134
RANCANGAN PERSERVASI JALAN YOS SUDARSO OMBOLATA ULU,GUNUNGSITOLI STA 0 + 000 STA 2 + 014 TUGAS AKHIR Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Terapan Oleh POPI IMELDA ZAI NIM:1505131077 PROGRAM STUDI TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI MEDAN 2019

rancangan perservasi jalan yos sudarso ombolata ulu

Embed Size (px)

Citation preview

RANCANGAN PERSERVASI JALAN YOS SUDARSO

OMBOLATA ULU,GUNUNGSITOLI

STA 0 + 000 – STA 2 + 014

TUGAS AKHIR

Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Terapan

Oleh

POPI IMELDA ZAI

NIM:1505131077

PROGRAM STUDI TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

JURUSAN TEKNIK SIPIL

POLITEKNIK NEGERI MEDAN

2019

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,

rahmat, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik dan

tepat pada waktunya.

Tugas Akhir yang berjudul “RANCANGAN PERSERVASI JALAN YOS

SUDARSO OMBOLATA ULU, GUNUNGSITOLI STA 0 + 000 – STA 2 + 014” ini

merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan untuk memperoleh Gelar Sarjana

Terapan pada program studi D-IV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan Jurusan

Teknik Sipil Politeknik Negeri Medan.

Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, penulis mengalami beberapa kendala,

namun berkat dan bimbingan dari berbagai pihak, maka laporan ini dapat terselesaikan

dengan baik. Oleh karena itu, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. M. Syahruddin, S.T., M.T., Direktur Politeknik Negeri Medan.

2. Ir. Samsudin Silaen, M.T., Ketua Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Medan.

3. Ir.Ependi Napitu, M.T., Kepala Program Studi D-IV Teknik Perancangan Jalan

dan Jembatan (TPJJ) Politeknik Negeri Medan.

4. Amrizal, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing penyusunan Laporan Tugas

Akhir.

5. Seluruh Dosen dan Staff Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri

Medan yang telah banyak membantu penyusunan dalam menyelesaikan Laporan

Tugas Akhir ini.

6. Orang tua, saudara- saudaraku dan keluarga besarku yang telah memberi

dukungan baik secara moral maupun materi.

7. Teman-teman seperjuangan Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan (TPJJ)

angkatan 2015 yang banyak membantu dalam menyelasaikan Tugas Akhir ini.

8. Teman- teman CCMI Gang Saudara No.7 yang selalu membantu dan

teristimewa buat bro Asmirus Laia yang selalu membantu dan menyemangatin

dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

9. Pemerintah Kabupaten Nias Barat yang telah menjalin kerja sama di Politeknik

Negeri Medan dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan Tugas Akhir ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

ii

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin, untuk menyelesaikan Laporan

Tugas Akhir ini, namun penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari

laporan ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kekurangan

pengetahuan dan pengalaman penulis. Untuk itu penulis menerima segala kritik dan

saran yang bersifat membangun guna memperbaiki Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah

turut membantu dalam penyusunan laporan ini, semoga laporan ini dapat bermanfaat

bagi kita semua.

Medan, September 2019

Penulis,

POPI IMELDA ZAI

NIM : 1505131077

iii

ABSTRAK

RANCANGAN PERSERVASI JALAN YOS SUDARSO

OMBOLATA ULU,GUNUNGSITOLI

STA 0 + 000 – STA 2 + 014

oleh

POPI IMELDA ZAI

1505131077

Permasalahan transportasi hampir selalu tidak dapat dipisahkan dari

permasalahan yang muncul sebagai efek dari perkembangan kota-kota besar di

Indonesia pada khususnya dan negara-negara berkembang pada umumnya. Sebagian

besar masyarakat beranggapan bahwa masalah transportasi identik dengan kerumitan

dan kemacetan lalu lintas pada suatu jalan dimana hal itu sebenarnya tidak hanya

berhenti sampai disitu saja. Untuk itu perlu suatu analisa penyebab terjadinya

permasalahan transportasi dan mencari langkah-langkah penyelesaiannya. Jalan

merupakan prasarana pengangkutan yang penting untuk memperlancar dan mendorong

kegiatan perekonomian. Semakin meningkatnya usaha pembangunan menuntut pula

peningkatan pembangunan jalan untuk memudahkan mobilitas penduduk dan

memperlancar lalu lintas. Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli yang

menghubungkan beberapa jalan dari Kota Gununngsitoli menuju Nias Utara. Di Jl. Yos

Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli maka, didaptakan DS (Derajat Kejenuhan)

0,802 solusi dari kemacetan tesebut direncanakan 7 m dengan bahu jalan 2 m.

Menggunakan perkerasan lentur dengan umur rencana 20 tahun. Metode yang

digunakan pada perencanaan jalan ini yaitu dengan menggunakan metode Manual

Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 untuk kapasitas jalan, Manual Desain

Perkerasan Jalan No.02/M/BM/2013, Pd T 02-2006-B untuk drainase, dan Analisa

Harga Satuan Pekerjaan 2010 revisi 3 untuk rencana anggaran biaya. Jalan dengan dua

lajur dua arah (2/2D) tak terbagi faktor ini didasarkan atas perkiraan pertumbuhan lalu

lintas dan pertumbuhan penduduk sebesar 1,4 % setiap tahunnya. Berdasarkan hasil

analisa dan perhitungan, maka jalan ini termasuk kedalam Kolektor. Sesuai umur

rencana 20 tahun adalah Lapisan Permukaan (Surface Course) AC – WC = 40 mm,

Lapisan pondasi atas (Base course) AC – BC = 155 m, Lapisan pondasi bawah (Sub

Base Course) LPA kelas A = 150 mm. Perencanaan dimensi drainase berbentuk persegi

empat. Berdasarkan debit aliran yang didapat, maka dimensi saluran drainase yaitu

lebar saluran (b) = 1,7 m, tinggi basah (h) = 1,5 m, dengan tinggi jagaan (w) = 0,66 m.

Dan rencana anggran biaya yang diperlukan untuk pelebaran jalan Yos Sudarso menuju

pelabuhan Gunungsitoli 2014 m sebesar Rp 8.884.316.138 (Delapan Milyar Delapan

Ratus Delapan Puluh Empat Juta Tiga Ratus Enam Belas Ribu Seratus Tiga Puluh

Delapan Rupiah).

Kata kunci : Kondisi Eksisting, Kapasitas,Geometri, Perkerasan Lentur, Drainase ,

RAB.

iv

ABSTRACT

ROAD PERSERVATION DESIGN OF YOS SUDARSO

OMBOLATA ULU, GUNUNGSITOLI

STA 0 + 000 - STA 2 + 014

by

POPI IMELDA ZAI

1505131077

Transportation problems are almost always inseparable from problems that arise as a

result of the development of big cities in Indonesia in particular and developing

countries in general. Most people assume that transportation problems are identical with

the complexity and traffic jams on a road where it actually does not stop there. For that

we need an analysis of the causes of transportation problems and find steps to solve

them. Roads are important transportation infrastructure to facilitate and encourage

economic activity. Increasing development efforts also require increased road

construction to facilitate population mobility and facilitate traffic. Yos Sudarso Road to

Gunungsitoli Harbor, which connects several roads from Gununngsitoli City to North

Nias. On Jl. Yos Sudarso headed to the port of Gunungsitoli, then the DS (Degree of

Saturation) was obtained 0.802 solution from the congestion was planned to be 7 m with

a 2 m shoulder. Using flexible pavement with a planned age of 20 years. The method

used in this road planning is using the 1997 Indonesian Road Capacity Manual (MKJI)

for road capacity, Road Pavement Design Manual No.02 / M / BM / 2013, Pd T 02-

2006-B for drainage, and Price Analysis The 2010 revised Work Unit 3 for the budget

plan. This two-lane (2 / 2D) two-lane road is divided based on estimates of traffic

growth and population growth of 1.4% annually. Based on the analysis and calculation,

this road is included in the Collector. According to the planned age of 20 years are AC -

WC = 40 mm Surface Course, AC - BC Base Course = 155 m, LPA class A = 150 mm.

Planning dimensions of rectangular drainage. Based on the flow obtained, the

dimensions of the drainage channel are channel width (b) = 1.7 m, wet height (h) = 1.5

m, with guard height (w) = 0.66 m. And the planned budget needed for widening the

Yos Sudarso road to Gunungsitoli harbor in 2014 is Rp.

Keywords : Existing Condition, Capacity, Geometry, Flexible Pavement, Drainage,

RAB.

v

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN

KATAPENGANTAR ..................................................................................... i

ABSTRAK ...................................................................................................... iii

ABSTRACK.................................................................................................... iv

DAFTAR ISI ................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ..................................................................................... ix

DAFTAR ISTILAH ...................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

I.1. Latar Belakang ........................................................................... 1

I.2. Rumusan Masalah ...................................................................... 2

I.3. Tujuan Pembahasan ................................................................... 2

I.4. Manfaat ...................................................................................... 2

I.5. Pembatasan Masalah .................................................................. 3

I.6. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data ............................... 3

I.7. Sistematika Laporan ................................................................... 4

I.8. Jadwal Penelitian ....................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 7

II.1. Umum ........................................................................................ 7

II.2. Defenisi Jalan ............................................................................ 7

II.3. Peran Jalan ................................................................................. 8

II.4. Jaringan jalan ............................................................................. 8

II.5. Volume Lalu Lintas .................................................................... 11

II.6. Kecepatan Rencana..................................................................... 12

II.7. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas ................................................ 13

II.8. Ekivalen Mobil Penumpang (emp), ........................................... 13

vi

II.9. Hambatan Samping.................................................................... 14

II.10. Derajat Kejenuhan (DS) ........................................................... 15

II.11. Kecepatan ............................................................................... 15

II.12. Kapasitas Jalan ........................................................................ 16

II.13. Aspek Geometrik ..................................................................... 18

II.14. Tikungan .................................................................................. 28

II.15. Perancangan Perkerasan Jalan .................................................. 37

II.16. Waktu Tempuh ........................................................................ 50

II.17. Tundaan .................................................................................... 51

II.18. Tingkat Pelayanan (Level of Service), ..................................... 51

II.19. Kinerja (Level of Services) ....................................................... 53

II.20. Perancangan Dimensi Drainase ................................................ 54

II.21. JalanRencana Anggaran Biaya (RAB). .................................... 64

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 65

A. Umum .......................................................................................... 65

B. Lokasi Penelitian ......................................................................... 65

C. Diagram Alir Penelitian ................................................................ 67

D. Identifikasi Masalah ..................................................................... 68

E. Metode Pengolahan Data .............................................................. 68

F. Tahapan Penelitian ........................................................................ 69

G. Survey Lalu lintas ......................................................................... 70

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ......................... 73

A. Kondisi Eksisting ........................................................................ 73

B. Kapasitas Jalan ............................................................................ 73

C. Perhitungan Geometrik ................................................................. 83

D. Perhitungan Tebal Perkerasan Lentur .......................................... 87

E. Drainase ........................................................................................ 94

F. RAB........................................................................................... 101

BAB V PENUTUP..................................................................................... 102

A. Kesimpulan.............................................................................. 102

B. Saran....................................................................................... 103

DAFTAR PUSTAKA

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Dimensi Kendaraan Sedang............................................................ 19

Gambar 2.2 Gambar 2.2 Dimensi Kendaraan Besar .................................... 20

Gambar 2.3 Jari-jari manuver terhadap kendaraan kecil .............................. 20

Gambar 2.4 Jari-Jari Manuver Kendaran Sedang ........................................ 21

Gambar 2.5 Jari-Jari Manuver Kendaran Besar ........................................... 22

Gambar 2.6 Proses pergerakan mendahului untuk jarak pandang mendahului

................................................................................................... 26

Gambar 2.7 Daerah bebas samping di tikungan, untuk Jh< .......................... 27

Gambar 2.8 Daerah bebas samping di tikungan, untuk Jh> Lt........................ 28

Gambar 2.9 Lengkung Full Circle.............................................................. 29

Gambar 2.10 Lengkung Spiral Circle Spiral ................................................. 31

Gambar 2.11 Lengkung Spiral Spiral............................................................... 32

Gambar 2.12 Superelevasi............................................................................... 33

Gambar 2.13 Pencapaian superelevasi pada tikungan tipe FC ....................... 34

Gambar 2.14 Pencapaian superelevasi pada tikungan tipe SCS..................... 34

Gambar 2. 15 Pencapaian superelevasi pada tikungan tipe SS...................... 35

Gambar 2.16 Lapisan Konstruksi Perkerasan Lentur..................................... 40

Gambar 2.17 Tingkat pelayanan..................................................................... 53

Gambar 2.18 Hubungan antara nisbah waktu perjalanan (kondisi aktual/arus

bebas) dengan nisbah volume/kapasitas...................................... 53

Gambar 2.19 Saluran Trapesium....................................................................... 61

Gambar 2.20 Saluran Empat Persegi..................................................................... 62

Gambar 2.21 Penampang Drainase................................................................. 63

Gambar 3.1 Peta Wilayah.................................................................................. 65

Gambar 3.2 Peta RTRW Kota Gunungsitoli..................................................... 66

viii

Gambar 3.3. Diagram Alir Penelitian................................................................ 67

Gambar 4.1 Kondisi fisik Jalan Yos Sudarso depan gerbang pelabuhan

Gunungsitoli.................................................................................... 73

Gambar 4.2.Diagram perhitungan pertumbuhan lalu lintas................................ 78

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel II.1 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan...................................................... 10

Tabel II.2 Klasifikasi Menurut Medan Jalan ..................................................... 10

Tabel II.3 Faktor Volume (k) dan Variasi (f) Untuk Volume Lalu Lintas Jam

Perencanaan ................................................................................... ... 12

Tabel II.4 Kecepatan Rencana (VR) Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Kelas Jalan

.............................................................................................................12

Tabel II.5 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum untuk Desain… ... .....13

Tabel II.6 Nilai Emp Jalan Dua Lajur Dua Arah Tak Terbagi Jalan Antar Kota

....................................................................................................... . 14

Tabel II.7 Kelas Hambatan Samping Untuk Jalan Perkotaan/Semi Perkotaan

.............................................................................................................14

Tabel II.8 Kapasitas Dasar (Co) Suatu Ruas Jalan…......................................... 16

Tabel II.9 Faktor penyesuaian lebar jalan (FCW)..................................................17

Tabel II.10 Faktor Penyesuaian Pemisahan Arah Untuk Jalan Tak Terbagi (FCSP)

…....................................................................................................... 17

Tabel II.11 Faktor Penyesuaian Hambatan Samping dan Lebar Bahu (FCSF).......17

Tabel II.12 Dimensi Kendaraan Rencana…...................................................... 19

Tabel II.13 Jarak Pandang Henti Minimum.......................................................... 24

Tabel II.14 Panjang Jarak Pandang Mendahulu…............................................. 26

Tabel II.15 Panjang Bagian Lurus Maksimum (Jalan Antarkota).................... 28

Tabel II.16 Panjang Bagian Lurus Maksimum (Jalan Antarkota) .................. 35

Tabel II.17 Panjang lengkung peralihan (Ls) dan panjang pencapaian

superelevasi(Le) untuk jalan 1 lajur-2 lajur-2 arah. ....................... 37

Tabel II.18 Panjang Minimum Lengkung Peralihan ........................................ 37

Tabel II.19 Jari-jari yang diijinkan tanpa superlevasi…..................................... 38

Tabel II.20 Perbedaan antara Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku............. 39

Tabel II.21 Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru (UR)…..................................42

x

Tabel II.22 Pemilihan Jenis Perkerasan............................................................... 44

Tabel II.23 Bagan Desain 1 Perkiraan Nilai CBR Tanah Dasar.......................... 45

Tabel II.24 Bagan Desain 2 Solusi Jalan Desain Minimum................................ 45

Tabel II.25 Tinggi minimum tanah dasar diatas muka air tanah dan muka air

banjir.................................................................................................. .46

Tabel II.26 Bagan Desain 3 Perkerasan Lentur opsi biaya minimum termasuk CTB)1. 48

Tabel II.27 Bagan Desain 3A: Desain Perkerasan Lentur Alternatif................... 49

Tabel II.28 Alternatif Bagan Desain 3A: Desain Perkerasan Lentur – Aspal

dengan Lapis...................................................................................... 49

Tabel II.29 Tebal Tingkat pelayanan ….................................................................. 53

Tabel II.30 Karakteristik Tingkat Pelayanan....................................................... .... 54

Tabel II.31 Kemiringan melintang normal perkerasan jalan….............................55

Tabel II.32 Kecepatan aliran air yang diizinkan berdasarkan jenis material....... 56

Tabel II.33 Angka kekasaran Manning (n)...........................................................56

Tabel II.34 Harga koefisien pengaliran (C) dan harga koefisien limpasan (fk)... 57

Tabel II.35 Koefisien hambatan (nd) berdasarkan kondisi permukaan............... 58

Tabel II.36 Hubungan reduksi data rata-rata (Yn) dengan jumlah data (n)......... 59

Tabel II.37 Hubungan antara deviasi standar (Sn) dan reduksi data dengan jumlah

data................................................................................................. 60

Tabel IV.1 Potensi arus lalu lintas Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan

Gunungsitoli..................................................................................... 74

Tabel IV.2 Potensi Arus Lalu Lintas Jalan Yos Sudarso Gunungsitoli Tahun

2019.................................................................................................. 75

Tabel IV.3 Volume Kendaraan Tahun Jalan Yos Sudarso Menuju Pelabuhan

Gunungsitoli (smp/jam)..................................................................... 76

Tabel IV.4 Perhitungan titik jenuh 2019............................................................ 77

Tabel IV.5 Pertumbuhan LHR Kendaraan Jl. Yos Sudarso menuju pelabuhan

Gunungsitoli....................................................................................... 78

Tabel IV.6 Potensi Volume lalu lintas Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan

Gunungsitoli 2019............................................................................. 79

Tabel IV.7 Volume Jam Perencanaan Pada Tahun 2019................................... 80

xi

Tabel IV.8. Volume kendaraan tahun Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan

Gunungsitoli (smp/jam)................................................................. 81

Tabel IV.9 Volume kendaraan tahun Jalan Yos Sudarso(smp/jam)................. 82

Tabel IV.10 Analisis derajat kejenuhan Jalan Yos Sudarso menuju

pelabuhan Gunungsitoli................................................................. 84

Tabel IV.11 Data Koordinat dan Sudut............................................................ 85

Tabel IV.12 Jarak perhitungan antar titik ........................................................ 87

Tabel IV.13 Lalu Lintas Harian Rata-rata........................................................ 88

Tabel IV.14 Nilai VDF4 ................................................................................... 89

Tabel IV.15 Penentuan Umur Rencana ............................................................ 90

Tabel IV.16 Nilai komulatif beban sumbu selama standar ekivalen umur

rencana......................................................................................... 91

Tabel IV.17 Penentuan Tipe Perkerasan Lentur .............................................. 93

Tabel IV.18 Solusidesainpondasijalan minimum (Bagan Desain 2 : BinaMarga)

....................................................................................................... 93

Tabel IV.19 Bagan Desain 3 ............................................................................ 94

Tabel IV.20 Curah hujan Kota Gunungsitoli dalam 10 tahun terakhir

............................................................................................................... 96

Tabel IV.21 Intensitas curah hujan .................................................................. 97

Tabel IV.22 REKAPITULASI ......................................................................... 101

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I DATA LHR RATA-RATA RUAS JALAN YOS SUDARSO

GUNUNGSITOLI.

LAMPIRAN II DATA CURAH HUJAN & DATA JUMLAH PENDUDUK

KOTA GUUNGSITOLI.

LAMPIRAN III GAMBAR PELABUHAN & GAMBAR KAPAL YANG

BEROPERASI DI PELABUHAN GUNUNGSITOLI.

LAMPIRAN IV HARGA BAHAN, ALAT, DAN UPAH

LAMPIRAN V KUANTITAS PEKERJAAN DAN ANALISA HARGA SATUAN

PEKERJAAN

LAMPIRAN VI PETA LOKASI

LAMPIRAN VII HASIL GAMBAR AKHIR

xii

DAFTAR ISTILAH

Flexible Pavement yaitu, perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan

pengikatnya.Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban

lalu lintas ke tanah dasar.

Surface Course yaitu, Lapis permukaan struktur pekerasan lentur terdiri atas campuran

mineralagregat dan bahan pengikat yang ditempatkan sebagai lapisan paling atas dan

biasanya terletak di atas lapis pondasi.

Base Course (Lapis pondasi) adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak

langsung di bawah lapis permukaan.

Sub Base Course (Lapis pondasi bawah) adalah bagian dari struktur perkerasan lentur

yang terletak antara tanah dasar dan lapis pondasi.

Subgrade (Tanah Dasar) adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian atau

permukaan tanah timbunan, yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk

perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.

Umur Rencana (UR) adalah jumlah waktu dalam tahun yang dihitung sejak jalan

tersebut dibukasampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu untuk diberi

lapis permukaan yang baru.

CESA (Cumulative Equivalent Single Axle Load) adalah jumlah kumulatif beban sumbu

lalu lintas desain pada lajur desain selama umur rencana.

Level of Service (Tingkat pelayanan) adalah suatu ukuran yang digunakan untuk

mengetahui kualitas suatu ruas jalan tertentu dalam melayani arus lalu lintas yang

melewatinya.

xiii

Level of Services (Kinerja atau tingkat pelayanan jalan menurut US-HCM) adalah

ukuran kualitatif yang digunakan di Amerika dan menerangkan kondisi operasional

dalam arus lalu-lintas dan penilaiannya oleh pemakai jalan.

Drainase permukaan adalah sistem drainase permukaan jalan yang terdiri atas

kemiringan melintang perkerasan serta bahu jalan, saluran samping jalan, dan gorong-

gorong.

Faktor ekivalen beban (Vehicle Damage Factor) adalah suatu faktor yang menunjukkan

besar kerusakan dari satu kendaraan dari kelas tertentu terhadap perkerasan dalam

satuan equivalent standard axle load (ESA).

Full Circle –FC Lengkung penuh) yaitu, lenkungan yang terdiri dari bagian lengkungan

tanpa adanya peralihan.

Spiral-circle-spiral- SCS yaitu, lengkungan yang terdiri atas bagian lengkungan (circle)

dengan bagian peralihan (spiral) untuk menghubungkan dengan bagian yang lurus FC.

Spiral- Spiral –SS yaitu, lengkungan yang hanya terdiri dari spiral-spiral saja tanpa

adanya circle.

RAB adaalah suatu acuan atau metode penyajian rencana biaya yang harus dikeluarkan

dari awal pekerjaan dimulai hingga pekerjaan selesai.

SMP (satuan mobil penumpang) adalah kendaraan di dalam arus lalu lintas yang

disetarakan dengan kendaraan ringan/ mobil penumpang. Dengan menggunakan emp

(ekivalen mobil penumpang)

RTRW adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara yang

dijadikan acuan untuk perencanaan jangka panjang.

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas,

yang berada pada permukaan tanah, di ataas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah

dan/atau air, serta di atas permukan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

Jalan yang memudahkan masyarakat untuk beraktivitas melaksanakan perjalanan.

Kumpulan dari jalan – jalan pada suatu wilayah tersebut akan terbentuk jaringan sebuah

jalan. Jaringan jalan yang berfungsi sebagai prasarana untuk memindahkan/transportasi

orang dan barang, dan untuk mendorong pertumbuhan, social, ekonomi dan budaya serta

sebagai upaya pemerataan dan penyebaran pembangunan di wilayah tersebut.

Permasalahan transportasi hampir selalu tidak dapat dipisahkan dari permasalahan

yang muncul sebagai efek dari perkembangan kota-kota besar di Indonesia pada khususnya

dan negara-negara berkembang pada umumnya. Sebagian besar masyarakat beranggapan

bahwa masalah transportasi identik dengan kerumitan dan kemacetan lalu lintas pada suatu

jalan dimana hal itu sebenarnya tidak hanya berhenti sampai disitu saja. Untuk itu perlu

suatu analisa penyebab terjadinya permasalahan transportasi dan mencari langkah-langkah

penyelesaiannya. Jalan merupakan prasarana pengangkutan yang penting untuk

memperlancar dan mendorong kegiatan perekonomian. Semakin meningkatnya usaha

pembangunan menuntut pula peningkatan pembangunan jalan untuk memudahkan

mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas.

Gunungsitoli adalah kota yang terletak di Provinsi Sumatera Utara lebih tepatnya di

kepulauan Nias. Dengan luas wilayah mencapai 280,78 km² dan jumlah penduduk sekitar

139,049 jiwa (2017). Perkembangan kota yang pesat akan menuntut masyarakatnya untuk

melakukan interaksi dengan banyak pihak dan banyak tempat. Pertumbuhan kendaraan

yang tidak seimbang dengan pertumbuhan panjang jalan akan mengakibatkan terjadinya

titik-titik jenuh karena tundaan lalu lintas. Keterbatasan kapasitas jaringan jalan di jalur-

jalur ekonomi utama akan mengganggu jalannya roda perekonomian di kota Gunung Sitoli

menuju pelabuhan.

2

Ruas jalan yang tidak memadai disebabkan semakin bertambahnya kendaraan dari

jumlah populasi penduduk yang semakin bertambah mengakibatkan permasalahan pada

jalan lalu lintas, dengan melihat permasalahan Kota Gunungsitoli Jalan Yos Sudarso

menuju pelabuhan. Pada sistem jaringan jalan maka perlu dilakukan rancangan perser guna

memenuhi sarana dan prasarana dalam penggunan jalan agar tdiak menimbulkan konflik di

kemudian hari.

Maka dari itu, penulis mengangkat permasalahan ini pada penelitian yang berjudul

RANCANGAN PERSERVASI JALAN YOS SUDARSO OMBOLATA ULU,

GUNUNGSITOLI STA 0 + 000 – STA 2 + 014.

I.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penulisan tugas akhir ini berdasarkan latar belakang yaitu:

1. Bagaimana kondisi eksisting jalan Yos Sudarso Ombolata Ulu, Gunungsitoli?

2. Bagaimana kinerja jalan Yos Sudarso menuju Gunungsitoli berdasarkan analisis

Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997?

3. Bagaimana cara melakukan pendekatan operasional untuk masa yang akan datang?

I.3. Tujuan Pembahasan

Tujuan penelitian dalam penulisan tugas akhir ini adalah:

1. Untuk mengetahui kondisi eksisting jalan Yos Sudarso Ombolata Ulu,Gunungsitoli.

2. Untuk mengetahui kinerja jalan Yos Sudarso Ombolata Ulu,Gunungsitoli

3. Untuk mendapatkan kondisi lalu lintas yang aman dan lancar.

I.4. Manfaat

Laporan Tugas Akhir ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1. Penulis dan pembaca agar lebih dapat memahami tentang jalan.

2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan bahan

kebijakan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.

3. Untuk menambah wawasan di bidang teknik sipil, khususnya di bidang lalu lintas.

3

I.5. Batasan Masalah

Batasan Masalah dalam penelitian ini meliputi;

1. Wilayah studi pada penelitian ini terbatas pada jalan Yos Sudarso,Ombolata Ulu,

menuju pelabuhan Gununngsitoli.

2. Kajian ini hanya pada rancangan perservasi jalan Yos Sudarso Gunungsitoli.

3. Pengambilan data arus lalu lintas dilakukan pada jam sibuk.

I.6. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Dalam penelitian Tugas Akhir ini penulis melakukan Survey dan pengumpulan

data menggunakan data primer dan data sekunder, data primer didapat langsung di

lapangan, sedangkan data sekunder merupakan data yang diperlukan untuk melengkapi dan

dalam bentuk yang sudah jadi dari suatu badan atau instansi. Di peroleh data antara lain :

1. Data luas wilayah

2. Data populasi penduduk

3. Data populasi kendaraan menurut jenis

4. Panjanng jalan menurut fungsi, status, dan kondisi

5. Peta wilayah

I.7. Sistematika Penulisan Laporan

Sistematika penulisan yang dibuat oleh penulis adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Meliputi : Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Pembahasan, Manfaat,

Pembatasan Masalah, Teknik Pengumpulan Data, Sistematika Penulisan Tugas

Akhir, Jadwal Penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Meliputi :Umum, Definisi Jalan, Peran Jalan,Jaringan Jalan, Sistem Jaringan

Jalan, Klasifikasi Jalan Raya, Volume Lalu Lintas, Kecepatan Rencana, Faktor

Pertumbuhan Lalu Lintas, Ekivalen Mobil Penumpang (emp), Hambatan

Samping, Derajat Kejenuhan (DS), Kecepatan (V), Kapasitas Jalan, Aspek

Geometrik, Tikungan, Perancangan Perkerasan Jalan, Waktu Tempuh,

4

Tundaan, Tingkat Pelayanan (Level of Service), Kinerja (Level of Services).,

Perancangan Dimensi Drainase Jalan Rencana Anggaran Biaya (RAB).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Meliputi : Umum, Lokasi Penelitian, Diagram Alir Penelitian, Identifikasi

Masalah, Metode Pengolahan Data, Tahapan Penelitian,Survey Lalu lintas..

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Meliputi : Kondisi Eksisting, Kapasitas Jalan, Perhitungan Geometrik,

Perhitungan Tebal Perkerasan Lentur, Drainase, RAB.

BAB V PENUTUP

Meliputi : Kesimpulan & Saran

5

I.8. Jadwal Penelitian

No. Kegiatan

Bulan

Mar. Apr. Mei. Jun. Jul. Ags.

A. Persiapan

1. Pengajuan Judul Tugas AKhir

2. Mendapatkan Dosen Pembimbing

Tugas Akhir

3. Bimbinngan Untuk Judul Tugas

Akhir

B. Pelaksanaan

1. Bimbingan Untuk Proposal Tugas

Akhir

2. Bimbinngan BAB I

3. Bimbingan BAB II

4. Bimbingan BAB III

5. Bimbingan untuk menambahkan

Meteodologi dan Daftar Pustaka

6. Seminar Proposal

C. Pelaporan

1. Revisi BAB I,II,III

2. Pengumpulan Data

3. Survey Lapangan

4. Penulisan Bab IV

5. Penulisan Bab V

6. Bimbingan Tahap Akhir

6

7. Penyempurnaan Tugas Akhir

8. Sidang Akhir

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Umum

Pada bab ini penyusunan tinjauan pustaka dimaksudkan sebagai peninjauan

kembali pustaka-pustaka yang terkait dalam rancangan perservasi khususnya dalam hal ini

adalah pelebaran Jl. Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli STA 0 + 000 – STA 2 +

014 . Dasar tinjauan itu sendiri diambil dari referensi buku-buku terkait dan peraturan-

peraturan standar yang berlaku di Indonesia.

Adapun aspek-aspek yang perlu ditinjau dalam perancangan suatu jalan, khususnya

dalam hal ini adalah Rancangan Perservasi Jl. Yos Sudarso menuju pelabuhan

Gunungsitoli antara lain:

1. Aspek kapasitas jalan

2. Aspek geometrik.

3. Aspek perkerasan jalan.

4. Aspek drainase..

5. Aspek rencana anggaran biaya yang akan digunakan pada ruas jalan Yos Sudarso

menuju pelabuhan Gunungsitoli.

II.2. Definisi Jalan

Jalan merupakan salah satu prsarana transportasi yang berada di atas permukaan

tanah, dibawah permukaan tanah dan atau air, serta diatas permukaan air yang meliputi

dari bangunan pelengkap dan perlengkapannya guna memenuhi pembangunan lalu lintas

kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.

Jalan sangat dibutuhkan dalam segala aspek kehidupan. Kegiatan masyarakat

sangat dipengaruhi oleh keberadaan jalan untuk mempermudah dalam beraktifitas baik itu

barang, jasa, ataupun kegiatan pemerintah sampai kepada sistem pertahanan dan keamanan

negara. Khususnya untuk daerah perkotaan, jalan dapat menentukan sifat dan karakteristik

struktur kota, baik secara langsung maupun tidak langsung.

II.3. Peran Jalan

Peran jalan terdapat pada UU No. 38 tahun 2004 tentangjalan dan PP No. 34 tahun

2006 tentang jalan. Pada pasal ke 5 (lima)bagian pertama pada UU No. 38 Tahun 2004

tentang peran jalanyaitu sebagai berikut:

8

1. Jalan berfungsi untuk prasarana dalam bidang ekonomi, sosial budaya, dan politik bagi

kesejahteraan rakyat.

2. Jalan berfungsi untuk mendistribusikan barang dan jasa bagikehidupan bangsa dan

negara.

3. Jalan yang berfungsi untuk menyatukan persatuan dari sistem jaringan jalan bagi

kesatuan Wilayah Republik Indonesia.

II.4. Jaringan Jalan

Jaringan Jalan adalah satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri atas sistem jaringan

primer dan sistem jaringan Jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarkis.

Jaringan jalan terdiri dari ruas-ruas jalan yang menghubungkan satu dengan yang

lain pada titik pertemuan yang merupakan simpul-simpul transportasi yang dapat

memberikan alternatif pilihan bagi pengguna jalan.

Jaringan merupakan serangkaian simpul-simpul, yang dalam hal ini berupa

persimpangan/terminal, yang dihubungkan dengan ruas-ruas jalan/trayek. Untuk

mempermudah mengenal jaringan maka ruas-ruas ataupun simpul-simpul diberi nomor

atau nama tertentu. Penomoran/ penamaaan dilakukan sedemikian sehingga dapat dengan

mudah dikenal dalam bentuk model jaringan jalan. Model jaringan jalan merupakan

penyederhanaan dari model ikonis jaringan jalan yang ada. Model ini dapat disederhanakan

berbentuk ruas-ruas yang lurus, ataupun mengikuti keadaan sebenarnya.

Simpang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari jaringan jalan. Simpang

adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau lebih ruas jalan bertemu, disini

arus lalu lintas mengalami konflik. Untuk mengendalikan konflik ini ditetapkan aturan lalu

lintas untuk menetapkan siapa yang mempunyai hak terlebih dahulu untuk menggunakan

persimpangan (http://id.wikipedia.org/wiki/persimpangan).

Simpang dapat didefinisikan sebagai daerah umum dimana dua jalan atau lebih

bergabung atau bersimpangan, termasuk jalan dan fasilitas tepi jalan untuk pergerakan lalu

lintas di dalamnya (Khisty. C.J dan Kent L.B, 2003).

Menurut Khisty (2003), persimpangan dibuat dengan tujuan untuk mengurangi

potensi konflik diantara kendaraan (termasuk pejalan kaki) dan sekaligus menyediakan

kenyamanan maksimum dan kemudahan pergerakan bagi kendaraan.

Pada persimpangan terdapat 4 jenis pergerakan arus lalu lintas yang dapat

menimbulkan konflik, yaitu:

1. Berpotongan (crossing), dimana dua arus berpotongan langsung.

9

2. Bergabung (merging), dimana dua arus bergabung.

3. Berpisah (diverging), dimana dua arus berpisah.

4. Bersilangan (weaving), dimana dua arus saling bersilangan.

1. Sistem Jaringan Jalan

Sistem jaringan jalan yang terdapat pada pasal 1 ayat 18 UU No. 38 Tahun 2004

tentang jalan adalah kumpulan dari ruas – ruas jalan. Konsep sistem jaringan jalan

yang terdapat pasal 7 yaitu sebagai berikut :

a. Sistem jaringan jalan terbagi menjadi dua yaitu jaringan jalan primer dan sekunder.

b. Pada ayat (1) tentang sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan yang

berperan pada distribusi barang dan jasa pada tingkat nasional.

c. Pada ayat (1) Sistem jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan pada

distribusi barang dan jasa pada tingkat perkotaan.

2. Klasifikasi Jalan Raya

Klasifikasi jalan merupakan aspek penting yang pertama kali harus didentifikasikan

sebelum melakukan perancangan jalan. Karena kriteria desain suatu rencana jalan

yang ditentukan dari standar desain ditentukan oleh klasifikasi jalan rencana.

Klasifikasi jalan dibagi dalam beberapa kelompok (TPGJAK, 1997), yaitu :

a. Klasifikasi menurut fungsi jalan, terbagiatas:

Jalan Arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri

perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk

dibatasi secara efisien.

Jalan Kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi

dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah

jalan masuk dibatasi.

Jalan Lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri

perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak

dibatasi.

Jalan Lingkungan adalah jalan yang melayani lingkungan setempat dengan ciri

perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak

dibatasi.

b. Klasifikasi menurut kelasjalan

10

Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk

menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam Muatan Sumbu Terberat (MST)

dalam satuanton.

Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan

kasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam Tabel II.1.

Tabel II.1 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan

Fungsi Kelas

Muatan Sumbu

Terberat

MST (ton)

Arteri I >10

II 10

III A 8

kolektor III A 8 III B

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1997

c. Klasifikasi Menurut Medan Jalan

Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan

medan yang diukur tegak lurus garis kontur. (Sumber: Tata Cara Perencanaan

Geometrik Jalan Antar Kota,1997)

Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat dilihat

dalam Tabel II.2.

Tabel II.2. Klasifikasi Menurut Medan Jalan

No Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan (%)

1

2

3

Datar

Perbukitan

Pegunungan

D

B

G

<3

3-25

>25

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1997

Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus mempertimbangkan

keseragaman kondisi medan menurut rencana trase jalan dengan mengabaikan

perubahan-perubahan pada bagian kecil dari segmen rencana jalan tersebut.

11

d. Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya sesuai PP. No.26/1985 adalah

jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/kotamadya, jalan desa, dan jalan

khusus.

Jalan nasional merupakan jalan arteri dan kolektor dalam sistem jaringan jalan

primer yang memhubungkan antar ibu kota propinsi dan jalan strategis nasional

serta jalan tol.

Jalan provinsi adalah jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang

menghubungkan ibu kota propinsi dan ibu kota kabupaten.

Jalan kabupaten adalah jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang

menghungkan ibu kota kabupaten dengan ibu kota kecamatan serta jalan umum

dalam jaringan jalan sekunder dalam suatu wilayah kabupaten.

Jalan kota merupakan jalan umum dalam sistem jaringan sekunder yang

fungsinya menghubungkan pusat pelayanan dalam kota, pusat pelayanan dengan

persil serta antar permungkiman dalam kota.

Jalan desa adalah jalan umum yang berfungsi menghubungkan wilayah

pemungkiman dalam desa.

Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha,

perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri.

II.5. Volume Lalu Lintas

Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR) adalah perkiraan volume lalu lintas

harian pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam kendaraan/hari atau smp/hari.

Volume Jam Perencanaan (VJP) adalah perkiraan volume lalu lintas pada jam sibuk

tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam smp/jam, dihitung dengan rumus:

VJP =

....................................................................................(Rumus 2.1)

dimana :

K adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk.

F (disebut faktor F) adalah faktor variasi tingkat lalu lintas perseperempat jam

dalam satu jam.Faktor K dan faktor F tersebut dapat dilihat pada Tabel II.3 berikut:

12

Tabel II.3. Faktor Volume (k) dan Variasi (f) Untuk Volume Lalu LintasJam Perencanaan

Perkiraan Volume Lalu Lintas

Harian (VLHR)

Faktor

K(%) F

>50.000

30.000 – 50.000

10.000 – 30.000

5.000 – 10.000

1.000 – 5.000

<1.000

4 – 6

6 – 8

6 – 8

8 – 10

10 – 12

12 – 16

0,9 – 1

0,8 – 1

0,8 – 1

0,6 – 0,8

0,6 – 0,8

<0,6

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar kota. No. 038/T/BM/1997

VJP merupakan suatu volume lalu lintas perjam yang dipakai sebagai dasar

perencanaan. VJP digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas

lainnya yang diperlukan.

II.6. Kecepatan Rencana

Kecepatan rencana adalah kecepatan pada suatu ruas jalan yang dipilih sebagai

dasar perencanaan geometrik jalan seperti tikungan, kemiringan jalan, jarak pandang, dan

lain-lain. Kecepatan yang dipilih tersebut adalah kecepatan tertinggi menerus dimana

kendaraan dapat berjalan dengan aman dan keamanan itu sepenuhnya dari bentuk jalan.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kecepatan rencana antara lain:

a. Kondisi pengemudi dan kendaraan yang bersangkutan.

b. Sifat fisik jalan dan keadaan medan sekitarnya.

c. Cuaca.

d. Adanya gangguan dari kendaraan lain.

e. Batasan kecepatan yang diizinkan.

Kecepatan rencana inilah yang dipergunakan untuk dasar perencanaan geometrik

(alinemen). Kecepatan rencana dari masing–masing kendaraan dapat ditetapkan pada Tabel

II.4

Tabel II.4 Kecepatan Rencana (VR) Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Kelas Jalan

Fungsi Jalan Kecepatan Rencana (VR) km/jam

Datar Bukit Gunung

Arteri 70-120 60-80 40-70

Kolektor 60-90 50-60 30-50

Lokal 40-70 30-50 20-30

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota No.038/BM/1997

13

II.7 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas

Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data-data pertumbuhan historis atau

formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lain yang valid, bila tidak ada maka pada

Tabel II.5 digunakan yang minimum.

Tabel II.5 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum untuk Desain

Klasifikasi kelas jalan 2011-2020 2021-2030

Arteri dan perkotaan (%) 5 4

Kolektor rural (%) 3,5 2,5

Jalan desa (%) 1 1

Sumber: Manual Desain Perkerasan jalan No.02/M/BM/2013

Untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dihitung sebagai

berikut:

................................................................. .............( Rumus 2.2 )

Dimana:

R = faktor pengali pertumbuhan lalu lintas

i = tingkat pertumbuhan tahunan (%)

UR = Umur rencana (tahun)

II.8 Ekivalen Mobil Penumpang (emp)

Satuan untuk arus lalu lintas dimana arus berbagai tipe kendaraan diubah menjadi

arus kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan emp di mana

mobil penumpang ditetapkan memiliki satu smp.

Dalam menghitung Volume Lalulintas Harian Rata-rata (VLHR), karena pengaruh

berbagai jenis kendaraan digunakan faktor ekivalen mobil penumpang (emp) untuk

mendapatkan nilai satuan mobil penumpang (smp).

Ekivalen mobil penumpang (emp) adalah Faktor yang menunjukkan berbagai tipe

kendaraan dibandingkan kendaraan ringan sehubungan dengan pengaruhnya terhadap

kecepatan kendaraan ringan dalam arus lalu-lintas (untuk mobil penumpang dan kendaraan

ringan yang sasisnya mirip, emp = 1,0).

Besar nilai emp masing-masing kategori kendaraan jalan antar kota untuk dua lajur

dua arah tak terbagi seperti yang ditunjukan pada Tabel II.6. berikut ini:

14

Tabel II.6 Nilai Emp Jalan Dua Lajur Dua Arah Tak Terbagi Jalan Antar Kota

Jalan Dua Lajur Dua Arah Tak Terbagi (2/2UD)

Tipe alinyemen Arus total

(kend./jam)

Emp

MHV LB LT

MC

Lebar jalur lalu-lintas(m)

< 6m 6 - 8m > 8m

0 – 799 1,2 1,2 1,8 0,8 0,6 0,4

Datar 800 - 1349 1,8 1,8 2,7 1,2 0,9 0,6

1350 - 1899 1,5 1,6 2,5 0,9 0,7 0,5

≥1900 1,3 1,5 2,5 0,6 0,5 0,4

0 – 649 1,8 1,6 5,2 0,7 0,5 0,3

Bukit 650 -1099 2,4 2,5 5,0 1,0 0,8 0,5

1100 - 1599 2,0 2,0 4,0 0,8 0,6 0,4

≥1600 1,7 1,7 3,2 0,5 0,4 0,3

0 – 449 3,5 2,5 6,0 0,6 0,4 0,2

Gunung 450 – 899 3,0 3,2 5,5 0,9 0,7 0,4

900 - 1349 2,5 2,5 5,0 0,7 0,5 0,3

≥1350 1,9 2,2 4,0 0,5 0,4 0,3

Sumber: MKJI (1997)

II.9. Hambatan Samping

Banyak aktifitas samping jalan di Indonesia sering menimbulkan konflik, kadang-

kadang besar pengaruhnya terhadap arus lalu-lintas. Hambatan samping yang terutama

berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan perkotaan adalah:

1. Pejalan kaki

2. Angkutan umum dan kendaraan lain berhenti

3. Kendaraan lambat (misalnya becak, kereta kuda)

4. Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan

Menurut MKJI, 1997 setiap aktifitas di samping jalan memberikan pengaruh

berdasarkan bobot sebagai berikut: pejalan kaki (bobot 0,5), kendaraan umum/kendaraan

lain berhenti (bobot1 1,0), kendaraan masuk/keluar sisi jalan (bobot 0,7), dan kendaraan

lambat (bobot 0,4). Kelas hambatan samping untuk jalan perkotaan/ semi perkotaan dapat

dilihat pada Tabel. II.7 berikut:

15

Tabel II.7Kelas Hambatan Samping Untuk Jalan Perkotaan/Semi Perkotaan

Kelas Hambatan

Samping (SFC) Kode

Jumlah berbobot

kejadian per 200 m

per jam (dua sisi)

Kejadian Kondisi Khusus

Sangat rendah VL < 100 Daerah permukiman; Jalan samping

tersedia

Rendah L 100 – 299 Daerah permukiman; beberapa

angkutan umum,dsb

Sedang M 300 – 499 Daerah Industri Beberapa toko di

sisi jalan

Tinggi H 500 – 899 Daerah komersial; aktivitas di sisi

jalan tinggi

Sangat Tinggi VH >900 Daerah komersial dengan aktivitas

pasar di samping jalan

Sumber: MKJI (1997)

II.10. Derajat Kejenuhan (DS)

Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas

digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja timpang dan segmen

jalan. Nilai DS menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas

atau tidak. Nilai derajat kejenuhan dapat dihitung dengan rumus berikut :

.............................................................................................…...(Rumus 2.3)

Derajat kejenuhan dihitung dengan menggunakan arus dan kapasitas dinyatakan

dalam smp/jam. Menurut MKJI (1997) nilai Derajat Kejenuhan (DS) adalah 0,70 ≤ V/C ≤

0,80 dengan tingkat pelayanannya cukup yaitu dengan arus yang stabil, kecepatan dapat

dikontrol oleh lalu lintas.

II.11. Kecepatan (V)

Manual menggunakan kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen

jalan karena mudah dimengerti dan diukur dan merupakan masukan yang penting untuk

biaya pemakai jalan dalam analisis ekonomi. Kecepatan tempuh didefinisikan sebagai

kecepatan rata-rata ruang dari kendaraan ringan (LV) sepanjang segmen jalan. Nilai dari

kecepatan dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

...................................................................................……………(Rumus 2.4)

16

dimana:

V : Kecepatan rata-rata ruang LV (km/jam)

L : Panjang segmen (km)

TT : Waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen (jam)

II.12. Kapasitas Jalan

Untuk jalan dua lajur dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi

dua arah), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas

ditentukan per lajur.

Nilai kapasitas diamati melalui pengumpulan data lapangan selama memungkinkan

karena lokasi yang mempunyai arus mendekati kapasitas segmen jalan sedikit

(sebagaimana terlihat dari kapasitas simpang sepanjang jalan), kapasitas juga telah

diperkirakan dari analisis kondisi ringan lalu lintas dan secara teoritis dengan

mengasumsikan hubungan matematik antara kerapatan, kecepatan, dan arus. Kapasitas

dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp). Sehubungan dengan ruas jalan rencana

adalah jalan antar kota, maka tinjauan kapasitas jalan baru tersebut dihitung sebagai

berikut:

C = CO x FCW x FCSP x FCSF………………….....................................(Rumus 2.5)

dimana:

C : Kapasitas (smp/jam)

CO : Kapasitas dasar (smp/jam)

FCW : Faktor penyesuaian lebar jalan

FCSP : Faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak terbagi)

FCSF : Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kereb

Dalam menentukan kapasitas dasar, nilai yang digunakan dihitung berdasarkan

hasil survei geometrik untuk tiap-tiap ruas jalan yang disurvei.

Kapasitas dasar (Co) suatu ruas jalan ditentukan oleh tipe jalan atau medan jalan.

Nilai kapasitas dasar dapat dilihat pada Tabel II.8 di bawah ini:

Tabel II.8 Kapasitas Dasar (Co) Suatu Ruas Jalan

TIPE JALAN / TIPE

MEDAN

KAPASITAS

DASAR smp/Jam CATATAN

• Dua lajur tak terbagi

Total kedua arah - Medan datar 3100

- Medan perbukitan 3000

- Medan pegunungan 2900

17

TIPE JALAN / TIPE

MEDAN

KAPASITAS

DASAR smp/Jam CATATAN

• Empat lajur tak terbagi

Perlajur - Medan datar 1700

- Medan perbukitan 1650

- Medan pegunungan 1600

• Empat lajur terbagi

Perlajur - Medan datar 1900

- Medan perbukitan 1850

- Medan pegunungan 1800

Sumber : MKJI (1997)

Faktor penyesuaian lebar ruas jalan menurut MKJI (1997) ditentukan berdasarkan

tipe jalan dan lebar efektif jalur lalu-lintas (WC) yang dapat dilihat tabel berikut:

Tabel II.9. Faktor penyesuaian lebar jalan (FCW)

Tipe jalan Lebar jalur lalu-lintas efektif (WC) (m) FCW

Empat-lajur terbagi Enam-lajur

terbagi

Per lajur

3,0 0,91

3,25 0,96

3,50 1,00

3,75 1,03

Empat-lajur tak terbagi

Per lajur

3,00 0,91

3,25 0,96

3,50 1,00

3,75 1,03

Dua-lajur tak-terbagi

Total dua arah

5 0,69

6 0,91

7 1,00

8 1,08

9 1,15

10 1,21

11 1,27

Sumber : MKJI (1997)

Faktor penyesuaian pemisah arah (untuk jalan tak terbagi) menurut MKJI (1997)

ditentukan berdasarkan jumlah lajur. Faktor penyesuaian pemisah arah (untuk jalan tak

terbagi) dapat dilihat pada Tabel.II.10 berikut:

Tabel II.10 Faktor Penyesuaian Pemisahan Arah Untuk Jalan Tak Terbagi (FCSP)

Pemisahan arah SP %-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30

FCSP Dua-lajur 2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88

Empat-lajur 4/2 1,00 0,975 0,95 0,925 0,90

Sumber : MKJI (1997)

18

Faktor penyesuaian hambatan samping dan lebar bahu FCSF ditentukan berdasarkan

tipe jalan menurut MKJI (1997) yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel II.11 Faktor Penyesuaian Hambatan Samping dan Lebar Bahu (FCSF)

Tipe jalan

Kelas

hambatan

samping

Lebar bahu efektif WS

≤0,5 1,0 1,5 ≥2,0

4/2 D

VL 0,99 1,00 1,01 1,03

L 0,96 0,97 0,99 1,01

M 0,93 0,95 0,96 0,99

H 0,90 0,92 0,95 0,97

VH 0,88 0,90 0,93 0,96

VL 0,97 0,99 1,00 1,02

2/2 UD L 0,93 0,95 0,97 1,00

4/2 UD M 0,88 0,91 0,94 0,98

H 0,84 0,87 0,91 0,95

VH 0,80 0,83 0,88 0,93

Sumber : MKJI (1997)

II.13. Aspek Geometrik

Perancangan geometrik adalah bagian dari perancangan jalan dimana bentuk dan

ukuran yang nyata dari suatu jalan yang direncanakan beserta bagian bagiannya

disesuaikan dengan kebutuhan serta sifat lalu lintas yang ada. Dengan perancangan

geometrik ini diharapkan dapat diciptakan hubungan yang harmonis antara waktu dan

ruang sehubungan dengan kendaraan yang bersangkutan, sehingga dapat menghasilkan

efisiensi, keamanan dan kenyamanan yang optimal dalam batas-batas ekonomi yang layak

(PPGJR No. 13/1970).

Tujuan dari perancangan geometrik jalan adalah menghasilkan infra struktur yang

aman, efisien pelayanan arus lalu lintas dan memaksimalkan rasio tingkat penggunaan

biaya pelaksanaan ruang.

Yang menjadi dasar perancangan geometrik adalah sifat, gerakan, ukuran kendaraan,

sifat pengemudi dalam mengendalikan gerakan kendaraannya dan karakteristik arus lalu

lintas. Hal-hal tersebut haruslah menjadi bahan pertimbangan perencanaan sehingga

dihasilkan bentuk dan ukuran jalan, serta ruang gerak kendaraan yang memenuhi tingkat

keamanan dan kenyamanan yang diharapkan.

Perancangan konstruksi jalan raya membutuhkan data – data perancangan yang

meliputi data lalu lintas, data topografi, data penyelidikan tanah, data penyelidikan

material dan data penunjang lainnya. Semua data ini sangat diperlukan dalam

19

merencanakan suatu konstruksi jalan raya, karena data ini memberikan gambaran yang

sebenarnya dari kondisi surtu daerah dimana ruas jalan ini akan dibangun. Dengan adanya

data-data ini, kita dapat menentukan geometrik dan tebal perkerasan yang diperlukan

dalam merancang suatu konstruksi jalan raya (Sukirman, 1999).

1. Kriteria Perancangan

Dalam perancangan jalan, bentuk geometrik jalan terdapat parameter- parameter

perencanaan yang merupakan penentu tingkat kenyamanan dan keamanan yang

dihasilkan oleh suatu bentuk geometrik jalan.

2. Kendaraan Rencana

Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dipakai

sebagai acuan dalam perencanaan geometrik. Untuk perencanaan, setiap kelompok

diwakili oleh satu ukuran standar. Dan ukuran kendaraan rencana untuk masing-

masing kelompok adalah ukuran terbesar yang mewakili kelompoknya.

Berdasarkan dari bentuk, ukuran, dan daya dari kendaraan-kendaraan yang

mempergunakan jalan kendaraan-kendaraan tersebut dikelompokkan menjadi tiga

kategori (TPGJAK, 1997) :

1) Kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang

2) Kendaraan sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2 as

3) Kendaraan besar, diwakili oleh truk semi trailer.

Tabel II.12 Dimensi Kendaraan Rencana

Kategori

Radius

Putar

Dimensi Kendaraan Tonjolan Radius Putar

Radius

Tonjolan (cm) (cm)

Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang Min Maks (cm)

Kendaraan

Kecil

130 210 580 90 150 420 730 780

Kendaraan

Sedang

410 260 1210 210 240 740 1280 1410

Kendaraan

Besar

410 260 2100 1.2 90 290 1400 1370

(Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1997)

Dimensi dasar untuk masing-masing kategori kendaraan rencana ditunjukkan dalam

Tabel II.12. Gambar 2.1 sampai dengan gambar 2.2 menampilkan sketsa dimensi

kendaraan rencana tersebut.

20

Gambar 2.1 Dimensi Kendaraan Sedang

( Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1997)

Gambar 2.2 Dimensi Kendaraan Besar

(Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1997)

Gambar 2.3 Jari-Jari Manuver Kendaran Kecil

(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1997)

21

Gambar 2.4 Jari-Jari Ma

nuver

Kendaran Sedang

(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1997)

Gambar 2.5 Jari-Jari Manuver Kendaran Besar

(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1997)

22

3. Penentuan Trase Jalan

Pada perencanaan alinemen horizontal pada seluruh bagian harus dapat memberikan

pelayanan yang sesuai dengan fungsinya serta keamanan dan kenyamanan pengguna

jalan. Untuk membuat jalan yang baik dan ideal, maka harus memperhatikan syarat-

syarat berikut:

1. Syarat Ekonomis

a. Penarikan trase jalan yang tidak terlalu banyak memotong kontur, sehingga

dapat menghemat biaya dalam pelaksanaan pekerjaan galian dan timbunan

nantinya.

b. Penyedian material dan tenaga kerja yang diharapkan tidak terlalu jauh dari

lokasi proyek sehingga dapat menekan biaya.

2. Syarat Teknis

Tujuannya adalah untuk mendapatkan jalan yang memberikan rasa keamanan dan

kenyamanan bagi pengguna jalan. Oleh karena itu, perlu diperhatikan keadaan

topografi tersebut, sehingga dapat dicapai perencanaan yang baik sesuai dengan

keadaan daerah setempat. (Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota No.

038/BM/1997).

4. Jarak Pandang

Jarak pandang adalah jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat

mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang

membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghindari bahaya

tersebut dengan aman. (TPGJAK, 1997).

Panjang jalan didepan yang masih dapat dilihat dengan jelas diukur dari titik

kedudukan pengemudi, disebut dengan jarak pandang. Jarak pandang berguna untuk:

a. Menghindari terjadinya tabrakan yang dapat membahayakan kendaraan dan

manusia akibat adanya benda yang berukuran cukup besar, kendaraan yang sedang

berhenti, pejalan kaki, atau hewan-hewan yang berada di jalur jalan

b. Memberi kemungkinan untuk mendahului kendaraan lain yang bergerak dengan

kecepatan lebih rendah dengan mempergunakan lajur sebelahnya.

c. Menambah efisiensi jalan tersebut, sehingga volume pelayanan dapat dicapai

semaksimal mungkin.

d. Sebagai pedoman pengatur lalu lintas yang diperlukan pada setiap segmen

jalan.(Silvia Sukirman, 1999)

23

5. Jarak pandang henti (Jh)

Jarak pandang henti adalah jarak pandang minimum yang diperlukan pengemudi untuk

menghentikan kendaraan yang sedang berjalan setelah melihat adanya rintangan pada

jalur yang dilaluinya. Jarak ini merupakan dua jarak yang ditempuh sewaktu melihat

benda hingga menginjak rem dan jarak untuk berhenti setelah menginjak rem. Jh

diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan

tinggi halangan 15 cm diukur dari permukaan jalan

Adapun jarak panjang henti terdiri atas 2 elemen jarak, yaitu:

a. Jarak tanggap (Jht)

Jarak tanggap adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi melihat

suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat pengemudi

menginjak rem.

b. Jarak pengereman (Jhr)

c. Jarak pandang henti adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan kendaraan

sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti.

Jarak pandang henti (Jh) dapat dihitung dengan rumus:

(

)

.............................................................................…...........(Rumus 2.6)

Dimana:

VR = kecepatan rencana, km/jam

T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik

g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/detik2.

fp = koefisien gesek memanjang antara ban kendaraan dengan perkerasan

jalan aspal, ditetapkan 0,35 – 0,55.

Rumus diatas disederhanakan menjadi:

...........................................................….…rumus 2.7

Jarak minimum ini harus dipenuhi dalam setiap bagian jalan raya, besar yang

diperlukan dilihat pada Tabel 2.12.

Tabel II.13 Jarak Pandang Henti Minimum

V (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

Jh minimum 250 175 120 75 55 40 27 16

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota No. 038/BM/1997

24

6. Jarak pandang mendahului (Jd)

Jarak pandang mendahului adalah jarak yang dibutuhkan pengemudi sehingga dapat

melakukan gerakan mendahului dengan aman dan dapat melihat kendaraan dari arah

depan dengan bebas dinamakan jarak pandangan mendahului.

Jarak pandang mendahului (Jd) standar dihitung berdasarkan panjang jalan yang

diperlukan untuk dapat melakukan gerakan mendahului suatu kendaraan dengan

sempurna dan aman berdasarkan asumsi yang diambil. Apabila dalam suatu

kesempatan dapat mendahului dua kendaraan sekaligus, hal itu tidaklah merupakan

dasar dari perencanaan suatu jarak pandangan mendahului total.

Jarak pandangan mendahului (Jd) standar pada jalan dua lajur dua arah dihitung

berdasarkan beberapa asumsi terhadap sifat arus lalu lintas yaitu:

a. Kendaraan yang akan didahului harus mempunyai kecepatan yang tetap

b. Sebelum melakukan gerakan mendahului, kendaraan harus mengurangi

c. Kecepatannya dan mengikuti kendaraan yang akan disiap dengan kecepatan yang

sama.

d. Apabila kendaraan sudah berada pada lajur untuk mendahului, maka pengemudi

harus mempunyai waktu untuk menentukan apakah gerakan mendahului dapat

diteruskan atau tidak.

e. Kecepatan kendaraan yang mendahului mempunyai perbedaan sekitar 15 km/jam

dengan kecepatan kendaraan yang didahului pada waktu melakukan gerakan

mendahului.

f. Pada saat kendaraan yang mendahului telah berada kembali pada lajur jalannya,

maka harus tersedia cukup jarak dengan kendaraan yang bergerak dari arah yang

berlawanan.

g. Tinggi mata pengemudi diukur dari permukaan perkerasan menurut Bina Marga

(TPGJAK 1997) sama dengan tinggi objek yaitu 105 cm.

h. Kendaraan yang bergerak dari arah yang berlawanan mempunyai kecepatan yang

sama dengan kendaraan yang mendahului.

Adapun estimasi jarak pandangan mendahului diformulasikan dengan persamaan

sebagai berikut:

Jd = d1 + d2 + d3 + d4 ...................................................................... ...............(Rumus 2.8)

Dimana:

d1= jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m)

d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur semula

25

d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang

dari arah berlawanan setelah proses mendahului selesai (m)

d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan (m)

Adapun rumusan estimasi d1, d2, d3, dan d4 adalah sebagai berikut:

d1 = 0,278 T1(

) .................................................... Rumus 2.9

d2 = ............................................................................ Rumus 2.10

d3 = antara 30 – 100 m ................................................................ Rumus 2.11

d4 =

....................................................................................... Rumus 2.12

Dimana:

T1 = waktu dalam (detik), = 2,12 + 0,026 VR

T2 = waktu kendaraan berada di jalur lawan, (detik), = 6,56 + 0,048VR

a = percepatan rata-rata, (km/jam/detik), = 2,052 + 0,0036 VR

m = perbedaan kecepatan dari kendaraan yang mendahului dan

kendaraan yang didahului, (biasanya diambil 10 – 15 km/jam).

Nilai jarak pandang mendahului untuk jalan antar kota menurut kecepatan rencana

yang dipilih, disajikan pada Tabel II.14

Tabel II.14 Panjang Jarak Pandang Mendahului

VR

(km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

Jd (m) 800 670 550 350 250 200 150 100

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota No. 038/BM/1997

Gambar 2.6 Proses pergerakan mendahului untuk jarak pandang mendahului

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota No. 038/BM/1997

26

Keterangan : A = Kendaraan yang mendahului

B = Kendaraan yang berlawanan arah

C = Kendaraan yang didahului kendaraan A

7. Daerah bebas samping di tikungan

Daerah bebas samping di tikungan (E) adalah ruang untuk menjamin kebebasan

pandang di tikungan sehingga Jh dapat terpenuhi. Daerah bebas samping dimaksudkan

untuk memberikan kemudahan pandangan pengemudi di tikungan dengan

membebaskan objek-objek penghalang sejauh E (m), yang diukur dari garis tengah

lajur dalam sampai pada obyek penghalang pandangan sehingga persyaratan Jh

dipenuhi. Ada dua bentuk daerah bebas samping di tikungan, yaitu:

1. Jarak pandang henti (Jh) < panjang tikungan (Lt).

2. Jarak pandang henti (Jh) > panjang tikungan (Lt).

Daerah bebas samping di tikungan (E) untuk jalan antarkota dihitung berdasarkan

rumus sebagai berikut:

a. Jika Jh< Lt.

(

)............. ................................................ ............... Rumus 2.13

Gambar 2.7 Daerah bebas samping di tikungan, untuk Jh< Lt

b. Jika Jh> Lt

( (

)

(

))

................. ................Rumus 2.14

27

Gambar 2.8 Daerah bebas samping di tikungan, untuk Jh> Lt

8. Alinemen horizontal

Alinemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal. Alinemen

horizontal juga dikenal dengan nama ”situasi jalan”. Alinemen horizontal terdiri dari

garis-garis lurus yang dihubungkan dengan garis-garis lengkung. Garis lengkung

tersebut dapat terdiri dari busur lingkaran ditambah busur peralihan, busur peralihan

saja atau busur lingkaran saja. Ditinjau secara umum penempatan alinemen horizontal

harus dapat menjamin keselamatan dan kenyamanan bagi pengguna jalan. Untuk itu

perlu diperhatikan hal-hal berikut:

a. Sedapat mungkin menghindari broken back, artinya tikungan searah yang hanya

dipisahkan oleh tangen yang sangat pendek yang dapat mengurangi keamanan dan

kenyamanan bagi pengguna jalan.

b. Pada bagian yang relatif lurus dan pajang jangan tiba-tiba terdapat tikungan yang

tajam yang dapat membahayakan pengemudi.

c. Apabila terpaksa menghadapi tikungan ganda maka dalam perencanaan harus

diusahakan agar jari-jari (R1) lebih kecil atau sama dengan jari-jari lengkung

kedua (R2)×1,5.

d. Hindari sedapat mungkin lengkung yang terbalik dengan mendadak.

e. Hindarkan lengkung yang tajam pada timbunan yang tinggi. (Tata Cara

Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota No. 038/BM/1997

9. Panjang Bagian Lurus

Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau dari segi

kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus harus

28

ditempuh dalam waktu tidak lebih 2,5 menit sesuai dengan kecepatan rencana (VR).

Panjang bagian lurus dapat ditetapkan dari Tabel II.14.

Tabel II.15.Panjang Bagian Lurus Maksimum (Jalan Antarkota)

Fungsi Panjang bagian lurus maksimum

Datar Perbukitan Pegunungan

Arteri 3.000 2.500 2.000

Kolektor 2.000 1.750 1.500

Sumber:Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar kota

II.14. Tikungan

1. Full Circle (FC)

Tipe lengkung ini tidak memerlukan lengkung peralihan dan pada umumnya

dipakai pada daerah dataran dan mempunyai jari-jari yang besar. Biasanya

memiliki jari-jari tikungan yang besar dan sudut yang kecil.Rumus–rumus yang

digunakan:

(

) ..................................................................... ............... Rumus 2.15

(

)...................................................................... ............... Rumus 2.16

.................................................................. ............... Rumus 2.17

Keterangan :

PI = Point of intersection

Rc = Jari-jari circle (m)

∆ = Sudut tangen (diukur/dihitung dari gambar trase jalan)

TC = Tangen Circle, titik perubahan dari Tangen ke Circle

CT = Circle Tangen, titik perubahan dari Circle ke Tangen

V = Kecepatan Rencana (ditetapkan)

Tc = Jarak antara TC dan PI atau sebaliknya PI dan CT (m)

Lc = Panjang bagian lengkung circle (m)

Ec = Jarak PI ke lengkung circle (m)

29

Gambar 2.9 Lengkung Full Circle

2. Spiral Circle Spiral (SCS)

Digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-jari dan sudut tangen yang

sedang. Pada tikungan SCS, perubahan dari tangen ke lengkung circle dihubungkan

dengan lengkung spiral (Ls). Fungsi dari lengkung spiral adalah menjaga agar

perubahan gaya sentrifugal yang timbul pada saat kendaraan memasuki atau

meninggalkan tikungan dapat terjadi secara berangsur-angsur. Di samping itu, hal

ini juga dimaksudkan untuk membuat transisi dari kemiringan melintang normal

pada bagian jalan lurus menuju kemiringan melintang maksimum pada bagian

circle tidak terjadi secara mendadak sehingga keamanan dan kenyamanan

terjamin.Berikut adalah rumus-rumus yang digunakan:

(

)

................................................................ ................Rumus 2.18

..................................................................................... ................Rumus 2.19

.............................................................................. ................Rumus 2.20

........................................................ ............... Rumus 2.21

......................................................... ................Rumus 2.22

30

......................................................... ................Rumus 2.23

....................................................... ................Rumus 2.24

(

)

...................................................................... ................Rumus 2.25

........................................................................ ................Rumus 2.26

Keterangan:

PI = Point of Intersection, titik perpotongan garis tangen utama

Xc = Absis titk SC atau CS pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC atau

jarak dari titik ST ke CS

Yc = Ordinat titik Sc atau CS pada garis tegal lurus garis tangen, jarak tegak

lurus ke titik Sc atau CS pada lengkung

Ls = Panjang lengkung peralihan, jarak dari titik TS ke SC atau CS ke ST

Lc = Panjang busur lingkaran, panjang dari titik SC ke CS

TS = Tangen Spiral, titik awal spiral (dari Tangen ke Spiral)

SC = Spiral Circle, titik perubahan dari Spiral ke Circle

Es = Jarak dari PI ke busur lingkaran

θs = Sudut spiral

Rc = Jari-jari circle (m)

p = Pergeseran tangen terhadap spiral

k = Absis dari p pada garis tangen spiral

Gambar 2.10 Lengkung Spiral Circle Spiral

31

3. Spiral Spiral (SS)

Tikungan jenis spiral spiral digunakan pada tikungan tajam dengan sudut

tangen yang besar. Pada prinsipnya lengkung spiral spiral sama dengan lengkung

spiral circle spiral, hanya saja pada tikungan spiral spiral tidak terdapat busur

lingkaran sehingga panjang lengkung total (Ltot) adalah 2 kali lengkung spiral (Ls).

Karena nilai Lc = 0 maka tidak ada jarak tertentu dalam tikungan yang sama

miringnya sehingga tikungan ini kurang begitu bagus pada superelevasi.Rumus-

rumus yang digunakan:

........................................................ ............... Rumus 2.27

......................................................... ................Rumus 2.28

......................................................... ................Rumus 2.29

....................................................... ............... Rumus 2.30

................................................................. ............... Rumus 2.31

Keterangan:

PI = Point of Intersection, titik perpotongan garis tangen utama

Ts = Jarak antara PI dan TS

Ls = Panjang bagian lengkung spiral

E = Jarak PI ke lengkung spiral

∆ = Sudut pertemuan antara tangent utama

θ s = Sudut spiral

TS = Tangen Spiral, titik awal spiral (dari Tangen ke Spiral )

ST = Spiral Tangen, titik perubahan dari Spiral ke Tangen

Rc = Jari-jari circle (m)

32

Gambar 2.11 Lengkung Spiral Spiral

4. Superelevasi (e)

Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan akan

memberikan komponen berat kendaraan yang berfungsi untuk mengimbangi gaya

sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat berjalan melalui tikungan pada

kecepatan rencana (VR). Besarnya nilai superelevasi maximum ditetapkan sebesar

10% untuk jalan luar kota dan 8% untuk jalan dalam kota.

Superelevasi dapat dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang

normal pada bagian jalan yang lurus sampai kemiringan penuh (superelevasi) pada

bagian lengkung.

1) Pada bagian full circle, pencapaian superelevasi dilakukan secara linier, diawali

dari bagian lurus sepanjang 2/3 Ls sampai dengan bagian lingkaran penuh

sepanjang 1/3 Ls.

2) Pada tikungan spiral circle spiral, pencapaian superelevasi dilakukan secara

linier, diawali dari bentuk normal sampai lengkung peralihan (TS) yang

berbentuk pada bagian lurus jalan, lalu dilanjutkan sampai superelevasi penuh

pada akhir bagian lengkung peralihan.

3) Pada tikungan spiral spiral, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan

pada bagian spiral.

Superelevasi tidak diperlukan jika radius cukup besar, untuk itu cukup

lereng luar diputar sebesar lereng normal (LN) atau bahkan tetap lereng normal

(LN) (Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota No. 038/BM/1997)

33

Gambar 2.12 Superelevasi

5. Diagram superelevasi

Diagram superelevasi menggambarkan pencapaian superelevasi dari lereng

normal ke superelevasi penuh sehingga dengan mempergunakan diagram

superelevasi dapat ditentukan bentuk penampang melintang pada setiap titik di

suatu lengkung horizontal yang direncanakan. Diagram superelevasi digambar

berdasarkan elevasi sumbu jalan sebagai garis nol. Elevasi tepi perkerasan diberi

tanda positif atau negatif ditinjau dari ketinggian sumbu jalan. Tanda positif untuk

elevasi tepi perkerasan yang terletak lebih tinggi dari sumbu jalan dan tanda negatif

untuk elevasi tepi perkerasan yang terletak lebih rendah dari sumbu jalan.

a. Pada tikungan FC, bila diperlukan pencapaian superelevasi dilakukan secara

linear (lihat Gambar II.5), diawali dari bagian lurus sepanjang 2/3 Ls dan

dilanjutkan pada bagian lingkaran penuh sepanjang 1/3 bagian panjang Ls.

Gambar 2.13Pencapaian superelevasi pada tikungan tipe FC

34

b. Pada tikungan tipe SCS, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear,

diawali dari bentuk normal pada titik TS, kemudian meningkat secara

berangsur-angsur sampai mencapai superelevasi penuh pada titik SC

Gambar 2.14 Pencapaian superelevasi pada tikungan tipe SCS

c. Pada tikungan SS, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan padabagian

spiral.

Gambar 2.15 Pencapaian superelevasi pada tikungan tipe SS

6. Jari-jari tikungan

Besarnya jari-jari minimum (Rmin) lengkung pada alinemen horizontal dapat

dicari dengan rumus:

(

)

.............................................................. ............... Rumus 2.32

.............................................................................................. Rumus 2.33

35

................................................ ............... Rumus 2.34

Keterangan:

Rmin= jari-jari tikungan minimum (m)

VR = kecepatan rencana (km/jam)

emax = superelevasi maksimum (%)

fmax = koefisien gesek maksimum untuk perkerasan aspal (f = 0,14-0,24)

untuk Vr < 80 km/jam; fm = - 0,00065 x Vr + 0,192 ............ ................Rumus 2.29

untuk Vr > 80 km/jam; fm = - 0,00125 x Vr + 0,24 ................ ............... Rumus 2.30

Tabel II.16 Jari- Jari Minimum, Rmin untuk Jalan Antarkota (emaks =10%)

VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

Rmin (m) 600 370 210 110 80 50 30 15

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota

7. Lengkung peralihan

Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan di antara bagian lurus jalan

dan bagian lengkung jalan berjari-jari tetap R; berfungsi mengantisipasi perubahan

alinyemen jalan dari bentuk lurus (R tak terhingga) sampai bagian lengkung jalan

berjari-jari tetap R sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan saat

berjalan ditikungan berubah secara berangsur-angsur, baik ketika kendaraan

mendekati tikungan maupun meninggalkan tikungan. Fungsi lengkung peralihan:

a. Sebagai pengantar dari kondisi lurus ke lengkung penuh secara berangsur-

angsur.

b. Bagian transisi dari gaya sentrifugal yang bertambah dan berkurang (dari nol

sampai dengan maksimal) sewaktu kendaraan memasuki dan meninggalkan

lengkung.

c. Perubahan percepatan dapat terjadi secara berangsur.

d. Mengakomodasi kecenderungan lintasan kendaraan yang sesuai tanpa perlu

lepas lajur (memperkecil kemungkinan pengambilan lajur yang ada

disebelahnya).

e. Memberikan kemungkinan untuk mengatur pencapaian kemiringan

36

f. Memungkinkan memberikan pelebaran perkerasan di tikungan secara

berangsur-angsur.

g. Aspek estetika.

Menurut Tata Cara Perencanaan Geometri Jalan Antarkota

No.038/T/BM/1997, panjang lengkung peralihan (Ls) ditentukan dari 3 rumus di

bawah ini dan diambil nilai yang efektif.Berdasarkan waktu tempuh maksium di

lengkung peralihan:

................................................................................... ............... Rumus 2.35

Berdasarkan antisipasi gaya sentifugal

.................................................... ............... Rumus 2.36

Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian:

...................................................................... ............... Rumus 2.36

Dimana:

T = waktu kecepatan penuh pada lengkung peralihan, ditetapkan 3 detik

VR = kecepatan rencana ( km/jam)

Rc = jari-jari busur lingkaran, m

C = perubahan percepatan, diambil 0,3-1,0 disarankan 0,4 m/det2.

e = superelevasi

emaks = superelevasi maksimum

en = superelevasi normal

гe = tingkat perubahan pencapaian superelevasi

= VR ≤ 70 km/jam; гe = 0,035 m/m/det

= VR ≥ 80 km/jam; гe = 0,025 m/m/det

Selain menggunakan rumus-rumus di atas, untuk tujuan praktis Ls dapat

ditetapkan dengan menggunakan tabel II.17

Tabel II.17 Panjang lengkung peralihan (Ls) dan panjang pencapaian superelevasi(Le)

untuk jalan 1 lajur-2 lajur-2 arah.

VR

(km/jam)

Superelevasi (%)

2 4 6 8 10

Ls Le Ls Le Ls Le Ls Le Ls Le

20 - - - - - - - - - -

30 - - - - - - - - - -

40 10 20 15 25 15 25 25 30 35 40

37

50 15 25 20 30 20 30 30 40 40 50

60 15 30 20 35 25 40 35 50 50 60

70 20 35 25 40 30 45 40 55 60 70

80 30 55 40 60 45 70 65 90 90 120

90 30 60 40 70 50 80 70 100 100 130

100 35 65 45 80 55 90 80 110 110 145

110 40 75 50 85 60 100 90 120 - -

120 40 80 55 90 70 110 95 135 - -

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota

Tikungan yang memiliki R lebih besar atau sama dengan yang ditunjukkan pada

Tabel II.18 , tidak memerlukan lengkung peralihan.

Tabel II.18 Panjang Minimum Lengkung Peralihan

VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

Rmin 2500 1500 900 500 350 250 130 60

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota

Jika lengkung peralihan digunakan, posisi lintasan tikungan bergeser dari bagian

jalan yang lurus ke arah sebelah dalam sebesar p (lihat gambar 2.2). Nilai p dihitung

dengan rumus:

....................................................................................... ............... Rumus 2.37

Dimana:

Ls = panjang lengkung peralihan (m)

RC = jari-jari lengkung rencana (m).

Apabila nilai p kurang dari 0,25 m, maka lengkung peralihan tidak diperlukan

sehingga tipe tikungan menjadi Full Circle. Superelevasi tidak diperlukan apabila

nilai R lebih besar atau sama dengan yang ditunjukkan pada Tabel II.19

Tabel II.19 Jari-jari yang diijinkan tanpa superlevasi

VR (km/jam) 120 100 80 60

Rmin (m) 5000 2000 1250 700

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota No.038/BM/1997

II.15. Perancangan Perkerasan Jalan

Struktur perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang diperkeras dengan

lapisan konstruksi tertentu yang memiliki ketebalan, kekuatan dan kekakuan serta

kestabilan tertentu agar mampu menyalurkan beban lalu lintas diatasnya keseluruh tanah

dasar.

38

1. Jenis Perkerasan

Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yangdigunakan untuk

melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai antara lainadalah batu pecah, batu

belah, batu kali dan hasil samping peleburan baja.Sedangkan bahan ikat yang dipakai

antara lain adalah aspal, semen dan tanah liat.Berdasarkan bahan pengikatnya,

konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas:

Konstruksi perkerasan lentur (Flexible Pavement), yaitu perkerasan yang

menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Lapisan-lapisan perkerasannya

bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.

Konstruksi perkerasan kaku (Rigid Pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan

semen sebagai bahan pengikatnya. Plat beton dengan atau tanpa tulangan diletakan

di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas

sebagian besar dipikul oleh plat beton.

Konstruksi perkerasan komposit (Composite Pavement), yaitu perkerasan kaku

yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur, dapat berupa perkerasan lentur di

atas perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur.

Konstruksi perkerasaan terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar

yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisam tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu

lintas dan menyebarkan ke lapisan dibawahnya.

2. Perbedaan Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku

Adapun perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku dapat dilihat pada

Tabel II.20

Tabel II.20 Perbedaan antara Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku

No Perbedaan Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku

1 Bahan pengikat Aspal Semen (Beton)

2 Konstruksi Multi Player Single Player

3 Kekakuan Rendah Tinggi (10-25 kali)

4 Tekstur Halus Kasar

5 Peranan Tanah Dasar Besar Kecil

6 Penyebaran Beban Sempit Lebar

7 Biaya Konstruksi Awal (Intial cost) Rendah Tinggi (115-130%)

8 Biaya Pemeliharaan (Life circle cost) Tinggi Rendah (90-70%)

9 Umur Rencana <20 Tahun >25 Tahun

10 Proses Pelapukan (wefering) Cepat Lambat

11 Faktor Ketidakpastian Banyak Sedikit

12 Konstruksi Bertahap Mudah Sulit

39

13 Peralatan Simple-Modern Simple-Modern

14 Variasi Lebar Sempit

15 Kecelakaan Lalu Lintas Banyak Sedikit 12%

16 Kepekaan terhadap overload Besar Kecil

17 Noise 82 db 83 db

Sumber: Sukirman, S.,(1992) Perkerasan Lentur Jalan Raya Penerbit Nova, Bandung

3. Konstruksi Perkerasan Lentur

Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang

menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dan lapisan-lapisan perkerasannya bersifat

memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Konstruksi perkerasan

lentur terdiri atas lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah

dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untukmenerima beban lalu lintas dan

menyebarkan ke lapisan yang ada dibawahnya, sehingga beban yang diterima oleh

tanah dasar lebih kecil dari beban yang diterima oleh lapisan permukaan dan lebih

kecil dari daya dukung tanah dasar. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari:

Gambar 2.16 Lapisan Konstruksi Perkerasan Lentur

1) Lapisan Permukaan (Surface Course)

Lapis permukaan struktur pekerasan lentur terdiri atas campuran mineralagregat

dan bahan pengikat yang ditempatkan sebagai lapisan paling atas dan biasanya

terletak di atas lapis pondasi.Fungsi lapis permukaan antara lain:

1. Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda

2. Sebagai lapisan tidak tembus air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan

akibat cuaca

3. Sebagai lapisan aus (wearing course)

Bahan untuk lapis permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapis pondasi

dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar

lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan

40

bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap

beban roda. Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu mempertimbangkan

kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi agardicapai manfaat sebesar-

besarnya dari biaya yang dikeluarkan.

2) Lapisan Pondasi Atas (Base Course)

Lapis pondasi adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak langsung

di bawah lapis permukaan. Lapis pondasi dibangun di atas lapis pondasi bawah

atau, jika tidak menggunakan lapis pondasi bawah, langsung di atas tanah dasar.

Fungsi lapis pondasi antara lain:

1. Sebagai bagian konstruksi perkerasan yang menahan beban roda

2. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan

Bahan-bahan untuk lapis pondasi harus cukup kuat dan awet sehingga dapat

menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan

sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan

sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik.

3) Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)

Lapis pondasi bawah adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak

antara tanah dasar dan lapis pondasi. Biasanya terdiri atas lapisan dari material

berbutir (granular material) yang dipadatkan, distabilisasi ataupun tidak, atau

lapisan tanah yang distabilisasi. Fungsi lapis pondasi bawah antara lain:

1. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebar

beban roda.

2. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-lapisan

di atasnya dapat dikurangi ketebalannya (penghematan biaya konstruksi).

3. Mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.

4. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan konstruksi berjalan lancar, lapis pondasi

bawah diperlukan sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar

terhadap roda-roda alat berat (terutama pada saat pelaksanaan konstruksi) atau

karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari

pengaruh cuaca.

4) Tanah Dasar (Subgrade)

Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian atau

permukaan tanah timbunan, yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar

untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. Kekuatan dan keawetan

41

konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat- sifat dan daya dukung

tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai

berikut:

a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu akibat

beban lalu lintas.

b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.

c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada

daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau

akibat pelaksanaan.

4. Umur Rencana

Menurut Kementerian Pekerjaan Umum umur rencana suatu jalan raya adalah jumlah

waktu dalam tahun yang dihitung sejak jalan tersebut dibukasampai saat diperlukan

perbaikan berat atau dianggap perlu untuk diberi lapis permukaan yang baru. Umur

perkerasan jalan ditetapkan pada umumnya berdasarkan jumlah kumulatif lintas

kendaraan standard (CESA, cumulative equivalent standard axle).

Dalam Manual Desain Perkerasan Jalan No.02/M/BM/2013 umur rencana digunakan

untuk menentukan jenis perkerasan dengan mempertimbangkan elemen perkerasan

berdasarkan análisis discounted whole of life cost terendah. Berikut ini merupakan

tabel ketentuan umur rencana denganmempertimbangkan elemen perkerasan yang

disajikan didalam Manual Desain Perkerasan Jalan No.02/M/BM/2013.

Tabel II.21 Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru (UR)

Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan No.02/M/BM/2013

Jenis

Perkerasan

Elemen Perkerasan Umur

Rencana

(tahun)

Perkerasan

Lentur

Lapisan aspal dan lapisan berbutir dan CTB 20

Pondasi jalan

40

Semua lapisan perkerasan untuk area yang

tidak diijinkan sering ditinggikan akibat

pelapisan ulang, misal: jalan perkotan,

underpass, jembatan, terowongan.

Perkerasan

Kaku

Lapis pondasi atas, lapis pondasi bawah, lapis

beton semen, dan pondasi jalan

Jalan

tanpa

penutup

Semua elemen Minimum

10

42

Catatan:

1. Jika dianggap sulit untuk menggunakan umur rencana diatas, maka dapat digunakan

umur rencanaberbeda, namun sebelumnya harus dilakukan analisis dengan

discounted wholof life cost, dimana ditunjukkan bahwa umur rencana tersebut dapat

memberikan discounted wholeo flifecost terendah.

2. Umur rencana tidak boleh diambil melampaui kapasitas jalan pada saat umur

rencana.

5. Beban Sumbu Standar kumulatif

Sedikit berbeda dalam perhitungan komulatif beban sumbu standard dengan manual

desain perkerasan lentur tahun 2002, Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor

02/M/BM/2013 membagi ESA menjadi 2 yaitu ESA4 dan ESA5. ESA4 merupakan

jumlah pengulangan sumbustandard pada perkerasan jalan pada umumnya (perkerasan

berbutir)sedangkan untuk perkerasan lentur (aspal) ESA4 harus di ubah menjadi

ESA5dengan mengalikan ESA4 dengan Traffic Multiplier (TM) atau disebut juga

kelelahan lapisan aspal.

Beban sumbu standar kumulatif (CESA) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu

lalu lintas desain pada lajur desain selama umur rencana, yang ditentukan sebagai:

............................................................ Rumus 2.38

............................................................... ............... Rumus 2.39

Dimana:

ESA : Lintasan sumbu standar ekivalen (equivalent standard axle) untuk

1(satu) hari

LHRT :Lintas harian rata-rata tahunan untuk jenis kendaraan tertentu

CESA4 :Kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur rencana

untuk perkersan butir

R : Faktor pengali pertumbuhan lalu lintas

6. Traffic Multiplier (TM)

Traffic Multiplier adalah faktor yang digunakan untuk mengkoreksi jumlah

pengulangan beban sumbu (ESA) pangkat empat menjadi nilai faktor pangkat

lainnya yang dibutuhkan untuk desain mekanik. NilaiTM kelelahan lapisan aspal

43

(TMlapisanaspal) untuk kondisi pembebanan yang berlebih di Indonesia adalah berkisar

1,8-2.

7. Menentukan Nilai CESA5

Nilai CESA tertentu (pangkat 4) untuk desain perkerasan lentur harus dikalikan

dengan nilai TM untuk mendapatkan nilai CESA5 dengan menggunakan persamaan

berikut:

𝑀 ................................................................ .............. Rumus 2.40

Dimana:

CESA5 : Kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama rencana untuk

perkerasan lentur

TM : Kelelahan lapisan aspal (1,8 - 2)

CESA4 : Kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur rencana untuk

pekerasan tanpa penutup

8. Angka Ekivalen

Berat kendaraan dapat dilimpahkan ke perkerasan jalan melalui roda kendaraan yang

terletak di ujung-ujung sumbu kendaraan. Setiap jenis kendaraan mempunyai

konfigurasi sumbu yang berbeda. Sumbu depan merupakan sumbu tunggal roda

tunggal sedangkan sumbu belakang dapat berupa sumbu tunggal atau roda ganda.

Dengan demikian setiap kendaraan akan mempunyai angka ekivalen yang berbeda.

Sistem klasifikasi kendaraan dinyatakan di dalam lampiran 1 dalam melakukan

survei lalu lintas harus menggunakan pembagian jenis kendaraan dan muatannya

seperti yang tertulis di dalam tabel tersebut.

9. Pemilihan Struktur Perkerasan

Pemilihan jenis perkerasan akan bervariasi sesuai estimasi lalu lintas, umur rencana,

dan kondisi pondasi jalan. Batasan di dalam tabel 2.29 tidak absolut desainer juga

harus mempertimbangan biaya selama umur pelayanan terendah, batasan dan

kepraktisan konstruksi. Solusi alternatif diluar solusi desain awal berdasarkan

manual ini harus didasarkan pada biaya umur pelayanan discounted terendah.

44

Tabel II.22 Pemilihan Jenis Perkerasan

Sumber: Manual Desain perkerasan Jalan No.02/M/BM/2013

Solusi yang lebih diutamakan (lebih murah)

Alternatif – lihat catatan

Catatan : tingkat kesulitan

1. kontraktor kecil - medium

2. kontraktor besar dengan sumber daya yang memadai

3. membutuhkan keahlian dan tenaga ahli khusus dibutuhkan kontraktor spesialis

burda.

10. Desain Pondasi Jalan

Desain pondasi jalan adalah desain perbaikan tanah dasar dan lapis penopang

(capping), tiang pancang mikro, drainase vertikal dengan bahan strip (wickdrain)

atau penanganan lainnya yang dibutuhkan untuk memberikan landasanpendukung

struktur perkerasan lentur dan perkerasan kaku dan sebagai akses untuk lalu lintas

konstruksi pada kondisi musim hujan.

11. Umur Rencana Pondasi

Umur rencana pondasi jalan untuk semua perkerasan baru maupun pelebaran

digunakan minimum 40 tahun karena :

a. Pondasi jalan tidak dapat ditingkatkan selama umur pelayanannya kecuali dengan

rekonstruksi total;

b. Keretakan dini akan terjadi pada perkerasan kaku pada tanah lunak yang pondasi-

nya didesainlemah (under design);

45

c. Perkerasan lentur dengan desainpondasi lemah (under design), umumnya selama

umur rencana akan membutuhkan perkuatan dengan lapisan aspal struktural, yang

berarti biayanya menjadi kurang efektif bila dibandingkan dengan pondasi jalan

yang didesain dengan umur rencana lebih panjang.

Tabel II.23 Bagan Desain 1 Perkiraan Nilai CBR Tanah Dasar

Posisi

muka

air

LHRT<2000 LHRT>2000 Jenis tanah

Lempung

subur Posisi

semua galian

terindikasi lain

seperti kasus

3dan timbunan

tanpa drainase

sempurna dan

FSL≤1000 mm

diatas muka

tanah asli

galian di zona

iklim 1 dan

semua

timbunan

dengan

drainase

sempurna

(m≥1) dan

FSL≥1000

mm di atas

muka tanah

asli

semua galian kecuali

terindikasi lain

seperti kasus 3 dan

timbunan tanpa

drainase sempurna

dan FSL<1000 mm

diatas muka tanah

asli

galian di zona

iklim 1 dan

semuua

timbunan

dengan

drainase

sempurna

(m≥1) dan

FSL>1000

mm diatas

muka tanah

asli

lempung

kelanauan 1 2 3 4 5 6

lempung

kepasiran

20 4 4,3 5 4,5 4,8 5,5

10 4 4,3 5 4,5 5 6

Lanau 1 1,3 2 1 1,3 2

FSL : Finish Surface Level (sampai dengan bagian teratas perkerasan)

Tabel II.24 Bagan Desain 2 Solusi Jalan Desain Minimum

CBR Tanah

Dasar

Kelas

Kekuatan

Tanah

Dasar

Prosedur

desain

pondasi

Deskripsi struktur

pondasi jalan

lalu lintas lajur desain umur

rencana 40 tahun (juta

CESA5)

≤2 2-4 >4

Tebal minimum peningkatan

tanah dasar

≥6 SG6

A

perbaikan tanah dasar

meliputi bahan

stabilisasi kapur atau

timbunan pilihan

(pemadatan

berlapis<200mm tebal

lepas)

Tidak perlu peningkatan

5 SG5 100

4 SG4 100 150 200

3 SG3 150 200 300

2,5 SG2.5 175 250 350

Tanah ekspansif (potential

swell>5%) AE

400 500 600

Perkerasan

lentur diatas

tanah lunak 5

SG1

aluvial1

B

Lapis penopang

(capping layer)(2)(4)

1000 1100 1200

Atau lapis penopang

dan geogrid(2)(4)

650 750 850

Tanah gambut dengan

HRS atau perkerasan

Burda untuk jalan kecil

(nilai minimum-peraturan

lain digunakan)

D Lapis penopang

berbutir(2)(4)

1000

1250

1500

46

Nilai CBR lapangan rendaman CBR tidak relevan

Diatas lapis penopang harus diasumsikan memiliki nilai CBR ekuivalen 2,5%

Ketentuan tambahan mungkin berlaku, desain harus mempertimbangkan semua

isu kritis

Tebal lapis penopang dapat dikurangi 300 mm jika tanah asli dipadatkan (tanah

lunak kering pada saat konstruksi)

Ditandai oleh kepadatan yang rendah dan CBR lapangan yang rendah dibawah

daerah yang dipadatkan.

12. Survei Lapangan, Pengujian dan Analisis Material Tanah Dasar

a. CBR Karakteristik

Prosedur dalam penentuan daya dukung untuk tanah normal adalah sebagai berikut :

Tentukan CBR rendaman 4 hari dari permukaan tanah asli pada elevasi tanah dasar

untuk semua area diatas permukaan tanah, untuk daerah galian yang mewakili jika

memungkinkan, dan untuk material timbunan biasa, timbunan pilihan dan material

darisumber bahan (borrow material) atau tentukan dengan BaganDesain2.

Identifikasi awal seksi seragam (homogen) secara visual dapat mengurangi jumlah

sampel yang dibutuhkan. Daerah terburuk secara visual harus dimasukkan dalam

serangkaian pengujian. Perlu dicatat apakah daerah terburuk tersebut diisolasi dan

dapat dibuang maka harus dicatat.

Identifikasi segmen tanah dasar yang mempunyai daya dukung seragam

berdasarkan data CBR, titik perubahan timbunan/galian, titik perubahan topografi

lainnya dan penilaian visual. Variasi segmen seringkali terjadi pada lokasi

perubahan topografi;

Tentukan daya dukung tanah dasar rencana pada setiap segmen yang seragam

(homogen). Untuk daerah timbunan, daya dukung rencana adalah daya dukung

untuk timbunan biasa atau timbunan pilihan. Pada daerah galian dapat digunakan

nilai konservatif untuk material permukan eksisting sebesar 3% pada tahap desain

kecuali sampel yang mewakili dapat diambil dari elevasi akhir tanah dasar pada

galian. Untuk perkerasan diatas permukaan tanah (at grade) dan pelebaran pada

timbunan eksisting, nilai CBR harus ditentukan dari sampel yang diambil dari tanah

47

asli yang diambil dari elevasi tanah dasar atau material pilihan atau distabilisasi

yang mungkin disebutkan.

Mengidentifikasi kondisi-kondisi yang memerlukan perhatian khusus seperti: lokasi

dengan muka air tanah tinggi; lokasi banjir (tinggi banjir 10 tahunan harus

ditentukan); daerah yang sulit mengalirkan air/drainase yang membutuhkan faktor

koreksi m; daerah yang terdapat aliran bawah permukan /rembesan (seepage);

daerah dengan tanah bermasalah seperti tanah alluvial lunak/tanah ekspansif/tanah

gambut.

b. Penentuan Segmen Tanah Dasar Seragam

Panjang rencana jalan harus dibagi dalam segmen – segmen yang seragam

(homogen) yang mewakili kondisi pondasi jalan yang sama:

c. Apabila data yang cukup valid tersedia (minimal 163 data pengujian per segmen

yang dianggap seragam), formula berikut dapat digunakan :

CBR karakteristik = CBR rata-rata– (1.3 x standar deviasi) ……........... Rumus 2.41

Data CBR dari segmen tersebut harus mempunyai koefisien variasi 25% - 30%

(standar deviasi/nilai rata-rata).

d. Bila set data kurang dari 16 bacaan maka nilai wakil terkecil dapat digunakan

sebagai nilai CBR dari segmen jalan. Nilai yang rendah yang tidak umum dapat

menunjukkan daerah tersebut membutuhkan penanganan khusus, sehingga dapat

dikeluarkan, dan penanganan yang sesuai harus disiapkan. Nilai CBR karakteristik

untuk desain adalahnilai minimum sebagaimana ditentukan diatas untuk data valid

dari:

• Data CBR laboratorium rendaman 4 hari, atau

• Data DCP yang disesuaikan dengan musim, atau

• Nilai CBR yang ditentukan dari batas atterberg BaganDesain1.

13. Penentuan Struktur Pondasi Berdasarkan Kondisi Tanah Dasar

Tinggi minimum tanah dasar diatas muka air tanah dan muka air banjir ditentukan

dalam Tabel dibawah ini:

48

Tabel II.25 Tinggi minimum tanah dasar diatas muka air tanah dan muka air banjir

Kelas Jalan Tinggi tanah dasar diatas

maka ait tanah (mm)

Tinggi tanah dasar

diatas muka air tanah

banjir (mm)

Jalan Bebas Hambatan 1200 (jika ada drainase bawah

permukaan di median)

500 (banjir 50 tahunan)

1700 (tanpa drainase bawah

permukaan di median)

Jalan Raya 600 (jika ada drainase di

median)

Jalan Sedang 600 500 (banjir 10 tahunan)

Jalan Kecil 400 Na

14. Desain Perkerasan Lentur

Solusi pekerasan yang banyak dipilih yang didasarkan pada pembebanan dan

pertimbangan biaya terkecil diberikan dalam BaganDesain3 Desain Perkerasan

Lentur opsi biaya optimum, dan Bagan Desain 3A Desain Perkerasan Lentur

Alternatif. Solusi laindapat diadopsi untuk menyesuaikan dengan kondisi setempat

tetapi disarankan untuk tetap menggunakan bagan sebagai langkah awal untuk semua

desain.

Tabel II.26 BaganDesain 3 Perkerasan Lentur opsi biaya minimum termasuk CTB)1

Catatan:

1. Ketentuan-ketentuan struktur pondasi bagan desain 2 juga berlaku

STRUKTUR PERKERASAN

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8

Lihat desain 5 dan 6

Lihat bagan Desain 4 untuk alternatif lebih

murah

Pengulangan beban

sumbu desain 20 tahun

terkoreksi di lajur desain

(pangkat 5) (106 CESA5)

<0,5 0,5-2 2-4 4-30 30-50 50-100 100-200 200-500

Jenis permukaan

berpengikat

HRS,

SS atau

Penmac

HRS(6)

ACC

atau

ACf

ACC

Jenis lapis Pondasi dan

lapis Pondasi bawah Lapis Pondasi Berbutir A

Cement Treated Base (CTB) (=cement treated

base A)

KETEBALAN LAPIS PERKERASAN (mm)

HRS WC 30 30 30

HRS Base 35 35 35

AC WC

40 40 40 50 50

Lapisan beraspal AC BC5 135 155 185 220 280

CTB atau LPA Kelas A CTB4 150 150 150 150 150

LPA Kelas A2 150 250 250 150 150 150 150 150

LPA Kelas A, LPA Kelas

B atau kerikil alam atau

lapis distabilisasi dengan

CBR >10%)

150 125 125

49

2. Ukuran Gradasi LPA nominal maksimum harus 20 mm untuk tebal lapisan 100 –

150 mm atau 25 mm untuk tebal lapisan 125 – 150 mm

3. Pilih Bagan 4 untuk solusi perkerasan kaku untuk life cycle cost yang rendah

4. Hanya kontraktor yang cukup berkualitas dan memiliki akses terhadap peralatan

yang sesuai dan keahlian yang diijinkan melaksanakan pekerjaan CTB. LMC dapat

digunakan sebagai pengganti CTB untuk pekerjaan di area sempit atau jika

disebabkan oleh ketersediaan alat.

5. AC BC harus dihampar dengan tebal padat minimum 50 mm dan maksimum 80

mm.

6. HRS is not suitable for step gradients or urban areas with traffic exceeding 1

million ESA4 . See Bagan Desain 3A for alternatives.

Tabel II.27 Bagan Desain 3A: Desain Perkerasan Lentur Alternatif

STRUKTUR PERKERASAN

FF1 FF2 FF3 FF4

ESA5 (juta) untuk UR 20th di lajur desain

0.8 1 2 3

TEBAL LAPIS PERKERASAN (mm)

AC WC 50 40 40 40

AC BC lapis 1 0 60 60 60

AC BC lapis 2/AC Base 0 0 80 60

AC BC lapis 3/AC Base 0 0 0 75

LPA Kelas A lapis 1 150 150 150 150

LPA Kelas A lapis 2/LPA Kelas B 150 150 150 150

LPA Kelas A, LPA Kelas Batu kerikil

alam atau lapis distabilisasi dengan

CBR>10%

150 150 0 0

Catatan : Desain ini hanya digunakan jika HRS atau CTB sulit untuk dilaksanakan namun

untuk desain perkerasan lentur tetap lebih mengutamakan pada desain 3

Tabel II.28 Alternatif Bagan Desain 3A: Desain Perkerasan Lentur – Aspal dengan Lapis

Pondasi Berbutir.

(Solusi untuk Rehabilitasi 80% Umur Rencana 20 Tahun)

STRUKTUR PERKERASAN

FF1 FF2 FF3 FF4 FF5 FF6 FF7 FF8 FF9

Solusi yang dipilih lihat catatan 3 lihat catatan 3 pengulangan

beban sumbu

desain 20

tahun di lajur

rencana

(pangkat 5)

(106 CESA5)

1-2 2-4 4-7 7-10 10-20 20-30 30-50 50-100 100-200

50

Catatan :

1. FF1 atau FF2

2. harus lebih diutamakan daripada solusi F1 dan F2 atau dalam situasi jika HRS

berpotensi rutting

3. FF3 akan lebih efektif biaya relatif terhadap solusi F4 pada kondisi tertentu

4. CTB dan pilihan perkerasan kaku (Bagan Desain 3) dapat lebih efektif biaya tapi

dapat menjadi tidak praktis jika sumber daya yang dibutuhkan tidak tersedia. Solusi

dari FF5-FF9 dapat lebih praktis daripada solusi Bagan desain 3 atau 4 untuk situasi

konstruksi tertentu. Contoh jika perkerasan kaku atau CTB bisa menjadi tidak

praktis : pelebaran perkerasan lentur eksisting atau diatas tanah yang berpotensi

konsolidasi atau pergerakan tidak seragam (pada perkerasan kaku) atau jika sumber

daya kontraktor tidak tersedia.

5. Faktor reliabilitas 80% digunakan untuk solusi ini.

6. Tabel 2.28 digunakan jika HRS atau CTB sulit untuk diimplementasikan. Untuk

desain perkerasan lentur, lebih diutamakan menggunakan Bagan Desain 3.

II.16. Waktu Tempuh

Waktu tempuh merupakan waktu yang diperlukan sebuah kendaraan ringan untuk

melewati suatu titik awal ia berangkat menuju titik tujuan. Dalam hal ini dispesifikkan

sepanjang segmen jalan Yos Sudarso, Ombolata Ulu.

Menghitung waktu tempuh rata-rata :

TT = L/V …………….....………………………………........... ............Rumus 2.42

Dengan :

TT : Waktu Tempuh Rata-rata

L : Panjang segmen (km)

V : kecepatan rata-rata ruang LV

KETEBALAN LAPIS PERKERASAN (mm)

AC WC 40 40 40 40 40 40 40 40 40

AC Binder 60 60 60 60 60 60 60 60 60

AC Base 0 70 80 105 145 160 180 210 245

LPA 400 300 300 300 300 300 300 300 300

Catatan 1 1 2 2 3 3 3 3 3

51

II.17. Tundaan

Tundaan merupakan waktu tempuh tambahan yang dipelukan kendaraan ringan

untuk melintasi suatu segmen jalan.

a. Tundaan Lalu Lintas simpang DTI

Tundaan lalu lintas simpang adalah tundaan lalu lintas, rata-rata untuk semua

kendaraan bermotor yang masuk simpang. DTI ditentukan dari kurva empiris antara

DTI dengan DS. (MKJI 1997)

b. Tundaan Geometrik Simpang

Tundaan geometric simpang adalah tundaan geometric rata-rata seluruh kendaraan

bermotor yang masuk simpang.

Untuk DS < 1,0 :

DG = (1 – DS) x (pT x 6 + (1 – pT) x 3) + DS x 4 ……........................Rumus 2.43

Untuk DS ≥1,0 ; DG = 4

Dimana :

DG : Tundaan geometrik simpang

DS : Derajat Kejenuhan

pT : Rasio belok total.

c. Tundaan Simpang

Tundaan simpang dihitung sebagai berikut :

D = DG + DTI ……………………………………………........................Rumus 2.44

II.17. Tingkat Pelayanan (Level of Service)

Tingkat pelayanan adalah suatu ukuran yang digunakan untuk mengetahui kualitas

suatu ruas jalan tertentu dalam melayani arus lalu lintas yang melewatinya. Hubungan

antara kecepatan dan volume jalan perlu di ketahui karena kecepatan dan volume

merupakan aspek penting dalam menentukan tingkat pelayanan jalan. Apabila volume lalu

lintas pada suatu jalan meningkat dan tidak dapat mempertahankan suatu kecepatan

konstan, maka pengemudi akan mengalami kelelahan dan tidak dapat memenuhi waktu

perjalan yang direncanakan. Menurut Warpani (2002), tingkat pelayanan adalah ukuran

kecepatan laju kendaraan yang dikaitkan dengan kondisi dan kapasitas jalan. Ada beberapa

aspek penting lainnya yang dapat mempengaruhi tingkat pelayanan jalan antara lain:

kenyamanan, keamanan, keterandalan, dan biaya perjalanan (tarif dan bahan bakar)

(Morlok,1991). Menurut Tamin (2000), terdapat dua buah definisi tentang tingkat

pelayanan suatu ruas jalan yang perlu dipahami.

52

1. Tingkat Pelayanan (tergantung-arus)

Hal ini berkaitan dengan kecepatan operasi atau fasilitas jalan, yang tergantung pada

perbandingan antara arus terhadap kapasitas. Oleh karena itu, tingkat pelayanan pada

suatu jalan tergantung pada arus lalu lintas.

Definisi ini digunakan oleh MKJI, diilustrasikan dengan Gambar 1. yang mempunyai

enam buah tingkat pelayanan, yaitu:

a. Tingkat pelayanan A − arus bebas

b. Tingkat pelayanan B − arus stabil (untuk merancang jalan antarkota)

c. Tingkat pelayanan C − arus stabil (untuk merancang jalan perkotaan)

d. Tingkat pelayanan D − arus mulai tidak stabil

e. Tingkat pelayanan E − arus tidak stabil (tersendat-sendat)

f. Tingkat pelayanan F − arus terhambat (berhenti, antrian, macet)

Gambar 2.17. Tingkat pelayanan

Sumber: Perencanaan dan Pemodelan Transportasi Ofyar Z. Tamin, 2000

Tingkat Pelayanan (tergantung-fasilitas) Menurut Black (Perencanaan dan

Pemodelan Transportasi, 2007), tingkat pelayanan sangat tergantung pada jenis fasilitas,

bukan arusnya. Jalan bebas hambatan mempunyai tingkat pelayanan yang tinggi,

sedangkan jalan yang sempit mempunyai tingkat pelayanan yang rendah. Hal ini

diilustrasikan pada Gambar 2.18

53

Gambar II.18. Hubungan antara nisbah waktu perjalanan (kondisi aktual/arus bebas)

dengan nisbah volume/kapasitas

Sumber: Perencanaan dan Pemodelan Transportasi Ofyar Z. Tamin, 2000

Kriteria tingkat pelayanan untuk simpang bersinyal dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel II.29. Tingkat pelayanan

Sumber : MKJI, 1997

I. Kinerja (Level of Services)

Kinerja atau tingkat pelayanan jalan menurut US-HCM adalah ukuran kualitatif

yang digunakan di Amerika dan menerangkan kondisi operasional dalam arus lalu-lintas

dan penilaiannya oleh pemakai jalan. Dinyatakan dalam kecepatan, waktu tempuh,

54

kebebasan bergerak, interuspi lalu-lintas, keenakan kenyamanan, dan keselamatan. (MKJI,

1997).

Kinerja ruas jalan pada umumnya dapat dinyatakan dalam kecepatan, waktu

tempuh, kebebasan bergerak, kenyamanan, keamanan atau keselamatan pengendara.

Ukuran-ukuran kuantitatif berikut ini dapat menerangkan kondisi operasional

fasilitas lalu-lintas seperti kapasitas, derajat kejenuhan, kecepatan rata-rata, waktu tempuh,

tundaan, peluang antrian, rasio kendaraan terhenti. Berdasarkan Peraturan Menteri

Perhubungsn Nomor 14 Tahun 2005 tentang Karakteristik Tingkat Pelayanan atau Level of

Services (LOS) adalah sebagai berikut:

Tabel II.30. Karakteristik Tingkat Pelayanan

Sumber : MKJI 1997

II.18. Perancangan Dimensi Drainase Jalan

1. Umum

Drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk

mengurangi kelebihan air, baik berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air

irigasi dari suatu kawasan/rembesan sehingga fungsi kawasan/lahan tidak terganggu.

Perencanaan sistem drainase jalan didasarkan kepada keberadaan air permukaan dan

bawah permukaan, sehingga perencanaan drainase jalan dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Drainase permukaan (surface drainage)

Drainase permukaan yaitu suatu sistem drainase permukaan jalan yang terdiri atas

kemiringan melintang perkerasan dan bahu jalan, saluran samping jalan, drainase

lereng dan gorong-gorong. Sistem drainase permukaan berfungsi untuk

mengendalikan limpasan air hujan di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya

55

agar tidak merusak konstruksi jalan, seperti kerusakan karena air banjir yang

melintas di atas perkerasan jalan atau kerusakan pada badan jalan akibat erosi. Sistem

drainase juga harus memperhitungkan debit pengaliran dari saluran samping jalan

yang memanfaatkan saluran samping jalan tersebut untuk menuju badan air atau

resapan buatan.

b. Sistem drainase bawah permukaan

Drainase bawah permukaan bertujuan untuk menurunkan muka air tanah dan

mencegat serta membuang air infiltrasi dari daerah sekitar jalan dan permukaan jalan

atau air yang naik dari subgrade jalan.

c. Kemiringan melintang perkerasan dan bahu jalan

Kemiringan melintang harus memenuhi ketentuan yang diuraikan sebagai berikut:

a. Daerah jalan yang datar dan lurus.

b. Kemiringan perkerasan jalan mulai dari tengah perkerasan (as jalan)

menurun/melandai kearah saluran drainase jalan.

c. Besarnya kemiringan bahu jalan diambil 5% lebih besar daripada kemiringan

permukaan jalan

d. Kemiringan melintang normal pada perkerasan jalan dapat dilihat pada Tabel

II.31.

Tabel II.31 Kemiringan melintang normal perkerasan jalan

No. Jenis Lapisan Perkerasan Jalan Kemiringan Melintang Im (%)

1 Aspal, Beton 2 – 3

2 Japat (Jalan yang dipadatkan) 2 – 4

3 Kerikil 3 – 6

4 Tanah 3 – 6

Sumber: Perencanaan Sistem Drainase Pd T-02-2006-B

e. Pada bahu jalan yang terebuat dari tanah lempung atau lanau dan tidak

diperkeras, untuk mempercepat pengaliran air hujan agar tidak meresap ke dalam

bahu jalan dibuat saluran-saluran kecil yang melintang bahu jalan.

d. Daerah yang lurus pada tanjakan atau turunan

Penanganan pengendalian air pada daerah ini perlu mempertimbangkan besarnya

kemiringan alinemen vertikal jalan yang berupa tanjakan dan turunan agar aliran air

dapat mengalir secepatnya ke saluran samping. Untuk itu maka kemiringan

melintang perkerasan jalan disarankan agar menggunakan nilai-nilai maksimum.

56

e. Daerah tikungan

Penanganan pengendalian pada daerah ini harus mempertimbangkan kebutuhan

kemiringan jalan yang menurut persyaratan alinemen horizontal jalan (menurut

ketentuan yang berlaku). Besarnya kemiringan perkerasan jalan harus dimulai dari

sisi luar tikungan menurun/melandai ke sisi dalam tikungan, besarnya kemiringan

daerah ini ditentukan oleh nilai maksimum kebutuhan kemiringan menurut keperluan

drainase. Kedalaman saluran di tepi luar jalan pada tikungan harus memperhatikan

kesesuaian rencana pengaliran sistem drainase saluran tersebut.

f. Saluran drainase

Saluran samping adalah saluran yang dibuat di sisi kanan dan kiri badan jalan.

Saluran samping berfungsi sebagai tempat untuk menampung dan membuang air

yang berasal dari permukaan jalan dan yang berasal dari daerah pengaliran sekitar

jalan. Kemiringan melintang normal (en) perkerasan jalan untuk lapis permukaan

aspal adalah 3%, sedangkan untuk bahu jalan diambil 5%. Pemilihan jenis material

saluran samping ditentukan oleh besarnya kecepatan rencana aliran air yang mengalir

di saluran samping jalan tersebut. Jenis material dapat dilihat pada Tabel II.32

berikut ini.

Tabel II.32 Kecepatan aliran air yang diizinkan berdasarkan jenis material

Jenis Material Kecepatan aliran air yang diizinkan

(m/detik)

Pasir halus

Lempung kepasiran

Lanau alluvial

Kerikil halus

Lempung kokoh

Lempung padat

Kerikil kasar

Batu-batu besar

Pasangan batu

Beton

Beton bertulang

0,45

0,50

0,60

0,75

0,75

1,10

1,20

1,50

1,50

1,50

1,50

Sumber: Perencanaan Sistem Drainase Pd T-02-2006-B

Tabel II.33 Angka kekasaran Manning (n)

Kondisi lapangan permukaan Nd

1. Lapisan semen dan aspal beton 0.013

2. Permukaan licin dan kedap air 0.020

3. Permukaan licin dan kokoh 0,100

4. Tanah dengan rumput tipis dan gundul dengan permukaan

sedikit kasar 0,200

5. Padang rumput dan rerumputan 0,400

57

6. Hutan gundul 0,600

7. Hutan rimbun dan hutan gundul rapat dengan hamparan

rumput jarang sampai rapat 0,800

Sumber: Perencanaan Sistem Drainase Pd T-02-2006-B

Untuk menghitung kemiringan memanjang saluran digunakan rumus:

(

⁄)

......................................................................... .................... Rumus 2.45

Dimana:

v = Kecepatan aliran (m/detik)

n = Koefisien kekasaran Manning (lihat Tabel II.32)

= Jari-jari hidrolis (m)

F = Luas penampang basah (m2)

P = Keliling basah (m)

is = Kemiringan memanjang saluran

2. Perhitungan debit aliran rencana (Q)

Dalam memperhitungkan debit aliran rencana (Q) harus mengikuti langkah-langkah

berikut:

a. Plot rute jalan di peta topografi.

b. Tentukan panjang segmen, daerah pengaliran, luas (A), kemiringanlahan dari

peta topografi.

c. Idenifikasi jenis bahan permukaan daerah pengaliran.

d. Tentukan koefisien aliran (C) berdasarkan kondisi permukaan kemudian

kalikan dengan harga faktor limpasan.

Tabel II.34 Harga koefisien pengaliran (C) dan harga koefisien limpasan (fk)

No. Kondisi permukaan tanah Koefisien

pengaliran (C)

Faktor

limpasan (fk)

Bahan

1 Jalan beton & jalan aspal 0,70 – 0,95 -

2 Jalan kerikil & jalan tanah 0,40 – 0,70 -

3 Bahu jalan:

- Tanah berbutir halus 0,40 – 0,65 -

- Tanah berbutir kasar 0,10 – 0,20 -

- Batuan masif keras 0,70 – 0,85 -

- Batuan masif lunak 0,60 – 0,75 -

Tata Guna Lahan

1 Daerah perkotaan 0,70 – 0,95 2,0

2 Daerah pinggir kota 0,60 – 0,70 1,5

3 Daerah industri 0,60 – 0,90 1,2

4 Permukiman padat 0,40 – 0,60 2,0

5 Permukiman tidak padat 0,40 – 0,60 1,5

6 Taman dan kebun 0,20 – 0,40 0,2

58

7 Persawahan 0,45 – 0,60 0,5

8 Perbukitan 0,70 – 0,80 0,4

9 Pegunungan 0,75 – 0,90 0,3

Sumber: Perencanaan Sistem Drainase Pd T-02-2006-B

e. Hitung koefisien aliran rata-rata dengan rumus:

....................................... Rumus 2.46

Dimana:

= Koefisien pengaliran yang sesuai dengan tipe kondisi permukaan

= Luas daerah pengaliran yang diperhitungkansesuai dengan kondisi

permukaan

f. Tentukan kondisi permukaan berikut koefisien hambatan, nd

Tabel II.35 Koefisien hambatan (nd) berdasarkan kondisi permukaan

No. Kondisi lapis permukaan Nd

1 Lapisan semen dan aspal beton 0,013

2 Permukaan licin dan kedap air 0,020

3 Permukaan licin dan kokoh 0,100

4 Tanah dengan rumput tipis dan gundul dengan

permukaan sedikit kasar 0,200

5 Padang rumput dan rerumputan 0,400

6 Hutan gundul 0,600

7 Hutan rimbun dan hutan gundul rapat dengan

hamparan rumput jarang sampai rapat 0,800

Sumber: Perencanaan Sistem Drainase Pd T-02-2006-B

g. Hitung intensitas curah hujan dari Badan Metereologi dan Geofisika. Tentukan

periode ulang rencana untuk saluran drainase yaitu 10 tahun. Curah hujan (mm)

merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak

menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Langkah-langkah perhitungan curah

hujan rencana dengan Metode Gumbel adalah sebagai berikut:

3. Hitung standar deviasi

..................................................................... Rumus 2.47

Dimana:

S = Standar deviasi

Xi = Curah hujan rata-rata

Xr = Harga rata-rata

n = Jumlah data

4. Hitung nilai faktor frekuensi (K)

59

................................................................................. Rumus 2.48

Dimana:

K = Faktor frekuensi

Yn = Harga rata-rata reduce variate

Sn = Reduced standard deviation

Yt = Reduced variated, dimana dicari menggunakan rumus =

T

TLnLn

1

.................................................... Rumus 2.49

T = Periode ulang (tahun)

5. Hitung hujan dalam periode ulang T tahun

Xt Xr (K Sx) ....................................................... Rumus 2.50

Dimana:

Xt = Hujan dalam periode ulang tahun

Xr = Harga rata-rata

K = Faktor frekuensi

Sx = Standar deviasi

Tabel II.36 Hubungan reduksi data rata-rata (Yn) dengan jumlah data (n) N yn N yn N yn N yn

10

11

0,4952

0,4996

34

35

0,5396

0,5402

58

59

0,5515

0,5518

82

83

0,5672

0.5574

12

13

0,5035

0,5070

36

37

0,5410

0,5418

60

61

0,5521

0,5524

84

85

0,5576

0,5578

14 15

0,5100 0,5128

38 39

0,5424 0,5430

62 63

0,5527 0,5530

86 87

0,5580 0,5581

16

17

0,5157

0,5181

40

41

0,5436

0,5442

64

65

0,5533

0,5535

88

89

0,5583

0,5585

18

19

0,5202

0,5220

42

43

0,5448

0,5453

66

67

0,5538

0,5540

90

91

0,5586

0,5587

20

21

0,5236

0,5252

44

45

0,5458

0,5463

68

69

0,5543

0,5545

92

93

0,5589

0,5591

22 23

0,5268 0,5283

46 47

0,5468 0,5473

70 71

0,5548 0,5550

94 95

0,5592 0,5593

24

25

0,5296

0,5309

48

49

0,5477

0,5481

72

73

0,5552

0,5555

96

97

0,5595

0,5596

26

27

0,5320

0,5332

50

51

0,5485

0,5489

74

75

0,5557

0,5559

98

99

0,5598

0,5599

28 29

0,5343 0,5353

52 53

0,5493 0,5497

76 77

0,5561 0,5563

100 0,5600

30

31

0,5362

0,5371

54

55

0,5501

0,5504

78

79

0,5565

0,5567

60

32 33

0,5380 0,5388

56 57

0,5508 0,5511

80 81

0,5569 0,5570

Sumber: Hidrologi Teknik, C. D. Soemarto, 1987:23

Tabel II.37 Hubungan antara deviasi standar (Sn) dan reduksi data dengan jumlah data

(n) N Sn N Sn N Sn N Sn

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

0,9496

0,9676

0,9833

0,9971

1,0316

1,0411

1,0316

1,0411

1,0493

1,0565

1,0628

1,0696

1,0754

1,0811

1,0864

1,0915

1,0861

1,1004

1,1047

1,1086

1,1124

1,1159

32

33

34

35

36

37

38

39

40

41

42

43

44

45

46

47

48

49

50

51

52

53

1,1193

1,1226

1,1255

1,2865

1,1313

1,1339

1,1363

1,1388

1,1413

1,1436

1,1458

1,1480

1,1499

1,1519

1,1538

1,1557

1,1574

1,1590

1,1607

1,1623

1,1638

1,1658

54

55

56

57

58

59

62

63

64

65

66

67

68

69

70

71

72

73

74

75

76

77

1,1667

1,1681

1,1696

1,1708

1,1721

1,1734

1,1770

1,1782

1,1793

1,1803

1,1814

1,1824

1,1834

1,1844

1,1854

1,1854

1,1873

1,1881

1,1890

1,1898

1,1906

1,1915

78

79

80

81

82

83

84

85

86

87

88

89

90

91

92

93

94

95

96

97

98

99

100

1,1923

1,1930

1,1938

1,1945

1,1953

1,1959

1,1967

1,1973

1,1980

1,1987

1,1994

1,2001

1,2007

1,2013

1,2020

1,2026

1,2032

1,2038

1,2044

1,2049

1,2055

1,2060

1,2065

Sumber: Hidrologi Teknik, C. D. Soemarto, 1987:237

6. Hitung waktu konsentrasi (Tc) dengan rumus:

............................................................................................ Rumus 2.51 167,0

28,33

2

s

d

i

nxIoxx1t

................................................................. Rumus 2.52

60xV

L=t 2

............................................................................................................................................. Rumus 2.53

Dimana:

Tc = Waktu konsentrasi (menit)

To = Waktu inlet (menit)

Td = Waktu aliran (menit)

lo = Jarak dari titik terjauh ke fasilitas drainase (m)

L = Panjang saluran (m)

nd = Koefisien hambatan

61

= Kemiringan daerah pengaliran

V = Kecepatan air rata-rata disaluran (m/detik)

Untuk menghitung debit air (Q) dapat menggunakan rumus:

...........................................................................Rumus 2.54

Dimana:

Q = Debit air (m3/detik)

C = Koefisien pengaliran

I = Intensitas hujan (mm/jam)

A = Luas daerah pengaliran (km2)

7. Bentuk saluran penampang

Dalam perencanaan dimensi saluran harus direncanakan agar memperoleh tampang

yang ekonomis. Dimensi saluran yang terlalu besar berarti tidak ekonomis, sebaliknya

dimensi yang terlalu kecil tingkat kegagalan akan terlalu besar. Adapun bentuk

penampang saluran yang sering dijumpai dan digunakan dalam perencanaan drainase

adalah:

a. Saluran berbentuk trapesium

Bentuk penampang trapesium dipakai untuk debityang besar dan umumnya untuk

mengalirkan air hujan, limbah domestik, dan irigasi. Saluran ini memerlukan

tempat yang aak luas dan dapat terbuat dari tanah. Bentuk penampang drainase ini

sering digunakan karena mempunyai keuntungan dari segi teknis pengerjaan

maupun dalam pelaksanaan.

Gambar 2.19 Saluran Trapesium

a. Luas penampang saluran (A)

A = b.h + mh2 ..................................................................... Rumus 2.55

b. Keliling basah (P)

√ ................................................ Rumus 2.56

c. Jari-jari hidrolis (R)

h

m.h m.h b

w

62

.................................................................................. Rumus 2.57

b. Saluran berbentuk empat persegi

Bentuk penampang empat persegi panjang dipakai untuk debit-debit yang besar,

untuk membuat saluran seperti ini biasanyadibuat pada daerah yang memiliki luasan

yang kecil, hanya didukung oleh konstruksi yang kokoh dan digunakan untuk saluran air

hujan, air rumah tangga dan lain-lain.

Gambar 2.20 Saluran Empat Persegi

a. Luas penampang basah (A)

A= b.h .................................................................................... Rumus 2.58

b. Keliling basah (P)

P= 2h + b ................................................................................ Rumus 2.59

c. Jari-jari hidrolis (Rs)

...................................................................................... Rumus 2.60

8. Perhitungan dimensi penampang

Pada daerah Kabupaten Karo, debit air cukup besar dikarenakan curah hujan yang

tinggi. Dengan kondisi lapangan pebukitan, maka solusi yang tepat untuk bentuk

saluran penampang ialah persegi. Untuk saluran berpenampang persegi, dimensinya

dapat direncanakan dengan persamaan-persamaan dibawah ini:

A = b x h ...................................................................................... Rumus 2.61

P = b + 2h ..................................................................................... Rumus 2.62

............................................................................................ Rumus 2.63

Penampang basah saluran drainase dapat dihitung yang paling ekonomis, untuk

menampung debit maksimum (A), yaitu:

A = b x h ................................................................................... Rumus 2.64

........................................................................................... Rumus 2.65

b = 2h ....................................................................................... Rumus 2.66

w

h

b

63

Dimana:

A = Luas penampang (m2)

b = Lebar dasar saluran (m)

h = Tinggi saluran (m)

P = Keliling penampang basah (m)

R = Jari-jari hidrolis (m)

Untuk tinggi jagaan (W) untuk saluran drainase jalan bentuk persegi ditentukan

berdasarkan rumus:

√ ....................................................................................... Rumus 2.67

Dimana:

W = Tinggi jagaan (m)

h = Kedalaman air yang tergenang dalam saluran (m)

Gambar 2.21 Penampang Drainase

II.19. Rencana Anggaran Biaya (RAB)

1. Daftar harga satuan alat dan bahan

Daftar satuan bahan dan upah adalah harga yang dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan

Umum Bina Marga tempat proyek berada karena tidak setiap daerah memiliki

standart yang sama. Penggunaan daftar upah ini juga merupakan pedoman untuk

menghitung perancangan anggaran biaya pekerjaan dan upah yang dipakai

kontraktor. Adapun harga satuan dan upah adalah harga yang termasuk pajak-pajak.

2. Analisa harga satuan pekerjaan

Harga satuan pekerjaan ialah jumlah harga bahan dan upah tenaga kerja berdasarkan

perhitungan analisis. Harga bahan didapat dipasaran, dikumpulkan dalam satu daftar

yang dinamakan daftar harga satuan bahan. Upah tenaga kerja didapat dilokasi,

dikumpulkan dan dicatat dalam satu daftar yang dinamakan daftar harga satuan upah.

3. Perhitungan volume pekerjaan

64

Volume pekerjaan adalah jumlah keseluruhan dari banyaknya (kapasitas) suatu

pekerjaan yang ada. Volume pekerjaan berguna untuk menunjukkan banyaknya suatu

kuantitas dari suatu pekerjaan agar didapat harga satuan dari pekerjaan-pekerjaan

yang ada didalam suatu proyek tersebut.

4. Perhitungan rencana anggaran biaya

Rencana anggaran biaya adalah merencanakan banyaknya biaya yang akan

digunakan serta susunan pelaksanaannya dalam perencanaan anggaran biaya perlu

dilampirkan analisa harga satuan bahan dari setiap pekerjaan agar jelas jenis-jenis

pekerjaan dan bahan yang digunakan.

5. Rekapitulasi biaya

Rekapitulasi biaya adalah biaya total yang diperlukan setelah menghitung dan

mengalikannya dengan harga satuan yang ada. Dalam rekapitulasi terlampir pokok-

pokok pekerjaan beserta biayanya dan waktu pelaksanaannya. Disamping itu juga

dapat menunjukkan lamanya pemakaian alat dan bahan-bahan yang diperlukan serta

pengaturan hal-hal tersebut tidak saling mengganggu pelaksanaan pekerjaan.

65

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Umum

Dalam bab ini akan dijabarkan uraian kegiatan dan diagram alir dalam

penyusunan tugas akhir yang berjudul Rancangan Perservasi Jalan Yos Sudarso

Ombolata Ulu, Gunungsitoli Sta 0 + 000 – Sta 2 + 014.

III.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah kondisi jalan Yos Sudarso, Ombolata Ulu,

Pelabuhan Gunungsitoli.

Gambar 3.1 Peta Wilayah

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Gunungsitoli

66

Gambar 3.2 Peta RTRW Kota Gunungsitoli

Sumber :RTRW Kota Gunungsitoli

67

III.3. Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.3. Diagram Alir Penelitian

Pembahasan

Perencanaan

Perkerasan

Simpulan dan Saran

Perhitungan

RAB

Kapasitas

Jalan

MULAI

PERSIAPAN

PENGAMATAN PENDAHULUAN

IDENTIFIKASI MASALAH

PENGUMPULAN DATA

DATA SEKUNDER

1. Data LHR

2. Data Geometri

3. Dokumentasi

DATA PRIMER

1. Data Curah Hujan

2. Data Jumlah Penduduk

3. Peta Wilayah

ANALISA & PENGOLAHAN DATA

68

III.4. Identifikasi Masalah

Tahap identifikasi masalah merupakan upaya untuk mengenali permasalahan

yang timbul dilokasi penelitian. Dalam hal ini, permasalahan jalan timbul karena titik-

titik jenuh karena tundaan lalu lintas sehingga perlu dilakukan Rancangan Persevasi

pada Jalan Yos Sudarso.

III.5. Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian iniadalah

sebagai berikut :

1. Data Primer

Data primer yaitu data survei lalu-lintas (Traffic Survey). Perolehan data

ini diperoleh dari kegiatan survei lapangan, yaitu melakukan survei lalu-lintas

secara langsung di ruas jalan lokasi studi. Survei lalu-lintas yang dilakukan

terdiri dari:

a) survei volume lalu-lintas,

b) Data Kondisi

c) Data Geometri

2. Data Sekunder

Data Sekunder yaitu data-data yang diperoleh peneliti dari sumber yang

sudah ada. Perolehan data ini dilakukan dengan meminta data dan informasi

yang diperlukan pada instansi dan lembaga yang terkait. Data yang diperlukan

seperti:

a) Data Peta RTRW

b) Sosial – Ekonomi

c) Kondisi tata guna lahan

d) kebijakan pengembangan wilayah, dan lain-lain. Perolehan data ini

dilakukan dengan meminta data dan informasi yang diperlukan pada

instansi dan lembaga yang terkait.

e) Data curah hujan

f) Data penduduk

69

III.6. Tahapan Penelitian

Tahapan persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum pengumpulan dan

pengolahan data, pada tahap ini disusun kegiatan yang harus dilakukan dengan tujuan

untuk mengefektifkan dalam Rancangan perservasi Jalan. Untuk membantu dalam

proses penyelesaian Tugas Akhir maka perlu dibuat suatu pedoman yang matang,

sehinggga waktu untuk menyelesaikan laporan Tugas Akhir sesuai dengan bobot

persoalan umum, berupa alur kerja yang efesien namun dapat menjawab semua

permasalahan yang dapat ditinjau.

Tahapan dalam penelitian ini dibagi dalam empat tahap, yaitu sebagai

berikut:

1. Tahap pertama. Tahap ini meliputi aktifitas survai pendahuluan dan persiapan

survai. Survai pendahuluan (survai awal) dimaksudkan untuk memilih lokasi yang

aman, menentukan jumlah tenaga surveyor yang dibutuhkan untuk menghitung

jumlah kendaraan, menentukan posisi pendistribusian surveyor pada tiap pendekat

simpang untuk mempermudah pengamatan. Selain itu, hasil pengamatan awal ini

digunakan untuk mendesain formulirformulir survai, sebagai salah satu alat yang

digunakan dalam survai utama.

2. Tahap kedua. Setelah formulir dibuat, proses selanjutnya adalah pengambilan data

primer dan data sekunder. Data sekunder akan diperoleh dari dinas-dinas terkait

dan google map, data ini meliputi: peta lokasi, jumlah penduduk Gunungsitoli,

data waktu tempuh tambahan, meliputi Jl. Yos Sudarso menuju pelabuhan

Gunungsitoli, panjang ruas jalan serta lebar bahu jalan. Data primer yang akan

diperoleh di lapangan diantaranya adalah: geometri ruas dan simpang jalan,

kondisi lingkungan dan hambatan samping sekitar jaringan dan volume lalulintas.

3. Tahap ketiga. Tahap ini berupa analisa hasil yang terdiri dari:

(a) analisa ruas jalan yang mencangkup kecepatan arus bebas, kapasitas dan derajat

kejenuhan

(b) analisa simpang bersinyal yang mencangkup derajat kejenuhan, panjang antrian

dan tundaan

(c) analisa simpang bersinyal yang mencangkup derajat kejenuhan, tundaan dan

peluang antrian; serta

(d) analisa kinerja jaringan jalan.

70

4. Tahap keempat. Tahap ini merupakan tahap terakhir yang berupa penarikan

kesimpulan dan memuat usulan atau saran yang perlu dilakukan untuk penelitian

lebih lanjut.

III.7. Survei Lalu-lintas (Traffic Survey)

Untuk dapat melakukan survei secara efisien dan efektif maka maksud dan

tujuan survei haruslah jelas terlebih dahulu sebelum pelaksanaan. Biasanya metode

survei akan ditetapkan sesuai dengan tujuan survei, dana, sumber daya manusia, waktu

dan peralatan yang tersedia. Dalam penelitian ini, beberapa hal yang perlu diperhatikan

dalam perencanaan survei lalu-lintas yaitu :

1. Sistem Klasifikasi Jalan

2. Sistem Klasifikasi Kendaraan

• Berdasarkan jumlah roda

• Berdasarkan smp/pcu

3. Variasi Lalu-lintas

4. Pemilihan Lokasi Survei

Dalam penelitian ini, hanya dilakukan pengamatan pada satu (1) titik

pengamatan untuk setiap segmen ruas jalan yang dianalisis. Hal-hal yang menjadi dasar

pertimbangan atau asumsi dalam penentuan lokasi titik pengamatan, diantaranya :

Berdasarkan survei pendahuluan yang sudah dilakukan sebelumnya diketahui

bahwa secara umum setiap ruas jalan yang disurvei memiliki kondisi desain

geometrik dan perkerasan jalan yang relatif homogen (seragam).

Dipilih titik/lokasi pengamatan dengan alinyemen vertikal maupun horizontal

yang relatif datar. Maksudnya yaitu segmen jalan yang relatif lurus dan tidak

menanjak ataupun menurun.

Dipilih titik/lokasi pengamatan yang sedikit mungkin berpotensial

mengalamigangguan akibat tempat putaran (U-turn), ramp masuk dan ramp

keluar, sertalampu pengatur lalu lintas, sehingga tidak akan mempengaruhi arus

lalu lintaspada ruas jalan yang diobservasi.

Kondisi lokasi survei cukup ramai dan stabil, untuk menggambarkan

kondisijalan dalam kota yang melayani pergerakan dan mobilitas orang sehari-

hari.

71

5. Survei volume lalu-lintas

Survei volume lalu-lintas bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang jumlah

dan pergerakan kendaraan dan/atau orang dalam/melewati/pada titik yang dipilih

pada suatu sistem jaringan jalan.

Kegiatan survey lalu lintas dilakukan dengan mengamati jenis kendaraan dan

menghitung jumlah kendaraan atau arus lalu lintas yang melewati suatu titik tinjau

dengan interval atau periode waktu tertentu.

Dalam survei volume lalu lintas ini dilakukan secara manual.

Peralatan yang digunakan dalam survey volume lalu-lintas, antara lain :

- Formulir

-Papan alas (clipboard)

- Alat-alat tulis

- Alat pengukur waktu (stopwatch, jam tangan)

- Alat perekam data lalu-lintas (kamera,handycam)

- Pita ukur/meteran.

Interval atau periode waktu survei lalu lintas dilakukan pada jam sibuk selama 7

kali 12 jam.

Adapun harinya :

- Senin

- Selasa

- Rabu

- Kamis

- Jumat

- Sabtu

- Minggu

Sesuai lokasi penelitian menuju pelabuhan Gunungsitoli maka, peneliti melakukan

survei pada jam keberangkatan dan datang kapal dari Sibolga merupakan faktor

utama penyebab kemecetan di Jl. Yos Sudarso.

Adapun team yang membantu survey untuk tugas akhir ini yaitu :

1. Popi imelda zai

2. Yuyun anggu nita daeli

3. Mei putra jaya waruwu

4. Ikhlas triyan putra telaumbanuan

72

5. Meiman krisman hasrat zai

6. Adi berkat daeli

7. Takdir eronusi halawa

Pengumpulan Data

Pengumpulan Data LHR

Menghitung Pertumbuhan LHR

(dalam jangka waktu 20 tahun)

Perhitungan Kapasitas untuk

ruas Jalan Yos Sudarso menuju

pelabuhan Gunungsitoli

Selesai

Mulai

Perhitungan Derajat Kejenuhan

73

BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

IV.1. Kondisi Eksisting

Penelitian dilakukan pada Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli.

Data eksisting bertujuan untuk mengetahui keadaan kondisi fisik, keadaan lingkungan.

Gambar 4.1 Kondisi fisik Jalan Yos Sudarso depan gerbang pelabuhan Gunungsitoli

IV.2. Kapasitas Jalan

Dalam upaya mengatasi masalah lalu lintas tindakan yang dilakukan setelah

peneliti melakukan evalusi kinerja jalan menuju pelabuhan Gunungsitoli yaitu dengan

menambah kapasitas ruang jalan ataupun memaksimalkan lebar efektif yang sesuai

dengan kapasitas arus lalu lintas dengan melakukan pelebaran jalan. Berikut merupakan

uraian perhitungan kapasitas pada Jl. Yos Sudarso menuju Pelabuhan Angin

Gunungsitoli.

1. Volume Lalu Lintas Awal

Volume lalu lintas merupakan hasil datasekunder dari pencacahan kendaraan pada

ruas jalan masuk Pelabuhan Gunungsitoli.Hasil pencacahan volume LHR pada

ruas jalan tersebut selanjutnya dianalisis terhadap survei asal tujuan kendaraan yang

bergerak dari Jl. Yos Sudarso Ombolata Ulu menuju Pelabuhan Gunungsitoli.

74

Tabel IV.1 Potensi arus lalu lintas Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli

Kategori Kendaraan Jenis Kendaraan

Jumlah

Kendaraan

(Kend/hari)

Potensi Arus

Lalulintas

(Kend/hari)

Sepeda Motor (MC) - Sepeda motor, Becak 12864 12864

Kendaraan Ringan (PC)

- Sedan, Station wagon,

- Angkutan umum

- Pick-up, Mobil Box

4108

766

609

5483

Kendaraan Berat

Menengah (MHV)

- Bus Kecil

- Truk 2 as 4 roda

378

619 997

Bis Besar (LB) - Bus Besar - -

Truk Besar (LT)

- Truk 2 as 6 roda

- Truk 3 as

- Truk gandeng

488

191

-

639

Total 19983

Sumber: Survei lalu lintas

Keterangan:

Kendaraan ringan (meliputi mobil penumpang, minibus, truck pick up dan jeep)

Kendaraan berat menengah (meliputi truk dua gandar dan bus kecil)

Truk besar ( meliputi truk tiga gandar dan truk gandengan)

Jumlah kendaraan dapat dilihat di Lampiran dan dikategorikan seperti tabel

diatas sesuai kendaraan rencana Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) No.

036/TBM/1997 pada bagian 6-16.

2. KebutuhanRuang Jalan

Sebelum melakukan pelebaran pada jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan

Gunungsitoli terlebih dahulu dilakukan evalusi jaringan jalan dan dipastikan apakah

arus jalan pada jalan tersebut mengalami titik jenuh atau tidak yang menyebabkan

volume lalu lintas melebihi dari pada kapasitas ruas jalan tersebut.

3. Perhitungan Volume Jam Perencanaan (VJP)

Berikut perhitungan volume jam perencana (VJP) untuk Jalan Yos Sudarso menuju

pelabuhan Gunungsitoli.

Nilai Volume Jam Perencanaan (VJP) Jalan Yos Sudarso Kota Gunungsitoli

pada tahun 2019 dapatdihitungberdasarkanrumus 2.1 sebagaiberikut:

75

Dimana:

Besar volume lalu lintas Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli

berdasarkan Tabel IV.2 maka mengacu pada Tabel II.3 nilai K dan F ditentukan

sebagai berikut:

- Faktor volume (K) = 8% (lihat tabel 2.4)

- Variasi (F) = 0,8 (lihat tabel 2.4)

Berikut berapa perhitungan dari potensi arus lalu lintas Jalan Yos Sudarso menuju

pelabuhan Gunungsitoli.

- Sepeda Motor (MC) = (

) kend/jam

- Kendaraan Ringan (PC) = (

) 548kend/jam

Dengan cara yang sama maka diperoleh volume jam perencanaan pada tahun 2019

seperti pada Tabel IV.2 berikut :

Tabel IV.2 Potensi Arus Lalu Lintas Jalan Yos Sudarso Gunungsitoli Tahun 2019

Kategori Kendaraan Jumlah

Potensi

Arus Lalu

lintas

Faktor emp

Kendaraan Kend/Jam K (%) F (%)

Kendaraan Ringan

(PC) 5483 548 8% 80.00%

1

Kendaraan Berat

Menengah (MHV) 997 100 8% 80.00%

1.3

Bis Besar (LB) 0 0 0 0 0

Truk Besar (LT) 639 64 8% 80.00% 2.5

Sepeda Motor (MC) 12864 1286 8% 80.00% 0.6

TOTAL 19983 1998

Sumber :Hasil Perhitungan 2019

Untuk menghitung volume kendaraan tahun tinjauan jalan Yos Sudarso

menuju pelabuhan Gunungsitoli (smp/jam), dilakukan perhitungan dengan cara

mengalikan potensi arus lalu lintas (kend/jam) dengan nilai emp yang diperoleh

melalui Tabel II.6 Berikut beberapa perhitungan dari volume kendaraan (smp/hari)

tahun 2019.

76

- Kendaraan Ringan (PC) = 548 × 1 = 548smp/jam

- Kendaraan Berat Menengah (MHV) =100 × 1,3 = 130smp/jam

Maka dari hasil perhitunngan di atas, didapatkan volume kendaraan tahun Jalan

Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli (smp/jam) seperti pada tabel IV.3

Tabel IV.3 Volume Kendaraan Tahun 2019 Jalan Yos Sudarso

Kategori Kendaraan Potensi Arus Lalu Lintas jalan

(smp/jam/2arah)

2019

Kendaraan Ringan (PC) 548

Kendaraan Berat Menengah (MHV) 130

Bis Besar (LB) 0

Truk Besar (LT) 160

Sepeda Motor (MC) 772

Total 1610

Sumber: Hasil perhitungan

4. Perhitungan Kapasitas Jalan Kondisi 2019

Pada tahun 2019 terlebih dahulu dihitung kapasitas jalan dengan menggunakan

ukuran menurut buku Standar Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 19976 tipe

2/2 TB (tidak terbagi) dengan kecepatan 60-90 km/jam dan termasuk jalan antar

kota maka diperoleh lebar lajur = 5,6 meter dengan lebar bahu = 1,5 meter

C = C0x FCWx FCSPx FCSFxFCCS

Berdarkan tipe jalan dan lebar jalur lalu lintas maka diperoleh hasil sebagai berikut:

CO = 3100/2 lajur smp/hari (untuk medan datar lihat Tabel II.8)

FCW = 0,91 (Tabel II.9)

FCSF = 0,97 (Tabel II.10)

FCSP = 1,00 (Tabel II.11)

FCCS= 0,96

Sehingga diperoleh kapasitas jalan adalah:

77

C = 3100 smp/2 lajur x 0,91x1,00x0,97x0,96

C = 2628 smp/jam

5. Perhitungan Derajat Kejenuhan

Persyaratan ideal yang diberikan untuk pelayanan jalan adalah dengan melihat

derajat kejenuhan yang merupakan rasio antara volume terhadap kapasitas yang

tidak lebih besar dari 0,800. Untuk volume lalu lintas tahun 2019 Jaalan Yos

Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli diperoleh nilai sebagai berikut:

dimana :

V = 1609 smp/jam, Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli 2019

C = smp/jam, total kedua arah

Sehingga nilai derajat kejenuhan,

Dengan cara yang sama,maka derajat kejenuhan Jalan Yos Sudarso menuju

Pelabuhan Ginungsitoli 2019 pada tabel IV.4 sebagai berikut :

Tabel IV.4 Perhitungan titik jenuh 2019

Item Perhitungan Tahun tinjauan

2019

VJP (smp/jam) 1610

Kapasitas (C) 2008

VCR (DS) 0.802

Rasio Standar (MKJI) 0,800

( ≤ ) O No OK

Sumber:Hasil perhitungan

Dari hasil analisis terhadap derajat kejenuhan jalan, maka terlihat bahwa pada

tahun 2019, untuk Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli kepadatan

lalu lintas tidak memadai dengan melewati nilai rasio standar 0,800 tergolong

tingkat pelayan D arus mulai tidak stabil, kecepatan rendah dan berbeda-beda,

78

volume mendekati kapasitas yang telah ditetapkan. Maka demikian, tipe Jalan Yos

Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli tahun 2019 dapat ditingkatkan dengan

pelebaran jalan untuk meningkatkan kapasitas pada jalan tersebut.

Tabel IV.5 Standar Nilai LOS

Tingkat Pelayanan Rasio (V/C) Karakteristik

A < 0,60 Arus bebas, volume

rendah dan kecepatan

tinggi, pengemudi dapat

memilih kecepatan yang

dikehendaki

B 0,60 < V/C < 0,70 Arus stabil, kecepatan

sedikit terbatas oleh lalu

lintas, pengemudi masih

dapat bebas dalam

memilih kecepatannya.

C 0,70 < V/C < 0,80 Arus stabil, kecepatan

dapat dikontrol oleh lalu

lintas

D 0,80 < V/C < 0,90 Arus mulai tidak stabil,

kecepatan rendah dan

berbeda-beda, volume

mendekati kapasitas

E 0,90 < V/C <1 Arus tidak stabil,

kecepatan rendah dan

berbeda-beda, volume

mendekati kapasitas

F >1 Arus yang terhambat,

kecepatan rendah, volume

diatas kapasitas, sering

terjadi kemacetan pada

waktu yang cukup lama.

Sumber : MKJI, 1997

79

6. Prediksi Pertumbuhan Lalu Lintas

Berdasarkan Tabel II.5 Manual Desain Perkerasan jalan No.02/M/BM/2013

pertumbuhan lalu lintas diprediksi sebesar 1,4%. Pertumbuhan lalu lintas diambil

sebagai salah satu indikator yang dapat dijadikan sebagai ukuran perkembangan

ekonomi suatu daerah yang berkorelasi dengan aktifitas transportasi di daerah

tersebut. Dalam hal ini prediksi lalu lintas dan analisis kelayakan jalan akan

dilakukan dengan tahun tinjauan (horizon years) selama 20 tahun dari mulai jalan

dioperasikan.Dengan memperhatikan konsep pemilihan kerangka waktu tinjauan

yang disampaikan di atas, maka skala analisis kelayakan yang dipergunakan adalah

sesuai perancangan jangka menengah suatu sistem jaringan jalan yaitu tahun 2019

s/d 2041.

Gambar 4.2.Diagram perhitungan pertumbuhan lalu lintas

Berikut beberapa perhitungan pada tahun 2018 dengan perkiraan

pertumbuhan lalu lintas sebesar 1,40 % dengan rumus:

- Kendaraan ringan = 5483× = 5635 kend/hari

- Kendaraan berat menengah = 997× = 1025 kend/hari

Pertumbuhan lalu lintas pada ruas Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan

Gunungsitoli rencana dalam horizon years dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel IV.6 Pertumbuhan LHR Kendaraan Jl.Yos Sudarso

Kategori Kendaraan Potensi Arus Lalu Lintas jalan (kend/hari/2arah)

2019 2021 2026 2031 2036 2041

Kendaraan Ringan (PC) 5483 5638 6043 6478 6945 7445

Kendaraan Berat

Menengah 997 1025 1099 1178 1263 1354

Bis Besar 0 0 0 0 0 0

Truk Besar 639 657 704 755 809 868

Sepeda Motor 12864 13227 14179 15200 16294 17467

Total 19983 20546 22026 23611 25311 27133

Sumber: Hasil perhitungan

2019 2021 2026 2036 2041 2031

Survey lalulintas Awal operasional jalan

80

7. Kebutuhan Ruang Jalan

Dalam menghitung kebutuhan ruang jalan yang akan direncanakan selain harus

mengetahui permintaan arus lalu lintas, perancang juga harus mengetahui kapasitas

ruas jalan dalam menampung arus lalu lintas tersebut. Dalam analisis kebutuhan

ruang jalan Yos Sudarso ini diasumsikan bahwa tahun awal pelebaran jalan adalah

tahun 2021 dan tahun analisis ditinjau setiap 5 tahun hingga 20 tahun kemudian.

Analisis mengenai kebutuhan ruang setiap tahun tinjauan disajikan sebagai berikut.

8. Perhitungan Volume Jam Perencanaan (VJP)

Berikut perhitungan volume jam perencana (VJP) untuk Jalan Yos Sudarso menuju

pelabuhan Gunungsitoli.

Tabel IV.7 Potensi Arus Lalu lintas Jalan Yos Sudarso 2019

Kategori Kendaraan Jumlah

Kendaraan

Kendaraan Ringan (PC) 5483

Kendaraan Berat Menengah (MHV) 997

Bis Besar (LB) -

Truk Besar (LT) 639

Sepeda Motor (MC) 12864

Total 19983

Sumber: Hasil Survei 2019

Nilai Volume Jam Perencanaan (VJP) Jalan Yos Sudarso Kota Gunungsitoli pada

tahun 2019 dapatdihitungberdasarkanrumus 2.1 sebagaiberikut:

di mana:

Besar volume lalu lintas Jalan Yos Sudarso berdasarkan Tabel IV.7 maka mengacu

pada Tabel II.3 nilai K dan F ditentukan sebagai berikut:

Faktor volume (K) = 8% (lihat tabel 2.4)

Variasi (F) = 0,8 (lihat tabel 2.4)

Berikut berapa perhitungan dari potensi arus lalu lintas Jalan Yos Sudarso

menuju pelabuhan Gunungsitoli.

- Sepeda Motor (MC) = (

) end/jam

- Kendaraan Ringan (PC) = (

) 548 kend/jam

81

dengan cara yang sama maka diperoleh volume jam perencanaan pada tahun 2019

seperti pada Tabel IV.8 di bawah ini.

Tabel IV.8 Volume Jam Perencanaan Pada Tahun 2019

Kategori Kendaraan Jumlah

Potensi

Arus Lalu

lintas

Faktor emp

Kendaraan Kend/Jam K (%) F (%)

Kendaraan Ringan (PC) 5483 548 8% 80.00% 1 Kendaraan Berat Menengah

(MHV) 997 100 8% 80.00%

1.3

Bis Besar (LB) 0 0 0 0 0

Truk Besar (LT) 639 64 8% 80.00% 2.5

Sepeda Motor (MC) 12864 1286 8% 80.00% 0.6

TOTAL 19983 1998

Sumber :Hasil Perhitungan

Sedangkan untuk menghitung potensi kendaraan (kend/jam/2arah) tahun tinjauan

2021 dan seterusnya digunakan rumus :

Berikut beberapa perhitungan dari volume kendaraan (smp/jam) tahun 2019

- Kendaraan Ringan (PC) = 548 x (1+0,014%)2018-2016

= 564 kend/jam

- Kendaraan Berat Menengah (MHV) = 100 x (1+0,014%)2018-2016

= 103 kend/jam

Maka dari hasil perhitunngan di atas, didapatkan volume kendaraan tahun Jalan

Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli (kend/jam/2arah) seperti pada Tabel

IV.9

Tabel IV.9 Volume kendaraan Tahun Jalan Yos Sudarso (kend/jam/2arah)

Kategori Kendaraan Potensi Arus Lalu Lintas jalan (kend/jam/2arah)

2019 2021 2026 2031 2036 2041

Kendaraan Ringan (PC) 548 564 580 596 613 630

Kendaraan Berat

Menengah (MHV) 100 103 105 108 111 115

Bis Besar (LB) 0 0 0 0 0 0

Truk Besar (LT) 64 66 68 69 71 73

Sepeda Motor (MC) 1285 1322 1359 1397 1437 1477

Total 1997 2054 2112 2171 2232 2295

Sumber : Hasil Perhitungan

Untuk menghitung volume kendaraan tahun tinjauan Jalan Yos Sudarso

(smp/jam), dilakukan perhitungan dengan cara mengalikan potensi arus lalu lintas

82

(kend/jam) dengan nilai emp yang diperoleh melalui Tabel II.9 Berikut beberapa

perhitungan dari volume kendaraan (smp/jam) tahun 2019.

- Kendaraan Ringan (PC) = 548 × 1 = 548smp/jam

- Kendaraan Berat Menengah (MHV) = 100× 1,3 = 130smp/jam

Sedangkan untuk menghitung potensi kendaraan (smp/jam) tahun tinjauan 2021

dan seterusnya digunakan rumus :

Berikut beberapa perhitungan dari volume kendaraan (smp/jam) tahun 2019

- Kendaraan Ringan (PC) = 548 x (1+1,4%)2018-2016

= 564 smp/jam

- Kendaraan Berat Menengah (MHV) = 130 x (1+1,4%)2018-2016

= 133 smp/jam

Dengan cara yang sama,maka diperoleh Volume Jam Perencanaan untuk tahun-

tahun tinjauan dalam satuan smp/jam/2 arah seperti pada Tabel IV.10 berikut:

Tabel IV.10. Volume kendaraan tahun Jalan Yos Sudarso (smp/jam)

Kategori Kendaraan Potensi Arus Lalu Lintas jalan (smp/jam/2arah)

2019 2021 2026 2031 2036 2041

Kendaraan Ringan (PC) 548 564 580 596 613 630

Kendaraan Berat

Menengah (MHV) 130 133 137 141 145 149

Bis Besar (LB) 0 0 0 0 0 0

Truk Besar (LT) 160 164 169 174 179 184

Sepeda Motor (MC) 772 794 816 839 863 887

Total 1610 1655 1702 1750 1799 1850

Sumber: Hasil Perhitungan

9. PerhitunganKapasitas Jalan

Pada tahun awal direncanakan tipe jalan dengan ukuran menurut buku

Direktorat Bina Jalan Kota Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), yaitutipe 2/2

TB (tidak terbagi) dengan kecepatan 60-90 km/jam dan termasuk jalan antar kota

maka diperoleh lebar lajur = 7 meter dengan lebar bahu = 2 meter

C = C0x FCWx FCSPx FCSFxFCCS

Berdarkan tipe jalan dan lebar jalur lalu lintas maka diperoleh hasil sebagai berikut:

CO = 3100/2 lajur smp/hari (untuk medan datar lihat Tabel II.8)

FCW = 1 (Tabel II.9)

FCSF = 1 (Tabel II.10)

FCSP = 1 (Tabel II.11)

83

FCCS= 0,96

Sehingga diperoleh kapasitas jalan adalah:

2976

10. Perhitungan Derajat Kejenuhan

Persyaratan ideal yang diberikan untuk pelayanan jalan adalah dengan

melihat derajat kejenuhan yang merupakan rasio antara volume terhadap kapasitas

yang tidak lebih besar dari 0,800. Untuk volume lalu lintas tahun 2019 Jaalan Yos

Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli diperoleh nilai sebagai berikut:

dimana :

V = 1609 smp/jam, Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli 2019

C = smp/jam, total kedua arah

Sehingga nilai derajat kejenuhan,

0,537

Dengan cara yang sama,maka derajat kejenuhan Jalan Yos Sudarso menuju

pelabuhan Gunungsitoli dalam tahun-tahun tinjauan dapat pada Tabel IV.11

berikut:

Tabel IV.11.AnalisisderajatkejenuhanJalan Yos Sudarso menuju pelabuhan

Gunungsitoli

Item Perhitungan Tahun tinjauan

2019 2021 2026 2031 2036 2041

VJP (smp/jam) 1610 1655 1702 1750 1799 1850

Kapasitas (C) 3000 3000 3000 3000 3000 3000

VCR (DS) 0.537 0.552 0.567 0.583 0.600 0.617

Rasio Standar (MKJI) 0.800 0.800 0.800 0.800 0.800 0.800

( ≤ )

OK OK OK OK OK OK OK

Sumber : Hasil Perhitungan

84

Dari hasil analisis terhadap derajat kejenuhan jalan, maka terlihat bahwa

untuk tahun 2021 sampai dengan tahun 2041, untukJalan Yos Sudarso menuju

pelabuhan Gunungsitolikepadatan lalu lintas masih dan tidak melewati nilai yang

telah ditetapkan yaitu 0,800. Maka dengan demikian, tipe jalan 2/2 tidak terbagi

dengan lebar lajur 7meter dan lebar bahu 2 meter masih dapat memenuhi volume

lalu lintas di Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli sampai tahun 2041

dengan merencanakan selama 20 tahun perencanaan.

IV.3. Perhitungan Geometrik

1. Perhitungan Alinyemen Horizontal

Perhitungan alinemen horizontal yaitu berupa perhitungan geometrik yang berupa

perhitungan tikungan, panjang dari trase jalan. Adapun jumlah tikungan pada

Peningkatan Kapasitas/Pelebaran Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan

Gunungsitoli.

a. Sudut pada titik PI1

Dik. Koordinat :

PIA = 9760764;129801

b. Perhitungan Sudut ∆1 ∆2 d n ∆3

PI1= 9760866 ; 130512

PI2= 9760941; 130783

Maka :

(

)

(

)

(

)

(

)

74,530

Sudut pada tikungan PI1, yaitu:

85

∆ 7,306

Untuk perhitungan selanjutnya, dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:

Tabel IV.12 Data Koordinat dan Sudut

Titik Koordinat

Δ X Y

A 9760764 129801

PI1 9760866 130512 7,306

PI2 9760941 130783 9,100

PI3 9760706 131297 9,650

B 9760453 131669

Sumber: Hasil Survey

c. Perhitungan Jarak Antar Titik

Perhitungan jarak antar titik berdasarkan data koordinat pada titik

menggunakan rumus phytagoras.

Diketahui:

PIA= 9760764;129801

PI1=9760866 ; 130512

Jarak antara titik A-PI1

d √( - ) -( - )

d √

d meter

Tabel IV.13 Jarak perhitungan antar titik

Titik

Koordinat Jarak Jarak

Jarak Antar Titik (m) X Y

arah X

(m) arah Y (m)

A 9760764 129801

102,500 710,278 717,636

PI1 9760866 130512

74,444 271,111 281,146

PI2 9760941 130783

234,722 513,889 564,957

PI3 9760706 131297

253,333 371,944 450,023

86

B 9760453 131669

Sumber: Hasil Perhitungan

Total hasil perhitungan jarak antar titik adalah:

∑ d d d d d

=2013,761 meter.

d. Perhitungan Tikungan PI7

Ruas Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli merupakan jalan

antar kota dengan fungsi jalan kolektor dan medan jalan datar. Maka ditetapkan

data sebagai berikut:

Vr = 60 km/jam

Δ1 =7,306°

Rc = 800 meter

emaks = 10 % (jalan antar kota)

Berdasarkan data diatas, maka dicoba tikungan Full Circle (FC).

Koefisien gesekan melintang maksimum (fmaks) ditetapkan sebagai berikut:

Jari-jari tikungan minimum (Rmin) ditetapkan sebagai berikut:

n

( )

n

( )

n

Menghitung parameter Tikungan Full Circle (FC)

Titik PI1

TC = RC n Δ

=51,1 m

EC =TC n Δ

87

= 1,6286 m

(Δ ᴫ. RC)/360

= 102 m

2TC > LC

102 > 102,2

Titik PI2

TC = RC n Δ

=63,7 m

EC =TC n Δ

= 2,529 m

(Δ ᴫ. RC)/360

= 127,1 m

2TC > LC

127,1 > 172,2

Titik PI3

TC = RC n Δ

=67,5 m

EC =TC n Δ

= 2,845m

(Δ ᴫ. RC)/360

= 134,7 m

2TC > LC

134 > 137,7

Berdasarkan perhitungan tikungan PI1 di atas, maka menurut Tata Cara

Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota 1997, tikungan PI1 memenuhi syarat

sebagai tikungan Full Cirle (FC), yaitu yaitu Rc > Rmin..

IV.4. Perhitungan Tebal Perkerasan Lentur

Perhitungan tebal perkerasan yang akan ditinjau adalah tebal perkerasan lentur

(flexible pavement) dengan menggunakan metode Manual Desain Perkerasan Jalan

Nomor 02/M/BM/2013. Prosedur-prosedur perhitungan tebal perkerasan adalah sebagai

berikut:

88

1. Data Jalan

Adapun data yang digunakan dalam perencanaan tebal perkerasan lentur

adalah sebagai berikut:

- Jenis jalan : Kolektor

- Jumlah Lajur : Dua lajur dua arah (2/2D)

- Umur Rencana : 20 tahun

- Tingkat pertumbuhan lalu lintas : 1,4%

- LHRT : dapat lihat pada Tabel IV.1

-

Tabel IV.14 Lalu Lintas Harian Rata-rata

Golongan Jenis Kendaraan LHRT

Golongan 1 Sepeda motor, Kendaraan roda 3 12864

Golongan 2 Sedan, jeep, taxi 4108

Golongan 3 Angkutan umum, mikrolet 766

Golongan 4 Pick up, mobil box 609

Golongan 5 Bus kecil 378

Golongan 5A Bus Besar -

Golongan 6A Truk 2 sumbu ringan 619

Golongan 6B Truk 2 sumbu berat 448

Golongan 7A Truk 3 sumbu ringan 191

Golongan 7B Truk 3 sumbu berat -

Golongan 7C

Truk 4 sumbu -

Truk 5 sumbu (trailer) (1.2-22) -

Truk 5 sumbu (trailer) (1.2-222) -

∑ 19983

Sumber:Hasil Perhitungan

a. Rencana Jumlah Kendaraan Dalam Periode Akhir Umur Rencana (20 Tahun)

Komulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur rencana atau disebut

sebagai Comulatif Equivalent Single Axle Load (CESA) merupakan jumlah

komulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur selama umur rencana yang

dihing menggunakan rumus persamaan sebagai berikut:

Dalam menentukan komulatif beban sumbu standard ekivalen selama umur

rencana, ada beberapa aspek penting di dalamnya.

b. Menentukan Nilai Traffic Multiplier (TM)

89

Traffic Multiplier adalah faktor yang digunakan untuk mengkoreksi jumlah

pengulangan beban sumbu (ESA) pangkat empat menjadi nilai faktor pangkat

lainnya yang dibutuhkan untuk desain mekanik. NilaiTM kelelahan lapisan

aspal(TMlapisanaspal) untuk kondisi pembebanan yang berlebih di Indonesia adalah

berkisar1,8-2.

c. Menentukan Nilai Vihicle Damage Factor (VDF)

Vihicle Damage Factor merupakan akumulasi angka ekivalen dari sumbu roda

kendaraan depan dan sumbu roda kendaraan belakang. Angka Vihicle Damage

Factor menurut manual desain perkerasan jalan No.02/M/BM/2013 adalah

sebagai berikut:

Faktor ekuivalen beban untuk Jalan Yos Sudarso meneuju pelabuhan

Gunungsitoli menggunakan VDF4 dikarenakan VDF4 digunakan untuk proyek

jalan baru atau pelebaran jalan.

Tabel IV.15 Nilai VDF4

Golongan Jenis kendaraan VDF4

Golongan 1 Sepeda motor, kendaraan roda 3 -

Golongan 2 Sedan, jeep, taxi -

Golongan 3 Angkutan umum, mikrolet -

Golongan 4 Pick up, mobil box -

Golongan 5A Bus kecil 0,3

Golongan 5B Bus besar 1

Golongan 6A Truk 2 sumbu ringan 0,8

Golongan 6B Truk 2 sumbu berat 1,6

Golongan 7A Truk 3 sumbu ringan 7,6

Golongan 7B Truk 3 sumbu sedang 28,1

Golongan 7C

Truk 4 sumbu 13,6

Truk 5 sumbu (trailer)(1.2-22) 30,3

Truk 5 sumbu (trailer)(1.2-222) 19

90

Sumber:Bina Marga 2013

2. Penentuan Umur Rencana

Untuk menentukan umur rencana untuk perkerasan lentur di Jalan Yos Sudarso

menuju pelabuhan Gunungsitoli sebagai berikut:

Tabel IV.16 Penentuan Umur Rencana

Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan No.02/M/BM/2013

Berdasarkan tabel jenis perkerasan diatas maka didapatkan umur rencana

untuk perkerasan lentur di Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli 10

tahun.

3. Penentuan Faktor Pertumbuhan lalu lintas

Setelah mendapatkan umur rencana untuk perkerasan lentur maka selanjutnya

menentukan faktor pertumbuhan lalu lintas untuk perkerasan lentur Jalan Yos

Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli berdasarkan pertumbuhan penduduk.

Berdasarkan pertumbuhan penduduk faktor pertumbuhan lalu lintas untuk

Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhanGunungsitoli adalah 1,40%. Untuk

menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut:

( )

Jenis

Perkerasan

Elemen Perkerasan

Umur

Rencana

(tahun)

Perkerasan

Lentur

Lapisan aspal dan lapisan berbutir dan CTB 20

Pondasi jalan

40

Semua lapisan perkerasan untuk area yang tidak

diijinkan sering ditinggikan akibat pelapisan ulang,

misal: jalan perkotan, underpass, jembatan,

terowongan.

Perkerasan

Kaku

Lapis pondasi atas, lapis pondasi bawah, lapis beton

semen, dan pondasi jalan

Jalan tanpa

penutup

Semua elemen Minimum

10

91

4. Beban Sumbu Standar Kumulatif

Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Single Axle

Load (CESA) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada

lajur desain selama umur rencana, yang ditentukan sebagai berikut :

ESA4 diperoleh dengan persamaan :

CESA4 diperoleh dengan persamaan :

CESA5 diperoleh dengan persamaan :

Tabel IV.17 Nilai komulatif beban sumbu selama standar ekivalen umur rencana

No

LHR R TM

Jumlah

Hari VDF4

ESA4 CESAL4 CESAL5

1 12864 20 1,8 365 - - - -

2 4108 20 1,8 365 - - - -

3 766 20 1,8 365 - - - -

4 609 20 1,8 365 - - - -

5a 378 20 1,8 365 0,3 113,4 827820 1490076

5b 0 20 1,8 365 - - - -

6a 619 20 1,8 365 0,8 495,2 3614960 6506928

6b 448 20 1,8 365 1,6 716,8 5232640 9418752

7a2 191 20 1,8 365 7,6 1451,6 10596680 19074024

7a1 0 20 1,8 365 - - - -

7c1 0 20 1,8 365 - - - -

7c2b 0 20 1,8 365 - - - -

7c2a 0 20 1,8 365 - - - -

2777 20272100 36489780

Sumber: Hasil Perhitungan

Berdasarkan perhitungan diatas maka didapatkan nilai ESA4 sebesar 4816

dan CESA4 sebesar 20.272.100 dan CESA5 sebesar 36.489.780 untuk perkerasan

lentur Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli.

5. Penentuan Tipe Perkerasan

92

Setelah mendapatkan nilai CESA maka dilanjutkan dengan penentuan tipe

perkerasan lentur untuk Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli.

Tabel IV.18 Penentuan Tipe Perkerasan Lentur

Struktur Perekerasan Desain

ESA20 tahun (Juta)

(Pangak 4 kecuali disebutkan lain)

1– 0,5 0,1- 4 4 - 10 10-30 >30

Perkerasan kaku dengan

lalu lintas berat 4 2 2 2

Perkerasan kaku dengan

lalu lintas (desa dan

daerah perkotaan)

4A 1,2

AC WC modifikasi atau

SMA modifikasi dengan

CTB (pangkat 5)

3 2

AC dengan CTB

(panngkat 5) 3 2

AC tebal > 100 mm

dengan lapis pondasi

berbutir (pangkat 5)

3A 1,2

AC atau HRS tipis

diatas pondasi berbutir 3 1,2

Burda atau Burtu

dengan LPA Kelas A

atau batuan asli

Gambar

6 3 3

Lapis pondasi Soil

Cement 6 1 1

Pekerasan tanpa

penutup

Gambar

6 1

Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan No.02/M/BM/2013

Berdasarkan nilai CESA4 sebesar20.272.100 (lihat pada tabel IV.5) pada

pembahasan sebelumnya maka didapatkan tipe perkerasan yaitu AC denga CTB.

93

Keterangan :

= solusi yang lebih diutamakan

= Alternatif

1= Kontraktor kecil – medium

2= Kontraktor Besar dengan sumber daya yang memadai

3= Membutuhkan keahlian dan tenaga ahli khusus spesialis BURDA

Berdasarkan tabel IV.18. di atas maka struktur perkerasan yang digunakan

adalah AC atauTCB dengan kontraktor yang menyelesaikan perkerasan lentur

adalah kontraktor kecil – medium sampai kontraktor besar dengan alat yang

memadai.

6. Menentukan Desain Pondasi

Dalam manual desain jalan no.02/M/BM/2013 sangat ditekan kedalam hal

perbaikan tanah dasar, Dengan melihat kondisi Cbr tanah dasar dan nilai CESA5

yang Akan diterima perkerasan. Maka bila Cbr perkerasan sebesar 6 % Dan

CESA5 Sebesar 36.489.780,Maka Diperoleh Desain Sebagai Berikut:

Tabel IV.19 Solusi desain pondasi jalan minimum (Bagan Desain 2 : BinaMarga)

Sumber: Bina Marga 2013

Berdasarkan Tabel IV.19 diatas maka tanah dasar tidak perlu dilakukan tebal

minimum.

94

7. Menentukan Desain Tebal Perkerasan Jalan

Desain tebal perkerasan pada manual desain perkerasan jalan terbagi atas dua

alternatif desain.Tebal yang akan dihasilkan dari perencanaan menggunakan

manual desain perkerasan jalan No. 02/M/BM/2013 di dapat melalui bagan

desain3 yang telah disediakan berdasarkan CESA5 yang telah didapat seperti

bagan Desain 3 berikut:

Tabel IV.20 Bagan Desain 3

Sumber :BinaMarga 2013

Berdasarkantabel di atasmakadidapatkanhasildesaintebalperkerasanlenturyaitu:

1. LapisanPermukaan (Surface Course) AC – WC = 40 mm

2. Lapisanpondasiatas(Base course) AC – BC = 155 mm

3.. Lapisanpondasibawah (Sub Base Course) LPA kelas A = 150 mm

IV.5. Perhitungan Dimensi Saluran Drainase

Ada beberapa perhitungan mencari intensitas curah hujan untuk mencari debit

rencana sebelum merancang dimensi saluran, berikut merupakan tahapan perencanaan

drainase untuk pembangunan Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli.

1. Menghitung Luasan Daerah Aliran Air

Perancangan drainase pada Jalan Yos Sudarso harus disesuaikan dengan luas

dan kondisi jalan, luasan bahu jalan, panjang drainase, dan luasan dari sekitar

luar jalan yang akan direncanakan.

Berikut merupakan perhitungan daerah luasan pengaliran air bedasarkan data–

data perancangan pembangunan Jaalan Yos Sudarso.

Panjang saluran drainase (L) = 2014meter

95

I1 = lebar perkerasan jalan (aspal) = 7,0 meter

I2 = lebar bahu jalan = 2 meter

I3 = lebar bagian luar jalan = 100 meter (kondisi lapangan)

Adapun daerah luasan pengaliran air pada pembangunan Jalan Yos

Sudarso menuju Gunungsitoli yaitu:

- Aspal A1 = 3,5 m x 2014m = 7049m2

- Bahu jalan A2 = 2 m x 2014 m =4028 m2

- Jalan luar kota A3 =100m x 2014 m=201400m2

2. Besar Koefisien (C)

Besar koefisien (C) merupakan perbandingan antara jumlah air hujan yang

mengalir atau melimpas di atas permukaan tanah dengan jumlah air hujan yang

jatuh dari atmosfir. Besaran koefisien ini dipengaruhi oleh tata guna lahan,

kemiringan lahan, jenis dan kondisi tanah. Adapun koefisien yang diperoleh dari

pembangunan ruas Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli yaitu:

- Aspal I1, koefisien c1 = 0,85

- Bahu jalan I2, koefisien c2 = 0,55

- Pemukiman tidak padat I3, koefisien c3 = 0,50

- Faktor Limpasan Fk = 1,5

Adapun koefisien rata – rata yang didapat bedasarkan perhitungan luasan daerah

pengaliran air yaitu:

= 0,74

3. Perhitungan Waktu Konsentrasi (Tc)

Waktu konsentrasi (Tc) yaitu waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air

dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan di

bagian hilir suatu saluran. Berikut perhitungan mencari waktu konsentrasi aliran

pada pembangunan Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli dengan

cara:

96

(

√ )

= 0,9429 menit

(

√ )

= 0,810 menit

n d d (

√ )

= 1,74 menit

t dari badan jalan =taspal + tbahu

= 0,9429 + 0,810

= 1,7529menit

t dari badan jala>tpemukiman tidak padat

1,7529 > 1,74

Maka t diambil yang nilai yang lebih besar yaitu 1,7529menit

= 22,377 menit

Tc = t1 + t2

= 1,7529 + 22,377

= 24,13menit

Tc n

Maka didapat waktu konsentrasi pengaliran air sebesar 24,13 menit

5. Menentukan Intensitas Curah Hujan

Data curah hujan Kota Gunungsitoli adalah sebagai berikut :

Tabel IV.21. Curah hujan Kota Gunungsitoli dalam 10 tahun terakhir

Tahun Curah Hujan (mm/jam)

2009 221,875

2010 260,9

2011 299,0

2012 259,9

2013 245,9

2014 252,1

2015 242,4

2016 254,8

97

2017 246,2

2018 250,5

Sumber:Badan Pusat Statistik Kota Gunungsitoli

Adapun data curah hujan yang diperoleh dari BPS Kota Gunungsitoli.

Dengan data curah hujan yang diperoleh dari BPS maka selanjutnya data curah

hujan tersebut diolah untuk mencari intensitas curah hujan rencana. Berikut

merupakan perhitungan intensitas curah hujan bisa dilihat pada tabel IV.22. di

bawah ini:

Tabel IV.22 Intensitas curah hujan

Tahun N Xi

(mm/jam) Xi-X (Xi-X)

2

2009 1 221,875 -31,5 991,0

2010 2 260,9 7,6 57,2

2011 3 299,0 45,6 2079,6

2012 4 259,9 6,6 43,2

2013 5 245,9 -7,4 55,0

2014 6 252,1 -1,3 1,6

2015 7 242,4 -11,0 120,6

2016 8 254,8 1,5 2,2

2017 9 246,2 -7,2 51,9

2018 10 250,5 -2,9 8,2

Rata-Rata 10 Tahun 253,4 Jumlah 3410,5

Sumber: Hasil Perhitungan

Berdasarkan tabel di atas maka didapat nilai dari standar deviasi intensitas

curah hujan adalah sebagai berikut:

S = √

S = 19,466

Setelah perhitungan standar deviasi maka di hitung nilai factor frekuensi (K)

menggunakan rumus sebagai berikut :

Untuk periode ulang 10 tahun (T)= 10 Tahun

Yt = 2,25

Yn = 0,495

Sn = 0,950

98

Sehingga Nilai K adalah sebagai berikut :

K = 1,86210

Setelah nilai factor frekuensi didapat maka dihitung hujan dalam periode T tahun

Xt Xr (K Sx)

Xt = 253,4+ (1,86210 x 19,466)

Xt = 289,647 mm/jam

= 8,04575 x 10 -5

I = Xt

6. PerhitunganDebit Air Rencana

Perhitungan debit rencana dilakukan setelah dilakukan setelah intensitas

curah hujan rencana, koefisien alir, dan luasan daerah alir di dapatkan. Debit air

rencana digunakan untuk menghitung dimensi saluran drainase yang akan

direncanakan, perhitungan debit air rencana adalah sebagai berikut :

Q = 2.42m3/s

7. Perhitungan Dimensi Saluran/Drainase

Perhitungan dimensi saluran didasarkan pada debit yang ditampung oleh

saluran, setelah debit rencana sudah didapat maka berikutnya dapat dihitung

dimensi dari drainase yang akan dirancang, berikut adalah perhitungan dimensi

dari drainase yang akan dirancang pada pembangunan ruas Jalan Yos Sudarso

menuju pelabuhan Gunungsitoli.

Penentuan dimensi saluran diawali dengan penentuan bahan:

Saluran direncanakan dibuat dari pasangan batu dengan kecepatan aliran yang

diizinkan 1,5 m/detik

Bentuk penampang: Persegi

Kemiringan saluran yang diizinkan sampai dengan 7,5%

Angka kekasaran permukaan saluran Manning, n = 0,017

Qrencana= 2,42 m3/detik

Luas PenampangBasah

99

d

Keterangan :

Fd = Luas penampang (m2)

Q = Debit air (m3)/detik

V = KecepatanAliran (1,5 m/detik)

Maka,

d

d

d

PenampangSaluranSegiEmpat

Fd = b × h b = 2h (syaratekonomisuntukdrainasesegiempat)

1,61 = 2h × h

h2 = 0,805

h = 0,895

b= 2 × h

b= 2 × 0,895

b= 1,7 ~ 1,7 meter

Tinggi Jagaan

W = √

W = √

W = 0,668

KelilingBasah (P)

P = b + 2.h

P = 1,70 + (2×0,895)

P = 3,49

Luas PenampangBasah (A)

A = b × h

A = 1,70 × 0,895

100

A = 1,52

Jari-JariHidrolis (R)

n⁄ ⁄

⁄ ⁄

I1= 0,2119%

Tinggi total= h + W

= 0,895+ 0,668

= 1,563 m ~ 1,5 m

101

IV.6. Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Tabel IV.23 REKAPITULASI

No. Uraian Jumlah Harga Pekerjaan

(Rupiah)

1 Umum 90.505.000

2 Drainase 1.606.212.402

3 Pekerjaan Tanah 0

4 Pelebaran Perkerasan dan Bahu Jalan 5.135.794.799

5 Pekerjaan Non Aspal 0

6 Pekerjaan Aspal 0

7 Struktur 0

8 Pengembalian Kondisi dan Pekerjaan Mortar 0

9 Pekerjaan Harian 0

10 Pekerjaan Pemeliharaan Rutin 0

A Jumlah harga pekerjaan (termasuk biaya umum

dan keuntungan)

8.076.651.035

B Pajak Pertambahan Nilai (PPN) =10% X A 807.665.103

C JUMLAH TOTAL HARGA PEKERJAAN =

(A) + (B)

8.884.316.138

Sumber:Hasil perhitungan

102

BAB V

PENUTUP

V.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian di Jalan Yos Sudarso. Mengidentifikasi Penyebab

Kemacetan yang telah dilakukan pada Ruas Jalan Yos Sudarso dapat ditarik kesimpulan

bahwa :

1. Kemacetan lalu – lintas dengan dampak besar yang ditimbulkan yang terjadi pada

jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan . Pada Ruas jalan Sepanjang Jl. Yos Sudarso

itulah terjadi kemacetan karena beroperasinya kapal dari Singkil, Sibolga ke Nias.

Perhitungan yang didapat yakni dengan DS = 0,802.

2. Dari sebab – sebab kemacetan yang di uraikan tersebut maka bisa disimpulkan

bahwa dibutuhkan pemecahan solusi kemacetan yang menyeluruh (makro) yang

melingkupi berbagai aspek seperti : Perbaikan sistem pergerakan yang aman,

cepat, nyaman, murah, dan efisien. Dengan melakukan rancangan perservasi jalan

Yos Sudarso adapun aspek-aspek yang perlu ditinjau dalam rancangan perservasi

jalan khususnya dalam hal ini adalah pelebaran Jl. Yos Sudarso menuju pelabuhan

Gunungsitoli antara lain:

a. Aspek kapasitas jalan

b. Aspek geometrik

Dari perencangan Geometri Jl. Yos Sudarso menuju pelebuhan Gunungsitoli

perancangan yang diperoleh yaitu: Pada lengkungan alinyemen horizontal dapat

disimpulkanTikungan Full Circle (FC) terdapat pada tikungan PI1 PI2 PI3

c. Aspek perkerasan jalan didapatkan tebal perkerasan lentur sebagai berikut:

LapisanPermukaan (Surface Course) AC – WC = 40 mm

Lapisanpondasiatas(Base course) AC – BC = 155 mm

Lapisanpondasibawah (Sub Base Course) LPA kelas A = 150 mm

d. Aspek drainase.

e. Aspek rencana anggaran biaya yang akan digunakan pada ruas jalan Yos Sudarso

menuju pelabuhan Gunungsitoli.

103

V.2. Saran

1. Mengoptimalkan kapasitas jalan dan simpang dengan menormalisasi lebar efektif

jalan agar tidak ada kendaraan yang berhenti/ menepi tidak pada tempat yang

disediakan.

2. Penegakkan aspek legal / hukum terkait aturan dan tata tertib lalu – lintas. Oleh

karena itu dibutuhkan adanya petugas pengatur lalu – lintas dalam hal ini

Kepolisian / Dinas Perhubungan setempat juga kesadaran masyarakat agar

nantinya kelancaran dan keamanan dalam berlalu – lintas.

3. Mencari Jalan alternatif bagi masyatakat/ pengendara yang tidak berkepentinngan

di pelabuhan agar tidak melewati depan Pelabuhan Gunungsitoli.

DAFTAR PUSTAKA

Bina Marga, 1997,Tata Cara Perencanaan Geometrik Antar Kota No.038/BM/1997,

Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta.

Bina Marga, 2013,Manual Desain Perkerasan Jalan No.02/M/BM/2013, Kementerian

Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta.

Bina Marga, 1997,Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Departemen Pekerjaan

Umum Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta.

Bina Marga, 2006,Perencanaan Sistem Drainase Jalan Pd T-02-2006-B, Departemen

Pekerjaan Umum, Jakarta.

Setiana, 2018. Evaluasi Kinerja Jaringan Jalan di Wilayah Kota BandarLampung.

Fakultas Teknik Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Pradana, Doni Indra. Evaluasi kinerja jaringan jalan eksisting kota surakarta dengan

skenario do something Jurnal Mahasiswa, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik

Sipil, Universitas Sebelas Maret.

MAGFIRONA, ALFIA. 2017. Analisis kinerja jaringan jalan di kawasan kerten

surakarta. Magister Teknik Sipil, Sekolah Pascasarjana Universitas

Muhammadiah Surakarta.

Diana, 2017. Laporan Tugas Akhir Peningkatan Kapasitas/Pelebaran Ruas Jalan Bts.

Kota Kabanjahe–Kutabuluh STA 96+850–STA 100+000 Kabupaten Tanah

Karo, Sumatera Utara.

Zebua, Soni Kasiaman, 2017. Tugas Akhir Perhitungan Tebal Perkerasan Lentur,

Drainase, dan Rencana Anggaran Biaya Pada Pemeliharaan Jalan Masuk

Terminal Desa Faekhu Kecamataan Gunungsitoli Selatan.

KETERANGAN

JUDUL GAMBAR :

CROSS SECTION

SKALA 1:100

DIPERIKSA OLEH

AMRIZAL, S.T.,M.T

PRODI TEKNIK PERANCANGANJALAN DAN JEMBATAN

POLITEKNIK NEGERIMEDAN

2019

DIGAMBAR OLEH

POPI IMELDA ZAI1505131077

-2%-4%

-2%-4%

PELEBARAN

BAHUDRAINASE PERKERSAN

PELEBARAN

BAHU DRAINASE

ASta 0 ± 000

-2%-4%

-2%-4%

1Sta 0 + 500

+2%-4% -2%-4%PI1

Sta 0 + 717,636

KETERANGAN

JUDUL GAMBAR :

CROSS SECTION

SKALA 1:100

DIPERIKSA OLEH

AMRIZAL, S.T.,M.T

PRODI TEKNIK PERANCANGANJALAN DAN JEMBATAN

POLITEKNIK NEGERIMEDAN

2019

DIGAMBAR OLEH

POPI IMELDA ZAI1505131077

+2% -4%-2%-4%PI2

Sta 0 + 998,782

-2%-4%

-2%-4%

2Sta 1+ 000

-2%-4%

-2%-4%

3Sta 1± 500

+2% -4%-2%-4%PI3

Sta 1+ 563,739

-2%-4%

-2%-4%

4Sta 2 ± 000

-2%-4%

-2%-4%

4Sta 2 ± 014

KETERANGAN

JUDUL GAMBAR :

CROSS SECTION

SKALA 1:100

DIPERIKSA OLEH

AMRIZAL, S.T.,M.T

PRODI TEKNIK PERANCANGANJALAN DAN JEMBATAN

POLITEKNIK NEGERIMEDAN

2019

DIGAMBAR OLEH

POPI IMELDA ZAI1505131077

KETERANGAN

JUDUL GAMBAR :

LAPISAN PERKERASAN&

DETAIL DRAINASE

SKALA 1:100

DIPERIKSA OLEH

AMRIZAL, S.T.,M.T

PRODI TEKNIK PERANCANGANJALAN DAN JEMBATAN

POLITEKNIK NEGERIMEDAN

2019

DIGAMBAR OLEH

POPI IMELDA ZAI1505131077

DETAIL KONSTRUKSI PERKERASANSKALA 1:4

LAPISANPERMUKAAN

LAPISANPONDASI ATAS

LAPISANPONDASI BAWAH

TANAH DASAR

SKALA 1:25

DRAINASE

Faktor Gembur : 1.15

Lapis Pondasi agregat A untuk pekerjaan Rekonstruksi

Lebar Lebar Jarak Luas Tebal

Rata-rata

(M) (M) (M) (M) (M)

Lokasi Rekonstruksi

L/R 7.00

7.00 500.00 3500.00 0.15

L/R 7.00

7.00 500.00 3500.00 0.15

L/R 7.00

7.00 500.00 3500.00 0.15

L/R 7.00

7.00 500.00 3500.00 0.15

2 + 000.00 L/R 7.00

7.00 14.00 98.00 0.15

2 + 014.00 L/R 7.00

2014.00 14098.00JUMLAH 2431.91

16.91

Mata Pembayaran : 5.1.(1). Lapis Pondasi Agregat Kelas A

0 + 000.00

0 + 500.00

1 + 000.00

1 + 500.00

603.75

603.75

603.75

603.75

No STA SISI Volume

Faktor Gembur : 1.00

Lapis Pondasi agregat A untuk pekerjaan Rekonstruksi

Lebar Lebar Jarak Luas Tebal

Rata-rata

(M) (M) (M) (M) (M)

Lokasi Rekonstruksi

L/R 4.00

4.00 500.00 2000.00 0.12

L/R 4.00

4.00 500.00 2000.00 0.12

L/R 4.00

4.00 500.00 2000.00 0.12

L/R 4.00

4.00 500.00 2000.00 0.12

2 + 000.00 L/R 4.00

4.00 14.00 56.00 0.12

2 + 014.00 L/R 4.00

2014.00 8056.00

0 + 000.00240.00

Mata Pembayaran : 4.2.(2B).Agregat kelas s

No STA SISI Volume

6.72

JUMLAH 966.72

0 + 500.00240.00

1 + 000.00240.00

1 + 500.00240.00

Faktor Gembur : 1.15

Volume Kadar Aditif Anti Volume Hotmix

Lebar Lebar Panjang Tebal BJ Hotmix Aspal Pengelupasan AC WC

Rata-rata Rencana JMF ( % ) 0.003

(M) (M) (M) (M) (ton) 6.100 ( Kg ) ( Ton )

0 + 000.00 L/R 7.00

7.000 500.000 0.155 2.300 1247.750 1434.913

0 + 500.00 L/R 7.00

7.000 500.000 0.155 2.300 1247.750 1434.913

1 + 000.00 L/R 7.00

7.000 500.000 0.155 2.300 1247.750 1434.913

1 + 500.00 L/R 7.00

7.000 500.000 0.155 2.300 1247.750 1434.913

2 + 000.00 L/R 7.00

7.000 14.000 0.155 2.300 34.937 40.178

2 + 014.00 L/R 7.00 5779.828

Mata Pembayaran : 6.3.(6a). LAPIS PERMUKAAN (AC - BC)

No STA SISI

76.113 228.338

2.131 6.393

JUMLAH

76.113 228.338

76.113 228.338

76.113 228.338

Faktor Gembur : 1.15

Volume Kadar Aditif Anti Volume Hotmix

Lebar Lebar Panjang Tebal BJ Hotmix Aspal Pengelupasan AC WC

Rata-rata Rencana JMF ( % ) 0.003

(M) (M) (M) (M) (ton) 6.100 ( Kg ) ( Ton )

0 + 000.00 L/R 7.00

7.000 500.000 0.040 2.300 322.000 370.300

0 + 500.00 L/R 7.00

7.000 500.000 0.040 2.300 322.000 370.300

1 + 000.00 L/R 7.00

7.000 500.000 0.040 2.300 322.000 370.300

1 + 500.00 L/R 7.00

7.000 500.000 0.040 2.300 322.000 370.300

2 + 000.00 L/R 7.00

7.000 14.000 0.040 2.300 9.016 10.368

2 + 014.00 L/R 7.00 1491.568

19.642

No STA SISI

19.642 58.926

58.926

58.926

58.926

1.650

JUMLAH

19.642

19.642

0.550

No STA SISI

Lebar Lebar Jarak Luas Tebal Volume

Rata-rata Aplikasi

(M) (M) (M) (M) (Ltr) (Liter)

Lokasi RekonstruksiL/R 7.00

7.00 500.00 3500.00 0.80L/R 7.00

7.00 500.00 3500.00 0.80L/R 7.00

7.00 500.00 3500.00 0.80L/R 7.00

7.00 500.00 3500.00 0.80L/R 7.00

7.00 14.00 98.00 0.80L/R 7.00

2014.00 14098.00 4.00

Mata Pembayaran : 6.1.(1). Lapis Resap Pengikat - Aspal Cair - ( Untuk AC-BC )

0 + 000.00

0 + 500.00

1 + 000.00

1 + 500.00

2800.00

2800.00

2800.00

2800.00

JUMLAH 11278.40

78.402 + 000.00

2 + 014.00

Lebar Lebar Jarak Luas Tebal Volume

Rata-rata Aplikasi

(M) (M) (M) (M) (Ltr) (Liter)

Lokasi Rekonstruksi

0 + 000.00 L/R 7.00

7.00 500.00 3500.00 0.35

0 + 500.00 L/R 7.00

7.00 500.00 3500.00 0.35

1 + 000.00 L/R 7.00

7.00 500.00 3500.00 0.35

1 + 500.00 L/R 7.00

7.00 500.00 3500.00 0.35

2 + 000.00 L/R 7.00

7.00 14.00 98.00 0.35

2 + 014.00 L/R 7.00

2014.00 14098.00 1.75

1225.00

Mata Pembayaran : 6.1.(1). Lapis Resap Pengikat - Aspal Cair - ( Untuk AC-BC )

No STA SISI

1225.00

1225.00

1225.00

34.30

JUMLAH 4934.30

PERHITUNGAN VOLUME DRAINASE

SISI LEBAR TINGGI LUAS JARAK Volume

L/R m m m2 m m3

2 2 1.65 3.3 2014 13292.4

SISI LEBAR TINGGI LUAS1 LEBAR TINGGI LUAS2 JARAK VOLUME

L/R m m m2 m m m2 m m3

2 2 1.65 3.3 1.7 1.5 2.55 2014 3021

NO SKETSA URAIAN PEKERJAAN

2.

1.2.1.(1) Galian Biasa Untuk

Drainase

LUAS PAS. MORTAR

Luas 1- Luas 2

0.75

2.2.(1) Pasangan Mortar

1,65 m

2 m

1,65 m

2 m