Upload
khangminh22
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PEMODELAN GERUSAN DAN SEDIMENTASI PADA SALURAN
BERBAHAN DASAR NON-KOHESIF DENGAN ALIRAN
TENGGELAM
DISERTASI
TEKNIK SIPIL KONSENTRASI SUMBERDAYA AIR
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Doktor
NINA BARIROH RUSTIATI
NIM 127060100111002
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2017
v
JUDUL DISERTASI:
PEMODELAN GERUSAN DAN SEDIMENTASI PADA SALURAN
BERBAHAN DASAR NON-KOHESIF DENGAN ALIRAN
TENGGELAM
Nama Mahasiswa : NINA BARIROH RUSTIATI
NIM : 127060100111002
Program Studi : TEKNIK SIPIL
Minat : SUMBER DAYA AIR
KOMISI PEMBIMBING :
Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Suhardjono, M.Pd., Dipl. HE.
Pembimbing Pendamping 1 : Dr. Ir. Rispiningtati, M.Sc.
Pembimbing Pendamping 2 : Dr. Very Dermawan, S.T., M.T.
TIM DOSEN PENGUJI :
Dosen Penguji : Dr. Ir. Pitojo Tri Juwono, M.T.
Dosen Penguji Tamu : Prof. Dr. Ir. Nadjadji Anwar, M.S.
Tanggal Ujian : 29 Agustus 2017
SK Penguji :
vii
PERNYATAAN ORISINALITAS DISERTASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya dan
berdasar hasil penelusuran berbagai karya ilmiah, gagasan dan masalah ilmiah yang diteliti dan
diulas di dalam Naskah Disertasi ini adalah asli dari pemikiran saya, tidak terdapat karya ilmiah
yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan
Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain,
kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam kutipan dan daftra
pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah Disertasi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur
jiplakan, saya bersedia Disertasi dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70)
Malang, Oktober 2017
Mahasiswa,
Nina Bariroh Rustiati
127060100111002
ix
“Dan Dialah yang menurunkan hujan setelah mereka berputus
asa dan menyebarkan Rahmat_Nya. Dan Dialah Maha Pelindung,
Maha Terpuji”
(Asy Syuuraa : 28)
“Apakah engkau tidak memperhatikan, bahwa Allah
menurunkan air dari langit, lalu diaturnya menjadi sumber sumber air di bumi,......, Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat pelajaran bagi orang orang yang mempunyai akal sehat”
(Az Zumar : 21)
UNTUK KELUARGAKU........
xi
RINGKASAN
Nina Bariroh Rustiati, Program Doktor Teknik Sipil, Minat Sumber Daya Air, Fakultas
Teknik Universitas Brawijaya, Maret 2017, Pemodelan Gerusan dan Sedimentasi pada
Saluran Berbahan Dasar Pasir Lempung dengan Aliran Tenggelam, Promotor: Prof. Dr. Ir.
Suhardjono, M.Pd., Dipl. HE. ; Ko-Promotor: Dr. Ir. Rispiningtati, M.Sc. dan Dr Very
Dermawan, ST., MT.
Pintu sorong adalah salah satu jenis pintu air yang digunakan untuk mengontrol muka air
hulu, berbentuk sederhana dan dapat menggelontor sedimen disaat pembilasan. Karenanya
pengoperasian pintu merupakan proses penting. Pergerakan naik turun pintu mempengaruhi
kecepatan aliran. Akibat kecepatan yang fluktuatif menyebabkan gerusan lokal. Gerusan lokal
yang terus menerus berpotensi merusak struktur lantai saluran. Akibat gerusan akan terjadi
kerusakan permanen pada struktur bagian bawah dan dapat mengakibatkan runtuhnya struktur
pintu. Besarnya kedalaman gerusan, panjang gerusan dan tinggi sedimentasi akibat variasi
debit, tinggi bukaan pintu dan jenis material sedimen dasar saluran menjadi informasi penting
dan dibutuhkan dalam kajian ilmu hidrolika.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh variasi debit dan tinggi bukaan pintu
serta jenis material dasar saluran terhadap perubahan kedalaman gerusan (ds), panjang gerusan
(ls) dan tinggi sedimentasi (hd). Penelitian dilakukan pada satu model saluran terbuka dengan
pintu sorong yang dapat dinaikturunkan. Debit yang digunakan dalam penelitian sebanyak 9
macam mulai dari 1,0 lt/det hingga 5.0 lt/det. Sedangkan tinggi bukaan pintu ada 5 variasi
mulai 0,5 cm hingga 2,5 cm dengan interval 0,5 serta tiga jenis material dasar saluran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedalaman gerusan, panjang gerusan dan tinggi
sedimentasi dapat dianalisis dalam kaitannya dengan fungsi debit, tinggi bukaan pintu, tinggi
muka air hulu dan hilir serta jenis material yang digunakan. Adapun persamaan kedalaman
gerusan yang dapat diperoleh adalah 𝑑𝑠 = (1,717 (𝑄
𝑏𝑝)1,414
) 𝑏𝑝 , panjang gerusan 𝑙𝑠 =
(6,364 (𝑄
𝑏𝑝)0,459
(𝑦0
𝑏𝑝)0,438
) 𝑏𝑝 dan tinggi sedimentasi ℎ𝑑 = (0,618 (∆𝐻
𝑏𝑝)0,519
) 𝑏𝑝. Dari perhitungan
diperoleh nilai koefisien determinasi untuk ketiga jenis material dasar saluran terhadap
kedalaman gerusan R2 = 0,946, panjang gerusan R2 = 0,956 dan tinggi sedimentasi R2 =
0,7911. Sehingga disimpulkan bahwa persamaan tersebut dapat digunakan pada ketiga jenis
material dasar saluran.
Kata kunci: pintu sorong, gerusan dan sedimentasi dan material dasar saluran
xiii
ABSTRACT
Nina Bariroh Rustiati, Doctoral Program of Civil Engineering, Spesialisation in Water
Resources, Engineering Faculty of Brawijaya University, March 2017, Scouring and
Sedimentation Model of Non-kohesive Bed Material Channel with Submerged Flow, Promotor:
Prof. Dr. Ir. Suhardjono, M.Pd., Dipl. HE. ; Co-Promotor: Dr. Ir. Rispiningtati, M.Sc. and Dr
Very Dermawan, ST., MT.
Sluice gate is one of the hydraulic structure in irrigation channel that used to adjusting
the water level precisely and simple. The sediment flushing through the flush under gate. The
handling of sluice gate is very important during operation time. This is because of the up and
down movement of the sluice affect the flow through under the gate. The distribution of
velocity fluctuation occurs the local scouring. The continuity of local scouring affect the
damage of the channel bed. Scour will occur due to permanent damage to the under structure
which affect the falling down of the sluice gate structure.
The aims of the research is to investigate the discharge and heigth of gate opening
variation effect to scour characteristics under the different bed material condition. The scour
characteristics that investigated are the depth of scour (ds), the scour length (ls) and the height
of sedimentation (hd). The research used an open channel flow with a sluice gate that moved
up and down manually. The range of discharge variation at 1,0 lt/s till 5,0 lt/s with step interval
is 0,5 lt/s. Variation of height the opening gate starting at 0,5 cm to 2,5 cm with the run step
0,5 under 3 non-cohesive bed material.
The result of research showed that the scour and sedimentation characteristics determined
as a function of discharge variation, height of opening gate, upstream water level, downstream
water level and type of bed sediment materials. The governing equation of scouring depth is
𝑑𝑠 = (1,717 (𝑄
𝑏𝑝)1,414
) 𝑏𝑝 , lenght of scour 𝑙𝑠 = (6,364 (𝑄
𝑏𝑝)0,459
(𝑦0
𝑏𝑝)0,438
) 𝑏𝑝 and the sedimentation
height is ℎ𝑑 = (0,618 (∆𝐻
𝑏𝑝)0,519
) 𝑏𝑝. Generally the result of calculation occur the coefficient
correlation R2 = 0,946. The scour length is R2 = 0,956 and height of sedimentation is R2 =
0,7911. This result showed that the Rustiati’s equation could be used as a prediction of scour
and sedimentation characteristics on the non-cohesive bed material.
Keyword: sluice gate, scour, sedimentation, non-cohesive material
xv
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah Subhanallahu Wa Ta’ala atas segala Rahmat, berkah serta
limpahan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Disertasi yang
berjudul “Pemodelan Gerusan dan Sedimentasi pada Saluran Berbahan Dasar Non-
kohesif dengan Aliran Tenggelam”. Salam dan sholawat tercurah hanya kepada junjungan
kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan pencerahan dan membawa
ketenangan dalam menempuh perjalanan selama studi di Universitas Brawijaya.
Atas terselesaikannya penyusunan disertasi ini penulis mengucapkan penghargaan dan
terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dan berperan
penting secara moril maupun materiil, yaitu:
1) Prof. Dr. Ir. Suhardjono, MPd., Dipl. HE., selaku Promotor, yang dengan penuh
kesabaran memberi motivasi, dukungan, masukan serta arahan yang sangat luar biasa
dalam penyelesaian disertasi ini.
2) Dr. Ir. Rispiningtasi, M.Sc., selaku Ko-Promotor yang selalu mendukung dan telah
banyak membantu dalam penyelesaian disertasi ini.
3) Dr. Very Dermawan, S.T., M.T., selaku Ko-Promotor yang selalu meluangkan waktu
untuk berdiskusi dan mengingatkan penulis serta motivator pada setiap langkah
penyelesaian disertasi ini.
4) Prof Dr. Ir. Nadjadji Anwar, selaku Penguji Tamu, yang telah memberi masukan dan
arahan dalam penyelesaian penulisan disertasi ini.
5) Dr. Ir. Pitojo Tri Juwono, M.T., selaku Penguji, yang telah memberikan banyak sekali
masukan dan dukungan guna penyempurnaan tulisan disertasi ini.
6) Ari Wibowo, ST., MT., Ph.D., selaku Ketua Program Studi Program Doktor Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, yang mendukung dan memotivasi sebagai
seorang dosen selama penulis menempuh studi.
7) Bapak/Ibu Dosen Pengajar di Program Doktor Teknik Sipil peminatan Sumberdaya Air
atas segala ilmu dan wawasan yang diberikan.
8) Rektor beserta jajaran Dosen Jurusan teknik Sipil Universitas Tadulako yang telah
memberi kesempatan penulis untuk menempuh studi di Universitas Brawijaya.
xvi
9) Alm KH. M. Soejoeti Cholil, SH., dan Almh Hj. Siti Rosidah, orangtua tercinta, yang
selalu berdoa semasa hidup mereka, membekali kami Iman dan Akal sehingga kami
mendapat keberkahan ilmu yang diperoleh di dunia dan di akherat. InsyaAllah, Aamiin.
10) Ayah H. Abdul Azis dan Ibu Hj. Siti Mayrosa, mertua terkasih, yang telah memberikan
cinta dan kasih sayang sehingga penulis selalu merasa berada di’rumah’
11) Rudy Wahyono, Alifia Rusyda Syafitri, Sofia Hanum Rasyidina dan Moh. Izzan
Rasyidi, suami dan anak-anakku tercinta yang dengan seluruh kesabaran, doa, harapan
serta pengorbanan yang sangat luar biasa mendampingi dan mendukung penulis selama
studi.
12) Klg. Dr. Dra. Hj. Siti Hamidah Rustiana, M.Ak., Klg. Ir. H. Moh. Arsyad Nurdin M.Ap,
Klg. Drs. Moh. Agus Baharuddin, MT, MM., Klg. (Alm) Drs. Moh. Syafar Aminuddin,
Klg. Moh. Amiruddin Pribadi, Amd., Klg. Dr. Ir. Ummu Salamah Rustiani, M.P., Klg.
Ir. Ahmad Shabri Prasodjo, Klg. Dr. Himmah Rustiami, S.P., M.Sc., dan Klg. Ahmad
Tendo Utomo, S.Kom, serta seluruh keponakan atas dukungan semangat, doa, moril
selama penulis menempuh studi. Semoga kita semua dikumpulkan kembali kelak di
FirdausNya Alloh SWT, Aamiin.
13) Klg. Dra. Ida Rosiana, Klg. Drs. Ahmad Siswono, Klg. Heri Kurniawan S.E, Klg. Netty
Anggraini, Klg. (Alm) Budi Santoso, Klg. Heny Devitasari Amd. S.Pd., S.Ip., Klg. Evy
Oktavia S.P., serta semua keponakan yang telah mendukung penulis sehingga penulis
merasa sangat ‘sesuatu’ menjadi bagian dari Kalian.
14) Dr. Denik S. Krisnayanti S.T., M.T, Dr. Dian Noorvy K. S.T., M.T., Dr. Ir. Laksni
Sedyowati M.S., Dr. Eri Prawarti S.T., M.T., sahabat-sahabat terdekat selama di
kampus yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk saling diskusi, curhat,
menasehati dan membakar semangat saat penulis terpuruk dan jatuh untuk bangun dan
bangkit, Thanks for being my beloved friend..
15) Dr. Judi K.Nasjono S.T., M.T., Ir. Abdul Azis Hoesein Dipl. HE., Almh. Bunda Puri
Nurani, sahabat-sahabat yang selalu mendukung dalam suka, duka dan menjadi
inspirasi selama penulis menempuh studi.
16) Teman-teman PDTS SDA angkatan 2011, 2012, 2013, 2014 dan 2015 yang telah
menjadi bagian dalam sejarah perjalanan studi penulis.
17) Pak Mas’ud, Pak Kus, Mas Singgih, April P’012, Komkom P’012 yang telah banyak
membantu penulis mengumpulkan data penelitian
xvii
18) Dan berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang secara
langsung maupun tak langsung membantu penulis menyelesaikan penulisan disertasi
ini.
Disertasi ini disusun dengan mengerahkan semua kemampuan dan potensi penulis,
namun disertasi ini masih perlu disempurnakan untuk menjawab bermacam masalah
gerusan dan sedimentasi di saluran khususnya berbahan dasar non-kohesif. Untuk itu
semua masukan, saran, dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan guna
perbaikan dan kesempurnaan tullisan ini. Semoga disertasi ini membawa manfaat yang
sebesar-besarnya untuk pemerhati bangunan air dan khususnya masyarakat dunia
pendidikan.
Akhirul kata, penulis ingin sampaikan bahwa “dunia ini hanya sebentar karena itu
jadilah manusia yang berguna untuk kebaikan sekitarmu”
Malang, Oktober 2017
Nina Bariroh Rustiati
xix
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ................................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................. iii
LEMBAR IDENTITAS TIM PENGUJI DISERTASI ......................................................... v
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS DISERTASI ............................................. vii
LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................................... ix
RINGKASAN ......................................................................................................................... xi
ABSTRACT .................... ...................................................................................................... xiii
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ xv
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ xxix
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... xxiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... xxvii
DAFTAR NOTASI ............................................................................................................. xxxi
DAFTAR LAMPIRAN. ................................................................................................. xxxiii
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1.Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2.Identifikasi Masalah....... ........................................................................................... . 4
1.3. Batasan Masalah ..................................................................................................... 5
1.4. Perumusan Masalah ................. ........................................................................... 6
1.5. Tujuan Penelitian ................................................................................................. 6
1.6. Manfaat Penelitian ..................... ........................................................................ 6
1.7. Kebaharuan Penelitian .............................................................................................. 7
BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ...................................................... 9
2.1. Karakteristik Pintu Air ........ .................................................................................. 9
2.2. Pengaruh Kekasaran terhadap Fluktuasi Debit .................................................... 12
2.3. Gerak Mula Butiran ......................... ................................................................. 13
xx
2.4. Karakteristik Sedimen .............. ......................................................................... 14
2.5. Rejim Aliran .................. ................................................................................. 18
2.5.1. Rejim Aliran Rendah ........................................................................... 19
2.5.2. Daerah Transisi ............................................................................... 19
2.5.3. Regime Aliran Tinggi .......................................................................... 19
2.6. Sifat Fisik dan Morfologi Tanah ........................................................................... 19
2.7. Mekanisme Konfigurasi Dasar .............................................................................. 23
2.8. Konfigurasi Bentuk Dasar (Bed Forms) ............................................................... 24
2.8.1. Pendekatan Van Rijn (1984) ................................................................ 26
2.8.2. Pendekatan Simon dan Richardson ...................................................... 26
2.8.3. Pendekatan Garde Albertson ................................................................ 28
2.9.Gerusan dan Sedimentasi .. ................................................................................. 29
2.10. Model Fisik Hidrolik ................................................................................ 34
2.11. Teori Kesebangunan dan Analisa Dimensi ...................................................... 35
2.12. Analisa Regresi ...................................................................................... 39
2.12.1. Koefisien Korelasi ........................................................................... 42
2.12.2. Koefisien Determinasi .................................................................. 43
2.13. Hasil Penelitian Terdahulu................................................................................... 43
BAB III. KERANGKA KONSEP PENELITIAN ................................................................... 53
3.1. Kerangka Pikiran ................................................................................................. 53
3.2. Hipotesis ........................ ......................................................................................... 54
3.3. Definisi Operasional ............ ............................................................................... 54
BAB IV. METODE PENELITIAN ......................................................................................... 57
4.1.Lokasi Penelitian .................................................................................................. 57
4.2.Rancangan Uji Variasi Parameter Model .............................................................. 58
4.3. Pengamatan dan Pengukuran Model ..................................................................... 61
4.4. Pengujian Model ................................................................................................. 61
xxi
4.4.1. Rancangan Analisa Dimensi ................................................................ 62
4.4.2. Kalibrasi Alat ..................................................................................... 64
4.5.Pemilihan Material Sedimen ............................................................................. 75
4.6.Validasi dan Verifikasi Model .......................................................................... 85
BAB V. ANALISA DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 87
5.1. Analisa Pengaruh Material Dasar Saluran tipe Sandy Loam, Q dan bp terhadap
kedalaman gerusan (ds) ....................................................................................... 87
5.2. Analisa Pengaruh Material Dasar Saluran tipe Sandy Loam, Q dan bp terhadap
panjang gerusan (ls) .............................................................................................. 94
5.3. Analisa Pengaruh Material Dasar Saluran tipe Sandy Loam, Q dan bp terhadap
tinggi sedimentasi (hd) ........................................................................................ 100
5.4. Analisa Pengaruh Material Dasar Saluran tipe Loamy Sand, Q dan bp terhadap
kedalaman gerusan (ds) ................................................................................... 106
5.5. Analisa Pengaruh Material Dasar Saluran tipe Loamy Sand, Q dan bp terhadap
panjang gerusan (ls) .......................................................................................... 112
5.6. Analisa Pengaruh Material Dasar Saluran tipe Loamy Sand Q dan bp terhadap
tinggi sedimentasi (hd) ...................................................................................... 115
5.7. Analisa pengaruh besaran Q, bp pada semua jenis material dasar saluran
terhadap kedalaman gerusan (ds) .................................................................... 118
5.8. Analisa pengaruh material dasar saluran tipe sandy loam-a, Q dan bp terhadap
panjang gerusan (ls) ........................................................................................... 123
5.9. Analisa pengaruh material dasar saluran tipe sandy loam-a, Q dan bp terhadap
tinggi sedimentasi (hd) ..................................................................................... 127
5.10.Analisa pengaruh besaran Q, bp pada semua jenis material dasar terhadap
kedalaman gerusan (ds) .................................................................................. 132
5.11.Analisa pengaruh perubahan tinggi bukaan pintu terhadap kedalaman dan
panjang gerusan pada semua jenis material dasar ............................................. 134
5.12.Analisa Bentuk Dasar Saluran (bed configuration) berdasar Hasil Pengamatan
Laboratorium .................................................................................................... .137
xxii
5.12.1. Gerak mula sedimen .................................................................................. 138
5.12.2. Kajian Hasil Laboratorium dengan persamaan terdahulu ......................... 142
5.12.2.1.Bentuk dasar pada variasi debit dan bukaan pintu pada material
Sandy Loam1 ............................................................................... 142
5.12.2.2.Perhitungan dengan persamaan Schoklitsch................................ 146
5.12.2.3. Persamaan Muller ........................................................................ 148
5.12.2.4. Persamaan Eggenberger ............................................................. 149
5.12.2.5. Persamaan Wu ......................................................................... 151
5.12.2.6. Persamaan Ali et al ...................................................................... 152
5.12.2.7. Persamaan Farhoudi Shayan .................................................. 154
5.12.3. Pembahasan Karakteristik Gerusan dan Sedimentasi dengan metode Statistik
.............................. ......................................................................................... 159
5.13. Validasi Hasil Penelitian ................................................................................ 170
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 175
6.1. KESIMPULAN .................................................................. .............................. .175
6.2. SARAN ... .......................................................................................................... . 178
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 179
LAMPIRAN .......................................................................................................................... 183
xxiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Nilai Cd berdasar nilai bp/y0 .................................................................................... 10
Tabel 2. Klasifikasi ukuran partikel tanah berdasar British Standart ...................................... 16
Tabel 3. Klasifikasi tipe bentuk dasar ...................................................................................... 24
Tabel 4. Contoh jumlah konstanta tak berdimensi................................................................... 37
Tabel 5. Penelitian karakteristik pintu ..................................................................................... 51
Tabel 6. Penelitian Gerusan di sekitar pintu ............................................................................ 52
Tabel 7. Rancangan Percobaan Model Fisik Hidrolik ............................................................. 60
Tabel 8. Tabulasi Parameter untuk Analisa Dimensi............................................................... 63
Tabel 9. Penentuan Bilangan Tak Berdimensi ......................................................................... 64
Tabel 10. Hasil Bilangan Tak Berdimensi ............................................................................... 64
Tabel 11. Persamaan Debit pada Bendung Segi Empat ........................................................... 66
Tabel 12. Data yRechbock untuk Pengukuran Nilai QRechbock dan Qtakar ....................................... 67
Tabel 13. Perhitungan Koefisien Relatif untuk Qtakar dan Qregresi ............................................ 69
Tabel 14. Perhitungan Kecepatan dengan Currentmeter tipe Propeller 403........................... 71
Tabel 15. Perhitungan Kecepatan dengan Tabung Pitot .......................................................... 74
Tabel 16. Hasil Nilai Kecepatan dengan Menggunakan Tiga Jenis Alat Ukur ...................... 74
Tabel 17. Hasil perhitungan ayakan Material 1 ....................................................................... 76
Tabel 18. Hasil perhitungan analisis hydrometer .................................................................... 77
Tabel 19. Prosentase kelas butiran material dasar ................................................................... 78
Tabel 20. Hasil rekapitulasi uji Hidrometri untuk semua campuran ....................................... 79
Tabel 21. Uji Hidrometri pada sampel campuran 1 tanah dan 9 pasir ..................................... 79
Tabel 22. Hasil uji ayakan butiran sedimen ............................................................................. 80
Tabel 23. Hidrometri material kedua ....................................................................................... 81
Tabel 24. Klasifikasi butiran material dua ............................................................................... 81
Tabel 25. Hasil ayakan material ketiga .................................................................................... 83
Tabel 26. Hidrometri material 3............................................................................................... 83
Tabel 27. Klasifikasi butiran material tiga ............................................................................... 84
Tabel 28. Rekapitulasi material uji ........................................................................................ 85
Tabel 29. Hasil pengamatan variabel terikat pada semua Q dan b .......................................... 88
xxiv
Tabel 30. Hubungan ds/bp dengan yo/bp ................................................................................... 89
Tabel 31. Hubungan antara ds/bp dengan ytw/bp ....................................................................... 90
Tabel 32. Hubungan ds/bp dengan Q/(g0,5.bp1,5)....................................................................... 92
Tabel 33. Hubungan ds/bp dengan ΔH/bp ................................................................................ 93
Tabel 34. Hubungan kedalaman gerusan dengan Bilangan Froude ......................................... 94
Tabel 35. Hubungan antara ls, bp dan yo .................................................................................. 95
Tabel 36. Hubungan antara ls/bp dengan y3/bp ......................................................................... 96
Tabel 37. Hubungan ls/bp dan ΔH/bp ....................................................................................... 97
Tabel 38. Hubungan antara panjang gerusan dan debit dan percepatan gravitasi ................... 98
Tabel 39. Tabulasi ls/bp dan Bilangan Froude ......................................................................... 99
Tabel 40. Hubungan hd/bp dan yo ........................................................................................... 101
Tabel 41. Hubungan hd/bp dan y3/bp ...................................................................................... 102
Tabel 42. Tabulasi hd dan ΔH ............................................................................................... 103
Tabel 43. Hubungan hd/bp dan Q/g0,5bp1,5 .............................................................................. 104
Tabel 44. Hubungan parameter hd dan bilangan Froude........................................................ 105
Tabel 45. Ringkasan koefisien korelasi hubungan antar parameter ...................................... 106
Tabel 46. Hasil pengamatan besaran Q dan bp ...................................................................... 106
Tabel 47. Hubungan ds/bp dengan yo/bp ................................................................................. 107
Tabel 48. Hubungan antara ds/bp dengan y3/bp ...................................................................... 108
Tabel 49. Hubungan ds/bp dengan Q/(g0,5.bp1,5) ..................................................................... 109
Tabel 50. Hubungan ds/bp dengan ΔH/bp ............................................................................... 110
Tabel 51. Hubungan antara ds/bp dengan Fr .......................................................................... 111
Tabel 52. Hubungan rasio y0/bp dan ls ................................................................................... 112
Tabel 53. Hubungan y3 dan ls................................................................................................. 113
Tabel 54. Hubungan Q dan ls ................................................................................................. 114
Tabel 55. Hubungan antara hd dan y0..................................................................................... 116
Tabel 56. Hubungan hd dan y3 per tinggi bukaan pintu ......................................................... 117
Tabel 57. Korelasi koefisien hubungan antar parameter material Loamy sand ..................... 118
Tabel 58. Hasil pengamatan besaran Q, bp untuk Material Sandy loam-a ............................ 118
Tabel 59. Hubungan ds/bp dengan yo/bp ................................................................................. 119
Tabel 60. Hubungan antara ds/bp dengan y3/bp ...................................................................... 121
Tabel 61. Hubungan ds/bp dengan Q/(g1/2.bp3/2) ..................................................................... 122
Tabel 62. Hubungan ds/bp dengan ΔH/bp ............................................................................... 122
Tabel 63. Hubungan ls/bp dengan y0/bp .................................................................................. 123
xxv
Tabel 64. Hubungan tinggi muka air hilir dengan panjang gerusan ...................................... 124
Tabel 65. Hubungan ls dan ΔH .............................................................................................. 125
Tabel 66. Hubungan Q dan ls ................................................................................................. 126
Tabel 67. Hubungan hd dan y0 ............................................................................................... 127
Tabel 68. Parameter hd dan y3 ................................................................................................ 128
Tabel 69. Hubungan parameter Q dan hd ............................................................................... 129
Tabel 70. Tabulasi hubungan hd dan ΔH .............................................................................. 130
Tabel 71. Tabulasi koefisien korelasi antar parameter pad materil 1 .................................... 131
Tabel 72. Hubungan tinggi bukaan pintu (bp) terhadap semua besaran debit dan jenis material
.............................................................................................................................. 132
Tabel 73. Debit yang dialirkan dalam penelitian ................................................................... 138
Tabel 74. Penentuan gerak mula material sedimen untuk material Sandy Loam .................. 138
Tabel 75. Tabulasi gerak mula material sedimen pada material Sandy loam-1 .................... 140
Tabel 76. Tabulasi gerak mula material sedimen pada material Loamy sand ....................... 141
Tabel 77. Hasil pengamatan bentuk dasar di laboratorium.................................................... 142
Tabel 78. Prediksi bentuk dasar berdasar teori van Rijn ....................................................... 143
Tabel 79. Perkiraan bentuk dasar pada material Sandy-loam1 .............................................. 144
Tabel 80. Perbandingan dengan persamaan dari Schoklitsch ................................................ 147
Tabel 81. Perhitungan kedalaman gerusan dengan persamaan Muller .................................. 148
Tabel 82. Perhitungan kedalaman gerusan dengan persamaan Eggenberger ........................ 149
Tabel 83. Perhitungan kedalaman gerusan dengan persamaan Wu ....................................... 151
Tabel 84. Perhitungan dengan persamaan Ali et, al ....................... .................................... 153
Tabel 85. Hasil perhitungan dengan persamaan Farhoudi Shayan ........................................ 154
Tabel 86. Perbandingan hasil pengamatan laboratorium dengan persamaan terdahulu ........ 155
Tabel 87. Tabulasi perbandingan ls empirik dengan ls perhitungan .................................... 157
Tabel 88. Estimasi parameter ............................................................................................ 162
Tabel 89. ANOVA ............................................................................................................ 163
Tabel 90. Korelasi 1 parameter terhadap perubahan ds, ls dan hd .......................................... 163
Tabel 91. Korelasi 2 variabel terhadap perubahan ds, ls dan hd ............................................. 163
Tabel 92. Persamaan gerusan dan sedimentasipada semua tipe material penelitian ............ 164
Tabel 93. Perbandingan ds hasil pengamatan empiris dengan persamaan terhitung ............. 165
Tabel 94. Perbandingan ls hasil pengamatan empiris dengan persamaan terhitung .............. 167
Tabel 95. Perbandingan hd hasil pengamatan empiris dengan persamaan terhitung ............ 168
xxvi
Tabel 96. Tabulasi kedalaman gerusan di hilir pintu .......................................................... 171
Tabel 97. Perbandingan kedalaman dan panjang gerusan lapangan dan perhitungan ........ 172
xxvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pintu dengan aliran di bawah pintu .......................................................................... 9
Gambar 2. Kondisi aliran pada pintu sorong .......................................................................... 11
Gambar 3. Grafik kecepatan gesek kritik dan tegangan gesek kritik berdasar diameter butiran
............................................................................................................................ 15
Gambar 4. Pergerakan material dasar dan angkutan sedimen ................................................. 15
Gambar 5. Diagram pergerakan sedimen non dimensional dari Shields ................................. 17
Gambar 6. Diagram Transport Sedimen dari Hjulstrom .......................................................... 17
Gambar 7. Diagram Segitiga Tekstur Tanah ........................................................................... 21
Gambar 8. Kriteria bentuk dasar Simon (after Jansen) ............................................................ 25
Gambar 9. Diagram klasifikasi bentuk dasar dari van Rijn ..................................................... 26
Gambar 10. Diagram klasifikasi bentuk dasar dari Simon Richardson ................................... 28
Gambar 11. Diagram klasifikasi bentuk dasar dari Garde Albertson ...................................... 29
Gambar 12. Bentuk kekasaran dasar pada saluran aluvial ....................................................... 30
Gambar 13. Sketsa Gerusan lokal di hilir pintu air .................................................................. 31
Gambar 14. Sketsa percobaan di laboratorium ........................................................................ 58
Gambar 15. Simbol dimensi pada bendung persegiempat (Rechbock) ................................... 66
Gambar 16. Bendung persegimpat dan selang pipa tinggi muka air ....................................... 67
Gambar 17. Kurva hubungan yRechbock terhadap Qtakar ............................................................. 68
Gambar 18.Kurva hubungan Q terhadap yRechbock.................................................................... 68
Gambar 19. Alat ukur kecepatan tipe 403 Armfield Propeller ................................................ 70
Gambar 20. Sketsa pembagian titik pada pias melintang aliran .............................................. 70
Gambar 21. Kurva hubungan frekuensi (Hz) terhadap kecepatan aliran (m/d) ....................... 70
Gambar 22. Alat pengukuran tabung pitot dan cara kerja dalam penggunaan ........................ 71
Gambar 23. Sketsa titik pengukuran dengan menggunakan tabung pitot ................................ 72
Gambar 24. Kurva hubungan beda tinggi pitot (m) terhadap kecepatan aliran (m/det) .......... 73
Gambar 25. Kurva hubungan yRechbock (m) terhadap kecepatan aliran (m/det) ........................ 75
Gambar 26. Penamaan material dasar dengan segitiga USDA ................................................ 78
Gambar 27. Gradasi butiran material ....................................................................................... 80
Gambar 28. Gradasi butiran material kedua ............................................................................ 82
Gambar 29. Segitiga USDA untuk material Sandy Loam........................................................ 82
Gambar 30. Segitiga USDA untuk material Loamy sand ........................................................ 84
xxviii
Gambar 31. Klasifikasi material uji ..................................................................................... 85
Gambar 32. Karaktersitik aliran dan gerusan di bawah pintu .................................................. 87
Gambar 33. Hubungan ds/bp dengan yo/bp .............................................................................. 89
Gambar 34. Hubungan ds/bp dan y3/bp ..................................................................................... 91
Gambar 35. Hubungan antara ds/bp dengan Q/(g0,5.bp1,5) ........................................................ 92
Gambar 36. Hubungan antara ds/bp dengan ΔH/bp .................................................................. 93
Gambar 37. Grafis hubungan ds dan Fr ................................................................................... 94
Gambar 38. Hubungan ls/bp dengan yo/bp ................................................................................ 95
Gambar 39. Hubungan ls/bp dan y3/bp ...................................................................................... 96
Gambar 40. Pengaruh beda muka air hulu dan hilir terhadap panjang gerusan ...................... 97
Gambar 41. Hubungan ls/bp dan (Q/(g0,5bp2,5) .......................................................................... 99
Gambar 42. Grafis hubungan ls dengan Fr ............................................................................. 100
Gambar 43. Hubungan besaran muka air hulu (yo/bp) dan hd/bp............................................ 101
Gambar 44. Hubungan hd/bp dan y3/bp ................................................................................... 102
Gambar 45. Hubungan hd dan ΔH ........................................................................................ 103
Gambar 46. Hubungan hd/bp dan Q/g0,5bp1,5 .......................................................................... 104
Gambar 47. Hubungan hd dengan bilangan Fr ....................................................................... 105
Gambar 48. Hubungan ds/bp dengan yo/bp ............................................................................ 108
Gambar 49. Hubungan ds/bp dan y3/bp ................................................................................... 109
Gambar 50. Hubungan antara ds/bp dengan Q/(g0,5.bp1,5)....................................................... 110
Gambar 51. Hubungan ΔH dan ds .......................................................................................... 111
Gambar 52. Hubungan ds/bp dengan Fr ................................................................................. 112
Gambar 53. Hubungan y0 dan ls ............................................................................................. 113
Gambar 54. Hubungan y3 dan ls ............................................................................................. 114
Gambar 55. Hubungan Q dengan ls ....................................................................................... 115
Gambar 56. Hubungan antara hd dan y0 ................................................................................. 116
Gambar 57. Hubungan antara hd/bp dan y3/bp ........................................................................ 117
Gambar 58. Hubungan ds/bp dengan yo/bp ............................................................................ 120
Gambar 59. Hubungan ds/bp dan y3/bp ................................................................................... 121
Gambar 60. Hubungan antara ds/bp dengan Q/(g0,5.bp1,5)....................................................... 122
Gambar 61. Hubungan antar ΔH dengan ds ........................................................................... 123
Gambar 62. Hubungan ls dan y0 ............................................................................................. 124
Gambar 63. Hubungan y3 dan ls ............................................................................................. 125
xxix
Gambar 64. Korelasi ΔH dan ls .............................................................................................. 126
Gambar 65. Korelasi debit dan panjang gerusan ................................................................... 127
Gambar 66. Korelasi hd dan y0 ............................................................................................... 128
Gambar 67. Hubungan parameter hd dan y3........................................................................... 128
Gambar 68. Grafik hubungan hd dan Q ................................................................................. 130
Gambar 69. Hubungan parameter hd dan ΔH ....................................................................... 131
Gambar 70. Kedalaman gerusan pada bp 0,5 cm ................................................................... 133
Gambar 71. Kedalaman gerusan pada bp = 1,0 cm ................................................................ 133
Gambar 72. Kedalaman gerusan pada bp 1,5 cm ................................................................... 134
Gambar 73. Kedalaman gerusan pada bp 0,5 cm untuk semua Q pada material Sandy Loam
.......................................................................................................................... 135
Gambar 74. Kedalaman gerusan pada bp 1,0 cm untuk semua Q pada material Sandy Loam
.......................................................................................................................... 136
Gambar 75. Kedalaman gerusan pada bp 1,5 cm untuk semua Q pada material Sandy Loam
.......................................................................................................................... 136
Gambar 76. Kedalaman gerusan pada bp 2,0 cm untuk semua Q pada material Sandy Loam
.......................................................................................................................... 137
Gambar 77. Penentuan kecepatan geser kritik ....................................................................... 140
Gambar 78. Klasifikasi bentuk dasar dari van Rijn (untuk Q 1 lt/dt dan bp 0,5 cm) ............ 146
Gambar 79. Perbandingan ds empirik dengan ds hasil perhitungan M1 ................................ 156
Gambar 80. Perbandingan ls empirik dengan ls hasil perhitungan M1 .................................. 159
Gambar 81. Jumlah data yang akan digunakan dalam analisa statistik ................................160
Gambar 82. Data lengkap untuk M1 .................................................................................... 161
Gamabr 83. Data lengkap untuk M2 .................................................................................. 161
Gambar 84. Data lengkap untuk M3 ................................................................................... 162
Gambar 85. Perbandingan ds hitung dan ds empirik untuk semua material penelitian .......... 166
Gambar 86. Perbandingan ls hitung dan ls empirik untuk semua material penelitian ............ 168
Gambar 87. Perbandingan hd hasil pengamatan dan perhitungan ......................................... 169
Gambar 88 (a). Kondisi hilir pintu air di DI. Bokor ............................................................ 170
Gambar 88 (b). Kondisi hilir pintu air di DI. Ketangi........................................................... 170
Gambar 89. Kondisi saluran dan pengaliran di Saluran Irigasi Ketangi............................... 171
Gambar 90. Profil dasar saluram di hilir pintu .................................................................... 171
Gambar 91. Profil dasar saluram sejauh 50 cm di bagian hilir pintu .................................. 172
xxxi
DAFTAR NOTASI
Notasi Keterangan Satuan
αi
βi
Koefisien besaran yang tergantung πi
Koefisien besaran yang tergantung πi
-
B Lebar dasar saluran cm, m
bp Tinggi bukaan pintu cm, m
C’ Koefisien Chezy karena angka kekasaran -
Cd Koefisien debit -
Cc Koefisien kontraksi -
D Diameter butiran mm
D*
d*
ds
Parameter karakteristik partikel
Diameter partikel tak berdimensi
Kedalaman gerusan
-
-
cm
d35 Diameter butiran lolos saringan 35% mm
d50 Diameter butiran lolos saringan 50% mm
d85 Diameter butiran lolos saringan 85% mm
d90 Diameter butiran lolos saringan 90% mm
Fr Bilangan Froude -
g Percepatan gravitasi m/dt2
Γ Berat jenis kg/m3
γs Berat jenis sedimen kg/m3
hd Tinggi sedimentasi cm, m
h0 Tinggi energi terukur cm, m
H Tinggi energi total cm, m
ΔH Beda muka air hulu dan hilir cm, m
K Kehilangan energi m
λ Panjang dunes m
L
ls
M
μ
P
π
ρs
ρw
q
qu
Q
Qptheo
Qptot
Qpacto
Qmin
Satuan besaran panjang
Panjang gerusan
Satuan besaran massa
Kekentalan dinamik
Tekanan
Parameter bilangan non dimensional
Repat massa sedimen (densitas)
Rapat massa aliran
Debit per satuan lebar
Debit per satuan lebar
Debit aliran
Debit aliran bukaan bawah teori
Debit aliran bukaan bawah total
Debit aliran bukaan bawah aktual
Debit aliran minimum
L
cm, m
M
Nd/m2
N/m2
-
kg/m3
kg/m3
m3/dt.m
m3/dt.m
m3/dt
m3/dt
m3/dt
m3/dt
m3/dt
xxxii
R2
Rb
Re
Re*
T
T’
τ0
τ*
τi
σg
U
U*’
U*cr
U*
υ
vss
vaktual
vteori
w
y0
y1
y2
y3
Koefisien korelasi
Jari-jari hidrolis
Bilangan Reynolds
Bilangan Reynolds kritis
Satuan besaran waktu
Parameter tingkatan transport
Tegangan gesek dasar saluran
Tegangan gesek kritik
Parameter
Tegangan gesek
Kecepatan rata-rata aliran
Kecepatan gesek
Kecepatan gesek kritik
Kecepatan gesek
Viskositas/kekentalan
Kecepatan jatuh partikel (fall velocity)
Kecepatan aliran riil
Kecepatan aliran teroritis
Koefisien aliran
Tinggi muka air di hulu saluran
Tinggi muka air di muka pintu air
Tinggi muka air di awal loncat air saluran
Tingi muka air di hilir saluran
-
-
-
-
dt
-
N/m2
N/m2
-
N/m2
m/dt
m/dt
m/dt
m/dt
m2/dt
m/dt
m/dt
m/dt
-
cm, m
cm,m
cm,m
cm,m
xxxiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Profil karakteristik gerusan dan sedimentasi per bukaan pintu ..................... L-1
Lampiran 2. Konfigurasi dasar saluran .............................................................................. L-2
Lampiran 3. Profil aliran dan kontur gerusan .................................................................... L-3
Lampiran 4. Dokumentasi penelitian ................................................................................. L-4
Lampiran 5. Daftar riwayat hidup ..................................................................................... L-5
1
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bangunan air merupakan bagian dari sistem irigasi yang berfungsi untuk
mendistribusikan aliran air. Ada dua jenis bangunan air yakni bangunan bagi dan bangunan
ukur debit. Bangunan bagi berfungsi untuk membagi debit aliran mulai dari intake hingga
ke petak pertanian terjauh. Sedangkan bangunan ukur berfungsi mengukur banyaknya aliran
yang akan dibagikan pada saluran irigasi. Pada bangunan bagi dilengkapi dengan pintu yang
dapat digerakkan naik dan turun untuk membagi dan mengontrol muka air. Pintu yang
digunakan antara lain dapat berupa pintu skot balok atau pintu sorong.
Beda antara pintu skot balok dan pintu sorong adalah pintu sorong dapat digunakan untuk
mengontrol muka air hulu dengan tepat, konstruksinya sederhana dan dapat membilas
sedimen. Pemeliharaan pintu merupakan proses penting. Hal ini dikarenakan pergerakan
naik turun pintu mempengaruhi kecepatan aliran yang melewatinya. Ketika pintu dalam
kondisi turun, kecepatan aliran menjadi lebih tinggi dan ketika pintu dalam kondisi naik
kecepatan aliran menjadi lebih rendah.
Informasi tentang kompleksitas bentuk dasar saluran pada sungai atau saluran berpasir
telah menarik perhatian para praktisi teknik dan peneliti. Telah banyak studi penelitian atau
pun kajian tentang konfigurasi dasar saluran baik itu aplikasi di lapangan atau penelitian
laboratorium. Akibat perubahan kegiatan manusia di daerah aliran sungai juga membawa
perubahan pada kapasitas sungai, dalam mengalirkan air dan material di aliran tersebut.
Kondisi ini membawa kerusakan pada morfologi sungai/saluran.
Masing-masing sungai/saluran mempunyai kemampuan atau ketahanan dalam menerima
perubahan akibat kegiatan manusia berkenaan dengan sifat hidrolisnya. Debit aliran,
kecepatan aliran, tinggi muka air, luasan penampang, gradasi butiran, diameter butiran
sedimen, kecepatan butiran, berat jenis sedimen, berat jenis air, suhu, tegangan gesek aliran
dan butiran serta kemiringan dasar saluran/sungai merupakan sifat hidrolis yang dipengaruhi
secara langsung atau pun tidak langsung oleh kegiatan manusia atau pun lingkungan (iklim,
radiasi matahari, dll).
2
Masing-masing sungai/saluran mempunyai kemampuan atau ketahanan dalam menerima
perubahan akibat kegiatan manusia berkenaan dengan sifat hidrolisnya. Debit aliran, kecepatan
aliran, tinggi muka air, luasan penampang, gradasi butiran, diameter butiran sedimen, kecepatan
butiran, berat jenis sedimen, berat jenis air, suhu, tegangan gesek aliran dan butiran serta
kemiringan dasar saluran/sungai merupakan sifat hidrolis yang dipengaruhi secara langsung
atau pun tidak langsung oleh kegiatan manusia atau pun lingkungan (iklim, radiasi matahari,
Pemeliharaan pintu air sedikit banyak telah mempengaruhi kinerja hidrolis saluran sehingga
berdampak pada dasar saluran. Kerusakan pintu akibat kesalahan selama masa pemeliharaan
cukup banyak terjadi pada bangunan bendung. Berdasar data dari Balai Besar Wilayah Sungai
Brantas, banyak kerusakan yang tidak diperbaiki karena alasan ekonomi. Akibatnya pintu air
tidak dapat berfungsi sebagai pengatur dan pembagi pada saluran irigasi. Fluktuasi distribusi
kecepatan akan mengakibatkan gerusan pada bagian dasar saluran irigasi.
Gerusan lokal yang terus menerus mengakibatkan kerusakan pada struktur lantai saluran.
Gerusan lokal yang terjadi di hilir pintu telah menarik perhatian para peneliti. Akibat gerusan
akan terjadi kerusakan permanen pada struktur bagian bawah, yang dapat mengakibatkan
jatuhnya struktur pintu. Ketika bukaan pintu berubah secara fluktuatif, maka profil gerusan
mengikuti secara signifikan (Shenouda, Abdel-Rahim, Ali & Izumi, 2013). Selain terjadi
gerusan, profil aliran permukaan di hilir juga mengalami perubahan. Pada kondisi aliran bebas,
aliran di hulu pintu bersifat subkritik sementara di hilir adalah superkritik (Henderson, 1966).
Ketika bukaan pintu sama atau lebih besar dari kedalaman kritik, maka loncatan hidrolik
akan terjadi dan aliran bebas tidak akan terbentuk. Dalam kondisi ini, pintu tidak dapat
digunakan sebagai pengatur aliran, dan bahkan menimbulkan gangguan pada permukaan aliran
(Yen dan Tsai, 2001). Sebagian pintu air dilengkapi dengan lantai (apron) yang berfungsi selain
untuk mengurangi energi aliran yang terjadi akibat fluktuasi muka air, juga mengurangi besar
gerusan di hilir. Dimensi apron tergantung dari kedalaman gerusan, panjang gerusan, beda
energi hulu hilir dan panjang loncatan hidrolik.
Pada umumnya, jarang sekali apron direncanakan untuk menahan seluruh panjang loncatan
hidrolik, karena akan sangat mahal biayanya. Kondisi perencanaan apron yang ingin dicapai
dalam suatu perencanaan struktur hidrolik adalah yang sesuai dengan kondisi lapangan.
Ketidaksesuaian kondisi perencanaan dan terjadinya debit pengaliran yang tidak sesuai dengan
debit rencana menjadi penyebab gerusan pada bagian hilir pintu. Karakteristik pintu air sedikit
banyak telah mempengaruhi kondisi dasar saluran di hilir pintu. Baik itu saluran berbahan
3
dasar pasir, kerikil, tanah ataupun gabungan dari ketiganya. Tinggi bukaan pintu akan
mempengaruhi kecepatan aliran yang mengalir di bawah pintu. Tinggi atau rendahnya bukaan
pintu akan mengakibatkan perubahan kecepatan aliran dan konsekuensinya terjadi perubahan
pada dasar saluran di hilir pintu. Perubahan itu dapat berupa gerusan (scouring) ataupun
sedimentasi. Kejadian gerusan di hilir pintu telah banyak menarik perhatian para peneliti di
bidang sedimen dan teknik sungai.
Berbagai penelitian yang berhubungan dengan gerusan (scouring) di hilir pintu telah
dilakukan oleh beberapa peneliti berikut: Lim dan Yu (2002) meneliti kedalaman gerusan
akibat bukaan pintu dengan apron dasar tetap (rigid bed) dengan variasi panjang apron dan
ukuran material serta variasi kondisi aliran. Dengan menggunakan analisis dimensi didapatkan
parameter yang mempengaruhi kedalaman gerusan maksimum di bawah struktur pintu.
Persamaan empiris diaplikasikan untuk menghitung gerusan maksimum yang terjadi di Shimen
Arch Dam di China.
Penelitian tentang gerusan di hilir pintu tanpa apron dilakukan oleh Goel (2010) dengan
dua kondisi aliran yakni aliran jatuh bebas melewati pintu dan aliran di bawah pintu serta
kondisi kedalaman aliran di hilir yang berbeda. Penelitian eksperimental dilakukan di
laboratorium untuk mendapatkan hubungan secara grafis gerusan maksimum, volume gerusan,
tinggi dune dan volume dune. Hasil dari penelitian eksperimental menunjukkan bahwa gerusan
di belakang pintu tergantung dari debit dan kedalaman aliran di hilir (tailwater depth). Selain
itu tergantung pula kondisi aliran bebas atau di bawah pintu dan tinggi bukaan pintu. Berdasar
analisis data percobaan, kedalaman maksimum dan volume gerusan sangat peka terhadap
perubahan debit yang tinggi pada kedalaman aliran hilir rendah.
Penelitian berbeda dilakukan oleh Hamidifar, Omid dan Nasrabadi (2011) dengan
percobaan eksperimental untuk mengamati pengaruh kekasaran dasar saluran terhadap
karakteristik gerusan pada kondisi aliran tenggelam (aliran di bawah pintu). Di depan pintu
ditempatkan apron dengan dua kondisi dasar halus dan kasar. Persamaan empiris untuk kondisi
dengan apron menggunakan persamaan dari Rajaratnam. Hasil penelitian berupa grafis
hubungan antara kekasaran dasar dan kedalaman maksimum gerusan, hubungan kondisi apron
dengan bentuk dune dengan debit rendah, hubungan kondisi apron dengan gerusan maksimum.
Penelitian fenomena gerusan juga dilakukan oleh Farhoudi dan Shayan (2014) yang
mengamati gerusan di hilir pintu dengan aliran tenggelam akibat pengaruh apron tetap (rigid
apron). Selain itu dibuat persamaan empiris untuk mengestimasi karakteristik gerusan pada
4
kondisi setimbang dengan skala waktu. Kemiringan dasar saluran dan ukuran butiran sedimen
bervariasi sesuai dengan kondisi muka air hilir yang berbeda. Hubungan regresi didapatkan
untuk mengestimasi dimensi karakteristik gerusan.
Pintu air irigasi telah banyak diteliti dengan pembuatan model untuk memastikan
kondisinya sesuai dengan perencanaan dan dapat dioperasikan dengan baik. Banyak percobaan
laboratorium dilakukan oleh peneliti, baik secara individu ataupun berkelompok. Namun setiap
struktur memiliki batas penggunaan yang berbeda. Dengan pemikiran pada pengendalian
gerusan dan loncatan hidrolik, model laboratorium dilakukan dengan membuat uji model fisik
pintu tanpa perlindungan apron hilir, dengan kondisi aliran tenggelam.
Informasi tentang tata cara operasional pintu yang kurang sesuai mengakibatkan pintu tidak
dapat bergerak naik turun dengan sempurna. Informasi penelitian tentang bukaan pintu
seharusnya dapat menghindarkan dan mengurangi volume gerusan dan sedimentasi di hilir
pintu. Untuk itu perlu dilakukan penelitian yang lebih komprehensif mengenai karakteristik
dasar saluran sehubungan dengan tinggi bukaan pintu air.
Ketersediaan solusi sebagai kondisi dari hasil penelusuran jurnal, buku teks dan penelitian
mendapatkan hasil grafik, persamaan empiris volume gerusan dan sedimentasi, persamaan
bukaan pintu dan volume gerusan. Dari semua hasil tidak memperhitungkan secara lengkap
pengaruh bukaan terhadap karakteristik dasar saluran. Kebutuhan solusi yang harus disediakan
adalah model konfigurasi dasar yang meliputi gerusan dan sedimentasi maksimum akibat
pengaruh bukaan pintu.
Berdasar uraian di atas, maka untuk menggambarkan karakteristik gerusan dan
sedimentasi di hilir pintu air pada kondisi aliran tenggelam, parameter penting yang dapat
diamati adalah tinggi bukaan pintu dan bahan sedimen dasar saluran. Sehingga untuk menguji
karakeristik gerusan penelitian dilakukan dengan pembuatan model pintu air pada aliran
tenggelam serta mengamati pengaruh bukaan pintu terhadap gerusan dan sedimentasi.
Kebaharuan dilakukan dengan mengamati pengaruh tinggi bukaan pintu terhadap karakteristik
gerusan pada 3 macam jenis bahan dasar saluran non-kohesif. Data-data yang diperoleh dari
uji model dianalisa dengan pendekatan analisa dimensi untuk mendapatkan suatu persamaan
empiris yang dapat diaplikasikan dalam pengoperasian dan perawatan pintu air secara umum.
1.2.Identifikasi Masalah
Pengetahuan mengenai pengoperasian pintu air sangat mempengaruhi unjuk kerja saluran
dalam melayani kebutuhan air irigasi. Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab
5
permasalahan mengenai pengaruh pintu pada berbagai besaran debit dan berbagai macam bahan
dasar saluran terhadap gerusan dan sedimentasi di saluran. Permasalahan di atas dapat
diuraikan sebagai berikut:
Selama masa pengoperasian dan pemeliharaan pintu air, perlu diperhatikan pergerakan
naik dan turunnya pintu. Ada masa dimana pintu tidak dapat beroperasi dengan baik. Hal ini
diakibatkan antara lain karena kesalahan pengoperasian pintu, pintu macet, pintu rusak
(melengkung) karena bahan pintu kurang baik dan pintu dalam kondisi turun dan tidak dapat
dinaikkan lagi. Kondisi ini mengakibatkan distribusi kecepatan tidak sesuai dengan
perencanaan. Ketika pintu dalam kondisi turun dan kecepatan aliran yang melalui bawah pintu
menjadi lebih tinggi maka terjadi turbulensi di depan pintu yang mengakibatkan terjadinya
gerusan pada bagian dasar saluran. Dan ketika kecepatan aliran rendah ketika melewati pintu
maka aliran tidak dapat menjangkau saluran pada petak terjauh. Sehingga lahan pada petak
terjauh tidak dapat teraliri.
Kerusakan pintu air yang terjadi selama masa pemeliharaan biasanya tidak diperbaiki
karena alasan non teknis. Sehingga akibat yang ditimbulkan akan semakin besar dan bahkan
mempengaruhi struktur bangunan. Turbulensi aliran akibat kecepatan yang tinggi akan
menggerus dasar saluran irigasi. Apabila gerusan terjadi terus menerus akan mengangkat dasar
saluran dan material sedimen di bawah dasar saluran akan terkelupas. Sehingga struktur
bangunan akan mengalami keruntuhan (sliding) akibat gerusan yang terjadi terus menerus di
bagian depan pintu air. Apabila kecepatan aliran terlalu rendah akibat bukaan pintu lebih tinggi
dari tinggi muka air maka akan terjadi pengendapan material sedimen di hilir pintu sehingga
aliran yang tidak dapat menjangkau lahan pada petak terjauh. Maka dari itu diperlukan suatu
studi mendalam guna mengkaji gerusan dan sedimentasi di hilir pintu guna meningkatkan
fungsi saluran sebagai pembawa dan pembagi aliran.
Berdasar penjelasan di atas maka dapat diidentifikasikan masalah penelitian adalah sebagai
berikut: “Gerusan dan sedimentasi akibat pengaruh tinggi bukaan pintu pada bagian hilir
saluran irigasi dengan tiga jenis bahan dasar material sedimen”
1.3. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, dibuat suatu batasan permasalahan agar tidak menyimpang dari tujuan
penelitian. Adapun batasan penelitian adalah sebagai berikut:
6
1) Uji model fisik hidrolik dilakukan di Laboratorium Hidrolika Dasar dan Laboratorium
Sungai dan Rawa pada Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya Malang.
2) Penelitian merupakan penelitian skala laboratorium dan tidak merupakan kondisi
prototip di lapangan.
3) Model fisik hidrolik saluran terbuka, dasar saluran bergerak (movable bed) dengan
model pintu sorong (sluice gate).
4) Lebar saluran model fisik hidrolik dirancang 50 cm, tinggi saluran dari dasar saluran 50
cm dan panjang saluran 800 cm.
5) Aliran pada saluran terbuka menggunakan air bersih dengan pompa air bersirkulasi
6) Aliran yang diamati pada pemodelan saluran terbuka adalah kondisi aliran tenggelam
(submerged flow).
1.4. Perumusan Masalah
Berdasar uraian di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan
tentang karakteristik gerusan dan sedimentasi pada saluran berpintu sebagai berikut:
1) Bagaimana hubungan kedalaman gerusan (ds) terhadap tinggi bukaan pintu (bp) pada
debit (Q) tertentu untuk tiga jenis material dasar saluran (M)
2) Bagaimana hubungan panjang gerusan (ls) terhadap tinggi bukaan pintu (bp) pada debit
(Q) tertentu untuk tiga jenis material dasar saluran (M)
3) Bagaimana hubungan tinggi sedimentasi (hd) terhadap tinggi bukaan pintu (bp) pada
debit (Q) tertentu untuk tiga jenis material dasar saluran (M)
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Mengkaji dan menganalisa hubungan kedalaman gerusan (ds) terhadap tinggi bukaan
pintu (bp) pada debit (Q) tertentu untuk tiga jenis material dasar saluran (M)
2) Mengkaji dan menganalisa hubungan panjang gerusan (ls) terhadap tinggi bukaan pintu
(bp) pada debit (Q) tertentu untuk tiga jenis material dasar saluran (M)
3) Mengkaji dan menganalisa hubungan tinggi sedimentasi (hd) terhadap tinggi bukaan
pintu (bp) pada debit (Q) tertentu untuk tiga jenis material dasar saluran (M)
1.6. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain:
7
1) Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang hubungan antara variasi debit
aliran, tinggi bukaan pintu dan tiga jenis material dasar saluran terhadap kedalaman
gerusan (ds), panjang gerusan (ls), sedimentasi (hd).
2) Diperoleh suatu persamaan empiris tentang karakteristik gerusan dan sedimentasi
berdasar variasi debit, bukaan pintu dan tiga jenis material dasar saluran
1.7. Kebaharuan Penelitian
Kebaharuan yang diharapkan dalam penelitian adalah:
1. Mendapatkan persamaan empiris gerusan (ds) antara besaran debit, tinggi bukaan pintu
dan tiga jenis material dasar saluran.
2. Mendapatkan persamaan empiris panjang gerusan (ls) antara besaran debit, tinggi
bukaan pintu dan tiga jenis material dasar saluran.
3. Mendapatkan persamaan empiris tinggi sedimentasi (hd) antara besaran debit, tinggi
bukaan pintu dan tiga jenis material dasar saluran.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1. Karakteristik Pintu Air
Pintu sorong adalah salah satu jenis pintu air yang digunakan untuk mengontrol muka air
hulu, berbentuk sederhana dan dapat menggelontor sedimen disaat pembilasan. Pintu air pada
bangunan air digunakan untuk mengukur dan/atau mengatur debit (Q) yang mengalir di saluran
atau yang meninggalkan sebuah waduk (Graf, 1998:172). Seperti struktur lainnya yang terdiri
dari dinding vertikal dengan bagian yang dapat terbuka setinggi bp, dan diposisikan dekat atau
agak dekat dengan dasar saluran, air mengalir melewati bagian bawah pintu ke arah hilir. Untuk
kondisi aliran, apakah itu aliran tenggelam (submerged flow) atau aliran bebas (free flow), di
atas atau di bawah pintu garis aliran terjadi dan merupakan fungsi debit (Q) (Graf, 1998:173).
Pintu air yang tenggelam (submerged gate) telah lama digunakan sebagai pengatur aliran pada
saluran terbuka. Kondisi aliran di dekat pintu menjadi titik kritis untuk efektivitas
pengoperasian pintu. Aliran di hilir pintu dapat menjadi aliran bebas ataupun aliran tenggelam.
Karakteristik hidrolis pintu telah diamati dan diteliti baik dengan percobaan laboratorium
ataupun numeris oleh beberapa peneliti.
Gambar 1. Pintu dengan aliran di bawah pintu
Sumber: Yen dan Tsai (2001)
Dari Gambar 1. di atas, (Yen dan Tsai, 2001), memberikan suatu persamaan yang terdiri
dari bukaan pintu (bp), kedalaman aliran di hulu (y1), dan kedalaman aliran di hilir pintu, (y3):
Untuk aliran bebas (free flow) :
𝑦1 ≥ 0.81𝑦3 (𝑦3
𝑏𝑝)
0.72
(2.1)
yo
bpy3
y1
pintu sorong
Loncatan Hidrolik
yo
bpy3
pintu sorong
y1
Loncatan Hidrolik
Tenggelam
10
Untuk aliran tenggelam (submerged flow) :
y1 < y3 < 0.81y3 (y3
bp)
0.72
(2.2)
a. Aliran bebas (free flow)
Keadaan aliran di bawah pintu tergantung dari kedalaman aliran di hilir pintu. Kedalaman
aliran di hilir pintu dipengaruhi oleh kemiringan dan kekasaran dasar saluran di hilir pintu.
Pada kondisi aliran bebas, aliran tidak dipengaruhi oleh loncatan sehingga disebut aliran bebas.
Sedangkan loncatan yang dihasilkan disebut loncatan bebas (free jump).
Kondisi aliran pada hulu pintu subkritis sedangkan di hilir pintu adalah aliran superkritis.
Persamaan debit aliran yang melewati pintu sorong dituliskan sebagai berikut (Subramanya,
2009:347)
𝑞 = 𝐶𝑑 ∙ 𝑏𝑝 ∙ √𝑔 ∙ 𝑦0 (2.3)
Karena 𝑦0 = 𝐻0 − 𝑦1 dengan 𝑦1 = 𝐶𝑐 ∙ 𝑏𝑝 ; maka
𝑞 = 𝐶𝑑 ∙ 𝑏𝑝 ∙ √2𝑔(𝐻0 − 𝐶𝑐 ∙ 𝑏𝑝) (2.4)
𝐶𝑑 =𝐶𝑐
√1+𝐶𝑐𝐻0
b. Aliran tenggelam (Submerged flow)
Aliran tenggelam terjadi jika dalam kondisi yang sama dengan aliran bebas di atas
kedalaman aliran di akhir loncatan (tail water) lebih besar atau mengalami loncatan sehingga
menjadi lebih besar daripada kedalaman aliran di awal loncatan. Pada kondisi aliran tenggelam,
kedalaman aliran di hilir pintu lebih besar daripada hasil perkalian koefisien kontraksi dan
tinggi bukaan pintu (y1 > Cc.bp) .
Debit yang melalui pintu pada kondisi aliran tenggelam dapat dihitung dengan persamaan
(Subramanya, 2009:350)
𝑞 = 𝐶𝑑 ∙ 𝑏𝑝√2𝑔(𝑦0 − 𝑦1) (2.5)
Rajaratnam dan Subramnaya mempelajari mengenai variasi nilai Cd terhadap nilai bp/y0.
Nilai Cd dapat dilihat pada Tabel 1. berikut:
Tabel 1. Nilai Cd berdasar nilai bp/y0
bp/y0 0 0,05 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
Cd 0,61 0,6 0,6 0,605 0,605 0,607 0,62 0,64 0,66
Sumber: Subramanya (2009:349)
11
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa nilai Cd untuk bp/y0 adalah nol sampai tiga mempunyai
selisih yang sangat kecil. Sedangkan nilai Cc untuk setiap bp/y0 konstan yaitu 0,6
(Subramanya, 2009:340)
Bila dikondisikan pada saat aliran tidak tenggelam, tetapi aliran menjadi superkritis
(Fenton, 2011).
Gambar 2. Kondisi aliran pada pintu sorong
Sumber: Fenton (2011)
Dengan mengaplikasikan teori energi pada potongan melintang sebelum dan sesudah pintu
didapat persamaan berikut :
gy1 + α1
2(
q
y1)
2
= gy3 + α1
2(
q
y3)
2
(2.6)
Penyelesaian untuk q didapatkan :
q = √2g
α
y1y3
√y1+y3 (2.7)
Relevansi setiap bukaan pintu terhadap debit spesifik tempat kedalaman aliran (y atau h)
diukur. Kecepatan aliran juga diukur dengan alat berakurasi tinggi. Dengan mengaplikasikan
persamaan Bernoulli kedalaman dititik 1 dan 2 (di hulu dan hilir pintu) maka didapat persamaan
(Mahghoub, 2013) :
y1 +V1
2
2g= y3 +
V32
2g (2.8)
Aplikasi persamaan momentum dan kontinuitas terhadap kedalaman konjugasi
y1
y3= 0.5 (√(1 + 8Fr1
2) − 1) (2.9)
Sebagai struktur yang umum dalam teknik hidro dan telah banyak dipelajari dalam berbagai
kajian, kebanyakan penelitian dilakukan dalam kondisi aliran bebas dan sedikit sekali yang
membahas kondisi aliran tenggelam. Ketika bukaan pintu lebar, kehilangan energi yang
melewati pintu kecil dan aliran sebagian besar tenggelam. Kondisi ini umumnya
yo
bp
pintu sorong
y1
12
mengakibatkan penyimpangan yang relatif besar antara pengukuran debit di laboratorium dan
model. Asumsi umum diambil untuk nilai koefisien kontraksi adalah sama besar antara aliran
bebas dan aliran tenggelam Belaud et al., (2009), Breusers and Raudkivi (1991), Erdbrink et
al., (2012) dan Yen et al., (2001).
Kondisi aliran di dekat pintu menjadi kritis bagi efektivitas operasional pintu. Karena itu
karakteristik hidrolik pintu harus diamati secara mendalam untuk mendapatkan parameter
operasional yang sesuai (Yen dan Tsai, 2001)(Bekaud et.al, 2009)(Erdbrink et.al, 2012).
Percobaan laboratorium dan model numerik banyak dilakukan oleh beberapa peneliti yang
memfokuskan pada profil aliran, koefisien debit, distribusi tekanan dasar dan turbulensi aliran
permukaan. Ketika pintu digunakan sebagai struktur yang mengatur aliran, maka bukaan pintu
maksimum untuk mengatur debit harus ditentukan dalam pengoperasiannya. Ada beberapa
aspek dalam pengaturan bukaan pintu menjadi sangat penting untuk mengetahui informasi
properti debit dan aliran antara lain (Erdbrink et al., 2012):
1) Untuk memprediksi material dasar dan gerusan, gerusan lokal di belakang perlindungan
dasar saluran.
2) Menjadi isue ekologi, migrasi ikan, intrusi air laut
3) Pengaruh aliran di sekitar struktur
4) Kondisi abnormal misalnya kegagalan pengoperasian pintu.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Belaud et al., (2009) tentang pengaruh bukaan pintu
terhadap koefisien debit, maka pada bukaan pintu dan kondisi aliran tenggelam tinggi, nilai
koefisien yang didapat lebih tinggi. Sedang pada aliran bebas, faktor koreksi dapat digunakan
untuk penyederhanaan perhitungan seperti tidak ada kehilangan energi, tekanan hidrostatik dan
kecepatan tidak seragam (non-uniform velocity) pada daerah kontraksi. Meskipun asumsi ini
telah diputuskan oleh Rajaratnam dan Subramanya (1967) dan Belaud et al., (2009) pengamatan
lebih lanjut masih diperlukan untuk menjumlahkan dan modifikasi tekanan serta momentum.
2.2. Pengaruh Kekasaran terhadap Fluktuasi Debit
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh Fenton (2011) mendapatkan suatu hubungan
antara kurva debit banjir dan perubahan kekasaran dasar. Dengan asumsi kemiringan dasar S0
= 0,0015 dan menggunakan nilai rekam kedalaman, luas area dan tingkat kekasaran. Adanya
hubungan tingkat kekasaran dan debit yang terjadi saat sungai bergerak menyebabkan bentuk
dasar mengalami perubahan, yang tergantung dari aliran. Seperti saat aliran banjir terjadi ada
perbedaan kekasaran dasar saat sebelum dan sesudah kejadian banjir. Hal ini memberi argumen
13
pendekatan yang berbeda tentang hubungan tinggi air dan debit pengamatan di sungai ketika
sungai itu sendiri sebagai kontrol lebih dari sebagai struktur hidrolis.
2.3. Gerak Mula Butiran
Dasar saluran aluvial (bersedimen) terdiri dari partikel non kohesif (butiran lepas) dan
partikel kohesif (butiran liat). Ketika kecepatan aliran meningkat secara perlahan lahan maka
butiran dasar. Pergerakan ini terjadi karena kecepatan kritik butiran mulai terlampaui oleh
kecepatan aliran. Namun butiran partikel tidak bergerak secara keseluruhan dalam satu kali
pergerakan. Kenyataannya pada kondisi hidrolik tertentu butiran partikel dasar ada yang
bergerak dan ada yang tidak bergerak. Hal ini diakibatkan karena pergerakan butiran
tergantung dari kecepatan aliran. Suatu kondisi yang dinyatakan dengan gerak mula butiran
dapat diamati dengan beberapa kondisi (Graf, 1984:84). Pergerakan permulaan butiran atau
disebut juga dengan kondisi kritik atau gerusan awal dapat dijelaskan dalam beberapa kondisi:
1) Dengan persamaan kecepatan kritik akibat pengaruh aliran partikel
2) Dengan persamaan gesek kritik akibat gaya kekasaran aliran partikel
3) Dengan kriteria gaya angkat akibat perbedaan tekanan pada gradien kecepatan
Kriteria gerusan didasarkan pada tegangan gesek dasar saluran 𝜏0 = 𝛾𝑆𝑅ℎ yang dinyatakan
sebai kriteria gerusan. Selain itu pergerakan partikel sedimen dapat dijabarkan dalam grafik
kriteria erosi deposisi dari Hjulstrom (Graf, 1984:90). Dengan mengetahui tegangan gerek
kritik pada dasar saluran dan mengeplot berdasar diagram Shields maka kriteria pergerakan
butiran sedimen dapat ditentukan. Apakah butiran tersebut bergerak atau tidak bergerak
tergantung dari kecepatan gesek dan tegangan gesek.
Apabila gaya hidrodinamik pada butiran sedimen non kohesif mencapai suatu nilai yang
bila bertambah sedikit sedikit saja akan mengakibatkan partikel terebut bergerak, maka kondisi
tersebut dikatakan sebagai kondisi kritik. Dan apabila kondisi kritik tersebut mencapai suatu
besaran gaya gesek dasar saluran, maka kecepatan reratanya mencapai kondisi kritik. Aliran
pada kondisi ini akan menyebabkan material sedimen mengalami pergerakan (Priyantoro,
1987:23)
Untuk material sedimen kohesif, tegangan gesek kritik dapat ditentukan dengan grafik
Shield. Gradasi butiran, ukuran butiran dan karakteristim aliran merupakan fungsi yang dapat
digunakan untuk menentukan gerak mula butiran kohesif. Berdasar penelitian eksperimental
yang dilakukan oleh Kothyari dan Jain (2010) menunjukkan bahwa tegangan gesek krtitik
sedimen kohesif meningkat seiring dengan peningkatan persentase tanah liat. Pergerakan fraksi
kohesi yang ada dalam campuran sedimen kohesi berkurang dengan peningkatan persentase
14
tanah liat pada sedimen dasar. Fraksi tanah liat yang berada dalam campuran sedimen kohesi
selalu bergerak dalam bentuk suspensi.
Material kohesif dapat didefinisikan sebagai material tanah dimana gaya kohesif
memegang peran penting. Dalam ilmu teknik praktis, material kohesif terdiri dari campuran
partikel berukuran tanah liat, lempung atau bahkan sedikit pasir. Batas atas ukuran tanah liat
(menurut USDA pada skala Atterberg) sama dengan d= 2μ. Material kohesif dikatakan
mempunyai ikatan antar partikel yang sangat kuat. Dalam uji plastisitas, yaitu menguji seberapa
liat material tanah, maka semakin banyak kandungan tanah liat maka plastisitasnya semakin
tinggi. Sebaliknya semakin banyak kandungan pasir maka plastisitasnya semakin rendah
(Hardjowigeno, 2003:42)
Material sedimen dikatakan bergerak jika kecepatan gesek lebih besar dari kecepatan gesek
kritik atau tegangan gesek lebih besar dari tegangan gesek kritik. Chezy merumuskan
persamaan kecepatan gesek sebagai berikut:
𝑈∗ =𝑔0,5
𝐶′ 𝑈 (2.10)
Koefisien Chezy karena angka kekasaran (C’) didefinisikan sebagai:
𝐶′ = 18𝑙𝑜𝑔 (12𝑅𝑏
3𝑑90) (2.11)
Untuk tegangan dasar saluran dapat dihitung dengan persamaan:
𝜏0 = 𝜌𝑤𝑔𝑈2
𝐶′2 (2.12)
Kecepatan gesek kritik butiran dan tegangan gesek kritik butiran merupakan fungsi dari
diameter butiran. Besarnya kecepatan gesek kritik dan tegangan gesek kritik dapat dicari
dengan menggunakan grafik pada Gambar 3 dihalaman berikut ini:
2.4. Karakteristik Sedimen
Bentuk sedimen yang terakumulasi dalam aliran terbagi menjadi dua yaitu sedimen kohesif
dan sedimen non kohesif (Raudkivi, 1990:11). Pada saluran/sungai aluvial, berat dan ukuran
partikel merupakan parameter yang mendominasi pergerakan sedimen dan transport sedimen.
Sedimen non kohesif memiliki bentuk yang granuler dan tidak membentuk massa yang
koheren. Bagaimanapun properti tanah aluvial (bersedimen) berubah secara drastis dengan
peningkatan berat tanah lempung. Pada kebanyakan tanah lempung diasumsikan properti tanah
terdiri lempung yang kurang dari 2 µm. Sedangkan pada tanah kohesif, interaksi elektro kimia
lebih mendominasi dan berat serta ukuran butiran hanya mempengaruhi sedikit. Tanah koheren
membentuk massa yang koheren (Breusers dan Raudkivi, 1991:7).
15
Gambar 3. Grafik kecepatan gesek kritik dan tegangan gesek kritik berdasar diameter butiran
Sumber: Priyantoro (1987:28)
Aliran dalam mengalir pada dasar yang bergerak mempunyai kemampuan untuk
mengangkut sedimen. Percampuran antara sedimen dan air akan menimbulkan konsekuensi
menggerakkan dirinya sendiri dalam aliran. Pergerakan sedimen yang terdiri dari gerusan,
angkutan dan sedimentasi tidak hanya merubah aliran tetapi juga dasar saluran sehingga elevasi,
kemiringan dan kekasarannya juga mengalami perubahan. Interaksi antara air dan sedimen
telah membuat suatu permasalahan tersendiri (Graf, 1998:353). Gambar 4 berikut menjelaskan
proses pergerakan material dasar saluran atau sungai aluvial (bersedimen).
Gambar 4. Pergerakan material dasar dan angkutan sedimen
Sumber: Moges (2010:125)
Sedimen tersusun berdasar analisa distribusi ukuran butiran. D50 adalah 50% diameter
butiran hasil plot pada diagram log-probabilitas yang disebut dengan diameter ukuran butiran
tengah. Terdapat dua kriteria yang diambil untuk mengetahui apakah campuran butiran
dikatakan seragam (uniform) atau tidak seragam (non-uniform). Butiran dikatakan seragam
16
(uniform) apabila d95/d5< 4 atau 5. Dan yang tidak memenuhi kriteria tersebut dikatakan tidak
seragam (non-uniform). Untuk perhitungan hidrolika dibutuhkan pengukuran butiran efektif.
Penggunaan d50 dapat diterima untuk distribusi ukuran butiran relatif. Sedangkan untuk
pengukuran dan perhitungan kekasaran dasar d75 dan d80 dianggap lebih representatif (Breusers
dan Raudkivi, 1991:15).
Tanah dikelompokkan berdasar ukuran partikel, seperti ditunjukkan oleh British Standart
BS1377, 1975 dalam Tabel 2. berikut:
Tabel 2. Klasifikasi ukuran partikel tanah berdasar British Standart
No. Jenis Sedimen Ukuran No. Jenis Sedimen Ukuran
1 Very fine clay 0,24 - 0,5 μm 13 Very coarse sand 1 - 2 mm
2 Fine clay 0,5 - 1,0 μm 14 Very fine gravel 2 - 4 mm
3 Medium clay 1 - 2 μm 15 Fine gravel 4 - 8 mm
4 Coarse clay 2 - 4 μm 16 Medium gravel 8 - 16 mm
5 Very line silt 4 - 8 μm 17 Coarse gravel 16 - 32 mm
6 Fine silt 8 - 16 μm 18 Very coarse gravel 32 - 64 mm
7 Medium silt 16 - 31 μm 19 Small cobbles 64 - 128 mm
8 Coarse silt 31 - 62 μm 20 Large cobbles 128 - 256 mm
9 Very fine sand 62 - 125 μm 21 Small boulders 256 - 512 mm
10 Fine sand 125 - 250 μm 22 Medium boulders 512 - 1024 mm
11 Medium sand 250 - 500 μm 23 Large boulders 1024 - 2048 mm
12 Coarse sand 0,5 - 1,0 mm 24 Very large boulders 2048 - 4096 mm
Sumber: Breusers and Raudkivi (1991:8)
Mekanisme pergerakan sedimen ditentukan oleh kemampuan butiran partikel menahan laju
aliran. Kemampuan ini dapat diuji dengan metode pergerakan sedimen dari Shields. Gambar 3
di bawah ini menunjukkan suatu hubungan non dimensional dari Bilangan Reynold dn tegangan
gesek butiran. Bilangan Reynold butiran ditunjukkan dengan persamaan 𝑅𝑒 =𝑢∗𝑑
𝜗 dan tegangan
gesek ditunjukkan dengan 𝜎 =𝜏∗
(𝛾𝑠−𝛾)𝑑. Selain menggunakan kriteria dari Shields, Hjulstrom
juga memberikan suatu rumusan untuk pergerakan butiran sedimen berdasar ukuran butiran dan
kecepatan ukuran butiran. Dari Gambar 3. Hjulstrom menunjukkan bahwa kecepatan rerata
butiran lebih banyak digunakan karena biasanya data kecepatan aliran di dekat dasar saluran
lebih banyak tersedia (Graf, 1984:88). Dengan asumsi bahwa kecepatan rerata lebih besar 40l%
dari pada kecepatan di dasar saluran. Pada diagram Hjulstrom menunjukkan bahwa butiran
pasir lepas paling mudah tererosi. Sedangkan tahanan terbaik untuk erosi terjadi pada ukuran
partikel terkecil yang tergantung dari gaya kohesi dan adesi.
17
Gambar 5. Diagram pergerakan sedimen non dimensional dari Shields
Sumber: Graf (1984:96)
Gambar 6. Diagram Transport Sedimen dari Hjulstrom
Sumber: Graf (1984:88)
Ketidakseragaman ukuran butiran akan mengurangi tahanan terhadap aliran dan
pergerakan sedimen. Butiran yang lebih besar akan membentuk lapisan armouring pada bagian
permukaan dan mengurangi kekasaran efektif pada dasar saluran. Kecepatan jatuh butiran (fall
velocity) adalah kecepatan butiran dalam mempertahankan dirinya terhadap kecepatan aliran.
Sehingga butiran dapat dikatakan diam, bergeser, berguling, melompat ataupun berpindah
berdasar kecepatan jatuh dan kecepatan aliran. Kurva Shields dapat diaplikasikan pada sedimen
seragam dengan ketinggian rerata turbulen. Pita batas di tengah menggambarkan sebaran data
18
oleh Shields. Pada kebanyakan sedimen aluvial, diagram ini menggambarkan kondisi butiran
apakah diam, bergerak atau berpindah (Raudkivi, 1990:32).
Dari Erdbrink et al. (2014) menyatakan bahwa berdasar formula desain fisik, parameter
turbulen digunakan untuk memprediksi kedalaman gerusan pada dasar tanpa perlindungan.
Sedangkan pada dasar yang memiliki perlindungan dengan material batuan, grafik parameter
Shield merupakan pengukuran klasik non dimensional yang merupakan indikator awal untuk
stabilitas butiran.
Karakteristik dari fase solid dan liquid dari pencampuran antara air dan sedimen telah
menimbulkan banyak konsekuensi permasalahan. Pada fase liquid, yang harus dipelajari adalah
(Graf, 1998:353)
a) Densitas/berat jenis aliran, ρw
b) Viskositas/kekentalan, µ
c) Kecepatan rata-rata aliran, U
d) Kecepatan gesek, u*
Sedangkan untuk fase solid, yang harus diperhatikan adalah :
a) Ukuran dari partikel (kurva granulometrik) seperti, d50, d90, d35, d80 dan sebagainya.
b) Bentuk dari partikel sedimen
c) Densitas/berat jenis partikel, ρs
d) Kecepatan jatuh partikel, vss
e) Kohesifitas antar partikel
Semua parameter di atas dapat bervariasi sepanjang aliran baik di saluran ataupun sungai
aluvial. Hal ini sangat tergantung dari contoh material dasar dan dasar saluran/sungai yang
diambil dan dianalisa (Graf, 1998:356).
2.5. Rejim Aliran
Aliran pada saluran dengan material dasar yang mudah tergerus dapat dikategorikan dalam
dua rejim aliran dengan daerah transisinya. Masing-masing rejim memiliki karakteristik yang
mengindikasikan bentuk dasar saluran. Rejim aliran yang berhubungan dengan bentuk dasar
saluran dapat dikelompokkan menjadi:
Rejim aliran rendah (lower flow regime) dengan bilangan Froude < 0,4 – 1
a. ripples
b. dunes
Deaerah Transisi
19
Bentuk dasar saluran mulai dari dunes menuju plane bed atau ke antidunes
Rejim aliran tinggi (upper flow regime) dengan bilangan Froude > 1
a. Plane bed dengan pergerakan sedimen
b. Antidunes: standing waves dan breaking waves
c. Chutes and pools
2.5.1. Rejim Aliran Rendah
Rejim aliran ini terbentuk pada saat awal pergerakan material sedimen dasar. Resistensi
aliran besar yang terjadi akibat kekasaran bentuk dasar dan angkutan sedimen yang rendah.
Bentuk dasar saluran yang terjadi adalah ripples atau dunes atau kombinasi dari keduanya.
2.5.2. Daerah Transisi
Daerah transisi merupakan bagian dari peralihan aliran dari rejim rendah ke rejim aliran
tinggi. Bentuk dasar saluran yang dapat diamati adalah dasar rata tanpa pergerakan sedimen
(plane bed without sediment motion) ke ripples dan dari ripples ke dunes.
2.5.3. Regime Aliran Tinggi
Pada rejim aliran transisi, resistensi aliran rendah sedangkan angkutan sedimen yang terjadi
besar. Bentuk dasar saluran yang terjadi adalah antidunes dan planebed. Kecepatan aliran yang
tinggi mengakibatkan terjadinya aliran suspended. Sedangkan untuk butiran material dasar
bergerak secara turbulen secara terus menerus.
2.6. Sifat Fisik dan Morfologi Tanah
Sifat morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang.
Sebagian dari sifat morfologi tanah merupakan sifat-sifat fisik tanah tersebut. Sifat-sifat
tersebut antara lain adalah (Hardjowigeno, 2003:37)
A. Warna Tanah
Warna merupakan petunjuk beberapa sifat tanah karena dipengaruhi oleh perbedaan
kandungan bahan organik dalam tanah tersebut. Semakin tinggi kandungan bahan organik,
maka warna tanah semakin gelap. Tanah merah di Indonesia lebih banyak mengandung bahan
organik dibanding daerah beriklim sedang (Amerika dan Eropa). Warna lebih banyak
digunakan untuk pendiskripsian karakter tanah karena tidak memiliki efek langsung terhadap
tanaman namun berpengaruh tidak langsung melalui dampaknya terhadap temperatur dan
kelembaban tanah (Hanafiah, 2013:94).
Warna tanah merupakan komposit dari warna komponen penyusunnya. Efek komponen
terhadap warna komposit ini secara langsung proporsional terhadap total permukaan tanah yang
setara dengan luas permukaan. Tanah basah atau lembab terlihat lebih gelap ketimbang tanah
20
kering karena terkait dengan sifat refraktif komponen padatan tanah dan udara, sehingga warna
tanah kering akan banyak direfleksikan. Warna merupakan indikator iklim tempat tanah
berkembang dan pada kondisi tertetntu sering digunakan sebagai indikator kesuburan atau
kapasitas produktivitas lahan.
B. Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah banyaknya tiap bagian tanah menurut ukuran partikel yang ditentukan
oleh besarnya butiran tanah dan perbedaan komposisi kandungan fraksi pasir, debu dan liat
yang terkandung pada tanah. Kasar halusnya tanah ditunjukkan dalam sebaran besar butir
(particle size distribution). Dari ketiga jenis fraksi tersebut partikel pasir mempunyai ukuran
diameter paling besar yaitu 2 - 0.05 mm, debu dengan ukuran 0.05 - 0.002 mm dan liat dengan
ukuran < 0.002 mm (penggolongan berdasarkan USDA). Keadaan tekstur tanah sangat
berpengaruh terhadap keadaan sifat-sifat tanah yang lain seperti struktur tanah, permeabilitas
tanah, porositas dan lain-lain (Hanafiah, 2013:61).
Segitiga tekstur merupakan suatu diagram untuk menentukan kelas-kelas tekstur tanah. ada
12 kelas tekstur tanah yang dibedakan oleh jumlah persentase ketiga fraksi tanah tersebut,
misalkan hasil analisa laboratorium menyatakan bahwa persentase pasir (X) 32%, liat (Y) 42%
dan debu (Z) 26%, berdasarkan diagram segitiga tekstur maka tanah tersebut masuk kedalam
golongan tanah bertekstur pasir. Gambar 5 berikut memperlihatkan pembagian tekstur tanah
berdasar segitiga tekstur tanah dan sebaran besaran butir.
Pembagian tekstur tanah berdasar presentase fraksi tanah (Hardjowigeno, 2003,42):
a. Apabila terasa berat dan halus, sangat lekat, dapat dibentuk bola dengan baik, dan
mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat (Clay)
b. Apabila rasa kasar agak jelas, agak melekat, dan dapat dibuat bola tetapi mudah
hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Berpasir (Sandy Loam).
c. Apabila tidak terasa kasar dan tidak licin, agak melekat, dapat dibentuk agak teguh,
dan dapat sedikit dibuat gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut
tergolong bertekstur Lempung (Loam).
d. Apabila terasa licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan gulungan
dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung
Berdebu (Silty Loam).
e. Apabila terasa berat dan halus, sangat lekat, dapat dibentuk bola dengan baik, dan
mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat (Clay)
f. Apabila rasa kasar agak jelas, agak melekat, dan dapat dibuat bola tetapi mudah
hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Berpasir (Sandy Loam).
21
Gambar 7. Diagram Segitiga Tekstur Tanah
Sumber: Hanafiah (2013:66)
g. Apabila tidak terasa kasar dan tidak licin, agak melekat, dapat dibentuk agak teguh,
dan dapat sedikit dibuat gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut
tergolong bertekstur Lempung (Loam).
h. Apabila terasa licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan gulungan
dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung
Berdebu (Silty Loam).
i. Apabila terasa licin sekali, agak melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan
dapat digulung dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong
bertekstur Debu (Silt).
j. Apabila terasa agak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan
dapat dibentuk gulungan yang agak mudah hancur, maka tanah tersebut tergolong
bertekstur Lempung Berliat (Clay Loam).
k. Apabila terasa halus dengan sedikit bagian agak kasar, agak melekat, dapat dibentuk
bola agak teguh, dan dapat dibentuk gulungan mudah hancur, maka tanah tersebut
tergolong bertekstur Lempung Liat Berpasir (Sandy-Clay-Loam).
22
l. Apabila terasa halus, terasa agak licin, melekat, dan dapat dibentuk bola teguh, serta
dapat dibentuk gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong
bertekstur Lempung Liat Berdebu (Sandy-silt loam).
m. Apabila terasa halus, berat tetapi sedikit kasar, melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan
mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat
Berpasir (Sandy-Clay).
n. Apabila terasa halus, berat, agak licin, sangat lekat, dapat dibentuk bola teguh, dan
mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat Berdebu (Silty-
Clay).
o. Apabila terasa berat dan halus, sangat lekat, dapat dibentuk bola dengan baik, dan
mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat (Clay). C. Struktur tanah
Struktur tanah merupakan bentuk gumpalan dari butiran tanah. Gumpalan ini terjadi
karena antara butiran pasir, debu dan tanah liat terkunci oleh perekat organik, logam dan
lainnya. Bentuk, ukurn dan ketahanan (resistensi) dari gumpalan ini berbeda-beda. Menurut
bentuk strukturnya, tanah dibedakan menjadi (Hardjowigeno, 2003:44)
a) Struktur tanah berbutir (granular): Agregat yang membulat, biasanya diameternya tidak
lebih dari 2 cm. Umumnya terdapat pada horizon A.
b) Kubus (Blocky): Berbentuk jika sumber horizontal sama dengan sumbu vertikal. Jika
sudutnya tajam disebut kubus (angular blocky) dan jika sudutnya membulat maka
disebut kubus membulat (sub angular blocky). Ukurannya dapat mencapai 10 cm.
c) Lempeng (platy): Bentuknya sumbu horizontal lebih panjang dari sumbu vertikalnya.
Biasanya terjadi pada tanah liat yang baru terjadi secara deposisi (deposited).
d) Prisma: Bentuknya jika sumbu vertikal lebih panjang dari pada sumbu horizontal. Jadi
agregat terarah pada sumbu vertikal. Seringkali mempunyai 6 sisi dan diameternya
mencapai 16 cm. Banyak terdapat pada horizon B tanah berliat. Jika bentuk puncaknya
datar disebut prismatik dan membulat disebut kolumner.
D. Komponen Tanah
Komponen tanah adalah komposisi penyusun material tanah yang terdiri dari 4 komponen
penyusun tanah yaitu (Wikipedia, 2013): (1) Bahan padatan berupa bahan mineral (2) Bahan
padatan berupa bahan organik (3) Air (4) Udara. Bahan tanah tersebut rata-rata 50% bahan
padatan (45% bahan mineral dan 5% bahan organik), 25% air dan 25% udara. Keempat
penyusun terikat satu dengan lainnya sehingga sukar dipisahkan satu sama lain. Komposisi
lapisan bawah sangat berbeda dengan lapisan yang dikelola sebagai tanah pertanian.
23
Dibandingkan dengan lapisan tanah pertanian, lapisan bawah mengandung lebih sedikit bahan
organik dan prosentasi kadar pori kecil lebih tinggi. Hal ini berarti lapisan bawah tanah
pertanian mengandung lebih banyak mineral dan air.
2.7. Mekanisme Konfigurasi Dasar
Morfologi dasar saluran atau sungai aluvial (bersedimen) merupakan hasil konsekuensi
dari hubungan angkutan sedimen dan deposisi di saluran. Hal ini tergantung dari angkutan
material dasar yang memegang porsi terbesar dari proses angkutan sedimen (Church,
2006:326). Umumnya muncul dualisme pengertian antara pengukuran angkutan sedimen dan
peran sedimen dalam saluran. Suatu pendekatan teori dilakukan dimana perubahan morfologi
saluran dihitung berdasar waktu dan diambil metode yang menghitung profil angkutan dan
klasifikasi perubahan aluran (Church, 2006:329). Bentuk dasar yang dihasilkan di bagian dasar
saluran berpasir merupakan hasil hubungan aliran yang kompleks dan dinamik. Bentuk dasar
akan membangkitkan efek gelombang dan secara topografi mempengaruhi percepatan aliran
spasial. Pemisahan aliran terjadi di daerah dekat puncak bentuk dasar diikuti dengan penarikan
aliran di sebelah hilir bentuk dasar berikutnya (Holmes dan Garcia, 2008).
Perubahan pada bentuk dasar merupakan hasil dari interaksi aliran, sedimen dan fluida.
Karena itu resistensi untuk mengalir dan angkutan sedimen merupakan fungsi dari kemiringan
dasar dan kedalaman aliran, viskositas fluida dan distribusi ukuran butiran pada dasar.
Konfigurasi dasar adalah hal yang umum di dalam aliran alamiah. Di alam, bentuk dasar
diamati pada dasar pasir, tanah lempung dan kerikil. Konfigurasi dasar yang terbentuk pada
saluran aluvial secara umum adalah plane bed tanpa pergerakan sedimen, ripple, dunes, plane
bed dengan pergerakan sedimen, anti-dunes, dan chute and pools (Graf, 1984:278).
Saat kecepatan aliran melampaui kemampuan dasar aluvial pada nilai kritisnya terdapat
interaksi yang kuat dari bentuk yang lebih besar dari meandering namun memberi pengaruh
utama terhadap resistensi aliran, angkutan sedimen dan turbulensi aliran (Raudkivi, 1990:37).
Tampilan dasar pada dasar berpasir secara konvensional terbagi atas ripple, dunes dan anti-
dunes namun belum ada teori yang secara persis mendefinisikan tentang ripple dan dunes.
Kebanyakan data berhubungan dengan dasar pasir, misal, d50< 2mm diasumsikan ukuran
butiran seragam. Pasir biasanya hampir selalu seragam dimana kerikil memiliki standar deviasi
geometrik σg = 4 dan juga variasi bentuk butiran yang lebih besar. Karakteristik dari fitur dasar
pada dasar aluvial bebas, lebih kurang terangkut dari arah aliran, digambarkan sebagai ukuran
yang berbeda. Umumnya merupakan hasil dari 2 model terpisah dari pertumbuhan bentukan di
24
bawah kondisi aliran sub kritik. Kedua model tersebut dinamakan ripple dan dunes (Raudkivi,
1990:38).
Fenomena angkutan sedimen tidak terlepas dari material pembentuk sedimen yaitu butiran
sedimen, aliran bersedimen dan kecepatan jatuh butiran. Umumnya konfigurasi dasar berubah
di bawah kecepatan rendah yang tidak langsung. Konfigurasi dasar berubah tidak diamati
sebagai dasar statis tetapi jarang muncul sebagai transisi antara skala bentuk dasar dan geometri
(Mahghoub, 2013). Pada kecepatan aliran yang sangat rendah, konfigurasi dasar (ripple skala
besar) dan resultan bentuk dasar menjadi sama dengan yang menghasilkan aliran dunes rendah.
Berdasar hal tersebut, percobaan laboratorium dilakukan oleh Mahghoub (2013) mengamati
perubahan konfigurasi dasar yang dihasilkan dari kombinasi aliran, waktu pengamatan yang
panjang, butiran pasir finer dan tampungan yang lebar. Sehingga diambil hipotesa sementara
bahwa konfigurasi dasar merupakan indikator yang berguna dalam deposisi di kondisi aliran
terbuka.
Elevasi muka air merupakan hal penting dalam penentuan batas aliran banjir dan desain
struktur persungaian seperti misalnya bangunan pengontrol banjir, bendungan pengalih aliran,
proyek pembangkit listrik dan jembatan. Elevasi ini berhubungan dekat dengan kemampuan
erodibel dasar bersedimen dengan aliran. Hubungan antara aliran dan dasar yang mudah
tergerus dapat diamati dengan adanya fenomena angkutan sedimen pada saluran berdasar pasir
yang menyebabkan munculnya variasi bentuk dasar seperti ripple, dunes dan sebagainya
(Talebbeydokhti, et al., 2006).
2.8. Konfigurasi Bentuk Dasar (Bed Forms)
Bentuk dasar yang terjadi pada sungai dan saluran, sering dijumpai dalam morfologi
sungai. Bentuk ini terjadi akibat pengaruh aliran dan kekasaran dasar (bed roughness). Bentuk
dasar telah diteliti secara eksperimental oleh Simon dan Richardson (Przedwojski, 1995:74).
Faktor gesekan menggambarkan komposisi butiran dan resistensi aliran yang dihasilkan pada
saluran berbahan dasar pasir. Klasifikasi bentuk dasar ditunjukkan pada Tabel 3 berikut:
Tabel 3. Klasifikasi tipe bentuk dasar
Bentuk dasar Ukuran Bentuk Karakteristik
Ripples Panjang gelombang <
0,6; tinggi < 0,04
Segitiga melunak di
hulu, puncak tajam dan
curam di hilir
Umunya terjadi pada sedimen pasir <
0,6 m, pergerakan tidak beraturan,
kecepatannya kurang dari kecepatan
aliran
25
Bentuk dasar Ukuran Bentuk Karakteristik
Dunes Panjang gelombang 4-8
kali kedalaman aliran,
tinggi > 1/3 kedalaman
aliran, lebih besar dari
ripples
Hampir sama dengan
ripples
Kemiringan hulu dapat berupa
ripples, pergerakan tidak beraturan,
tidak linier dengan muka aliran
Plane Bed Permukaan dasar dengan bentuk
dasar, tidak selalu dihasilkan pada
rentang kedalaman dan ukuran
butiran yang sama
Antidunes Tinggi relatif rendah
tergantung dari
kedalaman dan
kecepatan aliran
Berbentuk sinus, lebih
simetris dibanding
dunes
Kurang umum dibanding dunes,
dihasilkan oleh aliran yang tajam,
linier dengan gelombang muka
aliran, bentuk dasar dapat bergerak
ke hulu, hilir atau berada dalam
kondisi tetap.
Sumber: Przedwojski et al. (1995:76)
Simon dan Richardson menjelaskan kriteria bentuk dasar berdasar kecepatan aliran, kecepatan
jatuh butiran dan diameter butiran seperti ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar 8. Kriteria bentuk dasar Simon (after Jansen)
Sumber: Przedwojski (1995:76)
Pendekatan Bentuk Dasar Saluran
Beberapa ahli telah meneliti bentuk dasar berdasar beberapa kriteria, antara lain Van Rijn
(1984) , Yalin (1977), Garde Albertson (1959) dan Simon Richardson (1966)
26
2.8.1. Pendekatan Van Rijn (1984)
Van Rijn mempresentasikan suatu grafik yang menggolongkan bentuk dasar berdasar
parameter tingkatan transport (transport stage parameter), Τ, yang dirumuskan sebagai berikut
(Przedwojski, 1995:76)
Τ =(𝑢∗
′)2
−(𝑢∗𝑐)2
(𝑢∗𝑐)2 (2.13)
Dan parameter karakteristik partikel, D*,
𝐷∗ = 𝐷50 (𝜌𝑠−𝜌
𝜌
𝑔
𝜈2)1/3
(2.14)
Dari grafik pada Gambar 9 dapat dijelaskan klasifikasi bentuk dasar yang terjadi di sungai
ataupun saluran. Dimensi bentuk dasar akan mempengaruhi tahanan aliran pada saluran/sungai
aluvial. Resistensi aliran ini merupakan efek dari kehilangan energi aliran di hilir puncak bagian
bentuk dasar.
Gambar 9. Diagram klasifikasi bentuk dasar dari van Rijn
Sumber: Pzredwojski (1995:77)
2.8.2. Pendekatan Simon dan Richardson
Simon dan Richardson menggolongkan bentuk dasar berdasar kriteria diameter butiran
sedimen yang lolos saringan 50% (D50) dengan stream power (𝜔 = 𝜏0 ∙ 𝑈). Simon membagi
bentuk dasar berdasar rejim aliran, untuk melihat pergerakan butiran material dasar. Pergerakan
27
awal dasar saluran/sungai mungkin jarang namun dasar transisi lebih umum terjadi (Breusers
dan Raudkivi, 1991:20). Pengamatan pertama adalah membagi aliran menjadi tiga kondisi.
Pada saluran alamiah, kemiringan aliran tidak dapat berubah secara signifikan. Karena itu
pengaruh kekasaran dasar saluran penting dalam kecepatan aliran. Ketika tegangan gesek dasar
untuk kemiringan dasar konstan adalah proporsional terhadap kecepatan aliran, maka kurva
debit dapat bervariasi seiring dengan perubahan bidang dasar. Pergerakan ini cenderung tidak
menerus (discontinuity), dengan aliran yang melewati kondisi dasar transisi, mulai dari kondisi
aliran rendah menuju aliran tinggi (lower regime to upper regime).
Hasil pengamatan Simon et al. menunjukkan bahwa ketika kecepatan pada dasar aluvial
melebihi nilai batas ambang, maka bentuk dasar mulai terbentuk. Secara konvensional bentuk
ini terbagi dalam ripples, dunes dan antidunes. Ripples terbentuk pada besaran tegangan gesek
yang rendah dengan bilangan Reynolds Re∗ =u∗d
ν⁄ < 22 − 27 dan biasanya hanya terjadi pada
sedimen, d < 0,7 – 0,9 mm. Dimensi ripples tidak tergantung kedalaman aliran. Persamaan
empiris untuk panjang ripples adalah:
𝜆 = 1000𝑑 (2.15)
Kemiringan ripples merupakan fungsi h/λ. Sedangkan dunes umumnya lebih besar dan
terjadi pada tegangan gesek yang lebih tinggi dari ripples. Dunes merupakan hasil interaksi
dengan kedalaman aliran. Panjang dunes proporsional terhadap kedalaman aliran. Yalin
(1972:64) memberikan suatu persamaan untuk memprediksi panjang dunes sebagai berikut:
𝜆 = 2𝜋𝑦3 (2.16)
Dan rentang kemiringan empiris dunes adalah sebagai berikut:
ℎ
𝑦3=
2
2𝑛+1 (2.17)
Dengan n adalah fungsi kecepatan rerata yang berkisar antara 3 – 6. Grafik bentuk dasar
berdasar diameter butiran dan rejim aliran dapat dilihat pada grafik Gambar 10. berikut:
28
Gambar 10. Diagram klasifikasi bentuk dasar dari Simon Richardson
Sumber: Yang (1996:66)
Dari grafik pada gambar 10 di atas, dapat dijelaskan bahwa Simon membagi bentuk dasar
berdasar diameter butiran dan parameter stream power. Simon membuat grafik tersebut
berdasar data laboratorium dan beberapa data lapangan. Analisa teoritis tentang bentuk dasar
tidak dapat diterapkan di lapangan secara langsung karena terdapat kesulitan pengambilan
asusmsi yang akan digunakan dalam analisis.
Kondisi di lapangan didekati dengan hasil analisa laboratorium dan teori karena masalah
yang dilapangan lebih kompleks (Yang, 1996:66) . Beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk
dasar dan reistensi aliran adalah kedalaman aliran, keiringan, berat jenis fluida, konsentrasi
material suspensi, diameter utiran dasar, gradasi material dasar, kecepatan jatuh partikel
sedimen, bentuk melintang saluran dan daya kapiler air tanah.
2.8.3. Pendekatan Garde Albertson
Peneliti lainnya yang mengamati tentang bentuk dasar adalah Garde Albertson, yang
menggolongkan bentuk dasar berdasar kriteria bilangan Froude dan tegangan gesek. Hubungan
29
tegangan gesek yang dimaksud adalah tegangan gesek di dasar saluran/sungai. Besaran
tegangan dan kerapatan butiran dihubungkan dengan besaran bilangan Froude. Bentuk dasar
berdasar kriteria tersebut dapat diamati pada Gambar 11 berikut:
Gambar 11. Diagram klasifikasi bentuk dasar dari Garde Albertson
Sumber: Breuser dan Raudkivi (1991:26)
2.9. Gerusan dan Sedimentasi
Erosi dapat menunjukkan beberapa proses fisik seperti erosi lahan, erosi pantai (abrasi)
ataupun erosi tebing pada sungai atau saluran (Raudkivi, 1990:339). Umumnya gerusan terjadi
di sepanjang saluran tetapi penelitian lebih banyak terjadi pada gerusan lokal. Misalnya
gerusan pada pilar dan abutment jembatan, gerusan pada krib dan pengarah aliran, gerusan pada
penyempitan saluran, pada kolam peredam energi, pada outlet gorong-gorong dan sebagainya.
30
Sedimentasi juga terjadi di sepanjang saluran tetapi istilah ini lebih sering digunakan pada
sedimentasi di bendungan dan delta sungai.
Gambar 12. Bentuk kekasaran dasar pada saluran aluvial
Sumber: Przedwojski et. al, (1995:75)
Gerusan pada struktur dapat menimbulkan kerusakan di hilir struktur tersebut. Kondisi
fisik gerusan sangat kompleks karena terjadi angkutan sedimen, perubahan aliran yang biasanya
3 dimensi dengan percepatan dan perlambatan aliran, gerusan lokal di bawah atau hilir struktur
dan sebagainya (Breusers dan Raudkivi, 1991:2).
Pengamatan hidrolis aliran menjadi sangat kompleks sehingga dibutuhkan pemodelan
numeris. Karena alasan tersebut, telah menjadi suatu kebutuhan informasi untuk melakukan
kajian di laboratorium dan lapangan dengan suatu parameter non dimensional. Untuk
memutuskan parameter non dimensional mana saja yang penting dalam kajian gerusan maka
diperlukan analisis dimensi. Terdapat dua macam gerusan yang perlu diperhatikan (Graf,
1998:614)
a) Gerusan pada aliran bersih tak bersedimen (clear water scour), yaitu kondisi saat sedimen
tergerus dari lubang gerusan dan tidak dipindahkan.
b) Gerusan pada aliran bersedimen (live bed-scour), yaitu kondisi saat lubang gerusan gerusan
terisi sedimen secara terus menerus dari sedimen yang terangkut dari saluran.
31
Dengan tidak mengabaikan jumlah pengamatan yang telah dilakukan, kajian dilakukan di
laboratorium dan hanya beberapa yang dilakukan di lapangan sehingga informasi gerusan lokal
tidak banyak tersedia. Untuk itu persamaan matematis dibuat untuk memenuhi petunjuk yang
diharapkan oleh praktisi teknik. Gerusan yang terjadi akibat aliran di bawah struktur hidrolik
seperti pada gambar berikut. Aliran di bawah struktur adalah aliran dengan kecepatan tinggi
yang bergerak maju ke arah hilir sehingga kekuatan menggerus menjadi semakin besar.
Gambar 13. Sketsa Gerusan lokal di hilir pintu air
Untuk prediksi kedalaman gerusan (ds), beberapa persamaan telah dikembangkan dan
semuanya berdasar hasil kajian laboratorium. Persamaan kedalaman gerusan diusulkan oleh
Eggenberger et Muller (Graf, 1998:643), untuk aliran di bawah pintu, q = qu, maka
persamaannya adalah:
y3 + ds = w∆H0.5Q
B⁄0.6
d900.4 (2.18)
dengan koefisien untuk aliran tenggelam w=10.35(s0.6/m0.3) dan untuk aliran bebas w=15.40
(s0.6/m0.3). Untuk kondisi aliran yang sama, q dan h dan sedimen yang sama d90, gerusan pada
aliran di bawah pintu menghasilkan kedalaman gerusan yang lebih kecil, ds.
Untuk panjang lubang gerusan, persamaan berikut dapat digunakan (Graf, 1998:643) :
ls
(y3+ds)≈ 6
ls
(y3+ds)≈ 3 (2.19)
Apabila meninjau dari ketersediaan data laboratorium, maka hubungan di bawah ini telah
dikembangkan oleh Breusers, Graf (1998:643):
ds
b𝑝= 0,008 (
Ucr
ucr∗ )
2
(2.20)
yo
ds
bpy2
hdy1
Lj
rigid bed material
sedimen
pintu sorong
? h
Q
Lb
ytw
ΔH
Y3
ls
32
Sedangkan untuk panjang gerusan dibentuk perkiraan seperti dibawah ini
ls
ds= 5 sampai 7 (2.21)
Semua hubungan di atas dikembangkan untuk gerusan yang terjadi karena semburan aliran
tenggelam (submerged velocity jet).
Secara terpisah Schoklitsh (1932) mengevaluasi model tes dengan aliran dibawah pintu dengan
persamaan berikut (Breusers dan Raudkivi, 1991:124):
ds = 0,378 ∙ y00,5(q)0,35 (2.22)
Pengaruh ukuran butiran diabaikan untuk rentang diameter 1,5 mm – 12 mm. Beda muka air
hulu dan hilir (ΔH) bervariasi mulai dari 0,3 hingga 1,0 m. Kedalaman aliran di hilir (tail water
level) tidak divariasikan secara bebas.
Sedangkan Veronese (1937) menawarkan persamaan (Breusers dan Raudkivi, 1991:125):
ds = 3,68 ∙ ∆H0,225 ∙ (q)0,54 ∙ d̅−0,42 − y3 (2.23)
Untuk nilai �̅� = 9, 14, 21, 36 mm dan q =0,001 – 0,07 m2/dt
Jaeger (1939) menganalisa data yang dihasilkan oleh Veronese dan memberikan persamaan
berikut:
ds = 6 ∙ ∆H0,25 ∙ (q)0,5 ∙ (y3
d90)
0,33
− y3 (2.24)
Eggenberger (1944) melakukan uji pada saluran terbuka di laboratorium dan mengusulkan
hubungan persamaan berikut (Breusers dan Raudkivi, 1991:126):
ds = (22,9∙∆H0,5∙q0,6
d900,4 ) − y3 (2.25)
Dengan kondisi pengujian model d90 = 1.2 , 3.5 , 7.5 mm , q0 = 0,0006 – 0,0024 m2 dan ΔH =
0,19 – 0,35 m. Sementara Hartung (1957) mengulang uji model yang dilakukan Veronese
dengan variasi debit, q sebesar 0,0036 – 0,21 m/dt dengan ukuran diameter butiran (D) 2 sampai
15 mm dan menghasikan persamaan:
ds = (12,4∙∆H0,36(q)0,64
d850,32 ) − y3 (2.26)
Kedalam an gerusan, ds, sebagaimana hasil perhitungan para peneliti selain Eggenberger dan
Muller biasanya berkurang. Kotoulas (1970) menyatakan bahwa angka yang dihasilkan dari
33
persamaan Eggenberger dan Muller biasanya mengurangi kedalaman gerusan sekitar 30 – 50
% dari praktek teknis (Breusers dan Raudkivi, 1991:130).
Adapun penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ali et al, (2014) yang melakukan percobaan
laboratorium untuk mencari pengaruh bilangan Froude terhadap kedalaman dan panjang
gerusan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa secara umum meningkat linier dengan
peningkatan besaran bilangan Froude. Berdasar hasil analisa statistik, persamaan empiris untuk
memprediksi kedalaman dan panjang gerusan adalah sebagai berikut:
d𝑠
𝑏𝑝= 0,31 ∙ [Fr]0,8711 (2.27)
l𝑠
b𝑝= 3,70 ∙ [Fr]0,1009 (2.28)
Penelitian serupa dilakukan oleh Hamidifar (2011) yang bertujuan untuk mengamati
gerusan lokal pada sedimen non-kohesi. Pada penelitian ini dititik beratkan pada hubungan
karakteristik panjang gerusan di hilir apron. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa selama
waktu awal proses gerusan, intensitas peningkatan kedalaman gerusan sangat tinggi. Namun
berubah perlahan lahan seiring peningkatan waktu. Untuk memperoleh hubungan karakteristik
panjang gerusan, parameter kedalaman gerusan, diameter butiran, tinggi bukaan pintu dan jarak
panjang gerusan maksimum diplot dengan panjang gerusan. Persamaan di bawah ini digunakan
untuk mencari tinggi sedimentasi, panjang gerusan maksimum terhadap kedalaman gerusan
maksimum:
hd
d50= 2,827 (
ds
d50) − 8,84 (2.29)
ls
bp= −0,025 (
ds
d50)
2
+ 1,839 (ds
d50) − 7,863 (2.30)
Berdasar hasil pengamatan laboratorium diperoleh hubungan linier antara peningkatan
kedalaman gerusan dengan panjang gerusan dan tinggi sedimentasi. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Farhoudi dan Shayan (2014). Menurutnya, profil gerusan
tergantung dari waktu, ukuran butiran sedimen dan kondisi aliran. Dan persamaan yang
mewakili kedalaman gerusan maksimum adalah sebagai berikut:
𝑑𝑠
𝑏𝑝= 0,732 (
𝑦3
𝑏𝑝)
0,98
(𝐿
𝑏𝑝)
−0,532
(𝐹𝑟)0,482 (𝑑50
𝑏𝑝)
−0,245
(2.31)
𝑙𝑠
𝑏𝑝= 3,923 (
𝑦3
𝑏𝑝)
0,318
(𝐿
𝑏𝑝)
−0,364
(𝐹𝑟)0,942 (𝑑50
𝑏𝑝)
−0,249
(2.32)
34
2.10. Model Fisik Hidrolik
Pengertian model secara umum adalah suatu cara untuk menciptakan suatu tiruan dari suatu
fenomena/peristiwa alam (Rustiati, 2002). Ada tiga jenis model yaitu model fisik, model
analogi dan model matematika. Pada model fisik, tiruan dilakukan dengan membuat
daerah/ruang tiruan dimana fenomena itu terjadi. Tiruan ini dapat lebih besar atau lebih kecil
dibanding fenomena asli. Kecocokan model tergantung dari kemungkinan kesebangunan yang
ditiru di alam. Contohnya model bendung, model pintu air dan sebagainya. Model analogi
dilakukan dengan menganalogikan fenomena alam dengan fenomena alam lainnya untuk
kemudian dibuatkan model fisiknya. Contohnya peristiwa aliran air di bawah bendung ditirukan
dengan model yang menggunakan arus listrik. Pada model matematik, tiruan dilakukan dengan
mendiskripsikan fenomena alam dengan satu set persamaan matematik. Contohnya model
kecepatan aliran pada saluran terbuka, model angkutan sedimen atau limbah, penelusuran aliran
pada aliran tidak seragam dan lain-lain.
Beberapa masalah teknik yang berhubungan dengan aliran fluida kadang-kadang sulit atau
tidak bisa diselesaikan secara analitis. Untuk itu diperlukan suatu percobaan atau pengamatan
untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pengamatan langsung di lapangan untuk masalah atau
pekerjaan yang besar seperti sungai, pelabuhan atau bangunan pelimpah bendungan akan
memakan biaya yang besar dan waktu yang lama. Untuk menghindari kendala tersebut,
pengamatan bisa dilakukan dengan membuat miniatur dari permasalahan yang ada di
laboratorium, yang dikenal dengan studi model. Model ini mempunyai bentuk yang serupa
dengan permasalahan yang sedang dipelajari tetapi dengan ukuran yang lebih kecil (Triatmadja,
1999:1).
Pada dasarnya model fisik dan matematik sangat sesuai untuk penelitian dengan rentang
lebar pada kondisi batas dan untuk pengembangan desain umum. Kesamaan antara fenomena
alam dan model biasanya diverifikasi secara parsiil. Parameter model diestimasi berdasar
pengukuran di lapangan dan observasi, yaitu (Przedwojski dan Pilarczyk, 1995:145) :
1. Model menjadi efisien hanya jika berdasar data lapangan dan jika prediksinya dapat
diverifikasi dengan data terukur.
2. Pengukuran lapangan seharusnya hanya pada data yang akan digunakan pada model.
Model fisik hidrolik adalah membuat bangunan air yang telah direncanakan sebelum
diwujudkan benda aslinya, dengan ukuran yang diperkecil atau dibuat dengan skala yang lebih
kecil dari bangunan asli. Pengecilan ini yang disebut model, sedang bangunan asli disebut
35
prototipe. Model fisik hidrolik dipakai karena mempunyai banyak kelebihan, antara lain
(Triatmadja, 1999:2) :
a) Dapat diprediksi kelakukan dan kerja suatu bangunan yang akan dibuat,
b) Beberapa kekurangan yang tidak atau belum diperkirakan akan terjadi, dapat segera
diketahui sehingga kekurangan tersebut dapat dihindari pada prototipe yang akan
dibuat.
c) Dapat dipelajari beberapa alteratif perencanaan, sehingga dapat segera dipilih bangunan
yang paling optimum.
Pertimbangan umum yang dipakai dalam memodelkan proses morfologi yang terjadi akibat
peristiwa alamiah maupun akibat aktivitas manusia dalam bentuk yang lebih sederhana dan
dapat diselesaikan dengan alternatif penyelesaian yang ada. Meskipun perkembangan model
matematis cukup pesat, perlu dicatat bahwa dalam memahami suatu proses fisik seperti
perubahan morfologi dasar sungai, penggunaan model fisik masih merupakan cara yang lebih
murah dan belum digantikan oleh komputer (Rustiati, 2002).
Proses angkutan aliran air dan sedimen adalah permasalahan yang tergantung dari waktu
dan bersifat 3 dimensi. Diperlukan skema untuk membuat gambaran matematis yang akan
menuntun ke pembuatan model yang berguna untuk memprediksi perubahan morfologi
(Przedwojski dan Pilarczyk, 1995:143). Perubahan saluran sungai alam termasuk kedalam hal
di bawah ini : 1) Gerusan dasar saluran dan penumpukan material (degradasi dan agradasi). 2)
Variasi lebar saluran. 3) Efek kurva topografi dasar saluran. 4) Pergerakan meandering.
2.11. Teori Kesebangunan dan Analisa Dimensi
Penelitian dengan skala model didasarkan pada teori kesebangunan antara model dan
prototipe. Teori kesebangunan menunjukkan tentang (Novak dan Calbeka, 1981:4):
a) Percobaan model dapat dibenarkan secara teoritis dan pelaksanaan metode penelitian
b) Pembuktian model untuk dapat dibenarkan secara empiris
c) Parameter pengukuran selama percobaan
d) Proses analisa hasil penelitian
e) Penggambaran fenomena hasil penelitian dan uji validasi dan verifikasi
Model fisik berdasarkan kondisi skala dapat diklasifikasikan dalam dua tipe, yaitu model
distorsi dan model tak distorsi. Pada model distorsi, bentuk geometri antara model dan
prototipe tidak sama. Model lebih banyak digunakan apabila prototipe mempunyai dimensi
horisontal jauh lebih besar dari dimensi vertikal sehingga skala dibuat tidak sama antara skala
36
horisontal dan skala vertikal. Sedangkan model tak distorsi bentuk geometri antara model dan
prototipe adalah sama tetapi berbeda ukuran dengan skala tertentu. Hubungan skala antar
parameter yang akan dipergunakan untuk membuat model dibedakan menjadi dua golongan,
yaitu (Triatmadja, 1999:5):
1. Hukum skala (scale law), yaitu hubungan antar skala parameter yang harus dipenuhi,
dalam hal ini adalah kondisi kekasaran (roughness condition) dan bilangan Froude.
2. Persyaratan skala (scale condition), yaitu hubungan antar skala parameter yang harus
dipenuhi untuk menghindari efek skala, yaitu kriteria kesebangunan
Teori kesebangunan saat ini umumnya dikolaborasikan dalam dua arah , pertama untuk
menurunkan kriteria kesebangunan dari sistem persamaan homogen dasar yang secara
matematis menggambarkan fenomena fisik pengamatan. Metode ini kebanyakan sesuai untuk
semua ilmu teknik, kimis fisik dll dan pada beberapa kasus penelitian hidrolika. Biasanya
persamaan diferensial banyak digunakan dalam penelitian ilmiah seperti masalah angkutan
sedimen, proses persungaian, kecepatan tinggi dengan kavitasi, aliran beraerasi dan sebagainya
(Novak dan Calbeka, 1981:4). Bagian kedua adalah analisis dimensi yang merupakan dasar
penentuan kondisi kesebangunan. Hal ini digunakan sebagai preliminari dari dasar fisik setiap
fenomena dan untuk penentuan parameter seperti seberapa sering diuji verifikasi dengan
persamaan terpisah. Gabungan analisis fisik dan dimensi umumnya menentukan keberhasilan
penelitian termasuk riset hidrolika.
Permasalahan yang ada dalam hidrolika dapat didekati dengan analisa dimensi, yaitu suatu
teknik matematik yang berhubungan dengan dimensi dari suatu besaran fisik yang berpengaruh
pada permasalahan yang dihadapi (Dermawan, 2011). Analisa dimensi menyediakan informasi
dasar tentang fenomena yang diamati dengan asusmsi bahwa fenomena ini digambarkan dengan
persamaan dimensional yang terdiri dari variabel yang mempengaruhinya (Novak et al,
2007:674). Semua besaran fisik dapat dinyatakan dalam suatu sistem gaya F-L-T (force-length-
time) atau M-L-T (mass-length-time). Ketiga besaran ini disebut dengan besaran dasar. Besaran
lainnya seperti percepatan, kecepatan, debit dan sebagainya dapat diturunkan dari ketiga
dimensi dasar tersebut.
Beberapa metode untuk menentukan bilangan tak berdimensi antara lain (Dermawan,
2011): Basic Echelon Matrix, Stepwise, Langhaar, Rayleigh dan Buckingham (phi theorm).
Metode Buckingham (phi theorm) dapat digunakan untuk bentuk konstanta variabel tak
berdimensi. Jika m buah fenomena variabel yang mempengaruhi dapat diekspresikan dalam n
37
suku satuan dasar, kemudian dimasukkan ke dalam grup m variabel untuk membuktikan (m –
n) konstanta tak berdimensi. Oleh Buckingham konstanta ini disebut sebagai π1 , π2 dan π3
(Novak dan Calbeka, 1981:5).
1. Membandingkan jumlah variabel dengan jumlah satuan dasar dan mendapatkan konstanta
tak berdimensi. Phi teori adalah (jumlah konstanta tak berdimensi) = (jumlah variabel) –
(jumlah satuan dasar)
2. Menyeleksi variabel pengulangan. Jumlah variabel pengulangan akan seimbang dengan
jumlah satuan dasar variabel pengulangan dengan satu atau lebih satuan dasar dan tidak
harus dikurangi parameter tak berdimensi.
Tabel 4. Contoh jumlah konstanta tak berdimensi
Contoh
variabel
Jumlah
variabel
Jumlah satuan
dasar
Jumlah
konstanta tak
berdimensi
L,g,t 3 2 (L,T) 3 – 2 = 1
L,v,g 3 2 (L,T) 3 – 2 = 1
P,D,Q,ρ 4 3(L,T,M) 4 – 3 = 1
F,D,v,ρ,µ 4 3(L,T,M) 4 – 3 = 1
Q,H,g,v 4 2 (L,T) 4 – 2 = 2
D,N.µ,p,R 5 3(L,T,M) 5 – 3 = 2
l,v,R,µ,g,R 6 3(L,T,M) 6 – 3 =3
Δp, D,l, ρ,µ,v,t 7 3(L,T,M) 7 – 3 = 4
Sumber: Novak dan Calbeka (1981:32 )
3. Variabel pengulangan selanjutnya diseleksi. Pilihan yang benar akan mendapatkan bentuk
geometri seperti L dan d dalam fluida (ρ,µ) untuk aliran adalah v, sehingga pilihan ini akan
baik bila diambil sebagai l,d,v,ρ aliran fluida.
4. Variabel pengulangan setiap harga indeks dalam grup dengan bentuk variabel pengulangan
konstanta tak berdimensi.
Contoh : asumsikan gaya viskositas dari benda bulat yang masuk dalam fluida berdiameter
D bergantung pada viskositas (µ), rapat massa (ρ) dan kecepatan jatuh (v). Buktikan F
tergantung dari D,v, µ, ρ
F= φ(D,v, µ, ρ), variabelnya ada (F,D,v, µ, ρ) = 5 buah, satuan dasar L M T = 3 buah, jadi
jumlah konstanta tak berdimensi = 5 – 3 = 2
Pilihan variabel berulang adalah D, v dan ρ
π1 = Da1 vb1 ρc1. F
π2 = Da2 vb2 ρc2. µ
38
F = φ (D,v, µ, ρ)
Analisa π1
L0 M0 T0 = [L]a1 [L.T-1]b1 [M.L-3]c1 [M.L.T-2]
Untuk satuan L 0 = a1 + b1 – 3c1 + 1
Untuk satuan M 0 = c1 + 1 jadi c1= - 1
Untuk satuan T 0 = - b1 – 2 jadi b1 = - 2 dan harga a1= - 2
π1 = F (D-2 v-2 ρ-1) atau π1= F/D2 v2 ρ
Analisa π2
L0 M0 T0 = [L]a2 [L.T-1]b2 [M.L-3]c2 [M.L-1.T-1]
Untuk satuan L 0 = a2 + b2 – 3c2 -1
Untuk satuan M 0 = c2 + 1 jadi c2 = -1
Untuk satuan T 0 = -b2 – 1 jadi b2 = -1 dan harga a2 = -1
π2 = µ (D-1 v-1 ρ-1) atau π2 = µ/(Dvρ)
π1 = f (π2)
F/D2 v2 ρ = f (µ/(Dvρ))
F = (D2 v2 ρ)f (µ/(Dvρ))
F = (D2 v2 ρ)φ ( (Dvρ)/µ) jika dibalik fungsi f, maka didapat persamaan
F = (D2 v2 ρ)φ ( Re) tanda φ adalah transformasi
Analisis dimensi yang lain adalah metode Langhaar (Yuwono, 1994:19). Metode ini
dipilih karena pengelompokan parameter dan hasil keluaran bilangan tak berdimensi lebih
mudah dan dapat digabungkan untuk membuat bilangan tak berdimensi lainnya. Metode
Langhaar digunakan apabila fenomena hidrolik diberikan notasi n dengan parameter πi dimana
i = 1,2,3,...,n dan apabila parameter tersebut disusun oleh sejumlah m elemen utama, maka hasil
bilangan tak berdimensi yang diturunkan adalah (n – m). Jika πi akan memiliki dimensi Mαi Lβi
Tτi sehingga dimensi dapat ditulis kembali sebagaimana di bawah ini:
π = [Mα1Lβ1Tτ1]k1
× [Mα2Lβ2Tτ2]k2
× … … . .× [MαnLβnTτn]kn
(2.33)
39
π = [M(α1k1+α2k2+⋯+αnkn)] × [L(β1k1+β2k2+⋯+βnkn)] × [T(τ1k1+τ2k2+⋯.+τnkn]
Simbol π adalah bilangan tak berdimensi apabila
𝛼1k1 + 𝛼2k2 + ⋯ … . . +𝛼𝑛k𝑛 = 0 (2.34)
𝛽1k1 + 𝛽2k2 + ⋯ … . . +𝛽𝑛k𝑛 = 0 (2.35)
𝜏1𝑘1 + 𝜏2𝑘2 + ⋯ … . . +𝜏𝑛𝑘𝑛 = 0 (2.36)
Simbol αi, βi dan τi adalah koefisien yang besarannya dapat diketahui dari parameter πi yang
berkaitan. Hasil dari bentukan bilangan tak berdimensi ini diusahakan agar dalam
penyusunannya secara kelompok. Hal ini ditujukan agar parameter yang penting hanya muncul
sekali dalam hasil hitungan bilangan tak berdimensi. Hal ini sangat penting untuk menghindari
hubungan palsu (spurius). Hubungan spurius adalah suatu hubungan yang apabila digambarkan
penampakannya bagus namun kenyataannya membingungkan (Yuwono, 1994:24).
Pengukuran yang dilakukan pada model fisik dapat mempunyai kesalahan. Kesalahan
tersebut antara lain adalah (1) kesalahan sistemik dan (2) kesalahan stokastik. Kesalahan
sistemik dapat diperkecil dengan melakukan kalibrasi peralatan sebelum digunakan. Kesalahan
stokastik besarnya sangat tergantung peralatan yang dipakai. Kesalahan biasanya diwujudkan
dalam persentase (%) dari hasil pengukuran. Untuk mengurangi kesalahan ini perlu dilakukan
pemilihan alat atau instrumentasi dan skala yang sesuai pada percobaan yang dilakukan.
Keseksamaan ketelitian dari penelitian suatu model fisik hidrolik sangat ditentukan oleh: (1)
keseksamaan data lapangan (prototipe), (2) keseksamaan sistem kontrol, (3) keseksamaan
sistem pengukuran (Yuwono, 1994:25).
2.12. Analisa Regresi
Penentuan hubungan antara dua variabel atau lebih bagus dibuat dalam bentuk persamaan
atau rumus matematik. Suatu analisis yang membahas hubungan antara dua variabel atau lebih
disebut analisis regresi (Neolaka, 2014:128). Langkah pertama yang harus dilakukan untuk
menyatakan hubungan antar variabel adalah mengumpulkan data yang menunjukkan nilai dari
hubungan variabel yang diamati. Selanjutnya data-data tersebut digambarkan pada suatu
diagram pencar (scatter diagram). Dari diagram tersebut dapat diperoleh suatu kurva regresi
yang sesuai. Langkah pertama dalam analisis hubungan antar variabel adalah penentuan satu
variabel yang disebut variabel terikat dan satu/lebih variabel terikat/bebas.
40
Berdasar hubungan linier antar variabel pada analisa regresi, maka analisa regresi dapat
dikelompokkan menjadi dua macam yakni analisa model linier dan non linier. Regresi linier
dapat dibedakan menjadi:
a). Regresi linier sederhana yang dinyatakan dalam bentuk,
Yi = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + ⋯ + βnXn + ε (2.37)
dengan nilai β adalah konstanta dan X adalah variabel bebas
b). Regresi linier berganda
Analisis regresi linier berganda merupakan hubungan linier dua variabel bebas atau
lebih (X1, X2, ..., X3) dan variabel terikat (Y). Analisis hubungan ini digunakan untuk
mengetahui kecenderungan hubungan antar variabel bebas (independent variable) dan variabel
terikat (dependent variable). Hubungan tersebut dilihat apakah berhubungan positif atau
negatif dan untuk memperkirakan nilai variabel terikat apabila nilai variabel bebas mengalami
kenaikan atau penurunan. Umumnya data yang dipakai berskala interval atau rasio.
Persamaan regresi linier berganda antara variabel terikat Y dan variabel bebas Xi,p adalah
sebagai berikut:
Yi = β0 + β1Xi1 + β2Xi2 + β3Xi3 + ⋯ + βp−1Xi,p−1 + εi (2.38)
Apabila β1 adalah konstanta, maka X1 nilainya 1
Dalam notasi matriks Persamaan (2.37) ditulis menjadi persamaan sebagaimana di bawah
ini:
Y = X β + ε (2.39)
Dengan Y = (Y1
Y2
Yn
) , X = (1 X11 X12
1 X21 X22
1 𝑋𝑛1 𝑋𝑛2
… X1,p−1
⋯ X2,p−1
⋯ 𝑋𝑛,𝑝−1
) , β = (
β0
β1
βp−1
) dan ε = (
ε1
ε2
εn
)
Untuk mendapatkan taksiran (estimasi) dilakukan dengan cara ordinary least square sehingga
nilai β didapat sebagai berikut:
β̅ = (XTX)−1(XT)Y (2.40)
Sementara nilai R2 atau koefisien determinasi untuk regresi berganda didapat dari persamaan
berikut:
41
R2 =(β̅XTY−nY̅2)
YTY−n.Y̅2 (2.41)
Y taksiran atau Y̅ dapat dihitung dengan persamaan (2.39) dengan memasukkan angka dari βj
yang telah diketahui. Kesalahan (error = ε) dapat dihitung dengan:
ε = Yi - Y̅ = Yi – β1.Xi,1 – β2.Xi,2 - .... – βp.Xi,p (2.42)
Hasil hitungan berdasar persamaan regresi yang diperoleh dari hubungan antar variabel
kemudian dapat dihitung perbedaan hasil terhadap hasil pengamatan. Jika suatu model tidak
dapat dijelaskan dalam kedua bentuk tersebut maka model yang didapatkan adalah suatu model
non linier. Regresi non linier adalah suatu bentuk perumusan dengan variabel bebas X dan atau
variabel terikat Y dapat berfungsi sebagai variabel dengan orde tertentu. Disamping itu variabel
X dan atau variabel Y berfungsi sebagai penyebut ataupun berfungsi sebagai eksponen atau
perpangkatan.
Regresi non linier dapat diklasifikasikan menjadi:
a). Regresi polinom, adalah suatu bentuk dimana variabel bebas menjadi faktor dengan orde
berurut. Bentuk fungsinya dapat dijelaskan sebagai berikut:
Y = β0 + β1X + β2X2 fungsi kudratik (2.43)
Y = β0 + β1X + β2X2 + β3X3 fungsi kubik (2.44)
Y = β0 + β1X + β2X2 + β3X3 + β4X4 fungsi kuartik (2.45)
Y = β0 + β1X + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 fungsi kuinik (2.46)
b). Regresi geometrik, merupakan suatu model fungsi yang berbeda dengan fungsi polinom.
Model regresi ini mempunyai model sebagai berikut:
Y = β0 + β0x . (2.47)
c). Regresi eksponensial, merupakan suatu bentuk regresi variabel bebas X yang berfungsi
sebagai eksponen atau pangkat atau orde. Model regresi ini adalah sebagai berikut:
Y = β eβx atau Y = β 10βx (2.48)
Persamaan 2.47 dapat dimodifikasi menjadi
1
Y= β0 + β1eβx , persamaan ini disebut kurva logistik (2.49)
42
d). Regresi logaritmik, merupakan suatu fungsi regresi dimana variabel terikat Y sebagai
eksponen (pangkat/orde) dan variabel bebas X memiliki bentuk perpangkatan. Bentuk
regresi ini adalah sebagai berikut:
eY = β0 + β1x atau Y = ln β0 + β1 ln X ( transformasi linier) (2.50)
e). Rgresi fungsi geometri, merupakan suatu model regresi linier berganda dengan fungsi
trigonometri di dalamnya.
Model regresi paling sederhana dari fungsi ii adalah:
Y = β0 +β1 sinX + β2 cosX (2.51)
Model ini disebut model kurva Fourier
2.12.1. Koefisien Korelasi
Selain persamaan regresi yang menunjukkan kedekatan antara dua variabel maka terdapat
ukuran yang menjelaskan seberapa dekat hubungan antar variabel tersebut, yaitu menggunakan
koefisien korelasi dan koefisien determinasi.
Koefisien korelasi adalah suatu bilangan yang menyatakan derajat kedekatan antara dua
variabel yang berhubungan dan menjelaskan besarnya pengaruh suatu variabel terhadap
variabel lainnya (Neolaka, 2014:129). Koefisien korelasi dinyatakan dengan notasi r. Nilai
notasi r berkisar antara -1 sampai dengan +1.
Koefisien korelasi yang sederhana disebut dengan koefisien korelasi Pearson karena
persamaan hitungan koefisien korelasi ini ditemukan oleh Karl Pearson yang merupakan ahli
Matematika dari negara Inggris. Persamaan yang digunakan dalam menghitung koefisien
korelasi sederhana adalah:
rxy =∑ XY
∑ X ∑ Y (2.52)
Suatu hubungan antara dua variabel dinyatakan memiliki korelasi jika variabel yang satu
berubah dan varibel yang lainnya mengikuti perubahan tersebut dengan arah yang sama atau
tidak sama. Penting sekali untuk diperhatikan bahwa besaran koefisien korelasi yang kecil
(tidak signifikan) tidak menunjukkan bahwa antara variabel tersebut tidak saling terpengaruh.
Melainkan terdapat beberapa kemungkinan antara lain kedua variabel tersebut saling
mempengaruhi dengan kuat tetapi nilai koefisien korelasinya mendekati nilai nol, seperti pada
43
hubungan non linier. Persamaan koefisien korelasi Pearson khususnya berlaku pada regresi
linier dan tidak berlaku pada regresi kurva.
2.12.2. Koefisien Determinasi
Koefisien korelasi (r) menyediakan suatu besaran kedekatan dan arah hubungan antara dua
variabel. Nilai besaran ini tidak menyediakan informasi bagian keberagaman (variasi) variabel
terikat (Y) yang dapat dijelaskan atau dipengaruhi oleh suatu hubungan linier dengan nilai
besaran variabel bebas (X). Nilai r kuadrat dapat menjelaskan dengan tepat bagian tersebut
yang dinyatakan dengan koefisien determinasi, R2. Koefisien determinasi dapat dijelaskan
sebagai suatu besaran yang menggambarkan proporsi nilai Y yang dinyatakan dalam suatu
hubungan linier berupa:
R2 =∑(Y𝑐−�̅�)2
∑(Y−Y̅)2 (2.53)
Dimana Yc = a + bX, merupakan suatu garis regresi dan Y̅ adalah suatu nilai rerata yang terdapat
pada variabel terikat Y. Koefisien determinasi hanya menunjukkan proporsi varian yang dapat
diterangkan apabila terdapat hubungan penyebab.
2.13. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang gerusan di bawah pintu telah banyak diteliti baik secara numerik maupun
percobaan laboratorium. Masing-masing peneliti memiliki titik fokus yang berbeda antara yang
satu dengan yang lain. Lim et.al (2002) menghasilkan suatu persamaan empiris untuk
menghitung kedalaman erosi di bawah pintu dengan memperhitungkan faktor bukaan dan
aplikasi di laboratorium dengan pemasangan lantai apron. Todeschini et.al (2008) menyusun
persamaan numeris dan percobaan laboratorium tentang erosi dan angkutan sedimen pada pintu
pembilasan. Guven dan Gunal (2008) memprediksi gerusan di hilir pintu akibat operasional
pintu dengan program jaring syaraf (neural networks /NNs) dan diverifikasi dengan data
lapangan. Goel (2010) mengamati dan meneliti gerusan di bagian hilir pintu tanpa
menggunakan lantai apron dengan kondisi aliran free over flow (aliran terjun bebas). Sebuah
percobaan laboratorium dilakukan oleh Mahboubeh et.al. (2011) tentang pengaruh kontraksi
aliran dan gerusan (scouring) di hilir saluran pada kondisi aliran kombinasi di atas dan di bawah
pintu. Sobeih et.al (2012) meneliti kedalaman gerusan maksimum pada hilir saluran dengan
ambang yang divariasi tingginya dan panjang lantai apron di hilir ambang. Bove et.al (2013)
meneliti gerusan ganda akibat aliran turbulen pada pintu tenggelam (submerged sluice gate).
44
Beberapa hasil penelitian berkenaan dengan karakteristik pintu air sebagai struktur
bangunan air yang mengatur debit seperti: Al-Suhaili, Al-Baidhani dan Al-Mansori (2014),
Belaud, Gilles dan Cassan, Ludovic dan Baume, Jean Pierre (2009), Erdbrink,
Krzhizhanovskaya dan Sloot (2012: 5), Habibzadeh, Vatankhah dan Rajaratman (2011) dan
Yen dan Tsai (2001). Banyak studi dilakukan untuk mencari hubungan koefisien debit pintu
air sebagai pengatur debit pada kondisi aliran bebas dan tenggelam. Melalui analisis dimensi,
sistem skala dan regresi linier diperoleh persamaan empiris untuk memperkirakan besar bukaan
dan koefisien debit untuk pengoperasian pintu. Adapun uraian ringkas dari penelitian-
penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
Al-Suhaili, Al-Baidhani dan Al-Mansori (2014) mengadakan penelitian dengan
mempertimbangkan parameter bukaan, tipe, tinggi muka air di hulu, jumlah pintu dan model
estimasi koefisien debit aliran dibawah pintu, aliran di atas pintu dan gabungan aliran di bawah
dan di atas pintu. Peneliti membuat model ANN (artificial neural network) untuk bendung
persegi dengan 3 bukaan bawah. Perletakan pintu aliran bawah berada di tengah bendung dan
masing-masing sisi kiri dan kanan bendung. Tujuannya untuk mengembangkan model estimasi
koefisien debit pada 3 kasus aliran. Kasus pertama adalah aliran parsiil dari bukaan bawah saja,
kasus ke dua adalah aliran di atas bendung saja. Sedang yang ke tiga adalah aliran kombinasi
yang melalui bawah dan atas bendung.
Pada kasus aliran melalui bukaan bawah saja, muka air saluran lebih kecil dari tinggi
bukaan dan debit aliran (Qp). Untuk menghitung debit yang melalui 3 bukaan bawah digunakan
persamaan:
Qptheo =2
3∙ b0√ 2gH
3
2 (2.54)
Qptot = 3 (Qpt heo) (2.55)
dengan Qptheo adalah Q teoritis satu bukaan (m/dt); Qptot adalah Q teoritis total 3 bukaan. H
adalah tinggi energi total (m). b0 adalah tinggi bukaan (m). g percepatan gravitasi (m/dt2).
Sedangkan Q aktual setiap bukaan = Qpacto ditulis dalam persamaan:
Qpacto = Cdp1 . Qpteo (2.56)
Pada kondisi aliran melalui bukaan bawah saja, hubungan fungsional yang menggambarkan
koefisien debit adalah:
Cdp = Ft(hl/H, bl/H, hm/H, bm/H, hr/H, br/H) (2.57)
45
Persamaan di atas adalah persamaan umum, untuk aliran melalui bawah persamaan ditulis:
Cdp = F1 (ho/H , b0/H) (2.58)
Dimana ho adalah tinggi energi terukur (m), H adalah tinggi energi terukur total, bo adalah tinggi
masing-masing bukaan.
Dari hasil pengamatan dan analisa Al Suhaili, Al-Baidhani dan Al-Mansori (2014) diperoleh
bahwa koefisien debit maksimum adalah kurang dari 0,6188 dan koreksi maksimum untuk debit
teoritis adalah 38%. Hasil yang lain menunjukkan koefisien debit berkurang saat (ho/H)
meningkat. Pada aliran bawah, koefisien debitnya lebih kecil dibanding aliran atas (yang
melalui puncak bendung).
Belaud, Gilles dan Cassan, Ludovic dan Baume, Jean Pierre (2009) melakukan perhitungan
koefisien kontraksi di bawah pintu untuk aliran bebas dan tenggelam dengan persamaan
konservasi momentum dan energi. Dengan mengasumsikan kehilangan energi pada bagian
hulu dan tinggi muka air pada bagian hulu pintu (H0) adalah sama besar dengan tinggi energi
total (E0), maka diperoleh persamaan:
H0 = E0 = h0 + Q2/(2gB2h02) (2.59)
Erdbrink, Krzhizhanovskaya dan Sloot (2012) membuat simulasi aliran bebas untuk
optimalisasi bukaan pintu dengan menurunkan model debit. Tujuannya adalah memprediksi
secara periodik kondisi aliran di bawah pintu berdasar fluktuasi debit. Pendekatan model
dilakukan dengan membuat prediksi tinggi muka air di hulu dan hilir. Kemudian menurunkan
beberapa kemungkinan konfigurasi pintu, lalu mengatur bukaan pintu dihubungkan dengan
pengaturan debit. Selanjutnya mensimulasi dan menganalisa bukaan pintu dan menetapkan
konfigurasi pintu yang paling optimum. Langkah terakhir adalah membuat keputusan untuk
sistem operasi pintu.
Menurut Erdbrink, Krzhizhanovskaya dan Sloot (2012) desain geometri pintu sebagai
pengatur debit yang baik adalah pintu yang tidak menghasilkan aliran fluktuatif selama
operasional normal. Kriteria untuk mencapai aliran moduler adalah kedalaman aliran minimum
pada titik kontrol dibanding tinggi aliran pada titik maksimum koefisien kontraksi pada vena
kontrakta.
Habibzadeh, Vatankhah dan Rajaratnam (2011) mengamati pengaruh kehilangan energi
(energy loss) terhadap koefisien debit dengan pendekatan teoritis dan diaplikasikan pada aliran
bebas dan tenggelam. Asumsi bahwa kehilangan energi pada kondisi aliran bebas terjadi antara
46
titik kontrol dan vena kontrakta. Saat aliran tenggelam, ada tambahan pada kehilangan energi.
Dari penelitian diketahui bahwa vena kontrakta terjadi pada 1,15 kali bukaan pintu dan
kecepatan masuk sekitar 0,25 kali debit yang melewati pintu.
Dari hasil analisa model teoritis diketahui bahwa kehilangan energi memegang peranan
penting dalam menentukan karakteristik debit pada pintu air. Nilai faktor kehilangan energi (k)
adalah 0,062 untuk aliran bebas dan 0,088 untuk aliran tenggelam. Persamaan baru yang
dihasilkan dapat digunakan untuk menghasilkan representasi operasional pintu dengan lebih
akurat. Sehingga evaluasi karakteristik debit di pintu air dapat lebih akurat pula.
Yen, Lin dan Tsai (2001) meneliti tentang kontraksi aliran yang berhubungan dengan
operasional bukaan pintu dalam fungsinya sebagai pengatur debit. Dalam ilmu praktis, nilai
Cc ditetapkan sebesar 0,61. Dalam kondisi aliran bebas (free flow) loncatan hidrolik terjadi
untuk memudahkan aliran superkritis menuju ke hilir pintu dan menjadi aliran hilir. Kehilangan
energi antara bagian hulu dan lubang pengaliran (atau disebut dengan bukaan pintu) dapat
diabaikan, sehingga koefisien debit diturunkan dari persamaan kontinuitas dan persamaan
energi. Pada kondisi aliran bebas, aliran di hulu pintu adalah subkritik, sedangkan aliran di hilir
pintu adalah superkritik. Ketika bukaan pintu (bp) sama atau lebih besar dari kedalaman muka
air kritik (ycr) maka tidak terjadi loncatan hidrolik dan aliran bebas tidak terbentuk. Pada
kondisi tersebut pintu tidak dapat difungsikan sebagai pengatur aliran.
Kedalaman aliran kritik dapat dianggap sebagai pengendali bukaan pintu maksimum untuk
aliran bebas. Ketika aliran superkritik terjadi di bawah pintu, loncatan hidrolis akan terbentuk
jauh di sebelah hilir dan debit dapat ditentukan oleh kedalaman muka air hulu (y0) dan bukaan
pintu (bp). Kondisi aliran di hilir pintu (aliran bebas dan tenggelam) akan mempengaruhi
besaran koefisien kontraksi. Kedalaman muka hilir maksimum untuk aliran bebas yang
diperbolehkan adalah sama dengan kedalaman muka air hilir minimum untuk aliran tenggelam.
Kedalaman kritik untuk saluran persegi adalah (Yen, Lin dan Tsai, 2001):
ycr = (Q2
gL2)1
3⁄
(2.60)
Kedalaman kritik dapat dipertimbangkan sebagai pengontrol bukaan pintu maksimum
untuk aliran bebas yang dinotasikan sebagai bmax. Dengan mengambil nilai Cc sebesar 0,61,
maka nilai bpmax sebesar 0,556y0.
47
Hasil eksperimental menunjukkan bahwa ketika bukaan pintu kurang dari kedalaman kritik
maka koefisien kontraksi secara signifikan mengikuti hukum aliran. Pada kondisi vena
kontrakta tenggelam dan kedalaman di hulu bervariasi maka kedalaman aliran terukur
maksimum lebih besar dari nilai teoritis. Persamaan yang diberikan merupakan gambaran dari
bukaan pintu, koefisien kontraksi, kedalaman hulu dan hilir berdasar teori loncatan hidrolik dan
karakteristik hidrolika. Koefisien kontraksi berpengaruh terhadap karakteristik hidrolik pintu
air. Penelitian ini diverifikasi dengan percobaan di laboratorium.
Karakteristik pintu air sedikit banyak telah mempengaruhi kondisi dasar saluran di hilir
pintu. Baik itu saluran berbahan dasar pasir, kerikil, tanah ataupun gabungan dari ketiganya.
Tinggi bukaan pintu akan mempengaruhi kecepatan aliran yang mengalir di bawah pintu.
Tinggi atau rendahnya bukaan pintu akan mengakibatkan perubahan kecepatan aliran dan
konsekuensinya terjadi perubahan pada dasar saluran di hilir pintu. Perubahan itu dapat berupa
gerusan (scouring) ataupun sedimentasi (dunes). Kejadian gerusan di hilir pintu telah banyak
menarik perhatian para peneliti di bidang sedimen dan teknik sungai.
Adapun penelitian yang berhubungan dengan gerusan (scouring) dihilir pintu telah
dilakukan oleh beberapa peneliti berikut: Lim dan Yu (2002) meneliti kedalaman gerusan
akibat bukaan pintu dengan apron tidak bergerak (rigid bed) dengan variasi panjang apron dan
ukuran material serta variasi kondisi aliran. Dengan menggunakan analisis dimensi dengan
teknik regresi didapatkan parameter yang mempengaruhi kedalaman gerusan maksimum di
bawah struktur pintu.
𝑑𝑠
𝑏𝑝= 1.04𝜎𝑔
−0,69𝐹𝑟𝑜1,47 (
𝑏𝑝
𝐷50)
−0,33
(2.61)
Persamaan empiris diaplikasikan untuk menghitung gerusan maksimum yang terjadi di
Shimen Arch Dam di China. Dengan mengapliaksikan persamaan empiris tersebut diperoleh
kedalaman gerusan maksimum hitungan adalah 12,9 hingga 17 m untuk kecepatan rerata 20,8
-25,4 m/dt. Kedalaman gerusan rerata 14,95 m dan nilai ini dibandingkan dengan hasil
pengukuran kedalaman gerusan sebesar 13,6 m cukup relevan.
Penelitian tentang gerusan di hilir pintu tanpa apron dilakukan oleh Goel (2010) dengan
dua kondisi aliran yakni aliran jatuh bebas melewati pintu dan aliran di bawah pintu serta
kondisi kedalaman aliran di hilir yang berbeda. Penelitian eksperimental dilakukan di
laboratorium untuk mendapatkan hubungan secara grafis gerusan maksimum, volume gerusan,
tinggi dune dan volume dune. Bukaan pintu ditetapkan 2 cm dibawah pintu untuk semua variasi
48
debit. Hasil dari penelitian eksperimental menunjukkan bahwa gerusan di belakang pintu
tergantung dari debit dan kedalaman aliran di hilir (tailwater depth). Selain itu tergantung pula
kondisi aliran bebas atau di bawah pintu dan tinggi bukaan pintu. Berdasar analisis data
percobaan, kedalaman maksimum dan volume gerusan sangat peka terhadap perubahan debit
yang tinggi pada kedalaman aliran hilir rendah.
Penelitian berbeda dilakukan oleh Hamidifar, Omid dan Nasrabadi (2011) dimana
percobaan eksperimental untuk mengamati pengaruh kekasaran dasar saluran terhadap
karakteristik gerusan pada kondisi aliran tenggelam (aliran dibawah pintu). Di depan pintu
ditempatkan apron dengan dua kondisi halus dan kasar. Persamaan empiris untuk kondisi
dengan apron menggunakan persamaan dari Rajaratnam. Hasil penelitian berupa grafis
hubungan antara kekasaran dasar dan kedalaman maksimum gerusan, hubungan kondisi apron
dengan bentuk dune dengan debit rendah, hubungan kondisi apron dengan gerusan maksimum.
Penelitian fenomena gerusan juga dilakukan oleh Farhoudi dan Shayan (2014) yang
mengamati gerusan di hilir pintu dengan aliran tenggelam akibat pengaruh apron tetap (rigid
apron). Selain itu dibuat persamaan empiris untuk mengestimasi karakteristik gerusan pada
kondisi setimbang dengan skala waktu. Kemiringan dasar saluran dan ukuran butiran sedimen
bervariasi sesuai dengan kondisi muka air hilir yang berbeda. Hubungan regresi didapatkan
untuk mengestimasi dimensi karakteristik gerusan. Waktu divariasikan dan dihitung dengan
menggunakan persamaan hukum gaya.
Pengetahuan tentang sedimentasi telah banyak dilakukan oleh para praktisi teknik ataupun
peneliti. Sedimentasi yang terjadi di saluran terbuka, sungai aluvial, muara ataupun pantai telah
menarik minat banyak penelitian. Kompleksitas perubahan dasar saluran ataupun sungai
merupakan hasil interaksi dari partikel sedimen dan tekanan hidrodinamik. Hal ini telah
memberikan kontribusi dalam pengetahuan dan pemahaman tentang bentuk dasar dan resistensi
aliran pada suatu saluran aluvial (Julien dan Raslan, 1998).
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan sedimentasi dan dimensinya antara lain
yaitu: Penelitian oleh Julien dan Raslan (1998), tentang geometri dune di sungai berpasir pada
kondisi banjir. Julien dan Raslan melakukan investigasi berdasar persamaan van Rijn
(berdasarkan pada hasil laboratorium) pada sungai lebar berpasir. Metode ini untuk
mengelompokkan bentuk dasar dan prediksi dimensi bentuk dasar berdasar diameter partikel
tak berdimensi d* dan parameter angkutan T. Perbandingan prediksi tinggi bentuk dasar dan
kelandaiannya antara 84 hasil laboratorium dan 22 lapangan sangat sesuai. Dari hasil analisa
49
menunjukkan bahwa parameter tinggi dunes van Rijn merepresentasikan kondisi aliran di
percabangan sungai dengan baik. Kedua parameter panjang dan tinggi dunes meningkat seiring
dengan peningkatan debit sesuai hasil pengamatan selama kondisi banjir.
Penelitian serupa dilakukan oleh Talebbeydokhti, Hekmatzadeh dan Rakhshandehroo
(2006). Hasil penelitian menunjukkan resistensi (ketahanan) muatan dasar total membenahi:
1) kekasaran butiran yang tergantung dari ukuran butiran dasar, dan 2) bentuk kekasaran yang
tergantung dari dimensi bentuk dasar dan kedalaman aliran. Para ahli menemukan perbedaan
yang signifikan antara hasil pengamatan laboratorium dan hasil pengukuran di lapangan. Hal
ini karena pada kondisi lapangan bentuk yang ada adalah 3 dimensi. Para praktisi mengalami
kesulitan untuk mengukur dimensi dasar karena turbulensi aliran. Talebbeydokhti melakukan
suatu percobaan laboratorium satu-dimensi dengan simulasi bentuk dasar pada kondisi sedimen
dan aliran yang berbeda.
Hasil percobaan empiris dan perhitungan teoritis didapat beberapa hal sebagai berikut:
Rasio h/H tergantung dari variabel Sw, D50/H dan angka Froude, apabila salah satu parameter
dihilangkan maka hasil dari persamaan tersebut menjadi tidak benar. Metode yang ada
memberikan pendekatan yang berbeda dalam prediksi dimensi dunes. Persamaan dari Ranga
Raju dan Karim memberi prediksi lebih baik untuk tinggi dunes relatif bila dibandingkan
dengan persamaan sebelumnya.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Frederich, Paarlberg dan Lansink (2004). Pada setiap
percobaan, profil dasar diukur dengan interval waktu 30 detik. Sebelum runing, kemiringan
saluran dan suhu air diukur dan dicatat. Selain itu kecepatan dan profil dasar juga diukur. Untuk
setiap percobaan, pengukuran diambil pada bagian tengah flume, sehingga hanya tersedia data
2D. Profil dasar dicatat setiap 30 detik. Sedimen yang digunakan adalah pasir (d50 = 0.2 mm).
Tujuan percobaan untuk mendapat informasi hubungan kecepatan bentuk dasar, laju angkutan
sedimen dan prediksi pembentukan dasar. Hubungan ini memprediksi kecepatan terbentuknya
dune sebagai fungsi aliran dan sedimen. Hubungan prediksi kecepatan bentuk pasir sebagai
fungsi aliran, sedimen dan magnitude bentuk dasar.
Selanjutnya penelitian laboratorium oleh Mahgoub (2013). Percobaan dilakukan dengan
variasi debit mulai 0.02 m3/s hingga 0.13 m3/s. Kecepatan bervariasi antara 0.2 m/s hingga 1
m/s. Ukuran butiran pasir lolos saringan 60% (0.4 mm). Hal yang diamati yaitu gerak awal
pembentukan gelombang, pembentukan dasar dan munculnya bentuk ripple. Bukaan pintu
diatur untuk menghasilkan bilangan Froude mulai dari 0.05 - 19. Tujuan utamanya adalah
50
mengamati pengaruh parameter aliran yang berbeda, debit aliran dan angka Froude terhadap
konfigurasi dasar di hulu dan di hilir loncatan hidrolik. Running dilakukan dengan 70 kali
proses eksekusi untuk mendapatkan semua karakteristik konfigurasi dasar.
Naqshband, Ribberink dan Huscher (2005) meneliti pengaruh muka air terhadap evolusi
dan morfologi dunes. Kekasaran hidrolis menggambarkan bentuk dasar yang berhubungan
dengan aliran, parameter sedimen, tinggi dan panjang bentuk dasar. Terdapat 227 percobaan
yang dibandingkan dengan percobaan oleh van Rijn dan Karim. Data dunes diseleksi dengan
angka Froude dan profil aliran hidrolis kasar. Hasil percobaan menunjukkan bahwa: evolusi
morfologi dunes dasar saluran dipengaruhi angka Froude. Untuk mengaplikasikan dimensi
dunes dengan berdasar percobaan pada aliran dangkal, sedangkan untuk aliran dalam untuk
sungai besar hasilnya kurang memadai.
Bartholdy, Flemming, Bartholoma dan Ernstsen (2005) mengadakan penelitian berdasar
bentuk dunes yang besar dan super besar yang meningkat ukurannya seiring dengan ukuran
butiran. Tinggi super dunes 0.1 m hingga 0.5 m sedang panjangnya mulai 7 – 12 m. Ukuran
butiran berubah dari 0.6 mm dibagian dalam menjadi 0.3 mm pada bagian luar. Hubungan
antara dimensi dunes dan ukuran butiran telah banyak dipelajari dengan berdasar pada
parameter koreksi di-kalibrasi ulang dari persamaan Meyer-Peter Muller.
Selengkapnya ringkasan penelitian terdahulu terangkum dalam Tabel 5 dan Tabel 6 berikut
51
51
Tabel 5. Penelitian karakteristik pintu
No. Peneliti Jenis aliran Debit (Q) m3/dt Bukaan pintu
(bp) (cm)
Rasio bukaan dg
muka air hulu
(bp/yo)
Rasio tinggi air hilir
dg bukaan (ytw/bp)
Koefisien
kontraksi
(Cc)
Keterangan
1. Erdbrink
et,al (2013) Freeflow
0.285; 0.250;
0.107
0.0622; 0.119;
0.13 0.11-0.40 1.85-1.92 0.86-0.9 Numerik
2. Habibzadeh
et,al (2011)
Freeflow
submerged hitung - 0.05-0.7 - 0.65-0.75
Analitis, faktor
kehilangan energi
(k)=0.0620-0.088
3. Belaud et,al.
(2009) Submerged flow 0.016-0.030 3;6;12;20;30 0-0.8 - 0.618-0.630 Numerik
4. Yen et,al.
(2001)
Free flow
submerged flow - 1-5 Max. 0.556 1-1.2 0.61-0.74
Analitis eksperimental,
(Yo/bp)= 2.8-14.2
Sumber: hasil analisa (2015)
Tabel 6. Penelitian Gerusan di sekitar pintu
No Peneliti Jenis aliran
Diameter
butiran (D50)
mm
Bil.
Froude
(Fr)
Tinggi
bukaan (bp)
cm
Kecepatan
kritik (Ucr)
butiran
Rasio tinggi air
hulu/bukaan
(Yo/bp)
Rasio
tinggi air
hilir/bukaa
n (Yt/bp)
Running
(t) Keterangan
1. Mohammed Ali
(2014) submerged
0.254; 0.315;
0.523; 0.596
1.68;2.47
;
4.45;6.08
; 9.29
1.62;2.02;
2.15; 2.99;
3.86
6 jam Analitis,
eksperimental
2. Melville (2014) Submerged 0.003 -1.38 2 - 4 1-107 - - >6 - Analitis
3. Farhoudi (2014) Submerged 1.78;1.11;0.58 3.78-
11.14 1.4; 2; 2.5 - - 1.74-15.19 24 -54j
Analitis
Eksperimental
4. Bove (2013) Submerged 420-840µ - 1.9-2.4 - 0.158-0.208 - 10 s Eksperimental
5. Shenouda (2013) Submerged 0.502 - - - Yo/Ytw ≤ 2.2 4 j Numerik
Eksperimental
52
No Peneliti Jenis aliran
Diameter
butiran (D50)
mm
Bil.
Froude
(Fr)
Tinggi
bukaan (bp)
cm
Kecepatan
kritik (Ucr)
butiran
Rasio tinggi air
hulu/bukaan
(Yo/bp)
Rasio
tinggi air
hilir/bukaa
n (Yt/bp)
Running
(t) Keterangan
6. Hamidifar
(2011) Submerged 1;1.85;3.58;5
7.71-
12,78 0-8.1
1.34;1.55;
1.77; 2; 2.21 - 10 12 jam
7. Minatti (2010) Submerged 7.3 2.32-5.18 1.3-2.9 0.8-1.78 - 2.08-
15.5
28jam
30menit
8. Mahgoub (2013) Submerged 0.25 – 0.5 0.05-19 1-6 - 2.01-14 0.8-0.9
9. Lim, Xie (2012) Submerged 0.73 5.57-6.53 1 0.606-0.71 - 12.7 28hari
10. Goel (2010) Submerged 0.37 - 2.44 - - 1.89-
6.63 1 jam
11. Hopfinger
(2004) Submerged 2 2.5-8 1.3-41 - 2.75-8.8 600detik
12. Lim (2002) Submerged 3620 - - 20.8-25.4 - 6.625 Qbanjir300
13. Balachandar
(1997) Submerged 0.84-1.12 - 1.0 15.6 6.5 1jam
Sumber: Hasil analisa (2015)
53
BAB III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
3.1. Kerangka Pikiran
Pintu air adalah bagian dari bangunan bagi yang berfungsi untuk membagi dan mengontrol
muka air. Pengoperasian pintu air seharusnya dapat meningkatkan unjuk kerja saluran sehingga
aliran dapat terdistribusi dengan baik. Kecepatan aliran yang sesuai dengan debit rencana akan
menjaga kestabilan aliran sampai ke saluran di petak tersier dan kuarter. Selama masa
pengoperasian dan perawatan, pintu air bergerak naik turun untuk menyesuaikan dengan aliran
yang direncanakan. Namun tidak selamanya pengoperasian pergerakan pintu air akan
sempurna. Karena proses pergerakan yang secara manual, pintu akan mengalami macet dan
bahkan rusak. Akibatnya proses distribusi aliran tidak sesuai dengan perencanaan. Saat
kecepatan aliran tinggi maka dasar saluran akan menerima gempuran kecepatan yang dapat
merusak dasar saluran. Apabila gempuran kecepatan berlangsung terus menerus akan
mengakibatkan dasar saluran terbongkar dan material sedimen dibawah dasar saluran akan
terkelupas.
Aliran yang melalui pintu air dapat dibedakan menjadi dua jenis yakni: (1) aliran bebas dan
(2) aliran tenggelam. Pada aliran bebas, loncatan hidrolik akan terjadi di hilir pintu untuk
memudahkan aliran superkritik berubah menjadi tinggi muka air hilir (tail water level). Ketika
kehilangan energi di hulu dan tinggi bukaan pintu diabaikan, koefisien debit untuk aliran bebas
dapat diturunkan dari persamaan kontinuitas dan persamaan energi (Yen, Lin and Tsai, 2001).
Ketika kedalaman muka air hilir lebih besar dari kedalaman konjugasi pada lubang bukaan,
aliran di pintu menjadi tenggelam dan membentuk loncatan tenggelam dan digolongkan
menjadi aliran tenggelam. Pada penelitian ini aliran yang digunakan adalah aliran tenggelam.
Hal ini dikarenakan pada aliran bebas, kecepatan aliran sangat tinggi, sehingga dapat
mengganggu proses pergerakan material sedimen. Material sedimen akan bergerak dan
berpindah bahkan terangkut secara keseluruhan. Pengamatan proses pergerakan sedimen tidak
dapat dilakukan karena material terangkut secara keseluruhan.
Pada aliran tenggelam, kejadian loncat air terjadi akibat perubahan kecepatan dari super
kritik menjadi sub kritik. Namun karena kedalaman aliran di sebelah hilir lebih besar dari
kedalaman aliran di bawah bukaan pintu, maka kecepatan aliran tidak membawa material
54
sedimen secara keseluruhan. Namun hanya beberapa dan atau sebagian material yang terangkut
dan berpindah tergantung dari kecepatan kritik butiran material sedimen (u*cr).
Beberapa penelitian tentang angkutan material sedimen dasar saluran khususnya gerusan
lokal di hilir pintu air menunjukkan bahwa kedalaman gerusan dan panjang gerusan tergantung
dari kedalaman aliran di hulu pintu (upstream water level), kedalaman aliran di hilir pintu (tail
water level), kecepatan aliran dibawah pintu (ucr), diameter butiran yang mewakili (D50, D85,
D90), beda elevasi muka air hulu dan hilir (ΔH). Sedangkan penelitian ini dilakukan untuk
mengkaji karakteristik gerusan dan sedimentasi akibat perubahan besaran tinggi bukaan pintu
(bp), debit (Q) dengan tiga jenis material dasar saluran yang berbeda.
Konsep pemikiran yang muncul adalah variasi besaran debit dan bukaan pintu
mempengaruhi karakteristik gerusan dan sedimentasi sehubungan dengan penggunaan tiga
jenis material dasar saluran. Masalah yang muncul adalah tinggi bukaan pintu dan debit akan
mempengaruhi perubahan besaran gerusan dan sedimentasi yang terjadi pada tiga jenis material
dasar saluran.
3.2. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
a) Perubahan tinggi bukaan pintu (bp) pada debit (Q) tertentu untuk tiga jenis material
dasar saluran (M) berpengaruh terhadap kedalaman gerusan (ds)
b) Perubahan tinggi bukaan pintu (bp) pada debit (Q) tertentu untuk tiga jenis material
dasar saluran (M) berpengaruh terhadap panjang gerusan (ls)
c) Perubahan tinggi bukaan pintu (bp) pada debit (Q) tertentu untuk tiga jenis material
dasar saluran (M) berpengaruh terhadap tinggi sedimentasi (hd)
3.3. Definisi Operasional
Pengertian definisi pengoperasian penelitian adalah:
a) Pemodelan fisik adalah suatu tiruan peristiwa alamiah di lapangan ke bentuk model
fisik di laboratorium. Pemodelan fisik hidrolik adalah pembuatan model fisik hidrolika
aliran ke dalam bentuk yang sederhana di laboratorium.
b) Saluran berpintu sorong adalah suatu model tiruan saluran irigasi dengan pintu sorong
yang digunakan untuk mengamati peristiwa yang berhubungan dengan pengaliran di
hulu dan hilir pintu sorong
c) Gerusan lokal adalah peristiwa terangkutnya material sedimen dasar saluran baik secara
perlahan-lahan ataupun cepat akibat perubahan kecepatan aliran.
55
d) Sedimentasi adalah peristiwa terangkutnya material sedimen dan mengendap di sebelah
hilir saluran akibat penurunan kecepatan aliran.
e) Bukaan pintu (bp) adalah tinggi bukaan bagian bawah pintu sorong terhadap dasar
saluran dan merupakan variabel yang diatur besarannya.
f) Debit (Q) adalah kapasitas aliran yang keluar dari ambang alat ukur Rechbock yang
digunakan untuk mengukur besar kecepatan aliran yang melewati bawah pintu.
g) Jenis material dasar saluran (M) adalah jenis material dasar saluran yang sudah diuji
berat jenisnya sesuai dengan kondisi tanah pertanian di lokasi penelitian. Jenis material
dasar ini akan mempengaruhi karakteristik gerusan dan sedimentasi yang terjadi di hilir
pintu.
h) Kedalaman gerusan (ds) adalah tinggi gerusan yang terjadi pada dasar saluran akibat
perubahan kecepatan aliran. Perubahan ini terbentuk karena perubahan debit dan tinggi
bukaan pintu pada saluran percobaan.
i) Panjang gerusan (ls) adalah total panjang lubang gerusan mulai dari titik awal terjadinya
gerusan hingga titik terakhir gerusan.
j) Tinggi sedimentasi (hd) adalah tinggi tumpukan material yang terendapkan di sisi hilir
pintu akibat tergerusnya dasar saluran.
56
Peta konsep dasar latar belakang penelitian seperti pada bagan berikut:
Bagan 1.Peta konsep dasar latar belakang penelitian
Pengatur dan pengukur tinggi
muka air
1) Pintu Skot Balok
2) Pintu Sorong (pengatur aliran,
dipasang di saluran terbesar)
3) Pintu radial
Peredaman energi dan perlindungan apron
Efektifitas peredaman energi :
a. Kehilangan energi di hilir pintu (HL)
b. Energi di hilir pintu (H)
c. Kedalaman aliran di hulu (yo) dan di
hilir (y3)
d. Panjang loncatan (Lj)
e. Bilangan Froude (Fr)
Kondisi perilaku gerusan :
a. Kedalaman (ds) dan panjang gerusan (ls)
b. Jarak gerusan dari apron (Xs) dan jarak
gerusan maksimum (Xsm)
c. Tinggi sedimentasi (hd)
d. Panjang dune (ld) dan panjang gerusan dan
dunes total (lsd)
Bangunan Air
Pengukur debit aliran
1) Ambang lebar (pengukur)
2) Romijn (pengukur dan
pengatur)
3) Crump de Guyter (pengukur
dan pengatur)
Bangunan bagi
dan sadap
Pintu sorong
Aliran bebas (free flow)
Tinggi muka air hilir tidak
mempengaruhi tinggi muka air di
hulu
Aliran tenggelam (submerged flow)
Tinggi muka air hilir
mempengaruhi tinggi muka air di
hulu
57
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Hidrolika Dasar dan Laboratorium
Sungai dan Rawa Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Malang. Adapun pelaksanaan penelitian model fisik ini menggunakan fasilitas
laboratorium, meliputi:
1. Model bangunan saluran terbuka yang terbuat dari bahan akrilik dengan lebar saluran
(B) 50 cm, tinggi saluran (Hsal) 50 cm dan panjang saluran (L) 800 cm.
2. Pintu air jenis pintu sorong (sluice gate) dari bahan akrilik dengan lebar pintu (B) 50
cm, tinggi (Hp) 50 cm dan tebal pintu (tb) 0,5 cm. Pintu ini dapat dinaikturunkan secara
manual.
3. Di ujung hulu dipasang balok kayu dengan dimensi 50x20x100 cm dan diberi pengaku,
balok berfungsi sebagai lantai dasar (rigid bed) di bawah pintu.
4. Di ujung hilir saluran dipasang pintu penangkap sedimen untuk menghalangi sedimen
terbawa aliran keluar saluran.
5. Butiran material sedimen disebar dan dipadatkan sepanjang saluran diujung bawah
pintu.
6. Diameter butiran yang digunakan adalah yang lolos saringan 5 mm dan dicampur
dengan tanah liat untuk mendapat komposisi yang sesuai dengan jenis tanah yang
berbeda-beda.
7. Pompa air untuk suplai aliran air bersih ke model saluran.
8. Bak penampungan air bersih untuk menyuplai air bersih dan dilengkapi alat ukur debit.
9. Meteran taraf (point gauge), tabung pitot
10. Water pass, penggaris, stopwatch, kamera
58
Gambar 14. Sketsa percobaan di laboratorium
4.2.Rancangan Uji Variasi Parameter Model
Rancangan perlakuan ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku
aliran akibat variasi bukaan pintu terhadap konfigurasi dasar saluran berbahan dasar pasir
lempung. Untuk bahan dasar saluran, variasi perlakuan diarahkan untuk mendapatkan data-
data hasil percobaan yang nantinya dapat menggambarkan pengaruh aliran tenggelam
(submerged flow) terhadap perubahan bentuk dasar, pengaruh variasi bentuk dasar campuran
berpasir dan lempung terhadap bentuk dasar saluran akibat bukaan, variasi rasio bukaan
terhadap bentuk konfigurasi dasar dengan variasi bahan dasar, kedalaman gerusan dan
sedimentasi, jarak dan panjang gerusan maksimum terhadap ujung bawah pintu, jarak dan
panjang sedimentasi terhadap ujung bawah pintu pada interval waktu 60 menit pada masing-
masing variasi. Metode penyetelan percobaan meliputi :
1. Penyetelan debit minimum (Qmin=0,5 lt/dt) dengan pengukuran kedalaman air di hulu dan
hilir pintu, sementara bukaan pintu di-setel mulai dari 0,5 cm.
2. Mengamati kondisi aliran di hulu untuk dapat mendapatkan kondisi aliran free flow, di
hilir pintu diamati untuk mendapatkan loncatan hidrolik. Diujung flume dipasang tailgate
untuk mempertahankan kondisi aliran tenggelam.
3. Sebelum mendapatkan kondisi aliran yang diinginkan dasar saluran bergerak (movable
bed) dikondisikan dalam kondisi jenuh air untuk menghindari terjadinya angkutan
sedimen selama awal penyetelan pengaliran.
4. Setelah mendapatkan kondisi hidrolik aliran yang diinginkan, mulai untuk dapat diamati
perubahan dasar yang terjadi akibat pengaliran.
Alat ukur debitRehbock
Bak penampung hulu
Katup pengatur
Pelim
pah bertangga
Bak hilir
Bak penampungan
0,6 m
6,5 m 1,5 m
Pintu sorong
Material dasar Dasar kaku (rigid bed)
59
5. Pengamatan pertama adalah pengamatan terhadap kondisi hidrolik saluran meliputi: jarak
titik awal loncatan hidrolik sesaat setelah melewati vena kontrakta, berturut-turut dengan
interval jarak 0,5cm; mengukur panjang loncatan hidrolik; mengamati kondisi permukaan
aliran (turbulensi, osilasi, datar, atau standing wave)
6. Mengukur kecepatan sedikit didekat bukaan pintu untuk menentukan bukaan pintu secara
teoritis dan dapat membandingkan dengan hasil empiris.
7. Mengukur kecepatan di hilir pintu untuk menghitung kedalaman teoritis
8. Mengukur kedalaman aliran di hilir (tail water depth) untuk mempertahankan kondisi
aliran yang sesuai.
9. Setelah tidak terjadi perpindahan material dari lubang gerusan/setelah 60 menit, pompa
dimatikan untuk selanjutnya melakukan pengukuran terhadap dasar
10. Pengamatan gerusan meliputi : kedalaman gerusan (ds), jarak gerusan dari bawah pintu
(ls), panjang gerusan (lsmax), tinggi sedimen (hd), jarak sedimen dari bawah pintu (Xd).
11. Pada kondisi aliran dimatikan diamati dan diukur bentuk konfigurasi dasar sepanjang
saluran untuk mengetahui sebaran (distribusi) material terangkut.
12. Percobaan diulangi untuk debit yang sama pada bukaan pintu yang selanjutnya (1cm -2.5
cm dengan interval bukaan 0.5 cm). Selanjutnya debit dinaikkan perlahan menjadi 1lt/dt
dengan variasi bukaan debit dan seterusnya untuk debit hingga mencapai debit
maksimum 5lt/dt dengan interval debit 0.5lt/dt.
13. Setelah semua pengamatan dan pengukuran dilakukan maka material sedimen dibongkar
dan diganti dengan material sedimen kedua (M2) dan dilakukan percobaan langkah ke 1
sampai 12 diulang.
14. Demikian seterusnya hingga langkah ke 12 untuk material sedimen kedua selesai dan
dilanjutkan dengan material sedimen ketiga (M3) dan percobaan kembali dilakukan mulai
langkah ke 1 sampai 12.
Berikut tabulasi proses eksekusi yang dilakukan dalam penelitian untuk material sedimen
pertama (M1) dalam hal ini material contoh tanah Sandy Loam, (M2 – Loamy sand) , (M3
– Sandy loam(a))
60
60
Tabel 7. Rancangan Percobaan Model Fisik Hidrolik
M1 bp1 bp2 bp3 bp4 bp5
0,5 cm 1,0 cm 1,5 cm 2,0 cm 2,5 cm
Q1 1 lt/dt M1Q1bp1 M1Q1bp2 M1Q1bp3 M1Q1bp4 M1Q1bp5
Q2 1,5 lt/dt M1Q2bp1 M1Q2bp2 M1Q2bp3 M1Q2bp4 M1Q2bp5
Q3 2 lt/dt M1Q3bp1 M1Q3bp2 M1Q3bp3 M1Q3bp4 M1Q3bp5
Q4 2,5 lt/dt M1Q4bp1 M1Q4bp2 M1Q4bp3 M1Q4bp4 M1Q4bp5
Q5 3 lt/dt M1Q5bp1 M1Q5bp2 M1Q5bp3 M1Q5bp4 M1Q5bp5
Q6 3,5 lt/dt M1Q6bp1 M1Q6bp2 M1Q6bp3 M1Q6bp4 M1Q6bp5
Q7 4 lt/dt M1Q7bp1 M1Q7bp2 M1Q7bp3 M1Q7bp4 M1Q7bp5
Q8 4,5 lt/dt M1Q8bp1 M1Q8bp2 M1Q8bp3 M1Q8bp4 M1Q8bp5
Q9 5 lt/dt M1Q9bp1 M1Q9bp2 M1Q9bp3 M1Q9bp4 M1Q9bp5
M2 bp1 bp2 bp3 bp4 bp5
0,5 cm 1,0 cm 1,5 cm 2,0 cm 2,5 cm
Q1 1 lt/dt M2Q1bp1 M2Q1b2 M2Q1b3 M2Q1b4 M2Q1b5
Q2 1,5 lt/dt M2Q2bp1 M2Q2b2 M2Q2b3 M2Q2b4 M2Q2b5
Q3 2 lt/dt M2Q3bp1 M2Q3b2 M2Q3b3 M2Q3b4 M2Q3b5
Q4 2,5 lt/dt M2Q4bp1 M2Q4b2 M2Q4b3 M2Q4b4 M2Q4b5
Q5 3 lt/dt M2Q5bp1 M2Q5b2 M2Q5b3 M2Q5b4 M2Q5b5
Q6 3,5 lt/dt M2Q6bp1 M2Q6b2 M2Q6b3 M2Q6b4 M2Q6b5
Q7 4 lt/dt M2Q7bp1 M2Q7b2 M2Q7b3 M2Q7b4 M2Q7b5
Q8 4,5 lt/dt M2Q8bp1 M2Q8b2 M2Q8b3 M2Q8b4 M2Q8b5
Q9 5 lt/dt M2Q9bp1 M2Q9b2 M2Q9b3 M2Q9b4 M2Q9b5
M3 bp1 bp2 bp3 bp4 bp5
0,5 cm 1,0 cm 1,5 cm 2,0 cm 2,5 cm
Q1 1 lt/dt M3Q1bp1 M3Q1bp2 M3Q1bp3 M3Q1bp4 M3Q1bp5
Q2 1,5 lt/dt M3Q2bp1 M3Q2bp2 M3Q2bp3 M3Q2bp4 M3Q2bp5
Q3 2 lt/dt M3Q3bp1 M3Q3bp2 M3Q3bp3 M3Q3bp4 M3Q3bp5
Q4 2,5 lt/dt M3Q4bp1 M3Q4bp2 M3Q4bp3 M3Q4bp4 M3Q4bp5
Q5 3 lt/dt M3Q5bp1 M3Q5bp2 M3Q5bp3 M3Q5bp4 M3Q5bp5
Q6 3,5 lt/dt M3Q6bp1 M3Q6bp2 M3Q6bp3 M3Q6bp4 M3Q6bp5
Q7 4 lt/dt M3Q7bp1 M3Q7bp2 M3Q7bp3 M3Q7bp4 M3Q7bp5
Q8 4,5 lt/dt M3Q8bp1 M3Q8bp2 M3Q8bp3 M3Q8bp4 M3Q8bp5
Q9 5 lt/dt M3Q9bp1 M3Q9bp2 M3Q9bp3 M3Q9bp4 M3Q9bp5
Sumber: Hasil analisa (2016)
Dalam penelitian ini satu jenis material sedimen dilakukan 45 running sehingga jumlah
keseluruhan waktu running 125 kali.
61
4.3. Pengamatan dan Pengukuran Model
Selama berlangsungnya pengujian, pengamatan dan pengukuran dilakukan pada titik-
titik yang ditentukan. Jenis pengamatan dan pengukuran yang dilakukan adalah :
1. Pengukuran kedalaman air di hilir pintu, sementara debit aliran di setel konstan
sehingga tinggi muka air hulu juga konstan.
2. Mengamati kondisi aliran di hilir untuk kondisi aliran tenggelam.
3. Mengukur kecepatan sedikit didekat bukaan pintu untuk menentukan bukaan pintu
secara teoritis dan dapat membandingkan dengan hasil empiris.
4. Mengu4ur kecepatan di hilir pintu untuk menghitung kedalaman teoritis
5. Mengukur kedalaman gerusan, jarak kedalaman gerusan terhadap posisi pintu, panjang
gerusan, tinggi sedimentasi, jarak sedimentasi maksimum terhadap ujung titik pintu
dengan milimeter pada setiap interval waktu 30 menit.
6. Pengukuran berlanjut hingga waktu 60 menit dan aliran dimatikan.
7. Pada kondisi aliran dimatikan diamati dan diukur bentuk konfigurasi dasar sepanjang
saluran untuk mengetahui sebaran (distribusi) material terangkut.
4.4. Pengujian Model
Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah perilaku aliran di hilir pintu serta
bukaan pintu dalam hubungannya dengan variasi komposisi bahan dasar saluran. Kalibrasi
adalah pengaturan model agar supaya data-data yang ada di model sesuai dengan yang ada di
prototipe, sehingga dapat digunakan sebagai acuan pengukuran selanjutnya. Dalam kalibrasi
ini ada beberapa parameter yang diuji yaitu : debit untuk menjaga bahwa pada setiap kali
running debitnya selalu konstan, kedalaman muka air hilir untuk memastikan kondisi aliran
yang terjadi apakah aliran bebas atau aliran tenggelam, kecepatan untuk memastikan bukaan
pintu secara teoritis. Apabila terjadi perbedaan antara hasil pengukuran di model dengan
perhitungan analitis, maka kesalahan tidak boleh melebihi kesalahan maksimum yang
diijinkan. Kalibrasi juga untuk memastikan kondisi aliran yang terjadi di model dan prototipe
adalah sama.
Verifikasi adalah pembuktian bahwa model sudah sesuai dengan yang ada di prototipe
tanpa merubah atau mengatur model lagi. Untuk keperluan verifikasi diperlukan data seperti
yang digunakan dalam proses kalibrasi, namun pada kondisi yang lain, misalnya dengan
menggunakan kecepatan aliran yang lain yang sesuai dengan yang terjadi pada kondisi
setempat.
62
62
Kalibrasi dan verifikasi model adalah suatu keharusan, namun pada kasus tertentu kalibrasi dan
verifikasi tidak dapat dilakukan mengingat barang yang ada di prototipe belum tersedia atau
belum dibuat.
4.4.1. Rancangan Analisa Dimensi
Kompleksitas manipulasi data percobaan labotarium yang banyak dapat diatasi dengan
teknik analisa dimensi dan pembentukan grup variabel non dimensional. Analisis dimensi
dilakukan mencari relevansi ketiga persamaan untuk mendapatkan suatu persamaan baru yang
dapat mewakili perubahan konfigurasi dasar akibat bukaan pintu dengan variasi bukaan dan
sedimen bahan dasar. Beberapa parameter aliran dan sedimen yang terdapat dalam ketiga
persamaan yang mewakili persamaan Bernoulli pada hulu dan hilir pintu, persamaan gerusan
(scouring) dan persamaan bentuk dasar dunes. Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh
nilai rasio kedalaman gerusan (ds) dan panjang gerusan (ls) yang dipengaruhi oleh tinggi
bukaan pintu (bp) untuk kondisi aliran tenggelam (submerged flow).
1. Variabel bebas (independent variable)
a. Tinggi bukaan pintu (bp)
b. Debit aliran (Q)
c. Jenis Material Sedimen (M)
2. Variabel tergantung (dependent variable)
a. Kedalaman gerusan (ds)
b. Panjang gerusan (ls)
c. Tinggi sedimentasi (hd)
d. Kecepatan aliran di dekat bagian bawah pintu (ucr)
e. Kecepatan aliran di hilir pintu (u*)
f. Tinggi muka air di hulu (y0)
g. Tinggi muka air di hilir (y3)
h. Loncatan Hidrolik (lj)
i. Kehilangan Energi (ΔH)
3. Variabel lain
a. Berat jenis material (Gs)
b. Percepatan gravitasi (g)
Dari parameter di atas dibedakan mana variabel yang tergantung dan variabel bebas
untuk selanjutnya dapat dibuat analisis dimensi dan mendapatkan persamaan empiris yang
mewakili fenomena konfigurasi dasar
63
Analisis dimensi menggunakan metode Matriks Langhaar, seperti Tabel 8
Tabel 8. Tabulasi Parameter untuk Analisa Dimensi Parameter ds Q y3 y1 D50 Ucr ΔH g bp
M 0 0 0 0 0 0 0 0 0
L 1 3 1 1 1 1 1 1 1
T 0 -1 0 0 0 -1 0 -2 0
Notasi k1 k2 k3 k4 k5 k6 k7 k8 k9
Sumber: Hasil analisa (2016)
Dengan M adalah satuan dimensi berat (kg), L adalah satuan dimensi panjang (m) dan T
adalah satuan dimensi waktu (detik). Pelibatan besaran pokok pada notasi matriks M = 2, yaitu
L (panjang) dan T (waktu) dan terdapat m=9 variabel, sehingga bilangan tak berdimensi utama
yang terbentuk adalah m-M = 9 – 2 = 7 bilangan tak berdimensi. Perhitungannya adalah sebagai
berikut :
1k1 + 3k2 + 1k3 + 1k4 + 1k5 + 1k6 + 1k7 + 1k8 + 1k9 = 0 → L
-1k2 – 1k6 – 2k8 = 0 → T
Eliminasi k8 dan k9 : k8 = -1/2 k2 – ½ k6
k9 = - k1 - 3k2 - k3 - k4 - k5 - k6 - k7 - k8
sehingga k9 = - k1 - 3k2 - k3 - k4 - k5 - k6 - k7+ ½ k2+ ½ k6
k9 = - k1 – 5/2k2 - k3 - k4 - k5 - ½ k6 - k7
selanjutnya nilai – nilai pada persamaan ini dipindah dalam penentuan bilangan tak
berdimensi seperti pada Tabel 9. Pada posisi diagonal bilangan tak berdimensi dengan
matriks Langhaar memberikan nilai 1. Variabel g dan b dipilih sebagai variabel berulang.
Berdasar Tabel 9, maka didapatkan bilangan tak berdimensi sebanyak 7 buah seperti
diberikan pada Tabel 10. Dengan didapatnya 7 buah bilangan tak berdimensi tersebut,
dapat dibentuk pula bilangan tak berdimensi yang lain, untuk mendapatkan hubungan antar
parameter terbaik yang dapat dibentuk berdasarkan data-data hasil pengukuran model fisik
hidrolik.
64
64
Tabel 9. Penentuan Bilangan Tak Berdimensi
Parameter ds Q y3 y1 D50 Ucr ΔH g bp
Notasi k1 k2 k3 k4 k5 k6 k7 k8 k9
π1 1 0 0 0 0 0 0 0 -1
π2 0 1 0 0 0 0 0 -1/2 -5/2
π3 0 0 1 0 0 0 0 0 -1
π4 0 0 0 1 0 0 0 0 -1
π5 0 0 0 0 1 0 0 0 -1
π6 0 0 0 0 0 1 0 -1/2 -1/2
π7 0 0 0 0 0 0 1 0 -1
Sumber: Hasil analisa (2016)
Tabel 10. Hasil Bilangan Tak Berdimensi
Bilangan Tak Berdimensi Keterangan
𝜋1 =𝑑𝑠𝑏𝑝
Rasio kedalaman gerusan di hilir pintu
dengan bukaan pintu
𝜋2 =𝑄
(𝑔12⁄ 𝑏𝑝
52⁄ )
Rasio debit dengan gravitasi dan bukaan
pintu
𝜋3 =𝑦3𝑏𝑝
Rasio kedalaman aliran di hilir dengan
bukaan pintu
𝜋4 =𝑦0𝑏𝑝
Rasio kedalaman aliran di hulu dengan
bukaan pintu
𝜋5 =𝐷50𝑏𝑝
Rasio diameter butiran dengan bukaan
pintu
𝜋6 =𝑈𝑐𝑟
(𝑔12⁄ 𝑏𝑝
12⁄ )
Bilangan Froude (Froude Number)
𝜋7 =∆𝐻
𝑏𝑝 Rasio Kehilangan energi dengan bukaan
pintu
Sumber: Hasil analisa (2016)
Bilangan tak berdimensi yang didapat akan mengarahkan analisis yang akan dilakukan
terhadap data-data hasil uji model fisik hidrolik. Hasil analisis awal berupa grafik hubungan
antar bilangan tak berdimensi yang terbentuk di atas, yang selanjutnya akan dibentuk
persamaan yang mendekati hasil uji fisik hidrolik tersebut.
4.4.2. Kalibrasi Alat
Definisi kalibrasi adalah suatu proses pengujian akurasi/ketepatan pengukuran sesuatu
(alat/program/model) terhadap alat/program/model terukur. Kalibrasi diperlukan untuk
mengetahui penggunaan suatu alat/program/model terhadap benda uji, sehingga benda uji
dapat dinyatakan layak untuk digunakan dalam suatu percobaan. Apabila dalam pengujian
65
terdapat perbedaan dengan alat/program/model terukur, maka diperlukan suatu konstanta
/bilangan pengali yang berfungsi untuk menyesuaikan hasil uji terhadap alat/program/model
terukur.
Menurut Paton (2005), Kalibrasi adalah suatu proses operasi dalam kondisi tertentu
merupakan hubungan antara sejumlah nilai yang di-indikasikan oleh alat ukur atau sistem
pengukuran dan nilai nyata terukur. Tujuan kalibrasi untuk meningkatkan tingkat kepercayaan
dalam proses pembacaan pengukuran suatu proses. Proses kalibrasi sebagai pembanding data
terukur dan terhitung hanya dapat dilakukan pada saat proses kalibrasi berlangsung. Untuk
pengukuran kecepatan, kalibrasi dilakukan dengan membandingkan data kecepatan yang
terukur dari alat ukur kecepatan (Current meter/Pitot tube/Thomson/Rechbok, dll) dengan
kecepatan yang terhitung. Pengukuran debit terhitung dikalibrasi dengan debit terukur. Data
kecepatan terukur dari alat ukur kecepatan dihitung untuk mendapatkan data debit hitung. Data
debit terhitung dikalibrasi dengan debit yang terukur (debit takar).
Prinsip kalibrasi alat ukur debit mengacu pada hukum bejana berhubungan, jika tinggi
muka air pada ketiga bejana dalam kondisi konstan, maka dikatakan bahwa Q1 = Q2 = Q3.
Dalam hal ini Q1 = debit hasil pengukuran alat ukur debit di hulu pintu, Q2 = debit takar dan
Q3 = debit hasil pengukuran di hilir saluran. Proses perhitungan kalibrasi dilakukan dengan
menghitung besar kesalahan relatif yang terjadi antara debit takar dengan debit pengukuran.
Pembatasan kesalahan relatif diambil 5%. Apabila kesalahan relatif rerata yang terjadi lebih
kecil, maka kalibrasi hanya dilakukan dengan cara penyesuaian kurva dan sebaliknya apabila
lebih besar maka perlu dicari koefisien kalibrasi.
Dalam penelitian ini menggunakan tangki untuk menguji pompa dan alat ukur debit.
Tangki yang digunakan berbentuk bendung persegi empat dengan dimensi lebar 1.20 meter,
panjang 1.20 meter serta tinggi 1.80 meter. Volume tangki dihitung dengan persamaan volume
= sisi x sisi x sisi = sisi3. Sehingga diperoleh volume tangki sebesar 2.59 m3. Penelitian ini
menggunakan pompa dengan kapasitas debit maksimal 50 liter/detik. Sedangkan debit yang
digunakan dalam penelitian ini berkisar antara 1 liter /detik hingga 5 liter/detik.
1). Kalibrasi Alat Ukur
Dalam penelitian ini menggunakan alat ukur debit bendung persegi empat (Rechbock)
yang dipasang dan diatur sedemikian rupa sehingga alirannya tidak tenggelam. Di bawah ini
adalah beberapa persamaan yang digunakan untuk menghitung debit pada alat ukur debit
Rechbock seperti pada Tabel 11.
66
66
Tabel 11. Persamaan Debit pada Bendung Segi Empat
Rehbock (1929) Suyono Sosrodarsono
(1976)
M.G. Bos (1978) Percobaan sekarang
Rumus 𝑄 = 𝐶𝑑2
3√2𝑔𝑏𝑦 Q = K b y3/2 𝑄 = 𝐶𝑒
2
3√2𝑔𝑏𝑒𝑦𝑒
3/2 Q = K b y3/2
B 0.50 – 6.30 (m) 0.702 m
D 0.10 m ≤D≤ 1.00m 0.15 – 5.50 (m) ≥ 0.30 m 0.50 m
b 0.15 – 5.00 (m) ≥ 0.30 m 0.37 m
y 0.025 m ≤y≤ 0.60 m 0.03 – 0.45 √𝑏 (m
atau 0.018 – 0.274 m
0.07 m ≤y≤ 0.60 m 0.029 – 0.148 m
y/D < 1.00 m ≤ 0.50 m 0.058-0.296 m
y/B ≤ 0.50 m 0.042 – 0.211 m
Sumber: Hasil Perhitungan (2016)
Rumus debit yang digunakan (Sosrodarsono,2003)
Q = K b y3/2 (4.1)
Q = debit (m3/menit)
b = lebar mercu (m)
y = tinggi air (m)
K = koefisien debit
= 107.1 + 0.177
𝑦+ 14.2
𝑦
𝐷− 25.7√
(𝐵−𝑏)𝑦
𝐷𝐵+ 2.04√
𝐵
𝐷 (4.2)
B = lebar saluran (m)
D = tinggi dari dasar saluran ke mercu bendung
Gambar 15. Simbol dimensi pada bendung persegiempat (Rechbock)
1. Prosedur Pengukuran.
a) Bendung digunakan dengan syarat air yang melimpah di atas bendung tidak meluap
keluar dari bendung
b) Pengukuran elevasi muka air dengan menggunakan selang pipa yang disambungkan
keluar bak hulu. Sehingga level muka air di atas puncak mercu segi empat dapat dibaca
melalui selang pipa air yang diletakkan pada ketinggian yang sama dari dasar bak
tampung,seperti pada Gambar 16.
c) Pengukuran tinggi air dilaksanakan sesudah air dalam bak hulu telah tenang.
y
B
b
D
67
Gambar 16. Bendung persegimpat dan selang pipa tinggi muka air
Sumber: Dokumentasi pribadi (2015)
2. Data Pengukuran
Kalibrasi data debit dilakukan dengan membandingkan hasil perhitungan teoritis
(Persamaan Rechbock) dengan pengukuran debit keluar (debit takar) menggunakan bak
ukurdan stopwatch. Pada pengukuran untuk kalibrasi debit menggunakan bendung persegi
empat digunakan 12 debit yang mewakili seperti pada Tabel 12.
Tabel 12. Data yRechbock untuk Pengukuran Nilai QRechbock dan Qtakar
y Rehbock
(cm) (l/det) (m³/det) (l/det) (m³/det)
1 2 3 4 5 6
1 1.95 1.939 0.0019 1.779 0.00178
2 2.04 2.076 0.0021 1.875 0.00188
3 2.32 2.111 0.0021 2.116 0.00212
4 2.47 2.480 0.0025 2.425 0.00242
5 2.58 2.719 0.0027 2.667 0.00267
6 2.90 2.886 0.0029 3.085 0.00309
7 3.15 3.423 0.0034 3.500 0.00350
8 3.40 4.223 0.0042 4.180 0.00418
9 3.60 4.625 0.0046 4.626 0.00463
10 3.80 4.829 0.0048 4.861 0.00486
11 3.97 5.373 0.0054 5.357 0.00536
Keterangan :
(3) : Q = K.b.y3/2
(5) : penghitungan dengan bak ukur dan stopwatch
NoQ rehbock Q takar
68
68
Gambar 17. Kurva hubungan yRechbock terhadap Qtakar
Hasil pengukuran tersebut diatas dianalisis untuk mendapatkan nilai kesalahan relatif (KR)
pada alat ukur rehbock. Untuk analisis regresi yRechbock terhadap Qtakar didapatkan nilai
persamaan kurva debit:
Q = 0,8646 y 1,5827 (4.3)
y = 1,0693 Q0,6275 (4.4)
Penghitungan nilai K:
Q = K. b. y (3/2)
𝑄
𝑦3/2= 𝐾 𝑥 0.50
Didapatkan nilai K = 1,289. Sehingga nilai K tersebut dimasukkan pada rumus dasar
menjadi:
Q = 1,289 b y (3/2)
Q = 0,6446 y (3/2) (4.5)
Gambar 18..Kurva hubungan Q terhadap yRechbock
Sehingga hasil perhitungan secara lebih rinci bisa dilihat pada Tabel 13 berikut.
y = 0.8646x1.5827
R² = 0.9932
0.000
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
0.015 0.020 0.025 0.030 0.035 0.040 0.045
Q
(m3
/det)
y rehbock (m)
Q takar
Q teori
0.0100
0.0150
0.0200
0.0250
0.0300
0.0350
0.0400
0.0450
0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006
y R
eh
bo
ck(m
)
Q (m3/det)
Q regresi
Q dengan K
Q takar
Q teori
69
Berdasar pada perhitungan Tabel 13. didapatkan kesalahan relatif pengukuran alat ukur
debit bendung persegi empat (Rechbock) adalah 2,76% dengan menggunakan Persamaan (4.3)
dan sebesar 3,13% dengan menggunakan Persamaan (4.5).
Tabel 13. Perhitungan Koefisien Relatif untuk Qtakar dan Qregresi
2) Kalibrasi Alat Ukur Kecepatan
Prinsip kalibrasi alat ukur kecepatan adalah membandingkan besarnya kecepatan hasil
pengukuran dengan kecepatan yang terjadi di saluran flume. Kecepatan aktual di saluran
dihitung berdasarkan debit takar yang didapatkan saat pengujian. Apabila terjadi perbedaan
antara hasil kecepatan pengukuran dengan kecepatan aktual, maka perlu dilakukan penyesuaian
kembali. Kesalahan relatif hanya diperbolehkan hingga batas maksimum 5%, jika lebih dari
nilai tersebut maka harus dihitung koefisien kalibrasinya. Alat ukur kecepatan dengan
menggunakan currentmeter type 403 - Armfield Propeller Velocity Meter.
1) Prosedur Pengukuran
a. Menentukan 3 titik pengambilan data pengukuran untuk tiap-tiap pias (cross section) pada
debit yang sama. Tiga titik tersebut diambil di sisi kiri, tengah dan kanan dengan jarak 10
cm, 25 cm dan 40 cm dengan pias jarak masing-masing 100 cm.
Q teori Q regresi Q dg K KR (%) KR (%)
(m) (m3/det) (m
3/det) (m
3/det) (m
3/det) Q regresi Q dg K
1 2 3 4 5 6 7 8
1 0.0195 0.0019 0.0018 0.0017 0.0018 4.58 1.47
2 0.0204 0.0021 0.0019 0.0018 0.0019 2.32 0.46
3 0.0232 0.0025 0.0021 0.0022 0.0023 5.61 7.50
4 0.0247 0.0027 0.0024 0.0025 0.0025 2.06 3.33
5 0.0258 0.0029 0.0027 0.0026 0.0027 0.86 0.03
6 0.0290 0.0034 0.0031 0.0032 0.0032 3.47 3.38
7 0.0315 0.0039 0.0035 0.0036 0.0036 3.76 2.96
8 0.0340 0.0043 0.0042 0.0041 0.0040 1.95 3.32
9 0.0360 0.0047 0.0046 0.0045 0.0044 3.03 4.82
10 0.0380 0.0050 0.0049 0.0049 0.0048 0.53 1.78
11 0.0397 0.0054 0.0054 0.0052 0.0051 2.23 5.41
Rata-rata 2.76 3.13
Keterangan :
(2) : tinggi muka air di atas ambang segi empat (rehbock)
(3) : Q = K b y3/2
dengan K
(4) : data pengukuran debit takar
(5) : Q = 0.8646 y1.5827
(6) : Q = 0.6446 y 3/2
(7) : [((3)-(4)) / (3)] * 100%
(8) : [((3)-(5)) / (3)] * 100%
Noyrehbock Q takar
= 107.1 +0.177
𝑦+1.42𝑦
𝐷− 25.7
− 𝑏 𝑦
𝐷 + 2.04
𝐷
70
70
Gambar 19. Alat ukur kecepatan tipe 403 Armfield Propeller
Sumber: Dokumentasi pribadi (2015)
Gambar 20. Sketsa pembagian titik pada pias melintang aliran
b. Luas penampang basah ditetapkan berdasarkan pengukuran kedalaman air dan lebar
permukaan air. Kedalaman dapat diukur dengan point gauge.
c. Kecepatan diukur pada tiap-tiap titik dengan current meter sebanyak 3 - 4 kali pengulangan
untuk menghindari kekeliruan pembacaan.
d. Menghitung kecepatan rata-rata pada tiap pias (dengan luasannya)
Gambar 21. Kurva hubungan frekuensi (Hz) terhadap kecepatan aliran (m/d)
0.000
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250
0.300
15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00
kec
epat
an (
m/d
et)
Frekuensi (Hz)
v alat
v regresi
v teori
vkiri Vtengah Vkanan
50 cm
10 15 15 10
71
Tabel 14. Perhitungan Kecepatan dengan Currentmeter tipe Propeller 403
3) Kalibrasi Alat Ukur Beda Tekanan
Prosedur Pengukuran:
a. Tabung pitot mengukur besaran aliran fluida dengan jalan menghasilkan beda tekanan
yang diberikan oleh kecepatan fluida itu sendiri. Tabung pitot membutuhkan dua lubang
pengukuran tekanan untuk menghasilkan suatu beda tekanan. Pada tabung pitot ini
biasanya fluida yang digunakan adalah cairan. Tabung pitot terbuat dari stainless steel
dan pipa plastik.
n
Gambar 22. Alat pengukuran tabung pitot dan cara kerja dalam penggunaan
Sumber: Dokumentasi pribadi (2015)
No A Frekuensi Vregresi Kesalahan
(m) (m3/det) (m
2) (Hz) (m/det) (m/det) (m/det) Relatif (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 0.019 0.026 0.0019 0.0130 18.668 0.139 0.149 0.146 2.250
2 0.020 0.027 0.0021 0.0135 19.664 0.148 0.154 0.153 0.505
3 0.021 0.028 0.0021 0.0138 21.121 0.179 0.154 0.163 6.491
4 0.023 0.029 0.0025 0.0143 24.228 0.180 0.174 0.186 6.771
5 0.025 0.030 0.0027 0.0150 25.275 0.186 0.181 0.193 6.667
6 0.026 0.032 0.0029 0.0158 24.269 0.200 0.183 0.186 1.577
7 0.029 0.033 0.0034 0.0163 28.608 0.211 0.211 0.217 3.203
8 0.032 0.037 0.0039 0.0185 27.078 0.201 0.209 0.206 1.142
9 0.034 0.038 0.0043 0.0190 29.205 0.240 0.228 0.222 2.872
10 0.040 0.040 0.0054 0.0200 35.702 0.264 0.269 0.268 0.102
Rata-rata 3.16
Keterangan:
(2) : tinggi muka air di atas ambang segi empat (rehbock)
(3) : tinggi muka air pada saluran flume
(4) : Q = K b y3/2
(5) : b x (3) = 0.50 x (3)
(6) : data frekuensi tercatat pada monitor
(7) : kecepatan tercatat pada monitor
(8) : (4)/(5)
(9) : persamaan regresi v = (0.0072 x (6)) + 0.0114
(10) : [((9)-(8))/(8)] x 100%
y Rehbock
(m)
y saluran Q teori V Alat V Teori
72
72
b. Pengukuran dengan menggunakan tabung pitot dilakukan dengan membagi penampang
melintang aliran menjadi 3 bagian dan masing-masing titik diukur seperti Gambar 23
terlampir berikut:
Gambar 23. Sketsa titik pengukuran dengan menggunakan tabung pitot
c. Setelah itu dihitung rata-rata untuk tinggi tekanan dan dengan menggunakan rumus
Bernoulli untuk aliran fluida tak termampatkan:
P + ρ. g. y +1
2𝜌𝑣2 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 (4.6)
Lubang pada titik 1 sejajar dengan aliran udara. Posisi kedua lubang ini dibuat cukup
jauh dari ujung tabung pitot, sehingga laju dan tekanan udara di luar lubang sama seperti
laju dan tekanan udara yang mengalir bebas. Dalam hal ini, v1 = laju aliran udara yang
mengalir bebas (bagian terukur), dan tekanan pada kaki kiri manometer (pipa bagian kiri)
= tekanan udara yang mengalir bebas (P1).
Lubang yang menuju ke kaki kanan manometer, tegak lurus dengan aliran udara.
Karenanya, laju aliran udara yang lewat di lubang ini (bagian tengah) berkurang dan
udara berhenti ketika tiba di titik 2. Dalam hal ini, v2 = 0. Tekanan pada kaki kanan
manometer sama dengan tekanan udara di titik 2 (P2).
𝑃1 +1
2𝜌𝑣1
2 = 𝑃2 +1
2𝜌𝑣2
2 (4.7)
𝑃1 +1
2𝜌𝑣1
2 = 𝑃2
𝑃2 − 𝑃1 =1
2𝜌𝑣1
2 (4.8)
ρ = massa jenis udara = 1.2 kg/m3
Perbedaan tekanan (P2 – P1) = tekanan hidrostatis zat cair dalam manometer (warna hijau
dalam manometer adalah zat cair atau air raksa). Secara matematis bisa ditulis sebagai
berikut :
𝑃2 − 𝑃1 = 𝜌′. 𝑔. 𝑦 (4.9)
ρ’ = massa zat cair dalam manometer = 1.0 kg/m3
Sehingga dari persamaan (4-8) dan persamaan (4-9) didapatkan:
vkiri Vtengah Vkanan
10 15 15 10
73
1
2𝜌𝑣1
2 = 𝜌′. 𝑔. 𝑦
𝜌. 𝑣12 = 2. 𝜌′. 𝑔. 𝑦
𝑣12 =
2. 𝜌′. 𝑔. 𝑦
𝜌
𝑣1 = √2. 𝜌′. 𝑔. 𝑦
𝜌= √1.667 𝑥 𝑔 𝑥 𝑦
𝑣1 = √2. 𝑔. 𝑦 (4.10)
d. Berdasar Tabel 15. didapatkan kesalahan relatif untuk pengamatan pada tabung pitot
sebesar 20,014%. Sehingga dilakukan perhitungan untuk mendapatkan koefisien
kalibrasi dengan cara berikut:
K = 1 – kesalahan relatif rerata (4.11)
K = 1 – 0,2001 = 0,7999
Vaktual pitot = K. Vteori
Sehingga hasil kecepatan secara aktual didapatkan dengan mengalikan koefisien
kalibrasi sebesar 0,7999.
e. Hasil kecepatan diplotkan pada grafik dan didapatkan nilai regresi yang kemudian bisa
dihitung kesalahan relatifnya.
Gambar 24. Kurva hubungan beda tinggi pitot (m) terhadap kecepatan aliran
(m/det)
f. Untuk vaktual pitot dilakukan pengecekan kembali kesalahan relatif yang terjadi dan
didapatkan nilai 6,722 %. Nilai tersebut dibawah 10% sebagai batas nilai toleransi
kesalahan yang diijinkan. Sehingga untuk tabung pitot dengan mengalikan koefisien
kalibrasi sudah bisa memenuhi keandalan dan ketelitian pengukuran yang baik yakni
diatas 90%.
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250
0.300
0.0015 0.0020 0.0025 0.0030 0.0035 0.0040 0.0045
Ke
cep
atan
(m
/de
t)
y pitot (m)
v pitot
v teori
74
74
Tabel 15. Perhitungan Kecepatan dengan Tabung Pitot
g. Berdasarkan tiga pengujian alat ukur untuk tinggi Rechbock yang sama, maka dapat
ditabulasikan nilai kecepatan masing-masing seperti pada Tabel 16.
Tabel 16. Hasil Nilai Kecepatan dengan Menggunakan Tiga Jenis Alat Ukur
Sumber: Hasil analisa (2015)
No. yRehbock y saluran A v teori y pitot vpitot v regresi KR v akt_pitot KR2
(m) (m) (m3/det) (m
2) (m/det) (m) (m/det) (m/det) (%) (m/det) (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 0.0195 0.026 0.0019 0.0130 0.149 0.0020 0.198 0.200 34.397 0.158 6.224
2 0.0207 0.028 0.0021 0.0138 0.154 0.0020 0.198 0.200 30.599 0.158 3.222
3 0.0232 0.029 0.0025 0.0143 0.174 0.0025 0.221 0.221 26.783 0.177 1.782
4 0.0247 0.030 0.0027 0.0150 0.181 0.0025 0.221 0.221 21.722 0.177 2.282
5 0.0258 0.032 0.0029 0.0158 0.183 0.0028 0.234 0.233 27.034 0.187 2.311
6 0.0290 0.033 0.0034 0.0163 0.211 0.0028 0.236 0.234 11.158 0.189 10.462
7 0.0315 0.037 0.0039 0.0185 0.209 0.0030 0.243 0.241 15.389 0.194 7.032
8 0.0340 0.038 0.0043 0.0190 0.229 0.0037 0.268 0.268 17.161 0.215 6.135
9 0.0360 0.039 0.0046 0.0193 0.239 0.0033 0.256 0.254 6.224 0.205 14.562
10 0.0397 0.040 0.0054 0.0200 0.269 0.0043 0.292 0.295 9.672 0.233 13.207
Rata-rata 20.014 6.722
Keterangan:
(2) : tinggi muka air di atas ambang segi empat (rehbock)
(3) : tinggi muka air pada saluran flume
(4) : K b (2)3/2
(5) : (3) x 0.50
(6) : (4) / (5)
(7) : tinggi tekanan rata-rata pada tabung pitot
(8)
(9) : {40.389. (7) + 0.1197 }
(10) : [((6)-((9))/(6)] x 100%
(11) : koefisien kalibrasi . (8)
(12) : [((6)-((11))/(6)] x 100%
Qteori
: 2 𝑔 (7)
y Rehbock
(m) (cm) (m) v teori v rehbock v current v akt _ pitot v aktual
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 0.019 2.600 0.026 0.149 0.131 0.146 0.158 0.145
2 0.020 2.700 0.027 0.154 0.133 0.153 0.158 0.149
3 0.021 2.750 0.028 0.154 0.157 0.163 0.149
4 0.023 2.850 0.029 0.174 0.165 0.186 0.177 0.169
5 0.025 3.000 0.030 0.181 0.168 0.193 0.177 0.176
6 0.026 3.150 0.032 0.183 0.196 0.186 0.187 0.178
7 0.029 3.250 0.033 0.211 0.196 0.217 0.189 0.204
8 0.032 3.700 0.037 0.209 0.216 0.206 0.194 0.202
9 0.034 3.797 0.038 0.228 0.232 0.222 0.215 0.221
10 0.036 3.864 0.039 0.239 0.248 0.205 0.232
11 0.040 4.000 0.040 0.269 0.262 0.268 0.233 0.260
y saluran No
kecepatan (m/det)
75
Gambar 25. Kurva hubungan yRechbock (m) terhadap kecepatan aliran (m/det)
4.5. Pemilihan Material Sedimen
Analisa gradasi dilakukan dengan menentukan ukuran butiran karena semua partikel tidak
dapat dianggap berukuran sama. Material dasar sedimen dikelompokkan untuk mendapatkan
karakteristik sedimen berdasar ukurannya. Analisis material dapat dilakukan dengan metode
mekanis yaitu menggunakan analisis saringan. Sedangkan untuk material yang lebih kecil dari
0,075 mm analisis saringan dilakukan dengan metode hydrometri.
Dalam penelitian akan digunakan material sedimen yang sudah disesuaikan dengan jenis
material yang ada di lapangan. Dikarenakan penelitian ini bertujuan untuk mencari
karakteristik gerusan pada dasar saluran yang berpasir lempung, maka material sedimen
merupakan campuran material pasir dan lempung dengan nilai berat jenis tertentu. Ada tiga
jenis tanah yang diharapkan muncul dalam penelitian ini. Metode pemilihan material adalah
sebagai berikut:
1) Mengambil sampel tanah di lokasi penelitian dan mencampur dengan pasir alam
yang diambil dari sungai terdekat
2) Campuran yang dilakukan adalah 1 bagian tanah dan 9 bagian pasir, 2 bagian tanah
dan 8 bagian pasir dan seterusnya hingga campuran 5 bagian tanah dan 5 bagian
pasir.
3) Benda uji dikeringkan dalam oven bersuhu (110±5)0C
4) Saringan disusun mulai ukuran terbesar menurun semakin kecil.
5) Benda uji dimasukkan dalam saringan dan diguncang dengan tangan ataupun
dengan mesin pengguncang selama 15 menit.
6) Prosentase benda uji dihitung berdasar kondisi tertahan pada masing-masing
saringan terhadap berat total benda uji.
Hasil perhitungan ditabulasi seperti pada Tabel 17 berikut:
0.100
0.130
0.160
0.190
0.220
0.250
0.280
0.015 0.020 0.025 0.030 0.035 0.040 0.045
ke
cep
ata
n (
m/d
et)
y Rehbock (m)
V teori
V rehbock
V current
V pitot
v aktual
76
76
Tabel 17. Hasil perhitungan ayakan Material 1 No.
saringan
Diameter
saringan
Tertahan
saringan
Jumlah
tertahan
Jumlah
tertahan
Lolos
saringan (mm) (gr) (gr) (%) (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
4 4,75 0 0,00 0,00 100,00
10 2 44 44,00 8,80 91,20
20 0,84 80 124,00 24,80 75,20
40 0,425 136 260,00 52,00 48,00
60 0,3 110 370,00 74,00 26,00
100 0,15 32 402,00 80,40 19,60
200 0,075 28 430,00 86,00 14,00
Pan 70 500,00 100,00 0,00
Sumber: Hasil analisa (2016)
Berat kering 500 gram
Keterangan:
(1) = Nomor saringan (4) = (4)i + (3)(1+i)
(2) = Diameter saringan (5) = (4)/500 * 100
(3) = Tertahan saringan (6) = 100 – (5)
7) Uji hidrometri dilakukan pada material yang lolos saringan No. 200 atau yang
tertahan pan dan tidak dapat dihitung melalui analisa saringan. Analisa hidrometri
didasarkan pada prinsip pengendapan butiran tanah dalam air.
8) Uji hidrometri digunakan dengan cara mengambil sedikit sampel tanah kurang lebih
20 gram, kemudian dic ke dalam lampur dengan 100 ml larutan NaOH 10%
kemudian didiamkan 24 jam, lalu dicampur air sampai 1000 ml
9) Tutup rapat-rapat mulut lubang gelas dengan telapak tangan dan kocok mendatar
hingga tercampur.
10) Kemudian letakkan di tempat datar dan masukkan hydrometer.
11) Biarkan hydrometer terapung bebas dan tekan stopwatch.
12) Mencatat skala pada hydrometer pada rentang waktu ½. 1 dan 2 menit dan
mengukur suhunya.
13) Sesudah pembacaan di menit kedua, hydrometer diangkat dan dibersihkan
14) Hydrometer dimasukkan kembali dengan hati-hati dalam tabung dan dilakukan
pembacaan pada saat 15, 30, 60, 120 dan 1440 menit. Hasil analisis hydrometer
dapat dilihat pada Tabel 18.
77
Tabel 18. Hasil perhitungan analisis hydrometer
Sumber: Hasil analisa (2016)
Keterangan:
[1] = Data [7] = (-0,2954*[6])+11
[2] = Data [8] = [5]*([7]/[1])0,5
[3] = Data [9] = ((1000*100)/50)*(s/s-1)*([4]-1)
[4] = [3]+0,001 [10] = (100-[9])
[5] = Tabel harga K berdasar specific gravity [11]= ([9]/100)*%lolos saringan no. 200
[6] = 1000*[4]-1
Sedangkan untuk analisa gradasi butiran dari ke enam jenis sampel dimasukkan dalam ayakan
dengan no 1 hingga 10 dan ukuran ayakan 0,1 mm hingga 1 cm. Masing-masing campuran
dimasukkan dalam ayakan untuk diatur getarannya dan mendapatkan ukuran butiran sedimen.
Setelah 10 menit, mesin ayak dihentikan dan masing-masing ukuran ayakan dilihat dan
ditimbang jumlah material sedimen yang tertahan. Ukuran masing-masing sedimen diplot pada
tabel gradasi butiran untuk kemudian ditarik garis 50% untuk melihat ukuran butiran yang
tertahan 50% dari ayakan
Proses selanjutnya adalah penamaan material dasar sedimen. Dari proses perhitungan
sebelumnya, diperoleh prosentase dari masing-masing kelas butiran, sebagaimana dapat dilihat
pada Tabel 19 berikut:
Waktu SuhuPembacaan
hidrometer
Pembacaan
terkoreksi
Koreksi
suhuR
Kalibrasi
(kedalaman
efektif
hidrometri)
Diameter FinnerPersentase
Finner
t T Rh Rh,K K(1000x(Rh,
K-1)D P
menit0C Zr (%) (%)
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11]
0 23 1,01 1,011 0,01322 11 7,7506 0,0075 35,45 64,55 4,963
0,5 23 1,01 1,011 0,01322 11 7,7506 0,0520 35,45 64,55 4,963
1 23 1,009 1,01 0,01322 10 8,046 0,0375 32,227 67,773 4,512
2 23 1,008 1,009 0,01322 9 8,3414 0,0270 29,005 70,995 4,061
15 23 1,008 1,009 0,01322 9 8,3414 0,0099 29,005 70,995 4,061
30 23 1,008 1,009 0,01322 9 8,3414 0,0070 29,005 70,995 4,061
60 23 1,008 1,009 0,01322 9 8,3414 0,0049 29,005 70,995 4,061
120 23 1,007 1,008 0,01322 8 8,6368 0,0035 25,782 74,218 3,609
1440 23 1,007 1,008 0,01322 8 8,6368 0,0010 25,782 74,218 3,609
Presentase
mengendap
terhadap
seluruh
contoh
78
78
Tabel 19. Prosentase kelas butiran material dasar
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Dari tabulasi Tabel 19 di atas kemudian diplot pada segitiga USDA sehingga dapat
diperoleh kesimpulan bahwa jenis tanah yang terjadi adalah tanah liat berpasir (loamy sand).
Gambar 26. Penamaan material dasar dengan segitiga USDA Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Dari proses pengukuran dan uji berat jenis materal sedimen, dicari nilai berat jenis yang
sesuai dengan berat jenis material tanah lokasi penelitian yang pertama. Berat jenis yang sesuai
dengan berat jenis material tanah di lokasi penelitian dilihat berapa komposisi material antara
Diameter Jumlah Prosentase
(mm) (gram) (%)
[1] [2] [3] [4]
Gravel > 2 mm 44 8,8
Coarse medium sand 0,425 < d < 2 326 65,2
Fine sand 0,074 < d < 0,425 60 12
Total sand 0,074 d ≤ 2 386 77,2
Silt 0,002 < d < 0,0074 50 10
Clay d < 0,002 20 4
Klasifikasi butiran
79
tanah dan pasir. Campuran material inilah yang dipilih untuk dimasukkan ke dalam saluran
terbuka dan siap digunakan untuk bahan penelitian.
Tabel 20. Hasil rekapitulasi uji Hidrometri untuk semua campuran
1 clay + 9 sand = 2,735
2 clay + 8 sand = 2,712
3 clay + 7 sand = 2,690
4 clay + 6 sand = 2,623
5 clay + 5 sand = 2,526
6 clay + 4 sand = 2,074
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Uji hidrometri ini dilakukan pada semua campuran material dan hasil rekapitulasi untuk semua
campuran adalah pada Tabel 20 berikut:
Berikut adalah contoh perhitungan dan pengukuran material sedimen menggunakan uji
hidrometri seperti pada Tabel 21 di bawah ini:
Tabel 21. Uji Hidrometri pada sampel campuran 1 tanah dan 9 pasir
Labu Ukur Satuan A
Berat Labu Ukur gram 30,7377
Berat Tanah Kering (Ws) gram 20
Berat Labu Ukur + Air + Tanah
(W1) gram 145,128 145,586 146,212 146,433 146,717 146,860
Suhu (0C) 69 57 51 45 41 39
Berat Labu Ukur + Air (W2) gram 132,445 133,054 133,359 133,664 133,867 133,969
Berat jenis Air (Gt) gram/cm3 0,984 0,987 0,989 0,991 0,992 0,993
Berat Jenis Tanah (Gs) gram/cm3 2,689 2,644 2,768 2,741 2,775 2,793
Rata-Rata Berat Jenis gram/cm3 2,735
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Dari hasil rekapitulasi uji di atas kemudian dipilih satu campuran yang memiliki nilai berat
jenis yang mendekati nilai berat jenis butiran di lapangan. Metode ini dilakukan pada dua
jenis material lainnya. Sehingga dalam penelitian ini memiliki 3 jenis material sedimen yakni
sandy loam, loamy sand dan sandy loam dengan sedikit mendekati loamy sand.
Berikutnya adalah pemilihan material kedua. Proses perhitungan sama dengan material
sebelumnya. Pertama-tama material pasir dan tanah dicampur dengan komposisi 9 bagian pasir
dan 1 bagian tanah. Pencampuran dilakukan seterusnya sampai komposisi 5 bagian pasir dan
5 bagian tanah. Semua pencampuran pasir dan tanah diuji untuk menganalisa berat jenis
butrian. Tujuannya adalah untuk mencari berat jenis dari komposisi campuran yang sesuai
dengan kondisi tanah di lapangan. Dari uji berat jenis diperoleh nilai berat jenis untuk material
yang kedua adalah 2.225. Dari hasil uji berat jenis lalu sampel sedimen dimasukkan saringan
80
80
ayakan untuk mengetahui distribusi gradasi butiran sebagaimana dilihat dalam Tabel 22
berikut:
Berikut adalah grafik distribusi gradasi butiran material 1
Gambar 27. Gradasi butiran material
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Untuk material yang lebih kecil dari 2 mm, maka proses distribusi butiran dengan hidrometri.
Berdasar Tabel 22 di bawah ini kemudian dibuat tabel untuk memisahkan gradasi butiran
berdasar bentuk mulai dari kerikil, pasir hingga tanah liat. Sebagaimana dapat dilihat dalam
Tabel 23 berikut:
Tabel 22. Hasil uji ayakan butiran sedimen
Saringan
TertahanSaringan
(gr)
JumlahTertahan
(gr)
%
JumlahTertahan
%
LolosSaringan
4 0 0,00 0,00 100,00
10 34 34,00 8,37 91,63
20 66 100,00 24,63 75,37
40 122 222,00 54,68 45,32
60 106 328,00 80,79 19,21
100 34 362,00 89,16 10,84
200 32 394,00 97,04 2,96
Pan 12 406,00 100,00 0,00
Sumber: Hasil analisa (2016)
Ukuran butiran
Lolo
s sa
rin
gan
81
Untuk material kedua hasil tabulasi hidrometri dapat dilihat pada Tabel 23 berikut:
Tabel 23. Hidrometri material kedua Waktu Suhu Pembacaan Pemb. Koreksi R Kalibrasi Diameter Persentase Prosentasi
Hidrometer Terkoreksi Suhu (Kedalaman
Efektif Finner Finner mengendap
menit C Rh Rh, K K (1000x(rh,k-
1) Hidrometer) D P
terhadap
seluruh
Zr (%) (%) contoh
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
0 26 1,0210 1,0220 0,019475 22 4,501 0,0000 69,360 30,640 2,050
0,5 26 1,0190 1,0200 0,019475 20 5,092 0,0621 63,055 36,945 1,864
1 26 1,0180 1,0190 0,019475 19 5,387 0,0452 59,902 40,098 1,771
2 26 1,0170 1,0180 0,019475 18 5,683 0,0328 56,749 43,251 1,677
15 26 1,0140 1,0150 0,019475 15 6,569 0,0129 47,291 52,709 1,398
30 26 1,0125 1,0135 0,019475 13 7,012 0,0094 42,562 57,438 1,258
60 26 1,0105 1,0115 0,019475 11 7,603 0,0069 36,256 63,744 1,072
120 26 1,0100 1,0110 0,019475 11 7,751 0,0049 34,680 65,320 1,025
1440 26 1,0000 1,0010 0,019475 1 10,705 0,0017 3,153 96,847 0,093
Sumber: Hasil Perhitungan (2016)
Keterangan :
1. Data 7. (-0,2954*(6))+11
2. Data 8. (5)*((7)/(1))^0.5
3. Data 9. ((1000*100)/50)*(Gs/Gs-1)*((4)-1)
4. (3)+0,001 10. (100-(9))
5. Tabel harga K (das,braja : 20) 11. ((9)/100)*%lolos saringan no.200
6. 1000*((4)-1)
Berdasar Tabel 23 dibuat penggolongan gradasi butiran berdasar diameter butiran, berat atau
jumlah butiran dan prosentase butiran untuk mendapatkan komposisi material butiran sesuai
dengan material yang diteliti. Klasifikasi atau penggolongan butiran sedimen berdasar
diameter dan jumlah dapat dilihat dalam Tabel 24. Dari tabulasi tersebut dapat dilihat bahwa
material clay/lempung sekitar 1,2%. Hal ini menunjukkan bahwa penggolongan tipe material
berdasar kandungan dan komposisi butiran adalah material Sandy loam1.
Tabel 24. Klasifikasi butiran material dua
Klasifikasi butiran Diamater Jumah Prosentase
(mm) (gram) (%) Gravel > 2 mm 34 6,8
Coarse- Medium Sand 0,425 < d < 2 188 58,8
fine sand 0,074 < d < 0,42 106 13,2
Total Sand 0,074 d < 2 66 72
Silt 0,002 < d < 0,0074 0,2494 20
Clay d < 0,002 0,0017 1,2
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
82
82
Dari tabulasi hasil ayakan distribusi material kemudian dibuat grafik distribusi butiran untuk
mengetahui komposisi material sedimen secara grafis dalam Gambar 28 pada halaman berikut.
Berdasar grafik gradasi butiran maka komposisi gradasi pasir, lempung dan tanah liat dapat
diplot pada segitiga USDA seperti pada Gambar 29 pada halaman selanjutnya berikut ini.
Gambar 28. Gradasi butiran material kedua
Sumber: Hasil analisa (2016)
Gambar 29. Segitiga USDA untuk material Sandy-loam1
Sumber: Hasil analisa (2016)
83
Berikutnya adalah pemilihan material ketiga. Proses perhitungan sama dengan material
sebelumnya. Pertama material pasir dan tanah dicampur dengan komposisi 9 bagian pasir dan
1 bagian tanah. Pencampuran dilakukan seterusnya sampai komposisi 5 bagian pasir dan 5
bagian tanah. Semua pencampuran pasir dan tanah diuji untuk menganalisa berat jenis butrian.
Tujuannya untuk mencari berat jenis dari komposisi campuran yang sesuai dengan kondisi
tanah lapangan. Dari uji berat jenis diperoleh nilai berat jenis untuk material yang kedua adalah
2,634. Dari hasil ini lalu sampel sedimen dimasukkan ayakan untuk mengetahui distribusi
gradasi butiran seperti dalam Tabel 25 berikut:
Tabel 25. Hasil ayakan material ketiga
Saringan Tertahan
Saringan (gr) Jumlah
Tertahan (gr) Jumlah
Tertahan % Lolos Saringan
% 4 0 0,00 0,00 100,00
10 20 20,00 4,00 96,00
20 76 96,00 19,20 80,80
40 134 230,00 46,00 54,00
60 122 352,00 70,40 29,60
100 40 392,00 78,40 21,60
200 40 432,00 86,40 13,60
Pan 68 500,00 100,00 0,00
Sumber: Hasil analisa (2016)
Untuk material yang lebih kecil dari 2 mm, maka proses distribusi butiran dengan hidrometri.
Untuk material ketiga hasil tabulasi hidrometri dapat dilihat pada Tabel 26 berikut:
Tabel 26. Hidrometri material 3
Waktu
(menit)
Suhu
(C)
Pembacaan Hidrometer
rRh
Pemb. Terkoreksi
Rh,K
Koreksi
suhu K
R (1000x(rh,k-
1)
Kalibrasi Kedalaman
efektif hidrometer
(Zr)
Diameter
D
Finner
(%)
Persentase Finer P
(%)
Prosentase mengendap
thd seluruh contoh
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
0 23 1,0080 1,0090 0,014946 9 8,341 0,0000 32,370 67,630 4,402
0,5 23 1,0080 1,0090 0,014946 9 8,341 0,0610 32,370 67,630 4,402
1 23 1,0080 1,0090 0,014946 9 8,341 0,0432 32,370 67,630 4,402
2 23 1,0080 1,0090 0,014946 9 8,341 0,0305 32,370 67,630 4,402
15 23 1,0080 1,0090 0,014946 9 8,341 0,0111 32,370 67,630 4,402
30 23 1,0080 1,0090 0,014946 9 8,341 0,0079 32,370 67,630 4,402
60 23 1,0080 1,0090 0,014946 9 8,341 0,0056 32,370 67,630 4,402
120 23 1,0070 1,0080 0,014946 8 8,637 0,0040 28,773 71,227 3,913
1440 23 1,0070 1,0080 0,014946 8 8,637 0,0012 28,773 71,227 3,913
Sumber: Hasil Perhitungan (2016)
Keterangan :
1. Data 7. (-0,2954*(6))+11
2. Data 8. (5)*((7)/(1))^0.5
3. Data 9. ((1000*100)/50)*(Gs/Gs-1)*((4)-1)
4. (3)+0,001 10. (100-(9))
84
84
5. Tabel harga K (das,braja : 20) 11. ((9)/100)*%lolos saringan no.200
6. 1000*((4)-1)
Berdasar Tabel 26 di atas kemudian dibuat tabel untuk memisahkan gradasi butiran berdasar
bentuk mulai dari kerikil, pasir hingga tanah liat. Sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 27
berikut:
Tabel 27. Klasifikasi butiran material tiga
Klasifikasi butiran Diamater Jumah Prosentase
(mm) (gram) (%)
Gravel > 2 mm 20 8,8
Coarse- Medium Sand 0,425 < d < 2 332 28,6
fine sand 0,074 < d < 0,42 80 16
Total Sand 0,074 d < 2 412 82,4
Silt 0,002 < d < 0,0074 67,67 9,6
Clay d < 0,002 0,33 4
Sumber: Hasil analisa (2016)
Maka dengan menggunakan segitga USDA, material tersebut temasuk: Tanah pasir
bertanah liat (Sandy Loam).
Gambar 30. Segitiga USDA untuk material Sandy Loam
Sumber: Hasil analisa (2016)
85
Tabel 28. Rekapitulasi material uji
No. Klasifikasi
Butiran
Diameter
(mm)
Material 1 Material 2 Material 3
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. Gravel >2 mm 20 8,8 44 8,8 34 6,8
2. Coarse-med.
Sand
0,425 < d < 2 332 28,6 326 65,2 188 58,8
3. Fine sand 0,074<d<0,425 80 16 60 12 106 13,2
4. Total sand 0,074 d ≤ 2 412 82,4 386 77,2 66 72
5. Silt 0,002<d<0,007 67,67 9,6 50 10 0,2494 20
6. Clay d < 0,002 0,33 4 20 4 0,0017 1,2
Kategori USDA Sandy Loam Loamy sand Sandy loam-1
Gambar 31. Klasifikasi material uji
4.6.Validasi dan Verifikasi Model
Mengingat keterbatasan model yang dilakukan dan fasilitas laboratorium yang tersedia,
maka data-data hasil uji model perlu dilakukan pengecekan validitasnya. Pada saat pelaksanaan
awal model fisik, pengecekan validitas data dilakukan dengan membandingkan hasil
pengukuran model dengan hasil perhitungan analitis yang menggunakan rumusan-rumusan
yang telah diakui kebenarannya sampai saat ini, yang didasarkan pada prinsip kontinuitas,
hukum kekekalan energi, dan persamaan momentum. Setelah running model maka data hasil
uji model laboratorium diuji dengan membandingkan hasil analitis dan penelitian terdahulu
sejenis yang pernah dilakukan.
Keterangan:
= Material 1 (Sandy loam) = Material 2 (Loamy sand) = Material 3 (Sandy loam1)
86
86
Bagan berikut adalah diagram alur penelitian
Bagan 2. Diagram Alur Percobaan
MULAI
PERUMUSAN FENOMENA
KARAKTERISTIK ALIRAN
TERHADAP GERUSAN DAN
SEDIMENTASI
PERENCANAAN DAN PEMBUATAN
MODEL SALURAN TERBUKA DENGAN
PINTU AIR DAN DASAR BERGERAK
UJI PENDAHULUAN MODEL
ALIRAN (Q, V, h)
KALIBRASI DAN VERIFIKASI
MEMENUHI
Q, Fr, V KR ≤ 10%
PELAKSANAAN MODEL FISIK
ANALISA DAN PEMBAHASAN
KESESUAIAN MODEL FISIK DENGAN
PERSAMAAN EMPIRIS
KESIMPULAN
SELESAI
ANALISA DAN PEMBAHASAN
HASIL MODEL FISIK HIDROLIK:
ds, ls, hd, y0, y3, ΔH
ANALISA DAN
PEMBAHASAN HASIL
PERSAMAAN EMPIRIS
YA
TIDAK
STUDI LITERATUR
PEMILIHAN MATERIAL BERDASAR UJI
BERAT JENIS DAN KOMPOSISI JENIS
MATERIAL DASAR (PASIR, TANAH LIAT,
LEMPUNG)
87
BAB V
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini, analisa dan pembahasan meliputi pengaruh besaran debit dan
bukaan pintu pada semua jenis material dasar saluran terhadap parameter kedalaman gerusan
(ds), panjang gerusan (ls) dan tinggi sedimentasi (hd). Hasil pengamatan yang dilakukan
adalah hasil investigasi pengukuran hidrolis aliran yang meliputi kedalaman aliran di hulu
(y0) dan hilir (y3), kecepatan aliran di bawah pintu (u*) dan profil loncat air (Lj). Pengukuran
konfigurasi dasar meliputi kedalaman (ds) dan panjang (ls) gerusan dan tinggi sedimentasi
(hd).
Gambar 31. Karaktersitik aliran dan gerusan di bawah pintu
5.1. Analisa Pengaruh Material Dasar Saluran tipe Sandy Loam, Q dan bp terhadap
kedalaman gerusan (ds)
Mekanisme kedalaman gerusan terjadi akibat kecepatan aliran yang melampaui
kecepatan butiran material dasar saluran, sehingga butiran sedimen material dasar bergeser,
bergerak dan berpindah. Kedalaman gerusan diukur berdasar semua variasi debit dan tinggi
bukaan pintu. Tabel 29 menunjukkan hasil pengamatan kedalaman gerusan pada semua
variasi debit dan bukaan pintu dengan material Sandy Loam
Lb
ytwyo
ds
bpy2
hdy1
Lj
rigid bed material
sedimen
pintu sorong
? h
Q
88
Tabel 29. Hasil pengamatan variabel terikat pada semua Q dan bp
No.
Variabel bebas Variabel terikat
Q
(lt/dt)
bp
(cm)
ds
(cm) ls (cm)
yo
(cm)
y3
(cm)
ΔH
(cm)
hd
(cm)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 1,00 0,50 2,80 9,00 2,70 1,25 1,45 1,10 2 1,50 0,50 4,80 15,00 5,70 2,40 3,30 1,20 3 1,50 1,00 3,40 11,50 2,52 1,50 1,02 1,20 4 2,00 0,50 7,00 22,50 7,80 2,70 5,10 1,00 5 2,00 1,00 5,00 17,00 4,35 2,65 1,70 1,40 6 2,00 1,50 3,70 18,00 3,50 2,70 0,80 0,90 7 2,50 0,50 9,30 26,50 10,20 2,80 7,40 1,50 8 2,50 1,00 7,50 26,50 6,40 2,75 3,65 1,30 9 2,50 1,50 5,40 20,00 4,25 3,10 1,15 1,20
10 2,50 2,00 2,40 15,00 3,30 3,00 0,30 1,10 11 3,00 0,50 10,70 33,00 11,93 3,15 8,78 1,40 12 3,00 1,00 8,40 29,00 7,75 3,05 4,70 1,20 13 3,00 1,50 6,40 25,00 4,70 3,00 1,70 1,30 14 3,00 2,00 7,10 25,50 4,30 3,00 1,30 1,10 15 3,50 0,50 13,30 42,00 13,80 3,85 9,95 1,50 16 3,50 1,00 11,00 37,50 9,00 3,25 5,75 1,40 17 3,50 1,50 8,30 36,00 6,06 3,45 2,61 1,10 18 3,50 2,00 8,00 35,00 4,59 3,20 1,39 1,00 19 3,50 2,50 6,70 32,00 4,70 3,30 1,40 0,70 20 4,00 1,00 11,90 43,00 10,70 3,40 7,30 1,00 21 4,00 1,50 8,50 31,00 6,45 3,40 3,05 1,25 22 4,00 2,00 8,20 33,00 5,15 3,20 1,95 0,90 23 4,00 2,50 3,90 21,50 3,45 3,25 0,20 1,10 24 4,50 1,00 15,10 50,00 12,30 4,20 8,10 1,00 25 4,50 1,50 11,10 45,00 7,60 3,65 3,95 1,00 26 4,50 2,00 9,30 45,00 6,18 3,18 3,00 1,10 27 4,50 2,50 8,30 35,00 5,03 3,28 1,75 1,30 28 5,00 1,00 14,70 50,00 7,00 4,30 2,70 1,50 29 5,00 1,50 12,00 48,00 8,70 4,00 4,70 1,30 30 5,00 2,00 10,50 45,00 7,20 3,55 3,65 1,40 31 5,00 2,50 10,10 42,00 5,60 3,75 1,85 1,20
Sumber: Hasil analisa (2016)
Dari Tabel 29 di atas kemudian dibuat hubungan antar variabel berdasar analisis dimensi.
Kajian dalam hasil penelitian ini menyertakan beberapa parameter dan variabel yang
berpengaruh. Dengan adanya beberapa variabel hidrolis yang ada pada kajian ini, maka perlu
diketahui faktor dominan mana yang akan menjadi dasar matematis untuk memperoleh suatu
hubungan persamaan antar variabel hidrolis tersebut. Untuk itulah perlu dilakukan analisa
dimensi agar didapat hubungan variabel. Berdasar hubungan analisis dimensi, variabel yang
dibutuhkan dalam menggambarkan fenomena gerusan dan sedimentasi adalah sebagai berikut:
d𝑠 = f(bp , Q, D, ls, hd, ucr, u∗, y0, y1, ytw, Gs, g, ρ, ϑ) (5.1)
Dari beberapa variabel nilai ρ dianggap konstan selama proses percobaan sehingga dapat
diabaikan. Sedangkan nilai υ (viskositas kinematik) selama pengaliran memberikan pengaruh
89
yang sangat kecil sehingga dapat dihilangkan (berdasar dari hasil peneliti sebelumnya).
Dengan menggunakan metode analisis dimensi Langhaar, maka diperoleh besaran kedalaman
gerusan (ds):
ds
bp= f (
Q
g1
2⁄ bp5
2⁄,
y0
bp,
y3
bp,
D
bp, Fr,
∆H
bp) (5.2)
Untuk mengetahui hubungan ds/bp dengan masing-masing variabel maka dibuatlah tabel dan
grafik. Dalam Tabel 30 berikut menggambarkan suatu hubungan antara variabel ds, bp dan yo.
Tabel 30. Hubungan ds/bp dengan yo/bp
No Q ds/bp Yo/bp No Q ds/bp Yo/bp No Q ds/bp Yo/bp
1 1,0 5,600 5,400 12 3,0 8,400 7,750 22 4,0 4,100 2,575
2 1,5 9,600 11,400 13 3,0 4,267 3,133 23 4,0 1,560 1,380
3 1,5 3,400 2,520 14 3,0 3,550 2,150 24 4,5 15,100 12,300
4 2,0 14,000 15,600 15 3,5 26,600 27,600 25 4,0 7,400 5,067
5 2,0 5,000 4,350 16 3,5 11,000 9,000 26 4,5 4,650 3,090
6 2,0 2,467 2,333 17 3,5 5,533 4,040 27 4,5 3,320 2,012
7 2,5 18,600 20,400 18 3,5 4,000 2,295 28 5,0 14,700 7,000
8 2,5 7,500 6,400 19 3,5 2,680 1,880 29 5,0 8,000 5,800
9 2,5 3,600 2,833 20 4,0 11,900 10,700 30 5,0 5,250 3,600
10 2,5 1,200 1,650 21 4,0 5,667 4,300 31 5,0 4,040 2,240
11 3,0 21,400 23,860
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Berdasar Tabel 30 maka dibuatlah grafik dalam Gambar 33 yang menggambarkan hubungan
antara ds/bp dengan yo/bp.
Gambar 32. Hubungan ds/bp dengan yo/bp
Dari grafik hubungan antar variabel pada Gambar 32 di atas menunjukkan bahwa terdapat
korelasi yang erat antara ds/bp dengan yo/bp. Dari grafik tersebut diperoleh suatu Persamaan
Regresi sebesar:
y = 1,5567x0,8605
R² = 0,9146
0
5
10
15
20
25
30
0 5 10 15 20 25 30
ds/
bp
y0/bp
90
ds
bp= 1,5567 (
y0
b𝑝)
0,8605
(5.3)
Dari hubungan tersebut di atas tampak bahwa kedalaman gerusan dipengaruhi oleh rasio
kedalaman aliran di hulu pintu dan tinggi bukaan pintu. Dan dapat dijelaskan bahwa
kedalaman gerusan meningkat seiring dengan peningkatan tinggi muka air di hulu dan
penurunan tinggi bukaan pintu. Untuk besaran debit yang semakin besar dengan tinggi bukaan
pintu yang tetap akan menghasilkan tinggi muka air hulu yang semakin tinggi. Akibat dari
peningkatan debit pada bukaan pintu yang konstan akan menghasilkan kecepatan yang semakin
besar. Kecepatan yang meningkat akan menggerakkan material sedimen di hilir pintu baik
bergerak dengan bergeser, berpindah ataupun melompat sehingga terjadi lubang gerusan. Pada
peningkatan rasio y0/𝑏𝑝 besaran ds/𝑏𝑝 juga meningkat.
Besaran rasio tinggi muka air hulu dan bukaan pintu terhadap kedalaman gerusan
ditunjukkan dengan koefisien determinasi R2 sebesar 0,9146. Hasil ini menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang erat untuk kedalaman gerusan pada semua nilai rasio y0/𝑏𝑝. Hal ini
berhubungan dengan karakteristik jenis tanah Sandy Loam yang mengandung prosentase pasir
lebih banyak dibanding prosentase tanah liat dan debu. Dengan kandungan pasir yang lebih
banyak maka daya tahan tanahnya semakin kecil. Akibatnya kemampuan dalam menahan
ikatan tanah dan pasir semakin rendah. Sehingga gerusan semakin besar.
Selanjutnya adalah mencari hubungan antara ds dengan tinggi muka air hilir (y3).
Tabel 31. Hubungan antara ds/bp dengan ytw/bp
No. Q ds/bp y3/bp No. Q ds/bp y3/bp No. Q ds/bp y3/bp
1 1,0 5,600 2,500 12 3,0 8,400 3,050 22 4,0 4,100 1,600
2 1,5 9,600 4,800 13 3,0 4,267 2,000 23 4,0 1,560 1,300
3 1,5 3,400 1,500 14 3,0 3,550 1,500 24 4,5 15,100 4,200
4 2,0 14,000 5,400 15 3,5 26,600 7,700 25 4,0 7,400 2,433
5 2,0 5,000 2,650 16 3,5 11,000 3,250 26 4,5 4,650 1,590
6 2,0 2,467 1,800 17 3,5 5,533 2,300 27 4,5 3,320 1,312
7 2,5 18,600 5,600 18 3,5 4,000 1,600 28 5,0 14,700 4,300
8 2,5 7,500 2,750 19 3,5 2,680 1,320 29 5,0 8,000 2,667
9 2,5 3,600 2,067 20 4,0 11,900 3,400 30 5,0 5,250 1,775
10 2,5 1,200 1,500 21 4,0 5,667 2,267 31 5,0 4,040 1,500
11 3,0 21,400 6,300
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Dari Tabel 31 di atas dibuatlah suatu grafik yang menggambarkan hubungan kedua parameter
seperti pada Gambar 34 pada halaman berikut. Sedangkan berdasar grafik pada Gambar 34,
91
menunjukkan bahwa tinggi muka air hilir (tail-water level) memberikan pengaruh yang cukup
signifikan terhadap peningkatan kedalaman gerusan.
Gambar 33. Hubungan ds/bp dan y3/bp
ds
bp= 1,7822 (
ytw
bp)
1,3467
(5.4)
Persamaan 5.4 di atas dapat digunakan untuk memprediksi kedalaman gerusan berdasar
parameter tinggi muka air di hulu pintu air.
Dari hubungan regresi tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat pengaruh yang
cukup erat antara tinggi muka air hilir dengan kedalaman gerusan. Peningkatan tinggi muka
air seiring dengan peningkatan besaran debit pada bukaan pintu yang sama. Hal ini disebabkan
karena kecepatan aliran semakin besar sehingga mengakibatkan butiran material sedimen
terangkat dan berpindah. Semakin tinggi muka air di hilir untuk bukaan pintu yang sama, maka
kecepatan pengaliran akan meningkat. Sehingga material butiran sedimen yang terangkat dan
berpindah juga semakin banyak. Akibatnya kedalaman gerusan semakin dalam. Selain itu
hubungan kedekatan variabel ditunjukkan dengan besaran nilai R2 sebesar 0,8517. Hal ini
menjelaskan bahwa perubahan tinggi muka air hilir dan tinggi bukaan pintu mempengaruhi
kedalaman gerusan secara signifikan.
Analisis dimensi berikutnya adalah mencari hubungan kedalaman gerusan dengan
besaran debit, gravitasi dan tinggi bukaan pintu. Hubungan antara ds/bp dengan Q/(g0,5bp1,5)
seperti ditunjukkan pada Tabel 32. Dari Tabel 35 di bawah dibuat grafik yang menggambarkan
hubungan tersebut untuk melihat kedekatan antar variabel. Dari Tabel 32 dibuat grafik seperti
pada Gambar 34 yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang cukup erat antara
peningkatan debit dan peningkatan kedalaman gerusan. Meskipun pada nilai rasio yang
semakin besar terjadi penyebaran data yang cukup lebar. Dalam hubungan regresi ini besaran
y = 1,7822x1,3467
R² = 0,8517
0
5
10
15
20
25
30
0 2 4 6 8 10
ds/
bp
y3/bp
92
koefisien determinasi R2 sebesar 0,9713 yang nilainya cukup besar untuk menunjukkan
hubungan antar variabel kedalaman gerusan, debit dan bukaan pintu.
Tabel 32. Hubungan ds/bp dengan Q/(g0,5.bp1,5)
No Q ds/bp (Q/g0,5bp1,5) No Q ds/bp (Q/g0,5bp
1,5) No Q ds/bp (Q/g0,5bp1,5)
1 1,0 5,60 903,047 12 3,0 8,40 957,826 23 4,0 1,56 323,084
2 1,5 9,60 1354,571 13 3,0 4,27 521,375 24 4,5 15,10 1436,739
3 1,5 3,40 478,913 14 3,0 3,55 338,643 25 4,5 7,40 782,062
4 2,0 14,00 1806,095 15 3,5 26,60 3160,665 26 4,5 4,65 507,964
5 2,0 5,00 638,551 16 3,5 11,00 1117,464 27 4,5 3,32 363,470
6 2,0 2,47 347,583 17 3,5 5,53 608,270 28 5,0 14,70 1596,377
7 2,5 18,60 2257,618 18 3,5 4,00 395,083 29 5,0 8,00 868,958
8 2,5 7,50 798,189 19 3,5 2,68 282,699 30 5,0 5,25 564,405
9 2,5 3,60 434,479 20 4,0 11,90 1277,102 31 5,0 4,04 403,855
10 2,5 1,20 282,202 21 4,0 5,67 695,166
11 3,0 21,40 2709,142 22 4,0 4,10 451,524
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Grafik hubungan dapat dilihat pada Gambar 34 berikut:
Gambar 34. Hubungan antara ds/bp dengan Q/(g0,5.bp1,5)
Dari grafik tersebut di atas menunjukkan bahwa besaran debit per gravitasi hubungan yang
cukup erat antar variabel kecepatan dan kedalaman gerusan non dimensional. Sehingga
hubungan tersebut dapat dijelaskan dengan Persamaan 5.5. berikut:
ds
bp= 0,0083
Q
𝑔0,5𝑏𝑝1,5 + 0,1957 (5.5)
Persamaan di atas dapat digunakan untuk mencari kedalaman gerusan berdasar data besaran
rasio debit dengan gravitasi dan bukaan pintu.
Hubungan selanjutnya adalah menganalisa hubungan antara variabel kedalaman gerusan (ds)
dan beda tinggi muka air hulu pintu dan hilir pintu (ΔH). Berdasar Tabel 33 di halaman berikut
dibuat grafik hubungan antar variabel tersebut, sebagaimana terlihat pada Gambar 35 seperti
di bawah ini. Berdasar dari grafik di atas, dapat dijelaskan bahwa rasio beda tinggi muka air
y = 0,0083x + 0,1957R² = 0,9713
0
5
10
15
20
25
30
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
ds/
bp
Q/(g0,5bp1,5)
93
hulu dan hilir (ΔH) dan bukaan pintu (bp) lebih sesuai untuk menggambarkan kedalaman
gerusan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar beda muka air hulu dan hilir maka besaran
kedalaman gerusan akan semakin besar pula.
Tabel 33. Hubungan ds/bp dengan ΔH/bp
No. Q ds/bp ΔH/bp No. Q ds/bp ΔH/bp No. Q ds/bp ΔH/bp
1 1,0 5,600 2,900 12 3,0 8,400 4,700 22 4,0 4,100 0,975
2 1,5 9,600 6,600 13 3,0 4,267 1,133 23 4,0 1,560 0,080
3 1,5 3,400 1,020 14 3,0 3,550 0,650 24 4,5 15,100 8,100
4 2,0 14,000 10,200 15 3,5 26,600 19,900 25 4,0 7,400 2,633
5 2,0 5,000 1,700 16 3,5 11,000 5,750 26 4,5 4,650 1,500
6 2,0 2,467 0,533 17 3,5 5,533 1,740 27 4,5 3,320 0,700
7 2,5 18,600 14,800 18 3,5 4,000 0,695 28 5,0 14,700 2,700
8 2,5 7,500 3,650 19 3,5 2,680 0,560 29 5,0 8,000 3,133
9 2,5 3,600 0,767 20 4,0 11,900 7,300 30 5,0 5,250 1,825
10 2,5 1,200 0,150 21 4,0 5,667 2,033 31 5,0 4,040 0,740
11 3,0 21,4 17,56
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Gambar 35. Hubungan antara ds/bp dengan ΔH/bp
Untuk bukaan pintu yang sama dan peningkatan debit, akan mengakibatkan tinggi muka air di
hulu pintu akan meningkat. Sedangkan tinggi muka air di hilir pintu menurun. Sehingga beda
tinggi muka air akan semakin besar. Kedekatan hubungan ini ditunjukkan dengan besaran
koefisien determinasi R2 sebesar 0,9313. Hal ini berarti pengaruh beda tinggi muka air hulu
dan hilir sangat mempengaruhi kedalaman gerusan. Adapun persamaan yang mewakili besaran
kedalaman gerusan berdasar hubungan regresi di atas adalah:
ds
b𝑝= 4,1606 (
∆H
bp)
0,5469
(5.6)
Sedangkan hubungan kedalaman gerusan dengan bilangan Froude adalah sebagaimana
Tabel 34 di halaman berikut. Berdasar tabulasi hubungan tersebut kemudian dibuat bentuk
grafis untuk melihat kedekatan hubungan tersebut seperti tergambar pada Gambar 36 . Dari
y = 4,1606x0,5469
R² = 0,9313
0
5
10
15
20
25
30
0 5 10 15 20 25
ds/
bp
ΔH/bp
94
hubungan grafis di atas dapat dilhat kedekatan hubungan antar ds dan Bilangan Froude yang
ditunjukkan dengan koefisien determinasi R2 sebesar 0,9262. Hal ini berarti kedalaman gerusan
dipengaruhi besaran bilangan Froude.
Tabel 34. Hubungan kedalaman gerusan dengan Bilangan Froude
No Q ds/bp Fr No Q ds/bp Fr No Q ds/bp Fr
1 1,0 5,60 18,06 12 3,0 19,16 19,16 22 4,0 4,10 9,03
2 1,5 9,60 27,09 13 3,0 10,43 6,95 23 4,0 1,56 6,46
3 1,5 3,40 9,58 14 3,0 6,77 3,39 24 4,5 15,10 28,73
4 2,0 14,00 36,12 15 3,5 63,21 126,43 25 4,5 7,40 15,64
5 2,0 5,00 12,77 16 3,5 22,35 22,35 26 4,5 4,65 10,16
6 2,0 2,47 6,95 17 3,5 12,17 8,11 27 4,5 3,32 7,27
7 2,5 18,60 45,15 18 3,5 7,90 3,95 28 5,0 14,70 31,93
8 2,5 7,50 15,96 19 3,5 5,65 2,26 29 5,0 8,00 17,38
9 2,5 3,60 8,69 20 4,0 25,54 25,54 30 5,0 5,25 11,29
10 2,5 1,20 5,64 21 4,0 13,90 9,27 31 5,0 4,04 8,08
11 3,0 21,40 54,18
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Gambar 36. Grafis hubungan ds dan Fr
Semakin besar bilangan Froude yang terjadi maka gerusan semakin dalam. Bilangan Froude
dalam tabel adalah bilangan yang terjadi pada sedikit di depan bukaan pintu, sehingga
kecepatan yang terjadi adalah super kritik. Aliran turbulensi menjadikan material dasar
tergerus dan bergerak membentuk lubang gerusan. Sedangkan persamaan regresi yang
mewakili prediksi kedalaman gerusan adalah persamaan Power sebagai berikut:
d𝑠
b𝑝 = 1,4908(Fr)0,5678 (5.7)
5.2. Analisa Pengaruh Material Dasar Saluran tipe Sandy Loam, Q dan bp terhadap
panjang gerusan (ls)
Untuk mengetahui hubungan ds/bp dengan masing-masing variabel maka dibuatlah tabel dan
grafik. Dalam Tabel 35 berikut menggambarkan suatu hubungan antara variabel ls, bp dan yo.
y = 0,3639x1,0504
R² = 0,9262
0
5
10
15
20
25
30
0 10 20 30 40 50 60 70
ds/
bp
Bilangan Froude
95
Berdasar Tabel 35 maka dibuatlah grafik dalam Gambar 38 yang menggambarkan hubungan
antara ls/bp dengan yo/bp. Dari grafik hubungan antar variabel pada Gambar 37 menunjukkan
bahwa terdapat korelasi yang cukup erat antara ls/b dengan yo/b.
Tabel 35. Hubungan antara ls, bp dan yo
No. Q ls/bp yo/bp No. Q ls/bp yo/bp No. Q ls/bp yo/bp
1 1,0 18,000 5,400 11 3,0 66,000 23,860 21 4,0 20,667 4,300 2 1,5 30,000 11,400 12 3,0 29,000 7,750 22 4,0 16,500 2,575
3 1,5 11,500 2,520 13 3,0 16,667 3,133 23 4,0 8,600 1,380
4 2,0 45,000 15,600 14 3,0 12,750 2,150 24 4,5 50,000 12,300
5 2,0 17,000 4,350 15 3,5 84,000 27,600 25 4,5 30,000 5,067
6 2,0 12,000 2,333 16 3,5 37,500 9,000 26 4,5 22,500 3,090
7 2,5 53,000 20,400 17 3,5 24,000 4,040 27 4,5 14,000 2,012
8 2,5 26,500 6,400 18 3,5 17,500 2,295 28 5,0 50,000 7,000
9 2,5 13,333 2,833 19 3,5 12,800 1,880 29 5,0 32,000 5,800
10 2,5 7,500 1,650 20 4,0 43,000 10,700 30 5,0 22,500 3,600
31 5,0 16,800 2,240
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Dari grafik tersebut dapat dibuat suatu Persamaan Regresi Power sebesar:
𝑙𝑠
bp= 7,8072 (
y0
bp)
0,6893
` (5.8)
Dari hubungan tersebut di atas tampak bahwa panjang gerusan dipengaruhi oleh rasio
kedalaman aliran di hulu pintu dan tinggi bukaan pintu. Dan dapat dijelaskan bahwa panjang
gerusan meningkat seiring dengan peningkatan tinggi muka air di hulu dan penurunan tinggi
bukaan pintu. Untuk besaran debit yang semakin besar dengan tinggi bukaan pintu yang tetap
akan menghasilkan tinggi muka air hulu yang semakin tinggi. Akibat dari peningkatan debit
pada bukaan pintu yang konstan akan menghasilkan kecepatan yang semakin besar.
Gambar 37. Hubungan ls/bp dengan yo/bp
Kecepatan yang meningkat akan menggerakkan material sedimen di hilir pintu baik bergerak
dengan bergeser, berpindah ataupun melompat sehingga terjadi lubang gerusan. Pada
peningkatan y0/bp nilai besaran ls/bp juga meningkat. Besaran rasio tinggi muka air hulu dan
bukaan pintu terhadap panjang gerusan ditunjukkan dengan koefisien determinasi R2 sebesar
y = 7,8072x0,6893
R² = 0,8847
0
20
40
60
80
100
0 5 10 15 20 25 30
ls/b
p
y0/bp
96
0,8847. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat untuk menggambarkan
panjang gerusan pada semua nilai rasio y0/bp.
Berikutnya adalah mencari hubungan antara ls dengan tinggi mula air hilir (y3).
Sebagaimana dijelaskan pada Tabel 36. Berdasar Tabel 36 dibuat grafik hubungan antar ls/bp
dengan y3/bp untuk melihat kedekatan pengaruh muka air hilir terhadap panjang gerusan.
Tabel 36. Hubungan antara ls/bp dengan y3/bp
No. Q ls/bp y3/bp No. Q ls/bp y3/bp No. Q ls/bp y3/bp
1 1,0 18,000 2,500 12 3,0 29,000 3,050 22 4,0 16,500 1,600 2 1,5 30,000 4,800 13 3,0 16,667 2,000 23 4,0 8,600 1,300
3 1,5 11,500 1,500 14 3,0 12,750 1,500 24 4,5 50,000 4,200
4 2,0 45,000 5,400 15 3,5 84,000 7,700 25 4,5 30,000 2,433
5 2,0 17,000 2,650 16 3,5 37,500 3,250 26 4,5 22,500 1,590
6 2,0 12,000 1,800 17 3,5 24,000 2,300 27 4,5 14,000 1,312
7 2,5 53,000 5,600 18 3,5 17,500 1,600 28 5,0 50,000 4,300
8 2,5 26,500 2,750 19 3,5 12,800 1,320 29 5,0 32,000 2,667
9 2,5 13,333 2,067 20 4,0 43,000 3,400 30 5,0 22,500 1,775
10 2,5 7,500 1,500 21 4,0 20,667 2,267 31 5,0 16,800 1,500
11 3,0 66,000 6,300
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Dari Tabel 36 di atas kemudian dibuat grafik hubungan regresi antar variabel untuk melihat
kedekatannya antar variabel ls, y3 dan bp seperti Gambar 38.
Gambar 38. Hubungan ls/bp dan y3/bp
Dari hubungan tersebut di atas tampak bahwa panjang gerusan dipengaruhi oleh rasio
kedalaman aliran di hilir pintu dan tinggi bukaan pintu. Dan dapat dijelaskan bahwa panjang
gerusan meningkat seiring dengan peningkatan tinggi muka air di hilir dan penurunan tinggi
bukaan pintu. Untuk besaran debit yang semakin besar dengan tinggi bukaan pintu yang tetap
akan menghasilkan tinggi muka air hulu yang semakin tinggi. Akibat dari peningkatan debit
pada bukaan pintu yang konstan akan menghasilkan kecepatan yang semakin besar. Kecepatan
yang meningkat akan menggerakkan material sedimen di hilir pintu baik bergerak dengan
y = 8,7036x1,0785
R² = 0,8235
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 2 4 6 8 10
l s/b
p
y3/bp
97
bergeser, berpindah ataupun melompat sehingga terjadi lubang gerusan. Pada peningkatan
y3/bp nilai besaran ls/bp juga meningkat. Besaran rasio tinggi muka air hulu dan bukaan pintu
terhadap panjang gerusan ditunjukkan dengan koefisien determinasi R2 sebesar 0,8235. Hasil
ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup erat untuk menggambarkan panjang
gerusan pada semua nilai rasio y3/bp. Dari grafik hubungan antar variabel pada Gambar 38 di
atas menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang cukup erat antara ls/bp dengan y3/bp. Dari
grafik tersebut dapat dibuat suatu persamaan regresi sebesar:
ls
bp= 8,7036 (
y3
bp)
1,0785
(5.9)
Berikutnya mencari hubungan antara ls dengan ΔH seperti dijelaskan Tabel 37:
Tabel 37. Hubungan ls/bp dan ΔH/bp
No Q ls/bp ΔH/bp No Q ls/bp ΔH/bp No Q ls/bp ΔH/bp
1 1,00 18,000 2,900 12 3,00 29,000 4,700 22 4,0 16,500 0,975
2 1,50 30,000 6,600 13 3,00 16,667 1,133 23 4,0 8,600 0,080
3 1,50 11,500 1,020 14 3,00 12,750 0,650 24 4,5 50,000 8,100
4 2,00 45,000 10,200 15 3,50 84,000 19,900 25 4,5 30,000 2,633
5 2,00 17,000 1,700 16 3,50 37,500 5,750 26 4,5 22,500 1,500
6 2,00 12,000 0,533 17 3,50 24,000 1,740 27 4,5 14,000 0,700
7 2,50 53,000 14,800 18 3,50 17,500 0,695 28 5,0 50,000 2,700
8 2,50 26,500 3,650 19 3,50 12,800 0,560 29 5,0 32,000 3,133
9 2,50 13,333 0,767 20 4,00 43,000 7,300 30 5,0 22,500 1,825
10 2,50 7,500 0,150 21 4,00 20,667 2,033 31 5,0 16,800 0,740
11 3,00 66,000 17,560
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Dari Tabel 37 di atas dibuatlah grafik untuk melihat besar pengaruh beda muka air hulu dan
hilir terhadap panjang gerusan (ls)
Gambar 39. Pengaruh beda muka air hulu dan hilir terhadap panjang gerusan
Dari grafik hubungan antar variabel pada Gambar 39 di atas menunjukkan bahwa terdapat
korelasi yang cukup erat antara ls/bp dengan ΔH/bp. Dari grafik tersebut dapat dibuat suatu
Persamaan power sebesar:
y = 17,231x0,432
R² = 0,8762
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 5 10 15 20 25
ls/b
p
ΔH/bp
98
ls
bp= 17,231 (
∆H
bp)
0,423
(5.10)
Persamaan (5.10) dapat dipergunakan untuk memprediksi panjang lubang gerusan
berdasar hubungan dengan beda tinggi muka air hulu dan hilir. Dari hubungan tersebut di atas
tampak bahwa panjang gerusan dipengaruhi oleh rasio beda kedalaman aliran di hulu dan hilir
pintu juga tinggi bukaan pintu. Dan dapat dijelaskan bahwa panjang gerusan meningkat seiring
dengan peningkatan tinggi beda muka air di hulu dan hilir serta penurunan tinggi bukaan pintu.
Untuk besaran debit yang semakin besar dengan tinggi bukaan pintu yang tetap akan
menghasilkan tinggi muka air hulu yang semakin tinggi. Akibat dari peningkatan debit pada
bukaan pintu yang konstan akan menghasilkan kecepatan yang semakin besar.
Kecepatan yang meningkat akan menggerakkan material sedimen di hilir pintu baik
bergerak dengan bergeser, berpindah ataupun melompat sehingga terjadi lubang gerusan. Pada
peningkatan ΔH/bp maka besaran ls/bp juga meningkat. Besaran rasio tinggi muka air hulu dan
hilir serta bukaan pintu terhadap panjang gerusan ditunjukkan dengan koefisien determinasi R2
sebesar 0,8762. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup erat untuk
menggambarkan panjang gerusan pada semua nilai rasio ΔH/bp
Berikutnya adalah mencari hubungan antara ls dengan debit dan percepatan gravitasi
(Q/(g0,5bp1,5) yang ditunjukkan dengan Tabel 38 berikut:
Tabel 38. Hubungan antara panjang gerusan dan debit dan percepatan gravitasi No Q ls/bp Q/(g0,5bp
1,5) No Q ls/bp Q/(g0,5bp1,5) No Q ls/bp Q/(g0,5bp
1,5)
1 1,0 18,000 903,047 12 3,0 29,000 957,826 22 4,0 16,500 451,524
2 1,5 30,000 1354,571 13 3,0 16,667 521,375 23 4,0 8,600 323,084
3 1,5 11,500 478,913 14 3,0 12,750 338,643 24 4,5 50,000 1436,739
4 2,0 45,000 1806,095 15 3,5 84,000 3160,665 25 4,5 30,000 782,062
5 2,0 17,000 638,551 16 3,5 37,500 1117,464 26 4,5 22,500 507,964
6 2,0 12,000 347,583 17 3,5 24,000 608,270 27 4,5 14,000 363,470
7 2,5 53,000 2257,618 18 3,5 17,500 395,083 28 5,0 50,000 1596,377
8 2,5 26,500 798,189 19 3,5 12,800 282,699 29 5,0 32,000 868,958
9 2,5 13,333 434,479 20 4,0 43,000 1277,102 30 5,0 22,500 564,405
10 2,5 7,500 282,202 21 4,0 20,667 695,166 31 5,0 16,800 403,855
11 3,0 66,000 2709,142
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Dari Tabel 38 di atas dibuat grafik hubungan antar variabel sebagaimana tertera dalam Gambar
40 berikut. Dari grafik tersebut pada Gambar 40 tersebut dapat dijelaskan bahwa terdapat
hubungan yang cukup erat antara peningkatan debit dan peningkatan kedalaman gerusan.
Meskipun pada nilai rasio yang semakin besar terjadi penyebaran data yang cukup lebar.
99
Namun dalam hubungan regresi ini besaran R2 sebesar 0,8983 yang cukup besar untuk
menunjukkan hubungan yang cukup signifikan antar variabel ls, Q dan bp.
Gambar 40. Hubungan ls/bp dan (Q/(g0,5bp
2,5)
Dari grafik tersebut di atas menunjukkan hubungan non dimensional power antar variabel dan
dijelaskan dengan Persamaan 5.11 berikut:
ls
bp= 0,09 (
𝑄
𝑔0,5𝑏𝑝1,5)0,8425
(5.11)
Persamaan di atas dapat dipergunakan untuk memprediksi panjang gerusan (ls) berdasar debit
(Q). Pada besaran debit yang lebih tinggi data lebih menyebar namun tidak keluar terlalu jauh
dari garis persamaan. Sehingga persamaan masih dapat dipergunakan dengan baik. Hubungan
selanjutmya adalah mencari pengaruh bilangan Froude terhadap ls dan dibuat tabulasi berikut:
Tabel 39. Tabulasi ls/bp dan Bilangan Froude No Q ls/bp Fr No Q ls/bp
Ls/bp Fr No Q ls/bp
Ls/bp Fr
1 1,0 18,000 18,06095 12 3,0 29,000 19,15653 22 4,0 16,500 9,030473
2 1,5 30,000 27,09142 13 3,0 16,667 10,42749 23 4,0 8,600 6,46168
3 1,5 11,500 9,578263 14 3,0 12,750 6,772855 24 4,5 50,000 28,73479
4 2,0 45,000 36,12189 15 3,5 84,000 63,21331 25 4,5 30,000 15,64124
5 2,0 17,000 12,77102 16 3,5 37,500 22,34928 26 4,5 22,500 10,15928
6 2,0 12,000 6,951661 17 3,5 24,000 12,16541 27 4,5 14,000 7,26939
7 2,5 53,000 45,15236 18 3,5 17,500 7,901664 28 5,0 50,000 31,92754
8 2,5 26,500 15,96377 19 3,5 12,800 5,65397 29 5,0 32,000 17,37915
9 2,5 13,333 8,689577 20 4,0 43,000 25,54203 30 5,0 22,500 11,28809
10 2,5 7,500 5,644046 21 4,0 20,667 13,90332 31 5,0 16,800 8,0771
11 3,0 66,000 54,18284
Sumber: Hasil analisa (2016)
y = 0,09x0,8425
R² = 0,8983
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
l s/b
p
Q/(g1/2bp3/2)
100
Dari tabulasi di atas dibuat suatu grafik yang menggambarkan kedekatan hubungan antara
panjang gerusan (ls) dengan Bilangan Froude (Fr) sebagaimana tergambar di bawah ini:
Gambar 41. Grafis hubungan ls dengan Fr
Berdasar hubungan parameter pada grafik di atas, dapat dijelaskan bahwa bilangan Froude
mempengaruhi peningkatan panjang gerusan dengan cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat
dengan besaran koefisien determinasi R2 = 0,8983. Semakin besar bilangan Froude yang
terjadi sedikit di depan bukaan pintu maka akan meningkatkan penambahan panjang lubang
gerusan. Aliran turbulen yang terjadi akan mengangkut butiran material dasar lubang gerusan
semakin jauh dan semakin panjang. Adapun persamaan yang mewakili prediksi panjang
lubang gerusan berdasar parameter bilangan Froude adalah sebagai berikut:
l𝑠
b𝑝= 2,4298(Fr)0,8425 (5.12)
5.3. Analisa Pengaruh Material Dasar Saluran tipe Sandy Loam, Q dan bp terhadap
tinggi sedimentasi (hd)
Untuk mengetahui hubungan hd/bp dengan masing-masing variabel maka dibuatlah
tabel dan grafik. Dalam Tabel 40 di halaman berikut menggambarkan suatu hubungan antara
variabel hd, bp dan yo. Kemudian dari tabel tersebut dibuat grafik hubungan untuk melihat
pengaruh besaran muka air hulu terhadap tinggi sedimentasi seperti Gambar 42 di bawah ini.
Dari grafik tersebut di atas menunjukkan hubungan regresi antar rasio muka air hulu (yo/bp)
dan tinggi sedimentasi (hd/bp).
Dari grafik tersebut pada Gambar 42 tersebut dapat dijelaskan bahwa terdapat
hubungan yang cukup erat antara peningkatan debit dan peningkatan tinggi sedimentasi.
Meskipun pada nilai rasio yang semakin besar terjadi penyebaran data yang cukup lebar.
Namun dalam hubungan regresi ini besaran koefisien determinasi R2 sebesar 0,7555 yang
nilainya masih di atas 60% untuk menunjukkan hubungan yang cukup signifikan antar variabel
tinggi sedimentasi, tinggi muka air hulu dan bukaan pintu.
y = 2,4298x0,8425
R² = 0,8983
0
20
40
60
80
100
0 10 20 30 40 50 60 70
l s/b
p
Fr
101
Tabel 40. Hubungan hd/bp dan yo
No. Q hd/bp yo/bp No. Q hd/bp yo/bp No. Q hd/bp yo/bp
1 1,0 2,200 5,400 12 3,0 1,200 7,750 22 4,0 0,450 2,575
2 1,5 2,400 11,400 13 3,0 0,867 3,133 23 4,0 0,440 1,380
3 1,5 1,200 2,520 14 3,0 0,550 2,150 24 4,5 1,000 12,300
4 2,0 2,000 15,600 15 3,5 3,000 27,600 25 4,5 0,667 5,067
5 2,0 1,400 4,350 16 3,5 1,400 9,000 26 4,5 0,550 3,090
6 2,0 0,600 2,333 17 3,5 0,733 4,040 27 4,5 0,520 2,012
7 2,5 3,000 20,400 18 3,5 0,500 2,295 28 5,0 1,500 7,000
8 2,5 1,300 6,400 19 3,5 0,280 1,880 29 5,0 0,867 5,800
9 2,5 0,800 2,833 20 4,0 1,000 10,700 30 5,0 0,700 3,600
10 2,5 0,550 1,650 21 4,0 0,833 4,300 31 5,0 0,480 2,240
11 3,0 2,800 23,860
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Gambar 42. Hubungan besaran muka air hulu (yo/bp) dan hd/bp
Sehingga hubungan tersebut dapat dijelaskan dengan Persamaan 5.13 berikut:
ℎ𝑑
𝑏𝑝= 0,3313 (
𝑦0
𝑏𝑝)
0,6648
(5.13)
Hubungan berikutnya adalah menganalisa kedekatan variabel tinggi muka air disebelah hilir
pintu dan bp terhadap tinggi sedimentasi (hd) pada Tabel 41 pada halaman berikut. Kemudian
dari tabel di atas dibuat grafik hubungan untuk melihat pengaruh besaran muka air hilir
terhadap tinggi sedimentasi seperti Gambar 44 di bawah ini. Dari grafik tersebut di atas
menunjukkan hubungan regresi antar rasio muka air hilir (y3/bp) dan tinggi sedimentasi (hd/bp).
Dari grafik tersebut pada Gambar 43 tersebut dapat dijelaskan bahwa terdapat hubungan yang
cukup erat antara peningkatan debit dan peningkatan tinggi sedimentasi. Meskipun pada nilai
rasio yang semakin besar terjadi penyebaran data yang cukup lebar.
y = 0,3313x0,6648
R² = 0,7555
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
0 5 10 15 20 25 30
hd/b
p
y0/bp
102
Tabel 41. Hubungan hd/bp dan y3/bp
No. Q hd/bp y3/bp No. Q hd/bp y3/bp No. Q hd/bp y3/bp
1 1,0 2,200 2,500 12 3,0 1,200 3,050 22 4,0 0,450 1,600
2 1,5 2,400 4,800 13 3,0 0,867 2,000 23 4,0 0,440 1,300
3 1,5 1,200 1,500 14 3,0 0,550 1,500 24 4,5 1,000 4,200
4 2,0 2,000 5,400 15 3,5 3,000 7,700 25 4,5 0,667 2,433
5 2,0 1,400 2,650 16 3,5 1,400 3,250 26 4,5 0,550 1,590
6 2,0 0,600 1,800 17 3,5 0,733 2,300 27 4,5 0,520 1,312
7 2,5 3,000 5,600 18 3,5 0,500 1,600 28 5,0 1,500 4,300
8 2,5 1,300 2,750 19 3,5 0,280 1,320 29 5,0 0,867 2,667
9 2,5 0,800 2,067 20 4,0 1,000 3,400 30 5,0 0,700 1,775
10 2,5 0,550 1,500 21 4,0 0,833 2,267 31 5,0 0,480 1,500
11 3,0 2,800 6,300
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Gambar 43. Hubungan hd/bp dan y3/bp
Sehingga hubungan tersebut dapat dijelaskan dengan Persamaan 5.14 berikut:
ℎ𝑑
𝑏𝑝= 0,3419 (
𝑦3
𝑏𝑝)
1,0982
(5.14)
Dalam hubungan regresi ini besaran koefisien determinasi R2 sebesar 0,7839 yang nilainya
menunjukkan hubungan yang cukup signifikan antar variabel tinggi sedimentasi, tinggi muka
air hilir dan bukaan pintu
Hubungan selanjutnya adalah kedekatan parameter hd dan beda elevasi hulu dan hilir
(ΔH) seperti terlihat pada Tabel 42 di halaman berikut. Dari tabulasi tersebut dibuat hubungan
antar paramter dengan menggunakan grafik pada Gambar 44 di bawah. Dari grafik pada
Gambar 45 tersebut dapat dijelaskan bahwa terdapat hubungan yang cukup erat antara
peningkatan beda muka air hulu dan hilir dan peningkatan tinggi sedimentasi. Dalam
hubungan regresi ini besaran koefisien determinasi R2 sebesar 0,7384 yang nilainya masih di
y = 0,3491x1,0982
R² = 0,7839
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0
hd/b
p
y3/bp
103
atas 60% untuk menunjukkan hubungan yang cukup signifikan antar variabel tinggi
sedimentasi, tinggi muka air hulu dan bukaan pintu.
Tabel 42. Tabulasi hd dan ΔH
No. Q hd/bp ΔH/bp No. Q hd/bp ΔH/bp No. Q hd/bp ΔH/bp
1 1,0 2,200 2,900 12 3,0 1,200 4,700 22 4,0 0,450 0,975
2 1,5 2,400 6,600 13 3,0 0,867 1,133 23 4,0 0,440 0,080
3 1,5 1,200 1,020 14 3,0 0,550 0,650 24 4,5 1,000 8,100
4 2,0 2,000 10,200 15 3,5 3,000 19,900 25 4,5 0,667 2,633
5 2,0 1,400 1,700 16 3,5 1,400 5,750 26 4,5 0,550 1,500
6 2,0 0,600 0,533 17 3,5 0,733 1,740 27 4,5 0,520 0,700
7 2,5 3,000 14,800 18 3,5 0,500 0,695 28 5,0 1,500 2,700
8 2,5 1,300 3,650 19 3,5 0,280 0,560 29 5,0 0,867 3,133
9 2,5 0,800 0,767 20 4,0 1,000 7,300 30 5,0 0,700 1,825
10 2,5 0,550 0,150 21 4,0 0,833 2,033 31 5,0 0,480 0,740
11 3,0 2,800 17,560
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
.Gambar 44. Hubungan hd dan ΔH
Adapun persamaan yang dapat digunakan pada grafik di atas adalah berikut:
ℎ𝑑
𝑏𝑝= 0,1317 (
∆H
𝑏𝑝) + 0,616 (5.15)
Persamaan 5.15 di atas dapat digunakan untuk memprediksi hd berdasar parameter ΔH.
Hubungan selanjutnya adalah hubungan kedekatan variabel antara besaran debit per
gravitasi terhadap tinggi sedimentasi. Kemudian dari Tabel 43 pada halaman berikut dibuat
grafik hubungan untuk melihat pengaruh besaran muka air hilir terhadap tinggi sedimentasi
seperti Gambar 45. Dari grafik pada Gambar 45 tersebut dapat dijelaskan bahwa terdapat
hubungan yang cukup erat antara peningkatan debit dan peningkatan tinggi sedimentasi.
Meskipun pada nilai rasio yang semakin besar terjadi penyebaran data yang cukup lebar.
Dalam hubungan regresi ini besaran koefisien determinasi R2 sebesar 0,7786 yang artinya
y = 0,1317x + 0,616R² =0,7384
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0
hd/b
p
ΔH/bp
104
terdapat hubungan yang sangat erat antara peningkatan besaran debit dan tinggi sedimentasi.
Semakin tinggi besaran rasio debit per tinggi bukaan pintu akan meningkatkan kecepatan
aliran. Kecepatan aliran akan membawa material butiran dari lubang gerusan menuju arah hilir
aliran. Ketika kecepatan aliran di hilir semakin rendah maka butiran material yang terbawa
aliran akan mengendap dan membentuk sedimentasi.
Tabel 43. Hubungan hd/bp dan Q/g0,5bp1,5
No. Q hd/bp Q/g0,5bp1,5 No. Q hd/bp Q/g0,5bp
1,5 No. Q hd/bp Q/g0,5bp1,5
1 1,0 2,200 903,047 12 3,0 1,200 957,826 22 4,0 0,450 451,524
2 1,5 2,400 1354,571 13 3,0 0,867 521,375 23 4,0 0,440 323,084
3 1,5 1,200 478,913 14 3,0 0,550 338,643 24 4,5 1,000 1436,739
4 2,0 2,000 1806,095 15 3,5 3,000 3160,665 25 4,5 0,667 782,062
5 2,0 1,400 638,551 16 3,5 1,400 1117,464 26 4,5 0,550 507,964
6 2,0 0,600 347,583 17 3,5 0,733 608,270 27 4,5 0,520 363,470
7 2,5 3,000 2257,618 18 3,5 0,500 395,083 28 5,0 1,500 1596,377
8 2,5 1,300 798,189 19 3,5 0,280 282,699 29 5,0 0,867 868,958
9 2,5 0,800 434,479 20 4,0 1,000 1277,102 30 5,0 0,700 564,405
10 2,5 0,550 282,202 21 4,0 0,833 695,166 31 5,0 0,480 403,855
11 3,0 2,800 2709,142
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Gambar 45. Hubungan hd/bp dan Q/g0,5bp1,5
Dari grafik tersebut di atas menunjukkan hubungan regresi antar rasio debit, gravitasi dan
bukaan pintu dengan tinggi sedimentasi (hd/bp). Sehingga hubungan tersebut dapat dijelaskan
dengan Persamaan 5.16 berikut:
hd
b𝑝= 0,0043 (
Q
g1
2⁄ b𝑝3
2⁄)
0,8186
(5.16)
Persamaan 5.16 di atas dapat digunakan untk memprediksi tinggi sedimentasi di hilir saluran
berdasar parameter debit dan gravitasi.
y = 0,0043x0,8186
R² = 0,7786
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
0 1000 2000 3000 4000
hd/b
p
Q/g0,5bp1,5
105
Selanjutnya mencari kedekatan hubungan antar parameter hd dan bilangan Froude.
Untuk melihat seberapa besar pengaruh bilangan Froude terhadap perubahan tinggi
sedimentasi di bagian hilir aliran maka dibuat tabulasi hubungan. Dari tabulasi hubungan ini
dibuat gambaran secara grafis untuk mendapatkan besaran kedekatan berdasar koefisien
determinasi.
Tabel 44. Hubungan parameter hd dan bilangan Froude
No. Q hd/bp Fr No. Q hd/bp Fr No. Q hd/bp Fr
1 1,0 2,200 18,060 12 3,0 1,200 19,156 22 4,0 0,450 9,0305
2 1,5 2,400 27,091 13 3,0 0,867 10,427 23 4,0 0,440 6,4617
3 1,5 1,200 9,578 14 3,0 0,550 6,773 24 4,5 1,000 28,735
4 2,0 2,000 36,122 15 3,5 3,000 63,213 25 4,5 0,667 15,641
5 2,0 1,400 12,771 16 3,5 1,400 22,349 26 4,5 0,550 10,159
6 2,0 0,600 6,952 17 3,5 0,733 12,165 27 4,5 0,520 7,2694
7 2,5 3,000 45,152 18 3,5 0,500 7,902 28 5,0 1,500 31,927
8 2,5 1,300 15,964 19 3,5 0,280 5,654 29 5,0 0,867 17,379
9 2,5 0,800 8,689 20 4,0 1,000 25,542 30 5,0 0,700 11,288
10 2,5 0,550 5,644 21 4,0 0,833 13,903 31 5,0 0,480 8,077
11 3,0 2,800 54,183
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Dari tabulasi hubungan di atas dibuatlah grafis hubungan untuk melihat besaran korelasi hd dan
bilangan Froude
Gambar 46. Hubungan hd dengan bilangan Fr
Dari grafis pada Gambar 46 di atas dapat dijelaskan bahwa tinggi sedimentasi di hilir aliran
dipengaruhi besaran bilangan Froude. Hal ini dapat dilihat pada besaran koefisien determinasi
R2 = 0,7786. Semakin besar perubahan bilangan Fr yang terjadi maka tinggi sedimen akan
meningkat. Sehingga dapat dikatakan bahwa tinggi sedimentasi di hilir sangat dipengaruhi
perubahan besaran bilangan Froude. Persamaan yang mewakili prediksi tinggi sedimen di
hilir dapat didekati persamaan regresi Power sebagai berikut:
y = 0,1058x0,8186
R² = 0,7786
0 10 20 30 40 50 60 70
hd/b
p
Fr
106
h𝑑
b𝑝= 0,1058(Fr)0,8186 (5.17)
Dari ketiga variabel tergantung yang dicari yaitu ds, ls dan hd dibuatlah ringkasan
koefisien determinasi hubungan untuk melihat parameter yang paling berpengaruh.
Tabel 45. Ringkasan koefisien determinasi hubungan antar parameter
R2 ds ls hd
yo 0,9145 0,8847 0,7555
y3 0,8517 0,8235 0,7839
ΔH 0,9313 0,8762 0,7384
Q 0,9713 0,8983 0,7786
Fr 0,9713 0,8983 0,7786
Sumber: Hasil analisa (2016)
5.4. Analisa Pengaruh Material Dasar Saluran tipe Loamy Sand, Q dan bp terhadap
kedalaman gerusan (ds)
Gerusan terjadi karena kecepatan aliran melampaui kecepatan butiran dasar saluran,
sehingga butiran sedimen material dasar bergerak. Gerusan diukur berdasar semua variasi debit
dan bukaan pintu. Tabel 46 menunjukkan hasil pengamatan ds pada semua Q dan bp pada
material Loamy sand. Dengan adanya beberapa variabel dan parameter hidrolis yang ada pada
kajian ini, maka perlu diketahui faktor dominan mana yang akan menjadi dasar matematis
untuk memperoleh suatu hubungan persamaan antar variabel mapun parameter hidrolis
tersebut. Sehingga perlu dilakukan analisa dimensi agar didapat hubungan variabel tersebut.
Tabel 46. Hasil pengamatan besaran Q dan bp
No.
Variabel bebas Variabel terikat
Q bp yo y3 ΔH ds ls hd Lj
(lt/dt) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10]
1 1,0 0,5 1,50 1,20 0,30 0,30 0,00 0,00 0,000
2 1,5 0,5 3,55 1,75 1,80 4,25 11,50 0,90 16,00
3 1,5 1,0 1,90 1,77 0,13 0,30 2,00 0,00 7,00
4 2,0 0,5 8,10 4,50 3,60 5,60 16,50 1,00 19,00
5 2,0 1,0 3,02 2,00 1,02 3,60 12,50 0,80 12,50
6 2,0 1,5 2,00 1,85 0,15 0,10 5,00 0,00 3,50
7 2,5 0,5 8,05 2,40 5,65 7,80 21,50 1,20 25,00
8 2,5 1,0 3,60 2,00 1,60 5,30 18,50 1,20 15,00
9 2,5 1,5 2,50 2,30 0,20 3,10 12,50 o,65 12,00
10 3,0 0,5 10,88 2,70 8,18 10,90 29,50 1,40 30,00
11 3,0 1,0 5,70 2,55 3,15 6,20 21,50 1,10 25,00
12 3,0 1,5 2,90 2,00 0,90 5,20 19,50 0,85 22,00
13 3,0 2,0 2,60 2,40 0,20 0,00 13,00 0,00 7,00
14 3,5 0,5 13,15 3,05 10,10 12,60 34,50 1,40 33,00
15 3,5 1,0 6,60 2,60 4,00 9,20 30,00 1,20 27,00
16 3,5 1,5 4,35 3,60 0,75 7,00 27,00 1,20 22,00
17 3,5 2,0 3,00 2,75 0,25 0,20 9,00 0,00 7,00
107
No.
Variabel bebas Variabel terikat
Q bp yo y3 ΔH ds ls hd Lj
(lt/dt) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10]
18 4,0 0,5 12,85 3,40 9,45 12,40 36,50 1,10 35,00
19 4,0 1,0 7,90 3,25 4,65 9,20 28,50 1,10 27,00
20 4,0 1,5 3,30 3,10 0,20 8,60 28,00 1.1 24,00
21 4,0 2,0 4,20 2,85 1,35 7,20 27,00 0,90 20,00
22 4,0 2,5 3,00 2,00 1,00 0,00 4,50 0,00 4,00
23 4,5 1,0 16,55 5,30 11,25 19,00 61,50 0,80 36,00
24 4,5 1,5 10,50 4,80 5,70 17,20 55,00 0,90 30,00
25 4,5 2,0 7,80 5,30 2,50 15,90 47,00 1,00 28,00
26 5,0 1,5 8,55 5,25 3,30 10,80 33,50 1,50 33,00
27 5,0 2,0 6,65 4,45 2,20 10,30 32,00 9,70 16,00
28 5,0 2,5 4,65 4,15 0,50 6,00 30,00 0,80 12,00
Sumber: Hasil analisa (2016)
Perilaku berikutnya adalah sama dengan material Sandy loam, yakni mencari kedekatan antar
variabel untuk menganalisa seberapa pengaruh semua parameter terhadap peningkatan
kedalaman gerusan (ds), panjang gerusan (ls), tinggi sedimen (hd), panjang loncat air (lj). Untuk
mengetahui hubungan ds/bp dengan masing-masing variabel maka dibuatlah tabel dan grafik.
Dalam Tabel 47 berikut menggambarkan suatu hubungan antara variabel ds, bp dan yo.
Tabel 47. Hubungan ds/bp dengan yo/bp
No. Q ds/bp yo/bp No. Q ds/bp yo/bp No. Q ds/bp yo/bp
1 1,00 0,600 3,000 11 3,0 6,200 5,700 21 4,0 3,600 2,100
2 1,50 8,500 7,100 12 3,0 3,467 1,933 22 4,0 0,000 1,200
3 1,50 0,300 1,900 13 3,0 0,000 1,300 23 4,5 19,000 16,550
4 2,00 11,200 16,200 14 3,5 25,200 26,300 24 4,5 11,467 7,000
5 2,00 3,600 3,020 15 3,5 9,200 6,600 25 4,5 7,950 3,900
6 2,00 0,067 1,333 16 3,5 4,667 2,900 26 5,0 7,200 5,700
7 2,50 15,600 16,100 17 3,5 0,100 1,500 27 5,0 5,150 3,325
8 2,50 5,300 3,600 18 4,0 24,800 25,700 28 5,0 2,400 1,860
9 2,50 2,067 1,667 19 4,0 9,200 7,900
10 3,00 21,800 21,760 20 4,0 5,733 2,200
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Berdasar Tabel 47 maka dibuatlah grafik dalam Gambar 48 yang menggambarkan
hubungan antara ds/bp dengan yo/bp. Dari grafik hubungan antar variabel pada Gambar 48 di
atas menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang erat antara ds/bp dengan yo/bp. Besaran rasio
tinggi muka air hulu dan bukaan pintu terhadap kedalaman gerusan ditunjukkan dengan
koefisien determinasi R2 sebesar 0,9235. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang erat untuk menggambarkan kedalaman gerusan pada semua nilai rasio y0/bp. Dari
hubungan tersebut di atas tampak bahwa kedalaman gerusan dipengaruhi oleh rasio kedalaman
108
aliran di hulu pintu dan tinggi bukaan pintu. Dan dapat dijelaskan bahwa kedalaman gerusan
meningkat seiring dengan peningkatan tinggi muka air di hulu dan penurunan tinggi bukaan
pintu. Untuk besaran debit yang semakin besar dengan tinggi bukaan pintu yang tetap akan
menghasilkan tinggi muka air hulu yang semakin tinggi.
Gambar 47. Hubungan ds/bp dengan yo/bp
Dari grafik tersebut dapat dibuat suatu persamaan regresi linier sebesar:
ds
𝑏𝑝= 0,9421
y0
𝑏𝑝+ 0,9274 (5.18)
Akibat dari peningkatan debit pada bukaan pintu yang konstan akan menghasilkan
kecepatan yang semakin besar. Kecepatan yang meningkat akan menggerakkan material
sedimen di hilir pintu baik bergerak dengan bergeser, berpindah ataupun melompat sehingga
terjadi lubang gerusan. Pada peningkatan rasio y0/𝑏𝑝 besaran ds/𝑏𝑝 juga meningkat. Hal ini
berhubungan dengan karakteristik jenis tanah loamy sand yang mengandung prosentase pasir
lebih banyak dibanding prosentase tanah liat dan debu. Kandungan pasir yang lebih banyak
maka daya tahan tanahnya semakin kecil. Akibatnya kemampuan dalam menahan ikatan tanah
dan pasir semakin rendah. Sehingga gerusan yang terjadi semakin besar. Berikutnya adalah
mencari hubungan antara ds dengan y3. Sebagaimana pada Tabel 48 berikut:
Tabel 48. Hubungan antara ds/bp dengan y3/bp
No. Q ds/bp y3/bp No. Q ds/bp y3/bp No. Q ds/bp y3/bp
1 1,0 0,600 2,400 11 3,0 6,200 2,550 21 4,0 3,600 1,425 2 1,5 8,500 3,500 12 3,0 3,467 1,333 22 4,0 0,000 0,800
3 1,5 0,300 1,770 13 3,0 0,000 1,200 23 4,5 19,000 5,300
4 2,0 11,200 9,000 14 3,5 25,200 6,100 24 4,5 11,467 3,200
5 2,0 3,600 2,000 15 3,5 9,200 2,600 25 4,5 7,950 2,650
6 2,0 0,067 1,233 16 3,5 4,667 2,400 26 5,0 7,200 3,500
7 2,5 15,600 4,800 17 3,5 0,100 1,375 27 5,0 5,150 2,225
8 2,5 5,300 2,000 18 4,0 24,800 6,800 28 5,0 2,400 1,660
9 2,5 2,067 1,533 19 4,0 9,200 3,250
10 3,0 21,800 5,400 20 4,0 5,733 2,067
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
y = 0,9421x + 0,9274R² = 0,9235
0
5
10
15
20
25
30
0 5 10 15 20 25 30
ds/
bp
yo/bp
109
Dari Tabel 48 di atas dibuatlah suatu grafik pada Gambar 48 berikut:
Gambar 48. Hubungan ds/bp dan y3/bp
Dari grafik di atas, menunjukkan bahwa tinggi muka air hilir (tail-water level) memberikan
pengaruh yang cukup signifikan terhadap peningkatan kedalaman gerusan.
d𝑠
b𝑝= 4,5533
y3
b𝑝− 5,1355 (5.19)
Dari hubungan regresi tersebut dijelaskan bahwa terdapat pengaruh yang erat antara y3 dengan
ds. Peningkatan tinggi muka air seiring dengan peningkatan besaran debit pada bukaan pintu
yang sama. Hal ini menyebabkan kecepatan aliran semakin besar sehingga butiran sedimen
terangkat dan berpindah. Semakin tinggi muka air di hilir untuk bukaan pintu yang sama, maka
kecepatan pengaliran akan meningkat. Sehingga butiran sedimen yang terangkat dan
berpindah semakin banyak. Akibatnya kedalaman gerusan semakin dalam. Selain itu
hubungan kedekatan variabel ditunjukkan dengan besaran nilai R2 sebesar 0,9336. Hal ini
menjelaskan bahwa perubahan y3 dan tinggi bp mempengaruhi kedalaman gerusan secara
signifikan.
Analisis dimensi berikutnya adalah mencari hubungan ds dengan besaran Q dan bp. Hubungan
tersebut ditunjukkan pada Tabel 49 di bawah ini:
Tabel 49. Hubungan ds/bp dengan Q/(g0,5.bp1,5)
No. Q ds/bp Q/(g0,5bp1,5) No. Q ds/bp Q/(g0,5bp
1,5) No. Q ds/bp Q/(g0,5bp1,5)
1 1,0 0,600 903,047 11 3,0 6,200 957,826 21 4,0 3,600 451,524
2 1,5 8,500 1354,571 12 3,0 3,467 521,375 22 4,0 0,000 323,084
3 1,5 0,300 478,913 13 3,0 0,000 338,643 23 4,5 19,000 1436,739
4 2,0 11,200 1806,095 14 3,5 25,200 3160,665 24 4,5 11,467 782,062
5 2,0 3,600 638,551 15 3,5 9,200 1117,464 25 4,5 7,950 507,964
6 2,0 0,067 347,583 16 3,5 4,667 608,270 26 5,0 7,200 868,958
7 2,5 15,600 2257,618 17 3,5 0,100 395,083 27 5,0 5,150 564,405
8 2,5 5,300 798,189 18 4,0 24,800 3612,189 28 5,0 2,400 403,855
9 2,5 2,067 434,479 19 4,0 9,200 1277,102
10 3,0 21,800 2709,142 20 4,0 5,733 695,166
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
y = 4,5533x - 5,1355R² = 0,9336
0
5
10
15
20
25
30
0 2 4 6 8
ds/
bp
Y3/bp
110
Dari Tabel 49 diatas dibuat grafik yang menggambarkan hubungan tersebut untuk melihat
kedekatan antar variabel. Dari grafik yang tertuang dalam Gambar 49 tersebut dapat dijelaskan
bahwa terdapat hubungan yang cukup erat antara peningkatan debit dan peningkatan
kedalaman gerusan. Meskipun pada nilai rasio yang semakin besar terjadi penyebaran data
yang cukup lebar. Hal ini menunjukkan bahwa data bukaan pintu tidak dapat diperbaiki untuk
menutup sebaran data. Namun dalam hubungan regresi ini besaran koefisien determinasi R2
sebesar 0,857 yang nilainya cukup besar untuk menunjukkan hubungan yang cukup signifikan
antar variabel kedalaman gerusan, debit dan bukaan pintu. Grafik hubungan dapat dilihat pada
Gambar 49 berikut:
Gambar 49. Hubungan antara ds/bp dengan Q/(g0,5.bp
1,5)
Dari grafik tersebut di atas menunjukkan hubungan regresi antar variabel kecepatan dan
kedalaman gerusan non dimensional. Sehingga hubungan tersebut dapat dijelaskan dengan
Persamaan 5.20 berikut:
ds
b𝑝= (0,0078
Q
g1
2⁄ b𝑝3
2⁄) − 0,6456 (5.20)
Hubungan selanjutnya adalah menganalisa variabel kedalaman gerusan (ds) dan (ΔH)
Tabel 50. Hubungan ds/bp dengan ΔH/bp
No. Q ds/bp ΔH/bp No. Q ds/bp ΔH/bp No. Q ds/bp ΔH/bp
1 1,0 0,600 0,600 11 3,0 6,200 3,150 21 4,0 3,600 0,675 2 1,5 8,500 3,600 12 3,0 3,467 0,600 22 4,0 0,000 0,400
3 1,5 0,300 0,130 13 3,0 0,000 0,100 23 4,5 19,000 11,250
4 2,0 11,200 7,200 14 3,5 25,200 20,200 24 4,5 11,467 3,800
5 2,0 3,600 1,020 15 3,5 9,200 4,000 25 4,5 7,950 1,250
6 2,0 0,067 0,100 16 3,5 4,667 0,500 26 5,0 7,200 2,200
7 2,5 15,600 11,300 17 3,5 0,100 0,125 27 5,0 5,150 1,100
8 2,5 5,300 1,600 18 4,0 24,800 18,900 28 5,0 2,400 0,200
9 2,5 2,067 0,133 19 4,0 9,200 4,650
10 3,0 21,800 16,360 20 4,0 5,733 0,133
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
y = 0,0078x - 0,6456R² = 0,857
0
5
10
15
20
25
30
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
ds/
bp
(Q/g0,5bp1,5)
111
Dari Tabel 50 di atas di buat grafik untuk mengetahui kedekatan pengaruh antar variabel
Gambar 50. Hubungan ΔH dan ds
Berdasar dari grafik di atas, dapat dijelaskan bahwa rasio beda tinggi muka air hulu dan hilir
(ΔH) dan bukaan pintu (bp) lebih sesuai untuk menggambarkan kedalaman gerusan. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin besar beda muka air hulu dan hilir maka besaran kedalaman
gerusan akan semakin besar pula. Untuk bukaan pintu yang sama, dan peningkatan debit, akan
mengakibatkan tinggi muka air di hulu pintu akan meningkat. Sedangkan tinggi muka air di
hilir pintu menurun. Sehingga beda tinggi muka air akan semakin besar. Hal ini ditunjukkan
pula dengan R2 sebesar 0,9241. Adapun persamaan yang mewakili besaran kedalaman gerusan
berdasar hubungan regresi di atas adalah:
ds
𝑏𝑝= 1,2057
∆H
𝑏𝑝+ 2,6919 (5.21)
Analisis dimensi berikutnya adalah mencari hubungan kedalaman gerusan dengan bilangan
Froude. Hubungan antara ds/bp dengan Fr seperti ditunjukkan pada Tabel 51 di bawah ini:
Tabel 51. Hubungan antara ds/bp dengan Fr
No. Q ds/bp Fr No. Q ds/bp Fr No. Q ds/bp Fr
1 1,0 0,600 18,061 11 3,0 6,200 19,157 21 4,0 3,600 9,030
2 1,5 8,500 27,091 12 3,0 3,467 10,427 22 4,0 0,000 6,462
3 1,5 0,300 9,578 13 3,0 0,000 6,773 23 4,5 19,000 28,735
4 2,0 11,200 36,122 14 3,5 25,200 63,213 24 4,5 11,467 15,641
5 2,0 3,600 12,771 15 3,5 9,200 22,349 25 4,5 7,950 10,159
6 2,0 0,067 6,952 16 3,5 4,667 12,165 26 5,0 7,200 17,379
7 2,5 15,600 45,152 17 3,5 0,100 7,902 27 5,0 5,150 11,288
8 2,5 5,300 15,964 18 4,0 24,800 72,244 28 5,0 2,400 8,077
9 2,5 2,067 8,690 19 4,0 9,200 25,542
10 3,0 21,800 54,183 20 4,0 5,733 13,903
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Dari Tabel 51 di atas dibuat grafik hubungan antar parameter untuk melihat kecenderungan
kedekatan di antaranya.
y = 1,2057x + 2,6919R² = 0,9241
0
5
10
15
20
25
30
0 5 10 15 20 25
ds/
bp
ΔH/bp
112
Gambar 51. Hubungan ds/bp dengan Fr
Dari Gambar 51 di atas dapat ditunjukkan bahwa bilangan Froude memberi pengaruh yang
cukup signifikan dengan kedalaman gerusan (ds). Hal ini ditunjukkan dengan besar koefisien
determinasi R2 = 0,857. Adapun persamaan yang dapat digunakan untuk memprediksi
kedalaman gerusan berdasar hubungan bilangan Froude adalah seperti di bawah ini:
ds
𝑏𝑝= 0,3907Fr − 0,6456 (5.22)
5.5. Analisa Pengaruh Material Dasar Saluran tipe Loamy Sand, Q dan bp terhadap
panjang gerusan (Ls)
Untuk mengetahui hubungan ds/bp dengan masing-masing variabel maka dibuatlah
tabel dan grafik. Dalam Tabel 52 berikut menggambarkan suatu hubungan antara variabel ls,
bp dan yo.
Tabel 52. Hubungan rasio y0/bp dan ls
No. Q ls/bp y0/bp No. Q ls/bp y0/bp No. Q ls/bp y0/bp
1 1,5 23,000 7,100 10 3,0 21,500 5,700 19 4,0 18,667 2,200
2 1,5 2,000 1,900 11 3,0 13,000 1,933 20 4,0 13,500 2,100
3 2,0 33,000 16,200 12 3,0 6,500 1,300 21 4,0 1,800 1,200
4 2,0 12,500 3,020 13 3,5 69,000 26,300 22 4,5 61,500 16,550
5 2,0 3,333 1,333 14 3,5 30,000 6,600 23 4,5 36,667 7,000
6 2,6 43,000 16,100 15 3,5 18,000 2,900 24 4,5 23,500 3,900
7 2,5 18,500 3,600 16 3,5 4,500 1,500 25 5,0 22,333 5,700
8 2,5 8,333 1,667 17 4,0 73,000 25,700 26 5,0 16,000 3,325
9 3,0 59,000 21,760 18 4,0 28,500 7,900 27 5,0 12,000 1,860
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Dari hubungan tersebut di atas tampak bahwa panjang gerusan dipengaruhi oleh rasio
kedalaman aliran di hulu pintu dan tinggi bukaan pintu. Dan dapat dijelaskan bahwa panjang
gerusan meningkat seiring dengan peningkatan tinggi muka air di hulu serta penurunan tinggi
bukaan pintu. Untuk besaran debit yang semakin besar dengan tinggi bukaan pintu yang tetap
akan menghasilkan tinggi muka air hulu yang semakin tinggi. Akibat dari peningkatan debit
y = 0,3907x - 0,6456R² = 0,857
0
5
10
15
20
25
30
0 20 40 60 80
ds/
bp
Fr
113
pada bukaan pintu yang konstan akan menghasilkan kecepatan yang semakin besar. Kecepatan
yang meningkat akan menggerakkan material sedimen di hilir pintu baik bergerak dengan
bergeser, berpindah ataupun melompat sehingga terjadi lubang gerusan. Pada peningkatan
y0/bp maka besaran ls/bp juga meningkat. Besaran rasio tinggi muka air hulu serta bukaan pintu
terhadap panjang gerusan ditunjukkan dengan koefisien determinasi R2 sebesar 0,7785. Hasil
ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup erat untuk menggambarkan panjang
gerusan pada semua nilai rasio y0/bp.
Dari Tabel 52 di atas, dibuatlah grafik yang menggambarkan kedekatan hubungan antar
parameter seperti terlihat dalam Gambar 52 berikut:
Gambar 52. Hubungan y0 dan ls
Persamaan regresi yang mewakili hubungan parameter ls dan muka air hulu (y0) adalah Regresi
linier sebagai berikut:
ls
𝑏𝑝= 2,5016
y0
𝑏𝑝+ 6,7205 (5.23)
Selanjutnya adalah mencari hubungan kedekatan antar parameter antara (ls) dan (y3)
Tabel 53. Hubungan y3 dan ls
No. Q ls/bp y3/bp No. Q ls/bp y3/bp No. Q ls/bp y3/bp
1 1,5 23,000 3,500 10 3,0 21,500 5,700 19 4,0 18,667 2,200
2 1,5 2,000 1,770 11 3,0 13,000 1,933 20 4,0 13,500 2,100
3 2,0 33,000 16,200 12 3,0 6,500 1,300 21 4,0 1,800 1,200
4 2,0 12,500 2,000 13 3,5 69,000 26,300 22 4,5 61,500 16,550
5 2,0 3,333 1,233 14 3,5 30,000 6,600 23 4,5 36,667 7,000
6 2,6 43,000 4,800 15 3,5 18,000 2,900 24 4,5 23,500 3,900
7 2,5 18,500 2,000 16 3,5 4,500 1,500 25 5,0 22,333 5,700
8 2,5 8,333 1,533 17 4,0 73,000 25,700 26 5,0 16,000 3,325
9 3,0 59,000 5,400 18 4,0 28,500 7,900 27 5,0 12,000 1,860
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Dari Tabel 53 di atas dibuat suatu grafik yang menggambarkan hubungan antar parameter
sebagaimana digambarkan pada Gambar 53 di bawah ini. Dari Gambar 53 menunjukkan bahwa
y = 2,5016x + 6,7205R² = 0,9063
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 5 10 15 20 25 30
l s/b
p
y0/bp
114
terdapat korelasi yang cukup erat antar kedua parameter. Hal ini ditandai dengan besaran
koefisien determinasi R2 sebesar 0,9376. Sebaran data cukup bagus yang artinya data yang
diperoleh cukup bagus, meskipun terdapat beberapa data yang agak di atas bagian trend data.
Semakin besar rasio antara y3/bp maka panjang gerusan juga semakin meningkat. Semakin
besar debit aliran yang melalui bukaan pintu, maka kecepatan aliran semakin besar. Pada
bukaan pintu yang tetap dan debit yang bervariasi mengakibatkan tinggi muka air hilir
mengalami fluktuasi.
Gambar 53. Hubungan y3 dan ls
Peningkatan rasio muka air hilir dan bukaan pintu akan mempengaruhi panjang gerusan karena
material yang terangkut dari dalam lubang gerusan akan terbawa (tranporting) semakin jauh.
Sehingga lubang gerusan semakin dalam dan semakin panjang. Persamaan regresi yang
mewakili peningkatan panjang gerusan per bukaan pintu untuk semua variasi tinggi muka air
hilir adalah Persamaan Regresi Linier sebagai berikut:
ls
𝑏𝑝= 12,2133
y3
𝑏𝑝− 9,4682 (5.24)
Hubungan selanjutnya adalah mencari kedekatan parameter Q dan ls. Tabel hubungan
dapat dapat dilihat dalam Tabel 54 berikut ini:
Tabel 54. Hubungan Q dan ls
No. Q ls/bp Q/(g0,5bp1,5) No. Q ls/bp Q/(g0,5bp
1,5) No. Q ls/bp Q/(g0,5bp1,5)
1 1,5 23,00 2,709 10 3,0 21,50 0,9578 19 4,0 18,667 0,4634
2 1,5 2,00 0,479 11 3,0 13,00 0,3476 20 4,0 13,500 0,2258
3 2,0 33,00 3,612 12 3,0 6,50 0,1693 21 4,0 1,800 0,1292
4 2,0 12,50 0,639 13 3,5 69,00 6,3213 22 4,5 61,500 1,4367
5 2,0 3,33 0,232 14 3,5 30,00 1,1175 23 4,5 36,667 0,5214
6 2,6 43,00 4,696 15 3,5 18,00 0,4055 24 4,5 23,500 0,2540
7 2,5 18,50 0,798 16 3,5 4,50 0,1975 25 5,0 22,333 0,5793
8 2,5 8,33 0,290 17 4,0 73,00 7,2244 26 5,0 16,000 0,2822
9 3,0 59,00 5,418 18 4,0 28,50 1,2771 27 5,0 12,000 0,1615
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
y = 12,213x - 9,4682R² = 0,9376
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0,0 2,0 4,0 6,0 8,0
l s/b
p
y3/bp
115
Dari Tabel 54 di atas dibuat suatu grafik yang menggambarkan hubungan antar parameter
sebagaimana digambarkan pada Gambar 54 di bawah ini.
Gambar 54. Hubungan Q dengan ls
Dari Gambar 54 menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang cukup erat antar kedua parameter.
Hal ini ditandai dengan besaran koefisien determinasi R2 sebesar 0,7508. Sebaran data cukup
bagus yang artinya data yang diperoleh cukup bagus, meskipun terdapat beberapa data yang
agak di atas bagian trend data. Semakin besar rasio antara y3/bp maka panjang gerusan juga
semakin meningkat. Semakin besar debit aliran yang melalui bukaan pintu, maka kecepatan
aliran semakin besar. Pada bukaan pintu yang tetap dan debit yang bervariasi mengakibatkan
tinggi muka air hilir mengalami fluktuasi. Peningkatan rasio muka air hilir dan bukaan pintu
akan mempengaruhi panjang gerusan karena material yang terangkut dari dalam lubang
gerusan akan terbawa (tranporting) semakin jauh. Sehingga lubang gerusan semakin dalam
dan semakin panjang.
Persamaan regresi yang mewakili peningkatan panjang gerusan per bukaan pintu untuk
semua variasi tinggi muka air hilir adalah Persamaan Regresi Linier sebagai berikut:
ls
𝑏𝑝= 0,0009 (
Q2
g0,5bp1,5) + 0,0227 (Q
g0,5bp1,5) + 0,0469 (5.25)
Persamaan di atas dapat mewakili prediksi panjang gerusan berdasar hubungan rasio
kedalaman aliran di hulu dan tinggi bukaan pintu.
5.6. Analisa Pengaruh Material Dasar Saluran tipe Loamy Sand Q dan bp terhadap
tinggi sedimentasi (hd)
Untuk mengetahui hubungan ds/bp dengan masing-masing variabel maka dibuatlah
tabel dan grafik. Dalam Tabel 55 berikut menggambarkan suatu hubungan antara variabel hd
dan yo.
y = 0,0009x2 + 0,0227x + 0,0469
R² = 0,7508
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0 20 40 60 80
l s/b
p
Q/(g0,5bp1,5)
116
Tabel 55. Hubungan antara hd dan y0
No. Q hd/bp y0/bp No. Q hd/bp y0/bp No. Q hd/bp y0/bp
1 1,5 1,800 7,100 10 3,0 1,100 5,700 19 4,0 0,733 2,200
2 1,5 0,000 1,900 11 3,0 0,567 1,933 20 4,0 0,450 2,200
3 2,0 2,000 16,200 12 3,0 0,000 1,300 21 4,0 0,000 0,900
4 2,0 0,800 3,020 13 3,5 2,800 26,300 22 4,5 0,800 0,000
5 2,0 0,000 1,333 14 3,5 1,200 6,600 23 4,5 0,600 0,800
6 2,6 2,400 16,100 15 3,5 0,800 2,900 24 4,5 0,500 0,600
7 2,5 1,200 3,600 16 3,5 0,000 1,500 25 5,0 1,000 2,000
8 2,5 0,433 1,667 17 4,0 2,200 25,700 26 5,0 1,000 1,500
9 3,0 2,800 21,760 18 4,0 1,100 7,900 27 5,0 0,320 6,467
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Dari Tabel 55 di atas, dibuat hubungan antar variabel untuk melihat kedekatan korelasinya. Hal
ini dapat dilihat pada Gambar 55 berikut:
Gambar 55. Hubungan antara hd dan y0
Dari grafik hubungan antar variabel pada Gambar 56 di atas menunjukkan bahwa terdapat
korelasi yang erat antara hd/bp dengan yo/bp. Dari grafik tersebut diperoleh suatu Persamaan
Regresi sebesar:
h𝑑
𝑏𝑝= 0,0957
y0
𝑏𝑝+ 0,2742 (5.26)
Dari hubungan tersebut di atas tampak bahwa kedalaman gerusan dipengaruhi oleh rasio
kedalaman aliran di hulu pintu dan tinggi bukaan pintu. Dan dapat dijelaskan bahwa
kedalaman gerusan meningkat seiring dengan peningkatan tinggi muka air di hulu dan
penurunan tinggi bukaan pintu. Untuk besaran debit yang semakin besar dengan tinggi bukaan
pintu yang tetap akan menghasilkan tinggi muka air hulu yang semakin tinggi.
Akibat dari peningkatan debit pada bukaan pintu yang konstan akan menghasilkan
kecepatan yang semakin besar. Kecepatan yang meningkat akan menggerakkan material
y = 0,0957x + 0,2742R² = 0,7602
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
0 5 10 15 20 25 30
hd/b
p
y0/bp
117
sedimen di hilir pintu baik bergerak dengan bergeser, berpindah ataupun melompat sehingga
terjadi lubang gerusan. Pada peningkatan rasio y0/𝑏𝑝 besaran ds/𝑏𝑝 juga meningkat.
Besaran rasio tinggi muka air hulu dan bukaan pintu terhadap kedalaman gerusan
ditunjukkan dengan koefisien determinasi R2 sebesar 0,7602. Hasil ini menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang erat untuk kedalaman gerusan pada semua nilai rasio y0/𝑏𝑝.
Hal ini berhubungan dengan karakteristik jenis tanah loamy sand yang mengandung
prosentase pasir lebih banyak dibanding prosentase tanah liat dan debu. Dengan kandungan
pasir yang lebih banyak maka daya tahan tanahnya semakin kecil. Akibatnya kemampuan
dalam menahan ikatan tanah dan pasir semakin rendah. Sehingga gerusan semakin besar.
Hubungan yang akan dianalisa berikutnya adalah hubungan antar parameter tinggi
sedimentasi (hd) dan tinggi muka air di hilir pintu (y3). Dengan membuat tabulasi hubungan
berdasar besaran tinggi bukaan pintu sebagaimana Tabel 56 berikut di bawah ini:
Tabel 56. Hubungan hd dan y3 per tinggi bukaan pintu
No. Q hd/bp y3/bp No. Q hd/bp y3/bp No. Q hd/bp y3/bp
1 1,5 1,800 2,400 10 3,0 1,100 5,400 19 4,0 0,733 3,250
2 1,5 0,000 3,500 11 3,0 0,567 2,550 20 4,0 0,450 2,067
3 2,0 2,000 1,770 12 3,0 0,000 1,333 21 4,0 0,000 1,425
4 2,0 0,800 9,000 13 3,5 2,800 1,200 22 4,5 0,800 0,800
5 2,0 0,000 2,000 14 3,5 1,200 6,100 23 4,5 0,600 5,300
6 2,6 2,400 1,233 15 3,5 0,800 2,600 24 4,5 0,500 3,200
7 2,5 1,200 4,800 16 3,5 0,000 2,400 25 5,0 1,000 2,650
8 2,5 0,433 2,000 17 4,0 2,200 1,375 26 5,0 1,000 3,500
9 3,0 2,800 1,533 18 4,0 1,100 6,800 27 5,0 0,320 2,225
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Dari tabulasi di atas dibuatlah suatu grafik yang menggambarkan hubungan antar
parameter tinggi muka air di hilir pintu dengan tinggi sedimentasi seperti Gambar 56 berikut:
Gambar 56. Hubungan antara hd/bp dan y3/bp
Dari Gambar 56 di atas dapat diamati bahwa tinggi muka air di hilir tidak
mempengaruhi tinggi sedimentasi. Hal ini dapat dilihat dari grafik hubungan yang
y = 1,0211x2 - 4,165x + 6,5393R² = 0,1661
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0
hd/b
p
y3/bp
118
menunjukkan sebaran data yang tidak merata, tidak terarah dan tidak menunjukkan hubungan
yang signifikan. Selain itu hubungan tersebut dapat dilihat dari koefisien determinasi R2
sebesar 0,1661 yang artinya tidak terdapat hubungan antara tinggi muka air di hilir pintu
dengan tinggi sedimentasi. Dengan kata lain, perubahan tinggi muka air di hilir pintu tidak
mempengaruhi perubahan tinggi sedimentasi.
Dari ketiga variabel tergantung yang dicari yaitu ds, ls dan hd dibuatlah ringkasan
koefisien determinasi hubungan untuk melihat parameter yang paling berpengaruh.
Tabel 57. Korelasi koefisien hubungan antar parameter material Loamy sand R2 ds ls hd
yo 0,9258 0,7785 0,7602
y3 0,9336 0,9378 0,1661
ΔH 0,9241 0,7508
Q 0,8570
Sumber: Hasil analisa (2016)
5.7. Analisa pengaruh material dasar saluran tipe Sandy loam-a, Q dan bp terhadap
kedalaman gerusan (ds)
Kedalaman gerusan terjadi akibat kecepatan aliran yang melampaui kecepatan butiran
material dasar saluran, sehingga butiran sedimen material dasar bergeser, bergerak dan
berpindah. Kedalaman gerusan diukur berdasar semua variasi debit dan bukaan pintu. Tabel
58 menunjukkan hasil pengamatan kedalaman gerusan pada semua variasi debit dan bukaan
pintu dengan material Sandy Loam-a
Tabel 58. Hasil pengamatan besaran Q, bp untuk Material Sandy loam-a
No.
Variabel Bebas Variabel Terikat
Q bp yo y3 ΔH ds ls hd Lj
(lt/dt) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 1,50 0,50 3,550 1,800 1,750 4,300 14,000 1,000 10,000
2 2,00 0,50 4,200 1,700 2,500 6,300 16,000 0,800 24,000
3 2,00 1,00 2,200 1,900 0,300 3,200 11,500 0,700 12,000
4 2,50 0,50 6,100 1,700 4,400 8,200 23,000 1,100 24,000
5 2,50 1,00 2,500 2,000 0,500 5,400 16,500 0,900 13,000
6 3,00 0,50 9,800 2,000 7,800 11,000 28,000 1,600 27,000
7 3,00 1,00 4,400 2,050 2,350 6,900 22,000 0,800 22,000
8 3,00 1,50 2,700 2,100 0,600 5,200 20,000 0,700 16,000
9 3,50 0,50 13,100 2,300 10,800 12,400 33,000 0,500 23,000
10 3,50 1,00 5,400 2,050 3,350 6,400 23,000 0,700 25,000
11 3,50 1,50 3,500 2,000 1,500 2,400 13,000 0,900 22,000
12 4,00 0,50 15,200 2,400 12,800 13,400 38,000 1,400 38,000
13 4,00 1,00 7,900 2,350 5,550 11,200 34,000 1,000 28,000
14 4,00 1,50 4,700 2,400 2,300 8,400 28,000 0,700 26,000
15 4,00 2,00 3,000 2,550 0,450 1,100 11,000 0,200 17,000
16 4,50 0,50 15,600 2,650 12,950 15,100 45,000 1,400 37,000
17 4,50 1,00 9,300 2,300 7,000 11,500 35,000 1,000 30,000
119
No.
Variabel Bebas Variabel Terikat
Q bp yo y3 ΔH ds ls hd Lj
(lt/dt) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
18 4,50 1,50 6,000 2,550 3,450 9,700 38,000 0,500 26,000
19 4,50 2,00 4,050 2,650 1,400 7,400 33,000 0,700 26,600
20 5,00 0,50 17,150 2,700 14,450 16,200 48,000 1,400 45,000
21 5,00 1,00 10,900 2,650 8,250 14,000 40,000 1,600 32,000
22 5,00 1,50 7,200 2,500 4,700 11,000 35,000 1,200 26,000
23 5,00 2,00 5,200 2,800 2,400 9,000 32,000 0,900 23,000
24 5,00 2,50 3,500 2,700 0,800 4,700 21,000 1,300 17,000
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Dari Tabel 58 di atas dibuat hubungan antar variabel berdasar analisis dimensi. Kajian dalam
hasil penelitian ini menyertakan parameter dan variabel yang berpengaruh. Dengan beberapa
variabel dan parameter hidrolis yang ada pada kajian ini, maka diketahui faktor dominan yang
menjadi dasar untuk memperoleh persamaan antar variabel mapun parameter hidrolis tersebut.
Lalu dilakukan analisa dimensi agar didapat hubungan variabel tersebut. Berdasar hubungan
analisis dimensi, variabel yang menggambarkan fenomena gerusan dan sedimentasi adalah
sebagai berikut:
d𝑠 = f(b𝑝, Q, D, ucr, u∗, y0, y1, y3, Gs, g, ρ, ϑ) (5.27)
Dari beberapa variabel nilai ρ dianggap konstan selama proses percobaan sehingga dapat
diabaikan. Sedangkan nilai υ (viskositas kinematik) selama pengaliran memberikan pengaruh
yang sangat kecil sehingga dapat dihilangkan (berdasar dari hasil peneliti sebelumnya).
Dengan menggunakan metode analisis dimensi Langhaar, maka diperoleh besaran (ds):
ds
b𝑝= f (
Q
g1
2⁄ b𝑝5
2⁄,
y0
b𝑝,
y3
b𝑝,
D
b𝑝, Fr,
∆H
b𝑝) (5.28)
Untuk hubungan ds/bp maka dibuatlah tabel sebagaimana Tabel 59 berikut:
Tabel 59. Hubungan ds/bp dengan yo/bp
No. Q ds/bp yo/bp No. Q ds/bp yo/bp No. Q ds/bp yo/bp
1 1,50 8,600 7,100 9 3,50 24,800 26,200 17 4,50 11,500 9,300
2 2,00 12,600 8,400 10 3,50 6,400 5,400 18 4,50 6,467 4,000
3 2,00 3,200 2,200 11 3,50 1,600 2,333 19 4,50 3,700 2,025
4 2,50 16,400 12,200 12 4,00 26,800 30,400 20 5,00 32,400 34,300
5 2,50 5,400 2,500 13 4,00 11,200 7,900 21 5,00 14,000 10,900
6 3,00 22,000 19,600 14 4,00 5,600 3,133 22 5,00 7,333 4,800
7 3,00 6,900 4,400 15 4,00 0,550 1,500 23 5,00 4,500 2,600
8 3,00 3,467 1,800 16 4,50 30,200 31,200 24 5,00 1,880 1,400
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
120
Berdasar Tabel 59 maka dibuatlah grafik dalam Gambar 57 yang menggambarkan hubungan
antara ds/bp dengan yo/bp.
Gambar 57. Hubungan ds/bp dengan yo/bp
Dari grafik hubungan antar variabel pada Gambar 57 di atas menunjukkan bahwa terdapat
korelasi yang erat antara ds/bp dengan yo/bp. Dari grafik tersebut dapat dibuat suatu persamaan
regresi Linier sebesar:
ds
bp= 0,9428 (
y0
bp) + 1,3139 (5.29)
Dari hubungan tersebut tampak bahwa kedalaman gerusan dipengaruhi oleh rasio kedalaman
aliran di hulu pintu dan tinggi bukaan pintu. Dan dapat dijelaskan bahwa kedalaman gerusan
meningkat seiring dengan peningkatan tinggi muka air di hulu dan penurunan tinggi bukaan
pintu. Untuk besaran debit yang semakin besar dengan tinggi bukaan pintu tetap menghasilkan
tinggi muka air hulu yang semakin tinggi. Akibat dari peningkatan debit pada bukaan pintu
yang konstan akan menghasilkan kecepatan yang semakin besar. Kecepatan yang meningkat
akan menggerakkan material sedimen di hilir pintu baik bergerak dengan bergeser, berpindah
ataupun melompat sehingga terjadi lubang gerusan. Pada peningkatan y0/bp nilai besaran ds/bp
juga meningkat. Besaran rasio tinggi muka air hulu dan bukaan pintu terhadap kedalaman
gerusan ditunjukkan dengan koefisien determinasi R2 sebesar 0,9606. Hasil ini menunjukkan
hubungan yang erat menggambarkan ds pada nilai rasio y0/bp
Berikutnya adalah mencari hubungan antara ds dengan tinggi air hilir (y3). Sebagaimana
dijelaskan pada Tabel 60. Dari Tabel 60 tersebut dibuatlah suatu hubungan grafis untuk
melihat kedekatan hubungan antar kedua parameter tersebut. Grafik hubungan tersebut dapat
dilihat pada Gambar 58. Dari hubungan regresi tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat
pengaruh yang erat antara tinggi muka air hilir dengan kedalaman gerusan. Peningkatan tinggi
muka air seiring dengan peningkatan besaran debit pada bukaan pintu yang sama. Hal ini
menyebabkan kecepatan aliran semakin besar sehingga butiran sedimen terangkat dan
berpindah.
y = 0,9428x + 1,3139R² = 0,9606
0
10
20
30
40
0 10 20 30 40
ds/
bp
y0/bp
121
Tabel 60. Hubungan antara ds/bp dengan y3/bp No. Q ds/bp y3/bp No. Q ds/bp y3/bp No. Q ds/bp y3/bp
1 1,50 8,600 3,600 9 3,50 24,800 4,600 17 4,50 11,500 2,300
2 2,00 12,600 3,400 10 3,50 6,400 2,050 18 4,50 6,467 1,700
3 2,00 3,200 1,900 11 3,50 1,600 1,333 19 4,50 3,700 1,325
4 2,50 16,400 3,400 12 4,00 26,800 4,800 20 5,00 32,400 5,400
5 2,50 5,400 2,000 13 4,00 11,200 2,350 21 5,00 14,000 2,650
6 3,00 22,000 4,000 14 4,00 5,600 1,600 22 5,00 7,333 1,667
7 3,00 6,900 2,050 15 4,00 0,550 1,275 23 5,00 4,500 1,400
8 3,00 3,467 1,400 16 4,50 30,200 5,300 24 5,00 1,880 1,080
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Berikut adalah grafis hubungan antar parameter ds dan y3
Gambar 58. Hubungan ds/bp dan y3/bp
Dari grafik di atas, menunjukkan bahwa tinggi muka air hilir (tail-water level) memberikan
pengaruh yang cukup signifikan terhadap peningkatan kedalaman gerusan.
ds
b𝑝= 0,1486 (
y3
b𝑝) + 0,8717 (5.30)
Semakin tinggi muka air di hilir untuk bukaan pintu yang sama, maka kecepatan pengaliran
akan meningkat. Sehingga material sedimen yang terangkat dan berpindah juga semakin
banyak. Akibatnya kedalaman gerusan semakin dalam. Selain itu hubungan kedekatan
variabel ditunjukkan dengan besaran nilai R2 sebesar 0,9037. Hal ini menjelaskan perubahan
tinggi muka air hilir dan tinggi bukaan pintu mempengaruhi kedalaman gerusan secara
signifikan.
Analisis dimensi berikutnya adalah mencari hubungan ds dengan Q. Hubungan antara
ds/bp dengan Q/(g0,5bp1,5) seperti ditunjukkan pada tabel di halaman berikut. Dari Tabel 61
dibuat grafik yang menggambarkan hubungan tersebut untuk melihat kedekatan antar variabel.
Dari grafik tersebut pada Gambar 59 tersebut dapat dijelaskan bahwa terdapat hubungan yang
cukup erat antara peningkatan debit dan peningkatan kedalaman gerusan. Hubungan regresi
ini besaran koefisien determinasi R sebesar 0,9286 yang nilainya cukup besar untuk
y = 0,1486x + 0,8717R² = 0,9037
0
1
2
3
4
5
6
0 5 10 15 20 25 30 35
ds/
bp
y3/bp
122
menunjukkan hubungan yang cukup signifikan antar variabel kedalaman gerusan, debit dan
bukaan pintu.
Tabel 61. Hubungan ds/bp dengan Q/(g1/2.bp3/2)
No. Q ds/bp Q/(g0,5*bp1,5) No. Q ds/bp Q/(g0,5*bp
1,5) No. Q ds/bp Q/(g0,5*bp1,5)
1 1,50 8,600 2,70914 9 3,50 24,800 6,32133 17 4,50 11,500 1,43674
2 2,00 12,600 3,61219 10 3,50 6,400 1,11746 18 4,50 6,467 0,52137
3 2,00 3,200 0,63855 11 3,50 1,600 0,40551 19 4,50 3,700 0,25398
4 2,50 16,400 4,51524 12 4,00 26,800 7,22438 20 5,00 32,400 9,03047
5 2,50 5,400 0,79819 13 4,00 11,200 1,27710 21 5,00 14,000 1,59638
6 3,00 22,000 5,41828 14 4,00 5,600 0,46344 22 5,00 7,333 0,57931
7 3,00 6,900 0,95783 15 4,00 0,550 0,22576 23 5,00 4,500 0,28220
8 3,00 3,467 0,34758 16 4,50 30,200 8,12743 24 5,00 1,880 0,16154
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Gambar 59 menunjukkan hubungan polinomial antar variabel Q dan ds non dimensional.
Gambar 59. Hubungan antara ds/bp dengan Q/(g0,5.bp1,5)
Dari grafik tersebut di atas dapat dijelaskan dengan persamaan 5.31. berikut:
ds
b𝑝= 0,2648 (
Q
g1
2⁄ b𝑝5
2⁄) − 0,3604 (5.31)
Hubungan selanjutnya adalah menganalisa hubungan antara variabel ds dan ΔH.
Tabel 62. Hubungan ds/bp dengan ΔH/bp
No. Q ds/bp ΔH/bp No. Q ds/bp ΔH/bp No. Q ds/bp ΔH/bp
1 1,50 8,600 3,500 9 3,50 24,800 21,600 17 4,50 11,500 7,000
2 2,00 12,600 5,000 10 3,50 6,400 3,350 18 4,50 6,467 2,300
3 2,00 3,200 0,300 11 3,50 1,600 1,000 19 4,50 3,700 0,700
4 2,50 16,400 8,800 12 4,00 26,800 25,600 20 5,00 32,400 28,900
5 2,50 5,400 0,500 13 4,00 11,200 5,550 21 5,00 14,000 8,250
6 3,00 22,000 15,600 14 4,00 5,600 1,533 22 5,00 7,333 3,133
7 3,00 6,900 2,350 15 4,00 0,550 0,225 23 5,00 4,500 1,200
8 3,00 3,467 0,400 16 4,50 30,200 25,900 24 5,00 1,880 0,320
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
y = 0,2648x - 0,3604R² = 0,9286
0
2
4
6
8
10
0 10 20 30 40
ds/
bp
Q/(g0,5bp1,5)
123
Berdasar dari Tabel 62 di atas, dibuatlah grafik yang menggambarkan kedekatan parameter ΔH
dengan kedalaman gerusan seperti dalam Gambar 60 berikut:
Gambar 60. Hubungan antar ΔH dengan ds
Dari Gambar 60 di atas dapat dijelaskan bahwa rasio beda tinggi muka air hulu dan hilir (ΔH)
dan bukaan pintu (bp) lebih sesuai untuk menggambarkan kedalaman gerusan dari pada rasio
debit per gravitasi dan bukaan. Hal ini dijelaskan dengan besaran koefisien determinasi R2
sebesar 0,9854.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar beda muka air hulu dan hilir maka besaran
kedalaman gerusan akan semakin besar pula. Untuk bukaan pintu yang sama, dan peningkatan
debit, akan mengakibatkan tinggi muka air di hulu pintu akan meningkat. Sedangkan tinggi
muka air di hilir pintu menurun. Sehingga beda tinggi muka air akan semakin besar. Adapun
persamaan yang mewakili besaran kedalaman gerusan berdasar hubungan regresi di atas
adalah:
d𝑠
𝑏𝑝= 0,0205 (
ΔH2
b𝑝) + (0,2764
ΔH
𝑏𝑝) − 0,177 (5.32)
5.8. Analisa pengaruh material dasar saluran tipe sandy loam-a, Q dan bp terhadap
panjang gerusan (ls)
Untuk mengetahui hubungan ls/bp dengan masing-masing variabel maka dibuatlah tabel dan
grafik. Dalam Tabel 63 berikut menggambarkan suatu hubungan variabel ls, bp dan yo.
Tabel 63. Hubungan ls/bp dengan y0/bp
No. Q ls/bp y0/bp No. Q ls/bp y0/bp No. Q ls/bp y0/bp
1 1,50 28,000 7,100 9 3,50 66,000 26,200 17 4,50 35,000 9,300
2 2,00 32,000 8,400 10 3,50 23,000 5,400 18 4,50 25,333 4,000
3 2,00 11,500 2,200 11 3,50 8,667 2,333 19 4,50 16,500 2,025
4 2,50 46,000 12,200 12 4,00 76,000 30,400 20 5,00 96,000 34,300
5 2,50 16,500 2,500 13 4,00 34,000 7,900 21 5,00 40,000 10,900
6 3,00 56,000 19,600 14 4,00 18,667 3,133 22 5,00 23,333 4,800
7 3,00 22,000 4,400 15 4,00 5,500 1,500 23 5,00 16,000 2,600
8 3,00 13,333 1,800 16 4,50 90,000 31,200 24 5,00 8,400 1,400
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
y = 0,0209x2 + 0,2764x - 0,177R² = 0,9854
0
5
10
15
20
25
30
35
0 5 10 15 20 25 30 35
ds/
bp
ΔH/bp
124
Dari Tabel 63 di atas, dibuat grafik hubungan antar parameter seperti dalam Gambar 61
berikut:
Gambar 61. Hubungan ls dan y0
Dari grafik pada Gambar 61 menunjukkan terdapat hubungan yang cukup erat antara tinggi
muka air di hulu pintu dengan panjang gerusan. Sebaran data menunjukkan korelasi linier
antar dua parameter tersebut. Semakin besar rasio muka air hulu pada setiap tinggi bukaan
pintu, maka panjang gerusan akan mengalami peningkatan pula. Hal ini dapat terjadi karena
pada peningkatan tinggi muka air akibat kenaikan debit yang berangsur-angsur pada tinggi
bukaan pintu yang tetap. Sehingga kecepatan aliran yang melewati bagian bawah pintu akan
semakin besar, akibatnya material sedimen yang berada di lubang gerusan akan terangkut
(transporting) dan lubang gerusan semakin panjang. Kedekatan hubungan ini dapat dilihat dari
besaran koefisien determinasi R2 sebesar 0,9501. Sedangkan persamaan linier yang dapat
digunakan untuk memprediksi panjang lubang gerusan adalah sebagai berikut:
ds
b𝑝= 0,3632 (
y0
b𝑝) − 1,7048 (5.32)
Hubungan selanjutnya menganalisa pengaruh tinggi muka air di hilir pintu terhadap
peningkatan panjang lubang gerusan. Maka dibuatlah Tabel 64 untuk menunjukkan data rasio
tinggi muka air hilir dengan panjang gerusan sebagai berikut:
Tabel 64. Hubungan tinggi muka air hilir dengan panjang gerusan
No. Q ls/bp y3/bp No. Q ls/bp y3/bp No. Q ls/bp y3/bp
1 1,50 28,000 3,600 9 3,50 66,000 4,600 17 4,50 35,000 2,300
2 2,00 32,000 3,400 10 3,50 23,000 2,050 18 4,50 25,333 1,700
3 2,00 11,500 1,900 11 3,50 8,667 1,333 19 4,50 16,500 1,325
4 2,50 46,000 3,400 12 4,00 76,000 4,800 20 5,00 96,000 5,400
5 2,50 16,500 2,000 13 4,00 34,000 2,350 21 5,00 40,000 2,650
6 3,00 56,000 4,000 14 4,00 18,667 1,600 22 5,00 23,333 1,667
7 3,00 22,000 2,050 15 4,00 5,500 1,275 23 5,00 16,000 1,400
8 3,00 13,333 1,400 16 4,50 90,000 5,300 24 5,00 8,400 1,080
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
y = 0,3632x - 1,7048R² = 0,9501
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0
ls/b
p
y0/bp
125
Dari Tabel 64 di atas, dibuat grafik hubungan antar prameter tersebut untuk mengetahui
kedekatan pengaruh tinggi muka air hilir terhadap panjang lubang gerusan. Maka grafik
hubungan dibuat seperti pada Gambar 62 di bawah ini:
Gambar 62. Hubungan y3 dan ls
Dari Gambar 62 di atas, menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara y3 dan
ls. Dijelaskan pula bahwa peningkatan besaran rasio muka air hilir per tinggi bukaan pintu
linier dengan peningkatan panjang lubang gerusan. Pada peningkatan debit dari ujung hulu
saluran dan tinggi bukaan pintu yang konstan, maka kecepatan yang melalui bagian bawah
pintu menjadi lebih besar. Semakin ke hilir muka air mengalami peningkatan elevasi,
peningkatan ini diikuti dengan semakin panjangnya lubang gerusan. Hal ini terjadi karena
material sedimen yang berada di lubang gerusan terangkut membentuk sedimentasi di bagian
hilir aliran. Kedekatan hubungan ini dapat dijelaskan dengan besaran koefisien determinasi R2
sebesar 0,9068 yang artinya y3 membawa pengaruh yang signifikan terhadap panjang lubang
gerusan. Adapun persamaan regresinya adalah:
l𝑠
b𝑝= −0,0002 (
y3
b𝑝)
2
+ 0,0683 (y3
b𝑝) + 0,6217 (5.32)
Analisis selanjutnya adalah parameter ΔH dan ls, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel
65 berikut:
Tabel 65. Hubungan ls dan ΔH
No. Q ls/bp ΔH/bp No. Q ls/bp ΔH/bp No. Q ls/bp ΔH/bp
1 1,50 28,000 3,500 9 3,50 66,000 21,600 17 4,50 35,000 7,000
2 2,00 32,000 5,000 10 3,50 23,000 3,350 18 4,50 25,333 2,300
3 2,00 11,500 0,300 11 3,50 8,667 1,000 19 4,50 16,500 0,700
4 2,50 46,000 8,800 12 4,00 76,000 25,600 20 5,00 96,000 28,900
5 2,50 16,500 0,500 13 4,00 34,000 5,550 21 5,00 40,000 8,250
6 3,00 56,000 15,600 14 4,00 18,667 1,533 22 5,00 23,333 3,133
7 3,00 22,000 2,350 15 4,00 5,500 0,225 23 5,00 16,000 1,200
8 3,00 13,333 0,400 16 4,50 90,000 25,900 24 5,00 8,400 0,320
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
y = -0,0002x2 + 0,0683x + 0,6217R² = 0,9068
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0
ls/b
p
y3/bp
126
Dari tabel di atas, dibuat suatu grafik yang menyatakan hubungan antar parameter tersebut
sebagaimana pada Gambar 63 di bawah ini:
Gambar 63. Korelasi ΔH dan ls
Dari Gambar 63 di atas dapat dijelaskan bahwa rasio beda tinggi muka air hulu dan hilir (ΔH)
dan bukaan pintu (bp) lebih sesuai untuk menggambarkan panjang lubang gerusan dari pada
rasio debit per gravitasi dan bukaan. Hal ini dijelaskan dengan besaran koefisien determinasi
R2 sebesar 0,9668. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar beda muka air hulu dan hilir
maka besaran panjang lubang gerusan semakin besar pula. Untuk bukaan pintu yang sama,
dan peningkatan debit, akan mengakibatkan tinggi muka air di hulu pintu akan meningkat.
Sedangkan tinggi muka air di hilir pintu menurun. Sehingga beda tinggi muka air akan semakin
besar. Adapun persamaan yang mewakili adalah :
ls
b𝑝= 0,0021 (
∆H
b𝑝)
2
+ 0,1337 (∆H
b𝑝) − 0,745 (5.33)
Dari Tabel 66 di bawah, dibuat grafik untuk menganalisa kedekatan dua parameter tersebut.
Tabel 66. Hubungan Q dan ls No. Q ls/bp Q/g0,5bp
2,5 No. Q ls/bp Q/g0,5bp2,5 No. Q ls/bp Q/g0,5bp
2,5
1 1,50 28,000 2,709 12 3,50 66,000 6,321 22 4,50 35,000 1,437
2 2,00 32,000 3,612 13 3,50 23,000 1,117 23 4,50 25,333 0,521
3 2,00 11,500 0,639 14 3,50 8,667 0,406 24 4,50 16,500 0,254
4 2,50 46,000 4,515 15 4,00 76,000 7,224 25 5,00 96,000 9,030
5 2,50 16,500 0,798 16 4,00 34,000 1,277 26 5,00 40,000 1,596
6 3,00 56,000 5,418 17 4,00 18,667 0,463 27 5,00 23,333 0,579
7 3,00 22,000 0,958 18 4,00 5,500 0,226 28 5,00 16,000 0,282
8 3,00 13,333 0,348 4,50 90,000 8,127 29 5,00 8,400 0,162
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Berdasar grafik pada Gambar 64 bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara parameter
besaran debit per gravitasi dan panjang lubang gerusan. Hal ini karena saat debit dinaikkan
secara beraturan pada tinggi bukaan pintu yang tetap maka kecepatan aliran melalui bawah
pintu semakin besar.
y = 0,0021x2 + 0,1337x - 0,745R² = 0,9668
0
5
10
15
20
25
30
35
0 20 40 60 80 100 120
l s/b
p
ΔH/bp
127
Gambar 64. Korelasi debit dan panjang gerusan
Kenaikan kecepatan mempengaruhi butiran material yang terbawa dari lubang gerusan.
Semakin besar kecepatan aliran maka butiran material sedimen terangkut dan menumpuk jauh
di hilir pintu. Material sedimen membuat lubang gerusan semakin panjang dan dalam.
Hubungan ini ditunjukkan dengan besaran koefisien determinasi R2 sebesar 0,9043 sehingga
dianalisa bahwa besaran debit secara signifikan mempengaruhi panjang lubang sedimen.
Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:
ls
b𝑝= 0,0937 (
Q
g1
2⁄ b𝑝5
2⁄) − 0,5159 (5.34)
5.9. Analisa pengaruh material dasar saluran tipe sandy loam-a, Q dan bp terhadap
tinggi sedimentasi (hd)
Untuk mengetahui hubungan hd/b dengan masing-masing variabel maka dibuatlah
dalam tabel dan grafik. Dalam Tabel 67 berikut menggambarkan hubungan antara hd, bp dan
yo. Berdasar tabulasi dibuat grafik analisa kedekatan hubungan seperti Gambar 65. Grafik
menunjukkan hubungan erat antara hd dan y0. Karena peningkatan besaran debit pada tinggi
bp tetap akan meningkatkan tinggi muka air di hulu pintu. Sedangkan kecepatan aliran semakin
besar akan mengangkut butiran dasar saluran dari lubang gerusan ke hilir saluran. Material
sedimen akan terendapkan di sepanjang saluran. Semakin tinggi muka air hulu semakin besar
kecepatan aliran di bawah pintu, maka material yang terangkut dan mengendap jauh di hilir
semakin banyak.
Tabel 67. Hubungan hd dan y0
Q hd/bp y0/bp No. Q hd/bp y0/bp No. Q hd/bp y0/bp
1 1,50 2,000 7,100 9 3,50 1,000 26,200 17 4,50 1,000 9,300
2 2,00 1,600 8,400 10 3,50 0,700 5,400 18 4,50 0,333 4,000
3 2,00 0,700 2,200 11 3,50 0,600 2,333 19 4,50 0,350 2,025
4 2,50 2,200 12,200 12 4,00 2,800 30,400 20 5,00 2,800 34,300
5 2,50 0,900 2,500 13 4,00 1,000 7,900 21 5,00 1,600 10,900
6 3,00 3,200 19,600 14 4,00 0,467 3,133 22 5,00 0,800 4,800
7 3,00 0,800 4,400 15 4,00 0,100 1,500 23 5,00 0,450 2,600
8 3,00 0,467 1,800 16 4,50 2,800 31,200 24 5,00 0,520 1,400
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
y = 0,0937x - 0,5159R² = 0,9043
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0
l s.b
p
Q/(g0,5bp2,5)
128
Gambar 65. Korelasi hd dan y0
Kedekatan hubungan ini di jelaskan dengan besaran koefisien determinasi R2 sebesar
0,7269. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antar tinggi sedimentasi
dengan elevasi muka air di hulu pintu. Sedangkan persamaan yang digunakan untuk
memprediksi hd adalah:
hd
𝑏𝑝= 1,1705
y02
𝑏𝑝+ 5,38
y0
𝑏𝑝+ 0,6058 (5.35)
Hubungan selanjutnya adalah menganalisa kedekatan hubungan parameter y3 terhadap tinggi
sedimentasi. Tabulasi pada Tabel 68 di bawah menunjukkan parameter berikut:
Tabel 68. Parameter hd dan y3
No. Q hd/bp y3/bp No. Q hd/bp y3/bp No. Q hd/bp y3/bp
1 1,50 2,000 3,600 9 3,50 1,000 4,600 17 4,50 1,000 2,300
2 2,00 1,600 3,400 10 3,50 0,700 2,050 18 4,50 0,333 1,700
3 2,00 0,700 1,900 11 3,50 0,600 1,333 19 4,50 0,350 1,325
4 2,50 2,200 3,400 12 4,00 2,800 4,800 20 5,00 2,800 5,400
5 2,50 0,900 2,000 13 4,00 1,000 2,350 21 5,00 1,600 2,650
6 3,00 3,200 4,000 14 4,00 0,467 1,600 22 5,00 0,800 1,667
7 3,00 0,800 2,050 15 4,00 0,100 1,275 23 5,00 0,450 1,400
8 3,00 0,467 1,400 16 4,50 2,800 5,300 24 5,00 0,520 1,080
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Berdasar tabulasi di atas, dibuatlah suatu grafik untuk menunjukkan kedekatan hubungan
tersebut. Gambar 66 di bawah ini menunjukkan kedekatan hubungan yang dimaksud.
Gambar 66. Hubungan parameter hd dan y3
Berdasar grafik pada Gambar 66 di atas, maka dapat dijelaskan bahwa terdapat hubungan yang
cukup erat antara perubahan tinggi muka air di hilir pintu dengan tinggi sedimentasi. Hal ini
karena peningkatan besaran debit pada tinggi bukaan pintu yang tetap akan meningkatkan
y = 1,1705x2 + 5,38x + 0,6058R² = 0,7269
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
35,0
40,0
0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5h
d/b
p
y0/bp
y = 1,4028x + 0,8333R² = 0,8196
0
1
2
3
4
5
6
0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5
hd/b
p
yt3bp
129
tinggi muka air di hilir pintu. Sementara itu kecepatan aliran di bawah pintu air semakin besar
akan mengangkut butiran material dasar saluran dari lubang gerusan ke arah hilir saluran.
Material butiran sedimen akan terendapkan di sepanjang hilir saluran. Semakin tinggi muka
air di hilir semakin besar pula kecepatan aliran di bawah pintu, maka material yang terangkut
dan mengendap jauh di hilir saluran akan semakin banyak.
Kedekatan hubungan ini di jelaskan dengan besaran koefisien determinasi R2 sebesar
0,8196. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup signifikan antara parameter
tinggi sedimentasi dengan elevasi muka air di hilir pintu. Sedangkan persamaan yang dapat
digunakan untuk memprediksi tinggi sedimentasi adalah sebagai berikut:
hd
𝑏𝑝= 1,4028
ytw
𝑏𝑝+ 0,8333 (5.36)
Hubungan selanjutnya adalah analisa hubungan antara parameter tinggi sedimentasi
dengan besaran debit per gravitasi dan ditunjukkan pada Tabel 69 di bawah ini:
Tabel 69. Hubungan parameter Q dan hd
No. Q hd/bp Q/g0,5bp1,5 No. Q hd/bp Q/g0,5bp
1,5 No. Q hd/bp Q/g0,5bp1,5
1 1,50 2,000 2,7091 9 3,50 1,000 6,3213 17 4,50 1,000 1,4367
2 2,00 1,600 3,6122 10 3,50 0,700 1,1175 18 4,50 0,333 0,5214
3 2,00 0,700 0,6386 11 3,50 0,600 0,4055 19 4,50 0,350 0,2540
4 2,50 2,200 4,5152 12 4,00 2,800 7,2244 20 5,00 2,800 9,0305
5 2,50 0,900 0,7982 13 4,00 1,000 1,2771 21 5,00 1,600 1,5964
6 3,00 3,200 5,4183 14 4,00 0,467 0,4634 22 5,00 0,800 0,5793
7 3,00 0,800 0,9578 15 4,00 0,100 0,2258 23 5,00 0,450 0,2822
8 3,00 0,467 0,3476 16 4,50 2,800 8,1274 24 5,00 0,520 0,1615
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Berdasar tabulasi di atas, dibuatlah suatu grafik untuk menunjukkan kedekatan hubungan
tersebut. Gambar 67 di bawah ini menunjukkan kedekatan hubungan yang dimaksud. Berdasar
grafik pada Gambar 67, maka dapat dijelaskan bahwa terdapat hubungan yang cukup erat
antara perubahan tinggi muka air di hilir pintu dengan tinggi sedimentasi. Hal ini karena
peningkatan besaran debit pada tinggi bukaan pintu yang tetap akan meningkatkan tinggi muka
air di hilir pintu. Sementara itu kecepatan aliran di bawah pintu air semakin besar akan
mengangkut butiran material dasar saluran dari lubang gerusan ke arah hilir saluran. Material
butiran sedimen akan terendapkan di sepanjang hilir saluran. Semakin tinggi muka air di hilir
semakin besar pula kecepatan aliran di bawah pintu, maka material yang terangkut dan
mengendap jauh di hilir saluran akan semakin banyak.
Kedekatan hubungan ini di jelaskan dengan besaran koefisien determinasi R2 sebesar
0,7851. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup signifikan antara
parameter tinggi sedimentasi dengan elevasi muka air di hilir pintu. Berdasar tabulasi di atas,
130
dibuatlah suatu grafik untuk menunjukkan kedekatan hubungan tersebut. Grafik kedekatan
parameter dapat dilihat pada Gambar 67 berikut:
Gambar 67. Grafik hubungan hd dan Q
Dari grafik pada Gambar 67 maka persamaan yang dapat digunakan untuk memprediksi tinggi
sedimentasi di bagian hilir saluran adalah sebagai berikut:
hd
b𝑝= 0,3932 (
Q
g1
2⁄ b𝑝3
2⁄)
2
+ 1,2643 (Q
g1
2⁄ b𝑝5
2⁄) + 0,034 (5.37)
Analisa hubungan selanjutnya adalah hubungan parameter hd dengan beda elevasi
tinggi muka air hulu dan hilir (ΔH). Hubungan parameter ini dibuat tabulasi untuk menjelaskan
lebih detail besaran parameter yang mempengaruhi parameter yang lainnya. Tabulasi
parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 70 di bawah ini.
Tabel 70. Tabulasi hubungan hd dan ΔH
No. Q hd/bp ΔH/bp No. Q hd/bp ΔH/bp No. Q hd/bp ΔH/bp
1 1,50 2,000 3,500 9 3,50 1,000 21,600 17 4,50 1,000 7,000
2 2,00 1,600 5,000 10 3,50 0,700 3,350 18 4,50 0,333 2,300
3 2,00 0,700 0,300 11 3,50 0,600 1,000 19 4,50 0,350 0,700
4 2,50 2,200 8,800 12 4,00 2,800 25,600 20 5,00 2,800 28,900
5 2,50 0,900 0,500 13 4,00 1,000 5,550 21 5,00 1,600 8,250
6 3,00 3,200 15,600 14 4,00 0,467 1,533 22 5,00 0,800 3,133
7 3,00 0,800 2,350 15 4,00 0,100 0,225 23 5,00 0,450 1,200
8 3,00 0,467 0,400 16 4,50 2,800 25,900 24 5,00 0,520 0,320
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Dari Tabel 70 tersebut kemudian dibuat grafik pada Gambar 68 yang menjelaskan
secara grafis kedekatan hubungan antar kedua parameter. Berdasar tabulasi di atas, dibuatlah
y = 0,3932x2 + 1,2643x + 0,0324R² = 0,7851
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5
hd/b
p
Q/g0,5bp2,5
131
suatu grafik untuk menunjukkan kedekatan hubungan tersebut. Gambar 68 di bawah ini
menunjukkan kedekatan hubungan yang dimaksud. Berdasar grafik pada Gambar 68, maka
dapat dijelaskan bahwa terdapat hubungan yang cukup erat antara perubahan tinggi muka air
di hilir pintu dengan tinggi sedimentasi. Hal ini karena peningkatan besaran debit pada tinggi
bukaan pintu yang tetap akan meningkatkan tinggi muka air di hilir pintu dan menrurunkan
tinggi muka air di hilir pintu.
Sementara itu kecepatan aliran di bawah pintu air semakin besar akan mengangkut
butiran material dasar saluran dari lubang gerusan ke arah hilir saluran. Material butiran
sedimen akan terendapkan di sepanjang hilir saluran. Semakin tinggi muka air di hilir, maka
tinggi muka air di hilir semakin rendah dan beda elevasi antara keduanya semakin besar.
Sehingga semakin besar pula kecepatan aliran di bawah pintu, maka material yang terangkut
dan mengendap jauh di hilir saluran akan semakin banyak.
Gambar 68. Hubungan parameter hd dan ΔH
Kedekatan hubungan ini dijelaskan dengan besaran koefisien determinasi R2 sebesar
0,7648. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup signifikan antara
parameter tinggi sedimentasi dengan elevasi muka air di hilir pintu. Persamaan yang sesuai
dengan grafik di atas adalah sebagai berikut:
ℎ𝑑
𝑏𝑝= 7,2907 (
∆𝐻
𝑏𝑝) − 1,778 (5.37)
Dari ketiga variabel tergantung yang dicari yaitu ds, ls dan hd dibuatlah ringkasan
koefisien determinasi hubungan untuk melihat parameter yang paling berpengaruh.
Tabel 71. Tabulasi koefisien determinasi antar parameter pada materil 1
R2 ds ls hd
yo 96,06 95,01 72,69
y3 90,37 90,68 81,96
ΔH 98,54 96,68 76,48
Q 92,86 90,43 78,51
Sumber: Hasil analisa (2016)
y = 7,2907x - 1,778R² = 0,7648
0
5
10
15
20
25
30
35
0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5
hd/b
p
ΔH/bp
132
5.10. Analisa pengaruh besaran Q, bp pada semua jenis material dasar saluran terhadap
kedalaman gerusan (ds)
Bahasan berikutnya adalah menganalisa pengaruh perubahan tinggi bukaan pintu pada
semua besaran debit di semua jenis material sedimen dasar saluran penelitian. Tujuan dari
analisa ini adalah melihat pengaruh perubahan tinggi bukaan pintu pada semua besaran debit
pada semua jenis material terhadap karakteristik gerusan baik kedalaman gerusan maksimum,
panjang gerusan dan bentuk gerusan.
Tabel 72. Hubungan tinggi bukaan pintu (bp) terhadap semua besaran debit dan jenis material
No.
Q bp1=0,5 bp2=1,0 bp3=1,5 bp4=2,0 bp5=2,5
(l/dt) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
ds yo ds yo ds yo ds yo ds yo
M1
1 1,0 2,8 2,7 0,0 1,5 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
2 1,5 4,8 5,5 3,4 2,5 0,0 2,6 0,0 0,0 0,0 0,0
3 2,0 7,0 7,8 5,0 4,5 3,7 3,5 0,0 0,0 0,0 0,0
4 2,5 9,3 10,3 7,5 6,5 5,4 4,3 2,5 3,3 0,0 0,0
5 3,0 10,7 12,2 8,4 7,9 6,4 4,7 7,1 4,3 0,0 0,0
6 3,5 13,3 13,7 11,0 9,2 8,3 6,0 8,0 4,5 0,0 0,0
7 4,0 0,0 0,0 11,9 11,0 8,5 6,4 8,2 5,1 3,9 3,5
8 4,5 0,0 0,0 15,1 12,5 11,1 7,6 9,3 6,4 8,3 5,0
9 5,0 0,0 0,0 14,5 13,7 12,0 8,4 10,5 7,3 10,1 5,8
M2
1 1,0 0,0 1,5 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
2 1,5 4,3 3,6 0,3 1,9 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
3 2,0 5,6 5,5 3,6 3,1 0,1 2,0 0,0 0,0 0,0 0,0
4 2,5 7,8 8,0 5,3 3,6 3,0 2,5 0,0 2,3 0,0 0,0
5 3,0 10,9 10,8 6,2 5,8 5,2 2,9 0,5 2,6 0,0 0,0
6 3,5 12,6 13,2 9,2 6,6 7,0 4,4 0,1 3,0 0,0 0,0
7 4,0 12,9 13,9 9,2 7,9 8,6 5,3 7,2 4,2 0,3 3,0
8 4,5 0,0 0,0 19,0 16,4 17,2 10,5 15,7 7,8 4,3
9 5,0 0,0 0,0 0,0 0,0 10,8 8,5 10,3 6,5 6,0 4,7
M3
1 1,0 0,0 1,4 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
2 1,5 4,3 4,6 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
3 2,0 6,3 4,3 3,1 3,3 0,0 2,0 0,0 0,0 0,0 0,0
4 2,5 8,2 6,1 5,4 2,5 0,0 2,3 0,0 0,0 0,0 0,0
5 3,0 11,0 9,9 6,9 4,4 5,0 2,6 0,0 2,1 0,0 0,0
6 3,5 12,4 13,7 6,4 5,5 6,4 3,5 0,0 2,5 0,0 0,0
7 4,0 13,4 0,0 11,2 8,0 8,4 5,6 1,1 2,1 0,0 0,0
8 4,5 15,1 15,6 11,5 9,3 9,7 6,0 7,4 3,1 0,0 1,9
9 5,0 16,2 16,2 14,0 10,9 11,0 7,2 9,0 5,2 4,7 3,5
Sumber: Hasil pengamatan (2016)
133
Dari Tabel 72 di atas dibuatlah hubungan antar besaran debit dan semua jenis material pada
masing-masin tinggi bukaan pintu. Hal ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh
jenis material terhadap kedalaman gerusan, panjang gerusan dan bentuk gerusan pada masing-
masing perubahan tinggi bukaan pintu dan semua besaran debit. Analisa dilakukan pada tinggi
bukaan pintu (bp1) = 0,5 cm
Gambar 69. Kedalaman gerusan pada bp 0,5 cm
Pada tinggi bukaan pintu 0,5 cm pada semua besaran debit, terlihat kecenderungan yang hampir
sama pada semua jenis material pada debit 1,5 lt/dt sampai debit 4 lt/dt. Hal ini berarti
kedalaman gerusan untuk semua jenis material sedimen pada tinggi bukaan pintu 0,5 cm
hampir sama, yakni semakin besar debit, maka kecepatan aliran di bawah pintu semakin besar
pula. Akibatnya kecepatan kritik butiran material sedimen terlampaui oleh kecepatan aliran,
material sedimen dasar akan terangkut, bergeser dan melompat membuat suatu lubang gerusan
pada dasar saluran di hilir pintu. Kecenderungan peningkatan kedalaman gerusan untuk semua
jenis material sedimen hampir sama, yakni, semakin besar debit maka semakin pula kedalaman
gerusan yang terjadi.
Gambar 70. Kedalaman gerusan pada bp = 1,0 cm
Pada bukaan pintu 1 cm, terjadi perubahan kecenderungan pada semua material
sedimen. Tampak pada Gambar 70, material 1 yaitu sandy loam mengalami kedalaman
0
5
10
15
20
0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Debit (lt/dt)
M1 M2 M3
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 1 2 3 4 5 6
ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Debit (lt/cm)
M1 M2 M3
134
gerusan lebih besar dari dua jenis material yang lain. Hal ini dikarenakan komposisi prosentase
pasir pada material 1 lebih banyak dari prosentase pasir dua material lainnya yaitu sandy loam1
dan loamy sand. Akibat dari komposisi pasir yang lebih banyak kemampuan material dalam
menahan gempuran kecepatan aliran menjadi lebih kecil.
Dengan kata lain, semakin banyak kandungan pasir dalam suatu jenis material maka
aliran air semakin mudah mengikat butiran material sedimen. Kedalaman gerusan pada dua
jenis material yang lain memiliki kecenderungan yang hampir sama karena komposisi bahan
kedua material tersebut hampir sama. Sehingga kemampuan kedua material dalam menahan
gempuran kecepatan aliran cenderung sama. Dan kemampuan sedimen untuk
mempertahankan kestabilan kedalaman gerusan lebih besar.
Analisa selanjutnya adalah kedalaman gerusan pada semua material sedimen pada
tinggi bukaan pintu 1,5 cm dengan sebaran data debit 3 lt/dt sampai 5 lt/dt. Dari grafik pada
Gambar 71 menunjukkan bahwa material 1 mengalami kedalaman gerusan yang lebih besar
dibanding material 2 dan 3. Hal ini sama dengan tinggi bukaan 1,0 cm. Dimana kedalaman
gerusan pada material 1 lebih besar dibanding dua jenis material yang lain.
Hal ini terjadi karena komposisi pasir pada material 1 lebih besar dibanding material
yang lain. Sehingga kemampuan material 1 menahan gempuran kecepatan lebih rendah
dibanding material yang lain. Sedangkan pada material 2 dan 3 komposisi pasir hampir sama
sehingga kedalaman gerusan yang terjadi pada keduanya memiliki kecenderungan yang sama.
Gambar 71. Kedalaman gerusan pada bp 1,5 cm
5.11. Analisa pengaruh perubahan tinggi bukaan pintu terhadap kedalaman dan panjang
gerusan pada semua jenis material dasar
Pada material sandy loam, yang bertekstur lempung tetapi agak kasar dengan komposisi
pasir lebih dari 50%, tanah liat kurang dari 20% dan sisanya debu 30%. Secara fisik sifat pasir
0
2
4
6
8
10
12
14
0 1 2 3 4 5 6
Ke
dal
aman
ge
rusa
n (
cm)
Debit (lt/dt)
M1 M2 M3
135
dominan, sehingga memiliki pori pori yang lebih besar. Semakin dominan sifat pasir maka
daya tahan tanah terhadap air atau energi yang lain semakin kecil. Akibatnya ketika terkena
gempuran perubahan kecepatan, maka material butiran akan mudah terangkat, terangkut,
berpindah, bergeser dan berguling membuat suatu lubang gerusan di bagian hilir pintu.
Perubahan kedalaman gerusan dapat diamati pada semua kondisi bukaan pintu 0,5 cm seperti
Gambar 72 di bawah ini:
Gambar 72. Kedalaman gerusan pada bp 0,5 cm untuk semua Q pada material Sandy Loam
Dari grafik pada Gambar 72 di atas, dapat dijelaskan bahwa untuk bukaan pintu 0,5 cm
dan semua besaran debit terdapat perbedaan kedalaman gerusan yang signifikan. Hal ini
terjadi karena pada bukaan pintu yang tetap/konstan dan peningkatan besaran debit, maka
kecepatan aliran akan berubah pula. Kecepatan yang semakin tinggi akibat peningkatan debit
akan melampaui kecepatan kritik material butiran sedimen sehingga kecepatan aliran akan
membawa material sedimen, menggelinding dan bergeser.
Material sedimen akan terangkut, terbawa aliran dan membuat lubang gerusan di hilir
pintu. Semakin besar peningkatan kecepatan yang terjadi maka kedalaman gerusan semakin
besar. Demikian pula untuk panjang lubang gerusan yang terjadi. Bahwa semakin besar
kecepatan yang melewati bagian bawah pintu, maka lubang gerusan akan semakin panjang.
Hal ini terjadi karena material sedimen yang terangkut oleh aliran semakin banyak dan butiran
material sedimen yang terangkut adalah material yang lebih kecil dari 0,07 mm. Sedangkan
untuk bentuk profil lubang gerusan terjadi adalah hampir seragam mulai dari Q1 = 1,0 lt/dt
hingga Q6 = 3,5 lt/dt.
-16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 10 20 30 40 50 60 70
Ke
dal
aman
ge
rusa
n (
cm)
Jarak gerusan (cm)
Q1=1lt/dt
Q2=1,5 lt/dt
Q3=2 lt/dt
Q4=2,5lt/dt
Q5=3lt/dt
Q6=3,5lt/dt
136
Demikian juga pada tinggi bukaan pintu 1,0 cm seperti pada Gambar 73, kedalaman
gerusan berubah secara signifikan linier dengan peningkatan besaran debit. Semakin besar
peningkatan kecepatan pada kenaikan debit, maka kedalaman gerusan akan semakin besar
linier dengan perubahan yang terjadi. Material butiran sedimen memiliki kecepatan kritik
butiran. Bilamana kecepatan kritik butiran lebih besar dari kecepatan aliran, maka butiran
sedimen tidak akan bergerak. Namun apabila kecepatan aliran melampaui kecepatan kritik
butiran maka butiran sedimen akan bergerak, bergeser, berguling bahkan melompat, linier
dengan peningkatan kecepatan aliran.
Gambar 73. Kedalaman gerusan pada bp 1,0 cm untuk semua Q pada material Sandy Loam
Gambar 74. Kedalaman gerusan pada bp 1,5 cm untuk semua Q pada material Sandy Loam
Dalam Gambar 74 merupakan perubahan kedalaman gerusan pada material Sandy Loam
dengan tinggi bukaan pintu 1,5 cm. Kecenderungan perubahan kedalaman gerusan hampir
sama pada semua besaran debit. Yakni semakin besar kenaikan debit maka lubang gerusan
-16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 10 20 30 40 50 60 70
Q2=1,5lt/dtQ3=2lt/dtQ4=2,5lt/dtQ5=3lt/dtQ6=3,5lt/dtQ7=4lt/dtQ8=4,5lt/dtQ9=5lt/dt
Panjang gerusan (cm)
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
0 10 20 30 40 50 60 70
ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak gerusan (cm)
Q=2lt/dtQ=2,5lt/dtQ=3lt/dtQ=3,5lt/dtQ=4lt/dtQ=4,5lt/dtQ=5lt/dt
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
137
yang terjadi akan semakin besar dan semakin panjang. Pada beberapa debit terjadi kedalaman
dan panjang lubang gerusan yang berbeda dengan trend keseluruhan. Hal ini dimungkinkan
terjadi karena selama proses pelaksanaan kondisi aliran yang mengalami fluktuasi meskipun
mendekati akhir waktu eksekusi aliran dapat disetel sesuai dengan kondisi aliran awal.
Gambar 75. Kedalaman gerusan pada bp 2,0 cm untuk semua Q pada material Sandy Loam
Pada tinggi bukaan pintu 2,0 cm, terdapat bentuk profil gerusan yang sedikit berbeda
dengan profil pada bukaan pintu 0,5 cm hingga 1,5 cm. Bentuk profil gerusan pada debit 3,0
lt/dt , 3,5 lt/dt , 4,5 lt/dt dan 5,0 lt/dt terdapat keseragaman bentuk menyerupai kurva
sebagaimana profil gerusan pada kondisi bukaan pintu sebelumnya. Bentukan profil gerusan
yang terjadi karena perubahan kecepatan pada debit yang bervariasi. Semakin besar debit yang
terjadi pada tinggi bukaan pintu yang tetap, maka kecepatan aliran semakin tinggi. Sehingga
mengakibatkan terjadi turbulensi kecepatan di bagian depan pintu. Turbulensi ini akan
membawa material sedimen dasar bergerak secara terus menerus membentuk lubang gerusan.
Semakin besar lubang gerusan yang terjadi maka material sedimen yang terangkut semakin
banyak dan membentuk lubang yang memanjang ke arah hilir bangunan. Profil lubang gerusan
untuk material Loamy sand dan Sandy loam-1 dapat dilihat pada halaman Lampiran 1.
5.12. Analisa Bentuk Dasar Saluran (bed configuration) berdasar Hasil Pengamatan
Laboratorium
Berdasar hasil pengamatan dan percobaan di laboratorium, maka diperoleh data
kedalaman gerusan dan tinggi sedimentasi yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Langkah
selanjutnya adalah mengolah data tersebut untuk memperoleh bentuk dasar saluran pada semua
jenis material dasar dan variasi debit dan tinggi bukaan pintu.
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
0 10 20 30 40 50 60 70
ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak gerusan (cm)
Q=2,5lt/dtQ=3lt/dtQ=3,5lt/dtQ=4lt/dtQ=4,5lt/dtQ=5lt/dt
138
5.12.1. Gerak mula sedimen
Penelitian eksperimental yang dilakukan adalah pengamatan terhadap variabel yang
berhubungan dengan mekanisme gerusan di hilir pintu pada debit dan tinggi bukaan tertetntu.
Pengamatan besaran debit yang dialirkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 73 di
bawah ini:
Tabel 73. Debit yang dialirkan dalam penelitian
No. yRechbox Q
cm m m3/dt lt/dt
(1) (2) (3) (4) (5)
1 1,25 0,0125 0,0010 1,0
2 1,65 0,0165 0,0015 1,5
3 2,00 0,0200 0,0020 2,0
4 2,35 0,0235 0,0025 2,5
5 2,70 0,0270 0,0030 3,0
6 3,00 0,0300 0,0035 3,5
7 3,30 0,0330 0,0040 4,0
8 3,55 0,0355 0,0045 4,5
9 3,85 0,0385 0,0050 5,0
Sumber: Hasil analisa (2016)
Keterangan:
(1) = Nomor data
(2) = Data
(3) = (2)/1000
(4) = 0,5294*(3)^1,4315
(5) = (4)*1000
Berdasar hasil pengamatan di laboratorium, maka diperoleh kedalaman dan panjang gerusan
serta tinggi sedimentasi di hilir saluran. Dalam penentuan kondisi awal pergerakan material
sedimen maka harus diketahui besar kecepatan aliran (U), kecepatan geser (U*) dan kecepatan
geser kritik (U*cr). Material sedimen dasar dikatakan mengalami pergerakan apabila besaran
U* lebih besar dari U*cr. Demikian pula untuk kondisi sebaliknya. Tabulasi berikut
menunjukkan penentuan material sedimen dasar dalam kondisi diam atau bergerak untuk jenis
material dasar sandy loam.
Tabel 74. Penentuan gerak mula material sedimen untuk material Sandy Loam
No. Q bp Ds y3 U3 C' U* U*cr
Keterangan (lt/dt) (cm) (cm) (cm) (cm/dt) (cm/dt) (cm/dt)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 1,0 0,5 2,8 1,25 13,80 25,16 1,72 1,6 U* > U*cr ada pergerakan
2 1,5 0,5 4,8 2,40 19,50 30,26 2,02 1,6 U* > U*cr ada pergerakan
3 1,5 1,0 3,4 1,50 5,32 26,59 0,63 1,6 U* < U*cr tidak bergerak
4 2,0 0,5 3,4 2,70 25,10 26,70 2,94 1,6 U* > U*cr ada pergerakan
5 2,0 1,0 3,4 2,65 25,10 31,04 2,53 1,6 U* > U*cr ada pergerakan
6 2,0 1,5 3,4 2,70 25,10 31,18 2,52 1,6 U* > U*cr ada pergerakan
7 2,5 0,5 3,4 2,80 7,26 31,47 0,72 1,6 U* < U*cr tidak bergerak
8 2,5 1,0 3,4 2,75 7,20 31,33 0,72 1,6 U* < U*cr tidak bergerak
139
No. Q bp Ds y3 U3 C' U* U*cr
Keterangan (lt/dt) (cm) (cm) (cm) (cm/dt) (cm/dt) (cm/dt)
9 2,5 1,5 3,4 3,10 7,64 32,26 0,74 1,6 U* < U*cr tidak bergerak
10 2,5 2,0 3,4 3,00 7,52 32,01 0,74 1,6 U* < U*cr tidak bergerak
11 3,0 0,5 3,4 3,15 25,90 32,39 2,50 1,6 U* > U*cr ada pergerakan
12 3,0 1,0 3,4 3,05 7,58 32,14 0,74 1,6 U* < U*cr tidak bergerak
13 3,0 1,5 3,4 3,00 26,70 32,01 2,61 1,6 U* > U*cr ada pergerakan
14 3,0 2,0 3,4 3,00 26,70 32,01 2,61 1,6 U* > U*cr ada pergerakan
15 3,5 0,5 3,4 3,85 8,52 33,96 0,79 1,6 U* < U*cr tidak bergerak
16 3,5 1,0 3,4 3,25 27,10 32,63 2,60 1,6 U* > U*cr ada pergerakan
17 3,5 1,5 3,4 3,45 8,06 33,10 0,76 1,6 U* < U*cr tidak bergerak
18 3,5 2,0 3,4 3,20 25,90 32,51 2,50 1,6 U* > U*cr ada pergerakan
19 3,5 2,5 3,4 3,30 27,10 32,75 2,59 1,6 U* > U*cr ada pergerakan
20 4,0 1,0 3,4 3,40 28,30 32,99 2,69 1,6 U* > U*cr ada pergerakan
21 4,0 1,5 3,4 3,40 28,30 32,99 2,69 1,6 U* > U*cr ada pergerakan
22 4,0 2,0 3,4 3,20 25,90 32,51 2,50 1,6 U* > U*cr ada pergerakan
23 4,0 2,5 3,4 3,25 27,10 32,63 2,60 1,6 U* > U*cr ada pergerakan
24 4,5 1,0 3,4 4,20 8,90 34,64 0,80 1,6 U* < U*cr tidak bergerak
25 4,5 1,5 3,4 3,65 8,29 33,54 0,77 1,6 U* < U*cr tidak bergerak
26 4,5 2,0 3,4 3,18 7,74 32,46 0,75 1,6 U* < U*cr tidak bergerak
27 4,5 2,5 3,4 3,28 7,86 32,70 0,75 1,6 U* < U*cr tidak bergerak
28 5,0 1,0 3,4 4,30 52,30 34,82 4,70 1,6 U* > U*cr ada pergerakan
29 5,0 1,5 3,4 4,00 8,68 34,26 0,79 1,6 U* < U*cr tidak bergerak
30 5,0 2,0 3,4 3,55 8,18 33,32 0,77 1,6 U* < U*cr tidak bergerak
31 5,0 2,5 3,4 3,75 8,41 33,75 0,78 1,6 U* < U*cr tidak bergerak
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Keterangan:
1. Data pengukuran 6. 18𝑙𝑜𝑔12(4)
3∗𝑑90, 𝑑90 = 2,00 𝑚𝑚
2. Data pengukuran 7. 9,810,5* (5) / (6)
3. Data pengukuran 8. Pembacaan grafik
4. Data pengukuran 9. Jika (7) > (8) = terjadi pergerakan sedimen
5. Data pengukuran Jika (7) < (8) = tidak terjadi pergerakan sedimen
Contoh perhitungan pada debit 1,0 lt/dt dengan tinggi bukaan pintu 0,5 cm.
ytw = 1,3 cm = 0,013 m = Rb
d90 = 2 mm = 0,002 m
C’ = 18log12Rb
3d90 = 18 log
12∗0,013
3∗0,002= 25,16
Kecepatan geser kritik dapat diperoleh berdasarkan grafik pada Gambar 76 berikut. Dari
grafik penentuan kecepatan geser kritik diperoleh untuk d50 = 0,42 mm, U*cr = 0,0016 m/dt.
Selanjutnya adalah menghitung U*
U* = g0,5
C′Utw =
9,810,5
25,1613,8 = 1,7179 cm/dt
140
Dari hasil perhitungan diketahui U* > U*cr sehingga dapat disimpulkan bahwa telah terjadi
pergerakan material dasar. Hal ini sesuai dengan kondisi pada saat penelitian. Perhitungan selanjutnya
dapat dilihat pada Tabel 74 di atas
Gambar 76. Penentuan kecepatan geser kritik
Metode perhitungan serupa dilakukan untuk material sedimen Sandy Loam-1 dan Loamy sand.
Tabel 75. Tabulasi gerak mula material sedimen pada material Sandy loam-1
No Q bp dslab ytw Utw C' U* U*cr
Keterangan
(lt/dt) (cm) (cm) (cm) (cm/dt) (cm/dt) (cm/dt)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 1,0 0,5 0,00 1,3 13,8 7,83 5,52 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
2 1,5 0,5 4,25 2,05 16 11,39 4,40 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
3 1,5 1,0 3,00 1,7 15,2 9,93 4,80 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
4 2,0 0,5 5,60 2 26,3 11,20 7,36 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
5 2,0 1,0 3,60 2,15 17,8 11,76 4,74 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
6 2,0 1,5 0,10 1,95 15,7 11,00 4,47 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
7 2,5 0,5 7,80 2,71 26,7 13,57 6,16 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
8 2,5 1,0 5,30 2,3 18,9 12,29 4,82 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
9 2,5 1,5 3,10 2,3 17,1 12,29 4,36 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
10 2,5 2,0 0,00 2,15 15,9 11,76 4,23 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
11 3,0 0,5 10,90 3,3 27,1 15,11 5,62 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
12 3,0 1,0 6,20 2,75 23,4 13,69 5,35 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
0,016
141
No Q bp dslab ytw Utw C' U* U*cr
Keterangan
(lt/dt) (cm) (cm) (cm) (cm/dt) (cm/dt) (cm/dt)
13 3,0 1,5 5,20 2,5 19,9 12,94 4,82 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
14 3,0 2,0 0,00 2,45 19,5 12,78 4,78 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
15 3,5 0,5 12,60 3,45 29,7 15,46 6,02 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
16 3,5 1,0 9,20 3,3 27,1 15,11 5,62 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
17 3,5 1,5 7,00 3 26,7 14,37 5,82 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
18 3,5 2,0 0,20 2,7 25,1 13,54 5,80 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
19 4,0 0,5 12,40 3,4 28,3 15,35 5,78 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
20 4,0 1,0 9,20 3,3 27,5 15,11 5,70 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
21 4,0 1,5 8,60 3,27 26,3 15,04 5,48 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
22 4,0 2,0 7,20 3,2 25,9 14,87 5,45 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
23 4,0 2,5 0,00 2,9 20,5 14,10 4,55 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
24 4,5 1,0 19,00 5,6 30,3 19,25 4,93 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
25 4,5 1,5 17,20 5,2 29,9 18,67 5,02 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
26 4,5 2,0 15,90 4,6 25,5 17,71 4,51 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
27 4,5 2,5 0,00 4,05 20,2 16,71 3,79 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
28 5,0 1,5 10,80 5,15 57,3 18,59 9,65 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
29 5,0 2,0 10,30 4,85 52,8 18,12 9,13 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
30 5,0 2,5 6,00 4,35 52,3 17,27 9,48 1,7 U* > U*cr ada pergerakan
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Tabel 76. Tabulasi gerak mula material sedimen pada material Loamy sand
No. Q bp dslab ytw Utw C' U* U*cr
Keterangan (lt/dt) (cm) (cm) (cm) (cm/dt) (cm/dt) (cm/dt)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 1,50 0,50 4,30 1,80 2,27 12,91 0,55 1,3 U* < U*cr tidak bergerak
2 2,00 0,50 6,30 1,70 5,66 12,47 1,42 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
3 2,00 1,00 3,20 1,90 5,98 13,34 1,41 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
4 2,00 1,50 1,80 5,82 12,91 1,41 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
5 2,50 0,50 8,20 1,70 5,66 12,47 1,42 1,3 U* < U*cr ada pergerakan
6 2,50 1,00 5,40 2,00 6,14 13,74 1,40 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
7 2,40 1,50 1,95 6,06 13,54 1,40 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
8 3,00 0,50 11,00 2,00 6,14 13,74 1,40 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
9 3,00 1,00 6,90 2,05 6,22 13,93 1,40 1,3 U* < U*cr ada pergerakan
10 3,00 1,50 5,20 2,10 6,29 14,12 1,40 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
11 3,50 0,50 12,40 2,30 6,58 14,83 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
12 3,50 1,00 6,40 2,05 6,22 13,93 1,40 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
13 3,50 1,50 2,40 2,00 6,14 13,74 1,40 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
14 3,50 2,00 2,35 6,65 15,00 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
15 4,00 0,50 13,40 2,40 6,72 15,16 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
16 4,00 1,00 11,20 2,35 6,65 15,00 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
17 4,00 1,50 8,40 2,40 6,72 15,16 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
18 4,00 2,00 1,10 2,55 6,93 15,64 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
19 4,50 0,50 15,10 2,65 7,07 15,94 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
20 4,50 1,00 11,50 2,30 6,58 14,83 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
21 4,50 1,50 9,70 2,55 6,93 15,64 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
22 4,50 2,00 7,40 2,65 7,07 15,94 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
142
No. Q bp dslab ytw Utw C' U* U*cr
Keterangan (lt/dt) (cm) (cm) (cm) (cm/dt) (cm/dt) (cm/dt)
23 4,50 2,50 1,30 4,95 10,37 1,49 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
24 5,00 0,50 16,20 2,70 7,13 16,08 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
25 5,00 1,00 14,00 2,65 7,07 15,94 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
26 5,00 1,50 11,00 2,50 6,86 15,48 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
27 5,00 2,00 9,00 2,80 7,26 16,37 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
28 5,00 2,50 4,70 2,70 7,13 16,08 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
5.12.2. Kajian Hasil Laboratorium dengan persamaan terdahulu
Bentuk dasar (bed forms) merupakan fenomena yang terjadi di sungai maupun saluran-
saluran yang memiliki dasar berbahan kohesif maupun non kohesif. Para peneliti telah
banyak)melakukan kajian baik secara analitis maupun laboratorium tentang masalah bentuk
dasar dengan parameter yang berbeda. Pada penelitian ini, dilakukan kajian berdasar hasil
pengamatan dan pengukuran kemudian selanjutnya dibandingkan dengan hasil kajian
penelitian terdahulu.
5.12.2.1. Bentuk dasar pada variasi debit dan bukaan pintu pada material Sandy Loam1
Berdasar hasil pengamatan, maka bentuk dasar saluran bagian hilir saluran adalah
sebagaimana Tabel 77 berikut:
Tabel 77. Hasil pengamatan bentuk dasar di laboratorium
Q
(cm3/dt)
bp
(cm) Bentuk dasar
1,0 0,5 Plane bed
1,5 0,5 Plane bed
1,5 1,0 Plane bed
2,0 0,5 Plane bed
2,0 1,0 Plane bed
2,0 1,5 Plane bed
2,5 0,5 Ripple
2,5 1,0 Ripple
2,5 1,5 Ripple
3,0 0,5 Plane bed
3,0 1,0 Ripple
3,0 1,5 Ripple
3,0 2,0 Plane bed
3,5 0,5 Ripple
3,5 1,0 Ripple
3,5 1,5 Plane bed
4,0 0,5 Plane bed + ripple
4,0 1,0 Ripple
4,0 1,5 Ripple
4,0 2,0 Ripple
4,0 2,5 Plane bed
143
Q
(cm3/dt)
bp
(cm) Bentuk dasar
4,5 1,0 Ripple
4,5 1,5 Ripple
4,5 2,0 Ripple
4,5 2,5 Plane bed
5,0 1,5 Ripple
5,0 2,0 Ripple
5,0 2,5 Ripple
Sumber: Hasil analisa (2016)
Berdasar hasil laboratorium kemudian dilakukan perhitungan dengan metode dari van
Rijn untuk melihat kesesuaian antara kondisi lapangan dengan kondisi analitis. Berikut adalah
hasil perhitungan dengan metode van Rijn.
Tabel 78. Prediksi bentuk dasar berdasar teori van Rijn Q bp ytw Utw ρs ρw
C' d* U* U*cr
T Bentuk dasar Van
Rijn lt/dt Cm cm (cm/dt) kg.dt2/m4 kg.dt2/m4 (cm/dt) (cm/dt)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1,0 0,5 1,25 13,80 2736 1000 25,16 10,7456 1,72 1,5 1,951 Ripple
1,5 0,5 2,4 19,50 2736 1000 30,26 10,7456 2,02 1,5 3,073 Ripple
1,5 1,0 1,5 5,32 2736 1000 26,59 10,7456 0,63 1,5 -0,608 plane bed (no motion)
2,0 0,5 2,7 25,10 2736 1000 26,70 10,7456 2,94 1,5 7,669 Ripple
2,0 1,0 2,65 25,10 2736 1000 31,04 10,7456 2,53 1,5 5,416 Ripple
2,0 1,5 2,7 25,10 2736 1000 31,18 10,7456 2,52 1,5 5,356 Ripple
2,5 0,5 2,8 7,26 2736 1000 31,47 10,7456 0,72 1,5 -0,477 plane bed (no motion)
2,5 1,0 2,75 7,20 2736 1000 31,33 10,7456 0,72 1,5 -0,482 plane bed (no motion)
2,5 1,5 3,1 7,64 2736 1000 32,26 10,7456 0,74 1,5 -0,449 plane bed (no motion)
2,5 2,0 3 7,52 2736 1000 32,01 10,7456 0,74 1,5 -0,459 plane bed (no motion)
3,0 0,5 3,15 25,90 2736 1000 32,39 10,7456 2,50 1,5 5,273 Ripple
3,0 1,0 3,05 7,58 2736 1000 32,14 10,7456 0,74 1,5 -0,454 plane bed (no motion)
3,0 1,5 3 26,70 2736 1000 32,01 10,7456 2,61 1,5 5,827 Ripple
3,0 2,0 3 26,70 2736 1000 32,01 10,7456 2,61 1,5 5,827 Ripple
3,5 0,5 3,85 8,52 2736 1000 33,96 10,7456 0,79 1,5 -0,383 plane bed (no motion)
3,5 1,0 3,25 27,10 2736 1000 32,63 10,7456 2,60 1,5 5,766 Ripple
3,5 1,5 3,45 8,06 2736 1000 33,10 10,7456 0,76 1,5 -0,418 plane bed (no motion)
3,5 2,0 3,2 25,90 2736 1000 32,51 10,7456 2,50 1,5 5,226 Ripple
3,5 2,5 3,3 27,10 2736 1000 32,75 10,7456 2,59 1,5 5,716 Ripple
4,0 1,0 3,4 28,30 2736 1000 32,99 10,7456 2,69 1,5 6,221 Ripple
4,0 1,5 3,4 28,30 2736 1000 32,99 10,7456 2,69 1,5 6,221 Ripple
4,0 2,0 3,2 25,90 2736 1000 32,51 10,7456 2,50 1,5 5,226 Ripple
4,0 2,5 3,25 27,10 2736 1000 32,63 10,7456 2,60 1,5 5,766 Ripple
4,5 1,0 4,2 8,90 2736 1000 34,64 10,7456 0,80 1,5 -0,353 plane bed (no motion)
144
Q bp ytw Utw ρs ρw C' d*
U* U*cr T
Bentuk dasar Van
Rijn lt/dt Cm cm (cm/dt) kg.dt2/m4 kg.dt2/m4 (cm/dt) (cm/dt)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
4,5 1,5 3,65 8,29 2736 1000 33,54 10,7456 0,77 1,5 -0,400 plane bed (no motion)
4,5 2,0 3,18 7,74 2736 1000 32,46 10,7456 0,75 1,5 -0,442 plane bed (no motion)
4,5 2,5 3,28 7,86 2736 1000 32,70 10,7456 0,75 1,5 -0,433 plane bed (no motion)
5,0 1,0 4,3 52,30 2736 1000 34,82 10,7456 4,70 1,5 21,130 Ripple
5,0 1,5 4 8,68 2736 1000 34,26 10,7456 0,79 1,5 -0,370 plane bed (no motion)
5,0 2,0 3,55 8,18 2736 1000 33,32 10,7456 0,77 1,5 -0,409 plane bed (no motion)
5,0 2,5 3,75 8,41 2736 1000 33,75 10,7456 0,78 1,5 -0,391 plane bed (no motion)
Sumber: Hasil analisa (2016)
Keterangan:
1. Data 8. 18log (12*(3))/(3*d90)
2. Data 9. 0,0045*(((5)/(7))-1/10-6)*9,81)1/3
3. Data 10. 9,810,5*(4) / (8)
4. Data 11. Grafik
5. Data 12. (10)2 – (11)2 / (11)2
6. Data 13. Grafik van Rijn
7. Data
Berikut tabulasi perkiraan bentuk dasar pada material Sandy loam-1
Tabel 79. Perkiraan bentuk dasar pada material Sandy-loam1
Q Bp ytw Utw ρs ρw C' d*
U* U*cr T
Bentuk dasar Van
Rijn lt/dt Cm Cm (cm/dt) kg.dt2/m4 kg.dt2/m4 (cm/dt) (cm/dt)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1,0 0,5 1,3 13,8 2616 1000 25,82 11,297 1,67 1,7 -0,030 plane bed (no motion)
1,5 0,5 2,05 16 2616 1000 29,38 11,297 1,71 1,7 0,007 plane bed (no motion)
1,5 1,0 1,7 15,2 2616 1000 27,91 11,297 1,71 1,7 0,004 plane bed (no motion)
2,0 0,5 2 26,3 2616 1000 29,18 11,297 2,82 1,7 1,765 Ripple
2,0 1,0 2,15 17,8 2616 1000 29,75 11,297 1,87 1,7 0,211 Ripple
2,0 1,5 1,95 15,7 2616 1000 28,99 11,297 1,70 1,7 0,001 plane bed (no motion)
2,5 0,5 2,71 26,7 2616 1000 31,56 11,297 2,65 1,7 1,438 Ripple
2,5 1,0 2,3 18,9 2616 1000 30,28 11,297 1,96 1,7 0,323 Ripple
2,5 1,5 2,3 17,1 2616 1000 30,28 11,297 1,77 1,7 0,081 plane bed (no motion)
2,5 2,0 2,15 15,9 2616 1000 29,75 11,297 1,67 1,7 -- plane bed (no motion)
3,0 0,5 3,3 27,1 2616 1000 33,10 11,297 2,56 1,7 1,276 Ripple
3,0 1,0 2,75 23,4 2616 1000 31,67 11,297 2,31 1,7 0,85 Ripple
3,0 1,5 2,5 19,9 2616 1000 30,93 11,297 2,02 1,7 0,406 Ripple
3,0 2,0 2,45 19,5 2616 1000 30,77 11,297 1,98 1,7 0,358 Ripple
3,5 0,5 3,45 29,7 2616 1000 33,45 11,297 2,78 1,7 1,683 Ripple
3,5 1,0 3,3 27,1 2616 1000 33,10 11,297 2,56 1,7 1,276 Ripple
3,5 1,5 3 26,7 2616 1000 32,35 11,297 2,58 1,7 1,317 Ripple
145
Q Bp ytw Utw ρs ρw C' d*
U* U*cr T
Bentuk dasar Van Rijn
lt/dt Cm Cm (cm/dt) kg.dt2/m4 kg.dt2/m4 (cm/dt) (cm/dt)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
3,5 2,0 2,7 25,1 2616 1000 31,53 11,297 2,49 1,7 1,156 Ripple
4,0 0,5 3,4 28,3 2616 1000 33,33 11,297 2,66 1,7 1,443 Ripple
4,0 1,0 3,3 27,5 2616 1000 33,10 11,297 2,60 1,7 1,343 Ripple
4,0 1,5 3,27 26,3 2616 1000 33,03 11,297 2,49 1,7 1,159 Ripple
4,0 2,0 3,2 25,9 2616 1000 32,86 11,297 2,47 1,7 1,117 Ripple
4,0 2,5 2,9 20,5 2616 1000 32,09 11,297 2,00 1,7 0,386 Ripple
4,5 1,0 5,6 30,3 2616 1000 37,23 11,297 2,55 1,7 1,242 Ripple
4,5 1,5 5,2 29,9 2616 1000 36,65 11,297 2,55 1,7 1,254 Ripple
4,5 2,0 4,6 25,5 2616 1000 35,70 11,297 2,24 1,7 0,738 Ripple
4,5 2,5 4,05 20,2 2616 1000 34,70 11,297 1,82 1,7 0,153 Ripple
5,0 1,5 5,15 57,3 2616 1000 36,58 11,297 4,91 1,7 7,331 Ripple
5,0 2,0 4,85 52,8 2616 1000 36,11 11,297 4,58 1,7 6,26 Ripple
5,0 2,5 4,35 52,3 2616 1000 35,26 11,297 4,65 1,7 6,471 Ripple
Sumber: Hasil analisa (2016)
Contoh perhitungan pada debit 1 lt/dt dengan bp 0,5 cm
Koefisien Chezy karena pengaruh kekasaran dihitung dengan :
𝐶′ = 18𝑙𝑜𝑔12𝑅𝑏
3𝑑90
Dengan R adalah jari jari hidrolis Vanoni Brooks = kedalaman aliran (ytw)
d90 = 0,00191 m
d50 = 0,000435 m
𝐶′ = 18𝑙𝑜𝑔12 × 0,0435
3 × 00191 = 35,259
U∗ =g0,5
C′Utw
=9,810,5
35,2590,523 = 0,0465 m/dt
Dari grafik U*cr = 0,0170 m/det.
𝑇 =𝑈∗
2−𝑈∗𝑐𝑟2
𝑈∗𝑐𝑟2 =
0,04652−0,01702
35,2592 = 6,471
d∗ = d50 (s − 1
υg)
13⁄ dengan s =
ρsρw
⁄
d∗ = 0,00045 (
26361000
− 1
10−6 g) 1
3⁄ = 11,297
146
Kemudian untuk selanjutnya dapat dilihat dari grafik klasifikasi bentuk dasar menurut van Rijn
(Gambar 77). Berdasar grafik tersebut dengan mengeplot nilai d* = 1,297 dan T = 6,471, maka
diperoleh bentuk dasar Ripple.
Metode perhitungan yang sama dilakukan untuk jenis material Sandy Loam dan Loamy sand.
Gambar 77. Klasifikasi bentuk dasar dari van Rijn (untuk Q 1 lt/dt dan bp 0,5 cm)
Pembahasan selanjutnya adalah membandingkan kedalaman gerusan hasil laboratorium
dengan hasil perhitungan persamaan penelitian terdahulu.
5.12.2.2. Perhitungan dengan persamaan Schoklitsch
Perhitungan kedalaman gerusan dengan menggunakan persamaan Schoklitsch pada
kondisi underflow tanpa tambahan apron, dirumuskan sebagai berikut:
𝐝𝐬 = 𝟎, 𝟑𝟕𝟖 . 𝐲𝟎𝟎,𝟓 . 𝐪𝟎,𝟑𝟓 + 𝟐, 𝟏𝟓 . 𝐜
Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 80 di bawah ini:
147
Tabel 80. Perbandingan dengan persamaan dari Schoklitsch Q bp q yo y3 c dSchoklitsch
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt) (cm) (cm) (cm)
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8]
1 1000 0,5 20,00 2,700 1,250 0,900 3,707
1,5 1500 0,5 30,00 5,700 2,400 1,800 6,838
1500 1,0 30,00 2,520 1,500 0,900 3,908
2 2000 0,5 40,00 7,800 2,700 3,100 10,504
2000 1,0 40,00 4,350 2,650 1,400 5,877
2000 1,5 40,00 3,500 2,700 1,200 5,152
2,5 2500 0,5 50,00 10,200 2,800 4,700 14,852
2500 1,0 50,00 6,400 2,750 3,800 11,930
2500 1,5 50,00 4,250 3,100 1,000 5,214
2500 2,0 50,00 3,300 3,000 0,900 4,635
3 3000 0,5 60,00 11,930 3,150 5,200 16,652
3000 1,0 60,00 7,750 3,050 4,000 13,011
3000 1,5 60,00 4,700 3,000 1,100 5,800
3000 2,0 60,00 4,300 3,000 0,700 4,790
3,5 3500 0,5 70,00 13,800 3,850 9,200 25,992
3500 1,0 70,00 9,000 3,250 6,400 18,776
3500 1,5 70,00 6,060 3,450 3,000 10,566
3500 2,0 70,00 4,590 3,200 2,200 8,312
3500 2,5 70,00 4,700 3,300 1,500 6,850
4 4000 1,0 80,00 10,700 3,400 5,600 17,771
4000 1,5 80,00 6,450 3,400 4,500 14,125
4000 2,0 80,00 5,150 3,200 3,200 10,856
4000 2,5 80,00 3,450 3,250 0,600 4,544
4,5 4500 1,0 90,00 12,300 4,200 8,600 24,894
4500 1,5 90,00 7,600 3,650 5,500 16,859
4500 2,0 90,00 6,180 3,180 3,700 12,494
4500 2,5 90,00 5,030 3,280 2,500 9,470
5 5000 1,0 100,00 7,000 4,300 8,500 23,287
5000 1,5 100,00 8,700 4,000 5,500 17,413
5000 2,0 100,00 7,200 3,550 3,800 13,253
5000 2,5 100,00 5,600 3,750 3,300 11,578
Sumber: Hasil analisa (2016) Keterangan
1. = Data 5. = Data
2. = Data 6. = Data
3. = Data 7.= Data
4. = (2)/50 8. = 0,378*(5)0,5*(3)0,35 + 2,15 (7)
Contoh perhitungan kedalaman gerusan dengan persamaan Schoklitsch
Untuk Q = 1 lt/dt = 1000 cm3/dt
bp = 0,5 cm
148
q = Q/B = 1000/50 = 20 cm2/dt
y0 = 1,70 cm
ytw = 2,75 cm
c = kedalaman gerusan di bawah apron = 0,9 cm
Persamaan Schoklitsch ds = 0,378 * yo0,5 * q0,35 + 2,15*c
ds = 0,378 * 1,700,5 * 200,35 + 2,15*0,9 = 3,707 cm
5.12.2.3. Persamaan Muller
Berikutnya adalah perhitungan kedalaman gerusan dengan persamaan Muller
Tabel 81. Perhitungan kedalaman gerusan dengan persamaan Muller
Q bp q yo y3 ΔH dMuller
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt) (cm) (cm) (cm)
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8]
1,0 1000 0,5 20,00 2,700 1,250 1,450 159,372
1,5 1500 0,5 30,00 5,700 2,400 3,300 306,653
1,5 1500 1,0 30,00 2,520 1,500 1,020 170,321
2,0 2000 0,5 40,00 7,800 2,700 5,100 453,888
2,0 2000 1,0 40,00 4,350 2,650 1,700 260,961
2,0 2000 1,5 40,00 3,500 2,700 0,800 178,136
2,5 2500 0,5 50,00 10,200 2,800 7,400 625,984
2,5 2500 1,0 50,00 6,400 2,750 3,650 438,853
2,5 2500 1,5 50,00 4,250 3,100 1,150 244,776
2,5 2500 2,0 50,00 3,300 3,000 0,300 123,604
3,0 3000 0,5 60,00 11,930 3,150 8,780 760,935
3,0 3000 1,0 60,00 7,750 3,050 4,700 555,991
3,0 3000 1,5 60,00 4,700 3,000 1,700 333,217
3,0 3000 2,0 60,00 4,300 3,000 1,300 291,013
3,5 3500 0,5 70,00 13,800 3,850 9,950 888,375
3,5 3500 1,0 70,00 9,000 3,250 5,750 675,011
3,5 3500 1,5 70,00 6,060 3,450 2,610 453,515
3,5 3500 2,0 70,00 4,590 3,200 1,390 330,280
3,5 3500 2,5 70,00 4,700 3,300 1,400 331,378
4,0 4000 1,0 80,00 10,700 3,400 7,300 824,579
4,0 4000 1,5 80,00 6,450 3,400 3,050 531,790
4,0 4000 2,0 80,00 5,150 3,200 1,950 424,732
4,0 4000 2,5 80,00 3,450 3,250 0,200 133,798
4,5 4500 1,0 90,00 12,300 4,200 8,100 931,835
149
4,5 4500 1,5 90,00 7,600 3,650 3,950 650,004
4,5 4500 2,0 90,00 6,180 3,180 3,000 566,472
4,5 4500 2,5 90,00 5,030 3,280 1,750 431,799
5,0 5000 1,0 100,00 7,000 4,300 2,700 571,386
5,0 5000 1,5 100,00 8,700 4,000 4,700 755,544
5,0 5000 2,0 100,00 7,200 3,550 3,650 665,795
5,0 5000 2,5 100,00 5,600 3,750 1,850 472,779
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Keterangan:
1. Data Q dalam lt/dt 5. Data muka air hulu
2. Data Q dalam cm3/dt 6. Data muka air hilir
3. [1] / 50 7. [5] – [6]
4. Data 8. 10,35*[6]0,5 * [3]0,6 * [0,101]-0,4 – [5]
Contoh perhitungan ditunjukkan seperti di bawah ini:
Q = 1 lt/dt = 1000 cm3/dt
bp = 0,5 cm
B = 50 cm
q = Q/B = 1000 / 50 = 20 cm2/dt
y0 = 1,5 cm
y3 = 1,3 cm
H = y0 – y3 = 1,5 – 1,3 = 0,2 cm
d10 = 0,101 mm
sehingga dapat dihitung kedalaman gerusan berdasar persamaan Muller
ds = 10,35. H0,5 . q0,6 . d10-0,4 - y3
ds = 10,35 . (0,2)0,5 . (20)0,6 . (0,101)-0,4 - 1,3
ds = 159,372 cm
Sedangkan untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 81.
5.12.2.4. Persamaan Eggenberger
Perhitungan berikutnya menghitung kedalaman gerusan dengan persamaan Eggenberger
Tabel 82. Perhitungan kedalaman gerusan dengan persamaan Eggenberger
Q bp q yo y3 ΔH dEggenberger
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt) (cm) (cm) (cm)
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8]
1,0 1000 0,5 20,00 2,700 1,250 1,450 38,701
1,5 1500 0,5 30,00 5,700 2,400 3,300 74,470
1,5 1500 1,0 30,00 2,520 1,500 1,020 41,236
2,0 2000 0,5 40,00 7,800 2,700 5,100 110,866
2,0 2000 1,0 40,00 4,350 2,650 1,700 62,917
150
Q bp q yo y3 ΔH dEggenberger
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt) (cm) (cm) (cm)
2,0 2000 1,5 40,00 3,500 2,700 0,800 42,279
2,5 2500 0,5 50,00 10,200 2,800 7,400 153,595
2,5 2500 1,0 50,00 6,400 2,750 3,650 107,088
2,5 2500 1,5 50,00 4,250 3,100 1,150 58,553
2,5 2500 2,0 50,00 3,300 3,000 0,300 28,490
3,0 3000 0,5 60,00 11,930 3,150 8,780 186,898
3,0 3000 1,0 60,00 7,750 3,050 4,700 135,998
3,0 3000 1,5 60,00 4,700 3,000 1,700 80,626
3,0 3000 2,0 60,00 4,300 3,000 1,300 70,129
3,5 3500 0,5 70,00 13,800 3,850 9,950 218,070
3,5 3500 1,0 70,00 9,000 3,250 5,750 165,451
3,5 3500 1,5 70,00 6,060 3,450 2,610 110,209
3,5 3500 2,0 70,00 4,590 3,200 1,390 79,745
3,5 3500 2,5 70,00 4,700 3,300 1,400 79,943
4,0 4000 1,0 80,00 10,700 3,400 7,300 202,540
4,0 4000 1,5 80,00 6,450 3,400 3,050 129,716
4,0 4000 2,0 80,00 5,150 3,200 1,950 103,238
4,0 4000 2,5 80,00 3,450 3,250 0,200 30,837
4,5 4500 1,0 90,00 12,300 4,200 8,100 228,616
4,5 4500 1,5 90,00 7,600 3,650 3,950 158,931
4,5 4500 2,0 90,00 6,180 3,180 3,000 138,508
4,5 4500 2,5 90,00 5,030 3,280 1,750 104,936
5,0 5000 1,0 100,00 7,000 4,300 2,700 138,888
5,0 5000 1,5 100,00 8,700 4,000 4,700 184,918
5,0 5000 2,0 100,00 7,200 3,550 3,650 162,934
5,0 5000 2,5 100,00 5,600 3,750 1,850 114,775
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Keterangan:
1. Data Q dalam lt/dt 5. Data muka air hulu
2. Data Q dalam cm3/dt 6. Data muka air hilir
3. [1] / 50 7. [5] – [6]
4. Data 8. 22,9*[6]0,5 * [3]0,6 * [0,101]-0,4 – [5]
Contoh perhitungan ditunjukkan seperti di bawah ini:
Q = 1 lt/dt = 1000 cm3/dt
bp = 0,5 cm
B = 50 cm
q = Q/B = 1000 / 50 = 20 cm2/dt
y0 = 1,5 cm
y3 = 1,3 cm
H = y0 – y3 = 1,5 – 1,3 = 0,2 cm
151
d10 = 0,101 mm
sehingga dapat dihitung kedalaman gerusan berdasar persamaan Eggenberger
ds = 22,9. H0,5 . q0,6 . d10-0,4 - 1,3
ds = 22,9 . (0,2)0,5 . (20)0,6 . (0,101)-0,4 - 1,3
ds = 1,5 cm
5.12.2.5. Persamaan Wu
Perhitungan kedalaman gerusan berdasar persamaan dari Wu, adalah:
𝑑𝑠 = 1,18. 𝐻0,235𝑞0,51 − 𝑦3
Pada debit 1 liter/detik dan bukaan 0,5 cm; perhitungan ditunjukkan dibawah ini:
Data-data yang diperlukan:
Q = 1 liter/detik = 1000 cm3/detik
bp = 0,5 cm
B = 50 cm
q = Q/b = 1000/50 = 20 cm
y0 = 2,7 cm
y3 = 1,25 cm
H = y0-y2 = 2,7 - 1,25 = 1,45 cm
Maka dapat dihitung kedalaman gerusan dengan persamaan Wu sebagai berikut:
ds = 1,18. H0,235q0,51 − 𝑦3
= 1,18. 1,450,235200,51 − 1,25
= 0,682 cm
Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 83.
Tabel 83. Perhitungan kedalaman gerusan dengan persamaan Wu
Q bp q yo y3 H dWul
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt) (cm) (cm) (cm)
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8]
1 1000 0,5 20,00 2,700 1,250 1,450 0,682
1,5 1500 0,5 30,00 5,700 2,400 3,300 3,006
1,5 1500 1,0 30,00 2,520 1,500 1,020 0,171
2 2000 0,5 40,00 7,800 2,700 5,100 6,975
2 2000 1,0 40,00 4,350 2,650 1,700 0,575
2 2000 1,5 40,00 3,500 2,700 0,800 -1,182
2,5 2500 0,5 50,00 10,200 2,800 7,400 12,931
2,5 2500 1,0 50,00 6,400 2,750 3,650 5,009
2,5 2500 1,5 50,00 4,250 3,100 1,150 -0,655
2,5 2500 2,0 50,00 3,300 3,000 0,300 -2,362
152
Q bp q yo y3 H dWul
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt) (cm) (cm) (cm)
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8]
3 3000 0,5 60,00 11,930 3,150 8,780 17,333
3 3000 1,0 60,00 7,750 3,050 4,700 7,915
3 3000 1,5 60,00 4,700 3,000 1,700 0,966
3 3000 2,0 60,00 4,300 3,000 1,300 0,033
3,5 3500 0,5 70,00 13,800 3,850 9,950 21,261
3,5 3500 1,0 70,00 9,000 3,250 5,750 11,262
3,5 3500 1,5 70,00 6,060 3,450 2,610 3,137
3,5 3500 2,0 70,00 4,590 3,200 1,390 0,308
3,5 3500 2,5 70,00 4,700 3,300 1,400 0,233
4 4000 1,0 80,00 10,700 3,400 7,300 16,322
4 4000 1,5 80,00 6,450 3,400 3,050 4,840
4 4000 2,0 80,00 5,150 3,200 1,950 2,068
4 4000 2,5 80,00 3,450 3,250 0,200 -2,710
4,5 4500 1,0 90,00 12,300 4,200 8,100 19,038
4,5 4500 1,5 90,00 7,600 3,650 3,950 7,682
4,5 4500 2,0 90,00 6,180 3,180 3,000 5,427
4,5 4500 2,5 90,00 5,030 3,280 1,750 1,741
5 5000 1,0 100,00 7,000 4,300 2,700 3,874
5 5000 1,5 100,00 8,700 4,000 4,700 10,228
5 5000 2,0 100,00 7,200 3,550 3,650 7,499
5 5000 2,5 100,00 5,600 3,750 1,850 1,850
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Keterangan:
[1] = Data [5] = Data
[2] = Data [6] = [4]-[5]
[3] = [1]/30 [7] = ((1,18*([6]^0,235)*([3]^0,32+2,5*[2])/0,0101^0,32)-[5]
[4] = Data
5.12.2.6. Persamaan Ali et.al
Perhitungan kedalaman gerusan dihitung dengan persamaan Ali et.al yaitu:
𝑑𝑠 = (0,31 ∗ 𝐹𝑟0,8711) ∗ 𝑏𝑝
Untuk Q = 1 lt/dt dengan bp 0,5 cm
Diperoleh Fr = 4,679
Sehingga ds = ( 0,31 * 4,6790,8711 ) * 0,5
ds = 0,582 cm
Hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat dalam Tabel 84.
153
Tabel 84. Perhitungan dengan persamaan Ali et.al
Q bp q yo y3 Fr dAli,etal
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt) (cm) (cm) (cm)
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8]
1,0 1000 0,5 20,00 2,700 1,250 4,569 0,582
1,5 1500 0,5 30,00 5,700 2,400 2,576 0,353
1,5 1500 1,0 30,00 2,520 1,500 5,214 1,306
2,0 2000 0,5 40,00 7,800 2,700 2,879 0,389
2,0 2000 1,0 40,00 4,350 2,650 2,960 0,798
2,0 2000 1,5 40,00 3,500 2,700 2,879 1,168
2,5 2500 0,5 50,00 10,200 2,800 3,407 0,451
2,5 2500 1,0 50,00 6,400 2,750 3,501 0,923
2,5 2500 1,5 50,00 4,2.50 3,100 2,925 1,184
2,5 2500 2,0 50,00 3,300 3,000 3,072 1,648
3,0 3000 0,5 60,00 11,930 3,150 3,427 0,453
3,0 3000 1,0 60,00 7,750 3,050 3,596 0,945
3,0 3000 1,5 60,00 4,700 3,000 3,687 1,449
3,0 3000 2,0 60,00 4,300 3,000 3,687 1,932
3,5 3500 0,5 70,00 13,800 3,850 2,959 0,399
3,5 3500 1,0 70,00 9,000 3,250 3,815 0,995
3,5 3500 1,5 70,00 6,060 3,450 3,488 1,381
3,5 3500 2,0 70,00 4,590 3,200 3,904 2,031
3,5 3500 2,5 70,00 4,700 3,300 3,728 2,439
4,0 4000 1,0 80,00 10,700 3,400 4,074 1,054
4,0 4000 1,5 80,00 6,450 3,400 4,074 1,581
4,0 4000 2,0 80,00 5,150 3,200 4,462 2,281
4,0 4000 2,5 80,00 3,450 3,250 4,359 2,795
4,5 4500 1,0 90,00 12,300 4,200 3,338 0,886
4,5 4500 1,5 90,00 7,600 3,650 4,121 1,596
4,5 4500 2,0 90,00 6,180 3,180 5,067 2,549
4,5 4500 2,5 90,00 5,030 3,280 4,837 3,060
5,0 5000 1,0 100,00 7,000 4,300 3,581 0,942
5,0 5000 1,5 100,00 8,700 4,000 3,991 1,553
5,0 5000 2,0 100,00 7,200 3,550 4,773 2,419
5,0 5000 2,5 100,00 5,600 3,750 4,397 2,815
Sumber: Hasil perhitungan (2016) Keterangan:
1. Data Q dalam lt/dt 5. Data muka air hulu
2. Data Q dalam cm3/dt 6. Data muka air hilir
3. Data tinggi bp 7. [5] – [6]
4. [1]/50 8. 0,31*[7]0,8711*[4]
154
5.12.2.7. Persamaan gerusan dari Farhoudi Shayan
Farhoudi dan Shayyan melakukan investigasi tentang gerusan dengan variabel elevasi
muka air hilir, bilangan Froude, ukuran butiran sedimen dan bentuk geometri kolam olakan.
Material sedimen yang digunakan adalah butiran non-kohesif. Dan persamaan gerusan yang
digunakan adalah:
𝑑𝑠 = 0,732 ∗ (𝑦𝑡𝑤
𝑏𝑝)
0,98
∗ (𝐹𝑟)0,482 ∗ (𝑑90
𝑏𝑝)
0,248
∗ 𝑏𝑝
Dengan ytw = 1,25 cm
Fr = 4,569
bp = 0,5 cm
Q = 1,0 lt/dt
Sehingga 𝑑𝑠 = 0,732 ∗ (1,25
0,5)
0,98
∗ (4,569)0,482 ∗ (2,00
0,5)
0,248
∗ 0,5
ds = 1,916 cm
Selanjutnya hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 85 untuk material Sandy Loam
Tabel 85. Hasil perhitungan dengan persamaan Farhoudi Shayan
Q bp q yo y3 Fr dFarhoudi et,al
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt) (cm) (cm) (cm)
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8]
1,0 1000 0,5 20,00 2,700 1,250 4,569 1,916
1,5 1500 0,5 30,00 5,700 2,400 2,576 2,755
1,5 1500 1,0 30,00 2,520 1,500 5,214 2,934
2,0 2000 0,5 40,00 7,800 2,700 2,879 3,262
2,0 2000 1,0 40,00 4,350 2,650 2,960 3,901
2,0 2000 1,5 40,00 3,500 2,700 2,879 4,365
2,5 2500 0,5 50,00 10,200 2,800 3,407 3,667
2,5 2500 1,0 50,00 6,400 2,750 3,501 4,386
2,5 2500 1,5 50,00 4,250 3,100 2,925 5,036
2,5 2500 2,0 50,00 3,300 3,000 3,072 5,389
3,0 3000 0,5 60,00 11,930 3,150 3,427 4,127
3,0 3000 1,0 60,00 7,750 3,050 3,596 4,918
3,0 3000 1,5 60,00 4,700 3,000 3,687 5,453
3,0 3000 2,0 60,00 4,300 3,000 3,687 5,884
3,5 3500 0,5 70,00 13,800 3,850 2,959 4,680
3,5 3500 1,0 70,00 9,000 3,250 3,815 5,384
155
Q bp q yo y3 Fr dFarhoudi et,al
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt) (cm) (cm) (cm)
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8]
3,5 3500 1,5 70,00 6,060 3,450 3,488 6,088
3,5 3500 2,0 70,00 4,590 3,200 3,904 6,444
3,5 3500 2,5 70,00 4,700 3,300 3,728 6,891
4,0 4000 1,0 80,00 10,700 3,400 4,074 5,809
4,0 4000 1,5 80,00 6,450 3,400 4,074 6,468
4,0 4000 2,0 80,00 5,150 3,200 4,462 6,873
4,0 4000 2,5 80,00 3,450 3,250 4,359 7,321
4,5 4500 1,0 90,00 12,300 4,200 3,338 6,492
4,5 4500 1,5 90,00 7,600 3,650 4,121 6,972
4,5 4500 2,0 90,00 6,180 3,180 5,067 7,263
4,5 4500 2,5 90,00 5,030 3,280 4,837 7,766
5,0 5000 1,0 100,00 7,000 4,300 3,581 6,871
5,0 5000 1,5 100,00 8,700 4,000 3,991 7,510
5,0 5000 2,0 100,00 7,200 3,550 4,773 7,860
5,0 5000 2,5 100,00 5,600 3,750 4,397 8,457
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Keterangan:
1. Data Q dalam lt/dt 5. Data muka air hulu
2. Data Q dalam cm3/dt 6. Data muka air hilir
3. Data tinggi bp 7. [5] – [6]
4. [1]/50 8. 0,732 ∗ [6]/[3]0,98 ∗ [7]0,482 ∗ 𝑑90/[3]0,248 ∗ [3]
Persamaan dari peneliti terdahulu kemudian ditabulasi untuk melihat kesesuaian persamaan
hasil pengamatan dengan persamaan penelitian terdahulu
Tabel 86. Perbandingan hasil pengamatan laboratorium dengan persamaan terdahulu
ds dshitung dsShcklitcsh dsMuller dsEggen dsWu dsAli dsFarhoudi
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
2,800 3,724 3,707 159,372 38,701 0,682 69,668 1,916
4,800 5,839 6,838 306,653 74,470 3,006 65,518 2,755
3,400 4,206 3,908 170,321 41,236 0,171 95,121 2,934
7,000 7,408 10,504 453,888 110,866 6,975 82,620 3,262
5,000 5,561 5,877 260,961 62,917 0,575 83,875 3,901
3,700 4,425 5,152 178,136 42,279 -1,182 82,620 4,365
9,300 9,081 14,852 625,984 153,595 12,931 103,322 3,667
7,500 8,446 11,930 438,853 107,088 5,009 104,816 4,386
5,400 5,397 5,214 244,776 58,553 -0,655 95,223 5,036
2,400 2,948 4,635 123,604 28,490 -2,362 97,771 5,389
10,700 9,971 16,652 760,935 186,898 17,333 115,575 4,127
8,400 9,699 13,011 555,991 135,998 7,915 118,583 4,918
6,400 6,683 5,800 333,217 80,626 0,966 120,150 5,453
7,100 6,575 4,790 291,013 70,129 0,033 120,150 5,884
156
ds dshitung dsShcklitcsh dsMuller dsEggen dsWu dsAli dsFarhoudi
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
13,300 10,677 25,992 888,375 218,070 21,261 117,160 4,680
11,000 10,830 18,776 675,011 165,451 11,262 134,155 5,384
8,300 8,449 10,566 453,515 110,209 3,137 127,937 6,088
8,000 6,820 8,312 330,280 79,745 0,308 135,812 6,444
6,700 7,575 6,850 331,378 79,943 0,233 132,541 6,891
11,900 12,340 17,771 824,579 202,540 16,322 150,450 5,809
8,500 9,200 14,125 531,790 129,716 4,840 150,450 6,468
8,200 8,207 10,856 424,732 103,238 2,068 157,807 6,873
3,900 2,613 4,544 133,798 30,837 -2,710 155,896 7,321
15,100 13,062 24,894 931,835 228,616 19,038 145,264 6,492
11,100 10,598 16,859 650,004 158,931 7,682 162,406 6,972
9,300 10,387 12,494 566,472 138,508 5,427 180,963 7,263
8,300 8,558 9,470 431,799 104,936 1,741 176,636 7,766
14,700 7,163 23,287 571,386 138,888 3,874 160,595 6,871
12,000 11,655 17,413 755,544 184,918 10,228 170,086 7,510
10,500 11,563 13,253 665,795 162,934 7,499 186,837 7,860
10,100 8,822 11,578 472,779 114,775 1,850 178,969 8,457
Sumber: Hasil perhitungan (2016)
Dari hasil tabulasi di atas dapat dilihat bahwa persamaan penelitian laboratorium mendekati
persamaan dari Schoklitsch dan Farhoudi. Adapun parameter yang dianggap paling
berpengaruh terhadap perubahan kedalaman gerusan adalah tinggi muka air hilir (y3), bilangan
Froude (Fr) dan debit per satuan lebar (q).
Adapun grafis perbandingan antar variabel kedalaman gerusan hasil pengamatan laboratorium
dengan beberapa persamaan dapat dilihat pada Gambar 78 pada halaman berikut:
Gambar 78. Perbandingan ds empirik dengan ds hasil perhitungan M1
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 16,0
ds
hit
un
g
ds empririk
dshitung (cm)
dsShcklitcsh (cm)
dsWu (cm)
dsFarhoudi (cm)
157
Berdasar hasil pengamatam dan perhitungan, hasil perhitungan berdasar data empirik
ternyata mendekati / masuk dalam persamaan Schoklitsch, Wu dan Farhoudi. Parameter yang
digunakan pada persamaan Schoklitch, Wu dan Farhoudi adalah y0, y3, q dan bp. Parameter
yang sama digunakan dalam perhitungan kedalaman gerusan hasil pengamatan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa hasil percobaan dan perhitungan penelitian dapat digunakan untuk
memprediksi kedalaman gerusan khususnya pada material penelitian.
Analisa selanjutnya perbandingan panjang gerusan (ls) hasil empirik dengan hasil
persamaan penelitian terdahulu. Penelitian dari Graf (1998), Breusers (1991), Ali et.al (2014)
dan Farhoudi Shayyan (2014).
Perhitungan dengan persamaan Graf (1998). Analisa panjang gerusan dihitung berdasar
persamaan (2.16) sebagai berikut:
ls = 3 * (y3 + ds)
y3 = 1,250 cm
ds = 2,80 cm
ls = 3 * (1,250 * 2,8) = 12,15 cm
Berdasar hasil penelitian dari Breusers (1991) dengan persamaan (2.18) sebagai berikut:
ls = 5 (ds)
= 5 * (2,80) = 14,00 cm
Sedangkan berdasar analisa dari Ali et.al (2014) dengan persamaan (2.25) adalah:
ls = {3,70*(Fr)0,1009}*bp
Fr = 9,035
bp = 0,5 cm
ls = 3,70* 9,0350,1009 *0,5 = 2,310 cm
Dari hasil penelitian dari Farhoudi dan Shayyan (2014)
ls = 3,923 * (y3/bp)0,318 * (Fr)
0,942 * (d50/bp)-0,249
d50 = 0,42 mm
ls = 3,923 * (1,250/0,5)0,318 * (9,035)0,942 * (0,42/0,5)-0,249
= 21,8609 cm
Hasil perhitungan persamaan di atas ditabulasi sebagaimana Tabel 87 berikut:
Tabel 87. Perbandingan ls empirik dengan ls hitung
ls lshitung lsGraf lsBreusers lsAli lsFarhoudi
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
9,000 7,759 12,150 14,000 2,310 21,801
15,000 10,918 21,600 24,000 2,407 39,305
11,500 16,306 14,700 17,000 4,648 46,559
158
ls lshitung lsGraf lsBreusers lsAli lsFarhoudi
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
22,500 13,912 29,100 35,000 2,477 53,506
17,000 20,779 22,950 25,000 4,785 73,163
18,000 26,274 19,200 18,500 7,032 88,691
26,500 16,790 36,300 46,500 2,534 66,790
26,500 25,076 30,750 37,500 4,894 91,348
20,000 31,709 25,500 27,000 7,192 114,353
15,000 37,453 16,200 12,000 9,451 129,178
33,000 19,577 41,550 53,500 2,581 82,332
29,000 29,240 34,350 42,000 4,984 112,095
25,000 36,973 28,200 32,000 7,325 134,371
25,500 43,671 30,300 35,500 9,626 153,383
42,000 22,292 51,450 66,500 2,621 101,472
37,500 33,295 42,750 55,000 5,062 132,258
36,000 42,101 35,250 41,500 7,440 162,432
35,000 49,728 33,600 40,000 9,777 181,032
32,000 56,583 30,000 33,500 12,085 202,574
43,000 37,260 45,900 59,500 5,131 152,154
31,000 47,114 35,700 42,500 7,541 183,352
33,000 55,649 34,200 41,000 9,910 205,298
21,500 63,321 21,450 19,500 12,248 228,615
50,000 41,147 57,900 75,500 5,193 181,824
45,000 52,029 44,250 55,500 7,631 209,541
45,000 61,455 37,440 46,500 10,028 228,931
35,000 69,926 34,740 41,500 12,395 256,188
50,000 44,966 57,000 73,500 5,248 202,304
48,000 56,859 48,000 60,000 7,713 238,242
45,000 67,159 42,150 52,500 10,135 261,823
42,000 76,417 41,550 50,500 12,527 295,227
159
Berdasar tabel di atas, dibuatlah grafis perbandingan untuk melihat kedekatan hasil
pengamatan laboratorium dengan persamaan yang diusulkan penelitian terdahulu. Berikut
adalah grafis dari tabel di atas seperti pada Gambar 79 di bawah ini:
Gambar 79 . Perbandingan ls empirik dengan ls hasil perhitungan persamaan terdahulu
Dari hasil pengamatan grafis dapat dijelaskan bahwa panjang gerusan (ls) hasil pengamatan
laboratorium mendekati hasil dari persamaan penelitian dari Graf (1998) dan Breusers (1991).
Hal ini dikarenakan pada persamaan Graf dan Breusers hanya memperhitungkan besaran nilai
kedalaman gerusan (ds) sebagai acuan perhitungan panjang gerusan (ls). Proses mekanisme
panjang gerusan (ls) terjadi setelah kedalaman gerusan (ds) terbentuk. Kecepatan aliran yang
lebih besar dari kecepatan butiran akan membuat butiran sedimen terangkut, berpindah dan
melompat. Proses ini akan berlangsung terus menerus sehingga terbentuk lubang gerusan.
Material sedimen yang terangkut akan bergerak menjauhi lubang gerusan dan bergerser ke arah
hilir aliran membentuk lubang gerusan memanjang. Semakin besar aliran air yang terjadi maka
semakin panjang lubang gerusan yang terbentuk.
5.12.3. Pembahasan Karakteristik Gerusan dan Sedimentasi dengan metode Statistik
Metode statistik dilakukan untuk lebih menguatkan hasil perhitungan dengan analisa
dimensi. Sebelum mendapatkan pengaruh parameter yang paling besar memberikan kontribusi
terhadap kedalaman gerusan, panjang gerusan dan tinggi sedimentasi. Maka terdapat metode
yang ditempuh terlebih dahulu yaitu dengan memasangkan semua variabel bebas dan terikat
terhadap ds, ls dan hd. Masing-masing variabel yaitu y0, y3, Q, ΔH dipasangkan dengan ds, ls
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
80,0
90,0
0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0
l sh
itu
ng
ls empirik
lshitung (cm)lsGraflsBreuserslsAli
160
dan hd. Berdasar proses yang dilakukan dengan metode statistik untuk menganalisa
karakteristik gerusan dan sedimentasi berdasar kedekatan variabel yang berpengaruh.
Perhitungan dan analisa statistik dimulai dengan pemilihan kelengkapan data. Dalam
perhitungan statistik data dikatakan lengkap apabila memiliki rekaman hasil pengamatan y0,
y3, ΔH, ds, ls dan hd. Dari 135 data yang terkumpul yang memiliki data lengkap sekitar 77 data.
Hal ini dapat dilihat pada Gambar 80 di bawah. Dari Gambar 81 tersebut dapat dijelaskan
bahwa ada beberapa titik yang berada di daerah yang jauh dengan rentang data yang terkumpul
di tengah. Sehingga data tersebut dikatakan cacat. Cacat dikarenakan data tersebut tidak
mengandung variabel pengamatan yang lengkap. Dijelaskan karena selama masa pengamatan
di laboratorium, terdapat ketidaklengkapan pengamatan, baik itu data kedalaman gerusan,
tinggi muka air, panjang gerusan dan tinggi sedimentasi.
Gambar 80. Jumlah data yang akan digunakan dalam analisa statistik
Dari sejumlah data yang tidak lengkap selanjutnya dibuat grafik untuk melihat sebaran data
yang dapat dianalisa dari ketiga jenis material penelitian. Data yang cacat kemudian dieliminasi
untuk mendapatkan hasil analisa yang sesuai dengan hasil pengamatan. Grafik pada Gambar
81, Gambar 82 dan Gambar 83 menunjukkan sebaran data lengkap dari ketiga jenis material
dasar.
162
Gambar 83. Grafik data lengkap untuk M3
Dari 77 data yang lengkap kemudian diolah menggunakan metode statistik untuk menguji
kedekatan hubungan antar variabel. Dalam hal ini digunakan metode analisa regresi non linier
karena parameter yang digunakan lebih dari dua. Langkah selanjutnya adalah memasangkan
semua variabel yang berpengaruh terhadap variabel yang dicari. Hal ini dilakukan untuk
melihat seberapa besar pengaruh yang timbul terhadap variabel terikat.
Misalnya pada ds = f (Q)
Tabel 88. Estimasi parameter
Parameter Estimate Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
b0 1,978 ,137 1,705 2,252
b1 1,266 ,038 1,189 1,342
Berdasar tabel estimasi parameter di atas diketahui besar koefisien dan hasil uji signifikasi
berdasar interval kepercayaan batas bawah dan batas atas yang mempunyai arah bertanda sama
(tidak mengandung nilai 0). Apabila hasil menunjukkan seperti di atas maka hasil uji koefisien
adalah signifikan pada alpha = 0,05 karena hasil analisa dihitung pada interval kepercayaan
95%. Dari hasil uji koefisien menunjukkan ada signifikasi antar variabel Q terhadap ds.
Dilanjutkan dengan tabel ANOVA untuk melihat besaran koreksi.
163
Tabel 89. ANOVA
Source
Sum of Squares df Mean Squares
Regression 10971,225 2 5485,612
Residual 214,777 68 3,158
Uncorrected Total 11186,002 70
Corrected Total 3982,748 69
Dependent variable: dsb
a. R squared = 1 - (Residual Sum of Squares) / (Corrected Sum of Squares)
= ,946.
Berdasar tabel ANOVA besaran koreksi sebesar 0,946 yang berarti parameter Q
mempengaruhi perubahan kedalaman gerusan dengan cukup signifikan. Demikan seterusnya
dicari masing-masing parameter yang mempengaruhi kedalaman gerusan. Tabel 90
menunjukkan korelasi semua parameter terhadap perubahan karakteristik gerusan dan
sedimentasi.
Tabel 90. Korelasi 1 parameter terhadap perubahan ds, ls dan hd
ds ls hd
Uji parameter R2 Uji parameter R2 Uji parameter R2
Q
M1 √ 0,977 √ 0,987 √ 0,643
M2 √ 0,908 √ 0,889 X -
M3 √ 0,967 √ 0,95 √ 0,642
ΔH
M1 √ 0,916 √ 0,873 √ 0,751
M2 √ 0,943 √ 0,907 √ 0,215
M3 √ 0,981 √ 0,963 √ 0,661
y0
M1 √ 0,938 √ 0,892 √ 0,863
M2 √ 0,941 √ 0,91 √ 0,222
M3 √ 0,989 √ 0,978 √ 0,691
y3
M1 √ 0,932 √ 0,885 √ 0,861
M2 √ 0,623 √ 0,617 √ 0,181
M3 √ 0,925 √ 0,907 √ 0,757
Sumber: Hasil analisa (2016)
Berdasar Tabel 90 di atas, faktor yang mempengaruhi perubahan ds , ls dan hd adalah
Q, y0, y3 dan ΔH. Dari kemudian dibuat tabulasi dua variabel yang mempengaruhi ds , ls dan
hd.
Tabel 91. Korelasi 2 variabel terhadap perubahan ds, ls dan hd
ds ls hd
Uji parameter R2 Uji parameter R2 Uji parameter R2
Q, ΔH
M1 √ 0,99 √ 0,99 X -
M2 X - √ 0,921 X -
M3 √ 0,951 √ 0,992 X -
Q, y0
M1 √ 0,993 √ 0,99 √ 0,868
M2 X - √ 0,924 X -
M3 √ 0,99 √ 0,993 X -
164
ds ls hd
Uji parameter R2 Uji parameter R2 Uji parameter R2
Q, y3
M1 √ 0,99 X - √ 0,890
M2 X - √ 0,898 X -
M3 √ 0,98 √ 0,994 X -
ΔH, y0
M1 X - X - X -
M2 X - X - X -
M3 X - X - X -
ΔH, y3
M1 √ 0,944 X - X -
M2 X - X - X -
M3 √ 0,989 X - X -
y0 y3
M1 X - X - X -
M2 √ 0,964 X - X -
M3 √ 0,989 X - X -
Sumber: Hasil analisa (2016)
Tanda X menunjukkan hubungan antar parameter tidak ada signifikasi (terdapat perbedaan
tanda operasi) sehingga tidak dapat digunakan dalam perhitungan analisa. Pasangan variabel
selanjutnya adalah mencari hubungan tiga variabel bebas terhadap satu variabel terikat.
Pasangan tiga variabel ini memberikan hubungan yang tidak signifikan karena terdapat
perbedaan tanda. Demikian pula untuk pengaruh empat variabel bebas terhadap satu variabel
terikat. Sehingga dapat dijelaskan bahwa masing-masing varibel terikat dipengaruhi oleh satu
variabel bebas. Di mana hubungan yang terjadi sangat erat yang ditunjukkan dengan besaran
R2. Sehingga dapat dituliskan di bawah ini beberapa persamaan yang mewakili karakteristik
gerusan dan sedimentasi untuk ketiga jenis material.
Tabel 92. Persamaan gerusan dan sedimentasi pada semua tipe material penelitian Persamaan Jenis Material
ds
(ked
ala
ma
n g
eru
san
)
𝑑𝑠 = (1,717 (𝑄
𝑏𝑝)
1,414
) 𝑏𝑝
R2 = 0,977
Persamaan Rustiati
𝑑𝑠 = (1,901 (𝑄
𝑏𝑝)
1,297
) 𝑏𝑝
R2 = 0,908
Sandy Loam-1
𝑑𝑠 = (1,801 (𝑄
𝑏𝑝)
1,290
) 𝑏𝑝
R2 = 0,967
Loamy sand
𝑑𝑠 = (1,978 (𝑄
𝑏𝑝)
1,266
) 𝑏𝑝
R2 = 0,946
Persamaan umum.
165
Persamaan Jenis Material l s
(p
an
jan
g g
eru
san
)
𝑙𝑠 = (7,75 (𝑄
𝑏𝑝)
1,08
(𝑦0
𝑏𝑝)
0,089
) 𝑏𝑝
R2 = 0,935
Sandy Loam
𝑙𝑠 = (7,081 (𝑄
𝑏𝑝)
0,459
(𝑦0
𝑏𝑝)
0,438
) 𝑏𝑝
R2 = 0,924
Sandy Loam-1
𝑙𝑠 = (6,364 (𝑄
𝑏𝑝)
0,828
(𝑦0
𝑏𝑝)
0,23
) 𝑏𝑝
R2 = 0,954
Loamy sand
𝑙𝑠 = (7,644 (𝑄
𝑏𝑝)
0,584
(𝑦0
𝑏𝑝)
0,335
) 𝑏𝑝
R2 = 0,956
Persamaan umum.
hd (
tin
gg
i se
dim
enta
si)
ℎ𝑑 = 0,618 (∆𝐻
𝑏𝑝)
0,519
∗ 𝑏𝑝
R2 = 0,7911
Persamaan Rustiati
ℎ𝑑 = 1,068 (∆𝐻
𝑏𝑝)
0,259
∗ 𝑏𝑝
R2 = 0,215
Sandy Loam-1
ℎ𝑑 = 0,622 (∆𝐻
𝑏𝑝)
0,441
∗ 𝑏𝑝
R2 = 0,681
Loamy sand
ℎ𝑑 = 0,759 (∆𝐻
𝑏𝑝)
0,335
∗ 𝑏𝑝
R2 = 0,482
Persamaan umum.
Dari Tabel 92 kemudian dibuatlan suatu tabulasi untuk menganalisa kedekatan
persamaan terhitu ng dengan hasil pengamatan empiris. Dan dari tabulasi tersebut dibuat grafik
untuk mengamati lebih lanjut kedekatan hubungan antara hasil perhitungan dengan hasil
pengamatan empiris.
Tabel 93. Perbandingan ds hasil pengamatan empiris dengan persamaan terhitung
ds lab ds hit M1 ds lab ds hit M2 ds lab ds hit M3
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
2,800 2,288 0,300 2,336 4,300 3,715
4,800 4,059 4,250 3,952 0,000 3,039
3,400 3,046 0,300 3,216 6,300 5,384
7,000 6,096 5,600 5,739 3,200 4,404
5,000 4,575 3,600 4,671 0,000 3,915
3,700 3,868 0,100 4,141 8,200 7,181
9,300 8,358 7,800 7,665 5,400 5,873
7,500 6,273 5,300 6,239 0,000 4,954
166
ds lab ds hit M1 ds lab ds hit M2 ds lab ds hit M3
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
5,400 5,303 3,100 5,531 11,000 9,084
2,400 4,708 10,900 9,710 6,900 7,430
10,700 10,815 6,200 7,903 5,200 6,606
8,400 8,117 5,200 7,007 0,000 6,077
6,400 6,863 0,000 6,433 12,400 11,083
7,100 6,092 12,600 11,859 6,400 9,065
13,300 13,450 9,200 9,652 2,400 8,059
11,000 10,094 7,000 8,557 0,000 7,414
8,300 8,535 0,200 7,857 13,400 13,166
8,000 7,576 12,400 14,101 11,200 10,769
6,700 6,908 9,200 11,478 8,400 9,574
11,900 12,192 8,600 10,175 1,100 8,808
8,500 10,308 7,200 9,342 0,000 8,256
8,200 9,151 0,000 8,743 15,100 15,327
3,900 8,343 19,000 13,372 11,500 12,536
15,100 14,402 17,200 11,855 9,700 11,145
11,100 12,176 15,900 10,884 7,400 10,253
9,300 10,809 10,800 13,591 0,000 9,611
8,300 9,855 10,300 12,478 16,200 17,558
14,700 16,715 6,000 11,678 14,000 14,361
12,000 14,132 11,000 12,768
10,500 12,545 9,000 11,746
10,100 11,438 4,700 11,010
Sumber: Hasil analisa (2016)
Dari tabel diatas dibuat grafik untuk mengamati kedekatan hubungan antar persamaan dengan
hasil pengamatan. Seperti terlihat dari grafik pada Gambar 84 berikut:
Gambar 84. Perbandingan ds hitung dan ds empirik untuk semua material penelitian
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 16,0 18,0 20,0
ds
hit
un
g
ds empirik
ds hit M1ds hit M2ds hit M3ds hit umum
167
Berikutnya adalah perbandingan panjang gerusan hasil pengamatan laboratorium dengan
hasil perhitungan statistik pada semua jenis material. Hasil perbandingan ditampilkan pada
Tabel 94 berikut:
Tabel 94. Perbandingan ls hasil pengamatan empiris dengan persamaan terhitung
ls-labM1 ls-hitM1 ls-labM2 ls-hitM2 ls-labM3 ls-hitM3
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
9,000 9,410 0,000 6,818 14,000 11,647
15,000 15,350 11,500 13,711 0,000 0,000
11,500 12,919 2,000 7,754 16,000 16,030
22,500 21,519 16,500 19,287 11,500 11,977
17,000 18,198 12,500 15,712 0,000 10,258
18,000 16,383 5,000 10,172 23,000 21,200
26,500 28,027 21,500 24,556 16,500 15,745
26,500 24,294 18,500 20,001 0,000 14,270
20,000 21,325 12,500 12,399 28,000 26,965
15,000 18,810 29,500 29,927 22,000 22,295
33,000 34,490 21,500 26,461 20,000 18,544
29,000 30,051 19,500 20,455 0,000 0,000
25,000 26,609 13,000 14,459 33,000 32,476
25,500 25,116 34,500 34,424 23,000 26,937
42,000 41,054 30,000 30,666 13,000 23,833
37,500 35,942 27,000 21,184 0,000 19,822
36,000 32,284 9,000 16,686 38,000 37,684
35,000 29,786 36,500 36,361 34,000 32,430
32,000 28,870 28,500 34,325 28,000 28,450
43,000 42,141 28,000 16,004 11,000 23,208
31,000 37,655 27,000 28,144 0,000 0,000
33,000 35,144 4,500 27,102 45,000 42,319
21,500 29,497 61,500 46,327 35,000 37,313
50,000 48,167 55,000 41,730 38,000 33,363
45,000 43,460 47,000 35,369 33,000 29,491
45,000 41,004 33,500 38,187 0,000 26,368
35,000 38,399 32,000 36,194 48,000 47,461
50,000 50,357 30,000 25,425 40,000 42,100
48,000 49,229 35,000 38,248
45,000 46,512 32,000 34,674
42,000 43,173 21,000 30,157
Sumber: Hasil analisa (2016)
168
Dari tabel diatas dibuat grafik untuk mengamati kedekatan hubungan antar persamaan dengan
hasil pengamatan. Seperti terlihat dari grafik pada Gambar 85 berikut:
Gambar 85. Perbandingan ls hitung dan ls empirik untuk semua material penelitian
Berdasar grafik pada Gambar 85 dapat diamati bahwa persamaan hasil analisa statistik
dapat mewakili prediksi panjang gerusan dengan memasukkan variabel debit dan tinggi muka
air hilir. Hal ini sesuai dengan kondisi di laboratorium yang menyatakan bahwa panjang
gerusan tergantung dari besar debit dan tingi muka air di hilir saluran. Hubungan kedekatan
ini ditunjukkan dengan besaran koefisien determinasi di atas 60 %. Yang berarti perubahan
fluktuasi debit dan tinggi muka air hilir membawa pengaruh yang signifikan terhadap
peningkatan panjang gerusan.
Hubungan selanjutnya adalah mencari perbandingan tinggi sedimentasi hasil pengamatan
dengan hasil perhitungan yang dapat dilihat pada Tabel 95.
Tabel 95. Perbandingan hd hasil pengamatan empiris dengan persamaan terhitung
hd-labM1 hd-hitM1 hd-labM2 hd-hitM2 hd-labM3 hd-hitM3
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1,100 0,5370 0,0000 0,4678 1,0000 0,5404
1,200 0,8228 0,9000 0,7441 0,0000 0,0000
1,200 0,6244 0,0000 0,6296 0,8000 0,6324
1,000 1,0314 1,0000 0,8904 0,7000 0,3658
1,400 0,8139 0,8000 1,0735 0,0000 0,2826
0,900 0,6689 0,0000 0,8824 1,1000 0,8115
1,500 1,2512 1,2000 1,0007 0,9000 0,4582
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0
ls-h
itu
ng
(cm
)
ls-empirik (cm)
ls-hitM1ls-hitM2ls-hitM3ls regresi
169
hd-labM1 hd-hitM1 hd-labM2 hd-hitM2 hd-labM3 hd-hitM3
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1,300 1,2101 1,2000 1,2063 0,0000 0,5209
1,200 0,8076 0,6500 0,9507 1,6000 1,0445
1,100 0,4618 1,4000 1,1013 0,8000 0,9066
1,400 1,3673 1,1000 1,4376 0,7000 0,6229
1,200 1,3798 0,8500 1,4035 0,0000 0,0000
1,300 0,9892 0,0000 1,1765 0,5000 1,2057
1,100 0,9884 1,4000 1,1631 0,7000 1,0601
1,500 1,4590 1,2000 1,5293 0,9000 0,9330
1,400 1,5320 1,2000 1,3387 0,0000 0,5768
1,100 1,2357 0,0000 1,2465 1,4000 1,2996
1,000 1,0233 1,1000 1,1433 1,0000 1,3244
0,700 1,1435 1,1000 1,5902 0,7000 1,1265
1,000 1,7340 1,1000 0,9507 0,0000 0,6444
1,250 1,3398 0,9000 1,9293 0,0000 0,0000
0,900 1,2199 0,0000 2,1059 1,4000 1,3062
1,100 0,4165 0,8000 1,9990 1,0000 1,4672
1,000 1,8302 0,9000 2,2637 0,5000 1,3471
1,000 1,5322 1,0000 2,2631 0,7000 1,0629
1,100 1,5255 1,5000 1,9649 0,0000 0,8287
1,300 1,2839 9,7000 2,1894 1,4000 1,3709
1,500 1,0348 0,8000 1,7599 1,6000 1,5774
1,300 1,6769 1,2000 1,5439
1,400 1,6889 0,9000 1,3482
1,200 1,3215 1,3000 0,9408
Sumber: Hasil analisa (2016)
Berdasar Tabel 95 di atas dibuat grafik untuk melihat kedekatan perbandingan hasil empiris
dengan hasil perhitungan dapat dilihat pada Gambar 86 berikut:
Gambar 86. Perbandingan hd hasil pengamatan dan perhitungan
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
1,2
1,4
1,6
1,8
2,0
0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8
hd
hit
un
g (c
m)
hd-empirik (cm)
hd-hitM1
hd-hitM3
170
Untuk perbandingan hasil pengamatan laboratorium dan hasil perhitungan empiris hanya
berlaku pada material 1 dan 3. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi sedimentasi dipengaruhi
perubahan beda elevasi hulu dan hilir. Hal ini dapat juga dilihat dari koefisien determinasi yang
besaran nilainya lebih dari 50% untuk material sandy loam dan sandy loam. Hal ini tidak sesuai
dengan yang terjadi pada material loamy sand yang memiliki nilai koefisien determinasi kurang
dari 50%. Hal ini menunjukkan bahwa pada material loamy sand variabel yang tidak
mempengaruhi perubahan tinggi sedimentasi adalah beda elevasi hulu dan hilir
5.13. Validasi Hasil Penelitian
Validasi persamaan dilakukan untuk menguji keandalan model. Untuk itu diambil
contoh pintu air di beberapa daerah irigasi di Kota/kabupaten Malang.
(a) (b)
Gambar 87. Kondisi hilir pintu air (a) DI Bokor (b) DI Ketangi
Dari analisa hasil perhitungan didapatkan suatu persamaan empiris untuk menghitung
kedalaman dan panjang lubang gerusan pada kondisi aliran tenggelam. Validasi dilakukan
untuk menguji keandalan persamaan empiris pada kondisi lapangan. Terdapat dua lokasi yang
direncanakan sebagai validasi persamaan. Pada Saluran Irigasi Bokor kerusakan pintu akibat
operasional tidak menimbulkan gerusan pada saluran karena saluran dilining. Sehingga
validasi dilakukan dengan data lapangan yakni data pada Saluran Irigasi Ketangi.
Kondisi Saluran Irigasi Ketangi, Kecamatan Tegal Gondo secara geometri tidak mendekati
kondisi model fisik hidrolik di laboratorium. Dimensi saluran adalah lebar dasar 70 cm, tinggi
90 cm. Saluran tidak memiliki pintu karena pintu sudah rusak sehingga bagian hilir pintu
mengalami gerusan dan bagian tebing di dekat hilir pintu juga mengalami degradasi. Pada
jarak 3000 cm dari bagian pintu saluran melebar sampai 130 cm kemudian saluran menyempit
mendekati 100 cm. Ke arah hilir saluran aliran membelok dan membentuk sedimentasi di
belokan bagian dalam dan gerusan di belokan luar. Kondisi gerusan di bagian hilir bagian pintu
ditunjukkan pada Gambar 88 (a), (b) dan (c).
171
(a) (b) (c)
Gambar 88. Kondisi saluran dan pengaliran di Saluran Irigasi Ketangi
Gambar 88 (a) menunjukkan bagian hilir yang tergerus akibat pintu yang sudah tidak berfungsi
akibatnya di hilir bagian pintu saluran melebar. Pelebaran ini terjadi akibat kecepatan aliran
superkritik yang menggerus tebing saluran (Gambar 88.b). Pelebaran saluran sejauh 3000 cm
ke arah hilir kemudian menyempit selebar 100 cm (Gambar 88.c). Kedalaman gerusan di hilir
bagian pintu terjadi pada bawah terjunan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 89. Persamaan
empiris tidak dapat diaplikasikan pada kondisi lapangan dikarenakan tidak adanya pintu pada
saluran. Persamaan empiris digunakan pada saluran yang berpintu dengan kondisi pintu tidak
dapat dioperasikan dengan baik. Beberapa persamaan empiris yang dihasilkan hasil analisa
akan di uji dan validasi hasil persamaan dengan hasil pengamatan di lapangan.
Tabel 96. Tabulasi kedalaman gerusan di hilir pintu
Jarak Y0 Y10 Y20 Y30 Y40 Y50 Y60 Y70
0 -10 -15 -17 -19 -20 -18 -18 -16
20 -18 -18 -18 -20 -20 -26 -17 -16
40 -18 -18 -21 -23 -24 -25 -19 -17
50 -12 -18 -22 -23 -23 -25 -18 -16
60 -13 -12 -18 -18 -17 -16 -18 -17
80 -12 -12 -14 -15 -15 -16 -16 -14
100 -12 -10 -11 -12 -12 -12 -15 -13
120 -12 -12 -12 -13 -11 -11 -12 -11
150 -9 -8 -7 -8 -8 -8 -9 -9
200 -7 -8 -8 -10 -12 -10 -10 -11
250 -9 -10 -10 -9 -9 -9 -7 -5
300 -3 -4 -4 -9 -10 -11 -8 -9
Sumber: Hasil pengamatan (2017)
Dari tabulasi pada Tabel 96 diatas dibuat bentuk grafis untuk melihat kedalaman dan panjang
gerusan secara visual.
172
Gambar 89. Kedalaman gerusan sepanjang 300 cm pada semua titik melintang
Dari bentuk grafis dapat dilihat bahwa kedalaman gerusan maksimum terjadi pada jarak 50 cm
dari ujung pintu dengan besar kedalaman 25 cm. Selanjutnya membuat perbandingan
kedalamanan dan panjang gerusan hasil pengukuran dengan hasil perhitungan. Perbandingan
tersebut ditabelkan seperti pada tabel berikut:
Tabel 97. Perbandingan kedalaman dan panjang gerusan lapangan dan perhitungan
ds lap
(cm) ls lap (cm) bp (cm)
ds hitung
(cm)
ls hitung
(cm)
18 250 3 32,690 127,826
18 300 5 26,459 122,707
22 300 7 23,018 119,448
23 150 9 20,744 117,071
24 250 11 19,090 115,206
23 150 13 17,814 113,677
25 150 15 16,790 112,383
19 100 17 15,942 111,263
17 100 21 14,606 109,398
Sumber: Hasil analisa (2017)
Berdasar hasil analisa pada tabel di atas menunjukkan adanya perbedaan antara kedalaman dan
panjang gerusan di lapangan dengan hasil perhitungan persamaan.
Gambar 90. Perbandingan kedalaman gerusan lapangan dan empiris
-30
-25
-20
-15
-10
-5
0
0 50 100 150 200 250 300 350
Ke
dal
man
ge
rusa
n (
cm)
Jarak (cm)
Y0Y10Y20Y50Y40Y60
0
5
10
15
20
25
30
35
0 50 100 150 200
ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak (cm)
ds lapangands hitung
173
Hasil pengukuran di lapangan memiliki perbedaan dengan kondisi di laboratorium. Kondisi
aliran, keberadaan pintu, pengaturan debit yang tidak menentu (discontinue flow condition) dan
dimensi saluran yang mengalami pelebaran mempengaruhi proses perhitungan persamaan
empiris. Pengukuran kedalaman dan panjang gerusan tidak dapat dilakukan karena aliran yang
tidak dapat diberhentikan dengan sengaja sehingga pengukuran kedalaman dan panjang
gerusan dilakukan dengan kondisi terjadi pengaliran. Hal ini sangat berbeda dengan kondisi
di laboratorium.
Dilihat dari jenis tanah pertanian di Daerah Ketangi yang Sandy Loam menunjukkan bahwa
daerah pertanian tersebut sama dengan kondisi lahan di laboratorium. Tetapi karena kondisi
geometri saluran yang tidak sama dengan kondisi laboratarium mengakibatkan persamaan
empiris tidak dapat divalidasi di daerah tersebut.
Berikut beberapa lokasi pintu air Daerah Irigasi sebagai bahan verifikasi persamaan empiris
Tabel 98. Tabulasi panjang apron kondisi lapangan dengan hasil perhitungan
No. Lokasi Keterangan
1. DI Bokor Panjang lining saluran 5 m, dari persamaan didapat ls
4,527 m. Bahan lining beton.
2. DI Karang Jambe Panjang lining saluran 27 m, dari hasil perhitungan ls
sepanjang 23, 833 m. Bahan lining beton.
3. DI Gondang Panjang lining saluran 10 m, dari hasil perhitungan
panjang ls 8,658 m. Bahan lining beton.
175
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN
Dari beberapa hasil pembahasan analisa pengaruh antar variabel dan perhitungan secara
teoritis pada uji model fisik saluran terbuka dengan pintu sorong dan berbahan dasar non-
kohesif maka dapat diambil beberapa kesimpulan sesuai rumusan masalah sebagai berikut:
1) Kedalaman gerusan (ds) dipengaruhi oleh tinggi bukaan pintu (bp), besaran debit (Q) dan
jenis material (M). Hal ini berhubungan dengan besaran kecepatan aliran yang melewati
bagian bawah pintu air. Bahwa semakin tinggi bukaan pintu (bp) pada besaran debit yang
tetap (Q tetap) maka kecepatan aliran (U) semakin kecil. Sehingga akan menurunkan
kedalaman gerusan (ds). Demikian sebaliknya, semakin rendah tinggi bukaan pintu (bp)
pada besaran debit yang tetap (Q) akan menghasilkan kecepatan (U) yang tinggi sehingga
meningkatkan kedalaman (ds). Hal ini berlaku pada tiga jenis material yang digunakan.
Parameter hidrolik yang mempengaruhi perubahan kedalaman gerusan adalah tinggi muka
air hulu (y0), tinggi muka air di hilir (y3), beda tinggi muka air hulu dan hilir (ΔH), debit (Q)
dan bilangan Froude (Fr).
- Pada material Sandy loam, perubahan kedalaman gerusan (ds) lebih didominasi oleh variasi
besaran debit (Q) terhadap tinggi bukaan pintu (bp). Hal ini dapat dilihat pada nilai koefisien
determinasi R2 = 0,9713. Sedangkan pada material Loamy sand, perubahan kedalaman
gerusan (ds) lebih dipengaruhi oleh variasi tinggi muka air hilir (y3) dengan nilai koefisien
determinasi R2 = 0,9336. Pada material Sandy loam1, perubahan gerusan lebih disebabkan
oleh variasi perubahan beda elevasi kedalaman tinggi muka air hulu dan hilir (ΔH).
Sedangkan nilai koefisien determinasi sebesar R2 = 0,9854.
- Pada ketiga jenis material dasar saluran terdapat kecenderungan varibel yang sama dengan
variabel yang mempengaruhi perubahan kedalaman gerusan. Hal ini menunjukkan bahwa
perubahan karakteristik gerusan dipengaruhi variabel besaran debit (Q), tinggi muka air hilir
(y3) dan beda elevasi muka air hulu dan hilir (ΔH).
- Pada material Sandy Loam kedalaman gerusan (ds) yang terjadi lebih kecil dibandingkan
kedua jenis material sedimen yang lain. Hal ini dikarenakan kandungan pasir (sand) pada
176
Sandy Loam lebih banyak dan kandungan lempung (clay) lebih sedikit. Hal ini berhubungan
dengan daya ikat antar molekul dalam Sandy Loam tersebut. Semakin sedikit kandungan
lempung dalam suatu material maka kemampuan menahan fluktuasi kecepatan semakin
rendah. Sehingga kedalaman gerusan yang terbentuk semakin besar dan dalam. Pada
material Sandy Loam1 dan Loamy Sand mempunyai kandungan pasir yang lebih sedikit dan
kandungan lempung lebih banyak. Akibatnya daya ikat antar molekul lebih kuat dan
kemampuan menahan fluktuasi kecepatan semakin besar. Kedalaman gerusan (ds) pada
material Loamy Sand dan Sandy Loam1 lebih kecil dibanding material Sandy Loam.
Persamaan yang digunakan pada ketiga jenis material penelitian diturunkan dari hasil
analisa dimensi semua variabel yang mempengaruhi karakteristik gerusan dan sedimentasi
dengan mengabaikan faktor yang dianggap tidak mengalami perubahan selama proses
pelaksanaan penelitian. Persamaan tersebut adalah sebagai berikut:
Kedalaman gerusan (ds)
𝑑𝑠
𝑏𝑝= 4,1606 (
∆𝐻
𝑏𝑝)0,5460
sedangkan berdasar analisa statistik
𝑑𝑠𝑏𝑝
= 1,717 (𝑄
𝑏𝑝)
1,414
2). Panjang lubang gerusan (ls) dipengaruhi oleh tinggi bukaan pintu (bp), besaran debit (Q)
dan jenis material (M). Pada saat tinggi bukaan pintu tetap (bp konstan) pada pengurangan
besaran debit maka kecepatan aliran (U) di bawah pintu menjadi semakin rendah.
Kecepatan aliran (U) akan mengangkut butiran material sedimen yang mempunyai
kecepatan kritik butiran (U*cr) lebih rendah dari kecepatan aliran. Sehingga butiran material
sedimen yang kecepatan kritiknya lebih besar dari kecepatan aliran tidak akan bergerak (no
motion). Akibatnya material sedimen yang terangkut dari dalam lubang gerusan terbatas
dan panjang lubang gerusan (ls) pun semakin pendek. Demikian pula sebaliknya, pada saat
tinggi bukaan pintu tetap pada peningkatan besaran debit maka kecepatan aliran di bawah
pintu semakin besar. Sehingga butiran material sedimen perlahan akan bergeser, bergerak,
berguling dan melompat. Butiran material sedimen yang terangkut dari dalam lubang
gerusan dan terbawa aliran ke arah hilir saluran menciptakan panjang lubang gerusan yang
semakin panjang. Kecenderungan perubahan panjang gerusan (ls) terjadi pada tiga jenis
material dasar saluran yang digunakan dalam penelitian. Untuk perubahan panjang gerusan
(ls) pada material Sandy loam variabel yang sangat berpengaruh adalah variasi besaran debit
177
(Q) dengan besaran koefisien determinasi R2 = 0,8983. Sedangkan untuk material Sandy
loam1, parameter tinggi muka air hilir (y3) memberikan kontribusi yang signifikan dengan
nilai R2 sebesar 0,9378. Untuk material Loamy sand, variabel beda tinggi muka air hulu
dan hilir (ΔH) memberi pengaruh cukup besar dengan koefisien R2 = 0,9668. Pada ketiga
jenis material sedimen, panjang gerusan (ls) yang paling panjang adalah pada material
Sandy Loam. Hal ini terjadi karena pada proses mekanisme pembentukan lubang gerusan,
butiran pasir yang ada dalam lubang gerusan akan terangkut dan terbawa ke arah hilir
lubang. Kandungan pasir pada material Sandy Loam lebih banyak dibanding dua material
yang lain sehingga butiran sedimen yang terangkut lebih banyak dan membentuk panjang
gerusan (ls) yang lebih memanjang ke arah hilir saluran. Berdasar hasil analisa statistik
variabel yang memberikan kontribusi positif terhadap perubahan karakteristik gerusan dan
sedimentasi adalah besaran debit (Q), tinggi muka air hulu (y0), tinggi muka air hilir (y3)
dan beda elevasi muka air hulu dan hilir (ΔH). Hal ini dapat ditunjukkan dengan besaran R2
yang nilainya di atas 0,6.
Panjang lubang gerusan (ls)
ls = (0,09(Q
𝑔0,5bp1,5)
0,9425
)bp
Sedangkan berdasar analisa statistik
ls = (6,364(Q
bp)0,828
(y0
bp)0,23
)bp
3). Tinggi bukaan pintu juga mempengaruhi panjang sedimentasi (hd) di sebelah hilir pintu
air. Hal ini berhubungan dengan perubahan besaran debit pada tinggi bukaan pintu yang
konstan. Perubahan kecepatan akan membawa material sedimen dari lubang gerusan ke
arah hilir saluran. Semakin besar perubahan kecepatan yang terjadi maka sedimen yang
terangkut dan terendapkan semakin tinggi dan memanjang sepanjang saluran. Hal ini
berlaku pada semua jenis material penelitian. Pada material Sandy loam, variabel yang
paling mempengaruhi perubahan tinggi sedimentasi (hd) adalah tinggi muka air hilir (y3)
dan ditunjukkan dengan besar koefisien determinasi R2 = 0,7839. Sedangkan pada material
Loamy sand variabel yang mempengaruhi adalah tinggi muka air hulu (y0) dengan besaran
koefisien determinasi R2 sebesar 0,7602. Untuk material Sandy loam1 variabel yang
mempengaruhi perubahan tinggi sedimentasi adalah tinggi muka air hilir (y3). Besaran
koefisien determinasi R2 adalah sebesar 0,8196. Hal ini menunjukkan bahwa variabel
tinggi muka air hulu dan tinggi muka air hilir memberikan kontribusi yang cukup
signifikan terhadap perubahan tinggi sedimentasi (hd).
178
Tinggi sedimentasi (hd):
ℎ𝑠
𝑏𝑝= 0,09
𝑦3
𝑏𝑝
1,0982
Sedangkan berdasar analisa statistik
ℎ𝑑 = 0,618 (∆𝐻
𝑏𝑝)0,519
∗ 𝑏𝑝
Berdasar tiga persamaan di atas, maka untuk mengaplikasikan persamaan pada kondisi
lapangan cukup dengan menghitung besaran rasio masing-masing variabel per bukaan pintu
(bp) dan hasil perhitungan untuk masing-masing kedalaman gerusan (ds), panjang gerusan (ls)
dan tinggi sedimentasi (hd). Selain itu dengan melihat gambar secara grafis masing-masing
hubungan variabel dari persamaan unggulan untuk mendapatkan besaran kedalaman gerusan
(ds), panjang gerusan (ls) dan tinggi sedimentasi (hd). Selanjutnya hasil perhitungan dan grafis
dapat digunakan untuk memprediksi panjang dan tebal lantai perlindungan gerusan di hilir
pintu. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa persamaan Rustiati dapat digunakan untuk
aplikasi perhitungan karakteristik gerusan dan sedimentasi.
6.2. SARAN
Berdasar kesimpulan di atas terdapat beberapa saran yang dapat disampaikan, yaitu:
1. Untuk penelitian lanjutan diusahakan menggunakan jenis material non-kohesif yang
komposisi materialnya lebih banyak. Misalnya material Sand clay, Clay loam, Light clay
sehingga mendapatkan karakteristik gerusan dan sedimentasi yang lebih lengkap dan
komprehensif.
2. Untuk parameter bebas diusahakan lebih besar lagi rentangnya, misalnya debit yang
digunakan lebih besar dari 5lt/dt dan interval yang lebih pendek. Sehingga didapatkan data
yang lebih banyak dan dapat dikelola dengan lebih baik sehingga hasil perubahan
karakteristik gerusan dan sedimentasi lebih representatif.
3. Pengamatan lebih lanjut untuk memasukkan faktor waktu sebagai parameter tambahan
guna mengamati proses gerusan dan sedimentasi lebih tepat dan dapat dilihat
perubahannya dalam waktu pengamatan yang lebih lama.
179
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M.H., El Ghendy, M.M., Mirdan Hasan, A.M., Ali, M.H.A.A., Abdelhaleem, F.S.F., 2014,
Minimizing downstream scour due to submerged hydraulic jump using corrugated
aprons, Ain Shams Engineering Journals, http://dx.doi.org/10.1016/j.asej.2014.07.007
Al-Mansori, N., 2014. Hydraulic Characteristics of a Rectangular Weir Combined with Equal
and Unequal Size Three Rectangular Bottom Openings. International Journal of
Computational Engineering Research, 4(1), pp. 13-29.
Ataur Rahman, M. & Abdul Matin, M., 2010. Numerical Modelling of Bed Level Changes of
Alluvial River. Journal of Civil Engineering, 38(1), pp. 53-64.
Balachandar, R., and Kells, J.A., 1997, Local channel scour in uniformly graded sediments:
the time-scale problem, Canadian Journals of Civil Engineering. Vol. 24. pp (799-807)
Bartholdy, J., Flemming, B., Bartholoma, A. & Ernstsen, V., 2005. Flow and Grain Size
Control of Depth-independent Simple Subaqueous Dunes. Journal of Geophysical
Research. Vol. 110, pp. 1-12.
Belaud, G., Cassan, L. & Baume, J., 2009. Calculation of Contraction Coefficient under Sluice
gate and Application to Discharge Measurement. Journal of Hydraulic Engineering, Vol.
135, No. 12, pp. 1086-1091.
Bos, M.G., 1978. Discharge Measurement Structures. International of Land Reclamation and
Improvement. Wageningen, The Netherlands
Breusers, H. & Raudkivi, A., 1991. Scouring. Rotterdam, Netherland, A.A. Balkema.
Church, M., 2006. Bed Material Transport and The Morphology of Alluvial River Channels.
Annual Review Earth Planet Science, pp. 325-354.
Dermawan, V., 2011. Model aliran pada bendung bertangga. Dissertation of Doctoral Degree,
Institute Technology of Sepuluh November.
Erdbrink, C., Krzhizhanovskaya, V. & Sloot, P., 2012. Free Surface Flow Simulations for
Discharge Based Operation of Hydraulic Structure Gate, Amsterdam, Netherland:
Leading Scientist Program of The Russian Federation.
Farhoudi, J. & Shayan, H. K., 2014. Investigation on Local Scour Downstream of Adverse
Stilling Basin. Ain Shams Engineering Journal, Vol. 5, pp. 361-375.
Fenton, J., 2011. River Engineering, Vienna: Institute of Hydraulics and Water Resources
Engineering.
Friedrich, H., Coleman, S., Melville, B. & Clunie, T., 2004. Development of Discrete
Subaqueous Bed Forms, Auckland: River Flow.
Goel, A., 2010. Scour Investigations Behind a Sluice Gate Without Apron. The Pacific Journal
of Science and Technology, Vol. 11, No. 2, pp. 59-65.
180
Graf, W. H., 1984. Hydraulics of Sediment Transport. Littleton, Colorado: Water Resources
Publication.
Graf, W. H., 1998. Fluvial Hydraulics, Flow and Transport Processes in Channels of Simple
Geometry. New York: John Wiley and Sons.
Habibzadeh, A., Vatankhan, A. & Rajaratnam, N., 2011. Rule of Energy Loss on Discharge
Characteristic of Sluice Gate. Journal of Hydraulic Engineering, 137(9), pp. 1079-1084.
Hamidifar, H., 2011. Interrelationships between Characteristic Lengths of Local Scour.
International Transaction Journal of Engineering, Management & Applied Science &
Technologies, pp. 355-364.
Hamidifar, H., Omid, M.H., and Nasrabadi, M., 2011, Scour Downstream of a Rough Rigid
Apron, World Applied Sciences Journals. Vol. 14, No. 8. pp. 1169-1178
Hanafiah, K. A., 2013. Sifat-sifat dasar tanah. Dalam: Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT
Radja Grafindo Persada.
Hardjowigeno, S., 2003, Ilmu Tanah, Edisi Pertama, Akademika Presindo, Jakarta
Henderson, F., 1966. Open Channel Flow. 1st penyunt. New York: The Macmillan Co.
Hopfinger, E.J., Kurniawan, A., Graf, W.H., and Lemmin, U., 2004, Sediment Erosion by
Gortler vortices: the scour-hole problem. Journals of Fluid Mechanics. Vol. 520, pp 327-
342
Holmes, R. R. & Garcia, M., 2008. Flow Over Bedforms in a Large Sand-bed River: A Field
Investigation. Journal of Hydraulics Research, Vol. 46, No. 3, pp. 322-333.
Julien, P. & Klaassen, G., 1995. Sand Dune Geometry of Large River During Floods. Journal
of Hydraulic Engineering, Vol. 121, No. 9, pp. 657-663.
Julien, P. & Raslan, Y., 1998. Upper Regime Plane Bed. Journal of Hydraulic Engineering,
Vol. 124, No. 11, pp. 1086-1096.
Kothyari, U. C. & Jain, R. K., 2010. Erosion Characteristics of Cohesive Sediment Mixtures.
River Flow, pp. 815-821.
Li, F. et al., 2013. Probabilistic Modelling of Wave Climate and Predicting Dune Erosion.
Journal of Coastal Research, No. 65, pp. 760-765.
Lim, S.-Y. & Yu, G., 2002. Erosion Below Sluice Gate. Civil Engineering Research Bulletin,
No. 15, Nanyang Technological University, pp. 100-101.
Lim, Y. & Kim, D., 1981. Hydraulic Design Practice of Canal Structures. 1st penyunt. Seoul:
Korea Rural Environmental Development Institute.
Lomax, W. & Saul, A., 1978. Laboratory Work in Hydraulics. 1st penyunt. Bolton: Crosby
Lockwood Staples.
Mahboubeh, S. et al., 2011. Experimental Investigation of the Effect of Contraction on
Scouring in Downstream of Combined Flow Over Weir and Below Gates. Mashhad, Iran,
Khavaran Higher-education Institute, pp. 1-8.
181
Mahghoub, S., 2013. Bed Configuration on Sandy Bed Channel. International Journal of Civil
and Structural Engineering, Vol. 4, No. 1, pp. 72-86.
Maruzek, A. K., 2001. Scour of Clay by Jets, A Thesis for the degree of Doctor of Philosophy.
1st penyunt. Edmonton: Water Resources Engineering, Dept. of Civil and Environmental
Engineering, Univ. of Alberta.
Minatti, L., Paris, E., and Solari, L., 2010, On the erosion due to inclined jets, Annuals of
Warsawa University of Life Sciences, Vol. 1, No. 42, pp (187-196)
Melville, B.W., 2014, Scour at Various Hydraulic Structures: Sluice gates, Submerged bridges,
Low weirs, 5th International Symposium Hydraulic Structures, Brisbane, Australia
Moges, E. M., 2010. Evaluation of Sediment Transport Equation and Parameter Sensitivity
Analysis Using the SRH-2D Model, Stuttgart: Thesis of master of Science, Water
Resources and management, Universitat Stuttgart.
Naqshband, S., Ribberink, J. & Huscher, S., 2005. Free Surface Effect on Dune Morphology
and Evolution, Enschede: Dutch Technology Foundation.
Neolaka, A., 2014, Metode Peneltian dan Statistik, P.T. Remaja Rosdakarya, Bandung
Novak, P. & Calbeka, J., 1981. Models in Hydraulic Engineering; Physical Principles and
Design Application. Boston: Pitman Advanced Publishing Program.
Novak, P., Moffat, A., Nalluri, C. & Narayanan, R., 2007. Hydraulic Structure, Fourth Edition.
London: Taylor and Francis Group.
Priyantoro, D., 1987. Teknik Pengangkutan Sedimen. Malang: Himpunan Mahasiswa
Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Malang.
Przedwojski, B. & Pilarczyk, K., 1995. River Training Techniques, Fundamentals, Design and
Application. Rotterdam: A.A. Balkema.
Raudkivi, A., 1990. Loose Boundary Hydraulics, 3th Edition. Oxford: Pergamon Press.
Rustiati, N.B., 2002, Studi Numeris Angkutan Sedimen Sungai Brantas Tengah, Thesis,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Shenouda, B., Abdel-Rahim, G. A., Ali, K. & Izumi, N., 2013. Prediction of Scour
Downstream Regulators Using ANNs. International Journal of Hydraulic Engineering,
Vol. 2, no. 1, pp. 1-13.
Simon, D. & Richardson, E., 1962. The Effect of Bed Roughness on Depth Discharge Relation
in Alluvial Channels, Washington: United State Goverment Printing Office.
Simon, D. & Richardson, E., 1966. Resistance to Flow in Alluvial Channels, Washington:
United States Goverment Printing Office.
Sosrodarsono, S., 1998, Hidrologi untuk Pengairan, Pradnya Pramitha, Jakarta
Subramanya, K., 2009, Flow in Open Channels, Third Edition, Tata McGraw-Hills Publishing
Company Limited, New Delhi
182
Talebbeydokhti, N., Hekmatzadeh, A. & Rakhsandehroo, G., 2006. Experimental Modelling of
Dune Bed Form in Sand Bed Channel. Iranian Journal of Science and Technology, Vol.
30, No. B4, pp. 503-516.
Todeschini, S., Ciaponi, C. & Papiri, S., 2008. Experimental and Numerical Analysis of
Erosion and Sediment Transport of Flushing Waves. Edinburgh, Scotland, Departement
of Hydraulic and Environmental Engineering of Pavia, pp. 1-10.
Venditti, J., 2003. Initiation and development of Sand Dunes in River Channels, Columbia:
Dissertation of Doctor of Philosophy, Department of Geography, University of British
Columbia.
Whittaker, J. G. & Schleiss, A., 1984. Scour Related to Energy Dissipators for High Head
Structures, Zurich: Mittelungen der Dersuchsanstalt fur Wasserbau, Hydrologie und
Glaziologie.
Yalin, M., 1992. River Mechanics. Oxford: Pergamon Press.
Yang, C. T., 1996, Sediment Transport, Theory and Practice, McGraw-Hill Companies, Inc.
New York
Yen, J., C.H, L. & Tsai, C., 2001. Hydraulic Characteristic and Discharge Control of Sluice
Gate. Journal of the Chinese Institute of Engineers, Vol. 24, No. 3, pp. 301-310.
Yuwono, N., 1996, Perencanaan Modell Hidrolik (Hydraulic Modelling), Laboratorium
Hidrolik dan Hidrologi, Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta
L - 1 | 3
PERHITUNGAN KEDALAMAN GERUSAN BERDASAR PERSAMAAN
PENELITIAN TERDAHULU
Material 2 (Sandy loam-1)
1. Persamaan Schoklitsch
Tabel 1. Perhitungan kedalaman gerusan berdasar Schoklitsch
Q
b q yo y3 c dSchoklitsch
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm3/dt.cm) (cm) (cm)
1 2 3 4 5 6 7 8
1,00 1000 0,50 20,00 1,500 1,200 0,000 1,321
1,50 1500 0,50 30,00 3,550 1,750 1,800 6,212
1,50 1500 1,00 30,00 1,900 1,770 0,300 2,358
2,00 2000 0,50 40,00 8,100 4,500 3,000 10,363
2,00 2000 1,00 40,00 3,020 2,000 0,400 3,249
2,00 2000 1,50 40,00 2,000 1,850 0,050 2,052
2,50 2500 0,50 50,00 8,050 2,400 5,000 14,967
2,50 2500 1,00 50,00 3,600 2,000 2,700 8,625
2,50 2500 1,50 50,00 2,500 2,300 0,600 3,640
3,00 3000 0,50 60,00 10,880 2,700 7,700 21,781
3,00 3000 1,00 60,00 5,700 2,550 3,400 11,093
3,00 3000 1,50 60,00 2,900 2,000 1,450 5,816
3,00 3000 2,00 60,00 2,600 2,400 0,200 2,985
3,50 3500 0,50 70,00 13,150 3,050 8,700 24,769
3,50 3500 1,00 70,00 6,600 2,600 5,500 16,121
3,50 3500 1,50 70,00 4,350 3,600 3,500 11,013
3,50 3500 2,00 70,00 3,000 2,750 0,000 2,896
4,00 4000 0,50 80,00 12,850 3,400 10,400 28,641
4,00 4000 1,00 80,00 7,900 3,250 5,900 17,610
4,00 4000 1,50 80,00 3,300 3,100 4,500 12,858
4,00 4000 2,00 80,00 4,200 2,850 2,200 8,321
4,00 4000 2,50 80,00 3,000 2,000 0,000 3,035
4,50 4500 1,00 90,00 16,550 5,300 0,000 7,428
4,50 4500 1,50 90,00 10,500 4,800 5,700 18,172
4,50 4500 2,00 90,00 7,800 5,300 3,800 13,269
5,00 5000 1,50 100,00 8,550 5,250 14,100 35,855
5,00 5000 2,00 100,00 6,650 4,450 10,300 27,030
5,00 5000 2,50 100,00 4,650 4,150 7,000 19,135
Sumber: Hasil perhitungan (2015)
Keterangan
1. = Data 5. = Data
2. = Data 6. = Data
3. = Data 7.= Data
4. = (2)/50 8. = 0,378*(5)0,5*(3)0,35 + 2,15 (7)
4 | L - 1
2. Persamaan Muller
Tabel 2. Perhitungan kedalaman gerusan berdasar Muller
Q bp q yo y3 ΔH dsMuller
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt.cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 2 3 4 5 6 7 8
1,0 1000 0,50 20,00 1,500 1,200 0,300 71,860
1,5 1500 0,50 30,00 3,550 1,750 1,800 226,501
1,5 1500 1,00 30,00 1,900 1,770 0,130 59,571
2,0 2000 0,50 40,00 8,100 4,500 3,600 379,111
2,0 2000 1,00 40,00 3,020 2,000 1,020 202,193
2,0 2000 1,50 40,00 2,000 1,850 0,150 76,454
2,5 2500 0,50 50,00 8,050 2,400 5,650 547,027
2,5 2500 1,00 50,00 3,600 2,000 1,600 290,379
2,5 2500 1,50 50,00 2,500 2,300 0,200 101,072
3,0 3000 0,50 60,00 10,880 2,700 8,180 734,816
3,0 3000 1,00 60,00 5,700 2,550 3,150 455,117
3,0 3000 1,50 60,00 2,900 2,000 0,900 242,633
3,0 3000 2,00 60,00 2,600 2,400 0,200 112,921
3,5 3500 0,50 70,00 13,150 3,050 10,100 895,875
3,5 3500 1,00 70,00 6,600 2,600 4,000 563,108
3,5 3500 1,50 70,00 4,350 3,600 0,750 241,359
3,5 3500 2,00 70,00 3,000 2,750 0,250 138,677
4,0 4000 0,50 80,00 12,850 3,400 9,450 938,650
4,0 4000 1,00 80,00 7,900 3,250 4,650 657,572
4,0 4000 1,50 80,00 3,300 3,100 0,200 133,948
4,0 4000 2,00 80,00 4,200 2,850 1,350 353,211
4,0 4000 2,50 80,00 3,000 2,000 1,000 304,449
4,5 4500 1,00 90,00 16,550 5,300 11,250 1097,827
4,5 4500 1,50 90,00 10,500 4,800 5,700 780,412
4,5 4500 2,00 90,00 7,800 5,300 2,500 514,719
5,0 5000 1,50 100,00 8,550 5,250 3,300 631,195
5,0 5000 2,00 100,00 6,650 4,450 2,200 515,205
5,0 5000 2,50 100,00 4,650 4,150 0,500 243,586
Sumber: Hasil perhitungan (2015)
Keterangan:
1. Data Q dalam lt/dt 5. Data muka air hilir
2. Data Q dalam cm3/dt 6. [5] – [6]
3. Data tinggi bukaan pintu 7. 10,35*[6]0,5 * [3]0,6 * [0,101]-0,4 – [5]
4. Data muka air hulu
L - 1 | 5
3. Persamaan Eggenberger
Tabel 3. Perhitungan kedalaman gerusan berdasar Eggenberger
Q bp q yo y3 ΔH dEggenberger
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm3/dt.cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 2 3 4 5 6 7 8
1,0 1000 0,50 20,00 1,500 1,200 0,300 16,972
1,5 1500 0,50 30,00 3,550 1,750 1,800 55,022
1,5 1500 1,00 30,00 1,900 1,770 0,130 13,487
2,0 2000 0,50 40,00 8,100 4,500 3,600 90,914
2,0 2000 1,00 40,00 3,020 2,000 1,020 48,788
2,0 2000 1,50 40,00 2,000 1,850 0,150 17,626
2,5 2500 0,50 50,00 8,050 2,400 5,650 134,257
2,5 2500 1,00 50,00 3,600 2,000 1,600 70,722
2,5 2500 1,50 50,00 2,500 2,300 0,200 23,411
3,0 3000 0,50 60,00 10,880 2,700 8,180 180,739
3,0 3000 1,00 60,00 5,700 2,550 3,150 111,284
3,0 3000 1,50 60,00 2,900 2,000 0,900 58,847
3,0 3000 2,00 60,00 2,600 2,400 0,200 26,283
3,5 3500 0,50 70,00 13,150 3,050 10,100 220,536
3,5 3500 1,00 70,00 6,600 2,600 4,000 138,107
3,5 3500 1,50 70,00 4,350 3,600 0,750 57,328
3,5 3500 2,00 70,00 3,000 2,750 0,250 32,427
4,0 4000 0,50 80,00 12,850 3,400 9,450 230,912
4,0 4000 1,00 80,00 7,900 3,250 4,650 161,114
4,0 4000 1,50 80,00 3,300 3,100 0,200 30,987
4,0 4000 2,00 80,00 4,200 2,850 1,350 85,712
4,0 4000 2,50 80,00 3,000 2,000 1,000 74,222
4,5 4500 1,00 90,00 16,550 5,300 11,250 269,077
4,5 4500 1,50 90,00 10,500 4,800 5,700 190,503
4,5 4500 2,00 90,00 7,800 5,300 2,500 124,042
5,0 5000 1,50 100,00 8,550 5,250 3,300 153,051
5,0 5000 2,00 100,00 6,650 4,450 2,200 124,802
5,0 5000 2,50 100,00 4,650 4,150 0,500 57,468
Sumber: Hasil perhitungan (2015)
Keterangan:
1. Data Q dalam lt/dt 5. Data muka air hilir
2. Data Q dalam cm3/dt 6. [5] - [6]
3. Data tinggi bukaan pintu 7. 22,9*[6]0,5 * [3]0,6 * [0,101]-0,4 – [5]
4. Data muka air hulu
6 | L - 1
5. Persamaan Ali et. Al (2014)
Tabel 4. Tabulasi perhitungan kedalaman gerusan persamaan Ali et.al
Q bp yo y3 Fr dAli,etal
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 2 3 4 5 6 7
1,0 1000 0,50 1,500 1,200 4,858 71,923
1,5 1500 0,50 3,550 1,750 1,800 55,022
1,5 1500 1,00 1,900 1,770 0,130 13,487
2,0 2000 0,50 8,100 4,500 3,600 90,914
2,0 2000 1,00 3,020 2,000 1,020 48,788
2,0 2000 1,50 2,000 1,850 0,150 17,626
2,5 2500 0,50 8,050 2,400 5,650 134,257
2,5 2500 1,00 3,600 2,000 1,600 70,722
2,5 2500 1,50 2,500 2,300 0,200 23,411
3,0 3000 0,50 10,880 2,700 8,180 180,739
3,0 3000 1,00 5,700 2,550 3,150 111,284
3,0 3000 1,50 2,900 2,000 0,900 58,847
3,0 3000 2,00 2,600 2,400 0,200 26,283
3,5 3500 0,50 13,150 3,050 10,100 220,536
3,5 3500 1,00 6,600 2,600 4,000 138,107
3,5 3500 1,50 4,350 3,600 0,750 57,328
3,5 3500 2,00 3,000 2,750 0,250 32,427
4,0 4000 0,50 12,850 3,400 9,450 230,912
4,0 4000 1,00 7,900 3,250 4,650 161,114
4,0 4000 1,50 3,300 3,100 0,200 30,987
4,0 4000 2,00 4,200 2,850 1,350 85,712
4,0 4000 2,50 3,000 2,000 1,000 74,222
4,5 4500 1,00 16,550 5,300 11,250 269,077
4,5 4500 1,50 10,500 4,800 5,700 190,503
4,5 4500 2,00 7,800 5,300 2,500 124,042
5,0 5000 1,50 8,550 5,250 3,300 153,051
5,0 5000 2,00 6,650 4,450 2,200 124,802
5,0 5000 2,50 4,650 4,150 0,500 57,468
Sumber: Hasil perhitungan (2015)
Keterangan:
1. Data Q dalam lt/dt 5. Data muka air hulu
2. Data Q dalam cm3/dt 6. Data muka air hilir
3. Data tinggi bp 7. [5] – [6]
4. [1]/50 8. 0,31*[7]0,8711*[4]
L - 1 | 7
5. Persamaan Farhoudi Shayan (2014)
Tabel 5. Tabulasi kedalaman gerusan berdasar persamaan Farhoudi Shayan
Q bp yo y3 Fr dFarhoudi et,al
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 2 3 4 5 6 7
1,0 1000 0,50 1,500 1,200 4,858 1,896
1,5 1500 0,50 3,550 1,750 4,137 2,540
1,5 1500 1,00 1,900 1,770 4,067 3,062
2,0 2000 0,50 8,100 4,500 1,338 3,720
2,0 2000 1,00 3,020 2,000 4,515 3,629
2,0 2000 1,50 2,000 1,850 5,075 3,961
2,5 2500 0,50 8,050 2,400 4,294 3,524
2,5 2500 1,00 3,600 2,000 5,644 4,041
2,5 2500 1,50 2,500 2,300 4,577 4,664
3,0 3000 0,50 10,880 2,700 4,318 3,966
3,0 3000 1,00 5,700 2,550 4,704 4,697
3,0 3000 1,50 2,900 2,000 6,773 4,913
3,0 3000 2,00 2,600 2,400 5,152 5,557
3,5 3500 0,50 13,150 3,050 4,196 4,408
3,5 3500 1,00 6,600 2,600 5,331 5,084
3,5 3500 1,50 4,350 3,600 3,272 6,155
3,5 3500 2,00 3,000 2,750 4,901 6,198
4,0 4000 0,50 12,850 3,400 4,074 4,835
4,0 4000 1,00 7,900 3,250 4,359 5,742
4,0 4000 1,50 3,300 3,100 4,680 6,317
4,0 4000 2,00 4,200 2,850 5,309 6,671
4,0 4000 2,50 3,000 2,000 9,030 6,462
4,5 4500 1,00 16,550 5,300 2,355 6,892
4,5 4500 1,50 10,500 4,800 2,732 7,481
4,5 4500 2,00 7,800 5,300 2,355 8,281
5,0 5000 1,50 8,550 5,250 2,654 8,054
5,0 5000 2,00 6,650 4,450 3,401 8,330
5,0 5000 2,50 4,650 4,150 3,777 8,680
Sumber: Hasil perhitungan (2015)
Keterangan:
1. Data Q dalam lt/dt 5. Data muka air hulu
2. Data Q dalam cm3/dt 6. Data muka air hilir
3. Data tinggi bp 7. [5] – [6]
4. [1]/50 8. 0,732 ∗ [6]/[3]0,98 ∗ [7]0,482 ∗ 𝑑90/[3]0,248 ∗ [3]
8 | L - 1
Berikut tabulasi ringkasan semua persamaan untuk perhitungan kedalaman gerusan
Tabel 6. Perbandingan kedalaman gerusan empirik dengan hasil persamaan
ds dshitung dsShcklitcsh dsMuller dsEggen dsWu dsAli dsFarhoudi
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
0,30 2,07115 1,321 71,860 16,972 -0,800 71,923 1,896
4,25 4,00389 6,212 226,501 55,022 1,199 55,022 2,540
0,30 3,10522 2,358 59,571 13,487 -1,557 13,487 3,062
5,60 8,29363 10,363 379,111 90,914 2,330 90,914 3,720
3,60 4,161156 3,249 202,193 48,788 -0,065 48,788 3,629
0,10 3,85645 2,052 76,454 17,626 -1,565 17,626 3,961
7,80 8,24649 14,967 547,027 134,257 9,611 134,257 3,524
5,30 4,70798 8,625 290,379 70,722 1,401 70,722 4,041
3,10 4,32785 3,640 101,072 23,411 -1,875 23,411 4,664
10,90 10,91461 21,781 734,816 180,739 16,384 180,739 3,966
6,20 6,68786 11,093 455,117 111,284 4,799 111,284 4,697
5,20 4,70497 5,816 242,633 58,847 0,100 58,847 4,913
0,00 5,07908 2,985 112,921 26,283 -1,933 26,283 5,557
12,60 13,05477 24,769 895,875 220,536 22,440 220,536 4,408
9,20 7,53638 16,121 563,108 138,107 7,495 138,107 5,084
7,00 6,07203 11,013 241,359 57,328 -1,707 57,328 6,155
0,20 5,4562 2,896 138,677 32,427 -2,119 32,427 6,198
12,40 12,77193 28,641 938,650 230,912 22,130 230,912 4,835
9,20 8,76202 17,610 657,572 161,114 9,313 161,114 5,742
8,60 5,08209 12,858 133,948 30,987 -2,560 30,987 6,317
7,20 6,58756 8,321 353,211 85,712 0,797 85,712 6,671
0,00 6,11315 3,035 304,449 74,222 0,702 74,222 6,462
19,00 16,91724 7,428 1097,827 269,077 26,975 269,077 6,892
17,20 11,87025 18,172 780,412 190,503 11,553 190,503 7,481
15,90 9,98164 13,269 514,719 124,042 1,872 124,042 8,281
10,80 10,03179 35,855 631,195 153,051 4,740 153,051 8,054
10,30 8,89742 27,030 515,205 124,802 2,210 124,802 8,330
6,00 7,66877 19,135 243,586 57,468 -2,636 57,468 8,680
Sumber: Hasil analisa (2015)
Selanjutnya dibuat grafik untuk melihat kedekatan kedalaman gerusan empirik dengan
persamaan penelitian terdahulu.
L - 1 | 9
Gambar 1. Kedalaman gerusan empirik dan hasil perhitungan persamaan
MATERIAL LOAMY SAND
1. Persamaan Schoklitsch
Tabel 7. Tabulasi perhitungan kedalaman gerusan berdasar persamaan Schoklitsch
Q bp yo y3 c dSchoklitsch
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 2 3 4 5 6 7
1,50 1500 0,50 3,550 1,800 0,000 2,3421
2,00 2000 0,50 4,200 1,700 3,400 10,1273
2,00 2000 1,00 2,200 1,900 0,800 3,7590
2,00 2000 1,50 1,900 1,800 0,000 1,8949
2,50 2500 0,50 6,100 1,700 5,500 15,4961
2,50 2500 1,00 2,500 2,000 1,900 6,4352
2,50 2400 1,50 2,350 1,950 0,000 2,2463
3,00 3000 0,50 9,800 2,000 7,500 21,0847
3,00 3000 1,00 4,400 2,050 3,600 11,0633
3,00 3000 1,50 2,700 2,100 1,200 5,1833
3,50 3500 0,50 13,100 2,300 8,100 23,4672
3,50 3500 1,00 5,400 2,050 6,500 17,8607
3,50 3500 1,50 3,500 2,000 2,100 7,6433
3,50 3500 2,00 2,700 2,350 0,000 2,7476
4,00 4000 0,50 15,200 2,400 9,400 27,0412
4,00 4000 1,00 7,900 2,350 6,500 18,8998
4,00 4000 1,50 4,700 2,400 3,100 10,4636
4,00 4000 2,00 3,000 2,550 0,200 3,4648
4,50 4500 0,50 15,600 2,650 10,700 30,2167
4,50 4500 1,00 9,300 2,300 6,600 19,7582
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 16,0 18,0 20,0
ds
hit
un
g
ds empirik
dshitung (cm)
dsShcklitcsh (cm)
dsWu (cm)
dsFarhoudi (cm)
10 | L - 1
Q bp yo y3 c dSchoklitsch
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 2 3 4 5 6 7
4,50 4500 1,50 6,000 2,550 5,200 15,6525
4,50 4500 2,00 4,050 2,650 7,400 19,5846
4,50 4500 2,50 1,900 1,300 0,000 2,5168
5,00 5000 0,50 17,150 2,700 10,500 30,4206
5,00 5000 1,00 10,900 2,650 8,800 25,1747
5,00 5000 1,50 7,200 2,500 6,300 18,6284
5,00 5000 2,00 5,200 2,800 3,000 10,7701
5,00 5000 2,50 3,500 2,700 0,600 4,8343
Sumber: Hasil perhitungan (2015)
Keterangan
1. = Data 5. = Data
2. = Data 6. = Data
3. = Data 7.= 0,378*(5)0,5*(3)0,35 + 2,15 (7)
4. = Data
2. Persamaan Muller
Tabel 8. Perhitungan kedalaman gerusan berdasar persamaan Muller
Q bp yo y3 ΔH dMuller
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 2 3 5 6 7 8
1,50 1500 0,50 3,550 1,800 1,750 223,259
2,00 2000 0,50 4,200 1,700 2,500 317,976
2,00 2000 1,00 2,200 1,900 0,300 108,839
2,00 2000 1,50 1,900 1,800 0,100 62,135
2,50 2500 0,50 6,100 1,700 4,400 483,155
2,50 2500 1,00 2,500 2,000 0,500 161,445
2,50 2400 1,50 2,350 1,950 0,400 140,702
3,00 3000 0,50 9,800 2,000 7,800 718,181
3,00 3000 1,00 4,400 2,050 2,350 393,252
3,00 3000 1,50 2,700 2,100 0,600 197,642
3,50 3500 0,50 13,100 2,300 10,800 927,254
3,50 3500 1,00 5,400 2,050 3,350 515,658
3,50 3500 1,50 3,500 2,000 1,500 344,424
3,50 3500 2,00 2,700 2,350 0,350 164,989
4,00 4000 0,50 15,200 2,400 12,800 1093,984
4,00 4000 1,00 7,900 2,350 5,550 719,595
4,00 4000 1,50 4,700 2,400 2,300 462,353
4,00 4000 2,00 3,000 2,550 0,450 203,022
4,50 4500 0,50 15,600 2,650 12,950 1180,894
4,50 4500 1,00 9,300 2,300 7,000 867,859
L - 1 | 11
Q bp yo y3 ΔH dMuller
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 2 3 5 6 7 8
4,50 4500 1,50 6,000 2,550 3,450 608,334
4,50 4500 2,00 4,050 2,650 1,400 386,497
4,50 4500 2,50 1,900 1,300 0,600 253,456
5,00 5000 0,50 17,150 2,700 14,450 1329,096
5,00 5000 1,00 10,900 2,650 8,250 1003,658
5,00 5000 1,50 7,200 2,500 4,700 757,044
5,00 5000 2,00 5,200 2,800 2,400 539,962
5,00 5000 2,50 3,500 2,700 0,800 310,664
Sumber: Hasil perhitungan (2015)
Keterangan:
1. Data Q dalam lt/dt 5. Data muka air hilir
2. Data Q dalam cm3/dt 6. [5] – [6]
3. Data tinggi bukaan pintu 7. 10,35*[6]0,5 * [3]0,6 * [0,101]-0,4 – [5]
4. Data muka air hulu
3. Persamaan Eggenberger
Tabel 9. Tabulasi perhitungan kedalaman gerusan berdasar persamaan Eggenberger
Q bp yo y3 ΔH dEggenberger
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 2 3 4 5 6 7
1,50 1500 0,50 3,550 1,800 1,750 54,178
2,00 2000 0,50 4,200 1,700 2,500 77,812
2,00 2000 1,00 2,200 1,900 0,300 25,644
2,00 2000 1,50 1,900 1,800 0,100 14,102
2,50 2500 0,50 6,100 1,700 4,400 118,896
2,50 2500 1,00 2,500 2,000 0,500 38,653
2,40 2400 1,50 2,350 1,950 0,400 33,531
3,00 3000 0,50 9,800 2,000 7,800 177,128
3,00 3000 1,00 4,400 2,050 2,350 96,272
3,00 3000 1,50 2,700 2,100 0,600 47,581
3,50 3500 0,50 13,100 2,300 10,800 228,904
3,50 3500 1,00 5,400 2,050 3,350 126,718
3,50 3500 1,50 3,500 2,000 1,500 84,165
3,50 3500 2,00 2,700 2,350 0,350 39,272
4,00 4000 0,50 15,200 2,400 12,800 270,300
4,00 4000 1,00 7,900 2,350 5,550 177,217
4,00 4000 1,50 4,700 2,400 2,300 113,196
4,00 4000 2,00 3,000 2,550 0,450 48,581
12 | L - 1
Q bp yo y3 ΔH dEggenberger
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 2 3 4 5 6 7
4,50 4500 0,50 15,600 2,650 12,950 291,728
4,50 4500 1,00 9,300 2,300 7,000 214,131
4,50 4500 1,50 6,000 2,550 3,450 149,393
4,50 4500 2,00 4,050 2,650 1,400 94,141
4,50 4500 2,50 1,900 1,300 0,600 62,065
5,00 5000 0,50 17,150 2,700 14,450 328,553
5,00 5000 1,00 10,900 2,650 8,250 247,645
5,00 5000 1,50 7,200 2,500 4,700 186,418
5,00 5000 2,00 5,200 2,800 2,400 132,199
5,00 5000 2,50 3,500 2,700 0,800 75,242
Sumber: Hasil perhitungan (2015)
Keterangan:
1. Data Q dalam lt/dt 5. Data muka air hilir
2. Data Q dalam cm3/dt 6. [5] - [6]
3. Data tinggi bukaan pintu 7. 22,9*[6]0,5 * [3]0,6 * [0,101]-0,4 – [5]
4. Data muka air hulu
4. Persamaan Ali et,al (2014)
Tabel 10. Perhitungan kedalaman gerusan dengan persamaan Ali et.al
Q bp q yo y3 Fr dAli,etal
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt.cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 2 3 4 5 6 7 8
1,50 1500 0,50 30,00 3,550 1,800 3,966 82,473
2,00 2000 0,50 40,00 4,200 1,700 5,762 119,008
2,00 2000 1,00 40,00 2,200 1,900 4,876 109,148
2,00 2000 1,50 40,00 1,900 1,800 5,288 113,843
2,50 2500 0,50 50,00 6,100 1,700 7,202 152,590
2,50 2500 1,00 50,00 2,500 2,000 5,644 134,585
2,40 2400 1,50 48,00 2,350 1,950 5,628 131,141
3,00 3000 0,50 60,00 9,800 2,000 6,773 164,918
3,00 3000 1,00 60,00 4,400 2,050 6,527 161,805
3,00 3000 1,50 60,00 2,700 2,100 6,295 158,820
3,50 3500 0,50 70,00 13,100 2,300 6,407 175,782
3,50 3500 1,00 70,00 5,400 2,050 7,614 192,084
3,50 3500 1,50 70,00 3,500 2,000 7,902 195,762
3,50 3500 2,00 70,00 2,700 2,350 6,204 172,883
4,00 4000 0,50 80,00 15,200 2,400 6,870 197,378
4,00 4000 1,00 80,00 7,900 2,350 7,090 200,608
L - 1 | 13
Q bp q yo y3 Fr dAli,etal
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt.cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 2 3 4 5 6 7 8
4,00 4000 1,50 80,00 4,700 2,400 6,870 197,378
4,00 4000 2,00 80,00 3,000 2,550 6,273 188,348
4,50 4500 0,50 90,00 15,600 2,650 6,661 208,475
4,50 4500 1,00 90,00 9,300 2,300 8,238 232,490
4,50 4500 1,50 90,00 6,000 2,550 7,057 214,755
4,50 4500 2,00 90,00 4,050 2,650 6,661 208,475
4,50 4500 2,50 90,00 1,900 1,300 19,386 358,878
5,00 5000 0,50 100,00 17,150 2,700 7,196 231,068
5,00 5000 1,00 100,00 10,900 2,650 7,401 234,418
5,00 5000 1,50 100,00 7,200 2,500 8,077 245,158
5,00 5000 2,00 100,00 5,200 2,800 6,814 224,678
5,00 5000 2,50 100,00 3,500 2,700 7,196 231,068
Sumber: Hasil perhitungan (2015)
Keterangan:
1. Data Q dalam lt/dt 5. Data muka air hulu
2. Data Q dalam cm3/dt 6. Data muka air hilir
3. Data tinggi bp 7. [5] – [6]
4. [1]/50 8. 0,31*[7]0,8711*[4]
5. Persamaan Farhoudi
Tabel 11. Perhitungan kedalaman gerusan berdasar persamaan Farhoudi
Q bp q yo y3 ΔH dFarhoudi et,al
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt.cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 2 3 4 5 6 7 8
1,50 1500 0,50 30,00 3,550 1,800 1,750 1,776
2,00 2000 0,50 40,00 4,200 1,700 2,500 1,995
2,00 2000 1,00 40,00 2,200 1,900 0,300 0,962
2,00 2000 1,50 40,00 1,900 1,800 0,100 0,598
2,50 2500 0,50 50,00 6,100 1,700 4,400 2,619
2,50 2500 1,00 50,00 2,500 2,000 0,500 1,294
2,40 2400 1,50 48,00 2,350 1,950 0,400 1,262
3,00 3000 0,50 60,00 9,800 2,000 7,800 4,048
3,00 3000 1,00 60,00 4,400 2,050 2,350 2,795
3,00 3000 1,50 60,00 2,700 2,100 0,600 1,650
3,50 3500 0,50 70,00 13,100 2,300 10,800 5,430
3,50 3500 1,00 70,00 5,400 2,050 3,350 3,316
3,50 3500 1,50 70,00 3,500 2,000 1,500 2,447
14 | L - 1
Q bp q yo y3 ΔH dFarhoudi et,al
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt.cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 2 3 4 5 6 7 8
3,50 3500 2,00 70,00 2,700 2,350 0,350 1,533
4,00 4000 0,50 80,00 15,200 2,400 12,800 6,145
4,00 4000 1,00 80,00 7,900 2,350 5,550 4,835
4,00 4000 1,50 80,00 4,700 2,400 2,300 3,594
4,00 4000 2,00 80,00 3,000 2,550 0,450 1,875
4,50 4500 0,50 90,00 15,600 2,650 12,950 6,810
4,50 4500 1,00 90,00 9,300 2,300 7,000 5,295
4,50 4500 1,50 90,00 6,000 2,550 3,450 4,638
4,50 4500 2,00 90,00 4,050 2,650 1,400 3,365
4,50 4500 2,50 90,00 1,900 1,300 0,600 1,181
5,00 5000 0,50 100,00 17,150 2,700 14,450 7,312
5,00 5000 1,00 100,00 10,900 2,650 8,250 6,584
5,00 5000 1,50 100,00 7,200 2,500 4,700 5,280
5,00 5000 2,00 100,00 5,200 2,800 2,400 4,605
5,00 5000 2,50 100,00 3,500 2,700 0,800 2,776
Sumber: Hasil perhitungan (2015)
Keterangan:
5. Data Q dalam lt/dt 5. Data muka air hulu
6. Data Q dalam cm3/dt 6. Data muka air hilir
7. Data tinggi bp 7. [5] – [6]
8. [1]/50 8. 0,732 ∗ [6]/[3]0,98 ∗ [7]0,482 ∗ 𝑑90/[3]0,248 ∗ [3]
Berikut tabulasi ringkasan semua persamaan untuk perhitungan kedalaman gerusan
Tabel 12. Ringkasan kedalaman gerusan empirik dan hasil perhitungan
ds dshitung dsShcklitcsh dsMuller dsEggen dsWu dsAli dsFarhoudi
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
4,300 0,523213 2,3421 223,259 54,178 1,067 82,473 1,776
6,300 0,86375 10,1273 317,976 77,812 3,043 119,008 1,995
3,200 -0,0922 3,7590 108,839 25,644 -1,331 109,148 0,962
8,200 1,936908 15,4961 483,155 118,896 7,654 152,590 2,619
5,400 -0,03358 6,4352 161,445 38,653 -0,937 134,585 1,294
11,000 4,610532 21,0847 718,181 177,128 16,197 164,918 4,048
6,900 0,58796 11,0633 393,252 96,272 3,432 161,805 2,795
5,200 -0,09464 5,1833 197,642 47,581 -0,700 158,820 1,650
12,400 7,772172 23,4672 927,254 228,904 24,957 175,782 5,430
6,400 0,98349 17,8607 515,658 126,718 6,405 192,084 3,316
L - 1 | 15
ds dshitung dsShcklitcsh dsMuller dsEggen dsWu dsAli dsFarhoudi
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
2,400 0,18045 7,6433 344,424 84,165 1,786 195,762 2,447
13,400 10,29793 27,0412 1093,984 270,300 32,181 197,378 6,145
11,200 2,000792 18,8998 719,595 177,217 12,644 200,608 4,835
8,400 0,443927 10,4636 462,353 113,196 3,814 197,378 3,594
1,100 -0,2275 3,4648 203,022 48,581 -1,334 188,348 1,875
15,100 10,50084 30,2167 1180,894 291,728 34,502 208,475 6,810
11,500 2,7819 19,7582 867,859 214,131 17,782 232,490 5,295
9,700 0,853922 15,6525 608,334 149,393 7,348 214,755 4,638
7,400 0,053442 19,5846 386,497 94,141 1,366 208,475 3,365
16,200 12,63342 30,4206 1329,096 328,553 41,044 231,068 7,312
14,000 3,525806 25,1747 1003,658 247,645 22,325 234,418 6,584
11,000 1,341367 18,6284 757,044 186,418 11,728 245,158 5,280
9,000 0,369552 10,7701 539,962 132,199 4,465 224,678 4,605
4,700 -0,21603 4,8343 310,664 75,242 -0,278 231,068 2,776
Sumber: Hasil analisa (2015)
Dari hasil tabulasi Tabel 105 dibuat grafik untuk melihat kedekatan kedalaman gerusan hasil
penelitian dengan hasil perhitungan persamaan penelitian terdahulu. Sebagaimana ditunjukkan
dalam Gambar
Gambar 2. Perbandingan kedalaman gerusan empirik dengan hasil persamaan
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 16,0 18,0
ds
hit
un
g
ds empirik
dshitung (cm)
dsShcklitcsh
dsWu
dsFarhoudi
16 | L - 1
PERHITUNGAN PANJANG GERUSAN BERDASAR PERSAMAAN PENELITIAN
TERDAHULU
1. Persamaan Graf (1998)
Tabel 13. Perhitungan ls berdasar persamaan Graf
Q bp ytw dslab ls-Graf
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 2 3 4 5 6
1,0 1000 0,5 1,30 0,00 3,90
1,5 1500 0,5 2,05 4,25 18,90
1,5 1500 1,0 1,70 3,00 14,10
2,0 2000 0,5 2,00 5,60 22,80
2,0 2000 1,0 2,15 3,60 17,25
2,0 2000 1,5 1,95 0,10 6,15
2,5 2500 0,5 2,71 7,80 31,53
2,5 2500 1,0 2,30 5,30 22,80
2,5 2500 1,5 2,30 3,10 16,20
3,0 3000 0,5 3,30 10,90 42,60
3,0 3000 1,0 2,75 6,20 26,85
3,0 3000 1,5 2,50 5,20 23,10
3,5 3500 0,5 3,45 12,60 48,15
3,5 3500 1,0 3,30 9,20 37,50
3,5 3500 1,5 3,00 7,00 30,00
3,5 3500 2,0 2,70 0,20 8,70
4,0 4000 0,5 3,40 12,40 47,40
4,0 4000 1,0 3,30 9,20 37,50
4,0 4000 1,5 3,27 8,60 35,61
4,0 4000 2,0 3,20 7,20 31,20
4,0 4000 2,5 2,90 0,00 8,70
4,5 4500 1,0 5,60 19,00 73,80
4,5 4500 1,5 5,20 17,20 67,20
4,5 4500 2,0 4,60 15,90 61,50
4,5 4500 2,5 4,05 0,00 12,15
5,0 5000 1,5 5,15 10,80 47,85
5,0 5000 2,0 4,85 10,30 45,45
5,0 5000 2,5 4,35 6,00 31,05
Sumber: Hasil perhitungan (2015)
Keterangan
1. Data debit dalam lt/dt
2. Data debit dalam cm3/dt
3. Data tinggi bukaan pintu
4. Data tinggi muka air hilir
5. Data kedalaman gerusan empirik
6. 3 * ([4] + [5])
L - 1 | 17
2. Persamaan Breusers (1991)
Tabel 14. Perhitungan ls dari persamaan Breusers
Q bp dslab ls-Breusers
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm) (cm)
1 2 3 4 5
1,0 1000 0,5 0,00 0,00
1,5 1500 0,5 4,25 21,25
1,5 1500 1,0 3,00 15,00
2,0 2000 0,5 5,60 28,00
2,0 2000 1,0 3,60 18,00
2,0 2000 1,5 0,10 0,50
2,5 2500 0,5 7,80 39,00
2,5 2500 1,0 5,30 26,50
2,5 2500 1,5 3,10 15,50
3,0 3000 0,5 10,90 54,50
3,0 3000 1,0 6,20 31,00
3,0 3000 1,5 5,20 26,00
3,5 3500 0,5 12,60 63,00
3,5 3500 1,0 9,20 46,00
3,5 3500 1,5 7,00 35,00
3,5 3500 2,0 0,20 1,00
4,0 4000 0,5 12,40 62,00
4,0 4000 1,0 9,20 46,00
4,0 4000 1,5 8,60 43,00
4,0 4000 2,0 7,20 36,00
4,0 4000 2,5 0,00 0,00
4,5 4500 1,0 19,00 95,00
4,5 4500 1,5 17,20 86,00
4,5 4500 2,0 15,90 79,50
4,5 4500 2,5 0,00 0,00
5,0 5000 1,5 10,80 54,00
5,0 5000 2,0 10,30 51,50
5,0 5000 2,5 6,00 30,00
Sumber: Hasil perhitungan (2015)
Keterangan:
1. Data debit dalamlt/dt
2. Data debit dalam cm3/dt
3. Data tinggi bukaan pintu
4. Data kedalaman gerusan empirik
5. ls = 5 * [4]
18 | L - 1
3. Persamaan Ali et, al (2014)
Tabel 15. Persamaan ls dari Ali et,al
Q bp Fr ls-Ali
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm)
1 2 3 4 5
1,0 1000 0,5 4,858 2,170
1,5 1500 0,5 4,137 2,135
1,5 1500 1,0 4,067 4,263
2,0 2000 0,5 1,338 1,905
2,0 2000 1,0 4,515 4,308
2,0 2000 1,5 5,075 6,538
2,5 2500 0,5 4,294 2,143
2,5 2500 1,0 5,644 4,406
2,5 2500 1,5 4,577 6,471
3,0 3000 0,5 4,318 2,144
3,0 3000 1,0 4,704 4,326
3,0 3000 1,5 6,773 6,732
3,5 3500 0,5 5,152 2,183
3,5 3500 1,0 4,196 4,276
3,5 3500 1,5 5,331 6,571
3,5 3500 2,0 3,272 8,340
4,0 4000 0,5 4,901 2,172
4,0 4000 1,0 4,074 4,263
4,0 4000 1,5 4,359 6,439
4,0 4000 2,0 4,680 8,647
4,0 4000 2,5 5,309 10,947
4,5 4500 1,0 9,030 4,620
4,5 4500 1,5 2,355 6,051
4,5 4500 2,0 2,732 8,190
4,5 4500 2,5 2,355 10,085
5,0 5000 1,5 2,654 6,124
5,0 5000 2,0 3,401 8,373
5,0 5000 2,5 3,777 10,577
Sumber: Hasil perhitungan (2015)
Keterangan:
1. Data debit dalam lt/dt
2. Data debit dalam cm3/dt
3. Data tinggi bukaan pintu
4. Bilangan Froude
5. {3,70*[4]0,1009*[3]
L - 1 | 19
4. Persamaan Farhoudi Shayan (2014)
Tabel 16. Perhitungan ls dengan persamaan Farhoudi
Q bp ytw Fr ls-farhoudi
(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm) (cm)
1 2 3 4 5 6
1,0 1000 0,5 1,30 4,858 12,303
1,5 1500 0,5 2,05 4,137 12,226
1,5 1500 1,0 1,70 4,067 21,612
2,0 2000 0,5 2,00 1,338 4,188
2,0 2000 1,0 2,15 4,515 25,695
2,0 2000 1,5 1,95 5,075 40,565
2,5 2500 0,5 2,71 4,294 13,835
2,5 2500 1,0 2,30 5,644 32,393
2,5 2500 1,5 2,30 4,577 38,782
2,5 2500 2,0 2,15 4,318 46,971
3,0 3000 1,0 2,75 4,704 28,883
3,0 3000 1,5 2,50 6,773 40,712
3,0 3000 2,0 2,45 5,152 44,527
3,5 3500 0,5 3,45 4,196 47,658
3,5 3500 1,0 3,30 5,331 18,317
3,5 3500 1,5 3,00 3,272 21,740
3,5 3500 2,0 2,70 4,901 45,012
4,0 4000 0,5 3,40 4,074 47,810
4,0 4000 1,0 3,30 4,359 15,084
4,0 4000 1,5 3,27 4,680 30,455
4,0 4000 2,0 3,20 5,309 49,881
4,5 4500 1,0 5,60 9,030 106,808
4,5 4500 1,5 5,20 2,355 18,870
4,5 4500 2,0 4,60 2,732 21,706
4,5 4500 2,5 4,05 2,355 26,883
5,0 5000 1,5 5,15 2,654 37,825
5,0 5000 2,0 4,85 3,401 56,477
5,0 5000 2,5 4,35 3,777 41,816
Sumber: Hasil perhitungan (2015)
Keterangan
1. Debit dalam lt/dt 4. Tinggi muka air hilir
2. Debit dalam cm3/dt 5. Bilangan Froude
3. Tinggi bukaan pintu 6. 3,923 * ([4]/[3])0,318 * [5]0,942 * (d50/[3])-0,249
20 | L - 1
Dari beberapa persamaan di atas kemudian dibuat tabulasi untuk menganalisa kedekatan hasil
persamaan dengan hasil pengamatan empirik. Hal ini ditunjukkan dalam Tabel 17 berikut:
Tabel 17. Kedekatan ls hasil pengamatan empirik dengan hasil perhitungan
Ls ls regresi ls-Graf ls-Breusers ls-Ali ls-Farhoudi
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
11,5 16,643 18,90 21,25 2,135 12,226
2 12,157 14,10 15,00 4,263 21,612
16,5 50,230 22,80 28,00 1,905 4,188
12,5 14,966 17,25 18,00 4,308 25,695
5 8,404 6,15 0,50 6,538 40,565
21,5 24,582 31,53 39,00 2,143 13,835
18,5 14,966 22,80 26,50 4,406 32,393
12,5 13,900 16,20 15,50 6,471 38,782
29,5 28,246 42,60 54,50 2,144 46,971
21,5 21,684 26,85 31,00 4,326 28,883
19,5 10,236 23,10 26,00 6,732 40,712
13 10,391 48,15 63,00 2,183 44,527
34,5 32,520 37,50 46,00 4,276 47,658
30 22,294 30,00 35,00 6,571 18,317
27 29,777 8,70 1,00 8,340 21,740
9 14,666 47,40 62,00 2,172 45,012
36,5 36,795 37,50 46,00 4,263 47,810
28,5 30,233 35,61 43,00 6,439 15,084
28 23,671 31,20 36,00 8,647 30,455
61,5 55,270 67,20 86,00 6,051 18,870
55 44,433 61,50 79,50 8,190 21,706
47 45,810 12,15 0,00 10,085 26,883
33,5 49,929 47,85 54,00 6,124 37,825
32 35,429 45,45 51,50 8,373 56,477
30 27,034 31,05 30,00 10,577 41,816
Berdasar tabulasi di atas dibuat grafik yang menyatakan kedekatan hasil pengamatan empirik
dengan hasil perhitungan persamaan penelitian terdahulu.
L - 1 | 21
Gambar 3. Perbandingan ls empirik dengan ls hasil perhitungan
PROFIL GERUSAN DAN SEDIMENTASI PADA SEMUA TINGGI BUKAAN PINTU
UNTUK MATERIAL SANDY LOAM-1
Gambar 4. Karakteristik gerusan dan sedimentasi pada bp 0,5 cm untuk semua kondisi debit
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
ls h
itu
ng
ls empirik
ls regresi (cm)
ls-Graf (cm)
ls-Breusers (cm)
ls-Ali (cm)
ls-Farhoudi (cm)
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Ke
dal
aman
ge
rusa
n (
cm)
Jarak (cm)
Q=1,5lt/dt
Q=2lt/dt
Q=2,5lt/dt
Q=3lt/dt
Q=4,0lt/dt
22 | L - 1
Gambar 5. Karakteristik gerusan dan sedimentasi pada bp 1,0 cm untuk semua kondisi debit
Gambar 6. Karakteristik gerusan dan sedimentasi pada bp 1,5 cm untuk semua kondisi debit
-20
-15
-10
-5
0
5
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Ke
dal
aman
ge
rusa
n (
cm)
Jarak (cm)
Q=2lt/dtQ=2,5lt/dtQ=3lt/dtQ=3,5lt/dtQ=4,0lt/dtQ=4,5lt/dt
-20
-15
-10
-5
0
5
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Ke
dal
aman
ge
rusa
n (
cm)
Jarak (cm)
Q=2,5lt/dtQ=3lt/dtQ=3,5lt/dtQ=4,0lt/dtQ=4,5lt/dtQ=5lt/dt
L - 1 | 23
Gambar 7. Karakteristik gerusan dan sedimentasi pada bp 1,5 cm untuk semua kondisi debit
PROFIL GERUSAN DAN SEDIMENTASI PADA SEMUA TINGGI BUKAAN PINTU
UNTUK MATERIAL LOAMY SAND
Gambar 8. Karakteristik gerusan dan sedimentasi pada bp 0,5 cm untuk semua kondisi debit
-18
-16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 50 100 150 200 250
Ke
dal
aman
ge
rusa
n (
cm)
Jarak (cm)
Q=4,0lt/dt
Q=4,5lt/dt
Q=5lt/dt
-18
-16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
0 50 100 150 200 250 300 350
Ke
dal
aman
ge
rusa
n (
cm)
Jarak (cm)
Q=1,5lt/dt Q=2lt/dt
Q=2,5lt/dt Q=3lt/dt
Q=3,5lt/dt Q=4lt/dt
Q=4,5lt/dt Q=5lt/dt
24 | L - 1
Gambar 9. Karakteristik gerusan dan sedimentasi pada bp 1,0 cm untuk semua kondisi debit
Gambar 10. Karakteristik gerusan dan sedimentasi pada bp 1,5 cm untuk semua kondisi debit
-16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
0 50 100 150 200 250 300
Ke
dal
aman
ge
rusa
n(c
m)
Jarak (cm)
Q=2lt/dt
Q=2,5lt/dt
Q=3lt/dt
Q=3,5lt/dt
Q=4lt/dt
Q=4,5lt/dt
Q=5lt/dt
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 50 100 150 200 250
Ke
dal
man
ge
rusa
n (
cm)
Jarak (cm)
Q=3lt/dt
Q=3,5lt/dt
Q=4lt/dt
Q=4,5lt/dt
Q=5lt/dt
L A M P I R A N 2 | 3
MATERIAL 1 (SANDY LOAM)
Gambar 1. Debit 1 lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm
Gambar 2. Debit 1,5 lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm
Gambar 3. Debit 1,5 lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm
-3
-2,5
-2
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ= 13,5 cm
Bentuk dasar: ripple
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ = 36 cm
Bentuk dasar: plane bed
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)Bentuk dasar: ripple
h = 0,8cm
h= 0,3cm
λ = 13,5
cm
4 | L - 2
Gambar 4. Debit 2,0 lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm
Gambar 5. Debit 2,0 lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm
Gambar 6. Debit 2,0 lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm
-8
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)Bentuk dasar: plane bed
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
h = 0,9cm
λ = 4,5 cm
Bentuk dasar: ripple
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ = 4 cm
Bentuk dasar: ripple
h=0,3cm
λ = 3,5 cm
L A M P I R A N 2 | 5
Gambar 7. Debit 2,5 lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm
Gambar 8. Debit 2,5 lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm
Gambar 9. Debit 2,5 lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
-8
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220
AK
edal
aman
ger
usa
n/
tin
ggi s
edim
enta
si (
cm)
Jarak (cm) Bentuk dasar: plane bed
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ = 31 cm
Bentuk dasar: plane bed
Bentuk dasar: plane bed
λ = 22,5 cm
λ = 40 cm
6 | L - 2
Gambar 10. Debit 2,5 lt/dt dan bukaan pintu 2,0 cm
Gambar 11. Debit 3,0 lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm
Gambar 12. Debit 3,0 lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm
-3
-2,5
-2
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
h=0,4cm
λ = 22,5 cm
Bentuk dasar: ripple
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ = 133 cm
Bentuk dasar: ripple
h=0,8cm
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ = 55 cm
Bentuk dasar: plane bed
L A M P I R A N 2 | 7
Gambar 13. Debit 3,0 lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm
Gambar 14. Debit 3,0 lt/dt dan bukaan pintu 2,0 cm
Gambar 15. Debit 3,5 lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ = 55 cm
h = 0,8 cm
Bentuk dasar: ripple
-8
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm) Bentuk dasar: ripple
-16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ = 75 cm
Bentuk dasar: plane bed
λ = 51 cm
8 | L - 2
Gambar 16. Debit 3,5 lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm
Gambar 17. Debit 3,5 lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm
Gambar 18. Debit 3,5 lt/dt dan bukaan pintu 2,0 cm
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ = 95 cm
Bentuk dasar: plane bed
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
h = 0,8 cm
λ = 80 cm
Bentuk dasar: ripple
-9
-8
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 30 60 90 120 150 180 210 240
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ = 80 cm
Bentuk dasar: plane bed
L A M P I R A N 2 | 9
Gambar 19. Debit 4,0 lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm
Gambar 20. Debit 4,0 lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm
Gambar 21. Debit 4,0 lt/dt dan bukaan pintu 2,0 cm
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ = 90 cm
Bentuk dasar: ripple
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)Bentuk dasar: plane bed
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm) Bentuk dasar: ripple
λ = 37,5 cm
λ = 35 cm
10 | L - 2
Gambar 22. Debit 4,0 lt/dt dan bukaan pintu 2,5 cm
Gambar 23. Debit 4,5 lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm
Gambar 24. Debit 4,5 lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm
-16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)Bentuk dasar: plane bed
λ = 55 cm
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm) Bentuk dasar: plane bed
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm) Bentuk dasar: ripple
λ = 20 cm
λ = 60 cm
L A M P I R A N 2 | 11
Gambar 25. Debit 4,5 lt/dt dan bukaan pintu 2,0 cm
Gambar 26. Debit 4,5 lt/dt dan bukaan pintu 2,5 cm
Gambar 27. Debit 5,0 lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ = 165 cm
Bentuk dasar: plane bed
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ = 135 cm
Bentuk dasar: plane bed
-16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ = 110 cm
Bentuk dasar: plane bed
12 | L - 2
Gambar 28. Debit 5,0 lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm
Gambar 29. Debit 5,0 lt/dt dan bukaan pintu 2,0 cm
Gambar 30. Debit 5,0 lt/dt dan bukaan pintu 2,5 cm
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ = 110 cm
Bentuk dasar: plane bed
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
h=0,8 cm
Bentuk dasar: ripple
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)Bentuk dasar: ripple
λ = 50 cm
λ = 35 cm
L A M P I R A N 2 | 13
MATERIAL 2 (SANDY LOAM-A)
Gambar 30. Debit 1,5lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm
Gambar 31. Debit 2lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm
Gambar 32. Debit 2lt/dt dan bukaan pintu 1 cm
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ = 9,57 cm
Bentuk dasar : plane bed
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ = 18,68 cm
Bentuk dasar : plane bed
-4
-3,5
-3
-2,5
-2
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
λ = 8,56 cm
Jarak (cm)
Bentuk dasar: plane bed
14 | L - 2
Gambar 33. Debit 2,5lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm
Gambar 34. Debit 2,5lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm
Gambar 34. Debit 2,5lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm
-9
-8
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
λ = 35,5 cm
Jarak (cm)Bentuk dasar: plane bed
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
λ = 19,6 cm
h= 0,45 cm
Jarak (cm)Bentuk dasar: ripple
-3,5
-3
-2,5
-2
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
h=0,2 cm
Bentuk dasar: ripple
λ = 7,8 cm
L A M P I R A N 2 | 15
Gambar 35. Debit 3,0lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm
Gambar 36. Debit 3,0lt/dt dan bukaan pintu 1 cm
Gambar 37. Debit 3,0lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ = 32,5 cm
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
h= 0,45 cm
Bentuk dasar: ripple
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
h=0,2cm
λ = 14 cm
Bentuk dasar: ripple
λ = 30,5 cm
Bentuk dasar: ripple
16 | L - 2
Gambar 38. Debit 3,0lt/dt dan bukaan pintu 2 cm
Gambar 39. Debit 3,5lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm
Gambar 40. Debit 3,5lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm
-0,6
-0,5
-0,4
-0,3
-0,2
-0,1
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240
Ked
alam
an g
erusa
n/
tinggi
sedim
enta
si (
cm)
Jarak (cm)
λ = 73 cm
Bentuk dasar: plane bed
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
Bentuk dasar: ripple
λ = 24 cm
L A M P I R A N 2 | 17
Gambar 41. Debit 3,5lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm
Gambar 42. Debit 3,5lt/dt dan bukaan pintu 2,0 cm
Gambar 43. Debit 4,0lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm
-8
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
h = 0,2 cm
λ = 17,5 cm
-0,25
-0,2
-0,15
-0,1
-0,05
0
0,05
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ=13,5 cm λ=19,5 cm
Bentuk dasar: ripple dan plane bed
Bentuk dasar: ripple
18 | L - 2
Gambar 44. Debit 4,0lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm
Gambar 45. Debit 4,0lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm
Gambar 46. Debit 4,0lt/dt dan bukaan pintu 2,0 cm
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ = 16 cm
h=0,6 cm
Bentuk dasar: ripple
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ = 18,5 cm
Bentuk dasar: ripple
-8
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ = 45 cm
Bentuk dasar: ripple
L A M P I R A N 2 | 19
Gambar 47. Debit 4,5lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm
Gambar 48. Debit 4,5lt/dt dan Bukaan pintu 1,5 cm
Gambar 49. Debit 4,5lt/dt dan bukaan pintu 2,0 cm
-20
-15
-10
-5
0
5
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
-20
-18
-16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm) Bentuk dasar: ripple
-18
-16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm) Bentuk dasar: plane bed
Bentuk dasar: ripple
λ=13 cm
λ = 50 cm
λ =75 cm
20 | L - 2
Gambar 50. Debit 5,0lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm
Gambar 51. Debit 5,0lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm
Gambar 52. Debit 5,0lt/dt dan bukaan pintu 2,5 cm
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)Bentuk dasar: ripple
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Axis Title
Bentuk dasar: ripple
Bentuk dasar: ripple
λ = 23 cm
λ = 5 cm
λ = 5 cm
L A M P I R A N 2 | 21
MATERIAL 3 (LOAMY SAND)
Gambar 53. Debit 1,5lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm
Gambar 54. Debit 2,0lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm
Gambar 55. Debit 2,0lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm) Bentuk dasar: plane bed
λ= 15 cm
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ= 15cm
h=0,6 cm
Bentuk dasar: ripple
-3,5
-3
-2,5
-2
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ = 18 cm
h = 0,4 cm
Bentuk dasar: ripple
22 | L - 2
Gambar 56. Debit 2,5lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm
Gambar 57. Debit 2,5lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm
Gambar 58. Debit 3,0lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ = 30 cm
Bentuk dasar: plane bed
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Ked
alam
an g
eru
san
/ti
ngg
i sed
imen
tasi
(cm
)
Jarak (cm)
λ = 18 cm
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240
Axi
s Ti
tle
Axis Title
L A M P I R A N 2 | 23
Gambar 59. Debit 3,0lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm
Gambar 60. Debit 3,0lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm
Gambar 61. Debit 3,5lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm
-8
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Axi
s Ti
tle
Axis Title
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Axi
s Ti
tle
Axis Title Bentuk dasar: Ripple
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330
Axi
s Ti
tle
Axis Title
λ = 118 cm
Bentuk dasar : Plane bed
λ = 30 cm λ = 30 cm
24 | L - 2
Gambar 62. Debit 3,5lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm
Gambar 63. Debit 3,5lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm
Gambar 64. Debit 4,0lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270
Axi
s Ti
tle
Axis Title
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Axi
s Ti
tle
Axis Title
Bentuk dasar : Ripple
λ = 28 cm
-16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360
Axi
s Ti
tle
Axis Title Bentuk dasar : Ripple
λ = 63 cm
λ = 55 cm
Bentuk dasar : Ripple
L A M P I R A N 2 | 25
Gambar 65. Debit 4,0lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm
Gambar 66. Debit 4,0lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm
Gambar 69. Debit 4,5lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Axi
s Ti
tle
Axis Title
Bentukdasar : Ripple
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240
Axi
s Ti
tle
Axis Title
λ = 35 cm λ = 50 cm
Bentuk dasar : Ripple
-16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360
Axi
s Ti
tle
Axis Title
λ= 55 cm
Bentuk dasar : Plane bed
λ = 80 cm
26 | L - 2
Gambar 70. Debit 4,5lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm
Gambar 71. Debit 4,5lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm
Gambar 72. Debit 5,0lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240
Axi
s Ti
tle
Axis TitleBentuk dasar : Ripple
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Axi
s Ti
tle
Axis Title
-18
-16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360
Axi
s Ti
tle
Axis Title
Bentuk dasar: Ripple
λ = 88 cm
λ = 45 cm
Bentuk dasar : Plane bed
λ = 38 cm
L A M P I R A N 2 | 27
Gambar 73. Debit 5,0lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm
Gambar 74. Debit 5,0lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm
Gambar 75. Debit 5,0lt/dt dan bukaan pintu 2,0 cm
-16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240
Axi
s Ti
tle
Axis Title
λ = 35 cm
λ = 50 cm
Bentuk dasar : Ripple
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240
Axi
s Ti
tle
Axis Title
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Axi
s Ti
tle
Axis Title
λ = 20 cm
Bentuk dasar: Rippple
λ = 38 cm
λ= 65 cm
Bentuk dasar : Ripple
28 | L - 2
Gambar 76. Debit 5,0lt/dt dan bukaan pintu 2,5 cm
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150
Axi
s Ti
tle
Axis Title
λ = 25 cm λ = 43 cm
Bentuk dasar Ripple
L- 3 | 1
MATERIAL 1 (Sandy Loam)
Tabel 1. Profil aliran dan gerusan sepanjang saluran untuk bp 0,5 cm dan semua variasi debit
Q1 = 1 lt Foto profil Q2 = 1,5 lt Foto profil
Q3 = 2 lt Foto profil Q4 = 2,5 lt Foto profil
Q5 = 3 lt Foto profil Q6 = 3,5 lt Foto profil
L - 3 | 2
L-3 | 2
Tabel 2. Profil aliran dan gerusan sepanjang saluran untuk bp 1,0 cm dan semua variasi debit
Q2 = 1,5 lt Foto profil Q3 = 2lt Foto profil
Q4 = 2,5 lt Foto profil Q5 = 3 lt Foto profil
Q6 = 3,5 lt Foto profil Q7 = 4 lt Foto profil
i
Q8 = 4,5 lt Foto profil Q9 = 5 lt Foto profil
L- 3 | 3
Tabel 3. Profil aliran dan gerusan sepanjang saluran untuk bp 1,5 cm dan semua variasi debit
Q3 = 2 lt Foto profil Q4 = 2,5 lt Foto profil
Q5 = 3 lt Foto profil Q6 = 3,5 lt Foto profil
Q7 = 4 lt Foto profil Q8 = 4,5 lt Foto profil
Q9 = 5 lt Foto profil
L - 3 | 4
L-3 | 4
Tabel 4. Profil aliran dan gerusan sepanjang saluran untuk bp 2cm dan semua variasi debit
Q4 = 2,5 lt Foto profil Q5 = 3 lt Foto profil
Q6 = 3,5 lt Foto profil Q7 = 4 lt Foto profil
Q8 = 4,5 lt Foto profil Q8 = 5 lt Foto profil
MATERIAL 2 (LOAMY SAND)
L- 3 | 5
Tabel 5. Profil aliran dan gerusan sepanjang saluran untuk bp 0,5 cm dan semua variasi debit
Q1 = 1 lt Foto profil Q2 = 1,5 lt Foto profil
Q3 = 2 lt Foto profil Q4 = 2,5 lt Foto profil
Q5 = 3 lt Foto profil Q6 = 3,5 lt Foto profil
Q7= 4 lt Foto profil Q8 = 4,5 lt Foto profil
L - 3 | 6
L-3 | 6
Tabel 6. Profil aliran dan gerusan sepanjang saluran untuk bp 1 cm dan semua variasi debit
Q2 = 1,5 lt Foto profil Q3 = 2 lt Foto profil
Q4 = 2,5 lt Foto profil Q5 = 3 lt Foto profil
Q6 = 3,5 lt Foto profil Q7 = 4 lt Foto profil
L- 3 | 7
Tabel 7. Profil aliran dan gerusan sepanjang saluran untuk bp 1,5 cm dan semua variasi debit
Q3 = 2 lt Foto profil Q4 = 2,5 lt Foto profil
Q5 = 3 lt Foto profil Q6 = 3,5 lt Foto profil
Q7= 4 lt Foto profil Q8 = 4,5 lt Foto profil
Q9 = 5 lt Foto profil
pintu sorong
3.60 cm
1.50 cm2.00 cm 1.85 cm
pintu sorong
1.50 cm2.50 cm
3.10 cm
2.30 cm
pintu sorong
1.50 cm
2.90 cm
5.20 cm
2.00 cm
pintu sorong
4.35 cm
1.50 cm
3.60 cm
7.00 cm
pintu sorong
1.50 cm
3.30 cm 3.10 cm
8.60 cm
pintu sorong
10.50 cm
4.80 cm
17.20 cm
1.50 cm
pintu sorong
8.55 cm
1.50 cm
10.80 cm
5.25 cm
L - 3 | 8
L-3 | 8
Tabel 8. Profil aliran dan gerusan sepanjang saluran untuk bp 2 cm dan semua variasi debit
Q5 = 3 lt Foto profil Q6 = 3,5 lt Foto profil
Q7= 4 lt Foto profil Q8 = 4,5 lt Foto profil
Tabel 9. Profil aliran dan gerusan sepanjang saluran untuk bp 2,5 cm dan semua variasi debit
Q7= 4 lt Foto profil Q8 = 4,5 lt Foto profil
Q9 = 5 lt Foto profil
pintu sorong
2.60 cm2.00 cm
2.40 cm
pintu sorong
3.00 cm2.00 cm
0.20 cm
2.75 cm
pintu sorong
2.00 cm4.20 cm
7.20 cm
2.85 cm
pintusorong
7.80 cm
2.00 cm
5.30 cm
15.90 cm
pintu sorong
3.00 cm 2.50 cm 2.00 cm
pintu sorong
4.65 cm
6.00 cm
4.15 cm2.50 cm
L- 3 | 9
MATERIAL 3 (SANDY-LOAM-A)
Tabel 10. Profil aliran dan gerusan sepanjang saluran untuk bp 0,5 cm dan semua variasi debit
Q5 = 3 lt Foto profil Q6 = 3,5 lt Foto profil
Q7= 4 lt Foto profil Q8 = 4,5 lt Foto profil
pintu sorong
13.10 cm
0.50 cm
12.40 cm
2.30 cm
pintu sorong
15.20 cm
0.50 cm
2.40 cm
12.40 cm
pintu sorong
15.60 cm
0.50 cm
16.20 cm
2.70 cm
L - 3 | 10
L-3 | 10
KONTUR GERUSAN UNTUK MATERIAL 1
Tabel 11. Kontur gerusan untuk bp 0,5 pada semua variasi debit
Q1 = 1lt Q2 = 1,5 lt
Q3=2 lt Q4 = 2,5 lt
Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003 Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003
Q5 = 3 lt Q6 = 3,5 lt
12.7
16.220.920.9
14
.2
10
.2
14
.2
16
.721.0
520
.3
L- 3 | 11
Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003 Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003
Q7 = 4 lt
Foto file: G, FotolabM1,03018, ninadata
11.0
5
8.3
511.0
5
14.9
5
16.4
5
20.7
5
20.4
5
21.4
5
20.6
5
20.9
5
20.9
521.1
21.3
520.8
5
21.0
5
21.4
5
21.6
21.7
5
21.3
5
19.4
5
17.1
5
14.5
12.3
6
11.5
0
21.5
17.8 1
4.5
10.1
5 14.7
5
21.5
KETERANGAN :
Q = 4 l /dtk
B = 0.5 cm
L - 3 | 12
L-3 | 12
Tabel 12. Kontur gerusan untuk bp 1 cm pada semua variasi debit
Q2 = 1,5 lt Q3 = 2 lt
Foto file: G, fotolabM1, fotolab-2015, 0303-1903 Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003
Q4 = 2,5 lt Q5 = 3 lt
Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003 Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003
Q6 = 3,5 lt Q7 = 4 lt
Foto file: G, fotolabM1, foto lab & video, 07-04-2015 Foto file: G, fotolabM1, bulan 4, 0904, 102NIKON
11
.51
5.1
5
17.5
5
21
.121
.120.4
5
20.6
6
20.7
5
21
.1
10.95
17.45
21.05
21.05
11.9
8.21
4.7
16.9
19.721.4
21.1
21.4
21.3
21.3
521.0
20.8
22.0
5
21.0
5
21.0
5
L- 3 | 13
Q8 = 4,5 lt Q9 = 5 lt
Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003, 1004, 103NIKON Foto file: G, fotolabM1, bulan 4, 1104, 104NIKON
Tabel 13. Kontur gerusan untuk bp 1,5 cm pada semua variasi debit
Q3 = 2 lt Q3 = 2,5 lt
10
.1
7.6
4.9
10
.1
12
.6
15
.2
20
.6
21.3
521
.7
21
.32
1.5
21
.0
21
.22
1.3
21
.2
20
.9
20
.9
21
.021
.5
21
.1
21.1
17.66
14.2
L - 3 | 14
L-3 | 14
Foto file: G, fotolabM1, fotolab-2015, 0303-1903 Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003
Q4 = 3 lt Q5 = 3,5 lt
Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003 Foto file: G, fotolabM1, bulan 4, 0704, 100NIKON
Q6 = 4 lt Q7 = 4,5 lt
Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003 Foto file: G, fotolabM1, bulan 4, 0904, 101NIKON
20.1
5
20.7
5
18.2
5
13.3
5
17.5
5
13.9
5
17.3
5
19.8
5
21.6
23.7
5
23.5
23.4
5
23.3
523.4
5
23.6
5
23.5
5
23.5 23.8
23.6
3
23.4
5
23.6
5
23.4
5
23.7
5
23.6
9
23.4
5
L- 3 | 15
Q8 = 5 lt Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003, 1004, 102NIKON
Tabel 14. Kontur gerusan untuk bp 2 cm pada semua variasi debit
Q4 = 2,5 lt Q5 = 3 lt
Foto file: G, fotolabM1, bulan 4, 0804, 101NIKON Foto file: G, fotolabM1, bulan 4, 0704, 100NIKON
Q6 = 3,5 lt Q7 = 4 lt
Foto file: G, fotolabM1, foto lab & video, camera 07-04-2015 Foto file: G, fotolabM1, fotolab-2015, 0303-1903
21.1
18.3
21.1 14.4
17.5
13.0
17.5
21.2
21.2
21
21
21
21.0
5
20.9
5
21.1
5
20.3
51
8.3
5
15.2
5
12
.2
15.2
5
13.1
10.9
13.116.5
17.4
20.3
21
21
L - 3 | 16
L-3 | 16
Q8 = 4,5 lt Q9 = 5 lt
Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003, 1004, 101NIKON Foto file: G, fotolabM1, bulan 4, 1104, 100NIKON
Material 2
Tabel 15. Kontur gerusan untuk bp 0,5 cm pada semua variasi debit
Q2 = 2 lt Q4 = 2,5 lt
Foto file: G, fotolabM2, tgl 3-08-2015, 101NIKON Foto
14.4
17.0
18.9
20.7
20.4
20.6
16.0
17.6
21.0
21.0
20.5
21.0
20.8
21.3
22.0
20.7
20.5
L- 3 | 17
Q5 = 3 lt Q6 = 3,5 lt
Foto file: G, fotolabM2, tgl 3-08-2015, 102NIKON
Q7 = 4 lt Foto file: G, fotolabM2, tgl 5-08-2015, 102_FUJI
20.8
20.8
5
20.9
21.1
21.1
20.8
21.5
5
19.9
5
12.8
19.65
21.10
20.5
8.4
20.9
21.0
19.5
8.2
L - 3 | 18
L-3 | 18
Tabel 16. Kontur gerusan untuk bp 1 cm pada semua variasi debit
Q3 = 2lt Foto file: G, fotolabM2, tgl 3-08-2015, 100NIKON Q5 = 3 lt
Q4 = 2,5 lt Q5 = 3,5 lt
Foto file: G, fotolabM2, tgl 3-08-2015, 101NIKON Foto file: G, fotolabM2, tgl 3-08-2015, 102NIKON
Q6 = 4 lt Foto file: G, fotolabM2, tgl 4-08-2015, 102_FUJI
20.5
20.4
20.9
18.9
12.6
KETERANGAN :
Q = 3.0 l /dtkB = 1.0 cm
20.6 21.2
21.2
17.1
20.9
20.7
20.8
20.7
21.0
10.8
21.0 21.0
21.0
20.7
16.6
5
L- 3 | 19
Q8 = 4,5 lt, Foto file: G, fotolabM2, tgl 5-08-2015, 102_FUJI Foto
Tabel.17. Kontur gerusan untuk bp 1,5 cm pada semua variasi debit
Q4 = 2,5 lt Q5 = 3 lt
Foto file: G, fotolabM2, tgl 3-08-2015, 101NIKON Foto file: G, fotolabM2, tgl 3-08-2015, 101NIKON
Q6 = 3,5 lt Q6 = 3,5 lt Foto file: G, fotolabM2, tgl 4-08-2015, 102_FUJI
20.4 2
0.8
14.8
18.0
20.4
20.1
0
20.6
20.8
20.8
20.8
5
21.2
5
20.9
21.0
21.3 1
8.2
19.4
5
21.0
21.2
20.8
20 1
8.3
18.3
12.6
L - 3 | 20
L-3 | 20
Q7 = 4 lt Foto file: G, fotolabM2, tgl 4-08-2015, 102_FUJI
Q8 = 4,5 lt Q9 = 5 lt
Foto file: G, fotolabM2, tgl 5-08-2015, 102_FUJI Foto file: G, fotolabM2, tgl 6-08-2015, 102_FUJI
Tabel 18. Kontur gerusan untuk bp 2 cm pada semua variasi debit
Q7 = 4 lt Q7 = 4 lt, Foto file: G, fotolabM2, tgl 4-08-2015, 102_FUJI
20.8
21.0
21.5
20.8
21.0
20.0
5
19.5
10.9
20.5
5
20.5
5
19.3
5
17.7
15.8
12.9
10.7
5.6
5
8.5
10.7
12.9
17.3
5
10.9
5
21.5
5 19.4
5
20.5
20.5
20.4
19.0
12.9
13.3 1
7.0
L- 3 | 21
Q9 = 5lt Foto file: G, fotolabM2, tgl 6-08-2015, 102_FUJI
Tabel 19. Kontur gerusan untuk bp 2,5 cm pada semua variasi debit
Q8 = 4,5 lt Q9 = 5 lt
Foto file: G, fotolabM2, tgl 6-08-2015, 102_FUJI Foto file: G, fotolabM2, tgl 6-08-2015, 102_FUJI
21.8
17.1
515.1
513.2
5
12.0
5
17.3
5
14.2
5
11.4
5
14.6
16.9
522.1
5
21.6
5
21.7
5
21.7
5
21.7
5
22.0
5
21.1
5
21.45
21.6521.25
21.35
21.45
20.3519.95
17.95 17.25
15.85 17.9517.25
L - 3 | 22
L-3 | 22
Material 3
Tabel 20. Kontur gerusan untuk bp 0,5 cm pada semua variasi debit
Q2=1,5 lt Q3=2 lt
Q4= 2,5 lt Q5= 3 lt
Q6 = 3,5 lt Q7 = 4 lt
Foto file: G, fotolabM3, tgl 12 08 2015, 103_FUJI Foto file: G, fotolabM3, tgl 12 08 2015, 103_FUJI
21.4
20.7
19.017.8
15.75
20.8
18.9
17.113.8
20.6
20.9
20.0
20.8
19.9
18.1
16.6
15.6
12.6
30.0
20.6
20.2
5
21.4
518.2
16.3
13.2
8.7 1
5.2
9.6
7.89
.61
2.2
14.6
16.5
20.5
21.4
20.8
20.8
21.2
21.4
21.2
21.0
21.1 2
1.2
20.8
20.9 21.3
21.0
18.9
16.75
11.8 10.2
10.2
6.59.0
L- 3 | 23
Q8 = 4,5 lt Q9 = 5 lt
Foto file: G, fotolabM3, tgl 13 08 2015, 103_FUJI Foto file: G, fotolabM3, tgl 13 08 2015, 103_FUJI
Tabel 21. Kontur gerusan untuk bp 1 cm pada semua variasi debit
Q3=2 lt Q4=2,5 lt
Q5 = 3 lt Q6 = 3,5 lt
9.4
6.4
9.4
11.5
13.2
21.6
19.0
21.1
21.0
20.4
20.6
21.0
21.3
21.0
20.2
19.2 1
6.9
14.8
7.9
5.8
KETERANGAN :
Q = 5.0 l /dtkB = 0.5 cm
20.65
18.7516.5
20
.6
19
.31
7.5
14
.4 17
.5
20.2
20.5
10.5 1
8.7 1
6.8 1
3.0
20.2
20.6
20.6
20.4
19.0
16.5
14.8
12.4
L - 3 | 24
L-3 | 24
Q7 = 4 lt Q8 = 4,5 lt
Foto file: G, fotolabM3, tgl 12 08 2015, 103_FUJI Foto file: G, fotolabM3, tgl 13 08 2015, 103_FUJI
Q9 = 5 lt Foto file: G, fotolabM3, tgl 13 08 2015, 103_FUJI
Tabel 22. Kontur gerusan untuk bp 1,5 cm pada semua variasi debit
Q5 = 3 lt Q6 = 3,5 lt
11.9
8.6
11.9
14.2
16.2
18.1
20.1
20.6 1
3.3
11
.3
13
.4
16
.417
.4
20
.6
20
.6
20
.5
20
.920
.3
19
.2
20
.6
20
.4
21
.5 20
.9
19
.5
17
.3
15
.0
12
.610
.8
7.9
5.5
10
.8
KETERANGAN :
Q = 5 l /dtkB = 1 cm
20.3
5
20.6
20.8
5
19.2
17.8
13.7
17.8
20
.2 18
.0 13
.5
L- 3 | 25
Q7=4lt Foto file: G, fotolabM3, tgl 12 08 2015, 103_FUJI
Q8 = 4,5 lt Foto file: G, fotolabM3, tgl 13 08 2015, 103_FUJI
Q9 = 5 lt Foto
Tabel 23. Kontur gerusan untuk bp 1,5 cm pada semua variasi debit
Q8 = 4,5 lt Q9 = 5 lt
14
.2
11
.3
14
.21
6.2
18
.5
20
.320
.7
20
.5
20
.4
20
.0
20.5
20.5
18.8 13.5
20
.6
20
.5
19
.8
11
.99
.9
12
.91
1.4
KETERANGAN :
Q = 5 l /dtk
B = 1.5 cm
20.5
20.6 20.6
20.6
20.219.8
19.5 18.0
15.8
15.9
14.35
20.75
20.8
20.6
20.9
12.3
16.3
19.9
KETERANGAN :
Q = 5 l /dtkB = 2.0 cm
L A M P I R A N 4 | 3
3
Dokumentasi Awal Pembuatan Model
Tanggal Gambar Uraian Kegiatan
08
Desember
2014
Pemilihan dan
pemotongan Acrilic
untuk pembuatan flume
09-15
Desember
2014
Pembuatan saluran
flume yang berbahan
dasar Acrilic
17
Desember
2014 –
15
Januari
2015
Pembuatan tempat
meletakan flume yang
berupa sebuah saluran
yang nantinya terdapat
alat ukur debit
(Thompson)
4 | L - 4
Tanggal Gambar Uraian Kegiatan
16 - 22
Januari
2015
Menentukan letak
ukur debit (Thompson)
Memasang flume pada
dasar saluran yang
sebelumnya telah
dilapisi papan
23-29
Januari
2015
Pembuatan alat ukur
debit (Thompson)
pada bagian hulu dan
hilir
L A M P I R A N 4 | 5
5
Tanggal Gambar Uraian Kegiatan
30 Januari –
8 Februari
2015
Penyelesaian dari
saluran flume serta
alat ukur debit
(Thompson)
Pemberian cat pada
saluran
L A M P I R A N 4 | 7
7
Tanggal Gambar Uraian Kegiatan
9 – 11
Februari
2015
Saluran selesai
dibuat
Pemberian warna
pada dasar flume
yang berupa Acrilic
Pemasangan rigid
dan pintu
12 Februari
2015
Uji coba dan
kalibrasi perdana
L A M P I R A N 4 | 9
9
Dokumentasi Saat Pengaliran
Q = 0,002 m3/dtk; bp = 1,0 cm; t = 1 jam
Q = 0,002 m3/dtk; bp = 1,5 cm; t = 1 jam
L A M P I R A N 4 | 11
11
Q = 0,003 m3/dtk; bp = 1,0 cm; t = 1 jam
Q = 0,003 m3/dtk; bp = 1,0 cm; t = 1 jam
L A M P I R A N 4 | 13
13
Q = 0,004 m3/dtk; bp = 0,5 cm; t = 1 jam
Q = 0,004 m3/dtk; bp = 0,5 cm; t = 1 jam
L - 5 | 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A, IDENTITAS DIRI
1. Nama Lengkap : Nina Bariroh Rustiati
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Tempat / Tanggal lahir : Malang, 21 Desember 1973
4. Alamat email : [email protected]
5. Alamat Rumah : BTN Lasoani Blok G7 no. 14 Palu
6. Nomor Telp/HP : 08121753173
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
S-1 S-2
Nama Perguruan
Tinggi
Universitas Muhammadiyah
Malang
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
Bidang Ilmu Teknik Sipil Teknik Hidrolika
Tahun masuk – lulus 1991 - 1997 1998 – 2002
Judul Skripsi / Tesis Perencanan PLTMh
Bendung Aek Sihapas
Sumatera Utara
Studi Numeris Angkutan Sedimen
di Sungai Brantas Tengah
Nama
Pembimbing/Promotor
Ir. Soewignyo DR. Ir. Bambang Yulistiyanto
DR. Bambang Agus Kironoto
C. PUBLIKASI ARTIKEL ILMIAH DALAM JURNAL DALAM 3 TAHUN
Tahun Judul Penerbit/Jurnal
2016 Caracteristics of Scour Hole under sluice gate at
cohesive bed material
Jurnal Teknologi, UTM
Malaysia (under review)
2017 The influence of sandy clay bed material to local
scour behaviour
Jurnal Water and Land
Development, Polandia
(published)
D. PEMAKALAH SEMINAR ILMIAH DALAM 3 TAHUN
No. Nama Pertemuan
Ilmiah/Seminar
Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat
1. Seminar Nasional Sains dan
Teknologi
Bed Configuration at Sandy Clay Bed Material
under Sluice Gate
5 November 2017,
Universitas Nusa
Cendana, Kupang
2. HATHI the 5th International
Seminar
Local Scour protection
under the Sluice Gate
based on The Gate
Operation and
Maintenance
29 -31 Juli 2016, Bali
2 |L - 5
No. Nama Pertemuan
Ilmiah/Seminar
Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat
3. The 1st Young Scientist
International Conference of
Water Resources
Development and
Enviromental Protection
Flow Measurement Under
Sluice Gate Model
5 – 7 Juni 2015
Fakultas Teknik,
Universitas Brawijaya
E. SEMINAR / KONFERENSI / WORKSHOP DALAM 3 TAHUNTERAKHIR
No. Nama Pertemuan Ilmiah / Seminar /
Konferensi
Waktu dan Tempat Keterangan
1. 2nd International Conference of
Water Resources and Development
14-15 September 2017,
Fakultas Teknik, Universitas
Brawijaya
Partisipan
2. Workshop Pelatihan Penggunaan
Statistik dalam Penelitian
25-26 Agustus 2016, Fakultas
Teknik, Universitas
Brawijaya
Peserta
3. International Seminar of Water
Management Policy for Poverty
Eradication
30 November 2015,
Universitas Brawijaya
Peserta
4. Sosialisasi Energi Terbarukan 18 November 2015, Fakultas
Teknik, Universitas
Brawijaya
Peserta
5. Workshop Computational of Fluid
Dynamic on Design and System
Engineering
29 Januari 2015 Peserta
F. PELATIHAN / LOKAKARYA DALAM 3 TAHUN TERAKHIR
No. Nama Pelatihan Waktu dan Tempat Penyelenggara
1. Pelatihan dan Lokakarya
Penulisan Artikel pada Jurnal
Internasional
18 -19 Mei 2016,
Universitas Brawijaya
PPKID, Universitas
Brawijaya
2. Pelatihan Penulisan Jurnal Ilmiah
dan Pencegahan Plagiasi
29 Mei 2015,
Universitas Brawijaya
Program Pascasarjana,
Universitas Brawijaya
3. Pelatihan Penulisan Jurnal Ilmiah
dan Artikel pada Jurnal
Internasional
15 April 2014,
Universitas Brawijaya
Program Pascasarjana,
Universitas Brawijaya