Upload
independent
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUANI. Pendahuluan
Dengue adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh virus
dengue. Secara awam dimasyarakat dengue dikenal sebagai Demam Berdarah. Padahal,
penyakit yang juga disebut Break Bone Fever ( Demam Pematah Tulang ) ini belum tentu
berakibat menimbulkan petechiae dan demam. telah masa inkubasi 4-6 hari, pasien
mengalami onset demam yang tiba-tiba, Demam yang dialami dapat berupa demam biasa,
demam dengue, dan Demam berdarah Dengue (Dengue Hemorrhagic Fever- DHF). Bila
infeksi parah pasien dapat mengalami Sindrom Syok Dengue ( Dengue Shock Syndrome-
DSS). Gejala umum infeksi dengue adalah demam tinggi, fenomena pendarahan
(petechiae), hepatomegali, dan syok. Juga disertai sakit kepala, nyeri retroorbital, erupsi
maculopapular dan nyeri punggung yang disertai dengan myalgia dan arthralgia6
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sampai saat
ini masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia khususnya kota besar. DBD
merupakan penyakit endemis dengan jumlah kasus yang meningkat di awal dan akhir
musim penghujan dan disertai adanya ledakan kasus setiap 5 tahunnya yaitu pada tahun
1988, 1993, dan 1998.3
Awal tahun sampai pertengahan tahun 2004, Indonesia menghadapi kasus demam
berdarah yang sangat meresahkan masyarakat dan juga berdampak pada kepanikan
petugas kesehatan di rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain karena terjadi
lonjakan pasien yang dirawat di sarana-sarana pelayanan kesehatan. Jumlah kasus DBD
di Indonesia sejak Januari sampai dengan Mei 2004 mencapai 64.000 (IR 29,7 per
100.000 penduduk) dengan kematian sebanyak 724 orang (CRF 1,1 %).4
Infeksi virus Dengue disebabkan oleh virus Dengue yang terdiri dari 4 serotipe yaitu :
DEN-!, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat berupa
keadaan asimtomatis hingga menimbulkan kematian. Demam simtomatik dapat berupa:
demam dengan tidak terdeferensiasikan, Demam Dengue (DD), dan DBD yang dapat
disertai syok (DSS) dan tanpa syok.2 DBD biasanya ditandai oleh peningkatan
permeabilitas kapiler, penurunan volume plasma, hipotensi, trombositopenia, dan diatesis
hemoragik. Penyakit ini sudah diketahui sejak beberapa dekade yang lalu, tetapi
patofisiologinya belum diketahui dengan pasti. Infeksi berat, ditandai oleh renjatan dan
atau pendarahan , merupakan penyebab utama kematian.3
1
BAB II
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. Z
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No. RM : 113584
Alamat : Tegaraja, Magelang
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
Agama : Islam
B. Anamnesis
Keluhan Utama : Keluar darah dari hidung
Keluhan Tambahan : Nyeri ulu hati, muntah berupa darah, nyeri persendian
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien dating dengan keluhan keluar darah dari hidung kurang lebih 12 jam
SMRS. Darah keluar terus menerus sebanyak gelas aqua dan dilakukan penyumbatan
menggunakan daun sirih tetapi tidak mengurangi kondisi tersebut.
Pasien juga mengeluhkan nyeri pada ulu hati, muntah yang berupa darah dan di
sertai adanya nyeri pada persendian. Sebelumnya, sekitar 3 hari yang lalu pasien
mengalami demam yang naik turun dengan frekuensi demam tinggi saat malam hari dan
turun pada saat siang hari dan demamnya secara terus menerus. Demamnya telah
diberikan paracetamol tetapi hanya sedikit mengurangi. Demam disertai adanya nyeri
pada persendian dan nyeri ulu hati. Pasien sedang hamil G3P2A0. Tidak didapatkan
perdarahan pervaginam.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat hipertensi di sangkal, riwayat diabetes mellitus di sangkal, riwayat
jantung di sangkal, riwayat asma di sangkal
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat jantung di dalam keluarga disangkal oleh pasien. Riwayat batuk lama di
keluarga saat ini disangkal, riwayat hipertensi dan diabetes mellitus di dalam keluarga
disangkal.
2
Riwayat Sosial Ekonomi:
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga dan pedagang. Pasien berjualan sayur-
sayuran di pasar setiap pukul 03.00. Pasien tinggal satu rumah dengan suami.
Riwayat Kebiasaan:
Pasien sering mengkonsumsi teh lebih dari 3x dala sehari. Tetapi pasien tidak
mengkonsumsi kopi. Pasien makan 3 kali sehari setiap hari tetapi makannya selalu telat.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Lemas, Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital:
Tekanan Darah : 100/70 mmHg Nadi: 98x/menit RR: 20x/menit
Suhu : 36°C SpO2: 98%
Kepala : normocephal, hematom (-)
Kulit : Kering (-), pucat (-) , ptechie (-)
Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, pupil isokor 3 mm/3mm,
RC +/+, mata cekung -/-
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa kering (+),lidah kotor (-), stomatitis (-),
perdarahan ginggiva (-), oral thrush (-)
Leher : trakea di tengah, JVP R+0, pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Thoraks : simetris, thorax emsifematous (-), retraksi suprasternal (-),
retraksi epigastrial (-), retraksi intercostal (-)
Paru:
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternal dextra ICS IV
Batas jantung kiri di linea midclavicularis sinistra ICS IV
Batas pinggang jantung linea parasternal sinistra ICS III
Auskultasi : BJ SI/SII regular, murmur (-), gallop (-)
3
Abdomen:
Inspeksi : Datar, venektasi (-), caput medusae (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan pada epigastrium, hepatomegali (-), splenomegali (-)
Perkusi : Timpani di keempat kuadran
Ekstremitas: edema (-), sianosis (-), akral hangat, CRT <2 detik
D. Daftar Masalah
Anamnesis:
1. Keluar darah dari hidung
2. Muntah
3. Nyeri ulu hati
4. Nyeri pada persendian sendi
5. Demam
Pemeriksaan Fisik:
6. Lemas
7. Konjungtiva anemis +/+
8. Nyeri tekan pada ulu hati
E. Hipotesis
1. Epistaksis : 1
2. Dispepsia, GERD, kelainan hati, pancreas : 3,8
3. DHF : 1, 4, 5
4. Chikungunya : 4,5
5. Anemia : 6,7
6. Thyphoid : 2,3,5
F. Planning
1. Dx:
Darah lengkap
NS1
IgG, IgM Dengue
Widal
Trombosit serial
4
2. Tx
Farmakologi
o Suportif : Infus RL 20 tpm
o Simptomatik:
Plasminex IV 3x1
Ranitidine 3x50mg
Ondansetron IV 2x4mg
o Kausatif : neurodex 1x500mg
Non Farmakologi
o Tirah baring
o Memperbanyak minum air putih
3. Mx
Tanda vital
Keadaan umum
BAK
BAB
4. Ex
Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa akan dilakukan
pengambilan darah setiap hari untuk mengetahui penyebab dan pengawasan
terhadap penyakitnya.
Menjelaskan kepada keluarga pasien jika pada pasien ditemukan
tanda-tanda syok seperti akral dingin, urin berkurang, tidak mau makan dan
minum, sering mengantuk segera hubungi perawat.
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga jika timbul bintik bintik merah
/ mimisan / perdarahan gusi / BAB hitam segera hubungi perawat.
Follow Up 07 Juni 2016:
S/ mimisan pukul 06.00
Nyeri ulu hati, mual (+), pusing (+)
O/ KU: sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
TD: 100/70 mmHg
N: 80x/menit
RR: 24 x/menit
T: 36,5 C
5
SpO2: 97%
Kepala: normocephal
Mata: konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- pupil isokor 3 mm/3 mm, RC +/+
Mulut: hiperemis (-), mukosa kering
Leher: KGB membesar (-)
Paru:
Inspeksi : Gerak dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : vocal fremitus simetris
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternal dextra ICS IV
Batas jantung kiri di linea midclavicularis sinistra ICS IV
Batas pinggang jantung linea parasternal sinistra ICS III
Auskultasi : SI/SII regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
Inspeksi : Cembung, spider nevi (-)
Auskultasi : BU (+)
Palpasi : Nyeri tekan pada epigastrium, hepatomegali (-), splenomegali (-)
Perkusi : Timpani di keempat kuadran
Ekstremitas: edema (-), sianosis (-), akral hangat, CRT <2 detik
Hasil darah lengkap 04 Juni 2016: Hasil darah lengkap 07 Juni 2016
Hb= 9,6 g/dL Hb = 9,9 g/dL
Ht= 28,7 % Ht = 27,2 %
Eritrosit: 3,64 juta Eritrosit = 3,49 juta
Leukosit: 5.100 Leukosit = 10,9
Trombosit: 27.000 Trombosit = 139.000
Hasil darah lengkap 06 Juni 2016
Hb= 8,2 g/dL
Ht= 22,2 %
Eritrosit: 2,86 juta
Leukosit: 7.100
Trombosit: 62.000
A/ Dispepsia
6
Obs. Trombosit dd DHF
Anemia anaplastik
P/ infuse RL 30 tpm
Inj. Zibax 2x1
Plasminex IV 3x1
Dycynon IV 3x1
Inj.Vit K 3x1
Follow Up 08 Juni 2016
S/ keluhan (-)
O/ KU: sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
TD: 100/70 mmHg N: 96x/menit RR: 24 x/menit
T: 36,8 C SpO2: 95%
Kepala: normocephal
Mata: konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- pupil isokor 3 mm/3 mm, RC +/+
Mulut: hiperemis (-), mukosa kering
Leher: KGB membesar (-)
Paru:
Inspeksi: Gerak dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-)
Palpasi: vocal fremitus simetris
Perkusi: Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternal dextra ICS IV
Batas jantung kiri di linea midclavicularis sinistra ICS IV
Batas pinggang jantung linea parasternal sinistra ICS III
A: SI/SII regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
Inspeksi : cembung, spider nevi (-), caput medusa (-)
Auskultasi : BU (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
Perkusi : Timpani di keempat kuadran
Ekstremitas: edema (-), sianosis (-), akral hangat, CRT <2 detik
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam
2.1.1 Definisi Demam
Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal sebagai akibat dari
perubahan pada pusat termoregulasi yang terletak dalam hipotalamus anterior.
Rata-rata suhu tubuh normal individu yang berusia 18-40 tahun adalah 36,8 ± 0,40
ºC. Demam atau febris yaitu suhu tubuh pagi hari > 37,2 ºC (98,9 ºF) atau suhu
tubuh sore hari >37,7 ºC (99.9 ºF). Terdapat perbedaan pengukuran suhu di oral,
aksila dan rektal sekitar 0,50 ºC dimana suhu rektal lebih tinggi dibandingkan
suhu oral dan suhu oral lebih tinggi dibandingkan suhu aksila.1
2.1.2 Tipe Demam
Berdasarkan pola kenaikan suhu tubuh, demam dibedakan menjadi:2
a. Demam septik
Pada tipe ini suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada
malam hari dan turun kembali masih di atas normal pada pagi hari. Sering
disertai keluhan menggigil dan berkeringat.
b. Demam hektik
Demam dimana suhu badan naik ke tingkat tinggi sekali pada malam hari, lalu
suhu turun sampai normal pada pagi hari.
c. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu
badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat
dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.
d. Demam intermiten
Pada demam intermitten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama
beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali
di sebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam di antara dua serangan
demamdisebutkuartana.
9
e. Demam kontinyu
Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih
dari satu derajat.
f. Demam siklik
Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh
kenaikan suhu tubuh seperti semula.
g. Demam belum terdiagnosis (Fever of Unknown Origin atau FUO)
FUO didefinisikan oleh Petersdorf dan Beeson (1961):
Demam dengan suhu yang lebih tinggi dari 38,3ºC pada beberapa
kali pengukuran.
Durasi yang lebih dari 3 minggu.
Kegagalan untuk memperoleh diagnosis setelah dilakukan
pemeriksaan selama 1 minggu di rumah sakit.
FUO dapat dibagi dalam 4 kelompok:2
a. FUO Klasik
Penderita telah diperiksa di rumah sakit atau di klinik selama 3 hari berturut-
turut tanpa dapat ditetapkan penyebab demam. Definisi lain yang juga
digunakan adalah demam lebih dari 3 minggu dimana telah diusahakan
diagnostic non-invasif maupun invasive selama satu minggu tanpa hasil yang
dapat menetapkan penyebab demam.
b. FUO Nosokomial
Penderita yang pada permulaan dirawat tanpa infeksi di rumah sakit dan
kemudian menderita demam >38,3ºC dan sudah diperiksa secara intensif
untuk menentukan penyebab demam tanpa hasil yang jelas
c. FUO Neutropeni
Penderita yang memiliki hitung jenis neutrofil < 500 ul dengan demam
>38,3ºC dan udah diusahakan pemeriksaan intensif selama 3 hari tanpa
hasil yang jelas.
d. FUO HIV
Penderita HIV yang menderita demam >38,3ºC selama 4 minggu pada rawat
jalan tanpa dapat menentukan penyebabnya atau pada penderita yang dirawat
di RS yang mengalami demam selama lebih dari 3 hari dan telah dilakukan
pemeriksaan tanpa hasil yang jelas.
10
2.1.3 Etiologi Demam
Demam dapat disebabkan karena infeksi bakteri, virus, jamur maupun
parasit. Selain itu, demam juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia karena
keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat. Gangguan terhadap pusat regulasi
suhu sentral juga dapat menyebabkan suhu tubuh meningkat seperti pada heat
stroke, perdarahan otak, koma, atau gangguan sentral lainnya.1,2
2.1.4 Patofisiologi Demam
Nukleus preoptik pada hipotalamus anterior berfungsi sebagai pusat
pengatur suhu dan bekerja mempertahankan suhu tubuh pada suatu nilai yang
sudah ditentukan yang disebut hypothalamus thermal set point. Hypothalamus
thermal set point akan meningkat saat terjadinya demam dan mekanisme
pengaturan suhu bekerja meningkatkan suhu tubuh ke suhu tertentu yang baru.
Terjadinya demam disebabkan oleh pelepasan zat pirogen dari dalam leukosit
yang sebelumnya telah terangsang baik oleh zat pirogen eksogen yang dapat
berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang
tidak berdasarkan suatu infeksi. Pirogen eksogen ini juga bisa disebabkan karena
obat-obatan dan hormonal seperti progesteron.1
Stimulus eksogen (endotoksin, staphylococcal erythoxin, dan virus) akan
menginduksi leukosit untuk memproduksi pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α,
dan IFN). Pirogen endogen bekerja pada sistem saraf pusat di level organosum
vasculosum pada lamina terminalis (OVLT). OVLT mensintesis prostaglandin
khususnya prostaglandin E2 (PG E2) melalui metabolisme asam arakidonat jalur
COX-2 (cyclooxygenase 2) dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama
demam. Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin
melalui sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal MIP-1
(machrophage inflammatory protein-1) dan tidak dapat dihambat oleh antipiretik.
Menggigil ditimbulkan agar produksi panas ditingkatkan dengan cepat.
Vasokonstriksi kulit juga berlangsung agar dengan cepat mengurangi pengeluaran
panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan demikian,
pembentukan demam sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik adalah
sesuatu yang disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme
Termoregulasi.1
11
2.1.5 Diagnosis Demam
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis yang baik dan
pemeriksaan fisik yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pemeriksaan
penunjang sebagai berikut:2
a. Laboratorium
Salah satu pengukuran yang dapat dilakukan dalam tahap awal
adalah pemeriksaan hematologi dimana pada infeksi bakteri akut dapat
menunjukkan pergeseran hitung jenis ke kiri dengan atau tanpa leukositosis.
Pemeriksaan mencakup hitung darah lengkap, hitung jenis yang dilakukan secara
manual atau dengan menggunakan alat yang sensitif. Neutropenia dapat terlihat
pada sebagian infeksi virus khususnya SLE, penyakit tifoid, dan penyakit
infiltratif sumsum tulang, termasuk limfoma, leukimia, tuberkulosis. Limfositosis
dapat terlihat pada penyakit infeksi virus, tifoid, tuberkulosis. Limfosit atipikal
terlihat banyak pada penyakit virus termasuk EBV, CMV, HIV, dengue, rubella,
morbilli, varisella, hepatitis virus, dan toksoplasmosis. Monositosis terdapat pada
tifoid, tuberkulosis, dan limfoma. Eosinofilia dapat ditemukan pada reaksi obat
hipersensitivitas, penyakit Hodgkin, insufisiensi adrenal dan infeksi metazoa
tertentu. Jika keadaan demam tampak lama dan berat, sediaan apus darah tepi
harus diperiksa dengan cermat dan pemeriksaan LED harus dilakukan. Urinalisis
dengan sedimen urine harus dilakukan. Cairan sendi harus diperiksa untuk
menemukan kristal. Biopsi sumsum tulang untuk pemeriksaan histopatologi
(disamping pemeriksaan kultur) diperlukan kalau terdapat kemungkinan infiltrasi
sumsum tulang oleh kuman patogen atau sel tumor. Tinja harus diperiksa untuk
menemukan leukosit, telur cacing ataupun parasit. Pemeriksaan elektrolit, gula
darah, Blood Urea Nitrogen, dan kreatinin harus dilakukan. Tes faal hepar, SGOT,
SGPT, GGT dapat memberi petunjuk mengenai fungsi sel hati.
b.Mikrobiologi
Sediaan apus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks, dan vagina harus
diperiksa dalam situasi yang tepat. Pemeriksaan sputum (pengecatan gram, BTA,
kultur) diperlukan untuk setiap pasien yang menderita demam dan batuk.
Pemeriksaan kultur darah dan kultur cairan abnormal serta urin diperlukan kalau
keadaan demam tersebut lebih dari penyakit virus yang terjadi tanpa komplikasi.
Cairan serebrospinal harus diperiksa dan dikultur bila terdapat meningismus, nyeri
kepala berat atau perubahan status mental.
12
c.Radiologi
Pembuatan foto toraks merupakan bagian dari pemeriksaan untuk setiap
penyakit demam yang signifikan, seperti adanya gangguan pada paru.
2.2 Definisi
Demam dengue / dengue fever (DF) adalah penyakit akut yang disebabkan
oleh infeksi salah satu dari empat serotipe virus dengue (DEN 1, DEN 2, DEN 3,
DEN 4) dan ditandai dengan : nyeri seluruh badan, nyeri kepala, demam, rash,
limphadenopati, dan lekopeni.3
Demam berdarah / Dengue hemorrhagic Fever (DHF) dan Dengue Shock
Syndrome (DSS) adalah manifestasi yang lebih serius dari penyakit ini dan
biasanya dikaitkan dengan infeksi serotipe virus yang berbeda dari infeksi yang
pernah diderita sebelumnya. DHF ini ditandai oleh adanya abnormalitas
hemostatik dan meningkatnya permiabilitas vaskuler yang mana bisa menimbulkan
syok hipovolemik dan kematian.3
2.2 Epidemiologi
Laporan-laporan epidemiologik pertama tentang DF dan DHF ini terjadi pada
tahun 1779-1780 di Asia, Afrika, dan Amerika Utara. Terjadinya wabah yang
hampir bersamaan di ketiga benua tersebut menunjukkan bahwa virus-virus dan
nyamuk vektor tersebut sudah menyebar di seluruh dunia terutama di daerah tropik
lebih dari 200 tahun. Sejak saat itu demam dengue masih dianggap ringan dan
tidak merupakan penyakit yang fatal bagi para pendatang di daerah tropis.3
Pandemi global dari demam dengue ini dimulai di Asia Tenggara setelah
perang Dunia II dan meningkat selama 15 tahun berikutnya. Penyakit ini cepat
menyebar karena ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Di Indonesia, penyakit ini mulai menjadi masalah sejak 1973. Sampai Juli
1988, di DKI Jakarta didapati case fatality rate 1,1%, sedangkan untuk seluruh
Indonesia adalah 2,7%. Di French Giuana, Carles G. dkk., melaporkan sejak 1
Januari 1992 sampai 1 April 1998, didapati fatal death rate sehubungan DBD
sebesar 13,6% lebih tinggi dibanding angka rata-rata di bagian ginekologi 1,9%. Di
Karachi, Pakistan, Qureshi J.A. dkk., pada saat endemis dari Juni 1994 sampai
dengan September 1995, dari 145 kasus yang berobat ke Khan University
Hospital,43% kasus berumur 20--30 tahun dan 75% laki-laki. Di Republik
13
Dominika, Ventura A.K. dkk., melaporkan infeksi dengue menjadi hiperendemis
sehingga infection rate pada ibu hamil 6% setiap minggu. Melihat data
epidemiologi tersebut, DBD merupakan suatu masalah yang cukup serius karena
angka kematian yang cukup tinggi dan terbanyak menyerang usia produktif.
Angka ini cenderung meningkat sehingga kita harus waspada terhadap
peningkatan insiden kehamilan dengan DBD, yang dapat dijumpai terutama saat
hiperendemis.4
2.3. Patogenesis
Virus Dengue berasal dari monyet yang ditularkan ke manusia melalui vector
nyamuk. Virus ini merupakan Virus RNA positif berserat tunggal yang termasuk di
dalam anggota Flavivirus. Morfologik, virion dengue berbentuk sferis dengan
diameter nukleokapsid 30 nm dan ketebalan selubung 10 nm sehingga diameter virion
kira-kira 50 nm. Selubung virion mempunyai peranan dalam fenomena hemaglutinasi,
netralisasi, dan interaksi antara virus dengan sel pada saat awal infeksi.7
Pnyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini, patogenesis
DBD masih kontroversial dan sedikit dimengerti. Berbagai teori telah dikemukakan
oleh para ahli, tetapi sampai saat ini belum ada yang dapat menjelaskan patogenesis
DBD secara pasti.
Sejauh ini, beberapa teori yang berkaitan dengan patogenesis DBD yaitu:4,6
a). Teori virulensi virus
Virus dengue secara genetik sangat bervariasi dan selalu berubah
akibat proses seleksi ketika virus bereplikasi, baik di tubuh manusia maupun
nyamuk. Dengan demikian, terdapat beberapa serotipe/strain virus yang
memiliki virulensi lebih besar dari serotipe/strain yang lain.Diantara
serotipe dan diantara strain sendiri juga mempunyai susunan protein yang
berbeda Kurane I dkk. menyatakan bahwa berdasarkan data epidemiologi,
telah dipostulasikan bahwa respons imun terhadap virus dengue berperan
dalam patogenesis demam berdarah dengue dan sindroma syok dengue.
Respons imun pejamu juga berperan dalam mengontrol infeksi demam
dengue.
b). Teori Imunopatologi
Respon imun pada infeksi virus dengue mempunyai 2 aspek yaitu
respon kekebalan atau menimbulkan penyakit. Setelah mendapat infeksi
14
virus dengue satu serotipe maka akan terjadi kekebalan terhadap virus ini
dalam jangka panjang, namun tidak mampu memberi pertahanan terhadap
jenis serotipe virus yang lain, sehingga jika lain kali terinfeksi jenis virus
dengan serotipe beda akan terjadi infeksi yang berat.. Teoti ini disebut teori
infeksi sekunder. Teori infeksi sekunder masih diyakini oleh para ahli untuk
menjelaskan patogenesis DBD. Berdasarkan teori ini, apabila dalam jarak
waktu 6 bulan sampai 5 tahun setelah terinfeksi virus dengue pertama kali
penderita kemudian mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengue
serotipe yang berbeda, maka penderita tersebut akan memiliki risiko lebih
tinggi untuk menderita DBD maupun sindroma syok dengue. Antibodi pre-
infeksi yang berasal dari serotipe yang lain tersebut dikenal sebagai antibody
dependent enhacement (ADE). Ia dapat meningkatkan infeksi dan replikasi
virus dengue dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap interaksi
tersebut, terjedi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan pembuluh darah, sehingga mengakibatkan hipovolemia dan
syok.
Bagan 3.1. Peran Kelompok imun dalam Hemostasis infeksi dengue 7
Interaksi antara Sistem Pertahanan Tubuh dan infeksi Virus.
15
Akibat gigitan vector Aedes aegpty, Virus dengue masuk dan menginfeksi
jaringan tubuh. Di dalam jaringan virus menginfiltrasi sel-sel tubuh terutama pada
sel-sel retikulo endotelial dan sel endotel pembuluh darah.
Pertahanan pertama tubuh
diperankan oleh Fixed makrofag yang
memang telah ada di dalam jaringan
(ex : Sel Kupffer dan histiosit ). Efek
yang mula-mula terjadi adalah dengan
pembesaran sel-sel ini dengan cepat.
Kemudian, banyak makrofag yang
sebelumnya terikat menjadi mobile.
Jumlah makrofag yang termobilisasi
secara dini ini seringkali sangat
banyak.
Kedua, terjadi migrasi neutrofil
ke tempat peradangan akibat pelepasan
substansi kimia dan cytokine oleh
makrofag dan jaringan yang rusak.
Juga terjadi migrasi monosit dimana
nantinya akan berubah menjadi
makrofag (histiosit) dalam jaringan.
Kedua sel darah putih ini bekerja dengan cara marginasi, diapedesis, gerak
kemotaktik, dan fagositosis.
Sel-sel granulosit ini hanya dapat bekerja memfagositir sel-sel yang
telah terinfeksi oleh virus dengue dan debris sel sehingga pertahanan seluler
ini menjadi tidak efektif. Infeksi dengue yang merupakan infeksi sistemik
menyebabkan hal serupa terjadi di seluruh tubuh. Hal ini menyebabkan
timbulnya Leukopenia.7
16
Gambar 3.1. Peran sistem imun dalam Infeksi virus
Pertahanan lebih lanjut dilakukan dengan dilepaskannya cytokine (IL-1 dan
TNF) yang dikeluarkan oleh makrofag. Zat ini merupakan suatu mediator
yang mengubah limfosit T menjadi sel-T teraktivasi (T-helper). Selanjutnya,
Sel T-helper ini menginduksi perubahan limfosit B menjadi sel Plasma yang
akan memproduksi Antibodi berupa immunoglobulin. Semua reaksi imunitas
ini tergabung dalam kompleks imun. Dimana reaksi kompleks imun ini yang
menjadi kunci terhadap patogenesis infeksi virus dengue.7
Bagan 3.2. Perjalanan interaksi virus dengan tubuh inang yang mengakibatkan
terjadinya perubahan dinamika sirkulasi.
Zat-zat mediator yang diproduksi oleh kompleks imun juga menginduksi
terjadinya peradangan, sehingga memperpanjang peradangan yang sudah ada.
Efek dari peradangan ini mengakibatkan peningkatan permeabilitas membran
17
sehingga akan berpengaruh pada dinamika sirkulasi. Beberapa Zat yang
disebut Pirogen juga menginduksi terjadinya febris (demam).9
Sebagi tanggapan terhadap reaksi tersebut, terjadi :
1. Aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilatoksin yang
menyababkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan
plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular.
2. Agregasi trombosit sehingga jumlah trombisit menurun. Apabila kejadian ini
berlanjut, akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibat
mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang.
3. Kerusakan sel endotel pembuluh darah yang akan merangsang/mengaktivasi
faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut dapat menyebabkan :
1. Peningkatan permeabilitas kapiler sehingga mengakibatkan perembesan
plasma, hipovolemia, dan syok. Perembesan plasma pada DBD
mengfakibatkan adanya cairan dalam rongga pleura dan rongga peritoneal
yang berlangsung singkat, selama 24-48 jam
2. Kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia, dan
koagulopati, sehingga mengakibatkan perdarahan hebat.
Hipotesis patogenasis infeksi Dengue menerangkan bahwa beratnya
penyakit dan manifestasi klinis ditentukan oleh banyaknya jumlah sel yang
terinfeksi, terjadinya kelelahan fagosit mononuklear, dan peningkatan respon
imun humoral yang menyebabkan kompleks imun secara berlebihan.3
Selain perubahan sistem imun, pada kehamilan juga terjadi perubahan
hemodinamik. Sirkulasi darah bibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya
sirkulasi ke plasenta dan uterus yang membesar dengan pembuluh darah yang
membesar pula. Volume darah ibu dalam kehamilan bertambah secara fisiologis
dengan adanya hemodilusi. Volume darah akan bertambah kira-kira 25%, dan
puncaknya terjadi pada kehamilan 12 minggu. Eritropoesis dalam kehamilan
juga meningkat untuk memenuhi kebutuhan transport zat asam. Walaupun
terjadi peningkatan jumlah eritrosit secara keseluruhan, akan tetapi peningkatan
jumlah plasma jauh lebih besar, sehingga kondisi akhir yang terjadi adalah
anemia relatif. Jumlah leukosit meningkat, demikian juga trombosit. Segara
setelah partus, sirkulasi darah antara uterus dan plasenta berhenti, sehingga
18
sirkulasi umum akan membebani kerja jantung. Setelah partus terjadi pula
hemokonsentrasi, dengan puncak pada hari ke-3 dan 5 postpartum. Konsentrasi
trombosit pada masa ini juga meningkat. Perubahan tersebut sangat penting
untuk menentukan persangkaan diagnosis infeksi Dengue yang mungkin tidak
selalu lengkap sesuai kriteria diagnosis DBD seperti pada orang normal.3
2.4 Metode Diagnostik Dengue terkait Fase Demam
Fase Febril ( demam hari ke 1 s.d 4-5)
Pada fase febril, antibodi belum dapat dideteksi, sehingga pada fase ini dapat
menggunakan antigen NS1 sebagai marker infeksi dengue akut. Antigen NS1
dapat dideteksi menggunakan ELISA.9
Fase Kritis dan Konvalesens ( setelah hari ke 4-5 demam)
Antibodi IgM spesifik merupakan marker terbaik untuk emnunjukan
infeksi dengue yang akut. IgM dapat dideteksi menggunakan MAC-ELISA atau
rapid test diagnostik. Infeksi primer ditandai dengan kadar IgM yang tinggi dan
IgG yang rendah didalam darah. Pada infeksi sekunder ditandai dengan
kadar IgG yang tinggi dan IgM yang rendah di dalam darah. IgM antidengue
memiliki kadar bervariasi, pada umumnya dapat terdeteksi pada hari ke-5, dan
tidak terdeteksi setelah 90 hari. Pada infeksi dengue primer, IgG anti dengue
muncul lebih lambat dibandingkan dengan IgM anti dengue, namun pada infeksi
sekunder muncul lebih cepat. Kadar IgG anti dengue bertahan lama dalam
serum.9,10
19
2.5. Kriteria Diagnosis Klinis
Manifestasi infeksi dengue sangat bervariasi dan sulit dibedakan dari penyakit
infeksi lain terutama fase awal perjalanan penyakitnya. Oleh sebab itu diperlukan
kriteria diagnosis sebagai petunjuk berupa tanda dan gejala klinis serta pemeriksaan
laboratorium.
Kriteria diagnosis kinis berdasarkan guideline WHO 2011
Kriteria diagnosis klinis berdasarkan guideline WHO 2011 berupa kriteria
yang didasarkan ada tidaknya kebocoran plasma dan disertai ada tidanya kriteria
expanded dengue syndrome.11
20
Kriteria diagnosis klinis berdasarkan WHO 1997 12
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
Uji bendung positif
Ptekie, ekimosis atau purpura
Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan
dari tempat lain
Hematemesis atau melena
3. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ml)
4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai
berikut:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan
jenis kelamin
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya
Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, ascites,hipoproteinemia, atau
Hiponatremia
2.6 Trombositopeni pada Demam Berdarah Dengue
Jumlah trombosit biasanya masih normal pada 3 hari pertama.Trombositopeni
mulai tampak pada hari ke-4 demam atau tampak beberapa hari setelah panas
21
mencapai titik terendah pada fase syok. Penyebab trombositopeni pada DBD masih
kontroversial. Beberapa penelitian menyebutkan penyebabnya adalah supresi sumsum
tulang dan destruksi trombosit.13
2.6.1 Supresi Sumsum Tulang
Beberapa penelitian terhadap pemeriksaan sumsum tulang penderita demam
dengue dan demam berdarah dengue pada awal fase dema, didapatkan hipoplasi
sumsum tulang dengan hambatan dari semua sistem hemopoiesis, terutama
megakariosit. Mekanisme supresi sumsum tulang pada infeksi virus dengue dijelaskan
sebagai akibat DENV yang menyerang langsung sumsum tulang atau mekanisme
tidak langsung dimana DENV mensupresi sumsum tulang melalui prosuksi sitokin
sitokin proinflamasi. Pada hari kelima sampai kedelapan perjalanan penyakit.
Terdapat peningkatan cepat eritropoiesis dan megakariosit muda. Pada masa
konvalesens, sumsum tulang menjadi hiperseluler yang utamanya diisi oleh proses
eritropoiesis dan trombopoiesis dengan pembentukan eritrosit dan trombosit yang
sangat aktif.13,14
2.6.2 Destruksi trombosit
Pasien dengan infeksi sekunder demam dengue menunjukan peningkatan
aktivitas fagositosis makrofag terhadap trombosit. Antibodi IgM yang terbentuk
menyebabkan lisis pada trombosit yang dapat diukur dengan pemeriksaan laktat
dehidrogenase. Pada fase akut, terdapatnya DENV diikuti dengan peningkatan kadar
CD61+, dimana CD61+ terkait langsung dengan Autoantibodi terhadap sel endotel
atau faktor koagulasi dan dengue virus NS1,prM dan protein E menjelaskan adanya
reaksi silang yang menyebabkan disfungsi platelet, kerusakan sel endotel dan aktivasi
makrofag sehingga menimbulkan berbagai manifesi klinis pada demam dengue atau
demam berdarah dengue.13
2.7. Pengaruh Demam Berdarah Dengue terhadap Kehamilan
Beberapa laporan kasus dan pengamatan dari Indonesia, Pakistan, Thailand,
dan Malaysia, gejala-gejala klinis pada ibu hamil tersebut meliputi demam dan sakit
kepala, nyeri uluhati, muntah, peteki, tanda-tanda dehidrasi, hemokonsentrasi,
trombositopenia, dan pada tes serologi dijumpai antibodi IgM dan IgG terhadap virus
dengue. Selain itu, pada beberapa institusi dapat dilakukan isolasi virus seperti di
22
Frence Guiana oleh Carles G. dkk., dan Mississipi Medical Center, USA oleh Lusia
H.L. dkk. Chong KY dkk. melaporkan bahwa tidak ada bukti bahwa virus dengue
dapat menyebabkan efek teratogenik, aborsi, atau pertumbuhan janin yang terhambat
yang dikandung oleh ibu hamil yang menderita DBD. Beberapa kasus menjalani
pemeriksaan amniocentesis atau biopsi villi choriales dan dilakukan analisa
kromosom, namun tidak dijumpai kelainan. Alfa-fetoprotein di cairan amnion
maupun di serum maternal berada dalam batas normal. Adanya transmisi vertikal dari
ibu ke fetus menyebabkan bayi baru lahir mudah menderita demam berdarah dengue
atau sindroma syok dengue pada saat terinfeksi virus dengue. 4
Figueiredo L.T. dkk., mengamati bahwa pada bayi yang dilahirkan tidak
dijumpai kelainan bawaan, lamanya kehamilan, Skor APGAR, berat badan janin, dan
plasenta. Pada serum bayi dijumpai antibodi IgG yang progesif menurun dan
menghilang setelah 8 bulan. Namun, menurut Marchette N.J. dkk., antibodi tersebut
menghilang setelah 10--12 bulan. Walaupun begitu, Chye J.K. dkk., melaporkan dua
ibu hamil mengalami demam berdarah dengue 4 sampai 8 hari sebelum inpartum.
Satu ibu mengalami kehamilan dengan pre-eklampsia berat disertai sindroma HELLP
(Hemolysis, Elevated Liver enzymes and Low Platelets) dan memerlukan transfusi
darah lengkap, konsentrat trombosit, serta plasma beku segar. Bayi laki-lakinya saat
lahir menderita gangguan pernapasan dan perdarahan intracerebral kiri yang banyak
serta tidak terkontrol. Akhirnya, bayi meninggal pada hari ke-6 karena kegagalan
berbagai organ.4
Virus dengue tipe 2 diisolasi dari darah bayi dan antibodi IgM spesifik
terhadap virus dengue terdeteksi dalam darah ibu tersebut. Ibu ke-2 mengalami
keadaan klinis yang lebih ringan. Dia melahirkan bayi perempuan yang mengalami
trombositopenia dan tidak memerlukan perawatan yang khusus. Virus Dengue tipe 2
ditemukan dalam darah ibu dan antibodi IgM spesifik terhadap virus dengue dideteksi
pada darah bayi tersebut. Hal ini berarti bahwa demam berdarah dengue memiliki
risiko yang potensial menyebabkan kematian janin yang terinfeksi. Poli dkk., juga
melaporkan gambaran klinis bayi-bayi yang mengalami transmisi vertikal dari ibu
pada saat menjelang akhir kehamilan berupa demam, gangguan vasomotor,
trombositopenia, dan hepatomegali. IgM antibodi spesifik terhadap virus dengue
ditemukan pada semua bayi. Berat-ringannya keadaan penyakit bervariasi.
Thaithumyanon P. dkk., juga melaporkan trombositopenia pada bayi yang dilahirkan
dari ibu hamil dengan DBD. Falker J.A. dkk., melaporkan bahwa aktivitas anti-
23
dengue dijumpai pada komponen lipid air susu ibu (ASI) dan kolostrum.
Konsentrasinya tidak menurun selama 10 bulan setelah melahirkan. Disarankan
pemberian ASI agar dapat melindungi bayi dari infeksi virus dengue di daerah
endemis 4
2.7 Pengaruh Kehamilan terhadap Demam Berdarah Dengue
Pada kehamilan terjadi berbagai perubahan sistem imunologis, sehingga
menyebabkan ibu hamil rentan terhadap berbagai infeksi dan memungkinkan infeksi
berkembang menjadi berat. Pada kehamilan terjadi peningkatan jumlah neutrofil,
namun sebaliknya terjadi penurunan limfosit. Jumlah limfosit B relatif tetap,
sedangkan limfosit T (terutama T helper) menurun. Selain penurunan jumlah sel T,
terjadi penurunan fungsi imunitas seluler yang terlihat dari penurunann produksi IL-2
dan interferon. Untuk imunitas humoral jumlah imunoglobulin total relatif tetap,
namun didapatkan penurunan jumlah antibodi spesifikterhadap infeksi tertentu. Hal
itu akan berpengaruh terhadap respon imun selular yang diperlukan dalam pertahanan
terhadap infeksi virus.3
Selain perubahan sistem imun, pada kehamilan juga terjadi perubahan
hemodinamik. Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya sirkulasi
ke plasenta dan uterus yang membesar dengan pembuluh darah yang membesar pula.
Volume darah ibu dalam kehamilan bertambah secara fisiologis dengan adanya
hemodilusi. Volume darah akan bertambah kira-kira 25%, dan puncaknya terjadi pada
kehamilan 12 minggu. Eritropoesis dalam kehamilann juga meningkat untuk
memenuhi kebutuhan transport zat asam. Walaupun terjadi peningkatan jumlah
eritrosit secara keseluruhan, akan tetapi peningkatan jumlah plasma jauh lebih besar,
sehingga kondisi akhir yang terjadi adalah anemia relatif. Jumlah leukosit meningkat,
demikian juga trombosit. Segara setelah partus, sirkulasi darah antara uterus dan
plasenta berhenti, sehingga sirkulasi umum akan membebani kerja jantung.Setelah
partus terjadi pula hemokonsentrasi, dengan puncak pada hari ke-3 dan 5 postpartum.
Konsentrasi trombosit pada masa ini juga meningkat. Perubahan tersebut sangat
penting untuk menentukan persangkaan diagnosis infeksi Dengue yang mungkin tidak
selalu lengkap sesuai kriteria diagnosis DBD seperti pada orang normal.3
24
2.8 Tatalaksana Rawat Jalan (Grup A)10
Istirahat cukup di rumah
Cukup minum air putih, dapat diberikan susu, jus buah, dan cairan elektrolit.
Cukup minum ditandai dengan frekuensi buang air kecil setiap 4-6 jam.
Parasetamol 10mg/kgBB/kai diberikan apabila suhu >38 C dengan interval 4-6
jam, hindari pemberian aspirin/NSAID ibuprofen. Berikan kompres hangat.
Pasien rawat jalan harus segera dibawa ke rumah sakit jika ditemukan satu atau
lebih keadaan berikut : pada suhu tubuh turun keadaan semakin memburuk, nyeri
perut hebat, muntah terus menerus, tangan dan kaki dingin dan lembab, tampak
lemas, perdarahan (bab berwarna hitam,muntah hitam, mimisan, perdarahan gusi),
sesak napas dan tidak buang air kecil lebih dari 4-6 jam atau kejang.
2.8.1 Tatalaksana Rawat Inap (Grup B)10
Beberpa tindakan yang perlu dilakukan pada pasien curiga infeksi virus
dengue dengan warning sign adalah :
Pantau nilai hematokrit sebelum pemberian cairan. Cukup berikan cairan kristaloid
isotonik seperi NaCl 0.9% dan Ringer Laktat. Mulai dengan 5-7 ml/kgBB/jam selama
1-2 jam pertama, lalu diturunkan menjadi 3-5 ml/kgBB/jam untuk 2-4 jam, dan
dikurangi 2-3ml/kgBB/jam untuk jam berikutnya tergantung dari respon klinis.
Cek kembali status klinis dan nilai hematokrit. Jika hematokrit tidak mengalami
perubahan atau megalami peningkatan minima, lanjutkan pemberian cairan 2-3
ml/kgBB/jam untuk 2-4 jam. Jika tanda vital memburuk dan hematokrit meningkat
progresif makan diberikan cairan 510 ml/kgBB/jam untuk 1-2 jam.
Pantau ekskresi urin. Diupayakan jumlah urin >0.5 ml/kgBB/jam dalam waktu 24
48 jam. Kurangi pemberian cairan jika tanda tanda perembesan plasma berkurang
sampai akhir dari fase kritis demam. Hal ini ditandai dengan peningkatanekresi urin
dan penurunan nilai hematokrit.
Hal yang perlu dipantau pada pasien dengan warning sign adalah tanda vital,
perfusi perifer (1-4 jam setelah pasien lepas dari fase kritis), eksresi urin (tiap 4-6
jam), hematokrit (sebelum dan sesudah pemberian terapi cairan setiap 6-12
25
jam),glukosa darah dan fungsi organ (profil ginjal, profil hepar, profil koagulasi darah
atas indikasi) Pasien dengan risiko tinggi tanpa ditemukan warning sign, dapat
dilakukan:
Dapat diberikan terapi cairan oral. Jika tidak dapat ditolerir, diberikan
cairan NaCl 0.9% atau Ringer laktat sebagai maintanance. Pemberian
cairan intravena cukup diberikan pada 24-48 jam pertama.
2.8.3 Tatalaksana Sindrom Syok Dengue (Grup C)10
Syok pada infeksi dengue merupakan syok hipovolemik akibat terjadi
perembesan plasma, fase awal berupa syok terkompensasi dan fase selanjutnya
fase dekompensasi. Prinsip utama tatalaksana SSD adalah pemberian cairan yang
cepat dengan jumlah yang adekuat. Selain itu bila ditemukan faktor ko-morbid
atau penyulit seperti hipoglikemia dan gangguan asam basa, gangguan elektrolit
harus diobati segera.
2.9 Komplikasi
Komplikasi akibat pelayanan yang tidak baik selama rawat inap juga dapat
terjadi berupa kelebihan cairan, hiperglikemia dan hipoglikemia, ketidakseimbangan
elektrolit dan asam basa, infeksi nosokomial .
Selain itu dapat pula terjadi sindrom renjatan dengue, koagulasi
intravaskuler diseminata, partus prematur serta kematian janin intrauterin
2.9. Prognosis
Mortalitas demam dengue relatif rendah. Namin pada DBD/BSS mortalitas
cukup tinggi dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan dibandingkan anak-anak.
2.9 Pencegahan
Pencegahan terhadap perkembangbiakan nyamuk dan gigitan nyamuk betina
Aedes aegypti dan A. albopictus yang menggigit pada pagi serta sore hari merupakan
upaya menurunkan attack rate dan jumlah angka kesakitan. Pencegahan di Indonesia
terkenal dengan 3M, yaitu menutup, membuang/membilas, dan menimbun barang-
barang atau tempat yang kemungkinan menjadi sarang nyamuk, kelambu, fogging,
26
serta dengan repellent nyamuk (campuran Thanaka dan deet) dapat memberi
perlindungan 10 jam terhindar dari gigitan nyamuk tersebut. 3
27
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien dating dengan keluhan keluar darah dari hidung sejak 12 jam yang lalu
yang disertai demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengalami
muntah yang disertai dengan darah, nyeri di persendian serta nyeri ulu hati.
Perdarahan saluran cerna yang dialami pasien juga dapat menimbulkan mual muntah.
Dari hasil anamnesis di atas megarahkan kecurigaan diagnosis ke demam berdarah
dengue yang diperkuat dengan hasil laboratorium yang menyatakan adanya
trombositopeni.
Pada pemeriksaan fisik didapati konjuntiva anemis karena kadar hemoglobin
pasien yang dibawah batas normal. Nyeri tekan epigastrium yang dirasakan pasien
merupakan indikasi awal adanya terjadinya perdarahan saluran cerna. Perdarahan
pada pasien DHF terjadi karena terdapat abnormalitas hemostatik serta meningkatnya
permeabilitas vaskuler. Demam berdarah pada pasien termasuk dalam demam
berdarah dengue grade II menurut WHO karena disertai perdarahan spontan yang
dibuktikan dengan adanya epistaksis serta muntah yang disertai darah.Penurunan
hemoglobin pada pasien dapat terjadi karena perdarahan serta anemia pada
kehamilan. Peningkatan leukosit pada pasien menunjukkan adanya kemungkinan
infeksi lain selain virus dengue.
Penatalaksanaan demam berdarah dengue pada pasien adalah terapi cairan
menggunakan infus RL untuk mengganti volume plasma yang bocor karena
peningkatan permeabilitas vaskuler. Pemberian injeksi antibiotik diberikan untuk
mengatasi infeksi lain yang ditandai adanya peningkatan leukosit. Pemberian asam
traneksamat, etamsilat serta vitamin K bertujuan untuk menghentikan proses
perdarahan supaya kadar hemoglobin tidak turun lagi serta mempertahankan volume
plasma. Demam hari ke 3 pada pasien DHF masih dapat diklasifikasikan dalam masa
kritis dimana jumlah trombosit masih bisa diperkirakan turun, namun dengan terapi
adekuat jumlah trombosit sudah mulai naik diatas 100.000 pada hari ke 3 perawatan.
Demam berdarah dengue pada pasien yang mengalami kehamilan tidak akan
memberikan efek teratogenik. Adanya transmisi vertikal dari ibu ke fetus
menyebabkan bayi baru lahir mudah menderita demam berdarah dengue atau
sindroma syok dengue pada saat terinfeksi virus dengue. Kriteria pulang pasien DHF
28