316
PEMODELAN GERUSAN DAN SEDIMENTASI PADA SALURAN BERBAHAN DASAR NON-KOHESIF DENGAN ALIRAN TENGGELAM DISERTASI TEKNIK SIPIL KONSENTRASI SUMBERDAYA AIR Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Doktor NINA BARIROH RUSTIATI NIM 127060100111002 UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK MALANG 2017

pemodelan gerusan dan sedimentasi pada saluran

Embed Size (px)

Citation preview

PEMODELAN GERUSAN DAN SEDIMENTASI PADA SALURAN

BERBAHAN DASAR NON-KOHESIF DENGAN ALIRAN

TENGGELAM

DISERTASI

TEKNIK SIPIL KONSENTRASI SUMBERDAYA AIR

Diajukan untuk memenuhi persyaratan

memperoleh gelar Doktor

NINA BARIROH RUSTIATI

NIM 127060100111002

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS TEKNIK

MALANG

2017

ii

iv

v

JUDUL DISERTASI:

PEMODELAN GERUSAN DAN SEDIMENTASI PADA SALURAN

BERBAHAN DASAR NON-KOHESIF DENGAN ALIRAN

TENGGELAM

Nama Mahasiswa : NINA BARIROH RUSTIATI

NIM : 127060100111002

Program Studi : TEKNIK SIPIL

Minat : SUMBER DAYA AIR

KOMISI PEMBIMBING :

Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Suhardjono, M.Pd., Dipl. HE.

Pembimbing Pendamping 1 : Dr. Ir. Rispiningtati, M.Sc.

Pembimbing Pendamping 2 : Dr. Very Dermawan, S.T., M.T.

TIM DOSEN PENGUJI :

Dosen Penguji : Dr. Ir. Pitojo Tri Juwono, M.T.

Dosen Penguji Tamu : Prof. Dr. Ir. Nadjadji Anwar, M.S.

Tanggal Ujian : 29 Agustus 2017

SK Penguji :

vi

vii

PERNYATAAN ORISINALITAS DISERTASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya dan

berdasar hasil penelusuran berbagai karya ilmiah, gagasan dan masalah ilmiah yang diteliti dan

diulas di dalam Naskah Disertasi ini adalah asli dari pemikiran saya, tidak terdapat karya ilmiah

yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan

Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain,

kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam kutipan dan daftra

pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah Disertasi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur

jiplakan, saya bersedia Disertasi dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70)

Malang, Oktober 2017

Mahasiswa,

Nina Bariroh Rustiati

127060100111002

viii

ix

“Dan Dialah yang menurunkan hujan setelah mereka berputus

asa dan menyebarkan Rahmat_Nya. Dan Dialah Maha Pelindung,

Maha Terpuji”

(Asy Syuuraa : 28)

“Apakah engkau tidak memperhatikan, bahwa Allah

menurunkan air dari langit, lalu diaturnya menjadi sumber sumber air di bumi,......, Sesungguhnya pada yang demikian itu

terdapat pelajaran bagi orang orang yang mempunyai akal sehat”

(Az Zumar : 21)

UNTUK KELUARGAKU........

x

xi

RINGKASAN

Nina Bariroh Rustiati, Program Doktor Teknik Sipil, Minat Sumber Daya Air, Fakultas

Teknik Universitas Brawijaya, Maret 2017, Pemodelan Gerusan dan Sedimentasi pada

Saluran Berbahan Dasar Pasir Lempung dengan Aliran Tenggelam, Promotor: Prof. Dr. Ir.

Suhardjono, M.Pd., Dipl. HE. ; Ko-Promotor: Dr. Ir. Rispiningtati, M.Sc. dan Dr Very

Dermawan, ST., MT.

Pintu sorong adalah salah satu jenis pintu air yang digunakan untuk mengontrol muka air

hulu, berbentuk sederhana dan dapat menggelontor sedimen disaat pembilasan. Karenanya

pengoperasian pintu merupakan proses penting. Pergerakan naik turun pintu mempengaruhi

kecepatan aliran. Akibat kecepatan yang fluktuatif menyebabkan gerusan lokal. Gerusan lokal

yang terus menerus berpotensi merusak struktur lantai saluran. Akibat gerusan akan terjadi

kerusakan permanen pada struktur bagian bawah dan dapat mengakibatkan runtuhnya struktur

pintu. Besarnya kedalaman gerusan, panjang gerusan dan tinggi sedimentasi akibat variasi

debit, tinggi bukaan pintu dan jenis material sedimen dasar saluran menjadi informasi penting

dan dibutuhkan dalam kajian ilmu hidrolika.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh variasi debit dan tinggi bukaan pintu

serta jenis material dasar saluran terhadap perubahan kedalaman gerusan (ds), panjang gerusan

(ls) dan tinggi sedimentasi (hd). Penelitian dilakukan pada satu model saluran terbuka dengan

pintu sorong yang dapat dinaikturunkan. Debit yang digunakan dalam penelitian sebanyak 9

macam mulai dari 1,0 lt/det hingga 5.0 lt/det. Sedangkan tinggi bukaan pintu ada 5 variasi

mulai 0,5 cm hingga 2,5 cm dengan interval 0,5 serta tiga jenis material dasar saluran.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedalaman gerusan, panjang gerusan dan tinggi

sedimentasi dapat dianalisis dalam kaitannya dengan fungsi debit, tinggi bukaan pintu, tinggi

muka air hulu dan hilir serta jenis material yang digunakan. Adapun persamaan kedalaman

gerusan yang dapat diperoleh adalah 𝑑𝑠 = (1,717 (𝑄

𝑏𝑝)1,414

) 𝑏𝑝 , panjang gerusan 𝑙𝑠 =

(6,364 (𝑄

𝑏𝑝)0,459

(𝑦0

𝑏𝑝)0,438

) 𝑏𝑝 dan tinggi sedimentasi ℎ𝑑 = (0,618 (∆𝐻

𝑏𝑝)0,519

) 𝑏𝑝. Dari perhitungan

diperoleh nilai koefisien determinasi untuk ketiga jenis material dasar saluran terhadap

kedalaman gerusan R2 = 0,946, panjang gerusan R2 = 0,956 dan tinggi sedimentasi R2 =

0,7911. Sehingga disimpulkan bahwa persamaan tersebut dapat digunakan pada ketiga jenis

material dasar saluran.

Kata kunci: pintu sorong, gerusan dan sedimentasi dan material dasar saluran

xii

xiii

ABSTRACT

Nina Bariroh Rustiati, Doctoral Program of Civil Engineering, Spesialisation in Water

Resources, Engineering Faculty of Brawijaya University, March 2017, Scouring and

Sedimentation Model of Non-kohesive Bed Material Channel with Submerged Flow, Promotor:

Prof. Dr. Ir. Suhardjono, M.Pd., Dipl. HE. ; Co-Promotor: Dr. Ir. Rispiningtati, M.Sc. and Dr

Very Dermawan, ST., MT.

Sluice gate is one of the hydraulic structure in irrigation channel that used to adjusting

the water level precisely and simple. The sediment flushing through the flush under gate. The

handling of sluice gate is very important during operation time. This is because of the up and

down movement of the sluice affect the flow through under the gate. The distribution of

velocity fluctuation occurs the local scouring. The continuity of local scouring affect the

damage of the channel bed. Scour will occur due to permanent damage to the under structure

which affect the falling down of the sluice gate structure.

The aims of the research is to investigate the discharge and heigth of gate opening

variation effect to scour characteristics under the different bed material condition. The scour

characteristics that investigated are the depth of scour (ds), the scour length (ls) and the height

of sedimentation (hd). The research used an open channel flow with a sluice gate that moved

up and down manually. The range of discharge variation at 1,0 lt/s till 5,0 lt/s with step interval

is 0,5 lt/s. Variation of height the opening gate starting at 0,5 cm to 2,5 cm with the run step

0,5 under 3 non-cohesive bed material.

The result of research showed that the scour and sedimentation characteristics determined

as a function of discharge variation, height of opening gate, upstream water level, downstream

water level and type of bed sediment materials. The governing equation of scouring depth is

𝑑𝑠 = (1,717 (𝑄

𝑏𝑝)1,414

) 𝑏𝑝 , lenght of scour 𝑙𝑠 = (6,364 (𝑄

𝑏𝑝)0,459

(𝑦0

𝑏𝑝)0,438

) 𝑏𝑝 and the sedimentation

height is ℎ𝑑 = (0,618 (∆𝐻

𝑏𝑝)0,519

) 𝑏𝑝. Generally the result of calculation occur the coefficient

correlation R2 = 0,946. The scour length is R2 = 0,956 and height of sedimentation is R2 =

0,7911. This result showed that the Rustiati’s equation could be used as a prediction of scour

and sedimentation characteristics on the non-cohesive bed material.

Keyword: sluice gate, scour, sedimentation, non-cohesive material

xiv

xv

KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah Subhanallahu Wa Ta’ala atas segala Rahmat, berkah serta

limpahan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Disertasi yang

berjudul “Pemodelan Gerusan dan Sedimentasi pada Saluran Berbahan Dasar Non-

kohesif dengan Aliran Tenggelam”. Salam dan sholawat tercurah hanya kepada junjungan

kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan pencerahan dan membawa

ketenangan dalam menempuh perjalanan selama studi di Universitas Brawijaya.

Atas terselesaikannya penyusunan disertasi ini penulis mengucapkan penghargaan dan

terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dan berperan

penting secara moril maupun materiil, yaitu:

1) Prof. Dr. Ir. Suhardjono, MPd., Dipl. HE., selaku Promotor, yang dengan penuh

kesabaran memberi motivasi, dukungan, masukan serta arahan yang sangat luar biasa

dalam penyelesaian disertasi ini.

2) Dr. Ir. Rispiningtasi, M.Sc., selaku Ko-Promotor yang selalu mendukung dan telah

banyak membantu dalam penyelesaian disertasi ini.

3) Dr. Very Dermawan, S.T., M.T., selaku Ko-Promotor yang selalu meluangkan waktu

untuk berdiskusi dan mengingatkan penulis serta motivator pada setiap langkah

penyelesaian disertasi ini.

4) Prof Dr. Ir. Nadjadji Anwar, selaku Penguji Tamu, yang telah memberi masukan dan

arahan dalam penyelesaian penulisan disertasi ini.

5) Dr. Ir. Pitojo Tri Juwono, M.T., selaku Penguji, yang telah memberikan banyak sekali

masukan dan dukungan guna penyempurnaan tulisan disertasi ini.

6) Ari Wibowo, ST., MT., Ph.D., selaku Ketua Program Studi Program Doktor Teknik

Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, yang mendukung dan memotivasi sebagai

seorang dosen selama penulis menempuh studi.

7) Bapak/Ibu Dosen Pengajar di Program Doktor Teknik Sipil peminatan Sumberdaya Air

atas segala ilmu dan wawasan yang diberikan.

8) Rektor beserta jajaran Dosen Jurusan teknik Sipil Universitas Tadulako yang telah

memberi kesempatan penulis untuk menempuh studi di Universitas Brawijaya.

xvi

9) Alm KH. M. Soejoeti Cholil, SH., dan Almh Hj. Siti Rosidah, orangtua tercinta, yang

selalu berdoa semasa hidup mereka, membekali kami Iman dan Akal sehingga kami

mendapat keberkahan ilmu yang diperoleh di dunia dan di akherat. InsyaAllah, Aamiin.

10) Ayah H. Abdul Azis dan Ibu Hj. Siti Mayrosa, mertua terkasih, yang telah memberikan

cinta dan kasih sayang sehingga penulis selalu merasa berada di’rumah’

11) Rudy Wahyono, Alifia Rusyda Syafitri, Sofia Hanum Rasyidina dan Moh. Izzan

Rasyidi, suami dan anak-anakku tercinta yang dengan seluruh kesabaran, doa, harapan

serta pengorbanan yang sangat luar biasa mendampingi dan mendukung penulis selama

studi.

12) Klg. Dr. Dra. Hj. Siti Hamidah Rustiana, M.Ak., Klg. Ir. H. Moh. Arsyad Nurdin M.Ap,

Klg. Drs. Moh. Agus Baharuddin, MT, MM., Klg. (Alm) Drs. Moh. Syafar Aminuddin,

Klg. Moh. Amiruddin Pribadi, Amd., Klg. Dr. Ir. Ummu Salamah Rustiani, M.P., Klg.

Ir. Ahmad Shabri Prasodjo, Klg. Dr. Himmah Rustiami, S.P., M.Sc., dan Klg. Ahmad

Tendo Utomo, S.Kom, serta seluruh keponakan atas dukungan semangat, doa, moril

selama penulis menempuh studi. Semoga kita semua dikumpulkan kembali kelak di

FirdausNya Alloh SWT, Aamiin.

13) Klg. Dra. Ida Rosiana, Klg. Drs. Ahmad Siswono, Klg. Heri Kurniawan S.E, Klg. Netty

Anggraini, Klg. (Alm) Budi Santoso, Klg. Heny Devitasari Amd. S.Pd., S.Ip., Klg. Evy

Oktavia S.P., serta semua keponakan yang telah mendukung penulis sehingga penulis

merasa sangat ‘sesuatu’ menjadi bagian dari Kalian.

14) Dr. Denik S. Krisnayanti S.T., M.T, Dr. Dian Noorvy K. S.T., M.T., Dr. Ir. Laksni

Sedyowati M.S., Dr. Eri Prawarti S.T., M.T., sahabat-sahabat terdekat selama di

kampus yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk saling diskusi, curhat,

menasehati dan membakar semangat saat penulis terpuruk dan jatuh untuk bangun dan

bangkit, Thanks for being my beloved friend..

15) Dr. Judi K.Nasjono S.T., M.T., Ir. Abdul Azis Hoesein Dipl. HE., Almh. Bunda Puri

Nurani, sahabat-sahabat yang selalu mendukung dalam suka, duka dan menjadi

inspirasi selama penulis menempuh studi.

16) Teman-teman PDTS SDA angkatan 2011, 2012, 2013, 2014 dan 2015 yang telah

menjadi bagian dalam sejarah perjalanan studi penulis.

17) Pak Mas’ud, Pak Kus, Mas Singgih, April P’012, Komkom P’012 yang telah banyak

membantu penulis mengumpulkan data penelitian

xvii

18) Dan berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang secara

langsung maupun tak langsung membantu penulis menyelesaikan penulisan disertasi

ini.

Disertasi ini disusun dengan mengerahkan semua kemampuan dan potensi penulis,

namun disertasi ini masih perlu disempurnakan untuk menjawab bermacam masalah

gerusan dan sedimentasi di saluran khususnya berbahan dasar non-kohesif. Untuk itu

semua masukan, saran, dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan guna

perbaikan dan kesempurnaan tullisan ini. Semoga disertasi ini membawa manfaat yang

sebesar-besarnya untuk pemerhati bangunan air dan khususnya masyarakat dunia

pendidikan.

Akhirul kata, penulis ingin sampaikan bahwa “dunia ini hanya sebentar karena itu

jadilah manusia yang berguna untuk kebaikan sekitarmu”

Malang, Oktober 2017

Nina Bariroh Rustiati

xviii

xix

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ................................................................................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................. iii

LEMBAR IDENTITAS TIM PENGUJI DISERTASI ......................................................... v

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS DISERTASI ............................................. vii

LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................................... ix

RINGKASAN ......................................................................................................................... xi

ABSTRACT .................... ...................................................................................................... xiii

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ xv

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ xxix

DAFTAR TABEL ............................................................................................................... xxiii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... xxvii

DAFTAR NOTASI ............................................................................................................. xxxi

DAFTAR LAMPIRAN. ................................................................................................. xxxiii

BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

1.1.Latar Belakang ....................................................................................................... 1

1.2.Identifikasi Masalah....... ........................................................................................... . 4

1.3. Batasan Masalah ..................................................................................................... 5

1.4. Perumusan Masalah ................. ........................................................................... 6

1.5. Tujuan Penelitian ................................................................................................. 6

1.6. Manfaat Penelitian ..................... ........................................................................ 6

1.7. Kebaharuan Penelitian .............................................................................................. 7

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ...................................................... 9

2.1. Karakteristik Pintu Air ........ .................................................................................. 9

2.2. Pengaruh Kekasaran terhadap Fluktuasi Debit .................................................... 12

2.3. Gerak Mula Butiran ......................... ................................................................. 13

xx

2.4. Karakteristik Sedimen .............. ......................................................................... 14

2.5. Rejim Aliran .................. ................................................................................. 18

2.5.1. Rejim Aliran Rendah ........................................................................... 19

2.5.2. Daerah Transisi ............................................................................... 19

2.5.3. Regime Aliran Tinggi .......................................................................... 19

2.6. Sifat Fisik dan Morfologi Tanah ........................................................................... 19

2.7. Mekanisme Konfigurasi Dasar .............................................................................. 23

2.8. Konfigurasi Bentuk Dasar (Bed Forms) ............................................................... 24

2.8.1. Pendekatan Van Rijn (1984) ................................................................ 26

2.8.2. Pendekatan Simon dan Richardson ...................................................... 26

2.8.3. Pendekatan Garde Albertson ................................................................ 28

2.9.Gerusan dan Sedimentasi .. ................................................................................. 29

2.10. Model Fisik Hidrolik ................................................................................ 34

2.11. Teori Kesebangunan dan Analisa Dimensi ...................................................... 35

2.12. Analisa Regresi ...................................................................................... 39

2.12.1. Koefisien Korelasi ........................................................................... 42

2.12.2. Koefisien Determinasi .................................................................. 43

2.13. Hasil Penelitian Terdahulu................................................................................... 43

BAB III. KERANGKA KONSEP PENELITIAN ................................................................... 53

3.1. Kerangka Pikiran ................................................................................................. 53

3.2. Hipotesis ........................ ......................................................................................... 54

3.3. Definisi Operasional ............ ............................................................................... 54

BAB IV. METODE PENELITIAN ......................................................................................... 57

4.1.Lokasi Penelitian .................................................................................................. 57

4.2.Rancangan Uji Variasi Parameter Model .............................................................. 58

4.3. Pengamatan dan Pengukuran Model ..................................................................... 61

4.4. Pengujian Model ................................................................................................. 61

xxi

4.4.1. Rancangan Analisa Dimensi ................................................................ 62

4.4.2. Kalibrasi Alat ..................................................................................... 64

4.5.Pemilihan Material Sedimen ............................................................................. 75

4.6.Validasi dan Verifikasi Model .......................................................................... 85

BAB V. ANALISA DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 87

5.1. Analisa Pengaruh Material Dasar Saluran tipe Sandy Loam, Q dan bp terhadap

kedalaman gerusan (ds) ....................................................................................... 87

5.2. Analisa Pengaruh Material Dasar Saluran tipe Sandy Loam, Q dan bp terhadap

panjang gerusan (ls) .............................................................................................. 94

5.3. Analisa Pengaruh Material Dasar Saluran tipe Sandy Loam, Q dan bp terhadap

tinggi sedimentasi (hd) ........................................................................................ 100

5.4. Analisa Pengaruh Material Dasar Saluran tipe Loamy Sand, Q dan bp terhadap

kedalaman gerusan (ds) ................................................................................... 106

5.5. Analisa Pengaruh Material Dasar Saluran tipe Loamy Sand, Q dan bp terhadap

panjang gerusan (ls) .......................................................................................... 112

5.6. Analisa Pengaruh Material Dasar Saluran tipe Loamy Sand Q dan bp terhadap

tinggi sedimentasi (hd) ...................................................................................... 115

5.7. Analisa pengaruh besaran Q, bp pada semua jenis material dasar saluran

terhadap kedalaman gerusan (ds) .................................................................... 118

5.8. Analisa pengaruh material dasar saluran tipe sandy loam-a, Q dan bp terhadap

panjang gerusan (ls) ........................................................................................... 123

5.9. Analisa pengaruh material dasar saluran tipe sandy loam-a, Q dan bp terhadap

tinggi sedimentasi (hd) ..................................................................................... 127

5.10.Analisa pengaruh besaran Q, bp pada semua jenis material dasar terhadap

kedalaman gerusan (ds) .................................................................................. 132

5.11.Analisa pengaruh perubahan tinggi bukaan pintu terhadap kedalaman dan

panjang gerusan pada semua jenis material dasar ............................................. 134

5.12.Analisa Bentuk Dasar Saluran (bed configuration) berdasar Hasil Pengamatan

Laboratorium .................................................................................................... .137

xxii

5.12.1. Gerak mula sedimen .................................................................................. 138

5.12.2. Kajian Hasil Laboratorium dengan persamaan terdahulu ......................... 142

5.12.2.1.Bentuk dasar pada variasi debit dan bukaan pintu pada material

Sandy Loam1 ............................................................................... 142

5.12.2.2.Perhitungan dengan persamaan Schoklitsch................................ 146

5.12.2.3. Persamaan Muller ........................................................................ 148

5.12.2.4. Persamaan Eggenberger ............................................................. 149

5.12.2.5. Persamaan Wu ......................................................................... 151

5.12.2.6. Persamaan Ali et al ...................................................................... 152

5.12.2.7. Persamaan Farhoudi Shayan .................................................. 154

5.12.3. Pembahasan Karakteristik Gerusan dan Sedimentasi dengan metode Statistik

.............................. ......................................................................................... 159

5.13. Validasi Hasil Penelitian ................................................................................ 170

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 175

6.1. KESIMPULAN .................................................................. .............................. .175

6.2. SARAN ... .......................................................................................................... . 178

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 179

LAMPIRAN .......................................................................................................................... 183

xxiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Nilai Cd berdasar nilai bp/y0 .................................................................................... 10

Tabel 2. Klasifikasi ukuran partikel tanah berdasar British Standart ...................................... 16

Tabel 3. Klasifikasi tipe bentuk dasar ...................................................................................... 24

Tabel 4. Contoh jumlah konstanta tak berdimensi................................................................... 37

Tabel 5. Penelitian karakteristik pintu ..................................................................................... 51

Tabel 6. Penelitian Gerusan di sekitar pintu ............................................................................ 52

Tabel 7. Rancangan Percobaan Model Fisik Hidrolik ............................................................. 60

Tabel 8. Tabulasi Parameter untuk Analisa Dimensi............................................................... 63

Tabel 9. Penentuan Bilangan Tak Berdimensi ......................................................................... 64

Tabel 10. Hasil Bilangan Tak Berdimensi ............................................................................... 64

Tabel 11. Persamaan Debit pada Bendung Segi Empat ........................................................... 66

Tabel 12. Data yRechbock untuk Pengukuran Nilai QRechbock dan Qtakar ....................................... 67

Tabel 13. Perhitungan Koefisien Relatif untuk Qtakar dan Qregresi ............................................ 69

Tabel 14. Perhitungan Kecepatan dengan Currentmeter tipe Propeller 403........................... 71

Tabel 15. Perhitungan Kecepatan dengan Tabung Pitot .......................................................... 74

Tabel 16. Hasil Nilai Kecepatan dengan Menggunakan Tiga Jenis Alat Ukur ...................... 74

Tabel 17. Hasil perhitungan ayakan Material 1 ....................................................................... 76

Tabel 18. Hasil perhitungan analisis hydrometer .................................................................... 77

Tabel 19. Prosentase kelas butiran material dasar ................................................................... 78

Tabel 20. Hasil rekapitulasi uji Hidrometri untuk semua campuran ....................................... 79

Tabel 21. Uji Hidrometri pada sampel campuran 1 tanah dan 9 pasir ..................................... 79

Tabel 22. Hasil uji ayakan butiran sedimen ............................................................................. 80

Tabel 23. Hidrometri material kedua ....................................................................................... 81

Tabel 24. Klasifikasi butiran material dua ............................................................................... 81

Tabel 25. Hasil ayakan material ketiga .................................................................................... 83

Tabel 26. Hidrometri material 3............................................................................................... 83

Tabel 27. Klasifikasi butiran material tiga ............................................................................... 84

Tabel 28. Rekapitulasi material uji ........................................................................................ 85

Tabel 29. Hasil pengamatan variabel terikat pada semua Q dan b .......................................... 88

xxiv

Tabel 30. Hubungan ds/bp dengan yo/bp ................................................................................... 89

Tabel 31. Hubungan antara ds/bp dengan ytw/bp ....................................................................... 90

Tabel 32. Hubungan ds/bp dengan Q/(g0,5.bp1,5)....................................................................... 92

Tabel 33. Hubungan ds/bp dengan ΔH/bp ................................................................................ 93

Tabel 34. Hubungan kedalaman gerusan dengan Bilangan Froude ......................................... 94

Tabel 35. Hubungan antara ls, bp dan yo .................................................................................. 95

Tabel 36. Hubungan antara ls/bp dengan y3/bp ......................................................................... 96

Tabel 37. Hubungan ls/bp dan ΔH/bp ....................................................................................... 97

Tabel 38. Hubungan antara panjang gerusan dan debit dan percepatan gravitasi ................... 98

Tabel 39. Tabulasi ls/bp dan Bilangan Froude ......................................................................... 99

Tabel 40. Hubungan hd/bp dan yo ........................................................................................... 101

Tabel 41. Hubungan hd/bp dan y3/bp ...................................................................................... 102

Tabel 42. Tabulasi hd dan ΔH ............................................................................................... 103

Tabel 43. Hubungan hd/bp dan Q/g0,5bp1,5 .............................................................................. 104

Tabel 44. Hubungan parameter hd dan bilangan Froude........................................................ 105

Tabel 45. Ringkasan koefisien korelasi hubungan antar parameter ...................................... 106

Tabel 46. Hasil pengamatan besaran Q dan bp ...................................................................... 106

Tabel 47. Hubungan ds/bp dengan yo/bp ................................................................................. 107

Tabel 48. Hubungan antara ds/bp dengan y3/bp ...................................................................... 108

Tabel 49. Hubungan ds/bp dengan Q/(g0,5.bp1,5) ..................................................................... 109

Tabel 50. Hubungan ds/bp dengan ΔH/bp ............................................................................... 110

Tabel 51. Hubungan antara ds/bp dengan Fr .......................................................................... 111

Tabel 52. Hubungan rasio y0/bp dan ls ................................................................................... 112

Tabel 53. Hubungan y3 dan ls................................................................................................. 113

Tabel 54. Hubungan Q dan ls ................................................................................................. 114

Tabel 55. Hubungan antara hd dan y0..................................................................................... 116

Tabel 56. Hubungan hd dan y3 per tinggi bukaan pintu ......................................................... 117

Tabel 57. Korelasi koefisien hubungan antar parameter material Loamy sand ..................... 118

Tabel 58. Hasil pengamatan besaran Q, bp untuk Material Sandy loam-a ............................ 118

Tabel 59. Hubungan ds/bp dengan yo/bp ................................................................................. 119

Tabel 60. Hubungan antara ds/bp dengan y3/bp ...................................................................... 121

Tabel 61. Hubungan ds/bp dengan Q/(g1/2.bp3/2) ..................................................................... 122

Tabel 62. Hubungan ds/bp dengan ΔH/bp ............................................................................... 122

Tabel 63. Hubungan ls/bp dengan y0/bp .................................................................................. 123

xxv

Tabel 64. Hubungan tinggi muka air hilir dengan panjang gerusan ...................................... 124

Tabel 65. Hubungan ls dan ΔH .............................................................................................. 125

Tabel 66. Hubungan Q dan ls ................................................................................................. 126

Tabel 67. Hubungan hd dan y0 ............................................................................................... 127

Tabel 68. Parameter hd dan y3 ................................................................................................ 128

Tabel 69. Hubungan parameter Q dan hd ............................................................................... 129

Tabel 70. Tabulasi hubungan hd dan ΔH .............................................................................. 130

Tabel 71. Tabulasi koefisien korelasi antar parameter pad materil 1 .................................... 131

Tabel 72. Hubungan tinggi bukaan pintu (bp) terhadap semua besaran debit dan jenis material

.............................................................................................................................. 132

Tabel 73. Debit yang dialirkan dalam penelitian ................................................................... 138

Tabel 74. Penentuan gerak mula material sedimen untuk material Sandy Loam .................. 138

Tabel 75. Tabulasi gerak mula material sedimen pada material Sandy loam-1 .................... 140

Tabel 76. Tabulasi gerak mula material sedimen pada material Loamy sand ....................... 141

Tabel 77. Hasil pengamatan bentuk dasar di laboratorium.................................................... 142

Tabel 78. Prediksi bentuk dasar berdasar teori van Rijn ....................................................... 143

Tabel 79. Perkiraan bentuk dasar pada material Sandy-loam1 .............................................. 144

Tabel 80. Perbandingan dengan persamaan dari Schoklitsch ................................................ 147

Tabel 81. Perhitungan kedalaman gerusan dengan persamaan Muller .................................. 148

Tabel 82. Perhitungan kedalaman gerusan dengan persamaan Eggenberger ........................ 149

Tabel 83. Perhitungan kedalaman gerusan dengan persamaan Wu ....................................... 151

Tabel 84. Perhitungan dengan persamaan Ali et, al ....................... .................................... 153

Tabel 85. Hasil perhitungan dengan persamaan Farhoudi Shayan ........................................ 154

Tabel 86. Perbandingan hasil pengamatan laboratorium dengan persamaan terdahulu ........ 155

Tabel 87. Tabulasi perbandingan ls empirik dengan ls perhitungan .................................... 157

Tabel 88. Estimasi parameter ............................................................................................ 162

Tabel 89. ANOVA ............................................................................................................ 163

Tabel 90. Korelasi 1 parameter terhadap perubahan ds, ls dan hd .......................................... 163

Tabel 91. Korelasi 2 variabel terhadap perubahan ds, ls dan hd ............................................. 163

Tabel 92. Persamaan gerusan dan sedimentasipada semua tipe material penelitian ............ 164

Tabel 93. Perbandingan ds hasil pengamatan empiris dengan persamaan terhitung ............. 165

Tabel 94. Perbandingan ls hasil pengamatan empiris dengan persamaan terhitung .............. 167

Tabel 95. Perbandingan hd hasil pengamatan empiris dengan persamaan terhitung ............ 168

xxvi

Tabel 96. Tabulasi kedalaman gerusan di hilir pintu .......................................................... 171

Tabel 97. Perbandingan kedalaman dan panjang gerusan lapangan dan perhitungan ........ 172

xxvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pintu dengan aliran di bawah pintu .......................................................................... 9

Gambar 2. Kondisi aliran pada pintu sorong .......................................................................... 11

Gambar 3. Grafik kecepatan gesek kritik dan tegangan gesek kritik berdasar diameter butiran

............................................................................................................................ 15

Gambar 4. Pergerakan material dasar dan angkutan sedimen ................................................. 15

Gambar 5. Diagram pergerakan sedimen non dimensional dari Shields ................................. 17

Gambar 6. Diagram Transport Sedimen dari Hjulstrom .......................................................... 17

Gambar 7. Diagram Segitiga Tekstur Tanah ........................................................................... 21

Gambar 8. Kriteria bentuk dasar Simon (after Jansen) ............................................................ 25

Gambar 9. Diagram klasifikasi bentuk dasar dari van Rijn ..................................................... 26

Gambar 10. Diagram klasifikasi bentuk dasar dari Simon Richardson ................................... 28

Gambar 11. Diagram klasifikasi bentuk dasar dari Garde Albertson ...................................... 29

Gambar 12. Bentuk kekasaran dasar pada saluran aluvial ....................................................... 30

Gambar 13. Sketsa Gerusan lokal di hilir pintu air .................................................................. 31

Gambar 14. Sketsa percobaan di laboratorium ........................................................................ 58

Gambar 15. Simbol dimensi pada bendung persegiempat (Rechbock) ................................... 66

Gambar 16. Bendung persegimpat dan selang pipa tinggi muka air ....................................... 67

Gambar 17. Kurva hubungan yRechbock terhadap Qtakar ............................................................. 68

Gambar 18.Kurva hubungan Q terhadap yRechbock.................................................................... 68

Gambar 19. Alat ukur kecepatan tipe 403 Armfield Propeller ................................................ 70

Gambar 20. Sketsa pembagian titik pada pias melintang aliran .............................................. 70

Gambar 21. Kurva hubungan frekuensi (Hz) terhadap kecepatan aliran (m/d) ....................... 70

Gambar 22. Alat pengukuran tabung pitot dan cara kerja dalam penggunaan ........................ 71

Gambar 23. Sketsa titik pengukuran dengan menggunakan tabung pitot ................................ 72

Gambar 24. Kurva hubungan beda tinggi pitot (m) terhadap kecepatan aliran (m/det) .......... 73

Gambar 25. Kurva hubungan yRechbock (m) terhadap kecepatan aliran (m/det) ........................ 75

Gambar 26. Penamaan material dasar dengan segitiga USDA ................................................ 78

Gambar 27. Gradasi butiran material ....................................................................................... 80

Gambar 28. Gradasi butiran material kedua ............................................................................ 82

Gambar 29. Segitiga USDA untuk material Sandy Loam........................................................ 82

Gambar 30. Segitiga USDA untuk material Loamy sand ........................................................ 84

xxviii

Gambar 31. Klasifikasi material uji ..................................................................................... 85

Gambar 32. Karaktersitik aliran dan gerusan di bawah pintu .................................................. 87

Gambar 33. Hubungan ds/bp dengan yo/bp .............................................................................. 89

Gambar 34. Hubungan ds/bp dan y3/bp ..................................................................................... 91

Gambar 35. Hubungan antara ds/bp dengan Q/(g0,5.bp1,5) ........................................................ 92

Gambar 36. Hubungan antara ds/bp dengan ΔH/bp .................................................................. 93

Gambar 37. Grafis hubungan ds dan Fr ................................................................................... 94

Gambar 38. Hubungan ls/bp dengan yo/bp ................................................................................ 95

Gambar 39. Hubungan ls/bp dan y3/bp ...................................................................................... 96

Gambar 40. Pengaruh beda muka air hulu dan hilir terhadap panjang gerusan ...................... 97

Gambar 41. Hubungan ls/bp dan (Q/(g0,5bp2,5) .......................................................................... 99

Gambar 42. Grafis hubungan ls dengan Fr ............................................................................. 100

Gambar 43. Hubungan besaran muka air hulu (yo/bp) dan hd/bp............................................ 101

Gambar 44. Hubungan hd/bp dan y3/bp ................................................................................... 102

Gambar 45. Hubungan hd dan ΔH ........................................................................................ 103

Gambar 46. Hubungan hd/bp dan Q/g0,5bp1,5 .......................................................................... 104

Gambar 47. Hubungan hd dengan bilangan Fr ....................................................................... 105

Gambar 48. Hubungan ds/bp dengan yo/bp ............................................................................ 108

Gambar 49. Hubungan ds/bp dan y3/bp ................................................................................... 109

Gambar 50. Hubungan antara ds/bp dengan Q/(g0,5.bp1,5)....................................................... 110

Gambar 51. Hubungan ΔH dan ds .......................................................................................... 111

Gambar 52. Hubungan ds/bp dengan Fr ................................................................................. 112

Gambar 53. Hubungan y0 dan ls ............................................................................................. 113

Gambar 54. Hubungan y3 dan ls ............................................................................................. 114

Gambar 55. Hubungan Q dengan ls ....................................................................................... 115

Gambar 56. Hubungan antara hd dan y0 ................................................................................. 116

Gambar 57. Hubungan antara hd/bp dan y3/bp ........................................................................ 117

Gambar 58. Hubungan ds/bp dengan yo/bp ............................................................................ 120

Gambar 59. Hubungan ds/bp dan y3/bp ................................................................................... 121

Gambar 60. Hubungan antara ds/bp dengan Q/(g0,5.bp1,5)....................................................... 122

Gambar 61. Hubungan antar ΔH dengan ds ........................................................................... 123

Gambar 62. Hubungan ls dan y0 ............................................................................................. 124

Gambar 63. Hubungan y3 dan ls ............................................................................................. 125

xxix

Gambar 64. Korelasi ΔH dan ls .............................................................................................. 126

Gambar 65. Korelasi debit dan panjang gerusan ................................................................... 127

Gambar 66. Korelasi hd dan y0 ............................................................................................... 128

Gambar 67. Hubungan parameter hd dan y3........................................................................... 128

Gambar 68. Grafik hubungan hd dan Q ................................................................................. 130

Gambar 69. Hubungan parameter hd dan ΔH ....................................................................... 131

Gambar 70. Kedalaman gerusan pada bp 0,5 cm ................................................................... 133

Gambar 71. Kedalaman gerusan pada bp = 1,0 cm ................................................................ 133

Gambar 72. Kedalaman gerusan pada bp 1,5 cm ................................................................... 134

Gambar 73. Kedalaman gerusan pada bp 0,5 cm untuk semua Q pada material Sandy Loam

.......................................................................................................................... 135

Gambar 74. Kedalaman gerusan pada bp 1,0 cm untuk semua Q pada material Sandy Loam

.......................................................................................................................... 136

Gambar 75. Kedalaman gerusan pada bp 1,5 cm untuk semua Q pada material Sandy Loam

.......................................................................................................................... 136

Gambar 76. Kedalaman gerusan pada bp 2,0 cm untuk semua Q pada material Sandy Loam

.......................................................................................................................... 137

Gambar 77. Penentuan kecepatan geser kritik ....................................................................... 140

Gambar 78. Klasifikasi bentuk dasar dari van Rijn (untuk Q 1 lt/dt dan bp 0,5 cm) ............ 146

Gambar 79. Perbandingan ds empirik dengan ds hasil perhitungan M1 ................................ 156

Gambar 80. Perbandingan ls empirik dengan ls hasil perhitungan M1 .................................. 159

Gambar 81. Jumlah data yang akan digunakan dalam analisa statistik ................................160

Gambar 82. Data lengkap untuk M1 .................................................................................... 161

Gamabr 83. Data lengkap untuk M2 .................................................................................. 161

Gambar 84. Data lengkap untuk M3 ................................................................................... 162

Gambar 85. Perbandingan ds hitung dan ds empirik untuk semua material penelitian .......... 166

Gambar 86. Perbandingan ls hitung dan ls empirik untuk semua material penelitian ............ 168

Gambar 87. Perbandingan hd hasil pengamatan dan perhitungan ......................................... 169

Gambar 88 (a). Kondisi hilir pintu air di DI. Bokor ............................................................ 170

Gambar 88 (b). Kondisi hilir pintu air di DI. Ketangi........................................................... 170

Gambar 89. Kondisi saluran dan pengaliran di Saluran Irigasi Ketangi............................... 171

Gambar 90. Profil dasar saluram di hilir pintu .................................................................... 171

Gambar 91. Profil dasar saluram sejauh 50 cm di bagian hilir pintu .................................. 172

xxx

xxxi

DAFTAR NOTASI

Notasi Keterangan Satuan

αi

βi

Koefisien besaran yang tergantung πi

Koefisien besaran yang tergantung πi

-

B Lebar dasar saluran cm, m

bp Tinggi bukaan pintu cm, m

C’ Koefisien Chezy karena angka kekasaran -

Cd Koefisien debit -

Cc Koefisien kontraksi -

D Diameter butiran mm

D*

d*

ds

Parameter karakteristik partikel

Diameter partikel tak berdimensi

Kedalaman gerusan

-

-

cm

d35 Diameter butiran lolos saringan 35% mm

d50 Diameter butiran lolos saringan 50% mm

d85 Diameter butiran lolos saringan 85% mm

d90 Diameter butiran lolos saringan 90% mm

Fr Bilangan Froude -

g Percepatan gravitasi m/dt2

Γ Berat jenis kg/m3

γs Berat jenis sedimen kg/m3

hd Tinggi sedimentasi cm, m

h0 Tinggi energi terukur cm, m

H Tinggi energi total cm, m

ΔH Beda muka air hulu dan hilir cm, m

K Kehilangan energi m

λ Panjang dunes m

L

ls

M

μ

P

π

ρs

ρw

q

qu

Q

Qptheo

Qptot

Qpacto

Qmin

Satuan besaran panjang

Panjang gerusan

Satuan besaran massa

Kekentalan dinamik

Tekanan

Parameter bilangan non dimensional

Repat massa sedimen (densitas)

Rapat massa aliran

Debit per satuan lebar

Debit per satuan lebar

Debit aliran

Debit aliran bukaan bawah teori

Debit aliran bukaan bawah total

Debit aliran bukaan bawah aktual

Debit aliran minimum

L

cm, m

M

Nd/m2

N/m2

-

kg/m3

kg/m3

m3/dt.m

m3/dt.m

m3/dt

m3/dt

m3/dt

m3/dt

m3/dt

xxxii

R2

Rb

Re

Re*

T

T’

τ0

τ*

τi

σg

U

U*’

U*cr

U*

υ

vss

vaktual

vteori

w

y0

y1

y2

y3

Koefisien korelasi

Jari-jari hidrolis

Bilangan Reynolds

Bilangan Reynolds kritis

Satuan besaran waktu

Parameter tingkatan transport

Tegangan gesek dasar saluran

Tegangan gesek kritik

Parameter

Tegangan gesek

Kecepatan rata-rata aliran

Kecepatan gesek

Kecepatan gesek kritik

Kecepatan gesek

Viskositas/kekentalan

Kecepatan jatuh partikel (fall velocity)

Kecepatan aliran riil

Kecepatan aliran teroritis

Koefisien aliran

Tinggi muka air di hulu saluran

Tinggi muka air di muka pintu air

Tinggi muka air di awal loncat air saluran

Tingi muka air di hilir saluran

-

-

-

-

dt

-

N/m2

N/m2

-

N/m2

m/dt

m/dt

m/dt

m/dt

m2/dt

m/dt

m/dt

m/dt

-

cm, m

cm,m

cm,m

cm,m

xxxiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Profil karakteristik gerusan dan sedimentasi per bukaan pintu ..................... L-1

Lampiran 2. Konfigurasi dasar saluran .............................................................................. L-2

Lampiran 3. Profil aliran dan kontur gerusan .................................................................... L-3

Lampiran 4. Dokumentasi penelitian ................................................................................. L-4

Lampiran 5. Daftar riwayat hidup ..................................................................................... L-5

xxxiv

1

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bangunan air merupakan bagian dari sistem irigasi yang berfungsi untuk

mendistribusikan aliran air. Ada dua jenis bangunan air yakni bangunan bagi dan bangunan

ukur debit. Bangunan bagi berfungsi untuk membagi debit aliran mulai dari intake hingga

ke petak pertanian terjauh. Sedangkan bangunan ukur berfungsi mengukur banyaknya aliran

yang akan dibagikan pada saluran irigasi. Pada bangunan bagi dilengkapi dengan pintu yang

dapat digerakkan naik dan turun untuk membagi dan mengontrol muka air. Pintu yang

digunakan antara lain dapat berupa pintu skot balok atau pintu sorong.

Beda antara pintu skot balok dan pintu sorong adalah pintu sorong dapat digunakan untuk

mengontrol muka air hulu dengan tepat, konstruksinya sederhana dan dapat membilas

sedimen. Pemeliharaan pintu merupakan proses penting. Hal ini dikarenakan pergerakan

naik turun pintu mempengaruhi kecepatan aliran yang melewatinya. Ketika pintu dalam

kondisi turun, kecepatan aliran menjadi lebih tinggi dan ketika pintu dalam kondisi naik

kecepatan aliran menjadi lebih rendah.

Informasi tentang kompleksitas bentuk dasar saluran pada sungai atau saluran berpasir

telah menarik perhatian para praktisi teknik dan peneliti. Telah banyak studi penelitian atau

pun kajian tentang konfigurasi dasar saluran baik itu aplikasi di lapangan atau penelitian

laboratorium. Akibat perubahan kegiatan manusia di daerah aliran sungai juga membawa

perubahan pada kapasitas sungai, dalam mengalirkan air dan material di aliran tersebut.

Kondisi ini membawa kerusakan pada morfologi sungai/saluran.

Masing-masing sungai/saluran mempunyai kemampuan atau ketahanan dalam menerima

perubahan akibat kegiatan manusia berkenaan dengan sifat hidrolisnya. Debit aliran,

kecepatan aliran, tinggi muka air, luasan penampang, gradasi butiran, diameter butiran

sedimen, kecepatan butiran, berat jenis sedimen, berat jenis air, suhu, tegangan gesek aliran

dan butiran serta kemiringan dasar saluran/sungai merupakan sifat hidrolis yang dipengaruhi

secara langsung atau pun tidak langsung oleh kegiatan manusia atau pun lingkungan (iklim,

radiasi matahari, dll).

2

Masing-masing sungai/saluran mempunyai kemampuan atau ketahanan dalam menerima

perubahan akibat kegiatan manusia berkenaan dengan sifat hidrolisnya. Debit aliran, kecepatan

aliran, tinggi muka air, luasan penampang, gradasi butiran, diameter butiran sedimen, kecepatan

butiran, berat jenis sedimen, berat jenis air, suhu, tegangan gesek aliran dan butiran serta

kemiringan dasar saluran/sungai merupakan sifat hidrolis yang dipengaruhi secara langsung

atau pun tidak langsung oleh kegiatan manusia atau pun lingkungan (iklim, radiasi matahari,

Pemeliharaan pintu air sedikit banyak telah mempengaruhi kinerja hidrolis saluran sehingga

berdampak pada dasar saluran. Kerusakan pintu akibat kesalahan selama masa pemeliharaan

cukup banyak terjadi pada bangunan bendung. Berdasar data dari Balai Besar Wilayah Sungai

Brantas, banyak kerusakan yang tidak diperbaiki karena alasan ekonomi. Akibatnya pintu air

tidak dapat berfungsi sebagai pengatur dan pembagi pada saluran irigasi. Fluktuasi distribusi

kecepatan akan mengakibatkan gerusan pada bagian dasar saluran irigasi.

Gerusan lokal yang terus menerus mengakibatkan kerusakan pada struktur lantai saluran.

Gerusan lokal yang terjadi di hilir pintu telah menarik perhatian para peneliti. Akibat gerusan

akan terjadi kerusakan permanen pada struktur bagian bawah, yang dapat mengakibatkan

jatuhnya struktur pintu. Ketika bukaan pintu berubah secara fluktuatif, maka profil gerusan

mengikuti secara signifikan (Shenouda, Abdel-Rahim, Ali & Izumi, 2013). Selain terjadi

gerusan, profil aliran permukaan di hilir juga mengalami perubahan. Pada kondisi aliran bebas,

aliran di hulu pintu bersifat subkritik sementara di hilir adalah superkritik (Henderson, 1966).

Ketika bukaan pintu sama atau lebih besar dari kedalaman kritik, maka loncatan hidrolik

akan terjadi dan aliran bebas tidak akan terbentuk. Dalam kondisi ini, pintu tidak dapat

digunakan sebagai pengatur aliran, dan bahkan menimbulkan gangguan pada permukaan aliran

(Yen dan Tsai, 2001). Sebagian pintu air dilengkapi dengan lantai (apron) yang berfungsi selain

untuk mengurangi energi aliran yang terjadi akibat fluktuasi muka air, juga mengurangi besar

gerusan di hilir. Dimensi apron tergantung dari kedalaman gerusan, panjang gerusan, beda

energi hulu hilir dan panjang loncatan hidrolik.

Pada umumnya, jarang sekali apron direncanakan untuk menahan seluruh panjang loncatan

hidrolik, karena akan sangat mahal biayanya. Kondisi perencanaan apron yang ingin dicapai

dalam suatu perencanaan struktur hidrolik adalah yang sesuai dengan kondisi lapangan.

Ketidaksesuaian kondisi perencanaan dan terjadinya debit pengaliran yang tidak sesuai dengan

debit rencana menjadi penyebab gerusan pada bagian hilir pintu. Karakteristik pintu air sedikit

banyak telah mempengaruhi kondisi dasar saluran di hilir pintu. Baik itu saluran berbahan

3

dasar pasir, kerikil, tanah ataupun gabungan dari ketiganya. Tinggi bukaan pintu akan

mempengaruhi kecepatan aliran yang mengalir di bawah pintu. Tinggi atau rendahnya bukaan

pintu akan mengakibatkan perubahan kecepatan aliran dan konsekuensinya terjadi perubahan

pada dasar saluran di hilir pintu. Perubahan itu dapat berupa gerusan (scouring) ataupun

sedimentasi. Kejadian gerusan di hilir pintu telah banyak menarik perhatian para peneliti di

bidang sedimen dan teknik sungai.

Berbagai penelitian yang berhubungan dengan gerusan (scouring) di hilir pintu telah

dilakukan oleh beberapa peneliti berikut: Lim dan Yu (2002) meneliti kedalaman gerusan

akibat bukaan pintu dengan apron dasar tetap (rigid bed) dengan variasi panjang apron dan

ukuran material serta variasi kondisi aliran. Dengan menggunakan analisis dimensi didapatkan

parameter yang mempengaruhi kedalaman gerusan maksimum di bawah struktur pintu.

Persamaan empiris diaplikasikan untuk menghitung gerusan maksimum yang terjadi di Shimen

Arch Dam di China.

Penelitian tentang gerusan di hilir pintu tanpa apron dilakukan oleh Goel (2010) dengan

dua kondisi aliran yakni aliran jatuh bebas melewati pintu dan aliran di bawah pintu serta

kondisi kedalaman aliran di hilir yang berbeda. Penelitian eksperimental dilakukan di

laboratorium untuk mendapatkan hubungan secara grafis gerusan maksimum, volume gerusan,

tinggi dune dan volume dune. Hasil dari penelitian eksperimental menunjukkan bahwa gerusan

di belakang pintu tergantung dari debit dan kedalaman aliran di hilir (tailwater depth). Selain

itu tergantung pula kondisi aliran bebas atau di bawah pintu dan tinggi bukaan pintu. Berdasar

analisis data percobaan, kedalaman maksimum dan volume gerusan sangat peka terhadap

perubahan debit yang tinggi pada kedalaman aliran hilir rendah.

Penelitian berbeda dilakukan oleh Hamidifar, Omid dan Nasrabadi (2011) dengan

percobaan eksperimental untuk mengamati pengaruh kekasaran dasar saluran terhadap

karakteristik gerusan pada kondisi aliran tenggelam (aliran di bawah pintu). Di depan pintu

ditempatkan apron dengan dua kondisi dasar halus dan kasar. Persamaan empiris untuk kondisi

dengan apron menggunakan persamaan dari Rajaratnam. Hasil penelitian berupa grafis

hubungan antara kekasaran dasar dan kedalaman maksimum gerusan, hubungan kondisi apron

dengan bentuk dune dengan debit rendah, hubungan kondisi apron dengan gerusan maksimum.

Penelitian fenomena gerusan juga dilakukan oleh Farhoudi dan Shayan (2014) yang

mengamati gerusan di hilir pintu dengan aliran tenggelam akibat pengaruh apron tetap (rigid

apron). Selain itu dibuat persamaan empiris untuk mengestimasi karakteristik gerusan pada

4

kondisi setimbang dengan skala waktu. Kemiringan dasar saluran dan ukuran butiran sedimen

bervariasi sesuai dengan kondisi muka air hilir yang berbeda. Hubungan regresi didapatkan

untuk mengestimasi dimensi karakteristik gerusan.

Pintu air irigasi telah banyak diteliti dengan pembuatan model untuk memastikan

kondisinya sesuai dengan perencanaan dan dapat dioperasikan dengan baik. Banyak percobaan

laboratorium dilakukan oleh peneliti, baik secara individu ataupun berkelompok. Namun setiap

struktur memiliki batas penggunaan yang berbeda. Dengan pemikiran pada pengendalian

gerusan dan loncatan hidrolik, model laboratorium dilakukan dengan membuat uji model fisik

pintu tanpa perlindungan apron hilir, dengan kondisi aliran tenggelam.

Informasi tentang tata cara operasional pintu yang kurang sesuai mengakibatkan pintu tidak

dapat bergerak naik turun dengan sempurna. Informasi penelitian tentang bukaan pintu

seharusnya dapat menghindarkan dan mengurangi volume gerusan dan sedimentasi di hilir

pintu. Untuk itu perlu dilakukan penelitian yang lebih komprehensif mengenai karakteristik

dasar saluran sehubungan dengan tinggi bukaan pintu air.

Ketersediaan solusi sebagai kondisi dari hasil penelusuran jurnal, buku teks dan penelitian

mendapatkan hasil grafik, persamaan empiris volume gerusan dan sedimentasi, persamaan

bukaan pintu dan volume gerusan. Dari semua hasil tidak memperhitungkan secara lengkap

pengaruh bukaan terhadap karakteristik dasar saluran. Kebutuhan solusi yang harus disediakan

adalah model konfigurasi dasar yang meliputi gerusan dan sedimentasi maksimum akibat

pengaruh bukaan pintu.

Berdasar uraian di atas, maka untuk menggambarkan karakteristik gerusan dan

sedimentasi di hilir pintu air pada kondisi aliran tenggelam, parameter penting yang dapat

diamati adalah tinggi bukaan pintu dan bahan sedimen dasar saluran. Sehingga untuk menguji

karakeristik gerusan penelitian dilakukan dengan pembuatan model pintu air pada aliran

tenggelam serta mengamati pengaruh bukaan pintu terhadap gerusan dan sedimentasi.

Kebaharuan dilakukan dengan mengamati pengaruh tinggi bukaan pintu terhadap karakteristik

gerusan pada 3 macam jenis bahan dasar saluran non-kohesif. Data-data yang diperoleh dari

uji model dianalisa dengan pendekatan analisa dimensi untuk mendapatkan suatu persamaan

empiris yang dapat diaplikasikan dalam pengoperasian dan perawatan pintu air secara umum.

1.2.Identifikasi Masalah

Pengetahuan mengenai pengoperasian pintu air sangat mempengaruhi unjuk kerja saluran

dalam melayani kebutuhan air irigasi. Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab

5

permasalahan mengenai pengaruh pintu pada berbagai besaran debit dan berbagai macam bahan

dasar saluran terhadap gerusan dan sedimentasi di saluran. Permasalahan di atas dapat

diuraikan sebagai berikut:

Selama masa pengoperasian dan pemeliharaan pintu air, perlu diperhatikan pergerakan

naik dan turunnya pintu. Ada masa dimana pintu tidak dapat beroperasi dengan baik. Hal ini

diakibatkan antara lain karena kesalahan pengoperasian pintu, pintu macet, pintu rusak

(melengkung) karena bahan pintu kurang baik dan pintu dalam kondisi turun dan tidak dapat

dinaikkan lagi. Kondisi ini mengakibatkan distribusi kecepatan tidak sesuai dengan

perencanaan. Ketika pintu dalam kondisi turun dan kecepatan aliran yang melalui bawah pintu

menjadi lebih tinggi maka terjadi turbulensi di depan pintu yang mengakibatkan terjadinya

gerusan pada bagian dasar saluran. Dan ketika kecepatan aliran rendah ketika melewati pintu

maka aliran tidak dapat menjangkau saluran pada petak terjauh. Sehingga lahan pada petak

terjauh tidak dapat teraliri.

Kerusakan pintu air yang terjadi selama masa pemeliharaan biasanya tidak diperbaiki

karena alasan non teknis. Sehingga akibat yang ditimbulkan akan semakin besar dan bahkan

mempengaruhi struktur bangunan. Turbulensi aliran akibat kecepatan yang tinggi akan

menggerus dasar saluran irigasi. Apabila gerusan terjadi terus menerus akan mengangkat dasar

saluran dan material sedimen di bawah dasar saluran akan terkelupas. Sehingga struktur

bangunan akan mengalami keruntuhan (sliding) akibat gerusan yang terjadi terus menerus di

bagian depan pintu air. Apabila kecepatan aliran terlalu rendah akibat bukaan pintu lebih tinggi

dari tinggi muka air maka akan terjadi pengendapan material sedimen di hilir pintu sehingga

aliran yang tidak dapat menjangkau lahan pada petak terjauh. Maka dari itu diperlukan suatu

studi mendalam guna mengkaji gerusan dan sedimentasi di hilir pintu guna meningkatkan

fungsi saluran sebagai pembawa dan pembagi aliran.

Berdasar penjelasan di atas maka dapat diidentifikasikan masalah penelitian adalah sebagai

berikut: “Gerusan dan sedimentasi akibat pengaruh tinggi bukaan pintu pada bagian hilir

saluran irigasi dengan tiga jenis bahan dasar material sedimen”

1.3. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, dibuat suatu batasan permasalahan agar tidak menyimpang dari tujuan

penelitian. Adapun batasan penelitian adalah sebagai berikut:

6

1) Uji model fisik hidrolik dilakukan di Laboratorium Hidrolika Dasar dan Laboratorium

Sungai dan Rawa pada Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas

Brawijaya Malang.

2) Penelitian merupakan penelitian skala laboratorium dan tidak merupakan kondisi

prototip di lapangan.

3) Model fisik hidrolik saluran terbuka, dasar saluran bergerak (movable bed) dengan

model pintu sorong (sluice gate).

4) Lebar saluran model fisik hidrolik dirancang 50 cm, tinggi saluran dari dasar saluran 50

cm dan panjang saluran 800 cm.

5) Aliran pada saluran terbuka menggunakan air bersih dengan pompa air bersirkulasi

6) Aliran yang diamati pada pemodelan saluran terbuka adalah kondisi aliran tenggelam

(submerged flow).

1.4. Perumusan Masalah

Berdasar uraian di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan

tentang karakteristik gerusan dan sedimentasi pada saluran berpintu sebagai berikut:

1) Bagaimana hubungan kedalaman gerusan (ds) terhadap tinggi bukaan pintu (bp) pada

debit (Q) tertentu untuk tiga jenis material dasar saluran (M)

2) Bagaimana hubungan panjang gerusan (ls) terhadap tinggi bukaan pintu (bp) pada debit

(Q) tertentu untuk tiga jenis material dasar saluran (M)

3) Bagaimana hubungan tinggi sedimentasi (hd) terhadap tinggi bukaan pintu (bp) pada

debit (Q) tertentu untuk tiga jenis material dasar saluran (M)

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Mengkaji dan menganalisa hubungan kedalaman gerusan (ds) terhadap tinggi bukaan

pintu (bp) pada debit (Q) tertentu untuk tiga jenis material dasar saluran (M)

2) Mengkaji dan menganalisa hubungan panjang gerusan (ls) terhadap tinggi bukaan pintu

(bp) pada debit (Q) tertentu untuk tiga jenis material dasar saluran (M)

3) Mengkaji dan menganalisa hubungan tinggi sedimentasi (hd) terhadap tinggi bukaan

pintu (bp) pada debit (Q) tertentu untuk tiga jenis material dasar saluran (M)

1.6. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain:

7

1) Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang hubungan antara variasi debit

aliran, tinggi bukaan pintu dan tiga jenis material dasar saluran terhadap kedalaman

gerusan (ds), panjang gerusan (ls), sedimentasi (hd).

2) Diperoleh suatu persamaan empiris tentang karakteristik gerusan dan sedimentasi

berdasar variasi debit, bukaan pintu dan tiga jenis material dasar saluran

1.7. Kebaharuan Penelitian

Kebaharuan yang diharapkan dalam penelitian adalah:

1. Mendapatkan persamaan empiris gerusan (ds) antara besaran debit, tinggi bukaan pintu

dan tiga jenis material dasar saluran.

2. Mendapatkan persamaan empiris panjang gerusan (ls) antara besaran debit, tinggi

bukaan pintu dan tiga jenis material dasar saluran.

3. Mendapatkan persamaan empiris tinggi sedimentasi (hd) antara besaran debit, tinggi

bukaan pintu dan tiga jenis material dasar saluran.

8

Halaman ini sengaja dikosongkan

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Karakteristik Pintu Air

Pintu sorong adalah salah satu jenis pintu air yang digunakan untuk mengontrol muka air

hulu, berbentuk sederhana dan dapat menggelontor sedimen disaat pembilasan. Pintu air pada

bangunan air digunakan untuk mengukur dan/atau mengatur debit (Q) yang mengalir di saluran

atau yang meninggalkan sebuah waduk (Graf, 1998:172). Seperti struktur lainnya yang terdiri

dari dinding vertikal dengan bagian yang dapat terbuka setinggi bp, dan diposisikan dekat atau

agak dekat dengan dasar saluran, air mengalir melewati bagian bawah pintu ke arah hilir. Untuk

kondisi aliran, apakah itu aliran tenggelam (submerged flow) atau aliran bebas (free flow), di

atas atau di bawah pintu garis aliran terjadi dan merupakan fungsi debit (Q) (Graf, 1998:173).

Pintu air yang tenggelam (submerged gate) telah lama digunakan sebagai pengatur aliran pada

saluran terbuka. Kondisi aliran di dekat pintu menjadi titik kritis untuk efektivitas

pengoperasian pintu. Aliran di hilir pintu dapat menjadi aliran bebas ataupun aliran tenggelam.

Karakteristik hidrolis pintu telah diamati dan diteliti baik dengan percobaan laboratorium

ataupun numeris oleh beberapa peneliti.

Gambar 1. Pintu dengan aliran di bawah pintu

Sumber: Yen dan Tsai (2001)

Dari Gambar 1. di atas, (Yen dan Tsai, 2001), memberikan suatu persamaan yang terdiri

dari bukaan pintu (bp), kedalaman aliran di hulu (y1), dan kedalaman aliran di hilir pintu, (y3):

Untuk aliran bebas (free flow) :

𝑦1 ≥ 0.81𝑦3 (𝑦3

𝑏𝑝)

0.72

(2.1)

yo

bpy3

y1

pintu sorong

Loncatan Hidrolik

yo

bpy3

pintu sorong

y1

Loncatan Hidrolik

Tenggelam

10

Untuk aliran tenggelam (submerged flow) :

y1 < y3 < 0.81y3 (y3

bp)

0.72

(2.2)

a. Aliran bebas (free flow)

Keadaan aliran di bawah pintu tergantung dari kedalaman aliran di hilir pintu. Kedalaman

aliran di hilir pintu dipengaruhi oleh kemiringan dan kekasaran dasar saluran di hilir pintu.

Pada kondisi aliran bebas, aliran tidak dipengaruhi oleh loncatan sehingga disebut aliran bebas.

Sedangkan loncatan yang dihasilkan disebut loncatan bebas (free jump).

Kondisi aliran pada hulu pintu subkritis sedangkan di hilir pintu adalah aliran superkritis.

Persamaan debit aliran yang melewati pintu sorong dituliskan sebagai berikut (Subramanya,

2009:347)

𝑞 = 𝐶𝑑 ∙ 𝑏𝑝 ∙ √𝑔 ∙ 𝑦0 (2.3)

Karena 𝑦0 = 𝐻0 − 𝑦1 dengan 𝑦1 = 𝐶𝑐 ∙ 𝑏𝑝 ; maka

𝑞 = 𝐶𝑑 ∙ 𝑏𝑝 ∙ √2𝑔(𝐻0 − 𝐶𝑐 ∙ 𝑏𝑝) (2.4)

𝐶𝑑 =𝐶𝑐

√1+𝐶𝑐𝐻0

b. Aliran tenggelam (Submerged flow)

Aliran tenggelam terjadi jika dalam kondisi yang sama dengan aliran bebas di atas

kedalaman aliran di akhir loncatan (tail water) lebih besar atau mengalami loncatan sehingga

menjadi lebih besar daripada kedalaman aliran di awal loncatan. Pada kondisi aliran tenggelam,

kedalaman aliran di hilir pintu lebih besar daripada hasil perkalian koefisien kontraksi dan

tinggi bukaan pintu (y1 > Cc.bp) .

Debit yang melalui pintu pada kondisi aliran tenggelam dapat dihitung dengan persamaan

(Subramanya, 2009:350)

𝑞 = 𝐶𝑑 ∙ 𝑏𝑝√2𝑔(𝑦0 − 𝑦1) (2.5)

Rajaratnam dan Subramnaya mempelajari mengenai variasi nilai Cd terhadap nilai bp/y0.

Nilai Cd dapat dilihat pada Tabel 1. berikut:

Tabel 1. Nilai Cd berdasar nilai bp/y0

bp/y0 0 0,05 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7

Cd 0,61 0,6 0,6 0,605 0,605 0,607 0,62 0,64 0,66

Sumber: Subramanya (2009:349)

11

Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa nilai Cd untuk bp/y0 adalah nol sampai tiga mempunyai

selisih yang sangat kecil. Sedangkan nilai Cc untuk setiap bp/y0 konstan yaitu 0,6

(Subramanya, 2009:340)

Bila dikondisikan pada saat aliran tidak tenggelam, tetapi aliran menjadi superkritis

(Fenton, 2011).

Gambar 2. Kondisi aliran pada pintu sorong

Sumber: Fenton (2011)

Dengan mengaplikasikan teori energi pada potongan melintang sebelum dan sesudah pintu

didapat persamaan berikut :

gy1 + α1

2(

q

y1)

2

= gy3 + α1

2(

q

y3)

2

(2.6)

Penyelesaian untuk q didapatkan :

q = √2g

α

y1y3

√y1+y3 (2.7)

Relevansi setiap bukaan pintu terhadap debit spesifik tempat kedalaman aliran (y atau h)

diukur. Kecepatan aliran juga diukur dengan alat berakurasi tinggi. Dengan mengaplikasikan

persamaan Bernoulli kedalaman dititik 1 dan 2 (di hulu dan hilir pintu) maka didapat persamaan

(Mahghoub, 2013) :

y1 +V1

2

2g= y3 +

V32

2g (2.8)

Aplikasi persamaan momentum dan kontinuitas terhadap kedalaman konjugasi

y1

y3= 0.5 (√(1 + 8Fr1

2) − 1) (2.9)

Sebagai struktur yang umum dalam teknik hidro dan telah banyak dipelajari dalam berbagai

kajian, kebanyakan penelitian dilakukan dalam kondisi aliran bebas dan sedikit sekali yang

membahas kondisi aliran tenggelam. Ketika bukaan pintu lebar, kehilangan energi yang

melewati pintu kecil dan aliran sebagian besar tenggelam. Kondisi ini umumnya

yo

bp

pintu sorong

y1

12

mengakibatkan penyimpangan yang relatif besar antara pengukuran debit di laboratorium dan

model. Asumsi umum diambil untuk nilai koefisien kontraksi adalah sama besar antara aliran

bebas dan aliran tenggelam Belaud et al., (2009), Breusers and Raudkivi (1991), Erdbrink et

al., (2012) dan Yen et al., (2001).

Kondisi aliran di dekat pintu menjadi kritis bagi efektivitas operasional pintu. Karena itu

karakteristik hidrolik pintu harus diamati secara mendalam untuk mendapatkan parameter

operasional yang sesuai (Yen dan Tsai, 2001)(Bekaud et.al, 2009)(Erdbrink et.al, 2012).

Percobaan laboratorium dan model numerik banyak dilakukan oleh beberapa peneliti yang

memfokuskan pada profil aliran, koefisien debit, distribusi tekanan dasar dan turbulensi aliran

permukaan. Ketika pintu digunakan sebagai struktur yang mengatur aliran, maka bukaan pintu

maksimum untuk mengatur debit harus ditentukan dalam pengoperasiannya. Ada beberapa

aspek dalam pengaturan bukaan pintu menjadi sangat penting untuk mengetahui informasi

properti debit dan aliran antara lain (Erdbrink et al., 2012):

1) Untuk memprediksi material dasar dan gerusan, gerusan lokal di belakang perlindungan

dasar saluran.

2) Menjadi isue ekologi, migrasi ikan, intrusi air laut

3) Pengaruh aliran di sekitar struktur

4) Kondisi abnormal misalnya kegagalan pengoperasian pintu.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Belaud et al., (2009) tentang pengaruh bukaan pintu

terhadap koefisien debit, maka pada bukaan pintu dan kondisi aliran tenggelam tinggi, nilai

koefisien yang didapat lebih tinggi. Sedang pada aliran bebas, faktor koreksi dapat digunakan

untuk penyederhanaan perhitungan seperti tidak ada kehilangan energi, tekanan hidrostatik dan

kecepatan tidak seragam (non-uniform velocity) pada daerah kontraksi. Meskipun asumsi ini

telah diputuskan oleh Rajaratnam dan Subramanya (1967) dan Belaud et al., (2009) pengamatan

lebih lanjut masih diperlukan untuk menjumlahkan dan modifikasi tekanan serta momentum.

2.2. Pengaruh Kekasaran terhadap Fluktuasi Debit

Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh Fenton (2011) mendapatkan suatu hubungan

antara kurva debit banjir dan perubahan kekasaran dasar. Dengan asumsi kemiringan dasar S0

= 0,0015 dan menggunakan nilai rekam kedalaman, luas area dan tingkat kekasaran. Adanya

hubungan tingkat kekasaran dan debit yang terjadi saat sungai bergerak menyebabkan bentuk

dasar mengalami perubahan, yang tergantung dari aliran. Seperti saat aliran banjir terjadi ada

perbedaan kekasaran dasar saat sebelum dan sesudah kejadian banjir. Hal ini memberi argumen

13

pendekatan yang berbeda tentang hubungan tinggi air dan debit pengamatan di sungai ketika

sungai itu sendiri sebagai kontrol lebih dari sebagai struktur hidrolis.

2.3. Gerak Mula Butiran

Dasar saluran aluvial (bersedimen) terdiri dari partikel non kohesif (butiran lepas) dan

partikel kohesif (butiran liat). Ketika kecepatan aliran meningkat secara perlahan lahan maka

butiran dasar. Pergerakan ini terjadi karena kecepatan kritik butiran mulai terlampaui oleh

kecepatan aliran. Namun butiran partikel tidak bergerak secara keseluruhan dalam satu kali

pergerakan. Kenyataannya pada kondisi hidrolik tertentu butiran partikel dasar ada yang

bergerak dan ada yang tidak bergerak. Hal ini diakibatkan karena pergerakan butiran

tergantung dari kecepatan aliran. Suatu kondisi yang dinyatakan dengan gerak mula butiran

dapat diamati dengan beberapa kondisi (Graf, 1984:84). Pergerakan permulaan butiran atau

disebut juga dengan kondisi kritik atau gerusan awal dapat dijelaskan dalam beberapa kondisi:

1) Dengan persamaan kecepatan kritik akibat pengaruh aliran partikel

2) Dengan persamaan gesek kritik akibat gaya kekasaran aliran partikel

3) Dengan kriteria gaya angkat akibat perbedaan tekanan pada gradien kecepatan

Kriteria gerusan didasarkan pada tegangan gesek dasar saluran 𝜏0 = 𝛾𝑆𝑅ℎ yang dinyatakan

sebai kriteria gerusan. Selain itu pergerakan partikel sedimen dapat dijabarkan dalam grafik

kriteria erosi deposisi dari Hjulstrom (Graf, 1984:90). Dengan mengetahui tegangan gerek

kritik pada dasar saluran dan mengeplot berdasar diagram Shields maka kriteria pergerakan

butiran sedimen dapat ditentukan. Apakah butiran tersebut bergerak atau tidak bergerak

tergantung dari kecepatan gesek dan tegangan gesek.

Apabila gaya hidrodinamik pada butiran sedimen non kohesif mencapai suatu nilai yang

bila bertambah sedikit sedikit saja akan mengakibatkan partikel terebut bergerak, maka kondisi

tersebut dikatakan sebagai kondisi kritik. Dan apabila kondisi kritik tersebut mencapai suatu

besaran gaya gesek dasar saluran, maka kecepatan reratanya mencapai kondisi kritik. Aliran

pada kondisi ini akan menyebabkan material sedimen mengalami pergerakan (Priyantoro,

1987:23)

Untuk material sedimen kohesif, tegangan gesek kritik dapat ditentukan dengan grafik

Shield. Gradasi butiran, ukuran butiran dan karakteristim aliran merupakan fungsi yang dapat

digunakan untuk menentukan gerak mula butiran kohesif. Berdasar penelitian eksperimental

yang dilakukan oleh Kothyari dan Jain (2010) menunjukkan bahwa tegangan gesek krtitik

sedimen kohesif meningkat seiring dengan peningkatan persentase tanah liat. Pergerakan fraksi

kohesi yang ada dalam campuran sedimen kohesi berkurang dengan peningkatan persentase

14

tanah liat pada sedimen dasar. Fraksi tanah liat yang berada dalam campuran sedimen kohesi

selalu bergerak dalam bentuk suspensi.

Material kohesif dapat didefinisikan sebagai material tanah dimana gaya kohesif

memegang peran penting. Dalam ilmu teknik praktis, material kohesif terdiri dari campuran

partikel berukuran tanah liat, lempung atau bahkan sedikit pasir. Batas atas ukuran tanah liat

(menurut USDA pada skala Atterberg) sama dengan d= 2μ. Material kohesif dikatakan

mempunyai ikatan antar partikel yang sangat kuat. Dalam uji plastisitas, yaitu menguji seberapa

liat material tanah, maka semakin banyak kandungan tanah liat maka plastisitasnya semakin

tinggi. Sebaliknya semakin banyak kandungan pasir maka plastisitasnya semakin rendah

(Hardjowigeno, 2003:42)

Material sedimen dikatakan bergerak jika kecepatan gesek lebih besar dari kecepatan gesek

kritik atau tegangan gesek lebih besar dari tegangan gesek kritik. Chezy merumuskan

persamaan kecepatan gesek sebagai berikut:

𝑈∗ =𝑔0,5

𝐶′ 𝑈 (2.10)

Koefisien Chezy karena angka kekasaran (C’) didefinisikan sebagai:

𝐶′ = 18𝑙𝑜𝑔 (12𝑅𝑏

3𝑑90) (2.11)

Untuk tegangan dasar saluran dapat dihitung dengan persamaan:

𝜏0 = 𝜌𝑤𝑔𝑈2

𝐶′2 (2.12)

Kecepatan gesek kritik butiran dan tegangan gesek kritik butiran merupakan fungsi dari

diameter butiran. Besarnya kecepatan gesek kritik dan tegangan gesek kritik dapat dicari

dengan menggunakan grafik pada Gambar 3 dihalaman berikut ini:

2.4. Karakteristik Sedimen

Bentuk sedimen yang terakumulasi dalam aliran terbagi menjadi dua yaitu sedimen kohesif

dan sedimen non kohesif (Raudkivi, 1990:11). Pada saluran/sungai aluvial, berat dan ukuran

partikel merupakan parameter yang mendominasi pergerakan sedimen dan transport sedimen.

Sedimen non kohesif memiliki bentuk yang granuler dan tidak membentuk massa yang

koheren. Bagaimanapun properti tanah aluvial (bersedimen) berubah secara drastis dengan

peningkatan berat tanah lempung. Pada kebanyakan tanah lempung diasumsikan properti tanah

terdiri lempung yang kurang dari 2 µm. Sedangkan pada tanah kohesif, interaksi elektro kimia

lebih mendominasi dan berat serta ukuran butiran hanya mempengaruhi sedikit. Tanah koheren

membentuk massa yang koheren (Breusers dan Raudkivi, 1991:7).

15

Gambar 3. Grafik kecepatan gesek kritik dan tegangan gesek kritik berdasar diameter butiran

Sumber: Priyantoro (1987:28)

Aliran dalam mengalir pada dasar yang bergerak mempunyai kemampuan untuk

mengangkut sedimen. Percampuran antara sedimen dan air akan menimbulkan konsekuensi

menggerakkan dirinya sendiri dalam aliran. Pergerakan sedimen yang terdiri dari gerusan,

angkutan dan sedimentasi tidak hanya merubah aliran tetapi juga dasar saluran sehingga elevasi,

kemiringan dan kekasarannya juga mengalami perubahan. Interaksi antara air dan sedimen

telah membuat suatu permasalahan tersendiri (Graf, 1998:353). Gambar 4 berikut menjelaskan

proses pergerakan material dasar saluran atau sungai aluvial (bersedimen).

Gambar 4. Pergerakan material dasar dan angkutan sedimen

Sumber: Moges (2010:125)

Sedimen tersusun berdasar analisa distribusi ukuran butiran. D50 adalah 50% diameter

butiran hasil plot pada diagram log-probabilitas yang disebut dengan diameter ukuran butiran

tengah. Terdapat dua kriteria yang diambil untuk mengetahui apakah campuran butiran

dikatakan seragam (uniform) atau tidak seragam (non-uniform). Butiran dikatakan seragam

16

(uniform) apabila d95/d5< 4 atau 5. Dan yang tidak memenuhi kriteria tersebut dikatakan tidak

seragam (non-uniform). Untuk perhitungan hidrolika dibutuhkan pengukuran butiran efektif.

Penggunaan d50 dapat diterima untuk distribusi ukuran butiran relatif. Sedangkan untuk

pengukuran dan perhitungan kekasaran dasar d75 dan d80 dianggap lebih representatif (Breusers

dan Raudkivi, 1991:15).

Tanah dikelompokkan berdasar ukuran partikel, seperti ditunjukkan oleh British Standart

BS1377, 1975 dalam Tabel 2. berikut:

Tabel 2. Klasifikasi ukuran partikel tanah berdasar British Standart

No. Jenis Sedimen Ukuran No. Jenis Sedimen Ukuran

1 Very fine clay 0,24 - 0,5 μm 13 Very coarse sand 1 - 2 mm

2 Fine clay 0,5 - 1,0 μm 14 Very fine gravel 2 - 4 mm

3 Medium clay 1 - 2 μm 15 Fine gravel 4 - 8 mm

4 Coarse clay 2 - 4 μm 16 Medium gravel 8 - 16 mm

5 Very line silt 4 - 8 μm 17 Coarse gravel 16 - 32 mm

6 Fine silt 8 - 16 μm 18 Very coarse gravel 32 - 64 mm

7 Medium silt 16 - 31 μm 19 Small cobbles 64 - 128 mm

8 Coarse silt 31 - 62 μm 20 Large cobbles 128 - 256 mm

9 Very fine sand 62 - 125 μm 21 Small boulders 256 - 512 mm

10 Fine sand 125 - 250 μm 22 Medium boulders 512 - 1024 mm

11 Medium sand 250 - 500 μm 23 Large boulders 1024 - 2048 mm

12 Coarse sand 0,5 - 1,0 mm 24 Very large boulders 2048 - 4096 mm

Sumber: Breusers and Raudkivi (1991:8)

Mekanisme pergerakan sedimen ditentukan oleh kemampuan butiran partikel menahan laju

aliran. Kemampuan ini dapat diuji dengan metode pergerakan sedimen dari Shields. Gambar 3

di bawah ini menunjukkan suatu hubungan non dimensional dari Bilangan Reynold dn tegangan

gesek butiran. Bilangan Reynold butiran ditunjukkan dengan persamaan 𝑅𝑒 =𝑢∗𝑑

𝜗 dan tegangan

gesek ditunjukkan dengan 𝜎 =𝜏∗

(𝛾𝑠−𝛾)𝑑. Selain menggunakan kriteria dari Shields, Hjulstrom

juga memberikan suatu rumusan untuk pergerakan butiran sedimen berdasar ukuran butiran dan

kecepatan ukuran butiran. Dari Gambar 3. Hjulstrom menunjukkan bahwa kecepatan rerata

butiran lebih banyak digunakan karena biasanya data kecepatan aliran di dekat dasar saluran

lebih banyak tersedia (Graf, 1984:88). Dengan asumsi bahwa kecepatan rerata lebih besar 40l%

dari pada kecepatan di dasar saluran. Pada diagram Hjulstrom menunjukkan bahwa butiran

pasir lepas paling mudah tererosi. Sedangkan tahanan terbaik untuk erosi terjadi pada ukuran

partikel terkecil yang tergantung dari gaya kohesi dan adesi.

17

Gambar 5. Diagram pergerakan sedimen non dimensional dari Shields

Sumber: Graf (1984:96)

Gambar 6. Diagram Transport Sedimen dari Hjulstrom

Sumber: Graf (1984:88)

Ketidakseragaman ukuran butiran akan mengurangi tahanan terhadap aliran dan

pergerakan sedimen. Butiran yang lebih besar akan membentuk lapisan armouring pada bagian

permukaan dan mengurangi kekasaran efektif pada dasar saluran. Kecepatan jatuh butiran (fall

velocity) adalah kecepatan butiran dalam mempertahankan dirinya terhadap kecepatan aliran.

Sehingga butiran dapat dikatakan diam, bergeser, berguling, melompat ataupun berpindah

berdasar kecepatan jatuh dan kecepatan aliran. Kurva Shields dapat diaplikasikan pada sedimen

seragam dengan ketinggian rerata turbulen. Pita batas di tengah menggambarkan sebaran data

18

oleh Shields. Pada kebanyakan sedimen aluvial, diagram ini menggambarkan kondisi butiran

apakah diam, bergerak atau berpindah (Raudkivi, 1990:32).

Dari Erdbrink et al. (2014) menyatakan bahwa berdasar formula desain fisik, parameter

turbulen digunakan untuk memprediksi kedalaman gerusan pada dasar tanpa perlindungan.

Sedangkan pada dasar yang memiliki perlindungan dengan material batuan, grafik parameter

Shield merupakan pengukuran klasik non dimensional yang merupakan indikator awal untuk

stabilitas butiran.

Karakteristik dari fase solid dan liquid dari pencampuran antara air dan sedimen telah

menimbulkan banyak konsekuensi permasalahan. Pada fase liquid, yang harus dipelajari adalah

(Graf, 1998:353)

a) Densitas/berat jenis aliran, ρw

b) Viskositas/kekentalan, µ

c) Kecepatan rata-rata aliran, U

d) Kecepatan gesek, u*

Sedangkan untuk fase solid, yang harus diperhatikan adalah :

a) Ukuran dari partikel (kurva granulometrik) seperti, d50, d90, d35, d80 dan sebagainya.

b) Bentuk dari partikel sedimen

c) Densitas/berat jenis partikel, ρs

d) Kecepatan jatuh partikel, vss

e) Kohesifitas antar partikel

Semua parameter di atas dapat bervariasi sepanjang aliran baik di saluran ataupun sungai

aluvial. Hal ini sangat tergantung dari contoh material dasar dan dasar saluran/sungai yang

diambil dan dianalisa (Graf, 1998:356).

2.5. Rejim Aliran

Aliran pada saluran dengan material dasar yang mudah tergerus dapat dikategorikan dalam

dua rejim aliran dengan daerah transisinya. Masing-masing rejim memiliki karakteristik yang

mengindikasikan bentuk dasar saluran. Rejim aliran yang berhubungan dengan bentuk dasar

saluran dapat dikelompokkan menjadi:

Rejim aliran rendah (lower flow regime) dengan bilangan Froude < 0,4 – 1

a. ripples

b. dunes

Deaerah Transisi

19

Bentuk dasar saluran mulai dari dunes menuju plane bed atau ke antidunes

Rejim aliran tinggi (upper flow regime) dengan bilangan Froude > 1

a. Plane bed dengan pergerakan sedimen

b. Antidunes: standing waves dan breaking waves

c. Chutes and pools

2.5.1. Rejim Aliran Rendah

Rejim aliran ini terbentuk pada saat awal pergerakan material sedimen dasar. Resistensi

aliran besar yang terjadi akibat kekasaran bentuk dasar dan angkutan sedimen yang rendah.

Bentuk dasar saluran yang terjadi adalah ripples atau dunes atau kombinasi dari keduanya.

2.5.2. Daerah Transisi

Daerah transisi merupakan bagian dari peralihan aliran dari rejim rendah ke rejim aliran

tinggi. Bentuk dasar saluran yang dapat diamati adalah dasar rata tanpa pergerakan sedimen

(plane bed without sediment motion) ke ripples dan dari ripples ke dunes.

2.5.3. Regime Aliran Tinggi

Pada rejim aliran transisi, resistensi aliran rendah sedangkan angkutan sedimen yang terjadi

besar. Bentuk dasar saluran yang terjadi adalah antidunes dan planebed. Kecepatan aliran yang

tinggi mengakibatkan terjadinya aliran suspended. Sedangkan untuk butiran material dasar

bergerak secara turbulen secara terus menerus.

2.6. Sifat Fisik dan Morfologi Tanah

Sifat morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang.

Sebagian dari sifat morfologi tanah merupakan sifat-sifat fisik tanah tersebut. Sifat-sifat

tersebut antara lain adalah (Hardjowigeno, 2003:37)

A. Warna Tanah

Warna merupakan petunjuk beberapa sifat tanah karena dipengaruhi oleh perbedaan

kandungan bahan organik dalam tanah tersebut. Semakin tinggi kandungan bahan organik,

maka warna tanah semakin gelap. Tanah merah di Indonesia lebih banyak mengandung bahan

organik dibanding daerah beriklim sedang (Amerika dan Eropa). Warna lebih banyak

digunakan untuk pendiskripsian karakter tanah karena tidak memiliki efek langsung terhadap

tanaman namun berpengaruh tidak langsung melalui dampaknya terhadap temperatur dan

kelembaban tanah (Hanafiah, 2013:94).

Warna tanah merupakan komposit dari warna komponen penyusunnya. Efek komponen

terhadap warna komposit ini secara langsung proporsional terhadap total permukaan tanah yang

setara dengan luas permukaan. Tanah basah atau lembab terlihat lebih gelap ketimbang tanah

20

kering karena terkait dengan sifat refraktif komponen padatan tanah dan udara, sehingga warna

tanah kering akan banyak direfleksikan. Warna merupakan indikator iklim tempat tanah

berkembang dan pada kondisi tertetntu sering digunakan sebagai indikator kesuburan atau

kapasitas produktivitas lahan.

B. Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalah banyaknya tiap bagian tanah menurut ukuran partikel yang ditentukan

oleh besarnya butiran tanah dan perbedaan komposisi kandungan fraksi pasir, debu dan liat

yang terkandung pada tanah. Kasar halusnya tanah ditunjukkan dalam sebaran besar butir

(particle size distribution). Dari ketiga jenis fraksi tersebut partikel pasir mempunyai ukuran

diameter paling besar yaitu 2 - 0.05 mm, debu dengan ukuran 0.05 - 0.002 mm dan liat dengan

ukuran < 0.002 mm (penggolongan berdasarkan USDA). Keadaan tekstur tanah sangat

berpengaruh terhadap keadaan sifat-sifat tanah yang lain seperti struktur tanah, permeabilitas

tanah, porositas dan lain-lain (Hanafiah, 2013:61).

Segitiga tekstur merupakan suatu diagram untuk menentukan kelas-kelas tekstur tanah. ada

12 kelas tekstur tanah yang dibedakan oleh jumlah persentase ketiga fraksi tanah tersebut,

misalkan hasil analisa laboratorium menyatakan bahwa persentase pasir (X) 32%, liat (Y) 42%

dan debu (Z) 26%, berdasarkan diagram segitiga tekstur maka tanah tersebut masuk kedalam

golongan tanah bertekstur pasir. Gambar 5 berikut memperlihatkan pembagian tekstur tanah

berdasar segitiga tekstur tanah dan sebaran besaran butir.

Pembagian tekstur tanah berdasar presentase fraksi tanah (Hardjowigeno, 2003,42):

a. Apabila terasa berat dan halus, sangat lekat, dapat dibentuk bola dengan baik, dan

mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat (Clay)

b. Apabila rasa kasar agak jelas, agak melekat, dan dapat dibuat bola tetapi mudah

hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Berpasir (Sandy Loam).

c. Apabila tidak terasa kasar dan tidak licin, agak melekat, dapat dibentuk agak teguh,

dan dapat sedikit dibuat gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut

tergolong bertekstur Lempung (Loam).

d. Apabila terasa licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan gulungan

dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung

Berdebu (Silty Loam).

e. Apabila terasa berat dan halus, sangat lekat, dapat dibentuk bola dengan baik, dan

mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat (Clay)

f. Apabila rasa kasar agak jelas, agak melekat, dan dapat dibuat bola tetapi mudah

hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Berpasir (Sandy Loam).

21

Gambar 7. Diagram Segitiga Tekstur Tanah

Sumber: Hanafiah (2013:66)

g. Apabila tidak terasa kasar dan tidak licin, agak melekat, dapat dibentuk agak teguh,

dan dapat sedikit dibuat gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut

tergolong bertekstur Lempung (Loam).

h. Apabila terasa licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan gulungan

dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung

Berdebu (Silty Loam).

i. Apabila terasa licin sekali, agak melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan

dapat digulung dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong

bertekstur Debu (Silt).

j. Apabila terasa agak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan

dapat dibentuk gulungan yang agak mudah hancur, maka tanah tersebut tergolong

bertekstur Lempung Berliat (Clay Loam).

k. Apabila terasa halus dengan sedikit bagian agak kasar, agak melekat, dapat dibentuk

bola agak teguh, dan dapat dibentuk gulungan mudah hancur, maka tanah tersebut

tergolong bertekstur Lempung Liat Berpasir (Sandy-Clay-Loam).

22

l. Apabila terasa halus, terasa agak licin, melekat, dan dapat dibentuk bola teguh, serta

dapat dibentuk gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong

bertekstur Lempung Liat Berdebu (Sandy-silt loam).

m. Apabila terasa halus, berat tetapi sedikit kasar, melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan

mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat

Berpasir (Sandy-Clay).

n. Apabila terasa halus, berat, agak licin, sangat lekat, dapat dibentuk bola teguh, dan

mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat Berdebu (Silty-

Clay).

o. Apabila terasa berat dan halus, sangat lekat, dapat dibentuk bola dengan baik, dan

mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat (Clay). C. Struktur tanah

Struktur tanah merupakan bentuk gumpalan dari butiran tanah. Gumpalan ini terjadi

karena antara butiran pasir, debu dan tanah liat terkunci oleh perekat organik, logam dan

lainnya. Bentuk, ukurn dan ketahanan (resistensi) dari gumpalan ini berbeda-beda. Menurut

bentuk strukturnya, tanah dibedakan menjadi (Hardjowigeno, 2003:44)

a) Struktur tanah berbutir (granular): Agregat yang membulat, biasanya diameternya tidak

lebih dari 2 cm. Umumnya terdapat pada horizon A.

b) Kubus (Blocky): Berbentuk jika sumber horizontal sama dengan sumbu vertikal. Jika

sudutnya tajam disebut kubus (angular blocky) dan jika sudutnya membulat maka

disebut kubus membulat (sub angular blocky). Ukurannya dapat mencapai 10 cm.

c) Lempeng (platy): Bentuknya sumbu horizontal lebih panjang dari sumbu vertikalnya.

Biasanya terjadi pada tanah liat yang baru terjadi secara deposisi (deposited).

d) Prisma: Bentuknya jika sumbu vertikal lebih panjang dari pada sumbu horizontal. Jadi

agregat terarah pada sumbu vertikal. Seringkali mempunyai 6 sisi dan diameternya

mencapai 16 cm. Banyak terdapat pada horizon B tanah berliat. Jika bentuk puncaknya

datar disebut prismatik dan membulat disebut kolumner.

D. Komponen Tanah

Komponen tanah adalah komposisi penyusun material tanah yang terdiri dari 4 komponen

penyusun tanah yaitu (Wikipedia, 2013): (1) Bahan padatan berupa bahan mineral (2) Bahan

padatan berupa bahan organik (3) Air (4) Udara. Bahan tanah tersebut rata-rata 50% bahan

padatan (45% bahan mineral dan 5% bahan organik), 25% air dan 25% udara. Keempat

penyusun terikat satu dengan lainnya sehingga sukar dipisahkan satu sama lain. Komposisi

lapisan bawah sangat berbeda dengan lapisan yang dikelola sebagai tanah pertanian.

23

Dibandingkan dengan lapisan tanah pertanian, lapisan bawah mengandung lebih sedikit bahan

organik dan prosentasi kadar pori kecil lebih tinggi. Hal ini berarti lapisan bawah tanah

pertanian mengandung lebih banyak mineral dan air.

2.7. Mekanisme Konfigurasi Dasar

Morfologi dasar saluran atau sungai aluvial (bersedimen) merupakan hasil konsekuensi

dari hubungan angkutan sedimen dan deposisi di saluran. Hal ini tergantung dari angkutan

material dasar yang memegang porsi terbesar dari proses angkutan sedimen (Church,

2006:326). Umumnya muncul dualisme pengertian antara pengukuran angkutan sedimen dan

peran sedimen dalam saluran. Suatu pendekatan teori dilakukan dimana perubahan morfologi

saluran dihitung berdasar waktu dan diambil metode yang menghitung profil angkutan dan

klasifikasi perubahan aluran (Church, 2006:329). Bentuk dasar yang dihasilkan di bagian dasar

saluran berpasir merupakan hasil hubungan aliran yang kompleks dan dinamik. Bentuk dasar

akan membangkitkan efek gelombang dan secara topografi mempengaruhi percepatan aliran

spasial. Pemisahan aliran terjadi di daerah dekat puncak bentuk dasar diikuti dengan penarikan

aliran di sebelah hilir bentuk dasar berikutnya (Holmes dan Garcia, 2008).

Perubahan pada bentuk dasar merupakan hasil dari interaksi aliran, sedimen dan fluida.

Karena itu resistensi untuk mengalir dan angkutan sedimen merupakan fungsi dari kemiringan

dasar dan kedalaman aliran, viskositas fluida dan distribusi ukuran butiran pada dasar.

Konfigurasi dasar adalah hal yang umum di dalam aliran alamiah. Di alam, bentuk dasar

diamati pada dasar pasir, tanah lempung dan kerikil. Konfigurasi dasar yang terbentuk pada

saluran aluvial secara umum adalah plane bed tanpa pergerakan sedimen, ripple, dunes, plane

bed dengan pergerakan sedimen, anti-dunes, dan chute and pools (Graf, 1984:278).

Saat kecepatan aliran melampaui kemampuan dasar aluvial pada nilai kritisnya terdapat

interaksi yang kuat dari bentuk yang lebih besar dari meandering namun memberi pengaruh

utama terhadap resistensi aliran, angkutan sedimen dan turbulensi aliran (Raudkivi, 1990:37).

Tampilan dasar pada dasar berpasir secara konvensional terbagi atas ripple, dunes dan anti-

dunes namun belum ada teori yang secara persis mendefinisikan tentang ripple dan dunes.

Kebanyakan data berhubungan dengan dasar pasir, misal, d50< 2mm diasumsikan ukuran

butiran seragam. Pasir biasanya hampir selalu seragam dimana kerikil memiliki standar deviasi

geometrik σg = 4 dan juga variasi bentuk butiran yang lebih besar. Karakteristik dari fitur dasar

pada dasar aluvial bebas, lebih kurang terangkut dari arah aliran, digambarkan sebagai ukuran

yang berbeda. Umumnya merupakan hasil dari 2 model terpisah dari pertumbuhan bentukan di

24

bawah kondisi aliran sub kritik. Kedua model tersebut dinamakan ripple dan dunes (Raudkivi,

1990:38).

Fenomena angkutan sedimen tidak terlepas dari material pembentuk sedimen yaitu butiran

sedimen, aliran bersedimen dan kecepatan jatuh butiran. Umumnya konfigurasi dasar berubah

di bawah kecepatan rendah yang tidak langsung. Konfigurasi dasar berubah tidak diamati

sebagai dasar statis tetapi jarang muncul sebagai transisi antara skala bentuk dasar dan geometri

(Mahghoub, 2013). Pada kecepatan aliran yang sangat rendah, konfigurasi dasar (ripple skala

besar) dan resultan bentuk dasar menjadi sama dengan yang menghasilkan aliran dunes rendah.

Berdasar hal tersebut, percobaan laboratorium dilakukan oleh Mahghoub (2013) mengamati

perubahan konfigurasi dasar yang dihasilkan dari kombinasi aliran, waktu pengamatan yang

panjang, butiran pasir finer dan tampungan yang lebar. Sehingga diambil hipotesa sementara

bahwa konfigurasi dasar merupakan indikator yang berguna dalam deposisi di kondisi aliran

terbuka.

Elevasi muka air merupakan hal penting dalam penentuan batas aliran banjir dan desain

struktur persungaian seperti misalnya bangunan pengontrol banjir, bendungan pengalih aliran,

proyek pembangkit listrik dan jembatan. Elevasi ini berhubungan dekat dengan kemampuan

erodibel dasar bersedimen dengan aliran. Hubungan antara aliran dan dasar yang mudah

tergerus dapat diamati dengan adanya fenomena angkutan sedimen pada saluran berdasar pasir

yang menyebabkan munculnya variasi bentuk dasar seperti ripple, dunes dan sebagainya

(Talebbeydokhti, et al., 2006).

2.8. Konfigurasi Bentuk Dasar (Bed Forms)

Bentuk dasar yang terjadi pada sungai dan saluran, sering dijumpai dalam morfologi

sungai. Bentuk ini terjadi akibat pengaruh aliran dan kekasaran dasar (bed roughness). Bentuk

dasar telah diteliti secara eksperimental oleh Simon dan Richardson (Przedwojski, 1995:74).

Faktor gesekan menggambarkan komposisi butiran dan resistensi aliran yang dihasilkan pada

saluran berbahan dasar pasir. Klasifikasi bentuk dasar ditunjukkan pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3. Klasifikasi tipe bentuk dasar

Bentuk dasar Ukuran Bentuk Karakteristik

Ripples Panjang gelombang <

0,6; tinggi < 0,04

Segitiga melunak di

hulu, puncak tajam dan

curam di hilir

Umunya terjadi pada sedimen pasir <

0,6 m, pergerakan tidak beraturan,

kecepatannya kurang dari kecepatan

aliran

25

Bentuk dasar Ukuran Bentuk Karakteristik

Dunes Panjang gelombang 4-8

kali kedalaman aliran,

tinggi > 1/3 kedalaman

aliran, lebih besar dari

ripples

Hampir sama dengan

ripples

Kemiringan hulu dapat berupa

ripples, pergerakan tidak beraturan,

tidak linier dengan muka aliran

Plane Bed Permukaan dasar dengan bentuk

dasar, tidak selalu dihasilkan pada

rentang kedalaman dan ukuran

butiran yang sama

Antidunes Tinggi relatif rendah

tergantung dari

kedalaman dan

kecepatan aliran

Berbentuk sinus, lebih

simetris dibanding

dunes

Kurang umum dibanding dunes,

dihasilkan oleh aliran yang tajam,

linier dengan gelombang muka

aliran, bentuk dasar dapat bergerak

ke hulu, hilir atau berada dalam

kondisi tetap.

Sumber: Przedwojski et al. (1995:76)

Simon dan Richardson menjelaskan kriteria bentuk dasar berdasar kecepatan aliran, kecepatan

jatuh butiran dan diameter butiran seperti ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Kriteria bentuk dasar Simon (after Jansen)

Sumber: Przedwojski (1995:76)

Pendekatan Bentuk Dasar Saluran

Beberapa ahli telah meneliti bentuk dasar berdasar beberapa kriteria, antara lain Van Rijn

(1984) , Yalin (1977), Garde Albertson (1959) dan Simon Richardson (1966)

26

2.8.1. Pendekatan Van Rijn (1984)

Van Rijn mempresentasikan suatu grafik yang menggolongkan bentuk dasar berdasar

parameter tingkatan transport (transport stage parameter), Τ, yang dirumuskan sebagai berikut

(Przedwojski, 1995:76)

Τ =(𝑢∗

′)2

−(𝑢∗𝑐)2

(𝑢∗𝑐)2 (2.13)

Dan parameter karakteristik partikel, D*,

𝐷∗ = 𝐷50 (𝜌𝑠−𝜌

𝜌

𝑔

𝜈2)1/3

(2.14)

Dari grafik pada Gambar 9 dapat dijelaskan klasifikasi bentuk dasar yang terjadi di sungai

ataupun saluran. Dimensi bentuk dasar akan mempengaruhi tahanan aliran pada saluran/sungai

aluvial. Resistensi aliran ini merupakan efek dari kehilangan energi aliran di hilir puncak bagian

bentuk dasar.

Gambar 9. Diagram klasifikasi bentuk dasar dari van Rijn

Sumber: Pzredwojski (1995:77)

2.8.2. Pendekatan Simon dan Richardson

Simon dan Richardson menggolongkan bentuk dasar berdasar kriteria diameter butiran

sedimen yang lolos saringan 50% (D50) dengan stream power (𝜔 = 𝜏0 ∙ 𝑈). Simon membagi

bentuk dasar berdasar rejim aliran, untuk melihat pergerakan butiran material dasar. Pergerakan

27

awal dasar saluran/sungai mungkin jarang namun dasar transisi lebih umum terjadi (Breusers

dan Raudkivi, 1991:20). Pengamatan pertama adalah membagi aliran menjadi tiga kondisi.

Pada saluran alamiah, kemiringan aliran tidak dapat berubah secara signifikan. Karena itu

pengaruh kekasaran dasar saluran penting dalam kecepatan aliran. Ketika tegangan gesek dasar

untuk kemiringan dasar konstan adalah proporsional terhadap kecepatan aliran, maka kurva

debit dapat bervariasi seiring dengan perubahan bidang dasar. Pergerakan ini cenderung tidak

menerus (discontinuity), dengan aliran yang melewati kondisi dasar transisi, mulai dari kondisi

aliran rendah menuju aliran tinggi (lower regime to upper regime).

Hasil pengamatan Simon et al. menunjukkan bahwa ketika kecepatan pada dasar aluvial

melebihi nilai batas ambang, maka bentuk dasar mulai terbentuk. Secara konvensional bentuk

ini terbagi dalam ripples, dunes dan antidunes. Ripples terbentuk pada besaran tegangan gesek

yang rendah dengan bilangan Reynolds Re∗ =u∗d

ν⁄ < 22 − 27 dan biasanya hanya terjadi pada

sedimen, d < 0,7 – 0,9 mm. Dimensi ripples tidak tergantung kedalaman aliran. Persamaan

empiris untuk panjang ripples adalah:

𝜆 = 1000𝑑 (2.15)

Kemiringan ripples merupakan fungsi h/λ. Sedangkan dunes umumnya lebih besar dan

terjadi pada tegangan gesek yang lebih tinggi dari ripples. Dunes merupakan hasil interaksi

dengan kedalaman aliran. Panjang dunes proporsional terhadap kedalaman aliran. Yalin

(1972:64) memberikan suatu persamaan untuk memprediksi panjang dunes sebagai berikut:

𝜆 = 2𝜋𝑦3 (2.16)

Dan rentang kemiringan empiris dunes adalah sebagai berikut:

𝑦3=

2

2𝑛+1 (2.17)

Dengan n adalah fungsi kecepatan rerata yang berkisar antara 3 – 6. Grafik bentuk dasar

berdasar diameter butiran dan rejim aliran dapat dilihat pada grafik Gambar 10. berikut:

28

Gambar 10. Diagram klasifikasi bentuk dasar dari Simon Richardson

Sumber: Yang (1996:66)

Dari grafik pada gambar 10 di atas, dapat dijelaskan bahwa Simon membagi bentuk dasar

berdasar diameter butiran dan parameter stream power. Simon membuat grafik tersebut

berdasar data laboratorium dan beberapa data lapangan. Analisa teoritis tentang bentuk dasar

tidak dapat diterapkan di lapangan secara langsung karena terdapat kesulitan pengambilan

asusmsi yang akan digunakan dalam analisis.

Kondisi di lapangan didekati dengan hasil analisa laboratorium dan teori karena masalah

yang dilapangan lebih kompleks (Yang, 1996:66) . Beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk

dasar dan reistensi aliran adalah kedalaman aliran, keiringan, berat jenis fluida, konsentrasi

material suspensi, diameter utiran dasar, gradasi material dasar, kecepatan jatuh partikel

sedimen, bentuk melintang saluran dan daya kapiler air tanah.

2.8.3. Pendekatan Garde Albertson

Peneliti lainnya yang mengamati tentang bentuk dasar adalah Garde Albertson, yang

menggolongkan bentuk dasar berdasar kriteria bilangan Froude dan tegangan gesek. Hubungan

29

tegangan gesek yang dimaksud adalah tegangan gesek di dasar saluran/sungai. Besaran

tegangan dan kerapatan butiran dihubungkan dengan besaran bilangan Froude. Bentuk dasar

berdasar kriteria tersebut dapat diamati pada Gambar 11 berikut:

Gambar 11. Diagram klasifikasi bentuk dasar dari Garde Albertson

Sumber: Breuser dan Raudkivi (1991:26)

2.9. Gerusan dan Sedimentasi

Erosi dapat menunjukkan beberapa proses fisik seperti erosi lahan, erosi pantai (abrasi)

ataupun erosi tebing pada sungai atau saluran (Raudkivi, 1990:339). Umumnya gerusan terjadi

di sepanjang saluran tetapi penelitian lebih banyak terjadi pada gerusan lokal. Misalnya

gerusan pada pilar dan abutment jembatan, gerusan pada krib dan pengarah aliran, gerusan pada

penyempitan saluran, pada kolam peredam energi, pada outlet gorong-gorong dan sebagainya.

30

Sedimentasi juga terjadi di sepanjang saluran tetapi istilah ini lebih sering digunakan pada

sedimentasi di bendungan dan delta sungai.

Gambar 12. Bentuk kekasaran dasar pada saluran aluvial

Sumber: Przedwojski et. al, (1995:75)

Gerusan pada struktur dapat menimbulkan kerusakan di hilir struktur tersebut. Kondisi

fisik gerusan sangat kompleks karena terjadi angkutan sedimen, perubahan aliran yang biasanya

3 dimensi dengan percepatan dan perlambatan aliran, gerusan lokal di bawah atau hilir struktur

dan sebagainya (Breusers dan Raudkivi, 1991:2).

Pengamatan hidrolis aliran menjadi sangat kompleks sehingga dibutuhkan pemodelan

numeris. Karena alasan tersebut, telah menjadi suatu kebutuhan informasi untuk melakukan

kajian di laboratorium dan lapangan dengan suatu parameter non dimensional. Untuk

memutuskan parameter non dimensional mana saja yang penting dalam kajian gerusan maka

diperlukan analisis dimensi. Terdapat dua macam gerusan yang perlu diperhatikan (Graf,

1998:614)

a) Gerusan pada aliran bersih tak bersedimen (clear water scour), yaitu kondisi saat sedimen

tergerus dari lubang gerusan dan tidak dipindahkan.

b) Gerusan pada aliran bersedimen (live bed-scour), yaitu kondisi saat lubang gerusan gerusan

terisi sedimen secara terus menerus dari sedimen yang terangkut dari saluran.

31

Dengan tidak mengabaikan jumlah pengamatan yang telah dilakukan, kajian dilakukan di

laboratorium dan hanya beberapa yang dilakukan di lapangan sehingga informasi gerusan lokal

tidak banyak tersedia. Untuk itu persamaan matematis dibuat untuk memenuhi petunjuk yang

diharapkan oleh praktisi teknik. Gerusan yang terjadi akibat aliran di bawah struktur hidrolik

seperti pada gambar berikut. Aliran di bawah struktur adalah aliran dengan kecepatan tinggi

yang bergerak maju ke arah hilir sehingga kekuatan menggerus menjadi semakin besar.

Gambar 13. Sketsa Gerusan lokal di hilir pintu air

Untuk prediksi kedalaman gerusan (ds), beberapa persamaan telah dikembangkan dan

semuanya berdasar hasil kajian laboratorium. Persamaan kedalaman gerusan diusulkan oleh

Eggenberger et Muller (Graf, 1998:643), untuk aliran di bawah pintu, q = qu, maka

persamaannya adalah:

y3 + ds = w∆H0.5Q

B⁄0.6

d900.4 (2.18)

dengan koefisien untuk aliran tenggelam w=10.35(s0.6/m0.3) dan untuk aliran bebas w=15.40

(s0.6/m0.3). Untuk kondisi aliran yang sama, q dan h dan sedimen yang sama d90, gerusan pada

aliran di bawah pintu menghasilkan kedalaman gerusan yang lebih kecil, ds.

Untuk panjang lubang gerusan, persamaan berikut dapat digunakan (Graf, 1998:643) :

ls

(y3+ds)≈ 6

ls

(y3+ds)≈ 3 (2.19)

Apabila meninjau dari ketersediaan data laboratorium, maka hubungan di bawah ini telah

dikembangkan oleh Breusers, Graf (1998:643):

ds

b𝑝= 0,008 (

Ucr

ucr∗ )

2

(2.20)

yo

ds

bpy2

hdy1

Lj

rigid bed material

sedimen

pintu sorong

? h

Q

Lb

ytw

ΔH

Y3

ls

32

Sedangkan untuk panjang gerusan dibentuk perkiraan seperti dibawah ini

ls

ds= 5 sampai 7 (2.21)

Semua hubungan di atas dikembangkan untuk gerusan yang terjadi karena semburan aliran

tenggelam (submerged velocity jet).

Secara terpisah Schoklitsh (1932) mengevaluasi model tes dengan aliran dibawah pintu dengan

persamaan berikut (Breusers dan Raudkivi, 1991:124):

ds = 0,378 ∙ y00,5(q)0,35 (2.22)

Pengaruh ukuran butiran diabaikan untuk rentang diameter 1,5 mm – 12 mm. Beda muka air

hulu dan hilir (ΔH) bervariasi mulai dari 0,3 hingga 1,0 m. Kedalaman aliran di hilir (tail water

level) tidak divariasikan secara bebas.

Sedangkan Veronese (1937) menawarkan persamaan (Breusers dan Raudkivi, 1991:125):

ds = 3,68 ∙ ∆H0,225 ∙ (q)0,54 ∙ d̅−0,42 − y3 (2.23)

Untuk nilai �̅� = 9, 14, 21, 36 mm dan q =0,001 – 0,07 m2/dt

Jaeger (1939) menganalisa data yang dihasilkan oleh Veronese dan memberikan persamaan

berikut:

ds = 6 ∙ ∆H0,25 ∙ (q)0,5 ∙ (y3

d90)

0,33

− y3 (2.24)

Eggenberger (1944) melakukan uji pada saluran terbuka di laboratorium dan mengusulkan

hubungan persamaan berikut (Breusers dan Raudkivi, 1991:126):

ds = (22,9∙∆H0,5∙q0,6

d900,4 ) − y3 (2.25)

Dengan kondisi pengujian model d90 = 1.2 , 3.5 , 7.5 mm , q0 = 0,0006 – 0,0024 m2 dan ΔH =

0,19 – 0,35 m. Sementara Hartung (1957) mengulang uji model yang dilakukan Veronese

dengan variasi debit, q sebesar 0,0036 – 0,21 m/dt dengan ukuran diameter butiran (D) 2 sampai

15 mm dan menghasikan persamaan:

ds = (12,4∙∆H0,36(q)0,64

d850,32 ) − y3 (2.26)

Kedalam an gerusan, ds, sebagaimana hasil perhitungan para peneliti selain Eggenberger dan

Muller biasanya berkurang. Kotoulas (1970) menyatakan bahwa angka yang dihasilkan dari

33

persamaan Eggenberger dan Muller biasanya mengurangi kedalaman gerusan sekitar 30 – 50

% dari praktek teknis (Breusers dan Raudkivi, 1991:130).

Adapun penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ali et al, (2014) yang melakukan percobaan

laboratorium untuk mencari pengaruh bilangan Froude terhadap kedalaman dan panjang

gerusan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa secara umum meningkat linier dengan

peningkatan besaran bilangan Froude. Berdasar hasil analisa statistik, persamaan empiris untuk

memprediksi kedalaman dan panjang gerusan adalah sebagai berikut:

d𝑠

𝑏𝑝= 0,31 ∙ [Fr]0,8711 (2.27)

l𝑠

b𝑝= 3,70 ∙ [Fr]0,1009 (2.28)

Penelitian serupa dilakukan oleh Hamidifar (2011) yang bertujuan untuk mengamati

gerusan lokal pada sedimen non-kohesi. Pada penelitian ini dititik beratkan pada hubungan

karakteristik panjang gerusan di hilir apron. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa selama

waktu awal proses gerusan, intensitas peningkatan kedalaman gerusan sangat tinggi. Namun

berubah perlahan lahan seiring peningkatan waktu. Untuk memperoleh hubungan karakteristik

panjang gerusan, parameter kedalaman gerusan, diameter butiran, tinggi bukaan pintu dan jarak

panjang gerusan maksimum diplot dengan panjang gerusan. Persamaan di bawah ini digunakan

untuk mencari tinggi sedimentasi, panjang gerusan maksimum terhadap kedalaman gerusan

maksimum:

hd

d50= 2,827 (

ds

d50) − 8,84 (2.29)

ls

bp= −0,025 (

ds

d50)

2

+ 1,839 (ds

d50) − 7,863 (2.30)

Berdasar hasil pengamatan laboratorium diperoleh hubungan linier antara peningkatan

kedalaman gerusan dengan panjang gerusan dan tinggi sedimentasi. Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Farhoudi dan Shayan (2014). Menurutnya, profil gerusan

tergantung dari waktu, ukuran butiran sedimen dan kondisi aliran. Dan persamaan yang

mewakili kedalaman gerusan maksimum adalah sebagai berikut:

𝑑𝑠

𝑏𝑝= 0,732 (

𝑦3

𝑏𝑝)

0,98

(𝐿

𝑏𝑝)

−0,532

(𝐹𝑟)0,482 (𝑑50

𝑏𝑝)

−0,245

(2.31)

𝑙𝑠

𝑏𝑝= 3,923 (

𝑦3

𝑏𝑝)

0,318

(𝐿

𝑏𝑝)

−0,364

(𝐹𝑟)0,942 (𝑑50

𝑏𝑝)

−0,249

(2.32)

34

2.10. Model Fisik Hidrolik

Pengertian model secara umum adalah suatu cara untuk menciptakan suatu tiruan dari suatu

fenomena/peristiwa alam (Rustiati, 2002). Ada tiga jenis model yaitu model fisik, model

analogi dan model matematika. Pada model fisik, tiruan dilakukan dengan membuat

daerah/ruang tiruan dimana fenomena itu terjadi. Tiruan ini dapat lebih besar atau lebih kecil

dibanding fenomena asli. Kecocokan model tergantung dari kemungkinan kesebangunan yang

ditiru di alam. Contohnya model bendung, model pintu air dan sebagainya. Model analogi

dilakukan dengan menganalogikan fenomena alam dengan fenomena alam lainnya untuk

kemudian dibuatkan model fisiknya. Contohnya peristiwa aliran air di bawah bendung ditirukan

dengan model yang menggunakan arus listrik. Pada model matematik, tiruan dilakukan dengan

mendiskripsikan fenomena alam dengan satu set persamaan matematik. Contohnya model

kecepatan aliran pada saluran terbuka, model angkutan sedimen atau limbah, penelusuran aliran

pada aliran tidak seragam dan lain-lain.

Beberapa masalah teknik yang berhubungan dengan aliran fluida kadang-kadang sulit atau

tidak bisa diselesaikan secara analitis. Untuk itu diperlukan suatu percobaan atau pengamatan

untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pengamatan langsung di lapangan untuk masalah atau

pekerjaan yang besar seperti sungai, pelabuhan atau bangunan pelimpah bendungan akan

memakan biaya yang besar dan waktu yang lama. Untuk menghindari kendala tersebut,

pengamatan bisa dilakukan dengan membuat miniatur dari permasalahan yang ada di

laboratorium, yang dikenal dengan studi model. Model ini mempunyai bentuk yang serupa

dengan permasalahan yang sedang dipelajari tetapi dengan ukuran yang lebih kecil (Triatmadja,

1999:1).

Pada dasarnya model fisik dan matematik sangat sesuai untuk penelitian dengan rentang

lebar pada kondisi batas dan untuk pengembangan desain umum. Kesamaan antara fenomena

alam dan model biasanya diverifikasi secara parsiil. Parameter model diestimasi berdasar

pengukuran di lapangan dan observasi, yaitu (Przedwojski dan Pilarczyk, 1995:145) :

1. Model menjadi efisien hanya jika berdasar data lapangan dan jika prediksinya dapat

diverifikasi dengan data terukur.

2. Pengukuran lapangan seharusnya hanya pada data yang akan digunakan pada model.

Model fisik hidrolik adalah membuat bangunan air yang telah direncanakan sebelum

diwujudkan benda aslinya, dengan ukuran yang diperkecil atau dibuat dengan skala yang lebih

kecil dari bangunan asli. Pengecilan ini yang disebut model, sedang bangunan asli disebut

35

prototipe. Model fisik hidrolik dipakai karena mempunyai banyak kelebihan, antara lain

(Triatmadja, 1999:2) :

a) Dapat diprediksi kelakukan dan kerja suatu bangunan yang akan dibuat,

b) Beberapa kekurangan yang tidak atau belum diperkirakan akan terjadi, dapat segera

diketahui sehingga kekurangan tersebut dapat dihindari pada prototipe yang akan

dibuat.

c) Dapat dipelajari beberapa alteratif perencanaan, sehingga dapat segera dipilih bangunan

yang paling optimum.

Pertimbangan umum yang dipakai dalam memodelkan proses morfologi yang terjadi akibat

peristiwa alamiah maupun akibat aktivitas manusia dalam bentuk yang lebih sederhana dan

dapat diselesaikan dengan alternatif penyelesaian yang ada. Meskipun perkembangan model

matematis cukup pesat, perlu dicatat bahwa dalam memahami suatu proses fisik seperti

perubahan morfologi dasar sungai, penggunaan model fisik masih merupakan cara yang lebih

murah dan belum digantikan oleh komputer (Rustiati, 2002).

Proses angkutan aliran air dan sedimen adalah permasalahan yang tergantung dari waktu

dan bersifat 3 dimensi. Diperlukan skema untuk membuat gambaran matematis yang akan

menuntun ke pembuatan model yang berguna untuk memprediksi perubahan morfologi

(Przedwojski dan Pilarczyk, 1995:143). Perubahan saluran sungai alam termasuk kedalam hal

di bawah ini : 1) Gerusan dasar saluran dan penumpukan material (degradasi dan agradasi). 2)

Variasi lebar saluran. 3) Efek kurva topografi dasar saluran. 4) Pergerakan meandering.

2.11. Teori Kesebangunan dan Analisa Dimensi

Penelitian dengan skala model didasarkan pada teori kesebangunan antara model dan

prototipe. Teori kesebangunan menunjukkan tentang (Novak dan Calbeka, 1981:4):

a) Percobaan model dapat dibenarkan secara teoritis dan pelaksanaan metode penelitian

b) Pembuktian model untuk dapat dibenarkan secara empiris

c) Parameter pengukuran selama percobaan

d) Proses analisa hasil penelitian

e) Penggambaran fenomena hasil penelitian dan uji validasi dan verifikasi

Model fisik berdasarkan kondisi skala dapat diklasifikasikan dalam dua tipe, yaitu model

distorsi dan model tak distorsi. Pada model distorsi, bentuk geometri antara model dan

prototipe tidak sama. Model lebih banyak digunakan apabila prototipe mempunyai dimensi

horisontal jauh lebih besar dari dimensi vertikal sehingga skala dibuat tidak sama antara skala

36

horisontal dan skala vertikal. Sedangkan model tak distorsi bentuk geometri antara model dan

prototipe adalah sama tetapi berbeda ukuran dengan skala tertentu. Hubungan skala antar

parameter yang akan dipergunakan untuk membuat model dibedakan menjadi dua golongan,

yaitu (Triatmadja, 1999:5):

1. Hukum skala (scale law), yaitu hubungan antar skala parameter yang harus dipenuhi,

dalam hal ini adalah kondisi kekasaran (roughness condition) dan bilangan Froude.

2. Persyaratan skala (scale condition), yaitu hubungan antar skala parameter yang harus

dipenuhi untuk menghindari efek skala, yaitu kriteria kesebangunan

Teori kesebangunan saat ini umumnya dikolaborasikan dalam dua arah , pertama untuk

menurunkan kriteria kesebangunan dari sistem persamaan homogen dasar yang secara

matematis menggambarkan fenomena fisik pengamatan. Metode ini kebanyakan sesuai untuk

semua ilmu teknik, kimis fisik dll dan pada beberapa kasus penelitian hidrolika. Biasanya

persamaan diferensial banyak digunakan dalam penelitian ilmiah seperti masalah angkutan

sedimen, proses persungaian, kecepatan tinggi dengan kavitasi, aliran beraerasi dan sebagainya

(Novak dan Calbeka, 1981:4). Bagian kedua adalah analisis dimensi yang merupakan dasar

penentuan kondisi kesebangunan. Hal ini digunakan sebagai preliminari dari dasar fisik setiap

fenomena dan untuk penentuan parameter seperti seberapa sering diuji verifikasi dengan

persamaan terpisah. Gabungan analisis fisik dan dimensi umumnya menentukan keberhasilan

penelitian termasuk riset hidrolika.

Permasalahan yang ada dalam hidrolika dapat didekati dengan analisa dimensi, yaitu suatu

teknik matematik yang berhubungan dengan dimensi dari suatu besaran fisik yang berpengaruh

pada permasalahan yang dihadapi (Dermawan, 2011). Analisa dimensi menyediakan informasi

dasar tentang fenomena yang diamati dengan asusmsi bahwa fenomena ini digambarkan dengan

persamaan dimensional yang terdiri dari variabel yang mempengaruhinya (Novak et al,

2007:674). Semua besaran fisik dapat dinyatakan dalam suatu sistem gaya F-L-T (force-length-

time) atau M-L-T (mass-length-time). Ketiga besaran ini disebut dengan besaran dasar. Besaran

lainnya seperti percepatan, kecepatan, debit dan sebagainya dapat diturunkan dari ketiga

dimensi dasar tersebut.

Beberapa metode untuk menentukan bilangan tak berdimensi antara lain (Dermawan,

2011): Basic Echelon Matrix, Stepwise, Langhaar, Rayleigh dan Buckingham (phi theorm).

Metode Buckingham (phi theorm) dapat digunakan untuk bentuk konstanta variabel tak

berdimensi. Jika m buah fenomena variabel yang mempengaruhi dapat diekspresikan dalam n

37

suku satuan dasar, kemudian dimasukkan ke dalam grup m variabel untuk membuktikan (m –

n) konstanta tak berdimensi. Oleh Buckingham konstanta ini disebut sebagai π1 , π2 dan π3

(Novak dan Calbeka, 1981:5).

1. Membandingkan jumlah variabel dengan jumlah satuan dasar dan mendapatkan konstanta

tak berdimensi. Phi teori adalah (jumlah konstanta tak berdimensi) = (jumlah variabel) –

(jumlah satuan dasar)

2. Menyeleksi variabel pengulangan. Jumlah variabel pengulangan akan seimbang dengan

jumlah satuan dasar variabel pengulangan dengan satu atau lebih satuan dasar dan tidak

harus dikurangi parameter tak berdimensi.

Tabel 4. Contoh jumlah konstanta tak berdimensi

Contoh

variabel

Jumlah

variabel

Jumlah satuan

dasar

Jumlah

konstanta tak

berdimensi

L,g,t 3 2 (L,T) 3 – 2 = 1

L,v,g 3 2 (L,T) 3 – 2 = 1

P,D,Q,ρ 4 3(L,T,M) 4 – 3 = 1

F,D,v,ρ,µ 4 3(L,T,M) 4 – 3 = 1

Q,H,g,v 4 2 (L,T) 4 – 2 = 2

D,N.µ,p,R 5 3(L,T,M) 5 – 3 = 2

l,v,R,µ,g,R 6 3(L,T,M) 6 – 3 =3

Δp, D,l, ρ,µ,v,t 7 3(L,T,M) 7 – 3 = 4

Sumber: Novak dan Calbeka (1981:32 )

3. Variabel pengulangan selanjutnya diseleksi. Pilihan yang benar akan mendapatkan bentuk

geometri seperti L dan d dalam fluida (ρ,µ) untuk aliran adalah v, sehingga pilihan ini akan

baik bila diambil sebagai l,d,v,ρ aliran fluida.

4. Variabel pengulangan setiap harga indeks dalam grup dengan bentuk variabel pengulangan

konstanta tak berdimensi.

Contoh : asumsikan gaya viskositas dari benda bulat yang masuk dalam fluida berdiameter

D bergantung pada viskositas (µ), rapat massa (ρ) dan kecepatan jatuh (v). Buktikan F

tergantung dari D,v, µ, ρ

F= φ(D,v, µ, ρ), variabelnya ada (F,D,v, µ, ρ) = 5 buah, satuan dasar L M T = 3 buah, jadi

jumlah konstanta tak berdimensi = 5 – 3 = 2

Pilihan variabel berulang adalah D, v dan ρ

π1 = Da1 vb1 ρc1. F

π2 = Da2 vb2 ρc2. µ

38

F = φ (D,v, µ, ρ)

Analisa π1

L0 M0 T0 = [L]a1 [L.T-1]b1 [M.L-3]c1 [M.L.T-2]

Untuk satuan L 0 = a1 + b1 – 3c1 + 1

Untuk satuan M 0 = c1 + 1 jadi c1= - 1

Untuk satuan T 0 = - b1 – 2 jadi b1 = - 2 dan harga a1= - 2

π1 = F (D-2 v-2 ρ-1) atau π1= F/D2 v2 ρ

Analisa π2

L0 M0 T0 = [L]a2 [L.T-1]b2 [M.L-3]c2 [M.L-1.T-1]

Untuk satuan L 0 = a2 + b2 – 3c2 -1

Untuk satuan M 0 = c2 + 1 jadi c2 = -1

Untuk satuan T 0 = -b2 – 1 jadi b2 = -1 dan harga a2 = -1

π2 = µ (D-1 v-1 ρ-1) atau π2 = µ/(Dvρ)

π1 = f (π2)

F/D2 v2 ρ = f (µ/(Dvρ))

F = (D2 v2 ρ)f (µ/(Dvρ))

F = (D2 v2 ρ)φ ( (Dvρ)/µ) jika dibalik fungsi f, maka didapat persamaan

F = (D2 v2 ρ)φ ( Re) tanda φ adalah transformasi

Analisis dimensi yang lain adalah metode Langhaar (Yuwono, 1994:19). Metode ini

dipilih karena pengelompokan parameter dan hasil keluaran bilangan tak berdimensi lebih

mudah dan dapat digabungkan untuk membuat bilangan tak berdimensi lainnya. Metode

Langhaar digunakan apabila fenomena hidrolik diberikan notasi n dengan parameter πi dimana

i = 1,2,3,...,n dan apabila parameter tersebut disusun oleh sejumlah m elemen utama, maka hasil

bilangan tak berdimensi yang diturunkan adalah (n – m). Jika πi akan memiliki dimensi Mαi Lβi

Tτi sehingga dimensi dapat ditulis kembali sebagaimana di bawah ini:

π = [Mα1Lβ1Tτ1]k1

× [Mα2Lβ2Tτ2]k2

× … … . .× [MαnLβnTτn]kn

(2.33)

39

π = [M(α1k1+α2k2+⋯+αnkn)] × [L(β1k1+β2k2+⋯+βnkn)] × [T(τ1k1+τ2k2+⋯.+τnkn]

Simbol π adalah bilangan tak berdimensi apabila

𝛼1k1 + 𝛼2k2 + ⋯ … . . +𝛼𝑛k𝑛 = 0 (2.34)

𝛽1k1 + 𝛽2k2 + ⋯ … . . +𝛽𝑛k𝑛 = 0 (2.35)

𝜏1𝑘1 + 𝜏2𝑘2 + ⋯ … . . +𝜏𝑛𝑘𝑛 = 0 (2.36)

Simbol αi, βi dan τi adalah koefisien yang besarannya dapat diketahui dari parameter πi yang

berkaitan. Hasil dari bentukan bilangan tak berdimensi ini diusahakan agar dalam

penyusunannya secara kelompok. Hal ini ditujukan agar parameter yang penting hanya muncul

sekali dalam hasil hitungan bilangan tak berdimensi. Hal ini sangat penting untuk menghindari

hubungan palsu (spurius). Hubungan spurius adalah suatu hubungan yang apabila digambarkan

penampakannya bagus namun kenyataannya membingungkan (Yuwono, 1994:24).

Pengukuran yang dilakukan pada model fisik dapat mempunyai kesalahan. Kesalahan

tersebut antara lain adalah (1) kesalahan sistemik dan (2) kesalahan stokastik. Kesalahan

sistemik dapat diperkecil dengan melakukan kalibrasi peralatan sebelum digunakan. Kesalahan

stokastik besarnya sangat tergantung peralatan yang dipakai. Kesalahan biasanya diwujudkan

dalam persentase (%) dari hasil pengukuran. Untuk mengurangi kesalahan ini perlu dilakukan

pemilihan alat atau instrumentasi dan skala yang sesuai pada percobaan yang dilakukan.

Keseksamaan ketelitian dari penelitian suatu model fisik hidrolik sangat ditentukan oleh: (1)

keseksamaan data lapangan (prototipe), (2) keseksamaan sistem kontrol, (3) keseksamaan

sistem pengukuran (Yuwono, 1994:25).

2.12. Analisa Regresi

Penentuan hubungan antara dua variabel atau lebih bagus dibuat dalam bentuk persamaan

atau rumus matematik. Suatu analisis yang membahas hubungan antara dua variabel atau lebih

disebut analisis regresi (Neolaka, 2014:128). Langkah pertama yang harus dilakukan untuk

menyatakan hubungan antar variabel adalah mengumpulkan data yang menunjukkan nilai dari

hubungan variabel yang diamati. Selanjutnya data-data tersebut digambarkan pada suatu

diagram pencar (scatter diagram). Dari diagram tersebut dapat diperoleh suatu kurva regresi

yang sesuai. Langkah pertama dalam analisis hubungan antar variabel adalah penentuan satu

variabel yang disebut variabel terikat dan satu/lebih variabel terikat/bebas.

40

Berdasar hubungan linier antar variabel pada analisa regresi, maka analisa regresi dapat

dikelompokkan menjadi dua macam yakni analisa model linier dan non linier. Regresi linier

dapat dibedakan menjadi:

a). Regresi linier sederhana yang dinyatakan dalam bentuk,

Yi = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + ⋯ + βnXn + ε (2.37)

dengan nilai β adalah konstanta dan X adalah variabel bebas

b). Regresi linier berganda

Analisis regresi linier berganda merupakan hubungan linier dua variabel bebas atau

lebih (X1, X2, ..., X3) dan variabel terikat (Y). Analisis hubungan ini digunakan untuk

mengetahui kecenderungan hubungan antar variabel bebas (independent variable) dan variabel

terikat (dependent variable). Hubungan tersebut dilihat apakah berhubungan positif atau

negatif dan untuk memperkirakan nilai variabel terikat apabila nilai variabel bebas mengalami

kenaikan atau penurunan. Umumnya data yang dipakai berskala interval atau rasio.

Persamaan regresi linier berganda antara variabel terikat Y dan variabel bebas Xi,p adalah

sebagai berikut:

Yi = β0 + β1Xi1 + β2Xi2 + β3Xi3 + ⋯ + βp−1Xi,p−1 + εi (2.38)

Apabila β1 adalah konstanta, maka X1 nilainya 1

Dalam notasi matriks Persamaan (2.37) ditulis menjadi persamaan sebagaimana di bawah

ini:

Y = X β + ε (2.39)

Dengan Y = (Y1

Y2

Yn

) , X = (1 X11 X12

1 X21 X22

1 𝑋𝑛1 𝑋𝑛2

… X1,p−1

⋯ X2,p−1

⋯ 𝑋𝑛,𝑝−1

) , β = (

β0

β1

βp−1

) dan ε = (

ε1

ε2

εn

)

Untuk mendapatkan taksiran (estimasi) dilakukan dengan cara ordinary least square sehingga

nilai β didapat sebagai berikut:

β̅ = (XTX)−1(XT)Y (2.40)

Sementara nilai R2 atau koefisien determinasi untuk regresi berganda didapat dari persamaan

berikut:

41

R2 =(β̅XTY−nY̅2)

YTY−n.Y̅2 (2.41)

Y taksiran atau Y̅ dapat dihitung dengan persamaan (2.39) dengan memasukkan angka dari βj

yang telah diketahui. Kesalahan (error = ε) dapat dihitung dengan:

ε = Yi - Y̅ = Yi – β1.Xi,1 – β2.Xi,2 - .... – βp.Xi,p (2.42)

Hasil hitungan berdasar persamaan regresi yang diperoleh dari hubungan antar variabel

kemudian dapat dihitung perbedaan hasil terhadap hasil pengamatan. Jika suatu model tidak

dapat dijelaskan dalam kedua bentuk tersebut maka model yang didapatkan adalah suatu model

non linier. Regresi non linier adalah suatu bentuk perumusan dengan variabel bebas X dan atau

variabel terikat Y dapat berfungsi sebagai variabel dengan orde tertentu. Disamping itu variabel

X dan atau variabel Y berfungsi sebagai penyebut ataupun berfungsi sebagai eksponen atau

perpangkatan.

Regresi non linier dapat diklasifikasikan menjadi:

a). Regresi polinom, adalah suatu bentuk dimana variabel bebas menjadi faktor dengan orde

berurut. Bentuk fungsinya dapat dijelaskan sebagai berikut:

Y = β0 + β1X + β2X2 fungsi kudratik (2.43)

Y = β0 + β1X + β2X2 + β3X3 fungsi kubik (2.44)

Y = β0 + β1X + β2X2 + β3X3 + β4X4 fungsi kuartik (2.45)

Y = β0 + β1X + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 fungsi kuinik (2.46)

b). Regresi geometrik, merupakan suatu model fungsi yang berbeda dengan fungsi polinom.

Model regresi ini mempunyai model sebagai berikut:

Y = β0 + β0x . (2.47)

c). Regresi eksponensial, merupakan suatu bentuk regresi variabel bebas X yang berfungsi

sebagai eksponen atau pangkat atau orde. Model regresi ini adalah sebagai berikut:

Y = β eβx atau Y = β 10βx (2.48)

Persamaan 2.47 dapat dimodifikasi menjadi

1

Y= β0 + β1eβx , persamaan ini disebut kurva logistik (2.49)

42

d). Regresi logaritmik, merupakan suatu fungsi regresi dimana variabel terikat Y sebagai

eksponen (pangkat/orde) dan variabel bebas X memiliki bentuk perpangkatan. Bentuk

regresi ini adalah sebagai berikut:

eY = β0 + β1x atau Y = ln β0 + β1 ln X ( transformasi linier) (2.50)

e). Rgresi fungsi geometri, merupakan suatu model regresi linier berganda dengan fungsi

trigonometri di dalamnya.

Model regresi paling sederhana dari fungsi ii adalah:

Y = β0 +β1 sinX + β2 cosX (2.51)

Model ini disebut model kurva Fourier

2.12.1. Koefisien Korelasi

Selain persamaan regresi yang menunjukkan kedekatan antara dua variabel maka terdapat

ukuran yang menjelaskan seberapa dekat hubungan antar variabel tersebut, yaitu menggunakan

koefisien korelasi dan koefisien determinasi.

Koefisien korelasi adalah suatu bilangan yang menyatakan derajat kedekatan antara dua

variabel yang berhubungan dan menjelaskan besarnya pengaruh suatu variabel terhadap

variabel lainnya (Neolaka, 2014:129). Koefisien korelasi dinyatakan dengan notasi r. Nilai

notasi r berkisar antara -1 sampai dengan +1.

Koefisien korelasi yang sederhana disebut dengan koefisien korelasi Pearson karena

persamaan hitungan koefisien korelasi ini ditemukan oleh Karl Pearson yang merupakan ahli

Matematika dari negara Inggris. Persamaan yang digunakan dalam menghitung koefisien

korelasi sederhana adalah:

rxy =∑ XY

∑ X ∑ Y (2.52)

Suatu hubungan antara dua variabel dinyatakan memiliki korelasi jika variabel yang satu

berubah dan varibel yang lainnya mengikuti perubahan tersebut dengan arah yang sama atau

tidak sama. Penting sekali untuk diperhatikan bahwa besaran koefisien korelasi yang kecil

(tidak signifikan) tidak menunjukkan bahwa antara variabel tersebut tidak saling terpengaruh.

Melainkan terdapat beberapa kemungkinan antara lain kedua variabel tersebut saling

mempengaruhi dengan kuat tetapi nilai koefisien korelasinya mendekati nilai nol, seperti pada

43

hubungan non linier. Persamaan koefisien korelasi Pearson khususnya berlaku pada regresi

linier dan tidak berlaku pada regresi kurva.

2.12.2. Koefisien Determinasi

Koefisien korelasi (r) menyediakan suatu besaran kedekatan dan arah hubungan antara dua

variabel. Nilai besaran ini tidak menyediakan informasi bagian keberagaman (variasi) variabel

terikat (Y) yang dapat dijelaskan atau dipengaruhi oleh suatu hubungan linier dengan nilai

besaran variabel bebas (X). Nilai r kuadrat dapat menjelaskan dengan tepat bagian tersebut

yang dinyatakan dengan koefisien determinasi, R2. Koefisien determinasi dapat dijelaskan

sebagai suatu besaran yang menggambarkan proporsi nilai Y yang dinyatakan dalam suatu

hubungan linier berupa:

R2 =∑(Y𝑐−�̅�)2

∑(Y−Y̅)2 (2.53)

Dimana Yc = a + bX, merupakan suatu garis regresi dan Y̅ adalah suatu nilai rerata yang terdapat

pada variabel terikat Y. Koefisien determinasi hanya menunjukkan proporsi varian yang dapat

diterangkan apabila terdapat hubungan penyebab.

2.13. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang gerusan di bawah pintu telah banyak diteliti baik secara numerik maupun

percobaan laboratorium. Masing-masing peneliti memiliki titik fokus yang berbeda antara yang

satu dengan yang lain. Lim et.al (2002) menghasilkan suatu persamaan empiris untuk

menghitung kedalaman erosi di bawah pintu dengan memperhitungkan faktor bukaan dan

aplikasi di laboratorium dengan pemasangan lantai apron. Todeschini et.al (2008) menyusun

persamaan numeris dan percobaan laboratorium tentang erosi dan angkutan sedimen pada pintu

pembilasan. Guven dan Gunal (2008) memprediksi gerusan di hilir pintu akibat operasional

pintu dengan program jaring syaraf (neural networks /NNs) dan diverifikasi dengan data

lapangan. Goel (2010) mengamati dan meneliti gerusan di bagian hilir pintu tanpa

menggunakan lantai apron dengan kondisi aliran free over flow (aliran terjun bebas). Sebuah

percobaan laboratorium dilakukan oleh Mahboubeh et.al. (2011) tentang pengaruh kontraksi

aliran dan gerusan (scouring) di hilir saluran pada kondisi aliran kombinasi di atas dan di bawah

pintu. Sobeih et.al (2012) meneliti kedalaman gerusan maksimum pada hilir saluran dengan

ambang yang divariasi tingginya dan panjang lantai apron di hilir ambang. Bove et.al (2013)

meneliti gerusan ganda akibat aliran turbulen pada pintu tenggelam (submerged sluice gate).

44

Beberapa hasil penelitian berkenaan dengan karakteristik pintu air sebagai struktur

bangunan air yang mengatur debit seperti: Al-Suhaili, Al-Baidhani dan Al-Mansori (2014),

Belaud, Gilles dan Cassan, Ludovic dan Baume, Jean Pierre (2009), Erdbrink,

Krzhizhanovskaya dan Sloot (2012: 5), Habibzadeh, Vatankhah dan Rajaratman (2011) dan

Yen dan Tsai (2001). Banyak studi dilakukan untuk mencari hubungan koefisien debit pintu

air sebagai pengatur debit pada kondisi aliran bebas dan tenggelam. Melalui analisis dimensi,

sistem skala dan regresi linier diperoleh persamaan empiris untuk memperkirakan besar bukaan

dan koefisien debit untuk pengoperasian pintu. Adapun uraian ringkas dari penelitian-

penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

Al-Suhaili, Al-Baidhani dan Al-Mansori (2014) mengadakan penelitian dengan

mempertimbangkan parameter bukaan, tipe, tinggi muka air di hulu, jumlah pintu dan model

estimasi koefisien debit aliran dibawah pintu, aliran di atas pintu dan gabungan aliran di bawah

dan di atas pintu. Peneliti membuat model ANN (artificial neural network) untuk bendung

persegi dengan 3 bukaan bawah. Perletakan pintu aliran bawah berada di tengah bendung dan

masing-masing sisi kiri dan kanan bendung. Tujuannya untuk mengembangkan model estimasi

koefisien debit pada 3 kasus aliran. Kasus pertama adalah aliran parsiil dari bukaan bawah saja,

kasus ke dua adalah aliran di atas bendung saja. Sedang yang ke tiga adalah aliran kombinasi

yang melalui bawah dan atas bendung.

Pada kasus aliran melalui bukaan bawah saja, muka air saluran lebih kecil dari tinggi

bukaan dan debit aliran (Qp). Untuk menghitung debit yang melalui 3 bukaan bawah digunakan

persamaan:

Qptheo =2

3∙ b0√ 2gH

3

2 (2.54)

Qptot = 3 (Qpt heo) (2.55)

dengan Qptheo adalah Q teoritis satu bukaan (m/dt); Qptot adalah Q teoritis total 3 bukaan. H

adalah tinggi energi total (m). b0 adalah tinggi bukaan (m). g percepatan gravitasi (m/dt2).

Sedangkan Q aktual setiap bukaan = Qpacto ditulis dalam persamaan:

Qpacto = Cdp1 . Qpteo (2.56)

Pada kondisi aliran melalui bukaan bawah saja, hubungan fungsional yang menggambarkan

koefisien debit adalah:

Cdp = Ft(hl/H, bl/H, hm/H, bm/H, hr/H, br/H) (2.57)

45

Persamaan di atas adalah persamaan umum, untuk aliran melalui bawah persamaan ditulis:

Cdp = F1 (ho/H , b0/H) (2.58)

Dimana ho adalah tinggi energi terukur (m), H adalah tinggi energi terukur total, bo adalah tinggi

masing-masing bukaan.

Dari hasil pengamatan dan analisa Al Suhaili, Al-Baidhani dan Al-Mansori (2014) diperoleh

bahwa koefisien debit maksimum adalah kurang dari 0,6188 dan koreksi maksimum untuk debit

teoritis adalah 38%. Hasil yang lain menunjukkan koefisien debit berkurang saat (ho/H)

meningkat. Pada aliran bawah, koefisien debitnya lebih kecil dibanding aliran atas (yang

melalui puncak bendung).

Belaud, Gilles dan Cassan, Ludovic dan Baume, Jean Pierre (2009) melakukan perhitungan

koefisien kontraksi di bawah pintu untuk aliran bebas dan tenggelam dengan persamaan

konservasi momentum dan energi. Dengan mengasumsikan kehilangan energi pada bagian

hulu dan tinggi muka air pada bagian hulu pintu (H0) adalah sama besar dengan tinggi energi

total (E0), maka diperoleh persamaan:

H0 = E0 = h0 + Q2/(2gB2h02) (2.59)

Erdbrink, Krzhizhanovskaya dan Sloot (2012) membuat simulasi aliran bebas untuk

optimalisasi bukaan pintu dengan menurunkan model debit. Tujuannya adalah memprediksi

secara periodik kondisi aliran di bawah pintu berdasar fluktuasi debit. Pendekatan model

dilakukan dengan membuat prediksi tinggi muka air di hulu dan hilir. Kemudian menurunkan

beberapa kemungkinan konfigurasi pintu, lalu mengatur bukaan pintu dihubungkan dengan

pengaturan debit. Selanjutnya mensimulasi dan menganalisa bukaan pintu dan menetapkan

konfigurasi pintu yang paling optimum. Langkah terakhir adalah membuat keputusan untuk

sistem operasi pintu.

Menurut Erdbrink, Krzhizhanovskaya dan Sloot (2012) desain geometri pintu sebagai

pengatur debit yang baik adalah pintu yang tidak menghasilkan aliran fluktuatif selama

operasional normal. Kriteria untuk mencapai aliran moduler adalah kedalaman aliran minimum

pada titik kontrol dibanding tinggi aliran pada titik maksimum koefisien kontraksi pada vena

kontrakta.

Habibzadeh, Vatankhah dan Rajaratnam (2011) mengamati pengaruh kehilangan energi

(energy loss) terhadap koefisien debit dengan pendekatan teoritis dan diaplikasikan pada aliran

bebas dan tenggelam. Asumsi bahwa kehilangan energi pada kondisi aliran bebas terjadi antara

46

titik kontrol dan vena kontrakta. Saat aliran tenggelam, ada tambahan pada kehilangan energi.

Dari penelitian diketahui bahwa vena kontrakta terjadi pada 1,15 kali bukaan pintu dan

kecepatan masuk sekitar 0,25 kali debit yang melewati pintu.

Dari hasil analisa model teoritis diketahui bahwa kehilangan energi memegang peranan

penting dalam menentukan karakteristik debit pada pintu air. Nilai faktor kehilangan energi (k)

adalah 0,062 untuk aliran bebas dan 0,088 untuk aliran tenggelam. Persamaan baru yang

dihasilkan dapat digunakan untuk menghasilkan representasi operasional pintu dengan lebih

akurat. Sehingga evaluasi karakteristik debit di pintu air dapat lebih akurat pula.

Yen, Lin dan Tsai (2001) meneliti tentang kontraksi aliran yang berhubungan dengan

operasional bukaan pintu dalam fungsinya sebagai pengatur debit. Dalam ilmu praktis, nilai

Cc ditetapkan sebesar 0,61. Dalam kondisi aliran bebas (free flow) loncatan hidrolik terjadi

untuk memudahkan aliran superkritis menuju ke hilir pintu dan menjadi aliran hilir. Kehilangan

energi antara bagian hulu dan lubang pengaliran (atau disebut dengan bukaan pintu) dapat

diabaikan, sehingga koefisien debit diturunkan dari persamaan kontinuitas dan persamaan

energi. Pada kondisi aliran bebas, aliran di hulu pintu adalah subkritik, sedangkan aliran di hilir

pintu adalah superkritik. Ketika bukaan pintu (bp) sama atau lebih besar dari kedalaman muka

air kritik (ycr) maka tidak terjadi loncatan hidrolik dan aliran bebas tidak terbentuk. Pada

kondisi tersebut pintu tidak dapat difungsikan sebagai pengatur aliran.

Kedalaman aliran kritik dapat dianggap sebagai pengendali bukaan pintu maksimum untuk

aliran bebas. Ketika aliran superkritik terjadi di bawah pintu, loncatan hidrolis akan terbentuk

jauh di sebelah hilir dan debit dapat ditentukan oleh kedalaman muka air hulu (y0) dan bukaan

pintu (bp). Kondisi aliran di hilir pintu (aliran bebas dan tenggelam) akan mempengaruhi

besaran koefisien kontraksi. Kedalaman muka hilir maksimum untuk aliran bebas yang

diperbolehkan adalah sama dengan kedalaman muka air hilir minimum untuk aliran tenggelam.

Kedalaman kritik untuk saluran persegi adalah (Yen, Lin dan Tsai, 2001):

ycr = (Q2

gL2)1

3⁄

(2.60)

Kedalaman kritik dapat dipertimbangkan sebagai pengontrol bukaan pintu maksimum

untuk aliran bebas yang dinotasikan sebagai bmax. Dengan mengambil nilai Cc sebesar 0,61,

maka nilai bpmax sebesar 0,556y0.

47

Hasil eksperimental menunjukkan bahwa ketika bukaan pintu kurang dari kedalaman kritik

maka koefisien kontraksi secara signifikan mengikuti hukum aliran. Pada kondisi vena

kontrakta tenggelam dan kedalaman di hulu bervariasi maka kedalaman aliran terukur

maksimum lebih besar dari nilai teoritis. Persamaan yang diberikan merupakan gambaran dari

bukaan pintu, koefisien kontraksi, kedalaman hulu dan hilir berdasar teori loncatan hidrolik dan

karakteristik hidrolika. Koefisien kontraksi berpengaruh terhadap karakteristik hidrolik pintu

air. Penelitian ini diverifikasi dengan percobaan di laboratorium.

Karakteristik pintu air sedikit banyak telah mempengaruhi kondisi dasar saluran di hilir

pintu. Baik itu saluran berbahan dasar pasir, kerikil, tanah ataupun gabungan dari ketiganya.

Tinggi bukaan pintu akan mempengaruhi kecepatan aliran yang mengalir di bawah pintu.

Tinggi atau rendahnya bukaan pintu akan mengakibatkan perubahan kecepatan aliran dan

konsekuensinya terjadi perubahan pada dasar saluran di hilir pintu. Perubahan itu dapat berupa

gerusan (scouring) ataupun sedimentasi (dunes). Kejadian gerusan di hilir pintu telah banyak

menarik perhatian para peneliti di bidang sedimen dan teknik sungai.

Adapun penelitian yang berhubungan dengan gerusan (scouring) dihilir pintu telah

dilakukan oleh beberapa peneliti berikut: Lim dan Yu (2002) meneliti kedalaman gerusan

akibat bukaan pintu dengan apron tidak bergerak (rigid bed) dengan variasi panjang apron dan

ukuran material serta variasi kondisi aliran. Dengan menggunakan analisis dimensi dengan

teknik regresi didapatkan parameter yang mempengaruhi kedalaman gerusan maksimum di

bawah struktur pintu.

𝑑𝑠

𝑏𝑝= 1.04𝜎𝑔

−0,69𝐹𝑟𝑜1,47 (

𝑏𝑝

𝐷50)

−0,33

(2.61)

Persamaan empiris diaplikasikan untuk menghitung gerusan maksimum yang terjadi di

Shimen Arch Dam di China. Dengan mengapliaksikan persamaan empiris tersebut diperoleh

kedalaman gerusan maksimum hitungan adalah 12,9 hingga 17 m untuk kecepatan rerata 20,8

-25,4 m/dt. Kedalaman gerusan rerata 14,95 m dan nilai ini dibandingkan dengan hasil

pengukuran kedalaman gerusan sebesar 13,6 m cukup relevan.

Penelitian tentang gerusan di hilir pintu tanpa apron dilakukan oleh Goel (2010) dengan

dua kondisi aliran yakni aliran jatuh bebas melewati pintu dan aliran di bawah pintu serta

kondisi kedalaman aliran di hilir yang berbeda. Penelitian eksperimental dilakukan di

laboratorium untuk mendapatkan hubungan secara grafis gerusan maksimum, volume gerusan,

tinggi dune dan volume dune. Bukaan pintu ditetapkan 2 cm dibawah pintu untuk semua variasi

48

debit. Hasil dari penelitian eksperimental menunjukkan bahwa gerusan di belakang pintu

tergantung dari debit dan kedalaman aliran di hilir (tailwater depth). Selain itu tergantung pula

kondisi aliran bebas atau di bawah pintu dan tinggi bukaan pintu. Berdasar analisis data

percobaan, kedalaman maksimum dan volume gerusan sangat peka terhadap perubahan debit

yang tinggi pada kedalaman aliran hilir rendah.

Penelitian berbeda dilakukan oleh Hamidifar, Omid dan Nasrabadi (2011) dimana

percobaan eksperimental untuk mengamati pengaruh kekasaran dasar saluran terhadap

karakteristik gerusan pada kondisi aliran tenggelam (aliran dibawah pintu). Di depan pintu

ditempatkan apron dengan dua kondisi halus dan kasar. Persamaan empiris untuk kondisi

dengan apron menggunakan persamaan dari Rajaratnam. Hasil penelitian berupa grafis

hubungan antara kekasaran dasar dan kedalaman maksimum gerusan, hubungan kondisi apron

dengan bentuk dune dengan debit rendah, hubungan kondisi apron dengan gerusan maksimum.

Penelitian fenomena gerusan juga dilakukan oleh Farhoudi dan Shayan (2014) yang

mengamati gerusan di hilir pintu dengan aliran tenggelam akibat pengaruh apron tetap (rigid

apron). Selain itu dibuat persamaan empiris untuk mengestimasi karakteristik gerusan pada

kondisi setimbang dengan skala waktu. Kemiringan dasar saluran dan ukuran butiran sedimen

bervariasi sesuai dengan kondisi muka air hilir yang berbeda. Hubungan regresi didapatkan

untuk mengestimasi dimensi karakteristik gerusan. Waktu divariasikan dan dihitung dengan

menggunakan persamaan hukum gaya.

Pengetahuan tentang sedimentasi telah banyak dilakukan oleh para praktisi teknik ataupun

peneliti. Sedimentasi yang terjadi di saluran terbuka, sungai aluvial, muara ataupun pantai telah

menarik minat banyak penelitian. Kompleksitas perubahan dasar saluran ataupun sungai

merupakan hasil interaksi dari partikel sedimen dan tekanan hidrodinamik. Hal ini telah

memberikan kontribusi dalam pengetahuan dan pemahaman tentang bentuk dasar dan resistensi

aliran pada suatu saluran aluvial (Julien dan Raslan, 1998).

Beberapa penelitian yang berhubungan dengan sedimentasi dan dimensinya antara lain

yaitu: Penelitian oleh Julien dan Raslan (1998), tentang geometri dune di sungai berpasir pada

kondisi banjir. Julien dan Raslan melakukan investigasi berdasar persamaan van Rijn

(berdasarkan pada hasil laboratorium) pada sungai lebar berpasir. Metode ini untuk

mengelompokkan bentuk dasar dan prediksi dimensi bentuk dasar berdasar diameter partikel

tak berdimensi d* dan parameter angkutan T. Perbandingan prediksi tinggi bentuk dasar dan

kelandaiannya antara 84 hasil laboratorium dan 22 lapangan sangat sesuai. Dari hasil analisa

49

menunjukkan bahwa parameter tinggi dunes van Rijn merepresentasikan kondisi aliran di

percabangan sungai dengan baik. Kedua parameter panjang dan tinggi dunes meningkat seiring

dengan peningkatan debit sesuai hasil pengamatan selama kondisi banjir.

Penelitian serupa dilakukan oleh Talebbeydokhti, Hekmatzadeh dan Rakhshandehroo

(2006). Hasil penelitian menunjukkan resistensi (ketahanan) muatan dasar total membenahi:

1) kekasaran butiran yang tergantung dari ukuran butiran dasar, dan 2) bentuk kekasaran yang

tergantung dari dimensi bentuk dasar dan kedalaman aliran. Para ahli menemukan perbedaan

yang signifikan antara hasil pengamatan laboratorium dan hasil pengukuran di lapangan. Hal

ini karena pada kondisi lapangan bentuk yang ada adalah 3 dimensi. Para praktisi mengalami

kesulitan untuk mengukur dimensi dasar karena turbulensi aliran. Talebbeydokhti melakukan

suatu percobaan laboratorium satu-dimensi dengan simulasi bentuk dasar pada kondisi sedimen

dan aliran yang berbeda.

Hasil percobaan empiris dan perhitungan teoritis didapat beberapa hal sebagai berikut:

Rasio h/H tergantung dari variabel Sw, D50/H dan angka Froude, apabila salah satu parameter

dihilangkan maka hasil dari persamaan tersebut menjadi tidak benar. Metode yang ada

memberikan pendekatan yang berbeda dalam prediksi dimensi dunes. Persamaan dari Ranga

Raju dan Karim memberi prediksi lebih baik untuk tinggi dunes relatif bila dibandingkan

dengan persamaan sebelumnya.

Penelitian berikutnya dilakukan oleh Frederich, Paarlberg dan Lansink (2004). Pada setiap

percobaan, profil dasar diukur dengan interval waktu 30 detik. Sebelum runing, kemiringan

saluran dan suhu air diukur dan dicatat. Selain itu kecepatan dan profil dasar juga diukur. Untuk

setiap percobaan, pengukuran diambil pada bagian tengah flume, sehingga hanya tersedia data

2D. Profil dasar dicatat setiap 30 detik. Sedimen yang digunakan adalah pasir (d50 = 0.2 mm).

Tujuan percobaan untuk mendapat informasi hubungan kecepatan bentuk dasar, laju angkutan

sedimen dan prediksi pembentukan dasar. Hubungan ini memprediksi kecepatan terbentuknya

dune sebagai fungsi aliran dan sedimen. Hubungan prediksi kecepatan bentuk pasir sebagai

fungsi aliran, sedimen dan magnitude bentuk dasar.

Selanjutnya penelitian laboratorium oleh Mahgoub (2013). Percobaan dilakukan dengan

variasi debit mulai 0.02 m3/s hingga 0.13 m3/s. Kecepatan bervariasi antara 0.2 m/s hingga 1

m/s. Ukuran butiran pasir lolos saringan 60% (0.4 mm). Hal yang diamati yaitu gerak awal

pembentukan gelombang, pembentukan dasar dan munculnya bentuk ripple. Bukaan pintu

diatur untuk menghasilkan bilangan Froude mulai dari 0.05 - 19. Tujuan utamanya adalah

50

mengamati pengaruh parameter aliran yang berbeda, debit aliran dan angka Froude terhadap

konfigurasi dasar di hulu dan di hilir loncatan hidrolik. Running dilakukan dengan 70 kali

proses eksekusi untuk mendapatkan semua karakteristik konfigurasi dasar.

Naqshband, Ribberink dan Huscher (2005) meneliti pengaruh muka air terhadap evolusi

dan morfologi dunes. Kekasaran hidrolis menggambarkan bentuk dasar yang berhubungan

dengan aliran, parameter sedimen, tinggi dan panjang bentuk dasar. Terdapat 227 percobaan

yang dibandingkan dengan percobaan oleh van Rijn dan Karim. Data dunes diseleksi dengan

angka Froude dan profil aliran hidrolis kasar. Hasil percobaan menunjukkan bahwa: evolusi

morfologi dunes dasar saluran dipengaruhi angka Froude. Untuk mengaplikasikan dimensi

dunes dengan berdasar percobaan pada aliran dangkal, sedangkan untuk aliran dalam untuk

sungai besar hasilnya kurang memadai.

Bartholdy, Flemming, Bartholoma dan Ernstsen (2005) mengadakan penelitian berdasar

bentuk dunes yang besar dan super besar yang meningkat ukurannya seiring dengan ukuran

butiran. Tinggi super dunes 0.1 m hingga 0.5 m sedang panjangnya mulai 7 – 12 m. Ukuran

butiran berubah dari 0.6 mm dibagian dalam menjadi 0.3 mm pada bagian luar. Hubungan

antara dimensi dunes dan ukuran butiran telah banyak dipelajari dengan berdasar pada

parameter koreksi di-kalibrasi ulang dari persamaan Meyer-Peter Muller.

Selengkapnya ringkasan penelitian terdahulu terangkum dalam Tabel 5 dan Tabel 6 berikut

51

2

51

51

Tabel 5. Penelitian karakteristik pintu

No. Peneliti Jenis aliran Debit (Q) m3/dt Bukaan pintu

(bp) (cm)

Rasio bukaan dg

muka air hulu

(bp/yo)

Rasio tinggi air hilir

dg bukaan (ytw/bp)

Koefisien

kontraksi

(Cc)

Keterangan

1. Erdbrink

et,al (2013) Freeflow

0.285; 0.250;

0.107

0.0622; 0.119;

0.13 0.11-0.40 1.85-1.92 0.86-0.9 Numerik

2. Habibzadeh

et,al (2011)

Freeflow

submerged hitung - 0.05-0.7 - 0.65-0.75

Analitis, faktor

kehilangan energi

(k)=0.0620-0.088

3. Belaud et,al.

(2009) Submerged flow 0.016-0.030 3;6;12;20;30 0-0.8 - 0.618-0.630 Numerik

4. Yen et,al.

(2001)

Free flow

submerged flow - 1-5 Max. 0.556 1-1.2 0.61-0.74

Analitis eksperimental,

(Yo/bp)= 2.8-14.2

Sumber: hasil analisa (2015)

Tabel 6. Penelitian Gerusan di sekitar pintu

No Peneliti Jenis aliran

Diameter

butiran (D50)

mm

Bil.

Froude

(Fr)

Tinggi

bukaan (bp)

cm

Kecepatan

kritik (Ucr)

butiran

Rasio tinggi air

hulu/bukaan

(Yo/bp)

Rasio

tinggi air

hilir/bukaa

n (Yt/bp)

Running

(t) Keterangan

1. Mohammed Ali

(2014) submerged

0.254; 0.315;

0.523; 0.596

1.68;2.47

;

4.45;6.08

; 9.29

1.62;2.02;

2.15; 2.99;

3.86

6 jam Analitis,

eksperimental

2. Melville (2014) Submerged 0.003 -1.38 2 - 4 1-107 - - >6 - Analitis

3. Farhoudi (2014) Submerged 1.78;1.11;0.58 3.78-

11.14 1.4; 2; 2.5 - - 1.74-15.19 24 -54j

Analitis

Eksperimental

4. Bove (2013) Submerged 420-840µ - 1.9-2.4 - 0.158-0.208 - 10 s Eksperimental

5. Shenouda (2013) Submerged 0.502 - - - Yo/Ytw ≤ 2.2 4 j Numerik

Eksperimental

52

No Peneliti Jenis aliran

Diameter

butiran (D50)

mm

Bil.

Froude

(Fr)

Tinggi

bukaan (bp)

cm

Kecepatan

kritik (Ucr)

butiran

Rasio tinggi air

hulu/bukaan

(Yo/bp)

Rasio

tinggi air

hilir/bukaa

n (Yt/bp)

Running

(t) Keterangan

6. Hamidifar

(2011) Submerged 1;1.85;3.58;5

7.71-

12,78 0-8.1

1.34;1.55;

1.77; 2; 2.21 - 10 12 jam

7. Minatti (2010) Submerged 7.3 2.32-5.18 1.3-2.9 0.8-1.78 - 2.08-

15.5

28jam

30menit

8. Mahgoub (2013) Submerged 0.25 – 0.5 0.05-19 1-6 - 2.01-14 0.8-0.9

9. Lim, Xie (2012) Submerged 0.73 5.57-6.53 1 0.606-0.71 - 12.7 28hari

10. Goel (2010) Submerged 0.37 - 2.44 - - 1.89-

6.63 1 jam

11. Hopfinger

(2004) Submerged 2 2.5-8 1.3-41 - 2.75-8.8 600detik

12. Lim (2002) Submerged 3620 - - 20.8-25.4 - 6.625 Qbanjir300

13. Balachandar

(1997) Submerged 0.84-1.12 - 1.0 15.6 6.5 1jam

Sumber: Hasil analisa (2015)

47

53

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.1. Kerangka Pikiran

Pintu air adalah bagian dari bangunan bagi yang berfungsi untuk membagi dan mengontrol

muka air. Pengoperasian pintu air seharusnya dapat meningkatkan unjuk kerja saluran sehingga

aliran dapat terdistribusi dengan baik. Kecepatan aliran yang sesuai dengan debit rencana akan

menjaga kestabilan aliran sampai ke saluran di petak tersier dan kuarter. Selama masa

pengoperasian dan perawatan, pintu air bergerak naik turun untuk menyesuaikan dengan aliran

yang direncanakan. Namun tidak selamanya pengoperasian pergerakan pintu air akan

sempurna. Karena proses pergerakan yang secara manual, pintu akan mengalami macet dan

bahkan rusak. Akibatnya proses distribusi aliran tidak sesuai dengan perencanaan. Saat

kecepatan aliran tinggi maka dasar saluran akan menerima gempuran kecepatan yang dapat

merusak dasar saluran. Apabila gempuran kecepatan berlangsung terus menerus akan

mengakibatkan dasar saluran terbongkar dan material sedimen dibawah dasar saluran akan

terkelupas.

Aliran yang melalui pintu air dapat dibedakan menjadi dua jenis yakni: (1) aliran bebas dan

(2) aliran tenggelam. Pada aliran bebas, loncatan hidrolik akan terjadi di hilir pintu untuk

memudahkan aliran superkritik berubah menjadi tinggi muka air hilir (tail water level). Ketika

kehilangan energi di hulu dan tinggi bukaan pintu diabaikan, koefisien debit untuk aliran bebas

dapat diturunkan dari persamaan kontinuitas dan persamaan energi (Yen, Lin and Tsai, 2001).

Ketika kedalaman muka air hilir lebih besar dari kedalaman konjugasi pada lubang bukaan,

aliran di pintu menjadi tenggelam dan membentuk loncatan tenggelam dan digolongkan

menjadi aliran tenggelam. Pada penelitian ini aliran yang digunakan adalah aliran tenggelam.

Hal ini dikarenakan pada aliran bebas, kecepatan aliran sangat tinggi, sehingga dapat

mengganggu proses pergerakan material sedimen. Material sedimen akan bergerak dan

berpindah bahkan terangkut secara keseluruhan. Pengamatan proses pergerakan sedimen tidak

dapat dilakukan karena material terangkut secara keseluruhan.

Pada aliran tenggelam, kejadian loncat air terjadi akibat perubahan kecepatan dari super

kritik menjadi sub kritik. Namun karena kedalaman aliran di sebelah hilir lebih besar dari

kedalaman aliran di bawah bukaan pintu, maka kecepatan aliran tidak membawa material

54

sedimen secara keseluruhan. Namun hanya beberapa dan atau sebagian material yang terangkut

dan berpindah tergantung dari kecepatan kritik butiran material sedimen (u*cr).

Beberapa penelitian tentang angkutan material sedimen dasar saluran khususnya gerusan

lokal di hilir pintu air menunjukkan bahwa kedalaman gerusan dan panjang gerusan tergantung

dari kedalaman aliran di hulu pintu (upstream water level), kedalaman aliran di hilir pintu (tail

water level), kecepatan aliran dibawah pintu (ucr), diameter butiran yang mewakili (D50, D85,

D90), beda elevasi muka air hulu dan hilir (ΔH). Sedangkan penelitian ini dilakukan untuk

mengkaji karakteristik gerusan dan sedimentasi akibat perubahan besaran tinggi bukaan pintu

(bp), debit (Q) dengan tiga jenis material dasar saluran yang berbeda.

Konsep pemikiran yang muncul adalah variasi besaran debit dan bukaan pintu

mempengaruhi karakteristik gerusan dan sedimentasi sehubungan dengan penggunaan tiga

jenis material dasar saluran. Masalah yang muncul adalah tinggi bukaan pintu dan debit akan

mempengaruhi perubahan besaran gerusan dan sedimentasi yang terjadi pada tiga jenis material

dasar saluran.

3.2. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

a) Perubahan tinggi bukaan pintu (bp) pada debit (Q) tertentu untuk tiga jenis material

dasar saluran (M) berpengaruh terhadap kedalaman gerusan (ds)

b) Perubahan tinggi bukaan pintu (bp) pada debit (Q) tertentu untuk tiga jenis material

dasar saluran (M) berpengaruh terhadap panjang gerusan (ls)

c) Perubahan tinggi bukaan pintu (bp) pada debit (Q) tertentu untuk tiga jenis material

dasar saluran (M) berpengaruh terhadap tinggi sedimentasi (hd)

3.3. Definisi Operasional

Pengertian definisi pengoperasian penelitian adalah:

a) Pemodelan fisik adalah suatu tiruan peristiwa alamiah di lapangan ke bentuk model

fisik di laboratorium. Pemodelan fisik hidrolik adalah pembuatan model fisik hidrolika

aliran ke dalam bentuk yang sederhana di laboratorium.

b) Saluran berpintu sorong adalah suatu model tiruan saluran irigasi dengan pintu sorong

yang digunakan untuk mengamati peristiwa yang berhubungan dengan pengaliran di

hulu dan hilir pintu sorong

c) Gerusan lokal adalah peristiwa terangkutnya material sedimen dasar saluran baik secara

perlahan-lahan ataupun cepat akibat perubahan kecepatan aliran.

55

d) Sedimentasi adalah peristiwa terangkutnya material sedimen dan mengendap di sebelah

hilir saluran akibat penurunan kecepatan aliran.

e) Bukaan pintu (bp) adalah tinggi bukaan bagian bawah pintu sorong terhadap dasar

saluran dan merupakan variabel yang diatur besarannya.

f) Debit (Q) adalah kapasitas aliran yang keluar dari ambang alat ukur Rechbock yang

digunakan untuk mengukur besar kecepatan aliran yang melewati bawah pintu.

g) Jenis material dasar saluran (M) adalah jenis material dasar saluran yang sudah diuji

berat jenisnya sesuai dengan kondisi tanah pertanian di lokasi penelitian. Jenis material

dasar ini akan mempengaruhi karakteristik gerusan dan sedimentasi yang terjadi di hilir

pintu.

h) Kedalaman gerusan (ds) adalah tinggi gerusan yang terjadi pada dasar saluran akibat

perubahan kecepatan aliran. Perubahan ini terbentuk karena perubahan debit dan tinggi

bukaan pintu pada saluran percobaan.

i) Panjang gerusan (ls) adalah total panjang lubang gerusan mulai dari titik awal terjadinya

gerusan hingga titik terakhir gerusan.

j) Tinggi sedimentasi (hd) adalah tinggi tumpukan material yang terendapkan di sisi hilir

pintu akibat tergerusnya dasar saluran.

56

Peta konsep dasar latar belakang penelitian seperti pada bagan berikut:

Bagan 1.Peta konsep dasar latar belakang penelitian

Pengatur dan pengukur tinggi

muka air

1) Pintu Skot Balok

2) Pintu Sorong (pengatur aliran,

dipasang di saluran terbesar)

3) Pintu radial

Peredaman energi dan perlindungan apron

Efektifitas peredaman energi :

a. Kehilangan energi di hilir pintu (HL)

b. Energi di hilir pintu (H)

c. Kedalaman aliran di hulu (yo) dan di

hilir (y3)

d. Panjang loncatan (Lj)

e. Bilangan Froude (Fr)

Kondisi perilaku gerusan :

a. Kedalaman (ds) dan panjang gerusan (ls)

b. Jarak gerusan dari apron (Xs) dan jarak

gerusan maksimum (Xsm)

c. Tinggi sedimentasi (hd)

d. Panjang dune (ld) dan panjang gerusan dan

dunes total (lsd)

Bangunan Air

Pengukur debit aliran

1) Ambang lebar (pengukur)

2) Romijn (pengukur dan

pengatur)

3) Crump de Guyter (pengukur

dan pengatur)

Bangunan bagi

dan sadap

Pintu sorong

Aliran bebas (free flow)

Tinggi muka air hilir tidak

mempengaruhi tinggi muka air di

hulu

Aliran tenggelam (submerged flow)

Tinggi muka air hilir

mempengaruhi tinggi muka air di

hulu

54

55

57

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Hidrolika Dasar dan Laboratorium

Sungai dan Rawa Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Malang. Adapun pelaksanaan penelitian model fisik ini menggunakan fasilitas

laboratorium, meliputi:

1. Model bangunan saluran terbuka yang terbuat dari bahan akrilik dengan lebar saluran

(B) 50 cm, tinggi saluran (Hsal) 50 cm dan panjang saluran (L) 800 cm.

2. Pintu air jenis pintu sorong (sluice gate) dari bahan akrilik dengan lebar pintu (B) 50

cm, tinggi (Hp) 50 cm dan tebal pintu (tb) 0,5 cm. Pintu ini dapat dinaikturunkan secara

manual.

3. Di ujung hulu dipasang balok kayu dengan dimensi 50x20x100 cm dan diberi pengaku,

balok berfungsi sebagai lantai dasar (rigid bed) di bawah pintu.

4. Di ujung hilir saluran dipasang pintu penangkap sedimen untuk menghalangi sedimen

terbawa aliran keluar saluran.

5. Butiran material sedimen disebar dan dipadatkan sepanjang saluran diujung bawah

pintu.

6. Diameter butiran yang digunakan adalah yang lolos saringan 5 mm dan dicampur

dengan tanah liat untuk mendapat komposisi yang sesuai dengan jenis tanah yang

berbeda-beda.

7. Pompa air untuk suplai aliran air bersih ke model saluran.

8. Bak penampungan air bersih untuk menyuplai air bersih dan dilengkapi alat ukur debit.

9. Meteran taraf (point gauge), tabung pitot

10. Water pass, penggaris, stopwatch, kamera

58

Gambar 14. Sketsa percobaan di laboratorium

4.2.Rancangan Uji Variasi Parameter Model

Rancangan perlakuan ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku

aliran akibat variasi bukaan pintu terhadap konfigurasi dasar saluran berbahan dasar pasir

lempung. Untuk bahan dasar saluran, variasi perlakuan diarahkan untuk mendapatkan data-

data hasil percobaan yang nantinya dapat menggambarkan pengaruh aliran tenggelam

(submerged flow) terhadap perubahan bentuk dasar, pengaruh variasi bentuk dasar campuran

berpasir dan lempung terhadap bentuk dasar saluran akibat bukaan, variasi rasio bukaan

terhadap bentuk konfigurasi dasar dengan variasi bahan dasar, kedalaman gerusan dan

sedimentasi, jarak dan panjang gerusan maksimum terhadap ujung bawah pintu, jarak dan

panjang sedimentasi terhadap ujung bawah pintu pada interval waktu 60 menit pada masing-

masing variasi. Metode penyetelan percobaan meliputi :

1. Penyetelan debit minimum (Qmin=0,5 lt/dt) dengan pengukuran kedalaman air di hulu dan

hilir pintu, sementara bukaan pintu di-setel mulai dari 0,5 cm.

2. Mengamati kondisi aliran di hulu untuk dapat mendapatkan kondisi aliran free flow, di

hilir pintu diamati untuk mendapatkan loncatan hidrolik. Diujung flume dipasang tailgate

untuk mempertahankan kondisi aliran tenggelam.

3. Sebelum mendapatkan kondisi aliran yang diinginkan dasar saluran bergerak (movable

bed) dikondisikan dalam kondisi jenuh air untuk menghindari terjadinya angkutan

sedimen selama awal penyetelan pengaliran.

4. Setelah mendapatkan kondisi hidrolik aliran yang diinginkan, mulai untuk dapat diamati

perubahan dasar yang terjadi akibat pengaliran.

Alat ukur debitRehbock

Bak penampung hulu

Katup pengatur

Pelim

pah bertangga

Bak hilir

Bak penampungan

0,6 m

6,5 m 1,5 m

Pintu sorong

Material dasar Dasar kaku (rigid bed)

59

5. Pengamatan pertama adalah pengamatan terhadap kondisi hidrolik saluran meliputi: jarak

titik awal loncatan hidrolik sesaat setelah melewati vena kontrakta, berturut-turut dengan

interval jarak 0,5cm; mengukur panjang loncatan hidrolik; mengamati kondisi permukaan

aliran (turbulensi, osilasi, datar, atau standing wave)

6. Mengukur kecepatan sedikit didekat bukaan pintu untuk menentukan bukaan pintu secara

teoritis dan dapat membandingkan dengan hasil empiris.

7. Mengukur kecepatan di hilir pintu untuk menghitung kedalaman teoritis

8. Mengukur kedalaman aliran di hilir (tail water depth) untuk mempertahankan kondisi

aliran yang sesuai.

9. Setelah tidak terjadi perpindahan material dari lubang gerusan/setelah 60 menit, pompa

dimatikan untuk selanjutnya melakukan pengukuran terhadap dasar

10. Pengamatan gerusan meliputi : kedalaman gerusan (ds), jarak gerusan dari bawah pintu

(ls), panjang gerusan (lsmax), tinggi sedimen (hd), jarak sedimen dari bawah pintu (Xd).

11. Pada kondisi aliran dimatikan diamati dan diukur bentuk konfigurasi dasar sepanjang

saluran untuk mengetahui sebaran (distribusi) material terangkut.

12. Percobaan diulangi untuk debit yang sama pada bukaan pintu yang selanjutnya (1cm -2.5

cm dengan interval bukaan 0.5 cm). Selanjutnya debit dinaikkan perlahan menjadi 1lt/dt

dengan variasi bukaan debit dan seterusnya untuk debit hingga mencapai debit

maksimum 5lt/dt dengan interval debit 0.5lt/dt.

13. Setelah semua pengamatan dan pengukuran dilakukan maka material sedimen dibongkar

dan diganti dengan material sedimen kedua (M2) dan dilakukan percobaan langkah ke 1

sampai 12 diulang.

14. Demikian seterusnya hingga langkah ke 12 untuk material sedimen kedua selesai dan

dilanjutkan dengan material sedimen ketiga (M3) dan percobaan kembali dilakukan mulai

langkah ke 1 sampai 12.

Berikut tabulasi proses eksekusi yang dilakukan dalam penelitian untuk material sedimen

pertama (M1) dalam hal ini material contoh tanah Sandy Loam, (M2 – Loamy sand) , (M3

– Sandy loam(a))

60

60

Tabel 7. Rancangan Percobaan Model Fisik Hidrolik

M1 bp1 bp2 bp3 bp4 bp5

0,5 cm 1,0 cm 1,5 cm 2,0 cm 2,5 cm

Q1 1 lt/dt M1Q1bp1 M1Q1bp2 M1Q1bp3 M1Q1bp4 M1Q1bp5

Q2 1,5 lt/dt M1Q2bp1 M1Q2bp2 M1Q2bp3 M1Q2bp4 M1Q2bp5

Q3 2 lt/dt M1Q3bp1 M1Q3bp2 M1Q3bp3 M1Q3bp4 M1Q3bp5

Q4 2,5 lt/dt M1Q4bp1 M1Q4bp2 M1Q4bp3 M1Q4bp4 M1Q4bp5

Q5 3 lt/dt M1Q5bp1 M1Q5bp2 M1Q5bp3 M1Q5bp4 M1Q5bp5

Q6 3,5 lt/dt M1Q6bp1 M1Q6bp2 M1Q6bp3 M1Q6bp4 M1Q6bp5

Q7 4 lt/dt M1Q7bp1 M1Q7bp2 M1Q7bp3 M1Q7bp4 M1Q7bp5

Q8 4,5 lt/dt M1Q8bp1 M1Q8bp2 M1Q8bp3 M1Q8bp4 M1Q8bp5

Q9 5 lt/dt M1Q9bp1 M1Q9bp2 M1Q9bp3 M1Q9bp4 M1Q9bp5

M2 bp1 bp2 bp3 bp4 bp5

0,5 cm 1,0 cm 1,5 cm 2,0 cm 2,5 cm

Q1 1 lt/dt M2Q1bp1 M2Q1b2 M2Q1b3 M2Q1b4 M2Q1b5

Q2 1,5 lt/dt M2Q2bp1 M2Q2b2 M2Q2b3 M2Q2b4 M2Q2b5

Q3 2 lt/dt M2Q3bp1 M2Q3b2 M2Q3b3 M2Q3b4 M2Q3b5

Q4 2,5 lt/dt M2Q4bp1 M2Q4b2 M2Q4b3 M2Q4b4 M2Q4b5

Q5 3 lt/dt M2Q5bp1 M2Q5b2 M2Q5b3 M2Q5b4 M2Q5b5

Q6 3,5 lt/dt M2Q6bp1 M2Q6b2 M2Q6b3 M2Q6b4 M2Q6b5

Q7 4 lt/dt M2Q7bp1 M2Q7b2 M2Q7b3 M2Q7b4 M2Q7b5

Q8 4,5 lt/dt M2Q8bp1 M2Q8b2 M2Q8b3 M2Q8b4 M2Q8b5

Q9 5 lt/dt M2Q9bp1 M2Q9b2 M2Q9b3 M2Q9b4 M2Q9b5

M3 bp1 bp2 bp3 bp4 bp5

0,5 cm 1,0 cm 1,5 cm 2,0 cm 2,5 cm

Q1 1 lt/dt M3Q1bp1 M3Q1bp2 M3Q1bp3 M3Q1bp4 M3Q1bp5

Q2 1,5 lt/dt M3Q2bp1 M3Q2bp2 M3Q2bp3 M3Q2bp4 M3Q2bp5

Q3 2 lt/dt M3Q3bp1 M3Q3bp2 M3Q3bp3 M3Q3bp4 M3Q3bp5

Q4 2,5 lt/dt M3Q4bp1 M3Q4bp2 M3Q4bp3 M3Q4bp4 M3Q4bp5

Q5 3 lt/dt M3Q5bp1 M3Q5bp2 M3Q5bp3 M3Q5bp4 M3Q5bp5

Q6 3,5 lt/dt M3Q6bp1 M3Q6bp2 M3Q6bp3 M3Q6bp4 M3Q6bp5

Q7 4 lt/dt M3Q7bp1 M3Q7bp2 M3Q7bp3 M3Q7bp4 M3Q7bp5

Q8 4,5 lt/dt M3Q8bp1 M3Q8bp2 M3Q8bp3 M3Q8bp4 M3Q8bp5

Q9 5 lt/dt M3Q9bp1 M3Q9bp2 M3Q9bp3 M3Q9bp4 M3Q9bp5

Sumber: Hasil analisa (2016)

Dalam penelitian ini satu jenis material sedimen dilakukan 45 running sehingga jumlah

keseluruhan waktu running 125 kali.

61

4.3. Pengamatan dan Pengukuran Model

Selama berlangsungnya pengujian, pengamatan dan pengukuran dilakukan pada titik-

titik yang ditentukan. Jenis pengamatan dan pengukuran yang dilakukan adalah :

1. Pengukuran kedalaman air di hilir pintu, sementara debit aliran di setel konstan

sehingga tinggi muka air hulu juga konstan.

2. Mengamati kondisi aliran di hilir untuk kondisi aliran tenggelam.

3. Mengukur kecepatan sedikit didekat bukaan pintu untuk menentukan bukaan pintu

secara teoritis dan dapat membandingkan dengan hasil empiris.

4. Mengu4ur kecepatan di hilir pintu untuk menghitung kedalaman teoritis

5. Mengukur kedalaman gerusan, jarak kedalaman gerusan terhadap posisi pintu, panjang

gerusan, tinggi sedimentasi, jarak sedimentasi maksimum terhadap ujung titik pintu

dengan milimeter pada setiap interval waktu 30 menit.

6. Pengukuran berlanjut hingga waktu 60 menit dan aliran dimatikan.

7. Pada kondisi aliran dimatikan diamati dan diukur bentuk konfigurasi dasar sepanjang

saluran untuk mengetahui sebaran (distribusi) material terangkut.

4.4. Pengujian Model

Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah perilaku aliran di hilir pintu serta

bukaan pintu dalam hubungannya dengan variasi komposisi bahan dasar saluran. Kalibrasi

adalah pengaturan model agar supaya data-data yang ada di model sesuai dengan yang ada di

prototipe, sehingga dapat digunakan sebagai acuan pengukuran selanjutnya. Dalam kalibrasi

ini ada beberapa parameter yang diuji yaitu : debit untuk menjaga bahwa pada setiap kali

running debitnya selalu konstan, kedalaman muka air hilir untuk memastikan kondisi aliran

yang terjadi apakah aliran bebas atau aliran tenggelam, kecepatan untuk memastikan bukaan

pintu secara teoritis. Apabila terjadi perbedaan antara hasil pengukuran di model dengan

perhitungan analitis, maka kesalahan tidak boleh melebihi kesalahan maksimum yang

diijinkan. Kalibrasi juga untuk memastikan kondisi aliran yang terjadi di model dan prototipe

adalah sama.

Verifikasi adalah pembuktian bahwa model sudah sesuai dengan yang ada di prototipe

tanpa merubah atau mengatur model lagi. Untuk keperluan verifikasi diperlukan data seperti

yang digunakan dalam proses kalibrasi, namun pada kondisi yang lain, misalnya dengan

menggunakan kecepatan aliran yang lain yang sesuai dengan yang terjadi pada kondisi

setempat.

62

62

Kalibrasi dan verifikasi model adalah suatu keharusan, namun pada kasus tertentu kalibrasi dan

verifikasi tidak dapat dilakukan mengingat barang yang ada di prototipe belum tersedia atau

belum dibuat.

4.4.1. Rancangan Analisa Dimensi

Kompleksitas manipulasi data percobaan labotarium yang banyak dapat diatasi dengan

teknik analisa dimensi dan pembentukan grup variabel non dimensional. Analisis dimensi

dilakukan mencari relevansi ketiga persamaan untuk mendapatkan suatu persamaan baru yang

dapat mewakili perubahan konfigurasi dasar akibat bukaan pintu dengan variasi bukaan dan

sedimen bahan dasar. Beberapa parameter aliran dan sedimen yang terdapat dalam ketiga

persamaan yang mewakili persamaan Bernoulli pada hulu dan hilir pintu, persamaan gerusan

(scouring) dan persamaan bentuk dasar dunes. Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh

nilai rasio kedalaman gerusan (ds) dan panjang gerusan (ls) yang dipengaruhi oleh tinggi

bukaan pintu (bp) untuk kondisi aliran tenggelam (submerged flow).

1. Variabel bebas (independent variable)

a. Tinggi bukaan pintu (bp)

b. Debit aliran (Q)

c. Jenis Material Sedimen (M)

2. Variabel tergantung (dependent variable)

a. Kedalaman gerusan (ds)

b. Panjang gerusan (ls)

c. Tinggi sedimentasi (hd)

d. Kecepatan aliran di dekat bagian bawah pintu (ucr)

e. Kecepatan aliran di hilir pintu (u*)

f. Tinggi muka air di hulu (y0)

g. Tinggi muka air di hilir (y3)

h. Loncatan Hidrolik (lj)

i. Kehilangan Energi (ΔH)

3. Variabel lain

a. Berat jenis material (Gs)

b. Percepatan gravitasi (g)

Dari parameter di atas dibedakan mana variabel yang tergantung dan variabel bebas

untuk selanjutnya dapat dibuat analisis dimensi dan mendapatkan persamaan empiris yang

mewakili fenomena konfigurasi dasar

63

Analisis dimensi menggunakan metode Matriks Langhaar, seperti Tabel 8

Tabel 8. Tabulasi Parameter untuk Analisa Dimensi Parameter ds Q y3 y1 D50 Ucr ΔH g bp

M 0 0 0 0 0 0 0 0 0

L 1 3 1 1 1 1 1 1 1

T 0 -1 0 0 0 -1 0 -2 0

Notasi k1 k2 k3 k4 k5 k6 k7 k8 k9

Sumber: Hasil analisa (2016)

Dengan M adalah satuan dimensi berat (kg), L adalah satuan dimensi panjang (m) dan T

adalah satuan dimensi waktu (detik). Pelibatan besaran pokok pada notasi matriks M = 2, yaitu

L (panjang) dan T (waktu) dan terdapat m=9 variabel, sehingga bilangan tak berdimensi utama

yang terbentuk adalah m-M = 9 – 2 = 7 bilangan tak berdimensi. Perhitungannya adalah sebagai

berikut :

1k1 + 3k2 + 1k3 + 1k4 + 1k5 + 1k6 + 1k7 + 1k8 + 1k9 = 0 → L

-1k2 – 1k6 – 2k8 = 0 → T

Eliminasi k8 dan k9 : k8 = -1/2 k2 – ½ k6

k9 = - k1 - 3k2 - k3 - k4 - k5 - k6 - k7 - k8

sehingga k9 = - k1 - 3k2 - k3 - k4 - k5 - k6 - k7+ ½ k2+ ½ k6

k9 = - k1 – 5/2k2 - k3 - k4 - k5 - ½ k6 - k7

selanjutnya nilai – nilai pada persamaan ini dipindah dalam penentuan bilangan tak

berdimensi seperti pada Tabel 9. Pada posisi diagonal bilangan tak berdimensi dengan

matriks Langhaar memberikan nilai 1. Variabel g dan b dipilih sebagai variabel berulang.

Berdasar Tabel 9, maka didapatkan bilangan tak berdimensi sebanyak 7 buah seperti

diberikan pada Tabel 10. Dengan didapatnya 7 buah bilangan tak berdimensi tersebut,

dapat dibentuk pula bilangan tak berdimensi yang lain, untuk mendapatkan hubungan antar

parameter terbaik yang dapat dibentuk berdasarkan data-data hasil pengukuran model fisik

hidrolik.

64

64

Tabel 9. Penentuan Bilangan Tak Berdimensi

Parameter ds Q y3 y1 D50 Ucr ΔH g bp

Notasi k1 k2 k3 k4 k5 k6 k7 k8 k9

π1 1 0 0 0 0 0 0 0 -1

π2 0 1 0 0 0 0 0 -1/2 -5/2

π3 0 0 1 0 0 0 0 0 -1

π4 0 0 0 1 0 0 0 0 -1

π5 0 0 0 0 1 0 0 0 -1

π6 0 0 0 0 0 1 0 -1/2 -1/2

π7 0 0 0 0 0 0 1 0 -1

Sumber: Hasil analisa (2016)

Tabel 10. Hasil Bilangan Tak Berdimensi

Bilangan Tak Berdimensi Keterangan

𝜋1 =𝑑𝑠𝑏𝑝

Rasio kedalaman gerusan di hilir pintu

dengan bukaan pintu

𝜋2 =𝑄

(𝑔12⁄ 𝑏𝑝

52⁄ )

Rasio debit dengan gravitasi dan bukaan

pintu

𝜋3 =𝑦3𝑏𝑝

Rasio kedalaman aliran di hilir dengan

bukaan pintu

𝜋4 =𝑦0𝑏𝑝

Rasio kedalaman aliran di hulu dengan

bukaan pintu

𝜋5 =𝐷50𝑏𝑝

Rasio diameter butiran dengan bukaan

pintu

𝜋6 =𝑈𝑐𝑟

(𝑔12⁄ 𝑏𝑝

12⁄ )

Bilangan Froude (Froude Number)

𝜋7 =∆𝐻

𝑏𝑝 Rasio Kehilangan energi dengan bukaan

pintu

Sumber: Hasil analisa (2016)

Bilangan tak berdimensi yang didapat akan mengarahkan analisis yang akan dilakukan

terhadap data-data hasil uji model fisik hidrolik. Hasil analisis awal berupa grafik hubungan

antar bilangan tak berdimensi yang terbentuk di atas, yang selanjutnya akan dibentuk

persamaan yang mendekati hasil uji fisik hidrolik tersebut.

4.4.2. Kalibrasi Alat

Definisi kalibrasi adalah suatu proses pengujian akurasi/ketepatan pengukuran sesuatu

(alat/program/model) terhadap alat/program/model terukur. Kalibrasi diperlukan untuk

mengetahui penggunaan suatu alat/program/model terhadap benda uji, sehingga benda uji

dapat dinyatakan layak untuk digunakan dalam suatu percobaan. Apabila dalam pengujian

65

terdapat perbedaan dengan alat/program/model terukur, maka diperlukan suatu konstanta

/bilangan pengali yang berfungsi untuk menyesuaikan hasil uji terhadap alat/program/model

terukur.

Menurut Paton (2005), Kalibrasi adalah suatu proses operasi dalam kondisi tertentu

merupakan hubungan antara sejumlah nilai yang di-indikasikan oleh alat ukur atau sistem

pengukuran dan nilai nyata terukur. Tujuan kalibrasi untuk meningkatkan tingkat kepercayaan

dalam proses pembacaan pengukuran suatu proses. Proses kalibrasi sebagai pembanding data

terukur dan terhitung hanya dapat dilakukan pada saat proses kalibrasi berlangsung. Untuk

pengukuran kecepatan, kalibrasi dilakukan dengan membandingkan data kecepatan yang

terukur dari alat ukur kecepatan (Current meter/Pitot tube/Thomson/Rechbok, dll) dengan

kecepatan yang terhitung. Pengukuran debit terhitung dikalibrasi dengan debit terukur. Data

kecepatan terukur dari alat ukur kecepatan dihitung untuk mendapatkan data debit hitung. Data

debit terhitung dikalibrasi dengan debit yang terukur (debit takar).

Prinsip kalibrasi alat ukur debit mengacu pada hukum bejana berhubungan, jika tinggi

muka air pada ketiga bejana dalam kondisi konstan, maka dikatakan bahwa Q1 = Q2 = Q3.

Dalam hal ini Q1 = debit hasil pengukuran alat ukur debit di hulu pintu, Q2 = debit takar dan

Q3 = debit hasil pengukuran di hilir saluran. Proses perhitungan kalibrasi dilakukan dengan

menghitung besar kesalahan relatif yang terjadi antara debit takar dengan debit pengukuran.

Pembatasan kesalahan relatif diambil 5%. Apabila kesalahan relatif rerata yang terjadi lebih

kecil, maka kalibrasi hanya dilakukan dengan cara penyesuaian kurva dan sebaliknya apabila

lebih besar maka perlu dicari koefisien kalibrasi.

Dalam penelitian ini menggunakan tangki untuk menguji pompa dan alat ukur debit.

Tangki yang digunakan berbentuk bendung persegi empat dengan dimensi lebar 1.20 meter,

panjang 1.20 meter serta tinggi 1.80 meter. Volume tangki dihitung dengan persamaan volume

= sisi x sisi x sisi = sisi3. Sehingga diperoleh volume tangki sebesar 2.59 m3. Penelitian ini

menggunakan pompa dengan kapasitas debit maksimal 50 liter/detik. Sedangkan debit yang

digunakan dalam penelitian ini berkisar antara 1 liter /detik hingga 5 liter/detik.

1). Kalibrasi Alat Ukur

Dalam penelitian ini menggunakan alat ukur debit bendung persegi empat (Rechbock)

yang dipasang dan diatur sedemikian rupa sehingga alirannya tidak tenggelam. Di bawah ini

adalah beberapa persamaan yang digunakan untuk menghitung debit pada alat ukur debit

Rechbock seperti pada Tabel 11.

66

66

Tabel 11. Persamaan Debit pada Bendung Segi Empat

Rehbock (1929) Suyono Sosrodarsono

(1976)

M.G. Bos (1978) Percobaan sekarang

Rumus 𝑄 = 𝐶𝑑2

3√2𝑔𝑏𝑦 Q = K b y3/2 𝑄 = 𝐶𝑒

2

3√2𝑔𝑏𝑒𝑦𝑒

3/2 Q = K b y3/2

B 0.50 – 6.30 (m) 0.702 m

D 0.10 m ≤D≤ 1.00m 0.15 – 5.50 (m) ≥ 0.30 m 0.50 m

b 0.15 – 5.00 (m) ≥ 0.30 m 0.37 m

y 0.025 m ≤y≤ 0.60 m 0.03 – 0.45 √𝑏 (m

atau 0.018 – 0.274 m

0.07 m ≤y≤ 0.60 m 0.029 – 0.148 m

y/D < 1.00 m ≤ 0.50 m 0.058-0.296 m

y/B ≤ 0.50 m 0.042 – 0.211 m

Sumber: Hasil Perhitungan (2016)

Rumus debit yang digunakan (Sosrodarsono,2003)

Q = K b y3/2 (4.1)

Q = debit (m3/menit)

b = lebar mercu (m)

y = tinggi air (m)

K = koefisien debit

= 107.1 + 0.177

𝑦+ 14.2

𝑦

𝐷− 25.7√

(𝐵−𝑏)𝑦

𝐷𝐵+ 2.04√

𝐵

𝐷 (4.2)

B = lebar saluran (m)

D = tinggi dari dasar saluran ke mercu bendung

Gambar 15. Simbol dimensi pada bendung persegiempat (Rechbock)

1. Prosedur Pengukuran.

a) Bendung digunakan dengan syarat air yang melimpah di atas bendung tidak meluap

keluar dari bendung

b) Pengukuran elevasi muka air dengan menggunakan selang pipa yang disambungkan

keluar bak hulu. Sehingga level muka air di atas puncak mercu segi empat dapat dibaca

melalui selang pipa air yang diletakkan pada ketinggian yang sama dari dasar bak

tampung,seperti pada Gambar 16.

c) Pengukuran tinggi air dilaksanakan sesudah air dalam bak hulu telah tenang.

y

B

b

D

67

Gambar 16. Bendung persegimpat dan selang pipa tinggi muka air

Sumber: Dokumentasi pribadi (2015)

2. Data Pengukuran

Kalibrasi data debit dilakukan dengan membandingkan hasil perhitungan teoritis

(Persamaan Rechbock) dengan pengukuran debit keluar (debit takar) menggunakan bak

ukurdan stopwatch. Pada pengukuran untuk kalibrasi debit menggunakan bendung persegi

empat digunakan 12 debit yang mewakili seperti pada Tabel 12.

Tabel 12. Data yRechbock untuk Pengukuran Nilai QRechbock dan Qtakar

y Rehbock

(cm) (l/det) (m³/det) (l/det) (m³/det)

1 2 3 4 5 6

1 1.95 1.939 0.0019 1.779 0.00178

2 2.04 2.076 0.0021 1.875 0.00188

3 2.32 2.111 0.0021 2.116 0.00212

4 2.47 2.480 0.0025 2.425 0.00242

5 2.58 2.719 0.0027 2.667 0.00267

6 2.90 2.886 0.0029 3.085 0.00309

7 3.15 3.423 0.0034 3.500 0.00350

8 3.40 4.223 0.0042 4.180 0.00418

9 3.60 4.625 0.0046 4.626 0.00463

10 3.80 4.829 0.0048 4.861 0.00486

11 3.97 5.373 0.0054 5.357 0.00536

Keterangan :

(3) : Q = K.b.y3/2

(5) : penghitungan dengan bak ukur dan stopwatch

NoQ rehbock Q takar

68

68

Gambar 17. Kurva hubungan yRechbock terhadap Qtakar

Hasil pengukuran tersebut diatas dianalisis untuk mendapatkan nilai kesalahan relatif (KR)

pada alat ukur rehbock. Untuk analisis regresi yRechbock terhadap Qtakar didapatkan nilai

persamaan kurva debit:

Q = 0,8646 y 1,5827 (4.3)

y = 1,0693 Q0,6275 (4.4)

Penghitungan nilai K:

Q = K. b. y (3/2)

𝑄

𝑦3/2= 𝐾 𝑥 0.50

Didapatkan nilai K = 1,289. Sehingga nilai K tersebut dimasukkan pada rumus dasar

menjadi:

Q = 1,289 b y (3/2)

Q = 0,6446 y (3/2) (4.5)

Gambar 18..Kurva hubungan Q terhadap yRechbock

Sehingga hasil perhitungan secara lebih rinci bisa dilihat pada Tabel 13 berikut.

y = 0.8646x1.5827

R² = 0.9932

0.000

0.001

0.002

0.003

0.004

0.005

0.006

0.015 0.020 0.025 0.030 0.035 0.040 0.045

Q

(m3

/det)

y rehbock (m)

Q takar

Q teori

0.0100

0.0150

0.0200

0.0250

0.0300

0.0350

0.0400

0.0450

0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006

y R

eh

bo

ck(m

)

Q (m3/det)

Q regresi

Q dengan K

Q takar

Q teori

69

Berdasar pada perhitungan Tabel 13. didapatkan kesalahan relatif pengukuran alat ukur

debit bendung persegi empat (Rechbock) adalah 2,76% dengan menggunakan Persamaan (4.3)

dan sebesar 3,13% dengan menggunakan Persamaan (4.5).

Tabel 13. Perhitungan Koefisien Relatif untuk Qtakar dan Qregresi

2) Kalibrasi Alat Ukur Kecepatan

Prinsip kalibrasi alat ukur kecepatan adalah membandingkan besarnya kecepatan hasil

pengukuran dengan kecepatan yang terjadi di saluran flume. Kecepatan aktual di saluran

dihitung berdasarkan debit takar yang didapatkan saat pengujian. Apabila terjadi perbedaan

antara hasil kecepatan pengukuran dengan kecepatan aktual, maka perlu dilakukan penyesuaian

kembali. Kesalahan relatif hanya diperbolehkan hingga batas maksimum 5%, jika lebih dari

nilai tersebut maka harus dihitung koefisien kalibrasinya. Alat ukur kecepatan dengan

menggunakan currentmeter type 403 - Armfield Propeller Velocity Meter.

1) Prosedur Pengukuran

a. Menentukan 3 titik pengambilan data pengukuran untuk tiap-tiap pias (cross section) pada

debit yang sama. Tiga titik tersebut diambil di sisi kiri, tengah dan kanan dengan jarak 10

cm, 25 cm dan 40 cm dengan pias jarak masing-masing 100 cm.

Q teori Q regresi Q dg K KR (%) KR (%)

(m) (m3/det) (m

3/det) (m

3/det) (m

3/det) Q regresi Q dg K

1 2 3 4 5 6 7 8

1 0.0195 0.0019 0.0018 0.0017 0.0018 4.58 1.47

2 0.0204 0.0021 0.0019 0.0018 0.0019 2.32 0.46

3 0.0232 0.0025 0.0021 0.0022 0.0023 5.61 7.50

4 0.0247 0.0027 0.0024 0.0025 0.0025 2.06 3.33

5 0.0258 0.0029 0.0027 0.0026 0.0027 0.86 0.03

6 0.0290 0.0034 0.0031 0.0032 0.0032 3.47 3.38

7 0.0315 0.0039 0.0035 0.0036 0.0036 3.76 2.96

8 0.0340 0.0043 0.0042 0.0041 0.0040 1.95 3.32

9 0.0360 0.0047 0.0046 0.0045 0.0044 3.03 4.82

10 0.0380 0.0050 0.0049 0.0049 0.0048 0.53 1.78

11 0.0397 0.0054 0.0054 0.0052 0.0051 2.23 5.41

Rata-rata 2.76 3.13

Keterangan :

(2) : tinggi muka air di atas ambang segi empat (rehbock)

(3) : Q = K b y3/2

dengan K

(4) : data pengukuran debit takar

(5) : Q = 0.8646 y1.5827

(6) : Q = 0.6446 y 3/2

(7) : [((3)-(4)) / (3)] * 100%

(8) : [((3)-(5)) / (3)] * 100%

Noyrehbock Q takar

= 107.1 +0.177

𝑦+1.42𝑦

𝐷− 25.7

− 𝑏 𝑦

𝐷 + 2.04

𝐷

70

70

Gambar 19. Alat ukur kecepatan tipe 403 Armfield Propeller

Sumber: Dokumentasi pribadi (2015)

Gambar 20. Sketsa pembagian titik pada pias melintang aliran

b. Luas penampang basah ditetapkan berdasarkan pengukuran kedalaman air dan lebar

permukaan air. Kedalaman dapat diukur dengan point gauge.

c. Kecepatan diukur pada tiap-tiap titik dengan current meter sebanyak 3 - 4 kali pengulangan

untuk menghindari kekeliruan pembacaan.

d. Menghitung kecepatan rata-rata pada tiap pias (dengan luasannya)

Gambar 21. Kurva hubungan frekuensi (Hz) terhadap kecepatan aliran (m/d)

0.000

0.050

0.100

0.150

0.200

0.250

0.300

15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00

kec

epat

an (

m/d

et)

Frekuensi (Hz)

v alat

v regresi

v teori

vkiri Vtengah Vkanan

50 cm

10 15 15 10

71

Tabel 14. Perhitungan Kecepatan dengan Currentmeter tipe Propeller 403

3) Kalibrasi Alat Ukur Beda Tekanan

Prosedur Pengukuran:

a. Tabung pitot mengukur besaran aliran fluida dengan jalan menghasilkan beda tekanan

yang diberikan oleh kecepatan fluida itu sendiri. Tabung pitot membutuhkan dua lubang

pengukuran tekanan untuk menghasilkan suatu beda tekanan. Pada tabung pitot ini

biasanya fluida yang digunakan adalah cairan. Tabung pitot terbuat dari stainless steel

dan pipa plastik.

n

Gambar 22. Alat pengukuran tabung pitot dan cara kerja dalam penggunaan

Sumber: Dokumentasi pribadi (2015)

No A Frekuensi Vregresi Kesalahan

(m) (m3/det) (m

2) (Hz) (m/det) (m/det) (m/det) Relatif (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 0.019 0.026 0.0019 0.0130 18.668 0.139 0.149 0.146 2.250

2 0.020 0.027 0.0021 0.0135 19.664 0.148 0.154 0.153 0.505

3 0.021 0.028 0.0021 0.0138 21.121 0.179 0.154 0.163 6.491

4 0.023 0.029 0.0025 0.0143 24.228 0.180 0.174 0.186 6.771

5 0.025 0.030 0.0027 0.0150 25.275 0.186 0.181 0.193 6.667

6 0.026 0.032 0.0029 0.0158 24.269 0.200 0.183 0.186 1.577

7 0.029 0.033 0.0034 0.0163 28.608 0.211 0.211 0.217 3.203

8 0.032 0.037 0.0039 0.0185 27.078 0.201 0.209 0.206 1.142

9 0.034 0.038 0.0043 0.0190 29.205 0.240 0.228 0.222 2.872

10 0.040 0.040 0.0054 0.0200 35.702 0.264 0.269 0.268 0.102

Rata-rata 3.16

Keterangan:

(2) : tinggi muka air di atas ambang segi empat (rehbock)

(3) : tinggi muka air pada saluran flume

(4) : Q = K b y3/2

(5) : b x (3) = 0.50 x (3)

(6) : data frekuensi tercatat pada monitor

(7) : kecepatan tercatat pada monitor

(8) : (4)/(5)

(9) : persamaan regresi v = (0.0072 x (6)) + 0.0114

(10) : [((9)-(8))/(8)] x 100%

y Rehbock

(m)

y saluran Q teori V Alat V Teori

72

72

b. Pengukuran dengan menggunakan tabung pitot dilakukan dengan membagi penampang

melintang aliran menjadi 3 bagian dan masing-masing titik diukur seperti Gambar 23

terlampir berikut:

Gambar 23. Sketsa titik pengukuran dengan menggunakan tabung pitot

c. Setelah itu dihitung rata-rata untuk tinggi tekanan dan dengan menggunakan rumus

Bernoulli untuk aliran fluida tak termampatkan:

P + ρ. g. y +1

2𝜌𝑣2 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 (4.6)

Lubang pada titik 1 sejajar dengan aliran udara. Posisi kedua lubang ini dibuat cukup

jauh dari ujung tabung pitot, sehingga laju dan tekanan udara di luar lubang sama seperti

laju dan tekanan udara yang mengalir bebas. Dalam hal ini, v1 = laju aliran udara yang

mengalir bebas (bagian terukur), dan tekanan pada kaki kiri manometer (pipa bagian kiri)

= tekanan udara yang mengalir bebas (P1).

Lubang yang menuju ke kaki kanan manometer, tegak lurus dengan aliran udara.

Karenanya, laju aliran udara yang lewat di lubang ini (bagian tengah) berkurang dan

udara berhenti ketika tiba di titik 2. Dalam hal ini, v2 = 0. Tekanan pada kaki kanan

manometer sama dengan tekanan udara di titik 2 (P2).

𝑃1 +1

2𝜌𝑣1

2 = 𝑃2 +1

2𝜌𝑣2

2 (4.7)

𝑃1 +1

2𝜌𝑣1

2 = 𝑃2

𝑃2 − 𝑃1 =1

2𝜌𝑣1

2 (4.8)

ρ = massa jenis udara = 1.2 kg/m3

Perbedaan tekanan (P2 – P1) = tekanan hidrostatis zat cair dalam manometer (warna hijau

dalam manometer adalah zat cair atau air raksa). Secara matematis bisa ditulis sebagai

berikut :

𝑃2 − 𝑃1 = 𝜌′. 𝑔. 𝑦 (4.9)

ρ’ = massa zat cair dalam manometer = 1.0 kg/m3

Sehingga dari persamaan (4-8) dan persamaan (4-9) didapatkan:

vkiri Vtengah Vkanan

10 15 15 10

73

1

2𝜌𝑣1

2 = 𝜌′. 𝑔. 𝑦

𝜌. 𝑣12 = 2. 𝜌′. 𝑔. 𝑦

𝑣12 =

2. 𝜌′. 𝑔. 𝑦

𝜌

𝑣1 = √2. 𝜌′. 𝑔. 𝑦

𝜌= √1.667 𝑥 𝑔 𝑥 𝑦

𝑣1 = √2. 𝑔. 𝑦 (4.10)

d. Berdasar Tabel 15. didapatkan kesalahan relatif untuk pengamatan pada tabung pitot

sebesar 20,014%. Sehingga dilakukan perhitungan untuk mendapatkan koefisien

kalibrasi dengan cara berikut:

K = 1 – kesalahan relatif rerata (4.11)

K = 1 – 0,2001 = 0,7999

Vaktual pitot = K. Vteori

Sehingga hasil kecepatan secara aktual didapatkan dengan mengalikan koefisien

kalibrasi sebesar 0,7999.

e. Hasil kecepatan diplotkan pada grafik dan didapatkan nilai regresi yang kemudian bisa

dihitung kesalahan relatifnya.

Gambar 24. Kurva hubungan beda tinggi pitot (m) terhadap kecepatan aliran

(m/det)

f. Untuk vaktual pitot dilakukan pengecekan kembali kesalahan relatif yang terjadi dan

didapatkan nilai 6,722 %. Nilai tersebut dibawah 10% sebagai batas nilai toleransi

kesalahan yang diijinkan. Sehingga untuk tabung pitot dengan mengalikan koefisien

kalibrasi sudah bisa memenuhi keandalan dan ketelitian pengukuran yang baik yakni

diatas 90%.

0.050

0.100

0.150

0.200

0.250

0.300

0.0015 0.0020 0.0025 0.0030 0.0035 0.0040 0.0045

Ke

cep

atan

(m

/de

t)

y pitot (m)

v pitot

v teori

74

74

Tabel 15. Perhitungan Kecepatan dengan Tabung Pitot

g. Berdasarkan tiga pengujian alat ukur untuk tinggi Rechbock yang sama, maka dapat

ditabulasikan nilai kecepatan masing-masing seperti pada Tabel 16.

Tabel 16. Hasil Nilai Kecepatan dengan Menggunakan Tiga Jenis Alat Ukur

Sumber: Hasil analisa (2015)

No. yRehbock y saluran A v teori y pitot vpitot v regresi KR v akt_pitot KR2

(m) (m) (m3/det) (m

2) (m/det) (m) (m/det) (m/det) (%) (m/det) (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 0.0195 0.026 0.0019 0.0130 0.149 0.0020 0.198 0.200 34.397 0.158 6.224

2 0.0207 0.028 0.0021 0.0138 0.154 0.0020 0.198 0.200 30.599 0.158 3.222

3 0.0232 0.029 0.0025 0.0143 0.174 0.0025 0.221 0.221 26.783 0.177 1.782

4 0.0247 0.030 0.0027 0.0150 0.181 0.0025 0.221 0.221 21.722 0.177 2.282

5 0.0258 0.032 0.0029 0.0158 0.183 0.0028 0.234 0.233 27.034 0.187 2.311

6 0.0290 0.033 0.0034 0.0163 0.211 0.0028 0.236 0.234 11.158 0.189 10.462

7 0.0315 0.037 0.0039 0.0185 0.209 0.0030 0.243 0.241 15.389 0.194 7.032

8 0.0340 0.038 0.0043 0.0190 0.229 0.0037 0.268 0.268 17.161 0.215 6.135

9 0.0360 0.039 0.0046 0.0193 0.239 0.0033 0.256 0.254 6.224 0.205 14.562

10 0.0397 0.040 0.0054 0.0200 0.269 0.0043 0.292 0.295 9.672 0.233 13.207

Rata-rata 20.014 6.722

Keterangan:

(2) : tinggi muka air di atas ambang segi empat (rehbock)

(3) : tinggi muka air pada saluran flume

(4) : K b (2)3/2

(5) : (3) x 0.50

(6) : (4) / (5)

(7) : tinggi tekanan rata-rata pada tabung pitot

(8)

(9) : {40.389. (7) + 0.1197 }

(10) : [((6)-((9))/(6)] x 100%

(11) : koefisien kalibrasi . (8)

(12) : [((6)-((11))/(6)] x 100%

Qteori

: 2 𝑔 (7)

y Rehbock

(m) (cm) (m) v teori v rehbock v current v akt _ pitot v aktual

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 0.019 2.600 0.026 0.149 0.131 0.146 0.158 0.145

2 0.020 2.700 0.027 0.154 0.133 0.153 0.158 0.149

3 0.021 2.750 0.028 0.154 0.157 0.163 0.149

4 0.023 2.850 0.029 0.174 0.165 0.186 0.177 0.169

5 0.025 3.000 0.030 0.181 0.168 0.193 0.177 0.176

6 0.026 3.150 0.032 0.183 0.196 0.186 0.187 0.178

7 0.029 3.250 0.033 0.211 0.196 0.217 0.189 0.204

8 0.032 3.700 0.037 0.209 0.216 0.206 0.194 0.202

9 0.034 3.797 0.038 0.228 0.232 0.222 0.215 0.221

10 0.036 3.864 0.039 0.239 0.248 0.205 0.232

11 0.040 4.000 0.040 0.269 0.262 0.268 0.233 0.260

y saluran No

kecepatan (m/det)

75

Gambar 25. Kurva hubungan yRechbock (m) terhadap kecepatan aliran (m/det)

4.5. Pemilihan Material Sedimen

Analisa gradasi dilakukan dengan menentukan ukuran butiran karena semua partikel tidak

dapat dianggap berukuran sama. Material dasar sedimen dikelompokkan untuk mendapatkan

karakteristik sedimen berdasar ukurannya. Analisis material dapat dilakukan dengan metode

mekanis yaitu menggunakan analisis saringan. Sedangkan untuk material yang lebih kecil dari

0,075 mm analisis saringan dilakukan dengan metode hydrometri.

Dalam penelitian akan digunakan material sedimen yang sudah disesuaikan dengan jenis

material yang ada di lapangan. Dikarenakan penelitian ini bertujuan untuk mencari

karakteristik gerusan pada dasar saluran yang berpasir lempung, maka material sedimen

merupakan campuran material pasir dan lempung dengan nilai berat jenis tertentu. Ada tiga

jenis tanah yang diharapkan muncul dalam penelitian ini. Metode pemilihan material adalah

sebagai berikut:

1) Mengambil sampel tanah di lokasi penelitian dan mencampur dengan pasir alam

yang diambil dari sungai terdekat

2) Campuran yang dilakukan adalah 1 bagian tanah dan 9 bagian pasir, 2 bagian tanah

dan 8 bagian pasir dan seterusnya hingga campuran 5 bagian tanah dan 5 bagian

pasir.

3) Benda uji dikeringkan dalam oven bersuhu (110±5)0C

4) Saringan disusun mulai ukuran terbesar menurun semakin kecil.

5) Benda uji dimasukkan dalam saringan dan diguncang dengan tangan ataupun

dengan mesin pengguncang selama 15 menit.

6) Prosentase benda uji dihitung berdasar kondisi tertahan pada masing-masing

saringan terhadap berat total benda uji.

Hasil perhitungan ditabulasi seperti pada Tabel 17 berikut:

0.100

0.130

0.160

0.190

0.220

0.250

0.280

0.015 0.020 0.025 0.030 0.035 0.040 0.045

ke

cep

ata

n (

m/d

et)

y Rehbock (m)

V teori

V rehbock

V current

V pitot

v aktual

76

76

Tabel 17. Hasil perhitungan ayakan Material 1 No.

saringan

Diameter

saringan

Tertahan

saringan

Jumlah

tertahan

Jumlah

tertahan

Lolos

saringan (mm) (gr) (gr) (%) (%)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

4 4,75 0 0,00 0,00 100,00

10 2 44 44,00 8,80 91,20

20 0,84 80 124,00 24,80 75,20

40 0,425 136 260,00 52,00 48,00

60 0,3 110 370,00 74,00 26,00

100 0,15 32 402,00 80,40 19,60

200 0,075 28 430,00 86,00 14,00

Pan 70 500,00 100,00 0,00

Sumber: Hasil analisa (2016)

Berat kering 500 gram

Keterangan:

(1) = Nomor saringan (4) = (4)i + (3)(1+i)

(2) = Diameter saringan (5) = (4)/500 * 100

(3) = Tertahan saringan (6) = 100 – (5)

7) Uji hidrometri dilakukan pada material yang lolos saringan No. 200 atau yang

tertahan pan dan tidak dapat dihitung melalui analisa saringan. Analisa hidrometri

didasarkan pada prinsip pengendapan butiran tanah dalam air.

8) Uji hidrometri digunakan dengan cara mengambil sedikit sampel tanah kurang lebih

20 gram, kemudian dic ke dalam lampur dengan 100 ml larutan NaOH 10%

kemudian didiamkan 24 jam, lalu dicampur air sampai 1000 ml

9) Tutup rapat-rapat mulut lubang gelas dengan telapak tangan dan kocok mendatar

hingga tercampur.

10) Kemudian letakkan di tempat datar dan masukkan hydrometer.

11) Biarkan hydrometer terapung bebas dan tekan stopwatch.

12) Mencatat skala pada hydrometer pada rentang waktu ½. 1 dan 2 menit dan

mengukur suhunya.

13) Sesudah pembacaan di menit kedua, hydrometer diangkat dan dibersihkan

14) Hydrometer dimasukkan kembali dengan hati-hati dalam tabung dan dilakukan

pembacaan pada saat 15, 30, 60, 120 dan 1440 menit. Hasil analisis hydrometer

dapat dilihat pada Tabel 18.

77

Tabel 18. Hasil perhitungan analisis hydrometer

Sumber: Hasil analisa (2016)

Keterangan:

[1] = Data [7] = (-0,2954*[6])+11

[2] = Data [8] = [5]*([7]/[1])0,5

[3] = Data [9] = ((1000*100)/50)*(s/s-1)*([4]-1)

[4] = [3]+0,001 [10] = (100-[9])

[5] = Tabel harga K berdasar specific gravity [11]= ([9]/100)*%lolos saringan no. 200

[6] = 1000*[4]-1

Sedangkan untuk analisa gradasi butiran dari ke enam jenis sampel dimasukkan dalam ayakan

dengan no 1 hingga 10 dan ukuran ayakan 0,1 mm hingga 1 cm. Masing-masing campuran

dimasukkan dalam ayakan untuk diatur getarannya dan mendapatkan ukuran butiran sedimen.

Setelah 10 menit, mesin ayak dihentikan dan masing-masing ukuran ayakan dilihat dan

ditimbang jumlah material sedimen yang tertahan. Ukuran masing-masing sedimen diplot pada

tabel gradasi butiran untuk kemudian ditarik garis 50% untuk melihat ukuran butiran yang

tertahan 50% dari ayakan

Proses selanjutnya adalah penamaan material dasar sedimen. Dari proses perhitungan

sebelumnya, diperoleh prosentase dari masing-masing kelas butiran, sebagaimana dapat dilihat

pada Tabel 19 berikut:

Waktu SuhuPembacaan

hidrometer

Pembacaan

terkoreksi

Koreksi

suhuR

Kalibrasi

(kedalaman

efektif

hidrometri)

Diameter FinnerPersentase

Finner

t T Rh Rh,K K(1000x(Rh,

K-1)D P

menit0C Zr (%) (%)

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11]

0 23 1,01 1,011 0,01322 11 7,7506 0,0075 35,45 64,55 4,963

0,5 23 1,01 1,011 0,01322 11 7,7506 0,0520 35,45 64,55 4,963

1 23 1,009 1,01 0,01322 10 8,046 0,0375 32,227 67,773 4,512

2 23 1,008 1,009 0,01322 9 8,3414 0,0270 29,005 70,995 4,061

15 23 1,008 1,009 0,01322 9 8,3414 0,0099 29,005 70,995 4,061

30 23 1,008 1,009 0,01322 9 8,3414 0,0070 29,005 70,995 4,061

60 23 1,008 1,009 0,01322 9 8,3414 0,0049 29,005 70,995 4,061

120 23 1,007 1,008 0,01322 8 8,6368 0,0035 25,782 74,218 3,609

1440 23 1,007 1,008 0,01322 8 8,6368 0,0010 25,782 74,218 3,609

Presentase

mengendap

terhadap

seluruh

contoh

78

78

Tabel 19. Prosentase kelas butiran material dasar

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Dari tabulasi Tabel 19 di atas kemudian diplot pada segitiga USDA sehingga dapat

diperoleh kesimpulan bahwa jenis tanah yang terjadi adalah tanah liat berpasir (loamy sand).

Gambar 26. Penamaan material dasar dengan segitiga USDA Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Dari proses pengukuran dan uji berat jenis materal sedimen, dicari nilai berat jenis yang

sesuai dengan berat jenis material tanah lokasi penelitian yang pertama. Berat jenis yang sesuai

dengan berat jenis material tanah di lokasi penelitian dilihat berapa komposisi material antara

Diameter Jumlah Prosentase

(mm) (gram) (%)

[1] [2] [3] [4]

Gravel > 2 mm 44 8,8

Coarse medium sand 0,425 < d < 2 326 65,2

Fine sand 0,074 < d < 0,425 60 12

Total sand 0,074 d ≤ 2 386 77,2

Silt 0,002 < d < 0,0074 50 10

Clay d < 0,002 20 4

Klasifikasi butiran

79

tanah dan pasir. Campuran material inilah yang dipilih untuk dimasukkan ke dalam saluran

terbuka dan siap digunakan untuk bahan penelitian.

Tabel 20. Hasil rekapitulasi uji Hidrometri untuk semua campuran

1 clay + 9 sand = 2,735

2 clay + 8 sand = 2,712

3 clay + 7 sand = 2,690

4 clay + 6 sand = 2,623

5 clay + 5 sand = 2,526

6 clay + 4 sand = 2,074

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Uji hidrometri ini dilakukan pada semua campuran material dan hasil rekapitulasi untuk semua

campuran adalah pada Tabel 20 berikut:

Berikut adalah contoh perhitungan dan pengukuran material sedimen menggunakan uji

hidrometri seperti pada Tabel 21 di bawah ini:

Tabel 21. Uji Hidrometri pada sampel campuran 1 tanah dan 9 pasir

Labu Ukur Satuan A

Berat Labu Ukur gram 30,7377

Berat Tanah Kering (Ws) gram 20

Berat Labu Ukur + Air + Tanah

(W1) gram 145,128 145,586 146,212 146,433 146,717 146,860

Suhu (0C) 69 57 51 45 41 39

Berat Labu Ukur + Air (W2) gram 132,445 133,054 133,359 133,664 133,867 133,969

Berat jenis Air (Gt) gram/cm3 0,984 0,987 0,989 0,991 0,992 0,993

Berat Jenis Tanah (Gs) gram/cm3 2,689 2,644 2,768 2,741 2,775 2,793

Rata-Rata Berat Jenis gram/cm3 2,735

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Dari hasil rekapitulasi uji di atas kemudian dipilih satu campuran yang memiliki nilai berat

jenis yang mendekati nilai berat jenis butiran di lapangan. Metode ini dilakukan pada dua

jenis material lainnya. Sehingga dalam penelitian ini memiliki 3 jenis material sedimen yakni

sandy loam, loamy sand dan sandy loam dengan sedikit mendekati loamy sand.

Berikutnya adalah pemilihan material kedua. Proses perhitungan sama dengan material

sebelumnya. Pertama-tama material pasir dan tanah dicampur dengan komposisi 9 bagian pasir

dan 1 bagian tanah. Pencampuran dilakukan seterusnya sampai komposisi 5 bagian pasir dan

5 bagian tanah. Semua pencampuran pasir dan tanah diuji untuk menganalisa berat jenis

butrian. Tujuannya adalah untuk mencari berat jenis dari komposisi campuran yang sesuai

dengan kondisi tanah di lapangan. Dari uji berat jenis diperoleh nilai berat jenis untuk material

yang kedua adalah 2.225. Dari hasil uji berat jenis lalu sampel sedimen dimasukkan saringan

80

80

ayakan untuk mengetahui distribusi gradasi butiran sebagaimana dilihat dalam Tabel 22

berikut:

Berikut adalah grafik distribusi gradasi butiran material 1

Gambar 27. Gradasi butiran material

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Untuk material yang lebih kecil dari 2 mm, maka proses distribusi butiran dengan hidrometri.

Berdasar Tabel 22 di bawah ini kemudian dibuat tabel untuk memisahkan gradasi butiran

berdasar bentuk mulai dari kerikil, pasir hingga tanah liat. Sebagaimana dapat dilihat dalam

Tabel 23 berikut:

Tabel 22. Hasil uji ayakan butiran sedimen

Saringan

TertahanSaringan

(gr)

JumlahTertahan

(gr)

%

JumlahTertahan

%

LolosSaringan

4 0 0,00 0,00 100,00

10 34 34,00 8,37 91,63

20 66 100,00 24,63 75,37

40 122 222,00 54,68 45,32

60 106 328,00 80,79 19,21

100 34 362,00 89,16 10,84

200 32 394,00 97,04 2,96

Pan 12 406,00 100,00 0,00

Sumber: Hasil analisa (2016)

Ukuran butiran

Lolo

s sa

rin

gan

81

Untuk material kedua hasil tabulasi hidrometri dapat dilihat pada Tabel 23 berikut:

Tabel 23. Hidrometri material kedua Waktu Suhu Pembacaan Pemb. Koreksi R Kalibrasi Diameter Persentase Prosentasi

Hidrometer Terkoreksi Suhu (Kedalaman

Efektif Finner Finner mengendap

menit C Rh Rh, K K (1000x(rh,k-

1) Hidrometer) D P

terhadap

seluruh

Zr (%) (%) contoh

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

0 26 1,0210 1,0220 0,019475 22 4,501 0,0000 69,360 30,640 2,050

0,5 26 1,0190 1,0200 0,019475 20 5,092 0,0621 63,055 36,945 1,864

1 26 1,0180 1,0190 0,019475 19 5,387 0,0452 59,902 40,098 1,771

2 26 1,0170 1,0180 0,019475 18 5,683 0,0328 56,749 43,251 1,677

15 26 1,0140 1,0150 0,019475 15 6,569 0,0129 47,291 52,709 1,398

30 26 1,0125 1,0135 0,019475 13 7,012 0,0094 42,562 57,438 1,258

60 26 1,0105 1,0115 0,019475 11 7,603 0,0069 36,256 63,744 1,072

120 26 1,0100 1,0110 0,019475 11 7,751 0,0049 34,680 65,320 1,025

1440 26 1,0000 1,0010 0,019475 1 10,705 0,0017 3,153 96,847 0,093

Sumber: Hasil Perhitungan (2016)

Keterangan :

1. Data 7. (-0,2954*(6))+11

2. Data 8. (5)*((7)/(1))^0.5

3. Data 9. ((1000*100)/50)*(Gs/Gs-1)*((4)-1)

4. (3)+0,001 10. (100-(9))

5. Tabel harga K (das,braja : 20) 11. ((9)/100)*%lolos saringan no.200

6. 1000*((4)-1)

Berdasar Tabel 23 dibuat penggolongan gradasi butiran berdasar diameter butiran, berat atau

jumlah butiran dan prosentase butiran untuk mendapatkan komposisi material butiran sesuai

dengan material yang diteliti. Klasifikasi atau penggolongan butiran sedimen berdasar

diameter dan jumlah dapat dilihat dalam Tabel 24. Dari tabulasi tersebut dapat dilihat bahwa

material clay/lempung sekitar 1,2%. Hal ini menunjukkan bahwa penggolongan tipe material

berdasar kandungan dan komposisi butiran adalah material Sandy loam1.

Tabel 24. Klasifikasi butiran material dua

Klasifikasi butiran Diamater Jumah Prosentase

(mm) (gram) (%) Gravel > 2 mm 34 6,8

Coarse- Medium Sand 0,425 < d < 2 188 58,8

fine sand 0,074 < d < 0,42 106 13,2

Total Sand 0,074 d < 2 66 72

Silt 0,002 < d < 0,0074 0,2494 20

Clay d < 0,002 0,0017 1,2

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

82

82

Dari tabulasi hasil ayakan distribusi material kemudian dibuat grafik distribusi butiran untuk

mengetahui komposisi material sedimen secara grafis dalam Gambar 28 pada halaman berikut.

Berdasar grafik gradasi butiran maka komposisi gradasi pasir, lempung dan tanah liat dapat

diplot pada segitiga USDA seperti pada Gambar 29 pada halaman selanjutnya berikut ini.

Gambar 28. Gradasi butiran material kedua

Sumber: Hasil analisa (2016)

Gambar 29. Segitiga USDA untuk material Sandy-loam1

Sumber: Hasil analisa (2016)

83

Berikutnya adalah pemilihan material ketiga. Proses perhitungan sama dengan material

sebelumnya. Pertama material pasir dan tanah dicampur dengan komposisi 9 bagian pasir dan

1 bagian tanah. Pencampuran dilakukan seterusnya sampai komposisi 5 bagian pasir dan 5

bagian tanah. Semua pencampuran pasir dan tanah diuji untuk menganalisa berat jenis butrian.

Tujuannya untuk mencari berat jenis dari komposisi campuran yang sesuai dengan kondisi

tanah lapangan. Dari uji berat jenis diperoleh nilai berat jenis untuk material yang kedua adalah

2,634. Dari hasil ini lalu sampel sedimen dimasukkan ayakan untuk mengetahui distribusi

gradasi butiran seperti dalam Tabel 25 berikut:

Tabel 25. Hasil ayakan material ketiga

Saringan Tertahan

Saringan (gr) Jumlah

Tertahan (gr) Jumlah

Tertahan % Lolos Saringan

% 4 0 0,00 0,00 100,00

10 20 20,00 4,00 96,00

20 76 96,00 19,20 80,80

40 134 230,00 46,00 54,00

60 122 352,00 70,40 29,60

100 40 392,00 78,40 21,60

200 40 432,00 86,40 13,60

Pan 68 500,00 100,00 0,00

Sumber: Hasil analisa (2016)

Untuk material yang lebih kecil dari 2 mm, maka proses distribusi butiran dengan hidrometri.

Untuk material ketiga hasil tabulasi hidrometri dapat dilihat pada Tabel 26 berikut:

Tabel 26. Hidrometri material 3

Waktu

(menit)

Suhu

(C)

Pembacaan Hidrometer

rRh

Pemb. Terkoreksi

Rh,K

Koreksi

suhu K

R (1000x(rh,k-

1)

Kalibrasi Kedalaman

efektif hidrometer

(Zr)

Diameter

D

Finner

(%)

Persentase Finer P

(%)

Prosentase mengendap

thd seluruh contoh

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

0 23 1,0080 1,0090 0,014946 9 8,341 0,0000 32,370 67,630 4,402

0,5 23 1,0080 1,0090 0,014946 9 8,341 0,0610 32,370 67,630 4,402

1 23 1,0080 1,0090 0,014946 9 8,341 0,0432 32,370 67,630 4,402

2 23 1,0080 1,0090 0,014946 9 8,341 0,0305 32,370 67,630 4,402

15 23 1,0080 1,0090 0,014946 9 8,341 0,0111 32,370 67,630 4,402

30 23 1,0080 1,0090 0,014946 9 8,341 0,0079 32,370 67,630 4,402

60 23 1,0080 1,0090 0,014946 9 8,341 0,0056 32,370 67,630 4,402

120 23 1,0070 1,0080 0,014946 8 8,637 0,0040 28,773 71,227 3,913

1440 23 1,0070 1,0080 0,014946 8 8,637 0,0012 28,773 71,227 3,913

Sumber: Hasil Perhitungan (2016)

Keterangan :

1. Data 7. (-0,2954*(6))+11

2. Data 8. (5)*((7)/(1))^0.5

3. Data 9. ((1000*100)/50)*(Gs/Gs-1)*((4)-1)

4. (3)+0,001 10. (100-(9))

84

84

5. Tabel harga K (das,braja : 20) 11. ((9)/100)*%lolos saringan no.200

6. 1000*((4)-1)

Berdasar Tabel 26 di atas kemudian dibuat tabel untuk memisahkan gradasi butiran berdasar

bentuk mulai dari kerikil, pasir hingga tanah liat. Sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 27

berikut:

Tabel 27. Klasifikasi butiran material tiga

Klasifikasi butiran Diamater Jumah Prosentase

(mm) (gram) (%)

Gravel > 2 mm 20 8,8

Coarse- Medium Sand 0,425 < d < 2 332 28,6

fine sand 0,074 < d < 0,42 80 16

Total Sand 0,074 d < 2 412 82,4

Silt 0,002 < d < 0,0074 67,67 9,6

Clay d < 0,002 0,33 4

Sumber: Hasil analisa (2016)

Maka dengan menggunakan segitga USDA, material tersebut temasuk: Tanah pasir

bertanah liat (Sandy Loam).

Gambar 30. Segitiga USDA untuk material Sandy Loam

Sumber: Hasil analisa (2016)

85

Tabel 28. Rekapitulasi material uji

No. Klasifikasi

Butiran

Diameter

(mm)

Material 1 Material 2 Material 3

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1. Gravel >2 mm 20 8,8 44 8,8 34 6,8

2. Coarse-med.

Sand

0,425 < d < 2 332 28,6 326 65,2 188 58,8

3. Fine sand 0,074<d<0,425 80 16 60 12 106 13,2

4. Total sand 0,074 d ≤ 2 412 82,4 386 77,2 66 72

5. Silt 0,002<d<0,007 67,67 9,6 50 10 0,2494 20

6. Clay d < 0,002 0,33 4 20 4 0,0017 1,2

Kategori USDA Sandy Loam Loamy sand Sandy loam-1

Gambar 31. Klasifikasi material uji

4.6.Validasi dan Verifikasi Model

Mengingat keterbatasan model yang dilakukan dan fasilitas laboratorium yang tersedia,

maka data-data hasil uji model perlu dilakukan pengecekan validitasnya. Pada saat pelaksanaan

awal model fisik, pengecekan validitas data dilakukan dengan membandingkan hasil

pengukuran model dengan hasil perhitungan analitis yang menggunakan rumusan-rumusan

yang telah diakui kebenarannya sampai saat ini, yang didasarkan pada prinsip kontinuitas,

hukum kekekalan energi, dan persamaan momentum. Setelah running model maka data hasil

uji model laboratorium diuji dengan membandingkan hasil analitis dan penelitian terdahulu

sejenis yang pernah dilakukan.

Keterangan:

= Material 1 (Sandy loam) = Material 2 (Loamy sand) = Material 3 (Sandy loam1)

86

86

Bagan berikut adalah diagram alur penelitian

Bagan 2. Diagram Alur Percobaan

MULAI

PERUMUSAN FENOMENA

KARAKTERISTIK ALIRAN

TERHADAP GERUSAN DAN

SEDIMENTASI

PERENCANAAN DAN PEMBUATAN

MODEL SALURAN TERBUKA DENGAN

PINTU AIR DAN DASAR BERGERAK

UJI PENDAHULUAN MODEL

ALIRAN (Q, V, h)

KALIBRASI DAN VERIFIKASI

MEMENUHI

Q, Fr, V KR ≤ 10%

PELAKSANAAN MODEL FISIK

ANALISA DAN PEMBAHASAN

KESESUAIAN MODEL FISIK DENGAN

PERSAMAAN EMPIRIS

KESIMPULAN

SELESAI

ANALISA DAN PEMBAHASAN

HASIL MODEL FISIK HIDROLIK:

ds, ls, hd, y0, y3, ΔH

ANALISA DAN

PEMBAHASAN HASIL

PERSAMAAN EMPIRIS

YA

TIDAK

STUDI LITERATUR

PEMILIHAN MATERIAL BERDASAR UJI

BERAT JENIS DAN KOMPOSISI JENIS

MATERIAL DASAR (PASIR, TANAH LIAT,

LEMPUNG)

87

BAB V

ANALISA DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, analisa dan pembahasan meliputi pengaruh besaran debit dan

bukaan pintu pada semua jenis material dasar saluran terhadap parameter kedalaman gerusan

(ds), panjang gerusan (ls) dan tinggi sedimentasi (hd). Hasil pengamatan yang dilakukan

adalah hasil investigasi pengukuran hidrolis aliran yang meliputi kedalaman aliran di hulu

(y0) dan hilir (y3), kecepatan aliran di bawah pintu (u*) dan profil loncat air (Lj). Pengukuran

konfigurasi dasar meliputi kedalaman (ds) dan panjang (ls) gerusan dan tinggi sedimentasi

(hd).

Gambar 31. Karaktersitik aliran dan gerusan di bawah pintu

5.1. Analisa Pengaruh Material Dasar Saluran tipe Sandy Loam, Q dan bp terhadap

kedalaman gerusan (ds)

Mekanisme kedalaman gerusan terjadi akibat kecepatan aliran yang melampaui

kecepatan butiran material dasar saluran, sehingga butiran sedimen material dasar bergeser,

bergerak dan berpindah. Kedalaman gerusan diukur berdasar semua variasi debit dan tinggi

bukaan pintu. Tabel 29 menunjukkan hasil pengamatan kedalaman gerusan pada semua

variasi debit dan bukaan pintu dengan material Sandy Loam

Lb

ytwyo

ds

bpy2

hdy1

Lj

rigid bed material

sedimen

pintu sorong

? h

Q

88

Tabel 29. Hasil pengamatan variabel terikat pada semua Q dan bp

No.

Variabel bebas Variabel terikat

Q

(lt/dt)

bp

(cm)

ds

(cm) ls (cm)

yo

(cm)

y3

(cm)

ΔH

(cm)

hd

(cm)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 1,00 0,50 2,80 9,00 2,70 1,25 1,45 1,10 2 1,50 0,50 4,80 15,00 5,70 2,40 3,30 1,20 3 1,50 1,00 3,40 11,50 2,52 1,50 1,02 1,20 4 2,00 0,50 7,00 22,50 7,80 2,70 5,10 1,00 5 2,00 1,00 5,00 17,00 4,35 2,65 1,70 1,40 6 2,00 1,50 3,70 18,00 3,50 2,70 0,80 0,90 7 2,50 0,50 9,30 26,50 10,20 2,80 7,40 1,50 8 2,50 1,00 7,50 26,50 6,40 2,75 3,65 1,30 9 2,50 1,50 5,40 20,00 4,25 3,10 1,15 1,20

10 2,50 2,00 2,40 15,00 3,30 3,00 0,30 1,10 11 3,00 0,50 10,70 33,00 11,93 3,15 8,78 1,40 12 3,00 1,00 8,40 29,00 7,75 3,05 4,70 1,20 13 3,00 1,50 6,40 25,00 4,70 3,00 1,70 1,30 14 3,00 2,00 7,10 25,50 4,30 3,00 1,30 1,10 15 3,50 0,50 13,30 42,00 13,80 3,85 9,95 1,50 16 3,50 1,00 11,00 37,50 9,00 3,25 5,75 1,40 17 3,50 1,50 8,30 36,00 6,06 3,45 2,61 1,10 18 3,50 2,00 8,00 35,00 4,59 3,20 1,39 1,00 19 3,50 2,50 6,70 32,00 4,70 3,30 1,40 0,70 20 4,00 1,00 11,90 43,00 10,70 3,40 7,30 1,00 21 4,00 1,50 8,50 31,00 6,45 3,40 3,05 1,25 22 4,00 2,00 8,20 33,00 5,15 3,20 1,95 0,90 23 4,00 2,50 3,90 21,50 3,45 3,25 0,20 1,10 24 4,50 1,00 15,10 50,00 12,30 4,20 8,10 1,00 25 4,50 1,50 11,10 45,00 7,60 3,65 3,95 1,00 26 4,50 2,00 9,30 45,00 6,18 3,18 3,00 1,10 27 4,50 2,50 8,30 35,00 5,03 3,28 1,75 1,30 28 5,00 1,00 14,70 50,00 7,00 4,30 2,70 1,50 29 5,00 1,50 12,00 48,00 8,70 4,00 4,70 1,30 30 5,00 2,00 10,50 45,00 7,20 3,55 3,65 1,40 31 5,00 2,50 10,10 42,00 5,60 3,75 1,85 1,20

Sumber: Hasil analisa (2016)

Dari Tabel 29 di atas kemudian dibuat hubungan antar variabel berdasar analisis dimensi.

Kajian dalam hasil penelitian ini menyertakan beberapa parameter dan variabel yang

berpengaruh. Dengan adanya beberapa variabel hidrolis yang ada pada kajian ini, maka perlu

diketahui faktor dominan mana yang akan menjadi dasar matematis untuk memperoleh suatu

hubungan persamaan antar variabel hidrolis tersebut. Untuk itulah perlu dilakukan analisa

dimensi agar didapat hubungan variabel. Berdasar hubungan analisis dimensi, variabel yang

dibutuhkan dalam menggambarkan fenomena gerusan dan sedimentasi adalah sebagai berikut:

d𝑠 = f(bp , Q, D, ls, hd, ucr, u∗, y0, y1, ytw, Gs, g, ρ, ϑ) (5.1)

Dari beberapa variabel nilai ρ dianggap konstan selama proses percobaan sehingga dapat

diabaikan. Sedangkan nilai υ (viskositas kinematik) selama pengaliran memberikan pengaruh

89

yang sangat kecil sehingga dapat dihilangkan (berdasar dari hasil peneliti sebelumnya).

Dengan menggunakan metode analisis dimensi Langhaar, maka diperoleh besaran kedalaman

gerusan (ds):

ds

bp= f (

Q

g1

2⁄ bp5

2⁄,

y0

bp,

y3

bp,

D

bp, Fr,

∆H

bp) (5.2)

Untuk mengetahui hubungan ds/bp dengan masing-masing variabel maka dibuatlah tabel dan

grafik. Dalam Tabel 30 berikut menggambarkan suatu hubungan antara variabel ds, bp dan yo.

Tabel 30. Hubungan ds/bp dengan yo/bp

No Q ds/bp Yo/bp No Q ds/bp Yo/bp No Q ds/bp Yo/bp

1 1,0 5,600 5,400 12 3,0 8,400 7,750 22 4,0 4,100 2,575

2 1,5 9,600 11,400 13 3,0 4,267 3,133 23 4,0 1,560 1,380

3 1,5 3,400 2,520 14 3,0 3,550 2,150 24 4,5 15,100 12,300

4 2,0 14,000 15,600 15 3,5 26,600 27,600 25 4,0 7,400 5,067

5 2,0 5,000 4,350 16 3,5 11,000 9,000 26 4,5 4,650 3,090

6 2,0 2,467 2,333 17 3,5 5,533 4,040 27 4,5 3,320 2,012

7 2,5 18,600 20,400 18 3,5 4,000 2,295 28 5,0 14,700 7,000

8 2,5 7,500 6,400 19 3,5 2,680 1,880 29 5,0 8,000 5,800

9 2,5 3,600 2,833 20 4,0 11,900 10,700 30 5,0 5,250 3,600

10 2,5 1,200 1,650 21 4,0 5,667 4,300 31 5,0 4,040 2,240

11 3,0 21,400 23,860

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Berdasar Tabel 30 maka dibuatlah grafik dalam Gambar 33 yang menggambarkan hubungan

antara ds/bp dengan yo/bp.

Gambar 32. Hubungan ds/bp dengan yo/bp

Dari grafik hubungan antar variabel pada Gambar 32 di atas menunjukkan bahwa terdapat

korelasi yang erat antara ds/bp dengan yo/bp. Dari grafik tersebut diperoleh suatu Persamaan

Regresi sebesar:

y = 1,5567x0,8605

R² = 0,9146

0

5

10

15

20

25

30

0 5 10 15 20 25 30

ds/

bp

y0/bp

90

ds

bp= 1,5567 (

y0

b𝑝)

0,8605

(5.3)

Dari hubungan tersebut di atas tampak bahwa kedalaman gerusan dipengaruhi oleh rasio

kedalaman aliran di hulu pintu dan tinggi bukaan pintu. Dan dapat dijelaskan bahwa

kedalaman gerusan meningkat seiring dengan peningkatan tinggi muka air di hulu dan

penurunan tinggi bukaan pintu. Untuk besaran debit yang semakin besar dengan tinggi bukaan

pintu yang tetap akan menghasilkan tinggi muka air hulu yang semakin tinggi. Akibat dari

peningkatan debit pada bukaan pintu yang konstan akan menghasilkan kecepatan yang semakin

besar. Kecepatan yang meningkat akan menggerakkan material sedimen di hilir pintu baik

bergerak dengan bergeser, berpindah ataupun melompat sehingga terjadi lubang gerusan. Pada

peningkatan rasio y0/𝑏𝑝 besaran ds/𝑏𝑝 juga meningkat.

Besaran rasio tinggi muka air hulu dan bukaan pintu terhadap kedalaman gerusan

ditunjukkan dengan koefisien determinasi R2 sebesar 0,9146. Hasil ini menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang erat untuk kedalaman gerusan pada semua nilai rasio y0/𝑏𝑝. Hal ini

berhubungan dengan karakteristik jenis tanah Sandy Loam yang mengandung prosentase pasir

lebih banyak dibanding prosentase tanah liat dan debu. Dengan kandungan pasir yang lebih

banyak maka daya tahan tanahnya semakin kecil. Akibatnya kemampuan dalam menahan

ikatan tanah dan pasir semakin rendah. Sehingga gerusan semakin besar.

Selanjutnya adalah mencari hubungan antara ds dengan tinggi muka air hilir (y3).

Tabel 31. Hubungan antara ds/bp dengan ytw/bp

No. Q ds/bp y3/bp No. Q ds/bp y3/bp No. Q ds/bp y3/bp

1 1,0 5,600 2,500 12 3,0 8,400 3,050 22 4,0 4,100 1,600

2 1,5 9,600 4,800 13 3,0 4,267 2,000 23 4,0 1,560 1,300

3 1,5 3,400 1,500 14 3,0 3,550 1,500 24 4,5 15,100 4,200

4 2,0 14,000 5,400 15 3,5 26,600 7,700 25 4,0 7,400 2,433

5 2,0 5,000 2,650 16 3,5 11,000 3,250 26 4,5 4,650 1,590

6 2,0 2,467 1,800 17 3,5 5,533 2,300 27 4,5 3,320 1,312

7 2,5 18,600 5,600 18 3,5 4,000 1,600 28 5,0 14,700 4,300

8 2,5 7,500 2,750 19 3,5 2,680 1,320 29 5,0 8,000 2,667

9 2,5 3,600 2,067 20 4,0 11,900 3,400 30 5,0 5,250 1,775

10 2,5 1,200 1,500 21 4,0 5,667 2,267 31 5,0 4,040 1,500

11 3,0 21,400 6,300

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Dari Tabel 31 di atas dibuatlah suatu grafik yang menggambarkan hubungan kedua parameter

seperti pada Gambar 34 pada halaman berikut. Sedangkan berdasar grafik pada Gambar 34,

91

menunjukkan bahwa tinggi muka air hilir (tail-water level) memberikan pengaruh yang cukup

signifikan terhadap peningkatan kedalaman gerusan.

Gambar 33. Hubungan ds/bp dan y3/bp

ds

bp= 1,7822 (

ytw

bp)

1,3467

(5.4)

Persamaan 5.4 di atas dapat digunakan untuk memprediksi kedalaman gerusan berdasar

parameter tinggi muka air di hulu pintu air.

Dari hubungan regresi tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat pengaruh yang

cukup erat antara tinggi muka air hilir dengan kedalaman gerusan. Peningkatan tinggi muka

air seiring dengan peningkatan besaran debit pada bukaan pintu yang sama. Hal ini disebabkan

karena kecepatan aliran semakin besar sehingga mengakibatkan butiran material sedimen

terangkat dan berpindah. Semakin tinggi muka air di hilir untuk bukaan pintu yang sama, maka

kecepatan pengaliran akan meningkat. Sehingga material butiran sedimen yang terangkat dan

berpindah juga semakin banyak. Akibatnya kedalaman gerusan semakin dalam. Selain itu

hubungan kedekatan variabel ditunjukkan dengan besaran nilai R2 sebesar 0,8517. Hal ini

menjelaskan bahwa perubahan tinggi muka air hilir dan tinggi bukaan pintu mempengaruhi

kedalaman gerusan secara signifikan.

Analisis dimensi berikutnya adalah mencari hubungan kedalaman gerusan dengan

besaran debit, gravitasi dan tinggi bukaan pintu. Hubungan antara ds/bp dengan Q/(g0,5bp1,5)

seperti ditunjukkan pada Tabel 32. Dari Tabel 35 di bawah dibuat grafik yang menggambarkan

hubungan tersebut untuk melihat kedekatan antar variabel. Dari Tabel 32 dibuat grafik seperti

pada Gambar 34 yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang cukup erat antara

peningkatan debit dan peningkatan kedalaman gerusan. Meskipun pada nilai rasio yang

semakin besar terjadi penyebaran data yang cukup lebar. Dalam hubungan regresi ini besaran

y = 1,7822x1,3467

R² = 0,8517

0

5

10

15

20

25

30

0 2 4 6 8 10

ds/

bp

y3/bp

92

koefisien determinasi R2 sebesar 0,9713 yang nilainya cukup besar untuk menunjukkan

hubungan antar variabel kedalaman gerusan, debit dan bukaan pintu.

Tabel 32. Hubungan ds/bp dengan Q/(g0,5.bp1,5)

No Q ds/bp (Q/g0,5bp1,5) No Q ds/bp (Q/g0,5bp

1,5) No Q ds/bp (Q/g0,5bp1,5)

1 1,0 5,60 903,047 12 3,0 8,40 957,826 23 4,0 1,56 323,084

2 1,5 9,60 1354,571 13 3,0 4,27 521,375 24 4,5 15,10 1436,739

3 1,5 3,40 478,913 14 3,0 3,55 338,643 25 4,5 7,40 782,062

4 2,0 14,00 1806,095 15 3,5 26,60 3160,665 26 4,5 4,65 507,964

5 2,0 5,00 638,551 16 3,5 11,00 1117,464 27 4,5 3,32 363,470

6 2,0 2,47 347,583 17 3,5 5,53 608,270 28 5,0 14,70 1596,377

7 2,5 18,60 2257,618 18 3,5 4,00 395,083 29 5,0 8,00 868,958

8 2,5 7,50 798,189 19 3,5 2,68 282,699 30 5,0 5,25 564,405

9 2,5 3,60 434,479 20 4,0 11,90 1277,102 31 5,0 4,04 403,855

10 2,5 1,20 282,202 21 4,0 5,67 695,166

11 3,0 21,40 2709,142 22 4,0 4,10 451,524

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Grafik hubungan dapat dilihat pada Gambar 34 berikut:

Gambar 34. Hubungan antara ds/bp dengan Q/(g0,5.bp1,5)

Dari grafik tersebut di atas menunjukkan bahwa besaran debit per gravitasi hubungan yang

cukup erat antar variabel kecepatan dan kedalaman gerusan non dimensional. Sehingga

hubungan tersebut dapat dijelaskan dengan Persamaan 5.5. berikut:

ds

bp= 0,0083

Q

𝑔0,5𝑏𝑝1,5 + 0,1957 (5.5)

Persamaan di atas dapat digunakan untuk mencari kedalaman gerusan berdasar data besaran

rasio debit dengan gravitasi dan bukaan pintu.

Hubungan selanjutnya adalah menganalisa hubungan antara variabel kedalaman gerusan (ds)

dan beda tinggi muka air hulu pintu dan hilir pintu (ΔH). Berdasar Tabel 33 di halaman berikut

dibuat grafik hubungan antar variabel tersebut, sebagaimana terlihat pada Gambar 35 seperti

di bawah ini. Berdasar dari grafik di atas, dapat dijelaskan bahwa rasio beda tinggi muka air

y = 0,0083x + 0,1957R² = 0,9713

0

5

10

15

20

25

30

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

ds/

bp

Q/(g0,5bp1,5)

93

hulu dan hilir (ΔH) dan bukaan pintu (bp) lebih sesuai untuk menggambarkan kedalaman

gerusan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar beda muka air hulu dan hilir maka besaran

kedalaman gerusan akan semakin besar pula.

Tabel 33. Hubungan ds/bp dengan ΔH/bp

No. Q ds/bp ΔH/bp No. Q ds/bp ΔH/bp No. Q ds/bp ΔH/bp

1 1,0 5,600 2,900 12 3,0 8,400 4,700 22 4,0 4,100 0,975

2 1,5 9,600 6,600 13 3,0 4,267 1,133 23 4,0 1,560 0,080

3 1,5 3,400 1,020 14 3,0 3,550 0,650 24 4,5 15,100 8,100

4 2,0 14,000 10,200 15 3,5 26,600 19,900 25 4,0 7,400 2,633

5 2,0 5,000 1,700 16 3,5 11,000 5,750 26 4,5 4,650 1,500

6 2,0 2,467 0,533 17 3,5 5,533 1,740 27 4,5 3,320 0,700

7 2,5 18,600 14,800 18 3,5 4,000 0,695 28 5,0 14,700 2,700

8 2,5 7,500 3,650 19 3,5 2,680 0,560 29 5,0 8,000 3,133

9 2,5 3,600 0,767 20 4,0 11,900 7,300 30 5,0 5,250 1,825

10 2,5 1,200 0,150 21 4,0 5,667 2,033 31 5,0 4,040 0,740

11 3,0 21,4 17,56

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Gambar 35. Hubungan antara ds/bp dengan ΔH/bp

Untuk bukaan pintu yang sama dan peningkatan debit, akan mengakibatkan tinggi muka air di

hulu pintu akan meningkat. Sedangkan tinggi muka air di hilir pintu menurun. Sehingga beda

tinggi muka air akan semakin besar. Kedekatan hubungan ini ditunjukkan dengan besaran

koefisien determinasi R2 sebesar 0,9313. Hal ini berarti pengaruh beda tinggi muka air hulu

dan hilir sangat mempengaruhi kedalaman gerusan. Adapun persamaan yang mewakili besaran

kedalaman gerusan berdasar hubungan regresi di atas adalah:

ds

b𝑝= 4,1606 (

∆H

bp)

0,5469

(5.6)

Sedangkan hubungan kedalaman gerusan dengan bilangan Froude adalah sebagaimana

Tabel 34 di halaman berikut. Berdasar tabulasi hubungan tersebut kemudian dibuat bentuk

grafis untuk melihat kedekatan hubungan tersebut seperti tergambar pada Gambar 36 . Dari

y = 4,1606x0,5469

R² = 0,9313

0

5

10

15

20

25

30

0 5 10 15 20 25

ds/

bp

ΔH/bp

94

hubungan grafis di atas dapat dilhat kedekatan hubungan antar ds dan Bilangan Froude yang

ditunjukkan dengan koefisien determinasi R2 sebesar 0,9262. Hal ini berarti kedalaman gerusan

dipengaruhi besaran bilangan Froude.

Tabel 34. Hubungan kedalaman gerusan dengan Bilangan Froude

No Q ds/bp Fr No Q ds/bp Fr No Q ds/bp Fr

1 1,0 5,60 18,06 12 3,0 19,16 19,16 22 4,0 4,10 9,03

2 1,5 9,60 27,09 13 3,0 10,43 6,95 23 4,0 1,56 6,46

3 1,5 3,40 9,58 14 3,0 6,77 3,39 24 4,5 15,10 28,73

4 2,0 14,00 36,12 15 3,5 63,21 126,43 25 4,5 7,40 15,64

5 2,0 5,00 12,77 16 3,5 22,35 22,35 26 4,5 4,65 10,16

6 2,0 2,47 6,95 17 3,5 12,17 8,11 27 4,5 3,32 7,27

7 2,5 18,60 45,15 18 3,5 7,90 3,95 28 5,0 14,70 31,93

8 2,5 7,50 15,96 19 3,5 5,65 2,26 29 5,0 8,00 17,38

9 2,5 3,60 8,69 20 4,0 25,54 25,54 30 5,0 5,25 11,29

10 2,5 1,20 5,64 21 4,0 13,90 9,27 31 5,0 4,04 8,08

11 3,0 21,40 54,18

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Gambar 36. Grafis hubungan ds dan Fr

Semakin besar bilangan Froude yang terjadi maka gerusan semakin dalam. Bilangan Froude

dalam tabel adalah bilangan yang terjadi pada sedikit di depan bukaan pintu, sehingga

kecepatan yang terjadi adalah super kritik. Aliran turbulensi menjadikan material dasar

tergerus dan bergerak membentuk lubang gerusan. Sedangkan persamaan regresi yang

mewakili prediksi kedalaman gerusan adalah persamaan Power sebagai berikut:

d𝑠

b𝑝 = 1,4908(Fr)0,5678 (5.7)

5.2. Analisa Pengaruh Material Dasar Saluran tipe Sandy Loam, Q dan bp terhadap

panjang gerusan (ls)

Untuk mengetahui hubungan ds/bp dengan masing-masing variabel maka dibuatlah tabel dan

grafik. Dalam Tabel 35 berikut menggambarkan suatu hubungan antara variabel ls, bp dan yo.

y = 0,3639x1,0504

R² = 0,9262

0

5

10

15

20

25

30

0 10 20 30 40 50 60 70

ds/

bp

Bilangan Froude

95

Berdasar Tabel 35 maka dibuatlah grafik dalam Gambar 38 yang menggambarkan hubungan

antara ls/bp dengan yo/bp. Dari grafik hubungan antar variabel pada Gambar 37 menunjukkan

bahwa terdapat korelasi yang cukup erat antara ls/b dengan yo/b.

Tabel 35. Hubungan antara ls, bp dan yo

No. Q ls/bp yo/bp No. Q ls/bp yo/bp No. Q ls/bp yo/bp

1 1,0 18,000 5,400 11 3,0 66,000 23,860 21 4,0 20,667 4,300 2 1,5 30,000 11,400 12 3,0 29,000 7,750 22 4,0 16,500 2,575

3 1,5 11,500 2,520 13 3,0 16,667 3,133 23 4,0 8,600 1,380

4 2,0 45,000 15,600 14 3,0 12,750 2,150 24 4,5 50,000 12,300

5 2,0 17,000 4,350 15 3,5 84,000 27,600 25 4,5 30,000 5,067

6 2,0 12,000 2,333 16 3,5 37,500 9,000 26 4,5 22,500 3,090

7 2,5 53,000 20,400 17 3,5 24,000 4,040 27 4,5 14,000 2,012

8 2,5 26,500 6,400 18 3,5 17,500 2,295 28 5,0 50,000 7,000

9 2,5 13,333 2,833 19 3,5 12,800 1,880 29 5,0 32,000 5,800

10 2,5 7,500 1,650 20 4,0 43,000 10,700 30 5,0 22,500 3,600

31 5,0 16,800 2,240

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Dari grafik tersebut dapat dibuat suatu Persamaan Regresi Power sebesar:

𝑙𝑠

bp= 7,8072 (

y0

bp)

0,6893

` (5.8)

Dari hubungan tersebut di atas tampak bahwa panjang gerusan dipengaruhi oleh rasio

kedalaman aliran di hulu pintu dan tinggi bukaan pintu. Dan dapat dijelaskan bahwa panjang

gerusan meningkat seiring dengan peningkatan tinggi muka air di hulu dan penurunan tinggi

bukaan pintu. Untuk besaran debit yang semakin besar dengan tinggi bukaan pintu yang tetap

akan menghasilkan tinggi muka air hulu yang semakin tinggi. Akibat dari peningkatan debit

pada bukaan pintu yang konstan akan menghasilkan kecepatan yang semakin besar.

Gambar 37. Hubungan ls/bp dengan yo/bp

Kecepatan yang meningkat akan menggerakkan material sedimen di hilir pintu baik bergerak

dengan bergeser, berpindah ataupun melompat sehingga terjadi lubang gerusan. Pada

peningkatan y0/bp nilai besaran ls/bp juga meningkat. Besaran rasio tinggi muka air hulu dan

bukaan pintu terhadap panjang gerusan ditunjukkan dengan koefisien determinasi R2 sebesar

y = 7,8072x0,6893

R² = 0,8847

0

20

40

60

80

100

0 5 10 15 20 25 30

ls/b

p

y0/bp

96

0,8847. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat untuk menggambarkan

panjang gerusan pada semua nilai rasio y0/bp.

Berikutnya adalah mencari hubungan antara ls dengan tinggi mula air hilir (y3).

Sebagaimana dijelaskan pada Tabel 36. Berdasar Tabel 36 dibuat grafik hubungan antar ls/bp

dengan y3/bp untuk melihat kedekatan pengaruh muka air hilir terhadap panjang gerusan.

Tabel 36. Hubungan antara ls/bp dengan y3/bp

No. Q ls/bp y3/bp No. Q ls/bp y3/bp No. Q ls/bp y3/bp

1 1,0 18,000 2,500 12 3,0 29,000 3,050 22 4,0 16,500 1,600 2 1,5 30,000 4,800 13 3,0 16,667 2,000 23 4,0 8,600 1,300

3 1,5 11,500 1,500 14 3,0 12,750 1,500 24 4,5 50,000 4,200

4 2,0 45,000 5,400 15 3,5 84,000 7,700 25 4,5 30,000 2,433

5 2,0 17,000 2,650 16 3,5 37,500 3,250 26 4,5 22,500 1,590

6 2,0 12,000 1,800 17 3,5 24,000 2,300 27 4,5 14,000 1,312

7 2,5 53,000 5,600 18 3,5 17,500 1,600 28 5,0 50,000 4,300

8 2,5 26,500 2,750 19 3,5 12,800 1,320 29 5,0 32,000 2,667

9 2,5 13,333 2,067 20 4,0 43,000 3,400 30 5,0 22,500 1,775

10 2,5 7,500 1,500 21 4,0 20,667 2,267 31 5,0 16,800 1,500

11 3,0 66,000 6,300

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Dari Tabel 36 di atas kemudian dibuat grafik hubungan regresi antar variabel untuk melihat

kedekatannya antar variabel ls, y3 dan bp seperti Gambar 38.

Gambar 38. Hubungan ls/bp dan y3/bp

Dari hubungan tersebut di atas tampak bahwa panjang gerusan dipengaruhi oleh rasio

kedalaman aliran di hilir pintu dan tinggi bukaan pintu. Dan dapat dijelaskan bahwa panjang

gerusan meningkat seiring dengan peningkatan tinggi muka air di hilir dan penurunan tinggi

bukaan pintu. Untuk besaran debit yang semakin besar dengan tinggi bukaan pintu yang tetap

akan menghasilkan tinggi muka air hulu yang semakin tinggi. Akibat dari peningkatan debit

pada bukaan pintu yang konstan akan menghasilkan kecepatan yang semakin besar. Kecepatan

yang meningkat akan menggerakkan material sedimen di hilir pintu baik bergerak dengan

y = 8,7036x1,0785

R² = 0,8235

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

0 2 4 6 8 10

l s/b

p

y3/bp

97

bergeser, berpindah ataupun melompat sehingga terjadi lubang gerusan. Pada peningkatan

y3/bp nilai besaran ls/bp juga meningkat. Besaran rasio tinggi muka air hulu dan bukaan pintu

terhadap panjang gerusan ditunjukkan dengan koefisien determinasi R2 sebesar 0,8235. Hasil

ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup erat untuk menggambarkan panjang

gerusan pada semua nilai rasio y3/bp. Dari grafik hubungan antar variabel pada Gambar 38 di

atas menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang cukup erat antara ls/bp dengan y3/bp. Dari

grafik tersebut dapat dibuat suatu persamaan regresi sebesar:

ls

bp= 8,7036 (

y3

bp)

1,0785

(5.9)

Berikutnya mencari hubungan antara ls dengan ΔH seperti dijelaskan Tabel 37:

Tabel 37. Hubungan ls/bp dan ΔH/bp

No Q ls/bp ΔH/bp No Q ls/bp ΔH/bp No Q ls/bp ΔH/bp

1 1,00 18,000 2,900 12 3,00 29,000 4,700 22 4,0 16,500 0,975

2 1,50 30,000 6,600 13 3,00 16,667 1,133 23 4,0 8,600 0,080

3 1,50 11,500 1,020 14 3,00 12,750 0,650 24 4,5 50,000 8,100

4 2,00 45,000 10,200 15 3,50 84,000 19,900 25 4,5 30,000 2,633

5 2,00 17,000 1,700 16 3,50 37,500 5,750 26 4,5 22,500 1,500

6 2,00 12,000 0,533 17 3,50 24,000 1,740 27 4,5 14,000 0,700

7 2,50 53,000 14,800 18 3,50 17,500 0,695 28 5,0 50,000 2,700

8 2,50 26,500 3,650 19 3,50 12,800 0,560 29 5,0 32,000 3,133

9 2,50 13,333 0,767 20 4,00 43,000 7,300 30 5,0 22,500 1,825

10 2,50 7,500 0,150 21 4,00 20,667 2,033 31 5,0 16,800 0,740

11 3,00 66,000 17,560

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Dari Tabel 37 di atas dibuatlah grafik untuk melihat besar pengaruh beda muka air hulu dan

hilir terhadap panjang gerusan (ls)

Gambar 39. Pengaruh beda muka air hulu dan hilir terhadap panjang gerusan

Dari grafik hubungan antar variabel pada Gambar 39 di atas menunjukkan bahwa terdapat

korelasi yang cukup erat antara ls/bp dengan ΔH/bp. Dari grafik tersebut dapat dibuat suatu

Persamaan power sebesar:

y = 17,231x0,432

R² = 0,8762

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

0 5 10 15 20 25

ls/b

p

ΔH/bp

98

ls

bp= 17,231 (

∆H

bp)

0,423

(5.10)

Persamaan (5.10) dapat dipergunakan untuk memprediksi panjang lubang gerusan

berdasar hubungan dengan beda tinggi muka air hulu dan hilir. Dari hubungan tersebut di atas

tampak bahwa panjang gerusan dipengaruhi oleh rasio beda kedalaman aliran di hulu dan hilir

pintu juga tinggi bukaan pintu. Dan dapat dijelaskan bahwa panjang gerusan meningkat seiring

dengan peningkatan tinggi beda muka air di hulu dan hilir serta penurunan tinggi bukaan pintu.

Untuk besaran debit yang semakin besar dengan tinggi bukaan pintu yang tetap akan

menghasilkan tinggi muka air hulu yang semakin tinggi. Akibat dari peningkatan debit pada

bukaan pintu yang konstan akan menghasilkan kecepatan yang semakin besar.

Kecepatan yang meningkat akan menggerakkan material sedimen di hilir pintu baik

bergerak dengan bergeser, berpindah ataupun melompat sehingga terjadi lubang gerusan. Pada

peningkatan ΔH/bp maka besaran ls/bp juga meningkat. Besaran rasio tinggi muka air hulu dan

hilir serta bukaan pintu terhadap panjang gerusan ditunjukkan dengan koefisien determinasi R2

sebesar 0,8762. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup erat untuk

menggambarkan panjang gerusan pada semua nilai rasio ΔH/bp

Berikutnya adalah mencari hubungan antara ls dengan debit dan percepatan gravitasi

(Q/(g0,5bp1,5) yang ditunjukkan dengan Tabel 38 berikut:

Tabel 38. Hubungan antara panjang gerusan dan debit dan percepatan gravitasi No Q ls/bp Q/(g0,5bp

1,5) No Q ls/bp Q/(g0,5bp1,5) No Q ls/bp Q/(g0,5bp

1,5)

1 1,0 18,000 903,047 12 3,0 29,000 957,826 22 4,0 16,500 451,524

2 1,5 30,000 1354,571 13 3,0 16,667 521,375 23 4,0 8,600 323,084

3 1,5 11,500 478,913 14 3,0 12,750 338,643 24 4,5 50,000 1436,739

4 2,0 45,000 1806,095 15 3,5 84,000 3160,665 25 4,5 30,000 782,062

5 2,0 17,000 638,551 16 3,5 37,500 1117,464 26 4,5 22,500 507,964

6 2,0 12,000 347,583 17 3,5 24,000 608,270 27 4,5 14,000 363,470

7 2,5 53,000 2257,618 18 3,5 17,500 395,083 28 5,0 50,000 1596,377

8 2,5 26,500 798,189 19 3,5 12,800 282,699 29 5,0 32,000 868,958

9 2,5 13,333 434,479 20 4,0 43,000 1277,102 30 5,0 22,500 564,405

10 2,5 7,500 282,202 21 4,0 20,667 695,166 31 5,0 16,800 403,855

11 3,0 66,000 2709,142

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Dari Tabel 38 di atas dibuat grafik hubungan antar variabel sebagaimana tertera dalam Gambar

40 berikut. Dari grafik tersebut pada Gambar 40 tersebut dapat dijelaskan bahwa terdapat

hubungan yang cukup erat antara peningkatan debit dan peningkatan kedalaman gerusan.

Meskipun pada nilai rasio yang semakin besar terjadi penyebaran data yang cukup lebar.

99

Namun dalam hubungan regresi ini besaran R2 sebesar 0,8983 yang cukup besar untuk

menunjukkan hubungan yang cukup signifikan antar variabel ls, Q dan bp.

Gambar 40. Hubungan ls/bp dan (Q/(g0,5bp

2,5)

Dari grafik tersebut di atas menunjukkan hubungan non dimensional power antar variabel dan

dijelaskan dengan Persamaan 5.11 berikut:

ls

bp= 0,09 (

𝑄

𝑔0,5𝑏𝑝1,5)0,8425

(5.11)

Persamaan di atas dapat dipergunakan untuk memprediksi panjang gerusan (ls) berdasar debit

(Q). Pada besaran debit yang lebih tinggi data lebih menyebar namun tidak keluar terlalu jauh

dari garis persamaan. Sehingga persamaan masih dapat dipergunakan dengan baik. Hubungan

selanjutmya adalah mencari pengaruh bilangan Froude terhadap ls dan dibuat tabulasi berikut:

Tabel 39. Tabulasi ls/bp dan Bilangan Froude No Q ls/bp Fr No Q ls/bp

Ls/bp Fr No Q ls/bp

Ls/bp Fr

1 1,0 18,000 18,06095 12 3,0 29,000 19,15653 22 4,0 16,500 9,030473

2 1,5 30,000 27,09142 13 3,0 16,667 10,42749 23 4,0 8,600 6,46168

3 1,5 11,500 9,578263 14 3,0 12,750 6,772855 24 4,5 50,000 28,73479

4 2,0 45,000 36,12189 15 3,5 84,000 63,21331 25 4,5 30,000 15,64124

5 2,0 17,000 12,77102 16 3,5 37,500 22,34928 26 4,5 22,500 10,15928

6 2,0 12,000 6,951661 17 3,5 24,000 12,16541 27 4,5 14,000 7,26939

7 2,5 53,000 45,15236 18 3,5 17,500 7,901664 28 5,0 50,000 31,92754

8 2,5 26,500 15,96377 19 3,5 12,800 5,65397 29 5,0 32,000 17,37915

9 2,5 13,333 8,689577 20 4,0 43,000 25,54203 30 5,0 22,500 11,28809

10 2,5 7,500 5,644046 21 4,0 20,667 13,90332 31 5,0 16,800 8,0771

11 3,0 66,000 54,18284

Sumber: Hasil analisa (2016)

y = 0,09x0,8425

R² = 0,8983

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

l s/b

p

Q/(g1/2bp3/2)

100

Dari tabulasi di atas dibuat suatu grafik yang menggambarkan kedekatan hubungan antara

panjang gerusan (ls) dengan Bilangan Froude (Fr) sebagaimana tergambar di bawah ini:

Gambar 41. Grafis hubungan ls dengan Fr

Berdasar hubungan parameter pada grafik di atas, dapat dijelaskan bahwa bilangan Froude

mempengaruhi peningkatan panjang gerusan dengan cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat

dengan besaran koefisien determinasi R2 = 0,8983. Semakin besar bilangan Froude yang

terjadi sedikit di depan bukaan pintu maka akan meningkatkan penambahan panjang lubang

gerusan. Aliran turbulen yang terjadi akan mengangkut butiran material dasar lubang gerusan

semakin jauh dan semakin panjang. Adapun persamaan yang mewakili prediksi panjang

lubang gerusan berdasar parameter bilangan Froude adalah sebagai berikut:

l𝑠

b𝑝= 2,4298(Fr)0,8425 (5.12)

5.3. Analisa Pengaruh Material Dasar Saluran tipe Sandy Loam, Q dan bp terhadap

tinggi sedimentasi (hd)

Untuk mengetahui hubungan hd/bp dengan masing-masing variabel maka dibuatlah

tabel dan grafik. Dalam Tabel 40 di halaman berikut menggambarkan suatu hubungan antara

variabel hd, bp dan yo. Kemudian dari tabel tersebut dibuat grafik hubungan untuk melihat

pengaruh besaran muka air hulu terhadap tinggi sedimentasi seperti Gambar 42 di bawah ini.

Dari grafik tersebut di atas menunjukkan hubungan regresi antar rasio muka air hulu (yo/bp)

dan tinggi sedimentasi (hd/bp).

Dari grafik tersebut pada Gambar 42 tersebut dapat dijelaskan bahwa terdapat

hubungan yang cukup erat antara peningkatan debit dan peningkatan tinggi sedimentasi.

Meskipun pada nilai rasio yang semakin besar terjadi penyebaran data yang cukup lebar.

Namun dalam hubungan regresi ini besaran koefisien determinasi R2 sebesar 0,7555 yang

nilainya masih di atas 60% untuk menunjukkan hubungan yang cukup signifikan antar variabel

tinggi sedimentasi, tinggi muka air hulu dan bukaan pintu.

y = 2,4298x0,8425

R² = 0,8983

0

20

40

60

80

100

0 10 20 30 40 50 60 70

l s/b

p

Fr

101

Tabel 40. Hubungan hd/bp dan yo

No. Q hd/bp yo/bp No. Q hd/bp yo/bp No. Q hd/bp yo/bp

1 1,0 2,200 5,400 12 3,0 1,200 7,750 22 4,0 0,450 2,575

2 1,5 2,400 11,400 13 3,0 0,867 3,133 23 4,0 0,440 1,380

3 1,5 1,200 2,520 14 3,0 0,550 2,150 24 4,5 1,000 12,300

4 2,0 2,000 15,600 15 3,5 3,000 27,600 25 4,5 0,667 5,067

5 2,0 1,400 4,350 16 3,5 1,400 9,000 26 4,5 0,550 3,090

6 2,0 0,600 2,333 17 3,5 0,733 4,040 27 4,5 0,520 2,012

7 2,5 3,000 20,400 18 3,5 0,500 2,295 28 5,0 1,500 7,000

8 2,5 1,300 6,400 19 3,5 0,280 1,880 29 5,0 0,867 5,800

9 2,5 0,800 2,833 20 4,0 1,000 10,700 30 5,0 0,700 3,600

10 2,5 0,550 1,650 21 4,0 0,833 4,300 31 5,0 0,480 2,240

11 3,0 2,800 23,860

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Gambar 42. Hubungan besaran muka air hulu (yo/bp) dan hd/bp

Sehingga hubungan tersebut dapat dijelaskan dengan Persamaan 5.13 berikut:

ℎ𝑑

𝑏𝑝= 0,3313 (

𝑦0

𝑏𝑝)

0,6648

(5.13)

Hubungan berikutnya adalah menganalisa kedekatan variabel tinggi muka air disebelah hilir

pintu dan bp terhadap tinggi sedimentasi (hd) pada Tabel 41 pada halaman berikut. Kemudian

dari tabel di atas dibuat grafik hubungan untuk melihat pengaruh besaran muka air hilir

terhadap tinggi sedimentasi seperti Gambar 44 di bawah ini. Dari grafik tersebut di atas

menunjukkan hubungan regresi antar rasio muka air hilir (y3/bp) dan tinggi sedimentasi (hd/bp).

Dari grafik tersebut pada Gambar 43 tersebut dapat dijelaskan bahwa terdapat hubungan yang

cukup erat antara peningkatan debit dan peningkatan tinggi sedimentasi. Meskipun pada nilai

rasio yang semakin besar terjadi penyebaran data yang cukup lebar.

y = 0,3313x0,6648

R² = 0,7555

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

0 5 10 15 20 25 30

hd/b

p

y0/bp

102

Tabel 41. Hubungan hd/bp dan y3/bp

No. Q hd/bp y3/bp No. Q hd/bp y3/bp No. Q hd/bp y3/bp

1 1,0 2,200 2,500 12 3,0 1,200 3,050 22 4,0 0,450 1,600

2 1,5 2,400 4,800 13 3,0 0,867 2,000 23 4,0 0,440 1,300

3 1,5 1,200 1,500 14 3,0 0,550 1,500 24 4,5 1,000 4,200

4 2,0 2,000 5,400 15 3,5 3,000 7,700 25 4,5 0,667 2,433

5 2,0 1,400 2,650 16 3,5 1,400 3,250 26 4,5 0,550 1,590

6 2,0 0,600 1,800 17 3,5 0,733 2,300 27 4,5 0,520 1,312

7 2,5 3,000 5,600 18 3,5 0,500 1,600 28 5,0 1,500 4,300

8 2,5 1,300 2,750 19 3,5 0,280 1,320 29 5,0 0,867 2,667

9 2,5 0,800 2,067 20 4,0 1,000 3,400 30 5,0 0,700 1,775

10 2,5 0,550 1,500 21 4,0 0,833 2,267 31 5,0 0,480 1,500

11 3,0 2,800 6,300

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Gambar 43. Hubungan hd/bp dan y3/bp

Sehingga hubungan tersebut dapat dijelaskan dengan Persamaan 5.14 berikut:

ℎ𝑑

𝑏𝑝= 0,3419 (

𝑦3

𝑏𝑝)

1,0982

(5.14)

Dalam hubungan regresi ini besaran koefisien determinasi R2 sebesar 0,7839 yang nilainya

menunjukkan hubungan yang cukup signifikan antar variabel tinggi sedimentasi, tinggi muka

air hilir dan bukaan pintu

Hubungan selanjutnya adalah kedekatan parameter hd dan beda elevasi hulu dan hilir

(ΔH) seperti terlihat pada Tabel 42 di halaman berikut. Dari tabulasi tersebut dibuat hubungan

antar paramter dengan menggunakan grafik pada Gambar 44 di bawah. Dari grafik pada

Gambar 45 tersebut dapat dijelaskan bahwa terdapat hubungan yang cukup erat antara

peningkatan beda muka air hulu dan hilir dan peningkatan tinggi sedimentasi. Dalam

hubungan regresi ini besaran koefisien determinasi R2 sebesar 0,7384 yang nilainya masih di

y = 0,3491x1,0982

R² = 0,7839

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0

hd/b

p

y3/bp

103

atas 60% untuk menunjukkan hubungan yang cukup signifikan antar variabel tinggi

sedimentasi, tinggi muka air hulu dan bukaan pintu.

Tabel 42. Tabulasi hd dan ΔH

No. Q hd/bp ΔH/bp No. Q hd/bp ΔH/bp No. Q hd/bp ΔH/bp

1 1,0 2,200 2,900 12 3,0 1,200 4,700 22 4,0 0,450 0,975

2 1,5 2,400 6,600 13 3,0 0,867 1,133 23 4,0 0,440 0,080

3 1,5 1,200 1,020 14 3,0 0,550 0,650 24 4,5 1,000 8,100

4 2,0 2,000 10,200 15 3,5 3,000 19,900 25 4,5 0,667 2,633

5 2,0 1,400 1,700 16 3,5 1,400 5,750 26 4,5 0,550 1,500

6 2,0 0,600 0,533 17 3,5 0,733 1,740 27 4,5 0,520 0,700

7 2,5 3,000 14,800 18 3,5 0,500 0,695 28 5,0 1,500 2,700

8 2,5 1,300 3,650 19 3,5 0,280 0,560 29 5,0 0,867 3,133

9 2,5 0,800 0,767 20 4,0 1,000 7,300 30 5,0 0,700 1,825

10 2,5 0,550 0,150 21 4,0 0,833 2,033 31 5,0 0,480 0,740

11 3,0 2,800 17,560

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

.Gambar 44. Hubungan hd dan ΔH

Adapun persamaan yang dapat digunakan pada grafik di atas adalah berikut:

ℎ𝑑

𝑏𝑝= 0,1317 (

∆H

𝑏𝑝) + 0,616 (5.15)

Persamaan 5.15 di atas dapat digunakan untuk memprediksi hd berdasar parameter ΔH.

Hubungan selanjutnya adalah hubungan kedekatan variabel antara besaran debit per

gravitasi terhadap tinggi sedimentasi. Kemudian dari Tabel 43 pada halaman berikut dibuat

grafik hubungan untuk melihat pengaruh besaran muka air hilir terhadap tinggi sedimentasi

seperti Gambar 45. Dari grafik pada Gambar 45 tersebut dapat dijelaskan bahwa terdapat

hubungan yang cukup erat antara peningkatan debit dan peningkatan tinggi sedimentasi.

Meskipun pada nilai rasio yang semakin besar terjadi penyebaran data yang cukup lebar.

Dalam hubungan regresi ini besaran koefisien determinasi R2 sebesar 0,7786 yang artinya

y = 0,1317x + 0,616R² =0,7384

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0

hd/b

p

ΔH/bp

104

terdapat hubungan yang sangat erat antara peningkatan besaran debit dan tinggi sedimentasi.

Semakin tinggi besaran rasio debit per tinggi bukaan pintu akan meningkatkan kecepatan

aliran. Kecepatan aliran akan membawa material butiran dari lubang gerusan menuju arah hilir

aliran. Ketika kecepatan aliran di hilir semakin rendah maka butiran material yang terbawa

aliran akan mengendap dan membentuk sedimentasi.

Tabel 43. Hubungan hd/bp dan Q/g0,5bp1,5

No. Q hd/bp Q/g0,5bp1,5 No. Q hd/bp Q/g0,5bp

1,5 No. Q hd/bp Q/g0,5bp1,5

1 1,0 2,200 903,047 12 3,0 1,200 957,826 22 4,0 0,450 451,524

2 1,5 2,400 1354,571 13 3,0 0,867 521,375 23 4,0 0,440 323,084

3 1,5 1,200 478,913 14 3,0 0,550 338,643 24 4,5 1,000 1436,739

4 2,0 2,000 1806,095 15 3,5 3,000 3160,665 25 4,5 0,667 782,062

5 2,0 1,400 638,551 16 3,5 1,400 1117,464 26 4,5 0,550 507,964

6 2,0 0,600 347,583 17 3,5 0,733 608,270 27 4,5 0,520 363,470

7 2,5 3,000 2257,618 18 3,5 0,500 395,083 28 5,0 1,500 1596,377

8 2,5 1,300 798,189 19 3,5 0,280 282,699 29 5,0 0,867 868,958

9 2,5 0,800 434,479 20 4,0 1,000 1277,102 30 5,0 0,700 564,405

10 2,5 0,550 282,202 21 4,0 0,833 695,166 31 5,0 0,480 403,855

11 3,0 2,800 2709,142

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Gambar 45. Hubungan hd/bp dan Q/g0,5bp1,5

Dari grafik tersebut di atas menunjukkan hubungan regresi antar rasio debit, gravitasi dan

bukaan pintu dengan tinggi sedimentasi (hd/bp). Sehingga hubungan tersebut dapat dijelaskan

dengan Persamaan 5.16 berikut:

hd

b𝑝= 0,0043 (

Q

g1

2⁄ b𝑝3

2⁄)

0,8186

(5.16)

Persamaan 5.16 di atas dapat digunakan untk memprediksi tinggi sedimentasi di hilir saluran

berdasar parameter debit dan gravitasi.

y = 0,0043x0,8186

R² = 0,7786

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

0 1000 2000 3000 4000

hd/b

p

Q/g0,5bp1,5

105

Selanjutnya mencari kedekatan hubungan antar parameter hd dan bilangan Froude.

Untuk melihat seberapa besar pengaruh bilangan Froude terhadap perubahan tinggi

sedimentasi di bagian hilir aliran maka dibuat tabulasi hubungan. Dari tabulasi hubungan ini

dibuat gambaran secara grafis untuk mendapatkan besaran kedekatan berdasar koefisien

determinasi.

Tabel 44. Hubungan parameter hd dan bilangan Froude

No. Q hd/bp Fr No. Q hd/bp Fr No. Q hd/bp Fr

1 1,0 2,200 18,060 12 3,0 1,200 19,156 22 4,0 0,450 9,0305

2 1,5 2,400 27,091 13 3,0 0,867 10,427 23 4,0 0,440 6,4617

3 1,5 1,200 9,578 14 3,0 0,550 6,773 24 4,5 1,000 28,735

4 2,0 2,000 36,122 15 3,5 3,000 63,213 25 4,5 0,667 15,641

5 2,0 1,400 12,771 16 3,5 1,400 22,349 26 4,5 0,550 10,159

6 2,0 0,600 6,952 17 3,5 0,733 12,165 27 4,5 0,520 7,2694

7 2,5 3,000 45,152 18 3,5 0,500 7,902 28 5,0 1,500 31,927

8 2,5 1,300 15,964 19 3,5 0,280 5,654 29 5,0 0,867 17,379

9 2,5 0,800 8,689 20 4,0 1,000 25,542 30 5,0 0,700 11,288

10 2,5 0,550 5,644 21 4,0 0,833 13,903 31 5,0 0,480 8,077

11 3,0 2,800 54,183

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Dari tabulasi hubungan di atas dibuatlah grafis hubungan untuk melihat besaran korelasi hd dan

bilangan Froude

Gambar 46. Hubungan hd dengan bilangan Fr

Dari grafis pada Gambar 46 di atas dapat dijelaskan bahwa tinggi sedimentasi di hilir aliran

dipengaruhi besaran bilangan Froude. Hal ini dapat dilihat pada besaran koefisien determinasi

R2 = 0,7786. Semakin besar perubahan bilangan Fr yang terjadi maka tinggi sedimen akan

meningkat. Sehingga dapat dikatakan bahwa tinggi sedimentasi di hilir sangat dipengaruhi

perubahan besaran bilangan Froude. Persamaan yang mewakili prediksi tinggi sedimen di

hilir dapat didekati persamaan regresi Power sebagai berikut:

y = 0,1058x0,8186

R² = 0,7786

0 10 20 30 40 50 60 70

hd/b

p

Fr

106

h𝑑

b𝑝= 0,1058(Fr)0,8186 (5.17)

Dari ketiga variabel tergantung yang dicari yaitu ds, ls dan hd dibuatlah ringkasan

koefisien determinasi hubungan untuk melihat parameter yang paling berpengaruh.

Tabel 45. Ringkasan koefisien determinasi hubungan antar parameter

R2 ds ls hd

yo 0,9145 0,8847 0,7555

y3 0,8517 0,8235 0,7839

ΔH 0,9313 0,8762 0,7384

Q 0,9713 0,8983 0,7786

Fr 0,9713 0,8983 0,7786

Sumber: Hasil analisa (2016)

5.4. Analisa Pengaruh Material Dasar Saluran tipe Loamy Sand, Q dan bp terhadap

kedalaman gerusan (ds)

Gerusan terjadi karena kecepatan aliran melampaui kecepatan butiran dasar saluran,

sehingga butiran sedimen material dasar bergerak. Gerusan diukur berdasar semua variasi debit

dan bukaan pintu. Tabel 46 menunjukkan hasil pengamatan ds pada semua Q dan bp pada

material Loamy sand. Dengan adanya beberapa variabel dan parameter hidrolis yang ada pada

kajian ini, maka perlu diketahui faktor dominan mana yang akan menjadi dasar matematis

untuk memperoleh suatu hubungan persamaan antar variabel mapun parameter hidrolis

tersebut. Sehingga perlu dilakukan analisa dimensi agar didapat hubungan variabel tersebut.

Tabel 46. Hasil pengamatan besaran Q dan bp

No.

Variabel bebas Variabel terikat

Q bp yo y3 ΔH ds ls hd Lj

(lt/dt) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10]

1 1,0 0,5 1,50 1,20 0,30 0,30 0,00 0,00 0,000

2 1,5 0,5 3,55 1,75 1,80 4,25 11,50 0,90 16,00

3 1,5 1,0 1,90 1,77 0,13 0,30 2,00 0,00 7,00

4 2,0 0,5 8,10 4,50 3,60 5,60 16,50 1,00 19,00

5 2,0 1,0 3,02 2,00 1,02 3,60 12,50 0,80 12,50

6 2,0 1,5 2,00 1,85 0,15 0,10 5,00 0,00 3,50

7 2,5 0,5 8,05 2,40 5,65 7,80 21,50 1,20 25,00

8 2,5 1,0 3,60 2,00 1,60 5,30 18,50 1,20 15,00

9 2,5 1,5 2,50 2,30 0,20 3,10 12,50 o,65 12,00

10 3,0 0,5 10,88 2,70 8,18 10,90 29,50 1,40 30,00

11 3,0 1,0 5,70 2,55 3,15 6,20 21,50 1,10 25,00

12 3,0 1,5 2,90 2,00 0,90 5,20 19,50 0,85 22,00

13 3,0 2,0 2,60 2,40 0,20 0,00 13,00 0,00 7,00

14 3,5 0,5 13,15 3,05 10,10 12,60 34,50 1,40 33,00

15 3,5 1,0 6,60 2,60 4,00 9,20 30,00 1,20 27,00

16 3,5 1,5 4,35 3,60 0,75 7,00 27,00 1,20 22,00

17 3,5 2,0 3,00 2,75 0,25 0,20 9,00 0,00 7,00

107

No.

Variabel bebas Variabel terikat

Q bp yo y3 ΔH ds ls hd Lj

(lt/dt) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10]

18 4,0 0,5 12,85 3,40 9,45 12,40 36,50 1,10 35,00

19 4,0 1,0 7,90 3,25 4,65 9,20 28,50 1,10 27,00

20 4,0 1,5 3,30 3,10 0,20 8,60 28,00 1.1 24,00

21 4,0 2,0 4,20 2,85 1,35 7,20 27,00 0,90 20,00

22 4,0 2,5 3,00 2,00 1,00 0,00 4,50 0,00 4,00

23 4,5 1,0 16,55 5,30 11,25 19,00 61,50 0,80 36,00

24 4,5 1,5 10,50 4,80 5,70 17,20 55,00 0,90 30,00

25 4,5 2,0 7,80 5,30 2,50 15,90 47,00 1,00 28,00

26 5,0 1,5 8,55 5,25 3,30 10,80 33,50 1,50 33,00

27 5,0 2,0 6,65 4,45 2,20 10,30 32,00 9,70 16,00

28 5,0 2,5 4,65 4,15 0,50 6,00 30,00 0,80 12,00

Sumber: Hasil analisa (2016)

Perilaku berikutnya adalah sama dengan material Sandy loam, yakni mencari kedekatan antar

variabel untuk menganalisa seberapa pengaruh semua parameter terhadap peningkatan

kedalaman gerusan (ds), panjang gerusan (ls), tinggi sedimen (hd), panjang loncat air (lj). Untuk

mengetahui hubungan ds/bp dengan masing-masing variabel maka dibuatlah tabel dan grafik.

Dalam Tabel 47 berikut menggambarkan suatu hubungan antara variabel ds, bp dan yo.

Tabel 47. Hubungan ds/bp dengan yo/bp

No. Q ds/bp yo/bp No. Q ds/bp yo/bp No. Q ds/bp yo/bp

1 1,00 0,600 3,000 11 3,0 6,200 5,700 21 4,0 3,600 2,100

2 1,50 8,500 7,100 12 3,0 3,467 1,933 22 4,0 0,000 1,200

3 1,50 0,300 1,900 13 3,0 0,000 1,300 23 4,5 19,000 16,550

4 2,00 11,200 16,200 14 3,5 25,200 26,300 24 4,5 11,467 7,000

5 2,00 3,600 3,020 15 3,5 9,200 6,600 25 4,5 7,950 3,900

6 2,00 0,067 1,333 16 3,5 4,667 2,900 26 5,0 7,200 5,700

7 2,50 15,600 16,100 17 3,5 0,100 1,500 27 5,0 5,150 3,325

8 2,50 5,300 3,600 18 4,0 24,800 25,700 28 5,0 2,400 1,860

9 2,50 2,067 1,667 19 4,0 9,200 7,900

10 3,00 21,800 21,760 20 4,0 5,733 2,200

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Berdasar Tabel 47 maka dibuatlah grafik dalam Gambar 48 yang menggambarkan

hubungan antara ds/bp dengan yo/bp. Dari grafik hubungan antar variabel pada Gambar 48 di

atas menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang erat antara ds/bp dengan yo/bp. Besaran rasio

tinggi muka air hulu dan bukaan pintu terhadap kedalaman gerusan ditunjukkan dengan

koefisien determinasi R2 sebesar 0,9235. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang erat untuk menggambarkan kedalaman gerusan pada semua nilai rasio y0/bp. Dari

hubungan tersebut di atas tampak bahwa kedalaman gerusan dipengaruhi oleh rasio kedalaman

108

aliran di hulu pintu dan tinggi bukaan pintu. Dan dapat dijelaskan bahwa kedalaman gerusan

meningkat seiring dengan peningkatan tinggi muka air di hulu dan penurunan tinggi bukaan

pintu. Untuk besaran debit yang semakin besar dengan tinggi bukaan pintu yang tetap akan

menghasilkan tinggi muka air hulu yang semakin tinggi.

Gambar 47. Hubungan ds/bp dengan yo/bp

Dari grafik tersebut dapat dibuat suatu persamaan regresi linier sebesar:

ds

𝑏𝑝= 0,9421

y0

𝑏𝑝+ 0,9274 (5.18)

Akibat dari peningkatan debit pada bukaan pintu yang konstan akan menghasilkan

kecepatan yang semakin besar. Kecepatan yang meningkat akan menggerakkan material

sedimen di hilir pintu baik bergerak dengan bergeser, berpindah ataupun melompat sehingga

terjadi lubang gerusan. Pada peningkatan rasio y0/𝑏𝑝 besaran ds/𝑏𝑝 juga meningkat. Hal ini

berhubungan dengan karakteristik jenis tanah loamy sand yang mengandung prosentase pasir

lebih banyak dibanding prosentase tanah liat dan debu. Kandungan pasir yang lebih banyak

maka daya tahan tanahnya semakin kecil. Akibatnya kemampuan dalam menahan ikatan tanah

dan pasir semakin rendah. Sehingga gerusan yang terjadi semakin besar. Berikutnya adalah

mencari hubungan antara ds dengan y3. Sebagaimana pada Tabel 48 berikut:

Tabel 48. Hubungan antara ds/bp dengan y3/bp

No. Q ds/bp y3/bp No. Q ds/bp y3/bp No. Q ds/bp y3/bp

1 1,0 0,600 2,400 11 3,0 6,200 2,550 21 4,0 3,600 1,425 2 1,5 8,500 3,500 12 3,0 3,467 1,333 22 4,0 0,000 0,800

3 1,5 0,300 1,770 13 3,0 0,000 1,200 23 4,5 19,000 5,300

4 2,0 11,200 9,000 14 3,5 25,200 6,100 24 4,5 11,467 3,200

5 2,0 3,600 2,000 15 3,5 9,200 2,600 25 4,5 7,950 2,650

6 2,0 0,067 1,233 16 3,5 4,667 2,400 26 5,0 7,200 3,500

7 2,5 15,600 4,800 17 3,5 0,100 1,375 27 5,0 5,150 2,225

8 2,5 5,300 2,000 18 4,0 24,800 6,800 28 5,0 2,400 1,660

9 2,5 2,067 1,533 19 4,0 9,200 3,250

10 3,0 21,800 5,400 20 4,0 5,733 2,067

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

y = 0,9421x + 0,9274R² = 0,9235

0

5

10

15

20

25

30

0 5 10 15 20 25 30

ds/

bp

yo/bp

109

Dari Tabel 48 di atas dibuatlah suatu grafik pada Gambar 48 berikut:

Gambar 48. Hubungan ds/bp dan y3/bp

Dari grafik di atas, menunjukkan bahwa tinggi muka air hilir (tail-water level) memberikan

pengaruh yang cukup signifikan terhadap peningkatan kedalaman gerusan.

d𝑠

b𝑝= 4,5533

y3

b𝑝− 5,1355 (5.19)

Dari hubungan regresi tersebut dijelaskan bahwa terdapat pengaruh yang erat antara y3 dengan

ds. Peningkatan tinggi muka air seiring dengan peningkatan besaran debit pada bukaan pintu

yang sama. Hal ini menyebabkan kecepatan aliran semakin besar sehingga butiran sedimen

terangkat dan berpindah. Semakin tinggi muka air di hilir untuk bukaan pintu yang sama, maka

kecepatan pengaliran akan meningkat. Sehingga butiran sedimen yang terangkat dan

berpindah semakin banyak. Akibatnya kedalaman gerusan semakin dalam. Selain itu

hubungan kedekatan variabel ditunjukkan dengan besaran nilai R2 sebesar 0,9336. Hal ini

menjelaskan bahwa perubahan y3 dan tinggi bp mempengaruhi kedalaman gerusan secara

signifikan.

Analisis dimensi berikutnya adalah mencari hubungan ds dengan besaran Q dan bp. Hubungan

tersebut ditunjukkan pada Tabel 49 di bawah ini:

Tabel 49. Hubungan ds/bp dengan Q/(g0,5.bp1,5)

No. Q ds/bp Q/(g0,5bp1,5) No. Q ds/bp Q/(g0,5bp

1,5) No. Q ds/bp Q/(g0,5bp1,5)

1 1,0 0,600 903,047 11 3,0 6,200 957,826 21 4,0 3,600 451,524

2 1,5 8,500 1354,571 12 3,0 3,467 521,375 22 4,0 0,000 323,084

3 1,5 0,300 478,913 13 3,0 0,000 338,643 23 4,5 19,000 1436,739

4 2,0 11,200 1806,095 14 3,5 25,200 3160,665 24 4,5 11,467 782,062

5 2,0 3,600 638,551 15 3,5 9,200 1117,464 25 4,5 7,950 507,964

6 2,0 0,067 347,583 16 3,5 4,667 608,270 26 5,0 7,200 868,958

7 2,5 15,600 2257,618 17 3,5 0,100 395,083 27 5,0 5,150 564,405

8 2,5 5,300 798,189 18 4,0 24,800 3612,189 28 5,0 2,400 403,855

9 2,5 2,067 434,479 19 4,0 9,200 1277,102

10 3,0 21,800 2709,142 20 4,0 5,733 695,166

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

y = 4,5533x - 5,1355R² = 0,9336

0

5

10

15

20

25

30

0 2 4 6 8

ds/

bp

Y3/bp

110

Dari Tabel 49 diatas dibuat grafik yang menggambarkan hubungan tersebut untuk melihat

kedekatan antar variabel. Dari grafik yang tertuang dalam Gambar 49 tersebut dapat dijelaskan

bahwa terdapat hubungan yang cukup erat antara peningkatan debit dan peningkatan

kedalaman gerusan. Meskipun pada nilai rasio yang semakin besar terjadi penyebaran data

yang cukup lebar. Hal ini menunjukkan bahwa data bukaan pintu tidak dapat diperbaiki untuk

menutup sebaran data. Namun dalam hubungan regresi ini besaran koefisien determinasi R2

sebesar 0,857 yang nilainya cukup besar untuk menunjukkan hubungan yang cukup signifikan

antar variabel kedalaman gerusan, debit dan bukaan pintu. Grafik hubungan dapat dilihat pada

Gambar 49 berikut:

Gambar 49. Hubungan antara ds/bp dengan Q/(g0,5.bp

1,5)

Dari grafik tersebut di atas menunjukkan hubungan regresi antar variabel kecepatan dan

kedalaman gerusan non dimensional. Sehingga hubungan tersebut dapat dijelaskan dengan

Persamaan 5.20 berikut:

ds

b𝑝= (0,0078

Q

g1

2⁄ b𝑝3

2⁄) − 0,6456 (5.20)

Hubungan selanjutnya adalah menganalisa variabel kedalaman gerusan (ds) dan (ΔH)

Tabel 50. Hubungan ds/bp dengan ΔH/bp

No. Q ds/bp ΔH/bp No. Q ds/bp ΔH/bp No. Q ds/bp ΔH/bp

1 1,0 0,600 0,600 11 3,0 6,200 3,150 21 4,0 3,600 0,675 2 1,5 8,500 3,600 12 3,0 3,467 0,600 22 4,0 0,000 0,400

3 1,5 0,300 0,130 13 3,0 0,000 0,100 23 4,5 19,000 11,250

4 2,0 11,200 7,200 14 3,5 25,200 20,200 24 4,5 11,467 3,800

5 2,0 3,600 1,020 15 3,5 9,200 4,000 25 4,5 7,950 1,250

6 2,0 0,067 0,100 16 3,5 4,667 0,500 26 5,0 7,200 2,200

7 2,5 15,600 11,300 17 3,5 0,100 0,125 27 5,0 5,150 1,100

8 2,5 5,300 1,600 18 4,0 24,800 18,900 28 5,0 2,400 0,200

9 2,5 2,067 0,133 19 4,0 9,200 4,650

10 3,0 21,800 16,360 20 4,0 5,733 0,133

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

y = 0,0078x - 0,6456R² = 0,857

0

5

10

15

20

25

30

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

ds/

bp

(Q/g0,5bp1,5)

111

Dari Tabel 50 di atas di buat grafik untuk mengetahui kedekatan pengaruh antar variabel

Gambar 50. Hubungan ΔH dan ds

Berdasar dari grafik di atas, dapat dijelaskan bahwa rasio beda tinggi muka air hulu dan hilir

(ΔH) dan bukaan pintu (bp) lebih sesuai untuk menggambarkan kedalaman gerusan. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin besar beda muka air hulu dan hilir maka besaran kedalaman

gerusan akan semakin besar pula. Untuk bukaan pintu yang sama, dan peningkatan debit, akan

mengakibatkan tinggi muka air di hulu pintu akan meningkat. Sedangkan tinggi muka air di

hilir pintu menurun. Sehingga beda tinggi muka air akan semakin besar. Hal ini ditunjukkan

pula dengan R2 sebesar 0,9241. Adapun persamaan yang mewakili besaran kedalaman gerusan

berdasar hubungan regresi di atas adalah:

ds

𝑏𝑝= 1,2057

∆H

𝑏𝑝+ 2,6919 (5.21)

Analisis dimensi berikutnya adalah mencari hubungan kedalaman gerusan dengan bilangan

Froude. Hubungan antara ds/bp dengan Fr seperti ditunjukkan pada Tabel 51 di bawah ini:

Tabel 51. Hubungan antara ds/bp dengan Fr

No. Q ds/bp Fr No. Q ds/bp Fr No. Q ds/bp Fr

1 1,0 0,600 18,061 11 3,0 6,200 19,157 21 4,0 3,600 9,030

2 1,5 8,500 27,091 12 3,0 3,467 10,427 22 4,0 0,000 6,462

3 1,5 0,300 9,578 13 3,0 0,000 6,773 23 4,5 19,000 28,735

4 2,0 11,200 36,122 14 3,5 25,200 63,213 24 4,5 11,467 15,641

5 2,0 3,600 12,771 15 3,5 9,200 22,349 25 4,5 7,950 10,159

6 2,0 0,067 6,952 16 3,5 4,667 12,165 26 5,0 7,200 17,379

7 2,5 15,600 45,152 17 3,5 0,100 7,902 27 5,0 5,150 11,288

8 2,5 5,300 15,964 18 4,0 24,800 72,244 28 5,0 2,400 8,077

9 2,5 2,067 8,690 19 4,0 9,200 25,542

10 3,0 21,800 54,183 20 4,0 5,733 13,903

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Dari Tabel 51 di atas dibuat grafik hubungan antar parameter untuk melihat kecenderungan

kedekatan di antaranya.

y = 1,2057x + 2,6919R² = 0,9241

0

5

10

15

20

25

30

0 5 10 15 20 25

ds/

bp

ΔH/bp

112

Gambar 51. Hubungan ds/bp dengan Fr

Dari Gambar 51 di atas dapat ditunjukkan bahwa bilangan Froude memberi pengaruh yang

cukup signifikan dengan kedalaman gerusan (ds). Hal ini ditunjukkan dengan besar koefisien

determinasi R2 = 0,857. Adapun persamaan yang dapat digunakan untuk memprediksi

kedalaman gerusan berdasar hubungan bilangan Froude adalah seperti di bawah ini:

ds

𝑏𝑝= 0,3907Fr − 0,6456 (5.22)

5.5. Analisa Pengaruh Material Dasar Saluran tipe Loamy Sand, Q dan bp terhadap

panjang gerusan (Ls)

Untuk mengetahui hubungan ds/bp dengan masing-masing variabel maka dibuatlah

tabel dan grafik. Dalam Tabel 52 berikut menggambarkan suatu hubungan antara variabel ls,

bp dan yo.

Tabel 52. Hubungan rasio y0/bp dan ls

No. Q ls/bp y0/bp No. Q ls/bp y0/bp No. Q ls/bp y0/bp

1 1,5 23,000 7,100 10 3,0 21,500 5,700 19 4,0 18,667 2,200

2 1,5 2,000 1,900 11 3,0 13,000 1,933 20 4,0 13,500 2,100

3 2,0 33,000 16,200 12 3,0 6,500 1,300 21 4,0 1,800 1,200

4 2,0 12,500 3,020 13 3,5 69,000 26,300 22 4,5 61,500 16,550

5 2,0 3,333 1,333 14 3,5 30,000 6,600 23 4,5 36,667 7,000

6 2,6 43,000 16,100 15 3,5 18,000 2,900 24 4,5 23,500 3,900

7 2,5 18,500 3,600 16 3,5 4,500 1,500 25 5,0 22,333 5,700

8 2,5 8,333 1,667 17 4,0 73,000 25,700 26 5,0 16,000 3,325

9 3,0 59,000 21,760 18 4,0 28,500 7,900 27 5,0 12,000 1,860

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Dari hubungan tersebut di atas tampak bahwa panjang gerusan dipengaruhi oleh rasio

kedalaman aliran di hulu pintu dan tinggi bukaan pintu. Dan dapat dijelaskan bahwa panjang

gerusan meningkat seiring dengan peningkatan tinggi muka air di hulu serta penurunan tinggi

bukaan pintu. Untuk besaran debit yang semakin besar dengan tinggi bukaan pintu yang tetap

akan menghasilkan tinggi muka air hulu yang semakin tinggi. Akibat dari peningkatan debit

y = 0,3907x - 0,6456R² = 0,857

0

5

10

15

20

25

30

0 20 40 60 80

ds/

bp

Fr

113

pada bukaan pintu yang konstan akan menghasilkan kecepatan yang semakin besar. Kecepatan

yang meningkat akan menggerakkan material sedimen di hilir pintu baik bergerak dengan

bergeser, berpindah ataupun melompat sehingga terjadi lubang gerusan. Pada peningkatan

y0/bp maka besaran ls/bp juga meningkat. Besaran rasio tinggi muka air hulu serta bukaan pintu

terhadap panjang gerusan ditunjukkan dengan koefisien determinasi R2 sebesar 0,7785. Hasil

ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup erat untuk menggambarkan panjang

gerusan pada semua nilai rasio y0/bp.

Dari Tabel 52 di atas, dibuatlah grafik yang menggambarkan kedekatan hubungan antar

parameter seperti terlihat dalam Gambar 52 berikut:

Gambar 52. Hubungan y0 dan ls

Persamaan regresi yang mewakili hubungan parameter ls dan muka air hulu (y0) adalah Regresi

linier sebagai berikut:

ls

𝑏𝑝= 2,5016

y0

𝑏𝑝+ 6,7205 (5.23)

Selanjutnya adalah mencari hubungan kedekatan antar parameter antara (ls) dan (y3)

Tabel 53. Hubungan y3 dan ls

No. Q ls/bp y3/bp No. Q ls/bp y3/bp No. Q ls/bp y3/bp

1 1,5 23,000 3,500 10 3,0 21,500 5,700 19 4,0 18,667 2,200

2 1,5 2,000 1,770 11 3,0 13,000 1,933 20 4,0 13,500 2,100

3 2,0 33,000 16,200 12 3,0 6,500 1,300 21 4,0 1,800 1,200

4 2,0 12,500 2,000 13 3,5 69,000 26,300 22 4,5 61,500 16,550

5 2,0 3,333 1,233 14 3,5 30,000 6,600 23 4,5 36,667 7,000

6 2,6 43,000 4,800 15 3,5 18,000 2,900 24 4,5 23,500 3,900

7 2,5 18,500 2,000 16 3,5 4,500 1,500 25 5,0 22,333 5,700

8 2,5 8,333 1,533 17 4,0 73,000 25,700 26 5,0 16,000 3,325

9 3,0 59,000 5,400 18 4,0 28,500 7,900 27 5,0 12,000 1,860

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Dari Tabel 53 di atas dibuat suatu grafik yang menggambarkan hubungan antar parameter

sebagaimana digambarkan pada Gambar 53 di bawah ini. Dari Gambar 53 menunjukkan bahwa

y = 2,5016x + 6,7205R² = 0,9063

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0 5 10 15 20 25 30

l s/b

p

y0/bp

114

terdapat korelasi yang cukup erat antar kedua parameter. Hal ini ditandai dengan besaran

koefisien determinasi R2 sebesar 0,9376. Sebaran data cukup bagus yang artinya data yang

diperoleh cukup bagus, meskipun terdapat beberapa data yang agak di atas bagian trend data.

Semakin besar rasio antara y3/bp maka panjang gerusan juga semakin meningkat. Semakin

besar debit aliran yang melalui bukaan pintu, maka kecepatan aliran semakin besar. Pada

bukaan pintu yang tetap dan debit yang bervariasi mengakibatkan tinggi muka air hilir

mengalami fluktuasi.

Gambar 53. Hubungan y3 dan ls

Peningkatan rasio muka air hilir dan bukaan pintu akan mempengaruhi panjang gerusan karena

material yang terangkut dari dalam lubang gerusan akan terbawa (tranporting) semakin jauh.

Sehingga lubang gerusan semakin dalam dan semakin panjang. Persamaan regresi yang

mewakili peningkatan panjang gerusan per bukaan pintu untuk semua variasi tinggi muka air

hilir adalah Persamaan Regresi Linier sebagai berikut:

ls

𝑏𝑝= 12,2133

y3

𝑏𝑝− 9,4682 (5.24)

Hubungan selanjutnya adalah mencari kedekatan parameter Q dan ls. Tabel hubungan

dapat dapat dilihat dalam Tabel 54 berikut ini:

Tabel 54. Hubungan Q dan ls

No. Q ls/bp Q/(g0,5bp1,5) No. Q ls/bp Q/(g0,5bp

1,5) No. Q ls/bp Q/(g0,5bp1,5)

1 1,5 23,00 2,709 10 3,0 21,50 0,9578 19 4,0 18,667 0,4634

2 1,5 2,00 0,479 11 3,0 13,00 0,3476 20 4,0 13,500 0,2258

3 2,0 33,00 3,612 12 3,0 6,50 0,1693 21 4,0 1,800 0,1292

4 2,0 12,50 0,639 13 3,5 69,00 6,3213 22 4,5 61,500 1,4367

5 2,0 3,33 0,232 14 3,5 30,00 1,1175 23 4,5 36,667 0,5214

6 2,6 43,00 4,696 15 3,5 18,00 0,4055 24 4,5 23,500 0,2540

7 2,5 18,50 0,798 16 3,5 4,50 0,1975 25 5,0 22,333 0,5793

8 2,5 8,33 0,290 17 4,0 73,00 7,2244 26 5,0 16,000 0,2822

9 3,0 59,00 5,418 18 4,0 28,50 1,2771 27 5,0 12,000 0,1615

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

y = 12,213x - 9,4682R² = 0,9376

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0,0 2,0 4,0 6,0 8,0

l s/b

p

y3/bp

115

Dari Tabel 54 di atas dibuat suatu grafik yang menggambarkan hubungan antar parameter

sebagaimana digambarkan pada Gambar 54 di bawah ini.

Gambar 54. Hubungan Q dengan ls

Dari Gambar 54 menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang cukup erat antar kedua parameter.

Hal ini ditandai dengan besaran koefisien determinasi R2 sebesar 0,7508. Sebaran data cukup

bagus yang artinya data yang diperoleh cukup bagus, meskipun terdapat beberapa data yang

agak di atas bagian trend data. Semakin besar rasio antara y3/bp maka panjang gerusan juga

semakin meningkat. Semakin besar debit aliran yang melalui bukaan pintu, maka kecepatan

aliran semakin besar. Pada bukaan pintu yang tetap dan debit yang bervariasi mengakibatkan

tinggi muka air hilir mengalami fluktuasi. Peningkatan rasio muka air hilir dan bukaan pintu

akan mempengaruhi panjang gerusan karena material yang terangkut dari dalam lubang

gerusan akan terbawa (tranporting) semakin jauh. Sehingga lubang gerusan semakin dalam

dan semakin panjang.

Persamaan regresi yang mewakili peningkatan panjang gerusan per bukaan pintu untuk

semua variasi tinggi muka air hilir adalah Persamaan Regresi Linier sebagai berikut:

ls

𝑏𝑝= 0,0009 (

Q2

g0,5bp1,5) + 0,0227 (Q

g0,5bp1,5) + 0,0469 (5.25)

Persamaan di atas dapat mewakili prediksi panjang gerusan berdasar hubungan rasio

kedalaman aliran di hulu dan tinggi bukaan pintu.

5.6. Analisa Pengaruh Material Dasar Saluran tipe Loamy Sand Q dan bp terhadap

tinggi sedimentasi (hd)

Untuk mengetahui hubungan ds/bp dengan masing-masing variabel maka dibuatlah

tabel dan grafik. Dalam Tabel 55 berikut menggambarkan suatu hubungan antara variabel hd

dan yo.

y = 0,0009x2 + 0,0227x + 0,0469

R² = 0,7508

0

1

2

3

4

5

6

7

8

0 20 40 60 80

l s/b

p

Q/(g0,5bp1,5)

116

Tabel 55. Hubungan antara hd dan y0

No. Q hd/bp y0/bp No. Q hd/bp y0/bp No. Q hd/bp y0/bp

1 1,5 1,800 7,100 10 3,0 1,100 5,700 19 4,0 0,733 2,200

2 1,5 0,000 1,900 11 3,0 0,567 1,933 20 4,0 0,450 2,200

3 2,0 2,000 16,200 12 3,0 0,000 1,300 21 4,0 0,000 0,900

4 2,0 0,800 3,020 13 3,5 2,800 26,300 22 4,5 0,800 0,000

5 2,0 0,000 1,333 14 3,5 1,200 6,600 23 4,5 0,600 0,800

6 2,6 2,400 16,100 15 3,5 0,800 2,900 24 4,5 0,500 0,600

7 2,5 1,200 3,600 16 3,5 0,000 1,500 25 5,0 1,000 2,000

8 2,5 0,433 1,667 17 4,0 2,200 25,700 26 5,0 1,000 1,500

9 3,0 2,800 21,760 18 4,0 1,100 7,900 27 5,0 0,320 6,467

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Dari Tabel 55 di atas, dibuat hubungan antar variabel untuk melihat kedekatan korelasinya. Hal

ini dapat dilihat pada Gambar 55 berikut:

Gambar 55. Hubungan antara hd dan y0

Dari grafik hubungan antar variabel pada Gambar 56 di atas menunjukkan bahwa terdapat

korelasi yang erat antara hd/bp dengan yo/bp. Dari grafik tersebut diperoleh suatu Persamaan

Regresi sebesar:

h𝑑

𝑏𝑝= 0,0957

y0

𝑏𝑝+ 0,2742 (5.26)

Dari hubungan tersebut di atas tampak bahwa kedalaman gerusan dipengaruhi oleh rasio

kedalaman aliran di hulu pintu dan tinggi bukaan pintu. Dan dapat dijelaskan bahwa

kedalaman gerusan meningkat seiring dengan peningkatan tinggi muka air di hulu dan

penurunan tinggi bukaan pintu. Untuk besaran debit yang semakin besar dengan tinggi bukaan

pintu yang tetap akan menghasilkan tinggi muka air hulu yang semakin tinggi.

Akibat dari peningkatan debit pada bukaan pintu yang konstan akan menghasilkan

kecepatan yang semakin besar. Kecepatan yang meningkat akan menggerakkan material

y = 0,0957x + 0,2742R² = 0,7602

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

0 5 10 15 20 25 30

hd/b

p

y0/bp

117

sedimen di hilir pintu baik bergerak dengan bergeser, berpindah ataupun melompat sehingga

terjadi lubang gerusan. Pada peningkatan rasio y0/𝑏𝑝 besaran ds/𝑏𝑝 juga meningkat.

Besaran rasio tinggi muka air hulu dan bukaan pintu terhadap kedalaman gerusan

ditunjukkan dengan koefisien determinasi R2 sebesar 0,7602. Hasil ini menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang erat untuk kedalaman gerusan pada semua nilai rasio y0/𝑏𝑝.

Hal ini berhubungan dengan karakteristik jenis tanah loamy sand yang mengandung

prosentase pasir lebih banyak dibanding prosentase tanah liat dan debu. Dengan kandungan

pasir yang lebih banyak maka daya tahan tanahnya semakin kecil. Akibatnya kemampuan

dalam menahan ikatan tanah dan pasir semakin rendah. Sehingga gerusan semakin besar.

Hubungan yang akan dianalisa berikutnya adalah hubungan antar parameter tinggi

sedimentasi (hd) dan tinggi muka air di hilir pintu (y3). Dengan membuat tabulasi hubungan

berdasar besaran tinggi bukaan pintu sebagaimana Tabel 56 berikut di bawah ini:

Tabel 56. Hubungan hd dan y3 per tinggi bukaan pintu

No. Q hd/bp y3/bp No. Q hd/bp y3/bp No. Q hd/bp y3/bp

1 1,5 1,800 2,400 10 3,0 1,100 5,400 19 4,0 0,733 3,250

2 1,5 0,000 3,500 11 3,0 0,567 2,550 20 4,0 0,450 2,067

3 2,0 2,000 1,770 12 3,0 0,000 1,333 21 4,0 0,000 1,425

4 2,0 0,800 9,000 13 3,5 2,800 1,200 22 4,5 0,800 0,800

5 2,0 0,000 2,000 14 3,5 1,200 6,100 23 4,5 0,600 5,300

6 2,6 2,400 1,233 15 3,5 0,800 2,600 24 4,5 0,500 3,200

7 2,5 1,200 4,800 16 3,5 0,000 2,400 25 5,0 1,000 2,650

8 2,5 0,433 2,000 17 4,0 2,200 1,375 26 5,0 1,000 3,500

9 3,0 2,800 1,533 18 4,0 1,100 6,800 27 5,0 0,320 2,225

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Dari tabulasi di atas dibuatlah suatu grafik yang menggambarkan hubungan antar

parameter tinggi muka air di hilir pintu dengan tinggi sedimentasi seperti Gambar 56 berikut:

Gambar 56. Hubungan antara hd/bp dan y3/bp

Dari Gambar 56 di atas dapat diamati bahwa tinggi muka air di hilir tidak

mempengaruhi tinggi sedimentasi. Hal ini dapat dilihat dari grafik hubungan yang

y = 1,0211x2 - 4,165x + 6,5393R² = 0,1661

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0

hd/b

p

y3/bp

118

menunjukkan sebaran data yang tidak merata, tidak terarah dan tidak menunjukkan hubungan

yang signifikan. Selain itu hubungan tersebut dapat dilihat dari koefisien determinasi R2

sebesar 0,1661 yang artinya tidak terdapat hubungan antara tinggi muka air di hilir pintu

dengan tinggi sedimentasi. Dengan kata lain, perubahan tinggi muka air di hilir pintu tidak

mempengaruhi perubahan tinggi sedimentasi.

Dari ketiga variabel tergantung yang dicari yaitu ds, ls dan hd dibuatlah ringkasan

koefisien determinasi hubungan untuk melihat parameter yang paling berpengaruh.

Tabel 57. Korelasi koefisien hubungan antar parameter material Loamy sand R2 ds ls hd

yo 0,9258 0,7785 0,7602

y3 0,9336 0,9378 0,1661

ΔH 0,9241 0,7508

Q 0,8570

Sumber: Hasil analisa (2016)

5.7. Analisa pengaruh material dasar saluran tipe Sandy loam-a, Q dan bp terhadap

kedalaman gerusan (ds)

Kedalaman gerusan terjadi akibat kecepatan aliran yang melampaui kecepatan butiran

material dasar saluran, sehingga butiran sedimen material dasar bergeser, bergerak dan

berpindah. Kedalaman gerusan diukur berdasar semua variasi debit dan bukaan pintu. Tabel

58 menunjukkan hasil pengamatan kedalaman gerusan pada semua variasi debit dan bukaan

pintu dengan material Sandy Loam-a

Tabel 58. Hasil pengamatan besaran Q, bp untuk Material Sandy loam-a

No.

Variabel Bebas Variabel Terikat

Q bp yo y3 ΔH ds ls hd Lj

(lt/dt) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 1,50 0,50 3,550 1,800 1,750 4,300 14,000 1,000 10,000

2 2,00 0,50 4,200 1,700 2,500 6,300 16,000 0,800 24,000

3 2,00 1,00 2,200 1,900 0,300 3,200 11,500 0,700 12,000

4 2,50 0,50 6,100 1,700 4,400 8,200 23,000 1,100 24,000

5 2,50 1,00 2,500 2,000 0,500 5,400 16,500 0,900 13,000

6 3,00 0,50 9,800 2,000 7,800 11,000 28,000 1,600 27,000

7 3,00 1,00 4,400 2,050 2,350 6,900 22,000 0,800 22,000

8 3,00 1,50 2,700 2,100 0,600 5,200 20,000 0,700 16,000

9 3,50 0,50 13,100 2,300 10,800 12,400 33,000 0,500 23,000

10 3,50 1,00 5,400 2,050 3,350 6,400 23,000 0,700 25,000

11 3,50 1,50 3,500 2,000 1,500 2,400 13,000 0,900 22,000

12 4,00 0,50 15,200 2,400 12,800 13,400 38,000 1,400 38,000

13 4,00 1,00 7,900 2,350 5,550 11,200 34,000 1,000 28,000

14 4,00 1,50 4,700 2,400 2,300 8,400 28,000 0,700 26,000

15 4,00 2,00 3,000 2,550 0,450 1,100 11,000 0,200 17,000

16 4,50 0,50 15,600 2,650 12,950 15,100 45,000 1,400 37,000

17 4,50 1,00 9,300 2,300 7,000 11,500 35,000 1,000 30,000

119

No.

Variabel Bebas Variabel Terikat

Q bp yo y3 ΔH ds ls hd Lj

(lt/dt) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

18 4,50 1,50 6,000 2,550 3,450 9,700 38,000 0,500 26,000

19 4,50 2,00 4,050 2,650 1,400 7,400 33,000 0,700 26,600

20 5,00 0,50 17,150 2,700 14,450 16,200 48,000 1,400 45,000

21 5,00 1,00 10,900 2,650 8,250 14,000 40,000 1,600 32,000

22 5,00 1,50 7,200 2,500 4,700 11,000 35,000 1,200 26,000

23 5,00 2,00 5,200 2,800 2,400 9,000 32,000 0,900 23,000

24 5,00 2,50 3,500 2,700 0,800 4,700 21,000 1,300 17,000

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Dari Tabel 58 di atas dibuat hubungan antar variabel berdasar analisis dimensi. Kajian dalam

hasil penelitian ini menyertakan parameter dan variabel yang berpengaruh. Dengan beberapa

variabel dan parameter hidrolis yang ada pada kajian ini, maka diketahui faktor dominan yang

menjadi dasar untuk memperoleh persamaan antar variabel mapun parameter hidrolis tersebut.

Lalu dilakukan analisa dimensi agar didapat hubungan variabel tersebut. Berdasar hubungan

analisis dimensi, variabel yang menggambarkan fenomena gerusan dan sedimentasi adalah

sebagai berikut:

d𝑠 = f(b𝑝, Q, D, ucr, u∗, y0, y1, y3, Gs, g, ρ, ϑ) (5.27)

Dari beberapa variabel nilai ρ dianggap konstan selama proses percobaan sehingga dapat

diabaikan. Sedangkan nilai υ (viskositas kinematik) selama pengaliran memberikan pengaruh

yang sangat kecil sehingga dapat dihilangkan (berdasar dari hasil peneliti sebelumnya).

Dengan menggunakan metode analisis dimensi Langhaar, maka diperoleh besaran (ds):

ds

b𝑝= f (

Q

g1

2⁄ b𝑝5

2⁄,

y0

b𝑝,

y3

b𝑝,

D

b𝑝, Fr,

∆H

b𝑝) (5.28)

Untuk hubungan ds/bp maka dibuatlah tabel sebagaimana Tabel 59 berikut:

Tabel 59. Hubungan ds/bp dengan yo/bp

No. Q ds/bp yo/bp No. Q ds/bp yo/bp No. Q ds/bp yo/bp

1 1,50 8,600 7,100 9 3,50 24,800 26,200 17 4,50 11,500 9,300

2 2,00 12,600 8,400 10 3,50 6,400 5,400 18 4,50 6,467 4,000

3 2,00 3,200 2,200 11 3,50 1,600 2,333 19 4,50 3,700 2,025

4 2,50 16,400 12,200 12 4,00 26,800 30,400 20 5,00 32,400 34,300

5 2,50 5,400 2,500 13 4,00 11,200 7,900 21 5,00 14,000 10,900

6 3,00 22,000 19,600 14 4,00 5,600 3,133 22 5,00 7,333 4,800

7 3,00 6,900 4,400 15 4,00 0,550 1,500 23 5,00 4,500 2,600

8 3,00 3,467 1,800 16 4,50 30,200 31,200 24 5,00 1,880 1,400

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

120

Berdasar Tabel 59 maka dibuatlah grafik dalam Gambar 57 yang menggambarkan hubungan

antara ds/bp dengan yo/bp.

Gambar 57. Hubungan ds/bp dengan yo/bp

Dari grafik hubungan antar variabel pada Gambar 57 di atas menunjukkan bahwa terdapat

korelasi yang erat antara ds/bp dengan yo/bp. Dari grafik tersebut dapat dibuat suatu persamaan

regresi Linier sebesar:

ds

bp= 0,9428 (

y0

bp) + 1,3139 (5.29)

Dari hubungan tersebut tampak bahwa kedalaman gerusan dipengaruhi oleh rasio kedalaman

aliran di hulu pintu dan tinggi bukaan pintu. Dan dapat dijelaskan bahwa kedalaman gerusan

meningkat seiring dengan peningkatan tinggi muka air di hulu dan penurunan tinggi bukaan

pintu. Untuk besaran debit yang semakin besar dengan tinggi bukaan pintu tetap menghasilkan

tinggi muka air hulu yang semakin tinggi. Akibat dari peningkatan debit pada bukaan pintu

yang konstan akan menghasilkan kecepatan yang semakin besar. Kecepatan yang meningkat

akan menggerakkan material sedimen di hilir pintu baik bergerak dengan bergeser, berpindah

ataupun melompat sehingga terjadi lubang gerusan. Pada peningkatan y0/bp nilai besaran ds/bp

juga meningkat. Besaran rasio tinggi muka air hulu dan bukaan pintu terhadap kedalaman

gerusan ditunjukkan dengan koefisien determinasi R2 sebesar 0,9606. Hasil ini menunjukkan

hubungan yang erat menggambarkan ds pada nilai rasio y0/bp

Berikutnya adalah mencari hubungan antara ds dengan tinggi air hilir (y3). Sebagaimana

dijelaskan pada Tabel 60. Dari Tabel 60 tersebut dibuatlah suatu hubungan grafis untuk

melihat kedekatan hubungan antar kedua parameter tersebut. Grafik hubungan tersebut dapat

dilihat pada Gambar 58. Dari hubungan regresi tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat

pengaruh yang erat antara tinggi muka air hilir dengan kedalaman gerusan. Peningkatan tinggi

muka air seiring dengan peningkatan besaran debit pada bukaan pintu yang sama. Hal ini

menyebabkan kecepatan aliran semakin besar sehingga butiran sedimen terangkat dan

berpindah.

y = 0,9428x + 1,3139R² = 0,9606

0

10

20

30

40

0 10 20 30 40

ds/

bp

y0/bp

121

Tabel 60. Hubungan antara ds/bp dengan y3/bp No. Q ds/bp y3/bp No. Q ds/bp y3/bp No. Q ds/bp y3/bp

1 1,50 8,600 3,600 9 3,50 24,800 4,600 17 4,50 11,500 2,300

2 2,00 12,600 3,400 10 3,50 6,400 2,050 18 4,50 6,467 1,700

3 2,00 3,200 1,900 11 3,50 1,600 1,333 19 4,50 3,700 1,325

4 2,50 16,400 3,400 12 4,00 26,800 4,800 20 5,00 32,400 5,400

5 2,50 5,400 2,000 13 4,00 11,200 2,350 21 5,00 14,000 2,650

6 3,00 22,000 4,000 14 4,00 5,600 1,600 22 5,00 7,333 1,667

7 3,00 6,900 2,050 15 4,00 0,550 1,275 23 5,00 4,500 1,400

8 3,00 3,467 1,400 16 4,50 30,200 5,300 24 5,00 1,880 1,080

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Berikut adalah grafis hubungan antar parameter ds dan y3

Gambar 58. Hubungan ds/bp dan y3/bp

Dari grafik di atas, menunjukkan bahwa tinggi muka air hilir (tail-water level) memberikan

pengaruh yang cukup signifikan terhadap peningkatan kedalaman gerusan.

ds

b𝑝= 0,1486 (

y3

b𝑝) + 0,8717 (5.30)

Semakin tinggi muka air di hilir untuk bukaan pintu yang sama, maka kecepatan pengaliran

akan meningkat. Sehingga material sedimen yang terangkat dan berpindah juga semakin

banyak. Akibatnya kedalaman gerusan semakin dalam. Selain itu hubungan kedekatan

variabel ditunjukkan dengan besaran nilai R2 sebesar 0,9037. Hal ini menjelaskan perubahan

tinggi muka air hilir dan tinggi bukaan pintu mempengaruhi kedalaman gerusan secara

signifikan.

Analisis dimensi berikutnya adalah mencari hubungan ds dengan Q. Hubungan antara

ds/bp dengan Q/(g0,5bp1,5) seperti ditunjukkan pada tabel di halaman berikut. Dari Tabel 61

dibuat grafik yang menggambarkan hubungan tersebut untuk melihat kedekatan antar variabel.

Dari grafik tersebut pada Gambar 59 tersebut dapat dijelaskan bahwa terdapat hubungan yang

cukup erat antara peningkatan debit dan peningkatan kedalaman gerusan. Hubungan regresi

ini besaran koefisien determinasi R sebesar 0,9286 yang nilainya cukup besar untuk

y = 0,1486x + 0,8717R² = 0,9037

0

1

2

3

4

5

6

0 5 10 15 20 25 30 35

ds/

bp

y3/bp

122

menunjukkan hubungan yang cukup signifikan antar variabel kedalaman gerusan, debit dan

bukaan pintu.

Tabel 61. Hubungan ds/bp dengan Q/(g1/2.bp3/2)

No. Q ds/bp Q/(g0,5*bp1,5) No. Q ds/bp Q/(g0,5*bp

1,5) No. Q ds/bp Q/(g0,5*bp1,5)

1 1,50 8,600 2,70914 9 3,50 24,800 6,32133 17 4,50 11,500 1,43674

2 2,00 12,600 3,61219 10 3,50 6,400 1,11746 18 4,50 6,467 0,52137

3 2,00 3,200 0,63855 11 3,50 1,600 0,40551 19 4,50 3,700 0,25398

4 2,50 16,400 4,51524 12 4,00 26,800 7,22438 20 5,00 32,400 9,03047

5 2,50 5,400 0,79819 13 4,00 11,200 1,27710 21 5,00 14,000 1,59638

6 3,00 22,000 5,41828 14 4,00 5,600 0,46344 22 5,00 7,333 0,57931

7 3,00 6,900 0,95783 15 4,00 0,550 0,22576 23 5,00 4,500 0,28220

8 3,00 3,467 0,34758 16 4,50 30,200 8,12743 24 5,00 1,880 0,16154

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Gambar 59 menunjukkan hubungan polinomial antar variabel Q dan ds non dimensional.

Gambar 59. Hubungan antara ds/bp dengan Q/(g0,5.bp1,5)

Dari grafik tersebut di atas dapat dijelaskan dengan persamaan 5.31. berikut:

ds

b𝑝= 0,2648 (

Q

g1

2⁄ b𝑝5

2⁄) − 0,3604 (5.31)

Hubungan selanjutnya adalah menganalisa hubungan antara variabel ds dan ΔH.

Tabel 62. Hubungan ds/bp dengan ΔH/bp

No. Q ds/bp ΔH/bp No. Q ds/bp ΔH/bp No. Q ds/bp ΔH/bp

1 1,50 8,600 3,500 9 3,50 24,800 21,600 17 4,50 11,500 7,000

2 2,00 12,600 5,000 10 3,50 6,400 3,350 18 4,50 6,467 2,300

3 2,00 3,200 0,300 11 3,50 1,600 1,000 19 4,50 3,700 0,700

4 2,50 16,400 8,800 12 4,00 26,800 25,600 20 5,00 32,400 28,900

5 2,50 5,400 0,500 13 4,00 11,200 5,550 21 5,00 14,000 8,250

6 3,00 22,000 15,600 14 4,00 5,600 1,533 22 5,00 7,333 3,133

7 3,00 6,900 2,350 15 4,00 0,550 0,225 23 5,00 4,500 1,200

8 3,00 3,467 0,400 16 4,50 30,200 25,900 24 5,00 1,880 0,320

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

y = 0,2648x - 0,3604R² = 0,9286

0

2

4

6

8

10

0 10 20 30 40

ds/

bp

Q/(g0,5bp1,5)

123

Berdasar dari Tabel 62 di atas, dibuatlah grafik yang menggambarkan kedekatan parameter ΔH

dengan kedalaman gerusan seperti dalam Gambar 60 berikut:

Gambar 60. Hubungan antar ΔH dengan ds

Dari Gambar 60 di atas dapat dijelaskan bahwa rasio beda tinggi muka air hulu dan hilir (ΔH)

dan bukaan pintu (bp) lebih sesuai untuk menggambarkan kedalaman gerusan dari pada rasio

debit per gravitasi dan bukaan. Hal ini dijelaskan dengan besaran koefisien determinasi R2

sebesar 0,9854.

Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar beda muka air hulu dan hilir maka besaran

kedalaman gerusan akan semakin besar pula. Untuk bukaan pintu yang sama, dan peningkatan

debit, akan mengakibatkan tinggi muka air di hulu pintu akan meningkat. Sedangkan tinggi

muka air di hilir pintu menurun. Sehingga beda tinggi muka air akan semakin besar. Adapun

persamaan yang mewakili besaran kedalaman gerusan berdasar hubungan regresi di atas

adalah:

d𝑠

𝑏𝑝= 0,0205 (

ΔH2

b𝑝) + (0,2764

ΔH

𝑏𝑝) − 0,177 (5.32)

5.8. Analisa pengaruh material dasar saluran tipe sandy loam-a, Q dan bp terhadap

panjang gerusan (ls)

Untuk mengetahui hubungan ls/bp dengan masing-masing variabel maka dibuatlah tabel dan

grafik. Dalam Tabel 63 berikut menggambarkan suatu hubungan variabel ls, bp dan yo.

Tabel 63. Hubungan ls/bp dengan y0/bp

No. Q ls/bp y0/bp No. Q ls/bp y0/bp No. Q ls/bp y0/bp

1 1,50 28,000 7,100 9 3,50 66,000 26,200 17 4,50 35,000 9,300

2 2,00 32,000 8,400 10 3,50 23,000 5,400 18 4,50 25,333 4,000

3 2,00 11,500 2,200 11 3,50 8,667 2,333 19 4,50 16,500 2,025

4 2,50 46,000 12,200 12 4,00 76,000 30,400 20 5,00 96,000 34,300

5 2,50 16,500 2,500 13 4,00 34,000 7,900 21 5,00 40,000 10,900

6 3,00 56,000 19,600 14 4,00 18,667 3,133 22 5,00 23,333 4,800

7 3,00 22,000 4,400 15 4,00 5,500 1,500 23 5,00 16,000 2,600

8 3,00 13,333 1,800 16 4,50 90,000 31,200 24 5,00 8,400 1,400

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

y = 0,0209x2 + 0,2764x - 0,177R² = 0,9854

0

5

10

15

20

25

30

35

0 5 10 15 20 25 30 35

ds/

bp

ΔH/bp

124

Dari Tabel 63 di atas, dibuat grafik hubungan antar parameter seperti dalam Gambar 61

berikut:

Gambar 61. Hubungan ls dan y0

Dari grafik pada Gambar 61 menunjukkan terdapat hubungan yang cukup erat antara tinggi

muka air di hulu pintu dengan panjang gerusan. Sebaran data menunjukkan korelasi linier

antar dua parameter tersebut. Semakin besar rasio muka air hulu pada setiap tinggi bukaan

pintu, maka panjang gerusan akan mengalami peningkatan pula. Hal ini dapat terjadi karena

pada peningkatan tinggi muka air akibat kenaikan debit yang berangsur-angsur pada tinggi

bukaan pintu yang tetap. Sehingga kecepatan aliran yang melewati bagian bawah pintu akan

semakin besar, akibatnya material sedimen yang berada di lubang gerusan akan terangkut

(transporting) dan lubang gerusan semakin panjang. Kedekatan hubungan ini dapat dilihat dari

besaran koefisien determinasi R2 sebesar 0,9501. Sedangkan persamaan linier yang dapat

digunakan untuk memprediksi panjang lubang gerusan adalah sebagai berikut:

ds

b𝑝= 0,3632 (

y0

b𝑝) − 1,7048 (5.32)

Hubungan selanjutnya menganalisa pengaruh tinggi muka air di hilir pintu terhadap

peningkatan panjang lubang gerusan. Maka dibuatlah Tabel 64 untuk menunjukkan data rasio

tinggi muka air hilir dengan panjang gerusan sebagai berikut:

Tabel 64. Hubungan tinggi muka air hilir dengan panjang gerusan

No. Q ls/bp y3/bp No. Q ls/bp y3/bp No. Q ls/bp y3/bp

1 1,50 28,000 3,600 9 3,50 66,000 4,600 17 4,50 35,000 2,300

2 2,00 32,000 3,400 10 3,50 23,000 2,050 18 4,50 25,333 1,700

3 2,00 11,500 1,900 11 3,50 8,667 1,333 19 4,50 16,500 1,325

4 2,50 46,000 3,400 12 4,00 76,000 4,800 20 5,00 96,000 5,400

5 2,50 16,500 2,000 13 4,00 34,000 2,350 21 5,00 40,000 2,650

6 3,00 56,000 4,000 14 4,00 18,667 1,600 22 5,00 23,333 1,667

7 3,00 22,000 2,050 15 4,00 5,500 1,275 23 5,00 16,000 1,400

8 3,00 13,333 1,400 16 4,50 90,000 5,300 24 5,00 8,400 1,080

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

y = 0,3632x - 1,7048R² = 0,9501

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0

ls/b

p

y0/bp

125

Dari Tabel 64 di atas, dibuat grafik hubungan antar prameter tersebut untuk mengetahui

kedekatan pengaruh tinggi muka air hilir terhadap panjang lubang gerusan. Maka grafik

hubungan dibuat seperti pada Gambar 62 di bawah ini:

Gambar 62. Hubungan y3 dan ls

Dari Gambar 62 di atas, menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara y3 dan

ls. Dijelaskan pula bahwa peningkatan besaran rasio muka air hilir per tinggi bukaan pintu

linier dengan peningkatan panjang lubang gerusan. Pada peningkatan debit dari ujung hulu

saluran dan tinggi bukaan pintu yang konstan, maka kecepatan yang melalui bagian bawah

pintu menjadi lebih besar. Semakin ke hilir muka air mengalami peningkatan elevasi,

peningkatan ini diikuti dengan semakin panjangnya lubang gerusan. Hal ini terjadi karena

material sedimen yang berada di lubang gerusan terangkut membentuk sedimentasi di bagian

hilir aliran. Kedekatan hubungan ini dapat dijelaskan dengan besaran koefisien determinasi R2

sebesar 0,9068 yang artinya y3 membawa pengaruh yang signifikan terhadap panjang lubang

gerusan. Adapun persamaan regresinya adalah:

l𝑠

b𝑝= −0,0002 (

y3

b𝑝)

2

+ 0,0683 (y3

b𝑝) + 0,6217 (5.32)

Analisis selanjutnya adalah parameter ΔH dan ls, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel

65 berikut:

Tabel 65. Hubungan ls dan ΔH

No. Q ls/bp ΔH/bp No. Q ls/bp ΔH/bp No. Q ls/bp ΔH/bp

1 1,50 28,000 3,500 9 3,50 66,000 21,600 17 4,50 35,000 7,000

2 2,00 32,000 5,000 10 3,50 23,000 3,350 18 4,50 25,333 2,300

3 2,00 11,500 0,300 11 3,50 8,667 1,000 19 4,50 16,500 0,700

4 2,50 46,000 8,800 12 4,00 76,000 25,600 20 5,00 96,000 28,900

5 2,50 16,500 0,500 13 4,00 34,000 5,550 21 5,00 40,000 8,250

6 3,00 56,000 15,600 14 4,00 18,667 1,533 22 5,00 23,333 3,133

7 3,00 22,000 2,350 15 4,00 5,500 0,225 23 5,00 16,000 1,200

8 3,00 13,333 0,400 16 4,50 90,000 25,900 24 5,00 8,400 0,320

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

y = -0,0002x2 + 0,0683x + 0,6217R² = 0,9068

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0

ls/b

p

y3/bp

126

Dari tabel di atas, dibuat suatu grafik yang menyatakan hubungan antar parameter tersebut

sebagaimana pada Gambar 63 di bawah ini:

Gambar 63. Korelasi ΔH dan ls

Dari Gambar 63 di atas dapat dijelaskan bahwa rasio beda tinggi muka air hulu dan hilir (ΔH)

dan bukaan pintu (bp) lebih sesuai untuk menggambarkan panjang lubang gerusan dari pada

rasio debit per gravitasi dan bukaan. Hal ini dijelaskan dengan besaran koefisien determinasi

R2 sebesar 0,9668. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar beda muka air hulu dan hilir

maka besaran panjang lubang gerusan semakin besar pula. Untuk bukaan pintu yang sama,

dan peningkatan debit, akan mengakibatkan tinggi muka air di hulu pintu akan meningkat.

Sedangkan tinggi muka air di hilir pintu menurun. Sehingga beda tinggi muka air akan semakin

besar. Adapun persamaan yang mewakili adalah :

ls

b𝑝= 0,0021 (

∆H

b𝑝)

2

+ 0,1337 (∆H

b𝑝) − 0,745 (5.33)

Dari Tabel 66 di bawah, dibuat grafik untuk menganalisa kedekatan dua parameter tersebut.

Tabel 66. Hubungan Q dan ls No. Q ls/bp Q/g0,5bp

2,5 No. Q ls/bp Q/g0,5bp2,5 No. Q ls/bp Q/g0,5bp

2,5

1 1,50 28,000 2,709 12 3,50 66,000 6,321 22 4,50 35,000 1,437

2 2,00 32,000 3,612 13 3,50 23,000 1,117 23 4,50 25,333 0,521

3 2,00 11,500 0,639 14 3,50 8,667 0,406 24 4,50 16,500 0,254

4 2,50 46,000 4,515 15 4,00 76,000 7,224 25 5,00 96,000 9,030

5 2,50 16,500 0,798 16 4,00 34,000 1,277 26 5,00 40,000 1,596

6 3,00 56,000 5,418 17 4,00 18,667 0,463 27 5,00 23,333 0,579

7 3,00 22,000 0,958 18 4,00 5,500 0,226 28 5,00 16,000 0,282

8 3,00 13,333 0,348 4,50 90,000 8,127 29 5,00 8,400 0,162

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Berdasar grafik pada Gambar 64 bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara parameter

besaran debit per gravitasi dan panjang lubang gerusan. Hal ini karena saat debit dinaikkan

secara beraturan pada tinggi bukaan pintu yang tetap maka kecepatan aliran melalui bawah

pintu semakin besar.

y = 0,0021x2 + 0,1337x - 0,745R² = 0,9668

0

5

10

15

20

25

30

35

0 20 40 60 80 100 120

l s/b

p

ΔH/bp

127

Gambar 64. Korelasi debit dan panjang gerusan

Kenaikan kecepatan mempengaruhi butiran material yang terbawa dari lubang gerusan.

Semakin besar kecepatan aliran maka butiran material sedimen terangkut dan menumpuk jauh

di hilir pintu. Material sedimen membuat lubang gerusan semakin panjang dan dalam.

Hubungan ini ditunjukkan dengan besaran koefisien determinasi R2 sebesar 0,9043 sehingga

dianalisa bahwa besaran debit secara signifikan mempengaruhi panjang lubang sedimen.

Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

ls

b𝑝= 0,0937 (

Q

g1

2⁄ b𝑝5

2⁄) − 0,5159 (5.34)

5.9. Analisa pengaruh material dasar saluran tipe sandy loam-a, Q dan bp terhadap

tinggi sedimentasi (hd)

Untuk mengetahui hubungan hd/b dengan masing-masing variabel maka dibuatlah

dalam tabel dan grafik. Dalam Tabel 67 berikut menggambarkan hubungan antara hd, bp dan

yo. Berdasar tabulasi dibuat grafik analisa kedekatan hubungan seperti Gambar 65. Grafik

menunjukkan hubungan erat antara hd dan y0. Karena peningkatan besaran debit pada tinggi

bp tetap akan meningkatkan tinggi muka air di hulu pintu. Sedangkan kecepatan aliran semakin

besar akan mengangkut butiran dasar saluran dari lubang gerusan ke hilir saluran. Material

sedimen akan terendapkan di sepanjang saluran. Semakin tinggi muka air hulu semakin besar

kecepatan aliran di bawah pintu, maka material yang terangkut dan mengendap jauh di hilir

semakin banyak.

Tabel 67. Hubungan hd dan y0

Q hd/bp y0/bp No. Q hd/bp y0/bp No. Q hd/bp y0/bp

1 1,50 2,000 7,100 9 3,50 1,000 26,200 17 4,50 1,000 9,300

2 2,00 1,600 8,400 10 3,50 0,700 5,400 18 4,50 0,333 4,000

3 2,00 0,700 2,200 11 3,50 0,600 2,333 19 4,50 0,350 2,025

4 2,50 2,200 12,200 12 4,00 2,800 30,400 20 5,00 2,800 34,300

5 2,50 0,900 2,500 13 4,00 1,000 7,900 21 5,00 1,600 10,900

6 3,00 3,200 19,600 14 4,00 0,467 3,133 22 5,00 0,800 4,800

7 3,00 0,800 4,400 15 4,00 0,100 1,500 23 5,00 0,450 2,600

8 3,00 0,467 1,800 16 4,50 2,800 31,200 24 5,00 0,520 1,400

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

y = 0,0937x - 0,5159R² = 0,9043

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0

l s.b

p

Q/(g0,5bp2,5)

128

Gambar 65. Korelasi hd dan y0

Kedekatan hubungan ini di jelaskan dengan besaran koefisien determinasi R2 sebesar

0,7269. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antar tinggi sedimentasi

dengan elevasi muka air di hulu pintu. Sedangkan persamaan yang digunakan untuk

memprediksi hd adalah:

hd

𝑏𝑝= 1,1705

y02

𝑏𝑝+ 5,38

y0

𝑏𝑝+ 0,6058 (5.35)

Hubungan selanjutnya adalah menganalisa kedekatan hubungan parameter y3 terhadap tinggi

sedimentasi. Tabulasi pada Tabel 68 di bawah menunjukkan parameter berikut:

Tabel 68. Parameter hd dan y3

No. Q hd/bp y3/bp No. Q hd/bp y3/bp No. Q hd/bp y3/bp

1 1,50 2,000 3,600 9 3,50 1,000 4,600 17 4,50 1,000 2,300

2 2,00 1,600 3,400 10 3,50 0,700 2,050 18 4,50 0,333 1,700

3 2,00 0,700 1,900 11 3,50 0,600 1,333 19 4,50 0,350 1,325

4 2,50 2,200 3,400 12 4,00 2,800 4,800 20 5,00 2,800 5,400

5 2,50 0,900 2,000 13 4,00 1,000 2,350 21 5,00 1,600 2,650

6 3,00 3,200 4,000 14 4,00 0,467 1,600 22 5,00 0,800 1,667

7 3,00 0,800 2,050 15 4,00 0,100 1,275 23 5,00 0,450 1,400

8 3,00 0,467 1,400 16 4,50 2,800 5,300 24 5,00 0,520 1,080

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Berdasar tabulasi di atas, dibuatlah suatu grafik untuk menunjukkan kedekatan hubungan

tersebut. Gambar 66 di bawah ini menunjukkan kedekatan hubungan yang dimaksud.

Gambar 66. Hubungan parameter hd dan y3

Berdasar grafik pada Gambar 66 di atas, maka dapat dijelaskan bahwa terdapat hubungan yang

cukup erat antara perubahan tinggi muka air di hilir pintu dengan tinggi sedimentasi. Hal ini

karena peningkatan besaran debit pada tinggi bukaan pintu yang tetap akan meningkatkan

y = 1,1705x2 + 5,38x + 0,6058R² = 0,7269

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

35,0

40,0

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5h

d/b

p

y0/bp

y = 1,4028x + 0,8333R² = 0,8196

0

1

2

3

4

5

6

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5

hd/b

p

yt3bp

129

tinggi muka air di hilir pintu. Sementara itu kecepatan aliran di bawah pintu air semakin besar

akan mengangkut butiran material dasar saluran dari lubang gerusan ke arah hilir saluran.

Material butiran sedimen akan terendapkan di sepanjang hilir saluran. Semakin tinggi muka

air di hilir semakin besar pula kecepatan aliran di bawah pintu, maka material yang terangkut

dan mengendap jauh di hilir saluran akan semakin banyak.

Kedekatan hubungan ini di jelaskan dengan besaran koefisien determinasi R2 sebesar

0,8196. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup signifikan antara parameter

tinggi sedimentasi dengan elevasi muka air di hilir pintu. Sedangkan persamaan yang dapat

digunakan untuk memprediksi tinggi sedimentasi adalah sebagai berikut:

hd

𝑏𝑝= 1,4028

ytw

𝑏𝑝+ 0,8333 (5.36)

Hubungan selanjutnya adalah analisa hubungan antara parameter tinggi sedimentasi

dengan besaran debit per gravitasi dan ditunjukkan pada Tabel 69 di bawah ini:

Tabel 69. Hubungan parameter Q dan hd

No. Q hd/bp Q/g0,5bp1,5 No. Q hd/bp Q/g0,5bp

1,5 No. Q hd/bp Q/g0,5bp1,5

1 1,50 2,000 2,7091 9 3,50 1,000 6,3213 17 4,50 1,000 1,4367

2 2,00 1,600 3,6122 10 3,50 0,700 1,1175 18 4,50 0,333 0,5214

3 2,00 0,700 0,6386 11 3,50 0,600 0,4055 19 4,50 0,350 0,2540

4 2,50 2,200 4,5152 12 4,00 2,800 7,2244 20 5,00 2,800 9,0305

5 2,50 0,900 0,7982 13 4,00 1,000 1,2771 21 5,00 1,600 1,5964

6 3,00 3,200 5,4183 14 4,00 0,467 0,4634 22 5,00 0,800 0,5793

7 3,00 0,800 0,9578 15 4,00 0,100 0,2258 23 5,00 0,450 0,2822

8 3,00 0,467 0,3476 16 4,50 2,800 8,1274 24 5,00 0,520 0,1615

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Berdasar tabulasi di atas, dibuatlah suatu grafik untuk menunjukkan kedekatan hubungan

tersebut. Gambar 67 di bawah ini menunjukkan kedekatan hubungan yang dimaksud. Berdasar

grafik pada Gambar 67, maka dapat dijelaskan bahwa terdapat hubungan yang cukup erat

antara perubahan tinggi muka air di hilir pintu dengan tinggi sedimentasi. Hal ini karena

peningkatan besaran debit pada tinggi bukaan pintu yang tetap akan meningkatkan tinggi muka

air di hilir pintu. Sementara itu kecepatan aliran di bawah pintu air semakin besar akan

mengangkut butiran material dasar saluran dari lubang gerusan ke arah hilir saluran. Material

butiran sedimen akan terendapkan di sepanjang hilir saluran. Semakin tinggi muka air di hilir

semakin besar pula kecepatan aliran di bawah pintu, maka material yang terangkut dan

mengendap jauh di hilir saluran akan semakin banyak.

Kedekatan hubungan ini di jelaskan dengan besaran koefisien determinasi R2 sebesar

0,7851. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup signifikan antara

parameter tinggi sedimentasi dengan elevasi muka air di hilir pintu. Berdasar tabulasi di atas,

130

dibuatlah suatu grafik untuk menunjukkan kedekatan hubungan tersebut. Grafik kedekatan

parameter dapat dilihat pada Gambar 67 berikut:

Gambar 67. Grafik hubungan hd dan Q

Dari grafik pada Gambar 67 maka persamaan yang dapat digunakan untuk memprediksi tinggi

sedimentasi di bagian hilir saluran adalah sebagai berikut:

hd

b𝑝= 0,3932 (

Q

g1

2⁄ b𝑝3

2⁄)

2

+ 1,2643 (Q

g1

2⁄ b𝑝5

2⁄) + 0,034 (5.37)

Analisa hubungan selanjutnya adalah hubungan parameter hd dengan beda elevasi

tinggi muka air hulu dan hilir (ΔH). Hubungan parameter ini dibuat tabulasi untuk menjelaskan

lebih detail besaran parameter yang mempengaruhi parameter yang lainnya. Tabulasi

parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 70 di bawah ini.

Tabel 70. Tabulasi hubungan hd dan ΔH

No. Q hd/bp ΔH/bp No. Q hd/bp ΔH/bp No. Q hd/bp ΔH/bp

1 1,50 2,000 3,500 9 3,50 1,000 21,600 17 4,50 1,000 7,000

2 2,00 1,600 5,000 10 3,50 0,700 3,350 18 4,50 0,333 2,300

3 2,00 0,700 0,300 11 3,50 0,600 1,000 19 4,50 0,350 0,700

4 2,50 2,200 8,800 12 4,00 2,800 25,600 20 5,00 2,800 28,900

5 2,50 0,900 0,500 13 4,00 1,000 5,550 21 5,00 1,600 8,250

6 3,00 3,200 15,600 14 4,00 0,467 1,533 22 5,00 0,800 3,133

7 3,00 0,800 2,350 15 4,00 0,100 0,225 23 5,00 0,450 1,200

8 3,00 0,467 0,400 16 4,50 2,800 25,900 24 5,00 0,520 0,320

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Dari Tabel 70 tersebut kemudian dibuat grafik pada Gambar 68 yang menjelaskan

secara grafis kedekatan hubungan antar kedua parameter. Berdasar tabulasi di atas, dibuatlah

y = 0,3932x2 + 1,2643x + 0,0324R² = 0,7851

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5

hd/b

p

Q/g0,5bp2,5

131

suatu grafik untuk menunjukkan kedekatan hubungan tersebut. Gambar 68 di bawah ini

menunjukkan kedekatan hubungan yang dimaksud. Berdasar grafik pada Gambar 68, maka

dapat dijelaskan bahwa terdapat hubungan yang cukup erat antara perubahan tinggi muka air

di hilir pintu dengan tinggi sedimentasi. Hal ini karena peningkatan besaran debit pada tinggi

bukaan pintu yang tetap akan meningkatkan tinggi muka air di hilir pintu dan menrurunkan

tinggi muka air di hilir pintu.

Sementara itu kecepatan aliran di bawah pintu air semakin besar akan mengangkut

butiran material dasar saluran dari lubang gerusan ke arah hilir saluran. Material butiran

sedimen akan terendapkan di sepanjang hilir saluran. Semakin tinggi muka air di hilir, maka

tinggi muka air di hilir semakin rendah dan beda elevasi antara keduanya semakin besar.

Sehingga semakin besar pula kecepatan aliran di bawah pintu, maka material yang terangkut

dan mengendap jauh di hilir saluran akan semakin banyak.

Gambar 68. Hubungan parameter hd dan ΔH

Kedekatan hubungan ini dijelaskan dengan besaran koefisien determinasi R2 sebesar

0,7648. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup signifikan antara

parameter tinggi sedimentasi dengan elevasi muka air di hilir pintu. Persamaan yang sesuai

dengan grafik di atas adalah sebagai berikut:

ℎ𝑑

𝑏𝑝= 7,2907 (

∆𝐻

𝑏𝑝) − 1,778 (5.37)

Dari ketiga variabel tergantung yang dicari yaitu ds, ls dan hd dibuatlah ringkasan

koefisien determinasi hubungan untuk melihat parameter yang paling berpengaruh.

Tabel 71. Tabulasi koefisien determinasi antar parameter pada materil 1

R2 ds ls hd

yo 96,06 95,01 72,69

y3 90,37 90,68 81,96

ΔH 98,54 96,68 76,48

Q 92,86 90,43 78,51

Sumber: Hasil analisa (2016)

y = 7,2907x - 1,778R² = 0,7648

0

5

10

15

20

25

30

35

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5

hd/b

p

ΔH/bp

132

5.10. Analisa pengaruh besaran Q, bp pada semua jenis material dasar saluran terhadap

kedalaman gerusan (ds)

Bahasan berikutnya adalah menganalisa pengaruh perubahan tinggi bukaan pintu pada

semua besaran debit di semua jenis material sedimen dasar saluran penelitian. Tujuan dari

analisa ini adalah melihat pengaruh perubahan tinggi bukaan pintu pada semua besaran debit

pada semua jenis material terhadap karakteristik gerusan baik kedalaman gerusan maksimum,

panjang gerusan dan bentuk gerusan.

Tabel 72. Hubungan tinggi bukaan pintu (bp) terhadap semua besaran debit dan jenis material

No.

Q bp1=0,5 bp2=1,0 bp3=1,5 bp4=2,0 bp5=2,5

(l/dt) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

ds yo ds yo ds yo ds yo ds yo

M1

1 1,0 2,8 2,7 0,0 1,5 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

2 1,5 4,8 5,5 3,4 2,5 0,0 2,6 0,0 0,0 0,0 0,0

3 2,0 7,0 7,8 5,0 4,5 3,7 3,5 0,0 0,0 0,0 0,0

4 2,5 9,3 10,3 7,5 6,5 5,4 4,3 2,5 3,3 0,0 0,0

5 3,0 10,7 12,2 8,4 7,9 6,4 4,7 7,1 4,3 0,0 0,0

6 3,5 13,3 13,7 11,0 9,2 8,3 6,0 8,0 4,5 0,0 0,0

7 4,0 0,0 0,0 11,9 11,0 8,5 6,4 8,2 5,1 3,9 3,5

8 4,5 0,0 0,0 15,1 12,5 11,1 7,6 9,3 6,4 8,3 5,0

9 5,0 0,0 0,0 14,5 13,7 12,0 8,4 10,5 7,3 10,1 5,8

M2

1 1,0 0,0 1,5 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

2 1,5 4,3 3,6 0,3 1,9 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

3 2,0 5,6 5,5 3,6 3,1 0,1 2,0 0,0 0,0 0,0 0,0

4 2,5 7,8 8,0 5,3 3,6 3,0 2,5 0,0 2,3 0,0 0,0

5 3,0 10,9 10,8 6,2 5,8 5,2 2,9 0,5 2,6 0,0 0,0

6 3,5 12,6 13,2 9,2 6,6 7,0 4,4 0,1 3,0 0,0 0,0

7 4,0 12,9 13,9 9,2 7,9 8,6 5,3 7,2 4,2 0,3 3,0

8 4,5 0,0 0,0 19,0 16,4 17,2 10,5 15,7 7,8 4,3

9 5,0 0,0 0,0 0,0 0,0 10,8 8,5 10,3 6,5 6,0 4,7

M3

1 1,0 0,0 1,4 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

2 1,5 4,3 4,6 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

3 2,0 6,3 4,3 3,1 3,3 0,0 2,0 0,0 0,0 0,0 0,0

4 2,5 8,2 6,1 5,4 2,5 0,0 2,3 0,0 0,0 0,0 0,0

5 3,0 11,0 9,9 6,9 4,4 5,0 2,6 0,0 2,1 0,0 0,0

6 3,5 12,4 13,7 6,4 5,5 6,4 3,5 0,0 2,5 0,0 0,0

7 4,0 13,4 0,0 11,2 8,0 8,4 5,6 1,1 2,1 0,0 0,0

8 4,5 15,1 15,6 11,5 9,3 9,7 6,0 7,4 3,1 0,0 1,9

9 5,0 16,2 16,2 14,0 10,9 11,0 7,2 9,0 5,2 4,7 3,5

Sumber: Hasil pengamatan (2016)

133

Dari Tabel 72 di atas dibuatlah hubungan antar besaran debit dan semua jenis material pada

masing-masin tinggi bukaan pintu. Hal ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh

jenis material terhadap kedalaman gerusan, panjang gerusan dan bentuk gerusan pada masing-

masing perubahan tinggi bukaan pintu dan semua besaran debit. Analisa dilakukan pada tinggi

bukaan pintu (bp1) = 0,5 cm

Gambar 69. Kedalaman gerusan pada bp 0,5 cm

Pada tinggi bukaan pintu 0,5 cm pada semua besaran debit, terlihat kecenderungan yang hampir

sama pada semua jenis material pada debit 1,5 lt/dt sampai debit 4 lt/dt. Hal ini berarti

kedalaman gerusan untuk semua jenis material sedimen pada tinggi bukaan pintu 0,5 cm

hampir sama, yakni semakin besar debit, maka kecepatan aliran di bawah pintu semakin besar

pula. Akibatnya kecepatan kritik butiran material sedimen terlampaui oleh kecepatan aliran,

material sedimen dasar akan terangkut, bergeser dan melompat membuat suatu lubang gerusan

pada dasar saluran di hilir pintu. Kecenderungan peningkatan kedalaman gerusan untuk semua

jenis material sedimen hampir sama, yakni, semakin besar debit maka semakin pula kedalaman

gerusan yang terjadi.

Gambar 70. Kedalaman gerusan pada bp = 1,0 cm

Pada bukaan pintu 1 cm, terjadi perubahan kecenderungan pada semua material

sedimen. Tampak pada Gambar 70, material 1 yaitu sandy loam mengalami kedalaman

0

5

10

15

20

0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Debit (lt/dt)

M1 M2 M3

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0 1 2 3 4 5 6

ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Debit (lt/cm)

M1 M2 M3

134

gerusan lebih besar dari dua jenis material yang lain. Hal ini dikarenakan komposisi prosentase

pasir pada material 1 lebih banyak dari prosentase pasir dua material lainnya yaitu sandy loam1

dan loamy sand. Akibat dari komposisi pasir yang lebih banyak kemampuan material dalam

menahan gempuran kecepatan aliran menjadi lebih kecil.

Dengan kata lain, semakin banyak kandungan pasir dalam suatu jenis material maka

aliran air semakin mudah mengikat butiran material sedimen. Kedalaman gerusan pada dua

jenis material yang lain memiliki kecenderungan yang hampir sama karena komposisi bahan

kedua material tersebut hampir sama. Sehingga kemampuan kedua material dalam menahan

gempuran kecepatan aliran cenderung sama. Dan kemampuan sedimen untuk

mempertahankan kestabilan kedalaman gerusan lebih besar.

Analisa selanjutnya adalah kedalaman gerusan pada semua material sedimen pada

tinggi bukaan pintu 1,5 cm dengan sebaran data debit 3 lt/dt sampai 5 lt/dt. Dari grafik pada

Gambar 71 menunjukkan bahwa material 1 mengalami kedalaman gerusan yang lebih besar

dibanding material 2 dan 3. Hal ini sama dengan tinggi bukaan 1,0 cm. Dimana kedalaman

gerusan pada material 1 lebih besar dibanding dua jenis material yang lain.

Hal ini terjadi karena komposisi pasir pada material 1 lebih besar dibanding material

yang lain. Sehingga kemampuan material 1 menahan gempuran kecepatan lebih rendah

dibanding material yang lain. Sedangkan pada material 2 dan 3 komposisi pasir hampir sama

sehingga kedalaman gerusan yang terjadi pada keduanya memiliki kecenderungan yang sama.

Gambar 71. Kedalaman gerusan pada bp 1,5 cm

5.11. Analisa pengaruh perubahan tinggi bukaan pintu terhadap kedalaman dan panjang

gerusan pada semua jenis material dasar

Pada material sandy loam, yang bertekstur lempung tetapi agak kasar dengan komposisi

pasir lebih dari 50%, tanah liat kurang dari 20% dan sisanya debu 30%. Secara fisik sifat pasir

0

2

4

6

8

10

12

14

0 1 2 3 4 5 6

Ke

dal

aman

ge

rusa

n (

cm)

Debit (lt/dt)

M1 M2 M3

135

dominan, sehingga memiliki pori pori yang lebih besar. Semakin dominan sifat pasir maka

daya tahan tanah terhadap air atau energi yang lain semakin kecil. Akibatnya ketika terkena

gempuran perubahan kecepatan, maka material butiran akan mudah terangkat, terangkut,

berpindah, bergeser dan berguling membuat suatu lubang gerusan di bagian hilir pintu.

Perubahan kedalaman gerusan dapat diamati pada semua kondisi bukaan pintu 0,5 cm seperti

Gambar 72 di bawah ini:

Gambar 72. Kedalaman gerusan pada bp 0,5 cm untuk semua Q pada material Sandy Loam

Dari grafik pada Gambar 72 di atas, dapat dijelaskan bahwa untuk bukaan pintu 0,5 cm

dan semua besaran debit terdapat perbedaan kedalaman gerusan yang signifikan. Hal ini

terjadi karena pada bukaan pintu yang tetap/konstan dan peningkatan besaran debit, maka

kecepatan aliran akan berubah pula. Kecepatan yang semakin tinggi akibat peningkatan debit

akan melampaui kecepatan kritik material butiran sedimen sehingga kecepatan aliran akan

membawa material sedimen, menggelinding dan bergeser.

Material sedimen akan terangkut, terbawa aliran dan membuat lubang gerusan di hilir

pintu. Semakin besar peningkatan kecepatan yang terjadi maka kedalaman gerusan semakin

besar. Demikian pula untuk panjang lubang gerusan yang terjadi. Bahwa semakin besar

kecepatan yang melewati bagian bawah pintu, maka lubang gerusan akan semakin panjang.

Hal ini terjadi karena material sedimen yang terangkut oleh aliran semakin banyak dan butiran

material sedimen yang terangkut adalah material yang lebih kecil dari 0,07 mm. Sedangkan

untuk bentuk profil lubang gerusan terjadi adalah hampir seragam mulai dari Q1 = 1,0 lt/dt

hingga Q6 = 3,5 lt/dt.

-16

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 10 20 30 40 50 60 70

Ke

dal

aman

ge

rusa

n (

cm)

Jarak gerusan (cm)

Q1=1lt/dt

Q2=1,5 lt/dt

Q3=2 lt/dt

Q4=2,5lt/dt

Q5=3lt/dt

Q6=3,5lt/dt

136

Demikian juga pada tinggi bukaan pintu 1,0 cm seperti pada Gambar 73, kedalaman

gerusan berubah secara signifikan linier dengan peningkatan besaran debit. Semakin besar

peningkatan kecepatan pada kenaikan debit, maka kedalaman gerusan akan semakin besar

linier dengan perubahan yang terjadi. Material butiran sedimen memiliki kecepatan kritik

butiran. Bilamana kecepatan kritik butiran lebih besar dari kecepatan aliran, maka butiran

sedimen tidak akan bergerak. Namun apabila kecepatan aliran melampaui kecepatan kritik

butiran maka butiran sedimen akan bergerak, bergeser, berguling bahkan melompat, linier

dengan peningkatan kecepatan aliran.

Gambar 73. Kedalaman gerusan pada bp 1,0 cm untuk semua Q pada material Sandy Loam

Gambar 74. Kedalaman gerusan pada bp 1,5 cm untuk semua Q pada material Sandy Loam

Dalam Gambar 74 merupakan perubahan kedalaman gerusan pada material Sandy Loam

dengan tinggi bukaan pintu 1,5 cm. Kecenderungan perubahan kedalaman gerusan hampir

sama pada semua besaran debit. Yakni semakin besar kenaikan debit maka lubang gerusan

-16

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 10 20 30 40 50 60 70

Q2=1,5lt/dtQ3=2lt/dtQ4=2,5lt/dtQ5=3lt/dtQ6=3,5lt/dtQ7=4lt/dtQ8=4,5lt/dtQ9=5lt/dt

Panjang gerusan (cm)

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

0 10 20 30 40 50 60 70

ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak gerusan (cm)

Q=2lt/dtQ=2,5lt/dtQ=3lt/dtQ=3,5lt/dtQ=4lt/dtQ=4,5lt/dtQ=5lt/dt

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

137

yang terjadi akan semakin besar dan semakin panjang. Pada beberapa debit terjadi kedalaman

dan panjang lubang gerusan yang berbeda dengan trend keseluruhan. Hal ini dimungkinkan

terjadi karena selama proses pelaksanaan kondisi aliran yang mengalami fluktuasi meskipun

mendekati akhir waktu eksekusi aliran dapat disetel sesuai dengan kondisi aliran awal.

Gambar 75. Kedalaman gerusan pada bp 2,0 cm untuk semua Q pada material Sandy Loam

Pada tinggi bukaan pintu 2,0 cm, terdapat bentuk profil gerusan yang sedikit berbeda

dengan profil pada bukaan pintu 0,5 cm hingga 1,5 cm. Bentuk profil gerusan pada debit 3,0

lt/dt , 3,5 lt/dt , 4,5 lt/dt dan 5,0 lt/dt terdapat keseragaman bentuk menyerupai kurva

sebagaimana profil gerusan pada kondisi bukaan pintu sebelumnya. Bentukan profil gerusan

yang terjadi karena perubahan kecepatan pada debit yang bervariasi. Semakin besar debit yang

terjadi pada tinggi bukaan pintu yang tetap, maka kecepatan aliran semakin tinggi. Sehingga

mengakibatkan terjadi turbulensi kecepatan di bagian depan pintu. Turbulensi ini akan

membawa material sedimen dasar bergerak secara terus menerus membentuk lubang gerusan.

Semakin besar lubang gerusan yang terjadi maka material sedimen yang terangkut semakin

banyak dan membentuk lubang yang memanjang ke arah hilir bangunan. Profil lubang gerusan

untuk material Loamy sand dan Sandy loam-1 dapat dilihat pada halaman Lampiran 1.

5.12. Analisa Bentuk Dasar Saluran (bed configuration) berdasar Hasil Pengamatan

Laboratorium

Berdasar hasil pengamatan dan percobaan di laboratorium, maka diperoleh data

kedalaman gerusan dan tinggi sedimentasi yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Langkah

selanjutnya adalah mengolah data tersebut untuk memperoleh bentuk dasar saluran pada semua

jenis material dasar dan variasi debit dan tinggi bukaan pintu.

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

0 10 20 30 40 50 60 70

ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak gerusan (cm)

Q=2,5lt/dtQ=3lt/dtQ=3,5lt/dtQ=4lt/dtQ=4,5lt/dtQ=5lt/dt

138

5.12.1. Gerak mula sedimen

Penelitian eksperimental yang dilakukan adalah pengamatan terhadap variabel yang

berhubungan dengan mekanisme gerusan di hilir pintu pada debit dan tinggi bukaan tertetntu.

Pengamatan besaran debit yang dialirkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 73 di

bawah ini:

Tabel 73. Debit yang dialirkan dalam penelitian

No. yRechbox Q

cm m m3/dt lt/dt

(1) (2) (3) (4) (5)

1 1,25 0,0125 0,0010 1,0

2 1,65 0,0165 0,0015 1,5

3 2,00 0,0200 0,0020 2,0

4 2,35 0,0235 0,0025 2,5

5 2,70 0,0270 0,0030 3,0

6 3,00 0,0300 0,0035 3,5

7 3,30 0,0330 0,0040 4,0

8 3,55 0,0355 0,0045 4,5

9 3,85 0,0385 0,0050 5,0

Sumber: Hasil analisa (2016)

Keterangan:

(1) = Nomor data

(2) = Data

(3) = (2)/1000

(4) = 0,5294*(3)^1,4315

(5) = (4)*1000

Berdasar hasil pengamatan di laboratorium, maka diperoleh kedalaman dan panjang gerusan

serta tinggi sedimentasi di hilir saluran. Dalam penentuan kondisi awal pergerakan material

sedimen maka harus diketahui besar kecepatan aliran (U), kecepatan geser (U*) dan kecepatan

geser kritik (U*cr). Material sedimen dasar dikatakan mengalami pergerakan apabila besaran

U* lebih besar dari U*cr. Demikian pula untuk kondisi sebaliknya. Tabulasi berikut

menunjukkan penentuan material sedimen dasar dalam kondisi diam atau bergerak untuk jenis

material dasar sandy loam.

Tabel 74. Penentuan gerak mula material sedimen untuk material Sandy Loam

No. Q bp Ds y3 U3 C' U* U*cr

Keterangan (lt/dt) (cm) (cm) (cm) (cm/dt) (cm/dt) (cm/dt)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 1,0 0,5 2,8 1,25 13,80 25,16 1,72 1,6 U* > U*cr ada pergerakan

2 1,5 0,5 4,8 2,40 19,50 30,26 2,02 1,6 U* > U*cr ada pergerakan

3 1,5 1,0 3,4 1,50 5,32 26,59 0,63 1,6 U* < U*cr tidak bergerak

4 2,0 0,5 3,4 2,70 25,10 26,70 2,94 1,6 U* > U*cr ada pergerakan

5 2,0 1,0 3,4 2,65 25,10 31,04 2,53 1,6 U* > U*cr ada pergerakan

6 2,0 1,5 3,4 2,70 25,10 31,18 2,52 1,6 U* > U*cr ada pergerakan

7 2,5 0,5 3,4 2,80 7,26 31,47 0,72 1,6 U* < U*cr tidak bergerak

8 2,5 1,0 3,4 2,75 7,20 31,33 0,72 1,6 U* < U*cr tidak bergerak

139

No. Q bp Ds y3 U3 C' U* U*cr

Keterangan (lt/dt) (cm) (cm) (cm) (cm/dt) (cm/dt) (cm/dt)

9 2,5 1,5 3,4 3,10 7,64 32,26 0,74 1,6 U* < U*cr tidak bergerak

10 2,5 2,0 3,4 3,00 7,52 32,01 0,74 1,6 U* < U*cr tidak bergerak

11 3,0 0,5 3,4 3,15 25,90 32,39 2,50 1,6 U* > U*cr ada pergerakan

12 3,0 1,0 3,4 3,05 7,58 32,14 0,74 1,6 U* < U*cr tidak bergerak

13 3,0 1,5 3,4 3,00 26,70 32,01 2,61 1,6 U* > U*cr ada pergerakan

14 3,0 2,0 3,4 3,00 26,70 32,01 2,61 1,6 U* > U*cr ada pergerakan

15 3,5 0,5 3,4 3,85 8,52 33,96 0,79 1,6 U* < U*cr tidak bergerak

16 3,5 1,0 3,4 3,25 27,10 32,63 2,60 1,6 U* > U*cr ada pergerakan

17 3,5 1,5 3,4 3,45 8,06 33,10 0,76 1,6 U* < U*cr tidak bergerak

18 3,5 2,0 3,4 3,20 25,90 32,51 2,50 1,6 U* > U*cr ada pergerakan

19 3,5 2,5 3,4 3,30 27,10 32,75 2,59 1,6 U* > U*cr ada pergerakan

20 4,0 1,0 3,4 3,40 28,30 32,99 2,69 1,6 U* > U*cr ada pergerakan

21 4,0 1,5 3,4 3,40 28,30 32,99 2,69 1,6 U* > U*cr ada pergerakan

22 4,0 2,0 3,4 3,20 25,90 32,51 2,50 1,6 U* > U*cr ada pergerakan

23 4,0 2,5 3,4 3,25 27,10 32,63 2,60 1,6 U* > U*cr ada pergerakan

24 4,5 1,0 3,4 4,20 8,90 34,64 0,80 1,6 U* < U*cr tidak bergerak

25 4,5 1,5 3,4 3,65 8,29 33,54 0,77 1,6 U* < U*cr tidak bergerak

26 4,5 2,0 3,4 3,18 7,74 32,46 0,75 1,6 U* < U*cr tidak bergerak

27 4,5 2,5 3,4 3,28 7,86 32,70 0,75 1,6 U* < U*cr tidak bergerak

28 5,0 1,0 3,4 4,30 52,30 34,82 4,70 1,6 U* > U*cr ada pergerakan

29 5,0 1,5 3,4 4,00 8,68 34,26 0,79 1,6 U* < U*cr tidak bergerak

30 5,0 2,0 3,4 3,55 8,18 33,32 0,77 1,6 U* < U*cr tidak bergerak

31 5,0 2,5 3,4 3,75 8,41 33,75 0,78 1,6 U* < U*cr tidak bergerak

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Keterangan:

1. Data pengukuran 6. 18𝑙𝑜𝑔12(4)

3∗𝑑90, 𝑑90 = 2,00 𝑚𝑚

2. Data pengukuran 7. 9,810,5* (5) / (6)

3. Data pengukuran 8. Pembacaan grafik

4. Data pengukuran 9. Jika (7) > (8) = terjadi pergerakan sedimen

5. Data pengukuran Jika (7) < (8) = tidak terjadi pergerakan sedimen

Contoh perhitungan pada debit 1,0 lt/dt dengan tinggi bukaan pintu 0,5 cm.

ytw = 1,3 cm = 0,013 m = Rb

d90 = 2 mm = 0,002 m

C’ = 18log12Rb

3d90 = 18 log

12∗0,013

3∗0,002= 25,16

Kecepatan geser kritik dapat diperoleh berdasarkan grafik pada Gambar 76 berikut. Dari

grafik penentuan kecepatan geser kritik diperoleh untuk d50 = 0,42 mm, U*cr = 0,0016 m/dt.

Selanjutnya adalah menghitung U*

U* = g0,5

C′Utw =

9,810,5

25,1613,8 = 1,7179 cm/dt

140

Dari hasil perhitungan diketahui U* > U*cr sehingga dapat disimpulkan bahwa telah terjadi

pergerakan material dasar. Hal ini sesuai dengan kondisi pada saat penelitian. Perhitungan selanjutnya

dapat dilihat pada Tabel 74 di atas

Gambar 76. Penentuan kecepatan geser kritik

Metode perhitungan serupa dilakukan untuk material sedimen Sandy Loam-1 dan Loamy sand.

Tabel 75. Tabulasi gerak mula material sedimen pada material Sandy loam-1

No Q bp dslab ytw Utw C' U* U*cr

Keterangan

(lt/dt) (cm) (cm) (cm) (cm/dt) (cm/dt) (cm/dt)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 1,0 0,5 0,00 1,3 13,8 7,83 5,52 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

2 1,5 0,5 4,25 2,05 16 11,39 4,40 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

3 1,5 1,0 3,00 1,7 15,2 9,93 4,80 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

4 2,0 0,5 5,60 2 26,3 11,20 7,36 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

5 2,0 1,0 3,60 2,15 17,8 11,76 4,74 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

6 2,0 1,5 0,10 1,95 15,7 11,00 4,47 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

7 2,5 0,5 7,80 2,71 26,7 13,57 6,16 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

8 2,5 1,0 5,30 2,3 18,9 12,29 4,82 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

9 2,5 1,5 3,10 2,3 17,1 12,29 4,36 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

10 2,5 2,0 0,00 2,15 15,9 11,76 4,23 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

11 3,0 0,5 10,90 3,3 27,1 15,11 5,62 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

12 3,0 1,0 6,20 2,75 23,4 13,69 5,35 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

0,016

141

No Q bp dslab ytw Utw C' U* U*cr

Keterangan

(lt/dt) (cm) (cm) (cm) (cm/dt) (cm/dt) (cm/dt)

13 3,0 1,5 5,20 2,5 19,9 12,94 4,82 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

14 3,0 2,0 0,00 2,45 19,5 12,78 4,78 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

15 3,5 0,5 12,60 3,45 29,7 15,46 6,02 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

16 3,5 1,0 9,20 3,3 27,1 15,11 5,62 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

17 3,5 1,5 7,00 3 26,7 14,37 5,82 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

18 3,5 2,0 0,20 2,7 25,1 13,54 5,80 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

19 4,0 0,5 12,40 3,4 28,3 15,35 5,78 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

20 4,0 1,0 9,20 3,3 27,5 15,11 5,70 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

21 4,0 1,5 8,60 3,27 26,3 15,04 5,48 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

22 4,0 2,0 7,20 3,2 25,9 14,87 5,45 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

23 4,0 2,5 0,00 2,9 20,5 14,10 4,55 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

24 4,5 1,0 19,00 5,6 30,3 19,25 4,93 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

25 4,5 1,5 17,20 5,2 29,9 18,67 5,02 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

26 4,5 2,0 15,90 4,6 25,5 17,71 4,51 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

27 4,5 2,5 0,00 4,05 20,2 16,71 3,79 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

28 5,0 1,5 10,80 5,15 57,3 18,59 9,65 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

29 5,0 2,0 10,30 4,85 52,8 18,12 9,13 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

30 5,0 2,5 6,00 4,35 52,3 17,27 9,48 1,7 U* > U*cr ada pergerakan

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Tabel 76. Tabulasi gerak mula material sedimen pada material Loamy sand

No. Q bp dslab ytw Utw C' U* U*cr

Keterangan (lt/dt) (cm) (cm) (cm) (cm/dt) (cm/dt) (cm/dt)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 1,50 0,50 4,30 1,80 2,27 12,91 0,55 1,3 U* < U*cr tidak bergerak

2 2,00 0,50 6,30 1,70 5,66 12,47 1,42 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

3 2,00 1,00 3,20 1,90 5,98 13,34 1,41 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

4 2,00 1,50 1,80 5,82 12,91 1,41 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

5 2,50 0,50 8,20 1,70 5,66 12,47 1,42 1,3 U* < U*cr ada pergerakan

6 2,50 1,00 5,40 2,00 6,14 13,74 1,40 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

7 2,40 1,50 1,95 6,06 13,54 1,40 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

8 3,00 0,50 11,00 2,00 6,14 13,74 1,40 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

9 3,00 1,00 6,90 2,05 6,22 13,93 1,40 1,3 U* < U*cr ada pergerakan

10 3,00 1,50 5,20 2,10 6,29 14,12 1,40 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

11 3,50 0,50 12,40 2,30 6,58 14,83 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

12 3,50 1,00 6,40 2,05 6,22 13,93 1,40 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

13 3,50 1,50 2,40 2,00 6,14 13,74 1,40 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

14 3,50 2,00 2,35 6,65 15,00 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

15 4,00 0,50 13,40 2,40 6,72 15,16 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

16 4,00 1,00 11,20 2,35 6,65 15,00 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

17 4,00 1,50 8,40 2,40 6,72 15,16 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

18 4,00 2,00 1,10 2,55 6,93 15,64 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

19 4,50 0,50 15,10 2,65 7,07 15,94 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

20 4,50 1,00 11,50 2,30 6,58 14,83 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

21 4,50 1,50 9,70 2,55 6,93 15,64 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

22 4,50 2,00 7,40 2,65 7,07 15,94 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

142

No. Q bp dslab ytw Utw C' U* U*cr

Keterangan (lt/dt) (cm) (cm) (cm) (cm/dt) (cm/dt) (cm/dt)

23 4,50 2,50 1,30 4,95 10,37 1,49 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

24 5,00 0,50 16,20 2,70 7,13 16,08 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

25 5,00 1,00 14,00 2,65 7,07 15,94 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

26 5,00 1,50 11,00 2,50 6,86 15,48 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

27 5,00 2,00 9,00 2,80 7,26 16,37 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

28 5,00 2,50 4,70 2,70 7,13 16,08 1,39 1,3 U* > U*cr ada pergerakan

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

5.12.2. Kajian Hasil Laboratorium dengan persamaan terdahulu

Bentuk dasar (bed forms) merupakan fenomena yang terjadi di sungai maupun saluran-

saluran yang memiliki dasar berbahan kohesif maupun non kohesif. Para peneliti telah

banyak)melakukan kajian baik secara analitis maupun laboratorium tentang masalah bentuk

dasar dengan parameter yang berbeda. Pada penelitian ini, dilakukan kajian berdasar hasil

pengamatan dan pengukuran kemudian selanjutnya dibandingkan dengan hasil kajian

penelitian terdahulu.

5.12.2.1. Bentuk dasar pada variasi debit dan bukaan pintu pada material Sandy Loam1

Berdasar hasil pengamatan, maka bentuk dasar saluran bagian hilir saluran adalah

sebagaimana Tabel 77 berikut:

Tabel 77. Hasil pengamatan bentuk dasar di laboratorium

Q

(cm3/dt)

bp

(cm) Bentuk dasar

1,0 0,5 Plane bed

1,5 0,5 Plane bed

1,5 1,0 Plane bed

2,0 0,5 Plane bed

2,0 1,0 Plane bed

2,0 1,5 Plane bed

2,5 0,5 Ripple

2,5 1,0 Ripple

2,5 1,5 Ripple

3,0 0,5 Plane bed

3,0 1,0 Ripple

3,0 1,5 Ripple

3,0 2,0 Plane bed

3,5 0,5 Ripple

3,5 1,0 Ripple

3,5 1,5 Plane bed

4,0 0,5 Plane bed + ripple

4,0 1,0 Ripple

4,0 1,5 Ripple

4,0 2,0 Ripple

4,0 2,5 Plane bed

143

Q

(cm3/dt)

bp

(cm) Bentuk dasar

4,5 1,0 Ripple

4,5 1,5 Ripple

4,5 2,0 Ripple

4,5 2,5 Plane bed

5,0 1,5 Ripple

5,0 2,0 Ripple

5,0 2,5 Ripple

Sumber: Hasil analisa (2016)

Berdasar hasil laboratorium kemudian dilakukan perhitungan dengan metode dari van

Rijn untuk melihat kesesuaian antara kondisi lapangan dengan kondisi analitis. Berikut adalah

hasil perhitungan dengan metode van Rijn.

Tabel 78. Prediksi bentuk dasar berdasar teori van Rijn Q bp ytw Utw ρs ρw

C' d* U* U*cr

T Bentuk dasar Van

Rijn lt/dt Cm cm (cm/dt) kg.dt2/m4 kg.dt2/m4 (cm/dt) (cm/dt)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1,0 0,5 1,25 13,80 2736 1000 25,16 10,7456 1,72 1,5 1,951 Ripple

1,5 0,5 2,4 19,50 2736 1000 30,26 10,7456 2,02 1,5 3,073 Ripple

1,5 1,0 1,5 5,32 2736 1000 26,59 10,7456 0,63 1,5 -0,608 plane bed (no motion)

2,0 0,5 2,7 25,10 2736 1000 26,70 10,7456 2,94 1,5 7,669 Ripple

2,0 1,0 2,65 25,10 2736 1000 31,04 10,7456 2,53 1,5 5,416 Ripple

2,0 1,5 2,7 25,10 2736 1000 31,18 10,7456 2,52 1,5 5,356 Ripple

2,5 0,5 2,8 7,26 2736 1000 31,47 10,7456 0,72 1,5 -0,477 plane bed (no motion)

2,5 1,0 2,75 7,20 2736 1000 31,33 10,7456 0,72 1,5 -0,482 plane bed (no motion)

2,5 1,5 3,1 7,64 2736 1000 32,26 10,7456 0,74 1,5 -0,449 plane bed (no motion)

2,5 2,0 3 7,52 2736 1000 32,01 10,7456 0,74 1,5 -0,459 plane bed (no motion)

3,0 0,5 3,15 25,90 2736 1000 32,39 10,7456 2,50 1,5 5,273 Ripple

3,0 1,0 3,05 7,58 2736 1000 32,14 10,7456 0,74 1,5 -0,454 plane bed (no motion)

3,0 1,5 3 26,70 2736 1000 32,01 10,7456 2,61 1,5 5,827 Ripple

3,0 2,0 3 26,70 2736 1000 32,01 10,7456 2,61 1,5 5,827 Ripple

3,5 0,5 3,85 8,52 2736 1000 33,96 10,7456 0,79 1,5 -0,383 plane bed (no motion)

3,5 1,0 3,25 27,10 2736 1000 32,63 10,7456 2,60 1,5 5,766 Ripple

3,5 1,5 3,45 8,06 2736 1000 33,10 10,7456 0,76 1,5 -0,418 plane bed (no motion)

3,5 2,0 3,2 25,90 2736 1000 32,51 10,7456 2,50 1,5 5,226 Ripple

3,5 2,5 3,3 27,10 2736 1000 32,75 10,7456 2,59 1,5 5,716 Ripple

4,0 1,0 3,4 28,30 2736 1000 32,99 10,7456 2,69 1,5 6,221 Ripple

4,0 1,5 3,4 28,30 2736 1000 32,99 10,7456 2,69 1,5 6,221 Ripple

4,0 2,0 3,2 25,90 2736 1000 32,51 10,7456 2,50 1,5 5,226 Ripple

4,0 2,5 3,25 27,10 2736 1000 32,63 10,7456 2,60 1,5 5,766 Ripple

4,5 1,0 4,2 8,90 2736 1000 34,64 10,7456 0,80 1,5 -0,353 plane bed (no motion)

144

Q bp ytw Utw ρs ρw C' d*

U* U*cr T

Bentuk dasar Van

Rijn lt/dt Cm cm (cm/dt) kg.dt2/m4 kg.dt2/m4 (cm/dt) (cm/dt)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

4,5 1,5 3,65 8,29 2736 1000 33,54 10,7456 0,77 1,5 -0,400 plane bed (no motion)

4,5 2,0 3,18 7,74 2736 1000 32,46 10,7456 0,75 1,5 -0,442 plane bed (no motion)

4,5 2,5 3,28 7,86 2736 1000 32,70 10,7456 0,75 1,5 -0,433 plane bed (no motion)

5,0 1,0 4,3 52,30 2736 1000 34,82 10,7456 4,70 1,5 21,130 Ripple

5,0 1,5 4 8,68 2736 1000 34,26 10,7456 0,79 1,5 -0,370 plane bed (no motion)

5,0 2,0 3,55 8,18 2736 1000 33,32 10,7456 0,77 1,5 -0,409 plane bed (no motion)

5,0 2,5 3,75 8,41 2736 1000 33,75 10,7456 0,78 1,5 -0,391 plane bed (no motion)

Sumber: Hasil analisa (2016)

Keterangan:

1. Data 8. 18log (12*(3))/(3*d90)

2. Data 9. 0,0045*(((5)/(7))-1/10-6)*9,81)1/3

3. Data 10. 9,810,5*(4) / (8)

4. Data 11. Grafik

5. Data 12. (10)2 – (11)2 / (11)2

6. Data 13. Grafik van Rijn

7. Data

Berikut tabulasi perkiraan bentuk dasar pada material Sandy loam-1

Tabel 79. Perkiraan bentuk dasar pada material Sandy-loam1

Q Bp ytw Utw ρs ρw C' d*

U* U*cr T

Bentuk dasar Van

Rijn lt/dt Cm Cm (cm/dt) kg.dt2/m4 kg.dt2/m4 (cm/dt) (cm/dt)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1,0 0,5 1,3 13,8 2616 1000 25,82 11,297 1,67 1,7 -0,030 plane bed (no motion)

1,5 0,5 2,05 16 2616 1000 29,38 11,297 1,71 1,7 0,007 plane bed (no motion)

1,5 1,0 1,7 15,2 2616 1000 27,91 11,297 1,71 1,7 0,004 plane bed (no motion)

2,0 0,5 2 26,3 2616 1000 29,18 11,297 2,82 1,7 1,765 Ripple

2,0 1,0 2,15 17,8 2616 1000 29,75 11,297 1,87 1,7 0,211 Ripple

2,0 1,5 1,95 15,7 2616 1000 28,99 11,297 1,70 1,7 0,001 plane bed (no motion)

2,5 0,5 2,71 26,7 2616 1000 31,56 11,297 2,65 1,7 1,438 Ripple

2,5 1,0 2,3 18,9 2616 1000 30,28 11,297 1,96 1,7 0,323 Ripple

2,5 1,5 2,3 17,1 2616 1000 30,28 11,297 1,77 1,7 0,081 plane bed (no motion)

2,5 2,0 2,15 15,9 2616 1000 29,75 11,297 1,67 1,7 -- plane bed (no motion)

3,0 0,5 3,3 27,1 2616 1000 33,10 11,297 2,56 1,7 1,276 Ripple

3,0 1,0 2,75 23,4 2616 1000 31,67 11,297 2,31 1,7 0,85 Ripple

3,0 1,5 2,5 19,9 2616 1000 30,93 11,297 2,02 1,7 0,406 Ripple

3,0 2,0 2,45 19,5 2616 1000 30,77 11,297 1,98 1,7 0,358 Ripple

3,5 0,5 3,45 29,7 2616 1000 33,45 11,297 2,78 1,7 1,683 Ripple

3,5 1,0 3,3 27,1 2616 1000 33,10 11,297 2,56 1,7 1,276 Ripple

3,5 1,5 3 26,7 2616 1000 32,35 11,297 2,58 1,7 1,317 Ripple

145

Q Bp ytw Utw ρs ρw C' d*

U* U*cr T

Bentuk dasar Van Rijn

lt/dt Cm Cm (cm/dt) kg.dt2/m4 kg.dt2/m4 (cm/dt) (cm/dt)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

3,5 2,0 2,7 25,1 2616 1000 31,53 11,297 2,49 1,7 1,156 Ripple

4,0 0,5 3,4 28,3 2616 1000 33,33 11,297 2,66 1,7 1,443 Ripple

4,0 1,0 3,3 27,5 2616 1000 33,10 11,297 2,60 1,7 1,343 Ripple

4,0 1,5 3,27 26,3 2616 1000 33,03 11,297 2,49 1,7 1,159 Ripple

4,0 2,0 3,2 25,9 2616 1000 32,86 11,297 2,47 1,7 1,117 Ripple

4,0 2,5 2,9 20,5 2616 1000 32,09 11,297 2,00 1,7 0,386 Ripple

4,5 1,0 5,6 30,3 2616 1000 37,23 11,297 2,55 1,7 1,242 Ripple

4,5 1,5 5,2 29,9 2616 1000 36,65 11,297 2,55 1,7 1,254 Ripple

4,5 2,0 4,6 25,5 2616 1000 35,70 11,297 2,24 1,7 0,738 Ripple

4,5 2,5 4,05 20,2 2616 1000 34,70 11,297 1,82 1,7 0,153 Ripple

5,0 1,5 5,15 57,3 2616 1000 36,58 11,297 4,91 1,7 7,331 Ripple

5,0 2,0 4,85 52,8 2616 1000 36,11 11,297 4,58 1,7 6,26 Ripple

5,0 2,5 4,35 52,3 2616 1000 35,26 11,297 4,65 1,7 6,471 Ripple

Sumber: Hasil analisa (2016)

Contoh perhitungan pada debit 1 lt/dt dengan bp 0,5 cm

Koefisien Chezy karena pengaruh kekasaran dihitung dengan :

𝐶′ = 18𝑙𝑜𝑔12𝑅𝑏

3𝑑90

Dengan R adalah jari jari hidrolis Vanoni Brooks = kedalaman aliran (ytw)

d90 = 0,00191 m

d50 = 0,000435 m

𝐶′ = 18𝑙𝑜𝑔12 × 0,0435

3 × 00191 = 35,259

U∗ =g0,5

C′Utw

=9,810,5

35,2590,523 = 0,0465 m/dt

Dari grafik U*cr = 0,0170 m/det.

𝑇 =𝑈∗

2−𝑈∗𝑐𝑟2

𝑈∗𝑐𝑟2 =

0,04652−0,01702

35,2592 = 6,471

d∗ = d50 (s − 1

υg)

13⁄ dengan s =

ρsρw

d∗ = 0,00045 (

26361000

− 1

10−6 g) 1

3⁄ = 11,297

146

Kemudian untuk selanjutnya dapat dilihat dari grafik klasifikasi bentuk dasar menurut van Rijn

(Gambar 77). Berdasar grafik tersebut dengan mengeplot nilai d* = 1,297 dan T = 6,471, maka

diperoleh bentuk dasar Ripple.

Metode perhitungan yang sama dilakukan untuk jenis material Sandy Loam dan Loamy sand.

Gambar 77. Klasifikasi bentuk dasar dari van Rijn (untuk Q 1 lt/dt dan bp 0,5 cm)

Pembahasan selanjutnya adalah membandingkan kedalaman gerusan hasil laboratorium

dengan hasil perhitungan persamaan penelitian terdahulu.

5.12.2.2. Perhitungan dengan persamaan Schoklitsch

Perhitungan kedalaman gerusan dengan menggunakan persamaan Schoklitsch pada

kondisi underflow tanpa tambahan apron, dirumuskan sebagai berikut:

𝐝𝐬 = 𝟎, 𝟑𝟕𝟖 . 𝐲𝟎𝟎,𝟓 . 𝐪𝟎,𝟑𝟓 + 𝟐, 𝟏𝟓 . 𝐜

Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 80 di bawah ini:

147

Tabel 80. Perbandingan dengan persamaan dari Schoklitsch Q bp q yo y3 c dSchoklitsch

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt) (cm) (cm) (cm)

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8]

1 1000 0,5 20,00 2,700 1,250 0,900 3,707

1,5 1500 0,5 30,00 5,700 2,400 1,800 6,838

1500 1,0 30,00 2,520 1,500 0,900 3,908

2 2000 0,5 40,00 7,800 2,700 3,100 10,504

2000 1,0 40,00 4,350 2,650 1,400 5,877

2000 1,5 40,00 3,500 2,700 1,200 5,152

2,5 2500 0,5 50,00 10,200 2,800 4,700 14,852

2500 1,0 50,00 6,400 2,750 3,800 11,930

2500 1,5 50,00 4,250 3,100 1,000 5,214

2500 2,0 50,00 3,300 3,000 0,900 4,635

3 3000 0,5 60,00 11,930 3,150 5,200 16,652

3000 1,0 60,00 7,750 3,050 4,000 13,011

3000 1,5 60,00 4,700 3,000 1,100 5,800

3000 2,0 60,00 4,300 3,000 0,700 4,790

3,5 3500 0,5 70,00 13,800 3,850 9,200 25,992

3500 1,0 70,00 9,000 3,250 6,400 18,776

3500 1,5 70,00 6,060 3,450 3,000 10,566

3500 2,0 70,00 4,590 3,200 2,200 8,312

3500 2,5 70,00 4,700 3,300 1,500 6,850

4 4000 1,0 80,00 10,700 3,400 5,600 17,771

4000 1,5 80,00 6,450 3,400 4,500 14,125

4000 2,0 80,00 5,150 3,200 3,200 10,856

4000 2,5 80,00 3,450 3,250 0,600 4,544

4,5 4500 1,0 90,00 12,300 4,200 8,600 24,894

4500 1,5 90,00 7,600 3,650 5,500 16,859

4500 2,0 90,00 6,180 3,180 3,700 12,494

4500 2,5 90,00 5,030 3,280 2,500 9,470

5 5000 1,0 100,00 7,000 4,300 8,500 23,287

5000 1,5 100,00 8,700 4,000 5,500 17,413

5000 2,0 100,00 7,200 3,550 3,800 13,253

5000 2,5 100,00 5,600 3,750 3,300 11,578

Sumber: Hasil analisa (2016) Keterangan

1. = Data 5. = Data

2. = Data 6. = Data

3. = Data 7.= Data

4. = (2)/50 8. = 0,378*(5)0,5*(3)0,35 + 2,15 (7)

Contoh perhitungan kedalaman gerusan dengan persamaan Schoklitsch

Untuk Q = 1 lt/dt = 1000 cm3/dt

bp = 0,5 cm

148

q = Q/B = 1000/50 = 20 cm2/dt

y0 = 1,70 cm

ytw = 2,75 cm

c = kedalaman gerusan di bawah apron = 0,9 cm

Persamaan Schoklitsch ds = 0,378 * yo0,5 * q0,35 + 2,15*c

ds = 0,378 * 1,700,5 * 200,35 + 2,15*0,9 = 3,707 cm

5.12.2.3. Persamaan Muller

Berikutnya adalah perhitungan kedalaman gerusan dengan persamaan Muller

Tabel 81. Perhitungan kedalaman gerusan dengan persamaan Muller

Q bp q yo y3 ΔH dMuller

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt) (cm) (cm) (cm)

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8]

1,0 1000 0,5 20,00 2,700 1,250 1,450 159,372

1,5 1500 0,5 30,00 5,700 2,400 3,300 306,653

1,5 1500 1,0 30,00 2,520 1,500 1,020 170,321

2,0 2000 0,5 40,00 7,800 2,700 5,100 453,888

2,0 2000 1,0 40,00 4,350 2,650 1,700 260,961

2,0 2000 1,5 40,00 3,500 2,700 0,800 178,136

2,5 2500 0,5 50,00 10,200 2,800 7,400 625,984

2,5 2500 1,0 50,00 6,400 2,750 3,650 438,853

2,5 2500 1,5 50,00 4,250 3,100 1,150 244,776

2,5 2500 2,0 50,00 3,300 3,000 0,300 123,604

3,0 3000 0,5 60,00 11,930 3,150 8,780 760,935

3,0 3000 1,0 60,00 7,750 3,050 4,700 555,991

3,0 3000 1,5 60,00 4,700 3,000 1,700 333,217

3,0 3000 2,0 60,00 4,300 3,000 1,300 291,013

3,5 3500 0,5 70,00 13,800 3,850 9,950 888,375

3,5 3500 1,0 70,00 9,000 3,250 5,750 675,011

3,5 3500 1,5 70,00 6,060 3,450 2,610 453,515

3,5 3500 2,0 70,00 4,590 3,200 1,390 330,280

3,5 3500 2,5 70,00 4,700 3,300 1,400 331,378

4,0 4000 1,0 80,00 10,700 3,400 7,300 824,579

4,0 4000 1,5 80,00 6,450 3,400 3,050 531,790

4,0 4000 2,0 80,00 5,150 3,200 1,950 424,732

4,0 4000 2,5 80,00 3,450 3,250 0,200 133,798

4,5 4500 1,0 90,00 12,300 4,200 8,100 931,835

149

4,5 4500 1,5 90,00 7,600 3,650 3,950 650,004

4,5 4500 2,0 90,00 6,180 3,180 3,000 566,472

4,5 4500 2,5 90,00 5,030 3,280 1,750 431,799

5,0 5000 1,0 100,00 7,000 4,300 2,700 571,386

5,0 5000 1,5 100,00 8,700 4,000 4,700 755,544

5,0 5000 2,0 100,00 7,200 3,550 3,650 665,795

5,0 5000 2,5 100,00 5,600 3,750 1,850 472,779

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Keterangan:

1. Data Q dalam lt/dt 5. Data muka air hulu

2. Data Q dalam cm3/dt 6. Data muka air hilir

3. [1] / 50 7. [5] – [6]

4. Data 8. 10,35*[6]0,5 * [3]0,6 * [0,101]-0,4 – [5]

Contoh perhitungan ditunjukkan seperti di bawah ini:

Q = 1 lt/dt = 1000 cm3/dt

bp = 0,5 cm

B = 50 cm

q = Q/B = 1000 / 50 = 20 cm2/dt

y0 = 1,5 cm

y3 = 1,3 cm

H = y0 – y3 = 1,5 – 1,3 = 0,2 cm

d10 = 0,101 mm

sehingga dapat dihitung kedalaman gerusan berdasar persamaan Muller

ds = 10,35. H0,5 . q0,6 . d10-0,4 - y3

ds = 10,35 . (0,2)0,5 . (20)0,6 . (0,101)-0,4 - 1,3

ds = 159,372 cm

Sedangkan untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 81.

5.12.2.4. Persamaan Eggenberger

Perhitungan berikutnya menghitung kedalaman gerusan dengan persamaan Eggenberger

Tabel 82. Perhitungan kedalaman gerusan dengan persamaan Eggenberger

Q bp q yo y3 ΔH dEggenberger

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt) (cm) (cm) (cm)

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8]

1,0 1000 0,5 20,00 2,700 1,250 1,450 38,701

1,5 1500 0,5 30,00 5,700 2,400 3,300 74,470

1,5 1500 1,0 30,00 2,520 1,500 1,020 41,236

2,0 2000 0,5 40,00 7,800 2,700 5,100 110,866

2,0 2000 1,0 40,00 4,350 2,650 1,700 62,917

150

Q bp q yo y3 ΔH dEggenberger

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt) (cm) (cm) (cm)

2,0 2000 1,5 40,00 3,500 2,700 0,800 42,279

2,5 2500 0,5 50,00 10,200 2,800 7,400 153,595

2,5 2500 1,0 50,00 6,400 2,750 3,650 107,088

2,5 2500 1,5 50,00 4,250 3,100 1,150 58,553

2,5 2500 2,0 50,00 3,300 3,000 0,300 28,490

3,0 3000 0,5 60,00 11,930 3,150 8,780 186,898

3,0 3000 1,0 60,00 7,750 3,050 4,700 135,998

3,0 3000 1,5 60,00 4,700 3,000 1,700 80,626

3,0 3000 2,0 60,00 4,300 3,000 1,300 70,129

3,5 3500 0,5 70,00 13,800 3,850 9,950 218,070

3,5 3500 1,0 70,00 9,000 3,250 5,750 165,451

3,5 3500 1,5 70,00 6,060 3,450 2,610 110,209

3,5 3500 2,0 70,00 4,590 3,200 1,390 79,745

3,5 3500 2,5 70,00 4,700 3,300 1,400 79,943

4,0 4000 1,0 80,00 10,700 3,400 7,300 202,540

4,0 4000 1,5 80,00 6,450 3,400 3,050 129,716

4,0 4000 2,0 80,00 5,150 3,200 1,950 103,238

4,0 4000 2,5 80,00 3,450 3,250 0,200 30,837

4,5 4500 1,0 90,00 12,300 4,200 8,100 228,616

4,5 4500 1,5 90,00 7,600 3,650 3,950 158,931

4,5 4500 2,0 90,00 6,180 3,180 3,000 138,508

4,5 4500 2,5 90,00 5,030 3,280 1,750 104,936

5,0 5000 1,0 100,00 7,000 4,300 2,700 138,888

5,0 5000 1,5 100,00 8,700 4,000 4,700 184,918

5,0 5000 2,0 100,00 7,200 3,550 3,650 162,934

5,0 5000 2,5 100,00 5,600 3,750 1,850 114,775

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Keterangan:

1. Data Q dalam lt/dt 5. Data muka air hulu

2. Data Q dalam cm3/dt 6. Data muka air hilir

3. [1] / 50 7. [5] – [6]

4. Data 8. 22,9*[6]0,5 * [3]0,6 * [0,101]-0,4 – [5]

Contoh perhitungan ditunjukkan seperti di bawah ini:

Q = 1 lt/dt = 1000 cm3/dt

bp = 0,5 cm

B = 50 cm

q = Q/B = 1000 / 50 = 20 cm2/dt

y0 = 1,5 cm

y3 = 1,3 cm

H = y0 – y3 = 1,5 – 1,3 = 0,2 cm

151

d10 = 0,101 mm

sehingga dapat dihitung kedalaman gerusan berdasar persamaan Eggenberger

ds = 22,9. H0,5 . q0,6 . d10-0,4 - 1,3

ds = 22,9 . (0,2)0,5 . (20)0,6 . (0,101)-0,4 - 1,3

ds = 1,5 cm

5.12.2.5. Persamaan Wu

Perhitungan kedalaman gerusan berdasar persamaan dari Wu, adalah:

𝑑𝑠 = 1,18. 𝐻0,235𝑞0,51 − 𝑦3

Pada debit 1 liter/detik dan bukaan 0,5 cm; perhitungan ditunjukkan dibawah ini:

Data-data yang diperlukan:

Q = 1 liter/detik = 1000 cm3/detik

bp = 0,5 cm

B = 50 cm

q = Q/b = 1000/50 = 20 cm

y0 = 2,7 cm

y3 = 1,25 cm

H = y0-y2 = 2,7 - 1,25 = 1,45 cm

Maka dapat dihitung kedalaman gerusan dengan persamaan Wu sebagai berikut:

ds = 1,18. H0,235q0,51 − 𝑦3

= 1,18. 1,450,235200,51 − 1,25

= 0,682 cm

Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 83.

Tabel 83. Perhitungan kedalaman gerusan dengan persamaan Wu

Q bp q yo y3 H dWul

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt) (cm) (cm) (cm)

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8]

1 1000 0,5 20,00 2,700 1,250 1,450 0,682

1,5 1500 0,5 30,00 5,700 2,400 3,300 3,006

1,5 1500 1,0 30,00 2,520 1,500 1,020 0,171

2 2000 0,5 40,00 7,800 2,700 5,100 6,975

2 2000 1,0 40,00 4,350 2,650 1,700 0,575

2 2000 1,5 40,00 3,500 2,700 0,800 -1,182

2,5 2500 0,5 50,00 10,200 2,800 7,400 12,931

2,5 2500 1,0 50,00 6,400 2,750 3,650 5,009

2,5 2500 1,5 50,00 4,250 3,100 1,150 -0,655

2,5 2500 2,0 50,00 3,300 3,000 0,300 -2,362

152

Q bp q yo y3 H dWul

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt) (cm) (cm) (cm)

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8]

3 3000 0,5 60,00 11,930 3,150 8,780 17,333

3 3000 1,0 60,00 7,750 3,050 4,700 7,915

3 3000 1,5 60,00 4,700 3,000 1,700 0,966

3 3000 2,0 60,00 4,300 3,000 1,300 0,033

3,5 3500 0,5 70,00 13,800 3,850 9,950 21,261

3,5 3500 1,0 70,00 9,000 3,250 5,750 11,262

3,5 3500 1,5 70,00 6,060 3,450 2,610 3,137

3,5 3500 2,0 70,00 4,590 3,200 1,390 0,308

3,5 3500 2,5 70,00 4,700 3,300 1,400 0,233

4 4000 1,0 80,00 10,700 3,400 7,300 16,322

4 4000 1,5 80,00 6,450 3,400 3,050 4,840

4 4000 2,0 80,00 5,150 3,200 1,950 2,068

4 4000 2,5 80,00 3,450 3,250 0,200 -2,710

4,5 4500 1,0 90,00 12,300 4,200 8,100 19,038

4,5 4500 1,5 90,00 7,600 3,650 3,950 7,682

4,5 4500 2,0 90,00 6,180 3,180 3,000 5,427

4,5 4500 2,5 90,00 5,030 3,280 1,750 1,741

5 5000 1,0 100,00 7,000 4,300 2,700 3,874

5 5000 1,5 100,00 8,700 4,000 4,700 10,228

5 5000 2,0 100,00 7,200 3,550 3,650 7,499

5 5000 2,5 100,00 5,600 3,750 1,850 1,850

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Keterangan:

[1] = Data [5] = Data

[2] = Data [6] = [4]-[5]

[3] = [1]/30 [7] = ((1,18*([6]^0,235)*([3]^0,32+2,5*[2])/0,0101^0,32)-[5]

[4] = Data

5.12.2.6. Persamaan Ali et.al

Perhitungan kedalaman gerusan dihitung dengan persamaan Ali et.al yaitu:

𝑑𝑠 = (0,31 ∗ 𝐹𝑟0,8711) ∗ 𝑏𝑝

Untuk Q = 1 lt/dt dengan bp 0,5 cm

Diperoleh Fr = 4,679

Sehingga ds = ( 0,31 * 4,6790,8711 ) * 0,5

ds = 0,582 cm

Hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat dalam Tabel 84.

153

Tabel 84. Perhitungan dengan persamaan Ali et.al

Q bp q yo y3 Fr dAli,etal

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt) (cm) (cm) (cm)

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8]

1,0 1000 0,5 20,00 2,700 1,250 4,569 0,582

1,5 1500 0,5 30,00 5,700 2,400 2,576 0,353

1,5 1500 1,0 30,00 2,520 1,500 5,214 1,306

2,0 2000 0,5 40,00 7,800 2,700 2,879 0,389

2,0 2000 1,0 40,00 4,350 2,650 2,960 0,798

2,0 2000 1,5 40,00 3,500 2,700 2,879 1,168

2,5 2500 0,5 50,00 10,200 2,800 3,407 0,451

2,5 2500 1,0 50,00 6,400 2,750 3,501 0,923

2,5 2500 1,5 50,00 4,2.50 3,100 2,925 1,184

2,5 2500 2,0 50,00 3,300 3,000 3,072 1,648

3,0 3000 0,5 60,00 11,930 3,150 3,427 0,453

3,0 3000 1,0 60,00 7,750 3,050 3,596 0,945

3,0 3000 1,5 60,00 4,700 3,000 3,687 1,449

3,0 3000 2,0 60,00 4,300 3,000 3,687 1,932

3,5 3500 0,5 70,00 13,800 3,850 2,959 0,399

3,5 3500 1,0 70,00 9,000 3,250 3,815 0,995

3,5 3500 1,5 70,00 6,060 3,450 3,488 1,381

3,5 3500 2,0 70,00 4,590 3,200 3,904 2,031

3,5 3500 2,5 70,00 4,700 3,300 3,728 2,439

4,0 4000 1,0 80,00 10,700 3,400 4,074 1,054

4,0 4000 1,5 80,00 6,450 3,400 4,074 1,581

4,0 4000 2,0 80,00 5,150 3,200 4,462 2,281

4,0 4000 2,5 80,00 3,450 3,250 4,359 2,795

4,5 4500 1,0 90,00 12,300 4,200 3,338 0,886

4,5 4500 1,5 90,00 7,600 3,650 4,121 1,596

4,5 4500 2,0 90,00 6,180 3,180 5,067 2,549

4,5 4500 2,5 90,00 5,030 3,280 4,837 3,060

5,0 5000 1,0 100,00 7,000 4,300 3,581 0,942

5,0 5000 1,5 100,00 8,700 4,000 3,991 1,553

5,0 5000 2,0 100,00 7,200 3,550 4,773 2,419

5,0 5000 2,5 100,00 5,600 3,750 4,397 2,815

Sumber: Hasil perhitungan (2016) Keterangan:

1. Data Q dalam lt/dt 5. Data muka air hulu

2. Data Q dalam cm3/dt 6. Data muka air hilir

3. Data tinggi bp 7. [5] – [6]

4. [1]/50 8. 0,31*[7]0,8711*[4]

154

5.12.2.7. Persamaan gerusan dari Farhoudi Shayan

Farhoudi dan Shayyan melakukan investigasi tentang gerusan dengan variabel elevasi

muka air hilir, bilangan Froude, ukuran butiran sedimen dan bentuk geometri kolam olakan.

Material sedimen yang digunakan adalah butiran non-kohesif. Dan persamaan gerusan yang

digunakan adalah:

𝑑𝑠 = 0,732 ∗ (𝑦𝑡𝑤

𝑏𝑝)

0,98

∗ (𝐹𝑟)0,482 ∗ (𝑑90

𝑏𝑝)

0,248

∗ 𝑏𝑝

Dengan ytw = 1,25 cm

Fr = 4,569

bp = 0,5 cm

Q = 1,0 lt/dt

Sehingga 𝑑𝑠 = 0,732 ∗ (1,25

0,5)

0,98

∗ (4,569)0,482 ∗ (2,00

0,5)

0,248

∗ 0,5

ds = 1,916 cm

Selanjutnya hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 85 untuk material Sandy Loam

Tabel 85. Hasil perhitungan dengan persamaan Farhoudi Shayan

Q bp q yo y3 Fr dFarhoudi et,al

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt) (cm) (cm) (cm)

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8]

1,0 1000 0,5 20,00 2,700 1,250 4,569 1,916

1,5 1500 0,5 30,00 5,700 2,400 2,576 2,755

1,5 1500 1,0 30,00 2,520 1,500 5,214 2,934

2,0 2000 0,5 40,00 7,800 2,700 2,879 3,262

2,0 2000 1,0 40,00 4,350 2,650 2,960 3,901

2,0 2000 1,5 40,00 3,500 2,700 2,879 4,365

2,5 2500 0,5 50,00 10,200 2,800 3,407 3,667

2,5 2500 1,0 50,00 6,400 2,750 3,501 4,386

2,5 2500 1,5 50,00 4,250 3,100 2,925 5,036

2,5 2500 2,0 50,00 3,300 3,000 3,072 5,389

3,0 3000 0,5 60,00 11,930 3,150 3,427 4,127

3,0 3000 1,0 60,00 7,750 3,050 3,596 4,918

3,0 3000 1,5 60,00 4,700 3,000 3,687 5,453

3,0 3000 2,0 60,00 4,300 3,000 3,687 5,884

3,5 3500 0,5 70,00 13,800 3,850 2,959 4,680

3,5 3500 1,0 70,00 9,000 3,250 3,815 5,384

155

Q bp q yo y3 Fr dFarhoudi et,al

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt) (cm) (cm) (cm)

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8]

3,5 3500 1,5 70,00 6,060 3,450 3,488 6,088

3,5 3500 2,0 70,00 4,590 3,200 3,904 6,444

3,5 3500 2,5 70,00 4,700 3,300 3,728 6,891

4,0 4000 1,0 80,00 10,700 3,400 4,074 5,809

4,0 4000 1,5 80,00 6,450 3,400 4,074 6,468

4,0 4000 2,0 80,00 5,150 3,200 4,462 6,873

4,0 4000 2,5 80,00 3,450 3,250 4,359 7,321

4,5 4500 1,0 90,00 12,300 4,200 3,338 6,492

4,5 4500 1,5 90,00 7,600 3,650 4,121 6,972

4,5 4500 2,0 90,00 6,180 3,180 5,067 7,263

4,5 4500 2,5 90,00 5,030 3,280 4,837 7,766

5,0 5000 1,0 100,00 7,000 4,300 3,581 6,871

5,0 5000 1,5 100,00 8,700 4,000 3,991 7,510

5,0 5000 2,0 100,00 7,200 3,550 4,773 7,860

5,0 5000 2,5 100,00 5,600 3,750 4,397 8,457

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Keterangan:

1. Data Q dalam lt/dt 5. Data muka air hulu

2. Data Q dalam cm3/dt 6. Data muka air hilir

3. Data tinggi bp 7. [5] – [6]

4. [1]/50 8. 0,732 ∗ [6]/[3]0,98 ∗ [7]0,482 ∗ 𝑑90/[3]0,248 ∗ [3]

Persamaan dari peneliti terdahulu kemudian ditabulasi untuk melihat kesesuaian persamaan

hasil pengamatan dengan persamaan penelitian terdahulu

Tabel 86. Perbandingan hasil pengamatan laboratorium dengan persamaan terdahulu

ds dshitung dsShcklitcsh dsMuller dsEggen dsWu dsAli dsFarhoudi

(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

2,800 3,724 3,707 159,372 38,701 0,682 69,668 1,916

4,800 5,839 6,838 306,653 74,470 3,006 65,518 2,755

3,400 4,206 3,908 170,321 41,236 0,171 95,121 2,934

7,000 7,408 10,504 453,888 110,866 6,975 82,620 3,262

5,000 5,561 5,877 260,961 62,917 0,575 83,875 3,901

3,700 4,425 5,152 178,136 42,279 -1,182 82,620 4,365

9,300 9,081 14,852 625,984 153,595 12,931 103,322 3,667

7,500 8,446 11,930 438,853 107,088 5,009 104,816 4,386

5,400 5,397 5,214 244,776 58,553 -0,655 95,223 5,036

2,400 2,948 4,635 123,604 28,490 -2,362 97,771 5,389

10,700 9,971 16,652 760,935 186,898 17,333 115,575 4,127

8,400 9,699 13,011 555,991 135,998 7,915 118,583 4,918

6,400 6,683 5,800 333,217 80,626 0,966 120,150 5,453

7,100 6,575 4,790 291,013 70,129 0,033 120,150 5,884

156

ds dshitung dsShcklitcsh dsMuller dsEggen dsWu dsAli dsFarhoudi

(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

13,300 10,677 25,992 888,375 218,070 21,261 117,160 4,680

11,000 10,830 18,776 675,011 165,451 11,262 134,155 5,384

8,300 8,449 10,566 453,515 110,209 3,137 127,937 6,088

8,000 6,820 8,312 330,280 79,745 0,308 135,812 6,444

6,700 7,575 6,850 331,378 79,943 0,233 132,541 6,891

11,900 12,340 17,771 824,579 202,540 16,322 150,450 5,809

8,500 9,200 14,125 531,790 129,716 4,840 150,450 6,468

8,200 8,207 10,856 424,732 103,238 2,068 157,807 6,873

3,900 2,613 4,544 133,798 30,837 -2,710 155,896 7,321

15,100 13,062 24,894 931,835 228,616 19,038 145,264 6,492

11,100 10,598 16,859 650,004 158,931 7,682 162,406 6,972

9,300 10,387 12,494 566,472 138,508 5,427 180,963 7,263

8,300 8,558 9,470 431,799 104,936 1,741 176,636 7,766

14,700 7,163 23,287 571,386 138,888 3,874 160,595 6,871

12,000 11,655 17,413 755,544 184,918 10,228 170,086 7,510

10,500 11,563 13,253 665,795 162,934 7,499 186,837 7,860

10,100 8,822 11,578 472,779 114,775 1,850 178,969 8,457

Sumber: Hasil perhitungan (2016)

Dari hasil tabulasi di atas dapat dilihat bahwa persamaan penelitian laboratorium mendekati

persamaan dari Schoklitsch dan Farhoudi. Adapun parameter yang dianggap paling

berpengaruh terhadap perubahan kedalaman gerusan adalah tinggi muka air hilir (y3), bilangan

Froude (Fr) dan debit per satuan lebar (q).

Adapun grafis perbandingan antar variabel kedalaman gerusan hasil pengamatan laboratorium

dengan beberapa persamaan dapat dilihat pada Gambar 78 pada halaman berikut:

Gambar 78. Perbandingan ds empirik dengan ds hasil perhitungan M1

-5,0

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 16,0

ds

hit

un

g

ds empririk

dshitung (cm)

dsShcklitcsh (cm)

dsWu (cm)

dsFarhoudi (cm)

157

Berdasar hasil pengamatam dan perhitungan, hasil perhitungan berdasar data empirik

ternyata mendekati / masuk dalam persamaan Schoklitsch, Wu dan Farhoudi. Parameter yang

digunakan pada persamaan Schoklitch, Wu dan Farhoudi adalah y0, y3, q dan bp. Parameter

yang sama digunakan dalam perhitungan kedalaman gerusan hasil pengamatan. Sehingga

dapat dikatakan bahwa hasil percobaan dan perhitungan penelitian dapat digunakan untuk

memprediksi kedalaman gerusan khususnya pada material penelitian.

Analisa selanjutnya perbandingan panjang gerusan (ls) hasil empirik dengan hasil

persamaan penelitian terdahulu. Penelitian dari Graf (1998), Breusers (1991), Ali et.al (2014)

dan Farhoudi Shayyan (2014).

Perhitungan dengan persamaan Graf (1998). Analisa panjang gerusan dihitung berdasar

persamaan (2.16) sebagai berikut:

ls = 3 * (y3 + ds)

y3 = 1,250 cm

ds = 2,80 cm

ls = 3 * (1,250 * 2,8) = 12,15 cm

Berdasar hasil penelitian dari Breusers (1991) dengan persamaan (2.18) sebagai berikut:

ls = 5 (ds)

= 5 * (2,80) = 14,00 cm

Sedangkan berdasar analisa dari Ali et.al (2014) dengan persamaan (2.25) adalah:

ls = {3,70*(Fr)0,1009}*bp

Fr = 9,035

bp = 0,5 cm

ls = 3,70* 9,0350,1009 *0,5 = 2,310 cm

Dari hasil penelitian dari Farhoudi dan Shayyan (2014)

ls = 3,923 * (y3/bp)0,318 * (Fr)

0,942 * (d50/bp)-0,249

d50 = 0,42 mm

ls = 3,923 * (1,250/0,5)0,318 * (9,035)0,942 * (0,42/0,5)-0,249

= 21,8609 cm

Hasil perhitungan persamaan di atas ditabulasi sebagaimana Tabel 87 berikut:

Tabel 87. Perbandingan ls empirik dengan ls hitung

ls lshitung lsGraf lsBreusers lsAli lsFarhoudi

(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

9,000 7,759 12,150 14,000 2,310 21,801

15,000 10,918 21,600 24,000 2,407 39,305

11,500 16,306 14,700 17,000 4,648 46,559

158

ls lshitung lsGraf lsBreusers lsAli lsFarhoudi

(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

22,500 13,912 29,100 35,000 2,477 53,506

17,000 20,779 22,950 25,000 4,785 73,163

18,000 26,274 19,200 18,500 7,032 88,691

26,500 16,790 36,300 46,500 2,534 66,790

26,500 25,076 30,750 37,500 4,894 91,348

20,000 31,709 25,500 27,000 7,192 114,353

15,000 37,453 16,200 12,000 9,451 129,178

33,000 19,577 41,550 53,500 2,581 82,332

29,000 29,240 34,350 42,000 4,984 112,095

25,000 36,973 28,200 32,000 7,325 134,371

25,500 43,671 30,300 35,500 9,626 153,383

42,000 22,292 51,450 66,500 2,621 101,472

37,500 33,295 42,750 55,000 5,062 132,258

36,000 42,101 35,250 41,500 7,440 162,432

35,000 49,728 33,600 40,000 9,777 181,032

32,000 56,583 30,000 33,500 12,085 202,574

43,000 37,260 45,900 59,500 5,131 152,154

31,000 47,114 35,700 42,500 7,541 183,352

33,000 55,649 34,200 41,000 9,910 205,298

21,500 63,321 21,450 19,500 12,248 228,615

50,000 41,147 57,900 75,500 5,193 181,824

45,000 52,029 44,250 55,500 7,631 209,541

45,000 61,455 37,440 46,500 10,028 228,931

35,000 69,926 34,740 41,500 12,395 256,188

50,000 44,966 57,000 73,500 5,248 202,304

48,000 56,859 48,000 60,000 7,713 238,242

45,000 67,159 42,150 52,500 10,135 261,823

42,000 76,417 41,550 50,500 12,527 295,227

159

Berdasar tabel di atas, dibuatlah grafis perbandingan untuk melihat kedekatan hasil

pengamatan laboratorium dengan persamaan yang diusulkan penelitian terdahulu. Berikut

adalah grafis dari tabel di atas seperti pada Gambar 79 di bawah ini:

Gambar 79 . Perbandingan ls empirik dengan ls hasil perhitungan persamaan terdahulu

Dari hasil pengamatan grafis dapat dijelaskan bahwa panjang gerusan (ls) hasil pengamatan

laboratorium mendekati hasil dari persamaan penelitian dari Graf (1998) dan Breusers (1991).

Hal ini dikarenakan pada persamaan Graf dan Breusers hanya memperhitungkan besaran nilai

kedalaman gerusan (ds) sebagai acuan perhitungan panjang gerusan (ls). Proses mekanisme

panjang gerusan (ls) terjadi setelah kedalaman gerusan (ds) terbentuk. Kecepatan aliran yang

lebih besar dari kecepatan butiran akan membuat butiran sedimen terangkut, berpindah dan

melompat. Proses ini akan berlangsung terus menerus sehingga terbentuk lubang gerusan.

Material sedimen yang terangkut akan bergerak menjauhi lubang gerusan dan bergerser ke arah

hilir aliran membentuk lubang gerusan memanjang. Semakin besar aliran air yang terjadi maka

semakin panjang lubang gerusan yang terbentuk.

5.12.3. Pembahasan Karakteristik Gerusan dan Sedimentasi dengan metode Statistik

Metode statistik dilakukan untuk lebih menguatkan hasil perhitungan dengan analisa

dimensi. Sebelum mendapatkan pengaruh parameter yang paling besar memberikan kontribusi

terhadap kedalaman gerusan, panjang gerusan dan tinggi sedimentasi. Maka terdapat metode

yang ditempuh terlebih dahulu yaitu dengan memasangkan semua variabel bebas dan terikat

terhadap ds, ls dan hd. Masing-masing variabel yaitu y0, y3, Q, ΔH dipasangkan dengan ds, ls

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

80,0

90,0

0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0

l sh

itu

ng

ls empirik

lshitung (cm)lsGraflsBreuserslsAli

160

dan hd. Berdasar proses yang dilakukan dengan metode statistik untuk menganalisa

karakteristik gerusan dan sedimentasi berdasar kedekatan variabel yang berpengaruh.

Perhitungan dan analisa statistik dimulai dengan pemilihan kelengkapan data. Dalam

perhitungan statistik data dikatakan lengkap apabila memiliki rekaman hasil pengamatan y0,

y3, ΔH, ds, ls dan hd. Dari 135 data yang terkumpul yang memiliki data lengkap sekitar 77 data.

Hal ini dapat dilihat pada Gambar 80 di bawah. Dari Gambar 81 tersebut dapat dijelaskan

bahwa ada beberapa titik yang berada di daerah yang jauh dengan rentang data yang terkumpul

di tengah. Sehingga data tersebut dikatakan cacat. Cacat dikarenakan data tersebut tidak

mengandung variabel pengamatan yang lengkap. Dijelaskan karena selama masa pengamatan

di laboratorium, terdapat ketidaklengkapan pengamatan, baik itu data kedalaman gerusan,

tinggi muka air, panjang gerusan dan tinggi sedimentasi.

Gambar 80. Jumlah data yang akan digunakan dalam analisa statistik

Dari sejumlah data yang tidak lengkap selanjutnya dibuat grafik untuk melihat sebaran data

yang dapat dianalisa dari ketiga jenis material penelitian. Data yang cacat kemudian dieliminasi

untuk mendapatkan hasil analisa yang sesuai dengan hasil pengamatan. Grafik pada Gambar

81, Gambar 82 dan Gambar 83 menunjukkan sebaran data lengkap dari ketiga jenis material

dasar.

161

Gambar 81. Data lengkap untuk M1

Gambar 82. Data lengkap untuk M2

162

Gambar 83. Grafik data lengkap untuk M3

Dari 77 data yang lengkap kemudian diolah menggunakan metode statistik untuk menguji

kedekatan hubungan antar variabel. Dalam hal ini digunakan metode analisa regresi non linier

karena parameter yang digunakan lebih dari dua. Langkah selanjutnya adalah memasangkan

semua variabel yang berpengaruh terhadap variabel yang dicari. Hal ini dilakukan untuk

melihat seberapa besar pengaruh yang timbul terhadap variabel terikat.

Misalnya pada ds = f (Q)

Tabel 88. Estimasi parameter

Parameter Estimate Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

b0 1,978 ,137 1,705 2,252

b1 1,266 ,038 1,189 1,342

Berdasar tabel estimasi parameter di atas diketahui besar koefisien dan hasil uji signifikasi

berdasar interval kepercayaan batas bawah dan batas atas yang mempunyai arah bertanda sama

(tidak mengandung nilai 0). Apabila hasil menunjukkan seperti di atas maka hasil uji koefisien

adalah signifikan pada alpha = 0,05 karena hasil analisa dihitung pada interval kepercayaan

95%. Dari hasil uji koefisien menunjukkan ada signifikasi antar variabel Q terhadap ds.

Dilanjutkan dengan tabel ANOVA untuk melihat besaran koreksi.

163

Tabel 89. ANOVA

Source

Sum of Squares df Mean Squares

Regression 10971,225 2 5485,612

Residual 214,777 68 3,158

Uncorrected Total 11186,002 70

Corrected Total 3982,748 69

Dependent variable: dsb

a. R squared = 1 - (Residual Sum of Squares) / (Corrected Sum of Squares)

= ,946.

Berdasar tabel ANOVA besaran koreksi sebesar 0,946 yang berarti parameter Q

mempengaruhi perubahan kedalaman gerusan dengan cukup signifikan. Demikan seterusnya

dicari masing-masing parameter yang mempengaruhi kedalaman gerusan. Tabel 90

menunjukkan korelasi semua parameter terhadap perubahan karakteristik gerusan dan

sedimentasi.

Tabel 90. Korelasi 1 parameter terhadap perubahan ds, ls dan hd

ds ls hd

Uji parameter R2 Uji parameter R2 Uji parameter R2

Q

M1 √ 0,977 √ 0,987 √ 0,643

M2 √ 0,908 √ 0,889 X -

M3 √ 0,967 √ 0,95 √ 0,642

ΔH

M1 √ 0,916 √ 0,873 √ 0,751

M2 √ 0,943 √ 0,907 √ 0,215

M3 √ 0,981 √ 0,963 √ 0,661

y0

M1 √ 0,938 √ 0,892 √ 0,863

M2 √ 0,941 √ 0,91 √ 0,222

M3 √ 0,989 √ 0,978 √ 0,691

y3

M1 √ 0,932 √ 0,885 √ 0,861

M2 √ 0,623 √ 0,617 √ 0,181

M3 √ 0,925 √ 0,907 √ 0,757

Sumber: Hasil analisa (2016)

Berdasar Tabel 90 di atas, faktor yang mempengaruhi perubahan ds , ls dan hd adalah

Q, y0, y3 dan ΔH. Dari kemudian dibuat tabulasi dua variabel yang mempengaruhi ds , ls dan

hd.

Tabel 91. Korelasi 2 variabel terhadap perubahan ds, ls dan hd

ds ls hd

Uji parameter R2 Uji parameter R2 Uji parameter R2

Q, ΔH

M1 √ 0,99 √ 0,99 X -

M2 X - √ 0,921 X -

M3 √ 0,951 √ 0,992 X -

Q, y0

M1 √ 0,993 √ 0,99 √ 0,868

M2 X - √ 0,924 X -

M3 √ 0,99 √ 0,993 X -

164

ds ls hd

Uji parameter R2 Uji parameter R2 Uji parameter R2

Q, y3

M1 √ 0,99 X - √ 0,890

M2 X - √ 0,898 X -

M3 √ 0,98 √ 0,994 X -

ΔH, y0

M1 X - X - X -

M2 X - X - X -

M3 X - X - X -

ΔH, y3

M1 √ 0,944 X - X -

M2 X - X - X -

M3 √ 0,989 X - X -

y0 y3

M1 X - X - X -

M2 √ 0,964 X - X -

M3 √ 0,989 X - X -

Sumber: Hasil analisa (2016)

Tanda X menunjukkan hubungan antar parameter tidak ada signifikasi (terdapat perbedaan

tanda operasi) sehingga tidak dapat digunakan dalam perhitungan analisa. Pasangan variabel

selanjutnya adalah mencari hubungan tiga variabel bebas terhadap satu variabel terikat.

Pasangan tiga variabel ini memberikan hubungan yang tidak signifikan karena terdapat

perbedaan tanda. Demikian pula untuk pengaruh empat variabel bebas terhadap satu variabel

terikat. Sehingga dapat dijelaskan bahwa masing-masing varibel terikat dipengaruhi oleh satu

variabel bebas. Di mana hubungan yang terjadi sangat erat yang ditunjukkan dengan besaran

R2. Sehingga dapat dituliskan di bawah ini beberapa persamaan yang mewakili karakteristik

gerusan dan sedimentasi untuk ketiga jenis material.

Tabel 92. Persamaan gerusan dan sedimentasi pada semua tipe material penelitian Persamaan Jenis Material

ds

(ked

ala

ma

n g

eru

san

)

𝑑𝑠 = (1,717 (𝑄

𝑏𝑝)

1,414

) 𝑏𝑝

R2 = 0,977

Persamaan Rustiati

𝑑𝑠 = (1,901 (𝑄

𝑏𝑝)

1,297

) 𝑏𝑝

R2 = 0,908

Sandy Loam-1

𝑑𝑠 = (1,801 (𝑄

𝑏𝑝)

1,290

) 𝑏𝑝

R2 = 0,967

Loamy sand

𝑑𝑠 = (1,978 (𝑄

𝑏𝑝)

1,266

) 𝑏𝑝

R2 = 0,946

Persamaan umum.

165

Persamaan Jenis Material l s

(p

an

jan

g g

eru

san

)

𝑙𝑠 = (7,75 (𝑄

𝑏𝑝)

1,08

(𝑦0

𝑏𝑝)

0,089

) 𝑏𝑝

R2 = 0,935

Sandy Loam

𝑙𝑠 = (7,081 (𝑄

𝑏𝑝)

0,459

(𝑦0

𝑏𝑝)

0,438

) 𝑏𝑝

R2 = 0,924

Sandy Loam-1

𝑙𝑠 = (6,364 (𝑄

𝑏𝑝)

0,828

(𝑦0

𝑏𝑝)

0,23

) 𝑏𝑝

R2 = 0,954

Loamy sand

𝑙𝑠 = (7,644 (𝑄

𝑏𝑝)

0,584

(𝑦0

𝑏𝑝)

0,335

) 𝑏𝑝

R2 = 0,956

Persamaan umum.

hd (

tin

gg

i se

dim

enta

si)

ℎ𝑑 = 0,618 (∆𝐻

𝑏𝑝)

0,519

∗ 𝑏𝑝

R2 = 0,7911

Persamaan Rustiati

ℎ𝑑 = 1,068 (∆𝐻

𝑏𝑝)

0,259

∗ 𝑏𝑝

R2 = 0,215

Sandy Loam-1

ℎ𝑑 = 0,622 (∆𝐻

𝑏𝑝)

0,441

∗ 𝑏𝑝

R2 = 0,681

Loamy sand

ℎ𝑑 = 0,759 (∆𝐻

𝑏𝑝)

0,335

∗ 𝑏𝑝

R2 = 0,482

Persamaan umum.

Dari Tabel 92 kemudian dibuatlan suatu tabulasi untuk menganalisa kedekatan

persamaan terhitu ng dengan hasil pengamatan empiris. Dan dari tabulasi tersebut dibuat grafik

untuk mengamati lebih lanjut kedekatan hubungan antara hasil perhitungan dengan hasil

pengamatan empiris.

Tabel 93. Perbandingan ds hasil pengamatan empiris dengan persamaan terhitung

ds lab ds hit M1 ds lab ds hit M2 ds lab ds hit M3

(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

2,800 2,288 0,300 2,336 4,300 3,715

4,800 4,059 4,250 3,952 0,000 3,039

3,400 3,046 0,300 3,216 6,300 5,384

7,000 6,096 5,600 5,739 3,200 4,404

5,000 4,575 3,600 4,671 0,000 3,915

3,700 3,868 0,100 4,141 8,200 7,181

9,300 8,358 7,800 7,665 5,400 5,873

7,500 6,273 5,300 6,239 0,000 4,954

166

ds lab ds hit M1 ds lab ds hit M2 ds lab ds hit M3

(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

5,400 5,303 3,100 5,531 11,000 9,084

2,400 4,708 10,900 9,710 6,900 7,430

10,700 10,815 6,200 7,903 5,200 6,606

8,400 8,117 5,200 7,007 0,000 6,077

6,400 6,863 0,000 6,433 12,400 11,083

7,100 6,092 12,600 11,859 6,400 9,065

13,300 13,450 9,200 9,652 2,400 8,059

11,000 10,094 7,000 8,557 0,000 7,414

8,300 8,535 0,200 7,857 13,400 13,166

8,000 7,576 12,400 14,101 11,200 10,769

6,700 6,908 9,200 11,478 8,400 9,574

11,900 12,192 8,600 10,175 1,100 8,808

8,500 10,308 7,200 9,342 0,000 8,256

8,200 9,151 0,000 8,743 15,100 15,327

3,900 8,343 19,000 13,372 11,500 12,536

15,100 14,402 17,200 11,855 9,700 11,145

11,100 12,176 15,900 10,884 7,400 10,253

9,300 10,809 10,800 13,591 0,000 9,611

8,300 9,855 10,300 12,478 16,200 17,558

14,700 16,715 6,000 11,678 14,000 14,361

12,000 14,132 11,000 12,768

10,500 12,545 9,000 11,746

10,100 11,438 4,700 11,010

Sumber: Hasil analisa (2016)

Dari tabel diatas dibuat grafik untuk mengamati kedekatan hubungan antar persamaan dengan

hasil pengamatan. Seperti terlihat dari grafik pada Gambar 84 berikut:

Gambar 84. Perbandingan ds hitung dan ds empirik untuk semua material penelitian

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 16,0 18,0 20,0

ds

hit

un

g

ds empirik

ds hit M1ds hit M2ds hit M3ds hit umum

167

Berikutnya adalah perbandingan panjang gerusan hasil pengamatan laboratorium dengan

hasil perhitungan statistik pada semua jenis material. Hasil perbandingan ditampilkan pada

Tabel 94 berikut:

Tabel 94. Perbandingan ls hasil pengamatan empiris dengan persamaan terhitung

ls-labM1 ls-hitM1 ls-labM2 ls-hitM2 ls-labM3 ls-hitM3

(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

9,000 9,410 0,000 6,818 14,000 11,647

15,000 15,350 11,500 13,711 0,000 0,000

11,500 12,919 2,000 7,754 16,000 16,030

22,500 21,519 16,500 19,287 11,500 11,977

17,000 18,198 12,500 15,712 0,000 10,258

18,000 16,383 5,000 10,172 23,000 21,200

26,500 28,027 21,500 24,556 16,500 15,745

26,500 24,294 18,500 20,001 0,000 14,270

20,000 21,325 12,500 12,399 28,000 26,965

15,000 18,810 29,500 29,927 22,000 22,295

33,000 34,490 21,500 26,461 20,000 18,544

29,000 30,051 19,500 20,455 0,000 0,000

25,000 26,609 13,000 14,459 33,000 32,476

25,500 25,116 34,500 34,424 23,000 26,937

42,000 41,054 30,000 30,666 13,000 23,833

37,500 35,942 27,000 21,184 0,000 19,822

36,000 32,284 9,000 16,686 38,000 37,684

35,000 29,786 36,500 36,361 34,000 32,430

32,000 28,870 28,500 34,325 28,000 28,450

43,000 42,141 28,000 16,004 11,000 23,208

31,000 37,655 27,000 28,144 0,000 0,000

33,000 35,144 4,500 27,102 45,000 42,319

21,500 29,497 61,500 46,327 35,000 37,313

50,000 48,167 55,000 41,730 38,000 33,363

45,000 43,460 47,000 35,369 33,000 29,491

45,000 41,004 33,500 38,187 0,000 26,368

35,000 38,399 32,000 36,194 48,000 47,461

50,000 50,357 30,000 25,425 40,000 42,100

48,000 49,229 35,000 38,248

45,000 46,512 32,000 34,674

42,000 43,173 21,000 30,157

Sumber: Hasil analisa (2016)

168

Dari tabel diatas dibuat grafik untuk mengamati kedekatan hubungan antar persamaan dengan

hasil pengamatan. Seperti terlihat dari grafik pada Gambar 85 berikut:

Gambar 85. Perbandingan ls hitung dan ls empirik untuk semua material penelitian

Berdasar grafik pada Gambar 85 dapat diamati bahwa persamaan hasil analisa statistik

dapat mewakili prediksi panjang gerusan dengan memasukkan variabel debit dan tinggi muka

air hilir. Hal ini sesuai dengan kondisi di laboratorium yang menyatakan bahwa panjang

gerusan tergantung dari besar debit dan tingi muka air di hilir saluran. Hubungan kedekatan

ini ditunjukkan dengan besaran koefisien determinasi di atas 60 %. Yang berarti perubahan

fluktuasi debit dan tinggi muka air hilir membawa pengaruh yang signifikan terhadap

peningkatan panjang gerusan.

Hubungan selanjutnya adalah mencari perbandingan tinggi sedimentasi hasil pengamatan

dengan hasil perhitungan yang dapat dilihat pada Tabel 95.

Tabel 95. Perbandingan hd hasil pengamatan empiris dengan persamaan terhitung

hd-labM1 hd-hitM1 hd-labM2 hd-hitM2 hd-labM3 hd-hitM3

(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

1,100 0,5370 0,0000 0,4678 1,0000 0,5404

1,200 0,8228 0,9000 0,7441 0,0000 0,0000

1,200 0,6244 0,0000 0,6296 0,8000 0,6324

1,000 1,0314 1,0000 0,8904 0,7000 0,3658

1,400 0,8139 0,8000 1,0735 0,0000 0,2826

0,900 0,6689 0,0000 0,8824 1,1000 0,8115

1,500 1,2512 1,2000 1,0007 0,9000 0,4582

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0

ls-h

itu

ng

(cm

)

ls-empirik (cm)

ls-hitM1ls-hitM2ls-hitM3ls regresi

169

hd-labM1 hd-hitM1 hd-labM2 hd-hitM2 hd-labM3 hd-hitM3

(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

1,300 1,2101 1,2000 1,2063 0,0000 0,5209

1,200 0,8076 0,6500 0,9507 1,6000 1,0445

1,100 0,4618 1,4000 1,1013 0,8000 0,9066

1,400 1,3673 1,1000 1,4376 0,7000 0,6229

1,200 1,3798 0,8500 1,4035 0,0000 0,0000

1,300 0,9892 0,0000 1,1765 0,5000 1,2057

1,100 0,9884 1,4000 1,1631 0,7000 1,0601

1,500 1,4590 1,2000 1,5293 0,9000 0,9330

1,400 1,5320 1,2000 1,3387 0,0000 0,5768

1,100 1,2357 0,0000 1,2465 1,4000 1,2996

1,000 1,0233 1,1000 1,1433 1,0000 1,3244

0,700 1,1435 1,1000 1,5902 0,7000 1,1265

1,000 1,7340 1,1000 0,9507 0,0000 0,6444

1,250 1,3398 0,9000 1,9293 0,0000 0,0000

0,900 1,2199 0,0000 2,1059 1,4000 1,3062

1,100 0,4165 0,8000 1,9990 1,0000 1,4672

1,000 1,8302 0,9000 2,2637 0,5000 1,3471

1,000 1,5322 1,0000 2,2631 0,7000 1,0629

1,100 1,5255 1,5000 1,9649 0,0000 0,8287

1,300 1,2839 9,7000 2,1894 1,4000 1,3709

1,500 1,0348 0,8000 1,7599 1,6000 1,5774

1,300 1,6769 1,2000 1,5439

1,400 1,6889 0,9000 1,3482

1,200 1,3215 1,3000 0,9408

Sumber: Hasil analisa (2016)

Berdasar Tabel 95 di atas dibuat grafik untuk melihat kedekatan perbandingan hasil empiris

dengan hasil perhitungan dapat dilihat pada Gambar 86 berikut:

Gambar 86. Perbandingan hd hasil pengamatan dan perhitungan

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

1,6

1,8

2,0

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8

hd

hit

un

g (c

m)

hd-empirik (cm)

hd-hitM1

hd-hitM3

170

Untuk perbandingan hasil pengamatan laboratorium dan hasil perhitungan empiris hanya

berlaku pada material 1 dan 3. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi sedimentasi dipengaruhi

perubahan beda elevasi hulu dan hilir. Hal ini dapat juga dilihat dari koefisien determinasi yang

besaran nilainya lebih dari 50% untuk material sandy loam dan sandy loam. Hal ini tidak sesuai

dengan yang terjadi pada material loamy sand yang memiliki nilai koefisien determinasi kurang

dari 50%. Hal ini menunjukkan bahwa pada material loamy sand variabel yang tidak

mempengaruhi perubahan tinggi sedimentasi adalah beda elevasi hulu dan hilir

5.13. Validasi Hasil Penelitian

Validasi persamaan dilakukan untuk menguji keandalan model. Untuk itu diambil

contoh pintu air di beberapa daerah irigasi di Kota/kabupaten Malang.

(a) (b)

Gambar 87. Kondisi hilir pintu air (a) DI Bokor (b) DI Ketangi

Dari analisa hasil perhitungan didapatkan suatu persamaan empiris untuk menghitung

kedalaman dan panjang lubang gerusan pada kondisi aliran tenggelam. Validasi dilakukan

untuk menguji keandalan persamaan empiris pada kondisi lapangan. Terdapat dua lokasi yang

direncanakan sebagai validasi persamaan. Pada Saluran Irigasi Bokor kerusakan pintu akibat

operasional tidak menimbulkan gerusan pada saluran karena saluran dilining. Sehingga

validasi dilakukan dengan data lapangan yakni data pada Saluran Irigasi Ketangi.

Kondisi Saluran Irigasi Ketangi, Kecamatan Tegal Gondo secara geometri tidak mendekati

kondisi model fisik hidrolik di laboratorium. Dimensi saluran adalah lebar dasar 70 cm, tinggi

90 cm. Saluran tidak memiliki pintu karena pintu sudah rusak sehingga bagian hilir pintu

mengalami gerusan dan bagian tebing di dekat hilir pintu juga mengalami degradasi. Pada

jarak 3000 cm dari bagian pintu saluran melebar sampai 130 cm kemudian saluran menyempit

mendekati 100 cm. Ke arah hilir saluran aliran membelok dan membentuk sedimentasi di

belokan bagian dalam dan gerusan di belokan luar. Kondisi gerusan di bagian hilir bagian pintu

ditunjukkan pada Gambar 88 (a), (b) dan (c).

171

(a) (b) (c)

Gambar 88. Kondisi saluran dan pengaliran di Saluran Irigasi Ketangi

Gambar 88 (a) menunjukkan bagian hilir yang tergerus akibat pintu yang sudah tidak berfungsi

akibatnya di hilir bagian pintu saluran melebar. Pelebaran ini terjadi akibat kecepatan aliran

superkritik yang menggerus tebing saluran (Gambar 88.b). Pelebaran saluran sejauh 3000 cm

ke arah hilir kemudian menyempit selebar 100 cm (Gambar 88.c). Kedalaman gerusan di hilir

bagian pintu terjadi pada bawah terjunan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 89. Persamaan

empiris tidak dapat diaplikasikan pada kondisi lapangan dikarenakan tidak adanya pintu pada

saluran. Persamaan empiris digunakan pada saluran yang berpintu dengan kondisi pintu tidak

dapat dioperasikan dengan baik. Beberapa persamaan empiris yang dihasilkan hasil analisa

akan di uji dan validasi hasil persamaan dengan hasil pengamatan di lapangan.

Tabel 96. Tabulasi kedalaman gerusan di hilir pintu

Jarak Y0 Y10 Y20 Y30 Y40 Y50 Y60 Y70

0 -10 -15 -17 -19 -20 -18 -18 -16

20 -18 -18 -18 -20 -20 -26 -17 -16

40 -18 -18 -21 -23 -24 -25 -19 -17

50 -12 -18 -22 -23 -23 -25 -18 -16

60 -13 -12 -18 -18 -17 -16 -18 -17

80 -12 -12 -14 -15 -15 -16 -16 -14

100 -12 -10 -11 -12 -12 -12 -15 -13

120 -12 -12 -12 -13 -11 -11 -12 -11

150 -9 -8 -7 -8 -8 -8 -9 -9

200 -7 -8 -8 -10 -12 -10 -10 -11

250 -9 -10 -10 -9 -9 -9 -7 -5

300 -3 -4 -4 -9 -10 -11 -8 -9

Sumber: Hasil pengamatan (2017)

Dari tabulasi pada Tabel 96 diatas dibuat bentuk grafis untuk melihat kedalaman dan panjang

gerusan secara visual.

172

Gambar 89. Kedalaman gerusan sepanjang 300 cm pada semua titik melintang

Dari bentuk grafis dapat dilihat bahwa kedalaman gerusan maksimum terjadi pada jarak 50 cm

dari ujung pintu dengan besar kedalaman 25 cm. Selanjutnya membuat perbandingan

kedalamanan dan panjang gerusan hasil pengukuran dengan hasil perhitungan. Perbandingan

tersebut ditabelkan seperti pada tabel berikut:

Tabel 97. Perbandingan kedalaman dan panjang gerusan lapangan dan perhitungan

ds lap

(cm) ls lap (cm) bp (cm)

ds hitung

(cm)

ls hitung

(cm)

18 250 3 32,690 127,826

18 300 5 26,459 122,707

22 300 7 23,018 119,448

23 150 9 20,744 117,071

24 250 11 19,090 115,206

23 150 13 17,814 113,677

25 150 15 16,790 112,383

19 100 17 15,942 111,263

17 100 21 14,606 109,398

Sumber: Hasil analisa (2017)

Berdasar hasil analisa pada tabel di atas menunjukkan adanya perbedaan antara kedalaman dan

panjang gerusan di lapangan dengan hasil perhitungan persamaan.

Gambar 90. Perbandingan kedalaman gerusan lapangan dan empiris

-30

-25

-20

-15

-10

-5

0

0 50 100 150 200 250 300 350

Ke

dal

man

ge

rusa

n (

cm)

Jarak (cm)

Y0Y10Y20Y50Y40Y60

0

5

10

15

20

25

30

35

0 50 100 150 200

ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak (cm)

ds lapangands hitung

173

Hasil pengukuran di lapangan memiliki perbedaan dengan kondisi di laboratorium. Kondisi

aliran, keberadaan pintu, pengaturan debit yang tidak menentu (discontinue flow condition) dan

dimensi saluran yang mengalami pelebaran mempengaruhi proses perhitungan persamaan

empiris. Pengukuran kedalaman dan panjang gerusan tidak dapat dilakukan karena aliran yang

tidak dapat diberhentikan dengan sengaja sehingga pengukuran kedalaman dan panjang

gerusan dilakukan dengan kondisi terjadi pengaliran. Hal ini sangat berbeda dengan kondisi

di laboratorium.

Dilihat dari jenis tanah pertanian di Daerah Ketangi yang Sandy Loam menunjukkan bahwa

daerah pertanian tersebut sama dengan kondisi lahan di laboratorium. Tetapi karena kondisi

geometri saluran yang tidak sama dengan kondisi laboratarium mengakibatkan persamaan

empiris tidak dapat divalidasi di daerah tersebut.

Berikut beberapa lokasi pintu air Daerah Irigasi sebagai bahan verifikasi persamaan empiris

Tabel 98. Tabulasi panjang apron kondisi lapangan dengan hasil perhitungan

No. Lokasi Keterangan

1. DI Bokor Panjang lining saluran 5 m, dari persamaan didapat ls

4,527 m. Bahan lining beton.

2. DI Karang Jambe Panjang lining saluran 27 m, dari hasil perhitungan ls

sepanjang 23, 833 m. Bahan lining beton.

3. DI Gondang Panjang lining saluran 10 m, dari hasil perhitungan

panjang ls 8,658 m. Bahan lining beton.

174

175

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

Dari beberapa hasil pembahasan analisa pengaruh antar variabel dan perhitungan secara

teoritis pada uji model fisik saluran terbuka dengan pintu sorong dan berbahan dasar non-

kohesif maka dapat diambil beberapa kesimpulan sesuai rumusan masalah sebagai berikut:

1) Kedalaman gerusan (ds) dipengaruhi oleh tinggi bukaan pintu (bp), besaran debit (Q) dan

jenis material (M). Hal ini berhubungan dengan besaran kecepatan aliran yang melewati

bagian bawah pintu air. Bahwa semakin tinggi bukaan pintu (bp) pada besaran debit yang

tetap (Q tetap) maka kecepatan aliran (U) semakin kecil. Sehingga akan menurunkan

kedalaman gerusan (ds). Demikian sebaliknya, semakin rendah tinggi bukaan pintu (bp)

pada besaran debit yang tetap (Q) akan menghasilkan kecepatan (U) yang tinggi sehingga

meningkatkan kedalaman (ds). Hal ini berlaku pada tiga jenis material yang digunakan.

Parameter hidrolik yang mempengaruhi perubahan kedalaman gerusan adalah tinggi muka

air hulu (y0), tinggi muka air di hilir (y3), beda tinggi muka air hulu dan hilir (ΔH), debit (Q)

dan bilangan Froude (Fr).

- Pada material Sandy loam, perubahan kedalaman gerusan (ds) lebih didominasi oleh variasi

besaran debit (Q) terhadap tinggi bukaan pintu (bp). Hal ini dapat dilihat pada nilai koefisien

determinasi R2 = 0,9713. Sedangkan pada material Loamy sand, perubahan kedalaman

gerusan (ds) lebih dipengaruhi oleh variasi tinggi muka air hilir (y3) dengan nilai koefisien

determinasi R2 = 0,9336. Pada material Sandy loam1, perubahan gerusan lebih disebabkan

oleh variasi perubahan beda elevasi kedalaman tinggi muka air hulu dan hilir (ΔH).

Sedangkan nilai koefisien determinasi sebesar R2 = 0,9854.

- Pada ketiga jenis material dasar saluran terdapat kecenderungan varibel yang sama dengan

variabel yang mempengaruhi perubahan kedalaman gerusan. Hal ini menunjukkan bahwa

perubahan karakteristik gerusan dipengaruhi variabel besaran debit (Q), tinggi muka air hilir

(y3) dan beda elevasi muka air hulu dan hilir (ΔH).

- Pada material Sandy Loam kedalaman gerusan (ds) yang terjadi lebih kecil dibandingkan

kedua jenis material sedimen yang lain. Hal ini dikarenakan kandungan pasir (sand) pada

176

Sandy Loam lebih banyak dan kandungan lempung (clay) lebih sedikit. Hal ini berhubungan

dengan daya ikat antar molekul dalam Sandy Loam tersebut. Semakin sedikit kandungan

lempung dalam suatu material maka kemampuan menahan fluktuasi kecepatan semakin

rendah. Sehingga kedalaman gerusan yang terbentuk semakin besar dan dalam. Pada

material Sandy Loam1 dan Loamy Sand mempunyai kandungan pasir yang lebih sedikit dan

kandungan lempung lebih banyak. Akibatnya daya ikat antar molekul lebih kuat dan

kemampuan menahan fluktuasi kecepatan semakin besar. Kedalaman gerusan (ds) pada

material Loamy Sand dan Sandy Loam1 lebih kecil dibanding material Sandy Loam.

Persamaan yang digunakan pada ketiga jenis material penelitian diturunkan dari hasil

analisa dimensi semua variabel yang mempengaruhi karakteristik gerusan dan sedimentasi

dengan mengabaikan faktor yang dianggap tidak mengalami perubahan selama proses

pelaksanaan penelitian. Persamaan tersebut adalah sebagai berikut:

Kedalaman gerusan (ds)

𝑑𝑠

𝑏𝑝= 4,1606 (

∆𝐻

𝑏𝑝)0,5460

sedangkan berdasar analisa statistik

𝑑𝑠𝑏𝑝

= 1,717 (𝑄

𝑏𝑝)

1,414

2). Panjang lubang gerusan (ls) dipengaruhi oleh tinggi bukaan pintu (bp), besaran debit (Q)

dan jenis material (M). Pada saat tinggi bukaan pintu tetap (bp konstan) pada pengurangan

besaran debit maka kecepatan aliran (U) di bawah pintu menjadi semakin rendah.

Kecepatan aliran (U) akan mengangkut butiran material sedimen yang mempunyai

kecepatan kritik butiran (U*cr) lebih rendah dari kecepatan aliran. Sehingga butiran material

sedimen yang kecepatan kritiknya lebih besar dari kecepatan aliran tidak akan bergerak (no

motion). Akibatnya material sedimen yang terangkut dari dalam lubang gerusan terbatas

dan panjang lubang gerusan (ls) pun semakin pendek. Demikian pula sebaliknya, pada saat

tinggi bukaan pintu tetap pada peningkatan besaran debit maka kecepatan aliran di bawah

pintu semakin besar. Sehingga butiran material sedimen perlahan akan bergeser, bergerak,

berguling dan melompat. Butiran material sedimen yang terangkut dari dalam lubang

gerusan dan terbawa aliran ke arah hilir saluran menciptakan panjang lubang gerusan yang

semakin panjang. Kecenderungan perubahan panjang gerusan (ls) terjadi pada tiga jenis

material dasar saluran yang digunakan dalam penelitian. Untuk perubahan panjang gerusan

(ls) pada material Sandy loam variabel yang sangat berpengaruh adalah variasi besaran debit

177

(Q) dengan besaran koefisien determinasi R2 = 0,8983. Sedangkan untuk material Sandy

loam1, parameter tinggi muka air hilir (y3) memberikan kontribusi yang signifikan dengan

nilai R2 sebesar 0,9378. Untuk material Loamy sand, variabel beda tinggi muka air hulu

dan hilir (ΔH) memberi pengaruh cukup besar dengan koefisien R2 = 0,9668. Pada ketiga

jenis material sedimen, panjang gerusan (ls) yang paling panjang adalah pada material

Sandy Loam. Hal ini terjadi karena pada proses mekanisme pembentukan lubang gerusan,

butiran pasir yang ada dalam lubang gerusan akan terangkut dan terbawa ke arah hilir

lubang. Kandungan pasir pada material Sandy Loam lebih banyak dibanding dua material

yang lain sehingga butiran sedimen yang terangkut lebih banyak dan membentuk panjang

gerusan (ls) yang lebih memanjang ke arah hilir saluran. Berdasar hasil analisa statistik

variabel yang memberikan kontribusi positif terhadap perubahan karakteristik gerusan dan

sedimentasi adalah besaran debit (Q), tinggi muka air hulu (y0), tinggi muka air hilir (y3)

dan beda elevasi muka air hulu dan hilir (ΔH). Hal ini dapat ditunjukkan dengan besaran R2

yang nilainya di atas 0,6.

Panjang lubang gerusan (ls)

ls = (0,09(Q

𝑔0,5bp1,5)

0,9425

)bp

Sedangkan berdasar analisa statistik

ls = (6,364(Q

bp)0,828

(y0

bp)0,23

)bp

3). Tinggi bukaan pintu juga mempengaruhi panjang sedimentasi (hd) di sebelah hilir pintu

air. Hal ini berhubungan dengan perubahan besaran debit pada tinggi bukaan pintu yang

konstan. Perubahan kecepatan akan membawa material sedimen dari lubang gerusan ke

arah hilir saluran. Semakin besar perubahan kecepatan yang terjadi maka sedimen yang

terangkut dan terendapkan semakin tinggi dan memanjang sepanjang saluran. Hal ini

berlaku pada semua jenis material penelitian. Pada material Sandy loam, variabel yang

paling mempengaruhi perubahan tinggi sedimentasi (hd) adalah tinggi muka air hilir (y3)

dan ditunjukkan dengan besar koefisien determinasi R2 = 0,7839. Sedangkan pada material

Loamy sand variabel yang mempengaruhi adalah tinggi muka air hulu (y0) dengan besaran

koefisien determinasi R2 sebesar 0,7602. Untuk material Sandy loam1 variabel yang

mempengaruhi perubahan tinggi sedimentasi adalah tinggi muka air hilir (y3). Besaran

koefisien determinasi R2 adalah sebesar 0,8196. Hal ini menunjukkan bahwa variabel

tinggi muka air hulu dan tinggi muka air hilir memberikan kontribusi yang cukup

signifikan terhadap perubahan tinggi sedimentasi (hd).

178

Tinggi sedimentasi (hd):

ℎ𝑠

𝑏𝑝= 0,09

𝑦3

𝑏𝑝

1,0982

Sedangkan berdasar analisa statistik

ℎ𝑑 = 0,618 (∆𝐻

𝑏𝑝)0,519

∗ 𝑏𝑝

Berdasar tiga persamaan di atas, maka untuk mengaplikasikan persamaan pada kondisi

lapangan cukup dengan menghitung besaran rasio masing-masing variabel per bukaan pintu

(bp) dan hasil perhitungan untuk masing-masing kedalaman gerusan (ds), panjang gerusan (ls)

dan tinggi sedimentasi (hd). Selain itu dengan melihat gambar secara grafis masing-masing

hubungan variabel dari persamaan unggulan untuk mendapatkan besaran kedalaman gerusan

(ds), panjang gerusan (ls) dan tinggi sedimentasi (hd). Selanjutnya hasil perhitungan dan grafis

dapat digunakan untuk memprediksi panjang dan tebal lantai perlindungan gerusan di hilir

pintu. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa persamaan Rustiati dapat digunakan untuk

aplikasi perhitungan karakteristik gerusan dan sedimentasi.

6.2. SARAN

Berdasar kesimpulan di atas terdapat beberapa saran yang dapat disampaikan, yaitu:

1. Untuk penelitian lanjutan diusahakan menggunakan jenis material non-kohesif yang

komposisi materialnya lebih banyak. Misalnya material Sand clay, Clay loam, Light clay

sehingga mendapatkan karakteristik gerusan dan sedimentasi yang lebih lengkap dan

komprehensif.

2. Untuk parameter bebas diusahakan lebih besar lagi rentangnya, misalnya debit yang

digunakan lebih besar dari 5lt/dt dan interval yang lebih pendek. Sehingga didapatkan data

yang lebih banyak dan dapat dikelola dengan lebih baik sehingga hasil perubahan

karakteristik gerusan dan sedimentasi lebih representatif.

3. Pengamatan lebih lanjut untuk memasukkan faktor waktu sebagai parameter tambahan

guna mengamati proses gerusan dan sedimentasi lebih tepat dan dapat dilihat

perubahannya dalam waktu pengamatan yang lebih lama.

179

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M.H., El Ghendy, M.M., Mirdan Hasan, A.M., Ali, M.H.A.A., Abdelhaleem, F.S.F., 2014,

Minimizing downstream scour due to submerged hydraulic jump using corrugated

aprons, Ain Shams Engineering Journals, http://dx.doi.org/10.1016/j.asej.2014.07.007

Al-Mansori, N., 2014. Hydraulic Characteristics of a Rectangular Weir Combined with Equal

and Unequal Size Three Rectangular Bottom Openings. International Journal of

Computational Engineering Research, 4(1), pp. 13-29.

Ataur Rahman, M. & Abdul Matin, M., 2010. Numerical Modelling of Bed Level Changes of

Alluvial River. Journal of Civil Engineering, 38(1), pp. 53-64.

Balachandar, R., and Kells, J.A., 1997, Local channel scour in uniformly graded sediments:

the time-scale problem, Canadian Journals of Civil Engineering. Vol. 24. pp (799-807)

Bartholdy, J., Flemming, B., Bartholoma, A. & Ernstsen, V., 2005. Flow and Grain Size

Control of Depth-independent Simple Subaqueous Dunes. Journal of Geophysical

Research. Vol. 110, pp. 1-12.

Belaud, G., Cassan, L. & Baume, J., 2009. Calculation of Contraction Coefficient under Sluice

gate and Application to Discharge Measurement. Journal of Hydraulic Engineering, Vol.

135, No. 12, pp. 1086-1091.

Bos, M.G., 1978. Discharge Measurement Structures. International of Land Reclamation and

Improvement. Wageningen, The Netherlands

Breusers, H. & Raudkivi, A., 1991. Scouring. Rotterdam, Netherland, A.A. Balkema.

Church, M., 2006. Bed Material Transport and The Morphology of Alluvial River Channels.

Annual Review Earth Planet Science, pp. 325-354.

Dermawan, V., 2011. Model aliran pada bendung bertangga. Dissertation of Doctoral Degree,

Institute Technology of Sepuluh November.

Erdbrink, C., Krzhizhanovskaya, V. & Sloot, P., 2012. Free Surface Flow Simulations for

Discharge Based Operation of Hydraulic Structure Gate, Amsterdam, Netherland:

Leading Scientist Program of The Russian Federation.

Farhoudi, J. & Shayan, H. K., 2014. Investigation on Local Scour Downstream of Adverse

Stilling Basin. Ain Shams Engineering Journal, Vol. 5, pp. 361-375.

Fenton, J., 2011. River Engineering, Vienna: Institute of Hydraulics and Water Resources

Engineering.

Friedrich, H., Coleman, S., Melville, B. & Clunie, T., 2004. Development of Discrete

Subaqueous Bed Forms, Auckland: River Flow.

Goel, A., 2010. Scour Investigations Behind a Sluice Gate Without Apron. The Pacific Journal

of Science and Technology, Vol. 11, No. 2, pp. 59-65.

180

Graf, W. H., 1984. Hydraulics of Sediment Transport. Littleton, Colorado: Water Resources

Publication.

Graf, W. H., 1998. Fluvial Hydraulics, Flow and Transport Processes in Channels of Simple

Geometry. New York: John Wiley and Sons.

Habibzadeh, A., Vatankhan, A. & Rajaratnam, N., 2011. Rule of Energy Loss on Discharge

Characteristic of Sluice Gate. Journal of Hydraulic Engineering, 137(9), pp. 1079-1084.

Hamidifar, H., 2011. Interrelationships between Characteristic Lengths of Local Scour.

International Transaction Journal of Engineering, Management & Applied Science &

Technologies, pp. 355-364.

Hamidifar, H., Omid, M.H., and Nasrabadi, M., 2011, Scour Downstream of a Rough Rigid

Apron, World Applied Sciences Journals. Vol. 14, No. 8. pp. 1169-1178

Hanafiah, K. A., 2013. Sifat-sifat dasar tanah. Dalam: Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT

Radja Grafindo Persada.

Hardjowigeno, S., 2003, Ilmu Tanah, Edisi Pertama, Akademika Presindo, Jakarta

Henderson, F., 1966. Open Channel Flow. 1st penyunt. New York: The Macmillan Co.

Hopfinger, E.J., Kurniawan, A., Graf, W.H., and Lemmin, U., 2004, Sediment Erosion by

Gortler vortices: the scour-hole problem. Journals of Fluid Mechanics. Vol. 520, pp 327-

342

Holmes, R. R. & Garcia, M., 2008. Flow Over Bedforms in a Large Sand-bed River: A Field

Investigation. Journal of Hydraulics Research, Vol. 46, No. 3, pp. 322-333.

Julien, P. & Klaassen, G., 1995. Sand Dune Geometry of Large River During Floods. Journal

of Hydraulic Engineering, Vol. 121, No. 9, pp. 657-663.

Julien, P. & Raslan, Y., 1998. Upper Regime Plane Bed. Journal of Hydraulic Engineering,

Vol. 124, No. 11, pp. 1086-1096.

Kothyari, U. C. & Jain, R. K., 2010. Erosion Characteristics of Cohesive Sediment Mixtures.

River Flow, pp. 815-821.

Li, F. et al., 2013. Probabilistic Modelling of Wave Climate and Predicting Dune Erosion.

Journal of Coastal Research, No. 65, pp. 760-765.

Lim, S.-Y. & Yu, G., 2002. Erosion Below Sluice Gate. Civil Engineering Research Bulletin,

No. 15, Nanyang Technological University, pp. 100-101.

Lim, Y. & Kim, D., 1981. Hydraulic Design Practice of Canal Structures. 1st penyunt. Seoul:

Korea Rural Environmental Development Institute.

Lomax, W. & Saul, A., 1978. Laboratory Work in Hydraulics. 1st penyunt. Bolton: Crosby

Lockwood Staples.

Mahboubeh, S. et al., 2011. Experimental Investigation of the Effect of Contraction on

Scouring in Downstream of Combined Flow Over Weir and Below Gates. Mashhad, Iran,

Khavaran Higher-education Institute, pp. 1-8.

181

Mahghoub, S., 2013. Bed Configuration on Sandy Bed Channel. International Journal of Civil

and Structural Engineering, Vol. 4, No. 1, pp. 72-86.

Maruzek, A. K., 2001. Scour of Clay by Jets, A Thesis for the degree of Doctor of Philosophy.

1st penyunt. Edmonton: Water Resources Engineering, Dept. of Civil and Environmental

Engineering, Univ. of Alberta.

Minatti, L., Paris, E., and Solari, L., 2010, On the erosion due to inclined jets, Annuals of

Warsawa University of Life Sciences, Vol. 1, No. 42, pp (187-196)

Melville, B.W., 2014, Scour at Various Hydraulic Structures: Sluice gates, Submerged bridges,

Low weirs, 5th International Symposium Hydraulic Structures, Brisbane, Australia

Moges, E. M., 2010. Evaluation of Sediment Transport Equation and Parameter Sensitivity

Analysis Using the SRH-2D Model, Stuttgart: Thesis of master of Science, Water

Resources and management, Universitat Stuttgart.

Naqshband, S., Ribberink, J. & Huscher, S., 2005. Free Surface Effect on Dune Morphology

and Evolution, Enschede: Dutch Technology Foundation.

Neolaka, A., 2014, Metode Peneltian dan Statistik, P.T. Remaja Rosdakarya, Bandung

Novak, P. & Calbeka, J., 1981. Models in Hydraulic Engineering; Physical Principles and

Design Application. Boston: Pitman Advanced Publishing Program.

Novak, P., Moffat, A., Nalluri, C. & Narayanan, R., 2007. Hydraulic Structure, Fourth Edition.

London: Taylor and Francis Group.

Priyantoro, D., 1987. Teknik Pengangkutan Sedimen. Malang: Himpunan Mahasiswa

Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Malang.

Przedwojski, B. & Pilarczyk, K., 1995. River Training Techniques, Fundamentals, Design and

Application. Rotterdam: A.A. Balkema.

Raudkivi, A., 1990. Loose Boundary Hydraulics, 3th Edition. Oxford: Pergamon Press.

Rustiati, N.B., 2002, Studi Numeris Angkutan Sedimen Sungai Brantas Tengah, Thesis,

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Shenouda, B., Abdel-Rahim, G. A., Ali, K. & Izumi, N., 2013. Prediction of Scour

Downstream Regulators Using ANNs. International Journal of Hydraulic Engineering,

Vol. 2, no. 1, pp. 1-13.

Simon, D. & Richardson, E., 1962. The Effect of Bed Roughness on Depth Discharge Relation

in Alluvial Channels, Washington: United State Goverment Printing Office.

Simon, D. & Richardson, E., 1966. Resistance to Flow in Alluvial Channels, Washington:

United States Goverment Printing Office.

Sosrodarsono, S., 1998, Hidrologi untuk Pengairan, Pradnya Pramitha, Jakarta

Subramanya, K., 2009, Flow in Open Channels, Third Edition, Tata McGraw-Hills Publishing

Company Limited, New Delhi

182

Talebbeydokhti, N., Hekmatzadeh, A. & Rakhsandehroo, G., 2006. Experimental Modelling of

Dune Bed Form in Sand Bed Channel. Iranian Journal of Science and Technology, Vol.

30, No. B4, pp. 503-516.

Todeschini, S., Ciaponi, C. & Papiri, S., 2008. Experimental and Numerical Analysis of

Erosion and Sediment Transport of Flushing Waves. Edinburgh, Scotland, Departement

of Hydraulic and Environmental Engineering of Pavia, pp. 1-10.

Venditti, J., 2003. Initiation and development of Sand Dunes in River Channels, Columbia:

Dissertation of Doctor of Philosophy, Department of Geography, University of British

Columbia.

Whittaker, J. G. & Schleiss, A., 1984. Scour Related to Energy Dissipators for High Head

Structures, Zurich: Mittelungen der Dersuchsanstalt fur Wasserbau, Hydrologie und

Glaziologie.

Yalin, M., 1992. River Mechanics. Oxford: Pergamon Press.

Yang, C. T., 1996, Sediment Transport, Theory and Practice, McGraw-Hill Companies, Inc.

New York

Yen, J., C.H, L. & Tsai, C., 2001. Hydraulic Characteristic and Discharge Control of Sluice

Gate. Journal of the Chinese Institute of Engineers, Vol. 24, No. 3, pp. 301-310.

Yuwono, N., 1996, Perencanaan Modell Hidrolik (Hydraulic Modelling), Laboratorium

Hidrolik dan Hidrologi, Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik, Universitas Gadjah

Mada, Yogyakarta

1

LAMPIRAN 1 PROFIL KARAKTERISTIK GERUSAN DAN

SEDIMENTASI PER BUKAAN PINTU

2 | L - 1

L - 1 | 3

PERHITUNGAN KEDALAMAN GERUSAN BERDASAR PERSAMAAN

PENELITIAN TERDAHULU

Material 2 (Sandy loam-1)

1. Persamaan Schoklitsch

Tabel 1. Perhitungan kedalaman gerusan berdasar Schoklitsch

Q

b q yo y3 c dSchoklitsch

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm3/dt.cm) (cm) (cm)

1 2 3 4 5 6 7 8

1,00 1000 0,50 20,00 1,500 1,200 0,000 1,321

1,50 1500 0,50 30,00 3,550 1,750 1,800 6,212

1,50 1500 1,00 30,00 1,900 1,770 0,300 2,358

2,00 2000 0,50 40,00 8,100 4,500 3,000 10,363

2,00 2000 1,00 40,00 3,020 2,000 0,400 3,249

2,00 2000 1,50 40,00 2,000 1,850 0,050 2,052

2,50 2500 0,50 50,00 8,050 2,400 5,000 14,967

2,50 2500 1,00 50,00 3,600 2,000 2,700 8,625

2,50 2500 1,50 50,00 2,500 2,300 0,600 3,640

3,00 3000 0,50 60,00 10,880 2,700 7,700 21,781

3,00 3000 1,00 60,00 5,700 2,550 3,400 11,093

3,00 3000 1,50 60,00 2,900 2,000 1,450 5,816

3,00 3000 2,00 60,00 2,600 2,400 0,200 2,985

3,50 3500 0,50 70,00 13,150 3,050 8,700 24,769

3,50 3500 1,00 70,00 6,600 2,600 5,500 16,121

3,50 3500 1,50 70,00 4,350 3,600 3,500 11,013

3,50 3500 2,00 70,00 3,000 2,750 0,000 2,896

4,00 4000 0,50 80,00 12,850 3,400 10,400 28,641

4,00 4000 1,00 80,00 7,900 3,250 5,900 17,610

4,00 4000 1,50 80,00 3,300 3,100 4,500 12,858

4,00 4000 2,00 80,00 4,200 2,850 2,200 8,321

4,00 4000 2,50 80,00 3,000 2,000 0,000 3,035

4,50 4500 1,00 90,00 16,550 5,300 0,000 7,428

4,50 4500 1,50 90,00 10,500 4,800 5,700 18,172

4,50 4500 2,00 90,00 7,800 5,300 3,800 13,269

5,00 5000 1,50 100,00 8,550 5,250 14,100 35,855

5,00 5000 2,00 100,00 6,650 4,450 10,300 27,030

5,00 5000 2,50 100,00 4,650 4,150 7,000 19,135

Sumber: Hasil perhitungan (2015)

Keterangan

1. = Data 5. = Data

2. = Data 6. = Data

3. = Data 7.= Data

4. = (2)/50 8. = 0,378*(5)0,5*(3)0,35 + 2,15 (7)

4 | L - 1

2. Persamaan Muller

Tabel 2. Perhitungan kedalaman gerusan berdasar Muller

Q bp q yo y3 ΔH dsMuller

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt.cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

1 2 3 4 5 6 7 8

1,0 1000 0,50 20,00 1,500 1,200 0,300 71,860

1,5 1500 0,50 30,00 3,550 1,750 1,800 226,501

1,5 1500 1,00 30,00 1,900 1,770 0,130 59,571

2,0 2000 0,50 40,00 8,100 4,500 3,600 379,111

2,0 2000 1,00 40,00 3,020 2,000 1,020 202,193

2,0 2000 1,50 40,00 2,000 1,850 0,150 76,454

2,5 2500 0,50 50,00 8,050 2,400 5,650 547,027

2,5 2500 1,00 50,00 3,600 2,000 1,600 290,379

2,5 2500 1,50 50,00 2,500 2,300 0,200 101,072

3,0 3000 0,50 60,00 10,880 2,700 8,180 734,816

3,0 3000 1,00 60,00 5,700 2,550 3,150 455,117

3,0 3000 1,50 60,00 2,900 2,000 0,900 242,633

3,0 3000 2,00 60,00 2,600 2,400 0,200 112,921

3,5 3500 0,50 70,00 13,150 3,050 10,100 895,875

3,5 3500 1,00 70,00 6,600 2,600 4,000 563,108

3,5 3500 1,50 70,00 4,350 3,600 0,750 241,359

3,5 3500 2,00 70,00 3,000 2,750 0,250 138,677

4,0 4000 0,50 80,00 12,850 3,400 9,450 938,650

4,0 4000 1,00 80,00 7,900 3,250 4,650 657,572

4,0 4000 1,50 80,00 3,300 3,100 0,200 133,948

4,0 4000 2,00 80,00 4,200 2,850 1,350 353,211

4,0 4000 2,50 80,00 3,000 2,000 1,000 304,449

4,5 4500 1,00 90,00 16,550 5,300 11,250 1097,827

4,5 4500 1,50 90,00 10,500 4,800 5,700 780,412

4,5 4500 2,00 90,00 7,800 5,300 2,500 514,719

5,0 5000 1,50 100,00 8,550 5,250 3,300 631,195

5,0 5000 2,00 100,00 6,650 4,450 2,200 515,205

5,0 5000 2,50 100,00 4,650 4,150 0,500 243,586

Sumber: Hasil perhitungan (2015)

Keterangan:

1. Data Q dalam lt/dt 5. Data muka air hilir

2. Data Q dalam cm3/dt 6. [5] – [6]

3. Data tinggi bukaan pintu 7. 10,35*[6]0,5 * [3]0,6 * [0,101]-0,4 – [5]

4. Data muka air hulu

L - 1 | 5

3. Persamaan Eggenberger

Tabel 3. Perhitungan kedalaman gerusan berdasar Eggenberger

Q bp q yo y3 ΔH dEggenberger

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm3/dt.cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

1 2 3 4 5 6 7 8

1,0 1000 0,50 20,00 1,500 1,200 0,300 16,972

1,5 1500 0,50 30,00 3,550 1,750 1,800 55,022

1,5 1500 1,00 30,00 1,900 1,770 0,130 13,487

2,0 2000 0,50 40,00 8,100 4,500 3,600 90,914

2,0 2000 1,00 40,00 3,020 2,000 1,020 48,788

2,0 2000 1,50 40,00 2,000 1,850 0,150 17,626

2,5 2500 0,50 50,00 8,050 2,400 5,650 134,257

2,5 2500 1,00 50,00 3,600 2,000 1,600 70,722

2,5 2500 1,50 50,00 2,500 2,300 0,200 23,411

3,0 3000 0,50 60,00 10,880 2,700 8,180 180,739

3,0 3000 1,00 60,00 5,700 2,550 3,150 111,284

3,0 3000 1,50 60,00 2,900 2,000 0,900 58,847

3,0 3000 2,00 60,00 2,600 2,400 0,200 26,283

3,5 3500 0,50 70,00 13,150 3,050 10,100 220,536

3,5 3500 1,00 70,00 6,600 2,600 4,000 138,107

3,5 3500 1,50 70,00 4,350 3,600 0,750 57,328

3,5 3500 2,00 70,00 3,000 2,750 0,250 32,427

4,0 4000 0,50 80,00 12,850 3,400 9,450 230,912

4,0 4000 1,00 80,00 7,900 3,250 4,650 161,114

4,0 4000 1,50 80,00 3,300 3,100 0,200 30,987

4,0 4000 2,00 80,00 4,200 2,850 1,350 85,712

4,0 4000 2,50 80,00 3,000 2,000 1,000 74,222

4,5 4500 1,00 90,00 16,550 5,300 11,250 269,077

4,5 4500 1,50 90,00 10,500 4,800 5,700 190,503

4,5 4500 2,00 90,00 7,800 5,300 2,500 124,042

5,0 5000 1,50 100,00 8,550 5,250 3,300 153,051

5,0 5000 2,00 100,00 6,650 4,450 2,200 124,802

5,0 5000 2,50 100,00 4,650 4,150 0,500 57,468

Sumber: Hasil perhitungan (2015)

Keterangan:

1. Data Q dalam lt/dt 5. Data muka air hilir

2. Data Q dalam cm3/dt 6. [5] - [6]

3. Data tinggi bukaan pintu 7. 22,9*[6]0,5 * [3]0,6 * [0,101]-0,4 – [5]

4. Data muka air hulu

6 | L - 1

5. Persamaan Ali et. Al (2014)

Tabel 4. Tabulasi perhitungan kedalaman gerusan persamaan Ali et.al

Q bp yo y3 Fr dAli,etal

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm) (cm) (cm)

1 2 3 4 5 6 7

1,0 1000 0,50 1,500 1,200 4,858 71,923

1,5 1500 0,50 3,550 1,750 1,800 55,022

1,5 1500 1,00 1,900 1,770 0,130 13,487

2,0 2000 0,50 8,100 4,500 3,600 90,914

2,0 2000 1,00 3,020 2,000 1,020 48,788

2,0 2000 1,50 2,000 1,850 0,150 17,626

2,5 2500 0,50 8,050 2,400 5,650 134,257

2,5 2500 1,00 3,600 2,000 1,600 70,722

2,5 2500 1,50 2,500 2,300 0,200 23,411

3,0 3000 0,50 10,880 2,700 8,180 180,739

3,0 3000 1,00 5,700 2,550 3,150 111,284

3,0 3000 1,50 2,900 2,000 0,900 58,847

3,0 3000 2,00 2,600 2,400 0,200 26,283

3,5 3500 0,50 13,150 3,050 10,100 220,536

3,5 3500 1,00 6,600 2,600 4,000 138,107

3,5 3500 1,50 4,350 3,600 0,750 57,328

3,5 3500 2,00 3,000 2,750 0,250 32,427

4,0 4000 0,50 12,850 3,400 9,450 230,912

4,0 4000 1,00 7,900 3,250 4,650 161,114

4,0 4000 1,50 3,300 3,100 0,200 30,987

4,0 4000 2,00 4,200 2,850 1,350 85,712

4,0 4000 2,50 3,000 2,000 1,000 74,222

4,5 4500 1,00 16,550 5,300 11,250 269,077

4,5 4500 1,50 10,500 4,800 5,700 190,503

4,5 4500 2,00 7,800 5,300 2,500 124,042

5,0 5000 1,50 8,550 5,250 3,300 153,051

5,0 5000 2,00 6,650 4,450 2,200 124,802

5,0 5000 2,50 4,650 4,150 0,500 57,468

Sumber: Hasil perhitungan (2015)

Keterangan:

1. Data Q dalam lt/dt 5. Data muka air hulu

2. Data Q dalam cm3/dt 6. Data muka air hilir

3. Data tinggi bp 7. [5] – [6]

4. [1]/50 8. 0,31*[7]0,8711*[4]

L - 1 | 7

5. Persamaan Farhoudi Shayan (2014)

Tabel 5. Tabulasi kedalaman gerusan berdasar persamaan Farhoudi Shayan

Q bp yo y3 Fr dFarhoudi et,al

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm) (cm) (cm)

1 2 3 4 5 6 7

1,0 1000 0,50 1,500 1,200 4,858 1,896

1,5 1500 0,50 3,550 1,750 4,137 2,540

1,5 1500 1,00 1,900 1,770 4,067 3,062

2,0 2000 0,50 8,100 4,500 1,338 3,720

2,0 2000 1,00 3,020 2,000 4,515 3,629

2,0 2000 1,50 2,000 1,850 5,075 3,961

2,5 2500 0,50 8,050 2,400 4,294 3,524

2,5 2500 1,00 3,600 2,000 5,644 4,041

2,5 2500 1,50 2,500 2,300 4,577 4,664

3,0 3000 0,50 10,880 2,700 4,318 3,966

3,0 3000 1,00 5,700 2,550 4,704 4,697

3,0 3000 1,50 2,900 2,000 6,773 4,913

3,0 3000 2,00 2,600 2,400 5,152 5,557

3,5 3500 0,50 13,150 3,050 4,196 4,408

3,5 3500 1,00 6,600 2,600 5,331 5,084

3,5 3500 1,50 4,350 3,600 3,272 6,155

3,5 3500 2,00 3,000 2,750 4,901 6,198

4,0 4000 0,50 12,850 3,400 4,074 4,835

4,0 4000 1,00 7,900 3,250 4,359 5,742

4,0 4000 1,50 3,300 3,100 4,680 6,317

4,0 4000 2,00 4,200 2,850 5,309 6,671

4,0 4000 2,50 3,000 2,000 9,030 6,462

4,5 4500 1,00 16,550 5,300 2,355 6,892

4,5 4500 1,50 10,500 4,800 2,732 7,481

4,5 4500 2,00 7,800 5,300 2,355 8,281

5,0 5000 1,50 8,550 5,250 2,654 8,054

5,0 5000 2,00 6,650 4,450 3,401 8,330

5,0 5000 2,50 4,650 4,150 3,777 8,680

Sumber: Hasil perhitungan (2015)

Keterangan:

1. Data Q dalam lt/dt 5. Data muka air hulu

2. Data Q dalam cm3/dt 6. Data muka air hilir

3. Data tinggi bp 7. [5] – [6]

4. [1]/50 8. 0,732 ∗ [6]/[3]0,98 ∗ [7]0,482 ∗ 𝑑90/[3]0,248 ∗ [3]

8 | L - 1

Berikut tabulasi ringkasan semua persamaan untuk perhitungan kedalaman gerusan

Tabel 6. Perbandingan kedalaman gerusan empirik dengan hasil persamaan

ds dshitung dsShcklitcsh dsMuller dsEggen dsWu dsAli dsFarhoudi

(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

0,30 2,07115 1,321 71,860 16,972 -0,800 71,923 1,896

4,25 4,00389 6,212 226,501 55,022 1,199 55,022 2,540

0,30 3,10522 2,358 59,571 13,487 -1,557 13,487 3,062

5,60 8,29363 10,363 379,111 90,914 2,330 90,914 3,720

3,60 4,161156 3,249 202,193 48,788 -0,065 48,788 3,629

0,10 3,85645 2,052 76,454 17,626 -1,565 17,626 3,961

7,80 8,24649 14,967 547,027 134,257 9,611 134,257 3,524

5,30 4,70798 8,625 290,379 70,722 1,401 70,722 4,041

3,10 4,32785 3,640 101,072 23,411 -1,875 23,411 4,664

10,90 10,91461 21,781 734,816 180,739 16,384 180,739 3,966

6,20 6,68786 11,093 455,117 111,284 4,799 111,284 4,697

5,20 4,70497 5,816 242,633 58,847 0,100 58,847 4,913

0,00 5,07908 2,985 112,921 26,283 -1,933 26,283 5,557

12,60 13,05477 24,769 895,875 220,536 22,440 220,536 4,408

9,20 7,53638 16,121 563,108 138,107 7,495 138,107 5,084

7,00 6,07203 11,013 241,359 57,328 -1,707 57,328 6,155

0,20 5,4562 2,896 138,677 32,427 -2,119 32,427 6,198

12,40 12,77193 28,641 938,650 230,912 22,130 230,912 4,835

9,20 8,76202 17,610 657,572 161,114 9,313 161,114 5,742

8,60 5,08209 12,858 133,948 30,987 -2,560 30,987 6,317

7,20 6,58756 8,321 353,211 85,712 0,797 85,712 6,671

0,00 6,11315 3,035 304,449 74,222 0,702 74,222 6,462

19,00 16,91724 7,428 1097,827 269,077 26,975 269,077 6,892

17,20 11,87025 18,172 780,412 190,503 11,553 190,503 7,481

15,90 9,98164 13,269 514,719 124,042 1,872 124,042 8,281

10,80 10,03179 35,855 631,195 153,051 4,740 153,051 8,054

10,30 8,89742 27,030 515,205 124,802 2,210 124,802 8,330

6,00 7,66877 19,135 243,586 57,468 -2,636 57,468 8,680

Sumber: Hasil analisa (2015)

Selanjutnya dibuat grafik untuk melihat kedekatan kedalaman gerusan empirik dengan

persamaan penelitian terdahulu.

L - 1 | 9

Gambar 1. Kedalaman gerusan empirik dan hasil perhitungan persamaan

MATERIAL LOAMY SAND

1. Persamaan Schoklitsch

Tabel 7. Tabulasi perhitungan kedalaman gerusan berdasar persamaan Schoklitsch

Q bp yo y3 c dSchoklitsch

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm) (cm) (cm)

1 2 3 4 5 6 7

1,50 1500 0,50 3,550 1,800 0,000 2,3421

2,00 2000 0,50 4,200 1,700 3,400 10,1273

2,00 2000 1,00 2,200 1,900 0,800 3,7590

2,00 2000 1,50 1,900 1,800 0,000 1,8949

2,50 2500 0,50 6,100 1,700 5,500 15,4961

2,50 2500 1,00 2,500 2,000 1,900 6,4352

2,50 2400 1,50 2,350 1,950 0,000 2,2463

3,00 3000 0,50 9,800 2,000 7,500 21,0847

3,00 3000 1,00 4,400 2,050 3,600 11,0633

3,00 3000 1,50 2,700 2,100 1,200 5,1833

3,50 3500 0,50 13,100 2,300 8,100 23,4672

3,50 3500 1,00 5,400 2,050 6,500 17,8607

3,50 3500 1,50 3,500 2,000 2,100 7,6433

3,50 3500 2,00 2,700 2,350 0,000 2,7476

4,00 4000 0,50 15,200 2,400 9,400 27,0412

4,00 4000 1,00 7,900 2,350 6,500 18,8998

4,00 4000 1,50 4,700 2,400 3,100 10,4636

4,00 4000 2,00 3,000 2,550 0,200 3,4648

4,50 4500 0,50 15,600 2,650 10,700 30,2167

4,50 4500 1,00 9,300 2,300 6,600 19,7582

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 16,0 18,0 20,0

ds

hit

un

g

ds empirik

dshitung (cm)

dsShcklitcsh (cm)

dsWu (cm)

dsFarhoudi (cm)

10 | L - 1

Q bp yo y3 c dSchoklitsch

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm) (cm) (cm)

1 2 3 4 5 6 7

4,50 4500 1,50 6,000 2,550 5,200 15,6525

4,50 4500 2,00 4,050 2,650 7,400 19,5846

4,50 4500 2,50 1,900 1,300 0,000 2,5168

5,00 5000 0,50 17,150 2,700 10,500 30,4206

5,00 5000 1,00 10,900 2,650 8,800 25,1747

5,00 5000 1,50 7,200 2,500 6,300 18,6284

5,00 5000 2,00 5,200 2,800 3,000 10,7701

5,00 5000 2,50 3,500 2,700 0,600 4,8343

Sumber: Hasil perhitungan (2015)

Keterangan

1. = Data 5. = Data

2. = Data 6. = Data

3. = Data 7.= 0,378*(5)0,5*(3)0,35 + 2,15 (7)

4. = Data

2. Persamaan Muller

Tabel 8. Perhitungan kedalaman gerusan berdasar persamaan Muller

Q bp yo y3 ΔH dMuller

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

1 2 3 5 6 7 8

1,50 1500 0,50 3,550 1,800 1,750 223,259

2,00 2000 0,50 4,200 1,700 2,500 317,976

2,00 2000 1,00 2,200 1,900 0,300 108,839

2,00 2000 1,50 1,900 1,800 0,100 62,135

2,50 2500 0,50 6,100 1,700 4,400 483,155

2,50 2500 1,00 2,500 2,000 0,500 161,445

2,50 2400 1,50 2,350 1,950 0,400 140,702

3,00 3000 0,50 9,800 2,000 7,800 718,181

3,00 3000 1,00 4,400 2,050 2,350 393,252

3,00 3000 1,50 2,700 2,100 0,600 197,642

3,50 3500 0,50 13,100 2,300 10,800 927,254

3,50 3500 1,00 5,400 2,050 3,350 515,658

3,50 3500 1,50 3,500 2,000 1,500 344,424

3,50 3500 2,00 2,700 2,350 0,350 164,989

4,00 4000 0,50 15,200 2,400 12,800 1093,984

4,00 4000 1,00 7,900 2,350 5,550 719,595

4,00 4000 1,50 4,700 2,400 2,300 462,353

4,00 4000 2,00 3,000 2,550 0,450 203,022

4,50 4500 0,50 15,600 2,650 12,950 1180,894

4,50 4500 1,00 9,300 2,300 7,000 867,859

L - 1 | 11

Q bp yo y3 ΔH dMuller

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

1 2 3 5 6 7 8

4,50 4500 1,50 6,000 2,550 3,450 608,334

4,50 4500 2,00 4,050 2,650 1,400 386,497

4,50 4500 2,50 1,900 1,300 0,600 253,456

5,00 5000 0,50 17,150 2,700 14,450 1329,096

5,00 5000 1,00 10,900 2,650 8,250 1003,658

5,00 5000 1,50 7,200 2,500 4,700 757,044

5,00 5000 2,00 5,200 2,800 2,400 539,962

5,00 5000 2,50 3,500 2,700 0,800 310,664

Sumber: Hasil perhitungan (2015)

Keterangan:

1. Data Q dalam lt/dt 5. Data muka air hilir

2. Data Q dalam cm3/dt 6. [5] – [6]

3. Data tinggi bukaan pintu 7. 10,35*[6]0,5 * [3]0,6 * [0,101]-0,4 – [5]

4. Data muka air hulu

3. Persamaan Eggenberger

Tabel 9. Tabulasi perhitungan kedalaman gerusan berdasar persamaan Eggenberger

Q bp yo y3 ΔH dEggenberger

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

1 2 3 4 5 6 7

1,50 1500 0,50 3,550 1,800 1,750 54,178

2,00 2000 0,50 4,200 1,700 2,500 77,812

2,00 2000 1,00 2,200 1,900 0,300 25,644

2,00 2000 1,50 1,900 1,800 0,100 14,102

2,50 2500 0,50 6,100 1,700 4,400 118,896

2,50 2500 1,00 2,500 2,000 0,500 38,653

2,40 2400 1,50 2,350 1,950 0,400 33,531

3,00 3000 0,50 9,800 2,000 7,800 177,128

3,00 3000 1,00 4,400 2,050 2,350 96,272

3,00 3000 1,50 2,700 2,100 0,600 47,581

3,50 3500 0,50 13,100 2,300 10,800 228,904

3,50 3500 1,00 5,400 2,050 3,350 126,718

3,50 3500 1,50 3,500 2,000 1,500 84,165

3,50 3500 2,00 2,700 2,350 0,350 39,272

4,00 4000 0,50 15,200 2,400 12,800 270,300

4,00 4000 1,00 7,900 2,350 5,550 177,217

4,00 4000 1,50 4,700 2,400 2,300 113,196

4,00 4000 2,00 3,000 2,550 0,450 48,581

12 | L - 1

Q bp yo y3 ΔH dEggenberger

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

1 2 3 4 5 6 7

4,50 4500 0,50 15,600 2,650 12,950 291,728

4,50 4500 1,00 9,300 2,300 7,000 214,131

4,50 4500 1,50 6,000 2,550 3,450 149,393

4,50 4500 2,00 4,050 2,650 1,400 94,141

4,50 4500 2,50 1,900 1,300 0,600 62,065

5,00 5000 0,50 17,150 2,700 14,450 328,553

5,00 5000 1,00 10,900 2,650 8,250 247,645

5,00 5000 1,50 7,200 2,500 4,700 186,418

5,00 5000 2,00 5,200 2,800 2,400 132,199

5,00 5000 2,50 3,500 2,700 0,800 75,242

Sumber: Hasil perhitungan (2015)

Keterangan:

1. Data Q dalam lt/dt 5. Data muka air hilir

2. Data Q dalam cm3/dt 6. [5] - [6]

3. Data tinggi bukaan pintu 7. 22,9*[6]0,5 * [3]0,6 * [0,101]-0,4 – [5]

4. Data muka air hulu

4. Persamaan Ali et,al (2014)

Tabel 10. Perhitungan kedalaman gerusan dengan persamaan Ali et.al

Q bp q yo y3 Fr dAli,etal

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt.cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

1 2 3 4 5 6 7 8

1,50 1500 0,50 30,00 3,550 1,800 3,966 82,473

2,00 2000 0,50 40,00 4,200 1,700 5,762 119,008

2,00 2000 1,00 40,00 2,200 1,900 4,876 109,148

2,00 2000 1,50 40,00 1,900 1,800 5,288 113,843

2,50 2500 0,50 50,00 6,100 1,700 7,202 152,590

2,50 2500 1,00 50,00 2,500 2,000 5,644 134,585

2,40 2400 1,50 48,00 2,350 1,950 5,628 131,141

3,00 3000 0,50 60,00 9,800 2,000 6,773 164,918

3,00 3000 1,00 60,00 4,400 2,050 6,527 161,805

3,00 3000 1,50 60,00 2,700 2,100 6,295 158,820

3,50 3500 0,50 70,00 13,100 2,300 6,407 175,782

3,50 3500 1,00 70,00 5,400 2,050 7,614 192,084

3,50 3500 1,50 70,00 3,500 2,000 7,902 195,762

3,50 3500 2,00 70,00 2,700 2,350 6,204 172,883

4,00 4000 0,50 80,00 15,200 2,400 6,870 197,378

4,00 4000 1,00 80,00 7,900 2,350 7,090 200,608

L - 1 | 13

Q bp q yo y3 Fr dAli,etal

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt.cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

1 2 3 4 5 6 7 8

4,00 4000 1,50 80,00 4,700 2,400 6,870 197,378

4,00 4000 2,00 80,00 3,000 2,550 6,273 188,348

4,50 4500 0,50 90,00 15,600 2,650 6,661 208,475

4,50 4500 1,00 90,00 9,300 2,300 8,238 232,490

4,50 4500 1,50 90,00 6,000 2,550 7,057 214,755

4,50 4500 2,00 90,00 4,050 2,650 6,661 208,475

4,50 4500 2,50 90,00 1,900 1,300 19,386 358,878

5,00 5000 0,50 100,00 17,150 2,700 7,196 231,068

5,00 5000 1,00 100,00 10,900 2,650 7,401 234,418

5,00 5000 1,50 100,00 7,200 2,500 8,077 245,158

5,00 5000 2,00 100,00 5,200 2,800 6,814 224,678

5,00 5000 2,50 100,00 3,500 2,700 7,196 231,068

Sumber: Hasil perhitungan (2015)

Keterangan:

1. Data Q dalam lt/dt 5. Data muka air hulu

2. Data Q dalam cm3/dt 6. Data muka air hilir

3. Data tinggi bp 7. [5] – [6]

4. [1]/50 8. 0,31*[7]0,8711*[4]

5. Persamaan Farhoudi

Tabel 11. Perhitungan kedalaman gerusan berdasar persamaan Farhoudi

Q bp q yo y3 ΔH dFarhoudi et,al

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt.cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

1 2 3 4 5 6 7 8

1,50 1500 0,50 30,00 3,550 1,800 1,750 1,776

2,00 2000 0,50 40,00 4,200 1,700 2,500 1,995

2,00 2000 1,00 40,00 2,200 1,900 0,300 0,962

2,00 2000 1,50 40,00 1,900 1,800 0,100 0,598

2,50 2500 0,50 50,00 6,100 1,700 4,400 2,619

2,50 2500 1,00 50,00 2,500 2,000 0,500 1,294

2,40 2400 1,50 48,00 2,350 1,950 0,400 1,262

3,00 3000 0,50 60,00 9,800 2,000 7,800 4,048

3,00 3000 1,00 60,00 4,400 2,050 2,350 2,795

3,00 3000 1,50 60,00 2,700 2,100 0,600 1,650

3,50 3500 0,50 70,00 13,100 2,300 10,800 5,430

3,50 3500 1,00 70,00 5,400 2,050 3,350 3,316

3,50 3500 1,50 70,00 3,500 2,000 1,500 2,447

14 | L - 1

Q bp q yo y3 ΔH dFarhoudi et,al

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm2/dt.cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

1 2 3 4 5 6 7 8

3,50 3500 2,00 70,00 2,700 2,350 0,350 1,533

4,00 4000 0,50 80,00 15,200 2,400 12,800 6,145

4,00 4000 1,00 80,00 7,900 2,350 5,550 4,835

4,00 4000 1,50 80,00 4,700 2,400 2,300 3,594

4,00 4000 2,00 80,00 3,000 2,550 0,450 1,875

4,50 4500 0,50 90,00 15,600 2,650 12,950 6,810

4,50 4500 1,00 90,00 9,300 2,300 7,000 5,295

4,50 4500 1,50 90,00 6,000 2,550 3,450 4,638

4,50 4500 2,00 90,00 4,050 2,650 1,400 3,365

4,50 4500 2,50 90,00 1,900 1,300 0,600 1,181

5,00 5000 0,50 100,00 17,150 2,700 14,450 7,312

5,00 5000 1,00 100,00 10,900 2,650 8,250 6,584

5,00 5000 1,50 100,00 7,200 2,500 4,700 5,280

5,00 5000 2,00 100,00 5,200 2,800 2,400 4,605

5,00 5000 2,50 100,00 3,500 2,700 0,800 2,776

Sumber: Hasil perhitungan (2015)

Keterangan:

5. Data Q dalam lt/dt 5. Data muka air hulu

6. Data Q dalam cm3/dt 6. Data muka air hilir

7. Data tinggi bp 7. [5] – [6]

8. [1]/50 8. 0,732 ∗ [6]/[3]0,98 ∗ [7]0,482 ∗ 𝑑90/[3]0,248 ∗ [3]

Berikut tabulasi ringkasan semua persamaan untuk perhitungan kedalaman gerusan

Tabel 12. Ringkasan kedalaman gerusan empirik dan hasil perhitungan

ds dshitung dsShcklitcsh dsMuller dsEggen dsWu dsAli dsFarhoudi

(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

4,300 0,523213 2,3421 223,259 54,178 1,067 82,473 1,776

6,300 0,86375 10,1273 317,976 77,812 3,043 119,008 1,995

3,200 -0,0922 3,7590 108,839 25,644 -1,331 109,148 0,962

8,200 1,936908 15,4961 483,155 118,896 7,654 152,590 2,619

5,400 -0,03358 6,4352 161,445 38,653 -0,937 134,585 1,294

11,000 4,610532 21,0847 718,181 177,128 16,197 164,918 4,048

6,900 0,58796 11,0633 393,252 96,272 3,432 161,805 2,795

5,200 -0,09464 5,1833 197,642 47,581 -0,700 158,820 1,650

12,400 7,772172 23,4672 927,254 228,904 24,957 175,782 5,430

6,400 0,98349 17,8607 515,658 126,718 6,405 192,084 3,316

L - 1 | 15

ds dshitung dsShcklitcsh dsMuller dsEggen dsWu dsAli dsFarhoudi

(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

2,400 0,18045 7,6433 344,424 84,165 1,786 195,762 2,447

13,400 10,29793 27,0412 1093,984 270,300 32,181 197,378 6,145

11,200 2,000792 18,8998 719,595 177,217 12,644 200,608 4,835

8,400 0,443927 10,4636 462,353 113,196 3,814 197,378 3,594

1,100 -0,2275 3,4648 203,022 48,581 -1,334 188,348 1,875

15,100 10,50084 30,2167 1180,894 291,728 34,502 208,475 6,810

11,500 2,7819 19,7582 867,859 214,131 17,782 232,490 5,295

9,700 0,853922 15,6525 608,334 149,393 7,348 214,755 4,638

7,400 0,053442 19,5846 386,497 94,141 1,366 208,475 3,365

16,200 12,63342 30,4206 1329,096 328,553 41,044 231,068 7,312

14,000 3,525806 25,1747 1003,658 247,645 22,325 234,418 6,584

11,000 1,341367 18,6284 757,044 186,418 11,728 245,158 5,280

9,000 0,369552 10,7701 539,962 132,199 4,465 224,678 4,605

4,700 -0,21603 4,8343 310,664 75,242 -0,278 231,068 2,776

Sumber: Hasil analisa (2015)

Dari hasil tabulasi Tabel 105 dibuat grafik untuk melihat kedekatan kedalaman gerusan hasil

penelitian dengan hasil perhitungan persamaan penelitian terdahulu. Sebagaimana ditunjukkan

dalam Gambar

Gambar 2. Perbandingan kedalaman gerusan empirik dengan hasil persamaan

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 16,0 18,0

ds

hit

un

g

ds empirik

dshitung (cm)

dsShcklitcsh

dsWu

dsFarhoudi

16 | L - 1

PERHITUNGAN PANJANG GERUSAN BERDASAR PERSAMAAN PENELITIAN

TERDAHULU

1. Persamaan Graf (1998)

Tabel 13. Perhitungan ls berdasar persamaan Graf

Q bp ytw dslab ls-Graf

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm) (cm) (cm)

1 2 3 4 5 6

1,0 1000 0,5 1,30 0,00 3,90

1,5 1500 0,5 2,05 4,25 18,90

1,5 1500 1,0 1,70 3,00 14,10

2,0 2000 0,5 2,00 5,60 22,80

2,0 2000 1,0 2,15 3,60 17,25

2,0 2000 1,5 1,95 0,10 6,15

2,5 2500 0,5 2,71 7,80 31,53

2,5 2500 1,0 2,30 5,30 22,80

2,5 2500 1,5 2,30 3,10 16,20

3,0 3000 0,5 3,30 10,90 42,60

3,0 3000 1,0 2,75 6,20 26,85

3,0 3000 1,5 2,50 5,20 23,10

3,5 3500 0,5 3,45 12,60 48,15

3,5 3500 1,0 3,30 9,20 37,50

3,5 3500 1,5 3,00 7,00 30,00

3,5 3500 2,0 2,70 0,20 8,70

4,0 4000 0,5 3,40 12,40 47,40

4,0 4000 1,0 3,30 9,20 37,50

4,0 4000 1,5 3,27 8,60 35,61

4,0 4000 2,0 3,20 7,20 31,20

4,0 4000 2,5 2,90 0,00 8,70

4,5 4500 1,0 5,60 19,00 73,80

4,5 4500 1,5 5,20 17,20 67,20

4,5 4500 2,0 4,60 15,90 61,50

4,5 4500 2,5 4,05 0,00 12,15

5,0 5000 1,5 5,15 10,80 47,85

5,0 5000 2,0 4,85 10,30 45,45

5,0 5000 2,5 4,35 6,00 31,05

Sumber: Hasil perhitungan (2015)

Keterangan

1. Data debit dalam lt/dt

2. Data debit dalam cm3/dt

3. Data tinggi bukaan pintu

4. Data tinggi muka air hilir

5. Data kedalaman gerusan empirik

6. 3 * ([4] + [5])

L - 1 | 17

2. Persamaan Breusers (1991)

Tabel 14. Perhitungan ls dari persamaan Breusers

Q bp dslab ls-Breusers

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm) (cm)

1 2 3 4 5

1,0 1000 0,5 0,00 0,00

1,5 1500 0,5 4,25 21,25

1,5 1500 1,0 3,00 15,00

2,0 2000 0,5 5,60 28,00

2,0 2000 1,0 3,60 18,00

2,0 2000 1,5 0,10 0,50

2,5 2500 0,5 7,80 39,00

2,5 2500 1,0 5,30 26,50

2,5 2500 1,5 3,10 15,50

3,0 3000 0,5 10,90 54,50

3,0 3000 1,0 6,20 31,00

3,0 3000 1,5 5,20 26,00

3,5 3500 0,5 12,60 63,00

3,5 3500 1,0 9,20 46,00

3,5 3500 1,5 7,00 35,00

3,5 3500 2,0 0,20 1,00

4,0 4000 0,5 12,40 62,00

4,0 4000 1,0 9,20 46,00

4,0 4000 1,5 8,60 43,00

4,0 4000 2,0 7,20 36,00

4,0 4000 2,5 0,00 0,00

4,5 4500 1,0 19,00 95,00

4,5 4500 1,5 17,20 86,00

4,5 4500 2,0 15,90 79,50

4,5 4500 2,5 0,00 0,00

5,0 5000 1,5 10,80 54,00

5,0 5000 2,0 10,30 51,50

5,0 5000 2,5 6,00 30,00

Sumber: Hasil perhitungan (2015)

Keterangan:

1. Data debit dalamlt/dt

2. Data debit dalam cm3/dt

3. Data tinggi bukaan pintu

4. Data kedalaman gerusan empirik

5. ls = 5 * [4]

18 | L - 1

3. Persamaan Ali et, al (2014)

Tabel 15. Persamaan ls dari Ali et,al

Q bp Fr ls-Ali

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm)

1 2 3 4 5

1,0 1000 0,5 4,858 2,170

1,5 1500 0,5 4,137 2,135

1,5 1500 1,0 4,067 4,263

2,0 2000 0,5 1,338 1,905

2,0 2000 1,0 4,515 4,308

2,0 2000 1,5 5,075 6,538

2,5 2500 0,5 4,294 2,143

2,5 2500 1,0 5,644 4,406

2,5 2500 1,5 4,577 6,471

3,0 3000 0,5 4,318 2,144

3,0 3000 1,0 4,704 4,326

3,0 3000 1,5 6,773 6,732

3,5 3500 0,5 5,152 2,183

3,5 3500 1,0 4,196 4,276

3,5 3500 1,5 5,331 6,571

3,5 3500 2,0 3,272 8,340

4,0 4000 0,5 4,901 2,172

4,0 4000 1,0 4,074 4,263

4,0 4000 1,5 4,359 6,439

4,0 4000 2,0 4,680 8,647

4,0 4000 2,5 5,309 10,947

4,5 4500 1,0 9,030 4,620

4,5 4500 1,5 2,355 6,051

4,5 4500 2,0 2,732 8,190

4,5 4500 2,5 2,355 10,085

5,0 5000 1,5 2,654 6,124

5,0 5000 2,0 3,401 8,373

5,0 5000 2,5 3,777 10,577

Sumber: Hasil perhitungan (2015)

Keterangan:

1. Data debit dalam lt/dt

2. Data debit dalam cm3/dt

3. Data tinggi bukaan pintu

4. Bilangan Froude

5. {3,70*[4]0,1009*[3]

L - 1 | 19

4. Persamaan Farhoudi Shayan (2014)

Tabel 16. Perhitungan ls dengan persamaan Farhoudi

Q bp ytw Fr ls-farhoudi

(lt/dt) (cm3/dt) (cm) (cm) (cm)

1 2 3 4 5 6

1,0 1000 0,5 1,30 4,858 12,303

1,5 1500 0,5 2,05 4,137 12,226

1,5 1500 1,0 1,70 4,067 21,612

2,0 2000 0,5 2,00 1,338 4,188

2,0 2000 1,0 2,15 4,515 25,695

2,0 2000 1,5 1,95 5,075 40,565

2,5 2500 0,5 2,71 4,294 13,835

2,5 2500 1,0 2,30 5,644 32,393

2,5 2500 1,5 2,30 4,577 38,782

2,5 2500 2,0 2,15 4,318 46,971

3,0 3000 1,0 2,75 4,704 28,883

3,0 3000 1,5 2,50 6,773 40,712

3,0 3000 2,0 2,45 5,152 44,527

3,5 3500 0,5 3,45 4,196 47,658

3,5 3500 1,0 3,30 5,331 18,317

3,5 3500 1,5 3,00 3,272 21,740

3,5 3500 2,0 2,70 4,901 45,012

4,0 4000 0,5 3,40 4,074 47,810

4,0 4000 1,0 3,30 4,359 15,084

4,0 4000 1,5 3,27 4,680 30,455

4,0 4000 2,0 3,20 5,309 49,881

4,5 4500 1,0 5,60 9,030 106,808

4,5 4500 1,5 5,20 2,355 18,870

4,5 4500 2,0 4,60 2,732 21,706

4,5 4500 2,5 4,05 2,355 26,883

5,0 5000 1,5 5,15 2,654 37,825

5,0 5000 2,0 4,85 3,401 56,477

5,0 5000 2,5 4,35 3,777 41,816

Sumber: Hasil perhitungan (2015)

Keterangan

1. Debit dalam lt/dt 4. Tinggi muka air hilir

2. Debit dalam cm3/dt 5. Bilangan Froude

3. Tinggi bukaan pintu 6. 3,923 * ([4]/[3])0,318 * [5]0,942 * (d50/[3])-0,249

20 | L - 1

Dari beberapa persamaan di atas kemudian dibuat tabulasi untuk menganalisa kedekatan hasil

persamaan dengan hasil pengamatan empirik. Hal ini ditunjukkan dalam Tabel 17 berikut:

Tabel 17. Kedekatan ls hasil pengamatan empirik dengan hasil perhitungan

Ls ls regresi ls-Graf ls-Breusers ls-Ali ls-Farhoudi

(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

11,5 16,643 18,90 21,25 2,135 12,226

2 12,157 14,10 15,00 4,263 21,612

16,5 50,230 22,80 28,00 1,905 4,188

12,5 14,966 17,25 18,00 4,308 25,695

5 8,404 6,15 0,50 6,538 40,565

21,5 24,582 31,53 39,00 2,143 13,835

18,5 14,966 22,80 26,50 4,406 32,393

12,5 13,900 16,20 15,50 6,471 38,782

29,5 28,246 42,60 54,50 2,144 46,971

21,5 21,684 26,85 31,00 4,326 28,883

19,5 10,236 23,10 26,00 6,732 40,712

13 10,391 48,15 63,00 2,183 44,527

34,5 32,520 37,50 46,00 4,276 47,658

30 22,294 30,00 35,00 6,571 18,317

27 29,777 8,70 1,00 8,340 21,740

9 14,666 47,40 62,00 2,172 45,012

36,5 36,795 37,50 46,00 4,263 47,810

28,5 30,233 35,61 43,00 6,439 15,084

28 23,671 31,20 36,00 8,647 30,455

61,5 55,270 67,20 86,00 6,051 18,870

55 44,433 61,50 79,50 8,190 21,706

47 45,810 12,15 0,00 10,085 26,883

33,5 49,929 47,85 54,00 6,124 37,825

32 35,429 45,45 51,50 8,373 56,477

30 27,034 31,05 30,00 10,577 41,816

Berdasar tabulasi di atas dibuat grafik yang menyatakan kedekatan hasil pengamatan empirik

dengan hasil perhitungan persamaan penelitian terdahulu.

L - 1 | 21

Gambar 3. Perbandingan ls empirik dengan ls hasil perhitungan

PROFIL GERUSAN DAN SEDIMENTASI PADA SEMUA TINGGI BUKAAN PINTU

UNTUK MATERIAL SANDY LOAM-1

Gambar 4. Karakteristik gerusan dan sedimentasi pada bp 0,5 cm untuk semua kondisi debit

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

ls h

itu

ng

ls empirik

ls regresi (cm)

ls-Graf (cm)

ls-Breusers (cm)

ls-Ali (cm)

ls-Farhoudi (cm)

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

Ke

dal

aman

ge

rusa

n (

cm)

Jarak (cm)

Q=1,5lt/dt

Q=2lt/dt

Q=2,5lt/dt

Q=3lt/dt

Q=4,0lt/dt

22 | L - 1

Gambar 5. Karakteristik gerusan dan sedimentasi pada bp 1,0 cm untuk semua kondisi debit

Gambar 6. Karakteristik gerusan dan sedimentasi pada bp 1,5 cm untuk semua kondisi debit

-20

-15

-10

-5

0

5

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

Ke

dal

aman

ge

rusa

n (

cm)

Jarak (cm)

Q=2lt/dtQ=2,5lt/dtQ=3lt/dtQ=3,5lt/dtQ=4,0lt/dtQ=4,5lt/dt

-20

-15

-10

-5

0

5

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

Ke

dal

aman

ge

rusa

n (

cm)

Jarak (cm)

Q=2,5lt/dtQ=3lt/dtQ=3,5lt/dtQ=4,0lt/dtQ=4,5lt/dtQ=5lt/dt

L - 1 | 23

Gambar 7. Karakteristik gerusan dan sedimentasi pada bp 1,5 cm untuk semua kondisi debit

PROFIL GERUSAN DAN SEDIMENTASI PADA SEMUA TINGGI BUKAAN PINTU

UNTUK MATERIAL LOAMY SAND

Gambar 8. Karakteristik gerusan dan sedimentasi pada bp 0,5 cm untuk semua kondisi debit

-18

-16

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 50 100 150 200 250

Ke

dal

aman

ge

rusa

n (

cm)

Jarak (cm)

Q=4,0lt/dt

Q=4,5lt/dt

Q=5lt/dt

-18

-16

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

0 50 100 150 200 250 300 350

Ke

dal

aman

ge

rusa

n (

cm)

Jarak (cm)

Q=1,5lt/dt Q=2lt/dt

Q=2,5lt/dt Q=3lt/dt

Q=3,5lt/dt Q=4lt/dt

Q=4,5lt/dt Q=5lt/dt

24 | L - 1

Gambar 9. Karakteristik gerusan dan sedimentasi pada bp 1,0 cm untuk semua kondisi debit

Gambar 10. Karakteristik gerusan dan sedimentasi pada bp 1,5 cm untuk semua kondisi debit

-16

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

0 50 100 150 200 250 300

Ke

dal

aman

ge

rusa

n(c

m)

Jarak (cm)

Q=2lt/dt

Q=2,5lt/dt

Q=3lt/dt

Q=3,5lt/dt

Q=4lt/dt

Q=4,5lt/dt

Q=5lt/dt

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 50 100 150 200 250

Ke

dal

man

ge

rusa

n (

cm)

Jarak (cm)

Q=3lt/dt

Q=3,5lt/dt

Q=4lt/dt

Q=4,5lt/dt

Q=5lt/dt

LAMPIRAN 2 KONFIGURASI

DASAR SALURAN

2 | L - 2

L A M P I R A N 2 | 3

MATERIAL 1 (SANDY LOAM)

Gambar 1. Debit 1 lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm

Gambar 2. Debit 1,5 lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm

Gambar 3. Debit 1,5 lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm

-3

-2,5

-2

-1,5

-1

-0,5

0

0,5

1

1,5

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ= 13,5 cm

Bentuk dasar: ripple

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ = 36 cm

Bentuk dasar: plane bed

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)Bentuk dasar: ripple

h = 0,8cm

h= 0,3cm

λ = 13,5

cm

4 | L - 2

Gambar 4. Debit 2,0 lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm

Gambar 5. Debit 2,0 lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm

Gambar 6. Debit 2,0 lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm

-8

-7

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)Bentuk dasar: plane bed

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

h = 0,9cm

λ = 4,5 cm

Bentuk dasar: ripple

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ = 4 cm

Bentuk dasar: ripple

h=0,3cm

λ = 3,5 cm

L A M P I R A N 2 | 5

Gambar 7. Debit 2,5 lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm

Gambar 8. Debit 2,5 lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm

Gambar 9. Debit 2,5 lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

-8

-7

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220

AK

edal

aman

ger

usa

n/

tin

ggi s

edim

enta

si (

cm)

Jarak (cm) Bentuk dasar: plane bed

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ = 31 cm

Bentuk dasar: plane bed

Bentuk dasar: plane bed

λ = 22,5 cm

λ = 40 cm

6 | L - 2

Gambar 10. Debit 2,5 lt/dt dan bukaan pintu 2,0 cm

Gambar 11. Debit 3,0 lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm

Gambar 12. Debit 3,0 lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm

-3

-2,5

-2

-1,5

-1

-0,5

0

0,5

1

1,5

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

h=0,4cm

λ = 22,5 cm

Bentuk dasar: ripple

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ = 133 cm

Bentuk dasar: ripple

h=0,8cm

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ = 55 cm

Bentuk dasar: plane bed

L A M P I R A N 2 | 7

Gambar 13. Debit 3,0 lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm

Gambar 14. Debit 3,0 lt/dt dan bukaan pintu 2,0 cm

Gambar 15. Debit 3,5 lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm

-7

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ = 55 cm

h = 0,8 cm

Bentuk dasar: ripple

-8

-7

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm) Bentuk dasar: ripple

-16

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ = 75 cm

Bentuk dasar: plane bed

λ = 51 cm

8 | L - 2

Gambar 16. Debit 3,5 lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm

Gambar 17. Debit 3,5 lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm

Gambar 18. Debit 3,5 lt/dt dan bukaan pintu 2,0 cm

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ = 95 cm

Bentuk dasar: plane bed

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

h = 0,8 cm

λ = 80 cm

Bentuk dasar: ripple

-9

-8

-7

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 30 60 90 120 150 180 210 240

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ = 80 cm

Bentuk dasar: plane bed

L A M P I R A N 2 | 9

Gambar 19. Debit 4,0 lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm

Gambar 20. Debit 4,0 lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm

Gambar 21. Debit 4,0 lt/dt dan bukaan pintu 2,0 cm

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ = 90 cm

Bentuk dasar: ripple

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)Bentuk dasar: plane bed

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm) Bentuk dasar: ripple

λ = 37,5 cm

λ = 35 cm

10 | L - 2

Gambar 22. Debit 4,0 lt/dt dan bukaan pintu 2,5 cm

Gambar 23. Debit 4,5 lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm

Gambar 24. Debit 4,5 lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm

-16

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)Bentuk dasar: plane bed

λ = 55 cm

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm) Bentuk dasar: plane bed

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm) Bentuk dasar: ripple

λ = 20 cm

λ = 60 cm

L A M P I R A N 2 | 11

Gambar 25. Debit 4,5 lt/dt dan bukaan pintu 2,0 cm

Gambar 26. Debit 4,5 lt/dt dan bukaan pintu 2,5 cm

Gambar 27. Debit 5,0 lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ = 165 cm

Bentuk dasar: plane bed

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ = 135 cm

Bentuk dasar: plane bed

-16

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ = 110 cm

Bentuk dasar: plane bed

12 | L - 2

Gambar 28. Debit 5,0 lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm

Gambar 29. Debit 5,0 lt/dt dan bukaan pintu 2,0 cm

Gambar 30. Debit 5,0 lt/dt dan bukaan pintu 2,5 cm

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ = 110 cm

Bentuk dasar: plane bed

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

h=0,8 cm

Bentuk dasar: ripple

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)Bentuk dasar: ripple

λ = 50 cm

λ = 35 cm

L A M P I R A N 2 | 13

MATERIAL 2 (SANDY LOAM-A)

Gambar 30. Debit 1,5lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm

Gambar 31. Debit 2lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm

Gambar 32. Debit 2lt/dt dan bukaan pintu 1 cm

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ = 9,57 cm

Bentuk dasar : plane bed

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ = 18,68 cm

Bentuk dasar : plane bed

-4

-3,5

-3

-2,5

-2

-1,5

-1

-0,5

0

0,5

1

1,5

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

λ = 8,56 cm

Jarak (cm)

Bentuk dasar: plane bed

14 | L - 2

Gambar 33. Debit 2,5lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm

Gambar 34. Debit 2,5lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm

Gambar 34. Debit 2,5lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm

-9

-8

-7

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

λ = 35,5 cm

Jarak (cm)Bentuk dasar: plane bed

-7

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

λ = 19,6 cm

h= 0,45 cm

Jarak (cm)Bentuk dasar: ripple

-3,5

-3

-2,5

-2

-1,5

-1

-0,5

0

0,5

1

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

h=0,2 cm

Bentuk dasar: ripple

λ = 7,8 cm

L A M P I R A N 2 | 15

Gambar 35. Debit 3,0lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm

Gambar 36. Debit 3,0lt/dt dan bukaan pintu 1 cm

Gambar 37. Debit 3,0lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ = 32,5 cm

-7

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

h= 0,45 cm

Bentuk dasar: ripple

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

h=0,2cm

λ = 14 cm

Bentuk dasar: ripple

λ = 30,5 cm

Bentuk dasar: ripple

16 | L - 2

Gambar 38. Debit 3,0lt/dt dan bukaan pintu 2 cm

Gambar 39. Debit 3,5lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm

Gambar 40. Debit 3,5lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm

-0,6

-0,5

-0,4

-0,3

-0,2

-0,1

0

0 2 4 6 8 10 12 14 16

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240

Ked

alam

an g

erusa

n/

tinggi

sedim

enta

si (

cm)

Jarak (cm)

λ = 73 cm

Bentuk dasar: plane bed

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

Bentuk dasar: ripple

λ = 24 cm

L A M P I R A N 2 | 17

Gambar 41. Debit 3,5lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm

Gambar 42. Debit 3,5lt/dt dan bukaan pintu 2,0 cm

Gambar 43. Debit 4,0lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm

-8

-7

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

h = 0,2 cm

λ = 17,5 cm

-0,25

-0,2

-0,15

-0,1

-0,05

0

0,05

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ=13,5 cm λ=19,5 cm

Bentuk dasar: ripple dan plane bed

Bentuk dasar: ripple

18 | L - 2

Gambar 44. Debit 4,0lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm

Gambar 45. Debit 4,0lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm

Gambar 46. Debit 4,0lt/dt dan bukaan pintu 2,0 cm

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ = 16 cm

h=0,6 cm

Bentuk dasar: ripple

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ = 18,5 cm

Bentuk dasar: ripple

-8

-7

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ = 45 cm

Bentuk dasar: ripple

L A M P I R A N 2 | 19

Gambar 47. Debit 4,5lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm

Gambar 48. Debit 4,5lt/dt dan Bukaan pintu 1,5 cm

Gambar 49. Debit 4,5lt/dt dan bukaan pintu 2,0 cm

-20

-15

-10

-5

0

5

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

-20

-18

-16

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm) Bentuk dasar: ripple

-18

-16

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 20 40 60 80 100 120 140 160

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm) Bentuk dasar: plane bed

Bentuk dasar: ripple

λ=13 cm

λ = 50 cm

λ =75 cm

20 | L - 2

Gambar 50. Debit 5,0lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm

Gambar 51. Debit 5,0lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm

Gambar 52. Debit 5,0lt/dt dan bukaan pintu 2,5 cm

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

0 20 40 60 80 100 120 140 160

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)Bentuk dasar: ripple

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

-7

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Axis Title

Bentuk dasar: ripple

Bentuk dasar: ripple

λ = 23 cm

λ = 5 cm

λ = 5 cm

L A M P I R A N 2 | 21

MATERIAL 3 (LOAMY SAND)

Gambar 53. Debit 1,5lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm

Gambar 54. Debit 2,0lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm

Gambar 55. Debit 2,0lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm) Bentuk dasar: plane bed

λ= 15 cm

-7

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ= 15cm

h=0,6 cm

Bentuk dasar: ripple

-3,5

-3

-2,5

-2

-1,5

-1

-0,5

0

0,5

1

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ = 18 cm

h = 0,4 cm

Bentuk dasar: ripple

22 | L - 2

Gambar 56. Debit 2,5lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm

Gambar 57. Debit 2,5lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm

Gambar 58. Debit 3,0lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ = 30 cm

Bentuk dasar: plane bed

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Ked

alam

an g

eru

san

/ti

ngg

i sed

imen

tasi

(cm

)

Jarak (cm)

λ = 18 cm

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240

Axi

s Ti

tle

Axis Title

L A M P I R A N 2 | 23

Gambar 59. Debit 3,0lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm

Gambar 60. Debit 3,0lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm

Gambar 61. Debit 3,5lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm

-8

-7

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

Axi

s Ti

tle

Axis Title

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

0 20 40 60 80 100 120 140 160

Axi

s Ti

tle

Axis Title Bentuk dasar: Ripple

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330

Axi

s Ti

tle

Axis Title

λ = 118 cm

Bentuk dasar : Plane bed

λ = 30 cm λ = 30 cm

24 | L - 2

Gambar 62. Debit 3,5lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm

Gambar 63. Debit 3,5lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm

Gambar 64. Debit 4,0lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270

Axi

s Ti

tle

Axis Title

-7

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

Axi

s Ti

tle

Axis Title

Bentuk dasar : Ripple

λ = 28 cm

-16

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360

Axi

s Ti

tle

Axis Title Bentuk dasar : Ripple

λ = 63 cm

λ = 55 cm

Bentuk dasar : Ripple

L A M P I R A N 2 | 25

Gambar 65. Debit 4,0lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm

Gambar 66. Debit 4,0lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm

Gambar 69. Debit 4,5lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300

Axi

s Ti

tle

Axis Title

Bentukdasar : Ripple

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240

Axi

s Ti

tle

Axis Title

λ = 35 cm λ = 50 cm

Bentuk dasar : Ripple

-16

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360

Axi

s Ti

tle

Axis Title

λ= 55 cm

Bentuk dasar : Plane bed

λ = 80 cm

26 | L - 2

Gambar 70. Debit 4,5lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm

Gambar 71. Debit 4,5lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm

Gambar 72. Debit 5,0lt/dt dan bukaan pintu 0,5 cm

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240

Axi

s Ti

tle

Axis TitleBentuk dasar : Ripple

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

Axi

s Ti

tle

Axis Title

-18

-16

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360

Axi

s Ti

tle

Axis Title

Bentuk dasar: Ripple

λ = 88 cm

λ = 45 cm

Bentuk dasar : Plane bed

λ = 38 cm

L A M P I R A N 2 | 27

Gambar 73. Debit 5,0lt/dt dan bukaan pintu 1,0 cm

Gambar 74. Debit 5,0lt/dt dan bukaan pintu 1,5 cm

Gambar 75. Debit 5,0lt/dt dan bukaan pintu 2,0 cm

-16

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240

Axi

s Ti

tle

Axis Title

λ = 35 cm

λ = 50 cm

Bentuk dasar : Ripple

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240

Axi

s Ti

tle

Axis Title

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

Axi

s Ti

tle

Axis Title

λ = 20 cm

Bentuk dasar: Rippple

λ = 38 cm

λ= 65 cm

Bentuk dasar : Ripple

28 | L - 2

Gambar 76. Debit 5,0lt/dt dan bukaan pintu 2,5 cm

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150

Axi

s Ti

tle

Axis Title

λ = 25 cm λ = 43 cm

Bentuk dasar Ripple

L- 3 | 1

MATERIAL 1 (Sandy Loam)

Tabel 1. Profil aliran dan gerusan sepanjang saluran untuk bp 0,5 cm dan semua variasi debit

Q1 = 1 lt Foto profil Q2 = 1,5 lt Foto profil

Q3 = 2 lt Foto profil Q4 = 2,5 lt Foto profil

Q5 = 3 lt Foto profil Q6 = 3,5 lt Foto profil

L - 3 | 2

L-3 | 2

Tabel 2. Profil aliran dan gerusan sepanjang saluran untuk bp 1,0 cm dan semua variasi debit

Q2 = 1,5 lt Foto profil Q3 = 2lt Foto profil

Q4 = 2,5 lt Foto profil Q5 = 3 lt Foto profil

Q6 = 3,5 lt Foto profil Q7 = 4 lt Foto profil

i

Q8 = 4,5 lt Foto profil Q9 = 5 lt Foto profil

L- 3 | 3

Tabel 3. Profil aliran dan gerusan sepanjang saluran untuk bp 1,5 cm dan semua variasi debit

Q3 = 2 lt Foto profil Q4 = 2,5 lt Foto profil

Q5 = 3 lt Foto profil Q6 = 3,5 lt Foto profil

Q7 = 4 lt Foto profil Q8 = 4,5 lt Foto profil

Q9 = 5 lt Foto profil

L - 3 | 4

L-3 | 4

Tabel 4. Profil aliran dan gerusan sepanjang saluran untuk bp 2cm dan semua variasi debit

Q4 = 2,5 lt Foto profil Q5 = 3 lt Foto profil

Q6 = 3,5 lt Foto profil Q7 = 4 lt Foto profil

Q8 = 4,5 lt Foto profil Q8 = 5 lt Foto profil

MATERIAL 2 (LOAMY SAND)

L- 3 | 5

Tabel 5. Profil aliran dan gerusan sepanjang saluran untuk bp 0,5 cm dan semua variasi debit

Q1 = 1 lt Foto profil Q2 = 1,5 lt Foto profil

Q3 = 2 lt Foto profil Q4 = 2,5 lt Foto profil

Q5 = 3 lt Foto profil Q6 = 3,5 lt Foto profil

Q7= 4 lt Foto profil Q8 = 4,5 lt Foto profil

L - 3 | 6

L-3 | 6

Tabel 6. Profil aliran dan gerusan sepanjang saluran untuk bp 1 cm dan semua variasi debit

Q2 = 1,5 lt Foto profil Q3 = 2 lt Foto profil

Q4 = 2,5 lt Foto profil Q5 = 3 lt Foto profil

Q6 = 3,5 lt Foto profil Q7 = 4 lt Foto profil

L- 3 | 7

Tabel 7. Profil aliran dan gerusan sepanjang saluran untuk bp 1,5 cm dan semua variasi debit

Q3 = 2 lt Foto profil Q4 = 2,5 lt Foto profil

Q5 = 3 lt Foto profil Q6 = 3,5 lt Foto profil

Q7= 4 lt Foto profil Q8 = 4,5 lt Foto profil

Q9 = 5 lt Foto profil

pintu sorong

3.60 cm

1.50 cm2.00 cm 1.85 cm

pintu sorong

1.50 cm2.50 cm

3.10 cm

2.30 cm

pintu sorong

1.50 cm

2.90 cm

5.20 cm

2.00 cm

pintu sorong

4.35 cm

1.50 cm

3.60 cm

7.00 cm

pintu sorong

1.50 cm

3.30 cm 3.10 cm

8.60 cm

pintu sorong

10.50 cm

4.80 cm

17.20 cm

1.50 cm

pintu sorong

8.55 cm

1.50 cm

10.80 cm

5.25 cm

L - 3 | 8

L-3 | 8

Tabel 8. Profil aliran dan gerusan sepanjang saluran untuk bp 2 cm dan semua variasi debit

Q5 = 3 lt Foto profil Q6 = 3,5 lt Foto profil

Q7= 4 lt Foto profil Q8 = 4,5 lt Foto profil

Tabel 9. Profil aliran dan gerusan sepanjang saluran untuk bp 2,5 cm dan semua variasi debit

Q7= 4 lt Foto profil Q8 = 4,5 lt Foto profil

Q9 = 5 lt Foto profil

pintu sorong

2.60 cm2.00 cm

2.40 cm

pintu sorong

3.00 cm2.00 cm

0.20 cm

2.75 cm

pintu sorong

2.00 cm4.20 cm

7.20 cm

2.85 cm

pintusorong

7.80 cm

2.00 cm

5.30 cm

15.90 cm

pintu sorong

3.00 cm 2.50 cm 2.00 cm

pintu sorong

4.65 cm

6.00 cm

4.15 cm2.50 cm

L- 3 | 9

MATERIAL 3 (SANDY-LOAM-A)

Tabel 10. Profil aliran dan gerusan sepanjang saluran untuk bp 0,5 cm dan semua variasi debit

Q5 = 3 lt Foto profil Q6 = 3,5 lt Foto profil

Q7= 4 lt Foto profil Q8 = 4,5 lt Foto profil

pintu sorong

13.10 cm

0.50 cm

12.40 cm

2.30 cm

pintu sorong

15.20 cm

0.50 cm

2.40 cm

12.40 cm

pintu sorong

15.60 cm

0.50 cm

16.20 cm

2.70 cm

L - 3 | 10

L-3 | 10

KONTUR GERUSAN UNTUK MATERIAL 1

Tabel 11. Kontur gerusan untuk bp 0,5 pada semua variasi debit

Q1 = 1lt Q2 = 1,5 lt

Q3=2 lt Q4 = 2,5 lt

Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003 Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003

Q5 = 3 lt Q6 = 3,5 lt

12.7

16.220.920.9

14

.2

10

.2

14

.2

16

.721.0

520

.3

L- 3 | 11

Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003 Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003

Q7 = 4 lt

Foto file: G, FotolabM1,03018, ninadata

11.0

5

8.3

511.0

5

14.9

5

16.4

5

20.7

5

20.4

5

21.4

5

20.6

5

20.9

5

20.9

521.1

21.3

520.8

5

21.0

5

21.4

5

21.6

21.7

5

21.3

5

19.4

5

17.1

5

14.5

12.3

6

11.5

0

21.5

17.8 1

4.5

10.1

5 14.7

5

21.5

KETERANGAN :

Q = 4 l /dtk

B = 0.5 cm

L - 3 | 12

L-3 | 12

Tabel 12. Kontur gerusan untuk bp 1 cm pada semua variasi debit

Q2 = 1,5 lt Q3 = 2 lt

Foto file: G, fotolabM1, fotolab-2015, 0303-1903 Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003

Q4 = 2,5 lt Q5 = 3 lt

Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003 Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003

Q6 = 3,5 lt Q7 = 4 lt

Foto file: G, fotolabM1, foto lab & video, 07-04-2015 Foto file: G, fotolabM1, bulan 4, 0904, 102NIKON

11

.51

5.1

5

17.5

5

21

.121

.120.4

5

20.6

6

20.7

5

21

.1

10.95

17.45

21.05

21.05

11.9

8.21

4.7

16.9

19.721.4

21.1

21.4

21.3

21.3

521.0

20.8

22.0

5

21.0

5

21.0

5

L- 3 | 13

Q8 = 4,5 lt Q9 = 5 lt

Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003, 1004, 103NIKON Foto file: G, fotolabM1, bulan 4, 1104, 104NIKON

Tabel 13. Kontur gerusan untuk bp 1,5 cm pada semua variasi debit

Q3 = 2 lt Q3 = 2,5 lt

10

.1

7.6

4.9

10

.1

12

.6

15

.2

20

.6

21.3

521

.7

21

.32

1.5

21

.0

21

.22

1.3

21

.2

20

.9

20

.9

21

.021

.5

21

.1

21.1

17.66

14.2

L - 3 | 14

L-3 | 14

Foto file: G, fotolabM1, fotolab-2015, 0303-1903 Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003

Q4 = 3 lt Q5 = 3,5 lt

Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003 Foto file: G, fotolabM1, bulan 4, 0704, 100NIKON

Q6 = 4 lt Q7 = 4,5 lt

Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003 Foto file: G, fotolabM1, bulan 4, 0904, 101NIKON

20.1

5

20.7

5

18.2

5

13.3

5

17.5

5

13.9

5

17.3

5

19.8

5

21.6

23.7

5

23.5

23.4

5

23.3

523.4

5

23.6

5

23.5

5

23.5 23.8

23.6

3

23.4

5

23.6

5

23.4

5

23.7

5

23.6

9

23.4

5

L- 3 | 15

Q8 = 5 lt Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003, 1004, 102NIKON

Tabel 14. Kontur gerusan untuk bp 2 cm pada semua variasi debit

Q4 = 2,5 lt Q5 = 3 lt

Foto file: G, fotolabM1, bulan 4, 0804, 101NIKON Foto file: G, fotolabM1, bulan 4, 0704, 100NIKON

Q6 = 3,5 lt Q7 = 4 lt

Foto file: G, fotolabM1, foto lab & video, camera 07-04-2015 Foto file: G, fotolabM1, fotolab-2015, 0303-1903

21.1

18.3

21.1 14.4

17.5

13.0

17.5

21.2

21.2

21

21

21

21.0

5

20.9

5

21.1

5

20.3

51

8.3

5

15.2

5

12

.2

15.2

5

13.1

10.9

13.116.5

17.4

20.3

21

21

L - 3 | 16

L-3 | 16

Q8 = 4,5 lt Q9 = 5 lt

Foto file: G, fotolabM1, bulan 3, 2303-3003, 1004, 101NIKON Foto file: G, fotolabM1, bulan 4, 1104, 100NIKON

Material 2

Tabel 15. Kontur gerusan untuk bp 0,5 cm pada semua variasi debit

Q2 = 2 lt Q4 = 2,5 lt

Foto file: G, fotolabM2, tgl 3-08-2015, 101NIKON Foto

14.4

17.0

18.9

20.7

20.4

20.6

16.0

17.6

21.0

21.0

20.5

21.0

20.8

21.3

22.0

20.7

20.5

L- 3 | 17

Q5 = 3 lt Q6 = 3,5 lt

Foto file: G, fotolabM2, tgl 3-08-2015, 102NIKON

Q7 = 4 lt Foto file: G, fotolabM2, tgl 5-08-2015, 102_FUJI

20.8

20.8

5

20.9

21.1

21.1

20.8

21.5

5

19.9

5

12.8

19.65

21.10

20.5

8.4

20.9

21.0

19.5

8.2

L - 3 | 18

L-3 | 18

Tabel 16. Kontur gerusan untuk bp 1 cm pada semua variasi debit

Q3 = 2lt Foto file: G, fotolabM2, tgl 3-08-2015, 100NIKON Q5 = 3 lt

Q4 = 2,5 lt Q5 = 3,5 lt

Foto file: G, fotolabM2, tgl 3-08-2015, 101NIKON Foto file: G, fotolabM2, tgl 3-08-2015, 102NIKON

Q6 = 4 lt Foto file: G, fotolabM2, tgl 4-08-2015, 102_FUJI

20.5

20.4

20.9

18.9

12.6

KETERANGAN :

Q = 3.0 l /dtkB = 1.0 cm

20.6 21.2

21.2

17.1

20.9

20.7

20.8

20.7

21.0

10.8

21.0 21.0

21.0

20.7

16.6

5

L- 3 | 19

Q8 = 4,5 lt, Foto file: G, fotolabM2, tgl 5-08-2015, 102_FUJI Foto

Tabel.17. Kontur gerusan untuk bp 1,5 cm pada semua variasi debit

Q4 = 2,5 lt Q5 = 3 lt

Foto file: G, fotolabM2, tgl 3-08-2015, 101NIKON Foto file: G, fotolabM2, tgl 3-08-2015, 101NIKON

Q6 = 3,5 lt Q6 = 3,5 lt Foto file: G, fotolabM2, tgl 4-08-2015, 102_FUJI

20.4 2

0.8

14.8

18.0

20.4

20.1

0

20.6

20.8

20.8

20.8

5

21.2

5

20.9

21.0

21.3 1

8.2

19.4

5

21.0

21.2

20.8

20 1

8.3

18.3

12.6

L - 3 | 20

L-3 | 20

Q7 = 4 lt Foto file: G, fotolabM2, tgl 4-08-2015, 102_FUJI

Q8 = 4,5 lt Q9 = 5 lt

Foto file: G, fotolabM2, tgl 5-08-2015, 102_FUJI Foto file: G, fotolabM2, tgl 6-08-2015, 102_FUJI

Tabel 18. Kontur gerusan untuk bp 2 cm pada semua variasi debit

Q7 = 4 lt Q7 = 4 lt, Foto file: G, fotolabM2, tgl 4-08-2015, 102_FUJI

20.8

21.0

21.5

20.8

21.0

20.0

5

19.5

10.9

20.5

5

20.5

5

19.3

5

17.7

15.8

12.9

10.7

5.6

5

8.5

10.7

12.9

17.3

5

10.9

5

21.5

5 19.4

5

20.5

20.5

20.4

19.0

12.9

13.3 1

7.0

L- 3 | 21

Q9 = 5lt Foto file: G, fotolabM2, tgl 6-08-2015, 102_FUJI

Tabel 19. Kontur gerusan untuk bp 2,5 cm pada semua variasi debit

Q8 = 4,5 lt Q9 = 5 lt

Foto file: G, fotolabM2, tgl 6-08-2015, 102_FUJI Foto file: G, fotolabM2, tgl 6-08-2015, 102_FUJI

21.8

17.1

515.1

513.2

5

12.0

5

17.3

5

14.2

5

11.4

5

14.6

16.9

522.1

5

21.6

5

21.7

5

21.7

5

21.7

5

22.0

5

21.1

5

21.45

21.6521.25

21.35

21.45

20.3519.95

17.95 17.25

15.85 17.9517.25

L - 3 | 22

L-3 | 22

Material 3

Tabel 20. Kontur gerusan untuk bp 0,5 cm pada semua variasi debit

Q2=1,5 lt Q3=2 lt

Q4= 2,5 lt Q5= 3 lt

Q6 = 3,5 lt Q7 = 4 lt

Foto file: G, fotolabM3, tgl 12 08 2015, 103_FUJI Foto file: G, fotolabM3, tgl 12 08 2015, 103_FUJI

21.4

20.7

19.017.8

15.75

20.8

18.9

17.113.8

20.6

20.9

20.0

20.8

19.9

18.1

16.6

15.6

12.6

30.0

20.6

20.2

5

21.4

518.2

16.3

13.2

8.7 1

5.2

9.6

7.89

.61

2.2

14.6

16.5

20.5

21.4

20.8

20.8

21.2

21.4

21.2

21.0

21.1 2

1.2

20.8

20.9 21.3

21.0

18.9

16.75

11.8 10.2

10.2

6.59.0

L- 3 | 23

Q8 = 4,5 lt Q9 = 5 lt

Foto file: G, fotolabM3, tgl 13 08 2015, 103_FUJI Foto file: G, fotolabM3, tgl 13 08 2015, 103_FUJI

Tabel 21. Kontur gerusan untuk bp 1 cm pada semua variasi debit

Q3=2 lt Q4=2,5 lt

Q5 = 3 lt Q6 = 3,5 lt

9.4

6.4

9.4

11.5

13.2

21.6

19.0

21.1

21.0

20.4

20.6

21.0

21.3

21.0

20.2

19.2 1

6.9

14.8

7.9

5.8

KETERANGAN :

Q = 5.0 l /dtkB = 0.5 cm

20.65

18.7516.5

20

.6

19

.31

7.5

14

.4 17

.5

20.2

20.5

10.5 1

8.7 1

6.8 1

3.0

20.2

20.6

20.6

20.4

19.0

16.5

14.8

12.4

L - 3 | 24

L-3 | 24

Q7 = 4 lt Q8 = 4,5 lt

Foto file: G, fotolabM3, tgl 12 08 2015, 103_FUJI Foto file: G, fotolabM3, tgl 13 08 2015, 103_FUJI

Q9 = 5 lt Foto file: G, fotolabM3, tgl 13 08 2015, 103_FUJI

Tabel 22. Kontur gerusan untuk bp 1,5 cm pada semua variasi debit

Q5 = 3 lt Q6 = 3,5 lt

11.9

8.6

11.9

14.2

16.2

18.1

20.1

20.6 1

3.3

11

.3

13

.4

16

.417

.4

20

.6

20

.6

20

.5

20

.920

.3

19

.2

20

.6

20

.4

21

.5 20

.9

19

.5

17

.3

15

.0

12

.610

.8

7.9

5.5

10

.8

KETERANGAN :

Q = 5 l /dtkB = 1 cm

20.3

5

20.6

20.8

5

19.2

17.8

13.7

17.8

20

.2 18

.0 13

.5

L- 3 | 25

Q7=4lt Foto file: G, fotolabM3, tgl 12 08 2015, 103_FUJI

Q8 = 4,5 lt Foto file: G, fotolabM3, tgl 13 08 2015, 103_FUJI

Q9 = 5 lt Foto

Tabel 23. Kontur gerusan untuk bp 1,5 cm pada semua variasi debit

Q8 = 4,5 lt Q9 = 5 lt

14

.2

11

.3

14

.21

6.2

18

.5

20

.320

.7

20

.5

20

.4

20

.0

20.5

20.5

18.8 13.5

20

.6

20

.5

19

.8

11

.99

.9

12

.91

1.4

KETERANGAN :

Q = 5 l /dtk

B = 1.5 cm

20.5

20.6 20.6

20.6

20.219.8

19.5 18.0

15.8

15.9

14.35

20.75

20.8

20.6

20.9

12.3

16.3

19.9

KETERANGAN :

Q = 5 l /dtkB = 2.0 cm

L - 3 | 26

L-3 | 26

LAMPIRAN 4

Dokumentasi kegiatan dan profil

foto gerusan

2 | L - 4

L A M P I R A N 4 | 3

3

Dokumentasi Awal Pembuatan Model

Tanggal Gambar Uraian Kegiatan

08

Desember

2014

Pemilihan dan

pemotongan Acrilic

untuk pembuatan flume

09-15

Desember

2014

Pembuatan saluran

flume yang berbahan

dasar Acrilic

17

Desember

2014 –

15

Januari

2015

Pembuatan tempat

meletakan flume yang

berupa sebuah saluran

yang nantinya terdapat

alat ukur debit

(Thompson)

4 | L - 4

Tanggal Gambar Uraian Kegiatan

16 - 22

Januari

2015

Menentukan letak

ukur debit (Thompson)

Memasang flume pada

dasar saluran yang

sebelumnya telah

dilapisi papan

23-29

Januari

2015

Pembuatan alat ukur

debit (Thompson)

pada bagian hulu dan

hilir

L A M P I R A N 4 | 5

5

Tanggal Gambar Uraian Kegiatan

30 Januari –

8 Februari

2015

Penyelesaian dari

saluran flume serta

alat ukur debit

(Thompson)

Pemberian cat pada

saluran

6 | L - 4

Tanggal Gambar Uraian Kegiatan

L A M P I R A N 4 | 7

7

Tanggal Gambar Uraian Kegiatan

9 – 11

Februari

2015

Saluran selesai

dibuat

Pemberian warna

pada dasar flume

yang berupa Acrilic

Pemasangan rigid

dan pintu

12 Februari

2015

Uji coba dan

kalibrasi perdana

8 | L - 4

Tanggal Gambar Uraian Kegiatan

Sumber: Dokumentasi, 2015

L A M P I R A N 4 | 9

9

Dokumentasi Saat Pengaliran

Q = 0,002 m3/dtk; bp = 1,0 cm; t = 1 jam

Q = 0,002 m3/dtk; bp = 1,5 cm; t = 1 jam

10 | L - 4

Q = 0,003 m3/dtk; bp = 0,5 cm; t = 1

jam

Q = 0,003 m3/dtk; bp = 1,5 cm; t = 1 jam

L A M P I R A N 4 | 11

11

Q = 0,003 m3/dtk; bp = 1,0 cm; t = 1 jam

Q = 0,003 m3/dtk; bp = 1,0 cm; t = 1 jam

12 | L - 4

Q = 0,003 m3/dtk; bp = 1,5 cm; t = 1 jam

Q = 0,003 m3/dtk; bp = 2,0 cm; t = 1 jam

L A M P I R A N 4 | 13

13

Q = 0,004 m3/dtk; bp = 0,5 cm; t = 1 jam

Q = 0,004 m3/dtk; bp = 0,5 cm; t = 1 jam

14 | L - 4

L - 5 | 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A, IDENTITAS DIRI

1. Nama Lengkap : Nina Bariroh Rustiati

2. Jenis Kelamin : Perempuan

3. Tempat / Tanggal lahir : Malang, 21 Desember 1973

4. Alamat email : [email protected]

5. Alamat Rumah : BTN Lasoani Blok G7 no. 14 Palu

6. Nomor Telp/HP : 08121753173

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

S-1 S-2

Nama Perguruan

Tinggi

Universitas Muhammadiyah

Malang

Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta

Bidang Ilmu Teknik Sipil Teknik Hidrolika

Tahun masuk – lulus 1991 - 1997 1998 – 2002

Judul Skripsi / Tesis Perencanan PLTMh

Bendung Aek Sihapas

Sumatera Utara

Studi Numeris Angkutan Sedimen

di Sungai Brantas Tengah

Nama

Pembimbing/Promotor

Ir. Soewignyo DR. Ir. Bambang Yulistiyanto

DR. Bambang Agus Kironoto

C. PUBLIKASI ARTIKEL ILMIAH DALAM JURNAL DALAM 3 TAHUN

Tahun Judul Penerbit/Jurnal

2016 Caracteristics of Scour Hole under sluice gate at

cohesive bed material

Jurnal Teknologi, UTM

Malaysia (under review)

2017 The influence of sandy clay bed material to local

scour behaviour

Jurnal Water and Land

Development, Polandia

(published)

D. PEMAKALAH SEMINAR ILMIAH DALAM 3 TAHUN

No. Nama Pertemuan

Ilmiah/Seminar

Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat

1. Seminar Nasional Sains dan

Teknologi

Bed Configuration at Sandy Clay Bed Material

under Sluice Gate

5 November 2017,

Universitas Nusa

Cendana, Kupang

2. HATHI the 5th International

Seminar

Local Scour protection

under the Sluice Gate

based on The Gate

Operation and

Maintenance

29 -31 Juli 2016, Bali

2 |L - 5

No. Nama Pertemuan

Ilmiah/Seminar

Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat

3. The 1st Young Scientist

International Conference of

Water Resources

Development and

Enviromental Protection

Flow Measurement Under

Sluice Gate Model

5 – 7 Juni 2015

Fakultas Teknik,

Universitas Brawijaya

E. SEMINAR / KONFERENSI / WORKSHOP DALAM 3 TAHUNTERAKHIR

No. Nama Pertemuan Ilmiah / Seminar /

Konferensi

Waktu dan Tempat Keterangan

1. 2nd International Conference of

Water Resources and Development

14-15 September 2017,

Fakultas Teknik, Universitas

Brawijaya

Partisipan

2. Workshop Pelatihan Penggunaan

Statistik dalam Penelitian

25-26 Agustus 2016, Fakultas

Teknik, Universitas

Brawijaya

Peserta

3. International Seminar of Water

Management Policy for Poverty

Eradication

30 November 2015,

Universitas Brawijaya

Peserta

4. Sosialisasi Energi Terbarukan 18 November 2015, Fakultas

Teknik, Universitas

Brawijaya

Peserta

5. Workshop Computational of Fluid

Dynamic on Design and System

Engineering

29 Januari 2015 Peserta

F. PELATIHAN / LOKAKARYA DALAM 3 TAHUN TERAKHIR

No. Nama Pelatihan Waktu dan Tempat Penyelenggara

1. Pelatihan dan Lokakarya

Penulisan Artikel pada Jurnal

Internasional

18 -19 Mei 2016,

Universitas Brawijaya

PPKID, Universitas

Brawijaya

2. Pelatihan Penulisan Jurnal Ilmiah

dan Pencegahan Plagiasi

29 Mei 2015,

Universitas Brawijaya

Program Pascasarjana,

Universitas Brawijaya

3. Pelatihan Penulisan Jurnal Ilmiah

dan Artikel pada Jurnal

Internasional

15 April 2014,

Universitas Brawijaya

Program Pascasarjana,

Universitas Brawijaya