Upload
independent
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ARSITEKTUR CINA DI INDONESIA
Nusieta Ayu Primadian 36388Mega Kurniawati 40341
Yonathan Alan Saputra 40355Ahmad Dafiq Luthfi. Z. 40358
Bianda Aulia 40361Ahmad Hanafi 40444
Sirilus Jalu Dewaka 41029
KELOMPOK 5
SEJARAH PERKEMBANGAN ARSITEKTUR NUSANTARA
Bangsa Tionghoa yang merantau mulai masuk ke negara Indonesia pada abad ke-7. Pada abad ke-11, mereka mulai tinggal di wilayah Indonesia, terutama di pesisir timur Sumatra dan Kalimantan Barat.
Pada abad ke-14, warga Tionghoa mulai bermigrasi ke Pulau Jawa, terutama di sepanjang pantai utara Jawa.
Pecinan yang terdapat di kota - kota pedalaman Pulau Jawa mulai berkembang pesat pada abad ke 19, pada jaman penjajahan Belanda. Tujuan pemerintah Belanda mengembangkan kawasan Pecinan ini adalah untuk memperluas jalur distribusi hasil bumi.
Bangunan Etnis Tionghoa
Ciri khas Bangunan Cina di Indonesia• Menurut David G. Khol (1984:22), dalam bukunya “Chinese Architecture in The Straits Settlements and Western Malaya”, ciri-ciri dari arsitektur orang Tionghoa yang ada terutama di Asia Tenggara adalah sebagai berikut :
1. Courtyard2. Penekanan pada bentuk atap yang
khas. 3. Elemen-elemen struktural yang
terbuka (yang kadang-kadang disertai dengan ornamen ragam hias)
4. Penggunaan warna yang khas.
Courtyard
courtyard
Courtyard merupakan ruang terbuka pada rumah Tionghoa. Ruang terbuka ini sifatnya lebih privat. Biasanya digabung dengan kebun/taman.
Rumah warga Tionghoa Indonesia di daerah Pecinan jarang mempunyai courtyard.. Courtyard pada arsitektur Tionghoa di Indonesia biasanya diganti dengan teras-teras yang cukup lebar.
Diantara semua bentuk atap, hanya ada beberapa yang paling banyak di pakai di Indonesia. Diantaranya jenis atap pelana dengan ujung yang melengkung keatas yang disebut sebagai model Ngang Shan.
Bentuk Atap yang Khas
Genteng khas tionghoa
Elemen-elemen Struktural Terbuka
Orang Tionghoa ahli terhadap kerajinan ragam hias dan konstruksi kayu. Maka dari itu elemen-elemen struktural kebanyakan sengaja diekspos untuk memperlihatkan hasil ukiran dan ornamen dekoratif khas tionghoa.
Penggunaan Warna yang KhasWarna pada arsitektur Tionghoa mempunyai makna simbolik. Warna tertentu pada umumnya diberikan pada elemen yang spesifik pada bangunan. Warna merah dan kuning keemasan paling banyak dipakai dalam arsitektur Tionghoa di Indonesia terutama untuk kelenteng.
KlentengSecara fisik bangunan klenteng pada umumnya terdiri dari empat bagian.
Halaman DepanHalaman ini untuk upacara keagamaanRuang Suci UtamaMerupakan bagian utama dari kelenteng
Ruang-ruang tambahanruang ini sering dibangun kemudian setelah ’ruang suci utama berdiri’ karena kebutuhan yang meningkat Bangunan sampingDigunakan untuk menyimpan peralatan upacara dan perayaan keagamaan
Kelenteng Gondomanan
Kelenteng Tai Kak Sie
RukoRuko yang ada di sepanjang Pecinan digunakan untuk tempat berdagang / berjualan sekaligus tempat tinggal warga Tionghoa. Bangunan dan rumah yang ada di kawasan Pecinan dapat terlihat dari ciri – ciri fisiknya yang pada umumnya berupa bangunan berlantai dua. Lantai satu pada umumnya dipakai sebagai tempat usaha, sedangkan lantai dua sebagai tempat tinggal.
Pemandangan daerah Pecinan (Jl. Karet & Bibis Surabaya
dulu bernama Chineese Voorstraat)
Pecinan JakartaPemandangan daerah Pecinan (Jl. Panggung di Surabaya)
Rumah Tinggal Kondisi lingkungan dan penjajahan Belanda mempengaruhi rumah tionghoa pada abad ke-19. Berikut adalah contoh pencampuran arsitektur Cina dan Belanda.
Contoh lain adalah arsitektur Cina yang tertutup dan tetap mempertahankan bentuknya di Lasem. Di Lasem sempat terjadi perlawanan dan pembunuhan Tionghoa olah Belanda. Hal ini mempengaruhi arsitektur rumah-rumah di daerah tersebut.