Upload
khangminh22
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
RESPON MASYARAKAT DESA DAKUNG KEC. PRAYA TENGAHTERHADAP PENERAPAN PASAL 120 KOMPILASI HUKUM ISLAM
(KHI) TENTANG TALAK TIGA SEKALIGUS
Oleh
Apriana AsdinNIM:152.122.049
FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAMINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MATARAM2016
RESPON MASYARAKAT DESA DAKUNG KEC. PRAYA TENGAHTERHADAP PENERAPAN PASAL 120 KOMPILASI HUKUM ISLAM
(KHI) TENTANG TALAK TIGA SEKALIGUS
Oleh
Apriana AsdinNIM:152.122.049
FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAMINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MATARAM2016
RESPON MASYARAKAT DESA DAKUNG KEC. PRAYA TENGAHTERHADAP PENERAPAN PASAL 120 KOMPILASI HUKUM ISLAM
(KHI) TENTANG TALAK TIGA SEKALIGUS
Oleh
Apriana AsdinNIM:152.122.049
FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAMINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MATARAM2016
ii
RESPON MASYARAKAT DESA DAKUNG KEC. PRAYA TENGAHTERHADAP PENERAPAN PASAL 120 KOMPILASI HUKUM ISLAM
(KHI) TENTANG TALAK TIGA SEKALIGUS
Skripsi
Diajukan kepada Institut Agama Islam Negeri Mataramuntuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana
Hukum Syari’ah
Oleh
APRIANA ASDIN15.2.122.049
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYAHFAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)MATARAM
2016
ii
RESPON MASYARAKAT DESA DAKUNG KEC. PRAYA TENGAHTERHADAP PENERAPAN PASAL 120 KOMPILASI HUKUM ISLAM
(KHI) TENTANG TALAK TIGA SEKALIGUS
Skripsi
Diajukan kepada Institut Agama Islam Negeri Mataramuntuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana
Hukum Syari’ah
Oleh
APRIANA ASDIN15.2.122.049
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYAHFAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)MATARAM
2016
ii
RESPON MASYARAKAT DESA DAKUNG KEC. PRAYA TENGAHTERHADAP PENERAPAN PASAL 120 KOMPILASI HUKUM ISLAM
(KHI) TENTANG TALAK TIGA SEKALIGUS
Skripsi
Diajukan kepada Institut Agama Islam Negeri Mataramuntuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana
Hukum Syari’ah
Oleh
APRIANA ASDIN15.2.122.049
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYAHFAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)MATARAM
2016
vii
MOTTO:
“Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya
kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas”. (Q.S. Ad-Dhuha:5)
viii
PERSEMBAHAN:
Dengan Penuh Cinta dan Kasih Sayang Skripsi sederhana ini aku Persembahkan
kepada:
1. Syurga terindahku yakni inaq dan bapak (Asiah dan Najamuddin) terimakasih untuk
setiap ketulusan do’a-do’a yang tidak pernah henti-hentinya kalian panjatkan di setiap
waktu untuk kesehatan, keberhasilan, dan kesuksesan anak-anakmu.
2. Adik-adikku tersayang Fahmi Asdin, Idatul Junia Asdin, dan Supia Febiasari Asdin.
kehadiran kalian sebagai motivasiku untuk selalu melakukan dan berusaha untuk
mencapai segala impian serta berusaha menjadi teladan dalam hal kebaikan.
3. Semua keluarga paman, bibi, papuk, kakak dan adik misan yang selalu menanyakan
kapan akan wisuda, terimakasih atas motivasi-motivasi dari kalian semua.
4. Ust. Muhammad Ismail yang merupakan Guru sekaligus kakanda yang selalu
memberikan dukungan dan semangat untuk selalu menyelasaikan skripsi ini.
5. Semua guru-guruku mulai dari SD sampai Perguruan Tinggi, yang formal maupun yang
tidak. terimakasih atas ilmu-ilmu kalian.
6. Keluarga besarku di organisasi yakni HMI, khususnya HMI Komisariat FIISI dan
IKMA DM (Ikatan Mahasiswa Darul Muhajirin).
7. Teman-teman seperjuangan semoga kita tetap dalam tali persaudaraan dalam bingkai
Islam.
8. Almamaterku tercinta IAIN Mataram.
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrobbilalamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir berupa skripsi ini dengan penuh perjuangan, harapan dan do’a.
Sholawat serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada baginda Rasulullah
Muhammad SAW sang revolusioner sejati yang membawa cahaya Islam dan
membawa Agama yang sangat mulia yang diridhoi oleh Allah SWT.
Selanjutnya dalam usaha penyusunan karya ilmiah berupa skripsi ini
sudah tentu tidak bisa terlepas dari bantuan, bimbingan, didikan dan dorongan
do’a orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, pada kaitan itu
secara khusus penulis menghaturkan ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya
kepada:
1. Bapak rektor IAIN Mataram Dr. H. Mutawalli, MA., beserta staf dan jajaran
civitas akademika IAIN Mataram.
2. Bapak Dr. H. mussawar, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Ekonomi
Islam serta Bapak/Ibu Dosen yang telah berjasa mendidik dan memberikan
bimbingan dengan penuh keikhlasan dan kesabaran kepada penulis selama
melaksanakan studi di IAIN Mataram.
3. Bapak Ahmad Muhasim, M.HI, selaku Pembimbing I dan Ibu Hj. Ani
Wafiroh, M.Ag, selaku Pembimbing II, yang dengan ikhlas dan tulus hati
memberi saran, petunjuk, pengarahan, dan bimbingan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
x
4. Inaq, Bapak dan segenap keluargaku, terimakasih atas dukungan, cinta dan
kasih sayang yang diberikan kepadaku.
5. Keluarga AS D teman seperjuanganku yang tanpa pamrih memberikan kasih
sayang yang tulus dan canda tawa.
6. Keluarga besarku di Kos Gang Kemitir no. 7 terutama; Maria Ulva,
Hikmatunnisa’ Mining, dan lain-lainnya, terimakasih atas bantuannya baik
berupa materil maupun nonmaterial dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga jasa baik bapak- bapak, ibu-ibu, saudara dan sahabat-sahabat
mendapatkan balasan dari Allah SWT. Amin Ya Rabbal Alamin.
Mataram, 30 Mei 2016
Penyusun,
Apriana AsdinNIM. 152122049
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iii
NOTA DINAS PEMBIMBING..................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI....................................................... v
PENGESAHAN.............................................................................................. vi
HALAMAN MOTTO .................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... viii
KATA PENGANTAR.................................................................................... ix
DAFTAR ISI................................................................................................... xi
ABSTRAK ...................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1A. Konteks Penelitian ......................................................................... 1B. Fokus Penelitian ............................................................................. 9C. Tujuan ........................................................................................... 9D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 9E. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian........................................... 10F. Telaah pustaka................................................................................ 11G. Kerangka Teoretik.......................................................................... 13H. Metode Penelitian........................................................................... 26
1. Pendekatan Penelitian .............................................................. 262. Kehadiran peneliti .................................................................... 273. Jenis Data ................................................................................. 274. Sumber Data............................................................................. 285. Teknik Pengumpulan Data....................................................... 286. Teknik Analisis Data................................................................ 307. Validitas Data........................................................................... 30
I. Sistematika Pembahasan ............................................................... 31
BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN ................................................ 33A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................................. 33
1. Sejarah Desa Dakung .............................................................. 332. Keadaan Geografis ................................................................... 353. Jumlah Penduduk Desa Dakung .............................................. 364. Pola Keberagaman Desa Dakung ............................................ 37
xii
5. Keadaan Sosial ........................................................................ 396. Badan Pemerintahan Desa Dakung.......................................... 41
B. Praktik Pengucapan Talak Tiga Sekaligus Masyarakat di DesaDakung Kecamatan Praya Tengah ................................................. 43
C. Konsep Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengenai PengucapanTalak Tiga Sekaligus...................................................................... 50
D. Respon Masyarakat Desa Dakung terhadap Penerapan Pasal 120KHI tentang Pengucapan Talak Tiga Sekaligus............................. 52
BAB III PEMBAHASAN .............................................................................. 58A. Analisis Konsep Kompilasi Hukum Islam (KHI) terhadap
pengucapan talak tiga sekaligus ..................................................... 58B. Analisis Respon Masyarakat Desa Dakung terhadap Penerapan
pasal 120 KHI tentang Talak Tiga Sekaligus ................................ 67
BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 87A. Kesimpulan .................................................................................... 87B. Saran-saran..................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
ABSTRAK
Kata Kunci : Talak 3 Sekaligus, KHI dan UU No. 1 tahun 1974.
Salah satu usaha reformasi hukum yang dilaksanakan adalah adanyapembaharuan dalam hukum dan terbentuknya aturan yang memang lebihmembawa kepada kemaslahatan, khususnya di bidang keluarga dalam halperceraian. Dengan adanya aturan yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam(KHI) yang lebih dikhususkan untuk penduduk muslim di Indonesia dan tentunyamenjadi acuan yang digunakan oleh para hakim dalam memutuskan perkara.
Dalam undang-undang No. 1 tahun 1974 pada pasal 39 menetapkan bahwaperceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadailan setelah pengadilanyang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.Hal tersebut juga dijumpai dalam kompilasi hukum Islam pada pasal 115. Jikadiperhatikan jelas aturan ini sangat berbeda dengan ketentuan dalam kitab-kitabfiqih klasik yang menyatakan bahwa talak hanya dapat terjadi dengan pernyataansepihak dari pihak suami, baik secara lisan, atau tertulis, secara sungguh-sungguhatau bersenda gurau. Dengan keharusan mengucapkan talak di depan sidangpengadilan, maka praktis konsep talak tiga yang dijatuhkan sekaligus tidakdinyatakan berlaku lagi, karena pengucapan talak tiga sekaligus hanya dihitungsatu talak saja. Dalam kompilasi hukum Islam tidak ada aturan yang menjelaskanmengenai talak tiga sekaligus jatuh tiga. Pada pasal 120 KHI menyebutkan bahwatalak bain kubra yaitu talak yang ketiga setelah talak kesatu dan kedua, di sana adaproses ruju dahulu.
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif denganspesifikasi penelitian deskriptif analitis. Digunakannya data primer dan dataskunder melalui penelitian lapangan dan studi kepustakaan. Data yang diperolehdari lapangan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi yaitu untukmenjawab permasalahan dalam penelitian ini dengan penarikan kesimpulan secarainduktif. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa pemahaman masyarakatDesa Dakung dengan aturan penjatuhan talak tiga sekaligus dihitung talak tigamasih tetap kuat dengan beralasan bahwa itu berdasarkan fikih klasik dan sulituntuk menerima aturan yang baru karena aturan yang dahulu telah melekat,meskipun ada sebagian yang setuju dengan penjatuhan talak yang dihitung satu.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
Ikatan perkawinan merupakan suatu tujuan yang sangat diutamakan
dalam Islam. Pernikahan diadakan untuk selamanya dan seterusnya agar suami
istri bersama-sama dapat mewujudkan rumah tangga sebagai tempat
berlindung, menikmati kasih sayang dan dapat memelihara anak-anaknya
sehingga mereka tumbuh dengan baik.1 Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
ikatan suami istri adalah ikatan yang paling suci dan kokoh, sehingga tidak ada
sesuatu dalil lebih jelas menunjukkan tentang kesuciannya selain Allah sendiri
menamakan ikatan perjanjian antara suami istri dengan kalimat “mitsaqan
ghalizan” yaitu perjanjian yang kokoh, sebagaimana yang tertuang dalam
FirmanNya:
Artinya: “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian
kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-
istri. dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian
yang kuat”.2
1 Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat 2 ( Bandung: Pustaka Setia, 1999), h.9.
2 Q. S. An-Nisa (4): 21.
2
Oleh karena itu, apabila terjadi perselisihan antara suami istri, sebaiknya
bisa diselesaikan hingga tidak terjadi perceraian. Karena bagaimanapun, baik
suami maupun istri tidak menginginkan hal itu terjadi. Lebih-lebih sebuah
hadist menjelaskan bahwa meskipun talak itu halal, tetapi sesungguhnya
perbuatan itu dibenci oleh Allah swt.
Rasulullah saw, bersabda:
هما-عن ابن عمر أبـغض الحالل عند ( قال رسول الله صلى اهللا عليه وسلم : قال -رضي الله عنـ
وصححه الحاكم , وابن ماجه , رواه أبو داود )لطالق الله ا
Artinya: “Dari Ibnu Umar, Bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “perbuatan
halal yang sangat dibenci Allah swt adalah talak,” (H.R. Abu Daud
dan Hakim, dan disahkan olehnya).3
Akan tetapi, Allah swt. mentakdirkan bahwa pergaulan antara suami istri
kadang-kadang memburuk dan menjadi demikian buruknya sehingga tidak ada
lagi jalan keluarnya. Dalam hal ini diizinkan perceraian karena tidak dapat lagi
ditegakkan garis-garis yang digariskan Allah swt.4 Ada alasan yang
menyebabkan talak itu disunahkan bahkan diwajibkan.
Dengan memiliki kemaslahatan atau kemudharatannya hukum talak ada
empat yaitu:
1. Wajib. Apabila terjadi perselisihan antara suami istri, sedangkan dua hakim
yang mengurus perkara keduanya memandang perlu upaya keduanya
bercerai.
3 Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram Min Adilatil Ahkam, penerjemahHarun Zen dan Zenal Mutaqin (Bandung: Penerbit Jabal, 2011), h. 270.
4 Mahmud Syalthut; Ali As-Sayis, Fiqih Tujuh Madzhab diterjemahkan dari kitabMuqaaranatul Madzaahib Fil Fiqhi (Bandung: Pustaka Setia, 2007), h.166.
3
2. Sunah. Apabila suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi
kewajibannya (nafkahnya), atau perempuan tidak menjaga kehormatan
dirinya.
3. Haram (bid’ah) dalam dua keadaan, pertama, menjatuhkan talak sewaktu si
istri dalam keadaan haid. Kedua, menjatuhkan talak sewaktu suci yang
telah dicampurinya dalam waktu suci tersebut.
4. Makruh, yaitu hukum asal dari talak.5
Ajaran talak, dijumpai di dalam beberapa ayat al-Qur’an antara lain:
a. Al-Qur’an surat Al-Baqarah (2): 229:
Artinya: “Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang
baik.”.6
b. Al-Qur’an surat Al-Baqarah (2): 230:
Artinya: “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yangkedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga diakawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lainitu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekassuami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya
5 Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Bandung:Pustaka Setia, 2011), h.15.
6 Q. S. Al-Baqarah (2): 229.
4
berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang(mau) Mengetahui.”.7
Berdasarkan ketentuan al-Qur’an surat al-Baqarah (2) : 229 di atas, talak
hanya dua kali yang dapat dirujuk, yang disebut talaq raj’iy, artinya untuk
menjatuhkan talak harus satu demi satu sehingga dapat menggunakan lembaga
ruju’.
Allah swt memberi jalan keluar dari persoalan rumah tangga semacam
itu melalui perceraian. Suami dapat menjatuhkan talak terhadap istrinya
sebanyak dua kali, dengan harapan talak yang pertama menjadi pelajaran untuk
introspeksi diri dalam mencapai masa depan yang lebih baik. Jika tidak
berhasil, maka suami boleh menjatuhkan talak yang kedua. Dalam masa iddah
diharapkan suami istri mau berpikir dan memahami karakter masing-masing
sehingga punya ketetapan hati untuk membina rumah tangga yang sakinah.
Jika setelah rujuk pun, rumah tangga sakinah, tidak tercapai. Maka suami
diperkenankan menjatuhkan talak terakhir (talak tiga), dan tidak ada hak rujuk
lagi.
Dari ayat di atas harus dipahami bahwa talak dua itu bukan diucapkan
dua kali sekaligus, tetapi dilakukan secara bertahap. Begitu pula talak tiga,
tidak diucapkan tiga sekaligus, tetapi bertahap sebagaimana uraian di atas.
Allah swt memberikan tahapan talak sebanyak tiga kali adalah untuk memberi
kesempatan berpikir kepada suami istri untuk meneruskan rumah tangganya
atau tidak, sebab harus disadari bahwa ikatan perkawinan merupakan ikatan
7Ibid.,
5
yang sangat kokoh dan kuat (mitsaqan ghalizan). Itulah sebabnya Allah SWT
memberikan tahapan-tahapan dalam menjatuhkan talak.8
Undang-undang perkawinan no. 1 tahun 1974 dan peraturan organiknya
tidak mengatur masalah talak tiga sekaligus, karena sebagai talak bid’iy maka
talak tiga sekaligus itu dianggap tidak legal. Ini dapat kita lihat dari aturan
yang ditetapkan oleh Undang-undang bahwa “ talak itu harus di depan sidang
pengadilan”. Hakim tetap memutuskan bahwa talak yang dikabulkan itu harus
talak raj’i.
Berdasarkan pada pasal 39 UU No. 1 tahun 1974 bagian poin a
disebutkan bahwa “perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang
pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak”, aturan yang terdapat pada undang-undang di
atas merupakan aturan untuk keseluruhan masyarakat Indonesia. Adapun bagi
umat muslim di Indonesia lebih dikhususkan dengan adanya aturan dalam
bentuk Kompilasi Hukum Islam. Sehingga bunyi pasal 39 UU No. 1 tahun
1974 poin a terdapat juga dalam pasal 115 Kompilasi Hukum Islam (KHI)
merupakan pedoman yang dipakai oleh para hakim di pengadilan Agama untuk
umat muslim, hanya saja pada pasal ini ditambahkan dengan pengadilan
Agama.
Harus disadari bahwa talak tiga yang diucapkan sekaligus tidak sesuai
dengan jiwa disyari’atkannya lembaga talak dalam Islam. Lembaga talak yang
8 M. Anshary MK, Hukum Perkawinan di Indonesia: Masalah-Masalah Krusial(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 66.
6
disyari’atkan dalam Islam menjamin keseimbangan keberadaan, keseimbangan
kepentingan, dan keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan istri.
Sementara kita lihat pendapat yang berkembang di masyarakat muslim
di Indonesia, khususnya di Lombok di Desa Dakung Kecamatan Praya Tengah
Lombok Tengah, adalah apabila seorang suami menjatuhkan talak tiga
sekaligus, maka akan jatuh talak tiga. Tidak dipertimbangkan apakah saat
suami menjatuhkan talak itu suami dalam keadaan emosional atau tidak. Tidak
diperhitungkan pula hak-hak istri dan kewajiban suami yang timbul akibat dari
perceraian tersebut. Dan dipahami bahwa seorang suami mempunyai hak
prerogatif untuk menjatuhkan talak terhadap istrinya, dimana saja, kapan saja si
suami menghendaki.
Sebagai akibat dari talak tiga yang diucapkan sekaligus itu, masyarakat
memahami bahwa untuk dapat kembali kepada istri yang sudah dijatuhkan
talaknya itu, harus melalui muhalli/cinta buta. Masyarkat mengakui bahwa
talak yang diucapkan di luar pengadilan itu jatuh karena telah sesuai dengan
syarat dan rukun dari perceraian yaitu diucapkan dan tetap memahami bahwa
talak itu jatuh. Begitupun dengan talak tiga sekaligus. Hal ini sebenarnya telah
menjadi perdebatan dari masa Umar sampai sekarang. Masyarakat masih
memahami bahwa pengucapan talak tiga sekaligus tetap jatuh talak tiga,
meskipun mengucapkannya ketika emosional sehingga setelah
mengucapkannya terjadi penyesalan.
Aturan hukum positif di Indonesia mengatur bagaimana pengucapan
talak itu yaitu di depan persidangan. Tetapi sampai saat ini masyarakat masih
7
saja mengucapkan talak di luar sidang, dan lebih-lebih mengucapkan talak tiga
yang secara ajaran Islam berdasarkan hadist-hadist nabi banyak yang melarang
pengucapan talak tiga sekaligus langsung jatuh. Sebagaimana hadist yang
diriwayatkan oleh Ibnu Abbas sebagai berikut:
هما- عباس وعن ابن فـقال له رسول الله صلى اهللا . طلق أبو ركانة أم ركانة : ( قال -رضي الله عنـ
اود رواه أبو د )راجعها , قد علمت :قال . إني طلقتـها ثالثا: فـقال , عليه وسلم راجع امرأتك
Artinya:“Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata, “Abu Rakanah telah mentalak
Ummu Rakanah, maka Rasulullah saw. Bersabda kepadanya,
“Ruuju’lah istrimu itu.” Lalu dia menjawab, “saya telah mentalak
tiga kali.” Beliau bersabda, memang aku sudah tahu, ruju’lah ia.”
(H.R.Abu Dawud).9
Melihat pernyataan-pernyataan di atas tentu kita dapat mengambil aturan
mana yang lebih mendekati kepada kebaikan. Pemahaman masyarakat terhadap
penjatuhan talak tiga sekaligus, masih banyak diterapkan oleh masyarakat yang
kental dengan pemahaman Agama dan tidak mengetahui aturan undang-undang
perkawinan dan yang ada dalam kompilasi hukum Islam. Terutama di Desa
Dakung, yang notabennya kental dengan pemahaman ajaran Agama klasik
sebagaimana yang diterapkan pada masanya Umar bin Khattab. Selain itu
mereka tidak tahu dengan keberadaan dari aturan yang diterapkan oleh
pemerintah lewat kompilasi hukum Islam bahwa pengucapan talak tiga
sekaligus tidak dibenarkan dan tidak dianggap bercerai secara langsung oleh
pengadilan. Karena dalam pasal 120 KHI berbunyi “ Talak Bain Kubra adalah
9 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, h. 272.
8
talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan
tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali apabila pernikahan itu dilakukan
setelah bekas istri, menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian
ba’da al dukhul dan habis masa iddahnya”10
Ini dapat dilihat dari pasangan suami istri, yang dimana suami
menjatuhkan talak 3 sekaligus lewat telpon, dan istri langsung menganggap
dirinya telah dicerai, tokoh agama dan masyarakat pun diam dengan hal
tersebut, menyetujui dan tidak memberikan pemahaman bahwa talak 3
sekaligus itu termasuk satu, apabila diucapkan pertama kali. Apabila kita lihat
aturan yang diterapkan oleh pemerintah lewat KHI lebih dekat dengan apa
yang terdapat dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah: 229.
Berangkat dari hal di atas, maka peneliti memandang penting untuk
diteliti, bagaimana respon masyarakat Desa Dakung Kecamatan Praya Tengah
terhadap penerapan pasal 120 KHI mengenai talak tiga sekaligus yang
diucapkan pertama kali oleh suami, dengan melihat praktik pengucapan talak
tiga yang langsung jatuh sebagaimana yang terjadi di masyarakat.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka peneliti tertarik melakukan
penelitian dengan fokus penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang pengucapan
talak tiga sekaligus?
10 Kompilasi Hukum Islam (penerbit: Permata Press), h. 37.
9
2. Bagaimana respon masyarakat Desa Dakung terhadap penerapan pasal 120
Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang pengucapan talak tiga sekaligus?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep kompilasi hukum Islam (KHI) tentang
pengucapan talak tiga sekaligus.
2. Untuk mengetahui respon masyarakat Desa Dakung terhadap penerapan
pasal 120 Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang pengucapan talak tiga
sekaligus.
D. Manfaat / Kegunaan
1. Teoritis:
a. Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan pelajaran
bagi keluarga-keluarga yang lainnya ataupun bagi calon suami istri
yang belum menikah supaya mengetahui bahwa bagaimana sebenarnya
hukum menjatuhkan talak tiga sekaligus sesuai dengan kondisi saat ini.
b. Memperkuat beberapa hasil penelitian sebelumnya.
c. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian
selanjutnya.
2. Praktis:
a. Dengan adanya penelitian dari masalah yang terdapat di atas, saya
sebagai pemula dalam penelitian bisa mendapatkan pelajaran dan
pengalaman dalam hal penelitian ini, dan mampu menelaah bagaimana
sebenarnya praktek-praktek pengucapan talak yang dilakukan di
masyarakat
10
b. Sebagai bahan evaluasi bagai pasangan suami istri. Supaya
keharmonisan dalam keluarga tercapai.
c. Memberikan masukan kepada pemerintah terhadap aturan yang
ditetapkan pada undang-undang dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).
E. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian
1. Ruang Lingkup Penelitian.
Agar penelitian ini tidak melebar pada hal-hal yang tidak diperlukan
maka penulis membatasi penelitian yang dilakukan hanya pada: praktik
pengucapan talak tiga yang dilakukan oleh masyarakat Desa Dakung,
konsep Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengenai pengucapan talak tiga
sekaligus, respon masyarakat Desa Dakung terhadap penerapan pasal 120
KHI tentang pengucapan talak tiga sekaligus.
2. Setting Penelitian.
Penelitian ini dilakukan di Desa Dakung, kecamatan Praya tengah
kabupaten Lombok tengah. Adapun alasan dipilihnya Desa Dakung
Kecamatan Praya Tengah di karenakan di desa tersebut penulis menemukan
masih adanya proses pengucapan talak di luar pengadilan dan memahami
bahwa talak tiga sekaligus yang dijatuhkan langsung jatuh tiga sementara
jika dibawa ke pengadilan maka akan dihitung talak raj’i.
F. Telaah Pustaka
Pada telaah pustaka ini penulis mencoba mengangkat beberapa
penelitian terdahulu yang mempunyai kaitan dan perbedaan dengan penelitian
11
yang penulis lakukan serta bisa menjelaskan posisi penelitian yang
dilaksanakan. Adapun penelitian tersebut adalah:
1. Jakawadi, dengan judul skripsi “Ijtihad Umar bin Khattab dan Elasitas
Hukum Islam (Studi Tentang Talak 3). Penelitian ini membicarakan tentang
bagaimana ketentuan talak tiga menurut Umar bin Khattab dan bagaimana
relevansi ijtihadnya. Sehingga hasil dari penelitian ini yaitu bahwa
ketentuan Umar bin Khattab tentang talak tiga sekaligus dihukum talak tiga.
Umar dalam meng-istibathkan suatu hukum terhadap suatu perkara selalu
merujuk kepada Al-Qur’an, sunnah dan ijma’ para sahabat. Akan tetapi
melihat kepada makna batiniah (semangat yang terkandung) dari suatu Al-
Qur’an dan hadist. Dengan demikian terbuktilah bahwa apa yang menjadi
ketentuan Umar tersebut mencerminkan hukum Islam bersifat elastis dan
releven dengan situasi dan kondisi.11
Dilihat dari skripsi di atas dapat diketahui bahwa terdapat kesamaan
dan perbedaan penelitian yang saya teliti dengan penelitian dari Jakawadi.
Persamaannya adalah membahas tentang talak tiga yang diucapkan
sekaligus yang terjadi di masyarakat. Adapun yang menjadi perbedaan
adalah dari penelitian yang peneliti lakukan yaitu terfokus pada respon
masyarakat terhadap penerapan pasal 120 KHI mengenai pengucapan talak
tiga sekaligus sementara penelitian yang dilakukan oleh Jakawadi terpokus
pada ijtihad Umar mengenai talak tiga yang jatuh.
11 Jakawadi, dengan judul skripsi, Ijtihad Umar bin Khattab dan Elasitas Hukum Islam(Studi Tentang Talak 3) (Skripsi IAIN Mataram, 2006), h. 83.
12
2. Ahmad Fatoni, dengan judul skripsi “Thalaq dan Probelematika
Pelaksanaannya di Desa Pringgasela Lombok Timur (Ditinjau Berdasarkan
Hukum Islam dan Undang-undang no. 1 Tahun 1974)”. Penelitian ini
membicarkan mengenai masalah-masalah yang timbul akibat talaq itu
sendiri. Baik bagi anak dan bagi pasangan suami istri yang bercerai. Dalam
latar belakang skripsi ini, pengucapan talak yang secara terpaksa, dibahas
hanya sekilas saja.12
Sedangkan penelitian yang peneliti laksanakan yaitu membahas
mengenai pengucapan talak tiga sekaligus dan menurut UU No. 1 Tahun
1974, ini membuktikan bahwa peneliti yang saya lakukan berbeda dengan
yang di atas.
3. Muhammad Asroruddin dengan judul skripsi “Pandangan Tokoh
Masyarakat tentang Talak di Luar Pengadilan (Studi di Desa Tanjung
Kecamatan Tanjung Lombok Barat). Isi dari skripsi ini yaitu: bahwa
pandangan tokoh masyarakat tentang talak di luar pengadilan kebanyakan
mereka beranggapan sah dan ada juga yang menganggap tidak sah, yang
menganggap sah beralasan bahwa hal tersebut sesuai dengan fiqih klasik
dan tata cara penjatuhan talak, syarat menjatuhkan talak, situasi, dan
kondisinya sesuai dengan fiqih klasik tersebut. Dan mengenai ketentuan
12 Ahmad Fatoni, Thalaq dan Probelematika Pelaksanaannya di Desa PringgaselaLombok Timur (Ditinjau Berdasarkan Hukum Islam dan Undang-undang no. 1 tahun 1974(skripsi, IAIN Mataram, 2003), h. 3.
13
tentang keharusan bercerai di pengadilan ini memang tidak diatur dalam
fiqih madzhab apapun, termasuk syi’ah imamiah.13
Sedangkan penelitian yang peneliti laksanakan berkaitan dengan
praktik pengucapan talak tiga sekaligus jatuh talak tiga dan respon
masyarakat Desa Dakung terhadap Kompilasi Hukum Islam tentang talak
tiga.
G. Kerangka Teoretik
1. Pengertian Talak
Talak berasal dari bahasa arab yaitu kata “Ithlaq”14, artinya lepasnya
suatu ikatan perkawinan dan berakhirnya hubungan perkawinan atau talak
yaitu melepaskan ikatan perkawinan (nikah) dari pihak suami dengan katak-
kata (shigat) tertentu.15 Menurut istilah syara’ talak adalah “ melepas tali
perkawianan dan mengakhiri hubungan suami istri”
Jadi talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah
hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya. Ini
terjadi dalam talaq bain, sedangkan arti mengurangi pelepasan ikatan
perkawinan adalah berkurangnya hak talak bagi suami yang mengakibatkan
berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi dua,
dari dua menjadi satu, dan dari satu menjadi hilang hak dalam talak raj’i16.
13 Muhammad Asroruddin, Pandangan Tokoh Masyarakat tentang Talak di LuarPengadilan, (Studi di Desa Tanjung Kecamatan Tanjung Lombok barat) (skripsi IAIN mataram2008), h. 66.
14 Muhammad Yunus, Kamus Muhammad Yunus ( Jakarta: Wadzurriyat, 1990), h. 239.15 M. Abdul Mujib dkk, Kamus Istilah Fiqh (Jakarta: PT. Pustaka Pirdaus, 1995), h. 386.16 H. M. A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap
(Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 230.
14
2. Rukun Talak
Rukun talak ada tiga. Pertama kata-kata talak dan syarat-syaratnya.
Kedua, orang yang boleh menjatuhkan talak dan yang tidak boleh. Ketiga,
orang-orang perempuan yang dijatuhi talak dan yang tidak.17
Syarat-syarat sahnya talak baik yang berlaku untuk suami, istri atau
sighat talak, dijelaskan oleh Soemiyati, sebagai berikut:
a. Berakal sehat
b. Telah baligh
c. Tidak karena paksaan
Para ulama sepakat bahwa suami yang berakal, baligh, dan bebas
memilih dialah yang boleh menjatuhkan talak dan talaknya dipandang sah.
Jika suaminya gila, atau masih anak-anak atau dalam keadaan terpaksa
(force mayor), maka talaknya dipandang sia-sia, sekalipun timbul dari
keputusan dirinya. Karena talak tergolong tindakan yang mempunyai akibat
dan pengaruh dalam kehidupan suami istri, maka mau tidak mau yang
menjatuhkan talak harus sempurna kemampuannya, sehingga tindakan-
tindakannya dipandang sah secara hukum.
Bahwa sempurnanya kemampuan adalah adanya akal sehat,
kedewasaan dan kebebasan memilih.18 Dalam hal ini nabi bersabda:
17 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid: Analisa Fiqih Para Mujtahid; Penerjemah, ImamGhazali Said & Achmad Zaidun (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), h. 568.
18 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah (Bandung: PT. Alma’arif, cetakan pertama 1980), h. 16-17.
15
ها عن : رفع القلم عن ثالثة : ( عن النبي صلى اهللا عليه وسلم قال , وعن عائشة رضي الله عنـ
, أحمد رواه )أو يفيق , وعن المجنون حتى يـعقل , وعن الصغير حتى يكبـر , حتى يستـيقظ النائم
واألربـعة إال التـرمذي وصححه الحاكم
Artinya: “Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anha bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihiwa Sallam bersabda: "Pena diangkat dari tiga orang (malaikattidak mencatat apa-apa dari tiga orang), yaitu: orang tidurhingga ia bangun, anak kecil hingga ia dewasa, dan orang gilahingga ia berakal normal atau sembuh." Riwayat Ahmad danImam Empat kecuali Tirmidzi. Hadits shahih menurut Hakim.Ibnu Hibban juga mengeluarkan hadits ini19
3. Dasar Hukum Talak
Perceraian boleh dilakukan apabila mengandung unsur kemaslahatan
karena setiap jalan perdamaian antara suami istri yang bertikai tidak
menghasilkan kebaikan. Perceraian setidaknya merupakan alternative yang
lebih mendidik ke dua belah pihak. Secara moral, perceraian sebagai suatu
perbuatan halal yang paling dimurkai oleh Allah. Walaupun halal, semua itu
harus diberikan dalam batas-batas yang dapat dipertanggungjawabkan, baik
dilihat dari segi hubungan suami istri dan keluarganya pada khususnya
maupun pengaruhnya yang langsung atau tidak langsung terhadap
masyarakat pada umumnya.20
Sehingga dalam Al-Qur’an Allah swt membahas mengenai talak.
Adapun firman Allah mengenai hal tersebut yaitu:
19 Sulaiman Rasjid, Fikih Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012), h. 407.20 Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah, Hukum Perdata Islam di Indonesia
(Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 147.
16
Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang
baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang
telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya
khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.”.21
Dari ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa talak itu tidak jatuh
sekaligus, sehingga harus ada ruju’. Lembaga yang digunakan di Indonesia
sendiri mengacu kapada hal tersebut meskipun di masyarakat masih dipakai
bahwa talak yang diucapkan sekaligus itu jatuh tiga, namun di peradilan,
meskipun meminta kepada hakim untuk menjatuhkan talak tiga, tetap hakim
akan memberikan jatuh talak satu.
4. Macam-macam Talak
Dilihat dari segi sifat syari’atnya Talak ada dua macam yaitu:
a. Talak sunnah (talaq sunni)
Yaitu talak yang terjadi dengan mengikuti perintah syara’. Talak
sunnah adalah suami yang menceraikan istri setelah berhubungan dengan
istri dengan satu kali talak. Istri dalam keadaan suci dan ia tidak
menyentuhnya. Hal ini berdasarkan firman Allah yang terdapat dalam al-
Qur’an surat al-Baqarah: 229-230.
b. Talak bid’ah (talaq bid’i)
21 QS. al-Baqarah (2): 229.
17
Talaq bid’i adalah talak yang berbeda dengan disyariatkan;
seakan-akan ia menceraikannya tiga kali dalam satu kata. Atau ia
menceraikannya tiga kali berbeda-beda pada satu tempat. Seakan-akan ia
berkata: “engkau aku cerai, engkau aku cerai, engkau aku cerai.” Atau ia
menceraikan pada waktu haid dan nifas, atau dalam waktu suci namun
telah berhubungan dengannya. Para ulama telah sepakat bahwa talak bid’i
haram, sedangkan orang yang melakukannya haram.22
Kemudian talak dilihat boleh atau tidaknya rujuk suami kepada
istrinya, talak dibedakan menjadi dua:
a. Talaq raj’i
Adalah talak yang diperbolehkan bagi laki-laki untuk kembali
pada istrinya, sebelum masa iddah dengan tanpa mahar baru dan akad
baru. Talak ini tidak menjadi jelas untuk istri seketika tetapi setelah
berakhirnya ‘iddah.
b. Talaq ba’in
Talaq ba’in adalah talak yang memutuskan, yaitu suami tidak
memiliki hak untuk kembali pada perempuan yang diceraikannya dalam
masa ‘iddahnya.Talak bain ada dua macam, yaitu talaq bain shugra dan
talaq ba’in qubra. Talak ba’in bagian kecil (sughra), yaitu talak bagi
laki-laki tidak boleh kembali pada perempuan yang dicerainya kecuali
dengan mahar dan akad baru “pada saat-saat ‘iddah-nya atau selesai
masa ‘iddahnya”.
22 Ali Yusuf As-Subki, Fiqih Keluarga: Pedoman Berkeluarga dalam Islam (Jakarta:Amzah, 2012), h. 336.
18
Adapun talak ba’in qubra, yaitu talak yang tidak boleh bagi laki-
laki setelahnya untuk kembali pada istrinya, kecuali jika setelah menikah
dengan laki-laki lainnya dengan pernikahan yang benar untuk
melaksanakan tujuan pernikahan.23
5. Pendapat-pendapat tentang Talak Tiga
Mengucapkan talak tiga bisa dilakukan dengan beberapa cara:
a. Menjatuhkan talak tiga kali pada masa yang berlainan. Misalnya seorang
suami mentalak istrinya talak satu, pada masa iddah ditalak lagi talak
satu, pada masa iddah kedua ini ditalak lagi talak satu.
b. Seorang suami mentalak istrinya dengan talak satu, sesudah habis
iddahnya dinikahinya lagi, kemudian ditalak lagi, setelah habis iddahnya
dinikahi lagi, kemudian ditalak lagi ketiga kalinya. Dalam kedua cara
tersebut, para ulama sepakat bahwa talak itu jatuh menjadi talak tiga, dan
berlaku hukum talak tiga seperti yang telah dijelaskan di atas.
c. Suami mentalak istrinya dengan ucapan, “saya talak engkau talak tiga,”
atau “saya talak engkau, saya talak engkau, saya talak engkau,” diulang-
ulangnya kalimat talak itu tiga kali berturut-turut.24
Pada cara yang ketiga ini ulama berbeda-beda pendapatnya, yaitu
sebagaimana tersebut di bawah ini:
Pendapat pertama, jatuh talak tiga, berlaku segala hukum talak tiga
seperti di atas. Sabda Rasulullah saw :
23 Ibid., 336-337.24 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam., h. 405.
19
, عن ابن املبارك, نانعيم بن محاد, نا حممد بن عبد امللك بن زجنويه, نا أبو عبيد القاسم بن إمسا عيلأنه ذكر عنده أن الطالق الثألث مبرة : سلمة بن أيب سلمة عن أبيه نا , عن حممد بن راشد
فلم ,طلق حفص بن عمرو بن املغرية فا طمة بنت قيس بكلمة واحدة ثالثا: فقال, مكروهوطلق عبد الرمحن بن عوف امر أنه ثالثا فلم يعب, عليهعاب ذلك. م. ا أن النيب صيبلغن
ذلك عليه أحد Artinya:“Abu Ubaidah Al-Qasim bin Ismail menceritakan kepada kami
Muhammad bin Abdul Malik bin Zanjawih menceritakan kepadakami, Nu’aim bin Hammad menceritakan kepada kami dari IbnuAl-Mubarak, dari Muhammad bin Rasyid, Salamah bin AbuSalamah menceritakan kepada kami dari ayahnya bahwadisebutkan kepadanya bahwa talak tiga sekaligus adalah makruh,lalu ia berkata, “Hafsah bin Amr bin Al-Mughirah mentalak 3istrinya, Fatimah binti Qais, dengan satu kalimat, lalu tidak adakabar yang sampai kepada kami dari Nabi SAW (yangmenyebutkan) bahwa beliau mencela perbuatan itu.Abdurrahmanbin Auf juga mentalak tiga istrinya dan tidak seorangpun mencelahal tersebut.”25
Pendapat kedua, tidak jatuh sama sekali, artinya istri itu belum
ditalak. Sabda Rasulullah saw:
رواه مسلم . من عمل عمأل ليس عليه امر نا فهو رد
Artinya: “Barang siapa mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak sesuai
dengan perintah kami, maka pekerjaan itu ditolak.”( riwayat
muslim)26
Talak tiga bukan perintah Rasulullah SAW. Bahkan dilarang oleh
beliau. Talak tiga ditolak berarti tidak sah.
25 Al-Imam Al-Hafizh Ali bin Umar Ad-Daraquthni, Sunan Ad-Daraquthni, penerjemahAmir Hamzah Fachruddin (Jakarta: Pustaka Azam, 2008), h. 21.
26 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam., h. 405.
20
Pendapat yang ketiga, jatuh talak satu. Dalam hal ini berlaku hukum
talak satu seperti di atas, dan suami masih boleh rujuk kembali kepada
istrinya.27 Sabda Rasulullah saw:
هما- عن ابن عباس و فـقال له رسول الله صلى . طلق أبو ركانة أم ركانة : ( قال -رضي الله عنـ
اه أبو رو )راجعها , قد علمت :قال . إني طلقتـها ثالثا: فـقال , وسلم راجع امرأتك عليه اهللا
داود
Artinya :“Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata, “Abu Rakanah telah mentalak
Ummu Rakanah, maka Rasulullah saw. Bersabda kepadanya,
“Ruju’lah istrimu itu.” Lalu dia menjawab, “saya telah
mentalak tiga kali.” Beliau bersabda, memang aku sudah tahu,
ruju’lah ia.” (H.R.Abu Dawud).28
6. Talak tiga sekaligus dalam undang-undang perkawinan dan Kompilasi
Hukum Islam (KHI)
Direktur Jendral Binbaga Islam pernah mengirim surat kepada
pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama se-Indonesia, 10 April,
1981 Nomor: EV/ED/50/1981 tentang talak tiga sekaligus. Surat ini
merupakan sikap Depertamen Agama dalam rangka melaksanakan Undang-
undang nomor 1 tahun 1974 tentang talak tiga sekaligus:
a. Bahwa ayat-ayat al-Qur’an dan sunnah Rasul menentukan bahwa hak
talak yang ada pada suami adalah 3 kali bukan tiga talak.
b. Bahwa di dalam hukum Islam tentang talak tiga sekaligus adalah masalah
khilafiyah. Satu pendapat menyatakan bahwa, talak tiga sekaligus tetap
27 Ibid., h. 406.28 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Terjemah Bulughul Maram, h. 521.
21
jatuh satu saja, dan pendapat lain menyatakan, talak tiga sekaligus jatuh
tiga sekaligus.
c. Bahwa pada masa Nabi, Abu Bakar, dan pada permulaan zaman Umar,
talak tiga sekaligus dinyatakan jatuh satu. Kemudian pada pertengahan
masa Umar, karena keinginan untuk membatasi kecerobohan suami saat
marah, umar memberikan penetapan, bagi kasus talak tiga sekaligus
berarti jatuh tiga. Tindakan Umar ini bukan berarti membatalkan apa
yang pernah berlaku pada zaman Nabi dan Abu Bakar, melainkan
hanyalah suatu peningkatan saksi hukum, agar para suami tidak main-
main dengan lembaga talak yang ada kesatu, kedua, dan ketiga dan
supaya berhenti dari perbuatan ceroboh dalam mempermainkan syari’ah.
Sebagaimana hadist nabi:
هما- وعن ابن عباس ق على عهد رسول الله صلى اهللا كان الطال : ( قال -رضي الله عنـفـقال عمر بن , طالق الثالث واحدة , وسنتـين من خالفة عمر , عليه وسلم وأبي بكر
ناه عليهم فـل , إن الناس قد استـعجلوا في أمر كانت لهم فيه أناة : الخطاب فأمضاه ? و أمضيـرواه مسلم . )عليهم
Artinya: “Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata, “adalah talak pada zamanRasulullah saw. Dan pada masa Abu Bakar dan dua tahunpada masa kekhalifahan Umar, tiga talak (sekaligus) itudianggap satu. Lalu Umar berkata, “sesungguhnya orang-orang itu sangat tergesa-gesa dalam perkara yang padanyaada tempo (untuk bersifat dua kali), seandainya kamilanjutkan (tetapkan) keadaan itu pada mereka. Tentu ia akanmenjadi ketetapan yang berlaku atas mereka (tetap jatuhtalak 3.29
29 Ibid., h.520.
22
Bahwa keadaan manusia yang wajar/normal, bukanlah seperti
orang yang dihadapi Umar pada waktu itu melainkan yang banyak
adalah seperti yang dihadapi oleh nabi, Abu Bakar dan permulaan masa
Umar. Oleh karena itu, hukum talak tiga sekaligus yang dapat dijadikan
patokan adalah yang pernah dilaksanakan pada zaman Nabi, Abu Bakar
dan permulaan Umar.
d. Bahwa sesuai dengan rumusan undang-undang perkawinan (UU NO.
1/1974 pasal 10 jo 31) dan peraturan pelaksanaannya (PP No. 9/1975
pasal 14 s/d 18) yang menentukan bentuk putusnya perkawinan dan tata
cara talak bagi yang beragama Islam.30
KHI juga tampaknya mengikuti alur yang digunakan oleh undang-
undang perkawinan, walaupun pasal-pasal yang digunakan lebih banyak
yang menunjukkan aturan-aturan yang lebih rinci. KHI memuat masalah
putusnya perkawinan pada Bab XVI.
Pasal 113 dinyatakan:
Perkawinan dapat putus karena:
a. Kematian,
b. Perceraian, dan
c. Atas putusan pengadilan.
Berbeda dengan undang-undang perkawinan yang tidak mengenal
istilah talak, KHI menjelaskan yang dimaksud dengan talak adalah:
30 M. Anshary, Hukum Perkawinan Di Indonesia., h. 73-75.
23
“ikrar suami dihadapan sidang pengadilan Agama yang menjadi salah satu
sebab putusnya perkawinan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam
pasal 129, 130 dan 131”.31
Adapun dalam KHI pada pasal 120 berbunyi : “talak yang terjadi
untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat
dinikahkan kembali, kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas
istri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da al
dukhul dan telah melewati masa iddah.32
Dalam kompilasi hukum Islam yang menjadi pedoman para hakim di
pengadilan Agama, tidak ada aturan yang mengatakan bahwa talak tiga
sekaligus itu jatuh tiga ataupun termasuk dalam talak ba’in kubra. Adapun
yang dikatakan talak ba’in kubra adalah talak yang ketiga setelah talak
kesatu dan kedua. Sehingga pengadilan tidak mengakui adanya talak tiga
yang diucapkan sekaligus jatuh tiga, tapi talak raj’i atau satu.
Berdasarkan fokus masalah dan terbentuk judul respon masyarakat
terhadap penerapan pasal 120 KHI tentang talak tiga sekaligus, tentunya
pada bagian ini sedikit mengupas tentang pengertian dari respon dan
macam-macamnya, karena sebelumnya di atas telah dijelaskan mengenai
dan bagian-bagian dari talak itu sendiri.
Respon adalah setiap tingkah laku pada hakikatnya merupakan
tanggapan atau balasan terhadap rangsangan atau stimulus (Sarlito, 1995).
31 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia: StudiKritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI (Jakarta: Kencana,2004), h. 220.
32 Ibid., h. 223.
24
Sedangkan menurut Gulo (1996), respon adalah suatu reaksi atau jawaban
yang bergantung kepada stimulus atau merupakan hasil stimulus tersebut.33
Dalam kamus bahasa Indonesia respon merupakan tanggapan atau jawaban.
Respon seseorang dapat dalam bentuk baik atau buruk, positif atau negative,
apabila respon tersebut positif maka orang yang bersangkutan cendrung
untuk menyukai atau mendekati objek, sedangkan respon negative cendrung
untuk menjauhi objek tersebut.34
Menurut J. Rahmat, respon ada dua yaitu:
a. Konfirmasi, yang terdiri dari:
1) Pengakuan langsung (direct acknowledgement): saya menerima
pernyataan anda dan memberikan segera; misalnya, “saya setuju, anda
benar”.
2) Perasaan positif (positif feeling): saya mengungkapkan perasaan yang
positif terhadap apa yang sudah anda katakana.
3) Respons meminta keterangan (clarifying respons): saya meminta anda
menerangkan isi pesan anda; misalnya, “ceritakan lebih banyak tentang
itu”.
4) Respons setuju (Agreeing Response): saya memperteguh apa yang
anda katakana, misalnya: “saya setuju, ia memang binatang yang
terbaik saat ini”.
33https://googleweblight.com/?liteUrl=https://pratamasandra.worlpress.com2011/05/11pengertian-respons, diambil pada tanggal 1 Juli 2016.
34 Ibid.,
25
5) Respons sportif (supportive response): “saya mengungkapkan
pengertian, dukungan atau memperkuat anda, misalnya, “saya
mengerti apa yang anda rasakan”.
b. Diskonfirmasi, yang terdiri dari:
1). Respons sekilas (tangential response): “saya memberikan respon pada
pernyataan anda, tetapi dengan segera mengalihkan pembicaraan”
misalnya, apakah film itu bagus?” lumayan, jam berapa besok anda
harus saya jemput?
2). Respons impersonal (Impersonal Response): saya memberikan
komentar dengan mempergunakan kata ganti orang ketiga, misalnya,
“orang memang sering marah diperlukan seperti itu”.
3). Respons kosong (impervious response): saya tidak menghiraukan anda
sama sekali, tidak memberikan sambutan verbal atau non verbal.
4). Respon yang tidak relevan (irrelevant response): seperti respons
sekilas, saya berusaha mengalihkan pembicaraan tanpa
menghubungkan sama sekali dengan pembicaraan anda, misalnya
“buku ini bagus”, “saya heran mengapa Rini belum juga pulang
menurut kamu kira-kira kemana ia?
5). Respon interupsi (interrupting response): saya memotong pembicaraan
anda sebelum anda selesai, dan mengambil alih pembicaraan.
6). Respons rancu (incoherent response): “saya berbicara dengan kalimat-
kalimat yang kacau, rancu, atau tidak lengkap”.
26
7). Response kontradiktif (incongruous response): “saya menyampaikan
pesan verbal yang bertentangan dengan pesan non verbal, misalnya
saya mengatakan dengan bibir mencibir dan intonasi suara yang
merendahkan, “memang bagus, betul pendapatmu”.35
H. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah pendekatan
kualitatif. Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (field research)
dan kepustakaan, membandingkan apa yang ada di lapangan dengan yang
ada di buku. Dengan pendekatan deskriptif yang bertujuan untuk
menggambarkan bagaimana “Respon Masyarakat Desa Dakung Kec.
Praya Tengah terhadap Penerapan pasal 120 KHI tentang Talak Tiga
Sekaligus”.
Menurut Jane Richi dalam bukunya Lexy j. Moleong, penelitian
kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial dan perspektifnya di
dalam dunia, dari segi konsep, prilaku, persepsi, dan persoalan tentang
manusia yang diteliti.36 Sedangkan Lexy j. Moleong memberikan definisi
bahwa penelitian kualitatif adalah penelitan yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
35https://www.google.co.id/search/redir-esc=&hl=in-ID&safe=images&oe=utf-8&q=pengertian-respons. Diambil pada tanggal 03 juli 2016.
36 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2015),h. 6.
27
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistic,
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
ilmiah.37
Jadi, Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pendekatan kualitatif merupakan metode untuk mengumpulkan data dalam
bentuk tertulis atau lisan dari orang perorang maupun kelompok yang
diamati dan atau fenomena yang bertujuan untuk membuat deskriptif atau
gambaran secara sistematis mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, aktivitas
sosial, kepercayaan serta hubungan fenomena-fenomena yang diamati.
2. Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti di lokasi penelitian merupakan hal yang sangat
penting dalam sebuah penelitian. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
penulis sebagai peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian untuk mencari
dan mengumpulkan data-data dari sumber-sumber terkait dengan masalah
yang diteliti. Kehadiran penelitian dalam penelitian ini bertujuan untuk
menciptakan hubungan baik dengan subjek penelitian.
3. Jenis Data
Jenis data terbagi menjadi dua yaitu data primer dan skunder.
Keberadaan talak tiga sekaligus yang ada dalam pasal 120 KHI dan yang
berlaku di masyarakat merupakan alasan saya angkat sebagai data primer.
Karena perbedaan kaidah dan aturan yang dipakai dan dipahami, maka
37 Ibid., 6.
28
masyarakat menganggap bahwa pengucapan talak tiga yang secara
sekaligus jatuh tiga apakah itu diucapkan benar-benar niat untuk tiga atau
hanya sebatas luapan saja.
Sebagian pendapat dari imam madzhab dan buku-buku literer lain-
lainnya yang membahas mengenai talak tiga sekaligus menjadi data
skunder dari penelitian ini.
4. Sumber Data
Dalam penelitian ini yang akan menjadi sumber data primer ialah
respon masyarakat terhadap pasal 120 KHI, pelaku talak tiga sekaligus dan
KHI yang merupakan pedoman para hakim. Sedangkan sumber data
skunder adalah para hakim, tokoh agama, dan masyarakat sekitar yang
menyaksikan mengenai penjatuhan talak tiga sekaligus.
5. Teknik Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
observasi, wawancara, dan dokumentasi.
a. Metode Observasi
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi
Nonpartisipan, dalam observasi ini, peneliti tidak terlibat dengan
kegiatan sehari-hari orang/kegiatan yang sedang diamati atau yang
digunakan sebagai sumber data penelitian dan hanya sebagai pengamat
independen. Teknik ini digunakan untuk mengamati dan memahami
29
secara cermat, mendalam dan terfokus terhadap subjek penelitian.
Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak menggunakan instrumen
yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan dan
mengembangkan instrumen pertanyaan menjadi beberapa butir
pertanyaan yang tidak terpaku hanya pada satu pokok pertanyaan saja.
Yang menjadi objek observasi adalah Respon Masyarakat Desa
Dakung Kecamatan Praya Tengah terhadap Penerapan pasal 120 KHI
tentang Talak Tiga Sekaligus.
b. Metode Interview (Wawancara)
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara terbuka.
Penggunaan wawancara terbuka ini oleh peneliti dimaksudkan agar di
dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, peneliti dapat secara leluasa
dan bebas tanpa terikat oleh suasana pertanyaan. Di samping itu
wawancara dapat berlangsung secara luas, terbuka dan terarah sehingga
dapat memperoleh informasi yang lebih kaya, pembicaraan tidak
terlampau terpaku sehingga informasi yang saya dapatkan dari
masyarakat ataupun dari informan mengenai penelitian yang akan
peneliti lakukan.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi peneliti gunakan untuk mengumpulkan data
tertulis yang memberikan keterangan yang dibutuhkan peneliti yakni
data mengenai pemahaman masyarakat terhadap pengucapan talak tiga
sekaligus.
30
Untuk terkumpulnya data-data yang diperoleh dan dapat
dipertanggungjawabkan keabsahannya, maka peneliti menggunakan
tiga metode, yaitu: 1. metode observasi, 2 metode interview dan 3.
metoe dokumentasi.
6. Teknik Analisis Data
Karena pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat
kualitatif dan pustaka, maka data-data yang telah dikumpulkan kemudian
diuraikan dalam bentuk narasi dan bukan dengan menggunakan rumus-
rumus. Oleh karena itu, dalam menganalisa data-data yang diperoleh di
lokasi penelitian akan menggunakan teknik “analisis induktif”, yaitu
pengolahan data yang bertitik tolak pada permasalahan-permasalahan yang
khusus, lalu ditarik kesimpulan yang bersifat umum. Berfikir dari fakta-
fakta atau peristiwa-peristiwa yang sifatnya khusus, kemudian ditarik
generalisai yang bersifat umum.38
Berdasarkan hal di atas, maka peneliti menggunakan metode ini
untuk menganalisis hasil observasi, interview dan dokumentasi. Jadi
dengan analisis induktif ini peneliti memulai mengolah fakta-fakta empiris
yang ditemukan kemudian dicocokkan dengan landasan-landasan teori
yang ada. Dan akhirnya mampu memberikan pemahaman kepada para
pihak terhadap hasil dari penelitian ini.
7. Validitas Data
38 Supardi, Metodologi Penelitian (Mataram Lombok: Yayasan Cerdas Press, 2007), h.111.
31
Validitas data bertujuan untuk membuktikan bahwa apa yang
diamati oleh peneliti sesuai dengan apa yang ada di lapangan dan apakah
penjelasan yang diberikan di lapangan mempunyai kesesuaian dengan
sebenarnya ada atau terjadi. Untuk menguji validitas data yang diperoleh di
lapangan maka penulis menggunakan dua teknik pemeriksaan validasi data
yaitu:
a. Ketekunan Pengamatan
Dengan ketekunan pengamatan ini peneliti bisa mendapatkan data
yang relevan dengan persoalan yang sedang diteliti.
b. Triangulasi
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi sumber.
Dengan menggunakan triangulasi bentuk sumber, peneliti bertujuan
mendapatkan informasi yang sejenis dari informan atau sumber yang
berbeda terhadap suatu hal yang menjadi fokus penelitian penulis,
sehingga data yang didapat bisa dicek kebenarannya dengan cara
membandingkan data hasil observasi dengan data hasil wawancara dan
membandingakan hasil wawancara dengan isi dari dokumentasi.
I. Sistematika Pembahasan
Sebelum penulis melanjutkan penelitian ini terlebih dahulu penulis
menyusun alur logika bahasan agar penulis maupun pembaca mendapatkan
gambaran umum sebelumnya tentang skripsi ini. Berkaitan dengan penelitian
ini maka pada bagian sistematika pembahasan ini akan diberi gambaran
32
mengenai isi atau pembahasan yang peneliti lakukan. Berkaitan dengan
penelitian ini, secara keseluruhan terdiri dari empat (4) bab, sebagai berikut:
Pada bab satu, pendahuluan memberikan gambaran umum tentang arah
penelitian yang dilakukan. Dalam bab pendahuluan ini peneliti menguraikan
mengenai konteks penelitian, rumusan masalah, tujuan, manfaat/kegunaan,
telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian yang digunakan, dan
sistematika pembahasan sebagai gambaran awal dari penelitian
keseluruhannya.
Bab kedua tentang paparan data dan temuan. Pada bab ini peneliti
menguraikan mengenai gambaran umum lokasi penelitian, praktik masyarakat
dalam penjatuhan talak 3 sekaligus, konsep pengucapan talak menurut KHI dan
respon masyarakat Desa Dakung terhadap penerapan pasal 120 KHI.
Bab ketiga pembahasan atau analisis pembahasan yaitu praktik
masyarakat dalam penjatuhan talak 3 sekaligus, konsep pengucapan talak
menurut kompilasi hukum Islam (KHI) dan respon masyarakat Desa Dakung
terhadap penerapan pasal 120 KHI tentang pengucapan talak.
Bab keempat yaitu bab terakhir mambahas mengenai kesimpulan dan
saran.
34
BAB II
PAPARAN DATA DAN TEMUAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah Desa Dakung
Desa Dakung merupakan hasil pemekaran dari Desa Beraim dan
salah satu desa dari Kecamatan Praya Tengah yang merupakan desa asli
yang dibentuk oleh tokoh masyarakat dan pemuda Desa Dakung pada
Tahun 2011.
Desa Dakung telah dihuni secara turun temurun dari generasi ke
generasi berikutnya sejak ratusan tahun yang silam. Setelah pemekaran
desa tahun 2011, wilayah Desa Dakung berada pada wilayah Kecamatan
Lombok Tengah dan saat ini wilayah Desa Dakung terdiri dari 9 wilayah
dusun dan setiap dusun dipimpin oleh seorang kepala dusun yang dipilih
melalui pemilihan langsung oleh masyarakat. Berikut nama-nama kepala
dusun masing-masing dusun.
a. Dusun Dakung, kepala dusunnya H. Suaeb
b. Batu Tepong I, kepala dusunnya Zainal
c. Batu Tepong II, kepala dusunnya H. M. Amir
d. Montong Sebie, kepala dusunnya H. Nursim
e. Nunggal I, kepala dusunnya Lalu Miasil
f. Nunggal II, kepala dusunnya Lalu Subki
g. Batu Santek, kepala dusunnya Nuruddin
h. Montong Waru, kepala dusunnya Jumdan
33
35
i. Petanggak, kepala dusunnya Rusman.
Desa Dakung berpisah dari Desa Beraim pada tahun 2011 dengan
alasan bahwa tidak terkordinirnya segala bentuk peraturan dan banyaknya
dusun-dusun di bawah naungan Desa Beraim. Setelah terjadi pemekaran
dan supaya tidak terjadi kekosongan kepemimpinan, maka jabatan kepala
desa dipegang oleh Kamil, mantan Sekdes Desa Beraim. Pada akhir tahun
2011, pemilihan kepala desa secara demokrasi dan selektif dilaksanakan
atas tiga calon yaitu Kamil, H. Husnul Mizan, dan Nurtajalli. Dari ketiga
calon tersebut terpilihlah H. Husnul Mizan dengan masa jabatannya lima
tahun sejak tahun 2012 sampai 2017.39
Adapun rincian luas Desa Dakung berdasarkan potensi Sumber
Daya Alam sebagaimana terdapat pada tabel 1.1 di bawah ini.
Table 1.1Luas wilayah menurut penggunaan40
Luas pemukiman 66 ha/m2
Luas persawahan 316 ha/m2
Luas perkebunan 37 ha/m2
Luas kuburan 84 ha/m2
Luas perkarangan 66 ha/m2
Luas taman -
Perkantoran 20 are
Total luas 589 ha/m2
39 L. Wildan (Kaur Pemerintahan Desa Dakung), Wawancara, Desa Dakung, 01 Februari2016.
40 Profil Desa Dakung tahun 2011, dikutip tanggal 02 Februari 2016, h. 2.
36
2. Keadaan geografis
a. Batas wilayah desa
1) Sebelah Utara : Desa Beraim
2) Sebelah Selatan : Desa Kelebuh
3) Sebelah Timur : Desa Langko
4) Sebelah Barat : Desa Gerantung
Sedangkan apabila dilihat dari orbitasnya pemerintahan desa
dengan dusun yang paling jauh sekitar 2 km dengan waktu tempuh
sekitar 10 menit. Hal itu dikarenakan kondisi Infrasturktur jalan yang
dilalui dari dusun ke pusat pemerintahan desa belum memadai. Di
samping itu, jarak antara pemukiman penduduk satu dengan yang lain
meski berada dalam satu wilayah ke kadus pun cukup jauh. Sementara
jarak antara pusat pemerintahan desa ke kecamatan sekitar 4 km dengan
waktu tempuh 15 menit. Jika berjalan kaki lama jarak tempuh ke ibu
kota atau kendaraan non bermotor yaitu 2 jam. Sedangkan jarak antara
pusat pemerintahan desa ke ibu kota kabupaten sekitar 7 km dengan
waktu tempuh sekitar 30 menit. Terakhir jarak pusat Pemerintahan desa
ke ibukota provinsi sekitar 42 km dengan waktu tempuh 1.5 jam.41
b. Topografi dan Jenis Tanah
Topografi Desa Dakung mayoritas dataran rendah. Dengan
dataran tinggi yang sangat kecil. Lahan yang rendah merupakan lahan
pertanian dan perkebunan yang biasanya ditanami padi, kacang-
41 Ibid., h. 3.
37
kacangan, dan tembakau. Adapun kondisi tanah yang dihuni penduduk
bebatuan.
Warna tanah sebagian besar merah, kuning, dan hitam. Tekstur
tanah yaitu debuan. Tingkat kemiringan tanah 180 derajat.
c. Iklim
Secara umum kondisi iklim Desa Dakung sama dengan di desa-
desa yang lain di Kabupaten Lombok Tengah, yakni beriklim tropis.
Hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanaman
yang ada di Desa Dakung.42
3. Jumlah Penduduk Desa Dakung
Data tentang keadaan penduduk dan jumlahnya mutlak diperlukan
sebagai landasan atau titik tolak untuk merumuskan kebijakan-kebijakan
dalam pembangunan dan subyek pembangunan. Tanpa adanya data
tentang penduduk yang mendiami suatu wilayah, maka dalam
merencanakan pembangunan akan mengalami kesulitan untuk mencapai
saran yang telah ditargetkan.
Desa Dakung saat ini telah mengalami pemekaran wilayah
sehingga Desa Dakung pada saat ini memiliki 9 dusun, itu disebabkan
karena tingkat penduduk yang cukup tinggi. Menurut data terakhir tahun
2015 jumlah penduduk Desa Dakung mencapai 3796 dengan rincian 1788
42 Ibid., 4.
38
laki-laki dan 2008 perempuan yang terdiri dari 1385 Kepala keluarga
(KK).43
Untuk lebih jelasnya jumlah penduduk tersebut dapat dilihat pada
table di bawah ini.
Table 1.2Jumlah penduduk Desa Dakung tahun 2015.44
No Dusun Jumlah PendudukJumlah
JiwaJumlah
KK
Laki-Laki Perempuan
1 Dakung 199 211 410 1382 Batu Tepong I 217 215 432 174
3 Batu Tepong II 191 229 420 1444 Montong Waru 157 177 334 106
5 Nunggal I 239 281 520 196
6 Nunggal II 149 160 309 1357 Petanggak 326 407 733 240
8 Montong Sebie 190 203 393 1509 Batu Santek 120 125 245 102
10 Jumlah 1788 2008 3796 1385
Dari data jumlah penduduk Desa Dakung di atas, ternyata jumlah
masyarakat yang perempuan lebih banyak dari pada laki-laki.
4. Pola Keberagaman Desa Dakung
Semua penduduk Desa Dakung beragama Islam. Dalam agama
Islam, ibadah dapat diartikan sebagai ketaatan kepada Allah. Artinya
mengikuti semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan yang
dikehendaki oleh Allah SWT. Karena makna asli ibadah itu menghamba,
43 Mutiara (Kaur Kesra), Wawancara, Desa Dakung, 20 Januari 2016.44 Profil Desa Dakung pada tahun 2015, Diambil pada tanggal 05 Februari 2016.
39
dapat pula diartikan sebagai bentuk perbuatan yang menghambakan diri
sepenuhnya kepada Allah SWT.
Dalam kitab Al-hidayah jilid kesatu dikatakan sebagai berikut:
“ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan cara
melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua laranganNya,
serta beramal sesuai dengan izin dari pembuat syariat (al-Hakim
Allah).45
Karena itulah segala bentuk tatacara ibadah sesuai menurut ajaran
agama Islam di Desa Dakung ini. Untuk mendukung aktivitas-aktivitas
penduduk dalam melaksanakan ibadah maka dibutuhkan tempat
peribadatan terutama pada saat melaksanakan ibadah secara bersama-sama
atau secara berjamaah, untuk lebih jelasnya jumlah tempat ibadah yang
ada di Desa Dakung dapat dilihat pada table dibawah ini.
Table 1.3
Jumlah tempat ibadah di Desa Dakung (prasarana peribadatan)46
No Tempat Ibadah Jumlah
1 Masjid 6
2 Langgar/surau/mushola 8
Dari jumlah tempat ibadah seperti masjid dan musholla yang ada
dapat difungsikan dengan baik oleh masyarakat Desa Dakung.
Kegiatan-kegiatan keagamaan seringkali diselenggarakan di masjid
dan mosholla, hal ini menyebabkan Desa Dakung semarak dengan
kegiatan keagamaan dalam rangka menghidupkan syiar Islam. Adapun
45 Sebagaimana dikutip oleh Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fiqh Ibadah;Refleksi Ketundukan Hamba Allah Kepada Al-Khalik Perspektif Al-Qur’an dan As-Sunnah(Bandung: Pustaka setia, 2009), h. 61.
46 Nurtajalli (Kaur Ekbang), Wawancara, Desa Dakung, 20 Januari 2016.
40
kegiatan-kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Desa Dakung
meliputi:
a. Dakwah Islamiyah, melalui majlis ta’lim yang diketuai langsung oleh
ust. Mursyid, dan diadakan 1 kali dalam seminggu.
b. Lailatul ijtima’ (yasinan, zikir dan solawatan) yang diketuai langsung
oleh ust. Mursyid yang dilaksanakan bergiliran di rumah-rumah warga,
khususnya di dusun petanggak atau lembak.
c. Peringatan hari-hari besar Islam.
d. TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an).47
Kesadaran masyarakat Desa Dakung akan pentingnya
melaksanakan ajaran agama Islam masih sangat kental. Terbukti dengan
adanya keikutsertaan masyarakat dalam kelompok-kelompok pengajian
maupun majlis-majlis taklim lainnya dan kegiatan-kegiatan tersebut rutin
dilaksanakan di masjid dan musholla yang ada di wilayah Desa Dakung.
5. Keadaan Sosial
a. Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam
kehidupan baik dalam kehidupan sosial, ekonomi, maupun dalam
kehidupan beragama. Pendidikan merupakan sarana yang penting
untuk meningkatkan pengetahuan, selanjutnya pendidikan juga dapat
dijadikan sarana untuk mencapai tujuan hidup di dunia ini maupun di
akhirat.
47 Pengamatan yang langsung dilihat oleh peneliti.
41
Masyarakat Desa Dakung menyadari bahwa pendidikan
sangatlah penting. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya sekolah-
sekolah yang didirikan meskipun belum ada sekolah yang tingkat
tinggi seperti perguruan tinggi dan sekolah menengah atas. Hal ini
dikarenakan, letak Desa Dakung yang masih sangat pedalaman dan
masih sangat muda, tahun 2011 melakukan pemekaran. Ini dapat
dilihat dari tebel di bawah ini.
Table 1.4
Lembaga Pendidikan48
Nama Status swasta Negeri Jumlah
TK Formal 2 1 3
SD/sederajat Formal 1 1 2
SMP/sederajat Formal - 1 1
Data pendidikan yang saya peroleh dari desa, bahwa
masyarakat Desa Dakung tercatat yang tidak tamat SD berjumlah 412
orang, tamat SD/SLTP berjumlah 794 orang, tamat SLTA atau
sederajat berjumlah 178 orang dan tamat PTN yaitu 24 orang. Dapat
dilihat dari table di bawah ini. 49
48 Samsul Hadi (Kaur Umum), Wawancara, Desa Dakung, 02 Februari 2016.49 Mutiara (Kaur Kesra), Wawancara, Desa Dakung, 03 Februari 2016.
42
Table 1.5
Data pendidikan tahun 2015-2016.No Sekolah Jumlah
1 SD – SLTP 794 Orang
2 SLTA/ sederajat 178 Orang
3 PTN 24 Orang
4 Tidak tamat SD 412 Orang
b. Angkatan Kerja
Ketersediaan tenaga kerja dapat dilihat dari jumlah penduduk
menurut klasifikasi umur. Kurangnya ketersediaan lapangan kerja
menyebabkan banyaknya pengangguran. Hal ini menurut masyarakat
Dakung untuk mencari kerja ke luar daerah dan tidak jarang mencari
pencaharian di luar negeri menjadi TKI. Utamanya kalangan muda.
Namun sebagian besar bekerja di non formal, mengandalkan fisik.
Pada umumnya masyarakat pedesaan lebih banyak angkatan kerja
berusia lanjut sehingga proses pembangunan sedikit mengalami
kendala. Hal itu dikarenakan potensi-potensi yang ada memiliki
keahlian banyak yang memilih keluar dari desa, bahkan kencenderugan
untuk enggan tinggal di pedesaan.
6. Badan Pemerintahan Desa Dakung
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-
batas wilayah yang kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat
43
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
kesatuan republik Indonesia.
Adapun struktur pemerintahan Desa Dakung sebagaimana terdapat
di bawah ini :
STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAHAN DESA DAKUNGKECAMATAN PRAYA TENGAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH
KEPALA DESA
H.L.HUSNUL MIZAN
SEKDES
MUH. YASIN
KAUR PEMERINTAH
L.WILDAN KURNIA
KAUR EKBANG
NURTAJALLI
KAUR KESRA KAUR UMUM
MUTIARA SAMSUL HADI
KAUR KEUANGAN
KEPALA DUSUN
DAKUNG
H.SUAEB
BATU TEPONG I
ZAINAL
NUNGGAL I NUNGGAL II
LALU SUBKILALU MIASIL
PETANGGAK
RUSMAN
BATU TEPONG
IIH. M. AMIR
BATU SANTEK
NURUDIN
MONTONG
SEBIEH. NURSIM
MONTONG
WARUJUMDAN
RAJAB
44
B. Praktik Pengucapan Talak Tiga Sekaligus Masyarakat di Desa Dakung
Kecamatan Praya Tengah
Pengucapan talak tiga sekaligus di masyarakat beragam cara, namun
maksudnya sama yaitu langsung habis sekaligus. Ini berdasarkan hasil
wawancara dengan masyarakat yang pernah melakukan pengucapan talak tiga
sekaligus yaitu pasangan suami istri atas nama Muslim dan Suhar.
Mengucap talak dengan gurauan/bercanda tanpa niat betul-betul
bercerai, mengucapkannya tidak di depan istri tetapi di depan temannya.
Muslim mengucapkan, bahwa aku telah mentalak istriku, dengan nada
tertawa, teman Muslim yang mendengar perkataan cerai ini tidak langsung
memberitahu istri atau masyarakat. Muslim pun pergi ke Malaysia, seiring
berjalannya waktu, teman Muslim ini pun memberitahu istri Muslim karena
tidak berani menahan sendiri dan sudah mendapat pembelajaran di sekolah
bahwa mengucapkan talak dengan gurauan/bercanda sudah jatuh. Maka teman
Muslim ini pun langsung memberitahu istri dan ayah istrinya (mertua
Muslim).
Mendengar hal tersebut, mertua Muslim dan masyarakat menjatuhkan
talak tiga sekaligus dengan alasan bahwa meskipun dia tidak mengucapkan
jumlah talak satu, dua atau tiga. Ia telah jatuh talak tiga dengan alasan bahwa
lamanya istri dan masyarakat tahu bahwa ia telah ditalak dan dia tidak pernah
mengucapkan rujuk, sehingga masyarakat menjatuhkan talak tiga sekaligus.
Pada penuturan Muslim yang bisa peneliti tangkap bahwa dia tidak
betul-betul mentalak istrinya, tidak dari niatnya. Karena masih tidak tahu
45
menahu mengenai aturan talak yang meskipun diucapkan dengan nada
gurauan pun akan jatuh berdasarkan fikih klasik. Dengan demikian, pantaslah
masyarakat terutama mertua Muslim menganggap dia telah menceraikan
istrinya dan tidak mengatakan kata ruju’ langsung sehingga dihitung langsung
talak yang habis masa iddahnya. Karena masih sayang dan tetap ingin
mempertahankan rumah tangganya Muslimpun ingin kembali. Tetapi aturan
yang dipahami oleh masyarakat bahwa istrinya harus menikah dahulu dengan
orang lain baru dia bisa melakukan akad yang baru dengan istrinya setelah
istrinya diceraikan. 50
Adapun tanggapan dari istrinya Muslim, bahwa dia tidak tahu kalau
dirinya telah diceraikan oleh suaminya dan tidak percaya dengan hal tersebut
karena tidak mendengar secara langsung dari suaminya, apalagi dia dikatakan
bahwa telah diceraikan dengan talak yang habis sekaligus, jika ingin kembali
harus melalui Muhalli (menikah dengan orang lain dan diceraikan). Meskipun
dia bersikeras memberikan pemahaman kepada ayahnya bahwa pengucapan
talak harus di depan sidang dan betul-betul niat, dan juga talak tiga yang
sekaligus itu akan dihitung satu tidak seperti apa yang masyarakat dan
ayahnya pahami selama ini. Meskipun begitu ayahnya dan masyarakat tetap
bersikeras, kalau tidak mengikuti aturan yang memang telah ada dalam fikih
maka dia tidak diperbolehkan tinggal kembali dengan keluarganya, dengan
terpaksa Suharni terima hal tersebut. 51
50 Muslim, Wawancara, Desa Dakung, 05 Februari 2016.51 Suharni, Wawancara, Desa Dakung, 05 Februari 2016.
46
Dalam berkeluarga tidak akan pernah berjalan dengan mulus, pasti
akan ada cobaan. Apakah cobaan itu berbentuk bosan ataupun seseorang
berbuat iri kepada keluarga baru kita. Istilah yang ada dalam sasak yaitu sering
disebut dengan guna-guna. Hal inilah yang dialami oleh pasangan suami istri
Zulkarnaen dengan Anjas.
Sesuai dengan yang dituturkan oleh Zulkarnaen selaku suami dari
Anjas bahwa dia tidak tahu kenapa dirinya bisa benci jika dekat dengan
istrinya. Sebelum berangkat ke Bali untuk bekerja dia bercerita kepada ibunya
tentang hal yang dialaminya dengan istrinya dan meminta ibunya untuk
mencarikan obat supaya tidak berlarut dan tidak terlalu dalam kebenciannya
sama istrinya jika sedang bersamanya. Tidak hanya hal tersebut, bila dia jauh
pun serasa dia Anjas bukanlah istrinya. Sehingga sepulang dari Bali dia tidak
langsung pulang melainkan bergegas ke rumah kadusnya untuk melepaskan
kata talak tiga sekaligus. 52
Kadus “saya heran, kenapa tidak ditinggalkan satu saja, saya tanya dia,
tetapi dia diam saja”53
Ketika melakukan wawancara dengan Anjas, bahwa dirinya melihat
suaminya pulang, tetapi tidak langsung ke rumahnya melainkan ke rumah
kadus yang kebetulan rumah kadus tidak jauh dari rumahnya. Beribu Tanya
dalam hatinya kenapa tidak langsung pulang ke rumah melainkan dia,
suaminya ke rumah kadus. Mengetahui suaminya pulang dia tentu saja
menyiapkan makanan dan menyambut suaminya dengan ramah tamah
52 Zulkarnaen, Wawancara, Desa Dakung, 20 Januari 2016.53 Rusnawan (Kadus Petanggak), Wawancara, Desa Dakung, 20 Januari 2016.
47
tentunya dengan polesan dan dandanan yang cantik, tetapi sesampainya di
rumah, suaminya mengatakan bahwa dia telah melepaskan kata talak yang
habis sekaligus. Mendengar hal tersebut, Anjas langsung menangis dan pulang
ke rumah orang tuanya tanpa harus bertanya apa salahnya sehingga dia
diceraikan.54
Hal demikian juga dijumpai oleh masyarakat yang bernama Amaq
Murne, dia menceraikan istrinya langsung talak tiga sekaligus dengan ucapan:
“olek wah to, kemerik engatm seangm, yak sembihn” (pulangsudah sana, saya benci melihatmu, saya ceraikan kamu denganmenghabiskannya”“anuk nde’ taon dirik kembek ucapang kene menu, muk dengahelek dengan anuk tetoat’k, adek hak merikn, badek ja ie ampungkhak merik nangke senu, muk ye ampungk ucapang seang nu,inggas nu muk kenyesel’k marak lemak aru, sampai-sampai onesnne kelakangk empak masihn tersise, ye muk kandok muk osap, sikhak nyesel lalok. yak petulakn, masyarakat kene wah bih ndeknkanggok, harus antihn merarik kance dengan juluk. Samapai nanimasih kance dengan lain, berembe yak ntak tulak anuk ndekn manteseang (saya tidak tahu diri kalau saya ucapkan talak, dengar-dengar dari tetangga saya diguna-guna biar saya membenci dia,mungkin benar, karena saat itu saya benci sekali dengannya,sehingga saya ucapkan talak itu, setelah itu saya baru menyesalsampai-sampai bekas ikan yang dia masak kemarin sebelum sayaucapkan kata cerai itu saya makan dan jilat bekasnya sakingmenyesalnya ucapkan kata talak, saya mau balikin (ruju’)masyarakat bilang sudah habis, tidak boleh dirujuk lagi kecualisetelah dia menikah dan cerai dengan mantan suami setelahsaya).55
Selain itu juga pelaku talak tiga yaitu Herianto Menjatuhkan talak tiga
dengan ucapan “seang talak telu”. Karena menurutnya, istrinya ini nusyuz,
selingkuh dengan orang lain dan dia pernah menegur, memberikan nasihat
kepada istrinya, tetapi tetap tidak mau berubah sehingga Bapak Herianto
54 Anjas, Wawancara, Desa Dakung, 23 Januari 2016.55 Amaq Murne, Wawancara, Desa Dakung, 04 Februari 2016.
48
langsung mengatakan seang talak telu, dengan alasan untuk apa
mempertahankan orang yang nusyuz. Setelah itu langsung memberitahu
masyarakat bahwa dia telah mentalak tiga secara sekaligus istrinya.56
Bahtera rumah tangga, tidak akan selalu berjalan tenang, akan dicoba
dengan kebosanan dan perasaan sudah tidak cocok lagi, hal demikian yang
dialami oleh pasangan suami istri Munifah dan Sama. Karena menurut Sama
suami Munifah dia sudah tidak merasa cocok dan nyaman dengan istrinya,
mau mempertahankannya takut berbuat salah bila harus serumah dengan dia,
karena di mata Sama apapun yang dilakukan oleh Munifah selalu salah dari
pada begitu lebih baik mengakhiri rumah tangga dengan mengatakan seang
talak telu.57
Sedangkan menurut Munifah dia diceraikan karena suaminya si Sama
telah menemukan orang lain yang lebih baik dari dirinya, mengetahui
suaminya selingkuh dan mengatakan telah mencerikan dirinya dengan talak
tiga sekaligus, mau tidak mau Munifah harus terima karena posisinya sebagai
perempuan yang harus menerima apa yang dikatakan oleh suami.58
Kepercayaan dalam rumah tangga sangat dibutuhkan, apalagi jarak
suami dan istri berjauhan. Jika kepercayaan itu tidak ada, maka rumah tangga
cepat akan berpisah karena fitnah dari sekeliling kita yang merupakan cobaan
dalam rumah tangga. Hal demikian yang dialami oleh Yohanis dengan mantan
suaminya, karena mertua yang tidak suka dengan dirinya, dari rumah
memberitahu anaknya kalu istrinya tidak bisa berbuat baik ke dia. Dari
56 Herianto, Wawancara, Desa Dakung, 07 Februari 2016.57 Sama’, Wawancara, Desa Dakung, 06 Februari 2016.58 Munifah, Wawancara, Desa Dakung, 07 Februari 2016.
49
Malaysia Yohanis ditelpon suaminya bahwa dia ingin membayar hutangnya
yang dahulu, Yohanis bingung dengan perkataan suaminya yang mengatakan
hutang ke dirinya, hutang yang mana, Tanya dirinya. Ternyata maksudnya
maskawin, setelah memberikan maskawin yang masih dihutangnya kemudian
Yohanis diceraikan habis talak tiga, karena aturan yang ada bahwa kalau
sudah diceraikan apalagi talak tiga sekaligus maka harus pulang dan tidak bisa
kembali lagi ke dia.59
Sama halnya dengan Ki Agus Ahmad, yang ibunya tidak suka dengan
istrinya, hanya saja dia tidak jauh dari istrinya sebagaimana yang dia tuturkan
dibawah ini:
“nangke hak beseang kance nie nu, anuk nden arak idapn. Sengakndengan hak muk kangen gati laguk sengakne dengan toak tiyang ndknesuke lek nie, tesuruk doang beseang. Daripaden bilang jelon ndek salingkewak dengan toak kance seninen, lebih baik patikn dengan toak nu. Muklepas kate talak terus lewat dengan lain ndekne elek julun senineng. Munelek julun nie ja ndek sanggup. Sampe nani dwang masih kangen timakhak wah merarik kance dengan lain (pas cerai dengan istri saya itu, sayamerasa tidak hidup, karena saya sangat menyayanginya tetapi orang tuatidak suka dengan dia, ibu menyuruh saya untuk cerai, cerai dan cerai.Dari pada setiap hari ibu memarahi dan bertengkar denga istri saya.akhirnya saya memilih untuk mengabulkan keinginan ibu untuk berceraidengannya. Saya ucapkan talak lewat orang lain tidak di depan istri sayakarena merasa tidak tega jika mengucapkannya di depannya).60
Saya Tanya talak berapa ini? Saya habisin talak tiga, meskipun saya
rujuk lagi ibu tetap tidak akan suka dengan dia. Begitulah penuturan
Najamudin yang menjadi tempat Ki Agus Ahmad melepaskan kata talak dan
menyuruhnya untuk disampaikan ke istrinya.61
59 Yohanis, Wawancara, Desa Dakung, 08 Februari 2016.60 Ki Agus Ahmad, Wawancara, Desa Dakung, 08 Februari 2016.61 Najamuddin, Wawancara, Desa Dakung , 09 Februari 2016.
50
Sementara Mashur, karena istrinya meninggalkan dia tanpa
sepengetahuannya. Sudah mencari ke mana-mana, dan menganggap istrinya
Nusyuz, maka dia mentalak istrinya meskipun tidak langsung talak tiga secara
nyata, hanya dalam niatnya saja ingin menghabiskannya, tetapi dia takut Allah
membolak balikkan hatinya, dan ingin kembali. sementara kalau diucapkan
sekaligus dan menurutnya jatuh tiga dan ingin kembali ke istrinya jelas dia
harus nunggu istrinya diceraikan dahulu. Hal demikianlah yang dia tidak mau,
sehingga mengucapkan talak satu meskipun niatnya ingin menghabiskannya.62
Tidak semua dari masyarakat mau menerima ketentuan yang telah
tertanam dari dahulu sampai sekarang, begitu juga dengan aturan mengenai
talak tiga sekaligus ini. Hal ini berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan
bahwa Amaq Jung panggilannya, dia memang menceraikan istrinya dengan
makna talak tiga sekaligus.
“sepulang dari sawah saya dan istri sangat capek, dan istri saya tidak
tahu pada waktu itu, apa yang dia tidak mau kerjakan langsung saya marah
dan saya ucapkan pulang sudah kamu ke rumah orang tuamu dan jangan
kembali lagi, tidak ada niat sama sekali untuk menjatuhkan talak, dan selepas
saya mengucapkan demikian saya baru sadar dengan ucapan saya”63
Melihat pernyataan yang diutarakan oleh Amaq Jung di atas pantas
saja dia berusaha untuk mempertahankan pernikahannya dan melapor ke orang
yang lebih tahu bahwa dirinya tidak berniat mentalak istrinya, jika masyarakat
menghukumi jatuh talak tiga, maka dia tidak mengakuinya dan berusaha untuk
62 Mashur, Wawancara, Desa Dakung, 10 Februari 2016.
51
mencari bagaimana pemahaman masyarakat bisa berubah dengan bertanya ke
beberapa tuan guru dan pergi ke pengadilan. Menurut dia bahwa penjatuhan
talak yang tidak dengan benar-benar niat maka tidak jatuh serta bukan
termasuk talak tiga jika masyarakat sekitarnya menganggap telah jatuh talak
tiga. 64
C. Konsep Kompilasi Hukum Islam (KHI) Mengenai Pengucapan Talak
Tiga Sekaligus
Pengucapan talak memang tidak diatur secara khusus baik dalam
undang-undang (UU) maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), tetapi
secara umumnya saja. Karena UU No. 1 tahun 1974 dan kompilasi hukum
Islam (KHI) tidak mengatur mengenai pengucapan talak tiga, yang diatur yaitu
mengenai talak itu harus di depan hakim di pengadilan agama dan hakim akan
memberikan putusan talak raj’i. Meskipun suami atau masyarakat
menginginkan talak tiga sekaligus tetapi tetap akan dikasih talak raji’i ini
berdasarkan wawancara dengan mantan hakim PA bahwa alasan hakim tidak
bisa memberikan putusan jatuh talak tiga sekaligus jika suami ingin langsung
talak tiga sekaligus karena:
“Hakim mengambil pendapat yang menyatakan bahwa talak tiga ituadalah talak yang dilakukan tiga kali secara bertahap ini pendapatsalah satu imam madzhab, jadi setiap orang yang menceraikan istrinyatalak dua, tiga atau talak 1000 kalau diucapkan dalam cerai yangpertama maka tetap akan dihitung talak 1”65.
Hal senada juga dituturkan oleh hakim pengadilan agama Praya yang
mengatakan :
64 Amaq Jung, Wawancara, Desa Dakung, 29 Juni 2016.65Abdullah Mustafa (Mantan Hakim), Wawancara, Mataram, 11 Februari 2016.
52
“keputusan hakim yang menjatuhkan talak satu itu untukkemaslahatan, jika suatu waktu mereka berubah rasa dan ingin kembalikan mesti melalui muhallil, itu sama saja dengan berbohong. Dulu sajaada suami yang melopor, bahwa dia telah mengatakan talak tiga, danmasyarakat tidak menerima, suami ini membawa perkaranya kepengadilan, dan kita bermusyawarah. Akhirnya tokoh Agama,masyarakat, dan orang tua perempuan menerima, bahwa talak itubertahap bukan yang dijatuhkan sekaligus”66
Jika kita lihat kemaslahatan yang didapatkan dari aturan undang-
undang lebih baik dari pada apa yang berkembang di masyarakat. Hal ini
sesuai dengan penuturan, seorang Panitra pengganti.
“kalau masyarakat yang bercerai di depan pengadilan, istri mendapatapa yang menajdi haknya seperti, nafkah iddah, mut’ah dan apa yangmenjadi haknya, karena kenapa? setelah suami mengucapkan ikrartalak di depan hakim, maka suami harus langsung memberikannya.Sementara yang terjadi di luarkan tidak”67
Alasan mengapa hakim bisa menjatuhkan talak tiga sekaligus jatuh
talak satu tidak terlepas dari aturan yang memang sudah ditetapkan dan
diberlakukan di Indonesia, karena melihat dari dampak yang timbul dari talak
tiga sekaligus yang dihukum jatuh talak tiga maka hak-hak perempuan banyak
yang tidak terpenuhi, para perempuan dicammpakan dan terzolimi serta
bertujuan untuk menegakkan keadilan, agar baik dari suami maupun istri tidak
ada yang diuntung dan dirugikan.
Adapun latar belakang talak tiga sekaligus yang dihitung satu di
Pengadilan Agama tidak terlepas dari perjalanan sejarah dan kondisi saat ini,
yang di mana situasi dan kondisi saat ini berbeda dengan zaman nabi, saat ini
hanya nafsu semata yang main berbeda dengan dahulu yang rata-rata taat
66 Ali Muchdor (Hakim Pengadilan Agama Praya), Wawancara, Praya, 24 Februari 2016.67 Mar’i (Panitera Pengganti), Wawancara, Praya, 28 Maret 2016.
53
dengan ketentuan al-Qur’an dan hadist karena nabi masih hidup. Bukan hanya
itu saja kita sebagai hakim harus melihat manfaat dan kepastian hukum yang
terdapat dalam perkara tersebut. Aturan yang ditetapkan di Indonesia bukan
hanya mengambil dari satu madzhab saja, misalnya pemahaman masyarakat
yang mengatakan bahwa karena madzhab safi’i yang mengatakan satu, kita
tidak memakai madzhab syafi’i akan tetapi yang menjadi pedoman Pengadilan
Agama adalah yang ada di kompilasi hukum Islam, yang di mana aturan yang
terdapat dalam KHI itu mencakup tiga belas kitab, dari tiga belas kitab
tersebut kita ambil mana yang mengandung kemaslahatan dan sesuai dengan
kondisi dan situasi di Indonesia.
Sementara usaha yang dilakukan oleh pemerintah khususnya
pengadilan dalam memberikan pencerahan kepada masyarakat agar
masyarakat mau mengakui bahwa talak tiga sekaligus itu jatuh satu dan tidak
menganggap aturan yang dibuat oleh pemerinatah hanya mengikuti ibnu
Taimiyah dan syiah Imamiah yaitu dengan mengadakan penyuluhan hukum
dari Pemda (pemerintah daerah) yang berkerjasama dengan pengadilan agama
dilakukan lima sampai enam kali dalam setahun kepada masyarakat.68
D. Respon Masyarakat Desa Dakung terhadap Penerapan Pasal 120 KHI
tentang Pengucapan Talak Tiga Sekaligus
Berdasarkan dengan praktik pengucapan talak tiga secara sekaligus
yang terjadi di masyarakat, selanjutnya bagaimana tanggapan dari masyarakat
mengenai hal tersebut, karena kita ketahui masyarakat yang kuat dari fikih
68 Samad Harianto, Wawancara, Praya, 30 Juni 2016.
54
klasik dan tidak tahu aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Yang pertama
penulis meminta tanggapan masyarakat yang bernama Lalu Padli.
“Tanggapan saya terhadap penerapan kompilasi ini mengenai talaktiga sekaligus yang pengadilan tetap menjatuhkan satu yaitu saya tidaksetuju dengan alasan :a. Adat merupakan aturan
Bahwa adat kita di Lombok ini kan sudah dari dahulu diajarkanjika seorang suami menjatuhkan talak tiga dengan ucapan sekaligusmaka akan jatuh, sehingga sulit sekali untuk bisa menerima bahwapengucapan talak tiga sekaligus itu dihitung jatuh satu.
b. MempermainkanAlasan yang kedua yaitu agak mempermainkan ucapan talak itu,
akan sewenang-wenangnya masyarakat mengucapkan seribu kali talaktapi akan jatuh satu.
c. Lombok disebut sebagai pulau seribu masjid yang jelas sudah kuatnilai-nilai agama. Fanatik dengan aturan yang memang sudahditentukan dari dahulu.”69
Sementara yang kedua, yaitu kepala Desa Dakung, Adapun
tanggapannya terhadap penerapan kompilasi hukum Islam yaitu: Bahwa dia
setuju karena aturan yang diterapkan dalam undang-undang diambil dari
aturan-aturan al-Qur’an dan sunnah serta pendapat-pendapat para imam
madzhab. Ucapan talak tiga yang dikatakan dalam al-Qur’an itu, bahwa
dikatakan talak tiga, jika ucapan talak tiga itu diucapkan bertahap tidak
diucapkan satu waktu.70
Tanggapan dari Bapak kepala Desa Dakung, bahwa dia setuju dengan
aturan yang diterapkan oleh pemerintah, hal demikian juga diungkapkan oleh
Muhammad Saleh Sopyan yang Setuju, dengan alasan bahwa aturan yang
dibuat oleh pemerintah untuk kemaslahatan. Karena hukum itu dibuat supaya
bagaimana masyarakat menjadi tentram dan damai. Jika aturan itu
69 L. Padli, Wawancara, Desa Dakung, 20 Februari 2016.70 H. Lalu Husnul Mizan (kades Desa Dakung), Wawancara, Desa Dakung, 08 Februari
2016.
55
mengandung kemaslahatan, tentu akan berdampak baik kepada masyarakat.
Bagaimana tidak kita tidak menyetujuinya, dari pada talak yang diucapkan di
luar pengadilan dengan langsung menjatuhkan talak tiga, dan tidak melihat
unsur-unsur serta sebab-sebab menjatuhkan talak. Semau-maunya suami
menjatuhkan talak. Jika talak sekaligus, kita tidak tahu hati ini dibolak
balikkan sehingga ingin kembali lagi.”71
Sementara tanggapan dari pihak perempuan bernama Mutiara yang
Setuju, dengan alasan merupakan bentuk perhatian pemerintah kepada
masyarakat, sehingga kita sebagai masyarakat harus mematuhi peraturan yang
telah dibuat. Taat kepada ululamri berarti kita juga menaati Allah dan
RasulNya”.72
Berbeda halnya tanggapan yang diberikan oleh Muhammad Ismail
terhadap Penerapan undang-undang mengenai talak tiga sekaligus yang tidak
bisa dikabulkan dan kurang setuju dengan hal tersebut.
Jika masyarakat atau suami telah mengucapkan talak tiga maka jatuhtalak tiga dengan alasan bahwa kita itu berpegang teguh pada MadzhabSyafii. Bahwa madzhab Syafii mengatakan jatuh talak tiga jikadiucapkan tiga sekaligus, bukan hanya Imam Syafii yang mengatakanhal demikian, tetapi Imam Maliki, Hanafi dan Hambali jugamengatakan yang demikian. Jika di dalam undang-undang memberikankeputusan jatuh talak satu, maka itu menganut pendapat IbnuTaimiyyah.” 73
Sementara kita lihat pendapat yang diutarakan oleh Ust. Mursyid
selaku tokoh agama dan sekaligus sebagai tokoh adat di Dusun Petanggak
yaitu:
71 Muhammad Saleh Sopyan, Wawancara, Semarang, 27 Februari 2016.72 Mutiara, Wawancara, Desa Dakung, 28 Februari 2016.73 Muhammad Ismail, Wawancara, Desa Dakung, 05 Maret 2016.
56
“talak tiga yang diucapkan secara langsung, yang mengatakan bahwa“aku talak telu kamu” dalam satu waktu dan satu lafadz, maka akanjatuh talak tiga. Ibarat kita dikasih batu tiga, yang kita genggam danmelemparkannya dalam satu waktu. Maka batu tersebut akan habis, dantidak akan tersisa. Itulah ibarat talak tiga sekaligus. Sehinggakesimpulan saya bahwa penerapan kompilasi hukum Islam itu sayakurang setuju, karena menyalahi aturan-aturan yang ada dalam al-Qur’an dan kitab-kitab fikih. Talak tiga sekaligus yang dihitung satu itumerupakan pendapat Ibnu Taimiyyah, yang dahulu sebenarnyaIndonesia tidak menggunakannya, tetapi tidak tau kenapa sekarang ituyang dipakai. Kalau saya tetap mengatakan jatuh talak tiga. Dan setujujika pemerintah ini menerapkan bahwa pengucapan talak harus di depansidang, tetapi jika masyarakat telah mengatakan bahwa ia mentalak tigaistrinya maka para hakim sebaiknya menggunkan jatuh talak tiga.74
Dari tokoh agama dan adat di atas tidak setuju dengan ketentuan yang
menyatakan bahwa talak tiga sekaligus jatuh atau dihitung satu, tetapi
bagaimana dengan pendapat ataupun tanggapan dari masyarakat selaku
mantan P3NTR yang bernama Adzhar:
Meskipun saya sebagai mantan P3NTR, jika mengenai talak tigasekaligus, saya mengatakan jatuh talak tiga, dan untuk tanggapan sayaterhadap penerapan Kompilasi Hukum Islam, saya terima, meskipunkurang setuju jika para hakim harus memutuskan bahwa talak tigasekaligus itu dijatuhkan talak satu. Untuk penerapan undang-undangyang di mana bahwa talak itu harus di depan hakim. Itu aturanpemerintah yang baik, karena melihat akibat yang baik yang akanberdampak kepada masyarakat. Karena sudah belajar dan sedikit tahubahwa pengucapan talak tiga sekaligus yang ada di dalam kitab dihitungjatuh talak tiga, maka itu yang saya pegang. Untuk urusan pemerintah,dan para hakim yang menjatuhkan jatuh talak satu, kita sebagai rakyatharus ikut karena memang harus patuh pada ulul amri, meskipunkurang setuju.75
Pendapat dari Kurniati, yang sebagai masyarakat tidak tahu aturan-aturan
yang dibuat oleh pemerintah, yaitu:
“Saya tidak tahu kalau ada aturan yang demikian, jika itu yang terbaikbagi perempuan setuju sekali. Tetapi sulit sekali untuk menerima karena
74 Ustd Mursyid, Wawancara, Desa Dakung, 06 Maret 2016.75 Akhyar, Wawancara, Desa Dakung, 13 Maret 2016.
57
sudah tertanam dari dahulu bahwa aturan talak jika diucapkan tiga,maka akan jatuh tiga. Jika demikian yang terjadi dengan saya, sayatidak bisa mengatakan bahwa jatuh satu, merasa berdosa. Tetap akanmengatakan jatuh tiga.”76
Hal senada juga diungkapkan oleh Nurul Hasanah,
“ite hak ndk taon ape-ape ja, laguk anuk what dengah-dengah lekdengan toak-toak ni mun kene seang langsung telu jatuh unin, ye nohmut kawih, laguk yakt patik pemerintah doang sengakn anuk butuht,mukt ndk juk pengadilan kan ndkt yak terunguk surat hak lain-lain,sehingga setuju doang. Laguk tetep endekt bani, mukt yak aku taokn,tetep yak kene jatuh telu. (kalau kita sih tidak tahu apa-apa, tapi pernahsaya dengar di orang tua jika sebut talak 3 sekaligus maka akan jatuhtiga, berarti itu yang kita pakai. Meskipun begitu tetap kita taatipemerintah karena kita butuh, kalau kita tidak lewat pengadilan kitatidak dianggap dan diurus keperluan yang lain, tetapi tetap saya tidakberani, jika saya yang mengalami, saya tetap akan menjatuhkan tiga”77
Adapun tanggapan terakhir dari hasil wawancara penulis dengan
masyarakat di Desa Dakung atas nama, Najamuddin yang mengatakan Bahwa
dia kurang setuju karena dari dahulu menurutnya kita sudah diajarkan dan
mendengar dari kitab, ustad, dan tuan Guru. Yang Mengajarkan bahwa talak
dengan gurauan atau tidak tetap jatuh, apalagi dengan benar-benar talak dan
mengatakan/menyebutkan bilangannya yaitu tiga sekaligus”78
Aturan talak tiga sekaligus yang masih diperdebatkan, apakah jatuh talaksatu atau tiga. “Jika kita akan mengatakan jatuh talak tiga sebenarnyamenyalahi aturan yang ada di dalam al-Qur’an karena al-Qur’an memberikankesempatan untuk bercerai selama tiga tahap, sehingga kesimpulannya sayakurang setuju jiga akan dihitung tiga sekaligus, melihat dampak dari ucapanyang kita tidak berniat untuk menceraikan mulai dari berpisah dengan istri,anak terlantar dan harus melakukan muhallil untuk bisa kembali dengan istrikita”79
Sama halnya dengan tanggapan dari Juni Ahmad ketika peneliti meminta
tanggapannya, bahwa dia sebenarnya tidak setuju jika talak tiga sekaligus itu
76 Kurniati, Wawancara, Desa Dakung, 13 Maret 2016.77 Nurul Hasanah, Wawancara, Desa Dakung, 20 Maret 2016.78 Najamuddin, Wawancara, Desa Dakung, 28 Februari 2016.79 Rizal, Wawancara, Desa Dakung, 04 Juli 2016.
58
dihitung tiga, namun tetap harus mengikuti aturan yang memang telah
berkembang di masyarakat khususnya di Desa Dakung ini, karena kenapa jika
masyarakat telah mengatakan engkau saya talak tiga, pulanglah ! maka akan
jatuh tiga. Bila kita mengakatan jatuh satu maka sama seperti kita diibaratkan
dengan menjilat ludah kita, dikatakan tidak ada perempuan selain dia, mau
tidak mau harus mengikuti”80
Berbeda dari tanggapan di atas, tanggapan dari Rafii, dia masih tetap
mengikuti dan mengakui aturan yang memang telah ada dari dahulu karena
memang sudah tertanam, jika mengatakan talak tiga tentu akan jatuh tiga,
karena ucapan itu kita tidak bisa mencabutnya kembali.81
Sama halnya dengan pendapat dari Rakmah dan Sarifah ketika peneliti
meminta tanggapannya mengenai pengucapan talak tiga sekaligus yang
mengatakan jatuh tiga dengan alasan sudah tertanam dan mengikuti aturan
yang ada di masyarakat, mau mengakui dan memakai aturan yang baru-baru
berlaku yang mengatakan jatuh satu, maka pandangan dari masyarakat sekitar
tentu akan banyak omongan dan sindiran.82
80 Juni, Wawancara, Desa Dakung, 05 Juli 2016.81 Rafi’i, Wawancara, Desa Dakung, 05 Juli 2016.82 Rakmah dan Sarifah, Wawancara, Desa Dakung, 08 Juli 2016.
59
BAB III
PEMBAHASAN
A. Analisis Konsep Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang PengucapanTalak Tiga Sekaligus
Talak merupakan perbuatan yang halal tetapi sangat dibenci oleh Allah.
Rumah tangga memang tidak akan pernah selalu mulus, pasti akan ditimpa
dengan lika liku, jika lika-liku tersebut tidak mampu untuk dilewati maka akan
berakhir dengan perpisahan yang biasa disebut dengan kata talak.
Sebagaimana hasil temuan penulis yang telah teurai pada bab
sebelumnya terkait dengan praktik pengucapan dan respon terhadap talak tiga
sekaligus masyarakat Desa Dakung bahwa masyarakat Desa Dakung memang
tetap menjatuhkan talak tiga dengan alasan karena dari aturan al-Qur’an dan
hadist memang begitu yang telah ditentukan.
Menurut undang-undang no. 1 tahun 1974 dalam bab VIII tentang
putusnya perkawinan serta akibatnya, pasal 38 menegaskan bahwa perkawinan
serta akibatnya, pasal 38 menegaskan bahwa perkawinan dapat putus karena:
(a) kematian; (b) perceraian; (c) atas keputusan pengadilan.
Dalam pasal 39 UU no. 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa:
1. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah
pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak;
2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami-
istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami-istri;
58
60
3. Tatacara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturan
perundang-undangan tersendiri.83
Dalam kompilasi hukum Islam disebutkan juga pada bab XVI bagian
kesat pasal 115 “perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan
agama setelah pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak”84
Selain rumusan hukum dalam undang-undang perkawinan tersebut,
pasal 113 sampai dengan pasal 162 KHI merumuskan garis hukum yang lebih
rinci mengenai sebab-sebab terjadinya perceraian, tatacara, dan akibat
hukumnya. Sebagai contoh pasal 113 KHI sama dengan pasal 38 UU No. 1
Tahun 1974. Pasal 114 mengenai putusnya perkawinan yang disebabkan oleh
perceraian maka dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan
perceraian. Pasal 115 KHI mempertegas bunyi pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974
yang sesuai dengan konsern KHI, yaitu untuk orang Islam: perceraian hanya
dapat dilakukan di depan sidang pengadilan agama setelah pengadilan agama
tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.85
Meskipun dalam UU No. 1 Tahun 1974 tidak menyebutkan bagaimana
pengucapan talak dan jenis talak, tetapi dalam KHI hal tersebut disebutkan
sebagaimana tertera dalam “Pasal 118: “talak raj’i adalah talak kesatu atau
kedua, dimana suami berhak rujuk selama istri dalam masa iddah”.
83 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraanrepublik Indonesia dan undang-undang republik Indonesia nomor 1 tahun 1974 tentangperkawinan (Surabaya: kesindo Utama, 2006), h. 54.
84 Kompilasi Hukum Islam ( KHI), permata Pres, h. 35.85 H. Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.
74.
61
Selain itu juga pasal 119 berisi:
1. Talak bain sughra adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad
nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah.
2. Talak bain sughra sebagaimana tersebut pada ayat (1) adalah :
a. Talak yang terjadi qabla al dukhul
b. Talak dengan tebusan atau khuluk
c. Talak yang dijatuhkan oleh pengadilan agama.86
Adapaun yang dikatakan sebagai talak bain kubra, yaitu talak yang
dijatuhkan ketiga kali, hal tersebut sebagaimana terdapat dalam KHI pada
pasal 120 sebagai berikut:
Talak Ba’in Kubra adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak
jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali
apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri, menikah dengan orang
lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da al dukhul dan habis masa
iddahnya.87
Dari bunyi pasal 120 KHI di atas, penulis menyimpulkan bahwa yang
dikatakan talak bain tiga yaitu talak yang diucapkan satu di pengadilan agama
kemudian rujuk, cerai kedua dan kembali lagi sampai habis yang ketiga yang
diikrarkan di depan sidang pengadilan agama. Dalam kompilasi hukum Islam
tidak mengatur mengenai pengucapan talak tiga sekaligus. Dengan demikian
hakim tidak bisa memberikan putusan jatuh talak tiga sekaligus seperti apa
yang dipahami oleh masyarakat, khususnya masyarakat Desa Dakung.
86 Kompilasi Hukum Islam., h. 37.87 Ibid., h. 37.
62
Pengadilan agama tidak akan menjatuhkan talak tiga sekaligus, dengan
dasar pada pasal 120 kompilasi hukum Islam di atas. Tetapi yang menarik
dalam kompilasi ataupun dalam undang-undang tidak ada yang mengatur
secara khusus, bagaimana mengucapkan talak itu, apakah dengan mengatakan
bilangan atau cukup dengan kata talak. Hal inilah yang melandasi masyarakat
yang belum tahu aturan undang-undang, tetap akan menjatuhkan talak tiga
sekaligus itu jatuh.
Dalam kompilasi hukum Islam pada bab XVI pasal 115 menentapkan
bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah
pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak” jika diperhatikan. Pasal 115 KHI ternyata sama juga
dengan aturan yang ada dalam UU No. 1 Tahun 1974 pasal 39 UU No. 1
tahun 1974. Jelas aturan ini sangat berbeda dengan ketentuan dalam kitab-
kitab fiqh klasik yang menyatakan bahwa talak hanya dapat terjadi dengan
pernyataan sepihak dari pihak suami, baik secara lisan atau tertulis, secara
sungguh-sungguh atau bersenda gurau. Dengan keharusan mengucapkan talak
di depan sidang pengadilan, maka praktis konsep talak tiga yang dijatuhkan
sekaligus tidak dinyatakan berlaku lagi, karena pengucapan talak tiga
sekaligus dihitung satu talak saja. Perlu dipahami arti hukum, moral, maupun
sosial dari ketentuan ini yakni untuk mempersempit dan mengurangi
63
terjadinya perceraian, di samping untuk melindungi dan mengangkat status
hukum wanita.88
Dalam banyak aspek kehidupan, ternyata perempuan sasak masih
sangat marjinal (inferior), sementara kaum laki-lakinya sangat superior.
Sebagimana dalam bukunya dosen IAIN Mataram, Harfin Zuhdi menyebutkan
bahwa ada sembilan bentuk superioritas suami dan marjinalisasi istri dalam
adat Lombok, khususnya mengenai perkawinan.
Adapun yang sembilan bentuk superioritas suami sebagai dampak dari
tradisi perkawinan adat sasak (merarik):
1. Terjadinya perilaku atau sikap yang otoriter oleh suami dalam menentukan
keputusan keluarga.
2. Terbaginya pekerjaan domestik hanya bagi isteri dan dianggap tabu jika
lelaki (suami) sasak mengerjakan tugas-tugas domestik.
3. Perempuan karier juga tetap diharuskan dapat mengerjakan tugas domestik
di samping tugas atau pekerjaannya di luar rumah dalam memenuhi
ekonomi keluarga (double baurden/ peran ganda).
4. Terjadinya praktek kawin cerai yang sangat akut dan dalam kuantitas yang
cukup besar di Lombok.
5. Terjadinya peluang berpoligami yang lebih besar bagi laki-laki (suami)
sasak dibandingkan lelaki (suami) dari etnis lain.
6. Jika terjadi perkawinan lelaki jajar karang dengan perempuan bangsawan,
maka anaknya tidak boleh menggunakan gelar bangsawan ibunya
88 Atun Wardatun dan Hamdan, Kontekstualisasi Hukum Keluarga di Dunia Islam(Mataram: Lembaga Pengkajian-Publikasi Islam dan Masyarakat (LEPPIM) IAIN MATARAM,2014), h. 81.
64
(mengikuti garis ayah). Sebaliknya, jika laki-laki bangsawan menikahi
perempuan yang bukan dari golongan bangsawan, maka anak berhak
menyandang gelar kebangsawanan ayahnya.
7. Nilai perkawinan menjadi ternodai jika dikaitkan dengan pelunasan uang
pisuke.
8. Kalau terjadi perceraian, maka istrilah yang biasanya menyingkir dari
rumah tanpa menikmati nafkah selama masa iddah, kecuali dalam
perkawinan nyerah hukum atau nyerah mayung sebungkul.
9. Jarang dikenal ada pembagian harta bersama.89
Dari kesembilan tersebut yang menarik yaitu mengenai “terjadinya
perceraian”, maka istrilah yang biasanya menyingkir dari rumah tanpa
menikmati nafkah selama ‘iddah. Dampak ini sangat membudaya di Lombok,
kalau terjadi perceraian biasanya rumah dikuasai oleh suami, istrilah yang
harus meninggalkan rumah tanpa diberikan nafkah ‘iddah selama masih dalam
masa ‘iddah.90
Meskipun istri yang mencari biaya untuk mendirikan rumah, setelah
rumah jadi dan suami menceraikan isterinya, maka rumah tersebut dimiliki
oleh suami. Hal inilah yang dialami oleh Marianah;
“angka ndekt semel yak bait, sengakn tanak nie ye taokn tebangun,
ihlasangn doang (malu kalau mau ambil karena di tanahnya dia
89 M. Harfin Zuhdi, Praktik Merarik: Wajah Social Masyarakat Sasak (Mataram:Lembaga Pengkajian-Publikasi Islam dan Masyarakat (LEEPPIM) IAIN Mataram, 2012), h. 102-103.
90 Ibid., h. 107.
65
(suami) tempat dibangun, ya harus diikhlasin hasil kita ke
Saudi).91
Dari peristiwa di atas, hasil jerih payahnya saja perempuan-perempuan
sasak yang ditalak tidak mendapatkaan haknya, apalagi mau diberi nafkah
selama iddah dan nafkah mut’ahnya.
Berbeda halnya yang dilakukan dalam aturan undang-undang, dalam
upaya menegakkan undang-undang perlindungan kekerasan dalam rumah
tangga (UU PKDRT) terkait dengan peran peradilan, maka dapat dilakukan
melalui terobosan-terobosan hukum yang diterapkan dalam proses peradilan
mengenai perkara-perkara rumah tangga. Terobosan-terobosan hukum
dimaksud, salah satunya yaitu mengenai perkara cerai talak.
Hakim secara ex officio dapat menetapkan kewajiban suami memberi
nafkah iddah dan mut’ah bagi isteri meskipun tidak ada petitum (permintaan)
dari isteri melalui rekonvensi (pasal 41 hurup c UU perkawinan).
Akibat cerai talak sebagaimana diatur dalam pasal 149 KHI menjadi
hak ex officio hakim. Pasal 149 KHI menetapkan bahwa bilamana perkawinan
putus karena talak, maka bekas suami wajib: a. memberi mut’ah kepada bekas
istri tersebut qabla ad-dukhul (belum pernah melakukan hubungan badan) b.
memberi nafkah (biaya hidup), maskan (tempat tinggal yang layak), dan
kiswah (pakaian yang pantas kepada bekas isteri selama dalam masa iddah,
kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak bain atau nusuz dan dalam keadaan
tidak hamil; c. melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separuh
apabila qabla dukhul; d. memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya
91 Marianah, Wawancara, Saudi, 09 Maret 2016.
66
yang belum mencapai umur 21 tahun. Penentuan besaran mut’ah, nafkah
iddah dan nafkah anak disesuaikan dengan kemampuan suami dan kepatutan,
seperti lamanya masa perkawinan dan besaran take home pay suami
(keputusan Rakernas MA-RI Komisi II Bidang Peradilan Agama tanggal 31
Oktober 2012)92.
Aturan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam kompilasi hukum Islam
dan undang-undang memang sangat baik bagi kemaslahatan perempuan,
karena dalam fiqih pun disebutkan bahwa seorang wanita yang sedang dalam
masa iddah wajib mendapat nafkah apabila perceraian itu dari suatu
perkawinan yang sah, tetapi jika langsung dikatakan talak tiga sekaligus maka
para perempuan-perempuan sasak, khususnya perempuan Desa Dakung yang
dicerai tidak mendapat apa-apa. Karena langsung dikatakan talak bain Kubra
Konsep pengucapan talak harus di depan sidang, berarti meniadakan
adanya macam-macam jenis lafal talak yaitu yang terbagi menjadi dua bagian:
1. Lafazh sarih (jelas), yaitu lafazh yang menunjukkan kepada makna thalak
secara jelas, seperti: thaaliq, muthallaqah, thalak, dan lain sebagainya.
2. Lafazh kinayah (kiasan), seperti ucapan: “kembalilah kepada
keluargamu”, “aku bebaskan kamu”, “aku pisahkan kamu”, dan lain
sebagainya.
Kata-kata talak ini dianggap sebagai sharih atau kinayah tergantung
kepada adat dan tradisi pada suatu zaman, tempat dan waktu tertentu.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qayyim yang dikutip oleh Amru
92 H.A. Mukti Arto, Pembaruan Hukum Islam Melalui Putusan Hakim (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2015), h. 204.
67
Abdul Mun’im Salim pada fikih talak: berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist
bahwa lafaz itu terkadang mempunyai arti sharih (jelas) pada zaman dan
tempat tertentu dan di sisi lain mempunyai arti kinayah pada tempat dan
zaman yang lain, begitu juga sebaliknya.93
Dari temuan-temuan penulis pada bab dua di atas, masyarakat Desa
Dakung yang melakukan praktik pengucapan talak tiga sekaligus, mereka
langsung menjatuhkan dan menganggap bahwa itu jatuh talak tiga, hanya
dengan ucapan “seang talak telu”, maka perempuan-perempuan yang
diceraikan langsung pulang ke rumah orang tua, bahkan di lain sisi ucapan
dengan gurauan pun dapat dijatuhkan talak tiga oleh masyarakat, sesuai
dengan yang dialami oleh narasumber Suharni dan Muslim, sehingga mereka
harus melaksanakan muhallil untuk kembali.94
Adapun Amak Murne yang menceraikan istrinya, karena dia tidak tahu
apa-apa yang dia ucapkan, setelah mengucapkan talak tiga sekaligus dan
menyesal, dia tidak bisa kembali rujuk dengan isterinya disebabkan karena
kesempatan untuk kembali sudah habis, mau kembai lagi harus menunggu
isterinya kawin lagi dan diceraikan oleh suami setelahnya. Tapi sampai saat
ini dia tidak diceraikan.95
Hal inilah yang betul-betul perlu dipertegas kembali, niat ketika
mengucapkan talak itu seperti apa. Akibat tidak melakukan ikrar talak di
depan sidang pengadilan, amak Murne harus kehilangan istrinya. Jika
93 Amru Abdul Mun’im Salim, Fikih Thalak: Berdasarkan Al-Qur’an Dan Hadist(Jakarta: Pustaka Azzam, 2005), h. 79.
94 Suharni, Wawancara, Desa Dakung, 19 Januari 2016.95 Amaq Murne, Wawancara, Desa Dakung, 04 Februari 2016.
68
perceraiannya di bawa ke pengadilan tentu mereka tidak berpisah karena
proses perceraian di pengadilan harus melalui mediasi terlebih dahulu, lewat
mediasi ini ada harapan untuk bisa dipertahankan pernikahan.
B. Analisis Respon Masyarakat Desa Dakung terhadap Penerapan pasal 120
KHI tentang Talak Tiga Sekaligus
Dari data dan temuan penulis pada bab dua bahwa dari sepuluh orang
yang dimintai tanggapannya terhadap penerapan KHI tentang talak tiga
sekaligus yang tidak dianggap oleh pemerintah, 5 orang yang menyetujui
pendapat tersebut dan 10 darinya tidak. Adapun tiga orang yang menyetujui
dengan penerapan aturan tersebut bahwa pengucapan talak harus di depan
sidang dan hakim akan memutuskan tetap talak raj’i meskipun pelaku talak
pernah mengucapkan talak tiga di luar, mereka yang tahu kalau itu aturan yang
ditetapkan oleh pemerintah dan rata-rata pernah belajar mengenai undang-
undang perkawinan itu sendiri serta notabennya adalah akademisi yang
berkiprah di dunia hukum, meskipun ada yang bukan dari dunia akademisi
tetapi tetap mengakui dan menyetujui karena melihat kepada dampak dari
talak tiga sekaligus jika dihitung tiga.
Berbeda dengan yang sepuluh orang yang tidak setuju, karena memang
aturan yang ada dalam fikih klasik tetap menjatuhkan talak tiga sekaligus,
Jumuhur, sahabat, dan taabiin dan imam-imam mujtahid atau madzhab yang
69
berempat, ulama-ulama Islam yang kenamaan, khusus ulama-ulama dalam
madzhab Syafi’i menetapkan hukum, bahwa talak tiga sekaligus jatuh tiga.96
Alasan-alasan dari masyarakat tetap kuat, bahwa talak tiga sekaligus
itu jatuh tiga, jawaban dari mereka rata-rata karena berdasarkan madzhab
Syafii yang dipakai di Indonesia serta telah tertanam dan mengakar dari
dahulu sampai sekarang sehingga sulit untuk mengakui aturan yang baru-baru
muncul.
Dalam kitab al Umm, Imam Syafi’i menyebutkan bahwa:
Berfirman Allah Swt: talak itu dua kali, setelah itu boleh ruju’ lagisecara patut atau melepaskannya lagi (menceraikan lagi) dengancara yang layak pula. Dalam ayat yang lain disebutkan: maka jikasuami mentalaknya (sesudah cerai yang kedua) maka wanita itutidak halal lagi baginya sampai ia kawin lagi dengan suami yanglain. Qur’an itu menunjukkan –Allah yang lebih tahu – bahwaorang yang menceraikan istrinya tiga kali, baik sesudah campuratau sebelum campur, tidak halal lagi baginya sampai ia kawin lagidengan suami yang lain. Maka apabila berkata seorang laki-lakikepada istrinya: engkau dithalak tiga kali, maka haramlah wanitaitu baginya kecuali kalau ia sudah kawin dengan suami lain”.97
Pendapat di atas Imam Syafi’i memfatwakan bahwa talak tiga
sekaligus jatuh tiga. Jika talak serupa itu tidak mengikat atau tidak sah maka
tentu Rasulullah Saw. tidak menyuruh rujuk ketika cerai yang dijatuhkan
waktu perempuan sedang haid. Sebagaimana hadist Nabi:
96 Muhammad Ali as-Shabuni, Tafsir ayat al-Ahkam minal Qur’an (Bairut: Al- BukaiHatif, 1425 H), h. 235.
97 Al-Imam Abi Abdullah Muhammad bin Idris As-Syafi’i, al-Umm (Beirut: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 1413 H), h. 372.
70
هما - وعن ابن عمر في عهد رسول الله صلى اهللا - وهي حائض - أنه طلق امرأته ( رضي الله عنـثم , مره فـليـراجعها :فـقال ? عليه وسلم فسأل عمر رسول الله صلى اهللا عليه وسلم عن ذلك
, وإن شاء طلق بـعد أن يمس , ثم إن شاء أمسك بـعد , ثم تطهر , ثم تحيض , حتى تطهر ليمسكهامتـفق عليه )فتلك العدة التي أمر الله أن تطلق لها النساء
ليـراجعها: ( ية لمسلم وفي روا )ثم ليطلقها طاهرا أو حامال , مره فـ)وحسبت عليه تطليقة : ( وفي رواية أخرى للبخاري
Artinya: “Dari Ibnu Umar bahwa ia menceraikan istrinya ketika sedanghaid pada zaman Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa SallamLalu Umar menanyakan hal itu kepada RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallam dan beliau bersabda:"Perintahkan agar ia kembali padanya, kemudianmenahannya hingga masa suci, lalu masa haid dan suci lagi.Setelah itu bila ia menghendaki, ia boleh menahannya terusmenjadi istrinya atau menceraikannya sebelum bersetubuhdengannya. Itu adalah masa iddahnya yang diperintahkanAllah untuk menceraikan istri." Muttafaq Alaihi. Menurutriwayat Muslim: "Perintahkan ia agar kembali kepadanya,kemudian menceraikannya ketika masa suci atau hamil."Menurut riwayat Bukhari yang lain: "Dan dianggap sekalitalak."98
Nabi mengatakan; suruhlah supaya ia ruju’, itu juga menjadi bukti
bahwa talak yang menurut garis atau yang tidak menurut garis semuanya
jatuh. Itulah madzhab ahli-ahli fikih pada umumnya, tidak ada yang keluar
dari fatwa itu kecuali orang-orang yang tidak masuk hitungan walaupu mereka
memfatwakan lain”.
Dalilnya firman Allah dalam surat At Thalaq ayat 11, dimana
dinyatakan bahwa orang-orang yang menjatuhkan talak dengan cara di luar
garis yang ditetapkan tuhan maka ia telah menganiaya dirinya sendiri, karena
tidak boleh lagi kembali, padahal ia sewaktu-waktu bisa berubah pendapat
yakni ingin kembali, tetapi sudah terlarang oleh perbuatannya sendiri. Ini
98 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Terjemah Bulughul Maram., h.521.
71
suatu bukti bahwa talak tiga sekaligus yang tidak menurut garis itu, jatuh tiga,
karena kalau cara begitu tidak sah tidak berlaku, tentulah ia tidak mengurangi
apa-apa dan tidak dinamakan menganiaya dirinya. Nabi Muhammad saw.
Menyuruh ibnu ‘Umar supaya ia kembali kepada isterinya yang diceraikannya
pada saat isteri itu dalam haidh dan cerainya itu dihitung satu kali (yang
pertama). walaupun ia melanggar garis namun talaknya jatuh juga.99
Adapun dalil-dalil talak tiga sekaligus yang jatuh talak tiga. Antara lain
sabda Nabi saw. yang artinya:
“dari ‘urwah bin zubair, bahwasanya siti ‘Aisyah ra. Mengabarkankepadanya, bahwa istri rifa’ah al-Qurazhi datang kepada RasulullahSaw., lalu ia berkata : bahwasanya rifa’ah telah menceraikan saya,maka ia jadikan talakku “putus habis”, dan saya kawin sesudahnyadengan Abdurrahman al- Qurazhi, dan bergaul dengan dia serupahadabah (ujung kain yang layu). Berkata rasulullah saw. : engkaumau kembali kepada rija’ah? Tidak boleh, kecuali ia telah mencobamanisanmu, dan kamu telah mencoba pula manisannya’.100
Dalam sahih Bukhari juga, hadist ini diiringi lagi dengan hadist yang
serupa yang mungkin memperjelas artinya, terutama dalam mengartikan
“putus habis” maksudnya talak tiga sekaligus. Adapun hadistnya yaitu :
“Dari siti Aisyah Rda. Seseorang laki-laki menceraikan istrinya tigasekaligus, sesudah itu ia kawin (dengan suami lain). Suaminya yangkedua menceraikannya pula, nabi Muhammad saw. Ditanya orangdalam soal ini, apakah wanita itu halal bagi suaminya yang pertama?jawab beliau : halal, apabila suaminya yang kedua telah mencobamanisan wanita itu, sebagaimana yang telah dicoba oleh suaminyayang pertama”101
99 Siradjuddin Abbas, 40 Masalah Agama 1 (Jakarta: Pustaka Tarbiyah Baru, 2006), h.276-277.
100 Al-Imam Hafidz Sihab Ad-Din Ahmad bin Ali bin Muhammad ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari Syarah Sohih Al- Bukhari (Beirut: Dar Al- Kotob Al-Ilmiyah, 1433 H), h.309.
101 Imam Abdullah Muhammad bin Ismail Al Bukhari, Tarjamah Sahih Bukhari,diterjemahkan oleh Achmad Sunarto dkk (Semarang: CV. Asy Syifa’, 1993), h. 172.
72
Di dalam hadist ini jelas bahwa talak tiga sekaligus jatuh tiga, karena
Nabi mengatakan bahwa wanita itu tidak boleh lagi kawin dengan suaminya
yang telah menceraikannya itu kecuali kalau sudah kawin dengan laki-laki lain
dan sudah bercampur pula dengan laki-laki yang ke dua itu secara pergaulan
suami isteri, yakni sudah bersetubuh dengan baik.
Dalam kitab sahih bukhari juga, diterangkan kisah seorang laki-laki
namanya Uwaimir al Ajalani yang “mula-‘anah” (mengutuk) isterinya.
Sesudah selesai kutuk mengutuk maka dia berkata kepada Nabi Muhammad
Saw sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Yusuf:
“kalau saya pegang juga wanita itu tentu saya dianggap bohong. Maka
diceraikannya istrinya itu tiga sekaligus, sebelum diperintahkan oleh
Rasulullah Saw.”102
Hadist tersebut di atas berurutan dengan hadist riwayat dari Urwah bin
Zubair sebelum hadist yang kedua dari Siti Aisyah ra. baik dalam matan
bukhari yang terdapat pada halaman 269, maupun dalam fathul bari pada
halaman 309.
Adapun dalil yang lain yang memberikan bukti bahwa talak tiga
sekaligus jatuh yaitu hadist yang diriwayatkan oleh Mahmud ibnu Labid
sebagaimana bunyi hadistnya:
طلق امرأته ثالث أخبر رسول الله صلى اهللا عليه وسلم عن رجل : ( وعن محمود بن لبيد قال
وأنا بـين أظهركم , أيـلعب بكتاب الله تـعالى : فـقام غضبان ثم قال , تطليقات جميعا
ورواته موثـقون رواه النسائي )? أال أقـتـله ! يا رسول الله : فـقال , حتى قام رجل
102 Al-Imam Hafidz Sihab Ad-Din, fathul baari….. h. 309.
73
Artinya: “Mahmud Ibnu Labid Radliyallaahu 'anhu berkata:Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah diberitahu tentang seseorang yang mencerai isterinya tiga talakdengan sekali ucapan. Beliau berdiri amat marah danbersabda: "Apakah ia mempermainkan kitab Allahpadahal aku masih berada di antara kamu?". Sampaiseseorang berdiri dan berkata: Wahai Rasulullah, apakahaku harus membunuhnya.103
Dalam hadist tersebut dapat dipahami tentang beberapa hal yaitu:
a. Suatu peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah Saw. yaitu seorang laki-
laki menceraikan isterinya dengan talak tiga sekaligus, kemudian
dikabarkan kepada Rasulullah.
b. Rasulullah marah mendengar cara talak yang begitu, karena talak yang baik
sebagaimana yang digariskan oleh Allah dan Rasul, ialah dijatuhkannya
satu demi satu. Kalau seseorang hendak menceraikan istrinya dijatuhkanlah
satu talak dahulu, kemudian dianjurkan untuk ruju’ dan bergaullah dengan
baik. Tetapi jika terjadi lagi cerai yang ketiga kali, maka tidak boleh ruju
lagi.
c. Kemarahan Nabi saw. Tersebut menunjukkan bahwa talak tiga yang
dijatuhkannya sekaligus itu, jatuhnya tiga. Andaikata ucapan laki-laki itu
tidak ada gunanya, tidak mengikat kenapa nabi marah. Tidak ada artinya
nabi marah kalau begitu, nabi tidak akan marah sia-sia.104 Dengan
marahnya nabi mempunyai hikmah supaya tidak tergesa-gesa dalam
menjatuhkan talak tiga sekaligus. Sebagai contoh diumpamakan pada
seorang laki-laki yang menjual barang dagangannya sesudah terdengar
103 Ibnu Hajar Al-Asqalany, Terjemah Bulughul Maram Min Adillatil h. 521.104 Mahmud Syalthut, Fiqih Tujuh Madzhab, alih bahasa: Abdullah Zakiy Al- Kaaf
(Bandung: pustaka Setia, 2007), h. 168.
74
adzan jum’at baginya. Kalau hal ini disampaikan kepada nabi tentu nabi
marah, Karena orang itu berjual beli tidak menurut garis. Ia berjual beli
dalam waktu yang haram. Nabi marah karena jual belinya sudah terjadi
dalam waktu yang terlarang. Adapun jula belinya sudah terjadi, karena itu
nabi marah, sedang jual belinya sah.105
Sama dengan hal ini sabda nabi Muhammad saw. yang menyatakan
bahwa yang halal yang dimarahi Tuhan ialah talak. Talak itu pada hakikatnya
dimarahi Tuhan, tetapi terjadinya tetap sah dan berlaku.
Demikian juga dengan Abdullah bin ‘Umar yang dimarahi oleh nabi
pada saat ia menjatuhkan talak kepada istrinya yang sedang haidh, mendengar
hal ini nabi marah kepada Abdullah bin Umar sehingga diperintahkannya
supaya ia ruju’ kembali kepada istrinya itu. Nabi memang marah karena
Abdullah bin Umar manjatuhkan talak tidak menurut garis yang telah
digariskan oleh nabi, tetapi sungguh pun begitu namun talaknya sah dan
dianggap jatuh satu, sehingga diperintahkan supaya ruju’. Kalau talaknya tidak
sah karena nabi marah, kenapa diperintahakan ruju’. Apa gunanya ruju’ kalau
tidak ada perceraian? Kesimpulannya hadist Mahmud bin Labid ini
menunjukkan bahwa talak tiga sekaligus jatuh tiga, walaupun nabi marah
mendengarnya.106
Sementara pendapat-pendapat yang mengatakan pengucapan talak tiga
sekaligus jatuh satu dengan alasan tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan
oleh Rasulullah sebagaimana yang diutarakan oleh:
105 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid., h. 794.106 Siradjuddin Abbas, 40 masalah Agama…. H. 288.
75
Dr. Peunoh Daly dalam bukunya mengatakan: “lagi pula talak tigasekaligus itu bukan atas petunjuk Rasulullah, bukan berdasarkan sunnah tetapihal itu adalah perbuatan bid’ah, dengan tegas nabi bersabda: “barang siapaberbuat suatu pekerjaan yang tidak menurut petunjuk kami maka haruslahditolak”. Talak tiga sekaligus itu termasuk talak bid’i bukan menurut petunjukRasul, maka dianggap tidak ada artinya.107
Begitu juga hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Ibnu Abbas
yang berbunyi:
هما- وعن ابن عباس فـقال له . طلق أبو ركانة أم ركانة : ( قال -رضي الله عنـ
قد علمت :قال . إني طلقتـها ثالثا: فـقال , الله صلى اهللا عليه وسلم راجع امرأتك رسول
رواه أبو داود ) راجعها,
Artinya: “Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Abu Rakanahpernah menceraikan Ummu Rakanah. Lalu RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda padanya:"Kembalilah pada isterimu." Ia berkata: Aku telahmenceraikannya tiga talak. Beliau bersabda: "Aku sudahtahu, kembalilah kepadanya." Riwayat Abu Dawud.108
Demikian juga dalam riwayat Imam Ahmad, dari Ibnu Abbas juga:telah menceraikan bapak rukanah akan isterinya pada majelisyang satu tiga sekaligus, maka ia duka cita. Maka berkatakepadanya Rasulullah Saw.: “itu hanya satu”109
Adapun dalam bukunya Siradjuddin dia menjawab dan menentang
mengenai hadist ini, bahwa ternyata dalil di atas tidak bisa dipakai dan tidak
berlaku, karena kedua hadist di atas adalah dhai’f. di dalam kitab Buluguhul
Maram dalam sebuah hadist.
“dan dalam lafadz lain menurut Riwayat Ahmad disebutkan, “ AbuRakanah menthalak (menceraikan) istrinya dalam suatu majelis tigakali sekaligus, lalu dia menyesalinya maka Rasulullah s.a.w.
107 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam: Suatu Studi Perbandingan dalam KalanganAhluss-Sunah dan Negara-negara Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), h. 285.
108 Ibnu Hajar Al-Asqalani, terjemah Buluguhul Maram….. h. 521.109 Ibid., h. 522.
76
bersabda kepadanya “ sesungguhnya talakmu itu hanya satu kali,dalam sanad hadist ini terdapat nama Abu Ishaq sedang ia masihdiperbolehkan (dipertentangkan).110
Dalam sanad kedua hadist tersebut ada seseorang ulama bernama Ibnu
Ishaq, ia dipertanyakan”. hadist ini hadist yang tidak laku, hadit dhaif atau
mungkar, karena di dalam sanadnya ada seseorang yang bernama Ibnu Ishaq
yang dipertanyakan kejujurannya.111
Demikian juga matan hadist ini dapat pula dilihat hadist yang
diriwayatkan Ibnu Ishaq ini sangat kacau. Di dalamnya dikatakan bahwa
“bapak rukanah menceraikan Ibu Rukanah”, padahal menurut hadist-hadist
yang kuat yang sahih bahwa yang menceraikan isterinya itu adalah Rukanah
sendiri, bukan bapak Rukanah. Oleh karena itu kedua hadist ini sangat lemah,
hadist dhaif tidak dapat dipakai untuk menjadi dalil bagi penegak hukum
Islam.112
Itulah bantahan yang yang diutarakan oleh K.H. Siradjuddin Abbas
dalam bukunya 40 masalah agama 1, pantaslah masyarakat sasak, khususnya
Desa Dakung kuat dengan apa yang menjadi aturan dasar dari talak tiga
sekaligus yang langsung jatuh.
Hal ini juga senada dengan yang dikatakan oleh Padli, tentang
ketentuan penerapan undang-undang, mengenai talak tiga sekaligus yang
diutarakan pada bab kedua, bahwa sulit sekali untuk menerima aturan yang
110 Ibid., h. 522.111 As shan’ani, Subulus Salam III, penterjemah Abu Bakar Muhammad (Surabaya: Al-
Ikhlas, 1995), h. 627.112 Siradjuddin Abbas, 40 Masalah Agama., h. 299.
77
memang sudah ditentukan dari dahulu, karena sudah masuk adat, yang di
mana adat dan agama bertautan sangat kuat.113
Dalam kurun waktu yang sangat panjang tradisi itu secara tetap dan
berkelanjutan menyebar dan dipraktekkan oleh umumnya masyarakat sasak.
Selain proses internalisasi tradisi itu ketengah masyarakat cukup panjang dan
laten, bentuk internalisasinya menyertakan model doktrinisasi. Salah satu yang
menonjol dari doktrinisasi tersebut adalah bahwa apa yang dititahkan oleh
tokoh adat atau tuan guru adalah satu-satunya kebenaran yang harus diikuti.
Doktrin semacam ini selain provokatif juga mampu menumbuhkan
fanatisme dan sentiment nilai bagi masyarakat yang mengikutinya. Tak pelak
lagi, nilai atau konsepsi yang datang belakangan atau ada di sekelilingnya
harus dikoptasi untuk secepat mungkin mengikuti konsepsi yang lebih dahulu
superior tersebut. Karakter yang umumnya melekat pada sikap fanatisme
adalaha defensive dan reaksioner. Dua karakter ini juga bisa ditemukan dalam
tradisi kawin cerai bawah tangan di sasak maupun pelakunya. Terlepas apakah
hal itu karena masyarakat sudah sangat menikmati tradisi tersebut atau hal itu
dianggap sebagai kepribadian dasar esensial masyarakat sasak yang jelas
pembelaan dan reaksi terhadap konsep baru yang berusaha mengubanya begitu
tinggi.114
Hukum yang berlawanan dengan adat-istiadat yang berlaku di dalam
suatu masyarakat, di satu pihak ia tidak mempunyai dukungan yang
diperlukan agar penerapannya berjalan dengan efektif, dan di lain pihak,
113 Padli, Wawancara, Desa Dakung, 20 Februari 2016.114 M. Nur Yasin, Hukum Perkawinan Islam Sasak (Malang : UIN Malang Press, 2008),
h. 95.
78
keadaan yang demikian itu akan menimbulkan reaksi negatif dari masyarakat
yang justru akan membahayakan kewibawaan hukum itu sendiri, karena
hukum tidak lagi digunakan sebagai landasan konseptual oleh masyarakat
dalam melangsungkan atau menjalankan aktivitas kehidupannya.
Selain itu, dalam kenyataan hidup bermasyarakat tidak ada suatu
masyarakatpun yang warganya selalu taat dan patuh terhadap hukum dan
kaidah-kaidah lainnya, karena setiap manusia mempunyai kebutuhan dan
kepentingan masing-masing. Apabila hukum yang berlaku dalam masyarakat
tidak sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan serta kepentingan-kepentingannya,
maka dia akan mencoba untuk menyimpang dari aturan-atauran yang ada,
serta mencari jalan keluar dan atau pertimbangan-pertimbangan lain sebagai
landasan konseptual yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya.115
Berkaitan dengan benturan tradisi dan peradaban antara sasak dan luar
sasak sejauh ini sama sekali jarang atau nyaris tidak pernah ada yang
memunculkan atau menjadikannya sebagai salah satu elemen atau variabel
penting dalam melihat pola hubungan antara tradisi kawin cerai bawah tangan
dengan konsepsi dan cita ideal yang ada dalam KHI dan UU NO.1 tahun 1974.
Dominannya jumlah hakim yang berasal dari luar sasak sangat berkontribusi
pada akselarasi dan penguatan visi dan misi KHI.
Alasan yang bisa dikemukakan adalah mayoritas hakim yang ada di
PA sepulau Lombok adalah hakim yang berasal dari luar pulau Lombok
(Jawa, Bima, Sumbawa, Bugis, dan Sumatra). Sebagaimana diketahui kultur
115 Pujiono, Hukum Islam: Dinamika Perkembangan Masyarakat Menguak PergeseranPerilaku Kaum Santri (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2012), h. 37.
79
dan struktur persepsi masyarakat Jawa, Bima, Sumbawa, Bugis, dan Sumatra
sangat berbeda dengan kultur dan struktur persepsi masyarakat sasak dalam
menyikapi kawin cerai bawah tangan.116
Hal inilah yang menjadi alasan masyarakat, sebagaimana wawancara
penulis dengan tokoh agama yang sekaligus sebagai tokoh adat di Desa
Dakung yang mengatakan bahwa hakim di pengadilan tidak akan memberikan
dan tidak mengakui talak tiga sekaligus yang akan jatuh tiga, serta berbeda
dengan pengucapan talak yang secara bermain-main, kalau tidak diucapkan di
depan pengadilan maka tidak akan jatuh, tetapi berbeda sekali dengan di
Lombok, untuk mengucapkan budal saja sudah di bilang jatuh talak.
Bagaimana tidak masyarakatnya fantik dengan aturan yang dititahkan
oleh tuanguru dan ustad yang menjadi panutan di Lombok yang dikenal
dengan pulau seribu masjid. Karena kenapa?, rata-rata masyarakatnya dari
kecil telah ditanam dan dipupuk nilai-nilai fikih klasik, yang di mana rata-rata
mulai dari MI (madrasah ibtidiyah), jika tidak MI masuk SD tetapi mendapat
pengajian di rumahnya, setelah lulus SD/MI masuk ke Pondok pesantren
(PONPES), yang di mana pondok pesantren di Lombok ini lebih dari 100
pondok pesantren, tentunya masih menggunakan pelajaran-pelajaran fikih
klasik, yang mengatakan bahwa talak itu jika diucapkan maka akan jatuh,
begitu juga dengan talak tiga meskipun tanpa melalui persidangan.
Sementara masyarakat di Desa Dakung, yang sekolah sampai
perguruan tinggi bisa dibilang masih angka kecil belum mencapai 30an orang,
116 Nur Yasin, hukum perkawinan sasak… h. 92.
80
dan jika mereka mengambil yang tidak membahas mengenai hukum, jelas
mereka tidak akan tahu tentang konsep pengucapan talak tiga ini. Karena
itulah aturan yang ada di undang-undang dan kompilasi hukum Islam ini
dijadikan sebagai pelarian untuk kepentingan orang-orang yang mempunyai
kepentingan.
Ketika sebuah peranata telah menjadi identitas sosial maupun identitas
keagamaan, pranata itu tidak saja luhur dan agung, melainkan juga sakral dan
bahkan mistis. Sakralitas yang melekat pada tradisi kawin cerai bawah tangan
di sasak sangat bertolak belakang dengan rasionalitas pranata perkawinan
yang tercantum dalam KHI dan UU. Kontradiksi ini mencuat lebih keras lagi
jika sampai pihak-pihak tertentu dalam adat yang dengan terpaksa memakai
KHI untuk urusan-urusan yang kemungkinan bisa menempatkan masyarakat
pada posisi yang beruntung, sebutlah ketika berurusan dengan pengadilan
Agama, mayoritas masyarakat sasak tidak ambil peduli dengan KHI. Tetapi
mereka akan menjadikan PA sebagai lembaga penyelesaian akhir jika dalam
perkara tertentu tidak bisa dituntaskan secara persuasive dan kekeluargaan.117
Begitu juga halnya yang terjadi di masyarakat, pasangan suami istri
yang telah dikatakan talak tiga tapi mereka mengetahui bahwa aturan
pemerintah kalau talak tidak di depan sidang maka tidak terjadi perceraian,
sehingga dia pergi ke pengadilan dan dikatakan talak raj’i, ini berdasarkan
tutur dari narasumber bernama “Kurniati” ketika penulis meminta
tanggapannya terhadap penerapan kompilasi hukum Islam mengenai talak tiga
117 Ibid., h. 97.
81
sekaligus, sehingga menurut dia bahwa penerapan kompilasi hukum Islam dan
undang-undang ini akan dipakai untuk orang-orang yang membutuhkan jika di
masyarakat dianggap salah. Sehingga penulis mengambil kesimpulan dari
pernyataannya bahwa dia tidak menyetujuinya.
Dalam pembahasan hukum keluarga Islam, ulama tradisional
merumuskan ketentuan hukum yang menempatkan laki-laki sebagai pemimpin
rumah tangga, sedangkan isteri (perempuan) sebagai orang yang dipimpin.
Karenanya, seorang perempuan harus mentaati seorang laki-laki atau
suaminya selama perintahnya tidak melanggar ketentuan hukum Islam atau
durhaka kepada Allah.118
Setidaknya ada empat kemungkinan yang dapat terjadi dalam
kehidupan rumah tangga yang dapat memicu terjadinya perceraian yaitu:
a. Terjadinya nusyuz dari pihak istri
b. Nusyuz suami terhadap istri
c. Terjadinya syiqaq
d. Salah satu melakukan perbuatan zina.119
Di dalam PP No. 9 Tahun 1975 pasal 19 dinyatakan hal-hal yang
menyebabkan terjadinya perceraian. Perceraian dapat terjadi karena alasan
atau alasan-alasan:
a. Salah satu berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat dan penjudi atau
yang lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
118 Moh. Dahlan, Abdullah Ahmed An-Na’im: Efistemologi Hukum Islam (Yoyakarta:Pustaka Pelajar, 2009), h. 238.
119 H. Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Taringan, Hukum Perdata Islam di Indonesia:Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dan Fikih, UU No. 1/1974 Sampai KHI (Jakarta:Kencana, 2004), h. 214.
82
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut
tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar
kemampuannya;
c. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain;
d. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.
e. Antara suami atau isteri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga;120
Jika yang dikemukakan di atas adalah syarat untuk terjadinya
perceraian baik yang ada dalam fikih maupun dalam undang-undang, maka
bertentangan sekali dengan yang ada di masyarakat, hanya karena hal sepele
langsung mengucapkan kata talak, lebih-lebih talak tiga sekaligus.
Begitu juga dengan pengucapan talak tiga yang secara sepontan
diucapkan dengan emosi marah, sehingga pantaslah jika Indonsia membuat
aturan yang lebih baik karena melihat kondisi dan situasi.
Sehubungan dengan adanya ketentuan bahwa perceraian harus
dilakukan di depan sidang pengadilan, maka ketentuan ini berlaku juga bagi
masyarakat yang beragama Islam. Walaupun pada dasarnya hukum Islam
tidak menentukan bahwa perceraian harus dilakukan di depan sidang
pengadilan, namun karena ketentuan ini lebih banyak mendatangkan kebaikan
120 Ibid., h. 219.
83
bagi kedua belah pihak, maka sudah sepantasnya orang Islam wajib mengikuti
ketentuan tersebut, sebagaimana dijelaskan didalam Qaidah Fiqih yang sudah
disebutkan sebelumnya yaitu “dar’u al-mafasid muqaddamun ‘ala-jalbi al-
mashalih dan tasharruf al-iman ‘ala ar-raiyyah manuthun bi almaslahah”
dan juga di jelaskan dalam al-Qur’an bahwa mentaati pemerintah/ulil amri
dianggap seperti taat kepada Rasul dan taat kepada Allah swt.121
Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara fiqih munakahat dengan
UU perkawinan. Namun dengan melihat kepada materi UU perkawinan dan
dibandingkan dengan materi fiqih munakahat masih terlihat adanya perbedaan
itu kalau perbandingan itu dilakukan dengan madzhab fiqih tertentu,
umpamanya dengan fiqih munakahat yang berlaku menurut madzhab syafi’iy,
terlihat ada perbedaan. Namun bila dibandingkan dengan fikih munakahat
salah satu madzhab manapun secara terbuka mungkin adanya perbedaan itu
semakin tidak nyata. Oleh karena itu, dalam membuat perbandingan tidak
hanya melihat kepada madzhab tertentu saja, tetapi juga kepada keseluruhan
madzhab yang nyata-nyata keseluruhannya adalah madzhab Islami.
Umpamanya, UU perkawinan yang tidak mencantumkan wali sebagai syarat
perkawinan adalah salah bila dibandingkan dengan madzhab syafi’i, tetapi
tidak sah bila dibandingkan dengan madzhab Hanafi.
121 H. Wasman dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia:Perbandingan Fiqih dan Hukum Positif (Yogyakarta: Teras, 2011), h.156.
84
Bila dihubungkan, UU Perkawinan kepada fiqih munakahat yang
selama ini berlaku di Indonesia, yaitu menurut madzhab syafi’i terdapat empat
bentuk hubungan122:
1. UU sudah sepenuhnya mengikuti fiqih munakahat bahkan sepertinya UU
mengutip langsung dari Al-Qur’an.
2. Ketentuan yang terdapat dalam UU sama sekali tidak terdapat dalam fiqih
munakahat madzhab manapun, namun karena bersifat administrative dan
bukan substansial dapat ditambahkan kedalam fiqih;
3. Ketentuan dalam UU tidak terdapat dalam fikih munakahat dalam
madzhab manapun, namun dengan pertimbangan kemaslahatan dapat
diterima.
4. Ketentuan UU secara lahiriah tidak sejalan dengan ketentuan fiqih
munakahat dalam madzhab manapun, namun dengan menggunakan
reinterprentasi dan mempertimbangkan kemaslahatan tidak salahnya dapat
diterima dalam fiqih. Umpamanya, keharusan perceraian di depan
pengadilan dan keharusan izin poligami oleh pengadilan serta perceraian
harus didasarkan kepada alasan-alasan yang sudah ditentukan.123
Bila ditelusuri pasal UU perkawinan tersebut satu persatu akan dapat
dimasukkan kedalam salah satu kemungkinan yang disebutkan di atas. Bentuk
kemungkinan pertama tidak ada masalah karena selama ini memang telah
dijalankan dalam rangka menjalankan fiqih munakahat. Bentuk kedua dan
ketiga telah mulai dan dapat dipahami dan dijalankan oleh umat Islam. Namun
122 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqih Munakahatdan Undang-Udang Perkawinan (Jakarta: Kencana, 2011), h. 29
123 Ibid., h. 29.
85
bentuk kemungkinan keempat sulit diterima oleh sebagian umat Islam
Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih terjadinya penyimpangan
seperti perceraian di luar pengadilan.
Dalam membicarakan sumber fiqih munakahat dan banyaknya versi
kitab fiqih munakahat sebagai realisasi dari pendapat yang beragam dalam
memahami sumber fiqih tersebut. Golongan yang belum menjalankan bagian-
bagian dari UU perkawinan dan KHI itu dapat diyakinkan bahwa sumber fiqih
layak untuk dikaji ulang dan fiqih yang ada dengan versi yang banyak itu
layak untuk direformulasi sehingga UU Perkawinan yang ada itu dapat
diterima sebagai formulasi baru dari fiqih munakahat. Dengan demikian, UU
perkawinan secara prinsip dapat diterima karena tidak menyalahi ketentuan
yang berlaku dalam fiqih munakahat tanpa melihat madzhab fiqih tertentu.124
Tujuan pernikahan adalah tercapainya kehidupan bahagia yang kekal
sesuai yang tertera dalam undang-undang dan kompilasi hukum Islam. Tidak
hanya dalam hukum positif, dalam ajaran Islam pun mengajarkan hal
demikian. Jika dari masyarakat khususnya di Desa Dakung, mengenai
pengucapan talak tiga sekaligus dihitung tiga, maka untuk kembali lagi butuh
proses lama, dan bagaimana dengan kehidupan anak yang menjadi korban
perceraian, bukankah Islam itu mudah dan tujuan dari hukum itu supaya
tercapainya kesejahteraan.
Dari masyarakat yang masih berpegang teguh dengan ketentuan dari
fiqih klasik, perlu untuk mendapat didikan dan informasi mengenai aturan dari
124 Ibid., h. 30.
86
undang-undang, yang dimana mempunyai tujuan yang lebih baik,
dibandingkan dengan fikih klasik aturan yang dahulu. Kita lihat kalau terjadi
perceraian yang langsung mengatakan tiga sekaligus dan tentunya diucapkan
di luar pengadilan mempunyai banyak dampak salah satunya yaitu dari pihak
perempuan dirugikan sekali karena kenapa, perempuan-perempuan yang
dicerai tidak mendapat, nafkah iddah, mut’ah dan kesempatan untuk rujuk
lagi. Tetapi kalau di pengadilan dengan tidak mengakui talak tiga sekaligus
yang jatuh tiga tentunya memberikan putusan sebagimana mestinya.
Ulama ushul fiqih mendefinisikan maqashid al-syari’ah dengan
makna dan tujuan yang dikehendaki syara’ dalam mensariatkan suatu hukum
bagi kemaslahatan umat manusia.125 Sehingga jika kita lihat tujuan dari
hukum yang diterapkan di Indonesia untuk mempersulit terjadinya perceraian
dan memberikan hak-haknya kepada perempuan lantas kenapa tidak diakui
saja?.
Fatwa-fatwa tentang masalah Islam di Indonesia kebanyakan diambil
dari kitab-kitab fiqih yang dikarang oleh para sarjana hukum Islam tempo
dulu, tiap-tiap karangan diwarnai dengan pendapat dan pendirian masing-
masing pengarangnya dan sangat tergantung kepada orang yang meminta
fatwa tersebut kepada pengarang kitab tersebut. Akibat hal demikian, timbul
masalah khilafiyah karena antara satu ulama dengan ulama yang lain
mempunyai persepsi yang berbeda dalam menilai suatu masalah hukum.
125 Pujiono, Hukum Islam: Dinamika Perkembangan Masyarakat, Menguak PergeseranPrilaku Kaum Santri., H., 61.
87
Demikian juga antara para hakim peradilan agama sendiri sering
timbul perbedaan pendapat dalam menyelesaikan suatu perkara, tidak jarang
dalam kasus yang sama putusannya berbeda satu sama lainnya. Hal ini karena
berbeda persepsi dalam menafsirkan suatu ketentuan hukum yang tersebut
dalam fiqih tersebut.
Dalam kehidupan masyarakat suatu Negara keadaan seperti ini
hendaknya harus segera diakhiri, harus diberi batasan-batasan tertentu dalam
perkara secara konkrit, sehingga perbedaan pendapat dalam suatu masalah
harus ada suatu kesatuan hukum. kesatuan penafsiran tentang suatu aturan
hukum hendaknya sesuai dengan kesadaran hukum yang hidup dalam
masyarakat.126
Seorang suami atau istri yang menuntut percerian, baik cerai talak
atau cerai gugat di pengadilan, berarti menuntut haknya yang telah dirugikan
oleh istri atau suaminya, sehingga ia memerlukan dan meminta perlindungan
hukum yang pasti dan adil kepada pengadilan yang berwenang, memeriksa,
mengadili dan memutus sengketa atau perkara perceraian.127
126Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia: Tinjauan Dari AspekMetodologis, Legalisasi, Dan Yurisprudensi (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2007), h. 38.
127 Muhammad Syaifuddin, dkk, Hukum Perceraian (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h.179.
88
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat diambil suatu kesimpulan yaitu:
1. Konsep pengucapan talak yang ada dalam kompilasi hukum Islam pada bab
XVI tentang putusnya perkawinan pasal 113 menegaskan bahwa perkawinan
dapat putus karena: (a) kematian; (b) perceraian; (c) atas keputusan
pengadilan. Pasal 113 KHI sama dengan pasal 38 UU No. 1 tahun 1974.
sementara Dalam pasal 115 KHI diungkapkan bahwa. Perceraian hanya
dapat dilakukan di depan sidang pengadilan Agama setelah pengadilan
Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah
pihak. Pada pasal 115 ini dalam UU No. 1 tahun 1974 terdapat juga dalam
pasal 39. Sementara pasal 120 KHI membicarakan mengenai talak ba’in
kubra yaitu talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Pengadilan tetap
menjatuhkan talak raj’i dan tidak mengakui talak tiga secara sekaligus yang
dihitung tiga. Karena memang tidak ada aturan yang seperti itu, baik dalam
UU maupun dalam KHI.
2. Sedangkan respon masyarakat terhadap penerapan aturan ini mengenai
pengucapan talak tiga yang dianggap satu yaitu kurang setuju karena
menyalahi aturan yang ada dalam fikih klasik serta beralasan dengan
madzhab syafi’I yang ada di Indonesia mengatakan demikian. Meskipun ada
sebagaian dari masyarakat yang mengakui bahwa aturan itu baik. Tetapi dari
sebagaian yang menerima aturan tersebut merupakan masyarakat yang
mengetahui dan paham dengan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah.
87
89
B. Saran
Adapun saran yang ingin peneliti sampaikan yaitu:
1. Pemerintah dan steak holder
Mencoba untuk mensosialisaikan lewat media dan pembelajaran
mulai dari sekolah menengah pertama (SMP), Sekolah menengah atas
(SMA) sampai perguruan tinggi, sehingga tidak hanya mahasiswa ataupun
orang yang terjun di dunia kademik yang mengambil jurusan hukum saja
yang mengetahui mengenai aturan yang ada di undang-undang dan
kompilasi hukum Islam yang ditetapkan terhadap talak tiga sekaligus.
Melihat kemaslahatan yang lebih dibandingkan dengan apa yang tertanam
lebih dahulu pada masyarakat mengani talak tiga yang jatuh tiga.
2. Para akademisi di dunia hukum
Sebagai mahasiswa yang berkecimpung di dunia hukum tentunya
tahu aturan yang diterapkan oleh kompilasi hukum Islam dan undang-
undang No. 1 tahun 1974 diharapkan mampu mensosialisasikan kepada
masyarakat yang belum tahu mengenai aturan ini.
3. Tokoh agama dan adat
Sudah seharusnya beranjak dan tidak terlalu kaku dengan ajaran
yang memang ada dalam fikih klasik, melihat dampak yang lebih baik
membawa kepada kemaslahatan kenapa tidak kita tinggalkan dan mengikuti
aturan yang memang diterapkan dan dipakai di Indonesia sehingga
perbedaan diantara kita tidak terjadi.
90
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Abdul Manan. Reformasi Hukum Islam di Indonesia: Tinjauan Dari AspekMetodologis, Legalisasi, dan Yurisprudensi. Jakarta: PT. Raja GrapindoPersada, 2007.
Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani. Fiqh Ibadah; Refleksi KetundukanHamba Allah Kepada Al-Khalik Perspektif Al-Qur’an dan As-Sunnah.Bandung: Pustaka setia, 2009.
Ahmad Fatoni. Thalaq dan Probelematika Pelaksanaannya di Desa PringgaselaLombok Timur (Ditinjau Berdasarkan Hukum Islam dan Undang-undang no.1 tahun 1974). skripsi, IAIN Mataram, 2003.
Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqalani. Bulughul Maram. Surabaya: Mutiara Ilmu,1995.
Ali Yusuf As-Subki. Fiqih Keluarga: Pedoman Berkeluarga dalam Islam.Jakarta: Amzah, 2012.
Al-Imam Al-Hafizh Ali bin Umar Ad-Daraquthni, Sunan Ad-Daraquthni,penerjemah Amir Hamzah Fachruddin. Jakarta: Pustaka Azam, 2008.
Al-Imam Abi Abdullah Muhammad bin Idris As-Syafi’i. al-Umm. Beirut: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 1413 H.
Al-Imam Hafidz Sihab Ad-Din Ahmad bin Ali bin Muhammad ibnu Hajar Al-Asqalani. Fathul Baari Syarah Sohih Al- Bukhari. Beirut: Dar Al- Kotob Al-Ilmiyah, 1433 H.
Amir Syarifuddin. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara FiqihMunakahat dan Undang-Udang Perkawinan. Jakarta: Kencana, 2011.
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Taringan. Hukum Perdata Islam diIndonesia: Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dan Fikih, UU No.1/1974 Sampai KHI. Jakarta: Kencana, 2004.
Amru Abdul Mun’im Salim. Fikih Thalak: Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist.Jakarta : Pustaka Azzam, 2005.
Atun Wardatun dan Hamdan. Kontekstualisasi Hukum Keluarga di Dunia Islam.Mataram : Lembaga pengkajian-publikasi Islam dan Masyarakat (LEPPIM)IAIN MATARAM, 2014).
91
Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah. Hukum Perdata Islam di Indonesia.Bandung: Pustaka Setia, 2011.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Surabaya: Surya CiptaAksara 1993.
H. M. A. Tihami dan Sohari Sahrani. Fikih Munakahat: Kajian Fikih NikahLengkap. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
H.A. Mukti Arto. Pembaruan Hukum Islam Melalui Putusan Hakim. Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2015.
Ibnu Rusyd. Bidayatul Mujtahid: Analisa Fiqih Para Mujtahid; Penerjemah,Imam Ghazali Said & Achmad Zaidun. Jakarta: Pustaka Amani, 2007.
Jakawadi. Ijtihad Umar bin Khattab dan Elasitas Hukum Islam (Studi TentangTalak 3). skripsi IAIN Mataram, 2006.
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya,2015.
Mahmud Syalthut; Ali As-Sayis. Fiqih Tujuh Madzhab diterjemahkan dari kitabMuqaaranatul Madzaahib Fil Fiqhi. Bandung: Pustaka Setia, 2007.
M. Anshary MK. Hukum Perkawinan di Indonesia: Masalah-Masalah Krusial.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Muhammad Asroruddin. Pandangan Tokoh Masyarakat tentang Talak di LuarPengadilan, (Studi di Desa Tanjung Kecamatan Tanjung Lombok barat).skripsi IAIN mataram 2008.
Muhammad Ali as-Shabuni. Tafsir Ayat al-Ahkam Minal Qur’an. Bairut: Al-Bukai Hatif, 1425 H.
Muhammad Yunus. Kamus Muhammad Yunus. Jakarta: Wadzurriyat, 1990.
M. Abdul Mujib dkk. Kamus Istilah Fiqh. Jakarta: PT. Pustaka Pirdaus, 1995.
M. Harfin Zuhdi. Praktik Merarik : Wajah Social Masyarakat Sasak. Mataram:Lembaga Pengkajian-Publikasi Islam dan Masyarakat (LEEPPIM)) IAINMataram, 2012.
Muhammad Syaifuddin, dkk. Hukum Perceraian. Jakarta: Sinar Grafika, 2014.
92
M. Nur Yasin. Hukum Perkawinan Islam Sasak. Malang: UIN Malang Press,2008.
Moh. Dahlan. Abdullah Ahmed An-Na’im: Efistemologi Hukum Islam. Yoyakarta:Pustaka Pelajar, 2009.
Nana Syaodih Sukmadinata. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: RemajaRosdakarya, 2010.
Peunoh Daly. Hukum Perkawinan Islam: Suatu Studi Perbandingan dalamKalangan Ahluss-Sunah dan Negara-negara Islam. Jakarta: Bulan Bintang,2005.
Pujiono. Hukum Islam: Dinamika Perkembangan Masyarakat MenguakPergeseran Perilaku Kaum Santri. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2012.
Sayyid Sabiq. Fikih Sunnah. Bandung: PT. Alma’arif, cetakan pertama 1980.
Siradjuddin Abbas, 40 Masalah Agama 1. Jakarta: Pustaka Tarbiyah Baru, 2006.
Slamet Abidin dan Aminuddin. Fiqih Munakahat 2. Bandung: Pustaka Setia,1999.
Sulaiman Rasjid. Fikih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012.
Supardi. Metodologi Penelitian. Mataram Lombok: Yayasan Cerdas Press, 2007.
Wasman dan Wardah Nuroniyah. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia:Perbandingan Fiqih dan Hukum Positif. Yogyakarta: Teras, 2011.
Zainuddin Ali. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2006.
B. Undang-undang
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2006 tentangKewarganegaraan Republik Indonesia dan Undang-undang RepublikIndonesia nomor 1 tahun 1974 tentng Perkawinan. Surabaya: kesindoUtama, 2006.
Kompilasi Hukum Islam ( KHI), permata Pres.
C. Profil Desa
Profil Desa Dakung tahun 2011
Profil Desa Dakung tahun 2015.
94
LAMPIRAN-LAMPIRAN:
A. Narasumber:
Abdullah Mustafa (Mantan Hakim), Wawancara, Mataram, 11 Februari 2016.
Ali Muchdor (Hakim Pengadilan Agama Praya), Wawancara, Praya, 24
Februari 2016.
Anjas, Wawancara, Desa Dakung, 20 Januari 2016.
Amaq Murne, Wawancara, Desa Dakung, 04 Februari 2016.
Akhyar, Wawancara, Desa Dakung, 13 Maret 2016.
Herianto, Wawancara, Desa Dakung, 05 Februari 2016.
H. Lalu Husnul Mizan (kades Desa Dakung), Wawancara, Desa Dakung, 08
Februari 2016.
Ki Agus Ahmad, Wawancara, Desa Dakung, 08 Februari 2016.
Kurniati, Wawancara, Desa Dakung, 13 Maret 2016.
L. Wildan (Kaur Pemerintahan Desa Dakung), Wawancara, Desa Dakung, 01
Februari 2016.
L. Padli, S.Pd.I, Wawancara, Desa Dakung, 20 Februari 2016.
Marianah, Wawancara, Saudi, 09 Maret 2016.
Mar’i (Panitera Pengganti), Wawancara, Praya, 28 Maret 2016.
Mashur, Wawancara, Desa Dakung, 10 Februari 2016.
Muhammad Saleh Sopyan, S.H.I, Wawancara, Semarang, 27 Februari 2016.
Munifah, wawancara, Desa Dakung, 07 Februari 2016.
Muhammad Ismail S. Sos I, Wawancara, Desa Dakung, 05 Maret 2016.
Muslim, Wawancara, Desa Dakung, 19 Januari 2016.
Mutiara (Kaur Kesra), wawancara, Desa Dakung, 03 Januari 2016
Najamuddin, Wawancara, Desa Dakung, 28 Februari 2016.
Nurtajalli (Kaur Ekbang), Wawancara, Desa Dakung, 20 Januari 2016.
Nurul Hasanah, Wawancara, Desa Dakung, 20 Maret 2016.
Rusnawan (Kadus Petanggak), Wawancara, Desa Dakung, 20 Januari 2016.
Sama’, wawancara, Desa Dakung, 06 Februari 2016.
Samsul Hadi (Kaur Umum), Wawancara, Desa Dakung, 02 Februari 2016.
Suharni, Wawancara, Desa Dakung, 19 Januari 2016.
95
Ustd Mursyid, Wawancara, Desa Dakung, 06 Maret 2016.
Yohanis, Wawancara, Desa Dakung, 07 Februari 2016.
B. Daftar Pertanyaan:
1. Masyarakat:
a. Bagaimana tanggapan anda terhadap penerapan undang-undang No 1
Tahun 1974 tentang talak tiga sekaligus?
b. Bagaimana menurut anda apakah jatuh talak tiga yang diucapkan
sekaligus atau jatuh talak satu?
2. Masyarakat pelaku talak tiga sekaligus:
“Bagaimana cara mengucapkan lafal talak tiga sekaligus?
3. Para hakim dan pejabat:
a. Bagaimana konsep pengucapan talak dalam undang-undang no 1
tahun 1974?
b. Apakah jatuh talak tiga atau talak satu jika seorang suami
menjatuhkan lafal talak tiga sekaligus ?