Upload
khangminh22
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
RANCANGAN PERSERVASI JALAN YOS SUDARSO
OMBOLATA ULU,GUNUNGSITOLI
STA 0 + 000 – STA 2 + 014
TUGAS AKHIR
Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Terapan
Oleh
POPI IMELDA ZAI
NIM:1505131077
PROGRAM STUDI TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI MEDAN
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,
rahmat, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik dan
tepat pada waktunya.
Tugas Akhir yang berjudul “RANCANGAN PERSERVASI JALAN YOS
SUDARSO OMBOLATA ULU, GUNUNGSITOLI STA 0 + 000 – STA 2 + 014” ini
merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan untuk memperoleh Gelar Sarjana
Terapan pada program studi D-IV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan Jurusan
Teknik Sipil Politeknik Negeri Medan.
Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, penulis mengalami beberapa kendala,
namun berkat dan bimbingan dari berbagai pihak, maka laporan ini dapat terselesaikan
dengan baik. Oleh karena itu, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :
1. M. Syahruddin, S.T., M.T., Direktur Politeknik Negeri Medan.
2. Ir. Samsudin Silaen, M.T., Ketua Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Medan.
3. Ir.Ependi Napitu, M.T., Kepala Program Studi D-IV Teknik Perancangan Jalan
dan Jembatan (TPJJ) Politeknik Negeri Medan.
4. Amrizal, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing penyusunan Laporan Tugas
Akhir.
5. Seluruh Dosen dan Staff Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri
Medan yang telah banyak membantu penyusunan dalam menyelesaikan Laporan
Tugas Akhir ini.
6. Orang tua, saudara- saudaraku dan keluarga besarku yang telah memberi
dukungan baik secara moral maupun materi.
7. Teman-teman seperjuangan Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan (TPJJ)
angkatan 2015 yang banyak membantu dalam menyelasaikan Tugas Akhir ini.
8. Teman- teman CCMI Gang Saudara No.7 yang selalu membantu dan
teristimewa buat bro Asmirus Laia yang selalu membantu dan menyemangatin
dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
9. Pemerintah Kabupaten Nias Barat yang telah menjalin kerja sama di Politeknik
Negeri Medan dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
ii
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin, untuk menyelesaikan Laporan
Tugas Akhir ini, namun penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari
laporan ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kekurangan
pengetahuan dan pengalaman penulis. Untuk itu penulis menerima segala kritik dan
saran yang bersifat membangun guna memperbaiki Tugas Akhir ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
turut membantu dalam penyusunan laporan ini, semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Medan, September 2019
Penulis,
POPI IMELDA ZAI
NIM : 1505131077
iii
ABSTRAK
RANCANGAN PERSERVASI JALAN YOS SUDARSO
OMBOLATA ULU,GUNUNGSITOLI
STA 0 + 000 – STA 2 + 014
oleh
POPI IMELDA ZAI
1505131077
Permasalahan transportasi hampir selalu tidak dapat dipisahkan dari
permasalahan yang muncul sebagai efek dari perkembangan kota-kota besar di
Indonesia pada khususnya dan negara-negara berkembang pada umumnya. Sebagian
besar masyarakat beranggapan bahwa masalah transportasi identik dengan kerumitan
dan kemacetan lalu lintas pada suatu jalan dimana hal itu sebenarnya tidak hanya
berhenti sampai disitu saja. Untuk itu perlu suatu analisa penyebab terjadinya
permasalahan transportasi dan mencari langkah-langkah penyelesaiannya. Jalan
merupakan prasarana pengangkutan yang penting untuk memperlancar dan mendorong
kegiatan perekonomian. Semakin meningkatnya usaha pembangunan menuntut pula
peningkatan pembangunan jalan untuk memudahkan mobilitas penduduk dan
memperlancar lalu lintas. Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli yang
menghubungkan beberapa jalan dari Kota Gununngsitoli menuju Nias Utara. Di Jl. Yos
Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli maka, didaptakan DS (Derajat Kejenuhan)
0,802 solusi dari kemacetan tesebut direncanakan 7 m dengan bahu jalan 2 m.
Menggunakan perkerasan lentur dengan umur rencana 20 tahun. Metode yang
digunakan pada perencanaan jalan ini yaitu dengan menggunakan metode Manual
Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 untuk kapasitas jalan, Manual Desain
Perkerasan Jalan No.02/M/BM/2013, Pd T 02-2006-B untuk drainase, dan Analisa
Harga Satuan Pekerjaan 2010 revisi 3 untuk rencana anggaran biaya. Jalan dengan dua
lajur dua arah (2/2D) tak terbagi faktor ini didasarkan atas perkiraan pertumbuhan lalu
lintas dan pertumbuhan penduduk sebesar 1,4 % setiap tahunnya. Berdasarkan hasil
analisa dan perhitungan, maka jalan ini termasuk kedalam Kolektor. Sesuai umur
rencana 20 tahun adalah Lapisan Permukaan (Surface Course) AC – WC = 40 mm,
Lapisan pondasi atas (Base course) AC – BC = 155 m, Lapisan pondasi bawah (Sub
Base Course) LPA kelas A = 150 mm. Perencanaan dimensi drainase berbentuk persegi
empat. Berdasarkan debit aliran yang didapat, maka dimensi saluran drainase yaitu
lebar saluran (b) = 1,7 m, tinggi basah (h) = 1,5 m, dengan tinggi jagaan (w) = 0,66 m.
Dan rencana anggran biaya yang diperlukan untuk pelebaran jalan Yos Sudarso menuju
pelabuhan Gunungsitoli 2014 m sebesar Rp 8.884.316.138 (Delapan Milyar Delapan
Ratus Delapan Puluh Empat Juta Tiga Ratus Enam Belas Ribu Seratus Tiga Puluh
Delapan Rupiah).
Kata kunci : Kondisi Eksisting, Kapasitas,Geometri, Perkerasan Lentur, Drainase ,
RAB.
iv
ABSTRACT
ROAD PERSERVATION DESIGN OF YOS SUDARSO
OMBOLATA ULU, GUNUNGSITOLI
STA 0 + 000 - STA 2 + 014
by
POPI IMELDA ZAI
1505131077
Transportation problems are almost always inseparable from problems that arise as a
result of the development of big cities in Indonesia in particular and developing
countries in general. Most people assume that transportation problems are identical with
the complexity and traffic jams on a road where it actually does not stop there. For that
we need an analysis of the causes of transportation problems and find steps to solve
them. Roads are important transportation infrastructure to facilitate and encourage
economic activity. Increasing development efforts also require increased road
construction to facilitate population mobility and facilitate traffic. Yos Sudarso Road to
Gunungsitoli Harbor, which connects several roads from Gununngsitoli City to North
Nias. On Jl. Yos Sudarso headed to the port of Gunungsitoli, then the DS (Degree of
Saturation) was obtained 0.802 solution from the congestion was planned to be 7 m with
a 2 m shoulder. Using flexible pavement with a planned age of 20 years. The method
used in this road planning is using the 1997 Indonesian Road Capacity Manual (MKJI)
for road capacity, Road Pavement Design Manual No.02 / M / BM / 2013, Pd T 02-
2006-B for drainage, and Price Analysis The 2010 revised Work Unit 3 for the budget
plan. This two-lane (2 / 2D) two-lane road is divided based on estimates of traffic
growth and population growth of 1.4% annually. Based on the analysis and calculation,
this road is included in the Collector. According to the planned age of 20 years are AC -
WC = 40 mm Surface Course, AC - BC Base Course = 155 m, LPA class A = 150 mm.
Planning dimensions of rectangular drainage. Based on the flow obtained, the
dimensions of the drainage channel are channel width (b) = 1.7 m, wet height (h) = 1.5
m, with guard height (w) = 0.66 m. And the planned budget needed for widening the
Yos Sudarso road to Gunungsitoli harbor in 2014 is Rp.
Keywords : Existing Condition, Capacity, Geometry, Flexible Pavement, Drainage,
RAB.
v
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
KATAPENGANTAR ..................................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................... iii
ABSTRACK.................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... ix
DAFTAR ISTILAH ...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
I.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
I.2. Rumusan Masalah ...................................................................... 2
I.3. Tujuan Pembahasan ................................................................... 2
I.4. Manfaat ...................................................................................... 2
I.5. Pembatasan Masalah .................................................................. 3
I.6. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data ............................... 3
I.7. Sistematika Laporan ................................................................... 4
I.8. Jadwal Penelitian ....................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 7
II.1. Umum ........................................................................................ 7
II.2. Defenisi Jalan ............................................................................ 7
II.3. Peran Jalan ................................................................................. 8
II.4. Jaringan jalan ............................................................................. 8
II.5. Volume Lalu Lintas .................................................................... 11
II.6. Kecepatan Rencana..................................................................... 12
II.7. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas ................................................ 13
II.8. Ekivalen Mobil Penumpang (emp), ........................................... 13
vi
II.9. Hambatan Samping.................................................................... 14
II.10. Derajat Kejenuhan (DS) ........................................................... 15
II.11. Kecepatan ............................................................................... 15
II.12. Kapasitas Jalan ........................................................................ 16
II.13. Aspek Geometrik ..................................................................... 18
II.14. Tikungan .................................................................................. 28
II.15. Perancangan Perkerasan Jalan .................................................. 37
II.16. Waktu Tempuh ........................................................................ 50
II.17. Tundaan .................................................................................... 51
II.18. Tingkat Pelayanan (Level of Service), ..................................... 51
II.19. Kinerja (Level of Services) ....................................................... 53
II.20. Perancangan Dimensi Drainase ................................................ 54
II.21. JalanRencana Anggaran Biaya (RAB). .................................... 64
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 65
A. Umum .......................................................................................... 65
B. Lokasi Penelitian ......................................................................... 65
C. Diagram Alir Penelitian ................................................................ 67
D. Identifikasi Masalah ..................................................................... 68
E. Metode Pengolahan Data .............................................................. 68
F. Tahapan Penelitian ........................................................................ 69
G. Survey Lalu lintas ......................................................................... 70
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ......................... 73
A. Kondisi Eksisting ........................................................................ 73
B. Kapasitas Jalan ............................................................................ 73
C. Perhitungan Geometrik ................................................................. 83
D. Perhitungan Tebal Perkerasan Lentur .......................................... 87
E. Drainase ........................................................................................ 94
F. RAB........................................................................................... 101
BAB V PENUTUP..................................................................................... 102
A. Kesimpulan.............................................................................. 102
B. Saran....................................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Dimensi Kendaraan Sedang............................................................ 19
Gambar 2.2 Gambar 2.2 Dimensi Kendaraan Besar .................................... 20
Gambar 2.3 Jari-jari manuver terhadap kendaraan kecil .............................. 20
Gambar 2.4 Jari-Jari Manuver Kendaran Sedang ........................................ 21
Gambar 2.5 Jari-Jari Manuver Kendaran Besar ........................................... 22
Gambar 2.6 Proses pergerakan mendahului untuk jarak pandang mendahului
................................................................................................... 26
Gambar 2.7 Daerah bebas samping di tikungan, untuk Jh< .......................... 27
Gambar 2.8 Daerah bebas samping di tikungan, untuk Jh> Lt........................ 28
Gambar 2.9 Lengkung Full Circle.............................................................. 29
Gambar 2.10 Lengkung Spiral Circle Spiral ................................................. 31
Gambar 2.11 Lengkung Spiral Spiral............................................................... 32
Gambar 2.12 Superelevasi............................................................................... 33
Gambar 2.13 Pencapaian superelevasi pada tikungan tipe FC ....................... 34
Gambar 2.14 Pencapaian superelevasi pada tikungan tipe SCS..................... 34
Gambar 2. 15 Pencapaian superelevasi pada tikungan tipe SS...................... 35
Gambar 2.16 Lapisan Konstruksi Perkerasan Lentur..................................... 40
Gambar 2.17 Tingkat pelayanan..................................................................... 53
Gambar 2.18 Hubungan antara nisbah waktu perjalanan (kondisi aktual/arus
bebas) dengan nisbah volume/kapasitas...................................... 53
Gambar 2.19 Saluran Trapesium....................................................................... 61
Gambar 2.20 Saluran Empat Persegi..................................................................... 62
Gambar 2.21 Penampang Drainase................................................................. 63
Gambar 3.1 Peta Wilayah.................................................................................. 65
Gambar 3.2 Peta RTRW Kota Gunungsitoli..................................................... 66
viii
Gambar 3.3. Diagram Alir Penelitian................................................................ 67
Gambar 4.1 Kondisi fisik Jalan Yos Sudarso depan gerbang pelabuhan
Gunungsitoli.................................................................................... 73
Gambar 4.2.Diagram perhitungan pertumbuhan lalu lintas................................ 78
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel II.1 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan...................................................... 10
Tabel II.2 Klasifikasi Menurut Medan Jalan ..................................................... 10
Tabel II.3 Faktor Volume (k) dan Variasi (f) Untuk Volume Lalu Lintas Jam
Perencanaan ................................................................................... ... 12
Tabel II.4 Kecepatan Rencana (VR) Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Kelas Jalan
.............................................................................................................12
Tabel II.5 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum untuk Desain… ... .....13
Tabel II.6 Nilai Emp Jalan Dua Lajur Dua Arah Tak Terbagi Jalan Antar Kota
....................................................................................................... . 14
Tabel II.7 Kelas Hambatan Samping Untuk Jalan Perkotaan/Semi Perkotaan
.............................................................................................................14
Tabel II.8 Kapasitas Dasar (Co) Suatu Ruas Jalan…......................................... 16
Tabel II.9 Faktor penyesuaian lebar jalan (FCW)..................................................17
Tabel II.10 Faktor Penyesuaian Pemisahan Arah Untuk Jalan Tak Terbagi (FCSP)
…....................................................................................................... 17
Tabel II.11 Faktor Penyesuaian Hambatan Samping dan Lebar Bahu (FCSF).......17
Tabel II.12 Dimensi Kendaraan Rencana…...................................................... 19
Tabel II.13 Jarak Pandang Henti Minimum.......................................................... 24
Tabel II.14 Panjang Jarak Pandang Mendahulu…............................................. 26
Tabel II.15 Panjang Bagian Lurus Maksimum (Jalan Antarkota).................... 28
Tabel II.16 Panjang Bagian Lurus Maksimum (Jalan Antarkota) .................. 35
Tabel II.17 Panjang lengkung peralihan (Ls) dan panjang pencapaian
superelevasi(Le) untuk jalan 1 lajur-2 lajur-2 arah. ....................... 37
Tabel II.18 Panjang Minimum Lengkung Peralihan ........................................ 37
Tabel II.19 Jari-jari yang diijinkan tanpa superlevasi…..................................... 38
Tabel II.20 Perbedaan antara Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku............. 39
Tabel II.21 Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru (UR)…..................................42
x
Tabel II.22 Pemilihan Jenis Perkerasan............................................................... 44
Tabel II.23 Bagan Desain 1 Perkiraan Nilai CBR Tanah Dasar.......................... 45
Tabel II.24 Bagan Desain 2 Solusi Jalan Desain Minimum................................ 45
Tabel II.25 Tinggi minimum tanah dasar diatas muka air tanah dan muka air
banjir.................................................................................................. .46
Tabel II.26 Bagan Desain 3 Perkerasan Lentur opsi biaya minimum termasuk CTB)1. 48
Tabel II.27 Bagan Desain 3A: Desain Perkerasan Lentur Alternatif................... 49
Tabel II.28 Alternatif Bagan Desain 3A: Desain Perkerasan Lentur – Aspal
dengan Lapis...................................................................................... 49
Tabel II.29 Tebal Tingkat pelayanan ….................................................................. 53
Tabel II.30 Karakteristik Tingkat Pelayanan....................................................... .... 54
Tabel II.31 Kemiringan melintang normal perkerasan jalan….............................55
Tabel II.32 Kecepatan aliran air yang diizinkan berdasarkan jenis material....... 56
Tabel II.33 Angka kekasaran Manning (n)...........................................................56
Tabel II.34 Harga koefisien pengaliran (C) dan harga koefisien limpasan (fk)... 57
Tabel II.35 Koefisien hambatan (nd) berdasarkan kondisi permukaan............... 58
Tabel II.36 Hubungan reduksi data rata-rata (Yn) dengan jumlah data (n)......... 59
Tabel II.37 Hubungan antara deviasi standar (Sn) dan reduksi data dengan jumlah
data................................................................................................. 60
Tabel IV.1 Potensi arus lalu lintas Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan
Gunungsitoli..................................................................................... 74
Tabel IV.2 Potensi Arus Lalu Lintas Jalan Yos Sudarso Gunungsitoli Tahun
2019.................................................................................................. 75
Tabel IV.3 Volume Kendaraan Tahun Jalan Yos Sudarso Menuju Pelabuhan
Gunungsitoli (smp/jam)..................................................................... 76
Tabel IV.4 Perhitungan titik jenuh 2019............................................................ 77
Tabel IV.5 Pertumbuhan LHR Kendaraan Jl. Yos Sudarso menuju pelabuhan
Gunungsitoli....................................................................................... 78
Tabel IV.6 Potensi Volume lalu lintas Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan
Gunungsitoli 2019............................................................................. 79
Tabel IV.7 Volume Jam Perencanaan Pada Tahun 2019................................... 80
xi
Tabel IV.8. Volume kendaraan tahun Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan
Gunungsitoli (smp/jam)................................................................. 81
Tabel IV.9 Volume kendaraan tahun Jalan Yos Sudarso(smp/jam)................. 82
Tabel IV.10 Analisis derajat kejenuhan Jalan Yos Sudarso menuju
pelabuhan Gunungsitoli................................................................. 84
Tabel IV.11 Data Koordinat dan Sudut............................................................ 85
Tabel IV.12 Jarak perhitungan antar titik ........................................................ 87
Tabel IV.13 Lalu Lintas Harian Rata-rata........................................................ 88
Tabel IV.14 Nilai VDF4 ................................................................................... 89
Tabel IV.15 Penentuan Umur Rencana ............................................................ 90
Tabel IV.16 Nilai komulatif beban sumbu selama standar ekivalen umur
rencana......................................................................................... 91
Tabel IV.17 Penentuan Tipe Perkerasan Lentur .............................................. 93
Tabel IV.18 Solusidesainpondasijalan minimum (Bagan Desain 2 : BinaMarga)
....................................................................................................... 93
Tabel IV.19 Bagan Desain 3 ............................................................................ 94
Tabel IV.20 Curah hujan Kota Gunungsitoli dalam 10 tahun terakhir
............................................................................................................... 96
Tabel IV.21 Intensitas curah hujan .................................................................. 97
Tabel IV.22 REKAPITULASI ......................................................................... 101
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I DATA LHR RATA-RATA RUAS JALAN YOS SUDARSO
GUNUNGSITOLI.
LAMPIRAN II DATA CURAH HUJAN & DATA JUMLAH PENDUDUK
KOTA GUUNGSITOLI.
LAMPIRAN III GAMBAR PELABUHAN & GAMBAR KAPAL YANG
BEROPERASI DI PELABUHAN GUNUNGSITOLI.
LAMPIRAN IV HARGA BAHAN, ALAT, DAN UPAH
LAMPIRAN V KUANTITAS PEKERJAAN DAN ANALISA HARGA SATUAN
PEKERJAAN
LAMPIRAN VI PETA LOKASI
LAMPIRAN VII HASIL GAMBAR AKHIR
xii
DAFTAR ISTILAH
Flexible Pavement yaitu, perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan
pengikatnya.Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban
lalu lintas ke tanah dasar.
Surface Course yaitu, Lapis permukaan struktur pekerasan lentur terdiri atas campuran
mineralagregat dan bahan pengikat yang ditempatkan sebagai lapisan paling atas dan
biasanya terletak di atas lapis pondasi.
Base Course (Lapis pondasi) adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak
langsung di bawah lapis permukaan.
Sub Base Course (Lapis pondasi bawah) adalah bagian dari struktur perkerasan lentur
yang terletak antara tanah dasar dan lapis pondasi.
Subgrade (Tanah Dasar) adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian atau
permukaan tanah timbunan, yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk
perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.
Umur Rencana (UR) adalah jumlah waktu dalam tahun yang dihitung sejak jalan
tersebut dibukasampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu untuk diberi
lapis permukaan yang baru.
CESA (Cumulative Equivalent Single Axle Load) adalah jumlah kumulatif beban sumbu
lalu lintas desain pada lajur desain selama umur rencana.
Level of Service (Tingkat pelayanan) adalah suatu ukuran yang digunakan untuk
mengetahui kualitas suatu ruas jalan tertentu dalam melayani arus lalu lintas yang
melewatinya.
xiii
Level of Services (Kinerja atau tingkat pelayanan jalan menurut US-HCM) adalah
ukuran kualitatif yang digunakan di Amerika dan menerangkan kondisi operasional
dalam arus lalu-lintas dan penilaiannya oleh pemakai jalan.
Drainase permukaan adalah sistem drainase permukaan jalan yang terdiri atas
kemiringan melintang perkerasan serta bahu jalan, saluran samping jalan, dan gorong-
gorong.
Faktor ekivalen beban (Vehicle Damage Factor) adalah suatu faktor yang menunjukkan
besar kerusakan dari satu kendaraan dari kelas tertentu terhadap perkerasan dalam
satuan equivalent standard axle load (ESA).
Full Circle –FC Lengkung penuh) yaitu, lenkungan yang terdiri dari bagian lengkungan
tanpa adanya peralihan.
Spiral-circle-spiral- SCS yaitu, lengkungan yang terdiri atas bagian lengkungan (circle)
dengan bagian peralihan (spiral) untuk menghubungkan dengan bagian yang lurus FC.
Spiral- Spiral –SS yaitu, lengkungan yang hanya terdiri dari spiral-spiral saja tanpa
adanya circle.
RAB adaalah suatu acuan atau metode penyajian rencana biaya yang harus dikeluarkan
dari awal pekerjaan dimulai hingga pekerjaan selesai.
SMP (satuan mobil penumpang) adalah kendaraan di dalam arus lalu lintas yang
disetarakan dengan kendaraan ringan/ mobil penumpang. Dengan menggunakan emp
(ekivalen mobil penumpang)
RTRW adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara yang
dijadikan acuan untuk perencanaan jangka panjang.
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas,
yang berada pada permukaan tanah, di ataas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
Jalan yang memudahkan masyarakat untuk beraktivitas melaksanakan perjalanan.
Kumpulan dari jalan – jalan pada suatu wilayah tersebut akan terbentuk jaringan sebuah
jalan. Jaringan jalan yang berfungsi sebagai prasarana untuk memindahkan/transportasi
orang dan barang, dan untuk mendorong pertumbuhan, social, ekonomi dan budaya serta
sebagai upaya pemerataan dan penyebaran pembangunan di wilayah tersebut.
Permasalahan transportasi hampir selalu tidak dapat dipisahkan dari permasalahan
yang muncul sebagai efek dari perkembangan kota-kota besar di Indonesia pada khususnya
dan negara-negara berkembang pada umumnya. Sebagian besar masyarakat beranggapan
bahwa masalah transportasi identik dengan kerumitan dan kemacetan lalu lintas pada suatu
jalan dimana hal itu sebenarnya tidak hanya berhenti sampai disitu saja. Untuk itu perlu
suatu analisa penyebab terjadinya permasalahan transportasi dan mencari langkah-langkah
penyelesaiannya. Jalan merupakan prasarana pengangkutan yang penting untuk
memperlancar dan mendorong kegiatan perekonomian. Semakin meningkatnya usaha
pembangunan menuntut pula peningkatan pembangunan jalan untuk memudahkan
mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas.
Gunungsitoli adalah kota yang terletak di Provinsi Sumatera Utara lebih tepatnya di
kepulauan Nias. Dengan luas wilayah mencapai 280,78 km² dan jumlah penduduk sekitar
139,049 jiwa (2017). Perkembangan kota yang pesat akan menuntut masyarakatnya untuk
melakukan interaksi dengan banyak pihak dan banyak tempat. Pertumbuhan kendaraan
yang tidak seimbang dengan pertumbuhan panjang jalan akan mengakibatkan terjadinya
titik-titik jenuh karena tundaan lalu lintas. Keterbatasan kapasitas jaringan jalan di jalur-
jalur ekonomi utama akan mengganggu jalannya roda perekonomian di kota Gunung Sitoli
menuju pelabuhan.
2
Ruas jalan yang tidak memadai disebabkan semakin bertambahnya kendaraan dari
jumlah populasi penduduk yang semakin bertambah mengakibatkan permasalahan pada
jalan lalu lintas, dengan melihat permasalahan Kota Gunungsitoli Jalan Yos Sudarso
menuju pelabuhan. Pada sistem jaringan jalan maka perlu dilakukan rancangan perser guna
memenuhi sarana dan prasarana dalam penggunan jalan agar tdiak menimbulkan konflik di
kemudian hari.
Maka dari itu, penulis mengangkat permasalahan ini pada penelitian yang berjudul
RANCANGAN PERSERVASI JALAN YOS SUDARSO OMBOLATA ULU,
GUNUNGSITOLI STA 0 + 000 – STA 2 + 014.
I.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan tugas akhir ini berdasarkan latar belakang yaitu:
1. Bagaimana kondisi eksisting jalan Yos Sudarso Ombolata Ulu, Gunungsitoli?
2. Bagaimana kinerja jalan Yos Sudarso menuju Gunungsitoli berdasarkan analisis
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997?
3. Bagaimana cara melakukan pendekatan operasional untuk masa yang akan datang?
I.3. Tujuan Pembahasan
Tujuan penelitian dalam penulisan tugas akhir ini adalah:
1. Untuk mengetahui kondisi eksisting jalan Yos Sudarso Ombolata Ulu,Gunungsitoli.
2. Untuk mengetahui kinerja jalan Yos Sudarso Ombolata Ulu,Gunungsitoli
3. Untuk mendapatkan kondisi lalu lintas yang aman dan lancar.
I.4. Manfaat
Laporan Tugas Akhir ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Penulis dan pembaca agar lebih dapat memahami tentang jalan.
2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan bahan
kebijakan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
3. Untuk menambah wawasan di bidang teknik sipil, khususnya di bidang lalu lintas.
3
I.5. Batasan Masalah
Batasan Masalah dalam penelitian ini meliputi;
1. Wilayah studi pada penelitian ini terbatas pada jalan Yos Sudarso,Ombolata Ulu,
menuju pelabuhan Gununngsitoli.
2. Kajian ini hanya pada rancangan perservasi jalan Yos Sudarso Gunungsitoli.
3. Pengambilan data arus lalu lintas dilakukan pada jam sibuk.
I.6. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Dalam penelitian Tugas Akhir ini penulis melakukan Survey dan pengumpulan
data menggunakan data primer dan data sekunder, data primer didapat langsung di
lapangan, sedangkan data sekunder merupakan data yang diperlukan untuk melengkapi dan
dalam bentuk yang sudah jadi dari suatu badan atau instansi. Di peroleh data antara lain :
1. Data luas wilayah
2. Data populasi penduduk
3. Data populasi kendaraan menurut jenis
4. Panjanng jalan menurut fungsi, status, dan kondisi
5. Peta wilayah
I.7. Sistematika Penulisan Laporan
Sistematika penulisan yang dibuat oleh penulis adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Meliputi : Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Pembahasan, Manfaat,
Pembatasan Masalah, Teknik Pengumpulan Data, Sistematika Penulisan Tugas
Akhir, Jadwal Penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Meliputi :Umum, Definisi Jalan, Peran Jalan,Jaringan Jalan, Sistem Jaringan
Jalan, Klasifikasi Jalan Raya, Volume Lalu Lintas, Kecepatan Rencana, Faktor
Pertumbuhan Lalu Lintas, Ekivalen Mobil Penumpang (emp), Hambatan
Samping, Derajat Kejenuhan (DS), Kecepatan (V), Kapasitas Jalan, Aspek
Geometrik, Tikungan, Perancangan Perkerasan Jalan, Waktu Tempuh,
4
Tundaan, Tingkat Pelayanan (Level of Service), Kinerja (Level of Services).,
Perancangan Dimensi Drainase Jalan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Meliputi : Umum, Lokasi Penelitian, Diagram Alir Penelitian, Identifikasi
Masalah, Metode Pengolahan Data, Tahapan Penelitian,Survey Lalu lintas..
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Meliputi : Kondisi Eksisting, Kapasitas Jalan, Perhitungan Geometrik,
Perhitungan Tebal Perkerasan Lentur, Drainase, RAB.
BAB V PENUTUP
Meliputi : Kesimpulan & Saran
5
I.8. Jadwal Penelitian
No. Kegiatan
Bulan
Mar. Apr. Mei. Jun. Jul. Ags.
A. Persiapan
1. Pengajuan Judul Tugas AKhir
2. Mendapatkan Dosen Pembimbing
Tugas Akhir
3. Bimbinngan Untuk Judul Tugas
Akhir
B. Pelaksanaan
1. Bimbingan Untuk Proposal Tugas
Akhir
2. Bimbinngan BAB I
3. Bimbingan BAB II
4. Bimbingan BAB III
5. Bimbingan untuk menambahkan
Meteodologi dan Daftar Pustaka
6. Seminar Proposal
C. Pelaporan
1. Revisi BAB I,II,III
2. Pengumpulan Data
3. Survey Lapangan
4. Penulisan Bab IV
5. Penulisan Bab V
6. Bimbingan Tahap Akhir
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Umum
Pada bab ini penyusunan tinjauan pustaka dimaksudkan sebagai peninjauan
kembali pustaka-pustaka yang terkait dalam rancangan perservasi khususnya dalam hal ini
adalah pelebaran Jl. Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli STA 0 + 000 – STA 2 +
014 . Dasar tinjauan itu sendiri diambil dari referensi buku-buku terkait dan peraturan-
peraturan standar yang berlaku di Indonesia.
Adapun aspek-aspek yang perlu ditinjau dalam perancangan suatu jalan, khususnya
dalam hal ini adalah Rancangan Perservasi Jl. Yos Sudarso menuju pelabuhan
Gunungsitoli antara lain:
1. Aspek kapasitas jalan
2. Aspek geometrik.
3. Aspek perkerasan jalan.
4. Aspek drainase..
5. Aspek rencana anggaran biaya yang akan digunakan pada ruas jalan Yos Sudarso
menuju pelabuhan Gunungsitoli.
II.2. Definisi Jalan
Jalan merupakan salah satu prsarana transportasi yang berada di atas permukaan
tanah, dibawah permukaan tanah dan atau air, serta diatas permukaan air yang meliputi
dari bangunan pelengkap dan perlengkapannya guna memenuhi pembangunan lalu lintas
kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.
Jalan sangat dibutuhkan dalam segala aspek kehidupan. Kegiatan masyarakat
sangat dipengaruhi oleh keberadaan jalan untuk mempermudah dalam beraktifitas baik itu
barang, jasa, ataupun kegiatan pemerintah sampai kepada sistem pertahanan dan keamanan
negara. Khususnya untuk daerah perkotaan, jalan dapat menentukan sifat dan karakteristik
struktur kota, baik secara langsung maupun tidak langsung.
II.3. Peran Jalan
Peran jalan terdapat pada UU No. 38 tahun 2004 tentangjalan dan PP No. 34 tahun
2006 tentang jalan. Pada pasal ke 5 (lima)bagian pertama pada UU No. 38 Tahun 2004
tentang peran jalanyaitu sebagai berikut:
8
1. Jalan berfungsi untuk prasarana dalam bidang ekonomi, sosial budaya, dan politik bagi
kesejahteraan rakyat.
2. Jalan berfungsi untuk mendistribusikan barang dan jasa bagikehidupan bangsa dan
negara.
3. Jalan yang berfungsi untuk menyatukan persatuan dari sistem jaringan jalan bagi
kesatuan Wilayah Republik Indonesia.
II.4. Jaringan Jalan
Jaringan Jalan adalah satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri atas sistem jaringan
primer dan sistem jaringan Jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarkis.
Jaringan jalan terdiri dari ruas-ruas jalan yang menghubungkan satu dengan yang
lain pada titik pertemuan yang merupakan simpul-simpul transportasi yang dapat
memberikan alternatif pilihan bagi pengguna jalan.
Jaringan merupakan serangkaian simpul-simpul, yang dalam hal ini berupa
persimpangan/terminal, yang dihubungkan dengan ruas-ruas jalan/trayek. Untuk
mempermudah mengenal jaringan maka ruas-ruas ataupun simpul-simpul diberi nomor
atau nama tertentu. Penomoran/ penamaaan dilakukan sedemikian sehingga dapat dengan
mudah dikenal dalam bentuk model jaringan jalan. Model jaringan jalan merupakan
penyederhanaan dari model ikonis jaringan jalan yang ada. Model ini dapat disederhanakan
berbentuk ruas-ruas yang lurus, ataupun mengikuti keadaan sebenarnya.
Simpang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari jaringan jalan. Simpang
adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau lebih ruas jalan bertemu, disini
arus lalu lintas mengalami konflik. Untuk mengendalikan konflik ini ditetapkan aturan lalu
lintas untuk menetapkan siapa yang mempunyai hak terlebih dahulu untuk menggunakan
persimpangan (http://id.wikipedia.org/wiki/persimpangan).
Simpang dapat didefinisikan sebagai daerah umum dimana dua jalan atau lebih
bergabung atau bersimpangan, termasuk jalan dan fasilitas tepi jalan untuk pergerakan lalu
lintas di dalamnya (Khisty. C.J dan Kent L.B, 2003).
Menurut Khisty (2003), persimpangan dibuat dengan tujuan untuk mengurangi
potensi konflik diantara kendaraan (termasuk pejalan kaki) dan sekaligus menyediakan
kenyamanan maksimum dan kemudahan pergerakan bagi kendaraan.
Pada persimpangan terdapat 4 jenis pergerakan arus lalu lintas yang dapat
menimbulkan konflik, yaitu:
1. Berpotongan (crossing), dimana dua arus berpotongan langsung.
9
2. Bergabung (merging), dimana dua arus bergabung.
3. Berpisah (diverging), dimana dua arus berpisah.
4. Bersilangan (weaving), dimana dua arus saling bersilangan.
1. Sistem Jaringan Jalan
Sistem jaringan jalan yang terdapat pada pasal 1 ayat 18 UU No. 38 Tahun 2004
tentang jalan adalah kumpulan dari ruas – ruas jalan. Konsep sistem jaringan jalan
yang terdapat pasal 7 yaitu sebagai berikut :
a. Sistem jaringan jalan terbagi menjadi dua yaitu jaringan jalan primer dan sekunder.
b. Pada ayat (1) tentang sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan yang
berperan pada distribusi barang dan jasa pada tingkat nasional.
c. Pada ayat (1) Sistem jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan pada
distribusi barang dan jasa pada tingkat perkotaan.
2. Klasifikasi Jalan Raya
Klasifikasi jalan merupakan aspek penting yang pertama kali harus didentifikasikan
sebelum melakukan perancangan jalan. Karena kriteria desain suatu rencana jalan
yang ditentukan dari standar desain ditentukan oleh klasifikasi jalan rencana.
Klasifikasi jalan dibagi dalam beberapa kelompok (TPGJAK, 1997), yaitu :
a. Klasifikasi menurut fungsi jalan, terbagiatas:
Jalan Arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara efisien.
Jalan Kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi
dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah
jalan masuk dibatasi.
Jalan Lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
Jalan Lingkungan adalah jalan yang melayani lingkungan setempat dengan ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
b. Klasifikasi menurut kelasjalan
10
Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk
menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam Muatan Sumbu Terberat (MST)
dalam satuanton.
Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan
kasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam Tabel II.1.
Tabel II.1 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan
Fungsi Kelas
Muatan Sumbu
Terberat
MST (ton)
Arteri I >10
II 10
III A 8
kolektor III A 8 III B
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1997
c. Klasifikasi Menurut Medan Jalan
Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan
medan yang diukur tegak lurus garis kontur. (Sumber: Tata Cara Perencanaan
Geometrik Jalan Antar Kota,1997)
Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat dilihat
dalam Tabel II.2.
Tabel II.2. Klasifikasi Menurut Medan Jalan
No Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan (%)
1
2
3
Datar
Perbukitan
Pegunungan
D
B
G
<3
3-25
>25
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1997
Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus mempertimbangkan
keseragaman kondisi medan menurut rencana trase jalan dengan mengabaikan
perubahan-perubahan pada bagian kecil dari segmen rencana jalan tersebut.
11
d. Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya sesuai PP. No.26/1985 adalah
jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/kotamadya, jalan desa, dan jalan
khusus.
Jalan nasional merupakan jalan arteri dan kolektor dalam sistem jaringan jalan
primer yang memhubungkan antar ibu kota propinsi dan jalan strategis nasional
serta jalan tol.
Jalan provinsi adalah jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibu kota propinsi dan ibu kota kabupaten.
Jalan kabupaten adalah jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghungkan ibu kota kabupaten dengan ibu kota kecamatan serta jalan umum
dalam jaringan jalan sekunder dalam suatu wilayah kabupaten.
Jalan kota merupakan jalan umum dalam sistem jaringan sekunder yang
fungsinya menghubungkan pusat pelayanan dalam kota, pusat pelayanan dengan
persil serta antar permungkiman dalam kota.
Jalan desa adalah jalan umum yang berfungsi menghubungkan wilayah
pemungkiman dalam desa.
Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha,
perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri.
II.5. Volume Lalu Lintas
Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR) adalah perkiraan volume lalu lintas
harian pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam kendaraan/hari atau smp/hari.
Volume Jam Perencanaan (VJP) adalah perkiraan volume lalu lintas pada jam sibuk
tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam smp/jam, dihitung dengan rumus:
VJP =
....................................................................................(Rumus 2.1)
dimana :
K adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk.
F (disebut faktor F) adalah faktor variasi tingkat lalu lintas perseperempat jam
dalam satu jam.Faktor K dan faktor F tersebut dapat dilihat pada Tabel II.3 berikut:
12
Tabel II.3. Faktor Volume (k) dan Variasi (f) Untuk Volume Lalu LintasJam Perencanaan
Perkiraan Volume Lalu Lintas
Harian (VLHR)
Faktor
K(%) F
>50.000
30.000 – 50.000
10.000 – 30.000
5.000 – 10.000
1.000 – 5.000
<1.000
4 – 6
6 – 8
6 – 8
8 – 10
10 – 12
12 – 16
0,9 – 1
0,8 – 1
0,8 – 1
0,6 – 0,8
0,6 – 0,8
<0,6
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar kota. No. 038/T/BM/1997
VJP merupakan suatu volume lalu lintas perjam yang dipakai sebagai dasar
perencanaan. VJP digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas
lainnya yang diperlukan.
II.6. Kecepatan Rencana
Kecepatan rencana adalah kecepatan pada suatu ruas jalan yang dipilih sebagai
dasar perencanaan geometrik jalan seperti tikungan, kemiringan jalan, jarak pandang, dan
lain-lain. Kecepatan yang dipilih tersebut adalah kecepatan tertinggi menerus dimana
kendaraan dapat berjalan dengan aman dan keamanan itu sepenuhnya dari bentuk jalan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kecepatan rencana antara lain:
a. Kondisi pengemudi dan kendaraan yang bersangkutan.
b. Sifat fisik jalan dan keadaan medan sekitarnya.
c. Cuaca.
d. Adanya gangguan dari kendaraan lain.
e. Batasan kecepatan yang diizinkan.
Kecepatan rencana inilah yang dipergunakan untuk dasar perencanaan geometrik
(alinemen). Kecepatan rencana dari masing–masing kendaraan dapat ditetapkan pada Tabel
II.4
Tabel II.4 Kecepatan Rencana (VR) Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Kelas Jalan
Fungsi Jalan Kecepatan Rencana (VR) km/jam
Datar Bukit Gunung
Arteri 70-120 60-80 40-70
Kolektor 60-90 50-60 30-50
Lokal 40-70 30-50 20-30
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota No.038/BM/1997
13
II.7 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas
Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data-data pertumbuhan historis atau
formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lain yang valid, bila tidak ada maka pada
Tabel II.5 digunakan yang minimum.
Tabel II.5 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum untuk Desain
Klasifikasi kelas jalan 2011-2020 2021-2030
Arteri dan perkotaan (%) 5 4
Kolektor rural (%) 3,5 2,5
Jalan desa (%) 1 1
Sumber: Manual Desain Perkerasan jalan No.02/M/BM/2013
Untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dihitung sebagai
berikut:
................................................................. .............( Rumus 2.2 )
Dimana:
R = faktor pengali pertumbuhan lalu lintas
i = tingkat pertumbuhan tahunan (%)
UR = Umur rencana (tahun)
II.8 Ekivalen Mobil Penumpang (emp)
Satuan untuk arus lalu lintas dimana arus berbagai tipe kendaraan diubah menjadi
arus kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan emp di mana
mobil penumpang ditetapkan memiliki satu smp.
Dalam menghitung Volume Lalulintas Harian Rata-rata (VLHR), karena pengaruh
berbagai jenis kendaraan digunakan faktor ekivalen mobil penumpang (emp) untuk
mendapatkan nilai satuan mobil penumpang (smp).
Ekivalen mobil penumpang (emp) adalah Faktor yang menunjukkan berbagai tipe
kendaraan dibandingkan kendaraan ringan sehubungan dengan pengaruhnya terhadap
kecepatan kendaraan ringan dalam arus lalu-lintas (untuk mobil penumpang dan kendaraan
ringan yang sasisnya mirip, emp = 1,0).
Besar nilai emp masing-masing kategori kendaraan jalan antar kota untuk dua lajur
dua arah tak terbagi seperti yang ditunjukan pada Tabel II.6. berikut ini:
14
Tabel II.6 Nilai Emp Jalan Dua Lajur Dua Arah Tak Terbagi Jalan Antar Kota
Jalan Dua Lajur Dua Arah Tak Terbagi (2/2UD)
Tipe alinyemen Arus total
(kend./jam)
Emp
MHV LB LT
MC
Lebar jalur lalu-lintas(m)
< 6m 6 - 8m > 8m
0 – 799 1,2 1,2 1,8 0,8 0,6 0,4
Datar 800 - 1349 1,8 1,8 2,7 1,2 0,9 0,6
1350 - 1899 1,5 1,6 2,5 0,9 0,7 0,5
≥1900 1,3 1,5 2,5 0,6 0,5 0,4
0 – 649 1,8 1,6 5,2 0,7 0,5 0,3
Bukit 650 -1099 2,4 2,5 5,0 1,0 0,8 0,5
1100 - 1599 2,0 2,0 4,0 0,8 0,6 0,4
≥1600 1,7 1,7 3,2 0,5 0,4 0,3
0 – 449 3,5 2,5 6,0 0,6 0,4 0,2
Gunung 450 – 899 3,0 3,2 5,5 0,9 0,7 0,4
900 - 1349 2,5 2,5 5,0 0,7 0,5 0,3
≥1350 1,9 2,2 4,0 0,5 0,4 0,3
Sumber: MKJI (1997)
II.9. Hambatan Samping
Banyak aktifitas samping jalan di Indonesia sering menimbulkan konflik, kadang-
kadang besar pengaruhnya terhadap arus lalu-lintas. Hambatan samping yang terutama
berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan perkotaan adalah:
1. Pejalan kaki
2. Angkutan umum dan kendaraan lain berhenti
3. Kendaraan lambat (misalnya becak, kereta kuda)
4. Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan
Menurut MKJI, 1997 setiap aktifitas di samping jalan memberikan pengaruh
berdasarkan bobot sebagai berikut: pejalan kaki (bobot 0,5), kendaraan umum/kendaraan
lain berhenti (bobot1 1,0), kendaraan masuk/keluar sisi jalan (bobot 0,7), dan kendaraan
lambat (bobot 0,4). Kelas hambatan samping untuk jalan perkotaan/ semi perkotaan dapat
dilihat pada Tabel. II.7 berikut:
15
Tabel II.7Kelas Hambatan Samping Untuk Jalan Perkotaan/Semi Perkotaan
Kelas Hambatan
Samping (SFC) Kode
Jumlah berbobot
kejadian per 200 m
per jam (dua sisi)
Kejadian Kondisi Khusus
Sangat rendah VL < 100 Daerah permukiman; Jalan samping
tersedia
Rendah L 100 – 299 Daerah permukiman; beberapa
angkutan umum,dsb
Sedang M 300 – 499 Daerah Industri Beberapa toko di
sisi jalan
Tinggi H 500 – 899 Daerah komersial; aktivitas di sisi
jalan tinggi
Sangat Tinggi VH >900 Daerah komersial dengan aktivitas
pasar di samping jalan
Sumber: MKJI (1997)
II.10. Derajat Kejenuhan (DS)
Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas
digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja timpang dan segmen
jalan. Nilai DS menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas
atau tidak. Nilai derajat kejenuhan dapat dihitung dengan rumus berikut :
.............................................................................................…...(Rumus 2.3)
Derajat kejenuhan dihitung dengan menggunakan arus dan kapasitas dinyatakan
dalam smp/jam. Menurut MKJI (1997) nilai Derajat Kejenuhan (DS) adalah 0,70 ≤ V/C ≤
0,80 dengan tingkat pelayanannya cukup yaitu dengan arus yang stabil, kecepatan dapat
dikontrol oleh lalu lintas.
II.11. Kecepatan (V)
Manual menggunakan kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen
jalan karena mudah dimengerti dan diukur dan merupakan masukan yang penting untuk
biaya pemakai jalan dalam analisis ekonomi. Kecepatan tempuh didefinisikan sebagai
kecepatan rata-rata ruang dari kendaraan ringan (LV) sepanjang segmen jalan. Nilai dari
kecepatan dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
...................................................................................……………(Rumus 2.4)
16
dimana:
V : Kecepatan rata-rata ruang LV (km/jam)
L : Panjang segmen (km)
TT : Waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen (jam)
II.12. Kapasitas Jalan
Untuk jalan dua lajur dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi
dua arah), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas
ditentukan per lajur.
Nilai kapasitas diamati melalui pengumpulan data lapangan selama memungkinkan
karena lokasi yang mempunyai arus mendekati kapasitas segmen jalan sedikit
(sebagaimana terlihat dari kapasitas simpang sepanjang jalan), kapasitas juga telah
diperkirakan dari analisis kondisi ringan lalu lintas dan secara teoritis dengan
mengasumsikan hubungan matematik antara kerapatan, kecepatan, dan arus. Kapasitas
dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp). Sehubungan dengan ruas jalan rencana
adalah jalan antar kota, maka tinjauan kapasitas jalan baru tersebut dihitung sebagai
berikut:
C = CO x FCW x FCSP x FCSF………………….....................................(Rumus 2.5)
dimana:
C : Kapasitas (smp/jam)
CO : Kapasitas dasar (smp/jam)
FCW : Faktor penyesuaian lebar jalan
FCSP : Faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak terbagi)
FCSF : Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kereb
Dalam menentukan kapasitas dasar, nilai yang digunakan dihitung berdasarkan
hasil survei geometrik untuk tiap-tiap ruas jalan yang disurvei.
Kapasitas dasar (Co) suatu ruas jalan ditentukan oleh tipe jalan atau medan jalan.
Nilai kapasitas dasar dapat dilihat pada Tabel II.8 di bawah ini:
Tabel II.8 Kapasitas Dasar (Co) Suatu Ruas Jalan
TIPE JALAN / TIPE
MEDAN
KAPASITAS
DASAR smp/Jam CATATAN
• Dua lajur tak terbagi
Total kedua arah - Medan datar 3100
- Medan perbukitan 3000
- Medan pegunungan 2900
17
TIPE JALAN / TIPE
MEDAN
KAPASITAS
DASAR smp/Jam CATATAN
• Empat lajur tak terbagi
Perlajur - Medan datar 1700
- Medan perbukitan 1650
- Medan pegunungan 1600
• Empat lajur terbagi
Perlajur - Medan datar 1900
- Medan perbukitan 1850
- Medan pegunungan 1800
Sumber : MKJI (1997)
Faktor penyesuaian lebar ruas jalan menurut MKJI (1997) ditentukan berdasarkan
tipe jalan dan lebar efektif jalur lalu-lintas (WC) yang dapat dilihat tabel berikut:
Tabel II.9. Faktor penyesuaian lebar jalan (FCW)
Tipe jalan Lebar jalur lalu-lintas efektif (WC) (m) FCW
Empat-lajur terbagi Enam-lajur
terbagi
Per lajur
3,0 0,91
3,25 0,96
3,50 1,00
3,75 1,03
Empat-lajur tak terbagi
Per lajur
3,00 0,91
3,25 0,96
3,50 1,00
3,75 1,03
Dua-lajur tak-terbagi
Total dua arah
5 0,69
6 0,91
7 1,00
8 1,08
9 1,15
10 1,21
11 1,27
Sumber : MKJI (1997)
Faktor penyesuaian pemisah arah (untuk jalan tak terbagi) menurut MKJI (1997)
ditentukan berdasarkan jumlah lajur. Faktor penyesuaian pemisah arah (untuk jalan tak
terbagi) dapat dilihat pada Tabel.II.10 berikut:
Tabel II.10 Faktor Penyesuaian Pemisahan Arah Untuk Jalan Tak Terbagi (FCSP)
Pemisahan arah SP %-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
FCSP Dua-lajur 2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
Empat-lajur 4/2 1,00 0,975 0,95 0,925 0,90
Sumber : MKJI (1997)
18
Faktor penyesuaian hambatan samping dan lebar bahu FCSF ditentukan berdasarkan
tipe jalan menurut MKJI (1997) yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel II.11 Faktor Penyesuaian Hambatan Samping dan Lebar Bahu (FCSF)
Tipe jalan
Kelas
hambatan
samping
Lebar bahu efektif WS
≤0,5 1,0 1,5 ≥2,0
4/2 D
VL 0,99 1,00 1,01 1,03
L 0,96 0,97 0,99 1,01
M 0,93 0,95 0,96 0,99
H 0,90 0,92 0,95 0,97
VH 0,88 0,90 0,93 0,96
VL 0,97 0,99 1,00 1,02
2/2 UD L 0,93 0,95 0,97 1,00
4/2 UD M 0,88 0,91 0,94 0,98
H 0,84 0,87 0,91 0,95
VH 0,80 0,83 0,88 0,93
Sumber : MKJI (1997)
II.13. Aspek Geometrik
Perancangan geometrik adalah bagian dari perancangan jalan dimana bentuk dan
ukuran yang nyata dari suatu jalan yang direncanakan beserta bagian bagiannya
disesuaikan dengan kebutuhan serta sifat lalu lintas yang ada. Dengan perancangan
geometrik ini diharapkan dapat diciptakan hubungan yang harmonis antara waktu dan
ruang sehubungan dengan kendaraan yang bersangkutan, sehingga dapat menghasilkan
efisiensi, keamanan dan kenyamanan yang optimal dalam batas-batas ekonomi yang layak
(PPGJR No. 13/1970).
Tujuan dari perancangan geometrik jalan adalah menghasilkan infra struktur yang
aman, efisien pelayanan arus lalu lintas dan memaksimalkan rasio tingkat penggunaan
biaya pelaksanaan ruang.
Yang menjadi dasar perancangan geometrik adalah sifat, gerakan, ukuran kendaraan,
sifat pengemudi dalam mengendalikan gerakan kendaraannya dan karakteristik arus lalu
lintas. Hal-hal tersebut haruslah menjadi bahan pertimbangan perencanaan sehingga
dihasilkan bentuk dan ukuran jalan, serta ruang gerak kendaraan yang memenuhi tingkat
keamanan dan kenyamanan yang diharapkan.
Perancangan konstruksi jalan raya membutuhkan data – data perancangan yang
meliputi data lalu lintas, data topografi, data penyelidikan tanah, data penyelidikan
material dan data penunjang lainnya. Semua data ini sangat diperlukan dalam
19
merencanakan suatu konstruksi jalan raya, karena data ini memberikan gambaran yang
sebenarnya dari kondisi surtu daerah dimana ruas jalan ini akan dibangun. Dengan adanya
data-data ini, kita dapat menentukan geometrik dan tebal perkerasan yang diperlukan
dalam merancang suatu konstruksi jalan raya (Sukirman, 1999).
1. Kriteria Perancangan
Dalam perancangan jalan, bentuk geometrik jalan terdapat parameter- parameter
perencanaan yang merupakan penentu tingkat kenyamanan dan keamanan yang
dihasilkan oleh suatu bentuk geometrik jalan.
2. Kendaraan Rencana
Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dipakai
sebagai acuan dalam perencanaan geometrik. Untuk perencanaan, setiap kelompok
diwakili oleh satu ukuran standar. Dan ukuran kendaraan rencana untuk masing-
masing kelompok adalah ukuran terbesar yang mewakili kelompoknya.
Berdasarkan dari bentuk, ukuran, dan daya dari kendaraan-kendaraan yang
mempergunakan jalan kendaraan-kendaraan tersebut dikelompokkan menjadi tiga
kategori (TPGJAK, 1997) :
1) Kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang
2) Kendaraan sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2 as
3) Kendaraan besar, diwakili oleh truk semi trailer.
Tabel II.12 Dimensi Kendaraan Rencana
Kategori
Radius
Putar
Dimensi Kendaraan Tonjolan Radius Putar
Radius
Tonjolan (cm) (cm)
Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang Min Maks (cm)
Kendaraan
Kecil
130 210 580 90 150 420 730 780
Kendaraan
Sedang
410 260 1210 210 240 740 1280 1410
Kendaraan
Besar
410 260 2100 1.2 90 290 1400 1370
(Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1997)
Dimensi dasar untuk masing-masing kategori kendaraan rencana ditunjukkan dalam
Tabel II.12. Gambar 2.1 sampai dengan gambar 2.2 menampilkan sketsa dimensi
kendaraan rencana tersebut.
20
Gambar 2.1 Dimensi Kendaraan Sedang
( Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1997)
Gambar 2.2 Dimensi Kendaraan Besar
(Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1997)
Gambar 2.3 Jari-Jari Manuver Kendaran Kecil
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1997)
21
Gambar 2.4 Jari-Jari Ma
nuver
Kendaran Sedang
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1997)
Gambar 2.5 Jari-Jari Manuver Kendaran Besar
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1997)
22
3. Penentuan Trase Jalan
Pada perencanaan alinemen horizontal pada seluruh bagian harus dapat memberikan
pelayanan yang sesuai dengan fungsinya serta keamanan dan kenyamanan pengguna
jalan. Untuk membuat jalan yang baik dan ideal, maka harus memperhatikan syarat-
syarat berikut:
1. Syarat Ekonomis
a. Penarikan trase jalan yang tidak terlalu banyak memotong kontur, sehingga
dapat menghemat biaya dalam pelaksanaan pekerjaan galian dan timbunan
nantinya.
b. Penyedian material dan tenaga kerja yang diharapkan tidak terlalu jauh dari
lokasi proyek sehingga dapat menekan biaya.
2. Syarat Teknis
Tujuannya adalah untuk mendapatkan jalan yang memberikan rasa keamanan dan
kenyamanan bagi pengguna jalan. Oleh karena itu, perlu diperhatikan keadaan
topografi tersebut, sehingga dapat dicapai perencanaan yang baik sesuai dengan
keadaan daerah setempat. (Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota No.
038/BM/1997).
4. Jarak Pandang
Jarak pandang adalah jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat
mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang
membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghindari bahaya
tersebut dengan aman. (TPGJAK, 1997).
Panjang jalan didepan yang masih dapat dilihat dengan jelas diukur dari titik
kedudukan pengemudi, disebut dengan jarak pandang. Jarak pandang berguna untuk:
a. Menghindari terjadinya tabrakan yang dapat membahayakan kendaraan dan
manusia akibat adanya benda yang berukuran cukup besar, kendaraan yang sedang
berhenti, pejalan kaki, atau hewan-hewan yang berada di jalur jalan
b. Memberi kemungkinan untuk mendahului kendaraan lain yang bergerak dengan
kecepatan lebih rendah dengan mempergunakan lajur sebelahnya.
c. Menambah efisiensi jalan tersebut, sehingga volume pelayanan dapat dicapai
semaksimal mungkin.
d. Sebagai pedoman pengatur lalu lintas yang diperlukan pada setiap segmen
jalan.(Silvia Sukirman, 1999)
23
5. Jarak pandang henti (Jh)
Jarak pandang henti adalah jarak pandang minimum yang diperlukan pengemudi untuk
menghentikan kendaraan yang sedang berjalan setelah melihat adanya rintangan pada
jalur yang dilaluinya. Jarak ini merupakan dua jarak yang ditempuh sewaktu melihat
benda hingga menginjak rem dan jarak untuk berhenti setelah menginjak rem. Jh
diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan
tinggi halangan 15 cm diukur dari permukaan jalan
Adapun jarak panjang henti terdiri atas 2 elemen jarak, yaitu:
a. Jarak tanggap (Jht)
Jarak tanggap adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi melihat
suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat pengemudi
menginjak rem.
b. Jarak pengereman (Jhr)
c. Jarak pandang henti adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan kendaraan
sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti.
Jarak pandang henti (Jh) dapat dihitung dengan rumus:
(
)
.............................................................................…...........(Rumus 2.6)
Dimana:
VR = kecepatan rencana, km/jam
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/detik2.
fp = koefisien gesek memanjang antara ban kendaraan dengan perkerasan
jalan aspal, ditetapkan 0,35 – 0,55.
Rumus diatas disederhanakan menjadi:
...........................................................….…rumus 2.7
Jarak minimum ini harus dipenuhi dalam setiap bagian jalan raya, besar yang
diperlukan dilihat pada Tabel 2.12.
Tabel II.13 Jarak Pandang Henti Minimum
V (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
Jh minimum 250 175 120 75 55 40 27 16
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota No. 038/BM/1997
24
6. Jarak pandang mendahului (Jd)
Jarak pandang mendahului adalah jarak yang dibutuhkan pengemudi sehingga dapat
melakukan gerakan mendahului dengan aman dan dapat melihat kendaraan dari arah
depan dengan bebas dinamakan jarak pandangan mendahului.
Jarak pandang mendahului (Jd) standar dihitung berdasarkan panjang jalan yang
diperlukan untuk dapat melakukan gerakan mendahului suatu kendaraan dengan
sempurna dan aman berdasarkan asumsi yang diambil. Apabila dalam suatu
kesempatan dapat mendahului dua kendaraan sekaligus, hal itu tidaklah merupakan
dasar dari perencanaan suatu jarak pandangan mendahului total.
Jarak pandangan mendahului (Jd) standar pada jalan dua lajur dua arah dihitung
berdasarkan beberapa asumsi terhadap sifat arus lalu lintas yaitu:
a. Kendaraan yang akan didahului harus mempunyai kecepatan yang tetap
b. Sebelum melakukan gerakan mendahului, kendaraan harus mengurangi
c. Kecepatannya dan mengikuti kendaraan yang akan disiap dengan kecepatan yang
sama.
d. Apabila kendaraan sudah berada pada lajur untuk mendahului, maka pengemudi
harus mempunyai waktu untuk menentukan apakah gerakan mendahului dapat
diteruskan atau tidak.
e. Kecepatan kendaraan yang mendahului mempunyai perbedaan sekitar 15 km/jam
dengan kecepatan kendaraan yang didahului pada waktu melakukan gerakan
mendahului.
f. Pada saat kendaraan yang mendahului telah berada kembali pada lajur jalannya,
maka harus tersedia cukup jarak dengan kendaraan yang bergerak dari arah yang
berlawanan.
g. Tinggi mata pengemudi diukur dari permukaan perkerasan menurut Bina Marga
(TPGJAK 1997) sama dengan tinggi objek yaitu 105 cm.
h. Kendaraan yang bergerak dari arah yang berlawanan mempunyai kecepatan yang
sama dengan kendaraan yang mendahului.
Adapun estimasi jarak pandangan mendahului diformulasikan dengan persamaan
sebagai berikut:
Jd = d1 + d2 + d3 + d4 ...................................................................... ...............(Rumus 2.8)
Dimana:
d1= jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m)
d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur semula
25
d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang
dari arah berlawanan setelah proses mendahului selesai (m)
d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan (m)
Adapun rumusan estimasi d1, d2, d3, dan d4 adalah sebagai berikut:
d1 = 0,278 T1(
) .................................................... Rumus 2.9
d2 = ............................................................................ Rumus 2.10
d3 = antara 30 – 100 m ................................................................ Rumus 2.11
d4 =
....................................................................................... Rumus 2.12
Dimana:
T1 = waktu dalam (detik), = 2,12 + 0,026 VR
T2 = waktu kendaraan berada di jalur lawan, (detik), = 6,56 + 0,048VR
a = percepatan rata-rata, (km/jam/detik), = 2,052 + 0,0036 VR
m = perbedaan kecepatan dari kendaraan yang mendahului dan
kendaraan yang didahului, (biasanya diambil 10 – 15 km/jam).
Nilai jarak pandang mendahului untuk jalan antar kota menurut kecepatan rencana
yang dipilih, disajikan pada Tabel II.14
Tabel II.14 Panjang Jarak Pandang Mendahului
VR
(km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
Jd (m) 800 670 550 350 250 200 150 100
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota No. 038/BM/1997
Gambar 2.6 Proses pergerakan mendahului untuk jarak pandang mendahului
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota No. 038/BM/1997
26
Keterangan : A = Kendaraan yang mendahului
B = Kendaraan yang berlawanan arah
C = Kendaraan yang didahului kendaraan A
7. Daerah bebas samping di tikungan
Daerah bebas samping di tikungan (E) adalah ruang untuk menjamin kebebasan
pandang di tikungan sehingga Jh dapat terpenuhi. Daerah bebas samping dimaksudkan
untuk memberikan kemudahan pandangan pengemudi di tikungan dengan
membebaskan objek-objek penghalang sejauh E (m), yang diukur dari garis tengah
lajur dalam sampai pada obyek penghalang pandangan sehingga persyaratan Jh
dipenuhi. Ada dua bentuk daerah bebas samping di tikungan, yaitu:
1. Jarak pandang henti (Jh) < panjang tikungan (Lt).
2. Jarak pandang henti (Jh) > panjang tikungan (Lt).
Daerah bebas samping di tikungan (E) untuk jalan antarkota dihitung berdasarkan
rumus sebagai berikut:
a. Jika Jh< Lt.
(
)............. ................................................ ............... Rumus 2.13
Gambar 2.7 Daerah bebas samping di tikungan, untuk Jh< Lt
b. Jika Jh> Lt
( (
)
(
))
................. ................Rumus 2.14
27
Gambar 2.8 Daerah bebas samping di tikungan, untuk Jh> Lt
8. Alinemen horizontal
Alinemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal. Alinemen
horizontal juga dikenal dengan nama ”situasi jalan”. Alinemen horizontal terdiri dari
garis-garis lurus yang dihubungkan dengan garis-garis lengkung. Garis lengkung
tersebut dapat terdiri dari busur lingkaran ditambah busur peralihan, busur peralihan
saja atau busur lingkaran saja. Ditinjau secara umum penempatan alinemen horizontal
harus dapat menjamin keselamatan dan kenyamanan bagi pengguna jalan. Untuk itu
perlu diperhatikan hal-hal berikut:
a. Sedapat mungkin menghindari broken back, artinya tikungan searah yang hanya
dipisahkan oleh tangen yang sangat pendek yang dapat mengurangi keamanan dan
kenyamanan bagi pengguna jalan.
b. Pada bagian yang relatif lurus dan pajang jangan tiba-tiba terdapat tikungan yang
tajam yang dapat membahayakan pengemudi.
c. Apabila terpaksa menghadapi tikungan ganda maka dalam perencanaan harus
diusahakan agar jari-jari (R1) lebih kecil atau sama dengan jari-jari lengkung
kedua (R2)×1,5.
d. Hindari sedapat mungkin lengkung yang terbalik dengan mendadak.
e. Hindarkan lengkung yang tajam pada timbunan yang tinggi. (Tata Cara
Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota No. 038/BM/1997
9. Panjang Bagian Lurus
Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau dari segi
kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus harus
28
ditempuh dalam waktu tidak lebih 2,5 menit sesuai dengan kecepatan rencana (VR).
Panjang bagian lurus dapat ditetapkan dari Tabel II.14.
Tabel II.15.Panjang Bagian Lurus Maksimum (Jalan Antarkota)
Fungsi Panjang bagian lurus maksimum
Datar Perbukitan Pegunungan
Arteri 3.000 2.500 2.000
Kolektor 2.000 1.750 1.500
Sumber:Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar kota
II.14. Tikungan
1. Full Circle (FC)
Tipe lengkung ini tidak memerlukan lengkung peralihan dan pada umumnya
dipakai pada daerah dataran dan mempunyai jari-jari yang besar. Biasanya
memiliki jari-jari tikungan yang besar dan sudut yang kecil.Rumus–rumus yang
digunakan:
(
) ..................................................................... ............... Rumus 2.15
(
)...................................................................... ............... Rumus 2.16
.................................................................. ............... Rumus 2.17
Keterangan :
PI = Point of intersection
Rc = Jari-jari circle (m)
∆ = Sudut tangen (diukur/dihitung dari gambar trase jalan)
TC = Tangen Circle, titik perubahan dari Tangen ke Circle
CT = Circle Tangen, titik perubahan dari Circle ke Tangen
V = Kecepatan Rencana (ditetapkan)
Tc = Jarak antara TC dan PI atau sebaliknya PI dan CT (m)
Lc = Panjang bagian lengkung circle (m)
Ec = Jarak PI ke lengkung circle (m)
29
Gambar 2.9 Lengkung Full Circle
2. Spiral Circle Spiral (SCS)
Digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-jari dan sudut tangen yang
sedang. Pada tikungan SCS, perubahan dari tangen ke lengkung circle dihubungkan
dengan lengkung spiral (Ls). Fungsi dari lengkung spiral adalah menjaga agar
perubahan gaya sentrifugal yang timbul pada saat kendaraan memasuki atau
meninggalkan tikungan dapat terjadi secara berangsur-angsur. Di samping itu, hal
ini juga dimaksudkan untuk membuat transisi dari kemiringan melintang normal
pada bagian jalan lurus menuju kemiringan melintang maksimum pada bagian
circle tidak terjadi secara mendadak sehingga keamanan dan kenyamanan
terjamin.Berikut adalah rumus-rumus yang digunakan:
(
)
................................................................ ................Rumus 2.18
..................................................................................... ................Rumus 2.19
.............................................................................. ................Rumus 2.20
........................................................ ............... Rumus 2.21
......................................................... ................Rumus 2.22
30
......................................................... ................Rumus 2.23
....................................................... ................Rumus 2.24
(
)
...................................................................... ................Rumus 2.25
........................................................................ ................Rumus 2.26
Keterangan:
PI = Point of Intersection, titik perpotongan garis tangen utama
Xc = Absis titk SC atau CS pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC atau
jarak dari titik ST ke CS
Yc = Ordinat titik Sc atau CS pada garis tegal lurus garis tangen, jarak tegak
lurus ke titik Sc atau CS pada lengkung
Ls = Panjang lengkung peralihan, jarak dari titik TS ke SC atau CS ke ST
Lc = Panjang busur lingkaran, panjang dari titik SC ke CS
TS = Tangen Spiral, titik awal spiral (dari Tangen ke Spiral)
SC = Spiral Circle, titik perubahan dari Spiral ke Circle
Es = Jarak dari PI ke busur lingkaran
θs = Sudut spiral
Rc = Jari-jari circle (m)
p = Pergeseran tangen terhadap spiral
k = Absis dari p pada garis tangen spiral
Gambar 2.10 Lengkung Spiral Circle Spiral
31
3. Spiral Spiral (SS)
Tikungan jenis spiral spiral digunakan pada tikungan tajam dengan sudut
tangen yang besar. Pada prinsipnya lengkung spiral spiral sama dengan lengkung
spiral circle spiral, hanya saja pada tikungan spiral spiral tidak terdapat busur
lingkaran sehingga panjang lengkung total (Ltot) adalah 2 kali lengkung spiral (Ls).
Karena nilai Lc = 0 maka tidak ada jarak tertentu dalam tikungan yang sama
miringnya sehingga tikungan ini kurang begitu bagus pada superelevasi.Rumus-
rumus yang digunakan:
........................................................ ............... Rumus 2.27
......................................................... ................Rumus 2.28
......................................................... ................Rumus 2.29
....................................................... ............... Rumus 2.30
................................................................. ............... Rumus 2.31
Keterangan:
PI = Point of Intersection, titik perpotongan garis tangen utama
Ts = Jarak antara PI dan TS
Ls = Panjang bagian lengkung spiral
E = Jarak PI ke lengkung spiral
∆ = Sudut pertemuan antara tangent utama
θ s = Sudut spiral
TS = Tangen Spiral, titik awal spiral (dari Tangen ke Spiral )
ST = Spiral Tangen, titik perubahan dari Spiral ke Tangen
Rc = Jari-jari circle (m)
32
Gambar 2.11 Lengkung Spiral Spiral
4. Superelevasi (e)
Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan akan
memberikan komponen berat kendaraan yang berfungsi untuk mengimbangi gaya
sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat berjalan melalui tikungan pada
kecepatan rencana (VR). Besarnya nilai superelevasi maximum ditetapkan sebesar
10% untuk jalan luar kota dan 8% untuk jalan dalam kota.
Superelevasi dapat dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang
normal pada bagian jalan yang lurus sampai kemiringan penuh (superelevasi) pada
bagian lengkung.
1) Pada bagian full circle, pencapaian superelevasi dilakukan secara linier, diawali
dari bagian lurus sepanjang 2/3 Ls sampai dengan bagian lingkaran penuh
sepanjang 1/3 Ls.
2) Pada tikungan spiral circle spiral, pencapaian superelevasi dilakukan secara
linier, diawali dari bentuk normal sampai lengkung peralihan (TS) yang
berbentuk pada bagian lurus jalan, lalu dilanjutkan sampai superelevasi penuh
pada akhir bagian lengkung peralihan.
3) Pada tikungan spiral spiral, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan
pada bagian spiral.
Superelevasi tidak diperlukan jika radius cukup besar, untuk itu cukup
lereng luar diputar sebesar lereng normal (LN) atau bahkan tetap lereng normal
(LN) (Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota No. 038/BM/1997)
33
Gambar 2.12 Superelevasi
5. Diagram superelevasi
Diagram superelevasi menggambarkan pencapaian superelevasi dari lereng
normal ke superelevasi penuh sehingga dengan mempergunakan diagram
superelevasi dapat ditentukan bentuk penampang melintang pada setiap titik di
suatu lengkung horizontal yang direncanakan. Diagram superelevasi digambar
berdasarkan elevasi sumbu jalan sebagai garis nol. Elevasi tepi perkerasan diberi
tanda positif atau negatif ditinjau dari ketinggian sumbu jalan. Tanda positif untuk
elevasi tepi perkerasan yang terletak lebih tinggi dari sumbu jalan dan tanda negatif
untuk elevasi tepi perkerasan yang terletak lebih rendah dari sumbu jalan.
a. Pada tikungan FC, bila diperlukan pencapaian superelevasi dilakukan secara
linear (lihat Gambar II.5), diawali dari bagian lurus sepanjang 2/3 Ls dan
dilanjutkan pada bagian lingkaran penuh sepanjang 1/3 bagian panjang Ls.
Gambar 2.13Pencapaian superelevasi pada tikungan tipe FC
34
b. Pada tikungan tipe SCS, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear,
diawali dari bentuk normal pada titik TS, kemudian meningkat secara
berangsur-angsur sampai mencapai superelevasi penuh pada titik SC
Gambar 2.14 Pencapaian superelevasi pada tikungan tipe SCS
c. Pada tikungan SS, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan padabagian
spiral.
Gambar 2.15 Pencapaian superelevasi pada tikungan tipe SS
6. Jari-jari tikungan
Besarnya jari-jari minimum (Rmin) lengkung pada alinemen horizontal dapat
dicari dengan rumus:
(
)
.............................................................. ............... Rumus 2.32
.............................................................................................. Rumus 2.33
35
................................................ ............... Rumus 2.34
Keterangan:
Rmin= jari-jari tikungan minimum (m)
VR = kecepatan rencana (km/jam)
emax = superelevasi maksimum (%)
fmax = koefisien gesek maksimum untuk perkerasan aspal (f = 0,14-0,24)
untuk Vr < 80 km/jam; fm = - 0,00065 x Vr + 0,192 ............ ................Rumus 2.29
untuk Vr > 80 km/jam; fm = - 0,00125 x Vr + 0,24 ................ ............... Rumus 2.30
Tabel II.16 Jari- Jari Minimum, Rmin untuk Jalan Antarkota (emaks =10%)
VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
Rmin (m) 600 370 210 110 80 50 30 15
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota
7. Lengkung peralihan
Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan di antara bagian lurus jalan
dan bagian lengkung jalan berjari-jari tetap R; berfungsi mengantisipasi perubahan
alinyemen jalan dari bentuk lurus (R tak terhingga) sampai bagian lengkung jalan
berjari-jari tetap R sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan saat
berjalan ditikungan berubah secara berangsur-angsur, baik ketika kendaraan
mendekati tikungan maupun meninggalkan tikungan. Fungsi lengkung peralihan:
a. Sebagai pengantar dari kondisi lurus ke lengkung penuh secara berangsur-
angsur.
b. Bagian transisi dari gaya sentrifugal yang bertambah dan berkurang (dari nol
sampai dengan maksimal) sewaktu kendaraan memasuki dan meninggalkan
lengkung.
c. Perubahan percepatan dapat terjadi secara berangsur.
d. Mengakomodasi kecenderungan lintasan kendaraan yang sesuai tanpa perlu
lepas lajur (memperkecil kemungkinan pengambilan lajur yang ada
disebelahnya).
e. Memberikan kemungkinan untuk mengatur pencapaian kemiringan
36
f. Memungkinkan memberikan pelebaran perkerasan di tikungan secara
berangsur-angsur.
g. Aspek estetika.
Menurut Tata Cara Perencanaan Geometri Jalan Antarkota
No.038/T/BM/1997, panjang lengkung peralihan (Ls) ditentukan dari 3 rumus di
bawah ini dan diambil nilai yang efektif.Berdasarkan waktu tempuh maksium di
lengkung peralihan:
................................................................................... ............... Rumus 2.35
Berdasarkan antisipasi gaya sentifugal
.................................................... ............... Rumus 2.36
Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian:
...................................................................... ............... Rumus 2.36
Dimana:
T = waktu kecepatan penuh pada lengkung peralihan, ditetapkan 3 detik
VR = kecepatan rencana ( km/jam)
Rc = jari-jari busur lingkaran, m
C = perubahan percepatan, diambil 0,3-1,0 disarankan 0,4 m/det2.
e = superelevasi
emaks = superelevasi maksimum
en = superelevasi normal
гe = tingkat perubahan pencapaian superelevasi
= VR ≤ 70 km/jam; гe = 0,035 m/m/det
= VR ≥ 80 km/jam; гe = 0,025 m/m/det
Selain menggunakan rumus-rumus di atas, untuk tujuan praktis Ls dapat
ditetapkan dengan menggunakan tabel II.17
Tabel II.17 Panjang lengkung peralihan (Ls) dan panjang pencapaian superelevasi(Le)
untuk jalan 1 lajur-2 lajur-2 arah.
VR
(km/jam)
Superelevasi (%)
2 4 6 8 10
Ls Le Ls Le Ls Le Ls Le Ls Le
20 - - - - - - - - - -
30 - - - - - - - - - -
40 10 20 15 25 15 25 25 30 35 40
37
50 15 25 20 30 20 30 30 40 40 50
60 15 30 20 35 25 40 35 50 50 60
70 20 35 25 40 30 45 40 55 60 70
80 30 55 40 60 45 70 65 90 90 120
90 30 60 40 70 50 80 70 100 100 130
100 35 65 45 80 55 90 80 110 110 145
110 40 75 50 85 60 100 90 120 - -
120 40 80 55 90 70 110 95 135 - -
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota
Tikungan yang memiliki R lebih besar atau sama dengan yang ditunjukkan pada
Tabel II.18 , tidak memerlukan lengkung peralihan.
Tabel II.18 Panjang Minimum Lengkung Peralihan
VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
Rmin 2500 1500 900 500 350 250 130 60
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota
Jika lengkung peralihan digunakan, posisi lintasan tikungan bergeser dari bagian
jalan yang lurus ke arah sebelah dalam sebesar p (lihat gambar 2.2). Nilai p dihitung
dengan rumus:
....................................................................................... ............... Rumus 2.37
Dimana:
Ls = panjang lengkung peralihan (m)
RC = jari-jari lengkung rencana (m).
Apabila nilai p kurang dari 0,25 m, maka lengkung peralihan tidak diperlukan
sehingga tipe tikungan menjadi Full Circle. Superelevasi tidak diperlukan apabila
nilai R lebih besar atau sama dengan yang ditunjukkan pada Tabel II.19
Tabel II.19 Jari-jari yang diijinkan tanpa superlevasi
VR (km/jam) 120 100 80 60
Rmin (m) 5000 2000 1250 700
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota No.038/BM/1997
II.15. Perancangan Perkerasan Jalan
Struktur perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang diperkeras dengan
lapisan konstruksi tertentu yang memiliki ketebalan, kekuatan dan kekakuan serta
kestabilan tertentu agar mampu menyalurkan beban lalu lintas diatasnya keseluruh tanah
dasar.
38
1. Jenis Perkerasan
Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yangdigunakan untuk
melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai antara lainadalah batu pecah, batu
belah, batu kali dan hasil samping peleburan baja.Sedangkan bahan ikat yang dipakai
antara lain adalah aspal, semen dan tanah liat.Berdasarkan bahan pengikatnya,
konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas:
Konstruksi perkerasan lentur (Flexible Pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Lapisan-lapisan perkerasannya
bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.
Konstruksi perkerasan kaku (Rigid Pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan
semen sebagai bahan pengikatnya. Plat beton dengan atau tanpa tulangan diletakan
di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas
sebagian besar dipikul oleh plat beton.
Konstruksi perkerasan komposit (Composite Pavement), yaitu perkerasan kaku
yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur, dapat berupa perkerasan lentur di
atas perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur.
Konstruksi perkerasaan terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar
yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisam tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu
lintas dan menyebarkan ke lapisan dibawahnya.
2. Perbedaan Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku
Adapun perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku dapat dilihat pada
Tabel II.20
Tabel II.20 Perbedaan antara Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku
No Perbedaan Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku
1 Bahan pengikat Aspal Semen (Beton)
2 Konstruksi Multi Player Single Player
3 Kekakuan Rendah Tinggi (10-25 kali)
4 Tekstur Halus Kasar
5 Peranan Tanah Dasar Besar Kecil
6 Penyebaran Beban Sempit Lebar
7 Biaya Konstruksi Awal (Intial cost) Rendah Tinggi (115-130%)
8 Biaya Pemeliharaan (Life circle cost) Tinggi Rendah (90-70%)
9 Umur Rencana <20 Tahun >25 Tahun
10 Proses Pelapukan (wefering) Cepat Lambat
11 Faktor Ketidakpastian Banyak Sedikit
12 Konstruksi Bertahap Mudah Sulit
39
13 Peralatan Simple-Modern Simple-Modern
14 Variasi Lebar Sempit
15 Kecelakaan Lalu Lintas Banyak Sedikit 12%
16 Kepekaan terhadap overload Besar Kecil
17 Noise 82 db 83 db
Sumber: Sukirman, S.,(1992) Perkerasan Lentur Jalan Raya Penerbit Nova, Bandung
3. Konstruksi Perkerasan Lentur
Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dan lapisan-lapisan perkerasannya bersifat
memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Konstruksi perkerasan
lentur terdiri atas lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah
dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untukmenerima beban lalu lintas dan
menyebarkan ke lapisan yang ada dibawahnya, sehingga beban yang diterima oleh
tanah dasar lebih kecil dari beban yang diterima oleh lapisan permukaan dan lebih
kecil dari daya dukung tanah dasar. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari:
Gambar 2.16 Lapisan Konstruksi Perkerasan Lentur
1) Lapisan Permukaan (Surface Course)
Lapis permukaan struktur pekerasan lentur terdiri atas campuran mineralagregat
dan bahan pengikat yang ditempatkan sebagai lapisan paling atas dan biasanya
terletak di atas lapis pondasi.Fungsi lapis permukaan antara lain:
1. Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda
2. Sebagai lapisan tidak tembus air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan
akibat cuaca
3. Sebagai lapisan aus (wearing course)
Bahan untuk lapis permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapis pondasi
dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar
lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan
40
bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap
beban roda. Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu mempertimbangkan
kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi agardicapai manfaat sebesar-
besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
2) Lapisan Pondasi Atas (Base Course)
Lapis pondasi adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak langsung
di bawah lapis permukaan. Lapis pondasi dibangun di atas lapis pondasi bawah
atau, jika tidak menggunakan lapis pondasi bawah, langsung di atas tanah dasar.
Fungsi lapis pondasi antara lain:
1. Sebagai bagian konstruksi perkerasan yang menahan beban roda
2. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan
Bahan-bahan untuk lapis pondasi harus cukup kuat dan awet sehingga dapat
menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan
sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan
sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik.
3) Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)
Lapis pondasi bawah adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak
antara tanah dasar dan lapis pondasi. Biasanya terdiri atas lapisan dari material
berbutir (granular material) yang dipadatkan, distabilisasi ataupun tidak, atau
lapisan tanah yang distabilisasi. Fungsi lapis pondasi bawah antara lain:
1. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebar
beban roda.
2. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-lapisan
di atasnya dapat dikurangi ketebalannya (penghematan biaya konstruksi).
3. Mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.
4. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan konstruksi berjalan lancar, lapis pondasi
bawah diperlukan sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar
terhadap roda-roda alat berat (terutama pada saat pelaksanaan konstruksi) atau
karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari
pengaruh cuaca.
4) Tanah Dasar (Subgrade)
Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian atau
permukaan tanah timbunan, yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar
untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. Kekuatan dan keawetan
41
konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat- sifat dan daya dukung
tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai
berikut:
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu akibat
beban lalu lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada
daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau
akibat pelaksanaan.
4. Umur Rencana
Menurut Kementerian Pekerjaan Umum umur rencana suatu jalan raya adalah jumlah
waktu dalam tahun yang dihitung sejak jalan tersebut dibukasampai saat diperlukan
perbaikan berat atau dianggap perlu untuk diberi lapis permukaan yang baru. Umur
perkerasan jalan ditetapkan pada umumnya berdasarkan jumlah kumulatif lintas
kendaraan standard (CESA, cumulative equivalent standard axle).
Dalam Manual Desain Perkerasan Jalan No.02/M/BM/2013 umur rencana digunakan
untuk menentukan jenis perkerasan dengan mempertimbangkan elemen perkerasan
berdasarkan análisis discounted whole of life cost terendah. Berikut ini merupakan
tabel ketentuan umur rencana denganmempertimbangkan elemen perkerasan yang
disajikan didalam Manual Desain Perkerasan Jalan No.02/M/BM/2013.
Tabel II.21 Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru (UR)
Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan No.02/M/BM/2013
Jenis
Perkerasan
Elemen Perkerasan Umur
Rencana
(tahun)
Perkerasan
Lentur
Lapisan aspal dan lapisan berbutir dan CTB 20
Pondasi jalan
40
Semua lapisan perkerasan untuk area yang
tidak diijinkan sering ditinggikan akibat
pelapisan ulang, misal: jalan perkotan,
underpass, jembatan, terowongan.
Perkerasan
Kaku
Lapis pondasi atas, lapis pondasi bawah, lapis
beton semen, dan pondasi jalan
Jalan
tanpa
penutup
Semua elemen Minimum
10
42
Catatan:
1. Jika dianggap sulit untuk menggunakan umur rencana diatas, maka dapat digunakan
umur rencanaberbeda, namun sebelumnya harus dilakukan analisis dengan
discounted wholof life cost, dimana ditunjukkan bahwa umur rencana tersebut dapat
memberikan discounted wholeo flifecost terendah.
2. Umur rencana tidak boleh diambil melampaui kapasitas jalan pada saat umur
rencana.
5. Beban Sumbu Standar kumulatif
Sedikit berbeda dalam perhitungan komulatif beban sumbu standard dengan manual
desain perkerasan lentur tahun 2002, Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor
02/M/BM/2013 membagi ESA menjadi 2 yaitu ESA4 dan ESA5. ESA4 merupakan
jumlah pengulangan sumbustandard pada perkerasan jalan pada umumnya (perkerasan
berbutir)sedangkan untuk perkerasan lentur (aspal) ESA4 harus di ubah menjadi
ESA5dengan mengalikan ESA4 dengan Traffic Multiplier (TM) atau disebut juga
kelelahan lapisan aspal.
Beban sumbu standar kumulatif (CESA) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu
lalu lintas desain pada lajur desain selama umur rencana, yang ditentukan sebagai:
............................................................ Rumus 2.38
............................................................... ............... Rumus 2.39
Dimana:
ESA : Lintasan sumbu standar ekivalen (equivalent standard axle) untuk
1(satu) hari
LHRT :Lintas harian rata-rata tahunan untuk jenis kendaraan tertentu
CESA4 :Kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur rencana
untuk perkersan butir
R : Faktor pengali pertumbuhan lalu lintas
6. Traffic Multiplier (TM)
Traffic Multiplier adalah faktor yang digunakan untuk mengkoreksi jumlah
pengulangan beban sumbu (ESA) pangkat empat menjadi nilai faktor pangkat
lainnya yang dibutuhkan untuk desain mekanik. NilaiTM kelelahan lapisan aspal
43
(TMlapisanaspal) untuk kondisi pembebanan yang berlebih di Indonesia adalah berkisar
1,8-2.
7. Menentukan Nilai CESA5
Nilai CESA tertentu (pangkat 4) untuk desain perkerasan lentur harus dikalikan
dengan nilai TM untuk mendapatkan nilai CESA5 dengan menggunakan persamaan
berikut:
𝑀 ................................................................ .............. Rumus 2.40
Dimana:
CESA5 : Kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama rencana untuk
perkerasan lentur
TM : Kelelahan lapisan aspal (1,8 - 2)
CESA4 : Kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur rencana untuk
pekerasan tanpa penutup
8. Angka Ekivalen
Berat kendaraan dapat dilimpahkan ke perkerasan jalan melalui roda kendaraan yang
terletak di ujung-ujung sumbu kendaraan. Setiap jenis kendaraan mempunyai
konfigurasi sumbu yang berbeda. Sumbu depan merupakan sumbu tunggal roda
tunggal sedangkan sumbu belakang dapat berupa sumbu tunggal atau roda ganda.
Dengan demikian setiap kendaraan akan mempunyai angka ekivalen yang berbeda.
Sistem klasifikasi kendaraan dinyatakan di dalam lampiran 1 dalam melakukan
survei lalu lintas harus menggunakan pembagian jenis kendaraan dan muatannya
seperti yang tertulis di dalam tabel tersebut.
9. Pemilihan Struktur Perkerasan
Pemilihan jenis perkerasan akan bervariasi sesuai estimasi lalu lintas, umur rencana,
dan kondisi pondasi jalan. Batasan di dalam tabel 2.29 tidak absolut desainer juga
harus mempertimbangan biaya selama umur pelayanan terendah, batasan dan
kepraktisan konstruksi. Solusi alternatif diluar solusi desain awal berdasarkan
manual ini harus didasarkan pada biaya umur pelayanan discounted terendah.
44
Tabel II.22 Pemilihan Jenis Perkerasan
Sumber: Manual Desain perkerasan Jalan No.02/M/BM/2013
Solusi yang lebih diutamakan (lebih murah)
Alternatif – lihat catatan
Catatan : tingkat kesulitan
1. kontraktor kecil - medium
2. kontraktor besar dengan sumber daya yang memadai
3. membutuhkan keahlian dan tenaga ahli khusus dibutuhkan kontraktor spesialis
burda.
10. Desain Pondasi Jalan
Desain pondasi jalan adalah desain perbaikan tanah dasar dan lapis penopang
(capping), tiang pancang mikro, drainase vertikal dengan bahan strip (wickdrain)
atau penanganan lainnya yang dibutuhkan untuk memberikan landasanpendukung
struktur perkerasan lentur dan perkerasan kaku dan sebagai akses untuk lalu lintas
konstruksi pada kondisi musim hujan.
11. Umur Rencana Pondasi
Umur rencana pondasi jalan untuk semua perkerasan baru maupun pelebaran
digunakan minimum 40 tahun karena :
a. Pondasi jalan tidak dapat ditingkatkan selama umur pelayanannya kecuali dengan
rekonstruksi total;
b. Keretakan dini akan terjadi pada perkerasan kaku pada tanah lunak yang pondasi-
nya didesainlemah (under design);
45
c. Perkerasan lentur dengan desainpondasi lemah (under design), umumnya selama
umur rencana akan membutuhkan perkuatan dengan lapisan aspal struktural, yang
berarti biayanya menjadi kurang efektif bila dibandingkan dengan pondasi jalan
yang didesain dengan umur rencana lebih panjang.
Tabel II.23 Bagan Desain 1 Perkiraan Nilai CBR Tanah Dasar
Posisi
muka
air
LHRT<2000 LHRT>2000 Jenis tanah
Lempung
subur Posisi
semua galian
terindikasi lain
seperti kasus
3dan timbunan
tanpa drainase
sempurna dan
FSL≤1000 mm
diatas muka
tanah asli
galian di zona
iklim 1 dan
semua
timbunan
dengan
drainase
sempurna
(m≥1) dan
FSL≥1000
mm di atas
muka tanah
asli
semua galian kecuali
terindikasi lain
seperti kasus 3 dan
timbunan tanpa
drainase sempurna
dan FSL<1000 mm
diatas muka tanah
asli
galian di zona
iklim 1 dan
semuua
timbunan
dengan
drainase
sempurna
(m≥1) dan
FSL>1000
mm diatas
muka tanah
asli
lempung
kelanauan 1 2 3 4 5 6
lempung
kepasiran
20 4 4,3 5 4,5 4,8 5,5
10 4 4,3 5 4,5 5 6
Lanau 1 1,3 2 1 1,3 2
FSL : Finish Surface Level (sampai dengan bagian teratas perkerasan)
Tabel II.24 Bagan Desain 2 Solusi Jalan Desain Minimum
CBR Tanah
Dasar
Kelas
Kekuatan
Tanah
Dasar
Prosedur
desain
pondasi
Deskripsi struktur
pondasi jalan
lalu lintas lajur desain umur
rencana 40 tahun (juta
CESA5)
≤2 2-4 >4
Tebal minimum peningkatan
tanah dasar
≥6 SG6
A
perbaikan tanah dasar
meliputi bahan
stabilisasi kapur atau
timbunan pilihan
(pemadatan
berlapis<200mm tebal
lepas)
Tidak perlu peningkatan
5 SG5 100
4 SG4 100 150 200
3 SG3 150 200 300
2,5 SG2.5 175 250 350
Tanah ekspansif (potential
swell>5%) AE
400 500 600
Perkerasan
lentur diatas
tanah lunak 5
SG1
aluvial1
B
Lapis penopang
(capping layer)(2)(4)
1000 1100 1200
Atau lapis penopang
dan geogrid(2)(4)
650 750 850
Tanah gambut dengan
HRS atau perkerasan
Burda untuk jalan kecil
(nilai minimum-peraturan
lain digunakan)
D Lapis penopang
berbutir(2)(4)
1000
1250
1500
46
Nilai CBR lapangan rendaman CBR tidak relevan
Diatas lapis penopang harus diasumsikan memiliki nilai CBR ekuivalen 2,5%
Ketentuan tambahan mungkin berlaku, desain harus mempertimbangkan semua
isu kritis
Tebal lapis penopang dapat dikurangi 300 mm jika tanah asli dipadatkan (tanah
lunak kering pada saat konstruksi)
Ditandai oleh kepadatan yang rendah dan CBR lapangan yang rendah dibawah
daerah yang dipadatkan.
12. Survei Lapangan, Pengujian dan Analisis Material Tanah Dasar
a. CBR Karakteristik
Prosedur dalam penentuan daya dukung untuk tanah normal adalah sebagai berikut :
Tentukan CBR rendaman 4 hari dari permukaan tanah asli pada elevasi tanah dasar
untuk semua area diatas permukaan tanah, untuk daerah galian yang mewakili jika
memungkinkan, dan untuk material timbunan biasa, timbunan pilihan dan material
darisumber bahan (borrow material) atau tentukan dengan BaganDesain2.
Identifikasi awal seksi seragam (homogen) secara visual dapat mengurangi jumlah
sampel yang dibutuhkan. Daerah terburuk secara visual harus dimasukkan dalam
serangkaian pengujian. Perlu dicatat apakah daerah terburuk tersebut diisolasi dan
dapat dibuang maka harus dicatat.
Identifikasi segmen tanah dasar yang mempunyai daya dukung seragam
berdasarkan data CBR, titik perubahan timbunan/galian, titik perubahan topografi
lainnya dan penilaian visual. Variasi segmen seringkali terjadi pada lokasi
perubahan topografi;
Tentukan daya dukung tanah dasar rencana pada setiap segmen yang seragam
(homogen). Untuk daerah timbunan, daya dukung rencana adalah daya dukung
untuk timbunan biasa atau timbunan pilihan. Pada daerah galian dapat digunakan
nilai konservatif untuk material permukan eksisting sebesar 3% pada tahap desain
kecuali sampel yang mewakili dapat diambil dari elevasi akhir tanah dasar pada
galian. Untuk perkerasan diatas permukaan tanah (at grade) dan pelebaran pada
timbunan eksisting, nilai CBR harus ditentukan dari sampel yang diambil dari tanah
47
asli yang diambil dari elevasi tanah dasar atau material pilihan atau distabilisasi
yang mungkin disebutkan.
Mengidentifikasi kondisi-kondisi yang memerlukan perhatian khusus seperti: lokasi
dengan muka air tanah tinggi; lokasi banjir (tinggi banjir 10 tahunan harus
ditentukan); daerah yang sulit mengalirkan air/drainase yang membutuhkan faktor
koreksi m; daerah yang terdapat aliran bawah permukan /rembesan (seepage);
daerah dengan tanah bermasalah seperti tanah alluvial lunak/tanah ekspansif/tanah
gambut.
b. Penentuan Segmen Tanah Dasar Seragam
Panjang rencana jalan harus dibagi dalam segmen – segmen yang seragam
(homogen) yang mewakili kondisi pondasi jalan yang sama:
c. Apabila data yang cukup valid tersedia (minimal 163 data pengujian per segmen
yang dianggap seragam), formula berikut dapat digunakan :
CBR karakteristik = CBR rata-rata– (1.3 x standar deviasi) ……........... Rumus 2.41
Data CBR dari segmen tersebut harus mempunyai koefisien variasi 25% - 30%
(standar deviasi/nilai rata-rata).
d. Bila set data kurang dari 16 bacaan maka nilai wakil terkecil dapat digunakan
sebagai nilai CBR dari segmen jalan. Nilai yang rendah yang tidak umum dapat
menunjukkan daerah tersebut membutuhkan penanganan khusus, sehingga dapat
dikeluarkan, dan penanganan yang sesuai harus disiapkan. Nilai CBR karakteristik
untuk desain adalahnilai minimum sebagaimana ditentukan diatas untuk data valid
dari:
• Data CBR laboratorium rendaman 4 hari, atau
• Data DCP yang disesuaikan dengan musim, atau
• Nilai CBR yang ditentukan dari batas atterberg BaganDesain1.
13. Penentuan Struktur Pondasi Berdasarkan Kondisi Tanah Dasar
Tinggi minimum tanah dasar diatas muka air tanah dan muka air banjir ditentukan
dalam Tabel dibawah ini:
48
Tabel II.25 Tinggi minimum tanah dasar diatas muka air tanah dan muka air banjir
Kelas Jalan Tinggi tanah dasar diatas
maka ait tanah (mm)
Tinggi tanah dasar
diatas muka air tanah
banjir (mm)
Jalan Bebas Hambatan 1200 (jika ada drainase bawah
permukaan di median)
500 (banjir 50 tahunan)
1700 (tanpa drainase bawah
permukaan di median)
Jalan Raya 600 (jika ada drainase di
median)
Jalan Sedang 600 500 (banjir 10 tahunan)
Jalan Kecil 400 Na
14. Desain Perkerasan Lentur
Solusi pekerasan yang banyak dipilih yang didasarkan pada pembebanan dan
pertimbangan biaya terkecil diberikan dalam BaganDesain3 Desain Perkerasan
Lentur opsi biaya optimum, dan Bagan Desain 3A Desain Perkerasan Lentur
Alternatif. Solusi laindapat diadopsi untuk menyesuaikan dengan kondisi setempat
tetapi disarankan untuk tetap menggunakan bagan sebagai langkah awal untuk semua
desain.
Tabel II.26 BaganDesain 3 Perkerasan Lentur opsi biaya minimum termasuk CTB)1
Catatan:
1. Ketentuan-ketentuan struktur pondasi bagan desain 2 juga berlaku
STRUKTUR PERKERASAN
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8
Lihat desain 5 dan 6
Lihat bagan Desain 4 untuk alternatif lebih
murah
Pengulangan beban
sumbu desain 20 tahun
terkoreksi di lajur desain
(pangkat 5) (106 CESA5)
<0,5 0,5-2 2-4 4-30 30-50 50-100 100-200 200-500
Jenis permukaan
berpengikat
HRS,
SS atau
Penmac
HRS(6)
ACC
atau
ACf
ACC
Jenis lapis Pondasi dan
lapis Pondasi bawah Lapis Pondasi Berbutir A
Cement Treated Base (CTB) (=cement treated
base A)
KETEBALAN LAPIS PERKERASAN (mm)
HRS WC 30 30 30
HRS Base 35 35 35
AC WC
40 40 40 50 50
Lapisan beraspal AC BC5 135 155 185 220 280
CTB atau LPA Kelas A CTB4 150 150 150 150 150
LPA Kelas A2 150 250 250 150 150 150 150 150
LPA Kelas A, LPA Kelas
B atau kerikil alam atau
lapis distabilisasi dengan
CBR >10%)
150 125 125
49
2. Ukuran Gradasi LPA nominal maksimum harus 20 mm untuk tebal lapisan 100 –
150 mm atau 25 mm untuk tebal lapisan 125 – 150 mm
3. Pilih Bagan 4 untuk solusi perkerasan kaku untuk life cycle cost yang rendah
4. Hanya kontraktor yang cukup berkualitas dan memiliki akses terhadap peralatan
yang sesuai dan keahlian yang diijinkan melaksanakan pekerjaan CTB. LMC dapat
digunakan sebagai pengganti CTB untuk pekerjaan di area sempit atau jika
disebabkan oleh ketersediaan alat.
5. AC BC harus dihampar dengan tebal padat minimum 50 mm dan maksimum 80
mm.
6. HRS is not suitable for step gradients or urban areas with traffic exceeding 1
million ESA4 . See Bagan Desain 3A for alternatives.
Tabel II.27 Bagan Desain 3A: Desain Perkerasan Lentur Alternatif
STRUKTUR PERKERASAN
FF1 FF2 FF3 FF4
ESA5 (juta) untuk UR 20th di lajur desain
0.8 1 2 3
TEBAL LAPIS PERKERASAN (mm)
AC WC 50 40 40 40
AC BC lapis 1 0 60 60 60
AC BC lapis 2/AC Base 0 0 80 60
AC BC lapis 3/AC Base 0 0 0 75
LPA Kelas A lapis 1 150 150 150 150
LPA Kelas A lapis 2/LPA Kelas B 150 150 150 150
LPA Kelas A, LPA Kelas Batu kerikil
alam atau lapis distabilisasi dengan
CBR>10%
150 150 0 0
Catatan : Desain ini hanya digunakan jika HRS atau CTB sulit untuk dilaksanakan namun
untuk desain perkerasan lentur tetap lebih mengutamakan pada desain 3
Tabel II.28 Alternatif Bagan Desain 3A: Desain Perkerasan Lentur – Aspal dengan Lapis
Pondasi Berbutir.
(Solusi untuk Rehabilitasi 80% Umur Rencana 20 Tahun)
STRUKTUR PERKERASAN
FF1 FF2 FF3 FF4 FF5 FF6 FF7 FF8 FF9
Solusi yang dipilih lihat catatan 3 lihat catatan 3 pengulangan
beban sumbu
desain 20
tahun di lajur
rencana
(pangkat 5)
(106 CESA5)
1-2 2-4 4-7 7-10 10-20 20-30 30-50 50-100 100-200
50
Catatan :
1. FF1 atau FF2
2. harus lebih diutamakan daripada solusi F1 dan F2 atau dalam situasi jika HRS
berpotensi rutting
3. FF3 akan lebih efektif biaya relatif terhadap solusi F4 pada kondisi tertentu
4. CTB dan pilihan perkerasan kaku (Bagan Desain 3) dapat lebih efektif biaya tapi
dapat menjadi tidak praktis jika sumber daya yang dibutuhkan tidak tersedia. Solusi
dari FF5-FF9 dapat lebih praktis daripada solusi Bagan desain 3 atau 4 untuk situasi
konstruksi tertentu. Contoh jika perkerasan kaku atau CTB bisa menjadi tidak
praktis : pelebaran perkerasan lentur eksisting atau diatas tanah yang berpotensi
konsolidasi atau pergerakan tidak seragam (pada perkerasan kaku) atau jika sumber
daya kontraktor tidak tersedia.
5. Faktor reliabilitas 80% digunakan untuk solusi ini.
6. Tabel 2.28 digunakan jika HRS atau CTB sulit untuk diimplementasikan. Untuk
desain perkerasan lentur, lebih diutamakan menggunakan Bagan Desain 3.
II.16. Waktu Tempuh
Waktu tempuh merupakan waktu yang diperlukan sebuah kendaraan ringan untuk
melewati suatu titik awal ia berangkat menuju titik tujuan. Dalam hal ini dispesifikkan
sepanjang segmen jalan Yos Sudarso, Ombolata Ulu.
Menghitung waktu tempuh rata-rata :
TT = L/V …………….....………………………………........... ............Rumus 2.42
Dengan :
TT : Waktu Tempuh Rata-rata
L : Panjang segmen (km)
V : kecepatan rata-rata ruang LV
KETEBALAN LAPIS PERKERASAN (mm)
AC WC 40 40 40 40 40 40 40 40 40
AC Binder 60 60 60 60 60 60 60 60 60
AC Base 0 70 80 105 145 160 180 210 245
LPA 400 300 300 300 300 300 300 300 300
Catatan 1 1 2 2 3 3 3 3 3
51
II.17. Tundaan
Tundaan merupakan waktu tempuh tambahan yang dipelukan kendaraan ringan
untuk melintasi suatu segmen jalan.
a. Tundaan Lalu Lintas simpang DTI
Tundaan lalu lintas simpang adalah tundaan lalu lintas, rata-rata untuk semua
kendaraan bermotor yang masuk simpang. DTI ditentukan dari kurva empiris antara
DTI dengan DS. (MKJI 1997)
b. Tundaan Geometrik Simpang
Tundaan geometric simpang adalah tundaan geometric rata-rata seluruh kendaraan
bermotor yang masuk simpang.
Untuk DS < 1,0 :
DG = (1 – DS) x (pT x 6 + (1 – pT) x 3) + DS x 4 ……........................Rumus 2.43
Untuk DS ≥1,0 ; DG = 4
Dimana :
DG : Tundaan geometrik simpang
DS : Derajat Kejenuhan
pT : Rasio belok total.
c. Tundaan Simpang
Tundaan simpang dihitung sebagai berikut :
D = DG + DTI ……………………………………………........................Rumus 2.44
II.17. Tingkat Pelayanan (Level of Service)
Tingkat pelayanan adalah suatu ukuran yang digunakan untuk mengetahui kualitas
suatu ruas jalan tertentu dalam melayani arus lalu lintas yang melewatinya. Hubungan
antara kecepatan dan volume jalan perlu di ketahui karena kecepatan dan volume
merupakan aspek penting dalam menentukan tingkat pelayanan jalan. Apabila volume lalu
lintas pada suatu jalan meningkat dan tidak dapat mempertahankan suatu kecepatan
konstan, maka pengemudi akan mengalami kelelahan dan tidak dapat memenuhi waktu
perjalan yang direncanakan. Menurut Warpani (2002), tingkat pelayanan adalah ukuran
kecepatan laju kendaraan yang dikaitkan dengan kondisi dan kapasitas jalan. Ada beberapa
aspek penting lainnya yang dapat mempengaruhi tingkat pelayanan jalan antara lain:
kenyamanan, keamanan, keterandalan, dan biaya perjalanan (tarif dan bahan bakar)
(Morlok,1991). Menurut Tamin (2000), terdapat dua buah definisi tentang tingkat
pelayanan suatu ruas jalan yang perlu dipahami.
52
1. Tingkat Pelayanan (tergantung-arus)
Hal ini berkaitan dengan kecepatan operasi atau fasilitas jalan, yang tergantung pada
perbandingan antara arus terhadap kapasitas. Oleh karena itu, tingkat pelayanan pada
suatu jalan tergantung pada arus lalu lintas.
Definisi ini digunakan oleh MKJI, diilustrasikan dengan Gambar 1. yang mempunyai
enam buah tingkat pelayanan, yaitu:
a. Tingkat pelayanan A − arus bebas
b. Tingkat pelayanan B − arus stabil (untuk merancang jalan antarkota)
c. Tingkat pelayanan C − arus stabil (untuk merancang jalan perkotaan)
d. Tingkat pelayanan D − arus mulai tidak stabil
e. Tingkat pelayanan E − arus tidak stabil (tersendat-sendat)
f. Tingkat pelayanan F − arus terhambat (berhenti, antrian, macet)
Gambar 2.17. Tingkat pelayanan
Sumber: Perencanaan dan Pemodelan Transportasi Ofyar Z. Tamin, 2000
Tingkat Pelayanan (tergantung-fasilitas) Menurut Black (Perencanaan dan
Pemodelan Transportasi, 2007), tingkat pelayanan sangat tergantung pada jenis fasilitas,
bukan arusnya. Jalan bebas hambatan mempunyai tingkat pelayanan yang tinggi,
sedangkan jalan yang sempit mempunyai tingkat pelayanan yang rendah. Hal ini
diilustrasikan pada Gambar 2.18
53
Gambar II.18. Hubungan antara nisbah waktu perjalanan (kondisi aktual/arus bebas)
dengan nisbah volume/kapasitas
Sumber: Perencanaan dan Pemodelan Transportasi Ofyar Z. Tamin, 2000
Kriteria tingkat pelayanan untuk simpang bersinyal dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel II.29. Tingkat pelayanan
Sumber : MKJI, 1997
I. Kinerja (Level of Services)
Kinerja atau tingkat pelayanan jalan menurut US-HCM adalah ukuran kualitatif
yang digunakan di Amerika dan menerangkan kondisi operasional dalam arus lalu-lintas
dan penilaiannya oleh pemakai jalan. Dinyatakan dalam kecepatan, waktu tempuh,
54
kebebasan bergerak, interuspi lalu-lintas, keenakan kenyamanan, dan keselamatan. (MKJI,
1997).
Kinerja ruas jalan pada umumnya dapat dinyatakan dalam kecepatan, waktu
tempuh, kebebasan bergerak, kenyamanan, keamanan atau keselamatan pengendara.
Ukuran-ukuran kuantitatif berikut ini dapat menerangkan kondisi operasional
fasilitas lalu-lintas seperti kapasitas, derajat kejenuhan, kecepatan rata-rata, waktu tempuh,
tundaan, peluang antrian, rasio kendaraan terhenti. Berdasarkan Peraturan Menteri
Perhubungsn Nomor 14 Tahun 2005 tentang Karakteristik Tingkat Pelayanan atau Level of
Services (LOS) adalah sebagai berikut:
Tabel II.30. Karakteristik Tingkat Pelayanan
Sumber : MKJI 1997
II.18. Perancangan Dimensi Drainase Jalan
1. Umum
Drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk
mengurangi kelebihan air, baik berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air
irigasi dari suatu kawasan/rembesan sehingga fungsi kawasan/lahan tidak terganggu.
Perencanaan sistem drainase jalan didasarkan kepada keberadaan air permukaan dan
bawah permukaan, sehingga perencanaan drainase jalan dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Drainase permukaan (surface drainage)
Drainase permukaan yaitu suatu sistem drainase permukaan jalan yang terdiri atas
kemiringan melintang perkerasan dan bahu jalan, saluran samping jalan, drainase
lereng dan gorong-gorong. Sistem drainase permukaan berfungsi untuk
mengendalikan limpasan air hujan di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya
55
agar tidak merusak konstruksi jalan, seperti kerusakan karena air banjir yang
melintas di atas perkerasan jalan atau kerusakan pada badan jalan akibat erosi. Sistem
drainase juga harus memperhitungkan debit pengaliran dari saluran samping jalan
yang memanfaatkan saluran samping jalan tersebut untuk menuju badan air atau
resapan buatan.
b. Sistem drainase bawah permukaan
Drainase bawah permukaan bertujuan untuk menurunkan muka air tanah dan
mencegat serta membuang air infiltrasi dari daerah sekitar jalan dan permukaan jalan
atau air yang naik dari subgrade jalan.
c. Kemiringan melintang perkerasan dan bahu jalan
Kemiringan melintang harus memenuhi ketentuan yang diuraikan sebagai berikut:
a. Daerah jalan yang datar dan lurus.
b. Kemiringan perkerasan jalan mulai dari tengah perkerasan (as jalan)
menurun/melandai kearah saluran drainase jalan.
c. Besarnya kemiringan bahu jalan diambil 5% lebih besar daripada kemiringan
permukaan jalan
d. Kemiringan melintang normal pada perkerasan jalan dapat dilihat pada Tabel
II.31.
Tabel II.31 Kemiringan melintang normal perkerasan jalan
No. Jenis Lapisan Perkerasan Jalan Kemiringan Melintang Im (%)
1 Aspal, Beton 2 – 3
2 Japat (Jalan yang dipadatkan) 2 – 4
3 Kerikil 3 – 6
4 Tanah 3 – 6
Sumber: Perencanaan Sistem Drainase Pd T-02-2006-B
e. Pada bahu jalan yang terebuat dari tanah lempung atau lanau dan tidak
diperkeras, untuk mempercepat pengaliran air hujan agar tidak meresap ke dalam
bahu jalan dibuat saluran-saluran kecil yang melintang bahu jalan.
d. Daerah yang lurus pada tanjakan atau turunan
Penanganan pengendalian air pada daerah ini perlu mempertimbangkan besarnya
kemiringan alinemen vertikal jalan yang berupa tanjakan dan turunan agar aliran air
dapat mengalir secepatnya ke saluran samping. Untuk itu maka kemiringan
melintang perkerasan jalan disarankan agar menggunakan nilai-nilai maksimum.
56
e. Daerah tikungan
Penanganan pengendalian pada daerah ini harus mempertimbangkan kebutuhan
kemiringan jalan yang menurut persyaratan alinemen horizontal jalan (menurut
ketentuan yang berlaku). Besarnya kemiringan perkerasan jalan harus dimulai dari
sisi luar tikungan menurun/melandai ke sisi dalam tikungan, besarnya kemiringan
daerah ini ditentukan oleh nilai maksimum kebutuhan kemiringan menurut keperluan
drainase. Kedalaman saluran di tepi luar jalan pada tikungan harus memperhatikan
kesesuaian rencana pengaliran sistem drainase saluran tersebut.
f. Saluran drainase
Saluran samping adalah saluran yang dibuat di sisi kanan dan kiri badan jalan.
Saluran samping berfungsi sebagai tempat untuk menampung dan membuang air
yang berasal dari permukaan jalan dan yang berasal dari daerah pengaliran sekitar
jalan. Kemiringan melintang normal (en) perkerasan jalan untuk lapis permukaan
aspal adalah 3%, sedangkan untuk bahu jalan diambil 5%. Pemilihan jenis material
saluran samping ditentukan oleh besarnya kecepatan rencana aliran air yang mengalir
di saluran samping jalan tersebut. Jenis material dapat dilihat pada Tabel II.32
berikut ini.
Tabel II.32 Kecepatan aliran air yang diizinkan berdasarkan jenis material
Jenis Material Kecepatan aliran air yang diizinkan
(m/detik)
Pasir halus
Lempung kepasiran
Lanau alluvial
Kerikil halus
Lempung kokoh
Lempung padat
Kerikil kasar
Batu-batu besar
Pasangan batu
Beton
Beton bertulang
0,45
0,50
0,60
0,75
0,75
1,10
1,20
1,50
1,50
1,50
1,50
Sumber: Perencanaan Sistem Drainase Pd T-02-2006-B
Tabel II.33 Angka kekasaran Manning (n)
Kondisi lapangan permukaan Nd
1. Lapisan semen dan aspal beton 0.013
2. Permukaan licin dan kedap air 0.020
3. Permukaan licin dan kokoh 0,100
4. Tanah dengan rumput tipis dan gundul dengan permukaan
sedikit kasar 0,200
5. Padang rumput dan rerumputan 0,400
57
6. Hutan gundul 0,600
7. Hutan rimbun dan hutan gundul rapat dengan hamparan
rumput jarang sampai rapat 0,800
Sumber: Perencanaan Sistem Drainase Pd T-02-2006-B
Untuk menghitung kemiringan memanjang saluran digunakan rumus:
(
⁄)
......................................................................... .................... Rumus 2.45
Dimana:
v = Kecepatan aliran (m/detik)
n = Koefisien kekasaran Manning (lihat Tabel II.32)
= Jari-jari hidrolis (m)
F = Luas penampang basah (m2)
P = Keliling basah (m)
is = Kemiringan memanjang saluran
2. Perhitungan debit aliran rencana (Q)
Dalam memperhitungkan debit aliran rencana (Q) harus mengikuti langkah-langkah
berikut:
a. Plot rute jalan di peta topografi.
b. Tentukan panjang segmen, daerah pengaliran, luas (A), kemiringanlahan dari
peta topografi.
c. Idenifikasi jenis bahan permukaan daerah pengaliran.
d. Tentukan koefisien aliran (C) berdasarkan kondisi permukaan kemudian
kalikan dengan harga faktor limpasan.
Tabel II.34 Harga koefisien pengaliran (C) dan harga koefisien limpasan (fk)
No. Kondisi permukaan tanah Koefisien
pengaliran (C)
Faktor
limpasan (fk)
Bahan
1 Jalan beton & jalan aspal 0,70 – 0,95 -
2 Jalan kerikil & jalan tanah 0,40 – 0,70 -
3 Bahu jalan:
- Tanah berbutir halus 0,40 – 0,65 -
- Tanah berbutir kasar 0,10 – 0,20 -
- Batuan masif keras 0,70 – 0,85 -
- Batuan masif lunak 0,60 – 0,75 -
Tata Guna Lahan
1 Daerah perkotaan 0,70 – 0,95 2,0
2 Daerah pinggir kota 0,60 – 0,70 1,5
3 Daerah industri 0,60 – 0,90 1,2
4 Permukiman padat 0,40 – 0,60 2,0
5 Permukiman tidak padat 0,40 – 0,60 1,5
6 Taman dan kebun 0,20 – 0,40 0,2
58
7 Persawahan 0,45 – 0,60 0,5
8 Perbukitan 0,70 – 0,80 0,4
9 Pegunungan 0,75 – 0,90 0,3
Sumber: Perencanaan Sistem Drainase Pd T-02-2006-B
e. Hitung koefisien aliran rata-rata dengan rumus:
....................................... Rumus 2.46
Dimana:
= Koefisien pengaliran yang sesuai dengan tipe kondisi permukaan
= Luas daerah pengaliran yang diperhitungkansesuai dengan kondisi
permukaan
f. Tentukan kondisi permukaan berikut koefisien hambatan, nd
Tabel II.35 Koefisien hambatan (nd) berdasarkan kondisi permukaan
No. Kondisi lapis permukaan Nd
1 Lapisan semen dan aspal beton 0,013
2 Permukaan licin dan kedap air 0,020
3 Permukaan licin dan kokoh 0,100
4 Tanah dengan rumput tipis dan gundul dengan
permukaan sedikit kasar 0,200
5 Padang rumput dan rerumputan 0,400
6 Hutan gundul 0,600
7 Hutan rimbun dan hutan gundul rapat dengan
hamparan rumput jarang sampai rapat 0,800
Sumber: Perencanaan Sistem Drainase Pd T-02-2006-B
g. Hitung intensitas curah hujan dari Badan Metereologi dan Geofisika. Tentukan
periode ulang rencana untuk saluran drainase yaitu 10 tahun. Curah hujan (mm)
merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak
menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Langkah-langkah perhitungan curah
hujan rencana dengan Metode Gumbel adalah sebagai berikut:
3. Hitung standar deviasi
√
..................................................................... Rumus 2.47
Dimana:
S = Standar deviasi
Xi = Curah hujan rata-rata
Xr = Harga rata-rata
n = Jumlah data
4. Hitung nilai faktor frekuensi (K)
59
................................................................................. Rumus 2.48
Dimana:
K = Faktor frekuensi
Yn = Harga rata-rata reduce variate
Sn = Reduced standard deviation
Yt = Reduced variated, dimana dicari menggunakan rumus =
T
TLnLn
1
.................................................... Rumus 2.49
T = Periode ulang (tahun)
5. Hitung hujan dalam periode ulang T tahun
Xt Xr (K Sx) ....................................................... Rumus 2.50
Dimana:
Xt = Hujan dalam periode ulang tahun
Xr = Harga rata-rata
K = Faktor frekuensi
Sx = Standar deviasi
Tabel II.36 Hubungan reduksi data rata-rata (Yn) dengan jumlah data (n) N yn N yn N yn N yn
10
11
0,4952
0,4996
34
35
0,5396
0,5402
58
59
0,5515
0,5518
82
83
0,5672
0.5574
12
13
0,5035
0,5070
36
37
0,5410
0,5418
60
61
0,5521
0,5524
84
85
0,5576
0,5578
14 15
0,5100 0,5128
38 39
0,5424 0,5430
62 63
0,5527 0,5530
86 87
0,5580 0,5581
16
17
0,5157
0,5181
40
41
0,5436
0,5442
64
65
0,5533
0,5535
88
89
0,5583
0,5585
18
19
0,5202
0,5220
42
43
0,5448
0,5453
66
67
0,5538
0,5540
90
91
0,5586
0,5587
20
21
0,5236
0,5252
44
45
0,5458
0,5463
68
69
0,5543
0,5545
92
93
0,5589
0,5591
22 23
0,5268 0,5283
46 47
0,5468 0,5473
70 71
0,5548 0,5550
94 95
0,5592 0,5593
24
25
0,5296
0,5309
48
49
0,5477
0,5481
72
73
0,5552
0,5555
96
97
0,5595
0,5596
26
27
0,5320
0,5332
50
51
0,5485
0,5489
74
75
0,5557
0,5559
98
99
0,5598
0,5599
28 29
0,5343 0,5353
52 53
0,5493 0,5497
76 77
0,5561 0,5563
100 0,5600
30
31
0,5362
0,5371
54
55
0,5501
0,5504
78
79
0,5565
0,5567
60
32 33
0,5380 0,5388
56 57
0,5508 0,5511
80 81
0,5569 0,5570
Sumber: Hidrologi Teknik, C. D. Soemarto, 1987:23
Tabel II.37 Hubungan antara deviasi standar (Sn) dan reduksi data dengan jumlah data
(n) N Sn N Sn N Sn N Sn
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
0,9496
0,9676
0,9833
0,9971
1,0316
1,0411
1,0316
1,0411
1,0493
1,0565
1,0628
1,0696
1,0754
1,0811
1,0864
1,0915
1,0861
1,1004
1,1047
1,1086
1,1124
1,1159
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
1,1193
1,1226
1,1255
1,2865
1,1313
1,1339
1,1363
1,1388
1,1413
1,1436
1,1458
1,1480
1,1499
1,1519
1,1538
1,1557
1,1574
1,1590
1,1607
1,1623
1,1638
1,1658
54
55
56
57
58
59
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
1,1667
1,1681
1,1696
1,1708
1,1721
1,1734
1,1770
1,1782
1,1793
1,1803
1,1814
1,1824
1,1834
1,1844
1,1854
1,1854
1,1873
1,1881
1,1890
1,1898
1,1906
1,1915
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
1,1923
1,1930
1,1938
1,1945
1,1953
1,1959
1,1967
1,1973
1,1980
1,1987
1,1994
1,2001
1,2007
1,2013
1,2020
1,2026
1,2032
1,2038
1,2044
1,2049
1,2055
1,2060
1,2065
Sumber: Hidrologi Teknik, C. D. Soemarto, 1987:237
6. Hitung waktu konsentrasi (Tc) dengan rumus:
............................................................................................ Rumus 2.51 167,0
28,33
2
s
d
i
nxIoxx1t
................................................................. Rumus 2.52
60xV
L=t 2
............................................................................................................................................. Rumus 2.53
Dimana:
Tc = Waktu konsentrasi (menit)
To = Waktu inlet (menit)
Td = Waktu aliran (menit)
lo = Jarak dari titik terjauh ke fasilitas drainase (m)
L = Panjang saluran (m)
nd = Koefisien hambatan
61
= Kemiringan daerah pengaliran
V = Kecepatan air rata-rata disaluran (m/detik)
Untuk menghitung debit air (Q) dapat menggunakan rumus:
...........................................................................Rumus 2.54
Dimana:
Q = Debit air (m3/detik)
C = Koefisien pengaliran
I = Intensitas hujan (mm/jam)
A = Luas daerah pengaliran (km2)
7. Bentuk saluran penampang
Dalam perencanaan dimensi saluran harus direncanakan agar memperoleh tampang
yang ekonomis. Dimensi saluran yang terlalu besar berarti tidak ekonomis, sebaliknya
dimensi yang terlalu kecil tingkat kegagalan akan terlalu besar. Adapun bentuk
penampang saluran yang sering dijumpai dan digunakan dalam perencanaan drainase
adalah:
a. Saluran berbentuk trapesium
Bentuk penampang trapesium dipakai untuk debityang besar dan umumnya untuk
mengalirkan air hujan, limbah domestik, dan irigasi. Saluran ini memerlukan
tempat yang aak luas dan dapat terbuat dari tanah. Bentuk penampang drainase ini
sering digunakan karena mempunyai keuntungan dari segi teknis pengerjaan
maupun dalam pelaksanaan.
Gambar 2.19 Saluran Trapesium
a. Luas penampang saluran (A)
A = b.h + mh2 ..................................................................... Rumus 2.55
b. Keliling basah (P)
√ ................................................ Rumus 2.56
c. Jari-jari hidrolis (R)
h
m.h m.h b
w
62
.................................................................................. Rumus 2.57
b. Saluran berbentuk empat persegi
Bentuk penampang empat persegi panjang dipakai untuk debit-debit yang besar,
untuk membuat saluran seperti ini biasanyadibuat pada daerah yang memiliki luasan
yang kecil, hanya didukung oleh konstruksi yang kokoh dan digunakan untuk saluran air
hujan, air rumah tangga dan lain-lain.
Gambar 2.20 Saluran Empat Persegi
a. Luas penampang basah (A)
A= b.h .................................................................................... Rumus 2.58
b. Keliling basah (P)
P= 2h + b ................................................................................ Rumus 2.59
c. Jari-jari hidrolis (Rs)
...................................................................................... Rumus 2.60
8. Perhitungan dimensi penampang
Pada daerah Kabupaten Karo, debit air cukup besar dikarenakan curah hujan yang
tinggi. Dengan kondisi lapangan pebukitan, maka solusi yang tepat untuk bentuk
saluran penampang ialah persegi. Untuk saluran berpenampang persegi, dimensinya
dapat direncanakan dengan persamaan-persamaan dibawah ini:
A = b x h ...................................................................................... Rumus 2.61
P = b + 2h ..................................................................................... Rumus 2.62
............................................................................................ Rumus 2.63
Penampang basah saluran drainase dapat dihitung yang paling ekonomis, untuk
menampung debit maksimum (A), yaitu:
A = b x h ................................................................................... Rumus 2.64
........................................................................................... Rumus 2.65
b = 2h ....................................................................................... Rumus 2.66
w
h
b
63
Dimana:
A = Luas penampang (m2)
b = Lebar dasar saluran (m)
h = Tinggi saluran (m)
P = Keliling penampang basah (m)
R = Jari-jari hidrolis (m)
Untuk tinggi jagaan (W) untuk saluran drainase jalan bentuk persegi ditentukan
berdasarkan rumus:
√ ....................................................................................... Rumus 2.67
Dimana:
W = Tinggi jagaan (m)
h = Kedalaman air yang tergenang dalam saluran (m)
Gambar 2.21 Penampang Drainase
II.19. Rencana Anggaran Biaya (RAB)
1. Daftar harga satuan alat dan bahan
Daftar satuan bahan dan upah adalah harga yang dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan
Umum Bina Marga tempat proyek berada karena tidak setiap daerah memiliki
standart yang sama. Penggunaan daftar upah ini juga merupakan pedoman untuk
menghitung perancangan anggaran biaya pekerjaan dan upah yang dipakai
kontraktor. Adapun harga satuan dan upah adalah harga yang termasuk pajak-pajak.
2. Analisa harga satuan pekerjaan
Harga satuan pekerjaan ialah jumlah harga bahan dan upah tenaga kerja berdasarkan
perhitungan analisis. Harga bahan didapat dipasaran, dikumpulkan dalam satu daftar
yang dinamakan daftar harga satuan bahan. Upah tenaga kerja didapat dilokasi,
dikumpulkan dan dicatat dalam satu daftar yang dinamakan daftar harga satuan upah.
3. Perhitungan volume pekerjaan
64
Volume pekerjaan adalah jumlah keseluruhan dari banyaknya (kapasitas) suatu
pekerjaan yang ada. Volume pekerjaan berguna untuk menunjukkan banyaknya suatu
kuantitas dari suatu pekerjaan agar didapat harga satuan dari pekerjaan-pekerjaan
yang ada didalam suatu proyek tersebut.
4. Perhitungan rencana anggaran biaya
Rencana anggaran biaya adalah merencanakan banyaknya biaya yang akan
digunakan serta susunan pelaksanaannya dalam perencanaan anggaran biaya perlu
dilampirkan analisa harga satuan bahan dari setiap pekerjaan agar jelas jenis-jenis
pekerjaan dan bahan yang digunakan.
5. Rekapitulasi biaya
Rekapitulasi biaya adalah biaya total yang diperlukan setelah menghitung dan
mengalikannya dengan harga satuan yang ada. Dalam rekapitulasi terlampir pokok-
pokok pekerjaan beserta biayanya dan waktu pelaksanaannya. Disamping itu juga
dapat menunjukkan lamanya pemakaian alat dan bahan-bahan yang diperlukan serta
pengaturan hal-hal tersebut tidak saling mengganggu pelaksanaan pekerjaan.
65
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Umum
Dalam bab ini akan dijabarkan uraian kegiatan dan diagram alir dalam
penyusunan tugas akhir yang berjudul Rancangan Perservasi Jalan Yos Sudarso
Ombolata Ulu, Gunungsitoli Sta 0 + 000 – Sta 2 + 014.
III.2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah kondisi jalan Yos Sudarso, Ombolata Ulu,
Pelabuhan Gunungsitoli.
Gambar 3.1 Peta Wilayah
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Gunungsitoli
67
III.3. Diagram Alir Penelitian
Gambar 3.3. Diagram Alir Penelitian
Pembahasan
Perencanaan
Perkerasan
Simpulan dan Saran
Perhitungan
RAB
Kapasitas
Jalan
MULAI
PERSIAPAN
PENGAMATAN PENDAHULUAN
IDENTIFIKASI MASALAH
PENGUMPULAN DATA
DATA SEKUNDER
1. Data LHR
2. Data Geometri
3. Dokumentasi
DATA PRIMER
1. Data Curah Hujan
2. Data Jumlah Penduduk
3. Peta Wilayah
ANALISA & PENGOLAHAN DATA
68
III.4. Identifikasi Masalah
Tahap identifikasi masalah merupakan upaya untuk mengenali permasalahan
yang timbul dilokasi penelitian. Dalam hal ini, permasalahan jalan timbul karena titik-
titik jenuh karena tundaan lalu lintas sehingga perlu dilakukan Rancangan Persevasi
pada Jalan Yos Sudarso.
III.5. Metode Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian iniadalah
sebagai berikut :
1. Data Primer
Data primer yaitu data survei lalu-lintas (Traffic Survey). Perolehan data
ini diperoleh dari kegiatan survei lapangan, yaitu melakukan survei lalu-lintas
secara langsung di ruas jalan lokasi studi. Survei lalu-lintas yang dilakukan
terdiri dari:
a) survei volume lalu-lintas,
b) Data Kondisi
c) Data Geometri
2. Data Sekunder
Data Sekunder yaitu data-data yang diperoleh peneliti dari sumber yang
sudah ada. Perolehan data ini dilakukan dengan meminta data dan informasi
yang diperlukan pada instansi dan lembaga yang terkait. Data yang diperlukan
seperti:
a) Data Peta RTRW
b) Sosial – Ekonomi
c) Kondisi tata guna lahan
d) kebijakan pengembangan wilayah, dan lain-lain. Perolehan data ini
dilakukan dengan meminta data dan informasi yang diperlukan pada
instansi dan lembaga yang terkait.
e) Data curah hujan
f) Data penduduk
69
III.6. Tahapan Penelitian
Tahapan persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum pengumpulan dan
pengolahan data, pada tahap ini disusun kegiatan yang harus dilakukan dengan tujuan
untuk mengefektifkan dalam Rancangan perservasi Jalan. Untuk membantu dalam
proses penyelesaian Tugas Akhir maka perlu dibuat suatu pedoman yang matang,
sehinggga waktu untuk menyelesaikan laporan Tugas Akhir sesuai dengan bobot
persoalan umum, berupa alur kerja yang efesien namun dapat menjawab semua
permasalahan yang dapat ditinjau.
Tahapan dalam penelitian ini dibagi dalam empat tahap, yaitu sebagai
berikut:
1. Tahap pertama. Tahap ini meliputi aktifitas survai pendahuluan dan persiapan
survai. Survai pendahuluan (survai awal) dimaksudkan untuk memilih lokasi yang
aman, menentukan jumlah tenaga surveyor yang dibutuhkan untuk menghitung
jumlah kendaraan, menentukan posisi pendistribusian surveyor pada tiap pendekat
simpang untuk mempermudah pengamatan. Selain itu, hasil pengamatan awal ini
digunakan untuk mendesain formulirformulir survai, sebagai salah satu alat yang
digunakan dalam survai utama.
2. Tahap kedua. Setelah formulir dibuat, proses selanjutnya adalah pengambilan data
primer dan data sekunder. Data sekunder akan diperoleh dari dinas-dinas terkait
dan google map, data ini meliputi: peta lokasi, jumlah penduduk Gunungsitoli,
data waktu tempuh tambahan, meliputi Jl. Yos Sudarso menuju pelabuhan
Gunungsitoli, panjang ruas jalan serta lebar bahu jalan. Data primer yang akan
diperoleh di lapangan diantaranya adalah: geometri ruas dan simpang jalan,
kondisi lingkungan dan hambatan samping sekitar jaringan dan volume lalulintas.
3. Tahap ketiga. Tahap ini berupa analisa hasil yang terdiri dari:
(a) analisa ruas jalan yang mencangkup kecepatan arus bebas, kapasitas dan derajat
kejenuhan
(b) analisa simpang bersinyal yang mencangkup derajat kejenuhan, panjang antrian
dan tundaan
(c) analisa simpang bersinyal yang mencangkup derajat kejenuhan, tundaan dan
peluang antrian; serta
(d) analisa kinerja jaringan jalan.
70
4. Tahap keempat. Tahap ini merupakan tahap terakhir yang berupa penarikan
kesimpulan dan memuat usulan atau saran yang perlu dilakukan untuk penelitian
lebih lanjut.
III.7. Survei Lalu-lintas (Traffic Survey)
Untuk dapat melakukan survei secara efisien dan efektif maka maksud dan
tujuan survei haruslah jelas terlebih dahulu sebelum pelaksanaan. Biasanya metode
survei akan ditetapkan sesuai dengan tujuan survei, dana, sumber daya manusia, waktu
dan peralatan yang tersedia. Dalam penelitian ini, beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam perencanaan survei lalu-lintas yaitu :
1. Sistem Klasifikasi Jalan
2. Sistem Klasifikasi Kendaraan
• Berdasarkan jumlah roda
• Berdasarkan smp/pcu
3. Variasi Lalu-lintas
4. Pemilihan Lokasi Survei
Dalam penelitian ini, hanya dilakukan pengamatan pada satu (1) titik
pengamatan untuk setiap segmen ruas jalan yang dianalisis. Hal-hal yang menjadi dasar
pertimbangan atau asumsi dalam penentuan lokasi titik pengamatan, diantaranya :
Berdasarkan survei pendahuluan yang sudah dilakukan sebelumnya diketahui
bahwa secara umum setiap ruas jalan yang disurvei memiliki kondisi desain
geometrik dan perkerasan jalan yang relatif homogen (seragam).
Dipilih titik/lokasi pengamatan dengan alinyemen vertikal maupun horizontal
yang relatif datar. Maksudnya yaitu segmen jalan yang relatif lurus dan tidak
menanjak ataupun menurun.
Dipilih titik/lokasi pengamatan yang sedikit mungkin berpotensial
mengalamigangguan akibat tempat putaran (U-turn), ramp masuk dan ramp
keluar, sertalampu pengatur lalu lintas, sehingga tidak akan mempengaruhi arus
lalu lintaspada ruas jalan yang diobservasi.
Kondisi lokasi survei cukup ramai dan stabil, untuk menggambarkan
kondisijalan dalam kota yang melayani pergerakan dan mobilitas orang sehari-
hari.
71
5. Survei volume lalu-lintas
Survei volume lalu-lintas bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang jumlah
dan pergerakan kendaraan dan/atau orang dalam/melewati/pada titik yang dipilih
pada suatu sistem jaringan jalan.
Kegiatan survey lalu lintas dilakukan dengan mengamati jenis kendaraan dan
menghitung jumlah kendaraan atau arus lalu lintas yang melewati suatu titik tinjau
dengan interval atau periode waktu tertentu.
Dalam survei volume lalu lintas ini dilakukan secara manual.
Peralatan yang digunakan dalam survey volume lalu-lintas, antara lain :
- Formulir
-Papan alas (clipboard)
- Alat-alat tulis
- Alat pengukur waktu (stopwatch, jam tangan)
- Alat perekam data lalu-lintas (kamera,handycam)
- Pita ukur/meteran.
Interval atau periode waktu survei lalu lintas dilakukan pada jam sibuk selama 7
kali 12 jam.
Adapun harinya :
- Senin
- Selasa
- Rabu
- Kamis
- Jumat
- Sabtu
- Minggu
Sesuai lokasi penelitian menuju pelabuhan Gunungsitoli maka, peneliti melakukan
survei pada jam keberangkatan dan datang kapal dari Sibolga merupakan faktor
utama penyebab kemecetan di Jl. Yos Sudarso.
Adapun team yang membantu survey untuk tugas akhir ini yaitu :
1. Popi imelda zai
2. Yuyun anggu nita daeli
3. Mei putra jaya waruwu
4. Ikhlas triyan putra telaumbanuan
72
5. Meiman krisman hasrat zai
6. Adi berkat daeli
7. Takdir eronusi halawa
Pengumpulan Data
Pengumpulan Data LHR
Menghitung Pertumbuhan LHR
(dalam jangka waktu 20 tahun)
Perhitungan Kapasitas untuk
ruas Jalan Yos Sudarso menuju
pelabuhan Gunungsitoli
Selesai
Mulai
Perhitungan Derajat Kejenuhan
73
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
IV.1. Kondisi Eksisting
Penelitian dilakukan pada Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli.
Data eksisting bertujuan untuk mengetahui keadaan kondisi fisik, keadaan lingkungan.
Gambar 4.1 Kondisi fisik Jalan Yos Sudarso depan gerbang pelabuhan Gunungsitoli
IV.2. Kapasitas Jalan
Dalam upaya mengatasi masalah lalu lintas tindakan yang dilakukan setelah
peneliti melakukan evalusi kinerja jalan menuju pelabuhan Gunungsitoli yaitu dengan
menambah kapasitas ruang jalan ataupun memaksimalkan lebar efektif yang sesuai
dengan kapasitas arus lalu lintas dengan melakukan pelebaran jalan. Berikut merupakan
uraian perhitungan kapasitas pada Jl. Yos Sudarso menuju Pelabuhan Angin
Gunungsitoli.
1. Volume Lalu Lintas Awal
Volume lalu lintas merupakan hasil datasekunder dari pencacahan kendaraan pada
ruas jalan masuk Pelabuhan Gunungsitoli.Hasil pencacahan volume LHR pada
ruas jalan tersebut selanjutnya dianalisis terhadap survei asal tujuan kendaraan yang
bergerak dari Jl. Yos Sudarso Ombolata Ulu menuju Pelabuhan Gunungsitoli.
74
Tabel IV.1 Potensi arus lalu lintas Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli
Kategori Kendaraan Jenis Kendaraan
Jumlah
Kendaraan
(Kend/hari)
Potensi Arus
Lalulintas
(Kend/hari)
Sepeda Motor (MC) - Sepeda motor, Becak 12864 12864
Kendaraan Ringan (PC)
- Sedan, Station wagon,
- Angkutan umum
- Pick-up, Mobil Box
4108
766
609
5483
Kendaraan Berat
Menengah (MHV)
- Bus Kecil
- Truk 2 as 4 roda
378
619 997
Bis Besar (LB) - Bus Besar - -
Truk Besar (LT)
- Truk 2 as 6 roda
- Truk 3 as
- Truk gandeng
488
191
-
639
Total 19983
Sumber: Survei lalu lintas
Keterangan:
Kendaraan ringan (meliputi mobil penumpang, minibus, truck pick up dan jeep)
Kendaraan berat menengah (meliputi truk dua gandar dan bus kecil)
Truk besar ( meliputi truk tiga gandar dan truk gandengan)
Jumlah kendaraan dapat dilihat di Lampiran dan dikategorikan seperti tabel
diatas sesuai kendaraan rencana Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) No.
036/TBM/1997 pada bagian 6-16.
2. KebutuhanRuang Jalan
Sebelum melakukan pelebaran pada jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan
Gunungsitoli terlebih dahulu dilakukan evalusi jaringan jalan dan dipastikan apakah
arus jalan pada jalan tersebut mengalami titik jenuh atau tidak yang menyebabkan
volume lalu lintas melebihi dari pada kapasitas ruas jalan tersebut.
3. Perhitungan Volume Jam Perencanaan (VJP)
Berikut perhitungan volume jam perencana (VJP) untuk Jalan Yos Sudarso menuju
pelabuhan Gunungsitoli.
Nilai Volume Jam Perencanaan (VJP) Jalan Yos Sudarso Kota Gunungsitoli
pada tahun 2019 dapatdihitungberdasarkanrumus 2.1 sebagaiberikut:
75
Dimana:
Besar volume lalu lintas Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli
berdasarkan Tabel IV.2 maka mengacu pada Tabel II.3 nilai K dan F ditentukan
sebagai berikut:
- Faktor volume (K) = 8% (lihat tabel 2.4)
- Variasi (F) = 0,8 (lihat tabel 2.4)
Berikut berapa perhitungan dari potensi arus lalu lintas Jalan Yos Sudarso menuju
pelabuhan Gunungsitoli.
- Sepeda Motor (MC) = (
) kend/jam
- Kendaraan Ringan (PC) = (
) 548kend/jam
Dengan cara yang sama maka diperoleh volume jam perencanaan pada tahun 2019
seperti pada Tabel IV.2 berikut :
Tabel IV.2 Potensi Arus Lalu Lintas Jalan Yos Sudarso Gunungsitoli Tahun 2019
Kategori Kendaraan Jumlah
Potensi
Arus Lalu
lintas
Faktor emp
Kendaraan Kend/Jam K (%) F (%)
Kendaraan Ringan
(PC) 5483 548 8% 80.00%
1
Kendaraan Berat
Menengah (MHV) 997 100 8% 80.00%
1.3
Bis Besar (LB) 0 0 0 0 0
Truk Besar (LT) 639 64 8% 80.00% 2.5
Sepeda Motor (MC) 12864 1286 8% 80.00% 0.6
TOTAL 19983 1998
Sumber :Hasil Perhitungan 2019
Untuk menghitung volume kendaraan tahun tinjauan jalan Yos Sudarso
menuju pelabuhan Gunungsitoli (smp/jam), dilakukan perhitungan dengan cara
mengalikan potensi arus lalu lintas (kend/jam) dengan nilai emp yang diperoleh
melalui Tabel II.6 Berikut beberapa perhitungan dari volume kendaraan (smp/hari)
tahun 2019.
76
- Kendaraan Ringan (PC) = 548 × 1 = 548smp/jam
- Kendaraan Berat Menengah (MHV) =100 × 1,3 = 130smp/jam
Maka dari hasil perhitunngan di atas, didapatkan volume kendaraan tahun Jalan
Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli (smp/jam) seperti pada tabel IV.3
Tabel IV.3 Volume Kendaraan Tahun 2019 Jalan Yos Sudarso
Kategori Kendaraan Potensi Arus Lalu Lintas jalan
(smp/jam/2arah)
2019
Kendaraan Ringan (PC) 548
Kendaraan Berat Menengah (MHV) 130
Bis Besar (LB) 0
Truk Besar (LT) 160
Sepeda Motor (MC) 772
Total 1610
Sumber: Hasil perhitungan
4. Perhitungan Kapasitas Jalan Kondisi 2019
Pada tahun 2019 terlebih dahulu dihitung kapasitas jalan dengan menggunakan
ukuran menurut buku Standar Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 19976 tipe
2/2 TB (tidak terbagi) dengan kecepatan 60-90 km/jam dan termasuk jalan antar
kota maka diperoleh lebar lajur = 5,6 meter dengan lebar bahu = 1,5 meter
C = C0x FCWx FCSPx FCSFxFCCS
Berdarkan tipe jalan dan lebar jalur lalu lintas maka diperoleh hasil sebagai berikut:
CO = 3100/2 lajur smp/hari (untuk medan datar lihat Tabel II.8)
FCW = 0,91 (Tabel II.9)
FCSF = 0,97 (Tabel II.10)
FCSP = 1,00 (Tabel II.11)
FCCS= 0,96
Sehingga diperoleh kapasitas jalan adalah:
77
C = 3100 smp/2 lajur x 0,91x1,00x0,97x0,96
C = 2628 smp/jam
5. Perhitungan Derajat Kejenuhan
Persyaratan ideal yang diberikan untuk pelayanan jalan adalah dengan melihat
derajat kejenuhan yang merupakan rasio antara volume terhadap kapasitas yang
tidak lebih besar dari 0,800. Untuk volume lalu lintas tahun 2019 Jaalan Yos
Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli diperoleh nilai sebagai berikut:
dimana :
V = 1609 smp/jam, Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli 2019
C = smp/jam, total kedua arah
Sehingga nilai derajat kejenuhan,
Dengan cara yang sama,maka derajat kejenuhan Jalan Yos Sudarso menuju
Pelabuhan Ginungsitoli 2019 pada tabel IV.4 sebagai berikut :
Tabel IV.4 Perhitungan titik jenuh 2019
Item Perhitungan Tahun tinjauan
2019
VJP (smp/jam) 1610
Kapasitas (C) 2008
VCR (DS) 0.802
Rasio Standar (MKJI) 0,800
( ≤ ) O No OK
Sumber:Hasil perhitungan
Dari hasil analisis terhadap derajat kejenuhan jalan, maka terlihat bahwa pada
tahun 2019, untuk Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli kepadatan
lalu lintas tidak memadai dengan melewati nilai rasio standar 0,800 tergolong
tingkat pelayan D arus mulai tidak stabil, kecepatan rendah dan berbeda-beda,
78
volume mendekati kapasitas yang telah ditetapkan. Maka demikian, tipe Jalan Yos
Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli tahun 2019 dapat ditingkatkan dengan
pelebaran jalan untuk meningkatkan kapasitas pada jalan tersebut.
Tabel IV.5 Standar Nilai LOS
Tingkat Pelayanan Rasio (V/C) Karakteristik
A < 0,60 Arus bebas, volume
rendah dan kecepatan
tinggi, pengemudi dapat
memilih kecepatan yang
dikehendaki
B 0,60 < V/C < 0,70 Arus stabil, kecepatan
sedikit terbatas oleh lalu
lintas, pengemudi masih
dapat bebas dalam
memilih kecepatannya.
C 0,70 < V/C < 0,80 Arus stabil, kecepatan
dapat dikontrol oleh lalu
lintas
D 0,80 < V/C < 0,90 Arus mulai tidak stabil,
kecepatan rendah dan
berbeda-beda, volume
mendekati kapasitas
E 0,90 < V/C <1 Arus tidak stabil,
kecepatan rendah dan
berbeda-beda, volume
mendekati kapasitas
F >1 Arus yang terhambat,
kecepatan rendah, volume
diatas kapasitas, sering
terjadi kemacetan pada
waktu yang cukup lama.
Sumber : MKJI, 1997
79
6. Prediksi Pertumbuhan Lalu Lintas
Berdasarkan Tabel II.5 Manual Desain Perkerasan jalan No.02/M/BM/2013
pertumbuhan lalu lintas diprediksi sebesar 1,4%. Pertumbuhan lalu lintas diambil
sebagai salah satu indikator yang dapat dijadikan sebagai ukuran perkembangan
ekonomi suatu daerah yang berkorelasi dengan aktifitas transportasi di daerah
tersebut. Dalam hal ini prediksi lalu lintas dan analisis kelayakan jalan akan
dilakukan dengan tahun tinjauan (horizon years) selama 20 tahun dari mulai jalan
dioperasikan.Dengan memperhatikan konsep pemilihan kerangka waktu tinjauan
yang disampaikan di atas, maka skala analisis kelayakan yang dipergunakan adalah
sesuai perancangan jangka menengah suatu sistem jaringan jalan yaitu tahun 2019
s/d 2041.
Gambar 4.2.Diagram perhitungan pertumbuhan lalu lintas
Berikut beberapa perhitungan pada tahun 2018 dengan perkiraan
pertumbuhan lalu lintas sebesar 1,40 % dengan rumus:
- Kendaraan ringan = 5483× = 5635 kend/hari
- Kendaraan berat menengah = 997× = 1025 kend/hari
Pertumbuhan lalu lintas pada ruas Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan
Gunungsitoli rencana dalam horizon years dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel IV.6 Pertumbuhan LHR Kendaraan Jl.Yos Sudarso
Kategori Kendaraan Potensi Arus Lalu Lintas jalan (kend/hari/2arah)
2019 2021 2026 2031 2036 2041
Kendaraan Ringan (PC) 5483 5638 6043 6478 6945 7445
Kendaraan Berat
Menengah 997 1025 1099 1178 1263 1354
Bis Besar 0 0 0 0 0 0
Truk Besar 639 657 704 755 809 868
Sepeda Motor 12864 13227 14179 15200 16294 17467
Total 19983 20546 22026 23611 25311 27133
Sumber: Hasil perhitungan
2019 2021 2026 2036 2041 2031
Survey lalulintas Awal operasional jalan
80
7. Kebutuhan Ruang Jalan
Dalam menghitung kebutuhan ruang jalan yang akan direncanakan selain harus
mengetahui permintaan arus lalu lintas, perancang juga harus mengetahui kapasitas
ruas jalan dalam menampung arus lalu lintas tersebut. Dalam analisis kebutuhan
ruang jalan Yos Sudarso ini diasumsikan bahwa tahun awal pelebaran jalan adalah
tahun 2021 dan tahun analisis ditinjau setiap 5 tahun hingga 20 tahun kemudian.
Analisis mengenai kebutuhan ruang setiap tahun tinjauan disajikan sebagai berikut.
8. Perhitungan Volume Jam Perencanaan (VJP)
Berikut perhitungan volume jam perencana (VJP) untuk Jalan Yos Sudarso menuju
pelabuhan Gunungsitoli.
Tabel IV.7 Potensi Arus Lalu lintas Jalan Yos Sudarso 2019
Kategori Kendaraan Jumlah
Kendaraan
Kendaraan Ringan (PC) 5483
Kendaraan Berat Menengah (MHV) 997
Bis Besar (LB) -
Truk Besar (LT) 639
Sepeda Motor (MC) 12864
Total 19983
Sumber: Hasil Survei 2019
Nilai Volume Jam Perencanaan (VJP) Jalan Yos Sudarso Kota Gunungsitoli pada
tahun 2019 dapatdihitungberdasarkanrumus 2.1 sebagaiberikut:
di mana:
Besar volume lalu lintas Jalan Yos Sudarso berdasarkan Tabel IV.7 maka mengacu
pada Tabel II.3 nilai K dan F ditentukan sebagai berikut:
Faktor volume (K) = 8% (lihat tabel 2.4)
Variasi (F) = 0,8 (lihat tabel 2.4)
Berikut berapa perhitungan dari potensi arus lalu lintas Jalan Yos Sudarso
menuju pelabuhan Gunungsitoli.
- Sepeda Motor (MC) = (
) end/jam
- Kendaraan Ringan (PC) = (
) 548 kend/jam
81
dengan cara yang sama maka diperoleh volume jam perencanaan pada tahun 2019
seperti pada Tabel IV.8 di bawah ini.
Tabel IV.8 Volume Jam Perencanaan Pada Tahun 2019
Kategori Kendaraan Jumlah
Potensi
Arus Lalu
lintas
Faktor emp
Kendaraan Kend/Jam K (%) F (%)
Kendaraan Ringan (PC) 5483 548 8% 80.00% 1 Kendaraan Berat Menengah
(MHV) 997 100 8% 80.00%
1.3
Bis Besar (LB) 0 0 0 0 0
Truk Besar (LT) 639 64 8% 80.00% 2.5
Sepeda Motor (MC) 12864 1286 8% 80.00% 0.6
TOTAL 19983 1998
Sumber :Hasil Perhitungan
Sedangkan untuk menghitung potensi kendaraan (kend/jam/2arah) tahun tinjauan
2021 dan seterusnya digunakan rumus :
Berikut beberapa perhitungan dari volume kendaraan (smp/jam) tahun 2019
- Kendaraan Ringan (PC) = 548 x (1+0,014%)2018-2016
= 564 kend/jam
- Kendaraan Berat Menengah (MHV) = 100 x (1+0,014%)2018-2016
= 103 kend/jam
Maka dari hasil perhitunngan di atas, didapatkan volume kendaraan tahun Jalan
Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli (kend/jam/2arah) seperti pada Tabel
IV.9
Tabel IV.9 Volume kendaraan Tahun Jalan Yos Sudarso (kend/jam/2arah)
Kategori Kendaraan Potensi Arus Lalu Lintas jalan (kend/jam/2arah)
2019 2021 2026 2031 2036 2041
Kendaraan Ringan (PC) 548 564 580 596 613 630
Kendaraan Berat
Menengah (MHV) 100 103 105 108 111 115
Bis Besar (LB) 0 0 0 0 0 0
Truk Besar (LT) 64 66 68 69 71 73
Sepeda Motor (MC) 1285 1322 1359 1397 1437 1477
Total 1997 2054 2112 2171 2232 2295
Sumber : Hasil Perhitungan
Untuk menghitung volume kendaraan tahun tinjauan Jalan Yos Sudarso
(smp/jam), dilakukan perhitungan dengan cara mengalikan potensi arus lalu lintas
82
(kend/jam) dengan nilai emp yang diperoleh melalui Tabel II.9 Berikut beberapa
perhitungan dari volume kendaraan (smp/jam) tahun 2019.
- Kendaraan Ringan (PC) = 548 × 1 = 548smp/jam
- Kendaraan Berat Menengah (MHV) = 100× 1,3 = 130smp/jam
Sedangkan untuk menghitung potensi kendaraan (smp/jam) tahun tinjauan 2021
dan seterusnya digunakan rumus :
Berikut beberapa perhitungan dari volume kendaraan (smp/jam) tahun 2019
- Kendaraan Ringan (PC) = 548 x (1+1,4%)2018-2016
= 564 smp/jam
- Kendaraan Berat Menengah (MHV) = 130 x (1+1,4%)2018-2016
= 133 smp/jam
Dengan cara yang sama,maka diperoleh Volume Jam Perencanaan untuk tahun-
tahun tinjauan dalam satuan smp/jam/2 arah seperti pada Tabel IV.10 berikut:
Tabel IV.10. Volume kendaraan tahun Jalan Yos Sudarso (smp/jam)
Kategori Kendaraan Potensi Arus Lalu Lintas jalan (smp/jam/2arah)
2019 2021 2026 2031 2036 2041
Kendaraan Ringan (PC) 548 564 580 596 613 630
Kendaraan Berat
Menengah (MHV) 130 133 137 141 145 149
Bis Besar (LB) 0 0 0 0 0 0
Truk Besar (LT) 160 164 169 174 179 184
Sepeda Motor (MC) 772 794 816 839 863 887
Total 1610 1655 1702 1750 1799 1850
Sumber: Hasil Perhitungan
9. PerhitunganKapasitas Jalan
Pada tahun awal direncanakan tipe jalan dengan ukuran menurut buku
Direktorat Bina Jalan Kota Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), yaitutipe 2/2
TB (tidak terbagi) dengan kecepatan 60-90 km/jam dan termasuk jalan antar kota
maka diperoleh lebar lajur = 7 meter dengan lebar bahu = 2 meter
C = C0x FCWx FCSPx FCSFxFCCS
Berdarkan tipe jalan dan lebar jalur lalu lintas maka diperoleh hasil sebagai berikut:
CO = 3100/2 lajur smp/hari (untuk medan datar lihat Tabel II.8)
FCW = 1 (Tabel II.9)
FCSF = 1 (Tabel II.10)
FCSP = 1 (Tabel II.11)
83
FCCS= 0,96
Sehingga diperoleh kapasitas jalan adalah:
2976
10. Perhitungan Derajat Kejenuhan
Persyaratan ideal yang diberikan untuk pelayanan jalan adalah dengan
melihat derajat kejenuhan yang merupakan rasio antara volume terhadap kapasitas
yang tidak lebih besar dari 0,800. Untuk volume lalu lintas tahun 2019 Jaalan Yos
Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli diperoleh nilai sebagai berikut:
dimana :
V = 1609 smp/jam, Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli 2019
C = smp/jam, total kedua arah
Sehingga nilai derajat kejenuhan,
0,537
Dengan cara yang sama,maka derajat kejenuhan Jalan Yos Sudarso menuju
pelabuhan Gunungsitoli dalam tahun-tahun tinjauan dapat pada Tabel IV.11
berikut:
Tabel IV.11.AnalisisderajatkejenuhanJalan Yos Sudarso menuju pelabuhan
Gunungsitoli
Item Perhitungan Tahun tinjauan
2019 2021 2026 2031 2036 2041
VJP (smp/jam) 1610 1655 1702 1750 1799 1850
Kapasitas (C) 3000 3000 3000 3000 3000 3000
VCR (DS) 0.537 0.552 0.567 0.583 0.600 0.617
Rasio Standar (MKJI) 0.800 0.800 0.800 0.800 0.800 0.800
( ≤ )
OK OK OK OK OK OK OK
Sumber : Hasil Perhitungan
84
Dari hasil analisis terhadap derajat kejenuhan jalan, maka terlihat bahwa
untuk tahun 2021 sampai dengan tahun 2041, untukJalan Yos Sudarso menuju
pelabuhan Gunungsitolikepadatan lalu lintas masih dan tidak melewati nilai yang
telah ditetapkan yaitu 0,800. Maka dengan demikian, tipe jalan 2/2 tidak terbagi
dengan lebar lajur 7meter dan lebar bahu 2 meter masih dapat memenuhi volume
lalu lintas di Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli sampai tahun 2041
dengan merencanakan selama 20 tahun perencanaan.
IV.3. Perhitungan Geometrik
1. Perhitungan Alinyemen Horizontal
Perhitungan alinemen horizontal yaitu berupa perhitungan geometrik yang berupa
perhitungan tikungan, panjang dari trase jalan. Adapun jumlah tikungan pada
Peningkatan Kapasitas/Pelebaran Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan
Gunungsitoli.
a. Sudut pada titik PI1
Dik. Koordinat :
PIA = 9760764;129801
b. Perhitungan Sudut ∆1 ∆2 d n ∆3
PI1= 9760866 ; 130512
PI2= 9760941; 130783
Maka :
(
)
(
)
(
)
(
)
74,530
Sudut pada tikungan PI1, yaitu:
∆
∆
85
∆ 7,306
Untuk perhitungan selanjutnya, dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
Tabel IV.12 Data Koordinat dan Sudut
Titik Koordinat
Δ X Y
A 9760764 129801
PI1 9760866 130512 7,306
PI2 9760941 130783 9,100
PI3 9760706 131297 9,650
B 9760453 131669
Sumber: Hasil Survey
c. Perhitungan Jarak Antar Titik
Perhitungan jarak antar titik berdasarkan data koordinat pada titik
menggunakan rumus phytagoras.
Diketahui:
PIA= 9760764;129801
PI1=9760866 ; 130512
Jarak antara titik A-PI1
d √( - ) -( - )
d √
d meter
Tabel IV.13 Jarak perhitungan antar titik
Titik
Koordinat Jarak Jarak
Jarak Antar Titik (m) X Y
arah X
(m) arah Y (m)
A 9760764 129801
102,500 710,278 717,636
PI1 9760866 130512
74,444 271,111 281,146
PI2 9760941 130783
234,722 513,889 564,957
PI3 9760706 131297
253,333 371,944 450,023
86
B 9760453 131669
Sumber: Hasil Perhitungan
Total hasil perhitungan jarak antar titik adalah:
∑ d d d d d
=2013,761 meter.
d. Perhitungan Tikungan PI7
Ruas Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli merupakan jalan
antar kota dengan fungsi jalan kolektor dan medan jalan datar. Maka ditetapkan
data sebagai berikut:
Vr = 60 km/jam
Δ1 =7,306°
Rc = 800 meter
emaks = 10 % (jalan antar kota)
Berdasarkan data diatas, maka dicoba tikungan Full Circle (FC).
Koefisien gesekan melintang maksimum (fmaks) ditetapkan sebagai berikut:
Jari-jari tikungan minimum (Rmin) ditetapkan sebagai berikut:
n
( )
n
( )
n
Menghitung parameter Tikungan Full Circle (FC)
Titik PI1
TC = RC n Δ
=51,1 m
EC =TC n Δ
87
= 1,6286 m
(Δ ᴫ. RC)/360
= 102 m
2TC > LC
102 > 102,2
Titik PI2
TC = RC n Δ
=63,7 m
EC =TC n Δ
= 2,529 m
(Δ ᴫ. RC)/360
= 127,1 m
2TC > LC
127,1 > 172,2
Titik PI3
TC = RC n Δ
=67,5 m
EC =TC n Δ
= 2,845m
(Δ ᴫ. RC)/360
= 134,7 m
2TC > LC
134 > 137,7
Berdasarkan perhitungan tikungan PI1 di atas, maka menurut Tata Cara
Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota 1997, tikungan PI1 memenuhi syarat
sebagai tikungan Full Cirle (FC), yaitu yaitu Rc > Rmin..
IV.4. Perhitungan Tebal Perkerasan Lentur
Perhitungan tebal perkerasan yang akan ditinjau adalah tebal perkerasan lentur
(flexible pavement) dengan menggunakan metode Manual Desain Perkerasan Jalan
Nomor 02/M/BM/2013. Prosedur-prosedur perhitungan tebal perkerasan adalah sebagai
berikut:
88
1. Data Jalan
Adapun data yang digunakan dalam perencanaan tebal perkerasan lentur
adalah sebagai berikut:
- Jenis jalan : Kolektor
- Jumlah Lajur : Dua lajur dua arah (2/2D)
- Umur Rencana : 20 tahun
- Tingkat pertumbuhan lalu lintas : 1,4%
- LHRT : dapat lihat pada Tabel IV.1
-
Tabel IV.14 Lalu Lintas Harian Rata-rata
Golongan Jenis Kendaraan LHRT
Golongan 1 Sepeda motor, Kendaraan roda 3 12864
Golongan 2 Sedan, jeep, taxi 4108
Golongan 3 Angkutan umum, mikrolet 766
Golongan 4 Pick up, mobil box 609
Golongan 5 Bus kecil 378
Golongan 5A Bus Besar -
Golongan 6A Truk 2 sumbu ringan 619
Golongan 6B Truk 2 sumbu berat 448
Golongan 7A Truk 3 sumbu ringan 191
Golongan 7B Truk 3 sumbu berat -
Golongan 7C
Truk 4 sumbu -
Truk 5 sumbu (trailer) (1.2-22) -
Truk 5 sumbu (trailer) (1.2-222) -
∑ 19983
Sumber:Hasil Perhitungan
a. Rencana Jumlah Kendaraan Dalam Periode Akhir Umur Rencana (20 Tahun)
Komulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur rencana atau disebut
sebagai Comulatif Equivalent Single Axle Load (CESA) merupakan jumlah
komulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur selama umur rencana yang
dihing menggunakan rumus persamaan sebagai berikut:
Dalam menentukan komulatif beban sumbu standard ekivalen selama umur
rencana, ada beberapa aspek penting di dalamnya.
b. Menentukan Nilai Traffic Multiplier (TM)
89
Traffic Multiplier adalah faktor yang digunakan untuk mengkoreksi jumlah
pengulangan beban sumbu (ESA) pangkat empat menjadi nilai faktor pangkat
lainnya yang dibutuhkan untuk desain mekanik. NilaiTM kelelahan lapisan
aspal(TMlapisanaspal) untuk kondisi pembebanan yang berlebih di Indonesia adalah
berkisar1,8-2.
c. Menentukan Nilai Vihicle Damage Factor (VDF)
Vihicle Damage Factor merupakan akumulasi angka ekivalen dari sumbu roda
kendaraan depan dan sumbu roda kendaraan belakang. Angka Vihicle Damage
Factor menurut manual desain perkerasan jalan No.02/M/BM/2013 adalah
sebagai berikut:
Faktor ekuivalen beban untuk Jalan Yos Sudarso meneuju pelabuhan
Gunungsitoli menggunakan VDF4 dikarenakan VDF4 digunakan untuk proyek
jalan baru atau pelebaran jalan.
Tabel IV.15 Nilai VDF4
Golongan Jenis kendaraan VDF4
Golongan 1 Sepeda motor, kendaraan roda 3 -
Golongan 2 Sedan, jeep, taxi -
Golongan 3 Angkutan umum, mikrolet -
Golongan 4 Pick up, mobil box -
Golongan 5A Bus kecil 0,3
Golongan 5B Bus besar 1
Golongan 6A Truk 2 sumbu ringan 0,8
Golongan 6B Truk 2 sumbu berat 1,6
Golongan 7A Truk 3 sumbu ringan 7,6
Golongan 7B Truk 3 sumbu sedang 28,1
Golongan 7C
Truk 4 sumbu 13,6
Truk 5 sumbu (trailer)(1.2-22) 30,3
Truk 5 sumbu (trailer)(1.2-222) 19
90
Sumber:Bina Marga 2013
2. Penentuan Umur Rencana
Untuk menentukan umur rencana untuk perkerasan lentur di Jalan Yos Sudarso
menuju pelabuhan Gunungsitoli sebagai berikut:
Tabel IV.16 Penentuan Umur Rencana
Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan No.02/M/BM/2013
Berdasarkan tabel jenis perkerasan diatas maka didapatkan umur rencana
untuk perkerasan lentur di Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli 10
tahun.
3. Penentuan Faktor Pertumbuhan lalu lintas
Setelah mendapatkan umur rencana untuk perkerasan lentur maka selanjutnya
menentukan faktor pertumbuhan lalu lintas untuk perkerasan lentur Jalan Yos
Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli berdasarkan pertumbuhan penduduk.
Berdasarkan pertumbuhan penduduk faktor pertumbuhan lalu lintas untuk
Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhanGunungsitoli adalah 1,40%. Untuk
menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
( )
Jenis
Perkerasan
Elemen Perkerasan
Umur
Rencana
(tahun)
Perkerasan
Lentur
Lapisan aspal dan lapisan berbutir dan CTB 20
Pondasi jalan
40
Semua lapisan perkerasan untuk area yang tidak
diijinkan sering ditinggikan akibat pelapisan ulang,
misal: jalan perkotan, underpass, jembatan,
terowongan.
Perkerasan
Kaku
Lapis pondasi atas, lapis pondasi bawah, lapis beton
semen, dan pondasi jalan
Jalan tanpa
penutup
Semua elemen Minimum
10
91
4. Beban Sumbu Standar Kumulatif
Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Single Axle
Load (CESA) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada
lajur desain selama umur rencana, yang ditentukan sebagai berikut :
ESA4 diperoleh dengan persamaan :
CESA4 diperoleh dengan persamaan :
CESA5 diperoleh dengan persamaan :
Tabel IV.17 Nilai komulatif beban sumbu selama standar ekivalen umur rencana
No
LHR R TM
Jumlah
Hari VDF4
ESA4 CESAL4 CESAL5
1 12864 20 1,8 365 - - - -
2 4108 20 1,8 365 - - - -
3 766 20 1,8 365 - - - -
4 609 20 1,8 365 - - - -
5a 378 20 1,8 365 0,3 113,4 827820 1490076
5b 0 20 1,8 365 - - - -
6a 619 20 1,8 365 0,8 495,2 3614960 6506928
6b 448 20 1,8 365 1,6 716,8 5232640 9418752
7a2 191 20 1,8 365 7,6 1451,6 10596680 19074024
7a1 0 20 1,8 365 - - - -
7c1 0 20 1,8 365 - - - -
7c2b 0 20 1,8 365 - - - -
7c2a 0 20 1,8 365 - - - -
∑
2777 20272100 36489780
Sumber: Hasil Perhitungan
Berdasarkan perhitungan diatas maka didapatkan nilai ESA4 sebesar 4816
dan CESA4 sebesar 20.272.100 dan CESA5 sebesar 36.489.780 untuk perkerasan
lentur Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli.
5. Penentuan Tipe Perkerasan
92
Setelah mendapatkan nilai CESA maka dilanjutkan dengan penentuan tipe
perkerasan lentur untuk Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli.
Tabel IV.18 Penentuan Tipe Perkerasan Lentur
Struktur Perekerasan Desain
ESA20 tahun (Juta)
(Pangak 4 kecuali disebutkan lain)
1– 0,5 0,1- 4 4 - 10 10-30 >30
Perkerasan kaku dengan
lalu lintas berat 4 2 2 2
Perkerasan kaku dengan
lalu lintas (desa dan
daerah perkotaan)
4A 1,2
AC WC modifikasi atau
SMA modifikasi dengan
CTB (pangkat 5)
3 2
AC dengan CTB
(panngkat 5) 3 2
AC tebal > 100 mm
dengan lapis pondasi
berbutir (pangkat 5)
3A 1,2
AC atau HRS tipis
diatas pondasi berbutir 3 1,2
Burda atau Burtu
dengan LPA Kelas A
atau batuan asli
Gambar
6 3 3
Lapis pondasi Soil
Cement 6 1 1
Pekerasan tanpa
penutup
Gambar
6 1
Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan No.02/M/BM/2013
Berdasarkan nilai CESA4 sebesar20.272.100 (lihat pada tabel IV.5) pada
pembahasan sebelumnya maka didapatkan tipe perkerasan yaitu AC denga CTB.
93
Keterangan :
= solusi yang lebih diutamakan
= Alternatif
1= Kontraktor kecil – medium
2= Kontraktor Besar dengan sumber daya yang memadai
3= Membutuhkan keahlian dan tenaga ahli khusus spesialis BURDA
Berdasarkan tabel IV.18. di atas maka struktur perkerasan yang digunakan
adalah AC atauTCB dengan kontraktor yang menyelesaikan perkerasan lentur
adalah kontraktor kecil – medium sampai kontraktor besar dengan alat yang
memadai.
6. Menentukan Desain Pondasi
Dalam manual desain jalan no.02/M/BM/2013 sangat ditekan kedalam hal
perbaikan tanah dasar, Dengan melihat kondisi Cbr tanah dasar dan nilai CESA5
yang Akan diterima perkerasan. Maka bila Cbr perkerasan sebesar 6 % Dan
CESA5 Sebesar 36.489.780,Maka Diperoleh Desain Sebagai Berikut:
Tabel IV.19 Solusi desain pondasi jalan minimum (Bagan Desain 2 : BinaMarga)
Sumber: Bina Marga 2013
Berdasarkan Tabel IV.19 diatas maka tanah dasar tidak perlu dilakukan tebal
minimum.
94
7. Menentukan Desain Tebal Perkerasan Jalan
Desain tebal perkerasan pada manual desain perkerasan jalan terbagi atas dua
alternatif desain.Tebal yang akan dihasilkan dari perencanaan menggunakan
manual desain perkerasan jalan No. 02/M/BM/2013 di dapat melalui bagan
desain3 yang telah disediakan berdasarkan CESA5 yang telah didapat seperti
bagan Desain 3 berikut:
Tabel IV.20 Bagan Desain 3
Sumber :BinaMarga 2013
Berdasarkantabel di atasmakadidapatkanhasildesaintebalperkerasanlenturyaitu:
1. LapisanPermukaan (Surface Course) AC – WC = 40 mm
2. Lapisanpondasiatas(Base course) AC – BC = 155 mm
3.. Lapisanpondasibawah (Sub Base Course) LPA kelas A = 150 mm
IV.5. Perhitungan Dimensi Saluran Drainase
Ada beberapa perhitungan mencari intensitas curah hujan untuk mencari debit
rencana sebelum merancang dimensi saluran, berikut merupakan tahapan perencanaan
drainase untuk pembangunan Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli.
1. Menghitung Luasan Daerah Aliran Air
Perancangan drainase pada Jalan Yos Sudarso harus disesuaikan dengan luas
dan kondisi jalan, luasan bahu jalan, panjang drainase, dan luasan dari sekitar
luar jalan yang akan direncanakan.
Berikut merupakan perhitungan daerah luasan pengaliran air bedasarkan data–
data perancangan pembangunan Jaalan Yos Sudarso.
Panjang saluran drainase (L) = 2014meter
95
I1 = lebar perkerasan jalan (aspal) = 7,0 meter
I2 = lebar bahu jalan = 2 meter
I3 = lebar bagian luar jalan = 100 meter (kondisi lapangan)
Adapun daerah luasan pengaliran air pada pembangunan Jalan Yos
Sudarso menuju Gunungsitoli yaitu:
- Aspal A1 = 3,5 m x 2014m = 7049m2
- Bahu jalan A2 = 2 m x 2014 m =4028 m2
- Jalan luar kota A3 =100m x 2014 m=201400m2
2. Besar Koefisien (C)
Besar koefisien (C) merupakan perbandingan antara jumlah air hujan yang
mengalir atau melimpas di atas permukaan tanah dengan jumlah air hujan yang
jatuh dari atmosfir. Besaran koefisien ini dipengaruhi oleh tata guna lahan,
kemiringan lahan, jenis dan kondisi tanah. Adapun koefisien yang diperoleh dari
pembangunan ruas Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli yaitu:
- Aspal I1, koefisien c1 = 0,85
- Bahu jalan I2, koefisien c2 = 0,55
- Pemukiman tidak padat I3, koefisien c3 = 0,50
- Faktor Limpasan Fk = 1,5
Adapun koefisien rata – rata yang didapat bedasarkan perhitungan luasan daerah
pengaliran air yaitu:
= 0,74
3. Perhitungan Waktu Konsentrasi (Tc)
Waktu konsentrasi (Tc) yaitu waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air
dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan di
bagian hilir suatu saluran. Berikut perhitungan mencari waktu konsentrasi aliran
pada pembangunan Jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan Gunungsitoli dengan
cara:
96
(
√ )
= 0,9429 menit
(
√ )
= 0,810 menit
n d d (
√ )
= 1,74 menit
t dari badan jalan =taspal + tbahu
= 0,9429 + 0,810
= 1,7529menit
t dari badan jala>tpemukiman tidak padat
1,7529 > 1,74
Maka t diambil yang nilai yang lebih besar yaitu 1,7529menit
= 22,377 menit
Tc = t1 + t2
= 1,7529 + 22,377
= 24,13menit
Tc n
Maka didapat waktu konsentrasi pengaliran air sebesar 24,13 menit
5. Menentukan Intensitas Curah Hujan
Data curah hujan Kota Gunungsitoli adalah sebagai berikut :
Tabel IV.21. Curah hujan Kota Gunungsitoli dalam 10 tahun terakhir
Tahun Curah Hujan (mm/jam)
2009 221,875
2010 260,9
2011 299,0
2012 259,9
2013 245,9
2014 252,1
2015 242,4
2016 254,8
97
2017 246,2
2018 250,5
Sumber:Badan Pusat Statistik Kota Gunungsitoli
Adapun data curah hujan yang diperoleh dari BPS Kota Gunungsitoli.
Dengan data curah hujan yang diperoleh dari BPS maka selanjutnya data curah
hujan tersebut diolah untuk mencari intensitas curah hujan rencana. Berikut
merupakan perhitungan intensitas curah hujan bisa dilihat pada tabel IV.22. di
bawah ini:
Tabel IV.22 Intensitas curah hujan
Tahun N Xi
(mm/jam) Xi-X (Xi-X)
2
2009 1 221,875 -31,5 991,0
2010 2 260,9 7,6 57,2
2011 3 299,0 45,6 2079,6
2012 4 259,9 6,6 43,2
2013 5 245,9 -7,4 55,0
2014 6 252,1 -1,3 1,6
2015 7 242,4 -11,0 120,6
2016 8 254,8 1,5 2,2
2017 9 246,2 -7,2 51,9
2018 10 250,5 -2,9 8,2
Rata-Rata 10 Tahun 253,4 Jumlah 3410,5
Sumber: Hasil Perhitungan
Berdasarkan tabel di atas maka didapat nilai dari standar deviasi intensitas
curah hujan adalah sebagai berikut:
S = √
S = 19,466
Setelah perhitungan standar deviasi maka di hitung nilai factor frekuensi (K)
menggunakan rumus sebagai berikut :
Untuk periode ulang 10 tahun (T)= 10 Tahun
Yt = 2,25
Yn = 0,495
Sn = 0,950
98
Sehingga Nilai K adalah sebagai berikut :
K = 1,86210
Setelah nilai factor frekuensi didapat maka dihitung hujan dalam periode T tahun
Xt Xr (K Sx)
Xt = 253,4+ (1,86210 x 19,466)
Xt = 289,647 mm/jam
= 8,04575 x 10 -5
I = Xt
6. PerhitunganDebit Air Rencana
Perhitungan debit rencana dilakukan setelah dilakukan setelah intensitas
curah hujan rencana, koefisien alir, dan luasan daerah alir di dapatkan. Debit air
rencana digunakan untuk menghitung dimensi saluran drainase yang akan
direncanakan, perhitungan debit air rencana adalah sebagai berikut :
Q = 2.42m3/s
7. Perhitungan Dimensi Saluran/Drainase
Perhitungan dimensi saluran didasarkan pada debit yang ditampung oleh
saluran, setelah debit rencana sudah didapat maka berikutnya dapat dihitung
dimensi dari drainase yang akan dirancang, berikut adalah perhitungan dimensi
dari drainase yang akan dirancang pada pembangunan ruas Jalan Yos Sudarso
menuju pelabuhan Gunungsitoli.
Penentuan dimensi saluran diawali dengan penentuan bahan:
Saluran direncanakan dibuat dari pasangan batu dengan kecepatan aliran yang
diizinkan 1,5 m/detik
Bentuk penampang: Persegi
Kemiringan saluran yang diizinkan sampai dengan 7,5%
Angka kekasaran permukaan saluran Manning, n = 0,017
Qrencana= 2,42 m3/detik
Luas PenampangBasah
99
d
Keterangan :
Fd = Luas penampang (m2)
Q = Debit air (m3)/detik
V = KecepatanAliran (1,5 m/detik)
Maka,
d
d
d
PenampangSaluranSegiEmpat
Fd = b × h b = 2h (syaratekonomisuntukdrainasesegiempat)
1,61 = 2h × h
h2 = 0,805
h = 0,895
b= 2 × h
b= 2 × 0,895
b= 1,7 ~ 1,7 meter
Tinggi Jagaan
W = √
W = √
W = 0,668
KelilingBasah (P)
P = b + 2.h
P = 1,70 + (2×0,895)
P = 3,49
Luas PenampangBasah (A)
A = b × h
A = 1,70 × 0,895
100
A = 1,52
Jari-JariHidrolis (R)
n⁄ ⁄
⁄
⁄ ⁄
⁄
⁄
⁄
⁄
√
I1= 0,2119%
Tinggi total= h + W
= 0,895+ 0,668
= 1,563 m ~ 1,5 m
101
IV.6. Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Tabel IV.23 REKAPITULASI
No. Uraian Jumlah Harga Pekerjaan
(Rupiah)
1 Umum 90.505.000
2 Drainase 1.606.212.402
3 Pekerjaan Tanah 0
4 Pelebaran Perkerasan dan Bahu Jalan 5.135.794.799
5 Pekerjaan Non Aspal 0
6 Pekerjaan Aspal 0
7 Struktur 0
8 Pengembalian Kondisi dan Pekerjaan Mortar 0
9 Pekerjaan Harian 0
10 Pekerjaan Pemeliharaan Rutin 0
A Jumlah harga pekerjaan (termasuk biaya umum
dan keuntungan)
8.076.651.035
B Pajak Pertambahan Nilai (PPN) =10% X A 807.665.103
C JUMLAH TOTAL HARGA PEKERJAAN =
(A) + (B)
8.884.316.138
Sumber:Hasil perhitungan
102
BAB V
PENUTUP
V.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian di Jalan Yos Sudarso. Mengidentifikasi Penyebab
Kemacetan yang telah dilakukan pada Ruas Jalan Yos Sudarso dapat ditarik kesimpulan
bahwa :
1. Kemacetan lalu – lintas dengan dampak besar yang ditimbulkan yang terjadi pada
jalan Yos Sudarso menuju pelabuhan . Pada Ruas jalan Sepanjang Jl. Yos Sudarso
itulah terjadi kemacetan karena beroperasinya kapal dari Singkil, Sibolga ke Nias.
Perhitungan yang didapat yakni dengan DS = 0,802.
2. Dari sebab – sebab kemacetan yang di uraikan tersebut maka bisa disimpulkan
bahwa dibutuhkan pemecahan solusi kemacetan yang menyeluruh (makro) yang
melingkupi berbagai aspek seperti : Perbaikan sistem pergerakan yang aman,
cepat, nyaman, murah, dan efisien. Dengan melakukan rancangan perservasi jalan
Yos Sudarso adapun aspek-aspek yang perlu ditinjau dalam rancangan perservasi
jalan khususnya dalam hal ini adalah pelebaran Jl. Yos Sudarso menuju pelabuhan
Gunungsitoli antara lain:
a. Aspek kapasitas jalan
b. Aspek geometrik
Dari perencangan Geometri Jl. Yos Sudarso menuju pelebuhan Gunungsitoli
perancangan yang diperoleh yaitu: Pada lengkungan alinyemen horizontal dapat
disimpulkanTikungan Full Circle (FC) terdapat pada tikungan PI1 PI2 PI3
c. Aspek perkerasan jalan didapatkan tebal perkerasan lentur sebagai berikut:
LapisanPermukaan (Surface Course) AC – WC = 40 mm
Lapisanpondasiatas(Base course) AC – BC = 155 mm
Lapisanpondasibawah (Sub Base Course) LPA kelas A = 150 mm
d. Aspek drainase.
e. Aspek rencana anggaran biaya yang akan digunakan pada ruas jalan Yos Sudarso
menuju pelabuhan Gunungsitoli.
103
V.2. Saran
1. Mengoptimalkan kapasitas jalan dan simpang dengan menormalisasi lebar efektif
jalan agar tidak ada kendaraan yang berhenti/ menepi tidak pada tempat yang
disediakan.
2. Penegakkan aspek legal / hukum terkait aturan dan tata tertib lalu – lintas. Oleh
karena itu dibutuhkan adanya petugas pengatur lalu – lintas dalam hal ini
Kepolisian / Dinas Perhubungan setempat juga kesadaran masyarakat agar
nantinya kelancaran dan keamanan dalam berlalu – lintas.
3. Mencari Jalan alternatif bagi masyatakat/ pengendara yang tidak berkepentinngan
di pelabuhan agar tidak melewati depan Pelabuhan Gunungsitoli.
DAFTAR PUSTAKA
Bina Marga, 1997,Tata Cara Perencanaan Geometrik Antar Kota No.038/BM/1997,
Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta.
Bina Marga, 2013,Manual Desain Perkerasan Jalan No.02/M/BM/2013, Kementerian
Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta.
Bina Marga, 1997,Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Departemen Pekerjaan
Umum Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta.
Bina Marga, 2006,Perencanaan Sistem Drainase Jalan Pd T-02-2006-B, Departemen
Pekerjaan Umum, Jakarta.
Setiana, 2018. Evaluasi Kinerja Jaringan Jalan di Wilayah Kota BandarLampung.
Fakultas Teknik Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Pradana, Doni Indra. Evaluasi kinerja jaringan jalan eksisting kota surakarta dengan
skenario do something Jurnal Mahasiswa, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik
Sipil, Universitas Sebelas Maret.
MAGFIRONA, ALFIA. 2017. Analisis kinerja jaringan jalan di kawasan kerten
surakarta. Magister Teknik Sipil, Sekolah Pascasarjana Universitas
Muhammadiah Surakarta.
Diana, 2017. Laporan Tugas Akhir Peningkatan Kapasitas/Pelebaran Ruas Jalan Bts.
Kota Kabanjahe–Kutabuluh STA 96+850–STA 100+000 Kabupaten Tanah
Karo, Sumatera Utara.
Zebua, Soni Kasiaman, 2017. Tugas Akhir Perhitungan Tebal Perkerasan Lentur,
Drainase, dan Rencana Anggaran Biaya Pada Pemeliharaan Jalan Masuk
Terminal Desa Faekhu Kecamataan Gunungsitoli Selatan.
KETERANGAN
JUDUL GAMBAR :
CROSS SECTION
SKALA 1:100
DIPERIKSA OLEH
AMRIZAL, S.T.,M.T
PRODI TEKNIK PERANCANGANJALAN DAN JEMBATAN
POLITEKNIK NEGERIMEDAN
2019
DIGAMBAR OLEH
POPI IMELDA ZAI1505131077
-2%-4%
-2%-4%
PELEBARAN
BAHUDRAINASE PERKERSAN
PELEBARAN
BAHU DRAINASE
ASta 0 ± 000
-2%-4%
-2%-4%
1Sta 0 + 500
+2%-4% -2%-4%PI1
Sta 0 + 717,636
KETERANGAN
JUDUL GAMBAR :
CROSS SECTION
SKALA 1:100
DIPERIKSA OLEH
AMRIZAL, S.T.,M.T
PRODI TEKNIK PERANCANGANJALAN DAN JEMBATAN
POLITEKNIK NEGERIMEDAN
2019
DIGAMBAR OLEH
POPI IMELDA ZAI1505131077
+2% -4%-2%-4%PI2
Sta 0 + 998,782
-2%-4%
-2%-4%
2Sta 1+ 000
-2%-4%
-2%-4%
3Sta 1± 500
+2% -4%-2%-4%PI3
Sta 1+ 563,739
-2%-4%
-2%-4%
4Sta 2 ± 000
-2%-4%
-2%-4%
4Sta 2 ± 014
KETERANGAN
JUDUL GAMBAR :
CROSS SECTION
SKALA 1:100
DIPERIKSA OLEH
AMRIZAL, S.T.,M.T
PRODI TEKNIK PERANCANGANJALAN DAN JEMBATAN
POLITEKNIK NEGERIMEDAN
2019
DIGAMBAR OLEH
POPI IMELDA ZAI1505131077
KETERANGAN
JUDUL GAMBAR :
LAPISAN PERKERASAN&
DETAIL DRAINASE
SKALA 1:100
DIPERIKSA OLEH
AMRIZAL, S.T.,M.T
PRODI TEKNIK PERANCANGANJALAN DAN JEMBATAN
POLITEKNIK NEGERIMEDAN
2019
DIGAMBAR OLEH
POPI IMELDA ZAI1505131077
DETAIL KONSTRUKSI PERKERASANSKALA 1:4
LAPISANPERMUKAAN
LAPISANPONDASI ATAS
LAPISANPONDASI BAWAH
TANAH DASAR
SKALA 1:25
DRAINASE
Faktor Gembur : 1.15
Lapis Pondasi agregat A untuk pekerjaan Rekonstruksi
Lebar Lebar Jarak Luas Tebal
Rata-rata
(M) (M) (M) (M) (M)
Lokasi Rekonstruksi
L/R 7.00
7.00 500.00 3500.00 0.15
L/R 7.00
7.00 500.00 3500.00 0.15
L/R 7.00
7.00 500.00 3500.00 0.15
L/R 7.00
7.00 500.00 3500.00 0.15
2 + 000.00 L/R 7.00
7.00 14.00 98.00 0.15
2 + 014.00 L/R 7.00
2014.00 14098.00JUMLAH 2431.91
16.91
Mata Pembayaran : 5.1.(1). Lapis Pondasi Agregat Kelas A
0 + 000.00
0 + 500.00
1 + 000.00
1 + 500.00
603.75
603.75
603.75
603.75
No STA SISI Volume
Faktor Gembur : 1.00
Lapis Pondasi agregat A untuk pekerjaan Rekonstruksi
Lebar Lebar Jarak Luas Tebal
Rata-rata
(M) (M) (M) (M) (M)
Lokasi Rekonstruksi
L/R 4.00
4.00 500.00 2000.00 0.12
L/R 4.00
4.00 500.00 2000.00 0.12
L/R 4.00
4.00 500.00 2000.00 0.12
L/R 4.00
4.00 500.00 2000.00 0.12
2 + 000.00 L/R 4.00
4.00 14.00 56.00 0.12
2 + 014.00 L/R 4.00
2014.00 8056.00
0 + 000.00240.00
Mata Pembayaran : 4.2.(2B).Agregat kelas s
No STA SISI Volume
6.72
JUMLAH 966.72
0 + 500.00240.00
1 + 000.00240.00
1 + 500.00240.00
Faktor Gembur : 1.15
Volume Kadar Aditif Anti Volume Hotmix
Lebar Lebar Panjang Tebal BJ Hotmix Aspal Pengelupasan AC WC
Rata-rata Rencana JMF ( % ) 0.003
(M) (M) (M) (M) (ton) 6.100 ( Kg ) ( Ton )
0 + 000.00 L/R 7.00
7.000 500.000 0.155 2.300 1247.750 1434.913
0 + 500.00 L/R 7.00
7.000 500.000 0.155 2.300 1247.750 1434.913
1 + 000.00 L/R 7.00
7.000 500.000 0.155 2.300 1247.750 1434.913
1 + 500.00 L/R 7.00
7.000 500.000 0.155 2.300 1247.750 1434.913
2 + 000.00 L/R 7.00
7.000 14.000 0.155 2.300 34.937 40.178
2 + 014.00 L/R 7.00 5779.828
Mata Pembayaran : 6.3.(6a). LAPIS PERMUKAAN (AC - BC)
No STA SISI
76.113 228.338
2.131 6.393
JUMLAH
76.113 228.338
76.113 228.338
76.113 228.338
Faktor Gembur : 1.15
Volume Kadar Aditif Anti Volume Hotmix
Lebar Lebar Panjang Tebal BJ Hotmix Aspal Pengelupasan AC WC
Rata-rata Rencana JMF ( % ) 0.003
(M) (M) (M) (M) (ton) 6.100 ( Kg ) ( Ton )
0 + 000.00 L/R 7.00
7.000 500.000 0.040 2.300 322.000 370.300
0 + 500.00 L/R 7.00
7.000 500.000 0.040 2.300 322.000 370.300
1 + 000.00 L/R 7.00
7.000 500.000 0.040 2.300 322.000 370.300
1 + 500.00 L/R 7.00
7.000 500.000 0.040 2.300 322.000 370.300
2 + 000.00 L/R 7.00
7.000 14.000 0.040 2.300 9.016 10.368
2 + 014.00 L/R 7.00 1491.568
19.642
No STA SISI
19.642 58.926
58.926
58.926
58.926
1.650
JUMLAH
19.642
19.642
0.550
No STA SISI
Lebar Lebar Jarak Luas Tebal Volume
Rata-rata Aplikasi
(M) (M) (M) (M) (Ltr) (Liter)
Lokasi RekonstruksiL/R 7.00
7.00 500.00 3500.00 0.80L/R 7.00
7.00 500.00 3500.00 0.80L/R 7.00
7.00 500.00 3500.00 0.80L/R 7.00
7.00 500.00 3500.00 0.80L/R 7.00
7.00 14.00 98.00 0.80L/R 7.00
2014.00 14098.00 4.00
Mata Pembayaran : 6.1.(1). Lapis Resap Pengikat - Aspal Cair - ( Untuk AC-BC )
0 + 000.00
0 + 500.00
1 + 000.00
1 + 500.00
2800.00
2800.00
2800.00
2800.00
JUMLAH 11278.40
78.402 + 000.00
2 + 014.00
Lebar Lebar Jarak Luas Tebal Volume
Rata-rata Aplikasi
(M) (M) (M) (M) (Ltr) (Liter)
Lokasi Rekonstruksi
0 + 000.00 L/R 7.00
7.00 500.00 3500.00 0.35
0 + 500.00 L/R 7.00
7.00 500.00 3500.00 0.35
1 + 000.00 L/R 7.00
7.00 500.00 3500.00 0.35
1 + 500.00 L/R 7.00
7.00 500.00 3500.00 0.35
2 + 000.00 L/R 7.00
7.00 14.00 98.00 0.35
2 + 014.00 L/R 7.00
2014.00 14098.00 1.75
1225.00
Mata Pembayaran : 6.1.(1). Lapis Resap Pengikat - Aspal Cair - ( Untuk AC-BC )
No STA SISI
1225.00
1225.00
1225.00
34.30
JUMLAH 4934.30
PERHITUNGAN VOLUME DRAINASE
SISI LEBAR TINGGI LUAS JARAK Volume
L/R m m m2 m m3
2 2 1.65 3.3 2014 13292.4
SISI LEBAR TINGGI LUAS1 LEBAR TINGGI LUAS2 JARAK VOLUME
L/R m m m2 m m m2 m m3
2 2 1.65 3.3 1.7 1.5 2.55 2014 3021
NO SKETSA URAIAN PEKERJAAN
2.
1.2.1.(1) Galian Biasa Untuk
Drainase
LUAS PAS. MORTAR
Luas 1- Luas 2
0.75
2.2.(1) Pasangan Mortar
1,65 m
2 m
1,65 m
2 m