Upload
universitashaluoleo
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KONDISI PADANG LAMUN, TERUMBU KARANG DAN KOMUNITAS IKAN DIPULAU KAPOTA KABUPATEN WAKATOBI
Abdul Hamid,1,2 Halili1,2 dan La Sara1,2
1) Staf Pengajar Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan IlmuKelautan Unhalu-Kendari
2) Penggiat Konsorsium Mitra Bahari Sulawesi Tenggara
ABSTRACTThe aim of research were to indentification seagrass, coralreef and fish community conditions in Kapota Island, WakatobiRegency. Assesment of` seagrass condition used the cuadratand line transect, coral reef and fish community the linetransect and visual sensus method, respectively. The resultof research were the 8 (eight) species of seagrass withcondition of good category. Coral reef condotion in therange of medium to good catagories. Fish community was 29families, 71 genera and 142 species with range of diversityand stability medium to high categories.
Key words : Seagrass, coral reef, fish community, KapotaIsland
I. PENDAHULUAN
Pulau Kapota merupakan bagian dari gugus Kepulauan
Wakatobi dan secara admisitrasif termasuk dalam wilayah
Kecamatan Wangi-Wangi Selatan. Pulau ini dengan luas sekitar
7122 ha mempunyai tipe pantai sebagian besar terdiri dari
pantai berpasir dengan topografinya yang landai dan
ditumbuhi oleh lamun serta di sekitar pulau ini terdapat
terumbu karang.
Pulau Kapota dalam pengelolaannya tidak terpisahkan
dari pengelolaan Kepulauan Wakatobi secara utuh karena pulau
ini merupakan bagian dari Taman Nasional Kepulauan Wakatobi
(TNKW). Taman nasional in ditetapkan melalui Surat Keputusan
Menteri Kehuatanan No. 185/Kpts/II/I1997 tanggal 31 Maret1
1997. Disadari bahawa cakupan wilayah kawasan konservasi ini
terlalu luas sedangkan sumberdaya (sumberdaya manusia dan
prasarana) yang dimiliki masih terbatas sehingga
pengelolaanya belum optimal. Untuk itu diperlukan
keterlibatkan stakeholders untuk mendukung dalam pengelolaannya
Dalam rencana rezonasi TNKW yang dilakukan tahun 2006,
perairan Pulau Kapota ditetapkan sebagai zona pemanfaatan
tradisional. Zona ini pada peinsipnya ditujukan untuk
mengakomodasi kebutuhan dasar bagi masyarakat di pulau
ini. Saat ini, pemanfaatan sumberdaya kelautan dan
perikanan di pulau ini masih didominasi oleh nelayan
tradisional. Mereka dalam memanfaatkan sumberdaya laut masih
ada yang menggunakan alat tidak ramah lingkungan, antara lain
menggunakan bom dan sianida dalam menangkap ikan serta
penambangan batu karang. Kondisi demikian, jika tidak
dilakukan pengendalian akan mengakibatkan degradasi
sumberdaya laut dan ekosistemnya serta dalam jangka panjang
akan merugikan nelayan sendiri. Untuk itu perlu dirumuskan
model pengelolaan yang tepat dengan memperhatikan kondisi
biofisik perairan dan sosial budidaya (sosekbud) masyarakat
setempat.
Salah satu upaya untuk mendukung pengelolaan dan
pemanfaatan yang bijaksana dan berkelanjutan maka perlu
dilakukan penelitian kondisi potensi sumberdaya perairan di
Pulau Kapota. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi kondisi padang lamun, terumbu karang, dan
komunitas ikan di perairan Pulau Kapota. Manfaat penelitian
2
ini adalah dihasilkannya informasi kondisi sumberdaya hayati
di sekitar perairan Pulau Kapota yang dapat digunakan (1)
sebagai dasar pengambilan kebijakan operasional dalam
pengelolaan sumberdaya hayati perairan, khususnya terumbu
karang dan asosiasinya di sekitar Pulau Kapota, dan (2)
sebagai dasar pertimbangan ilmiah dalam mendukung upaya
rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang serta
pengelolaan TNKW pada umumnya..
II. MATERI DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Kapota, Kecamatan
Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi yang terletak pada
garis lintang 5o21’54”–5o23’09”LS dan 123o29’32”–123o34’58”BT.
Penelitian ini merupakan bagian dari rangkaian penelitian
Responsive Research yang Program Mitra Bahari Coremap II
Konsorsium Mitra Bahari Sulawesi Tenggara Tahun 2006.
Peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian
ini anatara lain peralatan selam (scuba, snorkel dan
kompresor), kamera bawah air, peta kerja, transek kuadarat,
roll meter, refraktosalinometer, termometer, GPS, papan
pasut, piring sechi dan perahu motor.
.Data keadaan umum wilayah lokasi kajian diperoleh
melalui pengamatan langsung di lapangan serta melalui
pengumpulan data sekunder, seperti peta dasar. Data keadaan
pantai dan perairan, topografi, keadaan oseanografi
(kecepatan arus, salinitas, kecerahan, pasang surut dan
suhu) diperoleh melalui pengukuran dan pengamatan di lapangan
3
serta bersumber dari data sekunder yang berkaitan dengan
lokasi kajian. Pengamatan kondisi padang lamun dilakukan pada 6 (enam)
stasiun yang tersebar pada bagian timur, utara dan selatan
Pulau Katopota masing-masing 2 (dua) stasiun. Pengambilan data
padang lamun menggunakan transek kuadrat 1 x 1 m dan trnasek
garis dengan panjang 25 meter. Pengamatan kondisi terumbu
karang dan komunitas ikan secara keseluruhan dilakukan pada 6
(enam) stasiun yang tersebar pada semua bagian Pulau Kapota
(bagian timur, barat, utara dan selatan). Pengambilan data
kondisi terumbu karang menggunakan transek garis dengan panjang
50 meter pada kedalaman 3 meter dan 10 meter. Penutupan karang
ditentukan berdasarkan life formnya yang dilalui oleh garis
transek tersebut. Pengamatan komunitas ikan dengan metode
visual sensus, yaitu mengikuti tapak pengamatan terumbu karang
dimana jarak pengamatan sejauh 2,5 meter ke kiri dan ke kanan
garis transek. Kelimpahan dan jenis ikan dicatat sepanjang
garis transek tersebut. Jenis ikan yang diperoleh
diidentifikasi berdasarkan Allen (1999) dan Kuiter (1992).
Data yang diperoleh terlebih dahulu dilakukan tabulasi
dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis secara kuantitatif berdasarkan Brower et al. (1990),
khususnya untuk kepadatan lamun dan penutupan karang serta
keanekaragaman jenis ikan (indeks Shanon-Weiner). Kondisi
kesehatan karang ditentukan berdasarkan Gomez dan Alcala
(1984) dan kondisi padang lamun berdasarkan Kantor KLH
(2004).
4
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Kualitas Perairan
Pulau Kapota mempunyai topografi yang umumnya landai
hingga curam . Kedalaman perairan di sekitar pulau ini
berkisar 5 – 1.884 m dan perairannya dipengaruhi oleh Laut
Flores dan Laut Banda. Suhu air di sekitar Pulau Kapota 29-
32oC, kemudian salinitas 34-36 ppt, kecerahan 13,3 meter, pH
7,5-7,8, total padatan tersuspensi 1,12 mg/l, total padatan
terlarut 69,43 mg/l, kecepatan arus 0,06-0,09 m/detik dan
oksigen terlarut 5,87-8,45 mg/l. Tipe pasang surut di daerah
ini campuran semi diurnal dengan kondisi daerah intertidal
yang cukup lebar (sekitar 500 - 750 meter).
B. Kondisi Padang Lamun
Padang lamun di sekitar Pulau Kapota umumnya tersebar di
daerah intertidal di bagian belakang (backward) terumbu
karang dan sebagian ditemukan diantara terumbu karang. Jenis
lamun yang ditemukan di perairan ini ada 8 (delapan)
spesies, yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halodule pinifolia,
H. uninervis, Cymodocea rotundata, Thallasodendrum ciliatum, Halophila ovalis,
dan H. minor. Jenis lamun T. hemprichii dan E. acoroides hampir
ditemukan pada setiap lokasi pengamatan.
Kepadatan padang lamun di Pulau Kapota pada semua lokasi
pengamatan 196 - 768 tunas/m2 dengan tingkat penutupan 60 –
100% (Tabel 1). Kondisi padang lamun demikian menunjukkan
tingkat kesehatan padang lamunnya tergolong baik (Kantor KHL,
2004).
5
Tabel 1. Kondisi Padang Lamun di Sekitar Perairan Pulau
Kapota
Stasiun
Lokasi Kepadatan (tunas/m2)
Penutupan (%)
Jenis Padang(jumlahjenis)
Subtrat
I Utara 196-512 80-90 Campuran (2-3)
Pasir
II Utara 320-760 75-80 Campuran 2-3)
Pasir
III Timur 421-512 80-90 Tunggal dan campuran (1-3)
Pasir
halus
IV Timur 595-768 70-80 Campuran (4-5)
Pasir+Pecahan karang
V Selata
n
512-736 75-100 Tunggal dan campuran (1-3)
Pasir+Pecahan karang
VI Selata
n
224-288 60-80 Campuran (3) Pasir+cad
as
Padang lamun di perairan ini merupakan padang campuran
yang terdiri dari 2 (dua) – 5 (lima) spesies (dominan dua dan
tiga spesies) yang ditemukan pada setiap lokasi. Padang
lamun tunggal hanya ditemukan pada 2 (dua) lokasi, yaitu pada
bagian timur (stasiun III) dan bagian selatan (stasiun V)
Pulau Kapota masing-masing hanya ditumbuhi T. hemprichii dan T.
ciliatum.
Jenis lamun T. cilliatum merupakan lamun endemik yang tumbuh
di perairan Kepulauan Wakatobi dan pulau kecil lainnya.
6
Dari beberapa penelitian padang lamun yang telah dilakukan,
jenis lamun ini belum pernah ditemukan pada perairan pantai
pulau besar di Sulawesi Tenggara, kecuali pernah ditemukan
di perairan Pulau Sagori (salah satu pulau kecil di Kabupaten
Bombana) dan perairan Pulau Lentea (pulau kecil di Kabupaten
Wakatobi). .Di Pulau Kapota, T. cilliatum ditemukan pada
bagian selatannya dengan substrat pecahan karang mati
bercampur pasir dan dekat tubir serta membentuk padang
tunggal. Habitat jenis lamun ini adalah perairan relatif
dalam (bagian tubir) dengan substrat pecahan karang mati dan
bergelombang besar (Kiswara, 1994).
Kekayaan jenis lamun yang di temukan di Pulau Kapota
relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang pernah
ditemukan di beberapa perairan pantai dan pulau kecil di
Sulawesi Tenggara. Disamping itu, kepadatan dan penutupan
padang laumu di daerah ini masih sangat tinggi. Jenis Lamun
yang ditemukan pada beberapa lokasi di Teluk Kendari dan
perairan pantai di sekitarnya hanya 7 (tujuh) spesies (Hamid
dan Halili, 1999).
7
Gambar 1. Kondisi Padang Lamun di Perairan Pulau Kapota
Padang lamun dimanfaatkan oleh masyarakat Pulau Kapota
dan sekitarnya hanya sebagai daerah penangkapan beberapa
jenis ikan, seperti ikan beronang (Siganus sp), lencam
(Lethrinus sp), teripang, rajungan dan jenis kerang-kerangan.
Alat tangkap yang digunakan antara lain jaring insang,
tombak/panah, bubu penangkap beronang (kulu-kulu) serta sebagai
tempat menyuluh (menangkap ikan atau biota laut lainnya
dengan menggunakan lampu petromaks pada malam hari).
Padang lamun salah satu komponen ekosistem pesisir dan
pulau kecil serta mempunyai keterkaitan dengan ekosistem
terumbu karang dan mangrove. Disamping itu mempunyai arti
penting bagi kegiatan perikanan pantai antara lain seperti
dijelaskan di atas. Fungsi ekologis padang lamun adalah
sebagai: (1) produsen primer dengan produktivitas primer yang
tinggi, dan (2) habitat berbagai biota laut. Padang lamun
sebagai habitat berfungsi sebagai tempat pemijahan,
pembesaran, berlindung dan mencari makan bagi berbagai biota
laut karena kompleksnya habitat dalam ekosistem ini.
Sedangkan fungsi fisik padang lamun dapat meredam arus dan
gelombang sehingga dapat mencegah terjadinya abrasi pantai.
Oleh karena itu, padang lamun di sekitar Pulau Kapota perlu
8
mendapat perlindungan dari aktivitas manusia bersifat dapat
merusak keutuhan ekosistem padang lamun.
C. Kondisi Terumbu Karang
Kondisi penutupan karang hidup di perairan sekitar Pulau
Kapota pada kedalaman 3 meter dan 10 meter masing-masing
berkisar antara 36,4-70,8% dan 49.8-68.0% (Tabel 2).
Berdasarkan kriteria Gomez dan Alcala (1984), kondisi
terumbu karang dengan prosentase penutupan karang hidup
seperti tersebut di atas tergolong dalam katerogi sedang
sampai baik.
Tipe terumbu karang di sekitar perairan Pulau Kapota
tergolong karang tepi (frenging reef). Kondisi terumbu
karang yang baik dan indah panoramanya ditemukan bagian
barat Pulau Kapota, tepatnya pada stasiun I dan II. Pada
lokasi ini terdapat tebing-tebing karang ang curam dan gua
karang dengan keragaman dan kelimpahan ikan yang tinggi
sehingga potensial untuk sebagai lokasi penyelaman atau
sebagai lokasi yang perlu dilindungi.
Kondisi terumbu karang di perairan Pulau Kapota pada
kedalaman 10 meter umumnya terdiri dari kategori baik dan
hanya pada stasiun I dengan kategori sedang. Pada kedalaman 3
meter, pada stasiun I termasuk dalam kategori baik dan
kondisi yang sama juga ditemukan pada stasiun lI dan VI
sedangkan kondisi terumbu karang dengan kategori sedang
ditemukan pada stasiun III dan V (Tabel 2).
Tabel 2. Penutupan Karang Hidup (Karang Keras dan KarangLunak) Pada Kedalaman 3 meter dan 10 meter di PulauKapota
9
Stasiun Koordinat Penutupan Karang
Hidup (%)/Kedalaman
Kategori/Kedalaman
3 meter 10 meter 3 meter 10 meter
I
05o19.655'LS,
123o29.897'BT 57,1 49.8 Baik Sedang
II
05o20.514'LS,
123o27.475'BT 70,8 68.0 Baik Baik
III
05o19.939'LS,
123o30.238'BT 46,1 -) Sedang -
IV
05o20.536'LS,
123o30.931'BT -) 56.5 - Baik
V
05o22.617'LS,
123o31.149'BT 36,4 67.4 Sedang Baik
VI
05o22.401'LS,
123o30.176'BT 60,9 51.4 Baik Baik
-) : tidak dilakukan pengamatan
Pada kedalaman 3 (tiga) meter penutupan karang keras
hidup berkisar antara 15,1 – 38,9% sedangkan penutupan karang
lunak berkisar 7,2 – 45,7%. Persentase penutupan karang keras
tertinggi terdapat stasiun IV sedangkan untuk karang lunak
pada Stasiun VI. Sedangkan pada kedalaman 10 meter
penutupan karang keras hidup berkisar antara 20.0 – 57.3%
sedangkan penutupan karang lunak berkisar 7.6– 48.0%.
10
Persentase penutupan karang keras tertinggi ditemukan pada
stasiun V dan karang lunak pada stasiun II (Gambar 2 dan 3).
Gambar 2. Histogram Penutupan Karang, Biota dan Abiotik di Perairan Pulau Kapota pada Kedalaman 3 meter.
Gambar 3. Histogram Penutupan Karang, Biota dan Abiotik di Perairan Pulau Kapota pada Kedalaman 10 meter
Biota lain yang berasosiasi dengan terumbu karang
memiliki kisaran persentase 0,6 – 16,0% untuk kedalaman 3
meter sedangkan pada kedalaman 10 mete 0-32%. Persentase
asosiasi biota lain tertinggi ditemukan di stasiun II untuk
kedua kedalaman pengamatan. Biota lain yang dijumpai pada
setiap stasiun yaitu true alga (TA) dan others (OT) untuk kedalaman11
3 meter sedangkan pada kedalaman 10 meter alga assemblage (AA),
others (OT) dan Coraline alga (CA). Kategori biota lain hanya
dijumpai pada stasiun II dan stasiun IV pada kedalaman 3
meter sedangkan pada kedalaman 10 meter dapat hampir dijumpai
pada semua kecuali stasiun III. Penutupan karang mati pada
kedalaman 3 meter 12 - 35%, dimana tertinggi di temukan di
stasiun IV sedangkan pada kedalaman 10 meter 26-45 % dan mati
tertinggi ditemukan di stasiun I. Pada Gambar 4
memperlihatkan kondisi dasar ekosistem terumbu karang pada
empat stasiun penelitian
. Gambar 4 Kondisi Terumbu Karang pada Beberapa Lokasi di
Perairan Pulau Kapota
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan bahwa kerusakan
karang di sekitar Pulau Kapota disebabkan aktivitas
12
penggunaan bom (bahan peledak) dimasa lalu dan penambangan
karang yang masih berlangsung di beberapa lokasi yang jauh
dari jangkauan penjaga dan relatif jauh dari permukiman
penduduk.. Pada saat penelitian ini penambangan batu karang
masih ditemukan di bagian timur Pulau Kapota. Namun, saat ini
intensitas penambangan batu karang di daerah ini cenderung
berkurang bila dibandingkan dengan beberapa waktu yang lalu.
Batu karang tersebut digunakan untuk bahan bangunan,
reklamasi pantai dan pembangunan dermaga.
Secara umum kondisi terumbu karang di perairan Pulau
Kapota saat ini memperlihat terjadinya pemulihan (recovery)
yang baik. Hal ini terjadi karena pengrusakan karang yang
menggunakan bahan kimia maupu bom (bahan peledak) sudah
jarang dijumpai. Kondisi seperti ini memberikan kesempatan
kepada karang untuk tumbu dan berkembang, seperti terlihat
pada penampakan ekosistem terumbu karang di stasiun
pengamatan. Selain itu juga dijumpai beberapa fenomena yang
menarik khususnya yang berkaitan dengan bentuk topografi
perairan pesisir maupun organisme lain yang bersimbiosis
dengan ekosistem terumbu karang.
Untuk mengurangi tekanan terhadap terumbu karang di
daerah ini dan meningkatkan daya pulihnya, masih diperlukan
upaya penyadaran antara lain melalui penyuluhan kepada
masyarakat dan penciptaan mata pencaharian alternatif bagi
masyarakat penambang batu karang di daerah ini. Disamping
itu, perlu dicarikan alternatif pengganti bahan bangunan yang
menggunakan batu karang.
13
D. Komunitas Ikan
Hasil identifikasi komunitas ikan yang berasosia dengan
terumbu karang pada 2 (dua) kedalaman (3 m dan 10 m) di
perairan Pulau Kapota ditemukan 29 famili yang terdiri dari
71 genera dan 142 spesies. Komunitas ikan tersebut terdiri
dari kelompok ikan target, indikator dan mayor, dimana
kelompok ikan mayor lebih dominan dibandingkan 2 (dua)
kelompok lainnya, baik dari jumlah spesies maupun kelimpahan
pada setiap kedalaman. (Gambar 5). Kondisi kekayaan
komunitas ikan yang ditemukan di perairan ini identik dengan
kekayaan komunitas ikan yang pernah ditemukan di sekitar
Pulau Hoga dan Karang Keledupa, yaitu 142 spesies dan 30
famili (Halim et al., 1995).
Kekayaan spesies dan kelimpahan komunitas ikan yang
ditemukan pada setiap stasiun dan kedalaman berbeda cenderung
memperlihatkan perbedaan. Kekayaan spesies dan kelimpahan
komunitas ikan tertinggi ditemukan pada stasiun I kedalaman
10 meter, yaitu 54 spesies dan 1613 ekor/250m2 dan terendah
ditemukan pada stasiun VI kedalaman 3 meter, yang terdiri
dari 26 spesies dan 296 ekor/250m2 (Tabel 3). Keberadaan dan
distribusi spatial ikan karang dipengaruhi oleh life form karang
di terumbu, seperti komponen karang keras, karang lunak dan
komponen abiotik (Halim et al., 1995).
Komunitas ikan pada kedalaman 3 meter, berdasarkan
kekayaan spesies pada setiap famili didominasi oleh 4
(empat) famili, yaitu Pomacentridae, Fistularidae, Bleniidae
dan Acanthuridae. .Sedangkan pada kedalaman 10 meter
didominasi 5 (lima) famili, yaitu Pomacentridae, Labridae,
14
Chaetontidae, Acanthuridae dan Serranidae. Kelompok famili
ikan tersebut mempunyai kekayaan spesies yang besar
dibandingkan famili lainnya.
Tabel 3. Kekayaan Spesies dan Kelimpahan Komunitas Ikan di
Perairan Pulau Kapota
Stasiun Koordinat Jumlah Spsies/
Kedalaman
Kelimpah/Kedalaman
(ekor/250m2)3 meter 10 meter 3 meter 10 meter
I
05o19.655'LS,
123o29.897'BT 34 54 1.398 1.613
II
05o20.514'LS,
123o27.475'BT 30 41 1.196 474
III
05o19.939'LS,
123o30.238'BT 38 -) 1.077 -)
IV
05o20.536'LS,
123o30.931'BT -) 36 -) 568
V
05o22.617'LS,
123o31.149'BT 31 35 738 577
VI
05o22.401'LS,
123o30.176'BT 26 37 296 390
-) : tidak dilakukan pengamatan
Secara umum kelompok ikan target terdiri dari 10 famili
dan 47 spesies, dimana dilihat dari kekayaan spesiesnya
kelompok ikan ini didominasi oleh famili Acanthuridae (12
15
spesies) dan Serranidae (9 spesies), kemudian diikuti oleh
famili Mullidae (5 spesies),
Nemipteridae (5 spesies) dan Lutjanidae (4 spesies).
Pseudanthias huchtii (Serranidae), Acanthurus albipectoralis
(Acanthurutidae), dan Parapeneus multifasciatus (Mullidae) spesies
ikan target mempunyai kelimpahan relatif tinggi dan hampir
ditemukan pada setiap stasiun. Jumlah spesies kelompok ikan
target yang ditemukan pada setiap stasiun berkisar 6-9
spesies dengan kelimpahan 73-174 ekor/250 m2 untuk kedalaman
3 meter sedangkan pada kedalaman 10 meter 8-14 spesies dengan
kelimpahan 95-485 ekor/250 m2 (Tabel 4).
Pada stasiun I ditemukan Pterocaesio tile (Casionidae) dengan
kelimpahan yang tinggi. Kondisi stasiun I mempunyai arus
kuat dan topografi terumbunya terjal dan curam, keadan
seperti ini merupakan habitat dari P. tile (Kuiter, 1992). Pada
stasiun I juga ditemukan ikan napoleon (Cheilinus undulatus)
gerombolan ikan kembung (Rastreliger kanagurta), namun berada
diluar jalur pengamatan. Ikan napoleon saat ini mendapat
perhatian serius untuk dilindungi. Bagian barat Pulau
Kapota (khususnya stasiun I) perlu mendapat perhatian untuk
melindungi sumberdaya ikan dan terumbu karang di lokasi ini
yang melibatkan petugas TNKW, instnasi terkait dan
masyarakat setempat
Tabel 4. Kekayaan Spesies dan Kelimpahan Komunitas IkanBerdasarkan Kelompok Target, Indiktor dan Mayor diPerairan Pulau Kapota
16
Stasiun Kelompok Jumlah Spsies/
Kedalaman
Kelimpah/Kedalaman(ekor/250m2)
3 meter 10 meter 3 meter 10 meter
I
Target 9 14 77 485Indikator 6 7 105 125Mayor 19 27 1.220 1.007
II
Target 7 11 78 127Indikator 2 9 80 100Mayor 21 21 1.044 254
III
Target 7 -) 174 -)Indikator 5 -) 156 -)Mayor 26 -) 753 -)
IV
Target -) 10 -) 228Indikator -) 5 -) 61Mayor -) 21 -) 288
V
Target 6 8 84 95Indikator 5 6 77 67Mayor 20 21 587 426
VI
Target 8 10 73 123Indikator 4 7 33 43Mayor 14 19 202 237
-) : tidak dilakukan pengamatan
.Kelompok ikan indikator diwakili oleh Chaetodontidae,
yaitu terdiri dari 5 genus dan 19 spesies, dimana. C. klenii
dan Hemitaurichthys polylepsis mempunyai kelimpahan tertinggi dari
kelompok ikan ini. Kedua spesies tersebut dapat ditemukan di
setiap stasiun, namun H. polyplesis mempunyai kelimpahan lebih
besar daripada C. klenni. Jumlah spesies kelompok ikan
indikator yang ditemukan pada setiap stasiun berkisar 2-6
spesies dengan kelimpahan 33-158 ekor/250m2 pada kedalaman 3
meter serta pada kedalaman 10 meter berkisar 5-9 spesies
dengan kelimpahan 43-125 ekor/250 m2 (Tabel 4).
17
Kelompok ikan mayor yang ditemukan pada penelitian ini
merupakan kelompok ikan yang dominan yang ditemukan di
perairan Pulau Kapota, yaitu terdiri dari 18 famili dan 76
spesies. Ikan yang mempunyai kekayaan spesies tinggi dari
kelompok ikan mayor terdiri dari famili Pomacentridae (28
spesies), kemudian Labridae (17 spesies), Balistidae (6
spesies), Pomacantidae dan Scaridae masing-masing 5 spesies.
Jumlah spesies kelompok ikan mayor yang ditemukan pada
setiap stasiun berkisar 14-26 spesies dengan kelimpahan 202-
1220 ekor/250 m2 untuk kedalaman 3 meter sedangkan pada
kedalaman 10 meter berkisar 19-27 spesies dengan kelimpahan
237-1044 ekor/250 m2 (Tabel 4).
18
Gambar 6. Kondisi Komunitas Ikan di Sekitar Terumbu Karang
Pulau Kapota
Ikan jenis O. niger (Balistidae), Neoglyphidodon nigroris
(Pomacentridae) dan P. molluccensis. spesies ikan mayor dengan
kelimpahan relatif tinggi. Thallasoma lunare (Labridae) dapat
ditemukan di setiap stasiun, namun kelimpahannya relatif
rendah. Sedangkan untuk golongan ikan Chromis sp. ditemukan
dengan kelimpahan tinggi pada kedalaman tertentu pada
sebagian besar stasiun pengamatan, kecuali pada stasiun IV.
Ditinjau dari kondisi ekologi, komunitas ikan di sekitar
Pulau Kapota yang ditemukan pada penelitian ini secara umum
berada kondisi stabil dengan keanekaragaman spesies yang
tinggi. Berdasarkan kedalaman pengamatan, kondisi komunitas
ikan pada kedalaman 3 meter berada kategori rendah sampai
sedang dengan nilai indeks keanekaragaman berkisar 1,54 -
2,72 sedangkan pada kedalaman 10 meter kondisi komunitas ikan
berada pada kategori sedang sampai mendekati tinggi dengan
nilai indeks keanekaragaman 1,945-2.859 (Tabel 5).
Tabel 5. Kategori Kondisi Komunitas Ikan Berdasarkan Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) di Pulau Kapota
Stasiun
IndeksKeanekaragaman
(H')
Kategori Kondisi KomunitasIkan/Kedalaman
3 meter10
meter3 meter 10 meter
I 1.540 2.220 Keragaman spesies dan kestabilan
Keragaman spesies dan kestabilan
19
rendah sedang
II 1.546 2.766
Keragaman spesies dan kestabilan rendah
Keragaman spesies dan kestabilan sedang mendekatitinggi
III 2.720 -)
Keragaman spesies dan kestabilan sedang mendekati tinggi -)
IV -) 2.755 -)
Keragaman spesies dan kestabilan sedang mendekatitinngi
V 2.247 2.859
Keragaman spesies dan kestabilan sedang
Keragaman spesies dan kestabilan sedang mendekatitinggi
VI 2.433 2.245
Keragaman spesies dan kestabilan sedang
Keragaman spesies dan kestabilan sedang
-) : tidak dilakukan pengamatan
Pada kedalaman 3 m, ada spesies tertentu pada lokasi
pengamatan tertentu (stasiun 1 dan II kedalaman 3 meter)
cenderung mendominasi dalam pemanfaatan sumberdaya habitat
yang ada di kedalaman ini, sedangkan pada kedalaman 10 m,
pemanfaatan sumberdaya habitat cenderung merata pada setiap
lokasi pengamatan.
IV. KESIMPULAN
1. Jumlah jenis lamun yang ditemukan di perairan Pulau
Kapota sebanyak 8 (delapan) spesies, dimana T. hemprichii
20
merupakan jenis yang dominan. Kepadatan padang lamun di
perairan berkisar 196-768 tunas/m2 dan penutupan 60–100%
umumnya bertipe padang campuran dengan tingkat kesehatan
tergolong baik
2. Kondisi terumbu karang di perairan Pulau Kapota
tergolong sedang sampai baik dan berada tahap pemulihan
(recovery) dengan tingkat penutupan 36,4-70,8% . Kondisi
terumbu pada kedalaman 3 meter dan 10 meter secara umum
relatif sama tidak memperlihatkan perbedaan yang
mencolok, kecuali pada stasiun VI.
3. Komunitas ikan yang ditemukan di perairan Pulau Kapota
terdiri dari 29 famili, 71 genera dan 142 spesies.
Pomacentridae, Fistularidae, Bleniidae dan Acanthuridae,
Labridae, Chaetontidae dan Serranidae merupakan famili
yang dominan ditemukan pada kedalaman 3 meter dan 10
meter. Kelimpahan komunitas ikan berkisar 296-1.613
ekor/250m2 dan tingkat keragaman dan kestabilan
komunitasnya berada pada kondisi sedang hingga tinggi.
4. Terumbu karang dan kemunitas ikan pada bagian barat
Pulau Kapota (stasiun I dan II) potensial dijadikan
lokasi penyelaman dan perlu dilakukan upaya pengawasan
dan perlindungan dari petugas TNKW, instasni terkait
dan masyarakat setempat.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, G. 1999. Marine Fish of Southeast Asia. Periplusedition (Hk) Ltd. Singapure
21
Brower, J., H.Z. Jerrold and N.V.E. Ende. 1990. Field andLaboratory Methods for General Ecology. Wm. C. BrownPublishers, USA
English, S., V. Baker (editors). 1994. Survery ManualTropical Marine Resources. Asean-Australian MarineScience Project. Towmnsville, Australia
Gomez, E.D and A.C. Alcala. 1984. Survey of Coral PhilipineAsamblages on Winward Slopes in the Noumea Lagoon (NewCaledonia). Proc. 4th Int. Coral Reef Symphosium . 2 :602 - 612
Halim, A., R. Dahuri, D.G. Bengen dan B.H. Iskandar. 1995.Struktur Komunitas dan interaksinya dengan KomponenLifeform Karang Penyusun Terumbu Karang Pulau Hoga danKarang Kaledupa di Kepulauan Tukang Besi, Kabupaten ButonSulawesi Tenggara. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan danPerikanan Indonesia. 3(2): 1-13
Hamid, A. dan Halili. 1999. Telaah Ekologi Komunitas Lamun(Seagrass) di Teluk Kendari dan Sekitarnya, SulawesiTenggara Laporan Penelitian. Lembaga PenelitianUniversitas Haluoleo. Kendari
Kantor KLH. 2004. Keputusan Menteri Negara LingkunganHidup No. 200 Tahun 2004 Tentang Penilaian Kondisi PadangLamun. Kantor KLH. Jakarta
Kiswara, W. 1994. Keanekargaman dan Sebaran Lamun di TelukKuta dan Gerupuk, Lombok Selatan. Dalam : Kiswara, W.,M.K. Moosa dan M. Hutomo. Struktur Komunitas BiologiPadang Lamun di Pantai Selatan Lombok dan KondisiLingkungannya. Pusat Penelitian dan PengembanganOseanologi-LIPI. Jakarta
Kuiter, R.H. 1992. Tropical Reef Fishes of the WesternPasific, Indonesia and Adjacent Water. Gramedia.Jakarta
22