View
11
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PERBANDINGAN KINERJA PURIFIKASI BIOGAS
MENGGUNAKAN NaOH DAN Ca(OH)2 DISEKITAR
TITIK JENUH LARUTAN
SKRIPSI
TEKNIK MESIN KONSENTRASI TEKNIK KONVERSI ENERGI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Teknik
BENIDIKTUS LOVIAN WICAHYO
NIM. 135060201111074
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2017
DAFTAR PUSTAKA
Al Seadi, T. (2008). Biogas HandBook. Esbjerg, Denmark : ISBN 978-87-992962-0-0
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. (2016). Outlook Energi Indonesia 2016.
Jakarta : ( BPPT). ISBN 978-602-74702-0-0
Cundari, L., Selpiana., Wijaya, C.K. & Sucia, A. (2014). Pengaruh penggunaan solven
natrium karbonat (na2co3) terhadap absorpsi co pada biogas kotoran sapi
dalam spray column. Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 20, Desember 2014
Chang, R. (2003). Kimia Dasar edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Han, S.J., Yoo, M. Kim, D.W. & Wee, J.H. Carbon Dioxide Capture Using Calcium
Hydroxide Aqueous Solution As The Absorbent. Energy Fuels 2011, 25, 3825-
3834
Hotma, L. (2015). Pengaruh Jumlah Lubang Bubble Generator dan Kosentrasi NaOH
Terhadap Kandungan CH4 dan CO2 Pada Purifikasi Beringkat Sistem Kontinyu.
Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Malang: Universitas Brawijaya.
Kumoro, A. K. & Hadiyanto. (2000). Absorpsi Gas Karbondioksid Dengan Larutan Soda
Api Dalam Kolom Unggun Tetap. Forum Teknik Jilid 24, No. 2.
Kordlylewski, W., Sawicka, D. & Falkowski, T. Laboratory tests on the efficiency of
carbon dioxide capture from gases in naoh solutions. Journal of ecological
engineering Volume 14, No. 2, April 2013, pp. 54–62
Mitzlaff, K.V. (1988). Engines Of Biogas. Deutsche Gesellschaft Fur Technische
Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, Germany.
Pranowo, P. S. (2014). Efektivitas Absorben Dengan Variasi Tinggi Tubing Dalam
Penyerapan Gas Karbondioksida Pada Sistem Purifikasi Gas. Skripsi. Tidak
Dipublikasikan. Malang: Universitas Brawijaya.
Putra, I. A. S. (2016). Pengaruh Laju Aliran Biogas Terhadap Purifikasi dan Penyimpanan
CH4 Dengan Sistem Kompresi. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Malang :
Universitas Brawijaya.
Tajalli, A. (2015). Panduan Penilaian Potensi Biomassa Sebagai Symber Energi Alternatif
Di Indonesia. Jakarta. Penabulu Alliance.
Uwar, A.N., Wardana, ING. & Widhiyanuriyawan, D. (2012). Karakteristik Pembakaran
CH4 Dengan Penambahan CO2 Pada Model Shaw Cell Pada Penyalaan Bawah.
Junal Rekayasa Mesin Vol.3, No. 1 Tahun 2012 : 249-257
Walsh, J. L., Ross, C.C., Smith, M.S. & Wilkins, W. A. (1988). Handbook on Biogas
Utilization. Georgia. The Environment, Health, and Safety Division Georgia
Tech Research Institute Atlanta.
Widhiyanuriyawan, D. & Sugiarto. (2014). Biogas Purification Using Natural Zeolite and
NaOH. Applied Mechanics and Materials Vol. 664 (2014) pp 415-418.
Widhiyanuriyawan, D., Hamidi, N. & Trimandoko, C. (2014). Purifikasi Biogas dengan
Variasi Ukuran dan Massa Zeolit terhadap Kandungan CH4 dan CO2. Jurnal
Rekayasa Mesin Vol.5, No.3 : 27-32.
Yincheng, G., Zhenqi, N. & Wenyi, L. (2011). Comparison of removal efficiencies of
carbon dioxide between aqueous ammonia and NaOH solution in a fine spray
column. Energy Procedia 4 (2011) 512–518
Yoo, M., Han, S.A. & Wee, J.H. (2012). Carbon dioxide Capture Capacity of Sodium
Hydroxide aqueous Solution. Journal Of Environmental Management 114
(3013) 512-519
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi dengan judul
“Perbandingan Kinerja Purifikasi Biogas Menggunakan NaOH dan Ca(OH)2 Disekitar Titik
Jenuh Larutan” ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyelesaian skripsi ini telah dibantu
oleh banyak pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini :
1. Dr.Eng. Nurkholis Hamidi, S.T., M.Eng., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas
Teknik Universitas Brawijaya.
2. Purnami ST., MT, selaku Sekertaris Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya.
3. Dr.Eng. Widya Wijayanti, ST., MT, selaku Ketua Program Studi S-1 Jurusan Teknik
Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
4. Dr.Eng. Denny Widhiyanuriyawan, ST., MT, selaku dosen pembimbing I skripsi dan
Kepala Laboratorium Tenaga Surya dan Energi Alternatif yang telah memberikan
pengarahan, bimbingan dan motivasi selama penyusunan laporan skripsi.
5. Khairul Anam ST., M.Sc. selaku dosen pembimbing II skripsi yang telah memberikan
pengarahan, bimbingan dan motivasi selama penyusunan laporan skripsi.
6. Bayu Satria Wardana, ST., M.Eng. selaku dosen penasehat akademik Jurusan Teknik
Mesin Universitas Brawijaya.
7. Bapak I Putu Jasmani dan Ibu Yohana Fransiska Mujiati sebagai kedua orang tua saya
atas kasih sayang, doa, dan motivasi, dukungan moral dan materil yang diberikan selama
ini.
8. Whanarian Mukti Cahyo sebagai kakak dan Arma Medika Triwicahyo sebagai adik yang
selalu memberi motivasi
9. Ayah Antonius Juwari yang selalu memberi pengarahan saat masih diberi kehidupan
10. Seluruh Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin yang telah banyak memberikan ilmu
pengetahuan yang sangat mendukung selama penyusunan skripsi ini.
11. Seluruh Staf Administrasi Jurusan Teknik Mesin Universitas Brawijaya yang telah
banyak membantu dalam pengurusan administrasi.
12. Rekan-rekan Asisten Laboratorium Tenaga Surya dan Energi Alternatif Dwiki, Falih,
Yunus, dan Farhan yang telah banyak membantu.
ii
13. Teman-teman Mesin angkatan 2013 yang selalu memberikan semangat, motivasi, serta
seluruh dukungan yang diberikan.
14. Teman-teman ARM’2013 yang selalu memberikan semangat, motivasi, serta seluruh
dukungan yang diberikan
15. Saudara Thowil, Agung dan Fahmi selaku teman seperjuangan dalam menyelesaikan
skripsi yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan permasalahan.
16. Seluruh pihak terkait yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu penulis menerima segala kritik yang bersifat membangun di kemudian hari.
Akhirnya penulis berharap semoga penulisan skripsi bermanfaat bagi semua pihak.
Malang, Juni 2017
Penulis
Lampiran 1 Tabel Propertis CH4
Massa Jenis CH4
Tekanan = 1 atm = 0,101325 Mpa
Temperature = 20OC
Interpolasi
300 − 293
290 − 293=
0.65 − 𝑎
0.68 − 𝑎
7
−3=
0.65 − 𝑎
0.68 − 𝑎
𝑎 = 0.671 𝑘𝑔
𝑚3
Lampiran 2 Perhitungan LHV dan HHV CH4
𝐶𝐻4 + 2(𝑂2 + 3.76 𝑁2) → 𝐶𝑂2 + 2𝐻2𝑂 + 7.52 𝑁2
∆ 𝐻𝑐 = 𝐻𝑟𝑒𝑎𝑘𝑡𝑎𝑛 − 𝐻𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
𝐿𝐻𝑉 = ∆ 𝐻𝑐 = 𝐻𝑟𝑒𝑎𝑘𝑡𝑎𝑛 − 𝐻𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
𝐿𝐻𝑉 = (∆𝐻𝐶𝐻4𝑜 ) + 2(∆𝐻𝑂2
𝑜 ) + 7,52(∆𝐻𝑁2𝑜 ) − (∆𝐻𝐶𝑂2
𝑜 ) − (∆𝐻𝐻2𝑂𝑜 )𝑢𝑎𝑝 − 7.52(∆𝐻𝑁2
𝑜 )
𝐿𝐻𝑉 = −74,87 + 0 + 0 − (−393,52) − 2(−241,82) − 0
𝐿𝐻𝑉 = 802,31 𝑘𝑗
𝑚𝑜𝑙
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑀𝑜𝑙𝑎𝑟 𝐶𝐻4 = 12 + (1 𝑥 4) = 16𝑘𝑔
𝑘𝑔𝑚𝑜𝑙
𝐿𝐻𝑉 =802,31
𝑘𝑗𝑚𝑜𝑙
16𝑘𝑔
𝑘𝑔𝑚𝑜𝑙
= 802,31 𝑥1000
16 𝑘𝑗/𝑘𝑔
𝐿𝐻𝑉 = 50144,375𝑘𝑗
𝑘𝑔
𝐿𝐻𝑉 = 50144,375𝑘𝑗
𝑘𝑔
Untuk mendapat nilai HHV, perlu diketahui molal air dalam bentuk cair pada suhu 25%.
Untuk mengetahui nya diperlukan entalpi pembakaran uap air pada 25OC, yakni Hfg = 43,98
Kj/ mole
𝐻𝑓𝑔(250𝐶, 1 𝑎𝑡𝑚 = ℎ𝑢𝑎𝑝 − ℎ𝑐𝑎𝑖𝑟
𝐻𝑓𝑔(250𝐶, 1 𝑎𝑡𝑚 = ℎ 𝑢𝑎𝑝 − ℎ 𝑐𝑎𝑖𝑟
43,98𝐾𝑗
𝑚𝑜𝑙𝑒= −241,83 − 43,98 = −285,81
𝑘𝑗
𝑚𝑜𝑙𝑒
𝐻𝐻𝑉 = 74,87 + 0 + 0 − (−393,52) − 2(−285,81) − 0
𝐻𝐻𝑉 = 890,27𝑘𝑗
𝑚𝑜𝑙
Karena massa molar CH4 = 16 kg/ kmol
Maka HHV berbasis massa adalah
𝐻𝐻𝑉 = 890,27 𝑥1000
16= 55641,875 𝐾𝐽/𝐾𝑔
Lampiran 3 Massa NaOH tiap Fraksi Volume
Volume Larutan NaOH = 3000 ml
Contoh Perhitungan
𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒(%) =𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
40 % =𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
3000 𝑚𝑙
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 = 1200 𝑚𝑙
𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝑚 = 2.13 𝑥 1200
𝑚 = 2566 𝑔𝑟𝑎𝑚
Fraksi Volume (%) Massa Zat terlarut (NaOH) (gram)
40 2566
45 2875,5
50 3195
55 3514
60 3834
Lampiran 4 Massa Ca(OH)2 tiap Fraksi Volume
Volume Larutan Ca(OH)2 = 3000 ml
Contoh Perhitungan
𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒(%) =𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
0.07% =𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
3000 𝑚𝑙
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 = 2,359 𝑚𝑙
𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝑚 = 2.24 𝑥 2,359
𝑚 = 5,28 𝑔𝑟𝑎𝑚
Fraksi Volume (%) Massa Zat terlarut (Ca(OH)2) (gram)
0 0
0.07 5.28
0.15 10
0.3 20
0.45 30
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................... vii
RINGKASAN........................................................................................................... viii
SUMMARY.............................................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 3
1.3 Batasan Masalah ......................................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Sebelumnya.............................................................................. 5
2.2 Biogas......................................................................................................... 6
2.2.1 Definisi Biogas .................................................................................. 6
2.2.2 Reaksi pembentukan biogas .............................................................. 7
2.2.2 Karakteristik Gas Penyusun Biogas .................................................. 7
2.3 Purifikasi Biogas ........................................................................................ 8
2.3.1 Absorpsi ............................................................................................ 9
2.3.2 Adsorpsi ............................................................................................ 9
2.3.3 Pemisahan Dengan Membran ........................................................... 12
2.3.4 Pemisahan Kriogenik ........................................................................ 13
2.3.5 Konversi Kimia ................................................................................. 14
2.4 Larutan ....................................................................................................... 14
2.4.1 Reaksi Pengendapan atau Larutan Jenuh .......................................... 14
2.4.2 Larutan Asam dan Basa .................................................................... 15
2.4.3 NaOH ................................................................................................ 16
iv
2.4.4 Ca(OH)2............................................................................................. 17
2.4.5 Kosentrasi Larutan ............................................................................ 18
2.4.6 Teori Penyerapan Oleh Larutan NaOH ............................................. 19
2.4.7 Teori Penyerapan Oleh Larutan Ca(OH)2 ......................................... 20
2.4.8 Reaksi Penetralan Asam Basa ........................................................... 21
2.5 Bubble Generator ....................................................................................... 21
2.6 Sistem Penabungan Biogas........................................................................ 22
2.7 Nilai Kalor Pembakaran ............................................................................. 23
2.8 Hipotesa...................................................................................................... 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian....................................................................................... 25
3.2 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ............................................... 25
3.3 Variabel Penelitian ........................................................................................... 25
3.4 Alat dan Bahan Penelitian .......................................................................... 26
3.5 Instalasi Penelitian ..................................................................................... 29
3.6 Prosedur Penelitian..................................................................................... 30
3.7 Prosedur Pengambilan Data ....................................................................... 30
3.8 Diagram Alir Peneliian .............................................................................. 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengolahan Data......................................................................................... 33
4.2 Perbandingan Efesiensi Penyerapan CO2 Menggunakan Larutan NaOH dan
Ca(OH)2............................................................................................................ 37
4.3 Perbandingan Nilai Kalor Biogas Setelah Purifikasi ................................. 40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan................................................................................................ 43
5.2 Saran .......................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
Tabel 2.1 Komponen Penyusun Biogas ...................................................................... 6
Tabel 2.2 Kelarutan yang khas darin senyawa- senyawa ionic dalam air
pada suhu 25OC........................................................................................... 15
Tabel 2.3 Tabel Reaksi Ionisasinya ............................................................................. 16
Tabel 2.4 Kosentrasi Larutan dalam satuan fisika ....................................................... 18
Tabel 2.5 Kosentrasi Larutan dalam satuan Kimia ...................................................... 19
Tabel 2.6 Kesesuaian Penyimpanan Biogas ................................................................ 22
Tabel 2.7 Nilai Kalor Pembakaran .............................................................................. 23
Tabel 4.1 Tabel Kandungan Karbondioksida Setelah Melewati Larutan NaOH ........ 33
Tabel 4.2 Tabel Kandungan Karbondioksida Setelah Melewati Larutan Ca(OH)2 .... 35
Tabel 4.3 Nilai kalor pembakaran biogas setelah melewati larutan NaOH ................. 40
Tabel 4.4 Nilai kalor pembakaran biogas setelah melewati larutan Ca(OH)2 ............. 41
vi
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
Gambar 2.1 Struktur Kimia Zeolite ................................................................... 11
Gambar 2.2 Penyerapan CO2 oleh zeolite .......................................................... 12
Gambar 3.1 flowmeter ........................................................................................ 27
Gambar 3.2 pressure gauge gas ........................................................................ 27
Gambar 3.3 Stopwatch ........................................................................................ 28
Gambar 3.4 Timbangan Digital .......................................................................... 28
Gambar 3.5 Stargas ............................................................................................ 29
Gambar 3.6 Skema Instalasi ............................................................................... 29
Gambar 4.1 Purifikasi menggunakan larutan NaOH dalam presentase Volume
(a.) Penyerapan CO2 (b.) Presentase CH4 di Biogas ....................... 33
Gambar 4.2 Purifikasi menggunakan larutan Ca(OH dalam presentase Volume
(a.) Penyerapan CO2 (b.) Presentase CH4 di Biogas ....................... 35
Gambar 4.3 Grafik Efesiensi Penyerapan Karbondioksida (CO2) ...................... 37
vii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul
Lampiran 1 Tabel Properties CH4
Lampiran 2 Perhitungan LHV dan HHV CH4
Lampiran 3 Massa NaOH tiap Fraksi Volume
Lampiran 4 Massa Ca(OH)2 tiap Fraksi Volume
viii
RINGKASAN
Benidiktus Lovian Wicahyo, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas
Brawijaya, Mei 2017, Perbandingan Kinerja Purifikasi Biogas Menggunakan NaOH dan
Ca(OH)2 di Sekitar Titik Jenuh Larutan, Dosen Pembimbing : Dr.Eng. Denny
Widhiyanuriyawan, ST., MT. dan Khairul Anam, ST., M.Sc.
Biogas adalah biomassa yang dapat terus dikembangkan karena secara ekonomis tidak
memerlukan biaya produksi besar untuk mendapatkan bahan baku. Kandungan utama biogas
adalah gas metana dan gas karbondioksida dimana kandungan gas karbon dioksida
merupakan inhibitor pada proses pembakaran. Sehingga kandungan senyawa
karbondioksida tersebut harus dihilangkan dengan cara purifikasi. Oleh karena itu pada
penelitian ini dikaji pemurnian biogas dengan menggunakan Larutan NaOH pada fraksi
volume 40% ; 45% : 50% ; 55% ,60 % dan juga Ca(OH)2 pada fraksi volume 0% ; 0,07% ;
0,15% ; 0.30% ,0.45% Yang berada disekitar titik jenuh larutan sekaligus membandingkan
larutan manakah yang lebih efektif digunakan purifikasi. Diteliti juga hasil purifikasi tiap 4
menit ; 8 menit ; 12 menit ; 16 menit dan 20 menit. Hasil penelitian menunjukan Larutan
NaOH dan larutan Ca(OH)2 dapat menyerap kandungan karbondioksida (CO2) didalam
biogas. Kemampuan Menyerap karbondioksido (CO2) selama waktu 20 menit yaitu pada
menit ke-4, ke-8, ke-12, ke-16 dan ke-20 adalah tidak terdapat perbedaan hasil purifikasi.
Baik menggunakan larutan NaOH ataupun Larutan Ca(OH)2. Perbandingan Efesiensi
penyerapan CO2 menggunakan larutan NaOH dan Ca(OH)2 adalah larutan NaOH memiliki
efesiensi penyerapan tertinggi pada fraksi Volume 50% yaitu sebesar 91,288%. Sedangkan
larutan Ca(OH)2 memiliki efesiensi penyerapan tertinggi pada fraksi volume 0.07% yaitu
sebesar 68,108%. Dari kedua larutan tersebut dapat diketahui bahwa titik optimal
penyerapan karbondioksida (CO2) terdapat pada titik jenuh larutan. Yaitu kemampuan zat
terlarut untuk larut dalam zat pelarut. Pada Larutan NaOH dimana larutan jenuh berada di
Fraksi Volume 50% sedangkan Ca(OH)2 berada pada fraksi volume 0,07%. Dan nilai kalor
pembakaran biogas mengalami peningkatan setelah melewati larutan purifikasi.
Kata Kunci : Biogas, Larutan, Fraksi volume, NaOH, Ca(OH)2, dan Jenuh
ix
SUMMARY
Benidiktus Lovian Wicahyo, Department of Mechanical Engineering, Faculty of
Engineering, Universitas Brawijaya, Mei 2017, Comparation of purification Perform
Between NaOH and Ca(OH)2 Around Saturated Solution Point, Academic Supervisor:
Dr.Eng. Denny Widhiyanuriyawan, ST., MT. and Khairul Anam, ST., M.Sc.
Biogas is a biomass that can continue to be developed because it does not economically
require production costs. The main content of biogas is methane gas and carbon dioxide gas
where carbon dioxide gas content is an inhibitor in the combustion process. So the content
of carbon dioxide compounds must be removed by purification. Therefore, in this study,
biogas purification was examined by using NaOH solution at volume fraction 40%; 45%:
50%; 55% and 60% and also Ca (OH) 2 at volume fraction 0%; 0.07%; 0.15%; 0.30% and
0.45%. Which is located around the saturation point of the solution as well as compare which
solution is more effectively used purification. Also studied purification results every 4
minutes; 8 minutes; 12 minutes; 16 minutes and 20 minutes. The results showed NaOH
solution and Ca (OH) 2 solution can absorb carbon dioxide (CO2) content in biogas wherein
the ability to absorb carbon dioxide (CO2) for 20 minutes at the fourth, eighth, 12th, 16 and
20 are not yet influenced by purification. Comparison CO2 absorption efficiency using
NaOH and Ca (OH) 2 solution is NaOH solution has the highest absorption efficiency at
fraction of Volume 50% that is equal to 91,288%. While Ca (OH) 2 solution has the highest
absorption efficiency at volume fraction of 0.07% that is equal to 68,108%. From both
solutions it can be seen that the optimal point of carbon dioxide absorption (CO2) is present
in the saturation point of the solution. In NaOH solution where the saturated solution is at
50% Fraction Volume while Ca (OH) 2 is at 0.07% volume fraction. And The greater the
efficiency of CO2 absorption, the greater the burning calorific value of biogas.
Keywords : Biogas, Solution, Volume Fraction, NaOH, Ca(OH)2 and Saturated
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sejalan dengan meningkatnya laju pembangunan dan meningkatnya pola hidup
masyarakat, konsumsi energi di indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan
ini terjadi hampir pada semua sektor yang mencakup sektor industri, transportasi, komersial,
rumah tangga, pembangkit listrik dan sektor lainnya. Menurut Handbook of Energy and
Economic Statistics of Indonesia (HEESI) pada tahun 2015, peningkatan konsumsi energi
final per sektor telah terjadi peningkatan pada tiap tahunnya pada periode 2000-2014. Rata–
rata pertumbuhan tiap tahun selama periode 2000-2014 adalah 3,99% per tahun dari 555,88
juta SBM pada tahun 2000 menjadi 961,39 juta SBM pada tahun 2014.
Pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) secara nasional di Indonesia masih
belum mampu untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan energi untuk keperluan
masyarakat diindonesia. Menurut BPPT pada tahun 2015 bauran EBT hanya sebesar 7,5 %
terhadap total penyediaan energi dimana bauran EBT tersebut didominasi oleh biomassa
disusul oleh tenaga air dan panas bumi. Hal ini terjadi dikarenakan harga energi fosil yang
masih rendah. maka investasi EBT yang tinggi akan menyulikan EBT untuk masuk dalam
persaingan pemanfaatan energi. Cara yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan
persaingan pemanfaatan energi adalah dengan cara menurunkan biaya produksi ,
menikatkan kualitas daripada EBT tersebut dan perlu dipikirkan sebuah energi yang dapat
disimpan untuk keperluan sewaktu-waktu.
Biogas adalah salah satu energi biomassa yang dapat terus dikembangkan karena
secara ekonomis tidak memerlukan biaya produksi besar untuk mendapatkan bahan baku,
dimana bahan baku didapat dari limbah organik seperti sampah, sisa-sisa makanan, kotoran
ternak dan limbah industri makanan. Pemanfaatan limbah organik sebagai bahan baku
biogas tentu akan memberikan efek ganda dalam menyediakan energi yang dapat
diperbaharui dan ramah lingkungan. Dimana bahan baku didapatkan dari kotoran ternak sapi
yang melimpah di kalangan peternak yang untuk saat ini masih sedikit pihak yang
memanfaatkannya. Dimana memalui prosesnya, kotoran sapi dicampur dengan air dengan
presentasi tertentu dan dimasukkan kedalam digester untuk proses fermentasi (Tajali,
2015)
2
Dari hasil fermentasi bahan didalam digester tersebut sehingga menghasilkan biogas
yang mampu dimanfaatkan sebagai bahan bakar gas. Kandungan biogas sendiri mengandung
gas metana (CH4) sebesar 55-75%, karbondioksida (CO2) sebesar 25-45%, nitrogen (N2)
sebesar 0-0,3%, hydrogen (H2) sebesar 1-5%, hidogen sulfide (H2S) sebesar 0-3% dan
oksigen (O2) sebesar 0,1-0,5% (Al seadi dkk, 2008). Kemurniaan kandungan biogas dapat
dilihat dari seberapa besar kadar gas metana (CH4). Semakin besar kadar CH4 maka semakin
baik kualitas biogas. Hal ini dikarenakan kandungan gas CO2 merupakan inhibor pada proses
pembakaran yaitu dapat menurunkan laju rambat api yang disebabkan karena molekul dari
CO2 menghambat reaksi tumbukan antara molekul hidrokarbon dan molekul udara
(Uwar Dkk, 2012). Untuk itu maka di perlukan cara untuk dapat menghilangkan kandungan
CO2 yatiu dengan Purifikasi biogas.
Proses purifikasi sendiri dibagi menjadi dua bagian yaitu absorpsi dan adsorpsi.
Absorpsi merupakan penyerapan menggunakan zat cair (larutan) sebagai contoh adalah
larutan NaOH dan Ca(OH)2 sedangkan adsorpsi menggunakan zat padat sebagai contoh
adalah zeolite ataupun arang aktif. Purifikasi menggunakan metode absorpsi lebih efektif di
banding dengan proses adsorpsi hal ini dikarena luas kontak gas dengan larutan lebih besar
di banding dengan zat padat (Widhiyanuriyawan dan sugiarto, 2014)
Penelitian yang dilakukan Hotma dkk (2015) menggunakan metode absorpsi yaitu
tentang pengaruh konsentrasi NaOH terhadap kandungan CH4 dan CO2 pada proses
purifikasi sistem kontinyu. Didapatkan kesimpulan bahwa dengan menambah kosentrasi
NaOH maka semakin banyak kadar CO2 yang dapat diserap. Variasi kosentrasi NaOH yang
digunakan adalah 10%, 20% dan 30%. Penelitian dari Cundari dkk (2014) pelarut yang
digunakan adalah natrium karbonat dengan variasi kosentrasi 15%, 20% dan 25%. Setelah
proses purifikasi sistem absorpsi, didapatkan data bahwa penambahan kosentrasi natrium
karbonat maka semakin besar juga kadar CO2 yang terserap.
Pada penelitian sebelumnya memiliki satu kesamaan yaitu dimana penambahan
kosentrasi pada larutan absorben maka dapat meningkatkan penyerapan kadar CO2. Tetapi,
masih belum diteliti sampai batas mana peningkatan kosentrasi dapat juga meningkatkan
penyerapan kadar CO2. Maka peneliti meneliti tentang berapa Fraksi Volume NaOH optimal
untuk dapat menyerap kadar CO2 secara maksimal. Dan juga membandingkannya dengan
absorben lain yaitu larutan Ca(OH)2.
3
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang diuraikan sebelumnya, rumusan masalah yang dapat
diambil adalah
1. Bagaimana kemampuan pengaruh penggunaan larutan NaOH dan Ca(OH)2 terhadap
hasil purifikasi biogas.
2. Bagaimana perbandingan kinerja purifikasi biogas menggunakan larutan NaOH dan
Ca(OH)2.
3. Bagaimana nilai kalor pembakaran biogas setelah melewati larutan purifikasi.
3.1.Batasan Masalah
Batasan masalah yang ditentukan pada penelitian ini difungsikan supaya
permasalahan tidak meluas. Berikut adalah batasan-batasan pada penelitian :
1. Laju aliran dianggap konstan sepanjang aliran purifikasi
2. Biogas yang digunakan adalah campuran CH4 dan CO2
3. Produk yang terjadi karena reaksi antara NaOH dan CO2
4. Produk yang terjadi karena reaksi antara Ca(OH)2 dan CO2
5. Temperatur disekitar area kerja pada suhu 20OC
3.2.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui kemampuan pengaruh penggunaan larutan NaOH dan Ca(OH)2
terhadap hasil purifikasi biogas.
2. Untuk mengetahui perbandingan kinerja purifikasi biogas menggunakan larutan NaOH
dan Ca(OH)2.
3. Untuk mengetahui nilai kalor pembakaran biogas setelah melewati larutan purifikasi.
3.3.Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah
1. Mengetahui pengaruh larutan jenuh terhadap proses purifiksi Biogas.
2. Mengetahui komposisi ideal antara zat pelarut dan terlarut untuk proses purifikasi
biogas.
3. Menambah wawasan pengetahuan tentang sistem purifikasi dan kompresi biogas.
4
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Sebelumnya
Penelitian untuk terus meningkatkan kualitas biogas sudah banyak dilakukan,
khususnya untuk proses purifikasi. Dimana dilakukan dengan menggunakan dua metode
yaitu absorpsi dan adsorpsi. Untuk penabungan biogas sendiri masih sedikit sekali yang
melakukan penelitian sehingga perlu dikembangkan lagi untuk terus meningkatkan kualitas
biogas.
Widhiyanuriyawan dan sugiarto (2014) meneliti tentang purifikasi biogas
menggunakan zeolite dan NaOH. Dimana menggunakan variasi kosentrasi NaOH dari 10%
sampai 50% dengan interval pengambilan data atau sampel adalah 15 menit. Dimana
didapatkan data bahwa kemampuan menyerap CO2 lebih cepat dari pada zeolite dan juga
yang paling mempengaruhi adalah kosentrasi larutan NaOH berpengaruh terhadap
penyerapan CO2. Dimana semakin besar kosentrasi larutan NaOH maka semakin besar kadar
CO2 yang terserap.
Hotma dkk (2015) meneliti menggunakan metode absorpsi yaitu tentang pengaruh
konsentrasi NaOH terhadap kandungan CH4 dan CO2 pada proses purifikasi sistem kontinyu.
Didapatkan kesimpulan bahwa dengan menambah kosentrasi NaOH maka semakin banyak
kadar CO2 yang dapat diserap. Variasi kosentrasi NaOH yang digunakan adalah 10%, 20%
dan 30%. Dimana data yang dihasilkan untuk kadar CO2 yang tertinggal sebesar 12,5 %
untuk kosentrasi NaOH 30% dan merupakan nilai terendah dari tiga variasi tersebut.
Trimandoko dkk(2015) meneliti menggunakan metode adsorpsi yaitu meneliti
tentang pengaruh massa zeolite terhadap kandungan CH4 dan CO2 pada proses purifikasi
biogas. Didapatkan kesimpulan bahwa penambahan massa zeolite akan mengurangi
kandungan CO2 hal ini dikarenakan luasan bidang kontak Zeolit terhadap gas CO2 semakin
bertambah.
Ikhe dkk (2016) melakukan penelitian tentang pengaruh laju aliran biogas terhadap
purifikasi dan penyimpanan CH4 dengan sistem kompresi. dengan variasi 7.5 liter / menit,
10 liter/ menit dan 12 liter/ menit didapatkan hasil purifikasi yang paling optimal terdapat
pada laju aliran 7,5 liter / menit dengan kandungan CH4 hingga 100 %. Sedangkan hasil
masa jenis optimal terdapat pada laju aliran 12,5 liter / menit dengan massa jenis 12,511 kg/
m3.
6
Binarbawa dkk (2016) melakukan penelitian tentang temperatur pendinginan
didapatkan kesimpulan bahwa massa penyimpanan dari biogas dapat ditingkatkan dengan
cara menurunkan temperaturnya sehingga nilai densitasnya akan semakin besar. Pada tabung
penyimpanan biogas dengan volume sebesar 8 liter pada tekanan 1825,02 kPa, tanpa
penggunaan heat exchanger didapatkan massa penyimpanan sebesar 91,08 gram. Sedangkan
dengan menggunakan heat exchanger pada kecepatan fluida pendingin 2 m/s, 5m/s, 7 m/s
menghasilkan massa penyimpanan berturur-turut sebesar 99,66 gram, 100,25 gram, dan
100,61 gram.
2.2. Biogas
2.2.1. Definisi Biogas
Biogas adalah dekomposisi bahan bahan organik dibawah kondisi anaerob
menghasilkan suatu gas yang sebagian besar terdiri atas campuran gas metana (CH4) dan gas
karbondioksida (CO2). Kondisi anaerob adalah kondisi ketika gas oksigen tidak tersedia di
lingkungan kerja. Campuran gas ini adalah hasil dari fermentasi yaitu peranan sejumlah
besar jenis organisme mikro, terutama bakteri metan dengan cara methanogen seperti bakteri
methanobacterium sp.
Komposisi kandungan utama biogas adalah gas metana (CH4) dan gas
Karbondioksida (CO2) tetapi juga terdapat kandungan gas lain yang jumlahnya tidak begitu
besar. Pada tabel 2.1 merupakan presentase macam-macam komposisi kandungan biogas.
Tabel 2.1
Komponen Penyusun Biogas
Sumber : Al saedi (2008)
No. Gas Simbol %
1 Metana CH4 50-75
2 Karbondioksida CO2 25-45
3 Uap air H2O 2(20OC)- 7(40OC)
4 Oksigen O2 <2
5 Nitrogen N2 <2
6 Amonia NH3 <1
7 Hydrogen H2 <1
8 Hidrogen Sulfida H2S <1
7
2.2.2. Reaksi Pembentukan Biogas
Untuk proses fermentasi bahan baku (kotoran hewan) tidak diperlukan tambahan
sesuatu bahan lain kecuali air. Dimana air berfungsi sebagai pelarut dari kotoran dengan
perbandingan empat bagian bahan baku(kotoram hewan) ditambah lima bagian air. Untuk
proses pembentukan biogas dibagi menjadi tiga tahap yaitu reaksi Hidrolisis, reaksi
asidogenik dan reaksi metanogenik
Reaksi Hidrolisis atau reaksi pelarutan adalah tahap dimana bahan bahan organik
dilarukkan menjadi senyawa kimia yang lebih sederhana. Dalam rumus kimia reaksi pada
hidrolisis adalah sebagai berikut
C6H10O5 (s) + H2O (l) (C6H12O6) (2-1)
Selulosa Glukosa
Reaksi Asidogenik atau pengasaman adalah reaksi yang terjadi pada proses anaerob
dimana pada proses ini menghasilkan asam asetat. Reaksi ini terjadi pada suhu kurang lebih
25oC dan dalam rumus kimia reaksi asidogenik akan ditulis
(C6H12O6 ) methanobacterium sohngenii 2 (C2H5OH) + 2 CO2 (g)+ Kalor (2-2)
2 (C2H5OH) + 2CO2 (g) methanococcus 2 (CH3COOH)(aq) + CH4(g) ` (2-3)
Reaksi Metanogenik merupakan reaksi yang terjadi setelah asidogenik dimana asam
asetat yang telah terbentuk kemudian diuraikan menjadi metana dan karbondioaksida. Proses
ini berlangsung secara anaerob selama kurang lebih 14 hari. Tahap ini akan menghasilkan
CH4 ,CO2 dan beberapa kandungan gas yang presentasinya sangat kecil. Berikut adalah
proses kimia yang terjadi
2 (CH3COOH)(aq) methanococcus mazei 2 CH4(g) + 2 CO2(g) (2-4)
2.1.3. Karakteristik Gas Penyusun Biogas
A. Gas Metana
Sifat Fisika metana sebagai berikut :
Berat molekul : 16,04 gram/mol
Densitas : 7,2 x 10-4 gram/ml (pada 1 atm dan 0OC)
Titik didih : -161,4 oC
Titik leleh : -182,6 oC
HHV : 55641 kJ/kg
LHV : 50141 Kj/kg
8
Sifat kimia metana sebagai berikut.
- Menghasilkan karbondioksida dan uap air pada proses pembakaran sempurna
CH4+ 2(O2 + 3,76 N2) CO2 + 2H2O + 7,52 N2 (2-5)
- Menghasilkan klorometana dan HCl pada reaksi halogenasi
CH4+Cl2 CH3Cl + HCl (2-6)
B. Karbondioksida (CO2)
karbondioksida memiliki sifat karbon sebagai berikut
Berat molekul : 44,01 gram / mol
Titik leleh : - 55,6 oC(5,2 atm)
Titik didih : - 8,5oC
sifat kimia karbondioksida sebagai berikut :
- membentuk natrium karbonat saat bereaksi dengan natrium hidroksida
2NaOH + CO2 Na2CO3 + H2O (2-6)
C. Hidrogen Sulfida (H2S)
hydrogen sulfide memiliki sift kimia sebagai berikut
Berat Molekul : 34,08 gram/ mol
Titik didih : -59,6 oC
Titik leleh : -82,9 oC
Sifat kimia hydrogen sulfida adalah
- Merupakan reduktor dalam reaksi redoks
- Reaksi antara H2S dengan HNO3 membentik endapan belerang dan gas NO serta H2O
3H2S + 2HNO3 3S + 2NO + 4 H2O (2-7)
2.3. Purifikasi Biogas
Dalam KBBI purifikasi diartikan sebagai pembersihan, sehingga dapat disimpulkan
bahwa purifikasi Biogas adalah proses menghilangkan atau membersihkan senyawa –
senyawa yang dapat menurunkan kualitas dari pada biogas. Karbondioksida (CO2)
merupakan gas yang dapat menyebabkan kualitas pembakaran biogas berkurang, hal ini
dikarenakan senyawa CO2 menggangu dalam proses pembakaran.
9
Metode purifikasi terhadap biogas bertujuan untuk meningkatkan nilai kalor dari
biogas. Terdapat beberapa cara untuk dapat membersihkan gas penggangu tersebut baik
secara proses kimia ataupun fisika. Absorbsi, Adsorbsi, Pemisahan dengan membrane,
pemisahan kriogenik dan konversi kimia merupakan metode untuk dapat menangkap CO2.
2.3.1 Absorpsi
Absorpsi merupakan salah satu operasi pemisahan di industri kimia yang mana suatu
campuran gas di kontakkan dengan suatu cairan penyerap yang sesuai, sehingga satu atau
lebih komponen dalam campuran gas larut dalam cairan penyerap. Proses absorpsi
berlangsung dalam dua macam proses, yaitu absorpsi kimia dan fisik. Absorpsi fisik adalah
absorbs yang mana proses gas terlarut dalam cairan penyerap tanpa disertai dengan reaksi
kimia dan penyerapan terjadi karena adanya interaksi fisik. Sedangkan absorpsi kimia adalah
penyerapan gas oleh larutan disertai dengan reaksi kimia. Penyerapan ini sering terjadi pada
proses penyerapan gas karbondioksioda (CO2) pada pabrik ammonia menggunakan larutan
MEA, NaOH, dan K2CO3. Komponen gas yang mengadakan ikatan kimia akan dilarutkan
terlebih dahulu dan juga akan meningkatkan kecepatan penyerapan yang lebih tinggi. Oleh
karena itu absorpsi kimia mengungguli absorpsi fisika.
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan diabsorpsi pada
permukaan-nya, baik secara fisik maupun dengan raksi kimia. Absorben harus memenuhi
beberapa persyaratan agar dapat digunakan dengan digunakan dengan optimal. Misalnya
sebagai berikut
1. Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diadsorpsi yang sebesar mungkin
2. Memiliki tekanan uap yang sangat rendah
3. Mempunyai viskositas yang rendah
4. Stabil secara termis
5. Murah
Dimana absorben yang sering digunakan adalah air (untuk asam yang dapat larut , atau untuk
pemisahan partikel dan tetesan cairan), natrium hidoksida (untuk gas gas yang dapat bereaksi
dengan asam) dan asam sulfat ( untuk gas gas yang bereaksi seperti basa).
2.3.2. Adsorpsi
Adsorspi adalah fenomena fisik yang terjadi saat aliran gas atau cair berkontak
langsung dengan permukaan dan sebagian dari molekul- molekul tadi mengembun pada
permukaan padatan. Adsorpsi adalah proses dimana molekul-molekul fluida menyentuh dan
melekat pada permukaan padatan (Ginting 2008). Dimana fluida yang terkonsentrasi pada
10
permukaan dinamakan adsorbat dan material dimana adsorbat terakumulasi dinamakan
sebagai adsorben. Sehingga dapat disimpulkan bahwa adsorpsi adalah suatu proses yang
terjadi ketika fluida terikata pada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu film(lapisan
tipis) pada permukaan padatan tersebut. Berbeda dengan absorpsi dimana fluida terserp oleh
fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan.
Proses adsorpsi dapat berlangsung jika suatu permukaan padatan dan fluida
berkontak secara fisik maka didalamnya terdapat gaya kohensif termasuk gaya hidrostatik
dan gaya ikatan hydrogen yang bekerja diantara molekul seluruh material. Gaya yang tidak
seimbang menyebabkan perubahan kosentrasi molekul pada interface solid. Adsorpsi sendiri
juga dibagi menjadi dua jenis yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Adsorpsi fisika adalah
yaitu fenomena adsorpsi disebabkan terutama oleh gaya Van der Waals dan gaya Hidrostatik
antara molekul adsorbat, maka atom yang membentuk permukaan adsorben tanpa adanya
ikatan kimia. Dan jika terjadi interaraksi kimia antara adsobat dan adsorben maka dinamakan
adsopsi kimia. Pada dasarnya adsorben dibagi menjadi tiga yaitu
1. Adsorben yang mengadsorpsi secara fisik (karbon aktif , silika gel dan zeolite)
2. Adsorben yang mengadsorpsi secara kimia (Calcium cholide ,metal hydride dan
complex salts) dan
3. Composite adsorbent dimana mengadsorpsi secara kimia dan fisika. (ginting)
Zeolite berasal dari kata “Zeinlithos” yang berarti batuan berbuih yang merupakan
jenis mineral yang strukturnya mudah diatur. Zeolite memiliki variasi jenis mineral yang
bermacam macam sehingga zeolite memiliki rumus kimia yang bervariasi. Umumnya
senyawa zeolite memiliki kandungan Al3O3, Na2O, Fe2O3, SiO2, K2O, CaO, dan MgO.
Kandungan senyawa tersebut dapat diidentifikasi tergantung dari komponen penyusun serta
kondisi lingkungan. Secara umum zeolite adalah senyawa kimia alumino-silikat yang
terhidrasi dengan kation natrium, kalium dan barium yang memiliki molekul yang unik
dimana atom silikon dikelilingi oleh empat atom oksigen sehingga terbentuk semacam
jaringan pola yang teratur. Namun tidak semua adalah atom silicon., dibeberapa tempat
dalam jaringan ini, atom silicon digantikan dengan atom aluminium yang hanya memiliki 3
atom oksigen sehingga dapat ditulis bahwa atom aluminium memiliki muatan 3+ dan atom
silicon memiliki muatan 4+. Keberadaan atom aluminium inilah yang menyebabkan secara
keseluruhan zeolite bermuatan negatif. Salah satu ciri jaringan yang bermuatan negative
adalah harus mampu mnyerap kation untuk menyeimbangkan jaringan. Begitu juga dengan
zeolite yang mampu mengikat kation.
11
Gambar 2.1 Struktur kimia zeolite
Sumber Trihadmoko (2015)
Dalam proses adsorpsi zeolit terdapat interaksi fisik yang terjadi dimana kandungan
CO2 dalam biogas dapat berinteraksi dengan zeolit dibantu dengan oksigen untuk
menghubungkan dengan atom aluminium dan atom silikon dalam zeolit. Dalam penyerapan
karbondioksida terdapat tiga langkah. yang pertama CO2 yang terpolarisasi sehingga
permukaan zeolite berinteraksi dengan sebelah ion + disebelah Ca2. Setelah itu atom karbon
dari CO2 bergabung dengan oksigen yang berada dipermukaan sehingga fungsi oksigen
adalah sebagai penggabung dengan atom aluminium dan silicon. Hasil ini dalam
pemecahannya ikatan aluminium oksigen, dan formasi spesies monodentat karbonat stabil
pada permukaan zeolit. Kehadiran karbonat ini dapat menurunkan aksesibilitas CO2 di
sebagian besar permukaan zeolit dan dengan demikian memberikan kontribusi untuk
membatasi adsorpsi nya. Ini adalah terutama kasus spesies permukaan unidentate karbonat
yang terbentuk selama adsorpsi CO2.
12
Gambar 2.2 Penyerapan CO2 oleh zeolite
Sumber Trihadmoko (2015)
2.3.3. Pemisahan dengan Membran
Pemisahan dengan membran adalah salah satu cara untuk dapat menangkap
kandungan gas yang tidak digunakan menggunakan lapisan membran. Prinsip kerja
menggunakan membran ini adalah dengan cara campuran gas yang dilewatkan pada
membran tipis maka molekul molekul gas tertentu akan terjebak pada membrane dan
molekul gas yang lain akan lolos. Proses pemurniaan ini biasanya menggunakan membrane
dengan ukuran mesh < 1 mm dengan tingkat keefektifan metode ini dipengaruhi oleh
peremabilitas dari jenis / material membran yang digunakan. Semakin tinggi permeabilitas
membran maka semakin tinggi juga kadar CH4.
Rautenbach (1987) melakukan penelitian yaitu mendesain sebuah instalasi pemurni
kadungan biogas dengan menyerap kandungan CO2 dengan metode pemisah menggunakan
membran. Dimana jenis/material membrane yang digunakan adalah campuran senyawa
asetat. Dimana senyawa asetat dapat difungsikan sebagai membrane karena memiliki
permeabilitas lebih tinggi digunakan untuk menyerap CO2 dibanding CH4. Dimana hasil
terbaik adalah didpatkan pada instalasi yang dijalankan pada suhu 25oC dan tekanan 5,5 bar.
Arang adalah salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai adsorpsi dimana sering
dinamakan dalam dunia kimia bernama karbon aktif yang sering digunakan dalam industry
kimia. Arang atau sering digunakan karbon aktif berfungsi sebagai sebagai pemurnian
biogas. Karbon aktif memiliki luas permukaan berkisar 300 sampai 2000 m2/g. hal inilah
yang menyebabkan karbon aktif mempunyai sifat sebagai adsorber karena memiliki pori -
pori internal. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa kimia tertentu tergantung
13
pada besar kecilnya atau volume pori-pori dan luas permukaan.arang aktif dibagi menjadi
dua jenis
Secara fungsinya arang aktif dibagi menjadi dua yaitu sebagai penyerap uap dan
sebagai penyerap gas. Dimana arang aktif yang digunakan untuk menyerap uap biasanya
berbentuk granular, sangat keras dan ukuran pori nya 10-200 A. begitu sebaliknya dimana
untuk yang berfungsi menyerap gas biasanya memiliki pori-pori yang lebih halus
Sifat arang aktif yang paling penting adalah daya serapnya terhadap gas ataupun uap
pada proses adsorpsi dalam hal ini hal yang paling mempengaruhi sifat adsorspi adalah sifat
adsorben. Arang aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori yang sebagian
besar terdiri dari usur karbon bebas dan masing masing berikatan kovalen. Dengan demikian
permukaan arang aktif bersifat non polar. Selain komposisi dan polaritas hal terpenting yang
dapat mempengaruhi adalaha luas permukaan. Semakin kecil arang atau karbon aktif maka
luas permukaan akan semakin besar. Dengan demikian untuk meningkatkan kecepatan
adsorpsi dianjurkan untuk menggunakan arang aktif yang memiliki ukuran yang kecil.
Adsorpsi adalah proses pengumpulan subtansi terlarut (soluble) yang ada dalam
larutan oleh permukaan benda penyerap dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika antara
subtansi dan penyerapnya. Proses adsorpsi dapat digambarkan sebagai proses molekul
meninggalkan larutan dan menempel pada permukaan zat penyerap akibat ikatan fisika dan
kimia. Permukaan padatan yang kontak dengan suatu larutan cenderung untuk menghimpun
lapisan dari molekul- molekul zat terlarut permukaannya akibat ketidakseimbangan gaya-
gaya pada permukaan.
2.3.4. Pemisahan kriogenik
Pada proses ini melibatkan proses kondensasi dan distilasi pada suhu yang rendah
dimana biogas dicaikan sehingga nantinya didapatkan hasil akhir yaitu gas CH4 dalam
bentuk cair. Prinsip kerja dari pemisahan kriogenik ini adalah dengan cara biogas dikompresi
pada tekanan 80 bar. Kompresi dibuat bertingkat dengan beberapa tempat lalu biogas
kemudian dijaga suhu pendinginan untuk menghindari terjadi pembekuan selama proses
pendinginan.biogas didinginkan menggunakan chiller dan heat exchanger sampai suhu -
45oC. Dimana saat gas CO2 yang juga ikut mencair dipisisahkan dengan kandungan gas CH4
cair yang akan menghasilkan sampai 97 % CH4 murni. Sayangnya, metode ini memiliki
kekurangan yaitu efesiensi termalnya rendah dan biaya pembuatan instalasi alat juga relatif
mahal.
14
2.3.5. Konversi kimia
Metode konversi kimiawi merupakan jenis metode permurnian yang akan
meningkatkan kandungan gas CH4. Dimana kandungan gas CO2 pada biogas ditambah H2
sehingga terjadi proses metanasi yang akana menghasilkan CH4 dan H2O. kekurangan
metode ini adalaha harga yang relatif mahal dan membutuhkan hydrogen murni.
2.4. Larutan
Larutan adalah campuran zat-zat terlarut dan pelarut yang komposisinya merata atau
serba sama (homogen) disetiap bagian volumenya. Suatu larutan dapat terdiri dari satu zat
terlarut atau lebih dan satu macam pelarut. Tetapi, umunya terdiri dari satu zat terlarut dan
satu macam pelarut. Dalam istilah lain pelarut biasa di sebut solven dan terlarut disebut
solute.
Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam fase padat atau
kemampuan zat terlarut untuk larut pada zat pelarut pada temperatur tertentu. Sedangkan
larutan tidak jenuh adalah larutan yang belum mencapai titik jenuh atau semua zat terlarut
dalam zat pelarut. Namun kadang kadang dijumpai suatu keadaan dimana zat terlarut dalam
larutan lebih banyak dari pada seharusnya. Hal ini lebih dikarenakan pelarut yang memiliki
suhu tertentu.Kelarutan dapat diartikan sebagai banyaknya zat terlarut yang dapat
menghasilkan larutan jenuh dalam jumlah tertentu pelarut pada temperatur konstan.
Kelarutan suatu zat bergantung pada sifat zat itu, molekul pelarut, temperatur dan tekanan.
2.4.1. Reaksi Pengendapan atau larutan jenuh.
Reaksi pengendapan merupakan salah satu jenis reaksi yang umumnya berlangsung
dalam larutan berair atau biasa disebutkan (precipitation reaction) yang memiliki ciri
terbentuknya produk yang tidak larut, atau endapan. Endapan (precipitate) adalah padatan
tak larut yang terpisah dari larutan. Reaksi ini biasanya melibatkan senyawa senyawa ionik.
Bagaimana dapat meramalkan apakah endapan akan terbentuk ketika dua larutan
dicampurkan atau ketika satu senyawa ditambah kedalam larutan? Hal ini sangat tergantung
pada sifat kelarutan (solubility) dari zat terlarut. Dimana sifat kelarutan (solubility) adalah
jumlah maksimum zat terlarut yang akan larut dalam sejumlah tertentu pelarut pada suhu
tertentu (Chang Raymond). Dalam konteks kualitatif, ahli kimia membagi zat-zat sebagai
dapat larut, sedikit larut dan tak dapat larut. Zat dikatakan dapat larut jika sebagian besar zat
tersebut melarut bila ditambahkan air pada massa atau volume tertentu. Jika tidak, maka zat
15
tersebut digambarkan sabagai sedikit larut ataupun tidak dapat larut. Semua senyawa ionik
merupakan elektrolit kuat, tetapi daya larutnya tidak sama.
Dibawah ini merupakan pengelompokan senyawa senyawa ionik yang memiliki sifat
kelarutan dalam air pada suhu 25OC. Namun demikian, perlu diingat bahwa senyawa yang
tidak larut bahkan juga melarut dengan jumlah zat tertentu. Dimana terdapat berbagai macam
sanyawa yang akan meningkat kelarutannya bila suhu disekitar lingkungan ditambahkan.
Tabel 2.2
Kelarutan yang khas dari senyawa-senyawa ionik dalam air pada suhu 25oC
1 Semua senyawa logam alkali (golongan 1A) dapat larut.
2 Semua Senyawa ammonium (NH4+) dapat larut
3 Semua senyawa yang mengandung nitrat (NO3-), klorat(CIO3-), dan perklorat
(CIO4-) dapat larut
4 Sebagian besar hidroksida (OH-) tidak dapat larut. Pengecualiannya adalah
hidroksida logam alkali dan barium hidroksida [Ba(OH)2]. Kalsium hidroksida
[Ca(OH)2] sedikit larut.
5 Sebagian besar senyawa yang mengandung klorida (Cl-), bromide (Br-) atau
iodide(I-) dapat larut. Pengecualiannya adalah senyawa-senyawa yang
mengandung Ag+, Hg, Pb2+
6 Semua karbonat (CO2-), fosfat (PO3-) dan sulfide (S2- ) tidak dapat larut,
pengecualiannya adalaha senyawa- senyawa dari ion logam alkali dan ion
ammonium.
7 Sebagian besar sulfat (SO2- ) dapat larut. Kalsium sulfat (CaSO4) dan perak
sulfat (AgSO4) sedikit larut. Barium sulfat (BaSO4), merkuri(II) sulfat (HgSO4),
dan timbal sulfat (PbSO4) tidak larut.
Sumber : Chang (2003)
2.4.2. Larutan asam dan basa
Asam dan basa sudah dikenal sejak dulu dengan berbagai istilah dimana istilah asam
(acid) berasal dari bahasa acetum yang berarti cuka. Istilah basa (alkali) berasal dari bahasa
arab yang memiliki arti abu. Dan bila digabungkan, maka asam dan basa akan saling
menetralkan. Asam dan basa dapat diidentifikasi dengan menggunakan indikator asam dan
basa, misalnya menggunakan lakmus merah dan lakmus biru. Larutan asam dapat mengubah
lakmus biru menjadi merah, sebaliknya larutan basa mengubah lakmus merah menjadi biru.
16
Larutan yang tidak mengubah warna lakmus, baik lamkus merah maupun lakmus biru ,
disebut bersifat netral (tidak asam dan tidak basa). Salah satu contoh air.
Menurut teori asam basa Arrhenius, Zat yang bersifat asam bila dilarutkan dalam air
maka akan melepaskan ion nya dimana asam dapat melepas ion H+. Asam Arrhenius
dirumuskan sebagai HxZ yang dalam air mengalami ionisasi sebagai berikut :
HxZ (aq) x H+ (aq) + ZX- (ag) (2-8)
Jumlah ion H+ yang dihasilkan oleh satu molekul asam dapat dinamakan valensi asam.
Sedangkan ion negatife yang terbentuk oleh asam setelah melepas ion H+ dapat dinamakan
ion sisa asam. Nama asam sama dengan nama ion sisa asam dengan didepannya didahului
kata asam.
Sedangkan basa Arrhenius adalah hidroksida logam. M(OH)x, yang dalam air akan
terurai sebagai
M (OH)x (aq) → Mx+ (aq) + x OH- (aq) (2-9)
Jumlah ion OH- yang dapat dilepaskan oleh satu molekul basa dinamakan valensi basa.
Berikut adalah contoh senyawa basa yang melalui proses ionisasi dalam air.
Table 2.3.
Tabel reaksi ionisasinya
Rumus
Basa
Nama Basa Reaksi Ionisasi Valensi
NaOH Natrium hidroksida NaOH → Na+ + OH- 1
KOH Kalium hidroksida KOH → K+ + OH- 1
Mg(OH)2 Magnesium hidroksida Mg(OH)2 → Mg 2+ + 2 OH- 2
Ca(OH)2 Kalsium hidroksida Ca(OH)2 → Ca2+ + 2 OH- 2
Sr(OH)2 Stronsium hidroksida Sr(OH)2 → Sr2+ + 2 OH- 2
Ba(OH)2 Barium hidroksida Ba(OH)2 → Ba2+ + 2 OH- 2
Al(OH)3 Aluminium hidroksida Al(OH)3 → Al3+ + 3 OH- 3
Fe(OH)2 Besi(II) hidroksida Fe(OH)2 → Fe2+ + 2 OH- 2
Fe(OH)3 Besi(III) hidroksida Fe(OH)3 → Fe3+ + 3 OH- 3
Sumber : Chang (2003)
2.4.3. NaOH (Natrium Hidroksida)
NaOH atau Nartium hidroksida merupakan salah satu jenis senyawa kimia basa
berwarna putih. NaOH juga sering digunakan sebagai salah satu gas adiktif pada makanan.
NaOH memiliki sifat higroskopis yaitu kemapuan untuk mengikat dan menahan larutan air
dimana larutan jenuh dari NaOH adalah 50%. Dimana NaOH dalam bentuk larutan akan
cepat bereaksi dengan dengan zat lain dibanding dalam bentuk solid. Campuran NaOH dan
17
air diiringi pelepasan kalor kelingkungan. Sehingga pda kosentrasi tinggi temperatur juga
tinggi. Berikut adalah sifat fisika NaOH.
Nama : Natrium Hidroksida/Sodium Hidroksida
Kondisi : Kepingan padat
Warna : Putih
Rumus : NaOH
Massa Molar : 40 gram/mol
Nomor CAS : 1310-73-2
Titik Lebur : 318˚C (591 K)
Titik Didih : 1390˚C (1663 K)
Massa Jenis : 2.13 gr/cm3
2.4.4. Ca(OH)2 atau Kalium Hidroksida
Ca(OH)2 atau Kalsium hidroksida dan lebih di kenal dengan air kapur adalah
campuran antara air senyawa kimia tak berwarna berupa bubuk putih CaO. Larutan kapur
ini merupakan larutan Tinggkat kekuatan basa cukup kuat. Larutan ini dapat berreaksi
dengan baik dengan larutan asam juga dengan beberapa logam. Air kapur dapat berubah
Kristal tak berwarna (bubuk putih). Air kapur dapat mengikat karbon dioksida (CO2) yang
ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna larutan jernih menjadi cukup keruh. Hal ini
dikarenakan air kapur yang bereaksi dengan karbon dioksida (CO2) endapan berupa kalsium
karbonat yang menjadikan aliran ini menjadi berwarna keruh. Adapun sifat fisika kalsium
karbonat sebagai berikut
Massa Molar : 74 gram/mol
Massa Jenis : 2.24 gr/cm3
Titik Lebur : 580oC
Kelarutan (g / 100 g H2O) : 0.173 g (20oC)
Nomor CAS : 1305-62-0
Untuk mengurangi kandungan karbondioksida (CO2) dalam biogas, dapat dilakukan
dengan melewatkan gas biogas ke dalam air kapur sehingga terdapat interaksi yang terjadi
secara absorpsi.
18
2.4.5. Kosentrasi larutan
Larutan yang merupakan campuran homogen dan komposisinya dapat berbeda.
Sebagai informasi mengenai jumlah relatif solute dan sovent dalam larutan digunakan istilah
kosentrasi larutan. Kosentrasi larutan adalah parameter yang menyatakan komposisi atau
perbedaan kuantitatif antara zat terlarut dengan zat pelarut. Terdapat berbagai cara untuk
menyatakan secara kuantitatif komposisi suatu larutan, antara lain :
a. Persen (%)
b. Part per million (ppm) atau bagian per juta (bpj)
c. Molaritas
d. Molalitas
e. Normalitas
f. Fraksi mol
Suatu kosentrasi larutan dapat dinyatakan sebagai presentasi zat terlarut dalam suatu
larutan. Terdapat beberapa cara untuk menyatakan kosentrasi larutan. Konsentrasi larutan
dikelompokkan dalam satuan fisik atau satuan kimia. Konsentrasi yang termasuk dalam
satuan Fisika dan Kimia dapat di lihat pada tabel 2.4 dan 2.5
Tabel 2.4
Kosetrasi Larutan dalam satuan Fisika
Lambang Nama Rumus
% W/W Persen berat 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑋 100
% V/V Persen Volume 𝑚𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝑚𝑙 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑋 100
%W/V Persen Berat-Volume 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝑚𝑙 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑋 100
% mgh Persen Miligram 𝑚𝑔 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
100 𝑚𝐿 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑋 100
Ppm Parts per million 1 𝑚𝑔 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
1 𝐿 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑋 100
Ppb Parts per bilion 1 𝑢 𝑔 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
1 𝐿 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑋 100
Sumber : Chang (2005)
19
Tabel 2.5.
Kosetrasi Larutan dalam satuan Kimia
Lambang Nama Rumus
X Fraksi mol 𝑚𝑜𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝑚𝑜𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 + 𝑚𝑜𝑙 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
F Formal 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑟𝑢𝑚𝑢𝑠 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
M Molar 𝑚𝑜𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝐿𝑖𝑡𝑒𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
M Molal 𝑚𝑜𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝐾𝑔 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
N normal 𝑒𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝐿 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
Sumber : Chang (2003)
2.4.6. Teori Penyerapan oleh Larutan NaOH
Mekanisme penyerapan CO2 dalam larutan NaOH dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, Na+ dan OH- yang terionisasi sempurna didalam air murni yang dikarenakan sifat
NaOH yang sangat basa. Kedua, gas CO2 dimasukkan ke dalam larutan NaOH untuk diserap,
secara fisik CO2 berubah menjadi CO2 cair, seperti yang tercantum dalam persamaan kimia
dibawah ini.
CO2(g) CO2 (aq) (2-15)
Berikutnya, cairan CO2 bereaksi dengan OH- dan menghasilkan HCO3- dan CO32-,
dapat dilihat dari persamaan :
CO2 (g) + OH- (aq) HCO3- (aq) (2-16)
HCO3- (aq) + OH- (aq) H2O (l) + CO3
2-(aq) (2-17)
Meskipun persamaan (2-16) adalah orde 2, hal ini dapat dianggap reaksi orde
pertama semu karena CO2 konstan didalam reaksi ini. Persaman (2-16) dan (2-17) adalah
reaksi reversible dengan tingkat yang sangat cepat dalam kisaran pH yang tinggi. Reaksi (2-
17) akan langsung berjalan setelah reaksi (2-16). Cairan CO2 tidak dapat keluar larutan
selama reaksi berjalan keseluruhan. Hal ini karena cairan CO2 akan langsung bereaksi untuk
reaksi pembentukan dengan OH-. Ketika cairan CO2 dihasilkan dalam larutan, hal itu
langsung dikonsumsi melalui reaksi (2-16) dan(2-17).
Persamaan (2-17) mendominasi diawal reaksi karena adsorben / larutan
dipertahankan dengan sifat basa yang sangat tinggi yng selanjutnya akan meningkatkan
kosentrasi CO32- relatif terhadap HCO3
-. Sebagai tambahan, OH- cepat menurun melalui
20
reaksi (2-16) dan (2-17). Oleh karena itu, pH akan cepat menurun pada periode awal dan
kosentrasi CO32- mengalami peningkatan. Berdasarkan fenomena tersebut, reaksi bersih
yang dilakukan selama bagian awal reaksi penyerapan CO2 secara keseluruhan dapat
dinyatakan melalui persamaan berikut.
2NaOH (aq) + CO2 (g) Na2CO3 (aq) + H2O(l) (2-18)
Meskipun produk berupa Na2CO3 (aq), itu ada karena pisahan Na+ dan CO3 2- di
dalam absorben. Berikutnya selam CO2 terus dialirkan kedalam larutan NaOH selama reaksi,
CO2 akan terus diserap yang mengarah ke penurunan OH- dan penumpukan CO32- melalui
persamaan (2-16) dan reaksi maju dari persamaan (2-17). Namun, peningkatan kosentrasi
CO3 menyebabkan reaksi mundur dari persamaan (2-17) menjadi dukungan sehingga
mempercepat reaksi maju pada persamaan (2-16). Oleh karena itu, kosentrasi HCO3- dan pH
yang menurun dalam kisran ini, reaksi bersih dilakukan dalam rentang kedua ini keseluruhan
reaksi penyerapan dapat dinyatakan sebagai berikut
Na2CO3 (aq) + CO2 (g) + H2O (l) 2NaHCO3 (aq) (2-19)
Setelah reaksi (2-19) selesai pada kesetimabangan, jumlah sedikit CO2 dapat
tambahan diserap untuk menebus kekurangan CO2 yang tidak terserap secara keseluruhan
dengan NaOH dalam larutan air yang dapat dringkas sebagai persamaan reaksi (2-20) yang
merupakan reaksi bersih pada persammaan (2-18) dan (2-19)
NaOH (aq) + CO2 (g) NaHCO3 (aq). (2-20)
2.4.7. Teori Penyerapan oleh Larutan Ca(OH)2
Reaksi penyerapan karbondioksida dengan menggunakan larutan Ca(OH)2
dinyatakan sebagai persamaan berikut
Ca(OH)2 (s) + CO2 (g) CaCO3 (s) + H2O (l) (2-21)
Reaksi (2-21) mencangkup banyak reaksi perbagian atau reaksi individu seperti pemisahan
Ca(OH)2 dan produksi CaCO3. Dimana beberapa reaksi dibatasi oleh pH tetapi juga sebagian
ada yang terlepas dari pH. Hal ini dapat dirangkup sebagai berikut. Reaksi ionisasi Ca(OH)2
dalam air akan menjadi Ca2+ dan 2OH-. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut
Ca(OH)2(s) Ca2+(aq) + 2OH- (aq). (2-22)
Sedangkan CO2 merupakan oksida asam yaitu oksida non logam yang jika dilarukan
kedalam air akan membentuk asamnya dan melepas ion H+
CO2 (g) CO2(aq) (2-23)
CO2 (aq)+H2O (l) H2CO3(aq) (2-24)
H2CO3 (aq) H+ (aq) + HCO3- (aq) (2-25)
21
HCO3-(aq) H+ (aq) + CO3
2- (aq) (2-26)
Reaksi 2-23 dan 2-25 sangat cepat sedangkan reaksi 2-24 dapat mengendalikan laju reaksi
nya karena terjadi relatif sangat lambat.
Setelah itu terjadi reaksi penetralan yaitu reaksi antara asam dengan basa. Reaksi
asam-basa dalam medium air biasanya menghasilkan air dan garam, yang merupakan
senyawa ionik yang terbentuk dari satu kation H+ dan suatu anion selain OH- dan O2.
CO2 (aq) + OH-(aq) HCO3-(aq) (2-27)
HCO3-(aq) + OH- (aq) H2O(l) + CO3
2-(aq) (2-28)
Ca2+ (aq) + CO32- (aq) CaCO3 (s) (2-29)
2.4.8. Reaksi Penetralan Asam-Basa
Reaksi penetralan asam-basa merupakan reaksi antara asam dan basa. Reaksi asam-
basa dalam medium air biasanya menghasilkan air dan garam, yang merupakan senyawa
ionik yang terbentuk dari suatu kation selain H+ dan suatu anion selain OH- dan O2-.
H+ (aq) + OH- (aq) H2O
Salah satu senyaa yang dijadikan contoh adalah reaksi antara natrium hidroksida dan asam
klorida.
NaOH (aq) + HCl (aq) NaCl (aq) + H2O
Disini membuktikan bahwa netralisasi dalam larutan air adalah suatau garam dan air.
Garam adalah senyawa ionik yang terdiri dari ion positif (kation) dan ion negatif
(anion), sehingga membentuk senyawa netral (tanpa muatan). Terdapat banyak macam
garam. garam yang terhidrolisa dan membentuk hidroksida dan membentuk ion hidroksida
ketika dilarutkan dalam air disebut sebagai garam basa. Garam yang terhidrolisa dan
membentuk ion hidronium di air disebut sebagai garam asam. Hal ini membuktikan bahwa
istilah penetralan antara asam dan basa tidak selalu menghasilkan larutan yang benar-benar
netral. Jadi larutan netral bisa terjadi jika diperoleh dari asam dan basa yang sama sama kuat.
2.5. Bubble Generator
Bubble generator adalah sebuah komponen yang difungsikan sebagai memperluas
bidang konak antara senyawa CO2 dan larutan yang digunakan sebagai absorber. Dimana
prinsip kerja nya adalah dengan cara membuat gelembung gelembung melalui lubang
lubang. Bubble generator dibuat dengan cara membuat lubang kecil kecil pada silinder
dengan diameter yang sudah ditentukan. Bubble generator kemudian dimasukkan kedalam
22
larutan yang difungsikan pada proses purifikasi.yang mana bagian atas merupakan bagian
inlet dan dipaksa melalui lubang keluar sehingga aliran gas bisa terus berlanjut.
2.6. Sistem Penabungan Biogas
Tabel 2.6
Kesesuaian Penyimpanan Biogas
Tujuan
Penyimpanan Tekanan (psi)
Alat
Penyimpanan Material Ukuran (ft3)
Penyimpanan
jangka waktu
pendek dan
menengah
(konvensional)
<0,1 Floating Cover
Karet atau Plastik
yang diperkuat atau
tanpa penguat.
Volume yang bisa
berubah, biasanya
produksi kurang
dari satu hari.
<2 Kantong Gas
Karet atau Plastik
yang diperkuat atau
tanpa penguat.
150-11.000
2-6 Water Sealed Gas
Holder Baja 3.500
Kantong Gas Berat
Karet atau Plastik
yang diperkuat atau
tanpa penguat.
880-28.000
Floating roof Plastik atau plastic
yang diperkuat
Volume yang bisa
berubah, biasanya
produksi kurang
dari satu hari.
Penyimpanan
jangka waktu
lama (non-
konvensional)
10-2.900 Tangki Propana
atau Butana Baja 2000
>2.900 Tabung gas
komersial Baja Paduan 350
Sumber : Walsh (1996).
Salah satu kelemahan energi alternative saat ini adalah kurang efektifnya energi yang
dihasilkan karena hanya dapat digunakan sekali dan masih kurang atau tidak dapat disimpan
sehingga dibuang secara percuma. Padahal untuk saat ini bioas dari hasil digester terus
23
dikembangkan. Untuk saat ini memang sudah ada yang melakukan kegiatan penyimpanan
biogas tetapi hanya dapat disimpan pada waktu yang singkat. Dan untuk sekarang mulai
dikembangkan teknologi penyimpanan biogas berdasarkan kapasitas dan daya tahan.
Tabel 2.6 menunjukkan kesesuaian penyimpanan biogas sesuai dengan tekanan yang
diiginkan. Semakin tinggi tekanan penyimpanan, dibutuhkan material yang semakin kuat.
Untuk penyimpanan dengan tekanan tinggi menggunakan material logam sebagai bahan
penyimpanan. Selain itu dari segi tujuan penyimpanan terbagi menjadi dua jenis yaitu
penyimpanan jangka waktu pendek, menengah dan jangka waktu yang panjang. Untuk saat
ini hamper setiap rumah di Indonesia menggunaka tabung LPG dimana dalam kategori diatas
adalah tangki propane atau butane yang mampu menahan tekanan dalam jumlah besar. Oleh
karena itulah tabung tersebut juga dapat digunakan sebagai salah satu sarana untuk
melakukan penyimpanan biogas yang dapat langsung diaplikasikan oleh masyarakat.
2.7. Nilai Kalor Pembakaran
Reaksi pembakaran Hidrokarbon selalu menghasilkan CO2 dan H2O. air atau H2O dalam
prodak dapat muncul dalam berbagai fase dan akan mempengaruhi terhadap nilai
pemanasannya. LHV (lower heating value) adalah panas pembakaran pada kondisi dimana
air atau H2O dalam produk berbentuk uap (gas) sedangkan HHV (higher heating value)
adalah panas pembakaran yang dihasilkan oleh reaksi pembakaran jika semua air didalam
produk terkondensasi menjadi cair.
Tabel 2.7
Nilai Kalor Pembakaran
Senyawa Berbentuk Gas H2O dalam produk bebentuk
cair (HHV) "KJ/Kg"
H2O dalam produk bebentuk
Uap (LHV) "KJ/Kg"
Metane, CH4 55641 50141
Etan, C2H6 51993 47595
Hexan, C6H14 48679 45100
Oktan, C8H18 48254 44786
Hidrogen, H2 141788 119954
Acentylene, C2H2 60960 57577
Sumber : ING Wardana (2008)
24
2.8. Hipotesa
Larutan NaOH dan Ca(OH)2 adalah larutan bersifat basa dan akan bereaksi dengan
karbondioksida (CO2) yang bersifat oksida asam.
Perbandingan kinerja purifikasi biogas menggunakan larutan NaOH dan Ca(OH)2
adalah larutan NaOH lebih besar menyerap kandungan CO2 biogas dibandingkan dengan
larutan Ca(OH)2 hal ini disebabkan karena larutan NaOH merupakan larutan mudah laruh
dalam air dibanding dengan larutan Ca(OH)2. Larutan NaOH maupun Larutan Ca(OH)2
akan mencapai penyerapan optimal pada saat larutan jenuh yaitu kemampuan pelarut
melarutkan zat terlarut pada temperatur tertentu. Dan juga nilai kalor pembakaran biogas
akan meningkat seiring besarnya kadar CO2 yang terserap.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Pada penelitian tentang biogas ini, metode penelitian yang dipakai adalah metode
penelitian eksperimental. Metode ini meneliti pengujian tentang pengaruh dari suatu
perlakuan terhadap fenomena proses yang terjadi. Dari berbagai perlakuan pada percobaan
tersebut akan dibandingkan hasilnya sehingga diperoleh hasil yang paling baik.
3.2 Waktu dan tempat penelitian
Waktu Pengambilan data : Bulan Mei 2017
Tempat penelitian :
Bengkel AC mobil Dewista AC
Laboratorium Motor Bakar Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
3.3 Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Variabel bebas
Variabel bebas yaitu variabel yang besarnya ditentukan oleh peneliti dan ditentukan
sebelum penelitian dilakukan. Dalam hal ini variabel bebasnya adalah :
a. Fraksi Volume NaOH 40%, 45%, 50%, 55%, 55%, dan 60 %
b. Fraksi Volume Ca(OH)2 0 %, 0.07%, 0.15%, 0.303% dan 0.45%
c. Waktu pengamatan kandungan CO2 0 menit ; 4 menit ; 8 menit ; 12 menit ; 16 menit
dan 20 menit.
2. Variabel terikat
Variabel terikat adalah variabel yang nilainya tergantung dari variabel bebas dan
diketahui setelah penelitian dilakukan. Variabel terikat yang diamati pada penelitian ini
adalah hasil purifikasi biogas.
26
3. Variabel terkontrol
Variabel terkontrol adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh peneliti dan dibuat agar
kondisinya konstan atau tetap. Dalam penelitian kali ini variabel terkontrol adalah :
a. Laju aliran biogas adalah 12,5 L/menit
b. Gas yang digunakan merupakan campuran CH4 dan CO2 dengan komposisi campuran
gas 50% : 50% untuk Larutan CaOH
c. Gas yang digunakan merupakan campuran CH4 dan CO2 dengan komposisi campuran
gas 50% : 50% untuk Larutan NaOH
d. Volume Larutan NaOH adalah 3 liter
e. Volume Larutan CaOH adalah 3 liter
3.4 Alat dan Bahan Penelitian
A. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah :
1. Gas CH4
Gas CH4 atau yang disebut metana adalah bahan utama yang nantinya akan dicampur
dengan gas CO2 (karbon dioksida) sebagai permisalan biogas yang mana mana
mengandung kandungan senyawa utama yaitu CH4 dan CO2
2. Gas CO2
Gas CO2 (karbon dioksida) adalah gas yang akan dicampurkan dengan gas metana CH4
dan akan dilihat presentase pengurangan dari kandungan gas CO2 setelah dialirkan pada
larutan
3. Larutan NaOH
Larutan NaOH digunakan sebagai bahan yang berfungsi menurunkan kadar CO2 pada
pemurnian gas CH4 dengan cara dialirkan melalui pipa
4. Larutan Ca(OH)2
Larutan Ca(OH)2 digunakan sebagai bahan yang berfungsi menurunkan kadar CO2 pada
pemurnian gas CH4 dengan cara dialirkan melalui pipa
27
B. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Flowmeter Udara
Berfungsi untuk mengatur debit aliran antara gas CO2 dan CH4 yang nantinya akan
dicampur dan dialirkan ke tabung purifikasi.
Gambar 3.1. Flowmeter
2. Pressure gauge gas
Berfungsi sebagai bukaan gas yang mana terdapat katub yang difungsikan gas hasil
purifikasi dapat keluar untuk diidentifikasi kandungan dengan menggunakan gas analyzer
Gambar 3.2. Pressure Gauge Gas
28
3. Stopwatch
Berfungsi untuk menghitung waktu pengambilan data
Gambar 3.3. Stopwatch
4. Timbangan Digital
Gambar 3.4. Timbangan Digital
29
5. Stargas
Gambar 3.5. Stargas
Merk : Technotest
Type : Multigas 488 Plus / 473
Power Supply : 110/220/240 V
50-60 Hz
Detection Range : CO2 : 0-20%
Buatan : Italy
3.5. Skema Instalasi
Dari skema instalasi ini peneliti meneliti tentang pergantian jenis larutan dan fraksi
volume pada instalasi no .6
Gambar 3.5. Skema Instalasi
Keterangan :
1. Tabung CH4
2. Tabung CO2
3. Flowmeter
4. Gas Mixer
5. Thermocouple
6. Tabung NaOH /
Ca(OH)2
7. Katup Sampling
8. Tabung Kosong
9. Tabung Kosong
10. Kompresor
11. Multimeter Digital
12. Pressure Gauge
13. Kondensor
14. Selenoid
30
3.6. Prosedur Penelitian
1. Studi Pustaka
Studi Pustaka dilakukan untuk mencari sumber sumber atau dasar teori yang menguatkan
hipotesa dan berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan untuk selanjutnya
memperkuat hasil analisa dari data penelitian.
2. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan dilakukan untuk studi dan mencari alat dan bahan yang akan digunakan
dalam penelitian.
3. Desain Instalasi
Desain instalasi digambar untuk merencanakan skema instalasi yang akan digunakan
dalam penelitian sehingga memudahkan pengambilan dan analisa data.
4. Pembuatan Instalasi
Pembuatan Instalasi dimulai dengan membeli material yang digunakan dan membuat
bersama tenaga ahli.
5. Pengujian Alat dan Pengambilan data
Pengujian alat memastikan sistem menyala dengan sempurna dan indikator mengalami
perubahan. Data yang diambil adalah kadar CO2 setelah melewati larutan absorber baik
menggunakan NaOH maupun Ca(OH)2
6. Pembahasan
Pembahasan dilakukan setelah semua data terkumpul. Kemudian data di analisa dan
dibandingkan serta disesuaikan dengan dasar teori dan hipotesa untuk selanjutnya dibuat
dalam bentuk grafik.
3.7. Metode Pengambilan Data
1. Mempersiapkan semua alat dan bahan sesuai dengan instalasi untuk pengambilan data
2. Memasukkan variasi pertama yaitu larutan NaOH dengan Fraksi Volume 40%.
3. Menghubungkan selang untuk Tabung CH4 dab CO2 ke dalam FlowMeter
4. Membuka katup regulator CH4 dan CO2 sehingga Flowmeter menunjukan perubahan
5. Mengatur bukaan flowmeter CH4 sehingga debit menunjukkan 6,25 Liter / Menit
6. Mengatur bukaan flowmeter CO2 sehingga debit menunjukkan 6,25 Liter / Menit
7. Mengambil Sampel melalui Pressure Gauge pada Menit ke 4 mengunakan Gas
Analyzer untuk diuji kadar CO2 .
8. Mengambil Sampel melalui Pressure Gauge pada Menit ke 8 mengunakan Gas
Analyzer untuk diuji kadar CO2 .
31
9. Mengambil Sampel melalui Pressure Gauge pada Menit ke 12 mengunakan Gas
Analyzer untuk diuji kadar CO2 .
10. Mengambil Sampel melalui Pressure Gauge pada Menit ke 16 mengunakan Gas
Analyzer untuk diuji kadar CO2 .
11. Mengambil Sampel melalui Pressure Gauge pada Menit ke 20 mengunakan Gas
Analyzer untuk diuji kadar CO2 .
12. Mengganti Larutan NaOH dengan Variasi Fraksi volume 45%,50%,55% dan 60% dan
Mengulangi langkah 4 sampai 11
13. Mengganti Jenis larutan dengan Larutan Ca(OH)2 dengan fraksi volume 0.07%, 0.15%,
0.303% dan 0.45% dan Mengulangi langkah 4 sampai 11
3.8.Diagram Alir Penelitian
Berikut adalah diagram alir penelitian yang akan dilakukan:
Perangkaian dan Penyusunan Alat
Studi literatur dan Rumusan
Masalah
Pengaturan parameter pengujian
Persiapan Alat dan
Bahan Penelitian
Mulai
A B
32
Selesai
Kesimpulan dan Saran
Apakah semua variasi
sudah selesai?
Tidak
Ya
Analisis dan pembahasan
Pengambilan data
Penelitian
A B
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengolahan Data
Tabel 4.1
Tabel Kandungan karbondioksida (CO2) Setelah melewati Larutan NaOH
Fraksi Volume NaOH (%)
Kadar CO2 (%) Pada Menit Ke-
0 4 8 12 16 20
40 50 11.87 12.26 11.56 11.33 12.47
45 50 4.22 5.19 5.54 5.87 5.68
50 50 5.38 4.45 4.09 3.84 4.02
55 50 6.11 6.1 5.96 6.37 5.91
60 50 5.91 6.3 6.3 5.91 6.23
(a.) (b.)
Gambar 4.1 Purifikasi menggunakan larutan NaOH dalam presentase volume
(a.) Penyerapan CO2 (b.) Presentase CH4 di Biogas
34
Pada gambar 4.1 menunjukkan hubungan antara kadar karbondioksida yang tidak
terserap dalam biogas terhadap waktu dengan variasi fraksi volume NaOH. Didapatkan data
bahwa besarnya fraksi volume larutan NaOH mempengaruhi kadar CO2 yang terserap dan
juga waktu purifikasi dari waktu ke-4 smpai waktu ke-20 tidak berpengaruh terhadap hasil
purifikasi. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.1 (a.) yaitu pada fraksi volume 40% dimana
didapatkan data sisa kandungan CO2 yang tidak terserap adalah 11,33% ; 12,26% ; 11,56%
; 11,33% dan 12,47% dengan rata rata 11,898 %. Pada fraksi Volume 45% sisa kandungan
CO2 yang tidak terserap adalah 4,22% ; 5,19% ; 5,54% ; 5,58% ; 5,68% dengan rata-rata
5,3%. Pada fraksi Volume 50% sisa kandungan CO2 yang tidak terserap adalah 5,38% ;
4,45% ; 4,09% ; 3,38% dan 4.02 % dengan rata-rata 4,356% . Pada fraksi Volume 55% sisa
kandungan CO2 yang tidak terserap adalah 6,11% ; 6,1% ; 5,96% ; 6,37% dan 5,91% dengan
rata-rata 6,09% dan pada fraksi volume 60% sisa kandungan CO2 adalah 5,91% ; 6,3% ;
6,3% ; 5,91% dan 6,23% dengan rata-rata 6,1 %. Sehingga semakin banyak presentase
karbon dioksida (CO2) terserap dalam Larutan NaOH maka semakin besar pula presentase
dari kadungan CH4 dalam biogas. Hal ini dapat diketahui dari gambar 4.1 (b).
Kemampuan NaOH dapat menyerap CO2 karena NaOH bila tercampur dengan air
maka akan membentuk ion Na+ dan OH- (teori asam basa Arrhenius) seperti pada persamaan
(4-1). Sedangkan CO2 bila bereaksi dengan air akan menghasilkan ion H+ seperti persamaan
(4-2). Sehingga ion ion yang larut dalam H2O ini akan bereaksi seperti pada persamaan (4-
3) dan (4-4)
𝑁𝑎𝑂𝐻(𝑠) → 𝑁𝑎(𝑎𝑞)+ + 𝑂𝐻(𝑎𝑞)
− (4-1)
𝐶𝑂2(𝑔) + 𝐻2𝑂 → 𝐻(𝑎𝑞)+ + 𝐻𝐶𝑂3
−(𝑎𝑞)
(4-2)
𝐻𝐶𝑂3−
(𝑎𝑞)+ 𝑂𝐻(𝑎𝑞)
− ⇆ 𝐻2𝑂(𝑙) + 𝐶𝑂32−
(4-3)
𝐻(𝑎𝑞)+ + 𝑂𝐻(𝑎𝑞)
− → 𝐻2𝑂(𝑙) (4-4)
Dimana selama CO2 terus dialirkan kedalam larutan NaOH selama reaksi , maka CO2 akan
terus diserap yang mengarah pada penurunan OH-. Sehingga hasil dari pada reaksi
keseluruhan adalah seperti persamaan (4-5)
2𝑁𝑎𝑂𝐻(𝑎𝑞) + 𝐶𝑂2(𝑔) → 𝑁𝑎2𝐶𝑂3(𝑠) + 𝐻2𝑂(𝑙) (4-5)
35
Tabel 4.2
Tabel Kandungan karbondioksida (CO2) Setelah melewati Larutan Ca(OH)2
Fraksi Volume Ca(OH)2 (%)
Kadar CO2 (%) Pada Menit Ke-
0 4 8 12 16 20
0 50 23.82 22.35 21.58 22.44 23.62
0.07 50 15.58 15.92 16.15 15.99 16.09
0.15 50 16.59 16.71 16.5 16.96 17.32
0.3 50 17.64 17.14 17.17 17.06 17.61
0.45 50 17.72 18.43 17.16 17.15 17.15
(a.) (b.)
Gambar 4.2 Purifikasi menggunakan larutan Ca(OH)2 dalam presentase volume
(a.) Penyerapan CO2 (b.) Presentase CH4 di Biogas
Pada gambar 4.2 menunjukkan hubungan antara kadar karbondioksida yang tidak
terserap terhadap waktu dengan variasi fraksi volume Ca(OH)2 didapatkan data bahwa
besarnya fraksi volume larutan Ca(OH)2 mempengaruhi kadar CO2 yang terserap dan juga
waktu purifikasi dari waktu ke-4 smpai waktu ke-20 tidak berpengaruh terhadap hasil
purifikasi. Dengan menggunakan Larutan Ca(OH)2 dengan fraksi volume 0% didapatkan
data sisa kandungan CO2 yang tidak terserap adalah sebesar 23.82 ; 22.35 ; 21.58 ; 22.44 ;
263.63 secara berurutan dengan rata-rata sebesar 22.76%. Pada Fraksi Volume 0.07 %
didapatkan data sisa kandungan CO2 yang tidak terserap adalah sebesar 15,58 ; 15.92 ; 16.15
36
; 15.99 ; 16.09 secara berurutan dengan rata-rata sebesar 15,946%. Pada Fraksi volume
0,15% sisa kandungan CO2 yang tidak terserap 16,59% ; 16,71% ; 16,5% ; 16,96 dan
17,32% secara berurutan dengan rata-rata 16,816%. Pada Fraksi volume 0,30% sisa
kandungan CO2 yang tidak terserap 17, 64% ; 17,14% ; 17,17% ; 17,06% ; 17,61% dengan
rata-rata 17,324% dan pada fraksi volume 0,45% sisa kandungan CO2 yang tidak terserap
adalah 17,72% ; 18;43 ; 17,16% ; 17,15% ; 17,15% dengan rata-rata sebesar 17,522%.
Sehingga semakin banyak presentase karbon dioksida (CO2) terserap dalam Larutan NaOH
maka semakin besar pula presentase dari kadungan CH4 dalam biogas. Hal ini dapat
diketahui dari gambar 4.2 (b).
Kemampuan larutan Ca(OH)2 dapat menyerap CO2 karena Ca(OH)2 bila tercampur
dengan air maka akan membentuk ion Ca+ dan 2OH- seperti persamaan (4-6). Sedangkan
CO2 bila bereaksi dengan air akan menghasilkan ion H+ seperti persamaan (4-7). Sehingga
ion ion yang larut dalam H2O ini akan bereaksi seperti pada persamaan (4-8) dan (4-9)
𝐶𝑎(𝑂𝐻)2(𝑠) → 𝐶𝑎(𝑎𝑞)2+ + 2𝑂𝐻(𝑎𝑞)
− (4-6)
𝐶𝑂2(𝑔) + 𝐻2𝑂 → 𝐻(𝑎𝑞)+ + 𝐻𝐶𝑂3
−(𝑎𝑞)
(4-7)
𝐻𝐶𝑂3−
(𝑎𝑞)+ 𝑂𝐻(𝑎𝑞)
− ⇆ 𝐻2𝑂(𝑙) + 𝐶𝑂32−
(4-8)
𝐻(𝑎𝑞)+ + 𝑂𝐻(𝑎𝑞)
− → 𝐻2𝑂(𝑙) (4-9)
Dimana selama CO2 terus dialirkan kedalam larutan Ca(OH)2 selama reaksi , maka
CO2 akan terus diserap yang mengarah pada penurunan OH-. Sehingga hasil dari pada reaksi
keseluruhan adalah seperti persamaan (4-10)
𝐶𝑎(𝑂𝐻)2 (𝑎𝑞) + 𝐶𝑂2(𝑔) → 𝐶𝑎𝐶𝑂3(𝑠) + 𝐻2𝑂(𝑙) (4-10)
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa waktu purifikasi selama 20 menit yaitu
pada menit ke-empat, ke-delapan, ke-12, ke-16 dan ke-20 adalah belum perpengaruh
terhadap hasil purifikasi. Purifikasi dengan menggunakan larutan NaOH dapat diketahui
bahwa grafik hasil purifikasi cenderung konstan dan tidak begitu banyak mengalami
perubahan dan hal ini terjadi di semua fraksi volume NaOH. Begitu juga menggunakan
larutan Ca(OH)2. Pada menit yang sama grafik hasil purifikasi juga cenderung konstan dan
tidak banyak mengalami perubahan dan hal ini terjadi di semua fraksi volume Ca(OH)2.
37
4.2 Perbandingan Efesiensi Penyerapan Karbondioksida (CO2) menggunakan Larutan
NaOH dan Ca(OH)2
Pada Diagram efesiensi rata-rata penyerapan karbondioksida (CO2) pada tiap
kosentrasi didapatkan data berdasarkan rumus
𝜂 = (1 −𝐶𝑂2,out
𝐶𝑂2,𝑖𝑛) 𝑋 100% (4-11)
Dimana : 𝜂 = 𝑒𝑓𝑒𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑛 𝐶𝑂2
𝐶𝑂2, out = kadar CO2 yang tidak terserap(%)
𝐶𝑂2, 𝑖𝑛 = 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑂2 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘(%)
Maksud dari efesiensi penyerapan ini adalah untuk mengetahui seberapa besar kadar
karbondioksida (CO2) yang terserap didalam larutan absorben dibanding dengan presentasi
kandungan karbondioksida(CO2) yang masuk. Sehingga diketahui efektifitas dari larutan
absorben yang digunakan.
Gambar 4.3 Grafik Efesiensi Penyerapan Karbondioksida (CO2)
Efesiensi penyerapan Menggunakan Larutan NaOH dapat terlihat dari gambar 4.3
dimana pada fraksi Volume 40% didapatkan efesiensi penyerapan sebesar 76.204 %, fraksi
38
volume 45% didapatkan efesiensi penyerapan sebesar 89,4 %, pada fraksi volume 50%
didapatkan efesiensi penyerapan sebesar 91,288%, pada fraksi volume 55% didapatkan
efesiensi penyerapan sebesar 87, 82% dan pada fraksi volume 60% didapatkan efesiensi
penyerapan sebesar 87,74 %. Pada fraksi volume 40%, 45% dan 50% didapatkan data bahwa
semakin besar fraksi volume larutan NaOH maka semakin besar juga kandungan
karbondioksida (CO2) yang terserap hal ini karena semakin besar banyak ion OH- yang
dihasilkan dari larutan NaOH sehingga dapat bereaksi dengan CO2. Akan tetapi setelah
fraksi volume 50% yaitu pada fraksi volume 55% dan 60%, efesiensi penyerapan kadar
karbondioksida (CO2) sedikit mengalami penurunan hal ini dikarenakan pada fraksi volume
55% dan 60% telah melewati titik jenuh larutan yaitu kemampuan zat terlarut untuk larut ke
dalam zat pelarut sehingga zat terlarut yang tidak dapat larut dan akan menjadi endapan di
larutan yang akan menggangu jalannya purifikasi. Hal ini dapat dibuktikan dari salah satu
sifat propertis dari NaOH yaitu sifat kelarutan dalam air yaitu sebesar 109 gr / 100 ml
sehingga sama dengan 1090 gr / Liter. Selain itu sifat propertis yang dapat digunakan adalah
massa jenis NaOH yaitu sebesar 2,13 gr/cm3. Dan menggunakan perhitungan sebagai berikut
a. Massa Jenis
Pada perhitungan massa jenis ini digunakan hanya untuk mengetahui berapa besar
volume NaOH pada massa 1090 gram yang akan digunakan untuk menghitung kosentrasi
𝜌 =𝑚
𝑣 (4-12)
2,13 =1090
𝑣
𝑣 = 511,7 𝑚𝑙
b. Fraksi Volume
Setelah didapatkan nilai dari pada volume NaOH maka dapat digunakan untuk
menghitung fraksi volume pada kondisi Jenuh. Dimana Volume Larutan didapat dari
Volume H2O yang digunakan karena Volume NaOH sudah terionisasi secara sempurna
tanpa terjadi penambahan volume.
𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒(%) =𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 (4-13)
𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒(%) =511,7 𝑚𝑙
1000 𝑚𝑙𝑥 100%
𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒(%) = 51%
39
Dari penjelasan rumus diatas dapat diketahui bahwa fraksi volume larutan NaOH 55% dan
60% sudah melewati titik jenuh larutan.yang mana larutan jenuh NaOH berada pada fraksi
volume 51%
Efesiensi penyerapan Menggunakan Larutan Ca(OH)2 juga dapat terlihat dari
gambar 4.3. dimana pada fraksi volume 0% effesiensi penyerapan sebesar 54,472 %, fraksi
Volume 0.07 % effesiensi sebesar 68,108 %, fraksi volume 0.15% didapatkan efesiensi
penyerapan sebesar 66,368 %, pada fraksi volume 0.30% didapatkan efesiensi penyerapan
sebesar 65,352%, dan pada fraksi volume 0.45% didapatkan efesiensi penyerapan sebesar
64.956%. dari diagram diatas didapatkan bahwa semakin besar kosentrasi larutan Ca(OH)2
maka efesensi purifikasi cenderung mengalami penurunan. Dapat dilihat bahwa efesiensi
terbesar terdapat pada fraksi volume 0.07% dan pada fraksi volume 0.15% ; 0.30% ; 0.45%
mengalami penurunan. Hal ini di sebabkan karena setelah melewati titik jenuh larutan yaitu
kemampuan zat terlarut untuk larut dalam zat pelarut . sehingga menimbulkan endapan
Ca(OH)2 yang tidak terurai didalam fluida pelarut. Maka dari itu endapan dapat menurunkan
efesiensi penyerapan CO2. Hal ini dapat dibuktikan dari salah satu sifat propertis dari
Ca(OH)2 yaitu sifat kelarutan dalam air yaitu sebesar 0,173gr / 100 ml sehingga sama
dengan 1,730 gr / Liter. Selain itu sifat propertis yang dapat digunakan adalah massa jenis
Ca(OH)2 yaitu sebesar 2,24 gr/cm3. Dan menggunakan perhitungan sebagai berikut :
a. Massa Jenis
Pada perhitungan massa jenis ini digunakan hanya untuk mengetahui berapa besar
volume Ca(OH)2 pada massa 0.173 gram yang akan digunakan untuk menghitung kosentrasi
𝜌 =𝑚
𝑣 (4-14)
2,24 =1,730
𝑣
𝑣 = 0,77 𝑚𝑙
b. Fraksi Volume
Setelah didapatkan nilai dari pada volume Ca(OH)2 maka dapat digunakan untuk
menghitung fraksi volume pada kondisi Jenuh. Dimana Volume Larutan didapat dari
Volume H2O yang digunakan karena Volume Ca(OH)2 sudah terionisasi secara sempurna
tanpa terjadi penambahan volume.
𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒(%) =𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 (4-15)
𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒(%) =0,77 𝑚𝑙
1000 𝑚𝑙𝑥 100%
𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒(%) = 0,077%
40
Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa larutan jenuh Ca(OH)2 berada di fraksi
volume 0,77 %. Dan hal ini membuktikan bahwa pada fraksi volume 0,15% ; 0,30% ; 0,45%
mengalami penurunan karena sudah berada diatas dititik jenuh karutan dan menyebabkan
terjadinya endapan.
Sehingga dari Perbandingan Efesiensi penyerapan CO2 menggunakan Larutan NaOH
dan Ca(OH)2 adalah larutan NaOH memiliki efesiensi penyerapan tertinggi pada fraksi
Volume 50% yaitu sebesar 91,288%. Sedangkan larutan Ca(OH)2 memiliki efesiensi
penyerapan tertinggi pada fraksi volume 0.07% yaitu sebesar 68,108%. Dari kedua larutan
tersebut dapat diketahui bahwa titik optimal penyerapan karbon dioksida (CO2) terdapat
pada titik jenuh larutan. Yaiu kemampuan zat terlarut untuk larut dalam zat pelarut. Pada
Larutan NaOH dimana larutan jenuh berada di Fraksi Volume 50% sedangkan Ca(OH)2
berada pada fraksi volume 0,07%.
4.3 Perbandingan Nilai Kalor Biogas Setelah Purifikasi
Nilai kalor pembakaran biogas aktual biogas dapat dihitung menggunakan presentasi
CH4. Menurut Mitzlaff, 1988 : halaman 30 dapat dihitung menggunakan rumus
𝐻𝑉𝑏𝑖𝑜𝑔𝑎𝑠 =𝑉𝑐ℎ4
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑥 𝐻𝑉 𝐶𝐻4 𝑥 𝜌 𝐶𝐻4 (4-16)
Dimana HV Biogas = Nilai kalor biogas ( kJ/ m3 )
HV CH4 = Nilai Kalor CH4 ( kJ/ kg )
V CH4 = Volume CH4 (m3)
V Total = Volume biogas (m3)
𝜌 𝐶𝐻4 = Massa Jenis CH4 ( kg/ m3 )
Tabel 4.3
Nilai kalor pembakaran biogas setelah melewati larutan NaOH
Fraksi Volume NaOH
(%)
Nilai Kalor Pembakaran Pada Menit Ke-
0 4 8 12 16 20
40 16797.2 29606.8 29475.8 29710.9 29788.2 29405.2
45 16797.2 32176.8 31850.9 31733.3 31622.5 31686.3
50 16797.2 31787.1 32099.5 32220.5 32304.4 32244
55 16797.2 31541.8 31545.2 31592.2 31454.5 31609
60 16797.2 31609 31478 31478 31609 31501.5
41
Tabel 4.4
Nilai kalor pembakaran biogas setelah melewati larutan Ca(OH)2
Fraksi Volume Ca(OH)2
(%)
Nilai Kalor Pembakaran Pada Menit Ke-
0 4 8 12 16 20
0 16798.2 25593.8 26087.7 26346.4 26057.4 25657.6
0.07 16798.2 28362.1 28247.9 28170.6 28224.4 28190.8
0.15 16798.2 28022.8 27982.5 28053.1 27898.5 27777.6
0.3 16798.2 27670.1 27838 27828 27864.9 27680.1
0.45 16798.2 27643.2 27404.6 27831.3 27834.7 27834.7
Didapatkan hasil bahwa semakin besar efesiensi penyerapan CO2 maka semakin
besar nilai kalor dari pada biogas. Dengan menggunakan larutan NaOH , nilai kalor tertinggi
setelah biogas melewati larutan NaOH pada fraksi volume 50%. Sedangkan dengan
mengunakan larutan Ca(OH)2 nilai kalor tertinggi adalah setelah biogas melewati larutan
Ca(OH)2 pada fraksi volume 0.07%.
42
43
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal
mengenai perbandingan purifikasi karbon dioksida (CO2) menggunakan Larutan NaOH dan
Larutan Ca(OH)2.
1. Larutan NaOH dan larutan Ca(OH)2 dapat menyerap kandungan karbondioksida (CO2)
didalam biogas. Kemampuan Menyerap karbondioksido (CO2) selama waktu 20 menit
yaitu pada menit ke-4, ke-8, ke-12, ke-16 dan ke-20 adalah tidak terdapat perbedaan hasil
purifikasi. Baik menggunakan larutan NaOH ataupun Larutan Ca(OH)2.
2. Perbandingan Efesiensi penyerapan CO2 menggunakan larutan NaOH dan Ca(OH)2
adalah larutan NaOH memiliki efesiensi penyerapan tertinggi pada fraksi Volume 50%
yaitu sebesar 91,288%. Sedangkan larutan Ca(OH)2 memiliki efesiensi penyerapan
tertinggi pada fraksi volume 0.07% yaitu sebesar 68,108%. Dari kedua larutan tersebut
dapat diketahui bahwa titik optimal penyerapan karbondioksida (CO2) terdapat pada titik
jenuh larutan. Yaitu kemampuan zat terlarut untuk larut dalam zat pelarut. Pada Larutan
NaOH dimana larutan jenuh berada di Fraksi Volume 50% sedangkan Ca(OH)2 berada
pada fraksi volume 0,07%.
3. Nilai kalor pembakaran biogas mengalami peningkatan setelah melewati larutan
purifikasi.
5.2 Saran
1. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian dengan variasi waktu
yang lebih lama
2. Penelitian menggunakan larutan Ca(OH)2 sistem kontinyu yaitu dialirkan pada 2 tabung
larutan Ca(OH)2
DAFTAR PUSTAKA
Al Seadi, T. (2008). Biogas HandBook. Esbjerg, Denmark : ISBN 978-87-992962-0-0
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. (2016). Outlook Energi Indonesia 2016.
Jakarta : ( BPPT). ISBN 978-602-74702-0-0
Cundari, L., Selpiana., Wijaya, C.K. & Sucia, A. (2014). Pengaruh penggunaan solven
natrium karbonat (na2co3) terhadap absorpsi co pada biogas kotoran sapi
dalam spray column. Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 20, Desember 2014
Chang, R. (2003). Kimia Dasar edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Han, S.J., Yoo, M. Kim, D.W. & Wee, J.H. Carbon Dioxide Capture Using Calcium
Hydroxide Aqueous Solution As The Absorbent. Energy Fuels 2011, 25, 3825-
3834
Hotma, L. (2015). Pengaruh Jumlah Lubang Bubble Generator dan Kosentrasi NaOH
Terhadap Kandungan CH4 dan CO2 Pada Purifikasi Beringkat Sistem Kontinyu.
Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Malang: Universitas Brawijaya.
Kumoro, A. K. & Hadiyanto. (2000). Absorpsi Gas Karbondioksid Dengan Larutan Soda
Api Dalam Kolom Unggun Tetap. Forum Teknik Jilid 24, No. 2.
Kordlylewski, W., Sawicka, D. & Falkowski, T. Laboratory tests on the efficiency of
carbon dioxide capture from gases in naoh solutions. Journal of ecological
engineering Volume 14, No. 2, April 2013, pp. 54–62
Mitzlaff, K.V. (1988). Engines Of Biogas. Deutsche Gesellschaft Fur Technische
Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, Germany.
Pranowo, P. S. (2014). Efektivitas Absorben Dengan Variasi Tinggi Tubing Dalam
Penyerapan Gas Karbondioksida Pada Sistem Purifikasi Gas. Skripsi. Tidak
Dipublikasikan. Malang: Universitas Brawijaya.
Putra, I. A. S. (2016). Pengaruh Laju Aliran Biogas Terhadap Purifikasi dan Penyimpanan
CH4 Dengan Sistem Kompresi. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Malang :
Universitas Brawijaya.
Tajalli, A. (2015). Panduan Penilaian Potensi Biomassa Sebagai Symber Energi Alternatif
Di Indonesia. Jakarta. Penabulu Alliance.
Uwar, A.N., Wardana, ING. & Widhiyanuriyawan, D. (2012). Karakteristik Pembakaran
CH4 Dengan Penambahan CO2 Pada Model Shaw Cell Pada Penyalaan Bawah.
Junal Rekayasa Mesin Vol.3, No. 1 Tahun 2012 : 249-257
Walsh, J. L., Ross, C.C., Smith, M.S. & Wilkins, W. A. (1988). Handbook on Biogas
Utilization. Georgia. The Environment, Health, and Safety Division Georgia
Tech Research Institute Atlanta.
Widhiyanuriyawan, D. & Sugiarto. (2014). Biogas Purification Using Natural Zeolite and
NaOH. Applied Mechanics and Materials Vol. 664 (2014) pp 415-418.
Widhiyanuriyawan, D., Hamidi, N. & Trimandoko, C. (2014). Purifikasi Biogas dengan
Variasi Ukuran dan Massa Zeolit terhadap Kandungan CH4 dan CO2. Jurnal
Rekayasa Mesin Vol.5, No.3 : 27-32.
Yincheng, G., Zhenqi, N. & Wenyi, L. (2011). Comparison of removal efficiencies of
carbon dioxide between aqueous ammonia and NaOH solution in a fine spray
column. Energy Procedia 4 (2011) 512–518
Yoo, M., Han, S.A. & Wee, J.H. (2012). Carbon dioxide Capture Capacity of Sodium
Hydroxide aqueous Solution. Journal Of Environmental Management 114
(3013) 512-519
Recommended