Makalah Diskusi Refraksi (1)

Preview:

DESCRIPTION

l

Citation preview

MAKALAH DISKUSI REFRAKSI

MODUL PRAKTIK KLINIKILMU KESEHATAN MATA

Disusun oleh:

Anggia Widyasari

Dea Adena

Rizka Hanifah

Robby Pratomo Putra

Yunus Kuntawi AjiRUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

2012

BAB IPENDAHULUAN

Mata merupakan organ penginderaan yang memiliki fungsi penting dalam kehidupan seseorang. Organ ini adalah penerima informasi terbesar dari lingkungan sekitar, yaitu sebanyak 83%. Sehingga dapat dikatakan mata adalah jendela informasi bagi manusia.

Salah satu gangguan yang dapat terjadi pada mata adalah gangguan refraksi. Dalam makalah ini akan dibahas lima kelainan yang termasuk dalam kelompok gangguan refraksi, yaitu: miopia, hipermetropia, presbiopia, astigmatisme, dan anisometropia.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Refraksi1

Kornea, bilik mata depan, lensa, bilik mata belakang, dan badan kaca adalah media refraksi dan lapisan yang penting dalam proses merefleksikan sinar yang masuk ke mata. Pada awalnya sinar akan masuk melalui permukaan kornea, diteruskan ke lensa yang akhirnya membentuk suatu objek terbalik di retina, sehingga objek tersebut dapat diinterpretasikan di otak.

Gambar 1. Anatomi bola mata.2

Tajam penglihatan (visus) adalah pengukuran objek terkecil yang dapat diidentifikasi seseorang dalam berbagai jarak yang diberikan terhadap matanya. Tajam penglihatan normal disebut emetropia, sedangkan kelainan refraksi yang dapat menganggu tajam penglihatan disebut ametropia. Tajam penglihatan dapat berkurang bila aksial mata memendek (misal: hiperopia/hipermetropia) atau aksial mata memanjang (misal: miopia). Selain itu tajam penglihatan juga dipengaruhi oleh kekuatan refraksi di kornea dan lensa. Tajam penglihatan juga dapat berkurang bila terdapat perbedaan jatuhnya titik fokus dari suatu objek antara 1 meridian dengan meridian lain, yang dapat bersumber dari kornea atau lensa (astigmatisme). Kelainan refraksi dapat dikoreksi dengan penggunaan kacamata, lensa kontak, atau tindakan bedah refraktif.

Pada pemeriksaan tajam penglihatan menggunakan kartu Snellen, bila hasilnya tidak mencapai tajam penglihatan optimal (6/6), maka digunakan pinhole (lubang celah). Tujuan diberikan pinhole adalah mempersempit celah pupil dan mengurangi cahaya yang masuk, sehingga meminimalisasi keburaman yang diakibatkan kelainan refraksi. Oleh karena itu, dengan pinhole dapat dibedakan apakah penurunan tajam penglihatan seseorang disebabkan oleh kelainan refraksi saja atau karena kelainan organik.

Akomodasi adalah kemampuan otot-otot siliar untuk berkontraksi sehingga lensa menjadi lebih cembung (konveks), dengan demikian lensa dapat memfokuskan sinar ke jarak yang lebih dekat. Dengan bertambahnya usia, lensa akan mengalami pengerasan secara progresif, sehingga kemampuan lensa untuk menjadi cembung semakin berkurang. Penurunan daya akomodasi dapat dilihat dari menurunnya kemampuan seseorang untuk memfokuskan suatu benda yang dekat (misal: presbiopia).B. Miopia1

Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina. Miopia disebut juga rabun jauh, karena dapat melihat benda dekat dengan baik namun sulit melihat benda jauh. Miopia terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu: Miopia aksial ( miopia dimana kekuatan refraktif mata normal namun diameter antero-posterior bola mata lebih panjang dari diameter normal dan ukuran bola mata lebih besar dari ukuran normal.

Miopia kurvatura ( miopia dimana besar bola mata normal namun kurvatura kornea dan lensa lebih besar dari normal.

Miopia indeks refraksi ( miopia dimana indeks refraksi lebih tinggi dari normal. Sering terlihat pada pasien diabetes mellitus yang kadar gula darahnya tidak terkontrol.

Perubahan posisi lensa ( miopia dimana terjadi perubahan lensa ke arah depan. Sering terjadi sesudah tindakan bedah (umumnya glaukoma).

Selain itu miopia juga dapat dibedakan berdasarkan tinggi-rendahnya dioptri (kekuatan lensa), yaitu: Kurang dari 1 dioptri: miopia sangat ringan. Antara 1 sampai 3 dioptri: miopia ringan. Antara 3 sampai 6 dioptri: miopia sedang. Antara 6 sampai 10 dioptri: miopia berat. Lebih dari 10 dioptri: miopia sangat berat.

Gejala miopia meliputi: ketika melihat benda yang letaknya jauh tampak buram, sakit kepala, kecenderungan mata untuk menjadi juling saat melihat jauh, dan pandangan lebih jelas ketika melihat benda yang letaknya dekat.

Tatalaksana pasien yang mengalami miopia adalah dengan memberikan koreksi kacamata lensa sferis negatif terkecil yang memberikan tajam penglihatan maksimal.C. Hipermetropia1

Hipermetropia adalah suatu keadaan dimana bayangan benda jatuh di belakang retina akibat kekuatan refraksi mata yang lemah. Seperti halnya miopia, hipermetropia dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu: Hipermetropia aksial ( hipermetropia dimana kekuatan refraksi mata normal namun diameter antero-posterior bola mata lebih pendek dari diameter normal. Hipermetropia kurvatura ( hipermetropia dimana kelengkungan kornea dan lensa lebih kecil dari normal.

Hipermetropia indeks refraksi ( hipermetropia dimana indeks refraksi lebih rendah dari normal.

Perubahan posisi lensa ( hipermetropia dimana terjadi perubahan posisi lensa ke belakang.

Berdasarkan akomodasi, hipermetropia dapat dibedakan secara klinis menjadi:

Hipermetropia manifes ( hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia jenis ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifes absolut ( hipermetropia yang tidak dapat diimbangi dengan akomodasi.

Hipermetropia manifes fakultatif ( hipermetropia yang dapat diukur dan dikoreksi dengan lensa positif namun juga dapat dikoreksi dengan akomodasi tanpa lensa koreksi. Pasien yang hanya memiliki hipermetropia manifes fakultatif akan dapat melihat normal tanpa koreksi, tetapi bila diberikan koreksi lensa positif yang memberikan tajam penglihatan normal maka otot akomodasinya akan beristirahat.

Hipermetropia laten ( hipermetropia yang dapat diatasi sepenuhnya dengan akomodasi tanpa sikloplegik, merupakan perbedaan antara hipermetropia total dengan manifes. Pasien dengan hipermetropia laten akan mengatasi hipermetropianya dengan berakomodasi terus menerus. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan sikloplegik. Hipermetropia total ( seluruh jumlah hipermetropia laten dan manifes yang didapatkan setelah pemeriksaan dengan sikloplegik.

Gejala hipermetropia meliputi: penglihatan jauh kabur (bila hipermetropia 3 dioptri atau lebih, atau pasien usia tua), penglihatan dekat lebih cepat buram karena kemampuan akomodasi menurun seiring bertambahnya usia sehingga akomodasi tidak adekuat lagi untuk melihat dekat, sakit kepala yang dipicu oleh kegiatan melihat dekat jangka panjang, sensitif terhadap cahaya, dan spasme akomodasi akibat keramnya otot siliaris. Kadang dapat pula terjadi over aksi akomodasi sehingga timbul pseudomiopia, sehingga penglihatan lebih jelas saat diberikan koreksi lensa negatif.

Tatalaksana pasien yang mengalami hipermetropia adalah dengan pemberian kacamata dengan lensa sferis positif terbesar yang memberikan tajam penglihatan normal. D. Presbiopia Presbiopia adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, yaitu akomodasi untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang. Presbiopia terjadi akibat penuaan lensa (lensa makin keras sehingga elastisitas berkurang) dan daya kontraksi otot akomodasi berkurang. Mata sukar berakomodasi karena lensa sukar memfokuskan sinar pada saat melihat dekat.Gejala presbiopia biasanya timbul setelah berusia 40 tahun. Usia awal mula terjadinya tergantung kelainan refraksi sebelumnya, kedalaman fokus (ukuran pupil), kegiatan penglihatan pasien, dan lainnya. Gejalanya antara lain setelah membaca akan mengeluh mata lelah, berair, dan sering terasa pedas, membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca, gangguan pekerjaan terutama di malam hari, sering memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca. Koreksi dengan kaca mata bifokus untuk melihat jauh dan dekat. Untuk membantu kekurangan daya akomodasi dapat digunakan lensa positif. Pasien presbiopia diperlukan kaca mata baca atau tambahan untuk membaca dekat dengan kekuatan tertentu sesuai usia, yaitu: +1D untuk 40 tahun, +1,5D untuk 45 tahun, +2D untuk 50 tahun, +2,5D untuk 55 tahun, dan +3D untuk 60 tahun. Jarak baca biasanya 33cm, sehingga tambahan +3D adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan. 3-5E. Astigmatisme

Astigmatisme terjadi jika kornea dan lensa mempunyai permukaan yang rata atau tidak rata sehingga tidak memberikan satu fokus titik. Variasi kelengkungan kornea atau lensa mencegah sinar terfokus pada satu titik. Sebagian bayangan akan dapat terfokus pada bagian depan retina sedang sebagian lain sinar difokuskan di belakang retina.

Seseorang dengan astigmat akan memberikan keluhan : melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik, melihat ganda dengan satu atau kedua mata, melihat benda yang bulat menjadi lonjong, penglihatan akan kabur untuk jauh ataupun dekat, bentuk benda yang dilihat berubah, mengecilkan celah kelopak, sakit kepala, mata tegang dan pegal, mata dan fisik lelah. Koreksi mata astigmat adalah dengan memakai lensa dengan kedua kekuatan yang berbeda. Astigmat ringan tidak perlu diberi kaca mata. 3-5F. AnisometropiaAnisometropia adalah keadaan dimana ada perbedaan kelainan refraksi dua mata yang lebih dari 1 D. Jika terdapat perbedaan 2.5 3 D maka akan dirasakan terjadinya perbedaan besar bayangan sebesar 5 % yang mengakibatkan fusi terganggu. Pada keadaan ini maka penglihatan binokuler menjadi lemah sehingga dapat menyebabkan ambliopia. Anisometropia umumnya kongenital. Pada anak anak, dua mata berkembang tidak sama pada penambahan dan pengurangan kelainan refraksi. 5Penyebab anisometropia:

1. Kelainan status refraksi.2. Trauma okuler pada mata.3. Operasi intra okuler pada mata.5Gejala anisometropia sangat bervariasi. Menurut Friedenwald gejala anisometropia muncul bila terdapat perbedaan bayangan yang diterima kedua retina. Adapun gejala anisometropia pada umumnya sebagai berikut:

Sakit kepala

Rasa tidak enak pada kedua mata

Rasa panas pada kedua ma

Rasa tegang pada kedua mata

Penglihatan buram

Diplopia

Astenopia

Fotofobia

Strabismus

Gejala yang lebih spesifik pada anisometropia adalah:

Pusing

Mual

Penglihatan ganda

Kesulitan memperkirakan jarak suatu benda

Melihat lantai yang bergelombang

Kesulitan naik tangga

Kesulitan mengendarai kendaraan

Ada dua mekanisme patofisologi yang dapat menimbulkan problem klinik:

a. Adanya perbedaan visus

Akibat adanya perbedaan visus akan mengakibatkan gangguan fusi pada penderita sehingga penderita akan menggunakan mata yang lebih baik sedangkan yang kurang visusnya akan disupresi. Apabila hal ini terjadi pada anak-anak yang masih menjalani penglihatan binokuler dapat mengakibatkan ambiliopia. Apabila keadaan ini terus dibiarkan maka dapat terjadi strabismus.

b. Adanya Perbedaan Bayangan

Perbedaan ini meliputi ukuran dan bentuk bayangan. Adanya perbedaan bayangan ini disebut aniseikonia. Pada keadaan ini selalu terjadi gangguan penglihatan binokuler. Gangguan penglihatan binokuler ini diakibatkan oleh ketidaksamaan rangsangan untuk penglihaan stereopsis. Pada awalnya akan terjadi distorsi spasial. Penderita akan mengeluh melihat kedua tangan dan lengannya tidak sama besarnya pada cermin. Penderita juga akan mengeluh melihat benda berbeda baik ukuran, ketajaman, dan letak yang berbeda dengan keadaan benda yang sebenarnya. Secara klinik praktis aniseikonia yang terjadi akibat anisometropia dapat diukur dari kelainan distorsi dan stereopsis yang muncul.

G. Pemeriksaan Tajam Penglihatan1Tajam penglihatan atau visus merupakan pengukuran objek terkecil yang dapat diidentifikasi seseorang dalam berbagai jarak yang diberikan terhadap matanya. Tes tajam penglihatan biasanya dicatat sebagai rasio atau fraksi yang membandingkan dengan standard pemeriksaan lain yang telah disepakati. Dalam pencatatan, angka pertama ditulis sebagai jarak antara pasien dengan tabel (biasanya yang dipakai adalah Kartu Snellen); angka kedua sebagai jarak huruf yang dapat dibaca oleh seseorang dengan ketajaman mata yang normal.Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada jarak 20 kaki atau 6 meter. Jarak yang lebih jauh dianggap tidak praktis dan jarang yang lebih dekat dapat menimbulkan variasi perbandingan yang lebih besar. Pada jarak 6 meter, dianggap seseorang melihat huruf maupun angka tanpa mata harus berakomodasi dan pada umumnya digunakan pencatatan dalam matriks atau desimal.

Berikut adalah langkah-langkah untuk melakukan pemeriksaan tersebut dengan menggunakan metode kartu Snellen:

Tempatkan pasien pada jarak yang telah ditentukan dengan cahaya yang cukup. Pasien memakai bingkai kacamata-coba standard yang biasa dipakai untuk pemeriksaan tersebut. Selanjutnya, pasien diminta untuk melihat papan Snellen.

1. Mata kanan diperiksa dan dicatat terlebih dahulu. Mata kiri ditutup menggunakan occluder atau tangan.

2. Minta pasien untuk membaca baris huruf yang paling besar dan seterusnya ke baris dengan huruf yang lebih kecil, terlebih dahulu apabila ia dapat melihat lebih jelas lebih dari setengah dari total huruf dalam satu baris.

3. Catat hasil pengukuran tersebut sebagai tajam penglihatan awal. Angka pertama dicatat sebagai jarak dilakukan untuk pemeriksaan mata pasien dan angka kedua sebagai bilangan numerik yang dapat dibaca pasien normal.

4. Ulangi prosedur tersebut untuk mata yang lain.

5. Apabila tajam penglihatan adalah 6/30 atau kurang, ulangi tes dengan memakai pinhole. Kemudian catatlah hasilnya. Pinhole diletakkan di depan kacamata yang digunakan pasien.

6. Apabila mata yang sakit tidak dapat melihat dengan jelas, periksalah tajam penglihatan pasien pada mata yang sakit terlebih dahulu, diikuti dengan pemeriksaan tajam penglihatan pada mata yang masih baik.

Apabila pasien tidak dapat melihat huruf terbesar yang terdapat pada kartu Snellen, dapat dilakukan langkah-langkah berikut:

1. Apabila pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada kartu Snellen pada jarak 6 meter, pemeriksa dapat menghitung jari tangannya, dan dengan 2 jari atau lebih, tanyakan kepada pasien angka berapa yang dilihat oleh pasien dan lihat apakah sesuai. Catatlah jaraknya apabila pasien dapat menjawab dengan benar. Contoh 2/60 yang berarti pasien hanya dapat melihat 2 meter, sedangkan orang normal dapat melihatnya dalam jarak 60 meter. Sebaiknya pemeriksaan hitung jari dimulai dari jarak 5 meter dan kemudian pemeriksa maju mendekati pasien.

2. Apabila pasien tidak dapat melihat dengan pemeriksaan menghitung jari, dilanjutkan dengan pemeriksaan pergerakan tangan pemeriksa. Catatlah apabila terdapat respons positif dari gerakan tangan (contoh: pergerakan tangan 1/300 yang berarti pasien dapat melihat gerakan tangan pada jarak 1 meter sedang orang normal dapat melihatnya pada jarak 300 meter). Lakukan juga pemeriksaan proyeksi dengan menanyakan arah gerakan lambaian tangan, apakah arah kanan ke kiri, atau atas ke bawah. Jika pasien dapat menyebutkan dengan benar arah gerakan tangan, maka proyeksi baik, dan sebaliknya, jika tidak menyebutkan dengan benar, maka proyeksi salah.

3. Apabila pasien tidak dapat melihat pergerakan tangan, gunakan senter apabila ia dapat mendeteksi ada atau tidaknya cahaya dan arah datangnya cahaya. Catatlah respons pasien sebagai LP (Light Perception) melihat sinar, atau LP dengan proyeksi baik atau tidak baik. Keadaan ini dicatat sebagai 1/ (satu per tak hingga) yang berarti pasien melihat cahaya pada jarak 1 meter, sedangkan orang normal melihatnya pada jarak tak terhingga. Pada keadaan ini juga harus dilakukan pemeriksaan proyeksi dengan menanyakan kepada pasien datangnya arah sinar. Bila pasien dapat menentukan arah sinar, berarti proyeksi baik. Akan tetapi, bila pasien tidak dapat menentukan arah datangnya sinar, maka disebut proyeksi salah. Bila pasien tidak dapat melihat sinar, maka tajam penglihatan pasien tersebut dikatakan nol atau NLP (No Light Perception).

Kriteria kelainan tajam penglihatan berdasarkan ICD 9CM:

1. Moderate Visual Impairment. Tajam penglihatan terbaik setelah koreksi adalah kurang dari 20/60 sampai 20/160.

2. Severe Visual Impairment. Tajam penglihatan terbaik setelah koreksi hanya mencapai visus kurang dari 20/160 sampai 20/400 atau diameter lapang pandang adalah 20o atau kurang.

3. Profound Visual Impairment. Tajam penglihatan terbaik setelah koreksi hanya mendapatkan visus kurang dari 20/400 sampai 20/1000, atau diameter lapang pandang adalah 10o atau kurang.

4. Near-total Vision Loss. Tajam penglihatan terbaik setelah dikoreksi hanya mencapai visus 20/1250 atau kurang.5. Total Blindness. No Light Perception.BAB III

DAFTAR PUSTAKA

1. Artini W, Hutauruk J, Yudisianil. Pemeriksaan dasar mata. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011.

2. Eye anatomy. Glaucoma research foundation. Diunduh dari: http://www.glaucoma.org/glaucoma/anatomy-of-the-eye.php pada tanggal 29 Januari 2012 pukul 16.00 WIB.

3. Ilyas, sidarta, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-6, Penerbit Abadi Tegal, Jakarta,1993 : 245 ; 72-73.4. Guyton, Arthur C, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, editor, Irawati setiawan, Edisi 9, Jakarta: EGC, 1997.5. Vaughan, DG. Asbury, T. Riodan-Eva, P. Kelainan refraksi. In: Oftalmologi Umum, ed. Suyono Joko, edisi 14, Jakarta, Widya Medika, 2000.6. Michael DD. Anisometropia, anisophoria, and aniseikonia In: Visual optics and Refraction. Sain louis: Mosby company: 1975: 343-61.13