23
KONDISI PADANG LAMUN, TERUMBU KARANG DAN KOMUNITAS IKAN DI PULAU KAPOTA KABUPATEN WAKATOBI Abdul Hamid, 1,2 Halili 1,2 dan La Sara 1,2 1) Staf Pengajar Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unhalu-Kendari 2) Penggiat Konsorsium Mitra Bahari Sulawesi Tenggara ABSTRACT The aim of research were to indentification seagrass, coral reef and fish community conditions in Kapota Island, Wakatobi Regency. Assesment of` seagrass condition used the cuadrat and line transect, coral reef and fish community the line transect and visual sensus method, respectively. The result of research were the 8 (eight) species of seagrass with condition of good category. Coral reef condotion in the range of medium to good catagories. Fish community was 29 families, 71 genera and 142 species with range of diversity and stability medium to high categories. Key words : Seagrass, coral reef, fish community, Kapota Island I. PENDAHULUAN Pulau Kapota merupakan bagian dari gugus Kepulauan Wakatobi dan secara admisitrasif termasuk dalam wilayah Kecamatan Wangi-Wangi Selatan. Pulau ini dengan luas sekitar 7122 ha mempunyai tipe pantai sebagian besar terdiri dari pantai berpasir dengan topografinya yang landai dan ditumbuhi oleh lamun serta di sekitar pulau ini terdapat terumbu karang. Pulau Kapota dalam pengelolaannya tidak terpisahkan dari pengelolaan Kepulauan Wakatobi secara utuh karena pulau ini merupakan bagian dari Taman Nasional Kepulauan Wakatobi (TNKW). Taman nasional in ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehuatanan No. 185/Kpts/II/I1997 tanggal 31 Maret 1

KONDISI PADANG LAMUN, TERUMBU KARANG DAN KOMUNITAS IKAN DI PULAU KAPOTA KABUPATEN WAKATOBI

Embed Size (px)

Citation preview

KONDISI PADANG LAMUN, TERUMBU KARANG DAN KOMUNITAS IKAN DIPULAU KAPOTA KABUPATEN WAKATOBI

Abdul Hamid,1,2 Halili1,2 dan La Sara1,2

1) Staf Pengajar Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan IlmuKelautan Unhalu-Kendari

2) Penggiat Konsorsium Mitra Bahari Sulawesi Tenggara

ABSTRACTThe aim of research were to indentification seagrass, coralreef and fish community conditions in Kapota Island, WakatobiRegency. Assesment of` seagrass condition used the cuadratand line transect, coral reef and fish community the linetransect and visual sensus method, respectively. The resultof research were the 8 (eight) species of seagrass withcondition of good category. Coral reef condotion in therange of medium to good catagories. Fish community was 29families, 71 genera and 142 species with range of diversityand stability medium to high categories.

Key words : Seagrass, coral reef, fish community, KapotaIsland

I. PENDAHULUAN

Pulau Kapota merupakan bagian dari gugus Kepulauan

Wakatobi dan secara admisitrasif termasuk dalam wilayah

Kecamatan Wangi-Wangi Selatan. Pulau ini dengan luas sekitar

7122 ha mempunyai tipe pantai sebagian besar terdiri dari

pantai berpasir dengan topografinya yang landai dan

ditumbuhi oleh lamun serta di sekitar pulau ini terdapat

terumbu karang.

Pulau Kapota dalam pengelolaannya tidak terpisahkan

dari pengelolaan Kepulauan Wakatobi secara utuh karena pulau

ini merupakan bagian dari Taman Nasional Kepulauan Wakatobi

(TNKW). Taman nasional in ditetapkan melalui Surat Keputusan

Menteri Kehuatanan No. 185/Kpts/II/I1997 tanggal 31 Maret1

1997. Disadari bahawa cakupan wilayah kawasan konservasi ini

terlalu luas sedangkan sumberdaya (sumberdaya manusia dan

prasarana) yang dimiliki masih terbatas sehingga

pengelolaanya belum optimal. Untuk itu diperlukan

keterlibatkan stakeholders untuk mendukung dalam pengelolaannya

Dalam rencana rezonasi TNKW yang dilakukan tahun 2006,

perairan Pulau Kapota ditetapkan sebagai zona pemanfaatan

tradisional. Zona ini pada peinsipnya ditujukan untuk

mengakomodasi kebutuhan dasar bagi masyarakat di pulau

ini. Saat ini, pemanfaatan sumberdaya kelautan dan

perikanan di pulau ini masih didominasi oleh nelayan

tradisional. Mereka dalam memanfaatkan sumberdaya laut masih

ada yang menggunakan alat tidak ramah lingkungan, antara lain

menggunakan bom dan sianida dalam menangkap ikan serta

penambangan batu karang. Kondisi demikian, jika tidak

dilakukan pengendalian akan mengakibatkan degradasi

sumberdaya laut dan ekosistemnya serta dalam jangka panjang

akan merugikan nelayan sendiri. Untuk itu perlu dirumuskan

model pengelolaan yang tepat dengan memperhatikan kondisi

biofisik perairan dan sosial budidaya (sosekbud) masyarakat

setempat.

Salah satu upaya untuk mendukung pengelolaan dan

pemanfaatan yang bijaksana dan berkelanjutan maka perlu

dilakukan penelitian kondisi potensi sumberdaya perairan di

Pulau Kapota. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengidentifikasi kondisi padang lamun, terumbu karang, dan

komunitas ikan di perairan Pulau Kapota. Manfaat penelitian

2

ini adalah dihasilkannya informasi kondisi sumberdaya hayati

di sekitar perairan Pulau Kapota yang dapat digunakan (1)

sebagai dasar pengambilan kebijakan operasional dalam

pengelolaan sumberdaya hayati perairan, khususnya terumbu

karang dan asosiasinya di sekitar Pulau Kapota, dan (2)

sebagai dasar pertimbangan ilmiah dalam mendukung upaya

rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang serta

pengelolaan TNKW pada umumnya..

II. MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Kapota, Kecamatan

Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi yang terletak pada

garis lintang 5o21’54”–5o23’09”LS dan 123o29’32”–123o34’58”BT.

Penelitian ini merupakan bagian dari rangkaian penelitian

Responsive Research yang Program Mitra Bahari Coremap II

Konsorsium Mitra Bahari Sulawesi Tenggara Tahun 2006.

Peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian

ini anatara lain peralatan selam (scuba, snorkel dan

kompresor), kamera bawah air, peta kerja, transek kuadarat,

roll meter, refraktosalinometer, termometer, GPS, papan

pasut, piring sechi dan perahu motor.

.Data keadaan umum wilayah lokasi kajian diperoleh

melalui pengamatan langsung di lapangan serta melalui

pengumpulan data sekunder, seperti peta dasar. Data keadaan

pantai dan perairan, topografi, keadaan oseanografi

(kecepatan arus, salinitas, kecerahan, pasang surut dan

suhu) diperoleh melalui pengukuran dan pengamatan di lapangan

3

serta bersumber dari data sekunder yang berkaitan dengan

lokasi kajian. Pengamatan kondisi padang lamun dilakukan pada 6 (enam)

stasiun yang tersebar pada bagian timur, utara dan selatan

Pulau Katopota masing-masing 2 (dua) stasiun. Pengambilan data

padang lamun menggunakan transek kuadrat 1 x 1 m dan trnasek

garis dengan panjang 25 meter. Pengamatan kondisi terumbu

karang dan komunitas ikan secara keseluruhan dilakukan pada 6

(enam) stasiun yang tersebar pada semua bagian Pulau Kapota

(bagian timur, barat, utara dan selatan). Pengambilan data

kondisi terumbu karang menggunakan transek garis dengan panjang

50 meter pada kedalaman 3 meter dan 10 meter. Penutupan karang

ditentukan berdasarkan life formnya yang dilalui oleh garis

transek tersebut. Pengamatan komunitas ikan dengan metode

visual sensus, yaitu mengikuti tapak pengamatan terumbu karang

dimana jarak pengamatan sejauh 2,5 meter ke kiri dan ke kanan

garis transek. Kelimpahan dan jenis ikan dicatat sepanjang

garis transek tersebut. Jenis ikan yang diperoleh

diidentifikasi berdasarkan Allen (1999) dan Kuiter (1992).

Data yang diperoleh terlebih dahulu dilakukan tabulasi

dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.

Analisis secara kuantitatif berdasarkan Brower et al. (1990),

khususnya untuk kepadatan lamun dan penutupan karang serta

keanekaragaman jenis ikan (indeks Shanon-Weiner). Kondisi

kesehatan karang ditentukan berdasarkan Gomez dan Alcala

(1984) dan kondisi padang lamun berdasarkan Kantor KLH

(2004).

4

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Kualitas Perairan

Pulau Kapota mempunyai topografi yang umumnya landai

hingga curam . Kedalaman perairan di sekitar pulau ini

berkisar 5 – 1.884 m dan perairannya dipengaruhi oleh Laut

Flores dan Laut Banda. Suhu air di sekitar Pulau Kapota 29-

32oC, kemudian salinitas 34-36 ppt, kecerahan 13,3 meter, pH

7,5-7,8, total padatan tersuspensi 1,12 mg/l, total padatan

terlarut 69,43 mg/l, kecepatan arus 0,06-0,09 m/detik dan

oksigen terlarut 5,87-8,45 mg/l. Tipe pasang surut di daerah

ini campuran semi diurnal dengan kondisi daerah intertidal

yang cukup lebar (sekitar 500 - 750 meter).

B. Kondisi Padang Lamun

Padang lamun di sekitar Pulau Kapota umumnya tersebar di

daerah intertidal di bagian belakang (backward) terumbu

karang dan sebagian ditemukan diantara terumbu karang. Jenis

lamun yang ditemukan di perairan ini ada 8 (delapan)

spesies, yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halodule pinifolia,

H. uninervis, Cymodocea rotundata, Thallasodendrum ciliatum, Halophila ovalis,

dan H. minor. Jenis lamun T. hemprichii dan E. acoroides hampir

ditemukan pada setiap lokasi pengamatan.

Kepadatan padang lamun di Pulau Kapota pada semua lokasi

pengamatan 196 - 768 tunas/m2 dengan tingkat penutupan 60 –

100% (Tabel 1). Kondisi padang lamun demikian menunjukkan

tingkat kesehatan padang lamunnya tergolong baik (Kantor KHL,

2004).

5

Tabel 1. Kondisi Padang Lamun di Sekitar Perairan Pulau

Kapota

Stasiun

Lokasi Kepadatan (tunas/m2)

Penutupan (%)

Jenis Padang(jumlahjenis)

Subtrat

I Utara 196-512 80-90 Campuran (2-3)

Pasir

II Utara 320-760 75-80 Campuran 2-3)

Pasir

III Timur 421-512 80-90 Tunggal dan campuran (1-3)

Pasir

halus

IV Timur 595-768 70-80 Campuran (4-5)

Pasir+Pecahan karang

V Selata

n

512-736 75-100 Tunggal dan campuran (1-3)

Pasir+Pecahan karang

VI Selata

n

224-288 60-80 Campuran (3) Pasir+cad

as

Padang lamun di perairan ini merupakan padang campuran

yang terdiri dari 2 (dua) – 5 (lima) spesies (dominan dua dan

tiga spesies) yang ditemukan pada setiap lokasi. Padang

lamun tunggal hanya ditemukan pada 2 (dua) lokasi, yaitu pada

bagian timur (stasiun III) dan bagian selatan (stasiun V)

Pulau Kapota masing-masing hanya ditumbuhi T. hemprichii dan T.

ciliatum.

Jenis lamun T. cilliatum merupakan lamun endemik yang tumbuh

di perairan Kepulauan Wakatobi dan pulau kecil lainnya.

6

Dari beberapa penelitian padang lamun yang telah dilakukan,

jenis lamun ini belum pernah ditemukan pada perairan pantai

pulau besar di Sulawesi Tenggara, kecuali pernah ditemukan

di perairan Pulau Sagori (salah satu pulau kecil di Kabupaten

Bombana) dan perairan Pulau Lentea (pulau kecil di Kabupaten

Wakatobi). .Di Pulau Kapota, T. cilliatum ditemukan pada

bagian selatannya dengan substrat pecahan karang mati

bercampur pasir dan dekat tubir serta membentuk padang

tunggal. Habitat jenis lamun ini adalah perairan relatif

dalam (bagian tubir) dengan substrat pecahan karang mati dan

bergelombang besar (Kiswara, 1994).

Kekayaan jenis lamun yang di temukan di Pulau Kapota

relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang pernah

ditemukan di beberapa perairan pantai dan pulau kecil di

Sulawesi Tenggara. Disamping itu, kepadatan dan penutupan

padang laumu di daerah ini masih sangat tinggi. Jenis Lamun

yang ditemukan pada beberapa lokasi di Teluk Kendari dan

perairan pantai di sekitarnya hanya 7 (tujuh) spesies (Hamid

dan Halili, 1999).

7

Gambar 1. Kondisi Padang Lamun di Perairan Pulau Kapota

Padang lamun dimanfaatkan oleh masyarakat Pulau Kapota

dan sekitarnya hanya sebagai daerah penangkapan beberapa

jenis ikan, seperti ikan beronang (Siganus sp), lencam

(Lethrinus sp), teripang, rajungan dan jenis kerang-kerangan.

Alat tangkap yang digunakan antara lain jaring insang,

tombak/panah, bubu penangkap beronang (kulu-kulu) serta sebagai

tempat menyuluh (menangkap ikan atau biota laut lainnya

dengan menggunakan lampu petromaks pada malam hari).

Padang lamun salah satu komponen ekosistem pesisir dan

pulau kecil serta mempunyai keterkaitan dengan ekosistem

terumbu karang dan mangrove. Disamping itu mempunyai arti

penting bagi kegiatan perikanan pantai antara lain seperti

dijelaskan di atas. Fungsi ekologis padang lamun adalah

sebagai: (1) produsen primer dengan produktivitas primer yang

tinggi, dan (2) habitat berbagai biota laut. Padang lamun

sebagai habitat berfungsi sebagai tempat pemijahan,

pembesaran, berlindung dan mencari makan bagi berbagai biota

laut karena kompleksnya habitat dalam ekosistem ini.

Sedangkan fungsi fisik padang lamun dapat meredam arus dan

gelombang sehingga dapat mencegah terjadinya abrasi pantai.

Oleh karena itu, padang lamun di sekitar Pulau Kapota perlu

8

mendapat perlindungan dari aktivitas manusia bersifat dapat

merusak keutuhan ekosistem padang lamun.

C. Kondisi Terumbu Karang

Kondisi penutupan karang hidup di perairan sekitar Pulau

Kapota pada kedalaman 3 meter dan 10 meter masing-masing

berkisar antara 36,4-70,8% dan 49.8-68.0% (Tabel 2).

Berdasarkan kriteria Gomez dan Alcala (1984), kondisi

terumbu karang dengan prosentase penutupan karang hidup

seperti tersebut di atas tergolong dalam katerogi sedang

sampai baik.

Tipe terumbu karang di sekitar perairan Pulau Kapota

tergolong karang tepi (frenging reef). Kondisi terumbu

karang yang baik dan indah panoramanya ditemukan bagian

barat Pulau Kapota, tepatnya pada stasiun I dan II. Pada

lokasi ini terdapat tebing-tebing karang ang curam dan gua

karang dengan keragaman dan kelimpahan ikan yang tinggi

sehingga potensial untuk sebagai lokasi penyelaman atau

sebagai lokasi yang perlu dilindungi.

Kondisi terumbu karang di perairan Pulau Kapota pada

kedalaman 10 meter umumnya terdiri dari kategori baik dan

hanya pada stasiun I dengan kategori sedang. Pada kedalaman 3

meter, pada stasiun I termasuk dalam kategori baik dan

kondisi yang sama juga ditemukan pada stasiun lI dan VI

sedangkan kondisi terumbu karang dengan kategori sedang

ditemukan pada stasiun III dan V (Tabel 2).

Tabel 2. Penutupan Karang Hidup (Karang Keras dan KarangLunak) Pada Kedalaman 3 meter dan 10 meter di PulauKapota

9

Stasiun Koordinat Penutupan Karang

Hidup (%)/Kedalaman

Kategori/Kedalaman

3 meter 10 meter 3 meter 10 meter

I

05o19.655'LS,

123o29.897'BT 57,1 49.8 Baik Sedang

II

05o20.514'LS,

123o27.475'BT 70,8 68.0 Baik Baik

III

05o19.939'LS,

123o30.238'BT 46,1 -) Sedang -

IV

05o20.536'LS,

123o30.931'BT -) 56.5 - Baik

V

05o22.617'LS,

123o31.149'BT 36,4 67.4 Sedang Baik

VI

05o22.401'LS,

123o30.176'BT 60,9 51.4 Baik Baik

-) : tidak dilakukan pengamatan

Pada kedalaman 3 (tiga) meter penutupan karang keras

hidup berkisar antara 15,1 – 38,9% sedangkan penutupan karang

lunak berkisar 7,2 – 45,7%. Persentase penutupan karang keras

tertinggi terdapat stasiun IV sedangkan untuk karang lunak

pada Stasiun VI. Sedangkan pada kedalaman 10 meter

penutupan karang keras hidup berkisar antara 20.0 – 57.3%

sedangkan penutupan karang lunak berkisar 7.6– 48.0%.

10

Persentase penutupan karang keras tertinggi ditemukan pada

stasiun V dan karang lunak pada stasiun II (Gambar 2 dan 3).

Gambar 2. Histogram Penutupan Karang, Biota dan Abiotik di Perairan Pulau Kapota pada Kedalaman 3 meter.

Gambar 3. Histogram Penutupan Karang, Biota dan Abiotik di Perairan Pulau Kapota pada Kedalaman 10 meter

Biota lain yang berasosiasi dengan terumbu karang

memiliki kisaran persentase 0,6 – 16,0% untuk kedalaman 3

meter sedangkan pada kedalaman 10 mete 0-32%. Persentase

asosiasi biota lain tertinggi ditemukan di stasiun II untuk

kedua kedalaman pengamatan. Biota lain yang dijumpai pada

setiap stasiun yaitu true alga (TA) dan others (OT) untuk kedalaman11

3 meter sedangkan pada kedalaman 10 meter alga assemblage (AA),

others (OT) dan Coraline alga (CA). Kategori biota lain hanya

dijumpai pada stasiun II dan stasiun IV pada kedalaman 3

meter sedangkan pada kedalaman 10 meter dapat hampir dijumpai

pada semua kecuali stasiun III. Penutupan karang mati pada

kedalaman 3 meter 12 - 35%, dimana tertinggi di temukan di

stasiun IV sedangkan pada kedalaman 10 meter 26-45 % dan mati

tertinggi ditemukan di stasiun I. Pada Gambar 4

memperlihatkan kondisi dasar ekosistem terumbu karang pada

empat stasiun penelitian

. Gambar 4 Kondisi Terumbu Karang pada Beberapa Lokasi di

Perairan Pulau Kapota

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan bahwa kerusakan

karang di sekitar Pulau Kapota disebabkan aktivitas

12

penggunaan bom (bahan peledak) dimasa lalu dan penambangan

karang yang masih berlangsung di beberapa lokasi yang jauh

dari jangkauan penjaga dan relatif jauh dari permukiman

penduduk.. Pada saat penelitian ini penambangan batu karang

masih ditemukan di bagian timur Pulau Kapota. Namun, saat ini

intensitas penambangan batu karang di daerah ini cenderung

berkurang bila dibandingkan dengan beberapa waktu yang lalu.

Batu karang tersebut digunakan untuk bahan bangunan,

reklamasi pantai dan pembangunan dermaga.

Secara umum kondisi terumbu karang di perairan Pulau

Kapota saat ini memperlihat terjadinya pemulihan (recovery)

yang baik. Hal ini terjadi karena pengrusakan karang yang

menggunakan bahan kimia maupu bom (bahan peledak) sudah

jarang dijumpai. Kondisi seperti ini memberikan kesempatan

kepada karang untuk tumbu dan berkembang, seperti terlihat

pada penampakan ekosistem terumbu karang di stasiun

pengamatan. Selain itu juga dijumpai beberapa fenomena yang

menarik khususnya yang berkaitan dengan bentuk topografi

perairan pesisir maupun organisme lain yang bersimbiosis

dengan ekosistem terumbu karang.

Untuk mengurangi tekanan terhadap terumbu karang di

daerah ini dan meningkatkan daya pulihnya, masih diperlukan

upaya penyadaran antara lain melalui penyuluhan kepada

masyarakat dan penciptaan mata pencaharian alternatif bagi

masyarakat penambang batu karang di daerah ini. Disamping

itu, perlu dicarikan alternatif pengganti bahan bangunan yang

menggunakan batu karang.

13

D. Komunitas Ikan

Hasil identifikasi komunitas ikan yang berasosia dengan

terumbu karang pada 2 (dua) kedalaman (3 m dan 10 m) di

perairan Pulau Kapota ditemukan 29 famili yang terdiri dari

71 genera dan 142 spesies. Komunitas ikan tersebut terdiri

dari kelompok ikan target, indikator dan mayor, dimana

kelompok ikan mayor lebih dominan dibandingkan 2 (dua)

kelompok lainnya, baik dari jumlah spesies maupun kelimpahan

pada setiap kedalaman. (Gambar 5). Kondisi kekayaan

komunitas ikan yang ditemukan di perairan ini identik dengan

kekayaan komunitas ikan yang pernah ditemukan di sekitar

Pulau Hoga dan Karang Keledupa, yaitu 142 spesies dan 30

famili (Halim et al., 1995).

Kekayaan spesies dan kelimpahan komunitas ikan yang

ditemukan pada setiap stasiun dan kedalaman berbeda cenderung

memperlihatkan perbedaan. Kekayaan spesies dan kelimpahan

komunitas ikan tertinggi ditemukan pada stasiun I kedalaman

10 meter, yaitu 54 spesies dan 1613 ekor/250m2 dan terendah

ditemukan pada stasiun VI kedalaman 3 meter, yang terdiri

dari 26 spesies dan 296 ekor/250m2 (Tabel 3). Keberadaan dan

distribusi spatial ikan karang dipengaruhi oleh life form karang

di terumbu, seperti komponen karang keras, karang lunak dan

komponen abiotik (Halim et al., 1995).

Komunitas ikan pada kedalaman 3 meter, berdasarkan

kekayaan spesies pada setiap famili didominasi oleh 4

(empat) famili, yaitu Pomacentridae, Fistularidae, Bleniidae

dan Acanthuridae. .Sedangkan pada kedalaman 10 meter

didominasi 5 (lima) famili, yaitu Pomacentridae, Labridae,

14

Chaetontidae, Acanthuridae dan Serranidae. Kelompok famili

ikan tersebut mempunyai kekayaan spesies yang besar

dibandingkan famili lainnya.

Tabel 3. Kekayaan Spesies dan Kelimpahan Komunitas Ikan di

Perairan Pulau Kapota

Stasiun Koordinat Jumlah Spsies/

Kedalaman

Kelimpah/Kedalaman

(ekor/250m2)3 meter 10 meter 3 meter 10 meter

I

05o19.655'LS,

123o29.897'BT 34 54 1.398 1.613

II

05o20.514'LS,

123o27.475'BT 30 41 1.196 474

III

05o19.939'LS,

123o30.238'BT 38 -) 1.077 -)

IV

05o20.536'LS,

123o30.931'BT -) 36 -) 568

V

05o22.617'LS,

123o31.149'BT 31 35 738 577

VI

05o22.401'LS,

123o30.176'BT 26 37 296 390

-) : tidak dilakukan pengamatan

Secara umum kelompok ikan target terdiri dari 10 famili

dan 47 spesies, dimana dilihat dari kekayaan spesiesnya

kelompok ikan ini didominasi oleh famili Acanthuridae (12

15

spesies) dan Serranidae (9 spesies), kemudian diikuti oleh

famili Mullidae (5 spesies),

Nemipteridae (5 spesies) dan Lutjanidae (4 spesies).

Pseudanthias huchtii (Serranidae), Acanthurus albipectoralis

(Acanthurutidae), dan Parapeneus multifasciatus (Mullidae) spesies

ikan target mempunyai kelimpahan relatif tinggi dan hampir

ditemukan pada setiap stasiun. Jumlah spesies kelompok ikan

target yang ditemukan pada setiap stasiun berkisar 6-9

spesies dengan kelimpahan 73-174 ekor/250 m2 untuk kedalaman

3 meter sedangkan pada kedalaman 10 meter 8-14 spesies dengan

kelimpahan 95-485 ekor/250 m2 (Tabel 4).

Pada stasiun I ditemukan Pterocaesio tile (Casionidae) dengan

kelimpahan yang tinggi. Kondisi stasiun I mempunyai arus

kuat dan topografi terumbunya terjal dan curam, keadan

seperti ini merupakan habitat dari P. tile (Kuiter, 1992). Pada

stasiun I juga ditemukan ikan napoleon (Cheilinus undulatus)

gerombolan ikan kembung (Rastreliger kanagurta), namun berada

diluar jalur pengamatan. Ikan napoleon saat ini mendapat

perhatian serius untuk dilindungi. Bagian barat Pulau

Kapota (khususnya stasiun I) perlu mendapat perhatian untuk

melindungi sumberdaya ikan dan terumbu karang di lokasi ini

yang melibatkan petugas TNKW, instnasi terkait dan

masyarakat setempat

Tabel 4. Kekayaan Spesies dan Kelimpahan Komunitas IkanBerdasarkan Kelompok Target, Indiktor dan Mayor diPerairan Pulau Kapota

16

Stasiun Kelompok Jumlah Spsies/

Kedalaman

Kelimpah/Kedalaman(ekor/250m2)

3 meter 10 meter 3 meter 10 meter

I

Target 9 14 77 485Indikator 6 7 105 125Mayor 19 27 1.220 1.007

II

Target 7 11 78 127Indikator 2 9 80 100Mayor 21 21 1.044 254

III

Target 7 -) 174 -)Indikator 5 -) 156 -)Mayor 26 -) 753 -)

IV

Target -) 10 -) 228Indikator -) 5 -) 61Mayor -) 21 -) 288

V

Target 6 8 84 95Indikator 5 6 77 67Mayor 20 21 587 426

VI

Target 8 10 73 123Indikator 4 7 33 43Mayor 14 19 202 237

-) : tidak dilakukan pengamatan

.Kelompok ikan indikator diwakili oleh Chaetodontidae,

yaitu terdiri dari 5 genus dan 19 spesies, dimana. C. klenii

dan Hemitaurichthys polylepsis mempunyai kelimpahan tertinggi dari

kelompok ikan ini. Kedua spesies tersebut dapat ditemukan di

setiap stasiun, namun H. polyplesis mempunyai kelimpahan lebih

besar daripada C. klenni. Jumlah spesies kelompok ikan

indikator yang ditemukan pada setiap stasiun berkisar 2-6

spesies dengan kelimpahan 33-158 ekor/250m2 pada kedalaman 3

meter serta pada kedalaman 10 meter berkisar 5-9 spesies

dengan kelimpahan 43-125 ekor/250 m2 (Tabel 4).

17

Kelompok ikan mayor yang ditemukan pada penelitian ini

merupakan kelompok ikan yang dominan yang ditemukan di

perairan Pulau Kapota, yaitu terdiri dari 18 famili dan 76

spesies. Ikan yang mempunyai kekayaan spesies tinggi dari

kelompok ikan mayor terdiri dari famili Pomacentridae (28

spesies), kemudian Labridae (17 spesies), Balistidae (6

spesies), Pomacantidae dan Scaridae masing-masing 5 spesies.

Jumlah spesies kelompok ikan mayor yang ditemukan pada

setiap stasiun berkisar 14-26 spesies dengan kelimpahan 202-

1220 ekor/250 m2 untuk kedalaman 3 meter sedangkan pada

kedalaman 10 meter berkisar 19-27 spesies dengan kelimpahan

237-1044 ekor/250 m2 (Tabel 4).

18

Gambar 6. Kondisi Komunitas Ikan di Sekitar Terumbu Karang

Pulau Kapota

Ikan jenis O. niger (Balistidae), Neoglyphidodon nigroris

(Pomacentridae) dan P. molluccensis. spesies ikan mayor dengan

kelimpahan relatif tinggi. Thallasoma lunare (Labridae) dapat

ditemukan di setiap stasiun, namun kelimpahannya relatif

rendah. Sedangkan untuk golongan ikan Chromis sp. ditemukan

dengan kelimpahan tinggi pada kedalaman tertentu pada

sebagian besar stasiun pengamatan, kecuali pada stasiun IV.

Ditinjau dari kondisi ekologi, komunitas ikan di sekitar

Pulau Kapota yang ditemukan pada penelitian ini secara umum

berada kondisi stabil dengan keanekaragaman spesies yang

tinggi. Berdasarkan kedalaman pengamatan, kondisi komunitas

ikan pada kedalaman 3 meter berada kategori rendah sampai

sedang dengan nilai indeks keanekaragaman berkisar 1,54 -

2,72 sedangkan pada kedalaman 10 meter kondisi komunitas ikan

berada pada kategori sedang sampai mendekati tinggi dengan

nilai indeks keanekaragaman 1,945-2.859 (Tabel 5).

Tabel 5. Kategori Kondisi Komunitas Ikan Berdasarkan Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) di Pulau Kapota

Stasiun

IndeksKeanekaragaman

(H')

Kategori Kondisi KomunitasIkan/Kedalaman

3 meter10

meter3 meter 10 meter

I 1.540 2.220 Keragaman spesies dan kestabilan

Keragaman spesies dan kestabilan

19

rendah sedang

II 1.546 2.766

Keragaman spesies dan kestabilan rendah

Keragaman spesies dan kestabilan sedang mendekatitinggi

III 2.720 -)  

Keragaman spesies dan kestabilan sedang mendekati tinggi -)  

IV -)  2.755 -)  

Keragaman spesies dan kestabilan sedang mendekatitinngi

V 2.247 2.859

Keragaman spesies dan kestabilan sedang

Keragaman spesies dan kestabilan sedang mendekatitinggi

VI 2.433 2.245

Keragaman spesies dan kestabilan sedang

Keragaman spesies dan kestabilan sedang

-) : tidak dilakukan pengamatan

Pada kedalaman 3 m, ada spesies tertentu pada lokasi

pengamatan tertentu (stasiun 1 dan II kedalaman 3 meter)

cenderung mendominasi dalam pemanfaatan sumberdaya habitat

yang ada di kedalaman ini, sedangkan pada kedalaman 10 m,

pemanfaatan sumberdaya habitat cenderung merata pada setiap

lokasi pengamatan.

IV. KESIMPULAN

1. Jumlah jenis lamun yang ditemukan di perairan Pulau

Kapota sebanyak 8 (delapan) spesies, dimana T. hemprichii

20

merupakan jenis yang dominan. Kepadatan padang lamun di

perairan berkisar 196-768 tunas/m2 dan penutupan 60–100%

umumnya bertipe padang campuran dengan tingkat kesehatan

tergolong baik

2. Kondisi terumbu karang di perairan Pulau Kapota

tergolong sedang sampai baik dan berada tahap pemulihan

(recovery) dengan tingkat penutupan 36,4-70,8% . Kondisi

terumbu pada kedalaman 3 meter dan 10 meter secara umum

relatif sama tidak memperlihatkan perbedaan yang

mencolok, kecuali pada stasiun VI.

3. Komunitas ikan yang ditemukan di perairan Pulau Kapota

terdiri dari 29 famili, 71 genera dan 142 spesies.

Pomacentridae, Fistularidae, Bleniidae dan Acanthuridae,

Labridae, Chaetontidae dan Serranidae merupakan famili

yang dominan ditemukan pada kedalaman 3 meter dan 10

meter. Kelimpahan komunitas ikan berkisar 296-1.613

ekor/250m2 dan tingkat keragaman dan kestabilan

komunitasnya berada pada kondisi sedang hingga tinggi.

4. Terumbu karang dan kemunitas ikan pada bagian barat

Pulau Kapota (stasiun I dan II) potensial dijadikan

lokasi penyelaman dan perlu dilakukan upaya pengawasan

dan perlindungan dari petugas TNKW, instasni terkait

dan masyarakat setempat.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, G. 1999. Marine Fish of Southeast Asia. Periplusedition (Hk) Ltd. Singapure

21

Brower, J., H.Z. Jerrold and N.V.E. Ende. 1990. Field andLaboratory Methods for General Ecology. Wm. C. BrownPublishers, USA

English, S., V. Baker (editors). 1994. Survery ManualTropical Marine Resources. Asean-Australian MarineScience Project. Towmnsville, Australia

Gomez, E.D and A.C. Alcala. 1984. Survey of Coral PhilipineAsamblages on Winward Slopes in the Noumea Lagoon (NewCaledonia). Proc. 4th Int. Coral Reef Symphosium . 2 :602 - 612

Halim, A., R. Dahuri, D.G. Bengen dan B.H. Iskandar. 1995.Struktur Komunitas dan interaksinya dengan KomponenLifeform Karang Penyusun Terumbu Karang Pulau Hoga danKarang Kaledupa di Kepulauan Tukang Besi, Kabupaten ButonSulawesi Tenggara. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan danPerikanan Indonesia. 3(2): 1-13

Hamid, A. dan Halili. 1999. Telaah Ekologi Komunitas Lamun(Seagrass) di Teluk Kendari dan Sekitarnya, SulawesiTenggara Laporan Penelitian. Lembaga PenelitianUniversitas Haluoleo. Kendari

Kantor KLH. 2004. Keputusan Menteri Negara LingkunganHidup No. 200 Tahun 2004 Tentang Penilaian Kondisi PadangLamun. Kantor KLH. Jakarta

Kiswara, W. 1994. Keanekargaman dan Sebaran Lamun di TelukKuta dan Gerupuk, Lombok Selatan. Dalam : Kiswara, W.,M.K. Moosa dan M. Hutomo. Struktur Komunitas BiologiPadang Lamun di Pantai Selatan Lombok dan KondisiLingkungannya. Pusat Penelitian dan PengembanganOseanologi-LIPI. Jakarta

Kuiter, R.H. 1992. Tropical Reef Fishes of the WesternPasific, Indonesia and Adjacent Water. Gramedia.Jakarta

22

.

23