29
BAB I PENDAHULUAN I. Pendahuluan Dengue adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh virus dengue. Secara awam dimasyarakat dengue dikenal sebagai Demam Berdarah. Padahal, penyakit yang juga disebut Break Bone Fever ( Demam Pematah Tulang ) ini belum tentu berakibat menimbulkan petechiae dan demam. telah masa inkubasi 4-6 hari, pasien mengalami onset demam yang tiba-tiba, Demam yang dialami dapat berupa demam biasa, demam dengue, dan Demam berdarah Dengue (Dengue Hemorrhagic Fever- DHF). Bila infeksi parah pasien dapat mengalami Sindrom Syok Dengue ( Dengue Shock Syndrome- DSS). Gejala umum infeksi dengue adalah demam tinggi, fenomena pendarahan (petechiae), hepatomegali, dan syok. Juga disertai sakit kepala, nyeri retroorbital, erupsi maculopapular dan nyeri punggung yang disertai dengan myalgia dan arthralgia 6 Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia khususnya kota besar. DBD merupakan penyakit endemis dengan jumlah kasus yang meningkat di awal dan akhir musim penghujan dan disertai adanya ledakan kasus setiap 5 tahunnya yaitu pada tahun 1988, 1993, dan 1998. 3 Awal tahun sampai pertengahan tahun 2004, Indonesia menghadapi kasus demam berdarah yang sangat meresahkan masyarakat dan juga berdampak pada kepanikan petugas kesehatan di rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain karena terjadi lonjakan pasien yang dirawat di sarana-sarana pelayanan kesehatan. Jumlah kasus DBD di Indonesia sejak Januari sampai dengan Mei 2004 mencapai 64.000 (IR 29,7 per 100.000 penduduk) dengan kematian sebanyak 724 orang (CRF 1,1 %). 4 Infeksi virus Dengue disebabkan oleh virus Dengue yang terdiri dari 4 serotipe yaitu : DEN-!, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat berupa keadaan asimtomatis hingga menimbulkan kematian. Demam simtomatik dapat berupa: demam dengan tidak terdeferensiasikan, Demam Dengue (DD), dan DBD yang dapat disertai syok (DSS) dan tanpa syok. 2 DBD biasanya ditandai oleh peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan volume plasma, hipotensi, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Penyakit ini sudah diketahui sejak beberapa dekade yang lalu, tetapi patofisiologinya belum diketahui dengan pasti. Infeksi berat, ditandai oleh renjatan dan atau pendarahan , merupakan penyebab utama kematian. 3 1

PRESUS IPD DHF

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUANI. Pendahuluan

Dengue adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh virus

dengue. Secara awam dimasyarakat dengue dikenal sebagai Demam Berdarah. Padahal,

penyakit yang juga disebut Break Bone Fever ( Demam Pematah Tulang ) ini belum tentu

berakibat menimbulkan petechiae dan demam. telah masa inkubasi 4-6 hari, pasien

mengalami onset demam yang tiba-tiba, Demam yang dialami dapat berupa demam biasa,

demam dengue, dan Demam berdarah Dengue (Dengue Hemorrhagic Fever- DHF). Bila

infeksi parah pasien dapat mengalami Sindrom Syok Dengue ( Dengue Shock Syndrome-

DSS). Gejala umum infeksi dengue adalah demam tinggi, fenomena pendarahan

(petechiae), hepatomegali, dan syok. Juga disertai sakit kepala, nyeri retroorbital, erupsi

maculopapular dan nyeri punggung yang disertai dengan myalgia dan arthralgia6

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sampai saat

ini masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia khususnya kota besar. DBD

merupakan penyakit endemis dengan jumlah kasus yang meningkat di awal dan akhir

musim penghujan dan disertai adanya ledakan kasus setiap 5 tahunnya yaitu pada tahun

1988, 1993, dan 1998.3

Awal tahun sampai pertengahan tahun 2004, Indonesia menghadapi kasus demam

berdarah yang sangat meresahkan masyarakat dan juga berdampak pada kepanikan

petugas kesehatan di rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain karena terjadi

lonjakan pasien yang dirawat di sarana-sarana pelayanan kesehatan. Jumlah kasus DBD

di Indonesia sejak Januari sampai dengan Mei 2004 mencapai 64.000 (IR 29,7 per

100.000 penduduk) dengan kematian sebanyak 724 orang (CRF 1,1 %).4

Infeksi virus Dengue disebabkan oleh virus Dengue yang terdiri dari 4 serotipe yaitu :

DEN-!, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat berupa

keadaan asimtomatis hingga menimbulkan kematian. Demam simtomatik dapat berupa:

demam dengan tidak terdeferensiasikan, Demam Dengue (DD), dan DBD yang dapat

disertai syok (DSS) dan tanpa syok.2 DBD biasanya ditandai oleh peningkatan

permeabilitas kapiler, penurunan volume plasma, hipotensi, trombositopenia, dan diatesis

hemoragik. Penyakit ini sudah diketahui sejak beberapa dekade yang lalu, tetapi

patofisiologinya belum diketahui dengan pasti. Infeksi berat, ditandai oleh renjatan dan

atau pendarahan , merupakan penyebab utama kematian.3

1

BAB II

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. Z

Umur : 24 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

No. RM : 113584

Alamat : Tegaraja, Magelang

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Status : Menikah

Agama : Islam

B. Anamnesis

Keluhan Utama : Keluar darah dari hidung

Keluhan Tambahan : Nyeri ulu hati, muntah berupa darah, nyeri persendian

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien dating dengan keluhan keluar darah dari hidung kurang lebih 12 jam

SMRS. Darah keluar terus menerus sebanyak gelas aqua dan dilakukan penyumbatan

menggunakan daun sirih tetapi tidak mengurangi kondisi tersebut.

Pasien juga mengeluhkan nyeri pada ulu hati, muntah yang berupa darah dan di

sertai adanya nyeri pada persendian. Sebelumnya, sekitar 3 hari yang lalu pasien

mengalami demam yang naik turun dengan frekuensi demam tinggi saat malam hari dan

turun pada saat siang hari dan demamnya secara terus menerus. Demamnya telah

diberikan paracetamol tetapi hanya sedikit mengurangi. Demam disertai adanya nyeri

pada persendian dan nyeri ulu hati. Pasien sedang hamil G3P2A0. Tidak didapatkan

perdarahan pervaginam.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat hipertensi di sangkal, riwayat diabetes mellitus di sangkal, riwayat

jantung di sangkal, riwayat asma di sangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat jantung di dalam keluarga disangkal oleh pasien. Riwayat batuk lama di

keluarga saat ini disangkal, riwayat hipertensi dan diabetes mellitus di dalam keluarga

disangkal.

2

Riwayat Sosial Ekonomi:

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga dan pedagang. Pasien berjualan sayur-

sayuran di pasar setiap pukul 03.00. Pasien tinggal satu rumah dengan suami.

Riwayat Kebiasaan:

Pasien sering mengkonsumsi teh lebih dari 3x dala sehari. Tetapi pasien tidak

mengkonsumsi kopi. Pasien makan 3 kali sehari setiap hari tetapi makannya selalu telat.

C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Lemas, Sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital:

Tekanan Darah : 100/70 mmHg Nadi: 98x/menit RR: 20x/menit

Suhu : 36°C SpO2: 98%

Kepala : normocephal, hematom (-)

Kulit : Kering (-), pucat (-) , ptechie (-)

Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, pupil isokor 3 mm/3mm,

RC +/+, mata cekung -/-

Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa kering (+),lidah kotor (-), stomatitis (-),

perdarahan ginggiva (-), oral thrush (-)

Leher : trakea di tengah, JVP R+0, pembesaran kelenjar getah bening (-/-)

Thoraks : simetris, thorax emsifematous (-), retraksi suprasternal (-),

retraksi epigastrial (-), retraksi intercostal (-)

Paru:

Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis

Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung:

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)

Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternal dextra ICS IV

Batas jantung kiri di linea midclavicularis sinistra ICS IV

Batas pinggang jantung linea parasternal sinistra ICS III

Auskultasi : BJ SI/SII regular, murmur (-), gallop (-)

3

Abdomen:

Inspeksi : Datar, venektasi (-), caput medusae (-)

Auskultasi : BU (+) normal

Palpasi : Nyeri tekan pada epigastrium, hepatomegali (-), splenomegali (-)

Perkusi : Timpani di keempat kuadran

Ekstremitas: edema (-), sianosis (-), akral hangat, CRT <2 detik

D. Daftar Masalah

Anamnesis:

1. Keluar darah dari hidung

2. Muntah

3. Nyeri ulu hati

4. Nyeri pada persendian sendi

5. Demam

Pemeriksaan Fisik:

6. Lemas

7. Konjungtiva anemis +/+

8. Nyeri tekan pada ulu hati

E. Hipotesis

1. Epistaksis : 1

2. Dispepsia, GERD, kelainan hati, pancreas : 3,8

3. DHF : 1, 4, 5

4. Chikungunya : 4,5

5. Anemia : 6,7

6. Thyphoid : 2,3,5

F. Planning

1. Dx:

Darah lengkap

NS1

IgG, IgM Dengue

Widal

Trombosit serial

4

2. Tx

Farmakologi

o Suportif : Infus RL 20 tpm

o Simptomatik:

Plasminex IV 3x1

Ranitidine 3x50mg

Ondansetron IV 2x4mg

o Kausatif : neurodex 1x500mg

Non Farmakologi

o Tirah baring

o Memperbanyak minum air putih

3. Mx

Tanda vital

Keadaan umum

BAK

BAB

4. Ex

Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa akan dilakukan

pengambilan darah setiap hari untuk mengetahui penyebab dan pengawasan

terhadap penyakitnya.

Menjelaskan kepada keluarga pasien jika pada pasien ditemukan

tanda-tanda syok seperti akral dingin, urin berkurang, tidak mau makan dan

minum, sering mengantuk segera hubungi perawat.

Menjelaskan kepada pasien dan keluarga jika timbul bintik bintik merah

/ mimisan / perdarahan gusi / BAB hitam segera hubungi perawat.

Follow Up 07 Juni 2016:

S/ mimisan pukul 06.00

Nyeri ulu hati, mual (+), pusing (+)

O/ KU: sakit sedang

Kesadaran: compos mentis

TD: 100/70 mmHg

N: 80x/menit

RR: 24 x/menit

T: 36,5 C

5

SpO2: 97%

Kepala: normocephal

Mata: konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- pupil isokor 3 mm/3 mm, RC +/+

Mulut: hiperemis (-), mukosa kering

Leher: KGB membesar (-)

Paru:

Inspeksi : Gerak dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-)

Palpasi : vocal fremitus simetris

Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung:

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)

Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternal dextra ICS IV

Batas jantung kiri di linea midclavicularis sinistra ICS IV

Batas pinggang jantung linea parasternal sinistra ICS III

Auskultasi : SI/SII regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:

Inspeksi : Cembung, spider nevi (-)

Auskultasi : BU (+)

Palpasi : Nyeri tekan pada epigastrium, hepatomegali (-), splenomegali (-)

Perkusi : Timpani di keempat kuadran

Ekstremitas: edema (-), sianosis (-), akral hangat, CRT <2 detik

Hasil darah lengkap 04 Juni 2016: Hasil darah lengkap 07 Juni 2016

Hb= 9,6 g/dL Hb = 9,9 g/dL

Ht= 28,7 % Ht = 27,2 %

Eritrosit: 3,64 juta Eritrosit = 3,49 juta

Leukosit: 5.100 Leukosit = 10,9

Trombosit: 27.000 Trombosit = 139.000

Hasil darah lengkap 06 Juni 2016

Hb= 8,2 g/dL

Ht= 22,2 %

Eritrosit: 2,86 juta

Leukosit: 7.100

Trombosit: 62.000

A/ Dispepsia

6

Obs. Trombosit dd DHF

Anemia anaplastik

P/ infuse RL 30 tpm

Inj. Zibax 2x1

Plasminex IV 3x1

Dycynon IV 3x1

Inj.Vit K 3x1

Follow Up 08 Juni 2016

S/ keluhan (-)

O/ KU: sakit sedang

Kesadaran: compos mentis

TD: 100/70 mmHg N: 96x/menit RR: 24 x/menit

T: 36,8 C SpO2: 95%

Kepala: normocephal

Mata: konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- pupil isokor 3 mm/3 mm, RC +/+

Mulut: hiperemis (-), mukosa kering

Leher: KGB membesar (-)

Paru:

Inspeksi: Gerak dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-)

Palpasi: vocal fremitus simetris

Perkusi: Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung:

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)

Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternal dextra ICS IV

Batas jantung kiri di linea midclavicularis sinistra ICS IV

Batas pinggang jantung linea parasternal sinistra ICS III

A: SI/SII regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:

Inspeksi : cembung, spider nevi (-), caput medusa (-)

Auskultasi : BU (+)

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Perkusi : Timpani di keempat kuadran

Ekstremitas: edema (-), sianosis (-), akral hangat, CRT <2 detik

7

A/ DHF dengan epistaksis

Anemia

G3P2A0 20 minggu

P/ Omeprazole 2x1

Neurodex 1x500 mg

8

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam

2.1.1 Definisi Demam

Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal sebagai akibat dari

perubahan pada pusat termoregulasi yang terletak dalam hipotalamus anterior.

Rata-rata suhu tubuh normal individu yang berusia 18-40 tahun adalah 36,8 ± 0,40

ºC. Demam atau febris yaitu suhu tubuh pagi hari > 37,2 ºC (98,9 ºF) atau suhu

tubuh sore hari >37,7 ºC (99.9 ºF). Terdapat perbedaan pengukuran suhu di oral,

aksila dan rektal sekitar 0,50 ºC dimana suhu rektal lebih tinggi dibandingkan

suhu oral dan suhu oral lebih tinggi dibandingkan suhu aksila.1

2.1.2 Tipe Demam

Berdasarkan pola kenaikan suhu tubuh, demam dibedakan menjadi:2

a. Demam septik

Pada tipe ini suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada

malam hari dan turun kembali masih di atas normal pada pagi hari. Sering

disertai keluhan menggigil dan berkeringat.

b. Demam hektik

Demam dimana suhu badan naik ke tingkat tinggi sekali pada malam hari, lalu

suhu turun sampai normal pada pagi hari.

c. Demam remiten

Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu

badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat

dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.

d. Demam intermiten

Pada demam intermitten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama

beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali

di sebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam di antara dua serangan

demamdisebutkuartana.

9

e. Demam kontinyu

Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih

dari satu derajat.

f. Demam siklik

Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang

diikuti periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh

kenaikan suhu tubuh seperti semula.

g. Demam belum terdiagnosis (Fever of Unknown Origin atau FUO)

FUO didefinisikan oleh Petersdorf dan Beeson (1961):

Demam dengan suhu yang lebih tinggi dari 38,3ºC pada beberapa

kali pengukuran.

Durasi yang lebih dari 3 minggu.

Kegagalan untuk memperoleh diagnosis setelah dilakukan

pemeriksaan selama 1 minggu di rumah sakit.

FUO dapat dibagi dalam 4 kelompok:2

a. FUO Klasik

Penderita telah diperiksa di rumah sakit atau di klinik selama 3 hari berturut-

turut tanpa dapat ditetapkan penyebab demam. Definisi lain yang juga

digunakan adalah demam lebih dari 3 minggu dimana telah diusahakan

diagnostic non-invasif maupun invasive selama satu minggu tanpa hasil yang

dapat menetapkan penyebab demam.

b. FUO Nosokomial

Penderita yang pada permulaan dirawat tanpa infeksi di rumah sakit dan

kemudian menderita demam >38,3ºC dan sudah diperiksa secara intensif

untuk menentukan penyebab demam tanpa hasil yang jelas

c. FUO Neutropeni

Penderita yang memiliki hitung jenis neutrofil < 500 ul dengan demam

>38,3ºC dan udah diusahakan pemeriksaan intensif selama 3 hari tanpa

hasil yang jelas.

d. FUO HIV

Penderita HIV yang menderita demam >38,3ºC selama 4 minggu pada rawat

jalan tanpa dapat menentukan penyebabnya atau pada penderita yang dirawat

di RS yang mengalami demam selama lebih dari 3 hari dan telah dilakukan

pemeriksaan tanpa hasil yang jelas.

10

2.1.3 Etiologi Demam

Demam dapat disebabkan karena infeksi bakteri, virus, jamur maupun

parasit. Selain itu, demam juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia karena

keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat. Gangguan terhadap pusat regulasi

suhu sentral juga dapat menyebabkan suhu tubuh meningkat seperti pada heat

stroke, perdarahan otak, koma, atau gangguan sentral lainnya.1,2

2.1.4 Patofisiologi Demam

Nukleus preoptik pada hipotalamus anterior berfungsi sebagai pusat

pengatur suhu dan bekerja mempertahankan suhu tubuh pada suatu nilai yang

sudah ditentukan yang disebut hypothalamus thermal set point. Hypothalamus

thermal set point akan meningkat saat terjadinya demam dan mekanisme

pengaturan suhu bekerja meningkatkan suhu tubuh ke suhu tertentu yang baru.

Terjadinya demam disebabkan oleh pelepasan zat pirogen dari dalam leukosit

yang sebelumnya telah terangsang baik oleh zat pirogen eksogen yang dapat

berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang

tidak berdasarkan suatu infeksi. Pirogen eksogen ini juga bisa disebabkan karena

obat-obatan dan hormonal seperti progesteron.1

Stimulus eksogen (endotoksin, staphylococcal erythoxin, dan virus) akan

menginduksi leukosit untuk memproduksi pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α,

dan IFN). Pirogen endogen bekerja pada sistem saraf pusat di level organosum

vasculosum pada lamina terminalis (OVLT). OVLT mensintesis prostaglandin

khususnya prostaglandin E2 (PG E2) melalui metabolisme asam arakidonat jalur

COX-2 (cyclooxygenase 2) dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama

demam. Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin

melalui sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal MIP-1

(machrophage inflammatory protein-1) dan tidak dapat dihambat oleh antipiretik.

Menggigil ditimbulkan agar produksi panas ditingkatkan dengan cepat.

Vasokonstriksi kulit juga berlangsung agar dengan cepat mengurangi pengeluaran

panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan demikian,

pembentukan demam sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik adalah

sesuatu yang disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme

Termoregulasi.1

11

2.1.5 Diagnosis Demam

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis yang baik dan

pemeriksaan fisik yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pemeriksaan

penunjang sebagai berikut:2

a. Laboratorium

Salah satu pengukuran yang dapat dilakukan dalam tahap awal

adalah pemeriksaan hematologi dimana pada infeksi bakteri akut dapat

menunjukkan pergeseran hitung jenis ke kiri dengan atau tanpa leukositosis.

Pemeriksaan mencakup hitung darah lengkap, hitung jenis yang dilakukan secara

manual atau dengan menggunakan alat yang sensitif. Neutropenia dapat terlihat

pada sebagian infeksi virus khususnya SLE, penyakit tifoid, dan penyakit

infiltratif sumsum tulang, termasuk limfoma, leukimia, tuberkulosis. Limfositosis

dapat terlihat pada penyakit infeksi virus, tifoid, tuberkulosis. Limfosit atipikal

terlihat banyak pada penyakit virus termasuk EBV, CMV, HIV, dengue, rubella,

morbilli, varisella, hepatitis virus, dan toksoplasmosis. Monositosis terdapat pada

tifoid, tuberkulosis, dan limfoma. Eosinofilia dapat ditemukan pada reaksi obat

hipersensitivitas, penyakit Hodgkin, insufisiensi adrenal dan infeksi metazoa

tertentu. Jika keadaan demam tampak lama dan berat, sediaan apus darah tepi

harus diperiksa dengan cermat dan pemeriksaan LED harus dilakukan. Urinalisis

dengan sedimen urine harus dilakukan. Cairan sendi harus diperiksa untuk

menemukan kristal. Biopsi sumsum tulang untuk pemeriksaan histopatologi

(disamping pemeriksaan kultur) diperlukan kalau terdapat kemungkinan infiltrasi

sumsum tulang oleh kuman patogen atau sel tumor. Tinja harus diperiksa untuk

menemukan leukosit, telur cacing ataupun parasit. Pemeriksaan elektrolit, gula

darah, Blood Urea Nitrogen, dan kreatinin harus dilakukan. Tes faal hepar, SGOT,

SGPT, GGT dapat memberi petunjuk mengenai fungsi sel hati.

b.Mikrobiologi

Sediaan apus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks, dan vagina harus

diperiksa dalam situasi yang tepat. Pemeriksaan sputum (pengecatan gram, BTA,

kultur) diperlukan untuk setiap pasien yang menderita demam dan batuk.

Pemeriksaan kultur darah dan kultur cairan abnormal serta urin diperlukan kalau

keadaan demam tersebut lebih dari penyakit virus yang terjadi tanpa komplikasi.

Cairan serebrospinal harus diperiksa dan dikultur bila terdapat meningismus, nyeri

kepala berat atau perubahan status mental.

12

c.Radiologi

Pembuatan foto toraks merupakan bagian dari pemeriksaan untuk setiap

penyakit demam yang signifikan, seperti adanya gangguan pada paru.

2.2 Definisi

Demam dengue / dengue fever (DF) adalah penyakit akut yang disebabkan

oleh infeksi salah satu dari empat serotipe virus dengue (DEN 1, DEN 2, DEN 3,

DEN 4) dan ditandai dengan : nyeri seluruh badan, nyeri kepala, demam, rash,

limphadenopati, dan lekopeni.3

Demam berdarah / Dengue hemorrhagic Fever (DHF) dan Dengue Shock

Syndrome (DSS) adalah manifestasi yang lebih serius dari penyakit ini dan

biasanya dikaitkan dengan infeksi serotipe virus yang berbeda dari infeksi yang

pernah diderita sebelumnya. DHF ini ditandai oleh adanya abnormalitas

hemostatik dan meningkatnya permiabilitas vaskuler yang mana bisa menimbulkan

syok hipovolemik dan kematian.3

2.2 Epidemiologi

Laporan-laporan epidemiologik pertama tentang DF dan DHF ini terjadi pada

tahun 1779-1780 di Asia, Afrika, dan Amerika Utara. Terjadinya wabah yang

hampir bersamaan di ketiga benua tersebut menunjukkan bahwa virus-virus dan

nyamuk vektor tersebut sudah menyebar di seluruh dunia terutama di daerah tropik

lebih dari 200 tahun. Sejak saat itu demam dengue masih dianggap ringan dan

tidak merupakan penyakit yang fatal bagi para pendatang di daerah tropis.3

Pandemi global dari demam dengue ini dimulai di Asia Tenggara setelah

perang Dunia II dan meningkat selama 15 tahun berikutnya. Penyakit ini cepat

menyebar karena ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

Di Indonesia, penyakit ini mulai menjadi masalah sejak 1973. Sampai Juli

1988, di DKI Jakarta didapati case fatality rate 1,1%, sedangkan untuk seluruh

Indonesia adalah 2,7%. Di French Giuana, Carles G. dkk., melaporkan sejak 1

Januari 1992 sampai 1 April 1998, didapati fatal death rate sehubungan DBD

sebesar 13,6% lebih tinggi dibanding angka rata-rata di bagian ginekologi 1,9%. Di

Karachi, Pakistan, Qureshi J.A. dkk., pada saat endemis dari Juni 1994 sampai

dengan September 1995, dari 145 kasus yang berobat ke Khan University

Hospital,43% kasus berumur 20--30 tahun dan 75% laki-laki. Di Republik

13

Dominika, Ventura A.K. dkk., melaporkan infeksi dengue menjadi hiperendemis

sehingga infection rate pada ibu hamil 6% setiap minggu. Melihat data

epidemiologi tersebut, DBD merupakan suatu masalah yang cukup serius karena

angka kematian yang cukup tinggi dan terbanyak menyerang usia produktif.

Angka ini cenderung meningkat sehingga kita harus waspada terhadap

peningkatan insiden kehamilan dengan DBD, yang dapat dijumpai terutama saat

hiperendemis.4

2.3. Patogenesis

Virus Dengue berasal dari monyet yang ditularkan ke manusia melalui vector

nyamuk. Virus ini merupakan Virus RNA positif berserat tunggal yang termasuk di

dalam anggota Flavivirus. Morfologik, virion dengue berbentuk sferis dengan

diameter nukleokapsid 30 nm dan ketebalan selubung 10 nm sehingga diameter virion

kira-kira 50 nm. Selubung virion mempunyai peranan dalam fenomena hemaglutinasi,

netralisasi, dan interaksi antara virus dengan sel pada saat awal infeksi.7

Pnyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini, patogenesis

DBD masih kontroversial dan sedikit dimengerti. Berbagai teori telah dikemukakan

oleh para ahli, tetapi sampai saat ini belum ada yang dapat menjelaskan patogenesis

DBD secara pasti.

Sejauh ini, beberapa teori yang berkaitan dengan patogenesis DBD yaitu:4,6

a). Teori virulensi virus

Virus dengue secara genetik sangat bervariasi dan selalu berubah

akibat proses seleksi ketika virus bereplikasi, baik di tubuh manusia maupun

nyamuk. Dengan demikian, terdapat beberapa serotipe/strain virus yang

memiliki virulensi lebih besar dari serotipe/strain yang lain.Diantara

serotipe dan diantara strain sendiri juga mempunyai susunan protein yang

berbeda Kurane I dkk. menyatakan bahwa berdasarkan data epidemiologi,

telah dipostulasikan bahwa respons imun terhadap virus dengue berperan

dalam patogenesis demam berdarah dengue dan sindroma syok dengue.

Respons imun pejamu juga berperan dalam mengontrol infeksi demam

dengue.

b). Teori Imunopatologi

Respon imun pada infeksi virus dengue mempunyai 2 aspek yaitu

respon kekebalan atau menimbulkan penyakit. Setelah mendapat infeksi

14

virus dengue satu serotipe maka akan terjadi kekebalan terhadap virus ini

dalam jangka panjang, namun tidak mampu memberi pertahanan terhadap

jenis serotipe virus yang lain, sehingga jika lain kali terinfeksi jenis virus

dengan serotipe beda akan terjadi infeksi yang berat.. Teoti ini disebut teori

infeksi sekunder. Teori infeksi sekunder masih diyakini oleh para ahli untuk

menjelaskan patogenesis DBD. Berdasarkan teori ini, apabila dalam jarak

waktu 6 bulan sampai 5 tahun setelah terinfeksi virus dengue pertama kali

penderita kemudian mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengue

serotipe yang berbeda, maka penderita tersebut akan memiliki risiko lebih

tinggi untuk menderita DBD maupun sindroma syok dengue. Antibodi pre-

infeksi yang berasal dari serotipe yang lain tersebut dikenal sebagai antibody

dependent enhacement (ADE). Ia dapat meningkatkan infeksi dan replikasi

virus dengue dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap interaksi

tersebut, terjedi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan

peningkatan pembuluh darah, sehingga mengakibatkan hipovolemia dan

syok.

Bagan 3.1. Peran Kelompok imun dalam Hemostasis infeksi dengue 7

Interaksi antara Sistem Pertahanan Tubuh dan infeksi Virus.

15

Akibat gigitan vector Aedes aegpty, Virus dengue masuk dan menginfeksi

jaringan tubuh. Di dalam jaringan virus menginfiltrasi sel-sel tubuh terutama pada

sel-sel retikulo endotelial dan sel endotel pembuluh darah.

Pertahanan pertama tubuh

diperankan oleh Fixed makrofag yang

memang telah ada di dalam jaringan

(ex : Sel Kupffer dan histiosit ). Efek

yang mula-mula terjadi adalah dengan

pembesaran sel-sel ini dengan cepat.

Kemudian, banyak makrofag yang

sebelumnya terikat menjadi mobile.

Jumlah makrofag yang termobilisasi

secara dini ini seringkali sangat

banyak.

Kedua, terjadi migrasi neutrofil

ke tempat peradangan akibat pelepasan

substansi kimia dan cytokine oleh

makrofag dan jaringan yang rusak.

Juga terjadi migrasi monosit dimana

nantinya akan berubah menjadi

makrofag (histiosit) dalam jaringan.

Kedua sel darah putih ini bekerja dengan cara marginasi, diapedesis, gerak

kemotaktik, dan fagositosis.

Sel-sel granulosit ini hanya dapat bekerja memfagositir sel-sel yang

telah terinfeksi oleh virus dengue dan debris sel sehingga pertahanan seluler

ini menjadi tidak efektif. Infeksi dengue yang merupakan infeksi sistemik

menyebabkan hal serupa terjadi di seluruh tubuh. Hal ini menyebabkan

timbulnya Leukopenia.7

16

Gambar 3.1. Peran sistem imun dalam Infeksi virus

Pertahanan lebih lanjut dilakukan dengan dilepaskannya cytokine (IL-1 dan

TNF) yang dikeluarkan oleh makrofag. Zat ini merupakan suatu mediator

yang mengubah limfosit T menjadi sel-T teraktivasi (T-helper). Selanjutnya,

Sel T-helper ini menginduksi perubahan limfosit B menjadi sel Plasma yang

akan memproduksi Antibodi berupa immunoglobulin. Semua reaksi imunitas

ini tergabung dalam kompleks imun. Dimana reaksi kompleks imun ini yang

menjadi kunci terhadap patogenesis infeksi virus dengue.7

Bagan 3.2. Perjalanan interaksi virus dengan tubuh inang yang mengakibatkan

terjadinya perubahan dinamika sirkulasi.

Zat-zat mediator yang diproduksi oleh kompleks imun juga menginduksi

terjadinya peradangan, sehingga memperpanjang peradangan yang sudah ada.

Efek dari peradangan ini mengakibatkan peningkatan permeabilitas membran

17

sehingga akan berpengaruh pada dinamika sirkulasi. Beberapa Zat yang

disebut Pirogen juga menginduksi terjadinya febris (demam).9

Sebagi tanggapan terhadap reaksi tersebut, terjadi :

1. Aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilatoksin yang

menyababkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan

plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular.

2. Agregasi trombosit sehingga jumlah trombisit menurun. Apabila kejadian ini

berlanjut, akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibat

mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang.

3. Kerusakan sel endotel pembuluh darah yang akan merangsang/mengaktivasi

faktor pembekuan.

Ketiga faktor tersebut dapat menyebabkan :

1. Peningkatan permeabilitas kapiler sehingga mengakibatkan perembesan

plasma, hipovolemia, dan syok. Perembesan plasma pada DBD

mengfakibatkan adanya cairan dalam rongga pleura dan rongga peritoneal

yang berlangsung singkat, selama 24-48 jam

2. Kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia, dan

koagulopati, sehingga mengakibatkan perdarahan hebat.

Hipotesis patogenasis infeksi Dengue menerangkan bahwa beratnya

penyakit dan manifestasi klinis ditentukan oleh banyaknya jumlah sel yang

terinfeksi, terjadinya kelelahan fagosit mononuklear, dan peningkatan respon

imun humoral yang menyebabkan kompleks imun secara berlebihan.3

Selain perubahan sistem imun, pada kehamilan juga terjadi perubahan

hemodinamik. Sirkulasi darah bibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya

sirkulasi ke plasenta dan uterus yang membesar dengan pembuluh darah yang

membesar pula. Volume darah ibu dalam kehamilan bertambah secara fisiologis

dengan adanya hemodilusi. Volume darah akan bertambah kira-kira 25%, dan

puncaknya terjadi pada kehamilan 12 minggu. Eritropoesis dalam kehamilan

juga meningkat untuk memenuhi kebutuhan transport zat asam. Walaupun

terjadi peningkatan jumlah eritrosit secara keseluruhan, akan tetapi peningkatan

jumlah plasma jauh lebih besar, sehingga kondisi akhir yang terjadi adalah

anemia relatif. Jumlah leukosit meningkat, demikian juga trombosit. Segara

setelah partus, sirkulasi darah antara uterus dan plasenta berhenti, sehingga

18

sirkulasi umum akan membebani kerja jantung. Setelah partus terjadi pula

hemokonsentrasi, dengan puncak pada hari ke-3 dan 5 postpartum. Konsentrasi

trombosit pada masa ini juga meningkat. Perubahan tersebut sangat penting

untuk menentukan persangkaan diagnosis infeksi Dengue yang mungkin tidak

selalu lengkap sesuai kriteria diagnosis DBD seperti pada orang normal.3

2.4 Metode Diagnostik Dengue terkait Fase Demam

Fase Febril ( demam hari ke 1 s.d 4-5)

Pada fase febril, antibodi belum dapat dideteksi, sehingga pada fase ini dapat

menggunakan antigen NS1 sebagai marker infeksi dengue akut. Antigen NS1

dapat dideteksi menggunakan ELISA.9

Fase Kritis dan Konvalesens ( setelah hari ke 4-5 demam)

Antibodi IgM spesifik merupakan marker terbaik untuk emnunjukan

infeksi dengue yang akut. IgM dapat dideteksi menggunakan MAC-ELISA atau

rapid test diagnostik. Infeksi primer ditandai dengan kadar IgM yang tinggi dan

IgG yang rendah didalam darah. Pada infeksi sekunder ditandai dengan

kadar IgG yang tinggi dan IgM yang rendah di dalam darah. IgM antidengue

memiliki kadar bervariasi, pada umumnya dapat terdeteksi pada hari ke-5, dan

tidak terdeteksi setelah 90 hari. Pada infeksi dengue primer, IgG anti dengue

muncul lebih lambat dibandingkan dengan IgM anti dengue, namun pada infeksi

sekunder muncul lebih cepat. Kadar IgG anti dengue bertahan lama dalam

serum.9,10

19

2.5. Kriteria Diagnosis Klinis

Manifestasi infeksi dengue sangat bervariasi dan sulit dibedakan dari penyakit

infeksi lain terutama fase awal perjalanan penyakitnya. Oleh sebab itu diperlukan

kriteria diagnosis sebagai petunjuk berupa tanda dan gejala klinis serta pemeriksaan

laboratorium.

Kriteria diagnosis kinis berdasarkan guideline WHO 2011

Kriteria diagnosis klinis berdasarkan guideline WHO 2011 berupa kriteria

yang didasarkan ada tidaknya kebocoran plasma dan disertai ada tidanya kriteria

expanded dengue syndrome.11

20

Kriteria diagnosis klinis berdasarkan WHO 1997 12

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik

2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:

Uji bendung positif

Ptekie, ekimosis atau purpura

Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan

dari tempat lain

Hematemesis atau melena

3. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ml)

4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai

berikut:

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan

jenis kelamin

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan

dengan nilai hematokrit sebelumnya

Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, ascites,hipoproteinemia, atau

Hiponatremia

2.6 Trombositopeni pada Demam Berdarah Dengue

Jumlah trombosit biasanya masih normal pada 3 hari pertama.Trombositopeni

mulai tampak pada hari ke-4 demam atau tampak beberapa hari setelah panas

21

mencapai titik terendah pada fase syok. Penyebab trombositopeni pada DBD masih

kontroversial. Beberapa penelitian menyebutkan penyebabnya adalah supresi sumsum

tulang dan destruksi trombosit.13

2.6.1 Supresi Sumsum Tulang

Beberapa penelitian terhadap pemeriksaan sumsum tulang penderita demam

dengue dan demam berdarah dengue pada awal fase dema, didapatkan hipoplasi

sumsum tulang dengan hambatan dari semua sistem hemopoiesis, terutama

megakariosit. Mekanisme supresi sumsum tulang pada infeksi virus dengue dijelaskan

sebagai akibat DENV yang menyerang langsung sumsum tulang atau mekanisme

tidak langsung dimana DENV mensupresi sumsum tulang melalui prosuksi sitokin

sitokin proinflamasi. Pada hari kelima sampai kedelapan perjalanan penyakit.

Terdapat peningkatan cepat eritropoiesis dan megakariosit muda. Pada masa

konvalesens, sumsum tulang menjadi hiperseluler yang utamanya diisi oleh proses

eritropoiesis dan trombopoiesis dengan pembentukan eritrosit dan trombosit yang

sangat aktif.13,14

2.6.2 Destruksi trombosit

Pasien dengan infeksi sekunder demam dengue menunjukan peningkatan

aktivitas fagositosis makrofag terhadap trombosit. Antibodi IgM yang terbentuk

menyebabkan lisis pada trombosit yang dapat diukur dengan pemeriksaan laktat

dehidrogenase. Pada fase akut, terdapatnya DENV diikuti dengan peningkatan kadar

CD61+, dimana CD61+ terkait langsung dengan Autoantibodi terhadap sel endotel

atau faktor koagulasi dan dengue virus NS1,prM dan protein E menjelaskan adanya

reaksi silang yang menyebabkan disfungsi platelet, kerusakan sel endotel dan aktivasi

makrofag sehingga menimbulkan berbagai manifesi klinis pada demam dengue atau

demam berdarah dengue.13

2.7. Pengaruh Demam Berdarah Dengue terhadap Kehamilan

Beberapa laporan kasus dan pengamatan dari Indonesia, Pakistan, Thailand,

dan Malaysia, gejala-gejala klinis pada ibu hamil tersebut meliputi demam dan sakit

kepala, nyeri uluhati, muntah, peteki, tanda-tanda dehidrasi, hemokonsentrasi,

trombositopenia, dan pada tes serologi dijumpai antibodi IgM dan IgG terhadap virus

dengue. Selain itu, pada beberapa institusi dapat dilakukan isolasi virus seperti di

22

Frence Guiana oleh Carles G. dkk., dan Mississipi Medical Center, USA oleh Lusia

H.L. dkk. Chong KY dkk. melaporkan bahwa tidak ada bukti bahwa virus dengue

dapat menyebabkan efek teratogenik, aborsi, atau pertumbuhan janin yang terhambat

yang dikandung oleh ibu hamil yang menderita DBD. Beberapa kasus menjalani

pemeriksaan amniocentesis atau biopsi villi choriales dan dilakukan analisa

kromosom, namun tidak dijumpai kelainan. Alfa-fetoprotein di cairan amnion

maupun di serum maternal berada dalam batas normal. Adanya transmisi vertikal dari

ibu ke fetus menyebabkan bayi baru lahir mudah menderita demam berdarah dengue

atau sindroma syok dengue pada saat terinfeksi virus dengue. 4

Figueiredo L.T. dkk., mengamati bahwa pada bayi yang dilahirkan tidak

dijumpai kelainan bawaan, lamanya kehamilan, Skor APGAR, berat badan janin, dan

plasenta. Pada serum bayi dijumpai antibodi IgG yang progesif menurun dan

menghilang setelah 8 bulan. Namun, menurut Marchette N.J. dkk., antibodi tersebut

menghilang setelah 10--12 bulan. Walaupun begitu, Chye J.K. dkk., melaporkan dua

ibu hamil mengalami demam berdarah dengue 4 sampai 8 hari sebelum inpartum.

Satu ibu mengalami kehamilan dengan pre-eklampsia berat disertai sindroma HELLP

(Hemolysis, Elevated Liver enzymes and Low Platelets) dan memerlukan transfusi

darah lengkap, konsentrat trombosit, serta plasma beku segar. Bayi laki-lakinya saat

lahir menderita gangguan pernapasan dan perdarahan intracerebral kiri yang banyak

serta tidak terkontrol. Akhirnya, bayi meninggal pada hari ke-6 karena kegagalan

berbagai organ.4

Virus dengue tipe 2 diisolasi dari darah bayi dan antibodi IgM spesifik

terhadap virus dengue terdeteksi dalam darah ibu tersebut. Ibu ke-2 mengalami

keadaan klinis yang lebih ringan. Dia melahirkan bayi perempuan yang mengalami

trombositopenia dan tidak memerlukan perawatan yang khusus. Virus Dengue tipe 2

ditemukan dalam darah ibu dan antibodi IgM spesifik terhadap virus dengue dideteksi

pada darah bayi tersebut. Hal ini berarti bahwa demam berdarah dengue memiliki

risiko yang potensial menyebabkan kematian janin yang terinfeksi. Poli dkk., juga

melaporkan gambaran klinis bayi-bayi yang mengalami transmisi vertikal dari ibu

pada saat menjelang akhir kehamilan berupa demam, gangguan vasomotor,

trombositopenia, dan hepatomegali. IgM antibodi spesifik terhadap virus dengue

ditemukan pada semua bayi. Berat-ringannya keadaan penyakit bervariasi.

Thaithumyanon P. dkk., juga melaporkan trombositopenia pada bayi yang dilahirkan

dari ibu hamil dengan DBD. Falker J.A. dkk., melaporkan bahwa aktivitas anti-

23

dengue dijumpai pada komponen lipid air susu ibu (ASI) dan kolostrum.

Konsentrasinya tidak menurun selama 10 bulan setelah melahirkan. Disarankan

pemberian ASI agar dapat melindungi bayi dari infeksi virus dengue di daerah

endemis 4

2.7 Pengaruh Kehamilan terhadap Demam Berdarah Dengue

Pada kehamilan terjadi berbagai perubahan sistem imunologis, sehingga

menyebabkan ibu hamil rentan terhadap berbagai infeksi dan memungkinkan infeksi

berkembang menjadi berat. Pada kehamilan terjadi peningkatan jumlah neutrofil,

namun sebaliknya terjadi penurunan limfosit. Jumlah limfosit B relatif tetap,

sedangkan limfosit T (terutama T helper) menurun. Selain penurunan jumlah sel T,

terjadi penurunan fungsi imunitas seluler yang terlihat dari penurunann produksi IL-2

dan interferon. Untuk imunitas humoral jumlah imunoglobulin total relatif tetap,

namun didapatkan penurunan jumlah antibodi spesifikterhadap infeksi tertentu. Hal

itu akan berpengaruh terhadap respon imun selular yang diperlukan dalam pertahanan

terhadap infeksi virus.3

Selain perubahan sistem imun, pada kehamilan juga terjadi perubahan

hemodinamik. Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya sirkulasi

ke plasenta dan uterus yang membesar dengan pembuluh darah yang membesar pula.

Volume darah ibu dalam kehamilan bertambah secara fisiologis dengan adanya

hemodilusi. Volume darah akan bertambah kira-kira 25%, dan puncaknya terjadi pada

kehamilan 12 minggu. Eritropoesis dalam kehamilann juga meningkat untuk

memenuhi kebutuhan transport zat asam. Walaupun terjadi peningkatan jumlah

eritrosit secara keseluruhan, akan tetapi peningkatan jumlah plasma jauh lebih besar,

sehingga kondisi akhir yang terjadi adalah anemia relatif. Jumlah leukosit meningkat,

demikian juga trombosit. Segara setelah partus, sirkulasi darah antara uterus dan

plasenta berhenti, sehingga sirkulasi umum akan membebani kerja jantung.Setelah

partus terjadi pula hemokonsentrasi, dengan puncak pada hari ke-3 dan 5 postpartum.

Konsentrasi trombosit pada masa ini juga meningkat. Perubahan tersebut sangat

penting untuk menentukan persangkaan diagnosis infeksi Dengue yang mungkin tidak

selalu lengkap sesuai kriteria diagnosis DBD seperti pada orang normal.3

24

2.8 Tatalaksana Rawat Jalan (Grup A)10

Istirahat cukup di rumah

Cukup minum air putih, dapat diberikan susu, jus buah, dan cairan elektrolit.

Cukup minum ditandai dengan frekuensi buang air kecil setiap 4-6 jam.

Parasetamol 10mg/kgBB/kai diberikan apabila suhu >38 C dengan interval 4-6

jam, hindari pemberian aspirin/NSAID ibuprofen. Berikan kompres hangat.

Pasien rawat jalan harus segera dibawa ke rumah sakit jika ditemukan satu atau

lebih keadaan berikut : pada suhu tubuh turun keadaan semakin memburuk, nyeri

perut hebat, muntah terus menerus, tangan dan kaki dingin dan lembab, tampak

lemas, perdarahan (bab berwarna hitam,muntah hitam, mimisan, perdarahan gusi),

sesak napas dan tidak buang air kecil lebih dari 4-6 jam atau kejang.

2.8.1 Tatalaksana Rawat Inap (Grup B)10

Beberpa tindakan yang perlu dilakukan pada pasien curiga infeksi virus

dengue dengan warning sign adalah :

Pantau nilai hematokrit sebelum pemberian cairan. Cukup berikan cairan kristaloid

isotonik seperi NaCl 0.9% dan Ringer Laktat. Mulai dengan 5-7 ml/kgBB/jam selama

1-2 jam pertama, lalu diturunkan menjadi 3-5 ml/kgBB/jam untuk 2-4 jam, dan

dikurangi 2-3ml/kgBB/jam untuk jam berikutnya tergantung dari respon klinis.

Cek kembali status klinis dan nilai hematokrit. Jika hematokrit tidak mengalami

perubahan atau megalami peningkatan minima, lanjutkan pemberian cairan 2-3

ml/kgBB/jam untuk 2-4 jam. Jika tanda vital memburuk dan hematokrit meningkat

progresif makan diberikan cairan 510 ml/kgBB/jam untuk 1-2 jam.

Pantau ekskresi urin. Diupayakan jumlah urin >0.5 ml/kgBB/jam dalam waktu 24

48 jam. Kurangi pemberian cairan jika tanda tanda perembesan plasma berkurang

sampai akhir dari fase kritis demam. Hal ini ditandai dengan peningkatanekresi urin

dan penurunan nilai hematokrit.

Hal yang perlu dipantau pada pasien dengan warning sign adalah tanda vital,

perfusi perifer (1-4 jam setelah pasien lepas dari fase kritis), eksresi urin (tiap 4-6

jam), hematokrit (sebelum dan sesudah pemberian terapi cairan setiap 6-12

25

jam),glukosa darah dan fungsi organ (profil ginjal, profil hepar, profil koagulasi darah

atas indikasi) Pasien dengan risiko tinggi tanpa ditemukan warning sign, dapat

dilakukan:

Dapat diberikan terapi cairan oral. Jika tidak dapat ditolerir, diberikan

cairan NaCl 0.9% atau Ringer laktat sebagai maintanance. Pemberian

cairan intravena cukup diberikan pada 24-48 jam pertama.

2.8.3 Tatalaksana Sindrom Syok Dengue (Grup C)10

Syok pada infeksi dengue merupakan syok hipovolemik akibat terjadi

perembesan plasma, fase awal berupa syok terkompensasi dan fase selanjutnya

fase dekompensasi. Prinsip utama tatalaksana SSD adalah pemberian cairan yang

cepat dengan jumlah yang adekuat. Selain itu bila ditemukan faktor ko-morbid

atau penyulit seperti hipoglikemia dan gangguan asam basa, gangguan elektrolit

harus diobati segera.

2.9 Komplikasi

Komplikasi akibat pelayanan yang tidak baik selama rawat inap juga dapat

terjadi berupa kelebihan cairan, hiperglikemia dan hipoglikemia, ketidakseimbangan

elektrolit dan asam basa, infeksi nosokomial .

Selain itu dapat pula terjadi sindrom renjatan dengue, koagulasi

intravaskuler diseminata, partus prematur serta kematian janin intrauterin

2.9. Prognosis

Mortalitas demam dengue relatif rendah. Namin pada DBD/BSS mortalitas

cukup tinggi dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan dibandingkan anak-anak.

2.9 Pencegahan

Pencegahan terhadap perkembangbiakan nyamuk dan gigitan nyamuk betina

Aedes aegypti dan A. albopictus yang menggigit pada pagi serta sore hari merupakan

upaya menurunkan attack rate dan jumlah angka kesakitan. Pencegahan di Indonesia

terkenal dengan 3M, yaitu menutup, membuang/membilas, dan menimbun barang-

barang atau tempat yang kemungkinan menjadi sarang nyamuk, kelambu, fogging,

26

serta dengan repellent nyamuk (campuran Thanaka dan deet) dapat memberi

perlindungan 10 jam terhindar dari gigitan nyamuk tersebut. 3

27

BAB IV

ANALISIS KASUS

Pasien dating dengan keluhan keluar darah dari hidung sejak 12 jam yang lalu

yang disertai demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengalami

muntah yang disertai dengan darah, nyeri di persendian serta nyeri ulu hati.

Perdarahan saluran cerna yang dialami pasien juga dapat menimbulkan mual muntah.

Dari hasil anamnesis di atas megarahkan kecurigaan diagnosis ke demam berdarah

dengue yang diperkuat dengan hasil laboratorium yang menyatakan adanya

trombositopeni.

Pada pemeriksaan fisik didapati konjuntiva anemis karena kadar hemoglobin

pasien yang dibawah batas normal. Nyeri tekan epigastrium yang dirasakan pasien

merupakan indikasi awal adanya terjadinya perdarahan saluran cerna. Perdarahan

pada pasien DHF terjadi karena terdapat abnormalitas hemostatik serta meningkatnya

permeabilitas vaskuler. Demam berdarah pada pasien termasuk dalam demam

berdarah dengue grade II menurut WHO karena disertai perdarahan spontan yang

dibuktikan dengan adanya epistaksis serta muntah yang disertai darah.Penurunan

hemoglobin pada pasien dapat terjadi karena perdarahan serta anemia pada

kehamilan. Peningkatan leukosit pada pasien menunjukkan adanya kemungkinan

infeksi lain selain virus dengue.

Penatalaksanaan demam berdarah dengue pada pasien adalah terapi cairan

menggunakan infus RL untuk mengganti volume plasma yang bocor karena

peningkatan permeabilitas vaskuler. Pemberian injeksi antibiotik diberikan untuk

mengatasi infeksi lain yang ditandai adanya peningkatan leukosit. Pemberian asam

traneksamat, etamsilat serta vitamin K bertujuan untuk menghentikan proses

perdarahan supaya kadar hemoglobin tidak turun lagi serta mempertahankan volume

plasma. Demam hari ke 3 pada pasien DHF masih dapat diklasifikasikan dalam masa

kritis dimana jumlah trombosit masih bisa diperkirakan turun, namun dengan terapi

adekuat jumlah trombosit sudah mulai naik diatas 100.000 pada hari ke 3 perawatan.

Demam berdarah dengue pada pasien yang mengalami kehamilan tidak akan

memberikan efek teratogenik. Adanya transmisi vertikal dari ibu ke fetus

menyebabkan bayi baru lahir mudah menderita demam berdarah dengue atau

sindroma syok dengue pada saat terinfeksi virus dengue. Kriteria pulang pasien DHF

28

apabila pasien sudah mengalami kenaikan trombosit (trombosit diatas 50.000), bebas

demam selama 24 jam, serta nafsu makan yang mulai membaik.

29