melalui sistem
elektronik, tetapi setiap barang yang diperdagangkan melalui sistem
perdagangan konvensional. Penelitian ini dilakukan untuk melihat
kemungkinan penerapan harga dengan menggunakan dua mata uang
dalam rangka persiapan implementasi kebijakan redenominasi di
Indonesia. Tujuan dari penelitian tersebut adalah melakukan evaluasi
terhadap penerapan single price tagging di Indonesia setelah
diberlakukannya Permendag Nomor 35 Tahun 2013 Tentang
Pencantuman Harga Barang dan Tarif Jasa yang diperdagangkan, serta
mengidentifikasi strategi penerapan dual price tagging apabila kebijakan
redenominasi diberlakukan di Indonesia. Metode yang digunakan adalah
survei terhadap ketentuan penerapan single price tagging, dan analisis
SWOT terhadap rencana penerapan dual price tagging.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku usaha,
khususnya yang berada di pasar modern, telah menerapkan pencantuman
harga pada barang yang diperdagangkan. Sementara itu, pelaku usaha
yang berada di pasar tradisional, belum menerapkan pencantuman harga.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 23
Oleh karena itu, diperlukan sosialiasi yang lebih intensif oleh pemerintah
agar penerapan pencantuman harga dapat diimplementasikan oleh
seluruh pelaku usaha yang telah ditentukan.
2.5. Kerangka Pemikiran
Kewajiban penerapan pencantuman harga yang ditegaskan melalui
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35 Tahun 2013 Tentang
Pencantuman Harga Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan,
merupakan salah satu upaya pemerintah untuk melakukan perlindungan
kepada konsumen dalam melakukan transaksi perdagangan.
Gambar 2.1. Alur Kerangka Pikir
Kewajiban pencantuman harga merupakan upaya untuk menjamin
hak konsumen untuk memperoleh informasi terkait harga barang.
Sistem Perdagangan
Konvensional
Online
Pertumbuhan Bisnis Online di
Indonesia
Perlindungan Konsumen
Hak konsumen atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai harga barang
Mengevaluasi penerapan pencantuman harga pada
barnag yang diperdagangkan secara online
Merumuskan kebijakan terkait pencantuman harga
Rumusan kebijakan terkait pencantuman harga dalam
rangka perlindungan konsumen
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 24
Pertumbuhan transaksi perdagangan secara online berpotensi
memberikan kerugian bagi konsumen mengingat transaksi dapat
dilakukan dimana dan kapan saja tanpa konsumen dapat melihat terlebih
dahulu kondisi barang yang akan dibeli atau dikonsumsi. Hal ini
menyebabkan konsumen berada pada posisi tawar yang lebih lemah.
Undang – undang Perlindungan Konsumen bertujuan untuk memberikan
perlindungan dan rasa aman bagi konsumen dalam mengkonsumsi
barang dan jasa, serta jaminan bagi konsumen dalam memperoleh hak –
haknya.
Oleh karena itu, analisis ini bertujuan untuk mengevaluasi sejauh
mana pencantuman harga telah diterapkan oleh pelaku usaha, terutama
yang memperdagangkan barangnya secara online, termasuk didalamnya
evaluasi manfaat dan biaya dari pencantuman harga. Dengan demikian
diharapkan dapat diperoleh rumusan usulan kebijakan terkait
pencantuman harga yang bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi
konsumen.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 25
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Metode Penelitian
Metode Penelitian berasal dari kata “Metode” yang artinya tepat
untuk melakukan sesuatu dan “Logos” yang artinya ilmu atau
pengetahuan. Pengertian metode penelitian menurut Sugiyono (2010)
adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan
tertentu dengan ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris dan sistematis.
Sedangkan definisi metode penelitian kuantitatif adalah metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti
pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel biasanya
dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instumen
penelitian, analisa data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk
menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2010).
Secara umum, penelitian kuantitatif menekankan pada keluasan
informasi, sehingga sesuai digunakan untuk penelitian yang memiliki
populasi yang besar dengan variabel yang terbatas. Selanjutnya dilakukan
generalisasi, yaitu memberikan kesimpulan terhadap populasi
berdasarkan kesimpulan yang didapat dari sampel. Menurut Sugiyono
(2010) metode kuantitatif digunakan apabila timbul masalah yang
merupakan patokan tolak penelitian sudah jelas.
3.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Dalam penelitian kuantitatif, kegiatan yang dilakukan setelah
mengumpulkan data adalah analisis data. Teknik analisis data
menggunakan statistik terbagi menjadi dua yaitu statistik deskriptif dan
statistik inferensial. Statistik deskriptif adalah statistik yang dipakai untuk
menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan
data yang telah terkumpul sebagaimana adanya, tanpa bermaksud
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Sedangkan definisi
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 26
statistik inferensial adalah teknik statistik yang digunakan untuk
menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan pada populasi.
Statistik ini sangat sesuai untuk diterapkan apabila sampel diambil dari
populasi yang jelas, dan teknik pengambilan sampel dari populasi itu
dilakukan secara random (Sugiyono, 2010).
Metode deskriptif adalah metode yang berkaitan dengan
pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan
informasi yang berguna. Proses deskripsi data pada dasarnya meliputi
upaya penelusuran dan pengungkapan informasi yang relevan yang
terkandung dalam data dan penyajian hasilnya dalam bentuk yang lebih
ringkas dan sederhana, sehingga pada akhirnya mengarah pada
keperluan adanya penjelasan dan penafsiran. Analisis deskriptif
digunakan untuk mendeskripsikan profil responden dan sejauh mana
pengetahuan tentang peraturan menteri perdagangan. Analisis deskriptif
dilakukan dengan membaca tabel dan grafik untuk melihat kecenderungan
dari perkembangan data-data komponen atau variabel yang digunakan
dalam penelitian ini.
3.3. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
3.3.1. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang dapat
terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-
gejala, nilai-nilai tes atau peristiwa sebagai sumber data yang
dimiliki. Sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi
yang diteliti (Arikunto, 2006).
3.3.2. Teknik Sampling
Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari
populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling berarti
teknik/ cara/ prosedur menyeleksi populasi. Teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan non probability
sampling yaitu dengan teknik quota sampling. Quota sampling
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 27
adalah pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara
menetapkan sejumlah anggota sampel secara quotum (jatah).
Anggota populasi manapun yang akan di ambil tidak menjadi soal
yang penting jumlah quotum yang sudah di tetapkan dapat dipenuhi
(Notoatmodjo, 2005).
3.4. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di beberapa kota yang banyak terdapat
pelaku usaha online dan pembeli yang melakukan pembelian melalui
internet, yaitu Jakarta, Yogyakarta, dan Malang. Waktu pelaksanaan
penelitian adalah bulan September 2015.
3.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel penelitian adalah hal yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian (Arikunto, 1998). Variabel-variabel dalam penelitian adalah
meliputi variabel independent dan variabel independen. Berikut adalah
definisi operasional variabel penelitian.
Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel Definisi operasional Hasil ukur Skala
Pembeli
Belanja Online Pernah tidaknya responden berbelanja online, dan kategori produk yang dibeli
Ya, tidak Nominal
Waktu dan Frekuensi Belanja
Kapan dan seberapa sering responden berbelanja
Interval
Website yang digunakan untuk berbelanja
Website yang digunakan responden untuk berbelanja
Pencatuman harga di website
Pencantuman harga di website, apakah informasi yang dicantumkan sudah lengkap, tulisan mudah
Nominal
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 28
dibaca atau tidak, menggunakan mata uang asing atau tidak
Manfaat pencantuman harga
Perlu atau tidaknya pencantuman harga dan manfaat yang diperoleh
Peraturan tentang pencantuman harga
Perlu atau tidaknya peraturan pencantuman harga
Pengetahuan tentang permendag
Pengetahuan terkait Permendag Nomor 35/M-DAG/PER/7/2013
Ordinal
Jenis Kelamin Jenis kelamin responden
Nominal
Umur Lama waktu hidup responden dihitung dari ulang tahun terahir
Rasio
Status Pekerjaan Pekerjaan yang dijalani oleh responden
Management (top, Middle Up, Middle)
Pegawai tingkat staf
Pegawai biasa (SPG, Satpam,Supir,dll)
Pegawai kasar (buruh, cleaning service,dll)
Profesional (guru, pengacara,dll)
Pengusaha
Ordinal
Status Pendidikan Jenjang pendidikan terahir yang pernah di jalani oleh responden
Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD TamatSLTP Tamat SLTA Tamat Sarjana, S2, S3
Ordinal
Status Pernikahan Status Pernikahan responden
Lajang, Menikah Nominal
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 29
Pengeluaran Bulanan
Pengeluaran tiap bulan yang dikeluarkan oleh responden.
Interval
Penjual
Kepemilikan dan Profil Usaha Online
Responden merupakan pemilik atau bukan, omzet dalam satu bulan, produk yang dijual, lamanya usaha
Ya, tidak Nominal
Pencatuman harga di website
Pencantuman harga di website, apakah sudah dilakukan dan informasi yang dicantumkan sudah lengkap, tulisan mudah dibaca atau tidak, menggunakan mata uang asing atau tidak, tata letak harga
Nominal
Manfaat pencantuman harga
Perlu atau tidaknya pencantuman harga dan manfaat yang diperoleh, kendala yang dihadapi
Peraturan tentang pencantuman harga
Perlu atau tidaknya peraturan pencantuman harga
Pengetahuan dan pemahaman tentang permendag
Pengetahuan dan pemahaman responden terkait Permendag Nomor 35/M-DAG/PER/7/2013
Ordinal
Saran Saran dari responden terkait sosialisasi Permendag Nomor 35/M-DAG/PER/7/2013
Jenis Kelamin Jenis kelamin responden
Nominal
Umur Lama waktu hidup responden dihitung dari ulang tahun terahir
Rasio
Status Pendidikan Jenjang pendidikan terahir yang pernah di jalani oleh responden
Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD
Ordinal
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Persepsi Pelaku Usaha Terkait Penerapan Pencantuman Harga pada Barang
4.1.1. Gambaran Umum Penerapan Pencantuman Harga pada Barang
Dalam perspektif bisnis, pencantuman harga pada barang
dapat memberikan manfaat bagi pelaku usaha meskipun
pencantuman harga pada barang juga membutuhkan biaya pada
penerapannya. Oleh karena itu, sebelum munculnya Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 35 Tahun 2013 Tentang Pencantuman
Harga Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan, tidak sedikit
pelaku usaha yang telah menerapkan pencantuman harga pada
barang.
Khusus untuk pelaku usaha yang memperdagangkan
barangnya secara online. Pencantuman harga pada barang menjadi
salah satu strategi dagang untuk menarik konsumen untuk
berbelanja, karena dengan adanya pencantuman harga, konsumen
dapat lebih mudah membandingkan barang yang sama dengan
penjual yang berbeda. Selain itu, pencantuman harga juga dapat
mempermudah pelaku usaha untuk melayani pertanyaan dari
konsumen, meskipun pencantuman harga tidak menutup konsumen
untuk melakukan tawar menawar dengan penjual.
Penelitian ini dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia
seperti Daerah Istimewa Yogyakarta, Malang (Jawa Timur), dan
Jakarta. Pelaku usaha yang menjadi responden adalah pelaku usaha
yang memperdagangkan barangnya secara online. Umumnya pelaku
usaha yang memperdagangkan barang secara online merupakan
pelaku usaha dengan skala usaha mikro dan kecil, dengan produk
utama berupa hasil kerajinan tangan. Sistem perdagangan secara
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 32
elektronik atau online dapat digunakan tidak hanya sebagai sarana
untuk menjual barang tetapi juga dapat menjadi sarana untuk
mempromosikan barang dengan biaya yang relatif lebih murah
dibandingkan dengan sarana promosi lainnya.
Gambar 4.1. Periode Waktu Usaha Berjalan
29%
43%
29%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
1-3 tahun 3-10 tahun > 10 Tahun
Gambar 4.2. Tahun Memulai Usaha dengan Menggunakan Media
Online
7% 7%
14% 14% 14%
21%
7%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
Th 2008 Th 2009 Th 2010 Th 2011 Th 2012 Th 2013 Th 2014
Hasil pengolahan data yang diperoleh berdasarkan
wawancara dengan pelaku usaha di beberapa wilayah penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku usaha yang
diwawancara telah menjalankan usaha mereka selama lebih dari 3
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 33
tahun, bahkan ada sebagian yang telah menjalankan usahanya
selama lebih dari 10 tahun. Artinya, pelaku usaha yang menjadi
sampel dalam penelitian ini merupakan pelaku usaha yang memiliki
usaha yang berkelanjutan, umumnya adalah mereka yang menjual
produk yang mereka hasilkan sendiri, bukan hanya pelaku usaha
yang menjual kembali produk dari produsen atau distributor yang lain
(reseller).
Sementara itu, transaksi perdagangan dengan menggunakan
sistem elektronik umumnya dimulai pada tahun 2008, dan
berkembang dengan lebih pesat pada tahun 2010. Pada tahun 2013,
jumlah pelaku usaha yang melakukan transaksi dagang mengalami
peningkatan tertinggi dan mulai mengalami penurunan pada tahun
2014.
Gambar 4.3. Jenis Barang yang Dijual
7% 7%
21%
64%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Peralatan rumah tangga
Makanan jadi Fashion (Pakaian dan Alas kaki)
Hasil kerajinan
Pada umumnya, jenis barang yang diperdagangkan secara
online adalah hasil kerajinan tangan. Dalam penelitian ini, hasil
kerajinan tangan yang dijual secara online berupa hasil kerajinan
bambu, kayu, rajutan tangan, ukiran perak, batik, hingga lukisan
gelas. Sebagian besar dari hasil kerajinan ini tidak dapat dipasarkan
pada pasar konvensional selain karena ukuran produk yang cukup
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 34
besar (misal untuk kerajinan bambu dan kayu), juga karena memiliki
segmen pasar yang khusus. Umumnya, produk yang dihasilkan
merupakan pesanan dari konsumen.
Gambar 4.4. Penerapan Pencantuman Harga pada Barang
79%
14%
7%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
Seluruhnya Sebagian besar Belum ada sama sekali
Sebagian besar dari pelaku usaha yang diwawancara telah
menerapkan pencantuman harga pada barang yang dijual.
Umumnya, harga tersebut dicantumkan pada seluruh jenis produk
yang diperdagangkan. Meskipun demikian, terdapat sebagian kecil
pelaku usaha (14%) yang hanya mencantumkan harga pada produk
– produk tertentu. Diantara seluruh pelaku usaha yang menjadi
sampel dalam penelitian ini, hanya ada satu pelaku usaha yang
belum sama sekali menerapkan pencantuman harga, dengan alasan
agar menarik konsumen untuk bertanya sehingga tercipta interaksi
antara penjual dan pembeli. Selain itu, alasan lainnya untuk tidak
mencantumkan harga adalah agar terjadi proses tawar menawar
antara penjual dan pembeli, sehingga penjual bisa memperoleh
pembeli dengan tawaran terbaik.
Terkait dengan pencantuman harga pada barang, sebagian
besar dari pelaku usaha yang diwawancara telah melakukan
pencantuman harga sejak dari pertama kali melakukan usaha (57%).
Hanya sebagian kecil yang melakukan pencantuman harga sejak
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 35
dari awal usaha dengan sistem online. Hal ini menunjukkan bahwa
pencantuman harga tidak berkaitan dengan sistem perdagangan
yang diterapkan oleh pelaku usaha. Keputusan pelaku usaha untuk
mencantumkan harga lebih karena alasan bisnis. Artinya,
pencantuman harga dianggap akan memberi keuntungan atau
manfaat yang lebih besar bagi pelaku usaha.
Gambar 4.5. Awal Pencantuman Harga Pada Barang
57%
21% 21%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Seja awal usaha Sejak awal melakukan online
Lainnya
Gambar 4.6. Informasi Pajak dan Biaya Tambahan Lainnya
23%
62%
15%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Ya, terdapat informasi bahwa harga sudah
termasuk pajak
Ya, terdapat informasi bahwa harga belum
termasuk paja
Tidak terdapat informasi mengenai hal tersebut
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 36
Informasi akan harga barang tidak hanya mencakup harga dari
produk itu sendiri, melainkan juga termasuk didalamnya biaya –
biaya tambahan lainnya seperti pajak, biaya pengiriman barang, dan
lain sebagainya yang akan dikenakan pada saat konsumen
melakukan pembayaran pada transaksi pembelian barang tersebut,.
Oleh karena itu, informasi lainnya seperti informasi akan pajak dan
biaya tambahan lainnya harus juga dicantumkan di lokasi yang
berada dekat dengan harga barang tersebut.
Sebagian besar dari pelaku usaha telah memahami hal ini dan
telah memberikan informasi mengenai biaya tambaha yang akan
dikenakan pada barang tersebut. Namun, sebagian besar (62%)
pelaku usaha menginformasikan bahwa harga barang yang tertera
masih belum termasuk pajak dan biaya tambahan lainnya. Hanya
sebagian kecil (23%) dari pelaku usaha yang sudah menyertakan
biaya tambahan lainnya di dalam harga yang dicantumkan.
Tambahan biaya seperti pajak atau biaya lainnya akan membuat
harga barang menjadi lebih mahal. Oleh karena itu, umumnya pelaku
usaha tidak memasukkan biaya tambahan ke dalam harga barang,
tetapi tetap memberikan informasi tambahan kepada konsumen.
4.1.2. Manfaat dan Biaya Pencantuman Harga Bagi Pelaku Usaha
Pada umumnya, sebagian besar dari pelaku usaha
beranggapan bahwa penerapan pencantuman harga pada barang
sangat bermanfaat bagi perkembangan aktivitas bisnis mereka.
Sebanyak 69% dari pelaku usaha beranggapan bahwa pencantuman
harga sangat bermanfaat, sisanya sebesar 23% memandang
pencantuman harga cukup bermanfaat, dan hanya sebagian kecil
dari pelaku usaha yang ragu akan manfaat yang ditimbulkan dari
pencantuman harga.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 37
Gambar 4.7. Tingkat Manfaat Pencantuman Harga Menurut Pelaku Usaha
69%
23%
8%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Sangat Bermanfaat Bermanfaat Antara bermanfaat dan tida
Terdapat beberapa manfaat dari pencantuman harga pada
barang baik yang dapat dirasakan secara langsung maupun tidak.
Manfaat yang sangat besar dirasakan oleh pelaku usaha adalah
mempermudah pelayanan kepada konsumen. Dengan adanya
pencantuman harga, konsumen tidak akan menanyakan harga dari
produk yang dijual, karena harga tersebut sudah tertera pada
produk. Hal ini dapat mengurangi waktu yang dibutuhkan oleh pelaku
usaha untuk melayani setiap pertanyaan dari konsumen.
Manfaat lain yang dirasakan oleh pelaku usaha adalah adanya
hubungan yang setara antara pedagang dan pembeli. Dalam
transaksi jual beli pada umumnya, pedagang berada dalam posisi
tawar yang lebih tinggi, dikarenakan pedagang lebih mengetahui
kondisi yang sebenarnya dari produk yang ditawarkan. Kondisi ini
seringkali menyebabkan konsumen merasa inferior dan tidak jarang
menyebabkan konsumen menarik diri dan mencari pedagang lain
yang lebih terbuka dalam memberikan informasi harga. Oleh karena
itu, pencantuman harga pada barang dianggap mampu menciptakan
kondisi yang setara antara pedagang dan pembeli, yang pada
akhirnya dapat menarik konsumen untuk membeli.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 38
Gambar 4.8. Jenis Manfaat Pencantuman Harga
8%
8%
38%
54%
69%
69%
77%
100%
0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%
lainnya-dapat membuat segmentasi pasar
lainnya-membangun hubungan …
Dapat meningkatkan loyalitas konsumen
Dapat meningkatkan kepuasan konsumen
Dapat menjadi strategi untuk menarik …
Persaingan usaha menjadi yang lebih …
Hubungan yang setara antara pedagang …
Melayani konsumen menjadi lebih mudah
Selain kedua manfaat yang telah disebutkan diatas, manfaat
lain yang sering dirasakan dari pencantuman harga adalah bahwa
pencantuman harga dapat menciptakan persaingan yang lebih
terbuka dan sehat antara pelaku usaha. Jika setiap pelaku usaha
menerapkan pencantuman harga pada barang yang dijualnya, maka
setiap pelaku usaha akan memperoleh informasi yang sama dari
pesaingnya, sehingga pada akhirnya dapat menciptakan satu harga
yang sama.
Disamping manfaat yang telah disebutkan diatas,
pencantuman harga juga menimbulkan biaya tambahan. Namun,
seluruh pelaku usaha yang telah menerapkan pencantuman harga
sepakat bahwa pencantuman harga memberikan lebih banyak
manfaat dibanding dengan biaya yang ditimbulkan.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 39
Gambar 4.9. Kendala dalam Pencantuman Harga
8%
8%
8%
8%
8%
15%
15%
15%
31%
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35%
Harus selalu mencari informasi harga dari pedagang lain agar
mengurangi kesempatan untuk menaikkan harga bagi konsumen la
jaringan internet dan ongkos kirim
ada perbedaan harga antara toko dengan online, harga di onli
biaya hanya pada saat awa setup bisnis setelah itu tidak ada
Adanya tambahan biaya untuk mencetak/membeli label harga dan
Tenaga kerja (SDM) untuk melakukan pencantuman …
Tambahan waktu operasional untuk pencantuman harga
Terbatasnya waktu untuk penggantian harga untuk barang …
Kendala, masalah atau biaya tambahan yang umumnya
dibutuhkan oleh pelaku usaha dalam mencantumkan harga pada
barang antara lain adalah:
1) Terbatasnya waktu untuk penggantian harga untuk barang
yang frekuensi perubahan harganya cukup pesat.
2) Adanya tambahan waktu operasional untuk pencantuman
harga.
3) Perlunya tambahan tenaga kerja (SDM) yang khusus untuk
melakukan pencantuman harga.
4) Perlu tambahan biaya untuk mencetak/membeli label harga dan
peralatan lainnya.
5) Ada perbedaan harga antara toko online dengan toko
konvensional.
6) Jaringan internet dan ongkos kirim.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 40
7) Mengurangi kesempatan untuk menaikkan harga bagi
konsumen lainnya.
8) Harus selalu mencari informasi harga dari pedagang lainnya
agar dapat menentukan harga tidak lebih tinggi dari pedagang
lainnya.
Namun demikian, kendala atau biaya tambahan yang telah
disebutkan diatas tidak signifikan karena pada umumnya biaya yang
dikeluarkan untuk pencantuman harga pada barang, hanya pada
saat awal usaha berjalan (setup bisnis). Untuk selanjutnya updating
harga dapat dilakukan setiap satu bulan sekali. Secara umum,
pelaku usaha beranggapan bahwa manfaat yang diperoleh dari
mencantumkan harga pada barang masih lebih besar dibandingkan
dengan kendalanya.
4.1.3. Persepsi Pelaku Usaha terhadap Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35 Tahun 2013 Tentang Pencantuman Harga Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan
Pencantuman harga pada barang telah secara resmi diatur
kewajibannya oleh Pemerintah melalui Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 35 Tahun 2013 Tentang Pencantuman Harga
Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan dan mulai berlaku sejak
Januari tahun 2014. Namun, berdasarkan hasil wawancara dengan
beberapa pelaku usaha di beberapa wilayah penelitian, hampir
seluruh pelaku usaha yang diwawancara belum mengetahui
pemberlakuan dari peraturan tersebut, hanya terdapat satu orang
pelaku usaha yang telah mengetahui peraturan tersebut, dan
informasi terkait peraturan pencantuman harga diperoleh atas hasil
usahanya sendiri atau dengan kata lain, pengetahuan pelaku usaha
akan peraturan ini masih sangat minim, sosialisasi oleh pemerintah
pusat masih belum dilakukan secara menyeluruh. Oleh karena itu,
perlu adanya sosialisasi yang lebih lanjut kepada pelak usaha terkait
dengan peraturan ini.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 41
Gambar 4.10. Pengetahuan Pelaku Usaha Terhadap Permendag Nomor 35 Tahun 2013
Terdapat beberapa aspek dalam Permendag tersebut yang
harus dipahami dan dilaksanakan oleh pelaku usaha. Aspek – aspek
tersebut antara lain adalah:
1) Tanggung jawab pedagang atas kebenaran harga yang
dicantumkan.
2) Kewajiban pencantuman harga barang yang dijual secara
eceran.
3) Sanksi terhadap pedagang yang melanggar.
4) Pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah kepada
pedagang.
5) Pembulatan harga dalam hal terdapat nominal Rupiah yang tidak
beredar.
6) Kewajiban pencantuman harga dalam satuan Rupiah.
7) Tata cara informasi tambahan pencantuman harga.
8) Tata cara letak pencantuman harga.
Mengingat semakin berkembangnya jumlah pelaku usaha
terutama yang memperdagangkan produknya melalui sistem online,
aspek – aspek di dalam permendag tersebut menjadi sangat penting
untuk diperhatikan dan dilakukan sesuai dengan amanat dalam
permendag tersebut. Terkait dengan hal itu, untuk memastikan agar
setiap pelaku usaha memahami peraturan tersebut dan dapat
Ya pernah7%
TIdak pernah93%
Pernah Mendengar Permendag Nomor 35 Tahun 2013
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 42
melaksanakannya, maka pemerintah bertanggung jawab untuk
melakukan pembinaan serta pengawasan.
Gambar 4.11. Aktivitas untuk Mempercepat Penerapan Peraturan
7%
7%
7%
14%
14%
43%
50%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%
Penerapan sanksi bagi yang melanggar
Meningkatkan Kesadaran pedagang
dilibatkan pada saat penyusunan Permendag
Pengawasan di lapangan oleh Pemerintah
melakukan pengawasan
Sosialisasi oleh Pemerintah dan Asosiasi melalui berbagai me
sosialisai melalui mitra binaan langsung ke pengrajin
Untuk mempercepat penerapan pencantuman harga serta
meningkatkan efektivitas implementasi dari Permendag tersebut, ada
beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah, yakni:
1) Sosialisasi secara langsung ke pengrajin, melalui mitra binaan
dari para pelaku usaha.
2) Sosialisasi oleh pemerintah dan asosiasi melalui berbagai media.
Khusus untuk pelaku usaha yang memperdagangkan produknya
melalui sistem elektronik atau online, sosialisasi dapat dilakukan
melalui media online.
3) Melakukan pengawasan berkala.
4) Melibatkan pelaku usaha dalam penyusunan peraturan.
5) Meningkatkan kesadaran pedagangan melalui sosialisasi dan
pembinaan.
6) Penerapan sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 43
4.2. Persepsi Konsumen Terkait Penerapan Pencantuman Harga pada Barang
4.2.1. Perilaku Konsumen dalam Melakukan Belanja secara Online
Pencantuman harga pada barang tidak hanya membawa
manfaat bagi pelaku usaha, tetapi juga bagi konsumen. Pada sistem
perdagangan secara online, pencantuman harga menjadi salah satu
aspek penting bagi konsumen dalam memilih penjual serta produk
yang akan dibeli.
Gambar 4.12. Sebaran Usia Responden Konsumen
7%
35%
28%
20%
7%
3%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
18-20 th 21-25 th 26-30 th 31-35 th 36-40 th >40 th
Gambar 4.13. Jenis Kelamin Responden Konsumen
Pria38%
Wanita62%
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 44
Aktivitas belanja online dapat dilakukan oleh siapa saja dan
dimana saja, selama tersedia jaringan internet serta alat elektronik
untuk melakukan transaksi jual beli. Namun dalam penelitian ini,
fokus kepada konsumen berusia diatas 18 tahun yang dianggap
telah cukup umur dan cukup dewasa dalam melakukan
pertimbangan sebelum melakukan transaksi pembelian.
Jika dilihat dari jenis kelamin, jumlah konsumen yang lebih
banyak melakukan transaksi jual beli adalah konsumen wanita.
Sementara itu, jika dilihat dari sebaran umur, yang paling banyak
melakukan aktivitas belanja online adalah konsumen yang berusia
antara 21 hingga 25 tahun (sebanyak 35%). Umumnya, konsumen
pada periode usia ini adalah mereka yang telah menamatkan
pendidikan menengah atas (setingkat SMA), baik yang telah bekerja
maupun yang sedang melanjutkan ke jenjang pendidikan tingkat
tinggi.
Gambar 4.14. Pekerjaan/Aktivitas Responden Konsumen
2%
2%
3%
3%
3%
8%
13%
25%
41%
0% 10% 20% 30% 40% 50%
Pelajar (SMP/SMA)
ibu rumah tangga
Pengusaha dengan
karyawan < 10 orang
Sedang mencari pekerjaan
Lainnya
Middle Management (Supervisor, Kabag,dll)
Professional (guru, pengacara,dll)
Mahasiswa (Diploma atau Sarjana S1)
Pegawai tingkat staf
Seperti yang ditunjukkan pada hasil tabulasi diatas, mayoritas
konsumen yang melakukan aktivitas belanja online adalah mereka
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 45
yang telah bekerja (pegawai tingkat staf) sebesar 41%. Seperti yang
telah disebutkan sebelumnya, belanja online dapat dilakukan dimana
saja selema tersedia jaringan internet. Hal ini memudahkan bagi
mereka yang tidak punya waktu untuk mencari barang yang
diinginkan. Maka dari itu, tidak heran jika mayoritas konsumen
belanja online berasal dari kalangan pekerja yang memang memiliki
waktu terbatas untuk mencari barang yang dibutuhkan dan
diinginkan.
Gambar 4.15. Frekuensi Belanja Secara Online
28%
25%
47%
0% 10% 20% 30% 40% 50%
Sebulan Sekali
2 - 4 kali sebulan
Tidak tentu
Gambar 4.16. Terakhir Melakukan Aktivitas Belanja Online
2%
82%
11%
5%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Kurang dari sebulan yang lalu
1 - 3 bulan yang lalu
4 - 6 bulan yang lalu
10 - 12 bulan yang lalu
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 46
Gambar 4.17. Jenis Barang yang Dibeli Secara Online
2%
5%
5%
5%
11%
16%
25%
48%
0% 10% 20% 30% 40% 50%
Lainnya-Action Figure
Musik/Video/Games/
Buku
Lainnya-kosmetik
Perjalanan wisata (travel)
Elektronik
Lainnya
Fashion & aksesori
Secara umum, konsumen tidak memiliki waktu – waktu
tertentu yang khusus dialokasikan untuk melakukan belanja online.
Aktivitas belanja online dapat dilakukan sewaktu – waktu sesuai
dengan kebutuhan. Oleh karena itu, hasil tabulasi data menunjukkan
bahwa frekuensi dari belanja online yang dilakukan konsumen tidak
menentu. Namun, dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan terakhir,
mayoritas konsumen pernah melakukan aktivitas belanja online.
Jenis barang yang dibeli secara online juga beragam, mulai dari
pakaian jadi hingga aksesoris. Diantara berbagai jenis barang yang
dijual secara online, yang paling banyak dibeli oleh konsumen adalah
katogeri jenis barang fashion dan aksesoris (48%). Mengingat
mayoritas konsumen online adalah konsumen wanita, maka tidak
mengherankan jika jenis barang yang lebih banyak dibeli adalah
kedua jenis barang tersebut. Sementara itu, konsumen pria lebih
memilih membeli barang – barang khusus (biasanya untuk
kebutuhan hobi) yang jarang tersedia di pasar tradisional.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 47
Gambar 4.18. Daftar Situs Belanja Online yang Dikunjungi Konsumen
2%
2%
5%
5%
5%
7%
11%
11%
11%
15%
15%
18%
20%
20%
21%
23%
30%
34%
44%
2%
0%
0%
3%
3%
3%
3%
2%
3%
2%
2%
0%
5%
8%
2%
7%
11%
5%
7%
0% 10% 20% 30% 40% 50%
Penerbit buku online
Mataharimall.com
Berrybenka.com
Bilna.com
elevenia
Traveloka
Agoda.com
Berniaga.com
Bhinneka.com
Bukalapak.com
Blibli.com
Kaskus.co.id
Blackberry …
Zalora.com
Tokopedia.com
Facebook.com
olx.co.id
Lazada.com
Terakhir belanja Website tempat biasa belanja
Saat ini, banyak tersedia situs belanja online yang sering
dikunjungi oleh konsumen. Jika dibagi menjadi beberapa kategori,
situs belanja online tersebut dapat dibagi kedalam tiga jenis yakni:
(i) Situs yang khusus menjual jenis produk tertentu yang berasal
dari satu penjual:
(ii) Situs belanja online yang memiliki fungsi sebagai wadah untuk
beragam produk yang berasal dari beberapa penjual yang
berbeda, termasuk ke dalam jenis situs ini adalah media sosial
seperti Facebook, Instagram, Blackberry Messenger, dll: dan
(iii) Situs belanja yang berfungsi sebagai wadah untuk
mempertemukan penjual dan pembeli online, seperti Olx,
Bukalapak, dan lain sebagainya.
Terdapat beberapa situs belanja online yang cukup besar dan
sudah memiliki sistem yang lebih baik seperti Lazada, Zalora,
Berrybenka, dan lain sebagainya. Situs ini tidak hanya menjual satu
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 48
jenis produk, tetapi juga menjual berbagai jenis kebutuhan konsumen
sehingga situs – situs tersebut menjadi situs belanja yang paling
sering dikunjungi oleh konsumen.
Berdasarkan hasil tabulasi data diatas, situs yang paling
sering dikunjungi oleh konsumen adalah Lazada (44%). Situs ini
menjual berbagai jenis kebutuhan konsumen, tidak hanya mencakup
kebutuhan konsumen wanita, tetapi juga kebutuhan konsumen pria.
Selain Lazada, situs Olx (34%) dan Facebook (30%) juga menjadi
situs yang paling sering dikunjungi untuk melakukan belanja online.
Olx merupakan situs jual beli online yang dapat digunakan oleh
konsumen tidak hanya untuk membeli (baik barang baru maupun
barang bekas), juga konsumen dapat menjual barang melalui situs
ini. Sementara itu, Facebook merupakan media sosial yang dapat
digunakan secara gratis sabagai sarana berkomunikasi, namun
dalam perkembangannya situs ini juga dapat digunakan sebagai
sarana untuk promosi barang dan dagang, sehingga tidak sedikit
terjadi transaksi jual beli barang pada situs ini.
Gambar 4.19. Pencantuman Harga Pada Barang yang Ditawarkan
63%
27%
9%1%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Sudah seluruhnya
Sebagian besar sudah
Sebagian kecil
Belum sama sekali
Terkait dengan pencantuman harga, sebagian besar dari situs
yang disebutkan diatas sudah mencantumkan harga pada barang
yang dijual. Sebanyak 63% dari situs belanja online diatas telah
mencantumkan harga pada seluruh produk yang dijual. Sementara
itu, sebanyak 23% sisanya sudah mencantumkan harga pada
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 49
sebagian besar produk yang dijualnya. Hanya sebagian kecil (9%)
yang belum menerapkan pencantuman harga.
Gambar 4.20. Tata Letak Harga, Tulisan dan Satuan Harga pada Barang
99% 99% 97%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Tata Letak harga Mudah dilihat
Tulisan harga mudah dibaca
Satuan harga jelas
Dari antara situs belanja online yang telah menerapkan
pencantuman harga, hampir seluruh harga yang dicantumkan pada
lokasi atau letak yang mudah dilihat oleh konsumen, dengan tulisan
harga yang mudah dibaca dan satuan harga yang jelas, sehingga
dengan demikian konsumen mudah mengakses harga barang pada
situs belanja tersebut.
Gambar 4.21. Informasi Pajak dan Biaya Lainnya pada Harga
24%
11%
65%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Ya, harga sudah
termasuk pajak
Ya, harga belum
termasuk pajak
Tidak terdapat
informasi ttg Pajak
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 50
Berdasarkan pengamatan konsumen pada informasi harga
yang dicantumkan pada barang, mayoritas konsumen menyatakan
bahwa sebagian besar (65%) dari harga yang dicantumkan tidak
disertai dengan informasi tentang pajak maupun biaya – biaya
tambahan lainnya. Sebanyak 24% konsumen menyatakan bahwa
harga yang dicantumkan pada barang sudah termasuk dengan pajak
dan biaya tambahan lainnya. Sebagian kecil konsumen (11%)
menyatakan bahwa harga yang dicantumkan belum termasuk pajak
dan biaya tambahan lainnya.
4.2.2. Persepsi Konsumen tentang Penerapan Pencantuman Harga pada Barang
Pencantuman harga pada barang merupakan salah satu
kewajiban pelaku usaha yang diatur dalam Permendag Nomor 35
Tahun 2013 tentang Pencantuman Harga Barang dan Tarif Jasa
Yang Diperdagangkan. Salah satu tujuan utama dari penerbitan
peraturan ini adalah untuk menjamin hak konsumen agar
memperoleh informasi yang jelas, benar dan jujur tentang harga dari
barang yang diperdagangkan.
Gambar 4.22. Persepsi Konsumen terkait Kewajiban Pencantuman Harga
Sangat Perlu92%
Perlu
8%
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 51
Dari sudut pandang konsumen, sebagian besar konsumen
beranggapan bahwa pencantuman harga pada barang sangat perlu
diterapkan pada transaksi jual beli barang.
Gambar 4.23. Manfaat dari Pencantuman Harga pada Barang
2%
39%
44%
70%
95%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
lainnya
Melindungi pembeli dari
ketakjujuran pedagang
Memudahkan perkiraan jumlah dan nominal barang yang dibeli
Memudahkan pemilihan
barang/jasa yang akan dibeli
Memudahkan pembandingan harga dengan pedagang lainnya
Terdapat beberapa manfaat yang dapat dirasakan secara
langsung oleh konsumen dari penerapan pencantuman harga.
Manfaat tersebut antara lain adalah:
1) Memudahkan pembandingan harga dengan pedagang lainnya;
2) Memudahkan pemilihan barang/jasa yang akan dibeli;
3) Memudahkan perkiraan jumlah dan nominal barang yang akan
dibeli;
4) Melindungi pembeli dari ketidakjujuran pedagang
Secara umum, konsumen merasakan lebih banyak manfaat
dari penerapan pencantuman harga, terutama konsumen akan
merasa lebih terlindungi dalam melakukan transaksi pembelian
barang. Namun meskipun demikian, banyak konsumen yang belum
mengetahui bahwa pelaksanaan penerapan pencantuman harga
pada barang telah diatur oleh pemerintah.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 52
Gambar 4.24. Pengetahuan Konsumen tentang Permendag Nomor 35 Tahun 2013
Ya mengetahui5%
Tidak Mengetahui
95%
Berdasarkan hasil wawancara dengan konsumen, hampir
seluruh konsumen tidak mengetahui adanya peraturan yang
mengatur tentang kewajiban pencantuman harga pada barang.
Hanya 5% dari responden yang sudah mengetahui keberadaan dari
peraturan tersebut.
Gambar 4.25. Persepsi Konsumen tentang Kewajiban Pencantuman Harga pada Barang
5%
33%
62%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Antara Perlu dan Tidak Perlu Sangat Perlu
Meskipun keberadaan peraturan tersebut belum diketahui
oleh mayoritas konsumen, namun sebagian besar konsumen (62%)
memandang sangat perlu adanya peraturan yang mewajibkan pelaku
usaha untuk mencantumkan harga pada barang. Urgensi dari
peraturan ini semakin diperkuat dengan makin berkembangnya
perdagangan dengan sistem online.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 53
Gambar 4.26. Aktivitas yang Perlu dilakukan untuk Keberhasilan Penerapan Pencantuman Harga pada Barang
8%
28%
31%
44%
46%
57%
77%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Lainnya
Adanya kontrol dari sisi konsumen
Menumbuhkan Kesadaran pedagang
Pengawasan ketat di lapangan oleh
Pemerintah
Penerapan sanksi bagi yang melanggar
Sosialisasi kepada masyarakat
Sosialisasi kepada pedagang yang dilakukan oleh Pemerintah dan Asosiasi
Mengingat masih banyak konsumen yang belum mengetahui
adanya peraturan yang mewajibkan pelaku usaha untuk
mencantumkan harga pada barang, maka dari itu, untuk
mempercepat penerapan pencantuman harga secara lebih luas
sekaligus meningkatkan keberdayaan konsumen, konsumen
memandang perlu dilakukan beberapa hal sebagai berikut:
1) Sosialisasi peraturan yang dilakukan oleh pemerintah maupun
asosiasi, kepada penjual online;
2) Sosialiasi kepada masyarakat atau konsumen;
3) Menerapkan sanksi kepada pedagang yang melanggar
peraturan tersebut;
4) Adanya pengawasan di lapangan oleh pemerintah;
5) Pembinaan kepada pedagang untuk menumbuhkan kesadaran
pedagang; dan
6) Adanya kontrol dari konsumen, seperti pengaduan konsumen,
dan lain sebagainya.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 54
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
5.1. Kesimpulan
1. Hasil evaluasi penerapan pencantuman harga pada barang yang
diperdagangkan secara online dari sudut pandang pelaku usaha
adalah sebagai berikut:
a) Sebagian besar pelaku usaha yang memperdagangkan
barangnya secara online, telah menerapkan pencantuman
harga pada barang, hanya sebagian kecil yang belum (7%).
b) Pencantuman harga pada barang umumnya telah disertai
dengan informasi bahwa harga sudah/belum termasuk pajak
dan biaya tambahan lainnya. Sebagian kecil pelaku usaha
(15%) yang belum menyertakan informasi tersebut pada
harga.
c) Segaian besar pelaku usaha memandang pencantuman harga
pada barang sangat bermanfaat, dengan manfaat utama
adalah dapat mempermudah pelayanan terhadap konsumen.
Sementara itu, kendala dari pencantuman harga adalah
terbatasnya waktu untuk penggantian harga untuk barang
yang frekuensi perubahan harganya cukup pesat.
d) Hampir seluruh pelaku usaha tidak mengetahui pemberlakuan
Permendag Nomor 35 Tahun 2013 tentang Pencantuman
Harga Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan. Hanya
segelintir pelaku usaha yang mengetahui keberadaan
peraturan tersebut, dan informasinya bukan diperoleh dari
sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah.
2. Hasil evaluasi penerapan pencantuman harga pada barang yang
diperdagangkan secara online dari sudut pandang konsumen
yang sering melakukan aktivitas belanja secara online, adalah
sebagai berikut:
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 55
a) Sebagian besar konsumen beranggapan bahwa hampir
seluruh situs belanja online yang dikunjungi, telah
menerapkan pencantuman harga. Hanya terdapat 9% dari
situs yang dikunjungi yang belum melakukan pencantuman
harga pada seluruh barang yang dijual.
b) Konsumen beranggapan bahwa dari seluruh informasi harga
pada barang yang diperdagangkan secara online, sebagian
besar belum disertakan dengan informasi tentang pajak atau
biaya tambahan lainnya.
c) Pencantuman harga pada barang sangat bermanfaat bagi
konsumen. Manfaat terbesar yang dirasakan bagi konsumen
adalah memudahkan perbandingan harga dengan pedagang
lainnya sehingga konsumen dapat memilih barang terbaik
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan finansialnya.
d) Sebagian besar konsumen belum mengetahui adanya
Permendag Nomor 35 Tahun 2013 Tentang Pencantuman
Harga Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan. Namun,
sebagian besar konsumen memandang perlu adanya
peraturan yang mewajibkan pencantuman harga pada barang.
5.2. Rekomendasi Kebijakan
Upaya untuk meningkatkan penerapan pencantuman harga pada
barang dapat dilakukan oleh pemerintah melalui beberapa langkah
sebagai berikut:
1. Melakukan sosialisasi peraturan secara langsung kepada pelaku
usaha melalui berbagai media terutama media elektronik atau
online. Selain itu, sosialisasi juga dapat dilakukan langsung ke
pelaku usaha melalui mitra binaan UKM atau asosiasi.
2. Melakukan pengawasan berkala dan menerapkan sanksi bagi
pelaku usaha yang melanggar.
3. Melakukan pembinaan secara berkala kepada pelaku usaha.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 56
4. Perlu adanya basis data dari pelaku usaha, terutama yang
menggunakan media elektronik atau online dalam memasarkan
barangnya, untuk memudahkan pengawasan dan pembinaan oleh
pemerintah.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 57
DAFTAR PUSTAKA
Ferraro, A. (1998). The Issues and Challenges to Creating Trust and a Positive Image in Consumer Sales on the World Wide Web. http://www.firstmonday.org/issues/issue3_6/ferraro/index.html. diakses pada 18 Mei 2005.
Zwass, Vladimir. 1996. Electric Commerce: Structure and Issues. International Journal of Electric Commerce (1): pp.3-23.
Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35/M-DAG/PER/7/2013 Tentang
Pencantuman Harga Barang dan Tarif Jasa Yang Diperdagangkan
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 58
MEMO KEBIJAKAN Upaya Penerapan Pencantuman Harga Pada Barang yang Dijual Secara
Online
I. Isu Kebijakan 1. Untuk meningkatkan keberdayaan konsumen dalam memilih dan
menentukan barang dan/atau jasa yang akan dikonsumsi, diperlukan adanya informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai harga barang dan/atau tarif jasa yang diperdagangkan oleh pelaku usaha. Oleh karena itu, untuk melindungi konsumen dari praktik perdagangan yang merugikan, salah satu regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 35/M-DAG/PER/7/2013 Tentang Pencantuman Harga Barang dan Tarif Jasa Yang Diperdagangkan.
2. Khusus untuk perdagangan dengan sistem online, Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan telah mengatur bahwa pelaku usaha wajib menyampaikan data dan informasi paling sedikit: identitas dan legalitas pelaku usaha, persyaratan teknis barang yang ditawarkan, harga, cara pembayaran, dan cara penyerahan barang.
II. Evaluasi Penerapan Pencantuman Harga pada Barang yang
Diperdagangkan secara Online 3. Pencantuman harga pada barang yang diperdagangkan secara
online sudah diterapkan oleh sebagian besar pelaku usaha. Bagi sebagian besar pelaku usaha online, penerapan pencantuman harga memberi manfaat yang cukup besar seperti mempermudah pelayanan kepada konsumen.
4. Hampir seluruh pelaku usaha online belum mengetahui adanya Permendag Nomor 35/M-DAG/PER/7/2013 Tentang Pencantuman Harga Barang dan Tarif Jasa Yang Diperdagangkan sehingga penerapan pencantuman harga pada barang dilakukan oleh pelaku usaha atas pertimbangan manfaat bisnis bukan karena ketaatan pelaku usaha akan peraturan yang berlaku.
5. Terdapat pelaku usaha yang masih belum menerapkan pencantuman harga pada barang dengan pertimbangan agar tercipta interaksi antara penjual dan pembeli sehingga terjadi tawar menawar yang pada akhirnya menciptakan harga yang sesuai dengan kemampuan finansial masing – masing konsumen.
6. Informasi harga barang umumnya telah diletakkan di tempat yang mudah diakses oleh konsumen, dengan tata letak harga yang mudah dilihat dan tulisan harga yang mudah dibaca. Namun, informasi lainnya seperti pengenaan pajak pada barang atau keterangan lainnya terkait harga, belum seluruhnya disertakan pada informasi harga yang dicantumkan.
7. Sebagian besar konsumen belum mengetahui adanya Permendag tersebut, namun konsumen memandang bahwa kewajiban pencantuman harga sangat bermanfaat. Manfaat utama yang dirasakan konsumen adalah pencantuman harga memudahkan konsumen untuk melakukan perbandingan harga dengan penjual lainnya, sehingga konsumen dapat memilih barang terbaik sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan finansialnya.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 59
III. Rekomendasi Kebijakan Upaya untuk meningkatkan penerapan pencantuman harga pada
barang dapat dilakukan oleh pemerintah melalui beberapa langkah sebagai berikut: 6. Melakukan sosialisasi peraturan secara langsung kepada pelaku
usaha melalui berbagai media terutama media elektronik atau online. Selain itu, sosialisasi juga dapat dilakukan langsung ke pelaku usaha melalui mitra binaan UKM atau asosiasi.
7. Melakukan pengawasan berkala dan menerapkan sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar.
8. Melakukan pembinaan secara berkala kepada pelaku usaha. 9. Perlu adanya basis data dari pelaku usaha, terutama yang
menggunakan media elektronik atau online dalam memasarkan barangnya, untuk memudahkan pengawasan dan pembinaan oleh pemerintah.
Recommended