41
GAMBARAN KEJADIAN PREEKLAMSI PADA IBU BERSALIN BERDASARKAN FAKTOR PREDISPOSISI DI RSUD MAJALAYA PERIODE JANUARI- MARET TAHUN 2018 PROPOSAL PENELITIAN Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna menyelesaikan Pendidikan Program Studi DIII Kebidanan STIkes Bhakti Kencana Bandung Oleh : RIMA NURUL AISYAH CK.1.15.072 SEKOLAH TINGGI KESEHATAN BHAKTI KENCANA PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN BANDUNG 2018

GAMBARAN KEJADIAN PREEKLAMSI PADA IBU BERSALIN

Embed Size (px)

Citation preview

GAMBARAN KEJADIAN PREEKLAMSI PADA IBU BERSALIN

BERDASARKAN FAKTOR PREDISPOSISI

DI RSUD MAJALAYA PERIODE

JANUARI- MARET

TAHUN 2018

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna menyelesaikan

Pendidikan Program Studi DIII Kebidanan

STIkes Bhakti Kencana Bandung

Oleh :

RIMA NURUL AISYAH

CK.1.15.072

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN BHAKTI KENCANA

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

BANDUNG

2018

ABSTRAK

Preeklampsia merupakan timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan

edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah

persalinan. Di kabupaten Bandung preeklampsi menempati peringkat kedua

penyumbang angka kematian ibu sebanyak 19,56 %. Predisposisi terjadinya

preeklampsi meliputi usia, Paritas, Kehamilan ganda, Penyakit menyertai

kehamilan, riwayat hipertensi/preeklamsi. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui gambaran kejadian preeklampsia pada ibu bersalin berdasarkan faktor

predisposisi di RSUD Majalaya periode Januari – Maret Tahun 2018.

Jenis penelitian yang digunakan berupa deskriftif. Jumlah sampel yang

digunakan Total sampling sebanyak 52 orang. Instrumen yang digunakan adalah

data sekunder untuk pengumpulan data dengan lembar cheklis. Analisis yang

digunakan univariat yaitu dengan distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukan gambaran kejadian preeklamsi berdasarkan

faktor usia lebih dari separuhnya pada usia 20 – 35 tahun yaitu 29 orang ( 55,7

%), status paritas ibu sebagian besar adalah multipara yaitu 40 orang ( 76,9 %),

berdasarkan kehamilan sebagian besar adalah kehamilan tunggal yaitu 46 orang

( 88,4 %), sebagian besar ibu tidak memiliki penyakit yang menyertai kehamilan

yaitu 51 orang ( 98,1 %), dan lebih dari separuhnya tidak memiliki riwayat

hipertensi/ preeklampsia yaitu 36 orang ( 69,2 %).

Saran bagi tenaga kesehatan kususnya bidan untuk meningkatkan

komunikasi efektif antara petugas kesehatan dan pasien, melalui pemeriksaan dan

komunikasi efektif dengan pasien diharapkan petugas kesehatan dapat mendeteksi

kemungkinan adanya komplikasi pada pasien khusunya ibu hamil.

Kata Kunci : Usia, Paritas, kehamilan ganda, riwayat penyakit yang menyertai

kehamilan, riwayat hipertensi/ Preeklampsia.

Daftar Pustaka : 15 Buku ( 2010 -2015 ), 9 Jurnal , 3 Web

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum.Wr.Wb

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat

dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir dengan judul :

“Gambaran Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Bersalin Berdasarkan Faktor

Predisposisi Di RSUD Majalaya Periode Januari- Maret Tahun 2018”

Penyusunan laporan tugas akhir ini untuk memenuhi salah satu syarat guna

menyelesaikan pendidikan program studi D-III kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Bhakti Kencana.

Proses penyusunan laporan tugas akhir ini tentunya tidak terlepas dari

peranan pembimbing dan bantuan semua pihak, oleh karena itu pada kesempatan

ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. H.Mulyana,SH.,M.Pd.,MH.Kes.,sebagai ketua yayasan Adhi Guna

Kencana Bandung.

2. R.Siti Jundiah, S.Kp.,M.kep sebagai ketua STIkes Bhakti Kencana

Bandung.

3. Dewi Nurlaela Sari, M.Keb.sebagai ketua program Studi kebidanan dan

sebagai pembimbing laporan tugas akhir STIkes Bhakti Kencana

Bandung.

4. Direktur RSUD Majalaya yang telah memberikan Ijin Penelitian

5. Dosen dan staf pendidikan STIKes Bhakti Kencana Bandung program

studi DIII Kebidanan Bandung.

6. Kedua Orang tua yang telah memberikan doa dan dukungan sehingga

tersusun lah laporan ini dengan tepat waktu.

7. Sahabat terbaik saya Susi Latifah dan Rani Handayani yang telah

memberikan dukungan agar tersusun Laporan Tugas Akhir ini

8. Seluruh rekan-rekan mahasiswi DIII Kebidanan STIkes Bhakti kencana

Bandung.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu terima kasih

atas dukungan dan doanya.

Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini masih banyak

kekurangan dalam penyusunannya, oleh karenanya penulis mengharapkan

saran dan kritik yang membangun dari para pembaca untuk perbaikan di

masa yang akan datang. semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat

khususnya bagi penulis dan umumnya bagi semua pihak yang

menggunakannya.

Wassalamu’alaikum.Wr.Wb

Bandung, Juni 2018

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................... i

Daftar Isi .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 4

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum ......................................................... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ......................................................... 5

1.4 Manfaat Penulisan ......................................................................... 5

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Preeklamsi

2.1.1 Pengertian Preeklamsi ..................................................... 7

2.1.2 Tanda Dan Gejala Pre-Eklamsi ....................................... 8

2.1.3 Faktor- Faktor Terjadinya Preeklamsi............................. 9

2.1.4 Patofisiologi .................................................................... 12

2.1.5 Perubahan Organ akibat preeklamsi ............................... 13

2.1.6 Komplikasi Preeklamsi .................................................. 16

2.1.7 Pencegahan Preeklamsi ................................................... 19

2.1.8 Penanganan Preekamsi.................................................... .19

2.2.9 Pengobatan medisinal ..................................................... 21

2.2.10 Penanganan Preklamsi saat Persalinan ........................ 23

2.3 Predisposisi Preeklamsi pada ibu bersalin

2.3.1 Pengertian………………………………………………24

2.3.2 Predisposisi Preeklamsi

1.Usia..…………………………………………………….24

2.Paritas……………………………………………………26

3. Kehamilan Ganda……………………………………….27

4.Penyakit yang menyertai…………………………………28

5.Hipertensi kronik/riwayat preeklamsi……………………29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian ...................................................................... 31

3.2 Variabel Penelitian .......................................................................... 31

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi .................................................................................. 32

3.3.2 Sampel .................................................................................... 32

3.4 Kerangka Pemikiran dan Kerangka Konsep

3.4.1 Kerangka Pemikiran ............................................................... 33

3.4.2 Kerangka Konsep ................................................................... 35

3.5 Definisi Operasional ....................................................................... 37

3.6 Rancangan Analisis Data .............................................................. 39

3.7 Jenis Data dan Pengolahan Data .................................................... 40

3.8 Prosedur Penelitian......................................................................... 41

3.9 Waktu dan Tempat Penelitan ......................................................... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Berdasarkan Usia………………………………………….43

4.1.2 Berdasarkan Paritas……………………………………….44

4.1.3 Berdasarkan Kahamilan Ganda…………………………....45

4.1.4 Berdasarkan penyakit yang menyertai kehamilan…………46

4.1.5 Berdasarkan Riwayat Hipertensi/Preeklamsia ……………47

4.2 Pembahasan

4.2.1 Gambaran Berdasarkan Usia……………………………….48

4.2.2 Gambaran Berdasarkan Paritas……………………………49

4.2.3 Gambaran Berdasarkan Kahamilan Ganda..…………........50

4.2.4 Gambaran Berdasarkan penyakit yang menyertai kehamilan…52

4.2.5 Gambaran Berdasarkan Riwayat Hipertensi/Preeklamsia ……53

BAB V

5.1 Kesimpulan……………………………………………………………..55

5.2 Saran……………………………………………………………………56

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ ..57

LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Riwayat Hidup

Lampiran 2 : Lembar Ceklis Penelitian

Lampiran 3 : Lembar Persetujuan LTA

Lampiran 4 : Permohonan Ijin Penelitian

Lampiran 5 : Keterangan Kelayakan Etik

Lampiran 6 : Surat Ijin Pengambilan Data

Lampiran 7 : Surat Ijin Studi Pendahuluan

Lampiran 8 : Surat Ijin Penelitian

Lampiran 9 : Surat Rekomendasi Penelitian Kesbang

Lampiran 10 : Matriks Perbaikan Ujian

Lampiran 11 : Lembar Konsultasi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka Kematian Ibu menurut Definisi World Health Organization (WHO)

adalah kematian selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya

kehamilan, akibat semua sebab yang berkaitan dengan atau diperberat oleh

kehamilan atau penangananya, tetapi bukan disebabkan kecelakaan atau cedera

(Infodatin 2014).

Pada tahun 2016 Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi

Data Kementerian Kesehatan tercatat 305 ibu meninggal per 100.000 orang.

Menurut Direktur Jenderal Kesehatan Keluarga Kemenkes Eni Gustina,

tingginya angka kematian ibu, salah satunya dipengaruhi oleh ibu hamil yang

mengalami hipertensi Sekitar 28,8%. Hipertensi menempati urutan ke dua

penyebab AKI di Indonesia yaitu sekitar 28,8 % setelah perdarahan sebanyak

29,96 % ( Astuti 2016 ).

Dinas Kesehatan Jawa Barat mencatat sebanyak 823 ibu meninggal

karena kehamilan dan persalinan (Dinkes 2015). Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat mencatat sebanyak 83,47 % angka kematian ibu. Adapun penyebab

kematian tersebut adalah perdarahan sebesar 31 % atau 1435 kematian, 29.4 %

hipertensi dan sekitar 6.9 % infeksi (kesehatan 2015).

Dengan adanya data Angka kematian Ibu yang masih tinggi oleh karena

itu, Gubernur Jawa Barat menerbitkan Surat Edaran Gubernur No

463/37/Yansos/2015 yang menghimbau pemerintah di Kabupaten/Kota untuk

meningkatkan upaya penyelamatan ibu dan bayi baru lahir sebagai bagian dari

upaya meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Barat (Dinkes

2017). Melalui beberapa program yakni diantaranya Persatuan Obstetri

Ginekologi Indonesia (POGI) Jawa Barat berkolaborasi dengan pemerintah

setempat dinas terkait sejawat tenaga kesehatan, meluncurkan program yang

disebut dengan Zero Mother Mortality Preeclamsia (ZOOM), yang kemudian

sebagai bentuk upaya menekan angka kematian ibu akibat preeklamsi (Depkes

2017).

Preeklampsia adalah bentuk komplikasi paling serius dalam hipertensi

kehamilan, penyakit ini adalah gangguan yang disebabkan oleh kehadiran

plasenta, dan menyebabkan berbagai masalah lainnya yang berhubungan dengan

sistem vaskular (kesehatan 2015).

Pemeriksaan ibu pada saat kehamilan merupakan salah satu upaya untuk

menurunkan angka kematian ibu karena preeklamsi. Dengan adanya deteksi dini

pada preeklamsi menjadi sesuatu sangat penting yaitu mampu mengenali dan

mengobati preeklamsi agar tidak berkelanjutan menjadi eklamsi (Utami 2013).

Kejadian preeklamsi ini tidak terlepas dari beberapa faktor, diantaranya

faktor predisposisi dan faktor penyebab terjadinya preeklampsi (Johanes 2014).

Predisposisi adalah faktor pemicu terjadinya preeklampsi (Arti 2018). Predisposisi

terjadinya preeklamsi meliputi usia, Paritas, Kehamilan ganda, Penyakit menyertai

kehamilan, riwayat hipertensi/preeklamsi. Ada sekitar 85 % preeklamsi terjadi

pada kehamilan pertama atau dengan usia ibu yang ekstrim (<20 th dan >35 th).

Preeklamsi juga dapat terjadi 14-20% kehamilan lebih dari satu ( gemeli). Dan

pada ibu yang mengalami hipertensi konis atau penyakit yang menyertai lainnya

mencapai 25% (Bobak 2010). Sedangkan faktor penyebab atau etiologi adalah

sebab atau muasal terjadinya suatu penyakit (Wikipedia 2018). Dalam kasus

preeklampsi disinyalir disebabkan karena faktor plasenta (Johanes 2014).

Sesuai dengan kewenangan kebidanan didapat, faktor predisposisi

merupakan faktor yang dapat di kelola oleh bidan, diabandingkan dengan faktor

penyebab.

Menurut beberapa literatur Preeklamsi adalah timbulnya hipertensi disertai

proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau

segera setelah persalinan (Jhowanivani 2015). Komplikasi preeklamsi pada ibu

hamil memiliki dampak pada fungsi ginjal. Pada janin ibu hamil yang mengalami

preeklamsi terancam mengalami hambatan pertumbuhan dalam kandungan dan

menyebabkan kelahiran prematur (Dyiah 2012).

Kabupaten Bandung merupakan salah satu kabupaten peringkat ke 4 dari

proporsi angka kematin ibu di bawah rata rata provinsi Jawa Barat. Penyebab

utamanya adalah preeklamsi (kesehatan 2015).

Di kabupaten Bandung tahun 2015 angka kematian ibu terjadi 38 kasus

dari 63.021 kelahiran hidup atau sekitar 60%. dan tahun 2016 mengalami

kenaikan sebanyak 46 kasus dari 62.844 kelahiran hidup atau sekitar 74%

(Dinkeskab 2016).

Di kabupaten Bandung kasus preeklamsi menempati peringkat kedua dan

masih menjadi tren penyebab angka kematian ibu yaitu sebanyak 19,56 %

(Dinkeskab 2016). kabupaten Bandung memiliki beberapa fasilitas kesehatan

yaitu puskesmas dan rumah sakit. Dari studi pendahuluan ke rumah sakit

menunjukan Kabupaten Bandung di RSUD Majalaya tahun 2017, terdapat 225

kasus preeklampsi dari 945 ibu bersalin atau sekitar 24 %, kejadian ini masih

tergolong tinggi dibandingkan dengan RSUD Soreang yang hanya 204 kasus

preeklampsi dari 1494 ibu bersalin atau sekitar 13,6%. Pada tahun 2018 periode

Januari sampai dengan Maret angka kejadian preeklampsi di RSUD Majalaya

berjumlah 52 kasus dari 415 ibu bersalin atau sekitar 7%.

Berdasarkan data di atas maka penulis tertarik untuk menyusun Laporan

Tugas Akhir tentang “Gambaran kejadian Preeklamsi pada Ibu Bersalin

Berdasarkan Faktor Predisposisi di RSUD Majalaya Periode Januari-

Maret 2018 .”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Gambaran kejadian Preeklamsi pada Ibu Bersalin

Berdasarkan Faktor Predisposisi di RSUD Majalaya Periode Januari-

Maret 2018 .”

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui gambaran kejadian Preeklamsi pada Ibu Bersalin

Berdasarkan Faktor Predisposisi di RSUD Majalaya Periode Januari-

Maret 2018 .

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui faktor predisposisi ibu bersalin dengan preeklamsi di

RSUD Majalaya berdasarkan Usia ibu

2. Mengetahui faktor predisposisi ibu bersalin dengan preeklamsi di

RSUD Majalaya berdasarkan paritas.

3. Mengetahui faktor predisposisi ibu bersalin dengan preeklamsi di

RSUD Majalaya berdasarkan kehamilan kembar atau gemeli.

4. Mengetahui faktor predisposisi ibu bersalin dengan preeklamsi di

RSUD Majalaya berdasarkan penyakit yang menyertai kehamilan

( diabetes, obesitas).

5. Mengetahui faktor predisposisi ibu bersalin dengan preeklamsi di

RSUD Majalaya berdasarkan riwayat hipertensi/preeklamsi.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Tempat penelitian

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan

menjadi bahan masukan yang dapat digunakan untuk melakukan

pelayanan kesehatan secara tepat dalam meningkatkan mutu

pelayanan bidan di RSUD Majalaya.

1.4.2 Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman yang bermanfaat serta menambah

pengetahuan dan wawasan dalam penerapan ilmu yang di peroleh

selama melakukan penelitian khususnnya untuk mengetahui sejauh

mana penanganan preeklamsi yang dapat dilakukan

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan

Penlitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi serta

melengkapi kepustakaan dan sebagai awal untuk penelitian lebih

lanjut.

1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai masukan dan bahan tambahan di dalam melanjutkan

penelitian selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Preeklamsi Pada Kehamilan

2.1.1 Pengertian Preeklamsi

a. Pre eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan

edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera

setelah persalinan. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai

kejang dan/atau koma yang timbul bukan akibat kelainan neurologi.

b. Pre ekalmpsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuri dan

edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera

setelah persalinan. Eklampsia adalah preeklamsi yang disertai kejang

dan/koma yang timbul bukan akibat kelainan neurology

c. Menurut kamus saku kedokteran Dorland, preeclampsia adalah

toksemia pada kehamilan lanjut yang ditandai oleh hipertensi,edema,

dan proteinuria. Eklampsia adalah konvulsi dan koma, jarang koma

saja, yang terjadi pada wanita hamil atau dalam masa nifas dengan

disertai hipertensi, edema dan atau proteinuria.(Diyah 2012).

d. Pre eklamsia dapat dideskripsikan sebagai kondisi yang tidak dapat

diprediksi dan progresif serta berpotensi mengakibatkan disfungsi dan

gagal multi organ yang dapat mengganggu kesehatan ibu dan

berdampak negative pada lingkungan janin. (Boyle M, 2007)

2.1.2 Tanda dan Gejala Pre-Eklamsi

a. Tanda Pre-Eklamsi ada tiga, yang biasa disebut dengan trias Pre-Eklamsi

yaitu meliputi :

1) Hipertensi

Tekanan darah sistolik dan diastolik ≥140/90 mmHg. Diukur 2 kali selang

4 jam setelah penderita istirahat.

2) Edema pada muka, tangan, dan kaki (edema anasarka)

Timbulnya edema didahului oleh penambahan berat badan yang

berlebihan. Penambahan berat badan ini disebabkan oleh retensi air dalam

jaringan dan kemudian baru edema tampak. Edema ini tidak hilang dengan

istirahat.

3) Protein urin positif

Adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama dengan ≥1+

dipstic.

Diagnosis Pre-Eklamsi dapat dinyatakan apabila terdapat 2 atau lebih

tanda dari trias Pre-Eklamsia tersebut (Sastrawinata 2010).

b. Gejala-gejala subjektif yang umum ditemukan pada Pre-Eklamsi yaitu:

1) Sakit kepala yang hebat karena vasospasme atau edema otak.

2) Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh perdarahan atau

edema atau sakit karena perubahan pada lambung.

3) Gangguan penglihatan, gangguan ini disebabkan vasospasme, edema,

atau ablatio retinae (Sastrawinata 2010).

2.1.3 Faktor terjadinya Preeklampsi

a. Faktor Penyebab

Penyebab pre eklamsia saat ini tak bisa diketahui dengan pasti,

walaupun penelitian yang dilakukan terhadap penyakit ini sudah sedemikian

maju. Semuanya baru didasarkan pada teori yang dihubungkan dengan

kejadian. Itulah sebab pre eklamsia disebut juga “disease of theory”

(Rukiyah, 2010).

Beberapa teori mengatakan penyebab terjadinya preeklamsi berasal

dari plasenta. Insidensi berkisar 5 – 20% dari seluruh kasus preeklamsi.

Berhubangan dengan gejala klinis yang berat bagi ibu maupun janin.

Terdapat beberapa gambaran khas, sebagai berikut :

1. Penyebab karena gagalnya invasi trofoblas pada arteri spiralis.

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah

dari cabang – cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus

miometrium dan menjadi arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi

arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri

basalis memberi cabang arteri spiralis. Pada kehamilan terjadi invasi

trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan

degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi distensi dan

vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan

tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran

darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup

banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga menjamin

pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodelling

arteri spiralis. Pada pre eklamsia terjadi kegagalan remodelling

menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga arteri

spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi, sehingga aliran

darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia

plasenta, yang dapat dideteksi dengan pengguanaan USG doppler (

terdapat gambaran takik sistolik /diastolik notching).

2. Peningkatan resistensi perifer plasenta menyebabkan aliran darah

abnormal pada arteri umbilikalis dengan peningkatan rasio sistolik

diastolik sampai terjadinya reverse of the end diastolic flow arteri

umbilikalis. Terdapat pertumbuhan janin terhambat. ( Johanes 2014)

3. Peran prostasiklin dan trombiksan

Pada preeklamsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskular,

sehingga terjadi penurunan produksi prostsiklin (PGI 2) yang pada

kehamilan normal meningkat, aktifasi pengumpulan dan fibrinolisis,

yang kemudian akan digant trombin dan plasmin,trombin akan

mengkonsumsi anti trombin III, sehingga terjadi deposit fibrin.

Aktifasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan

serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel

(Rukiyah, 2010)

4. Teori Defisiensi Gizi

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan

dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir

membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan dapat mengurangi resiko

pre eklamsia. Minyak ikan banyak mengandung asam lemak tidak

jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat

aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

( Johanes 2014).

b. Faktor Predisposisi

Preeklamsia merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu.

Oleh sebab itu, bila ibu hamil ketahuan beresiko, terutama sejak awal

kehamilan, dokter kebidanan dan kandungan akan memantau lebih ketat

kondisi kehamilan tersebut (Johanes 2014).

Kejadian preeklamsi ini tidak terlepas dari beberapa faktor,

diantaranya faktor predisposisi dan faktor penyebab terjadinya preeklampsi

(Johanes 2014). Predisposisi adalah faktor pemicu terjadinya preeklampsi

(Arti 2018).

Beberapa faktor predisposisi terjadinya preeklamsi :

1) Ibu usia < 20 tahun, hampir 2 kali lebih banyak dibanding usia 20 – 34

tahun atau >35 tahun

2) Jumlah paritas/ jumlah kelahiran

3) Distensi rahim yang berlebihan, seperti hidramnion, hamil ganda, mola

hidatidosa.

4) Penyakit yang menyertai kehamilan, seperti diabetes mellitus (DM),

kegemukan.

5) Riwayat ibu yang mengalami hipertensi / preeklampsi (Johanes 2014)

Ada sekitar 85 % preeklamsi terjadi pada kehamilan pertama atau

dengan usia ibu yang ekstrim (<20 th dan >35 th). Preeklamsi juga dapat

terjadi 14-20% kehamilan lebih dari satu ( gemeli). Dan pada ibu yang

mengalami hipertensi konis atau penyakit yang menyertai lainnya

mencapai 25% (Bobak 2010).

2.1.4 Patofisiologi

Patofisiologi Pre-Eklamsi-Eklamsi setidaknya berkaitan dengan

perubahan fisiologis kehamilan. Adaptasi fisiologis normal pada

kehamilan meliputi peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi,

penurunan resistensi vaskular sistemik (systemic vascular resistance

[SVR]), peningkatan curah jantung, dan penurunan tekanan osmotik

koloid. Pada Pre-Eklamsi, volume plasma yang beredar menurun,

sehingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal.

Perubahan ini membuat perfusi organ maternal menurun, termasuk perfusi

ke unit janin-uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan

perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga

kapasitas oksigen maternal menurun (Bobak 2012)

Vasospasme merupakan sebagian mekanisme dasar tanda dan gejala

yang menyertai Pre-Eklamsi. Vasospasme merupakan akibat peningkatan

sensitivitas terhadap tekanan peredaran darah, seperti angiotensin II dan

kemungkinan suatu ketidak seimbangan antara prostasiklin prostaglandin

dan tromboksan A2 (Bobak 2012).

Selain kerusakan endothelial, vasospasme arterial turut menyebabkan

peningkatan permeabilitas kapiler. Keadaan ini meningkatkan edema dan

lebih lanjut menurunkan volume intravaskular, mempredisposisi pasien yang

mengalami Pre-Eklamsi mudah menderita edema paru (Bobak 2012)

Pre-Eklamsia adalah suatu keadaan hiperdinamik dimana temuan khas

hipertensi dan proteinuria merupakan akibat hiperfungsi ginjal. Untuk

mengendalikan sejumlah besar darah yang berperfusi di ginjal, timbul reaksi

vasospasme ginjal sebagai suatu mekanisme protektif, tetapi hal ini akhirnya

akan mengakibatkan proteinuria dan hipertensi yang khas untuk Pre-Eklamsi

Hubungan system imun dengan Pre-Eklamsi menunjukkan bahwa faktor-

faktor imunologi memainkan peran penting dalam perkembangan Pre-

Eklamsi. keberadaan protein asing, plasenta, atau janin bisa membangkitkan

respons imunologis lanjut. Teori ini didukung oleh peningkatan insiden Pre-

Eklamsi-Eklamsi pada ibu baru (pertama kali terpapar jaringan janin) dan

pada ibu hamil dari pasangan yang baru (materi genetik berbeda) (Bobak

2012).

2.1.5 perubahan pada organ-organ pada ibu dengan Preeklamsi

1) Perubahan anatomi patologik

a. Plasenta

Pada pre eklamsia terdapat spasme arteriol spiralis desidua dengan

akibat menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan plasenta normal

sebagai akibat tuanya kehamilan, seperti menipisnya sinsitium,

menebalnya dinding pembuluh darah dalam vili karena fibrosis dan

konversi mesoderm menjadi jaringan fibrotik dipercepat prosesnya pada

pre eklamsia dan hipertensi. Pada pre eklamsia yang jelas ialah atrofi

sinsitium, sedangkan pada hipertensi menahun terdapat terutama

perubahan pada pembuluh darah dan stroma. Arteri spiralis mengalami

konstriksi dan penyempitan, akibat aterosis akut disertai necrotizing

arteriopathi.

b.Ginjal

Alat ini besarnya normal atau dapat membengkak. Pada simpai

ginjal dan pada pemotongan mungkin ditemukan perdarahan – perdarahan

kecil. Penyelidikan biopsi pada ginjal oleh Altchek dan kawan-kawan

(1968) menunjukkan pada pre eklamsia bahwa kelainan berupa: 1)

kelainan glomerulus; 2) hiperplasia sel-sel jukstaglomerulus; 3) kelainan

pada tubulus-tubulus henle; 4) spasme pembuluh darah ke glomerulus.

Glomerulus tampak sedikit membengkak dengan perubahan-perubahan

sebagai berikut: a) sel-sel diantara kapiler bertambah; b) tampak dengan

mikroskop biasa bahwa membrana basalis dinding kapiler glomerulus

seolah-olah terbelah, tetapi ternyata keadaan tersebut dengan mikroskop

elektron disebabkan oleh bertambahnya matriks mesangial; c) sel-sel

kapiler membengkak dan lumen menyempit atau tidak ada; d) penimbunan

zat protein berupa serabut ditemukan dalam kapsul bowman. Sel-sel

jukstaglomeruler tampak membesar dan bertambah dengan pembengkakan

sitoplasma sel dan bervakuolisasi. Epitel tubulus-tubulus henle

berdeskuamasi hebat, tampak jelas fragmen inti sel terpecah-pecah.

Pembengkakan sitoplasma dan vakuolisasi nyata sekali. Pada tempat lain

tampak regenerasi. Perubahan – perubahan tersebutlah tampaknya yang

menyebabkan proteinuria dan mungkin sekali ada hubungannya dengan

retensi garam dan air.

c. Hati

Alat ini besarnya normal, pada permukaan dan pembelahan tampak

tempat – tempat perdarahan yang tidak teratur. Pada pemerikaan

mikroskopik dapat ditemukan pedarahan dan nekrosis pada tepi lobules,

disertai thrombosis pada pembuluh darah kecil, terutama disekitar vena

porta. Walaupun umumnya lokasi ialah periportal, namun perubahan

tersebut dapat ditemukan ditemukan ditempat-tempat lain. Dalam pada itu,

rupanya tidak ada hubungan langsung antara berat penyakit dan luas

perubahan hati.

d.Otak

Pada penyakit yang belum lanjut hanya ditemukan edema dan

anemia pada korteks serebri, pada keadaan lanjut ditemukan perdarahan.

e. Retina

Kelainan yang sering ditemukan pada retina ialah spasmus pada

arteriola – arteriola, terutama yang dekat pada diskus optikus. Vena

tampak lekuk pada persimpanagan dengan arteriola. Dapat terlihat edema

pada diskus optikus dan retina. Ablasio retina juga dapat terjadi tetapi

komplikasi ini prognosisnya baik karena retina akan melekat lagi beberapa

minggu post partum. Perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada pre

eklamsia, biasanya kelainan tersebut menunjukkan adanya hipertensi

menahun.

f. Paru-Paru

Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edemma dan perubahan

karena bronkopnemonia sebagai akibat aspirasi. Kadang – kadang

ditemukan abses paru – paru.

g. Jantung

Pada sebagian besar penderita yang mati karena eklamsi jantung

biasanya mengalami perubahan degeneratif pada miokardium. Sering

ditemukan degenerasi lemak dan cloudy swelling serta nekrosis dan

pendarahan. menggambarkan pendarahan subendokardial disebelah kiri

septum interventrikulare pada kira-kira dua pertiga penderita eklampsia

yang meninggal dalam 2 hari pertama setelah timbulnya penyakit.

h.Kelenjar adrenal

Kelenjar adrenal dapat menunjukkan kelainan berupa pendarahan

dan nekrosis dalam berbagai tingkat ( Prawihardjo 2012).

2.1.6 Komplikasi Pre-Eklamsi Berat

Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi dibawah

ini yang bisa terjadi pada pre eklamsia dan eklamsia :

1) Solusio Plasenta

Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih

sering terjadi pada pre eklamsia

2) Hipofibrinogenemia

Biasanya terjadi pada pre eklamsia berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk

pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.

3) Hemolisis

Penderita dengan PEB kadang – kadang menunjukkan gejala klinik

hemolisis yang dikenel dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti

apakah ini merupakan kerusakan sel hati atau destruksi sel darh merah.

Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsy penderita

eklamsia dapat menerangkan ikterus tersebut.

4) Perdarahan Otak

Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita

eklamsia.

5) Kelainan Mata

Kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung sampai

seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang – kadang terjadi pada retina.

Hal ini merupakan tanda gawat akan terjadi apopleksia serebri.

6) Edema Paru – Paru

Paru – paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena

bronkopnemonia sebagai akibat aspirasi. Kadang – kadang ditemukan

abses paru – paru.

7) Nekrosis Hati

Nekrosis periportal hati pada pre eklamsia/eklamsia merupakan akibat

vasopasme arteriole umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklamsia,

tetapi juga dapat terjadi pada penyakit lain. Kerusakan sel – sel hati dapat

diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim–

enzimnya.

8) Sindroma HELLP (Haemolisys elevated liver enzymes dan low

palatelet)

Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati,

hepatoselular (peningkatan enzim hati [SGOT,SGPT], gejala subyektif

[cepat lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium]). Hemolisis akibat

kerusakan membrane eritrosit oleh radiakl bebas asam lemak jenuh dan tak

jenuh. Trombositopenia (,150.000/cc), agregasi (adhesi trombosit did

inding vaskuler), kerusakan tromboksan (vasokonstriktor kuat), lisosom.

9) Kelainan Ginjal

Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan

sitoplasma sel endothelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur yang

lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria samapi gagal ginjal.

10) Komplikasi Lain

Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang – kejang

pneumoni aspirasi dan DIC (disseminated intravascular coagulation)

(Rukiyah, 2010).

komplikasi pre eklamsia pada janin adalah :

Janin yang dikandung ibu hamil pre eklamsia akan hidup dalam rahim

dengan nutrisi dan oksigen dibawah normal. Keadaan ini bisa terjadi

karena pembuluh darh yang menyalurkan darah ke plasenta menyempit,

karena buruknya nutrisi pertumbuhan janin akan terhambat sehingga akan

terjadi bayi dengan berat lahir rendah. Bisa juga janin dilahirkan kurang

bulan (prematuritas), komplikasi lanjut dari prematuritas adalh

keterlambatan belajar, epilepsy, serebral palsy, dan masalah pada

pendengaran dan penglihatan, bayi saat dilahirkan asfiksia, dsb (Rukiyah,

2010)

2.1.7 Pencegahan Pre-Eklamsi

Beberapa pencegahan Pre-Eklamsi menurut Yulaikhah (2016:100)

meliputi:

1) Lakukan pemeriksaan kehamilan yang teratur dan bermutu serta teliti.

2) Waspadai kemungkinan Pre-Eklamsi jika ada faktor predisposisi.

3) Beri penyuluhan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, diet

rendah garam, lemak serta karbohidrat, diet tinggi protein, menjaga

kenaikan berat badan.

2.1.8 Penanganan Pre-Eklamsi

Tujuan utamanya adalah mencegah terjadinya Eklamsi, mempertahankan

janin tetap lahir hidup, dan menciptakan seminimal mungkin trauma pada

janin.

Penanganan Preeklamsia dapat dilakukan dengan dua cara tergantung gejala

yang timbul yakni :

a) Kehamilan preterm (kurang 37 minggu) : bila desakan darah mencapai

normotensi selama perawatan, persalinan ditunggu sampai aterm; bila

desakan darah turun tetapi belum mencapai normotensi selama perawtan

maka kehamilanya dapat diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu atau

lebih.

b) Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih) : persalinan ditunggu sampai

terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan persalinan

pada tanggal taksiran persalinan

c) Cara persalinan: Persalinan dapat dilakukan secara spontan bila perlu

memperpendek kala II (Rukiyah, 2010),

1) Pre-Eklamsi

a) Beri diet rendah garam

b) Beri obat penenang (valium, fenobarbital)

c) Hindari pemberian diuretik dan antihipertensi

d) Pantau keadaan janin

e) Persalinan dapat dilakukan spontan bila perlu memperpendek

kala II dengan vakum atau forceps.

f) Jika ada indikasi, lakukan seksio cesarea (SC).

2) Pre-Eklamsia berat

a) Beri diet rendah garam dan tinggi protein.

b) Pasang infus RL atau asering.

c) Pemantauan tanda-tanda vital.

d) Beri antikonvulsan : obat pilihan MgSO4 (magnesium sulfat),

alternatif diazepam.

e) Beri obat antihipertensi: obat pilihan hidralazin; alternatif

labetolo, nifedipin, metildopa.

f) Hindari pemberian diuretik, kecuali pada edema umum, edema

paru, gagal jantung kongestif.

g) Persingkat kala II dengan vakum atau forceps.

h) Jika partus pervaginam, dalam 24 jam bayi harus lahir.

i) Hindari pemberian metergin pascapartum, kecuali ada

perdarahan hebat.

j) Jika ada indikasi, lakukan seksio cesarea (SC).

2.1.9 Pengobatan medisinal

1) Obat anti kejang

a) MgSO4 (magnesium sulfat)

Pada kasus Pre-Eklamsi yang berat, magnesium sulfat yang diberikan

secara parenteral adalah obat antikejang yang efektif tanpa menimbulkan

depresi susunan saraf pusat baik pada ibu maupun janinnya. Obat ini

dapat diberikan secara intravena melalui infus kontinu atau

intramuskular dengan injeksi intermiten. Persalinan dan pelahiran

merupakan saat kemungkinan besar terjadinya kejang, wanita dengan

Pre-Eklamsi berat biasanya diberi magnesium sulfat selama persalinan

dan selama 24 jam post partum (Cunningham 2010).

Cara pemberian magnesium sulfat pada pasien Pre-Eklamsi berat yaitu:

a) Dosis Awal:

10 cc MgSO4 40% (4 gramMgSO4) dilarutkan kedalam

90cc RL tetesan 50 tts/menit (habis sekitar 15-20 menit)

b) Dosis Pemeliharaan:

25 cc MgSO4 40% (10 gram MgSO4) dilarutkan dalam

475cc RL tetesan 20-30 tts / mnt

(c) Magnesium sulfat dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.

Cara pemberian Magnesium sulfat (MgSO4) menurut Achadiat yaitu:

(1) Dosis awal (loading dose) 4-6 gram intravena dengan kecepatan

pemberian tidak lebih dari 1 gram/menit.

(2) Diikuti dengan pemberian secara infus (drip) dengan dosis 1,5-2

gram/jam, agar dicapai kadar serum 4,8-8,4 mg/dL (4-7 mEq/L).

(3) Bila masih terjadi kejang dengan pemberian di atas, dapat diberikan

diazepam 5-10 mg intravena atau amobarbital 250 mg intravena

(4) Penggunaan MgSO4biasanya sampai 24 jam setelah bayi lahir, atau

setelah produksi urine normal kembali.

Syarat-syarat pemberian MgSO4 menurut Sastrawinata (2014 :75) yaitu:

(1) Harus tersedia antidotum, yaitu kalsium glukonas 10% (1 gram

dalam 10 cc).

(2) Frekuensi pernapasan ≥16 kali per menit.

(3) Produksi urin ≥30 cc per jam (≥0,5 cc/kg BB/jam).

(4) Reflek patela positif

MgSO4 dihentikan pemberiannya apabila:

(1) Ada tanda-tanda intoksikasi.

(2) Setelah 24 jam pasca persalinan.

(3) Dalam 6 jam pasca persalinan, sudah terjadi perbaikan (normo

tensif).

2) Obat antihipertensi

Obat hipertensi yang diberikan pada pasien Pre-Eklamsi menurut yaitu:

a) Obat pilihan hidralazin: 5 mg intravena pelan-pelan tiap 5 menit,

jika perlu diulang tiap jam atau 12,5 mg/2 jam.

b) Alternatif: labetolol, nifedipin, metildopa.

(1) Labetolol 10 mg intravena, jika tidak ada respon 20 mg

intravena, dosis dapat dinaikkan sampai 40 hingga 80 mg.

(2) Nifedipin 30 mg/hari per oral.

(3) Metildopa 3x250-500 mg/hari (Sastrawinata 2014).

2.1.10 Penanganan pre-eklampsia pada saat persalinan

Rangsangan untuk menimbiulkan kejangan dapat berasal dari luar dari

penderita sendiri, dan his persalinan merupakan rangsangan yang kuat. Maka dari

itu preeklampsia berat lebih mudah menjadi eklampsia pada waktu persalinan.

1) Pada persalianan diperlukan sedativa dan analgetik yang lebih banyak.

2) Pada kala II, pada penderita dengan hipertensi bahaya perdarahan dalam otak

lebih besar sehingga hendaknya persalinan diakhiri dnegan cunam atau

ekstraksi vakum dengan memberikan narkosis umum untuk menghindari

rangsangan pada susunan saraf pusat.

3) Anastsi lokal dapat diberikan bila tekanan darah tidak terlalu tinggi dan

penderita masih sanmolen karena pengaruh obat.

4) Hindari pemberian ergometrin pada kala III karena dapat menyebabkna

kontriksi pembuluh darah dan dapat meningkatkan pembuluh darah.

5) Pemberian obat penennag diteruskan sampai dengan 48 jam postpartum karna ada

kemungkinan setelah persalinan tekanan darah akan naik dan berlanjut menjadi

eklampsia. (Winkjosastro, 2007)

2.2 Predisposisi terjadinya Preeklamsi

2.2.1 Pengertian

Kejadian preeklamsi ini tidak terlepas dari beberapa faktor,

diantaranya faktor predisposisi dan faktor penyebab terjadinya

preeklampsi (Johanes 2014). Predisposisi adalah faktor pemicu terjadinya

preeklampsi (Arti 2018). Predisposisi terjadinya preeklamsi meliputi usia,

Paritas, Kehamilan ganda, Penyakit menyertai kehamilan, riwayat

hipertensi/preeklamsi (Johanes 2014).

2.2.2 Predisposisi Preeklamsi

1. Usia

Seorang wanita yang berumur dibawah 20 tahun memiliki

fungsi reproduksi yang belum berkembang dengan sempurna,

sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang

wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi

reproduksi normal (Surjadi dkk, 2002).

wanita kurang dari 20 tahun masih mengalami masa

pertumbuhan dan perkembangan, dengan adanya kehamilan akan

memperberat tubuh dalam mengatur kemampuan sebagaimana

mestinya. Wanita yang hamil dibawah umur akan menghadapi

masalah seperti tekanan darah tinggi, selain fungsi reproduksi yang

belum sempurna, pembentukan tulang pada ibu hamil dibawah

umur belum sempurna, sehingga akan kekurangan kalsium, karna

ibu hamil membutuhkan kalsium, kekurangan kalsium pada ibu

hamil akan membuat janin mengambil kalsium dari ibu, sehingga

ibu mengalami kekurangan kalsium dan memicu terjadinya

hipertensi. Kalsium dan magnesium bekerja sama untuk mengatur

detak jantung dan dilatasi pembuluh darah, dan apabila seseorang

kekurangan kalsium maka dapat melemahkan kemampuan untuk

mengatur detak jantung. Selain itu wanita dibawah 20 tahun dan

mengalami kehamilan pertama akan memperberat terjadinya

preeklampisa karena adanya mekanisme immunologi pada tubuh

ibu hamil ( sudiyana, 2018)

Secara fisik wanita lebih dari 35 tahun akan akan

mengalami kemunduran diantaranya berupa degeneratif jaringan,

hilang kemampuan sel untuk membelah, turunnya fungsi efesien,

toleransi obat dan homeostenosis (Sudoyo dkk, 2009). Gangguan

hormonal juga biasanya ditemukan pada wanita yang sudah lanjut

usia. Gangguan hormonal ini akan mengakibatkan intoleransi

karbohidrat ringan maupun berat pada saat kehamilan

(Sastrawinata dkk, 2005).

2. Paritas

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai

oleh seorang wanita (BKKBN, 2006). Paritas dapat dibedakan

menjadi primigravida, multigravida dan multigravida (

Prawirohardjo, 2009).

Primigravida adalah wanita yang telah melahirkan seorang

anak, yang cukup besar untuk hidup di dunia luar (Varney, 2010).

Multigravida adalah wanita yang sudah hamil, dua kali atau lebih

(Varney, 2010). Dan Grandemultipara adalah wanita yang telah

melahirkan 4 orang anak atau lebih (Varney, 2010).

Preeklampsia lebih tinggi terjadi pada primigravida

dibandingkan dengan multipara. Resiko preeklampsia/eklampsia

pada primigravida dapat terjadi 6 sampai 8 kali dibanding

multipara (Chapman, 2006). Preeklampsia/eklampsia lebih sering

terjadi pada usia muda atau dengan resiko tinggi < 20 tahun.

diduga karena adanya suatu mekanisme immunologi, hal ini

dikarenakan pada kehamilan pertama terjadi pembentukan

“blocking antibodies” terhadap antigen tidak sempurna dan

semakin sempurna pada kehamilan berikutnya (Sudiyana, 2003).

Selain itu pada kehamilan pertama terjadi pembentukan “Human

Leucocyte Antigen Protein G (HLA)” yang berperan penting dalam

modulasi respon imun, sehingga ibu menolak hasil konsepsi

(plasenta) atau terjadi intoleransi ibu terhadap plasenta yang

selanjutnya akan menimbulkan terjadinya preeklampsia (Angsar,

2004).

Persalinan yang berulang-ulang juga akan mempunyai

banyak risiko terhadap kehamilan (Rozikhan, 2006). Dinding

rahim pada multipara lebih lemah bila dibanding dengan dinding

rahim pada primipara. Hal tersebut terjadi karena pada multipara

lebih sering terjadi robekan diding rahim dibandingkan pada

primipara (Sastrawinata dkk, 2010).

Lemahnya dinding rahim akan menyebabkan

kegagalan invasi sel trofoblast pada dinding arteri spiralis yang

tidak dapat melebar dengan sempurna. Kegagalan invasi sel

trofoblast pada dinding arteri spiralis yang tidak dapat melebar

dengan sempurna ini menyebabkan terjadinya aliran darah dalam

ruang intervilus plasenta. Aliran darah dalam ruangan intervilus

plasenta dapat menyebabkan terjadinya hipoksia plasenta. Hipoksia

yang berkelanjutan menyebabkan oxidative stress (apabila

keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase

dan oksidan lebih dominan) dan dapat merangsang terjadinya

kerusakan endotel pembuluh darah (disfungsi endotel)

(Cunningham et al, 2005). Hipoksia plasenta dan oxidative stress

merupakan dua tahap yang mendasari terjadinya patogenesis dari

preeklampsia (Robert J.M, 2007).

3. Kehamilan ganda

Kehamilan ganda dan molahidatidosa sering disertai

gangguan hipertensi, hal ini mungkin disebabkan karena

terdapatnya villi khorealis dalam jumlah yang banyak. Kehamilan

ganda juga sering mempengaruhi hidropfetalis. Keregangan otot

rahim oleh karena kehamilan ganda menyebabkan terjadinya

iskemi uteri yang berakibat pada kemungkinan peningkatan

preeklampsia/eklampsia (Sastrawinata dkk, 2010).

Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada

105 kasus kembar dua, didapatkan 28,6% preeklampsia dan

satu kematian ibu karena eklampsia dan sebagai faktor

penyebabnya ialah dislensia uterus. Hasil penelitian menyebutkan

bahwa 8 (4%) kasus preeklampsia berat mempunyai jumlah janin

lebih dari satu, sedangkan pada kelompok kontrol, 2 atau 1,2%

kasus mempunyai jumlah janin lebih dari satu (Rozikhan, 2006).

Selain itu ibu hamil dan dengan riwayat hipertensi dan

menglami kehamilan ganda akan meningkatkan resiko terjadinya

preeklampisa karena hipertensi kronik beresiko terjadinya

preeklampsia sampai dengan 3 % ( Cuningham et al)

4. Penyakit yang menyetai

a. Diabetes melitus

Secara klinik tidak dapat dipastikan hubungan antara

hipertensi dengan diabetes melitus. Diabetes melitus sering diderita

oleh orang gemuk, peningkatan berat badan akan

berdampak pada peningkatan tekanan darah (Cunningham et al,

2005). Menurut penelitian di Swedia menyatakan bahwa wanita

penderita diabetes pada kehamilan meningkatkan resiko

preeklampsia dibandingkan dengan pada wanita normal (Ostlund et

al, 2004).

Resistensi insulin terjadi berlebihan pada kasus

preeklampsia bila dibandingkan dengan kehamilan normal.

Resistensi insulin menyebabkan penurunan aktivasi vasodilatator

dan induksi aktivasi simpatik yang berlebihan sehingga

menyebabkan timbulnya disfungsi endotel (Lampinen, 2009).

b. Obesitas

Angka kejadian preeklamsia lebih tinggi pada ibu-ibu yang

obesitas. Untuk menilai kesesuaian berat badan dapat digunakan

parameter BMI (Body Mass Index) yang didefinisikan sebagai

berat badan (Kg) dibagi dengan tinggi badan (M2). BMI sebelum

hamil : normal antara 19,8-26,0 Kg/M2

, kurus < 19,8 Kg/M2

dan

gemuk > 26,0 Kg/M2

Indeks massa tubuh diatas 29 meningkatkan resiko empat

kali lipat terjadinya preeklampsia. Peningkatan berat badan 0,5 kg

seminggu pada ibu hamil dianggap normal, tetapi jika mencapai 1

kg seminggu atau 3 kg dalam sebulan kemungkinan timbulnya

preeklampsia harus diwaspadai (Sastrawinata dkk, 2010).

5. Hipertensi kronik

Hipertensi kronik menjadi penyulit dalam 1-3% kehamilan dan

lebih sering pada wanita diatas 35 tahun. Diagnosis hipertensi kronik

diisyaratkan oleh adanya hipertensi (140/90 mmHg atau lebih)

sebelum kehamilan, hipertensi (140/90 mmHg atau lebih) yang

terdeteksi usia kehamilan 20 minggu (kecuali apabila terdapat

penyakit trofoblastik gestasional), dan hipertensi yang menetap lama

setelah melahirkan. Semua gangguan hipertensi kronik apapun

sebabnya merupakan presdeposisi timbulnya preeklampsia/eklampsia

dalam kehamilan, selain itu ibu hamil disertai komplikasi lain yang

dapat memicu terjadinya preeklampsia seperti usia dibawah 20 tahun

dan usia lebih dari 35 tahun akan meningkatkan resiko terjadinya

preeklampsia lebih tinggi (Cuninngham et al,).