Upload
unj
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
FILSAFAT ILMUPKN DARI SUDUT PANDANG FILSAFAT ILMU
Dosen Pengampu :
Dr. Achmad Husein, M.Pd
Penyusun :
Kresna Susilo Zaelani (4115140801)
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN ILMU SOSIAL POLITIKPROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke Hadirat Allah SWT
karena berkat limpahan rahmat dan karuniaNya saya dapat
menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Dalam makalah
ini saya akan membahas mengenai Prespektif PKN dalam
kajian filsafat. Di dalamnya terdapat “Epistemologi,
Ontologi dan Aksiologi Pendidikan Kewarganegaraan”
Makalah ini telah dibuat berdasarkan informasi
yang saya peroleh dari berbagai macam sumber
pembelajaran, baik dari media cetak maupun internet dan
juga bantuan dari beberapa pihak untuk membantu
menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan
makalah ini. Saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang
mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, saya
mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik
yang dapat membangun. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat saya harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.
i
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua.
Jakarta, Desember 2014
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………….. i
Daftar Isi………………………………………………………………………… ii
BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………… 2
1.3 Tujuan Penulisan ……………………………………………………. 2
BAB II : Landasan Teori
2.1 Definisi PKn…………………………………………………………. 3
2.2 Definisi Filsafat Ilmu………………………………………………… 4
BAB III : Pembahasan
3.1 Ontologi PKn …….………………………………………………….. 6
3.2 Epistemologi PKn …………………………………………………… 8
3.3 Aksiologi PKn ……………………………………………………… 12
BAB IV : Penutup
4.1 Kesimpulan…………………………………………………………. 14
4.2 Saran ………………………………………………………………... 14
Daftar Pustaka
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut referensi dalam UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa di
setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat
terdiri dari Pendidikan Bahasa, Pendidikan Agama, dan
Pendidikan Kewarganegaraan.Kep. Mendikbud No.
056/U/1994 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa
menetapkan bahwa “Pendidikan Pancasila, Pendidikan
Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan termasuk dalam
Mata Kuliah Umum (MKU) dan wajib diberikan dalam
kurikulum setiap program studi”.
Perjalanan panjang sejarah Bangsa Indonesia sejak
era sebelum dan selama penjajahan ,dilanjutkan era
merebut dan mempertahankan kemerdekaan sampai dengan
mengisi kemerdekaan,menimbulkan kondisi dan tuntutan
yang berbeda-beda sesuai dengan zamannya. Semangat
perjuangan bangsa mengalami fase pasang surut sesuai
dengan perjalanan kehidupan, antara lain pengaruh
globalisasi yang sekarang lebih dikenal dengan kemajuan
IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, banyak inovasi,
kreasi yang berkembang sehingga membuat dunia menjadi
sempit, seakan-akan dunia hanya sebuah perkampungan,
1
tanpa mengenal batas negara. Kondisi yang seperti itu
yang mengakibatkan banyak pemikiran-pemikiran yang
timbul.
Sebagai warga negara yang baik, seharusnya
memiliki wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan
perilaku cinta tanah air, serta mengutamakan persatuan
dan kesatuan bangsa dalam rangka bela negara demi utuh
dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
2
Melihat penjelasan diatas, adanya pembelajaran PKn
berguna untuk mempertahankan nilai-nilai tersebut, agar
nilai itu terus menyatu dalam setiap warga negara dan
agar warga negara tahu hak dan kewajiban dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada intinya
pendidikan ialah upaya sadar dari suatu masyarakat dan
pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan
hidup dan kehidupan generasi penerusnya. Jadi
Pendidikan Kewarganegaraan dan Pancasila adalah Unsur
Negara Sebagai Syarat Berdirinya Suatu Negara upaya
sadar yang ditempuh secara sistematis untuk
mengenalkan, menanamkan wawasan kesadaran bernegara
untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap
dan perilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air
berdasarkan Pancasila demi tetap utuh dan tegaknya
Negara Kesatuan Republik Imdonesia (NKRI).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Hakikat Pembelajaran PKn dari Segi
Ontologi?
2. Bagaimana Hakikat Pembelajaran PKn dari Segi
Epistemologi?
3. Bagaimana Hakikat Pembelajaran PKn dari Segi
Aksiologi?
3
1.3 Tujuan Penulisan
- Untuk mengetahui pengertian dan tujuan
pembelajaran PKn.
- Untuk mengetahui pengertian Filsafat Ilmu.
- Untuk mengetahui hakikat PKn dari segi
ontologi.
- Untuk mengetahui hakikat PKn dari segi
episstemologi.
- Untuk mengetahui hakikat PKn dari segi
aksiologi.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi PKn
Kata kewarganegaraan dalam bahasa Latin disebut
Civicus. Selanjutnya, kata Civicus diserap ke dalam
bahasa Inggris menjadi kata Civic yang artinya mengenai
4
warga negara atau kewarganegaraan. Dari kata Civic
lahir kata Civic yaitu ilmu kewarganegaraan, dan Civic
Education, yaitu Pendidikan Kewarganegaraan. Pelajaran
Civics atau kewarganegaraan telah dikenal di Indonesia
sejak zaman kolonial Belanda dengan nama Burgerkunde.
Pelajaran ini pada hakikatnya untuk kepentingan
penguasa kolonial, yang pada saat itu diberikandi
sekolah guru. Selanjutnya, Pendidikan Kewarganegaraan
sebagai mata kuliah wajib yang harus ditempuh mahasiswa
di Peguruan Tinggi. Pendidikan Kewarganegaraan di
Perguruan Tinggi sekarang ini diwujudkan dengan
matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan berdasarkan SK
Dirjen Dikti No.267/Dikti/Kep/2000 tentang
Penyempurnaan Kurikulum Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan
Tinggi. Kemudian penjabaran operasional mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan lebih lanjut diatur maupun
diawasi dengan Surat Keputusan (SK) Dirjen
Dikti No.38/Dikti/Kep/2002 tentang Rambu-Rambu
Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di
Perguruan Tinggi.
Menurut Pasha pengertian Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan materi perkuliahan yang
menyangkut pemahaman tentang persatuan dan kesatuan,
kesadaran warga negara dalam bernegara, hak
dankewajiban warga negara dalam berbangsa dan
5
bernegara, serta pendidikan bela negara. Lalu, menurut
Azra Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang
cakupannya lebih luas dari pendidikan demokasi dan
pendidikan HAM. Zamroni dalam Tim ICCE UIN Jakarta
bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan
demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga
masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis.
Berbeda dengan pendapat di atas, Soemantri dalam Tim
ICCE UIN Jakarta mengenai Pendidikan Kewarganegaraan
sebagai kegiatan yang meliputi seluruh program sekolah
yang meliputi berbagai macam kegiatan mengajar yang
dapat menumbuhkan hidup dan perilaku yang lebih baik
dalam masyarakat demokratis. Sedangkan, menurut Civitas
Internasional dalam Tim ICCE UIN Jakarta bahwa Civic
Education atau Pendidikan Kewarganegaraan adalah
pendidikan yang mencakup pemahaman dasartentang cara
kerja demokrasi dan lembaga-lembaganya, tentang rule of
law ,HAM, penguatan keterampilan partisipatif yang
demokratis, pengembangan budaya demokrasi dan
perdamaian. Dikemukakan oleh Puskur dalam Depdiknas
bahwa Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata
pelajaran yang memfokuskanpada pembentukan diri yang
beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa,usia
dan suku bangsa untuk menjadi warganegara Indonesia
yang cerdas,terampil dan berkarakter yang diamanatkan
Pancasila dan UUD 1945. Dari beberapa pendapat di atas
6
dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
adalah Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran
atau kuliah yang diajarkan di sekolah maupun di
perguruan tinggi yang berisi program pendidikan dan
mencakup pemahaman tentang masalah kebangsaan,
pendidikan bela negara,kewarganegaraan dalam
hubungannya dengan negara, demokrasi, HAM,penegakan
rule of law, dan masyarakat madani.
2.2 Definisi Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang
menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu.
Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan
implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara
lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu
sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi.
Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-
masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan
pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana
konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat
menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam
melalui teknologi; cara menentukan validitas dari
sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode
ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan
untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode
7
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Ontologi PKn
PKn merupakan bidang studi yang bersifat
multifaset dengan konteks lintas keilmuan. Namun secara
filsafat keilmuan, ia memiliki Ontologi pokok ilmu
politik khususnya konsep“political democracy” untuk
aspek “duties and right citizens” (Chreshore:1886).
Dari ontologi pokok inilah berkembang
konsep “Civics”, yang secara harfiah diambil dari
bahasa latin yaitu “civicus” yang artinya warga negara
pada masa yunani kuno, yang kemudian diakui secara
akademis sebagai embrionya “civic education”, yang
selanjutnya di indonesia diadaptasi menjadi “pendidikan
kewarganegaraan” (PKn). Saat ini tradisi itu sudah
berkembang pesat menjadi suatu “Body of knowledge” yang
dikenal memiliki paradigma sistemik, yang didalamnya
terdapat tiga domain “Citizenship education”, yakni
domain akademis, domain kurikuler, dan domain sosial
kultural.
Ketiga domain tersebut satua sama lain saling
memiliki keterkaitan stuktural dan fungsional yang
9
diikat oleh konsepsi “civic virtue and cultere” yang
mencakup civic knowledge, civic disposition, civic
skills, civic confidence, civic comitment dan civic
competence. Oleh karena itu ontologi PKn saat ini
sudah lebih luas dari pada embrionya sehingga kajian
keilmuan PKn, program kurikuler PKn, dan aktivitas
social-kultural PKn saat ini benar-benar multifaset
atau multi dimensional. Sifat multidimensional inilah
yang membuat bidang studi PKn dapat disikapi sebagai :
pendidikan kewarganegaraan, pendidikan politik,
pendidikan nilai dan moral, pendidikan kebangsaan
pendidikan kemasyarakatan, pendidikan hukum dan hak
azasi manusia, dan pendidikan demokrasi.
Menurut pendapat di atas, pendidikan
kewaganegaraan merupakan bidang studi yang mencakup
lintas bidang keilmuan karena dalam pendidikan
kewarganegaraan terdapat pula pokok ilmu politik
kemudian berkembang konsep civics yang berarti warga
negara kemudian berkembang menjadi civics education
yang selanjutnya diadaptasi menjadi pendidikan
kewarganegaraan. Namun PKn di Indonesia selain
mendasarkan pada Ontologi pokok yaitu Ilmu Politik juga
brangkat dari Pancasila dan Konsepsi kewarganegaraan
lainnya, oleh karena itu di indonesia PKn sering juga
disebut dengan PPKN (Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan). Perkembangan PKn di Indonesia juga
10
tidak boleh keluar dari landasan ideologis Pancasila,
landasan konstitusional UUD 1945, dan landasan
operasional Undang-Undang Sisdiknas yang berlaku saat
ini, yakni UU Nomor 20 tahun 2003.
Pendapat lain mengatakan PKn Secara ontologikal
memilki dua dimensi, yakni obyek telaah dan obyek
pengembangan (Winataputra, 2001). Obyek telaah adalah
keseluruhan aspek idiil, instrumental, dan praktis PKn
yang secara internal dan eksternal mendukung sistem
kurikulum dan pembelajaran PKn di sekolah dan di luar
sekolah, serta format gerakan sosial-kultural
kewarganegaraan masyarakat. Sedangkan obyek
pengembangan atau sasaran pembentukan adalah
keseluruhan ranah sosio-psikologis peserta didik yang
oleh Bloom dkk, dikategorikan ke dalam ranah kognitif,
afektif, konatif, dan psikomotorik, yang menyangkut
status, hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang
perlu dimuliakan dan dikembangkan secara programtik
guna mencapai kualitas warga negara yang “cerdas, dan
baik” dalam arti religius, demokratis dan berkeadaban
dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Yang dimaksud dengan aspek idiil dalam objek
telaah PKn adalah landasan dan kerangka filosofis yang
menjadi titik tolak dan sekaligus sebagai muaranya
11
pendidikan kewarganegaraan diIndonesia. Yang termasuk
dalam aspek idiil PKn adalah landasan dan tujuan
pendidikan nasional, sebagaimana tertuang dalam UUD
1945, UU No. 20 Thn 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Aspek instrumental dalam objek telaah PKn
adalah sarana programatik pendidikan yang sengaja
dibangun dan dikembangkan untuk menjabarkan substansi
aspek-aspek idiil. Yang termasuk ke dalam aspek ini
adalah; kurikulum, bahan belajar, guru, media dan
sumber belajar, alat penilaian belajar, ruang belajar
dan lingkungan. Sedangkan yang dimaksud dengan aspek
praktis dalam objek telaah PKn adalah perwujudan nyata
dari sarana programatik kependidikan yang kasat mata,
yang pada hakekatnya merupakan penerapan konsep,
prinsip, prosedur, nilai, dalam pendidikan
kewarganegaraan sebagai dimensi “poietike” yang
berinteraksi dengan keyakinan, semangat, dan kemampuan
para praktisi, serta konteks pendidikan
kewarganegaraan, yang diikat oleh substansi idiil
sebagai dimensi “pronesis” yakni truth and justice.
Termasuk juga dalam aspek praktis ini adalah interaksi
belajar di kelas dan atau di luar kelas, dan pergaulan
sosial-budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara yang memberi dampak edukatif
kewarganegaraan.
12
Pengembangan ketiga aspek tersebut dalam
pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan menghasilkan
peserta didik yang memiliki budi pekerti dan selalu
berpikir kritis dalam menanggapi isu kewarganegaraan
serta selalu berpartisipasi aktif dan bertanggung jawab
serta bertindak secara cerdas dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga akan
menciptakan karakter masyarakat Indonesia yang baik dan
aktif dalam kehidupan antar bangsa dan negara
3.2 Epistemologi PKN
Aspek epistemologi pendidikan kewarganegaraan
berkaitan erat dengan aspek ontologi pendidikan
kewarganegaraan, karena memang proses epistemologis,
yang pada dasarnya berwujud dalam berbagai bentuk
kegiatan sistematis dalam upaya membangun pengetahuan
bidang kajian ilmiah pendidikan kewarganegaraan sudah
seharusnya terkait pada obyek telaah dan obyek
pengembangannya. Kegiatan epistemologis pendidikan
kewarganegaraan mencakup metodologi penelitian dan
metodologi pengembangan. Metodologi penelitian
digunakan untuk mendapatkan pengetahuan baru melalui:
1. metode penelitian kuantitatif yang menonjolkan
proses pengukuran dan generalisasi untuk
mendukung proses konseptualisasi.
13
2. metode penelitian kualitatif yang menonjolkan
pemahaman holistik terhadap fenomena alamiah
untuk membangun suatu teori.
Sedangkan, metodologi pengembangan digunakan untuk
mendapatkan paradigma pedagogis dan rekayasa kurikuler
yang relevan guna mengembangkan aspek-aspek sosial-
psikologis peserta didik, dengan cara mengorganisasikan
berbagai unsur instrumental dan kontekstual pendidikan.
Secara historis-epistemologis Amerika Serikat (USA)
dapat dicatat sebagai negara perintis kegiatan akademis
dan kurikuler dalam pengembangan konsep
dan paradigma “civics”. Pelajaran civics mulai di
perkenalkan pada tahun 1970 dalam rangka meng-amerika-
kan bangsa Amerika (nation building), sebab bangsa
amerika terdiri dari berbagai macam suku, bangsa, ras,
maupun etnik. Usaha ini dinamakan dengan “theory of
americanzation”. Kemudian pada tahun 1880-an mulai
diperkenalkan pelajaran civics disekolah yang berisikan
materi tentang pemerintahan. Seorang ahli bernama
Chresore (1886), pada waktu itu mengartikan “civics”
sebagai “the science of citizenship” atau ilmu
kewarganegaraan, yang isinya mempelajari hubungan antar
individu dan antar individu dengan negara. Selanjutnya
pada tahun 1900-an berkembang mata pelajaran civics
14
yang diisi dengan materi mengenai stuktur pemerintahan
negara bagian dan federasi.
Winataputra mengatakan bahwa selain
istilah “civics”, pada tahun 1900-an mulai
diperkenalkan istilah “citizenship
education” dan ”civic education”. Istilah-istilah
“civics”dan “civic education”, lebih cenderung
digunakan dalam makna yang serupa untuk mata pelajaran
di sekolah yang merupakan suatu lembaga pendidikan
formal yang memiliki tujuan utama untuk mengembangkan
siswa sebagai warga negara yang cerdas dan baik.
Sedangkan istilah “Citizenship education” lebih
cenderung digunakan dalam visi yang lebih luas secara
informal dan nonformal mulai dari lingkungan keluarga,
organisasi sosial kemasyarakatan sampai pada lingkungan
tempat bekerja, dimana untuk
menunjukkan “instruktusional effects” dan“nurturant
effects” dari keseluruhan proses pendidikan terhadap
pembentukan karakter individu sebagai warganegara yang
cerdas dan baik, yang dimaksud untuk membantu perserta
didik menjadi warga negara yang aktif, berwawasan luas
dan bertanggung jawab.
Dilihat visi lain perkembangan citizenship
education dan civic education, dalam kenyataannya
secara historis-epistemologis tidak bisa dipisahkan
15
dari perkembangan pemikiran tentang social
studies/social studies education, seperti dapat dilihat
di USA. Mengenai saling keterkaitan antara citizenship
education dan civic education dan social studie, pada
dasarnya ada dua pandangan utama. Pandangan pertama
melihat citizenship education dancivic
education sebagai bagian dari social studies, dan
pandangan kedua melihat citizenship education dan civic
education sebagai esensi atau inti dari social studies.
Sementara itu secara epistemologis,
sesungguhnya “Social studies” juga memiliki hubungan
erat dengan “social sciences”, karena itu kedudukannya
dan keterkaitannya juga harus dipahami dengan jelas.
Mencermati penjelasan diatas, maka
consep civics tidak pernah lepas dari civic
educationdan citizenship education, begitu pula
perkembangannya di Indonesia, civics dan civics
education telah muncul pada tahun 1957, dengan istilah
Kewarganegaraan, lalu pada tahun 1962 pelajaran civics
masuk dalam kurikulum sekolah, dengan bukunya “manusia
baru indonesia” yang dikarang oleh Mr. Doepardo, dengan
tujuan untuk membentuk warga negara yang baik. pada
tahun 1968 keluarlah kurikulum pendidikan tahun 1968
yang baru, maka istilah mata pelajaran civic-
kewarganegaraan diganti lagi menjadi pendidikan
kewarganegaraan (PKN), pada masa ini metodenya sudah
16
tidak indoktrinasi lagi. Namun pada tahun 1975 melalui
GBHN yang mengatakan bahwa “pendidikan pancasila masuk
kedalam pendidikan moral pancasila dimasukan dalam
kurikulum tingkat sekolah sampai perguruan tinggi” maka
nama pendidikan kewarganegaraan berubah menjadi
Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Pada tahun 1994, PMP
berubah kembali menjadi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) misi yang diembannya adalah
pendidikan nilai moral pancasila, pendidikan
kewarganegaraan, pendidikan hukum, dan kemasyarakatan
sebagai pendidikan politik. Hingga pada tahun 2003,
semua tingkat pendidikan menggunakan nama dan kurikulum
yang baru dengan sebutan Pendidikan Kewarganegaraan
hingga sampai saat ini.
Sampai saat ini secara garis besar mata pelajaran
Kewarganegaraan memiliki 3 dimensi yaitu:
1. Dimensi Pengetahuan Kewarganegaraan (Civics
Knowledge) yang mencakup bidang politik, hukum
dan moral.
2. Dimensi Keterampilan Kewarganegaraan (Civics
Skills) meliputi keterampilan partisipasi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
17
3. Dimensi Nilai-nilai Kewarganegaraan (Civics
Values) mencakup antara lain percaya diri,
penguasaan atas nilai religius, norma dan moral
luhur.
Berdasarkan uraian di atas saya berpendapat bahwa
dalam mata pelajaran Kewarganegaraan seorang siswa
bukan saja menerima pelajaran berupa pengetahuan,
tetapi pada diri siswa juga harus berkembang sikap,
keterampilan dan nilai-nilai. Sesuai dengan Depdiknas
yang menyatakan bahwa tujuan PKn untuk setiap jenjang
pendidikan yaitu mengembangkan kecerdasan warga negara
yang diwujudkan melalui pemahaman, keterampilan sosial
dan intelektuan, serta berprestasi dalam memecahkan
masalah di lingkungannya. Untuk mencapai tujuan
Pendidikan Kewarganegaraan tersebut, maka guru berupaya
melalui kualitas pembelajaran yang dikelolanya, upaya
ini bisa dicapai jika siswa mau belajar. Dalam belajar
inilah guru berusaha mengarahkan dan membentuk sikap
serta perilaku siswa sebagai mana yang dikehendaki
dalam pembelajaran PKn.
3.3 Aksiologi PKN
18
Pendidikan kewarganegaraan yang sekarang ada di
indonesia memfokuskan pada pembentukan warga negara
yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya untuk menjadi warga negara indonesia yang
cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh
Pancasila dan UUD 1945.
Pendidikan Kewarganegaraan tersebut di tumbuh
kembangkan dalam tradisi Citizenship Education yang
tujuannya sesuai dengan tujuan nasional negara. Namun,
secara umum menurut Nu’man Somantri dalam pendapatnya
diatas tujuan mengembangkan pendidikan kewarganegaraan
(PKn) adalah agar setiap warga negara menjadi warga
negara yang baik (to be good citizens), yakni warga
yang memiliki kecerdasan (Civic Intelligence) baik
intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual;
memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (Civic
Responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara (Civic
Participation) agar tumbuh rasa kebangsaan dan cinta
tanah air.
Sedangkan menurut pendapat A. Kosasih Djahiri
(1994/1995:10) adapun tujuan pembelajaran PKn adalah
sebagai berikut :
Secara umum tujuan PKn harus mendukung
keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional
19
yaitu : Mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu
menusia beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa dan berbudi pekerti luhur memiliki pengetahuan
dan keterampilan kesehatan jasmani dan rohani
kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Secara khusus PKn bertujuan untuk : membina moral
yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-
hari yaitu prilaku yang memancarkan iman dan taqwa
terhadap Tuhan Yang Esa dalam masyarakat yang
terdiri dari berbagai golongan agama, prilaku yang
bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab,
perilaku yang mendukung persatuan bangsa dan
masyarakat yang beraneka ragam kebudayaan dan
beraneka ragam kepentingan bersama di atas
kepentingan perorangan dan golongan sehingga
perbedaan pemikiran pendapat kepentingan dapat
diatasi melalui musyawarah mufakat serta prilaku
yang mendukung upaya untuk mewujudkan upaya untuk
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Menurut pendapat di atas, tujuan utama pendidikan
kewarganegaraan yaitu untuk membentuk masyarakat yang
memiliki budi pekerti dan selalu berpikir kritis dalam
menanggapi isu kewarganegaraanserta selalu
20
berpartisipasi aktif dan bertanggung jawab serta
bertindak secara cerdas dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara sehingga akan menciptakan
karakter masyarakat Indonesia yang baik dan aktif dalam
kehidupan antar bangsa dan negara.
Dari tujuan-tujuan yang dimilikinta tersebut
sudah jelaslah bahwa pendidikan kewarganegaraan
memiliki manfaat yang sangat fital bagi bangsa dan
negara, dan sudah barang tentu pendidikan
kewarganegaraan ada di setiap jenjang pendidikan yang
ada di indonesia karena bisa membuahkan generasi-
generasi penerus yang diharapkan akan mampu
mengantisipasi hari depan yang senantiasa berubah dan
selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa
dan negara, serta memiliki wawasan kesadaran bernegara
untuk bela negara berlandaskan pemahaman politik
kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati diri dan
moral bangsa dalam perikehidupan bangsa dan bernegara.
Semua itu diperlakukan demi tetap utuh dan tegaknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perjalanan panjang sejarah Bangsa Indonesia sejak
era sebelum dan selama penjajahan ,dilanjutkan era
merebut dan mempertahankan kemerdekaan sampai dengan
mengisi kemerdekaan,menimbulkan kondisi dan tuntutan
yang berbeda-beda sesuai dengan zamannya. Semangat
perjuangan bangsa mengalami fase pasang surut sesuai
dengan perjalanan kehidupan, antara lain pengaruh
globalisasi yang sekarang lebih dikenal dengan kemajuan
IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, banyak inovasi,
kreasi yang berkembang sehingga membuat dunia menjadi
sempit, seakan-akan dunia hanya sebuah perkampungan,
tanpa mengenal batas negara. Kondisi yang seperti itu
yang mengakibatkan banyak pemikiran-pemikiran yang
timbul.
Pengembangan pendidikan kewarganegaraan
dimaksudkan menghasilkan peserta didik yang memiliki
budi pekerti dan selalu berpikir kritis dalam
menanggapi isu kewarganegaraan serta selalu
berpartisipasi aktif dan bertanggung jawab serta
bertindak secara cerdas dalam kehidupan bermasyarakat,
22
berbangsa, dan bernegara sehingga akan menciptakan
karakter masyarakat Indonesia yang baik dan aktif dalam
kehidupan antar bangsa dan Negara.
4.2 Saran
Kepada para pembaca, saya yakin di dalam makalah
ini masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan
terlebih dari segi isi, hal itu disebabkan oleh
terbatasnya ilmu yang saya miliki. Oleh karena itu saya
membuka pintu kritik dan saran yang selebar-lebarnya
agar ilmu yang saya miliki sesuai dengan yang
seharusnya.
23
DAFTAR PUSTAKA
id.wikipedia.org/wiki/PKN
id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_ilmu
http://wahyu-setyawan.blogspot.com/2013/05/hakikat-
pendidikan-kewarganegaraan.html
http://mediaarqom.blogspot.com/2008/07/pendidikan-
kewarganegaraan-sebagai.html
http://www.pusakaindonesia.org/mata-pelajaran-pkn-dan-
membangun-karakter-bangsa/