Upload
al-ishlah
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Penyulit Persalinan Kala III
A. Atonia UteriAtonia uteri merupakan penyebab terbanyak
perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasanpaling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan.Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol olehkontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi.
Etiologi : Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi (penunjang ) seperti :1. Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion, Paritas tinggi2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.3. Multipara dengan jarak kelahiran pendek4. Partus lama / partus terlantar5. Malnutrisi.6. Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya placenta Belum terlepas dari dinding uterus.
Penatalaksanaan :1. Bersihkan semua gumpalan darah atau membran yangmungkin berada di dalam mulut uterus atau di dalamuterus
2.Segera mulai melakukan kompresi bimanual interna
3.Jika uterus sudam mulai berkontraksi secara perlahan di tarik tangan penolong. Jika uterus sudah berkontraksi, lanjutkan memantau ibu secara ketat.
4. Jika uterus tidak berkontraksi setelah 5 menit,minta anggota keluarga melakukan bimanual internasementara penolong memeberikan metergin 0,2 mg IM danmulai memberikan IV (RL dengan 20 UI oksitosin/500 ccdengan tetesan cepat).
5. Jika uterus masih juga belum berkontraksi mulailagi kompresi bimanual interna setelah andamemberikan injeksi metergin dan sudah mulai IV
6. Jika uterus masih juga belum berkontraksi dalam 5-7 menit, bersiaplah untuk melakukan rujukan dengan IV terpasang pada 500 cc/jam hingga tiba di tempat r ujukan atau sebanyak 1,5 L seluruhnya diinfuskan kemudian teruskan dengan laju infus 125 cc/jam.
B. Retensio PlacentaRetensio Plasenta adalah terlambatnya kelahiran
plasenta selama setengah jam setelah kelahiran bayi. Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati,dapat terjadiplasenta inkarserata dapat terjadi polipplasenta, dan terjadi degenerasiganas korio karsinoma
Etiologi : 1. Plasenta belum lepas dari didinding uterus.2. Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan
(disebabkan karena tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III).
3. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
4. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korealis menembus desidua sampai
miometrium-sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).Penatalaksaan :
1. Jika plasenta terliahat dalam vagina, mintalah ibuuntuk mengejan. Jika anda dapat merasakan adanyaplasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut.
2. Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jikadiperlukan, lakukan katerisasi kandung kemih
3. Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10Unit IM, jika belum dilakukan dalam penanganan aktifkala III
4. Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menitpemberian oksitosin dan uterus terasa berkontraksi,lakukan penarikan tali pusat terkendali.
5. Jika traksi tali pusat terkendali belum berhasil,cobalan untukmengeluarkan plasenta secara manual.Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan ujipembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknyapembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunakyang dapat pecah dengan mudam menunjukan koagulapati
6. Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, secretvagina yang berbau), berikan antibiotik untukmetritis.
Jenis – Jenis Retensio Placenta Plasenta Adhesiva
Placenta Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
Placenta Akreta
Placenta Akreta adalah implantasi jonjot korion
plasetita hingga memasuki sebagian lapisan
miornetrium.
Placenta Inkreta
Placenta inkreta adalah implantasi jonjot korion
plasenta hingga mencapai / memasuki miornetrium.
Placenta Perkreta
Placenta perkreta adalah implantasi jonjot korion
plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai
lapisan serosa dinding uterus.
Placenta Inkaserata
Placenta inkaserata adalah tertahannya plasenta
di dalam kavum uteri disebabkan oleh kontriksi
osteuni uteri.
C. Emboli Air KetubanEmboli air ketuban menimbulkan syok yang sangat
mendadak dan biasanya berakhir dengan kematian. Salahsatu syok dalam obstetric yang bukan disebabkan karena perdarahan.
Etiologi :Penyebabnya adalah masuknya air ketuban melalui
vena endoserviks atau sinus vena yang terbuka didaerah tempat perlekatan placenta. Masuknya air ketuban yang juga lanugo, verniks kaseosa dan juga mekonium kedalam peredaran darah ibu akan menyumbat pembuluh-pembuluh kapiler dalam paru-paru ibu, selain
itu zat-zat itu juga menimbulkan reaksi anafilaksis yang besar dan gangguan pembekuan darah
Gejala Klinis Gejala awal yaitu penderita tampak gelisah, mual-mual, disertai tachicardi dan takhipnoe. Selanjutnya timbul dispnea dan sianosis, tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah, kesadaran menurun, komplikasi yang lain adalah gangguan pembekuan darah.
Penatalaksanaan : Pemberian zat asam dengan tekanan positif untuk
mengatasi odema paru-paru digitalis diberikan bila ada indikasi payah jantung. Dapat diberi morfin 0,01 – 0,02 sub cutan atau atropine 0,001 – 0,003 iu pelahan-lahan dan pavaperin 0,004 i.u. Masuknya bahantrombhoplastin dari plasenta kedalam sirkulasi ibu dapat menyebabkan kerusakan fibronogen yang ada atau yang diberikan, sehingga darah tidak dapat berkoagulasi walaupun diberikan fibrinogen.
Mengenal Komplikasi Pada Persalinan
Berikut beberapa komplikasi yang biasa terjadipada persalinanPerdarahan Masa Nifas
Perdarahan postpartum atau pendarahan pasca persalinan adalah perdarahan dengan jumlah lebih dari500 ml setelah bayi lahir. Ada dua jenis menurut waktunya, yaitu perdarahan dalam 24 jam pertama setelah melahirkan dan perdarahan nifas.
Penyebab tersering adalah atoni uteri, yakni ototrahim tidak berkontraksi sebagaimana mestinya segera setelah bayi lahir. Normalnya, setelah bayi dan plasenta lahir otot-otot rahim akan berkontraksi
sehingga pembuluh darah akan menutup dan perdarahan akan berhenti. Namun, terjadi atoni uteri, rahim tidak dapat berkontraksi dengan baik, sehingga pembuluh darah tetap terbuka. Dengan demikian terjadilah perdarahan postpartum.
Perdarahan post partum dalam 24 jam pertama biasanya masih berada dalam pengawasan. Dalam dua jampertama, kondisi Anda terus dipantau, salah satunya untuk mengetahui apakah terdapat perdarahan post partum.Sementara itu, perdarahan masa nifas dapat terjadi ketika Anda sudah tidak berada di rumah sakit lagi. Oleh karena itu Anda harus waspada terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan post partum. Beberapa hal yang lajim, misalnya wajah tampak pucat,nadi teraba cepat dan kecil, kulit kaki dan tangan dingin, serta perdarahan melalui vagina yang terjadi berulang, banyak, dan menetap, atau perdarahan di vagina yang disertai bau busuk. Jika mengalami hal seperti itu segera pergi ke dokter atau rumah sakit terdekat.Penanganan dilakukan tergantung penyebab dan banyaknya perdarahan. Perdarahan pada 24 jam pertama persalinan umumnya disebabkan oleh robekan/trauma jalan lahir, adanya sisa plasenta ataupun atoni uteri. Apabila penyebabnya adalah atoni uteri, penanganannya disesuaikan dengan derajat keparahannya. Jika perdarahan tidak banyak, dokter akan memberikan uterotonika (obat perangsang kontraksi rahim), mengurut rahim, dan memasang gurita. Bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak, selanjutnya diberikan infus dan tranfusi darah, lalu dokter akan melakukan beberapa teknik (manufer). Dan bila belum tertolong juga maka usaha terakhir adalah menghilangkan sumber perdarahan
dengan dua cara yaitu mengikat pembuluh darah atau mengangkat rahim (histerektomi).Perdarahan pada masa nifas umumnya disebabkan oleh infeksi. Jika perdarahan disertai pasca persalinan, maka selain pemberian uterotonika, dokter akan memberikan juga anti biotik yang memakai adekuat.Infeksi Pasca Persalinan (Postpartum)
Infeksi post partum adalah infeksi yang terjadi setelah ibu melahirkan. Keadaan ini ditandai oleh peningkatan suhu tubuh, yang dilakukan pada dua kali pemeriksaan, selang waktu enam jam dalam 24 jam pertama setelah persalinan. Jika suhu tubuh mencapai 38 derajat celcius dan tidak ditemukan penyebab lainnya (misalnya bronhitis), maka dikatakan bahwa telah terjadi infeksi post partum.Infeksi yang secara langsung berhubungan dengan proses persalinan adalah infeksi pada rahim, daerah sekitar rahim, atau vagina. Infeksi ginjal juga terjadi segera setelah persalinan.Beberapa keadaan pada ibu yang mungkin dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi post partum, antara lain anemia, hipertensi pada kehamilan, pemeriksaan pada vagina berulang-ulang, penundaan persalinan selama lebih dari enam jam setelah ketubanpecah, persalinan lama, operasi caesar, tertinggalnyabagian plasenta didalam rahim, dan terjadinya perdarahan hebat setelah persalinan.Gejalanya
Antara lain menggigil, sakit kepala, merasa tidak enak badan, wajah pucat, denyut jantung cepat, peningkatan sel darah putih, rasa nyeri jika bagian perut ditekan, dan cairan yang keluar dari rahim berbau busuk. Jika infeksi menyerang jaringan disekeliling rahim, maka nyeri dan demamnya lebih hebat.
Ruptur Uteri
Secara sederhana ruptur uteri adalah robekan padarahim atau rahim tidak utuh. Terdapat keadaan yang meningkatkan kejadian ruptur uteri, misalnya ibu yangmengalami operasi caesar pada kehamilan sebelumnya. Selain itu, kehamilan dengan janin yang terlalu besar, kehamilan dengan peregangan rahim yang berlebihan, seperti pada kehamilan kembar, dapat pulamenyebabkan rahim sangat teregang dan menipis sehingga robek. Gejala yang sering muncul adalah nyeri yang sangat berat dan denyut jantung janin yangtidak normal.Pada keadaan awal, jika segera diketahui dan ditangani dapat tidak menimbulkan gejala dan tidak mempengaruhi keadaan Anda dan janin. Namun, jika robekan yang luas dan menyebaabkan perdarahan yang banyak, dokter akan segera melakukan operasi segera untuk melahirkan bayi sampai pada pengangkatan rahim.Hal ini bertujuan agar Anda tidak kehilangan darah terlalu banyak, dan bayipun dapat diselamatkan. Perdarahan hebat juga memerlukan trafusi darah dan pertolongan darurat lainnya, sampai pada dibutuhkannya fasilitas ICU dan NICU.Apabila terjadi perdarahan yang hebat dalam perut ibu, hal ini mengakibatkan suplai darah ke plasenta dan janin menjadi berkurang, sehingga dapat menyebabkan kematian janin dan ibu.Jika ibu memiliki riwayat ruptur uteri pada kehamilansebelumnya, disarankan untuk tidak hamil lagi sebab beresiko terjadinya ruptur uteri yang berulang. Namun, jika Anda hamil lagi, diperlukan pengawasan yang ketet selama kehamilan, kemudian bayi akan dilahirkan dengan cara caesar.Trauma Perineum
Perineum adalah otot, kulit, dan jaringan yang ada diantara kelamin dan anus. Trauma perineum adalahluka pada perineum sering terjadi saat proses persalinan. Hal ini karena desakan kepala atau bagiantubuh janin secara tiba-tiba, sehingga kulit dan jaringan perineum robek.Berdasarkan tingkat keparahannya, trauma perineum dibagi menjadi derajat satu hingga empat. Trauma derajat satu ditandai adanya luka pada lapisan kulit dan lapisan mukosa saluran vagina. Perdarahannya biasanya sedikit. Trauma derajat dua, luka sudah mencapai otot. Trauma derajat tiga dan empat meliputidaerah yang lebih luas, bahkan pada derajat empat telah mencapai otot-otot anus, sehingga pendarahannyapun lebih banyak.Trauma parineum lebih sering terjadi pada keadaan-keadaan seperti ukuran janin terlalu besar, proses persalinan yang lama, serta penggunaan alat bantu persalinan (misal forsep).Adanya luka pada jalan lahir tentu saja menimbulkan rasa nyeri yang bertahan selama beberapa minggu setelah melahirkan. Anda dapat pula mengeluhkan nyeriketika berhubungan intim.Saat persalinan, terkadang dokter melakukan episiotomi, yaitu menggunting perineum untuk mengurangi trauma yang berlebihan pada daerah perineum dan mencegah robekan perineum yang tidak beraturan. Dengan episiotomi, perineum digunting agarjalan lahir lebih luas. dengan demikian perlukaan yang terjadi dapat diminimalkan.
A. Atonia Uteri
1. Pengertian
Atonia uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi
kegagalan uterus dalam berkontraksi dengan baik setelah
persalinan, sedangkan atonia uteri juga di definisikan sebagai
tidak adanya kontraksi uterus segera setelah plasenta lahir.
Sebagaian besar perdarahan pada masa nifas ( 75-80% )
adalah akibat adanya atonia uteri. Sebagaimana kita ketahui
bahwa aliran darah uteroplasenta selama masa kehamilan adalah
500-800 ml/menit, sehingga kita bisa bayangkan ketika uterus
itu tidak berkontraksi selama beberapa menit saja maka akan
menyebabkan kehilangan darah yang sangat banyak. Sedangkan
volume darah manusia hanya berkisar 5-6 liter saja.
Atonia uteri ( relaksasi otot uterus ) adalah uteri tidak
berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus
uteri ( plasenta telah lahir ). ( JNPKR, Asuhan Persalinan
Normal, Depkes Jakarta ; 2002 )
2. Etiologi
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan
dengan factor predisposisi ( penunjang ) seperti :
a. Overdistention uterus seperti : gemeli makrosomia,
polihidroamnion, atau paritas tinggi
b. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua
c. Multipara dengan jarak kelahiran pendek
d. Partus lama / Partus terlantar
e. Malnutrisi
f. Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya
plasenta belum terlepas dari dinding uterus
3. Tanda dan Gejala
a. Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak
dan darah tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah
keluar disertai gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin
sudah tidak lagi sebagai anti pembeku darah.
b. Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting / khas atonia dan yang
membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
c. Fundus uteri naik
Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri
dan menggumpal
d. Terdapat tanda-tanda syok
Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ektremitas
dingin, gelisah, mual dan lain-lain
4. Diagnosis
a. Data Subjektif
Ibu mengatakan merasa mules pada perut bagian bawah.
b. Data Objektif
Pemeriksaan fisik : Uterus tidak berkontraksi dan lunak serta
terjadi perdarahan segera setelah plasenta dan janin lahir
5. Penatalaksanaan
a. Masase dan Kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi
uterus yang akan menghentikan perdarahan.
Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta
(maksimal 15 detik)
1) Gunakan sarung tangan DTT panjang
2) Bersihkan vulva dan perineum dengan cairan antiseptik
3) Kosongkan kandung kemih
4) Mengeluarkan semua bekuan darah atau selaput yang mungkin
masih tertinggal
5) Segera memulai kompresi bimanual internal
a) Masukkan tangan yang memakai sarung tangan ke dalam vagina
secara obstetrik
b) Kepalkan tangan pada forniks anterior
c) Tekankan tangan yang ada dalam vagina dengan mantap
d) Tekankan tangan luar pada perutdan gunakantekanan melawan
kepalan tangan yang berada di dalam vagina secara bersamaan
e) Tahan dengan mantap
6) Kontraksi pertahankan tekanan selama 2 menit, lalu dengan
perlahan tariklah tangan keluar. Jika uterus berkontraksi ,
teruskan pemantauan.
7) Jika uterus tidak berkontraksi setelah 5 menit, suruhlah
anggota keluarganya untuk melakukan kompresi bimanual ekternal
(KBE) sementara kita member injeksi methergin 0,2 mg IM dan
memulai infuse IV ( RL dengan 20 IU oksitosin / 500 cc terbuka
lebar / guyur ).
8) Jika uterus tetap tidak berkontraksi lanjutkan kembali
KBIsegera setelah kita memberikan injeksi methergin dan
memulai infuse IV.
9) Jika uterus belum juga mulai berkontraksi setelah 5-7
menit, segeralah perujukan dengan IV tetap terpasang dengan
laju 500cc/ jam hingga tiba di tempat perujukan atau jumlah
seluruhnya 1,5 liter diinfuskan. Lalu teruskan dengan laju
infuse 125 cc / jam.
b. Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan postpartum banyak, maka penganganan
awal yaitu resusitasi dengan oksigen dan pemberian cairan
cepat, monitoring tanda-tanda vital, jumlah urin, dan saturasi
oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu
dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
c. Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh
lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi
uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur
kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah
oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi,
tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani. Oksitosin dapat
diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan
lewat infuse dengan RL 20 IU per liter, jika sirkulasi kolaps
bisa diberikan oksitosin 10 IU IMM. Perdarahan postpartum dini
sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu
dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi
perdarahan aktif yang terjadi.
d. Uterine lavage dan uterine packing
Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan ,pemberian
air panas ke dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk
mengatasi atonia uteri. Pemberian 1-2 liter salin 470C-500C
langsung kedalam cavum uteri menggunakan pipa infus.
Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga
memberikan tekanan maksimumpada dinding uterus. Segmen bawah
rahim harus terisi sekuat mungkin, anestesi dibutuhkan dalam
penangan ini dan antibiotika broad-spectrum harus diberikan.
Uterine packing dipasang selama 24-36 jam, sambil memberikan
resusitasi cairan dan transfuse darah masuk. Uterine packing
diberikan jika tidak tersedia fasilitas operasi atau kondisi
pasien tidak memungkinkan dilakukan operasi.
e. Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina
menghasilkan angka keberhasilan 80-90%.
1) Ligasi arteri Iliaka Interna
Identifikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter
menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm
pada peritoneum lateral parallel dengan garis ureter.setelah
peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan
ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan
eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri dan dengan
menggunakan benang non absorbable dilakukan dua ligasi bebas
berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna.
Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus
dilakukan sebelum dan sesudah ligasi. Resiko ligasi arteri
iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan
perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus
mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
2) Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “ brace suture “, ditemukan
oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif
alternative untuk mengatasi perdarahan postpartum akibat
atonia uteri.
3) Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering
dilakukan jika terjadi perdarahan postpartum masih yang
membutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per
100.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan
abdominal dibandingkan vaginal.
4) Ligasi arteri uterine
Benerapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan
angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi
arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas
atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi arteri
uterina dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim.
Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan
benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterine
diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterine,
masuk ke miometrium keluar dibagian avaskular ligamentum latum
lateral vasa uterine. Saat ,melakukan ligasi hindari rusaknya
vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri
miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm
miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas
tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah
rahim. Dengan menyisihkan vesika uterina, ligasi kedua
dilakukan bilateral ipada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm
dibawah ligasi vasa uterina diatas.Ligasi ini harus mengenai
sebagian besar arteri uterina pada segmen bawah rahim dan
cabang arteri uterina yang menuju servik, jika perdarahan
masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau
unilateral ligasi vasa ovarian.
Kompresi uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan
dalam 10-15 menit. Biasanya sangat baik mengontrol bahaya
sementara dan sering menghentikan perdarahan secara sempurna.
Bila uterus refrakter oksitosin dan perdarahan tidak berhenti
setelah kompresi bimanual maka harus dilakukan tindakan
terakhir yaitu histerektomi.
B. Retensio Plasenta
1. Pengertian
Retensio plasenta adalah tertahannya plasenta atau belum
lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah
bayi lahir ( Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
2002:178 ).
2. Etiologi
a. Fungsional
1) His kurang kuat
2) Terhalang oleh kandung kemih yang penuh
3) Plasenta sulit terlepas, karena :
Tempatnya : Insersi di sudut tuba
Bentuknya : Plasenta membranacea, plasenta anularis
Ukurannya : Plasenta yang sangat kecil
Plasenta yang sukar lepas karena sebab-sebab tersebut di atas
di sebut plasenta adhesiva
b. Patolog – Anatomis
1) Plasenta akreta, plasenta inkreta dan plasenta perkreta
( Obstetri Patologi, hal 236 ).
a) Plasenta Adhesiva
Adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
b) Plasenta Akreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki
sebagian lapisan miometrium.
c) Plasenta Inkreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai atau
memasuki miometrium
d) Plasenta Perlireta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan
otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e) Plasenta Inkarserata
Adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri yang
disebabkan oleh kontraksi osteuni uteri.
2) Plasenta belum lepas dari dinding uterus
3) Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan ( disebabkan
karena tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III )
4) Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili
korealis menembus desidua sampai miometrium sampai dibawah
peritoneum ( plasenta akreta – perkreta )
3. Tanda dan Gejala
a. Terjadi perdarahan segera
b. Uterus tidak berkontraksi
c. Tinggi fundus uteri tetap atau tidak berkurang
d. Plasenta belum lahir selama 30 menit setelah bayi lahir
4. Diagnosis
a. Data subjektif
Ibu mengatakan perutnya terasa mulas dan plasenta belum lahir
b. Data objektif
Pemeriksaan Fisik : Palpasi pada daerah perut didapatkan
uterus tidak teraba bulat dan keras kontraksi kurang baik, TFU
1 jari diatas pusat dan vesika urinaria teraba agak menonjol
serta terjadi perdarahan segera setelah anak lahir
( postpartum primer )
5. Penatalaksanaan
Penanganan retensio plasenta berupa pengeluaran plasenta
dilakukan apabila plasenta belum lahir dalam ½ - 1 jam setelah
bayi lahir terlebih lagi apabila disertai perdarahan.
Tindakan penanganan retensio plasenta :
a. Memberikan informasi kepada ibu dan keluarga tentang
tindakan yang akan dilakukan
b. Mencuci tangan secara efektif
c. Melaksanakan pemeriksaan umum
d. Mengukur vital sign, suhu, nadi, tekanan darah dan
pernafasan
e. Melakukan pemeriksaan kebidanan seperti inspeksi, palpasi,
periksa dalam
f. Memakai sarung tangan steril
g. Melakukan vulva hygiene
h. Mengamati adanya gejala dan tanda retensio plasenta
i. Bila plasenta tidak lahir dalam 30 menit sesudah lahir atau
terjadi perdarahan sementara plasenta belum lahir maka berikan
oxytocin 10 IU IM
j. Pastikan bahwa kandung kencing kosong dan tunggu terjadi
kontraksi, kemudian coba melahirkan plasenta dengan
menggunakan peregangan tali pusat terkendali
k. Bila dengan tindakan tersebut plasenta belum lahir dan
terjadi perdarahan banyak, maka plasenta harus dilahirkan
secara manual plasenta
l. Berikan cairan infuse NACL atau RL secara guyur untuk
mengganti cairan
Manual Plasenta
a. Memasang infuse cairan dekstrose 5 %
b. Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya
dalam keadaan suci hama
c. Teknik : Tangan kiri diletakkan di fundus uteri ,tangan
kanan dimasukkan dalam rongga rahim dengan menyusuri tali
pusat sebagai penuntun. Tepi plasenta dilepas-disisihkan
dengan tepi jari-jari tangan – bila sudah lepas ditarik
keluar. Lakukan eksplorasi apakah ada luka – luka atau sisa-
sisa plasenta dan bersihkanlah. Manual plasenta berbahaya
karena dapat terjadi robekan jalan lahir ( uterus ) dan
membawa infeksi.
A. Penyulit Pada Persalinan Kala III dan Kala IV
1. Pengertian Emboli Cairan Ketuban
Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah
sejumlah cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal,
tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan shock.
Sindrom cairan ketuban adalah sebuah gangguan langka dimana
sejumlah besar cairan ketuban tiba – tiba memasuki aliran
darah. Emboli cairan ketuban adalah masuknya cairan ketuban
beserta komponennya ke dalam sirkulasi darah ibu. Yang
dimaksud komponen di sini ialah unsur-unsur yang terdapat di
air ketuban seperti lapisan kulit janin yang terlepas, rambut
janin, lapisan lemak janin, dan musin/cairan kental. yang
dapat menghambat pembuluh darah dan mencairkan darah yang
mempengaruhi koagulasi. Dua tempat utama masuknya cairan
ketuban dalam sirkulasi darah maternal adalah vena yang dapat
robek sekalipun pada persalinan normal. Ruptura uteri
meningkatkan kemampuan masuknya cairan ketuban.
Emboli cairan ketuban dapat terjadi bila ada pembukaan
pada dinding pembuluh darah dan dapat terjadi pada wanita
tua/ usia lebih dari 30 tahun, sindrom janin mati,
Multiparitas, Janin besar intrauteri, Insidensi yang tinggi
kelahiran dengan operasi, Menconium dalam cairan ketuban dan
kontraksi uterus yang kuat. Dua puluh lima persen wanita yang
menderita keadaan ini meninggal dalam waktu 1 jam. Emboli air
ketuban atau EAK (Amniotic fluid embolism) merupakan kasus
yang sangat jarang terjadi. Kasusnya antara 1 : 8.000 sampai 1
: 80.000 kelahiran.
Meskipun jarang terjadi, tetapi bila edema cairan ketuban
terjadi pada wanita, maka akan menyumbat aliran darah ke paru,
yang bila meluas akan mengakibatkan penyumbatan dijantung,
sehinggaa iskemik dan kematian jantung secara mendadak bisa
terjadi. Karena wanita tersebut akan mengalami gangguan
penapasan, syok, hipotermi, Dyspnea, Batuk, Hipotensi
perubahan pada membran mukosa akibat dari hipoksia Cardiac
arrest. Koagulopati atau pendarahan parah karena tidak adanya
penjelasan lain (DIC terjadi di 83% pasien.). Risiko emboli
cairan ketuban tidak bisa diantisipasi jauh-jauh hari karena
emboli paling sering terjadi saat persalinan. Dengan kata
lain, perjalanan kehamilan dari bulan ke bulan yang lancar-
lancar saja, bukan jaminan ibu aman dari ancaman EAK.
Sementara bila di persalinan sebelumnya ibu mengalami EAK,
belum tentu juga kehamilan selanjutnya akan mengalami kasus
serupa. Begitu juga sebaliknya.
2. ETIOLOGI
Multiparitas dan Usia lebih dari 30 tahun
Shock yang dalam yang terjadi secara tiba – tiba tanpa
diduga pada wanita yang proses persalinanya sulit atau baru
saja menyelesaikan persalinan yang sulit . Khususnya kalau
wanita itu multipara berusia lanjut dengan janin yang amat
besar , mungkin sudah meningal dengan meconium dalam cairan
ketuban, harus menimbulkan kecurigaan, pada kemungkinan ini
( emboli cairan ketuban ) .
Janin besar intrauteri
Menyebabkan rupture uteri saat persalinan, sehingga cairan
ketubanpun dapat masuk melalui pembuluh darah.
Kematian janin intrauteri
Juga akan menyebabkan perdarahan didalam, sehingga
kemungkinan besar akan ketuban pecah dan memasuki pembuluh
darah ibu, dan akan menyubat aliran darah ibu, sehingga lama
kelamaan ibu akan mengalami gangguan pernapasan karena cairan
ketuban menyubat aliran ke paru, yang lama kelamaan akan
menyumbat aliran darah ke jantung, dengan ini bila tidak
tangani dengan segera dapat menyebabkan iskemik bahkan
kematian mendadak.
Menconium dalam cairan ketuban
Kontraksi uterus yang kuat
Kontraksi uterus yang sangat kuat dapat memungkinkan
terjadinya laserasi atau rupture uteri, hal ini juga
menggambarkan pembukaan vena, dengan pembukaan vena, maka
cairan ketuban dengan mudah masuk ke pembuluh darah ibu, yang
nantinya akan menyumbat aliran darah, yang mengakibatkan
hipoksia, dispue dan akan terjadi gangguan pola pernapasan
pada ibu.
Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi
Dengan prosedur operasi tidak jauh dari adanya pembukaan
pembuluh darah, dan hal ini dapat terjadi ketuban pecah dan
masuk ke pembuluh darah ibu.
3. PATOFISOLOGI
Perjalanan cairan amnion memasuki sirkulasi ibu tidak
jelas, mungkin melalui laserasi pada vena endoservikalis
selama diatasi serviks, sinus vena subplasenta, dan laserasi
pada segmen uterus bagian bawah. Kemungkinan saat persalinan,
selaput ketuban pecah dan pembuluh darah ibu (terutama vena)
terbuka. Akibat tekanan yang tinggi, antara lain karena rasa
mulas yang luar biasa, air ketuban beserta komponennya
berkemungkinan masuk ke dalam sirkulasi darah. Walaupun cairan
amnion dapat masuk sirkulasi darah tanpa mengakibatkan masalah
tapi pada beberapa ibu dapat terjadi respon inflamasi yang
mengakibatkan kolaps cepat yang sama dengan syok anafilaksi
atau syok sepsis. Selain itu, jika air ketuban tadi dapat
menyumbat pembuluh darah di paru-paru ibu dan sumbatan di
paru-paru meluas, lama kelamaan bisa menyumbat aliran darah ke
jantung. Akibatnya, timbul dua gangguan sekaligus, yaitu pada
jantung dan paru-paru. Pada fase I, akibat dari menumpuknya
air ketuban di paru-paru terjadi vasospasme arteri koroner dan
arteri pulmonalis. Sehingga menyebabkan aliran darah ke
jantung kiri berkurang dan curah jantung menurun akibat
iskemia myocardium. Mengakibatkan gagal jantung kiri dan
gangguan pernafasan. Perempuan yang selamat dari peristiwa ini
mungkin memasuki fase II. Ini adalah fase perdarahan yang
ditandai dengan pendarahan besar dengan rahim atony dan
Coagulation Intaravakuler Diseminata ( DIC ). Masalah
koagulasi sekunder mempengaruhi sekitar 40% ibu yang bertahan
hidup dalam kejadian awal. Dalam hal ini masih belum jelas
cara cairan amnion mencetuskan pembekuan. Kemungkinan terjadi
akibat dari embolisme air ketuban atau kontaminasi dengan
mekonium atau sel-sel gepeng menginduksi koagulasi
intravaskuler.
4. MANIFESTASI KLINIS
Tanda-tanda dan gejala yang menunjukkan kemungkinan emboli
cairan ketuban:
Tekanan darah turun secara signifikan dengan hilangnya
diastolik pada saat pengukuran (Hipotensi )
Dyspnea, Batuk
Sianosis perifer dan perubahan pada membran mukosa akibat
dari hipoksia.
Janin Bradycardia sebagai respon terhadap hipoksia, denyut
jantung janin dapat turun hingga kurang dari 110 denyut per
menit (dpm). Jika penurunan ini berlangsung selama 10 menit
atau lebih, itu adalah Bradycardia. Sebuah tingkat 60 bpm atau
kurang lebih 3-5 menit mungkin menunjukkan Bradycardia
terminal.
Pulmonary edema, Cardiac arrest.
Rahim atony: atony uterus biasanya mengakibatkan pendarahan
yang berlebihan setelah melahirkan.Kegagalan rahim untuk
menjadi perusahaan dengan pijat bimanual diagnostik.
Koagulopati atau pendarahan parah karena tidak adanya
penjelasan lain (DIC terjadi di 83% pasien.)
5. PENATALAKSANAAN
Walaupun pada awal perjalanan klinis emboli cairan amnion
terjadi hipertensi sistemik dan pulmonal, fase ini bersifat
sementara. Wanita yang dapat bertahan hidup setelah menjakani
resusitasi jantung paru seyogyanya mendapat terapi yang
ditujukan untuk oksigenasi dan membantu miokardium yang
mengalami kegagalan. Tindakan yang menunjang sirkulasi serta
pemberian darah dan komponen darah sangat penting dikerjakan.
Belum ada data yang menyatakan bahwa suatu intervensi yang
dapat mempermaiki prognosis ibu pada emboli cairan amnion.
Wanita yang belum melahirkan dan mengalami henti jantung harus
dipertimbangkan untuk melakukan tindakan seksio caesaria
perimortem darurat sebagai upaya menyelamatkan janin. Namun,
bagi ibu yang hemodinamikanya tidak stabil, tetapi belum
mengalami henti jantung, pengambilan keputusan yang seperti
itu menjadi semakin rumit.
Terapi krusnal , meliputi : resusitasi , ventilasi , bantuan
sirkulasi , koreksi defek yang khusus ( atonia uteri , defek
koagulasi ).
Penggatian cairan intravena & darah diperlukan untuk
mengkoreksi hipovolemia & perdarahan .
Oksitosin yang di tambahkan ke infus intravena membantu
penanganan atonia uteri.
Morfin ( 10 mg ) dapat membantu mengurangi dispnea dan
ancietas .
Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskular
dengan menghambat proses perbekuan.
Amniofilin ( 250 – 500 mg ) melalui IV mungkin berguna bila
ada bronkospasme ..
Isoproternol menyebabkan vasodilatasi perifer, relaksi otot
polos bronkus, dan peningkatan frekuensi dan kekuatan jantung.
Obat ini di berikan perlahan – lahan melalui Iv untuk
menyokong tekanan darah sistolik kira – kira 100 mmHg.
Kortikosteroid secara IV mungkin bermanfaat .
Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskuler
dengan menghambat proses pembekuan.
Oksigen diberikan dengan tekanan untuk meningkatkan.
Untuk memperbaiki defek koagulasi dapat digunakan plasma beku
segar dan sedian trombosit.
Defek koagulasi harus dikoreksi dengan menggunakan heparin /
fibrinogen.
Darah segar diberikan untuk memerangi kekurangan darah; perlu
diperhatikan agar tidak menimbulkan pembebanan berlebihan
dalam sirkulasi darah.
Digitalis berhasiat kalau terdapat kegagalan jantung.
2. Pengertian Atonia Uteri
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan
pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk
melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan
mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah
melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini.
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh
kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi
pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi
plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut
miometrium tidak berkontraksi. Batasan: Atonia uteri adalah
uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan plasenta
lahir.
a. Penyebab :
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan
dengan faktor predisposisi (penunjang ) seperti :
1.Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia,
polihidramnion, atau paritas tinggi.
2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
3. Multipara dengan jarak kelahiran pendek
4. Partus lama / partus terlantar
5. Malnutrisi.
6. Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya
plasenta belum terlepas dari inding uterus.
b.Gejala Klinis:
Uterus tidak berkontraksi dan lunak
Perdarahan segera setelah plasenta dan janin lahir
(P3).
c.Pencegahan atonia uteri.
Atonia uteri dapat dicegah dengan Managemen aktif kala
III, yaitu pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir
(Oksitosin injeksi 10U IM, atau 5U IM dan 5 U Intravenous atau
10-20 U perliter Intravenous drips 100-150 cc/jam. Pemberian
oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko
perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi
kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala
III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan,
anemia, dan kebutuhan transfusi darah.Oksitosin mempunyai
onset yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah
atau kontraksi tetani seperti preparat ergometrin. Masa paruh
oksitosin lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5-15 menit.
Prostaglandin (Misoprostol) akhir-akhir ini digunakan sebagai
pencegahan perdarahan postpartum.
d. Penanganan Atonia Uteri
1) Penanganan Umum
Mintalah Bantuan. Segera mobilisasi tenaga yang ada dan
siapkan fasilitas tindakan gawat darurat.
Lakukan pemeriksaan cepat keadaan umum ibu termasuk tanda
vital.
Jika dicurigai adanya syok segera lakukan tindakan. Jika
tanda -tanda syok tidak terlihat, ingatlah saat melakukan
evaluasi lanjut karena status ibu tersebut dapat memburuk
dengan cepat.
Jika terjadi syok, segera mulai penanganan syok.oksigenasi
dan pemberian cairan cepat, Pemeriksaan golongan darah dan
crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
Pastikan bahwa kontraksi uterus baik:
lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah.
Bekuan darah yang terperangkap di uterus akan menghalangi
kontraksi uterus yang efektif. berikan 10 unit oksitosin IM
Lakukan kateterisasi, dan pantau cairan keluar-masuk.
Periksa kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan robekan
serviks, vagina, dan perineum.
Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
Setelah perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan
berhenti), periksa kadar Hemoglobin:
Jika Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%
( anemia berat):berilah sulfas ferrosus 600 mg atau ferous
fumarat 120 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali
sehari selama 6 bulan;
Jika Hb 7-11 g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous
fumarat 60 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali
sehari selama 6 bulan;
2).Penanganan Khusus
Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.
Teruskan pemijatan uterus.Masase uterus akan menstimulasi
kontraksi uterus yang menghentikan perdarahan.
Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan
Jika uterus berkontraksi.Evaluasi, jika uterus berkontraksi
tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum /
vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk
segera.
Jika uterus tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan
darah atau selaput ketuban dari vagina & ostium serviks.
Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong. Antisipasi dini
akan kebutuhan darah dan lakukan transfusi sesuai kebutuhan.
Jika perdarahan terus berlangsung:
Pastikan plasenta plasenta lahir lengkap;Jika terdapat tanda-
tanda sisa plasenta (tidak adanya bagian permukaan maternal
atau robeknya membran dengan pembuluh darahnya), keluarkan
sisa plasenta tersebut.Lakukan uji pembekuan darah sederhana.
Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya
bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya
koagulopati.
Jika perdarahan terus berlangsung dan semua tindakan di atas telah dilakukan,
lakukan:
Kompresi bimanual internal atau Kompresi aorta abdominalis
Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit,
keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan
ketat.Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga
untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan
tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan
diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum
ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin.
Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI,Jika
uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala
empat.
Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera.
Kompresi Uterus Bimanual.
Peralatan : sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat;
lakukan dengan tangan telanjang yang telah dicuci
Teknik :
Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam
kedaruratan tidak diperlukan,
Eksplorasi dengan tangan kiri
Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina.Tangan kanan
(luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan
menangkap uterus dari belakang atas.
Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar,ia
tidak hanya menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh
darah aferen sehingga menyempitkan lumennya.
Kompresi uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan
dalam waktu 10-15 menit.
Biasanya ia sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering
menghentikan perdarahan secara sempurna.Bila uterus refrakter
oksitosin, dan perdarahan tidak berhenti setelah kompresi
bimanual, maka histerektomi tetap merupakan tindakan terakhir.
3. KBI dan KBE
Kompresi bimanual interna dan eksterna merupakan salah
satu upaya pertolongan pertama pada perdarahan pasca
persalinan yang disebabkan oleh atonia uteri. Tindakan ini
bertujuan menjepit pembuluh darah dalam dinding uterus serta
merangsang miometrium untuk berkontraksi. Kompresi Bimanual
Interna harus segera dilakukan apabila uterus tidak
berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan
taktil (masase) pada fundus uteri. Karena ada intervensi
tangan penolong yang masuk ke dalam jalan lahir, tindakan ini
lebih dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi pada pasca
partum. Oleh karena itu, penerapan teknik septik-aseptik
sangat membantu dalam menurunkan angka kejadian infeksi
setelahnya. Kompresi bimanual interna dan eksterna dikerjakan
dengan disertai pemberian cairan infus yang ditambahkan
uterotonika (oksitosin 20 UI ) didalamnya.
Bila kompresi bimanual pada uterus tidak berhasil dan
perdarahan tetap terjadi lakukan kompresi aorta , cara ini
dilakukan pada keadaan darurat sementara penyebab perdarahan
sedang dicari.Sesuai standar pelayanan kebidanan (standar 20:
penanganan perdarahan postpartum primer) bidan mampu mengenali
perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama setelah
persalinan (perdarahan post partum primer) dan segera
melakukan pertolongan pertama kegawat daruratan untuk
mengendalikan perdarahan.. Dengan demikian, suatu keharusan
bagi bidan untuk mampu dan kompeten melakukan tindakan
Kompresi Bimanual Interna dan Eksterna dan Kompresi Aorta
Abdominal pada pasien dengan atonia uteri.