33
PERBEDAAN KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT TERHADAP TERJADINYA KARIES PADA MURID KELAS V SD HANG TUAH YANG BER-UKGS DENGAN MURID KELAS V SDN NO.4 BENTENG YANG TIDAK BER-UKGS OLEH KELOMPOK I ANDI EDY SUDRAJAT ICAL ARISANDI IFFA MUKRIMAH HAPSAH MUHAMMAD TAKBIR KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Proposal Penelitian Kesehatan (AKPER GIGI)

Embed Size (px)

Citation preview

PERBEDAAN KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT TERHADAP TERJADINYA KARIES PADA

MURID KELAS V SD HANG TUAH YANG BER-UKGS DENGAN MURID KELAS V SDN

NO.4 BENTENG YANG TIDAK BER-UKGS

OLEH

KELOMPOK I

ANDI EDY SUDRAJAT

ICAL ARISANDI

IFFA MUKRIMAH

HAPSAH

MUHAMMAD TAKBIR

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR

JURUSAN KESEHATAN GIGI

2011

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Masalah kesehatan gigi dan mulut menjadi perhatian yang

sangat penting dalam pembangunan kesehatan yang salah satunya

disebabkan oleh rentannya kelompok anak usia sekolah dari

gangguan kesehatan gigi. Usia sekolah merupakan masa untuk

meletakkan landasan kokoh bagi terwujudnya manusia yang

berkualitas dan kesehatan merupakan faktor penting menentukan

kualitas sumber daya manusia. (Linda Warni, 2009).

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral dari

kesehatan secara keseluruhan. (Linda Warni, dikutip dari

Ilyas, 2009). Hasil laporan Studi Morbilitas (2001),

menunjukkan bahwa kesehatan gigi dan mulut di Indonesia

merupakan hal yang perlu diperhatikan, karena penyakit gigi

dan mulut merupakan penyakit tertinggi yang dikeluhkan oleh

masyarakat yaitu sebesar 60%. Penyakit gigi dan mulut yang

terbanyak diderita masyarakat adalah penyakit karies gigi

kemudian diikuti oleh penyakit periodontal di urutan ke dua

(Linda Warni, dikutip dari Surkesmas Balitbangkes Depkes RI,

2009).

Sekolah adalah sebagai perpanjangan tangan keluarga dalam

meletakkan dasar perilaku untuk kehidupan anak selanjutnya,

termasuk perilaku kesehatan. Sementara itu populasi anak

sekolah di dalam suatu komunitas cukup besar. Oleh sebab itu

promosi kesehatan di sekolah adalah usaha kesehatan sekolah

(Linda Warni, dikutip dari Notoatmodjo, 2009).

Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan

menyebutkan bahwa penyelenggaraan kesehatan sekolah

dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat bagi

peserta didik untuk memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan

yang harmonis dan optimal menjadi sumber daya manusia yang

berkualitas. (Linda Warni, 2009).

Menurut Bahar (2002) salah satu faktor utama yang

mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut penduduk di negara

berkembang adalah perilaku. Perilaku yang dapat mempengaruhi

perkembangan karies adalah kebiasaan makan dan pemeliharaan

kebersihan mulut, dengan menggunakan pasta gigi yang

mengandung fluor. (Linda Warni, dikutip dari Reich dan

Petersen, 2009).

Kesehatan gigi dan mulut hingga kini masih belum menjadi

perhatian utama. Akibatnya, gigi berlubang atau karies menjadi

masalah umum yang dihadapi sebagian besar masyarakat. Padahal

kondisi ini menjadi gerbang beragam penyakit. Selama ini

penanganan masalah gigi masih sebatas menambal lubang gigi.

Tindakan tersebut sudah dianggap mampu mengontrol karies.

Padahal itu belum cukup mengatasi masalah secara menyeluruh.

(PDGI, 2010).

Pada umumnya keadaan kebersihan mulut anak lebih buruk dan

anak lebih banyak makan makanan dan minuman yang menyebabkan

karies dibanding orang dewasa. Anak-anak umumnya senang

permen, apabila anak terlalu banyak makan permen dan jarang

membersihkannya, maka gigi-giginya banyak yang mengalami

karies. (Uji Kawuryan, dikutip dari Machfoedz dan Zein, 2008).

Masalah utama dalam rongga mulut anak adalah karies gigi. Di

negara - negara maju prevalensi karies gigi terus menurun

sedangkan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia ada

kecenderungan kenaikan prevalensi penyakit tersebut. (Uji

Kawuryan, dikutip dari Supartinah, 2008).

Angka kerusakan gigi di Indonesia berdasarkan survei

kesehatan yang dilakukan Departemen Kesehatan RI pada 2001

menemukan sekitar 70 persen penduduk Indonesia berusia 10

tahun ke atas pernah mengalami kerusakan gigi. Pada usia 12

tahun, jumlah kerusakan gigi mencapai 43,9 persen, usia 15

tahun mencapai 37,4 persen, usia 18 tahun 51,1 persen, usia

35-44 tahun mencapai 80,1 persen, dan usia 65 tahun ke atas

mencapai 96,7 persen. (PDGI, 2010).

Dengan demikian, karies pun tidak bisa terhindarkan pada

anak sekolah dasar. Sehingga beberapa sekolah dasar di

Indonesia, termasuk di wilayah Sulawesi – Selatan yang

mengadakan program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) sebagai

upaya dalam pemeliharaan kesehatan gigi.

Penelitian ini dilakukan pada murid Kelas V SD yang

didasarkan pada minat belajar yang tinggi didukung oleh

ingatan anak yang mencapai intensitas paling besar dan paling

kuat, serta dalam menangkap dan memahami materi yang

diberikan. (Eriska Riyanti, dkk. 2005).

Perkembangan epidemiologi dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat

menemukan, terjadinya karies gigi disebabkan adanya peranan

berbagai faktor  yang saling berkaitan yang disebut dengan

multifaktorial. Faktor – faktor tersebut adalah faktor  tuan

rumah (ludah dan gigi), faktor agen (mikroorganisme),

(substrat atau diet mengandung gula), serta faktor waktu.

(Nurmala Situmorang, 2005).

Upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut serta pembinaan

kesehatan gigi terutama pada kelompok anak sekolah perlu

mendapat perhatian khusus sebab pada usia ini anak sedang

menjalani proses tumbuh kembang. Keadaan gigi sebelumnya akan

berpengaruh terhadap perkembangan kesehatan gigi pada usia

dewasa nanti. Bila ditinjau dari berbagai upaya pencegahan

karies gigi melalui kegiatan UKGS (Usaha Kesehatan Gigi

Sekolah) tersebut seharusnya pada usia-usia anak sekolah dasar

memiliki angka karies rendah, akan tetapi dilihat dari

kenyataan yang ada dan berdasarkan laporan-laporan penelitian

yang telah dilakukan menunjukkan adanya tingkat karies gigi

pada sekolah anak yang cukup tinggi. (Uji Kawuryan, dikutip

dari Wahyuningrum, 2008).

Oleh karena itu, penulis mencoba meneliti untuk mengetahui

apakah ada perbedaan pengaruh kebersihan gigi dan mulut

terhadap terjadinya karies pada murid Kelas V di SD hang tuah

yang ber-UKGS dengan murid Kelas V SDN 4 Benteng yang tidak

ber-UKGS.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis

merusmuskan masalah sebagai berikut :

“Apakah ada perbedaan kebersihan gigi dan mulut terhadap

terjadinya karies pada murid Kelas V SD Hang Tuah yang ber-

UKGS dengan murid Kelas V SDN 4 Benteng yang tidak ber-UKGS?”.

C.Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbedaan kebersihan gigi dan mulut serta

jumlah karies pada Kelas V di SD Hang Tuah yang ber-UKGS

dengan murid Kelas V SDN 4 Benteng yang tidak ber-UKGS.

Tujuan Khusus

Untuk mengetahui kebersihan gigi dan mulut pada murid Kelas

V SD Hang Tuah yang ber-UKGS dengan murid Kelas V SDN No.4

Benteng yang tidak ber-UKGS.

Untuk mengetahui banyaknya jumlah karies gigi pada murid

Kelas V SD Hang Tuah yang ber-UKGS dengan murid Kelas V SDN 4

Benteng yang tidak ber-UKGS.

Untuk mengetahui perbedaan kebersihan gigi dan mulut

terhadap banyaknya karies yang terjadi pada murid Kelas V SD

Hang Tuah yang ber-UKGS dengan murid Kelas V SDN 4 Benteng

yang tidak ber-UKGS.

D.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan untuk SD

Hang Tuah dan SDN 4 Benteng dalam menjaga kesehatan gigi.

Menambah informasi dan pengetahuan masyarakat tentang

kesehatan  gigi dan mulut sebagai salah satu upaya untuk

mendapa- tkan derajat kesehatan yang optimal.

Menambah  pengetahuan serta pengalaman dalam hal penelitian

sebagai bekal pengabdian profesi kepada masyarakat.

Untuk kampus, menambah bahan bacaan di perpustakaan Kampus

Kesehatan Gigi Poltekkes Makassar.

Sebagai bahan acuan untuk peneliti berikutnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebersihan Gigi dan Mulut

Untuk mengukur kebersihan gigi dan mulut dengan digunakan

suatu index yang disebut Oral Hygiene Index Simplifid (OHI-S).

Nilai daripada OHI-S ini merupakan nilai yang diperoleh dari

hasil penjumlahan antara debris index dan kalkulus index

(Herijulianti Eliza dkk, 2001 : 101).

Sejumlah penelitian menunjukkan, penyebab dari beberapa

masalah rongga mulut adalah dental plaque atau plak gigi. Setelah

kita menyikat gigi, pada permukaan gigi akan terbentuk lapisan

bening dan tipis yang disebut pelikel. Pelikel ini belum

ditumbuhi kuman. Apabila pelikel sudah ditumbuhi kuman

disebutlah dengan plak. Plak berupa lapisan tipis bening yang

menempel pada permukaan gigi, terkadang juga ditemukan pada

gusi dan lidah. Lapisan itu tidak lain adalah kumpulan sisa

makanan, segelintir bakteri dan air ludah. Plak selalu berada

dalam mulut karena pembentukannya selalu terjadi setiap saat,

dan akan hilang bila menggosok gigi atau menggunakan benang

khusus. Plak yang dibiarkan, lama kelamaan akan mengeras

sehingga menjadi karang gigi. Karang gigi menyebabkan

permukaan gigi menjadi kasar dan menjadi tempat menempelnya

plak kembali sehingga lama kelamaan karang gigi akan semakin

mengendap, tebal dan menjadi sarang kuman. Karang gigi dapat

terlihat kekuningan atau kehitaman (Mieke, 2008).

B. Karies Gigi

Karies dentis berasal dari bahasa Latin, berarti “lubang

gigi” dan ditandai oleh rusaknya email dan dentin yang

progresif yang disebabkan oleh keaktifan metabolisme plak

bakteri (Pitt Ford, 1993 : 1).

Karies gigi adalah penyakit jaringan yang ditandai dengan

kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pits, fissure

dan daerah interproximal) meluas ke arah pulpa. (Rasinta

Tarigan, 1990 : 1).

Karies gigi dialami oleh setiap orang dan dapat timbul pada

satu permukaan gigi atau lebih dan dapat meluas ke bagian yang

lebih dalam dari gigi, misalnya : dari email ke dentin atau ke

pulpa. Karies karena berbagai sebab, diantaranya

adalah :Karbohidrat ,Mikroorganisme dan air ludah

C. Permukaan dan bentuk gigi

Karbohidrat yang tertinggal di dalam mulut dan

mikroorganisme, merupakan penyebab dari karies gigi, penyebab

karies gigi yang tidak langsung adalah permukaan dan bentuk

dari gigi tersebut. (Rasinta Tarigan, 1990 : 1).

Gigi dengan fissure yang dalam mengakibatkan sisa-sisa

makanan mudah melekat dan bertahan, sehingga produksi asam

oleh bakteri akan berlangsung dengan cepat dan menimbulkan

karies gigi. Karies gigi terdapat di seluruh dunia, tanpa

memandang umur, bangsa ataupun keadaan ekonomi. (Rasinta

Tarigan, 1990 : 1).

D. Proses Karies

Proses kerusakan gigi geligi diawali dengan adanya lubang

gigi yang kerusakannya terbatas pada jaringan gigi mulai dari

email gigi hingga menjalar ke dentin. Penjalaran karies mula-

mula terjadi pada email. Bila tidak segera dibersihkan dan

tidak segera ditambal, karies akan menjalar ke bawah hingga

sampai ke ruang pulpa yang berisi pembuluh darah, sehingga

menimbulkan rasa sakit dan akhirnya gigi tersebut bisa mati

(Suardiana Utama, 2010).

Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak di

permukaan gigi, sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri

berproses menempel pada waktu tertentu yang berubah menjadi

asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5)

yang menyebabkan demineralisasi email dan akan berlanjut

menjadi karies gigi. Pada awalnya, lesi karies berwarna putih

akibat dekalsifikasi, berkembang menjadi lubang berwarna

coklat atau hitam yang mengikis gigi   (Sumarti, dikutip dari

A.H.B Schuurs, 2007).

Proses karies digambarkan secara singkat seperti berikut:

Substrat + Plak  +   Gigi     +  Waktu  Karies (gula)

(bakteri) (email   (metabolism)    (demineralisasi) atau

dentin)   oleh bakteri)   (Pitt Ford, 1993 : 1)

Faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya karies

Faktor di dalam mulut yang berhubungan langsung dengan

proses terjadinya karies, antara lain :

1. Substrat

Makanan sangat berpengaruh terhadap gigi dan mulut,

pengaruh ini dapat dibagi menjadi 2:

2. Isi dari makanan yang menghasilkan energi.

Misalnya : karbohidrat, protein, lemak, vitamin serta

mineral-mineral. Unsur-unsur tersebut berpengaruh pada masa

pra-erupsi serta pasca-erupsi dari gigi geligi.

3. Fungsi mekanis dari makanan yang dimakan.

Makanan-makanan yang bersifat membersihkan gigi, jadi

merupakan gosok gigi alami, tentu saja akan mengurangi

kerusakan gigi.

Makanan yang bersifat membersihkan ini adalah : apel, jambu

air, bengkuang dan lain ssebagainya. Sebaliknya makanan-

makanan yang lunak dan melekat pada gigi amat merusak gigi

seperti : coklat, biskuit dan lain sebagainya.(Rasinta

Tarigan, 1990 : 18-19).

4. Plak

Plak ini terbentuk dari campuran antara bahan-bahan air

ludah seperti mucin, sisa-sisa sel jaringan mulut, Leukosit,

Limposit dengan sisa-sisa makanan serta bakteri. Plak ini

mula-mula berbentuk cair yang lama kelamaan menjadi cokelat,

tempat bertumbuhnya dimana bakteri. (Rasinta Tarigan, 1990 :

23).

5. Komposisi Gigi

Komposisi gigi  terdiri dari email dan dentin. Dentin

adalah lapisan di bawah email. Permukaan email lebih banyak

mengandung mineral dan bahan-bahan organik dengan air yang

relatif lebih sedikit. Permukaan email terluar lebih tahan

karies dibanding lapisan di bawahnya, karena lebih keras dan

lebih padat. Struktur email sangat menentukan dalam proses

terjadinya karies (Sumarti, dikutip dari Ismu Suwelo, 2007).

6. Gigi dan Air Ludah

Sejak tahun 1901 oleh Rigolet, telah diketahui bahwa pasien

dengan sekresi air ludah yang sedikit atau tidak sama sekali

memiliki persentase karies gigi yang semakin meninggi.

Misalnya oleh karena : Xerostomia, pasien dalam waktu singkat

akan mempunyai prosentase karies yang tinggi. (Rasinta

Tarigan, 1990 : 22).

7. Waktu

Pengertian waktu di sini adalah kecepatan terbentuknya

karies serta lama dan frekuensi substrat menempel di permukaan

gigi. (Ismu Suwelo, dikutip dari Newbrun dkk., 1992 : 27).

Faktor luar sebagai faktor predisposisi dan penghambat yang

berhubungan tidak langsung dengan proses terjadinya karies,

antara lain :

1. Usia

Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah kariespun

akan bertambah. Hal ini disebabkan karena faktor resiko

terjadinya karies akan lebih lama berpengaruh terhadap gigi

(Sumarti, dikutip dari Ismu Suwelo, 2007).

2. Keturunan

Faktor keturunan dapat mempengaruhi terjadinya karies.

Orang tua yang mempunyai gigi geligi kuat dan tidak berlubang,

kemungkinan anak-anaknya juga mengalami hal yang sama. Namun

keadaan ini tidak selalu terjadi, tetapi hanya merupakan

kecenderungan saja. (Dede Sutardjo, dikutip dari Tarigan,

2002).

Dari suatu penelitian terhadap 12 pasang orang tua dengan

keadaan gigi yang baik, terlihat bahwa anak-anak dari 11

pasang orang tua memiliki keadaan gigi yang cukup baik. Di

samping itu dari 46 pasang orang tua dengan prosentase karies

yang tinggi, hanya 1 (satu) pasang yang memiliki anak dengan

gigi yang baik, 5 (lima) pasang dengan prosentase karies

sedang, selebihnya 40 pasang lagi, dengan prosentase karies

yang tinggi. (Rasinta Tarigan, 1990 : 17).

3. Letak geografis

Perbedaan prevalensi karies ditemukan pada penduduk yang

geografis letak kediamannya berbeda. Faktor-faktor yang

menyebabkan perbadaan ini belum jelas betul; kemungkinan

karena perbedaan lamanya matahari bersinar, suhu, cuaca, air,

keadaan tanah, dan jarak dari laut. Kandungan flour 1 ppm

dalam air akan berpengaruh terhadap penurunan karies (Sumarti

dikutip dari Ismu Suwelo, 2007). Englander dan DePola (1979)

meneliti daerah dengan kandungan fluor 5 ppm dimana ternyata

DMF-T sangat rendah. Hansen et al.(1984)  menyatakan bahwa anak-

anak dengan keadaan sosial ekonomi tinggi tinggal di daerah

dengan atau tanpa fluoridasi air minum, prevalensi kariesnya

rendah. Sedangkan anak dari kalangan sosial ekonomi sedang dan

rendah yang menetap di daerah dengan atau tanpa fluoridasi air

minum tidak menunjukkan perbedaan prevalensi karies. (Ismu

Suwelo, 1992 : 29)

Kandungan fluor selain terdapat selain terdapat di air

tanah juga di sayur-sayuran, buah-buahan, minuman, ikan daging

dan lain-lain. Foo Chong (1975) menyatakan bahwa makanan yang

mengandung fluor tinggi adalah ikan teri, sawi dan teh. (Ismu

Suwelo, 1992 : 29).

Serta faktor demografi yang dapat mempengaruhi pemanfaatan

fasilitas kesehatan gigi contohnya faktor jarak yang harus

ditempuh dan kemudahan pencapaian untuk pencapaian fasilitas

tersebut. (Dede Sutardjo, 2002).

E. Pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap pemeliharaan

kesehatan gigi.

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Pengetahuan / kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang (Sumarti, dikutip dari

Soekidjo Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan berkaitan erat dengan empat faktor yaitu :

ingatan, belajar, berfikir dan intelegensi (Linda Warni

dikutip dari Prawitasari, 2009). Menurut Sinon et all (1995)

pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

bagi pembentukan perilaku seseorang. Pengetahuan akan

merangsang terjadinya perubahan sikap bahkan tindakan seorang

individu. (Linda Warni, 2009).

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang terhadap suatu

stimulus atau obyek yang diterimanya. Sikap itu belum

merupakan tindakan, akan tetapi merupakan predisposisi

tindakan (Sumarti, Soekidjo Notoatmodjo, 2007). Setelah

seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian

mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang

diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan

atau mempraktekkan apa yang diketahuinya (dinilai baik).

(Linda Warni, dikutip dari Notoadmojo, 2009).

Perilaku pemeliharaan kesehatan merupakan bagian dari

perilaku kesehatan, yaitu usaha-usaha yang dilakukan seseorang

untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan

usaha penyembuhan bilamana sakit. (Linda Warni, dikutip dari

Notoatmodjo, 2009).

Menurut Blum (1981), status kesehatan baik individu,

kelompok maupun masyarakat dipengaruhi oleh faktor penting

yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan.

Mengacu pada teori tersebut, perilaku memegang peranan penting

dalam mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut secara

langsung. (Linda Warni, 2009).

Perilaku kesehatan gigi individu atau masyarakat merupakan

salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan gigi

individu atau masyarakat. Perilaku kesehatan gigi positif,

misalnya kebiasaan menggosok gigi dan mulut, sebaliknya

perilaku kesehatan gigi negatif, misalnya tidak menggosok gigi

secara teratur maka kondisi kesehatan gigi dan mulut akan

menurun dengan dampak antara lain mudah berlubang. (Linda

Warni dikutip dari Budiharto, 2009).

Sikap seseorang terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan

mulut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang berhubungan

dengan tingkat pengetahuan mereka terhadap kesehatan gigi dan

mulut. Sikap mereka yang baik dalam pemeliharaan kesehatan

gigi dan mulut akan membuat mereka untuk lebih memperhatikan

kesehatan gigi dan mulut. (Dede Sutardjo, 2002).

Macam – Macam Karies

1. Berdasarkan kedalaman karies

a. Karies Superficialis

Dimana karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum

terkena.

b. Karies Media

Dimana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi

setengah dentin.

c. Karies Profunda

Dimana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan

kadang-kadang sudah mengenai pulpa. (Rasinta Tarigan, 1990 :

1).

2. Berdasarkan lokasi karies

Klasifikasi  karies menurut G.V. Black:

a. Kelas I

Karies yang terdapat pada bagian oklusal ( pit dan fissure )

dari gigi premolar dan molar ( gigi posterior ). Dapat juga

terdapat pada gigi anterior di foramen caecum.

b. Kelas II

Karies yang terdapat pada bagian approksimal dari gigi-gigi

molar atau premolar, yang umumnya meluas sampai ke bagian

oklusal.

c. Kelas III

Karies yang terdapat pada bagian approksimal dari gigi depan,

tetapi belum mencapai 1/3 incisal gigi.

d. Kelas IV

Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi-gigi

depan dan sudah mencapai 1/3 incisal dari gigi.

e. Kelas V

Karies yang terdapat pada 1/3 leher dari gigi depan maupun

gigi belakang pada permukaan labial, lingual, palatal, ataupun

bukal dari gigi. (Rasinta Tarigan, 1990 : 41-45).

F. Pencegahan Karies Gigi

Pencegahan karies gigi bertujuan untuk mempertinggi taraf

hidup dengan memperpanjang kegunaan gigi di dalam mulut.

Pencegahan karies dapat dibagi atas 2 bagian, yaitu pra erupsi

dan pasca erupsi.

1. Pra Erupsi

Tindakan ini ditujukan pada kesempurnaan struktur enamel

dan dentin atau gigi pada umumnya. Seperti kita ketahui yang

mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan gigi kecuali protein

untuk pembentukan matriks gigi, juga terutama vitamin dan zat

mineral yang mempengaruhi atau menentukan kekuatan dan

kekerasan gigi. (Rasinta Tarigan, 1990 : 49).

Oleh karena itu ibu-ibu yang hamil, sebelum terjadinya

pengapuran pada gigi bayinya dapat diberikan makanan yang

mengandung unsur – unsur yang dapat menguatkann enamel dan

dentin. Juga air minum yang mengandung fluor sangat penting

diberikan pada ibu yang sedang hamil. (Rasinta Tarigan, 1990 :

49).

2. Pasca Erupsi

Pada dasarnya hampir sama dengan stadium Pra erupsi, hanya

ditambah dengan :

Kebersihan badan

Pemeriksaan berkala 6 bulan sekali

Makanan yang menguatkan gigi dan gusi

Kebersihan mulut dan gigi yang harus diperhatikan supaya tetap

sehat. (Rasinta Tarigan, 1990 : 49).

Dimana dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut, perlu

penyikatan gigi yang benar .Menurut Bahar yang dikutip dari

Maulani, dkk (2005) bahwa berbagai penelitian memperlihatkan

bahwa pH akan kembali normal setelah 20 – 30 menit setelah

makan. Dari kenyataan di atas, dapat dikatakan bahwa masa 20 –

30 menit setelah kita menyantap makanan yang mengandung

karbohidrat (mengandung gula) merupakan saat – saat sangat

rentan untuk terjadinya kerusakan gigi. Penyikatan gigi pada

saat derajat keasaman dalam mulut masih pada tingkat kritis

ini akan menambah kerusakan gigi. Jadi jangan menyikat gigi

segera setelah makan, tunggulah sampai lewat masa genting

sesudah makan, yaitu sekitar setengah jam sesudah makan. Jadi

frekuensi menyikat gigi yang baik dan benar adalah dua kali

sehari, pagi 30 menit setelah sarapan pagi dan malam hari

sebelum tidur. (Listiowati, 2009).

Pada dasarnya bersikat gigi yang benar adalah menyikat

semua permukaan gigi sampai bersih. Gerakan bersikat gigi

pendek – pendek saja jangan terburu – buru. Bersihkan salah

satu sisi dulu baru pindah. Untuk menyikat permukaan samping

baik luar maupun dalam jangan melawan arah permukaan gusi

(ujung pinggir gusi). Jadi kalau gigi atas jangan menyikat ke

arah atas, sebaliknya untuk gigi bawah jangan menyikat ke arah

bawah. Ini untuk menghindarkan diri agar gusi tidak

terkelupas. (Listiowati, 2009).

G. Pengobatan Karies Gigi

Jika pembusukan berhenti sebelum mencapai email dan telah

mencapai dentin, maka bagian gigi yang membusuk harus diangkat

dan diganti dengan tambalan (restorasi) (Puskesmas

Carita,2010). 

       Mengobati pembusukan pada stadium dini bisa membantu

mempertahankan kekuatan gigi dan memperkecil kemungkinan

terjadinya kerusakan pulpa (Puskesmas Carita, 2010).

Pada stadium lanjut kadang timbul demam, sakit kepala dan

pembengkakan rahang, dasar mulut atau tenggorokan, diperlukan

pemberian obat antibiotik, analgetik untuk menyembuhkan

pembengkakan. selanjutnya bisa dilakukan perawatan akar gigi

atau pencabutan gigi.  Jika gigi dicabut, harus segera

diganti. Jika tidak, gigi di sebelahnya posisinya akan berubah

dan mengganggu proses menggigit (Puskesmas Carita, 2010).

H. Cara Memelihara/Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut

Kebersihan gigi dan mulut yang baik mencakup gosok gigi

setelah sarapan dan sebelum tidur di malam hari serta

membersihkan plak dengan benang gigi (flossing) setiap hari.

Hal ini sangat efektif dalam mencegah terbentuknya plak di

pinggir gigi dan flossing di sela-sela gigi yang tidak dapat

dicapai oleh sikat gigi. Menggosok gigi yang baik memerlukan

waktu selama 3 menit. (Puskesmas Carita, 2007).

Tujuan Pembangunan kesehatan nasional menuju Indonesia 2010

yang mengacu pada Undang Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992

Pasal 10 yaitu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat, termasuk kesehatan gigi dan mulut bagi

setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

optimal. Untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut dilakukan

melalui upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan,

peningkatan kesehatan (Promotif), pencegahan penyakit (Preventif),

penyembuhan penyakit (Kuratif) dan pemulihan kesehatan

(Rehabilitatif) yang dihasilkan secara menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan.(Istalia, 2007).

Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal khususnya

kesehatan gigi dan mulut, maka upaya pelayanan kesehatan yang

terencana, berkesinambungan dan ditujukan pada kelompok

tertentu. Adapun yang dimaksud dengan kelompok tertentu dalam

pengertian pelayanan asuhan ini adalah kelompok yang rentan

terhadap penyakit gigi dan mulut adalah ibu hamil, anak usia

prasekolah dan anak Sekolah Dasar. (Istalia dikutip dari

Depkes RI, 2007).

Departemen Kesehatan telah memprogramkan upaya promotif dan

preventif untuk anak usia sekolah melalui Usaha Kesehatan Gigi

Sekolah (UKGS) dan untuk masyarakat melalui Usaha Kesehatan

Gigi Masyarakat Desa (UKGMD). Upaya promotif dan preventif

paling efektif dilakukan dengan sasaran anak sekolah dasar,

karena perawatan kesehatan gigi harus dilakukan sejak dini dan

dilakukan secara kontinyu agar menjadi suatu kebiasaan.

(Sriheriyanti, 2010). Dimana upaya-upaya tersebut adalah

sebagai berikut :

1. Upaya Promotif

Upaya promotif bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan

siswa tentang kesehatan gigi dan mulut dan untuk meningkatkan

keterampilan siswa dalam menyikat gigi dan mencegah agar tidak

berlubang dengan cara pemberian topical aplikasi. (Istalia,

2007) Upaya promotif ini  lebih diarahkan pada pendekatan

pendidikan kesehatan gigi dan mulut. (Eliza Herijulianti dkk,

2002 : 127).

2. Upaya Preventif

Upaya preventif yang bersifat pencegahan ditujukan kepada

komunitas secara keseluruhan melalui (1) fluoridasi air minum,

(2) pemasaran pasta gigi berfluor, dan (3) kampanye kesehatan

gigi melalui media massa untuk memperbaiki kesadaran

pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat. (Eliza

Herijulianti dkk., 2002 : 122-123).

Menggosok gigi massal merupakan salah satu dari program

pencegahan yang paling mudah dan murah tetapi sangat

berpengaruh besar terhadap pencapaian program kesehatan,

karena bila si anak disiplin melaksanakan gosok gigi dan

dijalankan dengan benar kemungkinan untuk terjadi karies

sangat kecil sekali. Dan pemberian fluor supaya geligi anak-

anak tahan terhadap serangan penyakit karies. (Eliza

Herijulianti dkk., 2002 : 128-129).

Pencegahan yang ditujukan kepada perorangan dilakukan

melalui (1) pemeriksaan gigi dan mulut pada pasien perorangan,

termasuk pencatatan temuan-temuan patologis dan kelainan-

kelainan dan rujukan bila diperlukan, (2) memberikan nasehat

dan memberi petunjuk kepada perorangan mengenai oral higiene,

(3) aplikasi fluoride secara topical, fissure sealent dan pembuangan

karang gigi, serta deteksi dini dan penumpatan ART. Pelayanan

Preventif Care dapat dilakukan oleh tenaga perawat gigi. (Eliza

Herijulianti dkk., 2002 : 122).

3. Upaya Kuratif

Tindakan kuratif yaitu melakukan perawatan terhadap gigi

dan jaringan sekitarnya yang mengalami kerusakan akibat

penyakit, trauma, dll misalnya perawatan terhadap gigi

berlubang, perawatan terhadap gigi patah, bibir sariawan,

membersihkan karang gigi dll. (Cici,2007).

4. Upaya Rehabilitatif

Tindakan rehabilitatif yaitu tindakan untuk memperbaiki dan

pemeliharaan terhadap kesehatan gigi. (Cici,2007).

I. Pengaruh Kebersihan Gigi dan Mulut

Kesehatan mulut tergantung kebersihan gigi. Banyak kuman

dan bakteri penyakit hidup di dalam sisa-sisa makanan yang

menempel di sela-sela gigi. Dalam waktu singkat, sisa-sisa

makanan tersebut akan membusuk dan berubah menjadi sarang

kuman. Dengan kata lain, mengabaian kebersihan gigi akan

membuat gigi berlubang dan keropos (Ali Thanthawi, 2010).

Setiap individu memiliki keadaan lingkungan rongga mulut

yang berbeda yang dapat mempengaruhi terjadinya proses karies

(Yusi Heptorina, 2005).

Pada umumnya keadaan kebersihan mulut anak lebih buruk dan

anak lebih banyak makan makanan dan minuman yang menyebabkan

karies dibanding orang dewasa. Anak-anak umumnya senang

permen, apabila anak terlalu banyak makan permen dan jarang

membersihkannya, maka gigi-giginya banyak yang mengalami

karies. (Uji Kawuryan, dikutip dari Machfoedz dan Zein, 2008).

J. Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS)

Pengertian UKGS

Usaha Kesehatan Gigi Sekolah adalah Usaha Kesehatan Sekolah

(UKS) yang melaksanakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut

secara terencana pada siswa terutama siswa Sekolah Tingkat

Dasar dalam satu kurun waktu tertentu, diselenggarakan secara

berkesinambungan melalui paket UKS sebagai berikut (Linda

Warni, dikutip dari Depkes RI, 2009).

1. Paket Minimal UKS yaitu UKGS Tahap I yang meliputi :

a. Pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi dan mulut.

b. Pencegahan penyakit gigi dan mulut.

2. Paket Standar UKS yaitu UKGS Tahap II yang meliputi :

a. Pelatihan guru dan tenaga kesehatan dalam bidang kesehatan

gigi dan mulut.

b. Pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi dan mulut.

c. Pencegahan penyakit gigi dan mulut.

d. Penjaringan kesehatan gigi dan mulut siswa kelas I.

e. Pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit.

f. Pelayanan medik gigi dasar atas permintaan pada kelas I s/d

kelas VI.

g. Rujukan bagi yang memerlukan.

3. Paket Optimal UKS yaitu UKGS Tahap III yang meliputi :

a. Pelatihan guru dan tenaga kesehatan dalam bidang kesehatan

gigi dan mulut.

b. Pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi dan mulut.

c. Pencegahan penyakit gigi dan mulut.

d. Penjaringan kesehatan gigi dan mulut siswa kelas I.

e. Pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit.

f. Pelayanan medik gigi dasar atas permintaan pada kelas I sampai

dengan kelas VI.

g. Pelayanan medik gigi dasar sesuai kebutuhan pada kelas

terpilih.

K. Tujuan UKGS

Tujuan umum dari pelaksanaan UKGS adalah tercapainya

derajat kesehatan gigi dan mulut siswa yang optimal. Adapun

tujuan khususnya antara lain adalah memiliki sikap atau

kebiasaan pelihara diri terhadap kesehatan gigi dan mulut.

(Linda Warni, dikutip dari Depkes RI, 2009).

Program UKGS

1. Pencegahan (Preventif), wajib bagi semua siswa  :

2. Penyuluhan Kesehatan Gigi.

3. Pemeriksaan berkala secara teratur.

4. Sikat gigi bersama 2 minggu 1 x.

5. Pemakaian disclosing solution.

6. Pembagian buku data pribadi siswa (raport) (Psb Penabur,

2010).

7. Perawatan (Kuratif), bagi siswa yang membutuhkan dan orang tua

menyetujui :

8. Pencabutan gigi susu yang diperlukan.

9. Penambalan gigi susu dan gigi tetap dengan glassionomer

cement. (Psb Penabur, 2010).

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

deskriptif.\

B.Lokasi  dan Waktu Penelitian

1.Tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan di SD Hang Tuah Kecamatan Ujung

Tanah, Makassar dan SD 4 Benteng.

2.Waktu penelitian

Adapun waktu penelitian adalah dilaksanakan pada tanggal 7

April sampai dengan 21 April 2012.

C.Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi :

Seluruh siswa Kelas V SD Hang Tuah dan seluruh siswa Kelas

V SDN 4 Benteng.

Sampel :

Murid Kelas V SD Hang Tuah berjumlah 35 orang dan 35 murid

Kelas V SDN 4 Benteng diambil secara acak.

D.Cara Kerja

1. Melakukan penyuluhan dan memberikan penjelasan kepada

anak-anak tentang maksud dan tujuan pemeriksaan kesehatan gigi

dan mulut.

2. Melakukan pemeriksaan gigi pada anak-anak tersebut serta

mencatat def-t, DMF-T, debris index, kalkulus index dan OHI-S.

3. Mengumpulkan hasil pemeriksaan, kemudian melakukan

analisa data dengan menggunakan metode deskriptif. Dimana

untuk mengetahui perbandingan kebersihan gigi dan mulut di

antara kedua sekolah tersebut dilakukan langkah sebagai

berikut :

a.Menentukan nilai OHIS

b.Menentukan jumlah karies

c. Melihat perbandingan antara nilai OHIS terhadap jumlah karies,

apakah semakin tinggi nilai OHIS maka semakin tinggi pula

jumlah karies di antara SD Hang Tuah dengan SDN 4 Benteng.

E. Cara Pemeriksaan dan Kriteria Penelitian

1.Pengumpulan data kebersihan mulut

Untuk mengukur kebersihan gigi dan mulut dengan

mempergunakan suatu index yang disebut Oral Hygiene Index Simplifid

(OHI-S) yang telah diselidiki oleh Green dan Vermillion. Nilai

daripada OHI-S ini merupakan nilai yang diperoleh dari hasil

penjumlahan antara debris index dan kalkulus index.

Pemeriksaan klinis untuk dapat mengetahui banyaknya kalkulus

yang terdapat di dalam mulut seseorang dilakukan pada gigi

tertentu setiap sisi kanan, kiri, atas dan bawah dan hanya

diperiksa pada permukaan tertentu dan gigi tersebut, yaitu:

Pemeriksaan dilakukan secara sistematis pada :

a.Permukaan labial gigi insisif pertama kanan atas.

b.Permukaan labial gigi insisif pertama kiri bawah.

c.Permukaan bukal gigi molar pertama kanan atas.

d.Permukaan bukal gigi molar pertama kiri atas.

e.Permukaan lingual gigi molar pertama kiri bawah.

f.Permukaan lingual gigi molar pertama kanan bawah.

Pengukuran tingkat kebersihan gigi dan mulut dengan

menggunakan indeks kebersihan gigi dan mulut dari Greene dan

Vermillion (Oral Hygiene Index Simplified OHI-S).

Tabel 1. Kriteria Pemeriksaan DI-S dan CI-S:

NILAIDEBRIS INDEKS-

SKORKALKULUS INDEKS-SKOR

0

Tidak terdapat

debris atau

pewarnaan pada

permukaan mahkota

gigi

Tidak terdapat

kalkulus atau karang

gigi

1

Debris menutupi

mahkota gigi seluas

1/3 atau <1/3 bagian

atau ada pewarnaan

gigi

Ada kalkulus

supragingiva pada 1/3

atau <1/3 gingiva

permukaan gigi.

2 Debris  menutupi

>1/3 tetapi <2/3

mahkota permukaan

gigi

Ada kalkulus >1/3

tetapi <2/3 gingival

permukaan gigi  atau

terdapat kalkulus

subgingiva di satu

tempat sekitar leher

gigi

3

Debris menutupi

>2/3 bagian mahkota

permukaan gigi

Ada kalkulus >2/3

gingival permukaan gigi

atau terdapat kalkulus

subgingival melingkari

leher gigi

DI-S = jumlah total nilai debris setiap gigI

jumlah permukaan yang diperiksa

CI-S = jumlah total nilai kalkulus setiap gigi

jumlah permukaan yang

diperiksa

OHI-S = DI-S + CI-S

Kriteria kebersihan gigi dan mulut:

Baik, jika OHI-S          = 0,0-1,2

Sedang, jika OHI-S    = 1,3- 3,0

Buruk, jika OHIS        = 3,1-6,0

(Eliza Herijulianti,  2001 : 104, 106)

2.Pemeriksaan index gigi

Index karies gigi adalah angka yang menunjukkan keadaan

klinis penyakit karies gigi. Index karies gigi yang biasa

dipakai adalah :

a.Untuk gigi tetap : Index DMF-T

1)D=Decay :Jumlah gigi tetap yang terkena karies.

2)M=Missing :Jumlah gigi tetap yang dicabut.

3)F=Filling :Jumlah gigi tetap yang telah ditambal.

b.Untuk gigi sulung : Index def-t

1)d=decay :Jumlah gigi sulung yang terkena karies.

2)e=eksktraksi :Jumlah gigi sulung yang telah dcabut.

3)f=filling :Jumlah gigi sulung yang telah ditambal.

(Ismu Suwelo,1992 : 8).

3.Alat dan Bahan Penelitian

1.Alat – alat yang digunakan :

a.Sonde :Digunakan untuk mengetahui adanya karies

b. Kaca Mulut :Digunakan untuk melihat permukaan gigi yang

tidak dapat dilihat langsung oleh mata dan membantu menarik

pipi.

c. Excavator : Digunakan untuk membersihkan karies dari sisa-sisa

makanan.

d.Pinse :Digunakan untuk menjepit apas.

e.Nierbekken :Digunakan sebagai tempat alat.

f.Gelas kumur

2.Bahan yang digunakan :

a.Alkohol

b.Air untuk kumur

c.Kapas

F. Kerangka Konsep

1. Variabel terikat :

Karies Gigi

2. Variabel Bebas

Kebersihan Gigi dan Mulut (OHIS)

3. Variabel Pengganggu

Keturunan

Perilaku

Letak geografis

G. Defenisi Operasional

Kebersihan gigi dan mulut (OHIS) adalah tingkat kebersihan

gigi dan mulut yang diperoleh dari jumlah debris index dan

kalkulus index.

Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai

dengan kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (Pit,

Fissure, dan daerah Interproximal) meluas ke arah pulpa.

Keturunan diartikan sebagai hasil genetik yang dibawa 

orang tua yang mempengaruhi keadaan kebersihan gigi dan mulut

anak.

Perilaku diartikan sejauh mana anak menjaga kebersihan gigi

dan mulutnya.

Letak geografis merupakan letak atau lokasi suatu daerah

yang dijangkau dalam ruang lingkup kebersihan gigi dan mulut.

H. Metode Pengumpulan Data

1. Jenis data adalah data primer yang diperoleh secara

langsung dari  objek yang diteliti.

2. Data diperoleh dengan cara memeriksa sampel untuk

mengetahui ada tidaknya karies dan untuk mengetahui Oral Hygiene

Index Simplifed .

3.Pengolahan data secara manual.

4.Penyajian data dalam bentuk tabel distribusi.

I. Metode Analisis Data

Analisa data dilakukan secara deskriptif dengan membuat

uraian secara sistematis mengenai hasil penelitian kemudian

mendistribusikankannya ke dalam table distribusi

Daftar Pustaka

web:file:///D:/METODOLOGI%20PENELITIAN/pengaruh-kebersihan-gigi-

dan-mulut_files/comment-iframe.htm