112
RESPON MASY TERHADAP PEN (KHI FAKULT INSTITU YARAKAT DESA DAKUNG KEC. PRAYA NERAPAN PASAL 120 KOMPILASI HUK I) TENTANG TALAK TIGA SEKALIGUS Oleh Apriana Asdin NIM:152.122.049 TAS SYARI’AH DAN EKONOMI IS UT AGAMA ISLAM NEGERI (I MATARAM 2016 A TENGAH KUM ISLAM S SLAM IAIN)

INSTITUT AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN

Embed Size (px)

Citation preview

RESPON MASYARAKAT DESA DAKUNG KEC. PRAYA TENGAHTERHADAP PENERAPAN PASAL 120 KOMPILASI HUKUM ISLAM

(KHI) TENTANG TALAK TIGA SEKALIGUS

Oleh

Apriana AsdinNIM:152.122.049

FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAMINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

MATARAM2016

RESPON MASYARAKAT DESA DAKUNG KEC. PRAYA TENGAHTERHADAP PENERAPAN PASAL 120 KOMPILASI HUKUM ISLAM

(KHI) TENTANG TALAK TIGA SEKALIGUS

Oleh

Apriana AsdinNIM:152.122.049

FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAMINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

MATARAM2016

RESPON MASYARAKAT DESA DAKUNG KEC. PRAYA TENGAHTERHADAP PENERAPAN PASAL 120 KOMPILASI HUKUM ISLAM

(KHI) TENTANG TALAK TIGA SEKALIGUS

Oleh

Apriana AsdinNIM:152.122.049

FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAMINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

MATARAM2016

ii

RESPON MASYARAKAT DESA DAKUNG KEC. PRAYA TENGAHTERHADAP PENERAPAN PASAL 120 KOMPILASI HUKUM ISLAM

(KHI) TENTANG TALAK TIGA SEKALIGUS

Skripsi

Diajukan kepada Institut Agama Islam Negeri Mataramuntuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana

Hukum Syari’ah

Oleh

APRIANA ASDIN15.2.122.049

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYAHFAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)MATARAM

2016

ii

RESPON MASYARAKAT DESA DAKUNG KEC. PRAYA TENGAHTERHADAP PENERAPAN PASAL 120 KOMPILASI HUKUM ISLAM

(KHI) TENTANG TALAK TIGA SEKALIGUS

Skripsi

Diajukan kepada Institut Agama Islam Negeri Mataramuntuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana

Hukum Syari’ah

Oleh

APRIANA ASDIN15.2.122.049

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYAHFAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)MATARAM

2016

ii

RESPON MASYARAKAT DESA DAKUNG KEC. PRAYA TENGAHTERHADAP PENERAPAN PASAL 120 KOMPILASI HUKUM ISLAM

(KHI) TENTANG TALAK TIGA SEKALIGUS

Skripsi

Diajukan kepada Institut Agama Islam Negeri Mataramuntuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana

Hukum Syari’ah

Oleh

APRIANA ASDIN15.2.122.049

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYAHFAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)MATARAM

2016

iii

iv

v

vi

Mott

vii

MOTTO:

“Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya

kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas”. (Q.S. Ad-Dhuha:5)

viii

PERSEMBAHAN:

Dengan Penuh Cinta dan Kasih Sayang Skripsi sederhana ini aku Persembahkan

kepada:

1. Syurga terindahku yakni inaq dan bapak (Asiah dan Najamuddin) terimakasih untuk

setiap ketulusan do’a-do’a yang tidak pernah henti-hentinya kalian panjatkan di setiap

waktu untuk kesehatan, keberhasilan, dan kesuksesan anak-anakmu.

2. Adik-adikku tersayang Fahmi Asdin, Idatul Junia Asdin, dan Supia Febiasari Asdin.

kehadiran kalian sebagai motivasiku untuk selalu melakukan dan berusaha untuk

mencapai segala impian serta berusaha menjadi teladan dalam hal kebaikan.

3. Semua keluarga paman, bibi, papuk, kakak dan adik misan yang selalu menanyakan

kapan akan wisuda, terimakasih atas motivasi-motivasi dari kalian semua.

4. Ust. Muhammad Ismail yang merupakan Guru sekaligus kakanda yang selalu

memberikan dukungan dan semangat untuk selalu menyelasaikan skripsi ini.

5. Semua guru-guruku mulai dari SD sampai Perguruan Tinggi, yang formal maupun yang

tidak. terimakasih atas ilmu-ilmu kalian.

6. Keluarga besarku di organisasi yakni HMI, khususnya HMI Komisariat FIISI dan

IKMA DM (Ikatan Mahasiswa Darul Muhajirin).

7. Teman-teman seperjuangan semoga kita tetap dalam tali persaudaraan dalam bingkai

Islam.

8. Almamaterku tercinta IAIN Mataram.

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrobbilalamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada

Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan

tugas akhir berupa skripsi ini dengan penuh perjuangan, harapan dan do’a.

Sholawat serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada baginda Rasulullah

Muhammad SAW sang revolusioner sejati yang membawa cahaya Islam dan

membawa Agama yang sangat mulia yang diridhoi oleh Allah SWT.

Selanjutnya dalam usaha penyusunan karya ilmiah berupa skripsi ini

sudah tentu tidak bisa terlepas dari bantuan, bimbingan, didikan dan dorongan

do’a orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, pada kaitan itu

secara khusus penulis menghaturkan ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya

kepada:

1. Bapak rektor IAIN Mataram Dr. H. Mutawalli, MA., beserta staf dan jajaran

civitas akademika IAIN Mataram.

2. Bapak Dr. H. mussawar, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Ekonomi

Islam serta Bapak/Ibu Dosen yang telah berjasa mendidik dan memberikan

bimbingan dengan penuh keikhlasan dan kesabaran kepada penulis selama

melaksanakan studi di IAIN Mataram.

3. Bapak Ahmad Muhasim, M.HI, selaku Pembimbing I dan Ibu Hj. Ani

Wafiroh, M.Ag, selaku Pembimbing II, yang dengan ikhlas dan tulus hati

memberi saran, petunjuk, pengarahan, dan bimbingan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

x

4. Inaq, Bapak dan segenap keluargaku, terimakasih atas dukungan, cinta dan

kasih sayang yang diberikan kepadaku.

5. Keluarga AS D teman seperjuanganku yang tanpa pamrih memberikan kasih

sayang yang tulus dan canda tawa.

6. Keluarga besarku di Kos Gang Kemitir no. 7 terutama; Maria Ulva,

Hikmatunnisa’ Mining, dan lain-lainnya, terimakasih atas bantuannya baik

berupa materil maupun nonmaterial dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga jasa baik bapak- bapak, ibu-ibu, saudara dan sahabat-sahabat

mendapatkan balasan dari Allah SWT. Amin Ya Rabbal Alamin.

Mataram, 30 Mei 2016

Penyusun,

Apriana AsdinNIM. 152122049

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iii

NOTA DINAS PEMBIMBING..................................................................... iv

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI....................................................... v

PENGESAHAN.............................................................................................. vi

HALAMAN MOTTO .................................................................................... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... viii

KATA PENGANTAR.................................................................................... ix

DAFTAR ISI................................................................................................... xi

ABSTRAK ...................................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1A. Konteks Penelitian ......................................................................... 1B. Fokus Penelitian ............................................................................. 9C. Tujuan ........................................................................................... 9D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 9E. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian........................................... 10F. Telaah pustaka................................................................................ 11G. Kerangka Teoretik.......................................................................... 13H. Metode Penelitian........................................................................... 26

1. Pendekatan Penelitian .............................................................. 262. Kehadiran peneliti .................................................................... 273. Jenis Data ................................................................................. 274. Sumber Data............................................................................. 285. Teknik Pengumpulan Data....................................................... 286. Teknik Analisis Data................................................................ 307. Validitas Data........................................................................... 30

I. Sistematika Pembahasan ............................................................... 31

BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN ................................................ 33A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................................. 33

1. Sejarah Desa Dakung .............................................................. 332. Keadaan Geografis ................................................................... 353. Jumlah Penduduk Desa Dakung .............................................. 364. Pola Keberagaman Desa Dakung ............................................ 37

xii

5. Keadaan Sosial ........................................................................ 396. Badan Pemerintahan Desa Dakung.......................................... 41

B. Praktik Pengucapan Talak Tiga Sekaligus Masyarakat di DesaDakung Kecamatan Praya Tengah ................................................. 43

C. Konsep Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengenai PengucapanTalak Tiga Sekaligus...................................................................... 50

D. Respon Masyarakat Desa Dakung terhadap Penerapan Pasal 120KHI tentang Pengucapan Talak Tiga Sekaligus............................. 52

BAB III PEMBAHASAN .............................................................................. 58A. Analisis Konsep Kompilasi Hukum Islam (KHI) terhadap

pengucapan talak tiga sekaligus ..................................................... 58B. Analisis Respon Masyarakat Desa Dakung terhadap Penerapan

pasal 120 KHI tentang Talak Tiga Sekaligus ................................ 67

BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 87A. Kesimpulan .................................................................................... 87B. Saran-saran..................................................................................... 88

DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN-LAMPIRAN

xiii

ABSTRAK

Kata Kunci : Talak 3 Sekaligus, KHI dan UU No. 1 tahun 1974.

Salah satu usaha reformasi hukum yang dilaksanakan adalah adanyapembaharuan dalam hukum dan terbentuknya aturan yang memang lebihmembawa kepada kemaslahatan, khususnya di bidang keluarga dalam halperceraian. Dengan adanya aturan yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam(KHI) yang lebih dikhususkan untuk penduduk muslim di Indonesia dan tentunyamenjadi acuan yang digunakan oleh para hakim dalam memutuskan perkara.

Dalam undang-undang No. 1 tahun 1974 pada pasal 39 menetapkan bahwaperceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadailan setelah pengadilanyang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.Hal tersebut juga dijumpai dalam kompilasi hukum Islam pada pasal 115. Jikadiperhatikan jelas aturan ini sangat berbeda dengan ketentuan dalam kitab-kitabfiqih klasik yang menyatakan bahwa talak hanya dapat terjadi dengan pernyataansepihak dari pihak suami, baik secara lisan, atau tertulis, secara sungguh-sungguhatau bersenda gurau. Dengan keharusan mengucapkan talak di depan sidangpengadilan, maka praktis konsep talak tiga yang dijatuhkan sekaligus tidakdinyatakan berlaku lagi, karena pengucapan talak tiga sekaligus hanya dihitungsatu talak saja. Dalam kompilasi hukum Islam tidak ada aturan yang menjelaskanmengenai talak tiga sekaligus jatuh tiga. Pada pasal 120 KHI menyebutkan bahwatalak bain kubra yaitu talak yang ketiga setelah talak kesatu dan kedua, di sana adaproses ruju dahulu.

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif denganspesifikasi penelitian deskriptif analitis. Digunakannya data primer dan dataskunder melalui penelitian lapangan dan studi kepustakaan. Data yang diperolehdari lapangan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi yaitu untukmenjawab permasalahan dalam penelitian ini dengan penarikan kesimpulan secarainduktif. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa pemahaman masyarakatDesa Dakung dengan aturan penjatuhan talak tiga sekaligus dihitung talak tigamasih tetap kuat dengan beralasan bahwa itu berdasarkan fikih klasik dan sulituntuk menerima aturan yang baru karena aturan yang dahulu telah melekat,meskipun ada sebagian yang setuju dengan penjatuhan talak yang dihitung satu.

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Ikatan perkawinan merupakan suatu tujuan yang sangat diutamakan

dalam Islam. Pernikahan diadakan untuk selamanya dan seterusnya agar suami

istri bersama-sama dapat mewujudkan rumah tangga sebagai tempat

berlindung, menikmati kasih sayang dan dapat memelihara anak-anaknya

sehingga mereka tumbuh dengan baik.1 Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa

ikatan suami istri adalah ikatan yang paling suci dan kokoh, sehingga tidak ada

sesuatu dalil lebih jelas menunjukkan tentang kesuciannya selain Allah sendiri

menamakan ikatan perjanjian antara suami istri dengan kalimat “mitsaqan

ghalizan” yaitu perjanjian yang kokoh, sebagaimana yang tertuang dalam

FirmanNya:

Artinya: “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian

kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-

istri. dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian

yang kuat”.2

1 Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat 2 ( Bandung: Pustaka Setia, 1999), h.9.

2 Q. S. An-Nisa (4): 21.

2

Oleh karena itu, apabila terjadi perselisihan antara suami istri, sebaiknya

bisa diselesaikan hingga tidak terjadi perceraian. Karena bagaimanapun, baik

suami maupun istri tidak menginginkan hal itu terjadi. Lebih-lebih sebuah

hadist menjelaskan bahwa meskipun talak itu halal, tetapi sesungguhnya

perbuatan itu dibenci oleh Allah swt.

Rasulullah saw, bersabda:

هما-عن ابن عمر أبـغض الحالل عند ( قال رسول الله صلى اهللا عليه وسلم : قال -رضي الله عنـ

وصححه الحاكم , وابن ماجه , رواه أبو داود )لطالق الله ا

Artinya: “Dari Ibnu Umar, Bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “perbuatan

halal yang sangat dibenci Allah swt adalah talak,” (H.R. Abu Daud

dan Hakim, dan disahkan olehnya).3

Akan tetapi, Allah swt. mentakdirkan bahwa pergaulan antara suami istri

kadang-kadang memburuk dan menjadi demikian buruknya sehingga tidak ada

lagi jalan keluarnya. Dalam hal ini diizinkan perceraian karena tidak dapat lagi

ditegakkan garis-garis yang digariskan Allah swt.4 Ada alasan yang

menyebabkan talak itu disunahkan bahkan diwajibkan.

Dengan memiliki kemaslahatan atau kemudharatannya hukum talak ada

empat yaitu:

1. Wajib. Apabila terjadi perselisihan antara suami istri, sedangkan dua hakim

yang mengurus perkara keduanya memandang perlu upaya keduanya

bercerai.

3 Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram Min Adilatil Ahkam, penerjemahHarun Zen dan Zenal Mutaqin (Bandung: Penerbit Jabal, 2011), h. 270.

4 Mahmud Syalthut; Ali As-Sayis, Fiqih Tujuh Madzhab diterjemahkan dari kitabMuqaaranatul Madzaahib Fil Fiqhi (Bandung: Pustaka Setia, 2007), h.166.

3

2. Sunah. Apabila suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi

kewajibannya (nafkahnya), atau perempuan tidak menjaga kehormatan

dirinya.

3. Haram (bid’ah) dalam dua keadaan, pertama, menjatuhkan talak sewaktu si

istri dalam keadaan haid. Kedua, menjatuhkan talak sewaktu suci yang

telah dicampurinya dalam waktu suci tersebut.

4. Makruh, yaitu hukum asal dari talak.5

Ajaran talak, dijumpai di dalam beberapa ayat al-Qur’an antara lain:

a. Al-Qur’an surat Al-Baqarah (2): 229:

Artinya: “Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi

dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang

baik.”.6

b. Al-Qur’an surat Al-Baqarah (2): 230:

Artinya: “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yangkedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga diakawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lainitu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekassuami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya

5 Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Bandung:Pustaka Setia, 2011), h.15.

6 Q. S. Al-Baqarah (2): 229.

4

berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang(mau) Mengetahui.”.7

Berdasarkan ketentuan al-Qur’an surat al-Baqarah (2) : 229 di atas, talak

hanya dua kali yang dapat dirujuk, yang disebut talaq raj’iy, artinya untuk

menjatuhkan talak harus satu demi satu sehingga dapat menggunakan lembaga

ruju’.

Allah swt memberi jalan keluar dari persoalan rumah tangga semacam

itu melalui perceraian. Suami dapat menjatuhkan talak terhadap istrinya

sebanyak dua kali, dengan harapan talak yang pertama menjadi pelajaran untuk

introspeksi diri dalam mencapai masa depan yang lebih baik. Jika tidak

berhasil, maka suami boleh menjatuhkan talak yang kedua. Dalam masa iddah

diharapkan suami istri mau berpikir dan memahami karakter masing-masing

sehingga punya ketetapan hati untuk membina rumah tangga yang sakinah.

Jika setelah rujuk pun, rumah tangga sakinah, tidak tercapai. Maka suami

diperkenankan menjatuhkan talak terakhir (talak tiga), dan tidak ada hak rujuk

lagi.

Dari ayat di atas harus dipahami bahwa talak dua itu bukan diucapkan

dua kali sekaligus, tetapi dilakukan secara bertahap. Begitu pula talak tiga,

tidak diucapkan tiga sekaligus, tetapi bertahap sebagaimana uraian di atas.

Allah swt memberikan tahapan talak sebanyak tiga kali adalah untuk memberi

kesempatan berpikir kepada suami istri untuk meneruskan rumah tangganya

atau tidak, sebab harus disadari bahwa ikatan perkawinan merupakan ikatan

7Ibid.,

5

yang sangat kokoh dan kuat (mitsaqan ghalizan). Itulah sebabnya Allah SWT

memberikan tahapan-tahapan dalam menjatuhkan talak.8

Undang-undang perkawinan no. 1 tahun 1974 dan peraturan organiknya

tidak mengatur masalah talak tiga sekaligus, karena sebagai talak bid’iy maka

talak tiga sekaligus itu dianggap tidak legal. Ini dapat kita lihat dari aturan

yang ditetapkan oleh Undang-undang bahwa “ talak itu harus di depan sidang

pengadilan”. Hakim tetap memutuskan bahwa talak yang dikabulkan itu harus

talak raj’i.

Berdasarkan pada pasal 39 UU No. 1 tahun 1974 bagian poin a

disebutkan bahwa “perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang

pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil

mendamaikan kedua belah pihak”, aturan yang terdapat pada undang-undang di

atas merupakan aturan untuk keseluruhan masyarakat Indonesia. Adapun bagi

umat muslim di Indonesia lebih dikhususkan dengan adanya aturan dalam

bentuk Kompilasi Hukum Islam. Sehingga bunyi pasal 39 UU No. 1 tahun

1974 poin a terdapat juga dalam pasal 115 Kompilasi Hukum Islam (KHI)

merupakan pedoman yang dipakai oleh para hakim di pengadilan Agama untuk

umat muslim, hanya saja pada pasal ini ditambahkan dengan pengadilan

Agama.

Harus disadari bahwa talak tiga yang diucapkan sekaligus tidak sesuai

dengan jiwa disyari’atkannya lembaga talak dalam Islam. Lembaga talak yang

8 M. Anshary MK, Hukum Perkawinan di Indonesia: Masalah-Masalah Krusial(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 66.

6

disyari’atkan dalam Islam menjamin keseimbangan keberadaan, keseimbangan

kepentingan, dan keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan istri.

Sementara kita lihat pendapat yang berkembang di masyarakat muslim

di Indonesia, khususnya di Lombok di Desa Dakung Kecamatan Praya Tengah

Lombok Tengah, adalah apabila seorang suami menjatuhkan talak tiga

sekaligus, maka akan jatuh talak tiga. Tidak dipertimbangkan apakah saat

suami menjatuhkan talak itu suami dalam keadaan emosional atau tidak. Tidak

diperhitungkan pula hak-hak istri dan kewajiban suami yang timbul akibat dari

perceraian tersebut. Dan dipahami bahwa seorang suami mempunyai hak

prerogatif untuk menjatuhkan talak terhadap istrinya, dimana saja, kapan saja si

suami menghendaki.

Sebagai akibat dari talak tiga yang diucapkan sekaligus itu, masyarakat

memahami bahwa untuk dapat kembali kepada istri yang sudah dijatuhkan

talaknya itu, harus melalui muhalli/cinta buta. Masyarkat mengakui bahwa

talak yang diucapkan di luar pengadilan itu jatuh karena telah sesuai dengan

syarat dan rukun dari perceraian yaitu diucapkan dan tetap memahami bahwa

talak itu jatuh. Begitupun dengan talak tiga sekaligus. Hal ini sebenarnya telah

menjadi perdebatan dari masa Umar sampai sekarang. Masyarakat masih

memahami bahwa pengucapan talak tiga sekaligus tetap jatuh talak tiga,

meskipun mengucapkannya ketika emosional sehingga setelah

mengucapkannya terjadi penyesalan.

Aturan hukum positif di Indonesia mengatur bagaimana pengucapan

talak itu yaitu di depan persidangan. Tetapi sampai saat ini masyarakat masih

7

saja mengucapkan talak di luar sidang, dan lebih-lebih mengucapkan talak tiga

yang secara ajaran Islam berdasarkan hadist-hadist nabi banyak yang melarang

pengucapan talak tiga sekaligus langsung jatuh. Sebagaimana hadist yang

diriwayatkan oleh Ibnu Abbas sebagai berikut:

هما- عباس وعن ابن فـقال له رسول الله صلى اهللا . طلق أبو ركانة أم ركانة : ( قال -رضي الله عنـ

اود رواه أبو د )راجعها , قد علمت :قال . إني طلقتـها ثالثا: فـقال , عليه وسلم راجع امرأتك

Artinya:“Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata, “Abu Rakanah telah mentalak

Ummu Rakanah, maka Rasulullah saw. Bersabda kepadanya,

“Ruuju’lah istrimu itu.” Lalu dia menjawab, “saya telah mentalak

tiga kali.” Beliau bersabda, memang aku sudah tahu, ruju’lah ia.”

(H.R.Abu Dawud).9

Melihat pernyataan-pernyataan di atas tentu kita dapat mengambil aturan

mana yang lebih mendekati kepada kebaikan. Pemahaman masyarakat terhadap

penjatuhan talak tiga sekaligus, masih banyak diterapkan oleh masyarakat yang

kental dengan pemahaman Agama dan tidak mengetahui aturan undang-undang

perkawinan dan yang ada dalam kompilasi hukum Islam. Terutama di Desa

Dakung, yang notabennya kental dengan pemahaman ajaran Agama klasik

sebagaimana yang diterapkan pada masanya Umar bin Khattab. Selain itu

mereka tidak tahu dengan keberadaan dari aturan yang diterapkan oleh

pemerintah lewat kompilasi hukum Islam bahwa pengucapan talak tiga

sekaligus tidak dibenarkan dan tidak dianggap bercerai secara langsung oleh

pengadilan. Karena dalam pasal 120 KHI berbunyi “ Talak Bain Kubra adalah

9 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, h. 272.

8

talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan

tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali apabila pernikahan itu dilakukan

setelah bekas istri, menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian

ba’da al dukhul dan habis masa iddahnya”10

Ini dapat dilihat dari pasangan suami istri, yang dimana suami

menjatuhkan talak 3 sekaligus lewat telpon, dan istri langsung menganggap

dirinya telah dicerai, tokoh agama dan masyarakat pun diam dengan hal

tersebut, menyetujui dan tidak memberikan pemahaman bahwa talak 3

sekaligus itu termasuk satu, apabila diucapkan pertama kali. Apabila kita lihat

aturan yang diterapkan oleh pemerintah lewat KHI lebih dekat dengan apa

yang terdapat dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah: 229.

Berangkat dari hal di atas, maka peneliti memandang penting untuk

diteliti, bagaimana respon masyarakat Desa Dakung Kecamatan Praya Tengah

terhadap penerapan pasal 120 KHI mengenai talak tiga sekaligus yang

diucapkan pertama kali oleh suami, dengan melihat praktik pengucapan talak

tiga yang langsung jatuh sebagaimana yang terjadi di masyarakat.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka peneliti tertarik melakukan

penelitian dengan fokus penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang pengucapan

talak tiga sekaligus?

10 Kompilasi Hukum Islam (penerbit: Permata Press), h. 37.

9

2. Bagaimana respon masyarakat Desa Dakung terhadap penerapan pasal 120

Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang pengucapan talak tiga sekaligus?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep kompilasi hukum Islam (KHI) tentang

pengucapan talak tiga sekaligus.

2. Untuk mengetahui respon masyarakat Desa Dakung terhadap penerapan

pasal 120 Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang pengucapan talak tiga

sekaligus.

D. Manfaat / Kegunaan

1. Teoritis:

a. Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan pelajaran

bagi keluarga-keluarga yang lainnya ataupun bagi calon suami istri

yang belum menikah supaya mengetahui bahwa bagaimana sebenarnya

hukum menjatuhkan talak tiga sekaligus sesuai dengan kondisi saat ini.

b. Memperkuat beberapa hasil penelitian sebelumnya.

c. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian

selanjutnya.

2. Praktis:

a. Dengan adanya penelitian dari masalah yang terdapat di atas, saya

sebagai pemula dalam penelitian bisa mendapatkan pelajaran dan

pengalaman dalam hal penelitian ini, dan mampu menelaah bagaimana

sebenarnya praktek-praktek pengucapan talak yang dilakukan di

masyarakat

10

b. Sebagai bahan evaluasi bagai pasangan suami istri. Supaya

keharmonisan dalam keluarga tercapai.

c. Memberikan masukan kepada pemerintah terhadap aturan yang

ditetapkan pada undang-undang dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).

E. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian

1. Ruang Lingkup Penelitian.

Agar penelitian ini tidak melebar pada hal-hal yang tidak diperlukan

maka penulis membatasi penelitian yang dilakukan hanya pada: praktik

pengucapan talak tiga yang dilakukan oleh masyarakat Desa Dakung,

konsep Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengenai pengucapan talak tiga

sekaligus, respon masyarakat Desa Dakung terhadap penerapan pasal 120

KHI tentang pengucapan talak tiga sekaligus.

2. Setting Penelitian.

Penelitian ini dilakukan di Desa Dakung, kecamatan Praya tengah

kabupaten Lombok tengah. Adapun alasan dipilihnya Desa Dakung

Kecamatan Praya Tengah di karenakan di desa tersebut penulis menemukan

masih adanya proses pengucapan talak di luar pengadilan dan memahami

bahwa talak tiga sekaligus yang dijatuhkan langsung jatuh tiga sementara

jika dibawa ke pengadilan maka akan dihitung talak raj’i.

F. Telaah Pustaka

Pada telaah pustaka ini penulis mencoba mengangkat beberapa

penelitian terdahulu yang mempunyai kaitan dan perbedaan dengan penelitian

11

yang penulis lakukan serta bisa menjelaskan posisi penelitian yang

dilaksanakan. Adapun penelitian tersebut adalah:

1. Jakawadi, dengan judul skripsi “Ijtihad Umar bin Khattab dan Elasitas

Hukum Islam (Studi Tentang Talak 3). Penelitian ini membicarakan tentang

bagaimana ketentuan talak tiga menurut Umar bin Khattab dan bagaimana

relevansi ijtihadnya. Sehingga hasil dari penelitian ini yaitu bahwa

ketentuan Umar bin Khattab tentang talak tiga sekaligus dihukum talak tiga.

Umar dalam meng-istibathkan suatu hukum terhadap suatu perkara selalu

merujuk kepada Al-Qur’an, sunnah dan ijma’ para sahabat. Akan tetapi

melihat kepada makna batiniah (semangat yang terkandung) dari suatu Al-

Qur’an dan hadist. Dengan demikian terbuktilah bahwa apa yang menjadi

ketentuan Umar tersebut mencerminkan hukum Islam bersifat elastis dan

releven dengan situasi dan kondisi.11

Dilihat dari skripsi di atas dapat diketahui bahwa terdapat kesamaan

dan perbedaan penelitian yang saya teliti dengan penelitian dari Jakawadi.

Persamaannya adalah membahas tentang talak tiga yang diucapkan

sekaligus yang terjadi di masyarakat. Adapun yang menjadi perbedaan

adalah dari penelitian yang peneliti lakukan yaitu terfokus pada respon

masyarakat terhadap penerapan pasal 120 KHI mengenai pengucapan talak

tiga sekaligus sementara penelitian yang dilakukan oleh Jakawadi terpokus

pada ijtihad Umar mengenai talak tiga yang jatuh.

11 Jakawadi, dengan judul skripsi, Ijtihad Umar bin Khattab dan Elasitas Hukum Islam(Studi Tentang Talak 3) (Skripsi IAIN Mataram, 2006), h. 83.

12

2. Ahmad Fatoni, dengan judul skripsi “Thalaq dan Probelematika

Pelaksanaannya di Desa Pringgasela Lombok Timur (Ditinjau Berdasarkan

Hukum Islam dan Undang-undang no. 1 Tahun 1974)”. Penelitian ini

membicarkan mengenai masalah-masalah yang timbul akibat talaq itu

sendiri. Baik bagi anak dan bagi pasangan suami istri yang bercerai. Dalam

latar belakang skripsi ini, pengucapan talak yang secara terpaksa, dibahas

hanya sekilas saja.12

Sedangkan penelitian yang peneliti laksanakan yaitu membahas

mengenai pengucapan talak tiga sekaligus dan menurut UU No. 1 Tahun

1974, ini membuktikan bahwa peneliti yang saya lakukan berbeda dengan

yang di atas.

3. Muhammad Asroruddin dengan judul skripsi “Pandangan Tokoh

Masyarakat tentang Talak di Luar Pengadilan (Studi di Desa Tanjung

Kecamatan Tanjung Lombok Barat). Isi dari skripsi ini yaitu: bahwa

pandangan tokoh masyarakat tentang talak di luar pengadilan kebanyakan

mereka beranggapan sah dan ada juga yang menganggap tidak sah, yang

menganggap sah beralasan bahwa hal tersebut sesuai dengan fiqih klasik

dan tata cara penjatuhan talak, syarat menjatuhkan talak, situasi, dan

kondisinya sesuai dengan fiqih klasik tersebut. Dan mengenai ketentuan

12 Ahmad Fatoni, Thalaq dan Probelematika Pelaksanaannya di Desa PringgaselaLombok Timur (Ditinjau Berdasarkan Hukum Islam dan Undang-undang no. 1 tahun 1974(skripsi, IAIN Mataram, 2003), h. 3.

13

tentang keharusan bercerai di pengadilan ini memang tidak diatur dalam

fiqih madzhab apapun, termasuk syi’ah imamiah.13

Sedangkan penelitian yang peneliti laksanakan berkaitan dengan

praktik pengucapan talak tiga sekaligus jatuh talak tiga dan respon

masyarakat Desa Dakung terhadap Kompilasi Hukum Islam tentang talak

tiga.

G. Kerangka Teoretik

1. Pengertian Talak

Talak berasal dari bahasa arab yaitu kata “Ithlaq”14, artinya lepasnya

suatu ikatan perkawinan dan berakhirnya hubungan perkawinan atau talak

yaitu melepaskan ikatan perkawinan (nikah) dari pihak suami dengan katak-

kata (shigat) tertentu.15 Menurut istilah syara’ talak adalah “ melepas tali

perkawianan dan mengakhiri hubungan suami istri”

Jadi talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah

hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya. Ini

terjadi dalam talaq bain, sedangkan arti mengurangi pelepasan ikatan

perkawinan adalah berkurangnya hak talak bagi suami yang mengakibatkan

berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi dua,

dari dua menjadi satu, dan dari satu menjadi hilang hak dalam talak raj’i16.

13 Muhammad Asroruddin, Pandangan Tokoh Masyarakat tentang Talak di LuarPengadilan, (Studi di Desa Tanjung Kecamatan Tanjung Lombok barat) (skripsi IAIN mataram2008), h. 66.

14 Muhammad Yunus, Kamus Muhammad Yunus ( Jakarta: Wadzurriyat, 1990), h. 239.15 M. Abdul Mujib dkk, Kamus Istilah Fiqh (Jakarta: PT. Pustaka Pirdaus, 1995), h. 386.16 H. M. A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap

(Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 230.

14

2. Rukun Talak

Rukun talak ada tiga. Pertama kata-kata talak dan syarat-syaratnya.

Kedua, orang yang boleh menjatuhkan talak dan yang tidak boleh. Ketiga,

orang-orang perempuan yang dijatuhi talak dan yang tidak.17

Syarat-syarat sahnya talak baik yang berlaku untuk suami, istri atau

sighat talak, dijelaskan oleh Soemiyati, sebagai berikut:

a. Berakal sehat

b. Telah baligh

c. Tidak karena paksaan

Para ulama sepakat bahwa suami yang berakal, baligh, dan bebas

memilih dialah yang boleh menjatuhkan talak dan talaknya dipandang sah.

Jika suaminya gila, atau masih anak-anak atau dalam keadaan terpaksa

(force mayor), maka talaknya dipandang sia-sia, sekalipun timbul dari

keputusan dirinya. Karena talak tergolong tindakan yang mempunyai akibat

dan pengaruh dalam kehidupan suami istri, maka mau tidak mau yang

menjatuhkan talak harus sempurna kemampuannya, sehingga tindakan-

tindakannya dipandang sah secara hukum.

Bahwa sempurnanya kemampuan adalah adanya akal sehat,

kedewasaan dan kebebasan memilih.18 Dalam hal ini nabi bersabda:

17 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid: Analisa Fiqih Para Mujtahid; Penerjemah, ImamGhazali Said & Achmad Zaidun (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), h. 568.

18 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah (Bandung: PT. Alma’arif, cetakan pertama 1980), h. 16-17.

15

ها عن : رفع القلم عن ثالثة : ( عن النبي صلى اهللا عليه وسلم قال , وعن عائشة رضي الله عنـ

, أحمد رواه )أو يفيق , وعن المجنون حتى يـعقل , وعن الصغير حتى يكبـر , حتى يستـيقظ النائم

واألربـعة إال التـرمذي وصححه الحاكم

Artinya: “Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anha bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihiwa Sallam bersabda: "Pena diangkat dari tiga orang (malaikattidak mencatat apa-apa dari tiga orang), yaitu: orang tidurhingga ia bangun, anak kecil hingga ia dewasa, dan orang gilahingga ia berakal normal atau sembuh." Riwayat Ahmad danImam Empat kecuali Tirmidzi. Hadits shahih menurut Hakim.Ibnu Hibban juga mengeluarkan hadits ini19

3. Dasar Hukum Talak

Perceraian boleh dilakukan apabila mengandung unsur kemaslahatan

karena setiap jalan perdamaian antara suami istri yang bertikai tidak

menghasilkan kebaikan. Perceraian setidaknya merupakan alternative yang

lebih mendidik ke dua belah pihak. Secara moral, perceraian sebagai suatu

perbuatan halal yang paling dimurkai oleh Allah. Walaupun halal, semua itu

harus diberikan dalam batas-batas yang dapat dipertanggungjawabkan, baik

dilihat dari segi hubungan suami istri dan keluarganya pada khususnya

maupun pengaruhnya yang langsung atau tidak langsung terhadap

masyarakat pada umumnya.20

Sehingga dalam Al-Qur’an Allah swt membahas mengenai talak.

Adapun firman Allah mengenai hal tersebut yaitu:

19 Sulaiman Rasjid, Fikih Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012), h. 407.20 Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah, Hukum Perdata Islam di Indonesia

(Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 147.

16

Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi

dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang

baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang

telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya

khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.”.21

Dari ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa talak itu tidak jatuh

sekaligus, sehingga harus ada ruju’. Lembaga yang digunakan di Indonesia

sendiri mengacu kapada hal tersebut meskipun di masyarakat masih dipakai

bahwa talak yang diucapkan sekaligus itu jatuh tiga, namun di peradilan,

meskipun meminta kepada hakim untuk menjatuhkan talak tiga, tetap hakim

akan memberikan jatuh talak satu.

4. Macam-macam Talak

Dilihat dari segi sifat syari’atnya Talak ada dua macam yaitu:

a. Talak sunnah (talaq sunni)

Yaitu talak yang terjadi dengan mengikuti perintah syara’. Talak

sunnah adalah suami yang menceraikan istri setelah berhubungan dengan

istri dengan satu kali talak. Istri dalam keadaan suci dan ia tidak

menyentuhnya. Hal ini berdasarkan firman Allah yang terdapat dalam al-

Qur’an surat al-Baqarah: 229-230.

b. Talak bid’ah (talaq bid’i)

21 QS. al-Baqarah (2): 229.

17

Talaq bid’i adalah talak yang berbeda dengan disyariatkan;

seakan-akan ia menceraikannya tiga kali dalam satu kata. Atau ia

menceraikannya tiga kali berbeda-beda pada satu tempat. Seakan-akan ia

berkata: “engkau aku cerai, engkau aku cerai, engkau aku cerai.” Atau ia

menceraikan pada waktu haid dan nifas, atau dalam waktu suci namun

telah berhubungan dengannya. Para ulama telah sepakat bahwa talak bid’i

haram, sedangkan orang yang melakukannya haram.22

Kemudian talak dilihat boleh atau tidaknya rujuk suami kepada

istrinya, talak dibedakan menjadi dua:

a. Talaq raj’i

Adalah talak yang diperbolehkan bagi laki-laki untuk kembali

pada istrinya, sebelum masa iddah dengan tanpa mahar baru dan akad

baru. Talak ini tidak menjadi jelas untuk istri seketika tetapi setelah

berakhirnya ‘iddah.

b. Talaq ba’in

Talaq ba’in adalah talak yang memutuskan, yaitu suami tidak

memiliki hak untuk kembali pada perempuan yang diceraikannya dalam

masa ‘iddahnya.Talak bain ada dua macam, yaitu talaq bain shugra dan

talaq ba’in qubra. Talak ba’in bagian kecil (sughra), yaitu talak bagi

laki-laki tidak boleh kembali pada perempuan yang dicerainya kecuali

dengan mahar dan akad baru “pada saat-saat ‘iddah-nya atau selesai

masa ‘iddahnya”.

22 Ali Yusuf As-Subki, Fiqih Keluarga: Pedoman Berkeluarga dalam Islam (Jakarta:Amzah, 2012), h. 336.

18

Adapun talak ba’in qubra, yaitu talak yang tidak boleh bagi laki-

laki setelahnya untuk kembali pada istrinya, kecuali jika setelah menikah

dengan laki-laki lainnya dengan pernikahan yang benar untuk

melaksanakan tujuan pernikahan.23

5. Pendapat-pendapat tentang Talak Tiga

Mengucapkan talak tiga bisa dilakukan dengan beberapa cara:

a. Menjatuhkan talak tiga kali pada masa yang berlainan. Misalnya seorang

suami mentalak istrinya talak satu, pada masa iddah ditalak lagi talak

satu, pada masa iddah kedua ini ditalak lagi talak satu.

b. Seorang suami mentalak istrinya dengan talak satu, sesudah habis

iddahnya dinikahinya lagi, kemudian ditalak lagi, setelah habis iddahnya

dinikahi lagi, kemudian ditalak lagi ketiga kalinya. Dalam kedua cara

tersebut, para ulama sepakat bahwa talak itu jatuh menjadi talak tiga, dan

berlaku hukum talak tiga seperti yang telah dijelaskan di atas.

c. Suami mentalak istrinya dengan ucapan, “saya talak engkau talak tiga,”

atau “saya talak engkau, saya talak engkau, saya talak engkau,” diulang-

ulangnya kalimat talak itu tiga kali berturut-turut.24

Pada cara yang ketiga ini ulama berbeda-beda pendapatnya, yaitu

sebagaimana tersebut di bawah ini:

Pendapat pertama, jatuh talak tiga, berlaku segala hukum talak tiga

seperti di atas. Sabda Rasulullah saw :

23 Ibid., 336-337.24 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam., h. 405.

19

, عن ابن املبارك, نانعيم بن محاد, نا حممد بن عبد امللك بن زجنويه, نا أبو عبيد القاسم بن إمسا عيلأنه ذكر عنده أن الطالق الثألث مبرة : سلمة بن أيب سلمة عن أبيه نا , عن حممد بن راشد

فلم ,طلق حفص بن عمرو بن املغرية فا طمة بنت قيس بكلمة واحدة ثالثا: فقال, مكروهوطلق عبد الرمحن بن عوف امر أنه ثالثا فلم يعب, عليهعاب ذلك. م. ا أن النيب صيبلغن

ذلك عليه أحد Artinya:“Abu Ubaidah Al-Qasim bin Ismail menceritakan kepada kami

Muhammad bin Abdul Malik bin Zanjawih menceritakan kepadakami, Nu’aim bin Hammad menceritakan kepada kami dari IbnuAl-Mubarak, dari Muhammad bin Rasyid, Salamah bin AbuSalamah menceritakan kepada kami dari ayahnya bahwadisebutkan kepadanya bahwa talak tiga sekaligus adalah makruh,lalu ia berkata, “Hafsah bin Amr bin Al-Mughirah mentalak 3istrinya, Fatimah binti Qais, dengan satu kalimat, lalu tidak adakabar yang sampai kepada kami dari Nabi SAW (yangmenyebutkan) bahwa beliau mencela perbuatan itu.Abdurrahmanbin Auf juga mentalak tiga istrinya dan tidak seorangpun mencelahal tersebut.”25

Pendapat kedua, tidak jatuh sama sekali, artinya istri itu belum

ditalak. Sabda Rasulullah saw:

رواه مسلم . من عمل عمأل ليس عليه امر نا فهو رد

Artinya: “Barang siapa mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak sesuai

dengan perintah kami, maka pekerjaan itu ditolak.”( riwayat

muslim)26

Talak tiga bukan perintah Rasulullah SAW. Bahkan dilarang oleh

beliau. Talak tiga ditolak berarti tidak sah.

25 Al-Imam Al-Hafizh Ali bin Umar Ad-Daraquthni, Sunan Ad-Daraquthni, penerjemahAmir Hamzah Fachruddin (Jakarta: Pustaka Azam, 2008), h. 21.

26 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam., h. 405.

20

Pendapat yang ketiga, jatuh talak satu. Dalam hal ini berlaku hukum

talak satu seperti di atas, dan suami masih boleh rujuk kembali kepada

istrinya.27 Sabda Rasulullah saw:

هما- عن ابن عباس و فـقال له رسول الله صلى . طلق أبو ركانة أم ركانة : ( قال -رضي الله عنـ

اه أبو رو )راجعها , قد علمت :قال . إني طلقتـها ثالثا: فـقال , وسلم راجع امرأتك عليه اهللا

داود

Artinya :“Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata, “Abu Rakanah telah mentalak

Ummu Rakanah, maka Rasulullah saw. Bersabda kepadanya,

“Ruju’lah istrimu itu.” Lalu dia menjawab, “saya telah

mentalak tiga kali.” Beliau bersabda, memang aku sudah tahu,

ruju’lah ia.” (H.R.Abu Dawud).28

6. Talak tiga sekaligus dalam undang-undang perkawinan dan Kompilasi

Hukum Islam (KHI)

Direktur Jendral Binbaga Islam pernah mengirim surat kepada

pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama se-Indonesia, 10 April,

1981 Nomor: EV/ED/50/1981 tentang talak tiga sekaligus. Surat ini

merupakan sikap Depertamen Agama dalam rangka melaksanakan Undang-

undang nomor 1 tahun 1974 tentang talak tiga sekaligus:

a. Bahwa ayat-ayat al-Qur’an dan sunnah Rasul menentukan bahwa hak

talak yang ada pada suami adalah 3 kali bukan tiga talak.

b. Bahwa di dalam hukum Islam tentang talak tiga sekaligus adalah masalah

khilafiyah. Satu pendapat menyatakan bahwa, talak tiga sekaligus tetap

27 Ibid., h. 406.28 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Terjemah Bulughul Maram, h. 521.

21

jatuh satu saja, dan pendapat lain menyatakan, talak tiga sekaligus jatuh

tiga sekaligus.

c. Bahwa pada masa Nabi, Abu Bakar, dan pada permulaan zaman Umar,

talak tiga sekaligus dinyatakan jatuh satu. Kemudian pada pertengahan

masa Umar, karena keinginan untuk membatasi kecerobohan suami saat

marah, umar memberikan penetapan, bagi kasus talak tiga sekaligus

berarti jatuh tiga. Tindakan Umar ini bukan berarti membatalkan apa

yang pernah berlaku pada zaman Nabi dan Abu Bakar, melainkan

hanyalah suatu peningkatan saksi hukum, agar para suami tidak main-

main dengan lembaga talak yang ada kesatu, kedua, dan ketiga dan

supaya berhenti dari perbuatan ceroboh dalam mempermainkan syari’ah.

Sebagaimana hadist nabi:

هما- وعن ابن عباس ق على عهد رسول الله صلى اهللا كان الطال : ( قال -رضي الله عنـفـقال عمر بن , طالق الثالث واحدة , وسنتـين من خالفة عمر , عليه وسلم وأبي بكر

ناه عليهم فـل , إن الناس قد استـعجلوا في أمر كانت لهم فيه أناة : الخطاب فأمضاه ? و أمضيـرواه مسلم . )عليهم

Artinya: “Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata, “adalah talak pada zamanRasulullah saw. Dan pada masa Abu Bakar dan dua tahunpada masa kekhalifahan Umar, tiga talak (sekaligus) itudianggap satu. Lalu Umar berkata, “sesungguhnya orang-orang itu sangat tergesa-gesa dalam perkara yang padanyaada tempo (untuk bersifat dua kali), seandainya kamilanjutkan (tetapkan) keadaan itu pada mereka. Tentu ia akanmenjadi ketetapan yang berlaku atas mereka (tetap jatuhtalak 3.29

29 Ibid., h.520.

22

Bahwa keadaan manusia yang wajar/normal, bukanlah seperti

orang yang dihadapi Umar pada waktu itu melainkan yang banyak

adalah seperti yang dihadapi oleh nabi, Abu Bakar dan permulaan masa

Umar. Oleh karena itu, hukum talak tiga sekaligus yang dapat dijadikan

patokan adalah yang pernah dilaksanakan pada zaman Nabi, Abu Bakar

dan permulaan Umar.

d. Bahwa sesuai dengan rumusan undang-undang perkawinan (UU NO.

1/1974 pasal 10 jo 31) dan peraturan pelaksanaannya (PP No. 9/1975

pasal 14 s/d 18) yang menentukan bentuk putusnya perkawinan dan tata

cara talak bagi yang beragama Islam.30

KHI juga tampaknya mengikuti alur yang digunakan oleh undang-

undang perkawinan, walaupun pasal-pasal yang digunakan lebih banyak

yang menunjukkan aturan-aturan yang lebih rinci. KHI memuat masalah

putusnya perkawinan pada Bab XVI.

Pasal 113 dinyatakan:

Perkawinan dapat putus karena:

a. Kematian,

b. Perceraian, dan

c. Atas putusan pengadilan.

Berbeda dengan undang-undang perkawinan yang tidak mengenal

istilah talak, KHI menjelaskan yang dimaksud dengan talak adalah:

30 M. Anshary, Hukum Perkawinan Di Indonesia., h. 73-75.

23

“ikrar suami dihadapan sidang pengadilan Agama yang menjadi salah satu

sebab putusnya perkawinan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam

pasal 129, 130 dan 131”.31

Adapun dalam KHI pada pasal 120 berbunyi : “talak yang terjadi

untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat

dinikahkan kembali, kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas

istri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da al

dukhul dan telah melewati masa iddah.32

Dalam kompilasi hukum Islam yang menjadi pedoman para hakim di

pengadilan Agama, tidak ada aturan yang mengatakan bahwa talak tiga

sekaligus itu jatuh tiga ataupun termasuk dalam talak ba’in kubra. Adapun

yang dikatakan talak ba’in kubra adalah talak yang ketiga setelah talak

kesatu dan kedua. Sehingga pengadilan tidak mengakui adanya talak tiga

yang diucapkan sekaligus jatuh tiga, tapi talak raj’i atau satu.

Berdasarkan fokus masalah dan terbentuk judul respon masyarakat

terhadap penerapan pasal 120 KHI tentang talak tiga sekaligus, tentunya

pada bagian ini sedikit mengupas tentang pengertian dari respon dan

macam-macamnya, karena sebelumnya di atas telah dijelaskan mengenai

dan bagian-bagian dari talak itu sendiri.

Respon adalah setiap tingkah laku pada hakikatnya merupakan

tanggapan atau balasan terhadap rangsangan atau stimulus (Sarlito, 1995).

31 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia: StudiKritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI (Jakarta: Kencana,2004), h. 220.

32 Ibid., h. 223.

24

Sedangkan menurut Gulo (1996), respon adalah suatu reaksi atau jawaban

yang bergantung kepada stimulus atau merupakan hasil stimulus tersebut.33

Dalam kamus bahasa Indonesia respon merupakan tanggapan atau jawaban.

Respon seseorang dapat dalam bentuk baik atau buruk, positif atau negative,

apabila respon tersebut positif maka orang yang bersangkutan cendrung

untuk menyukai atau mendekati objek, sedangkan respon negative cendrung

untuk menjauhi objek tersebut.34

Menurut J. Rahmat, respon ada dua yaitu:

a. Konfirmasi, yang terdiri dari:

1) Pengakuan langsung (direct acknowledgement): saya menerima

pernyataan anda dan memberikan segera; misalnya, “saya setuju, anda

benar”.

2) Perasaan positif (positif feeling): saya mengungkapkan perasaan yang

positif terhadap apa yang sudah anda katakana.

3) Respons meminta keterangan (clarifying respons): saya meminta anda

menerangkan isi pesan anda; misalnya, “ceritakan lebih banyak tentang

itu”.

4) Respons setuju (Agreeing Response): saya memperteguh apa yang

anda katakana, misalnya: “saya setuju, ia memang binatang yang

terbaik saat ini”.

33https://googleweblight.com/?liteUrl=https://pratamasandra.worlpress.com2011/05/11pengertian-respons, diambil pada tanggal 1 Juli 2016.

34 Ibid.,

25

5) Respons sportif (supportive response): “saya mengungkapkan

pengertian, dukungan atau memperkuat anda, misalnya, “saya

mengerti apa yang anda rasakan”.

b. Diskonfirmasi, yang terdiri dari:

1). Respons sekilas (tangential response): “saya memberikan respon pada

pernyataan anda, tetapi dengan segera mengalihkan pembicaraan”

misalnya, apakah film itu bagus?” lumayan, jam berapa besok anda

harus saya jemput?

2). Respons impersonal (Impersonal Response): saya memberikan

komentar dengan mempergunakan kata ganti orang ketiga, misalnya,

“orang memang sering marah diperlukan seperti itu”.

3). Respons kosong (impervious response): saya tidak menghiraukan anda

sama sekali, tidak memberikan sambutan verbal atau non verbal.

4). Respon yang tidak relevan (irrelevant response): seperti respons

sekilas, saya berusaha mengalihkan pembicaraan tanpa

menghubungkan sama sekali dengan pembicaraan anda, misalnya

“buku ini bagus”, “saya heran mengapa Rini belum juga pulang

menurut kamu kira-kira kemana ia?

5). Respon interupsi (interrupting response): saya memotong pembicaraan

anda sebelum anda selesai, dan mengambil alih pembicaraan.

6). Respons rancu (incoherent response): “saya berbicara dengan kalimat-

kalimat yang kacau, rancu, atau tidak lengkap”.

26

7). Response kontradiktif (incongruous response): “saya menyampaikan

pesan verbal yang bertentangan dengan pesan non verbal, misalnya

saya mengatakan dengan bibir mencibir dan intonasi suara yang

merendahkan, “memang bagus, betul pendapatmu”.35

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah pendekatan

kualitatif. Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (field research)

dan kepustakaan, membandingkan apa yang ada di lapangan dengan yang

ada di buku. Dengan pendekatan deskriptif yang bertujuan untuk

menggambarkan bagaimana “Respon Masyarakat Desa Dakung Kec.

Praya Tengah terhadap Penerapan pasal 120 KHI tentang Talak Tiga

Sekaligus”.

Menurut Jane Richi dalam bukunya Lexy j. Moleong, penelitian

kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial dan perspektifnya di

dalam dunia, dari segi konsep, prilaku, persepsi, dan persoalan tentang

manusia yang diteliti.36 Sedangkan Lexy j. Moleong memberikan definisi

bahwa penelitian kualitatif adalah penelitan yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian

35https://www.google.co.id/search/redir-esc=&hl=in-ID&safe=images&oe=utf-8&q=pengertian-respons. Diambil pada tanggal 03 juli 2016.

36 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2015),h. 6.

27

misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistic,

dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode

ilmiah.37

Jadi, Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

pendekatan kualitatif merupakan metode untuk mengumpulkan data dalam

bentuk tertulis atau lisan dari orang perorang maupun kelompok yang

diamati dan atau fenomena yang bertujuan untuk membuat deskriptif atau

gambaran secara sistematis mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, aktivitas

sosial, kepercayaan serta hubungan fenomena-fenomena yang diamati.

2. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti di lokasi penelitian merupakan hal yang sangat

penting dalam sebuah penelitian. Oleh karena itu, dalam penelitian ini

penulis sebagai peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian untuk mencari

dan mengumpulkan data-data dari sumber-sumber terkait dengan masalah

yang diteliti. Kehadiran penelitian dalam penelitian ini bertujuan untuk

menciptakan hubungan baik dengan subjek penelitian.

3. Jenis Data

Jenis data terbagi menjadi dua yaitu data primer dan skunder.

Keberadaan talak tiga sekaligus yang ada dalam pasal 120 KHI dan yang

berlaku di masyarakat merupakan alasan saya angkat sebagai data primer.

Karena perbedaan kaidah dan aturan yang dipakai dan dipahami, maka

37 Ibid., 6.

28

masyarakat menganggap bahwa pengucapan talak tiga yang secara

sekaligus jatuh tiga apakah itu diucapkan benar-benar niat untuk tiga atau

hanya sebatas luapan saja.

Sebagian pendapat dari imam madzhab dan buku-buku literer lain-

lainnya yang membahas mengenai talak tiga sekaligus menjadi data

skunder dari penelitian ini.

4. Sumber Data

Dalam penelitian ini yang akan menjadi sumber data primer ialah

respon masyarakat terhadap pasal 120 KHI, pelaku talak tiga sekaligus dan

KHI yang merupakan pedoman para hakim. Sedangkan sumber data

skunder adalah para hakim, tokoh agama, dan masyarakat sekitar yang

menyaksikan mengenai penjatuhan talak tiga sekaligus.

5. Teknik Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan

observasi, wawancara, dan dokumentasi.

a. Metode Observasi

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi

Nonpartisipan, dalam observasi ini, peneliti tidak terlibat dengan

kegiatan sehari-hari orang/kegiatan yang sedang diamati atau yang

digunakan sebagai sumber data penelitian dan hanya sebagai pengamat

independen. Teknik ini digunakan untuk mengamati dan memahami

29

secara cermat, mendalam dan terfokus terhadap subjek penelitian.

Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak menggunakan instrumen

yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan dan

mengembangkan instrumen pertanyaan menjadi beberapa butir

pertanyaan yang tidak terpaku hanya pada satu pokok pertanyaan saja.

Yang menjadi objek observasi adalah Respon Masyarakat Desa

Dakung Kecamatan Praya Tengah terhadap Penerapan pasal 120 KHI

tentang Talak Tiga Sekaligus.

b. Metode Interview (Wawancara)

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara terbuka.

Penggunaan wawancara terbuka ini oleh peneliti dimaksudkan agar di

dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, peneliti dapat secara leluasa

dan bebas tanpa terikat oleh suasana pertanyaan. Di samping itu

wawancara dapat berlangsung secara luas, terbuka dan terarah sehingga

dapat memperoleh informasi yang lebih kaya, pembicaraan tidak

terlampau terpaku sehingga informasi yang saya dapatkan dari

masyarakat ataupun dari informan mengenai penelitian yang akan

peneliti lakukan.

c. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi peneliti gunakan untuk mengumpulkan data

tertulis yang memberikan keterangan yang dibutuhkan peneliti yakni

data mengenai pemahaman masyarakat terhadap pengucapan talak tiga

sekaligus.

30

Untuk terkumpulnya data-data yang diperoleh dan dapat

dipertanggungjawabkan keabsahannya, maka peneliti menggunakan

tiga metode, yaitu: 1. metode observasi, 2 metode interview dan 3.

metoe dokumentasi.

6. Teknik Analisis Data

Karena pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat

kualitatif dan pustaka, maka data-data yang telah dikumpulkan kemudian

diuraikan dalam bentuk narasi dan bukan dengan menggunakan rumus-

rumus. Oleh karena itu, dalam menganalisa data-data yang diperoleh di

lokasi penelitian akan menggunakan teknik “analisis induktif”, yaitu

pengolahan data yang bertitik tolak pada permasalahan-permasalahan yang

khusus, lalu ditarik kesimpulan yang bersifat umum. Berfikir dari fakta-

fakta atau peristiwa-peristiwa yang sifatnya khusus, kemudian ditarik

generalisai yang bersifat umum.38

Berdasarkan hal di atas, maka peneliti menggunakan metode ini

untuk menganalisis hasil observasi, interview dan dokumentasi. Jadi

dengan analisis induktif ini peneliti memulai mengolah fakta-fakta empiris

yang ditemukan kemudian dicocokkan dengan landasan-landasan teori

yang ada. Dan akhirnya mampu memberikan pemahaman kepada para

pihak terhadap hasil dari penelitian ini.

7. Validitas Data

38 Supardi, Metodologi Penelitian (Mataram Lombok: Yayasan Cerdas Press, 2007), h.111.

31

Validitas data bertujuan untuk membuktikan bahwa apa yang

diamati oleh peneliti sesuai dengan apa yang ada di lapangan dan apakah

penjelasan yang diberikan di lapangan mempunyai kesesuaian dengan

sebenarnya ada atau terjadi. Untuk menguji validitas data yang diperoleh di

lapangan maka penulis menggunakan dua teknik pemeriksaan validasi data

yaitu:

a. Ketekunan Pengamatan

Dengan ketekunan pengamatan ini peneliti bisa mendapatkan data

yang relevan dengan persoalan yang sedang diteliti.

b. Triangulasi

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi sumber.

Dengan menggunakan triangulasi bentuk sumber, peneliti bertujuan

mendapatkan informasi yang sejenis dari informan atau sumber yang

berbeda terhadap suatu hal yang menjadi fokus penelitian penulis,

sehingga data yang didapat bisa dicek kebenarannya dengan cara

membandingkan data hasil observasi dengan data hasil wawancara dan

membandingakan hasil wawancara dengan isi dari dokumentasi.

I. Sistematika Pembahasan

Sebelum penulis melanjutkan penelitian ini terlebih dahulu penulis

menyusun alur logika bahasan agar penulis maupun pembaca mendapatkan

gambaran umum sebelumnya tentang skripsi ini. Berkaitan dengan penelitian

ini maka pada bagian sistematika pembahasan ini akan diberi gambaran

32

mengenai isi atau pembahasan yang peneliti lakukan. Berkaitan dengan

penelitian ini, secara keseluruhan terdiri dari empat (4) bab, sebagai berikut:

Pada bab satu, pendahuluan memberikan gambaran umum tentang arah

penelitian yang dilakukan. Dalam bab pendahuluan ini peneliti menguraikan

mengenai konteks penelitian, rumusan masalah, tujuan, manfaat/kegunaan,

telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian yang digunakan, dan

sistematika pembahasan sebagai gambaran awal dari penelitian

keseluruhannya.

Bab kedua tentang paparan data dan temuan. Pada bab ini peneliti

menguraikan mengenai gambaran umum lokasi penelitian, praktik masyarakat

dalam penjatuhan talak 3 sekaligus, konsep pengucapan talak menurut KHI dan

respon masyarakat Desa Dakung terhadap penerapan pasal 120 KHI.

Bab ketiga pembahasan atau analisis pembahasan yaitu praktik

masyarakat dalam penjatuhan talak 3 sekaligus, konsep pengucapan talak

menurut kompilasi hukum Islam (KHI) dan respon masyarakat Desa Dakung

terhadap penerapan pasal 120 KHI tentang pengucapan talak.

Bab keempat yaitu bab terakhir mambahas mengenai kesimpulan dan

saran.

33

34

BAB II

PAPARAN DATA DAN TEMUAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Desa Dakung

Desa Dakung merupakan hasil pemekaran dari Desa Beraim dan

salah satu desa dari Kecamatan Praya Tengah yang merupakan desa asli

yang dibentuk oleh tokoh masyarakat dan pemuda Desa Dakung pada

Tahun 2011.

Desa Dakung telah dihuni secara turun temurun dari generasi ke

generasi berikutnya sejak ratusan tahun yang silam. Setelah pemekaran

desa tahun 2011, wilayah Desa Dakung berada pada wilayah Kecamatan

Lombok Tengah dan saat ini wilayah Desa Dakung terdiri dari 9 wilayah

dusun dan setiap dusun dipimpin oleh seorang kepala dusun yang dipilih

melalui pemilihan langsung oleh masyarakat. Berikut nama-nama kepala

dusun masing-masing dusun.

a. Dusun Dakung, kepala dusunnya H. Suaeb

b. Batu Tepong I, kepala dusunnya Zainal

c. Batu Tepong II, kepala dusunnya H. M. Amir

d. Montong Sebie, kepala dusunnya H. Nursim

e. Nunggal I, kepala dusunnya Lalu Miasil

f. Nunggal II, kepala dusunnya Lalu Subki

g. Batu Santek, kepala dusunnya Nuruddin

h. Montong Waru, kepala dusunnya Jumdan

33

35

i. Petanggak, kepala dusunnya Rusman.

Desa Dakung berpisah dari Desa Beraim pada tahun 2011 dengan

alasan bahwa tidak terkordinirnya segala bentuk peraturan dan banyaknya

dusun-dusun di bawah naungan Desa Beraim. Setelah terjadi pemekaran

dan supaya tidak terjadi kekosongan kepemimpinan, maka jabatan kepala

desa dipegang oleh Kamil, mantan Sekdes Desa Beraim. Pada akhir tahun

2011, pemilihan kepala desa secara demokrasi dan selektif dilaksanakan

atas tiga calon yaitu Kamil, H. Husnul Mizan, dan Nurtajalli. Dari ketiga

calon tersebut terpilihlah H. Husnul Mizan dengan masa jabatannya lima

tahun sejak tahun 2012 sampai 2017.39

Adapun rincian luas Desa Dakung berdasarkan potensi Sumber

Daya Alam sebagaimana terdapat pada tabel 1.1 di bawah ini.

Table 1.1Luas wilayah menurut penggunaan40

Luas pemukiman 66 ha/m2

Luas persawahan 316 ha/m2

Luas perkebunan 37 ha/m2

Luas kuburan 84 ha/m2

Luas perkarangan 66 ha/m2

Luas taman -

Perkantoran 20 are

Total luas 589 ha/m2

39 L. Wildan (Kaur Pemerintahan Desa Dakung), Wawancara, Desa Dakung, 01 Februari2016.

40 Profil Desa Dakung tahun 2011, dikutip tanggal 02 Februari 2016, h. 2.

36

2. Keadaan geografis

a. Batas wilayah desa

1) Sebelah Utara : Desa Beraim

2) Sebelah Selatan : Desa Kelebuh

3) Sebelah Timur : Desa Langko

4) Sebelah Barat : Desa Gerantung

Sedangkan apabila dilihat dari orbitasnya pemerintahan desa

dengan dusun yang paling jauh sekitar 2 km dengan waktu tempuh

sekitar 10 menit. Hal itu dikarenakan kondisi Infrasturktur jalan yang

dilalui dari dusun ke pusat pemerintahan desa belum memadai. Di

samping itu, jarak antara pemukiman penduduk satu dengan yang lain

meski berada dalam satu wilayah ke kadus pun cukup jauh. Sementara

jarak antara pusat pemerintahan desa ke kecamatan sekitar 4 km dengan

waktu tempuh 15 menit. Jika berjalan kaki lama jarak tempuh ke ibu

kota atau kendaraan non bermotor yaitu 2 jam. Sedangkan jarak antara

pusat pemerintahan desa ke ibu kota kabupaten sekitar 7 km dengan

waktu tempuh sekitar 30 menit. Terakhir jarak pusat Pemerintahan desa

ke ibukota provinsi sekitar 42 km dengan waktu tempuh 1.5 jam.41

b. Topografi dan Jenis Tanah

Topografi Desa Dakung mayoritas dataran rendah. Dengan

dataran tinggi yang sangat kecil. Lahan yang rendah merupakan lahan

pertanian dan perkebunan yang biasanya ditanami padi, kacang-

41 Ibid., h. 3.

37

kacangan, dan tembakau. Adapun kondisi tanah yang dihuni penduduk

bebatuan.

Warna tanah sebagian besar merah, kuning, dan hitam. Tekstur

tanah yaitu debuan. Tingkat kemiringan tanah 180 derajat.

c. Iklim

Secara umum kondisi iklim Desa Dakung sama dengan di desa-

desa yang lain di Kabupaten Lombok Tengah, yakni beriklim tropis.

Hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanaman

yang ada di Desa Dakung.42

3. Jumlah Penduduk Desa Dakung

Data tentang keadaan penduduk dan jumlahnya mutlak diperlukan

sebagai landasan atau titik tolak untuk merumuskan kebijakan-kebijakan

dalam pembangunan dan subyek pembangunan. Tanpa adanya data

tentang penduduk yang mendiami suatu wilayah, maka dalam

merencanakan pembangunan akan mengalami kesulitan untuk mencapai

saran yang telah ditargetkan.

Desa Dakung saat ini telah mengalami pemekaran wilayah

sehingga Desa Dakung pada saat ini memiliki 9 dusun, itu disebabkan

karena tingkat penduduk yang cukup tinggi. Menurut data terakhir tahun

2015 jumlah penduduk Desa Dakung mencapai 3796 dengan rincian 1788

42 Ibid., 4.

38

laki-laki dan 2008 perempuan yang terdiri dari 1385 Kepala keluarga

(KK).43

Untuk lebih jelasnya jumlah penduduk tersebut dapat dilihat pada

table di bawah ini.

Table 1.2Jumlah penduduk Desa Dakung tahun 2015.44

No Dusun Jumlah PendudukJumlah

JiwaJumlah

KK

Laki-Laki Perempuan

1 Dakung 199 211 410 1382 Batu Tepong I 217 215 432 174

3 Batu Tepong II 191 229 420 1444 Montong Waru 157 177 334 106

5 Nunggal I 239 281 520 196

6 Nunggal II 149 160 309 1357 Petanggak 326 407 733 240

8 Montong Sebie 190 203 393 1509 Batu Santek 120 125 245 102

10 Jumlah 1788 2008 3796 1385

Dari data jumlah penduduk Desa Dakung di atas, ternyata jumlah

masyarakat yang perempuan lebih banyak dari pada laki-laki.

4. Pola Keberagaman Desa Dakung

Semua penduduk Desa Dakung beragama Islam. Dalam agama

Islam, ibadah dapat diartikan sebagai ketaatan kepada Allah. Artinya

mengikuti semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan yang

dikehendaki oleh Allah SWT. Karena makna asli ibadah itu menghamba,

43 Mutiara (Kaur Kesra), Wawancara, Desa Dakung, 20 Januari 2016.44 Profil Desa Dakung pada tahun 2015, Diambil pada tanggal 05 Februari 2016.

39

dapat pula diartikan sebagai bentuk perbuatan yang menghambakan diri

sepenuhnya kepada Allah SWT.

Dalam kitab Al-hidayah jilid kesatu dikatakan sebagai berikut:

“ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan cara

melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua laranganNya,

serta beramal sesuai dengan izin dari pembuat syariat (al-Hakim

Allah).45

Karena itulah segala bentuk tatacara ibadah sesuai menurut ajaran

agama Islam di Desa Dakung ini. Untuk mendukung aktivitas-aktivitas

penduduk dalam melaksanakan ibadah maka dibutuhkan tempat

peribadatan terutama pada saat melaksanakan ibadah secara bersama-sama

atau secara berjamaah, untuk lebih jelasnya jumlah tempat ibadah yang

ada di Desa Dakung dapat dilihat pada table dibawah ini.

Table 1.3

Jumlah tempat ibadah di Desa Dakung (prasarana peribadatan)46

No Tempat Ibadah Jumlah

1 Masjid 6

2 Langgar/surau/mushola 8

Dari jumlah tempat ibadah seperti masjid dan musholla yang ada

dapat difungsikan dengan baik oleh masyarakat Desa Dakung.

Kegiatan-kegiatan keagamaan seringkali diselenggarakan di masjid

dan mosholla, hal ini menyebabkan Desa Dakung semarak dengan

kegiatan keagamaan dalam rangka menghidupkan syiar Islam. Adapun

45 Sebagaimana dikutip oleh Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fiqh Ibadah;Refleksi Ketundukan Hamba Allah Kepada Al-Khalik Perspektif Al-Qur’an dan As-Sunnah(Bandung: Pustaka setia, 2009), h. 61.

46 Nurtajalli (Kaur Ekbang), Wawancara, Desa Dakung, 20 Januari 2016.

40

kegiatan-kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Desa Dakung

meliputi:

a. Dakwah Islamiyah, melalui majlis ta’lim yang diketuai langsung oleh

ust. Mursyid, dan diadakan 1 kali dalam seminggu.

b. Lailatul ijtima’ (yasinan, zikir dan solawatan) yang diketuai langsung

oleh ust. Mursyid yang dilaksanakan bergiliran di rumah-rumah warga,

khususnya di dusun petanggak atau lembak.

c. Peringatan hari-hari besar Islam.

d. TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an).47

Kesadaran masyarakat Desa Dakung akan pentingnya

melaksanakan ajaran agama Islam masih sangat kental. Terbukti dengan

adanya keikutsertaan masyarakat dalam kelompok-kelompok pengajian

maupun majlis-majlis taklim lainnya dan kegiatan-kegiatan tersebut rutin

dilaksanakan di masjid dan musholla yang ada di wilayah Desa Dakung.

5. Keadaan Sosial

a. Pendidikan

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam

kehidupan baik dalam kehidupan sosial, ekonomi, maupun dalam

kehidupan beragama. Pendidikan merupakan sarana yang penting

untuk meningkatkan pengetahuan, selanjutnya pendidikan juga dapat

dijadikan sarana untuk mencapai tujuan hidup di dunia ini maupun di

akhirat.

47 Pengamatan yang langsung dilihat oleh peneliti.

41

Masyarakat Desa Dakung menyadari bahwa pendidikan

sangatlah penting. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya sekolah-

sekolah yang didirikan meskipun belum ada sekolah yang tingkat

tinggi seperti perguruan tinggi dan sekolah menengah atas. Hal ini

dikarenakan, letak Desa Dakung yang masih sangat pedalaman dan

masih sangat muda, tahun 2011 melakukan pemekaran. Ini dapat

dilihat dari tebel di bawah ini.

Table 1.4

Lembaga Pendidikan48

Nama Status swasta Negeri Jumlah

TK Formal 2 1 3

SD/sederajat Formal 1 1 2

SMP/sederajat Formal - 1 1

Data pendidikan yang saya peroleh dari desa, bahwa

masyarakat Desa Dakung tercatat yang tidak tamat SD berjumlah 412

orang, tamat SD/SLTP berjumlah 794 orang, tamat SLTA atau

sederajat berjumlah 178 orang dan tamat PTN yaitu 24 orang. Dapat

dilihat dari table di bawah ini. 49

48 Samsul Hadi (Kaur Umum), Wawancara, Desa Dakung, 02 Februari 2016.49 Mutiara (Kaur Kesra), Wawancara, Desa Dakung, 03 Februari 2016.

42

Table 1.5

Data pendidikan tahun 2015-2016.No Sekolah Jumlah

1 SD – SLTP 794 Orang

2 SLTA/ sederajat 178 Orang

3 PTN 24 Orang

4 Tidak tamat SD 412 Orang

b. Angkatan Kerja

Ketersediaan tenaga kerja dapat dilihat dari jumlah penduduk

menurut klasifikasi umur. Kurangnya ketersediaan lapangan kerja

menyebabkan banyaknya pengangguran. Hal ini menurut masyarakat

Dakung untuk mencari kerja ke luar daerah dan tidak jarang mencari

pencaharian di luar negeri menjadi TKI. Utamanya kalangan muda.

Namun sebagian besar bekerja di non formal, mengandalkan fisik.

Pada umumnya masyarakat pedesaan lebih banyak angkatan kerja

berusia lanjut sehingga proses pembangunan sedikit mengalami

kendala. Hal itu dikarenakan potensi-potensi yang ada memiliki

keahlian banyak yang memilih keluar dari desa, bahkan kencenderugan

untuk enggan tinggal di pedesaan.

6. Badan Pemerintahan Desa Dakung

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-

batas wilayah yang kewenangan untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat

43

setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara

kesatuan republik Indonesia.

Adapun struktur pemerintahan Desa Dakung sebagaimana terdapat

di bawah ini :

STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAHAN DESA DAKUNGKECAMATAN PRAYA TENGAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH

KEPALA DESA

H.L.HUSNUL MIZAN

SEKDES

MUH. YASIN

KAUR PEMERINTAH

L.WILDAN KURNIA

KAUR EKBANG

NURTAJALLI

KAUR KESRA KAUR UMUM

MUTIARA SAMSUL HADI

KAUR KEUANGAN

KEPALA DUSUN

DAKUNG

H.SUAEB

BATU TEPONG I

ZAINAL

NUNGGAL I NUNGGAL II

LALU SUBKILALU MIASIL

PETANGGAK

RUSMAN

BATU TEPONG

IIH. M. AMIR

BATU SANTEK

NURUDIN

MONTONG

SEBIEH. NURSIM

MONTONG

WARUJUMDAN

RAJAB

44

B. Praktik Pengucapan Talak Tiga Sekaligus Masyarakat di Desa Dakung

Kecamatan Praya Tengah

Pengucapan talak tiga sekaligus di masyarakat beragam cara, namun

maksudnya sama yaitu langsung habis sekaligus. Ini berdasarkan hasil

wawancara dengan masyarakat yang pernah melakukan pengucapan talak tiga

sekaligus yaitu pasangan suami istri atas nama Muslim dan Suhar.

Mengucap talak dengan gurauan/bercanda tanpa niat betul-betul

bercerai, mengucapkannya tidak di depan istri tetapi di depan temannya.

Muslim mengucapkan, bahwa aku telah mentalak istriku, dengan nada

tertawa, teman Muslim yang mendengar perkataan cerai ini tidak langsung

memberitahu istri atau masyarakat. Muslim pun pergi ke Malaysia, seiring

berjalannya waktu, teman Muslim ini pun memberitahu istri Muslim karena

tidak berani menahan sendiri dan sudah mendapat pembelajaran di sekolah

bahwa mengucapkan talak dengan gurauan/bercanda sudah jatuh. Maka teman

Muslim ini pun langsung memberitahu istri dan ayah istrinya (mertua

Muslim).

Mendengar hal tersebut, mertua Muslim dan masyarakat menjatuhkan

talak tiga sekaligus dengan alasan bahwa meskipun dia tidak mengucapkan

jumlah talak satu, dua atau tiga. Ia telah jatuh talak tiga dengan alasan bahwa

lamanya istri dan masyarakat tahu bahwa ia telah ditalak dan dia tidak pernah

mengucapkan rujuk, sehingga masyarakat menjatuhkan talak tiga sekaligus.

Pada penuturan Muslim yang bisa peneliti tangkap bahwa dia tidak

betul-betul mentalak istrinya, tidak dari niatnya. Karena masih tidak tahu

45

menahu mengenai aturan talak yang meskipun diucapkan dengan nada

gurauan pun akan jatuh berdasarkan fikih klasik. Dengan demikian, pantaslah

masyarakat terutama mertua Muslim menganggap dia telah menceraikan

istrinya dan tidak mengatakan kata ruju’ langsung sehingga dihitung langsung

talak yang habis masa iddahnya. Karena masih sayang dan tetap ingin

mempertahankan rumah tangganya Muslimpun ingin kembali. Tetapi aturan

yang dipahami oleh masyarakat bahwa istrinya harus menikah dahulu dengan

orang lain baru dia bisa melakukan akad yang baru dengan istrinya setelah

istrinya diceraikan. 50

Adapun tanggapan dari istrinya Muslim, bahwa dia tidak tahu kalau

dirinya telah diceraikan oleh suaminya dan tidak percaya dengan hal tersebut

karena tidak mendengar secara langsung dari suaminya, apalagi dia dikatakan

bahwa telah diceraikan dengan talak yang habis sekaligus, jika ingin kembali

harus melalui Muhalli (menikah dengan orang lain dan diceraikan). Meskipun

dia bersikeras memberikan pemahaman kepada ayahnya bahwa pengucapan

talak harus di depan sidang dan betul-betul niat, dan juga talak tiga yang

sekaligus itu akan dihitung satu tidak seperti apa yang masyarakat dan

ayahnya pahami selama ini. Meskipun begitu ayahnya dan masyarakat tetap

bersikeras, kalau tidak mengikuti aturan yang memang telah ada dalam fikih

maka dia tidak diperbolehkan tinggal kembali dengan keluarganya, dengan

terpaksa Suharni terima hal tersebut. 51

50 Muslim, Wawancara, Desa Dakung, 05 Februari 2016.51 Suharni, Wawancara, Desa Dakung, 05 Februari 2016.

46

Dalam berkeluarga tidak akan pernah berjalan dengan mulus, pasti

akan ada cobaan. Apakah cobaan itu berbentuk bosan ataupun seseorang

berbuat iri kepada keluarga baru kita. Istilah yang ada dalam sasak yaitu sering

disebut dengan guna-guna. Hal inilah yang dialami oleh pasangan suami istri

Zulkarnaen dengan Anjas.

Sesuai dengan yang dituturkan oleh Zulkarnaen selaku suami dari

Anjas bahwa dia tidak tahu kenapa dirinya bisa benci jika dekat dengan

istrinya. Sebelum berangkat ke Bali untuk bekerja dia bercerita kepada ibunya

tentang hal yang dialaminya dengan istrinya dan meminta ibunya untuk

mencarikan obat supaya tidak berlarut dan tidak terlalu dalam kebenciannya

sama istrinya jika sedang bersamanya. Tidak hanya hal tersebut, bila dia jauh

pun serasa dia Anjas bukanlah istrinya. Sehingga sepulang dari Bali dia tidak

langsung pulang melainkan bergegas ke rumah kadusnya untuk melepaskan

kata talak tiga sekaligus. 52

Kadus “saya heran, kenapa tidak ditinggalkan satu saja, saya tanya dia,

tetapi dia diam saja”53

Ketika melakukan wawancara dengan Anjas, bahwa dirinya melihat

suaminya pulang, tetapi tidak langsung ke rumahnya melainkan ke rumah

kadus yang kebetulan rumah kadus tidak jauh dari rumahnya. Beribu Tanya

dalam hatinya kenapa tidak langsung pulang ke rumah melainkan dia,

suaminya ke rumah kadus. Mengetahui suaminya pulang dia tentu saja

menyiapkan makanan dan menyambut suaminya dengan ramah tamah

52 Zulkarnaen, Wawancara, Desa Dakung, 20 Januari 2016.53 Rusnawan (Kadus Petanggak), Wawancara, Desa Dakung, 20 Januari 2016.

47

tentunya dengan polesan dan dandanan yang cantik, tetapi sesampainya di

rumah, suaminya mengatakan bahwa dia telah melepaskan kata talak yang

habis sekaligus. Mendengar hal tersebut, Anjas langsung menangis dan pulang

ke rumah orang tuanya tanpa harus bertanya apa salahnya sehingga dia

diceraikan.54

Hal demikian juga dijumpai oleh masyarakat yang bernama Amaq

Murne, dia menceraikan istrinya langsung talak tiga sekaligus dengan ucapan:

“olek wah to, kemerik engatm seangm, yak sembihn” (pulangsudah sana, saya benci melihatmu, saya ceraikan kamu denganmenghabiskannya”“anuk nde’ taon dirik kembek ucapang kene menu, muk dengahelek dengan anuk tetoat’k, adek hak merikn, badek ja ie ampungkhak merik nangke senu, muk ye ampungk ucapang seang nu,inggas nu muk kenyesel’k marak lemak aru, sampai-sampai onesnne kelakangk empak masihn tersise, ye muk kandok muk osap, sikhak nyesel lalok. yak petulakn, masyarakat kene wah bih ndeknkanggok, harus antihn merarik kance dengan juluk. Samapai nanimasih kance dengan lain, berembe yak ntak tulak anuk ndekn manteseang (saya tidak tahu diri kalau saya ucapkan talak, dengar-dengar dari tetangga saya diguna-guna biar saya membenci dia,mungkin benar, karena saat itu saya benci sekali dengannya,sehingga saya ucapkan talak itu, setelah itu saya baru menyesalsampai-sampai bekas ikan yang dia masak kemarin sebelum sayaucapkan kata cerai itu saya makan dan jilat bekasnya sakingmenyesalnya ucapkan kata talak, saya mau balikin (ruju’)masyarakat bilang sudah habis, tidak boleh dirujuk lagi kecualisetelah dia menikah dan cerai dengan mantan suami setelahsaya).55

Selain itu juga pelaku talak tiga yaitu Herianto Menjatuhkan talak tiga

dengan ucapan “seang talak telu”. Karena menurutnya, istrinya ini nusyuz,

selingkuh dengan orang lain dan dia pernah menegur, memberikan nasihat

kepada istrinya, tetapi tetap tidak mau berubah sehingga Bapak Herianto

54 Anjas, Wawancara, Desa Dakung, 23 Januari 2016.55 Amaq Murne, Wawancara, Desa Dakung, 04 Februari 2016.

48

langsung mengatakan seang talak telu, dengan alasan untuk apa

mempertahankan orang yang nusyuz. Setelah itu langsung memberitahu

masyarakat bahwa dia telah mentalak tiga secara sekaligus istrinya.56

Bahtera rumah tangga, tidak akan selalu berjalan tenang, akan dicoba

dengan kebosanan dan perasaan sudah tidak cocok lagi, hal demikian yang

dialami oleh pasangan suami istri Munifah dan Sama. Karena menurut Sama

suami Munifah dia sudah tidak merasa cocok dan nyaman dengan istrinya,

mau mempertahankannya takut berbuat salah bila harus serumah dengan dia,

karena di mata Sama apapun yang dilakukan oleh Munifah selalu salah dari

pada begitu lebih baik mengakhiri rumah tangga dengan mengatakan seang

talak telu.57

Sedangkan menurut Munifah dia diceraikan karena suaminya si Sama

telah menemukan orang lain yang lebih baik dari dirinya, mengetahui

suaminya selingkuh dan mengatakan telah mencerikan dirinya dengan talak

tiga sekaligus, mau tidak mau Munifah harus terima karena posisinya sebagai

perempuan yang harus menerima apa yang dikatakan oleh suami.58

Kepercayaan dalam rumah tangga sangat dibutuhkan, apalagi jarak

suami dan istri berjauhan. Jika kepercayaan itu tidak ada, maka rumah tangga

cepat akan berpisah karena fitnah dari sekeliling kita yang merupakan cobaan

dalam rumah tangga. Hal demikian yang dialami oleh Yohanis dengan mantan

suaminya, karena mertua yang tidak suka dengan dirinya, dari rumah

memberitahu anaknya kalu istrinya tidak bisa berbuat baik ke dia. Dari

56 Herianto, Wawancara, Desa Dakung, 07 Februari 2016.57 Sama’, Wawancara, Desa Dakung, 06 Februari 2016.58 Munifah, Wawancara, Desa Dakung, 07 Februari 2016.

49

Malaysia Yohanis ditelpon suaminya bahwa dia ingin membayar hutangnya

yang dahulu, Yohanis bingung dengan perkataan suaminya yang mengatakan

hutang ke dirinya, hutang yang mana, Tanya dirinya. Ternyata maksudnya

maskawin, setelah memberikan maskawin yang masih dihutangnya kemudian

Yohanis diceraikan habis talak tiga, karena aturan yang ada bahwa kalau

sudah diceraikan apalagi talak tiga sekaligus maka harus pulang dan tidak bisa

kembali lagi ke dia.59

Sama halnya dengan Ki Agus Ahmad, yang ibunya tidak suka dengan

istrinya, hanya saja dia tidak jauh dari istrinya sebagaimana yang dia tuturkan

dibawah ini:

“nangke hak beseang kance nie nu, anuk nden arak idapn. Sengakndengan hak muk kangen gati laguk sengakne dengan toak tiyang ndknesuke lek nie, tesuruk doang beseang. Daripaden bilang jelon ndek salingkewak dengan toak kance seninen, lebih baik patikn dengan toak nu. Muklepas kate talak terus lewat dengan lain ndekne elek julun senineng. Munelek julun nie ja ndek sanggup. Sampe nani dwang masih kangen timakhak wah merarik kance dengan lain (pas cerai dengan istri saya itu, sayamerasa tidak hidup, karena saya sangat menyayanginya tetapi orang tuatidak suka dengan dia, ibu menyuruh saya untuk cerai, cerai dan cerai.Dari pada setiap hari ibu memarahi dan bertengkar denga istri saya.akhirnya saya memilih untuk mengabulkan keinginan ibu untuk berceraidengannya. Saya ucapkan talak lewat orang lain tidak di depan istri sayakarena merasa tidak tega jika mengucapkannya di depannya).60

Saya Tanya talak berapa ini? Saya habisin talak tiga, meskipun saya

rujuk lagi ibu tetap tidak akan suka dengan dia. Begitulah penuturan

Najamudin yang menjadi tempat Ki Agus Ahmad melepaskan kata talak dan

menyuruhnya untuk disampaikan ke istrinya.61

59 Yohanis, Wawancara, Desa Dakung, 08 Februari 2016.60 Ki Agus Ahmad, Wawancara, Desa Dakung, 08 Februari 2016.61 Najamuddin, Wawancara, Desa Dakung , 09 Februari 2016.

50

Sementara Mashur, karena istrinya meninggalkan dia tanpa

sepengetahuannya. Sudah mencari ke mana-mana, dan menganggap istrinya

Nusyuz, maka dia mentalak istrinya meskipun tidak langsung talak tiga secara

nyata, hanya dalam niatnya saja ingin menghabiskannya, tetapi dia takut Allah

membolak balikkan hatinya, dan ingin kembali. sementara kalau diucapkan

sekaligus dan menurutnya jatuh tiga dan ingin kembali ke istrinya jelas dia

harus nunggu istrinya diceraikan dahulu. Hal demikianlah yang dia tidak mau,

sehingga mengucapkan talak satu meskipun niatnya ingin menghabiskannya.62

Tidak semua dari masyarakat mau menerima ketentuan yang telah

tertanam dari dahulu sampai sekarang, begitu juga dengan aturan mengenai

talak tiga sekaligus ini. Hal ini berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan

bahwa Amaq Jung panggilannya, dia memang menceraikan istrinya dengan

makna talak tiga sekaligus.

“sepulang dari sawah saya dan istri sangat capek, dan istri saya tidak

tahu pada waktu itu, apa yang dia tidak mau kerjakan langsung saya marah

dan saya ucapkan pulang sudah kamu ke rumah orang tuamu dan jangan

kembali lagi, tidak ada niat sama sekali untuk menjatuhkan talak, dan selepas

saya mengucapkan demikian saya baru sadar dengan ucapan saya”63

Melihat pernyataan yang diutarakan oleh Amaq Jung di atas pantas

saja dia berusaha untuk mempertahankan pernikahannya dan melapor ke orang

yang lebih tahu bahwa dirinya tidak berniat mentalak istrinya, jika masyarakat

menghukumi jatuh talak tiga, maka dia tidak mengakuinya dan berusaha untuk

62 Mashur, Wawancara, Desa Dakung, 10 Februari 2016.

51

mencari bagaimana pemahaman masyarakat bisa berubah dengan bertanya ke

beberapa tuan guru dan pergi ke pengadilan. Menurut dia bahwa penjatuhan

talak yang tidak dengan benar-benar niat maka tidak jatuh serta bukan

termasuk talak tiga jika masyarakat sekitarnya menganggap telah jatuh talak

tiga. 64

C. Konsep Kompilasi Hukum Islam (KHI) Mengenai Pengucapan Talak

Tiga Sekaligus

Pengucapan talak memang tidak diatur secara khusus baik dalam

undang-undang (UU) maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), tetapi

secara umumnya saja. Karena UU No. 1 tahun 1974 dan kompilasi hukum

Islam (KHI) tidak mengatur mengenai pengucapan talak tiga, yang diatur yaitu

mengenai talak itu harus di depan hakim di pengadilan agama dan hakim akan

memberikan putusan talak raj’i. Meskipun suami atau masyarakat

menginginkan talak tiga sekaligus tetapi tetap akan dikasih talak raji’i ini

berdasarkan wawancara dengan mantan hakim PA bahwa alasan hakim tidak

bisa memberikan putusan jatuh talak tiga sekaligus jika suami ingin langsung

talak tiga sekaligus karena:

“Hakim mengambil pendapat yang menyatakan bahwa talak tiga ituadalah talak yang dilakukan tiga kali secara bertahap ini pendapatsalah satu imam madzhab, jadi setiap orang yang menceraikan istrinyatalak dua, tiga atau talak 1000 kalau diucapkan dalam cerai yangpertama maka tetap akan dihitung talak 1”65.

Hal senada juga dituturkan oleh hakim pengadilan agama Praya yang

mengatakan :

64 Amaq Jung, Wawancara, Desa Dakung, 29 Juni 2016.65Abdullah Mustafa (Mantan Hakim), Wawancara, Mataram, 11 Februari 2016.

52

“keputusan hakim yang menjatuhkan talak satu itu untukkemaslahatan, jika suatu waktu mereka berubah rasa dan ingin kembalikan mesti melalui muhallil, itu sama saja dengan berbohong. Dulu sajaada suami yang melopor, bahwa dia telah mengatakan talak tiga, danmasyarakat tidak menerima, suami ini membawa perkaranya kepengadilan, dan kita bermusyawarah. Akhirnya tokoh Agama,masyarakat, dan orang tua perempuan menerima, bahwa talak itubertahap bukan yang dijatuhkan sekaligus”66

Jika kita lihat kemaslahatan yang didapatkan dari aturan undang-

undang lebih baik dari pada apa yang berkembang di masyarakat. Hal ini

sesuai dengan penuturan, seorang Panitra pengganti.

“kalau masyarakat yang bercerai di depan pengadilan, istri mendapatapa yang menajdi haknya seperti, nafkah iddah, mut’ah dan apa yangmenjadi haknya, karena kenapa? setelah suami mengucapkan ikrartalak di depan hakim, maka suami harus langsung memberikannya.Sementara yang terjadi di luarkan tidak”67

Alasan mengapa hakim bisa menjatuhkan talak tiga sekaligus jatuh

talak satu tidak terlepas dari aturan yang memang sudah ditetapkan dan

diberlakukan di Indonesia, karena melihat dari dampak yang timbul dari talak

tiga sekaligus yang dihukum jatuh talak tiga maka hak-hak perempuan banyak

yang tidak terpenuhi, para perempuan dicammpakan dan terzolimi serta

bertujuan untuk menegakkan keadilan, agar baik dari suami maupun istri tidak

ada yang diuntung dan dirugikan.

Adapun latar belakang talak tiga sekaligus yang dihitung satu di

Pengadilan Agama tidak terlepas dari perjalanan sejarah dan kondisi saat ini,

yang di mana situasi dan kondisi saat ini berbeda dengan zaman nabi, saat ini

hanya nafsu semata yang main berbeda dengan dahulu yang rata-rata taat

66 Ali Muchdor (Hakim Pengadilan Agama Praya), Wawancara, Praya, 24 Februari 2016.67 Mar’i (Panitera Pengganti), Wawancara, Praya, 28 Maret 2016.

53

dengan ketentuan al-Qur’an dan hadist karena nabi masih hidup. Bukan hanya

itu saja kita sebagai hakim harus melihat manfaat dan kepastian hukum yang

terdapat dalam perkara tersebut. Aturan yang ditetapkan di Indonesia bukan

hanya mengambil dari satu madzhab saja, misalnya pemahaman masyarakat

yang mengatakan bahwa karena madzhab safi’i yang mengatakan satu, kita

tidak memakai madzhab syafi’i akan tetapi yang menjadi pedoman Pengadilan

Agama adalah yang ada di kompilasi hukum Islam, yang di mana aturan yang

terdapat dalam KHI itu mencakup tiga belas kitab, dari tiga belas kitab

tersebut kita ambil mana yang mengandung kemaslahatan dan sesuai dengan

kondisi dan situasi di Indonesia.

Sementara usaha yang dilakukan oleh pemerintah khususnya

pengadilan dalam memberikan pencerahan kepada masyarakat agar

masyarakat mau mengakui bahwa talak tiga sekaligus itu jatuh satu dan tidak

menganggap aturan yang dibuat oleh pemerinatah hanya mengikuti ibnu

Taimiyah dan syiah Imamiah yaitu dengan mengadakan penyuluhan hukum

dari Pemda (pemerintah daerah) yang berkerjasama dengan pengadilan agama

dilakukan lima sampai enam kali dalam setahun kepada masyarakat.68

D. Respon Masyarakat Desa Dakung terhadap Penerapan Pasal 120 KHI

tentang Pengucapan Talak Tiga Sekaligus

Berdasarkan dengan praktik pengucapan talak tiga secara sekaligus

yang terjadi di masyarakat, selanjutnya bagaimana tanggapan dari masyarakat

mengenai hal tersebut, karena kita ketahui masyarakat yang kuat dari fikih

68 Samad Harianto, Wawancara, Praya, 30 Juni 2016.

54

klasik dan tidak tahu aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Yang pertama

penulis meminta tanggapan masyarakat yang bernama Lalu Padli.

“Tanggapan saya terhadap penerapan kompilasi ini mengenai talaktiga sekaligus yang pengadilan tetap menjatuhkan satu yaitu saya tidaksetuju dengan alasan :a. Adat merupakan aturan

Bahwa adat kita di Lombok ini kan sudah dari dahulu diajarkanjika seorang suami menjatuhkan talak tiga dengan ucapan sekaligusmaka akan jatuh, sehingga sulit sekali untuk bisa menerima bahwapengucapan talak tiga sekaligus itu dihitung jatuh satu.

b. MempermainkanAlasan yang kedua yaitu agak mempermainkan ucapan talak itu,

akan sewenang-wenangnya masyarakat mengucapkan seribu kali talaktapi akan jatuh satu.

c. Lombok disebut sebagai pulau seribu masjid yang jelas sudah kuatnilai-nilai agama. Fanatik dengan aturan yang memang sudahditentukan dari dahulu.”69

Sementara yang kedua, yaitu kepala Desa Dakung, Adapun

tanggapannya terhadap penerapan kompilasi hukum Islam yaitu: Bahwa dia

setuju karena aturan yang diterapkan dalam undang-undang diambil dari

aturan-aturan al-Qur’an dan sunnah serta pendapat-pendapat para imam

madzhab. Ucapan talak tiga yang dikatakan dalam al-Qur’an itu, bahwa

dikatakan talak tiga, jika ucapan talak tiga itu diucapkan bertahap tidak

diucapkan satu waktu.70

Tanggapan dari Bapak kepala Desa Dakung, bahwa dia setuju dengan

aturan yang diterapkan oleh pemerintah, hal demikian juga diungkapkan oleh

Muhammad Saleh Sopyan yang Setuju, dengan alasan bahwa aturan yang

dibuat oleh pemerintah untuk kemaslahatan. Karena hukum itu dibuat supaya

bagaimana masyarakat menjadi tentram dan damai. Jika aturan itu

69 L. Padli, Wawancara, Desa Dakung, 20 Februari 2016.70 H. Lalu Husnul Mizan (kades Desa Dakung), Wawancara, Desa Dakung, 08 Februari

2016.

55

mengandung kemaslahatan, tentu akan berdampak baik kepada masyarakat.

Bagaimana tidak kita tidak menyetujuinya, dari pada talak yang diucapkan di

luar pengadilan dengan langsung menjatuhkan talak tiga, dan tidak melihat

unsur-unsur serta sebab-sebab menjatuhkan talak. Semau-maunya suami

menjatuhkan talak. Jika talak sekaligus, kita tidak tahu hati ini dibolak

balikkan sehingga ingin kembali lagi.”71

Sementara tanggapan dari pihak perempuan bernama Mutiara yang

Setuju, dengan alasan merupakan bentuk perhatian pemerintah kepada

masyarakat, sehingga kita sebagai masyarakat harus mematuhi peraturan yang

telah dibuat. Taat kepada ululamri berarti kita juga menaati Allah dan

RasulNya”.72

Berbeda halnya tanggapan yang diberikan oleh Muhammad Ismail

terhadap Penerapan undang-undang mengenai talak tiga sekaligus yang tidak

bisa dikabulkan dan kurang setuju dengan hal tersebut.

Jika masyarakat atau suami telah mengucapkan talak tiga maka jatuhtalak tiga dengan alasan bahwa kita itu berpegang teguh pada MadzhabSyafii. Bahwa madzhab Syafii mengatakan jatuh talak tiga jikadiucapkan tiga sekaligus, bukan hanya Imam Syafii yang mengatakanhal demikian, tetapi Imam Maliki, Hanafi dan Hambali jugamengatakan yang demikian. Jika di dalam undang-undang memberikankeputusan jatuh talak satu, maka itu menganut pendapat IbnuTaimiyyah.” 73

Sementara kita lihat pendapat yang diutarakan oleh Ust. Mursyid

selaku tokoh agama dan sekaligus sebagai tokoh adat di Dusun Petanggak

yaitu:

71 Muhammad Saleh Sopyan, Wawancara, Semarang, 27 Februari 2016.72 Mutiara, Wawancara, Desa Dakung, 28 Februari 2016.73 Muhammad Ismail, Wawancara, Desa Dakung, 05 Maret 2016.

56

“talak tiga yang diucapkan secara langsung, yang mengatakan bahwa“aku talak telu kamu” dalam satu waktu dan satu lafadz, maka akanjatuh talak tiga. Ibarat kita dikasih batu tiga, yang kita genggam danmelemparkannya dalam satu waktu. Maka batu tersebut akan habis, dantidak akan tersisa. Itulah ibarat talak tiga sekaligus. Sehinggakesimpulan saya bahwa penerapan kompilasi hukum Islam itu sayakurang setuju, karena menyalahi aturan-aturan yang ada dalam al-Qur’an dan kitab-kitab fikih. Talak tiga sekaligus yang dihitung satu itumerupakan pendapat Ibnu Taimiyyah, yang dahulu sebenarnyaIndonesia tidak menggunakannya, tetapi tidak tau kenapa sekarang ituyang dipakai. Kalau saya tetap mengatakan jatuh talak tiga. Dan setujujika pemerintah ini menerapkan bahwa pengucapan talak harus di depansidang, tetapi jika masyarakat telah mengatakan bahwa ia mentalak tigaistrinya maka para hakim sebaiknya menggunkan jatuh talak tiga.74

Dari tokoh agama dan adat di atas tidak setuju dengan ketentuan yang

menyatakan bahwa talak tiga sekaligus jatuh atau dihitung satu, tetapi

bagaimana dengan pendapat ataupun tanggapan dari masyarakat selaku

mantan P3NTR yang bernama Adzhar:

Meskipun saya sebagai mantan P3NTR, jika mengenai talak tigasekaligus, saya mengatakan jatuh talak tiga, dan untuk tanggapan sayaterhadap penerapan Kompilasi Hukum Islam, saya terima, meskipunkurang setuju jika para hakim harus memutuskan bahwa talak tigasekaligus itu dijatuhkan talak satu. Untuk penerapan undang-undangyang di mana bahwa talak itu harus di depan hakim. Itu aturanpemerintah yang baik, karena melihat akibat yang baik yang akanberdampak kepada masyarakat. Karena sudah belajar dan sedikit tahubahwa pengucapan talak tiga sekaligus yang ada di dalam kitab dihitungjatuh talak tiga, maka itu yang saya pegang. Untuk urusan pemerintah,dan para hakim yang menjatuhkan jatuh talak satu, kita sebagai rakyatharus ikut karena memang harus patuh pada ulul amri, meskipunkurang setuju.75

Pendapat dari Kurniati, yang sebagai masyarakat tidak tahu aturan-aturan

yang dibuat oleh pemerintah, yaitu:

“Saya tidak tahu kalau ada aturan yang demikian, jika itu yang terbaikbagi perempuan setuju sekali. Tetapi sulit sekali untuk menerima karena

74 Ustd Mursyid, Wawancara, Desa Dakung, 06 Maret 2016.75 Akhyar, Wawancara, Desa Dakung, 13 Maret 2016.

57

sudah tertanam dari dahulu bahwa aturan talak jika diucapkan tiga,maka akan jatuh tiga. Jika demikian yang terjadi dengan saya, sayatidak bisa mengatakan bahwa jatuh satu, merasa berdosa. Tetap akanmengatakan jatuh tiga.”76

Hal senada juga diungkapkan oleh Nurul Hasanah,

“ite hak ndk taon ape-ape ja, laguk anuk what dengah-dengah lekdengan toak-toak ni mun kene seang langsung telu jatuh unin, ye nohmut kawih, laguk yakt patik pemerintah doang sengakn anuk butuht,mukt ndk juk pengadilan kan ndkt yak terunguk surat hak lain-lain,sehingga setuju doang. Laguk tetep endekt bani, mukt yak aku taokn,tetep yak kene jatuh telu. (kalau kita sih tidak tahu apa-apa, tapi pernahsaya dengar di orang tua jika sebut talak 3 sekaligus maka akan jatuhtiga, berarti itu yang kita pakai. Meskipun begitu tetap kita taatipemerintah karena kita butuh, kalau kita tidak lewat pengadilan kitatidak dianggap dan diurus keperluan yang lain, tetapi tetap saya tidakberani, jika saya yang mengalami, saya tetap akan menjatuhkan tiga”77

Adapun tanggapan terakhir dari hasil wawancara penulis dengan

masyarakat di Desa Dakung atas nama, Najamuddin yang mengatakan Bahwa

dia kurang setuju karena dari dahulu menurutnya kita sudah diajarkan dan

mendengar dari kitab, ustad, dan tuan Guru. Yang Mengajarkan bahwa talak

dengan gurauan atau tidak tetap jatuh, apalagi dengan benar-benar talak dan

mengatakan/menyebutkan bilangannya yaitu tiga sekaligus”78

Aturan talak tiga sekaligus yang masih diperdebatkan, apakah jatuh talaksatu atau tiga. “Jika kita akan mengatakan jatuh talak tiga sebenarnyamenyalahi aturan yang ada di dalam al-Qur’an karena al-Qur’an memberikankesempatan untuk bercerai selama tiga tahap, sehingga kesimpulannya sayakurang setuju jiga akan dihitung tiga sekaligus, melihat dampak dari ucapanyang kita tidak berniat untuk menceraikan mulai dari berpisah dengan istri,anak terlantar dan harus melakukan muhallil untuk bisa kembali dengan istrikita”79

Sama halnya dengan tanggapan dari Juni Ahmad ketika peneliti meminta

tanggapannya, bahwa dia sebenarnya tidak setuju jika talak tiga sekaligus itu

76 Kurniati, Wawancara, Desa Dakung, 13 Maret 2016.77 Nurul Hasanah, Wawancara, Desa Dakung, 20 Maret 2016.78 Najamuddin, Wawancara, Desa Dakung, 28 Februari 2016.79 Rizal, Wawancara, Desa Dakung, 04 Juli 2016.

58

dihitung tiga, namun tetap harus mengikuti aturan yang memang telah

berkembang di masyarakat khususnya di Desa Dakung ini, karena kenapa jika

masyarakat telah mengatakan engkau saya talak tiga, pulanglah ! maka akan

jatuh tiga. Bila kita mengakatan jatuh satu maka sama seperti kita diibaratkan

dengan menjilat ludah kita, dikatakan tidak ada perempuan selain dia, mau

tidak mau harus mengikuti”80

Berbeda dari tanggapan di atas, tanggapan dari Rafii, dia masih tetap

mengikuti dan mengakui aturan yang memang telah ada dari dahulu karena

memang sudah tertanam, jika mengatakan talak tiga tentu akan jatuh tiga,

karena ucapan itu kita tidak bisa mencabutnya kembali.81

Sama halnya dengan pendapat dari Rakmah dan Sarifah ketika peneliti

meminta tanggapannya mengenai pengucapan talak tiga sekaligus yang

mengatakan jatuh tiga dengan alasan sudah tertanam dan mengikuti aturan

yang ada di masyarakat, mau mengakui dan memakai aturan yang baru-baru

berlaku yang mengatakan jatuh satu, maka pandangan dari masyarakat sekitar

tentu akan banyak omongan dan sindiran.82

80 Juni, Wawancara, Desa Dakung, 05 Juli 2016.81 Rafi’i, Wawancara, Desa Dakung, 05 Juli 2016.82 Rakmah dan Sarifah, Wawancara, Desa Dakung, 08 Juli 2016.

59

BAB III

PEMBAHASAN

A. Analisis Konsep Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang PengucapanTalak Tiga Sekaligus

Talak merupakan perbuatan yang halal tetapi sangat dibenci oleh Allah.

Rumah tangga memang tidak akan pernah selalu mulus, pasti akan ditimpa

dengan lika liku, jika lika-liku tersebut tidak mampu untuk dilewati maka akan

berakhir dengan perpisahan yang biasa disebut dengan kata talak.

Sebagaimana hasil temuan penulis yang telah teurai pada bab

sebelumnya terkait dengan praktik pengucapan dan respon terhadap talak tiga

sekaligus masyarakat Desa Dakung bahwa masyarakat Desa Dakung memang

tetap menjatuhkan talak tiga dengan alasan karena dari aturan al-Qur’an dan

hadist memang begitu yang telah ditentukan.

Menurut undang-undang no. 1 tahun 1974 dalam bab VIII tentang

putusnya perkawinan serta akibatnya, pasal 38 menegaskan bahwa perkawinan

serta akibatnya, pasal 38 menegaskan bahwa perkawinan dapat putus karena:

(a) kematian; (b) perceraian; (c) atas keputusan pengadilan.

Dalam pasal 39 UU no. 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa:

1. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah

pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan

kedua belah pihak;

2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami-

istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami-istri;

58

60

3. Tatacara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturan

perundang-undangan tersendiri.83

Dalam kompilasi hukum Islam disebutkan juga pada bab XVI bagian

kesat pasal 115 “perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan

agama setelah pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil

mendamaikan kedua belah pihak”84

Selain rumusan hukum dalam undang-undang perkawinan tersebut,

pasal 113 sampai dengan pasal 162 KHI merumuskan garis hukum yang lebih

rinci mengenai sebab-sebab terjadinya perceraian, tatacara, dan akibat

hukumnya. Sebagai contoh pasal 113 KHI sama dengan pasal 38 UU No. 1

Tahun 1974. Pasal 114 mengenai putusnya perkawinan yang disebabkan oleh

perceraian maka dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan

perceraian. Pasal 115 KHI mempertegas bunyi pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974

yang sesuai dengan konsern KHI, yaitu untuk orang Islam: perceraian hanya

dapat dilakukan di depan sidang pengadilan agama setelah pengadilan agama

tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.85

Meskipun dalam UU No. 1 Tahun 1974 tidak menyebutkan bagaimana

pengucapan talak dan jenis talak, tetapi dalam KHI hal tersebut disebutkan

sebagaimana tertera dalam “Pasal 118: “talak raj’i adalah talak kesatu atau

kedua, dimana suami berhak rujuk selama istri dalam masa iddah”.

83 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraanrepublik Indonesia dan undang-undang republik Indonesia nomor 1 tahun 1974 tentangperkawinan (Surabaya: kesindo Utama, 2006), h. 54.

84 Kompilasi Hukum Islam ( KHI), permata Pres, h. 35.85 H. Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.

74.

61

Selain itu juga pasal 119 berisi:

1. Talak bain sughra adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad

nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah.

2. Talak bain sughra sebagaimana tersebut pada ayat (1) adalah :

a. Talak yang terjadi qabla al dukhul

b. Talak dengan tebusan atau khuluk

c. Talak yang dijatuhkan oleh pengadilan agama.86

Adapaun yang dikatakan sebagai talak bain kubra, yaitu talak yang

dijatuhkan ketiga kali, hal tersebut sebagaimana terdapat dalam KHI pada

pasal 120 sebagai berikut:

Talak Ba’in Kubra adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak

jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali

apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri, menikah dengan orang

lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da al dukhul dan habis masa

iddahnya.87

Dari bunyi pasal 120 KHI di atas, penulis menyimpulkan bahwa yang

dikatakan talak bain tiga yaitu talak yang diucapkan satu di pengadilan agama

kemudian rujuk, cerai kedua dan kembali lagi sampai habis yang ketiga yang

diikrarkan di depan sidang pengadilan agama. Dalam kompilasi hukum Islam

tidak mengatur mengenai pengucapan talak tiga sekaligus. Dengan demikian

hakim tidak bisa memberikan putusan jatuh talak tiga sekaligus seperti apa

yang dipahami oleh masyarakat, khususnya masyarakat Desa Dakung.

86 Kompilasi Hukum Islam., h. 37.87 Ibid., h. 37.

62

Pengadilan agama tidak akan menjatuhkan talak tiga sekaligus, dengan

dasar pada pasal 120 kompilasi hukum Islam di atas. Tetapi yang menarik

dalam kompilasi ataupun dalam undang-undang tidak ada yang mengatur

secara khusus, bagaimana mengucapkan talak itu, apakah dengan mengatakan

bilangan atau cukup dengan kata talak. Hal inilah yang melandasi masyarakat

yang belum tahu aturan undang-undang, tetap akan menjatuhkan talak tiga

sekaligus itu jatuh.

Dalam kompilasi hukum Islam pada bab XVI pasal 115 menentapkan

bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah

pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan

kedua belah pihak” jika diperhatikan. Pasal 115 KHI ternyata sama juga

dengan aturan yang ada dalam UU No. 1 Tahun 1974 pasal 39 UU No. 1

tahun 1974. Jelas aturan ini sangat berbeda dengan ketentuan dalam kitab-

kitab fiqh klasik yang menyatakan bahwa talak hanya dapat terjadi dengan

pernyataan sepihak dari pihak suami, baik secara lisan atau tertulis, secara

sungguh-sungguh atau bersenda gurau. Dengan keharusan mengucapkan talak

di depan sidang pengadilan, maka praktis konsep talak tiga yang dijatuhkan

sekaligus tidak dinyatakan berlaku lagi, karena pengucapan talak tiga

sekaligus dihitung satu talak saja. Perlu dipahami arti hukum, moral, maupun

sosial dari ketentuan ini yakni untuk mempersempit dan mengurangi

63

terjadinya perceraian, di samping untuk melindungi dan mengangkat status

hukum wanita.88

Dalam banyak aspek kehidupan, ternyata perempuan sasak masih

sangat marjinal (inferior), sementara kaum laki-lakinya sangat superior.

Sebagimana dalam bukunya dosen IAIN Mataram, Harfin Zuhdi menyebutkan

bahwa ada sembilan bentuk superioritas suami dan marjinalisasi istri dalam

adat Lombok, khususnya mengenai perkawinan.

Adapun yang sembilan bentuk superioritas suami sebagai dampak dari

tradisi perkawinan adat sasak (merarik):

1. Terjadinya perilaku atau sikap yang otoriter oleh suami dalam menentukan

keputusan keluarga.

2. Terbaginya pekerjaan domestik hanya bagi isteri dan dianggap tabu jika

lelaki (suami) sasak mengerjakan tugas-tugas domestik.

3. Perempuan karier juga tetap diharuskan dapat mengerjakan tugas domestik

di samping tugas atau pekerjaannya di luar rumah dalam memenuhi

ekonomi keluarga (double baurden/ peran ganda).

4. Terjadinya praktek kawin cerai yang sangat akut dan dalam kuantitas yang

cukup besar di Lombok.

5. Terjadinya peluang berpoligami yang lebih besar bagi laki-laki (suami)

sasak dibandingkan lelaki (suami) dari etnis lain.

6. Jika terjadi perkawinan lelaki jajar karang dengan perempuan bangsawan,

maka anaknya tidak boleh menggunakan gelar bangsawan ibunya

88 Atun Wardatun dan Hamdan, Kontekstualisasi Hukum Keluarga di Dunia Islam(Mataram: Lembaga Pengkajian-Publikasi Islam dan Masyarakat (LEPPIM) IAIN MATARAM,2014), h. 81.

64

(mengikuti garis ayah). Sebaliknya, jika laki-laki bangsawan menikahi

perempuan yang bukan dari golongan bangsawan, maka anak berhak

menyandang gelar kebangsawanan ayahnya.

7. Nilai perkawinan menjadi ternodai jika dikaitkan dengan pelunasan uang

pisuke.

8. Kalau terjadi perceraian, maka istrilah yang biasanya menyingkir dari

rumah tanpa menikmati nafkah selama masa iddah, kecuali dalam

perkawinan nyerah hukum atau nyerah mayung sebungkul.

9. Jarang dikenal ada pembagian harta bersama.89

Dari kesembilan tersebut yang menarik yaitu mengenai “terjadinya

perceraian”, maka istrilah yang biasanya menyingkir dari rumah tanpa

menikmati nafkah selama ‘iddah. Dampak ini sangat membudaya di Lombok,

kalau terjadi perceraian biasanya rumah dikuasai oleh suami, istrilah yang

harus meninggalkan rumah tanpa diberikan nafkah ‘iddah selama masih dalam

masa ‘iddah.90

Meskipun istri yang mencari biaya untuk mendirikan rumah, setelah

rumah jadi dan suami menceraikan isterinya, maka rumah tersebut dimiliki

oleh suami. Hal inilah yang dialami oleh Marianah;

“angka ndekt semel yak bait, sengakn tanak nie ye taokn tebangun,

ihlasangn doang (malu kalau mau ambil karena di tanahnya dia

89 M. Harfin Zuhdi, Praktik Merarik: Wajah Social Masyarakat Sasak (Mataram:Lembaga Pengkajian-Publikasi Islam dan Masyarakat (LEEPPIM) IAIN Mataram, 2012), h. 102-103.

90 Ibid., h. 107.

65

(suami) tempat dibangun, ya harus diikhlasin hasil kita ke

Saudi).91

Dari peristiwa di atas, hasil jerih payahnya saja perempuan-perempuan

sasak yang ditalak tidak mendapatkaan haknya, apalagi mau diberi nafkah

selama iddah dan nafkah mut’ahnya.

Berbeda halnya yang dilakukan dalam aturan undang-undang, dalam

upaya menegakkan undang-undang perlindungan kekerasan dalam rumah

tangga (UU PKDRT) terkait dengan peran peradilan, maka dapat dilakukan

melalui terobosan-terobosan hukum yang diterapkan dalam proses peradilan

mengenai perkara-perkara rumah tangga. Terobosan-terobosan hukum

dimaksud, salah satunya yaitu mengenai perkara cerai talak.

Hakim secara ex officio dapat menetapkan kewajiban suami memberi

nafkah iddah dan mut’ah bagi isteri meskipun tidak ada petitum (permintaan)

dari isteri melalui rekonvensi (pasal 41 hurup c UU perkawinan).

Akibat cerai talak sebagaimana diatur dalam pasal 149 KHI menjadi

hak ex officio hakim. Pasal 149 KHI menetapkan bahwa bilamana perkawinan

putus karena talak, maka bekas suami wajib: a. memberi mut’ah kepada bekas

istri tersebut qabla ad-dukhul (belum pernah melakukan hubungan badan) b.

memberi nafkah (biaya hidup), maskan (tempat tinggal yang layak), dan

kiswah (pakaian yang pantas kepada bekas isteri selama dalam masa iddah,

kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak bain atau nusuz dan dalam keadaan

tidak hamil; c. melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separuh

apabila qabla dukhul; d. memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya

91 Marianah, Wawancara, Saudi, 09 Maret 2016.

66

yang belum mencapai umur 21 tahun. Penentuan besaran mut’ah, nafkah

iddah dan nafkah anak disesuaikan dengan kemampuan suami dan kepatutan,

seperti lamanya masa perkawinan dan besaran take home pay suami

(keputusan Rakernas MA-RI Komisi II Bidang Peradilan Agama tanggal 31

Oktober 2012)92.

Aturan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam kompilasi hukum Islam

dan undang-undang memang sangat baik bagi kemaslahatan perempuan,

karena dalam fiqih pun disebutkan bahwa seorang wanita yang sedang dalam

masa iddah wajib mendapat nafkah apabila perceraian itu dari suatu

perkawinan yang sah, tetapi jika langsung dikatakan talak tiga sekaligus maka

para perempuan-perempuan sasak, khususnya perempuan Desa Dakung yang

dicerai tidak mendapat apa-apa. Karena langsung dikatakan talak bain Kubra

Konsep pengucapan talak harus di depan sidang, berarti meniadakan

adanya macam-macam jenis lafal talak yaitu yang terbagi menjadi dua bagian:

1. Lafazh sarih (jelas), yaitu lafazh yang menunjukkan kepada makna thalak

secara jelas, seperti: thaaliq, muthallaqah, thalak, dan lain sebagainya.

2. Lafazh kinayah (kiasan), seperti ucapan: “kembalilah kepada

keluargamu”, “aku bebaskan kamu”, “aku pisahkan kamu”, dan lain

sebagainya.

Kata-kata talak ini dianggap sebagai sharih atau kinayah tergantung

kepada adat dan tradisi pada suatu zaman, tempat dan waktu tertentu.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qayyim yang dikutip oleh Amru

92 H.A. Mukti Arto, Pembaruan Hukum Islam Melalui Putusan Hakim (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2015), h. 204.

67

Abdul Mun’im Salim pada fikih talak: berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist

bahwa lafaz itu terkadang mempunyai arti sharih (jelas) pada zaman dan

tempat tertentu dan di sisi lain mempunyai arti kinayah pada tempat dan

zaman yang lain, begitu juga sebaliknya.93

Dari temuan-temuan penulis pada bab dua di atas, masyarakat Desa

Dakung yang melakukan praktik pengucapan talak tiga sekaligus, mereka

langsung menjatuhkan dan menganggap bahwa itu jatuh talak tiga, hanya

dengan ucapan “seang talak telu”, maka perempuan-perempuan yang

diceraikan langsung pulang ke rumah orang tua, bahkan di lain sisi ucapan

dengan gurauan pun dapat dijatuhkan talak tiga oleh masyarakat, sesuai

dengan yang dialami oleh narasumber Suharni dan Muslim, sehingga mereka

harus melaksanakan muhallil untuk kembali.94

Adapun Amak Murne yang menceraikan istrinya, karena dia tidak tahu

apa-apa yang dia ucapkan, setelah mengucapkan talak tiga sekaligus dan

menyesal, dia tidak bisa kembali rujuk dengan isterinya disebabkan karena

kesempatan untuk kembali sudah habis, mau kembai lagi harus menunggu

isterinya kawin lagi dan diceraikan oleh suami setelahnya. Tapi sampai saat

ini dia tidak diceraikan.95

Hal inilah yang betul-betul perlu dipertegas kembali, niat ketika

mengucapkan talak itu seperti apa. Akibat tidak melakukan ikrar talak di

depan sidang pengadilan, amak Murne harus kehilangan istrinya. Jika

93 Amru Abdul Mun’im Salim, Fikih Thalak: Berdasarkan Al-Qur’an Dan Hadist(Jakarta: Pustaka Azzam, 2005), h. 79.

94 Suharni, Wawancara, Desa Dakung, 19 Januari 2016.95 Amaq Murne, Wawancara, Desa Dakung, 04 Februari 2016.

68

perceraiannya di bawa ke pengadilan tentu mereka tidak berpisah karena

proses perceraian di pengadilan harus melalui mediasi terlebih dahulu, lewat

mediasi ini ada harapan untuk bisa dipertahankan pernikahan.

B. Analisis Respon Masyarakat Desa Dakung terhadap Penerapan pasal 120

KHI tentang Talak Tiga Sekaligus

Dari data dan temuan penulis pada bab dua bahwa dari sepuluh orang

yang dimintai tanggapannya terhadap penerapan KHI tentang talak tiga

sekaligus yang tidak dianggap oleh pemerintah, 5 orang yang menyetujui

pendapat tersebut dan 10 darinya tidak. Adapun tiga orang yang menyetujui

dengan penerapan aturan tersebut bahwa pengucapan talak harus di depan

sidang dan hakim akan memutuskan tetap talak raj’i meskipun pelaku talak

pernah mengucapkan talak tiga di luar, mereka yang tahu kalau itu aturan yang

ditetapkan oleh pemerintah dan rata-rata pernah belajar mengenai undang-

undang perkawinan itu sendiri serta notabennya adalah akademisi yang

berkiprah di dunia hukum, meskipun ada yang bukan dari dunia akademisi

tetapi tetap mengakui dan menyetujui karena melihat kepada dampak dari

talak tiga sekaligus jika dihitung tiga.

Berbeda dengan yang sepuluh orang yang tidak setuju, karena memang

aturan yang ada dalam fikih klasik tetap menjatuhkan talak tiga sekaligus,

Jumuhur, sahabat, dan taabiin dan imam-imam mujtahid atau madzhab yang

69

berempat, ulama-ulama Islam yang kenamaan, khusus ulama-ulama dalam

madzhab Syafi’i menetapkan hukum, bahwa talak tiga sekaligus jatuh tiga.96

Alasan-alasan dari masyarakat tetap kuat, bahwa talak tiga sekaligus

itu jatuh tiga, jawaban dari mereka rata-rata karena berdasarkan madzhab

Syafii yang dipakai di Indonesia serta telah tertanam dan mengakar dari

dahulu sampai sekarang sehingga sulit untuk mengakui aturan yang baru-baru

muncul.

Dalam kitab al Umm, Imam Syafi’i menyebutkan bahwa:

Berfirman Allah Swt: talak itu dua kali, setelah itu boleh ruju’ lagisecara patut atau melepaskannya lagi (menceraikan lagi) dengancara yang layak pula. Dalam ayat yang lain disebutkan: maka jikasuami mentalaknya (sesudah cerai yang kedua) maka wanita itutidak halal lagi baginya sampai ia kawin lagi dengan suami yanglain. Qur’an itu menunjukkan –Allah yang lebih tahu – bahwaorang yang menceraikan istrinya tiga kali, baik sesudah campuratau sebelum campur, tidak halal lagi baginya sampai ia kawin lagidengan suami yang lain. Maka apabila berkata seorang laki-lakikepada istrinya: engkau dithalak tiga kali, maka haramlah wanitaitu baginya kecuali kalau ia sudah kawin dengan suami lain”.97

Pendapat di atas Imam Syafi’i memfatwakan bahwa talak tiga

sekaligus jatuh tiga. Jika talak serupa itu tidak mengikat atau tidak sah maka

tentu Rasulullah Saw. tidak menyuruh rujuk ketika cerai yang dijatuhkan

waktu perempuan sedang haid. Sebagaimana hadist Nabi:

96 Muhammad Ali as-Shabuni, Tafsir ayat al-Ahkam minal Qur’an (Bairut: Al- BukaiHatif, 1425 H), h. 235.

97 Al-Imam Abi Abdullah Muhammad bin Idris As-Syafi’i, al-Umm (Beirut: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 1413 H), h. 372.

70

هما - وعن ابن عمر في عهد رسول الله صلى اهللا - وهي حائض - أنه طلق امرأته ( رضي الله عنـثم , مره فـليـراجعها :فـقال ? عليه وسلم فسأل عمر رسول الله صلى اهللا عليه وسلم عن ذلك

, وإن شاء طلق بـعد أن يمس , ثم إن شاء أمسك بـعد , ثم تطهر , ثم تحيض , حتى تطهر ليمسكهامتـفق عليه )فتلك العدة التي أمر الله أن تطلق لها النساء

ليـراجعها: ( ية لمسلم وفي روا )ثم ليطلقها طاهرا أو حامال , مره فـ)وحسبت عليه تطليقة : ( وفي رواية أخرى للبخاري

Artinya: “Dari Ibnu Umar bahwa ia menceraikan istrinya ketika sedanghaid pada zaman Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa SallamLalu Umar menanyakan hal itu kepada RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallam dan beliau bersabda:"Perintahkan agar ia kembali padanya, kemudianmenahannya hingga masa suci, lalu masa haid dan suci lagi.Setelah itu bila ia menghendaki, ia boleh menahannya terusmenjadi istrinya atau menceraikannya sebelum bersetubuhdengannya. Itu adalah masa iddahnya yang diperintahkanAllah untuk menceraikan istri." Muttafaq Alaihi. Menurutriwayat Muslim: "Perintahkan ia agar kembali kepadanya,kemudian menceraikannya ketika masa suci atau hamil."Menurut riwayat Bukhari yang lain: "Dan dianggap sekalitalak."98

Nabi mengatakan; suruhlah supaya ia ruju’, itu juga menjadi bukti

bahwa talak yang menurut garis atau yang tidak menurut garis semuanya

jatuh. Itulah madzhab ahli-ahli fikih pada umumnya, tidak ada yang keluar

dari fatwa itu kecuali orang-orang yang tidak masuk hitungan walaupu mereka

memfatwakan lain”.

Dalilnya firman Allah dalam surat At Thalaq ayat 11, dimana

dinyatakan bahwa orang-orang yang menjatuhkan talak dengan cara di luar

garis yang ditetapkan tuhan maka ia telah menganiaya dirinya sendiri, karena

tidak boleh lagi kembali, padahal ia sewaktu-waktu bisa berubah pendapat

yakni ingin kembali, tetapi sudah terlarang oleh perbuatannya sendiri. Ini

98 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Terjemah Bulughul Maram., h.521.

71

suatu bukti bahwa talak tiga sekaligus yang tidak menurut garis itu, jatuh tiga,

karena kalau cara begitu tidak sah tidak berlaku, tentulah ia tidak mengurangi

apa-apa dan tidak dinamakan menganiaya dirinya. Nabi Muhammad saw.

Menyuruh ibnu ‘Umar supaya ia kembali kepada isterinya yang diceraikannya

pada saat isteri itu dalam haidh dan cerainya itu dihitung satu kali (yang

pertama). walaupun ia melanggar garis namun talaknya jatuh juga.99

Adapun dalil-dalil talak tiga sekaligus yang jatuh talak tiga. Antara lain

sabda Nabi saw. yang artinya:

“dari ‘urwah bin zubair, bahwasanya siti ‘Aisyah ra. Mengabarkankepadanya, bahwa istri rifa’ah al-Qurazhi datang kepada RasulullahSaw., lalu ia berkata : bahwasanya rifa’ah telah menceraikan saya,maka ia jadikan talakku “putus habis”, dan saya kawin sesudahnyadengan Abdurrahman al- Qurazhi, dan bergaul dengan dia serupahadabah (ujung kain yang layu). Berkata rasulullah saw. : engkaumau kembali kepada rija’ah? Tidak boleh, kecuali ia telah mencobamanisanmu, dan kamu telah mencoba pula manisannya’.100

Dalam sahih Bukhari juga, hadist ini diiringi lagi dengan hadist yang

serupa yang mungkin memperjelas artinya, terutama dalam mengartikan

“putus habis” maksudnya talak tiga sekaligus. Adapun hadistnya yaitu :

“Dari siti Aisyah Rda. Seseorang laki-laki menceraikan istrinya tigasekaligus, sesudah itu ia kawin (dengan suami lain). Suaminya yangkedua menceraikannya pula, nabi Muhammad saw. Ditanya orangdalam soal ini, apakah wanita itu halal bagi suaminya yang pertama?jawab beliau : halal, apabila suaminya yang kedua telah mencobamanisan wanita itu, sebagaimana yang telah dicoba oleh suaminyayang pertama”101

99 Siradjuddin Abbas, 40 Masalah Agama 1 (Jakarta: Pustaka Tarbiyah Baru, 2006), h.276-277.

100 Al-Imam Hafidz Sihab Ad-Din Ahmad bin Ali bin Muhammad ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari Syarah Sohih Al- Bukhari (Beirut: Dar Al- Kotob Al-Ilmiyah, 1433 H), h.309.

101 Imam Abdullah Muhammad bin Ismail Al Bukhari, Tarjamah Sahih Bukhari,diterjemahkan oleh Achmad Sunarto dkk (Semarang: CV. Asy Syifa’, 1993), h. 172.

72

Di dalam hadist ini jelas bahwa talak tiga sekaligus jatuh tiga, karena

Nabi mengatakan bahwa wanita itu tidak boleh lagi kawin dengan suaminya

yang telah menceraikannya itu kecuali kalau sudah kawin dengan laki-laki lain

dan sudah bercampur pula dengan laki-laki yang ke dua itu secara pergaulan

suami isteri, yakni sudah bersetubuh dengan baik.

Dalam kitab sahih bukhari juga, diterangkan kisah seorang laki-laki

namanya Uwaimir al Ajalani yang “mula-‘anah” (mengutuk) isterinya.

Sesudah selesai kutuk mengutuk maka dia berkata kepada Nabi Muhammad

Saw sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Yusuf:

“kalau saya pegang juga wanita itu tentu saya dianggap bohong. Maka

diceraikannya istrinya itu tiga sekaligus, sebelum diperintahkan oleh

Rasulullah Saw.”102

Hadist tersebut di atas berurutan dengan hadist riwayat dari Urwah bin

Zubair sebelum hadist yang kedua dari Siti Aisyah ra. baik dalam matan

bukhari yang terdapat pada halaman 269, maupun dalam fathul bari pada

halaman 309.

Adapun dalil yang lain yang memberikan bukti bahwa talak tiga

sekaligus jatuh yaitu hadist yang diriwayatkan oleh Mahmud ibnu Labid

sebagaimana bunyi hadistnya:

طلق امرأته ثالث أخبر رسول الله صلى اهللا عليه وسلم عن رجل : ( وعن محمود بن لبيد قال

وأنا بـين أظهركم , أيـلعب بكتاب الله تـعالى : فـقام غضبان ثم قال , تطليقات جميعا

ورواته موثـقون رواه النسائي )? أال أقـتـله ! يا رسول الله : فـقال , حتى قام رجل

102 Al-Imam Hafidz Sihab Ad-Din, fathul baari….. h. 309.

73

Artinya: “Mahmud Ibnu Labid Radliyallaahu 'anhu berkata:Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah diberitahu tentang seseorang yang mencerai isterinya tiga talakdengan sekali ucapan. Beliau berdiri amat marah danbersabda: "Apakah ia mempermainkan kitab Allahpadahal aku masih berada di antara kamu?". Sampaiseseorang berdiri dan berkata: Wahai Rasulullah, apakahaku harus membunuhnya.103

Dalam hadist tersebut dapat dipahami tentang beberapa hal yaitu:

a. Suatu peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah Saw. yaitu seorang laki-

laki menceraikan isterinya dengan talak tiga sekaligus, kemudian

dikabarkan kepada Rasulullah.

b. Rasulullah marah mendengar cara talak yang begitu, karena talak yang baik

sebagaimana yang digariskan oleh Allah dan Rasul, ialah dijatuhkannya

satu demi satu. Kalau seseorang hendak menceraikan istrinya dijatuhkanlah

satu talak dahulu, kemudian dianjurkan untuk ruju’ dan bergaullah dengan

baik. Tetapi jika terjadi lagi cerai yang ketiga kali, maka tidak boleh ruju

lagi.

c. Kemarahan Nabi saw. Tersebut menunjukkan bahwa talak tiga yang

dijatuhkannya sekaligus itu, jatuhnya tiga. Andaikata ucapan laki-laki itu

tidak ada gunanya, tidak mengikat kenapa nabi marah. Tidak ada artinya

nabi marah kalau begitu, nabi tidak akan marah sia-sia.104 Dengan

marahnya nabi mempunyai hikmah supaya tidak tergesa-gesa dalam

menjatuhkan talak tiga sekaligus. Sebagai contoh diumpamakan pada

seorang laki-laki yang menjual barang dagangannya sesudah terdengar

103 Ibnu Hajar Al-Asqalany, Terjemah Bulughul Maram Min Adillatil h. 521.104 Mahmud Syalthut, Fiqih Tujuh Madzhab, alih bahasa: Abdullah Zakiy Al- Kaaf

(Bandung: pustaka Setia, 2007), h. 168.

74

adzan jum’at baginya. Kalau hal ini disampaikan kepada nabi tentu nabi

marah, Karena orang itu berjual beli tidak menurut garis. Ia berjual beli

dalam waktu yang haram. Nabi marah karena jual belinya sudah terjadi

dalam waktu yang terlarang. Adapun jula belinya sudah terjadi, karena itu

nabi marah, sedang jual belinya sah.105

Sama dengan hal ini sabda nabi Muhammad saw. yang menyatakan

bahwa yang halal yang dimarahi Tuhan ialah talak. Talak itu pada hakikatnya

dimarahi Tuhan, tetapi terjadinya tetap sah dan berlaku.

Demikian juga dengan Abdullah bin ‘Umar yang dimarahi oleh nabi

pada saat ia menjatuhkan talak kepada istrinya yang sedang haidh, mendengar

hal ini nabi marah kepada Abdullah bin Umar sehingga diperintahkannya

supaya ia ruju’ kembali kepada istrinya itu. Nabi memang marah karena

Abdullah bin Umar manjatuhkan talak tidak menurut garis yang telah

digariskan oleh nabi, tetapi sungguh pun begitu namun talaknya sah dan

dianggap jatuh satu, sehingga diperintahkan supaya ruju’. Kalau talaknya tidak

sah karena nabi marah, kenapa diperintahakan ruju’. Apa gunanya ruju’ kalau

tidak ada perceraian? Kesimpulannya hadist Mahmud bin Labid ini

menunjukkan bahwa talak tiga sekaligus jatuh tiga, walaupun nabi marah

mendengarnya.106

Sementara pendapat-pendapat yang mengatakan pengucapan talak tiga

sekaligus jatuh satu dengan alasan tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan

oleh Rasulullah sebagaimana yang diutarakan oleh:

105 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid., h. 794.106 Siradjuddin Abbas, 40 masalah Agama…. H. 288.

75

Dr. Peunoh Daly dalam bukunya mengatakan: “lagi pula talak tigasekaligus itu bukan atas petunjuk Rasulullah, bukan berdasarkan sunnah tetapihal itu adalah perbuatan bid’ah, dengan tegas nabi bersabda: “barang siapaberbuat suatu pekerjaan yang tidak menurut petunjuk kami maka haruslahditolak”. Talak tiga sekaligus itu termasuk talak bid’i bukan menurut petunjukRasul, maka dianggap tidak ada artinya.107

Begitu juga hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Ibnu Abbas

yang berbunyi:

هما- وعن ابن عباس فـقال له . طلق أبو ركانة أم ركانة : ( قال -رضي الله عنـ

قد علمت :قال . إني طلقتـها ثالثا: فـقال , الله صلى اهللا عليه وسلم راجع امرأتك رسول

رواه أبو داود ) راجعها,

Artinya: “Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Abu Rakanahpernah menceraikan Ummu Rakanah. Lalu RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda padanya:"Kembalilah pada isterimu." Ia berkata: Aku telahmenceraikannya tiga talak. Beliau bersabda: "Aku sudahtahu, kembalilah kepadanya." Riwayat Abu Dawud.108

Demikian juga dalam riwayat Imam Ahmad, dari Ibnu Abbas juga:telah menceraikan bapak rukanah akan isterinya pada majelisyang satu tiga sekaligus, maka ia duka cita. Maka berkatakepadanya Rasulullah Saw.: “itu hanya satu”109

Adapun dalam bukunya Siradjuddin dia menjawab dan menentang

mengenai hadist ini, bahwa ternyata dalil di atas tidak bisa dipakai dan tidak

berlaku, karena kedua hadist di atas adalah dhai’f. di dalam kitab Buluguhul

Maram dalam sebuah hadist.

“dan dalam lafadz lain menurut Riwayat Ahmad disebutkan, “ AbuRakanah menthalak (menceraikan) istrinya dalam suatu majelis tigakali sekaligus, lalu dia menyesalinya maka Rasulullah s.a.w.

107 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam: Suatu Studi Perbandingan dalam KalanganAhluss-Sunah dan Negara-negara Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), h. 285.

108 Ibnu Hajar Al-Asqalani, terjemah Buluguhul Maram….. h. 521.109 Ibid., h. 522.

76

bersabda kepadanya “ sesungguhnya talakmu itu hanya satu kali,dalam sanad hadist ini terdapat nama Abu Ishaq sedang ia masihdiperbolehkan (dipertentangkan).110

Dalam sanad kedua hadist tersebut ada seseorang ulama bernama Ibnu

Ishaq, ia dipertanyakan”. hadist ini hadist yang tidak laku, hadit dhaif atau

mungkar, karena di dalam sanadnya ada seseorang yang bernama Ibnu Ishaq

yang dipertanyakan kejujurannya.111

Demikian juga matan hadist ini dapat pula dilihat hadist yang

diriwayatkan Ibnu Ishaq ini sangat kacau. Di dalamnya dikatakan bahwa

“bapak rukanah menceraikan Ibu Rukanah”, padahal menurut hadist-hadist

yang kuat yang sahih bahwa yang menceraikan isterinya itu adalah Rukanah

sendiri, bukan bapak Rukanah. Oleh karena itu kedua hadist ini sangat lemah,

hadist dhaif tidak dapat dipakai untuk menjadi dalil bagi penegak hukum

Islam.112

Itulah bantahan yang yang diutarakan oleh K.H. Siradjuddin Abbas

dalam bukunya 40 masalah agama 1, pantaslah masyarakat sasak, khususnya

Desa Dakung kuat dengan apa yang menjadi aturan dasar dari talak tiga

sekaligus yang langsung jatuh.

Hal ini juga senada dengan yang dikatakan oleh Padli, tentang

ketentuan penerapan undang-undang, mengenai talak tiga sekaligus yang

diutarakan pada bab kedua, bahwa sulit sekali untuk menerima aturan yang

110 Ibid., h. 522.111 As shan’ani, Subulus Salam III, penterjemah Abu Bakar Muhammad (Surabaya: Al-

Ikhlas, 1995), h. 627.112 Siradjuddin Abbas, 40 Masalah Agama., h. 299.

77

memang sudah ditentukan dari dahulu, karena sudah masuk adat, yang di

mana adat dan agama bertautan sangat kuat.113

Dalam kurun waktu yang sangat panjang tradisi itu secara tetap dan

berkelanjutan menyebar dan dipraktekkan oleh umumnya masyarakat sasak.

Selain proses internalisasi tradisi itu ketengah masyarakat cukup panjang dan

laten, bentuk internalisasinya menyertakan model doktrinisasi. Salah satu yang

menonjol dari doktrinisasi tersebut adalah bahwa apa yang dititahkan oleh

tokoh adat atau tuan guru adalah satu-satunya kebenaran yang harus diikuti.

Doktrin semacam ini selain provokatif juga mampu menumbuhkan

fanatisme dan sentiment nilai bagi masyarakat yang mengikutinya. Tak pelak

lagi, nilai atau konsepsi yang datang belakangan atau ada di sekelilingnya

harus dikoptasi untuk secepat mungkin mengikuti konsepsi yang lebih dahulu

superior tersebut. Karakter yang umumnya melekat pada sikap fanatisme

adalaha defensive dan reaksioner. Dua karakter ini juga bisa ditemukan dalam

tradisi kawin cerai bawah tangan di sasak maupun pelakunya. Terlepas apakah

hal itu karena masyarakat sudah sangat menikmati tradisi tersebut atau hal itu

dianggap sebagai kepribadian dasar esensial masyarakat sasak yang jelas

pembelaan dan reaksi terhadap konsep baru yang berusaha mengubanya begitu

tinggi.114

Hukum yang berlawanan dengan adat-istiadat yang berlaku di dalam

suatu masyarakat, di satu pihak ia tidak mempunyai dukungan yang

diperlukan agar penerapannya berjalan dengan efektif, dan di lain pihak,

113 Padli, Wawancara, Desa Dakung, 20 Februari 2016.114 M. Nur Yasin, Hukum Perkawinan Islam Sasak (Malang : UIN Malang Press, 2008),

h. 95.

78

keadaan yang demikian itu akan menimbulkan reaksi negatif dari masyarakat

yang justru akan membahayakan kewibawaan hukum itu sendiri, karena

hukum tidak lagi digunakan sebagai landasan konseptual oleh masyarakat

dalam melangsungkan atau menjalankan aktivitas kehidupannya.

Selain itu, dalam kenyataan hidup bermasyarakat tidak ada suatu

masyarakatpun yang warganya selalu taat dan patuh terhadap hukum dan

kaidah-kaidah lainnya, karena setiap manusia mempunyai kebutuhan dan

kepentingan masing-masing. Apabila hukum yang berlaku dalam masyarakat

tidak sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan serta kepentingan-kepentingannya,

maka dia akan mencoba untuk menyimpang dari aturan-atauran yang ada,

serta mencari jalan keluar dan atau pertimbangan-pertimbangan lain sebagai

landasan konseptual yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya.115

Berkaitan dengan benturan tradisi dan peradaban antara sasak dan luar

sasak sejauh ini sama sekali jarang atau nyaris tidak pernah ada yang

memunculkan atau menjadikannya sebagai salah satu elemen atau variabel

penting dalam melihat pola hubungan antara tradisi kawin cerai bawah tangan

dengan konsepsi dan cita ideal yang ada dalam KHI dan UU NO.1 tahun 1974.

Dominannya jumlah hakim yang berasal dari luar sasak sangat berkontribusi

pada akselarasi dan penguatan visi dan misi KHI.

Alasan yang bisa dikemukakan adalah mayoritas hakim yang ada di

PA sepulau Lombok adalah hakim yang berasal dari luar pulau Lombok

(Jawa, Bima, Sumbawa, Bugis, dan Sumatra). Sebagaimana diketahui kultur

115 Pujiono, Hukum Islam: Dinamika Perkembangan Masyarakat Menguak PergeseranPerilaku Kaum Santri (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2012), h. 37.

79

dan struktur persepsi masyarakat Jawa, Bima, Sumbawa, Bugis, dan Sumatra

sangat berbeda dengan kultur dan struktur persepsi masyarakat sasak dalam

menyikapi kawin cerai bawah tangan.116

Hal inilah yang menjadi alasan masyarakat, sebagaimana wawancara

penulis dengan tokoh agama yang sekaligus sebagai tokoh adat di Desa

Dakung yang mengatakan bahwa hakim di pengadilan tidak akan memberikan

dan tidak mengakui talak tiga sekaligus yang akan jatuh tiga, serta berbeda

dengan pengucapan talak yang secara bermain-main, kalau tidak diucapkan di

depan pengadilan maka tidak akan jatuh, tetapi berbeda sekali dengan di

Lombok, untuk mengucapkan budal saja sudah di bilang jatuh talak.

Bagaimana tidak masyarakatnya fantik dengan aturan yang dititahkan

oleh tuanguru dan ustad yang menjadi panutan di Lombok yang dikenal

dengan pulau seribu masjid. Karena kenapa?, rata-rata masyarakatnya dari

kecil telah ditanam dan dipupuk nilai-nilai fikih klasik, yang di mana rata-rata

mulai dari MI (madrasah ibtidiyah), jika tidak MI masuk SD tetapi mendapat

pengajian di rumahnya, setelah lulus SD/MI masuk ke Pondok pesantren

(PONPES), yang di mana pondok pesantren di Lombok ini lebih dari 100

pondok pesantren, tentunya masih menggunakan pelajaran-pelajaran fikih

klasik, yang mengatakan bahwa talak itu jika diucapkan maka akan jatuh,

begitu juga dengan talak tiga meskipun tanpa melalui persidangan.

Sementara masyarakat di Desa Dakung, yang sekolah sampai

perguruan tinggi bisa dibilang masih angka kecil belum mencapai 30an orang,

116 Nur Yasin, hukum perkawinan sasak… h. 92.

80

dan jika mereka mengambil yang tidak membahas mengenai hukum, jelas

mereka tidak akan tahu tentang konsep pengucapan talak tiga ini. Karena

itulah aturan yang ada di undang-undang dan kompilasi hukum Islam ini

dijadikan sebagai pelarian untuk kepentingan orang-orang yang mempunyai

kepentingan.

Ketika sebuah peranata telah menjadi identitas sosial maupun identitas

keagamaan, pranata itu tidak saja luhur dan agung, melainkan juga sakral dan

bahkan mistis. Sakralitas yang melekat pada tradisi kawin cerai bawah tangan

di sasak sangat bertolak belakang dengan rasionalitas pranata perkawinan

yang tercantum dalam KHI dan UU. Kontradiksi ini mencuat lebih keras lagi

jika sampai pihak-pihak tertentu dalam adat yang dengan terpaksa memakai

KHI untuk urusan-urusan yang kemungkinan bisa menempatkan masyarakat

pada posisi yang beruntung, sebutlah ketika berurusan dengan pengadilan

Agama, mayoritas masyarakat sasak tidak ambil peduli dengan KHI. Tetapi

mereka akan menjadikan PA sebagai lembaga penyelesaian akhir jika dalam

perkara tertentu tidak bisa dituntaskan secara persuasive dan kekeluargaan.117

Begitu juga halnya yang terjadi di masyarakat, pasangan suami istri

yang telah dikatakan talak tiga tapi mereka mengetahui bahwa aturan

pemerintah kalau talak tidak di depan sidang maka tidak terjadi perceraian,

sehingga dia pergi ke pengadilan dan dikatakan talak raj’i, ini berdasarkan

tutur dari narasumber bernama “Kurniati” ketika penulis meminta

tanggapannya terhadap penerapan kompilasi hukum Islam mengenai talak tiga

117 Ibid., h. 97.

81

sekaligus, sehingga menurut dia bahwa penerapan kompilasi hukum Islam dan

undang-undang ini akan dipakai untuk orang-orang yang membutuhkan jika di

masyarakat dianggap salah. Sehingga penulis mengambil kesimpulan dari

pernyataannya bahwa dia tidak menyetujuinya.

Dalam pembahasan hukum keluarga Islam, ulama tradisional

merumuskan ketentuan hukum yang menempatkan laki-laki sebagai pemimpin

rumah tangga, sedangkan isteri (perempuan) sebagai orang yang dipimpin.

Karenanya, seorang perempuan harus mentaati seorang laki-laki atau

suaminya selama perintahnya tidak melanggar ketentuan hukum Islam atau

durhaka kepada Allah.118

Setidaknya ada empat kemungkinan yang dapat terjadi dalam

kehidupan rumah tangga yang dapat memicu terjadinya perceraian yaitu:

a. Terjadinya nusyuz dari pihak istri

b. Nusyuz suami terhadap istri

c. Terjadinya syiqaq

d. Salah satu melakukan perbuatan zina.119

Di dalam PP No. 9 Tahun 1975 pasal 19 dinyatakan hal-hal yang

menyebabkan terjadinya perceraian. Perceraian dapat terjadi karena alasan

atau alasan-alasan:

a. Salah satu berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat dan penjudi atau

yang lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

118 Moh. Dahlan, Abdullah Ahmed An-Na’im: Efistemologi Hukum Islam (Yoyakarta:Pustaka Pelajar, 2009), h. 238.

119 H. Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Taringan, Hukum Perdata Islam di Indonesia:Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dan Fikih, UU No. 1/1974 Sampai KHI (Jakarta:Kencana, 2004), h. 214.

82

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut

tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar

kemampuannya;

c. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain;

d. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.

e. Antara suami atau isteri terus menerus terjadi perselisihan dan

pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah

tangga;120

Jika yang dikemukakan di atas adalah syarat untuk terjadinya

perceraian baik yang ada dalam fikih maupun dalam undang-undang, maka

bertentangan sekali dengan yang ada di masyarakat, hanya karena hal sepele

langsung mengucapkan kata talak, lebih-lebih talak tiga sekaligus.

Begitu juga dengan pengucapan talak tiga yang secara sepontan

diucapkan dengan emosi marah, sehingga pantaslah jika Indonsia membuat

aturan yang lebih baik karena melihat kondisi dan situasi.

Sehubungan dengan adanya ketentuan bahwa perceraian harus

dilakukan di depan sidang pengadilan, maka ketentuan ini berlaku juga bagi

masyarakat yang beragama Islam. Walaupun pada dasarnya hukum Islam

tidak menentukan bahwa perceraian harus dilakukan di depan sidang

pengadilan, namun karena ketentuan ini lebih banyak mendatangkan kebaikan

120 Ibid., h. 219.

83

bagi kedua belah pihak, maka sudah sepantasnya orang Islam wajib mengikuti

ketentuan tersebut, sebagaimana dijelaskan didalam Qaidah Fiqih yang sudah

disebutkan sebelumnya yaitu “dar’u al-mafasid muqaddamun ‘ala-jalbi al-

mashalih dan tasharruf al-iman ‘ala ar-raiyyah manuthun bi almaslahah”

dan juga di jelaskan dalam al-Qur’an bahwa mentaati pemerintah/ulil amri

dianggap seperti taat kepada Rasul dan taat kepada Allah swt.121

Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara fiqih munakahat dengan

UU perkawinan. Namun dengan melihat kepada materi UU perkawinan dan

dibandingkan dengan materi fiqih munakahat masih terlihat adanya perbedaan

itu kalau perbandingan itu dilakukan dengan madzhab fiqih tertentu,

umpamanya dengan fiqih munakahat yang berlaku menurut madzhab syafi’iy,

terlihat ada perbedaan. Namun bila dibandingkan dengan fikih munakahat

salah satu madzhab manapun secara terbuka mungkin adanya perbedaan itu

semakin tidak nyata. Oleh karena itu, dalam membuat perbandingan tidak

hanya melihat kepada madzhab tertentu saja, tetapi juga kepada keseluruhan

madzhab yang nyata-nyata keseluruhannya adalah madzhab Islami.

Umpamanya, UU perkawinan yang tidak mencantumkan wali sebagai syarat

perkawinan adalah salah bila dibandingkan dengan madzhab syafi’i, tetapi

tidak sah bila dibandingkan dengan madzhab Hanafi.

121 H. Wasman dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia:Perbandingan Fiqih dan Hukum Positif (Yogyakarta: Teras, 2011), h.156.

84

Bila dihubungkan, UU Perkawinan kepada fiqih munakahat yang

selama ini berlaku di Indonesia, yaitu menurut madzhab syafi’i terdapat empat

bentuk hubungan122:

1. UU sudah sepenuhnya mengikuti fiqih munakahat bahkan sepertinya UU

mengutip langsung dari Al-Qur’an.

2. Ketentuan yang terdapat dalam UU sama sekali tidak terdapat dalam fiqih

munakahat madzhab manapun, namun karena bersifat administrative dan

bukan substansial dapat ditambahkan kedalam fiqih;

3. Ketentuan dalam UU tidak terdapat dalam fikih munakahat dalam

madzhab manapun, namun dengan pertimbangan kemaslahatan dapat

diterima.

4. Ketentuan UU secara lahiriah tidak sejalan dengan ketentuan fiqih

munakahat dalam madzhab manapun, namun dengan menggunakan

reinterprentasi dan mempertimbangkan kemaslahatan tidak salahnya dapat

diterima dalam fiqih. Umpamanya, keharusan perceraian di depan

pengadilan dan keharusan izin poligami oleh pengadilan serta perceraian

harus didasarkan kepada alasan-alasan yang sudah ditentukan.123

Bila ditelusuri pasal UU perkawinan tersebut satu persatu akan dapat

dimasukkan kedalam salah satu kemungkinan yang disebutkan di atas. Bentuk

kemungkinan pertama tidak ada masalah karena selama ini memang telah

dijalankan dalam rangka menjalankan fiqih munakahat. Bentuk kedua dan

ketiga telah mulai dan dapat dipahami dan dijalankan oleh umat Islam. Namun

122 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqih Munakahatdan Undang-Udang Perkawinan (Jakarta: Kencana, 2011), h. 29

123 Ibid., h. 29.

85

bentuk kemungkinan keempat sulit diterima oleh sebagian umat Islam

Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih terjadinya penyimpangan

seperti perceraian di luar pengadilan.

Dalam membicarakan sumber fiqih munakahat dan banyaknya versi

kitab fiqih munakahat sebagai realisasi dari pendapat yang beragam dalam

memahami sumber fiqih tersebut. Golongan yang belum menjalankan bagian-

bagian dari UU perkawinan dan KHI itu dapat diyakinkan bahwa sumber fiqih

layak untuk dikaji ulang dan fiqih yang ada dengan versi yang banyak itu

layak untuk direformulasi sehingga UU Perkawinan yang ada itu dapat

diterima sebagai formulasi baru dari fiqih munakahat. Dengan demikian, UU

perkawinan secara prinsip dapat diterima karena tidak menyalahi ketentuan

yang berlaku dalam fiqih munakahat tanpa melihat madzhab fiqih tertentu.124

Tujuan pernikahan adalah tercapainya kehidupan bahagia yang kekal

sesuai yang tertera dalam undang-undang dan kompilasi hukum Islam. Tidak

hanya dalam hukum positif, dalam ajaran Islam pun mengajarkan hal

demikian. Jika dari masyarakat khususnya di Desa Dakung, mengenai

pengucapan talak tiga sekaligus dihitung tiga, maka untuk kembali lagi butuh

proses lama, dan bagaimana dengan kehidupan anak yang menjadi korban

perceraian, bukankah Islam itu mudah dan tujuan dari hukum itu supaya

tercapainya kesejahteraan.

Dari masyarakat yang masih berpegang teguh dengan ketentuan dari

fiqih klasik, perlu untuk mendapat didikan dan informasi mengenai aturan dari

124 Ibid., h. 30.

86

undang-undang, yang dimana mempunyai tujuan yang lebih baik,

dibandingkan dengan fikih klasik aturan yang dahulu. Kita lihat kalau terjadi

perceraian yang langsung mengatakan tiga sekaligus dan tentunya diucapkan

di luar pengadilan mempunyai banyak dampak salah satunya yaitu dari pihak

perempuan dirugikan sekali karena kenapa, perempuan-perempuan yang

dicerai tidak mendapat, nafkah iddah, mut’ah dan kesempatan untuk rujuk

lagi. Tetapi kalau di pengadilan dengan tidak mengakui talak tiga sekaligus

yang jatuh tiga tentunya memberikan putusan sebagimana mestinya.

Ulama ushul fiqih mendefinisikan maqashid al-syari’ah dengan

makna dan tujuan yang dikehendaki syara’ dalam mensariatkan suatu hukum

bagi kemaslahatan umat manusia.125 Sehingga jika kita lihat tujuan dari

hukum yang diterapkan di Indonesia untuk mempersulit terjadinya perceraian

dan memberikan hak-haknya kepada perempuan lantas kenapa tidak diakui

saja?.

Fatwa-fatwa tentang masalah Islam di Indonesia kebanyakan diambil

dari kitab-kitab fiqih yang dikarang oleh para sarjana hukum Islam tempo

dulu, tiap-tiap karangan diwarnai dengan pendapat dan pendirian masing-

masing pengarangnya dan sangat tergantung kepada orang yang meminta

fatwa tersebut kepada pengarang kitab tersebut. Akibat hal demikian, timbul

masalah khilafiyah karena antara satu ulama dengan ulama yang lain

mempunyai persepsi yang berbeda dalam menilai suatu masalah hukum.

125 Pujiono, Hukum Islam: Dinamika Perkembangan Masyarakat, Menguak PergeseranPrilaku Kaum Santri., H., 61.

87

Demikian juga antara para hakim peradilan agama sendiri sering

timbul perbedaan pendapat dalam menyelesaikan suatu perkara, tidak jarang

dalam kasus yang sama putusannya berbeda satu sama lainnya. Hal ini karena

berbeda persepsi dalam menafsirkan suatu ketentuan hukum yang tersebut

dalam fiqih tersebut.

Dalam kehidupan masyarakat suatu Negara keadaan seperti ini

hendaknya harus segera diakhiri, harus diberi batasan-batasan tertentu dalam

perkara secara konkrit, sehingga perbedaan pendapat dalam suatu masalah

harus ada suatu kesatuan hukum. kesatuan penafsiran tentang suatu aturan

hukum hendaknya sesuai dengan kesadaran hukum yang hidup dalam

masyarakat.126

Seorang suami atau istri yang menuntut percerian, baik cerai talak

atau cerai gugat di pengadilan, berarti menuntut haknya yang telah dirugikan

oleh istri atau suaminya, sehingga ia memerlukan dan meminta perlindungan

hukum yang pasti dan adil kepada pengadilan yang berwenang, memeriksa,

mengadili dan memutus sengketa atau perkara perceraian.127

126Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia: Tinjauan Dari AspekMetodologis, Legalisasi, Dan Yurisprudensi (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2007), h. 38.

127 Muhammad Syaifuddin, dkk, Hukum Perceraian (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h.179.

88

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat diambil suatu kesimpulan yaitu:

1. Konsep pengucapan talak yang ada dalam kompilasi hukum Islam pada bab

XVI tentang putusnya perkawinan pasal 113 menegaskan bahwa perkawinan

dapat putus karena: (a) kematian; (b) perceraian; (c) atas keputusan

pengadilan. Pasal 113 KHI sama dengan pasal 38 UU No. 1 tahun 1974.

sementara Dalam pasal 115 KHI diungkapkan bahwa. Perceraian hanya

dapat dilakukan di depan sidang pengadilan Agama setelah pengadilan

Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah

pihak. Pada pasal 115 ini dalam UU No. 1 tahun 1974 terdapat juga dalam

pasal 39. Sementara pasal 120 KHI membicarakan mengenai talak ba’in

kubra yaitu talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Pengadilan tetap

menjatuhkan talak raj’i dan tidak mengakui talak tiga secara sekaligus yang

dihitung tiga. Karena memang tidak ada aturan yang seperti itu, baik dalam

UU maupun dalam KHI.

2. Sedangkan respon masyarakat terhadap penerapan aturan ini mengenai

pengucapan talak tiga yang dianggap satu yaitu kurang setuju karena

menyalahi aturan yang ada dalam fikih klasik serta beralasan dengan

madzhab syafi’I yang ada di Indonesia mengatakan demikian. Meskipun ada

sebagaian dari masyarakat yang mengakui bahwa aturan itu baik. Tetapi dari

sebagaian yang menerima aturan tersebut merupakan masyarakat yang

mengetahui dan paham dengan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah.

87

89

B. Saran

Adapun saran yang ingin peneliti sampaikan yaitu:

1. Pemerintah dan steak holder

Mencoba untuk mensosialisaikan lewat media dan pembelajaran

mulai dari sekolah menengah pertama (SMP), Sekolah menengah atas

(SMA) sampai perguruan tinggi, sehingga tidak hanya mahasiswa ataupun

orang yang terjun di dunia kademik yang mengambil jurusan hukum saja

yang mengetahui mengenai aturan yang ada di undang-undang dan

kompilasi hukum Islam yang ditetapkan terhadap talak tiga sekaligus.

Melihat kemaslahatan yang lebih dibandingkan dengan apa yang tertanam

lebih dahulu pada masyarakat mengani talak tiga yang jatuh tiga.

2. Para akademisi di dunia hukum

Sebagai mahasiswa yang berkecimpung di dunia hukum tentunya

tahu aturan yang diterapkan oleh kompilasi hukum Islam dan undang-

undang No. 1 tahun 1974 diharapkan mampu mensosialisasikan kepada

masyarakat yang belum tahu mengenai aturan ini.

3. Tokoh agama dan adat

Sudah seharusnya beranjak dan tidak terlalu kaku dengan ajaran

yang memang ada dalam fikih klasik, melihat dampak yang lebih baik

membawa kepada kemaslahatan kenapa tidak kita tinggalkan dan mengikuti

aturan yang memang diterapkan dan dipakai di Indonesia sehingga

perbedaan diantara kita tidak terjadi.

90

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdul Manan. Reformasi Hukum Islam di Indonesia: Tinjauan Dari AspekMetodologis, Legalisasi, dan Yurisprudensi. Jakarta: PT. Raja GrapindoPersada, 2007.

Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani. Fiqh Ibadah; Refleksi KetundukanHamba Allah Kepada Al-Khalik Perspektif Al-Qur’an dan As-Sunnah.Bandung: Pustaka setia, 2009.

Ahmad Fatoni. Thalaq dan Probelematika Pelaksanaannya di Desa PringgaselaLombok Timur (Ditinjau Berdasarkan Hukum Islam dan Undang-undang no.1 tahun 1974). skripsi, IAIN Mataram, 2003.

Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqalani. Bulughul Maram. Surabaya: Mutiara Ilmu,1995.

Ali Yusuf As-Subki. Fiqih Keluarga: Pedoman Berkeluarga dalam Islam.Jakarta: Amzah, 2012.

Al-Imam Al-Hafizh Ali bin Umar Ad-Daraquthni, Sunan Ad-Daraquthni,penerjemah Amir Hamzah Fachruddin. Jakarta: Pustaka Azam, 2008.

Al-Imam Abi Abdullah Muhammad bin Idris As-Syafi’i. al-Umm. Beirut: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 1413 H.

Al-Imam Hafidz Sihab Ad-Din Ahmad bin Ali bin Muhammad ibnu Hajar Al-Asqalani. Fathul Baari Syarah Sohih Al- Bukhari. Beirut: Dar Al- Kotob Al-Ilmiyah, 1433 H.

Amir Syarifuddin. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara FiqihMunakahat dan Undang-Udang Perkawinan. Jakarta: Kencana, 2011.

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Taringan. Hukum Perdata Islam diIndonesia: Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dan Fikih, UU No.1/1974 Sampai KHI. Jakarta: Kencana, 2004.

Amru Abdul Mun’im Salim. Fikih Thalak: Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist.Jakarta : Pustaka Azzam, 2005.

Atun Wardatun dan Hamdan. Kontekstualisasi Hukum Keluarga di Dunia Islam.Mataram : Lembaga pengkajian-publikasi Islam dan Masyarakat (LEPPIM)IAIN MATARAM, 2014).

91

Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah. Hukum Perdata Islam di Indonesia.Bandung: Pustaka Setia, 2011.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Surabaya: Surya CiptaAksara 1993.

H. M. A. Tihami dan Sohari Sahrani. Fikih Munakahat: Kajian Fikih NikahLengkap. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.

H.A. Mukti Arto. Pembaruan Hukum Islam Melalui Putusan Hakim. Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2015.

Ibnu Rusyd. Bidayatul Mujtahid: Analisa Fiqih Para Mujtahid; Penerjemah,Imam Ghazali Said & Achmad Zaidun. Jakarta: Pustaka Amani, 2007.

Jakawadi. Ijtihad Umar bin Khattab dan Elasitas Hukum Islam (Studi TentangTalak 3). skripsi IAIN Mataram, 2006.

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya,2015.

Mahmud Syalthut; Ali As-Sayis. Fiqih Tujuh Madzhab diterjemahkan dari kitabMuqaaranatul Madzaahib Fil Fiqhi. Bandung: Pustaka Setia, 2007.

M. Anshary MK. Hukum Perkawinan di Indonesia: Masalah-Masalah Krusial.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Muhammad Asroruddin. Pandangan Tokoh Masyarakat tentang Talak di LuarPengadilan, (Studi di Desa Tanjung Kecamatan Tanjung Lombok barat).skripsi IAIN mataram 2008.

Muhammad Ali as-Shabuni. Tafsir Ayat al-Ahkam Minal Qur’an. Bairut: Al-Bukai Hatif, 1425 H.

Muhammad Yunus. Kamus Muhammad Yunus. Jakarta: Wadzurriyat, 1990.

M. Abdul Mujib dkk. Kamus Istilah Fiqh. Jakarta: PT. Pustaka Pirdaus, 1995.

M. Harfin Zuhdi. Praktik Merarik : Wajah Social Masyarakat Sasak. Mataram:Lembaga Pengkajian-Publikasi Islam dan Masyarakat (LEEPPIM)) IAINMataram, 2012.

Muhammad Syaifuddin, dkk. Hukum Perceraian. Jakarta: Sinar Grafika, 2014.

92

M. Nur Yasin. Hukum Perkawinan Islam Sasak. Malang: UIN Malang Press,2008.

Moh. Dahlan. Abdullah Ahmed An-Na’im: Efistemologi Hukum Islam. Yoyakarta:Pustaka Pelajar, 2009.

Nana Syaodih Sukmadinata. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: RemajaRosdakarya, 2010.

Peunoh Daly. Hukum Perkawinan Islam: Suatu Studi Perbandingan dalamKalangan Ahluss-Sunah dan Negara-negara Islam. Jakarta: Bulan Bintang,2005.

Pujiono. Hukum Islam: Dinamika Perkembangan Masyarakat MenguakPergeseran Perilaku Kaum Santri. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2012.

Sayyid Sabiq. Fikih Sunnah. Bandung: PT. Alma’arif, cetakan pertama 1980.

Siradjuddin Abbas, 40 Masalah Agama 1. Jakarta: Pustaka Tarbiyah Baru, 2006.

Slamet Abidin dan Aminuddin. Fiqih Munakahat 2. Bandung: Pustaka Setia,1999.

Sulaiman Rasjid. Fikih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012.

Supardi. Metodologi Penelitian. Mataram Lombok: Yayasan Cerdas Press, 2007.

Wasman dan Wardah Nuroniyah. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia:Perbandingan Fiqih dan Hukum Positif. Yogyakarta: Teras, 2011.

Zainuddin Ali. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

B. Undang-undang

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2006 tentangKewarganegaraan Republik Indonesia dan Undang-undang RepublikIndonesia nomor 1 tahun 1974 tentng Perkawinan. Surabaya: kesindoUtama, 2006.

Kompilasi Hukum Islam ( KHI), permata Pres.

C. Profil Desa

Profil Desa Dakung tahun 2011

Profil Desa Dakung tahun 2015.

93

LAMPIRAN - LAMPIRAN

94

LAMPIRAN-LAMPIRAN:

A. Narasumber:

Abdullah Mustafa (Mantan Hakim), Wawancara, Mataram, 11 Februari 2016.

Ali Muchdor (Hakim Pengadilan Agama Praya), Wawancara, Praya, 24

Februari 2016.

Anjas, Wawancara, Desa Dakung, 20 Januari 2016.

Amaq Murne, Wawancara, Desa Dakung, 04 Februari 2016.

Akhyar, Wawancara, Desa Dakung, 13 Maret 2016.

Herianto, Wawancara, Desa Dakung, 05 Februari 2016.

H. Lalu Husnul Mizan (kades Desa Dakung), Wawancara, Desa Dakung, 08

Februari 2016.

Ki Agus Ahmad, Wawancara, Desa Dakung, 08 Februari 2016.

Kurniati, Wawancara, Desa Dakung, 13 Maret 2016.

L. Wildan (Kaur Pemerintahan Desa Dakung), Wawancara, Desa Dakung, 01

Februari 2016.

L. Padli, S.Pd.I, Wawancara, Desa Dakung, 20 Februari 2016.

Marianah, Wawancara, Saudi, 09 Maret 2016.

Mar’i (Panitera Pengganti), Wawancara, Praya, 28 Maret 2016.

Mashur, Wawancara, Desa Dakung, 10 Februari 2016.

Muhammad Saleh Sopyan, S.H.I, Wawancara, Semarang, 27 Februari 2016.

Munifah, wawancara, Desa Dakung, 07 Februari 2016.

Muhammad Ismail S. Sos I, Wawancara, Desa Dakung, 05 Maret 2016.

Muslim, Wawancara, Desa Dakung, 19 Januari 2016.

Mutiara (Kaur Kesra), wawancara, Desa Dakung, 03 Januari 2016

Najamuddin, Wawancara, Desa Dakung, 28 Februari 2016.

Nurtajalli (Kaur Ekbang), Wawancara, Desa Dakung, 20 Januari 2016.

Nurul Hasanah, Wawancara, Desa Dakung, 20 Maret 2016.

Rusnawan (Kadus Petanggak), Wawancara, Desa Dakung, 20 Januari 2016.

Sama’, wawancara, Desa Dakung, 06 Februari 2016.

Samsul Hadi (Kaur Umum), Wawancara, Desa Dakung, 02 Februari 2016.

Suharni, Wawancara, Desa Dakung, 19 Januari 2016.

95

Ustd Mursyid, Wawancara, Desa Dakung, 06 Maret 2016.

Yohanis, Wawancara, Desa Dakung, 07 Februari 2016.

B. Daftar Pertanyaan:

1. Masyarakat:

a. Bagaimana tanggapan anda terhadap penerapan undang-undang No 1

Tahun 1974 tentang talak tiga sekaligus?

b. Bagaimana menurut anda apakah jatuh talak tiga yang diucapkan

sekaligus atau jatuh talak satu?

2. Masyarakat pelaku talak tiga sekaligus:

“Bagaimana cara mengucapkan lafal talak tiga sekaligus?

3. Para hakim dan pejabat:

a. Bagaimana konsep pengucapan talak dalam undang-undang no 1

tahun 1974?

b. Apakah jatuh talak tiga atau talak satu jika seorang suami

menjatuhkan lafal talak tiga sekaligus ?

96

97

98

99