Upload
khangminh22
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERAN PEMERINTAH DALAM RANGKA PENINGKATAN
DAYA SAING PASAR TRADISIONAL
Studi Kasus : Pasar Tradisional Piyungan di Desa Srimulyo, Kecamatan
Piyungan, Kabupaten Bantul, Provinsi DIY
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Ilmu Politik
(SIP) Program studi Manajemen dan Kebijakan Publik pada Fakultas ISIPOL
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Disusun oleh :
MONIKA SALESTRI
08/ 267748/ SP/ 23051
JURUSAN MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan dan disahkan didepan Tim Penguji Jurusan
Manajemen dan Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, pada:
Hari : Jum’at
Tanggal : 5 Oktober 2012
Pukul : 10.00 WIB
Tempat : Ruang Sidang Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
Tim Penguji
Ketua Tim Penguji/ Dosen Pembimbing
Ario Wicaksono, M.Si
Dosen Penguji I Dosen Penguji II
Puguh Prasetyo Utomo, S.IP., MPA Dr. Ratminto
iii
HALAMAN PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Monika Salestri
Nim : 08/ 267748/ SP/ 23051
Jurusan : Manajemen dan Kebijakan Publik
Judul skripsi : Peran Pemerintah dalam Rangka Peningkatan Daya
Saing Pasar Tradisional (Studi Kasus di Pasar
Piyungan, Desa Srimulyo, Kecamatan Piyungan,
Kabupaten Bantul, Provinsi DIY)
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri,
tidak terdapat karya yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain. Pendapat
atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk
berdasarkan kode etik ilmiah.
Yogyakarta, 26 November 2012
Yang membuat pernyataan
Monika Salestri
iv
MOTTO
“Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru
yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik.”
^Evelyn Underhill^
“Mereka berkata bahwa setiap orang membutuhkan tiga hal yang akan
membuat mereka berbahagia di dunia ini, yaitu; seseorang untuk dicintai,
sesuatu untuk dilakukan, dan sesuatu untuk diharapkan.”
^Tom Bodett^
“Cara untuk menjadi di depan adalah memulai sekarang. Jika memulai sekarang,
tahundepan Anda akan tahu banyak hal yang sekarang tidak diketahui, dan Anda tak
akanmengetahui masa depan jika Anda menunggu-nunggu.”
^William Feather
“Hidupku dan Hidupmu adalah SATU..jalani ini semua dengan senyum dan untuk
senyum MY LITTLE ANGEL SHABRINA..demi masa sekarang dan masa yang akan
datang.”
^Monika Salestri
v
Special thanks to…
Bismillahirrahmanirrahim...
Kini ku persembahkan skripsi ini sebagai ungkapan syukur dan terima kasihku,
untuk semua orang yang ku cintai. Untuk kedua orangtua ku Bapak dan Ibu tercinta, yang
selalu memberikan semangat, motivasi dan memberikan inspirasi penulis untuk menyusun
skripsi ini, serta waktu untuk nemenin SHABRINA.
My beloved Husband DHANY, makasih untuk segalanya yang udah Ayah berikan
boat Bunda, yang udah Nda gangguin boat ngeprint malem2..ALWAYS LOVE YOU.. N My
Little Angel SHABRINA HUSNIA NAFISA NIDHA, maaf sayang udah Nda tinggal2 n
makasi udah ngertiin Bunda.
Untuk Mb Devi (kakakq) dan De’ Icha (adeq) tersayang, dan sahabat2 terindahku
Retno, Eni, Ningsih, Marikha, Vita, Asti ayook ajojing lagee, makasih boat semua
kebersamaan qt slama ini YG tak mungkin tuk dilupakan. Juga teman2 AN’08 yang
mewarnai kuliah perpolitikan ini dengan warna-warna yang indah..serta teman2 KKN UNIT
82 sub unit Pondok Kulon, desi, thiwuk, dila, irfan, wahyu ayo nongkrong lg di
indo……(di larang sebut merk)
Terima kasihku tiada terhingga untuk semua yang selalu memberikan doa. Diriku
tiada apa-apa tanpa kalian dan sujud syukurku padamu Ya Rabb..
Alhamdullillahirabbil’alamiin…
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Peran Pemerintah dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Pasar
Tradisional (Studi Kasus di Pasar Piyungan, Desa Srimulyo, Kecamatan
Piyungan, Kabupaten Bantul, Provinsi DIY)”.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi agar penulis
memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai
tanpa bantuan dari pihak-pihak terkait. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Ario Wicaksono, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus dosen
penguji. Terima kasih telah banyak membimbing dan meluangkan banyak
waktu selama proses penyusunan skripsi.
2. Puguh Prasetyo Utomo, S.IP., MPA, selaku dosen penguji I. Terima kasih
atas saran dan arahannya terhadap penulisan skripsi.
3. Dr. Ratminto, selaku dosen penguji II. Terima kasih atas saran dan
arahannya terhadap penulisan skripsi.
4. Hermawan Setiaji, SIP, MH, selaku Kepala Kantor Pengelolaan Pasar
Kabupaten Bantul, DIY. Terima kasih telah memberi kesempatan kepada
penulis untuk melakukan penelitian di wilayah Bantul terutama di Pasar
Piyungan.
vii
5. Bapak Suhadi, selaku Lurah Pasar Piyungan, Kecamatan Piyungan,
Kabupaten Bantul, DIY. Terima kasih telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melakukan penelitian di Pasar Piyungan.
6. Serta semua pihak dan instansi terkait yang telah banyak membantu dalam
penyusunan skripsi.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, penulis mohon maaf apabila
dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kesalahan. Penulis berharap
semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang
berkepentingan.
Yogyakarta, 26 November 2012
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman Judul.......................................................................................... i
Halaman Pengesahan................................................................................ ii
Halaman Pernyataan................................................................................. iii
Motto....................................................................................................... iv
Halaman Persembahan............................................................................. v
Kata Pengantar......................................................................................... vi
Daftar Isi.................................................................................................. vii
Daftar Tabel............................................................................................. viii
Daftar Gambar......................................................................................... viiii
Intisari........................................................................................................ xii
Abstract...................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................... 14
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................... 14
1.4 Manfaat Penelitian................................................................... 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peran Pemerintah Daerah......................................................... 16
2.2 Konsep Pasar............................................................................ 26
2.2.1 Pasar Tradisional....................................................... 33
2.2.2 Pasar Modern............................................................ 36
2.3 Konsep Daya Saing.................................................................. 37
2.3.1 Konsep Keunggulan Komparatif.............................. 38
2.3.2 Konsep Keunggulan Kompetitif............................... 40
2.4 Peran Pemerintah dalam Peningkatan Daya Saing.................. 50
2.5 Kerangka Pemikiran................................................................ 55
ix
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian......................................................................... 57
3.2 Unit Analisis............................................................................. 58
3.3 Sumber Data............................................................................ 58
3.4 Teknik Pengumpulan Data...................................................... 59
3.5 Teknik Analisis Data............................................................... 61
BAB IV PASAR PIYUNGAN SEBAGAI SASARAN PROGRAM
4.1 Keadaan Geografis dan Administrasi...................................... 63
4.2 Kondisi Ekonomi..................................................................... 64
4.3 Kebijakan Pembangunan Kabupaten Bantul........................... 66
4.4 Gambaran Umum Kantor Pengelolaan Pasar.......................... 69
4.5 Profil Pasar Tradisional Piyungan........................................... 72
BAB V PERAN PEMERINTAH DALAM PENINGKATAN DAYA
SAING
5.1 Peran Sebagai Regulator......................................................... 77
5.2 Peran Sebagai Fasilitator......................................................... 83
5.3 Peran Sebagai Pengalokasi Sumber Daya............................... 97
5.4 Daya Saing Pasar Tradisional Piyungan................................. 105
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan.............................................................................. 115
6.2 Rekomendasi........................................................................... 116
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 118
LAMPIRAN............................................................................................ 121
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Pasar Tradisional, Fasilitas Pasar dan Jumlah Pedagang....... 12
Tabel 4.1. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bantul Tahun 2010-2011…..65
Tabel 4.2. Bangunan Pasar Piyungan……………………………………74
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Porter’s Diamond...................................................................41
Gambar 2.2. Konsep Daya Saing................................................................47
Gambar 4.1. Lokasi Pasar Tradisional Kabupaten Bantul..........................64
Gambar 5.1. Penarikan Retribusi oleh Petugas..........................................88
Gambar 5.2. Smoking Area........................................................................92
Gambar 5.3. Sarana Cuci Tangan...............................................................92
Gambar 5.4. Pemberian Dana Bergulir kepada Pedagang........................100
Gambar 5.5. Skema Tata Cara Pengajuan Pinjaman…………………….102
Gambar 5.6. Pasar Piyungan…………………………………………….104
xii
INTISARI
Keberadaan pasar, khususnya pasar tradisional merupakan salah satu
indikator paling nyata adanya kegiatan ekonomi masyarakat di suatu wilayah.
Sebagai salah satu sarana publik keberadaan pasar tradisional juga mendukung
kegiatan ekonomi masyarakat. Pasar Tradisional Piyungan merupakan salah satu
pasar tradisional yang telah mengalami revitalisasi sesuai dengan kebutuhan
masyarakat Kabupaten Bantul, khususnya di Kecamatan Piyungan. Yang
dilengkapi oleh beberapa bangunan penunjang lainnya yang diharapkan akan
menjadi sebuah Pasar Tradisional percontohan di tingkat nasional dan fasilitas
yang ada di pasar ini pun cukup lengkap.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa potensi dan peran Pemerintah
Daerah yang mempengaruhi daya saing pasar tradisional dan merumuskan
rekomendasi strategi yang dapat dilakukan pasar tradisional untuk meningkatkan
daya saingnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif untuk menganalisa potensi
dan kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing pasar tradisional.
Sumber data berupa data primer dan sekunder.
Setelah dilakukan penggalian data dan dilakukan analisa maka ditemukan
adanya tiga peran pemerintah yang mempengaruhi daya saing pasar tradisional
yaitu peran pemerintah sebagai regulator, sebagai fasilitator dan sebagai
pengalokasi sumber daya. Dengan berfokus pada konsumen, yaitu memahami
kebutuhan, keinginan, dan harapan konsumen maka pelayanan kepada konsumen
sebaik-baiknya merupakan kunci untuk memenangkan persaingan yang semakin
ketat. Dukungan dari Pemerintah Pusat dan Daerah baik berupa alokasi dana
bantuan maupun kebijakan yang adil dan tidak tumpang tindih diharapkan dapat
membantu perbaikan daya saing pasar tradisional. Hal tersebut perlu dilakukan
agar dapat memberikan wahana persaingan yang sehat diantara ritel modern dan
ritel tradisional.
Kata Kunci : Peran Pemerintah, daya saing, pasar tradisional.
xiii
ABSTRACT
Market presence, particularly traditional market is one of the most obvious
indicators of the economic activities in the region. As one of the markets where
traditional public utilities also support the local economy. Piyungan Traditional
Market is one of the traditional market that has experienced revitalization in
accordance with people's needs Bantul, particularly in Sub Piyungan.
Complemented by several other supporting buildings which are expected to be a
traditional market at a national level and pilot facilities in this market is quite
complete.
This research aims to analyze the potential and role of local government
affecting the competitiveness of traditional markets and formulate strategy
recommendation to do the traditional market to increase their competitiveness.
The method used in this research is descriptive analysis techniques using a
qualitative approach to analyze the potential and conditions of the factors
affecting the competitiveness of traditional markets. Sources of data in the form of
primary and secondary data.
After extracting the data and do the analysis it is found that there are three
roles of government that affect the competitiveness of traditional markets, namely
the government's role as regulator, facilitator and a resource allocator. By
focusing on the consumer, that is to understand the needs, wants, and expectations
of consumers, service to consumers as well as possible is the key to win the tight
competition. Support from central and local government in the form of allocation
of funds and policies that are fair and do not overlap is expected to help improve
the competitiveness of traditional markets. This is necessary in order to provide a
form of competition between traditional retail and modern retail.
Keywords: Role of Government, competitiveness, traditional market.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Definisi pasar menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 112
tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern yaitu merupakan suatu area tempat jual beli
barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat
perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun
sebutan lainnya. Dari definisi ini, ada empat point penting yang menonjol yang
menandai terbentuknya pasar: pertama, ada penjual dan pembeli; kedua, mereka
bertemu di sebuat tempat tertentu; ketiga, terjadi kesepakatan di antara penjual
dan pembeli sehingga terjadi jual beli atau tukar menukar; dan keempat, antara
penjual dan pembeli kedudukannya sederajat.
Dalam keseharian, dikenal dua bentuk pasar yaitu pasar tradisional dan
pasar modern. Pasar tradisional merupakan pasar yang dibangun dan dikelola oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan
Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta yang berupa tempat usaha
seperti toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki atau dikelola oleh pedagang kecil,
menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal
kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar-menawar.
2
Sebagai gambaran, diperkirakan jumlah pasar tradisional di Indonesia
mencapai 13.650 pasar dan terdapat 12.625.000 pedagang di pasar tradisional.
(Sumber: APPSI, 2006). Berdasarkan penelitian AC Neilsen pada tahun 2005-
2006, jumlah pasar tradisional mengalami penurunan sebesar 8,1% karena
terdesak oleh pasar modern yang tumbuh hingga 31,4% (Kontan, 31 Juli 2009).
Tidak hanya penelitian AC Neilsen yang menunjukan penurunan jumlah pasar
tradisional, Badan Pusat Statistik mencatat, jumlah pasar tradisional di sejumlah
tempat di Jawa Tengah tahun 2008 turun dibandingkan dengan tahun 2007, yaitu
dari 2.012 menjadi 1.842 unit pasar tradisional.
Sebaliknya, jumlah pasar modern tumbuh hingga hampir 400 unit di
sepanjang tahun 2008, terdiri atas mall, pasar swalayan, dan pusat perbelanjaan
(Kompas, 14 April 2010). Di tahun 2008, pasar tradisional menguasai 79,8%
omzet ritel nasional yang mencapai Rp 95,9 triliun. Tahun 2009, kontribusi pasar
tradisional bisa melebihi 100 triliun rupiah, jauh di atas kontribusi pasar modern
yang diperkirakan sekitar 70 triliun rupiah. (Kementrian Negara Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah, 2009)
Hampir semua pasar tradisional di Indonesia mengalami penurunan omzet
sampai 75%, bahkan ada pedagang yang dalam satu harinya untuk mendapatkan
Rp. 50.000,00 sudah susah. Di DKI Jakarta, pada tahun 2004 saja, ada 7 pasar
sudah dilikuidasi (Blora, Cilincing, Cipinang Besar, Kramat Jaya, Muncang,
Prumpung Tengah dan Sinar Utara). Di Kabupaten Tangerang 5.908 kios dan los
tutup dari 9.392 kios dan los yang ada (Sumber: APPSI, 2006). Keberadaan pasar
tradisional yang menjadi tumpuan ekonomi rakyat kelas bawah dan pelaku usaha
3
mikro kian tergusur, sementara pasar modern kian menjamur bahkan hingga ke
pedesaan. Serbuan hypermarket dengan dukungan kekuatan “raksasa” dibidang
permodalan, sistem dan teknologi serta penerapan praktek bisnis yang tidak sehat
berhadapan langsung dengan pedagang pasar tradisional.
Pada kenyataannya di Indonesia banyak kasus mengenai pasar tradisional
yang tergusur dan terbengkalai oleh karena pemerintah daerah tidak dapat
memainkan perannya dengan baik. Dan juga karena keberadaan pasar-pasar
modern yang semakin menjamur dimana-mana, yang tentu saja berakibat pada
penambahan pengangguran, sebenarnya di pasar tradisional lebih banyak
menyerap tenaga kerja dibandingkan dengan pasar modern. Seperti berkurangnya
pelanggan pasar tradisional dan pedagang banyak yang gulung tikar, tukang ojek,
tukang becak dan kuli panggul yang sepi pelanggan, serta tukang parkir yang
pendapatannya menurun.
Pasar tradisional, memiliki beberapa fungsi penting yang tak dapat
digantikan begitu saja oleh pasar modern. Terdapat empat fungsi ekonomi yang
sejauh ini bisa diperankan oleh pasar tradisional:
1. Pasar tradisional merupakan tempat dimana masyarakat berbagai lapisan
memperoleh barang-barang kebutuhan sehari-hari dengan harga yang
relatif terjangkau, karena memang seringkali harga di pasar tradisional
lebih murah dibandingkan harga yang ditawarkan pasar modern. Dengan
kata lain pasar tradisional merupakan pilar penyangga ekonomi
masyarakat kecil.
4
2. Pasar tradisional merupakan tempat yang relatif lebih bisa dimasuki oleh
pelaku ekonomi lemah yang menempati posisi mayoritas dari sisi jumlah.
Pasar tradisional jelas jauh lebih bisa diakses oleh sebagian besar
pedagang terutama yang bermodal kecil, dibandingkan dengan pasar
modern.
3. Pasar merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) lewat
retribusi yang ditarik dari para pedagang.
4. Akumulasi aktivitas jual beli di pasar merupakan faktor penting dalam
perhitungan tingkat pertumbuhan ekonomi baik pada skala lokal, regional
maupun nasional.
Fungsi dan peran pasar tradisional di Indonesia cukup strategis dalam
perekonomian daerah. Keberadaan pasar tradisional merupakan salah satu
indikator yang paling nyata dalam kegiatan ekonomi masyarakat di suatu wilayah.
Sehingga pemerintah itu harus lebih memperhatikan keberadaan pasar tradisional,
yaitu sebagai salah satu sarana publik yang mendukung kegiatan ekonomi
masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya dalam peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan menyerap banyak tenaga kerja, karena
menjadi sandaran hidup bagi banyak orang. Yang merupakan wadah utama
penjualan produk-produk berskala ekonomi rakyat seperti: petani, nelayan,
pedagang barang kerajinan tangan dan produk industri rumah tangga (industri
rakyat). Data BPS tahun 2008, menunjukkan sektor perdagangan sebagai sektor
kedua yang menyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia, dengan kemampuan
5
menyerap sebesar 21,1 juta orang, di bawah sektor pertanian dan manufaktur
pertanian yang mencapai 41,3 juta orang.
Persaingan antara pasar tradisional dengan pasar modern bukanlah
persaingan yang tidak sehat, dikarenakan kedua pasar tersebut memiliki konsep
yang berbeda. Pasar tradisional lebih bersifat pelayanan kepada masyarakat yang
dikelola oleh pemerintah daerah setempat sedangkan pasar modern lebih bersifat
komersil dan dikelola oleh para pengusaha yang mempunyai modal besar.
Sementara itu, pasar modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, hanya
saja pasar jenis ini penjual dan pembeli tidak bertransaksi secara langsung
melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode).
Selain itu, bangunan fisik pasar modern lebih permanen, besar, dan tertata, yang
berbeda dengan pasar tradisional yang biasanya hanya terdiri dari lapak-lapak,
los-los maupun kios-kios kecil. Di pasar modern, jenis pelayanan yang dilakukan
oleh penjual dapat berbentuk pelayanan secara mandiri oleh pembeli (swalayan)
atau dilayani oleh pramuniaga. Di pasar modern, jenis barang yang dijual tidak
jauh berbeda dengan pasar tradisional, hanya saja dari sisi kemasan, jumlah dan
jenis barang lebih beragam.
Sebenarnya pasar tradisional memiliki berbagai kelebihan yang tidak
dimiliki oleh pasar modern. Yaitu karakter/ budaya konsumen, meski informasi
gaya hidup modern mudah dijumpai, tetapi tampaknya masyarakat masih
memiliki budaya untuk tetap berbelanja ke pasar tradisional. Di pasar tradisional
terdapat suatu komunikasi yang tidak akan ditemui di pasar modern dan mall. Di
pasar tradisional yang bercirikan tawar-menawar dalam transaksi jual belinya
6
membuat suatu hubungan tersendiri (kedekatan personal dan emosional) antara
penjual dan pembeli. Disini sopan santun merupakan strategi dan kunci sukses
dari penjual, meskipun tidak mengesampingkan kualitas barang dan harga. Barang
dagangan pasar tradisional juga tidak kalah dengan pasar modern. Mulai dari
kebutuhan sehari-hari seperti sayur dan buah-buahan juga banyak yang bagus dan
masih segar, untuk bahan pakaian juga beragam mulai dari yang harganya rendah
sampai yang tinggi, sehingga pembeli bisa menyesuaikan dengan dana yang
dimiliki. Itulah yang termasuk nilai tambah dari pasar tradisional, yaitu daya saing
pasar yang perlu untuk ditingkatkan lagi agar tidak tertinggal dengan pasar-pasar
modern saat ini. Berbeda dengan pasar modern, disana harga sudah ditetapkan dan
tidak ada komunikasi antara penjual dan pembeli.
Awal keberadaannya, pasar modern pun sebenarnya diperuntukkan untuk
orang-orang yang memiliki kelas ekonomi menengah keatas sehingga
keberadaannya tidak menjadi persoalan bagi pasar tradisional. Namun seiring
berkembangnya zaman dan petumbuhan penduduk, saat ini sangat banyak
didirikan pasar-pasar modern yang mulai mengambil pangsa dan segmen pasar
tradisional. Hal inilah yang menimbulkan banyak permasalahan.
Selain persaingan pangsa pasar antara pasar tradisional dan pasar modern,
banyak faktor lain yang membuat persaingan antara pasar tradisional dan pasar
modern menjadi tidak sehat. Diantaranya bila ditinjau dari sudut pandang
manajemen pengelolaannya, misalnya di pasar tradisional identik dengan kondisi
yang bau dan becek, tidak aman dan tidak nyaman, sedangkan pasar modern telah
di desain sedemikian rupa sehingga tempatnya menjadi nyaman dan orang-orang
7
pun merasa betah berada di dalamnya. Barang-barang yang seharusnya tidak
dijual dipasar modern sekarang banyak diperjual belikan disana dengan harga
yang relatif bersaing dengan pasar tradisional. Perijinan yang telah diberikan
untuk pendirian pusat-pusat grosir telah disalah gunakan dengan dijualnya barang-
barang tersebut secara eceran dengan harga grosir, sehingga para pedagang eceran
di pasar tradisional menjadi sepi pengunjung. Hal ini merupakan suatu
penyimpangan yang harus diluruskan karena menyangkut kehidupan
perekonomian masyarakat bangsa kita yang mayoritas berada di kelas ekonomi
menengah ke bawah dan menggantungkan hidupnya menjadi pedagang/ pekerja di
pasar tradisional.
Sekalipun mengalami penurunan jumlah toko yang menjual barang-barang
konsumen sebesar 1,3% dari tahun lalu (2010), jumlah toko di Indonesia
merupakan terbesar kedua di dunia setelah India. Jumlah toko (tradisional dan
modern) di Indonesia mencapai 2,5 juta toko. Perkembangan pusat perbelanjaan
modern yang sedemikian pesatnya dapat mengancam keberadaan pedagang di
pasar tradisional apabila tidak ada penanganan struktur dan kondisi yang lebih
baik terhadap pasar tradisional. Hal ini perlu dilakukan mengingat masih
banyaknya masyarakat Indonesia yang tergantung kepada keberadaan dan
keberlangsungan pasar tradisional.
Namun, beragam masalah yang dihadapi pasar tradisional seperti buruknya
infrastruktur, pungutan liar yang memberatkan penjual, sering menjadi sumber
kemacetan lalu lintas dan sistem pengelolaan pasar yang tidak baik menyebabkan
keberlangsungan pasar tradisional cukup terancam di tengah-tengah masyarakat.
8
Apalagi ditambah dengan adanya anggapan dari sebagian kalangan bahwa pasar
tradisional itu kotor dan barang yang dijual tidak berkualitas. Pasar tradisional
merupakan slum area (kawasan kumuh) sedangkan di mall bersih dan public
service-nya memuaskan.
Citra pasar tradisional yang kurang baik tersebut sudah semestinya
mendapat perhatian yang cukup besar karena didalamnya terkait dengan hajat
hidup orang banyak. Pembenahan pasar tradisional menjadi tempat belanja yang
bercitra positif adalah suatu tantangan yang cukup berat dan harus diupayakan
sebagai rasa tanggung jawab kepada publik. Pembenahan pasar tersebut tentu saja
bukan hanya tugas pemerintah tetapi juga tugas masyarakat, pengelola pasar dan
para pedagang tradisional untuk bersinergi menghapus kesan negatif tersebut
sehingga pasar tradisional masih tetap eksis di tengah persaingan yang semakin
ketat.
Pemerintah dituntut untuk memecahkan masalah tersebut agar terjadi
persaingan yang sehat antara pasar tradisional dan pasar modern. Pemerintah
mempunyai hak untuk mengatur keberadaan pasar modern dan pasar tradisional,
akan tetapi aturan yang dibuat pemerintah tidak boleh diskriminatif dan tidak
membuat dunia usaha menjadi terhenti. Para pedagang kecil, menengah, dan besar
sama-sama mempunyai kesempatan yang sama. Pemerintah harus mampu
mewadahi semua aspirasi yang berkembang tanpa ada yang merasa dirugikan
serta harus mampu melindungi dan memberdayakan peritel kelas kecil karena
jumlahnya yang mayoritas.
9
Dalam Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia dikatakan bahwa
komunitas rentan harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Pasar
tradisional saat ini merupakan komunitas rentan. Pengkategorian pedagang pasar
tradisional sebagai komunitas rentan karena jumlahnya yang besar, tempat usaha
bukan milik sendiri, pengelolaan pasar tidak dilakukan oleh pedagang sendiri,
latar belakang pendidikan yang rendah dan akses terhadap sumber-sumber sangat
rendah. Mekanisme pasar yang berlaku dalam persaingan usaha bidang ritel, tidak
didasari pada sistem yang sehat bahkan berpotensi menyebabkan distorsi pasar.
Oleh karena perlu segera diterbitkan Undang-undang ritel (Retail Act). Sudah
seharusnya pemerintah melindungi pasar tradisional dengan aturan yang memihak
terhadap pasar tersebut. Misal tentang tata ruang, batasan jarak pasar modern
dengan pasar tradisional, jam beroperasi (jam buka), dan lain sebagainya.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan mengenai arah
pengembangan pasar di Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007, tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Tujuan dari
perumusan kebijakan tersebut antara lain adalah perlunya pemberdayaan pasar
tradisional agar dapat tumbuh dan berkembang serasi, sehingga terjalin hubungan
saling memerlukan, saling memperkuat serta saling menguntungkan diantara pasar
tradisional dan pasar modern.
Tujuan lain dari perumusan kebijakan tersebut adalah untuk membina
pengembangan industri dan perdagangan barang dalam negeri serta kelancaran
distribusi barang. Kebijakan tersebut pun dibuat agar dapat memberikan pedoman
10
bagi penyelenggaraan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern, serta
norma-norma keadilan yang saling menguntungkan dan tanpa tekanan dalam
hubungan antara pemasok barang dengan toko modern serta pengembangan
kemitraan dengan usaha kecil agar tercipta tertib persaingan dan keseimbangan
kepentingan produsen, pemasok, toko modern dan konsumen.
Namun, pada kenyataannya masih terjadi banyak pelanggaran dalam
pelaksanaan kebijakan tersebut di berbagai daerah. Dan terdapat pada Permendag
53 Tahun 2008, tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,
Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern (Pasar Tradisional hanya 1 Pasal dalam 28
Pasal). Namun Perpres tersebut dirasa masih bersifat umum sehingga diperlukan
keberlanjutan dari pemerintah daerah/ kota/ kabupaten untuk membuat peraturan
yang lebih spesifik dan jelas yang mengatur tentang perlindungan terhadap pasar
tradisional yang berada di wilayahnya. Karena permasalahan bagi pasar
tradisional itu berbeda-beda dimasing-masing daerah. Belum adanya regulasi yang
pasti mengenai keberadaan pasar modern menyebabkan semakin berkembang dan
tumbuh dengan pesatnya pasar modern.
Akan tetapi di banyak daerah lainnya, pasar tradisional menunjukkan
kesemarakan dan geliat ekonomi yang cukup mengembirakan. Pada beberapa
pasar tradisional, betapa masyarakat dari berbagai lapisan tumpah ruah untuk
datang baik itu berbelanja atau berjualan. Ini artinya, pusat ekonomi yang relatif
lebih banyak digulirkan oleh masyarakat menengah ke bawah tersebut harus
diperhitungkan. Misal Pasar tradisional yang dikelola oleh Pemda Kabupaten
Bantul sebanyak 31 pasar pada tahun 2012. Pasar-pasar tersebut tersebar di 15
11
Kecamatan yang ada di Kabupaten Bantul dan setiap kecamatan berbeda-beda
jumlahnya karena pasar tradisional terbentuk secara alami.
Peran pemerintah dalam pemberdayaan pasar tradisional khususnya dalam
kebijakan peningkatan daya saing pasar tradisional sangatlah diperlukan. Dalam
hal ini pemerintah daerah Kabupaten Bantul diwakili oleh Kantor Pengelolaan
Pasar Kabupaten Bantul. Hal ini agar para pelaku atau pedagang tidak bangkrut
dan jatuh dalam usahanya. Saat ini pasar tradisional masih identik dengan kumuh,
jorok, bau dan semrawut serta tidak aman, tetapi sesuai dengan kebijakan Pemda
Bantul yang mengedepankan perekonomian masyarakat kecil dan demi
kesejahteraan serta mengentaskan kemiskinan maka pasar-pasar tradisional yang
dikelola oleh Pemda Bantul telah banyak dilakukan renovasi, terutama pada
bangunan pasar yang sudah tidak layak pakai.
Pembangunan pasar tradisional yang telah dilakukan oleh Pemda Bantul
dan Pemerintah Pusat melalui Departemen Perdagangan antara lain Pasar
Piyungan, Pasar Pijenan dan yang baru-baru ini adalah Pasar Jejeran, sedangkan
untuk Pasar Imogiri, Pasar Niten dan Pasar Bantul dibiayai dari APBD Pemda
Bantul. Dari data yang ada, fasilitas di pasar-pasar yang telah dibangun antara
lain:
12
Tabel 1.1
Data Pasar Tradisional, Fasilitas Pasar dan Jumlah Pedagang
Kabupaten Bantul Tahun 2010
No Nama Pasar
Fasilitas Jumlah
Pedagang Kios Los Masjid Listrik MCK Sampah
1. Pasar Bantul 1.718
2. Pasar
Piyungan 1.098
3. Pasar Imogiri 1.587
4. Pasar Niten 926
5. Pasar Pijenan 258
6. Pasar Jejeran 711
Sumber: Kantor Pengelolaan Pasar Kab. Bantul
Dari keenam pasar tesebut akan disempurnakan lagi fasilitas-fasilitas yang
ada menjadi lebih sempurna seperti Pasar Niten telah di bangun lagi los untuk
pedagang klitikan yang saat ini masih berjualan di sore hari, demikian juga untuk
pasar Pijenan akan dibangun pagar dan tambahan kios, dan untuk pasar Jejeran
akan dibangunkan lagi fasilitas berupa masjid. Sedangkan beberapa pasar
tradisional yang lain dan belum di bangun akan diusahakan dibangun secara
bertahap di tahun-tahun anggaran berikutnya.
13
Pasar Piyungan yang dibangun dengan dana dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) dan menelan biaya sekitar Rp 22,5 miliar ini bisa
menampung sekitar 1.100 pedagang. Dengan kapasitas tersebut, seluruh pedagang
lama yang berjumlah 913 orang akan tertampung. Seluruh pedagang lama akan
bisa langsung masuk atau pindah ke pasar yang baru ini secara gratis atau tidak
dipungut biaya sama sekali. Namun demikian, masih ada sejumlah kios yang
belum ditempati pedagang. Dibandingkan pasar lama, kondisi di pasar yang baru
jauh lebih baik. Selain los pasar yang luas dan aman dari hujan, pasar ini
dilengkapi dengan berbagai fasilitas umum, seperti puskesmas, mushala dan
tempat parkir yang luas.
Inilah yang menjadikan Pasar Piyungan Baru sebagai target kunjungan
karena pasar ini adalah salah satu pasar besar yang ada di Bantul dan telah banyak
di kenal serta telah memenangi lomba, itu sebabnya pasar ini menjadi pilihan.
Sehingga ke depannya konsep Pasar Piyungan bisa menjadi contoh bagi
pengelolaan pasar-pasar tradisional yang lain. Untuk saat ini, yang perlu menjadi
perhatian semua pihak adalah bagaimana agar pasar tradisional bisa dibuat
menjadi lebih layak sebagai tempat transaksi tanpa harus secara drastis mengubah
citranya atau khasnya sebagai pasar tradisional, keberadaan pasar tradisional juga
dapat menambah pendapatan asli daerah. Dengan demikian keberadaan pasar
tradisional harus dipertahankan karena terdapat nilai-nilai yang tidak terdapat
pada pasar modern dan perlu untuk dilestarikan. Sebab permasalahan pasar
tradisional merupakan salah satu permasalahan publik yang harus segera dicarikan
solusinya karena banyak pihak yang terlibat didalamnya. Hal ini tentu saja tidak
14
bisa lepas dari peran pemerintah sebagai pembinanya, agar persaingan antara
pasar modern dengan pasar tradisional dapat berjalan dengan baik. Beranjak dari
uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti masalah tersebut ke dalam
penelitian dengan judul “Peran Pemerintah dalam rangka peningkatan daya saing
pasar tradisional.”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di latar belakang masalah,
maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
“Bagaimanakah peran Pemerintah Kabupaten Bantul dalam meningkatkan
daya saing pasar tradisional di Pasar Piyungan, Desa Srimulyo, Kecamatan
Piyungan, Kabupaten Bantul?”
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, ada beberapa tujuan dalam
penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan mengamati perkembangan pasar tradisional dan
pasar modern di Kabupaten Bantul.
2. Untuk mendiskripsikan peran Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul,
khususnya Kantor Pengelolaan Pasar dalam rangka peningkatan daya
saing pasar tradisional di Pasar Piyungan.
15
3. Untuk memberikan rekomendasi strategi yang dapat dilakukan pasar
tradisional untuk meningkatkan daya saingnya.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari kegiatan penelitian ini adalah :
1. Memberikan gambaran tentang kondisi pasar tradisional yang layak (konsep
ideal) dan bagaimana untuk meningkatkan daya saingnya dalam menghadapi
berbagai tantangan dan persaingan dari semakin berkembangnya pasar
modern.
2. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pemerintah Kabupaten
Bantul serta para pihak (stakeholder) lainnya dalam mengambil keputusan
untuk menyusun kebijakan pembangunan, terutama untuk tetap
mempertahankan keberadaan pasar tradisional yaitu dengan meningkatkan
daya saing pasar tradisional, dalam bentuk yang lebih layak dan berdaya
saing.
3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang berhubungan dengan
penelitian ini.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peran Pemerintah Daerah
Peran merupakan aspek yang dinamis dalam kedudukan (status) terhadap
sesuatu. Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peran (Soeharto 2002; Soekamto
1984: 237). Analisis terhadap perilaku peranan dapat dilakukan melalui tiga
pendekatan, yaitu :
a. Ketentuan peranan adalah pernyataan formal dan terbuka tentang
perilaku yang harus ditampilkan oleh seseorang dalam membawa
perannya.
b. Gambaran peranan adalah suatu gambaran tentang perilaku yang
secara aktual ditampilkan seseorang dalam membawakan perannya.
c. Harapan peranan
Sedangkan, Hendro Puspito (1989: 21) mengungkapkan pengertian
peranan merupakan suatu konsep fungsional yang menjelaskan fungsi (tujuan)
seseorang dan dibuat atas dasar tugas-tugas yang nyata dilakukan oleh seseorang.
Jadi, peranan merupakan suatu konsep yang berisikan arah yang akan ditinjau
seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dikerjakan.
Maka dapat disimpulkan bahwa peranan tidak lain adalah fungsi yang
merupakan tugas atau pekerjaan yang harus dilakukan oleh seorang individu atau
17
organisasi/ lembaga/ badan untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai oleh
lembaga tersebut.
Menurut Wilson (dalam Syafrudin, 1976), pemerintah itu adalah suatu
kekuatan yang diorganisir. Tidak perlu dan tidak selalu diorganisir oleh Angkatan
Bersenjata, tetapi pemerintah itu adalah hasil perbuatan beberapa orang, banyak
orang atau suatu kelompok yang dipersiapkan oleh suatu organisasi untuk
merealisir maksud-maksud bersama referensi-referensi (hal-hal yang dapat
memberikan keterangan pada persoalan-persoalan umum atau pada masyarakat).
Lalu menurut Hadari Nawawi (2000: 5) mengatakan bahwa negara atau
pemerintahan sebagai organisasi non profit yang berfungsi memberikan pelayanan
pada setiap dan semua individu sebagai masyarakat (public service) dalam
memenuhi kebutuhannya masing-masing. Pemerintahan yang bersifat non profit
berfungsi sebagai pelaksana pembangunan untuk mewujudkan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat atau rakyatnya. Dalam menjalankan fungsi yang bersifat
non profit itu, pemerintah membentuk berbagai lembaga yang lebih kecil, agar
berjalannya fungsi pelayanan masyarakat (public service) dan pembangunan, yang
diantaranya diorientasikan menurut aspek-aspek kehidupan seperti pendidikan,
sosial, kesehatan, hukum, ekonomi, agama dan lain-lainnya.
Tidak ada satu negarapun di dunia ini yang tidak mengikutsertakan
peranan pemerintah dalam sistem perekonomiannya (Keraf, 1996). Banyaknya
perkembangan dan kemajuan akibat semakin majunya teknologi dan banyaknya
penemuan-penemuan baru serta semakin terbukanya perekonomian antar negara,
18
menyebabkan begitu banyak kepentingan yang saling terkait dan berbenturan. Hal
ini menyebabkan peran pemerintah semakin dibutuhkan dalam mengatur jalannya
sistem perekonomian, karena tidak sepenuhnya semua bidang perekonomian itu
dapat ditangani oleh swasta. Dengan demikian dalam sistem perekonomian
modern, peranan pemerintah dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Peranan Alokasi
Peranan alokasi oleh pemerintah sangat dibutuhkan terutama dalam hal
penyediaan barang-barang yang tidak dapat disediakan oleh swasta, yaitu barang-
barang yang bersifat umum atau disebut juga barang publik. Karena dalam sistem
perekonomian suatu negara, tidak semua barang dapat disediakan oleh swasta dan
dapat diperoleh melalui sistem pasar. Maka pemerintah harus bisa menyediakan
barang publik tersebut. Sedangkan barang yang diperoleh melalui sistem pasar,
yaitu melalui transaksi antara penjual dan pembeli disebut barang swasta. Tidak
dapat tersedianya barang publik oleh sistem atau mekanisme pasar ini disebut
dengan kegagalan pasar (market failure). Contoh dari barang atau jasa yang tidak
dapat disediakan oleh sistem pasar, misalnya: udara bersih, jalan umum, jembatan,
dan lain sebagainya.
2. Peranan Distribusi
Peranan distribusi ini merupakan peranan pemerintah sebagai alat
distribusi pendapatan dan kekayaan. Tidak mudah dalam menjalankan peranan ini,
karena distribusi ini berkaitan erat dengan masalah keadilan. Dalam ilmu
19
ekonomi, masalah keadilan dan distribusi pendapatan merupakan masalah yang
rumit, karena seringkali berbenturan dengan masalah efisiensi, yang mungkin
dianggap tidak adil oleh masyarakat. Perubahan ekonomi dapat dikatakan efisiensi
apabila kebijaksanaan yang diterapkan untuk memperbaiki kondisi suatu golongan
tidak memperburuk kondisi golongan yang lain. Dan hal inilah yang merupakan
trade off bagi pemerintah karena sulit untuk membuat suatu kebijaksanaan yang
tidak berdampak sama sekali, baik positif maupun negatif bagi berbagai pihak.
Pemerintah dapat merubah distribusi pendapatan masyarakat baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Distribusi pendapatan tergantung dari pemilikan faktor-faktor produksi,
permintaan dan penawaran. Dari sisi etika maka pendistribusian kembali
pendapatan dari pihak kaya ke pihak miskin sebagai suatu meknisme trickle-down
adalah sangat baik. Pendistribusian ini akan menjadi benar hanya jika
mekanismenya diserahkan pada pemerintah bukan kepada pihak orang kaya. Hal
ini didasarkan pada beberapa alasan (Suparmoko, 1997):
a) Seperti diusulkan Adam Smith bahwa pemerintah perlu campur tangan
dalam bidang keadilan. Karena distribusi penghasilan yang lebih merata
itu sangat diperlukan dan dipandang baik atas dasar keadilan, maka
sebaiknya pendistribusian kembali pendapatan itu ditangani oleh
pemerintah. Hal ini karena manusia secara perorangan kurang tertarik
untuk mengusahakan keadilan ini dan seringkali tidak mampu untuk
merealisasikan.
20
b) Bahwa dalam redistribusi pendapatan terdapat unsur barang publik. Dalam
hal ini bukan redistribusi pendapatannya yang merupakan barang publik,
tetapi akibat yang ditimbulkannya mempunyai ciri sebagai barang publik.
c) Berhubungan dengan kekuatan politik. Seringkali golongan kaya
walaupun jumlahnya tidak banyak namun dapat mempengaruhi jalannya
politik di suatu negara. Oleh karena itu untuk menghindari adanya
kemungkinan tersebut, pemerintah harus mendistribusikan pendapatan
sehingga terdapat distribusi pendapatan yang lebih merata. Dengan
demikian kebijakan pemerintah tidak dikuasai atau dipengaruhi oleh
kelompok yang berpendapatan tinggi.
3. Peranan Stabilisasi
Selain peranan alokasi dan distribusi, pemerintah mempunyai peranan
utama sebagai alat stabilisasi perekonomian. Peranan ini berhubungan dengan hal-
hal yang saling berkaitan dan peristiwa-peristiwa atau kondisi yang tidak terduga
sebelumnya dan saling berkaitan satu sama lain. Sehingga kebijaksanaan yang
diambil terkadang dapat bertentangan satu sama lain. Perekonomian yang
sepenuhnya diserahkan kepada sektor swasta akan sangat peka terhadap
goncangan keadaan yang akan menimbulkan pengangguran dan inflasi. Ketika
suatu barang turun daya belinya maka yang terjadi adalah mengurangi produksi.
Jika hal ini dibiarkan akan mengakibatkan pengangguran besar-besaran.
Pengangguran akan mengganggu stabilitas politik maupun ekonomi. Maka
peranan stabilisasi pemerintah dibutuhkan jika terjadi gangguan dalam stabilitas
21
perekonomian, seperti: terjadi deflasi, inflasi, penurunan permintaan atau
penawaran suatu barang.
Peran pemerintah yang semakin besar dalam perekonomian tidak dapat
dilepaskan dari kegagalan pasar (market failure). Kegagalan pasar inilah yang
pada mulanya menjadi latar belakang dirasa perlunya campur tangan pemerintah.
Namun kegagalan pasar hanyalah salah satu sebab mengapa pemerintah harus
turun tangan dalam perekonomian agar kesejahteraan masyarakat dapat tercapai
secara optimal. Barton (2000) menyebutkan pula bahwa dalam ekonomi pasar
yang dikendalikan oleh pemerintahan yang dipilih secara demokratis, hanya ada
dua alasan bagi pemerintah untuk masuk ke dalam aktivitas masyarakat, yaitu:
social equity dan kegagalan pasar. Yang menyebutkan peran utama pemerintah
secara garis besar adalah :
1) Peran alokasi sumber daya
Dalam peran alokasi sumber daya tercakup soal penentuan ukuran
absolut dan relatif pemerintah dalam perekonomian (keseimbangan sektor
publik dan sektor swasta) dan penyediaan barang-barang publik serta
pelayanan kesejahteraan sosial bagi masyarakat.
2) Peran regulator
Hal ini mencakup undang-undang dan tata tertib yang dibutuhkan
masyarakat termasuk undang-undang yang mengatur dunia bisnis yang
memadai untuk memfasilitasi aktivitas bisnis dan hak-hak kepemilikan
pribadi.
22
3) Peran kesejahteraan sosial
Mencakup kebijakan-kebijakan yang mendorong pemerataan sosial
di negara yang bersangkutan seperti perpajakan, jaminan sosial (transfer
payment) dan penyediaan sejumlah barang publik campuran bagai
masyarakat.
4) Peran mengelola ekonomi makro
Memfasilitasi stabilitas secara umum dan kemakmuran ekonomi
negara melalui kebijakan-kebijakan yang didesain untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi yang stabil, full employment, inflasi yang rendah,
dan stabilitas neraca pembayaran.
Permasalahan sekarang adalah bagaimana menyelaraskan seluruh
kebijaksanaan yang akan diterapkan jika terjadi suatu masalah, tanpa bertentangan
dengan kebijaksanaan yang lain dan tanpa menimbulkan masalah baru. Baik itu
kebijaksanaan dalam rangka peranan pemerintah sebagai alat untuk
mengalokasikan sumber-sumber ekonomi agar efisien, distribusi pendapatan agar
merata dan adil, serta stabilitas ekonomi. Yang dilakukan Smith adalah
mengajukan sebuah kebijaksanaan ekonomi yang praktis, yaitu bagaimana
meningkatkan pertumbuhan ekonomi sambil tetap menjamin kebebasan setiap
pelaku ekonomi. Karena itu pada dasarnya ia tidak menentang campur tangan
pemerintah (Keraf, 1996).
23
Menurut Smith terdapat tiga pendekatan mengenai peran pemerintah,
yaitu:
a. Pendekatan Libertarian Anarkistis.
Yaitu menolak campur tangan dari luar demi kebebasan setiap
orang. Pasar bebas dianggap sebagai penolakan atas campur tangan
pemerintah, lalu pemerintah dianggap tidak banyak berperan dalam
ekonomi. Menurut pendekatan ini, sistem pasar bebas dan sistem dimana
tidak ada campur tangan pemerintah merupakan cara terbaik untuk
menjamin kebebasan individu.
b. Pendekatan Kelembagaan.
Perlunya membangun tatanan kelembagaan yang baru dimana para
pengusaha yang mengejar kepentingan pribadinya akan dipaksa untuk ikut
memajukan kesejahteraan (kepentingan) bersama. Dengan mengajukan
sebuah kebijaksanaan ekonomi yang praktis, yaitu bagaimana
meningkatkan pertumbuhan ekonomi sambil tetap menjamin kebebasan
setiap pelaku ekonomi (Rosenberg dalam Keraf 1996). Sebab
kesejahteraan masyarakat tergantung pada berfungsinya hukum dan
pranata-pranata sosial secara baik.
24
c. Pendekatan Negara Minimal-efektif.
Yaitu memberi tempat yang sentral bagi peran pemerintah agar
selalu terjaga keadilan yang tidak berpihak, sama rata dan berlaku umum.
Sebab peran dan campur tangan pemerintah tidak ditolak secara mutlak
tetapi hanya dikurangi sampai tingkat minimal. Peran minimal ini berlaku
dalam semua bidang kehidupan, baik sosial, ekonomi, maupun politik.
Pemerintah selalu dibutuhkan untuk berperan demi menjaga kepentingan
semua pihak.
Sedangkan Halim mengidentifikasi empat bentuk peran pemerintah dalam
pembangunan guna mewujudkan kesejahteraan, diantaranya :
a. Sebagai regulator, pemerintah memberikan acuan dasar yang
selanjutnya diterjemahkan oleh masyarakat sebagai instrumen untuk
mengatur kehidupan bermasyarakat dalam koridor persatuan
Indonesia.
b. Sebagai modernisator, pemerintah berkewajiban membawa perubahan-
perubahan ke arah pembaharuan masyarakat.
c. Sebagai katalisator/ fasilitator, pemerintah berusaha menciptakan atau
menfasilitasi suasana yang tertib, nyaman dan aman, termasuk
menfasilitasi tersedianya sarana dan prasarana pembangunan.
d. Sebagai pelopor atau stimulator, pemerintah harus mampu
menunjukkan contoh-contoh nyata dan mendorong masyarakat untuk
25
mengikuti contoh tersebut melalui tindakan nyata jika memang contoh
tersebut bermanfaat.
Sedangkan menurut Leksono (2009), keterlibatan pemerintah pada struktur
pasar adalah dalam fungsinya yaitu: a) Regulator, b) Fasilitator, dan c)
Dinamisator.
Hal ini sesungguhnya lebih merupakan wilayah kerja pemerintah yang
biasanya ditangani melalui konsep pengaturan perlindungan. Paling tidak, ada dua
tugas utama yang harus dilakukan pemerintah. Pertama, memberikan
perlindungan kepada pelaku usaha kecil/ tradisional dari ancaman ketersingkiran
akibat ketidakmampuan bersaing, misalnya melalui pengaturan zonasi, waktu
buka, kewajiban melakukan kemitraan, dan sebagainya. Hal inilah yang saat ini
dicoba untuk diadopsi oleh pemerintah melalui Rencana Peraturan Presiden
tentang Pembinaan Usaha Pasar Modern dan Usaha Toko Modern. Kedua,
melakukan pemberdayaan usaha kecil/tradisional untuk memperkuat daya saing
mereka sehingga mereka mampu mengakomodasi tuntutan masyarakat terhadap
aspek-aspek yang lebih berkaitan dengan psikologi konsumen, seperti
kenyamanan, rasa aman, dan sebagainya (SMERU, 2007).
Kesejahteraan masyarakat haruslah diwujudkan oleh Pemerintah Daerah
dengan jalan mengelola segala potensi yang dimiliki, melalui sebuah manajemen
dan penerapan konsep pengembangan yang strategis, salah satunya adalah dalam
bidang perekonomian, terutama pada pasar tradisional yang merupakan sumber
mata pencaharian bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Maka dari itu,
peran Pemerintah Daerah sebagai lembaga organisasi pemerintah merupakan
26
fungsi dalam menunjang program meningkatkan daya saing pasar tradisional di
Kabupaten Bantul dan untuk melaksanakan peranannya tersebut, pemerintah
daerah harus melaksanakan fungsinya yang merupakan tugas atau pekerjaan yang
harus dilaksanakan. Pemerintah daerah diharapkan akan semakin mampu bekerja
secara efektif dan efisien dalam melayani dan merespons segala tuntutan
masyarakat, dan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. (Budi Winarno.
2002: 367).
Kantor Pengelolaan Pasar Kabupaten Bantul dalam hal ini sebagai
penanggung jawab pokok pengembangan dan pengelola seluruh potensi pasar
tradisional yang ada di sana, yang harus merumuskan suatu strategi pengelolaan
dan pengembangan yang baik, sehingga hal itu bisa mendatangkan suatu dampak
yang sangat positif terhadap kehidupan masyarakat dan pastinya dapat
mendatangkan serta meningkatkan pendapatan asli daerah dari sektor ekonomi.
2.2. Konsep Pasar
Timbulnya pasar tidak lepas dari kebutuhan ekonomi masyarakat setempat.
Kelebihan produksi setelah kebutuhan sendiri terpenuhi memerlukan tempat
pengaliran untuk dijual. Selain itu pemenuhan kebutuhan akan barang-barang,
memerlukan tempat yang praktis untuk mendapatkan barang-barang baik dengan
menukar atau membeli. Adanya kebutuhan-kebutuhan inilah yang mendorong
munculnya tempat berdagang yang disebut pasar.
27
Pasar dalam pengertian teori ekonomi adalah suatu situasi dimana pembeli
(konsumen) dan penjual (produsen dan pedagang) melakukan transaksi setelah
kedua pihak telah mengambil kata sepakat tentang harga terhadap sejumlah
(kuantitas) barang dengan kualitas tertentu yang menjadi objek transaksi. Kedua
pihak, pembeli dan penjual, mendapatkan manfaat dari adanya transaksi atau
pasar. Pihak pembeli mendapatkan barang yang diinginkan untuk memenuhi dan
memuaskan kebutuhannya sedangkan penjual mendapatkan imbalan pendapatan
untuk selanjutnya digunakan untuk membiayai aktivitasnya sebagai pelaku
ekonomi produksi atau pedagang. Dalam perspektif pasar secara fisik diartikan
sebagai tempat berlangsungnya transakasi jual beli barang dan jasa dalam tempat
tertentu.
1. Fungsi Pasar
Pasar memiliki beberapa fungsi diantaranya (USDRP, 2009) :
a. Fungsi Pengembangan Ekonomi Masyarakat
Pasar memang memiliki beberapa fungsi yang tak tergantikan begitu saja
oleh pasar modern. Setidaknya ada empat fungsi ekonomi yang sejuah ini bisa
diperankan oleh pasar tradisional, yaitu:
1) Pasar tradisional merupakan tempat dimana masyarakat berbagai lapisan
memperoleh barang-barang kebutuhan harian dengan harga yang relatif
terjangkau, karena memang seringkali relatif lebih murah dibandingkan
harga yang ditawarkan pasar modern. Dengan kata lain pasar tradisional
merupakan pilar penyangga ekonomi masyarakat kecil.
28
2) Pasar merupakan tempat yang relatif lebih bisa dimasuki oleh pelaku
ekonomi lemah yang menempati posisi mayoritas dari sisi jumlah. Pasar
tradisional jelas jauh lebih bisa diakses oleh sebagian besar pedagang,
terutama yang bermodal kecil.
3) Pasar merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah lewat
pendapatan yang diperoleh dari opersional pasar. Pengelolaan pasar yang
professional sangat dibutuhkan untuk meningkatkan pendapatan daerah
yang di peroleh dari operasional pasar itu sendiri.
4) Pasar juga merupakan sarana distribusi perekonomian yang dapat
menciptakan tambahan tempat usaha bidang jasa dan pencipta kesempatan
kerja.
5) Akumulasi aktivitas jual beli di pasar merupakan faktor penting dalam
penghitungan tingkat pertumbuhan ekonomi baik pada skala lokal,
regional maupun nasional.
b. Fungsi Sosial Kemasyarakatan
Terdapat beberapa fungsi sosial kemasyarakatan dari keberadaan pasar
diantaranya:
1) Pasar merupakan ruang penampakan wajah asli masyarakat yang saling
tergantung karena saling membutuhkan. Tawa, canda dan nilai-nilai yang
ada dimasyarakat dapat dipotret dalam keseharian pasar.
2) Pasar adalah tempat bagi masyarakat terutama dari kalangan bawah, untuk
melakukan interaksi sosial dan melakukan diskusi permasalahan yang
mereka hadapi.
29
c. Fungsi Pelayanan Publik
Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah
Daerah, disebutkan tujuan pelaksanaan otonomi seluas-luasnya, yaitu untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing
daerah. Untuk mewujudkan tujuan ekonomi pemerintah wajib melaksanaan
urusan yang menjadi tanggung jawabnya diantaranya adalah penyediaan sarana
dan prasarana umum. Dalam rangka mempertahankan kelangsungan pasar,
pengelolaan pasar harus dilakukan secara professional dan dengan manajemen
pasar yang baik, sehingga kelangsungan operasional pasar dapat dipenuhi oleh
pendapatan yang diperoleh dari operasional pasar itu sendiri, dan tidak
membebani beban APBD. Selain itu pengelolan pasar yang professional
diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi keuangan daerah sendiri.
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 tahun
2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pasar didefinisikan
sebagai tempat bertemunya pihak penjual dan pihak pembeli untuk melakukan
transaksi dimana proses jual beli terbentuk. Yang menurut kelas mutu pelayanan,
dapat digolongkan menjadi pasar tradisional dan pasar modern.
2. Pengguna Pasar
Pengguna pasar dibedakan menjadi 2 yaitu pembeli dan pedagang. Menurut
Drs. Damsar, MA (1997) pembeli dikelompokkan menjadi 3 yakni:
30
1. Pengunjung.
Yaitu mereka yang datang ke pasar tanpa mempunyai tujuan untuk
melakukan pembelian terhadap suatu barang atau jasa, mereka adalah
orang-orang yang menghabiskan waktu luangnya di pasar.
2. Pembeli.
Yaitu mereka yang datang ke lokasi pasar dengan maksud untuk
membeli sesuatu barang atau jasa, tetapi tidak mempunyai tujuan ke (di)
mana akan membeli.
3. Pelanggan.
Yaitu mereka yang datang ke lokasi pasar dengan maksud untuk
membeli sesuatu barang atau jasa, dan mempunyai tujuan yang pasti ke
(di) mana akan membeli. Seseorang menjadi pembeli tetap dari seorang
penjual tidak terjadi secara kebetulan, tetapi melalui proses interaksi
sosial.
Dalam aktivitas perdagangan, pedagang adalah orang atau institusi yang
memperjual belikan produk atau barang, kepada konsumen baik secara langsung
ataupun tidak langsung. Dalam ekonomi, pedagang dibedakan menurut jalur
distribusi yang dilakukan dapat dibedakan menjadi: pedagang distributor
(tunggal), pedagang (partai) besar, dan pedagang eceran. Sedangkan dari
pandangan sosiologi ekonomi, menurut Damsar membedakan pedagang
berdasarkan penggunaan dan pengolahan pendapatan yang didapatkan dari hasil
perdagangan dan hubungannya dengan ekonomi keluarga. Berdasarkan
31
penggunaan dan pengolahan pendapatan yang diperoleh dari hasil perdagangan,
pedagang dapat dikelompokkan menjadi :
1. Pedagang Profesional.
Yaitu pedagang yang menggunakan aktivitas perdagangan
merupakan pendapatan/ sumber utama dan satu-satunya bagi ekonomi
keluarga.
2. Pedagang Semi Profesional.
Yaitu pedagang yang mengakui aktivitas perdagangan untuk
memperoleh uang tetapi pendapatan dari hasil perdagangan merupakan
sumber tambahan bagi ekonomi keluarga.
3. Pedagang Subsistensi.
Yaitu pedagang yang menjual produk atau barang dari hasil
aktivitas atas subsistensi untuk memenuhi ekonomi keluarga. Pada daerah
pertanian, pedagang ini adalah seorang petani yang menjual produk
pertanian ke pasar desa atau kecamatan.
4. Pedagang Semu.
Yaitu orang yang melakukan kegiatan perdagangan karena hobi
atau untuk mendapatkan suasana baru atau untuk mengisi waktu luang.
Pedagang jenis ini tidak mengharapkan kegiatan perdagangan sebagai
sarana untuk memperoleh pendapatan, malahan mungkin saja sebaliknya
ia (akan) memperoleh kerugian dalam berdagang.
32
3. Indikator Pengelolaan Pasar yang Berhasil
Departemen Perdagangan dalam bukunya mengenai Pemberdayaan Pasar
Tradisional menyampaikan beberapa indikator pasar tradisional yang berhasil,
yaitu:
1. Manajemen yang Transparan
Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang
membutuhkan. Konsekwen dengan peraturan yang ditegakkannya dan
tegas dalam menegakkan sanksi jika terjadi pelanggaran.
2. Keamanan Pasar
Satuan pengamanan pasar bekerja dengan penuh tanggung jawab
dan bisa melakukan koordinasi dan kerjasama dengan para penyewa/
pedagang. Para penghuni memiliki kesadaran yang tinggi untuk terlibat
dalam menjaga keamanan bersama.
3. Sampah Pasar
Sampah tidak bertebaran dimana-mana, karena para pedagang
membuang sampah pada tempatnya. Tong sampah tersedia di banyak
tempat, sehingga memudahkan bagi pengunjung untuk membuang
sampahnya. Pembuangan sampah sementara selalu tidak menumpuk dan
tidak membusuk karena selalu diangkut oleh armada pengangkutan
sampah ke tempat pembuangan akhir secara berkala.
33
4. Ketertiban Pasar
Tertib dalam arti mematuhi semua aturan main yang ada dan dapat
menegakkan disiplin serta bertanggung jawab atas kenyamanan para
pengunjung atau pembeli.
5. Pemeliharaan Bangunan Pasar
Dapat dilakukan baik oleh pedagang maupun pengelola pasar.
Dalam hal ini telah timbul kesadaran yang tinggi dari pedagang untuk
membantu manajemen pasar memelihara sarana dan prasarana pasar
seperti saluran air, ventilasi udara, lantai pasar, kondisi kios dan lain
sebagainya.
6. Pasar Sebagai Sarana/ Fungsi Interaksi Sosial
Pasar yang merupakan tempat berkumpulnya orang-orang dari
berbagai suku di tanah air menjadi sarana yang penting untuk berinteraksi
dan berekreasi. Tercipta suasana damai dan harmonis di dalam pasar.
7. Pemeliharaan Pelanggan
Penjual memiliki kesadaran tinggi akan pentingnya menjaga agar
para pelanggan merasa betah berbelanja dan merasa terpanggil untuk
selalu berbelanja di pasar. Tidak terjadi penipuan dalam hal penggunaan
timbangan serta alat ukur lainnya. Harga kompetetif sesuai dengan kualitas
dan jenis barang yang dijual, serta selalu tersedia sesuai dengan kebutuhan
para pelanggan.
34
8. Produktivitas Pasar
Pemanfaatan pasar untuk berbagai kegiatan transaksi menjadi
optimal. Terjadi pembagian waktu yang cukup rapi dan tertib.
9. Penyelenggaraan Kegiatan (Event)
Sering diselenggarakannya kegiatan peluncuran produk-produk
baru dengan membagikan berbagai hadiah menarik kepada pengunjung.
Ini dilakukan bekerjasama dengan pihak produsen.
10. Promosi dan Hari Pelanggan
Daya tarik pasar tercipta dengan adanya karakteristik dan keunikan
bagi pelanggan. Daya tarik ini harus dikemas dalam berbagai hal, mulai
dari jenis barang dan makanan yang dijual hingga pada berbagai program
promosi. Manajemen pasar bekerjasama dengan para pedagangnya
menentukan hari-hari tertentu sebagai hari " Pelanggan ", dimana dalam
satu waktu tertentu para pedagang melakukan kegiatan yang unik seperti
berpakaian seragam daerah atau menyelenggarakan peragaan pakaian atau
makanan daerah tertentu dan lain sebagainya.
2.2.1. Pasar Tradisional
Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah,
pemerintah daerah, swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik
Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko,
kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah,
swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan
35
dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar-menawar (Peraturan
Menteri Perdagangan RI No. 53/M-DAG/PER/12/2008).
Fungsi utama pasar adalah sebagai tempat/wadah dimana kegiatan ekonomi
perdagangan berlangsung, tetapi pasar tradisional juga mengemban misi sebagai
wahana kegiatan sosial dan rekreasional. Selain itu pasar tradisional juga
digunakan untuk membaca „budaya‟ dari masyarakat setempat (Adhi Moersid,
1995), Beberapa pasar memiliki karakteristik masing-masing, dan ini yang
membuat satu pasar dengan pasar yang lain berbeda. Pasar tradisional juga
merupakan aset budaya yang mempunyai peran yang penting dalam kehidupan
masyarakat, khususnya masyarakat agraris pedesaan. Dengan mengamati pasar
tradisional maka akan diketahui tentang:
a. Menu makanan orang sehari-hari di daerah itu.
b. Hasil bumi yang dihasilkan di hinterland kota itu.
c. Bagaimana orang bertegur sapa.
d. Cara berpakaian orang-orang dari berbagai kelas sekaligus.
e. Tingkat disiplin warganya.
f. Tingkat-tingkat bahasa yang dipakai dan banyak hal lagi yang bisa
dijumpai di pasar.
Sedangkan hal-hal positif yang ada pada pasar tradisional (Adhi Moersid,
1995) adalah :
a. Pasar memberikan pelayanan kepada semua tingkatan golongan
masyarakat dan jadi tempat bertemunya antar golongan tersebut.
36
b. Pasar menyediakan berbagai jenis pelayanan dan tingkat fasilitas sehingga
pasar jadi tempat berbelanja dan berdagang dari berbagai golongan
masyarakat.
c. Pasar menampung pedagang-pedagang kecil golongan ekonomi lemah.
d. Pasar menumbuhkan berbagai kesempatan kerja sampingan dan pelayanan
penunjang.
e. Pasar dengan kelanjutan bentuk „tradisional‟ ini menimbulkan suasana
„bazzaar‟, tradisi tawar menawar dan hubungan langsung antar manusia
yang manusiawi.
Keadaan pasar tradisional pada umumnya kurang berkembang dan
cenderung tetap tanpa banyak mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Kesan
kotor, becek, bau, tidak aman, harga tidak pasti, pengurangan timbangan, dan adu
tawar merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pasar tradisional
kehilangan pembelinya. Namun pasar tradisional tetap memiliki berbagai
keunggulan, yaitu merupakan ruang sosial di samping ruang ekonomi. Faktor
yang menyebabkan pasar tradisional masih tetap diminati adalah karakter/ budaya
konsumen. Yaitu di pasar masih terjadi proses tawar-menawar harga, sedangkan
di pasar modern harga sudah pasti ditandai dengan label harga. Dalam proses
tawar-menawar terjalin kedekatan personal dan emosional antara penjual dan
pembeli yang tidak mungkin didapatkan ketika berbelanja di modern (Mukhlas,
2007).
37
2.2.2. Pasar Modern
Pasar modern yang saat ini mulai banyak bermunculan di berbagai daerah
yang identik dengan hypermarket adalah sarana atau tempat usaha untuk
melakukan penjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan
sembilan bahan pokok secara eceran dan langsung kepada konsumen akhir, yang
di dalamnya terdiri dari pasar swalayan dan toko serba ada yang menyatu dalam
satu bangunan pengelolaannya dilakukan secara tunggal yang luas lantai usahanya
lebih dari 4.000 m2 dan paling besar (maksimal) 8.000 m2. Hypermarket disebut
juga dengan nama pasar serba ada (Perda DKI Jakarta No.2 Tahun 2002).
Selanjutnya Sinaga (2006) mengatakan bahwa pasar modern adalah pasar
yang dikelola dengan manajemen modern, umumnya terdapat di kawasan
perkotaan, sebagai penyedia barang dan jasa dengan mutu dan pelayanan yang
baik kepada konsumen (umumnya anggota masyarakat kelas menengah ke atas).
Pasar modern antara lain mall, supermarket, departement store, shopping centre,
waralaba, toko mini swalayan, pasar serba ada, toko serba ada dan sebagainya.
Barang yang dijual disini memiliki variasi jenis yang beragam. Selain
menyediakan barang-barang lokal, pasar modern juga menyediakan barang impor.
Barang yang dijual mempunyai kualitas yang relatif lebih terjamin karena melalui
penyeleksian terlebih dahulu secara ketat sehingga barang yang rijek/tidak
memenuhi persyaratan klasifikasi akan ditolak. Secara kuantitas, pasar modern
umumnya mempunyai persediaan barang di gudang yang terukur. Dari segi harga,
pasar modern memiliki label harga yang pasti (tercantum harga sebelum dan
setelah dikenakan pajak). Pasar modern juga memberikan pelayanan yang baik
38
dengan adanya pendingin udara. Pada umumnya pasar modern dilengkapi dengan
sarana hiburan seperti restoran, cafe, bioskop, tempat permainan anak-anak yang
sengaja disediakan agar menjadi daya tarik tersendiri untuk menarik minat
pengunjung.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
perbedaan utama yang mendasari pasar modern dan pasar tradisional merupakan
pengelolanya dan proses jual beli, serta orientasi pelayanan.
2.3. Konsep Daya Saing
Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam kamus Bahasa
Indonesia (1995), daya saing adalah kemampuan komoditi untuk memasuki pasar
luar negeri dan kemampuan untuk bertahan didalam pasar tersebut. Rendahnya
daya saing pasar disebabkan iklim usaha yang kurang kondusif, biaya ekonomi
tinggi seperti banyaknya pungutan atau retribusi yang membebani industri. Juga
disebabkan oleh ketergantungan terhadap produk impor yang semakin tinggi. Kata
kunci dari konsep daya saing adalah “kompetisi”. Disinilah peran keterbukaan
terhadap kompetisi dengan para kompetitor menjadi relevan. Kata “daya saing”
menjadi kehilangan maknanya pada suatu perekonomian yang tertutup.
Sedangkan menurut Porter (1990), daya saing diidentikkan dengan
produktivitas dimana tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit input yang
digunakan. Peningkatan produktivitas meliputi peningkatan jumlah input fisik
(modal dan tenaga kerja), peningkatan kualitas input yang digunakan dan
peningkatan teknologi (total faktor produktivitas). Pendekatan yang sering
39
digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditi dilihat dari dua indikator
yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.
2.3.1. Konsep Keunggulan Komparatif
Konsep daya saing berpijak dari konsep keunggulan komparatif yang
diperkenalkan oleh Ricardo sekitar abad ke-18 (1823) yang selanjutnya dikenal
dengan model Ricardian Ricardo atau Hukum Keunggulan Komparatif (The Law
of Comparative Advantage). Ricardo menyatakan bahwa meskipun sebuah negara
kurang efisien dibandingkan (memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain
dalam memproduksi kedua komoditas, namun masih tetap terdapat dasar untuk
melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama
harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditas
yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (memiliki keunggulan komparatif) dan
mengimpor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih besar atau memiliki
kerugian komparatif (Salvatore, 1997).
Teori keunggulan komparatif Ricardo ini kemudian disempurnakan oleh
Haberler (1936), yang mengemukakan bahwa konsep keunggulan komparatif
yang berdasarkan pada Teori Biaya Imbangan (Opportunity Cost Theory).
Haberler menyatakan bahwa biaya dari satu komoditas adalah jumlah komoditas
terbaik yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumber daya-sumber daya
yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan komoditas pertama.
Teori keunggulan komparatif yang lebih modern adalah seperti yang
dikemukakan oleh Heckscher Ohlin (1933) dalam Lindert dan Kindelberger
40
(1993), yang menekankan pada perbedaan bawaan faktor produksi antar negara
sebagai determinasi perdagangan yang paling penting. Teori H-O menganggap
bahwa setiap negara akan mengekspor komoditas yang relatif intensif
menggunakan faktor produksi yang melimpah, karena biayanya akan cenderung
murah, serta mengimpor komoditas yang faktor produksinya relatif langka dan
mahal.
Keunggulan komparatif bersifat dinamis, sebab suatu negara yang
memiliki keunggulan komparatif di sektor tertentu secara potensial harus mampu
mempertahankan dan bersaing dengan negara lain. Keunggulan komparatif
berubah karena faktor yang mempengaruhinya. Scydlowsky (1984) dalam Zulaiha
(1996) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat merubah keunggulan
komparatif adalah 1). Ekonomi dunia; 2). Lingkungan domestik; dan 3).
Teknologi.
Menurut hukum keunggulan komparatif tersebut meskipun suatu negara
mengalami kerugian atau ketidakunggulan absolut untuk memproduksi dua
komoditi jika dibandingkan dengan negara lain, namun perdagangan yang saling
menguntungkan masih dapat berlangsung. Hal ini dapat terjadi jika salah satu
negara berspesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang
memiliki kerugian absolut lebih kecil (komoditi yang memiliki keunggulan
komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar
atau yang memiliki kerugian komparatif. Hukum komparatif tersebut berlaku
dengan beberapa asumsi, yaitu (1) hanya terdapat dua negara dan dua komoditi,
(2) perdagangan bersifat bebas, (3) terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna
41
di dalam namun tidak ada mobilitas antara dua negara, (4) biaya produksi konstan,
(5) tidak ada biaya transportasi, (6) tidak ada perubahan teknologi, dan (7)
menggunakan teori nilai tenaga kerja.
2.3.2. Konsep Keunggulan Kompetitif
Keunggulan kompetitif (Competitive Advantage) merupakan alat untuk
mengukur daya saing suatu aktivitas berdasarkan pada kondisi perekonomian
aktual. Adanya konsep keunggulan kompetitif didasarkan pada asumsi bahwa
perekonomian yang tidak mengalami distorsi sama sekali sulit ditemukan di dunia
nyata, dan keunggulan komparatif suatu aktivitas ekonomi dari sudut pandang
atau individu yang berkepentingan langsung (Salvator, 1994). Oleh karena itu
keunggulan komparatif tidak dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur
keuntungan suatu aktivitas ekonomi dari sudut pandang badan atau orang-orang
yang berkepentingan langsung dalam suatu proyek. Konsep yang lebih cocok
untuk mengukur kelayakan secara finansial adalah keunggulan kompetitif.
Selanjutnya dikatakan suatu negara atau daerah yang memiliki keunggulan
komparatif atau kompetitif menunjukkan keunggulan baik dalam potensi alam,
penguasaan teknologi, maupun kemampuan manajerial dalam kegiatan yang
bersangkutan. Maka komoditi yang memiliki keunggulan kompetitif dikatakan
juga memiliki efisiensi secara finansial.
Menurut Porter (1980), keunggulan perdagangan antar negara didalam
perdagangan internasional sebenarnya tidak ada. Pada kenyataannya yang ada
adalah persaingan antara kelompok-kelompok kecil industri di satu negara dengan
42
negara lainnya, bahkan antar kelompok industri yang ada dalam satu negara.
Dalam persaingan global saat ini, suatu bangsa atau negara yang memiliki
competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional bila
memiliki empat faktor penentu dan dua faktor pendukung. Empat faktor utama
yang menentukan daya saing suatu komoditi adalah factor condition, demand
condition, related and supporting industry, serta firm strategy, structure, and
rivalry. Ada dua faktor yang mempengaruhi interaksi antara ke empat faktor
tersebut yaitu chance event dan government. Secara bersama-sama faktor-faktor
ini membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan daya saing yang disebut
Porter‟s Diamond Theory.
Gambar 2.1 Porter‟s Diamond
Sumber : Porter, 1990
Firm strategy, structure
and rivalry
Demand Conditions
Related and supporting
industries
Factor Conditions
Goverment Chance
Goverment Chance
43
1. Kondisi Faktor (Factor Condition)
Sumber daya yang dimiliki suatu bangsa merupakan suatu faktor produksi
yang sangat penting untuk bersaing. Ada lima kelompok dalam faktor sumber
daya, yaitu :
a) Sumber daya manusia, meliputi jumlah tenaga kerja yang tersedia,
kemampuan manajerial dan keterampilan yang dimiliki, etika kerja dan
tingkat upah yang berlaku. Dimana semuanya ini sangat mempengaruhi
daya saing nasional.
b) Sumber daya modal, terdiri dari jumlah dan biaya yang tersedia, jenis
pembiayaan atau sumber modal, aksesbilitas terhadap pembiayaan, serta
kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan.
c) Sumber daya alam atau fisik, meliputi biaya, aksesibilitas, mutu dan
ukuran.
d) Sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), merupakan
sumberdaya yang terdiri dari ketersediaan pengetahuan tentang pasar,
pengetahuan teknis, pengetahuan ilmiah yang menunjang dalam
memproduksi barang dan jasa.
e) Sumber daya infrastruktur yang terdiri dari ketersediaan jenis, mutu, dan
biaya penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi daya saing, seperti
halnya sistem transportasi, komunikasi, pos dan giro, sistem pembayaran
dan transfer dana, air bersih, energi listrik, dan lain-lain.
Semakin tinggi kualitas faktor input ini, maka semakin besar peluang
industri untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas.
44
2. Kondisi Permintaan (Demand Condition)
Kondisi permintaan merupakan merupakan sifat dari permintaan pasar
untuk barang dan jasa industri. Kondisi permintaan ini sangat mempengaruhi daya
saing terutama mutu permintaan. Mutu permintaan merupakan sarana
pembelajaran bagi perusahaan-perusahaan untuk bersaing secara global. Mutu
permintaan juga memberikan tantangan bagi perusahaan untuk meningkatkan
daya saingnya dengan memberikan tanggapan terhadap persaingan yang terjadi.
Menurut Porter, kondisi permintaan dalam diamond model dikaitkan
dengan sophisticated and demanding local customer. Artinya semakin maju suatu
masyarakat dan semakin demanding pelanggan dalam negeri, maka industri akan
selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas produk atau melakukan inovasi guna
memenuhi permintaan pelanggan lokal yang tinggi. Dalam hal ini kondisi
permintaan tidak hanya berasal dari lokal tetapi juga dari luar negeri karena
adanya globalisasi.
3. Industri Terkait dan Industri Pendukung (Related and Supporting
Industry)
Keberadaan industri terkait dan pendukung akan mempengaruhi daya
saing dalam hal industri hulu yang mampu memasok input bagi industri utama
dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat,
pengiriman tepat waktu dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan industri.
Begitu pula dengan industri hilir yang menggunakan produk industri utama
sebagai bahan bakunya. Jika industri hilirnya berdaya saing global, maka dapat
45
menarik industri hulunya menjadi ikut berdaya saing pula. Adapun manfaat
industri pendukung dan terkait akan meningkatkan efisiensi dan sinergi dalam
suatu industri. Sinergi dan efisiensi dapat tercipta terutama dalam transaction
cost, sharing teknologi, informasi, ataupun skills (keahlian dan keterampilan)
tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh industri atau perusahaan lainnya. Selain itu
dengan adanya industri pendukung dan terkait maka akan meningkatkan
produktivitas yang dapat menciptakan daya saing.
4. Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan (Firm Strategy, Structure,
and Rivalry)
Adanya tingkat persaingan bagi perusahaan akan mendorong kompetisi
dan inovasi. Persaingan dalam negeri mendorong perusahaan untuk
mengembangkan produk baru, memperbaiki produk yang telah ada, menurunkan
harga dan biaya, mengembangkan teknologi baru, dan memperbaiki mutu serta
pelayanan. Dalam hal ini, strategi perusahaan dibutuhkan untuk memotivasi
perusahaan atau industri untuk selalu meningkatkan kualitas produk yang
dihasilkan dan selalu mencari inovasi baru.
Struktur perusahaan atau industri dapat menentukan daya saing dengan
melakukan perbaikan dan inovasi. Dalam situasi persaingan, hal ini juga akan
berpengaruh pada strategi yang dijalankan perusahaan atau industri. Pada
akhirnya persaingan di dalam negeri yang kuat akan mendorong perusahaan untuk
mencari pasar internasional.
46
5. Peran Pemerintah (Government)
Peran pemerintah akan berpengaruh terhadap faktor-faktor yang
menentukan tingkat daya saing. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator agar
perusahaan dan industri semakin meningkatkan daya saingnya. Pemerintah dapat
mempengaruhi daya saing global melalui regulasi-regulasi dan kebijakan yang
memperlemah atau memperkuat faktor penentu daya saing tersebut. Pemerintah
juga dapat memfasilitasi lingkungan industri yang mampu memperbaiki kondisi
faktor daya saing sehingga dapat berdaya guna secara efisien dan aktif.
6. Peran Kesempatan (Chance Factor)
Peran kesempatan berada di luar kendali perusahaan maupun pemerintah
untuk mempengaruhi daya saing. Hal-hal seperti keberuntungan merupakan peran
kesempatan, seperti penemuan baru yang murni, biaya perusahaan yang konstan
akibat perubahan harga minyak atau depresiasi mata uang. Selain itu dapat juga
terjadi karena peningkatan permintaan produk industri yang lebih besar dari
pasokannya atau kondisi politik yang menguntungkan daya saing.
Suatu komoditas dapat mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif
sekaligus, yang berarti komoditas tersebut menguntungkan untuk diproduksi atau
diusahakan dan dapat bersaing di pasar intemasional. Akan tetapi, apabila
komoditas yang diproduksi di suatu negara hanya mempunyai keunggulan
komparatif namun tidak memiliki keunggulan kompetitif, maka di negara tersebut
dapat diasumsikan terjadi distorsi pasar atau terdapat hambatan-hambatan yang
mengganggu kegiatan produksi sehingga merugikan produsen seperti prosedur
47
administrasi, perpajakan dan lain-lain. Untuk itu pemerintah perlu melakukan
deregulasi yang dapat menghilangkan hambatan (distorsi pasar tersebut).
Akan tetapi keunggulan kompetitif suatu bangsa bergantung pada
kapasitas dan kemampuan industri untuk melakukan inovasi. Daya saing
merefleksikan kemampuan negara mendorong peningkatan nilai tambah
perusahaan secara berkelanjutan melalui pengembangan inovasi di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian akan terjadi pergeseran daya saing
ke perspektif daya saing bangsa melalui peran pemerintah dalam pengembangan
iptek (Porter, 1998).
Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitas
atau efisiensi pada level mikro. Hal ini memungkinkan kita lebih memilih
mendefinisikan daya saing sebagai “kemampuan suatu perekonomian” daripada
“kemampuan sektor swasta atau perusahaan”. Pelaku ekonomi (economic agent)
bukan hanya perusahaan, akan tetapi juga rumah tangga, pemerintah, dan lain-
lain. Semuanya terpadu dalam suatu sistem ekonomi yang sinergis. Tanpa
memungkiri peran besar sektor swasta perusahaan dalam perekonomian. Hal ini
diupayakan dalam rangka menjaga luasnya cakupan konsep daya saing.
Selain itu daya saing dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk
mempertahankan pangsa pasar. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh faktor
suplai yang tepat waktu dan harga yang kompetitif. Secara berjenjang, suplai tepat
waktu dan harga yang kompetitif dipengaruhi oleh dua faktor penting lainnya,
yaitu fleksibilitas (kemampuan untuk melakukan adaptasi terhadap keinginan
konsumen) dan manajemen differensiasi produk. Begitu pula halnya dengan
48
fleksibilitas dan differensiasi produk dapat dicapai sepanjang adanya kemampuan
untuk melakukan inovasi dan adanya efektivitas dalam sistem pemasaran.
Korelasi antara faktor-faktor tersebut di atas disajikan pada gambar
berikut:
Gambar 2.2 Konsep daya saing. (SNATI, 2009)
Perluasan pasar Peningkatan produktivitas
Daya saing
Kemampuan untuk
mempertahankan pangsa pasar
Harga yang
kompetitif
Suplai tepat waktu
Manajemen
differensiasi produk
fleksibilitas
Efektivitas
sistem pemasaran
Kapasitas inovatif
49
Berdasarkan gambar di atas, daya saing mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap peningkatan produktivitas perusahaan dan memperluas akses
pasar. Hal ini akan bermuara kepada peningkatan omzet penjualan dan
profitabilitas perusahaan.
Selanjutnya menurut Kurnia (2000), kemampuan bersaing para pedagang
tradisional sesungguhnya unik. Para pedagang tradisional bertindak sesuai dengan
filosofi “small is beautiful”. Tentu, hal ini disebabkan oleh modal mereka yang
pas-pasan, sehingga mereka hanya berdagang sesuai dengan kemampuan mereka,
yakni dalam skala kecil. Banyak di antara mereka yang membeli barang
dagangannya secara harian. Tetapi, dengan begitu, produk mereka jadi lebih
segar, dan kualitasnya bisa menyamai pasar swalayan moderen. Karena skala
yang kecil, pedagang tradisional juga dinamis, dan mobilitas mereka sangat tinggi.
Meningkatkan daya saing pasar adalah segala upaya pemerintah dalam
melindungi pasar tradisional, usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi agar
tetap eksis dan mampu berkembang menjadi suatu usaha yang lebih berkualitas
baik dari aspek manajemen dan fisik tempat agar dapat bersaing dengan pasar
modern. Dalam meningkatkan daya saing pada pasar tradisional, usaha mikro,
kecil, menengah, dan koperasi serta pelaku-pelaku usaha yang ada di dalamnya,
pemerintah daerah berkewajiban melakukannya dalam berbagai aspek :
a. Pembinaan terhadap pasar tradisional, usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi serta pelaku-pelaku usaha yang ada di
dalamnya.
50
b. Pemberian subsidi kepada pasar tradisional, usaha mikro, kecil,
menengah, koperasi serta pelaku-pelaku usaha yang ada
didalamnya.
c. Peningkatan kualitas dan sarana pasar tradisional, usaha mikro,
kecil, menengah, koperasi serta pelaku-pelaku usaha yang ada di
dalamnya.
d. Pengembangan pasar tradisional dan pelaku-pelaku usaha yang ada
di dalamnya.
e. Fasilitas pembentukan wadah atau asosiasi pedagang sebagai
sarana memperjuangkan hak dan kepentingan para pedagang.
f. Mengarahkan dana yang berasal dari pemerintah kepada
pemerintah daerah dalam rangka membangun pasar induk dan/atau
pasar penunjang.
Tujuan dan hasil akhir dari meningkatnya daya saing suatu perekonomian
tak lain adalah meningkatnya tingkat kesejahteraan penduduk di dalam
perekonomian tersebut. Kesejahteraan (level of living) adalah konsep yang sangat
luas pasti tidak hanya tergambarkan dalam sebuah besaran variabel seperti
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi hanya satu aspek dari
pembangunan ekonomi dalam rangka peningkatan standar kehidupan masyarakat.
51
2.4. Peran Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Daya Saing Pasar
Tradisional
Pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan mengenai arah
pengembangan pasar di Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Peraturan
Presiden RI, Nomor 112 Tahun 2007, tentang: Penataan Dan Pembinaan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Perpres ini kemudian
disempurnakan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53
Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern. Kebijakan ekonomi harus berpusat pada
pengendalian dan pemanfaatan sektor-sektor tradisional yang belum berkembang
demi proses pertumbuhan dan industrialisasi (Bryant dan White, 1987: 7).
Secara umum, arah/ kebijakan pasar tradisional yang ingin dikembangkan
di masa depan adalah pasar yang memiliki tempat belanja dengan harga
terjangkau, yang bersih dan rapi; pengelolaannya dilakukan secara professional
dan modern serta bebas dari premanisme; mampu menyediakan berbagai
kebutuhan keluarga mulai dari sayur-mayur, daging, ikan, buah, alat rumah
tangga, pakaian, barang elektronik, warung makan dan didukung oleh perbankan.
Beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangan dikeluarkannya kedua
peraturan tersebut adalah:
1. Semakin berkembangnya usaha perdagangan eceran dalam skala
kecil dan menengah, usaha perdagangan toko modern dalam skala
52
besar, maka toko modern perlu diatur agar dapat tumbuh dan
berkembang serasi, saling memerlukan, saling memperkuat serta
saling menguntungkan;
2. Untuk membina pengembangan industri dan perdagangan barang
dalam negeri serta kelancaran distribusi barang, perlu memberikan
pedoman bagi penyelenggaraan pasar tradisional, pusat
perbelanjaan dan toko modern, serta norma-norma keadilan, saling
menguntungkan dan tanpa tekanan dalam hubungan antara
pemasok barang dengan toko modern serta pengembangan
kemitraan dengan usaha kecil, sehingga tercipta tertib persaingan
dan keseimbangan kepentingan produsen, pemasok, pengusaha dan
konsumen.
Terkait dengan bagaimana peran pemerintah untuk meningkatkan daya
saing pasar tradisional maka definisinya adalah serangkaian tindakan/kegiatan
yang dilakukan dengan sengaja oleh pemerintah daerah untuk mewujudkan suatu
keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu pasar
tradisional yang berdaya, memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk bersaing
dengan pasar modern. Melalui peran pasar yang telah dilampaui serta peran saat
ini maupun mendatang, pasar yang sedemikian besar dan diperkirakan akan
menjadi semakin besar sejalan dengan perkembangan perekonomian masyarakat,
pasar bukan lagi sebatas bermakna sebagai tempat transaksi semata namun telah
menjadi bagian penentu kehidupan kolektif skala lokal, regional maupun nasional.
53
Peran pemerintah akan berpengaruh terhadap faktor-faktor yang
menentukan tingkat daya saing pasar. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator
agar pasar tradisional semakin meningkatkan daya saingnya. Pemerintah dapat
mempengaruhi daya saing global melalui regulasi-regulasi dan kebijakan yang
memperlemah atau memperkuat faktor penentu daya saing tersebut. Pemerintah
juga dapat memfasilitasi lingkungan industri yang mampu memperbaiki kondisi
faktor daya saing sehingga dapat berdaya guna secara efisien dan aktif.
Menurut Lindbom (dalam Leksono, 2009: 74) dikemukakan :
“Markets are the institutional embodiment of the exchange principle. A
market system is a system of society-wide coordination of human activities, not by
central command but buy mutual interaction in the form of transactions.”
Yang dimaksudkan yaitu, perkembangan dan dinamikanya memerlukan
suatu kerjasama yang saling menguatkan diantara aktor pelakunya peran
kelembagaan pasar yang bereksistensi kuat didalamnya. Kelembagaan pasar
ditopang oleh tiga pilar aktor utama, yaitu 1). Pemerintah sebagai pemegang
otoritas bangunan dan aturan formal pasar, 2). Pedagang pasar sebagai penggerak
proses jual beli dengan konsumen pembeli, dan 3). Komunitas pedagang yang
membentuk norma tata aturan informal dalam struktur pasar.
Pemerintah memang mempunyai hak untuk mengatur keberadaan pasar
tradisional dan pasar modern. Tetapi aturan yang dibuat pemerintah itu tidak
boleh diskriminatif, termasuk terhadap pedagang kecil, menengah, besar, dan
54
perantara ataupun pedagang toko harus mempunyai kesempatan yang sama dalam
berusaha. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan pada pasal 15 Peraturan Presiden
Republik Indonesia nomor 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
Pemihakan pemerintah ini tidak harus dengan cara menghambat
pertumbuhan pasar modern, tetapi dapat dengan melibatkan pelaku ekonomi
golongan ekonomi lemah. Jadi peran pemerintah dalam hal ini adalah alokasi
peran pelaku ekonomi. Karena sifat pedagang di pasar tradisional itu umumnya
lemah dalam segala hal, maka peran pemerintah harus secara aktif
memberdayakan pedagang tradisional. Sedangkan bila hubungannya dengan
produsen (supplier), para pedagang pasar tradisional perlu dibantu dalam
mengefisienkan rantai pemasaran untuk mendapatkan barang dagangannya. Disini
pemerintah berperan sebagai mediator untuk menghubungkan pedagang pasar
tradisioanal secara kolektif kepada industri untuk mendapatkan akses barang
dagangan yang lebih murah. Modernisasi pasar juga merupakan langkah untuk
meningkatkan perekonomian pedagang kecil, yaitu dengan melakukan
pengelolaan pasar secara modern sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat
agar masyarakat tidak beralihnya tempat belanja.
Menurut Lembaga Penelitian SMERU (2006) yang melakukan kajian
terhadap masalah kehadiran pasar modern terhadap pasar tradisional, menyatakan
bahwa supermarket berdampak terhadap kinerja usaha pedagang di pasar
tradisional. Para pedagang di pasar tradisional mengeluhkan keberadaan pasar
55
modern, khususnya hypermarket di sekitar mereka, yang mempengaruhi
kuntungan mereka.
Selanjutnya Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul dalam upaya membantu
mengentaskan dan memberdayakan para pedagang kecil di pasar, membuat suatu
kebijakan yang berupa pemberian bantuan dana bergulir bagi para pedagang
pasar. Pemberdayaan ini dimaksudkan untuk menghindarkan para pedagang kecil
dalam pemenuhan kebutuhan tambahan modal usahanya dari pemilik modal
swasta (rentenir). Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Bupati Bantul Nomor 08
Tahun 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Pemberdayaan Pedagang
Pasar di Kabupaten Bantul Tahun Anggaran 2008. Pelaksana dari kegiatan
pemberdayaan pedagang pasar ini dibebankan kepada Kantor Pengelolaan Pasar
Kabupaten Bantul. Sehingga dalam Peraturan Bupati Bantul tersebut, telah
ditentukan bahwa Kantor Pengelolaan Pasar bertugas :
1. Mengkoordinasikan program-program dan segala kegiatan yang berkaitan
dengan kegiatan pemberdayaan pedagang pasar.
2. Menjabarkan rencana, pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan
kegiatan pemberdayaan pedagang pasar.
3. Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan pemberdayaan pedagang pasar yang
meliputi dana maupun sarana prasarana yang dibutuhkan.
4. Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan
pemberdayaan pedagang pasar.
5. Membuat laporan secara berkala kepada Bupati Bantul.
56
2.5. Kerangka Pemikiran
Kerangka pikir berangkat dari rumusan masalah penelitian yang
dikembangkan sesuai dengan kerangka teori yang sudah dibangun. Kerangka pikir
penelitian merupakan alur pikiran yang digunakan sebagai pijakan untuk
menganalisis data dan fenomena saat masa penelitian sedang berjalan. Dan dapat
digunakan sebagai batasan penelitian, agar penelitian ini focus dan tidak melebar
pada aspek-aspek lain yang tidak berkaitan. Oleh karena itu kerangka pikir yang
dibangun dalam penelitian ini adalah Peran Pemerintah Kabupaten Bantul dalam
peningkatan daya saing pasar, yaitu :
1. Peran sebagai Regulator
2. Peran sebagai Fasilitator
3. Peran sebagai Pengalokasi Sumber Daya
Penelitian ini mengenai peran pemerintah Kabupaten Bantul, dalam hal ini
adalah Kantor Pengelolaan Pasar Kabupaten Bantul dalam rangka meningkatkan
daya saing pasar tradisional. Lokasi yang diambil dalam penelitian ini adalah
Pasar Piyungan, di Desa Srimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul,
karena keterbatasan peneliti hanya melihat pada satu pasar tradisional saja.
Adapun pertimbangan dipilihnya lokasi penelitian ini berdasarkan pertimbangan
bahwa Pasar Piyungan merupakan pasar sehat dan pasar percontohan yang
berpotensi untuk menjadi contoh bagi pasar-pasar tradisional lain sehingga dapat
meningkatkan daya saing masing-masing pasar. Adapun alasan lainnya adalah
karena mudah dijangkau, sehingga juga menjadi pertimbangan dalam menentukan
lokasi.
57
Definisi peran pemerintah telah banyak diungkapkan oleh para ahli
sebelumnya. Peran pemerintah dalam penelitian ini diwujudkan melalui tiga
bentuk, yaitu sebagai regulator (membuat undang-undang), sebagai fasilitator
(menfasilitasi tersedianya sarana dan prasarana pembangunan), dan sebagai
pengalokasi sumber daya (pelayanan kesejahteraan sosial bagi masyarakat
termasuk sebagai pemberi dana).
57
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Pendekatan kualitatif digunakan sebagai pendekatan utama dalam
penelitian ini. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 1990), metodologi
kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diambil. Metode ini dipilih karena pada kajian ini masih menggali berbagai
variabel dan indikator yang terkait dengan pengelolaan pasar dan modal sosial.
Yang digunakan untuk menggali berbagai pengetahuan baru terkait modernisasi
pengelolaan pasar dan modal sosial yang berkembang di pasar tradisional.
Menurut Faisal, penelitian deskriptif dimaksudkan untuk eksplorasi dan
klarifikasi mengenai sesuatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan
mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit-unit
yang diteliti. Yang digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh sehingga
dapat diketahui mengenai keberhasilan kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten
Bantul yaitu Kantor Pengelolaan Pasar sebagai pelaksana kebijakan dan para
pelaku usaha sebagai sasaran kebijakan. Terutama dalam peningkatan daya saing
pasar tradisional, yang didukung dengan data-data tertulis maupun data hasil
wawancara. Wawancara dilakukan dengan orang-orang yang terpilih menjadi
58
informan. Informan secara sengaja dipilih, karena dianggap memiliki ciri-ciri
tertentu yang dapat memperkaya data penelitian.
3.2. Unit Analisis
Merupakan unit terkecil yang diteliti dan dijadikan sebagai sumber data
dalam sebuah penelitian. Dalam unit analisis terdapat, siapa yang akan diteliti dan
apa yang akan diteliti. Unit analisis dalam penelitian ini adalah peran Pemerintah
Daerah Kabupaten Bantul, terutama pada Kantor Pengelolaan Pasar. Sedangkan
untuk apa yang telah diteliti yaitu mengenai pemberdayaan pasar tradisional
tentang bagaimana untuk meningkatkan daya saing pasar tradisional di masa
sekarang ini yang serba modern.
3.3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data dapat
diperoleh (Arikunto, 2002). Sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
a. Data Primer
Diperoleh dari hasil penelitian di lapangan secara langsung dan pihak-
pihak yang bersangkutan dengan masalah yang dibahas, dalam hal ini
adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul yaitu Kantor Pengelolaan
Pasar Kabupaten Bantul, Lurah Pasar Piyungan, dan Ketua Asosiasi
Pedagang Pasar Piyungan serta beberapa pedagang pasar Piyungan. Dalam
59
memperoleh sumber data primer diperoleh dari hasil wawancara dan
observasi, yang dilengkapi dengan data sekunder.
b. Data Sekunder
Berfungsi sebagai pelengkap atau pendukung data primer yang
diperoleh dari studi literatur berbagai sumber antara lain buku, hasil
penelitian, dan dokumentasi yang berhubungan dengan Peran Pemerintah
Kabupaten Bantul dalam meningkatkan daya saing pasar tradisional.
Dalam penelitian ini mendapatkan literatur dari media masa seperti media
cetak berupa jurnal, artikel yang mendukung peneliti serta media
elektronik.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Cara dalam memperoleh data dikenal sebagai teknik pengumpulan data.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian adalah antara lain :
a. Observasi
Merupakan aktivitas penelitian dalam rangka mengumpulkan data
yang berkaitan dengan masalah penelitian melalui proses pengamatan
langsung di lapangan. Ketika observer berada bersama objek yang
diselidiki disebut observasi langsung, sedangkan pengamatan yang
dilakukan tidak pada saat berlangsungnya sesuatu atau peristiwa yang akan
diselidiki disebut observasi tidak langsung.
Penelitian ini menggunakan observasi langsung ke lapangan, yaitu
di Pasar Tradisional Piyungan, dengan melihat secara langsung pada
60
kondisi fisik dan non fisik dari pasar tersebut. Sedangkan di Kantor
Pengelolaan Pasar Kabupaten Bantul, dapat dilihat situasi kerja dari seksi-
seksi yang membidangi tentang pasar tradisional dan dapat memperoleh
informasi mengenai peran Kantor Pengelolaan Pasar dalam meningkatkan
daya saing pasar tradisional.
b. Wawancara
Disebut juga kuesioner lisan, merupakan teknik komunikasi
langsung dengan subyek yang menjadi sumber informasi untuk
memperoleh data yang diperlukan dengan berpedoman pada daftar
pertanyaan yang telah disiapkan. Dalam penelitian ini yang menjadi
informan adalah pemerintah daerah yaitu Kantor Pengelolaan Pasar
Kabupaten Bantul yang merupakan pejabat terkait dalam pemberdayaan
pasar. Selain itu juga ditujukan pada para pedagang sebagai informan
kedua yang mewakili pasar tradisional tersebut, informan pedagang
diambil di Pasar Piyungan. Sampel ini dianggap representatif karena
wilayah tempat mereka berdagang telah dikelola dengan konsep yang lebih
baik, dalam arti konsep ini merupakan solusi dari permasalahan
ketimpangan pasar tradisional dan pasar modern.
Wawancara telah dilakukan kepada pihak yang berkaitan langsung
dengan pasar tradisional yaitu :
1. Kepala Kantor Pengelolaan Pasar Kabupaten Bantul;
2. Lurah Pasar Piyungan;
3. Ketua asosiasi pedagang pasar Piyungan dan;
61
4. Beberapa pedagang di Pasar Piyungan.
c. Dokumentasi
Yaitu mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, seperti
arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau
hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian,
seperti majalah ataupun catatan harian. Dalam penelitian ini dokumentasi
merupakan data sekunder yang digunakan untuk melengkapi analisis data.
3.5. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan metode analisis
deskriptif kualitatif, dari pengamatan terhadap suatu permasalahan. Analisis
kualitatif yang diperoleh yaitu data-data yang berbentuk kata, kalimat, skema dan
gambar. Materi argumentasi didasarkan pada data yang diperoleh dengan
menganalisis hubungan antar data-data tersebut, baik data yang diperoleh di
lapangan (data primer) maupun data yang diperoleh dari dokumen atau catatan
yang lalu (data sekunder).
Analisis tersebut berdasarkan pada kemampuan nalar dari peneliti dalam
menghubungkan fakta, data, dan informasi yang ada. Sesuai dengan tujuan
penelitian, pendekatan deskriptif digunakan untuk mengeksplor atau membuat
gambaran mengenai suatu peristiwa atau fenomena yang diteliti. Dengan
melakukan pengamatan terhadap isu-isu yang terkait dengan perkembangan pasar
tradisional dan pengelolaan pasar tradisional melalui media massa baik cetak
62
maupun elektronik. Hasil pengamatan tersebut kemudian dianalisis untuk
menjelaskan dan mencari solusi terhadap permasalahan yang terjadi.
Analisis Kualitatif berdasarkan hasil wawancara mendalam digunakan
untuk melihat secara langsung kinerja dari pedagang Pasar Tradisional Piyungan.
Juga wawancara dengan penanggung jawab pasar terkait, dan kebijakan-kebijakan
pusat maupun daerah yang dikeluarkan melalui Perpres, Perda, maupun aturan
tertulis lainnya.
115
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Dari uraian pembahasan diatas dapat disimpulkan mengenai peranan
Pemerintah Daerah dalam meningkatkan daya saing pasar tradisional di
Kabupaten Bantul, sebagai berikut :
1. Beberapa kebijakan Pemerintah daerah Kabupaten Bantul telah
dikeluarkan untuk menata pengelolaan perpasaran, baik pasar modern
maupun pasar tradisional. Yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Bantul
Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pasar, Peraturan Daerah
Kabupaten Bantul Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum,
Peraturan Bupati Kabupaten Bantul Nomor 12 Tahun 2010 Tentang
Penataan Pasar Modern, Peraturan Bupati Bantul Nomor 27 A Tahun 2011
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Pasar Tradisional, dan
Keputusan Bupati Bantul Nomor 16 A Tahun 2012 Tentang Penetapan
Kelas Pasar Tradisional. Implementasi kebijakan ini menuntut komitmen
lebih besar agar dapat dilaksanakan secara konsisten.
2. Kantor Pengelolaan Pasar Kabupaten Bantul sebagai wakil dari
Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul mempunyai peranan yang sangat
penting dalam pemberdayaan pasar tradisional di Kabupaten Bantul. Dan
telah melakukan perannya dengan cukup baik, terutama dalam
meningkatkan daya saing pasar tradisional di pasar Piyungan, yaitu peran
116
sebagai fasilitator dan sebagai pengalokasi sumber daya. Yang dapat
dilihat dari berbagai macam kegiatan yang diterima oleh para pedagang di
pasar Piyungan, baik itu pelatihan administrasi keuangan, penyelenggaraan
event-event kesenian, program pasar sehat, pengadaan undian berhadiah,
penyediaan dana bergulir dan penyediaan dana rekontruksi.
3. Dalam melaksanakan program revitalisasi pasar masih ada beberapa
kendala, yaitu dana yang disediakan baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah masih minim dan belum menjangkau semua pasar
tradisional di Kabupaten Bantul. Sebab tidak setiap tahun dana rekontruksi
ini turun serta yang lebih diprioritaskan adalah pasar yang sudah perlu
untuk dilakukan perbaikan.
6.2. Rekomendasi
Dari pembahasan di bab VI diketahui bahwa peran pemerintah Kabupaten
Bantul yaitu peran sebagai regulator, sebagai pengalokasi sumber daya dan
sebagai fasilitator. Maka, rekomendasi yang dapat diberikan dari hasil penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi pemerintah Kabupaten Bantul terutama Kantor Pengelolaan Pasar,
perlu tetap secara terus menerus, rutin dan ditingkatkan lagi dalam
memberikan pelatihan, pembinaan, penyuluhan dan peningkatan
kemampuan para pedagang, sehingga para pedagang mempunyai
kemampuan dalam memenuhi tuntutan konsumen.
117
2. Bagi PemKab dan pengelola pasar tradisional harus secara nyata
berinvestasi pada perbaikan pasar tradisional dan menetapkan standar
layanan minimum. Ini tentu juga berimplikasi pada penunjukkan orang-
orang yang tepat sebagai pengelola dan memberikan kewenangan yang
cukup untuk mengambil keputusan sehingga mereka tidak bertindak
sebagai pengumpul retribusi semata. Juga penting untuk meningkatkan
kinerja pengelola pasar apakah melalui pelatihan atau evaluasi berkala.
3. Lebih lanjut, pengelola pasar harus secara konsisten melakukan koordinasi
dengan para pedagang untuk mencapai pengelolaan pasar yang lebih baik.
Usaha bersama (dalam bentuk perjanjian kerja) antara pemda dan sektor
swasta juga dapat menjadi solusi terbaik untuk meningkatkan daya saing
pasar tradisional.
4. Perlunya kebijakan yang menyeluruh mengenai pasar modern, termasuk
peraturan untuk isu-isu seperti hak dan tanggung jawab pengelola pasar
dan pemda, serta sanksi kepada mereka yang melanggar peraturan. Hal
yang lebih penting adalah menjamin bahwa semua pemangku kepentingan
memahami peraturan tersebut dan semua tingkat pemerintahan hendaknya
bertindak berdasarkan aturan. Maka pemda dan pemerintah pusat perlu
memiliki mekanisme kontrol dan pemantauan untuk menjaga agar arena
persaingan tetap sehat dan adil.
118
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Bryant, Coralie dan Louise G White. 1987. Manajemen Pembangunan untuk
Negara Berkembang (terjemahan). Jakarta: LP3ES.
Campbell, R.M. dan Stanley L.B. 1990. Economics : Principles, Problems and
Policies. McGraw: Hill Publishing Company.
Damsar. 1997. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hefner, RW. 2000. Budaya Pasar, Masyarakat dan Moralitas Dalam Kapitalisme
Asia Baru. Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia.
Irawan, MBA dan Suparmoko, MA. 1974. Ekonomi Pembangunan Jilid 2.
Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: Liberty.
Kartasasmita, Ginanjar. 1997. Pembangunan untuk Rakyat: Memadukan
Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta: PT Pustaka Cidesendo.
Khairuddin. 2000. Pembangunan Masyarakat Tinjauan Aspek: Sosiologi,
Ekonomi dan Perencanaan. Yogyakarta: Liberty.
Keraf, Dr. A. Sonny. 1996. Pasar Bebas, Keadilan, dan Peran Pemerintah
(Telaah Atas Etika Politik Ekonomi Adam Smith). Yogyakarta: Kanisius.
Leksono, SE, MS. 2009. Runtuhnya Modal Sosial, Pasar Tradisional. Malang:
CV Citra.
Martin, Stephen. 1994. Industrial Economics: Economic Analysis and Public
Policy, Second Edition. New jersey: Prentice Hall Inc.
Moleong, Lexy. 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nawawi, Hadari. 2003. Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang
Pemerintahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nielsen, C. 2003. Modern Supermarket (Terjemahan AW Mulyana). Jakarta:
Universitas Indonesia.
Pace, R.Wayne dan Don F. Faules. 2002. Komunikasi Organisasi, Strategi
Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung: Rosdakarya Offset.
Porter, M.E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. Free Press, New York.
119
Porter, M.E. 1995. Strategi Bersaing: Teknik Menganalisis Industri dan Pesaing.
(terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Sanapiah, Faisal. 2001. Format-format Penelitian Sosial: Dasar-dasar dan
Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grapindo Persada.
Scumpeter Joseph A dalam Simitro Djojohadikusumo. 1981. Perkembangan
Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Suparjan, Suyatno, Hempri. 2003. Pengembangan Masyarakat dari
Pembangunan Sampai Pemberdayaan. Yogyakarta: Aditya Media.
Syafrudin, Ateng. 1976. Pengaturan Koordinasi Pemerintah di Daerah. Bandung:
Tarsito.
T. Gilarso. 1992. Pegantar Ilmu Ekonomi Makro, Pasar dan Sistem Pasar.
Yogyakarta: Kanisius.
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media
Presindo.
Sumber Jurnal dan Artikel :
Halim, Neddy Rafinaldy. 2011. Peran Pengambil Kebijakan dalam
Pengembangan Masyarakat. Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan
Usaha, Kementerian Koperasi dan UKM. Jakarta.
Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM nomor 1 Tahun I-2006
Kuncoro, Mudradjad. 2008. Strategi Pengembangan Pasar Tradisional. KADIN.
Sinaga, Pariaman. 2004. Makalah Pasar Modern VS Pasar Tradisional.
Kementerian Koperasi dan UKM. Jakarta.
Suryadharma, 2008. Dampak Supermarket Terhadap Pasar dan Pedagang Ritel
Tradisional di Daerah Perkotaan di Indonesia. SMERU RESEARCH
INSTITUTE.
120
Sumber Penelitian Lain :
Isnani. 2010. Implementasi Peraturan Bupati Bantul Tentang Penataan Toko
Modern. Skripsi Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial
dan Politik UGM.
Sumber Internet :
2012. http://www.jogjainfo.net/, 19 Maret 2012.
Pasar Bantul. http://pasar.bantulkab.go.id/, 19 Maret 2012.
http://journal.uii.ac.id/index.php/Snati/article/viewFile/1033/989, 19 Maret 2012.
Herry Darwanto. 2008. Analisis Peringkat Daya Saing Indonesia 2008-2011.
http://www.bappenas.go.id/, 23 April 2012.
Dishubkominfo Pemerintah Provinsi DIY. 2012. Wamendag: Revitalisasi Pasar
Tradisional Terus Dilakukan. http://www.aktual.co/ekonomi/, 24 September 2012.
Tri Rahayu. 2011. Pengendalian Toko Modern. http://perijinan.bantulkab.go.id/,
10 Oktober 2012.
1
LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
(Untuk Pengelola Pasar Kabupaten Bantul)
1. Menurut Bapak/ Ibu, apakah pemerintah Kabupaten Bantul memiliki
kepedulian terhadap pasar-pasar tradisional di Kabupaten Bantul?
2. Mohon dijelaskan bentuk kepedulian pemerintah terhadap pengembangan
pasar tradisional saat ini?
3. Bagaimana menurut Anda, mengenai kondisi pasar-pasar tradisional di
Kabupaten Bantul saat ini? Lalu permasalahan apa yang dihadapi saat ini
oleh pasar tradisional?
4. Bagaimana dengan keberadaan toko-toko modern yang semakin mendesak
keberadaan pasar tradisional sekarang ini?
5. Sejauhmana Pemkab berperan dalam melindungi pasar tradisional?
6. Upaya dan bantuan apa saja yang dilakukan Pemkab dalam mengatasi
permasalahan pasar tradisional?
7. Bagaimana cara Pemkab dalam mengatasi persaingan dengan pasar
modern tersebut?
8. Apakah pasar tradisional sudah mentaati seluruh peraturan tentang usaha
retail? Kemudian, bagaimana dengan pasar modern, apa juga sudah
mentaati seluruh peraturan tentang usaha retail? Jelaskan!
9. Terjadinya ketidakseimbangan dalam bersaing antara ritel asing dan pasar
tradisional/ ritel kecil yang menyebabkan bargaining position (posisi
tawar) pasar tradisional sangat rendah di mata konsumen dan publik.
2
Bagaimanakah cara agar pasar-pasar tradisional mampu bersaing dengan
pasar modern?
10. Kondisi pasar tradisional yang layak dan berdaya saing menurut
pemerintah daerah itu kondisi yang seperti apa dan bagaimana?
11. Apa sajakan keunggulan dari pasar tradisional yang mampu untuk
ditingkatkan sehingga berdaya saing, bila dibandingkan dengan pasar
modern? Jelaskan!
12. Apakah lokasi pasar tradisional dapat mempengaruhi persaingan dengan
pasar modern? Jelaskan!
13. Secara fisik pasar tradisional harus bersih, nyaman, sehat dan segar.
Pengelolaanya juga harus baik dan ada dana untuk itu. Kalau pasar
diperbaiki namun tidak dipelihara maka akan hancur. Lalu bagaimanakah
bentuk fisik pasar yang layak dan pengelolaan yang profesional itu
dijalankan?
14. Bila semua dikelola dengan baik mulai manajemen hingga penataan
lingkunganya tentu akan memberikan manfaat bagi masyarakat maupun
pedagang dipasar tradisional. Sebab mereka akan merasa nyaman dan
aman untuk bertransaksi, sehingga perubahan yang seperti apa yang perlu
untuk dilakukan?
15. Pernahkah melakukan kerja sama dengan toko-toko modern tersebut? Jika
pernah, sebutkan!
16. Apakah ada aktor-aktor lain yang terlibat dalam meningkatkan daya saing
pasar?
3
17. Saran Anda agar pasar modern tidak menganggu pengembangan pasar
tradisional.
PEDOMAN WAWANCARA
(Untuk Para Pedagang dan Paguyuban Pedagang di Pasar Piyungan)
1. Permasalahan apa yang sedang terjadi di pasar tradisional pada saat ini?
2. Bagaimana dengan perkembangan pasar modern?
3. Sejauhmana pemerintah berperan dalam mengatasi permasalahan yang
dihadapi pasar tradisional? Dan upaya apa saja yang telah dilakukan oleh
Pemkab?
4. Apakah paguyuban pasar selalu dilibatkan dalam pengambilan keputusan
untuk pasar tradisional?
5. Kontribusi apa sajakah yang telah diberikan paguyuban terhadap pasar?
PEDOMAN WAWANCARA
(Untuk Para Pembeli/ Konsumen di Pasar Piyungan)
1. Apakah Bapak/ Ibu/ Saudara/ri sering berbelanja di pasar tradisional?
2. Kapan Bapak/ Ibu/ Saudara/ri terakhir berbelanja di pasar tradisional?
3. Menurut Bapak/ Ibu/ Saudara/ri, apakah kondisi pasar tradisional
Piyungan sudah sesuai dengan harapan Bapak/ Ibu/ Saudara/ri?
4. Apa yang perlu dibenahi dari kondisi pasar tradisional saat ini?