39
Penyulit Persalinan Kala III A. Atonia Uteri Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi. Etiologi : Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi (penunjang ) seperti : 1. Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion, Paritas tinggi 2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua. 3. Multipara dengan jarak kelahiran pendek 4. Partus lama / partus terlantar 5. Malnutrisi. 6. Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya placenta Belum terlepas dari dinding uterus. Penatalaksanaan : 1. Bersihkan semua gumpalan darah atau membran yang mungkin berada di dalam mulut uterus atau di dalam uterus 2.Segera mulai melakukan kompresi bimanual interna

Penyulit Persalinan Kala III

Embed Size (px)

Citation preview

Penyulit Persalinan Kala III

A.      Atonia UteriAtonia uteri merupakan penyebab terbanyak

perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasanpaling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan.Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol olehkontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi.

Etiologi   : Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi (penunjang ) seperti :1. Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion,      Paritas tinggi2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.3. Multipara dengan jarak kelahiran pendek4. Partus lama / partus terlantar5. Malnutrisi.6. Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya placenta     Belum terlepas dari dinding uterus.

Penatalaksanaan :1. Bersihkan semua gumpalan darah atau membran yangmungkin berada di dalam mulut uterus atau di dalamuterus

2.Segera mulai melakukan kompresi bimanual interna

3.Jika uterus sudam mulai berkontraksi secara perlahan di tarik tangan  penolong. Jika uterus sudah berkontraksi, lanjutkan memantau ibu secara ketat.

4.     Jika uterus tidak berkontraksi setelah 5 menit,minta anggota keluarga melakukan bimanual internasementara penolong memeberikan metergin 0,2 mg IM danmulai memberikan IV (RL dengan 20 UI oksitosin/500 ccdengan tetesan cepat).

5.     Jika uterus masih juga belum berkontraksi mulailagi kompresi bimanual interna setelah andamemberikan injeksi metergin dan sudah mulai IV

6. Jika uterus masih juga belum berkontraksi dalam 5-7 menit, bersiaplah untuk melakukan rujukan dengan IV terpasang pada 500 cc/jam hingga tiba di tempat r ujukan atau sebanyak 1,5 L seluruhnya diinfuskan kemudian teruskan dengan laju infus 125 cc/jam.

B.  Retensio  PlacentaRetensio Plasenta adalah terlambatnya kelahiran

plasenta selama setengah jam setelah kelahiran bayi. Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati,dapat terjadiplasenta inkarserata dapat terjadi polipplasenta, dan terjadi degenerasiganas korio karsinoma

Etiologi   : 1.     Plasenta belum lepas dari didinding uterus.2.     Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan

(disebabkan karena tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III).

3.      Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta

4.       Plasenta melekat  erat pada dinding uterus oleh sebab vili korealis menembus desidua sampai

miometrium-sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).Penatalaksaan :

1.     Jika plasenta terliahat dalam vagina, mintalah ibuuntuk mengejan. Jika anda dapat merasakan adanyaplasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut.

2.     Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jikadiperlukan, lakukan katerisasi kandung kemih

3.      Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10Unit IM, jika belum dilakukan dalam penanganan aktifkala III

4.      Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menitpemberian oksitosin dan uterus terasa berkontraksi,lakukan penarikan tali pusat terkendali.

5.      Jika traksi tali pusat terkendali belum berhasil,cobalan untukmengeluarkan plasenta secara manual.Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan ujipembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknyapembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunakyang dapat pecah dengan mudam menunjukan koagulapati

6.      Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, secretvagina yang berbau), berikan antibiotik untukmetritis.

Jenis – Jenis Retensio Placenta   Plasenta Adhesiva

Placenta Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.

   Placenta Akreta

Placenta Akreta adalah implantasi jonjot korion

plasetita hingga memasuki sebagian lapisan

miornetrium.

   Placenta Inkreta

Placenta inkreta adalah implantasi jonjot korion

plasenta hingga mencapai / memasuki miornetrium.

   Placenta Perkreta

Placenta perkreta adalah implantasi jonjot korion

plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai

lapisan serosa dinding uterus.

   Placenta Inkaserata

Placenta inkaserata adalah tertahannya plasenta

di dalam kavum uteri disebabkan oleh kontriksi

osteuni uteri.

C.  Emboli Air  KetubanEmboli air ketuban menimbulkan syok yang sangat

mendadak dan biasanya berakhir dengan kematian. Salahsatu syok dalam obstetric yang bukan disebabkan karena perdarahan.

Etiologi :Penyebabnya adalah masuknya air ketuban melalui

vena endoserviks atau sinus vena yang terbuka didaerah tempat perlekatan placenta. Masuknya air ketuban yang juga lanugo, verniks kaseosa dan juga mekonium kedalam peredaran darah ibu akan menyumbat pembuluh-pembuluh kapiler dalam paru-paru ibu, selain

itu zat-zat itu juga menimbulkan reaksi anafilaksis yang besar  dan gangguan pembekuan darah

Gejala Klinis            Gejala awal yaitu penderita tampak gelisah, mual-mual, disertai tachicardi dan takhipnoe. Selanjutnya timbul dispnea dan sianosis, tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah, kesadaran menurun, komplikasi yang lain adalah gangguan pembekuan darah.

Penatalaksanaan   :     Pemberian zat asam dengan tekanan positif untuk

mengatasi odema paru-paru digitalis diberikan bila ada indikasi payah jantung. Dapat diberi morfin 0,01 – 0,02 sub cutan atau atropine 0,001 – 0,003 iu pelahan-lahan dan pavaperin 0,004 i.u. Masuknya bahantrombhoplastin dari plasenta kedalam sirkulasi ibu dapat menyebabkan kerusakan fibronogen yang ada atau yang diberikan, sehingga darah tidak dapat berkoagulasi walaupun diberikan fibrinogen.

Mengenal Komplikasi Pada Persalinan

Berikut beberapa komplikasi yang biasa terjadipada persalinanPerdarahan Masa Nifas

Perdarahan postpartum atau pendarahan pasca persalinan adalah perdarahan dengan jumlah lebih dari500 ml setelah bayi lahir. Ada dua jenis menurut waktunya, yaitu perdarahan dalam 24 jam pertama setelah melahirkan dan perdarahan nifas.

Penyebab tersering adalah atoni uteri, yakni ototrahim tidak berkontraksi sebagaimana mestinya segera setelah bayi lahir. Normalnya, setelah bayi dan plasenta lahir otot-otot rahim akan berkontraksi

sehingga pembuluh darah akan menutup dan perdarahan akan berhenti. Namun, terjadi atoni uteri, rahim tidak dapat berkontraksi dengan baik, sehingga pembuluh darah tetap terbuka. Dengan demikian terjadilah perdarahan postpartum.

Perdarahan post partum dalam 24 jam pertama biasanya masih berada dalam pengawasan. Dalam dua jampertama, kondisi Anda terus dipantau, salah satunya untuk mengetahui apakah terdapat perdarahan post partum.Sementara itu, perdarahan masa nifas dapat terjadi ketika Anda sudah tidak berada di rumah sakit lagi. Oleh karena itu Anda harus waspada terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan post partum. Beberapa hal yang lajim, misalnya wajah tampak pucat,nadi teraba cepat dan kecil, kulit kaki dan tangan dingin, serta perdarahan melalui vagina yang terjadi berulang, banyak, dan menetap, atau perdarahan di vagina yang disertai bau busuk. Jika mengalami hal seperti itu segera pergi ke dokter atau rumah sakit terdekat.Penanganan dilakukan tergantung penyebab dan banyaknya perdarahan. Perdarahan pada 24 jam pertama persalinan umumnya disebabkan oleh robekan/trauma jalan lahir, adanya sisa plasenta ataupun atoni uteri. Apabila penyebabnya adalah atoni uteri, penanganannya disesuaikan dengan derajat keparahannya. Jika perdarahan tidak banyak, dokter akan memberikan uterotonika (obat perangsang kontraksi rahim), mengurut rahim, dan memasang gurita. Bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak, selanjutnya diberikan infus dan tranfusi darah, lalu dokter akan melakukan beberapa teknik (manufer). Dan bila belum tertolong juga maka usaha terakhir adalah menghilangkan sumber perdarahan

dengan dua cara  yaitu mengikat pembuluh darah atau mengangkat rahim (histerektomi).Perdarahan pada masa nifas umumnya disebabkan oleh infeksi. Jika perdarahan disertai pasca persalinan, maka selain pemberian uterotonika, dokter akan memberikan juga anti biotik yang memakai adekuat.Infeksi Pasca Persalinan (Postpartum)

Infeksi post partum adalah infeksi yang terjadi setelah ibu melahirkan. Keadaan ini ditandai oleh peningkatan suhu tubuh, yang dilakukan pada dua kali pemeriksaan, selang waktu enam jam dalam 24 jam pertama setelah persalinan. Jika suhu tubuh mencapai 38 derajat celcius dan tidak ditemukan penyebab lainnya (misalnya bronhitis), maka dikatakan bahwa telah terjadi infeksi post partum.Infeksi yang secara langsung berhubungan dengan proses persalinan adalah infeksi pada rahim, daerah sekitar rahim, atau vagina. Infeksi ginjal juga terjadi segera setelah persalinan.Beberapa keadaan pada ibu yang mungkin dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi post partum, antara lain anemia, hipertensi pada kehamilan, pemeriksaan pada vagina berulang-ulang, penundaan persalinan selama lebih dari enam jam setelah ketubanpecah, persalinan lama, operasi caesar, tertinggalnyabagian plasenta didalam rahim, dan terjadinya perdarahan hebat setelah persalinan.Gejalanya

 Antara lain menggigil, sakit kepala, merasa tidak enak badan, wajah pucat, denyut jantung cepat, peningkatan sel darah putih, rasa nyeri jika bagian perut ditekan, dan cairan yang keluar dari rahim berbau busuk. Jika infeksi menyerang jaringan disekeliling rahim, maka nyeri dan demamnya lebih hebat.

Ruptur Uteri

Secara sederhana ruptur uteri adalah robekan padarahim atau rahim tidak utuh. Terdapat keadaan yang meningkatkan kejadian ruptur uteri, misalnya ibu yangmengalami operasi caesar pada kehamilan sebelumnya. Selain itu, kehamilan dengan janin yang terlalu besar, kehamilan dengan peregangan rahim yang berlebihan, seperti pada kehamilan kembar, dapat pulamenyebabkan rahim sangat teregang dan menipis sehingga robek. Gejala yang sering muncul adalah nyeri yang sangat berat dan denyut jantung janin yangtidak normal.Pada keadaan awal, jika segera diketahui dan ditangani dapat tidak menimbulkan gejala dan tidak mempengaruhi keadaan Anda dan janin. Namun, jika robekan yang luas dan menyebaabkan perdarahan yang banyak, dokter akan segera melakukan operasi segera untuk melahirkan bayi sampai pada pengangkatan rahim.Hal ini bertujuan agar Anda tidak kehilangan darah terlalu banyak, dan bayipun dapat diselamatkan. Perdarahan hebat juga memerlukan trafusi darah dan pertolongan darurat lainnya, sampai pada dibutuhkannya fasilitas ICU dan NICU.Apabila terjadi perdarahan  yang hebat dalam perut ibu, hal ini mengakibatkan suplai darah ke plasenta dan janin menjadi berkurang, sehingga dapat menyebabkan kematian janin dan ibu.Jika ibu memiliki riwayat ruptur uteri pada kehamilansebelumnya, disarankan untuk tidak hamil lagi sebab beresiko terjadinya ruptur uteri yang berulang. Namun, jika Anda hamil lagi, diperlukan pengawasan yang ketet selama kehamilan, kemudian bayi akan dilahirkan dengan cara caesar.Trauma Perineum

Perineum adalah otot, kulit, dan jaringan yang ada diantara kelamin dan anus. Trauma perineum adalahluka pada perineum sering terjadi saat proses persalinan. Hal ini karena desakan kepala atau bagiantubuh janin secara tiba-tiba, sehingga kulit dan jaringan perineum robek.Berdasarkan tingkat keparahannya, trauma perineum dibagi menjadi derajat satu hingga empat. Trauma derajat satu ditandai adanya luka pada lapisan kulit dan lapisan mukosa saluran vagina. Perdarahannya biasanya sedikit. Trauma derajat dua, luka sudah mencapai otot. Trauma derajat tiga dan empat meliputidaerah yang lebih luas, bahkan pada derajat empat telah mencapai otot-otot anus, sehingga pendarahannyapun lebih banyak.Trauma parineum lebih sering terjadi pada keadaan-keadaan seperti ukuran janin terlalu besar, proses persalinan yang lama, serta penggunaan alat bantu persalinan (misal forsep).Adanya luka pada jalan lahir tentu saja menimbulkan rasa nyeri yang bertahan selama beberapa minggu setelah melahirkan. Anda dapat pula mengeluhkan nyeriketika berhubungan intim.Saat persalinan, terkadang dokter melakukan episiotomi, yaitu menggunting perineum untuk mengurangi trauma yang berlebihan pada daerah perineum dan mencegah robekan perineum yang tidak beraturan. Dengan episiotomi, perineum digunting agarjalan lahir lebih luas. dengan demikian perlukaan yang terjadi dapat diminimalkan.

A.    Atonia Uteri

1.         Pengertian

Atonia uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi

kegagalan uterus dalam berkontraksi dengan baik setelah

persalinan, sedangkan atonia uteri juga di definisikan sebagai

tidak adanya kontraksi uterus segera setelah plasenta lahir.

Sebagaian besar perdarahan pada masa nifas ( 75-80% )

adalah akibat adanya atonia uteri. Sebagaimana kita ketahui

bahwa aliran darah uteroplasenta selama masa kehamilan adalah

500-800 ml/menit, sehingga kita bisa bayangkan ketika uterus

itu tidak berkontraksi selama beberapa menit saja maka akan

menyebabkan kehilangan darah yang sangat banyak. Sedangkan

volume darah manusia hanya berkisar 5-6 liter saja.

Atonia uteri ( relaksasi otot uterus ) adalah uteri tidak

berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus

uteri ( plasenta telah lahir ). ( JNPKR, Asuhan Persalinan

Normal, Depkes Jakarta ; 2002 )

2.      Etiologi

Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan

dengan factor predisposisi ( penunjang ) seperti :

a.    Overdistention uterus seperti : gemeli makrosomia,

polihidroamnion, atau paritas tinggi

b.    Umur yang terlalu muda atau terlalu tua

c.    Multipara dengan jarak kelahiran pendek

d.   Partus lama / Partus terlantar

e.    Malnutrisi

f.     Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya

plasenta belum terlepas dari dinding uterus

3.    Tanda dan Gejala

a.    Perdarahan pervaginam

Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak

dan darah tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah

keluar disertai gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin

sudah tidak lagi sebagai anti pembeku darah.

b.    Konsistensi rahim lunak

Gejala ini merupakan gejala terpenting / khas atonia dan yang

membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.

c.     Fundus uteri naik

Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri

dan menggumpal

d.   Terdapat tanda-tanda syok

Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ektremitas

dingin, gelisah, mual dan lain-lain

4.      Diagnosis

a.    Data Subjektif

Ibu mengatakan merasa mules pada perut bagian bawah.

b.    Data Objektif

Pemeriksaan fisik : Uterus tidak berkontraksi dan lunak serta

terjadi perdarahan segera setelah plasenta dan janin lahir

5.      Penatalaksanaan

a.     Masase dan Kompresi bimanual

Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi

uterus yang akan menghentikan perdarahan.

Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta

(maksimal 15 detik)

1)      Gunakan sarung tangan DTT panjang

2)      Bersihkan vulva dan perineum dengan cairan antiseptik

3)      Kosongkan kandung kemih

4)      Mengeluarkan semua bekuan darah atau selaput yang mungkin

masih tertinggal

5)      Segera memulai kompresi bimanual internal

a)      Masukkan tangan yang memakai sarung tangan ke dalam vagina

secara obstetrik

b)      Kepalkan tangan pada forniks anterior

c)      Tekankan tangan yang ada dalam vagina dengan mantap

d)     Tekankan tangan luar pada perutdan gunakantekanan melawan

kepalan tangan yang berada di dalam vagina secara bersamaan

e)      Tahan dengan mantap

6)      Kontraksi pertahankan tekanan selama 2 menit, lalu dengan

perlahan tariklah tangan keluar. Jika uterus berkontraksi ,

teruskan pemantauan.

7)      Jika uterus tidak berkontraksi setelah 5 menit, suruhlah

anggota keluarganya untuk melakukan kompresi bimanual ekternal

(KBE) sementara kita member injeksi methergin 0,2 mg IM dan

memulai infuse IV ( RL dengan 20 IU oksitosin / 500 cc terbuka

lebar / guyur ).

8)      Jika uterus tetap tidak berkontraksi lanjutkan kembali

KBIsegera setelah kita memberikan injeksi methergin dan

memulai infuse IV.

9)      Jika uterus belum juga mulai berkontraksi setelah 5-7

menit, segeralah perujukan dengan IV tetap terpasang dengan

laju 500cc/ jam hingga tiba di tempat perujukan atau jumlah

seluruhnya 1,5 liter diinfuskan. Lalu teruskan dengan laju

infuse 125 cc / jam.

b.    Resusitasi

Apabila terjadi perdarahan postpartum banyak, maka penganganan

awal yaitu resusitasi dengan oksigen dan pemberian cairan

cepat, monitoring tanda-tanda vital, jumlah urin, dan saturasi

oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu

dilakukan untuk persiapan transfusi darah.

c.     Uterotonika

Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh

lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi

uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur

kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah

oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi,

tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani. Oksitosin dapat

diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan

lewat infuse dengan RL 20 IU per liter, jika sirkulasi kolaps

bisa diberikan oksitosin 10 IU IMM. Perdarahan postpartum dini

sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu

dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi

perdarahan aktif yang terjadi.

d.   Uterine lavage dan uterine packing

Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan ,pemberian

air panas ke dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk

mengatasi atonia uteri. Pemberian 1-2 liter salin 470C-500C

langsung kedalam cavum uteri menggunakan pipa infus.

Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga

memberikan tekanan maksimumpada dinding uterus. Segmen bawah

rahim harus terisi sekuat mungkin, anestesi dibutuhkan dalam

penangan ini dan antibiotika broad-spectrum harus diberikan.

Uterine packing dipasang selama 24-36 jam, sambil memberikan

resusitasi cairan dan transfuse darah masuk. Uterine packing

diberikan jika tidak tersedia fasilitas operasi atau kondisi

pasien tidak memungkinkan dilakukan operasi.

e.    Operatif

Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina

menghasilkan angka keberhasilan 80-90%.

1)        Ligasi arteri Iliaka Interna

Identifikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter

menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm

pada peritoneum lateral parallel dengan garis ureter.setelah

peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan

ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan

eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri dan dengan

menggunakan benang non absorbable dilakukan dua ligasi bebas

berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna.

Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus

dilakukan sebelum dan sesudah ligasi. Resiko ligasi arteri

iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan

perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus

mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.

2)      Teknik B-Lynch

Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “ brace suture “, ditemukan

oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif

alternative untuk mengatasi perdarahan postpartum akibat

atonia uteri.

3)      Histerektomi

Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering

dilakukan jika terjadi perdarahan postpartum masih yang

membutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per

100.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan

abdominal dibandingkan vaginal.

4)      Ligasi arteri uterine

Benerapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan

angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi

arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas

atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi arteri

uterina dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim.

Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan

benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterine

diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterine,

masuk ke miometrium keluar dibagian avaskular ligamentum latum

lateral vasa uterine. Saat ,melakukan ligasi hindari rusaknya

vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri

miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm

miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas

tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah

rahim. Dengan menyisihkan vesika uterina, ligasi kedua

dilakukan bilateral ipada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm

dibawah ligasi vasa uterina diatas.Ligasi ini harus mengenai

sebagian besar arteri uterina pada segmen bawah rahim dan

cabang arteri uterina yang menuju servik, jika perdarahan

masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau

unilateral ligasi vasa ovarian.

Kompresi uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan

dalam 10-15 menit. Biasanya sangat baik mengontrol bahaya

sementara dan sering menghentikan perdarahan secara sempurna.

Bila uterus refrakter oksitosin dan perdarahan tidak berhenti

setelah kompresi bimanual maka harus dilakukan tindakan

terakhir yaitu histerektomi.

B.     Retensio Plasenta

1.      Pengertian

Retensio plasenta adalah tertahannya plasenta atau belum

lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah

bayi lahir ( Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,

2002:178 ).

2.      Etiologi

a.         Fungsional

1)        His kurang kuat

2)        Terhalang oleh kandung kemih yang penuh

3)        Plasenta sulit terlepas, karena :

Tempatnya : Insersi di sudut tuba

Bentuknya : Plasenta membranacea, plasenta anularis

Ukurannya : Plasenta yang sangat kecil

Plasenta yang sukar lepas karena sebab-sebab tersebut di atas

di sebut plasenta adhesiva

b.        Patolog – Anatomis

1)        Plasenta akreta, plasenta inkreta dan plasenta perkreta

( Obstetri Patologi, hal 236 ).

a)      Plasenta Adhesiva

Adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta

sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.

b)      Plasenta Akreta

Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki

sebagian lapisan miometrium.

c)      Plasenta Inkreta

Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai atau

memasuki miometrium

d)     Plasenta Perlireta

Adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan

otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.

e)      Plasenta Inkarserata

Adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri yang

disebabkan oleh kontraksi osteuni uteri.

2)        Plasenta belum lepas dari dinding uterus

3)        Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan ( disebabkan

karena tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah

penanganan kala III )

4)        Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili

korealis menembus desidua sampai miometrium sampai dibawah

peritoneum ( plasenta akreta – perkreta )

3.      Tanda dan Gejala

a.         Terjadi perdarahan segera

b.        Uterus tidak berkontraksi

c.         Tinggi fundus uteri tetap atau tidak berkurang

d.        Plasenta belum lahir selama 30 menit setelah bayi lahir

4.      Diagnosis

a.       Data subjektif

Ibu mengatakan perutnya terasa mulas dan plasenta belum lahir

b.      Data objektif

Pemeriksaan Fisik : Palpasi pada daerah perut didapatkan

uterus tidak teraba bulat dan keras kontraksi kurang baik, TFU

1 jari diatas pusat dan vesika urinaria teraba agak menonjol

serta terjadi perdarahan segera setelah anak lahir

( postpartum primer )

5.       Penatalaksanaan

Penanganan retensio plasenta berupa pengeluaran plasenta

dilakukan apabila plasenta belum lahir dalam ½ - 1 jam setelah

bayi lahir terlebih lagi apabila disertai perdarahan.

Tindakan penanganan retensio plasenta :

a.    Memberikan informasi kepada ibu dan keluarga tentang

tindakan yang akan dilakukan

b.    Mencuci tangan secara efektif

c.    Melaksanakan pemeriksaan umum

d.   Mengukur vital sign, suhu, nadi, tekanan darah dan

pernafasan

e.    Melakukan pemeriksaan kebidanan seperti inspeksi, palpasi,

periksa dalam

f.     Memakai sarung tangan steril

g.    Melakukan vulva hygiene

h.    Mengamati adanya gejala dan tanda retensio plasenta

i.      Bila plasenta tidak lahir dalam 30 menit sesudah lahir atau

terjadi perdarahan sementara plasenta belum lahir maka berikan

oxytocin 10 IU IM

j.      Pastikan bahwa kandung kencing kosong dan tunggu terjadi

kontraksi, kemudian coba melahirkan plasenta dengan

menggunakan peregangan tali pusat terkendali

k.    Bila dengan tindakan tersebut plasenta belum lahir dan

terjadi perdarahan banyak, maka plasenta harus dilahirkan

secara manual plasenta

l.      Berikan cairan infuse NACL atau RL secara guyur untuk

mengganti cairan

Manual Plasenta

a.       Memasang infuse cairan dekstrose 5 %

b.      Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya

dalam keadaan suci hama

c.       Teknik : Tangan kiri diletakkan di fundus uteri ,tangan

kanan dimasukkan dalam rongga rahim dengan menyusuri tali

pusat sebagai penuntun. Tepi plasenta dilepas-disisihkan

dengan tepi jari-jari tangan – bila sudah lepas ditarik

keluar. Lakukan eksplorasi apakah ada luka – luka atau sisa-

sisa plasenta dan bersihkanlah. Manual plasenta berbahaya

karena dapat terjadi robekan jalan lahir ( uterus ) dan

membawa infeksi.

A.    Penyulit Pada Persalinan Kala III dan Kala IV

1.      Pengertian Emboli Cairan Ketuban

Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah

sejumlah cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal,

tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan shock. 

Sindrom cairan ketuban adalah sebuah gangguan langka dimana

sejumlah besar cairan ketuban tiba – tiba memasuki aliran

darah. Emboli cairan ketuban adalah masuknya cairan ketuban

beserta komponennya ke dalam sirkulasi darah ibu. Yang

dimaksud komponen di sini ialah unsur-unsur yang terdapat di

air ketuban seperti lapisan kulit janin yang terlepas, rambut

janin, lapisan lemak janin, dan musin/cairan kental. yang

dapat menghambat pembuluh darah dan mencairkan darah yang

mempengaruhi koagulasi. Dua tempat utama masuknya cairan

ketuban dalam sirkulasi darah maternal adalah vena yang dapat

robek sekalipun pada persalinan normal. Ruptura uteri

meningkatkan kemampuan masuknya cairan ketuban.

Emboli cairan ketuban dapat terjadi bila ada pembukaan

pada dinding pembuluh darah dan dapat terjadi pada  wanita

tua/ usia lebih dari 30 tahun, sindrom janin mati,

Multiparitas, Janin besar intrauteri, Insidensi yang tinggi

kelahiran dengan operasi, Menconium dalam cairan ketuban dan

kontraksi uterus yang kuat. Dua puluh lima persen wanita yang

menderita keadaan ini meninggal dalam waktu 1 jam. Emboli air

ketuban atau EAK (Amniotic fluid embolism) merupakan kasus

yang sangat jarang terjadi. Kasusnya antara 1 : 8.000 sampai 1

: 80.000 kelahiran.

Meskipun jarang terjadi, tetapi bila edema cairan ketuban

terjadi pada wanita, maka akan menyumbat aliran darah ke paru,

yang bila meluas akan mengakibatkan penyumbatan dijantung,

sehinggaa iskemik dan kematian jantung secara mendadak bisa

terjadi. Karena wanita tersebut akan mengalami gangguan

penapasan, syok, hipotermi, Dyspnea, Batuk, Hipotensi

perubahan pada membran mukosa akibat dari hipoksia Cardiac

arrest. Koagulopati atau pendarahan parah karena tidak adanya

penjelasan lain (DIC terjadi di 83% pasien.). Risiko emboli

cairan ketuban tidak bisa diantisipasi jauh-jauh hari karena

emboli paling sering terjadi saat persalinan. Dengan kata

lain, perjalanan kehamilan dari bulan ke bulan yang lancar-

lancar saja, bukan jaminan ibu aman dari ancaman EAK.

Sementara bila di persalinan sebelumnya ibu mengalami EAK,

belum tentu juga kehamilan selanjutnya akan mengalami kasus

serupa. Begitu juga sebaliknya.

2.      ETIOLOGI

Multiparitas dan  Usia lebih dari 30 tahun

Shock yang dalam yang terjadi secara tiba – tiba tanpa

diduga pada wanita yang proses persalinanya sulit atau baru

saja menyelesaikan persalinan yang sulit . Khususnya kalau

wanita itu multipara berusia lanjut dengan janin yang amat

besar , mungkin sudah meningal dengan meconium dalam cairan

ketuban, harus menimbulkan kecurigaan, pada kemungkinan ini

( emboli cairan ketuban ) .

Janin besar intrauteri

Menyebabkan rupture uteri saat persalinan, sehingga cairan

ketubanpun dapat masuk melalui pembuluh darah.

Kematian janin intrauteri

Juga akan menyebabkan perdarahan didalam, sehingga

kemungkinan besar akan ketuban pecah dan memasuki pembuluh

darah ibu, dan akan menyubat aliran darah ibu, sehingga lama

kelamaan ibu akan mengalami gangguan pernapasan karena cairan

ketuban menyubat aliran ke paru, yang lama kelamaan akan

menyumbat aliran darah ke jantung, dengan ini bila tidak

tangani dengan segera dapat menyebabkan iskemik bahkan

kematian mendadak.

Menconium dalam cairan ketuban

Kontraksi uterus yang kuat

Kontraksi uterus yang sangat kuat dapat memungkinkan

terjadinya laserasi atau rupture uteri, hal ini juga

menggambarkan pembukaan vena, dengan pembukaan vena, maka

cairan ketuban dengan mudah masuk ke pembuluh darah ibu, yang

nantinya akan menyumbat aliran darah, yang mengakibatkan

hipoksia, dispue dan akan terjadi gangguan pola pernapasan

pada ibu.

Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi

Dengan prosedur operasi tidak jauh dari adanya pembukaan

pembuluh darah, dan hal ini dapat terjadi ketuban pecah dan

masuk ke pembuluh darah ibu.

3.      PATOFISOLOGI

Perjalanan cairan amnion memasuki sirkulasi ibu tidak

jelas, mungkin melalui laserasi pada vena endoservikalis

selama diatasi serviks, sinus vena subplasenta, dan laserasi

pada segmen uterus bagian bawah. Kemungkinan saat persalinan,

selaput ketuban pecah dan pembuluh darah ibu (terutama vena)

terbuka. Akibat tekanan yang tinggi, antara lain karena rasa

mulas yang luar biasa, air ketuban beserta komponennya

berkemungkinan masuk ke dalam sirkulasi darah. Walaupun cairan

amnion dapat masuk sirkulasi darah tanpa mengakibatkan masalah

tapi pada beberapa ibu dapat terjadi respon inflamasi yang

mengakibatkan kolaps cepat yang sama dengan syok anafilaksi

atau syok sepsis. Selain itu, jika air ketuban tadi dapat

menyumbat pembuluh darah di paru-paru ibu dan sumbatan di

paru-paru meluas, lama kelamaan bisa menyumbat aliran darah ke

jantung. Akibatnya, timbul dua gangguan sekaligus, yaitu pada

jantung dan paru-paru. Pada fase I, akibat dari menumpuknya

air ketuban di paru-paru terjadi vasospasme arteri koroner dan

arteri pulmonalis. Sehingga menyebabkan aliran darah ke

jantung kiri berkurang dan curah jantung menurun akibat

iskemia myocardium. Mengakibatkan gagal jantung kiri dan

gangguan pernafasan. Perempuan yang selamat dari peristiwa ini

mungkin memasuki fase II. Ini adalah fase perdarahan yang

ditandai dengan pendarahan besar dengan rahim atony dan

Coagulation Intaravakuler Diseminata ( DIC ). Masalah

koagulasi sekunder mempengaruhi sekitar 40% ibu yang bertahan

hidup dalam kejadian awal. Dalam hal ini masih belum jelas

cara cairan amnion mencetuskan pembekuan. Kemungkinan terjadi

akibat dari embolisme air ketuban atau kontaminasi dengan

mekonium atau sel-sel gepeng menginduksi koagulasi

intravaskuler.

4.       MANIFESTASI KLINIS

Tanda-tanda dan gejala yang menunjukkan kemungkinan emboli

cairan ketuban:

       Tekanan darah turun secara signifikan dengan hilangnya

diastolik pada saat pengukuran (Hipotensi )

       Dyspnea, Batuk

       Sianosis perifer dan perubahan pada membran mukosa akibat

dari hipoksia.

       Janin Bradycardia sebagai respon terhadap hipoksia, denyut

jantung janin dapat turun hingga kurang dari 110 denyut per

menit (dpm). Jika penurunan ini berlangsung selama 10 menit

atau lebih, itu adalah Bradycardia. Sebuah tingkat 60 bpm atau

kurang lebih 3-5 menit mungkin menunjukkan Bradycardia

terminal.

       Pulmonary edema, Cardiac arrest.

       Rahim atony: atony uterus biasanya mengakibatkan pendarahan

yang berlebihan setelah melahirkan.Kegagalan rahim untuk

menjadi perusahaan dengan pijat bimanual diagnostik.

       Koagulopati atau pendarahan parah karena tidak adanya

penjelasan lain (DIC terjadi di 83% pasien.)

5.      PENATALAKSANAAN

Walaupun pada awal perjalanan klinis emboli cairan amnion

terjadi hipertensi sistemik dan pulmonal, fase ini bersifat

sementara. Wanita yang dapat bertahan hidup setelah menjakani

resusitasi jantung paru seyogyanya mendapat terapi yang

ditujukan untuk oksigenasi dan membantu miokardium yang

mengalami kegagalan. Tindakan yang menunjang sirkulasi serta

pemberian darah dan komponen darah sangat penting dikerjakan.

Belum ada data yang menyatakan bahwa suatu intervensi yang

dapat mempermaiki prognosis ibu pada emboli cairan amnion.

Wanita yang belum melahirkan dan mengalami henti jantung harus

dipertimbangkan untuk melakukan tindakan seksio caesaria

perimortem darurat sebagai upaya menyelamatkan janin. Namun,

bagi ibu yang hemodinamikanya tidak stabil, tetapi belum

mengalami henti jantung, pengambilan keputusan yang seperti

itu menjadi semakin rumit.

  Terapi krusnal , meliputi : resusitasi , ventilasi , bantuan

sirkulasi , koreksi defek yang khusus ( atonia uteri , defek

koagulasi ).

  Penggatian cairan intravena & darah diperlukan untuk

mengkoreksi hipovolemia & perdarahan .

  Oksitosin yang di tambahkan ke infus intravena membantu

penanganan atonia uteri.

  Morfin ( 10 mg ) dapat membantu mengurangi dispnea dan

ancietas .

  Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskular

dengan menghambat proses perbekuan.

  Amniofilin ( 250 – 500 mg ) melalui IV mungkin berguna bila

ada bronkospasme ..

  Isoproternol menyebabkan vasodilatasi perifer, relaksi otot

polos bronkus, dan peningkatan frekuensi dan kekuatan jantung.

Obat ini di berikan perlahan – lahan melalui Iv untuk

menyokong tekanan darah sistolik kira – kira 100 mmHg.

  Kortikosteroid secara IV mungkin bermanfaat .

  Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskuler

dengan menghambat proses pembekuan.

  Oksigen diberikan dengan tekanan untuk meningkatkan.

  Untuk memperbaiki defek koagulasi dapat digunakan plasma beku

segar dan sedian trombosit.

  Defek koagulasi  harus dikoreksi dengan menggunakan heparin /

fibrinogen.

  Darah segar diberikan untuk memerangi kekurangan darah; perlu

diperhatikan agar tidak menimbulkan pembebanan berlebihan

dalam sirkulasi darah.

  Digitalis berhasiat kalau terdapat kegagalan jantung.

2. Pengertian Atonia Uteri

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan

pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk

melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan

mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah

melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini.

Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh

kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi

pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi

plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut

miometrium tidak berkontraksi. Batasan: Atonia uteri adalah

uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan plasenta

lahir.

a. Penyebab :

Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan

dengan faktor predisposisi (penunjang ) seperti :

1.Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia,

polihidramnion, atau paritas tinggi.

2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.

3. Multipara dengan jarak kelahiran pendek

4. Partus lama / partus terlantar

5. Malnutrisi.

6. Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya

plasenta belum terlepas dari inding uterus.

b.Gejala Klinis:

                 Uterus tidak berkontraksi dan lunak 

                 Perdarahan segera setelah plasenta dan janin lahir

(P3).

c.Pencegahan atonia uteri.

Atonia uteri dapat dicegah dengan Managemen aktif kala

III, yaitu pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir

(Oksitosin injeksi 10U IM, atau 5U IM dan 5 U Intravenous atau

10-20 U perliter Intravenous drips 100-150 cc/jam. Pemberian

oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko

perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi

kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala

III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan,

anemia, dan kebutuhan transfusi darah.Oksitosin mempunyai

onset yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah

atau kontraksi tetani seperti preparat ergometrin. Masa paruh

oksitosin lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5-15 menit.

Prostaglandin (Misoprostol) akhir-akhir ini digunakan sebagai

pencegahan perdarahan postpartum.

d. Penanganan Atonia Uteri

1) Penanganan Umum

       Mintalah Bantuan. Segera mobilisasi tenaga yang ada dan

siapkan fasilitas tindakan gawat darurat.

       Lakukan pemeriksaan cepat keadaan umum ibu termasuk tanda

vital.

       Jika dicurigai adanya syok segera lakukan tindakan. Jika

tanda -tanda syok tidak terlihat, ingatlah saat melakukan

evaluasi lanjut karena status ibu tersebut dapat memburuk

dengan cepat. 

       Jika terjadi syok, segera mulai penanganan syok.oksigenasi

dan pemberian cairan cepat, Pemeriksaan golongan darah dan

crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.

       Pastikan bahwa kontraksi uterus baik: 

       lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah.

Bekuan darah yang terperangkap di uterus akan menghalangi

kontraksi uterus yang efektif. berikan 10 unit oksitosin IM 

       Lakukan kateterisasi, dan pantau cairan keluar-masuk.

       Periksa kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan robekan

serviks, vagina, dan perineum.

       Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.

Setelah perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan

berhenti), periksa kadar Hemoglobin:

Jika Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%

( anemia berat):berilah sulfas ferrosus 600 mg atau ferous

fumarat 120 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali

sehari selama 6 bulan;

       Jika Hb 7-11 g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous

fumarat 60 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali

sehari selama 6 bulan;

2).Penanganan Khusus

  Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.

  Teruskan pemijatan uterus.Masase uterus akan menstimulasi

kontraksi uterus yang menghentikan perdarahan.

  Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan

  Jika uterus berkontraksi.Evaluasi, jika uterus berkontraksi

tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum /

vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk

segera.

  Jika uterus tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan

darah atau selaput ketuban dari vagina & ostium serviks.

Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong. Antisipasi dini

akan kebutuhan darah dan lakukan transfusi sesuai kebutuhan.

  Jika perdarahan terus berlangsung:

  Pastikan plasenta plasenta lahir lengkap;Jika terdapat tanda-

tanda sisa plasenta (tidak adanya bagian permukaan maternal

atau robeknya membran dengan pembuluh darahnya), keluarkan

sisa plasenta tersebut.Lakukan uji pembekuan darah sederhana.

Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya

bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya

koagulopati.

  Jika perdarahan terus berlangsung dan semua tindakan di atas telah dilakukan,

lakukan:

Kompresi bimanual internal atau Kompresi aorta abdominalis

Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.

  Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit,

keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan

ketat.Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga

untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan

tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan

diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum

ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin.

Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI,Jika

uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala

empat.

  Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera.

Kompresi Uterus Bimanual.

Peralatan : sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat;

lakukan dengan tangan telanjang yang telah dicuci

Teknik :

  Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam

kedaruratan tidak diperlukan,

  Eksplorasi dengan tangan kiri 

  Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina.Tangan kanan

(luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan

menangkap uterus dari belakang atas. 

  Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar,ia

tidak hanya menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh

darah aferen sehingga menyempitkan lumennya.

Kompresi uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan

dalam waktu 10-15 menit.

Biasanya ia sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering

menghentikan perdarahan secara sempurna.Bila uterus refrakter

oksitosin, dan perdarahan tidak berhenti setelah kompresi

bimanual, maka histerektomi tetap merupakan tindakan terakhir.

3. KBI dan KBE

Kompresi bimanual interna dan eksterna merupakan salah

satu upaya pertolongan pertama pada perdarahan pasca

persalinan yang disebabkan oleh atonia uteri. Tindakan ini

bertujuan menjepit pembuluh darah dalam dinding uterus serta

merangsang miometrium untuk berkontraksi. Kompresi Bimanual

Interna harus segera dilakukan apabila uterus tidak

berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan

taktil (masase) pada fundus uteri. Karena ada intervensi

tangan penolong yang masuk ke dalam jalan lahir, tindakan ini

lebih dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi pada pasca

partum. Oleh karena itu, penerapan teknik septik-aseptik

sangat membantu dalam menurunkan angka kejadian infeksi

setelahnya. Kompresi bimanual interna dan eksterna dikerjakan

dengan disertai pemberian cairan infus yang ditambahkan

uterotonika (oksitosin 20 UI ) didalamnya.

Bila kompresi bimanual pada uterus tidak berhasil dan

perdarahan tetap terjadi lakukan kompresi aorta , cara ini

dilakukan pada keadaan darurat sementara penyebab perdarahan

sedang dicari.Sesuai standar pelayanan kebidanan (standar 20:

penanganan perdarahan postpartum primer) bidan mampu mengenali

perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama setelah

persalinan (perdarahan post partum primer) dan segera

melakukan pertolongan pertama kegawat daruratan untuk

mengendalikan perdarahan.. Dengan demikian, suatu keharusan

bagi bidan untuk mampu dan kompeten melakukan tindakan

Kompresi Bimanual Interna dan Eksterna dan Kompresi Aorta

Abdominal pada pasien dengan atonia uteri.