29
FILSAFAT ILMU PKN DARI SUDUT PANDANG FILSAFAT ILMU Dosen Pengampu : Dr. Achmad Husein, M.Pd Penyusun : Kresna Susilo Zaelani (4115140801) FAKULTAS ILMU SOSIAL

Hakikat PKN dalam prespektif Filsafat

  • Upload
    unj

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

FILSAFAT ILMUPKN DARI SUDUT PANDANG FILSAFAT ILMU

Dosen Pengampu :

Dr. Achmad Husein, M.Pd

Penyusun :

Kresna Susilo Zaelani (4115140801)

FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN ILMU SOSIAL POLITIKPROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke Hadirat Allah SWT

karena berkat limpahan rahmat dan karuniaNya saya dapat

menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Dalam makalah

ini saya akan membahas mengenai Prespektif PKN dalam

kajian filsafat. Di dalamnya terdapat “Epistemologi,

Ontologi dan Aksiologi Pendidikan Kewarganegaraan”

Makalah ini telah dibuat berdasarkan informasi

yang saya peroleh dari berbagai macam sumber

pembelajaran, baik dari media cetak maupun internet dan

juga bantuan dari beberapa pihak untuk membantu

menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan

makalah ini. Saya mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu

dalam penyusunan makalah ini.

Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang

mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, saya

mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik

yang dapat membangun. Kritik konstruktif dari pembaca

sangat saya harapkan untuk penyempurnaan makalah

selanjutnya.

i

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat

bagi kita semua.

Jakarta, Desember 2014

Penyusun

ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………….. i

Daftar Isi………………………………………………………………………… ii

BAB I : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ……………………………………………………… 1

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………… 2

1.3 Tujuan Penulisan ……………………………………………………. 2

BAB II : Landasan Teori

2.1 Definisi PKn…………………………………………………………. 3

2.2 Definisi Filsafat Ilmu………………………………………………… 4

BAB III : Pembahasan

3.1 Ontologi PKn …….………………………………………………….. 6

3.2 Epistemologi PKn …………………………………………………… 8

3.3 Aksiologi PKn ……………………………………………………… 12

BAB IV : Penutup

4.1 Kesimpulan…………………………………………………………. 14

4.2 Saran ………………………………………………………………... 14

Daftar Pustaka

iii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut referensi dalam UU No. 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa di

setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat

terdiri dari Pendidikan Bahasa, Pendidikan Agama, dan

Pendidikan Kewarganegaraan.Kep. Mendikbud No.

056/U/1994 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum

Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa

menetapkan bahwa “Pendidikan Pancasila, Pendidikan

Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan termasuk dalam

Mata Kuliah Umum (MKU) dan wajib diberikan dalam

kurikulum setiap program studi”.

Perjalanan panjang sejarah Bangsa Indonesia sejak

era sebelum dan selama penjajahan ,dilanjutkan era

merebut dan mempertahankan kemerdekaan sampai dengan

mengisi kemerdekaan,menimbulkan kondisi dan tuntutan

yang berbeda-beda sesuai dengan zamannya. Semangat

perjuangan bangsa mengalami fase pasang surut sesuai

dengan perjalanan kehidupan, antara lain pengaruh

globalisasi yang sekarang lebih dikenal dengan kemajuan

IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, banyak inovasi,

kreasi yang berkembang sehingga membuat dunia menjadi

sempit, seakan-akan dunia hanya sebuah perkampungan,

1

tanpa mengenal batas negara. Kondisi yang seperti itu

yang mengakibatkan banyak pemikiran-pemikiran yang

timbul.

Sebagai warga negara yang baik, seharusnya

memiliki wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan

perilaku cinta tanah air, serta mengutamakan persatuan

dan kesatuan bangsa dalam rangka bela negara demi utuh

dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

2

Melihat penjelasan diatas, adanya pembelajaran PKn

berguna untuk mempertahankan nilai-nilai tersebut, agar

nilai itu terus menyatu dalam setiap warga negara dan

agar warga negara tahu hak dan kewajiban dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada intinya

pendidikan ialah upaya sadar dari suatu masyarakat dan

pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan

hidup dan kehidupan generasi penerusnya. Jadi

Pendidikan Kewarganegaraan dan Pancasila adalah Unsur

Negara Sebagai Syarat Berdirinya Suatu Negara upaya

sadar yang ditempuh secara sistematis untuk

mengenalkan, menanamkan wawasan kesadaran bernegara

untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap

dan perilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air

berdasarkan Pancasila demi tetap utuh dan tegaknya

Negara Kesatuan Republik Imdonesia (NKRI).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Hakikat Pembelajaran PKn dari Segi

Ontologi?

2. Bagaimana Hakikat Pembelajaran PKn dari Segi

Epistemologi?

3. Bagaimana Hakikat Pembelajaran PKn dari Segi

Aksiologi?

3

1.3 Tujuan Penulisan

- Untuk mengetahui pengertian dan tujuan

pembelajaran PKn.

- Untuk mengetahui pengertian Filsafat Ilmu.

- Untuk mengetahui hakikat PKn dari segi

ontologi.

- Untuk mengetahui hakikat PKn dari segi

episstemologi.

- Untuk mengetahui hakikat PKn dari segi

aksiologi.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi PKn

Kata kewarganegaraan dalam bahasa Latin disebut

Civicus. Selanjutnya, kata Civicus diserap ke dalam

bahasa Inggris menjadi kata Civic yang artinya mengenai

4

warga negara atau kewarganegaraan. Dari kata Civic

lahir kata Civic yaitu ilmu kewarganegaraan, dan Civic

Education, yaitu Pendidikan Kewarganegaraan. Pelajaran

Civics atau kewarganegaraan telah dikenal di Indonesia

sejak zaman kolonial Belanda dengan nama Burgerkunde.

Pelajaran ini pada hakikatnya untuk kepentingan

penguasa kolonial, yang pada saat itu diberikandi

sekolah guru. Selanjutnya, Pendidikan Kewarganegaraan

sebagai mata kuliah wajib yang harus ditempuh mahasiswa

di Peguruan Tinggi. Pendidikan Kewarganegaraan di

Perguruan Tinggi sekarang ini diwujudkan dengan

matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan berdasarkan SK

Dirjen Dikti No.267/Dikti/Kep/2000 tentang

Penyempurnaan Kurikulum Mata Kuliah Pengembangan

Kepribadian Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan

Tinggi. Kemudian penjabaran operasional mata kuliah

Pendidikan Kewarganegaraan lebih lanjut diatur maupun

diawasi dengan Surat Keputusan (SK) Dirjen

Dikti No.38/Dikti/Kep/2002 tentang Rambu-Rambu

Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di

Perguruan Tinggi.

Menurut Pasha pengertian Pendidikan

Kewarganegaraan merupakan materi perkuliahan yang

menyangkut pemahaman tentang persatuan dan kesatuan,

kesadaran warga negara dalam bernegara, hak

dankewajiban warga negara dalam berbangsa dan

5

bernegara, serta pendidikan bela negara. Lalu, menurut

Azra Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang

cakupannya lebih luas dari pendidikan demokasi dan

pendidikan HAM. Zamroni dalam Tim ICCE UIN Jakarta

bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan

demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga

masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis.

Berbeda dengan pendapat di atas, Soemantri dalam Tim

ICCE UIN Jakarta mengenai Pendidikan Kewarganegaraan

sebagai kegiatan yang meliputi seluruh program sekolah

yang meliputi berbagai macam kegiatan mengajar yang

dapat menumbuhkan hidup dan perilaku yang lebih baik

dalam masyarakat demokratis. Sedangkan, menurut Civitas

Internasional dalam Tim ICCE UIN Jakarta bahwa Civic

Education atau Pendidikan Kewarganegaraan adalah

pendidikan yang mencakup pemahaman dasartentang cara

kerja demokrasi dan lembaga-lembaganya, tentang rule of

law ,HAM, penguatan keterampilan partisipatif yang

demokratis, pengembangan budaya demokrasi dan

perdamaian. Dikemukakan oleh Puskur dalam Depdiknas

bahwa Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata

pelajaran yang memfokuskanpada pembentukan diri yang

beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa,usia

dan suku bangsa untuk menjadi warganegara Indonesia

yang cerdas,terampil dan berkarakter yang diamanatkan

Pancasila dan UUD 1945. Dari beberapa pendapat di atas

6

dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan

adalah Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran

atau kuliah yang diajarkan di sekolah maupun di

perguruan tinggi yang berisi program pendidikan dan

mencakup pemahaman tentang masalah kebangsaan,

pendidikan bela negara,kewarganegaraan dalam

hubungannya dengan negara, demokrasi, HAM,penegakan

rule of law, dan masyarakat madani.

2.2 Definisi Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang

menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu.

Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan

implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara

lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu

sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi.

Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-

masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan

pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana

konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat

menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam

melalui teknologi; cara menentukan validitas dari

sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode

ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan

untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode

7

dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu

pengetahuan itu sendiri.

8

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Ontologi PKn

PKn merupakan bidang studi yang bersifat

multifaset dengan konteks lintas keilmuan. Namun secara

filsafat keilmuan, ia memiliki Ontologi pokok ilmu

politik khususnya konsep“political democracy” untuk

aspek “duties and right citizens” (Chreshore:1886).

Dari ontologi pokok inilah berkembang

konsep “Civics”, yang secara harfiah diambil dari

bahasa latin yaitu “civicus” yang artinya warga negara

pada masa yunani kuno, yang kemudian diakui secara

akademis sebagai embrionya “civic education”, yang

selanjutnya di indonesia diadaptasi menjadi “pendidikan

kewarganegaraan” (PKn). Saat ini tradisi itu sudah

berkembang pesat menjadi suatu “Body of knowledge” yang

dikenal memiliki paradigma sistemik, yang didalamnya

terdapat tiga domain “Citizenship education”, yakni 

domain akademis, domain kurikuler, dan domain sosial

kultural.

Ketiga domain tersebut satua sama lain saling

memiliki keterkaitan stuktural dan fungsional yang

9

diikat oleh konsepsi “civic virtue and cultere” yang

mencakup civic knowledge, civic disposition, civic

skills, civic confidence, civic comitment dan civic

competence. Oleh karena itu ontologi PKn saat ini

sudah lebih luas dari pada embrionya sehingga kajian

keilmuan PKn, program kurikuler PKn, dan aktivitas

social-kultural PKn saat ini benar-benar multifaset

atau multi dimensional. Sifat multidimensional inilah

yang membuat bidang studi PKn dapat disikapi sebagai :

pendidikan kewarganegaraan, pendidikan politik,

pendidikan nilai dan moral, pendidikan kebangsaan

pendidikan kemasyarakatan, pendidikan hukum dan hak

azasi manusia, dan pendidikan demokrasi.

Menurut pendapat di atas, pendidikan

kewaganegaraan merupakan bidang studi yang mencakup

lintas bidang keilmuan karena dalam pendidikan

kewarganegaraan terdapat pula pokok ilmu politik

kemudian berkembang konsep civics yang berarti warga

negara kemudian berkembang menjadi civics education

yang selanjutnya diadaptasi menjadi pendidikan

kewarganegaraan.  Namun PKn di Indonesia selain

mendasarkan pada Ontologi pokok yaitu Ilmu Politik juga

brangkat dari Pancasila dan Konsepsi kewarganegaraan

lainnya, oleh karena itu di indonesia PKn sering juga

disebut dengan PPKN (Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan). Perkembangan PKn di Indonesia juga

10

tidak boleh keluar dari landasan ideologis Pancasila,

landasan konstitusional UUD 1945, dan landasan

operasional Undang-Undang Sisdiknas yang berlaku saat

ini, yakni UU Nomor 20 tahun 2003.

Pendapat lain mengatakan PKn Secara ontologikal

memilki dua dimensi, yakni obyek telaah dan obyek

pengembangan (Winataputra, 2001). Obyek telaah adalah

keseluruhan aspek idiil, instrumental, dan praktis PKn

yang secara internal dan eksternal mendukung sistem

kurikulum dan pembelajaran PKn di sekolah dan di luar

sekolah, serta format gerakan sosial-kultural

kewarganegaraan masyarakat. Sedangkan obyek

pengembangan atau sasaran pembentukan adalah

keseluruhan ranah sosio-psikologis peserta didik yang

oleh Bloom dkk, dikategorikan ke dalam ranah kognitif,

afektif, konatif, dan psikomotorik, yang menyangkut

status, hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang

perlu dimuliakan dan dikembangkan secara programtik

guna mencapai kualitas warga negara yang “cerdas, dan

baik” dalam arti religius, demokratis dan berkeadaban

dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.

Yang dimaksud dengan aspek idiil dalam objek

telaah PKn adalah landasan dan kerangka filosofis yang

menjadi titik tolak dan sekaligus sebagai muaranya

11

pendidikan kewarganegaraan diIndonesia. Yang termasuk

dalam aspek idiil PKn adalah landasan dan tujuan

pendidikan nasional, sebagaimana tertuang dalam UUD

1945, UU No. 20 Thn 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Aspek instrumental dalam objek telaah PKn

adalah sarana programatik pendidikan yang sengaja

dibangun dan dikembangkan untuk menjabarkan substansi

aspek-aspek idiil. Yang termasuk ke dalam aspek ini

adalah; kurikulum, bahan belajar, guru, media dan

sumber belajar, alat penilaian belajar, ruang belajar

dan lingkungan. Sedangkan yang dimaksud dengan aspek

praktis dalam objek telaah PKn adalah perwujudan nyata

dari sarana programatik kependidikan yang kasat mata,

yang pada hakekatnya merupakan penerapan konsep,

prinsip, prosedur, nilai, dalam pendidikan

kewarganegaraan sebagai dimensi “poietike” yang

berinteraksi dengan keyakinan, semangat, dan kemampuan

para praktisi, serta konteks pendidikan

kewarganegaraan, yang diikat oleh substansi idiil

sebagai dimensi “pronesis” yakni truth and justice.

Termasuk juga dalam aspek praktis ini adalah interaksi

belajar di kelas dan atau di luar kelas, dan pergaulan

sosial-budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara yang memberi dampak edukatif

kewarganegaraan.

12

Pengembangan ketiga aspek tersebut dalam

pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan menghasilkan

peserta didik yang memiliki budi pekerti dan selalu

berpikir kritis dalam menanggapi isu kewarganegaraan

serta selalu berpartisipasi aktif dan bertanggung jawab

serta bertindak secara cerdas dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga akan

menciptakan karakter masyarakat Indonesia yang baik dan

aktif dalam kehidupan antar bangsa dan negara

3.2 Epistemologi PKN

Aspek epistemologi pendidikan kewarganegaraan

berkaitan erat dengan aspek ontologi pendidikan

kewarganegaraan, karena memang proses epistemologis,

yang pada dasarnya berwujud dalam berbagai bentuk

kegiatan sistematis dalam upaya membangun pengetahuan

bidang kajian ilmiah pendidikan kewarganegaraan sudah

seharusnya terkait pada obyek telaah dan obyek

pengembangannya. Kegiatan epistemologis pendidikan

kewarganegaraan mencakup metodologi penelitian dan

metodologi pengembangan. Metodologi penelitian

digunakan untuk mendapatkan pengetahuan baru melalui:

1. metode penelitian kuantitatif yang menonjolkan

proses pengukuran dan generalisasi untuk

mendukung proses konseptualisasi.

13

2. metode penelitian kualitatif yang menonjolkan

pemahaman holistik terhadap fenomena alamiah

untuk membangun suatu teori.

Sedangkan, metodologi pengembangan digunakan untuk

mendapatkan paradigma pedagogis dan rekayasa kurikuler

yang relevan guna mengembangkan aspek-aspek sosial-

psikologis peserta didik, dengan cara mengorganisasikan

berbagai unsur instrumental dan kontekstual pendidikan.

Secara historis-epistemologis Amerika Serikat (USA)

dapat dicatat sebagai negara perintis kegiatan akademis

dan kurikuler dalam pengembangan konsep

dan paradigma “civics”. Pelajaran civics mulai di

perkenalkan pada tahun 1970 dalam rangka meng-amerika-

kan bangsa Amerika (nation building), sebab bangsa

amerika terdiri dari berbagai macam suku, bangsa, ras,

maupun etnik. Usaha ini dinamakan dengan “theory of

americanzation”. Kemudian pada tahun 1880-an mulai

diperkenalkan pelajaran civics disekolah yang berisikan

materi tentang pemerintahan. Seorang ahli bernama

Chresore (1886), pada waktu itu mengartikan “civics”

sebagai “the science of citizenship” atau ilmu

kewarganegaraan, yang isinya mempelajari hubungan antar

individu dan antar individu dengan negara. Selanjutnya

pada tahun 1900-an berkembang mata pelajaran civics

14

yang diisi dengan materi mengenai stuktur pemerintahan

negara bagian dan federasi.

Winataputra mengatakan bahwa selain

istilah “civics”, pada tahun 1900-an mulai

diperkenalkan istilah “citizenship

education” dan ”civic education”. Istilah-istilah

“civics”dan “civic education”, lebih cenderung

digunakan dalam makna yang serupa untuk mata pelajaran

di sekolah yang merupakan suatu lembaga pendidikan

formal yang memiliki tujuan utama untuk mengembangkan

siswa sebagai warga negara yang cerdas dan baik.

Sedangkan  istilah “Citizenship education” lebih

cenderung digunakan dalam visi yang lebih luas secara

informal dan nonformal mulai dari lingkungan keluarga,

organisasi sosial kemasyarakatan sampai pada lingkungan

tempat bekerja, dimana untuk 

menunjukkan “instruktusional effects” dan“nurturant

effects” dari keseluruhan proses pendidikan terhadap

pembentukan karakter individu sebagai warganegara yang

cerdas dan baik, yang dimaksud untuk membantu perserta

didik menjadi warga negara yang aktif, berwawasan luas

dan bertanggung jawab.

Dilihat visi lain perkembangan citizenship

education  dan  civic education, dalam kenyataannya

secara historis-epistemologis tidak bisa dipisahkan

15

dari perkembangan pemikiran tentang  social

studies/social studies education, seperti dapat dilihat

di USA. Mengenai saling keterkaitan antara citizenship

education dan civic education  dan social studie, pada

dasarnya ada dua pandangan utama. Pandangan pertama

melihat citizenship education dancivic

education sebagai bagian dari social studies, dan

pandangan kedua melihat citizenship education dan civic

education sebagai esensi atau inti dari social studies.

Sementara itu secara epistemologis,

sesungguhnya “Social studies” juga memiliki hubungan

erat dengan “social sciences”, karena itu kedudukannya

dan keterkaitannya juga harus dipahami dengan jelas.

Mencermati penjelasan diatas, maka

consep civics tidak pernah lepas dari civic

educationdan citizenship education, begitu pula

perkembangannya di Indonesia, civics dan civics

education telah muncul pada tahun 1957, dengan istilah

Kewarganegaraan, lalu pada tahun 1962 pelajaran civics

masuk dalam kurikulum sekolah, dengan bukunya “manusia

baru indonesia” yang dikarang oleh Mr. Doepardo, dengan

tujuan untuk membentuk warga negara yang baik. pada

tahun 1968 keluarlah kurikulum pendidikan tahun 1968

yang baru, maka istilah mata pelajaran civic-

kewarganegaraan diganti lagi menjadi pendidikan

kewarganegaraan (PKN), pada masa ini metodenya sudah

16

tidak indoktrinasi lagi. Namun pada tahun 1975 melalui

GBHN yang mengatakan bahwa “pendidikan pancasila masuk

kedalam pendidikan moral pancasila dimasukan dalam

kurikulum tingkat sekolah sampai perguruan tinggi” maka

nama pendidikan kewarganegaraan berubah menjadi

Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Pada tahun 1994, PMP

berubah kembali menjadi Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan (PPKn) misi yang diembannya adalah

pendidikan nilai moral pancasila, pendidikan

kewarganegaraan, pendidikan hukum, dan kemasyarakatan

sebagai pendidikan politik. Hingga pada tahun 2003,

semua tingkat pendidikan menggunakan nama dan kurikulum

yang baru dengan sebutan Pendidikan Kewarganegaraan

hingga sampai saat ini.

Sampai saat ini secara garis besar mata pelajaran

Kewarganegaraan memiliki 3 dimensi yaitu:

1. Dimensi Pengetahuan Kewarganegaraan (Civics

Knowledge) yang mencakup bidang politik, hukum

dan moral.

2. Dimensi Keterampilan Kewarganegaraan (Civics

Skills) meliputi keterampilan partisipasi dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara.

17

3. Dimensi Nilai-nilai Kewarganegaraan (Civics

Values) mencakup antara lain percaya diri,

penguasaan atas nilai religius, norma dan moral

luhur.

Berdasarkan uraian di atas saya berpendapat bahwa

dalam mata pelajaran Kewarganegaraan seorang siswa

bukan saja menerima pelajaran berupa pengetahuan,

tetapi pada diri siswa juga harus berkembang sikap,

keterampilan dan nilai-nilai. Sesuai dengan Depdiknas

yang menyatakan bahwa tujuan PKn untuk setiap jenjang

pendidikan yaitu mengembangkan kecerdasan warga negara

yang diwujudkan melalui pemahaman, keterampilan sosial

dan intelektuan, serta berprestasi dalam memecahkan

masalah di lingkungannya. Untuk mencapai tujuan

Pendidikan Kewarganegaraan tersebut, maka guru berupaya

melalui kualitas pembelajaran yang dikelolanya, upaya

ini bisa dicapai jika siswa mau belajar. Dalam belajar

inilah guru berusaha mengarahkan dan membentuk sikap

serta perilaku siswa sebagai mana yang dikehendaki

dalam pembelajaran PKn.

3.3 Aksiologi PKN

18

Pendidikan kewarganegaraan yang sekarang ada di

indonesia memfokuskan pada pembentukan warga negara

yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan

kewajibannya untuk menjadi warga negara indonesia yang

cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh

Pancasila dan UUD 1945.

Pendidikan Kewarganegaraan tersebut di tumbuh

kembangkan dalam tradisi Citizenship Education yang

tujuannya sesuai dengan tujuan nasional negara. Namun,

secara umum menurut Nu’man Somantri dalam pendapatnya

diatas tujuan mengembangkan pendidikan kewarganegaraan

(PKn) adalah agar setiap warga negara menjadi warga

negara yang baik (to be good citizens), yakni warga

yang memiliki kecerdasan (Civic Intelligence) baik

intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual;

memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (Civic

Responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam

kehidupan bermasyarakat dan bernegara (Civic

Participation) agar tumbuh rasa kebangsaan dan cinta

tanah air.

Sedangkan menurut pendapat A. Kosasih Djahiri

(1994/1995:10) adapun tujuan pembelajaran PKn adalah

sebagai berikut :

Secara umum tujuan PKn harus mendukung

keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional

19

yaitu : Mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu

menusia beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa dan berbudi pekerti luhur memiliki pengetahuan

dan keterampilan kesehatan jasmani dan rohani

kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung

jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Secara khusus PKn bertujuan untuk : membina moral

yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-

hari yaitu prilaku yang memancarkan iman dan taqwa

terhadap Tuhan Yang Esa dalam masyarakat yang

terdiri dari berbagai golongan agama, prilaku yang

bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab,

perilaku yang mendukung persatuan bangsa dan

masyarakat yang beraneka ragam kebudayaan dan

beraneka ragam kepentingan bersama di atas

kepentingan perorangan dan golongan sehingga

perbedaan pemikiran pendapat kepentingan dapat

diatasi melalui musyawarah mufakat serta prilaku

yang mendukung upaya untuk mewujudkan upaya untuk

mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.

Menurut pendapat di atas, tujuan utama pendidikan

kewarganegaraan yaitu untuk membentuk masyarakat yang

memiliki budi pekerti dan selalu berpikir kritis dalam

menanggapi isu kewarganegaraanserta selalu

20

berpartisipasi aktif dan bertanggung jawab serta

bertindak secara cerdas dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara sehingga akan menciptakan

karakter masyarakat Indonesia yang baik dan aktif dalam

kehidupan antar bangsa dan negara.

       Dari tujuan-tujuan yang dimilikinta tersebut

sudah jelaslah bahwa pendidikan kewarganegaraan

memiliki manfaat yang sangat fital bagi bangsa dan

negara, dan sudah barang tentu pendidikan

kewarganegaraan ada di setiap jenjang pendidikan yang

ada di indonesia karena bisa membuahkan generasi-

generasi  penerus yang diharapkan akan mampu

mengantisipasi hari depan yang senantiasa berubah dan

selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa

dan negara, serta memiliki wawasan kesadaran bernegara

untuk bela negara berlandaskan pemahaman politik

kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati diri dan

moral bangsa dalam perikehidupan bangsa dan bernegara.

Semua itu diperlakukan demi tetap utuh dan tegaknya

Negara Kesatuan Republik Indonesia

21

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Perjalanan panjang sejarah Bangsa Indonesia sejak

era sebelum dan selama penjajahan ,dilanjutkan era

merebut dan mempertahankan kemerdekaan sampai dengan

mengisi kemerdekaan,menimbulkan kondisi dan tuntutan

yang berbeda-beda sesuai dengan zamannya. Semangat

perjuangan bangsa mengalami fase pasang surut sesuai

dengan perjalanan kehidupan, antara lain pengaruh

globalisasi yang sekarang lebih dikenal dengan kemajuan

IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, banyak inovasi,

kreasi yang berkembang sehingga membuat dunia menjadi

sempit, seakan-akan dunia hanya sebuah perkampungan,

tanpa mengenal batas negara. Kondisi yang seperti itu

yang mengakibatkan banyak pemikiran-pemikiran yang

timbul.

Pengembangan pendidikan kewarganegaraan

dimaksudkan menghasilkan peserta didik yang memiliki

budi pekerti dan selalu berpikir kritis dalam

menanggapi isu kewarganegaraan serta selalu

berpartisipasi aktif dan bertanggung jawab serta

bertindak secara cerdas dalam kehidupan bermasyarakat,

22

berbangsa, dan bernegara sehingga akan menciptakan

karakter masyarakat Indonesia yang baik dan aktif dalam

kehidupan antar bangsa dan Negara.

4.2 Saran

Kepada para pembaca, saya yakin di dalam makalah

ini masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan

terlebih dari segi isi, hal itu disebabkan oleh

terbatasnya ilmu yang saya miliki. Oleh karena itu saya

membuka pintu kritik dan saran yang selebar-lebarnya

agar ilmu yang saya miliki sesuai dengan yang

seharusnya.

23

DAFTAR PUSTAKA

id.wikipedia.org/wiki/PKN

id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_ilmu

http://wahyu-setyawan.blogspot.com/2013/05/hakikat-

pendidikan-kewarganegaraan.html

http://mediaarqom.blogspot.com/2008/07/pendidikan-

kewarganegaraan-sebagai.html

http://www.pusakaindonesia.org/mata-pelajaran-pkn-dan-

membangun-karakter-bangsa/