View
248
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
727
Teknologi Pupuk Hayati untuk Efisiensi Pemupukan dan Keberlanjutan Sistem Produksi Pertanian
Rasti Saraswati
Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114
Abstrak. Efisiensi pemupukan dapat ditingkatkan dengan menggunakan mikroba fiksasi
N2, pelarut hara P dan K, dan pemacu pertumbuhan tanaman. Pengunaan mikroba
penyubur tanah dapat menyediakan hara bagi tanaman dan metabolit pengatur tumbuh
tanaman, serta melindungi akar dari gangguan hama dan penyakit. Teknologi pupuk
hayati merupakan penggunaan produk biologi aktif yang terdiri dari mikroba penyubur
tanah untuk meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan dan kesehatan tanah.
Penggunaan pupuk hayati di Indonesia saat ini sedang marak-maraknya digunakan, baik
oleh petani, pabrik-pabrik pupuk maupun berbagai proyek-proyek Departemen Pertanian,
namun demikian masih banyak juga produk pupuk hayati yang belum memenuhi standar
mutu. Agar pemanfaatan pupuk hayati berdampak pada peningkatan pendapatan petani,
maka teknologi pupuk hayati yang dimanfaatkan harus sudah matang/teruji dengan tingkat
efisiensi tinggi. Penyuluhan sangat diperlukan agar pemanfaatan pupuk hayati berdampak
pada peningkatan hasil dan efisiensi pemupukan. Pemahaman strategi pemanfaatan pupuk
hayati ialah untuk memperbaiki kualitas tanah, memelihara keanekaragaman hayati
menunjang keberlanjutan produktivitas pertanian.
Kata kunci: Teknologi pupuk hayati, efisiensi pemupukan, keberlanjutan sistem produksi
pertanian
PENDAHULUAN
Efisiensi pemupukan merupakan hal yang sangat penting bagi pelaku usaha pertanian dan
perkebunan mengingat tingkat kehilangan yang tinggi akibat proses-proses dalam tanah
(aliran pemupukan, pencucian, evaporasi, fiksasi dan imobilisasi). Dengan kecenderungan
semakin tingginya biaya produksi pupuk Urea sebagai akibat menipisnya ketersediaan
serta meningkatknya harga bahan gas alam (bahan baku pabrik Urea), serta meningkatnya
kesadaran manusia akan isu lingkungan, maka penggunaan pupuk sintetik secara perlahan
akan diminimalkan dan ditingkatkan ke penggunaan pupuk yang ramah lingkungan dan
bersumber dari bahan baku terbaharui (renewable resources) seperti pupuk hayati dan
pupuk organik. Pengelolaan sistem produksi pertanian secara terpadu, intensif dan
berkelanjutan melalui aplikasi pupuk hayati yang bermutu unggul dapat meningkatkan
efisiensi pemupukan, penghematan biaya pupuk, tenaga kerja, pendapatan petani,
produktivitas pertanian serta kelestarian lahan pertanian.
68
Rasti Saraswati
728
Perlindungan terhadap komunitas mikroba dalam ekosistem pertanian sangat
penting bagi keberlanjutan sistem produksi pertanian. Dengan berbagai dampak positif
yang timbul dari pemanfaatan pupuk hayati dan komitmen yang tinggi dalam
meningkatkan kelestarian lahan akan menyelamatkan ekosistem kita dan mampu
menopang kehidupan manusia.
Pertanian Ramah Lingkungan
Sejalan dengan meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap kesehatan dan
pelestarian lingkungan, inovasi teknologi peningkatan produktivitas tanah dan tanaman
harus ramah lingkungan agar lahan dapat digunakan secara lestari dalam jangka panjang.
Pertanian ramah lingkungan secara umum diartikan sebagai usaha pertanian yang
menerapkan teknologi serasi dengan kelestarian lingkungan, ditujukan untuk optimalisasi
pemanfaatan sumberdaya alam pertanian, untuk memperoleh hasil panen optimal yang
aman dan berkelanjutan. Kriteria pertanian ramah lingkungan adalah: 1) terpeliharanya
keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekologis biota pada permukaan dan lapisan
olah tanah, 2) terpeliharanya kualitas sumberdaya alam pertanian dari segi fisik,
hidrologis, kimiawi dan biologik mikrobial, 3) bebas cemaran residu kimia, limbah
organik dan anorganik yang berbahaya atau mengganggu proses hidup tanaman, 4)
terlestarikannya keanekaragaman genetik tanaman budidaya, 5) tidak terjadi akumulasi
senyawa beracun dan logam berat yang membahayakan melebihi batas ambang aman, 6)
terdapat keseimbangan ekologis antara hama/penyakit dengan musuh-musuh alami, 7)
produktivitas lahan stabil dan berkelanjutan, dan 8) produksi hasil panen bermutu tinggi
dan aman sebagai pangan atau pakan (Sumarno et al. 2000).
Komponen habitat alam, mikroba mempunyai peran dan fungsi penting dalam
mendukung terlaksananya pertanian ramah lingkungan melalui berbagai proses, seperti
dekomposisi bahan organik, mineralisasi senyawa organik, fiksasi hara, pelarut hara,
nitrifikasi, denitrifikasi, dan sebagainya. Dalam aliran “pertanian input organik”, mikroba
diposisikan sebagai produsen hara, tanah dianggap sebagai media bio-sintesis dan hasil
kerja mikroba dianggap sebagai pensuplai utama kebutuhan hara bagi tanaman. Di
Amerika Serikat, mikroba tanah dipandang sangat penting, sehingga digunakan menjadi
salah satu indikator dalam menentukan indeks kualitas tanah (Karlen, et al. 2006).
Semakin tinggi populasi mikroba tanah akan semakin tinggi aktivitas biokimia dalam
tanah dan semakin tinggi indeks kualitas tanah. Populasi mikroba tanah yang tidak
bersifat patogenik, juga dianggap sebagai salah satu indikator teknologi pertanian yang
ramah lingkungan.
Teknologi Pupuk Hayati untuk Efisiensi Pemupukan
729
Manfaat Pupuk Hayati
Baru sebagian kecil dari ribuan spesies mikroba yang telah diketahui memiliki
manfaat bagi usaha pertanian, seperti bakteri fiksasi N2 udara pada tanaman kacang-
kacangan, bakteri dan fungi pelarut fosfat, bakteri dan fungi perombak bahan organik,
serta bakteri, cendawan, dan virus sebagai agensia hayati. Namun masih banyak lagi
mikroba yang belum teridentifikasi dan diketahui manfaatnya. Saraswati et al. (2004)
menggolongkan fungsi mikroba secara umum menjadi 4 (empat) fungsi, yaitu: (1)
meningkatkan ketersediaan unsur hara tanaman dalam tanah, (2) sebagai perombak bahan
organik dalam tanah dan mineralisasi unsur organik, (3) bakteri rizosfir-endofitik
berfungsi memacu pertumbuhan tanaman dengan membentuk enzim dan melindungi akar
dari mikroba patogenik, dan (4) sebagai agensia hayati pengendali hama dan penyakit
tanaman. Berbagai reaksi kimia dalam tanah juga terjadi atas bantuan mikroba tanah.
Banyak bukti empiris teknologi modern yang memanfaatkan mikroba, seperti pada
proses fermentasi substrat untuk menghasikan alkohol, pembuatan antibiotik, enzim dan
sebagainya. Pemanfaatan mikroba dalam dunia pertanian masih tertinggal jauh
dibandingkan dengan bidang industri biokimia. Namun, disadari atau tidak disadari
mikroba telah banyak berperan dalam sistem usaha pertanian. Pemanfaatan teknologi
mikroba di bidang pertanian dapat meningkatkan fungsi mikroba indigenus (asli-alamiah)
dalam berbagai sistem produksi tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung.
Proses dan Strategi Pemanfaatan Pupuk Hayati
Mikroba tanah merupakan dasar transformasi bagi berlanjutnya suatu kehidupan,
fungsinya mempengaruhi berbagai proses dalam tanah. Transformasi beberapa pupuk
kimia dalam tanah tergantung pada mikroba tanah, seperti nitrifikasi amonia, katalisis
hidrolisis pupuk P oleh enzim fosfatase dan katalisis hidrolisis pupuk urea oleh enzim
urease. Pemberian pupuk kimia berlebihan dapat memberikan efek negatif pada
lingkungan mikroba, khususnya pada daerah yang dekat dengan partikel pupuk, karena
meningkatkan konsentrasi garam dalam larutan tanah sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan hara, pH rendah, pH tinggi atau nitrit tinggi. Pemberian pupuk kimia
dalam jumlah sedikit memberikan efek menguntungkan pada komunitas mikroba
heterotrofik dan memberikan efek positif pada struktur tanah, perbaikan ketersediaan hara
dan meningkatkan kandungan humus.
Siklus hara, proses perombakan bahan organik, dan pembentukan humus dalam
tanah sangat tergantung pada adanya mikroba penyedia hara tanah dan perombak bahan
organik. Pengelolaan tanah mempengaruhi struktur komunitas mikroba dan pembentukan
bahan organik tanah selama musim tanam. Perubahan ciri fisik dan kimia tanah hasil olah
tanah akan mempengaruhi lingkungan tanah yang mendukung pertumbuhan populasi
Rasti Saraswati
730
mikroba dan keanekaragamannya. Tanpa olah tanah, yang membiarkan sisa-sisa daun
pada permukaan tanah akan menghasilkan senyawa karbon organik larut yang dapat
meningkatkan populasi mikroba tanah. Dekomposisi tumpukan-tumpukan sisa-sisa
tanaman merupakan strategi yang tepat untuk melindungi dan meningkatkan kualitas
tanah dan menghindari adanya imobilisasi hara dan alelopati.
Strategi ke depan, perlu ditingkatkan layanan informasi teknologi tentang teknologi
pemanfaatan pupuk hayati dan perannya dalam mendukung keberlanjutan produktivitas
pertanian, dengan meningkatkan pemberdayaan petani melalui pelatihan-pelatihan dan
pengembangan desa-desa binaan. Pemanfaatan pupuk hayati yang sesuai dengan kondisi
tanah merupakan alternatif pemupukan untuk meningkatkan kesuburan tanah, efisiensi
pemupukan, keberlanjutan produktivitas tanah dan mengurangi bahaya pencemaran
lingkungan.
Efektifitas Pupuk Hayati
Salah satu upaya untuk mencapai renewable input dalam sistem pertanian
berkelanjutan adalah memelihara kesehatan dan kualitas tanah kimia melalui proses
biologi, dengan mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan pupuk sintetis. Menjaga
keberlangsungan kaidah-kaidah hayati yang mendukung rantai daur ulang yang terjadi di
alam antara organisme produsen, konsumen, pengurai, serta melibatkan secara
proporsional penyediaan unsur hara dan pengendalian hama dan penyakit tanaman yang
sinergis dengan kaidah hayati merupakan hal yang sangat penting.
Pemanfaatan inokulan rhizobia pada intensifikasi kedelai pada tahun 80-an
menunjukkan bahwa tingkat adopsi petani terhadap teknologi ini rendah. Berbagai metode
aplikasi dan efisiensi yang tidak pasti merupakan faktor penyebabnya, sehingga untuk
mengatasi keragaman keefektifan inokulan mutu harus ditingkatkan.
Berbagai jenis pupuk hayati dengan komposisi mikroba berbeda banyak ditemukan
di lapangan, salah satunya beberapa produk Badan Litbang Pertanian. Hasil penggunaan
Rhizo-plus di 24 provinsi pada tahun 1997/98, dengan luas areal keseluruhan 273.013 ha
pada kedelai dapat menekan kebutuhan pupuk N (sampai 100%) dan P (sampai 50%) dari
yang direkomendasikan, dengan rata-rata peningkatan hasil di 9 provinsi yang tersebar di
30 kabupaten 4,79-5,40 kw/ha (42,09–56,69%) (Saraswati, 1999; Simanungkalit &
Saraswati, 1999). Di beberapa lokasi pertanian kedelai bekas sawah berpengairan seluas
25 ha (laporan hasil demonstrasi area oleh Direktorat kacang-kacangan dan umbi-umbian,
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Tingkat II), MT 2003, menunjukkan bahwa aplikasi
Rhizoplus mampu menghasilkan kedelai rata-rata 2,5 t ha-1
(Tabel 1).
Teknologi Pupuk Hayati untuk Efisiensi Pemupukan
731
Tabel 1. Pengaruh Rhizoplus di beberapa lokasi pertanian kedelai bekas lahan sawah
berpengairan seluas 25 ha (laporan hasil demonstrasi area oleh Direktorat
kacang-kacangan dan umbi-umbian-Dinas Pertanian Tanaman Pangan Tingkat
II), MT 2003
Produksi
(t ha-1)
Jabar (Lemah Abang, Kerawang – 2 lokasi 2,4-3,2
DIY (Bantul – 1 lokasi) 2,0
Jatim (Jombang – 5 lokasi) 2,1-2,6
Sopeng (Sulsel – 1 lokasi 1,8
Pati (Kayen 0- 2 lokasi) 2,8
Pupuk mikroba pelarut fosfat, BioPhos dapat digunakan untuk memecahkan
masalah inefisiensi pemupukan P. Aplikasi BioPhos pada tanaman kedelai di lahan
podsolik merah kuning yang belum pernah ditanami kedelai mampu menekan kebutuhan
pupuk SP-36 sampai 60% (53 kg ha-1
), sedangkan tanpa aplikasi BioPhos membutuhkan
pupuk SP-36 sebanyak 125 kg ha-1
(Gambar 1).
Gambar 1. Pengaruh aplikasi PMPF Biophos terhadap efisiensi pemupukan P
Hasil demonstrasi plot pada tanaman kedelai di 12 lokasi transmigrasi di Lambale,
Kabupaten Muna, Propinsi Sulawesi Tenggara (Desember 1998–April 1999) seluas 10 ha
menunjukkan bahwa kombinasi pemberian BioPhos (200 g ha-1
) dengan pupuk anorganik
dosis pola bantuan (Urea 100 kg ha-1
; SP-36 50 kg ha-1
; dan KCl 50 kg ha-1
) meningkatkan
hasil kedelai sebesar 12,5%, sedangkan dengan pupuk anorganik dosis ½ pola bantuan
(Urea 50 kg ha-1
; SP36 25 kg ha-1
; dan KCl 25 kg ha-1
) dapat meningkatkan hasil kedelai
sebesar 28,32% (Tabel 2) .
Rasti Saraswati
732
Tabel 2. Pengaruh PMPF BioPhos pada hasil kedelai di 12 lokasi transmigrasi Sulawesi
Selatan, Lambale (1999)
Luas area
tanam
(m2)
Urea
Pemupukan (kg
ha-1)
SP-36
KCl PMPF BioPhos Hasil
(t ha-1)
5000 - - - - 0.82
5000 - - - 200 0.84
5000 50 25 25 - 0.85
5000 50 25 25 200 1.09
5000 100 50 50 200 1.08
25000 100 50 50 - 0.96
Penggunaan bakteri pengakumulasi logam berat (BPLB) Bacillus sp. untuk usaha
perlindungan tanah akibat pencemaran logam berat di lahan sawah tercemar limbah
industri dapat mengurangi dampak negatif logam berat, dan kasus keracunan bahan
pangan oleh logam berat dapat diatasi. Sismiyati (1998) melaporkan bahwa kandungan
Cd, Cu, Pb, dan Hg pada bulir padi yang mendapatkan irigasi dari S. Bengawan Solo
berturut-turut telah mencapai 5,7 ppm; 5,6 ppm; 13,6 ppm; dan 0,62 ppm diatas batas
ambang WHO yaitu 0,24 ppm Cd; 0,20 ppm Cu; 2 ppm Pb; dan 0,1 ppm Hg. Hasil
penelitian Saraswati et. al. (2006) menunjukkan bahwa pemanfaatan BPLB dapat
meningkatkan kualitas beras, menurunkan dengan nyata serapan Cd beras dan
meningkatkan bobot beras. Di Desa Balong Ampel, Kecamatan Sukarahayu, Kabupaten
Bekasi (0,38 ppm), aplikasi kombinasi BPLB dengan Zn menurunkan 20% serapan Cd
beras dan meningkatkan hasil beras 40% (Tabel 3).
Tabel 3. Pengaruh aplikasi BPLB Bacillus sp pada padi sawah dilahan tercemar limbah
industri MT (2004)
Perlakuan
Bobot
jerami
(t ha-1)
Hasil
beras
(t ha-1)
Serapan Cd
beras
(g ha-1)
Kontrol 4,67 3,13 c 1,52 b
BPLB +Zn 6,38 4,40 ab 1,22 a
Kompos + Zn 7,06 4,26 b 1,19 a
Mikroba Pelindung Tanaman, BioReg-NPS yang mempunyai kemampuan
menghasilkan senyawa organik alami pemacu pertumbuhan tanaman, anti patogen dan
anti hama kedelai dapat digunakan untuk perlindungan tanaman kedelai, NPS yang
dikandungnya bekerjasama dengan bakteri simbionnya dari genus Heterorhabditis dan
Steinernema menghasilkan senyawa yang toksik bagi serangga sasaran, mampu
membunuh serangga hama dalam waktu 24-48 jam. Nematoda patogen serangga ini
efektif terhadap hama penggerek polong kedelai (Tabel 4).
Teknologi Pupuk Hayati untuk Efisiensi Pemupukan
733
Tabel 4. Pengaruh PMPHP terhadap kerusakan tanaman kedelai pada Podzolik Merah
Kuning, Tegineneng, Lampung (pH 5,5; KTK 10,9 me/100g, KB 81%). MT
2004.
Perlakuan Jumlah
polong sehat
Jumlah
polong
rusak
Penggerek
polong
Pengisap
polong
Dosis pupuk rekomendasi (50 kg
urea, 100 kg SP-36 ha-1, 75 kg KCl
ha-1) + pestisida
221,7 228,0 208,0 12,7
0 kg urea, 50 kg SP-36, 37.5 kg KCl
ha-1 + Rhizobium + Biopestisida 246,3 197,3 184,3 13,0
0 kg Urea + Rhizobium + P-alam +
PMPF + kompos jerami +
Biopestisida
222,3 234,0 224,0 10,7
Aplikasi Mikroflora Tanah Multiguna (MTM) BioNutrient yang mengandung
mikroorganisme multifungsi dikombinasi dengan bahan organik pada tanaman padi gogo
di lahan kering masam mampu meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk N, P, K,
menekan kebutuhan pupuk N, P dan K hingga 50% dengan peningkatan hasil gabah
153%, demikian pula halnya pada peningkatan hasil jagung 106,2%, apalagi bila
kombinasinya dilengkapi dengan Mikroba Pelindung Tanaman (BioReg-NPS), akan lebih
efektif menyehatkan tanah, mendukung pertumbuhan tanaman dan perlindungan tanaman
(Tabel 5).
Tabel 5. Bobot gabah isi dan peningkatan hasil gabah di lahan kering masam,
Negararatu. Lampung MK 2005
Perlakuan Bobot gabah isi (t
ha-1)
Peningkatan
hasil (%)
200 kg Urea ha-1, 250 kg SP-36 ha-1,150 kg KCl/ha 1.73 a 100
100 kg Urea ha-1, 125 kg SP-36 ha-1, 75 kg
KCl/ha+Biophos+5 t/ha PO+BioReg-NPS 1.89 b 101.1
100 kg Urea ha-1, 125 kg SP-36 ha-1,75 kg
KCl/ha+Biophos+5 t/ha POplus+BioReg-NPS 2.65 b 153.1
100 kg Urea ha-1, 125 kg SP-36 ha-1, 75 kg
KCl/ha+Biophos+2.5 t/ha PO+BioReg-NPS 1.82 a 104.9
100 kg Urea ha-1, 125 kg SP-36 ha-1, 75 kg
KCl/ha+Biophos+2.5 t/ha POplus+MTM+BioReg-NPS 2.41 b 139.3
100 kg Urea ha-1, 125 kg SP-36 ha-1, 75 kg
KCl/ha+Biophos+2.5 t ha-1 seresah jagung-pupuk kandang
(tanpa dikompos)
1.93 a 111.6
Aplikasi BioNutrient dan kompos jerami pada padi varietas Sintanur di Ciasem,
KP Sukamandi dapat menekan kebutuhan pupuk hingga 50%. Penanaman dilakukan pada
Rasti Saraswati
734
lokasi yang sama selama 2 (dua) musim tanam, dengan perlakuan pemberian kompos dan
pupuk hayati terlihat peningkatan produktivitas tanah pada MT II (Tabel 6). Pupuk hayati
mampu meningkatkan efisiensi pemupukan sehingga mempunyai peluang besar bagi
peningkatan keuntungan usaha tani dan produktivitas padi sawah.
Tabel 6. Hasil padi sawah (ton ha-1
) yang diinokulasi dengan BioNutrient selama 2
(dua) musim (KP BB Padi, Sukamandi, MK 2007) (Saraswati et al. 2007,
unpublished)
Perlakuan MT1 MT 2
200 kg Urea ha-1 + 75 kg SP-36 ha-1 + 50 kg KCl ha-1 + kompos
jerami (5 t ha-1) 6,1 7,1
100 kg Urea ha-1 + 37,5 kg SP-36 ha-1 + kompos jerami +
BioNutrient (5 t ha-1) 6,3 7,4
Pupuk hayati perombak bahan organik, MTM M-Dec/DSA dapat mempercepat
perombakan bahan organik dan menekan penyakit tular tanah. Penggunaan teknik
pengomposan cepat dengan M-Dec/DSA (M-Dec-based quick composting) dapat
menurunkan nisbah C/N jerami hingga 16.85 dalam waktu 12 hari, yang biasanya untuk
mencapai nilai tersebut diperlukan waktu kurang lebih 2 (dua) bulan. Bahkan dengan
menggunakan teknik pengomposan aerobik suhu tinggi (aerobic high temperature
composting) mampu menghasilkan kompos 3-5 (lima) hari suhu sekitar 45-50oC dengan
C/N rasio 16-22 di rumah kompos, Muara (Saraswati et al. 2010). Penggunaan teknik
pengomposan cepat sangat disarankan untuk digunakan di lahan sawah mengingat
sebagian besar lahan sawah rendah C-organik, sehingga dapat menekan biaya pembelian
pupuk K karena jerami merupakan sumber hara utama kalium.
Penggunaan pupuk hayati sebagai pengkaya kompos/pupuk organik merupakan
alternatif untuk meningkatkan kualitas pupuk organik, kesuburan tanah, efisiensi
pemupukan dan produktivitas tanaman.
Penggunaan Pupuk Hayati sebagai Pengkaya Pupuk Organik
Berbagai residu tanaman yang sudah tidak digunakan dapat ditingkatkan nilai
tambahnya, salah satunya sebagai kompos atau pupuk organik. Tertimbunnya residu
bahan organik dalam waktu lama akan mengundang resiko penurunan kualitas sanitasi,
keindahan lingkungan serta berjangkitnya penyakit tertentu. Kondisi ini mengganggu
kenyamanan dan kebersihan lingkungan bila tidak ditangani secara baik. Residu bahan
organik (sisa tanaman, kotoran hewan dan sampah kota) yang terdiri dari sisa sayuran,
tanaman, dan sisa makanan yang mengandung karbon (C) berupa senyawa sederhana
maupun kompleks berpotensi besar untuk didaur ulang melalui proses pengomposan
menjadi pupuk organik dan dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas lahan-lahan
pertanian di Indonesia.
Teknologi Pupuk Hayati untuk Efisiensi Pemupukan
735
Kompos mempunyai kandungan hara yang rendah dibandingkan dengan pupuk
sintetis. Namun kompos memiliki keuntungan lain yang tidak dimiliki oleh pupuk sintetis,
yaitu memperbaiki struktur fisik tanah dan mikrobiologi tanah. Berbagai upaya untuk
meningkatkan status hara dalam kompos telah banyak dilakukan untuk meningkatkan
mutu pupuk organik, seperti penambahan bahan alami tepung tulang, tepung darah kering,
kulit batang pisang dan lain-lain. Bahkan ada pula yang menambahkan pupuk sintetis.
Pengkayaan kompos yang dilakukan secara mikrobiologis, yaitu dengan penambahan
pupuk hayati merupakan salah satu sumber alternatif penyediaan hara tanaman yang aman
lingkungan. Penambahan bakteri penambat N2 dan mikroba pelarut fosfat akan
meningkatkan kualitas kompos setara dengan penambahan nitrogen dan fosfor dari hewan
dan tumbuhan. Inokulasi mikroorganisme pada kompos harus dilakukan pada saat
temperatur kompos sudah stabil yaitu sekitar 30-35oC (Setyorini et al. 2006). Pupuk
organik yang diperkaya dengan pupuk hayati yang telah terstandarisasi, dengan sebutan
pupuk Bio-Organik atau pupuk Organik-Hayati (organik biofertilizer) mampu
meningkatkan kualitas pupuk organik: ketersediaan hara pupuk organik, kesuburan tanah,
efisiensi pemupukan dan keberlanjutan produktivitas tanah.
Kompos/pupuk organik merupakan tempat tumbuh yang cocok bagi kehidupan
mikroba. Tabel 6 menunjukkan bahwa dengan pemberian mikroba pada kompos dapat
meningkatkan keragaman mikroba yang dikandungnya, dan meningkatkan total populasi
mikroba (Pseudomonas sp dan A. niger) sebesar 1000 satuan dari 106
cfu ml-1
sampai 109
pada 15 HSI dibandingkan dengan kompos steril tanpa pupuk hayati (Tabel 7).
Tabel 7. Populasi mikroba kompos granul (cfu g-1
bahan pembawa) setelah inokulasi pada
0 HSI
Perlakuan Formulasi Bakteri penambat N2
Azospirillum
Bakteri pelarut P
Pseudomonas sp
Fungi pelarut P
Aspergillus niger
POG 0 2.4 x 105 0
POG-hayati 3.1 x 102 4.0 x 104 7 x 104
Keterangan: Inokulan: bakteri penambat N hidup bebas 5.8 x 103; konsorsia mikroba pelarut P 1 x
107 cfu/ml(g bahan pembawa)
Tabel 8. Populasi mikroba pada pupuk organik yang diperkaya pupuk hayati pada 15
HSI
Perlakuan Jumlah populasi (cfu ml-1)
O HSI 15 HSI
POG steril - -
POG-hayati 3.3 x 106 1.04 x 109
Pemberian POG-hayati dosis 5 ton/ha dengan kombinasi pupuk kimia ½ x dosis
rekomendasi (180 kg ha-1
Urea, 90kg ha-1
SP-36) meningkatkan hasil Caisim dengan
nyata dibandingkan dengan pemberian POG dengan kombinasi pupuk kimia dosis 1x
dosis rekomendasi (Gambar 2). Penggunaan POG-hayati dapat menghemat penggunaan
Rasti Saraswati
736
pupuk kimia hingga ½ dosis rekomendasi. Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan
pupuk hayati mampu meningkatkan mutu pupuk organik (Tabel 9).
Tabel 9. Pengaruh POG-Hayati (5 t ha-1
) pada produksi Caisim (bobot segar (g pot-1
)
Formula Dosis rekomendasi
(360 kg ha-1 Urea, 180 kg ha-1 SP-36
Dosis ½ rekomendasi
180 kg ha-1 Urea, 90 kg ha-1 KCl
POG-Hayati 20.97 38.49
POG 18.78 22.92
Gambar 2. Pengaruh formula pupuk Organik-Hayati dibandingkan kompos pada tanaman
Caisim
Aplikasi pupuk organik-hayati BioKom (320 kg ha-1
) pada kompos jerami pada
padi sawah di Ciasem, KP Sukamandi, selain dapat meningkatkan hasil padi hingga 40-
50% juga mengurangi kebutuhan pupuk Urea dan SP-36 hingga 50%, dan KCl 100%
(Tabel 10).
Tabel 10. Hasil padi sawah (t ha-1
) yang diinokulasi dengan BioKom (KP BB Padi,
Sukamandi, MK 2007)
Perlakuan MT 2
Tanpa pemupukan 6,13
Dosis rekomendasi: 200 kg Urea ha-1 + 75 kg SP-36 ha-1 + 50 kg KCl ha-1 + kompos
jerami (5 t ha-1) 8,79
100 kg Urea ha-1 + 37,5 kg SP-36 ha-1 + kompos jerami (5 t ha-1) + BioKom (320 kg
ha-1) 9,27
Prakiraan tambahan keuntungan dengan penggunaan dekomposer dan pupuk hayati
Kebutuhan pupuk kimia katagori sedang: 250 kg Urea -75 kg SP-36 - 50 kg KCl
1. Penghematan biaya pupuk:
Rekomendasi Teknologi II
Teknologi Pupuk Hayati untuk Efisiensi Pemupukan
737
Pupuk Urea menjadi 50% (125 kg) 125 x Rp. 1.200,-= Rp. 150.000,-
Pupuk SP-36 menjadi 50% (37,5 kg) 37,5 x Rp. 1.550,-=Rp. 58.125,-
Pupuk KCl menjadi 50% (0 kg) dekomposer 2kg ha-1
atau 2L ha-1
jerami 2 x
Rp. 50.000,-=Rp. 100.000,-
Pupuk Hayati 200g ha-1
atau 2L ha-1Rp. 150.000,-
T o t a l=Rp. 458.125,-
Rekomendasi Teknologi 1
Pupuk Urea menjadi 100% (250 kg) 250 x Rp. 1.200,- = Rp. 300.000,-
Pupuk SP-36 menjadi 100% (75 kg) 75 x Rp. 2.000,-= Rp. 150.000,-
Pupuk KCl menjadi 100% (50 kg) 50 x Rp. 3.500,-= Rp. 175.500,-
T o t a l = Rp. 625.500,-
Penghematan biaya pupukRp. 625.500 - Rp. 458.125= Rp. 167.375
2. Peningkatan Produksi Padi
Biasanya selalu terjadi kenaikan pada padi sawah 10-20%, bila
Produksi Padi rata-rata 5 t ha-1
Kenaikan produksi, misal 10% 500 kg
Keuntungan 500 kg @ Rp. 2.800 500 x Rp. 2.800 = Rp.1.400.000
3. Tambahan keuntungan
Rp. 1.000.000 + Rp. 167.375,-=Rp. 1.167.375,- ha musim tanam-1
DUKUNGAN KEBIJAKAN
Dalam rangka pengembangan teknologi yang bersifat ekologis dan berkelanjutan,
penggunaan teknologi pupuk organik hayati dapat menjadi bagian integral paket teknologi
dalam pembangunan pertanian. Namun demikian, produk teknologi pupuk organik hayati
belum banyak dikenal oleh petani, sehingga teknologi ini perlu digalakkan dengan
dukungan kebijakan dari pemerintah. Disisi lain, perlu peningkatan pemahaman petani
dan juga penyuluh terhadap manfaat teknologi pupuk organik hayat.
Dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan penggunaan teknologi pupuk
organik hayati dapat semakin berkembang pada waktu yang akan datang. Penggunaan
teknologi pupuk organik hayati sangat sejalan dengan gerakan pertanian ramah
lingkungan dan berkelanjutan, yang digalakkan sejak awal abad ke XXI.
KESIMPULAN
1. Pendekatan pemanfaatan mikroba, baik sebagai pupuk hayati maupun sebagai
pengkaya pupuk organik dapat meningkatkan kualitas pupuk organik, ketersediaan
hara dan efisiensi pemupukan.
2. Penggunaan pupuk organik hayati sebagai salah satu komponen teknologi pertanian
yang ramah lingkungan dan berkelanjutan komplementer terhadap komponen
teknologi lain, sehingga sangat tepat untuk digunakan dalam program peningkatan
produktivitas petanian
Rasti Saraswati
738
3. Kesadaran masyarakat pertanian tentang manfaat dan pentingnya mikroba penyubur
tanah dalam teknik pertanian masih rendah, sehingga diperlukan penjelasan,
penyuluhan, dan sosialisasi di berbagai kalangan, termasuk pejabat pertanian,
penyuluh dan petani
4. Untuk menggalakkan penggunaan teknologi mikroba bermanfaat diperlukan adanya
kebijakan pemerintah yang dapat mendukung dan mempopulerkan teknologi mikroba
bermanfaat, sesuai dengan tujuan peruntukannya.
DAFTAR PUSTAKA
Karlen D.L., E.G. Hurley, A.P. Mallarino. 2006. Crop rotation on soil quality at three
Northern Corn/Soybean Belt location. Agron. J. 98:484-495
Saraswati, R. 1999. Teknologi Pupuk Mikrob Multiguna Menunjang Keberlanjutan
Sistem Produksi Kedelai. Jurnal Mikrobiologi Indonesia. Journal of The Indonesia
Society for Microbiology. Vol. 4, No.1, Feb. 1999. ISSN 0853-358X., 1-9
Saraswati, R., T. Prihatini, dan R.D. Hastuti.2004. Teknologi Pupuk Mikroba Untuk
Meningkatkan Efisiensi Pemupukan dan Keberlanjutan Sistem Produksi Padi
Sawah. P. 169-189. Dalam: Fahmuddin Agus et al. (eds.) Tanah Sawah dan
Teknologi Pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat. Bogor.
Saraswati, R. Ratih D. Hastuti, Erny Yuniarti, Jati Purwani, Elsanti 2007 Pengembangan
Teknologi Mikroflora Tanah Multiguna untuk Efisiensi Pemupukan dan
Keberlanjutan Produktivitas Lahan Pertanian. Laporan Akhir Tahunan. 2007.
(unpublished) Jurnal Mikrobiologi Indonesia. Vol. 4, No.1, Feb. 1999. ISSN 0853-
358X., 1-9
Saraswati, R. Irwan Nasution, Erny Yuniarti, Elsanti. 2006. Bioakumulasi Kadmium di
Tanah Sawah Tercemar Limbah Industri. Prosiding Perhimpunan Mikrobiologi
Indonesia, 2006.
Saraswati, R, Erny Y. Hidayat Kurniawan, 2010. Pengembangan Teknologi DSA untuk
percepatan pengomposan kurang dari 10 hari. Laporan Akhir Shinta. Balittanah-
BBSDLP, Bogor-Indonesia
Setyorini, D. Rasti Saraswati, Ea Kosman Anwar. 2006. Kompos. Dalam Buku Pupuk
Organik dan Hayati. BBSDLP-Badan Litbang Pertanian. 11-40
Simanungkalit, RDM. dan Rasti Saraswati, 1999. Application of Biotechnology on
biofertilizer production in Indonesia. Prosiding Seminar of Sustainable Agriculture
and Alternative Solution for Food Crisis, PAU-IPB, 14 April 1999, ISBN:979-
95723-0-4,45-57
Sismiyati, R, I. Nasution, L. Sukarno, A. K. Makarim, 1998. Masalah Pencemaran
Kadmium (Cd) Pada Padi Sawah. Simposium Penelitian Tanaman Pangan III,
Jakarta. 477 – 493.
Sumarno, A. Hasanuddin, dan Suyamto. 2000. Sistem produksi tanaman pangan, padi
berciri ekologis dan berkelanjutan. Simposium Tanaman Pangan V. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor, 28-29 Agustus 2007.
Recommended