25
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PEMBIAYAAN NON-KONVENSIONAL Kelompok : Dea Siti Nurpiena 3613100055 Mohamad Rio Rahmanto 3613100058 Maulana Ikram Wibisana 3613100063 Eliziaria Febe Gomes 3613100703 Gema Patria Mahaputra 3614100073 Rahmad Fauzan 3613100704 Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

[Pembiayaan Pembangunan] Sumber Pembiayaan Non-Konvensional

  • Upload
    its

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

PEMBIAYAAN NON-KONVENSIONAL

Kelompok :

Dea Siti Nurpiena 3613100055

Mohamad Rio Rahmanto 3613100058

Maulana Ikram Wibisana 3613100063

Eliziaria Febe Gomes 3613100703

Gema Patria Mahaputra 3614100073

Rahmad Fauzan 3613100704

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Pembiayaan Pembangunan

“Sumber Pembiayaan Non-Konvensional” Page i

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami tujukan kepada Allah SWT. Dimana pada kali ini kami di beri kesempatan

untuk menyelesaikan makalah laporan “Pembiayaan Non- Konvensional” untuk mata kuliah

pembiayaan pembangunan, perencanaan wilayah dan kota ITS Surabaya. Tak lupa kami

ucapkan terimakasih teruntuk dosen serta teman teman yang turut membantu dalam

penyelesaian makalah ini.

Jika ada kesalahan pengetikan mohon di maklumi, dengan ini saya menandakan bahwa

makalah ini dibuat dengan sumber sumber yang valid dan lengkap serta mudah dipahami.

29, Oktober 2015

Tertanda,

Perwakilan Kelompok 5

Pembiayaan Pembangunan

Pembiayaan Pembangunan

“Sumber Pembiayaan Non-Konvensional” Page ii

DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................... i

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................... ii

BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................................... 1

1.3. Tujuan ..................................................................................................................................... 1

1.4. Sistematika Penulisan ............................................................................................................. 2

BAB 2. PEMBAHASAN .............................................................................................................................. 3

2.1. Pembiayaan Melalui Pendapatan ........................................................................................... 3

A. Biaya Dampak Pembangunan ................................................................................................. 3

B. Betterment Levies ................................................................................................................... 3

2.2. Pembiayaan Melalui Hutang ................................................................................................... 4

A. Obligasi .................................................................................................................................... 4

B. Linkage .................................................................................................................................. 13

C. Excess Condemnation ........................................................................................................... 13

2.3. Pendapatan Melalui Kekayaan .............................................................................................. 14

A. Joint Venture ......................................................................................................................... 14

B. Concessions ........................................................................................................................... 15

C. Sumber Dana Masyarakat ..................................................................................................... 18

BAB 3. PENUTUP ................................................................................................................................... 21

3.1. Kesimpulan ............................................................................................................................ 21

DARTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 22

Pembiayaan Pembangunan

“Sumber Pembiayaan Non-Konvensional” Page 1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seperti halnya negara berkembang lainnya, perkembangan kota di Indonesia

berlangsung dengan sangat pesatnya. Dalam periode 1980 hingga 1990 rata-rata

tingkat pertumbuhan penduduk wilayah perkotaan per tahun mencapai sebesar

5,4%, melebihi rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk secara nasional yang hanya

sebesar 1,98% per tahun. Pertumbuhan kota yang pesat ini mempunyai implikasi,

yaitu meningkatnya tuntutan permintaan atas pengadaan dan perbaikan prasarana

dan pelayanan perkotaan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Hal ini berkaitan

pula dengan meningkatnya secara pesat pendapatan per kapita dan tingkat

kehidupan masyarakat perkotaan dalam periode 1980 – 1990.

Tantangan yang dihadapi oleh kota-kota di Indonesia di masa mendatang

adalah bagaimana caranya mengurangi dan mengatasi gap antara kebutuhan

investasi prasarana dan pelayanan perkotaan dengan relatif terbatasnya

kemampuan keuangan negara untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Beberapa

peluang dan potensi yang dimiliki oleh pemerintah, khususnya berkaitan dengan

mobilisasi sumber penerimaan yang sudah dimanfaatkan oleh pemerintah daerah

umumnya masih bersifat konvensional (tradisional), seperti misalnya pajak, retribusi

dan pinjaman. Pada kenyataannya, di luar sumber-sumber yang bersifat

konvensional tersebut masih banyak jenis sumber-sumber lainnya yang bersifat non-

konvensional (non-tradisional), yang sebenarnya berpotensi tinggi untuk

dikembangkan, seperti misalnya betterment levies, development impact fees, excess

condemnation, obligasi , concession, dan sebagainya.

Secara teoritis, sumber pembiayaan pembangunan perkotaan dapat

diperoleh antara lain dari, publik/pemerintah, private/swasta, gabungan antara

pemerintah dan swasta. Telah dijelaskan di atas bahwa permasalahan pembiayaan

pembangunan perkotaan saat ini masih cenderung menggantungkan pada sumber

pembiayaan yang konvensional, padahal terdapat juga sumber pembiayaan non

konvesional yang perlu juga diekplorasi. Artikel ini mencoba mengangkat dana

swadaya masyarakat sebagai salah satu alternatif sumber pembiayaan

pembangunan perkotaan. Definisi swadaya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah kekuatan (tenaga) sendiri. Dana swadaya masyarakat adalah uang atau

barang/jasa yang dapat dinilai dengan uang yang berasal dari masyarakat dan secara

langsung digunakan untuk suatu keperluan tertentu, dalam hal ini adalah

pembangunan perkotaan.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa sajakah instrumen keuangan non-konvensional?

2. Jelaskan bentukan instrumen non-konvensional, beserta contohnya!

1.3. Tujuan

1. Mengetahui instrumen keungan non-konvensional.

Pembiayaan Pembangunan

“Sumber Pembiayaan Non-Konvensional” Page 2

2. Mengetahui dan memahami, bentukan instrumen non-konvensional beserta

contoh.

1.4. Sistematika Penulisan

Bab 1 Pendahuluan, dalam bab ini dijelaskan mengani latar belakang, rumusan

masalah, dan tujuan masalah.

Bab 2 pembahasan, dalam bab ini dijelaskan instrumen keuangan non-konvensional,

yakni melalui pendapatan, hutang dan kekayaan yang meliputi, definisi, tujuan,

implementasi, manfaat, dampak positif, dampak negatif, dan studi kasus.

Bab 3 penutup, dalam bab ini berisikan kesimpulan dari pembahasan beserta

penutup dari penulisan makalah ini.

Pembiayaan Pembangunan

“Sumber Pembiayaan Non-Konvensional” Page 3

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1. Pembiayaan Melalui Pendapatan

A. Biaya Dampak Pembangunan

1. Definisi Dampak Pembiayaan Pembangunan

Dampak pembiayaan pembanguan atau dalam bahasa inggris Development

Impact Fee (Dif) adalah biaya dampak pembangunan dianggap menjadi biaya pada

pengembangan baru untuk membantu dana dan membayar atau memberikan

kompensasi untuk konstruksi atau diperlukan untuk perluasan offsite modal

perbaikan. (Biaya Dampak, 2015) Biaya ini biasanya dilaksanakan untuk membantu

mengurangi beban ekonomi pada yurisdiksi lokal yang mencoba untuk menangani

pertumbuhan penduduk dalam daerah. Yang dilakukan oleh para developer atau

pihak swasta yang bekerja sama dengan pihak pemerintah untuk memenuhi

kebutuhan infrastrutur karena adanya pembangunan baru.

2. Tujuan

Tujuan utama dari pengenaan pungutan ini adalah untuk menutupi biaya

yang berkaitan dengan pembangunan prasaran yang dibutuhkan sebagai akibat dari

adanya pembangunan di suatu lokasi, misalnya kompleks perumahan, industri, dan

sebagainya. Pungutan ini biasanya dikarenakan pada saat izin membuat bangunan

(IMB) dikeluarkan oleh pemerintah daerah.

3. Manfaat

Dalam penerapan biaya dampak pembangunan ini, untuk mengurangi beban

pada pemerintah terutama dalam hal pemasukan dan pengeluaran harus seimbang.

Hal tersebut juga berlaku dalam kerjasama antara pemerintah dan pihak

stakeholders lainnya dapat berkesinambungan.

4. Kelemahan

Hal yang sering terjadi dalam pembiayaan adalah kurangnya pelaksanaan

analisis tertentu (analisis kebutuhan, analisis kesesuaian lahan, dll) terkait jenis

pembangunan yang dilakukan, sehingga setelah pembangunan dilaksanakan akan

berdampak pada munculnya masalah terkait pembangunan. Adapun jangka waktu

yang masih ditentukan oleh pelaku pelaksana yaitu developer atau pihak swasta.

5. Implementasi

Ada dua alasan-alasan utama yang berfokus pada bagaimana biaya dampak,

dimana pengeluaran biaya tersebut digunakan untuk setiap kebutuhan masyarakat.

Dalam penggunaan biaya dampak pembangunan ini, hanya berlaku untuk

pembangunan yang berskala makro, seperti contohnya; perumahan, apartemen,

jalan tol, dll.

B. Betterment Levies

1. Definisi

Betterment levies merupakan tagihan modal ( capital charges ) yang ditujukan untuk

menutupi/membiayai biaya modal dari investasi prasarana. Dalam kenyataannya,

jenis pungutan ini relatif kurang banyak digunakan.

Pembiayaan Pembangunan

“Sumber Pembiayaan Non-Konvensional” Page 4

Adapun dasar pengenaannya bisa didasarkan atas jumlah area atau berdasarkan nilai

taksiran manfaat yang diperolehnya.

2. Tujuan

Adapun tujuan utama dari pengenaan jenis pungutan ini adalah mendorong

masyarakat yang memperoleh manfaat dari adanya prasarana umum agar turut

menanggung biayanya. Dengan demikian, pungutan ini dikenakan langsung kepada

mereka yang memperoleh manfaat langsung dari adanya perbaikan prasarana umum

tersebut

3. Implementasi

Pungutan untuk perbaikan dan penjagaan sarana prasarana yang dibebankan kepada

oknum yang memakai fasilitasnya, seperti pemungutan dana terhadap perbaikan

jalan di berikan kepada tiap rumah yang berada di pinggir jalan tersebut.

4. Keuntungan

Pembiayaan modal prasarana lebih cepat, lebih efektif, dan tidak berbelit. Selain itu

proses adil dikarenakan takaran disesuaikan terlebih dahulu.

5. Kelemahan

Banyaknya hambatan, seperti dari segi masyarakatnya sendiri, contohnya,

masyarakat sulit untuk menerima sistem ini dikarenakan tidak adil, padahal takaran

sudah disesuaikan dengan kemampuan. Selain itu masyarakat masih berfikir bahwa

itu bukan kewajiban mereka melainkan pemerintah

2.2. Pembiayaan Melalui Hutang

A. Obligasi

1. Definisi

Obligasi adalah suatu istilah yang digunakan dalam dunia keuangan yang merupakan

suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi (emiten)

beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak

pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran. Jadi, Obligasi pada dasarnya merupakan

surat pengakuan utang atas pinjaman yang diterima oleh perusahaan penerbit

obligasi dari masyarakat pemodal.

Di Indonesia pun telah dijelaskan dalam UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, yang mana Obligasi

Daerah adalah Pinjaman Daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran

umum di pasar modal. Serta tercantum pada badan undang-undang tersebut, daerah

dapat menerbitkan Obligasi Daerah dalam mata uang Rupiah di pasar modal

domestik. Serta hasil penjualan Obligasi Daerah digunakan untuk membiayai

investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat

bagi masyarakat. Disini juga dikatakan bahwa pemerintah tidak menjamin Obligasi

Daerah tersebut.

Pembiayaan Pembangunan

“Sumber Pembiayaan Non-Konvensional” Page 5

2. Tujuan

Adapun tujuan dari penerbitan Obligasi Daerah adalah untuk membiayai suatu

kegiatan investasi sektor publik yang menghasilkan penerimanaan dan memberikan

manfaat bagi masyarakat.

3. Karakteristik

Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah,

mengamanatkan bahwa Obligasi Daerah yang diterbitkanhanya jenis obligasi

pendapatan (revenue bonds). Kegiatan yang didanai melalui penerbitan obligasi

daerah harus menghasilkan penerimaan, namun tidak harus mencapai pemuligan

biaya penuh (full cost recovery). Peraturan yang sama juga mengamanatkan bahwa

apabila kegiatan belum menghasilkan dana yang cukup untuk membayar pokok,

bunga, dan denda maka pembayaran dilakukan dari APBD.

Secara khusus, Obligasi Daerah memiliki karakteristik sebagai berikut :

1) Merupakan pinjaman jangka panjang yang berasal dari masyarakat (lebih dari

satu tahun sesuai dengan syarat perjanjian pinjaman yang bersangkutan).

Obligasi di Indonesia umumnya mempunyai jangka waktu sekitar 5 tahun

atau lebih.

2) Diterbitkan melalui penawaran umum kepada masyarakat di pasar modal

dalam negeri.

3) Dikeluarkan dalam mata uang rupiah.

4) Hasil penjualan digunakan untuk membiayai investasi sektor publik yang

menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

5) Nilai obligasi daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai nominal

obligasi daerah pada saat diterbitkan.

4. Jenis

Berikut akan dijelaskan jenis-jenis obligasi antara lain :

A. Berdasarkan penerbit obligasi (Issuer)

Berdasarkan penerbit obligasi terdapat tiga jenis yaitu :

1) Obligasi pemerintah, yaitu obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah.

2) Obligasi perusahaan milik negara, (state owned company), contohnya

penerbit obligasinya adalah BTN, Bapindo, PLN, Jasa Marga, pegadaian,

pelabihan Indonesia, dan lain-lain.

3) Obligsi perusahaan swasta, contoh pererbit obligasinya adalah Astra

Internasional, Bank Internasional Indonesia, Citra Marga Nusaphala

Persada, Bank Modern, Multiland, Dharmala Sakti Sejahtera, Cipurtra

development, Tjiwi Kimia, dan lain-lain.

B. Berdasarkan sistem pembayaran bunga

Berdasarkan sistem pembayaran bunga maka obligasi dapat dibagi atas dua

jenis yaitu :

1) Obligasi kupon (Coupon Bond)

Pembiayaan Pembangunan

“Sumber Pembiayaan Non-Konvensional” Page 6

Obligasi yang bunganya dibayarkan secara periodik, ada yang triwulan,

semesteran, atau tahunan. Pada surat obligasi terdapat bagian yang

dapat dirobek untuk mengambil bunga obligasi tersebut. Bagian inilah

yang disebut kupon obligasi. Adi kupon obligasi adalah bagian yang

istimewa dari suatu obligasi yang mendefinisikan jumlah bunga tahunan.

Setiap 1 kupon melambangkan 1 kali bunga dapat diambil.

2) Obligasi tanpa kupon (Zero Coupon Bond)

Zero coupon bond tidak mempunyai kupon, sehingga investor tidak akan

menerima bunga secara periodik, tetapi bunga langsung dibayarkan

sekaligus pada saat pembelian. Misalnya investor membeli obligasi zero

coupon dengan nilai nominal Rp 1.000.000 tetapi investor hanya

membayar dengan harga Rp 700.000. pada saat jatuh tempo, uang pokok

yang akan dibayarkan penuh sebesar Rp 1.000.000.

C. Berdasarkan tingkat bunganya

Berdasarkan tingkat bunganya ada 3 jenis obligasi, yaitu :

1) Obligasi dengan bunga tetap (fixed rate bond), bunga pada obligasi ini

ditetapkan pada awal penjualan obligasi dan tidak berubah sampai

dengan jatuh tempo.

2) Obligasi dengan bunga mengambang (floating rate bond), bunga pada

obligasi ini ditetapkan pada waktu pertama kali untuk kupon pertama,

sedangkan pada waktu jatuh tempo kupon pertama akan ditentukan

tingkat bunga untuk kupon berikutnya demikian seterusnya. Biasanya

obligasi dengan bunga mengambang ini ditentukan relatif terhadap suatu

patokan suku bunga misalnya 1% di atas JIBOR (Jakarta Inter Bank

Offering Rate), 1,5% di atas LIBOR (London Inter Bank Offering Rate).

3) Obligasi dengan bunga campuran (mixed rate bond), obligasi jenis ini

merupakan gabungan dari obligasi bunga tetap dan bunga mengambang.

Bunga tetap ditetapkan untuk periode tertentu biasanya pada periode

awal, dan periode selanjutnya bunganya mengambang.

D. Berdasarkan jaminannya (Sunariyah, 2004)

1) Colleteral

Perusahaan penerbit membuat suatu janji, apabila pada saat jatuh tempo

obligasi perusahaan penerbit tidak dapat membayar nilai nominal obligasi

maka perusahaan penerbit menyediakan sejumlah aset milik perusahaan

sebagai jaminan. Hal tersebut akan memperkuat tingkat kepercayaan

pemodal, yang menjamin bahwa pemodal tidak akan mengamalami

kerugian.

2) Debenture

Perusahaan penerbit obligasi tidak menjamin dengan aktiva tertentu,

tetapi dijamin oleh tingkat likuiditas perusahaan. Pemodal berharap

Pembiayaan Pembangunan

“Sumber Pembiayaan Non-Konvensional” Page 7

bahwa perusahaan dapat mencapai laba untuk membayar bunga dan nilai

nominal obligasi.

3) Subordinate debenture

Pemegang obligasi diklasifikasikan berdasarkan siapa yang akan dibayar

terlebih dahulu. Jika perusahaan bangkrut, siapa yang paling mendapat

prioritas untuk dibayat terlebih dahulu. Tipe ini dibayar setelah debenture.

Oleh karena itu, subordinate debenture merupaka obligasi yang

mempunyai resiko tinggi.

4) Obligasi pendapatan (income bonds)

Obligasi ini tidak dijamin dengan aset tertentu. Disamping itu, perusahaan

penerbit tidak mempunyai kewajiban membayar bunga secara periodik

kepada pemegang obligasi. Dalam obligasi, perusahaan akan membayar

bunga apabila laba yang dicapai cukup untuk membayar bunga.

Perusahaan penebit tidak mempunyai utang bunga apabila periode yang

berlalu tidak mampu membayar bunga.

5) Obligasi hipotek (mortgage)

Obligasi tipe ini dijamin dengan aset tertentu dan aset yang dijadikan

agunan disebutkan secara jelas. Aset tersebut merupakan aset yang tidak

bergerak misalnya, tanah dan gedung. Apabila perusahaan melalaokan

janjinya, agunan tersebut dapat dijual untuk menutupi kewajiban

perusahaan tersebut. Dalam obligasi tipe ini, aset perusahaan yang baru

secara langsung menjadi agunan.

E. Berdasarkan segi tempat penerbitannya

Memandang dari segi tempat penerbitannya dapat dibagi atas tiga jenis :

1) Obligasi domestik (domestic bond)

Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan atau lembaga dalam negeri

dan dipasarkan di dalam negeri. Misalnya obligasi PLN yang dipasarkan di

dalam negeri.

2) Obligasi asing (foreign bond)

Adalah obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan atau lembaga asing

pada suatu negera tertentu dimana obligasi tersebut dipasarkan.

Contohnya Yankee Bond diterbitkan dan dipasarkan di Amerika Serikat.

3) Obligasi global (global bond)

Obligasi yang diterbitkan untuk dapat diperdagangkan dimanapun tanpa

adanya keterbatasan tempat penerbitan atau tempat perdagangan

tertentu.

F. Berdasarkan segi pemeringkat

Jika dilihat dari segi rating maka obligasi dapat dibagi menjadi dua jenis,

yaitu:

1) Grade bond

Pembiayaan Pembangunan

“Sumber Pembiayaan Non-Konvensional” Page 8

Yaitu obligasi yang telah diperingkat dan termasuk dalam peringkat yang

layak untuk investasi (investment grade). Yang termasuk invenstment

grade adalah peringkat AAA, AA dan A menurut Standarts & Poor’s; atau

peringkat Aaa, Aa, dan A menurut Moody’s.

2) Non-grade bond

Obligasi yang telah diperingkat tetapi tidak termasuk perngkat yang layak

untuk investasi (non-investment grade). Umunya peringkat ini adalah BBB,

BB dan B menurut Standards & Poor’s; atau Bbb, Bb dan B menurut

Moody’s.

G. Berdasarkan call feature

Adalah obligasi yang diterbitkan dengan fasilitas/hak untuk membeli kembali.

Hak untuk membeli kembali obligasi yang telah dijual sebelum obligasi

tersebut jatuh tempo disebut call feature. Dari segi call feature, obligasi

dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu :

1) Freely callable bond

Dalam kontrak perjanjian obligasi pada saat tententu perusahaan

penerbit dapat memanggil (menarik) obligasi kembali. Perusahaan

mempunyai kesempatan untuk memanggil obligasi apabila tingkat bunga

turun dan menerbitkan obligasi baru dengan tingkat bunga yang lebih

rendah. Konsep ini disebut refunding. Perusahaan penerbit dapat

memanggil obligasi yang beredar apabila hal tersebut dianggap

menguntungkan bagi perusahaan.

2) Non callable bond

Non callable bond adalah obligasi yang tidak dapat dibeli kembali oleh

penerbitnya sebelum obligasi tersebut jatuh tempo, kecuali penerbit

membeli melalui mekanisme pasar.

3) Deffered callable bond

Deffered callable bond merupakan kombinasi antara freely callable bond

dengan non callable bond. Biasanya ditentukan suatu batas waktu

tertentu dimana obligasi tersebut tidak dapat dibeli kembali (non callable),

misalnya pada tahun pertama, kemudian sesudahnya penerbit dapat

membeli kembali (freely callable).

H. Berdasarkan segi konversi

Dari segi konversi, obligasi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

1) Obligasi konversi/tukar (convertible bond/exchangeable bond)

Obligasi dapat ditukar dengan saham, baik saham penerbit obligasi

sendiri maupun saham perseorang lain yang dimiliki oleh penerbit

obligasi. Saham-saham yang akan digunakan sebagai konversi obligasi

akan dijadikan jaminan pada wali amanat dan disimpat di bank kustodian.

2) Obligasi non konversi (non convertible bond)

Pembiayaan Pembangunan

“Sumber Pembiayaan Non-Konvensional” Page 9

Obligasi yang tidak dapat dikonversikan menjadi saham tetapi hanya

mencairkan pokok obligasi tersebut pada waktu jatuh tempo

sebagaimana obligasi lainnya.

I. Berdasarkan pengembalian biaya (Subiyanto H., 2004)

1) General obligation bonds

Obligasi yang dikeluarkan untuk membiayai pelayanan publik yang tidak

dapat diharapkan pembayarannya, melalui fee pada pemakaiannya dan

dibayar kembali dengan pajak dan sumber dana lain (jalan umum, sekolah,

bangunan publik).

2) Revenue bonds

Obligasi yang dikeluarkan untuk proyek-proyek yang menghasilkan

pendapatan kemudian dari dan menjadi sumber pembayaran kembali

hutang tersebut melalui retribusi dan pemakaiannya (jalan tol, listrik, air

minum, sanitasi, pelabuhan).

J. Berdasarkan sifat/perilaku dan tujuan penggunaan dana (Purwoko, 2005)

1) General obligation bond merupakan obligasi yang diterbitkan pemerintah

daerah dalam rangka memperoleh dana untuk pembiayaan umum daerah,

baikuntuk pengeluaran rutin maupun untuk proyek-proyek sarana umum

yang dibangun oleh pemerintah daerah, misalnya pembangunan jalan,

jembatan, tanggul pengendali banjir, dan fasilitas lain yang tidak

mendatangkan penghasilan. Kupon dan pengambilan general obligation

bond sepenuhnya menjadi beban APBD.

2) Special revenue bond merupakan obligasi yang diterbitkan secara khusus

untuk membiayai pembangunan proyek-proyek yang menghasilkan

pendapatan, sehingga pembayaran kupon dan pelunasan obligasi ini akan

dibayarkan dari penghasilan proyek yang didanai. Contoh special recenue

bond adalah pembangunan jalan tol, atau pembangunan kawasan

pariwisata. Kedua proyek ini dapat menghasilkan pendapatan yang bisa

digunakan untuk membayar kupon dan melunasi obligasi.

3) Limited tax bond merupakan obligasi yang digunakan untuk membangun

proyek tertentu, misalnya pusat perbelanjaan, dimana untuk membayar

kupon dan sebagai mengembalikan pokok pinjaman obligasi ini dibackup

dengan pajak yang dipungut dari kawasan pusat perbelanjaan tersebut.

4) Double barrel bond merupakan obligasi yang diperlukan untuk membiayai

proyek –proyek dalam jumlah besar. Karena besarnya jumlah pinjaman,

pengembalian obligasi ini perlu di-back up dua lapis. Misalnya obligasi

yang diterbitkan dalam rangka pembangunan jalan tol. selain

menggunakan pendapatan dari jalan tol, pelunasan obligasi jenis ini

dibayar dari penghasilan pajak kendaraan sebagai back up lapis kedua.

Apabila back up lapis kedua dirasa kurang, bisa ditambah dengan back up

lapis ketiga, dan seterusnya.

Pembiayaan Pembangunan

“Sumber Pembiayaan Non-Konvensional” Page 10

5) Incremental tax bond, hasil penjualan obligasi jenis ini digunakan untuk

membiayai proyek-proyek yang secara langsung tidak menghasilkan

penghasilan, namun secara tidak langsung dapat memberikan tambahan

pendapatan bagi pemerintah daerah. Tambahan pendapatan ini yang

digunakan untuk membayar kupon dan melunasi incremental tax bond.

6) Special assessment bond, digunakan untuk membiayai infrastruktur yang

dibangun untuk dinikmati oleh sebagian masyarakat saja, misalnya untuk

membangun jaringan gas untuk masyarakat perkotaan. Penerima

manfaat dari proyek ini hanyalah penduduk yang tinggal di wilayah

perkoktaan. Oleh karenanya, hanya masyarakat perkotaa yang

berlangganan gas saja yang seharusnya bertanggung jawab terhadap

pembayaran kupon dan pelunasan obligasi.

7) Private activity bond, obligasi yang dijamin oleh pemerintah daerah yang

bertujuan tidak untuk mencari laba. Sebagai contoh, obligasi yang

diterbitkan untuk pembangunan rumah sakit dansekolah swasta.

K. Obligasi yang berlaku di Indonesia

1) Obligasi Rekap, diterbitkan guna suatu tujuan khusus yaitu dalam rangka

Program Rekapitulasi Perbankan

2) Surat Utang Negara (SUN), diterbitkan untuk membiayai defisit APBN

3) Obligasi Ritel Indonesia (ORI), sama dengan SUN, diterbitkan untuk

membiayai defisit APBN namun dengan nilai nominal yang kecil agar

dapat dibeli secara ritel

4) Surat Berharga Syariah Negara atau dapat juga disebut “obligasi syariah”

atau “obligasi sukuk”, sama dengan SUN, diterbitkan untuk membiayai

defisit APBN namun berdasarkan prinsip syariah.

5. Kegiatan yang Dapat Dibiayai

Obligasi yang diterbitkan dapat digunakan untuk membiayai beberapa kegiatan yang

berbeda. Kegiatan pemerintah daerah yang dapat dibiayai dengan obligasi daerah di

antaranya :

1) Pelayanan air minum;

2) Penanganan limbah dan persampahan;

3) Transportasi;

4) Rumah sakit;

5) Pasar tradisional;

6) Tempat perbelanjaan;

7) Pusat hiburan;

8) Wilayah wisata dan pelestarian alam;

9) Terminal dan sub terminal;

10) Perumahan dan rumah susun;

11) Pelabuhan lokal dan regional.

Pembiayaan Pembangunan

“Sumber Pembiayaan Non-Konvensional” Page 11

6. Manfaat

Penerbitan obligasi daerah pada nominal yang terjangkau oleh masyarakat umum

akan memberikan manfaat kepada pemerintah memperoleh dana yang bersumber

dari “Idle money” yang ada pada masyarakat dan secara tidak langsung mengikut

sertakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Tingkat

manfaat bagi masyarakat berinvestasi pada obligasi daerah sebagaimana pada

obligasi umumnya :

1) Kupon

Kupon adalah besarnya biaya yang dibayarkan secara regular yang dinyatakan

dalam persentase terhadap nilai nominal obligasi daerah. Misalnya tingkat

kupon 12%, artinya setiap tahun jumlah yang dibayarkan kepada pemegang

obligasi sebesar 12% dikalikan besarnya nominal (Rp. 500.000 = Rp. 60.000)

2) Capital gain

Capital gain adalah selisih antara harga jual dengan harga beli obligasi daerah.

Jika harga jual lebih tinggi dari pada harga beli maka investor memperoleh

capital gain, sebaliknya investor bisa-bisa capital loss, apabila harga jual

obligasi lebih rendah dibandingkan harga beli.

3) Resiko yang kecil

Hal yang membedakan obligasi daerah dengan sekuritas lainnya adalah

sangat kecilnya bahkan hampir tidak ada resiko gagal bayar baik kupon

maupun pokok obligasi daerah. Jika membeli obligasi korporasi/swasta atau

sekuritas lainnya, ada kemungkinan terjadinya gagal bayar kupon maupun

pokok yang jatuh tempo akibat kondisi keuangan atau bisnis yang tidak

menguntungkan. Obligasi daerah merupakan sekuritas yang bebas resiko

gagal bayar, karena daerah dianggarkan pemerintah pada APBD. Sesuai

dengan Undang-undang No. 33 tahun 2004.

4) Sebagai jaminan

Obligasi daerah dapat dijadikan sebagai agunan dan dapat dijual setiap saat

apabila pemegang obligasi membutuhkan dana, dengan menjualnya ke pasar.

5) Partisipasi dalam pembangunan

Dengan obligasi daerah yang nominalnya dapat terjangkau oleh masyarakat

umum investasi masyarakat pada obligasi daerah merupakan wujud nyata

partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan.

7. Implementasi

Di beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Jepang, obligasi yang diterbitkan

oleh Pemda telah dikenal sebagai alternatif sumber pembiayaan pembangunan.

Instrumen ini dianggap sebagai sekuritas yang sangat aman sehingga disebut the

safest of all senior securities. Sementara di Indonesia sebelum kemerdekaan Obligasi

Daerah (Municipal Bond) sudah dikenal sebagai instrumen pembiayaan

pembangunan.

Pembiayaan Pembangunan

“Sumber Pembiayaan Non-Konvensional” Page 12

Awal dekade 1900-an dibanyak kota di Indonesia antara lain Bandung, Jakarta, Bogor,

dan Surabaya sudah dikeluarkan Obligasi Daerah dengan tenor 15 hingga 40 tahun.

Pada tahun 1921 Pemda Surabaya menerbitkan obligasi untuk jangka waktu 40

tahun, dengan tingkat bunga 7,5%.

8. Dampak Positif

Adapun dampak positif dari penerbitan Obligasi Daerah untuk Pemerintah Daerah

antara lain :

A. Obligasi daerah sebagai sumber pembiayaan Pemerintah Daerah, ditengah

keterbatasan kemampuan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah

daerah, yang sampai saat ini merupakan salah satu kendala utama lambatnya

proses pembangunan.

B. Penerbitan obligasi daerah akan mendorong partisipasi masyarakat dalam

proses pembangunan. Partisipasi pembiayaan massal ini dengan sendirinya

akan meningkatkan fungsi kontrol masyarakat terhadap kinerja pemerintah

daerah.

C. Akan mendorong terciptanya tata kelola pemerintahan daerah yang baik

(good governance). Penerbotan obligasi daerah yang harus melalui

persetujuan DPRD, sebagai konsekuensinya menuntut adanya transparansi

dan akuntabilitas pemerintahan.

D. Bertambahnya instrumen investasi pasar modal bagi masyarakat yakni

memberikan peluang yang lebih luas kepada masyarakat untuk melakukan

diversifikasi portofolio investasi. Hal ini bersinggungan dengan program

sosialisasi dan edukasi dalam rangka peningkatan basis investor dalam negeri.

E. Meningkatnya lapangan pekerjaan. Penerimaan dana hasil penerbitan

obligasi daerah ini digunakan untuk pembiayaan proyek pembangunan

kepentingan publik yang bernilai ekonomis bagi masyarakat daerah, dengan

demikian akan membuka lapangan kerja baru.

F. Obligasi daerah dapat menjadi tolok ukur kinerja pemerintah daerah.

Penerbitan dan kinerja pemerintah daerah dalam mengelola obligasi daerah

dapat menjadi tolok ukut tersendiri atas prestasi pemerintahan daerah.

G. Mendorong pembenahan sistem keuangan yang lebih tertib dan teratur di

dalam pemda, serta menuntut peningkatan profesionalisme aparat Pemda.

H. Adanya efek domino yang lebih luas, yakni terciptanya kompetisi positif antar

daerah, sebab obligasi daerah sebagai salah satu jenis obligasi mensyaratkan

adanya penilaian atau pemeringkatan oleh lembaga tertentu di pasar modal.

I. Meningkatnya kemandirian keuangan daerah sehingga membantu

pemerintah pusat dengan mengurangi dana perimbangan (berupa DAU dan

DAK) sehingga dana tersebut dapat dialihkan ke program penting lainnya.

J. Penerbitan obligasi daerah juga akan memberikan manfaat bagi investor

(masyarakat) untuk melakukan diversifikasi portofolio inverstasi sehingga

dapat meningkatkan basis investasi dalam negei.

Pembiayaan Pembangunan

“Sumber Pembiayaan Non-Konvensional” Page 13

9. Kerugian dalam Pembangunan

Adapun resiko penerbitan Obligasi Daerah yaitu resiko defult (gagal bayar), antara

lain disebabkan oleh :

A. Proyek tidak terealisasikan.

B. Manajemen proyek tidak bagus.

C. Kesalahan prediksi penerimaan.

D. Resiko finansial (fluktuasi siku bunga, inflasi, kurs, pengangguran).

E. Resiko penarikan, berkaitan dengan Pemda untuk melunasi sebelum jatuh

tempo.

F. Resiko politik, termasuk politik lokal.

G. Resiko internal rate, terkait dengan bunga umum.

H. Resiko pasar, yaitu fluktuasi pasar akibat resesi atau kerusuhan.

B. Linkage

1. Definisi Linkage

Developer diharuskan menyediakan dan membiayai prasarana yang sejenis di daerah

lain yang kurang diinginkan, dalam rangka mendapatkan persetujuan pembangunan

di daerah yang mereka ingikan.

2. Implementasi

Metode semacam ini di Indonesia sudah mulai dikenal, khususnya berkaitan dengan

pembangunan perumahan, dimana para developer diwajibkan untuk pembangunan

perumahan sederhana sebagai kompensasi diberikannya izin untuk membangun

perumahan mewah.

3. Kelebiham

Program Linkage ini adalah satu cara mendorong intermediasi dengan

memberdayakan sektor mikro, kecil dan menengah (UMKM), yang dimana dalam

proses kerjasama yang saling menguntungkan antara stakeholders yang terlibat

dalam program ini.

4. Kekurangan

Munculnya masalah apabila dalam proses penerapan tidak memperhatikan Standard

Operasional Prosedur). Sehingga saat ini di Indonesia masih memiliki kegiatan

pembangunan yang belum maksimal (Prativi, 2014).

C. Excess Condemnation

1. Definisi

Excess condemnation merupakan metode pembiayaan prasarana secara tidak

langsung, dimana sejumlah tanah disisihkan untuk pembangunan prasarana, dan

sejumlah lainnya diberikan pada developer swasta untuk pembangunan komersial.

Sebagai imbalannya, developer berkewajiban untuk membangun prasarana yang

dibutuhkan.

Pembiayaan Pembangunan

“Sumber Pembiayaan Non-Konvensional” Page 14

2. Tujuan

Instrumen ini biasa digunakan untuk membangun kembali daerah-daerah kumuh,

dimana melalui instrumen ini penyediaan prasarana perkotaan di daerah tersebut

dapat dilaksanakan tanpa dibiayai oleh sektor publik.

3. Contoh

Beberapa contoh concessions adalah: kontrak jasa, kontrak manajemen, kontrak

sewa, BOT ( Build, Operate, and Transfer ), BOO ( Build, Operate, and Own ), dan

divestiture ( sektor swasta mengambil alih seluruh kontrol perusahaan dengan

membeli seluruh aset pemerintah ).

4. Kelebihan

Penyediaan prasarana perkotaan dapat dilaksanakan tanpa pembiayaan sector

publik

Terbangun kembali daerah saerah kumuh karena biasanya intrumen ini digunakan

untuk mengatasi permasalahan kumuh

Adanya kewajiban bagi developer swasta untuk membangun daerah

Terciptanya lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat setempat

5. Kekurangan

Terbengkalainya tanah yang sudah disisihkan kepada developer

Permainan politik kotor developer

2.3. Pendapatan Melalui Kekayaan

A. Joint Venture

1. Definisi Joint Venture

Pembiayaan Melalui KekayaanKerja sama joint venture merupakaan kerja sama

antara swasta dengan pemerintah (private-public partnership) dimana tanggung

jawab dan kepemilikan ditanggung bersama dalam hal penyediaan pelayanan

infrastruktur. Dalam jerha sama ini masing-masing pihak mempunyai posisi yang

seimbang dalam perusahaan.

Perlu diperhatikan pemegang saham mayoritas dan minoritas karena hal ini

berkaitan dengan kekuasaan menjalankan perusahaan dan menentukan

kebijaksanaan perusahaan karena prinsip kerja sama ini satu saham satu suara.

Dibawah join venture, pemerintah dan swasta dapat membentuk perusahaan baru

atau menggunakan perusahaan penyedia infrastruktur yang ada, misalnya

perusahaan swasta menjual sebagian modal kepada kepada swasta. Adapun

perusahaan yang memiliki fungsi yang independen terhadap pemerintah.

2. Tujuan

Tujuan utama dari kerja sama ini adalah untuk memadukan keunggulan yang dimiliki

sektor swasta, misalnya modal, teknologi, kemampuan manajemen, dengan

keunggulan yang dimiliki oleh sektor pemerintah yakni kewenangan dan

kepercayaan masyarakat.

Pembiayaan Pembangunan

“Sumber Pembiayaan Non-Konvensional” Page 15

3. Struktur Pembiayaan Prinsip Joint Venture

Di bawah model kerja sama joint venture ini pihak pemerintah dan swasta harus

berkontribusi dalam pembiayaan dari sejak awal, mulai dari pembiayaan studi

kelayakan proyek sampai mempersiapkan investasi pada perusahaan baru ketika

telah terbentuk.

Adapun modal bersama PPP ini memerlukan kesepakatan sebelumnya untuk

menanggung resiko dan membagi keuntungan secara bersama-sama. Dengan kata

lain, masing-masing harus memiliki kontribusi melalui proyek pembangunan dan

implementasinya.

Secara optimal, perusahaan seharusnya membiayai secara independen, tetapi

bagaimanapun tidak menutupi kemungkinan pemerintah memberikan subsidi pada

perusahaan atau pada penggunanya namun hal ini dilakukan jika sangat mendesak

dan diusahakan agar dihindari.

4. Implementasi

Adapun kegiatan-kegiatan pembangunan yang telah banyak dilakukan di Indonesia

antara lain:

- Pembangunan jalan tol

- Proyek air minum

- Pembangkit listrik

- Terminal

- Pelabuhan

5. Keuntungan

Keuntungan yang diperoleh dari hubungan kerja sama ini antara lain :

- Inovasi

- Kemudahan keuangan

- Kemampuan teknologi

- Pengaturan efisiensi

6. Kelemahan

Berbagai resiko yang dihadapi dalam proyek KPS, mulai dari pasar yang dihadapi,

besarnya permintaan yang sering melenceng dari rencana yang dibuat,

pengoperasian intrastruktur, biaya konstruksi yang meningkat, kebijakan yang

berlaku, kurangnya keterlitian dalam pencantuman hak dan kewajiban mitra swasta

dengan pemberi pekerjaan.

B. Concessions

1. Definisi

Ialah swasta mengambil alih pengelolaan badan usaha milik pemerintah selama

jangka waktu yang diberikan, dimana dalam jangka waktu tersebut, swasta

diberikan hak untuk mengelola fasilitas infrastruktur dan karenanya akan

menanggung resiko investasi.

Pembiayaan Pembangunan

“Sumber Pembiayaan Non-Konvensional” Page 16

2. Jenis

Rehabilitate, Operate, and Transfer (ROT), bentuk kerjasama pemerintah dengan

swasta dimana swasta merehabilitasi fasilitas yang ada sekarang, lalu

mengoperasikannya dan menjaga fasilitas dengan resikonya sendiri selama

periode kontrak untuk kemudian pada akhir kontrak menyerahkan fasilitas dan

pemerintah.

Rehabilitate, Lease or Rent, and Transfer (RLT), bentuk kerjasama pemerintah

dengan swasta , dimana swasta merehabilitasi fasilitas yang ada sekarang

dengan resikonya sendiri, menyewa fasilitas dari pemerintah , lalu

mengoperasikan dan menjaga fasilitas dengan resikonya sendiri selama periode

kontrak untuk kemudian pada akhir kontrak menyerahkan fasilitas kepada

pemerintah.

Build, Rehabilitate, Operate, anda Trasnfer (BROT), bentuk kerjasama

pemerintah dengan swasta, dimana swasta membangun tambahan fasilitas dari

fasilitas yang ada sekarang atau menyelesaikan fasilitas yang dibangun secara

bertahap, merehabilitasi asset yang ada sekarang, lalu mengoperasikan dan

memelihara fasilitas dengan resikonya sendiri selama periode kontrak, kemudian

pada akhir kontrak menyerahkan fasilitas ke pemerintah.

3. Implementasi

Kerja sama build operate and transfer (BOT) dipilih sebagai solusi dari

kekurangan dari Pemerintah Daerah. Salah satu contoh perjanjian yang

dilakukan adalah perjanjian antara Pemerintah Kota Padang dengan PT. Cahaya

Sumbar Raya untuk revitalisasi Sentral Pasar Raya Padang. Sejalan dengan alasan

yang diajukan oleh pihak investor dalam memilih bentuk kerja sama ini

dikarenakan mereka melihat potensi yang ada di Kota Padang yang dapat

dikembangkan dalam bentuk kerja sama investasi. Mereka menganggap kerja

sama dengan sistem build operate and transfer (BOT) sebagai solusi untuk

melakukan perjanjian yang saling menguntungkan karena sebagai pemilik modal

mereka tidak memiliki lahan sebagai salah satu faktor penting untuk

dikembangkan dalam usaha.

Adapun tujuan dari kerja sama pemerintah daerah Kota Padang dengan pihak

swasta yaitu PT. Cahaya Sumbar Raya yaitu Bagi Pemerintah Daerah,

pembangunan infrastruktur dengan metode BOT menguntungkan, karena dapat

membangun infrasturktur dengan biaya perolehan dana dan tingkat bunga yang

relatif rendah. Pemerintah Daerah juga tidak menanggung resiko kemungkinan

terjadinya perubahan kurs. Bagi investor, pembangunan infrasruktur dengan

pola BOT merupakan pola yang menarik, karena memiliki hak penguasaan yang

tinggi terhadap infrastruktur yang dibangunnya. Namun dengan kerja sama ini

dapat menguntungkan para pihak yang berjanji.

Pembiayaan Pembangunan

“Sumber Pembiayaan Non-Konvensional” Page 17

4. Keuntungan

1. Perjanjian ini tidak membebani neraca pembayaran Pemerintah (Off

Balanced-Sheet Financing)

2. Mengurangi jumlah pinjaman Pemerintah maupun sektor publik lainnya

3. Perjanjian BOT merupakan tambahan sumber pembiayaan bagi proyek-

proyek yang diprioritaskan (Additional financing source for priority project)

4. Pemerintah mendapatkan tambahan fasilitas baru

5. Upaya dalam mengalihkan resiko bagi kontruksi, pembiayaan dan

pengoperasian kepada sektor swasta

6. Mengoptimalkan kemungkinan pemanfaatan perusahaan maupun teknologi

asing.

7. Mendorong proses alih teknologi, khususnya bagi kepentingan negara

berkembang

8. Diperolehnya fasilitas yang lengkap dan operasional setelah masa

berakhirnya konsesi.

5. Resiko dan Kendala

a. Political risk, Resiko yang berkaitan dengan kebijakan Pemerintah dan kondisi

daerah setempat.

b. Economic risk, Resiko yang berkaitan dengan kondisi ekonomi. Seperti

penurunan nilai mata uang, terjadinya inflasi dan sebagainya.

c. Legal risk, Yaitu resiko yang berkaitan dengan hukum, karena pada dasarnya

proyek ini didasarkan pada sebuah perjanjian.

d. Transaksi risk, Berhubungan dengan persaingan penawaran proyek (bidding

competition)termasuk didalamnya undangan lelang, penawaran serta negosiasi,

berbagai dokumen proyek yang terjadi pada awal proses BOT.

e. Contruction risk, Berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan, apakah

bangunan tersebut telah sesuai dengan standar bangunan secara teknik.

Bangunan akan diuji ketahanannya. Serta hal yang berkaitan dengan lamanya

waktu pembangunan.

f. Social risk, Resiko yang berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Apakah

pada proyek tersebut mendapat dukungan dari masyarakat ataupun sebaliknya.

Pengaruh agama dan budaya setempat terhadap proyek tersebut.

g. Environtmental risk, Yang berkaitan dengan lingkungan sekitar. Setiap proyek

pembangunan harus mempunyai kepedulian terhadap lingkungan. Melakukan

AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan), supaya tidak terjadi kerusakan

lingkungan.

h. Kendala yang menyangkut lamanya perjanjian : Secara umum perjanjian ini

memang saling menguntungkan, namun jangka waktu perjanjian yang

berlangsung lama nyaris satu generasi dikhawatirkan mempengaruhi

kekonsistenan dari para pihak dari perjanjian yang telah dibuat. Begitupun

Pembiayaan Pembangunan

“Sumber Pembiayaan Non-Konvensional” Page 18

dengan kondisi bangunan tidak bisa dipastikan akan tetap berfungsi dengan baik

setelah digunakan selama 25 tahun lamanya.

i. Kendala menyangkut pengosongan lahan Kendala lain dalam perjanjian ini yaitu

dalam hal pengosongan lahan yang dilakukan oleh pihak kedua. Terutama dalam

memindah sementarakan pedagang lama yang berdagang di lokasi dan

pengosongan areal dari bangunan-bangunan lama, seperti kios-kios yang masih

memiliki kontrak beberapa tahun, sehingga muncul kebijakan dari Walikota

untuk menghapus hak dan menggantikannya dengan pengelolaan kios selama

beberapa tahun sesuai dengan hitungan terkini.

j. Kendala yang menyangkut pembagian hasil. Terlambatnya proses pengembangan

berlangsung karena semua kios belum terjual banyak sehingga bagi hasil tidak

bisa segera dilakukan Bagi hasil di sini dikarenakan perbedaan persepsi tentang

dimulainya pembagian hasil dari kedua belah pihak.

k. Kendala yang berkaitan dengan kondisi alam. Mengingat kondisi alam Sumatera

Barat yang rawan bencana alam terutama gempa. Maka hal ini menjadi salah

satu kendala sulitnya menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di

sini. Sehingga menjadi sebuah keharusan untuk melakukan pengamanan dengan

membuat kerja sama dengan pihak Asuransi.

l. Kendala yang menyangkut pajak dan retribusi. Kendala ini dirasakan oleh pihak

investor dalam hal pengelolaan pasar bahwa kebijakan Pemerintah Kota tentang

penetapan pajak yang cukup memberatkan bagi mereka.

m. Kendala Social Risk. Banyak protes dari ribuan pedagang kecil dan menengah di

jantung kota Padang itu. Karena areal lokasi pembangunan semula sebagian juga

berfungsi sebagai Terminal Lintas Andalas sebagai terminal angkutan kota

(buskota dan mikrolet). Pemindahan terminal waktu itu pada saat berdampak

serius terhadap omzet pedagang.

C. Sumber Dana Masyarakat

1. Definisi

Sumber dana masyarakat adalah segala macam sumber pendanaan yang berasal

dari harta/tenaga masyarakat sekitar guna pembangunan wilayah sekitar.

2. Jenis

Zakat

Menurut Undang-Undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, Zakat

adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki

oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang

berhak menerimanya.

Sindikasi Perbankan

Sindikasi perbankan merupakan pinjaman yang diberikan oleh pihak bank, yang

biasanya berbentuk badan hukum untuk membiayai suatu proyek. Adapun

karakteristiknya sebagai berikut.

• Jumlah pembiayaan biasanya meliputi jumlah besar.

Pembiayaan Pembangunan

“Sumber Pembiayaan Non-Konvensional” Page 19

• jangka waktu pembiayaan biasanya berjangka menengah atau berjangka

panjang.

• Pembiayaan Sindikasi selalu diberikan oleh lebih dari satu pemberi

pembiayaan sebagai peserta sindikasi pembiayaan (nasabah).

• Tanggung jawab dari peserta sindikasi tidak bersifat tanggung renteng

dimana masing-masing peserta sindikasi hanya bertanggung jawab untuk

bagian jumlah pembiayaan yang menjadi komitmennya.

Swadaya Masyarakat

Definisi swadaya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kekuatan

(tenaga) sendiri. Dana swadaya masyarakat adalah uang atau barang/jasa yang

dapat dinilai dengan uang yang berasal dari masyarakat dan secara langsung

digunakan untuk suatu keperluan tertentu, dalam hal ini adalah pembangunan

perkotaan.

3. Tujuan

Membantu pendanaan pembangunan wilayah secara non konvensional dengan

dana bersumber dari masyarakat.

4. Contoh dan Implementasi

Zakat

Pembangunan Puskesmas dan Perpustakaan lokal di daerah kecamatan

blimbing malang. Lebih dari 50% pendanaan berasal dari zakat. Pendanaan

terbut relevan karena diperuntukkan untuk kesejahteraan masyarakat miskin

dan fakir.

Sindikasi Perbankan

Sindikasi perbankan yang ditawarkan untuk menutup kekurangan

pembiayaan dalam pembangunan jalan MERR II-C adalah sindikasi perbankan

yang berbasis syariah.

Swadaya Masyarakat

Salah satu program pembangunan perkotaan yang menggunakan dana

swadaya masyarakat adalah program Surabaya Green and Clean dan

Surabaya Berwarna Bunga. Program tersebut dikemas dalam bentuk

kompetisi antar RW di Surabaya sedemikian rupa sehingga menarik minat

masyarakat Surabaya untuk mengikutinya.

5. Keuntungan

Zakat

Jumlah dana besar (pada negara muslim) seperti di indonesia mengingat

jumlah penduduk muslim mencapai 88,2% dengan penghasilan rata” minimal

2 jt perbulan.

Sindikasi Perbankan

- Lebih adil

Pembiayaan Pembangunan

“Sumber Pembiayaan Non-Konvensional” Page 20

- Peluang pembiayaan lebih besar

- Harga yang ditentukan berdasarkan kesepakatan antara kedua belah

pihak

- Meningkatkan kredibilitas

- Meningkatkan track record

- Stabiltas ekonomi

- Prosedur administrasi yang mudah dan sederhana.

- pemerintah daerah diringankan karena hanya membayar pokok nilai

utangnya saja tanpa membayar bunga pinjaman.

Swadaya Masyarakat

- Kelebihan dan potensi

- Efesiensi waktu

- Animo masyarakat meningkat

- Cost-build cenderung sedikit

- Proses sangat mudah

6. Kekurangan

Zakat

- Tidak ada, dikarenakan konsep zakat adalah konsep pembagian kekayaan

antara penerima dan pemberi secara adil dan merata

Tetapi...

- Dari segi pembangunan, zakat tidak bisa dipakai untuk proyek berskala

besar dikarenakan asas tujuan pembangunanya harus terkait dengan

kesejahteraan fakir dan rakyat tidak mampu.

Sindikasi Perbankan

- Dalam memberikan pinjamannya, bank Islam lebih mengutamakan sektor

perdagangan, sektor- sektor pertanian dan industri.

- Dalam memberi pinjaman kepada pelanggan, bank Islam masih meminta

jaminan (kolateral) kewangan kerana takut menghadapi risiko.

- Lebih sering terjadi Mark Up (penaikan harga) dibanding profit – loss

(bagi hasil)

Swadaya Masyarakat

- Skala pembangunan tidak terlalu besar, terbatas untuk kategori tertentu

Pembiayaan Pembangunan

“Sumber Pembiayaan Non-Konvensional” Page 21

BAB 3. PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pembiayaan pembanguna non konvensional adalah berupa kerjasama antara

pemerintah dan swasta, maupun dari masyarakat sendiri. Sebagai suatu model untuk

membiayai infrastruktur yang biasanya dibangun oleh pemerintah oknum lain secara

berkesinambungan. Selain itu berpotensi dalam pembangunan yang lebih cepat.

3.2. Penutup

Pembiayaan Pembangunan

“Sumber Pembiayaan Non-Konvensional” Page 22

DARTAR PUSTAKA Biaya Dampak. (2015, Juni 22 ). Diambil kembali dari Wikipedia: https://en.wikipedia.org/wiki/Impact_fee

Hasibuan, R. (t.thn.). Obligasi Daerah Sebagai Alternatif Pembiayaan. Dipetik Oktober 24, 2015, dari Lapirsa:

http://www.larispa.or.id/berita/125-obligasi-daerah-sebagai-alternatif-pembiayaan-.html

Ihsan, M. (t.thn.). Obligasi Daerah: Berkaca lah Pada Kasus Detroit. Dipetik Oktober 24, 2015, dari Indonesia

Bond Pricing Agency: http://www.ibpa.co.id/News/ArsipBerita/tabid/126/EntryId/5451/Obligasi-

Daerah-Berkaca-lah-Pada-Kasus-Detroit.aspx

Krugman, P. (2004). Ekonomi Internasioonal: Teori dan Kebijakan. Jakarta: Indeks.

Obligasi Daerah menjadi Alternatif Pembiayaan Daerah. (t.thn.). Dipetik Oktober 24, 2015, dari

BABPPEDA.GO.ID: http://old.bappeda.kotabogor.go.id/index.php/berita/167-obligasi-daerah-

menjadi-alternatif-pembiayaan-daerah

Penerbit Obligasi Daerah Dinilai Tidak Menarik. (t.thn.). Dipetik Oktober 24, 2015, dari Neraca:

http://www.neraca.co.id/article/15830/penerbitan-obligasi-daerah-dinilai-tidak-menarik-kurang-

berprospek-dan-berpotensi-gagal-bayar

Prativi, Y. P. (2014, November 15). Optimalisasi Peran Koperasi Produksi melalui Linkage Program dan Apex

sebagai Upaya Aksi (Pro) Istri Nelayan. Diambil kembali dari Blogger UNAIR: http://ita-purniawati-

feb12.web.unair.ac.id/artikel_detail-115737-Karya%20Tulis%20Ilmiah-

Optimalisasi%20Peran%20Koperasi%20Produksi%20melalui%20Linkage%20Program%20dan%20Apex

%20sebagai%20Upaya%20Aksi%20%28Pro%29%20Istri%20Nelayan.html

Sartono, A. (2001). Manajemen Keuangan Internasional. Jogjakarta: BPFE.

Satyagraha. (2015, April 2). Menkeu: Bank Infrastruktur dapatkan Pembiayaan dari Obligasi. Dipetik Oktober

24, 2015, dari ANTARA News: http://www.antaranews.com/berita/488729/menkeu-bank-

infrastruktur-dapatkan-pembiayaan-dari-obligasi

Utama, D. (2010). Prinsip dan Strategi Penerapan Public Private Partnership dalam penyediaan Infrastruktur

Transportasi. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesi Vol. 12 No. 3, 145-151.

Wuawanah, A. (2013, Juli 31). Public Private Partnership. Dipetik Oktober 25, 2015, dari Bloger:

https://annisamuawanah.wordpress.com/2013/07/31/public-private-partnership-kerjasama-

pemerintah-swasta/

Hasibuan, R. (n.d.). Obligasi Daerah Sebagai Alternatif Pembiayaan. Retrieved Oktober 24, 2015, from Lapirsa:

http://www.larispa.or.id/berita/125-obligasi-daerah-sebagai-alternatif-pembiayaan-.html

Ihsan, M. (n.d.). Obligasi Daerah: Berkaca lah Pada Kasus Detroit. Retrieved Oktober 24, 2015, from Indonesia

Bond Pricing Agency: http://www.ibpa.co.id/News/ArsipBerita/tabid/126/EntryId/5451/Obligasi-

Daerah-Berkaca-lah-Pada-Kasus-Detroit.aspx

Krugman, P. (2004). Ekonomi Internasioonal: Teori dan Kebijakan. Jakarta: Indeks.

Obligasi Daerah menjadi Alternatif Pembiayaan Daerah. (n.d.). Retrieved Oktober 24, 2015, from

BABPPEDA.GO.ID: http://old.bappeda.kotabogor.go.id/index.php/berita/167-obligasi-daerah-

menjadi-alternatif-pembiayaan-daerah

Penerbit Obligasi Daerah Dinilai Tidak Menarik. (n.d.). Retrieved Oktober 24, 2015, from Neraca:

http://www.neraca.co.id/article/15830/penerbitan-obligasi-daerah-dinilai-tidak-menarik-kurang-

berprospek-dan-berpotensi-gagal-bayar

Sartono, A. (2001). Manajemen Keuangan Internasional. Jogjakarta: BPFE.

Satyagraha. (2015, April 2). Menkeu: Bank Infrastruktur dapatkan Pembiayaan dari Obligasi. Retrieved Oktober

24, 2015, from ANTARA News: http://www.antaranews.com/berita/488729/menkeu-bank-

infrastruktur-dapatkan-pembiayaan-dari-obligasi

Utama, D. (2010). Prinsip dan Strategi Penerapan Public Private Partnership dalam penyediaan Infrastruktur

Transportasi. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesi Vol. 12 No. 3, 145-151.

Wuawanah, A. (2013, Juli 31). Public Private Partnership. Retrieved Oktober 25, 2015, from Bloger:

https://annisamuawanah.wordpress.com/2013/07/31/public-private-partnership-kerjasama-

pemerintah-swasta/