105

Click here to load reader

Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

MAKALAH KASUS SGD 1

FRAKTUR TULANG

(Untuk memenuhi tugas mata kuliah Musculoskeletal System)

Disusun oleh:

Kelompok 5

Tsaalits Muharroroh (220110100016)

Novi Lisnawati (220110100018)

Rini Meilani (220110100019)

Dea Arista (220110100047)

Sisca Damayanti (220110100064)

Yufi Luthfia Rahmy (220110100070)

Kamila Aziza Rabiula (220110100088)

Efa Fatmawati (220110100129)

Tri Nur Jayanti (220110100131)

Afriyani Elizabeth S. (220110100132)

Nabilah (220110100138)

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2011

Page 2: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan

karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini sesuai dengan waktu yang

telah ditentukan.

Makalah ini membahas tentang fraktur tulang yang terjadi pada usia dewasa karena

trauma kecelakaan lalu lintas.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menemui beberapa kendala, tetapi dapat teratasi

berkat bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Urip Rahayu selaku dosen koordinator mata kuliah Musculoskeletal

System.

2. Ibu Mira dan Ibu Endang selaku dosen tutorial Kelompok 5.

3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun demi

penyempurnaan makalah ini di waktu yang akan datang. Akhirnya, penulis berharap semoga

makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Semoga

Allah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita. Amin.

Jatinangor, November 2011

Penulis

Page 3: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

KASUS

Tn.A umur 31 tahun dirawat di ruang bedah ortopedi karena mengalami kecelakaan

tabrakan motor. Saat pengkajian, Tn.A mengalami nyeri pada paha yang terpasang skeletal

traksi (3kg) dan nyeri pada bagian kulitnya. Pada saat diukur, ekstremitas bawah kanan lebih

panjang 10 cm dibandingkan ekstremitas bagian kiri. Pada tulang tibia telah dipasang pen 3

hari POD. Nyeri dirasakan seperti disayat-sayat benda tajam. Nyeri bertambah bila sedang

dilakukan perawatan luka. Skala nyeri 6 pada rentang 1-10. Nyeri berkurang bila

diistirahatkan. Berdasarkan pengkajian fisik RR= 18x/menit, nadi78x/menit, TD=110/70,

CRT=3 detik. Data Lab Hb=10,6, hematokrit=37%, leukosit=21.200 ,trombosit=171.000,

MCV=87,9, MCH=29,8, MCHC=33,9, kreatinin= 0,76, Na=138, Kalium=4,0 dan ALT =15.

Pasien mendapatkan terapi cevazolin 2x1, ketorolac 2x1, tramadol 2x1, Gentamicin 2x1 ,

Ranitidine 2x1.

STEP 1

1. Skeletal traksi ?

2. POD ?

3. ALT ?

4. MCV, MCH, MCHC ?

5. Pen ?

6. Cevazolin ?

7. Cetorolac, Tramadol, Gentamisin, Ranitidine ?

STEP 2

1. Apa penyebab ekstremitas kanan lebih panjang daripada yang kiri ?

2. Apa tujuan dipasang skeletal traksi ?

3. Nyeri dirasakan saat perawatan luka.Intervensi untuk mengurangi nyerinya ?

4. Diagnosa medisnya ?

5. Kenapa saat beristirahat nyerinya berkurang ?

6. Indikasi, cara kerja pemasangan skeletal traksi ?

7. Pengaruh penyakit ke sistem lain ?

8. Jenis-jenis skeletal traksi (berdasarkan berat beban) dan untuk digunakan pada fraktur

yang seperti apa saja ?

9. MCH, MCHC, MCV menunjukkan apa? Normalnya berapa?

10. Indikasi, cara kerja, efek samping obat-obat yang diberikan ?

Page 4: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

11. Pemeriksaan penunjang lainnya ?

12. Komplikasi jika tidak dilakukan intervensi secepat mungkin ?

13. Penatalaksanaan farmako dan non farmako ?

14. Intervensi keperawatan untuk mencegah kekakuan pada otot ?

15. Pemasangan skeletal traksi berapa lama ?

16. Data Lab dan data penunjang masih normal apa gak ? kalau gak normal kenapa ?

normalnya berapa?

17. Prognosis dari diagnosa ?

18. Jenis-jenis pen, manfaatnya dan efek sampingnya ?

19. Pen nya dicabut apa tidak, berapa lama dipasang pennya ?

20. Perawatan lukanya seperti biasa atau tidak ?

21. Proses penyembuhan membutuhkan waktu berapa lama ?

22. Nutrisi yang dibutuhkan klien ?

23. Apakah dalam masa penyembuhan berpengaruh terhadap umur dan jenis kelamin ?

24. Penkes ?

25. Bio-Psiko-Sosio ?

26. Jenis-jenis fraktur ?

STEP 3

23.Faktor usia mempengaruhi, semakin tua maka proses penyembuhan luka semakin

lama.

1. Ekstremitas kanan lebih panjang karena bagian kaki kiri mengalami fraktur,jadi terlihat

lebih pendek.

11.Pemeriksaan penunjang ada yang invasive dan non vasif. Invasif = bone scan, non

vasif = rontgen, MRI, X-Ray

22.Nutrisi yang dibutuhkan adalah kalsium untuk membentuk mineral tulang dan vitamin

D untuk membantu dan mempercepat penyerapan kalsium.

3. Menghilangkan nyeri yaitu: distraksi, relaksasi, imageri guide. Kalau nyeri sangat sakit

sekali, dapat berkolaborasi untuk memberikan analgetik.

5. Fraktur apabila digerakkan akan memberikan gesekan pada area jaringan lunak

disekitar fraktur sehingga timbulah rasa nyeri. Selain itu nyeri juga dapat dikarenakan

respon dari inflamasi yang dialami oleh tulang fraktur.

12.Komplikasinya adalah nyeri yang bertambah, tulangnya berubah (idak normal lagi),

dan lebih parah lagi dapat diamputasi.

Page 5: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

25.Bio: kaki nyeri akibatnya terganggu aktivitas

Psiko: karena nyeri sehingga pasien mudah marah dan emosi labil

Sosial: saat berinteraksi dengan orang lain terlihat beda

Spiritual: aktivitas ibadah terganggu

26.Fraktur terbuka = tulangnya menonjol keluar

Fraktur tertutup = kulit tidak robek tapi tulang didalamnya telah mengalami fraktur

14. Jika luka masih sakit tidak boleh dilakukan ROM dan menghindari gerakan di area

fraktur

STEP 4

Mind Map

Definisi Proses penyembuhan faktur

Etiologi Faktor yang mempengaruhi

Klasifikasi Penanganan sesuai klasifikasi fraktur

Manifestasi Klinis Pemeriksaan Fisik

Komplikasi Komplikasi fraktur

Pemeriksaan Penunjang

Penatalaksanaan

STEP 5

Learning Objective

Step 1

1. Skeletal traksi ?

2. ALT ?

3. MCV, MCH, MCHC ?

4. Pen ?

5. Cevazolin ?

6. Cetorolac, Tramadol, Gentamisin, Ranitidine ?

Fraktur Tulang

Konsep Klinis

Anatomi Fisiologi Otot dan Tulang

Tambahan

Asuhan Keperawatan

Page 6: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

Step 2

2, 3, 6, 7, 8, 9, 10, 13, 15, 16, 17, 18, 19

Tambahan

1. Bagaimana proses penyembuhan pada sistem musculoskeletal + faktor yang

mempengaruhi ?

2. Penanganan sesuai klasifikasi fraktur ?

3. Pemeriksaan Fisik ?

4. komplikasi fraktur ?

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM MUSCULOSKELETAL

Muskuloskeletal terdiri atas :

1.  Musu ler/Otot : Otot, tendon, dan ligament

2. Sk eletal/Rangka: Tulang dan sendi

MUSKULER/OTOT

1. Otot

Sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk berkontraksi.Terdapat lebih dari 600

buah otot pada tubuh manusia. Sebagian besar otot-otottersebut dilekatkan pada tulang-

tulang kerangka tubuh oleh tendon, dan sebagiankecil ada yang melekat di bawah

permukaan kulit.

Fungsi sistem muskuler/otot:

1. Pergerakan. Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot tersebut melekat

dan bergerak dalam bagian organ internal tubuh.

2. Penopang tubuh dan mempertahankan postur. Otot menopang rangka dan

mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi berdiri atau saat duduk terhadap

gaya gravitasi.

3. Produksi panas. Kontraksi otot-otot secara metabolis menghasilkan panas untuk

mepertahankan suhu tubuh normal.

Ciri-ciri sistem muskuler/otot:

1. Kontrakstilitas. Serabut otot berkontraksi dan menegang, yang dapat atau tidak

melibatkan pemendekan otot.

2. Eksitabilitas. Serabut otot akan merespons dengan kuat jika distimulasi oleh

impuls saraf.

Page 7: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

3. Ekstensibilitas. Serabut otot memiliki kemampuan untuk menegang melebihi

panjang otot saat rileks.

4. Elastisitas. Serabut otot dapat kembali ke ukuran semula setelah berkontraksi atau

meregang.

Jenis-jenis otot

a. Otot rangka, merupakan otot lurik, volunter, dan melekat pada rangka.

Serabut otot sangat panjang, sampai 30 cm, berbentuk silindris dengan lebar

berkisar antara 10 mikron sampai 100 mikron.

Setiap serabut memiliki banyak inti yang tersusun di bagian perifer.

Kontraksinya sangat cepat dan kuat.

Struktur Mikroskopis Otot Skelet/Rangka

Otot skelet disusun oleh bundel-bundel paralel yang terdiri dari serabut-serabut

berbentuk silinder yang panjang, disebut myofiber /serabut otot.

Setiap serabut otot sesungguhnya adalah sebuah sel yang mempunyai banyak

nukleus ditepinya.

Cytoplasma dari sel otot disebut sarcoplasma yang penuh dengan bermacam-

macam organella, kebanyakan berbentuk silinder yang panjang disebut dengan

myofibril.

Myofibril disusun oleh myofilament-myofilament yang berbeda-beda

ukurannya :

yang kasar terdiri dari protein myosin.

yanghalus terdiri dari protein aktin/actin.

b. Otot Polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini dapat

ditemukan pada dinding berongga seperti kandung kemih dan uterus, sertapada

dinding tuba, seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi,urinarius,

dan sistem sirkulasi darah.

Serabut otot berbentuk spindel dengan nukleus sentra. Serabut ini berukuran

kecil, berkisar antara 20 mikron (melapisi pembuluh darah) sampai 0,5 mm

pada uterus wanita hamil.

Kontraksinya kuat dan lamban.

Struktur Mikroskopis Otot Polos

Sarcoplasmanya terdiri dari myofibril yang disusun oleh myofilamen-

myofilamen.

Jenis otot polos

Page 8: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

Ada dua kategori otot polos berdasarkan cara serabut otot distimulasi untuk

berkontraksi:

1. Otot polos unit ganda ditemukan pada dinding pembuluh darah besar,

pada jalan udara besar traktus respiratorik, pada otot mata

yangmemfokuskan lensa dan menyesuaikan ukuran pupil dan pada otot

erektorpili rambut.

2. Otot polos unit tunggal (viseral) ditemukan tersusun dalam lapisan

dinding organ berongga atau visera. Semua serabut dalam lapisan

mampuberkontraksi sebagai satu unit tunggal. Otot ini dapat bereksitasi

sendiriatau miogenik dan tidak memerlukan stimulasi saraf eksternal

untuk hasildari aktivitas listrik spontan.

c. Otot Jantung

Merupakan otot lurik.Disebut juga otot seran lintang involunter

Otot ini hanya terdapat pada jantung

Bekerja terus-menerus setiap saat tanpa henti, tapi otot jantung juga

mempunyai masa istirahat, yaitu setiap kali berdenyut.

Struktur Mikroskopis Otot Jantung : Mirip dengan otot skelet

Otot Rangka Otot Polos Otot Jantung

Kerja Otot

Fleksor (bengkok) >< Ekstentor (meluruskan)

Supinasi(menengadah) >< Pronasi (tertelungkup)

Defresor(menurunkan) >< Lepator (menaikkan)

Sinergis (searah) >< Antagonis (berlawanan)

Dilatator(melebarkan) >< Konstriktor (menyempitkan)

Adduktor(dekat) >< Abduktor (jauh)

2. Tendon

Page 9: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

Tendon adalah tali atau urat daging yang kuat yang bersifat fleksibel, yangterbuat dari

fibrous protein (kolagen). Tendon berfungsi melekatkan tulang denganotot atau otot

dengan otot.

3. Ligamen

Ligamen adalah pembalut/selubung yang sangat kuat, yang merupakanjaringan elastis

penghubung yang terdiri atas kolagen. Ligamen membungkustulang dengan tulang yang

diikat oleh sendi.

Beberapa tipe ligamen :

1. Ligamen Tipis

Ligamen pembungkus tulang dan kartilago. Merupakan ligament kolateral yang

ada di siku dan lutut. Ligamen ini memungkinkan terjadinya pergerakan

2. Ligamen jaringan elastik kuning.

Merupakan ligamen yang dipererat oleh jaringan yang membungkus dan

memperkuat sendi, seperti pada tulang bahu dengan tulang lengan atas.

SKELETAL

1. Tulang/ Rangka

Skeletal disebut juga sistem rangka, yang tersusun atas tulang-tulang. Tubuh kita

memiliki 206 tulang yang membentuk rangka. Bagian terpenting adalah tulangbelakang.

Fungsi Sistem Skeletal :

Page 10: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

1. Memproteksi organ-organ internal dari trauma mekanis

2. Membentuk kerangka yang yang berfungsi untuk menyangga tubuh dan otot-otot

tubuh yang melekat pada tulang

3. Melindungi sum-sum tulang merah yang merupakan salah satu jaringan pembentuk

darah.

4. Merupakan tempat penyimpanan bagimineral seperti calcium daridalam darah.

Pertumbuhan Tulang

Tulang mencapai kematangannya setelah pubertas dan pertumbuhan seimbang hanya

sampai usia 35 tahun. Berikutnya mengalami percepatan reabsorpsi sehingga terjadi

penurunan massa tulang sehingga pada usila menjadi rentan terhadap injury. Pertumbuhan

dipengaruhi hormon & mineral.

Penyusun Tulang

Tulang disusun oleh sel-sel tulang yang terdiri dari osteosit, osteoblast dan osteoklast

serta matriks tulang. Matriks tulang mengandung unsur organik terutama kalsium dan

fosfor. 

Struktur Tulang

Secara makroskopis tulang terdiri dari dua bagian yaitu pars spongiosa (jaringan

berongga) dan pars kompakta (bagian yang berupa jaringan padat). Permukaan luar tulang

dilapisi selubung fibrosa (periosteum); lapis tipis jaringan ikat (endosteum) melapisi

rongga sumsum & meluas ke dalam kanalikuli tulang kompak.

Membran periosteum berasal dari perikondrium tulang rawan yang merupakan pusat

osifikasi. Periosteum merupakan selaput luar tulang yang tipis. Periosteum mengandung

osteoblas (sel pembentuk jaringan tulang), jaringan ikat dan pembuluh darah. Periosteum

merupakan tempat melekatnya otot-otot rangka (skelet) ke tulang dan berperan dalam

memberikan nutrisi, pertumbuhan dan reparasi tulang rusak.

Pars kompakta teksturnya halus dan sangat kuat. Tulang kompak memiliki sedikit

rongga dan lebih banyak mengandung kapur (Calsium Phosfat dan Calsium Carbonat)

sehingga tulang menjadi padat dan kuat. Kandungan tulang manusia dewasa lebih banyak

mengandung kapur dibandingkan dengan anak-anak maupun bayi. Bayi dan anak-anak

memiliki tulang yang lebih banyak mengandung serat-serat sehingga lebih lentur.

Tulang kompak paling banyak ditemukan pada tulang kaki dan tulang tangan.

Pars spongiosa merupakan jaringan tulang yang berongga seperti spon (busa). Rongga

tersebut diisi oleh sumsum merah yang dapat memproduksi sel-sel darah. Tulang

spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang disebut trabekula.

Page 11: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

Secara Mikroskopis tulang terdiri dari:

1. Sistem Havers (saluran yang berisi serabut saraf, pembuluh darah, aliran limfe).

2. Lamella (lempeng tulang yang tersusun konsentris).

3. Lacuna (ruangan kecil yang terdapat di antara lempengan–lempengan yang

mengandung sel tulang). 

4. Kanalikuli (memancar di antara lacuna dan tempat difusi makanan sampai ke

osteon).

Bagian – bagian tulang pipa :

1. Epifise : bagian ujung tulang yang terdiri dari tulang rawan

2.Diafise : bagian tengah yang memanjang dan di pusatnya terdapat rongga berisi

sumsum tulang

3. Cakraepifise : bagian sempit diantara epifise dan diafise

Bentuk Tulang

Skelet disusun oleh tulang-tulang yang berjumlah 206 buah. Berdasarkan bentuknya,

tulang-tulang tesebut dikelompokkan menjadi :

1. Ossa longa (tulang panjang): tulang yang ukuran panjangnya terbesar, contohnya os

humerus dan os femur.

Page 12: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

2. Ossa brevia (tulang pendek): tulang yang ukurannya pendek, contoh: ossa carpi.

3. Ossa plana (tulang gepeng/pipih): tulang yg ukurannya lebar, contoh: os scapula

4. Ossa irregular (tulang tak beraturan), contoh: os vertebrae.

5. Ossa pneumatica (tulang berongga udara), contoh: os maxilla.

Page 13: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

Tulang Rawan (Kartilago)

Tulang rawan berkembang dari mesenkim membentuk sel yg disebut kondrosit.

Kondrosit menempati rongga kecil (lakuna) di dalam matriks dgn substansi dasar seperti

gel (berupa proteoglikans) yg basofilik. Kalsifikasi menyebabkan tulang rawan tumbuh

menjadi tulang (keras).

Jenis Tulang Rawan

1. Hialin Cartilago : matriks mengandung seran kolagen; jenis yg paling banyak

dijumpai.

2. .Elastic Cartilago : serupa dg tl rawan hialin tetapi lebih banyak serat elastin yang

mengumpul pada dinding lacuna yang mengelilingi kondrosit

3. Fibrokartilago: tidak pernah berdiri sendiri tetapi secara berangsur menyatu

dengan tulang rawan hialin atau jaringan ikat fibrosa yang berdekatan.

Klasifikasi Tulang berdasarkan penyusunnya

1. Tulang Kompak

a. Padat, halus dan homogeny

b. Pada bagian tengah terdapat medullary cavity yang mengandung ’yellow bone

marrow”.

c.Tersusun atas unit : Osteon Haversian System

d. Pada pusat osteon mengandung saluran (Haversian Kanal) tempatpembuluh darah

dan saraf yang dikelilingi oleh lapisan konsentrik

e. Tulang kompak dan spongiosa dikelilingi oleh membran tipis yang disebut

eriosteur, membran ini mengandung:

Bagian luar percabangan pembuluh darah yang masuk ke dalam tulang

Osteoblas

2. Tulang Spongiosa

a. Tersusun atas ”honeycomb” network yang disebut trabekula.

b. Struktur tersebut menyebabkan tulang dapat menahan tekanan.

Page 14: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

c. Rongga antara trebakula terisi ”red bone marrow” yang mengandung pembuluh

darah yang memberi nutrisi pada tulang.

d. Contoh, tulang pelvis, rusuk,tulang belakang, tengkorak dan pada ujung tulang

lengan dan paha.

Pembagian Sistem Skeletal

1.Axial / rangka aksial, terdiri dari :

- tengkorak kepala / cranium dan tulang-tulang muka

- columna vertebralis / batang tulang belakang

- costae / tulang-tulang rusuk

- ternum / tulang dada

2.Appendicular / rangka tambahan, terdiri dari :

- tulang extremitas superior

a. korset pectoralis, terdiri dari scapula (tulang berbentuk segitiga) dan

clavicula (tulang berbentuk lengkung).

b. lengan atas, mulai dari bahu sampai ke siku.

c. lengan bawah, mulai dari siku sampai pergelangan tangan.

d. tangan

- extremitas inferior: korset pelvis, paha, tungkai bawah, kaki.

A. TULANG TENGKORAK

a. Tulang tempurung kepala (os cranium)

Tulang dahi (os frontale)

Tulang kepala belakang (os occipitale)

tulang ubun-ubun (os parietale)

Tulang tapis (os ethmoidale)

Tulang baji (os sphenoidale)

Tulang pelipis (os temporale)

b. tulang muka (os splanchocranium)

Tulang hidung (os nasale)

Tulang langit-langit (os pallatum)

Tulang air mata (os lacrimale)

tulang rahang atas (os maxilla)

Tulang rahang bawah (os mandibula)

Tulang pipi (os zygomaticum)

Page 15: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

Tulang lidah (os hyoideum)

Tulang pisau luku (os vomer)

tulang wajah 

B. LOW BACK REGION

1. Struktur

Ruas tulang punggung dikelompokkan menjadi:

1. Cervical/leher 7 ruas

2. Thoracalis/punggung 12 ruas

3. Lumbalis/pinggang 5 ruas

4. Sakralis/kelangkang 5 ruas

5. Koksigeus/ekor 4 ruas

2. Fungsi

Low back region berfungsi untuk menegakkan/menopang postur strukturtulang

belakang manusia. Postur tegak juga meningkatkan gaya mekanik strukturtulang

belakang lumbrosakral.

Page 16: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

Antar tulang belakang diikat oleh intervertebal, serta oleh ligamen dan

otot.Ikatan antar tulang yang lunak membuat tulang punggung menjadi fleksibel.

Sebuahunit fungsi dari dua bentuk tulang yang berdekatan diperlihatkan dari gambar

diatas ini.

3. Komponen punggung

Otot punggung

Ditunjang oleh punggung, perut, pinggang dan tungkai yang kuat danfleksibel. Semua

otot ini berfungsi untuk menahan agar tulang belakang dandiskus tetap dalam posisi

normal.

Disk us

Merupakan bantalan tulan rawan yang berfungsi sebagai penahan goncangan.Terdapat

diantara vertebrae sehingga memungkinkan sendi-sendi untukbergerak secara halus.

Tiap diskus mengandung cairan yang mengalir kedalam dan keluar diskus. Cairan ini

berfungsi sebagai pelumas sehinggamemungkinkan punggung bergerak bebas. Diskus

bersifat elastis, mudahkembali ke bentuk semula jika tertekan diantara kedua vertebra.

a. Otot-otot punggung

- Spinaerektor terdiri dari massa serat otot, berasal dari belakang sakrum dan bagian

perbatasan dari tulang inominate dan melekat ke belakang kolumnavertebra atas,

dengan serat yang selanjutnya timbul dari vertebra dan sampaike tulang oksipital

dari tengkorak. Otot tersebut mempertahankan posisitegak tubuh dan memudahkan

tubuh untuk mencapai posisinya kembaliketika dalam keadaan fleksi.

- Lastimus dorsi adalah otot datar yang meluas pada belakang punggung. Aksi utama

dari otot tersebut adalah menarik lengan ke bawah terhadapposisi bertahan,

gerakan rotasi lengan ke arah dalam, dan menarik tubuhmenjauhi lengan pada saat

mendaki. Pada pernapasan yang kuat menekanbagian posterior dari abdomen.

b. Otot-otot tungkai

Gluteus maksimus, gluteus medius, dan gluteus minimus adalah otot-ototdari

bokong. Otot-otot tersebut semua timbul dari permukaan sebelah luar ilium,sebagian

gluteus maksimus timbul dari sebelah belakang sacrum. Aksi utamaotot-otot tersebut

adalah mempertahankan posisi gerak tubuh, memperpanjangpersendian panggul pada

saat berlari, mendaki, dan saat menaiki tangga, dalammengangkat tubuh dari posisi

duduk atau membungkuk, gerakan abduksi danrotasi lateral dari paha.

C. INTERVERTEBRAL DISC

Page 17: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

Pada makhluk hidup vertebrata (memiliki ruas tulang belakang) terdapat

sebuah struktur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra (vertebral

body). Pada setiap dua ruas vertebra terdapat sebuah bantalan tulang rawan berbentuk

cakram yang disebut dengan Intervertebral Disc. Pada tubuh manusiaterdapat 24

buah Intervertebral disc. Tulang rawan ini berfungsi sebagai penyangga agar vertebra

tetap berada pada posisinya dan juga memberi fleksibilitas pada ruastulang belakang

ketika terjadi pergerakan atau perubahan posisi pada tubuh.

Susunan tulang rawan ini terbagi menjadi 3 bagian:

1. Nucleus pulposus, memiliki kandungan yang terdiri dari 14%P rote ogly c an, 77%

Air, dan 4%Col l agen.

2. Annulus fibrosus, mengandung 5%Proteoglycan, 70% Air, dan 15%Col l agen.

3. Cartilage endplate, terdiri dari 8%P rot eogl y c an, 55% Air, dan 25%Col l agen

D. NECK

Tulang leher terdiri dari tujuh ruas, mempunyai badan ruas kecil dan lubang

ruasnya besar. Pada taju sayapnya terdapat lubang tempat lajunya saraf yang

disebutforamen tranvertalis. Ruas pertama vertebra serfikalis disebut atlas

yangmemungkinkan kepala mengangguk. Ruas kedua disebut prosesus odontois

(aksis)yang memungkinkan kepala berputar ke kiri dan ke kanan. Ruas ketujuh

mempunyaitaju yang disebut prosesus prominan. Taju ruasnya agak panjang.

Tulang-tulang yang terdapat pada leher:

a.Os. Hyoideum adalah sebuah tulang uang berbentuk U dan terletak di atas cartylago

thyroidea setinggi vertebra cervicalis III.

b. Cartygo thyroidea

c.Prominentia laryngea, dibentuk oleh lembaran-lembaran cartylago thyroidea yang

bertemu di bidang median. Prominentia laryngea dapat diraba danseringkali terlihat.

Page 18: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

d.Cornu superius, merupakan tulang rawan yang dapat diraba bilamana tanduk disis yang

lain difiksasi.

e.Cartilagocricoidea, sebuah tulang rawan larynx yang lain, dapat diraba di bawah

prominentia laryngea

f.Cartilagines tracheales, teraba dibagian inferior leher.

g.Cincin-cincin tulang rawan kedua sampai keempat tidak teraba karena tertutupoleh

isthmus yang menghubungkan lobus dexter dan lobus sinister glandulaethyroideae.

h.Cartilage trachealis I, terletak tepat superior terhadap isthmu

Otot Leher

Otot bagian leher dibagi menjadi tiga bagian:

a.Muskulus platisma yang terdapat di bawah kulit dan wajah. Otot ini menuju ketulang

selangka dan iga kedua. Fungsinya menarik sudut-sudut mulut ke bawahdan melebarkan

mulut seperti sewaktu mengekspresikan perasaan sedih dantakut, juga untuk menarik

kulit leher ke atas.

b. Muskulus sternokleidomastoideus terdapat pada permukaan lateralproc.mastoidebus

ossis temporalis dan setengah lateral linea nuchalis superior.Fungsinya memiringkan

kepala ke satu sisi, misalnya ke lateral (samping), fleksidan rotasi leher, sehingga wajah

menghadap ke atas pada sisi yang lain; kontraksikedua sisi menyebabkan fleksi leher.

Otot ini bekerja saat kepala akan ditarik kesamping. Akan tetapi, jika otot muskulus

platisma dan sternokleidomastoideussama-sama bekerja maka reaksinya adalah wajah

akan menengadah.

c.Muskulus longisimus kapitis, terdiri dari splenius dan semispinalis kapitis.Fungsinya

adalah laterofleksi dan eksorositas kepala dan leher ke sisi yang sama.Ketiga otot

tersebut terdapat di belakang leher yang terbentang dari belakangkepala ke prosesus

spinalis korakoid. Fungsinya untuk menarik kepala belakangdan menggelengkan kepala.

Page 19: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

E. ELBOW

Siku adalah suatu titik yang sangat komplek di mana terdapat tiga tulang yaituhumerus,

radius dan ulna. Ketiga tulang tersebut bekerja secara bersama-sama dalamsuatu gerakan

flexi, extensi dan rotasi.

F. SHOULDER (BAHU)

1. Tulang Bahu

Tulang-tulang pada bahu terdiri dari:

- Clavicula (tulang selangka), merupakan tulang berbentuk lengkung yang

menghubungkan lengan atas dengan batang tubuh. Ujung medial (ke arahtengah)

clavicula berartikulasi dengan tulang dada yang dihubungkan olehsendisternoclavicular,

sedangkan ujung lateral-nya (ke arah samping)berartikulasi dengan scapula yang

dihubungkan oleh sendiac romi oc l av ic ul ar.Sendiste rnoc lav ic ular merupakan satu-

satunya penghubung antara tulangextremitas bagian atas dengan tubuh.

-  Sca pula (tulang belikat), merupakan tulang yang berbentuk segitiga. Tulang ini

berartikulasi dengan clavicula dan tulang lengan atas. Ke arah lateralscapula

melanjutkan diri sebagaiac romioc lav ic ular yang menghubungkanscapula dengan

clavicula.

- Sendi glenohumeral, merupakan penghubung antara tulang lengan atas dengan scapula

Page 20: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

2. Otot Bahu

Otot bahu hanya meliputi sebuah sendi saja dan membungkus tulang pangkal lengan dan

scapula.

1. Muskulus deltoid (otot segi tiga), otot ini membentuk lengkung bahu dan berpangkal

di bagian lateral clavicula (ujung bahu), scapula, dan tulang pangkal lengan. Fungsi

dari otot ini adalah mengangkat lengan sampai mendatar.

2. Muskulus subkapularis (otot depan scapula). Otot ini dimulai dari bagian depan

scapula, menuju tulang pangkal lengan. Fungsi dari otot ini adalah menengahkan dan

memutar humerus (tulang lengan atas) ke dalam.

3. Muskulus supraspinatus (otot atas scapula). Otot ini berpangkal di lekuk sebelah atas

menuju ke tulang pangkal lengan. Fungsi otot ini adalah untuk mengangkat lengan.

4. Muskulus infraspinatus (otot bawahscapula). Otot ini berpangkal di lekuk sebelah

bawah scapula dan menuju ke tulang pangkal lengan. Fungsinya memutar lengan

keluar.

5. Muskulus teres mayor (otot lengan bulat besar). Otot ini berpangkal di siku bawah

scapula dan menuju tulang pangkal lengan. Fungsinya bisa memutar lengan ke dalam.

6. Muskulus teres minor (otot lengan bulat kecil). Otot ini berpangkal di siku sebelah

luar scapula dan menuju tulang pangkal lengan. Fungsinya memutarlengan ke luar

2.2 Sendi

Persendian adalah hubungan antar dua tulang sedemikian rupa, sehingga dimaksudkan untuk

memudahkan terjadinya gerakan.

Jenis Sendi

Berdasarkan pergerakannya sendi dibagi menjadi :

1. Synarthroses

Sendi ini mempunyai pergerakan yang terbatas atau bahkan tidak dapat bergeak sama

sekali. Sendi ini dijumpai pada tulang tengkorak dimana lempeng-lempeng tulang

tengkorak disambungkan oleh elemen fibrosa.

Page 21: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

2. AmphiarthrosesSendi ini mempunyai pergerakan yang terbatas. Jaringan berupa diskus

fibrocartilage yang lebar dan pipih menghubungkan antara dua tulang. Umumnya bagian

tulang yang berada pada sisi persendian dilapisi oleh tulang rawan hialin dan struktur

keseluruhan berada dalam kapsul. Beberapa contoh sendi ini adalah: sendi vertebra, dan

simfisis pubis.

3. DiarthrosesSendi ini memiliki pergerakan yang luas. Umumnya dijumpai pada sendi-sendi

ekstremitas. Dijumpai adanya celah sendi, rawan sendi yang licin dan membran sinovium

serta kapsul sendi.

Sedangkan berdasarkan strukturnya sendi dibagi menjadi :

1. Sendi Fibrosa 

Sendi fibrosa dihubungkan oleh jaringan fibrosa. Terdapat dua tipe sendi fibrosa; (1)

Sutura diantara tulang tulang tengkorak dan (2) sindesmosis yang terdiri dari suatu

membran interoseus atau suatu ligamen di antara tulang. Sendi ini mempunyai pergerakan

yang terbatas.

2. Sendi Kartilago/tulang rawan 

Ruang antar sendinya diisi oleh tulang rawan dan disokong oleh ligamen dan hanya dapat

sedikit bergerak. Ada dua tipe sendi kartilaginosa yaitu sinkondrosis adalah sendi sendi

yang seluruh persendiannya diliputi oleh rawan hialin. Sendi sendi kostokondral adalah

contoh dari sinkondrosis. Simfisis adalah sendi yang tulang tulangnya memiliki suatu

hubungan fibrokartilago antara tulang dan selapis tipis rawan hialin yang menyelimuti

permukaan sendi. Contoh sendi kartilago adalah simfisis pubis dan sendi sendi pada tulang

punggung.

3. Sendi Sinovial/sinovial joint 

Sendi ini dilengkapi oleh kartilago yang melicinkan permukaan sendi, kapsul sendi

(kantung sendi), membran sinovial (bagian dalam kapsul), cairan sinovial yang berfungsi

sebagai pelumas dan ligamen yang berfungsi memperkuat kapsul sendi. Cairan sinovial

normalnya bening, tidak membeku, dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan. Jumlah

yang ditemukan pada tiap tiap sendi normal relatif kecil (1 sampai 3 ml).

Page 22: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

B. DEFINISI

F r a k t u r   a d a l a h   p e m i s a h a n   a t a u   r o b e k a n   p a d a   k o n t i n u i t a s tulang 

yang terjadi karena adanya tekanan yang berlebihan pada tulang dan tulang

tidak mampu untuk menahannya. Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu

tulang atautulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 :144)

C. ETIOLOGI

Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan

terjadinya fraktur diantaranya peristiwa trauma(kekerasan) dan peristiwa patologis.

1. Peristiwa Trauma (kekerasan)

a) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik terjadinya

kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil, maka tulang

akan patah tepat di tempat terjadinya benturan. Patah tulang demikian

sering bersifat terbuka, dengan garis patah melintang atau miring.

b) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh

dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian

yang paling lemah dalam hantaran vektor kekerasan. Contoh patah tulang

karena kekerasan tidak langsung adalah bila seorang jatuh dari ketinggian

dengan tumit kaki terlebih dahulu. Yang patah selain tulang tumit, terjadi

pula patah tulang pada tibia dan kemungkinan pula patah tulang paha dan

tulang belakang. Demikian pula bila jatuh dengan telapak tangan sebagai

Page 23: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

penyangga, dapat menyebabkan patah pada pergelangan tangan dan

tulang lengan bawah.

c) Kekerasan akibat tarikan otot

Kekerasan tarikan otot dapat menyebabkan dislokasi dan patah tulang.

Patah tulang akibat tarikan otot biasanya jarang terjadi. Contohnya patah

tulang akibat tarikan otot adalah patah tulang patella dan olekranom,

karena otot triseps dan biseps mendadak berkontraksi.

2. Peristiwa Patologis

a) Kelelahan atau stres fraktur

Fraktur ini terjadi pada orang yang yang melakukan aktivitas berulang –

ulang pada suatu daerah tulang atau menambah tingkat aktivitas yang

lebih berat dari biasanya. Tulang akan mengalami perubahan struktural

akibat pengulangan tekanan pada tempat yang sama, atau peningkatan

beban secara tiba – tiba pada suatu daerah tulang maka akan terjadi retak

tulang.

b) Kelemahan Tulang

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya suatu

tulang akibat penyakit infeksi, penyakit metabolisme tulang misalnya

osteoporosis, dan tumor pada tulang. Sedikit saja tekanan pada daerah

tulang yang rapuh maka akan terjadi fraktur.

a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang

tidak terkendali dan progresif.

b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut

atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan

sakit nyeri.

c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi

Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya

disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan

kalsium atau fosfat yang rendah.

D. KLASIFIKASI

Berikut ini terdapat beberapa klasifikasi Fraktur sebagaimana yang dikemukakan oleh

para ahli:

A. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:

Page 24: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

1) Fraktur komplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga

tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke

sisi lain serta mengenai seluruh korteks.

2) Fraktur inkomplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis

patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai seluruh korteks (masih ada

korteks yang utuh).

B. Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan hubungan dengan

dunia luar, meliputi:

1) Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang

tidak keluar melewati kulit.

2) Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan

dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi infeksi. Fraktur

terbuka dibagi menjadi 3 grade yaitu:

a) Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit dan otot.

b) Grade II : Seperti grade I dengan memar kulit dan otot.

c) Grade III : Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, syaraf,

otot dan kulit.

C. Long (1996) membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu:

1) Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang ( retak dibawah lapisan

periosteum) / tidak mengenai seluruh kortek, sering terjadi pada anak-anak dengan

tulang lembek.

2) Transverse yaitu patah melintang ( yang sering terjadi ).

3) Longitudinal yaitu patah memanjang.

4) Oblique yaitu garis patah miring.

5) Spiral yaitu patah melingkar.

6) Communited yaitu patah menjadi beberapa fragmen kecil

D. Black dan Matassarin (1993) mengklasifikasi lagi fraktur berdasarkan kedudukan

fragmen yaitu:

1) Tidak ada dislokasi.

2) Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi:

a. Disklokasi at axim yaitu membentuk sudut.

b. Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh.

c. Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang.

Page 25: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

d. Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang menjauh dan

over lapp ( memendek ).

E. Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara:

a. Bersampingan

b. Angulasi

c. Rotasi

d. Distraksi

e. Over-riding

f. Impaksi

F. MANIFESTASI KLINIS

1. Deformitas

Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya

perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :

a. Rotasi pemendekan tulang

b. Penekanan tulang

2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam

jaringan yang berdekatan dengan fraktur

3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous

4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur

5. Tenderness/keempukan

6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan

kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.

7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)

Page 26: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

8. Pergerakan abnormal

9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah

10. Krepitasi (Black, 1993 : 199).

G. KOMPLIKASI

1. Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik terjadi akibat perdarahan baik kehilangan dari eksterna maupun

interna dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak.

2. Fat Embolism Syndrom

Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk ke dalam darah karena

tekanan sumsung tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin

yang dilepaskan oleh reaksi stress pasienyang akan memobilitasi asam lemak dan

memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan

bergabung dengan trombosit membentuk emboli, yang kemudian menyumbat

pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal, dan organ lain. Gambaran

klinisnya berupa hipoksia, takipnea, takikardia, dan pireksia.

3. Compartmen Syndrom

Sindrom Kompartemen akibat fraktur dapat terjadi karena peningkatan tekanan

intrakompartemen yang berlebihan ddidalam kompartemen dan tidak diikuti oleh

pertambahan luas atau volume kompartemen itu sendiri. Peningkatan tekanan ini

disebabkan oleh cairan, dapat berupa darah atau edema. Dengan meningkatnya

tekanan intrakompartemen yang melampaui tekanan perfusi kapiler, akan

menyebabkan aliran darah yang seharusnya mensuplai oksigen dan nutrisi ke

jaringan menjadi tidak adekuat. Hal ini memicu terjadinya iskemia hjaringa, yang

menyebabkan edema sehingga tekanan intrakompartemen tersebut akan semakin

meningkat. Bila hal ini tidak diatasi, maka iskemia yang terjadi akan

menimbulakan kematian jaringan dan nekrosis, yang pada akhirnya dapat

mengancam nyawa.

4. Infeksi

Pada fraktur, infeksi dapat terjadi melalui 3 jalur:

a. Fraktur terbuka yang disertai luka yang terpajan dengan lingkungan luar.

b. Fraktur yang disertai hematoma, dimana bakteri dibawa oleh aliran darah.

c. Infeksi pasca operasi.

5. Cedera Vaskuler

Page 27: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

Cedera vaskuler dapat terjadi baik secara langsung oleh trauma bersamaan dengan

terjadinya fraktur, atau pun secara tidak langsung karena tertusuk fragmen tulang

atau tertekan edema sekitar fraktur. Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi

perdarahan terus-menerus, sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh

darah mengalami retraksi dan perdarahan berhenti spontan.

6. Cedera Saraf Perifer

Cedera Saraf Perifer merupakan komplikasi dari fraktur. Saraf yang rentan

mengalami cedera adalah saraf yang letaknya di dekat tulang (fascia). Berdasarkan

struktur, fungsi, dan regenerasinya, cedera saraf dapat dibagi menjadi beberapa

golongan, yaitu:

a. Neuropaxia, yaitu kehilangan fungsi dari sel saraf namun tidak disertai

oleh kelainan struktur.

b. Axonotmesis, yaitu kehilangan fungsi dari sel saraf dan disertai oleh

cedera akson, namun struktur ini beserta selubung dan sel Schawann masih

utuh. Pada cedera ini, regenerasi aksonal dapat mengembalikan funsi yang

hilang.

c. Neurotmesis, yaitu cedera saraf yang lebih berat dari neuropraxia dan

axonometsis. Pada neurotmesis, terjadi kehilangan fungsi disertai cedera

aksonal, selubung myelin dan jaringan konektif sehingga penyembuhan

menghasilkan jaringan parut yang menghambat regenerasi akson.

Fraktur dapat menyebabkan cedera saraf perifer melalui beberapa mekanisme.

Yang pertama adalah trauma mekanik secara langsung, misalnya dengan

terpotongnya atau melalui penggunaan torniket. Mekanisme berikutnya adalah

melalui kompresi/ tekanan, yang pada fraktur dapat disebabkan oleh tulang atau

sindrom kompartemen.

7. Luka Akibat Tekanan (Dekubitus)

Luka ini dapat timbul pada fase imobilisasi yang menyebabkan pasien tidur dengan

posisi menetap dalam jangka waktu yang lama. Luka ini dapat juga terjadi karena

penekanan jaringna lunak tulang oleh gips.

8. Kekakuan Sendi

Dapat terjadi apabila sendi-sendi disekitar fraktur tidak atau kurang digerakkan

sehingga terjadi perubahan sinovial sendi, penyusutan kapsul, mextensibility otot,

pengendapan kalus dipermukaan sendi dan timbulnya jaringan fibrous pada

ligamen.

Page 28: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

9. Malunion

Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam

posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring. Biasanya

disebabkan oleh penangan yang kurang adekuat.

10. Delayed Union

Proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang lebih

lambat dari keadaan normal. Tidak ada batasan waktu yang jelas kapan suatu

penyembuhan fraktur dikatakan delayed union.

11. Non-union

Non-union adalah suatu kondisi dimana tidak terjadi penyatuan tulang yang

mengalami fraktur setelah beberapa waktu. Non-union dapat disebabkan oleh

beberapa faktor seperti usia, nutrisi yang kurang adekuat, efek penggunaan steroid,

terapi radiasi, infeksi, suplai darah yang tidak adekuat, atau imobilisasi yang

kurang benar. Non-union dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu:

a. Hypertropic non-union, dimana terbentuk kalus tulang namun tidak terbentuk

penulangan antara tulang yang fraktur.

b. Oligotropic non-union, dimana tidak terbentuk kalus tulang untuk penyatuan

namun keadaan lain seperti vaskular membaik.

c. Atropic non-union, dimana tidak terbentuk kalus tulang dan keadaan lain seperti

vaskular tidak membaik.

d. Gap non-union, dimana penyatuan tidak terjadi akibat terpotongnya pusat

penulangan (diafisis) pada saat fraktur.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Foto Rontgen

Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung

Mengetahui tempat dan type fraktur

Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses

penyembuhan secara periodik

2. Skor tulang tomography, skor C1, MRI

Dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

3. Artelogram

Bila dicurigai ada kerusakan vaskuler

4. Pemeriksaan darah lengkap HT

Page 29: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

Mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menrurun (perdarahan bermakna

pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)

5. Profil koagulasi

Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau cedera hati

(Doenges, 1999 : 76 ).

I. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama, yaitu:

1. Mengurangi rasa nyeri.

Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang hebat bahkan

sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberi obat

penghilang rasa nyeri serta dengan teknik imobilisasi, yaitu pemasangan

bidai/spalk, maupun memasang gips.

2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.

Seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal fiksasi internal, sedang bidai

maupun gips hanya dapat digunakan untuk fiksasi yang bersifat sementara saja.

3. Membuat tulang kembali menyatu.

Tulang yang fraktur akan mulai menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan.

4. Mengembalikan fungsi seperti semula.

Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi otot dan

kekakuan pada sendi. Maka untuk mencegah hai ini diperlukan upaya mobilisasi.

Enam prinsip umum pengobatan fraktur:

Jangan membuat keadaan lebih jelas.

Pengobatan berdasarkan atas diagnosis dan prognosis yang akurat.

Seleksi pengobatan dengan tujuan khusus.

Mengingat hukum-hukum penyembuhan secara alami.

Bersifat realistis dan praktis dalam memilih jenis pengobatan.

Seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individual.

Untuk frakturnya sendiri, prinsipnya adalah mengembalikan posisi patahan tulang

ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan

fraktur (imobilisasi). Reposisi yang dilakukan tidak harus mencapai keadaan

sepenuhnya seperti semula karena tulang mempunyai kemampuan untuk

menyesuaikan bentuknya kembali seperti bentuk semula (remodeling/proses

swapugar). Kelayakan reposisi suatu dislokasi fragmen ditentukan oleh adanya dan

Page 30: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

besarnya dislokasi ad aksim, ad peripheriam, dan kum kontraktione, yang berupa

rotasi, atau perpendekan.

Secara umum, angulasi dalam bidang gerak sendi sampai kurang lebih 20-30

derajat akan dapat mengalami swapugar, sedangkan angulasi yang tidak dalam bidang

gerak sendi tidak akan mengalaminya. Akan tetapi, rotasi antara 2 fragmen tidak

pernah terkoreksi sendiri oleh proses swapugar. Ada tidaknya rotasi fragmen tidak

dapat diketahui dari foto Rontgen, melainkan harus diketahui dari pemeriksaan klinis.

Cara yang termudah untuk memeriksa rotasi ini adalah dengan membandingkan rotasi

anggota yang patah dengan rotasi anggota yang sehat. Pemendekan anggota yang

patah disebabkan oleh tarikan tonus otot sehingga fragmen patahan tulang berada

sebelah menyebelah. Pemendekan anggota atas pada orang dewasa dan pemendekan

pada anggota atas maupun bawah pada anak, umumnya tidak menimbulkan masalah.

Macam-macam cara untuk penanganan fraktur :

1. Proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi

Digunakan pada penanganan fraktur dengan dislokasi fragmen patahan yang

minimal atau dengan dislokasi yang tidak akan menyebabkan kecacatan di

kemudian hari. Contoh cara ini adalah fraktur costa, fraktur clavicula pada

anak, dan fraktur vertebra dengan kompresi minimal.

2. Imobilisasi dengan fiksasi

Dapat pula dilakukan imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap memerlukan

imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah

pengelolaan fraktur tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting.

3. Reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi

Ini dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti pada

fraktur radius distal.

4. Reposisi dengan traksi

Dilakukan secara terus menerus selama masa tertentu, misalnya beberapa

minggu, dan kemudian diikuti dengan imobilisasi. Ini dilakukan pada fraktur

yang bila direposisi secara manipulasi akan terdislokasi kembali di dalam gips.

Cara ini dilakukan pada fraktur dengan otot yang kuat, misalnya fraktur femur.

5. Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar

Untuk fiksasi fragmen patahan tulang, digunakan pin baja yang ditusukkan

pada fragmen tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan

batangan logam di luar kulit. Alat ini dinamakan fiksator ekstern.

Page 31: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

6. Reposisi secara non operatif diikuti dengan pemasangan fiksasi dalam pada

tulang secara operatif.

Misalnya reposisi fraktur collum femur. Fragmen direposisi secara non-

operatif dengan meja traksi, setelah tereposisi, dilakukan pemasangan pen ke

dalam collum femur secara operatif.

7. Reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan

pemasangan fiksasi interna

Ini dilakukan misalnya, pada fraktur femur, tibia, humerus, atau lengan bawah.

Fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di dalam sumsum tulang panjang,

bisa juga berupa plat dengan sekrup di permukaan tulang. Keuntungan reposisi

secara operatif adalah bisa dicapai reposisi sempurna dan bila dipasang fiksasi

interna yang kokoh, sesudah operasi tidak perlu lagi dipasang gips dan segera

bisa dilakukan mobilisasi. Kerugiannya adalah reposisi secara operatif ini

mengundang resiko infeksi tulang.

8. Eksisi fragmen fraktur dan menggantinya dengan prosthesis

Dilakukan pada fraktur collum femur. Caput femur dibuang secara operatif

dan diganti dengan prostesis. Ini dilakukan pada orang tua yang patahan pada

collum femur tidak dapat menyambung kembali.

Pengelolaan fraktur terbuka perlu memperhatikan bahaya terjadinya infeksi,

baik infeksi umum (bakteremia) maupun infeksi terbatas pada tulang yang

bersangkutan (osteomyelitis). Untuk menghindarinya perlu ditekankan disini

pentingnya pencegahan infeksi sejak awal pasien masuk rumah sakit, yaitu perlu

dilakukannya debridement yang adekuat sampai ke jaringan yang vital dan bersih.

Diberikan pula antibiotik profilaksis selain imunisasi tetanus. Selain itu, lakukan

fiksasi yang kokoh pada fragmen fraktur. Dalam hal ini, fiksasi dengan fiksator

eksterna lebih baik daripada fiksasi interna.

Page 32: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

Patah tulang lainnya harus benar-benar tidak boleh digerakkan (imobilisasi).

Imobilisasi bisa dilakukan melalui:

Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.

Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang

patah

Penarikan (traksi) : menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota gerak pada

tempatnya. Sekarang sudah jarang digunakan, tetapi dulu pernah menjadi pengobatan

utama untuk patah tulang pinggul.

Fiksasi internal : dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang

logam pada pecahan-pecahan tulang. Merupakan pengobatan terbaik untuk patah

tulang pinggul dan patah tulang disertai komplikasi.

Imobilisasi lengan atau tungkai menyebabkan otot menjadi lemah dan menciut. Karena

itu sebagian besar penderita perlu menjalani terapi fisik.

Terapi dimulai pada saat imobilisasi dilakukan dan dilanjutkan sampai pembidaian, gips

atau traksi telah dilepaskan.

Pada patah tulang tertentu (terutama patah tulang pinggul), untuk mencapai penyembuhan

total, penderita perlu menjalani terapi fisik selama 6-8 minggu atau kadang lebih lama

lagi.

Traksi

Traksi adalah tahanan yang dipakai den gan berat atau alat lain untuk menangani

kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Traksi adalah pemasangan gaya

tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spame otot, untuk

mereduksi, mensjajarkan, dan mengimubilisasi fraktur; untuk mengurangi deformitas,

dan untuk menambah ruangan di antara kedua permukaan patahan tulang. Traksi

harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek

terapeutik. Faktor-faktor yang mengganggu keefektifan tarikan traksi harus

Page 33: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

dihilangkan.

Kadang, traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan

garis tarikan yang diinginkan. Dengan cara ini, bagian garis tarikan yang pertama

berkontraksi terhadap garis tarikan lainnya. Garis-garis tarikan tersebut dikenal

sebagai vektor gaya. Resultanta gaya tarikan yang sebenarnya terletak di tempat di

antar kedua garis tarikan tersebut. Efek traksi yang dipasang harus dievaluasi dengan

sinar-X, dan mungkin diperlukan penyesuaian. Bila otot dan jaringan lunak sudah

rileks, berat yang digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarikan yang

diinginkan.

Jenis-jenis Traksi

Traksi lurus atau langsung memberikan gaya tarikan dalam satu garis luru dengan

bagian tubuh berbaring di tempat tidur. Traksi ekstensi Buck dan traksi pelvis

merupakan contoh traksi lurus.

Traksi suspensi seimbang memberi dukungan pada ekstremitas yang sakit di atas tempat

tidur sehingga memungkinkan mobilisasi pasien sampai batas tertentu tanpa terputusnya

garis tarikan.

Traksi dapat dilakukan pada kulit (traksi kulit) atau langsung ke skelet tubuh (traksi

skelet). Cara pemasangan ditentukan oleh tujuan traksi.

Traksi dapat dipasang dengan tangan (traksi manual). Ini merupakan traksi yang

sangat sementara yang bisa digunakan pada saat pemasnagan gips, memberikan

perawatan kulit dibawa boot busa ekstensi Buck, atau saat menyesuaikan dan

mengatur alat traksi.

a. Traksi kulit

Traksi kulit menggunakan plaster lebar yang direkatkan pada kulit dan diperkuat

dengan perban elastis. Berat maksimum yang dapat diberikan adalah 5 kg yang

merupakan batas toleransi kulit.

Jenis-jenis traksi kulit.

Beberapa jenis traksi kulit, yaitu :

1) Traksi ekstensi dari Buck adalah traksi kulit dimana plaster melekat secara sederhana

dengan memakai katrol

2) Traksi dari Dunlop, dipergunakan pada fraktur suprakondiler humeri anak-anak

3) Traksi dari Gallow atau traksi dari Brayant, dipergunakan pada fraktur femur anak-

anak usia di bawah 2 tahun

Page 34: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

4) Traksi dari Hamilton Russel, digunakan pada anak-anak usia lebih dari 2 tahun

Indikasi :

Indikasi penggunaan traksi kulit adalah :

  Traksi kulit merupakan terapi pilihan pada fraktur femur dan beberapa fraktur

suprakondiler humeri anak-anak.

  Pada reduksi tertutup dimana manipulasi dan imobilisasi tidak dapat dilakukan.

  Merupakan pengobatan sementara pada fraktur sambil menunggu terapi definitif.

  Fraktur-fraktur yang sangat bengkak dan tidak stabil misalnya fraktur

suprakondiler humeri pada anak-anak.

  Untuk traksi pada spasme otot atau pada kontraktur sendi misalnya sendi lutut dari

panggul.

  Untuk traksi pada kelainan-kelainan tulang belakang seperti hernia nukleus

pulposus (HNP) atau spasme otot-otot tulang belakang.

Komplikasi :

Komplikasi yang dapat terjadi pada traksi kulit.

  Penyakit trombo emboli.

  Abersi, infeksi serta alergi pada kulit.

b) Traksi pada tulang

Traksi pada tulang biasanya menggunakan kawat Krischner (K-wire) atau batang

dari Steinmann lokasi-lokasi tertentu, yaitu :

  Proksimal tibia.

  Kondilus femur.

  Olekranon.

  Kalkaneus (jarang dilakukan karena komplikasinya).

  Traksi pada tengkorak.

  Trokanter mayor.

  Bagian distal metakarpal.

Jenis-jenis traksi tulang

  Traksi tulang dengan menggunakan kerangka dari Bohler Braun pada fraktur

orang dewasa

  Thomas splint dengan pegangan lutut atau alat traksi dari Pearson

  Traksi tulang pada olekranon, pada fraktur humerus

  Traksi yang digunakan pada tulang tengkorak misalnya Gradner Well Skull

Page 35: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

Calipers, Crutchfield cranial tong

Indikasi penggunaan traksi tulang :

  Apabila diperlukan traksi yang lebih berat dari 5 kg.

  Traksi pada anak-anak yang lebih besar.

  Pada fraktur yang bersifat tidak stabil, oblik atau komunitif.

  Fraktur-faktur tertentu pada daerah sendi.

  Fraktur terbuka dengan luka yang sangat jelek dimana fiksasi eksterna tidak

dapat dilakukan.

  Dipergunakan sebagai traksi langsung pada traksi yang sangat berat misalnya

dislokasi panggul yang lama sebagai persiapan terapi definitif.

Komplikasi traksi tulang :

  Infeksi, misalnya infekis melalui kawat/pin yang digunakan.

  Kegagalan penyambungan tulang (nonunion) akibat traksi yang berlebihan.

  Luka akibat tekanan misalnya Thomas splint pada tuberositas tibia.

  Parese saraf akibat traksi yang berlebihan (overtraksi) atau bila pin mengenai

saraf.

Prinsip Traksi Efektif

Pada setiap pemasangan traksi, harus dipikirakan adanya kontratraksi.

Kontratraksi adalah gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan. (Hukum

Newton yang ketiga mengenai gerak, menyebutkan bahwa bila ada aksi maka akan

terjadi reaksi dengan besar yang sama namun arahnya berlawanan). Umumnya berat

badan pasien dan pengaturan posisi tempat tidur mampu memberikan kontratraksi.

  Kontratraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif.

Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan imobilisasi fraktu efektif.

Traksi kulit pelvis dan serviks sering digunakan untuk mengurangi spasme otot

dan biasanya diberikan sebagai traksi intermiten.

  Traksi skelet tidak boleh terputus.

  Pemberat tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermiten.

Setiap faktor yang dapat mengurangi tarikan atau mengubah garis resultanta

tarikan harus dihilangkan.

  Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika traksi

dipasang.

  Tali tidak boleh macet.

Page 36: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

  Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau

lantai.

  Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki tempat

tidur.

Mekanisme Traksi

Mekanisme traksi meliputi tidak hanya dorongan traksi sebenarnya tetapi juga

tahanan yang dikenal sebagai kontratraksi, dorongan pada arah yang berlawanan,

diperlukan untuk keefektifan traksi, kontratraksi mencegah pasien dari jatuh dalam

arah dorongan traksi. Tanpa hal itu, spasme otot tidak dapat menjadi lebih baik dan

semua keuntungan traksi hanya menjadi lewat saja ada dua tipe dari mekanik untuk

traksi, dimana menggunakan kontratraksi dalam dua cara yang berbeda. Yang

pertama dikenal dengan traksi keseimbangan, juga dikenal sebagai traksi luncur atau

berlari. Di sini traksi diaplikasikan melalui kulit pasien atau dengan metode skeletal.

Berat dan katrol digunakan untuk mengaplikasikan tahanan langsung sementara berat

tubuh pasien dalam kombinasi dengan elevasi dari dorongan tempat tidur traksi untuk

menyediakan kontratraksi (Taylor, 1987 Styrcula, 1994a; Dave, 1995 and Osmond,

1999). Traksi Buck akan menjadi contoh dari hal ini. Yang kedua dinamakan traksi

fixed dan kontratraksi dimasukkan di antara 2 point cocok yang tidak membutuhkan

berat atau elevasi tempat tidur untuk mencapai traksi dan kontratraksi. Splint Thomas

merupakan contoh dari sistem traksi ini (Taylor, 1987, Styrcula 1994a; Dave, 1995

and Osmond, 199).

Komponen mekanis dari sistem traksi, katrol (pulley), tahanan vector dan

friksi, terkait dengan beberapa faktor : cara dimana kontratraksi diaplikasikan dan

sudut, arah, serta jumlah tahanan traksi yang diaplikasikan (Taylor, 1987 : 3). Sudut

dan arah dorongan traksi bergantung pada posisi katrol dan jumlah efek katrol sama

dengan jumlah dorongan yang diaplikasikan. Etika dua katrol segaris pada berat traksi

yang sama maka disebut dengan ”Block and tackle effect” hampir menggandakan

jumlah dari tahanan dorongan. Tahanan vector diciptakan dengan mengaplikasikan

tahanan traksi pada dua yang berbeda tetapi tidak berlawanan terhadap sisi tubuh

yang sama. Hasil ini menghasilkan tahanan ganda untuk dorongan traksi yang actual

(Taylor, 1987 and Styrcula, 1994a).

Friksi selalu ada dalam setiap sistem traksi. Friksi memberikan resistansi

terhadap dorongan traksi malah mengurangi tahanan traksi. Hal ini diperlukan untuk

Page 37: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

meminimalisir kapanpun dan bagaimanapun kemungkinan nantinya (Taylor, 1987

and Styrcula, 1994a).

Kita dapat menggunakan traksi : (1) untuk mendorong tulang fraktur ke dalam

tempat memulai, atau (2) untuk menjaga mereka immobile sedang hingga mereka

bersatu, atau (3) untuk melakukan kedua hal tersebut, satunya diikuti dengan yang

lain. Untuk mengaplikasikan traksi dengan sempurna, kita harus menemukan jalan

untuk mendapatkan tulang pasien yang fraktur dengan anam, untuk beberapa minggu

jika diperlukan. Ada dua cara untuk melakukan hal tersebut : (1) memberi pengikat ke

kulit (traksi kulit; (2) dapat menggunakan Steinmann pin, a Denham pin, atau

Kirschner wire melalui tulangnya (traksi tulang). Tali kemudian digunakan untuk

mengikat pengikatnya, pin atau wire ditaruh melalui katrol, dan dicocokkan dengan

berat. Berat tersebut dapat mendorong pasien keluar dari tempat tidurnya, sehingga

kita biasanya membutuhkan traksi yang berlawanan dengan meninggikan kaki dari

tempat tidurnya. Salah satu dari tujuan utama dari traksi adalah memperbolehkan

pasien untuk melatih ototnya dan menggerakkan sendinya, jadi pastikan bahwa pasien

melakukan hal ini. Traksi membutuhkan waktu untuk diaplikasikan dan diatur, tetapi

hal ini dapat dengan mudah diatur dengan asisten.

Page 38: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

GIPS

Pemasangan GIPS (plaster of Paris)

Gips merupakan suatu bahan kimia yang pada saat ini tersedia dalam

lembaran dengan komposisi kimia (CaSO4)2 H2O + 3 H2O = 2

(SaSO42H2O) dan bersifat anhidrasi yang dapat mengikat air sehingga

membuat kalsium sulfat hidrat menjadi solid/keras. Pada saat ini sudah

tersedia gips yang sangat ringan.

Pemasangan gips merupakan salah satu pengobatan konservatif pilihan

(terutama pada fraktur) dan dapat dipergunakan di daerah terpencil dengan

hasil yang cukup baik bila cara pemasangan, indikasi, kontraindikasi serta

perawatan setelah pemasangan diketahui dengan baik.

Bentuk-bentuk Pemasangan GIPS

Beberapa bentuk pemasangan gips yang dapat dilakukan adalah :

1. Bentuk lembaran sehingga gips menutup separuh atau dua pertiga lingkaran

permukaan anggota gerak.

2. Gips lembaran yang dipasang pada kedua sisi antero-posterior anggota

Page 39: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

gerak sehingga merupakan gips yang hampir melingkar.

3. Gip sirkuler yang dipasang lengkap meliputi seluruh anggota gerak.

4. Gips yang ditopang dengan besi atau karet dan dapat dipakai untuk

menumpu atauberjalan pada patahtulang anggota gerak bawah

Indikasi

Indikasi pemasangan gips adalah :

1. Untuk pertolongan pertama pada faktur (berfungsi sebagai bidal).

2. Imobilisasi sementara untuk mengistirahatkan dan mengurangi nyeri

misalnya gips korset pada tuberkulosis tulang belakang atau pasca operasi

seperti operasi pada skoliosis tulang belakang.

3. Sebagai pengobatan definitif untuk imobilisasi fraktur terutama pada anak-

anak dan fraktur tertentu pada orang dewasa.

4. Mengoreksi deformitas pada kelainan bawaan misalnya pada talipes

ekuinovarus kongenital atau pada deformitas sendi lutut oleh karena

berbagai sebab.

5. Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis.

6. Imobilisasi untuk memberikan kesempatan bagi tulang untuk menyatu

setelah suatu operasi misalnya pada artrodesis.

7. Imobilisas setelah operasi pada tendo-tendo tertentu misalnya setelah

operasi tendo Achilles.

8. Dapat dimanfaatkan sebagai cetakan untuk pembuatan bidai atau protesa.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :

1.      Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan.

2.      Gips patah tidak bisa digunakan.

3.      Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien.

4.      Jangan merusak atau menekan gips.

5.      Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips/ menggaruk.

6.      Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.

Kelebihan

Kelebihan pemakaian gips adalah :

1.      Mudah didapatkan.

2.      Murah dan mudah dipergunakan oleh setiap dokter.

3.      Dapat diganti setiap saat.

Page 40: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

4.      Dapat dipasang dan dibuat cetakan sesuai bentuk anggota gerak.

5.      Dapat dibuat jendela/lubang pada gips untuk membuka jahitan atau

perawatan luka selama imobiliasi.

6.      Koreksi secara bertahap jaringan lunak dapat dilakukan membuat sudut

tertentu.

7.      Gips bersifat rediolusen sehingga pemeriksaan foto rontgen tetap dapat

dilakukan walaupun gips terpasang.

8.      Merupakan terapi konservatif pilihan untuk menghindari operasi.

Kekurangan

Di samping kelebihannya, terdapat pula beberapa kekurangan

pemakaian gips yang perlu diperhatikan yaitu :

1. Pemasangan gips yang ketat akan memberikan gangguan atau tekanan

pada pembuluh darah, saraf atau tulang itu sendiri.

2. Pemasangan yang lama dapat menyebabkan kekakuan pada sendi dan

mungkin dapat terjadi.

3. Disus osteoporosis dan atrofi.

4. Alergi dan gatal-gatal akibat gips.

5. Berat dan tidak nyaman dipakai oleh penderita.

Perawatan Gips

Hal-hal yang perlu diperhatikan setelah pemasangan gips adalah :

1. Gips tidak boleh basah oleh air atau bahan lain yang mengakibatkan

kerusakan gips.

2. Setelah pemasangan gips harus dilakukan follow u yang teratur, tergantung

dari lokalisasi pemasangan.

3. Gips yang mengalami kerusakan atau lembek pada beberapa tempat, harus

diperbaiki.

Page 41: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

Farmakologi

1. Cepazolin

Indikasi: infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif.

Infeksi saluran pernafasan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan jaringan lunak,

tulang dan sendi, septikemia (keracunan darah oleh bakteri patogenik dan atau zat-

zat yang dihasilkan oleh bakteri tersebut), endokarditis (radang endokardium

jantung) dan infeksi lain. Pencegahan infeksi perioperasi.

Kontraindikasi: hipersensitivitas.

Perhatian: hipersensitivitas terhadap Penisilin, gangguan fungsi ginjal.

Efek samping: reaksi hipersensitivitas, diare, eosinofilia, kandidasis pada rongga

mulut dan alat kelamin.

Dosis

Pencegahan infeksi sebelum operasi: 1 gr secara intravena/intramuskular 0.5-1 jam

sebelum pembedahan dimulai

Untuk prosedur yang panjang /lama: 0.5 gr secara intravena/intramuskular selama

pembedahan.

Setelah operasi: 0.5-1 gr setiap 6-8 jam selama 24 jam

Infeksi: Dewasa 1 gr sehari, dapat ditingkatkan menjadi 3-5 gram. Anak-anak 20-

40 mg/kg BB/hari dalam 2-4 dosis terbagi, dapat ditingkatkan sampai 100 mg/kg

BB.

2. Tramadol

Komposisi:

Tiap tablet mengandung:

Tramadol HCl 50 mg

Indikasi:

Efektif untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca pembedahan.

Dosis umum:

Dosis tunggal 50 mg. Dosis tersebut biasanya cukup untuk meredakan nyeri, apabila

masih terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg setelah selang waktu 30-60 menit.

Dosis maksimum:

400 mg sehari. Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita.

Penderita gangguan hati dan ginjal dengan creatinine clearances <30 ml/menit:

50-100 mg setiap 12 jam, maksimum 200 mg sehari.

Page 42: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

Peringatan dan perhatian:

Pada penggunaan jangka panjang dapat terjadi ketergantungan, sehingga

dokter harus menentukan lama pengobatan.

Tramadol tidak boleh diberikan pada penderita ketergantungan obat.

Hati-hati penggunaan pada penderita trauma kepala, meningkatnya tekanan

intrakranial, gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat atau hipersekresi

bronkus, karena dapat mengakibatkan meningkatnya resiko kejang atau syok.

Penggunaan bersama dengan obat-obat penekanan SSP lain atau penggunaan

dengan dosis berlebihan dapat menyebabkan menurunnya fungsi paru.

Penggunaan selama kehamilan harus mempertimbangkan manfaat dan

resikonya baik terhadap janin maupun ibu.

Hati-hati penggunaan pada ibu menyusui, karena tramadol diekskresikan

melalui ASI.

Tramadol dapat mengurangi kecepatan reaksi penderita, seperti kemampuan

mengemudikan kendaraan ataupun mengoperasikan mesin.

Depresi pernapasan akibat dosis yang berlebihan dapat dinetralisir dengan

nalokson, sedangkan kejang dapat diatasi dengan pemberian benzodiazepin.

Meskipun termasuk antagonis opiat, tramadol tidak dapat menekan gejala

withdrawal akibat pemberian morfin.

Efek samping:

Efek samping yang umum terjadi seperti pusing, sedasi, lelah, sakit kepala, pruritus,

berkeringat, kulit kemerahan, mulut kering, mual, muntah. Dispepsia dan obstipasi.

Efek samping yang berupa ketergantungan sangat jarang terjadi.

Kontraindikasi

Penderita yang hipersensitif terhadap Tramadol atau Opiat dan penderita yang

mendapatkan pengobatan dengan penghambat MAO, intoksikasi akut dengan alkohol,

hipnotika, analgetik atau obat-obat yang mempengaruhi SSP lainnya.

3. Gentanycin

Indikasi:

Untuk pengobatan infeksi kulit primer maupun sekunder seperti impetigo kontagiosa,

ektima, furunkulosis. pioderma, psoriasis dan macam-macam dermatitis lainnya.

Kontra Indikasi:

Page 43: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

Alergi terhadap gentamisina.

Komposisi:

Tiap gram salep mengandung gentamisina sulfatsetara dengan gentamisina 1 mg.

Peringatan dan Perhatian:

Penggunaan antibiotika topikal kadang-kadang menyebabkan suburnya pertumbuhan

mikroorganisme yang tidak sensitif terhadap antibiotika, seperti jamur.

Bila hal ini terjadi atau terdapat iritasi, sesitisasi atau superinfeksi, pengobatan dengan

Gentamisina harus dihentikan dan harus diberi terapi pengganti yang tepat.

Gentamisina tidak untuk pengobatan mata.

Obat-obat bakterisid tidak efektif terhadap infeksi kulit yang disebabkan virus

dan jamur.

Karena keamanan pemakaian Gentamisina pada wanita hamil secara absolut

belum dipastikan, tidak boleh digunakan pada wanita hamil dalam jumlah yang

banyak atau periode waktu yang lama.

Efek Samping:

Iritasi ringan, eritema dan pruritus.

4. Ketorolak

Indikasi

Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut

sedang sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total Ketorolac tidak boleh

lebih dari lima hari. Ketorolac secara parenteral dianjurkan diberikan segera

setelah operasi. Harus diganti ke analgesik alternatif sesegera mungkin, asalkan

terapi Ketorolac tidak melebihi 5 hari. Ketorolac tidak dianjurkan untuk digunakan

sebagai obat prabedah obstetri atau untuk analgesia obstetri karena belum diadakan

penelitian yang adekuat mengenai hal ini dan karena diketahui mempunyai efek

menghambat biosintesis prostaglandin atau kontraksi rahim dan sirkulasi fetus.

Kontraindikasi

Pasien yang sebelumnya pernah mengalami alergi dengan obat ini, karena ada

kemungkinan sensitivitas silang.

Pasien yang menunjukkan manifestasi alergi serius akibat pemberian Asetosal atau

obat anti-inflamasi nonsteroid lain.

Pasien yang menderita ulkus peptikum aktif.

Penyakit serebrovaskular yang dicurigai maupun yang sudah pasti.

Page 44: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

Diatesis hemoragik termasuk gangguan koagulasi.

Sindrom polip nasal lengkap atau parsial, angioedema atau bronkospasme.

Terapi bersamaan dengan ASA dan NSAID lain.

Hipovolemia akibat dehidrasi atau sebab lain.

Gangguan ginjal derajat sedang sampai berat (kreatinin serum >160 mmol/L).

Riwayat asma.

Pasien pasca operasi dengan risiko tinggi terjadi perdarahan atau hemostasis

inkomplit, pasien dengan antikoagulan termasuk Heparin dosis rendah (2.500–

5.000 unit setiap 12 jam).

Terapi bersamaan dengan Ospentyfilline, Probenecid atau garam lithium.

Selama kehamilan, persalinan, melahirkan atau laktasi.

Anak < 16 tahun.

Pasien yang mempunyai riwayat sindrom Steven-Johnson atau ruam vesikulobulosa.

Pemberian neuraksial (epidural atau intratekal).

Pemberian profilaksis sebelum bedah mayor atau intra-operatif jika hemostasis benar-

benar dibutuhkan karena tingginya risiko perdarahan.

Dosis

Dewasa

Ampul : Dosis awal Ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 10–30

mg tiap 4 sampai 6 jam bila diperlukan. Harus diberikan dosis efektif terendah.

Dosis harian total tidak boleh lebih dari 90 mg untuk orang dewasa dan 60 mg

untuk orang lanjut usia, pasien gangguan ginjal dan pasien yang berat badannya

kurang dari 50 kg. Lamanya terapi tidak boleh lebih dari 2 hari. Pada seluruh

populasi, gunakan dosis efektif terendah dan sesingkat mungkin. Untuk pasien

yang diberi Ketorolac ampul, dosis harian total kombinasi tidak boleh lebih dari 90

mg (60 mg untuk pasien lanjut usia, gangguan ginjal dan pasien yang berat

badannya kurang dari 50 kg).

Efek samping

Tukak GI, pendarahan dan perfosami GI, pendahan paska operasi, gagal ginjal

akut, reaksi anafilaktoid, gagal hati.

5. Ranitidin

Indikasi

Pengobatan jangka pendek tukak duodenum aktif, tukak lambung aktif,

Page 45: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

mengurangi gejala refluks eksofagitis. Terapi pemeliharaan setelah penyembuhan

tukak duodenum dan lambung, sindrom Zollinger-Ellison.

Dosis

Intramuskular 50 mg tiap 6-8 jam (tanpa pengenceran), intravena bolus intermiten

50 mg (2 ml) tiap 6-8 jam (larut dalam larutan infus).

J. PROSES PENYEMBUHAN DAN REHABILITASI FRAKTUR

Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita fraktur

tersebut dapat kembali normal. Menurut kumar (1997), prinsip dasar penanganan

fraktur adalah aposisi dan immobilisasi serta perawatan setelah operasi yang baik.

Pertimbangan-pertimbangan awal saat menangani kasus fraktur adalah

menyelamatkan jiwa penderita yang kemungkinan disebabkan oleh banyaknya cairan

tubuh yang keluar dan kejadian shock, kemudian baru menormalkan kembali fungsi

jaringan yang mengalami kerusakan.

Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan. Tidak

seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan

parut. Proses penyembuhan pada fraktur mulai terjadi segera setelah tulang

mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai

terjadi konsolidasi.

Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik

sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan suatu

faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur.

Secara rinci proses penyembuhan fraktur dibagi dalam beberapa tahap sebagai

berikut :

1. Fase hematoma

Tiap fraktur biasanya disertai putusnya pembuluh darah sehingga terdapat

penimbunan darah di sekitar fraktur. Pembuluh darah robek dan membentuk

hematoma disekitar daerah fraktur. Hematoma ini disertai dengan pembengkakan

jaringan lunak. Tempat cedera tersebut akan diinvasi oleh makrofag yang bertugas

membersihkan daerah tersebut. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi

tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast.Pada

ujung tulang yang patah terjadi iskemia sampai beberapa milimeter dari garis

patahan yang mengakibatkan matinya osteosit pada daerah fraktur tersebut. Jika

Page 46: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

suplai darah ke pembuluh darah tidak adekuat tahap pertama dari pemulihan tulang

ini gagal dan proses penyembuhan tulang akan terhambat. Stadium ini berlangsung

24 – 48 jam.

2. Fase proliferative

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel-sel periosteal dan

endoosteal menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan

bone marrow yang telah mengalami trauma. Kemudian, hematoma akan terdesak

oleh proliferasi ini dan diabsorbsi oleh tubuh. Sel-sel yang mengalami proliferasi

ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan di sanalah osteoblast

beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Bersamaan dengan aktivitas sel-sel

sub periosteal maka terjadi aktifitas sel-sel dari kanalis medularis dari lapisan

endosteum dan dari bone marrow masing-masing fragmen. Proses dari periosteum

dan kanalis medularis dari masing-masing fragmen bertemu dalam satu preses

yang sama, proses terus berlangsung kedalam dan keluar dari tulang tersebut

sehingga menjembatani permukaan fraktur satu sama lain. Pada saat ini mungkin

tampak di beberapa tempat pulau-pulau kartilago, yang mungkin banyak

sekali,walaupun adanya kartilago ini tidak mutlak dalam penyembuhan tulang.

Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua

fragmen tulang yang patah. Pada fase ini sudah terjadi pengendapan kalsium. Fase

ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.

3. Fase pembentukan callus

Pada fase ini terbentuk fibrous callus dan disini tulang menjadi osteoporotik akibat

resorbsi kalsium untuk penyembuhan. Sel–sel yang berkembang memiliki potensi

yang kondrogenik dan osteogenik mulai membentuk tulang dan juga kartilago.

Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast yang mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Sel-sel osteoblas

mengeluarkan matriks intra selluler yang terdiri dari kolagen dan polisakarida,

yang segera bersatu dengan garam-garam kalsium, membentuk tulang immature

atau young callus. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago,

membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal makapada

akhir stadium akan terdapat dua macam callus yaitu didalam disebut internal callus

dan diluar disebut external callus. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang )

menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

Page 47: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

minggu setelah fraktur menyatu.

4. Fase konsolidasi

Pada fase ini callus yang terbentuk mengalami maturisasi lebih lanjut oleh

aktivitas osteoblas, callus menjadi tulang yang lebih dewasa (mature) dengan

pembentukan lamela-lamela. Pada setadium ini sebenarnya proses penyembuhan

sudah lengkap. Pada fase ini terjadi pergantian fibrous callus menjadi primary

callus. Fase ini terjadi sesudah empat minggu, namun pada umur-umur lebih

mudah lebih cepat. Secara berangsur-angsur primary bone callus diresorbsi dan

diganti dengan second bone callus yang sudah mirip dengan jaringan tulang yang

normal. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum

tulang kuat untuk membawa beban yang normal.

5. Fase remodeling

Pada fase ini secondary bone callus sudah ditimbuni dengan kalsium yang banyak

dan tulang sudah terbentuk dengan baik, serta terjadi pembentukan kembali dari

medula tulang. Apabila union sudah lengkap, tulang baru yang terbentuk pada

umumnya berlebihan, mengelilingi daerah fraktur di luar maupun di dalam kanal,

sehingga dapat membentuk kanal medularis. Dengan mengikuti stress/tekanan dan

tarik mekanis, misalnya gerakan, kontraksi otot dan sebagainya, maka callus yang

sudah mature secara pelan-pelan terhisap kembali dengan kecepatan yang konstan

sehingga terbentuk tulang yang sesuai dengan aslinya.

Proses penyembuhan tulang

Page 48: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

Bone Remodelling

Gangguan Penyembuhan Tulang

Berbagai faktor dapat menghambat, atau bahkan menghentikan penyembuhan tulang, yaitu :

1. Pergerakan

Pergerakan antara kedua ujung tulang, selain menimbulkan nyeri, juga berakibat

terjadinya kalus yang berlebihan dan menghalangi atau memperlambat proses

penyatuan jaringan. Apabila berlanjut, pergerakan ini akan menghalangi pembentukan

tulang dan diganti dengan jaringan ikat kolagen, sehingga akan terbentuk sendi palsu

pada tempat fraktur. Pergerakan yang lebih ringan akan menyebabkan pembentukan

kalus yang berlebihan sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk diresorpsi

dan menekan bangunan-bangunan disekitarnya.

2. Jaringan lunak yang ada di antara kedua ujung tulang

Page 49: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang
Page 50: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

K. Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Biodata

Nama : Tn. A

Umur : 31 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : -

Pendidikan : -

Pekerjaan : -

Suku/Bangsa : -

Tanggal masuk RS : -

Tanggal pengkajian : -

Diagnosa Medis : Fraktur Tertutup

B. Anamnesa

Keluhan utama

Tn. A mengeluh nyeri pada paha yang terpasang skeletal traksi (3 kg) dan

nyeri pada bagian tumit.

Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada saat diukur ekstremitas bawah kanan lebih panjang 10 cm dibandingkan

ekstremitas kiri. Pada tulang tibia telah dipasang pen 3 hari POD. Nyeri

dirasakan seperti disayat-sayat benda tajam. Nyeri bertambah saat dilakukan

perawatan luka. Skala nyeri 6 pada rentang 0-10. Nyeri berkurang bila

diistirahatkan.

Riwayat Kesehatan Dahulu

Pada kasus tidak teridentifikasi

Riwayat Penyakit Keluarga

Pada kasus tidak teridentifikasi

Aktivitas Sehari-hari

Aktivitas klien Tn. A terganggu, karena nyeri dan gerak yang terbatas

(imobilisasi) akibat pemasangan skeletal traksi pada paha dan terpasang pen

pada semua bentuk aktivitas klien jadi berkurang dan klien lebih butuh banyak

bantuan dari orang lain.

Pola Nutrisi dan Metaboilsme

Page 51: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

Klien fraktur harus mengonsumsi nutrisi yang melebihi kebutuhan sehari-

harinya seperti kalsium, zat besi, vitamin C, dan lainnya untuk membantu

proses pembentukan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien dapt

membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan

mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat, terutama kalsium

dan protein. Kurangnya sinar matahari yang diperoleh tubuh meruapakan

faktor predisposisi masalah muskuloskeletal erutama pada lansia. Selain itu,

obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

Pola Tidur dan Istirahat

Pada kasus klien Tn. A tidak teridentifikasi pola tidur dan istirahat, namun dari

data subjektif dapat disimpulkan bahwa klien merasakan nyeri pada paha yang

terpasang skeletal traksi dan tumitnya, yang mana nyeri tersebut menyebabkan

ketidaknyamanan sehingga pola tidur dan istirahatnya terganggu. Dan

biasanya semua klien fraktur biasanya merasa geraknya terbatas sehingga hal

ini dapat mengganggu pola dan tidur kebutuhan klien. Selain itu pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur,

kesulitan tidur, dan penggunaan obat tidur.

Pola Eliminasi

Untuk fraktur femur dan tibia, ada gangguan pada pola eliminasi dikarenakan

imobilisasi dan nyeri untuk bergerak, sehingga perlu dikaji frekuensi,

konsistensi, warna serta bau feses pada pola eliminasi. Pada pola eliminasi

urin dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlahnya.

Pada klien Tn. A pola eliminasi urin terdapat data laboratorium kreatinin =

0,76 (normal, karena nilai normalnya antara 0,6-1,2 mg/dl). Sementara pola

eliminasi bowel tidak teridentifikasi.

Pola Persepsi dan Konsep Diri

Pada klien Tn. A tidak teridentifikasi mengenai pola persepsi dan pola konsep

dirinya. Namun biasanya dampak yang timbul pada klien fraktur adalah timbul

ketakutan akn kecacatan akibat fraktur, rasa cemas, rasa ketidakmampuan

untuk melakukan aktivitas secara optimal dan gangguan citra diri.

Pola Penanggulangan Stres

Pada klien fraktur muncul cemas akan dirinya yaitu timbul kecacatan pada diri

dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien dapat tidak

efektif.

Page 52: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

Pada klien Tn. A beliau memiliki kecemasan karena ditandai dengan nyeri

yang seperti disayat-sayat seperti benda tajam.

Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Pola tata nilai dan keyakinan pada kasus Tn. A tidak teridentifikasi.

Klien dengan fraktur tidak bisa melaksanakan ibadah dengan baik, terutama

frekuensi dan konsentrasi dalam beribadah. Hal ini disebabkan rasa nyeri dan

keterbatasan gerak klien.

Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada klien fraktur biasanya merasa takut akan mengalami kecacatan pada

dirinya. Oleh karena itu, klien harus menjalani penatalaksanaan kesehatan

untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian dilakukan

pada kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat-obat steroid yang

mengganggu metabolisme kalsium, pengonsumsian alkohol yang dapat

mengganggu keseimbangan klien, dan apakah klien melakukan olahraga atau

tidak.

C. Pemeriksaan Fisik

Hal yang perlu diketahui dalam pemeriksaan fisik klien fraktur yaitu:

a. Gambaran Umum

Keadaan umum, keadaan baik buruknya klien. Hal-hal yang perlu dicatat

adalah:

- Kesadaran klien: kompos mentis, karena klien masih bisa dilakukan

pengkajian dan mengungkapkan keluhannya.

- Kesakitan, keadaan penyakit: fraktur tertutup golongan akut karena klien

dilakukan pemasangan skeletal traksi.

- Tanda-tanda vital: 1. RR = 18x/menit (normal, rentang = 16

24x/menit)

2. Nadi = 78x/menit (normal, rentang =

3. TD = 110/70mmHg (normal,

4. CRT = 3 detik (normal, N = kurang dari 3

Detik).

- Data laboratorium: 1. Hb = 10,6 gr/dl (abnormal, rentangnya = 16-18gr/dl)

2. Ht = 37%

3. leukosit = 21.200/mm3 (abnormal, N =

5.000-10.000/mm3)

Page 53: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

4. Trombosit = 171.000 mm3/grdl ( normal, N =

150.000

350.000mm3grdl

5. MCV = 87,9 (normal, rentang = 80-96)

6. MCH = 29,8 (normal, rentang = 27-33)

7. MCHC = 33,9 (normal, rentang = 33-36)

8. Creatinin = 0,76 (normal, rentang = 0,6

1,2 mg/dl)

9. Na = 138 (normal, rentang = 135-145)

10. Kalium = 4,0 (normal, rentang = 3,5-5)

11. ALT = 15 (normal, N = <25).

Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

Perawat harus memperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal klien

terutama mengenai status neurovaskuler.

b. Keadaan Lokal

Inspeksi

- Sikatriks (jaringan parut, baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi).

- Fistula

- Warna kemerahan atau kebiruan (lipid)/ hiperpigmentasi.

- Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal abnormal.

- Posisi dan bentuk ekstremitas (deformitas).

- Posisi jalan.

Palpasi

Pada waktu akan palpasi posisi klien diperbaiki mulai dari posisi netral atau

posisi anatomi.

- Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.

- Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau edema

terutama disekitar persendian.

- Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, letak kelainan (1/3 proksimal, tengah

atau distal).

- Tonus otot pada relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu, periksa status

neurovaskuler. Apabila ada benjolan perawat perlu mendeskripsikan

Page 54: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau

permukaan nyeri atau tidak dan ukurannya.

- Pergerakan terutama rentang gerak, perawat memeriksa dengan

menggerakan ekstremitas ada keluhan nyeri atau tidak.

D. Analisa Data

No. DATA ETIOLOGI MASALAH

KEPERAWATAN

1. DO :

Nyeri pada skala 6

pada rentang 0-10,

terpasang skeletal

traksi

DS :

Klien mengeluh nyeri

pada paha dan tumit,

nyeri dirasakan seperti

disayat-sayat benda

tajam, nyeri bertambah

bila sedang dilakukan

perawatan luka

Perdarahan kerusakan

tulang dan jaringan sekitar

Hematom pada kanal

medula antara tepi tulang

dibawah dengan jaringan

tulang mengatasi fraktur

Vasodilatasi plasma

Inflamasi

Mediator kimia

Masuk ke dorsal cord

Substansi glatinosa

Fraktus spintalamikus

Talamus

Korteks serebri

nyeri

Nyeri b.d peningkatan

permeabilitas kapiler,

trauma, ditandai dengan

pemasangan skeletal

traksi

Page 55: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

2. DO:

Nyeri pada skala 6

pada rentang 0-10

terpasang skeletal

traksi pada paha

DS :

Klien mengeluh

nyeri pada paha

dan tumit, nyeri

dirasakan

seperti disayat-

sayat benda

tajam, nyeri

bertambah bila

sedang

dilakukan

perawatan luka.

Kecelakaan

Benturan pada tulang

Trauma

Diskontinuitas

Pergeseran tulang

Ekstremitas tidak

berfungsi dengan baik

Gangguan mobilisasi

Gangguan mobilitas fisik

b.d fraktur, pergerakan

fragmen tulang ditandai

dengan pemasangan

skeletal traksi pada paha

3. DO:

pemasangan

skeletal traksi

DS: -

Trauma

Pemasangan traksi

Keterbatasan fisik,

terbaring lama

Tekanan

Sirkulasi terhambat

Iritasi

Gangguan integritas kulit

Gangguan integritas kulit

b.d pemasangan skeletal

traksi

4. DO: Perdarahan, kerusakan Gangguan perfusi

Page 56: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

CRT 3 detik

Hb = 10,6 gr/dl

DS: -

tulang dan jaringan sekitar

Volume darah menurun

Hb menurun

Ht menurun

Oksigen ke jaringan

menurun

Gangguan perfusi jaringan

CRT = 3 detik

jaringan b.d hematoma

ditandai dengan CRT 3

detik, Hb = 10,6 gr/dl

5. DO :

Leukosit=

21.200/mm3

Terpasang

skeletal traksi

pada paha.

DS : -

Kecelakaan

Benturan

Trauma

Patah tulang

Luka pada kaki kanan

Pemasangan fiksasi

Kemungkinan perawatan

tidak steril

infeksi

Infeksi b.d jaringan

traumatik, ditandai

dengan leukosit

21.200/mm3

6. DO:

Terpasang skeletal

traksi pada paha.

Kecelakaan

Benturan pada tulang

Ansietas b.d pemasangan

traksi, kondisi fisik .

Page 57: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

DS:

Nyeri pada paha dan

tumit, nyeri seperti

disayat-sayat benda

tajam.

Trauma

Pemasangan traksi

keterbatasan gerak,

terbaring lama

perubahan peran hidup

banyak pikiran

ansietas

No. Diagnosa

Keperawatan

Tujuan Asuhan Keperawatan

Intervensi Rasional

1. Nyeri b.d

peningkatan

permeabilitas

kapiler,

pemasangan

skeletal traksi

ditandai dengan:

DO :

Nyeri pada

skala 6 pada

rentang 0-10,

terpasang

skeletal traksi

DS :

Klien

mengeluh

nyeri pada

Tupan :

Nyeri klien

berkurang

Tupen :

Klien

mengatakan

nyerinya

berkurang

Klien mampu

mendemonstras

ikan kembali

teknik relaksasi

atau distraksi

Ekspresi wajah

klien tenang

Klien dapat

melakukan

Mandiri

Kaji jenis dan

lokasi nyeri serta

ketidaknyamanan

pasien.

Kaji

ketidaknyamana

n pasien.

Gunakan uapaya

mengontrol

nyeri:

a. Meninggika

n ekstremitas

yang cedera

setinggi

jantung.

b. Memantau

Nyeri dan nyeri

tekan kemungkinan

akan dirasakan pada

pasien fraktur; dan

kerusakan jaringan

lunak; spasme otot

terjadi sebagai

respon terhadap

cedera dan

imobilisasi.

Pengkajian nyeri

merupakan dasar

bagi perencanaan

intervensi

keperawatan.

a. Mengontrol

Page 58: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

paha dan

tumit, nyeri

dirasakan

seperti

disayat-sayat

benda tajam,

nyeri

bertambah

bila sedang

dilakukan

perawatan

luka

perubahan

posisi dengan

tidak merasa

nyeri.

pembengkak

an dan status

neurovaskul

er.

Ajarkan teknik

relaksasi :

Teknik-teknik

mengurangi

ketegangan

otot rangka

dapat

mengurangi

intensitas

nyeri dan

meningkatkan

relaksasi

masase.

Ajarkan

metode

distraksi

selama nyeri

akut.

Berikan

kesempatan

waktu istirahat

bila terasa

nyeri dan

berikan posisi

nyaman,

misalnya

waktu tidur

belakang

tubuh

dipasang

edema dengan

memperbaiki

drainase.

b. Edema dan

perdarahan ke

dalam jaringan

yang

mengalami

trauma

mengakibatkan

tidak nyaman

nyeri yang tak

tertahankan.

Teknik ini

melancarkan

peredaran darah

sehingga

kebutuhan

oksigen pada

jaringan

terpenuhi dan

nyeri

berkurang.

Mengalihkan

perhatian klien

terhadap nyeri

ke hal-hal yang

menyenangkan.

Isyirahat

merelaksasi

jaringan

sehingga

meningkatkan

kenyamanan.

Page 59: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

bantal kecil.

Tingkatkan

pengetahuan

tentang sebab-

sebab nyeri

dan

hubungkan

dengan beraa

lama nyeri

akan

berlangsung.

Berikan

tramadol 2x1

(drift) dan

ketorolac 2x1.

Observasi

tingkat nyeri

dan respon

motorik klien

30 menit

setelah

pemberian

obat untuk

mengkaji

efektifitas dan

1-2 jam

setelah

tindakan

perawatan

selama 1-2

hari.

Pengetahuan

tentang sebab-

sebab nyeri

membantu

mengurangi

nyeri dan

meningkatkan

kepatuhan klien

terhadap

program

perawatan.

Megobati nyeri

akut dan kronik

yang berat,

nyeri paska

operasi, dan

penanganan

jangka pendek

untuk nyeri

berat.

Setelah

melaksanakan

pengkajian

yang optimal

perawat akan

memperoleh

data yang

objektif untuk

mencegah

kemungkinan

komplikasi dan

melakukan

intervensi yang

Page 60: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

tepat.

2. Gangguan

mobilitas fisik

b.d fraktur,

pergerakan

fragmen tulang

ditandai dengan

pemasangan

skeletal traksi

pada paha

DO:

Nyeri pada

skala 6 pada

rentang 0-10

terpasang

skeletal traksi

pada paha

DS :

Klien

mengelu

h nyeri

pada

paha dan

tumit,

nyeri

dirasakan

seperti

disayat-

sayat

benda

tajam,

nyeri

bertamba

Tupan: klien

mampu

melaksanakan

aktivitas fisik

Tupen:

Klien dapat

ikut serta

dalam

program

latihan

Menunjuka

n tindakan

untuk

meningkat

kan

mobilitas

Mandiri

Kaji mobilitas

yang ada dan

observasi

adanya

peningkatan

kerusakan.

Kaji secara

teratur fungsi

motorik.

Atur posisi

imobilisasi

pada tungkai

bawah.

Ajarkan klien

untuk

melakukan

gerak aktif

pada

ekstremitas

yang sehat.

Bantu klien

melakukan

ROM dan

perawatan diri

sesuai

toleransi.

Kolaborasi

Kolaborasi

dengan ahli

fisioterapi

untuk melatih

Mengetahui

tingkat

kemampuan

klien dalam

melakukan

aktivitas.

Imobilisasi

yang adekuat

dapat

mengurangi

pergerakan

fragmen tulang

yang menjadi

unsur utama

penyebab nyeri.

Gerakan aktif

memberikan

massa, tonus,

dan kekuatan

otot, serta

memperbaiki

fungsi jantung

dan pernapasan.

Untuk

mempertahanka

n fleksibilitas

sendi sesuai

kemampuan.

Kemampuan

mobilisasi

ekstremitas

Page 61: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

h bila

sedang

dilakuka

n

perawata

n luka. fisik klien

dapat

ditingkatkan

dengan latihan

fisik dari tim

fisioterapi.

3. Gangguan

integritas kulit

b.d pemasangan

skeletal traksi

DO:

pemasangan

skeletal traksi

DS:

Tupan: integritas

kulit normal

Tupen:

ketidakny

amanan hilang

menunjukan

perilaku

mencegah

kerusakan kulit

Mandiri

Pertahankan

tempat tidur yang

nyaman dan aman

(kering, bersih,

bantalan di

tonjolan tulang).

Masase kulit

terutama di daerah

penonjolan tulang

dan area distal

bebat/gips.

Lindungi kulit dan

gips pada daerah

perianal.

Observasi

keadaan kulit,

penekanan

gips/bebat

terhadap kulit,

insersi pen atau

traksi

Menurunkan risiko

kerusakan/aberasi

kulit yang lebih

luas.

Meningkatkan

sirkulasi perifer

dan meningkatkan

kelemasan kulit

dan otot terhadap

tekanan yang

relatif konstan

pada imobilisasi.

Mencegah

gangguan

integritas kulit dan

jaringan akibat

kontaminasi fekal.

Menilai

perkembangan

masalah klien.

4. Gangguan

perfusi jaringan

b.d hematoma

ditandai dengan

CRT 3 detik

Mandiri

Awasi tanda vital.

Palpasi nadi

perifer, perhatikan

kekuatan dan

Indikator umum

status sirkulasi dan

keadekuatan

perfusi.

Page 62: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

DO:

CRT 3

detik

DS:

kesamaan.

Lakukan

pengkajian

neurovaskuler

periodik, contoh

sensasi, gerakan,

nadi, warna kulit,

dan suhu.

Evaluasi tungkai

bawah yang tidak

mengalami cedera.

Kolaborasi :

Berikan cairan IV

atau produk darah

sesuai indikasi.

Awasi

pemeriksaan

laboratorium,

contoh Hb

Pembebatan yang

terlalu kuat dapat

mengganggu

sirkulasi dan

mengakibatkan

nekrosis jaringan.

Peningkatan insiden

pembentukan

trombus pada

pasien dengan

penyakit vaskuler

sebelumnya atau

perubahan diabetik.

Mempertahankan

volume sirkulasi

untuk

memaksimalkan

perfusi jaringan.

Indikator

hipovolemia atau

dehidrasi yang

dapat mengganggu

perfusi jaringan.

5. Infeksi b.d

jaringan

traumatik,

ditandai dengan

leukosit

21.200/mm3

DO :

Leukosit=

21.200/mm3

DS :

Tupan :

Mampu

mengembangka

n mekanisme

koping untuk

menghadapi

masalah secara

efektif

Tupen :

Mengungkapka

Mandiri

Lakukan

perawatan pen

steril dan

perawatan

luka sesuai

protokol.

Ajarkan klien

untuk

mempertahank

Mencegah

perluasan

infeksi.

Meminimalkan

kontaminasi

penyebab

infeksi.

Peningkatan

leukosit

Page 63: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

n pemahaman

tentang

perubahan

tubuh , dan

penerimaan

diri dalam

situasi

an sterilitas

insersi pen.

Analisa hasil

pemeriksaan

laboratorium.

Observasi

tanda-tanda

vital dan

tanda-tanda

peradangan

lokal pada

luka.

Kolaborasi

a. Berikan

cefazolin 2x1

b. Berikan

gentamisin

2x1

menandakan

respon tubuh

terhadap

infeksi.

Mengevaluasi

masalah

perkembangan

klien.

a. Untuk mengatasi

infeksi yang

disebabkan oleh

bakteri gram

negatif dan gram

positif. Infeksi

jaringan lunak dan

kulit, tulang dan

sendi.

b. Infeksi saluran

kulit dan

jaringan lunak.

6. Ansietas b.d

pemasangan

traksi, kondisi

fisik .

DO:

Terpasan

g skeletal

traksi

Tupan: ansietas

hilang atau

berkurang.

Tupen:

Klien mengenal

perasaannya

Klien dapat

mengidentifikas

i penyebab atau

faktor yang

memengaruhin

ya

Dan

Mandiri

Kaji tanda verbal

dan nonverbal

ansietas, dampingi

klien, dan lakukan

tindakan bila klien

menunjukan

perilaku merusak.

Hindari konfrontasi.

Tingkatkan

kontrol sensasi

klien.

Beri

reaksi

verbal/nonverbal

dapat menunjukan

rasa agitasi, marah,

dan gelisah.

Konfrontasi dapat

meningkatkan rasa

marah,

menurunkan kera

sama, dan mungkin

memperlambat

penyembuhan.

Kontrol sensasi

Page 64: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

menyatakan

merasa tenang

kesempatan

klien untuk

mengungkapk

an

ansietasnya.

Berikan

privasi klien

dan orang

terdekatnya

klien (dalam

mengurangi

ketakutan) dengan

cara memberikan

informasi tentang

keadaan klien,

menekankan

penghargaan

terhadap sumber-

sumber koping

(pertahanan diri)

yang positif,

membantu latihan

relaksasi dan

teknik-teknik

pengalihan, serta

memberikan

umpan balik yang

positif.

Dapat

menghilangkan

ketegangan terhadap

kekhawatiran yang

tidak diekspresikan

Memberi waktu

untuk

mengekspresikan

perasaan serta

menghilangkan

ansietas da perilaku

adaptasi. Adanya

keluarga dan teman-

teman yang dipilih

klien untuk

Page 65: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

melakukan aktivitas

dan pengalihan

perhatian akan

mengurangi

perasaan isolasi.

Page 66: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang

Daftar Pustaka

Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatn Medikal bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinis. Edisi 9.

Jakarta. EGC.

C.Pearce, Evelyn. 1992. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Djoko Simbardjo. Fraktur Batang Femur. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian

Bedah FKUI.

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Gibson, John. 2003. Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat. Jakarta: EGC.

Hardaya, Yuda. 2011. Tentang Fraktur Tulang. (online).

(http://dokterbedahmalang.com/tentang-fraktur-tulang/). Diakses 18 November 2011.

Mutaqin, Arif. 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal: Seri Asuhan Keperawatan.

Jakarta: EGC.

Rasjad, C. 2007. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi ed. III. Yarsif Watampone. Makassar:

pp. 352-489

Rina, Amelia. 2011. Traksi dan Gips. (online).

(http://ameliarina.blogspot.com/2011/03/traksi-dan-gips.html). Diakses 19 November 2011.

Sjamsuhidajat, R. dan de Jong, Wim (Editor). 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta:

EGC.

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzane C. 2001. Buku Ajar Keperawtan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Supardi, Edy. dkk. 2009. Fraktur dan Dislokasi. (online).

(http:www.scribd.com/doc/23128712/Asuhan-Keperawatn-Klien-dengan-Fraktur). Diakses

17 November 2011

.

Page 67: Makalah Kasus Sgd 1 Fraktur Tulang