View
15.727
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
OLEH
KELOMPOK III :
ASTUTI MUHRI
MICI
RISKAWATI
FITRIADI
JUMAIL
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIK)
MAKASSAR
2012
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “FRAKTUR”.
Tak lupa kami haturkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu kami dalam menyelesaikan tugas ini.
Begitupun kepada dosen yang membimbing kami guna
menyelesaikan makalah ini.
Meskipun masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam
makalah ini, tapi kami selalu berusaha agar makalah yang kami
buat bisa bermanfaat baik bagi kami sendiri maupun orang lain.
Kami sangat berharap kepada siapa saja yang bisa
memberikan kritik dan saran agar kedepannya, kami bisa membuat
makalah yang lebih baik lagi.
Makassar, Desember 2012
Kelompok III
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul....................................................................................i
Kata Pengantar.................................................................................ii
Daftar Isi...........................................................................................iii
Bab I Pendahuluan............................................................................1
Bab II Tinjauan Pustaka.....................................................................3
Bab III Asuhan Keperawatan Fraktur.................................................9
Bab IV Penutup...............................................................................16
Daftar Pustaka.................................................................................iv
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur atau patah tulang merupakan masalah yang sangat
menarik perhatian masyarakat. Banyak kejadian yang tidak
terduga yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur, baik itu
fraktur tertutup maupun fraktur terbuka.
Terjadinya kecelakaan secara tiba-tiba yang menyebabkan
fraktur seringkali membuat orang panik dan tidak tahu tindakan
apa yang harus dilakukan. Ini disebabkan tidak adanya kesiapan
dan kurangnya pengetahuan terhadap fraktur tersebut.
Seringkali untuk penanganan fraktur ini tidak tepat, mungkin
dikarenakan kurangnya informasi yang tersedia. Contohnya ada
seseorang yang mengalami fraktur. Tetapi, karena kurangnya
pengetahuan dalam penanganan pertolongan pertama terhadap
fraktur, ia pergi ke dukun pijat karena mungkin ia menganggap
bahwa gejala fraktur mirip dengan gejala orang yang terkilir.
Olehnya itu, kita harus mengetahui paling tidak bagaimana
penanganan pada korban fraktur.
B. Perumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan fraktur?
2. Apa saja klasifikasi fraktur?
3. Apa saja penyebab terjadinya fraktur?
4. Bagaimana patofisiologi terjadinya fraktur?
5. Bagaimana manifestasi klinisnya?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang pada kasus fraktur?
7. Bagaimana tindakan pertolongan pada pasien fraktur?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien fraktur?
4
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran asuhan keperawatan
pada sistem indera yaitu indera pengelihatan sehingga
dapat meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam asuhan
keperawatan pada sistem indera.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami definisi dari fraktur
b. Mampu memahami klasifikasi fraktur
c. Mampu memahami etiologi dari fraktur
d. Mampu memahami patofisiologi fraktur
e. Mampu memahami manifestasi klinis fraktur
f. Mampu memahami pemeriksaan penunjang dari fraktur
g. Mampu memahami dan melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien fraktur.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Fraktur adalah rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang
yang disebabkan adanya ruda paksa yang timbul secara
mendadak. Selain itu, fraktur juga dapat didefenisikan sebagai
rusaknya kontinuitas tulang normal yang disebabkan tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh
tulang.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur dapat terjadi jika
tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsi.
B. Klasifikasi Fraktur
Menurut Hardiyani (1998), fraktur dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, dan
cruris dst).
2. Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari :
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang
tulang atau melalui kedua korteks tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui
seluruh garis penampang tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur kominit (garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan).
b. Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan).
6
c. Fraktur Multipel ( garis patah lebih dari satu tapi pada
tulang yang berlainan tempatnya, misalnya fraktur
humerus, fraktur femur dan sebagainya).
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Undisplaced (tidak bergeser) / garis patah komplit tetapi
kedua fragmen tidak bergeser.
b. Displaced (bergeser) / terjadi pergeseran fragmen fraktur
5. Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar :
a. Tertutup
b. Terbuka (adanya perlukaan dikulit).
6. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan
mekanisme trauma :
a. Garis patah melintang.
b. Oblik / miring.
c. Spiral / melingkari tulang.
d. Kompresi
e. Avulsi / trauma tarikan atau insersi otot pada insersinya.
Missal pada patela.
7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
a. Tidak adanya dislokasi.
b. Adanya dislokasi
1) At axim : membentuk sudut.
2) At lotus : fragmen tulang berjauhan.
3) At longitudinal : berjauhan memanjang.
4) At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan
memendek.
C. Etiologi
Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu :
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan
7
pemuntiran atau penarikan. Bila tekanan yang kuat langsung mengenai
tulang, besar kemungkinan dapat menyebabkan fraktur pada tempat yang
terkena dan jaringan lunak yang ada di sekitarnya pasti akan ikut rusak.
b. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda
lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan
pada tibia, fibula atau metatarsal terutama pada atlet, penari atau calon
tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.
c. Fraktur petologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut
lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.
D. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Tapi, apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.
Ketika tulang patah, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah,
sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi
perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan
hematoma pada kanal medulla antara tepi tulang di bawah periosteum dengan
jaringan tulang yang mengatasi fraktur.
Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotis adalah ditandai
dengan vasodilatasi dari plasma dan leukoit. Ketika terjadi kerusakan tulang,
tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cedera, tahap
ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematoma yang terbentuk
bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian
merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam
pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematoma
menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler,
kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan
protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya
8
edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung saraf, yang bila berlangsung
lama bisa menyebabkan Syndroma Comportement.
E. Manifestasi klinis
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema.
2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah.
3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat di atas dan di bawah tempat fraktur.
4. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur untuk menentukan lokasi, luasnya.
2. Pemeriksaan jumlah darah lengkap.
3. Arteriografi dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
G. Penanganan Fraktur
Penanganan fraktur disesuaikan dengan lokasi fraktur. Ada
beberapa penanganan fraktur, yaitu :
1. Reduksi
Meskipun terapi umum dan resusitasi harus selalu
didahulukan, tidak boleh ada keterlambatan Fraktur yang
melibatkan permukaan sendi ini harus di reduksi sempurna
mungkin karna setiap ketidakberesan akan memudahkan
timbulnya arthritis degenerative. Terdapat dua metode
reduksi; tertutup dan terbuka.
2. Mempertahankan reduksi
Metode yang tersedia untuk mempertahankan reduksi adalah:
a. traksi terus-menerus;
9
b. pembebatan dengan gips:
c. fiksasi internal; dan
d. fiksasi eksternal.
10
H. Komplikasi
Secara umum, komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi antara lain :
1) Komplikasi awal
a) Kerusakan Arteri
b) Compartement Syndrom
c) Fat Embolism Syndrom
d) Infeksi
e) Avaskuler Nekrosis
f) Shock
2) Komplikasi dalam waktu lama
a) Delayed Union
b) Non Union
c) Mal Union
11
I. Penyimpangan KDM fraktur
12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR
A. Pengkajian
Menurut Doengoes, ME (2000) pengkajian fraktur meliputi :
1. Aktivitas/istirahat
Tanda : Keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang
terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi
secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri)
2. Sirkulasi
Gejala : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon
terhadap nyeri/ansietas), atau hipotensi (kehingan darah)
3. Neurosensori
Gejala : Hilang gerak/sensasi,spasme otot,
Kebas/kesemutan (parestesis)
Tanda : Demormitas local, angulasi abnormal,
pemendakan, krepitasi (bunyi berderit, spasme otot,
terlihat kelemahan atau hilang fungsi).
4. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin
terlokalisasi pada jaringan/kerusakan tulang, dapat
berkurang pada imobilisasi) tak ada nyeri akibat kerusakan
saraf.
5. Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan,
perubahan lokal.
Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap
atau tiba-tiba).
6. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Lingkungan cedera
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat :
femur 7-8 hari, panggul/ pelvis 6-7 hari, lain-lainya 4 hari
bila memerlukan perawatan dirumah sakit.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
Fraktur menurut Doenges (2000) antara lain :
1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, edema dan
cedera pada jaringan lunak.
2. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan
kehilangan integritas tulang.
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi terhadap disfungsi
neurovaskuler prifer berhubungan dengan penurunan atau
intrupsi aliran darah, edema berlebihan, hipovolemia.
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan aliran darah/emboli lemak.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
rangka/tulang neuromuskuler.
6. Kerusakan integrasi jaringan kulit berhubungan dengan
fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi pen,
kawat, sekrup.
7. Kurang pengetahuan terhadap kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang
paparan informasi.
Dari diagnosa di atas dapat diprioritaskan sebagai berikut :
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan
spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, dan cedera
pada jaringan lunak, immobilisasi, stress, ansietas.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
rangka/tulang neuromuskuler : nyeri ketidaknyamanan,
terapi restriktif, immobilisasi tungkai.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak
adekuatnya pertahanan primer; kerusakan kulit, trauma
jaringan, terpajan pada lingkungan.
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional
Gangguan rasa
nyaman : nyeri
berhubungan
dengan spasme
otot, gerakan
fragmen tulang,
edema, dan cedera
pada jaringan
lunak, immobilisasi,
stress, ansietas.
Kriteria hasil :
menunjukkan
tindakan santai;
mampu
berpartisipasi
dalam
aktivitas/tidur/istira
hat dengan tepat.
Menunjukkan
penggunaan
keterampilan
relaksasi dan
aktivitas terapiutik
sesuai tindakan
untuk situasi
individual.
Pertahankan
imobilisasi bagian
yang sakit dengan
tirah baring, gips,
pembebat, traksi.
Tinggikan dan dukung
ekstremitas yang
terkena.
Evaluasi keluhan
nyeri/ketidaknyamana
, perhatikan lokasi dan
karakteristik,
termasuk intensitas
(skala 0-10).
Perhatikan pertunjuk
nyeri nonverbal
(perubahan tanda vital
dan emosi/perilaku).
Berikan alternatif
tindakan kenyamanan,
contoh pijatan,
perubahan posisi.
Dorong menggunakan
teknik manajemen
Menghilangkan nyeri
dan mencegah
kesalahan posisi
tulang / tegangan
jaringan yang cedera.
Meningkatkan aliran
balik vena,
menurunkan edema,
dan menurunkan
nyeri.
Mempengaruhi
pilihan/pengawasan
keefektifan
intervensi, tingkat
ansietas dapat
mempengaruhi
persepsi atau reaksi
terhadap nyeri.
Meningkatkan
sirkulasi umum,
menurunkan area
tekanan lokal, dan
kelelahan otot.
Memfokuskan
stres, contoh relaksasi
otot progresif, latihan
nafas dalam, imajinasi
visualisasi.
Identifikasi aktivitas
terapeutik yang tepat
untuk usia pasien,
kemampuan fisik, dan
penampilan pribadi.
Kolaborasi
Lakukan kompres
dingin/es 24-48 jam
pertama dan sesuai
kebutuhan.
Berikan obat sesuai
indikasi : narkotik dan
analgesik non
narkotik; NSAID
injeksi contoh
ketorolac, relaksan
otot, contoh
siklobenzaprin.
kembali perhatian,
meningkatkan rasa
kontrol, dan dapat
meningkatkan
kemampuan koping
dalam manajemen
nyeri, yang mungkin
menetap untuk
periode lebih lama.
Mencegah
kebosanan,
menurunkan
tegangan, dan dapat
meningkatkan
kekuatan otot; dapat
meningkatkan harga
diri dan kemampuan
koping.
Menurunkan
edema/pembentukan
hematoma,
menurunkan sensasi
nyeri.
Diberikan untuk
menurunkan nyeri
dan/atau spasme otot.
Gangguan Kaji derajat mobilitas Pasien mungkin
mobilitas fisik
berhubungan
dengan kerusakan
rangka/tulang
neuromuskuler :
nyeri
ketidaknyamanan,
terapi restriktif,
immobilisasi
tungkai.
Kriteria hasil :
meningkatkan /
mempertahankan
mobilitas pada
tingkat paling
tinggi yang
mungkin.
Mempertahankan
posisi fungsional.
Meningkatkan
kekuatan / fungsi
yang sakit dan
mengkompensasi
bagian tubuh.
Menunjukkan
teknik yang
memampukan
melakukan
aktivitas.
yang dihasilkan oleh
cedera / pengobatan
dan perhatikan
persepsi pasien
terhadap imobilisasi.
Dorong partisipasi
pada aktivitas
terapeutik / rekreasi.
Pertahankan
rangsangan
lingkungan, contoh
radio, tv, koran,
kunjungan teman /
keluarga.
Instruksikan / bantu
pasien untuk dalam
rentang gerak pasien
atau aktif pada
ekstremitas yang
sakit dan yang tak
sakit.
Berikan papan kaki,
bebat pergelangan,
gulungan trokanter /
tangan yang sesuai.
dibatasi oleh
pandangan diri /
persepsi diri tentang
keterbatasan fisik
aktual, memerlukan
informasi /
intervensi untuk
meningkatkan
kemajuan kesehatan.
Memberikan
kesempatan untuk
mengeluarkan
energi,
memfokuskan
kembali perhatian,
meningkatkan rasa
kontrol diri / harga
diri, dan membantu
menurunkan isolasi
sosial.
Meningkatkan aliran
darah ke otot dan
tulang untuk
meningkatkan tonus
otot,
mempertahankan
gerak sendi,
mencegah atrofi.
Berguna untuk
mempertahankan
posisi fungsional
ekstremitas,
Berikan / bantu
dalam mobilisasi
dengan kursi roda,
kruk, tongkat
sesegera mungkin.
Instruksikan
keamanan dalam
menggunakan alat
mobilitas.
tangan/kaki, dan
mencegah
komplikasi.
Mobilisasi dini
menurunkan
komplikasi tirah
baring dan
meningkatkan
penyembuhan dan
normalisasi fungsi
organ. Belajar
memperbaiki cara
menggunakan alat
penting untuk
mempertahankan
mobilisasi optimal
dan keamanan
pasien.
Resiko tinggi
terhadap infeksi
berhubungan
dengan tak
adekuatnya
pertahanan primer;
kerusakan kulit,
trauma jaringan,
terpajan pada
lingkungan.
Kriteria hasil :
mencapai
penywmbuhan luka
sesuai waktu,
Inspeksi pen/kulit
untuk adanya iritasi
atau robekan
kontinuitas.
Kaji sisi kulit,
perhatikan keluhan
peningkatan nyeri /
rasa terbakar atau
adanya edema,
eritema, drainase/bau
tidak enak.
Berikan perawatan pen
/ kawat steril sesuai
protokol dan latihan
Pen / kawat tidak
harus dimasukkan
melalui kulit yang
terinfeksi,
kemerahan, atau
abrasi (dapat
menimbulkan
infeksi tulang).
Dapat
mengindikasikan
timbulnya infeksi
lokal / nekrosis
jaringan, yang dapat
menimbulkan
bebas drainase
purulen atau
eritema, dan
demam.
mencuci tangan.
Observasi luka untuk
pembentukan bula,
krepitasi, perubahan
warna kulit.
Kaji tonus otot, refleks
tendon dan
kemampuan berbicara.
Lakukan prosedur
isolasi.
Kolaborasi
Awasi pemeriksaan
laboratorium, contoh :
darah lengkap, LED,
kultur dan sensitivitas
luka, scan radioisotop.
Berikan obat sesuai
indikasi, contoh :
antibiotik IV, tetanus
toksoid.
Berikan irigasi luka /
tulang dan berikan
sabun basah / hangat
sesuai indikasi.
osteomielitis.
Dapat mencegah
kontaminasi silang
dan kemungkinan
infeksi.
Tanda perkiraan
infeksi gas gangren.
Kekakuan otot,
spasme tonik otot
rahang, dan disfagia
menunjukkan
terjadinya tetanus.
Adanya drainase
purulen akan
memerlukan
kewaspadaan luka /
linen untuk
mencegah
kontaminasi silang.
Anemia dapat
terjadi pada
osteomielitis ;
leukositosis
biasanya ada dengan
proses infeksi.
Antibiotik spektrum
luas dapat
digunakan secara
profilaktik atau
dapat ditujukan pada
mikroorganisme
khusus.
Debridemen lokal /
pembersihan luka
menurunkan
mikroorganisme dan
insiden infeksi
sistemik.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur dapat terjadi
jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsi.
Patah tulang umumnya digolongkan dalam 2 macam, yaitu
fraktur terbuka dan tertutup. Pada fraktur tertutup, tulang
yang patah tidak sampai keluar melewati kulit. Sedangkan
patah tulang terbuka, sebagian atau keseluruhan tulang
yang patah terlihat menembus kulit.
Fraktur dapat disebabkan karena :
a. peristiwa trauma
b. peristiwa kelelahan atau tekanan
c. kelemahan pada tulang
Fisioterapi sangat berperan dalam gangguan gerak dan fungsi sendi akibat
patah tulang, baik penanganan setelah operasi ataupun konservatif (non
operatif) dengan modalitas yang dimiliki.
B. Saran
Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) fraktur sangat
perlu untuk diketahui. Hal ini untuk mengantisipati adanya kecelakaan
secara tiba-tiba dan menyebabkan fraktur. Dengan adanya pengetahuan
tersebut, kita bisa memberikan pertolongan secara darurat jika tidak ada
pos kesehatan atau rumah sakit terdekat agar korban kecelakaan bisa
diselamatkan.
Penulis menyarankan kepada pembaca agar tidak bosan untuk memperluas
pengetahuan tentang fraktur dengan membaca literatur-literatur kesehatan
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne. 1997. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner &
Suddart. Edisi 8. Vol 3. Jakarta : EGC
Zydlo, Stanley M. 2009. First Aid Cara Benar Pertolongan
Pertama dan Penanganan Darurat. Yogyakarta : Casmic Book
Recommended